KASUS BUNYI

Embed Size (px)

Citation preview

KASUS BUNYI [i] DALAM KAJIAN FONETIS Latar Belakang Samsuri (1985: 132) memberikan contoh untuk kasus bunyi [i] pada kata senin dan seni. Pada kedua kata tersebut ada perbedaan pelafalan bunyi [i] pada suku kata kedua, yakni [senIn] dan [seni]. Menurut Samsuri, perbedaan ini disebabkan oleh konsonan yang mengikuti bunyi [i] tersebut, misal pada kata senin, bunyi [i] diikuti oleh konsonan [n]. Apa yang sudah disampaikan Samsuri di atas bisa saja benar, tetapi juga bisa saja salah. Lebih jelasnya pada contoh analisis sederhana ini. Seringkali kita dengar bunyi [i] berubah menjadi [I], misalnya pada kata itik, bunyi [i] pada tik berubah menjadi [tek]. Berdasarkan contoh dua kata tersebut, kita bisa menarik sebuah hipotesis bahwa bunyi [i] yang diapit oleh dua konsonan akan berubah bunyi menjadi [I]. Akan tetapi, tidak semua bunyi [i] sama dengan kasus pada contoh tersebut, ada kalanya bunyi [i] tetap berbunyi [i] meskipun diapit oleh dua konsonan, misalnya pada kata politik, bunyi [i] pada litik tidak mengalami berubahan bunyi menjadi [I] meskipun diapit oleh konsonan [l, t, dan k]. Rumusan Masalah Berdasarkan kasus-kasus yang ada pada latar belakang, rumusan masalah makalah ini sebagai berikut. Kapan bunyi [i] berubah bunyi menjadi [I]? Kapan bunyi [i] tetap berbunyi [i]? Kajian Teori Pemetaan Bunyi Vokal Perubahan bunyi vokal pada kasus di atas terkait dengan kriteria yang dipakai untuk membentuk bunyi vokal. Menurut Dardjowidjojo (2012: 38--40), kriteria tersebut adalah (1) tinggi-rendahnya lidah, (2) posisi lidah, (3) ketegangan lidah, dan (4) bentuk bibir. Naik-turunnya lidah menyebabkan ukuran rongga mulut berubah. Bila lidah berada di posisi tinggi, ruang yang akan dilalui oleh udara dari paru-paru menjadi sempit. Bunyi yang dihasilkan juga akanmelengking tinggi. Bila lidah diturunkan, rongga mulut menjadi menjadi semakin lebar, makin ke bawah lidah itu makin lebarlah rongga mulut, seprti pada bunyi [i], [e], dan [].Posisi lidah di depan atau di belakang memegang peran penting dalam membentuk bunyi vokal. Bila digabungkan dengan tinggi-rendahnya lidah maka akan terbentuklah bunyi-bunyi vokal [u], [o], dan []. Di samping kedua faktor tersebut, vokal juga ditentukan oleh tegang atau tidaknya syaraf kita sewaktu mengucapkan. Faktor keempat adalah bentuk bibir. Bunyi vokal ada yang diucapkan dengan membulatkan kedua bibir atau melebarkan. Menurut Chaer (2012: 113--114), bunyi vokal diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa bisa bersifat vertikal dan horizontal. Secara vertikal dibedakan adanya vokal tinggi ([i] dan [u]), vokal tengah ([e], [ ], dan [o]), dan vokal rendah ([ ], [a], dan [ ]). Secara horizontal dibedakan adanya vokal depan ([i] dan [e]), vokal pusat ([]), dan vokal belakang ([u] dan [o]). Kemudian menurut bentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tak bundar. Disebut vokal bundar karena bentuk mulut membundar ketika mengucapkan vokal itu, misalnya bunyi [u] dan [o]. Disebut vokal tak bundar karena bentuk mulut tidak membundar melainkan melebar pada waktu mengucapkan bunyi vokal tersebut, misalnya bunyi [i] dan [e]. Berikut ini adalah peta vokal menurut Chaer (2012: 114). Depan TB Tinggi Tengah Rendah Keterangan: TB = Tak Bulat B = Bulat Peta vokal versi Chaer sedikit berbeda dengan peta vokal versi Dardjowodjojo karena keduanya menggunakan tolok ukur yang berbeda dalam memetakan bunyi vokal. Berikut ini adalah peta bunyi vokal versi Dardjowidjojo. I e O u i I e a B Pusat TB B Belakang TB B u U o APerubahan Fonem Menurut Chaer (2012:132--136), perubahan fonem bisa terjadi karena adanya asimilasi dan disimilasi; netralisasi dan arkifonem; umlaut, ablaut, dan harmoni vokal; kontraksi; serta metatesis dan epentesis. Asimilasi dan Disimilasi Asimilasi adalah peristiwa berubahnya bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya. Jika perubahan tersebut terkait perubahan identitas sebuah fonem, perubahan itu disebut asimilasi fonemis. Akan tetapi jika perubaha tersebut tidak terkait dengan perubahan identitas suatu fonem, ada kemungkinan hal itu adalah asimilasi fonetis atau asimilasi alomorfemis. Asimilasi dibagi menadi tiga, yakni asimilasi progresif, regresif, dan resiprokal. Asimilasi progresif yaitu bunyi yang diubah terletak di belakang bunyi yang mempengaruhinya. Asimilasi regresif yaitu bunyi yang diubah terletak di depan bunyi yang mempengaruhinya. Asimilasi resiprokal yaitu perubahan bunyi yang terjadi pada kedua bunyi yang saling mempengaruhi sehingga menjadi fonem yang lain. Sedangkan disimilasi yaitu perubahan yang menyebabkan dua buah fonem yang sama menjadi berbeda atau berlainan (Chaer, 2012: 132--134). Netralisasi dan Arkifonem Netralisasi yaitu perubahan bunyi pada tingkat homorgan bunyi yang akan diubah, misalnya bunyi [b] bisa dinetralkan menjadi [p], atau bunyi [d] bisa dinetralkan menjadi [t]. Arkifonem yaitu perubahan bunyi sedaerah artikulasi pada saat pelafalan bunyi itu yang tidak membedakan makna, misalnya pada kata adab akan diucapkan [adap], tetapi ketika mendapatkan imbuhan per-an bentuknya menjadi peradaban. Umlaut, Ablaut, dan Harmoni Vokal Perubahan dua bunyi ([i] dan [u]) pada kasus di atas berhubungan dengan teori tekanan yang dialami bunyi vokal pada suatu kalimat. Menurut Chaer (2012:135--136), tekanan pada bunyi vokal ada dua, yakni umlaut danablaut. Umlaut adalah perubahan vokal sedemikian rupa sehingga vokal itu diubah menjadi vokal yang lebih tinggi sebagai akibat dari vokal berikutnya yang tinggi. Ablaut adalah perubahan vokal untuk menandai pelbagai fungsi gramatikal. Ablaut berbeda dengan umlaut. Umlaut terbatas pada peninggian vokal akibat pengaruh bunyi berikutnya, sedangkan ablaut bukan akibat pengaruh bunyi berikutnya, dan bukan pula terbatas pada peninggian bunyi: bisa juga pada pemanjangan, pemendekan, atau penghilangan vokal. Selain dua tekanan tersebut juga terdapat harmoni vokal terjadi dari silabel yang mendahului ke arah silabel yang menyusul (Chaer, 2012: 135--136). Ada satu tambahan tekanan bunyi vokal, yakni tekanan auslaut. Auslaut adalah tekanan yang terjadi pada suku kata (bunyi vokal) kedua dari belakang. Misalnya pada kasus kata politik, bunyi [li] tidak berubah bunyi menjadi [le] karena [li] merupakan suku kata kedua dari belakang yang mendapatkan