Upload
others
View
22
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial i
KATA PENGANTAR
Modul NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial (RUK) bertujuan untuk
memberikan pemahaman kepada peserta pelatihan mengenai pengertian NSPK,
hierarki peraturan perundang-undangan, dan family tree NSPK di bidang
penyelenggaraan RUK, NSPK yang terkait dengan bidang penyelenggaraan RUK,
serta NSPK yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan RUK.
Modul ini disusun dalam 5 (lima) Bab, meliputi Pendahuluan, Pengertian NSPK,
Hierarki Peraturan Perundang-undangan dan Family Tree NSPK di Bidang
Penyelenggaraan RUK, NSPK Bidang Penyelenggaraan RUK, Kebutuhan NSPK
Bidang Penyelenggaraan RUK, dan Penutup.
Modul ini disusun secara sistematis agar peserta pelatihan dapat mempelajari
materi dengan lebih mudah. Fokus pembelajaran diarahkan pada peran aktif
peserta pelatihan.
Ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada tim penyusun atas
tenaga dan pikiran yang dicurahkan untuk mewujudkan modul ini. Penyempurnaan
maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa terbuka dan
dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan peraturan
yang terus menerus terjadi. Semoga modul ini dapat membantu dan bermanfaat
bagi peningkatan kompetensi Aparatur Sipil Negara di lingkungan Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam Penyelenggaraan RUK.
Bandung,
Desember 2018
Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Jalan, Perumahan, Permukiman, dan
Pengembangan Infrastruktur Wilayah
ii NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial iii
UCAPAN TERIMA KASIH
TIM TEKNIS
Ir. Thomas Setiabudi Aden, M.Sc,Eng (Kepala Pusdiklat JP3IW)
Hasto Agoeng Sapoetro, S.ST., MT (Kepala Bidang TM Perkim)
Deva Kurniawan Rahmadi, ST., M.Sc (Kasubbid Teknik Pelatihan,
Bidang TM Perkim)
Nur Fajri Arifiani, ST., MT., M.Eng (Kasubbid Materi Pelatihan,
Bidang TM Perkim)
TIM PENYUSUN
Sri Maharani Dwi Putri, SH., MH. (Widyaiswara Utama)
NARASUMBER
Ir. Moch Yusuf Hariagung, MM, MT (Direktur Rumah Umum
dan Komersial)
Suryono Herlambang, ST., M.Sc (Tenaga Ahli)
Diterbitkan Oleh:
Pusdiklat Jalan, Perumahan, Permukiman, dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Bandung, Desember 2018
iv NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... I
DAFTAR ISI ............................................................................................................... IV
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... VII
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... VIII
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL .......................................................................... IX
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
BAB 2 PENGERTIAN NSPK, HIERARKI PERATURAN PERUNDANGAN-UNDANGAN,
DAN FAMILY TREE NSPK DI BIDANG PENYELENGGARAAN RUK................. 5
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial v
BAB 3 NSPK BIDANG PENYELENGGARAAN RUMAH UMUM DAN KOMERSIAL .. 15
BAB 4 KEBUTUHAN NSPK BIDANG RUMAH UMUM DAN RUMAH KOMERSIAL.. 69
vi NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
BAB 5 PENUTUP ................................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 81
GLOSARIUM ............................................................................................................ 82
BAHAN TAYANG ...................................................................................................... 87
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Hierarki Peraturan Perundang-undangan ................................................ 7
Gambar 2 Family Tree Peraturan Perundang-undangan Penyelenggaraan Rumah
Umum dan Komersial .............................................................................. 9
Gambar 3 Family Tree Peraturan Perundang-undangan terkait dengan
Penyelenggaraan Perumahan ................................................................ 13
Gambar 4 Proses Pembentukan PPPSRS ................................................................ 40
Gambar 5 Lingkup Peraturan Bantuan PSU ............................................................ 53
Gambar 6 Jenis Infrastruktur yang dapat Dikerjasamakan ..................................... 62
Gambar 7 Kelembagaan KPBU................................................................................ 63
Gambar 8 Tahapan Pelaksanaan KPBU ................................................................... 63
Gambar 9 Prakarsa Badan Usaha untuk Pelaksanaan KPBU ................................... 64
Gambar 10 Manajemen Risiko dalam Pelaksanaan KPBU ....................................... 65
viii NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Daftar Peraturan Perundang-undangan terkait Penyelenggaraan Rumah
Umum dan Komersial .............................................................................. 9
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial ix
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
Deskripsi
Mata Pelatihan NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial (RUK) ini
bertujuan memberikan pemahaman mengenai Pengertian NSPK, Hierarki
Peraturan Perundang-undangan, dan Family Tree NSPK di Bidang Penyelenggaraan
RUK, NSPK yang terkait dengan Bidang Penyelenggaraan RUK, serta NSPK yang
dibutuhkan dalam Penyelenggaraan RUK.
Peserta pelatihan mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara yang berurutan.
Pemahaman setiap materi pada modul ini sangat diperlukan karena materi ini
menjadi dasar pemahaman sebelum mengikuti pembelajaran modul-modul
berikutnya. Hal ini diperlukan karena masing-masing modul saling berkaitan. Setiap
kegiatan belajar dilengkapi dengan latihan atau evaluasi sebagai alat ukur tingkat
penguasaan peserta diklat setelah mempelajari materi dalam modul ini.
Persyaratan
Dalam mempelajari modul ini peserta pelatihan dilengkapi dengan peraturan
perundangan dan pedoman yang terkait dengan NSPK Penyelenggaraan Rumah
Umum dan Komersial.
Metode
Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, metode yang digunakan adalah kegiatan
pemaparan yang dilakukan oleh pemberi materi (narasumber). Dalam kegiatan
pembelajaran juga diberikan kesempatan tanya jawab, curah pendapat, bahkan
diskusi interaktif yang membahas kasus-kasus yang terjadi di lapangan.
Alat Bantu/Media
Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan alat
bantu/media pembelajaran tertentu, yaitu:
1. LCD/projector
2. Laptop
3. Papan tulis atau whiteboard dengan penghapusnya
4. Flip chart
5. Bahan tayang
x NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
6. Modul dan/atau Bahan Ajar
7. Laser pointer
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 1
BAB 1
PENDAHULUAN
2 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Pendahuluan
Latar Belakang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1)
menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Tempat tinggal mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak
serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia
seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif sehingga terpenuhinya kebutuhan
tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yang akan terus
ada dan berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan manusia.
Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu
bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam
lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah
Indonesia. Sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, idealnya rumah harus
dimiliki oleh setiap keluarga, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan
rendah dan bagi masyarakat yang tinggal di daerah padat penduduk di perkotaan.
Negara juga bertanggung jawab dalam menyediakan dan memberikan kemudahan
perolehan rumah bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman serta keswadayaan masyarakat. Penyediaan dan kemudahan
perolehan rumah tersebut merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata
ruang, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu menjamin kelestarian
lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan
keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Demikian merupakan penjelasan umum dalam UU nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Dalam menjalankan amanat untuk memenuhi kebutuhan perumahan terutama
bagi MBR, tentunya jajaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
dan para pemangku kepentingan memerlukan pemahaman seluruh peraturan
perundang-undangan yang menjadi pedoman. Selain hal tersebut, terdapat
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 3
kompetensi dasar yang harus dipenuhi oleh staf senior yaitu mampu menyusun
NSPK di bidang Rumah Umum dan Komersial. Untuk itu, diperlukan pelatihan
dalam rangka memahami penyusunan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan
Kriteria) yang dibutuhkan saat ini.
Deskripsi Singkat
Mata Pelatihan NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial (RUK) ini
bertujuan memberikan pemahaman mengenai pengertian NSPK, hierarki peraturan
perundang-undangan, dan family tree NSPK di bidang penyelenggaraan RUK, NSPK
yang terkait dengan bidang penyelenggaraan RUK, serta NSPK yang dibutuhkan
dalam penyelenggaraan RUK.
Kompetensi Dasar
Setelah mengkuti pembelajaran pada pelatihan ini, peserta pelatihan diharapkan
mampu memahami pengertian NSPK, hierarki peraturan perundang-undangan, dan
family tree NSPK di bidang penyelenggaraan RUK, NSPK bidang penyelenggaraan
RUK, serta kebutuhan NSPK bidang penyelenggaraan RUK.
Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta pelatihan mampu:
1. menjelaskan pengertian NSPK, hierarki PUU, dan family tree NSPK di
bidang penyelenggaraan RUK;
2. menjelaskan NSPK bidang penyelenggaraan RUK;
3. menjelaskan kebutuhan NSPK bidang penyelenggaraan RUK.
Materi Pokok dan Submateri Pokok
Materi Pokok dan Submateri Pokok dalam mata Pelatihan ini adalah:
1. Pengertian NSPK, Hierarki PUU, dan Family Tree NSPK di Bidang
Penyelenggaraan RUK
a. Pengertian NSPK
b. Hierarki Peraturan Perundang-undangan
c. Family Tree NSPK di Bidang Penyelenggaraan RUK
2. NSPK Bidang Penyelenggaraan RUK
a. Persyaratan Teknis, Administrasi, serta Tata Ruang dan Ekologis
b. Penyediaan Tanah
c. Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
4 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
d. Sertifikat Laik Fungsi
e. Pemanfaatan Rumah Umum dan Komersial
f. Pengendalian Rumah Umum dan Rumah Komersial
g. Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah Umum bagi MBR
h. Hunian Berimbang Rumah Umum dan Komersial
i. Penghunian dan Pengelolaan Rumah Susun Umum dan Rumah Susun
Komersial
j. Pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah
Susun (PPPSRS)
k. Pemilikan Satuan Rumah Susun Umum dan Satuan Rumah Susun
Komersial
l. Bantuan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum untuk Perumahan
m. Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha di Bidang
Pembangunan Rumah Umum (KPBU)
3. Kebutuhan NSPK Bidang Penyelenggaraan RUK
a. NSPK tentang Fasilitasi Penyediaan Tanah
b. NSPK tentang Masa Transisi dan Penyerahan Pertama Kali
c. NSPK tentang Pelaksanaan Kebijakan Hunian Berimbang
d. NSPK tentang Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG)
e. NSPK tentang Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB)
Estimasi Waktu
Untuk mempelajari mata pelatihan NSPK Penyelenggaraan RUK ini, dialokasikan
waktu sebanyak 4 (empat) jam pelajaran.
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 5
BAB 2
PENGERTIAN NSPK, HIERARKI PERATURAN
PERUNDANGAN-UNDANGAN, DAN FAMILY TREE
NSPK DI BIDANG PENYELENGGARAAN RUK
6 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Pengertian NSPK, Hierarki Peraturan Perundang-
undangan, dan Family Tree NSPK di Bidang
Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Indikator keberhasilan
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta pelatihan mampu menjelaskan pengertian
NSPK, hierarki peraturan perundang-undangan, dan family tree NSPK di bidang
penyelenggaraan RUK.
Pengertian NSPK
Pengertian NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria) dalam Pelatihan Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial ini dapat dipahami sebagai berikut:
Norma: aturan atau ketentuan yang dipakai sebagai tatanan untuk penyelenggaraan rumah umum dan komersial
Standar: acuan yang dipakai sebagai patokan penyelenggaraan rumah umum dan komersial
Prosedur: metode atau tata cara dalam penyelenggaraan rumah umum dan komersial
Kriteria: ukuran yang dipergunakan sebagai dasar penyelenggaraan rumah umum dan komersial
NSPK ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
NSPK yang akan disajikan dalam modul ini merupakan muatan pokok yang
tercantum dalam Undang-undang dan Peraturan Pemerintah. Penjabaran secara
detail masih dibutuhkan untuk kemudian dijadikan Peraturan Menteri dan SOP.
Hierarki Peraturan Perundang-undangan
Untuk memahami family tree NSPK di bidang penyelenggaraan RUK, terlebih
dahulu dibutuhkan pemahaman mengenai hierarki peraturan perundang-undangan
(PUU) sesuai dengan Undang-Undang tentang Pembentukan PUU, sebagaimana
tertuang dalam Gambar 1, yaitu meliputi:
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 7
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Gambar 1 Hierarki Peraturan Perundang-undangan
Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki
sebagaimana dimaksud.
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam hierarki
tersebut mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank
Indonesia, Menteri, Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat, yang dibentuk
dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
8 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud diakui keberadaannya dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Sementara itu, NSPK ditetapkan oleh Menteri (dalam hal ini Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat) yang mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi
atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Family Tree NSPK di Bidang Penyelenggaraan RUK
Dalam rangka Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial, baik dalam bentuk
rumah tapak atau rumah susun, saat ini terdapat beberapa PUU yang menjadi
pedoman pokok, meliputi:
1. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
2. UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
3. UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
4. UU nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susus
5. PP No. 36 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Bangunan Gedung
6. PP No. 88 Tahun 2014 tentang Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan
dan Kawasan Permukiman
7. PP No. 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman
8. PP No. 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan MBR
Selain undang-undang dan peraturan pemerintah yang telah disebutkan di atas,
dilakukan pula identifikasi dan inventarisasi terhadap peraturan perundang-
undangan yang sangat terkait dengan Penyelenggaraan RUK, yang disusun ke
dalam Family Tree sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 2.
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 9
Gambar 2 Family Tree Peraturan Perundang-undangan Penyelenggaraan Rumah
Umum dan Komersial
Tabel 1 Daftar Peraturan Perundang-undangan terkait Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
No. PUU Tentang
1 UU No. 28 Tahun 2002 Bangunan Gedung
2 UU No. 1 Tahun 2011 Perumahan dan Kawasan Permukiman
3 UU No. 20 Tahun 2011 Rumah Susun
4 UU No. 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara
5 PP No. 36 Tahun 2005 Peraturan Pelaksanaan UU No 28 Tahun 2002
Tentang Bangunan Gedung
6 PP No. 88 Tahun 2014 Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Permukiman
7 PP No. 14 Tahun 2016 Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Permukiman
8 PP No. 64 Tahun 2016 Pembangunan Perumahan MBR
9 PP No. 27 Tahun 2014 Pengelolaan Barang Milik Negara - Daerah
10 Permenpera No. 14 Tahun
2006 Penyelenggaraan Perumahan Kawasan Khusus
10 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
No. PUU Tentang
11 Permenpera No. 15 Tahun
2006
Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Kawasan
Nelayan
12 Permenpera No. 17 Tahun
2006
Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan
Pengembangan Perumahan Kawasan Perbatasan
13 Permenpera No. 22 Tahun
2008 SPM Perumahan Rakyat Daerah Provinsi Kab-Kota
14 Permendagri No. 9 Tahun
2009
Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, Dan
Utilitas Perumahan Dan Permukiman Daerah
15 Permenpera No. 12 Tahun
2014
Pedoman Penyusunan Rencana Pembangunan Dan
Pengembangan Perumahan Dan Kawasan
Permukiman (RP3KP) Daerah Provinsi Dan Daerah
Kabupaten/ Kota,
16 Permendagri No. 55 Tahun
2017
Pelaksanaan Perizinan Dan Non Perizinan
Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah Di Daerah
17 Permen PUPR No. 38
Tahun 2015
Bantuan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
untuk Perumahan Umum
18 Permen PUPR No. 20
Tahun 2017 Penyediaan Rumah Khusus
19 Permen PUPR No. 21
Tahun 2018
Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah
Dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
20 Permen PURP No. 23
Tahun 2018
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah
Susun
21 Permenkeu No.
246/PMK.06 Tahun 2014 Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan BMN
22 Permenkeu No.
111/PMK.06 Tahun 2016 Tata Cara Pelaksanaan Pemindahtanganan BMN
Keterkaitan antara berbagai Undang-Undang tersebut dengan Penyelenggaraan
Rumah Umum dan Komersial adalah sebagai berikut:
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 11
1. UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pengaturan Pokok pokok Agraria,
terkenal dengan sebutan UUPA
Pembangunan rumah umum dan komersial selalu membutuhkan sebidang
tanah yang status pemilikannya harus jelas menurut hukum tanah nasional
yang diatur dalam UUPA. Oleh sebab itu, dalam membangun Rumah
Umum dan Komersial pelaku pembangunan harus mengurus hak atas
tanah terlebih dahulu, agar tidak terjadi permasalahan di kemudian hari.
