11
KATA PENGANTAR Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan menyusun makalah ini. Makalah ini merupakan panduan bagi mahasiswa dalam melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu, makalah ini juga sebagai salah satu tugas dari mata kuliah OLAHRAGA serta dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan proses belajar mandiri, agar aktivitas dan penguasaan materi dapat optimal sesuai dengan yang diharapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua mahasiswa. Kritik dan saran tetap kami harapkan guna perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Semarang, 01 November 2014 Muhamad Faisol

Kata Pengantar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kata

Citation preview

Page 1: Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan menyusun makalah ini.Makalah ini merupakan panduan bagi mahasiswa dalam melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu, makalah ini juga sebagai salah satu tugas dari mata kuliah OLAHRAGA serta dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan proses belajar mandiri, agar aktivitas dan penguasaan materi dapat optimal sesuai dengan yang diharapkan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua mahasiswa. Kritik dan saran tetap kami harapkan guna perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.

Semarang, 01 November 2014

Muhamad Faisol

  

Kesehjatraan Atlet di Indonesia

1.     PENDAHULUAN

Sejenak yang terlintas dipikiran kita saat kita mendengar kata ‘olahraga’ adalah atlet. Atlet yang yang profesional dalam suatu cabang olahraga tentunya harus rela mengorbankan waktunya demi membela Negara dan bangsanya.

Untuk menjadi seorang atlet tidaklah mudah, harus mempunyai bakat dan minat dalam sebuah bidang olahraga tentunya harus memiliki latar belakang pendidikan yang baik yang bisa mendukung ia dalam membentuk sebuah prestasi dalam bidang olahraga tersebut. Tetapi banyak

Page 2: Kata Pengantar

juga atlet yang tidak memiliki latar pendidikan yang baik, namun mempunyai bakat yang sangat bagus.

Sebagai warga Negara Indonesia, kita patut berbangga akan prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh para atlet di Negara ini yang telah mempertaruhkan hidupnya untuk membela dan mengharumkan nama Negara ini. Tetapi sayang masih banyak para mantan atlet Indonesia yang tidak memeliki kehidupan yang sejahtera setelah pensiun, yang pada kenyataannya bisa ditemukan dilingkungan sekitar. Sebagai manusia para mantan atlet juga membutuhkan hak untuk hidup yang sejahtera dimana termasuk dalam Hak Asasi Manusia sebagaimana terdapat dalam pasal 28 ayat 1.

Prestasi Olahraga Indonesia sekarang juga sudah mulai merosot di mata dunia, jika hal ini dibiarkan tanpa ada tindakan dari berbagai pihak yang terkait, termasuk masyarakat Indonesia olahraga di Indonesia akan mengalami kemunduran dan hanya dipandang sebelah mata oleh Negara-negara lain. Hal ini dikarenakan timbulnya berbagai masalah termasuk masalah yang berhubungan dengan atlet yang dimiliki Negara ini.

2.     PEMBAHASAN

Berbicara mengenai atlet, masih banyak para pensiunan atlet yang hidupnya kurang mendapat perhatian dari pemerintah dengan kata lain hidup mereka tidak sejahtera. Jika diingat-ingat mereka telah berjuang demi bangsa dan Negara ini, namun apa balasan dari pemerintah atas pengorbanan mereka?

Di Tahun 2011, Indonesia kehilangan bekas petinju terbaik tingkat amatir dan profesional, Rachman Kilikili. Rachman ditemukan tewas gantung diri lantaran stres tak kunjung beroleh pekerjaan. Tragedi Rachman hanya potret kecil naasnya nasib atlet selepas masa jaya mereka.

Betapa malangnya nasib dari atlet petinju, Rachman Kilikili. Dari kasus di atas Rachman menjadi stres lantaran tidak mendapatkan perkerjaan sehingga ia nekat untuk gantung diri, padahal kalau dilihat dari prestasinya, ia adalah seorang petinju yang professional dan memiliki

Page 3: Kata Pengantar

banyak penghargaan dimana dia bertarung untuk mengharumkan nama Negara dan bangsa Indonesia. Masalah dan kasus yang dialami oleh Rachman bukanlah yang pertama kali, masih banyak yang lebih tragis dari dari masalah ini.

