35
AQUAKULTURE (Budidaya Pembenihan Kepiting Rajungan) Oleh Herman Kaenda I1A1 11 026 Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Kata Pengantar Dda

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kata Pengantar Dda

AQUAKULTURE(Budidaya Pembenihan Kepiting Rajungan)

Oleh

Herman KaendaI1A1 11 026

Manajemen Sumberdaya PerairanFakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas HaluoleoKendari

2013

Page 2: Kata Pengantar Dda

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan

kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu

menyelesaikan tugas makalah mengenai Budidaya Kepiting Rajungan guna

memenuhi tugas mata kuliah Dasar-Dasar Aquakultur.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan penulis hadapi. Penulis

menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,

dorongan, dan bimbingan dosen pengajar, informasi publik dan teman-teman

sekalian, sehingga kendala-kendala bisa teratasi. Makalah ini disusun agar pembaca

dapat memperluas ilmu tentang Budidaya Kepiting Rajungan, yang kami sajikan

berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi

sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Perikanan

Universitas Haluoleo. Dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik

itu dari segi bahasa maupun isi makalah. Untuk itu, saran dan kritik diharapkan demi

kesempurnaan makalah kami mendatang.

Kendari, 2013

Penyusun

Page 3: Kata Pengantar Dda

BAB I

PENDAHLUAN

1.1. Latar Belakang

Sumberdaya rajungan Indonesia terancam punah akibat over eksploitasi.

Permintaan yang tinggi dan harga yang kompetitif dari pasar luar negeri mendorong

pelaku industri untuk terus mengeksploitasi rajungan tanpa memperhatikan

kelestarianya. Menghentikan penangkapan untuk menjaga kelestarian sumberdaya ini

bukanlah solusi yang bijaksana karena begitu banyak anak bangsa yang

menggantungkan hidupnya dari industri rajungan (Fujaya, dkk., 2012).

Rajungan merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis

tinggi yang diekspor terutama ke negara Amerika, yaitu mencapai 60% dari total hasil

tangkapan rajungan. Rajungan juga diekspor ke berbagai negara dalam bentuk segar

yaitu ke Singapura dan Jepang, sedangkan yang dalam bentuk olahan (dalam kaleng)

diekspor ke Belanda. Komoditas ini merupakan komoditas ekspor urutan ketiga

dalam arti jumlah setelah udang dan Sampai saat ini seluruh kebutuhan ekspor

rajungan masih mengandalkan dari hasil tangkapan di laut, sehingga dikhawatirkan

akan mempengaruhi populasi di alam (Juwana, 2007)

Alternatif yang sangat bijaksana untuk menghindari kepunahan jenis kepiting

ini melalui pengembangan budidaya. Namun, usaha budidaya kepiting rajungan harus

didukung oleh tersedianya lahan yang bebas polusi, benih dan kemampuan

Page 4: Kata Pengantar Dda

pengelolaan secara teknis maupun manajemen. Lahan pemeliharaan dapat dilakukan

di pangtai atau tepi laut yang belum tercemar.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas maka perumusan masalah adalah sebagai

berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan kepiting rajungan?

2. Bagaimana cara budidaya kepiting rajungan?

3. Bagaimana target pemasaran kepiting rajungan ?

1.3. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian dari kepiting rajungan secara ekobiologinya.

2. Untuk mengetahui cara budidaya kepiting rajungan dengan memanfaatkan bak-bak

bekas.

3. Untuk mengetahui pemasaran kepiting rajungan.

Manfaat dari makalah ini adalah Adapun sebagai berikut :

Untuk menambah wawasan tentang pembudidayaan kepiting rajungan bagi

mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Page 5: Kata Pengantar Dda

BAB II

EKOBIOLOGI KEPITING RAJUNGAN

2.1. Deksripsi Umum Kepiting Rajungan

Fajar (2011) dilihat dari sistematikanya, Kepiting rajungan termasuk dalam

golongan crustacea, adapun klasifiksinya adalah sebagai berikut:

Kingdom: Animalia Phylum: Crustacea Class: Malacostraca Order: Decapoda Family: Portinidae Genus: Portunus