tekanan. Ketika suatu bunyi vokal mendapatkan tekanan, bunyi itu akan berada pada nada tingginya. Kontraksi Kontraksi adalah sebuah pemendekan ujaran menjadi satu segmen dengan pelafalan sendiri-sendiri (Chaer, 2012:136). Dalam bahasa Inggris, pemendekan ini bisa menyebabkan perubahan fonem, misalnya dari [e] ke [a]. Metatesis dan Epentesis Metatesis adalah perubahan urutan fonem yang terdapat dalam sutau kata (Chaer, 2012:136--137). Misalnya pada kata Markus menjadi Makrus. Sedangkan epentesis adalah sebuah penyisipan fonem tertentu yang homorgan dengan lingkungan yang akan disisipi pada suatu kata, misalnya pada kata jumlah menjadi jumblah. Paparan Data Paparan data yang dimaksud adalah daftar kata yang terdapat bunyi [i] yang diapit oleh dua konsonan. Paparan data ini digunakan untuk melihat fenomena perubahan bunyi [i] menjadi [I] dan membuat sebuah simpulan atau hipotesis baru terkait kasus perubahan bunyi vokal ini. Paparan data penelitianinibisa dilihat pada tabel di bawah ini.Tabel kata untuk analisis bunyi [i] Bibit Bicara Bidang Bidik Ibidum Lebih Bijak Biji Kubik Mengembik Mobilitas Ambil Bilang Bimbang Bimbing Bini Binatang Kambing Bintara Bintik Bipartit Bir Bibir Biru Biro Gembira Kancil Berkecimpung Cinta Kucing Cacing Cacingan Cipta Icip-icip Mencicipi Cicip Prancis Buncis Ercis Karcis Citra Sukacita Bandingkan Dihirup Dihukum Bingkai Virus Dicontohkan Dicetak Dicuri Dicibir Didik Dijual Dijemput Dijilid Dikerjakan Dikasihi Diketik Sedikit Dijadikan Dilimpahi Sidik Bidik Keadilan Dimensi Dimaksudkan Dimulai Namun Banding Gelinding Perubahan Busung Kadipaten Kedip Kedipan Dirinya Sendiri Hadir Bugis Sibuk Pemimpin Himpun Bukit Artikulasi Maksimum Timur Timbul Minum Jenis Semifinal Taufiq Firman Afirmasi Artifisial Efisien Filosofis Kreativitas Fitur Memfitnah Regresif Ditujukan Ricuh Demikian BugisHabis Bisa Habislah Bisnis Sabit Terbit Penerbit Terbitan Cicak Cicilan Mencicipi Cicit Terpercik Percikan PembahasanPendidikan Didasari Didedikasikan Didoakan Diduakan Modif Dimodifikasi Difusi Didifusikan Difotokopi Diftong Digelar Digadang-gadang DigunakanDisebabkan Medis Kondisi Ditandai Komoditas Editor Individu Diwawancarai Muhammadiyah Diyakini Fiber Figur Personifikasi FiktifMiskin Kamis Terampil Cuplik Profil Eufimisme Kecil Cicil Identifikasi Filsafat Digendong Dihadapi Picik DisucikanBunyi [i] berada pada suku kata pertama dengan diapit oleh dua konsonan Pada kata bibit, bicara, bidang, bidik, bijak, biji, bilang, bimbang, bimbing, bini, binatang, bintara, bintik, bipartit, bibir, biru, biro, bisa, bisnis, cicak, cicilan, cicit, picik, disucikan, cicil, cinta, cipta, cicip, citra, bingkai, virus, diftong, sidik, bidik, diri, fiber, figur, fiktif, filsafat, firman, filosofi, fitur, timbul, ricuh, sibuk, himpun, timur, dan semua awalan di- yang diikuti oleh bentuk dasar yang diawali dengan bunyi konsonan, bunyi vokal [i] pada kata tersebut selalu dilafalkan [i]; tidak berubah menjadi [I]. Meskipun konsonan kedua (misal pada kata bimbang, konsonan kedua suku kata pertama yang mengapit bunyi [i]) bersifat tak letup, atau yang letup sekalipun (misal pada kata cicil, [c] kedua pada kata ini adalah