Upload
maha-rony
View
74
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
www.marthian.co.nr
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Minyak Zaitun (Oleum Olivae) adalah minyak lemak yang diperoleh dengan
pemerasan biji masak Olea Europaea L. minyak zaitun memiliki khasiat yang serba
guna, kandungan asam linoleik yang terdapat dalam buah ini secara khusus sangat
bermanfaat bagi ibu-ibu yang tengah menyusui anaknya. Kekurangan asam linoleik
dapat mengurangi pertumbuhan bayi dan memperbesar potensi pada timbulnya
beberapa penyakit kulit. Manfaat zaitun tidak hanya terbatas pada asam linoleik.
Misalnya, unsur klorin yang dikandungnya dapat meningkatkan fungsi liver lebih
sempurna, sehingga dengan begitu memfasilitasi tubuh dalam mengeluarkan bahan
buangan. Berbeda dengan mentega padat, minyak zaitun tidak meninggikan tingkat
kolesterol didalam darah, sebaliknya minyak zaitun tetap mengendalikannya. Jadi
dapat dikatakan minyak zaitun merupakan sumber gizi penting bagi manusia, oleh
karena itu perlu dibuat dalam bentuk sediaan oral emulsi yang bisa dikonsumsikan
bagi manusia.
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-
bulatan kecil zat cair yang terdistribusi keseluruh pembawa yang tidak bercampur.
Dalam batasan emulsi, fase terdispersi dianggap sebagai fase dalam dan medium
dispersi sebagai fase luar atau fase kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam
minyak dan fase luar air disebut emulsi Minyak dalam Air (M/A), sebaliknya emulsi
2
www.marthian.co.nr
yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi Air dalam
Minyak (A/M). (Ansel, H.C, 1985, 376).
Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar
memperoleh emulsi yang stabil. Semua emulgator bekerja dengan membentuk film
(lapisan ) disekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi untuk
mencegah terjadinya koalesensi dan terpisahnya cairan dispersi sebagai fase terpisah.
Hal yang paling utama bagi emulgator adalah kemampuannya untuk menghasilkan
dan menjaga stabilitas emulsi dalam penyimpanan dan pemakaian. (Anief, 2003,132)
Selain dipengaruhi oleh metode pembuatan dan penyimpanan, kestabilan
sediaan emulsi juga dipenggaruhi oleh penggunaan Tween 60 dan Span 60 sebagai
emulgator yang berfungsi untuk menurunkan tegangan antar muka minyak / air.
Tween dan Span merupakan surfaktan yang memiliki sifat relatif hidrofil / lipofil atau
HLB, makin rendah nilai HLB suatu surfaktan maka akan makin lipofil surfaktan
tersebut, sedangkan makin tinggi nilai HLB surfaktan akan makin hidrofil, maka
perlu dilakukan penelitian mengenai perbandingan nilai HLB Tween 60 dan Span 60
terhadap stabilitas emulsi minyak zaitun.
3
www.marthian.co.nr
B. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian Karya Tulis Ilmiah ini untuk mengetahui pengaruh
perbandingan nilai HLB dari emulgator Tween 60 dan Span 60 terhadap stabilitas
emulsi Minyak Zaitun (Oleum Olivae)
C. Tinjauan Pustaka
1. Defenisi
Emulsi dapat didefinisikan sebagai suatu sediaan yang mengandung
bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan
dengan emulgator atau surfaktan yang cocok. (Anonim, 1979, 9)
Emulsi adalah sistem dispersi kasar yang secara termodinamik tidak
stabil, terdiri dari minimal dua atau lebih cairan yang tidak saling campur satu
sama lain dan untuk memantapkan diperlukan penambahan emulgator. (Voigt R,
1995, 398)
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi
dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. (Anonim, 1995, 6)
Dari kedua sumber diatas maka emulsi dapat pula diartikan sebagai
sistem dua fase dalam (terdispersi) yang berupa batas-batas kecil terdistribusi
keseluruh fase luar (pembawa) dengan bantuan emulgator yang cocok sebagai
komponen penunjang emulsi.