Pengaturan hak atas tanah yang tepat untuk pembangunan rumah umum
dan komersial diatur dalam UUPA. Dalam hal Rumah Umum dan Komersial
dibangun di atas tanah Pemerintah atau Pemerintah Daerah, maka pada
Hak Atas Tanah yang biasanya diberikan adalah Hak Pakai selama dipakai,
atau Hak Pengelolaan.
2. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Rumah umum dan komersial merupakan suatu bangunan gedung yang
berfungsi sebagai tempat hunian sehingga persyaratan teknis, admnistrasi,
dan ekologis dalam proses pembangunannya harus mangacu pada
peraturan perundang-undangan yang mengatur bangunan gedung (UU No.
28 Tahun 2002 dan PP No. 36 Tahun 2005)
3. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Dalam penyelenggaraan rumah umum, pembiayaan dapat dilakukan
melalui APBN dan setelah diselesaikannya proses pembangunan akan
diserahkan kepada pihak pemohon bantuan. Oleh karena itu, dalam proses
ini akan terjadi proses pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) sehingga
dalam pelaksanaannya harus mengacu pada peraturan yang terkait dengan
perbendaharaan negara.
4. UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Peraturan perundangan-undangan ini beserta peraturan turunannya
merupakan peraturan pokok dalam penyelenggaraan rumah umum dan
komersial. Materi pokok dalam peraturan ini meliputi:
a. Asas, Tujuan dan Ruang Lingkup
b. Pembinaan
c. Tugas dan Wewenang
d. Penyelenggaraan Perumahan
e. Penyelenggaraan Kawasan Permukiman
12 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
f. Pemeliharaan dan Perbaikan
g. Pencegahan dan Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh
dan Permukiman Kumuh
h. Pendanaan dan Sistem Pembiayaan
i. Hak dan Kewajiban
j. Peran Masyarakat
Oleh sebab itu, dalam menyelenggarakan rumah umum dan rumah
komersial wajib memenuhi segala ketentuan dalam UU tersebut,
utamanya ketentuan mengenai penyelenggaraan perumahan.
5. UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
Rumah umum dan rumah komersial dapat berbentuk rumah tapak atau
rumah susun sehingga apabila ada yang dibangun dalam bentuk rumah
susun, maka penyelenggaraannya harus mengacu pada UU ini.
Demikian halnya untuk rumah susun umum dapat dibangun di atas tanah
BMN/BMD yang dilakukan dengan cara sewa tanah selama 60 tahun. Di
atas tanah tersebut dibangun rumah susun yang masing-masing satuannya
dapat dimiliki oleh MBR dengan bukti Sertipikat Kepemilikan Bangunan
Gedung (SKBG). Dalam hal ini, pelaksanaannya harus mengacu pada UU ini.
Selain peraturan yang terkait langsung dengan Penyelenggaraan Rumah Umum
dan Komersial, terdapat pula beberapa peraturan, yang diinventarisasi
berdasarkan hasil identifikasi, memiliki keterkaitan secara tidak langsung dengan
Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial namun terkait dengan
Penyelenggaraan Perumahan secara umum.
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 13
Gambar 3 Family Tree Peraturan Perundang-undangan terkait dengan
Penyelenggaraan Perumahan
Latihan
1. Jelaskan yang saudara ketahui tentang pengertian NSPK!
2. Jelaskan yang saudara ketahui tentang hierarki PUU di Indonesia!
3. Jelaskan contoh identifikasi keterkaitan PUU dengan pengaturan rumah
umum dan komersial (RUK)!
Rangkuman
Mata Pelatihan NSPK pada BAB 2 ini telah menjelaskan pengertian NSPK, hierarki
Peraturan Perundang-undangan (PUU) di Indonesia, sehingga peserta dapat
memahami, tata susunan PUU mulai dari UUD 1945, Tap MPR, UU, PP, Permen,
serta keterkaitannya dengan PUU yang mengatur Penyelenggaraan Rumah Umum
dan Komersial.
Peserta juga diberikan pemahaman mengenai Family Tree PUU, sehingga peserta
dapat memahami kewajiban pelaku pembangunan Rumah Umum dan Komerial,
yang wajib tunduk pada berbagai PUU yang ada.
14 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 15
BAB 3
NSPK BIDANG PENYELENGGARAAN
RUMAH UMUM DAN KOMERSIAL
16 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
NSPK Bidang Penyelenggaraan Rumah Umum dan
Komersial
Indikator keberhasilan
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta pelatihan mampu menjelaskan Peraturan
Perundangan-undangan terkait dengan NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan
Komersial (RUK), khususnya NSPK dalam bentuk peraturan pemerintah yang terbit
sebagai turunan dari UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman dan peraturan pemerintah sebagai turunan dari UU Nomor 20 Tahun
2011 tentang Rumah Susun yang terkait dengan penyelenggaraan rumah umum
dan rumah komersial. PP tersebut meliputi PP Nomor 88 Tahun 2014 tentang
Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, PP Nomor 14
Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan
PP Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan MBR.
Pengertian Rumah Umum dan Rumah Komersial
Pengertian Rumah Umum dan Komersial telah diatur dalam UU Nomor 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan UU Nomor 20 Tahun
2011 tentang Rumah Susun, yaitu:
Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi
kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah;
Rumah komersial adalah rumah yang diselenggarakan dengan tujuan
mendapatkan keuntungan.
Baik rumah umum atau rumah komersial dapat berbentuk rumah tapak atau
rumah susun, oleh karena itu, NSPK yang diberlakukan dalam menyelenggarakan
rumah umum dan rumah komersial mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman beserta peraturan perundang-
undangan turunannya, atau UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
beserta peraturan perundang-undangan turunannya.
Pemahaman NSPK yang mengatur RUK dalam bentuk UU Nomor 1 Tahun 2011 dan
UU Nomor 20 Tahun 2011 tersebut telah diberikan pada Pelatihan Tingkat Dasar 1.
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 17
Oleh karena itu, pada mata pelatihan NSPK Penyelenggaraan RUK untuk Pelatihan
Tingkat Dasar 2, akan diberikan pemahaman terhadap NSPK terkait
penyelenggaraan RUK yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun
2014 tentang Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman,
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan
dan Kawasan Permukiman, dan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016
tentang Pembangunan Perumahan MBR, serta beberapa peraturan menteri
sebagai pelaksanaannya.
Persyaratan Administrasi, Teknis, serta Tata Ruang dan Ekologis
Dalam melakukan pembangunan rumah umum dan rumah komerial, pelaku
pembangunan harus memenuhi ketentuan administratif yang meliputi:
1. Status hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas
tanah;
2. Status kepemilikan bangunan gedung; dan
3. Izin mendirikan bangunan (IMB)
Permohonan izin dimaksud diajukan oleh pelaku pembangunan dengan
melampirkan persyaratan sebagai berikut:
1. sertifikat hak atas tanah;
2. surat keterangan rencana kabupaten/kota;
3. gambar rencana tapak;
4. gambar rencana arsitektur yang memuat denah, tampak, dan potongan
rumah susun yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertikal dan
horizontal dari satuan rumah susun (sarusun);
5. gambar rencana struktur beserta perhitungannya;
6. gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda
bersama, dan tanah bersama; dan
7. gambar rencana utilitas umum dan instalasi beserta perlengkapannya.
Persyaratan teknis pembangunan rumah umum dan rumah komersial terdiri atas:
1. tata bangunan yang meliputi persyaratan peruntukan lokasi serta
intensitas dan arsitektur bangunan; dan
2. keandalan bangunan yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan.
18 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Ketentuan tata bangunan dan keandalan bangunan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Persyaratan tata ruang dan ekologis dalam perencanaan dan perancangan rumah
sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi. Pembangunan
rumah susun harus memenuhi persyaratan tata ruang ekologis yang mencakup
keserasian dan keseimbangan fungsi lingkungan.
Penyediaan Tanah
Hal yang paling mendasar untuk membangun Rumah Umum dan Rumah Komersial
adalah penyediaan tanahnya. UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman telah mengatur penyediaan tanah untuk pembangunan
perumahan. Pada Pasal 105 disebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah
sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab atas ketersediaan tanah untuk
pembangunan perumahan dan kawasan permukiman. Ketersediaan tanah ini,
termasuk penetapannya di dalam rencana tata ruang wilayah, merupakan
tanggung jawab pemerintahan daerah.
Penyediaan tanah untuk pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan
permukiman dapat dilakukan melalui:
1. Pemberian hak atas tanah terhadap tanah yang langsung dikuasai negara
Tanah yang langsung dikuasai oleh negara yang digunakan untuk
pembangunan rumah, perumahan, dan/atau kawasan permukiman
diserahkan melalui pemberian hak atas tanah kepada setiap orang yang
melakukan pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman.
Pemberian hak atas tanah didasarkan pada keputusan gubernur atau
bupati/walikota tentang penetapan lokasi atau izin lokasi. Dalam hal tanah
yang langsung dikuasai negara terdapat garapan masyarakat, hak atas
tanah diberikan setelah pelaku pembangunan perumahan dan
permukiman selaku pemohon hak atas tanah menyelesaikan ganti rugi atas
seluruh garapan masyarakat berdasarkan kesepakatan. Dalam hal tidak ada
kesepakatan tentang ganti rugi penyelesaiannya dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 19
2. Konsolidasi tanah oleh pemilik tanah
Konsolidasi dapat dilakukan di atas tanah milik pemegang hak atas tanah
dan/atau di atas tanah negara yang digarap oleh masyarakat. Konsolidasi
tanah dilaksanakan berdasarkan kesepakatan:
a. antarpemegang hak atas tanah;
b. antarpenggarap tanah negara; atau
c. antara penggarap tanah negara dan pemegang hak atas tanah.
Konsolidasi tanah dapat dilaksanakan apabila paling sedikit 60% (enam
puluh persen) dari pemilik tanah yang luas tanahnya meliputi paling sedikit
60% (enam puluh persen) dari luas seluruh areal tanah yang akan
dikonsolidasi menyatakan persetujuannya. Kesepakatan paling sedikit 60%
(enam puluh persen) tidak mengurangi hak masyarakat sebesar 40%
(empat puluh persen) untuk mendapatkan aksesibilitas. Konsolidasi tanah
dapat dilaksanakan bagi pembangunan rumah tunggal, rumah deret, atau
rumah susun.
Penetapan lokasi konsolidasi tanah dilakukan oleh bupati/walikota. Khusus
untuk DKI Jakarta, penetapan lokasi konsolidasi tanah ditetapkan oleh
gubernur. Lokasi konsolidasi tanah yang sudah ditetapkan tidak
memerlukan izin lokasi.
Dalam pembangunan rumah umum dan rumah swadaya yang didirikan di
atas tanah hasil konsolidasi, Pemerintah wajib memberikan kemudahan
berupa:
a. sertifikasi hak atas tanah;
b. penetapan lokasi;
c. desain konsolidasi; dan
d. pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum.
Sertifikasi terhadap pemilik tanah hasil konsolidasi tidak dikenai bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan. Sertifikasi terhadap penggarap
tanah negara hasil konsolidasi dikenai bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan.
Konsolidasi tanah dapat dilaksanakan melalui kerja sama dengan badan
hukum. Kerja sama ini dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara
penggarap tanah negara dan/atau pemegang hak atas tanah dan badan
20 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
hukum dengan prinsip kesetaraan yang dibuat di hadapan pejabat yang
berwenang. Ketentuan lebih lanjut mengenai konsolidasi tanah diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
3. Peralihan atau pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah
Peralihan atau pelepasan hak atas tanah dilakukan setelah badan hukum
memperoleh izin lokasi. Peralihan hak atas tanah ini dibuat di hadapan
pejabat pembuat akta tanah setelah ada kesepakatan bersama.
Pelepasan hak atas tanah dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang.
Peralihan hak atau pelepasan hak atas tanah wajib didaftarkan pada kantor
pertanahan kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik negara atau milik
daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik negara atau milik
daerah bagi pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman
diperuntukkan pembangunan rumah umum dan/atau rumah khusus.
Pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik negara atau milik
daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
5. Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar
Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar bagi pembangunan
rumah, perumahan, dan kawasan permukiman diperuntukkan
pembangunan rumah umum, rumah khusus, dan penataan permukiman
kumuh.
Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum bagi
pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman
diperuntukkan pembangunan rumah umum, rumah khusus, dan penataan
permukiman kumuh. Pengadaan tanah untuk pembangunan bagi
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 21
kepentingan umum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
7. Pendayagunaan tanah wakaf bagi pembangunan rumah susun
Untuk pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus,
penyediaan tanahnya, selain dapat dilakukan dengan enam cara diatas,
dapat pula dilakukan dengan pendayagunaan tanah wakaf bagi
pembangunan rumah susun.
Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Penyelenggaraan Rumah Umum dan Rumah Komersial meliputi:
1. perencanaan perumahan;
2. pembangunan perumahan;
3. pemanfaatan perumahan; dan
4. pengendalian perumahan.
1. Perencanaan Rumah Umum dan Komersial
Perencanaan Rumah Umum dan Rumah Komersial dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan rumah. Perencanaan perumahan terdiri atas:
a. perencanaan dan perancangan Rumah Umum dan Rumah Komersial; dan
b. perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum.
Ketentuan teknis perencanaan rumah umum dan kemersial akan diatur dengan
peraturan Menteri.
2. Pembangunan Rumah Umum dan Rumah Komersial
Pembangunan rumah umum dan komersial dapat dilakukan dengan
pembangunan rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun. Pembangunan
rumah dikembangkan berdasarkan tipologi, ekologi, budaya, dan dinamika
ekonomi pada tiap daerah, serta mempertimbangkan faktor keselamatan dan
keamanan.
Pembangunan rumah umum dan rumah komersial harus dilakukan sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bertanggung
jawab dalam pembangunan rumah umum dan rumah komersial (dalam proses
perizinannya). Dalam melaksanakan tanggung jawab, Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah dapat menugasi dan/atau membentuk lembaga atau badan
22 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
yang menangani pembangunan rumah umum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Lembaga atau badan bertanggung jawab untuk:
a. membangun rumah umum, rumah khusus, dan rumah negara;
b. menyediakan tanah bagi pembangunan perumahan; dan
c. melakukan koordinasi dalam proses perizinan dan pemastian kelayakan
hunian.
Rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun yang masih dalam tahap
proses pembangunan dapat dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual
beli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perjanjian
pendahuluan jual beli dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas:
a. status pemilikan tanah;
b. hal yang diperjanjikan;
c. kepemilikan izin mendirikan bangunan induk;
d. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan
e. keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua puluh persen).
Pembangunan untuk rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun, dapat
dilakukan di atas tanah:
a. hak milik;
b. hak guna bangunan, baik di atas tanah negara maupun di atas hak
pengelolaan; atau
c. hak pakai di atas tanah negara.
Pemilikan rumah dapat difasilitasi dengan kredit atau pembiayaan pemilikan
rumah. Kredit atau pembiayaan pemilikan rumah dapat dibebani hak tanggungan.
Kredit atau pembiayaan rumah umum tidak harus dibebani hak tanggungan.
Pembangunan rumah tunggal, rumah deret, rumah susun, dan/atau satuan
rumah susun dapat dibebankan jaminan utang sebagai pelunasan kredit atau
pembiayaan. Pelunasan kredit atau pembiayaan dilakukan untuk membiayai
pelaksanaan pembangunan rumah tunggal, rumah deret, atau rumah susun.
Badan hukum yang melakukan pembangunan rumah tunggal, rumah deret,
dan/atau rumah susun tidak boleh melakukan serah terima dan/atau menarik
dana lebih dari 80% (delapan puluh persen) dari pembeli, sebelum memenuhi
persyaratan.
