Upload
andy-dfive
View
177
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
TEKNOLOGI ALTERNATIF PEMANFAATAN LIMBAH AIR KELAPA
UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUKSI BUDIDAYA
RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DI DAERAH ENDEMIK
PROGRAM KREATIVITAS SISWA – SISWI
JUDUL KARYA ILMIAH
MENINGKATKAN SUMBER DAYA ALAM DENGAN TEKNOLOGY
Disusun Oleh:
1. Ulil Amril2. Andy. S3. Titin Dua Lembang4. Fitriani. B
SMK KOMPUTER MUTIAR ILMU
MAKASSAR
i
KATA PENGANTAR
Hanya milik Tuhan Semesta Alam lautan, ilmu dan dengan kemurahan-
Nya kita mendapatkan limpahan ilmu milik-Nya untuk mengolah sebagian
kekayaan yang diberikan kepada kita. Sungguh sayang, jika kekayaan yang telah
dibentangkan di hadapan kita tidak dimanfaatkan dengan optimal.
Perairan sebagai media tumbuh senantiasa memberikan cukup nutrien
bagi tanaman. Pandangan tersebut memang benar, tetapi dalam peningkatan
kualitas produksi tidak cukup mengandalkan linkungan. Teknik budidaya
interfensi manusia pada lingkungan hidup tanaman terbukti menciptakan hasil-
hasil produksi yang jauh dua kali lipat lebih besar dalam waktu yang singkat.
Indonesia merupakan salah satu Negara tropika yang terkenal dengan
kelapa yang berlimpah, bahkan menjadi pengekspor terbesar. Kelapa sangat
banyak manfaatnya dimulai dari daun, batang, buah, akar, dan bunga kelapa.
Penggunaan median air kelapa karena air kelapa merupakan penghasil hormon
pertumbuhan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
mendukung penyusunan karya tulis ini yaitu semua teman-teman yang
menemani dan mendukung penulisan karya tulis ilmiah ini dan semua pihak
yang terkait dengan kegiatan penyusunan karya tulis ilmiah hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan karya tulis ilmiah ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca.
Makassar, 12 Maret 2011
Penulis
Ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................... i
KATAPENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
RINGKASAN ....................................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3 Tujuan dan Manfaat ............................................................................. 2
1.4 Gagasan Kreatif ................................................................................... 3
II. TELAAH PUSTAKA
2.1 Kelapa ................................................................................................. 4
2.2Rumput Laut E. cottonii ....................................................................... 5
2.3 Pendapat Tentang Air Kelapa Masalah Terdahulu ............................. 8
III METODE PENULISAN PROGRAM
3.1 Studi Literatur ...................................................................................... 10
3.2Prosedur pengumpulan data ................................................................. 10
3.3 Metode analisa dan pemecahan masalah dengan cara: ........................ 10
IV. ANALISA DAN SINTESIS
4.1 Analisa Permasalahan .......................................................................... 11
4.2Sintesis Permasalahan .......................................................................... 14
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 16
5.2 Saran ..................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
iv
RINGKASAN KARYA TULIS
Kegiatan budidaya rumput laut di Indonesia pada dasarnya digalakan
secara ekstensif, namun berkembang dengan kemajuan sains dan teknologi,
budidaya rumput laut dibudidayakan secara intensif dan hal ini dapat dilihat dari
keadaan alamnya banyak perairan pantai maupun karang yang sangat potensial
untuk budidaya rumput laut. Rumput laut memeiliki nilai ekonomis tinggi bagi
masyarakat pesisir. Nilai ekonomis dikarenakan rumput laut mampu
menghasilkan keragenan dan agar yang bisa dimanfaatkan secara pangan dan
non pangan.
Kelapa adalah satu tumbuhan endemik yang hidup di daerah tropis,
terutama Indonesia. Kelapa merupakan komoditas ekspor yang juga diandalkan
karena memiliki banyak manfaat., dimulai dari batang, daun, dan buah (daging
dan air). Penggunaan kelapa pada masa sekarang sudah tidak optimal lagi
dikalangan masyarakat maupun industri. Air kelapa salah satu limbah dari
industri kopra dan pengolahan minyak berskala rumah tangga, padahal air
kelapa mengandung beberapa hormon pertumbuhan yang dapat memacu
pertumbuhan tanaman. Dengan dasar itulah penulis ingin menyampaikan
informasi mengenai pemanfaatan limbah air kelapa.
