Upload
tita-luthfia
View
456
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang terjadi sebelum
perkembangan refleks fiksasi terjadi yaitu sebelum usia 2-3 bulan. Kelainan lensa
pada anak yang meliputi kekeruhan, kelainan bentuk, ukuran, lokasi, dan gangguan
perkembangan lensa dapat menyebabkan kerusakan penglihatan pada anak.
Katarak kongenital bertanggungjawab sekitar 10% dari seluruh kehilangan
penglihatan pada anak, diperkirakan 1 dari 250 bayi lahir memiliki beberapa bentuk
katarak (AAO, 2011).
Katarak kongenital dapat berdiri sendiri atau berhubungan dengan beberapa
kondisi, seperti abnormalitas kromosom, sindrom atau penyakit sistemik tertentu,
infeksi kongenital, trauma, atau radiasi (Fkih et al., 2007). Gejala gangguan
penglihatan tergantung dari letak kekeruhan lensa, ukuran, dan densitasnya. Lensa
yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan alat khusus dan tampak sebagai warna putih
pada pupil atau disebut dengan leukokoria. Untuk menegakkan diagnosis, dilakukan
anamnesa dan pemeriksaan mata lengkap dan untuk mencari kemungkinan
penyebabnya perlu dilakukan pemeriksaan tambahan lainnya (Paul dan John, 2007).
Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup
berarti terutama akibat penanganan yang kurang tepat. Penatalaksanaan katarak
kongenital meliputi tindakan pembedahan baik dengan atau tanpa pemasangan
lensa intraokular, dilakukan untuk mendukung fungsi penglihatan yang berkembang
secara normal. Jika penyebabnya diketahui, maka dilakukan pengobatan terhadap
penyebab terjadinya katarak kongenital (Elizabeth 2006).
Kompetensi dokter umum pada kasus katarak adalah level 3A, yang artinya
dokter mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan, dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan. Oleh karena itu pada laporan kasus panjang ini
akan dibahas mengenai kasus katarak kongenital dan pembahasan nya, sehingga
diharapkan sebagai dokter umum, kita dapat mengenali secara dini katarak
kongenital dengan harapan dapat segera dilakukan penanganan sehingga mencegah
komplikasi penglihatan yang timbul.
1
1.2 Rumusan Masalah
Apakah etiologi dari katarak kongenital ?
Bagaimana cara menegakkan diagnosis katarak kongenital ?
Bagaimana penatalaksanaan katarak kongenital ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui etiologi dari katarak kongenital
Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosis katarak kongenital
Untuk mengetahui penatalaksanaan katarak kongenital
1.4 Manfaat
Menambah pengetahuan dan referensi menganai katarak kongenital
Dapat dijadikan acuan dalam praktek klinis untuk diagnosis dan
penatalaksanaan katark kongenital
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang telah muncul pada saat bayi
lahir atau muncul dalam waktu singkat setelah lahir (Hejtmancik, 2008). Disebutkan
dalam referensi lain, katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang yang
terjadi sebelum perkembangan refleks fiksasi terjadi yaitu sebelum usia 2-3 bulan
(AAO, 2011).
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian katarak kongenital di Inggris adalah 2,49 per 10.000 populasi
dapa bayi berumur 1 tahun. Insidensi meningkat menjadi 3,46 per 10.000 populasi
berumur 15 tahun karena keterlambatan diagnosis. Setiap tahunnya di Inggris
terdapat 200-300 kasus bayi lahir dengan katarak kongenital. Katarak kongenital
bertanggungjawab sekitar 10% dari seluruh kehilangan penglihatan pada anak, di
seluruh dunia diperkirakan 1 dari 250 bayi lahir memiliki beberapa bentuk katarak
(Paul dan John, 2007). Di Indonesia belum ada data yang signifikan tentang angka
kejadian katarak kongenital.
2.3 Embriologi Lensa
Mata berkembang dari tiga lapisan embrional primitive yaitu ectoderm
permukaan, terrmasuk derivatnya yaitu crista neuralis, ectoderm neural dan
mesoderm. Ektoderm permukaan membentuk epidermis palpebra, glandula
adnexa, silia, glandula lakrimalis, lensa, epitelkornea, konjungtiva. Mata berasal
dari tonjolan otak (optic vesicle). Lensa berasal dari ectoderm permukaan pada
tempat lens placode (penebalan), yang kemudian mengadakan invaginasi (lens pit)
dan melepaskan diri dari ectoderm permukaan membentuk vesikel lensa ( lens
vesicle) dan bebas terletak di dalam batas-batas dari optic cup (Paul dan John,
2007)
Segera setelah vesikel lensa terlepas dari ectoderm permukaan (30 hari
gestasi), maka sel-sel bagian posterior memanjang dan menutupi bagian yang
kosong (40 hari gestasi). Sel-sel yang mengalami elongasi in i disebut sebagai serat
lensa primer (nukleus embrionik). Sel pada bagian anterior lensa terdiri dari sel-sel
3
kuboid yang dikenali sebagai epitel lensa. Kapsul lensa berasal dari epitel lensa
pada bagian anterior dan dari serat lensa primer pada bagian posterior.
Pada tahap 7 minggu yaitu sewaktu lensa terlepas dari ectoderm
permukaan, kapsul hialin dikeluaran oleh epitel lensa. Serat-serat lensa sekunder
memanjang dari daerah ekuatorial dan bertumbuh ke depan di bawah epitel
subkapsular, yang tetap berupa selapis sel epitel kuboid. Serat-serat ini juga
memanjang dan bertumbuh kebelakang di bawah kapsul posterior. Hasilnya serat
lensa sekunder ini membentuk nukleus fetal. Serat-serat ini bertemu membentuk
sutura lentis Y yang tegak di anterior dan Y yang terbalik di posterior.
Pembentukan lensa selesai pada umur 8 bulan penghidupan fetal. Inilah
yang membentuk substansi ilensa yang terdiri dari korteks dan nukleus.
Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat sekunder berlangsung terus selama
hidup tetapi lebih lambat, karenanya lensa menjadi bertambah besar lambat-
lambat. Epitel lensa akan membentuk serat primer lensa secara terus menerus
sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa yang
membentuk nukleus lensa. Kemudian terjadi kompresi dari serat-serat tersebut
dengan disusul oleh proses sklerosis yang menyebabkan kakunya lensa apabila
semakin tua. Pada masa dewasa pertumbuhan lensa selanjutnya kearah perifer
dan subkapsular (Paul dan John, 2007)
2.4 Anatomi dan Fisiologi Lensa
Lensa mata merupakan struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan
transparan. Tebalnya sekitar 5 mm dengan diameter sekitar 9 mm dibelakang iris,
lensa digantung oleh zonula yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Pada
bagian anterior lensa terdapat humor aqueous sedangkan pada bagian posteriornya
terdapat vitreus humor. Lensa memliki dua peran utama yaitu berfungsi sebagai
media refraksi dan proses akomodasi.