Species: Portunus pelagicus

Gambar 1. Kepiting rajungan (P. pelagicus)(Sumber: wikipedia.com)

2.1.1. Morfologi Rajungan

Menurut Fajar (2011), ciri morfologi rajungan mempunyai karapaks berbentuk

bulat pipih dengan warna yang sangat menarik kiri kanan dari karapas terdiri atas

duri besar, jumlah duri-duri sisi belakang matanya 9 buah. Rajungan dapat

dibedakan dengan adanya beberapa tanda-tanda khusus, diantaranya adalah

Page 6: Kata Pengantar Dda

pinggiran depan di belakang mata, rajungan mempunyai 5 pasang kaki, yang terdiri

atas 1 pasang kaki (capit) berfungsi sebagai pemegang dan memasukkan makanan

kedalam mulutnya, 3 pasang kaki sebagai kaki jalan dan sepasang kaki terakhir

mengalami modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi pipih dan

membundar seperti dayung. Oleh sebab itu, rajungan dimasukan kedalam golongan

kepiting berenang (swimming crab).

Ukuran rajungan antara yang jantan dan betina berbeda pada umur yang sama.

Yang jantan lebih besar dan berwarna lebih cerah serta berpigmen biru terang.

Sedang yang betina berwarna sedikit lebih coklat (Mirzads 2009). Rajungan jantan

mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan capitnya lebih panjang daripada

betina. Perbedaan lainnya adalah warna dasar, rajungan jantan berwarna kebiru-

biruan dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan betina berwarna dasar kehijau-

hijauan dengan bercak-bercak putih agak suram. Perbedaan warna ini jelas pada

individu yang agak besar walaupun belum dewasa (Juwana, 2007).

2.1.2. Habitat Rajungan

Menurut Moosa (1980) Habitat rajungan adalah pada pantai bersubstrat pasir,

pasir berlumpur dan di pulau berkarang, juga berenang dari dekat permukaan laut

(sekitar 1 m) sampai kedalaman 65 meter. Rajungan hidup di daerah estuaria

kemudian bermigrasi ke perairan yang bersalinitas lebih tinggi untuk menetaskan

telurnya, dan setelah mencapai rajungan muda akan kembali ke estuaria

(Nybakken 1986).

Page 7: Kata Pengantar Dda

Rajungan banyak menghabiskan hidupnya dengan membenamkan tubuhnya di

permukaan pasir dan hanya menonjolkan matanya untuk menunggu ikan dan jenis

invertebrata lainnya yang mencoba mendekati untuk diserang atau

dimangsa.Perkawinan rajungan terjadi pada musim panas, dan terlihat yang

jantan melekatkan diri pada betina kemudian menghabiskan beberapa waktu

perkawinan dengan berenang (Susanto 2010).

Menurut Juwana (2007), rajungan hidup di berbagai ragam habitat, termaksud

tambak-tambak ikan di perairan pantai yang mendapatkan masukan air laut dengan

baik. Kedalaman perairan tempat rajungan ditemukan berkisar antara 0-60 m.

Substrat dasar habitat sangat beragam mulai dari pasir kasar, pasir halus, pasir

bercampur lumpur, sampai perairan yang ditumbuhi lamun.

2.1.3. Siklus Hidup Rajungan

Menurut Effendy dkk. (2006), rajungan hidup di daerah estuaria kemudian

bermigrasi ke perairan yang mempunyai salinitas lebih tinggi. Saat telah dewasa,

rajungan yang siap memasuki masa perkawinan akan bermigrasi di daerah pantai.

Setelah melakukan perkawinan, rajungan akan kembali ke laut untuk menetaskan

telurnya. Saat fase larva masih bersifat planktonik yang melayang-layang di

lepas pantai dan kembali ke daerah estuaria setelah mencapai rajungan muda.

Page 8: Kata Pengantar Dda

Saat masih larva, rajungan cenderung sebagai pemakan plankton. Semakin

besar ukuran tubuh, rajungan akan menjadi omnivora atau pemakan segala.

Jenis pakan yang disukai saat masih larva antara lain udang-udangan seperti rotifera

sedangkan saat dewasa, rajungan lebih menyukai ikan rucah, bangkai binatang, siput,

kerang-kerangan, tiram, mollusca dan jenis krustacea lainnya terutama udang-udang

kecil, pemakan bahan tersuspensi di daratan lumpur.