Morel (1974) mengatakan bahwa hormon yang terkandung dalam air kelapa
ada tiga antara lain sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l dan giberelin. Sitokinin
dapat memacu terjadinya organogenesis yang dapat mempercepat pertumbuhan
daun (Abidin, 1998). Selain berfungsi sebagai diferensiasi tunas adventif dan organ,
juga berfungsi dalam sintesis protein dan pembelahan sel. Dengan adanya sitokinin
maka bobot basah tanaman semakin bertambah. Hormon auksin berfungsi untuk
merangsang pembesaran sel, sintesis DNA kromosom, serta pertumbuhan aksis
longitudinal dan juga untuk merangsang pertumbuhan akar pada stekan atau
cangkokan. Giberelin atau sering disebut asam giberelat (GA) merupakan hormon
perangsang pertumbuhan tanaman yang diperoleh dari
iv
Gibberella fujikuroi, aplikasi untuk memicu munculnya bunga. Penelitian
Murniati dan Zuhri (2002) mengungkapkan bahwa giberelin mampu
mempercepat pertumbuhan biji kopi. Giberelin merupakan senyawa organik
yang berperan dalam proses perkecambahan karena dapat mengaktifkan reaksi
enzimatik di dalam benih ( Wilkins, 1989).
Penulisan karya tulis ilmiah ini berawal dari studi literatur yang membahas
tentang bidang yang berhubungan dengan tujuan ditulisnya karya ilmiah ini.
Studi literatur ini didapatkan dari buku-buku, jurnal ilmiah, majalah, koran,
internet, dan sebagainya.
Dalam peningkatan pendapatan guna memperbaiki taraf hidup masyarakat
yang berada di desa Patas yang merupakan kawasan endemik yang daerah
pesisirnya baik untuk kawasan budidaya rumput laut terutama Eucheuma cottonii.
Budidaya rumput laut tidak hanya mengandalkan sistem budidaya secara alami
melainkan kita harus menciptakan suatu teknologi yang bisa meningkatkan hasil
produksi yang optimal. Salah satu pemanfaatannya adalah penggunaan media air
kelapa sebagai penghasil hormon tumbuh alami yang terdiri dari sitokinin, auksin
dan giberelin. Penggunaan media air kelapa dalam peningkatan kualitas produksi
budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii diharapkan hasil yang didapat bisa
jauh lebih besar. Berbagai literatur mengatakan bahwa air kelapa dapat
mempercepat pertumbuhan tunas, akar, daun, dan batang dari berbagai tanaman,
apabila diaplikasikan ke rumput laut kemungkinan air kelapa berpengaruh terhadap
pertumbuhan rumput laut terutama jenis E. cottonii. Berpengaruhnya air kelapa
sebagai hormon tumbuh alami terhadap rumput laut maka dapat meningkatkan
produksi budidaya rumput laut daerah pesisir pantai desa Patas sehingga masyarakat
setempat mendapat pendapatan yang lebih baik.
vi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan budidaya rumput laut di Indonesia pada awalnya digalakan
secara ekstensif, namun dinamika ini terus berkembang sejalan kemajuan sains
dan teknologi kini rumput laut dibudidayakan secara intensif, karena keadaan
alamnya yang merupakan perairan pantai maupun karangnya yang sangat
potensial untuk budidaya rumput laut. Rumput laut (sea weed) mempunyai nilai
ekonomis dan sosial yang tinggi bagi masyarakat pesisir. Nilai ekonomis
tersebut dikarenakan rumput laut mampu menghasilkan karaginan, agar dan
alginat. Potensi rumput laut ini tersebar di seluruh perairan Indonesia kurang
lebih 2 juta Ha yang dapat dimanfaatkan secara efektif untuk budidaya (Majalah
Trobos, 2008).
Kelapa merupakan salah satu tanaman yang memiliki banyak manfaat
mulai dari daun, batang, dan buah (daging dan air) dan kelapa adalah salah satu
komoditas ekspor Indonesia. Pemanfaatan kelapa dikalangan masyarakat sudah
mulai berkurang. Salah satu bagian yang tidak dimanfaatkan secara optimal
adalah airnya, misalnya dalam pengolahan minyak kelapa skala rumah tangga,
sekarang air kelapa tersebut sudah tidak dimanfaatkan dengan baik, padahal air
kelapa mengandung beberapa hormon pertumbuhan yang dapat memacu
pertumbuhan tanaman.
Hormon yang terkandung dalam air kelapa yaitu sitokinin, auksin dan
giberelin, yang berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tanaman. Auksin
berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar pada stekan atau cangkokan,
sedangkan sitokinin adalah hormon turunan dari adenin yang berfungsi untuk
pembelahan sel dan diferesiansi mitosis, disintesis pada ujung akar dan
translokasi pada pembuluh xilem. Giberelin merupakan hormon tumbuh alami
pada tanaman yang bersifat sintesis dan berperan mempercepat perkecambahan.
