Upload
pm
View
110
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
FAKULTAS KEDOKTERANSmart Campus That You Can Rely On
LAPORAN KASUS
Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap
Pelecehan Seksual Kepada Istri
Randy Pratama Putra
1102008204
Tutor : dr. Rita Murnikusumawati ,Sp.M
Kelompok 1
BIDANG KEPEMINATAN KDRT
(BLOK ELEKTIF)
SEMESTER VII
TAHUN AKADEMIK 2011 – 2012
UNIVERSITAS YARSI
ABSTRAK
Latar Belakang: Kekerasan dalam rumah tangga identik dengan seorang istri menjadi
korban dengan adanya luka sampai dapat menimbulkan kematian. Presentasi kasus: Seorang
suami yang meminta istrinya untuk selalu memakai pakaian yang seksi, bila tidak dituruti
akan diancam diusir dari rumah. Diskusi dan kesimpulan: Dampak negatif KDRT pada istri
dapat mempengaruhi perkembangan pada hubungan sosial dan psikisnya.
LATAR BELAKANG
Tindak kekerasan di dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis kejahatan yang
kurang mendapatkan perhatian dan jangkauan hukum. Tindak kekerasan di dalam rumah tangga pada
umumnya melibatkan pelaku dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga,
sedangkan bentuk tindak kekerasan bisa berupa kekerasan fisik dan kekerasan verbal (ancaman
kekerasan). Pelaku dan korban tindak kekerasan didalam rumah tangga bisa menimpa siapa saja,
tidak dibatasi oleh strata, status sosial, tingkat pendidikan, dan suku bangsa.
Tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga merupakan masalah sosial yang serius, akan
tetapi kurang mendapat tanggapan dari masyarakat dan para penegak hukum karena beberapa alasan,
pertama: ketiadaan statistik kriminal yang akurat, kedua: tindak kekerasan pada istri dalam rumah
tangga memiliki ruang lingkup sangat pribadi, berkaitan dengan kesucian dan keharmonisan rumah
tangga (sanctitive of the home), ketiga: tindak kekerasan pada istri dianggap wajar karena hak suami
sebagai pemimpin dan kepala keluarga, keempat: tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga
terjadi dalam lembaga legal yaitu perkawinan. (Hasbianto, 1996)
Sebagian besar perempuan sering bereaksi pasif dan apatis terhadap tindak kekerasan
yang dihadapi. Ini memantapkan kondisi tersembunyi terjadinya tindak kekerasan pada istri
yang diperbuat oleh suami. Kenyataan ini menyebabkan minimnya respon masyarakat
terhadap tindakan yang dilakukan suami dalam ikatan pernikahan. Istri memendam sendiri
persoalan tersebut, tidak tahu bagaimana menyelesaikan dan semakin yakin pada anggapan
yang keliru, suami dominan terhadap istri. Rumah tangga, keluarga merupakan suatu institusi
sosial paling kecil dan bersifat otonom, sehingga menjadi wilayah domestik yang tertutup
dari jangkauan kekuasaan publik sehingga tujuan pembuatan case report untuk membahas
dampak KDRT terhadap pelecehan seksual kepada istri.
DESKRIPSI KASUS
Seorang ibu bernama Ita Karmita (IK) yang berusia 44 tahun telah melaporkan tindak
kekerasan ke LBH APIK yang telah dilakukan oleh suaminya yang berusia 41 tahun. Alamat
pelapor Jl. Teluk Bayur 3 no.2 kav.AL Duren Sawit Jakarta Timur. IK bekerja sebagai ibu
rumah tangga yang menikah dengan Bapak Artano Hadisanto (AH) 15 tahun yang lalu,
tepatnya tahun 1996. Pada pernikahan tersebut mereka dikaruniai 2 orang anak (12 tahun
laki-laki dan 11 tahun perempuan). AH bekerja sebagai Country Manager. Penghasilan rata-
rata perbulanya empat puluh juta rupiah. Sebelumnya korban tidak pernah membawa perkara
ini ke pihak lain.
IK dan AH merupakan anak tunggal dari orangtua masing-masing. Waktu kecil AH
sering mengalami tindakan kekerasan dari orangtuanya. AH telah melanggar janji bahwa
setelah menikah akan tinggal terpisah dengan orangtua, namun demikian faktanya keduanya
harus tinggal dengan orangtua dari AH. Seiring berjalanya waktu, IK sering dipaksa oleh
suaminya menggunakan pakaian seksi di keseharianya. IK sangat tidak menyukai hal tersebut
karena tidak nyaman. Suami akan marah dan mengancam kabur dari rumah apabila hal itu
tidak dilakukan.
