59
Asuhan Keperawatan pada Tn.G dengan Prioritas Masalah Gangguan Kebutuhan Dasar Rasa Aman dan Nyaman: Nyeri di Kelurahan Sari Rejo Medan Polonia Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka Menyelesaikan Program Studi DIII Keperawatan Oleh Martina Roganda Sihombing 142500013 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017 Universitas Sumatera Utara

Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

Asuhan Keperawatan pada Tn.G dengan Prioritas Masalah Gangguan Kebutuhan Dasar Rasa Aman dan Nyaman:

Nyeri di Kelurahan Sari Rejo Medan Polonia

Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka Menyelesaikan

Program Studi DIII Keperawatan

Oleh

Martina Roganda Sihombing

142500013

PROGRAM STUDI DIII

KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

i

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat dan kasihnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini

dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Tn.G dengan Prioritas Masalah Gangguan

Kebutuhan Dasar Rasa Aman dan Nyaman: Nyeri di Lingkungan 1 Kelurahan Sari Rejo

Medan Polonia“ yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan

Program Studi DIII Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Medan.

Karya Tulis Ilmiah ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan, bimbingan, dan

arahan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Sri Eka Wahyuni, S.Kp, Ns, M.Kep selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara

3. Cholina T. Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB selaku Wakil Dekan II serta

Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing TA yang telah

memberikan bimbingan dan meluangkan waktu serta pikiran dalam penyusunan

Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Dr. Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat selaku Wakil Dekan III

Fakultas Keperawatan Sumatera Utara Medan.

5. Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, Ns, M.Kep selaku ketua Prodi DIII

Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

6. Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Dosen Penguji Karya Tulis

Ilmiah ini.

7. Terhormat kedua orang tua tercinta Maradu Sihombing dan Murnida Sianipar

dalam segala moril maupun material dan dukungan dengan penuh kasih sayang

sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Sahabatku, dan teman teman satu bimbingan saya di program studi

Keperawatan stambuk 2014 yang telah memberi motivasi dan semangat selama

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Teman teman mahasiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

iii

Utara Medan di program studi DIII Keperawatan Stambuk 2014 yang telah

berpartisipasi dan mendukung selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini

jauh dari kesempurnaan baik isi maupun susunannya, untuk itu penulis mengharapkan

kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak untuk kesempurnaan Karya

Tulis Ilmiah ini. Semoga segenap bantuan, bimbingan, dan arahan yang telah diberikan

kepada penulis mendapat balasan dari Tuhan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan.

Medan, Agustus 2017

Martina Roganda Sihombing

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

iv

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ...............................................................................................i

Kata Pengantar .................................................................................................... ii

Daftar Isi ............................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

B. Tujuan .................................................................................................... 4

C. Manfaat .................................................................................................. 4

BAB II PENGELOLAAN KASUS

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Gangguan

Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman (Nyeri) ................................................. 6

1. Pengkajian ...................................................................................... 13

2. Analisa Data ................................................................................... 19

3. Rumusan Masalah .......................................................................... 20

4. Perencanaan ................................................................................... 21

B. Asuhan Keperawatan Kasus .................................................................. 27

1. Pengkajian ...................................................................................... 27

2. Analisis Data .................................................................................. 35

3. Rumusan Masalah .......................................................................... 38

4. Perencanaan ................................................................................... 39

5. Implementasi dan Evaluasi ............................................................ 43

BAB III Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan .......................................................................................... 46

B. Saran .................................................................................................... 47

Daftar Pustaka .................................................................................................... 48

Lampiran

Lampiran 1: Catatan Perkembangan

Lampiran 2: Lembar Konsultasi

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kenyamanan dan perasaan nyaman adalah penilaian komprehensif seseorang

terhadap lingkungannya. Manusia menilai kondisi lingkungan berdasarkan rangsangan

yang masuk ke dalam dirinya melalui keenam indera melalui syaraf dan dicerna oleh

otak untuk dinilai. Dalam hal ini yang terlibat tidak hanya masalah fisik biologis, namun

juga perasaan. Suara, cahaya, bau, suhu dan lain-lain rangsangan ditangkap sekaligus,

lalu diolah oleh otak. Kemudian otak akan memberikan penilaian relatif apakah kondisi

itu nyaman atau tidak. Ketidaknyamanan di satu faktor dapat ditutupi oleh faktor lain

(Satwiko, 2009).

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat

subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau

tingkatannya, dan hanya orang tertentu yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa

nyeri yang dialaminya. Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya

rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung

saraf sangat bebas yang memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa,

khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung empedu. Reseptor

nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulus atau rangsangan.Stimulus

tersebut dapat berupa zat kimia seperti histamine, bradikinin, prostaglandin, dan

macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat

kekurangan oksigenasi. Stimulus tersebut dapat berupa termal, listrik, atau mekanis

(Hidayat, 2012).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang

rawan umumnya di karenakan rudapaksa. Dikehidupan sehari hari yang semakin padat

dengan aktifitas masing-masing manusia dan untuk mengejar perkembangan zaman,

manusia tidak akan lepas dari fungsi normal musculoskeletal terutama tulang yang

menjadi alat gerak utama bagi manusia, tulang membentuk rangka penunjang dan

pelindung bagian tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan

kerangka tubuh, namun dari ulah manusia itu sendiri, fungsi tulang dapat terganggu

karena mengalami fraktur. Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

2

Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar

tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.

Fraktur Cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula

yang biasanya terjadi pada bagian proksimal, diafisis, atau persendian pergelangan kaki.

Pada beberapa rumah sakit kejadian fraktur cruris biasanya banyak terjadi oleh karena

itu peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan trauma musculoskeletal pada

fraktur crurisakan semakin besar sehingga di perlukan pengetahuan mengenai anatomi,

fisiologi, dan patofisiologi tulang normal dan kelainan yang terjadi pada pasien dengan

fraktur cruris.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6

juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan lalu

lintas. Tingkat kecelakaan transportasi jalan di kawasan Asia Pasifik memberikan

kontribusi sebesar 44% dari total kecelakaan di dunia, yang didalamnya termasuk

Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan

Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2013 didapatkan data kecenderungan

peningkatan proporsi cedera transportasi darat (sepeda motor dan darat lain) dari 25,9%

pada tahun 2007 menjadi 47,7%.

Diperkirakan bahwa di Eropa179.000 pria dan 611.000 wanita mengalami

fraktur panggul setiap tahunnya. Di Negara Swiss pada tahun 2000, sebanyak 62.535

orang dirawat di rumah sakit karena patah tulang diantaranya 57% perempuan dan 43%

laki-laki. Di negara Cina, penyakit osteoporosis mempengaruhi hampir 70 juta

penduduk berusia di atas 50 tahun dan menyebabkan 687.000 patah tulang panggul

setiap tahunnya. Di Selandia Baru, pada tahun 2007 terdapat sekitar 84.000 kasus patah

tulang karena osteoporosis dengan 60% kasus terjadi pada wanita. Kejadian terjatuh dan

fraktur pada manula merupakan persoalan penting kesehatan masyarakat yang terus

meningkat dan dialami oleh 150.000-200.000 orang setiap tahun di Inggris, diantara

jumlah tersebut ditemukan sebanyak 60.000 kasus fraktur panggul.

Di Indonesia sendiri, khususnya di kota Medan tingkat kecelakaan lalu lintas

pada pengguna sepeda motor ini sering terjadi, itu karena masih rendahnya pengetahuan

masyarakat kota Medan tentang keselamatan jiwa mereka pada saat mengendarai sepeda

motor di jalan raya, seperti penggunaan helm yang berfungsi untuk melindungi kepala,

kecepatan sewaktu mengemudi, dan rendahnya kesadaran tentang beretika lalu lintas.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

3

Sehingga fraktur maksilofasial ini tetap menjadi masalah klinis yang serius karena letak

anatominya yang spesifik. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa kepala merupakan

daerah tempat organ – organ penting seperti otak dan pusat persyarafan. Sehingga

fraktur maksilofasial ini mewakili permasalahan terbesar bagi pelayanan kesehatan

umum diseluruh belahan dunia karena tingginya insidens dan kerugian finansial yang

ditimbulkan dari fraktur maksilofasial ini. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk

mengetahui insidensi fraktur maksilofasial akibat kecelakaan lalu lintas pada

pengendara sepeda motor di kota Medan, khusunya di RSU. Universitas Sumatera Utara

Medan.

Meskipun pasien yang mengalami fraktur biasanya segera mendapatkan

penanganan tetapi pada beberapa kasus post fraktur, pasien sering mengalami

keterlambatan pergerakan karena adanya kelemahan otot dan keterbatasan rentang gerak

(Purwanti, 2003). Dalam hal ini, peran fisioterapis dibutuhkan untuk membantu

pemulihan pasien pasca fraktur, sesuai dengan keputusan menteri kesehatan Republik

Indenesia nomor 376/MENKES/SK/III/2007 bahwa fisioterapi adalah bentuk pelayanan

kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan,

memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan

menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan

(fisik,elektroterapeutik dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi.

