Upload
istin-nana-robiah
View
713
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
“Iqro’!”, wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW melalui
perantara malaikat Jibril. Wahyu pertama ini sudah tertanam dalam benak kita
bahwa membaca memang begitu penting, terutama membaca Al-Qur’an atau
mengaji. Dengan mengaji banyak sekali manfaat luar biasa yang tidak kita
sadari yaitu dari segi afektif, mengaji secara tidak langsung mampu
mempengaruhi sifat kita menjadi lebih peka terhadap sifat ketuhanan, mereka
sadar akan keberadaan Allah SWT, segi kognitif, dengan menghafal surat
pendek atau membaca susunan ayat Al-Qur’an dengan susunan tertentu atau
menerjemah akan memperkuat struktur otak kita, kemampuan mengingat dan
menggunakan daya nalar. Dari segi psikomotorik, membaca Al-Qur’an dapat
memperkuat pernapasan dan kesehatan otak serta melancarkan aliran darah
kita, dan masih banyak lagi manfaat luar biasa yang dapat kita rasakan ketika
mengaji.
Kenyataan yang kita alami anak-anak tingkat Sekolah Dasar lebih mudah
diajak mengaji ke Masjid atau Musholla, bahkan tanpa ada suruhan dari orang
tua karena biasanya mereka lebih cenderung akan mengikuti kemana orang
tuanya pergi, jika orang tuanya pergi ke Masjid maka tanpa diajakpun mereka
akan ikut ke Masjid, bahkan parahnya jika orang tuanya menonton Televisi
pada waktu maghrib, mereka kemungkinan besar akan menonton Televisi
pada saat itu. Sedangkan anak yang sudah beranjak dewasa yaitu siswa SMP
dan SMA sudah enggan mengaji disebabkan banyak faktor diantaranya faktor
internal dan eksternal. Faktor internal yaitu keluarga, khususnya orang tua,
sedangkan faktor eksternal yaitu perkembangan teknologi seperti Televisi,
Handphone dan Internet, pergaulan dan lain-lain. Kenyataan yang ada ketika
adzan dikumandangkan para remaja tidak bergegas menuju Masjid atau
Musholla untuk sholat berjamaah dan mengaji, namun mereka lebih betah
berada di depan Televisi. Menyoroti acara Televisi pada waktu maghrib dan
isya’ hampir semua acara Televisi menayangkan sinetron atau film-film yang
1
digemari oleh anak-anak dan remaja, sehingga mereka begitu enggan mengaji.
Berbeda pada waktu maghrib jika Handphone berdering tanda ada pesan
masuk malah langsung di buka, mengapa hal ini bisa terjadi?
Orang tua sekarang jarang menegur anak-anaknya seperti ungkapan : “sudah
sholat nak?” atau “sudah mengaji nak?”, namun orang tua sekarang sering
menegur anaknya seperti ungkapan: “sudah makan nak?”, karena mereka
khawatir anaknya jatuh sakit akan tetapi apakah mereka tidak khawatir akan
hilangnya iman dari anak-anaknya itu?
Hal ini sangat mengkhawatirkan akidah dan moralitas generasi muda, di era
canggihnya teknologi dan informasi saat ini, sepertinya telah mengikis norma
agama di masyarakat, akhirnya anak-anak sebagai penerus bangsa kondisinya
sangat mengkhawatirkan. Kondisi inilah yang mengilhami Pemerintah
Provinsi NTB mencanangkan “Gerakan Maghrib Mengaji”, gerakan ini
diharapkan dapat mengembalikan lagi semangat budaya mengaji yang kini
telah memudar, meski kita tahu bahwa mengembalikan budaya agar seperti
dulu lagi tidaklah semudah membalik telapak tangan. Sebenarnya budaya
maghrib mengaji bukan hal yang baru tetapi sudah tertanam sejak dahulu kala.
Bahkan oran tua kita kumpul untuk mengaji tentang sifat 20 di setiap rumah
biasanya, namun hal itu sudah tidak terdengar lagi dari kampung sampai
perkotaan. Lalu peran apakah yang dapat dilakukan orang tua dan pemerintah
setempat dalam menyikapi permasalahan ini?
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang menarik
sebagai berikut:
1. Apakah permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak dan remaja dan
orangtua sehingga menyebabkan lunturnya budaya mengaji pada waktu
maghrib?
2. Apakah solusi yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan
lunturnya budaya mengaji?
3. Apakah dengan adanya gerakan maghrib mengaji dari pemerintah provinsi
NTB dapat mengembalikan lagi semangat maghrib mengaji?
2
4. Sejauhmana usaha pemerintah untuk menjalankan program Gerakan
Maghrib Mengaji di tengah masyarakat?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Apakah permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak, remaja dan orang tua
sehingga menyebabkan lunturnya budaya mengaji pada waktu maghrib.