Setelah 4 tahun perkawinan, suami mendirikan rumah tepat di samping orangtuanya.
Awal nya rumah tersebut atas nama orangtua dari pelaku, entah kenapa suatu saat pelaku
menggantinya dengan nama nya sendiri. Begitupun dengan mobil yang sudah menggunakan
nama IK, beberapa bulan lalu pelaku menjual mobil tersebut dan membeli mobil baru yang
kemudian di atas nama kan orangtua dari pelaku.
Pada tanggal 1 Mei 2011, pukul 18.30, korban di ajak suami pergi ke Carefour dan
meminta korban untuk mengenakan pakaian yang seksi (rok mini dan baju tanpa lengan). IK
tidak mau menuruti keinginan dari suami, kemudian pelaku marah-marah hebat dan
mengancam korban untuk tidak memperbolehkan ikut ke carefour. Kemarahan pelaku
semakin menjadi dan saat itu juga pelaku mengancam korban di usir dari rumah dan
memberikan pilihan,yaitu:
a) Tidak di perbolehkan memakai pakaian tertutup dan jilbab sampai kapanpun.
b) Keluar dari rumah harus mengenakan pakaian yang seksi, berdasarkan kehendak suami.
c) Atau jika di langgar semua akan terjadi penyiksaan seksual (sodomi, dan meminum
sperma).
Korban tidak mau mengikuti semua keinginan pelaku dan keputusan terakhir korban
mengambil jalan dengan mengajukan gugatan cerai pada pelaku dan menginginkan hak asuh
kedua anak mereka jatuh pada korban.
DISKUSI
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah kekerasan yang terjadi dalam
lingkungan rumah tangga. Pada umumnya, pelaku KDRT adalah suami, dan korbannya
adalah istri dan/atau anak-anaknya. KDRT bisa terjadi dalam bentuk kekerasan fisik,
kekerasan psikologis/emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi.
Secara fisik, KDRT mencakup: menampar, memukul, menjambak rambut, menendang,
menyundut dengan rokok, melukai dengan senjata. Secara psikologis, KDRT termasuk
penghinaan, komentar-komentar yang merendahkan, melarang istri mengunjungi saudara
maupun teman-temannya, mengancam akan dikembalikan ke rumah orang tuanya.
Secara seksual, dapat terjadi dalam bentuk pemaksaan dan penuntutan hubungan seksual.
Secara ekonomi, kekerasan terjadi berupa tidak memberi nafkah istri, melarang istri bekerja
atau membiarkan istri bekerja untuk dieksploitasi. (Tatiana, 2007)
Dalam kasus ini suami telah melakukan kekerasan secara psikologis, istri sering
mendapat ancaman untuk menuruti semua kehendaknya, apabila tidak patuh akan diusir dari
rumah suami. Korban KDRT biasanya enggan/tidak melaporkan kejadian karena
menganggap hal tersebut biasa terjadi dalam rumah tangga atau tidak tahu kemana harus
melapor.
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan
atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk
ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-
wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi.
Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan
jender. Ketimpangan jender adalah perbedaan peran dan hak perempuan dan laki-laki di
masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari laki-laki. “Hak
istimewa” yang dimiliki laki-laki ini seolah-olah menjadikan perempuan sebagai “barang”
milik laki-laki yang berhak untuk diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara
kekerasan.
Perempuan berhak memperoleh perlindungan hak asasi manusia. Kekerasan terhadap
perempuan dapat berupa pelanggaran hak-hak berikut:
1) Hak atas kehidupan
2) Hak atas persamaan
3) Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi
4) Hak atas perlindungan yang sama di muka umum
5) Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan fisik maupun mental yang sebaik-
baiknya
6) Hak atas pekerjaan yang layak dan kondisi kerja yang baik
7) Hak untuk pendidikan lanjut
8) Hak untuk tidak mengalami penganiayaan atau bentuk kekejaman lain, perlakuan
atau penyiksaan secara tidak manusiawi yang sewenang-wenang.
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang
dilakukan secara sepihak dan tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasaran.
Pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja dan kapan saja, seperti di tempat kerja, di
kampus/sekolah, di pesta, tempat rapat. Pelaku pelecehan seksual bisa teman, pacar, atasan di
tempat kerja, dokter, dukun. Akibat pelecehan seksual, korban merasa malu, marah, terhina,
tersinggung, benci kepada pelaku, dendam kepada pelaku, shok/trauma berat.
