74
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul ETIKA DAN MORAL DI PERKEMBANGAN JAMAN YANG DIPENGARUHI OLEH GLOBALISASI sebagai tugas mata kuliah Etika. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada : 1. Bapak ibu kami yang telah memberikan dukungan baik berupa dukungan moral maupun dukungan material. 2. Bapak Drs. Matias Siagian selaku Dosen pengampu mata kuliah ETIKA, atas bimbingan dan dukungannya. 3. Semua teman – teman kami dan semua pihak yang tidak dapat kami tuliskan satu persatu. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan segala bentuk saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah tentang etika dan moral di perkembangan jaman yang di pengaruhi oleh globalisasi.

Kata Pengantar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kata Pengantar

Citation preview

Page 1: Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah dengan judul ETIKA DAN MORAL DI

PERKEMBANGAN JAMAN YANG DIPENGARUHI OLEH GLOBALISASI

sebagai tugas mata kuliah Etika.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :

1.     Bapak ibu kami yang telah memberikan dukungan baik berupa dukungan moral

maupun dukungan material. 

2.     Bapak Drs. Matias Siagian selaku Dosen pengampu mata kuliah ETIKA, atas

bimbingan dan dukungannya.

3.     Semua teman – teman kami dan semua pihak yang tidak dapat kami tuliskan

satu persatu.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu penulis mengharapkan segala bentuk saran dan kritik yang

membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah tentang etika dan

moral di perkembangan jaman yang di pengaruhi oleh globalisasi.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat sekaligus dapat menjadi inspirasi

bagi pembaca semua.

Page 2: Kata Pengantar

DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR ........................................................................................2

DAFTAR ISI ........................................................... ..........................................3

BAB I PENDAHULUAN         1.1. Latar Belakang Masalah .......................................................................4        1.2. Tujuan Penulisan ..................................................................................5

BAB II LANDASAN TEORI 2.1.

Etika……..............................................................................................62.2.

Akhlak.................................................................................................10          2.3. Moral...................................................................................................10        BAB III PEMBAHASAN..................................................................................12

BAB IV PERMASALAHAN…………............................................................19

BAB V PENUTUP Kesimpulan .........................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA……….............................................................................38

Page 3: Kata Pengantar

BAB     I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah

pangkatan yang menentukan corak hidup manusia. Akhlak, moral atau susila

adalah pola tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila

dan tiap-tiap perbuatan susila adalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran

akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan tiap-tiap pelanggaran

kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.

Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri,

dimana manusia melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan

baik dan buruk. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh

Page 4: Kata Pengantar

dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang

khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau

patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya

manusialah yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada

perbuatannya itu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan.

Sehingga sebagai subjek yang mengalami perbuatannya dia bisa dimintai

pertanggung jawaban atas perbuatan itu.

Satu masalah sosial kemasyarakatan yang harus mendapat perhatian kita

bersama dan perlu ditanggulangi dewasa ini ialah tentang kemerosotan akhlak

atau dekadensi moral. Disamping kemajuan teknologi akibat adanya era

globalisasi, kita melihat pula arus kemerosotan akhlak yang semakin melanda di

kalangan sebagian pemuda-pemuda kita. Dalam surat kabar sering kali kita

membaca berita tentang perkelahian pelajar, penyebaran narkotika, pemakain

obatbius, minuman keras, penjambret yang dilakukan oleh anak-anak yang

berusia belasan tahun, meningkatnya kasus-kasus kehamilan di kalangan remaja

putri dan lain sebagainya.

Hal tersebut adalah merupakan suatu masalah yang dihadapi masyarakat

yang kini semakin marak, oleh karena itu persoalan remaja seyogyanya

mendapatkan perhatianyang serius dan terfokus untuk mengarahkan remaja kea

rah yang lebih positif, yang titik beratnya untuk terciptanya suatu system dalam

menanggulangi kemerosotan akhlak dan moral dikalangan remaja.

1.2     Tujuan

Page 5: Kata Pengantar

a. Mengetahui pengertian dan perbedaan dari etika, moral dan akhlak

b. Mengetahui modernisasi dan globalisasi serta dampaknya terhadap etika, 

moral dan akhlak remaja

c. Mengetahui kondisi akhlak remaja saat ini dan permasalahan yang

ditimbulkan

BAB II

Landasan Teori

Page 6: Kata Pengantar

                                                                               

2.1 Etika

Pengertian Etika( Etimologi) , berasal dari bahasa Yunani

adalah“Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat

kebiasaan (custom) .Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang

merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya

“Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan

melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal

tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi

dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk

penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian

sistem nilai-nilai yang berlaku.

Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:

• Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan

hidup yang lebih baik.

• Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak

Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan

tentang pembahasan Etika, sebagai berikut:

• Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk

ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.

Page 7: Kata Pengantar

•  Manner dan Custom, membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan

kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human

nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatutingkah laku atau

perbuatan manusia.

Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam

pokok perhatiannya; antara lain:

1               Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang

kebaikan dan sifat dari hak (The  principles of morality, including the science of

good and the nature of the right)

2               Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan

bagian utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect

to a particular class of human actions)

3               Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral

sebagaiindividual. (The science of human character in its ideal state, and

moral principles as of an individual).

4               Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty) .

2.1.1 Macam-macam Etika

Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang

tanggapan kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara

moral(mores). Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh

mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara

Page 8: Kata Pengantar

kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya,

dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di

dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika,

terdapat dua macam etika (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut:

1.      Etika Deskriptif

Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku

manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu

yang bernilai.

Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya,

yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait

dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang

kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang

dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak

secara etis.

2.      Etika Normatif

Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya

dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan

tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini.Jadi Etika Normatif merupakan

norma- norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan

meng-hindarkan hal-hal yang buruk,sesuai dengan kaidah atau norma yang

disepakati dan berlaku di masyarakat.

Page 9: Kata Pengantar

Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat

diklasifikasikan menjadi tiga jenis definisi, yaitu sebagai berikut:

•         Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang

khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.

•  Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yangmembicarakan baik

buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama.Definisi tersebut tidak

melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan

waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat

sosiologik.

•   Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif,

dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku

manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta,cukup informasi,

menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif,

direktif dan reflektif.

Dalam encyclopedia Britanica, Etika dinyatakan sebagai filsafat moral,

yaitu study yang sistematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik,

buruk, benar, salah, dan sebagainya. Dari definisi etika tersebut diatas, dapat

segera diketahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut :

1. Dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan

yang dilakukan oleh manusia.

Page 10: Kata Pengantar

2.  Dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat.

3. Dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan

penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah

perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan

sebagainya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap

sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu pada

pengkajian system nilai-nilai yang ada.

4. Dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah

sesuai dengan tuntutan zaman.

Dengan ciri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu

pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang

dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang

dikemukakan para filosof barat mengenai perbuatan baik atau buruk dapat di

kelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berfikir. Dengan

demikian etika sifatnya humoristis dan antroposentris yakni bersifat pada

pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika adalah

aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.

2.2           Akhlak

Page 11: Kata Pengantar

Akhlak adalah konsep abadi dari Khalik Maha Pencipta dan muthlak

mestinya dilakukan makhluk manusia yang telah diciptakan. Premis ini,

memberikan suatau kenyataan bahwa makhluk manusia mesti terikat erat dengan

Khalik sang Pencipta.