2. Apakah solusi yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan
lunturnya budaya mengaji.
3. Apakah dengan adanya gerakan maghrib mengaji dari pemerintah provinsi
dapat mengembalikan lagi semangat maghrib mengaji.
4. Sejauhmana usaha pemerintah untuk menjalankan program Gerakan
Maghrib Mengaji di tengah masyarakat.
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan gambaran tentang perilaku anak-anak, remaja dan orang tua
pada waktu antara maghrib dan isya’.
2. Memberikan gambaran tentang keberadaan guru ngaji dan penyuluh
keagamaan di kecamatan Praya Tengah.
3. Untuk mengetahui langkah-langkah efektif dan terkoordinir yang dapat
mengembalikan budaya maghrib mengaji melalui Gerakan Maghrib
Mengaji.
3
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN
A. KAJIAN TEORITIS
I. PENGERTIAN REIKARNASI
Reinkarnasi (dari bahasa latin untuk “lahir kembali” atau “kelahiran
semula”) atau tumitis, merujuk kepada kepercayaan bahwa seseorang itu
akan mati dan dilahirkan kembali dalam kehidupan lain. Yang dilahirkan
bukanlah wujud fisik sebagaimana keberadaa kita saat ini. Yang lahir
kembali itu adalah jiwa orang tersebut yang kemudian mengambil wujud
tertentu sesuai dengan hasil perbuatannya terdahulu (Wikipedia, 2011).
II. PROGRAM GERAKAN MAGRIB MENGAJI
Sejak 27 Februari 2011, Kementerian Agama RI telah mencanangkan
di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) gerakan masyarakat maghrib
mengaji. Oleh karena itu kepada semua orang tua, antar waktu Maghrib
dan Isya’ jangan sampai ada anak yang tidak mengaji. Harapan tersebut
dikemukakan Kepala Kementerian Agama Kanwil NTB, HL. Suhaimi
Ismi. Menurutnya, bila anak-anak dibiarkan tidak mengaji pada waktu
magrib, maka dikhawatirkan akan banyak anak-anak yang tidak bisa
membaca Al-Qur'an. “Dimanapun anak-anak itu sekolah entah itu di
pondok pesantren, SMP, SMA dan lainnya, jangan sampai anak itu tidak
bisa membaca Al-Qur'an. Namun bila gerakan ini tidak dipaksakan, tentu
akan sulit berjalan. Jadi budaya magrib mengaji ini perlu dibangkitkan,
jangan sampai kita kalah dengan televisi”, tegasnya.
Menteri Agama RI Suryadharma Ali, Minggu (27/2/2011) meresmikan
Gerakan NTB Berzakat dan Masyarakat Maghrib Mengaji yang
dicanangkan Pemprov NTB. Peresmian kedua gerakan ini dilakukan
Menag dalam pertemuan Silaturahmi dan Halaqah Alim Ulama se Nusa
Tenggara Barat di Ballroom Hotel Lombok Raya Mataram. Halaqah ini
dihadiri tidak kurang dari lima ratus alim ulama se-NTB. Senada dengan
Menteri Agama, Gubernur Nusa Tenggara Barat Zainul Majdi mengatakan
tujuan Gerakan Magrib Mengaji adalah untuk menghidupkan kembali hal-
4
hal baik yang dulu sering dilakukan masyarakat di NTB khususnya. Ia
berkeinginan nantinya suara orang-orang mengaji yang terdengar dari tiap
rumah seperti suara lebah yang melantunkan ayat-ayat Allah
(Suarakomunitas, 2011).
III. KETELADAN ORANG TUA TERHADAP ANAK
Para orang tua wajib hukumnya mengajarkan anak-anaknya Al Qur’an,
bila secara ilmu baca Al-Qur’an dia tidak memiliki juga, hendaklah ia
belajar dan sekaligus bersama anak-anaknya. Teknis pelaksanaannya bisa
bersama sama anak-anaknya/istrinya/keluarganya memanggil guru ngaji
atau dibedakan jam belajarnya. Dalam Kitab Khazin al Asrar, dikatakan
bahwa para Hukama’ (ahli hukum) menyatakan kewajiban orang tua
terhadap anak-anaknya ada tiga hal:
a. Memberi nama yang baik (ketika anak dilahirkan)
b. Mengajarkan tata cara membaca Al Qur’an dan adab-adabnya serta
mengajarkan pengertian Agama Islam (Syari’at agama)
c. Mengkhitankan
Nabi bersabda yang artinya: diriwayatkan dari Abi Hurairah
menyampaikan bahwa Nabi bersabda: “barangsiapa dari kalian
mengajarkan anak-anaknya al-Qur’an di dunia ini (sewaktu masih hidup),
(tidak ada balasanya) kecuali diberikan kepadanya Mahkota kelak di hari
kiamat dan di surga, serta dikenali oleh Ahli Surga yang lain karena
mengajarkan Al Qur’an pada anak-anaknya ketika hidup di dunia (Mu’jam
Al Kabir At Thabrani) (Republika, 2011).