Besar kemungkinan air kelapa juga mampu menjadi hormon pertumbuhan bagi
E. cottoni dan hal ini sangat penting untuk dibuktikan secara ilmiah.
12 Perumusan Masalah
Pengguanaan media air kelapa ini didasarkan pada pemanfaatan kelapa yang
kurang optimal dikalangan masyarakat, misalnya pada industri kopra, pasar
tradisional dan pengolahan minyak skala rumah tangga. Hal ini disebabkan
karena kurangnya pemahaman dari kalangan masyarakat tentang manfaat dari
kelapa. Banyaknya limbah kelapa yang tidak dimanfaatkan maka dari itu perlu
adanya teknologi dalam pemanfaatan limbah tersebut.
Rumusan dalam penulisan ilmiah ini meliputi:
1. Bagaimanakah teknologi pemanfaatan limbah air kelapa
yang banyak terdapat di pasar tradisional dan pengelola
kopra dalam peningkatan produksi rumput laut E. cottonii
yang berada di desa Patas Kecamatan Gerokgak yang tidak
dimanfaatkan dengan optimal ?
2. Apakah dengan teknologi pemanfaatan limbah air kelapa
terhadap pertumbuhan rumput laut E. cottonii bisa
meningkatkan taraf hidup masyarakat di desa Patas
terutama masyarakat yang berada di daerah pesisir ?
13 Tujuan dan Manfaat
Tujuan
1) Pemanfaatan limbah air kelapa yang tidak dimanfaatkan secara
optimal oleh industri kopra, pengolahan minyak di pasar tradisional
serta mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap budidaya
rumput laut .
2) Upaya peningkatan produksi budidaya rumput laut E. cottonii dalam
meningkatkan tarah hidup terutama masyarakat pesisir .
Manfaat
1) Meningkatkan manfaat limbah air kelapa yang dalam pemanfaatanya
kurang optimal pada industri kopra dan pengolahan minyak.
2) Peningkatan pendapatan masyarakat dalam upaya mensejahterakan
masyarakat pesisir desa Patas.
2
14 Gagasan Kreatif
Penggunaan media air kelapa dapat dilakukan terhadap semua jenis
tumbuhan (Bey, Y. dan dkk, 2005). Penggunaan media air kelapa untuk
tanaman-tanaman yang hidup di perairan laut sebagai media tumbuh dipandang
senantiasa memberikan cukup nutrien bagi pertumbuhan tanaman, dalam rangka
meningkatkan kualitas produksi tidak cukup hanya mengandalkan lingkungan
yang bersifat alami akan tetapi teknik budidaya dengan memanfaatkan limbah
air kelapa untuk mnengoptimalkan produksi budidaya rumput laut sekaligus
untuk meningkatkan taraf hidup petani di desa Patas yang menjadi pokok
bahasan yang menarik untuk dipecahkan.
3
II. TELAAH PUSTAKA
21 Kelapa
Kelapa adalah salah satu jenis tumbuhan dari keluarga Arecaceae. Kelapa
adalah satu-satunya spesies dalam genus Cocos, dan pohonnya mencapai
ketinggian 30 m. Kelapa juga adalah sebutan untuk buah pohon ini yang berkulit
keras dan berdaging warna putih.
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Cocos
Jenis : Cocos nucifera
Kelapa merupakan tanaman endemik yang sebagian besar ada di daerah di
Indonesia, yang sangat mudah tumbuh dalam keadaan apapun. Manfaat kelapa
sangat banyak sekali mulai dari buah, batang, daun, dan akarnya. Kelapa
sekarang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, sebab kelapa memiliki nilai
ekonomis yang lumayan tinggi. Beberapa manfaat yang dapat diambil dari
pohon kelapa yakni, daun kelapa dalam masyarakat Bali sangat bermanfaat
karena daun kelapa yang masih muda dapat digunakan dalam upacara
keagamaan, misalnya dalam pembuatan banten yang merupakan simbol terima
kasih kepada Tuhan. Batang kelapa juga memiliki manfaat yang ekonomis yakni
sebagai bahan bangunan yang biasanya digunakan dalam pembuatan rumah.
Buah kelapa memiliki banyak manfaat mulai dari daging, tempurung, dan
airnya. Daging buah kelapa sudah banyak dimanfaatkan sebagai produksi kopra
yang sudah marak di kalangan masyarakat sekarang.
Air kelapa mengandung antioksidan dan hormon pertumbuhan. Antioksidan
adalah penahan radikal bebas bagi tubuh. Antioksidan ini akan menghentikan reaksi
berantai radikal bebas dalam tubuh bergantung pada jenis antioksidannya.
