Kasus Suap Walikota Tomohon terhadap Auditor BPK

Embed Size (px)

Citation preview

KASUS SUAP WALIKOTA TOMOHON TERHADAP AUDITOR BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Oleh: Gita Amelia Saviera 1006812346

DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA Depok 2011

Statement of Authorship Saya/kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya. Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/kami menggunakannya. Saya/kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme. Nama NPM Tandatangan Mata Ajaran : Gita Amelia Saviera : 1006812346 : : Pengauditan 1 Keuangan Tanggal Dosen : Kamis, 27 Oktober 2011 : Soemarso Slamet R., S.E, M.E

Judul Makalah/Tugas : Kasus Suap Walikota Tomohon terhadap Auditor Badan Pemeriksa

BAB 1 PENDAHULUAN1.1

Latar Belakang Masalah Laporan Keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada

suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi: Neraca, Laporan laba rugi, Laporan perubahan ekuitas, Laporan perubahan posisi keuangan yang dapat disajikan berupa laporan arus kas, dan Catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aktiva, kewajiban, dan ekuitas. Sedangkan unsur yang berkaitan dengan pengukuran kinereja dalam laporan laba rugi adalah penghasilan dan beban. Laporan posisi keuangan biasanya mencerminkan berbagai unsur laporan laba rugi dan perubahan dalam berbagai unsur neraca. Dalam menyajikan Laporan Keuangan, manajemen perusahaan harus

menyediakan laporan keuangan yang akuntabel. Akuntabilitas merupakan salah satu prinsip Good Corporate Governance. Akuntabilitas merupakan pertanggungjelasan suatu entitas kepada pihak-pihak yang berkepentingan, mengenai managemen dan pemanfaatan sumberdaya perusahaan, dan capaian yang diperoleh pada periode tertentu. Karena itu Laporan Keuangan untuk perusahaan-perusahaan yang telah listing di Bursa Efek maupun Lembaga Keuangan Negara, harus telah diaudit oleh akuntan publik independen, yang disebut dengan laporan auditor. Karena itu laporan keuangan yang telah diaudit

harus dapat memberikan informasi yang handal kepada penggunanya dalam membuat keputusan, utamanyauntuk kepentingan evaluasi managerial dan penilaian kinerja organisasi.. Karena laporan keuangan tersebut merupakan bentuk pertanggungawaban manajemen kepada calon investor dan para pemegang saham. Elder, Beasley and Arens (2009) menyatakan laporan auditor berisi opini auditor apakah laporan keuangan telah disajikan menurut kewajaran dan kesesuaian dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Terdapat empat macam opini audit yang dapat dikeluarkan oleh seorang Kantor Akuntan Publik independen terhadap laporan keuangan perusahaan, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion), Wajar Dengan Syarat (qualified opinion), Tidak Wajar (adverse), dan Menolak Memberikan Pendapat (disclaimer). Namun ada kondisikondisi dimana seorang auditor merasa wajib untuk menambahkan paragraph penjelas atau modifikasi kalimat dalam opini wajar tanpa pengecualian yang dikeluarkannya (unqualified opinion with explanatory paragraph). Laporan auditor harus dikeluarkan oleh akuntan publik atau auditor, seseorang yang memiliki kualifikasi, kompetensi, dan tingkat independensi yang tinggi dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi. Keterlibatan audit yang independen akan memberikan manfaat-manfaat antara lain, menambah kredibilitas laporan keuangan, mengurangi kecurangan perusahaan, dan memberikan dasar yang lebih dipercaya oleh para investor serta untuk pelaporan pajak dan laporan keuangan lain yang harus diserahkan kepada pemerintah. Auditee banyak bergantung pada laporan auditor untuk menyampaikan informasi mereka guna menarik investor, memperoleh pinjaman, dan memperbaiki performa perusahaan.

