Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KAYU ARA PADA ACARA BEGAWI MASYARAKAT ADAT
LAMPUNG PEPADUN MARGA BUAY NYERUPA
KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
(SKRIPSI)
Oleh
FARISA SYARIFAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRAK
KAYU ARA PADA ACARA BEGAWI MASYARAKAT ADAT LAMPUNG
PEPADUN MARGA BUAY NYERUPA KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Oleh
Farisa Syarifah
Salah satu dari keanekaragamaan budaya yang berbeda tersebut dapat dilihat pada
masyarakat adat Lampung. Lampung adalah salah satu tempat dimana
masyarakatnya menganut sistem kekeluargaan Patrilinial yaitu sistem yang
menganut sistem kebapak-an. Dalam acara begawi cakak pepadun, terdapat acara
didalamnya yaitu Kayu Ara yang merupakan pada akhir puncak upacara adat yang
agung dan menjadi sarana yang dilakukan oleh kerabat yang membantu bekerja
dalam upacara adat tersebut. Bagi masyarakat Lampung Pepadun Kayu Ara
menjadi bagian penting pada upacara begawi. Kayu Ara sebagai acara puncak dari
rangkaian perkawinan adat. Adat Kayu Ara ini memiliki makna simbol tertentu
yang menunjukkan nilai-nilai kegunaan pada masyarakat Lampung Pepadun.
Simbol-simbol yang terdapat pada adat Kayu Ara ditunjukkan pada bentuk
tingkatan dan buah Kayu Ara. Upacara begawi cakak pepadun ini merupakan
suatu tradisi turun –temurun.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Makna
simbolis Kayu Ara pada acara begawi masyarakat adat lampung pepadun Marga
Buay Nyerupa Kabupaten Lampung Tengah?”. Tujuannya yaitu untuk mengetahui
Makna simbolis Kayu Ara pada acara begawi masyarakat adat lampung pepadun
Marga Buay Nyerupa Kabupaten Lampung Tengah. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode Hermeneutika dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data observasi, wawancara,
informan, dokumentasi, dan kepustakaan. Teknik analisis data yang digunakan
adalah teknik analisis data kualitatif.
Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian penulis mengambil kesimpulan
bahwa Kayu Ara merupakan rangkaian pada akhir upacara adat yang memiliki
makna simbolis bagi masyarakat Lampung Pepadun Kabupaten Lampung Tengah.
Tujuan dilaksanakan Kayu Ara untuk melestarikan budaya Lampung supaya tidak
hilang dari peralatan adat dalam upacara adat cakak pepadun. Makna Simbolis
Kayu Ara melambangkan pintu kehidupan.
KAYU ARA PADA ACARA BEGAWI MASYARAKAT ADAT LAMPUNG
PEPADUN MARGA BUAY NYERUPA KABUPATEN LAMPUNG
TENGAH
(SKRIPSI)
Oleh
FARISA SYARIFAH
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kecamatan Kedaton Kota Bandar
Lampung. Pada Tanggal 15 Juni 1995, merupakan anak
ketiga dari lima bersaudara, buah hati dari pasangan Bapak
Kurnia Rozali dan Ibu Suhartini.
Penulis memulai pendidikan Taman kanak-kanak (TK) Al-Azhar 4 di Kota
Bandar Lampung pada tahun 2001. Pendidikan dasar di Sekolah Dasar Al-Azhar 1
Kota Bandar Lampung pada tahun 2001. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 21 Bandar Lampung.
Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 4
Bandar Lampung pada tahun 2010 dan selesai pada tahun 2013. Pada tahun 2013
penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Lampung pada Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Program Studi Pendidikan Sejarah melalui jalur SNMPTN.
Pada tahun 2015 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di daerah
Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jakarta. Selain itu penulis melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Desa/pekon Gunung Sugih Kecamatan Gunung Sugih
Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2016, serta penulis juga melaksanakan
Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 1 Gunung Sugih pada
tahun 2016.
MOTTO
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa apa yang pada diri mereka ”
(QS Ar-Ra'd : 11)
PERSEMBAHAN
Terucap syukur kehadirat Allah SWT, kupersembahkan karya ini
sebagai tanda cinta, kasih sayang dan baktiku kepada :
Bapakku Kurnia Rozali, Ibuku Suhartini
Saudara perempuanku Aulaz Zakiyyah Hulwa dan Sahla Fauzah,
dan Saudara laki-lakiku Fadlu Robbi dan Silmi Kaffah
yang telah menasehatiku serta mendukungku
dalam menggapai cita-cita dan
yang telah menjadi sumber semangatku luar biasa
Sahabat- sahabatku tercinta dan seluruh keluarga besarku
Para pendidik dan teman- teman kampus yang memberikan
semangat untukku
Serta ALMAMATERKU tercinta
SANWACANA
Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Kayu Ara pada
acara Begawi Adat Masyarakat Lampung Pepadun Buay Nyerupa
Kabupaten Lampung Tengah”. Sholawat serta salam semoga sena ntiasa
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafaat-Nya di
hari akhir kelak.
Penulis menyadari akan keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki, sehingga
mendapat banyak bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka dalam
kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Hi. Muhammad Fuad, M.Hum., Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., Wakil Dekan Bidang Akademik dan
Kerjasama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3. Bapak Drs. Hi. Buchori Asyik, M.Si., Wakil Dekan Bidang Keuangan
Umum dan Kepegawaian Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung.
4. Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial yang telah memberikan kemudahan kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Drs. Syaiful. M, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Sejarah yang telah membantu memberikan masukan, kritik dan saran
selama proses perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi.
Terimakasih Pak.
7. Suparman Arif, S.Pd, M.Pd., selaku sebagai pembimbing kedua dalam
skripsi ini yang telah memberikan bimbingan, sumbangan pikiran, kritik,
dan saran selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi.
Terimakasih Pak.
8. Drs. Iskandar Syah, M.H selaku Pembimbing Akademik (PA) dan
Pembimbing Utama yang telah sabar membimbing dan memberi masukan
serta saran yang sangat bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Terimakasih Pak.
9. Bapak Drs. Wakidi, M.Hum, selaku dosen Pembahas yang telah bersedia
meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran, serta nasihat
dalam proses kuliah dan proses penyelesaian skripsi. Terimakasih Pak.
10. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Dr. Risma
Sinaga, M.Hum, Drs. Maskun, M.H, Drs. Tontowi, M.Si, M. Basri, S.Pd,
M.Pd , Y. Sri Ekwandari, S.Pd, M.Hum, Cheri Saputra, S.Pd, M.Pd,
Myristica Imanita, S.Pd, M.Pd dan para pendidik di Unila pada umumnya
yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi
mahasiswa di Program Studi Pendidikan Sejarah.
11. Kepada Bapak Hari Zayaningrat selaku Kasi Kesenian Bidang
Kebudayaan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, terimakasih atas
bantuan yang bapak berikan dan kepada seluruh masyarakat di Kampung
Komering Putih.
12. Untuk keluargaku, Walid dan Idah yang selalu memberikan kasih sayang,
dukungan, semangat dan motivasi. Unan, Saidi, Silmi, Sahla dan Fathea
Terimakasih atas tawa, canda, dan semangat kalian.
13. Seseorang yang aku sayangi yang selalu memberikan semangat, dukungan,
nasihat, saran yang tiada henti. Terimakasih Egi Loveyan Jaya untuk kasih
sayang, cinta, waktu, perhatian, canda, tawa, dan selalu ada setiap harinya.
14. Sahabat-sahabat acongku dan panceiyapanceaje ( Dewi, Selvi, Tiara, Ratu,
Dwinita, Danu, Ramattullah, Juliani, dan Pinem) terimakasih kalian telah
memberikan dukungan, semangat, dan partisipasinya.
15. Sahabat- sahabat ionku penghuni rumah yay yordan, mamah Diah teman
curhat yang tulus, baik, penyayang, dan suka marahin ipah, Dina si auttan
yang alay ababil yang gila dengan tingkah dibuatnya tapi dina pintar dalam
manajemen uang kelompok, nyaiku Rimas si pembuat kekonyolan dan
jago masak sambel, miss Yola yang baik hati, tidak sombong dan
menggemaskan, Yuke yang baik hati jadi imam tiap kali solat berjamaah,
Anita yang baik hati dan lihai teman main kartu yang hebooh, Ica yang
baik hati, ayuk Dama yang selalu memberikan cemilan keripik enak yuk,
dan sandy yang baik tapi kadang lelet. Terimakasih sudah berbagi
kebahagiaan selama 40 Hari KKN atas semangat dan dukungannya.
16. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Sejarah 2013 , Indah Sari, Ulul
Azmi, Yunika, Sarah, Septi, Asep, Navil, dan teman-temanku lainnya
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
17. Teman- teman dan adik- adik tingkat di Program Studi Pendidikan Sejarah
terima kasih atas motivasinya.
18. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih.