4
Beberapa hormon yang terkandung dalam air kelapa yaitu auksin, sitokinin, dan
giberelin. Hormon tersebut dapat berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan
tanaman, seperti auksin berfungsi sebagai pembesaran sel, sintesis kromosom,
serta pertumbuhan aksis longitudinal tanaman, gunanya untuk merangsang
pertumbuhan akar pada stekan atau cangkokan. Hormon sitokinin merupakan
hormon turunan dari adenin yang berfungsi dalam hal pembelahan sel dan
diferesiansi mitosis, disintesis pada ujung akar dan translokasi pada pembuluh
xilem. Giberelin merupakan hormon tumbuh alami pada tanaman yang bersifat
sintesis dan berperan mempercepat perkecambahan.
22 Rumput Laut E. cottonii
Wilayah sebaran rumput laut yang tumbuh alami (wild stock) hampir
terdapat di seluruh perairan dangkal laut Indonesia yang mempunyai rataan
terumbu karang. Lokasi budidaya E. cottoni tersebar di perairan pantai di
beberapa pulau yakni di kepulauan Riau, Bangka-Belitung, Lampung selatan,
Pulau Panjang, Pulau seribu, Nusa Dua, Nusa Lembongan, Nusa Penida,
Lombok dan masih banyak pulau – pulau yang membudidayakan E. cottonii
(Anggadiredja et al, 2009).
Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokkan menjadi 4
kelas yaitu : Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang cokelat),
Chlorophyceae (ganggang hijau), Cyanophyceae (ganggang biru hijau). Beberapa
jenis rumput yang bernilai ekonomi sejak dulu sudah diperdagangkan yaitu
Eucheuma sp., Hynea sp., Gracillaria sp., dan Gelidium sp., dari kelas
Rhodophyceae serta Sargassum sp., dari kelas Phaeophyceae.
Sejak tahun 1986 sampai sekarang jenis rumput laut yang banyak
dibudidayakan di Kepualauan Seribu adalah jenis E. cottonii. Rumput laut jenis
E. cottonii ini juga dikenal dengan nama Kappaphycus alvarezii.
5
Dawes dalam Kadi dan Atmadja (1988) menjelaskan bahwa secara taksonomi
rumput laut jenis Eucheuma dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieriaceae
Genus : Eucheuma
Jenis : Eucheuma cottonii
Genus Eucheuma merupakan istilah populer di bidang niaga untuk jenis
rumput laut penghasil karaginan. Nama istilah ini resmi bagi spesies Eucheuma
yang ditentukan berdasarkan kajian filogenetis dan tipe karaginan yang
terkandung di dalamnya. Jenis Eucheuma ini juga dikenal dengan Kappaphycus
(Doty, 1987 dalam Yusron, 2005). Ciri-ciri E. cottonii adalah thallus dan cabang-
cabangnya berbentuk silindris atau pipih, percabangannya tidak teratur dan kasar
(sehingga merupakan lingkaran) karena ditumbuhi oleh nodulla atau spine untuk
melindungi gametan. Ujungnya runcing atau tumpul berwarna coklat ungu atau
hijau kuning. Spina E. cottonii tidak teratur menutupi thallus dan cabang-
cabangnya. Permukaan licin, cartilaginous, warna hijau, hijau kuning, abau-abu
atau merah. Penampakan thallus bervariasi dari bentuk sederhana sampai
kompleks (Ditjenkan Budidaya, 2004).
Penanaman rumput laut Eucheuma sp. dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode. Ada tiga metode yang sudah dikenal masyarakat.
1) Metode Dasar (bottom method)
Penanaman dengan metode ini dilakukan dengan mengikat bibit tanaman
yang telah dipotong pada karang atau balok semen kemudian disebar pada dasar
perairan. Metode dasar merupakan metode pembudidayaan rumput laut dengan
menggunakan bibit dengan berat tertentu.
2) Metode Lepas Dasar (off-bottom method)
Metode ini dapat dilakukan pada dasar perairan yang terdiri dari pasir
sehingga mudah untuk menancapkan patok/pancang. Metode ini sulit dilakukan
pada dasar perairan yang berkarang. Bibit diikat dengan tali rafia yang kemudian
6
diikatkan pada tali plastik yang direntangkan pada pokok kayu atau bambu.
Jarak antara dasar perairan dengan bibit yang akan dilakukan berkisar antara 20-
30 cm. Bibit yang akan ditanam berukuran 100-150 gram, dengan jarak tanam
20-25 cm. Penanaman dapat pula dilakukan dengan jaring yang berukuran yang
berukuran 2,5x5 m2 dengan lebar mata 25-30 cm dan direntangkan pada patok
kemudian bibit rumput laut diikatkan pada simpul-simpulnya.