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 23
Pembangunan Rumah Umum dan Komersial dapat dilakukan dengan
pembangunan rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum dan/atau
peningkatan kualitas perumahan. Pemerintah daerah wajib memberikan
kemudahan perizinan bagi badan hukum yang mengajukan rencana pembangunan
Rumah Umum untuk MBR. Pemerintah daerah berwenang mencabut izin
pembangunan perumahan terhadap badan hukum yang tidak memenuhi
kewajibannya.
Sertifikat Laik Fungsi
Pelaku pembangunan wajib mengajukan permohonan sertifikat laik fungsi kepada
bupati/walikota setelah menyelesaikan seluruh atau sebagian pembangunan
rumah susun sepanjang tidak bertentangan dengan IMB. Khusus untuk Provinsi DKI
Jakarta, permohonan sertifikat laik fungsi diajukan kepada Gubernur.
Pemerintah daerah menerbitkan sertifikat laik fungsi setelah melakukan
pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pemanfaatan Rumah Umum dan Komersial
Pemanfaatan perumahan digunakan sebagai fungsi hunian. Pemanfaatan
perumahan di lingkungan hunian meliputi:
1. pemanfaatan rumah;
2. pemanfaatan prasarana dan sarana perumahan; dan
3. pelestarian rumah, perumahan, serta prasarana dan sarana perumahan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemanfaatan rumah dapat digunakan sebagai kegiatan usaha secara terbatas
tanpa membahayakan dan tidak mengganggu fungsi hunian. Pemanfaatan rumah
selain digunakan untuk fungsi hunian harus memastikan terpeliharanya perumahan
dan lingkungan hunian. Ketentuan mengenai pemanfaatan rumah diatur dengan
peraturan daerah.
Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal atau menghuni rumah. Hak untuk
menghuni rumah dapat berupa:
1. hak milik; atau
2. sewa atau bukan dengan cara sewa.
24 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Penghunian rumah dengan cara sewa menyewa atau dengan cara bukan sewa
menyewa hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik rumah. Khusus bagi
rumah yang sedang dalam sengketa, rumah tidak dapat disewakan.
Penghunian rumah dengan cara sewa menyewa atau dengan cara bukan sewa
menyewa dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemilik dan penyewa.
Perjanjian tertulis sekurang-kurangnya mencantumkan ketentuan mengenai hak
dan kewajiban, jangka waktu sewa menyewa, dan besarnya harga sewa serta
kondisi force majeur.
Harga sewa bagi rumah sewa yang pembangunannya memperoleh kemudahan dari
Pemerintah dan pemerintah daerah ditetapkan oleh kepala daerah sesuai
kewenangannya berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam
menetapkan harga sewa, kepala daerah harus tetap memperhatikan spesifikasi
Rumah dan lokasi Rumah yang disewakan serta kelangsungan usaha atau kegiatan
sewa menyewa Rumah. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghunian
Rumah dengan cara sewa menyewa atau cara bukan sewa menyewa diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri.
Sementara itu, pemanfaatan prasarana dan sarana perumahan dilakukan :
1. berdasarkan jenis Prasarana dan Sarana Perumahan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan; dan
2. tidak mengubah fungsi dan status kepemilikan.
Pengendalian Rumah Umum dan Rumah Komersial
Pengendalian Perumahan salah satunya diatur dalam PP nomor 14 Tahun 2016
tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Berdasarkan
peraturan tersebut, pengendalian perumahan dimulai dari tahap:
1. perencanaan;
2. pembangunan
3. pembangunan; dan
4. pemanfaatan.
Pengendalian perumahan, baik pada tahap perencanaan, pembangunan, maupun
pemanfaatan, dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam
bentuk:
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 25
1. Perizinan
a. Pada tahap perencanaan, pengendalian dilakukan melalui pemberian
izin yang efektif dan efisien;
b. Pada tahap pembangunan, pengendalian dilakukan melalui kesesuaian
pembangunan dengan perizinan;
c. Pada tahap pemanfaatan, pengendalian dilakukan melalui pemberian
arahan penerbitan sertifikat laik fungsi. Penerbitan sertifikat laik
dilakukan untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan Rumah dengan
fungsinya.
2. Penertiban
a. Pada tahap perencanaan, pengendalian dilakukan untuk menjamin
kesesuaian perencanaan perumahan dengan rencana tata ruang
wilayah dan ketentuan peraturan perundang- undangan;
b. Pada tahap pembangunan, pengendalian dilakukan untuk menjamin
kesesuaian pembangunan Perumahan dengan rencana tata ruang
wilayah, perencanaan Perumahan, izin mendirikan bangunan, dan
persyaratan lain sesuai peraturan perundang-undangan;
c. Pada tahap pemanfaatan, pengendalian dilakukan untuk menjamin
kesesuaian pemanfaatan Perumahan dengan sertifikat laik fungsi.
3. Penataan
a. Pada tahap perencanaan, pengendalian dilakukan untuk menjamin
kesesuaian perencanaan Perumahan dengan tata bangunan dan
lingkungan yang terstruktur;
b. Pada tahap pembangunan, pengendalian dilakukan untuk menjamin
pembangunan Perumahan yang layak huni sehat, aman, serasi, dan
teratur serta mencegah terjadinya penurunan kualitas Perumahan;
c. Pada tahap pemanfaatan, pengendalian dilakukan untuk menjamin
kesesuaian pemanfaatan Perumahan dengan fungsi hunian.
Pengendalian Perumahan oleh Pemerintah dilakukan melalui penetapan norma,
standar, prosedur, dan kriteria. Pemerintah Daerah dapat membentuk atau
menunjuk satuan kerja perangkat daerah untuk melaksanakan pengendalian
Perumahan. Pembentukan atau penunjukan satuan kerja perangkat daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengendalian perumahan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
26 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah Umum bagi MBR
Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR. Untuk memenuhi
kebutuhan rumah bagi MBR, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib
memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program
perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.
Kemudahan dan/atau bantuan pembangunan dan perolehan rumah bagi MBR
dapat berupa:
1. subsidi perolehan rumah;
2. stimulan rumah swadaya;
3. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan;
4. perizinan;
5. asuransi dan penjaminan;
6. penyediaan tanah;
7. sertifikasi tanah; dan/atau
8. prasarana, sarana, dan utilitas umum.
Pemberian kemudahan dituangkan dalam akta perjanjian kredit atau pembiayaan
untuk perolehan rumah bagi MBR. Ketentuan mengenai MBR diatur oleh Peraturan
Menteri.
Orang perseorangan yang memiliki rumah umum dengan kemudahan yang
diberikan Pemerintah atau pemerintah daerah hanya dapat menyewakan dan/atau
mengalihkan kepemilikannya atas rumah kepada pihak lain, dalam hal:
1. pewarisan;
2. penghunian setelah jangka waktu paling sedikit 5 (lima) tahun; atau
3. pindah tempat tinggal karena tingkat sosial ekonomi yang lebih baik.
Dalam hal dilakukan pengalihan kepemilikan pengalihannya wajib dilaksanakan
oleh lembaga yang ditunjuk atau dibentuk oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah dalam bidang perumahan dan permukiman.
Jika pemilik meninggalkan rumah secara terus-menerus dalam waktu paling lama 1
(satu) tahun tanpa memenuhi kewajiban berdasarkan perjanjian, Pemerintah atau
pemerintah daerah berwenang mengambil alih kepemilikan rumah tersebut.
Rumah yang telah diambil alih oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib
didistribusikan kembali kepada MBR. Ketentuan mengenai penunjukkan dan
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 27
pembentukan lembaga oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan dan/atau bantuan pembangunan dan
perolehan rumah bagi MBR diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam mendukung program pembangunan satu juta rumah telah diterbitkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2016 tentang
Pembangunan Perumahan MBR, yang pada intinya mengatur kemudahan dan
percepatan proses perijinan dan sertipikasi hak atas tanah bagi pelaku
pembangunan yang membangun perumahan MBR. Kemudahan perijinan tersebut
antara lain sebagai berikut :
1. Bahwa pembangunan perumahan MBR dilakukan untuk luas tanah tidak
lebih dari 5 ha, dan paling kurang 0,5 ha. Pembangunan rumahnya
dilakukan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Menteri;
2. Tahapan pembangunan meliputi: persiapan, pra kontruksi, kontruksi dan
pasca kontruksi;
3. Badan hukum mengajukan proposal kepada bupati/ walikota melalui PTSP,
dilengkapi sertipikat tanah dan bukti PBB;
4. Pengajuan sertipikat sekaligus pengajuan ijin pemanfaatan tanah;
5. PTSP memberikan persetujuan proposal paling lama 7 hari kerja;
6. Badan hukum mengajukan pengesahan site plan dan surat pendaftaran
pernyataan pengelolaan dan pemantauan lingkungan kepada PTSP, dan
PTSP menetapkan pengesahan satu hari kerja sejak berkas diterima
lengkap;
7. Badan hukum dapat menyediaan tanah makam di lokasi perumahan MBR,
dapat pula disediakan di lokasi lainnya, dengan luas 2 % kali luas tanah;
8. Badan Hukum mengajukan permohonan pengukuran dan penetapan peta
bidang kepada kepala kantor pertanahan, dan kepala kantor pertanahan
menetapkan peta bidang paling lama 14 hari kerja;
9. Sertipikat induk diterbitkan paling lama tiga hari kerja setelah peta bidang
diterbitkan;
10. Badan hukum melakukan permohonan ijin mendirikan bangunan kepada
PTSP;
11. PTSP meminta pertimbangan teknis kepada instansi teknis untuk
menerbitkan IMB, dan menerbitkan IMB dalam waktu 7 hari kerja;
12. Informasi Ketersediaan surveyor berlinsensi.
28 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Dalam rangka implementasi PP tersebut diperlukan kegiatan sosialisasi dan
fasilitasi, dengan aspek yang perlu difasilitasi adalah sebagai berikut:
1. Kajian Pembentukan Dinas Perumahan;
2. Kajian Pembentukan PTSP;
3. Kajian Pembentukan Loket Percepatan;
4. Kajian Pembentukan Layanan Data dan Informasi MBR;
5. Kajian Pembentukan Kantor Surveryor Berlisensi di Daerah.
Hunian Berimbang Rumah Umum dan Komersial
Badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan wajib mewujudkan
perumahan dengan hunian berimbang. Pembangunan perumahan skala besar yang
dilakukan oleh badan hukum wajib mewujudkan hunian berimbang dalam satu
hamparan. Kewajiban dimaksud dikecualikan untuk badan hukum yang
membangun perumahan yang seluruhnya ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan
rumah umum.
Dalam hal pembangunan perumahan dengan pola hunian berimbang, Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah dapat memberikan insentif kepada badan hukum
untuk mendorong pembangunan perumahan dengan hunian berimbang.
Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian berimbang meliputi rumah
sederhana, rumah menengah. Ketentuan mengenai hunian berimbang diatur
dengan Peraturan Menteri. Peraturan menteri yang ada saat ini dirasakan kurang
implententatif, hal ini disebabkan karena kewajiban membangun hunian
berimbang tidak dicantumkan ke dalam ijin lokasi dan ijin mendirikan bangunan.
Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang
bertujuan untuk:
1. menjamin tersedianya rumah mewah, rumah menengah, dan rumah
sederhana bagi masyarakat yang dibangun dalam satu hamparan atau
tidak dalam satu hamparan untuk rumah sederhana;
2. mewujudkan kerukunan antar berbagai golongan masyarakat dari berbagai
profesi, tingkat ekonomi dan status sosial dalam perumahan, permukiman,
lingkungan hunian, dan kawasan permukiman;
3. mewujudkan subsidi silang untuk penyediaan prasarana, sarana, dan
utilitas umum, serta pembiayaan pembangunan perumahan;
4. menciptakan keserasian tempat bermukim baik secara sosial dan ekonomi;
dan
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 29
5. mendayagunakan penggunaan lahan yang diperuntukkan bagi perumahan
dan kawasan permukiman.
Ruang lingkup pengaturan hunian berimbang meliputi :
1. lokasi dan komposisi;
2. perencanaan dan pembangunan;
3. pengendalian;
4. tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah; dan
5. insentif dan disinsentif.
Setiap orang yang membangun perumahan dan kawasan permukiman wajib
dengan hunian berimbang, kecuali seluruhnya diperuntukkan bagi rumah
sederhana dan/atau rumah susun umum.
Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang
harus memenuhi persyaratan lokasi dan komposisi.
Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang
dilaksanakan di perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan
permukiman, dengan skala sebagai berikut:
1. perumahan dengan jumlah rumah sekurang-kurangnya 50 (lima puluh)
sampai dengan 1.000 (seribu) rumah;
2. permukiman dengan jumlah rumah sekurang-kurangnya 1.000 (seribu)
sampai dengan 3.000 (tiga ribu) rumah;
3. lingkungan hunian dengan jumlah rumah sekurang-kurangnya 3.000 (tiga
ribu) sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) rumah; dan
4. kawasan permukiman dengan jumlah rumah lebih dari 10.000 (sepuluh
ribu) rumah.
Persyaratan lokasi hunian berimbang dilaksanakan dalam satu kabupaten/kota
pada:
1. Satu hamparan Lokasi hunian berimbang dalam satu hamparan wajib dilaksanakan pada
permukiman, lingkungan hunian, kawasan permukiman. Lokasi hunian
berimbang dalam satu hamparan sekurang-kurangnya menampung 1.000
(seribu) rumah.
30 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
2. Tidak dalam satu hamparan
Lokasi hunian berimbang tidak dalam satu hamparan dapat dilaksanakan
pada perumahan yang sekurang-kurangnya menampung 50 (lima puluh)
rumah. Dalam hal tidak dalam satu hamparan maka pembangunan rumah
sederhana oleh setiap orang harus memenuhi persyaratan:
a. dibangun dalam satu wilayah kabupaten/kota; dan
b. penyediaan akses ke pusat pelayanan dan tempat kerja.
Komposisi jumlah rumah merupakan perbandingan jumlah rumah sederhana,
jumlah rumah menengah, dan jumlah rumah mewah. Komposisi ini didasarkan
pada:
1. Jumlah rumah
Perbandingan jumlah rumah sekurang-kurangnya 3:2:1 (tiga berbanding
dua berbanding satu), yaitu 3 (tiga) atau lebih rumah sederhana
berbanding 2 (dua) rumah menengah berbanding 1 (satu) rumah mewah.
Dalam hal tidak dapat dibangun rumah sederhana dalam bentuk rumah
tunggal atau rumah deret dapat dibangun dalam bentuk rumah susun
umum.
2. luasan lahan
Komposisi luasan lahan merupakan perbandingan luas lahan untuk rumah
sederhana, terhadap luas lahan keseluruhan.
Luasan lahan rumah sederhana sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima
perseratus) dari luas lahan keseluruhan dengan jumlah rumah sederhana
sekurang-kurangnya sama dengan jumlah rumah mewah ditambah
jumlah rumah menengah.
Dalam hal hanya membangun rumah mewah, setiap orang wajib membangun
rumah sederhana sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali jumlah rumah mewah. Dalam
hal hanya membangun rumah menengah, setiap orang wajib membangun
rumah sederhana sekurang-kurangnya 2 (dua) kali jumlah rumah menengah.
Dalam hal rumah sederhana tidak dibangun dalam satu hamparan, jumlah rumah
sederhana yang harus dibangun ditambah sekurang-kurangnya 20 % (dua puluh
perseratus) dari kewajiban perbandingan jumlah rumah. Dalam hal pembangunan
rumah sederhana berdasarkan komposisi luasan lahan dilakukan tidak dalam satu
hamparan, luasan lahan untuk rumah sederhana ditambah sekurang-kurangnya
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 31
15% (lima belas perseratus) untuk rumah sederhana dan/atau rumah susun umum
dari luas lahan keseluruhan.
Hunian berimbang rumah susun merupakan perumahan atau lingkungan hunian
yang dibangun secara berimbang antara rumah susun komersial dan rumah susun
umum.
Hunian berimbang khusus untuk rumah susun umum sekurang-kurangnya 20%
(dua puluh perseratus) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun.