Dari kasus tersebut bisa kita lihat kelalaian dari pemerintah dalam mensejahterakan kehidupan para mantan atlet berprestasi. Banyak pertanyaan yang timbul dari masyarakat apabila mereka mendegar masalah di atas, mengapa hal seperti itu terjadi? Dimana peran pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut? Kita sebagai warga Negara Indonesia juga harus bertindak untuk mengatasi masalah tersebut, entah bagaimana caranya. Kita juga tidak boleh sepenuhnya menyalahkan pemerintah, kita hanya butuh introspeksi diri masing-masing dan berpikir lebih terang dan bijaksana bagaimana menyelesaikan masalah tersebut.

"Mereka hanya perhatikan atlet yang lagi dipakai. atlet yang sebelumnya mereka ga pernah care ga pernah perduli. istilahnya yang mewakili sebelum tim itu ada mereka sudah ga ingat lagi.  Kadang kita juga merasa sakit." Begitulah salah satu pendapat masyarakat tentang para mantan atlet yang tidak dipedulikan lagi oleh permerintah.

Namun pemerintah tetap bersikeras bahwa mereka telah melakukan hal yang bisa mensejahterakan hidup para pensiunan atlet seperti yang dikatakan Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault mengatakan, untuk kesejahteraan atlet, pemerintah akan mengupayakan dana jaminan hidup bagi mereka. "Kan ada undang-undangnya tinggal diterjemahkan dalam bentuk anggaran kemudian diajukan ke dpr kita sekarang sedang mau melihat dan menata atlet-atlet yang berprestasi, nanti bentuknya adalah jaminan hidup."

Hal yang disampaikan oleh Adhyaksa Dault terbukti bahwa pemerintah hanya memperhatikan atlet yang lagi dipakai saja. Lalu upaya apa saja yang sudah dilakukan pemerintah untuk mengatasi para mantan atlet yang hidupnya terombang-ambing karena tidak mendapatkan pekerjaan? Sejauh ini belum terlihat upaya tersebut, pemerintah hanya bejanji dan berjanji namun tidak ada satu upaya pun yang dilakukan.

Peran pemerintah sangat sedikit dan hampir tidak terlihat sama sekali, justru dari pihak-pihak swasta yang lebih menonjol upayanya dalam memperhatikan para mantan atlet yang hidupnya kurang beruntung seperti Yayasan Olahragawan Indonesia (YOI). pihak-pihak seperti inilah yang akan memberikan perhatian lebih untuk membantu kehidupan mantan olahragawan yang memprihatinkan di masa tuanya.

Untuk itu kita perlu mendukung upaya-upaya yang dilakukan oleh yayasan-yayasan yang sangat peduli terhadap mantan atlet yang terlantar hidupnya. Sebenarnya para mantan atlet yang kehidupan masa pensiunnya memprihatinkan pun perlu diberdayakan untuk kemajuan olahraga di Indonesia. Mereka dapat menjadi pelatih, sehingga dapat menurunkan apa yang didapat dari pengalaman berkarir di dunia olahraga, dan di lain sisi mereka juga dapat diberikan pembinaan dan kesempatan untuk sukses di bidang lain. Kita cuma bisa berharap agar pemerintah bisa lebih peduli terhadap para mantan atlet dan melakukan upaya-upaya yang bisa mensejahterakan hidup mereka.

Page 4: Kata Pengantar

Selain kasus Rachman Kilikili Ada lagi Banyak kasus terlantarnya mantan atlet di Indonesia. Di kutip dari Kompasiana.com “Mantan Atlet jadi Seorang Satpam, Tukang Becak dan Supir Taksi”“Ellyas Pical, Soeharto, dan Marina”, tak banyak anak muda Indonesia zaman sekarang yang mengenal ketiga pahlawan olahraga Indonesia tersebut.