Akhlak adalah salah satu jembatan yang mendekatkankan makhluk dengan

Khaliknya. Karena itu beragama bukanlah sebuah beban. Membebaskan diri dari

ketentuan Maha Pencipta, atau membebaskan manusia dari nilai-nilai agama

(seperti paham free of values) samalah artinya menjadikan makhluk manusia

yang tidak punya makna.

Semestinya agama harus dilihat sebagai satu kebutuhan utama. Betapapun

kebutuhan materi telah dapat dipenuhi, hidup senantiasa hambar dan gersang

apabila kebutuhan im- materi (ruhanik) tidak terpenuhi.

Dari sisi ini kita melihat, bahwa manusia tanpa agam,a sama saja dengan

makhluk yang bukan manusia. Perikehidupan tanpa bimbingan agama, artinya

sama dengan peri kehidupan tidak berperikemanusiaan.

2.3          Moral

Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu

mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai

arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata

‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena

kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan

kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti

Page 12: Kata Pengantar

kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi

seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk

menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan

yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik dan buruk.

Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’

dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan

bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap

perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku

dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral

bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang

tidak baik.

‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada

dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang

“moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik

buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas

dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.

Kemoralan merupakan sesuatu yang berkait dengan peraturan-peraturan

masyarakat yang diwujudkan di luar kawalan individu (DorothyEmmet,1979)

mengatakan bahawa manusia bergantung kepada tatasusila,adat, kebiasaan

masyarakat dan agama bagi membantu menilai tingkahlaku seseorang.

Page 13: Kata Pengantar

BAB III

Pembahasan

Apabila kita menelusuri lebih mendalam, maka kita dapat menemukan

secara jelas persamaan dan perbedaan etika dan akhlak. Persamaan diantara

keduanya adalah terletak pada objek yang akan dikaji, dimana kedua-duanya

sama-sama membahas tentang baik buruknya tingkah laku dan perbuatan

manusia. Sedangkan perbedaannya sumber norma, dimana akhlak mempunyai

basis atau landasan kepada norma agama yang bersumber dari hadist dan al-

Quran.

Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama

bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku

yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia.

Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena

pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk

mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.

Page 14: Kata Pengantar

Para ahli dapat segera mengetahui bahwa etika berhubungan dengan

empat hal sebagai berikut:

·         Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas

perbutaan yang dilakukan oleh manusia.

·         Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan

filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutla, absolut dan

tidak pula universal.

·         Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu

dan penetap terhadap suatu perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia,

terhormat, terhina dsb.

·         Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-

rubah sesuai tuntutan zaman.

Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu

pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang

dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lainetika

adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.

Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang

berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan

dengan susila. Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum

diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar.

Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula

berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih

Page 15: Kata Pengantar

banyak bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang

tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral

secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.

Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki

perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai

perbutan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau

rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah

norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat.

Dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama,

kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik

atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral

tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan

berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika lebih

bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan etika

berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang

di masyarakat.

Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada

sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang

dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian system nilai yang ada.

Namun, etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan dan

membutuhkan. Uraian tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa etika,

moral dan susila berasala dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara

Page 16: Kata Pengantar

selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup

manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang

berdasarkan petunjuk Al-Qur'an dan Hadis. Dengan kata lain jika etika, moral

dan susila berasal dari manusia sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.

Dampak Modernisasi Dan Globalisasi Terhadap Akhlak, Etika,

Dan Moral Remaja

Modernisasi merupakan suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke

arah yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan

masyarakat. Sedangkan, globalisasi yang berasal dari kata global atau globe

artinya bola dunia atau mendunia. Jadi, globalisasi berarti suatu proses masuk

ke lingkungan dunia.

Modernisasi dan globalisasi dapat memperngaruhi sikap masyarakat dalam

bentuk positif maupun negatif. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

• Sikap Positif

1) Penerimaan secara terbuka (open minded); lebih dinamis, tidak terbelenggu

hal-hal lama yang bersikap kolot

2) Mengembangkan sikap antisipatif dan selektif kepekaan (antisipatif) dalam

menilai hal-hal yang akan atau sedang terjadi.

• Sikap Negatif

Page 17: Kata Pengantar

1) Tertutup dan was-was (apatis)

2) masyarakat yang telah merasa nyaman dengan kondisi kehidupan masyarakat

yang ada

3) Acuh tah acuh

4) masyarakat awam yang kurang memahami arti strategis modernisasi dan

globalisasi

5) Kurang selektif dalam menyikapi perubahan modernisasi

6) Menerima setiap bentuk hal-hal baru tanpa adanya seleksi/filter

Modernisasi dan globalisasi dapat masuk ke kehidupan masyarakat melalui

berbagai media, terutama media elektronik seperti internet. Karena dengan

fasilitas ini semua orang dapat dengan bebas mengakses informasi dari berbagai

belahan dunia. Pengetahuan dan kesadaran seseorang sangat menentukan

sikapnya untuk menyaring informasi yang didapat. Apakah nantinya berdampak

positif atau negatif terhadap dirinya, lingkungan, dan masyarakat.

Untuk itu, diperlukan pemahaman agama yang baik sebagai dasar untuk

menyaring informasi. Kurangnya filter dan selektivitas terhadap budaya asing

yang masuk ke Indonesia, budaya tersebut dapat saja masuk pada masyarakat

yang labil terhadap perubahan terutama remaja dan terjadilah penurunan etika

dan moral pada masyarakat Indonesia.

Jika dilihat pada kenyataannya, efek dari modernisasi dan globalisasi lebih

banyak mengarah ke negatif. Kita dapat kehilangan budaya negara kita sendiri

dan terbawa oleh budaya barat, jika masyarakat Indonesia sendiri tidak

Page 18: Kata Pengantar

mempelajari pengetahuan tentang kebudayaan Indonesia dan tidak menjaga

kebudayaan tersebut. Ada baiknya budaya barat yang kita serap disaring

terlebih dahulu. Karena tidak semua budaya barat adalah baik. Jika kita terus

menerima dan menyerap budaya asing yang tidak sesuai dengan karakter bangsa

Indonesia, dapat terjadi penyimpangan etika dan moral bangsa Indonesia

sendiri.

Melalui penyimpangan etika dan moral tersebut, dapat tercipta pola

kehidupan dan pergaulan yang menyimpang. Tidak hanya akibat negatif yang

dihasilkan modernisasi dan globalisasi. Proses ini juga menghasilkan akibat

positif, yaitu terciptanya masyarakat yang lebih intelek dan melek terhadap

perubahan dan perkembangan dunia.

Kondisi akhlak remaja saat ini dan permasalahan yang ditimbulkan

Berikut ini adalah beberapa fakta mengenai penurunan akhlak masyarakat

yang diadapat dari berbagai masyarakat.