4
www.marthian.co.nr
2. Teori Pembentukan Emulsi
Dalam pembuatan suatu emulsi terdapat teori yang menyangkut proses
terbentuknya emulsi yang stabil. Adapun tiga teori pembentukan emulsi yaitu :
a). Teori Tegangan Permukaan atau Surface Tension Theory
Dalam teori ini dijelaskan bahwa untuk menurunkan tegangan
permukaan antar dua cairan yang tidak tercampur diperlukan suatu zat aktif.
Permukaan (surfaktan) atau zat pembasah (emulgator) yang mampu menahan
bersatunya tetesan kecil menjadi tetesan besar dengan jalan mengurangi gaya
tarik menarik antar molekul masing-masing cairan, sehingga stabilitas emulsi
tetap baik secara fisik maupun kimia.
b). Oriented Wedge Theory
Menurut teori ini emulsi dapat terbentuk akibat adanya emulgator
yang melarut dalam suatu fase dan terikat dalam fase tersebut. Untuk zat
pengemulsi yang memiliki karakteristik hidrofilik yang besar dari pada sifat
hidrofobiknya akan membentuk suatu emulsi minyak dalam air (M/A) dan
suatu emulsi air dalam minyak sebagai hasil penggunaan zat pengemulsi yang
lebih hidrofobik dari pada hidrofilik.
c). Teori lapisan antarmuka atau Plastic Film Theory
Teori ini menjelaskan proses pembentukan emulsi dengan
memaparkan zat pengemulsi pada antarmuka masing-masing tetesan dari fase
internal, lapisan film plastik tipis yang mengelilingi lapisan tersebut akan
mencegah terjadinya kontak atau berkumpulnya kembali tetesan kecil itu
5
www.marthian.co.nr
menjadi tetesan yang lebih besar, sehingga dengan stabilnya kondisi ini akan
mampu mempertahankan stabilitas emulsi. (Anief, 1993, 161)
3. Klasifikasi Tipe Emulsi
Suatu emulsi terdiri dari dua fase yang bersifat kontradiktif, tetapi
dengan adanya zat pengemulsi maka salah satu fase tersebut terdispersi dalam
fase lainnya. Pada umumnya dikenal dua tipe emulsi yaitu :
a). Tipe Emulsi Air dalam Minyak (A/M) atau Water in Oil (W/O)
Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya dan
minyak merupakan fase luarnya. Emulsi tipe A/M umumnya mengandung
kadar air yang kurang dari 25% dan mengandung sebagian besar fase minyak
emulsi. Jenis ini dapat diencerkan atau bercampur dengan minyak, akan tetapi
sangat sulit bercampur / dicuci dengan air.
b). Tipe Emulsi Minyak dalam Air (M/A) atau Oil in Water (O/W)
Merupakan suatu jenis emulsi yang fase terdispersinya berupa minyak
yang terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran kecil didalam fase kontinu
yang berupa air. Emulsi tipe ini umumnya mengandung kadar air yang lebih
dari 31% sehingga emulsi M/A dapat diencerkan atau bercampur dengan air
dan sangat mudah dicuci.
Dari kedua tipe emulsi diatas, emulsi tipe M/A merupakan tipe emulsi
yang paling banyak digunakan dalam formulasi sediaan oral. Hal ini disebabkan
karena umumnya fase minyak memiliki bau dan rasa yang tidak enak, sehingga
6
www.marthian.co.nr
minyak cenderung digunakan sebagai fase internal. Emulsi tipe A/M umumnya
digunakan dalam formulasi untuk pemakaian luar, dimana minyak dapat menjaga
kelembutan dan kelembapan kulit.
4. Metode Pengujian Emulsi
Emulsi yang dibuat harus diketahui tipenya. Ada 5 cara untuk mengetahui tipe
emulsi yaitu :
1. Cara Pengenceran
Emulsi dapat diencerkan hanya dengan fase luarnya, cara pengenceran ini
hanya dapat digunakan untuk sediaan emulsi cair. Jika ditambahkan air emulsi
tidak pecah maka, tipe emulsi M/A. Jika pecah maka tipe emulsi A/M
2. Cara Pewarnaan
Pewarna padat yang larut dalam air dapat mewarnai emulsi minyak dalam air
(M/A). contoh : metilen-blue.
3. Penggunaan kertas saring
Emulsi diteteskan pada kertas saring jika meninggalkan noda maka tipe
emulsi A/M jika tidak meninggalkan noda / transparan maka tipe emulsi M/A.
