Kasbes Anes Tirta

Embed Size (px)

DESCRIPTION

contoh kasus anastesi

Citation preview

LAPORAN KASUS BESAR ANESTESI

SEORANG WANITA 31 TAHUN DENGAN CARDIAC ARREST

Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik senior di bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

Tirta Kusuma 22010114210031Pembimbing :

dr. Maulitia Neny

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU ANESTESIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG2014

LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa: Tirta KusumaNIM: 22010114210031Bagian: Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Universitas Diponegoro/RSUP Dr. Kariadi Semarang Pembimbing: dr. Maulitia Neny

Semarang, 9 Januari 2014Pembimbing,

dr. Maulitia Neny

BAB IPENDAHULUAN

American Heart Association (AHA), dalam Jurnal Circulation yang diterbitkan November 2010, mempublikasikan Pedoman Cardiopulmonary Resucitation (CPR) dan Perawatan Darurat Kardiovaskular 2010. Resusitasi jantung paru adalah serangkaian penyelamatan hidup pada henti jantung. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh mencakup urutan dan prioritas langkah-langkah CPR dan disesuaikan dengan kemajuan ilmiah saat ini untuk mengidentifikasi faktor yang mempunyai dampak terbesar pada kelangsungan hidup. Atas dasar kekuatan bukti yang tersedia, mereka mengembangkan rekomendasi yang hasilnya menunjukkan paling menjanjikan. Kehadiran rekomendasi baru ini tidak untuk menunjukkan bahwa pedoman sebelumnya tidak aman atau tidak efektif, melainkan untuk menyempurnakan rekomendasi terdahulu.1 Henti jantung menjadi penyebab utama kematian di beberapa negara. Terjadi baik di luar rumah sakit maupun di dalam rumah sakit. Diperkirakan 350.000 orang meninggal per tahunnya akibat henti jantung di Amerika dan Kanada. Perkiraan ini tidak termasuk mereka yang diperkirakan meninggal akibat henti jantung dan tidak sempat di resusitasi. Walaupun usaha untuk melakukan resusitasi tidak selalu berhasil, lebih banyak nyawa yang hilang akibat tidak dilakukannya resusitasi. 1,2 Sebagian besar korban henti jantung adalah orang dewasa, tetapi ribuan bayi dan anak juga mengalaminya setiap tahun. Henti jantung akan tetap menjadi penyebab utama kematian yang premature, dan perbaikan kecil dalam usaha penyelamatannya akan menyelamatkan ribuan nyawa setiap tahunnya. 1,2 Bantuan hidup dasar boleh dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang terlatih dalam bidang kesehatan. Ini bermaksud bahwa CPR boleh dilakukan dan dipelajari dokter, perawat, para medis dan juga orang awam. 1,2 Menurut American Heart Associaton, rantai kehidupan mempunyai hubungan erat dengan tindakan jantung paru, karena penderita yang diberikan CPR, mempunyai kesempatan yang amat besar untuk data hidup kembali . 1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Resusitasi Jantung ParuResusitasi Jantung Paru yang biasa kita kenal dengan nama RJP atau Cardiopulmonary Resuscitation adalah usaha untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi akibat terhentinya fungsi dan atau denyut jntung. Resusitasi sendiri berarti menghidupkan kembali, dimaksudkan sebagai usaha-usaha untuk mencegah berlanjutnya episode henti jantung menjadi kematian biologis. Dapat diartikan pula sebagai usaha untuk mengembalikan fungsi pernafasn dan atau sirkulasi yang kemudian memungkinkan untuk hidup normal kembali setelah fungsi pernafasan dan atau sirkulasi gagal.3

2. 2 Indikasi 2.2.1. Henti nafasHenti nafas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernafasan dari korban atau pasien. Henti nafas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup dasar. Henti nafas dapat terjadi dalam keadaan seperti: 7 Tenggelam atau lemas Stroke Obstruksi jalan nafas Epiglotitis Overdosis obat-obatan Tesengat listrik Infark Miokard Tersambar petirPada awal henti nafas, oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan resusitasi, ini sangat bermanfaat pada korban.3,5,7

