64

KATA - yccp-indonesia.org file33 provinsi di Indonesia. Namun demikian, Provinsi NTB dapat menekan laju pertumbuhan penduduknya dari 1,29 menjadi 1,17, sementara rata-rata laju pertumbuhan

Embed Size (px)

Citation preview

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat sertakarunia-Nya, sehingga kami berhasil menyelesaikan “Riset Operasional Advokasi KeluargaBerencana untuk Meningkatkan Metode Ragam Kontrasepsi di Provinsi Jawa Timur dan NusaTenggara Barat” yang dilaksanakan dari Bulan April hingga Mei 2013.Laporan ini berisi hasil studi kualitatif di Kabupaten Lombok Barat yang merupakan satu darienam laporan studi kualitatif di tingkat kabupaten. Enam laporan tersebut berisi informasiterkait Keluarga Berencana di 3 kabupaten di Provinsi Jawa Timur yakni Kabupaten Kediri,Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Tuban; serta 3 kabupaten di Provinsi Nusa TenggaraBarat yakni Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Sumbawa.Pengumpulan data dilaksanakan dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, hingga provinsi.Secara garis besar, informasi yang dikumpulkan adalah cakupan program Keluarga Berencanadan permasalahannya, manajemen program Keluarga Berencana, pendapat masyarakatterhadap Keluarga Berencana, serta pembelajaran yang diperoleh dari desa Metode KontrasepsiJangka Panjang tinggi dan rendah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasarinformasi upaya advokasi dan intervensi untuk meningkatkan ragam kontrasepsi di lokasipenelitian.Berlangsungnya penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Olehkarena itu, melalui kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada yangterhormat:1. Susan Krenn, Direktur Johns Hopkins University Bloomberg School of Public Health Centerfor Communication Programs2. Duff Gillespie dari Bill & Melinda Gates Institute for Population and Reproductive Health3. J. Douglas Strorey, Sarah V. Harland, Priya Emmart dan Jennifer Kreslake dari JohnHopkins University Bloomberg School of Public Health Center for CommunicationPrograms4. Fitri Putjuk, Eugenita Garot dan Anggita Florenita dari John Hopkins UniversityBloomberg School of Public Health Center for Communication Programs Indonesia Office5. Mayun Pudja, Dini Haryati dan Christiana Tri Desintawati dari Cipta Cara PaduFoundation6. Sabarinah Prasetyo (Direktur) dan seluruh staff Pusat Penelitian Kesehatan UI7. Ruth Stella, Anwar Fachmy, Cahyowati, Halimatus Sa’diyah, Menik Aryani, Rosmilawati,dari Universitas Mataram di Provinsi Nusa Tenggara Barat;sertaWindhu Purnomo, IrmaPrasetyowati, Ni’mal Baroya, Annis Catur Adi, Riris Diana Rachmayanti, Nurul Fitriyah,dan Dini Ririn Andrias dari Universitas Airlangga di Provinsi Jawa Timur8. Serta semua informan yang bersedia berkontribusi dalam penelitian ini.Secara khusus, kami memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua peneliti yangterlibat, yakni Agus Dwi Setiawan, Christiana R. Titaley, Dadun, Dini Dachlia, Dwi Astuti YunitaSaputri, Ferdinand Siagian, Heru Suparno, dan Yudarini. Kami juga mengucapkan terima kasihkepada Donal Husni, Hafizah, Vetty Yulianty, dan Ade W. Prastyani yang telah membantu prosesakhir penyelesaian laporan ini.Kami berharap penelitian ini dapat bermanfaat untuk memajukan program keluarga berencanadi Indonesia, khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Jawa Timur.Depok, 31 Maret 2014Dr. dra. Rita Damayanti, MSPHPeneliti Utama

ii

RINGKASAN EKSEKUTIF

UNTUK KABUPATEN STUDI DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

1. Cakupan KB dan permasalahannyaSecara nasional Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan satu dari tujuh provinsi yangmendapatkan alat kontrasepsi 100% dari tingkat pusat. Hal ini dipicu oleh rendahnya angkaIndeks Pembangunan Masyarakat (IPM) NTB dimana provinsi menempati urutan ke 32 dari33 provinsi di Indonesia. Namun demikian, Provinsi NTB dapat menekan laju pertumbuhanpenduduknya dari 1,29 menjadi 1,17, sementara rata-rata laju pertumbuhan penduduksecara nasional berkisar pada angka 1,49.Komitmen pemerintah Provinsi NTB cukup tinggi untuk meningkatkan IPM dengan KBmenjadi salah satu prioritas utama. Arahan yang jelas dari pemimpin daerah untukmenjadikan KB menjadi salah satu investasi sumber daya manusia. Saat ini angkapenggunaan kontrasepsi aktif adalah 56%, sedikit di bawah angka nasional yaitu 57,9%.Persentase unmet need di Provinsi NTB lebih tinggi (14%) dibandingkan rata-rata nasional(11,4%) (SDKI 2012). Indikator-indikator ini tidak dicatat dan dilaporkan oleh DinasKesehatan.2. Non MKJP versus MKJPSeperti halnya provinsi lainnya, angka pengguna non-MKJP Provinsi NTB jauh lebih tinggi(86,1%) dibandingkan MKJP (13.9%). Walaupun demikian, cakupan MKJP cenderungmeningkat seiring berjalannya waktu. Pada umumnya, kontrasepsi suntik menjadikontrasepsi yang paling diminati di daerah dengan akses layanan kesehatan yang baik.Walaupun secara teknis kontrasepsi pil lebih mudah penggunaannya, lebih murah danpraktis, kontrasepsi jangka panjang seperti implan lebih diminati di daerah dengan aksesyang sulit ke layanan kesehatan. IUD lebih banyak diminati di daerah perkotaandibandingkan pedesaan. Perempuan di daerah pedesaan cenderung merasa khawatir suamiakan mengeluh mengenai IUD dan khawatir akseptor IUD akan mengalami kesulitan saatmelakukan pekerjaan berat. Walau jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) yang melakukansterilisasi masih kecil, penggunaannya diminati di daerah tertentu yang lebih permisifterhadap poligami.Rekomendasi: Mengintensifkan kegiatan KB masal dengan lebih mendorong masyarakat menggukan alatkontrasepsi MKJP dan membatasi alat konstrasepsi non-MKJP. Meningkatkan kualitas pemasangan MKJP melalui pelatihan dan praktek pemasangan alatkontrasepsi MKJP seperti IUD dan implan pada petugas pemberi pelayanan kesehatantermasuk BPS. Meningkatkan kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) serta promosi MKJPmengenai keuntungan menggunakan MKJP melalui penyuluhan, sharing dan integrasikegiatan.

3. Kebijakan dan alokasi anggaranKomitmen provinsi NTB untuk meningkatkan IPM sangat kuat karena NTB saat inimenempati ranking 32 dari 33 provinsi yang ada. Oleh karena itu, program kesehatan danpendidikan menjadi sektor pembangunan yang diprioritaskan. Komitmen yang kuat dari

iii

pusat dengan memberikan alat kontrasepsi untuk seluruh penduduk juga didukung olehkomitmen yang kuat dari daerah, dengan memberikan pelayanan KB gratis di Puskesmas.Gubernur Provinsi NTB yang telah terpilih untuk kedua kalinya memiliki kewibawaan untukmemberikan arahan pada seluruh kabupaten terkait program yang meningkatkan IPMdengan membuat Nota Kesepakatan dan moto yang dibuat oleh provinsi. Beberapa jargonyang dikembangkan di tingkat provinsi seperti Generasi Emas, AKINO (angka kematian ibuNOL) membuat kabupaten harus bergerak ke arah yang sama. Dengan perkataan lain,desentralisasi hanya memiliki sedikit dampak terhadap variasi program di tingkat kabupatenterutama dalam konteks pembangunan manusia. Pendanaan untuk program-program iniditanggung baik oleh provinsi maupun kabupaten.4. Pengadaan dan distribusi alat kontrasepsiPengadaan alat kontrasepsi dilakukan di tingkat pusat untuk seluruh penduduk. Perhitunganalat kontrasepsi dilakukan berdasarkan perhitungan target, potensi tahun lalu, angka unmet

need, serta ketersediaan budget, yang kemudian menjadi KKP (Kontrak Kinerja Provinsi).Dinas Kesehatan mengeluh bahwa BKKBN kurang memperhatikan hal teknis dalampendistribusian alat kontrasepsi ke Puskesmas/klinik. Kontrasepsi juga tergolong kelompokobat, sehingga pendistribusian harus berada dalam pengawasan apoteker. Namun bilakegiatan pendistribusian didelegasikan kepada Dinas Kesehatan, maka kemungkinan dapatterjadi keterlambatan.Stok kebutuhan alat kontrasepsi tidak boleh kurang dari dua sampai tiga bulan ke depan.Sejauh ini tidak ada masalah supply yang terjadi. Hanya pendistribusian untuk tempatterpencil sering menjadi masalah. Mekanisme distribusi alat kontrasepsi di tingkatkecamatan ada yang menerapkan kebijakan "satu pintu" melalui Puskesmas, atau "beberapapintu", dimana PLKB mendistribusikan alat kontrasepsi langsung ke bidan desa dan ke BPS.Rekomendasi: Melibatkan Dinas Kesehatan dalam pendistribusian alat kontrasepsi mulai dari tingkatprovinsi hingga Puskesmas. Kebijakan "satu pintu" sebaiknya dilaksanakan denganPuskesmas bertanggung jawab untuk mendistribusikan alat kontrasepsi, bukan hanyakepada bidan di desa tapi juga kepada bidan praktek swasta. Mekanisme ini membantuPuskesmas dalam melakukan kontrol sistem pelaporan.

5. Pelayanan KB dan pembiayaannyaPelayanan KB paling sederhana yang dikelola pemerintah dilakukan di tingkat desa olehbidan desa yang menyediakan pil dan suntik. Pelayanan MKJP seperti implan dan IUDdiberikan di Puskesmas, sedangkan pelayanan sterilisasi dilakukan di Rumah Sakit. Unitpelayanan KB dapat berada dibawah naungan pemerintah maupun non-pemerintah.Keterlibatan dan dukungan klinik non-pemerintah terhadap MKJP pun cukup baik, sehinggadapat merupakan perpanjangan tangan pelayanan KB.Dalam kenyataannya, pihak non-pemerintah juga memberikan pelayanan KB melalui klinikatau BPS. Di Provinsi NTB alat kontrasepsi diberikan secara gratis, namun biaya pelayanandan bahan habis pakai dibebankan kepada pasien. Demikian pula jika ada keluhan tentangefek samping dan pasien membutuhkan obat, maka pasien harus membayar sendiri obatnya.Kika pasien adalah pasien Jamkesmas atau Jamkesda, maka biaya obat ditanggung olehpemerintah.

iv

Rekomendasi: Meningkatkan keterlibatan sektor swasta dalam pelayanan KB, terutama MKJP, denganmembentuk sistim kerjasama yang saling menguntungkan dan melibatkan merekadalam Jampersal, Jamkesmas/Jamkesda. Memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk mengikuti pelatihan CTU dankonseling untuk selalu memperbarui pengetahuan dan keterampilannya. Mendorong disertakannya biaya pelayanan medis MKJP ke dalam skema JaminanPemeliharaan Kesehatan Masyarakat, sehingga pelayanan diberikan kepada seluruhmasyarakat tanpa dipungut bayaran (bukan hanya keluarga miskin).Konseling dilakukan sebelum akseptor memutuskan untuk ber-KB; namun pada umumnyapasien telah memutuskan sendiri jenis alat kontrasepsi yang ingin digunakan berdasarkanpenjelasan yang didapat saat ANC atau dari PLKB. Konseling KB juga dilakukan setelahpersalinan, dimana pasien dimotivasi untuk mendapatkan pelayanan IUD gratis jikapemasangan dilakukan dalam kurun waktu 40 hari. Dengan masuknya KB pasca persalinandalam skema Jampersal, maka bidan dapat lebih memotivasi pasien untuk tidakmenggunakan alat kontrasepsi hormonal karena banyaknya efek samping yang terjadi.Prinsip kafetaria dalam konseling sulit dilaksanakan karena terbatasanya jenis alatkontrasepsi yang tersedia. Jika alat kontrasepsi yang dipilih tidak ada, beberapa pasienterpaksa membeli sendiri atau diminta menunggu hingga alat kontrasepsi ada.Rekomendasi: Melakukan pelatihan ABPK (Alat Bantu Pengambilan Keputusan) bagi bidan, baik bidanswasta maupun yang bekerja di pemerintah.Standar pelayanan bagi peserta KB baru adalah petugas kesehatan melakukan konseling kecalon akspetor sebelum calon akseptor memutuskan ber-KB. Idealnya, calon akseptor jugasudah dimotivasi oleh PLKB. Dalam kondisi yang ideal, konseling menerapkan prinsipkafetaria, namun pada kenyataannya hal ini sulit dilakukan karena keterbatasan jenis alatkontrasepsi yang tersedia. Dalam konseling ditemukan banyak keluhan terkait non-MKJPyang merupakan kontrasepsi hormonal. MKJP ditemukan belum terlalu populer dimasyarakat.Rekomendasi: Melakukan pelatihan konseling bagi yang belum mengikuti pelatihan, dan pelatihanpenyegaran bagi yang telah mengikut pelatihan, untuk menekankan pentingnyaedukasi terutama terkait alat kontrasespsi MKJP.

6. Sumber Daya ManusiaSumber daya manusia yang memberikan pelayanan KB di Provinsi NTB sudah cukupmemadai dengan adanya dokter ahli kandungan tersebar hampir di semua kabupaten danbidan yang tersebar di desa. Namun untuk PLKB, distribusi tidak merata karena jumlahnyayang kurang dan tidak adanya regenerasi.Rekomendasi: Penambahan tenaga PLKB perlu menjadi perhatian penting bagi pemerintah kabupaten,di samping upaya peningkatan kualitas PLKB. Meningkatkan kapasitas PPKBD dan sub-PPKBD untuk membantu PLKB dalam programKB.Dana pelatihan untuk petugas kesehatan ada di BKKBN, namun selalu berkoordinasi denganDinas Kesehatan yang lebih mengetahui tentang ketenagaan bidan. Pelatihan Contraceptive

v

Technology Update (CTU) dilakukan di RSU melalui jejaring P2KS (Pusat Pelatihan KlinikSekunder) sejak tahun 2006 dengan materi: konseling, pencegahan infeksi, pengetahuanumum tentang kontrasepsi, serta tindakan pemasangan IUD dan implan bagi bidan dandokter. Pelatihan CTU dilaksanakan dua kali setahun dan tidak termasuk MOP dan MOW.MOP dapat dilakukan dengan dokter umum dan MOW oleh dokter spesialis.Rekomendasi: Mengikusertakan BPS dalam pelatihan CTU dan konseling. Mengikutsertakan PLKB dalam pelatihan konseling medis, sehingga PLKB memahamipersyaratan medis yang dibutuhkan untuk metode kontrasepsi tertentu.Terjadi perdebatan tentang kewenangan bidan untuk memasang IUD dan implan karena adaUU kedokteran yang tidak mengizinkan bidan melakukan tindakan medis. Namun di NTB, halini tidak terlalu dipermasalahkan. Di daerah terpencil, bidan diperbolehkan menyediakanlayanan implan dan IUD. Sementara itu, juga ditemukan perawat yang memberikanpelayanan kontrasepsi suntik.Rekomendasi: Diperlukan adanya kejelasan kewenangan bidan tentang pelayanan KB denganmempertimbangkan aksesibilitas masyarakat terutama dalam pelayanan MKJP,mengingat sebagaian besar pelayanan KB dilakukan oleh bidan.

7. Kerjasama antar instansiAda empat instansi yang terkait dengan KB ditingkat provinsi: BKKBN yang bekerja di sisidemand/permintaan dan bertindak sebagai koordinator, Dinas Kesehatan yang bekerja disisi supply/pelayanan, Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan KeluargaBerencana (BP3AKB) dan Program Kesejahteraan Keluarga (PKK). BP3AKB yang didirikantahun 2008 bukan hanya mengelola kegiatan KB, tapi juga mengelola progam pemberdayaanperempuan dan perlindungan anak. Institusi ini memiliki perpanjangan tangan di tingkatkabupaten. Instansi lainn yang tidak kalah pentingnya adalah PKK yang selalu memberikandukungan pada pelayanan rutin dan momentum KB.Rekomendasi: Meningkatkan koordinasi antar instansi dengan melibatkan Bappeda agar tidak terjaditumpang tindih kegiatan di tingkat kabupaten. Memanfaatkan District Working Group (DWG) sebagai pemicu kerjasama antar instansi,namun tidak tersedianya dana operasional dapat menjadi kendala.Beberapa klinik swasta telah ikut serta membantu pelayanan KB dengan memperolah alatkontrasepsi dari BKKBN, walaupun pasien tetap membayar jasa medis dan bahan habispakai.Rekomendasi: Meningkatkan kerjasama dengan klinik swasta atau BPS terutama dalam pelayananMKJP, dengan membentuk sistim yang saling menguntungkan. Mengembangkan mekanisme kerjasama dengan pihak swasta untuk juga menerimaakseptor dengan Jamkesda atau Jamkesmas.Potensi kerjasama dengan sektor swasta dapat dikembangkan dengan perusahaan padatkarya.

vi

Rekomendasi: Mengembangkan inovasi kerjasama dengan perusahaan menggunakan skema Corporate

Social Responsibility (CSR). Hal ini dapat dilakukan melalui upaya advokasi padapemerintah daerah yang memiliki pabrik padat karya untuk mengajak pihak swastaagar terlibat dalam program KB misalnya melalui APINDO.8. Menciptakan kebutuhanSecara umum, program KB sudah diterima masyarakat baik yang berusia muda maupun yangberusia tua. Meskipun demikian, terdapat faktor budaya mempengaruhi angka akseptor KB,misalnya pandangan masyarakat tentang pentingnya memiliki seorang anak laki-laki dalamkeluarga. Hal ini menyebabkan banyak keluarga berhenti menggunakan alat kontrasepsiuntuk mendapatkan anak laki-laki yang didambakan.Masih kuatnya pengaruh agama dan efek samping alat konstrasepsi menghambat keputusanuntuk menggunakan alat kontrasepsi, terutama alat kontrasepsi jenis MKJP.Rekomendasi: Mendorong pemerintah daerah dan SKPD yang terkait untuk lebih melibatkan TuanGuru atau tokoh agama untuk memberikan informasi tentang keuntungan ber-KB darisisi agama. Menggunakan testimoni pasangan yang berhasil menggunakan MKJP.Untuk menciptakan kebutuhan, BKKBN sering menggunakan momentum KB denganmengadakan pelayanan KB massal dengan menggunakan organisasi profesi IBI untukmenjadi petugas. Permasalahannya adalah banyak anggota IBI yang juga berstatus pegawainegeri, sehingga ketika mereka bertugas dalam kegiatan momentum tersebut, pelayanan diPuskesmas menjadi terganggu.Rekomendasi: Melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan jika BKKBN atau unit KB tingkatkabupaten akan melakukan momentum KB untuk mempromosikan MKJP. Disarankan agar BKKBN hanya menggunakan bidan swasta saja saat Momentum KB. Melaksanakan kegiatan momentum KB hanya di Puskesmas, klinik atau Rumah Sakitsehingga tidak mengganggu pelayanan dan jika terjadi komplikasi akan lebih mudahmenanganinya. Menggunakan testimoni atau atau menggunakan teknik dari mulut ke mulut untukpromosi KB MKJP, dimana petugas kesehatan menawarkan MKJP dengan membericontoh teman atau kerabat yang dikenalnya yang menggunakan MKJP dan tidakmengalami masalah. Menyertakan Tuan Guru untuk turut mempromosikan MKJP.

