Kasus Hernia Scrotalis Dextra

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN KASUSHERNIA SCROTALIS DEXTRA IRREPONIBLE

PENULIS Fauziah 030.07.090 PEMBIMBING dr. Okky. P. Sp. B KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT MINTOHARDJO PERIODE 18 Juni 2012 25 Agustus 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa NIM Bagian

: Fauziah : 030.07.090 : Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah FK Universitas Trisakti

Judul laporan kasus : Hernia Scrotalis Dextra Irreponible Pembimbing : dr.Okky.P. SpB

Jakarta, Juli 2012 Pembimbing

dr.Okky.P. SpB

BAB I PENDAHULUAN

Hernia inguinalis lateralis terjadi lebih sering dari hernia inguinalis medialis dengan perbandingan 2 : 1, dan diantara itu ternyata pria lebih sering 7 kali lipat terkena dibandingkan dengan wanita. Semakin bertambahnya usia kita, kemungkinan terjadinya hernia semakin besar.

Hal ini dipengaruhi oleh kekuatan otot-otot perut yang sudah mulai melemah. Hernia, atau sering kita kenal dengan istilah Turun Bero, merupakan penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Kita ambil contoh hernia abdomen (perut). Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo aponeurotik (lapisan otot) dinding perut.

Hernia terdiri atas jaringan lunak, kantong, dan isi hernia.Tujuh puluh lima persen dari seluruh hernia abdominal terjadi diinguinal (lipat paha). Yang lainnya dapat terjadi di umbilikus (pusar) atau daerah perut lainnya. Hernia inguinalis dibagi menjadi 2, yaitu hernia inguinalis medialis dan hernia inguinalis lateralis. Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum (buah zakar), hernia disebut hernia skrotalis

BAB II LAPORAN KASUS Status Pasien I. IDENTITAS : Tn. AB

Nama

Jenis kelamin : laki-laki Usia Alamat Pekerjaan Agama Suku Status Asuransi Masuk RS : 55 tahun : Jl. Gede No. 5 Buntar Setia Budi Jakarta Selatan : Guru Olahraga : Islam : Betawi : Menikah : Askes : 21 Juni 2012

II. KELUHAN UTAMA Benjolan di buah zakar kanan sejak kurang lebih 3 tahun sebelum masuk rumah sakit.

ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 23 juni 2012 di ruang rawat P.Salawati kamar no 2, pukul 13.00 WIB.

Riwayat Penyakit Sekarang OS datang dengan keluhan ada benjolan di buah zakar kanan sejak kurang lebih 3 tahun sebelum masuk rumah sakit. Benjolan berbentuk bulat, dengan permukaan yang rata dan warna sama seperti warna kulit sekitarnya. Ukuran benjolan kira-kira berdiameter 7 cm. Permukaan benjolan rata dengan konsistensi lunak. Benjolan dapat digerakan. Menurut OS ukuran benjolan berubah-ubah, jika OS sedang batuk atau mengedan, maka benjolan akan keluar dan semakin membesar dari ukuran sebelumnya, dan bila OS sedang berbaring, maka ukuran benjolan mengecil. OS tidak pernah mengalami trauma pada daerah buah zakar, lipat paha maupun perut

sebelumnya. Kadang OS juga merasakan nyeri di daerah bagian perut kiri atas dan keluhan mereda jika benjolan turun ke buah zakar. Sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit OS sudah berobat ke dokter puskesmas, tetapi tidak sembuh. Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit OS mengeluhkan terkadang sulit buang air besar dan feses terasa keras sehingga harus mengedan tetapi keluhan sulit BAB tersebut tidak berlangsung lama yang kemudian OS mengeluh mencret dan tinjanya berwarna agak hitam. OS juga mengeluh benjolan sudah tidak dapat masuk kembali. OS menyangkal keluhan lain seperti demam, pusing, mual, muntah dan perut kembung.