Semoga ALLAH SWT membalas segala amal kebaikan kita. Penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Wassalamu`alaikum Wr. Wb
Bandar Lampung, 21 April 2017
Penulis
Farisa Syarifah
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
1.2. Analisis Masalah...................................................................................... 6
1.2.1. Identifikasi Masalah ......................................................................... 6
1.2.2. Pembatasan Masalah ........................................................................ 6
1.2.3. Rumusan Masalah ............................................................................ 6
1.3. Tujuan Penelitian,Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian ................. 7
1.4. Kegunaan Penelitian ................................................................................ 7
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 9
2.1.1. Konsep Kebudayaan ......................................................................... 9
2.1.2. Konsep Kayu Ara ............................................................................. 10
2.1.3. Sejarah Singkat Kayu Ara ................................................................ 12
2.1.4. Konsep Makna.................................................................................. 15
2.1.5. Konsep Masyarakat Adat Lampung Pepadun .................................. 17
2.1.6. Konsep Masyarakat Abung Sewo Mego .......................................... 18
2.1.7. Konsep Begawi pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun ............ 22
2.2. Kerangka Pikir ......................................................................................... 23
2.3. Paradigma ................................................................................................ 25
III. METODE PENELITIAN
3.1.Metode Penelitian ..................................................................................... 26
3.2.Metode yang Digunakan .......................................................................... 27
3.3.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ............................ 27
3.3.1.Variabel Penelitian ........................................................................... 27
3.3.2.Definisi Operasional Variabel .......................................................... 28
3.4. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 29
3.4.1.Teknik Observasi ............................................................................. 29
3.4.2.Teknik Wawancara .......................................................................... 30
3.4.3.Informan ........................................................................................... 30
3.4.4.Teknik Dokumentasi ........................................................................ 32
3.4.5.Teknik Kepustakaan ........................................................................ 32
3.5. Teknik Analisis Data ................................................................................. 33
3.5.1.Reduksi .................................................................................... ........ 33
3.5.2.Penyajian Data................................................................................... 34
3.5.3.Pengambilan Kesimpulan .................................................................. 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil ........................................................................................................ 35
4.1.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ............................................... 35
4.1.1.1.Sejarah Kampung Komering Putih .......................................... 35
4.1.1.2. Luas Wilayah Kampung Komering Putih ............................... 37
4.1.1.3. Letak dan Batas Administratif Kampung Komering Putih .... 38
4.1.1.4.Keadaan Geografis dan Iklim Kampung Komering Putih ....... 38
4.1.1.5.Keadaan Penduduk Kampung Komering Putih ....................... 39
4.1.1.6.Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin ............................ 40
4.1.1.7.Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian ...................... 40
4.1.1.8.Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan.................... 42
4.1.2. Deskripsi Hasil Penelitian ................................................................ 43
4.1.2.1.Kayu Ara pada Acara Begawi Masyarakat Adat Lampung
Pepadun Marga Buay Nyerupa Kabupaten Lampung .............. 43
4.1.2.2.Berbagai macam Buah Kayu Ara ............................................. 47
4.1.2.3.Macam Buah Kayu Ara ............................................................ 47
4.1.2.4.Perubahan Pergeseran pembuatan Kayu Ara Tradisional ke
Modern` .................................................................................... 55
4.2.Pembahasan ............................................................................................. 57
4.2.1. Makna Simbolis Kain Putih ............................................................. 57
4.2.2. Makna Simbolis Selendang .............................................................. 59
4.2.3. Makna Simbolis Handuk .................................................................. 60
4.2.4. Makna Simbolis Sapu Tangan ......................................................... 61
4.2.5. Makna Simbolis Panci ..................................................................... 62
4.2.6. Makna Simbolis Gayung .................................................................. 63
4.2.7. Makna Simbolis Payung .................................................................. 63
4.2.8. Makna Simbolis Termos .................................................................. 64
4.2.9. Makna Simbolis Jawan untuk Nasi .................................................. 64
4.2.10.Makna Simbolis Sikat Kamar Mandi .............................................. 65
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan ............................................................................................... 66
5.2.Saran ......................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel : Halaman
1. Sejarah Pemerintahan Kampung Komering Putih........................... 36
2. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Kampung
Komering Putih................................................................................ 39
3. Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Kampung
Komering Putih................................................................................ 40
4. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
KomeringPutih......................................................................................41
5. Sarana Pendidikan Kampung Komering Putih................................ 42
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Kuesioner
2. Daftar Nama Informan
3. Dokumentasi
4. Surat Izin Penelitian Pendahuluan
5. Surat Izin Penelitian
6. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian
7. Lembar Pengajuan Judul
I.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau dan
tersebar diseluruh Nusantara. Keanaekaragaman budaya serta suku bangsa
menjadi ciri khas yang menonjol bagi Indonesia sendiri. Suku- suku di Indonesia
sangat banyak aneka ragamnya seperti suku Lampung, Asmat, Betawi, Baduy,
Jawa, Batak, Padang, Palembang, Sunda, Bali, Bugis, Dayak, Ambon dan lainnya.
Dilihat dari banyaknya bentuk suku diatas, maka terdapat keanekaragaman
perilaku serta budaya yang berbeda pula.
Salah satu dari keanekaragaman budaya yang berbeda tersebut dapat kita lihat
pada masyarakat adat Lampung. Lampung adalah salah satu tempat dimana
masyarakatnya menganut sistem kekeluargaan Patrilinial yaitu sistem yang
menganut sistem Kebapak-an. Dari segi budaya, masyarakat Lampung dapat
dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu masyarakat yang menganut Adat
Saibatin dan masyarakat yang menganut Adat Pepadun. Dalam buku Pakaian dan
Perhiasan Pengantin Tradisional Lampung dinyatakan bahwa :
Masyarakat Lampung dibagi menjadi dua golongan yaitu masyarakat
Lampung Pepadun dan Saibatin. Secara mendasar kedua kelompok adat
memiliki unsur tertentu yang sangat menonjol yaitu Kepunyimbangan.
Punyimbang artinya orang yang dituakan karena ia pewaris mayor dalam
keluarga kerabat atau kebuwaian. Suku Lampung beradatkan pepadun
ditandai dengan upacara adat naik tahta duduk diatas alat yang disebut
pepadun; yaitu singgasana adat pada upacara pengambilan gelar adat,
2
biasa disebut upacara cakak pepadun. Kelompok masyarakat adat pepadun
terdiri dari empat klen besar yang masing-masing dibagi menjadi klen-klen
yang disebut Buai. Pembagian klen pada masyarakat Lampung awalnya
berdasarkan pada lokasi tempat (Pemerintah Provinsi Lampung Dinas
Pendidikan, 2004 : 2).
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa Adat Lampung Pepadun memiliki empat
klan besar yang masing-masing terbagi menjadi klan-klan yang disebut buai. Klan
tersebut adalah Abung Sewo Mego, Pubiyan Telu Suku, Mego Pak Tulang
Bawang, dan Way Kanan Buay Lima dan Sungkai. Di dalam Abung Sewo Mego
sendiri terdiri dari sembilan marga, salah satunya adalah buay Nyerupa yang
masyarakatnya bermukim diwilayah Komering Putih. Masyarakat buay Nyerupa
hingga saat ini masih menjaga dan melaksanakan tradisi terutama pada
perkawinan. Masyarakat buay Nyerupa di wilayah Komering Putih masih
melaksanakan begawi cakak Pepadun yaitu suatu pesta adat. Dalam buku Upacara
adat begawi cakak Pepadun dinyatakan bahwa cakak pepadun adalah peristiwa
pelantikan penyimbang menurut adat istiadat masyarakat Lampung Pepadun,
yakni gawi adat yang wajib dilaksanakan bagi seorang yang akan berhak
memperoleh pangkat atau kedudukan sebagai penyimbang yang dilakukan oleh
lembaga perwatin adat (Depdikbud, 1999 : 1).
Pada acara begawi yang dirangkaikan dengan upacara perkawinan, banyak
tahapan kegiatan yang terangkai didalamnya. Tahapan kegiatan mencakup tahap
persiapan hingga pelaksanaan, tahap-tahap tersebut antara lain :
1. Merwatin ( musyawarah adat )
2. Ngakuk Majau (Hibal Serbou/ Bumbang Aji) yaitu rombongan para
penyimbang menuju ke tempat mempelai wanita.
3
3. Ngebekas yaitu orang tua atau ketua purwatin adat dari pihak mempelai
wanita menyerahkan mempelai wanita kepada ketua purwatin adat pihak
mempelai pria.
4. Upacara turun duwai atau turun mandi di patcah aji yaitu acara puncak
dari pesta adat perkawinan dan sekaligus pemberian gelar kedua mempelai
di sebuah panggung kehormatan di patcah aji.
5. Acara cangget agung yaitu acara puncak yang dilaksanakan pada malam
hari sebelum dilaksanakan mepadun.
6. Mepadun yaitu acara simbolis untuk membentuk kerajaan/ kekuasaannya
dalam rumah tangganya sendiri. Acara mepadun terdiri dari :
a. Upacara cakak pepadun didahului dengan iringan calon
penyimbang menuju sesat dengan mengendarai jepano
b. Acara Tari igol mepadun
c. Calon punyimbang didudukkan di atas pepadun dan diumumkan
bagi kedua pengantin serta kedudukannya dalam adat (Depdikbud,
2006:79).
Melihat rangkaian acara yang ada dalam acara Begawi Cakak Pepadun
perkawinan, terdapat peralatan acara didalamnya yang dinamakan dengan Kayu
Ara. Dalam buku Upacara Adat Begawi Cakak Pepadun dinyatakan bahwa Kayu
Ara terletak di tengah–tengah Lunjuk (panggung kehormatan) dan di keempat
sudut Lunjuk. (Depdikbud, 1999 : 43).