Investor yang menanam modal dalam sebuah perusahaan tentu melihat laporan keuangan khususnya opini sebagai acuan penilaian investor. Jika opini unqualified yang diberikan oleh auditor independen kepada perusahaan, tentu akan menarik lebih banyak investor dan kreditur untuk menanamkan modalnya dibandingkan dengan opini unqualified with explanatory paragraph, qualified, adverse, dan disclaimer. Manajemen perusahaan akan berusaha dan meningkatkan kinerja perusahaan agar laporan keuangannya mendapatkan unqualified opinion, dan hal ini terkadang memicu pelanggaran etika seorang auditor independen. Pelanggaran etika auditor independen terhadap opini akan memiliki banyak dampak terhadap penggunanya. Informasi yang seharusnya assured oleh auditor untuk menjauhi bias, tujuannya menjadi tidak terlaksana karena angka-angka pada laporan keuangan tidak teraudit dengan benar (bias) dan tidak menunjukkan nilai yang paling wajar atas laporan keuangan tersebut. Sehingga keputusan dari investor dan shareholder akan menjauh dari kenyataan atau posisi keuangan yang riil dari perusahaan, keputusan bisa menjadi error atau salah. Bagi pembuat peraturan, hal itu jadi tidak dapat menyimpulkan apakah peraturan yang ada sudah adopted dan sesuai dengan baik atau belum. Serta tidak dapat menyimpulkan apakah telah membantu kinerja ekonomi negara secara baik atau tidak.

1.2

Tujuan Makalah Tujuan yang ingin dicapai melalui makalah ini adalah menganalisis mengenai

pelanggaran independensi oleh auditor BPK terkait penyuapan yang dilakukan oleh

Walikota Tomohon agar Laporan Keuangan Tomohon berstatus Wajar dengan Pengecualian.

1.3

Manfaat Penyusunan Makalah Manfaat yang diharapkan dari penyusunan makalah ini adalah agar menjadi salah

satu aplikasi dari mata ajar auditing mengenai tingkat independensi auditor dalam hubungannya dengan pelanggaran etika melalui contoh nyata yang terjadi dalam pelaksanaan audit laporan keuangan di Indonesia.

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1

Standar Auditing Merupakan pedoman umum untuk membantu auditor atau akuntan publik unutk memenuhi tanggung jawab profesional mereka. Termasuk pertimbangan atau pemikirin mengenai kualitas profesional seperti kompetensi dan independensi, kebutuhan pelaporan, dan bukti. Pedoman paling luas dan umum yang tersedia adalah 10 standar auditing yang diterima secara umum (GAAS) yang ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang dikembangkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik (DSPAP). Yang terdiri dari:

Standar umum1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan

pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam

sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib

menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Standar pekerjaan lapangan 1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh unutk

merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,

pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keungan yang diaudit. Standar pelaporan1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun

sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. 2. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada,

ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. 4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor. 2.2 Etika Etika adalah serangkaian prinsip atau nilai moral. Contoh serangkaian nilai moral yang telah ditentukan adalah Undang-undang dan peraturan, kode etik bisnis bagi kelompok profesi seperti akuntan publik, serta perilaku dalam organisasi. Perilaku etis sangat diperlukan oleh masyarakat agar dapat tercipta keteraturan. Dapat dikatakan bahwa etika adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat.. Prinsip etika menurut Josephson Institute: Trustworthiness (dapat dipercaya), Respect (penghargaan), Responsibility (tanggung jawab), Fairness (kelayakan), Caring

(perhatian), Citizenship (kewarganegaraan). 2.3 Prinsip Fundamental Etika Profesional Kode etik IAPI menyediakan standar umum dan aturan perilaku spesifik yang dapat dipaksakan. Saat ini IAPI sedang mengadopsi Kode Etik Akuntan Profesional dari IFAC.

1. Integrity Auditor harus jujur dan bersikap adil serta dapat dipercaya dalam hubungan profesionalnya. 2. Objectivity Auditor tidak boleh berkompromi mengenai penilaian profesionalnya karena disebabkan prasangka, konflik kepentingan dan terpengaruh orang lain. 3. Professional competence and due care Auditor harus menjaga kemampuan dan pengetahuan profesional mereka pada tingkatan yang cukup tinggi dan tekun dalam mengaplikasikannya ketika memberikan jasanya. 4. Confidentiality Auditor harus dapat menghormati dan menghargai kerahasiaan informasi yang diperoleh dari pekerjaan dan hubungan profesionalnya.5. Professional behaviour