·         15-20 persen dari remaja usia sekolah di Indonesia sudah melakukan

hubungan seksual di luar nikah

·         15 juta remaja perempuan usia 15-19 tahun melahirkan setiap tahunnya

·         Hingga Juni 2009 telah tercatat 6332 kasus AIDS dan 4527 kasus HIV

positif di Indonesia, dengan 78,8 persen dari kasus-kasus baru yang terlaporkan

berasal dari usia 15-29 tahun

Page 19: Kata Pengantar

·         Diperkirakan terdapat sekitar 270.000 pekerja seks perempuan yang ada di

Indonesia, di mana lebih dari 60 persen adalah berusia 24 tahun atau kurang,

dan 30 persen berusia 15 tahun atau kurang

·         Setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia di mana 20 persen

diantaranya adalah aborsi yang dilakukan oleh remaja

·         Berdasarkan data kepolisian, setiap tahun penggunaan narkoba selalu naik.

Korban paling banyak berasal dari kelompok remaja, sekitar 14 ribu orang atau

19% dari keseluruhan pengguna.

·         Jumlah kasus kriminal yang dilakukan anak-anak dan remaja tercatat 1.150

sementara pada 2008 hanya 713 kasus. Ini berarti ada peningkatan 437 kasus.

Jenis kasus kejahatan itu antara lain pencurian, narkoba, pembunuhan dan

pemerkosaan.

·         Sejak Januari hingga Oktober 2009, Kriminalitas yang dilakukan oleh

remaja meningkat 35% dibandingkan tahun sebelumnya, Pelakunya rata-rata

berusia 13 hingga 17 tahun.

Kemorosotan akhlak di atas disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

§  Salah pergaulan, apabila kita salah memilih pergaulan kita juga bisa ikut-ikutan

untuk melakukan hal yang tidak baik.

§  Orang tua yang kurang perhatian, apabila orang tua kuran memperhatikan

anaknya, bisa-bisa anaknya merasa tidak nyaman berada di rumah dan selalu

keluar rumah. Hal ini bisa menyebabkan remaja terkena pergaulan bebas.

Page 20: Kata Pengantar

§  Ingin mengikuti trend, bsia saja awalmya para remaja merokok adalah ingin

terlihat keren, padahal hal itu sama sekali tidak benar. Lalu kalu sudah mencoba

merokok dia juga akan mencoba hal-hal yang lainnya seperti narkoba dan seks

bebas.

§  Himpitan ekonomi yang membuat para remaja stress dan butuh tempat pelarian.

§  Kurangnya pendidikan Agama dan moral.

Faktor-faktor di atas sebagian besar dipengaruhi oleh perkembangan

teknologi. Dengan berkembang pesatnya teknologi pada zaman sekarang ini,

arus informasi menjadi lebih transparan. Kemampuan masyarakat yang tidak

dapat menyaring informasi ini dapat mengganggu akhlak. Pesatnya

perkembangan teknologi dapat membuat masyarakat melupakan tujuan utama

manusia diciptakan, yaitu untuk beribadah.

·         Untuk meghindari salah pergaulan, kita harus pandai memilah dan memilih

teman dekat. Karena pergaulan akan sangat berpengaruh terhadap etika, moral,

dan akhlak.

·         Peran orang tua sangat penting dalam pembentukan karakter seseorang,

terutama dalam mengenalkan pendidikan agama sejak dini. Perhatian dari orang

tua juga sangat penting. Karena pada banyak kasus, kurangnya perhatian orang

tua dapat menyebabkan dampak buruk pada sikap anak.

Page 21: Kata Pengantar

·         Memperluas wawasan dan pengetahuan akan sangat berguna untuk

menyaring pengaruh buruk dari lingkungan, misalnya kebiasaan merokok.

Dewasa ini, orang-orang menganggap bahwa merokok meningkatkan

kepercayaan diri dalam pergaulan. Padahal jika dilihat dari sisi kesehatan,

merokok dapat menyebabkan banyak penyakit, baik pada perokok aktif maupun

pasif. Sehingga kebiasaan ini tidak hanya akan mempengaruhi dirinya sendiri,

melainkan juga orang-orang di sekelilingnya.

BAB IV

PERMASALAHAN

PROBLEMATIKA MORAL DI ERA GLOBALISASI

Page 22: Kata Pengantar

Akhir-akhir  ini, kita tidak bisa menutup mata terhadap berbagai

penyimpangan moral yang terjadi di kalangan masyarakat Indonesia. Tawuran

pelajar, perkelahian antar genk, perilaku seks bebas, gaya hidup tidak beraturan

menjadi beberapa contoh kelunturan moral di kalangan generasi muda kita. Di

kalangan pejabat, praktek korupsi masih merupakan persoalan yang sangat

mengerikan di Indonesia. Masyarakat secara umum pada akhirnya kehilangan

rujukan keteladanan, sehingga krisis moral semakin meluas.

Di kalangan generasi muda, mucul fenomena genk. Hampir semua SMA

di Jakarta memiliki genk. Alasan pendirian genk pada intinya sama, yaitu

membentuk solidaritas untuk menghantam atau tawuran dengan sekolah lain.

Misalnya, di kalangan sebuah siswa SMA di Bulungan terdapat genk sekolah

yang sudah tradisi terbentuk setiap angkatan. Anggotanya adalah mayoritas

angkatan itu. Misalnya Legiun (angkatan 2003), Salvozesta (2006), Spooradiz

(2006) dan lain sebagainya. Di SMA lainnya, nama genk-nya adalah

GOR@SIX. Genk anak SMA lainnya lagi adalah Rezteam, ada pula Gazper dari

Gazper I sampai Gazper X, dan masih sangat banyak genk di berbagai SMA.

Sidik Jatmika dalam bukunya “Genk Remaja : Anak Haram Sejarah

Ataukah Korban Globalisasi ?” (2010) menyebutkan data, di antara contoh

kasus terjadi pada Desember 2009. Saat berangkat sekolah seorang pelajar

bernama AS tewas dibacok belasan pelajar. AS (15 tahun) adalah siswa kelas I

STM, ia tewas dikeroyok berlasan remaja berseragam SMA di Jl. Gunung

Page 23: Kata Pengantar

Sahari, Jakarta Pusat hari Rabu, 26 Desember 2009. Hasil pelacakan aparat

menunjukkan, peristiwa tersebut merupakan bentuk bentrokan antara anggota

genk Boedoet melawan Chaptoen di Kemayoran.

Di Lhokseumawe, Aceh, dua anggota genk cewek SMA terlibat

perkelahian, yang dipicu oleh rebutan cowok (31 Mei 2009). Perkelahian

disaksikan tujuh anggota genk lainnya yang memberikan support. Di

Balikpapan, seorang siswa SMP dihajar oleh lima orang kakak kelasnya dan

direkam dengan HP oleh rekan lainnya (27 Nopember 2007). Alasan merekam

adegan ini adalah meniru rekaman inisiasi Genk Motor Brigez Bandung.

Sementara itu di Kutai Kertanegara, beredar rekaman aksi kekerasan yang

diduga dilakukan oleh pelajar putri SMP. Pada rekaman perkelahian remaja

putri yang berdurasi 2 menit itu terlihat sekelompok orang berada pada suatu

tempat yang cukup lapang yang diperkirakan berlokasi di sebuah kawasan jalan

di kota Tenggarong.

“Neko-neko Dikeroyok” (NERO) adlah salah satu genk remaja putri di

Jawa Tengah yang cukup populer. Anggota genk Nero sering melakukan

penganiayaan terhadap remaja putri SMP dengan alasan, mereka tidak suka

kalau ada perempuan lain yang menyaingi dan melebihi apa yang mereka

miliki.  Misalnya terkait pakaian, gaya rambut atau penampilan lainnya.