4. Cara Flouresensi
Minyak dapat berflouresensi dibawah cahaya lampu UV, emulsi M/A
flouresensinya berupa bintik-bintik, sedang emulsi A/M flouresensinya
sempurna.
7
www.marthian.co.nr
5. Hantaran Listrik
Emulsi Minyak dalam Air (M/A) dapat menghantarkan arus listrik karena
adanya ion-ion dalam air, sedangkan tipe emulsi Air dalam Minyak A/M tidak
dapat menghantarkan arus listrik.
5. Teknik Pembuatan Emulsi
Dalam proses pembuatan emulsi diperlukan suatu tenaga atau energi
yang dapat mereduksi fase intern menjadi butir-butir kecil, energi tersebut
merupakan tenaga luar yang diperoleh dari kerja tangan ataupun mesin.
Disamping energi juga diperlukan teknik pembuatan emulsi untuk
memperoleh emulsi yang stabil yaitu dengan metode pembuatan emulsi :
a). Metode Gom Basah
Cara ini dilakukan bila zat pengemulsi yang akan dipakai berupa
cairan atau harus dilarutkan terlebih dahulu dalam air seperti kuning telur dan
metil selulosa.
Metode ini dibuat dengan terlebih dahulu membuat muchilago yang
kental dengan sedikit air lalu ditambah minyak sedikit demi sedikit dengan
pengadukan yang kuat, kemudian ditambahkan sisa air dan minyak secara
bergantian sambil diaduk sampai volume yang diinginkan. (Anief, 1994, 167).
b). Metode Gom Kering
Teknik ini merupakan suatu metode kontinental pada pemakaian zat
pengemulsi berupa Gom kering, cara ini diawali dengan membuat korpus
8
www.marthian.co.nr
emulsi dengan mencampur 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian Gom,
lalu digerus sampai terbentuk suatu korpus emulsi, kemudian ditambahkan
sisa bahan yang lain sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai terbentuknya
suatu emulsi yang baik.
c). Metode HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance)
Cara ini dilakukan apabila emulsi yang dibuat mengunakan suatu
surfaktan yang memiliki nilai HLB. Sebelum dilakukan pencampuran terlebih
dahulu dilakukan perhintungan harga HLB dari fase internal kemudian
dilakukan pemilihan emulgator yang memiliki nilai HLB yang sesuai dengan
HLB fase internal. Setelah diperoleh suatu emulgator yang cocok, maka
selanjutnya dilakukan pencampuran untuk memperoleh suatu emulsi yang
diharapkan.
(Anief, 1993, 167)
6. Emulgator
Zat pengemulsi (emulgator) adalah komponen yang ditambahkan
untuk mereduksi bergabungnya tetesan disperse dalam fase kontinu sampai batas
yang tidak nyata. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara
menempati antar permukaan antar tetesan dan fase eksternal dan dengan membuat
batas fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi, juga mengurangi
tegangan antarmuka, antar fase sehingga meningkatkan proses emulsifikasi
selama pencampuran.
9
www.marthian.co.nr
Dalam pemilihan emulgator harus memenuhi beberapa syarat yaitu :
a) Emulgator harus dapat campur dengan komponen-komponen lain dalam
sediaan.
b) Emulgator tidak boleh mempengaruhi stabilitas dan efek terapeutik obat.
c) Emulgator harus stabil, tidak boleh terurai dan tidak toksik.
d) Mempunyai bau, warna dan rasa yang lemah.
Emulgator dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut asalnya yaitu :
a) Emulgator Alam
i. Bearasal dari Tumbuh-tumbuhan
Misalnya : Gom Arab, Tragakan, Agar-agar, Pektin, Alginat, CMC,
Metil Selulosa.
ii. Berasal dari Hewan
Misalnya : Kuning Telur dan Adepslanae.
iii. Berasal dari tanajh dan mineral
Misalnya : Magnesium, Aluminium, Silikat dan Bentonit.
b) Emulgator Sintetis
i. Anionik Misalnya Sabun
ii. Kationik Misalnya Benzalkonium Klorida
iii. Non Ionik Misalnya Span dan Tween. (Anief, 1992, 30)
10
www.marthian.co.nr
7. Stabilitas Emulsi
Stabilitas suatu emulsi adalah suatu sifat emulsi untuk
mempertahankan distribusi halus dan teratur dari fase terdispersi yang terjadi
dalam jangka waktu yang panjang. (Voight. R, 1995, 434)
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas emulsi
yaitu :
a) Pengaruh Viskositas
Ukuran partikel yang didistribusi partikel menunjukan peranannya
dalam menentukan viskositas emulsi. Umumnya emulsi dengan partikel yang
makin halus menunjukan viskositas yang makin besar dibandingkan dengan
emulsi dengan partikel yang lebih kasar. Jadi, emulsi dengan distribusi
partikel yang besar memperlihatkan viskositas yang kurang / kecil.