Ellyas Pical “The Exocet”, Soeharto “Si Otot Penggayuh”, dan Marina “Sang Wanita Penendang” adalah para mantan atlet Indonesia yang berhasil mengharumkan nama Indonesia di dunia olahraga internasional. Hanya orang-orang yang hidup di jamannya saja yang mengenal mereka bertiga sebagai legenda olahraga Indonesia. Meskipun nama mereka tak setenar Maradona, Evander Holyfield, dan Mike Tyson, tetapi mereka mengusung satu visi dan misi yang sama dengan bintang olahraga dunia tersebut, yaitu mengharumkan nama bangsanya.

Coba saja tengok Soeharto “Si Otot Penggayuh”, mantan atlet balap sepeda ini telah menyumbang 2 perak bagi Indonesia pada SEA Games tahun 1977 di Thailand dari nomor jalan raya beregu dan perorangan. Tak cukup dengan medali perak, rasa cintanya pada Indonesia dan dunia balap sepeda ia buktikan dengan meraih medali emas pada dua tahun berikutnya yaitu pada SEA Games 1979 di Malaysia untuk nomor Team Time Trial jarak 100 kilometer dimana ia berhasil mengalahkan lawannya dari Malaysia dan Thailand demi berkibarnya bendera merah putih pada tiang tertinggi.

Serupa tapi tak sama, Ellyas Pical dan Marina juga tak kalah berprestasinya dengan Soeharto dalam mengharumkan nama Indonesia di dunia olahraga. Dengan pukulan hook dan uppercut kirinya yang terkenal cepat dan keras itu, The Exocet berhasil menjadi petinju Indonesia pertama yang meraih gelar internasional di luar negeri, tak heran namanya begitu melambung ketika berhasil mendapat gelar OPBF (Orient and Pacific Boxing Federation). Sepanjang karier profesionalnya dalam tinju internasional, rekor yand berhasil diraihnya adalah 20 kemenangan (11 KO), 1 seri, dan 5 kekalahan yang menjadikannya petinju legendaris Indonesia hingga saat ini. Tak jauh berbeda dengan “Sang Wanita Penendang”, demikian julukan penulis bagi Marina. Marina juga telah membuat harum nama Indonesia di dunia olahraga pencak silat. Hal tersebut dibuktikannya dengan berhasil memperoleh gelar juara pencak silat Asia yang saat itu diselenggarakan di Singapura.

Semua fakta tentang keberhasilan para legenda olahraga Indonesia dalam mengharumkan nama bangsa, seakan tak cukup untuk membuat mereka mendapatkan kehidupan yang layak di hari tuanya. “Seperti kacang lupa kulitnya”, begitulah bangsa ini memperlakukan para mantan atlet Indonesia di hari tuanya yang hidup terlantar dan serba kekurangan. Soeharto misalnya, nasibnya saat ini benar-benar berbeda 180 derajat pada saat masa kejayaannya. Saat ini, pria berumur 59 tahun ini, mengayuh becak tiap harinya untuk mencari sesuap nasi dan menghidupi istri dan ketiga anaknya yang saat ini tinggal di sebuah kamar kostan berukuran 2×3 meter di kawasan Kebon Dalem VII yang sudah ditempati lebih dari 15 tahun. Kondisi kesehatannya yang semakin buruk dengan penyakit Hermia yang diidapnya, membuatnya harus mengikat perutnya dengan bekas ban dalam sepeda untuk mengurangi rasa sakitnya. Rasa sakit yang ditimbulkan penyakitnya tersebutlah yang membuat ia memberanikan diri untuk meminta bantuan ke KONI Surabaya. Dhimam Abror Djuraid yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Harian KONI Jatim sangat terkejut dan trenyuh mengetahui kondisi mantan atlet balap sepeda nasional itu. Berkat bantuan biaya dari KONI Jawa Timur, operasi pengangkatan hermia diperut Soeharto pun

Page 5: Kata Pengantar

dilakukan. Dan sekarang, Soeharto belum bisa mengayuh becaknya karena butuh waktu 3 bulan untuk pemuliahan operasinya.