Parahnya, penganiayaan tersebut mereka rekam melalui video HP kemudian

mereka sebarkan. Di Kupang Nusa Tenggara Timur, kepolisian menangkap para

Page 24: Kata Pengantar

anggota dua genk cewek yang terkenal suka berkelahi (17 Februari 2009).

Mereka adalah sembilan siswi anggota genk Anastasia dan tiga siswi anggota

genk Aroyo Kupang. Sementara itu 23 siswi lainnya ikut dimintai keterangan

pihak kepolisian.

Pada tahun 2010 kemarin, saya sempat membuat penelitian kecil dengan

mencari berita terkait penyimpangan moral di berbagai media massa. Betapa

terkejutnya saya, karena dengan sangat mudah saya menemukan beraneka

ragam penyimpangan moral yang dilakukan oleh kalangan pelajar, orang tua,

termasuk di kalangan pejabat negara, di kalangan anggota DPR, kepala daerah,

anggota TNI dan POLRI, bahkan di kalangan pemuka agama. Semua dari kita

telah terkena ujian moral. Bukan hanya anak muda, namun juga orang tua.

Bukan hanya masyarakat biasa, namun juga di kalangan pemimpin dan elit

bangsa.

McLuhan, seorang pemikir komunikasi, pada tahun 1964 telah

melontarkan konsepnya mengenaiThe Global Village. Namun konsep

globalisasi baru masuk kajian dunia universitas pada tahun 1980-an sebagai

suatu pengertian sosiologi yang dicetuskan oleh Roland Roberston

dariUniversity of Pittsburgh, meskipun secara umum globalisai dianggap

sebagai suatu pengertian ekonomi. William K. Tabb dalam bukunya “Tabir

Politik Globalisasi” (2003), mengatakan bahwa definisi globalisasi merupakan

sebuah kategori luas yang mencakup banyak aspek dan makna.

Page 25: Kata Pengantar

Selanjutnya Tabb mengatakan bahwa “Istilah globalisasi berarti sebuah

proses saling keterhubungan antar negara dan masyarakat. Ini adalah gambaran

bagaimana kejadian dan kegiatan di satu bagian dunia memiliki akibat

signifikan bagi masyarakat dan komunitas di bagian dunia lainnya. Ini bukan

saja soal ekonomi tapi bahkan meningkatnya saling ketergantungan sosial dan

budaya dari desa global yang minum Coke dan menonton Disney“

Berkaitan dengan globalisasi terhadap konsep etnis dan bangsa, ada hal yang

menarik terjadi dalam proses tersebut, yang oleh Naisbitt disebut sebagai

paradoks, yang menimbulkan efek diferensiasi dan sekaligus

homogenisasi. Efek diferensiasi terlihat pada runtuhnya negara Uni Soviet

akibatnya munculnya sub budaya etnis (etnosentrisme). Negara yang dulunya

terdiri dari pelbagai jenis etnis kini terurai ke dalam negara-negara kecil akibat

munculnya nilai-nilai budaya etnis. Hal ini juga tampak jelas dalam fenomena

berpisahnya Cekoslowakia menjadi dua negara sesuai etnis masing-masing,

yaitu Republik Ceko dan Republik Slowakia. Masalah semacam itu disadari

benar oleh para founding fathers negara kita, sehingga memilih semboyan

Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan pengakuan terhadap nilai-nilai sub

budaya yang dari bangsa Indonesia yang bhinneka (berbeda-beda) namun

keseluruhannya diikat oleh satu cita-cita untuk menciptakan budaya nasional

yang diterima sebagai puncak budaya etnis.

Efek homogenisasi terjadi terutama karena pengaruh komunikasi yang

semakin intens. Televisi telah menjadikan dunia terasa sempit dan cita rasa

Page 26: Kata Pengantar

manusia seolah diseragamkan. Sejak dari selera makanan, minuman, musik,

film sampai kepada sarana komunikasi dan gaya hidup, masyarakat dunia telah

memiliki corak yang nyaris seragam. Tapi pada sisi lain pengaruh komukasi

juga menyebabkan negara-bangsa (nation-state) yang homogen berubah ke arah

suatu multikulturalisme. Pusat kekuasaan bisa beralih ke pinggiran, sedangkan

budaya yang dulunya di pingiran (periphery) bisa berpindah ke pusat.

Globalisasi yang menimbulkan krisis multidimensional telah

mampengaruhi perkembangan kepribadian manusia berupa krisis identitas

dalam diri individu, kelompok dan masyarakat. Untuk mengatasi persoalan

tersebut maka diperlukan upaya-upaya pembinaan kepribadian yang merupakan

pemberdayaan diri dalam menghadapi persoalan-persoalan yang muncul akibat

globalisasi. Keluarga dan masyarakat harus mempunyai identitas diri yang kuat

dan memiliki antisipasi terhadap perubahan-perubahan yang akan terjadi.

Heilbroner menyatakan bahwa “masa depan atau esok hari hanya dapat

dibayangkan dan tidak dapat dipastikan. Masa depan tidak dapat diramalkan.

Manusia hanya dapat mengontrol secara efektif kekuatan-kekuatan yang

membentuk masa depan pada hari ini. Dengan kata lain masa depan adalah

masa kini yang diarahkan oleh manusia itu sendiri. Apabila manusia masa kini

tidak mengenal kemungkinan-kemungkinan yang akan lahir serta kekuatan-

kekuatan yang akan membawa kehidupan umat manusia di masa depan tidak

dikenal maka manusia itu akan menderita akibat ketidaksadarannya itu. Dengan

Page 27: Kata Pengantar

kata lain manusia yang tidak mempunyai persepsi terhadap masa depannya akan

dibawa oleh arus perubahan yang dahsyat yang membawanya ke tempat yang

tidak dikenalnya. Maka hasilnya sudah dapat dibaca, yaitu kehidupan di dalam

ketidakpastian atau chaos”.

Kuatnya arus globalisasi yang melanda seluruh dunia, memberikan

tantangan tersendiri terhadap pengokohan moral dalam kehidupan. Apalagi

pada kondisi dimana dunia tengah menyaksikan adanya krisis kemanusiaan.

Fenomena krisis dunia akibat globalisasi disorot dengan sangat tajam oleh

banyak ahli. Fritjof Capra (2007), misalnya, ia mengawali tulisannya dalam

buku The Turning Point dengan analisis tentang krisis global saat ini.

Menurutnya, krisis ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam sepanjang

sejarah umat manusia.

Fritjof  Capra menyatakan, “Pada awal dua dasawarsa terakhir abad

keduapuluh, kita menemukan diri kita berada dalam suatu krisis global yang

serius, yaitu suatu krisis kompleks multidimensional yang segi-seginya

menyentuh setiap aspek kehidupan, kesehatan dan mata pencaharian, kualitas

lingkungan dan hubungan sosial, ekonomi, teknologi dan politik. Krisis ini

terjadi dalam dimensi intelektual, moral dan spiritual; suatu krisis yang belum

pernah terjadi sebelumnya dalam catatan sejarah umat manusia” (Lihat : Fritjof

Capra, The Turning Point: Titik Balik Peradaban, Jejak, Yogyakarta, 2007).