3) Metode Apung (floating method)/ Longline
Metode ini cocok untuk perairan dengan dasar perairan yang berkarang
dan pergerakan airnya di dominasi oleh ombak. Penanaman menggunakan rakit -
rakit dari bambu sedang dengan ukuran tiap rakit bervariasi tergantung dari
ketersediaan material, tetapi umumnya ukuran yang digunakan 2,5 x 5 m untuk
memudahkan pemeliharaan, pada dasarnya metode ini sama dengan metode
lepas dasar hanya posisi tanaman terapung dipermukaan mengikuti gerakan
pasang surut yang befungsi mempertahankan rakit, agar tidak hanyut digunakan
pemberat dari batu atau jangkar. Penghematan area dapat dilakukan dengan,
beberapa rakit dapat dijadikan menjadi satu dan tiap rakit diberi jarak 1 meter
untuk memudahkan dalam pemeliharaan. Bibit diikatkan pada tali plastik dan
atau pada masing-masing simpul jaring yang telah direntangkan pada rakit
tersebut dengan ukuran berkisar antara 100-150 gram.
Zatnika Achmad, dkk 2009, mengatakan bibit yang akan ditanam harus
berkualitas baik agar tanaman dapat tumbuh sehat. Oleh karena itu, perlu
dilakukannya pemilihan bibit tersebut yakni dengan kriteria sebagai berikut:
1) Bibit yang digunakan merupakan thallus muda yang bercabang banyak,
rimbun, dan berujung runcing.
2) Bibit tanaman harus sehat dan tidak terdapat bercak, luka, atu terkelupas
sebagai akibat terserang penyakit ice – ice atau terkena bahan cemaran,
seperti minyak buangan dari industri maupun buangan dari kapal – kapal.
3) Bibit rumput laut harus terlihat cerah dan segar yaitu coklat cerah dan
hijau cerah terutama jenis Eucheuma sp.
4) Bibit harus seragam dan tidak boleh tercampur dengan jenis lain.
5) Berat awal diupayakan seragam, sekitar 100 gr per ikatan/ rumpun.
7
Sudradjat, 2008, menjelaskan bahwa waktu yang diperlukan oleh tanaman
dalam mencapai tingkat kadungan bahan utama maksimal merupakan patokan
dalam menentukan waktu panen. Rumput laut jenis E. cottonii memiliki
kandungan keragenan yang optimal setelah mencapai pemeliharaan selama 45
hari, pemanenan rumput laut sebaiknya dilakukan setelah 45 hari. Panen rumput
laut untuk bibit dapat dilakukan umur tanaman berkisar 23 – 25 hari. Panen
sebaiknya dilakukan pada cuaca yang cerah agar kualitas rumput laut yang
dihasilkan akan terjamin. Panen dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni secara
selektif atau parsial dan secara keseluruhan.
Panen secara selektif dilakukan dengan cara memotong tanaman secara
langsung tanpa melepas ikatan dari tali ris. Keuntungan ini adalah penghematan
tali raffia pengikat rumput laut, tetapi memerlukan kinerja yang relatif lama.
Cara panen keseluruhan dilakukan dengan mengangkat seluruh tanaman
sekaligus sehingga waktu kerja yang dilakukan relatif lebih singkat dibanding
cara panen sebelumnya.
Rumput laut yang mempunyai banyak manfaat dapat digunakan dalam
industri pangan dan non pangan. Industri pangan E. cottonii salah satu
produksinya adalah jelly yang merupakan makanan paling sederhana yang
dibuat dari agar atau keragenan. Jelly diproduksi biasanya dicampur dengan
buah – buahan, ekstrak buah, atau bubur kacang – kacangan pada industri rumah
tangga. Industri makanan dalam kaleng, seperti daging dan ikan dalam kaleng,
memerlukan bahan pengental, pembentuk gel, serta pensuspensi dengan
memanfaatkan agar dan keragenan. Produksi agar-agar memiliki kelebihan
dibandingkan dengan keragenan, di mana agar mempunyai kemampuan melting
temperatur dan gel strength lebih tinggi, industri non pangan penggunaan agar
dan keragenan di antaranya pada industri makanan ternak, keramik, cat, tekstil,
kertas, dan pembuatan film.