Dikehidupan sehari hari yang semakin padat dengan aktifitas masing- masing

manusia dan untuk mengejar perkembangan zaman, manusia tidak akan lepas dari

fungsi normal musculoskeletal terutama tulang yang menjadi alat gerak utama bagi

manusia, tulang membentuk rangka penujang dan pelindung bagian tubuh dan tempat

untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh,. namun dari ulah

manusia itu sendiri, fungsi tulang dapat terganggu karena mengalami fraktur. Fraktur

biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga

tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah

fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Mansjoer, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

4

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah agar mampu

memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah Rasa Nyaman Nyeri

(Nyeri) dimulai dari pengkajian, merumuskan diagnosa, merencanakan intervensi

keperawatan, melakukan implementasi, hingga melakukan evaluasi sebagai proses

penilaian keberhasilan perawatan, dan mampu mendokumentasi setiap asuhan

keperawatan yang telah diberikan.

2. Tujuan Khusus

1) Mampu melakukan pengkajian pada Tn.G dengan masalah dasar Rasa Nyaman

Nyeri (Nyeri).

2) Mampu melakukan diagnose keperawatan pada Tn.G dengan masalah dasar Rasa

Nyaman Nyeri (Nyeri).

3) Mampu menyusun asuhan keperawatan pada Tn.G dengan masalah kebutuhan dasar

Rasa Nyaman Nyeri (Nyeri).

4) Mampu melakukan implementasi pada Tn.G dengan masalah kebutuhan dasar Rasa

Nyaman Nyeri (Nyeri).

5) Mampu melakukan evaluasi pada Tn.G dengan masalah kebutuhan dasar rasa

Nyaman Nyeri (Nyeri).

C. Manfaat

1. Bagi Klien

Meningkatkan pengetahuan klien untuk mengaplikasikan hasil laporan asuhan

keperawatan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien mengenai

nyeri.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

5

2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa keperawatan serta menambah wawasan dalam

memahami penerapan langkah-langkah asuhan keperawatan dalam upaya peningkatan

mutu pelayanan keperawatan khususnya bagi pasien dengan masalah rasa nyaman nyeri.

3. Bagi Penulis

Menambah pengalaman dan pengetahuan dalam penerapan ilmu yang didapat selama

pendidikan.

4. Bagi Praktik Keperawatan

Hasil laporan asuhan keperawatan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi

perawat mengenai nyeri.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

6

BAB II

PENGELOLAAN KASUS

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Gangguan Rasa Nyaman

Nyeri (Nyeri)

2.1 Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman

Setiap individu membutuhkan rasa nyaman. Kebutuhan rasa nyaman ini

dipersepsikan berbeda pada tiap orang. Ada yang mempersepsikan bahwa hidup

terasa nyaman bila mempunyai banyak uang. Ada juga yang indikatornya bila tidak

ada gangguan dalam hidupnya. Dalam konteks asuhan keperawatan ini, maka

perawat harus memperhatikan dan memenuhi rasa nyaman. Gangguan rasa nyaman

yang dialami klien diatasi oleh perawat melalui intervensi keperawatan (Asmadi,,

2008).

Konsep Kenyamanan memiliki subjektivitas yang sama dengan nyeri.Setiap

individu memiliki karakteristik fisiologis, sosial, spiritual, psikologis, dan

kebudayaan yang mempengaruhi cara merekan menginterpretasi dan merasa nyeri

dan merasakan nyeri. Kolcaba (1992) mendefenisikan kenyaman dengan carayang

konsisten pada pengalaman sunjektif klien. Kolcaba mendefenisika kenyamanan

sebagai suatu keadaan telah terpenuhi kebutuhan dasar manusia.Kebutuhan ini

meliputi kebutuhan akan ketentaraman (Suatu kepuasan yang meningkatkan

penampilan sehari-hari) kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan teransenden

(keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah atau nyeri).

Konsep keselamatan dan keamanan terkait dengan kemampuan seseorang dalam

menghindari bahaya, yang ditentuakan oleh pengetahuan dan kesadaran serta

motivasi orang tersebut untuk melakukan tindakan pencegahan. Ada tiga faktor

penting yang terkait dengan keselamatan dan keamanan, yaitu tingkat pengetahuan

dan kesadaran individu, kemampuan fisik dan mental dalam memperaktikkan upaya

pencegahan, serta lingkungan fisik yang membahayakan atau berpotensi

menimbulkan bahaya (Roper, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

7

2.2 Nyeri

a. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat

subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau

tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau

mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. (Hidayat, 2009)

Menurut Kozier & Erb (1983), nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan yang

dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang

nyata, ancaman, dan fantasi luka. Nyeri diperkenalkan sebagai suatu pengalaman

emosional yang penatalaksanaannya tidak hanya pada pengelolaan fisik semata,

namun penting juga untuk melakukan manipulasi (tindakan) psikologis untuk

mengatasi nyeri (Tamsuri,2012).

The International Association for the Study of Pain (IASP,1979 dikutip dari

Potter & Perry, 2006), mendefinisikan nyeri sebagai suatu pengalaman sensori dan

emosional yang tidak nyaman yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual

dan potensial yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan.

Perasaan yang tidak nyaman tersebut sangat bersifat subjektif dan hanya orang yang

mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut

(Mubarak & Chayatin, 2007).

b. Fisiologi Nyeri

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang

nyeri. Organ tubuh yang berfungsi sebagai reseptor adalah ujung saraf bebas dalam

kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.

Reseptor nyeri disebut juga nosiseptor. Secara anatomis nosiseptor ini ada yang

bermielin dan ada juga yang tidak bermielin dari saraf aferen. Berdasarkan letaknya,

nosiseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit

(kutaneus), somatik dalam (deep somatik) dan pada daerah viseral. Karna letaknya

yang berbeda inilah nyeri yang timbul memiliki sensasi yang berbeda-beda

(Tamsuri,2012).

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

8

Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada

tulang, pembuluh darah, saraf, otot dan jaringan penyangga lainnya, karena struktur

reseptornya kompleks, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit

untuk dilokalisasi. Reseptor ketiga yaitu reseptor visceral, yaitu reseptor yang

meliputi organ-organ visceral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri

yang timbul biasanya difus (terus-menerus), dan tidak sensitif terhadap pemotongan

organ tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi. Nyeri

visceral dapat menyebabkab nyeri alih (reffered pain) yaitu nyeri yang dapat timbul

pada daerah yang berbeda/jauh dari organ asal stimulus nyeri tersebut. Keadaan ini

terjadi karena adanya sinaps pada jaringan viseral pada medula spinalis dengan

serabut yang berasal dari jaringan subkutan tubuh (Tamsuri, 2012).

c. Klasifikasi Nyeri

Dibagi menjadi dua klasifikasi yakni:

1. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang,

yang tidak melebihi 6bulan (A. Aziz Alimul H, 2009). Nyeri ini biasanya

diakibatkan oleh trauma, bedah atau inflamasi. Hampir setiap individu pernah

mengalami nyeri ini, seperti saat sakit kepala, sakit gigi, tertusuk jarum, terbakar,

nyeri otot, nyeri saat melahirkan, nyeri sesudah tindakan pembedahan dan yang

lainnya (Sigit Prasetyo, 2010).

2. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya

berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan (A. Aziz Alimul H,

2009).

Tabel 2.1 Karakteristik Nyeri Akut dan Kronis

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis

Tujuan Memperingatkan klien

terhadap adanya

cedera/masalah

Memberikan alasan pada

klien untuk mencari

informasi berkaitan

dengan perawatan dirinya

Serangan Mendadak Terus menerus/

intermittent

Durasi Durasi singkat (dari Durasi lama

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

9

beberapa detik sampai

6bulan)

(6bulan/lebih)

Intensitas Ringan sasmpai berat Ringan sampai berat

Respon otonom Frekuensi jantung

meningkat

Tekanan darah

meningkat

Dilatasi pupil meningkat

Tegangan otot meningkat

Tidak terdapat respon

otonom

Vital sign dalam batas

normal

Respon psikologis Ansietas (kecemasan) Depersi

Keputusasaan

Mudah

tersinggung/marah

Menarik diri

Respon fisik/perilaku Menangis/mengerang

Waspada

Mengerutkan dahi

Menyeringai

Mengeluh sakit

Keterbatasan gerak

Kelesuan

Kelelahan/kelemahan

Mengeluh sakit hanya

ketikadikaji/ ditanyakan

Contoh Nyeri bedah, trauma Nyeri kanker, arthritis

e. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

1. Usia

Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada

individu. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri

dan prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak kecil

yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan dalam

mengucapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada kedua

orangtuanya atau pada perawat. Pada pasien lansia seorang perawat harus

melakukan pengkajian lebih rinci ketika seorang lansia melaporkan adanya

nyeri. Seringkali lansia memiliki sumber nyeri lebih dari satu (Prasetyo, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

10

2. Jenis Kelamin

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam berespon

terhadap nyeri. Hanya beberapa budaya menganggap bahwa anak laki-laki

harus lebih berani dan tidak boleh menangis dibandingkan anak perempuan

dalam situasi yang sama ketika merasakan nyeri (Prasetyo, 2010).