Lensa terdiri atas kapsul, korteks, dan nukleus. Kapsul lensa adalah sebuah
membran yang semipermeabel yang mempermudah air dan elektrolit masuk. Pada
bagian depan lensa terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus dan korteks
terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Garis-garis persambungan yang
terbentuk ini membentuk huruf Y yang dapat dilihat dengan slitlamp dimana bentuk
huruf Y tegak pada anterior dan terbalik pada posterior. Nukleus lensa lebih keras
daripada bagian korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar
subepitel terus diproduksi sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan
kurang elastik (AAO, 2011).
4
Gambar 2.1 Gambar Skematis Lensa (AAO, 2011)
Lensa manusia terdiri atas protein yaitu sekitar 33% dari berat keseluruhan
lensa. Protein lensa dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan kelarutan nya dalam air,
yaitu protein yang larut dalam air dan protein yang tidak larut dalam air. Sekitar 80%
protein lensa merupakan fraksi yang larut dalam air dan terutama terdiri dari
kelompok protein yang disebut crystallins. Protein crystallins ini telah dibagi dalam 2
kelompok besar, yaitu alpha dan gamma crystallins beta. Sedangkan protein lensa
yang tidak larut dalam air merupakan protein penyusun membran dan sitoskeleton.
Keseimbangan komposisi kedua jenis protein lensa ini penting dalam
mempertahankan transparansi lensa. Pada kondisi tertentu seperti penuaan, tinggi
nya kadar radikal bebas, dan gangguan metabolisme glukosa, akan mengubah
protein lensa yang larut dalam air menjadi protein lensa yang tidak larut dalam air
sehingga berpengaruh pada kejernihan lensa (AAO, 2011).
Transparansi lensa juga diatur oleh keseimbangan air dan kation (Natrium
dan Kalium) dimana kedua kation ini berasal dari humor aqueos dan vitreus. Kadar
kalium di bagian anterior lebih tinggi dibandingkan bagian posterior dan kadar
natrium lebih tinggi di bagian posterior daripada anterior lensa. Ion kalium akan
bergerak ke bagian posterior ke humor aqueos dan ion natrium bergerak ke arah
sebaliknya yaitu ke anterior untuk menggantikan ion kalium dan keluar melalui
pompa aktif Na-K ATPase. Fungsi pompa natrium bekerja dengan cara memompa
ion natrium keluar dan menarik ion kalium ke dalam dimana mekanisme ini
tergantung dari pemecahan ATP dan diatur oleh enzim Na-K ATPase. Inhibisi dari
Na-K ATP ase akan menyebabkan hilangnya keseimbangan kation sehingga terjadi
5
peningkatan kadar air dalam lensa dan gangguan dari hidrasi lensa ini menyebabkan
kekeruhan lensa (AAO, 2011).
Selain sebagai media refraksi, lensa juga berperan menjalankai fungsi
akomodasi yaitu dengan kontraksinya otot-otot siliar maka ketegangan zonula zinnia
berkurang sehingga lensa menjadi lebih cembung sehingga bayangan jatuh tepat
pada retina, terutama untuk melihat obyek dengan jarak yang lebih dekat.
2.5 Etiologi
Katarak kongenital dapat berdiri sendiri atau berhubungan dengan beberapa
kondisi, seperti abnormalitas kromosom, sindrom atau penyakit sistemik tertentu,
infeksi kongenital, trauma, atau radiasi (Fkih et al., 2007). Berikut ini tabel etiologi
katarak kongenital yang dibedakan berdasarkan penyebab manifestasi katarak
bilateral dan unilateral :
Gambar 2.2 Etiologi Katarak pada Anak (AAO, 2011)
6
2.6 Patofisiologi
Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa, nukleus
fetal, atau nukleus embrional, tergantung pada waktu stimulus karaktogenik atau di
kutub anterior atau posterior lensa apabila kelainannya terletak di kapsul lensa. Pada
katarak developmental, kekeruhan pada lensa timbul pada saat lensa dibentuk. Jadi
lensa belum pernah mencapai keadaan normal. Hal ini merupakan kelainan
kongenital. Kekeruhan pada katarak kongenital jarang sekali mengakibatkan
keruhnya seluruh lensa. Letak kekeruhannya tergantung saat terjadinya gangguan
pada kehidupan janin, sesuai dengan perkembangan embriologik lensa. Bentuk
katarak kongenital memberikan kesan tentang perkembangan embriologik lensa,
juga saat terjadinya gangguan pada perkembangan tersebut (AAO, 2011).
Kekeruhan lensa kongenital sering dijumpai dan seringkali secara visual tidak
bermakna. Kekeruhan parsial atau kekeruhan di luar visual aksis atau tidak cukup
padat untuk mengganggu transmisi cahaya, tidak memerlukan terapi selain evaluasi
untuk menilai perkembangannya. Berbeda hal nya dengan katarak kongenital sentral
yang padat yang memerlukan tindakan bedah. Katarak kongenital yang
menyebabkan penurunan penglihatan bermakna harus dideteksi secara dini,
sebaiknya di ruang bayi baru lahir oleh dokter anak atau dokter keluarga. Katarak
putih yang dan besar dapat tampak sebagai leukokoria yang dapat dilihat oleh
orangtua. Katarak infantilis unilateral yang padat, terletak di tengah, dan garis
tengahnya lebih besar dari 2 mm akan menimbulkan ambliopia deprivasi permanen
apabila tidak diterapi dalam masa 2 bulan pertama kehidupan sehingga mungkin
memerlukan tindakan bedah segera. Katarak bilateral simetrik memerlukan
penatalaksanaan yang tidak terlalu segera, tetapi apabila penanganannya ditunda
tanpa alasan yang jelas, dapat terjadi ambliopia deprivasi bilateral.
2.7 Morfologi Katarak Kongenital
Kekeruhan lensa pada katarak pada anak dapat dijumpai dalam berbagai
bentuk dan gambaran morfologik.
Anterior Polar Katarak
Merupakan jenis katarak yang sering dijumpai pada anak-anak. Gambaran klinis
berupa titik kecil putih pada center maupun kapsul anterior, umumnya berdiameter
1 mm. Diperkirakan merupakan tunika vaskulosa lentis yang tersisa. Katarak jenis
ini biasanya tidak mengganggu penglihatan secara signifikan, sehingga jarang
membutuhkan operasi. Anisometrop biasanya ditemukan, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan refraksi.
7
Nuklear Katarak
Kekeruhan lensa yang terjadi pada nukleus atau pada center lensa, dengan
ukuran 3mm, dengan densitas bervarias. Pada keadaan yang unilateral dapat
disertai mikrokornea sehingga beresiko menyebabkan afakia glaucoma post
operasi
Lamelar Katarak
Kekeruhan lensa yang berbentuk ring atau lentikular pada korteks lensa,
berukuran 5 mm, yan dapat berlangsung bilateral tapi asimetris densitasnya,
sehingga memungkinkan terjadinya ambliopia
Posterior Lentikonus/Lentiglobus
Adanya penipisan pada sentral maupun parasentral kapsul posterior lensa. Hal ini
mengakibatkan adanya gambaran “oil droplet” pada refleksnya. Biasanya hampir
selalu unilateral.