Riwayat Penyakit Dahulu Awalnya benjolan berukuran kecil dan OS tidak menghiraukannya. Sejak 3 tahun yang lalu, benjolan semakin membesar. OS memiliki riwayat hipertensi, OS tidak memiliki riwayat penyakit lain seperti diabetes mellitus, alergi, asma, batuk-batuk yang lama dan penyakit jantung. OS juga tidak ada riwayat penyakit prostat sebelumnya. OS belum pernah menjalani operasi sebelumnya. OS mengaku sudah pernah melakukan pemeriksaan kesehatan sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga OS yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat hipertensi di dapat dari kedua orang tua pasien. Dari keluarga tidak ada yang menderita diabetes mellitus, asma, batuk-batuk lama, kelainan jantung dan keganasan.

Riwayat Kebiasaan OS mengaku tidak pernah merokok. OS sering melakukan olahraga mengangkat barbel karena profesinya sebagai guru olahraga. OS tidak pernah mengkonsumsi minuman keras.

Riwayat Medikasi Pasien sebelumnya sudah pernah berobat ke dokter puskesmas tetapi dokter puskesmas hanya memberikan vitamin saja

III.

PEMERIKSAAN FISIK : Tampak sakit sedang : Compos mentis : Kesan gizi cukup

Keadaan umum Kesadaran Status gizi Tanda vital

Tekanan darah : 150/90 mmHg Nadi Suhu Pernafasan : 84 x/menit : 36,7oC : 18 x/menit

Status generalis 1. Kulit Warna : sawo matang, tidak ikterik dan tidak terdapat hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi Lesi : tidak terdapat lesi primer seperti macula, papul vesikuler, pustule maupun lesi sekunder seperti jaringan parut atau keloid pada bagin tubuh yang lain. Rambut Turgor : tumbuh rambut permukaan kulit : baik

Suhu raba : hangat

2. Kepala Ekspresi Simetris wajah : ekspresif : simetris

Nyeri tekan sinus : tidak terdapat nyeri tekan sinus Rambut Pembuluh darah Deformitas : distribusi merata, warna hitam : tidak terdapat pelebaran pembuluh darah : tidak terdapat deformitas

3. Mata Bentuk Palpebra : normal, kedudukan bola mata simetris : normal, tidak terdapat ptosis, lagoftalmus, oedema, perdarahan, blefaritis, maupun xanthelasma Gerakan : normal, tidak terdapat strabismus, nistagmus

Konjungtiva : tidak anemis Sklera Pupil : tidak ikterik : bulat, didapatkan isokor, diameter 4 mm, reflex cahaya langsung positif pada mata kanan dan kiri, reflex cahaya tidak langsung positispada mata kanan dan kiri Eksoftalmus : tidak ditemukan Endoftalmus : tidak ditemukan

4. Telinga Bentuk Liang telinga Serumen Nyeri tarik auricular Nyeri tekan tragus : normotia : lapang : tidak ditemukan serumen pada telinga kanan maupun kiri : tidak ada nyeri tarik pada auricular kiri maupun kanan : tidak ada nyeri tekan pada tragus kanan maupun kiri

5. Hidung Bagian luar Septum Mukosa hidung Cavum nasi : normal, tidak terdapat deformitas : terletak ditengah, simetris : tidak hiperemis, konka nasalis eutrofi : tidak ada perdarahan

6. Mulut dan tenggorok

Bibir Gigi-geligi Mukosa mulut Lidah Tonsil Faring

: normal, tidak pucat, tidak sianosis : hygiene baik : normal, tidak hiperemis : normoglosia, tidak tremor, tidak kotor : ukuran T1/T1, tenang, tidak hiperemis : tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah

7. Leher Bendungan vena : tidak ada bendungan vena Kelenjar tiroid Trakea : tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris : di tengah

8. Kelenjar getah bening Leher Aksila Inguinal : tidak terdapat pembesaran di KGB leher : tidak terdapat pembesaran di KGB aksila : tidak terdapat pembesaran di KGB inguinal