4
Hasil wawancara dengan Bapak Suttan Junjungan Sako beliau merupakan kepala
adat di Kabupaten Lampung Tengah menyatakan bahwa:
Kayu Ara biasanya terletak di tengah-tengah Lunjuk di keempat sudut
Lunjuk. Kayu Ara ini berbentuk seperti pagoda sederhana menjulang ke
atas. Tiangnya dibuat dari pohon pinang yang dilingkari oleh lingkaran-
lingkaran bambu berhias yang digantungi dengan berbagai macam benda
seperti kain, selendang, handuk sapu tangan, panci, gayung, payung,
termos, jawan untuk nasi, dan sikat kamar mandi. Geghal atau nama kata
ara atau agha berasal dari kata hughu-hagha yang artinya penyebab
timbulnya masalah. Bentuk kayu agha itu, bercabang empat dan bertangkai
Sembilan. Ada juga tiruan kayu agha atau ara yang lebih pendek dari yang
tengahnya empat cabang tetapi tujuh tangkai.(Wawancara dengan Bapak
Suttan Junjungan Sako, tanggal 24 september 2016).
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa Nama kata ara atau agha berasal dari kata
hughu-hagha yang artinya penyebab timbulnya masalah. Kayu ara diabadikan
hingga sekarang ditengah temu lunjuk yang dibuat oleh orang Lampung begawi
adat sampai sekarang. Kayu Ara terletak di bagian tengah-tengah Lunjuk
(panggung kehormatan) dan di keempat sudut Lunjuk (panggung kehormatan).
Batang Kayu Ara bertangkai Sembilan lalu bercabang empat. Konon Panjang
kayu ara dari Skala Berak sampai Teluk Semangka.
Kayu Ara berbentuk pagoda sederhana menjulang ke atas. Tiangnya dibuat dari
Pohon pinang adalah sebuah tumbuhan sejenis palma, mempunyai batang yang
tinggi berbentuk langsing dan lurus ke atas. Pohon pinang yang dilingkari oleh
lingkaran-lingkaran bambu yang berhias yang digantungi dengan berbagai macam
benda seperti kain putih, selendang, dan handuk, sapu tangan, panci, gayung,
payung, termos, jawan untuk nasi, dan sikat kamar mandi. Zaman nenek moyang
Pohon pinang dipercaya tahan lama untuk bahan peralatan acara begawi adat
lampung akan tetapi, sekarang masyarakat marga buai nyerupa menggunakan
tiang besi untuk menggantikan pohon pinang. Dipojokan empat dari temu lunjuk
5
ditegakkan tiruan yang lebih pendek dari yang ditengah, caranya empat cabang
tetapi tingkatan tujuh tangkai.
Empat batang yang sekarang dinamakan pajaghau melambangkan empat
kedatuan. Kedatuan adalah Datu di Puncak Bukit, Datu di Bubun Bukit, Datu di
Belalau Bukit, dan Datu di Pemanggilan. Sembilan tangkai melambangkan
sembilan orang yang diutus sebagai pahlawan, dan tujuh tingkat melambangkan
orang yang meninggal. (Abdullah A. Subing; BA PT. Karya Lini Pree)
Tujuan dilaksanakan Kayu Ara untuk melestarikan budaya lampung supaya tidak
hilang dari peralatan adat dalam upacara begawi cakak pepadun. Pada akhir
upacara adat begawi cakak pepadun Kayu Ara ini dipanjat oleh kerabat yang
membantu bekerja dalam upacara adat tersebut. Fungsinya saling berebutan untuk
mendapatkan macam-macam benda yang berada di Kayu Ara. Dan sering kali
tiang pohon Kayu Ara diberi bahan pelicin agar tidak mudah dipanjat. Kayu Ara
melambangkan pohon kehidupan.
Kayu Ara adalah sarana dalam pelaksanaan acara begawi masyarakat adat
Lampung Pepadun Marga Buai Nyerupa kabupaten Lampung Tengah. Pada saat
adat perkawinan dengan melaksanakan begawi cakak pepadun, karena Kayu Ara
ini mempunyai makna, tujuan, serta proses pelaksanaan tradisi seperti persiapan,
peralatan, dan pelaksanaan hingga penyelesaian atau kegiatan akhir sebuah tradisi
yang merupakan rangkaian dalam perkawinan adat Lampung Pepadun.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti bermaksud untuk meneliti mengenai
Makna simbolis Kayu Ara pada acara Begawi Masyarakat Adat Lampung
Pepadun Marga Buai Nyerupa Kabupaten Lampung Tengah.
6
1.2. Analisis Masalah
1.2.1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diutarakan oleh penulis diatas, maka
identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Makna simbolis Kayu Ara pada acara Begawi masyarakat adat
lampung Pepadun Marga Buay Nyerupa Kabupaten Lampung
Tengah.
2. Makna filosofis Kayu Ara pada acara Begawi masyarakat adat
lampung Pepadun Marga Buay Nyerupa Kabupaten Lampung
Tengah.
3. Persepsi Kayu Ara pada acara Begawi masyarakat adat lampung P
Pepadun Marga Buay Nyerupa Kabupaten Lampung Tengah.
1.2.2. Pembatasan Masalah
Agar dalam penelitian ini tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang ada,
maka penulis membatasi masalah ini pada “Makna simbolis Kayu Ara pada acara
Begawi Masyarakat Adat Lampung Pepadun Marga Buay Nyerupa Kabupaten
Lampung Tengah.”
1.2.3. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan penelitian lebih lanjut, maka rumusan masalah sangat penting
untuk dibuat. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah
Makna simbolis Kayu Ara pada acara Begawi masyarakat Adat Lampung Pepadun
Marga Buay Nyerupa di Kabupaten Lampung Tengah?”
7
1.3. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian tentunya memiliki tujuan apa yang dicapai dari hasil akhir
penelitian. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan
penelitin ini adalah untuk mengetahui Makna Kayu Ara pada acara Begawi
Masyarakat Adat Lampung Pepadun Marga Buay Nyerupa Kabupaten Lampung
Tengah.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi semua pihak yang
membutuhkan. Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
1. Sebagai sumbangan refrensi bagi mahasiswa dan masyarakat umum agar
mengetahui Kayu Ara pada acara Begawi Masyarakat Adat Lampung Pepadun
Marga Buay Nyerupa Kabupaten Lampung Tengah.
2. Sebagai sarana untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan
Lampung khususnya Kayu Ara pada acara Begawi Masyarakat Adat Lampung
Pepadun Marga Buay Nyerupa Kabupaten Lampung Tengah.
8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
1.5.1 Ruang Lingkup Ilmu Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup Ilmu Kebudayaan.
1.5.2. Ruang Lingkup Objek Penelitian
Ruang lingkup objek penelitian ini adalah Makna simbolis Kayu Ara pada acara
Begawi masyarakat Adat Lampung Pepadun Marga Buay Nyerupa di Kabupaten
Lampung Tengah.
1.5.3. Ruang Lingkup Subjek Penelitian
Ruang lingkup subjek penelitian ini adalah Masyarakat Lampung Pepadun Marga
Buay Nyerupa di Kabupaten Lampung Tengah.
1.5.4. Ruang Lingkup Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini adalah pada tahun 2016.
1.5.5. Ruang Lingkup Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampung Komering Putih, Kabupaten Lampung
Tengah.
REFERENSI
Pemerintah Provinsi Lampung Dinas Pendidikan. 2004. Pakaian dan Perhiasan
Pengantin Tradisional Lampung. Lampung. Halaman 2.
Depdikbud. 1999. Upacara Adat Begawi Cakak Pepadun. Provinsi Lampung.
Lampung. Halaman 1.
Ibid. Halaman 43.
Depdikbud. 2006. Upacara Adat Begawi Cakak Pepadun. Provinsi Lampung.
Lampung. Halaman 79.
II.TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA
2.1.Tinjauan Pustaka
2.1.1.Konsep Kebudayaan
Hassan Shadily mengatakan bahwa kebudayaan berarti keseluruhan dari hasil
manusia hidup bermasyarakat berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama manusia
sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian,
moral hukum, adat kebiasaan dan lain-lain. Menurut E.B Taylor, kebudayaan
adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan
yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Suwarno, 2012 : 81).
Sedangkan kebudayaan menurut Herskovit dan Malinowski adalah suatu yang
superorganik, karena kebudayaan yang turun temurun dari generasi ke generasi
tetap hidup terus atau berkesinambungan meskipun orang-orang yang menjadi
anggota masyarakat senatiasa silih berganti disebabkan karena kematian dan
kelahiran.
Selo Somardjan dan Soeleman merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil
karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan
kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang
deperlukan oleh manusia untuk menguasai alam.Kemudian rasa yang meliputi
jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu
10
untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas. Dan cipta
merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup
bermasyarakat dan yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan
(Suwarno, 2012 : 79).
Antropolog C. Kluckhohn didalam sebuah karyanya yang berjudul Universal
Catagories of Culture telah menguraikan ulasan pendapat para sarjana yang
merujuk pada adanya tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural
universal, yaitu :
a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat
rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transpor dan sebagainya)
b. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan,
sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya)
c. Pengetahuan
d. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum,
sistem perkawinan)
e. Bahasa (lisan maupun tertulis)
f. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya)
g. Religi (sistem kepercayaan) (Suwarno, 2012 : 83).
Ketujuh unsur universal tersebut masing-masing dapat dijabarkan kedalam sub-
unsur. Demikian ke-tujuh unsur kebudayaan universal tadi memang mencakup
kebudayaan makhluk manusia dimanapun juga didunia, dan menunjukkan lingkup
dari kebudayaan serta isi dari konsepnya.