2.1.4. Pertumbuhan Rajungan

Pertumbuhan pada rajungan adalah perubahan ukuran, dapat berupa panjang

atau berat dalam waktu tertentu setelah molting. Pertumbuhan dipengaruhi

oleh faktor jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut,

kualitas air, umur dan ukuran organisme (Fatmawati 2009).

Nontji (1986) mengemukakan bahwa kepiting rajungan dalam siklus

hidupnya zoea sampai dewasa mengalami pergantian kulit sekitar 20 kali dan ukuran

lebar karapaksnya dapat mencapai 18 cm. Selanjutnya Soim (1994)

mengemukakan bahwa berdasarkan hasil penelitian ditemukan rajungan jantan

memiliki pertumbuhan lebar karapaks lebih baik dibandingkan dengan betina.

Page 9: Kata Pengantar Dda

BAB III

BUDIDAYA KEPITING RAJUNGAN

Pada pembenihan rajungan kegiatan yang akan dilaksanakan terbagi dalam 3

tahapan yaitu;

1. Tahap pra produksi yang meliputi pemilihan lokasi, identifikasi wadah

pemeliharaan, identifikasi bahan dan peralatan yang dipergunakan serta sumber

larva zoea.

2. Tahap produksi yang meliputi penyiapan wadah dan air media pemeliharaan,

penebaran larva awal (Zoea), penyiapan pakan baik alami maupun pakan buatan,

pengelolaan kualitas air serta monitoring pertumbuhan dan kesehatan larva.

3. tahap paska produksi meliputi persiapan alat dan bahan untuk panen, proses panen

serta packing dan pengangkutan benih.

3.1. Kegiatan Pra Produksi

3.1.1. Pemilihan Lokasi

wadah yang akan digunakan berada didekat pantai dan penyediaan air laut

lebih mudah untuk disalurkan secara langsung dengan cara dipompa, hal-hal yang

harus diperhatikan yaitu kondisi dasar laut tidak berlumpur, Air laut yang dipompa

harus bersih, jernih dan tidak tercemar dengan salinitas 30 – 34 ppt dan Air laut dapat

dipompa secara terus menerus minimal selama 20 jam.

Page 10: Kata Pengantar Dda

Wadah pemeliharaan yang dipergunakan merupakan bak-bak HSRT udang

windu yang tidak dioperasionalkan lagi, dimana bak yang dipergunakan adalah

sebagai berikut:

- Bak Pembenihan Rajungan, menggunakan bak pemeliharaan larva udang windu

dengan kapasitas 8 – 10 ton, bak sudah tersetting dengan sarana aerasi seperti pada

pemeliharaan larva udang windu yaitu 1 titik aerasi setiap 0,5 m2 . Bentuk bak

bisa persegi ataupun berbentuk bundar. Selain itu bak juga sudah dilengkapi

dengan saluran pengeluaran air yang terpasang dengan pipa goyang yang

dipasangi saringan untuk memudahkan dalam pergantian air pada masa

pemeliharaan larva. Untuk mempertahankan suhu di kisaran 30o – 33º C serta

mengurangi intensitas cahaya pada bak pemeliharaan larva, bak di tutup dengan

terpal berwarna biru.

Gambar 2. Bak Larva Udang Windu (Penaeus monodon)Sumber (blogspot.com)

Page 11: Kata Pengantar Dda

- Bak tandon air laut, Dengan bak pemeliharaan larva rajungan kapasitas 8 ton

dengan lama pemeliharaan selama 16 hari memerlukan air laut tandon sebanyak

6,4 ton. Biasanya pada HSRT udang windu hanya terdiri dari 2 bak pemeliharaan

larva tanpa ada tandon pengganti air laut, sehingga untuk mengatasi hal tersebut

untuk pembenihan rajungan bak pemeliharaan larva yang dipergunakan cukup

satu bak dan satu bak lainnya dapat dimanfaatkan untuk tandon air laut. Selama

pemeliharaan benih rajungan tidak digunakan air tawar sama sekali.