9. Pencatatan dan pelaporanDi Provinsi NTB, pendataan KB lebih di tangan BKKBN dan jajarannya. Dinas Kesehatanlebih bersikap pasif dan menunggu dari BKKBN. Jika memerlukan data, maka DinasKesehatan akan memintanya dari BKKBN. Oleh karena itu, perbedaan angka peserta KBaktif atau angka KB lainnya tidak terlalu dipersoalkan di Provinsi NTB. Namun untukmenetapkan taget, ada perbedaan karena BKKBN menetapkan target berdasarkan PPM(Perkiraan Permintaan Masyarakat) sedangkan Dinas Kesehatan menggunakan data kohortberdasarkan PUS.Terkait dengan pencatatan dan pelaporan, bidan desa mengeluhkan adanya beban gandaterkait pencatatan data KB bagi Unit KB dan bagi Dinas Kesehatan dalam register kohort KB.

vii

Rekomendasi: Menetapkan kesepakatan mengenai pendataan peserta KB dan adanya satu sistimpelaporan yang didukung oleh kedua instansi, dimulai dari tingkat pusat untukmenghindari beban ganda bidan di desa dan menghindari perbedaan data.Tidak ada sistim pelaporan dari klinik swasta, kecuali jika mereka mengambil alatkontrasepsi dari BKKBN. Jika bidan swasta adalah PNS, maka mereka akan jugamemberikan laporan kepada Dinas Kesehatan.Rekomendasi: Memperbaiki sistim manajemen data sehingga pelayanan klinik swasta dapat ikutterdata.

viii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................................................iRINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................................................................................... iiDAFTAR ISI...................................................................................................................................................................... viiiDAFTAR TABEL..................................................................................................................................................................xDAFTAR GAMBAR ........................................................................................................................................................... xi1. PENDAHULUAN .......................................................................................................................................................... 11.1 Latar belakang.............................................................................................................................................. 11.2 Tujuan.............................................................................................................................................................. 2A. Tujuan umum......................................................................................................................................... 2B. Tujuan khusus........................................................................................................................................ 22. METODOLOGI........................................................................................................................................................... 32.1 Rancangan penelitian................................................................................................................................ 32.2 Lokasi penelitian......................................................................................................................................... 32.3 Metode penelitian....................................................................................................................................... 4A. Kerangka sampel .................................................................................................................................. 4B. Populasi penelitian .............................................................................................................................. 4C. Pengambilan sampel ........................................................................................................................... 5D. Metode pengumpulan data............................................................................................................... 5E. Kerangka konsep .................................................................................................................................. 8F. Pedoman diskusi kelompok dan wawancara............................................................................ 8G. Data analisis............................................................................................................................................ 9H. Etik.............................................................................................................................................................. 93. KARAKTERISTIK SOSIAL DEMOGRAFI DAERAH STUDI ..................................................................... 113.1 Provinsi Jawa Timur............................................................................................................................... 11A. Provinsi.................................................................................................................................................. 11B. Kabupaten Tuban .............................................................................................................................. 12C. Kabupaten Lumajang ....................................................................................................................... 12D. Kabupaten Kediri............................................................................................................................... 123.2 Provinsi Nusa Tenggara Barat............................................................................................................ 13A. Provinsi.................................................................................................................................................. 13B. Kabupaten Lombok Barat .............................................................................................................. 14C. Kabupaten Lombok Timur............................................................................................................. 14D. Kabupaten Sumbawa ....................................................................................................................... 144. HASIL TEMUAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT ................................................................... 164.1 PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT............................................................................................... 16A. Pendahuluan........................................................................................................................................ 16

ix

B. Manajemen program keluarga berencana .............................................................................. 174.2 KABUPATEN LOMBOK BARAT........................................................................................................... 23A. Pendahuluan........................................................................................................................................ 23B. Manajemen program keluarga berencana .............................................................................. 27c. Pendapat masyarakat ...................................................................................................................... 35d. Pembelajaran dari desa MKJP tinggi dan rendah................................................................. 444.3 DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT.................... 45A. Ringkasan hasil penelitian di tingkat provinsi dan kabupaten ...................................... 45B. Penerimaan masyarakat terhadap alat kontrasepsi (difusi inovasi) ........................... 47C. Kesimpulan dan saran tingkat provinsi ................................................................................... 48D. Kesimpulan dan saran tingkat kabupaten .............................................................................. 49REFERENSI....................................................................................................................................................................... 51

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daerah penelitian ........................................................................................................................................ 4Tabel 2.2 Kategori informan dan metode pengumpulan data dalam studi kualitatif ......................... 6Tabel 2.3 Kategori informan dan metode pengumpulan data dalam studi kualitatif ......................... 7Tabel 2.4 Topik utama pertanyaan dalam studi kualitatif ............................................................................. 8Tabel 4.1 Indikator pencapaian dan target Provinsi Nusa Tenggara Barat ......................................... 16Tabel 4.2 TFR, Laju pertumbuhan penduduk, CPR dan Unmetneed Kabupaten Lombok Barat . 24Tabel 4.3 Cakupan KB berdasarkan jenis di Kabupaten Lombok Barat ................................................ 25Tabel 4.4 Anggapan masyarakat menurut informan tenaga kesehatan tentang alat kontrasepsiMKJP dan Non-MKJP di Kabupaten Lombok Barat......................................................................................... 26Tabel 4.5 Cakupan KB pada dua kecamatan studi di Kabupaten Lombok Barat ............................... 27Tabel 4.6 Pendapatan dan realisasi pengeluaran Kabupaten Lombok Barat...................................... 28Tabel 4.7 Anggaran KB Kabupaten Lombok Barat Tahun 2012 bersumber pusat dan APBD ..... 28Tabel 4.8 Harga alat kontrasepsi dan pelayanan beragam jenis KB di Puskesmas dan bidanKabupaten Lombok Barat .......................................................................................................................................... 31Tabel 4.9 Perbandingan jumlah PLKB dan bidan desa di Kabupaten Lombok Barat ...................... 33Tabel 4.10 Ringkasan hasil penelitian kualitatif di Provinsi Nusa Tenggara Barat .......................... 45

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Cakupan KB Nasional............................................................................................................................... 1Gambar 2.1 Lokasi penelitian.................................................................................................................................... 3Gambar 2.2 Kerangka sampel studi kualitatif .................................................................................................... 4Gambar 2.3 Kerangka konsep ................................................................................................................................... 8Gambar 3.1 Wilayah administratif Provinsi Jawa Timur ............................................................................ 11Gambar 3.2 Piramida penduduk Provinsi Jawa Timur ................................................................................ 12Gambar 3.3 Provinsi Nusa Tenggara Barat....................................................................................................... 13Gambar 3.4 Piramida penduduk Provinsi Nusa Tenggara Barat............................................................. 13Gambar 4.1 Mekanisme pengajuan alat kontrasepsi di Kabupaten Lombok Barat ......................... 29Gambar 4.2 Mekanisme distribusi alat kontrasepsi di Kabupaten Lombok Barat........................... 30

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakangImplementasi program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia dikenal sebagai salah satu yangterbaik di dunia. Walaupun demikian, masih ditemukan berbagai tantangan terkait keragamanpenggunaan metode kontrasepsi. Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1987-2012 menunjukkan bahwa presentase pasangan yang menggunakan kontrasepsi jangka pendek(suntik dan pil) di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan jenis kontrasepsi jangka panjangdan permanen (MKJP) seperti IUD, implan, dan metode operasi wanita (MOW)/pria (MOP).Lebih jauh lagi, sebagian besar pasangan yang ingin membatasi kehamilan (tidak ingin punyaanak lagi) masih memilih menggunakan kontrasepsi pil dan suntik, yang sebenarnya lebihbertujuan untuk menjarangkan kehamilan. Data SDKI 2007 menunjukkan bahwa sebanyak 78%pasangan pengguna kontrasepsi modern menggunakan kontrasepsi jangka pendek (suntik danpil) dan hanya 27% yang menggunakan kontrasepsi jangka panjang/permanen (Gambar 1.1).Selain rendahnya keragaman kontrasepsi, data SDKI 2007 juga menunjukkan bahwa angkaketidakberlanjutan metode kontrasepsi pil dan suntik lebih tinggi dibandingkan MKJP. Dalam12 bulan pertama sejak menggunakan alat kontrasepsi, angka ketidakberlanjutan akseptor pilmencapai hampir 40% dan suntik lebih dari 20%, dibandingkan IUD sebesar 10% dan implanyang hanya 5%.

Gambar 1.1 Cakupan KB Nasional

Penggunaan alat kontrasepsi oleh masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasukadanya izin dari pasangan, kualitas pelayanan, keramahan pemberi pelayanan kesehatan, danpengetahuan wanita tentang.Selain itu, tingkat pendapatan, akses terhadap pelayanan, dankepercayaan yang dianut juga berpengaruh pada besarnya penggunaan KB di suatu daerah(Okech, et. al, 2011). Di Indonesia sendiri, studi BKKBN menunjukkan umur Pasangan UsiaSubur (PUS), lama menikah, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal, tingkatan keluargasejahtera, tujuan ber-KB, dan sumber pelayanan mempengaruhi penggunaan MKJP di Indonesia.Studi kualitatif BKKBN pada tahun 2011 ini juga mengungkapkan banyaknya rumor yangberedar di masyarakat terkait kegagalan IUD menjadi hambatan dalam upaya peningkatanMKJP (BKKBN, 2011).

42 45 48 51 5210 10 9 6 6

0

20

40

60

80

100

1994 1997 2002/3 2007 2012

%

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

Non-MKJP MKJP

2

Untuk mempromosikan KB termasuk MKJP di Indonesia, berbagai upaya telah dilakukan. Salahsatu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan memperkuat aspek pelayanan dan aspekpenggerakan program KB (menciptakan kebutuhan/demand creation). Pada aspek pelayanan,pemerintah memperkuat kerjasama dengan mitra pelayanan program KB, memastikanketersediaan sarana-prasarana dan alat kontrasepsi di semua pelayanan kesehatan, danmeningkatkan kualitas sumber daya manusia penyedia pelayanan kesehatan (Kemenkes RI,2013). Dari aspek penggerakkan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional(BKKBN), merubah kembali moto “Dua Anak Lebih Baik” ke moto sebelumnya yang lebihpopular yaitu “Dua Anak Cukup” untuk menumbuhkan pola pikirkeluarga kecil bahagiasejahtera (BKKBN, 2013). Walaupun demikian, terlepas dari berbagai upaya yang dilakukanpemerintah untuk meningkatkan program KB di Indonesia, masih sedikitnya penggunaan MKJPdi antara pasangan yang ingin membatasi kehamilan atau tidak ingin hamil menunjukkan masihdiperlukannya upaya peningkatan penggunaan keragaman metode/alat kontrasepsi sesuaidengan tujuan penggunaan.Menyikapi hal tersebut, Center for Communication Program of Johns Hopkins University (JHU-CCP) bekerja sama dengan Yayasan Cipta Cara Padu, Kementerian Kesehatan RI, dan BKKBN,serta Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (PPK-UI) mengadakan kegiatanOperational Research (OR) yang diharapkan dapat mendemonstrasikan upaya di tingkatkabupaten dalam meningkatkan ketersediaan dan penggunaan pelayanan Keluarga Berencanadi daerah. Kegiatan ini dilakukan di enam kabupaten yaitu Kabupaten Kediri, Tuban, Lumajang(Provinsi Jawa Timur), dan Kabupaten Lombok Barat, Lombok Timur dan Sumbawa (ProvinsiNusa Tenggara Barat).Dalam kegiatan OR ini, pengumpulan data dasar dilakukan dengan menggunakan metodekuantitatif dan kualitatif. Laporan ini hanya mendiskusikan hasil penelitian kualitatif yangdilakukan oleh PPK UI bekerja sama dengan mitra lokal di masing-masing provinsi. Data dasarini akan dipergunakan oleh Yayasan Cipta Cara Padu untuk melakukan intervensi advokasi dienam kabupaten tersebut.1.2 TujuanA. Tujuan umumPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan perlaku masyarakat terkaitpenggunaan alat kontrasepsi Keluarga Berencana.B. Tujuan khusus Untuk mengetahui prevalensi penggunaan kontrasepsi khususnya Metode KontrasepsiJangka Panjang (MKJP). Untuk menilai pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terkait MKJP. Untuk mengetahui alasan masyarakat menggunakan atau tidak menggunakan metodekontrasepsi. Untuk mengetahui hambatan yang dialami masyarakat dalam mengakses pelayanankeluarga berencana.

3

2. METODOLOGI

2.1 Rancangan penelitianPenelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalamdan diskusi kelompok terarah dengan informan dan informan kunci. Penelitian kualitatif inidilakukan sebelum penelitian kuantitatif.2.2 Lokasi penelitianPenelitian dilaksanakaan di dua provinsi: Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Nusa TenggaraBarat (Gambar 2.1). Di masing-masing provinsi dipilih tiga kabupaten sebagai lokasi penelitian:Kabupaten Tuban, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Lumajang untuk Provinsi Jawa Timur;serta Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Sumbawa untukProvinsi Nusa Tenggara Barat.

Gambar 2.1 Lokasi penelitianPenelitian kualitatif dilaksanakan di dua desa terpilih dari masing-masing kabupaten untukmewakili gambaran desa dengan tingkat penggunaan MKJP tinggi dan rendah (Tabel 2.1).Datadikumpulkan dari tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa.

Provinsi Jawa Timur

Provinsi Nusa Tenggara Barat

4

Tabel 2.1 Daerah penelitianProvinsi Jawa TimurKabupaten Kediri Lumajang TubanCakupan MKJP Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah TinggiKecamatan Pagu Tarokan Tekung Candipuro Rengel ParenganDesa Semanding Tarokan Wonogriyo Jarit Maibit SidangrejoProvinsi Nusa Tenggara BaratKabupaten Lombok Barat Lombok Timur SumbawaCakupan MKJP Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah TinggiKecamatan Kediri Narmada Jerowaru Selong Rhee SeketengDesa Banyumulek,Lelede DasanTereng Paro Mas KelayuUtara Sampe Seketeng2.3 Metode penelitianA. Kerangka sampelEnam sampai delapan wawancara mendalam dilaksanakan di tingkat provinsi, kabupaten, dankecamatan. Selain itu, kurang lebihempat wawancara mendalam dan empat diskusi kelompokdiselenggarakan di tingkat desa. Lebih lanjut, kerangka sampel dapat dilihat di Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Kerangka sampel studi kualitatifB. Populasi penelitianUntuk mengetahui tingkat pengetahan, sikap, dan perilaku terkait penggunaan MKJP, populasipenelitian yang diambil adalah sebagai berikut: Wanita menikah (15-49 tahun) bertempat tinggal di lokasi penelitian, memilikisetidaknya satu orang anak, dan yang memenuhi kriteria berikut:a. Menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP)b. Menggunakan metode kontrasepsi lainc. Tidak menggunakan metode kontrasepsi jenis apapun (tidak ber-KB) Pihak lain yang berperan:a. Suami dari wanita yang menggunakan MKJP

5

b. Suami dari wanita yang menggunakan metode lainc. Suami dari wanita yang tidak ber-KBd. Pria yang menggunakan atau tidak menggunakan alat kontrasepsi (15-49 tahun)e. Ibu atau mertua dari suami atau wanita yang menggunakan MKJPf. Ibu atau mertua dari suami atau wanita yang menggunakan metode laing. Ibu atau mertua dari suami atau wanita yang tidak ber-KB Pembuat kebijakan atau tokoh masyarakat terkait program keluarga berencana,termasuk:a. Tingkat provinsi: pegawai pemerintah daerah, Badan Perencanaan danPembangunan Daerah (Bappeda), BKKBN provinsi, PKK, Ikatan Bidan Nasional (IBI)b. Tingkat kabupaten: wakil bupati, pegawai pemerintah daerah, Bappeda, BadanKeluarga Berencana (BKB), PKKc. Tingkat kecamatan: kepala kecamatan, BKB, PKK, KUPT-KBd. Tingkat desa: kepala desa dan tokoh masyarakat/agama Pemberi layanan kesehatana. Tingkat provinsi: pegawai dinas kesehatan, pegawai RSUD, pegawai rumah sakitswastab. Tingkat kabupaten: pegawai dinas kesehatan, pegawai RSUD, RS swastac. Tingkat kecamatan: pegawai dinas kesehatan dan bidan koordinator, Bidan PraktekSwasta (BPS)d. Tingkat desa: petugas lapangan keluarga berencana (PLKB), sub-PPKBD, kader,bidan desa, BPS.

C. Pengambilan sampelPengambilan sampel dari populasi penelitian menggunakan metode non-probabilitas.Pengambilan sampel di tingkat desa dilakukan dengan meminta bantuan dari kader atau bidandesa. Detail informasi terkait informan disajikan di Tabel 2.2 dan 2.3.D. Metode pengumpulan dataPenelitian kualitatif ini menyelenggarakan Diskusi Kelompok Terarah (Focus GroupDiscussion/FGD) untuk mengumpulkan informasi dari masyarakat. Setiap diskusi kelompokmelibatkan enam hingga delapan peserta. FGD dilaksanakan secara terpisah untuk pria danwanita di tingkat desa.Di setiap desa, dilakukan dua FGD untuk kelompok wanita yang terdiri dari satu FGD ibu yangber-KB dan satu FGD ibu yang tidak ber-KB. Pada FGD ibu ber-KB, baik ibu yang menggunakanMKJP ataupun metode lain dilibatkan sebagai peserta FGD. Hal serupa juga berlaku untuk FGDpria, satu FGD bapak untuk bapak atau pasangannya yang ber-KB dan satu FGD bapak untukbapak dan pasangannya yang tidak ber-KB. Lebih lanjut, kategori responden dan metodepengumpulan data dapat dilihat di Tabel 2.2 dan Tabel 2.3.Data dikumpulkan dari total 453 informan yang terdiri atas 237 informan di provinsi JawaTimur dan 216 informan di provinsi Nusa Tenggara Barat. Lebih lanjut, detail jumlah informanuntuk masing-masing kabupaten di Provinsi Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat disajikan diTabel 2.2 dan Tabel 2.3.

6

Tabel 2.2 Kategori informan dan metode pengumpulan data dalam studi kualitatifProvinsi Jawa TimurKegiatan Jumlah Informan

Provinsi Jawa TimurWM: Wakil bupati 1WM: Pemda 1WM: Dinkes 1WM: BKKBN 1WM: RS swasta 1WM: IBI 1Kabupaten Kediri Lumajang TubanWM: Pemda 1 1WM: Bappeda 1 1 1WM: Dinkes 1 1 1WM: Institusi KB 1 1 1WM:PKK Digabung dengan inst KB 1 1WM: RSUD 1 1WM: RS swasta 1 1 1Lainnya 1Kecamatan Pagu Tarokan Candipuro Tekung Parengan RengelWM: Bidankoordinator 1 1 1 1 1 1WM: KUPT-KB 1 1 1 Sama denganPLKBWM: PKK 1 1 1 1 1 1WM: BPS 1 Sama denganbidan 1 1 1Desa Semanding Tarokan Jarit Wonogriyo Sidangrejo MaibitFGD: Ibu KB 6 8 6 8 8 6FGD: Ibu non-KB 8 6 6 6 7 6FGD: Bapak KB 6 8 6 6 7 5FGD: Bapak non-KB 6 6 6 6 6 6WM: Kades 1 1 1 1 1 1WM: kader 1 1 1 1 1 1WM: Toga/toma 1 1 1 1 1 1WM: Bidan desa 1 1 1 1 1 1WM: PLKB Sama dengan KUPT KB 1 1 1 1WM: ibu/mertuadari PUS KB 1 1 1 1 1 1WM: ibu/mertuadari PUS non KB 1 1 1 1 1 1Lainnya 1 1 11Total 82 76 79WM = Wawancara Mendalam FGD = Focus Group Discussion

7

Tabel 2.3 Kategori informan dan metode pengumpulan data dalam studi kualitatifProvinsi Nusa Tenggara BaratKegiatan Jumlah Informan

Provinsi Nusa Tenggara BaratWM: Pemda 1WM: Bappeda 1WM: Dinkes 1WM: BKKBN 1WM: PKK 1WM: RSUD 1WM: RS swasta 1WM: IBI 1District Sumbawa Lombok Timur Lombok BaratWM: Pemda 1 1 1WM: Bappeda 1 1 1WM: Dinkes 1 1 1WM: Institusi KB 1 1 1WM:PKK 1 1 1WM: RSUD 1 1 1WM: RS swasta 1 Tidak ada RS swastaLainnya 1 1Sub-district: Rhee Seketeng Jerowaru Selong Kediri NarmadaWM: Bidan koordinator 1 1 1 1 1 1WM: KUPT-KB 1 1 1 1 1 1WM: PKK 1 1 1 1 1 1WM: BPS 1 1 1 1 1Village: Sampe Seketeng Paro Mas Kelayu

UtaraBanyumulek, Lalede

DasanTerengFGD: Ibu KB 6 6 6 6 7 6FGD: Ibu non-KB 6 3 6 5 6 6FGD: Bapak KB 5 5 6 5 7 6FGD: Bapak non-KB 3 4 6 6 7 7WM: Kades 1 1 1 1 1 1WM: kader 1 1 1 1 1 1WM: Toga/toma 1 1 1 1 1 1WM: Bidan desa 1 1 1 1 1 1WM: PLKB 1 1 1 1 1 1WM: ibu/mertua dariPUS KB 1 1 1 1 1 1WM: ibu/mertua dariPUS non KB 1 1 1 1 1

Total 64 76 81WM = Wawancara Mendalam FGD = Focus Group Discussion

8

E. Kerangka KonsepKerangka konsep yang digunakan pada penelitian ini disesuaikan dari Theory of Diffusion ofInnovations (Rogers, 1962) dan Health Belief Model (Rosenstock, 1966) yang telah banyakdigunakan untuk memprediksi perilaku kesehatan. Kerangka konsep penelitian ini terlihat diGambar 2.3

Antecedents Proses Dampak

Gambar 2.3 Kerangka konsepF. Pedoman diskusi kelompok dan wawancaraVariabel, indikator, dan metode penilaianpada penelitian ini disajikan di Tabel 2.4.Tabel 2.4 Topik utama pertanyaan dalam studi kualitatifNo Topik Informan1 Kondisi SES (kuesioner pendek) Perempuan usia suburSuamiIbu atau mertua dari PUS2 Pengetahuan, pengalaman masyarakatmengenai penggunaan alat kontrasepsi Perempuan usia suburSuamiIbu atau mertua dari PUSTenaga kesehatanTokoh masyarakat/agama3 Faktor pendorong maupun penghambatpenggunaan metode kontrasepsi Perempuan usia suburSuamiTenaga kesehatanTokoh masyarakat/agama

9

No Topik Informan4 Pandangan masyarakat mengenai KeluargaBerencana dan alat/cara kontrasepsi Perempuan usia suburSuamiTenaga kesehatanTokoh masyarakat/agama5 Ketersediaan, keterjangkauan, dan aksesuntuk mendapatkan alat kontrasepsi Perempuan usia suburSuamiTenaga kesehatanPemerintah daerah dan pemangku kepentinganTokoh masyarakat/agama6 Kebijakan KB di daerah tersebut, kerjasama lintas institusi dan sektor terkaitprogram KB, ketersediaan danketerjangkauan metode kontrasepsi,promosi program KB dan MKJP, sumberpendanaan program KB, SDM yang ada,pelatihan bagi SDM yang ada, pemantauandan evaluasi.

Tenaga kesehatanPemerintah daerah dan pemangku kepentinganTokoh masyarakat/agama

G. Data analisisSemua hasil diskusi kelompok terarah atau Focus Group Discussion (FGD) dan wawancaramendalam direkam audio dan kemudian ditranskrip oleh petugas lapangan. Wawancara danFGD yang dilakukan dalam bahasa daerah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Analisis isidan tematik dilakukan untuk mengidentifikasi tema yang muncul dari transkrip tersebut.Analisis dilakukan secara terpisah untuk setiap provinsi dan kabupaten. Identifikasi temamengacu kepada tujuan penelitian yang telah ditetapkan.Secara umum analisis data yang terkumpul dilakukan dalam beberapa tahapan. Pertama,konseptualisasi informasi yang terkumpul dan identifikasi hasilke dalam beberapa area utamaseperti cakupan program KB dan permasalahannya, manajemen program KB, pendapatmasyarakat terhadap KB, serta pembelajaran yang diperoleh dari desa MKJP tinggi dan rendah.Proses ini berguna untuk mempermudah analisis selanjutnya ke dalam tema yangteridentifikasi. Kemudian dilakukan penilaian kritis terhadap kondisi program termasukkekuatan, kelemahan, hambatan, area yang perlu ditingkatkan, dan faktor-faktor yangberhubungan serta berguna agar dapat diajukan sebagai saran nyata. Selanjutnya, kutipan teksdari transkrip yang relevan diletakkan dibawah tema yang diidentifikasi.Selain itu, untuk meningkatkan kevalidan data, hasil wawancara mendalam dan FGD dianalisisdengan menggunakan:1. Triangulasi sumber, yakni membandingkan konsistensi hasil yang diperoleh dariberbagai sumber penelitian.2. Triangulasi metode, yakni membandingkan konsistensi hasil yang diperoleh dariberbagai metode pengumpulan data.3. Triangulasi teori, yakni membandingkan hasil yang diperoleh dengan teori yang ada.H. EtikPerizinan etik untuk penilitian ini diperoleh dari Komite Etik Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Indonesia. Izin penelitian juga diperoleh dari Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsadan Politik Kementerian Dalam Negeri, Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat

10

dari tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten. Perizinan pelaksanaan studi juga diperoleh daritingkat desa dan kecamatan.Dalam pengambilan data, fasilitator FGD dan pewawancara lebih dahulu menjelaskan protokolpenelitian kepada informan/peserta FGD. Selain itu, informan dan peserta FGD yang terlibatjuga telah mengerti bahwa informasi yang diberikan dalam penelitian ini bersifat rahasia. Untukitu, informan dan peserta FGD yang terlibat diminta menandatangi informed consent sebelumwawancara mendalam atau FGD dilaksanakan. Informed consent ini berfungsi sebagai buktikebersediaan informan dan peserta FGD untuk terlibat dalam peneitian serta kebersediaaninforman dan peserta FGD bahwa proses wawancara mendalam atau FGD direkam secara audio.