Persistent Fetal Vasculature
Adanya kegagalan dari kompleks vaskular hyaloids untuk beregresi, sehingga
tampak persisten vaskular hyaloids yang menghubungkan membran retrolental
dengan nervus optikus, walaupun kemudian pembuluh darah nya dapat regresi
dan hanya meninggalkan membran. Biasanya dikaitkan dengan mikrokornea dan
peningkatan TIO.
Posterior Subkapsular Katarak
Katarak jenis ini jarang dijumpai pada anak. Biasanya bersifat didiapat, bilateral,
dan cenderung progresif.
Berikut ini tabel yang membedakan karakteristik morfologi katarak pada anak :
Tabel Karakteristik Morfologi Katarak Pada Anak
Jenis Sifat Penyebaran Progresifitas Unilateral/Bilateral
Mikroftalmi
Anterior Kongenital Sporadik Stabil Keduanya -
Nuklear Kongenital Sporadik, Inherited
Stabil Keduanya +
Lamelar Didapat Sporadik, Inherited
Stabil, progresif
Bilateral -
Posterior Lentikonus
Didapat Sporadik Progresif Unilateral -
PFV Kongenital Sporadik Stabil Unilateral +
PSC Didapat Sporadik Progresif Bilateral -
8
2.8 Diagnosis
Anamnesis
Gejala yang sering di keluhkan oleh orang tua pasien adalah adanya bintik
putih pada mata. Bila katarak binocular, maka penglihatan kedua mata buruk
sehingga orang tua biasanya membawa anaknya dengan keluhan anak kurang
mampu melihat, tidak dapat fokus, atau kurang beraksi terhadap sekitarnya.
Anamnesis yang lengkap mengenai onset atau durasi, respon anak terhadap sekitar
nya, dan performa anak di sekolah perlu digali lebih dalam untuk menegakkan
diagnosis (Joseph, 2006).
Perlu juga digali mengenai riwayat keluarga dengan katarak kongenital,
riwayat kehamilan ibu (riwayat infeksi maternal, terutama pada trimester pertama),
riwayat persalinan (cara kelahiran, usia kehamilan, BBL, trauma saat persalinan),
serta riwayat tumbuh kembang anak (Joseph, 2006).
Pemeriksaan Fisik
Tanda yang sangat mudah untuk mengenali katarak kongenital adalah bila
pupil atau bulatan hitam pada mata terlihat berwana putih atau abu-abu. Hal ini
disebut dengan leukokoria. Pada setiap leukokoria diperlukan pemeriksaan yang teliti
untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Walaupun 60 % pasien dengan
leukokoria adalah katarak congenital. Leukokoria juga terdapat pada retiboblastoma,
ablasio retina, fibroplasti retrolensa dan lain-lain (Ilyas, 2007). Berikut ini beberapa
gambaran leukokoria pada katarak kongenital :
Gambar 2.2 Leukokoria pada Katarak Kongenital (Paul dan John, 2007)
9
Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi adalah makula lutea
yang tidak cukup mendapatkan rangsangan. Proses masuknya sinar pada saraf mata
sangat penting bagi penglihatan bayi pada masa mendatang, karena bila terdapat
gangguan masuknya sinar setelah 2 bulan pertama kehidupan, maka saraf mata
akan menjadi malas dan berkurang fungsinya. Makula tidak akan berkembang
sempurna hingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka biasanya visus tidak
akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris. Selain itu katarak kongenital
dapat menimbulkan gejala nistagmus, strabismus, dan fotofobia. Apabila katarak
dibiarkan maka bayi akan mencari-cari sinar melalui lubang pupil yang gelap dan
akhirnya bola mata akan bergerak-gerak terus karena sinar tetap tidak ditemukan
(Paul dan John, 2007).
Katarak kongenital sering terjadi bersamaan dengan kelainan okular atau
kelainan sistemik lainnya. Hal ini didapatkan pada pasien-pasien dengan kelainan
kromosom dan gangguan metabolik.Kelainan okular yang dapat ditemukan antara
lain mikroptalmos, megalokornea, aniridia, koloboma, pigmentasi retina, atofi retina
dan lain-lain. Sedangkankelainan non okular yang didapati antara lain : retardasi
mental, gagal ginjal, anomali gigi, penyakit jantung kongenital, facies mongoloid dan
sebagainya.
Pemeriksaan mata yang dianjurkan pada seluruh bayi baru lahir untuk
skrining katarak kongenital, yaitu :
a. Pemeriksaan red reflex pada ruang gelap menggunakan oftalmoskop secara
simultan pada kedua mata. Pemeriksaan ini disebut juga illumination test, red
reflex test atau rückner test.
b. Retinoskop melalui pupil yang tidak berdilatasi. Dapat memprediksikan katarak
aksial pada anak-anak preverbal.
Penilaian fungsi visual dapat digunakan untuk menentukan penanganan
terhadap katarak. Kekeruhan kapsul anterior tidak signifikan secara visual.
Kekeruhan sentral/posterior yang cukup densitasnya, diameter >3 mm, biasanya
cukup bermakna mempengaruhi visual (Paul dan John, 2007).
Pemeriksaan Penunjang
a. Slit lamp (dengan kedua mata sudah didilatasikan terlebih dahulu) dapat
membantu melihat morfologi katarak, posisi lensa dan melihat abnormalitas pada
kornea, iris dan bilik mata depan
b. Funduskopi untuk menilai segmen posterior baik diskus, retina, dan makula
c. USG untuk menilai segmen posterior bila tidak dapat dinilai dengan funduskopi
10
d. Laboratorium
- Katarak unilateral biasanya tidak berhubungan dengan penyakit-penyakit
sistemik atau metabolic sehingga tidak memerlukan pemeriksaan
laboratorium
- Katarak bilateral berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik atau
metabolic. Jika diketahui adanya riwayat keluarga aau pemeriksaan lensa
orang tua anak menunjukkan katarak secara kongenital maka dilakukan
evaluasi laboratorium meliputi pemeriksaan urine, TORCH titer, Level
kalsium, fosfor, red cell galaktokinase dalam darah, serum ferritin
2.9 Penatalaksanaan
Beberapa katarak tidak menyebabkan gangguan penglihatan dan tidak
membutuhkan terapi pembedahan. Jika katarak memberi efek pada penglihatan,
dipertimbangkan pembedahan untuk mengeluarkan lensa dari mata. Katarak sedang
hingga berat yangmengganggu penglihatan, atau sebuah katarak yang hanya ada
pada satu mata membutuhkan operasi pengangkatan katarak. Kebanyakan bedah
katarak (nonkongenital), dimasukkan lensaintraokular buatan (IOL) kedalam mata.
Namun penggunaan IOL pada anak-anak masih kontroversi. Tanpa IOL, bayi akan
membutuhkan lensa kontak (Christopher, 2012).