Untuk mendapatkan suatu emulsi yang stabil atau untuk menaikan
stabilitas suatu emulsi dapat dengan cara menambahkan zat-zat yang dapat
menaikan viskositasnya dari fase luar. Bila viskositas fase luar dipertinggi
maka akan menghalangi pemisahan emulsi.
b). Pemakaian alat khusus dalam mencampur emulsi
Dalam pencampuran emulsi dapat dilakukan dengan mortar secara
manual dan dengan menggunakan alat pengaduk yang mengguanakan tenaga
listrik seperti mixer.
Untuk membuat emulsi yang lebih stabil, umumnya proses
pengadukannya dilakukan dengan menggunakan alat listrik. Disamping itu
11
www.marthian.co.nr
penggunaan alat dapat mempercepat distribusi fase internal kedalam fase
kontinu dan peluang terbentuknya emulsi yang stabil lebih besar.
c) Perbandingan optimum fase internal dan fase kontinu.
Suatu produk emulsi mempunyai nilai perbandingan fase dalam dan
fase luar yang berbeda-beda. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan
jenis bahan yang digunakan ataupun karena adanya perbedaan perlakuan yang
diberikan pada setiap bahan emulsi yang digunakan.
Umumnya emulsi yang stabil memiliki nilai range fase dalam antara
40% sampai 60% dari jumlah seluruh bahan emulsi yang digunakan.
Terdapat beberapa teori tentang emulsi yaitu :
a) Creaming atau Flokulasi
Adalah peristiwa terbentuknya dua lapisan emulsi yang memiliki
viskositas yang berbeda, dimana agregat dari bulatannya fase dalam
mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk naik kepermukaan
emulsi atau jatuh kedasar emulsi tersebut dengan keadaan yang bersifat
reversibel atau dapat didistribusikan kembali melalui pengocokan. (Ansel,
1989, 388)
b) Inversi
Ialah suatu peristiwa pecahnya emulsi dengan tiba-tiba dari satu tip eke
tipe yang lain.
12
www.marthian.co.nr
c) Cracking atau Koalesensi
Adalah peristiwa pecahnya emulsi karena adanya penggabungan
partikel-partikel kecil fase terdispersi membentuk lapisan atau endapan
yang bersifat ireversibel dimana emulsi tidak dapat terbentuk kembali
seperti semula melalui pengocokan. (Anief, 2000, 147-148)
Pecahnya emulsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a) Jika emulsi yang terjadi belum sempurna lalu diencerkan maka emulsi
akan pecah kembali.
b) Pengocokan yang keras dapat menggabungkan partikel terdispersi
sehingga emulsi menjadi pecah.
c) Teknik pembuatan, misalnya terlalu lama merendam Gom dalam
minyak.
d) Senyawa organic yang larut dalam air misalnya eter, ethanol, etil
asetat akan memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap emulsi.
Oleh karena itu harus ditambahkan sedikit demi sedikit lalu diikuti
dengan pengadukan.
e) Perubahan pH yang besar.
f) Perubahan temperature.
g) Emulgator yang berlawanan misalnya gelatin dan Gom.
h) Penambahan garam atau elektrolit dalam kondisi yang besar.
(Nawir. M, 1987, 63)
13
www.marthian.co.nr
8. Uraian Bahan
a) Minyak Zaitun (Oleum Olivae)
Pemerian : Cairan, kuning pucat atau kuning kehijauan ; bau
lemah, tidak tengik ; rasa khas, pada suhu rendah
sebagian atau seluruhnya membeku.
Kelarutan : Sukar larut dalam Etanol 95% P ; larut dalam
kloroform P dan dalam Eter minyak tanah P.
Kegunaan : Zat Tambahan.