2.2.2. Henti JantungPada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti sirkulasi ini akan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen. Pernafasan yang terganggu merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung. Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis, femoralis, radialis) disertai kebiruan atau pucat sekali, pernafasan berhenti atau satu-satu, dilatasi pupil tak bereaksi terhadap rangsang cahaya dan pasien tidak sadar. Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang bertujuan untuk:5a. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.b. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang mengalami henti jantung atau henti jantung melalui resusitasi jantung paru (RJP).Resusitasi jantung paru terdiri dari dua tahap yaitu:a. Survei primer: dapat dilakukan oleh setiap orang.b. Survei sekunder: dapat dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis terlatih dan merupakan lanjutan dari survei primer.5

2.3. Sistem Pernafasan dan SirkulasiTubuh manusia terdiri dari beberapa sistem, diantaranya yang utama adalah sistem pernafasn dan sistem sirkulasi. Kedua sistem ini merupakan komponen utama dalam mempertahankan hidup. Terganggunya salah satu fungsi ini dapat mengakibatkan ancaman kehilangan nyawa. Tubuh dapat menyimpan makanan untuk beberapa minggu dan menyimpan air untuk beberapa hari, tetapi hanya dapat menyimpan oksigen (O) untuk beberapa menit saja. Sistem pernafasan mensuplai oksigen kedalam tubuh sesuai dengan kebutuhan dan juga mengeluarkan karbondioksida (CO2). Sistem sirkulasi inilah yang bertanggungjawab memberikan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh.7,8Komponen-komponen yang berhubungan dengan sirkulasi adalah:1. Jantung2. Pembuluh Darah ( Arteri, Vena, Kapiler)3. Darah dan kompone-komponennya.Jantung berfungsi untuk memompa darah dan kerjanya sangat berhubungan erat dengan sistem pernafasan, pada umumnya semakin cepat kerja jantung semakin cepat pula frekuensi pernafasan dan sebaliknya.7,8Jantung dapat berhenti bekerja karena banyak sebab,diantaranya:1. Penyakit jantung2. Gangguan pernafasan3. Syok4. Komplikasi penyakit lain: Stroke5. Penurunan kesadaran2.4. Resusitasi Jantung ParuResusitasi yang berhasil setelah terjadinya henti jantung membutuhkan gabungan dari tindakan yang terkoordinasi yang ditunjukkan dalam Chain of Survival, yang meliputi : a. Pengenalan segera terhadap henti jantung dan aktivasi dari emergency response systemb. RJP yang awal dengan menekankan pada kompresi dadac. Defibrilasi yang cepatd. Advanced life support yang efektife. Perawatan post-cardiac arrest yang terintegrasiRJP secara tradisional telah menggabungkan kompresi dan nafas buatan dengan tujuan untuk mengoptimalkan sirkulasi dan oksigenasi. Karakteristik penolong dan penderita dapat mempengaruhi aplikasi yang optimal dari komponen RJP.7Semua orang dapat menjadi penolong untuk penderita henti jantung. Kompresi dada merupakan dasar dari RJP. Semua penolong, tanpa melihat telah mendapat pelatihan atau tidak, harus memberikan kompresi dada pada setiap penderita henti jantung. Karena sangat penting, kompresi dada harus menjadi tindakan awal pada RJP untuk setiap penderita pada semua usia. Penolong yang telah terlatih harus berkoordinasi dalam melakukan kompresi dada bersamaan dengan ventilasi, sebagai suatu tim.7Sebagian besar henti jantung pada dewasa terjadi secara tiba-tiba, sebagai akibat dari kelainan jantung, sehingga sirkulasi yang dihasilkan dari kompresi dada menjadi sangat penting. Berlawanan dengan hal itu, henti jantung pada anak-anak seringkali karena asfiksia, dimana membutuhkan baik ventilasi maupun kompresi dada untuk hasil yang optimal. Dengan demikian nafas buatan pada henti jantung menjadi lebih penting untuk anak-anak daripada untuk dewasa.72.5. Bantuan Hidup Dasar Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal. Resusitasi mencegah agar supaya sel-sel tidak rusak akibat kekurangan oksigen. Bantuan hidup dasar (Basic Life Support) atau resusitasi ABC atau resusitasi