2.1.2. Konsep Kayu Ara
Melihat rangkaian acara yang ada dalam acara Begawi Cakak Pepadun
perkawinan, terdapat peralatan acara didalamnya yang dinamakan dengan Kayu
Ara. Dalam buku Upacara Adat Begawi Cakak Pepadun dinyatakan bahwa Kayu
Ara terletak di tengah–tengah Lunjuk (panggung kehormatan) dan di keempat
sudut Lunjuk. (Depdikbud, 1999 : 43).
11
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suttan Junjungan Sako beliau
merupakan kepala adat di Kabupaten Lampung Tengah menyatakan bahwa:
Kayu Ara biasanya terletak di tengah-tengah Lunjuk di keempat sudut
Lunjuk. Kayu Ara ini berbentuk seperti pagoda sederhana menjulang ke
atas. Tiangnya dibuat dari pohon pinang yang dilingkari oleh lingkaran-
lingkaran bambu berhias yang digantungi dengan berbagai macam benda
seperti kain putih, selendang, handuk, sapu tangan, panci, gayung, payung,
termos, jawan untuk nasi, dan sikat kamar mandi. Gelagh atau nama
kataara berasal dari kata hughu-hagha yang artinya penyebab timbulnya
masalah. Bentuk kayu agha itu, bercabang empat dan bertangkai Sembilan.
Ada juga tiruan kayu agha atau ara yang lebih pendek dari yang tengahnya
empat cabang tetapi tujuh tangkai.(Wawancara dengan Bapak Suttan
Junjungan Sako, tanggal 24 september 2016).
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa Nama kata ara atau agha berasal dari kata
hughu-hagha yang artinya penyebab timbulnya masalah.Kayu ara diabadikan
hingga sekarang ditengah temu lunjuk yang dibuat oleh orang lampung begawi
adat sampai sekarang. Kayu Ara terletak di bagian tengah-tengah Lunjuk
(panggung kehormatan) dan di keempat sudut Lunjuk (panggung kehormatan).
Batang Kayu Ara bertangkai Sembilan lalu bercabang empat. Panjang kayu ara
dari Skala Berak sampai Teluk Semangka.
Kayu Ara berbentuk pagoda sederhana menjulang ke atas. Tiangnya dibuat dari
Pohon pinang adalah sebuah tumbuhan sejenis palma, mempunyai batang yang
tinggi berbentuk langsing dan lurus ke atas. Pohon pinang yang dilingkari oleh
lingkaran-lingkaran bambu yang berhias yang digantungi dengan berbagai macam
benda seperti kain putih, selendang, handuk, sapu tangan, panci, gayung, payung,
termos, jawan untuk nasi, dan sikat kamar mandi. Zaman nenek moyang Pohon
pinang dipercaya tahan lama untuk bahan peralatan acara begawi adat lampung
akan tetapi, sekarang masyarakat Marga Buay Nyerupa menggunakan tiang besi
untuk menggantikan pohon pinang. Dipojokan empat dari temu lunjuk ditegakkan
12
tiruan yang lebih pendek dari yang ditengah, caranya empat cabang tetapi
tingkatan tujuh tangkai.
Empat batang yang sekarang dinamakan pajaghau melambangkan empat
kedatuan. Kedatuan adalah Datu di Puncak Bukit, Datu di Bubun Bukit, Datu di
Belalau Bukit, dan Datu di Pemanggilan. Sembilan tangkai melambangkan
sembilan orang yang diutus sebagai pahlawan, dan tujuh tingkat melambangkan
orang yang meninggal. (Abdullah A. Subing; BA PT. Karya Lini Pree)
Tujuan dilaksanakan Kayu Ara untuk melestarikan budaya lampung supaya tidak
hilang dari peralatan adat dalam upacara begawi cakak pepadun. Pada akhir
upacara adat begawi cakak pepadun Kayu Ara ini dipanjat oleh kerabat yang
membantu bekerja dalam upacara adat tersebut. Fungsinya saling berebutan untuk
mendapatkan macam-macam benda yang berada di Kayu Ara. Dan sering kali
tiang pohon Kayu Ara diberi bahan pelicin agar tidak mudah dipanjat. Kayu Ara
melambangkan pohon kehidupan.
Kayu Araadalah sarana dalam pelaksanaan acara begawimasyarakat adat
Lampung Pepadun Marga Buay Nyerupa kabupaten Lampung Tengah. Pada saat
adat perkawinan dengan melaksanakan begawi cakak pepadun, karena Kayu Ara
ini mempunyai makna, tujuan, serta proses pelaksanaan tradisi seperti persiapan,
peralatan, dan pelaksanaan hingga penyelesaian atau kegiatan akhir sebuah tradisi
yang merupakan rangkaian dalam perkawinan adat Lampung Pepadun.
2.1.3. Sejarah Singkat Kayu Ara
Hasil wawancara dengan Bapak Baharuddin gelarnya Pangeran adek Patih pada
tanggal 15 Desember 2016 dirumah kediaman Bapak Baharuddin. Bapak
Baharuddin mengatakan bahwa:
13
Kisah Kayu ara atau hughu-hagha setijang manusiyo ino meghittek ughik aman,
henterem dan damai. Mulo wajarlah lamun tiyan ngeuwatken konsolidasi di lem
lingkunganno. Penang munih halno jamo tiyan sai ngebukak/ negeiken
(tiyuh/anek) di Sekalo Beghak Bukit Pesagei Lappung Barat.
Dipek tiyan negeiken kedatuan, tiyan anggep tepat jak segalo segei (kedatuan
Datu=pimpinan). Pak (4) jimo. Datu jamo kedatuanno ijo ngeupoken cirei khas
jak pebettukan anek bagi jimo Lappung sai paguh belakeu tigeh tano.
Kedatuan ino iyolah:
1. Datu Di Puccak ngakuk pek di Puccak Bukit
2. Datu Di Pugung ngakuk pek di Bubuh Bukit
3. Datu Di Belalau ngakuk pek di Belalau Bukit
4. Datu Di Pemanggilan ngakuk pek di pek sai strategis pakai nyuwak jimo
ramik.
Dipandayei jamo tiyan bahwa wat ruh jahhel sai dicawoken tiyoh duguk. Duguk-
duguk ino ghisek ngeganggeu, yo meneng di sebatang kayeu balak sejenis kayeu
pinus digelaghei kayeu haro atau kayeu aro. Ke-pak Dateu sepadan ago nuwagh
kayeu hughu ino, tiyan ngayun siwo jimo sai dipippin jamo Puyang Lunik. Kayeu
hughu ino behasil dituwagh anying mengan kurban senayah piteu jimo. Utusan sai
mulai Puyang Lunik jamo sai sangkan begaweh. Nurut cerito, tijjang kayeu hughu
ino jak Sekalo Beghak kucukno tigeh Teluk Semangka, galih kayeu haro ino
dijadeiken kekuhan.
Kayeu hughu diabadeiken tigeh tano, di tengah temeu lunjuk sai diguwai lamun
jimo Lappung begawei adat tigeh tano. Gelagh kata hughu ino beasal jak kata
14
huru hara sai retteino penyebab timbulno masalah. Bentuk tiruwan Kayeu hughu
ino becabang pak betikkat siwo. Ditetukeu pak jak lunjuk ditegeiken sai lebih ibah
anjak sai di tengah, cabangno munih pak, anying tingkatanno piteu begaweh. Pak
batang sai tano dicacak bajarau=penyaghau, nandoken pak kedatuan siwo tikkat
nandoken siwo jimo sai diutus sebagai pahlawan. Piteu tikkat ngelambangken
jimo sai ninggal.
Terjemahan:
Setiap manusia itu menginginkan hidup aman, tenteram, dan damai, sehingga
wajarlah banyak mereka menginginkan kondalisasi di dalam lingkungannya.
Sama juga halnya dengan mereka yang membuka/ menegakkan desa atau
kampung di Skala Berak Bukit Pesagi Lampung Barat.
Dengan mereka menegakkan kedatuan atau kerajaan, mereka anggap tepat dari
semua segi (kedatuan orang Lampung) yang berlaku saat ini.
Kedatuan itu ialah:
1. Datu Di Puccak ngambil pek di Puccak Bukit
2. Datu Di Pugung ngambil pek di bubuh Bukit
3. Datu di Belalau ngambil pek di belalau Bukit
4.Datu di Pemanggilan ngambil di pek yang strategis untuk manggil orang
banyak
Diketahui mereka bahwa ada roh jahat yang dibicarakan mereka hantu-hantu itu
sering menganggu dia tempat tinggal di sebatang kayu besar sejenis kayu pinus
yang sering disebut Kayu Ara. Keempat datu sepakat ingin menebang Kayu
15
Araitu, mereka menyuruh Sembilan orang yang dipimpin oleh Puyang Lunik.
Kayu Ara itu berhasil ditebang, tetapi memakan korban sebanyak tujuh orang
utusan yang pulang Puyang Lunik sama Sangsakan saja. Menurut cerita panjang
Kayu Ara pucuknya itu dari Skala Berak sampai Teluk Semangka. Yang paling
tengah Kayu Ara itu dijadikan kelekup. Kayu Ara diabadikan hingga sekarang,
ditengah temu lunjuk yang dibuat oleh orang Lampung begawi adat hingga
sekarang. Nama kata ara berasal dari kata huru hara yang artinya penyebab timbul
masalah. Bentuk tiruan Kayu Ara itu, bercabang empat bertingkat Sembilan.
Dipojok empat dari temu lunjuk ditegakkan pula tiruan yang lebih pendek dari
yang ditengah, caranya empat cabang pula tetapi tingkatan tujuh saja. Empat
batang yang sekarang dinamakan Pajarau=penyaghau. Melambangkan empat
kedatuan, Sembilan tingkat melambangkan Sembilan orang yang diutus sebagai
pahlawan, tujuh tingkat melambangkan orang meninggal.