2.3 Pendapat Tentang Air Kelapa Masalah Terdahulu
Junairiah dan Fatimah (2004), dalam penelitianya mengatakan bahwa
tentang pemanfaatan air kelapa sebagai zat pengatur tumbuh alami untuk
pertumbuhan kencur ternyata membuahkan hasil yang cukup bagus. Berdasarkan
8
hasil yang didapat pertumbuhan tanaman kencur dapat dilihat dari jumlah tunas,
jumlah daun, panjang daun dan lebar daun. Dilihat dari pertumbuhan tunas
diketahui bahwa sitokinin terbukti dapat memacu diferensiasi jaringan tunas
(Hendaryono,1994). Perbedaan jumlah daun juga disebabkan oleh hormon
sitokinin dalam air kelapa yang dapat memacu terjadinya organogenesis
sehingga jumlah daun yang terbentuk lebih banyak dan sitokinin dapat
mensimulasi pertumbuhan tunas dan daun (Abidin,1985).
Hormon sitokinin juga berpengaruh terhadap panjang daun karena
sitokinin dapat memacu pembelahan sel sehingga ukuran panjang daun menjadi
bertambah. Lebar daun juga dipengaruhi oleh hormon sitokinin. Dalam hal ini,
sitokinin berperan aktif untuk mendorong pembelahan sel karena hormon ini
mempengaruhi asam nukleat sehingga langsung mempengaruhi sintesis protein
dan mengatur aktivitas enzim (Hendaryono dan Wijayani,1994). Berdasarkan
hasil yang didapat, ternyata air kelapa sebagai zat pengatur tubuh alami untuk
tanaman kencur yang mengandung hormon sitokinin dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman kencur.
Air kelapa salah satu bahan alami yang didalamnya terkandung hormon
sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l, dan giberilin dalam jumlah sedikit serta
senyawa lain yang dapat menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan.
Sehubungan dengan lamanya waktu yang diperlukan untuk berkecambah dan
peranan giberilin dalam memacu perkecambahan biji, begitu juga dengan peran air
kelapa dalam perkecambahan maka dilakukannya penelitian untuk mengetahui
pengaruh pemberian giberilin dan air kelapa terhadap biji anggrek bulan. Menurut
Yusnida Bey, dkk, (2006) mengatakan bahwa pengaruh pemberian giberilin dan air
kelapa terhadap perkecambahan bahan biji anggrek bulan dengan konsentrasi
tertentu berpengaruh positif terhadap pertumbuhan perkecambahan biji anggrek
bulan. Pertumbuhan tersebut dapat dilihat saat munculnya daun, akar, dan tinggi
kecambah. Ternyata hasil yang didapat menunjukan bahwa air kelapa dan giberilin
berpengaruh positif terhadap perkecambahan biji anggrek bulan.
9
61 METODE PENULISAN PROGRAM
31 Studi Literatur
Penulisan karya tulis ilmiah ini berawal dari studi literatur yang membahas
tentang bidang yang berhubungan dengan tujuan ditulisnya karya ilmiah ini. Studi
literatur ini didapatkan dari buku-buku, jurnal ilmiah, majalah, koran, internet, dan
sebagainya. Pokok bahasan yang diambil dari studi literatur meliputi:1) Budidaya rumput laut terutama E. cottoni.
2) Pertumbuhan kelapa yang merupakan tumbuhan endemik
3) Kandungan hormon dari air kelapa sebagai stimulan bagi
pertumbuhan rumput laut terutama E. cottoni.
4) Pemanfaatan air kelapa sebagai zat pengatur
tumbuh alami untuk pertumbuhan kencur
( Kaemferia galanga L.)
5) Pengaruh pemberian giberilin (GA3) dan air kelapa
terhadap perkecambahan bahan biji anggrek bulan
(Phalaenopsis amabilis BL.) secara in vitro.
6) Pengaruh pemberian air kelapa sebagai hormon tumbuh
alami terhadap pertumbuhan tanaman anggrek.
32 Prosedur pengumpulan data
Data-data diperoleh dengan pengumpulan data yang didapat dari internet,
buku, dan jurnal ilmiah nasional dan international. Karya tulis ini ditulis dan
dibuat dengan menggunakan aturan Bahasa Indonesia yang baku dengan tata
bahasa dan ejaan yang disempurnakan, sederhana, dan jelas.
33 Metode analisa dan pemecahan masalah dengan cara:
1. Diskusi 2. Komparasi 3. Analisa mendalam
10
IV. ANALISA DAN SINTESIS
4.1 Analisa Permasalahan
Tanaman kelapa (C. nucifera L.) merupakan tanaman yang serba guna,
baik untuk keperluan pangan maupun nonpangan. Setiap bagian dari tanaman
kelapa, dari akar hingga pucuk daun, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
manusia. Daging buah merupakan lapisan tebal berwarna putih. Bagian ini
mengandung berbagai zat gizi. Kandungan zat gizi tersebut beragam sesuai
dengan tingkat kematangan buah . Selama perkembangannya, buah kelapa
secara kontinyu mengalami kenaikan berat. Ukuran berat maksimum tercapai
pada bulan ketujuh, saat itulah jumlah air kelapa mencapai titik maksimal.