(Anonim, 1979, 458)
b) Tween 60 / Polisorbat 60
Tween 60 adalah campuran asam stearat dan palmitat dari sorbitol dan
anhidratnya berkopolimerisasi dengan lebih kurang 20 m olekul etilen oksida
untuk tiap molekul sorbitol dan anhidra sorbitol.
Pemerian : Cairan seperti minyak atau semi gel, kuning
hingga jingga, berbau khas lemah.
Kelarutan : Larut dalam air, dalam etil asetat dan dalam
toluene; tidak larut dalam minyak mineral dan
dalam minyak nabati.
Kegunaan : Emulgator
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
(Anonim, 1979, 508)
14
www.marthian.co.nr
c) Span 60 / Sorbitum Monostearat
Span merupakan ester dari asam lemah (Laurat, Palmitat, Stearat dan Oleat)
Pemerian : Berupa padatan malam, bewarna kuning pucat,
dengan minyak yang lemah.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam Alkohol, larut dalam
Parafin cair.
Kegunaan : Emulgator
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
d) Aquadest
Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum.
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : -
Kegunaan : Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
(Anonim, 1979, 96)
15
www.marthian.co.nr
D. Hipotesis
Pengaruh perbandingan Nilai HLB dari emulgator Tween 60 dan Span 60
dalam pembuatan emulsi Minyak Zaitun dapat mempengaruhi stabilitas dengan
mengamati tipe dan kestabilan tipe emulsi.
E. Rencana Penelitian
1. Penyiapan Bahan
2. Pembuatan emulsi Minyak Zaitun dengan perbandingan HLB dari emulgator
Tween 60 dan Span 60.
3. Pengamatan tipe emulsi dan menghitung kestabilan emulsi.
16
www.marthian.co.nr
BAB II
CARA PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
1. Waktu
Penelitian dan penyusunan KTI ini dilaksanakan tanggal 11 Juli sampai
dengan 30 Juli 2008.
2. Tempat
Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmasetika Akademi Farmasi
Tadulako Farma Palu.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
1) Mikser Listrik
2) Mortir dan Stamper
3) Beker Gelas
4) Gelas Ukur
5) Pipet
6) Batang pengaduk
7) Timbangan miligram
8) Aluminium Foil
9) Kulkas
10) Penangas Air
11) Cawan Porselen
17
www.marthian.co.nr
2. Bahan
1. Tween 60
2. Span 60
3. Minyak Zaitun (Oleum Olivae)
4. Aquadest
C. Formula dan Penimbangan
1. Formula
Dalam tiap 100ml emulsi Minyak Zaitun mengandung :
Minyak Zaitun 50 g
Emulgator total 5 g
Tween 60
Span 60
Air Suling ad 100 ml
Rumus : % HLB Tertinggi = HLB Butuh HLB Rendah x 100 % HLB Tinggi HLB rendah
% Elmulgator HLB Rendah = 100 % - % HLB Tertinggi
18
www.marthian.co.nr
Penyelesaian :
% HLB Tertinggi = HLB Butuh HLB Rendah x 100 % HLB Tinggi HLB rendah % Tween 60 = 9 4,7 x 100 % 14,9 4,7 % Tween 60 = 42,16 % % Span 60 = 100 % - 42,16 % = 57,84 % Keterangan : Emulsi akan stabil jika menggunakan emulgator
Tween 60 = 42,16 % dan Span 60 = 57,84 % atau
HLB Campuran = HLB butuh yaitu 9.
19
www.marthian.co.nr
Penimbangan Bahan :
Diketahui : HLB Butuh / HLB Minyak Zaitun = 9
HLB Tween 60 = 14,9
HLB Span 60 = 4,7
Elmulgator total = 5 g
a). FORMULA I
Tween 60 : Span 60 ( 90 % : 10 % )
Tween 60 = 90 x 5 g = 4,5 g HLB = 90 x 14,9 = 13,41 100 100 Span 60 = 10 x 5 g = 0,5 g HLB = 10 x 4,7 = 0,47 100 100 HLB Campuran : 13,41 + 0,47 = 13,88 b). FORMULA II Tween 60 : Span 60 ( 75 % : 25 % )
Tween 60 = 75 x 5 g = 3,75 g HLB = 75 x 14,9 = 11,175 100 100 Span 60 = 25 x 5 g = 1,25 g HLB = 25 x 4,7 = 1,175 100 100 HLB Campuran : 11,175 + 1,175 = 12,35
20
www.marthian.co.nr
c). FORMULA III Tween 60 : Span 60 ( 50 % : 50 % )
Tween 60 = 50 x 5 g = 2,5 g HLB = 50 x 14,9 = 7,45 100 100 Span 60 = 50 x 5 g = 2,5 g HLB = 50 x 4,7 = 2,35 100 100 HLB Campuran : 7,45 + 2,35 = 9,8
2. Rancangan Formula
Dalam tiap 100 ml emulsi Minyak Zaitun Mengandung :
No.