Auditor harus dapat menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat mendiskreditkan keprofesionalannya, termasuk kelalaian. 2.4 Independensi Independensi dalam melakukan audit mempunyai arti mengambil suatu langkah yang tidak bias dalam melakukan tes audit serta evaluasi dari hasil tes dan juga dalam

mengeluarkan laporan audit. Independensi adalah salah satu dari karakteristik utama yang vital dan sangat fundamental terkait prinsip dan objektivitas. Alasan banyaknya pengguna bergantung pada laporan auditor eksternal karena kejujuran dari pengungkapan laporan keuangan adalah ekspektasi mereka dalam mengambil keputusan yang tidak bias. Nilai dalam melakukan audit sangat bergantung dari persepsi publik mengenai independensi dari auditor. Dalam faktanya independensi ada ketika auditor secara aktual dapat menjaga ketidak biasan sepanjang melakukan proses audit. Auditor tidak hanya harus independen dalam fakta, tetapi juga harus independen dalam penampilan. Independen dalam fakta (independence in fact) ada bila auditor benar-benar mampu mempertahankan sikap yang tidak bias sepanjang audit, sedangkan independensi dalam penampilan (independence in appearance) adalah hasil dari interpretasi lain atas independensi ini. Bila auditor independen dalam fakta tetapi pemakai yakin bahwa mereka menjadi penasihat untuk klien, sebagian nilai dari fungsi audit telah hilang.2.5

Ethical Dilemma (Dilema Etika) Dilema etika adalah situasi yang dihadapi oleh seseorang untuk mengambil sebuah sikap yang tepat. Sebagai profesional, auditor, akuntan dan profesi bisnis lainnya seringkali dihadapkan dalam situasi dilematik. Untuk memecahkan persoalan tersebut ada beberapa metode alternatif yang sering digunakan untuk merasionalkan sikap tidak etis, yaitu: 1. Setiap orang melakukannya Ketika sikap tidak etis seringkali dilakukan di masyarakat umum dan menjadi kebiasaan maka hal tersebut dapat dianggap etis.

2. Jika sah secara hukum, maka itu etis Sikap yang sah menurut hukum adalah sikap yang etis karena ada kesempurnaan hukum didalamnya. 3. Kemungkinan penemuan dan konsekuensinya Hal ini didasarkan pada sikap seseorang yang menunggu konsekuensi dari tindakannya terhadap orang lain apakah orang lain tersebut akan menyadarinya atau tidak. Untuk membantu memecahkan dilema etika telah dibentuk kerangka kerja formal. Tujuannya adalah membantu mengidentifikasi isu-isu etika dan memutuskan serangkaian tindakan yang tepat dengan menggunakan nilai dari orang itu sendiri. Ada enam pendekatan untuk menyelesaikan dilema etika, yaitu: 1. Memperoleh fakta yang relevan 2. Mengidentifikasi isu-isu etis berdasarkan fakta tersebut 3. Menentukan siapa yang akan terpengaruh oleh akibat dari dilema tersebut dan bagaimana setiap orang atau kelompok itu terpengaruhi 4. Mengidentifikasi berbagai alternatif yang tersedia bagi orang yang harus menyelesaikan dilema tersebut 5. Mengidentifikasi konsekuensi yang mungkin terjadi dari setiap alternatif 6. Memutuskan tindakan yang tepat

BAB 3 KASUS DAN PEMBAHASAN 3.1 Kasus Sumber: http://www.detiknews.com/read/2011/09/08/200453/1718598/10/diduga-terimasuap-walikota-tomohon-dua-auditor-bpk-ditahan-kpk dan http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2011/09/08/brk,20110908-355277,id.html Diduga Terima Suap Walikota Tomohan, Dua Auditor BPK Ditahan Kamis, 08/09/2011 20:04 WIB

Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap dua orang auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Manado, Sulawesi Utara. Dua auditor yang bernama Munzir dan Bahar itu diduga menerima suap sebesar Rp 600 juta dari Walikota Tomohon, Munzir dan Bahar keluar dari gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (8/9/2011) sekitar pukul 18.40 WIB. Dua mobil tahanan sudah menunggu mereka untuk membawa masing-masing ke rutan Mapolda Metro Jaya dan Bareskrim Mabes Polri. "KPK melakukan penahanan terhadap tersangka B (pemimpin tim pemeriksa BPK-RI Manado) dan MM (anggota) untuk 20 hari pertama," ujar Kepala Bidang Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha saat dihubungi, Kamis (8/9/2011). Kasus ini berawal dari Laporan Keuangan Pemda Kota Tomohon tahun 2007. Kedua orang auditor BPK itu diduga menerima sesuatu atau hadiah berupa uang senilai Rp 600 juta dari Walikota Tomohon, Jefferson Soleiman Montesquie Rumajar. Pemberian uang suap ini supaya laporan keuangan Tomohon dinyatakan berstatus Wajar dengan Pengecualian. Mereka juga mendapatkan fasilitas berupa hotel dan sewa kendaraan dari dana Pemkot Tomohon sebesar Rp 7,5 juta. Mereka dijerat pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 5 ayat (2) atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3.2