Donorty Law Nolte menuliskan sebuah puisi yang menceritakan
hubungan anak dengan orang tua: ( Bbawor. Blog, 2011).
Jika anak di besarkan dengan celaan,
Ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,
Ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,
Ia akan belajar menyesali diri
5
Jika anak dibesarkan dengan toleransi
Ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan,
Ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian,
Ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan,
Ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman,
Ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan,
Ia belajar menyenangi diri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Dalam Undang-Undang Nomor: 23 TAHUN 2002 tentang:
Perlindungan Anak Bab IV tentang Kewajiban dan Tangung Jawab,
khususnya bagian keempat tentang kewajiban dan Tanggung Jawab
Keluarga dan Orang Tua, pada pasal Pasal 26 disebutkan bahwa orang tua
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. mengasuh, meme1ihara, mendidik, dan melindungi anak;
b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan
minatnya; dan
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
Dari sini nampak bahwa negara memberi peran kepada orang tua agar
sungguh-sungguh menunjukan perhatian kepada anak, termasuk dalam
masalah pendidikan. Olehnya, jika orang tua mengabaikan hal tersebut,
maka mereka dapat dikenakan sanksi dan hukuman sesuai peraturan yang
berlaku.
Konsep dan persepsi keagamaan pada anak dipengaruhi oleh unsur dari
luar diri mereka. Hal ini terjadi karena sejak usia dini telah melihat,
mendengar, mengenal, dan mempelajari hal-hal yang berada di luar diri
6
mereka. Mereka telah melihat dan mengikuti apa-apa yang dikerjakan dan
diajarkan orang dewasa dan orang tua mereka tentang sesuatu. ”Orang tua
mempunyai pengaruh terhadap anak sesuai dengan prinsip eksplorasi yang
mereka miliki” ( Ramayulis, 2005).
Sejak fase-fase awal kehidupan, seorang anak banyak sekali belajar
melalui peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku orang-orang di
sekitarnya, khususnya dari kedua orang tuanya. Kecenderungan anak
meniru dan belajar melalui peniruan, menyebabkan keteladanan menjadi
sangat penting artinya dalam proses pembelajaran. Firman Allah SWT
dalam surah Al Ahzab ( 33 ) ayat 21yang artinya: “Sesungguhnya telah
ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…”. Agar
anak meniru sesuatu yang positif dari gurunya atau orangtuanya, maka
guru dan orang tua harus menjadikan dirinya sebagi uswatun hasanah
dengan menampilkan diri sebagai sumber norma, budi yang luhur, dan
perilaku yang mulia.
Dengan demikian ketaatan kepada ajaran agama merupakan kebiasaan
yang menjadi milik mereka, yang dipelajari dari orang tua maupun guru.
Bagi anak sangat mudah untuk menerima ajaran dari orang dewasa
walaupun ajaran itu belum mereka sadari sepenuhnya manfaat ajaran
tersebut.
IV. GURU NGAJI
Honor guru ngaji di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, mulai tahun
2010 akan naik dari Rp75 ribu menjadi Rp100 ribu. "Berdasarkan data
yang dihimpun untuk tahun 2009 terdapat sekitar 1.206 guru ngaji,
sementara pada tahun 2010 nanti akan bertambah menjadi 1.500 orang,"
kata Kepala Bagian (Kabag) Kesejahteraan Masyarakat (Kesra) Kabupaten
Lahat, Yanhaki Cekman, Kamis. Sementara honor yang akan diberikan
juga akan dinaikkan Pemerintah Lahat menjadi Rp100 ribu yang
sebelunya Rp75 ribu, dan nantinya akan dibagikan per-triwulan, katanya.
Dia mengatakan, guru ngaji yang akan mendapatkan honor merupakan
tenaga pendidik yang mengajar di seluruh Masjid se-Kabupaten Lahat,
7
sebab selama ini tenaga pendidik dalam bidang keagamaan ini telah
berperan aktif memberikan ilmu keagaman. "Pembagian honor bagi guru
ngaji akan diberikan kepada pihak Badan Koordinasi Pemuda Remaja
Masjid Indonesia (BKPRMI) atau ke Bagian Kesra di lingkungan
Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Lahat. Karena ribuan guru ngaji
ini harus terdaftar di Kesra maupun Badan Kemakmuran Perhimpunan
Remaja Mesjid Indonesia (BKPRMI)," (Nahimunkar, 2011).