Bahan
Formula
I II III 01. Minyak Zaitun 50 50 50
02. Tween 60 4,5 3,75 2,5
03. Span 60 0,5 1,25 2,5
04. Air Suling 100 100 100
Ket : Perbandingan Tween 60 dan Span 60
Formula I : 90% : 10%
Formula II : 75% : 25%
Formula III : 50% : 50%
21
www.marthian.co.nr
D. Jalannya Penelitian
1. Penyiapan Bahan
Bahan obat dan bahan tambahan yang digunakan ditimbang dengan menggunakan
timbangan gram dan milligram. Serta menghitung volume bahan obat dan bahan
tambahan ditimbang untuk 3 formula yang masing-masing dibuat dengan volume
100 ml.
2. Pembuatan Emulsi Minyak Zaitun
Pembuatn emulsi minyak zaitun dengan menggunakan emulgator campuran
Tween 60 dan Span 60 dengan perbandingan 90% : 10% , 75% : 25%
dan 50% : 50% Ketiga emulsi tersebut dibuat dengan cara yang sama.
1. ditimbang semua bahan sesuai dengan formula
2. dipanaskan Tween 60 dan Span 60 dalam cawan porselen, diatas penangas air
dengan suhu 70 C.
3. dimasukan minyak zaitun dalam gelas piala, kemudian dimasukan campuran
no. 2.
4. selanjutnya dimixer 20 detik, ditambah fase air sedikit demi sedikit sambil
dimixer selama 2 menit.
5. dihentikan selama 12 detik dan dimixer selama 10 menit, dimasukan dalam
gelas ukur dan botol pengamatan.
22
www.marthian.co.nr
3. Pengamatan
Dilihat tipe emulsi dan kestabilan emulsi
Pengamatan tipe emulsi minyak zaitun dengan menggunakan metode :
a. Pengenceran
b. Pewarnaan
c. Flouresensi
d. Kertas saring
e. Uji koalesensi dan menghitung volume fase memisah dan volume total emulsi
yang dilakukan selama 1 minggu.
E. Cara Analisa
Analisa data dilakukan dengan melihat tipe emulsi tiap formula
dengan perbandingan Tween 60 dan Span 60 90% : 10%, 75% : 25%, dan 50% : 50%
kemudian dilakukan perhitungan kestabilan emulsi dilanjutkan dengan pengamatan
volume fase memisah dan volume total emulsi.
23
www.marthian.co.nr
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
a). Hasil pengujian tipe emulsi
Formula Metode pengujian tipe emulsi Tipe
emulsi Pengenceran Pewarnaan Flouresensi Kertas Saring
I Tidak dapat
diencerkan
dengan air.
Memberi
warna biru
yang tidak
merata.
Sempurna Meninggalkan noda
A/M
II Tidak dapat
diencerkan
dengan air.
Memberi
warna biru
yang tidak
merata.