Rumah susun umum dapat dibangun pada bangunan terpisah dari bangunan
rumah susun komersial, dapat pula dibangun dalam satu hamparan dengan rumah
susun komersial.
Dalam hal tidak dalam satu hamparan, maka pembangunan rumah susun umum
dilaksanakan oleh setiap orang harus memenuhi persyaratan:
1. dibangun dalam satu wilayah kabupaten/kota; dan
2. penyediaan akses ke pusat pelayanan dan tempat kerja.
1. Perencanaan dan Pengendalian Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang
a. Perencanaan
Perencanaan perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang
dilakukan oleh setiap orang. Perencanaan dilakukan untuk lokasi baru
dan/atau pada lokasi pengembangan yang sebagian sudah terbangun.
Perencanaan dapat disusun dalam satu hamparan atau tidak dalam satu
hamparan. Perencanaan tidak dalam satu hamparan wajib diajukan oleh setiap
orang yang sama. Perencanaan lokasi baru dan/atau pada lokasi
pengembangan disusun dalam bentuk dokumen perencanaan yang menjamin
terlaksananya hunian berimbang.
Dokumen perencanaan sekurang-kurangnya meliputi:
1) Rencana tapak;
2) Desain rumah;
3) Spesifikasi teknis rumah;
4) Rencana kerja perwujudan hunian berimbang; dan
5) Rencana kerjasama.
32 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Dokumen perencanaan wajib mendapat pengesahan pemerintah daerah
kabupaten/kota, khusus untuk DKI Jakarta oleh pemerintah daerah provinsi DKI
Jakarta.
Setiap orang yang membangun perumahan dan kawasan permukiman wajib
mewujudkan hunian berimbang sesuai dengan perencanaan.
Pembangunan permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman
dengan hunian berimbang hanya dilakukan oleh badan hukum bidang
perumahan dan kawasan permukiman. Badan hukum ini dapat berupa badan
hukum yang berdiri sendiri atau kumpulan badan hukum dalam bentuk
kerjasama. Kerjasama yang dimaksud dapat berbentuk:
1) konsorsium;
2) kerjasama operasional; atau
3) bentuk kerjasama lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pembangunan rumah sederhana dilaksanakan secara proporsional atau rumah
susun umum sesuai dengan rencana kerja perwujudan hunian berimbang.
b. Pengendalian Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian
Berimbang
Pengendalian perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang
dilakukan pada:
1) Tahap perencanaan
Pengendalian pada tahap perencanaan sesuai dengan dokumen
perencanaan.
2) Tahap pembangunan
Pengendalian pada tahap pembangunan meliputi:
a) perizinan;
b) penertiban; dan
c) penataan.
3) Tahap pengembangan
Pengendalian pada tahap pengembangan ditujukan bagi setiap orang
yang mengajukan izin pengembangan atau perluasan perumahan dan
kawasan permukiman.
Pengendalian perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang
dilakukan oleh unit kerja teknis pemerintah daerah kabupaten/kota.
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 33
Pengendalian dilakukan melalui:
1) pemberian peringatan tertulis;
2) penyegelan lokasi dan penghentian sementara kegiatan
pembangunan;
3) pembatalan izin mendirikan bangunan;
4) pembongkaran bangunan; dan/atau
5) pemberian sanksi.
Pemberian sanksi dapat berupa sanksi administratif dan/atau sanksi pidana
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan mengenai unit kerja teknis dan pemberian sanksi diatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, khusus untuk Provinsi DKI Jakarta diatur
dengan Peraturan Daerah Provinsi.
2. Tanggung Jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pemerintah dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan
hunian berimbang mempunyai tanggung jawab:
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan penyelenggaraan hunian
berimbang;
b. melaksanakan pembinaan dan koordinasi kepada pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan setiap orang yang
menyelenggarakan hunian berimbang meliputi:
1) Sosialisasi;
2) Pendidikan dan pelatihan;
3) Bimbingan teknis dan bantuan teknis; dan
4) Penelitian dan pengembangan;
c. melaksanakan pemantauan kepada pemerintah daerah provinsi,
pemerintah daerah kabupaten/kota melalui kegiatan pengamatan
terhadap penyelenggaraan hunian berimbang secara langsung dan/atau
tidak langsung; dan
d. melaksanakan evaluasi kepada pemerintah daerah provinsi, pemerintah
daerah kabupaten/kota melalui kegiatan penilaian terhadap tingkat
pencapaian penyelenggaraan hunian berimbang secara terukur dan
objektif.
34 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Pembinaan adalah dalam rangka mendorong pemerintah daerah provinsi dan
pemerintah daerah kabupaten/kota menyusun peraturan penyelenggaraan hunian
berimbang dan memberikan insentif kepada badan hukum yang menyelenggarakan
hunian berimbang.
Pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman dengan hunian berimbang mempunyai tanggung jawab:
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan penyelenggaraan hunian
berimbang;
b. melaksanakan pembinaan dan koordinasi kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota yang menyelenggarakan hunian berimbang;
c. melaksanakan pemantauan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota
melalui kegiatan pengamatan terhadap penyelenggaraan hunian
berimbang secara langsung dan/atau tidak langsung; dan
d. melaksanakan evaluasi kepada pemerintah daerah kabupaten/kota melalui
kegiatan penilaian terhadap tingkat pencapaian penyelenggaraan hunian
berimbang secara terukur dan objektif.
Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman dengan hunian berimbang mempunyai tanggung jawab:
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan penyelenggaraan hunian
berimbang;
b. melaksanakan pembinaan dan koordinasi kepada setiap orang yang
menyelenggarakan hunian berimbang; dan
c. melaksanakan pengendalian pelaksanaan penyelenggaraan hunian
berimbang.
Selain melaksanakan tugas dan tanggung jawab, dalam pemberian izin lokasi
pembangunan perumahan dan kawasan permukiman ketentuan tentang hunian
berimbang sudah dicantumkan dalam izin lokasi tersebut. Izin lokasi merupakan
bagian yang diajukan oleh setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal
Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta pemerintah daerah provinsi bertanggung jawab
terhadap pengendalian penyelenggaraan hunian berimbang.
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota
dalam menyelenggarakan perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian
berimbang memberikan insentif dan disinsentif.
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 35
Insentif diberikan oleh:
a. Pemerintah kepada pemerintah daerah provinsi;
b. Pemerintah kepada pemerintah daerah kabupaten/kota;
c. Pemerintah kepada badan hukum bidang perumahan dan kawasan
permukiman;
d. Pemerintah daerah provinsi kepada pemerintah daerah kabupaten/kota;
e. Pemerintah daerah provinsi kepada badan hukum bidang perumahan dan
kawasan permukiman; dan
f. Pemerintah daerah kabupaten/kota kepada badan hukum bidang
perumahan dan kawasan permukiman.
Insentif disesuaikan dengan kemampuan penganggaran Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.
Pemerintah memberikan insentif kepada pemerintah daerah provinsi yang
meliputi:
a. bantuan program pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;
dan/atau
b. pemberian penghargaan di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
Insentif diberikan kepada pemerintah daerah provinsi yang memenuhi
persyaratan:
a. mempunyai peraturan mengenai penyelenggaraan hunian berimbang; atau
b. memberikan insentif kepada badan hukum yang menyelenggarakan
hunian berimbang.
Pemerintah memberikan insentif kepada pemerintah daerah kabupaten/kota yang
meliputi:
a. bantuan program pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;
b. bantuan prasarana, sarana dan utilitas umum; dan/atau
c. pemberian penghargaan di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
Insentif diberikan kepada Pemerintah kabupaten/kota yang memenuhi
persyaratan:
a. mempunyai peraturan mengenai penyelenggaraan hunian berimbang; atau
b. memberikan insentif kepada badan hukum yang menyelenggarakan
hunian berimbang.
Pemerintah memberikan insentif kepada badan hukum yang meliputi:
36 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
a. keringanan pajak untuk rumah sederhana sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. bantuan prasarana, sarana dan utilitas umum;
c. bantuan kredit konstruksi melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan
Perumahan (FLPP); dan/atau
d. pemberian penghargaan di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
Insentif diberikan kepada badan hukum yang memenuhi persyaratan:
a. menyelenggarakan hunian berimbang dalam satu hamparan; atau
b. menyelenggarakan hunian berimbang tidak dalam satu hamparan
dengan jumlah rumah sederhana lebih dari komposisi hunian berimbang.
Pemerintah daerah provinsi memberikan insentif kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota yang meliputi:
a. bantuan program pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;
dan/atau
b. pemberian penghargaan di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
Insentif diberikan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota yang memenuhi
persyaratan:
a. mempunyai peraturan mengenai penyelenggaraan hunian berimbang; atau
b. memberikan insentif kepada badan hukum yang menyelenggarakan hunian
berimbang.
Pemerintah daerah provinsi memberikan insentif kepada badan hukum yang
meliputi:
a. bantuan prasarana, sarana dan utilitas umum; dan/atau
b. pemberian penghargaan di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
Insentif diberikan kepada badan hukum yang memenuhi persyaratan:
a. menyelenggarakan hunian berimbang dalam satu hamparan; atau
b. menyelenggarakan hunian berimbang tidak dalam satu hamparan
dengan jumlah rumah sederhana lebih dari komposisi hunian berimbang.
Pemerintah daerah kabupaten/kota memberikan insentif kepada badan hukum
yang meliputi:
a. bantuan program pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;
b. pemberian kemudahan perolehan lahan untuk pembangunan dan
pengembangannya;
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 37
c. dukungan aksesibilitas ke lokasi;
d. pemberian kemudahan perizinan;
e. keringanan biaya retribusi;
f. bantuan prasarana, sarana dan utilitas umum; dan/atau
g. pemberian penghargaan di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
Insentif diberikan kepada badan hukum yang memenuhi persyaratan:
a. menyelenggarakan hunian berimbang dalam satu hamparan; atau
b. menyelenggarakan hunian berimbang tidak dalam satu hamparan
dengan jumlah rumah sederhana lebih dari komposisi hunian berimbang.
Penghunian dan Pengelolaan Rumah Susun Umum dan Rumah Susun Komersial
Pengelolaan rumah susun umum dan rumah susun komersial meliputi kegiatan
operasional, pemeliharaan, dan perawatan bagian bersama, benda bersama, dan
tanah bersama. Pengelolaan rumah susun harus dilaksanakan oleh pengelola yang
berbadan hukum, kecuali rumah susun umum sewa, rumah susun khusus, dan
rumah susun negara.
Badan hukum yang dimaksud tersebut harus mendaftar dan mendapatkan izin
usaha dari Bupati/Walikota. Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, badan hukum
dimaksud harus mendaftar dan mendapatkan izin usaha dari Gubernur.
Dalam menjalankan pengelolaan pengelola berhak menerima sejumlah biaya
pengelolaan. Biaya pengelolaan dibebankan kepada pemilik dan penghuni secara
proporsional.
Biaya pengelolaan rumah susun umum sewa dan rumah susun khusus milik
pemerintah dapat disubsidi pemerintah. Besarnya biaya pengelolaan dihitung
berdasarkan kebutuhan nyata biaya operasional, pemeliharaan, dan perawatan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghitungan besarnya biaya
pengelolaan diatur dalam peraturan menteri yang membidangi bangunan gedung.
Dalam menjalankan kewajibannya, pengelola dapat bekerja sama dengan orang
perseorangan dan badan hukum.
Pelaku pembangunan yang membangun rumah susun umum milik dan rumah
susun komersial dalam masa transisi sebelum terbentuknya PPPSRS wajib
mengelola rumah susun. Masa transisi dimaksud ditetapkan paling lama 1 (satu)
38 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
tahun sejak penyerahan pertama kali sarusun kepada pemilik. Pelaku
pembangunan dalam pengelolaan rumah susun dapat bekerja sama dengan
pengelola.
Besarnya biaya pengelolaan rumah susun pada masa ditanggung oleh pelaku
pembangunan dan pemilik sarusun berdasarkan Nilai Perbandingan Proposional
(NPP) setiap sarusun. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan rumah susun,
masa transisi, dan tata cara penyerahan pertama kali diatur dengan peraturan
pemerintah.
Pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS)
Pemilik satuan rumah susun (sarusun) wajib membentuk Perhimpunan Pemilik dan
Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS). Perhimpunan Pemilik dan Penghuni
Satuan Rumah Susun (PPPSRS) beranggotakan pemilik atau penghuni yang
mendapat kuasa dari pemilik sarusun.
PPPSRS diberi kedudukan sebagai badan hukum berdasarkan UU Rumah Susun.
Pelaku pembangunan wajib memfasilitasi terbentuknya PPPSRS paling lambat
sebelum masa transisi berakhir. Dalam hal PPPSRS telah terbentuk, pelaku
pembangunan segera menyerahkan pengelolaan benda bersama, bagian bersama,
dan tanah bersama kepada PPPSRS.
PPPSRS berkewajiban mengurus kepentingan para pemilik dan penghuni yang
berkaitan dengan pengelolaan kepemilikan benda bersama, bagian bersama, tanah
bersama, dan penghunian. PPPSRS dapat membentuk atau menunjuk pengelola.
Tata cara mengurus kepentingan para pemilik dan penghuni yang bersangkutan
dengan penghunian diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
PPPSRS.
Dalam hal PPPSRS memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kepemilikan dan
pengelolaan rumah susun, setiap anggota mempunyai hak yang sama dengan Nilai
Perbandingan Proposional (NPP). Dalam hal PPPSRS memutuskan sesuatu yang
berkaitan dengan kepentingan penghunian rumah susun, setiap anggota berhak
memberikan satu suara. Ketentuan lebih lanjut mengenai PPPSRS diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Demikian muatan yang diatur dalam UU nomor 20 Tahun
2011 tentang Rumah Susun.
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 39
Mengingat sampai dengan saat ini peraturan pemerintah yang mengatur tentang
PPPSRS belum juga diterbitkan, untuk mengisi kekosongan hukum telah diterbitkan
Peraturan Menteri PUPR Nomor 23/PRT/M/2018 tentang Perhimpunan Pemilik
dan Penghuni Satuan Rumah Susun. Peraturan Menteri ini mengatur:
1. Persiapan Pembentukan PPPSR;
2. Pelaksanaan Musyawarah;
3. Keanggotaan dan Struktur Organisasi;
4. Akta Pendirian, Anggaran Dasar, dan Anggaran Rumah Tangga, serta Tata
Tertib Penghunian;
5. Pengelolaan.
Pemilik Sarusun wajib membentuk PPPSRS. Pembentukan PPPSRS wajib difasilitasi
oleh Pelaku Pembangunan paling lambat sebelum masa transisi berakhir. Masa
transisi ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak penyerahan pertama kali
Sarusun kepada Pemilik, tanpa dikaitkan dengan belum terjualnya seluruh Sarusun.
Fasilitasi merupakan sarana untuk memberikan segala kebutuhan pembentukan
PPPSRS paling sedikit berupa:
a. penyediaan ruang rapat dan kelengkapannya, paling kurang meliputi meja,
kursi, papan tulis/alat tulis, pengeras suara, dan penggunaan papan/media
informasi kepada warga Pemilik dan/atau Penghuni;
b. data kepemilikan dan/atau penghunian serta letak Sarusun berdasarkan
hasil pendataan yang dilakukan oleh Pelaku Pembangunan; dan
c. dukungan administrasi serta penyediaan konsumsi.
Pembentukan PPPSRS terdiri atas persiapan pembentukan PPPSRS dan
pelaksanaan pembentukan PPPSRS yang pembiayaannya dibebankan kepada
Pelaku Pembangunan.
40 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Gambar 4 Proses Pembentukan PPPSRS
1. Persiapan Pembentukan PPPSRS
Pelaku Pembangunan wajib melakukan sosialisasi penghunian secara langsung atau
menggunakan media informasi sejak Sarusun mulai dipasarkan kepada calon
pembeli dan sebelum pembentukan PPPSRS. Sosialisasi penghunian secara
langsung dilakukan melalui pertemuan antara Pelaku Pembangunan dengan
Pemilik dan Penghuni dengan materi:
a. tata cara pembentukan PPPSRS;
b. tata tertib penghunian sementara; dan
c. pengelolaan Rumah Susun.