3. Kebudayaan

Perawat seringkali beramsumsi bahwa cara berespon pada setiap individu

dalam masalah nyeri adalah sama, sehingga mereka mencoba mengira

bagaimana pasien berespon terhadap nyeri. Sebagai contoh, apabila seorang

perawat yakin bahwa menangis dan merintih mengindikasikan suatu

ketidakmampuan dalam mengontrol nyeri, akibatnya pemberian therapy bisa

jadi tidak cocok untuk klien berkebangsaan Meksiko – Amerika. Seseorang

klien berkebangsaan Meksiko – Amerika yang menangis keras tidak selalu

mempersepsikan pengalaman nyeri sebagai sesuatu yang berat atau

mengharapkan perawat melakukan intervensi (calvillo dan flaskerud)

(Prasetyo, 2010).

4. Makna nyeri

Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara

seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Seorang wanita merasakan nyeri saat

bersalin akan mempersepsikan nyeri secara berbeda dengan wanita lainnya

yang nyeri karena dipukul oleh suaminya (Prasetyo, 2010).

5. Lokasi dan tingkat keparahan nyeri

Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan pada

masing-masing individu. Nyeri yang dirasakan mungkin terasa ringan, sedang

atau bisa jadi merupakan nyeri yang berat. Dalam kaitannya dengan kualitas

nyeri, masing-masing individu juga bervariasi, ada yang melaporkan nyeri

seperti tertusuk, nyeri tumpul, berdenyut, terbakar dan lain-lain, sebagai contoh

individu yang tertusuk jarum akan melaporkan nyeri yang berbeda dengan

individu yang terkena luka bakar (Prasetyo, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

11

6. Perhatian

Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsi nyeri.

Perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan meningkatkan respon nyeri

sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan penurunan respon

nyeri. Konsep inilah yang mendasari berbagai terapi untuk menghilangkan

nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided imagery), dan

masase (Prasetyo, 2010).

7. Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas yang dirasakan

seseorang sering kali meningkatkan persepsi nyeri, akan tetapi nyeri juga dapat

menimbulkan perasaan ansietas (Prasetyo, 2010).

8. Keletihan

Keletihan / kelelahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan sensasi

nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu (Prasetyo, 2010).

9. Pengalaman sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, akan tetapi pengalaman yang

telah dirasakan individu tersebut tidak berarti bahwa individu tersebut akan

mudah dalam menghadapi nyeri pada masa yang mendatang (Prasetyo, 2010).

10. Dukungan keluarga dan social

Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan dukungan, bantuan,

perlindungan dari anggota keluarga lain atau teman terdekat. Walaupun nyeri

masih dirasakan oleh klien, kehadiran orang terdekat akan meminimalkan

kesepian dan ketakutan (Prasetyo, 2010).

2.3 Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri) Pada Fraktur

Nyeri yang terjadi pada fraktur merupakan salah satu manifestasi klinis yang

ditimbulkan oleh banyaknya kerusakan yang ditimbulkan oleh fraktur. Kerusakan

jaringan dan pergeseran fragmen tulang merupakan salah satu penyebab timbulnya

rasa nyeri pada fraktur (Brunner, 2005). Sjamsuhidajat (2005), mengatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

12

nyeri yang timbul pada fraktur dapat bersumber dari penatalaksaan terhadap fraktur

tersebut. Rasa nyeri bisa timbul hampir pada setiap area fraktur. Bila tidak diatasi

dapat menimbulkan efek yang membahayakan yang akan menggangu proses

penyembuhan dan dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas, untuk itu

perlu penanganan yang lebih efektif untuk meminimalkan nyeri yang dialami oleh

pasien. Secara garis besar ada dua manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu

manajemen farmakologi dan manajemen non farmakologi. Salah satu cara untuk

menurunkan nyeri pada pasien fraktur secara non farmakologi adalah diberikan

kompres dingin pada area nyeri. Perawat harus yakin bahwa tindakan mengatasi

nyeri dengan kompres dingin dilakukan dengan cara yang aman (Potter & Perry,

2006).

1. PENGKAJIAN

Pengkajian nyeri yang factual (terkini), lengkap dan akurat akan memudahkan

perawat didalam menetapkan data dasar, dalam menegakkan diagnose keperawatan

yang tepat, merencanakan terapi pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat

dalam mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan, dan cocok untuk

mengevaluasi respon klien terhadap terapi. Penting untuk menginterpretasikan

secara cermat tanda – tanda nyeri dan untuk mengingat bahwa komponen fisik dan

psikologis dari suatu nyeri mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri (Potter &

Perry, 2006).

Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut

adalah :

A. Mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul).

B. Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri.

C. Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri.

Pengkajian selama episode nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan saat klien

dalam keadaan waspada (perhatian penuh pada nyeri), sebaiknya perawat berusaha

untuk mengurangi kecemasan klien terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji

kuantitas persepsi klien terhadap nyeri. Untuk pasien yang mengalami nyeri kronis

maka pengkajian yang lebih baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada

dimensi perilaku, afektif, kognitif (NIH, 1989; McGuire, 1992) (Prasetyo, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

13

Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seorang perawat di

dalam memulai mengkaji respon nyeri yang dialami oleh klien. Donovan & Girton

(1984) mendefenisikan komponen-komponen tersebut, diantaranya (Prasetyo,

2010) :

A. Penentuan ada tidaknya nyeri

Dalam menentukan pengkajian terhadap nyeri pada pasien post operasi sesar

, perawat harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri luka

post operasi sesar pada bagian abdomen, walaupun dalam observasi perawat

tidak menemukan adanya cedera atau luka. Setiap nyeri yang dilaporkan

oleh klien adalah nyata. Sebaliknya, ada beberapa pasien yang terkadang

justru menyembunyikan rasa nyerinya untuk menghindari pengobatan.

B. Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T)

i. Faktor Pencetus (P: Provocate)

Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri

pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi

bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat

mencurigai adanya nyeri psikogenik maka perawat harus dapat

mengeksplore perasaan klien dan menanyakan perasaan-perasaan apa

yang dapat mencetuskan nyeri.

ii. Kualitas (Q: Quality)

Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan

oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-

kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti

tertindih, perih, tertusuk dan lain-lain, dimana tiap-tiap klirn mungkin

berbeda-beda dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.

iii. Lokasi (R: Region)

Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk

menunjukkan semua bagian / daerah yang dirasakan tidak nyaman

oleh klien. Untuk melokasasi nyeri lebih spesifik, maka perawat

dapat meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang

paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang

dirasakan bersifat difus (menyebar).

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

14

iv. Keparahan (S: Severe)

Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang

paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk

menggambarkan nyeri yang ia raasakaan sebagai nyeri ringan, nyeri

sedang atau berat.

1. Skala Deskrptif Verbal:

Salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat

objektif. Skala deskriptif verbal ini merupakan sebuah graris yang

terdiri dari beberapa kalimat pendeskripsi yang tersusun dalam

jarak yang sama sepanjang garis. Kalimat pendeskripsi ini

diranking dari tidak ada nyeri sampai nyeri paling hebat. Perawat

menunjukkan skala tersebut pada klien dan meminta untuk

menunjukkan intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan (Prasetyo,

2010).

Tidak ada Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri paling

nyeri ringan sedang hebat sangat hebat

2. Skala Numerik (Numerical Rating Scale,NRS):

Digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal

ini, pasien menilai nyeri dengan skala 0 sampai 10. Angka 0

diartikan kondisi klien tidak merasakan nyeri, angka 10

mengindikasikan nyeri paling berat yang dirasakan klien. Skala

ini efektif digunakan untuk mengkaji intensutas nyeri sebelum

dan sesudah intervensi teraupetik. Sebagai contoh: pada hari

pertama post operasi klien menyatakan skala nyeri yang ia

rasakan pada angka 8, kemudian hari kedua post operasi saat

dilakukan pengkajian klien melaporkan adanya penurunan nyeri

yang ia rasakan pada angka 4 (Prasetyo, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

15

3. Skala Analog Visual:

Skala ini memberikan kebebasan penuh pada pasien untuk

mengidentifikasikan tingkat keparahan nyeri yang ia rasakan.

Skala analog visual merupakan pengukur keparahan nyeri yang

lebih sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik

pada rangkaian daripada dipaksa memilih satu kata atau satu

angka (McGuire, 1984)(Prasetyo, 2010).

4. Skala Oucher

Untuk mengukur skala intensitas nyeri pada anak-anak

dikembangkan alat yang dinamakan ”oucher”. Alat ini terdiri dari

dua skala yang terpisah, sebuah skala dengan nilai 0-100 pada sisi

sebelah kiri untuk anak-anak yang berusia lebih besar dan skala

fotografik enam gambar pada sisi sebelah kanan yang digunakan

padaa anak-anak yang lebih kecil. Seorang anak diminta untuk

menunjukkan sejumlah pilihan gambar untuk mendeskripsikan

nyerinya.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

16

5. Skala Wong dan Baker

Wong dan Baker (1988) juga mengembangkan skala wajah untuk

mendeskripsikan nyeri pada anak-anak. Skala tersebut terdiri dari

6wajah profil kartun yang menggambarkan wajah tersenyum

(bebas dari rasa nyaman nyeri) kemudian bertahap menjadi wajah

kurang bahagia, wajah yang sangat sedih dan wajah yang sangat

ketakutan (nyeri yang sangat). Anak-anak berusia tiga tahun

dapat menggunakan skala tersebut.