Sempurna Meninggalkan noda
A/M
III Dapat
diencerkan
dengan air
Memberi
warna biru
yang merata
Bintik-bintik Transparan M/A
b). Hasil pengujian koalesensi
Formula Sifat emulsi setelah pengocokan ringan
selama 1 menit Kesimpulan
I Reversibel Non Koalesensi
II Reversibel Non Koalesensi
III Reversibel Non Koalesensi
24
www.marthian.co.nr
c). Pengamatan Organoleptik
Hari ke
Pengamatan organoleptik Formula I Formula II Formula III
PB PW PJ PB PW PJ PB PW PJ 1 - - - - - - - - - 2 - - - - - - - - - 3 - - - - - - - - - 4 - - - - - - - - - 5 - - - - - - - - - 6 - - - - - - - - - 7 - - - - - - - - -
Keterangan : PB : Perubahan Bau PW : Perubahan Warna PJ : Pertumbuhan Jamur + : Terjadi - : Tidak Terjadi d). Pengamatan volume fase memisah
Hari ke - Vol. Fase memisah
formula ke (ml) Volume total (ml)
Stabilitas Emulsi formula ke (%)
I II III I II III 1 30 35 0 100 30 35 0 2 30 35 10 100 30 35 10 3 38 35 20 100 38 35 20 4 43 44 35 100 43 44 35 5 40 44 33 100 40 44 33 6 37 42 33 100 37 42 33 7 37 42 33 100 37 42 33
Keterangan :
Perbandingan Tween 60 dan Span 60
Formula I : 90% : 10%
Formula II : 75% : 25%
Formula III : 50% : 50%
25
www.marthian.co.nr
B. Pembahasan
Emulsi merupakan sistem dispersi kasar yang secara termodinamik tidak
stabil, terdiri dari minimal dua atau lebih cairan yang tidak bercampur satu sama
lain,biasanya minyak dan air dimana cairan yang satu terdispersi didalam cairan yang
lain dan untuk memantapkannya diperlukan emulgator. Emulgator merupakan
komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsi yang stabil.
Dalam penelitian ini penulis mencoba membandingkan mengenai nilai HLB
(Hidrofil Lipofil Balance) Tween 60 dan Span 60 terhadap stabilitas emulsi minyak
zaitun, dengan perbandingan konsentrasi Tween 60 dan Span 60 yang berbeda-beda
yaitu 90% : 10%, 75% : 25% dan 50% : 50%, dengan dilakukan pengujian terhadap
tipe emulsi, pengujian koalesensi, pengamatan organoleptik yang meliputi perubahan
warna, perubahan bau, pertumbuhan jamur, serta pengamatan terhadap volume fase
memisah pada penyimpanan suhu kamar (30C) selama 4 hari kemudian dilanjutkan
dengan penyimpanan pada suhu sejuk (10C) selama 3 hari.
Formula I Emulsi minyak zaitun yang menggunakan perbandingan
Tween 60 dan Span 60 90% : 10%, berdasarkan hasil pengujian tipe emulsi dengan
metode pengenceran, emulsi minyak zaitun tidak dapat diencerkan dengan air,
pengujian dengan metode pewarnaan memakai metilen blue juga tidak memberikan
warna yang merata, pengujian flouresensi dibawah sinar UV memberikan flouresensi
yang sempurna, kemudian pengujian dengan meneteskan emulsi ke kertas saring,
emulsi meninggalkan noda pada kertas saring. Dengan demikian tipe emulsi minyak
26
www.marthian.co.nr
zaitun ini merupakan emulsi tipe Air dalam Minyak (A/M). Dan tidak terjadi
koalesensi pada emulsi setelah dilakukan pengocokan selama 1 menit, pengamatan
organoleptik juga tidak menunjukan adanya perubahan warna, perubahan bau dan
pertumbuhan jamur. Penyimpanan pada suhu kamar pada hari ke-1 sampai ke-4
stabil, selanjutnya mulai terdapat tetesan minyak yang besar setelah dilakukan
penyimpanan pada suhu sejuk selama 3 hari.
Formula II Emulsi minyak zaitun yang menggunakan perbandingan
Tween 60 dan Span 60 75% : 25%, berdasarkan hasil pengujian tipe emulsi dengan
metode pengenceran emulsi minyak zaitun tidak dapat diencerkan dengan air,
pengujian dengan metode pewarnaan memakai metilen blue juga tidak memberikan
warna yang merata, pengujian flouresensi dibawah sinar UV memberikan flouresensi
yang sempurna, kemudian pengujian dengan meneteskan emulsi ke kertas saring,
emulsi meninggalkan noda pada kertas saring. Dengan demikian tipe emulsi minyak
zaitun ini merupakan emulsi tipe Air dalam Minyak (A/M). Dan tidak terjadi
koalesensi pada emulsi setelah dilakukan pengocokan selama 1 menit, pengamatan
organoleptik juga tidak menunjukan adanya perubahan warna, perubahan bau dan
pertumbuhan jamur. Penyimpanan pada suhu kamar pada hari ke-1 sampai ke-4
stabil, selanjutnya mulai terdapat tetesan minyak yang lebih kecil setelah dilakukan
penyimpanan pada suhu sejuk selama 3 hari.