- Wadah kultur artemia, dapat menggunakan ex gallon Aqua yang telah dipotong

bagian bawahnya sehingga apabila posisinya dibalik akan merupakan bak bentuk

kerucut kapasitas 20 liter.

3.1.2. Identifikasi Bahan dan Peralatan

Adapun bahan yang di pergunakan pada pembenihan rajungan adalah sebagai

berikut :

- Induk rajungan bertelur

- Pakan alami berupa Rotifera sp, Chlorella sp maupun Artemia sedangkan untuk

pakan buatan menggunakan pakan komersial yang mudah didapatkan dipasaran

dengan ukuran pakan 100 – 400 mikron.

- Udang kupasan sebagai pakan ketika larva telah menjadi stadia crab.

- Air laut dengan salinitas minimal 30 ppt.

- Chlorine untuk sterilisasi air laut.

- Natrium Thiosulfat untuk penetralan.

Page 12: Kata Pengantar Dda

Sedangkan untuk peralatan yang dipergunakan antara lain :

- Bak pengeraman induk yaitu bak dari bahan fiber atau plastik bentuk bundar

kapasitas 100 - 200 liter yang dilengkapi dengan satu titik aerasi .

- Blower kekuatan 60 – 80 watt dangan jaringannya untuk penyuplai oksigen

- Pembangkit listrik (PLN) ataupun generator listrik.

- Pompa submersible untuk memudahkan dalam penggantian air.

- Refrigerator (kulkas) untuk menyimpan pakan udang kupasan yang dihaluskan.

- Terpal untuk penutup bak.

- Thermometer untuk pengukur suhu

- Serta peralatan lapangan lainnya seperti blender, selang, ember, seser ataupun

gayung serta peralatan panen.

3.1.3 Sumber Larva (Zoea)

Untuk mendapatkan larva awal (Zoea) pada pembenihan rajungan adalah

dengan cara membeli induk rajungan bertelur di luar (tingkat kematangan III). Induk

rajungan dapat diperoleh dari pedagang pengumpul di sekitar lokasi unit pembenihan,

atau dengan memesan langsung pada nelayan rajungan. Khusus di Jepara, induk

rajungan bertelur per ekornya dibeli dengan harga Rp. 15.000,-. Adapun persyaratan

untuk induk rajungan yang dipakai adalah induk matang telur Tk.III, dengan ukuran

lebar karapas antara 12 - 15 cm dengan berat 100 - 300 gram.

Dengan kepadatan awal larva 100 ekor/liter dan kapasitas media pemeliharaan

sebanyak 8.000 liter dibutuhkan 4 ekor induk rajungan bertelur, sehingga ketika

Page 13: Kata Pengantar Dda

memilih induk perlu diperhatikan juga tingkat kematangan telur (embrio) pada induk

rajungan yang akan dibeli tersebut. Untuk menghindari telur yang menetas tidak

bersamaan waktunya, sebaiknya diusahakan warna massa telur sama pada induk

rajungan yang akan dipelihara larvanya. Untuk lebih memastikan memang lebih baik

jika perkembangan embrio telur di periksa dengan bantuan mikroskop. Disarankan

untuk memilih induk dengan warna telur masih kuning atau orange, hal ini dapat

memberi waktu antara 3 – 6 hari bagi teknisi untuk mempersiapkan sarana serta

media bagi pemeliharaan larva rajungan.

Sebelum dipelihara di bak pengeraman, rajungan yang baru tiba, satu persatu

dibersihkan terlebih dahulu dengan air laut steril yang telah dipersiapkan, 1 ekor

induk bertelur ditempatkan dalam 1 bak pengeraman. Penggantian air pada bak

pengeraman dilakukan setiap hari sebanyak 100%, dan selama masa pengeraman

induk bertelur tidak diberi pakan (pemuasaan) Hal ini untuk mengurangi kontaminasi

dari pakan segar yang diberi terhadap telur yang sedang di erami. Selain itu, pada

masa pengeraman induk rajungan tidak mau makan. Pemeliharaan induk rajungan

bertelur berlangsung hingga telur menetas dan diperoleh larva rajungan untuk

pemeliharaan.