Kecenderungan tindak KDRT terjadinya karena faktor dukungan sosial dan kultur
(budaya) dimana istri di persepsikan orang nomor dua dan bisa diperlakukan dengan cara apa
saja. Hal ini muncul karena transformasi pengetahuan yang diperoleh dari masa lalu, istri
harus nurut kata suami, bila istri mendebat suami, dipukul. Kultur di masyarakat suami lebih
dominan pada istri, ada tindak kekerasan dalam rumah tangga dianggap masalah privasi,
masyarakat tidak boleh ikut campur. Saat ini dengan berlakunya undang-undang anti
kekerasan dalam rumah tangga disetujui tahun 2004, maka tindak kekerasan dalam rumah
tangga bukan hanya urusan suami istri tetapi sudah menjadi urusan publik. Keluarga dan
masyarakat dapat ikut mencegah dan mengawasi bila terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masya-
rakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya KDRT sebagai berikut:
1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita,
sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.
2. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan
wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan
maka istri mengalami tindakan kekerasan.
3. Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak.
Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-
kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.
4. Wanita sebagai anak-anak
konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-
luasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban
wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang
bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.
5. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh
suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya
sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum
yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak
dalam konteks harmoni keluarga.
Dalam kasus ini, kedua insan yang hidup pasti menginginkan dan mendambakan
suatu kehidupan yang bahagia, tentram, sejahtera, penuh dengan keamanan dan ketenangan
atau bisa dikatakan kehidupan yang sakinah, karena memang sifat dasar manusia adalah
senantiasa condong kepada hal-hal yang bisa menentramkan jiwa serta membahagiakan
anggota badannya, sehingga berbagai cara dan usaha ditempuh untuk meraih kehidupan yang
sakinah tersebut. Sesungguhnya sebuah kehidupan yang sakinah, yang dibangun diatas rasa
cinta dan kasih sayang, tentu sangat berarti dan bernilai dalam sebuah rumah tangga. Betapa
tidak, bagi seorang pria atau seorang wanita yang akan membangun sebuah rumah tangga
melalui tali pernikahan, pasti berharap dan bercita-cita bisa membentuk sebuah rumah tangga
yang sakinah, ataupun bagi yang telah menjalani kehidupan berumah tangga senantiasa
berupaya untuk meraih kehidupan yang sakinah tersebut.
Setiap pribadi, terkhusus mereka yang telah berumah tangga, pasti dan sangat
berkeinginan untuk merasakan kehidupan yang sakinah, sehingga kita menyaksikan berbagai
macam cara dan usaha serta berbagai jenis metode ditempuh, yang mana semuanya itu
dibangun diatas presepsi yang berbeda dalam mencapai tujuan kehidupan yang sakinah tadi.
Maka nampak di pandangan kita sebagian orang ada yang berusaha mencari dan menumpuk
harta kekayaan sebanyak-banyaknya, karena mereka menganggap bahwa dengan harta itulah
akan diraih kehidupan yang sakinah. Ada pula yang senantiasa berupaya untuk menyehatkan
dan memperindah tubuhnya, karena memang di benak mereka kehidupan yang sakinah itu
terletak pada kesehatan fisik dan keindahan bentuk tubuh. Disana ada juga yang
berpandangan bahwa kehidupan yang sakinah bisa diperoleh semata-mata pada makanan
yang lezat dan beraneka ragam, tempat tinggal yang luas dan megah, serta pasangan hidup
yang rupawan, sehingga mereka berupaya dengan sekuat tenaga untuk mendapatkan itu
semua. Akan tetapi, perlu kita ketahui dan pahami terlebih dahulu apa sebenarnya hakekat
kehidupan yang sakinah dalam sebuah kehidupan rumah tangga.
Sesungguhnya hakekat kehidupan yang sakinah adalah suatu kehidupan yang
dilandasi mawaddah warohmah (cinta dan kasih sayang) dari Allah subhanahu wata’ala
Pencipta alam semesta ini. Yakni sebuah kehidupan yang dirihdoi Allah, yang mana para
pelakunya/orang yang menjalani kehidupan tersebut senantiasa berusaha dan mencari
keridhoan Allah dan rasulNya, dengan cara melakukan setiap apa yang diperintahkan dan
meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Allah dan rasulNya.