kardiopulmoner berarti menjaga jalan napas tetap paten (A), membuat napas buatan (B) dan membuat sirkulasi buatan dengan pijatan jantung (C). Tindakan ini dilakukan tanpa alat atau dengan alat yang sederhana dan harus dilakukan dengan cepat dalam waktu kurang dari 4 menit pada suhu normal secara baik dan terarah.3a. Dalam fase I ini terdiri dari langkah yang di A (airway), B (breathing), C (circulation). A (airway ) : menjaga jalan nafas tetap terbuka B (breathing) : ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat C (circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung parub. Fase II : Advance Life Support (ALS), yaitu BLS ditambah dengan D (drug) dan E (EKG) D ( drugs ) : pemberian obat-obatan termasuk cairan. E ( EKG ): diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin untuk mengetahuis fibrilasi ventrikel.c. Fase III : Prolonged Life Support (PLS), yaitu penambahan dari BLS dan ALS, G (gauge), H (head), I (Intensive care). G ( gauge ) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya. H (Head): tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistem saraf dari kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat dicegah terjadinya neurologic yang permanen. I (Intensive Care ) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi : trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan dan tunjangan sirkulasi mengedalikan jika terjadinya kejang.1,7Sebelum melakukan tahapan A (airway) terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada pasien/korban, yaitu:a. Memastikan keamanan lingkunganAman bagi penolong maupun aman bagi pasien/korban itu sendiri.b. Memastikan kesadaran pasien/korbanDalam memastikan pasien/korban dapat dilakukan dengan menyentuh atau menggoyangkan bahu pasien/korban dengan lembut dan mantap, sambil memanggil namanya atau Pak!!!/ Bu!!!!/ Mas!!!/Mbak!!!, dll.c. Meminta pertolonganBila diyakini pasien/korban tidak sadar atau tidak ada respon segera minta pertolongan dengan cara : berteriak tolong !!!! beritahukan posisi dimana, pergunakan alat komunikasi yang ada, atau aktifkan bel/sistem emergency yang ada (bel emergency di rumah sakit). d. Memperbaiki posisi pasien/korbanTindakan BHD yang efektif bila pasien/korban dalam posisi telentang, berada pada permukaaan yang rata/keras dan kering. Bila ditemukan pasien/korban miring atau telungkup pasien/korban harus ditelentangkan dulu dengan membalikkan sebagai satu kesatuan yang utuh untuk mencegah cedera/komplikasi.e. Mengatur posisi penolongPosisi penolong berlutut sejajar dengan bahu pasien/korban agar pada ssat memberikan batuan nafas dan bantuan sirkulasi penolong tidak perlu banyak pergerakan. 2.5.1. A (AIRWAY) Jalan NafasJika diagnosis henti jantung telah ditegakkan, maka resusitasi harus segera dimulai. Letakkan pasien pada posisi telentang pada alas keras ubin atau selipkan papan jika pasien diatas kasur. Jika tonus otot pasien hilang, lidah aan menyumbat faring dan epiglottis akan menyumbat laring. Lidah dan epiglottis penyebab utama tersumbatnya jalan napas pada pasien tidak sadar.3 Untuk menghindari hal ini, maka dilakukan beberapa tindakan atau parasat misalnya:1. Parasat kepala tengadah-dagu diangkat (head tilt-chin lift maneuver)Parasat ini dilakukan jika tidak ada traumapada leher. Satu tangan penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah, tangan lain mendorong dagu dengan hati-hati tengadah, sehingga hidung menghadap keatas dan epiglottis terbuka, sniffing position, posisi cium, posisi hirup.32. Perasat dorong rahang bawah (jaw-thrust maneuver)Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorongkedepan pada sendinya tanpa menggerakkan kepala-leher. Karena lidah melekat pada rahang bawah, maka lidah ikut tertarik dan jalan napas terbuka.3Jika henti jantung terjadi diluar rumah sakit: letakan pasien dalam posisi terlentang, lakukan manuever triple airway (kepala tengadah, rahang didorong kedepan, mulut dibuka) dan jika mulut ada cairan, lender atau benda asing lainnya, bersihkan dahulu sebelum memberikan napas buatan.3