Page 14: Kata Pengantar Dda

3.2. Kegiatan Produksi

3.2.1. Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan

Seperti pada kegiatan di pembenihan udang, wadah atau bak pemeliharaan

terlebih dahulu dibersihkan dan disterilkan dengan kaporit atau chlorine setelah itu

bak dibilas dengan air bersih dan dibiarkan kering selama 24 jam. Selain itu juga

dlakukan sterilisasi selang-selang aerasi dengan cara merendam dalam larutan

chlorine dan dibilas dengan air bersih dan dikeringkan. Setelah kering selang aerasi

dipasang kembali pada bak pembenihan dengan jarak 0,5 m setiap titik aerasi, dengan

tinggi batu aerasi dari dasar bak sekitar 3 – 5 cm.

Sebelum pengisian air laut ke dalam bak sekali lagi bak dibilas dan air laut di

isi ke dalam bak yang telah dipersiapkan tersebut. Bak kemudian di isi air laut

setinggi 80 cm. Air laut yang masuk harus disaring dengan filter bag dan setelah

selesai dilakukan sterilisasi air media dengan larutan chlorine sebanyak 30 ppm. Air

laut di netralkan secara alami dengan membesarkan tekanan aerasi. Dengan cara ini

air laut yang disterilisasi dapat netral dalam waktu 2-3 hari ataupun bisa dinetralkan

dengan menggunakan Natrium thiosulfat 5 – 10 ppm bila menginginkan air laut

segera dapat dipakai.

3.2.2. Penebaran Larva (Zoea)

Sebelum penebaran, harus dilakukan seleksi terhadap larva awal (Zoea)

rajungan yang akan dipelihara. Larva rajungan yang akan dipelihara merupakan

larva yang sehat ditandai dengan larva yang berenang di kolom air dan bergerak ke

arah permukaan air karena adanya cahaya matahari (Fototaksis positif). Larva yang

Page 15: Kata Pengantar Dda

tidak sehat (mengendap didasar bak) kemudian disiphon dan dibuang. Setelah itu

dilakukan penghitungan jumlah larva sehat secara volumetrik. Bila persentase larva

tidak sehat (mengendap ) lebih dari 40% sebaiknya larva tidak dipakai untuk

pembenihan rajungan.

Dengan padat penebaran sebesar 50 - 100 ekor/liter, maka untuk bak

pembenihan rajungan dengan volume media pemeliharaan 8.000 liter dibutuhkan

larva Zoea sebanyak 400 - 800.000 ekor. Larva yang sudah diseleksi dan dihitung

kemudiannya ditebar pada bak pemeliharaan larva secara hati-hati.

3.2.3. Pakan Bagi Pembenihan Rajungan

a. Chlorella sp

Pemberian inokulant Chlorella sp dilakukan sesaat sebelum larva Zoea

rajungan di tebar ke bak pembenihan dengan kepadatan 50.000 – 500.000 sel/ml,

kepadatan demikian terus dipertahankan hingga rajungan menjadi benih dan siap

untuk dipanen. Chlorella sp yang diberikan berfungsi sebagai pakan bagi rotifera

sekaligus mengurangi intensitas cahaya matahari masuk.

Inokulant Chlorella sp dapat dibeli pada usaha yang menjual pakan alami di

dekat pembenihan ataupun pada unit pakan alami di BBPBAP Jepara dengan harga

per kantong Rp. 5.000,-. Dibutuhkan 2 kantong inokulant Cholrella sp untuk media

pembenihan rajungan dengan kapasitas volume 8.000 liter. Penambahan inokulant

plankton ke media pembenihan tergantung pada kepadatan Chlorella sp di air media

pembenihan.

Page 16: Kata Pengantar Dda

b. Rotifera (Brachionus sp)

Rotifera diberikan setelah larva Zoea ditebar ke bak pembenihan, pemberian

rotifera dilakukan selama 7 hari yaitu dari pada saat penebaran hingga hari ke-6

dengan kepadatan sebesar 5 – 15 ekor/ml. Rotifera diberikan hanya sekali sehari dan

diberikan pada pagi hari.