C. Durasi (T:Time)

Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan

rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan: “ Kapan nyeri mulai dirasakan?” ,

“Sudah berapa lama nyeri dirasakan?” , “Apakah nyeri yang diraasakan terjadi

pada waktu yang sama setiap hari?” , “Seberapa sering nyeri kambuh?” atau

dengan kata-kata lain yang lebih bermakna.

D. Respon Fisiologis Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinallis menuju ke batang otak dan

thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon

stres. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

17

respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus-menerus , berat , dalam dan

melibatkan organ-organ visceral (misal infark miokard, kolik akibat kandung

empedu, atau batu ginjal) maka sistem saraf simpatis menghasilkan suatu reaksi.

E. Respon Perilaku

Respon perilaku yang ditunjukkan klien yang mengalami nyeri bermacam-

macam. Perawat perlu belajar dan mengenal berbagai respon perilaku tersebut

untuk memudahkan dan membantu dalam mengidentifikasi masalah nyeri yang

dirasakan pasien. Respon perilaku terhadap nyeri yang biasa ditunjukkan oleh

pasien antara lain: merubah posisi tubuh, mengussap bagian yang sakit,

menggertakkan gigi, menunjukkan ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis,

ekspresi verbal menangis, mengerang, mengaduh, menjerit, meraung (Prasetyo,

2010).

F. Respon Afektif

Respon afektif juga perlu diperhatikan oleh seseorang perawat di dalam melakukan

pengkajian terhadap pasien dengan gangguan rasa nyaman nyeri. Ansietas

(kecemasan) perlu digali dengan menanyakan pada pasien seperti: “Apakah anda

saat ini merasakan cemas?”. Selain itu juga adanya depresi, ketidak tertarikan

pada aktivitas fisik dan perilaku menarik diri dari lingkungan perlu diperhatikan

(Prasetyo, 2010).

G. Pengaruh nyeri terhadap kehidupan klien

Klien yang merasakan nyeri setiap hari akan mengalami gangguan dalam

kegiatan sehari-harinya. Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan untuk

mengetahui sejauh mana kemampuan klien dalam berpartisipasi terhadap

kegiatan-kegiatan sehari-hari, sehingga perawat juga mengetahui sejauh mana

dia dapat membantu dalam program aktivitas pasien. Perubahan-perubahan yang

perlu dikaji antara lain: perubahan pola tidur (apakah nyeri menggangu pola

tidur klien), pengaruh nyeri pada aktivitas sehari-hari misal: makan, minum,

mandi BAK atau BAB, serta perubahan pola interaksi terhadap orang lain

(apakah nyeri menggangu dalam berinteraksi terhadap orang disekitarnya).

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

18

H. Persepsi klien tentang nyeri

Dalam hal ini perawat perlu mengkaji persepsi klien terhadap nyeri, bagaimana klien

menghubungkan antara nyeri yang ia alami dengan proses penyakit atau hal lain

dalam diri atau lingkungan disekitarnya.

I. Mekanisme adaptasi klien terhadap nyeri

Terkadang individu memiliki cara masing-masing dalam beradaptasi terhadap

nyeri. Perawat dalam hal ini perlu mengkaji cara-cara apa saja yang biasa klien

gunakan untuk menurunkan nyeri yang ia alami, mengkaji keefektifan cara

tersebut dan apakah bisa digunakan saat klien menjalani perawatan di rumah

sakit. Apabila cara tersebut dapat digunakan, perawat dapat memasukkannya

dalam rencana tindakan (Prasetyo, 2010).

2. ANALISA DATA

Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan

klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri, dan hasil

konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data fokus adalah data tentang

perubahan- perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya

serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien (Potter dan

Perry, 2005).Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien yang

dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan-

kebutuhan keperawatan dan kesehatan pasien.

Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan:

Tujuan pengumpulan data:

1. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien

2. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien

3. Untuk menilai keadaan kesehatan pasien

4.Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah

Tipe Data:

1. Data Subjektif

Data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi

dan kejadian.Informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh perawat, mencakup

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

19

persepsi, perasaan, ide klien terhadap status kesehatannya.Misalnya tentang nyeri,

perasaan lemah, ketakutan, kecemasan, frustasi, mual, dan perasaan malu (Potter dan

Perry, 2005).

2. Data Objektif

Data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh menggunakan panca

indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik.Misalnya frekuensi nadi,

pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran (Perry & Potter,

2005).

3. RUMUSAN MASALAH

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kebutuhan dasar rasa nyaman

nyeri yaitu :

1. Nyeri berhubungan dengan cedera fisik, terputusnya jaringan tulang, gerakan

fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress,

ansietas.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak

adekutan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status

metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat

luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat

jaringan nekrotik.

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan

muskuloskeletal, tetapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.

5. Deficit perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi.

Tetapi, berdasarkan pengkajian yang didapatkan dari klien, diagnosa yang diangkat

untuk dilakukan asuhan keperawatan secara komprehensif yaitu:

1. Nyeri akut

2. Hambatan mobilitas fisik

3. Defisit perawatan diri

4. PERENCANAAN

Saat mengembangkan rencana perawatan, perawat menyeleksi

prioritas berdasarkan tingkat nyeri klien dan efeknya pada kondisi klien.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

20

Untuk nyeri akut dan berat, adalah penting untuk melakukan upaya untuk

menghilang kan nyeri sesegera mungkin. Analgesic dapat menghilangkan

nyeri dengan cepat dan menurunkan kesempatan nyeri mengalami

perburukan. Setelah nyeri yang klien rasakan hilang, perawat

merencakanan terapi lain, seperti relaksasi atau aplikasi panas untuk

meningkatkan efek analgesic. Rencana yang komprehensif terdiri dari

berbagai sumber untuk pengontrolan nyeri. Penting melibatkan keluarga

dalam rencana perawatan. Keluarga mungkin perlu memberikan perawatan

dirumah. Di keadaan perawatan akut, keluarga harus memahami sifat dan

luasnya nyeri klien dan bentuk terapi yang digunakan (Potter & Perry,

2006).

Apabila perawat memberi asuhan keperawatan pada klien yang

memahami nyeri, tujuan berorientasi pada klien dapat mencakup hal-hal

berikut (Potter & Perry, 2006):

1. Klien menyatakan merasa sehat dan nyaman.

2. Klien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan

diri.

3. Klien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki

saat ini.

4. Klien menjelaskan factor-factor penyebab ia merasa nyeri.

5. Klien menggunakan terapi yang diberikan dirumah dengan aman.

Diagnosa 1. Nyeri akut yang berhubungan dengan cedera fisik pada

ekstremitas bawah

Definisi : pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan

meningkat akibat adanya kerusakan jaringan yang actual atau potensial,

digambarkan dalam istilah seperti kerusakan.

Batasan karakteristik :

1. Gerakan menghindari nyeri

2. Posisi menghindari nyeri

3. Perubahan autonomic dari tonus otot (dapat dalam rentang tidak

berenergi sampai laku)

4. Respon – respon autonomic (misalnya: diaphoresis, tekanan darah,

pernapasan, atau perubahan nadi, dilatasi pupil)

5. Perubahan nafsu makan

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

21

6. Perilaku distrasksi (misalnya: mondar-mandir, mencari orang atau

aktivitas lain, aktivitas berulang)

7. Perilaku ekspresif (misalnya: kegelisahan, merintih, menangis,

kewaspadaan berlebih, peka terhadap rangsang, dan menarik napas

panjang

8. Wajah topeng (nyeri)

9. Perilaku menjaga atau melindungi

10. Focus menyempit (misalnya: perubahan pada persepsi waktu,

perubahan proses pikir, pengurangan interaksi dengan orang lain

atau lingkungan)

11. Bukti yang dapat diamati (nyeri)

12. Berfokus pada diri sendiri

13. Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak

menentu, dan menyeringai)

Factor yang berhubungan :

1. Agen agen yang menyebabkan cedera (misalnya: biologis, kimia, fisik, dan

psikologis)

Tujuan :

Nyeri berkurang/hilang

Kriteria hasil :

Setelah dilakukan tindakna keperawatan, nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria

hasil :

Pain control

1. Klien mampu mengontrol nyeri (klien tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakan teknik nonfarmakologi napas dalam untuk mengurangi nyeri)

2. Klien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggukan teknik

nonfarmakologi napas dalam

Pain level

1. Skala nyeri hilang atau ringan (skala 1-3)

2. Ekspresi wajah klien terhadap nyeri : secara obyektif klien tidak mendesis,

menyeringai kesakitan

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

22

Intervensi : 1. Evaluasi keluhan nyeri atau ketidaknyamanan, perhatikan lokasi, karakteristik

nyeri dan kaji tingkat nyeri dengan standar PQRST.

Rasional : Untuk memulihkan pengawasan keefektifan intervensi, tingkat

ansietas dapat mempengaruhi persepsi atau reaksi terhadap nyeri.

2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.

Rasional : Membatu dalam menghilangkan ansietas.

3. Beri rasa nyaman dengan mempertahankan klien dengan kesejajaran tubuh

tetap.

Rasional : Kesejajaran tubuh yang tepat dapat membedakan nyeri, mengurangi

ketegangan sendi serta mencegah kontraktur.

4. Ajarkan teknik non farmakologi. Contoh, relaksasi, nafas dalam, imajinasi dan

sentuhan terapeutik.

Rasional : Meningkatkan sirkulasi perifer.