11

3. KARAKTERISTIK SOSIAL DEMOGRAFI DAERAH STUDI

3.1 Provinsi Jawa TimurA. ProvinsiProvinsi Jawa Timur terletak di bagian timur Pulau Jawa dan berbatasan dengan PulauKalimantan, Pulau Bali, perairan terbuka Samudera Indonesia dan Provinsi Jawa Tengah(Gambar 3.1). Provinsi Jawa Timur dari permukaan laut terbagi menjadi 3 bagian dimanasebagian besar (20 kabupaten/kota) terletak di daratan rendah (< 45 meter) dan sisanyatersebar di dataran tinggi dan sedang. Dari sudut kepulauannya, Provinsi Jawa Timur terbagiatas 2 bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan Pulau Madura dengan luas wilayah 47.281km2. Provinsi ini terbagi atas 29 kabupaten dan 9 kota, dengan 658 kecamatan dan 8.497desa/kelurahan.

Gambar 3.1 Wilayah administratif Provinsi Jawa Timur

Jumlah penduduk di Jawa Timur sebanyak 37.476.757 jiwa(BPS, 2010) dengan lajupertumbuhan penduduk sebesar 0,76. Perbandingan urban dan rural adalah 47,6% tinggal diperkotaan dan sisanya di perdesaan. Di bawah ini (Gambar 3.2) adalah gambaran dari piramidapenduduk di Jawa Timur, yang menggambarkan jumlah penduduk usia anak-anak masih cukuptinggi.Seks rasio di Jawa Timur adalah 98 yang berarti terdapat 98 laki-laki untuk setiap 100perempuan. Median umur penduduk Provinsi Jawa Timur tahun 2010 adalah 31,03 tahun atautergolong dalam kategori tua dengan rasio ketergantungan penduduk: 46,33. Dengan kata lain,setiap 100 orang usia produktif terdapat sekitar 46 orang usia tidak produkif, yangmenunjukkan banyaknya beban tanggungan penduduk suatu wilayah.

12

Gambar 3.2 Piramida penduduk Provinsi Jawa TimurRata-rata umur kawin pertama penduduk laki-laki di Jawa Timur adalah 26,6 tahun danperempuan lebih muda empat tahun yakni 22,0 tahun. Di atas kertas, angka ini sudahmenunjukkan tercapainya anjuran Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional(BKKBN) untuk menunda perkawinan hingga usia 25 tahun bagi laki-laki dan 20 tahun bagiperempuan.B. Kabupaten TubanPada bulan Agustus 2005, Kabupaten Tuban mengalami pemekaran kecamatan dari 19 menjadi20. Jumlah penduduk Kabupaten Tuban pada tahun 2011 adalah 1.258.816, dengan komposisilaki-laki 630.576 jiwa dan perempuan berjumlah 628.240 jiwa. Kepadatan pendudukKabupaten Tuban meningkat dibandingkan tahun lalu. Kepadatan penduduk tahun 2011 adalah684 jiwa/km2. Kecamatan yang paling padat adalah Kecamatan Tuban dengan kepadatan 4.297jiwa/km2 (Kabupaten Tuban Dalam Angka Tahun 2011, BPS Kabupaten Tuban).C. Kabupaten LumajangKabupaten Lumajang memiliki 21 kecamatan yang meliputi 197 desa dan tujuh kelurahan.Jumlah total penduduk di Kabupaten Lumajang adalah 1.006.563 jiwa dengan kepadatanpenduduk 567 jiwa/km². Jumlah penduduk pria adalah 490.490 jiwadan penduduk wanitaberjumlah 516.073 jiwa.D. Kabupaten KediriPada tahun 2011, Kabupaten Kediri memiliki 26 kecamatan, 343 desa, dan satu kelurahan(Sumber: Kabupaten Kediri dalam Angka, 2012). Berdasarkan hasil sensus penduduktahun2000, Proyeksi Penduduk 2010 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi JawaTimur menyatakan jumlah penduduk Kabupaten Kediri sebesar 1.546.782 jiwa dengankomposisi laki-laki sebanyak 771.675 jiwa dan perempuan sebanyak 775.107 jiwa.

13

3.2 Provinsi Nusa Tenggara BaratA. ProvinsiProvinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki perbatasan di sebelah utara dengan Laut Jawa,sebelah selatan dengan Samudera Hindia, sebelah timur dengan Selat Sepadan dan sebelahbarat dengan Selat Lombok. NTB terdiri dari dua pulau besar yaitu Pulau Lombok dan PulauSumbawa. Secara total NTB memiliki luas wilayah 20.153,15 km2 dengan delapan kabupaten,dua kota, dan 116 kecamatan serta 1.110 desa.

Gambar 3.3 Provinsi Nusa Tenggara BaratNTB memiliki jumlah penduduk sebesar 4,5 juta jiwa (Profil NTB 2010) dengan tingkatkepadatan penduduk 225 kilometer persegi. Jumlah penduduk usia produktif sebanyak 2,99juta jiwa. Dari jumlah tersebut, jumlah angkatan kerja berjumlah 2,03 juta jiwa dan yang bukanangkatan kerja sebanyak 968,64 ribu jiwa.

Gambar 3.4 Piramida penduduk Provinsi Nusa Tenggara BaratJumlah penduduk miskin NTB pada tahun 2007 sebanyak 25% yang tersebar merata baikdiperkotaan maupun pedesaan. Pada tahun 2010 NTB tercatat sebagai provinsi dengan IPMkedua terendah setelah Papua dengan laju pertumbuhan penduduk (2000-2010) sebesar 1,17.Gambaran piramida penduduk di provinsi NTB yang menggambarkan rata-rata usia penduduk

14

berusia 25,4 tahun dapat dilihat di Gambar 3.4 (Sensus, 2010). Angka ini menunjukkan bahwapenduduk Provinsi Nusa Tenggara Barat termasuk kategori menengah (median antara 20-30tahun).Rasio ketergantungan penduduk NTB adalah 55,5 atau untuk setiap 100 orang usia produktif(15-64 tahun) terdapat sekitar 56 orang usia tidak produkif (dibawah 14 tahun dan diatas 65tahun). Hal ini menunjukkan beban tanggungan penduduk suatu wilayah. Sementara rasioketergantungan di daerah perkotaan adalah 51,5 dibandingkan dengan daerah perdesaan 58,5.Perkiraan rata-rata umur kawin pertama penduduk laki-laki sebesar 24,8 tahun dan perempuan22,1 tahun. Di atas kertas tampak bahwa anjuran dari BKKBN untuk usia menikah laki-laki 25tahun dan perempuan 20 tahun tampaknya telah tercapai. Seks rasio di NTB adalah 94, berartiterdapat 94 laki-laki untuk setiap 100 perempuan. Seks rasio menurut kabupaten/kota yangterendah adalah Kabupaten Lombok Timur sebesar 87 dan tertinggi adalah KabupatenSumbawa sebesar 104.B. Kabupaten Lombok BaratPresentase wanita berstatus kawin usia 15-49 tahun yang menggunakan alat kontrasepsi KB diIndonesia (KB aktif) adalah sebesar 64.2%. Angka ini diatas angka nasional 61.9% (SDKI 2007dan 2012 dalam Ringkasan Eksekutif Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Nusa TenggaraBarat, 2012). Kabupaten Lombok Barat saat ini memiliki 10 kecamatan, 88 desa, dan 657 dusun.C. Kabupaten Lombok TimurKabupaten Lombok Timur terdiri dari 20 kecamatan. Pada tahun 2010, jumlah desa/kelurahandi Kabupaten Lombok Timur tercatat sebanyak 215 desa/kelurahan, sedangkan pada bulanDesember 2011 jumlah desa/kelurahan dimekarkan menjadi 252. Satuan pemerintahan dibawah desa yakni dusun/lingkungan tercatat berjumlah sekitar 1.271 pada akhir tahun.Berdasarkan buku Penduduk Lombok Timur Dalam Angka 2011, jumlah penduduk KabupatenLombok Timur tahun 2011 sekitar 1.116.745 jiwa. Jumlah tersebut mengalami peningkatansekitar 1,01% jika dibandingkan jumlah penduduk tahun 2010. Apabila dirinci menurut jeniskelamin, penduduk Lombok Timur tahun 2011 terdiri dari 519.898 laki-laki dan 596.847perempuan.Dengan demikian, rasio jenis kelamin penduduk Lombok Timur sebesar 87,11artinya terdapat 87 laki-laki setiap 100 penduduk perempuan.Sementara itu perkembangan tingkat kepadatan penduduk juga mengalami perubahan dimanapada tahun 2005 Kabupaten Lombok Timur tercatat memiliki 644 jiwa/km2 dan pada tahun2010 meningkat menjadi 689 jiwa/km2. Jumlah ini terus meningkat dimana pada tahun 2011tingkat kepadatan penduduk tercatat menjadi 696 jiwa/km2. Hal ini menunjukkan ketersediaanruang bagi penduduk di Kabupaten Lombok Timur semakin terbatas.D. Kabupaten SumbawaPenduduk Kabupaten Sumbawa pada tahun 2011 berjumlah sekitar 419.989 jiwa, terdiri dari214.387 laki-laki dan 205.602 perempuan dengan sex rasio 104. Bila jumlah pendudukdibandingkan dengan luas wilayah Kabupaten Sumbawa yakni 6.643,98 km2, maka setiap km2dihuni oleh 63 jiwa. Ini memperlihatkan penduduk Kabupaten Sumbawa masih jarang. Jikadilihat keadaan masing-masing kecamatan, maka kecamatan Sumbawa merupakan yangterpadat yaitu sebesar 1.269 jiwa/km2, diikuti Kecamatan Alas dan Unter Iwes dengan masing-masing sebesar 231 dan 223 jiwa/km2.

15

Sumbawa mempunyai beberapa wilayah remote dan pulau-pulau kecil yang didiami olehbeberapa etnis yang berbeda, etnis terbesar adalah suku Sumbawa, dan pendatang dariLombok, Bali serta Jawa.Kabupaten Sumbawa cukup berhasil melakukan pengendalian laju pertumbuhan penduduk, halini terbukti dengan hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 (SP-2010) yang menunjukkan jumlahpenduduk Kabupaten Sumbawa sebanyak 415.789 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduksekitar 0,94 % (LLP 2000-2010).

16

4. HASIL TEMUAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

4.1 PROVINSI NUSA TENGGARA BARATA. Pendahuluan

A.1 Cakupan program Keluarga Berencana (KB) dan permasalahannya di NusaTenggara BaratSecara nasional Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu dari tujuh provinsi dimanaalat kontrasepsinya 100% ditanggung oleh pemerintah pusat. Namun demikian NTB berhasilmenurunkan Laju Pertumbuhan Penduduknya dari 1,82 menjadi 1,17.Dari data kohort ibu Dinas Kesehatan, CPR adalah 64% dari seluruh PUS, sementara hasil SurveiDemografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menujukkan angka 56,0%. Jenis kontrasepsi tidakdirangkum dan dilaporkan walaupun pada data kohort ibu di tingkat Puskesmas, data tentangjenis kontrasepsi tersedia. Angka unmet need juga tidak tercatat di Dinas Kesehatan sehinggaangka yang digunakan adalah angka SDKI, namun BPPKB mengikuti tentang angka unmet needini.Dinas Kesehatan lebih menekankan pada data tentang komplikasi dan efek samping.Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa CPR 56,0 % tidak mampu menekan TFR 2,8? Apakahkarena pemakaian alat kontrasepsi masih yang tergolong non-MKJP? Atau karena distribusi alatkontrasepsi yang kurang merata? Atau karena usia kawin pertama yang masih rendah? Tabel dibawah ini memberikan gambaran mengenai pencapaian NTB terkait dengan indikator KB.Tabel 4.1 Indikator pencapaian dan target Provinsi Nusa Tenggara BaratIndikator Capaian NTB (sumber) Capaian Nasional Target MDGs

Tingkat PertumbuhanPenduduk

1,17 (SensusPenduduk 2012) 1.49(SP, 2010) 1.1Total Fertility Rate (FTR) 2,8 (SDKI, 2012) 2,6(SDKI, 2012) 2.1ContraceptionPrevalence Rate (CPR)

56% (SDKI, 2012) 57,9(SDKI, 2012, hasilsementara) 65%MKJP 13.9% (SDKI, 2012)Age Specific FertilityRate (ASFR) untuk 15-19tahun

48/1000(SDKI, 2012, hasilsementara) 30/1000perempuanUnmet Need 16,1% (metode baru)14,0% (metode lama) (SDKI, 2012) 11,4% 5%Rata-rata umur pertamamenikah

Laki-laki:24,8 Perempuan22,1 21 tahunData dari berbagai sumber menunjukkan bahwa pencapaian Provinsi NTB cenderung di bawahrata-rata nasional, seperti misalnya TFR dan CPR (Tabel 4.1). Angka unmet need juga masihmasih sekitar 14%, lebih tinggi dari rata-rata nasional (11,4%). Pada umumnya pasangan inisudah mencoba menggunakan alat kontrasepsi namun karena ada efek sampingnya sehinggamereka takut untuk mencoba yang lain.Terlepas dari ketertinggalan NTB dalam indikator terkait KB, saat ini tampaknya NTB berusahamengejar ketinggalannya dengan tingginya komitmen dari pemerintah untuk program KB.Pertanyaan penting yang perlu diajukan untuk mendapat gambaran masyarakat terpencil NTB

17

adalah:• Ibu hamil keberapa? Karena masih banyak ibu di daerah terpencil yang memiliki banyakanak• Suami keberapa? Karena kawin cerai adalah hal yang umum dilakukan oleh masyarakat diNTB terutama di pulau Lombok.• Berapa anak yang hidup? Di daerah terpencil, masih sering terjadi kematian bayi karenafasilitas yang kurang memadai.Usia perkawinan menurut nara sumber rata-rata masih rendah 15-17 tahun, terutama didaerahpantai, namun di perkotaan rata-rata perempuan menikah sudah di atas 20 tahun.Hal inibertolak belakang dengan data Sensus Penduduk (2010) yang menunjukan usia rata-rataperkawinan pertama adalah 22 untuk perempuan dan 25 untuk laki-laki.Terlepas dari hal ini, diakui bahwa kesadaran ber-KB untuk pasangan-pasangan muda sudahjauh lebih baik.Pada umumnya pasangan muda baru menggunakan KB jika mereka telahmemiliki anak pertama, hal ini disebabkan karena desakan orang tua mereka yangmengharapkan cucu.A.2 Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) versus Jangka Pendek (non-MKJP)Data SDKI menunjukkan bahwa suntik merupakan alat kontrasepsi yang paling banyak diminati(36,8%) di NTB, terutama untuk daerah yang aksesnya mudah. Kemudian disusul oleh pil(7,1%), yang rawan gagal, walaupun secara teknis lebih mudah. Non-MKJP masih banyakdiminati karena saran suami yang masih ingin punya anak lagi. Jadi jika ingin punya anak lagilebih mudah untuk dihentikan. Selain ini non-MKJP dianggap masyarakat lebih murah danpraktis.Alat kontrasepsi yang tergolong MKJP seperti IUD dan implan masih kurang diminati. PenggunaIUD hanya 3,8% sementara implan lebih banyak diminati di NTB (5,4%). IUD lebih banyakdiminati di perkotaan dan sulit untuk diterima untuk masyarakat pedesaan karena takut ataumalu pemasangannya. Rumor bahwa suami mengeluh jika berhubungan seksual juga seringterdengar demikian juga alatnya yang lepas ketika bekerja berat. Implan lebih diminati olehmasyarakat daerah terpencil/pegunungan karena akses tenaga kesehatan sulit. Denganmenggunakan implan maka mereka tidak harus bolak balik ke bidan.B. MANAJEMEN PROGRAM KELUARGA BERENCANA

B.1 Kebijakan dan alokasi anggaranNTB adalah provinsi dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ketiga, terendah setelahPapua, menurut Bappeda, sehingga komitmen pemerintah daearah untuk meningkatkan IPM diNTB sangat kuat. Kesehatan dan pendidikan dianggap sebagai modal utama untukmeningkatkan kesejahteraan penduduk di NTB. Oleh karena itu pemerintah daerah mencanangkan program pelayanan KB gratis di Puskesmas.Program Keluarga Berencana mendapat perhatian khusus dimana dalam RencanaPembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2014-2018 program KB dibahas secara khusus denganprogramnya Generasi Emas NTB. Selain itu Pemerintah Daerah juga membentuk BadanPemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Kelurga Berencana (BP3AKB) sebagaisatuan kegiatan perangkat daerah yang juga turut aktif menggiatkan program KB selain BKKBNyang merupakan perpanjangan tangan pusat. Komitmen pemerintah terlihat denganmeningkatnya anggaran unit ini dari 2M pada tahun 2012 menjadi 3,5M pada tahun 2014 nanti.Kebijakan provinsi untuk mendukung tercapainya MDGs juga cukup kuat. NTB membuat jargonseperti: AKINO atau Angka Kematian Ibu NOL dan Generasi Emas 2025 mengarahkan NTB

18

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Gubernur NTB, meminta pada bupati untukikut serta komit melaksanakan program yang telah dicanangkan provinsi dalam upayameningkatkan IPM NTB. Misalnya, pada tahun 2009, Gubernur minta komitmen kabupatenuntuk sharing dana revitalisasi Posyandu, kebutuhan dana keseluruhan dihitung, lalu dibagidua, setengah ditanggung provinsi dan setengah lagi ditanggung kabupaten.Pengusulan AnggaranPengusulan anggaran mengikuti proses yagn berlaku umum. Setiap Satuan Kerja PerangkatDaerah (SKPD) menghitung kebutuhan anggarannya dan kemudian diajukan ke Bappeda. Padaumumnya SKPD mengajukan 2-3 kali lebih besar dari pagu yang telah ditetapkan. Kemudiandibahas dengan Bappeda untuk disesuaikan pagu anggaran yang telah ditetapkan untukmasing-masing SKPD.Jamkesmas/Jamkesda dan KBPelayanan KB telah diikut sertakan dalam Jamkesmas/Jamkesda. Pihak RS Pemerintah jugamengakui bahwa pasien rujukan semua gratis jika dengan menggunakan skema jampersal. Darisalah seorang narasumber, disebutkan bahwa Bidan Praktek Swasta (BPS) boleh ikut skemaJampersal namun tidak boleh mengambil pasien swasta lagi. Hal ini diakui memberatkan bidanpraktek swasta.B.2 Pengadaan dan distribusi alat kontrasepsi

Mekanisme pengadaan dan peruntukanNTB merupakan salah satu provinsi dengan pengadaan alat kontrasepsi 100% ditanggung olehpemerintah pusat. Oleh karena itu baik di tingkat provinsi maupun kabupaten tidak melakukanpengadaan alat kontrasepsi. Perhitungan jumlah alat kontrasepsi yang dibutuhkan dilakukanmelalui perhitungan jumlah peserta KB baru, Perkiraan Permintaan Masyarakat. Data-data inidiperoleh dari Puskesmas dengan mengumpulkan data dari klinik (F/II/KB) dan pustu-pustunya, kemudian koordinator tingkat kecamatan UPT-KB mengumpulkan data ini danmenyerahkan ke SKPD KB tingkat kabupaten dan kemudian mengkompilasi semua data yangada.Dengan mempertimbangkan angka unmet need dan ketersediaan anggaran operasional, makaangka ini diolah menjadi Kontrak Kinerja Provinsi (KKP) yang harus di capai untuk masing-masing kabupaten. Kebutuhan stok alat kontrasepsi tidak boleh kurang dari 2-3 bulan ke depan.Hingga saat ini belum terjadi kekurangan stok alat kontrasepsi.Sebenarnya seluruh alat kontrasepsi disediakan secara gratis dari pemerintah pusat, namunpada pelaksanannya pelayanan KB tidak seluruhnya diberikan secara gratis di seluruhkabupaten. Misalnya di Kabupaten Lombok Timur, masyarakat yang mau ber-KB diberikangratis asalkan dilakukan di pelayanan pemerintah seperti Puskesmas dan RS atau Poskesdes.Sedangkan di Lombok Barat, pelayanan KB gratis bagi masyarakat yang memegang kartujaminan pelayanan (jamkesmas atau askeskin). Sedangkan masyarakat non-Gakin yang datangke Puskesmas/RS dikenakan biaya pelayanan sesuai ketentuan Perda No.4/2011.Distribusi alat kontrasepsiPendistribusian alat kontrasepsi dari Pusat didistribusikan ke BKKBN provinsi dan dari provinsididistribusikan ke unit KB tingkat kabupaten. Dari unit KB tingkat kabupaten kemudiandidistribusikan ke KUPT KB tingkat kecamatan. Dari tingkat ini ada dua variasi pendistribusian,yang pertama adalah alat kontrasepsi didistribusikan ke Puskesmas lalu Puskesmas akanmendistribusikan pada bidan di desa dan bidan praktek swasta yang berada di wilayahnya.Variasi ke dua adalah alat kontrasepsi didistribusikan ke Puskesmas, bidan di desa dan Klinik

19

Swasta oleh KUPT KB melalui PLKB. Persoalannya adalah pendistribusian alat kontrasepsi kedaerah terpencil. Walaupun ada dana untuk mendistribusikan alat kontrasepsi, namun untukdaerah yang terpencil kurang mencukupi. Memahami hal ini, bidan di desa terpencil sering kalisecara suka rela memberikan transportasi tambahan ala kadarnya kepada PLKB yang diperolehdari akseptor. Misalnya di Kabupaten Lombok Timur bidan mengumpulkan Rp.2000,- darisetiap akseptor suntik untuk diberikan kepada PLKB.Dinas Kesehatan sering mengeluh bahwa BKKBN kurang memperhatikan hal teknis dalampendistribusian alat kontrasepsi ke klinik/Puskesmas. Alat kontrasepsi juga termasuk obatsehingga pendistribusian harus ada pengawasan dari apoteker.Pernah di coba alat kontrasepsiyang didistribusikan di titipkan ke gudang obat Dinas Kesehatan, tapi hanya bertahan satutahun saja, karena dianggap menjadi lambat.Kecukupan alat kontrasepsiSecara umum stok alat kontrasepsi selalu tercukupi karena telah disediakan untuk jangkawaktu ketersediaan tiga bulan ke depan.Pelaporan stok alat kontrasepsiSetiap bulan Unit KB tingkat kabupaten mendapatkan informasi dari Puskesmas kecamatan dankoordinator PLKB tentang stok KB yang ada dan kemudian unit KB tingkat kabupaten mengisiform Evaluasi dan melaporkannya ke tingkat provinsi.B.3 Pelayanan KB dan pembiayaannya