Sosialisasi penghunian dengan menggunakan media informasi dilakukan melalui
selebaran (leaflet), papan informasi, brosur dan/atau bentuk informasi tidak
langsung lainnya yang mudah diperoleh Pemilik Sarusun.
Pendataan Pemilik dan/atau Penghuni wajib dilakukan oleh Pelaku Pembangunan
sesuai dengan prinsip kepemilikan atau kepenghunian yang sah. Kepemilikan atau
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 41
kepenghunian yang sah dibuktikan dengan tanda bukti kepemilikan atau tanda
bukti kepenghunian Sarusun.
Pelaku Pembangunan menyerahkan hasil pendataan pemilikan dan/atau
penghunian kepada panitia musyawarah yang telah terbentuk untuk data
penyelenggaraan musyawarah. Pelaku Pembangunan wajib melakukan
pembaharuan data pemilikan dan/atau penghunian dan disampaikan kepada
panitia musyawarah.
Sebelum pembentukan PPPSRS , Pelaku Pembangunan wajib memfasilitasi Pemilik
dalam membentuk panitia musyawarah. Fasilitasi oleh Pelaku Pembangunan
dilakukan melalui penyelenggaraan rapat pembentukan panitia musyawarah.
Undangan rapat pembentukan panitia musyawarah disampaikan paling lambat 10
(sepuluh) hari kalender sebelum penyelenggaraan rapat dan diinformasikan
kepada seluruh Pemillik dan Penghuni melalui media informasi.
Panitia musyawarah terdiri atas Pemilik dan wakil Pelaku Pembangunan. Panitia
musyawarah paling sedikit terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, dan 4 (empat)
orang anggota. Pemilik dipilih dari dan oleh peserta rapat yang hadir secara
musyawarah atau berdasarkan suara terbanyak. Wakil Pelaku Pembangunan
diusulkan oleh Pelaku Pembangunan sebanyak 2 (dua) orang sebagai anggota
panitia musyawarah. Panitia musyawarah yang telah terbentuk disampaikan
kepada Pemillik dan Penghuni.
Panitia musyawarah bertugas:
a. menyusun dan menetapkan jadwal musyawarah untuk pembentukan
PPPSRS;
b. menyusun rancangan tata tertib, rancangan anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga, dan rancangan program kerja pengurus;
c. menyosialisasikan jadwal musyawarah kepada seluruh Pemilik;
d. melakukan konsultasi kepada instansi teknis pemerintah daerah
kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perumahan, khusus Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta kepada
instansi teknis pemerintah daerah provinsi yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perumahan;
e. menyelenggarakan musyawarah untuk pembentukan PPPSRS;
f. mempertanggungjawabkan hasil musyawarah kepada Pemilik; dan
42 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
g. melaporkan secara tertulis hasil musyawarah kepada kepada instansi
teknis pemerintah daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perumahan, khusus Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta kepada instansi teknis pemerintah daerah provinsi yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan.
Panitia musyawarah berakhir masa tugasnya setelah terpilihnya pengurus dan
pengawas PPPSRS serta disampaikanya laporan tertulis.
2. Pelaksanaan Musyawarah
Pelaksanaan musyawarah dilakukan oleh panitia musyawarah dengan mengundang
secara resmi seluruh Pemilik untuk menghadiri musyawarah dan wakil pemerintah
daerah sebagai peninjau. Undangan musyawarah disampaikan paling lambat 7
(tujuh) hari kerja sebelum penyelenggaraan musyawarah. Undangan musyawarah
dilampirkan dengan rancangan tata tertib musyawarah, rancangan anggaran dasar,
dan rancangan anggaran rumah tangga. Rancangan anggaran dasar dan rancangan
anggaran rumah tangga dikonsultasikan oleh panitia musyawarah kepada instansi
teknis pemerintah daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perumahan, khusus Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta kepada instansi teknis pemerintah daerah provinsi yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perumahan.
Panitia musyawarah menyelenggarakan musyawarah sesuai jadwal kegiatan yang
telah ditetapkan. Pelaksanaan musyawarah dipimpin oleh pimpinan musyawarah
yang terdiri atas seorang ketua yang didampingi oleh 2 (dua) orang anggota.
Pimpinan musyawarah dipilih dari dan oleh peserta musyawarah secara
musyawarah. Dalam hal pemilihan pimpinan musyawarah secara musyawarah
tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Pimpinan
musyawarah tidak dapat menjadi calon pengurus atau pengawas PPPSRS.
Pimpinan musyawarah menetapkan tata tertib musyawarah, anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga, dan program kerja pengurus dalam musyawarah.
Pimpinan musyawarah bertugas memimpin pelaksanaan musyawarah
pembentukan PPPSRS berdasarkan tata tertib musyawarah.
Musyawarah pembentukan PPPSRS dilakukan untuk:
a. pembentukan struktur organisasi;
b. penyusunan anggaran dasar, dan anggaran rumah tangga;
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 43
c. pemilihan pengurus PPPSRS; dan
d. pemilihan pengawas PPPSRS.
Pembentukan struktur organisasi dibentuk berdasarkan program kerja pengurus
yang disusun oleh panitia musyawarah. Program kerja pengurus memuat program
pokok selama 1 (satu) periode kepengurusan. Program kerja pengurus ditetapkan
dalam musyawarah pembentukan PPPSRS.
Peserta musyawarah terdiri atas seluruh Pemilik. Pemilik dapat diwakilkan kepada
perseorangan berdasarkan surat kuasa. Perseorangan yang menjadi wakil Pemilik
meliputi:
a. istri atau suami;
b. orang tua kandung perempuan atau laki-laki;
c. salah satu saudara kandung;
d. salah satu anak yang telah dewasa dari Pemilik; atau
e. salah satu anggota pengurus badan hukum yang tercantum dalam akta
pendirian apabila Pemilik merupakan badan hukum.
Wakil Pemilik dibuktikan dengan dokumen kependudukan yang sah. Untuk Pemilik
yang badan hukum, wakil Pemilik dibuktikan dengan akta pendirian . Dalam hal
wakil Pemilik yang berbentuk badan hukum tidak hadir maka dapat memberikan
kuasa secara tertulis kepada karyawan. Karyawan dibuktikan dengan surat
pengangkatan karyawan tetap.
Selain peserta musyawarah instansi teknis pemerintah daerah kabupaten/kota
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan, khusus
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta instansi teknis pemerintah daerah provinsi
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan sebagai
peninjau. Peninjau memiliki hak untuk memberikan pendapat baik diminta maupun
tidak diminta tetapi tidak memiliki hak suara.
Peserta musyawarah yang hadir dalam musyawarah harus membawa bukti
kepemilikan dan menandatangani daftar hadir. Tanda tangan daftar hadir menjadi
dasar kepemilikan suara.
Putusan musyawarah dianggap sah apabila memenuhi kuorum dengan dihadiri
lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah Pemilik. Dalam hal sampai dengan batas
waktu yang ditentukan dalam undangan, Pemilik yang hadir belum memenuhi
kuorum maka pembukaan musyawarah ditunda paling lama 2 (dua) jam dan paling
44 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
singkat 30 (tiga puluh) menit. Dalam hal sampai dengan batas waktu penundaan
pembukaan musyawarah, Pemilik yang hadir belum memenuhi kuorum maka
musyawarah tidak dapat diselenggarakan dan musyawarah ditunda sampai dengan
batas waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender dan paling singkat 7 (tujuh)
hari kalender.
Pada saat batas waktu, panitia musyawarah mengundang kembali Pemilik paling
lambat 7 (tujuh) hari kalender sebelum penyelenggaraan musyawarah. Dalam hal
sampai dengan batas waktu yang ditentukan dalam undangan pemilik yang hadir
belum memenuhi kuorum maka pembukaan musyawarah ditunda paling lama 2
(dua) jam dan paling singkat 30 (tiga puluh) menit. Dalam hal sampai dengan batas
waktu penundaan pembukaan musyawarah Pemilik yang hadir belum memenuhi
kuorum maka ketua panitia musyawarah membuka musyawarah dan musyawarah
dapat menetapkan putusan yang sah.
Mekanime pengambilan keputusan untuk:
a. pembentukan struktur organisasi;
b. penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; dan
c. program kerja pengurus;
dilakukan secara musyawarah. Dalam hal cara pengambilan keputusan tidak
tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
Mekanisme pengambilan keputusan pemilihan pengurus PPPSRS dan pengawas
PPPSRS dilakukan dengan suara terbanyak. Pengambilan keputusan hanya dapat
dilakukan oleh Pemilik atau wakil Pemilik. Pemilik atau wakil Pemilik, hanya
memiliki 1 (satu) suara walaupun memiliki lebih dari 1 (satu) Sarusun.
3. Keanggotaan dan Struktur Organisasi
a. Keanggotaan
PPPSRS beranggotakan Pemilik atau Penghuni yang mendapat kuasa dari
Pemilik. Pemilik Sarusun dapat memberikan surat kuasa kepada Penghuni
Sarusun untuk menghadiri rapat PPPSRS. Surat kuasa dari Pemilik kepada
Penghuni dapat diberikan terbatas pada hal penghunian.
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 45
Anggota PPPSRS memiliki hak suara dalam memutuskan hal yang berkaitan
dengan:
1) kepentingan penghunian;
2) kepemilikan; dan
3) pengelolaan.
Kepentingan penghunian , meliputi:
1) penentuan tata tertib; dan
2) penentuan besaran iuran untuk keamanan, kebersihan, dan sosial
kemasyarakatan.
Kepemilikan, meliputi:
1) kepemilikan bersama terhadap Bagian Bersama, Benda Bersama, dan
Tanah Bersama;
2) kepemilikan terhadap Sarusun; dan
3) biaya kepemilikan Sarusun.
Pengelolaan, meliputi:
1) kegiatan operasional, pemeliharaan, dan perawatan terhadap Bagian
Bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama; dan
2) pembayaran iuran atas pengelolaan.
Hak suara untuk hal kepentingan penghunian, anggota PPPSRS berhak
memberikan 1 (satu) suara. Hak suara untuk hal kepemilikan dan hak suara
untuk hal pengelolaan, anggota PPPSRS mempunyai hak yang sama dengan
NPP. Hak suara untuk hal pemilikan dan hak suara untuk hal pengelolaan dapat
dikuasakan kepada Penghuni secara tertulis.
b. Struktur Organisasi
Struktur organisasi PPPSRS dirumuskan dalam akta pendirian, anggaran dasar,
dan anggaran rumah tangga. Struktur organisasi PPPSRS terdiri atas pengurus
dan pengawas. Pengurus dan pengawas merupakan Pemilik yang hadir dalam
musyawarah dan bertempat tinggal di Rumah Susun. Pengurus mempunyai
struktur kepengurusan paling sedikit:
1) ketua;
2) sekretaris;
3) bendahara; dan
4) bidang yang terkait dengan pengelolaan dan penghunian.
46 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Pengawas berjumlah 5 (lima) orang atau berjumlah ganjil yang terdiri dari
ketua, sekretaris, dan 3 (tiga) orang anggota dari Pemilik Sarusun. Jangka
waktu kepengurusan PPPSRS selama 3 (tiga) tahun.
Ketua Pengurus yang terpilih dalam musyawarah bertugas:
1) melengkapi struktur kepengurusan PPPSRS paling lama 2 (dua) bulan
sejak terpilihnya sebagai ketua pengurus;
2) menyelenggarakan pelantikan pengurus;
3) menetapkan rencana kerja tahunan berdasarkan program kerja
pengurus; dan
4) membentuk panitia musyawarah paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum
berakhirnya waktu kepengurusan PPPSRS.
Sekretaris bertugas mendukung kelancaran pelaksanaan tugas ketua pengurus
dan menyelenggarakan urusan di bidang kesekretariatan PPPSRS. Bendahara
bertugas mendukung kelancaran pelaksanaan tugas ketua pengurus dan
menyelenggarakan urusan di bidang keuangan PPPSRS.
Bidang yang terkait dengan pengelolaan dan penghunian mempunyai tugas
sebagai berikut:
1) melakukan kegiatan pengawasan terhadap penyelenggaraan
pengelolaan Rumah Susun;
2) pembinaan Penghuni dan menyelenggarakan kegiatan administratif
kepemilikan dan penghunian;melakukan koordinasi dengan rukun
tetangga, rukun warga, dan aparat pemerintah;
3) menjalin hubungan koordinasi dan kemitraan dengan lembaga,
institusi, dan badan hukum; dan
4) memberikan pelayanan informasi dan komunikasi yang dapat diakses
oleh Pemilik dan Penghuni.
Dalam hal Rumah Susun fungsi campuran untuk bidang yang berkaitan dengan
pengelolaan dilakukan secara terpisah antara fungsi hunian dan fungsi bukan
hunian.
Pengawas PPPSRS bertugas:
1) melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan program kerja
pengurus PPPSRS;
2) melaksanakan pengawasan terhadap rencana kerja tahunan; dan
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 47
3) memberikan masukan kepada pengurus PPPSRS terhadap jalannya
pengelolaan Rumah Susun.
4. Akta Pendirian, Anggaran Dasar, dan Anggaran Rumah Tangga, serta Tata Tertib Penghunian
Pembentukan PPPSRS dilakukan dengan pembuatan akta pendirian disertai dengan
penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Materi muatan anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga paling sedikit memuat:
1. tugas dan fungsi PPPSRS;
2. susunan organisasi PPPSRS;
3. hak, kewajiban, larangan, dan sanksi bagi Pemilik atau Penghuni;
4. tata tertib penghunian; dan
5. hal lain yang disepakati oleh PPPSRS dan tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Akta pendirian disusun sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Materi muatan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga terdiri atas bab,
bagian, dan/atau pasal. Sistematika anggaran dasar paling sedikit memuat:
1. mukadimah;
2. ketentuan umum;
3. nama, tempat kedudukan, dan waktu pendirian;
4. asas, tujuan, tugas pokok, dan status;
5. keanggotaan;
6. kedaulatan dan hak suara;
7. hak dan kewajiban anggota;
8. susunan organisasi, persyaratan, wewenang, dan kewajiban pengurus dan
pengawas;
9. penunjukkan, tugas, hak, dan kewajiban pengelola;
10. musyawarah dan rapat-rapat;
11. kuorum dan pengambilan keputusan;
12. keuangan;
13. perubahan anggaran dasar;
14. pembubaran PPPSRS;
15. peraturan peralihan; dan
16. peraturan penutup.
48 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Sistematika anggaran rumah tangga paling sedikit memuat:
1. keanggotaan;
2. pengurus dan pengawas;
3. pengelola;
4. musyawarah dan rapat-rapat;
5. hak suara dalam rapat umum;
6. kuorum dan pengambilan keputusan;
7. keuangan;
8. peralihan dan penyerahan hak penggunaan Rumah Susun;
9. perpanjangan hak tanah;
10. harta kekayaan;
11. tata tertib penghunian;
12. larangan;
13. tata tertib pemilikan Sarusun;
14. perbaikan kerusakan;
15. sanksi; dan
16. penutup.
Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga disusun dengan materi muatan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri PUPR No. 23/PRT/M/2018.
Akta pendirian, anggaran dasar, dan anggaran rumah tangga dicatatkan kepada
instansi teknis pemerintah daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perumahan, khusus Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta kepada instansi teknis pemerintah daerah provinsi yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perumahan yang dibuktikan dengan nomor
registrasi pencatatan. Pencatatan akta pendirian, anggaran dasar, dan anggaran
rumah tangga dilakukan oleh ketua PPPSRS atau pengurus lain yang tercantum
dalam akta pendirian paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah
pelaksanaan musyawarah.
Dalam hal terjadi pengantian atau perubahan kepengurusan, pengurus dan/atau
pengawas yang terpilih, wajib dicatat kembali kepada instansi teknis pemerintah
daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perumahan, khusus Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta kepada instansi teknis
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 49
pemerintah daerah provinsi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perumahan.