5. Monitor tanda-tanda vital, observasi kondisi umum pasien dan keluhan pasien.

Rasional : Untuk mengetahui perkembangan kesehatan klien.

6. Pertahankan imobilisasi pada bagian yang sakit.

Rasional : Nyeri dan spasme dikontrol dengan imobilisasi.

7. Kolaborasi dalam pemberian terapi farmakologi sesuai indikasi.

Rasional : Menurunkan nyeri atau spasme otot.

Diagnosa 2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri di bagian

ekstremitas bawah

Definisi : keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih

ekstremitas secara mandiri dan terarah.

Batasan Karakteristik :

1. Penurunan waktu reaksi.

2. Kesulitan membolak-nalik posisi tubuh.

3. Dispnea setelah beraktivitas.

4. Perubahan cara berjalan (misalnya, penurunan aktivitas, dan kecepatan

berjalan, kesulitan untuk memulai berjalan langkah kecil, berjalan dengan

menyeret kaki, pada saat berjalan badan mengayun ke samping).

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

23

5. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus.

6. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus.

7. Keterbatasan rentang pergerakan sendi.

8. Ketidakstabilan postur.

9. Pergerakan lambat.

10. Pergerakan tidak terkoordinasi.

Faktor yang berhubungan :

1. Intoleransi aktivitas.

2. Perubahan metabolism selular.

3. Ansietas.

4. Indeks masa tubuh diatas perentil ke-75 sesuai usia.

5. Gangguan kognitif.

6. Konstraktur.

7. Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia.

8. Fisik tidak bugar.

9. Penurunan ketahanan tubuh.

10. Penurunan kendali otot.

11. Penurunan massa otot.

12. Gangguan muskuloskletal.

13. Gangguan neuromuscular.

14. Nyeri.

15. Program pembatasan gerak.

Tujuan :

Pasien dapat melakukan mobilitas fisik secara mandiri.

Kriteria hasil :

1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik

2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas

3. Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat yang paling tinggi

yang mungkin mempertahankan posisi fungsional, meningkatkan kekuatan atau

fungsi yang sakit.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

24

Intervensi :

1. Instruksikan klien untuk memperhatikan kesejajaran tubuh yang besar.

Rasional : Menghindar cedera akibat jatuh.

2. Bantu pasien dalam rentang gerak, latih dan bantu ROM (Range Of Motion)

pasif/aktif.

Rasional : Untuk mempertahankan atau mengembalikan fleksibilitas sendi.

3. Hindari menempatkan klien dalam posisi yang meningkatkan rasa sakit.

Rasional : Menurunkan resiko cedera.

4. Anjurkan klien menggunakan postur dan mekanika tubuh yang benar saat

melakukan aktivitas.

Rasional : Memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas.

Diagnosa 3. Deficit perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi/

kelemahan

Definisi : Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan

mandi/aktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.

Batasan Karakteristik :

1. Ketidakmampuan mengakses kamar mandi.

2. Ketidakmampuan mengeringkan tubuh.

3. Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi.

4. Ketidakmampuan menjangkau sumber air.

5. Ketidakmampuan mengatur air mandi.

6. Ketidakmampuan membasuh tubuh.

Faktor Berhubungan :

1. Gangguan kognitif.

2. Penurunan motivasi.

3. Kendala lingkungan..

4. Ketidakmampuan merasakan bagian tubuh.

5. Ketidakmampuan merasakan hubungan spesial.

6. Gangguan muskuloskletal.

7. Gangguan neuromuscular.

8. Nyeri.

9. Gangguan persepsi.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

25

10. Kelemahan.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien ataupun keluarga

pasien mampu melakukan tindakan personal hygiene.

Kriteria Hasil :

1. Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan

perawatan diri.

2. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemapuan sendiri.

3. Mempertahankan aktivitas dalam penyediaan mandi.

Intervensi :

1. Monitor kemampuan klien dalam perawatan diri secera mandiri.

Rasional : Membantu dalam merencakan pemenuhan secara individual.

2. Pantau kebutuhan klien untuk kebersihan pribadi, berpakaian, toileting, dan

makan.

Rasional : Mengarahkan klien dalam kebersihan diri.

3. Dorong klien untuk melakukan aktivitas normal sehari-hari dengan tingkat

kemapuan.

Rasional : Membantu dalam mengantisipasi /merencanakan pemenuhan

kebutuhan secera individual.

4. Mengarahkan klien dalam kebersihan diri.

Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri, meningkatkan kemandirian dan

mendorong pasien untuk berusaha secara kontinu.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

26

B. ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

1. Pengkajian

PROGRAM DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN USU

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN

I. BIODATA

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.G

Jenis kelamin : laki - laki

Umur : 28 tahun

Status perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Pendidikan : SMK

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jln. Karya Bakti 1 Sari Rejo Medan

Golongan darah : O

Tanggal pengkajian : 10 juni 2017

Diagnose Keperawatan : Fraktur Tibia Dan Fibula

II. KELUHAN UTAMA

Klien mengeluh merasakan kesakitan pada kaki sebelah kanan nya akibat

fraktur dibagian tibia dan fibula dengan skala nyeri 4.

III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG

A. Provocative/palliative

1. Apa penyebabnya

Klien mengalami nyeri setelah kecelakaan, nyeri karena fraktur cruris.

B. Quantity/Quality

1. Bagaimana dirasakan

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

27

Klien mengatakan kaki kanan pasien terasa seperti ditusuk-tusuk disertai

sulit untuk bergerak.

2. Bagaimana dilihat

Klien tampak gelisah, meringis kesakitan.

C. Region

1. Dimana lokasinya

Di bagian ekstremitas bawah sebelah kanan.

2. Apakah menyebar

Klien mengatakan nyeri yang dialaminya tidak menyebar.

D. Severity (Mengganggu aktivitas)

Klien mengatakan saat ini pada ekstremitas bawah sebelah kanan tidak bisa

digerakkan dan mengalami nyeri dengan skala nyeri 4 dikaji menggunakan

skala deskriptif verbal yang mengakibatkan sulit untuk melakukan

aktivitas.

E. Time

Klien mengatakan nyeri dirasakan sejak 1 bulan lalu keluar dari rumah

sakit dan dirawat dirumah, nyeri timbul tiba-tiba (Nyeri berlangsung 5-10

menit).

IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

A. Penyakit yang pernah dialami

Klien mengalami asam lambung

B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan

Klien mengatakan jika asam lambung klien kambuh, klien membeli obat

ke warung

C. Pernah dirawat/dioperasi

Klien mengatakan tidak pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya.

D. Lama dirawat

Klien mengatakan tidak pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya.

E. Alergi

Klien mengatakan tidak ada alergi pada makanan/minuman dan obat.

F. Imunisasi

Klien mengatakan bahwa dulu tidak ada dilakukan imunisasi.

V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

28

Klien mengatakan keluarga yakni orangtua dan saudaranya tidak ada yang

mengalami riwayat sakit dan di dalam keluarga klien tidak ada penyakit

keturunan. Keluarga klien juga tidak ada yang memiliki riwayat atau mengalami

gangguan jiwa.

Genogram:

Keluarga Ayah Keluarga Ibu

Keterangan:

= Klien

VI. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL

A. Persepsi pasien tentang penyakitnya

Klien mengatakan menerima segala kondisinya, dan tetap menjalani

keadaannya dan terus berusaha agar bisa sembuh dan bisa beraktivitas

seperti biasanya.

B. Konsep diri

1. Gambaran diri

Klien menerima keadaan yang sekarang, dan tetap semangat untuk

dirinya sembuh.

2. Ideal diri

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

29

Klien berharap untuk cepat sembuh agar sehingga dapat beraktivitas

seperti biasanya, dan dapat kembali berkumpul dengan keluarganya.

3. Harga diri

Klien mengatakan tidak malu dengan keadaannya sekarang ini, karena

keluarga selalu memberi semangat untuk menghadapi kondisi yang

diderita saat ini.

4. Peran diri

Klien berperan sebagai orang tua.

5. Identitas

Klien berperan sebagai seorang Ayah

C. Keadaan emosi

Pasien dapat mengontrol dirinya dengan baik.

D. Hubungan social

a. Orang yang berarti

Klien mengatakan istri dan anak-anaknya yang sangat berarti karena istri

dan anaknya yang merawatnya sekarang ini dirumah sakit dan yang

membantu dalam melakukan aktivitas.

b. Hubungan dengan keluarga

Klien mengatakan dengan hubungannya dengan keluarga baik dan tidak

ada yang bermasalah.

c. Hubungan dengan orang lain

Klien mengatakan dengan orang lain juga tidak ada masalah.

d. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

Klien mengatakan tidak ada hambatan dengan orang lain, bahkan orang-

orang yang disekitarnya selalu menolong jika pasien minta bantuan.

e. Spiritual

Klien beragama Islam, pasien mengatakan tidak pernah menjalankan

ibadah sholat karena ia sedang sakit.