bunyi letup) tetap saja dilafalkan [i], tidak [I]. Hal ini berbeda dengan kata bir yang hanya satu suku kata, bunyi [i] pada kata ini tidak dilafalkan [i], tetapi [I].Bunyi [i] berada pada suku kata kedua (yang belum suku kata terakhir) dengan diapit oleh dua konsonan Bunyi [i] berada pada suku kata kedua dari depan sekaligus kedua dari belakang Pada kata cicilan, ibidum, habislah, terbitan, percikan, cacingan, bandingkan, dicibir, dihirup, dijilid, sedikit, gelinding, kadipaten, kedipan, dirinya, sendiri, kondisi, memfitnah, pemimpin, dan maksimum, semua bunyi [i] yang diapit oleh dua konsonan (baik yang konsonan kedua letup maupun yang tidak letup) selalu dilafalkan [i]. Hal ini dikarenakan bunyi [i] pada kata-kata tersebut dipengaruhi oleh tekanan auslaut yang menyatakan bahwa skuku kata kedua dari belakang akan mendapatkan tekanan. Ketika bunyi vokal mendapatkan tekanan maka bunyi vokal itu akan berada pada bunyi tingginya, misal bunyi [i], bilamana mendapatkan tekanan maka tidak akan pernah dilafalkan [I] karena bunyi [I] berada di bawah [i]. Bunyi [i] berada pada suku kata kedua dari depan dan bukan suku kata kedua dari belakang Pada kata mobilitas, mencicipi, pendidikan, didifusikan, dilimpahi, kadipaten, individu, semifinal,afirmasi, artifisial, efisien, artikulasi, dan demikian, semua bunyi [i] yang diapit oleh dua konsonan (baik yang konsonan kedua letup maupun yang tidak letup) selalu dilafalkan [i]. Selain itu, bunyi [i] pada kata-kata ini juga selalu dilafalkan [i] baik dengan pola VKVK (sebelum suku kata kedua didahului oleh vokal) maupun KKVK (sebelum suku kata kedua didahului oleh konsonan tak letup/koda). Bunyi [i] berada pada suku kata kedua (suku kata terakhir) dengan diapit oleh dua konsonan Pola pada suku kata kedua K(tak letup/koda)KVK Pada kata bimbing, bintik, bisnis, fiktif, ambil, kambing, kancil, prancis, buncis, ercis, banding, fiktif, dan miskin, semua bunyi [i] dilafalkan [i]. Hal ini dipengaruhi (1) konsonan nasal yang berada sebelum konsonan yang mengapit bunyi [i] dan (2) adanya konsonan tak letup (koda) yang berada sebelum konsonan yang mengapit bunyi [i].Pola pada suku kata kedua VKVK Pada kata bibit, bidik, bibir, cicit, picik, cicil, cicip, sidik, lebih, , didik, kedip, hadir, jenis, dan kamis, semua bunyi [i] pada suku kata kedua dilafalkan [I]; sedangkan pada kata modif, profil, kubik, bugis, dan bukit, semua bunyi [i] pada suku kata kedua dilafalkan [i]. Jika kita lihat lebih teliti lagi contoh kata mulai kata bibit sampai kamis, semua bunyi vokal yang berada pada suku kata pertama adalah bunyi vokal tak bulat; sedangkan pada kelompok kata mulai kata modif sampai bukit, bunyi vokal pada suku kata pertama adalah vokal bulat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh bunyi vokal pada suku kata pertama terhadap bunyi vokal [i] pada suku kata kedua, apakah akan dilafalkan [i] atau [I]. Jika suku kata pertama berisi vokal tak bulat, bunyi [i] pada suku kata kedua dilafalkan [I]; dan jika vokal pada suku kata pertama adalah vokal bulat, bunyi [i] pada suku kata kedua akan dilafalkan [i]. Bunyi [i] berada pada suku kata ketiga (yang belum suku kata terakhir) dengan