Unit Pelayan KBSecara umum ada tiga tingkat pelayanan KB. Tingkat yang paling dasar adalah Polindes, dimanapoli ini hanya dapat melayani KB sederhana seperti KB suntik. Tingkat yang lebih tinggi adalahPuskesmas, dimana klinik ini dapat melayani pemasangan IUD dan implan. Tingkat yang lebihtinggi lagi adalah Rumas Sakit, dimana pelayanan KB yang kompleks seperti Metode OperasiPria (MOP) dan Metode Operasi Wanita (MOW) hanya dapat dilaksanakan di Rumah Sakit.Dalam studi ini peneliti mengunjungi salah satu RSB Swasta dimana jumlah pasien perbulan: 26orang dengan rincian: IUD 22 pasien, MOW tiga pasien dan suntik satu pasien. Di klinik ini ibu-ibu lebih banyak memilih metode MKJP.RS Pemerintah yang merupakan RS rujukan juga memiliki pola yang sama, dimana pasien yangdatang ke RS lebih memilih MKJP. Contoh dari catatan bulan yang lalu adalah IUD postpartum60 pasien perbulan. Tubektomi kurang lebih 13 pasien perbulan dan vasektomi berkisar antara7-10 perbulannya.Biaya Pelayanan KBUntuk biaya pelayanan KB di RS Pemerintah, jika pasien ingin menggunakan kondom, suntikdan pil maka pasien hanya membeli karcis saja, karena alat kontrasepsi tersebut gratis. Namununtuk suntik ada biaya pelayanan medisnya yang dikenakan sebesar Rp.25.000,-. Di bawah iniadalah biaya pelayanan medis untuk MKJP:

• Biaya pelayanan medis IUD Rp.75.000,-• Biaya pelayanan medis MOW Rp.2.500.000,-• Biaya pelayanan medis MOP Rp.1.250.000,-Gambaran biaya pelayanan di RSB Swasta diambil dari salah satu Rumas Sakit Bersalin (RSB)untuk golongan menengah. Pada umumnya pasien yang ingin mendapatkan pelayanan KB

20

adalah pasien yang baru melahirkan. Umumnya mereka diarahkan untuk menggunakan MKJPterutama IUD. Biaya yang dikenakan di RSB untuk IUD hanyalah untuk pelayanan medis sajadan berkisar antara Rp.300.000,- hinggaRp.400.000,-. RSB ini menghindari penggunaanNorplant atau implan karena mahal. Untuk Lingkaran Biru saja harganya sudah Rp.55.000,-.Untuk biaya tubektomi biayanya antara 1,5 juta- 2 juta karena harus ada tindakan operasi.Pelayanan KB pada bidan praktek swasta, untuk metode suntik gratis karena obatnya diperolehdari pemerintah, namun pasien dibebani bahan habis pakai karena semua peralatan habis pakaiini harus dibeli. Demikian maka pasien tetap akan ditarik biaya hanya untuk konseling danbarang habis pakai yang dibebankan antaraRp.10.000,- hingga Rp.15.000,-. Namun demikianpasien yang kurang mampu akan diberi biaya khusus sebagai amal atau disarankan untukmenggunakan Jamkesmas/Jamkesda/Jampersal.RSB atau Klinik swasta lebih mendorong pasiennya untuk memilih MKJP, hal ini dikarenakanefek samping yang hampir tidak ada, berbeda dengan yang hormonal. Pada umumnya semuapasien dikenakan biaya. Sebaliknya di RS umum pemerintah, selama minggu hanya satu orangyang dikenakan biaya, karena RS ini adalah RS rujukan sehingga banyak yang menggunakanjaminan kesehatannya.Konseling KBSesuai dengan standarnya, konseling harus dilakukan pada pasangan atau ibu sebelummemutuskan untuk ber-KB, namun pada umumnya pasien yang datang ke RS sudah tau apayang diinginkan sebab sudah dijelaskan saat Anthenatal Care oleh bidan atau mendapatpenjelasan dari PLKB.Pada RSB Swasta, konseling KB dilakukan terutama setelah persalinan dan umumnya ibudimotivasi untuk menggunakan IUD. Dokter tidak menyarankan alat kontrasepsi yang hormonalkarena banyak efek sampingnya. Untuk RSB swasta hal ini diupayakan untuk dihindari karenapasien akan bolak balik mengeluhkan efek sampingnya.Pada dasarnya prinsip cafetaria harus dilaksanakan, dimana pasien dijelaskan pada semuametode kontrasepsi dan kemudian diminta untuk memutuskan sendiri sesuai denganpertimbangannya. Namun pada prakteknya hal ini sulit dilaksanakan karena keterbatasan jenisalat kontrasepsi tertentu. Jika alat kontrasepsi yang dipilih sedang tidak ada maka pasienterpaksa membeli sendiri atau diminta menunggu sampai alat kontrasepsinya ada. Namun halini memberikan risiko bahwa pasien keberatan untuk membeli atau tidak kembali lagi.Walaupun alat kontrasepsi gratis, namun jika ada keluhan tentang efek samping dan pasienmembutuhkan obat, pasien harus membayar sendiri obatnya kecuali jika pasienJamkesmas/Jamkesda, maka obat digratiskan.B.4 Sumber daya manusia

Jumlah tenaga kerja terkaitDinas Kesehatan di NTB memiliki 27 obgyn yang tersebar hampir di semua kabupaten denganrasio bidan 45,6/100.000, sementara Indonesia 52,2/100.000 penduduk (sumber: BadanPPSDMK 2012 dalam Data/ Informasi Kesehatan Provinsi NTB, 2012), namun demikian bidancukup tersebar merata. Sementara jumlah PLKB berkurang dan distribusinya juga tidak merata.Tenaga PLKB pada jaman sentralisasi BKKBN sudah banyak yang menjelang pensiun, namuntidak ada pengganti yang cukup berpengalaman. Setelah PLKB dipegang oleh masing-masingkabupaten maka perekrutan sudah jarang terjadi. Oleh karena itu PLKB dibantu oleh kader BinaKeluarga Remaja (BKR), Bina Keluarga Balita (BKB) atau PPKBD ditingkat desa dan PPKBDtingkat dusun.

21

Kewenangan untuk memberikan pelayanan KBIsu tentang adanya tentang kewenangan bidan untuk memasang IUD dan implan karena adanyaUU kedokteran, juga muncul di NTB. Namun untuk daerah terpencil, bidan masih bolehmemasang implan atau IUD. Bidan yang memasang IUD atau implan harus berada di bawahpengawasan dokter. Padahal dalam kenyataannya tidak banyak dokter yang tertarik untukmemberikan pelayanan kontrasepsi. Di NTB bahkan ada perawat yang memberikan pelayanansuntik KB.PelatihanDana pelatihan untuk meningkatkan kualitas pelayanan KB bagi petugas kesehatan ada diBKKBN, namun BKKBN berkoordinasinya dengan dinas kesehatan karena tenagaan bidanberada di bawah pengawasan dinas kesehatan.Sejak tahun 2006 RSUmum di NTB telah melakukan pelatihan Contraceptive Training Update(CTU). Untuk tahun 2012 telah dilaksanakan delapan kali pelatihan dengan peserta kurang lebihorang untuk setiap angkatan. Setelah pelatihan dilakukan juga supervisi ketika bidanmelakukannya di lapangan.Materi yang diberikan adalah: konseling, pencegahan infeksi, pengetahuan umum tentangkontrasepsi, tindakan pemasangan difokuskan pada IUD dan implan untuk para bidan dandokter. Dalam pelatihan ini tidak termasuk MOP dan vasektomi. Pelatihan MOP hanya dilakukanuntuk dokter spesialis dan MOP untuk dokter umum. Pelatihan ini hanya dilakukan 2 kalisetahun.Ikatan Bidan IndonesiaIkatan Bidan Indonesia (IBI) memperkirakan 30% pelayanan kontrasepsi dilakukan oleh BidanPraktek Swasta (BPS), karena BPS hampir dapat dikatakan buka 24 jam sehari. IBI mendukungtenaga jika ada momentum KB dengan cara mengkoordinir anggotanya untuk melakukanpelayanan KB, karena dalam kegiatan itu dibutuhkan banyak petugas kesehatan.B.5 Kerjasama antar instansiAda empat institusi yang terkait dengan program KB ditingkat provinsi, yaitu BKKBN yangbekerja di sisi demand/permintaan dan berperan sebagai koordinator, Dinas Kesehatan yangbekerja di sisi supply/pelayanan.BKKBN provinsi adalah merupakan perpanjangan tangan daripemerintah pusat, namun untuk tingkat kabupaten berada di bawah perintah daerah masing-masing.Selain kedua instansi tersebut, di NTB terdapat pula BP3KB (Badan Pemberdayaan PerempuanPerlinndungan Anak dan KB) yang didirikan didirikan tahun 2008. Namun instansi ini bukanhanya bekerja untuk program KB saja, tapi juga untuk pemberdayaanperempuan danperlindungan anak. Institusi ini memiliki kepanjangan tangan di tingkat kabupaten.Institusi keempat adalah PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga). PKK memberikandukungan pada pelayanan rutin dan momentum KB seperti yang diselenggarakan dari TNI,Bhayangkari, IBI.Peran Swasta:Beberapa klinik swasta telah ikut serta membantu pelayanan KB dengan memperolah alatkontrasepsi dari BKKBN, namun demikian pasien membayar untuk tenaga pelayannya danbahan habis pakai. Tampaknya keterlibatan klinik swasta dapat lebih ditingkatkan lagi. klinikswasta yang terlibat dapat lebih banyak lagi dilibatkan. IBI memperkirakan 60% kepesertaan

22

KB dari bidan yang bekerja pada pemerintah, sumbangan dari sektor swasta 30% dan 10%dokter atau RS/RSB.Hingga saat ini pelatihan-pelatihan banyak dilakukan untuk bidan di desa atau bidan yangpraktik di puskemas, Dinas Kesehatan mengusulkan agar bidan praktek swasta dapat ikut dilatih konseling.B.6 Menciptakan kebutuhanUntuk meningkatkan MKJP, BKKBN Provinsi dengan menggunakan testimoni pasangan yangmenggunakan KB jenis MKJP misalnya MOP atau MOW. Sebab masyarakat lebih percaya jikayang berbicara adalah orang yang telah menggunakan metode kontrasepsi tersebut.BKKBN juga memiliki satu buah Klinik P2KS (Pos Pelayanan Keluarga Sejahtera) di setiapprovinsi sebagai klinik percontohan. Tujuan dari klinik ini adalah untuk meningkatkanpertahanan keluarga. Jadi penekanannya bukan pada pelayanan medis, namun pada pelayanannon medis. Karena isu ketahanan keluarga bukan hanya KB jadi klinik ini tidak hanyamemberikan konseling KB saja namun juga konseling bagi remaja dan lansia.BKKBN juga memiliki anggaran untuk promosi khusus, walaupun tidak besar, yang berada padaBidang Advokasi Penggerakan dan Informasi. Umumnya promosi KB berbentuk Baliho,penyuluhan lewat tokoh masyarakat dan tokoh agama, pemutaran film. BKKBN juga memilikimobil unit penerangan untuk penyuluhan keliling.Pesan yang dipromosikan oleh BKKBN kembali lagi menjadi dua anak cukup, setelah pesan duaanak lebih baik dianggap tidak tepat. Pesan KB lainnya disampaikan pula pada kelompok Genre(Generasi Berencana), Bina Keluarga Remaja dan Bina Keluarga Lansia.Untuk menciptakan kebutuhan, BKKBN sering menggunakan momentum KB denganmengadakan pelayanan KB massal. BKKBN menghubungi IBI untuk menjadi petugasnya.Masalahnya adalah anggota IBI banyak juga yang pegawai negeri, sehingga ketika merekamelayani kegiatan tersebut, maka tidak ada yang melayani di Puskesmas. Pernah terjadi BKKBNminta 500-700 bidan serentak dan hal ini mengganggu pelayanan di Puskesmas. Disarankanagar BKKBN hanya menggunakan bidan swasta saja.B.7 Pencatatan dan pelaporanSeperti juga di provinsi Jawa Timur, di NTB juga ada dua sistem pencatataan terkait KB, satuadalah dari BKKBN dan satu dari Dinas Kesehatan. Namun di NTB Dinas Kesehatan dalam soaldata KB, bersikap lebih bersikap pasif dan menunggu angka dari BKKBN atau jika memerlukanmaka Dinas minta data ke BKKBN. Karena itu di NTB masalah perbedaan angka akseptor baruatau indikator lainnya tidak terlalu menonjol.Namun, karena ada rumor bahwa BKKBN akan berada di bawah Kementrian Kesehatan(dimana kepala BKKBN saat ini dilantik oleh menteri Kesehatan), maka Dinas Kesehatanmencoba lebih aktif dalam merekap data.Dalam sistim pencatatan ini, ada perbedaan data karena perbedaan formulasi yang ditetapkan.BKKBN menghitung angka akseptor baru bersarkan berdasarkan PPM (Perkiraan PermintaanMasyarakat) dan dinas menggunakan data kohort berdasarkan PUS.Dalam hal perhitungan, terdapat perbedaan rumus perhitungan untuk akseptor baru. DinasKesehatan dalam data kohort ibu menghitung jumlah peserta KB baru dengan denominatorjumlah PUS kemudian dikalikan dengan 100%. Sementara BKKBN menghitung jumlah pesertaKB baru dibagi dengan Perkiraan Permintaan Masyarakat (PPM) baru dikalikan 100%.

23

Untuk memantau program KB, mekanisme pemantauan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatandilakukan setiap tiga bulan sekali. Dalam pertemuan yang diadakan tersebut, dilakukan validasidata serta pemberian umpan balik bagi Puskesmas.Untuk mekanisme pemantauan dilakukan umpan balik bulanan dari BPPKB di tingkatkecamatan. Hal ini perlu dilakukan karena kualitas pelaporan dari PLKB masih harus ditingkatkan.Sektor SwastaLaporan sektor swasta diambil oleh BPPKB setiap bulannya dengan format Laporan bulanan KBF/II/KB/08. Sektor swasta jika tidak diambil tidak melaporkan, kecuali jika mengambil alatkontrasepsi dari BKKBN.Tenaga kesehatan yang juga PNS dan melakukan praktek swasta padasore harinya, umumnya membawa laporannya ke dinas kesehatan.PKK:PKK juga memiliki pendataan tersendiri. Dinas Kesehatan dan Mendagri membuat sistiminformasi terpadu (SIP). Dimana PKK memiliki tiga buku wajib pendataan yaitu untuk ibu hamil,ibu nifas dan pencatatan untuk bayi dan ibu yang meninggal dunia.4.2 KABUPATEN LOMBOK BARAT

A. Pendahuluan

A.1 Cakupan program Keluarga Berencana (KB) permasalahannya

Cakupan KB, angka penggunaan kontrasepsi, dan unmet need di tingkat kabupatenDi Lombok Barat hasil Sensus tahun 2010 menunjukkan angka TFR 2,49 atau rata-rata punyaanak 2-3 orang, sedangkan PUS yang mengunakan alat kontrasepsi (CPR) 69,9 persen, angka inirelatif baik jika dibandingkan dengan angka nasional dan provinsi. Hasil wawancara mendalammengakui bahwa angka KB masih perlu ditingkatkan karena masih rendahnya rata-rata usiakawin dan tingginya angka kawin cerai. Misalnya wawancara dengan ketua ProgramKesejahteraan Keluarga (PKK) menyebutkan bahwa usia kawin masih ada yang kawin usia 15atau 16 tahun dan adanya budaya “kawin lari” sebagai salah satu penyebab tingginya angkakawin cerai.Laporan bulanan Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) LombokBarat per Februari 2013 menunjukkan jumlah seluruh PUS mencapai 138.166 orang, sedangkanangka unmet need mencapai 16,25%. Angka tersebut mencakup perempuan usia subur yangingin anak ditunda dan tidak ingin anak lagi tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi, angkaini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan angka provinsi dan nasional. Kondisi inimenyumbangkan laju pertumbuhan penduduk yang cukup besar bagi Lombok Barat yaitusekitar 1,5%, angka yang lebih tinggi dibandingkan provinsi dan nasional (Tabel 4.2).

24

Tabel 4.2 TFR, Laju pertumbuhan penduduk, CPR dan Unmet need Kabupaten Lombok BaratLombok Barat NTB Nasional

Total Fertility Rate 2,492 2,85 2,65Laju pertumbuhan penduduk 1,53 1,172 1,492Jumlah pasangan usia subur 134.647 -- --Contraceptive Prevalence Rate (CPR) 69,91 55,15 57,95Unmet need 16,21 145 11,45Usia kawin pertama 60% di bawah 20 tahun4 L=24,8; P=22,1 Rata-rata: 19Sumber: 1BKBPP Lombok Barat Laporan Bulanan Feb 2013. 2Sensus 2010. 3Slide BKBBN NTB. 4 Lombok Barat DalamAngka 2011. 5 SDKI 2012.Penerimaan program KB di masyarakat

KabupatenSecara umum tidak ada hambatan dalam sosialisasi program KB di masyarakat Lombok Barat.Nampaknya kesadaran PUS untuk mengikuti program KB sudah cukup besar di masyarakat. Halini diakui sebagai ‘warisan’ atau sisa-sisa masa kejayaan program KB di jaman “orde baru”dahulu.Hal yang sama diakui oleh informan dari dinas kesehatan. Walaupun program KB tidak segencardahulu, namun partisipasi mulai banyak. Apalagi setelah adanya dukungan KB pasca-plasentadan pasca-salin yang dicakup dalam jampersal yang dapat dijangkau secara gratis sampai 42hari pasca persalinan.Kecamatan dan desaInforman di tingkat kecamatan juga mengakui bahwa masyarakat sudah cukup menyadariprogram KB. Secara umum kedua kecamatan yang dikunjungi mengakui adanya peningkatanpeserta KB baru dibandingkan tahun lalu. Di Kecamatan Narmada misalnya, target KB barusampai dengan Maret 2013 sudah tercapai 30% dari target akseptor di tahun 2013.Sedangkan kepala desa dan kader yang diwawancarai menyebutkan masyarakat sudah cukupmengenal program KB. Kepala desa menyebutkan bahwa mengenal program KB berguna untukmemperbaiki kualitas keluarga. Bahkan, kader menyebutkan ada ibu yang sudah melahirkanlangsung menggunakan KB. Seperti dalam kutipan berikut:

“..alhamdulilah luar biasa dampaknya ke masyarakat tuh..untuk merubah sistem kekeluargaanmenjadi keluarga sejahtera itu. Itulah dampak positip KB ini. Karena bisa memungkinkanbagaimana meniti karir dari usia dini sampai kalau bicara tentang KB ini…” (Kades,Ds.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)“Seperti saya kata saya tadi KB itu karena sudah dikenal sejak jaman dulu, jadinya masyarakat itucukup dengan kesadaran sendirimelihat kondisi keluarga dari masyarakat” (Kades,Ds.Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“Yang kita lihat sekarang kan, kalau sudah melahirkan, kalau sudah 1 bulan, atau selesai nifas,langsung dia menggunakan KB, seperti suntikan, dan pil KB itu. Sekarang juga ada yang langsungseperti IUD itu atau IUD itu” (Kader, Ds.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)Tokoh agama yang diwawancarai mempunyai pendapat yang agak sedikit berbeda. Umumnyamereka sependapat bahwa KB merupakan salah satu pendukung kesejahteraan keluargadengan menekankan keharusan disertai pendidikan yang memadai, bukan semata-mata KB saja.Seperti dalam kutipan berikut:“Kalau di desa kami di desa Dasantereng ini masalah program keluarga berencana ini sangatdianjurkan demi kesejahtrahan dari pada masyarakatlah maksudnya” (Toga, Ds. Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)

25

“Dua pendapat ini , ada yang berpendapat kalau banyak anak itu banyak rezkinya… betul, yangsedikit anak ini… kadang-kadang gitukan, dua pendapat ini mana yang lebih baik kurang tahusaya. Yaa kalau bagus pendidikannya insya allah akan bagus gitukan, kalau meleset pendidikannyamungkin ..” (Toga Lelede, Ds.Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)Tokoh masyarakat Desa Dasantereng yang diwawancarai mempunyai pendapat yang jugaberbeda. Sebagian mereka berpendapat bahwa penggunaan KB diperbolehkan asalkan tidakbersifat permanen atau merusak bagian tubuh. Namun, jika memang alasan kesehatanmengharuskan demikian, KB yang bersifat permanen tersebut dapat dilakukan. Sebagian besarmasyarakat mempunyai pandangan bahwa KB bermanfaat bagi keluarga. Permasalahanpenolakan terjadi pada sebagian kecil masyarakat, seperti kutipan berikut.“Di kampung saya. rumah orang tua saya tetangganya pakai cadarkan, tau-tau banyak dahanaknya, gak tau dah berapa jumlah anaknya tau-tau sudah bisa jalan anaknya…. tetangganyajuga gak tau anaknya berapa” (Riska, ibu KB, Ds.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)“Ada keluarga saya ustad gak dikasihh istrinya pakai KB, tapi belum bisa 1 thn 8 bln anaknya, eesudah hamil besar lagi, terus saya tanya saya suruh KB kan, kenapa bu side (kamu, red) gak mauKB, “gak dikasih sama suami” katanya, karena dia ustad mungkin bu” (Sayu, ibu KB,Ds.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)

A.2 Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) versus Non-MKJP

KabupatenLaporan Bulanan BKBPP menunjukkan bahwa cakupan alat kontrasepsi Non-MKJP mencapai72,7%, jauh lebih besar dibandingkan MKJP atau bila dibandingkan rationya mencapai 3:1. Jenisalat kontrasepsi Non-MKJP yang paling disukai adalah suntikan dan pil, dengan persentase lebihtinggi dibandingkan angka nasional dan provinsi.Namun demikian Kepala BKBPP Lombok Barat mengakui bahwa ada kecenderunganbertambahnya penggunaan alat kontrsepsi terutama implan (Tabel 4.3), angkanya relatif lebihbaik dibandingkan dengan angka provinsi dan nasional. Perubahan cara ber-KB ini sangatdiperhatikan Lombok Barat untuk menekan kegagalan yang banyak ditemui di masyarakatkarena lupa menyuntik dan minum pil.Tabel 4.3 Cakupan KB berdasarkan jenis di Kabupaten Lombok BaratCara KB berdasarkan metoda Lombok Barat NTB NasionalNon-MKJPSuntikan 50,61 36,82 31,92Pil 20,81 7,12 13,62Kondom 1,31 0,52 1,82MKJPImplan 15,61 5,42 3,32IUD 9,71 3,82 3,92MOW 1,561 1,42 3,22MOP 0,261 0,02 0,22Sumber: 1BKBPP Lombok Barat Laporan Bulanan Feb 2013. 2Angka yang lain bersumber SDKI 2012Hal yang sama diakui oleh informan di dinas kesehatan yang menyebutkan terjadi ada kenaikanpeserta KB baru setelah adanya program KB pasca-plasenta dan pasca-salin. Kenaikan initerjadi karena pelayanan KB dijadikan satu paket dengan program jaminan persalinan(jampersal) dan dipromosikan melalui kelas ibu hamil atau program perencanaan persalinandan pencegahan komplikasi (P4K) yang sudah diterapkan secara wajib pada beberapa lokasi.Informan tenaga kesehatan di tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa mengakui adanyakeluhan efek samping dan anggapan yang salah baik MKJP maupun non-MKJP (Tabel 4.4).