VII. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

Keadaan klien compos mentis, klien tampak meringis kesakitan dengan

skala nyeri 4.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

30

B. Tanda – Tanda Vital

a. Suhu tubuh : 36O C

b. Tekanan darah : 130/80 mmHg

c. Nadi : 80x/menit, denyut kuat, mudah teraba seakan- akan

memantul terhadap ujung jari serta tidak mudah hilang

: + 3

d. Pernafasan : 20x/menit

e. TB : 167 cm

f. BB : 63 kg

C. Pemeriksaan Head to toe

Kepala

a. Bentuk : Simetris dan bulat

b. Kulit kepala : Berminyak dan berketombe

Rambut

a. Penyebaran dan keadaan rambut : Penyebaran rambut merata

berwarna hitam dan putih, keadaan

rambut kusam

b. Bau : Rambut berbau

c. Warna kulit : Kuning langsat

Mata

a. Kelengkapan mata : Kedua mata lengkap dan simetris.

b. Palpebra : Tidak ada kelainan, dan tidak ada

infeksi.

c. Konjungtiva dan sklera : Konjungtiva anemis, tidak ada

kelainan.

Hidung

a. Tulang hidung dan posisi septum nasal : Tulang hidung, septum masih

berada posisi normal.

b. Lubang hidung : Simetris dan bersih

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

31

Telinga

a. Bentuk telinga : Simetris kiri dan kanan

b. Ukuran telinga : Simetris kiri dan kanan

c. Lubang telinga : Ada kotoran dan tidak ada kelainan.

Mulut dan faring

a. Keadaan bibir : Mukosa bibir lembab

b. Keadaan gusi dan gigi : Tampak tidak bersih, gigi

terdapat skaries, tidak ada perdarahan pada

gusi.

Leher

a. Posisi trachea : Dalam keadaan simetris

b. Thyroid : Tidak ada pembesaran kelenjar

thyroid

c. Suara : Suara jelas

d. Denyut nadi kronis : Teraba dan tidak menonjol

Pemeriksaan integumen

a. Kebersihan : Tampak kurang bersih kedua lengan

tangan terdapat lesi

b. Warna : Kecoklatan, sawo matang

c. Turgor : Turgor kulit akan kembali dalam waktu < 2

detik.

d. Kelembaban : Lembab

e. Warna luka : Terdapat lesi berwarna hitam pada lengan

tangan

f. Kelainan pada kulit : Tidak ada kelainan

g. Aksila dan clavicula : Tidak terdapat benjolan

Pemeriksaan thoraks/dada

a. Inpeksi thoraks : Pergerakan dada simetris

b. Pernafasan : 20x/menit

c. Tanda kesulitan bernafas : Tidak ada tanda kesulitan bernafas

Pemeriksaan paru

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

32

a. Palpasi getaran suara : Tidak dilakukan pemeriksaan

b. Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan

c. Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler

Pemeriksaan jantung

a. Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan

b. Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

c. Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan

d. Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan muskouloskletal/Ekstremitas

a. Ekstremitas Atas : Simetris kiri dan kanan, tidak ada edema

b. Ekstremitas Bawah : Pasien mengalami kelemahan pergerakan

pada ekstremitas bawah sebelah kanan

karena memakai gips dikaki sebelah

kanan sehingga sulit untuk melakukan

aktivitasnya.

Gerakan ROM

Pinggul

Gerakan Penjelasan Rentang

Kanan

Rentang

Kiri

Fleksi Menggerakan tungkai ke depan dan

atas,

10° 100°

Ekstensi Menggerakan kembali ke samping

tungkai yang lain,

10° 100°

Hiperekstensi Mengerakan tungkai ke belakang

tubuh,

0° 30°

Abduksi Menggerakan tungkai ke samping

menjauhi tubuh,

10° 30°

Adduksi Mengerakan tungkai kembali ke posisi

media dan melebihi jika mungkin, 10° 30°

Rotasi dalam Memutar kaki dan tungkai ke arah

tungkai lain, 0° 30°

Rotasi luar Memutar kaki dan tungkai menjauhi

tungkai lain, 0° 90°

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

33

Lutut

Gerakan Penjelasan Rentang

Kanan

Rentang

Kiri

Fleksi Mengerakan tumit ke arah belakang

paha,

20° 120°

Ekstensi Mengembalikan tungkai kelantai, 20° 120°

Mata kaki

Gerakan Penjelasan Rentang

Kanan

Rentang

Kiri

Dorsifleksi Menggerakan kaki sehingga jari-jari

kaki menekuk ke atas,

10° 30°

Plantarfleksi Menggerakan kaki sehingga jari-jari

kaki menekuk ke bawah,

25° 50°

Kaki

Gerakan Penjelasan Rentang

Kanan

Rentang

Kiri

Inversi Memutar telapak kaki ke samping dalam, 0° 10°

Eversi Memutar telapak kaki ke samping luar, 0° 10°

Jari-Jari Kaki

Gerakan Penjelasan Rentang

Kanan

Rentang

Kiri

Fleksi Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, 30-60° 40°

Ekstensi Meluruskan jari-jari kaki, 30-60° 50°

Abduksi Menggerakan jari-jari kaki satu dengan

yang lain,

5° 15°

Adduksi Merapatkan kembali bersama-sama, 5° 15°

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

34

VIII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI

A. Pola makan dan minum

a. Frekuensi makan/hari : 3 kali sehari

b. Nafsu/selera makan : Baik.

c. Nyeri ulu hati : Tidak mengalami nyeri ulu hati

d. Alergi : Tidak ada alergi pada makanan

e. Masalah makan dan minuman: Tidak ada masalah

B. Perawatan diri/personal hygiene

a. Kebersihan tubuh : Tampak kurang bersih, kotor

b. Kebersihan gigi dan mulut : Mulut berbau, gigi kurang bersih, ada

karies pada gigi

C. Pola kegiatan/aktivitas

Mandi : Mandi 1 kali sehari dibantu oleh istri klien dan terkadang

memerlukan bantuan pada bagian tubuh tertentu (bagian

ekstremitas bawah).

Makan : Pasien terkadang masih dibantu untuk makan oleh istrinya

D. Pola eliminasi

1. BAB

a. Pola BAB : 1x/hari

b. Karakteristik feses : Konsistensi semua padat, warna cokelat

c. Riwayat perdarahan : Tidak ada riwayat perdarahan

d. Diare : Tidak ada mengalami diare

e. Penggunaan laksatif : Tidak ada menggunakan laksatif

2. BAK

a. Pola BAK : 5 kali sehari

b. Karakter urine : Bening, tidak berbau

c. Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK: Tidak ada mengalami kesulitan

d. Penggunaan diuretik : Tidak ada penggunaan diuretik

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

35

IX. TERAPI OBAT

No Nama Obat Dosis Fungsi Efek Samping

1

Oral Ranitidin

150mg/24jam

Tukak lambung dan

usus 12 jari,

hipersekresi patologik

sehubungan dengan

syndrome zollinger-

Ellison.

Diare, nyeri otot,

pusing, timbul ruam

pada kulit, malaise,

eosinofila, konstipasi,

penurunan jumlah sel

darah putih, sedikit

peningkatan kadar

serum kreatinin.

2

Oral Ketorolac

30mg/24jam

Untuk penatalaksanaan

jangka pendek terhadap

nyeri akut sedang

sampai berat.

Diare, dispepsia, nyeri

gastrointestial, sakit

kepala, pusing,

mengantuk,

berkeringat.

Pasien mengkomsumsi obat oral saat merasakan nyeri timbul, dalam pengobatan

dirumah diberikan :

1. Oral Ranitidin

2. Oral Ketorolac

Universitas Sumatera Utara

Page 42: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

36

ANALISA DATA

No Data Penyebab Masalah

Keperawatan

1 DS:

Tn. G mengatakan nyeri dibagian

kaki kanan bawah.

DO:

1. Klien tampak gelisah, meringis

kesakitan.

2. Pada saat di kaji, klien tampak

menunjukkan sikap menglindungi

diri, khususnya kaki sebelah

kanan yang terpasang gips.

P : Nyeri setelah kecelakaan, nyeri

karena fraktur cruris.

Q : nyeri dirasa menusuk-nusuk.

R : Nyeri di bagian ekstremitas

bawah (tibia dan fibula.

S : Sulit untuk bergerak dengan

skala nyeri : 4 (sedang).

T : Nyeri timbul tiba-tiba ( nyeri

berlangsung 5-10 menit).

TD : 130/80mmhg

HR : 80x/menit

R : 20x/menit

T : 36O C

Terapi obat oral :

1. Oral Ranitidin

2. Oral Ketorolac

Fraktur

Pergeseran

fragmen

tulang

Merusak

jaringan

sekitar

Pelepasan

mediator

nyeri

(histamine,

prostaglandin

, bradikinin,

serotonin)

Ditangkap

reseptor nyeri

perifer

Implus ke

otak

Nyeri akut

Universitas Sumatera Utara

Page 43: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

37

Persepsi

nyeri

Nyeri akut

2 DS:

1. Tn. G mengatakan bahwa kaki

sebelah kanan nya belum bisa

digerakkan karena masih

terpasang gips.

2. Tn. G mengatakan masih takut

menggerakkan kaki nya

karena jika digerakkan nyeri

timbul.

DO:

1. Tampak gips terpasang pada

kaki sebelah kanan pasien.

2. Pasien tampak lemah dan

takut

3. Pasien dimandikan dengan

cara di lap oleh keluarganya

(istri).

4. Dalam aktivitas nya pasien

tampak dibantu oleh

keluarganya..