2.1.4. Konsep Makna
Makna adalah suatu konsep atau pengertian yang terkandung dalam sebuah kata.
Makna dapat diartikan sebagai arti dari sebuah kata atau benda, makna muncul
pada saat bahasa dipergunakan karena peranan bahasa dalam komunikasi dan
proses berpikir, serta khususnya dalam persoalan yang menyangkut bagaimana
mengidentifikasi, memahami ataupun meyakini.
Ariftanto dan Maimunah (1988:58) bependapat bahwa makna adalah arti atau
pengertian yang erat hubungannya antara tanda atau bentuk yang berupa lambang,
bunyi, ujaran dengan hal atau barang yang dimaksudkan. Menurut hermeneutika
Gadamer yang dikutip oleh Mudjia Raharjo (2008:31), makna suatu tindak (atau
16
teks atau praktik) bukanlah sesuatu yang ada pada tindak itu sendiri, namun
makna selalu bermakna bagi seseorang sehingga bersifat relatif bagi penafsirnya.
Makna adalah arti atau maksud dan antara lain dapat merujuk pada hal- hal
berikut:
1. Makna Simbol
Makna simbol yaitu makna yang terdapat dalam bentuk- bentuk budaya
seperti bahasa, ritual, dan konstrusi simbolik didalamnya yang memiliki
pemaknaan yang melebihi dari simbol itu sendiri.
2. Makna Pragmatis
Makna pragmatis yaitu bersifat praktis dan berguna bagi umum, makna
pragmatis bersifat mengutamakan kepraktisan atau kegunaan. Dapat
dikatakan makna pragmatis berkaitan dengan kegunaan atau kemanfaatan
akan suatu hal atau benda.
3. Makna Filosofis
Makna filosofis yaitu makna yang memiliki hubungan dengan keyakinan
serta upaya menemukan kebenaran yang bersifat abstrak tentang hakikat
sesuatuyang pada penelitian ini mengacu pada nilai budaya.
Berdasarkan pendapat ahli tersebut maka yang dimaksud makna adalah arti dari
sebuah kata atau benda. Dalam hal ini, makna yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah Makna simbolis Kayu Ara pada acaraBegawi masyarakat adat lampung
pepadun Marga Buay Nyerupa Kabupaten Lampung Tengah.
17
2.1.5. Konsep MasyarakatAdat LampungPepadun
Manusia secara alamiah memiliki naluri sosial diyakini tidak biasa hidup sendiri
dan terasing tanpateman, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun,
mempertahankan hidup maupun dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Wadah hidup bersama dengan terikat dan terjalin dalam hubungani nteraksi serta
interelasi social dan berorganisasi inilah cirri manusia yang normal, wajar dan
kodrati. Wadah atau medan pertemuan antar individu inilah yang dinamakan
masyarakat atau pergaulan hidup.
Menurut W.J.S. Poerwadarminta (1986) mengartikan masyarakat sebagai
pergaulan hidup manusia atau sehimpun orang yang hidup bersama dalam sesuatu
tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertenu (Abdul Syani,2009:2).
Menurut Selo Soemardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama,
yang menghasilkan kebudayaan.
Berdasarkan pengertian masyarakat diatas bahwa masyarakat adalah sekumpulan
manusia yang saling berinteraksi serta memiliki suatu ikatan yang kuat karena
memiliki latar belakang yang sama, mempunyai ikatan batin yang samaantara
mereka serta tatacara dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok
kemudian mempunyai hubungan timbal balik antar mereka.
Masyarakat adat adalah Masyarakat asli yang mendiami suatu wilayah tertentu.
Menurut AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) pada Kongres I tahun 1999
dan masih dipakai sampai saat ini adalah:
Masyarakat adat adalah Komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan
asal usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang
memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial
budaya yang diatur oleh Hukum adat dan Lembaga adat yang mengelolah
keberlangsungan kehidupan masyarakatnya. (http//Masyarakat adat -
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.html)
18
Salah satumasyarakat adat yang ada yang ada di Indonesia adalahmasyarakat
Lampung. Pada masyarakat Lampung terdapat dua masyarakat yang di bagi
berdasarkan adat istiadat serta dialek bahasanya.
Masyarakat Lampung dibagi menjadi dua golongan yaitu masyarakat
Lampung Pepadun dan Saibatin. Secara mendasar kedua kelompok adat
memiliki unsur tertentu yang sangat menonjol yaitu Kepunyimbangan.
Punyimbang artinya orang yang dituakan karena ia pewaris mayor dalam
keluarga kerabat atau kebuwaian.
Suku Lampung beradatkan pepadun ditandai dengan upacara adat naik
tahta duduk diatas alat yang disebut pepadun; yaitu singgasana adat pada
upacara pengambilan gelar adat,biasa disebut upacara cakak pepadun.
Kelompok masyarakat adat pepadun terdiri dari 4 klen besar yang masing-
masing dibagi menjadi klen-klen yang disebut Buay. Pembagian klen pada
masyarakat Lampung awalnya berdasarkan pada lokasi tempat.
Adat istiadat masyarakat pepadun khususnya ditandai dengan upacara-
upacara adat besar dengan pemberian gelar atau Juluk Adok. Dalam
kedudukan setiap orang mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan
status adat (Achieved status), dengan melakukan cakak pepadun.
Syaratnya adalah membayar sejumlah uang yang disebut dau dan sejumlah
kerbau. Makin tinggi tingkat adat yang akan dicapai, makin banyak uang
yang dibayarkan dan kerbau yang harus dipotong. Kalau seseorang
menaikan statusnya sebagai penyimbang atau pemimpin adat harus lebih
dulu disahkan dan diakui oleh penyimbang-penyimbnag yang setingkat di
lingkungan daerahnya (Pemerintah Provinsi Lampung Dinas
Pendidikan,2004 : 2).
Masyarakat Lampung Pepadunu mumnya berdialek Nyo“O” Seperti pada
masyarakat adat Abung Sewo Mego danMego Pak Tulang bawang, sebagian lagi
menggunakan dialek Api“A” seperti pada masyarakat Pubiyan TeluSuku, Bunga
Mayang (Sungkai), dan Way Kanan.
2.1.6. Konsep Masyarakat Abung Sewo Mego
Dalam buku Hilman Hadikusuma Masyarakat dan Adat Budaya Lampung,
menyatakan bahwa Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah adat: Kotabumi,
19
Seputih Timur, Sukadana, Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, dan
Terbanggi.Penduduk di Lampung Tengah sendiri di angkat dari adat kemargaan
“Abung Sewo Mego” dan “Pubian Telu Suku”, yaitu kebuaian atau jurai yang
berasal dari 9 (sembilan) keturunan. Kesembilan jurai (jurai sewo) itu terdiri dari
Anak Tuha, Nuban, Nunyai, Unyi, Subing, Kunang, Selagai, Nyerupa dan Beliuk.
Sembilan kebuaian penduduk asli ini, di lingkungan setempat masing-masing
mendiami sejumlah tempat di Kabupaten Lampung Tengah. Hal itu dengan
ditandai adanya perkampungan masyarakat pribumi, bahasa daerah sehari-hari
yang dipergunakan serta budaya daerah penduduk suku asli yang turun temurun
bermukim di sini.
Marga Abung ada 9 kebuayan yaitu :
1. Buay Nunyai : Ngemulan batin sebuay nunyai,mergo siwo tanjar
semapew, akkun begawei nguppulken sumbay, serbo cukup tandono
liyeuw.Arti: Permulaan/Bibit Pemimpin si buay nunyai, sembilan marga
sejajar berdampingan, waktu pesta adat mengumpulkan sumbay, serba
kecukupan tandanya lewat. Ini menandakan dari sembilan marga abung
buay nunyai awalnya merupakan pemimpin karena dia anak paling tua
selain itu tanda mereka adalah serba kecukupan.
2. Buay Unyi: Tuladan buay unyi,gayo ngemulan sako, mak ngemik anying
ngenei, mulo jejamo mako.Arti: Ketauladan buay unyi, kaya permulaan
dulu, tidak punya tapi memberi, makanya sesama punya/kaya.Ini
menandakan buay Unyi adalah orang yang senang menolong/berbagi satu
sama lain.
20
3. Buay Subing: Cemecek batin lain wat apai, liwakno ho sangun
kakmapeu,akun begawei nguppulken sumbay, selek tigo tandono liyeuw
Arti: Cemecek pemimpin bukan ada tempat tidur, berpisah dulu memang
sudah kaya, waktu pesta adat mengumpulkan sumbay, menyandang tiga
keris tandanya lewat.Ini menandakan buay subing dari dulu juga sudah
kaya dan dalam pesta adat selalu menyandang 3 keris (biasanya 2) karena
ada 1 keris yg merupakan rampasan dari raja bajak laut atau bajau yg
berhasil dia kalahkan.
4. Buay Nuban: Buay nuban sejaro timbay,anjak dijaman sang bimo ratu,
wateu bebagei sikam pak mubai, nuwak tano semapeu tungguw
Arti: Buay nuban sejaro dulu, dari jaman sang bimo tunggal, waktu
berbagi kami empat perempuan, nuwak sekarang menunggu
berdampingan.
Ini menandakan buay nuban adalah anak perempuan.