diapit oleh dua konsonan Pada kata mobilitas, mencicipi, menyucikan, berkecimpung, pendidikan, didedikasikan, domodifikasi, dikasihi, dijadikan, komoditas, individu, personifikasi, identifikasi, semifinal, dan artifisial, semua bunyi [i] yang diapit oleh dua konsonan (baik yang konsonan kedua letup maupun yang tidak letup) selalu dilafalkan [i]. Selain itu, bunyi [i] pada kata-kata ini juga selalu dilafalkan [i] baik dengan pola VKVK (sebelum suku kata kedua didahului oleh vokal) maupun KKVK (sebelum suku kata kedua didahului oleh konsonan tak letup/koda). Bunyi [i] berada pada suku kata ketiga (suku kata terakhir) dengan diapit oleh dua konsonan Pada kata bipartit, penerbit, terpercik, dicibir, dijilid, sedikit, gelinding, regresif, dan terampil, semua bunyi [i] yang diapit oleh dua konsonan (baik yang konsonan kedua letup maupun yang tidak letup) selalu dilafalkan [i]. Selain itu, bunyi [i] pada kata-kata ini juga selalu dilafalkan [i] baik dengan pola VKVK (sebelum suku kata kedua didahului oleh vokal) maupun KKVK (sebelum suku kata kedua didahului oleh konsonan tak letup/koda).Simpulan Simpulan makalah ini sebagai berikut. Bunyi [i] yang diapit oleh dua konsonan (konsonan letup/tak letup (koda)) pada sukukata pertama selalu dilafalkan [i], kecuali pada kata yang hanya terdiri atas satu suku kata. Bunyi [i] yang diapit oleh dua konsonan (konsonan letup/tak letup (koda)) yang berada pada suku kata kedua dari depan sekaligus kedua dari belakang selalu dilafalkan [i] karena mendapatkan tekanan auslaut. Bunyi [i] yang diapit oleh dua konsonan (konsonan letup/tak letup (koda)) yang berada pada suku kata kedua dari depan dan bukan suku kata kedua dari belakang selalu dilafalkan [i]. Bunyi [i] yang berada pada suku kata kedua (suku kata terakhir) yang diapit oleh dua konsonan dengan pola pada suku kata kedua K(tak letup/koda)KVK selalu dilafalkan [i]. Bunyi [i] yang berada pada suku kata kedua (suku kata terakhir) yang diapit oleh dua konsonan dengan pola pada suku kata kedua VKVK mempunyai dua kemungkinan pelafalan, yakni (a) jika suku kata pertama berisi vokal tak bulat, bunyi [i] pada suku kata kedua dilafalkan [I]; dan (b) jika vokal pada suku kata pertama adalah vokal bulat, bunyi [i] pada suku kata kedua akan dilafalkan [i]. Bunyi [i] yang berada pada suku kata ketiga (yang belum suku kata terakhir) yang diapit oleh dua konsonan selalu dilafalkan [i] baik dengan pola VKVK (sebelum suku kata kedua didahului oleh vokal) maupun KKVK (sebelum suku kata kedua didahului oleh konsonan tak letup/koda). Bunyi [i] berada pada suku kata ketiga (suku kata terakhir) dengan diapit oleh dua konsonan selalu dilafalkan [i]. Selain itu, bunyi [i] pada kata-kata ini juga selalu dilafalkan [i] baik dengan pola VKVK (sebelum suku kata kedua didahului oleh vokal) maupun KKVK (sebelum suku kata kedua didahului oleh konsonan tak letup/koda). Daftar RujukanChaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Dardjowidjojo, Soenjono. 2012. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman BahasaManusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.Samsuri. 1985. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.