Fraktur

Pemasangan

gips

Immobilisasi

Kelemahan

anggota

gerak

Keterbatasan

gerak

Hambatan

mobilitas

fisik

Hambatan Mobilitas

Fisik

Universitas Sumatera Utara

Page 44: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

38

3 DS:

1. Klien belum mampu

bergerak bebas

2. Klien mengatakan

belum mampu mandi

sendiri, dan belum

bisa beraktivitas.

DO:

1. Klien mandi 1 kali

sehari.

2. Klien mandi dibantu

oleh istrinya dengan

cara dilap.

3. Gigi tampak kurang

bersih, dan ada skaries

pada gigi.

4. Rambut tampak

kurang bersih,

berminyak,

berketombe, dan

kusam.

Fraktur

Kelemahan

anggota gerak

Deficit

perawatan diri

Deficit perawatan diri

Universitas Sumatera Utara

Page 45: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

39

RUMUSAN MASALAH

MASALAH KEPERAWATAN

1. NYERI AKUT

2. HAMBATAN MOBILITAS FISIK

3. DEFISIT PERAWATAN DIRI

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut yang berhubungan dengan cedera fisik dibagian kaki sebelah

kanan ditandai dengan pasien tampak meringis dan menahan sakit.

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan klien

mengatakan takut untuk menggerakkan tubuhnya karena takut nyeri timbul.

3. Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan imobilisasi ditandai dengan

klien belum mampu bergerak bebas dan tidak mampu mandi sendiri, sehingga

aktivitas mandi dibantu oleh istrinya.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

40

PERENCANAAN KEPERAWATAN

Hari/

Tang

gal

No

DX

Perencanaan Keperawatan

Sabtu

10/06

/2017

1 Tujuan:

Nyeri berkurang/hilang

Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri akut dapat teratasi

dengan kriteria hasil :

Pain control

1. Klien mampu mengontrol nyeri (klien tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakn teknik nonfarmakologi napas dalam untuk mengurangi

nyeri)

2. Klien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan

teknik nonfarmakologi napas dalam

Pain level

1. Skala nyeri hilang atau ringan (skala 1-3)

2. Ekspresi wajah klien terhadap nyeri : secara obyektif klien tidak

mendesis, menyeringai kesakitan

Rencana Tindakan Rasional

1) Evaluasi keluhan nyeri atau

ketidaknyamanan,

perhatikan lokasi,

karakteristik nyeri dan kaji

tingkat nyeri dengan standar

PQRST.

2) Observasi reaksi non verbal

dari ketidaknyamanan,

3) Beri rasa nyaman dengan

mempertahankan klien

dengan kesejajaran tubuh

tetap.

4) Ajarkan teknik non

1. Untuk memulihkan pengawasan

keefektifitan intervensi, tingkat

ansietas dapat mempengaruhi

persepsi atau reaksi terhadap

nyeri.

2. Membantu dalam menghilangkan

ansietas.

3. Kesejajaran tubuh yang tepat

dapat membedakan nyeri,

mengurangi ketegangan sendi

serta mencegah kontraktur.

4. Meningkatkan sirkulasi perifer.

5. Untuk mengetahui perkembangan

Universitas Sumatera Utara

Page 47: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

41

farmakologi. Contoh,

relaksasi, nafas dalam,

imajinasi dan sentuhan

terapeutik.

5) Monitor tanda-tanda vital,

observasi kondisi umum

pasien dan keluhan pasien.

6) Pertahankan imobilisasi pada

bagian yang sakit.

7) Kolaborasi dalam pemberian

terapi farmakologi sesuai

indikasi.

kesehatan klien.

6. Nyeri dan spasme dikontrol

dengan imobilisasi.

7. Menurunkan nyeri atau spasme

otot.

Sabtu

10/06

/2017

2 Tujuan:

Tn. G dapat melakukan mobilitas fisik secara mandiri.

Kriteria hasil :

1. Klien mampu bergerak secara mandiri

2. Klien mampu mempertahankan keseimbangan tubuh

3. Klien mampu untuk mengubah letak tubuh secara mandiri

Rencana Tindakan Rasional

Positioning (Pengaturan posisi)

1. Instruksikan klien untuk

memperhatikan kesejajaran

tubuh yang benar.

2. Bantu pasien dalam rentang

gerak, latih dan bantu ROM

(Range Of Motion) pasif/aktif.

3. Hindari menempatkan klien

dalam posisi yang

meningkatkan rasa sakit.

4. Anjurkan klien menggunakn

postur dan mekanika tubuh

yang benar saat melakukan

Positioning (Pengaturan posisi)

1. Menghindari cedera akibat jatuh.

2. Untuk mempertahankan atau

mengembalikan fleksibilitas sendi.

3. Menurunkan resiko cedera.

4. Memaksimalkan fungsi sendi,

mempertahankan mobilitas.

Universitas Sumatera Utara

Page 48: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

42

aktivitas.

Sabtu

10/06

/2017

3 Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien ataupun

keluarga pasien mampu melakukan tindakan personal hygiene.

Kriteria Hasil :

1. Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk memenuhi

kebutuhan perawatan diri.

2. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan

sendiri.

3. Mempertahankan aktivitas dalam penyediaan mandi.

Rencana Tindakan Rasional

Self care assistance (Bantuan

perawatan diri)

1. Monitor kemampuaan klien

dalam perawatan diri secara

mandiri.

2. Pantau kebutuhan klien untuk

kebersihan pribadi,

berpakaian, toileting, dan

makan.

3. Dorong klien untuk

melakukan aktivitas normal

sehari-hari dengan tingkat

keampuan.

4. Ajarkan keluarga untuk

mendorong kemandirian

klien, namun campur tangan

ketika klien tidak mampu

melakukannya.

Self care assistance (Bantuan

perawatan diri)

1. Membantu dalam merencanakan

pemenuhan secara individual.

2. Mengarahkan klien dalam

kebersihan diri.

3. Membantu dalam

mengantisipasi/merencanakan

pemenuhan kebutuhan secara

individual.

4. Meningkatkan perasaan makna

diri, meningkatkan kemandirian

dan mendorong pasien untuk

berusaha secara kontinu.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

43

PELAKSANAAN KEPERAWATAN

Hari/

tanggal

pukul Implementasi Keperawatan Evaluasi

Sabtu

10 juni

2017

08 : 00

wib

08 : 15

Wib

09 : 00

wib

09 : 30

wib

10 : 00

wib

10 : 15

wib

11 : 00

wib

12 : 00

wib

13 : 00

wib

Memberikan salam terapeutik dan

memperkenalkan diri.

Melakukan hubungan saling percaya antara

perawat dan pasien.

Mengobservasi KU (Kondisi Umum), TTV

(Tanda-Tanda Vital) pasien.

TD = 130/80mmhg, HR=80x/menit, R-

20x/menit, T : 36ºC.

Mengkaji tingkat nyeri pasien dengan

PQRST.

Mengajarkan tarik nafas dalam kepada

pasien apabila nyeri timbul.

Mempertahankan imobilisasi pada kaki

kanan dan mengatur posisi tidur terlentang.

Mengobservasi reaksi non verbal dari

ketidaknyamanan.

Memberikan rasa nyaman dengan

mempertahankan klien dengan kesejajaran

tubuh tetap.

Menganjurkan tidur atau istirahat yang

adekuat untuk mengurangi nyeri.

Memberikan terapi farmakologi : oral

ketorolac dan oral ranitidin sesuai indikasi.

S : Klien mengatakan nyeri dibagian kaki kanan bawah. O : Klien tampak menahan sakit dan meringis. P : Klien mengalami nyeri setelah kecelakaan, nyeri karena fraktur cruris. Q : Klien mengatakan kaki kanan pasien terasa seperti ditusuk-tusuk. R : Nyeri di bagian ekstremitas bawah (tibia dan fibula. S : Sulit untuk bergerak dengan skala nyeri : 4 (sedang). T : Klien mengatakan nyeri timbul tiba-tiba (nyeri berlangsung 5-10 menit). A : Masalah sebagian teratasi. P : Intervensi dilanjutkan. 1. Kaji tingkat nyeri. 2. Monitor TTV, observasi KU dan keluhan pasien. 3. Atur posisi aman dan nyaman 4. Imobilisasikan bagian yang sakit.

Mingu

11 Juni

2017

08 : 00

wib

Memberikan salam terapeutik.

Memberikan instruksi kepada klien untuk

memperhatikan kesejajaran tubuh yang

S : Pasien mengatakan

masih takut

menggerakkan kaki nya

Universitas Sumatera Utara

Page 50: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

44

08 : 15

wib

09 : 00

wib

10 : 00

wib

11 : 00

wib

12 : 00

wib

benar.

Mengobservasi KU (Kondisi Umum), TTV

(Tanda-Tanda Vital) pasien.

TD=130/80mmhg, HR=80x/menit,

R=19x/menit, T : 37ºC.

Mengkaji kekuatan otot Tn.G (0-5 skala)

pada ekstremitas bawah dengan

menginstruksikan Tn.G mengangkat kaki

kiri kearah lurus dan sejajar dengan kaki

kanan saya beri tekanan maksimal.

Menghindari menempatkan klien dalam

posisi yang meningkatkan rasa sakit.

Mengajurkan klien menggunakan rostur dan

mekanika tubuh yang benar saat melakukan

aktivitas.

Menganjurkan klien istirahat dan tidur siang.

karena jika digerakkan

nyeri timbul.