Pembahasan Kasus yang menjadi topik di dalam makalah ini adalah mengenai penyuapan yang dilakukan oleh Walikota Tomohon terhadap 2 orang auditor BPK Sulawesi Utara. Pada kasus ini, auditor terbukti melanggar beberapa nilai etika. Munzir dan Bahar terbukti bersalah menerima uang suap sebesar Rp 600.000.000,- dalam proses audit Laporan

Keuangan Pemda Kota Tomohon pada tahun 2007 agar hasil pemeriksaan laporan keuangannya mendapatkan opini yang lebih baik dari Disclaimer (tidak memberikan pendapat) menjadi berstatus Wajar dengan Pengecualian. Munzir dan Bahar juga bersalah dengan mendapatkan fasilitas hotel dan kendaraan pribadi sebesar Rp 7.500.000,- yang pembayarannya dibebankan kepada APBD Tomohon. Atas kesalahan-kesalahan tersebut, Munzir dan Bahar dijerat pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 5 ayat (2) atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Auditor BPK telah melanggar kode etik sebagai berikut: 1. Integritas Pada prinsip ini, dikatakan bahwa setiap auditor harus tegas, jujur, dan dapat dipercaya dalam menjalin hubungan profesional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya. Namun dalam kasus ini ternyata auditor BPK mendapatkan sejumlah uang dari Walikota termohon untuk mengubah laporan keuangan wilayah terkait agar menjadi wajar dengan pengecualian.2.

Objektivitas BPK juga dianggap melanggar objektivitasnya sebagai auditor. Pada prinsipnya

seorang auditor tidak boleh membiarkan penilaian profesionalnya dipengaruhi subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya. 3. Perilaku profesional Dengan menerima suap ini, auditor BPK ini telah melanggar hukum dan juga mendiskreditkan profesi auditor.

Untuk membantu memecahkan dilema etika dalam kasus ini, telah dibentuk kerangka kerja formal untuk membantu mengidentifikasi isu-isu etika dan memutuskan serangkaian tindakan yang tepat dengan menggunakan nilai dari orang itu sendiri. Ada enam pendekatan untuk menyelesaikan dilema etika, yaitu: 1. Memperoleh fakta yang relevan Terdapat fakta-fakta dalam situasi tersebut yang berhubungan dengan masalah etika:

BPK menilai Laporan Keuangan Walikota Tomohon pada tahun 2007 berhak mendapatkan opini Disclaimer (tidak memberikan pendapat) mengenai hasil kinerja pemerintah daerah, namun kemudian

BPK menerima uang suap sebesar Rp 600 juta dari Walikota Tomohon agar Laporan Keuangan Pemda Kota Tomohon mendapatkan opini yang lebih baik dari Disclaimer menjadi Wajar Dengan Pengecualian (Qualified)

BPK menerima fasilitas hotel dan kendaraan pribadi yang pembayarannya dibebankan ke dalam APBD Tomohon sebesar Rp 7,5 juta

2. Mengidentifikasi isu-isu etis berdasarkan fakta tersebut

Apakah etis BPK telah menemukan adanya penyimpangan dalam Laporan Keuangan tetapi kemudian mengubah temuannya?

Apakah etis BPK menerima sejumlah uang untuk mendiskreditkan profesinya dan menggoyahkan independensinya?

Apakah etis BPK menerima sejumlah fasilitas yang dibebankan ke dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah?

3. Menentukan siapa yang akan terpengaruh oleh akibat dari dilema tersebut dan bagaimana setiap orang atau kelompok itu terpengaruhi Pihak yang terpengaruh adalah pihak yang terkait langsung yaitu Walikota Tomohon yang melakukan penyuapan. Jika kasus ini tidak terungkap, dia tidak akan mendapat konsekuensi apapun, tetapi jika terungkap sudah pasti akan dicopt dari jabatannya. Kemudian kedua auditor BPK juga akan terpengaruh karena telah melanggar kode etik professional audit. Keduanya akan dibebastugaskan sebagai auditor BPK dan mungkin tidak akan dipercaya kembali dalam melakukan tugas audit. Pihak yang tidak terkait langsung pun akan kena dampaknya, yaitu pemerintah daerah tomohon. Jika kasus ini tidak terungkap, informasi yang ditujukan kepada penggunanya tidak akan tepat sasaran dan menjadi bias, alhasil infonya menjadi tidak berguna karena tidak menunjukkan keadaan pemda yang sebenarnya. Lalu Negara pun akan kena dampaknya karena dirugikan dengan pembebanan biaya yang tidak seharusnya.