(a)(b)Gambar 1. Pembebasan Jalan Nafas teknik Head tilt chin lift (a) dan tehnik jaw thrust manuver (b)2.5.2. B (BREATHING) Bantuan NafasPasien dengan henti napas, tidurkan dalam posisi terlentang. Napas buatan tanpa alat dapat dilakukan dengan cara mulut ke mulut (the kiss of life, mouth-to-mouth), mulut ke hidung (mouth-to-nose), mulut ke stoma trakeostomi atau mulut ke mulut via sungkup muka. 3a. Mulut ke mulut (mouth-to-mouth)Merupakan cara yang cepat dan efektif. Pada saat memberikan penolong tarik nafas dan mulut penolong menutup seluruhnya mulut pasien/korban dan hidung pasien/korban harus ditutup dengan telunjuk dan ibu jari penolong.Volume udara yang berlebihan dapat menyebabkan udara masuk ke lambung. 3

Gambar 2. Pemberian nafas dari mulut ke mulutb. mulut ke hidung (mouth-to-nose),Direkomendasikan bila bantuan dari mulut korban tidak memungkinkan,misalnya pasien/korban mengalami trismus atau luka berat.Penolong sebaiknya menutup mulut pasien/korban pada saat memberikan bantuan nafas.3

Gambar 3. Pernafasan dari mulut ke hidungc. mulut ke stoma trakheostomiDilakukan pada pasien/korban yang terpasang trakheostomi atau mengalami laringotomi.3

Gambar 4. Pernafasan mulut ke stoma.2.5.3. C (CIRCULATION) bantuan sirkulasiTerdiri dari 2 tahap :1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung pasien/korbanDitentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher pasien/korban dengan cara dua atau tiga jari penolong meraba pertengahan leher sehingga teraba trakea, kemudian digeser ke arah penolong kira-kira 1-2 cm, raba dengan lembut selam 5 10 detik. Bila teraba penolong harus memeriksa pernafasan, bila tidak ada nafas berikan bantuan nafas 12 kali/menit. Bila ada nafas pertahankan airway pasien/korban.72. Memberikan bantuan sirkulasiJika dipastikan tidak ada denyut jantung berikan bantuan sirkulasi atau kompresi jantung luar dengan cara: Tiga jari penolong ( telunjuk,tengan dan manis) menelusuri tulang iga pasien/korban yang dekat dengan sisi penolong sehingga bertemu tulang dada (sternum). Dari tulang dada (sternum) diukur 2- 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakkan tangan penolong. Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan diatas telapak tangan yang lain.Hindari jari-jari menyentuh didnding dada pasien/korban. Posisi badan penolong tegak lurus menekan dinding dada pasien/korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan kedalaman penekanan 1,5 2 inchi ( 3,8 5 cm). Tekanan pada dada harus dilepaskan dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula setiap kali kompresi.Waktu penekanan dan melepaskan kompresi harus sama ( 50% duty cycle). Tangan tidak boleh berubah posisi. Ratio bantuan sirkulasi dan bantuan nafas 30 : 2 baik oleh satu penolong maupun dua penolng.Kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit. Dilakukan selama 4 siklus.Tindakan kompresi yang benar akan menghasilkan tekanan sistolik 60 80 mmHg dan diastolik yang sangat rendah. Selang waktu mulai dari menemukan pasien/korban sampai dilakukan tindakan bantuan sirkulasi tidak lebih dari 30 detik.7