9. Thorax Paru-paru Inspeksi : simetris, tidak ada hemithorax yang tertinggal pada saat statis dan dinamis Palpasi : gerak simetris vocal fremitus sama kuat pada kedua hemithorax Perkusi : sonor pada kedua hemithorax, batas paru-hepar pada sela iga VI pada linea midklavikularis dextra, dengan peranjakan 2 jari pemeriksa, batas paru-lambung pada sela iga ke VIII pada linea axilatis anterior sinistra. Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak terdengar ronkhi maupun wheezing pada kedua lapang paru Jantung Inspkesi : tidak tampak pulsasi ictus cordis

Palpasi : terdapat pulsasi ictus cordis pada ICS V, di linea midklavikularis sinistra Perkusi : Batas jantung kanan : ICS III - V , linea sternalis dextra Batas jantung kiri : ICS V , 2-3 cm dari linea midklavikularis sinistra Batas atas jantung : ICS III linea sternalis sinistra

Auskultasi : bunyi jantung I, II regular, tidak terdengar murmur maupun gallop

10. Abdomen Inspeksi : abdomen simetris, datar, tidak terdapat jaringan parut, striae dan kelainan kulit, tidak terdpat pelebaran vena Palpasi : teraba supel, hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan, maupun nyeri lepas, pada pemeriksaan ballottement didapatkan hasil negative Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen, tidak ada nyeri ketok CVA, ballotment (-) Auskultasi : bising usus positif 2x/menit, intensitas sedang

11. Genitalia (dibahas lebih lanjut dalam status lokalis) 12. Ekstremitas Tidak tampak deformitas Akral hangat pada keempat ekstremitas Tidak terdapat oedema pada keempat ekstremitas

Status lokalis genitalia Inspeksi : terdapat massa dengan bentuk agak bulat dengan ukuran 7x 5 x 3 cm di daerah skrotum dextra, berwarna seperti warna kulit disekitarnya dan tidak terdapat tandatanda radang

Palpasi

: teraba massa di daerah skrotum dextra dengan ukuran 7 x 5 x 3 cm, permukaan rata, tidak nyeri, massa teraba lunak, fluktuasi (-), testis tidak teraba.

IV.

PEMERIKSAAN TAMBAHAN

Hasil pemeriksaan laboratorium pre-operasi pada tanggal 20 Juni 2012 Pemeriksaan Hemoglobin Hematokrit Eritrosit Leukosit Trombosit Bleeding time Hasil 14.3 g/dl 42 % 4,98 juta / L 7.400 /L 309.000 /mm3 1 menit Nilai normal 14 18 g/dl 43 51 % 4,5 5,5 juta / L 5000 10000 /L 150.000 400.000 /mm3 30 1 5 menit 1 16 menit < 200 mg%

detik Clotting time Gula darah sewaktu 11 menit 143 mg%

V.

RESUME

Pasien Tn.AB, usia 55 tahun, OS datang dengan keluhan ada benjolan di buah zakar kanan sejak kurang lebih 3 tahun sebelum masuk rumah sakit. Benjolan berbentuk bulat, dengan permukaan yang rata dan warna sama seperti warna kulit sekitarnya. Ukuran benjolan kira-kira berdiameter 7 cm. Permukaan benjolan rata dengan konsistensi lunak. Benjolan dapat digerakan. Menurut OS ukuran benjolan berubah-ubah, jika OS sedang batuk atau mengedan, maka benjolan akan keluar dan semakin membesar dari ukuran sebelumnya, dan bila OS sedang berbaring, maka ukuran benjolan mengecil. Kadang OS juga merasakan nyeri di daerah bagian perut kiri atas dan keluhan mereda jika benjolan turun ke buah zakar. Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit OS mengeluhkan terkadang sulit buang air besar dan terasa keras sehingga harus mengedan, tetapi keluhan sulit BAB tersebut tidak berlangsung lama. Kemudian OS mengeluh mencret dan tinjanya berwarna agak hitam. OS juga mengeluh benjolan sudah tidak dapat masuk kembali. Pada pemeriksaan fisik Inspeksi, terdapat massa dengan bentuk agak bulat dengan ukuran 7 x