Penatalaksanaan meliputi :
a. Evaluasi
Karena seluruh proses dalam penanganan sebuah katarak kongenital lebih
komplek, sangatlah penting untuk membuat keputusan yang tepat selama evaluasi
sebelum operasi. Pada dewasa, kita ketahui bahwa hal yang paling menyebabkan
hasil tidak baik pada bedah katarak disebabkan oleh pemilihan kasus yang tidak
tepat. Keputusan yang tidak tepat pada anak-anak stadium ini dapat menyebabkan
buta sepanjang hidup mereka (Christopher, 2012).
Katarak kongenital tidak hanya berefek pada anak-anak namun juga kepada
keluarga dekat mereka. Uang yang digunakan untuk pengobatan lebih bermanfaat
untuk menyekolahkananak lain. Sangatlah penting untuk memastikan bahwa
keluarga mengerti tentang prognosis dan lamanya pengobatan karena sebagian
besar merekalah yang melakukan tanggung jawab akan hal tersebut. Keluarga juga
harus mencari partner dan kolega dalam menangani anak-anak mereka (Christopher,
2012).
11
b. Investigasi
Ada banyak kondisi yang dihubungkan dengan katarak pada masa anak-
anak. Kebanyakan dari penyebab tersebut adalah jarang, dan pada banyak anak kita
tidak mengetahui penyebabnya.Tidak ada keuntungan melakukan banyak tes dan
investigasi pada semuaanak dengan katarak. Akan lebih baik jika melakukan sebuah
anamnesis dengan teliti, termasuk riwayat penyakit keluarga, dari kedua orang tua.
Bertanya tentang penyakit atau obat-obatan yang digunakan selama kehamilan, dan
memastikan anak-anak berkembang dengan normal. Ingat bahwa setiap anak yang
buta akan mengalami beberapa perkembangan yang terlambat, dan hal ini biasanya
akan baik bila penglihatan diperbaiki (Christopher, 2012)
Meskipun, perkembangan bicara dan dengar pasien seharusnya normal.Jika
mungkin, anak-anak seharusnya diperiksa oleh dokter spesialis anak, yang bisa
melihat kelainan kongenital, dan menentukan apakah anak tersebut cukup sehat
untuk dilakukan anastesi umum. Jika pada anamnesis dan pemeriksaan tidak ada
petunjuk yang mengarahkan penyebab katarak, ada hal-hal kecil yang dilakukan
pada investigasi selanjutnya (Christopher, 2012)
c. Pembedahan
Bedah katarak pada anak-anak sangatlah berbeda dengan orang dewasa.
Operasi dilakukan dengan anastesi umum, yang mungkin berhubungan dengan
kelainan jantung kongenital atau kelainan kongenital lainnya. Perlakuan mata pada
anak sangat berbeda dengan mata orang dewasa. Bedah katarak kongenital
sebaiknya hanya dilakukan dipusat-pusat yang mempunyai perlengkapan untuk
memenuhi persyaratan prosedur tertentu (Khurana,2007)
Lensektomi
Dalam sebuah lensektomi, kebanyakan lensa dan vitreous anterior di
ekstraksi. Hal ini membuat axis penglihatan bersih secara permanen. Meskipun, hal
tersebut dilakukan oleh mesin vitrektomi. Menggunakan sebuah pemilihara COA
yang dimasukkan ke dalam kornea. Lalu mengekstraksi kapsul anterior lensa dengan
vitrektor, meninggalkan tepi kapsul lensa yang intak. Lensa diaspirasi, lalu kapsul
posterior dan anterior vitreous diekstraksi menggunakan pemotong dari vitrektor. Jika
saja sebuah tepi kapsul yang intak tetap dipertahankan, hal tersebut memungkinkan
untuk memasukkan sebuah IOL saat pembedahan atau dikemudian hari sebagai
prosedur kedua (Khurana,2007)
12
Extra-Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Kapsul anterior pada anak jauh lebih elastis daripada lensa orang dewasa.
Hal ini membuat continuous curvilinear capsulorhexis (CCC) menjadi lebih sulit. The
rhexis should be kept small (4-5mm) as the lens matter dapat dengan mudah
diaspirasi oleh sebuah kanul Simcoe. Alternatif lain, sebuah kapsulotomi standar
yang pembuka dapat dilakukan. Jika kapsul yang ditinggalkan intak, kapsul tersebut
akan menjadi keruh. Pada dewasa,kapsul posterior yang keruh tidak signifikan
mengganggu penglihatan. Meskipun pada ank-anak,setiap mata sebenarnya akan
membutuhkan kapsulotomi. Beberapa pembedah melakukan sebuah kapsulotomi
primer pada akhir ECCE. Bagaimanapun, hal ini sering kali berakhir dan
membutuhkan perbaikan, terutama pada anak yang lebih muda (Khurana,2007)
Sebuah lansektomi kebanyakan dilakukan pada anak usia dibawah 5 tahun
dan ECCE pada anak yang lebih tua. Secara rasional dilakukan karena anak yang
lebih tua mempunyai risiko lebih besar menderita ambliopia, sehingga penglihatan
hilang dari kapsul yang keruh dapat kembali lagi. Pada anak yang lebih muda,
kekeruhan pada lensa dapat mengarah pada ambliopia yang irreversibel dan harus
dicegah. Pada tehnik ini, bagian depan kapsul dipotong dan diangkat, lensa dibuang
dari mata, sehingga menyisakan kapsul bagian belakang. Lensa intraokuler buatan
dapat dimasukkan kedalam kapsul tersebut (Khurana,2007)
Selama pembedahan, sebuah pembukaan yang kecil dibuat disisi dalam
kornea melewati mata bagian depan. Seorang anak biasanya dibiarkan tertidur
semalam sehingga pihak rumah sakit dapat meyakinkan bahwa penyembuhan
berjalan baik. Saat lensa yang katarak dikeluarkan, biasanya diganti dengan lensa
buatan yang diletakkan di dalam mata (intraocular lens atau IOL), namun didalam
banyak kasus katarak kongenital/ pada anak hal ini tidak dilakukan dan dibutuhkan
kacamata atau lensa kontak. Beberapa ahli merekomendasikan penggunaan lensa
kontak untuk anak-anak atau bayi dibandingkan dengan implant (IOL). Karena lensa
kontak tidak ditanam ke dalam mata, sehingga mereka akan lebih mudah mengganti
atau melepas sesuai kebutuhan karena mata masih terus tumbuh dan berkembang.