Berdasarkan data dari Kantor Urusan Agama Praya Tengah tahun 2009
jumlah guru ngaji di Praya Tengah adalah adalah 147 orang yang jumlah
honornya dari Pemerintah Daerah maupun Kementerian Agama tidak jelas
honornya (Lampiran 1).
V. PENYULUH KEAGAMAAN
a. Pengertian Penyuluh Keagamaan
Secara bahasa “penyuluh” merupakan arti dari kata bahasa Inggris
“counseling”, yang sering diterjemahkan dengan “menganjurkan atau
menasehatkan”. Di lingkungan Kementerian Agama, ada namanya
Penyuluh Agama pada Kantor Urusan Agama Kecamatan. Kata
penyuluh disini, mengandung arti “penerangan”, maksudnya,
“penyuluh agama memiliki tugas dan kewajiban menerangkan segala
sesuatu yang berkaitan dengan agama, hukum halal haram, cara, syarat
dan rukun dari suatu pelaksanaan ritual tertentu, pernikahan, zakat,
keluarga sakinah, kemasjidan dan lain sebagainya”.
(Moektiaza.Worpresss, 2011)
Adapun yang dimaksud dengan penyuluh agama sebagaimana
tercantum dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 791 tahun
1985, adalah: “Pembimbing umat beragama dalam rangka pembinaan
mental, moral dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan
Penyuluh Agama Islam, yaitu pembimbing umat Islam dalam rangka
pembinaan mental, moral dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha
8
Esa, Allah SWT, serta menjabarkan segala aspek pembangunan
melalui pintu dan bahasa agama”.
Sedangkan penyuluh agama yang berasal dari PNS (sebagaimana
yang diatur dalam keputusan MENKOWASBANGPAN NO.
54/KP/MK.WASPAN/9/1999), adalah: “Pegawai Negeri Sipil yang
diberi tugas dan tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh
oleh pejabat berwenang untuk melaksanakan bimbingan atau penyuluh
agama dan pembangunan kepada masyarakat melalui bahasa agama”.
Dengan demikian, penyuluh agama Islam adalah para juru
penerang penyampai pesan bagi masyarakat mengenai prinsip-prinsip
dan etika nilai keberagamaan yang baik. Disamping itu penyuluh
agama Islam merupakan ujung tombak dari Kementerian Agama
dalam pelaksanaan tugas membimbing umat Islam dalam mencapai
kehidupan yang bermutu dan sejahtera lahir bathin. Dan hasil akhir
yang ingin dicapai, pada hakekatnya ialah terwujudnya kehidupan
masyarakat yang memiliki pemahaman mengenai agamanya secara
memadai yang ditunjukkan melalui pengamalannya yang penuh
komitmen dan konsisten seraya disertai wawasan multi kultural untuk
mewujudkan tatanan kehidupan yang harmonis dan saling menghargai
satu sama lain.
Oleh karena itu, penyuluh agama Islam perlu meningkatkan dan
mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan kecakapan serta
menguasai berbagai strategi, pendekatan, dan teknik penyuluhan,
sehingga mampu dan siap melaksanakan tugasnya dengan penuh
tanggung jawab dan profesional.
b. Peran dan Fungsi Penyuluh Keagamaan
Sejak semula penyuluh agama Islam berperan sebagai pembimbing
umat dengan rasa tanggung jawab, membawa masyarakat kepada
kehidupan yang aman dan sejahtera. Penyuluh Agama Islam
ditokohkan oleh masyarakat bukan karena penunjukan atau pemilihan,
9
apalagi diangkat tangan suatu keputusan, akan tetapi dengan sendirinya
menjadi pemimpin masyarakat karena kewibawaannya.
Penyuluh agama Islam menjadi tempat bertanya dan tempat
mengadu bagi masyarakatnya untuk memecahkan dan menyelesaikan
dengan nasihatnya. Ia juga sebagai pemimpin masyarakat bertindak
sebagai imam dalam masalah agama dan masalah kemasyarakatan
begitu pula dalam masalah kenegaraan dengan usaha menyukseskan
program pemerintah.