26

Tabel 4.4 Anggapan masyarakat menurut informan tenaga kesehatan tentang alat kontrasepsi MKJP danNon-MKJP di Kabupaten Lombok BaratNon-MKJP MKJP

Cara PemasanganLebih sederhana Tidak nyaman (buka aurat)Efek samping dan kenyamanan Gangguan siklus haid Menjadi lebih gemuk Menjadi lebih malas Tidak boleh kerja berat bila menggunakan IUD

Anggapan IUD mengganggu hubungan seks Ada perasaan sakit untuk implan

Akses dan keterjangkauan Lebih murah (dalam jangka pendek) Banyak tersedia terutama pil, suntik, dankondom (bidan, apotik, dan Sub-PPKBD) Lebih mahal (saat pemasangan awal) bila klientidak mau menggunakan program yang gratis atautidak mempunyai kartu jamkesmas/gakin

Ada pola favorit per desa/wilayah Daerah yang justru

KepercayaanTidak bertentangan dengan agamaKondom lebih merupakan pilihan terakhirbila istri tidak cocok dan tidak maudioperasiDianggap bertentangan dengan agama karenabersifat permanen

Sumber: Wawancara dengan petugas kesehatan di Puskesmas dan desa.Informan yang berasal dari Ikatan Bidan Indonesia (IBI) mengakui bahwa pilihan berdasarkanjenis alat kontrasepsi tertentu (pola tertentu) diakui terjadi di Lombok Barat. Misalnya jenis IUDlebih disukai disenangi pada perempuan istri pegawai, perempuan pekerja di daerah perkotaan.Sedangkan implan justru banyak dipilih oleh PUS di daerah terpencil dengan alasan akses yangjauh.Salah satu informan bidan desa mengakui adanya anggapan penggunaan KB berkaitan dengantidak boleh melakukan pekerjaan berat. Misalnya seperti di Banyumulek, kebanyakan ibumembuat gerabah sehingga ada kekhawatiran penggunaan IUD mengangggu pekerjaan.KecamatanCakupan MKJP pada kedua kecamatan memang berbeda cukup tinggi. Sampai dengan Februari2013, Kecamatan Narmada mempunyai tingkat pencapaian peserta KB MKJP baru lebih baikdibandingkan dengan Kecamatan Kediri (Tabel 4.5). Dibandingkan dengan KecamatanNarmada, Kecamatan Kediri lebih dikenal aspek religiusnya, bahkan dikenal dengan sebutan“kota santri” karena banyak pesantren. Umumnya masyarakat sangat mengikuti ‘apa kata’ tuanguru sehingga bila kalangan agama kurang mengenal MKJP maka kebanyakan masyarakatkurang menggunakan MKJP.

27

Tabel 4.5 Cakupan KB pada dua kecamatan studi di Kabupaten Lombok BaratKontrasepsi Kecamatan Namada Kecamatan KediriIUD 23,1 6,6MOW 1,1 0,0MOP 0,0 0,0Implan 23,0 6,6Sumber: BKBPP Lombok Barat Laporan Bulanan Feb 2013.

DesaUmumnya informan kepala desa, kader dan tokoh masyarakat menyebutkan masyarakat sudahmengenal KB dengan baik. Mereka menyebutkan sedikit sekali keluarga yang mempunyai anaklebih dari 2 orang. Program KB dirasakan berdampak positif bagi kesejahteraan keluargasehingga sebagian besar orang tua bisa meniti karir. Menurut pengamatan informan, peserta KBsemakin meningkat dan kebanyakan ibu yang bekerja atau PNS memilih metode MKJP.Umumnya informan kepala desa, kader, dan tokoh masyarakat menyebutkan bahwa metodanon-MKJP seperti suntikan dan pil lebih banyak disukai daripada metode MKJP. Umumnya paraibu memilih metoda ini karena lebih praktis, tidak sakit, tidak perlu operasi, tidak mengganggupekerjaan, dan hanya sedikit keluhan yang dirasakan. Kondom diakui jarang digunakan atauterdengar asing, dan hanya digunakan pada pasangan tertentu dimana istri tidak cocok denganalat kontrasepsi jenis apa pun.Pada beberapa desa IUD lebih disukai daripada implan, namun di desa lain implan lebih disukaidaripada jenis yang lain. Biasanya karena cerita sukses dari mulut ke mulut atau contoh darikepala desa atau petugas PLKB. Pada beberapa daerah perkotaan jenis MKJP disukai karenalebih praktis dalam penggunaan sehingga tidak mengganggu rutinitas bulanan. Pada desaterpencil dengan akses sulit juga ditemui jenis MKJP cukup tinggi karena sulitnya menjangkaupelayanan kesehatan.B. MANAJEMEN PROGRAM KELUARGA BERENCANA

B.1 Kebijakan dan alokasi anggaran terkait KB

KebijakanPemerintah pusat mempunyai kebijakan khusus bagi 7 provinsi, salah satunya NTB, mengenaibantuan total coverage alat kontrasepsi. Kebijakan pusat ini disambut baik pemerintah provinsiNTB apalagi kebijakan ini sejalan dengan program provinsi yang ingin menurunkan AKI (AngkaKematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi) di NTB. Semangat mendukung kebijakan ini jugaterasa di tingkat kabupaten dan kecamatan.Di tingkat kabupaten misalnya Program KB tidak hanya menjadi perhatian SKPD KB sendiri, diLombok Barat ada Tim Penggerak PKK Kabupaten, yang mempunyai program kunjungan rutinke setiap desa sepanjang tahun. Ketua TP PKK Kabupaten menyebutkan bahwa KB menjadisalah satu materi diskusi dengan masyarakat pada kunjungan rutin tersebut.Di tingkat kecamatan misalnya program KB tidak hanya mengandalkan pelayanan rutin tetapidiperbanyak dengan mengadakan pelayanan “dinamis” untuk mempermudah PUS dalammengakses MKJP terutama bagi PUS non-gakin.Alokasi anggaranPendapatan Kabupaten Lombok berasal dari tiga sumber yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD)seperti pajak daerah, retribusi dan hasil pengolahan kekayaan daerah; Dana Perimbanganseperti bagi hasil pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus; serta

28

Lain-lain Pendapatan yang Sah seperti hibah, dana penyesuaian dan otonomi khusus, bantuankeuangan. Secara umum rincian pendapatan Lombok Barat tahun 2010 disajikan dalam Tabel4.6 berikut.Tabel 4.6 Pendapatan dan realisasi pengeluaran Kabupaten Lombok BaratPendapatan Besaran

Pendapatan keseluruhan Kabupatan Lombok BaratPendapatan asli daerah (PAD) 49.918.007.200,34Dana perimbangan dari pusat 500.147.623.848,00Lain-lain pendapatan yang sah 99.474.260.200,23Pendapatan Kesehatan Lombok BaratAPBD II 83.050.620.283DAU 62.322.558.893DAK 9.638.061.390DBHCHT 11.090.000.000APBN 14.782.055.000Dana Dekon (NICE) 501.764.000Hibah Pertamina 995.000.000Sumber: Lombok Barat dalam Angka 2012Besar anggaran khusus program KB sangat sedikit jika dibandingkan dengan seluruhpendapatan kabupaten Lombok Barat. Sumber anggaran bidang KB berasal dari DAK, APBDProvinsi, dan APBD Kabupaten. Anggaran untuk KB tersebar pada beberapa SKPD, seperti dinaskesehatan, BKBPP dan provinsi. Anggaran berikut ini (Tabel 4.7) mencerminkan besaran globalsaja.

Tabel 4.7 Anggaran KB Kabupaten Lombok Barat Tahun 2012 bersumber pusat dan APBDSumber Peruntukan bidang KB AlokasiDAK 359 juta1 Masuk ke APBDBKKBN Provinsi 418 juta1 Untuk kegiatan dan transportDinkes Provinsi 150 juta (untuk NTB)1 Untuk orientasi KB paska-salinDinkes Provinsi 3 Milyar (untuk NTB)1 Dekon KIADinkes Kabupaten 252 juta2 Masuk dalam KIA (di luar BOK)BKBPP Kabupaten 1,3 Milyar3 Khusus programSumber: 1wawancara dengan BKBBN Provinsi NTB, 2wawancara dengan dinas kesehatan Kab. Lombok Barat,3wawancara dengan kepala BKBPP Kab. Lombok Barat

Jaminan kesehatanSeluruh peserta KB yang mempunyai kartu jaminan kesehatan mendapatkan pelayanan secaragratis di Puskesmas. Kartu jaminan yang dimaksud mencakup kartu jaminan kesehatanmasyarakat (jamkesmas) maupun kartu program keluarga harapan (PKH). Khusus penggunajaminan persalinan (jampersal), peserta mendapat pelayanan dan alat kontrasepsi gratis bilapemasangan dilakukan dalam 42 hari setelah melahirkan.Menurut informan bidan di Puskesmas dan bidan desa, permintaan terhadap pelayanan KBmelalui jampersal mengalami peningkatan. Beberapa bidan mengungkapkan bahwa pelayananKB melalui jampersal dirasakan “lebih menguntungkan” karena pencairan dana klaimpelayanan KB disatukan dengan pencairan biaya persalinan sehingga dana hasil kliam yangdiperoleh “terasa” lebih besar dari biasanya.

29

Pelayanan kesehatan juga menerima pelayanan KB secara gratis dari bentuk jaminan pelayanankesehatan lain seperti kartu Askes (asuransi kesehatan) dan kartu Jamsostek (jaminan sosialtenaga kerja). Pengurusan klaim dilakukan sama seperti pengurusan pelayanan kesehatan yanglain.B.2 Pengadaan dan distribusi alat kontrasepsi

Mekanisme pengadaanLombok Barat mendapatkan dukungan total coverage alat kontrasepsi, terutama MKJP. Dengandemikian tidak ada alokasi dana khusus untuk membeli alat kontrasepsi baik di dinas kesehatanmaupun BKBPP. Menurut informan dari dinas kesehatan, alat kontrasepsi mencukupi terutamajenis MKJP. Pernah terjadi kekurangan pada awal tahun 2012 terutama suntikan, kemudianinforman tidak pernah mendengar lagi ada kekurangan. Kekurangan dipenuhi secara mandirioleh bidan sehingga peserta KB perlu membayar sendiri (out of pocket), khususnya bagi pesertaKB suntikan.Pengajuan permintaan alat kontrasepsi dilakukan sebulan sekali. Di Kecamatan Kediri, bidandesa mengajukan amprahan kepada Puskesmas. Kemudian, Puskesmas (biasanya dilakukanbagian KB) mengajukan permintaan ke bagian gudang BKBPP Kabupaten. Di KecamatanNarmada, bidan desa mengajukan amprahan pada PLKB. Kemudian PLKB atau KUPT KBmengajukan permintaan ke bagian Gudang BKBPP Kabupaten.

Gambar 4.1 Mekanisme pengajuan alat kontrasepsi di Kabupaten Lombok BaratSumber: wawancara dengan Ka PLKB Kecamatan Narmada dan Kediri.Mekanisme distribusi alat kontrasepsi di Lombok Barat terbagi menjadi dua cara yaitu satupintu dan banyak pintu. Di Kecamatan Narmada diterapkan distribusi satu pintu maksudnyaKUPT KB akan mendrop alat kontrasepsi di apotik Puskesmas, dari Puskesmas inilah kemudianbidan desa akan melakukan amprahan dan meminta alat kontrasepsi. Di Kecamatan Kediriditerapkan distribusi banyak pintu maksudnya KUPT KB akan menyampaikan alat kontrasepsilangsung ke seluruh bidan desa yang ada di kecamatan tersebut.

Bagian Gudang BKBPP Kabupaten

Bagian KBPuskesmasKa Unit Pelaksana Teknis KBKecamatan

Bidan desaPLKB

Bidan desa

Ka Unit Pelaksana Teknis KBKecamatan

Klinik swastaRS Klinikswasta

RSKecamatan Kediri Kecamatan Narmada

30

Gambar 4.2 Mekanisme distribusi alat kontrasepsi di Kabupaten Lombok BaratSumber: wawancara dengan Ka PLKB Kecamatan Narmada dan KediriPelayanan KB dan pembiayaannyaKabupaten dan kecamatanPelayanan KB di Lombok Barat tersedia di rumah sakit, Puskesmas, Poskesdes, bidan swasta,klinik swasta. Bidan merupakan tenaga utama dalam memberikan pelayanan KB. Tidak adabatasan kewenangan bagi bidan dalam melakukan pelayanan KB. Bidan dapat memberikansemua pelayanan yang diberikan, kecuali metoda operasi wanita dan pria (MOW dan MOP)hanya bisa dilakukan dokter yang sudah mengikuti pelatihan khusus dan KB pasca plasentahanya dilakukan oleh bidan yang sudah mendapatkan pelatihan khusus.Informan di Puskesmas menyebutkan bahwa beberapa bidan di Poskesdes tidak kompetenmelakukan pemasangan IUD atau implan sehingga merujuk ke Puskesmas. Biasanya hal inidiketahui dari tingginya rujukan yang dilakukan bidan desa yang bersangkutan.Dengan adanya dukungan pemerintah pusat yang bersifat total coverage, pelayanan KBsebenarnya diberikan secara gratis bagi seluruh PUS. Namun dalam pelaksanaannya dilapangan pelayanan ini tidak selalu diberikan secara gratis. Peserta Gakin yang mempunyaikartu jaminan kesehatan mendapatkan pelayanan gratis terutama di Puskesmas. Peserta non-gakin atau masyarakat yang datang ke Puskesmas dan tidak memiliki kartu jaminan kesehatandikenakan biaya pelayanan (jasa) dan loket sesuai yang ditetapkan Perda No. 4 Tahun 2011tentang retribusi jasa umum (Tabel 4.8).Untuk menyiasati peraturan daerah tersebut, BKBPP di tingkat kecamatan mengupayakanpelayanan KB “dinamis” secara gratis terutama untuk MKJP, termasuk untuk peserta non-gakin.Pelayanan dinamis maksudnya pelayanan di Poskesdes yang dilakukan secara serentakdiberikan tidak saja oleh bidan desa yang bersangkutan tetapi secara bersama-sama denganbidan lainnya pada waktu yang sudah ditentukan. Sasaran dalam pelayanan dinamis biasanyasudah didaftarkan jauh sebelum hari pelayanan, seperti diungkapkan salah satu peserta FGDibu.

“kan ada program gratis, petugas KBnya bu Marjan namanya, dari kecamatan, dia ngasihinformasi sama kita nanti kita diumumkan dari masjid, tinggal kita daftar kasih namanya samadia, gratis..” (FGD ibu KB Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat).Gakin dan non-gakin yang datang ke bidan di Poskesdes mendapatkan pelayanan gratis bilapeserta bersedia menggunakan alat kontrasepsi pemerintah (standar). Namun bila ibumenginginkan alat kontrasepsi jenis non-standard atau mandiri (seperti Novar-T, Andalan) ibudapat membeli seperti yang disediakan bidan. Kadang-kadang peserta gakin terpaksamengeluarkan dana untuk pelayanan KB di bidan desa bila persediaan alat kontrasepsi yang

Ka UPT KB Kecamatan Ka UPT KB KecamatanBagian gudangobat/apotik Puskesmas Puskesmas Bidandesa

Bagian Gudang BKBPP Kabupaten

Bidan desaRS

RSKlinikswasta

Kecamatan NarmadaKecamatan Kediri

31

diinginkan habis. Suntikan KB merupakan jenis KB yang sering mengalami kekurangan pasokandari Puskesmas sehingga bidan perlu menyediakan secara mandiri.Tabel 4.8 Harga alat kontrasepsi dan pelayanan beragam jenis KB di Puskesmas dan bidan KabupatenLombok BaratAlat

kontrasepsiTarif rawat jalan berdasarkan PerdaNo.4/2011 di Puskesmas dan RS Bidan PraktekIUD Gakin: gratisNon-Gakin: Rp.25.000,- + loket: Rp.5000,- Alat kontrasepsi standar: gratisAlat kontrasepsi mandiri: Rp.200.000,-Implan Gakin: gratisNon-Gakin: Rp.25.000,- + loket: Rp.5000,- Alat kontrasepsi standar: gratisAlat kontrasepsi mandiri: Rp.200.000,-Suntikan Gakin: gratisNon-Gakin: loket Rp.5000,- Rp.15.000-25.000,-(Andalan/Lingkaran Emas)Rp.5000,- (untuk Gakin) untukmengganti bahan habis pakaiPil Gakin: gratisNon-Gakin: loket Rp.5000,- Pil standar: gratisPil mandiri: Rp.2000,-/3 lembarKondom Gratis GratisVasektomi Di Puskesmas: Rp.50.000,-Di RS: Rp. 1.000.000,- --

Sumber: Perda Lombok Barat No.4/2011 dan hasil wawancara dengan bidan desa dan bidan praktek.DesaSebagian tokoh masyarakat yang diwawancarai mempunyai pendapat yang mendukungterhadap program KB. Mereka menyampaikan pendapat bahwa KB memberi kesempatan kaumperempuan berkarir atau mengurus anak dengan baik, menjadi lebih sehat, dan lebih sejahtera,seperti kutipan berikut:

“Iya jadi punya kesempatan, tidak terlalu sibuk ngurus anak, ya kalau dia tidak ber-KB itu bisasetiap tahun lahir, atau paling tidak 2 tahun sekali. ya itu sangat sibuk dia jadinya, bahkankadang-kadang anaknya belum bisa jalan dia sudah hamil lagi, ini yang menyebab kankesehatannya tidak terurus” (WMTokoh masyarakat, Ds. Dasantereng, Kec. Narmada, Kab.Lombok Barat)“Mengingat dengan program KB yang selama tiang (saya) menjabat selaku kepala desa inimemang..alhamdulilah luar biasa dampaknya ke masyarakat tuh..untuk merubah sistemkekeluargaanmenjadi keluarga sejahtera itu..itulah dampak positip KB ini. Karena bisamemungkinkan bagaimana meniti karir dari usia dini sampai kalau bicara tentang KB ini...” (WMKades, Ds. Dasantereng, Kec. Narmada, Kab. Lombok Barat)Sebagian tokoh agama yang diwawancarai mempunyai pendapat yang berbeda dengan tokohmasyarakat. Sebagian masih berpendapat bahwa banyak anak lebih baik karena berguna untukmenjaga masa tua orang tua, seperti kutipan berikut:“Dua pendapat ini, ada yang berpendapat kalau banyak anak itu banyak rezkinya… betul, yangsedikit anak ini… kadang-kadang gitukan, dua pendapat ini mana yang lebih baik kurang tahusaya. Jadi lebih baik yang banyak. Yaa kalau banyak itu gak mungkin semuanya akan gakbisa memelihara kita gitu” (WM Tokoh agmaa Ds.Lelede, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)Namun demikian, umumnya informan tokoh masayarakat dan tokoh agama mengakui bahwaperkembangan KB di desa cukup baik, seperti kutipan berikut:“Sebelum KB itu kadang-kadang pak kiyai sampai lelah dia untuk cukur anak-anak yang kurisan[cukur rambut] itu. Setelah KB itu yaa bisa dikatakan “kenyamboklah” (santai-santai) gitu. Kalaudulu kan waktu belum ada KB itu yaa…kadang gak tahu adik kakak. Kalau sudah ada KB adaperbedaannya gitu, ini adiknya atau ini kakaknya, mana kakaknya pasti besaran kan, kalau dulugak bisa kita bedakan… (karena dekat jarak kelahirannya)” (WMToga Ds.Lelede, Kec.Kediri,Kab.Lombok Barat)

32

“Kalau di desa kami di desa ini masalah program keluarga berencana ini sangat dianjurkan demikesejahteraan dari pada masyarakatlah maksudnya kan, kemudian di sini mengenai program KBini seperti yang saya katakan tadi, cukup antusias ibu -ibu terutama dalam mengikuti program.Ada kira-kira 60% yang sudah menggunakan KB” (WM Toma Ds.Dasantereng, Kec.Narmada,Kab.Lombok Barat)“Nah sesudah dia mengetahui bagaimana dampak positipnya…kelebihannya sehingga berbondong-bondong diangkut oleh mobil operasional program Kb itu sendiri, sehingga ada kegiatan ulangtahun seperti di Lombok Barat..kita bawa ke Puskesmas untuk pemasangan Kb itu…luarbiasalah..kita jemput masyarakat” (WM Kades Ds.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)Kepala desa dan tokoh masyarakat di Desa Dasantereng yang diwawancarai menyampaikanbahwa pelayanan KB yang disediakan sudah cukup baik dan tidak ada keluhan yang munculdari masyarakat. Pelayanan KB dapat dilakukan di Poskesdes, Puskesmas atau rumah sakit.Khusus pil dan kondom bagi peserta KB ulangan dapat diperoleh di rumah kader (sub-PPKBD).Khusus pemasangan alat kontrasepsi mantap seperti operasi akan didata terlebih dahulu,kemudian dilaporkan ke Puskesmas. Bidan dan kader akan mengantar ibu dalam mengurusproses operasi.Adapun konseling KB di Posyandu biasanya dibantu tenaga kader sesuai pengalaman.Umumnya ibu sudah mempunyai pilihan jenis KB saran dari tetangga atau orang tua sehinggasudah mempunyai pilihan jenis KB yang akan dipasang.Informan kader menyebutkan bahwa pelayanan pemasangan IUD di Puskesmas dikenakanbiaya, namun bila ada program khusus diberikan secara gratis. Kebanyakan masyarakatmenunggu program yang bersifat gratis. Pernyataan bahwa pelayanan KB tidak selalu gratisdibenarkan oleh peserta KB, seperti kutipan berikut.Walau pakai kartu…. kalau sedang tidak ada program gratis… Bayar” (FGD ibu KB Ds.Dasantereng, Kec. Narmada, Kab. Lombok Barat)“Ya seperti kata pak sahlan tadi memang dari segi ekonomi ya mengurangi, yang biasanya 3 bulansekali kita bayar Rp.10.000,- terus kemarin naik Rp.15.000,- gitu, kalau sekarang gratis, tidak was-was tatkala mungkin jatuh tanggalnya itu kita agak was-was aktivitas, yaa jadi ini aman-amansaja” (FGD bapak KB Ds. Dasantereng, Kec. Narmada, Kab. Lombok Barat)“Segi ekonominya yaa kalu yang pakai suntikan kan 3 bulan sekali ngeluarkn uang kalau pilkangak pernah minta, tapi kalu yang pakai sepiral jarknya sudah sekian tahun agak hematlah gitukan”(FGD bapak KB, Ds.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)Kepala desa dan tokoh masyarakat Desa Banyumulek yang diwawancarai menyampaikanbahwa pelayanan KB sudah cukup baik. Pelayanan KB dapat diberikan di Poskesdes (terutamabagi yang tidak memiliki kartu jamkesmas) dan Puskesmas (terutama bagi yang memiliki kartujamkesmas). Menurut bidan Desa Banyumulek, sekitar 60% istri tidak ber-KB karena suaminyaTKI.Menurut kepala desa umumnya masyarakat hanya mengenal 3 macam metode kontrasepsiyaitu pil, suntik dan implan. Sedangkan jenis yang lainnya seringkali kurang difahami parasuami sehingga istri tidak diijinkan menggunakan metode yang lain.Menurut kader, bidan yang membuka praktek di rumah menilai siapa ibu yang pantas gratisatau tidak untuk mendapatkan pelayanan KB. Untuk ibu peserta jamkesmas pelayanan gratisdan digunakan alat kontrasepsi dari PLKB. Sedangkan untuk ibu peserta KB mandiri akandipasangkan alat kontrasepsi andalan dan dipungut biaya.