5. Buay Beliyuk: Anak kudo kecacah awas, sebidang ruang semapeu
tungguw, akun begawei lagi digilas, pak likur daw tandono liyeuw
Arti: Anak kuda awas kesohor, sebidang ruang menunggu berdampingan,
waktu pesta adat di gilas, 40 harta tandanya lewat.Ini menandakan ada 40
daw dari ngejuk akkuk untuk buay beliyuk dalam adat setelah perdamaian
digilas setelah berselisih dengan buay Nunyai dimana buay beliyuk
sewaktu mereka hampir kalah lalu dibantu orang misterius dari banten yg
diperkirakan adalah fatahillah.
6. Buay Nyerupa: Gajah igai sekappung, nyepurung sapu jagat, nyeberang
suwo nginum, mak neteng kanan kiri.Arti: Gajah igai sekampung,
21
memutar sapu jagat, nyeberang sekalian minum, tidak memegang kanan
kiri. Ini menandakan ciri dari buay nyerupa, sebelumnya kedudukannya
diisi oleh buay bulan setelah terjadi perselisihan dijaman belanda akhirnya
kedudukan buay bulan digantikan buay nyerupa.
7. Buay Selagai: Kimas sako ngeberan,lem abung siwo migo,baten lagi
rusuan, yo sangun meno sibo.Arti: Pemimpin dulu pangeran, dalam abung
sewo migo, banten dan rasuan, dia memang duluan siba.
Ini menandakan buay selagai yg paling duluan siba ke banten dan
mendapat gelar pangeran atau adipati.
8. Buay Kunang: Buay kunang nyahajo, jak aji pemanggilan,dilem pengawo
sewo, meno pesayan. Arti: Inilah buay kunang, dari aji pemanggilan,
dalam punggawa sembilan, duluan sendiri. Ini mengisahkan sewaktu buay
nunyai turun dari canguk gatcak ke way abung atau rarem mereka sudah
menjumpai buay kunang bermukim di sekitar bujung penagan
9. Buay Anak Tuho: Anak aji simeno,turun jak tali kiang,sijo saitemen yo,
ngadiken siwo ruang. Arti: Anak aji yg duluan, turun dari tali kiang, ini
yang sebenarnya, mengadakan sembilan ruang.Ini menandakan dari
kerabat buay aji, buay anak tuho yg duluan turun dari skala brak.
Berdasarkan identifikasi persebaran masyarakat Lampung Pepadun Abung Sewo
Mego, maka Kampung Komering Putih Kabupaten Lampung Tengah masuk
kedalam marga Abung Sewo Mego Buay Nyerupa.
22
2.1.7. Konsep Begawi Pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun
Begawi adalah peristiwa pelantikan punyimbang menurut adat istiadat masyarakat
adat Lampung Pepadun, yakni gawi adat yang wajib dilaksanakan bagi seseorang
yang akan berhak memperoleh pangkat atau kedudukan sebagai punyimbang yang
dilakukan oleh Lembaga perwatin Adat (Kherustika dkk, 2008 : 14).
Sedangkan menurut Hilman Hadikusuma mengatakan begawi adalah membuat
suatu pekerjaan sedangkan begawi cakak pepadun adalah berpesta adat besar naik
tahta kepunyimbangan dengan mendapat gelar nama yang tinggi (Hadikusuma,
1989 : 149).
Dalam upacara adat begawi bagi masyarakat adat Lampung yang mampu secara
materi dan masih memegang adat istiadat biasanya dirangkaikan dengan upacara
perkawinan atau khitanan. Seperti yang dinyatakan oleh Hilman Hadikusuma
(1989 :1 63) sebagai berikut:
Dalam kegiatan perkawinan ini akan dapat kita ketahui acara dan upacara-
upacara adat, mulai dari yang sederhana sampai ke upacara adat besar
(begawi balak). Upacara adat itu harus memenuhi berbagai syarat dan
berbagai tata tertib adat dengan menyembelih kerbau, baik di tempat
mempelai wanita maupun di tempat mempelai pria, membayar biaya adat
dalam bentuk biaya persidangan perwatin adat dan lain-lain.
Perkawinan menurut hukum adat tidak semata-mata berarti suatu ikatan antara
seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri untuk maksud mendapatkan
keturunan dan membangun kehidupan keluarga, tetapi juga berarti suatu
hubungan hukum yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak isteri dan
pihak suami (Hadikusuma, 2003:70).
23
Menurut Hilman Hadikusuma (1989:142) mengatakan bahwa :
Diantara hubungan kekerabatan yang paling dekat adalah perkawinan,
yang menurut adat dapat dilaksanakan dengan berbagai acara, mulai dari
pergaulan bujang gadis sampai pada pelaksanaan upacara adatnya.
Perkawinan bagi orang Lampung bukan semata-mata urusan pribadi,
melainkan juga urusan keluarga, kerabat dan masyarakat adat. Perkawinan
menentukan status keluarga, terlebih lagi bagi keluarga anak tertua laki-
laki, dimana keluarga rumah tangganya akan menjadi pusat pemerintahan
kerabat bersangkutan, sehingga perkawinannya harus dilaksanakan dengan
upacara adat besar dan dilanjutkan dengan upacara adat begawi cakak
pepadun.
Dari uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa begawi adalah upacara
pemberian gelar bagi mempelai pria dan wanita dengan naik tahta
kepunyimbangan (cakak pepadun) yang dirangkaikan dengan pesta perkawinan
masyarakat Lampung Pepadun untuk memperoleh gelar dan kedudukan yang
tinggi dalam adat.
2.2. Kerangka Pikir
Kehidupan masyarakat yang ada di Kampung Komering Putih Kabupaten
Lampung Tengah, masyarakat masih melaksanakan tradisi adat yang sudah
dilakukan sejak jaman nenek moyang yaituKayu Ara. Peristiwa adat yang
menghadirkan Kayu Ara adalah upacara begawi. Biasanya, masyarakat adat
Lampung Pepadun yang sedang melaksanakan upacara begawi akanmerangkaikan
upacara begawi dengan perkawinan adat.
Dalam setiap pelaksanaan begawi maka akan dilaksanakan Kayu Arapada
rangkaian upacarabegawi. Dalam buku Upacara adat begawi cakak Pepadun
dinyatakan bahwa Kayu Ara merupakan akhir upacara adat pohon pinang ini
dipanjat oleh kerabat yang membantu bekerja dalam upacara adat tersebut dan
mereka dengan cara saling berebutan untuk mendapatkan buah Kayu Ara, sering
24
kali tiang pohon pinang diberi bahan pelicin agar tidak mudah dipanjat.Proses
dalam acara juga sangat penting dan banyak hal yang harus dilakukan dalam
proses yang sudah dilakukan turun temurun oleh Masyarakat adat Lampung
Pepadun.
Setelah melakukan penguraian terhadap beberapa pengertian dan konsep yang
akan membatasi penelitian ini, maka kerangka pikir dalam penelitian ini akan
membahas tentang Makna simbolis Kayu Ara pada acaraBegawi masyarakat adat
Lampung Pepadun Buay Nyerupa Kabupaten Lampung Tengah.
25
2.3. Paradigma
Keterangan :
: Garis Penjabaran
: Garis Hubungan
Makna Simbolis Kayu Ara pada acara Begawi
masyarakat adat lampung pepadun Marga Buay
Nyerupa Kabupaten Lampung Tengah
1. Kayu Ara dari pohon pinang
2. Terletak ditengah-tengah Lunjuk (panggung
kehormatan)
3. Berbentuk seperti pagoda
4. Digantungi dengan berbagai macam benda
seperti kain, selendang, handuk dan lain-lain
Simbol
Makna
REFERENSI
Hilman Hadikusuma. 1989. Masyarakat dan Adat Budaya Lampung. Bandung.
Mandar Maju. Halaman 142.
Ibid. Halaman 149,163.
Hilman Hadikusuma. 2003. Hukum Perkawinan Adat Dengan Adat Istiadat Dan
Upacara Adatnya. Bandung. PT. CitraAditya Bakti. Halaman 70.
Zurida Kherustika dkk. 2008. Pakaian Upacara Adat Begawi Cakak Pepadun.
Bandar Lampung, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata UPDT Museum
Negeri. Halaman 14.
Rafael Raga Maram. 2000. Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu
Budaya Dasar. Jakarta. Rinieka Cipta. Halaman 43.
Mudjia Raharjo. 2008. Dasar- Dasar Hermeneutika : Antara Intensionalima dan
Gadamerian. Ar- Ruzz Media. Yogyakarta. Halaman 31.
R.M. Soedarsono. 1999. Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi. Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Halaman 57.
Suwarno. 2012. Teori Sosiologi Pemikiran Awal. Bandar Lampung. Universitas
Lampung. Halaman 81, 78, 81
III.METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Dalam sebuah penelitian, seseorang harus menggunakan metode agar tujuan
dalam penelitian dapat tercapai dengan baik, serta peneliti harus memilih
metode yang tepat dan sesuai agar dalam penelitian hasil yang capai sesuai
dengan yang harapkan. Kata Metode berasal dari bahasa yunani (methodhes)
yang berarti cara atau jalan.Menurut Husin Sayuti, metode adalah cara kerja
untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Husin
Sayuti, 1989 : 32).Metode pada dasarnya berarti cara yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan. Oleh karena tujuan umum penelitian adalah untuk
memecahkan masalah, maka langkah- langkah yang ditempuh harus relevan
dengan masalah yang telah dirumuskan (Hadari Mawawi, 1993 : 61).