Gambar 5. Kompresi dada

2.5.4. D (DEFIBRILATION) terapi listrik Terapi dengan memberikan energi listrik dilakukan pada pasien/korban yang penyebab henti jantung adalah gangguan irama jantung. Penyebab utama adalah ventrikel takikardi atau ventrikel fibrilasi.Pada penggunaan orang awam tersedia alat Automatic External Defibrilation (AED).3 Tahapan defibrilasi : Nyalakan AED Ikuti petunjuk Lanjutkan kompresi dada segera setelah syok (meminimalkan gangguan)

PENILAIAN ULANGSesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi kemudian pasien/korban dievaluasi kembali : Jika tidak ada denyut jantung dilakukan kompresi dan bantuan nafas dengan ratio 30 : 2 Jika ada nafas dan denyut jantung teraba letakkan korban pada posisi sisi mantap Jika tidak ada nafas tetapi teraba denyut jantung, berikan bantuan nafas sebanyak 12 kali permenit dan monitor denyut jantung setiap saat.

Gambar 6. Defibrilasi2.6. Panduan RJP 20102.6.1. Menekankan pada RJP yang berkualitas secara terus menerusAHA Guidelines for CPR and ECC 2010 mengutamakan kebutuhan RJP yang berkualitas tinggi, hal ini mencakup: a. Kecepatan kompresi paling sedikit 100 x/menit (perubahan dari kurang lebih 100 x/menit)b. Kedalaman kompresi paling sedikit 2 inchi (5 cm) pada dewasa dan paling sedikit sepertiga dari diameter anteroposterior dada pada penderita anak-anak dan bayi (sekitar 1,5 inchi [4cm] pada bayi dan 2 inchi [5cm] pada anak-anak) Batas antara 1,5 hingga 2 inchi tidak lagi digunakan pada dewasa, dan kedalaman mutlak pada bayi dan anak-anak lebih dalam daripada versi sebelumnya dari AHA Guidelines for CPR and ECCc. Memberi kesempatan daya rekoil dada (chest recoil) yang lengkap setiap kali selesai kompresid. Meminimalisasi gangguan pada kompresi dadae. Menghindari ventilasi yang berlebihanTidak ada perubahan dalam rekomendasi untuk rasio kompresi-ventilasi yaitu sebanyak 30:2 untuk dewasa, anak-anak, dan bayi (tidak termasuk bayi yang baru lahir). AHA Guidelines for CPR and ECC 2010 meneruskan rekomendasi untuk memberikan nafas buatan sekitar 1 detik. Begitu jalan nafas telah dibebaskan, kompresi dada dapat dilakukan secara terus menerus (dengan kecepatan paling sedikit 100 x/menit) dan tidak lagi diselingi dengan ventilasi. Nafas buatan kemudian dapat diberikan sekitar 1 kali nafas setiap 6 sampai 8 detik (sekitar 8-10 nafas per detik). Ventilasi yang berlebihan harus dihindari. 1,22.6.2. Perubahan dari A-B-C menjadi C-A-BPerubahan yang utama pada BLS, urutan dari Airway-Breathing-Circulation berubah menjadi Compression-Airway-Breathing. Hal ini untuk menghindari penghambatan pada pemberian kompresi dada yang cepat dan efektif. Mengamankan jalan nafas sebagai prioritas utama merupakan sesuatu yang memakan waktu dan mungkin tidak berhasil 100%, terutama oleh penolong yang seorang diri. Mayoritas besar henti jantung terjadi pada dewasa dan penyebab paling umum adalah Ventricular Fibrilation atau