O : Pasien tampak lemah

Tn. G tampak sulit

melakukan aktivitas ,

pasien tampak takut dan

kesakitan jika untuk

bergerak, aktivitas

kebutuhan pasien sehari-

hari dibantu keluarga .

Kekuatan otot

ekstremitas bawah Tn.G

( ekstremitas kanan

bawah = 3, ekstremitas

kiri bawah = 5).

A : Masalah hambatan

mobilitas fisik belum

teratasi.

P : Lanjutkan intervensi

dengan cara :

1. Mempertahankan

imobilisasi

2. Membantu

pasien dalam

rentang gerak

latih dan bantu

ROM (range of

motion)

pasif/aktif seperti

menggerakkan

.

Universitas Sumatera Utara

Page 51: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

45

Senin

12 juni

2017

08 : 15

wib

09 : 00

wib

10 : 00

wib

11 : 00

wib

12 : 00

wib

Memonitor kemampuan klien dalam

perawatan diri secara mandiri. Melakukan

oral hygiene secara mandiri.

Memantau kebutuhan klien untuk kebersihan

pribadi, berpakaian, toileting, dan makan.

Dorong klien untuk melakukan aktivitas

normal sehari-hari dengan tingkat

kemampuan klien.

Mengajarkan keluarga untuk mendorong

kemandirian klien, namun campur tangan

ketika klien tidak mampu melakukannya.

Menganjurkan tidur atau istirahat yang

adekuat.

S : Klien mengatakan

merasakan segar dan

nyaman setelah

mandi/dilap

O :

1. kulit klien tampak

kurang bersih.

2. klien mampu

melakukan perawatan

oral hygiene secara

mandiri walupun dengan

dibantu oleh istri.

A : masalah sebagian

teratasi

P : intervensi

dilanjutkan.dengan cara :

Menganjurkan klien

mandi 2x sehari dipagi

hari dan sore hari.

Mendukung kemandirian

klien untuk melakukan

perawatan diri.

Mendukung melakukan

oral hygiene secara

mandiri.

Universitas Sumatera Utara

Page 52: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

46

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal disebabkan

oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulus

nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan / atau mental, sedangkan kerusakan

dapat terjadi pada jaringan actual atau pada fungsi ego seorang individu.

1. Dari hasil pengkajian dengan gangguan rasa nyaman nyeri pada Tn.G dimana

Tn.G mengatakan nyeri dibagian ekstremitas bawah kanan karena fraktur

cruris. Dari hasil analisa data yang didapat, prioritas masalah keperawatan

yaitu: nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik dibagian kaki sebelah

kanan ditandai dengan pasien tampak meringis dan menahan sakit dengan

skala nyeri : 4.

2. Diagnosa yang di temukan pada saat pengkajian adalah rasa nyaman nyeri.

3. Rencana asuhan keperawatan dengan kebutuhan dasar rasa nyaman nyeri pada

Tn.G yaitu, kaji skala nyeri klien, kaji tanda tanda vital pasien, berikan posisi

yang nyaman pada klien, lakukan tarik nafas dalam untuk mengurangi nyeri,

lakukan perawatan diri seperti lakukan personal hygiene dan mandi secara

teratur.

4. Implementasi yang telah dibuat salah satu contohnya adalah : mengajarkan

klien teknik relaksasi tarik nafas dalam dan kolaborasi pemberian analgesik

untuk tindakan pengendalian nyeri pada Tn.G berkurang ditandai dengan klien

tampak tenang dan dapat beristirahat, dengan skala nyeri : 3, namun masalah

pada Tn.G belum teratasi.

5. Evaluasi dengan kebutuhan dasar rasa nyaman nyeri pada Tn.G yaitu Tn.G

mengatakan bahwa nyeri berkurang, dan klien sudah melakukan perawatan

diri walupun masih dibantu oleh istrinya dalam perawatan diri mandi.

Universitas Sumatera Utara

Page 53: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

47

3.2 Saran

a. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan perawat lebih optimal dalam memberikan pelayanan terhadap

kebutuhan dasar nyeri sehingga dapat mencegah masalah kebutuhan dasar rasa

nyaman nyeri yang lebih buruk. Diperlukan dokumentasi intervensi dan

implementasi agar ada sinkron antara perawat dengan perawat lain.

b. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan bagi staf pengajar dapat meningkatkan penerapan, pengajaran asuhan

keperawatan kepada mahasiswa, meningkatkan ilmu pengetahuan dan

memberikan keterampilan yang lebih kepada mahasiswa dan menambah refensi

tentang pemahaman kebutuhan dasar rasa nyaman nyeri, serta pada mahasiswa

dapat memahami kesenjangan antara teori dan aplikasi asuhan keperawatan pada

klien dengan gangguan dasar rasa nyaman nyeri.

Universitas Sumatera Utara

Page 54: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

48

DAFTAR PUSTAKA

Aziz H. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: aplikasi konsep dan proses

keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Asmadi. (2008). Teknik Proseduran Keperawatan;Konsep dan Aplikasi Kebutuhan

Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A. A. (2012). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia 2. Jakarta: Salemba

Medika.

Mansjoer, A, (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.

Mubarak & Chayatin. (2007). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.

Potter & Perry. (2006). Fundamental Keperawatan .Edisi 4 Volum 1. Jakarta.EGC.

Prasetyo, S. N. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta. Graha

Ilmu.

Roper. (2002). Perawatan Personal Hygiene, edisi kedua. Jakarta. EGC.

Satwiko. 2009. Pengertian Kenyamanan Dalam Suatu Bangunan. Yogyakarta:

Wignjosoebroto.

Tamsuri, A. (2012). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M, dan Ahern, Nancy R, (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan;

dengan Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 9.

Jakarta : EGC.

Universitas Sumatera Utara

Page 55: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

49

CATATAN PERKEMBANGAN

NO/DX Hari/Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan

1. Nyeri akut Sabtu 10 juni 2017 08.00-13.00 1. Memberikan salam

terapeutik

2. Melakukan hubungan

saling percaya antara perawat

dan klien.

3. Mengkaji tingkat nyeri

klien dengan tingkatan (0-10)

menggunakan skala numeric.

Skala nyeri 4 (nyeri sedang).

4. Mengobservasi reaksi non

verbal dari ketidaknyamanan.

5. Mengukur TTV,

TD : 140/80

HR : 80x/menit

R : 20x/menit

T : 37ºC

2.Hambatan

mobilitas

fisik

Minggu 11 juni 2017 08.00-12.00 1. Memberikan salam

terapeutik

2. Memberikan instruksi

kepada klien untuk

memperhatikan kesejajaran

tubuh yang benar.

3. Membantu pasien dalam

rentang gerak, latih dan bantu

ROM (Range Of Motion)

pasif/aktif seperti

menggerakkan anggota tubuh

yang tidak sakit agar tidak

terjadi kelemahan otot.

4. Memotivasi klien untuk

tetap semangat bahwa klien

Universitas Sumatera Utara

Page 56: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

50

dapat sembuh.

5. Kolaborasi dengan

keluarga untuk mengulang

latihan ROM di sore hari.

3. Deficit

perawatan

diri

1. Memantau kebutuhan klien

untuk kebersihan pribadi,

berpakaian, toileting, dan

makan.

2. Dorong klien untuk

melakukan aktivitas normal

sehari-hari dengan tingkat

kemampuan.

3. Kolaborasi dengan

keluarga untuk mendorong

kemandirian klien, namun

campur tangan ketika klien

tidak mampu melakukannya.

1. Nyeri akut Senin 12 juni 2016 08.15-12.00 1. Memberikan salam

terapeutik.

2. Mengobservasi KU

(Kondisi Umum), TTV

(Tanda-Tanda Vital) pasien.

TD : 130/80 mmhg,

HR : 80x/menit,

R : 19x/menit,

T : 37ºC.

3. Mengkaji tingkat nyeri

pasien dengan PQRST

dengan skala nyeri 3

mengajarkan tarik nafas

dalam.

4. Mempertahankan

Universitas Sumatera Utara

Page 57: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

51

imobilisasi pada kaki kanan

dan mengatur posisi tidur

terlentang.

5. Mengobservasi reaksi non

verbal dari ketidaknyamanan.

6. Memberikan rasa nyaman

dengan mempertahankan

klien dengan kesejajaran

tubuh tetap.

7. Menganjurkan tidur atau

istirahat yang adekuat untuk

mengurangi nyeri.

Hambatan

mobilitas fisik

1. Membantu pasien dalam

rentang gerak, latih dan bantu

ROM (Range Of Motion)

pasif/aktiif.

2. Menghindari

menempatkan klien dalam

posisi yang meningkatkan

rasa sakit.

3. Memotivasi klien untuk

tetap semangat bahwa klien

dapat sembuh.

Deficit

perawatan diri

1. Dorong klien untuk

melakukan aktivitas normal

sehari-hari dengan tingkat

kemampuan.

2. Mengajarkan keluarga

untuk mendorong

kemandirian klien, namun

campur tangan ketika klien

tidak mampu melakukanya.

Universitas Sumatera Utara

Page 58: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

52

Universitas Sumatera Utara

Page 59: Karya Tulis Ilmiah (KTI) Disusun dalam Rangka

53

Universitas Sumatera Utara