Nasib yang miris juga dialami oleh Ellyas Pical dan Marina. Setelah berhenti dari dunia tinju, Ellyas Pical sempat bekerja sebagai satpam sebuah diskotik di Jakarta. Tak jauh berbeda dengan Ellyas Pical, Marina sejak mengakhiri karirnya di dunia pencak silat dan kemudian ditinggal cerai oleh sang suami, setiap hari wanita ini harus membanting tulang sebagai supir taksi untuk menghidupi kedua anaknya.

Cerminan tentang kehidupan mantan atlet di Indonesia sungguh memprihatinkan. Pemerintah seakan-akan tak tahu atau tak mau tahu akan kesejahteraan mantan atlet Indonesia, terutama mantan atlet yang telah berjasa mengharumkan nama Indonesia di kejuaraan Internasional. Tak ada jaminan yang jelas dan pasti dari pemerintahlah yang banyak dikeluhkan oleh para mantan atlet Indonesia di hari tuanya sehingga seringkali mereka justru mengundurkan diri dari dunia olahraga dan lebih memilih pekerjaan lain yang lebih menjanjikan. Hal tersebutlah yang dialami oleh Soeharto. Ia memutuskan berhenti dari dunia balap pada tahun 1981 karena tuntutan ekonomi. Menurut wawancara yang dilakukannya dengan salah satu majalah lokal, pada saat itu tidak ada janji apa-apa dari pemerintah untuk diberikan pekerjaan. Amat disayangkan memang, Indonesia Tanah Airku, “tanah bayar, air juga bayar”.

Mungkin ketidakjelasan jaminan dari pemerintah untuk atlet di masa tuanyalah yang menjadi salah satu faktor hanya sedikit dari sekian juta orang di Indonesia yang tertarik untuk menjadi atlet. Padahal jaminan kehidupan pada para atlet yang telah mendapatkan banyak penghargaan tersebut dijamin dalam Undang-Undang No 3 tahun 2004 pasal 86 ayat 1 dan 3 Bab XIX tentang Penghargaan yang berbunyi :

(1) Setiap pelaku olahraga, organisasi olahraga, lembaga pemerintah/swasta, dan perseorangan yang berprestasi dan/atau berjasa dalam memajukan olahraga diberi penghargaan,

(3) Penghargaan dapat berbentuk pemberian kemudahan, beasiswa, asuransi, pekerjaan, kenaikan pangkat luar biasa, tanda kehormatan, kewarganegaraan, warga kehormatan, jaminan hari tua, kesejahteraan, atau bentuk penghargaan lain yang bermanfaat bagi penerima penghargaan.

Ketentuan Undang-Undang tersebut sangatlah berpengaruh bagi kehidupan atlet di hari tuanya, mengingat profesi atlet sangatlah berbeda dengan pekerjaan seorang karyawan pada umumnya, dimana umur seringkali menjadi patokan produktivitas seorang atlet. Lihat saja sekarang, jarang sekali atlet Indonesia berumur diatas 40 tahun yang masih diikutsertakan dalam kejuaraan karena pada kebanyakan cabang olahraga, kebugaran fisik sangatlah menentukan dimana kebugaran fisik sering diidentikkan dengan umur muda. Tidak bijaksananya Pemerintah dalam menerapkan UU no 3 tahun 2004 terutama dalam hal jaminan bagi kehidupan atlet di hari tuanya telah membuat kebanyakan masyarakat enggan untuk menjadi atlet. Maka tak heran, dunia olahraga Indonesia kurang berkembang dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal tersebut dibuktikan dengan semakin sedikitnya prestasi olahraga Indonesia di tingkat internasional.