5. Pengelolaan
Pelaku Pembangunan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak
terbentuknya PPPSRS, wajib menyerahkan pengelolaan Benda Bersama, Bagian
Bersama, dan Tanah Bersama kepada PPPSRS yang di lakukan di hadapan notaris.
Pelaku Pembangunan sebelum menyerahkan pengelolaan melakukan audit
keuangan oleh akuntan publik yang disepakati bersama pengurus PPPSRS. Setelah
PPPSRS menerima penyerahan Pelaku Pembangunan berkedudukan sebagai
Pemilik atas Sarusun yang belum terjual.
Pelaku Pembangunan wajib menyerahkan dokumen teknis kepada PPPSRS berupa:
1. pertelaan;
2. akta pemisahan;
3. data teknis pembangunan Rumah Susun;
4. gambar terbangun (as built drawing); dan
5. seluruh dokumen perizinan.
Penyimpanan dan pemeliharaan dokumen teknis menjadi tanggung jawab PPPSRS.
PPPSRS dalam melakukan pengelolaan dapat membentuk atau menunjuk
pengelola. Pembentukan atau penunjukan pengelola dilakukan paling lama 3 (tiga)
bulan sejak terbentuk PPPSRS. Pengelola yang dibentuk atau ditunjuk oleh PPPSRS
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. status Badan Hukum; dan
2. memiliki izin usaha dari bupati/walikota, khusus Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta dari gubernur.
Pengelola yang dibentuk oleh PPPSRS, organisasi kepengurusan pengelola terpisah
dengan organisasi kepengurusan PPPSRS. Pengelola yang ditunjuk oleh PPPSRS
merupakan hasil seleksi dari beberapa pengelola yang dilakukan secara transparan.
6. Kerjasama dalam Pembangunan Rumah Susun secara Bertahap
Pembangunan Rumah Susun yang direncanakan dalam satu kesatuan sistem
pembangunan pada satu bidang tanah dapat dilaksanakan secara bertahap.
Pelaksanaan secara bertahap mulai perencanaan sampai pada penyelesaian paling
lama 3 (tiga) tahun pada masing- masing tahap pembangunan Rumah Susun.
50 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Masing-masing tahap pembangunan Rumah Susun memiliki Bagian Bersama,
Benda Bersama, dan Tanah Bersama yang dipisahkan dengan tahap pembangunan
Rumah Susun lainnya.
Pembentukan PPPSRS pada pembangunan Rumah Susun yang dilaksanakan secara
bertahap dilaksanakan pada masing-masing tahap pembangunan Rumah Susun.
Pembentukan PPPSRS pada masing-masing tahap pembangunan Rumah Susun
dilaksanakan paling lambat sebelum masa transisi berakhir. Masa transisi
ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak penyerahan pertama kali Sarusun
kepada Pemilik pada masing- masing tahap pembangunan Rumah Susun.
PPPSRS yang telah terbentuk pada masing-masing tahap pembangunan Rumah
Susun berkewajiban mengurus kepentingan para Pemilik dan Penghuni yang
berkaitan dengan pengelolaan kepemilikan Benda Bersama, Bagian Bersama, dan
Tanah Bersama. Dalam hal terdapat Benda Bersama yang dimanfaatkan secara
bersama oleh Pemilik dan Penghuni seluruh tahap pembangunan Rumah Susun,
pengelolaan dilakukan secara bersama oleh para PPPSRS. Pengeloaan secara
bersama oleh para PPPSRS dilakukan berdasarkan perjanjian kerja sama dengan
akta otentik. Biaya pengelolaan Benda Bersama ditanggung oleh Pemilik dan
Penghuni seluruh tahap pembangunan Rumah Susun secara proposional.
Dalam hal terdapat tahap pembangunan Rumah Susun yang belum selesai
dibangun, Pelaku Pembangunan wajib bekerja sama dengan PPPSRS yang telah
dibentuk. Kerja sama dilakukan berdasarkan perjanjian kerja sama dengan akta
otentik. Perjanjian kerja sama berisi kesepakatan PPPSRS yang telah dibentuk
dengan Pelaku Pembangunan untuk:
1. menjamin pelaksanaan pembangunan pada Rumah Susun tidak menggagu
keselamatan, keamanan, serta kenyamanan Pemilik dan Penghuni yang
telah ada;
2. menjamin PPPSRS dalam pengelolaan Rumah Susun tanpa terganggu
dengan pembangunan Rumah Susun pada tahapan berikutnya;
3. menjamin Pelaku Pembangunan dalam pembangunan tahapan Rumah
Susun berikutnya; dan
4. menentukan tangungjawab pengelolaan Benda Bersama antara PPPSRS
dan Pelaku Pembangunan dalam hal terdapatnya Benda Bersama yang
direncanakan dimanfaatkan secara bersama-sama oleh seluruh Pemilik dan
Penghuni seluruh tahapan pembangunan Rumah Susun.
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 51
Pemilikan Satuan Rumah Susun Umum dan Satuan Rumah Susun Komersial
Hak kepemilikan atas Satuan Rumah Susun (Sarusun) merupakan hak milik atas
sarusun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Hak atas bagian bersama,
benda bersama, dan tanah bersama dihitung berdasarkan atas Nilai Perbandingan
Proposional (NPP).
Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah hak milik, hak guna
bangunan, atau hak pakai di atas tanah negara, hak guna bangunan atau hak pakai
di atas tanah hak pengelolaan diterbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Sarusun. SHM
diterbitkan bagi setiap orang yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas
tanah. SHM sarusun merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang terdiri
atas:
1. salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah bersama sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. gambar denah lantai pada tingkat rumah susun bersangkutan yang
menunjukkan sarusun yang dimiliki; dan
3. pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama, benda
bersama, dan tanah bersama bagi yang bersangkutan.
SHM sarusun diterbitkan oleh kantor pertanahan kabupaten/kota. SHM sarusun
dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas barang milik negara/daerah
berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa, diterbitkan Sertifikat
Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG) Sarusun. SKBG sarusun merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan yang terdiri atas:
1. salinan buku bangunan gedung;
2. salinan surat perjanjian sewa atas tanah;
3. gambar denah lantai pada tingkat rumah susun yang bersangkutan yang
menunjukkan sarusun yang dimiliki; dan
4. pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama dan benda
bersama yang bersangkutan.
52 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
SKBG sarusun diterbitkan oleh instansi teknis kabupaten/kota yang bertugas dan
bertanggung jawab di bidang bangunan gedung. SKBG sarusun dapat dijadikan
jaminan utang dengan dibebani fidusia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan. SKBG sarusun yang dijadikan jaminan utang secara fidusia
harus didaftarkan ke kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk SHM sarusun dan SKBG
sarusun dan tata cara penerbitannya diatur dengan peraturan pemerintah.
Bantuan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum untuk Perumahan
Bantuan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum untuk Perumahan telah diatur
dalam UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Perkiman , dan
saat ini telah diterbitkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 38/PRT/M/2018 tentang
Bantuan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum untuk Perumahan. Permen ini
bertujuan agar pemberian bantuan PSU dapat dilakukan secara efisien, efektif,
transparan, dan akuntabel, serta memberikan manfaat bagi MBR dalam
memperoleh rumah baru baik dalam bentuk rumah tunggal, rumah deret atau
rumah susun.
Lingkup peraturan Bantuan PSU meliputi:
1. kelompok sasaran dan persyaratan pemberian Bantuan PSU;
2. tahapan pemberian Bantuan PSU; dan
3. pendanaan.
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 53
Gambar 5 Lingkup Peraturan Bantuan PSU
1. Kelompok Sasaran dan Persyaratan Pemberian Bantuan PSU
a. Kelompok Sasaran
Kelompok sasaran pemberian Bantuan PSU adalah MBR, diberikan melalui
pelaku pembangunan yang membangun perumahan umum yang dapat berupa
rumah tunggal, rumah deret, dan rumah susun. Jenis komponen Bantuan PSU
antara lain:
1) jalan;
2) ruang terbuka non hijau;
3) sanitasi;
4) air minum;
5) rumah ibadah;
6) jaringan listrik; dan
7) penerangan jalan umum.
54 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Penetapan jenis komponen Bantuan PSU untuk perumahan umum akan
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
b. Persyaratan Administrasi
Persyaratan administrasi yang wajib dipenuhi pelaku pembangunan dalam
mengajukan Bantuan PSU terdiri atas:
1) surat permohonan pemberian Bantuan PSU dan kelengkapannya;
2) dokumen kuesioner pemberian Bantuan PSU berupa rumah tunggal
dan rumah deret; dan
3) dokumen kuesioner pemberian Bantuan PSU berupa rumah susun.
Surat permohonan dilampiri:
1) rencana tapak yang disahkan oleh pemerintah kabupaten/kota atau
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta;
2) dokumen legalitas usaha;
3) dokumen legalitas proyek pembangunan perumahan;
4) dokumen teknis proyek perumahan;
5) surat pernyataan kesanggupan dari pelaku pembangunan untuk
membangun perumahan umum, yang di dalamnya mencakup
kesanggupan menjual rumah kepada MBR dengan harga berdasarkan
batasan harga jual rumah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
6) surat pernyataan pelaku pembangunan perumahan umum untuk
menyerahkan lahan guna pembangunan PSU kepada pemerintah
daerah;
7) surat pernyataan pemerintah kabupaten/kota atau Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta untuk mendukung pelaksanaan Bantuan PSU dan
kesiapan tanah (clean and clear);
8) surat pernyataan pemerintah kabupaten/kota atau Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta untuk menerima aset Bantuan PSU paska
konstruksi; dan
9) surat peryataan bahwa calon pembeli rumah umum merupakan MBR.
Dokumen legalitas usaha meliputi salinan (copy):
1) akta perusahaan;
2) surat dukungan bank;
3) daftar pengalaman perusahaan;
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 55
4) Sertifikat Badan Usaha (SBU) dan Surat Ijin Usaha Jasa Konstruksi
(SIUJK) bagi pelaku pembangunan yang melaksanakan Bantuan PSU
melalui penunjukan langsung;
5) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban
perpajakan tahun terakhir (SPT tahunan);
6) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP);
7) Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atau surat keterangan domisili; dan
8) Tanda Daftar Perusahaan (TDP) atau surat keterangan usaha.
Dokumen legalitas proyek pembangunan perumahan meliputi salinan (copy):
1) surat izin lokasi;
2) sertifikat hak atas tanah; dan
3) izin mendirikan bangunan (IMB).
Dokumen teknis proyek perumahan umum berupa rumah tunggal, rumah
deret, dan rumah susun meliputi salinan (copy):
1) data lokasi perumahan;
2) rencana tapak proyek perumahan umum berupa rumah tunggal,
rumah deret, dan rumah susun yang telah disetujui oleh pemerintah
kabupaten/kota atau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta;
3) jadwal rencana pelaksanaan pembangunan proyek perumahan umum
berupa rumah tunggal, rumah deret dan rumah susun; dan
4) lokasi PSU sudah tergambar di dalam rencana tapak dan disetujui oleh
pemerintah kabupaten/kota atau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
c. Persyaratan Teknis
Persyaratan teknis yang wajib dipenuhi oleh pelaku pembangunan perumahan
umum berupa rumah tunggal, rumah deret, dan rumah susun dalam
mengajukan Bantuan PSU terdiri dari:
1) penyediaan tanah untuk pembangunan PSU;
2) bagi rumah susun harus memiliki Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan
memperhatkan keandalan bangunan yang terdiri dari keselamatan,
kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
Ketentuan mengenai persyaratan teknis PSU sesuai dengan perizinan
pembangunan perumahan dan standar pelayanan minimal perumahan dan
permukiman.
56 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
d. Persyaratan Lokasi
Persyaratan lokasi yang wajib dipenuhi pelaku pembangunan perumahan
umum berupa rumah tunggal, dan rumah deret meliputi:
1) lokasi sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota atau
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta;
2) lokasi sudah memiliki rencana tapak yang telah disetujui oleh
pemerintah kabupaten/kota atau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta;
3) status tanah tidak dalam sengketa;
4) lokasi perumahan sesuai dengan rencana tapak memiliki daya
tampung sekurang-kurangnya 100 (seratus) unit rumah;
5) jumlah unit rumah yang diusulkan untuk mendapat Bantuan PSU
sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) unit rumah sudah terbangun pada
saat dilakukan verifikasi pra konstruksi;
6) keterbangunan rumah sesuai pengajuan usulan yang disampaikan
pelaku pembangunan, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah
provinsi kepada Menteri;
7) rumah sudah terbangun paling lama terhitung mulai tanggal 1 Januari
tahun sebelumnya sampai dengan dilakukan verifikasi; dan
8) keterbangunan rumah sesuai rencana tapak yang sudah disetujui oleh
dinas terkait di kabupaten/kota atau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Persyaratan lokasi yang wajib dipenuhi pelaku pembangunan perumahan
umum berupa rumah susun meliputi:
1) lokasi sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota atau
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta;
2) lokasi sudah memiliki rencana tapak yang telah disetujui oleh
pemerintah kabupaten/kota atau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta;
3) status tanah tidak dalam sengketa;
4) rumah susun umum sudah terbangun paling lama terhitung mulai
tanggal 1 Januari tahun sebelumnya; dan
5) keterbangunan rumah sesuai rencana tapak yang sudah disetujui oleh
dinas terkait di kabupaten/kota atau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 57
2. Tahapan Pemberian Bantuan PSU
Tahapan pemberian Bantuan PSU terdiri dari:
1. usulan permohonan pemberian Bantuan PSU;
2. penetapan lokasi perumahan penerima Bantuan PSU;
3. pelaksanaan pembangunan fisik Bantuan PSU; dan
4. pelaporan.
a. Usulan Permohonan Pemberian Bantuan PSU
Usulan permohonan pemberian Bantuan PSU dilaksanakan melalui tahapan:
1) pelaku pembangunan mengajukan permohonan secara tertulis kepada
pemerintah kabupaten/kota;
2) pemerintah kabupaten/kota mengusulkan lokasi Bantuan PSU kepada
pemerintah provinsi dengan tembusan kepada Kementerian;
3) pemerintah provinsi mengusulkan lokasi Bantuan PSU kepada
Kementerian; dan
4) Kementerian melakukan konsolidasi atas usulan yang disampaikan
pemerintah daerah.
Usulan permohonan pemberian Bantuan PSU bagi Provinsi DKI Jakarta
dilaksanakan melalui tahapan:
1) pelaku pembangunan mengajukan permohonan secara tertulis kepada
pemerintah provinsi; dan
2) pemerintah provinsi mengusulkan lokasi Bantuan PSU kepada
Kementerian.
b. Penetapan Lokasi Perumahan Penerima Bantuan PSU
Penetapan lokasi perumahan penerima Bantuan PSU didahului verifikasi pra
konstruksi meliputi:
1) pemeriksaan persyaratan administrasi dan teknis; dan
2) pemeriksaan lokasi.
Pemeriksaan persyaratan administrasi dan teknis dilakukan terhadap dokumen
yang dipersyaratkan. Pemeriksaan lokasi dilakukan melalui pemeriksaan
lapangan untuk mengetahui kesesuaian lokasi dengan persyaratan lokasi.
Pelaksanaan verifikasi pra konstruksi dilaksanakan oleh tim verifikasi pra
konstruksi yang keanggotaannya terdiri dari pejabat dan/atau staf di
58 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
lingkungan Direktorat Rumah Umum dan Komersial dan/atau Penyedia
Barang/Jasa Konsultansi.
Hasil verifikasi yang telah memenuhi syarat dipergunakan sebagai dasar
pertimbangan penetapan lokasi. Seluruh lokasi yang telah dilakukan verifikasi
disusun dalam daftar lokasi perumahan yang akan mendapatkan Bantuan PSU.