4. Mengidentifikasi berbagai alternatif yang tersedia bagi orang yang harus menyelesaikan dilema tersebut

Sebelum melakukan penugasan, ada baiknya memeriksa track record dari auditor

Saat menjalani penugasan, auditor seharusnya tetap melaporkan hasil penemuannya

Auditor harus menolak uang suap dan uang yang dibebankan ke dalam APBD. Jika mendapatkan fasilitas tambahan, harus berasal dari kantong orang yang memberikannya

Auditor melaporkan kepada birokrasi yang lebih tinggi Auditor menolak bekerja dalam penugasan audit pemda kota Tomohon Auditor berhenti bekerja sebagai auditor BPK untuk menjaga

independensi

5. Mengidentifikasi konsekuensi yang mungkin terjadi dari setiap alternative Bila auditor melakukan pelanggaran etika dan setelah dilakukan pemeriksaan kemudian diketahui bahwa auditor tersebut memberikan opini yang

salah maka yang bersangkutan akan dikenakan sanksi menurut undang-undanga. Selain itu BPK dan auditor tersebut akan memiliki reputasi yang buruk sehingga kemungkinan untuk mendapatkan klien yang ingin menggunakan jasanya menjadi kecil. Bila auditor melaporkan hasil temuannya dan kasus tersebut, reputasi BPK dan auditor akan tetap bersih karena menjaga kode etik auditor dan walikota Tomohon akan mendapatkan sanksi dari pemerintah daerah.

6. Memutuskan tindakan yang tepat Mengenai nilai moral dan etika, hal itu kembali ke diri masing-masing. Apakah akan mengikuti intuisi hati atau melanggar kode etik demi mendapatkan kesenangan. Hanya auditor BPK yang dapat memutuskan tindakan tersebut. Mereka dapat memutuskan untuk melaporkan hasil penemuannya, menolak uang suap, dan tetap menjaga reputasinya, tidak akan ada yang dirugikan dan tetap menjaga kompetensi seorang auditor serta melaporkan informasi yang berguna. Mereka dapat memutuskan untuk berhenti dari penugasan audit di pemda kota tersebut jika ternyata diancam atau tidak dapat melakukan hal lain karena akan mengakibatkan reputasi buruk yang melekat kepada BPK dan auditor.

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN

4.1.

Kesimpulan1. Auditor BPK melanggar Kode Etik Akuntan Profesional yaitu Intergrity

(Integritas), Objectivity (Objektivitas), dan Professional behavior (Perilaku professional)2. Dilakukan six-step approach untuk menyelesaikan persolan dilemma etika,

dimulai dari mengumpulkan fakta-fakta yang relevan hingga memutuskan tindakan yang tepat. Hasilnya, sebaiknya auditor tetap menjalakan tugasnya sesuai prosedur, mengingatkan pada diri sendiri bahwa ada orang-orang yang bergantung terhadap informasi yang akan dihasilkan, tidak mendahulukan kepentingan pribadi, dan memutuskan untuk mengikuti hati nurani dan intuisi serta menjaga sikap independensi dan kompteensi profesinya.

4.2.

Saran Dalam setiap penugasan ada baiknya melihat track record dari auditor yang ditugasi, memberikan training dan menekankan pentingnya menjaga independensi dan kode etik akuntan professional, dan melakukan audit planning yang baik, rapi, dan sangat terencana agar auditor tidak merasa berat menjalankannya.

DAFTAR PUSTAKA

Arens, Alvin A., Randal J. Elder, Mark S. Beasley and Amir Abadi Jusuf, (2009), Auditing and Assuarance Services an Integrated Approach an Indonesian Adaption, Prentice Hall. www.wikipedia.com http://www.detiknews.com/read/2011/09/08/200453/1718598/10/diduga-terima-suapwalikota-tomohon-dua-auditor-bpk-ditahan-kpk http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2011/09/08/brk,20110908-355277,id.html http://dspace.widyatama.ac.id/handle/10364/1062