33

B.3 Sumber daya manusia

Jumlah tenagaSumber daya manusia terkiat KB di tingkat lapangan terdiri dari PLKB dan bidan desa. DiLombok Barat, bidan desa meliputi seluruh desa yang ada yaitu 122 bidan desa di 122 desa.Sebagian besar sudah menempati Poskesdes yang ada di desa, sekitar 12 desa yang belummemiliki Poskesdes. Sebagian besar bidan desa sudah tinggal di desa kecuali beberapa yangtidak mempunyai Poskesdes atau dari segi keamanan tidak memungkinkan bidan tidak beradadi desa. Perbandingan jumlah PLKB dan bidan desa disajikan di Tabel 4.9 berikut.Tabel 4.9 Perbandingan jumlah PLKB dan bidan desa di Kabupaten Lombok BaratJenis petugas kesehatan Jumlah Perbandingan tenaga : jumlah desaPLKB 57 PLKB 1:2Bidan desa 122 bidan,110 bidan tinggal di desa dan12 bidan belum di desa 1:1

Sumber: Hasil wawancara dengan Kepala BKPBB dan Ka Bid Binkesmas Dinkes.Sedangkan PLKB seluruhnya berjumlah 57 orang. Berarti setiap PLKB menangani sekitar 2-3desa. Jumlah ini cukup memadai dibandingkan dengan kabupaten lain. Informan KUPT KBmenyebutkan bahwa jumlah ini semakin menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya(tahun 2007 terdapat 86 PLKB). Selain itu PLKB yang ada dirasakan sudah ‘sepuh’ sementarabelum terlihat ada formasi untuk tenaga baru. Sumber daya PLKB juga sering dipermasalahkankarena berasal dari non kesehatan dan seringkali tenaga baru yang baru saja selesaimendapatkan latihan dasar umum (LDU) malah dipindah ke posisi lain.PelatihanPelatihan bagi bidan dilakukan setiap tahun bagi seluruh bidan, terutama bagi bidan Puskesmasatau bidan PNS. Umumnya pelatihan bidan terdiri dari CTU (Contraceptive Technology Update)yang mencakup pelatihan pemantapan terkait pemasangan IUD dan implan dengan pendekatanterbaru, KIP-K (Komunikasi Intra Personal dan Konseling) yang mencakup kemampuanmelakukan komunikasi dan konseling, serta ABPK (Alat Bantu Pengambilan Keputusan) yangmencakup alat bantu pendukung klien KB dalam mengambil keputusan.Pelatihan bagi bidan dikoordinir oleh BKKBN provinsi dan dianggarkan setiap tahun. Sayangnyapelatihan ini belum berjalan bagi bidan desa, padahal mereka menyebutkan sangat menantikanpelatihan CTU agar lebih mantap dan percaya diri dalam melakukan pelayanan. Untukmenyiasati keadaan ini misalnya di Puskesmas Kecamatan Narmada, bidan desa diundanguntuk on the job training (OJT) di Puskesmas dengan cara melakukan pemasangan IUD atauimplan bersama bidan terlatih Puskesmas. Bidan desa yang bersangkutan didampingi sampaibidan desa merasa percaya diri untuk melakukan sendiri.B.4 Kerjasama antar instansi

Instansi pemerintahInstansi pemerintah terkait KB terdiri dari BKBPP, Dinas Kesehatan, Pemda PP dan KB, dan TimPenggerak PKK, dengan peran dan fungsi yang berbeda-beda.BKBPP berperan dalam pengadaan alat kontrasepsi dan mendorong sisi demand untukmempergunakan pelayanan. BKBPP di tingkat kecamatan mempunyai sumber daya yangdisebut KUPT KB dan di tingkat desa PLKB serta PPKBD dan sub-PPKBD di tingkat dusun.Sejumlah perangkat ini bekerja setiap hari berdasarkan PPM (Perkiraan Permintaan

34

Masyarakat) yang sudah ditetapkan dari kabupaten. Umumnya PPM ini akan dijabarkan dalambulanan sehingga dapat dievaluasi dalam setiap tiga bulanan.Dinas kesehatan berperan dalam penyediaan bidan sebagai penyedia pelayanan. Bidan diPuskesmas dan di Poskesdes dapat memberikan pelayanan implan, IUD, suntikan, dan pil.Informan di kecamatan dan desa menyebutkan bahwa keberadaan PLKB di lapangan sangatmembantu.Pemda Subbag PP dan KB berperan sebagai koordinasi kegiatan yang ada di kabupaten tentangKB. Bagian ini di pemerintah daerah bukan bagian teknis yang mengurusi KB, tapi lebih padaperan koordinasi antara unit teknis KB dengan institusi lain yang terkait dengan kegiatan KB.Misalnya, kegiatan hari besar atau ulang tahun institusi tertentu, biasanya dilakukan kegiatanmomentum KB. Pada saat itu Subbag PP dan KB akan mengkoordinir lokasi, sumber daya,keperluan kendaraan, atau hal yang yang belum diurus dalam momentum tersebut.Sektor swastaPelayanan swasta murni tidak banyak ditemui di daerah pedesaan Lombok Barat. Biasanyapelayanan swasta murni dari bidan senior yang sudah pensiun banyak ditemui di perkotaan.Sedangkan di desa bidan praktek swasta dikenal dengan sebutan bidan desa Praktek di sorehari. Umumnya bidan praktek sore melayani akseptor non-gakin yang bersedia membayar lebihmahal, umumnya terdiri dari suntikan dan IUD. Bayaran dikenakan lebih mahal karena alat danbahan disediakan secara mandiri. Sedangkan akseptor gakin tetap dilayani bila ada persediaanalat dan bahan dari BKKBN. Bila tidak ada dan menginginkan yang gratis biasanya akseptordiarahkan untuk mendapatkan pelayanan secara gratis di Puskesmas.Pihak swasta lain yang berperan adalah perusahaan swasta melalui kegiatan Corporate SocialResponsibility (CSR). Biasanya kegiatan yang dilakukan bersifat mendukung momentum KByang diadakan oleh instansi pemerintah.Pihak lain yang banyak berperan di lapangan adalah Tim Penggerak PKK. Umumnya merekaberperan dalam menjemput bola atau mendukung demand side bersama dengan BKBPP. TP PKKmempunyai struktur di tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa. Ketua TP PKK Kabupaten yangjuga menjadi istri bupati cukup menjadi contoh bagi TP PKK di bawahnya. Dia mempunyaikebiasaan melakukan “blusukan” ke desa dan dusun. Agenda blusukan bisa beragam, termasukmempromosikan KB di masyarakat. Di kecamatan dan desa, PKK menjangkau para ibu di daerahterpencil dan memberitahukan jadwal pelayanan tambahan yang diadakan BKBPP, PLKBkecamatan, atau kegiatan momentum.B.5 Menciptakan kebutuhan

Promosi programPromosi penciptaan kebutuhan program KB banyak dilakukan pihak BKBPP di tingkatkabupaten, kecamatan, dan desa. Kegiatan ini dilakukan mulai dengan pendekatan personalpada sasaran unmet need pada saat pelaksanaan Posyandu maupun yang bersifat masal denganpemutaran film program secara rutin di seluruh kecamatan. Cara lain yang dilakukan denganmembuat serial materi kesehatan reproduksi untuk khutbah jumat termasuk KB, pemasanganspanduk terutama di kantor BKBPP serta tempat-tempat strategis dan pada saat perayaan haribesar.Walaupun program KB menyebut sebagai total coverage, tapi menurut informan kader tidaksemua ibu dapat memperoleh secara gratis pelayanan KB di Puskesmas karena adanyaketentuan lokal (Perda No.4/2011). Kebanyakan para ibu menunggu program gratis dariPuskesmas seperti bersamaan dengan HUT. Oleh karenanya PLKB kecamatan membuatpelayanan tambahan yang disebut “pelayanan dinamis” untuk menampung para ibu yang inginmenggunakan MKJP secara gratis.

35

Informan di kecamatan dan desa menyampaikan bahwa penciptaan kebutuhan dilakukandengan berbagai cara antara lain penyuluhan di Posyandu, pada pertemuan arisan ataupertemuan masyarakat, baik oleh PLKB atau bidan desa. Saat ini setiap bulan sudah dilakukanpenyuluhan di Posyandu bekerjasama dengan PKK di rumah kepada desa.Menurut Kepala Desa Dasantereng, pemutaran film menjadi salah satu sarana promosi KB didalam masyarakat. Promosi lain yang sudah dilakukan melalui iklan di televisi. Promosi lainyang tidak dilakukan adalah melalui radio dan koran. Koran kurang diminati mungkin karenaminat baca masyarakat yang masih kurang.Tantangan dalam mempromosikan KB di dalam masyarakat adalah menghilangkan rasa takutmasyarakat terhadap IUD atau steril. Di Kecamatan Kediri sekitar tahun 2007 pernah adasosialisasi metode vasektomi. Kepala desa mengakui promosi ini tidak berhasil menggugahmasyarakat. Masyarakat termasuk dirinya tetap saja enggan untuk mengikuti program inidengan menyebutkan “ibarat hewan yang dibantot”.Konseling KBKonseling KB dilakukan secara personal pada saat kontak dengan petugas kesehatan atau PLKBdi Posyandu. Biasanya konseling tersebut lebih ditujukan bagi ibu-ibu yang belum ber-KB. Padabeberapa Posyandu, kader dan PLKB cukup agresif mendekati ibu. Biasanya mereka akanmenuliskan jenis KB yang digunakan pada cover buku KIA.Seluruh bidan yang dikunjungi dalam survei ini menyebutkan menerapkan model cafetariauntuk pelayanan KB dengan cara menawarkan pilihan cara KB terlebih dahulu, terutama untukpeserta KB baru. Bahkan di Puskesmas Narmada misalnya, ada ruang dan tenaga khusus yangakan memberi penjelasan konseling kesehatan reproduksi. Penjelasan ini wajib dilakukan agarkeputusan yang diambil peserta KB menjadi tanggung jawab pasangan peserta KB sendiri dantidak ada kejadian menyalahkan petugas kesehatan seperti pernah dialami pada waktu yanglalu.Menurut bidan, konseling ini tetap diberikan kepada peserta KB ulangan suntik dan pil,terutama bagi peserta yang sering kali datang terlambat dari jadwal. Konseling untuk kelompokini bertujuan mendorong agar ibu dapat berpindah metoda ke MKJP untuk menghindarikegagalan karena sering terlambat melakukan KB ulangan .C. PENDAPAT MASYARAKAT

C.1 Sikap masyarakat

Sikap pasangan usia subur

AkseptorKelompok ibu yang menggunakan KB menyampaikan bahwa banyak keuntungan yangdirasakan setelah menggunakan KB antara lain dapat mengurus anak dengan baik, dapatmenabung, memberikan jarak kelahiran, mempunyai waktu luang untuk menata lingkungan/bersihkan rumah/berdandan, seperti kutipan berikut:“Bisa menata lingkungan yakan kalau anaknya dua begini bisa dia bekerja tidak repotbanyakwaktu luangnyabisa juga untuk bersihkan rumahsempat dandan” (FGD ibu KB,Ds.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)“Bisa kita nabung, sisihkan uang sedikit-sedikit biar sekolahnya lebih tinggi lagi, kalau banyakanak kan ga bisa kalau anaknya lima misalnya berapa uang jajannya?” (FGD Ibu KBDs.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)“Anak cuman dua bisa terurus makanannya, pakaiannya” (FGD Ibu KB Banyumulek, Kec.Kediri,Kab.Lombok Barat)

36

“..Anak saya dua Alhamdulillah anak pertama saya lakianak kedua saya perempuan dari segipendidikannya bisalah kita urus, dari segi ekonominya gak terlalu merepotkan, cukuplah...”(FGD Bapak KB Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)Beberapa menyetujui setelah melihat pengalaman orang tua atau mertua sebelumnya denganbanyak anak yang cukup merepotkan, seperti kutipan berikut:“Kalau saya orang tua saya mendukung sekali, bapak dan ibu dua-duanya setuju, mertua jugasetuju dia kita pakai KB, dari pengalamannya dia mungkin banyak anak itu sangat repot,makanya dia itu seneng lihat kita punya anak dua” (FGD Bapak KB Ds.Dasantereng, Kec.Narmada,Kab.Lombok Barat)Beberapa ibu sempat menyampaikan adanya keinginan mempunyai anak perempuan atau laki-laki, tapi setelah berfikir ulang akhirnya memutuskan menggunakan KB, seperti kutipanberikut:“Yaa kepingin saya lihat-lihat anak perempuan itukan kepingin saya, tapi yah berhenti sudah biarlaki-laki juga gak apa-apa, laki perempuan sama saja” (FGD ibu KB Ds.Dasantereng,Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)“…kepengen lagi dia melahirkan, pingin punya anak laki2 terus saya bilang endak usah sudahnantikan side (kamu) kalau anaknya “merarik” (menikah) kan dapet anak lagi, nanti side(kamu) punya menantu laki-laki, mangkanya dia berhenti terus ber-KB, implan dia pakai” (FGD ibuKB Ds.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)

Non-akseptorSedangkan kelompok ibu dan bapak yang tidak menggunakan KB mempunyai pendapat laintentang KB misalnya menganggap anak kelak sebagai sumber pendapatan, berpendapat bahwajumlah anak tergantung kemampuan orang tua, dan tidak perlu khawatir banyak anak karenarezeki Allah yang tanggung, seperti dalam kutipan berikut:“Kalau masih kecil rumit,repot soalnya masih kecil-kecil, kalau sudah besarkan yaaa berhentisekolah cari kerjaan banyak menghasilkan uang…” (FGD Ibu Non-KB Ds.Lelede, Kec.Kediri,Kab.Lombok Barat)“Tergantung kemampuannya juga, walaupun 2 tapi kemampuannya gak cukup yaa susah juga,walaupun banyak (anak) tapi kemampuannya cukup yaa bahagia sih” (FGD Ibu Non-KB Ds.Lelede,Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“Tergantung kondisi keuangan saja bu.. kalau orang kaya, trus dia pengen punya anak lagi ,misalnya saat itu dia sudah KB, ya tidak apa2 kalau mau nambah anak lagi karena dia itu orangberkecukupan, tapi kalau orang seperti kita ini ya…. susah” (FGD Bapak non-KB Ds.Lelede,Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“Ya Alhamdulillah walaupun banyak empat orang itu, itu rejekinya bukan ditanggung kita,rejekiditanggung oleh Allah SWT karena kita ini menjalankan saja… walaupun banyak anak ndakpernah dia lapar… ndak pernah ndak makan sehari-harinya… bahkan anak bisa sekolah ada yangmasih anak ini apa… aliyah kelas dua yang ada tamat SMA” (FGD Bapak Non-KB Ds.Dasantereng,Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)Pilihan anak perempuan atau laki-laki menjadi salah satu pendorong tidak ber-KB terutama bilabelum mempunyai anak perempuan.“4 sudah anak saya laki-laki, tapi saya kepingin perempuan tapi gak dikasih-kasih… belumhamil-hamil juga. Besokkan kalau kita sudah tua ada yang ngurus saya, dulu saya punya anakperempuan tapi meninggal” (FGD Ibu Non-KB Ds.Lelede, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“Penting, kalau laki-laki kan bisa bantu orang tua, perempuan juga..apa namanya tuh..kalau laki-laki dan perempuan dia sama, tapi pekerjaanya berbeda pengen nambah kalau sudah besar.Kalaupunya anak laki-laki saja, ingin nambah lagi anak perempuan …” (FGD Ibu Non-KBDs.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)

37

“Iya kalau saya sih kepengennya anak pertama itu anak laki-laki tapi Tuhan menghendakiperempuan yaa terlahirlah perempuan, yaa yang keduanya lagi perempuan, rencananya kalau inisudah besar pengen punya lagi yang laki, yaa keinginan kita sebagai penunjang keluarga biarmenggantikan bapaknya sebagai pelindung diantara saudara-saudaranya juga” (FGD Bapak NonKB Ds.Lelede, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)

Sikap orang tuaMertua perempuan atau ibu yang diwawancarai dimintai pendapat tentang KB. Umumnya paramertua/ibu yang diwawancarai mempunyai anak lebih dari dua. Umumnya mereka mempunyaipendapat yang beragam terhadap KB, ada yang mendukung tapi ada juga yang tidakmendukung. Orang tua yang mendukung berpendapat bahwa keluarga bahagia bukantergantung jumlah anak tapi mempunyai banyak pekerjaan.“Tuhan itu adil banyak anak banyak rejeki, ndak ada anak banyak rejeki.walaupun banyak anakada rejeki, biarpun sedikit anak ada rejeki, rejeki tergantung dari Allah saja. Keluarga yangbahagia itu yang banyak taninya, banyak kerjaannya, kalau saya bekerja sebagai kuli” (WMibu/mertua peserta tidak ber-KB Ds.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)Sebagian ibu/mertua menyebutkan alasan tidak menyukai anak banyak karena merepotkan,seperti kutipan berikut:“Repot ibu bapaknya, belikan makanan apa..supaya dia bisa cukup. Kalau saya delapan sayapunya anak, perempuan empat laki empat. Yang dalam gambar ini seperti saya dulu, makan ndakdapat. Tapi kita sebagai orang tua kan sudah jadinya, tapi alhmadulillah semua sehat ndak adayang kena penyakit” (WM ibu/mertua peserta KB Ds.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.LombokBarat)Sebagian besar ibu/mertua menyukai banyak anak dengan alasan agar kelak bisa merawat padasaat tua, berpendapat bahwa banyak anak banyak rezeki, atau ada kekhawatiran anakberkurang karena meninggal, seperti kutipan berikut:“...karena banyak yang ngerawat kita kalau tua nanti. Banyak anaknya kan? seperti saya?banyak anaknya kan masih kecil-kecil susah kita lihat dia, kan kalau sekarang anak saya kan sudahbesar-besar bisa bahagia rupanya, bisa dah anak-anaknya bekerja, kalau masih kecil susah kita.Kalau banyak anak kita … banyak yang kasih kita, seperti orang tua dulu kan bilang …banyak anakbanyka rezeki” (WM ibu/mertua peserta KB Ds.Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“…lebih baik empat, kalau dua terus mati, sisa satu. Kalau saya delapan..tapi hidup lima,meninggal telu (tiga). (Sebenarnya) repot mikir makanannya, biaya sekolah, cari kerja kumpulkanuang..untuk belikan baju (tapi tetap pilih banyak anak)” (WM ibu/mertua peserta KB Ds.Lelede,Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)

C.2 Pengetahuan alat kontrasepsi

Pengetahuan Non-MKJP pada PUS dan mertua/orang tuaUmumnya seluruh peserta diskusi kelompok pasangan usia subur (PUS), baik yangmenggunakan alat kontrasepsi maupun tidak, dapat menyebutkan semua jenis Non-MKJP.Biasanya mereka mengetahuinya karena pernah menggunakannya atau pernah mendengar.Bahkan, sebagian besar mereka dapat menyebutkan cara pakai dan lama penggunaannya.“Kalau itu gak pernah (lihat semua) saya lihat kalau pil, kondom sama yang ini suntikan” (FGDKB Ds.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)“Saya lihat cuman suntikan saja sama pil KB…”( FGD KB Ds.Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.LombokBarat)“Kondom, ndak pernah lihat” (Burhanah, FGD KB Ds.Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“KB, suntikan, obatnya, IUD apa itu..” (FGD Tidak KB Ds.Lelede, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“Tahu semua, pil, suntikan, kondom,.....” (FGD Tidak KB Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.LombokBarat)

38

Umumnya ibu atau mertua perempuan yang diwawancarai dalam studi ini mengetahui tentangalat kontrasepsi Non-MKJP, terutama pil dan suntikan, sebagian kecil yang mengetahui kondom.“Pil doang...” (Sailah, Ibu/mertua peserta tidak KB Ds.Lelede, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“Ini kan suntikan, pil…apa ini kondom? Saya ndak pernah liat”.(WM ibu/mertua peserta KBDs.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)“Pil sekali caranya dimakan. Suntikan tiga bulan sekali. Kondom, kan orang laki tempatnyadipakai” (WM ibu/mertua peserta KB Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“Pil, IUD, suntikan. Kalau kita makan pilngantukkepingin tidur. Ini jaje [digunakan untuk jajanlaki-laki hidung belang]”( WM Ibu peserta tidak KB Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.LombokBarat)

Pengetahuan MKJP pada PUS dan orang tua/mertuaSebagian besar peserta diskusi kelompok pasangan usia subur (PUS), baik yang menggunakanalat kontrasepsi maupun tidak, mampu menyebutkan alat kontrasepsi jangka panjang sepertiimplan atau IUD dengan sebutan IUD, namun sedikit yang menyebutkan metoda operasi sepertikutipan berikut.“IUD, cuma tahu saja…Gak pernah coba. Itu yang dimasukin dari bawah..” (FGD Ibu Tidak-KBDasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)“IUD, dengar aja tidak pernah lihat…”( FGD Ibu-KB Ds.Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.LombokBarat)“Sayatan beladik sikne [disayat pakai pisau disini, implan]”( FGD Ibu KB Ds.Banyumulek,Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“Tahu semua....IUD, implan” (FGD Ibu Tidak KB Ds.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.LombokBarat)Sebagian kecil ibu atau mertua perempuan yang diwawancarai dalam studi ini mengetahuitentang MKJP, terutama implan dan IUD. Sedangkan metoda operasi kurang dikenal, sepertikutipan berikut.“Sa’embe no IUD (yang mana itu IUD). IUD kan 5 tahun itu?” (WM Ibu peserta KB Dasantereng,Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)“Napi- napi wah, besuntik apemasang[apa-apa aja, suntikan atau masang]”(WM Ibu pesertaTidak KB Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)

C.3 Penerimaan jenis alat kontrasepsiBerdasarkan teori diffusion of innovation, beberapa karakteristik yang berhubungan dengan alatkontrasepsi dikelompokkan ke dalam: (1) keuntungan relatif; (2) kompatibilitas; (3)kepraktisan dan kemudahan penggunaan; (4) kemungkinan bisa mencoba; dan (5) hasil yangnyata, seperti yang diuraikan berikut ini:Non-Metoda Kontrasepsi Jangka PanjangBeragam alasan mengapa pasangan usia subur memilih Non-MKJP. Alasan ini diperoleh daridiskusi kelompok terarah, baik kelompok ibu maupun bapak yang menggunakan KB. Alasanditinjau dari sisi keuntungan relatif, kompatibilitas, kepraktisan, kemungkinan mencoba, danhasil yang nyata. Berikut uraian alasan tersebut beserta kutipan ungkapannya.