Zaman sekarang air kelapa sudah jarang dimanfaatkan secara optimal. Industri
kopra dan minyak berskala rumah tangga sudah tidak memanfaatkan kelapa
dengan baik, padahal banyak manfaat yang ada di dalam air kelapa salah satunya
adalah mengandung hormon pertumbuhan.
Morel (1974) mengatakan air kelapa mengandung hormon sitokinin 5,8 mg/l,
auksin 0,07 mg/l dan giberelin sedikit sekali serta senyawa lain yang dapat
menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan. Hormon sitokinin sangat berperan
penting dalam pembelahan sel, bahkan juga bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman
(Wattimena,1998; Hariyadi, 2002). Hendaryano (1994) mengatakan bahwa sitokinin
juga terbukti memacu deferensiasi dari jaringan tunas. Tunas dapat tumbuh dari
jaringan kalus , daun, akar dan potongan batang atau kotiledon. Sitokinin dalam air
kelapa juga dapat memacu terjadinya organogenesis yang dapat mempercepat
pertumbuhan daun (Abidin, 1998). Selain berfungsi sebagai diferensiasi tunas
adventif dan organ, juga berfungsi dalam sintesis protein dan pembelahan sel
dengan adanya sitokinin maka bobot basah tanaman semakin bertambah. Hormon
auksin berfungsi untuk merangsang pembesaran sel, sintesis DNA kromosom, serta
pertumbuhan aksis longitudinal dan juga untuk merangsang pertumbuhan akar pada
stekan atau cangkokan. Giberelin atau sering disebut asam giberelat (GA)
merupakan hormon perangsang pertumbuhan tanaman yang diperoleh dari
Gibberella fujikuroi, aplikasi untuk
11
memicu munculnya bunga. Murniati dan Zuhri (2002) mengungkapkan bahwa
giberelin mampu mempercepat pertumbuhan biji kopi.
Rumput laut adalah salah satu sumberdaya hayati yang terdapat di wilayah
pesisir dan laut. Sumber daya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang
berasosiasi dengan keberadaan ekosistem terumbu karang. Beberapa daerah pantai
di bagian selatan Jawa dan pantai barat Sumatera, rumput laut banyak ditemui hidup
di atas karang-karang terjal yang melindungi pantai dari deburan ombak. Faktor
ekologi yang diperhatikan adalah arus, kondisi dasar perairan, kedalaman, salinitas
dan kecerahan. Arus air dapat membantu menghindari kotoran pada thallus,
membantu pengudaraan dan mencegah fluktuasi. Kondisi perairan yang baik untuk
rumput laut E. cottonii adalah perairan yang mempunyai dasar pecahan – pecahan
karang dan pasir. Kedalaman perairan yang baik untuk rumput laut E. cottonii
adalah 30 – 60 cm pada waktu surut terendah. Kadar salinitas yang baik berkisar
antara 28 – 35 ppt dengan nilai optimum adalah 33 ppt. Rumput laut juga
memerlukan cahaya matahari sebagai sumber energi guna pembentukan bahan
organik yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
Sistem budidaya rumput laut ada 3 metode yang sering digunakan oleh
pembudidaya yaitu metode lepas dasar (off bottom method), rakit apung (floating
rack method), dan rawai (long line method). Bibit yang baik digunakan dalam
budidaya adalah thallus yang masih muda bercabang banyak dan rimbun, bibit
tanaman harus sehat dan tidak terserang penyakit ice – ice, bibit E. cottonii harus
terlihat segar dan berwarna cerah, bibit seragam tidak boleh tercampur dengan bibit
jenis lain, serta bibit diupayakan seragam sekitar 100 gram per ikatan/rumpun.
Kualitas rumput laut yang siap panen harus memiliki agar, keragenan, alginat
dengan kadar yang tinggi, karena ketiga kandungan tersebut dapat menambah nilai
ekonomis yang dapat digunakan dalam olahan pangan maupun non pangan,
misalnya olahan pangan yaitu jelly yang merupakan makanan paling sederhana yang
dibuat dari agar atau keragenan. Jelly diproduksi yang biasanya dicampur dengan
buah – buahan, ekstrak buah, atau bubur kacang–
12
kacangan pada industri rumah tangga dan olahan non pangan misalnya pakan
ternak, keramik, cat dan tekstil.