pulseless Ventricular Tachycardia. Pada penderita tersebut, elemen paling penting dari Basic Life Support adalah kompresi dada dan defibrilasi yang segera. Pada rangkaian A-B-C, kompresi dada seringkali tertunda ketika penolong membuka jalan nafas untuk memberikan nafas buatan, mencari alat pembatas (barrier devices), atau mengumpulkan peralatan ventilasi. Setelah memulai emergency response system hal berikutnya yang penting yaitu untuk segera memulai kompresi dada. Hanya RJP pada bayi yang merupakan perkecualian dari protokol ini, dimana urutan yang lama tidak berubah. Hal ini berarti tidak ada lagi look, listen, feel, sehingga komponen ini dihilangkan dari panduan.1,2Dengan merubah urutan menjadi C-A-B kompresi dada akan dimulai sesegera mungkin dan ventilasi hanya tertunda sebentar (yaitu hingga siklus pertama dari 30 kompresi dada terpenuhi, atau sekitar 18 detik). Sebagian besar penderita yang mengalami henti jantung diluar rumah sakit tidak mendapatkan pertolongan RJP oleh orang-orang disekitarnya. Terdapat banyak alasan untuk hal tersebut, namun salah satu hambatan yang dapat timbul yaitu urutan A-B-C, yang dimulai dengan prosedur yang paling sulit, yaitu membuka jalan nafas dan memberikan nafas buatan. Memulai pertolongan dengan kompresi dada dapat mendorong lebih banyak penolong untuk memulai RJP. 2.6.3. Rata-rata kompresiSebaiknya dilakukan kira kira minimal 100 kali/ menit. Jumlah kompresi dada yang dilakukan per menit selama RJP sangat penting untuk menentukan kembalinya sirkulasi spontan (return of spontaneous circulation [ROSC]) dan fungsi neurologis yang baik. Jumlah yang tepat untuk memberikan kompresi dada per menit ditetapkan oleh kecepatan kompresi dada dan jumlah serta lamanya gangguan dalam melakukan kompresi (misalnya, untuk membuka jalan nafas, memberikan nafas buatan, dan melakukan analisis AED [Automated Electrical Defibrilator]). 7Pada sebagian besar studi, kompresi yang lebih banyak dihubungkan dengan tingginya rata-rata kelangsungan hidup, dan kompresi yang lebih sedikit dihubungkan dengan rata-rata kelangsungan hidup yang lebih rendah. Kesepakatan mengenai kompresi dada yang adekuat membutuhkan penekanan tidak hanya pada kecepatan kompresi yang adekuat, tapi juga pada meminimalkan gangguan pada komponen penting dari CPR tersebut. Kompresi yang inadekuat atau gangguan yang sering (atau keduanya) akan mengurangi jumlah total kompresi yang diberikan per menit. 2.6.4. Kedalaman kompresiUntuk dewasa kedalaman kompresi telah diubah dari jarak 1 - 2 inch menjadi minimal 2 inch (5 cm). Kompresi yang efektif (menekan dengan kuat dan cepat) menghasilkan aliran darah dan oksigen dan memberikan energi pada jantung dan otak. Kompresi menghasilkan aliran darah terutama dengan meningkatkan tekanan intrathorakal dan secara langsung menekan jantung. Kompresi menghasilkan aliran darah, oksigen dan energi yang penting untuk dialirkan ke jantung dan otak.