Kurang pedulinya pemerintah Indonesia terhadap jaminan hari tua bagi para atlet sangat berbanding terbalik dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura dimana pemerintahnya sangat memperhatikan kemakmuran para atlet, sehingga atlet pun dapat fokus

Page 6: Kata Pengantar

untuk berlatih demi mencapai prestasi tanpa memikirkan ketidakjelasan nasib di hari tua. Hal tersebutlah yang mengakibatkan negara tersebut semakin berkembang dalam dunia olahraga tingkat internasional. Seringkali orang mencibir para mantan atlet yang sekarang hidup susah karena dianggap tidak bisa memanfaatkan jerih payah atau gaji dan bonus yang mereka dapat ketika memenangkan kejuaraan untuk jaminan di hari tua. Akan tetapi hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Berdasarkan wawancaranya dengan sebuah majalah lokal, Soeharto mengatakan bahwa ketika berhasil merebut medali di ajang SEA Games, dia dan teman-temannya tidak pernah memperoleh bonus uang dari pemerintah, seperti yang diterima atlet-atlet nasional saat ini. Dia hanya mendapatkan semacam piagam penghargaan yang diserahkan Gubernur Jatim di Gedung Negara Grahadi Surabaya dan hanya diajak makan-makan, tanpa diberi uang saku atau bonus. Seperti itulah resiko yang harus ditanggung para mantan atlet yang dulu telah mengharumkan nama Indonesia, dimana tak ada bonus dan jaminan kesejahteraan di hari tua yang jelas. Tak berbeda jauh dengan Soeharto, Ellyas Pical juga mengalami nasib yang sama. Karena tuntutan ekonomi, ia sempat terjerat kasus narkoba dan dihukum penjara 7 bulan. Penangkapannya sempat menuai kritikan dari berbagai pihak yang menyoroti tiadanya jaminan hidup yang diberikan pemerintah kepada atlet yang telah mengharumkan nama Negara. Beruntung setelah keluar dari penjara, Ellyas Pical diterima bekerja di KONI namun hanya digaji sebesar 700 ribu Rupiah. Begitu pula dengan Marina, tak sedikit halangan yang ia dapati untuk kemudian akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang supir taksi. Larangan dari kedua anaknya dan faktor gender yang masih tertanam di masyarakat membuatnya ragu untuk mejadi supir taksi. Namun semua itu sirna, ketika ia pantang menyerah dan hingga kini kedua anaknya justru bangga melihat perjuangan ibunya untuk menghidupi mereka.

Keprihatinan akan kehidupan para mantan atlet yang miris wajib dirasakan oleh pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia mengingat mereka telah banyak berjasa dalam mengharumkan nama Indonesia. Pemerintah harus lebih peduli untuk pada para atlet yang nantinya akan pensiun muda. Banyak hal yang sebenarnya dapat dilakukan oleh pemerintah, misalnya saja tetap mempekerjakan para mantan atlet sebagai pelatih ataupun pembimbing para atlet muda untuk memberikan ilmu dan pengalaman yang mereka miliki. Sebab sejujurnya mereka semua masih terus ingin mengharumkan nama Indonesia, meskipun hanya di balik lapangan. Seperti keinginan yang pernah diungkapkan oleh Soeharto dalam sebuah wawancara dengan majalah lokal, “Kalau ada kesempatan dan modal, saya pingin menjadi pelatih. Jelek-jelek begini, saya pernah mengikuti pelatihan di luar negeri loh,”.

Ellyas Pical, Soeharto, dan Marina hanya segelintir dari para mantan atlet yang sekarang hidup memprihatinkan. Dengan adanya kisah dari para mantan atlet ini, diharapkan bangsa ini dapat memunculkan rasa keprihatinan dengan cara memberikan suatu jaminan hidup bagi para atlet secara jelas sehingga para atlet sekarang dapat lebih lega hati dan fokus sepenuhnya untuk berprestasi dan mengharumkan nama bangsa. Semoga di kemudian hari tidak ada lagi Soeharto-Soeharto lain, mantan atlet yang harus mengayuh becak di hari tuanya.