Dengan kepemimpinannya, penyuluh agama Islam tidak hanya
memberikan penerangan dalam bentuk ucapan dan kata-kata saja, akan
tetapi bersama-sama mengamalkan dan melaksanakan apa yang
dianjurkannya. Keteladanan ini ditanamkan dalam kegiatan kehidupan
sehari-hari, sehingga masyarakat dengan penuh kesadaran dan
keikhlasan mengikuti petunjuk dan ajakan pimpinannya. “Tugas
penyuluh agama tidak semata-mata melaksanakan penyuluhan agama
dalam arti sempit berupa pengajian, akan tetapi seluruh kegiatan
penerangan baik berupa bimbingan dan penerangan tentang berbagai
program pembangunan. Posisi penyuluh agama ini sangat strategis
baik untuk menyampaikan misi keagamaan maupun misi
pembangunan”.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
maka tantangan tugas para penyuluh agama Islam semakin berat,
karena dalam kenyataan kehidupan di tataran masyarakat mengalami
perubahan pola hidup yang menonjol. Dengan demikian “peranan
penyuluh agama Islam sangat strategis dalam rangka membangun
mental, moral dan nilai ketakwaan umat serta turut mendorong
peningkaan kualitas kehidupan umat dalam berbagai bidang, baik di
bidang keagamaan maupun pembangunan”.
Dalam masa pembangunan dewasa ini, beban tugas penyuluh
agama Islam lebih ditingkatkan lagi dengan usaha menjabarkan segala
aspek pembangunan melalui pintu dan bahasa agama.
10
Oleh karena itu, penyuluh agama Islam berperan pula sebagai
motivator pembangunan. Peranan ini nampak lebih penting karena
pembangunan di Indonesia tidak semata membangun manusia dari segi
lahiriah dan jasmaniahnya saja, melainkan membangun segi rohaniah,
mental spiritualnya dilaksanakan sejalan secara bersama-sama.
Penyuluh agama Islam selain berfungsi sebagai pendorong
masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan, berperan
juga untuk ikut serta mengatasi berbagai hambatan yang mengganggu
jalannya pembangunan, khususnya mengatasi dampak negatif, yaitu
menyampaikan penyuluhan agama kepada masyarakat dengan melalui
bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh mereka
(Moektiaza.Wordpress, 2011)
Jumlah penyuluh agama di Lombok Tengah adalah 185 orang
sedangkan jumlah penyuluh di Praya Tengah adalah 17 orang. Tokoh
agama sebanyak 148 orang (Lampiran 2).
VI. KEDUDUKAN RT/RW
Perundang-undangan RT/RW bisanya diatur dengan peraturan daerah
dimasing-masing tingkat dua, biasanya dalam bentuk Peraturan
Walikota/Bupati, isisnya antara lain mengenai Tupoksi (tugas pokok dan
fungsi), masa jabatan dan sebagainya. Anehnya lagi, struktur RT/RW tidak
ada pada struktur pemerintahan RI (Presiden – Gubernur –
Walikota/Bupati – Camat – Lurah).
Kepala Dusun/Lingkungan juga tidak ada akan tetapi merupakan
perangkat Desa/Kelurahan, untuk daerah Kota biasanya dipakai nama
Kelurahan yang dipimpin oleh seorang Lurah mempunyai perangkat
Sekretaris, Kepala Urusan. Sedangkan Desa dipimpin oleh Kepala Desa
mempunyai perangkat Sekretaris, Kaur dan Kadus (Kepala Dusun).
Nampak bahwa untuk Kelurahan karena tidak mempunyai Kepala
Lingkungan (seperti Kadus) maka fungsi RT/RW sangatlah besar
sedangkan untuk Desa yang telah mempunyai Kadus fungsi RT/RW masih
11
cukup penting karena biasanya luas wilayah Desa lebih besar
dibandingkan Kelurahan.
Karena tidak masuk didalam struktur pemerintahan berarti RT/RW
merupakan organisasi kemasyarakatan yang mempunyai tugas membantu
kelancaran tugas pemerintah. Keanehan diatas nampaknya dapat terjawab,
mengapa jarang yang mau jadi RT/RW, ternyata RT/RW tidak punya gaji.
Di era globalisasi dan reformasi ini nampaknya ada perundang-
undangan yang lupa diamandemen yaitu Peraturan tentang Rukun
Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) karena produk peraturan yang ada
sudah kadaluwarsa dan dipandang tidak sesuai lagi.
Perlu dicarikan solusi dengan merubah peraturan Per-UU sehingga
kedudukan RT/RW menjadi perangkat Desa/Kelurahan sehinga
mempunyai “hak” (selama ini hanya mempunyai kewajiban). Dengan
adanya hak tersebut mereka mempunyai tanggung jawab akan tugas yang
harus dilaksanakan secara proporsional dan profesional.
Kejelasan status RT/RW sangatlah penting karena mereka benar-benar
“ujung tombak” sehingga data yang diberikan dapat dipertanggung
jawabkan, keadaan sat ini dimana status RT/RW hanya merupakan
’selingan” dapat menyebabkan data yang diberikan tidak valid disamping
itu tingkat empaty pada program pemerintah (seperti data warga pada
kasus teroris) tidak akan banyak dapat diharapkan (Birokrasi.Kompasiana,
2011).