Penetapan lokasi perumahan penerima Bantuan PSU ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan. Pelaksanaan pemberian
Bantuan PSU dilakukan oleh Satuan Kerja yang ditunjuk oleh Menteri.
c. Pelaksanaan Pembangunan Fisik Bantuan PSU
Pelaksanaan pembangunan fisik Bantuan PSU melalui penunjukan langsung
dilakukan oleh pelaku pembangunan yang memiliki SBU dan SIUJK.
Pelaksanaan pembangunan fisik dilakukan setelah terbitnya Surat Perintah
Mulai Kerja (SPMK).
Pelaksanaan pembangunan fisik Bantuan PSU melalui pelelangan umum
diperuntukkan bagi pelaku pembangunan yang tidak memiliki SBU dan SIUJK.
Pelaksanaan pembangunan fisik Bantuan PSU dilakukan oleh Penyedia
Barang/Jasa Konstruksi, dimulai setelah terbitnya Surat Perintah Mulai Kerja
(SPMK).
Pelaksanaan pembangunan dilakukan setelah memenuhi proses penunjukan
langsung atau pelelangan umum sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan tugas dan wewenang
melaksanakan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan fisik
Bantuan PSU. Pengawasan dan pengendalian dilakukan secara berjenjang
mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi sampai dengan Kementerian.
Dalam pelaksanaan pembangunan fisik Bantuan PSU dilakukan pengawasan
lapangan oleh konsultan manajemen konstruksi, pengawas lapangan, direksi
teknis, dan koordinator wilayah yang ditetapkan Satuan Kerja yang ditunjuk
oleh Menteri.
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 59
Konsultan Manajemen Konstruksi (MK) memiliki tugas dan tanggung jawab
sebagai berikut:
1) mengatur pelaksanaan kegiatan pelaksanaan pembangunan Bantuan
PSU sesuai dengan jadwal kegiatan;
2) mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan pelaksanaan pembangunan
Bantuan PSU dengan pihak terkait mulai dari tahap perencanaan,
tahap pra konstruksi, konstruksi hingga pemanfaatan;
3) melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan
Bantuan PSU; dan
4) melaporkan progres mingguan dan bulanan kegiatan fisik, serta hal-
hal lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan pembangunan
fisik Bantuan PSU kepada Kepala Satuan Kerja melalui Pejabat
Pembuat Komitmen.
Pengawas Lapangan Kabupaten/Kota memiliki tugas dan tanggung jawab
sebagai berikut:
1) menyelenggarakan pengawasan dan pengendalian kegiatan
pembangunan Bantuan PSU pada kabupaten/kota terkait;
2) melakukan koordinasi dengan instansi terkait yang berkaitan dengan
pembangunan Bantuan PSU pada kabupaten/kota terkait;
3) memberikan petunjuk kepada pengembang dan/atau penyedia jasa
dari segi teknis maupun administratif sesuai dengan Rencana Kerja
dan Syarat-syarat (RKS);
4) memeriksa dan menyetujui hal-hal yang berkaitan dengan
administratif dan teknis;
5) bertanggung jawab atas kebenaran laporan fisik yang disiapkan dalam
rangka Berita Acara Pembayaran/Termin;
6) melaporkan progres mingguan kegiatan fisik, serta hal-hal lain yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan pembangunan fisik Bantuan
PSU kepada Kepala Satuan Kerja melalui Pejabat Pembuat Komitmen;
dan
7) memfasilitasi koordinasi pelaksanaan serah terima aset Bantuan PSU
pada kabupaten/kota terkait.
Direksi Teknis Kabupaten/Kota memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai
berikut:
60 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
1) mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan pembangunan Bantuan PSU
pada kabupaten/kota terkait;
2) berperan aktif untuk mendukung kegiatan pembangunan Bantuan PSU
pada kabupaten/kota terkait;
3) memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan Bantuan PSU pada
kabupaten/kota terkait;
4) menyampaikan hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Bantuan
PSU kepada Kepala Satuan Kerja melalui Pejabat Pembuat Komitmen;
5) menindaklanjuti kegiatan pengelolaan dan pemeliharaan hasil
kegiatan pelaksanaan Bantuan PSU pada kabupaten/kota terkait; dan
6) memfasilitasi koordinasi pelaksanaan serah terima aset Bantuan PSU
pada kabupaten/kota terkait.
Koordinator Wilayah Provinsi memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai
berikut:
1) mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan pembangunan Bantuan PSU
di wilayah provinsi;
2) berperan aktif untuk mendukung kegiatan pembangunan Bantuan PSU
di wilayah provinsi;
3) melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan
pembangunan Bantuan PSU yang berada di wilayah provinsi;
4) menyampaikan hasil pemantauan dan evaluasi pembangunan Bantuan
PSU kepada Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan; dan
5) memfasilitasi koordinasi pelaksanaan serah terima aset pembangunan
Bantuan PSU di wilayah provinsi.
d. Pelaporan
Dalam pengawasan lapangan pembangunan fisik Bantuan PSU, konsultan
manajemen konstruksi menyampaikan laporan mingguan dan bulanan secara
berkala dengan disetujui pengawas lapangan dan direksi teknis, serta diketahui
koordinator wilayah. Laporan disampaikan kepada Satuan Kerja yang ditunjuk
oleh Menteri.
Satuan Kerja wajib menyampaikan laporan kepada Menteri melalui Direktur
Jenderal Penyediaan Perumahan. Direktorat Rumah Umum dan Komersial
melaksanakan pemantauan dan evaluasi pemberian Bantuan PSU.
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 61
3. Pendanaan
Kementerian mengalokasikan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) untuk pelaksanaan Bantuan PSU. Pelaksanaan Bantuan
PSU melalui penunjukan langsung, pembayarannya dilakukan berdasarkan jumlah
rumah umum yang terbangun. Pelaksanaan Bantuan PSU melalui pelelangan
umum, pembayarannya dilakukan berdasarkan jumlah rumah umum yang
terbangun pada saat dilaksanakan verifikasi pra konstruksi.
Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha di Bidang Pembangunan Rumah Umum (KPBU)
Bahwa untuk percepetan dalam mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
diperlukan percepatan pembangunan infrastruktur. Untuk itu diperlukan
terobosan-terobosan meliputi, regulasi dan hukum, sumberdaya manusia,
penerapan hasil riset dan teknologi, kepemimpinan dan pendanaan yang inovatif.
Dalam rangka menggalang pendanaan yang inovatif untuk percepatan
pembangunan infrastruktur diperlukan kerjasama pemerintah dengan badan
usaha. Untuk itu, telah diterbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan
Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 21/PRT/M/2018 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Substansi
pokok yang diatur dalam Peraturan Menteri tersebut adalah sebagai berikut:
1. Jenis Infrastruktur
Jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dalam KPBU dapat dilihat pada
Gambar 6.
62 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Gambar 6 Jenis Infrastruktur yang dapat Dikerjasamakan
Secara spesifik di bidang perumahan rakyat, jenis infrastruktur yang dapat
dikerjasamakan adalah rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah
susun negara yang pemanfaatannya dengan cara sewa.
2. Kelembagaan KPBU
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 21/PRT/M/2018, Kelembagaan KPBU terdiri atas Penanggung
Jawab Proyek KPBU, Simpul KPBU, serta Tim KPBU dan Panitia Pengadaan. Secara
ringkas, Kelembagaan KPBU dapat dilihat pada Gambar 7 berikut ini.
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 63
Gambar 7 Kelembagaan KPBU
3. Tata Cara Pelaksanaan KPBU
Secara garis besar, tata cara pelaksanaan KPBU dijelaskan melalui Gambar 8.
Gambar 8 Tahapan Pelaksanaan KPBU
64 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
4. Prakarsa Badan Usaha
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 21/PRT/M/2018, Prakarsa Badan Usaha diatur dalam Pasal 42
hingga Pasal 44, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar berikut ini.
Gambar 9 Prakarsa Badan Usaha untuk Pelaksanaan KPBU
5. Managemen Risiko
Risiko dapat terjadi pada setiap tahapan pelaksanaan KPBU. Secara umum,
manajemen risiko dalam pelaksanaan KPBU digambarkan dalam skema berikut ini.
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 65
Gambar 10 Manajemen Risiko dalam Pelaksanaan KPBU
Pimpinan Unit Organisasi melakukan manajemen risiko berkoordinasi dengan
Simpul KPBU. Manajemen risiko Pelaksanaan KPBU bertujuan untuk memastikan
keberlanjutan Infrastruktur PUPR dan meningkatkan kepercayaan para pemangku
kepentingan dalam Pelaksanaan KPBU. Penerapan pelaksanaan manajemen risiko
di proyek KPBU dilakukan secara bertahap dan terstruktur, sehingga dapat menjadi
budaya organisasi.
6. Pemantauan dan Evaluasi
Kegiatan pemantauan dan evaluasi Pelaksanaan KPBU Infrastruktur PUPR
bertujuan untuk:
a. mendapatkan informasi secara langsung mengenai perkembangan proses
pelaksanaan Proyek KPBU;
b. mengidentifikasi dan menginventarisasi permasalahan Pelaksanaan KPBU
sebagai upaya pemecahan masalah; dan
c. mengevaluasi hasil Pelaksanaan KPBU khususnya berkaitan dengan
manfaat dan kinerja Pelaksanaan KPBU.
66 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Latihan
1. Jelaskan muatan NSPK yang saudara ketahui tentang NSPK yang mengatur
langsung tentang Penyelenggaraan Bidang RUK!
2. Jelaskan muatan NSPK yang saudara ketahui tentang tentang Persyaratan
Teknis, Administrasi, dan Ekologis dalam Pembangunan RUK!
3. Jelaskan muatan NSPK yang saudara ketahui tentang Fasilitasi Penyediaan
Tanah untuk Pembangunan RUK!
4. Jelaskan muatan NSPK yang saudara ketahui tentang Penyelenggaraan
Rumah Umum dan Komersial!
5. Jelaskan muatan NSPK yang saudara ketahui tentang Hunian Berimbang
Rumah Umum dan Komersial!
6. Jelaskan muatan NSPK yang saudara ketahui tentang Penghunian dan
Pengelolaan Rumah Susun Umum dan Rumah Susun Komersial!
7. Jelaskan muatan NSPK yang saudara ketahui tentang Pembentukan
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS)!
8. Jelaskan mengenai Keanggotaan dan Struktur Organisasi PPPSRS!
9. Jelaskan mengenai ADART dan Tata Tertib Penghunian!
10. Jelaskan mengenai Pengelolaan Rumah Susun!
11. Jelaskan mengenai Kerjasama dalam Pembangunan Rumah Susun secara
Bertahap!
12. Jelaskan muatan NSPK yang saudara ketahui tentang Pemilikan Satuan
Rumah Susun Umum dan Satuan Rumah Susun Komersial!
13. Jelaskan Kelompok Sasaran dan Persyaratan Pemberian Bantuan PSU!
14. Jelaskan Tahapan Pemberian Bantuan PSU!
15. Jelaskan Pendanaan Pelaksanaan Bantuan PSU!
16. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang KPBU!
Rangkuman
Dalam BAB 3 ini peserta diberikan penjelasan mengenai tahapan penyelenggaraan
rumah umum dan rumah komersial, mulai dari perencanaan, pembangunan,
pemanfaatan, dan pengendalian. BAB ini juga menjelaskan mengenai bantuan dan
kemudahan bagi pelaku pembangunan yang membangun rumah umum serta
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 67
hunian berimbang, pemilikan dengan SHM Sarusun dan SKBG Sarusun. Di samping
hal tersebut, peserta juga diberikan penjelasan mengenai pengelolaan rumah
susun umum dan rumah susun komersial beserta pembentukan Perhimpunan
Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS), peserta juga diberikan
penjelasan menganai tata cara kerjasama pemerintah dengan badan usaha.
68 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 69
BAB 4
KEBUTUHAN NSPK BIDANG RUMAH UMUM DAN
RUMAH KOMERSIAL
70 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Kebutuhan NSPK Bidang Rumah Umum dan
Rumah Komersial
Indikator keberhasilan
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta pelatihan mampu menjelaskan kebutuhan
NSPK/Peraturan Perundangan terkait dengan Bidang Penyelenggaraan RUK yang
belum ada saat ini serta mampu menjelaskan substansi yang akan diatur dalam
NSPK/PUU yang akan datang.
Sebagaimana telah dijelaskan pada BAB sebelumnya, bahwa penyusunan NSPK,
dapat berdasarkan amanat dari peraturan yang lebih tinggi, dapat pula
berdasarkan kewenangan Kementerian PUPR untuk mengatur sesuatu hal dalam
penyelenggaran tugas dan fungsinya. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa
kebutuhan NSPK di Bidang RUK.
NSPK tentang Fasilitasi Penyediaan Tanah
Dalam pelatihan NSPK ini, penjelasan mengenai hal yang mengatur penyediaan
tanah dibatasi hanya mencakup tahap pemilihan lokasi sampai dengan kapling siap
bangun. Sedangkan tata cara perolehan haknya tidak diatur secara detail, karena
penjelasan tata cara perolehan tanah secara khusus telah diatur dalam mata
pelatihan tersendiri pada Pelatihan Tingkat Dasar 1. Sistematika pengaturan dalam
Rancangan Peraturan Menteri (Rapermen) tentang fasilitasi penyediaan tanah
diatur sebagai berikut:
1. pemilihan lokasi;
2. tata cara perolehan tanah;
3. pembagian kewenangan;
4. peran serta masyarakat;
5. kemudahan dan bantuan proses penyediaan tanah bagi perumahan MBR;
6. pengendalian dan evaluasi penyediaan tanah.
Pilihan lokasi pembangunan perumahan wajib sesuai dengan rencana tata ruang,
alternatifnya meliputi :
1. Tanah kosong;
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 71
2. Tanah pertanian kering (tegalan, kebun);
3. Tanah perkebunan yang sudah tidak produktif;
4. Tanah sawah bukan tanah pertanian produktif dengan status PLP2B
(Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan);
5. Tanah tambak;
6. Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi yang sudah tidak produktif, bukan
hutan produksi tetap atau hutan produksi terbatas, serta bukan hutan
lindung, cagar alam, hutan mangrove, dan embung atau danau;
7. Permukiman kumuh.
Pemilihan lokasi harus memperhatikan 6 faktor, yaitu:
1. Kesesuaian rencana pembangunan perumahan dengan rencana tata ruang
wilayah;
2. Status kepemilikan dan penguasaan tanah;
3. Kesesuaian fisik tanah;
4. Daya dukung infrastruktrur;
5. Daya dukung lingkungan;
6. Prospek pemasaran atau pemanfaatan;
Status kepemilikan tanah yang dapat dipergunakan untuk pembangunan
perumahan adalah Hak Milik (HM) baik yang bersertipikat maupun belum
bersertipikat/kepemilikan adat, Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU)
yang sudah tidak produktif dan peruntukannya sudah berubah menjadi
perumahan, Hak Pakai (HP) berjangka waktu, Tanah Negara bebas bukan kawasan
lindung, Kawasan Hutan yang dapat Dikonversi, dan Hak Pengelolaan (HPL) yang
seluruhnya sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
Agar pembangunan perumahan berjalan dengan lancar, perlu ketersediaan tanah
yang clear and clean, artinya tanah tersebut jelas status pemilikannya, dan tidak
dalam sengketa. Kriteria tanah bagi pembangunan perumahan dari aspek
kepemilikan dan penguasaan tanah adalah:
1. Tanahnya sudah jelas dimiliki atau dikuasi dengan bukti kepemilikan atau
penguasaan tanah yang jelas disertai pemasangan tanda tanda batas tanah
yang jelas pula;
2. Tidak sedang diduduki/dikuasai pihak lain;
3. Tidak menjadi obyek sengketa dan konflik kepemilikan dengan pihak lain;
4. Tidak menjadi obyek perkara di pengadilan;
72 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
5. Tidak dalam kondisi disita penegak hukum;
6. Tidak dalam kondisi diblokir pihak bank dan lembaga keuangan lainnya.
Terdapat enam pola penyediaan tanah bagi pembangunan rumah umum dan
rumah komersial dalam bentuk rumah tapak dan rumah susun meliputi:
1. Pemberian Hak Atas Tanah terhadap Tanah yang Dikuasai Langsung oleh
Negara;
2. Konsolidasi Tanah oleh Pemilik Tanah;
3. Peralihan atau Pelepasan Hak Atas Tanah oleh Pemilik Tanah;
4. Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Tanah Barang Milik Negara atau
Milik Daerah sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan;
5. Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar;
6. Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum sesuai
dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan;
7. Pendayagunaan Tanah Wakaf;
8. Kerjasama Pemanfaatan Tanah antara Pemilik Tanah dengan Pelaku Usaha
Perumahan.