Sinyalemen Capra di atas hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak

kekhawatiran yang pernah disampaikan oleh banyak kalangan, tentang kondisi

Page 28: Kata Pengantar

krisis kemanusiaan yang tengah melanda dunia saat ini. Mengutip pernyataan

Giddens (2000), akar permasalahannya bukan terjadi dari alam, namun terjadi

dari manusia sendiri (Anthony Giddens, The Third Way, Jalan Ketiga

Pembaruan Demokrasi Sosial, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000).

Keterjebakan dalam pola hidup yang serba praktis bahkan pragmatis,

pengabaian orientasi ukhrawi (akhirat) dan hanya berorientasi duniawi, telah

semakin menyeret manusia ke dalam kubangan kerakusan, ketamakan,

keserakahan, dan kesombongan. Akar-akar nilai dan keyakinan semakin

tercerabut dari jiwa manusia, bahkan akhirnya manusia hidup semata-mata

mengejar sesuatu yang bercorak pragmatis.

Dalam kondisi kemanusiaan seperti ini, kita diingatkan kembali kepada

teori lama dari Daniel Bell yang meneriakkan dengan lantang “The End of

Ideology”. Daniel Bell menekankan penolakannya terhadap kepercayaan umum

selama ini, yang menerima konsepsi menyeluruh tentang problematika sosial

budaya sebagaimana diobsesikan oleh berbagai ideologi yang merupakan cara

bertindak bagi manusia. Ideologi semacam ini menurut Bell sudah sampai pada

akhir kematiannya:Ideology, which once was a road to action, has come to be a

dead end. Masyarakat dunia diajak untuk semakin tidak meyakini ideologi,

berarti menciptakan tata kehidupan baru minus keyakinan, minus landasan dasar

dan falsafah kehidupan itu sendiri. Kendati teori ini ditolak banyak pihak, akan

tetapi esensi dari teori Daniel Bell tersebut bisa dilihat dalam kehidupan

keseharian masyarakat Indonesia yang serba praktis dan pragmatis.

Page 29: Kata Pengantar

Penolakan teori Daniel Bell tersebut diantaranya datang dari Sidney Hook,

seorang intelektual terkemuka Amerika. Hook menyatakan ketidaksetujuannya

terhadap pandangan yang menganggap bahwa dengan perkembangan iptek yang

makin maju, ideologi akan ‘habis’. Pandangan Hook itu disampaikan dalam

dialognya bersama sejumlah ahli di Indonesia tahun 1975, sekalian menanggapi

terbitnya buku “The End of Ideology” (1960) tulisan bekas muridnya, Daniel

Bell. Bagi Hook, ideologi merupakan sebuah kekuatan yang hebat. Ia

mencontohkan perbedaan media massa di Amerika Serikat dengan di Uni

Soviet.

Di Amerika Serikat, pers bisa menjatuhkan seorang Presiden, sementara

di Uni Soviet pers bisa dibungkam oleh penguasa Negara yang kekuasaannya

jauh di bawah presiden. Hal yang membedakan keduanya adalah pada ideologi

pers yang mereka anut. Ini menandakan ideologi tidak mati, justru realitas pada

zaman sekarang menunjukkan kebutuhan masyarakat dan Negara akan sebuah

ideologi yang jelas dan kuat sebagai panduan menjawab tantangan zaman.

Inilah gambaran sebab-sebab krisis, bahwa manusia telah menciptakan

krisisnya sendiri, dan ternyata nilai kemanusiaan terkubur di balik gemerlapnya

kemajuan sains dan teknologi. Sisi spiritualitas dan moralitas semakin pudar

dan bahkan bisa terkikis habis, oleh pragmatisme dan materialisme. Tingkah

laku, budi pekerti luhur dan moralitas sudah terlumpuhkan oleh budaya hidup

instan yang menghendaki kesenangan dan pencapaian tujuan dengan

Page 30: Kata Pengantar

menghalalkan segala cara. Nilai moral semakin ditinggalkan oleh masyarakat

Indonesia, yang dengan alasan modernitas telah berpaling dari ikatan budaya

Indonesia, menuju kepada budaya global yang tidak seluruhnya sesuai dengan

watak serta jatidiri bangsa yang religius.

Sayidiman Suryohadiprojo menjelaskan, pengertian modernitas berasal

dari perkataan “modern”; dan makna umum dari perkataan modern adalah

segala sesuatu yang bersangkutan dengan kehidupan masa kini. Lawan dari

modern adalah kuno, yaitu segala sesuatu yang bersangkutan dengan masa

lampau. Yang dimaksudkan peradaban modern adalah peradaban Barat yang

terbentuk setelah bangsa-bangsa Eropa melampaui masa Abad Pertengahan.

Perkataan “modern” di sini adalah “Eropa centris” atau “Barat centris” karena

sepenuhnya bersangkutan dengan kehidupan bangsa-bangsa di Eropa bahkan di

Eropa Barat.

Peradaban yang modern menghasilkan kehidupan baru yang maju berkat

ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi di pihak lain juga mengakibatkan

kesengsaraan dan penderitaan yang besar. Kapitalisme menimbulkan

kesengsaraan bagi para buruh dan petani, sedangkan imperialisme dan

kolonialisme menyebabkan penderitaan yang parah sekali bagi bangsa-bangsa

Asia dan Afrika Makna Modernitas dan Tantangannya Terhadap Iman,

Persoalan memang terjadi dalam spektrum yang sangat luas. Ambruknya

moral di kalangan remaja hanyalah dampak saja dari peroalan moral para elit

Page 31: Kata Pengantar

dan pemimpin bangsa. Sayidiman Suryohadiprojo (2003) menengarai kondisi

bangsa sekarang, disamping kemiskinan dan kesengsaraan yang diderita rakyat

ada segolongan orang yang kaya raya sehingga amat menonjol perbedaan dalam

kehidupan, dimana kebanyakan rakyat yang sengsara dan segolongan kecil saja

yang kaya, Harapan Untuk Masa Depan Bangsa Indonesia Tercinta,

“Hal itu diperberat lagi oleh perilaku golongan orang yang tanpa malu-

malu memperkaya diri dengan cara yang tidak sah dan merugikan kepentingan

negara dan bangsa. Bahkan Reformasi pada tahun 1998 tidak berhasil

menghilangkan perilaku KKN itu dan malahan makin merajalela meliputi

pejabat eksekutif maupun legislatif yang seharusnya justru mewakili

kepentingan rakyat. Semangat perjuangan yang tertuju kepada kemuliaan

negara dan bangsa hampir tidak ada, kalaupun ada semangat perjuangan maka

itu adalah untuk memperkaya diri pribadi, keluarga atau golongan kecilnya”,

tulis Sayidiman.