Rotifera yang dipergunakan dapat diperoleh dengan cara membeli pada usaha

yang menjual pakan alami atau pada unit pakan alami di BBPBAP Jepara. Biasanya

rotifera dijual dalam kantong plastik volume 5 liter dengan kepadatan 5 – 8 juta

ekor/liter seharga Rp.10.000,- per kantong. Untuk bak pembenihan rajungan

kapasitas 8.000 liter diperlukan 2 kantong rotifera sehingga kepadatan yang

didapatkan adalah sebesar 6,25 – 10 ekor/ml.

c. Naupli Artemia

Naupli artemia diberikan pada hari ke-dua setelah penebaran larva Zoea

hingga larva rajungan menjadi crab 1 (hari 13 atau 14). Naupli artemia diberikan

berkisar 5 – 20 Naupli/larva/hari. Pada awal pemeliharaan yaitu dari umur 1- 6 hari

naupli yang diberikan sebesar 5 – 7 Naupli/larva/hari. Ketika larva rajungan mulai

umur 7 hari hingga hari ke 13 naupli artemia yang diberikan adalah sebesar 10 – 20

Naupli/larva/hari. Naupli artemia diberikan 2 kali yaitu pada pagi hari (Jam 08.00

WIB) serta malam hari (jam 20.00 WIB)

Page 17: Kata Pengantar Dda

d. Pakan Buatan

Pada pembenihan rajungan pakan buatan yang dipergunakan merupakan

pakan komersial yang biasa dipergunakan pada pembenihan udang windu. Ukuran

pakan yang digunakan berkisar antara 100 – 400 mikron, dimana ukuran pakan 100 –

150 mikron pada hari 1 – 6, ukuran 200 – 300 mikron pada hari 7 – 13 sedangkan

ukuran > 400 mikron dipergunakan mulai umur pemeliharaan hari ke-14 . Frekuensi

pemberian pakan buatan 4x sehari, dengan dosis pakan yang diberikan mulai 0,4

ppm hingga 1 ppm. Pakan buatan mulai diberikan pada hari pertama hingga larva

zoea rajungan siap panen.

e. Udang Kupas

Pemberian udang kupasan yang telah dihaluskan (diblender) dilakukan ketika

larva rajungan menjadi Crab-1 (hari 13 atau 14) hingga panen (Crab-5 pada hari ke-

16). Jumlah udang kupas halus yang diberikan berkisar 10 – 30 gram per 5.000 ekor

crab. Biasanya udang kupas halus pada crab 1-2 diberikan sebanyak 160 – 200 gram

per harinya, jumlah pemberian udang kupas halus ini akan meningkat hingga 450

gram mulai crab 3 hingga benih siap dipanen. Untuk lebih memperjelas waktu

pemberian bagi jenis- jenis pakan yang akan diberikan pada pembenihan rajungan

dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 18: Kata Pengantar Dda

Tabel 1. Jadwal pengaturan pemberian pakan pada pembenihan rajungan Jenis Pakan Umur Pemeliharaan (Hari)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Chlorella sp #Rotifera # # # # # # #Artemia # # # # # # # # # # # #Pakan Buatan # # # # # # # # # # # # # # # #Udang Kupas halus # # # #

3.2.4. Pengelolaan Kualitas Air pada Pembenihan Rajungan

Penggantian air dilakukan setiap 3 hari sekali sebanyak 20%, dengan cara

mengurangi air setinggi ± 10 cm. Air baru dengan salinitas yang sama dimasukkan

dengan menggunakan pompa submersible. Penggantian air diusahakan dilakukan

dipagi hari sebelum pemberian pakan alami rotifera ataupun sebelum pemberian

naupli artemia.

Agar supaya suhu di bak tetap stabil pada suhu 30 – 33o C, bak pemeliharaan

larva dipasang terpal sepanjang hari. Untuk mempertahankan kepadatan

phytoplankton di media, di pagi hari pada bagian ujung-ujung terpal dibuka hingga

pukul 10.00 WIB. Bila suhu air kurang dari 29o C, maka dapat dilakukan

pemasangan heater (pemanas air) untuk membantu agar media tetap pada suhu

optimal yang diinginkan pada pembenihan rajungan.