39

Keuntungan relatifSuntik atau pil dipilih karena memiliki keuntungan relatif bagi penggunanya seperti relatifaman, relatif murah, dan mudah diperoleh. Seperti diungkapkan dalam kutipan berikut:“Itu sudah, yang suntik ini saya anggap paling aman sudah..” (FGD bapak KB Ds.Banyumulek,Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“Saya setia dengan pil saya sehat dengan pil” (FGD bapak KB Banyumulek, Kec.Kediri,Kab.Lombok Barat)“[suntik] nyocok di badan” (FGD ibu KB Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)

KompatibilitasAntara pil dan suntik, umumnya masyarakat memilih suntik karena kejadian di masyarakatbiasanya pil lebih sering gagal. Pilihan jenis suntik karena kebanyakan akseptor pil mengalamikegagalan karena lupa. Faktor kebanyakan ini menjadi salah satu alasan pilihan jatuh padasuntik, seperti dalam kutipan berikut:“Menurut dia pil seperti itu, biar pun rajin minum pil tau-tau jadi (hamil) …makanya sayasuruh dia suntik” (FGD bapak KB Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)

Kepraktisan dan kemudahan penggunaanInforman bidan desa mengakui bahwa MKJP sering dianjurkan bila peserta KB sering datangterlambat dari jadwal. Temuan ini sesuai dengan pengakuan peserta diskusi kelompok terarahibu yang menyebutkan suntik lebih diunggulkan karena dirasakan lebih praktis dalampemasangan, penggunaan, selain tidak memerlukan disiplin dibandingkan dengan MKJP, sepertikutipan berikut:“Kalau implan ndak berani saya bu. Ndak berani pas diginian itu, kalau disayat-sayat itu.” ( FGDibu KB Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“Kalau saya lebih aman suntik, karena sudah ada batasnya, kalau pil bisa lupa, pas lupanya itubisa jadi tapi kalau suntik lebih aman dia” (FGD bapak KB Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.LombokBarat)“Pernah saya lihat dulu ada orang di Narmada kan dibuka..karena bengkak..makanya saya bilangndak usah pasang itu, lebih baik suntik, kita ke dokter(FGD bapak KB Ds.Banyumulek, Kec.Kediri,Kab.Lombok Barat)

Kemungkinan untuk mencobaPil atau suntik dipilih karena dirasakan lebih mudah dihentikan sehingga ada kemungkinanuntuk bisa mencoba yang lain, mudah dilepas bila hendak hamil lagi, seperti kutipan berikut:“Pakai suntikan aja begitu… misalkan kalau punya anak gampang gitu ndak terlalu lama.. (FGDibu KB Desa Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“..Tidak dikasih lagi pasang sama suamikarena terlalu lama” (FGD ibu KB Desa Banyumulek,Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“Paling praktis… Kalau berhenti itu gampang…kalau pil itu kadang orang itu lupa…” (FGD ibu KBBanyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)

40

Hasil yang nyataPil atau suntik dipilih karena dirasakan lebih terlihat hasilnya, baik karena “nyata hasilnya”harus dihindari karena sering gagal seperti pil, maupun “nyata hasilnya” karena efeksampingnya yang tidak terlalu besar dibandingkan dengan yang lain, seperti kutipan berikut:“Pil itu yang sering gagal karena mudah lupa..biasa minum malam mis

alnya..kalau ketiduran ya lolos” (FGD Ibu KB Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“Ada (suntikan) yang sebulan, itu halangan cuman sedikit-sedikit, gak lancar yang 3 bulan gakpernah saya pakai mangkanya perut saya gendut” (FGD Ibu KB Dasantereng, Kec.Narmada,Kab.Lombok Barat)“Saya pakai pil, dulu saya pakai suntikan tapi pusing, saya ganti” (FGD Ibu KB Ds.Dasantereng,Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)“Setelah ganti suntik? Sederhana dia, ndak kurus, ndak gemuk” (FGD Bapak KB Banyumulek,Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“[pake pil] bisa mens setiap bulan” (FGD ibu KB Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“tapi seperti kata saya tadi itu pakai suntikan itu terkadang bisa hamil lagi..” (FGD ibu KBDasantereng, Kec. Narmada, Kab. Lombok Barat)

Metode Kontrasepsi Jangka PanjangBeragam alasan mengapa pasangan usia subur memilih MKJP. Alasan ini diperoleh dari diskusikelompok terarah, baik kelompok ibu maupun bapak yang menggunakan KB. Alasan tersebutmeliputi keuntungan relatif, kompatibilitas, kepraktisan, kemungkinan mencoba, dan hasil yangnyata. Berikut uraian alasan tersebut beserta kutipan ungkapannya.Keuntungan relatifIUD atau implan dipilih karena memiliki keuntungan relatif aman bagi penggunanya, tidakmudah lupa, dan relatif murah. Seperti diungkapkan dalam kutipan berikut:

“saya berpindah ke implan, gak apa-apa sudah nyaman saya jadinya, tiap bulan datang bulanterus aman dah bu” (FGD Ibu KB Ds.Dasantereng, Kec. Narmada, Kab.Lombok Barat)“Kalau saya pakai IUD yaa. Kalau setiap bulan pakai suntikan Rp.20.000,-kalau saya kalikanberapa dah uangnya itu satu tahun? ” (FGD ibu KB Ds.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.LombokBarat)“Ya seperti kata pak sahlan tadi memang dari segi ekonomi ya mengurangi, yang biasanya 3bulan sekali kita bayar Rp.10000,- terus kemarin naik Rp.15000,- gitu” (FGD bapak KBDasantereng Kec. Narmada, Kab.Lombok Barat)

KompatibilitasPilihan MKJP seringkali dihubungkan dengan kebiasaan yang berkembang di daerah. Seperti diBanyumulek karena kebanyakan perempuan bekerja sebagai pengrajin gerabah, merekamenghindari IUD karena tidak biasa digunakan, seperti kutipan berikut:“alasan disini ndak pernah pake IUD karena kan ndak boleh ngangkat berat-berat, sementaraorang sini kan kerja gerabah..ngangkat berat-berat, itu penyebabnya” (FGD bapak KBBanyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)

41

Kepraktisan dan Kemudahaan PenggunaanMKJP dipilih karena dirasakan lebih praktis, tidak perlu digunakan setiap hari atau kemudahandigunakan, seperti kutipan berikut:“…kalau pil itu kadang orang itu lupa…” (FGD ibu KB Desa Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.LombokBarat)“cuman saya suka lupanya parah, akhirnya setelah lama dipikir yaaa saya beraniin diri dahpakai IUD” (FGD ibu KB Dasantereng, Kec. Narmada, Kab.Lombok Barat)“Apa cuman mau keringanan kerja [tidak direpotkan dengan urusan KB setiap bulan]” (FGD ibuKB Desa Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)

Kemungkinan untuk mencobaSebagian akseptor yang akhirnya memilih MKJP, seperti MOP justru karena sudah mencobametoda lain dan tidak ada pilihan lain yang cocok atau merasa sudah cukup mantap denganjumlah anak yang dimiliki, seperti kutipan berikut:“Istrinya ga cocok sama KB[apa pun] bu, akhirnya jadi dia [suaminya] sendiri yang punyakesadaran [untuk MOP]” (FGD bapak Ds.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)“[pake MOP] karena sudah cukup anak” (FGD bapak Dasantereng, Kec. Narmada, Kab.LombokBarat)

Hasil yang nyataImplan dipilih karena dirasakan memberikan hasil yang nyata seperti tidak perlu terus menerusdisuntik dan terhindar dari kegemukan, seperti kutipan berikut:“Dulu suntikan ribet, terus di suntik-suntik terusmerasa sakit sekali bekas suntikannya, jadi sayaberpindah ke implan, gak apa-apa sudah nyaman saya jadinya, tiap bulan datang bulan terus amandah bu” (FGD ibu KB Ds.Dasantereng, Kec. Narmada, Kab.Lombok Barat)“Saya dulu pakai suntikan tapi saya merasa ribet, saya makai implan saja, tiap bulannya sayadatang bulan, cocok saya kan perut saya gak gendut, berarti saya ini cocok makainya” (FGD ibuKB Dasantereng Kec, Narmada, Kab. Lombok Barat)

C.4 Proses pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan dalam ber-KBSiapa pengambilan keputusan dalam ber-KB sangat tergantung hubungan di dalam keluarga.Sebagian pengambilan keputusan diambil secara bersama suami-istri, sebagian mengikutianjuran suami, namun ada juga yang istri sendiri yang mengambil keputusan.Keterlibatan suami istri dalam pengambilan keputusan

Suami-istri bersama-samaSebagian besar pasangan suami dan istri mengambil keputusan secara bersama dalam ber-KB,sedangkan suami hanya mengingatkan saja, seperti dalam kutipan berikut.“Dari dua-duanya (suami dan istri), dia yang nyuruh saya karena ada programnya itu bu saya mauikut, karena mengingat saya kalau sering melahirkan itu suka sakit-sakitankan, Alhamdulillahsekarang gak pernah” (FGD Ibu KB Ds.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)“Berdua , sama-sama bu..” (FGD Ibu KB Ds.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)

42

“Ada sih saya [saran dari suami] juga ‘kamu jangan ndak pakai KB ya’…” (FGD Ibu KBDs.BanyumulekKec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“jadi kan sebelum dia [istri] masang, kita kompromi lah dulu sama si istri kan” (FGD Bapak KBDs.Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)

Suami sebagai pengambil keputusanSebagian peserta lain menyebutkan mengikuti anjuran suami baik untuk menggunakan,melepaskan atau mengganti alat KB. Bila alasan ini dipilah lebih lanjut anjuran suamimempunyai beragam alasan, karena suami ingin istri hamil lagi, istri takut dimarahi suami, ataupertimbangan suami yang menyebut bahwa istrinya terlihat gemuk, seperti kutipan berikut.“Nengke wah ne belek anak ne “sekeno bae bi suntik ade bi nganak malek” [sekarang saja sudahbesar anaknya, dia [suami] bilang “berhenti sudah suntik supaya kamu hamil lagi”] (FGD Ibu KB,Ds.Banyumulek)“Kalau saya, suami harus diturutin kalu tidak dimarahi kita. Pernah saya mau coba implan tapisuami saya gak mau, suami saya bilang nanti jelek lengannya cuman dikasih saya pakai pil,suntikan, sama IUD” (FGD Ibu KB, Ds. Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)“Kalau saya seperti tadi itu, gara-gara dia [istri] kelewatan gemuk, saya [suami] suruhpindah” (FGD Bapak KB, Ds.Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“.. Kalau suami ndak menganjurkan, ndak berani istrinya” (FGD bapak KB Ds. Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)

Istri sendiriNamun, ada juga sebagian suami yang menyerahkan sepenuhnya pilihan KB kepada istri karenamementingkan kenyamanan istri. Dengan demikian istri sendirilah yang mengambil keputusandalam menentukan jenis KB yang digunakan, seperti penuturan berikut:“Terserah… (kata suami) kamu duan mbe sak angen bi [kamu saja mana menurut hati kamu]”(FGD Ibu KB, Ds.Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“Kalau saya pakai alat-alat ini kesadaran sendiri gak pernah konsultasi sama orang lain” (FGDIbu KB Ds.Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)“Suami saya dia setuju saja kalau saya pakai apa-apa aja, yang penting sayanya yang makai itunyaman” (FGD Ibu KB, Ds. Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)“itu sudah, kita nyuruh, kalau dia mau ya pake, ndak kita paksa dia..walapun kita nyuruh..kalau diandak mau ..ndak kita paksa” (FGD Bapak KB, Ds.Banyumulek, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)

Peran orang tua dalam pengambilan keputusanHasil wawancara dengan ibu atau mertua perempuan dari anak yang ber-KB menunjukkanbahwa umumnya informan ibu atau mertua menyebutkan anaknya sendiri yang memutuskanuntuk ber-KB atau bersama suami mereka, seperti kutipan berikut:“Ndak ada.. kemauan mereka sendiri saja. Yaa keinginan sendiri” (WM ibu/mertua dari Hundiah,Ds.Banyumulek, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)“Hundiah kan maunya ber-KB agar bisa besaran dulu anaknya kalau gak ber-KB nanti kecil-kecilanak kita… nanti hamil lagi” (WM ibu/mertua dari Hundiah, Ds.Banyumulek, Kec.Kediri,Kab.Lombok Barat)Biasanya ibu atau mertua perempuan hanya mendapat kabar bahwa anaknya akan ber-KB atausekedar berbagi cerita saja sehingga orangtua tidak memberikan saran khusus. Seperti kutipanberikut:

43

“Ndak, cerita doang. Ndak pernah [kasih saran].. kalau suaminya setuju, saya setuju (WM ibumertua PUS tidak KB Ds.Lelede, Kec.Kediri, Kab.Lombok Barat)Keyakinan terhadap berkurangnya risiko jika ber-KBSaat ditanya tentang kemungkinan apa yang terjadi bila tidak ber-KB atau berhenti ber-KB,umumnya seluruh repsonden sepakat bahwa berhenti ber-KB akan menyebabkan kehamilan,seperti kutipan berikut:

“Hamil kalau berhenti ber-KB” (WM ibu/mertua Hundiah, Ds.Banyumulek. Kec.Kediri,Kab.Lombok Barat)“Ada yang kawin [dia] istri kedua, terus saya ajak KB tapi dia gak mau, akhirnya dia hamil...”(FGD Ibu KB, Ds. Dasantereng, Kec.Narmada, Kab.Lombok Barat)“Kalau ndak ber-KB setiap tahun sih bu [punya anak]....” (Ds.Banyumulek, Ked.Kediri, Kab.Lombok Barat)

Saat ditanya tantang keyakinan risiko hamil akan berkurang bila ber-KB, sebagian besarmenyebutkan yakin bisa mencegah kehamilan, namun sebagian kecil menyebutkan kurangyakin sehingga kehamilan mungkin bisa terjadi, seperti kutipan berikut:“Ee 100 persen yakin, seyakin-yakinnya kalo implan, kalau ndak yakin ndak sampai seginitahunnya [sudah lama tidak hamil lagi]…” (FGD Ibu KB, Ds. Banyumulek, Kec. Kediri, Kab.LombokBarat)“Saya sih baru makai,yakin sih ndak begitu yakin, kalau Allah kasih kita hamil ya hamil….” (FGDIbu KB, Ds.Banyumulek, Kec. Kediri, Kab.Lombok Barat)“Selalu yakin soalnya saya gak mau lupa dah, gitu saya tetap minum” (FGD Ibu KB, Ds.Dasantereng, Kec. Narmada, Kab. Lombok Barat)“Kayaknya pil cepet hamil kalau lupa.”( FGD Ds.Banyumulek, Kec. Kediri, Kab.Lombok Barat)

Hambatan dalam pengambilan keputusanBeberapa hambatan terkait dengan pengambilan keputusan terkait dengan kurangnyaketerpaparan dengan informasi, pendapat terhadap nilai sosial anak, atau adanya keinginanjenis kelamin tertentu. Berikut uraian di Kabupaten Lombok Barat.Kurang pengetahuanKurangnya keterpaparan informasi yang memadai merupakan salah satu penyebab akseptortidak memilih salah satu jenis alat kontrasepsi. Misalnya di Banyumulek laki-laki tidakmengenal kondom dan cara memakainya. Pada FGD kelompok ibu, sejumlah pertanyaan yangmuncul selama diskusi memperlihatkan ketidaktahuan tentang ibu-ibu mengenai metodaoperasi KB, seperti kutipan berikut:

“kondom aja [belum tahu], tumben saya liat kondom ini, cumin liat iklan di tv kondom sutra... dancara makenya ndak tau...” (FGD Bapak KB, Ds.Banyumulek, Kec. Kediri, Kab. Lombok Barat)“Ya kalau seperti yang operasi…. Jadi kalau ingin punya anak lagi dioperasi lagi ya bu kayakitu?” (FGD ibu KB, Ds. Banyumulek, Kec. Kediri, Kab. Lombok Barat)“Karena khan kalau disteril harus dioperasi… bisa tidak ndak pakai operasi bisa steril?” (FGDibu KB, Ds. Banyumulek, Kec. Kediri, Kab. Lombok Barat)

Nilai anakJumlah anak menentukan pengambilan keputusan. Sebagian PUS beranggapan bahwa banyakanak bermanfaat pada masa tua untuk menjaga atau merawat orang tua. Apalagi bila petugas

44

kesehatan yang seharusnya menjadi contoh mempunyai jumlah anak yang tidak sesuai anjuranprogram, seperti kutipan berikut:“dulu capek anaknya kecil-kecil....yaa sekarangkan rumahnya sudah bisa dicariin sama anaknya[dibuatkan rumah], soalnya dulu gak pakai KB dulu...” (FDG Ibu Tidak KB, Ds.Lelede, Kec. Kediri,Kab. Lombok Barat)“Kalau masih kecil rumit,repot soalnya masih kecil-kecil, kalau sudah besarkan yaaa berhentisekolah cari kerjaan banyak menghasilkan uang…” (FGD Ibu Non-KB Ds.Lelede, Kec.Kediri,Kab.Lombok Barat)“Orang yang diPuskesmas aja gak mau dia punya anak dua, tiga dia mau katanya kurang rame”(FGD ibu KB Dasantereng Kec. Narmada, Kab. Lombok Barat)

Menginginkan anak laki-laki atau perempuanJenis kelamin anak menentukan pengambilan keputusan terkait dengan jumlah anak yang akandilahirkan. Sebagian PUS beranggapan anak perempuan lebih menyayangi orang tua daripadaanak laki-laki, seperti kutipan berikut:“Yakalau kita lihat kebanyakan yang [sayang] sama orang tua itu adalah perempuan kalaulaki-laki kebanyakan gitulah kurang perhatian..” (FGD Bapak Ds.Dasantereng, Kec. Narmada,Kab.Lombok Barat)“Nah saya pengen yang perempuan soalnya anak saya laki saja, coba dah lagi sekali…” (FGDBapak Ds. Banyumulek, Kec. Kediri, Kab. Lombok Barat)

D. PEMBELAJARAN DARI DESA MKJP TINGGI DAN RENDAHPengamatan dan temuan selama di lapangan memperlihatkan adanya beberapa perbedaannyata antara kedua kecamatan studi yaitu Kecamatan Narmada yang mempunyai proporsi MKJPtinggi dan Kecamatan Kediri yang mempunyai proporsi MKJP rendah, antara lain:Sumber daya manusia (PLKB)Sebenarnya dari segi jumlah, usia, dan pelatihan yang diterima PLKB, kondisi kedua kecamatantidak jauh berbeda. Keduanya mempunyai jumlah PLKB yang terbatas dan terancam berkurangpada masa mendatang karena PLKB yang semakin tua. Namun tampaknya ada perbedaansemangat tim PLKB dalam bekerja pada kedua kecamatan. Hasil wawancara dengan KUPT KBmemperlihatkan bahwa Ka UPT KB Kecamatan Narmada lebih inovatif dan kreatif. Misalnyaadanya terobosan menjadikan pertemuan mingguan sebagai wahana pembelajaran antar PLKB.Terobosan lain yang diusulkan adalah membuat pelayanan dinamis untuk menyiasati PerdaNo.4/2011 sehingga tidak perlu membayar pelayanan MKJP. Selain itu secara pribadi KUPT KBKecamatan Narmada rupanya patut ditiru karena memberi contoh sebagai peserta KB lestaridengan menggunakan MOP. Tidak mengherankan tidak ada kesulitan mempromosikan MOPbagi PLKB. Cakupan MOP di kecamatan ini pun lebih tinggi dibanding kecamatan yang lain.Karakteristik masyarakatSecara umum masyarakat Lombok Barat cukup religius. Khususnya Kecamatan Kediri dikenalsebagai “kota santri” karena sangat kental dengan nilai-nilai agamis, banyak terdapat pesantren,dan pendapat dari tuan guru masih sangat diikuti. Sebenarnya tidak ada hambatan dalammengenalkan program KB pada kedua kecamatan tersebut, namun Non-MKJP menjadi lebihdisukai dibandingkan MKJP karena anggapan atau pendapat dari tuan guru. Tidakmengherankan bila Kecamatan Kediri mempunyai cakupan yang lebih rendah untukpenggunaan MKJP. Keadaan ini diakui oleh petugas kesehatan dan ketua PKK kecamatan.Bahkan Ketua PKK Kecamatan menyebutkan kesuksessan promosi KB di Kecamatan Kediriharus mengikutsertakan para tuan guru tersebut.