NSPK tentang Masa Transisi dan Penyerahan Pertama Kali
Saat ini Rancangan Peraturan Perundang-undangan (RPP) tentang
Penyelenggaraan Rumah Susun belum diterbitkan. Oleh sebab itu masih diperlukan
penyusunan norma dalam RPP tersebut yang mengatur masa transisi dan
penyerahan pertama kali. Dikatakan dalam UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun, bahwa masa transisi diatur selama satu tahun sejak penyerahan
pertama kali, rumah susun itu kepada pemiliknya.
Masih terdapat perdebatan tajam mengenai siapa yang dimaksud dengan pemilik
rumah susun tersebut. Secara perdata dapat dipahami bahwa pemilik tersebut
adalah pihak yang sudah melunasi harga pembelian sarusun, yang saat ini
menyimpan kuitansi tanda lunas, atau PPJB, atau AJB atau bukti lain yang sah
secara perdata. Namun, secara hukum pertanahan dipahami sebagai pemilik SHM
Sarusun. Padahal pada saat itu belum diterbitkan SHM Sarusunnya. Yang
penerbitanya berdasarkan akta pemisahan dilampiri dengan gambar dan uraian
pertelaan yang telah disahkan.
Diharapkan dalam RPP telah dapat menjawab akan ketidakjelasan ini, bahwa yang
disebut pemilik tidak saja yang tercantum dalam SHM Sarusun, namun apabila
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 73
belum terbit SHM Sarusunnya, pemilik adalah pemegang surat bukti yang sah
secara perdata.
Dalam hal RPP belum dapat menjelaskan siapa pemilik Sarusun, maka perlu
dibentuk NSPK Peraturan Menteri. Dalam Peraturan Menteri tersebut diatur yang
dimaksud pemilik satuan rumah susun tersebut siapa saja. Kemudian mekanisme
penyerahan pertama kali, serta tatacara pengelolaan pada masa transisi.
NSPK tentang Pelaksanaan Kebijakan Hunian Berimbang
Pengaturan mengenai hunian berimbang untuk Rumah Umum dan Rumah
Komersial telah diatur dalam UU Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman dan dalam UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun,
yaitu, untuk rumah tapak, setiap pelaku pembangunan yang membangun 1 Rumah
Komerisal wajib membangun 2 rumah menengah dan 3 rumah MBR, untuk Rumah
Susun setiap pelaku pembangunan Rumah susun yang membangun Rumah Susun
Komersial wajib membangun Rumah Susun Umum seluas 20 % kali luas lantai
Rumah Susun Komesrial. Namun, hingga saat ini kebijakan tersebut belum
dilaksanakan oleh Bupati/Walikota/Gubernur untuk DKI Jakarta. Hal ini karena
kewajiban membangun hunian berimbang tersebut tidak dicantumkan dalam
keputusan Ijin Lokasi atau Ijin Mendirikan Bangunan. Ke depan, Peraturan Menteri
PUPR harus mencantumkan hal tersebut. Sudah saatnya segera disiapkan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, tentang Pelaksanaan
Hunian Berimbang Muatan materi yang perlu menjadi bahan pertimbangan untuk
dibahas adalah sebagai berikut:
1. Pengaturan kewajiban bagi pelaku pembangunan rumah komersial untuk
melakukan pembangunan perumahan dengan Hunian Berimbang
dicantumkan dalam keputusan Ijin Lokasi atau Ijin Mendirikan Bangunan;
2. Kejelasan pengaturan pelaksanaan hunian berimbang dalam satu
hamparan atau diluar hamparan;
3. Pengaturan mengenai mekanisme dimulainya membangun rumah umum
untuk MBR;
4. Pengaturan mengenai pelaksanaan sanksi sebagai tindak lanjut dari sanksi
yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman dan UU Nomor 20 Tahun 2011
tentang Rumah Susun, serta yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
74 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Nomor 16 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
NSPK tentang Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG)
Rumah Susun Umum yang dibangun di atas tanah sewa dari tanah wakaf atau
tanah barang milik negara atau milik daerah, selama 60 tahun, satuan rumah
susunnya dapat dimiliki oleh MBR. Sebagai tanda bukti hak diberikan SKBG
(Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung). Pengaturan teknis SKBG diperlukan
Peraturan Menteri PUPR, muatan pengaturannya sebagai berikut:
1. Bentuk dan tata cara penerbitan SKBG;
2. Kewenangan penerbitan;
3. Pendaftaran pertama kali dan pemeliharaan data;
4. Perpanjangan, pembebanan, dan perbuatan hukum.
NSPK tentang Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB)
Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 42 ayat (3), Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta melaksanakan
perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun berdasarkan Pasal 43, Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Sistem
Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah.
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk:
1. menjamin kepastian hukum bagi para pemangku kepentingan dalam
penyelenggaraan Sistem PPJB; dan
2. memberikan perlindungan hukum terhadap hak dan kewajiban setiap
orang dalam penyelenggaraan Sistem PPJB yang berkeadilan.
Ruang lingkup Peraturan Menteri tersebut meliputi:
1. pemasaran; dan
2. PPJB.
Kegiatan Pemasaran dilakukan oleh Pelaku Pembangunan paling sedikit telah
memenuhi persyaratan:
1. kepastian peruntukan ruang;
2. kepastian hak atas tanah;
3. kepastian status penguasaan rumah/satuan rumah susun;
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 75
4. perizinan pembangunan perumahan/rumah susun; dan
5. jaminan atas pembangunan perumahan/rumah susun dari lembaga
penjamin.
PPJB dilakukan setelah Pelaku Pembangunan memenuhi persyaratan kepastian
atas:
1. status kepemilikan tanah
Status kepemilikan tanah dibuktikan dengan sertipikat hak atas tanah yang
diperlihatkan kepada calon pembeli pada saat penandatanganan PPJB.
2. hal yang diperjanjikan
Hal yang diperjanjikan merupakan kondisi rumah serta prasarana, sarana,
dan utilitas umum yang menjadi informasi pemasaran yang menjadi bagian
muatan PPJB.
3. kepemilikan Izin Mendirikan Bangunan Induk atau Izin Mendirikan
Bangunan
Kepemilikan Izin Mendirikan Bangunan Induk atau Izin Mendirikan
Bangunan diperlihatkan kepada calon pembeli pada saat penandatanganan
PPJB.
4. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk perumahan
dibuktikan dengan:
a. terbangunnya prasarana paling sedikit jalan dan saluran
pembuangan air hujan (drainase);
b. lokasi pembangunan sarana sesuai peruntukan;
c. surat pernyataan pelaku pembangunan tersedianya utilitas umum
berupa sumber listrik dan sumber air.
Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk rumah susun
dibuktikan dengan surat pernyataan dari pelaku pembangunan tersedia
tanah siap bangun diluar tanah bersama yang akan diserahkan kepada
pemerintah daerah kabupaten/kota.
5. keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen)
Keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua puluh persen)
dibuktikan dengan:
76 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
a. untuk perumahan terbangunnya rumah paling sedikit 20% (dua
puluh persen) dari seluruh jumlah unit rumah serta ketersediaan
prasarana, sarana, dan utilitas umum dalam suatu perumahan yang
direncanakan; atau
b. untuk rumah susun keterbangunan 20% (dua puluh persen) dari
volume konstruksi bangunan rumah susun yang sedang dipasarkan.
Latihan
1. Jelaskan apa yang anda ketahui mengenai pokok-pokok pikiran
penyusunan NSPK Fasilitasi Penyediaan Tanah!
2. Jelaskan apa yang anda ketahui mengenai pokok-pokok pikiran
penyusunan NSPK Hunian Berimbang!
3. Jelaskan apa yang anda ketahui mengenai pokok-pokok pikiran
penyusunan NSPK SKBG!
4. Jelaskan apa yang anda ketahui mengenai pokok-pokok pikiran
penyusunan NSPK PPJB!
Rangkuman
Pada BAB 4 ini peserta dijelaskan mengenai kebutuhan mendesak atas NSPK terkait
Rumah Umum dan Rumah Kmomesial. Kebeutuhan NSPK ini akan semakin
bertambah, maka modul NSPK ini akan sangat dinamis. Untuk saat ini NSPK yang
dibutuhkan meliputi:
1. NSPK tentang fasilitasi penyediaan tanah yang diperlukan dapat mengatur
dengan jelas mengenai pemilihan lokasi, tata cara penyediaan serta monitoring
dan evaluasi;
2. NSPK Hunian Berimbang, sebagaimana dipahami bersama, pengaturan hunian
berimbang telah diatur dalam UU nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman yang mengatur bahwa pelaku pembangunan perumahan
komersial wajib membangun perumahan MBR (Rumah Umum), dengan
komposisi 1 rumah mewah dibanding 2 rumah menengah dibanding 3 rumah
sederhana. Kemudian berdasarkan UU nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun, mengatur bahwa pelaku pembangunan rumah susun komersial, wajib
membangun rumah susun umum (MBR) seluas 20 % kali luas lantai rumah
susun komersial. Namun, kondisi saat ini menunjukkan bahwa, ketentuan
hunian berimbang belum ditaati oleh para pemangku kepentingan, baik itu
aparat pemerintah daerah atau pelaku pembangunan. Oleh Kerena itu dibutuh
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 77
revisi peraturan menteri, yang di dalamnya mengatur kewajiban pelaku
pembangunan untuk membangun hunian berimbang dicantumkan dalam ijin
lokasi atau ijin mendirikan bangunan.
3. NSPK SKBG, sebagaimana dipahami bersama, berdasarkan UU nomor 20 Tahun
2011 tentang Rumah Susun, mengatur bahwa terdapat dua kepemilikan
terhadap satuan rumah susun, yang pertama satuan rumah susun yang berdiri
di atas tanah hak, seperti hak guna bangunan, hak pakai, hak milik, atau hak
pengelolaan, yang diberikan dengan bukti kepemilikan SHM Sarusun. Selain itu,
terdapat pula satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah sewa dari tanah
BMN atau tanah wakaf selama paling lama 60 tahun, diberikan tanda bukti hak
berupa SKBG Sarusun (Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung). Untuk SHM
Sarusun sejak UU nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun telah diatur
Bentuk, dan Tata Cara Penerbitannya. Namun untuk SKBG Sarusun belum
terdapat aturannya. Oleh karena itu diperlukan peraturan menteri yang
mengatur mengenai hal tersebut.
4. NSPK KPBU, sebagaimana telah dipahami bahwa pemerintah tidak cukup
anggaran untuk menyediakan rumah bagi MBR, maka diperlukan peran badan
usaha untuk dapat membangun perumahan di atas tanah pemerintah.
Peraturan Menteri yang diperlukan dapat lebih memperjelas pengaturan
mekanisme kerjasama pembangunan perumahan untuk rumah umum, rumah
khusus, dan rumah negara yang pemanfaatanya dengan cara sewa.
5. NSPK PPJB. Peraturan Menteri ini bertujuan untuk:
a. menjamin kepastian hukum bagi para pemangku kepentingan dalam
penyelenggaraan Sistem PPJB; dan
b. memberikan perlindungan hukum terhadap hak dan kewajiban setiap orang
dalam penyelenggaraan Sistem PPJB yang berkeadilan.
Ruang lingkup Peraturan Menteri tersebut meliputi:
a. pemasaran; dan
b. PPJB.
78 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 79
BAB 5
PENUTUP
80 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Penutup
Simpulan
Setelah mengikuti pelatihan NSPK Bidang Rumah Umum dan Rumah Komersial,
diharapkan peserta mempu menjelaskan mengenai berbagai peraturan perundang-
undangan, yang mengatur dan terkait dengan penyelenggaraan rumah umum dan
rumah komersial, yang diantaranya mencakup fasilitasi penyediaan tanah bagi
pembangunan RUK dan penyelenggaraan RUK (meliputi: perencanaan,
pembangunan, pemanfataan, pengelolaan, penghunian, pengendalian). Selain itu,
dapat pula menjelaskan mengenai bantuan dan kemudahan bagi pelaku
pembangunan yang membangun rumah umum serta pengaturan mengenai hunian
berimbang. Peserta juga dapat menjelaskan mengenai pemilikan rumah umum dan
rumah komersial, baik dalam bentuk rumah tapak atau rumah susun dengan SHM
Sarusun dan SKBG Sarusun. Disamping hal tersebut, Peserta juga diberikan
penjelasan mengenai pengelolaan rumah susun umum dan rumah susun komersial
beserta pembentukan PPPSRS (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah
Susun).
Dalam rangka percepatan pembangunan rumah umum, rumah khusus, dan rumah
negara yang pemanfaatanya dengan cara sewa, telah diterbitkan peraturan
Menteri PUPR tentang KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha). Dalam
peraturan menteri tersebut diatur tata cara kerjasama dalam pembangunan rumah
umum, rumah khusus, dan rumah negara yang pemanfaatannya dengan cara sewa.
Tindak Lanjut
Setelah mengikuti pelatihan Peserta diharapkan dapat mengikuti pelatihan
selanjutnya terkait dengan pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Legal
Drafting).
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 81
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU
No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung
Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2014 Tentang Pembinaan
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman
Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016 Tentang Pembangunan Perumahan
MBR
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah
Peraturan Menteri PUPR Nomor 38/PRT/M/2015 Tentang Bantuan Prasarana,
Sarana, dan Utilitas Umum Untuk Perumahan
Peraturan Menteri PUPR Republik Indonesia Nomor 21/PRT/M/2018 Tentang Tata
Cara Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan
Rakyat
Peraturan Menteri PUPR Nomor 23/PRT/M/2018 Tentang Perhimpunan Pemilik
dan Penghuni Satuan Rumah Susun
82 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
GLOSARIUM
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
Perumahan dan
Kawasan
Permukiman
Satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan,
penyelenggaraan perumahan, penyeleggaraan kawasan
permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan
dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh
dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan
dan sistem pembiayaan serta peran masyarakat
Perumahan Adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari
permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang
dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum
sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni
Peyelenggaraan
Perumahan dan
Kawasan
Permukiman
Adalah kegiatan perencanaan, pembangunan,
pemanfaatan dan pengendalian, termasuk didalamnya
pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem
pembiayaan serta peran msayarakat yang terkoordinasi
dan terpadu
Rumah Komersial Rumah yang diselenggarakan untuk mendapatkan
keuntungan
Rumah Umum Rumah yang diselenggarakan unutk memenuhi
kebutuhan bagi masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR)
MBR Masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli
sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk
memperoleh rumah
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 83
Bangunan Gedung Wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya
berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air,
yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal,
kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial,
budaya, maupun kegiatan khusus
Rumah Tunggal Rumah yang mempunyai kaveling sendiri dan salah satu
dinding bangunan tidak dibangun tepat pada batas
kaveling
Rumah Deret Beberapa rumah yang satu atau lebih dari sisi bangunan menyatu dengan sisi satu atau lebih bangunan lain atau rumah lain, tetapi masing-masing mempunyai kaveling sendiri
Rumah Susun Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama
Sarusun Unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum
Prasarana Kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman
Sarana Fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi
84 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Utilitas Umum kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian
BMN Semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah
BMD Semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah
PPPSRS Badan hukum yang beranggotakan para pemilik atau penghuni satuan rumah susun
SHM Sarusun Tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan
Hak Milik Hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial
Hak Guna Bangunan
Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun
Hak Guna Usaha Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan
Hak Pakai Hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 85
Hak Pengelolaan Hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya
86 NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
NSPK Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial 87
BAHAN TAYANG