B. PEMBAHASAN
Program Maghrib Mengaji yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi
merupakan salah satu program unggulan di NTB, program yang dimaksudkan
adalah kebiasaan mengaji (membaca) kitab suci Al-Quran sesudah shalat
Maghrib. Merujuk ke berita yang mengatakan Menteri Agama RI
Suryadharma Ali, Minggu (27 Februari 2011) meresmikan Gerakan NTB
Berzakat dan Masyarakat Maghrib Mengaji yang dicanangkan Pemerintah
Provinsi NTB, peresmian kedua gerakan ini dilakukan Menag dalam
pertemuan Silaturahmi dan Halaqah Alim Ulama se Nusa Tenggara Barat di
12
Ballroom Hotel Lombok Raya Mataram, halaqah ini dihadiri tidak kurang dari
lima ratus alim ulama se NTB, perlu di garis bawahi yang menghadirinya
adalah para ulama se-Nusa Tenggara Barat, sedang kita mengetahui bahwa
memang peran ulama di masyarakat sangat penting namun biasanya para
ulama hanya terjun langsung ke masyarakat jika ia diundang dalam acara-
acara tertentu seperti acara maulid Nabi Muhammad SAW, acara Isro’ Mi’raj
dan lain-lain. Sehingga dapat kita katakan bahwa sosialisasi program gerakan
maghrib mengaji ini kurang, bagaimana mungkin program dapat dijalankan
hanya cukup dengan mengundang para ulama atau para da’i, sedangkan
gerakan itu tertuju untuk masyarakat agar budaya maghrib mengaji yang
dahulu dapat kita rasakan kembali.
Program ini juga mendapat berbagai kendala untuk mencapai tujuan yang
kita harapkan yaitu kurangnya keteladanan dan kesadaran orang tua terhadap
anak, adanya Televisi, Handphone dan Internet yang begitu digemari saat ini
oleh anak-anak dan para remaja sehingga pada waktu maghrib mereka lebih
senang dan betah berada di depan Televisi atau Handphone atau di depan
Internet.
Keteladanan orang tua begitu penting sesuai dengan pernyataan dari
Ramayulis (2005) bahwa orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak
sesuai dengan prinsip eksplorasi yang mereka miliki. Jadi jika orang tuanya
sering mengeluarkan kata-kata kasar maka kemungkinan besar anak juga akan
meniru orang tuanya tanpa ingin tahu apakah apa yang dilakukannya salah
atau tidak, sedangkan jika orangtuanya sering mengaji maka anak juga akan
ikut mengaji, karena perilaku orang tua cenderung akan di tiru oleh anak-
anak. Seperti kata pepatah: “buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya”,
artinya sifat seorang anak tidak akan jauh dari orang tuanya. Namun fakta
yang banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat kita, orang tua setelah sholat
magrib lebih asyik menonton sinetron daripada mengajak anaknya membaca
Al-Qur’an.
Di era yang canggih ini, dengan adanya Televisi, Handphone, dan Internet
bukannya dapat dimanfaatkan oleh anak-anak dan para remaja untuk di
13
gunakan dalam hal pendidikan akan tetapi malah sebaliknya, teknologi itu
digunakan tidak pada tempatnya. Bahkan mereka asyik nonton Televisi, sms-
an menggunakan Handphone dan chatting di dunia maya melalui via Internet
pada waktu maghrib yang seharusnya waktu itu digunakn untuk mengaji
bahkan mereka lalai dalam sholat yang menyebabkan waktu sholat sudah
berlalu. Menyoroti acara-acara Televisi pada waktu maghib juga merupakan
acara-acara yang digemari anak-anak. Di sinilah perlunya pengawasan orang
tua untuk mengajak anak-anaknya mengaji.
Acara Televisi sebaiknya diblokir pada waktu maghrib agar tidak ada
anak-anak yang menonton Televisi, namun hal ini jelas bertentangan karena
siaran Televisi telah dilindungi oleh Undang Undang Penyiaran No. 32 Tahun
2002 terdiri dari XII Bab, 64 Pasal yang di sahkan di Jakarta pada tanggal 28
Desember 2002 oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri dan diundangkan
di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2002 oleh Sekretaris Negara RI
Bambang Kesowo oleh Undang-Undang di atas, tetapi walaupun demikian
pemblokiran bisa dilakukan melalui Perda.
Dengan memahami kendala-kendala yang ada gerakan maghrib mengaji
tersebut sangat perlu melibatkan orang-orang yang dekat dan langsung terjun
di masyarakat seperti guru ngaji, penyuluh keagamaan dan kepala dusun, agar
gerakan ini bukan layaknya wacana yang hanya dapat di baca saja. Pemerintah
sangat perlu memperhatikan kondisi guru ngaji, penyuluh keagamaan dan
kepala dusun dalam mencapai tujuan gerakan ini.