45

Daerah akses mudah vs terpencilSebenarnya tidak ada daerah terpencil atau akses sulit pada kedua kecamatan, namun khususKecamatan Narmada mempunyai dua Puskesmas yang siap melayani masyarakat. Walaupunluas, Kecamatan Narmada mempunyai dua Puskesmas sehingga wilayah kerja terbagi menjadidua. Pembagian wilayah seperti ini tampaknya mempermudah bidan koordinator dalammelakukan pelayanan di Puskesmas dan berkoordinasi dengan para bidan desa.Di kedua kecamatan juga menerapkan cara distribusi alat kontrasepsi yang berbeda. KecamatanKediri memberlakukan satu pintu, semua bidan desa dan klinik hanya dapat memperoleh alatkontrasepsi melalui Puskesmas. Sedangkan Kecamatan Narmada memberlakukan banyak pintu,semua bidan dan klinik dapat memperoleh alat kontrasepsi langsung dari PLKB kecamatan.Masing-masing bidan dapat berkomunikasi langsung dengan PLKB terkait dengan ketersediaanalat kontrasepsi. Nampaknya strategi yang diterapkan Kecamatan Narmada justru menjaminketersediaan alat kontrasepsi dengan cepat di pelayanan kesehatan dan bidan desa.Kinerja petugas kesehatanKedua Puskesmas mempunyai bidan koordinator, namun nampaknya bidan koordinator diKecamatan Narmada lebih baik dalam melakukan kerjasama dengan bidan desa. Hal ini terlihatdari adanya penetapan keharusan OJT (on the job training) bagi bidan desa yang belum mampumemasang implan atau IUD di desa. Puskesmas Narmada juga menerapkan keharusan satubidan Puskesmas untuk memantau kinerja 3-4 bidan desa. Nampaknya mekanisme ini cukupmenjadi jaminan bidan desa menjadi lebih baik dalam melakukan pelayanan.4.3 DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARATA. Ringkasan hasil penelitian di tingkat provinsi dan kabupatenSelain melakukan wawancara pada pemangku kepentingan di tingkat provinsi, dilakukan pulapenelitian kualitatif di tingkat kabupaten. Tiga kabupaten terpilih adalah Kabupaten Tuban,Lumajang dan Kediri. Di bawah ini di tampilkan matriks ringkasan dari hasil penelitiankualitatif, dimana laporan lebih rinci untuk masing-masing kabupaten akan diuraikan padabagian selanjutnya.Tabel 4.10 Ringkasan hasil penelitian kualitatif di Provinsi Nusa Tenggara Barat

No. Topikbahasan Propinsi Kabupaten

Lombok Barat Lombok Timur SumbawaA. Gambaran Umum Cakupan KB1. Cakupan KBdanpermasalahannya

Alat kontrasepsiuntuk semuamasyarakat NTBditanggung dariPusat Prioritasmeningkatkan IPM Komitment tinggi

Alat kontrasepsi untuksemua masyarakat NTBditanggung dari Pusat Prioritas meningkatkanIPM Komitmen tinggi Kawin usia muda, ceraiadalah biasa

Alat kontrasepsi untuksemua masyarakat NTBditanggung dari Pusat Prioritas meningkatkanIPM Komitment tinggi Tingkat kawin ceraitinggi, sehingga jumlahanak menjadi banyakjuga

Alat kontrasepsiuntuk semuamasyarakat NTBditanggung dariPusat Prioritasmeningkatkan IPM Komitment tinggi Budaya kawin ceraijarang2. PersepsitentangMKJP versusnon-MKJP

Masyarakat masihlebih menyukainon-MKJP Trend LAPM naik sedikit Pola preferensi jenis KB:Perkotaan preferensidesa terpencil (aksessusah) lebih didorongMKJP

Trend MKJP naik banyakterutama implan Daerah terpencil untukmasyarakat nelayanlebih sulit diubah keMKJP

Trend LAPM naik Pola preferensi jenisKB: Perkotaanpreferensi desaterpencil (aksessusah) lebihdidorong MKJP

B. Manajemen Program KB1. Kebijakandan alokasianggaran Gubernur bisamemegangkomitmentkabupaten dan Bupati komit, setiap bulanakan memantau semuaprogram termasuk KB Alokasi dana BKBPP:

Bupati komit denganprogram KB anggaranBPPKB selalu dipenuhimisalnya: Bupati komit denganprogram KB BKBPP Dana cukup

46

No. Topikbahasan Propinsi Kabupaten

Lombok Barat Lombok Timur Sumbawamengikat-nyadengankesepakatan Penekanan pada programmasyarakat Kantor UPTKBkecamatan untuk koordPLKB di bangun kantorasal ada lahannya,petugas diberi sepedamotor dan laptop2. Pengadaandandistribusialatkontrasepsi Pengadaan daripusat Dinkesmenyarankanagar distribusilewat dinkes,namun hanyabertahan setahun.

Pengadaan dari pusat Dua cara dikecamatan:Lewat Puskesmas diapotiknya atau gudangatau melalui KUPTKBtingkat kecamatan

Pengadaan dari pusat Distribusi alatkontrasepsi lewatPLKB ke desa sehinggaada kebiasaan bidanmemberikan transportuntuk daerah-daerahyang jauh Dana distribusi PLKB 1juta.

Pengadaan daripusat Dikahawatir-kanmasih terjaditransaksi dalampendistribusian alatkontrasepsi lewatPLKB ke desa, walausudah ada danatransportasinya. Persediaan pil dansuntik kurangkarena masihbanyak diminati3. PelayananKB Sektor swastamendukung MKJP Swasta mendukung MKJPwalau belum didukungBPPKB untuk alat KIEnya Klinik swasta bersifatCBO

BPS mendukung MKJP Di tingkat RS MKJPsangat terungkitmengungkit denganadanya Jampersaldan IUD pascapersalinan4. Sumber DayaManusia 1 bidan satu desa 1 PLKB untuk 1-2 desa;tidak ada regenerasi Kewenangan bidan tidakada masalah, kecuali KBpasca plasenta harusyang dilatih Pelatihan CTU baru 30%

Jumlah bidan cukup PLKB kurang karenapemekaran wilayah,125 PLKB untuk 254desa Kewenangan bidantidak ada masalah. Pelatihan CTU baru30% Bidan yang belumdilatih berlatih padabidan terlatih untukKB pasca plasenta Perawat banyak yangmemberikanpelayanan suntik KB

165 desa 68%tercover bidan. Ada rencana untukmengaktifkan bidanKB PLKB sangat kurang1:4 Pelatihan CTU baru30%

5. KerjasamaAntarInstitusi Dinkes, BP3KB,BKKBN BKKBN dianggapkurangkoordinasiterutama untukpelatihan BKKBN merasalebih inferiorsecara struktural

Koordinasi baik, tidakada masalah dilapangan. BKBPP tidak adamasalah juga.

Koordinasi baik. Pilar utama KB: PKK,Dinkes dan BP2KB Koordinasi baik,

Pilar utama KB: PKK,Dinkes dan BKBPPterutama dalammendukungmomentum KB Potensi CSRNewmount untukmembiayai posBKB6. Menciptakankebutuhan Anggaranpromosi KB adadi BKKBN walautidak besar

Penggunaanmomentum KBoleh BKKBNuntuk promosimengganggudinkes karenatenaga yangdigunakan bidanPuskesmas juga

Pemutaran film sebelumpelayanan dinamis(bidan serempak datangke Poskesdes untukMKJP) Dinkes unggulannyakelas bumil dan KB pascapersalinan dipromosikan Kotbah Jumatmenyinggung KB Grebeg pasar:Model ini tidak disukaidinkes; banyak keluhankarena kualitaspelayanan kurang.

Hari kesatuan gerakPKK, dinkes dan KBsetahun sekalipelayanan masal Ulang tahun CBOpelayanan masal PLKB dan kaderbersama-samamemantau bumil danmenyarankan KB Selaparang TV untuktiap dinasPutar film

Pospa BKB: IntegrasiPosyandu, Paud danKB Momentum KB Penyuluhan olehbidan mulaidigencarkan kembali Belum ada promosikhusus baik daridinas maupun unitKB terutama untukMKJP Blusukan ibubupati/PKKKabupaten dijadikansarana untukpromosi MKJPdengan membawapasangan KB Lestari

47

No. Topikbahasan Propinsi Kabupaten

Lombok Barat Lombok Timur Sumbawa7. PencatatandanPelaporan Yang dicatatBKBBN lengkap,tapi dinas hanyaKB aktif dan KBbaru tidak dibagiperkatagori alat.Unmett needtidak ada, fokuspada kegagalan.

Puskesmas punya dataperalat kontrasepsi(F2KB) namun untukdilaporkan ke BKKBN Puskesmas punya dataperalat kontrasepsi(F2KB) namun untukdilaporkan ke BKKBN

Puskesmas punyadata peralatkontrasepsi (F2KB)namun untukdilaporkan keBKKBN

B. Penerimaan masyarakat terhadap alat kontrasepsi (difusi inovasi)Tabel di bawah ini merupakan rangkuman perspektif masyarakat terhadap alat kontrasepsi.Berikut uraian perspektif masyarakat dari sisi keuntungan relatif, kenyamanan, kepraktisan,kemungkinan dicoba dan hasil yang nyata. Semakin banyak perspektif positif yang muncul dimasyarakat menunjukkan umumnya alat kontrasepsi tersebut semakin digemari dandigunakan.Tabel 4.11 Penerimaan masyarakat terhadap alat kontrasepsi (difusi inovasi)Penilaian masyarakat

Alat kontrasepsi

Pil Suntik Kondom IUD Implan MOW MOP

Keuntungan relatifMurah dalam jangka pendek +++ + ++ +/- +/-- +/--- +/---Mudah diperoleh +++ ++ + + + +/-- +/--Kenyamanan dalampenggunaan + - + + ++ ++KompatibilitasTidak perlu buka aurat +++ + --- ++ --- ---Banyak digunakan dimasyarakat/keluarga ++ +++ -- ++ + - -Tidak dilarang suami/istri ++ + +/-- +/- +/--- +/---Tidak dilarang agama + + +/-- +/-- +/-- +/--Kepraktisan dan kemudahan penggunaaanTidak perlunya kepatuhan --- -- + + ++ ++Tidak perlu digunakan tiaphari --- + + + ++ ++Mudah digunakan (tdk perluoperasi) +++ ++ +++ - -- --- ---Kemungkinan bisa mencobaGampang berganti/berhenti +++ ++ +++ - -- --- ---Hasil yang nyataKeberhasilan --- -- + + ++ ++Tanpa efek samping -- -- +/- +/-- +/-- +/--Berdasarkan perspektif klien, metode kontrasepsi jangka pendek (non-MKJP) seperti pil dansuntik dinilai mudah diperoleh, murah, tidak perlu buka aurat, banyak digunakan masyarakat,mudah digunakan (tidak perlu operasi atau tindakan invasif) dan mudah berganti ke alatkontrasepsi lain bila menginginkannya atau bila ingin hamil lagi. Sedangkan pada MetodeKontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) seperti IUD, implan dan MOW, ditemukan adanya larangan

48

dari suami. Hal ini berbeda dengan pil dan suntik yang secara umum tidak ditemui adanyalarangan tersebut. Berdasarkan kepraktisannya, pil dinilai masih membutuhkan kepatuhanuntuk minum setiap hari dan tingkat keberhasilan pil dinilai rendah.Sebagian informan menilai bahwa IUD dan implan cukup murah (bagi akseptor KB pemerintah),namun sebagian lain menyatakan cukup mahal (untuk akseptor KB mandiri). IUD dan implanmudah diperoleh, namun dalam pemasangan membutuhkan tindakan yang invasif oleh karenaitu masyarakat cenderung takut untuk menggunakannya. Kedua alat kontrasepsi ini jugadiasosiasikan dengan berbagai efek samping. Dibandingkan non-MKJP, akseptor IUD dan implandisebutkan akan lebih sulit berganti alat bila suatu saat ingin memiliki anak. Tingkatkeberhasilan IUD dan implan dinilai lebih baik dibandingkan non-MKJP.Diantara MKJP, informan yang menggunakan MOW/MOP berpendapat bahwa alat kontrasepsiyang digunakan cukup nyaman, hanya diperlukan sekali tindakan. MOW/MOP tidakmemerlukan kepatuhan dan ketelatenan seperti non-MKJP yang harus diminum setiap hari ataudisuntik secara rutin. Bagi akseptor KB Mandiri, tarif MOW dan MOP tergolong mahal. Keduametode kontrasepsi ini disebutkan memiliki tingkat keberhasilan yang paling tinggi, namunhampir tidak dapat berganti atau bila suatu saat akseptor ingin memiliki anak.Ditemukan adanya penilaian sebagian kecil masyarakat bahwa memasang MKJP (IUD, implandan MOW/MOP) bertentangan dengan norma dan agama. Penilaian ini berkaitan denganpendapat KB sebagai upaya menghalangi kehamilan sedangkan kehamilan merupakan ibadahdan pendapat terkait memasang IUD memperlihatkan aurat kepada orang lain. Umumnyainforman menyadari bahwa dari aspek kepraktisan, MKJP dinilai lebih praktis karena tidakperlu harus mengingat waktu pemakaian.Namun dari aspek cara penggunaannya, pil dan suntikdinilai lebih praktis karena penggunaannya bisa dihentikan kapan saja.Pil dan suntik dinilai gampang untuk dicoba, mudah diperoleh dan murah. Sebaliknya, IUD,implan dan MOW/MOP dinilai cukup repot untuk dipasang. Alat ini tidak untuk dicoba karenaakan repot melepasnya kembali bila ada masalah. Namun demikian mereka umumnyamengetahui bahwa MKJP lebih berhasil mencegah kehamilan dibanding non-MKJP.C. Kesimpulan dan saran tingkat provinsiKesimpulan Komitmen provinsi NTB untuk meningkatkan IPM sangat kuat. Karena itu programkesehatan dan pendidikan menjadi sektor pembangunan yang diutamakan. Koordinasi antara BKKBN, Dinas kesehatan dan BPPKB di tingkat provinsi harus diperkuatsehingga tidak ada tumpang tindih kegiatan. Gubernur saat ini cukup memiliki kewibawaan untuk mengatur seluruh kabupaten terkaitprogram-program guna untuk meningkatkan IPM dengan membuat Nota Kesepakatan danmoto yang dibuat oleh provinsi. Dengan perkataan lain desentralisasi sedikit berdampakterhadap variasi program di tingkat kabupaten. Sektor swasta belum banyak dilibatkan dalam program KB.Saran District Working Group (DWG) dapat digunakan untuk menjadi pemicu kerjasama antarinstansi, namun kendalanya adalah tidak tersedianya dana operasional. Mengembangkan mekanisme kerjasama dengan pihak swasta untuk menerima pesertaJamkesda atau Jamkesmas. Mengkaji dan memutuskan kewenangan bidan sehingga tidak merugikan pelayanan KBserta membuat aturan untuk perawat dalam kaitannya dengan pelayanan KB.

49

D. Kesimpulan dan saran tingkat kabupatenKesimpulanKomitmen Pemerintah Lombok Barat terhadap Program KB cukup baik. Program KBmerupakan salah satu kebijakan yang sejalan dengan kebijakan Provinsi NTB untuk menekanjumlah kematian ibu atau AKINO (Angka Kematian Ibu menuju Nol) dan AKBNO (AngkaKematian Bayi menuju Nol). Tidak mengherankan bila BKBPP cukup gencar menjalankanprogram KB di daerah dengan memperbanyak pelayanan, konsisten, dan melakukan inovasidalam kebijakan yang dijalankan. Tantangan terbesar justru berasal dari kondisi masyarakatsendiri seperti masih rendahnya rata-rata usia kawin dan masih tinggi angka kawin cerai.Umumnya masyarakat Lombok Barat sudah menerima program KB dengan baik. Namunumumnya masyarakat lebih menggemari kontrasepsi non-MKJP dibandingkan dengan MKJP.Pilihan ini terjadi karena umumnya tujuan menggunakan KB adalah menjarangkan kehamilanbukan membatasi kelahiran. Pada wilayah tertentu terdapat pilihan alat kontrasepsi favorit.Misalnya daerah IUD disukai pada daerah urban dengan penduduk PNS cukup banyak atauMKJP banyak dipilih bila banyak tokoh di desa juga menggunakannya. Ada anggapan tentangMKJP dan non-MKJP menurut persepsi petugas dan masyarakat. Namun demikian, anggapandari sisi petugas dan masyarakat ada kalanya tidak sejalan. Pilihan masyarakat terhadap non-MKJP lebih karena relatif menguntungkan, praktis, nyaman, umum dipakai ibu-ibu yang lain,dan memberikan manfaat yang nyata yang dirasakan seperti sedikit efek samping danmencegah kehamilan.Tidak ada hambatan dalam pengadaan dan distribusi alat kontrasepsi. Ketersediaan alatkontrasepsi didukung penuh karena adanya kebijakan total coverage dari pemerintah pusat.Alat kontrasepsi yang pernah mengalami stock-out (2012) adalah suntikan. Distribusi alatkontrasepsi di tingkat kecamatan ada yang menerapkan satu pintu dan ada yang banyak pintu.Sumber daya manusia (SDM) untuk pelayanan KB yang utama terdiri dari PLKB dan bidan.Umunya SDM ini dapat terpenuhi untuk seluruh wilayah, namun khusus tenaga PLKB diakuilama tidak ada formasi dan relatif sudah berusia tua. Tidak ada batasan kewenangan pelayananbidan. Semua bidan bisa melayani jenis alat kontrasepsi, kecuali MOP/MOW dan khusus KBpasca plasenta hanya bidan yang sudah dilatih.Pelayanan pemerintah diberikan secara gratis bagi non-gakin. Sedangkan non Gakin dikenaibiaya sesuai Perda No.4/2011. Sedangkan akseptor yang menghendaki alat kontrasepsi mandiridapat dilayani di pelayanan swasta dan dikenakan biaya tergantung Bidan Praktek Swasta(BPS) yang bersangkutan. Pelayanan KB memberikan konseling lengkap terutama bagi pesertaKB baru atau peserta KB lama yang sering tidak disiplin. Terkait dengan pencatatan danpelaporan, bidan desa mengeluhkan adanya pencatatan ganda untuk register KB dari BKBPPdan register kohort KB dari Dinkes.Kerjasama antar instansi untuk KB berjalan cukup baik. Koordinasi antara BKBPP dan DinasKesehatan di tingkat kabupaten berjalan baik. Demikian pula koordinasi di lapangan antarabidan desa dan PLKB nampak berjalan mulus.Kegiatan penciptaan kebutuhan dilakukan BKBPP beserta PLKB di tingkat kecamatanbekerjasama dengan PKK. Penciptaan kebutuhan antara lain menyediakan pelayanan gratis bagisemua akseptor tanpa harus terikat ketentuan Perda No.4/2011. Penciptaan kebutuhan laindilakukan di dalam masyarakat antara lain pemutaran film, diskusi kesehatan reproduksitermasuk KB di dalam masyarakat bersama PNPM Mandiri.SaranKegiatan untuk memperkuat kebijakan KB saat ini dirasakan cukup kondusif karena adanyadukungan yang kuat baik dari tingkat provinsi maupun kabupaten. Namun, sebaiknya perlumemperbesar “peran” tuan guru agar dukungan dari sisi masyarakat (demand site) menjadioptimal.

50

Penambahan pelayanan dan promosi KB perlu dilakukan untuk memperbesar minat terhadapMKJP. Kegiatan tersebut antara lain memperluas pelayanan gratis dan mempromosikanpelayanan pasca-plasenta. Di sisi lain, perlu mempromosikan KB dengan mengikutsertakan paratuan guru atau melalui kegiatan “blusukan” TP PKK, terutama pada daerah dengan akseptornon-MKJP yang masih tinggi.Promosi KB di dalam masyarakat perlu ditujukan untuk memperkecil anggapan yang salahtentang MKJP, baik yang berasal dari masyarakat dan anggapan yang berkembang di kalanganpetugas. Promosi juga dapat mengikutsertakan pengalaman dari akseptor KB lestari atau tokohmasyarakat yang menggunakan MKJP. Promosi dengan cara ini agar masyarakat lebih bisamenerima “hasil nyata” dari alat kontrasepsi.Kebutuhan tenaga medis untuk program KB (seperti bidan) nampaknya aman. Namun tenagamedis saja tidak memadai, kebutuhan tenaga lapangan (seperti PLKB) perlu menjadi perhatianpada masa mendatang. Salah satu cara menyiasatinya misalnya dengan menambah tenagaPLKB, memundurkan ketentuan usia pensiun bagi PLKB dari 55 menjadi 60 tahun, ataumemperbanyak PPKBD aktif di semua desa.

51

REFERENSI

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (Mei 17 2013). Aktifkan kembalikampanye "Dua Anak Cukup". http://www.bkkbn.go.id/View Berita.aspx?BeritaID=813.Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2012). Petunjuk teknis tata carapelaksanaan pelayanan kontrasepsi program kependudukan dan Keluarga BerencanaNasional. Jakarta: BKKBN.Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2011). Analisis lanjut faktor-faktoryang mempengaruhi penggunaan MKJP di enam wilayah Indonesia.Jakarta: BKKBNBadan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2012). Laporan pendahuluan SurveiDemografi Kesehatan Indonesia tahun 2012. Jakarta: BKKBNBKKBN NTB. (2009). Selayang pandang program KB nasional, Provinsi Nusa Tenggara Barat.Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Lombok Barat. (2013). Laporanbulanan pengendalian lapangan tingkat kabupaten/kota, Sistem InformasiKependudukan dan Keluarga (Siduga) Bulan Februari 2013. Lombok Barat: BKBPPBadan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Kediri. (2013). Rapatkerja daerah (Rakerda) tahun 2013. Kediri: BPPKBBadan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. (2010). RisetKesehatan Dasar 2010. Jakarta: Kemenkes RIBadan Pusat Statistik. (2010). Survei Sosial Ekonomi Nasional 2010.http://sirusa.bps.go.id/index.php?r=sd/view&kd=1558&th=2010Badan Pusat Statistik. (2010). Laporan eksekutif hasil Sensus Penduduk 2010.Badan Pusat Statistik et.al. (Desember 2012). Laporan pendahuluan Survei Demografi danKesehatan Indonesia 2012.Badan Pusat Statistik Kabupaten Lumajang. (2012). Kabupaten Lumajang dalam angka.Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat. (2011). Lombok Barat dalam angka.Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Timur. (2011). Lombok Timur dalam angka.Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumbawa. (2012). Sumbawa dalam angkaBadan Pusat Statistik KabupatenTuban. (2011). Kabupaten Tuban dalam angka.Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri. (2011). Profil kesehatan Kabupaten Kediri Tahun 2010.Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Data informasikesehatan Provinsi JawaTimurOkech, Timothy C., et.al. (2011). Empirical analysis of determinants of demand for family palnningservices in Kenya's city slums. Global Journal of Health Science Vol.3, No.2, October2011Pemerintah Dearah Lombok Timur.(2011). Laporan Penyelenggaraan Pemerintah DaerahPusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2013). Ringkasaneksekutif data dan informasi kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat.Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. (Juni 13, 2013).Program KB Nasional perlu dukungan semua pihak.http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/2321-program-kb-nasional-perlu-dukungan-semua-pihak.html

52

Rogers, M. Everett.(1962). Diffusion of innovations. Illinois: Free Press of GlencoeRosenstock, IM. (1966). Why people use health services, Milbank Memorial Fund Quarterly 44,94-124, 1966.Rosenstock IM. (1974). Historical origins of the health belief model, Health EducationMonographs 2:328-335, 1974.Satriani.(2012). Septi Satriana dalampergeseranmaknaperkawinanadatdalammasyarakatSasak.http://www.politik.lipi.go.id/in/kolom/politik-lokal/629-amak-bangkol-inak-bangkol-dan-merariq-pergeseran-makna-perkawinan-adat-dalam-masyarakat-sasak.htmlUnited Nations Development Program.(2008). Millennium Development Goals. Jakarta:UNDPhttp://www.undp.or.id/pubs/docs/Let%20Speak%20Out%20for%20MDGs%20-%20ID.pdf