Pemasangan secondary implant IOL dapat dilakukan bila pada operasi ekstraksi
lensa dilakukan pemasangan IOL (Khurana,2007)
Intra Ocular Lenses (IOLs)
Pada anak-anak sangatlah penting untuk mengkoreksi apakia sesegera
mungkin setelahpembedahan.Salah satu pilihan adalah untuk menanam sebuah IOL
ketika katarak di ekstraksi. Sayangnya hal tersebut bukanlah hal yang
13
sederhana.Saat lahir lensa manusia lebih sferis dibanding orang dewasa.Lensa
tersebut mempunyai kekuatan sekitar 30D, dimana mengkompensasi untuk jarak
axial lebih dekat dari mata bayi. Hal ini turun sekitar 20-22D setiap 5 tahun. Artinya
bahwa sebuah IOL yang memberikan penglihatan normal pada seorang bayi
akanmembuat miopia yang signifikan saat dia lebih tua. Hal tersebut merupakan
komplikasi lanjutkarena perubahan kekuatan kornea dan perpanjangan axial dari
bola mata.Perubahan-perubahan ini paling cepat terjadi bebrapa tahun pertama
kehidupan dan hal ini hampir tidak mungkin untuk memprediksi kekuatan lensa untuk
bayi (Khurana,2007)
2.10 Pasca Operasi
Pada dewasa, perawatan setelah operasi dibutuhkan, berupa tetes mata dan
kacamata jika dibituhkan. Pada anak-anak, pembedahan hanyalah awal dari
pengobatan karena bisa rekuren danhal ini harus dijelaskan sejak awal. Kacamata
harus segera disesuaikan ketika anak sudah bisa memakainya. Setelah operasi,
mata mungkin akan terasa tidak nyaman dan gatal. Mata akan ditutup untuk
beberapa hari untuk membantu proses penyembuhan dan melindunginya. Rumah
sakit akan memberikan tetes mata yang mencegah inflamasi dan infeksi, yang
biasanya dipakai selama satu atau dua bulan untuk membantu proses
penyembuhan. Tetes mata segera dipakai setelah penutup mata dilepas, biasanya
sehari setelah operasi. Jika mata masih terasa tidak nyaman, pertimbangkan
pemberian analgetik (Khurana,2007).
Monitor penyembuhan post-operasi dan lihat perkembangannya. Ajarkan cara
menetes mata kepada orang tua atau keluarga terdekat cara meneteskan tetes mata.
Ajarkan beberapa tehnik perawatan post-operasi seperti memandikan anak,
memakaikan plastik pelindung mata (pakaikan selalu kepada anak, kecuali malam
hari untuk mencegah anak mengucek mata setelah operasi), tetap menjaga
kebersihan mata tanpa menguceknya dan mencucinya hingga bersih, beritahu
berapa lama pelindung mata tersebut digunakan. Semua ini dilakukan agar
mendapatkan penyembuhan terbaik dan meminimalisasi risiko infeksi
(Khurana,2007).
Refraksi
Prioritas utama adalah mengkoreksi apakia dan hal ini harus ditangani
sesegera mungkin. Di negara maju lensa kontak digunakan secara luas. Mereka
dapat diganti dengan mudah dan kekuatan dapat dimodifikasi. Meskipun,
14
penggunaan lensa kontak membutuhkan kebersihan water solution dan sanitasi.
Alternatif lain menggunakan kacamata atau IOL. Bahkan meskipun IOL digunakan
akan tetap ada error refraksi yang residual, kacamata tetap menjadi pilihan untuk
kemungkinan mendapatkan penglihatan yang terbaik. Kacamata harus disesuaikan
sesegera mungkin saat anak sudah bisa menggunakannya. Refraksi harus di periksa
secara reguler, setidaknya setiap 4 bulan sampai berumur 2 tahun, dan menjadi
setahun sekali setelah berumur 5 tahun (Khurana,2007)
Ambliopia
Kebanyakan anak-anak dengan katarak kongenital akan menjadi ambliopia.
Karena gambaran retina menjadi buram oleh katarak, penglihatan tidak berkembang
sebagaimana mestinya, dan otak tidak dapat menangkap sensitivitas informasi dari
mata. Ekstraksi katarak dan koreksi apakia, akan mengembalikan kejernihan gambar
tetapi otak masih butuh pembelajaran untuk melihat, dan hal ini membutuhkan waktu.
Jika mata tidak pernah memiliki penglihatan yang jernih, mereka tidak akan pernah
melihat atau memandang secara benar dan dapat menyebabkan nistagmus. Jika
penglihatan diperbaiki, nistagmus sering berubah, jadi nistagmus pada anak-anak
bukanlah kontraindikasi untuk pembedahan (Khurana,2007)
Seringkali satu mata akan menjadi lebih baik dari yang lain dan hal ini akan
menjadi mata yang dominan, yang membuat mata lainnya menjadi amblopia. Satu-
satunya cara untuk mendeteksi halini adalah pengukuran visus secara reguler pada
setiap mata. Jika satu mata memiliki satu atau dua derajat lebih buruk dari mata yang
lain tanpa penjelasan yang jelas, hal tersebut mungkin merupakan amblopia dan
anak tersebut membutuhkan pengobatan untuk mata yang dominan. Risiko amblopia
merupakan risiko terbesar selama tahun pertama kehidupan dan menurun secara
signifikan setelah tahun kelima (Khurana,2007)
2.11 Komplikasi
Setiap anak yang tidak dilakukan kapsulektomi posterior, kapsul tersebut
akan berkembangmenjadi keruh. Hal ini dapat diobati dengan membuat sebuah
bukaan didalam kapsul dengan laseratau jarum. Alternatif lain , kapsul posterior dan
vitreous anterior dapat di ekstraksi dengan sebuahvitrektor. Jika kapsul dibuka tanpa
mengeluarkan vitreus, kekeruhan mungkin akan rekuren padaanterior hyaloid face.
Kehilangan penglihatan satu mata dari peningkatan kekeruhan kapsul akanmenjadi
asimptomatis dan bisa dideteksi hanya dengan pemeriksaan yang
15
reguler .Komplikasilanjut seperti glaukoma, infeksi mata, ablasio retina mungkin
terjadi setelah bedah sekita 2 % dari kasus(Khurana,2007)
Glaukoma mungkin timbul setelah lensektomi, sebagian jika di ekstraksi pada
minggu pertama kehidupan. Glaukoma ini sangat susah untuk diobati dan frekuensi
nya mengarah kekebutaan. Menunda operasi sampai bayi berumur 3-4 bulan
membuat visus mata tidak sampai 6/6namun dapat menurunkan risiko glaucoma
(Khurana,2007)
Ablasio retina lebih sering terjadi pada bedah katarak kongenital.Sering timbul
sangat lambat, sekitar 35 tahun setelah operasi. Jika bebrapa pasien mengeluh tiba-
tiba kehilangan penglihatan, bahkan meskipun bertahun-tahun setelah operasi
katarak kongenital, hal tersebut dianggap sebagai akibat dari ablasio retian sampai
dibuktikan terdapat penyebab yang lain.Komplikasi lebih biasa terjadi pada anak
dibawah umur satu tahun yang melakukan operasikatarak kongenital, seperti bengak,
perdarahan, a lot of stickiness, nyeri atau kemerahan didalamatau disekitar mata
yang dioperasi.Masalah ini dapat ditangani dengan sempurna bila orang tua segera
membawa anak tersebut ke rumah sakit (Khurana,2007).