Guru ngaji merupakan orang yang paling dekat dengan anak-anak setelah
orang tua. Anak-anak dapat mengaji karena ada yang mengajarkannya, namun
saat ini sangat memperihatinkan sekali kondisi guru ngaji karena guru ngaji
hanya di gaji sebesar Rp. 100.000, sesuai dengan data honor guru ngaji di
Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan (Sumsel), mulai tahun 2010 akan naik
dari Rp75 ribu menjadi Rp100 ribu, berdasarkan data di TPQ Al-Hasan yang
berlokasi di Dusun Balongombo, Desa/Kec. Tembelang, nasib guru ngaji
honornya hanya Rp. 20.000 perbulan. Guru Ngaji di mana-mana tampaknya
hampir seperti dianggap sebagai malaikat yang tidak butuh makan, minum,
14
sandang, papan/perumahan dan sebagainya. Sehingga orang yang kaya
ataupun penguasa di pusat dan daerah belum tentu mau menengok nasib guru
ngaji. Bahkan mungkin orang-orang yang kini memegang jabatan di aneka
tempat, dan di antara ilmunya itu dari guru ngaji pun belum tentu mau
menoleh kepada guru ngaji. Makanya tidak mengherankan bila sampai kini
ketika guru ngaji menerima “gaji”, yang diterima hanya seperti uang receh
jajanan sekali jalan bagi anak TK (Taman Kanak-kanak) di lingkungan
pejabat. Bahkan banyak guru ngaji yang tidak digaji karena itu sudah
dianggap sesuatu hal yang lumrah.
Telah kita ketahui bersama bahwa segalanya membutuhkan uang meski
segalanya adalah bukan uang, oleh karena itu untuk dapat mencapai tujuan
dari gerakan maghrib mengaji itu, guru ngaji dan marbot-marbot (petugas
Masjid) semuanya sangat perlu untuk digaji atau mendapat honor. Kalau guru
ngaji dan marbot-marbot Masjid digaji, kita bisa bayangkan tidak ada lagi
Masjid yang sepi dari adzan, demikian pula kita akan menyaksikan anak-anak
akan berbondong-bondong sehabis ashar atau magrib menuju Masjid atau
Surau-surau untuk belajar mengaji karena sudah ada guru yang siap
mengajarkan mereka mengingat jumlah Masjid di Praya Tengah mencapai
108 dan musholla mencapai 170 (Lampiran 3), namun realita yang ada masjid
dan musholla hanya di pakai waktu maghrib dan subuh, itupun sudah jarang
sedangkan waktu dzuhur dan ashar Masjid dan Musholla jarang di pakai atau
bahkan tidak pernah sama sekali kecuali dalam acara-acara tertentu.
Penyuluh keagamaan juga memiliki peran yang penting karena penyuluh
sebagaimana tercantum dalam keputusan Menteri Agama RI Nomor 791
tahun 1985, dan Nomor 164 tahun 1996, ditegaskan bahwa pada hakekatnya
tugas pokok penyuluh agama adalah membimbing umat dalam menjalankan
ajaran agama dan menyampaikan gagasan-gagasan pembangunan kepada
masyarakat dengan bahasa agama (kalimantanpost, 2011).
Penyuluh keagamaan memiliki peran yang sangat penting karena ia
sebagai pembimbing umat dalam menjalankan ajaran agama. Jadi untuk dapat
mendukung dan membantu pemerintah dalam menggalakkan gerakan maghrib
15
mengaji, penyuluh keagamaan perlu membuat suatu acara-acara atau agenda
di wilayahnya masing-masing seperti mengadakan sholat berjamaah setiap
waktu, membuat jadwal adzan agar terkoordinir, mengaji maghrib rutin di
masjid atau musholla, mengadakan kajian keagamaan, mengadakan lomba-
lomba yang dapat menarik simpati anak-anak dan acara-acara keagamaan
yang lain yang dapat meningkatkan kesadaran dalam menjalankan ajaran
agama. Penyuluh keagamaan juga bila perlu mengadakan absen terhadap
kehadiran guru ngaji, orang tua, anak-anak dan para remaja di setiap
pertemuan atau setiap acara di Masjid atau Musholla.
Mengenai honor yang diterima oleh penyuluh keagamaan telah di atur
dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2006 tentang
Tunjangan Jabatan Fungsional Penyuluh.