Sujarwadi menengarai berbagai ekspresi masyarakat yang terjadi dewasa

ini menunjukkan betapa berat tekanan yang dihadapi publik dari waktu ke

waktu, yang ini tampak dari beberapa bentuk gerakan masyarakat: eksklusivitas

yang meluas, mutual distrust yang semakin parah, inequality frustration yang

mendalam, dan disengagement yang akut. Gerakan eksklusivitas muncul dalam

bentuk pengabaian atas keberadaan atau bahkan pemisahan diri dari masyarakat

umum, baik dengan parameter etnis, agama, golongan, dan berbagai parameter

Page 32: Kata Pengantar

gaya hidup. Selain dalam bentuk aliran agama yang tidak jarang bersifat sesat,

gerakan fundamentalisme, juga kelompok hedonis dalam berbagai tipe yang

memisahkan diri dan merupakan counter culture atas tata aturan yang berlaku

umum. Fenomena yang diangkat oleh Sujarwadi di atas dengan jelas

menggambarkan betapa moral semakin memudar pada berbagai kelompok

masyarakat di Indonesia saat ini.

Lebih lanjut Sujarwadi menjelaskan, mutual distrust muncul sebagai

bentuk ketidakpuasan yang terjadi dalam hubungan yang bersifat horisontal

maupun vertikal. Konflik etnik, agama atau kelas di berbagai tempat telah

melahirkan ketidakpercayaan satu sama lain, seperti yang terjadi di Papua,

Ambon, Poso, Aceh, dan lingkungan sosial lain. Inequality frustration terjadi

dalam bentuk perasaan diperlakukan tidak adil oleh golongan yang berada di

atas sehingga cenderung mengambil “jalan pintas” dengan membakar tempat

ibadah, membakar fasilitas publik, penjarahan, dan perampokan. “Jalan pintas”

inilah yang mengancam terbangunnya niat baik dan cita-cita mulia sebuah

pembangunan.

Disengagement atau ketidakpedulian telah menjadi bagian penting dari ekspresi

sosial publik sebagai respons atas ketidakpastian yang dialami. Sikap ini juga

merupakan pernyataan tentang hilangnya harapan masyarakat akan terjadinya

perbaikan dalam hidup mereka. Bentuk-bentuk ekspresi masyarakat tersebut

merupakan tanda perlunya perenungan yang seksama tentang orientasi

pembangunan nasional selama ini.

Page 33: Kata Pengantar

Untuk bisa keluar dari krisis kemanusiaan ini, hal yang harus ditempuh

adalah perbaikan dari akarnya. Manusia harus hidup dalam kondisi yang

berkeseimbangan antara sisi lahiriyah dan batiniyah, sisi fisik dan spiritual, sisi

intelektual dan moral, sisi materi dan ruhani. Keseluruhan sisi dalam kehidupan

harus dioptimalkan untuk menjadikan keseimbangan, sehingga tidak berpotensi

menyimpang akibat meninggalkan sisi-sisi yang penting dalam diri manusia,

yaitu ruhani atau spiritual dan moral. Bagi bangsa Indonesia yang terkenal

religius, sesungguhnya telah memiliki jawaban atas persoalan kemanusiaan

yang dihadapi akibat globalisasi tersebut.

Wahana pengembalian nilai-nilai kebaikan yang paling efektif adalah

melalui keluarga dan masyarakat. Bagi bangsa Indonesia, keluarga adalah

ikatan yang terbentuk secara pimordial dengan sangat kuat pada seluruh

anggotanya. Membentuk keluarga adalah salah satu tradisi dan budaya luhur

bangsa Indonesia, yang telah terjadi sejak zaman dulu secara turun temurun.

Pembentukan keluarga merupakan potensi budaya, yang pada prakteknya di

Indonesia dikemas sesuai dengan tuntunan agama, dan diatur oleh negara.

Melalui keluarga, berbagai nilai kebaikan sangat efektif ditumbuhkembangkan

dan dibudayakan sejak dini.

Proses interaksi dalam keluarga bercorak sangat intensif dan melibatkan

ikatan emosi antara satu dengan yang lainnya. Ada peran dan tanggung jawab

yang jelas dalam keluarga, dimana suami, isteri dan anak-anak saling

Page 34: Kata Pengantar

menempatkan diri pada posisi masing-masing secara tradisional. Dalam konteks

seperti ini, orang tua memiliki peran sentral untuk menciptakan suasana

kebaikan atau ketidakbaikan dalam keluarga. Ayah dan ibu memiliki kewajiban

melakukan pembinaan kepada anak-anak agar menjadi anak-anak yang baik,

berbakti kepada orang tua, bergaul dengan positif di tengah masyarakat dan

pada akhirnya berguna bagi nusa dan bangsa.

Dengan demikian, penanaman nilai-nilai moral sangat tepat dilakukan

melalui keluarga, dan dimulai dari keluarga. Karena dalam keluarga tersebut,

pembinaan sudah mulai terjadi sejak anak belum lahir, yaitu saat masih

berbentuk janin dalam kandungan. Hal seperti ini tidak terjadi di sekolah atau

lembaga pendidikan formal, dimana pendidikan dimulai pada usia yang telah

ditentukan. Apabila keluarga mampu merawat, membangun, dan menumbuhkan

moral kepada seluruh anggotanya, akan menjadi pondasi yang kokoh dalam

memperbaiki moral bangsa dan negara Indonesia. Sebaliknya, apabila keluarga

tidak melakukan penanaman moral kepada seluruh anggotanya, maka akan

melahirkan generasi bermasalah yang justru menjadi beban bagi masyarakat,

bangsa dan negara.

Sayidiman Suryohadiprojo menyatakan, pendidikan sudah harus dimulai

sejak bayi masih dalam kandungan. Berbagai usaha dilakukan agar dapat

dikomunikasikan kepada si calon bayi hal-hal yang menjadikannya nanti

manusia yang baik dan bermutu. Dalam kebudayaan lokal di Indonesia, seperti

Page 35: Kata Pengantar

di Jawa, ada tradisi berupa macam-macam upacara untuk melakukan

komunikasi itu. Setelah lahir bayi perlu diurus dengan sebaik-baiknya agar tetap

hidup. Pemberian air susu ibu (ASI) merupakan hal yang penting dan diakui

manfaatnya oleh ilmu pengetahuan.

Selain ASI penting dilihat dari sudut makanan dan fisik bayi, pemberian

ASI juga ada hubungannya dengan faktor mental, seperti penanaman disiplin

pada bayi. Seperti memberikan ASI pada waktu tertentu dan tidak sembarang

waktu, umpama saja untuk menghentikan bayi menangis. Dengan tumbuhnya

kebiasaan tentang waktu menerima ASI dan tidak pada waktu lain pada bayi

terwujud kebiasaan mengikuti aturan orang lain. Demikian pula keteraturan

waktu dan cara mandi menimbulkan pada bayi dasar untuk hidup teratur nanti.

Selain keluarga, penanaman nilai moral juga sangat efektif dilakukan

dalam kehidupan masyarakat. Seluruh anggota keluarga pada dasarnya adalah

anggota dari sebuah kelompok masyarakat. Dengan demikian, terjadi suasana

hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara keluarga dengan

masyarakat. Kumpulan dari keluarga yang berkualitas, akan melahirkan

masyarakat yang berkualitas. Sebaliknya, masyarakat yang berkualitas akan

membentuk dan menguatkan keluarga yang berkualitas. Tidak dapat dipisahkan

antara keluarga dengan masyarakat, kendati tidak bisa didefinisikan dengan

“mana ayam mana telur”. Kedua lembaga ini jelas memiliki keterkaitan yang

sangat kuat dalam memberikan pengaruh satu kepada yang lainnya.