Formula III Emulsi minyak zaitun yang menggunakan perbandingan
Tween 60 dan Span 60 50% : 50%, berdasarkan hasil pengujian tipe emulsi dengan
metode pengenceran, emulsi minyak zaitun ini dapat diencerkan dengan air,
27
www.marthian.co.nr
pengujian dengan metode pewarnaan memakai metilen blue emulsi formula III
memberikan warna yang merata, pengujian flouresensi dibawah sinar UV
memberikan flouresensi yang berupa bintik-bintik, kemudian pengujian dengan
meneteskan emulsi ke kertas saring, emulsi tidak meninggalkan noda pada kertas
saring. Dengan demikian tipe emulsi minyak zaitun ini merupakan emulsi tipe
Minyak dalam Air (M/A). Dan tidak terjadi koalesensi pada emulsi setelah dilakukan
pengocokan selama 1 menit, pengamatan organoleptik juga tidak menunjukan adanya
perubahan warna, perubahan bau dan pertumbuhan jamur. Penyimpanan pada suhu
kamar pada hari ke-1 sampai ke-4 keadaan emulsi stabil, selanjutnya dilakukan
penyimpanan pada suhu sejuk selama 3 hari sediaan emulsi ini tetap stabil dan tidak
terlihat adanya tetesan minyak. Untuk pengamatan volume memisahnya pada ketiga
formula setelah dilakukan dalam penyimpanan pada suhu sejuk volume pemisahan
lebih kecil jika dibandingkan dengan penyimpanan emulsi pada suhu kamar.
Kestabilan suatu emulsi dipengaruhi oleh banyak faktor baik itu suhu, cara
penyimpanan, pemilihan emulgator dan tipe emulsi. Khusus untuk emulsi minyak
zaitun yang menggunakan tween 60 dan Span 60 sebagai emulgatornya, faktor
terbesar yang mempengaruhi kestabilan adalah suhu penyimpanannya dan nilai HLB
dari emulgatornya. Emulsi minyak zaitun dengan nilai HLB campuran yang
mendekati nilai HLB butuh menghasilkan sediaan emulsi yang lebih stabil yaitu pada
formula III dengan perbandingan Tween 60 dan Span 60 50% : 50%.Dari hasil diatas
dapat dikatakan bahwa perbandingan nilai HLB dari emulgator dapat mempengaruhi
kestabilan suatu sediaan emulsi.
28
www.marthian.co.nr
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil Pengujian terhadap tipe emulsi diperoleh, emulsi Minyak Zaitun Formula I
merupakan emulsi tipe Air dalam Minyak (A/M), Emulsi Minyak Zaitun Formula
II merupakan emulsi tipe Air dalam Minyak (A/M) dan Emulsi Minyak Zaitun
Formula III merupakan emulsi tipe Minyak dalam Air (M/A).
2. Emulsi minyak zaitun dengan perbandingan emulgator Tween 60 dan Span 60
50% : 50% menghasilkan emulsi yang lebih stabil bila dibandingkan dengan
emulsi minyak zaitun dengan perbandingan 75% : 25% dan 90% : 10%.
3. Formula III menghasilkan emulsi yang lebih stabil, hal ini dikarenakan nilai HLB
emulgator Formula III paling mendekati nilai HLB butuh emulsi
B. Saran
1. Diharapkan penelitian selanjutnya dilakukan dengan waktu pengamatan yang
lebih lama.
2. Perlu dilakukan pengamatan pada suhu diatas 30C.
3. Perlu dilakukan pengujian terhadap dosis minyak zaitun.
4. Perlu dilakukan pengamatan terhadap kecepatan volume memisah dari emulsi.
29
www.marthian.co.nr
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1993. Farmasetika, 163, 167, 161. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Anief, M., 2000. Ilmu Meracik Obat, 147, 148, 132. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Anonim, 1979. Farmakope Indonesia, edisi III, 9, 458, 96. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim, 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV 6, 687. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Ansel, H.C., 1985. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV. 376, 198, 388.
Voigt, R., 1995. Buku Pelajaran Tehknologi Farmasi, 398, 434. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.