Kepala Dusun juga memiliki peran yang sangat penting karena ia
merupakan ujung tombak dari masyarakat, ia yang paling mengetahui kondisi
masyarakat di dusun atau wilayahnya oleh sebab itu kepala dusun perlu
mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah karena jika kita melihat tugas
dan tanggungjawabnya ia sangat berhak mendapatkan honor seperti wakil
rakyat yang lain. Kepala Dusun dapat membantu Pemerintah Provinsi dengan
cara melakukan pengawasan, bekerja sama dengan penyuluh keagamaan
untuk menggerakkan gerakan maghrib mengaji ini, mereka lebih mengetahui
bagaimana langkah yang efektif sesuai dengan kondisi di masyarakat.
16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan menarik yang dapat kita petik adalah :
1. Permasalahan yang dihadapi sehingga lunturnya budaya maghrib mengaji
adalah kurangnya pembiasaan keluarga khususnya orang tua untuk anak
sejak kecil, kurangnya pengawasan orangtua, pergaulan atau lingkungan
dan arus teknologi seperti Televisi, Handphone dan Internet.
2. Solusi yang bisa dilakukan untuk mengembalikan budaya maghrib
mengaji adalah orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anak ,
memaksimalkan fungsi guru ngaji, Penyuluh Keagamaan dan Kepala
Dusun.
3. Dengan adanya gerakan maghrib mengaji dari pemerintah provinsi maka
sedikit sekali aplikasi yang dirasakan oleh masyarakat karena masyarakat
sebagian besar tidak mengetahui tentang program itu.
4. Usaha Pemerintah Provinsi untuk menjalankan program Maghrib Mengaji
adalah hanya pernah disosialisasi di kalangan orang-orang tertentu yang
dapat menghadiri acara sosialisasi dan acara-acara tertentu seperti para
‘alim ulama atau para da’i.
B. SARAN
Dari penelitian di atas disarankan kepada :
1. Pemerintah Provinsi NTB untuk memblokir siaran Televisi pada waktu
antara maghrib dengan isya’ dengan mengeluarkan Peraturan Daerah
(Pemda).
2. Pemerintah Provinsi NTB harus mendata para guru ngaji dengan detail.
3. Pemerintah Provinsi NTB harus memperhatikan nasib guru ngaji dan
penyuluh keagamaan.
4. Pemerintah Provinsi NTB harus mendorong kepada Kepala Dusun untuk
ikut serta dalam mensukseskan program maghrib mengaji.
17
DAFTAR PUSTAKA
(http://bbawor.blogspot.com/2008/08/keluarga-harmonis-cegah-kenakalan.html)
Tanggal 27 Mei 2011.
(http//birokrasi.kompasiana.com) Tanggal 1 Juni 2011.
(http://id.wikipedia.org/wiki/ReinkarnasiReinkarnasi). Tanggal 27 Mei 2011.
(http//moektiaza.wordpress.com/201102/25) Tanggal 1 Juni 2011.
(http://suarakomunitas.net/indeks/Berita). Tanggal 23 Mei 2011
(http://www.kalimantanpost.com/banua-kita/batola/1654-peran-penyuluh-agama-
sebagai-motivator.html) Tanggal 23 Mei 2011
(http://www.nahimunkar.com/nasib-guru-ngaji-honornya-rp-20-ribu-perbulan/)
Tanggal 27 Mei 2011)
(www.republika.co.id) Tanggal 27 Mei 2011
18
Lampiran 1
Rekapitulasi Data Guru Ngaji di Kecamatan Praya Tengah
(Direkap sendiri oleh penulis dari data KUA Kec. Praya Tengah)
NO
NAMA DESA KEPALA DESA JUMLAH GURU NGAJI
1 Batu Nyala L. Nurmadyan 272 Lajut Halid 83 Gerantung H. Mastur Mansur, S,sos4 Jontlak Lurah H. Jumadil, S,sos 145 Kelebuh Abdullah 246 Pengadang M. Hamdiana, SPd 67 Pejanggik Drs. Mustamin 168 Jurang Jaler Baharudin Sh 23
9 Prai Meke H. Zaenal Abidin10 Braim Mahdi 911 Dakung Kamil
19
Lampiran 2
Rekapitulasi Penyuluh Keagamaan di Kecamatan Praya Tengah
(Direkap sendiri oleh penulis dari data KUA Kec. Praya Tengah)
20
Lampiran 3
Rekapitulasi Data Masjid dan Musholla di Kecamatan Praya Tengah
(Direkap sendiri oleh penulis dari data KUA Kec. Praya Tengah)
NO. NAMA DESA JUMLAH MASJID JUMLAH MUSHOLLA
1 JONTLAK 8 172 GERANTUNG 5 243 JURANG JALER 154 BATU NYALA 13 165 PENGADANG 17 296 KELEBUH 15 247 PEJANGGIK 7 178 SASAKE 4 79 LAJUT 11 1510 Total 108 17011
21