5 x 3 cm di daerah skrotum dextra, berwarna seperti warna kulit disekitarnya dan tidak terdapat tanda-tanda radang. Palpasi, teraba massa di daerah skrotum dextra dengan ukuran 7 x 5 x 3 cm, permukaan rata, tidak nyeri, massa teraba lunak, fluktuasi (-), testis tidak teraba. Hasil laboratorium didapatkan Hb 14.3 g/dl, Ht 42 %, Eritrosit 4,98 juta / L, Leukosit 7.400 /L, Trombosit 309.000 /mm3, Bleeding time1 menit 30 detik, Clotting time 11 menit, Gula darah sewaktu 143 mg%.

VI.

DIAGNOSA KERJA Pra bedah Pasca bedah : Hernia Scrotalis Dextra Irreponible : Hernia Scrotalis Dextra Irreponible

VII.

DIAGNOSA BANDING Diagnosis banding pada pasien ini adalah hidrokel dan tumor testis kanan.

VIII.

PENATALAKSANAAN 1. Operasi : herniotomi dan hernioraphi Laporan Operasi : a. OS dalam spinal anesthesia b. Desinfeksi lapangan operasi c. Insisi kanan bawah abdomen d. Herniotomi dan hernioraphi(jaringan yang di eksisi atau insisi kantong hernianya) e. Tutup luka operasi f. Operasi selesai 2. Instruksi post-operasi Bed rest total Beri infuse RL

Obat : Injeksi ketese 3 x 1 amp / drip Dilanjutkan dengan obat: Cefat 3x 500 mg, cefixime 3x500 mg

IX.

Sadar, tidak mual muntah, boleh minum

PROGNOSIS Ad vitam Ad sanationam Ad fungsionam : Ad bonam : Dubia ad bonam : Ad bonam

XI

FOLLOW UP

Hari perawatan ke-2 (23 Juni 2012) S: tidak ada mual, pasien sudah mulai bisa kentut sesak (+), mual muntah (-), nyeri daerah operasi (+). O : TD : 140/90 mmHg, RR : 18x/menit, HR: 84x/menit abdomen : supel, nyeri tekan (+), BU 1x/menit lemah, luka operasi di daerah inguinal kanan tertutup perban, pus(-), cairan (-), darah (-) A : post operasi herniotomi dan hernioplasty hari kedua P : bed rest, Cefat 3x 500 mg, cefixime 3x500 mg Perawtan hari ke-3 Tanggal 24 Juni 2012 S : flatus (+) O : nyeri tekan di tempat operasi berkurang, BU (+) normal A : post operasi herniotomi dan hernioplasty hari ketiga P : cefixime 3x500 mg, asam mefenamat 3x500mg, , OMZ, pasien boleh pulang.

BAB III ANALISA KASUS

Penegakan diagnosis hernia scrotalis irreponible dextra didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik seperti inspeksi, palpasi, auskultasi serta finger test serta pemeriksaan penunjang yang diperlukan maupun tindakan operasi.