BAB IIIKASUS NYATA

3.1 IDENTITAS PENDERITANama:Ny. WKJenis kelamin:PerempuanUmur:31 TahunAgama:IslamMasuk rumah sakit:31 Desember 2014Nomor CM: C500141

3.2 ANAMNESIS Anamnesis dilakukan alloanamnesis dengan ayah pasien pada tanggal 31 Desember 2014, pukul 21.00 WIB di label merah IGD RSUP dr.Kariadi SemarangKeluhan Utama : Gusi berdarahRiwayat Penyakit Sekarang : 1 hari SMRS pasien mengeluh gusi berdarah spontan. Tanggal 24 Desember 2014 pasien mondok ddi RSDK dengan diagnosis anemia aplastik. Pasien telah mendapatkan transfusi 4 kantung PRC dan 8 kantung trombosit. Muntah (-), mual (-), nyeri dada (-). Karena kondisi pasien yang lemah pasien dibawa ke IGD RSDK. Pasien dirawat pada label kuning, karena kondisi memburuk pasien dipindah ke label merah IGD RSDK.Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Anemia aplastik, trombositopenia berat Riwayat kaki bengkak (-) Riwayat kecing manis (-) Riwayat asma (-) Riwayat hipertensi (-) Riwayat Keluarga : Riwayat penyakit jantung (-) Riwayat alergi pada keluarga (-) Riwayat kencing manis (-) Riwayat dislipidemia (-)Riwayat Sosial ekonomi :Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pembiayaan ditanggung BPJS.

3.3 PEMERIKSAAN FISIKKeadaan Umum : Tampak lemahKesadaran: Tidak sadar, GCS=3Tanda Vital :HR:124TD: 70/40RR: -t:38,4BB: 50 kgGCS: E1 M1 V1 = 3Kulit: turgor kurangKepala : mesosefalMata : konjungtiva palpebra anemis (+), sklera ikterik (-)Telinga : discharge (-)Hidung : napas cuping (-), discharge (-)Bibir: sianosis (-)Mulut : sianosis (-), Selaput lendir : kering (-)Lidah : makroglossi (-)Tenggorok : T11, faring hiperemis (-)Leher : trakea ditengah, pembesaran kelenjar limfe -/-

Thorax : S1S2 (-) suara napas (-)Abdomen : Inspeksi terdapat bercak merah di sekitar perut, palpasi supel, hepar lien tak teraba

Extremitas: Superior InferiorSianosis: -/--/-Akral dingin: +/++/+Capp refill: > 2 > 2 Edema: -/--/-

Diagnosis Kerja: Anemia aplastic, trombositopenia berat

CATATAN KEMAJUAN DAN LAPORAN TINDAKAN :TanggalJamCatatan Kemajuan dan Tindakan

31 Des 210421.15S/ Penurunan kesadaran, O/ KU : lemah TD : 70/40 Nadi : 151 x/menit RR : - Saturasi 80% A/ Apneu, syok, anemia aplastik, trombositopeniaP/ Intubasi endo tracheal+informed concent

21.20S/ Penurunan kesadaran, O/ KU : lemah TD : 70/23 Nadi : 140 x/menit RR : 12x permenit (bagging) Saturasi 96% A/ Apneu, syok, anemia aplastik, trombositopenia P/ Resusitasi cairan : 1000 cc RL dalam waktu 30 menit

21.30S/ Penurunan kesadaran, O/ KU : lemah TD : 61/40 Nadi : 150 x/menit RR : 12x permenit (bagging) Saturasi 96% A/ Apneu, syok, anemia aplastik, trombositopenia P/ Lanjut resusitasi cairan + Dobutamin syring pump 2.5, vasoconstrictor syring pump 4.5, gelofucin 1 kolf

21.45S/ Penurunan kesadaran, O/ KU : lemah TD : 60/40 Nadi : 150 x/menit RR : 12x permenit (bagging) Saturasi 100% A/ Apneu, syok, anemia aplastik, trombositopenia P/ Lanjut terapi

22.00S/ Penurunan kesadaran, O/ KU : lemah TD : 41/17 Nadi : 23 x/menit RR : 12x permenit (bagging) Saturasi 96% A/ Apneu, syok, anemia aplastik, trombositopenia P/ Lanjut terapi, dobutamin syring pump 5.5 injeksi sulfas atropine 1 ampul.