Suhu air media pemeliharaan memegang peranan yang penting di dalam

pembenihan rajungan dimana suhu air 30 - 33 oC akan membuat proses pergantian

stadia pada larva rajungan tidak terhambat sehingga akan didapatkan pertumbuhan

larva rajungan yang lebih cepat dibandingkan apabila suhu media air < 30 oC. Pada

suhu air media pemeliharaan 30 – 33 oC lama pemeliharaan dari saat tebar hingga

Page 19: Kata Pengantar Dda

benih siap panen pada Crab 5 berkisar 15 – 16 hari sedangkan pada suhu <30 oC lama

pemeliharaan akan lebih panjang yaitu berkisar 18 – 23 hari. Selain itu, juga akan

berpengaruh terhadap sintasan benih yang dihasilkan dimana semakin lama

pergantian antar stadia maka sintasan yang dihasilkan akan lebih rendah.

Pada suhu air 30 – 33 oC, perubahan dari stadia Zoea menjadi stadia Megalopa

akan terjadi pada umur pemeliharaan 8 – 9 hari dan dari Megalopa menjadi Crab 1

pada umur pemeliharaan 13 – 14 hari, sehingga lima hari kemudian benih rajungan

siap untuk dipanen.

3.2.5. Monitoring Pertumbuhan dan Kesehatan Larva

Monitoring kesehatan larva rajungan dapat dilakukan secara visual, yaitu

dengan mengamati respon larva terhadap cahaya serta persentase larva yang

fototaksis positif terhadap cahaya matahari. Larva yang sehat akan berenang secara

aktif ke arah permukaan air yang terkena cahaya. Untuk pertumbuhan dapat

dimonitor dari lama waktu pergantian pada setiap stadia. Secara visual akan terlihat

bahwa pada setiap pergantian sub stadia larva akan lebih besar ukurannya

dibandingkan dengan ukuran pada sub stadia sebelumnya.

3.2.6. Pemasangan Shelter/Waring

Fungsi pemasangan shelter dari waring hitam adalah untuk memperbesar luas

permukaan sehingga diharapkan dapat mengurangi kanibalisme pada larva rajungan.

Pemasangan shelter dilakukan sebelum larva menjadi stadia megalopa yaitu pada

Page 20: Kata Pengantar Dda

umur pemeliharaan 7 – 8 hari (Sub stadia Zoea 4). Larva pada umur tersebut telah

mulai menempel pada dinding bak sehingga diperlukan permukaan yang lebih luas.

Waring dengan ukuran 0,5 x 1 m dipasangi pemberat pada ke dua ujung

bawah dan ditempatkan secara vertikal di dasar bak. Ujung bagian atas dibiarkan

sehingga waring akan melayang sesuai dengan ketinggian air. Hal ini untuk menjaga

agar pada saat air dibuang untuk pergantian maka waring akan tetap terbenam di

dalam air.

3.3. Kegiatan Paska Produksi

Benih rajungan yang siap panen merupakan anakan yang menyerupai

rajungan dewasa (Crablet). Adapun persyaratan benih rajungan siap panen antara

lain umur pemeliharaan mencapai minimal 16 hari, pada saat panen telah mencapai

stadia minimal Crab 5, ukuran lebar karapas berkisar 4 – 5 mm, karapas benih sudah

tidak berwarna putih pucat.

3.3.1. Proses Panen dan Packing Benih Rajungan

Sebelum memulai proses panen terlebih dahulu dipersiapkan air media untuk

penampungan serta air untuk packing. Air media penampungan berasal dari air pada

pemeliharaan benih rajungan sedangkan air untuk packing merupakan campuran dari

air pada pemeliharaan di tambah dengan air baru yang bersalinitas sama

(50% air media lama + 50% air media baru). Air pada penampungan benih kemudian

diturunkan suhunya hingga 20 - 24 oC sedangkan untuk packing diturunkan suhunya

hingga 20 oC (Mardjono, et al. 2003). Suhu rendah dapat mengurangi metabolisme

Page 21: Kata Pengantar Dda

bahan beracun seperti ammonium dan karbondioksida selama pengangkutan, selain

itu pada benih rajungan dengan suhu 20 oC akan tidak aktif sehingga dapat

mengurangi kanibalisme.