Berdasarkan autoanamnesis dari Tn.AB datang dengan keluhan ada benjolan di buah zakar kanan sejak kurang lebih 3 tahun sebelum masuk rumah sakit. Benjolan berbentuk bulat, dengan permukaan yang rata dan warna sama seperti warna kulit sekitarnya. Ukuran benjolan kira-kira berdiameter 7 cm. Permukaan benjolan rata dengan konsistensi lunak. Benjolan dapat digerakan. Menurut OS ukuran benjolan berubah-ubah, jika OS sedang batuk atau mengedan, maka benjolan akan keluar dan semakin membesar dari ukuran sebelumnya, dan bila OS sedang berbaring, maka ukuran benjolan mengecil. OS tidak pernah mengalami trauma pada daerah buah zakar, lipat paha maupun perut sebelumnya. Kadang OS juga merasakan nyeri di daerah bagian perut kiri atas dan keluhan mereda jika benjolan turun ke buah zakar. Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit OS mengeluh benjolan sudah tidak dapat masuk kembali. Ini menandakan bahwa hernia pasien bersifat irreponible di mana tidak dapat dimasukkan kembali ke rongga peritoneum. Keluhan batuk lama disangkal pasien namun pasien sering berolahraga mengangkat burble di mana ini akan meningkatkan tekanan intra abdomen dan menjadi salah satu faktor predisposisi terjadinya hernia. Mual, muntah dan perut kembung disangkal pasien sehingga kita bisa menyingkirkan kemungkinan incarserata ( hernia yang disertai gangguan pasase) pada pasien ini. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien juga mendukung diagnosis hernia scrotalis irreponible dextra di mana pada daerah inguinal kanan ditemukan benjolan dari inguinal kanan ke scrotum, berbentuk lonjong di mana ini menandakan hernia inguinalis lateralis. Benjolan juga kenyal, mobile dan finger test teraba benjolan di ujung jari pemeriksa. Warna kulit sama dengan warna kulit di sekitarnya ( menyingkirkan adanya radang). Dari pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, EKG dan roentgen thorax tidak ditemukan adanya kelainan sehingga diagnosis hernia scrotalis dextra irreponible bisa

ditegakkan dan dapat dilakukan penangan pada pasien ini yaitu tindakan operasi herniotomi dan hernioplasty. Dikarenakan pasien menderita hernia scrotalis dextra irreponible yang tidak disertai komplikasi dan penangan yang tepat dan baik maka prognosis pasien ini baik sehingga bisa segera pulang dari rumah sakit.

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

A. Hernia Secara Umum Definisi Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (fascia dan muskuloaponeurotik) yang menberi jalan keluar pada alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas 3 hal : cincin, kantong dan isi hernia.1,2

Klasifikasi Berdasarkan terjadinya, hernia terbagi atas hernia kongenital dan akuisita. Menurut letaknya bisa disebut hernia inguinal, umbilical, femoral, insisional (sering) dan hernia epigastrik, gluteal, lumbal, obturator (jarang).1,3 Dari sifatnya dikenal hernia reponibel dan ireponibel. Reponibel bila isi kantung bisa direposisi kembali bila berbaring atau didorong dengan tangan. Sedangkan bila tidak bisa direposisi disebut ireponibel. Biasanya hernia ireponibel disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia, yang disebut hernia akreta. Tidak ada keluhan nyeri atau tanda sumbatan usus.1 Bila terjadi gangguan pada pasase usus yang terjepit hernia yang ireponibel, maka disebut hernia inkarserata. Sementara bila hernia tersebut mengakibatkan gangguan vaskularisasi maka disebut hernia strangulata.1 Berikut adalah pembagian hernia yang terjadi secara congenital dan didapat (acquired) : 1. Kongenital Kanalis inguinalis normal pada fetus : Pada bulan ke-8 kehamilan terjadi desensus testis, yaitu masuknya testis dari abdomen ke scrotum melalui canalis inguinalis, sehingga terjadi penarikan

peritoneum ke daerah scrotum, dan terjadi penonjolan (prosesus vaginalis peritonei). Pada bayi yang sudah lahir akan mengalami obliterasi sehingga isi perut tidak dapat masuk melalui kanal. Karena testis kiri turun lebih dahulu daripada kanan, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Pada keadaan normal, kanalis inguinalis menutup pada usia 2 tahun. Bila prosesus terbuka terus (tidak mengalami obliterasi) menyebabkan terjadinya hernia inguinalis lateralis kongenital. 2. Acquired / didapat Disebabkan oleh : Adanya prosesuss vaginalis yang terbuka Adanya annulus inguinalis inetrnus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui kantong dan isi hernia Dapat juga disebabkan oleh peninggian tekanan intraabdomen yang kronik (batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi, ascites) yang akan mendorong isi hernia ke annulus inguinalis internus Kelemahan dinding otot perut yang disebabkan oleh usia, atau kerusakan n. illioinguinalis dan n. illiofemoralis setelah appendiktomi