Page 36: Kata Pengantar

Apabila moral dalam keluarga dan masyarakat berhasil dimantapkan,

akan menjadi jawaban ampuh menghadapi krisis kemanusiaan yang ditimbulkan

oleh peradaban modern dan globalisasi saat ini. Kemajuan Indonesia di masa

yang akan datang, bertumpu kepada keberhasilan melakukan pemantapan moral

dalam kehidupan keluarga dan masyarakat seluruhnya. Ketertinggalan ilmu

pengetahuan dan teknologi mudah dikejar oleh Indonesia, keterbelakangan

ekonomi bisa diatasi dengan berbagai program yang dirancang para ahli, namun

keruntuhan moral merupakan petaka yang sangat pantas ditangisi. Telah banyak

orang pandai, namun tidak memiliki landasan moral yang memadai.

Dampaknya kepandaian yang dimiliki justru menjadi potensi destruktif yang

merugikan bangsa dan negara tercinta.

Tentu saja hal ini merupakan sebuah tantangan berat yang harus dijawab

oleh segenap komponen bangsa. Tidak banyak waktu kita miliki, sebelum krisis

kemanusiaan semakin menjadi-jadi dan berubah menjadi petaka kemanusiaan

yang bisa mengubur sejarah sebuah negara bernama Indonesia. Prof. Dr. Edi

Setiyono dari Universitas Indonesia dalam ceramahnya di Lemhannas RI,

tanggal 5 Oktober 2010 menyatakan bahwa “tidak ada bentuk akhir dari sebuah

negara”. Pernyataan ini dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa kondisi negara

itu sangat dinamis dan sangat mungkin mengalami perubahan bahkan yang

sangat ekstrem. Beliau menunjukkan contoh runtuhnya Uni Soviet dan

pecahnya negara-negara yang bergabung dalam blok Uni Soviet. Kendati

Page 37: Kata Pengantar

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah menjadi “harga mati” bagi

bangsa Indonesia, namun hal itu harus diperjuangkan secara terus menerus.

Dr. Zubaedi, M.Ag., M.Pd. mengawali tulisannya dalam buku

“Pendidikan Berbasis Masyarakat” (2009) dengan menguraikan sejumlah

keprihatinan akan kondisi moral bangsa. Menurutnya, dewasa ini banyak pihak

menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan moral pada lembaga

pendidikan formal. Tuntutan ini muncul dilatarbelakangi oleh dua kondisi.

Pertama, bangsa Indonesia saat ini sepertinya telah kehilangan karakter yang

telah dibangun berabad-abad. Keramahan, tenggang rasa, kesopanan, rendah

hati, suka menolong, solidaritas sosial dan sebagainya yang merupakan jati diri

bangsa seolah hilang begitu saja. Kedua, kondisi lingkungan sosial dewasa ini

diwarnai oleh maraknya tindakan barbarisme, vandalisme, baik fisik maupun

nonfisik, adanya model-model korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) baru,

hilangnya keteladanan pemimpin, sering terjadinya pembenaran politik dalam

berbagai permasalahan yang jauh dari kebenaran universal, serta larutnya

semangat berkorban bagi bangsa dan negara.

Pendidikan moral bisa disamakan pengertiannya dengan pendidikan budi

pekerti. Pendidikan moral merupakan pendidikan nilai-nilai luhur yang berakar

dari agama, adat-istiadat dan budaya bangsa Indonesia dalam rangka

mengembangkan kepribadian supaya menjadi manusia yang baik. Secara

Page 38: Kata Pengantar

umum, ruang lingkup pendidikan moral adalah penanaman dan pengembangan

nilai, sikap dan perilaku sesuai nilai-nilai budi pekerti luhur. Di antara nilai-nilai

yang perlu ditanamkan adalah sopan santun, berdisiplin, berhati lapang, berhati

lembut, beriman dan bertakwa, berkemauan keras, bersahaja, bertanggung

jawab, bertenggang rasa, jujur, mandiri, manusiawi, mawas diri, mencintai ilmu,

menghargai karya orang lain, rasa kasih sayang, rasa malu, rasa percaya diri,

rela berkorban, rendah hati, sabar, semangat kebersamaan, setia, sportif, taat

asas, takut bersalah, tawakal, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, dan ulet. Jika

anggota masyarakat telah memiliki karakter dengan seperangkat nilai budi

pekerti tersebut, diyakini ia telah menjadi manusia yang baik.

Zaim Elmubarok dalam bukunya “Membumikan Pendidikan Nilai”

(2009) berkeyakinan bahwa sentral pendidikan nilai adalah keluarga.

Menurutnya, keluarga adalah satu-satunya sistem sosial yang diterima di semua

masyarakat, baik yang agamis maupun yang non-agamis. Sebagai lembaga

terkecil dalam masyarakat, keluarga memegang peran yang sangat penting

dalam kehidupan sosial umat manusia. Sesungguhnya dapat dikatakan bahwa

keluarga adalah tahap pertama lembaga-lembaga penting sosial dan dalam

tingkat yang sangat tinggi, ia berkaitan erat dengan kelahiran peradaban,

transformasi warisan dan pertumbuhan serta perkembangan umat manusia.

Secara keseluruhan, semua tradisi, keyakinan, sopan santun, sifat-sifat individu

dan sosial, ditransfer lewat keluarga kepada generasi-generasi berikutnya.

Page 39: Kata Pengantar

Zaim juga menanggap keluarga merupakan batu pondasi setiap

masyarakat besar manusia, dimana semua anggotanya memiliki peran mendasar

dalam memperkokoh hubungan-hubungan sosial dan pengembangan serta

penguatan di semua aspeknya. Untuk itu, semua usaha guna memperkuat

bangunan keluarga, akan membuka peluang untuk pertumbuhan jasmani dan

rohani yang sehat, dan pengokohan nilai-nilai moral di tengah masyarakat.

Teori ini sangat relevan dengan kenyataan sosial yang berlaku di Indonesia,

bahwa lembaga keluarga merupakan modalitas sosial yang sudah terbangun 

sejak lama dan selalu dijaga hingga sekarang.

Para pakar meyakini bahwa keluarga adalah lingkungan pertama dimana

jiwa dan raga anak akan mengalami pertumbuhan dan kesempurnaan. Untuk

itulah keluarga memainkan peran yang amat mendasar dalam menciptakan

kesehatan kepribadian anak dan remaja. Tentu saja status sosial dan ekonomi

keluarga di tengah masyarakat berpengaruh pada pola berpikir dan kebiasaan

anak. Dengan demikian, berdasarkan bentuk dan cara interaksi keluarga dan

masyarakat, anak akan memperoleh suasana kehidupan yang lebih baik, atau

sebaliknya, akan memperoleh efek yang buruk darinya.

Dalam pendidikan moral secara konvensional, untuk membentuk moral

yang baik dari seseorang, diperlukan latihan dan praktek yang terus menerus

dari individu, sebagaimana diungkap oleh John Moline sebagaimana dikutip

Lickona, “as Aristotle taught, people do not naturally or spontaneously grow up

Page 40: Kata Pengantar

to be morally excellent or practically wise. They become so, if at all, only as the

result of a lifelong personal and community effort” (lihat : T.

Lickona, Educating for Character, How Our Schools Can teach Respect and

Responsibility, Bantam Books, New York, 1992). Hal ini menunjukkan

pentingnya pemantapan nilai-nilai moral dalam kehidupan keluarga dan

masyarakat secara kontinyu, terus menerus dan berkesinambungan.