Pemanfaatan limbah air kelapa guna peningkatan kualitas produksi budidaya
rumput laut yang merupakan daerah endemik.
Potensi pesisir yang ada salah satunya yaitu rumput laut jenis E. cottonii.
Namun, hasil dari budidaya rumput laut belum optimal karena kurangnya teknologi
tentang rumput laut sehingga pendapatan penduduk pesisir kurang optimal. Salah
satu teknologi alternatif yang bisa dimanfaatkan yaitu penggunaan media air kelapa
yang mengandung hormon alami.
13
4.2 Sintesis Permasalahan
Upaya peningkatan pendapatan guna memperbaiki taraf hidup masyarakat,
yang merupakan kawasan endemik yang daerah pesisirnya baik untuk kawasan
budidaya rumput laut terutama E. cottonii. Budidaya rumput laut tidak hanya
mengandalkan sistem budidaya secara alami melainkan kita harus menciptakan
suatu teknologi yang bisa meningkatkan hasil produksi yang lebih besar dua kali
lipat dari sebelumnya. Salah satunya adalah penggunaan media air kelapa sebagai
penghasil hormon tumbuh alami yang terdiri dari sitokinin, auksin dan giberelin,
karena hormon yang dihasilkan oleh air kelapa bisa mempercepat pertumbuhan
khususnya dalam pembelahan sel, pertumbuhan tunas, dan mempercepat
pertumbuhan akar pada stekan atau cangkokan. Dengan menggunakan media air
kelapa dalam peningkatan kualitas produksi budidaya rumput laut jenis E. cottonii
maka diharapkan hasil yang didapat bisa jauh lebih besar. Air kelapa berdasarkan
beberapa penelitian dapat mempercepat pertumbuahan tunas, akar, daun, dan batang
dari berbagai tanaman, apabila diaplikasikan ke rumput laut kemungkinan air kelapa
berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut terutama jenis E. cottonii. Pengaruh
air kelapa sebagai hormon tumbuh alami terhadap rumput laut dapat menigkatkan
produksi budidaya rumput laut E. cottonii daerah pesisir pantai, sehingga
14
masyarakat setempat mendapat pendapatan yang lebih baik dari sebelumnya,
dengan pendapatan yang lebih baik maka masyarakat setempat akan sejahtera
dan perekonomian di Desa Patas berjalan lancar.
15
V. KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penulisan ini adalah:
1 Teknik pemanfaatan limbah air kelapa sebagai media
pengkaya budidaya rumput laut E. cottonii dapat
meningkatkan produksi rumput laut yang ditunjukkan
dengan berat basah E. cottonii yang berati dapat
meningkatkan pendapatan dan upaya peningkatan
taraf hidup masyarakat yang berada di pesisir pantai.
2 Teknologi pemanfaatan limbah air kelapa secara tidak
langsung dapat meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat pesisir pantai .
52 Saran
Upaya memanfaatkan limbah air kelapa di masyarakat luas guna
peningkatan produksi rumput laut yang berkualitas untuk menunjang produksi
budidaya rumput laut secara optimal.
16
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z., 1985. Dasar – Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh, Angkasa. Bandung.
Anggadiredja, J.T., Zatnika. A., Purwoto, H., dan Istini, S. 2009. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Bey, Y., W. Syafii, dan N. Ngatifah. 2005. Pengaruh Pemberian Giberelin Pada Media Vacint dan Went Terhadap Perkecambahan Biji Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis BL) secara In Vito Jurnal Biogenesis. Vol 1(2):57-61.
Dinna Sofia. 2005. Antioksidan dan Radikal Bebas. Majalah ACID FMIPA Universitas Lampung Edisis III/Tahun V/Mei 2005, ISSN: 1410-1858. Lampung.
Hariyadi, P. 2002, Air Kelapa Sebagai Minuman Isotonik Alami. Kompas. Bogor.
Hendaryono, DPS dan Wijayani, A. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius, Yogyakarta.
Henrikson, R. (1989), Earth food Spirulina, California/USA, Ronore Enterprises, 180 p. Flesseltine, C.W. Solid state fermentation. Biotechnology and Bioengineering, 1972, vol. 14, p. 5 17-532.
Hernani dan Mono Rahardjo. 2006. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Junairiah dan Fatimah, 2004. Pemanfaatan Air Kelapa Sebagai Zat Pengatur Tumbuh Alami Untuk Pertumbuhan Kencur (Kaemferia galangal L.). Halaman 145 – 149.
Trobos. 2007. Media Agribisnis Peternakan dan Perikanan. No. 93 Juni 2007 Tahun VIII. Hal 19-21.