2.12 Prognosis
Prognosis visual untuk pasien katarak anak yang membutuhkan operasi tidak
sebagus pada pasien dengan katarak senilis. Terjadinya amblyopia dan anomali
nervus optik atau retina membatasi tingkat visus yang cukup bermakna. Prognosis
untuk perbaikan ketajaman visus paska operasi lebih buruk pada katarak kongenital
unilateral dan lebih baik pada katarak kongenital lengkap bilateral progresif lambat
(Paul dan John, 2007).
16
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : By. D
Umur : 2 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jenggolo RT 8 RW 2 Kepanjen Malang
Agama : Islam
Register : 11138xxx
3.2 Anamnesis
(Autoanamnesis dari orang tua pasien pada tanggal 30 Oktober 2013)
Keluhan utama
Bercak putih di kedua mata sejak lahir
Riwayat penyakit sekarang
Sejak pasien lahir, orang tua pasien mengaku terdapat bercak putih di daerah
bagian tengah kedua mata pasien. Bercak tersebut tidak hilang saat berkedip.
Orang tua pasien tidak langsung membawa ke dokter karena mengganggap akan
hilang sendiri. Namun setelah pasien berusia 2 bulan, orang tua pasien mulai
khawatir karena bercak tersebut tidak kunjung hilang malah seakan-akan semakin
membesar. Pasien juga dikeluhkan kurang respon dengan sekitar dan saat
melihat seringkali tidak fokus. Keluhan mata merah (-), kotoran mata (-), belek (-),
berair (-).
Riwayat penyakit dahulu
Pasien didiagnosa memiliki kelainan jantung bawaan (PDA sedang) 3 minggu
yang lalu
Riwayat keluarga
Riwayat keluarga dengan keluhan serupa (-)
Riwayat kehamilan
Ibu rutin ANC ke bidan setiap 2 bulan, riwayat demam saat hamil muda (+),
riwayat keputihan (+) bayak, gatal, dan berbau, riwayat sering makan lalapan,
riwayat sering makan daging yang belum masak (-), riwayat konsumsi obat-
obatan/jamu selama hamil (-), hanya vitamin dari bidan
17
Riwayat persalinan
Pasien lahir cukup bulan, persalinan normal di bidan, BBL 2900 gram, riwayat
trauma saat persalinan (-)
Riwayat pengobatan
Pasien mendapatkan obat dari dokter anak untuk penyakit jantung nya : Digoxin,
Furosemid, Captopril, dan KSR. Untuk sakit mata nya ini, pasien belum pernah
mendapatkan obat.
Riwayat sosial
Hewan peliharaan (-)
3.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Cukup, compos mentis
Nadi : 132 kali/menit
Frekuensi nafas : 36 kali/menit
Kepala : Mikrocephali
Leher : PKL (-)
Jantung : BJ I-II reguler, murmur (+) pan sistolik ICS II infraklavkula
Paru : Suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen : Flat, supel, bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
Pemeriksaan Oftalmologi
Blink reflex (-) Visus Blink reflex (-)
Esotropia Posisi Bola Mata
Esotropia
Nystagmus (+) Gerak Bola Mata
Nystagmus (+)
Madarosis (-) Suprasilia Madarosis (-)
Trichiasis (-), Entropion (-),
Ektropion (-)
Silia Trihiasis (-), Entropion (-),
Ektropion (-)
Spasme (-), Edema (-) Palpebra Spasme (-), Edema (-)
Tidak menyempit Rima okuli Tidak menyempit
CI (-), PCI(-) Konjungtiva CI (-), PCI (-)
Jernih Kornea Jernih
Dalam Kamera Okuli Anterior
Dalam
Radial line, coklat Iris Radial line, coklat
18
Bulat, diameter 3mm, RP (+) Pupil Bulat, diameter 3mm, RP (+)
Keruh tidak rata Lensa Keruh tidak rata
n/p TIO n/p
Funduskopi :
Refleks fundus ODS (+) dim
Detail : sde
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Darah Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal Kesan
Hemoglobin 10.70 gr/dl 13.4 – 17.7 Menurun
Eritrosit (RBC) 3.85 106/µL 4.0 – 5.5 Menurun
Leukosit (WBC) 12.11 103/ µL 4.3 – 10.3 Meningkat
Hematokrit 31.9 % 40 – 47 Menurun
Trombosit (PLT) 821 103/ µL 142 – 424 Meningkat
MCV 82.90 fL 80 – 93 Normal
MCH 27.80 Pg 27 – 31 Normal
MCHC 33.50 g/dl 32 – 36 Normal
RDW 15.80 % 11.5-14.5 Meningkat
LED 23 mm/jam
Hitung jenis
Eosinofil 2.6 % 0-4 Normal
Basofil 0.3 % 0-1 Normal
Neutrofil 34.1 % 51-67 Menurun
Limfosit 57.6 % 25-33 Meningkat
Monosit 5.4 % 2-5 Meningkat
Faal Hemostasis Nilai Satuan Kontrol Kesan
PPT 13.7 detik 11.6 Normal
APTT 39.7 detik 24.9 Memanjang
19
Kimia Klinik Nilai Satuan Nilai Normal Kesan
SGOT 29 U/l 0-32 Normal
SGPT 9 U/l 0-33 Normal
Ureum 14.7 mg/dl 16.6-48.5 Normal
Kreatinin 0.53 mg/dl < 1.2 Normal
GDS 90 mg/dl < 200 Normal
Kolesterol Total 181 mg/dl Normal
TG 335 mg/dl <150 Meningkat
Imunoserologi Nilai Satuan Intepretasi
Anti Rubella IgM 12.30 COI
Negatif < 0.8
Intermediete 0.8 sd 1.0
Positif ≥ 1.0
Anti Rubella IgG 53.47 IU/mlNegatif < 10
Positif ≥ 10
Anti Toxoplasma IgM 0.468 COI
Negatif < 0.8
Intermediete 0.8 sd 1.0
Positif ≥ 1.0
Anti Toxoplasma IgM 141.6 IU/ml
Negatif < 1
Intermediete 1 sd 3
Positif ≥ 3
Hasil USG Mata
3.5 Diagnosis
ODS Katarak Kongenital ec Rubella Syndrome
20
Nystagmus
Esotropia Sensory Deprivasi dd Esotropia Kongenital
3.6 Planning Terapi
Pro ODS ECCE dengan GA
Homatropin ed 3 x 1 ODS
Konsul anak
3.7 Planning Monitoring
Visus
Keluhan
Perdarahan
3.8 Planning Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
KIE mengenai kondisi pasien
KIE mengenai rencana operasi, tujuan, prosedur, dan komplikasinya
3.9 Prognosis
Visam : dubia et bonam
Vitam : dubia et bonam
Sanam : dubia et bonam
Kosmetik : dubia et bonam
3.10 Follow Up
• Pasien telah dilakukan ECCE + capsulotomy posterior + perifer iridectomy
dengan GA pada tanggal 30 Oktober 2013
• Terapi Medikamentosa :
- Tobroson ed 6x1 ODS
- Homatropin ed 4x1 ODS
- Cefadroxil syr 2x1/2 cth
- Pondex syr 3x1/2 cth
- Methilprednisolon 3x2mg
- Lain lain à TS Pediatri
21
22
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Resume
Bayi perempuan usia 2 bulan dikeluhkan memiliki bercak putih pada kedua
mata sejak lahir, bercak putih tidak hilang saat berkedip, keluhan mata merah (-)
berair (-), belek (-). Hingga pasien berusia 2 bulan, orang tua pasien mulai khawatir
karena bercak tersebut tidak kunjung hilang malah seakan-akan semakin membesar.