Maka kesimpulannya, bahwa hakekat sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah
adalah terletak pada realisasi/penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan berumah tangga
yang bertujuan mencari ridho Allah subhanahu wata’ala. Karena memang hakekat
ketenangan jiwa (sakinah) itu adalah ketenangan yang terbimbing dengan agama dan datang
dari sisi Allah subhanahu wata’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selaku uswatun hasanah (suri tauladan yang
baik) yang patut dicontoh telah membimbing umatnya dalam hidup berumah tangga agar
tercapai sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Bimbingan
tersebut baik secara lisan melalui sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam maupun secara
amaliah, yakni dengan perbuatan/contoh yang beliau shalallahu ‘alaihi wasallam lakukan.
Diantaranya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa menghasung
seorang suami dan isteri untuk saling ta’awun (tolong menolong, bahu membahu, bantu
membantu) dan bekerja sama dalam bentuk saling menasehati dan saling mengingatkan
dalam kebaikan dan ketakwaan, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:
�ة� أ �م�ر� �ن ال اء� ف�إ �س� �الن �و�ص�وا ب ت اس�
ي� �ع�و�ج� ش� �ن أ �ع و�إ �ق�ت� م�ن� ض�ل ل خ�
اء� ء ف�ي �س((� �الن وا ب �و�ص((� ت و�ج� ف�اس� �ع((� ل� أ ز� �م� ي((� ه� ل �ت((� ك �ر� �ن� ت �ه� و�إ ت ر� �س((� ك
�ق�يم�ه� �ت� ت �ن� ذ�ه�ب ه� ف�إ �ع�ال� �ع� أ الض�ل
“Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para wanita
diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk
adalah bagian atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami) keras dalam
meluruskannya (membimbingnya), pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian
membiarkannya (yakni tidak membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-
isteri (para wanita) dengan cara yang baik.” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari
shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Dalam hadits tersebut, kita melihat bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam membimbing para suami untuk senantiasa mendidik dan menasehati isteri-isteri
mereka dengan cara yang baik, lembut dan terus-menerus atau berkesinambungan dalam
menasehatinya. Hal ini ditunjukkan dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:
�ع�و�ج� ل� أ �ز� �م� ي �ه� ل �ت ك �ر� �ن� ت و�إ
yakni “jika kalian para suami tidak menasehati mereka (para isteri), maka mereka tetap
dalam keadaan bengkok,” artinya tetap dalam keadaan salah dan keliru. Karena memang
wanita itu lemah dan kurang akal dan agamanya, serta mempunyai sifat kebengkokan karena
diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok sebagaimana disebutkan dalam hadits tadi,
sehingga senantiasa butuh terhadap nasehat.
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga bahkan ini dianjurkan bagi seorang
isteri untuk memberikan nasehat kepada suaminya dengan cara yang baik pula, karena
nasehat sangat dibutuhkan bagi siapa saja. Dan bagi siapa saja yang mampu hendaklah
dilakukan. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
ت� ل�ح� الص�� وا ت�واص� و� ق� ب�الح� وا ت�واص� و� �ال� برب�الص� إ ال�ذين� ءام�نوا ل�وا و�ع�م�
“Dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 3)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
�ح�ة� ص�ي �ن� الن الد�ي
“Agama itu nasehat.” (HR. Muslim no. 55)
Maka sebuah rumah tangga akan tetap kokoh dan akan meraih suatu kehidupan yang sakinah,
insya Allah, dengan adanya sikap saling menasehati dalam kebaikan dan ketakwaan.
Ketahuilah, dengan berdzikir dan memperbanyak dzikir kepada Allah, maka seseorang akan
memperoleh ketenangan dalam hidup (sakinah).
Baik dzikir dengan makna khusus, yaitu dengan melafazhkan dzikir-dzikir tertentu yang telah
disyariatkan, misal:
الله �غ�ف�ر� ت س�� أ
dan lain-lain, maupun dzikir dengan makna umum, yaitu mengingat, sehingga
mencakup/meliputi segala jenis ibadah atau kekuatan yang dilakukan seorang hamba dalam
rangka mengingat Allah subhanahu wata’ala, seperti sholat, shoum (puasa), shodaqoh, dan
lain-lain.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
�اب� �ت �ل�ون� ك �ت �وت� الله� ي �ي �ت م�ن� ب �ي �م�ع� ق�و�م@ ف�ي ب ت م�ا اج�
ل�ت� ع�ل� �ز� ن �ال �ه�م� إ �ن �ي �ه� ب ون س� �د�ار� �ت الله� و�ي
�ة� �ن �ي ك �ه�م� الس ي
“Tidaklah berkumpul suatu kaum/kelompok disalah satu rumah dari rumah-rumah Allah
(masjid), (yang mana) mereka membaca Al Qur`an dan mengkajinya diantara mereka,
kecuali akan turun (dari sisi Allah subhanahu wata’ala) kepada mereka as sakinah
(ketenangan).” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu)
Dalam hadits diatas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kabar gembira
bagi mereka yang mempelajari Al Qur`an (ilmu agama), baik dengan mempelajari cara
membaca maupun dengan membaca sekaligus mengaji makna serta tafsirnya, yaitu
bahwasanya Allah akan menurunkan as sakinah (ketenangan jiwa) pada mereka.