B. Hernia Inguinalis Anatomi Regio Inguinalis

Gbr 1. Dinding Abdomen

Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh annulus inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka dari fascia transversalis dan aponeurosis m. transverses abdominis. Di medial bawah, di atas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh annulus inguinalis eksternus, yaitu bagian terbuka dari aponeurosis m. oblikus eksternus. Atapnya adalah aponeurosis m. oblikus eksternus, dan dasarnya adalah ligamentum inguinale. Akanal ini berisi funiculus spermaticus pada laki-laki dan ligamentum rotundum pada perempuan.1

Gbr 2. Kanalis Inguinalis

Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena keluar melalui annulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan bila cukup panjang keluar di annulus inguinalis eksternus. Jika berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum dan disebut hernia skrotalis. Kantong hernia terletak di dalam m. kremaster, anteromedial terhadap vas deferens dan struktur lain dalam funiculus spermaticus.1 Sementara itu hernia inguinalis direk atau disebut juga medial menonjol langsung ke depan melalui trigonum hasselbach. Daerah yang dibatasi ligamentum inguinal di inferior, a/v. epigastrika inferior di lateral dan tepi otot rektus di bagian medial. Dasar segitiga hasselbach ini dibentuk oleh fascial transversal yang diperkuat oleh aponeurosis

m. transverses abdominis yang kadang-kadang tidak sempurna, sehingga potensial untuk menjadi lemah. Karena hernia medialis ini tidak melalui kanalis umumnya tidak mengalami strangulasi karena cincinnya cenderung longgar.1

Gbr 3. Bagian dalam regio inguinal

Etiologi Hernia inguinalis dapat terjadi akibat anomali kongenital atau sebab lain yang didapat (missal akibat insisi). Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Lebih banyak pada lelaki dibanding perempuan. Hal ini mungkin karena annulus inguinalis eksternus pada pria lebih besar dibanding wanita. Selain itu juga karena perjalanan embriologisnya dimana testis pada pria turun dari rongga abdomen melalui kanalis inguinalis. Seringkali kanalis tidak menutup sempurna setelahnya. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada annulus internus yang cukup lebar sehingga bisa

dimasuki oleh kantong dan isi hernia. Selain itu diperlukan juga faktor yang bisa mendorong isi hernia melalui pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.1,3,4,5 Ada tiga mekanisme yang seharusnya bisa mencegah terjadinya hernia inguinalis. Yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur m. ablikus internus yang menutup annulus internus ketika berkontraksi, dan fascia transversa yang menutup trigonum hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini bisa menyebabkan terjadinya hernia.1 Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan intra abdomen lebih lanjut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Akibatnya isi intraabdomen keluar melalui celah tersebut.1,3 Tekanan intraabdomen yang tinggi secara kronik seperti batuk kronik, mengedan saat miksi atau defekasi (missal karena hipertrofi prostat atau konstipasi), ascites, obesitas atau mengangkat beban berat sering mendahului hernia inguinalis.1,6

Patofisiologi Pada keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi annulus intenus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intraabdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertical. Sebaliknya jika otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan annulus inguinalis tertutup sehingga mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Tetapi dalam keadaan prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia dapat membentuk pintu masuk hernia pada annulus internus yang cukup lebar. Sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Di samping itu diperlukan pula factor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut. 1,7 Bila cincin hernia sempit, kurang elastic atau lebih kaku maka akan terjadi jepitan yang menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi oedem organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya oedem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat berupa cairan serosanguinus. 1

Gejala Klinis Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengedan, dan menghilang waktu berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, bila ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau para umbilical berupa nyeri visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah, afflatus dan tidak BAB baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren. 1