Moralitas dalam diri seseorang dapat berkembang dari tingkat yang

rendah ke tingkatan yang lebih tinggi seiiring dengan kedewasaannya.

Lawrence Kohlberg (1976) menggambarkan tiga tingkatan moralitas yang

dikaitkan dengan perspektif sosial yang meliputi preconventional, conventional,

danpost conventional atau principled. Pada tingkat preconventional (tingkatan

moralitas yang paling rendah) perspektif sosial moralitas seseorang

menunjukkan bahwa dirinya merupakan individu yang kongkrit. Oleh karena

itu, perilaku resiprokal sangat penting bagi orang yang berada dalam tingkat

moralitas ini. Dalam tingkatan moralitas ini kita sering menjumpai perilaku

seseorang  dengan penalaran yang menunjukkan perspektif sosial seperti:

karena dia menyakiti saya, maka dia ganti saya sakiti; karena dia mencuri milik

saya, maka saya juga berhak mencuri milik dia; karena orang-orang eksekutif

ada yang  korupsi mengapa saya sebagai wakil rakyat tidak boleh korupsi?

Karena suami selingkuh, maka isteripun juga bisa selingkuh, dan lain

sebagainya. Pola berpikir moral seperti ini tentu bisa dilakukan secara kolektif

yang kemudian mencerminkan suatu moralitas bangsa.

Page 41: Kata Pengantar

Pada tingkatan conventional, perspektif sosial yang ditonjolkan pada tingkatan

moralitas ini ialah pentingnya seseorang menjadi anggota masyarakat yang baik.

Oleh karena itu perilaku orang yang berada pada tingkatan ini akan memiliki

alasan-alasan, misalnya apakah masyarakat mengijinkan; pentingnya bagi

seseorang untuk memiliki loyalitas pada orang, kelompok, dan otoritas

pemegang kekuasaan; dan pentingnya memiliki kepedulian terhadap

kesejahteraan orang lain dan masyarakat secara luas. Oleh karena itu kalkulasi

moral pada tingkatan ini dapat dijelaskan kurang lebih sebagai berikut: orang

tidak baik melakukan korupsi karena perbuatan itu melawan hukum,  merugikan

masyarakat, dan juga merugikan orang lain. Orang tidak boleh mencuri di toko

karena memiliki alasan moral: mencuri itu melawan hukum, merugikan penjaga

dan pemilik toko, kalau semua orang mencuri tata aturan masyarakat akan

kacau balau.

Akhirnya, pada tingkatan post conventional (tingkat penalaran moral

yang paling tinggi, yang hanya bisa dicapai ketika seseorang telah mencapai

paling tidak usia 24 tahun), lebih mementingkan nilai-nilai moral yang bersifat

universal. Dalam tingkatan ini orang mulai mempertanyakan mengapa sesuatu

dianggap benar atau salah atas dasar prinsip nilai moral yang universal yang

kadang-kadang juga bisa bertentangan dengan kepentingan masyarakat secara

umum. Jika seseorang merasa dengan suatu peraturan tidak sejahtera, maka

orang-orang yang ada pada tingkatan ini mulai bertanya mengapa peraturan itu

tidak diubah saja 

Page 42: Kata Pengantar

Pada hakikatnya peraturan adalah untuk kesejahteraan manusia, ketika

dengan peraturan itu manusia tidak sejahtera, maka sebaiknya peraturan itu

yang seharusnya diubah. Dalam tahapan ini alasan moral yang universal paling

dominan. Orang tidak melakukan korupsi bukan karena takut dengan hukum,

dengan jaksa, polisi, dan lain sebagainya, tetapi dia tidak melakukannya karena

korupsi itu memang tidak pantas dilakukan oleh siapapun karena melanggar

prinsip moral seperti kejujuran, mencederai kepercayaan orang lain, tidak sesuai

dengan nurani, harkat, dan martabat kemanusiaan.

Page 43: Kata Pengantar

BAB VPENUTUP

A.   Kesimpulan

Akhirnya dilihat dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa

etika, moral, akhlak sama, yaitu menentukan hokum atau nilai dari suatu

perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua

istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang

baik, teratur, aman, damai, dan tentram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriah.

Perbedaan antara etika, moral dan akhlak adalah terletak pada sumber

yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika

penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan

susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, maka pada

akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik buruk itu adalah KITAB

SUCI.

Namun demikian etika, moral, dan akhlak tetap saling berhubungan dan

membutuhkan. Uraian tersebut diatas menunjukkan dengan jelas bahwa etika,

moral berasal dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif

diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup manusia.

Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang berdasarkan

petunjuk di kitab suci dan hadits. Dengan kata lain jika etika, moral berasal dari

manusia sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.

Page 44: Kata Pengantar

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1.       Perbedaaan antara akhlak, moral, dan etika adalah terletak pada sumber

yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Pada etika, penilaian

baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral berdasarkan

kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang

digunakan untuk menentukan baik buruk itu adalah kesadaran akan diri sendiri

yang dilandasi dengan pendidikan agama.

2.       Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke

arah yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan

masyarakat. Sedangkan globalisasi adalah suatu proses masuk ke lingkungan

dunia, dimana semua informasi dari berbagai belahan dunia dapat diakses

dengan mudah dan cepat. Kedua hal ini dapat memberi pengaruh positif dan

negatif tergantung pada kemampuan masyarakat untuk menyaring informasi

tersebut.

3.       Berdasarkan fakta yang ada, dapat dilihat bahwa terjadi kemerosotan nilai

akhlak, seperti tingkat kriminalitas yang tinggi, tingkat aborsi yang tinggi, dan

lain-lain. Jika hal-hal seperti ini tidak diperbaiki, hal ini akan menyebabkan

rusaknya generasi masyarakat di masa yang akan datang. Sehingga tidak

mungkin zaman akan berganti lagi seperti zaman jahiliyah dahulu.

4.       Untuk mencegah dan atau memperbaiki kemorosotan akhlak ini, ada

berbagai macam solusi yang dapat dilakukan seperti yang telah disebutkan di

atas. Namun pada dasarnya, semua solusi tersebut mengarah pada pemahaman

Page 45: Kata Pengantar

dan pengamalan yang sebenarnya pada kesadaran akan diri sendiri yang

dilandasi dengan pendidikan agama.

.

DAFTAR PUSTAKA

·             Al-Jazairi, Syekh Abu Bakar. 2003. Mengenal Etika dan Akhlak Islam.

Lentera. Jakarta

·             Bakry, Oemar. 1981. Akhlak Muslim. Angkasa. Bandung

·              Halim, Ridwan. 1987. Hukum Adat Dalam Tanya Jawab. Ghalia

Indonesia. Jakarta

·              Ilyas, Yunahar. 1991. Kuliah Akhlak. Lembaga Pengkajian dan

Pengamalan Islam. Yogyakarta

·             Kusumamihardja, Supan dkk. 1978. Studia Islamica.Pt Giri Mukti Pasaka.

Jakarta.

http://www.sayidiman.suryohadiprojo.com 31 Januari 1994).

www.Wikipedia.com

http://www.imm.or.id, 5 Mei 2008).