Berdasarkan pendapat yang dikemukaan oleh para ahli, bahwa dalam suatu
penelitian metode sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan
terhadap obyek yang diteliti. Metode penelitian digunakan agar hasil
penelitian yang dilakukan tersusun secara sistematis dan objektif. Metode
penelitian merupakan faktor yang penting dalam memecahkan suatu masalah
yang menentukan pilihan.
27
3.2 Metode yang Digunakan
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah Metode Hermeneutika.
Metode ini digunakan untuk mengetahui makna dari simbol- simbol. Secara
etimologis kata hermeneutik berasal dari bahasa Yunani hermeneue yang
dalam bahasa inggris menjadi hermeneutics (to interpert) yang berarti
menginterpretasikan, menjelaskan, menafsirkan atau menejermahkan.
Menurut Sutopo didalam Siti Rosidah (2011:17) metode hermeneutika dapat
diartikan sebagai penafsiran ekspresi yang penuh makna dan dilakukan
dengan sengaja oleh manusia.
Hermeneutika adalah suatu metode atau cara untuk menafsirkan simbol untuk
dicari arti dan maknanya, dimana metode ini mensyaratkan adanya
kemampuan untuk menafsirkan masa lampau yang tidak dialami kemudian
dibawa ke masa sekarang (Mudjia Raharjo, 2008:29).
Dari beberapa pendapat diatas, maka penggunan metode hermeneutika dengan
jenis penelitian ini sudah tepat, karena dalam penelitian ini peneliti berusaha
untuk menafsirkan simbol untuk dicari arti dan maknanya yaitu mengenai
tentang Makna simbolis Kayu Ara pada acara Begawi masyarakat adat
Lampung pepadun Marga Buay Nyerupa Kabupaten Lampung Tengah.
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.3.1 Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini merupakan konsep dari gejala yang bervariasi yaitu
objek penelitian. Menurut Hadari Nawawi, variabel penelitian merupakan
beberapa gejala yang berfungsi sama dalam penelitian (Hadari Nawawi : 49),
Sedangkan menurut Arikunto, yang dimaksud dengan Variabel penelitian
28
adalah “objek yang akan dijadikan titik perhatian” (Suharsimi Arikunto, 2006
: 118).
Berdasarkan pendapat tersebut bahwa Variabel adalah sesuatu yang
dijadikan objek penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah Makna
simbolis Kayu Ara pada acaraBegawiMasyarakat adat Lampung Pepadun
Marga Buay Nyerupa Kabupaten Lampung Tengah.
3.3.2 Definisi Operasional Variabel
Menurut Sumadi Suryabrata, definisi operasional variabel adalah definisi
yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan, dapat diamati dan
diobservasi (Sumadi Suryabrata, 1983 : 83). Menurut Masri Singarimbun
dan Sofian Efendi definisi Operasional Variabel adalah unsur penelitian
yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel atau
memberi petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu
variabel (Masri Singarimbun :1991 : 46).Definisi operasional merupakan
definisi yang didasarkan atas sifat-sifat variabel yang diamati. Definisi
operasional mencakup hal-hal penting dalam penelitian yang memerlukan
penjelasan. Definisi operasional bersifat spesifik, rinci, tegas dan pasti
yang menggambarkan karakteristik variabel-variabel penelitian dan hal-
hal yang dianggap penting
Dengan demikian Definisi operasional variabel pada penelitian ini adalah
Makna simbolis Kayu Ara pada acaraBegawi Masyarakat adat Lampung
Pepadun Marga Buay Nyerupa Kabupaten Lampung Tengah.
29
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis
menggunakan beberapa cara untuk mendapatkan data yang relevan dan akurat,
maka teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut:
3.4.1 Teknik Observasi
Menurut Edwards dan Talbott teknik Observasi adalah teknik yang digunakan
untuk membandingkan masalah yang dirumuskan dengan kenyataan yang di
lapangan (Maryaeni, 2005 : 68). Dalam kegiatan observasi seyogiyanya
diperhatikan prinsip-prinsip berikut :
a. Peneliti hanya mencatat apa yang dilihat, didengar, atau dirasakan dan
tidak memasukkan sikap dan pendapat pada catatan observasi yang
dituliskannya. Dengan kata lain, catatan observasi hanya berisi deskripsi
fakta tanpa opini.
b. Jangan mencatat sesuatu yang hanya merupakan perkiraan karena memang
belum dilihat, didengar atau dirasakan secara langsung.
c. Diusahakan agar catatan observasi menampilkan deskripsi fakta secara
holistis sehingga konteks fakta yang tercatat terfahami.
d. Ketika melakukan observasi jangan melakukan target karena mungkin saja
ketika melakukan observasi peneliti menemukan fakta lain yang menarik,
tetapi tidak menjadi bagian dari penelitiannya (Maryaeni, 2005 : 69).
Berdasarkan pendapat tersebut maka observasi adalah pengumpulan data
dengan cara melakukan pengamatan serta pencatatan langsung secara
sistematik terhadap suatu gejala atau objek penelitian. Dengan menggunakan
teknik observasi ini, peneliti dapat memperoleh gambaran umum mengenai
Makna simbolis Kayu Ara pada acaraBegawi Masyarakat adat Lampung
Pepadun Marga Buay Nyerupa Kabupaten Lampung Tengah.
30
3.4.2 Teknik Wawancara
Menurut Sutrisno Hadi, teknik wawancara adalah :
Teknik pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan
secara sistematis, berdasarkan tujuan penyelidikan, pada umumnya dua atau
lebih orang yang hadir dalam proses tanya jawab itu secara fisik masing-
masing pihak dapat menggunakan saluran komunikasi secara wajar dan lancar
(Sutrisno Hadi, 1984:120)
Selanjutnya Kartini Kartono mengatakan bahwa :
Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah
tertentu, ini merupakan tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih
berhadapan secara fisik (Kartini Kartono, 1980:171).
Berdasarkan pernyataan diatas, maka penulis menggunakan teknik wawancara
untuk berkomunikasi secara langsung dengan informan yaitu tokoh adat dan
masyarakat setempat yang mempunyai pengalaman mengenai Makna simbolis
Kayu Ara pada acara Begawi masyarakat adat Lampung Pepadun Marga Buay
Nyerupa Kabupaten Lampung Tengah.Dengan demikian, teknik wawancara di
lakukan untuk mengolah data yang didapat agar akurat.
3.4.3 Informan
Pemahaman tentang informasi ini penting karena peneliti budaya mau tidak
mau akan berhadapan langsung dengannya. Informan adalah seseorang atau
ketua adat yang memiliki pengetahuan budaya yang diteliti (Suwardi
Endraswara 2006 : 119).Supaya lebih terbukti perolehan informasinya, ada
beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan informan,
yaitu:
31
1. Subjek telah lama dan intensif dengan kegiatan atau aktifitas
menjadisasaran.
2. Subjek masih terikat secara penuh dan aktif pada lingkungan atau
kegiatan yang menjadi sasaran pada penelitian.
3. Subjek mempunyai banyak informasi dan banyak memberikan waktu
dalam memberikan keterangan. (Spradley dan Faisal, 1990:57).
Kriteria yang digunakan untuk memilih informan pada penelitian ini adalah :
1. Masyarakat Lampung yang sudah menikah dengan menggunakan tradisi
Begawiyang didalamnya terdapat Kayu Ara.
2. Pemuka adat yang khusus menangani masalah perkawinan khususnya pada
Makna simbolis Kayu Ara padaacara BegawiMasyarakat adat Lampung
Pepadun Marga Buay Nyerupa Kabupaten Lampung Tengah.
3. Informan yang bersangkutan merupakan orang Lampung yang tinggal di
Kampung Komering Putih Kabupaten Lampung Tengah, serta mengerti
Kayu Arasehingga mampu untuk memberikan tanggapan tentang Makna
simbolis Kayu Ara padaacara BegawiMasyarakat Lampung Pepadun
Marga Buay Nyerupa Kabupaten Lampung Tengah.
4. Dapat dipercaya atas apa yang dikatakan.
Informan dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling atau
mengambil sampel yang telah dipilih secara cermat oleh peneliti. Dalam
teknik ini, pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian.
32
3.4.4 Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan-
peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku
tentang pendapat, dalil atau hukum-hukum lain yang berhubungan dengan
masalah penyelidikan (Hadari Nawawi, 1991:133).
Berdasarkan pendapat diatas teknik dokumentasi adalah cara pengumpulan
data melalui peninggalan yang berupa tulisan, arsip serta buku yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti yakni tentangMakna simbolis Kayu
Ara pada acara Begawi Masyarakat Adat Lampung Pepadun Marga Buay
Nyerupa Kabupaten Lampung Tengah.
3.4.5 Teknik Kepustakaan
Teknik kepustakaan selain berfungsi untuk mendukung data primer yang
diperoleh dari lapangan, teknik ini juga bermanfaat untuk memahami konsep-
konsep ilmiah maupun teori-teori yang ada kaitannya dengan materi penelitian
(Departemen Pendidikan Nasional, 2001 : 5).
Teknik kepustakaan merupakan metode yang dipakai dengan cara meneliti dan
mempelajari bahan-bahan kepustakaan yang ada hubungannya dengan
penelitian yang akan diteliti yakni tentangMakna simbolis Kayu Ara pada
acara Begawi Masyarakat Adat Lampung Pepadun Marga Buay Nyerupa
Kabupaten Lampung Tengah.
33
3.5 Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis data Kualitatif karena data
yang diperoleh bukan merupakan angka- angka sehingga tidak dapat diuji
secara statistik dan data- data yang diperoleh merupakan uraian- uraian
analisis.
