Upload
dhian-getoh
View
46
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
fgvhbnjmk
Citation preview
Hidrat merupakan suatu padatan yang tersusun atas suatu molekul senyawa dengan
molekul air. Biasanya jumlah molekul air yang terdapat pada hidrat ini sudah tertentu
dan terikat dengan kation melalui atom oksigen atau pada anion atau spesies yang kaya
akan elektron melalui atom hidrogen. Pada umumnya senyawa hidrat akan melepaskan
air kristalnya apabila dipanaskan. Selain itu juga dapat diperoleh anhydrous (nin-hidrat)
yang sering memnunyai sifat-sifat yang berbeda. Beberapa logam transisi terbentuk
hidrida kategori ketiga, yaitu hidrida metalik. Senyawa ini pada umumnya bersifat non-
stokiometrik. Sebagaian besar senyawa hidrida dapat dipreparasi melalui pemanasan
logam dengan hidrogen dan dibawah tekanan tinggi.
Beberapa kation logam memiliki sifat asam jika dilarutkan dalam air. Misalnya ion
Fe3+ dalam air membentuk larutan asam berwarna kuning atau coklat. Pada tabel 1
memperlihatkan bahwa larutan Fe(III) memiliki sifat yang lebih asam dibandingkan
dengan HF. Keasaman dapat dikorelasikan dengan kekuatan polarisasi dari kation yang
bergabung tetapi modelnya merupakan penyimpangan dari model ionik. Kekuatan
keasaman kation dipengaruhi oleh perbandingan antara rasio tinggi muatan/ukuran
(misal Be2+, Al3+, Fe3+) atau juga dapat dilihat dari logam yang memiliki karakter
elektropositif yang rendah,
Tabel 1. Kekuatan keasaman kation (nilai Ka)
Sumber: Huheey, 1993Senyawa logam-logam transisi dengan tingkat oksidasi +2 dan +3 sering
dipertimbangkan ionik, namun tingginya muatan kation atau tingginya tingkat oksidasi
ini dan pengaruhnya pada polarisasi anion sekalipun hanya kecil mengakibatkan
beberapa oksida menunjukkan sifat asam dan senyawanya menjadi bersifat kovalen.
Sebagai contoh, Cr2O3 dam Mn2O3 menunjukkan sifat amfoterik, dan semakin tinggi
tingkat oksidasinya seperti pada CrO3 dan Mn2O7, oksida ini menjadi oksida
asam (Sugiyarto, 2009).
Adanya perbedaan muatan parsial yang semakin besar tentu akan menyebabkan
terjadinya polarisasi ikatan. Ion logam dalam H2O yang memiliki perbedaan muatan
tertentu, tentu akan mengalami polarisasi ikatan. Polarisasi ikatan akan mempengaruhi
kekuatan asam sebagai akibat dari polarisasi ikatan O-H dari H2O yang terikat.
Tabel 2. Data Jari-jari Atom dan Ionik
Z Ion Jari-jari atom
Jari-jari ion
Bilangan Koordinasi
2 4 6 8
13 Al3+ 118 - 53 68 -
27 Co2+ 116 - 72 89 -
29 Cu2+ 117 - 71 87 -
Sumber: Miessler & Tarr (2003)
Pada umumnya, ion logam yang memiliki muatan yang besar dan jari-jari yang
kecil merupakan asam yang lebih kuat. Logam alkali tidak memperlihatkan sifat asam,
alkali tanah yang memiliki bilangan oksidasi 2+ bersifat agak asam, unsur yang memiliki
bilangan oksidasi 3+ memiliki sifat lebih asam, unsur yang memiliki bilangan oksidasi
4+ atau lebih memiliki sifat asam kuat dalam larutan karena keberadaanya sebagai ion
yang teroksidasi. Berikut ini merupakan beberapa contoh ion yang terdisosiasi dalam
larutannya:
Tabel 3 Ka Beberapa Ion Logam
Logam hidroksida yang terlarut biasanya diukur keasaman kationnya. Kation asam
yang lebih kuat kurang melarutkan hidroksida. Biasanya, ion logam transisi 3+ cukup
asam untuk membentuk hidroksida yang mengendap dalam larutan yang agak asam yang
dibentuk ketika garamnya terlarut dalam air. Sedikit endapan terbentuk ketika larutan
tidak asam ditambahkan ke dalamnya. Ion yang terdapat dalam blok d dan yang memiliki
tingkat 2+ seperti Bo2+ dan juga Mg2+ mengendap sebagai hidroksida dalam larutan
netral atau sedikit basa. Alkali dan dan alkali tanah yang tersisa ( Kecuali Mg2+)
memiliki sifat asam yang lemah dan bahkan tidak berada pada skala asam ketika diukur
pH-nya.