Pasien juga dikeluhkan kurang respon dengan sekitar dan saat melihat seringkali
tidak fokus. Riwayat kehamilan didapatkan ibu sering demam pada saat hamil muda,
keputihan yang berbau dan gatal (+). Pasien lahir normal di bidan dengan BBL 2900
gram. Riwayat ibu sering mengkonsumsi lalapan (+), kontak dengan hewan
peliharaan (-). Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama disangkal. Pasien
didiagnosa memiliki penyakit jantung bawaan (PDA sedang) 3 minggu yang lalu oleh
dokter anak.
Dari pemeriksaan ophthalmologi, didapatkan kedudukan bola mata esotropia,
nystagmus (+), palpebra dan segmen anterior dalam batas normal, lensa ODS keruh
tidak rata, dan TIO normal per palpasi. Pada pemeriksaan funduskopi didadapkan
Refleks Fundus ODS (+) dim, dan detail segmen posterior sulit dievaluasi.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah USG mata dengan hasil. Dari
pemeriksaan serologi visrus ditemukan kadar IgM dan IgG anti Rubella postitif, IgG
anti Toxoplasma positif, dan IgM anti Toxoplasma negatif.
Pasien didiagnosis ODS katarak kongenital ec Rubella Syndrome,
nystagmus, dan esotropia sensory deprivasi dd esotropia kongenital. Pasien
direncanakan untuk dilakukan operasi ekstraksi katarak dengan ECCE tanpa IOL.
KIE yang diberikan kepada keluarga pasien meliputi kondisi pasien saat ini, rencana
operasi, komplikasi, dan prognosis nya.
4.2 Analisa Kasus
Gejala yang di keluhkan oleh orang tua pasien pada kasus ini adalah adanya
bintik putih pada mata serta pandangan yang tidak fokus. Dari pemeriksaan
ophthalmologi didapatkan lensa ODS keruh tidak rata. Tanda yang sangat mudah
untuk mengenali katarak kongenital adalah bila pupil terlihat berwana putih atau abu-
abu. Hal ini disebut dengan leukokoria. Bila katarak binokular, maka penglihatan
kedua mata buruk sehingga orang tua biasanya membawa anaknya dengan keluhan
23
anak kurang mampu melihat, tidak dapat fokus, atau kurang beraksi terhadap
sekitarnya (Paul dan John, 2007).
Pada pemeriksaan visus didapatkan blink refleks ODS positif. Pemeriksaan
mata yang dianjurkan pada seluruh bayi baru lahir untuk skrining katarak kongenital,
yaitu pemeriksaan red reflex dengan menggunakan oftalmoskop secara simultan
pada kedua mata dan pemeriksaan retinoskop melalui pupil yang tidak berdilatasi.
Penilaian fungsi visus dapat digunakan untuk menentukan penanganan terhadap
katarak. Kekeruhan kapsul anterior seringkali tidak signifikan secara visual. Namun
kekeruhan sentral/posterior yang cukup densitasnya, diameter >3 mm, biasanya
cukup bermakna mempengaruhi visual (Paul dan John, 2007). Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan antara lain slit lamp, funduskopi, atau USG mata
apabila dengan funduskopi segemen posterior tidak dapat dievaluasi karena
kekeruhan lensa. Seperti hal nya pada pasien ini, karena hasil funduskopi refleks
fundus ODS dim, maka dilakukan USG mata.
Bintik putih pada mata tersebut muncul sejak lahir. Hal ini menjelaskan
bahwa proses kekeruhan katarak telah terjadi pada masa perkembangan janin
intrauterin. Lensa mata berasal dari lapisan ectoderm permukaan, yang kemudian
mengadakan invaginasi (lens pit) dan melepaskan diri dari ectoderm permukaan
membentuk vesikel lensa (lens vesicle). Segera setelah vesikel lensa terlepas dari
ectoderm permukaan, sel-sel bagian posterior membentuk serat lensa primer
(nukleus embrionik). Serat-serat lensa sekunder memanjang dari daerah ekuatorial
dan tumbuh ke depan di bawah epitel subkapsular, dan ke belakang di bawah
kapsul posterior, membentuk nukleus fetal. Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-
serat sekunder berlangsung terus namun dengan lambat, karenanya lensa menjadi
bertambah besar secara lambat. Epitel lensa akan membentuk serat primer lensa
secara terus menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian
sentral lensa yang membentuk nukleus lensa (Paul dan John, 2007). Pada katarak
kongenital, kelainan utama terjadi di pada saat pembentukan nukleus lensa, nukleus
fetal, atau nukleus embrional, tergantung pada waktu stimulus karaktogenik atau di
kutub anterior atau posterior lensa apabila kelainannya terletak di kapsul lensa.
Katarak kongenital dapat berdiri sendiri atau berhubungan dengan beberapa
kondisi, seperti abnormalitas kromosom, sindrom atau penyakit sistemik tertentu,
infeksi kongenital, trauma, atau radiasi (Fkih et al., 2007). Faktor resiko yang
ditemukan dari anamnesa pada kasus ini adalah riwayat infeksi intrauterin. Ibu
pasien mengeluh sering demam saat usia kehamilan muda disertai keputihan yang
gatal dan berbau. Selain itu, riwayat diet yang kurang higienis, yaitu sering
24
mengkonsumsi lalapan dengan sayuran yang tidak direbus. Kecurigaan adanya
infeksi intrauterin dibuktikan dengan hasil uji serologis yang menunjukkan kadar IgM
dan IgG anti Rubella postitif, IgG anti Toxoplasma positif, dan IgM anti Toxoplasma
negatif. Hal ini medukung ke arah infeksi maternal TORCH yang seringkali
memberikan gejala katarak kongenital bilateral. Temuan lain yang mendukung
adalah adanya mikrosefali dan penyakit jantung bawaan berupa PDA. Kelainan
kongenital lain perlu ditelusuri pada kasus katarak kongenital, karena mungkin terkait
dengan sindrom tertentu. Pada kasus ini, katarak kongenital yang terjadi dikaitkan
dengan suatu sindrom yang disebut Sindrom Rubella Kongenital. Sindrom Rubella
Kongenital merupakan sekelompok kelainan fisik yang terjadi pada bayi akibat infeksi
ibu dan infeksi janin oleh virus rubella. Trias kelainan yang didapatakan antara lain :
tuli sensorineural, kelainan mata (retinopathy, katarak, microphthalmia), dan kelainan
jantung terutama PDA. Kecacatan lain yang dapat ditemukan : retardasi mental,
mikosefali, BBLR, kelainan hepar, lien, dan bone marrow, dan mikrognathia
(Hussain, 2006).