Namun ada kabar baik bagi kalangan atlet. Pemerintah baru Jokowi-JK nanti, bakal memberi penghargaan bagi mantan atlet nasional berprestasi berupa tunjangan pensiun.

Untuk merealisasi hal tersebut, maka pemerintah Jokowi-JK mendatang akan membentuk Lembaga Pengelola Dana Pendidikan yang tugasnya antara lain mengelola dana abadi bagi pendidikan insan olahraga. Demikian dikatakan Nusron Wahid dalam acara diskusi olahraga, di Jakarta, Senin (6/10/2014).

Page 7: Kata Pengantar

"Dari besaran dana olahraga yang diturunkan, direncanakan 10 persen tidak dibelanjakan melainkan digunakan untuk menyokong pendidikan atlet nasional," kata Nusron Wahid yang saat ini menjabat Ketua Umum II PP PBSI."Dana ini  juga bisa digunakan untuk memberi semacam pensiun kepada atlet-atlet yang berprestasi misalnya peraih medali emas Olimpiade, Asian Games atau pun SEA Games," imbuh Nusron.

Sementara itu secara terpisah, Rita Subowo, Ketua Umum Komite Olahraga Indonesia (KOI) mengatakan, bahwa di Hungaria penghargaan yang diperuntukkan bagi mantan atlet berprestasi sudah diterapkan. “Di sana pemerintah memberi penghargaan jaminan hari tua buat atlet berprestasi, setelah mereka berusia di atas 35 tahun,” ujar Rita.Rita menegaskankan bahwa program di Hungaria itu bagus, karena para atlet bisa lebih berkonsentrasi pada upaya meraih prestasi setinggi-tingginya tanpa harus memikirkan nasibnya kelak ketika tidak lagi berkecimpung di dunia olahraga.

3.     PENUTUPDari data diatas dapat saya simpulkan bahwa Ketidaksejahtraan Atlet Indonesia

dikarenakan tidak adanya perhatian yang serius dari pemerintah padahal, penghargaan atlet sudah jelas-jelas terpampang jelas dalam Undang-Undang No 3 tahun 2005 pasal 86 BAB XIX Tentang Penghargaan yang berbunyi:(1) Setiap pelaku olahraga, organisasi olahraga, lembaga pemerintah/swasta, dan perseorangan yang berprestasi dan/atau berjasa dalam memajukan olahraga diberi penghargaan. (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, organisasi olahraga, organisasi lain, dan/atau perseorangan. (3) Penghargaan dapat berbentuk pemberian kemudahan, beasiswa, asuransi, pekerjaan, kenaikan pangkat luar biasa, tanda kehormatan, kewarganegaraan, warga kehormatan, jaminan hari tua, kesejahteraan, atau bentuk penghargaan lain yang bermanfaat bagi penerima penghargaan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan dan bentuk penghargaan serta pelaksanaan pemberian penghargaansebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diaturdengan Peraturan Presiden.

Di Ayat (3) disitu dijelaskan Penghargaan dapat berbentuk pemberian kemudahan, beasiswa, asuransi, pekerjaan, kenaikan pangkat luar biasa, tanda kehormatan, kewarganegaraan, warga kehormatan, jaminan hari tua, kesejahteraan, atau bentuk penghargaan lain yang bermanfaat bagi penerima penghargaan.

Page 8: Kata Pengantar

Dan Jika ada Mantan Atlet Indonesia yang sulit mencari pekerjaan atau mengalami kesulitan dihari tua, itu merupakan GAGALNYA Pemerintah dalam merealisasikan Undang-Undang No 3 tahun 2005 Tersebut.Namun kabar baik bagi kalangan atlet. Pemerintah baru Jokowi-JK nanti, bakal memberi penghargaan bagi mantan atlet nasional berprestasi berupa tunjangan pensiun. Semoga saja.