Diagnosis Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul waktu berdiri, batuk, bersin, mengangkat benda berat atau mengedan, dan menghilang saat berbaring. Pasien sering mengatakan sebagai turun berok, burut atau kelingsir. Keluhan nyeri jarang dijumpai; kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong. Nyeri yang disertai mual dan muntah baru muncul kalau terjadi inkarserata karena ileus atau strangulasi karena nekrosis.1,2,6 Pada inspeksi, saat pasien diminta mengedan dalam posisi berdiri dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Perlu diperhatikan keadaan asimetri pada kedua sisi lipat paha, skrotum atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien lalu diminta mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan yang asimetri dapat dilihat. 1,2,4 Pada palpasi, dilakukan saat ada benjolan hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah dapat direposisi. Bila hernia dapat direposisi, waktu jari masih berada di annulus internus, pasien diminta mengedan, kalau ujung jari menyentuh hernia berarti hernia inguinalis lateral, sementara jika bagian sisi jari yang menyentuh, berarti hernia inguinalis medialis. Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi

gesekan dua kain sutera. Disebut tanda sarung tangan sutera. Kalau kantong hernia berisi organ, palpasi mungkin meraba usus, omentum (seperti karet) atau ovarium.1,2 Diagnosis pasti hernia umumnya sudah bisa dilakukan dengan pemeriksaan klinis yang teliti.2

Berdasarkan anatomi, hernia dapat dibagi menjadi : 1. Hernia inguinalis medialis (direk) Disebut direk karena menonjol langsung ke depan melalui trigonum hasselbach. Disebut medialis karena tidak keluar melalui kanlis inguinalis dan tidak ke scrotum. Tipe ini hampir selalu disebabkan oleh faktor peninggian tekanan intraabdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum hasselbach. Oleh karena itu hernia ini umumnya bilateral. Hernia inguinalis medialis memiliki leher yang lebar, sulit direposisi dengan penekanan jari tangan. Jarang bahkan hampir tidak pernah terjadi inkarserata dan strangulata (hanya 0.3% mengalami komplikasi). Lebih sering pada pria usia tua.1,3 Hernia direk tidak dikontrol oleh tekanan pada annulus internus, secara khas mengakibatkan benjolan kedepan, tidak turun ke skrotum.3 2. Hernia inguinalis lateralis Tipe ini disebut juga indirek karena keluar melalui dua pintu yaitu annulus dan kanalis inguinalis. Tidak seperti hernia medialis yang langsung menonjol di trigonum hasselbach. Tonjolan pada tipe lateralis biasanya lonjong, sementara tipe medialis biasanya bulat. Hernia indirek ini bisa dimasukkan dengan tekanan jari di sekitar annulus eksternus (bila tidak ada inkarserata), mungkin seperti leher yang sempit. Banyak terjadi pada usia muda. 3% kasus mengalami komplikasi strangulata.1,3 Hernia indirek dikontrol oleh tekanan annulus internus sehingga seringkali turun ke dalam skrotum.3 Pada anak sering akibat belum menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan testis.1,4

Tatalaksana Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia dan membentuk corong, tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi.1 Pada anak-anak reposisi spontan lebih sering terjadi dan gangguan vitalitas lebih jarang disbanding orang dewasa. Hal ini disebabkan cincin hernia yang lebih elastis pada anak-anak. Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak dengan pemberian sedative dan kompres es di atas hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil, anak disiapkan operasi hari berikutnya. Bila tidak berhasil, operasi segera.1 Pemakaian penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan, sehingga harus dipakai seumur hidup. Ini tidak dianjurkan karena merusak kulit dan tonus otot di daerah yang tertekan sedangkan strangulasi tetap mengancam.1 Yang penting diperhatikan untuk memperoleh keberhasilan terapi maka factorfaktor yang meningkatkan tekanan intra abdomen juga harus dicari dan diperbaiki. Misalnya batuk kronis, prostat, tumor, ascites, dan lain-lain). Dan defek yang ada direkonstruksi.2 Langkah operatif adalah pengobatan satu-satunya yang rasional. Indikasi operasi sudah ada sejak diagnosa ditegakkan. Prinsip dasar operasi terdiri dari herniotomi dan hernioplasti.1 Herniotomi adalah membebaskan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong.1