Penentuan pKa setiap ion terhidrat adalah:
[M(H2O)6]x+ + H2O ↔ [M(H2O)5(OH)](x-1)+ + H+, atau
[M(H2O)6]x+ ↔ [M(H2O)5(OH)](x-1)+ + H+
Dalam kesetimbangan konsentrasi [M(H2O)5(OH)](x-1)+ = H+, maka
pKa = -log Ka dan pH = -log [H+], maka pKa = 2 pH + log C garam
Menurut K.H. Sugiyarto (2009), ion-ion logam transisi lebih kecil ukurannya
dibanding dengan ion-ion logam kelompok s dalam periode yang sama. Hal ini
menghasilkan rasio muatan per jari-jari yang lebih besar bagi logam-logam transisi. Atas
dasar ini, relatif terhadap logam kelompok s diperoleh sifat-sifat logam transisi sebagai
berikut:
1) Oksida-oksida dan hidroksida logam-logam transisi ( M2+ dan M3+ ) kurang bersifat
basa dan lebih sukar larut.
2) Garam-garam logam transisi kurang bersifat ionik dan juga kurang stabil terhadap
pemanasan.
3) Garam-garam dan ion-ion logam transisi dalam air mudah terhidrat dan juga lebih
mudah terhidrolisis menghasilkan sifat agak asam.
4) Ion-ion logam transisi lebih mudah tereduksi.
Berikut jari-jari atom dan ion logam transisi adalah senbagai berikut:
Tabel 1. Jari-jari atom dan ion logam transisi
Unsur K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
Jari-jari
atom M
(dalam
pm)
235 197 161 145 132 127 12412
4125 125 128 133
Ion M+ 152 91
Ion M2+ 114 - 100 93 87 81 75 79 83 87 -
Ion M3+ - - 89 81 78 7672
79*
69
79
*
69
75*
Catatan: Tanda * menunjukkan nilai tertinggi ( high-spin) dan yang tidak memakai tanda adalah nilai
terendah ( low-spin).
Walaupun senyawa logam-logam transisi dengan tingkat oksidasi +2 dan +3
sering dipertimbangkan ionik, namun tingginya muatan kation atau tingginya tingkat
oksidasi ini dan pengaruhnya pada polarisasi anion sekalipun hanya kecil mengakibatkan
beberapa oksida menunjukkan sifat asam dan senyawanya menjadi bersifat kovalen.
Sebagai contoh, Cr2O3 dam Mn2O3 menunjukkan sifat amfoterik, dan semakin tinggi
tingkat oksidasinya seperti pada CrO3 dan Mn2O7, oksida ini menjadi oksida asam.
Sementara itu menurut aturan yang dikemukakan oleh Kasmir Fajans dalam K.H.
Sugiyarto & Retno D.S (2010 : 40) perihal polarisasi adalah sebagai berikut.
a. Kation dengan ukuran semakin kecil dan muatan positif semakin besar mempunyai
daya mempolarisasi semakin kuat.
b. Anion dengan ukuran semakin besar dan muatan negatif semakin besar akan semakin
mudah terpolarisasi.
c. Kation yang mempunyai konfigurasi elektronik bukan konfigurasi elektronik gas mulia
mempunyai daya mempolarisasi lebih kuat.
Menurut K.H. Sugiyarto, (2009), perubahan ukuran ion yang sangat kecil dari Sc
hingga Cu, mengakibatkan senyawa-senyawa hidrat untuk ion-ion dengan tingkat oksidasi
+2 dan +3 mempunyai struktur kristal, jumlah air kristal dan sifat kelarutan yang mirip
satu sama lain. Misalnya, semua M3+ ( M = Sc s.d. Cu ) membentuk senyawa tawas (alum)
dengan tipe K2SO4 M2(SO4)3.24H2O, tetapi semua M2+ membentuk isomorf sulfat rangkap
yakni (NH4)2 SO4 MSO4.6H2O.