22.15S/ Penurunan kesadaran, O/ KU : lemah TD : 40/- Nadi : - RR : 12x permenit (bagging) Saturasi - A/ cardiac arrest, Apneu, syok, anemia aplastik, trombositopenia P/ Resusitasi jantung paru, adrenalin 1 ampul

S/ Penurunan kesadaran, O/ KU : lemah TD : 40/- Nadi : - RR : 12x permenit (bagging) Saturasi - A/ cardiac arrest, Apneu, syok, anemia aplastik, trombositopenia P/ Resusitasi jantung paru, adrenalin 2 ampul, SA 4 Ampul.

22.30Pupil midriasis, refleks cahaya (-), reflek muntah (-), reflek kornea (-), doll eye movement (-)pasien dinyatakan meninggal

BAB IVPEMBAHASAN

Pasien masuk ke label merah dengan diagnosa anemia aplastik, trombositopenia, dan apneu, dilakukan pemasangan endotracheal tube untuk menjaga jalan nafas dan memberikan bantuan nafas sebanyak 12x per menit. Kondisi psien semakin memburuk dan terjadi cardiac arrest sehingga dilakukan kompresi dan ventilasi dengan rasio 30 kompresi diikuti 12x ventilasi dengan terpasang endotracheal tube. Kompresi dilakukan dengan frekuensi minimal 100x per menit, kedalaman minimal 5 cm, ventilasi yang diberikan tidak berlebihan yaitu kurang lebih selama 1 detik tiap ventilasi, memeberi kesempatan untuk complete chest recoil dan minimal interupsi.Pada monitor didapatkan ritme EKG PEA, termasuk dalam ritme non-shockable sehingga tidak dilakukan DC shock pada pasien. RJP terus dilakukan. Di ruang label merah terus dilakukan RJP serta intubasi endotrakhea dengan pipa ET no 7 dan ventilasi dilanjutkan dengan frekuensi 12x/menit dan berjalan terpisah dengan kompresi, kompresi terus dilanjutkan. Dilakukan pemberian adrenalin 1 ampul intravena.Setiap 2 menit atau 5 siklus dilakukan penilaian nadi karotis serta ritme EKG. Pada pasien tidak didaptkan nadi karotis dan masih didapatkan ritme PEA sehingga RJP segera dilanjutkan serta dilakukan pemberian adrenalin 1 ampul intravena.Setalah 2 menit RJP dilanjutkan, nadi karotis masih tidak teraba dan masih didapatkan ritme PEA sehingga RJP segera dilanjutkan serta dilakukan pemberian adrenalin 1 ampul intravena. RJP dilanjutkan sampai selama kurang lebih 15 menit, dengan evaluasi nadi karotis dan ritme EKG tiap 2 menit.Setelah dilakukan RJP efektif selama kurang lebih 15 menit, pasien masih apneu dan ritme EKG menunjukkan asistole, reflex kornea negatif, reflek okuloxhepalic negatif, reflek batuk negatif dan pasien dinyatakan meninggal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Berg R.A., Hemphill, R., Abella B. S., et al. American Heart Association. 2010. Part 4 Adult Basic Life Support in Circulation Journal. AHA: 2010.2. American Heart Association. 2005. Part 4 Adult Basic Life Supprt in Circulation Journal3. Latief S.A. 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.4. Berg R.A., Hemphill, R., Abella B. S., et al. American Heart Association. 2010. Part 5 Adult Basic Life Support in Circulation Journal. AHA: 2010.5. Siahaan, Olan SM. Resusitasi Jantung Paru dan Otak. Cermin Dunia Kedokteran. 1992.6. 2010 AHA Guidelines for CPR & ECC. AHA: 20107. Peter Safar and the ABC of Resuscitation.

9