Hernioplasti ialah melakukan tindakan memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat dinding posterior kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting dalam mencegah terjadinya residif. Dikenal berbagai metode hernioplasti seperti memperkecil annulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan antara m. oblikus internus abdominis dan m.

transverses internus abdominis (conjoint tendon) ke ligamentum inguinale poupart menurut Bassini, atau menjahitkan fasia transversa, m. transverses abdominis, m. oblikus internus abdominis ke ligamentum cooper menurut McVay.1

Gbr 4. Herniotomi dan Hernioplasti

Kelemahan teknik Bassini dan teknik variasi lain adalah adanya regangan berlebihan dari otot-otot yang dijahit. Karena itu dipopulerkan metode penggunaan prosthesis mesh untuk memperkuat fasia transversalis yang menjadi dasar kanalis inguinalis, tanpa menjahit otot-otot ke inguinal.1 Pada bedah darurat, misalnya sudah terjadi komplikasi, prinsipnya sama dengan yang elektif. Cincin hernia dicari dan dipotong. Usus halus dinilai apakah vital atau tidak. Bila vital direposisi, bila tidak dilakukan reseksi dan anastomosis.2

Komplikasi Komplilkasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada kasus ireponibel; ini dapat terjadi kalau isi terlalu besar, atau terjadi perlekatan. Dalam kasus ini tidak ada gejala klinis.1 Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi strangulasi yang menimbulkan gejala obstruksi sederhana. Sumbatan dapat terjadi parsial atau total seperti pada hernia richter. Bila cincin hernia sempit, kurang elastis atau kaku, sering terjadi jepitan parsial.1 Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi ke jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur di dalam hernia. Timbulnya udem mengakibatkan jepitan semakin bertmbah sehingga

suplai darah terhambat. Akibatnya jaringan isi akan nekrosis dan hernia akan berisi cairan transudat serosanguinis. Bila isi jaringan adalah usus, bisa terjadi perforasi yang menimbulkan abses lokal, fistel, hingga peritonitis.1,4 Gambaran klinis hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai dengan gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa. Bila telah strangulasi, bisa terjadi toksik akibat gangrene dan gambaran menjadi sangat serius. Penderita akan mengeluh nyeri hebat di tempat hernia dan akan menetap karena rangsang peroitoneal.1 Pada pemeriksaan local ditemukan benjolan yang tidak dapat dimasukkan kembali disertai nyeri tekan dan dapat ditemukan tanda peritonitis atau abses local. Dalam hal ini hernia strangulate merupakan kegawatdaruratan dan butuh penanganan segera.1

Daftar Pustaka 1. Sjamsuhidajat, R. dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. 2004. Jakarta : EGC 2. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Ed.3. 2000. Jakarta : Media Aesculapius FKUI 3. Grace, Pierce A. dan Borley, Neil R. At A Glance : Ilmu Bedah. Ed.3. 2006. Jakarta : Erlangga Medical Series 4. Inguinal Hernia. Wikipedia the free encyclopedia. Last Updated : April 24th 2011. (Available from http://en.wikipedia.org/wiki/Inguinal_hernia, cited on May 12th 2011) 5. Inguinal Hernia. National Digestive Disease Information Clearinghouse. Last Updated December 2008. (Available from http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/inguinalhernia. cited on May 12th 2011) 6. Balentine, Jerry R. dan Stoppler, Melissa Conrad. Hernia. eMedicine Health. (Available from http://www.emedicinehealth.com/hernia/article_em.htm cited on May 13th 2011) 7. She Warts, Seymour I, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Alih Bahasa Laniyati Celal, editor Linda Chandranata Jakarta, EGC, 2000, hal 509-515