Analisis kualitatif yaitu dengan menggunakan proses berfikir induktif, untuk
menguji hipotesis yang dirumuskan sebagai jawaban sementara terhadap
masalah yang diteliti. Induktif dalam hal ini dibuat bertolak dari berbagai fakta
teridentifikasi munculnya atau tidak (Muhammad Ali, 1985 : 155). Analisis
kualitatif lebih berdasarkan pada filsafat fenomenologis yang mengutamakan
penghayatan dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku
manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri (Husaini
Usman, 2009 : 78).
Langkah- langkah dalam penelitian menganlisis data dalam penelitian adalah
sebagai berikut :
3.5.1 Reduksi Data
Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian,
penggolongan, pengabstrakan, dan membuang data yang tidak perlu serta
memilih hal- hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian sehingga dapat
diverifikasikan dan memperoleh kesimpulan. Data- data yang telah direduksi
memberikan gambaran yang lebih jelas tentang hasil pengamatan dan
mempermudah peneliti untuk mengolah hasil data tersebut.
34
3.5.2 Penyajian Data
Penyajian data bertujuan untuk memudahkan peneliti melihat data secara
keseluruhan. Bentuk penyajian data yang digunakan pada data kualitatif
adalah bentuk teks naratif untuk mendeskripsikan hasil penelitian. Penyajian
data dalam penelitian ini dilakukan dengan memilih data yang relevan dan
disajikan dalam kalimat yang mudah dimengerti.
3.5.3 Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi
Setelah data direduksi dan disajikan maka kemudian tindak lanjut peneliti
adalah mencari arti, keteraturan pola, konfigurasi dan alur sebab akibat dan
sebagainya. Kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung sehingga
akan diperoleh kesimpulan yang jelas kebenaran dan kegunaannya.
Langkah- langkah yang akan dilakukan peneliti dalam mengambil kesimpulan
adalah :
1. Mencari data- data yang relevan dengan penelitian.
2. Menyusun data- data dan menyeleksi data yang diperoleh dari sumber
dilapangan.
3. Setelah semua data diseleksi barulah ditarik kesimpulan dan hasilnya
dituangkan dalam bentuk penulisan.
REFERENSI
Etta Mamang dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian : Pendekatan Praktis
Dalam Penelitian. ANDI. Yogyakarta. Halaman 188.
Muhammad Ali. 1985. Penelitian Kependidikan dan Strategi. Bandung. Angkasa.
Halaman 155.
L. J. Moleong. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya. Halaman 90.
Muhammad Nasir. 1988. Prosedur Penelitian Ilmiah. Bandung. Angkasa.
Halaman 162
Hadari Nawawi. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta. Universitas
Gajah Mada. Halaman 61.
Ibid. Halaman 100, 111, 133.
Mudjia Raharjo. 2008. Dasar- Dasar Hermeneutika : Antara Intensionalima dan
Gadamerian. Ar- Ruzz Media. Yogyakarta. Halaman 29.
Saifur Rohman. 2013. Hermeneutik : Panduan ke Arah Desain Penelitian
danAnalisis. Yogyakarta. Graha Ilmu. Halaman 18.
Husin Sayuti. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Jakarta.Fajar Agung.
Halaman 32.
Spradley dan Faisal. Format- Format Penelitian Sosial. Jakarta. Tiara Wacana.
Halaman 57.
Sumadi Suryabrata. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta. Rajawali. Halaman 46
Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial : Berbagai
Alternatif Pendekatan- edisi revisi. cetakan keenam. Jakarta. Kencana.
Halaman 47.
Husaini Usman, dan Purnomo. 2009. Metodologi Penelitian Sosial- edisi kedua.
cetakan kedua. Jakarta. Bumi Aksara. Halaman 7.
Ibid. Halaman 52, 69, 57, 78.
V.KESIMPULAN
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan
terkait makna simbolis Kayu Ara dapat diperoleh data kesimpulan dibawah ini.
Kayu Ara merupakan peralatan pada acara begawi masyarakat Lampung pepadun
yang memiliki makna simbolis yang terkandung.
Kayu Ara biasanya terletak di tengah-tengah Lunjuk di keempat sudut lunjuk.
Kayu Ara ini berbentuk seperti pagoda sederhana menjulang ke atas. Tiang kayu
Ara dibuat dari pohon pinang yang dilingkari oleh lingkaran-lingkaran bambu
berhias yang digantungi dengan berbagai macam benda seperti kain putih,
selendang, handuk, sapu tangan, panci, gayung, payung, termos, jawan untuk nasi,
dan sikat kamar mandi.
Tujuan dilaksanakan Kayu Ara untuk melestarikan budaya lampung supaya tidak
hilang dari peralatan adat dalam upacara begawi cakak pepadun. Pada akhir
upacara adat begawi cakak pepadun Kayu Ara ini dipanjat oleh kerabat yang
membantu bekerja dalam upacara adat lampung. Fungsinya saling berebutan
untuk mendapatkan macam-macam benda buah Kayu Ara. Makna SimbolisIsi
buah Kayu Ara adalah peralatan alat-alat rumah tangga yang dapat diberikan pada
mighul atau mantu dari pihak laki-laki penyimbang dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
67
5.2. Saran
Adapun saran- saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah :
1. Seiring perkembangan zaman yang semakin modern dan arus Globalisasi
yang cukup kuat diharapkan pada masyarakat Lampung di Kampung
Komering Putih tidak meninggalkan nilai- nilai budaya yang telah
diwariskan nenek moyang sebagai identitas diri masyarakat Lampung
Pepadun.
2. Adanya nilai- nilai budaya yang diwariskan oleh nenek moyang
diharapkan para tokoh- tokoh adat Lampung atau punyimbang adat dapat
terus memahami dan berbagi informasi serta pemahaman tentang budaya
Lampung khususnya begawi cakak pepadun dan cangget kepada para
generasi muda sehingga bagian dari budaya ini tidak hilang ditelan jaman.
3. Kepada seluruh masyarakat lampung pepadun yang berada di wilayah
Komering Putih Kabupaten Lampung Tengah agar tetap mempertahankan
upacara begawi cakak pepadun untuk jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1985. Penelitian Kependidikan dan Strategi. Bandung. Angkasa.
Etta Mamang dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian : Pendekatan Praktis
Dalam Penelitian. ANDI. Yogyakarta.
Hadikusuma, Hilman. 1989. Masyarakat dan Adat Budaya Lampung. Bandung.
Mandar Maju.
Hadikusuma, Hilman. 2003. Hukum Perkawinan Adat Dengan Adat Istiadat Dan
Upacara Adatnya. Bandung. PT. CitraAditya Bakti.
Kherustika, Zurida dkk. 2008. Pakaian Upacara Adat Begawi Cakak Pepadun.
Bandar Lampung, Dinas Kebudayaan dan PariwisataUPDT Museum
Negeri.
Koleksi Deposit, 2006, Selayang Pandang Sejarah Dan Budaya Kabupaten
Lampung Tengah, Gunung Sugih, Depdikbud Kanwil Propinsi Lampung.
Martiara, Rina, 2009. Jurnal Penelitian Seni Budaya : Cangget Sebagai Identitas
Kultural Pada Masyarakat Lampung. Yogyakarta. Asintya.
Martiara, Rina. 2000. Cangget Sebagai Pengesah Upacara Perkawinan Adat
Pada Masyarakat Lampung. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Moleong, L. J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Nasir, Muhammad. 1988. Prosedur Penelitian Ilmiah. Bandung. Angkasa.
Nawawi, Hadari, 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta. Universitas
Gajah Mada.
Profil Kampung Komering Putih. 2012.
Raga Maram, Rafael. 2000. Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu
Budaya Dasar. Jakarta. Rinieka Cipta.
Raharjo, Mudjia. 2008. Dasar- Dasar Hermeneutika : Antara Intensionalima dan
Gadamerian. Ar- Ruzz Media. Yogyakarta.
Rohman, Saifur. 2013. Hermeneutik : Panduan ke Arah Desain Penelitian
danAnalisis. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Jakarta.Fajar Agung.
Soedarsono. R.M. 1999. Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi.
DirektoratJendralPendidikanTinggiDepartemenPendidikandanKebudayaan.
Jakarta.
Spradley dan Faisal. Format- Format Penelitian Sosial. Jakarta. Tiara Wacana.
Suryabrata, Sumadi. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta. Rajawali.
Suwarno. 2012. Teori Sosiologi Pemikiran Awal. Bandar Lampung. Universitas
Lampung.
Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial : Berbagai
Alternatif Pendekatan- edisi revisi. cetakan keenam. Jakarta. Kencana.
Usman, Husaini dan Purnomo. 2009. Metodologi Penelitian Sosial- edisi kedua.
cetakan kedua. Jakarta. Bumi Aksara.
Wawancara :
Hari Zayaningrat. Di Kantor Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung. 24
September 2016. Sabtu. Pukul 13.00 WIB.
Purdawati. Di Kampung Komering Putih Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten
Lampung Tengah. 30 November 2016. Rabu. Pukul 10.00 WIB.
Abu Midin. Di Kampung Komering Putih Kecamatan Gunung Sugih
Kabupaten Lampung Tengah. 3 Desember 2016. Sabtu. Pukul 09.00 WIB.
Kasim. Di Kampung Komering Putih Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten
Lampung Tengah. 13 Desember 2016. Selasa. Pukul 14.00 WIB.
Baharuddin. Di Bandar Lampung kediaman Bapak Baharuddin.
15 Desember 2016. Kamis. Pukul 10.00 WIB