Penatalaksanaan katarak kongenital pada kasus ini adalah dengan dilakukan
ekstraksi katarak dengan teknik ECCE. Katarak yang memberi efek pada penglihatan
dipertimbangkan pembedahan untuk mengeluarkan lensa (AAO, 2011). Operasi
dilakukan dengan anestesi general dengan pertimbangan pasien bayi dan memiliki
kelainan jantung bawaan. Pada tehnik ECCE, bagian depan kapsul dipotong dan
diangkat, lensa dibuang dari mata, sehingga menyisakan kapsul bagian belakang.
Lensa intraokuler buatan dapat dimasukkan kedalam kapsul tersebut
(Khurana,2007). Namun pada pasien ini tidak dilakukan pemasangan IOL, kedua
mata dibuat menjadi afakia. Beberapa ahli merekomendasikan penggunaan lensa
kontak untuk anak-anak atau bayi dibandingkan dengan implant IOL. Karena lensa
kontak tidak ditanam ke dalam mata, sehingga mereka akan lebih mudah mengganti
atau melepas sesuai kebutuhan koreksi karena mata masih terus tumbuh dan
berkembang. Pemasangan secondary implant IOL dapat dilakukan bila pada operasi
ekstraksi lensa pertama dilakukan pemasangan IOL (Khurana,2007)
Monitoring paska operasi yang perlu diperhatikan antara lain mengenai
perawatan luka, masalah infeksi, refraksi, dan ambliopia. Setelah operasi, mata
mungkin akan terasa tidak nyaman dan gatal. Mata akan ditutup untuk beberapa hari
untuk membantu proses penyembuhan dan melindunginya. Obat tetes mata
antibiotik profilaksis segera dipakai setelah penutup mata dilepas, biasanya sehari
setelah operasi hingga satu bulan paska operasi. Jika mata masih terasa tidak
nyaman, dapat dipertimbangkan pemberian analgetik (Khurana,2007). Prioritas
25
utama yang lain adalah segera mengkoreksi afakia dengan menggunakan kacamata
atau lensa kontak. Kacamata tetap menjadi pilihan untuk kemungkinan mendapatkan
penglihatan yang terbaik. Kacamata harus disesuaikan sesegera mungkin saat anak
sudah bisa menggunakannya. Refraksi harus di periksa secara reguler, setidaknya
setiap 4 bulan sampai berumur 2 tahun, dan menjadi setahun sekali setelah berumur
5 tahun (Khurana,2007)
Kebanyakan anak-anak dengan katarak kongenital akan menjadi ambliopia.
Karena gambaran retina menjadi buram oleh katarak, penglihatan tidak berkembang
sebagaimana mestinya, dan otak tidak dapat menangkap sensitivitas informasi dari
mata. Ekstraksi katarak dan koreksi apakia akan mengembalikan kejernihan gambar,
tetapi otak masih butuh pembelajaran untuk melihat, dan hal ini membutuhkan waktu.
Jika mata tidak pernah memiliki penglihatan yang jernih, maka tidak akan pernah
melihat atau memandang secara benar dan dapat menyebabkan nistagmus. Seperti
hal nya yang terjadi pada pasien kasus ini, nistagmus telah terjadi pada kedua mata.
Jika penglihatan diperbaiki, nistagmus dapat membaik, jadi nistagmus pada anak-
anak bukanlah kontraindikasi untuk pembedahan (Khurana,2007)
Prognosis visual untuk pasien katarak anak yang membutuhkan operasi tidak
sebagus pada pasien dengan katarak senilis pada orang dewasa. Terjadinya
amblyopia dan anomali nervus optik atau retina membatasi tingkat visus yang cukup
bermakna. Prognosis untuk perbaikan ketajaman visus paska operasi lebih baik pada
katarak kongenital bilateral (Paul dan John, 2007).
26
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang terjadi sejak pertumbuhan
janin intrauterin.
Katarak kongenital dapat berdiri sendiri atau berhubungan dengan beberapa
kondisi, seperti abnormalitas kromosom, sindrom atau penyakit sistemik tertentu,
infeksi kongenital, trauma, atau radiasi.
Diagnosis katarak kongenital ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
ophthalmologi, dan pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan katarak kongenital meliputi tindakan pembedahan baik dengan
atau tanpa pemasangan lensa intraokular, dilakukan untuk mendukung fungsi
penglihatan yang berkembang secara normal. Jika penyebabnya diketahui,
maka dilakukan pengobatan terhadap penyebab terjadinya katarak kongenital.
5.2 Saran
Dari penulisan makalah kasus panjang ini untuk ke depan nya disarankan
untuk ditambahkan bahasan mengenai bagaimana peran dokter umum dalam kasus
katarak kongenital.
27
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Ophthalmology. 2011. Childhood Cataracts and Other Pediatric Lens Disorders. Pediatric Ophthalmology and Strabismus, section 6, chapter 21, page 245-262
American Academy of Ophthalmology. 2011. Lens and Cataract, section 11, chapter 1 – 4
Christopher F. 2012. Congenital cataract is a lens opacity that is present at birth or shortly after birth. Access on 2nd November 2013 at http://www.merckmanuals.com/professional/pediatrics/eye_defects_and_conditions_in_children/congenital_cataract.html
Elizabeth, Joseph. 2006. Management of Congenital Cataract. Kerala Journal of Ophthalmology, vol. XVIII, no. 3, page 224-230
Fkih, El L, Hmaied W, El Hif S, Moalla S, Marakchi S, Tabib N, Azzouz H. 2007. Congenital Cataract Etiology. Tunis Med, vol. 85, no.12, page 1025-1029
Hejtmancik, J. Fielding. 2008. Congenital Cataracts and their Molecular Genetics. Semin Cell Dev Biol, vol. 19, no. 2, page 134–149
Hussain, N. 2006. Congenital Rubella Syndrome. Professional Med J, vol. 13, no. 1, page 11-16
Ilyas S. 2007. Ilmu Penyakit Mata.Edisi ketiga. FKUI. Jakarta
Kanksi Jack J. dan Nischal Ken K. 2000. Differential Diagnosis of Childhood Cataract. The Lens. Ophthalmology Clinical Sign and Differential Diagnosis, chapter 9, page 224-227
Khurana, A.K. 2007. Disease of the Orbit. Comprehensive Ophthalmology. Fourth Edition, page : 280-283
Paul Riordan-Eva dan John P. Whitcher. 2007. Childhood Cataract. Lens. Vaughan dan Asbury’s General Ophthalmology 17th Edition. chapter 8. The McGraw-Hill Companies.
28