Setelah air di bak dikurangi, benih dipanen dengan menempatkan hapa panen

pada saluran pengeluaran. Benih akan terkumpul pada tempat panen dan diserok

untuk ditampung pada bak penampungan benih yang telah diturunkan suhu airnya.

Setelah terkumpul, benih rajungan dihitung satu persatu ataupun dengan cara

disampling untuk kemudiannya dimasukkan ke kantong plastic panen dengan air

packing per kantong adalah sebanyak 2 liter. Dalam tiap kantong panen juga

dimasukkan potongan waring berukuran 5x10 cm sebanyak 3-5 lembar sebagai

shelter bagi benih rajungan.

Untuk waktu tempuh transportasi selama maksimal 4 jam, per kantong panen

di isi benih rajungan Crab 5 dengan kepadatan 500 ekor. Sedangkan untuk waktu

tempuh transportasi 4 – 12 jam maka per kantong di isi dengan kepadatan 250 – 400

ekor benih rajungan Crab 5. Semakin besar benih rajungan yang akan di panen, maka

kepadatan benih per kantong akan semakin rendah (Mardjono, et al. 2003).

Kantong plastik yang telah di isi benih rajungan kemudian di atur pada kardus

atau styrofoam dan diberi pecahan es batu yang telah dibungkus plastik dan kertas

koran bekas untuk mengurangi kecepatan es mencair. Untuk pengangkutan benih

rajungan dengan jarak tempuh lebih dari 4 jam sebaiknya pengangkutan benih

menggunakan kotak styrofoam untuk menjaga suhu air dalam kantong tetap rendah.

Page 22: Kata Pengantar Dda

BAB IV

PENUTUP

4.1. Simpulan

Dengan mengadopsi serta menyederhanakan teknik pembenihan rajungan skala

massal yang dilakukan pada unit pembenihan rajungan maka secara teknis

pembenihan rajungan dapat di terapkan dengan memanfaatkan bak-bak bekas dari

backyard udang windu yang tidak beroperasi lagi.

Rajungan merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi

yang diekspor terutama ke negara Amerika, yaitu mencapai 60% dari total hasil

tangkapan rajungan. Rajungan juga diekspor ke berbagai negara dalam bentuk segar

yaitu ke Singapura dan Jepang, sedangkan yang dalam bentuk olahan (dalam kaleng)

diekspor ke Belanda.

4.2. Saran

Saran yang bisa disampaikan dalam makalah ini adalah dengan melihat

komoditas kepiting yang memiliki nilai ekonomis tinggi serta keberaadaanya terover

eksploitasi oleh karena itu kita sebagai mahasiswa dan masyarakat marilah kita

tingkatkan pembudidayaan sumberdaya perikanan dengan memperhatikan aspek

kelestariannya,

Page 23: Kata Pengantar Dda

DAFTAR PUSTAKA

Juwana, S. 2007. Tinjauan tentang perkembangan Penelitian Budidaya rajungan. Oseanografi LIPI. Jakarta. (4) 1-12.

Fajar, L. 2011. Perikanan Rajungan Di Desa Mattiro. Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Universitas Hasanuddin. 50 Hal.

Moosa, MK. 1980. Beberapa Catatan Mengenai Rajungan dari Teluk Jakarta dan Pulau-Pulau Seribu. Sumberdaya Hayati Bahari, Rangkuman Beberapa Hasil Penelitian Pelita II. LON-LIPI, Jakarta. Hal 57-79.

Fatmawati. 2009. Kelimpahan Relatif dan Struktur Ukuran Rajungan Di Daerah Mangrove Kecamatan Tekolabbua Kabupaten Pangkep.Skripsi jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan PerikananUniversitas Hasanuddin, Makassar.

Nontji, A. 1986. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta. 105 hlm.Nyabekken, J.W. 1986. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Biologi. Penerbit

Gramedia, Jakarta.Soim, A. 1994. Pembesaran Kepiting. Penebar Swadaya. Jakarta.Susanto, N. 2010. Perbedaan antara Rajungan dan Kepiting. http://blog.unila.

ac.id/gnugroho/category/bahan-ajar/karsinologi/. (Akses 11 Desember 2010).