KESIMPULAN
Tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan jenis kejahatan yang kurang
mendapat perhatian dan jangkauan hukum pidana. Bentuk kekerasannya dapat berupa
kekerasan fisik, psikis, seksual, dan verbal serta penelantaran rumah tangga. Faktor yang
mendorong terjadinya tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga yaitu pembelaan atas
kekuasaan laki-laki, diskriminasi dan pembatasan bidang ekonomi, beban pengasuhan anak,
wanita sebagai anak-anak, dan orientasi peradilan pidana pada laki-laki. Suami dan istri juga
perlu untuk terlibat dalam terapi kelompok dimana masing-masing dapat melakukan sharing
sehingga menumbuhkan keyakinan bahwa hubungan perkawinan yang sehat bukan dilandasi
oleh kekerasan namun dilandasi oleh rasa saling empati. Selain itu, suami dan istri perlu
belajar bagaimana bersikap asertif dan memanage emosi sehingga jika ada perbedaan
pendapat tidak perlu menggunakan kekerasan karena berpotensi anak akan mengimitasi
perilaku kekerasan tersebut.
SARAN
Untuk menurunkan kasus-kasus KDRT maka masyarakat perlu digalakkan pendidikan
mengenai HAM dan pemberdayaan perempuan, menyebarkan informasi dan mempromosikan
prinsip hidup sehat, anti kekerasan terhadap perempuan dan anak serta menolak kekerasan
sebagai cara untuk memecahkan masalah, mengadakan penyuluhan untuk mencegah
kekerasan, mempromosikan kesetaraan jender, mempromosikan sikap tidak menyalahkan
korban melalui media.
Bagi suami sebagai pelaku, bantuan oleh Psikolog diperlukan agar akar permasalahan
yang menyebabkannya melakukan kekerasan dapat terkuak dan belajar untuk berempati
dengan menjalani terapi kognitif. Karena tanpa adanya perubahan dalam pola pikir suami
dalam menerima dirinya sendiri dan istrinya maka kekerasan akan kembali terjadi.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan bila menjadi korban kekerasan dalam rumah
tangga, sebagai berikut:
1) Menceritakan kejadian kepada orang lain, seperti teman dekat, kerabat, lembaga-lembaga pelayanan/konsultasi
2) Melaporkan ke polisi
3) Mencari jalan keluar dengan konsultasi psikologis maupun konsultasi hukum
4) Mempersiapkan perlindungan diri, seperti uang, tabungan, surat-surat penting untuk kebutuhan pribadi dan anak
5) Pergi ke dokter untuk mengobati luka-luka yang dialami, dan meminta dokter membuat visum.
UCAPAN TERIMAKASIH
Saya mengucapakan terimakasih kepada Allah yang atas berkat dan rahmatnya Saya
bisa menyelesaikan case report ini. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada LBH-APIK,
Jakarta Timur. Tak lupa Saya juga mengucapakan terimakasih kepada pembimbing tutor
yaitu dr.Rita Murnikusumawati Sp.M yang membimbing blok kepeminatan KDRT kelompok
1 sehingga case report dapat dibuat dengan hasil yang memuaskan. Terima kasih kepada dr.
Hj. RW. Susilowati, Mkes dan DR. Drh. Hj. Titiek Djannatun sebagai koordinator blok
elektif ini serta kepada dr.Ferryal Basbeth, Sp.F sebagai dosen pengampuh. Kepada semua
anggota kelompok 1 KDRT, terima kasih atas dukungan dan kerjasamanya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Thobroni,M.2010.Meraih Berkah Dengan Menikah.Pustaka Marwa.Jakarta
2. http://www.kesrepro.info
3. Sitorus,M.1999.Kekerasan dan Dampaknya Terhadap Wanita,IDAJI.Jakarta
4. http://www.g-excess.com/202/kekerasan-terhadap-wanita
5. http://www.gunadarma.ac.id
6. Departemen Kesehatan (2002), Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
terhadap Perempuan. Jakarta: Departemen Kesehatan.
7. Venny A (2003). Memahami Kekerasan terhadap Perempuan. Jakarta: Yayasan
Jurnal Perempuan.
8. Al-Qur’an dan Hadist