52
KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN TAPANULI (Pongo tapanuliensis) DI AREAL PENGGUNAAN LAIN (APL) SEKITAR KAWASAN HUTAN BATANG TORU SUMATERA UTARA SKRIPSI MUHAMMAD IQBAL RIVAI 151201026 DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN

ORANGUTAN TAPANULI (Pongo tapanuliensis) DI

AREAL PENGGUNAAN LAIN (APL) SEKITAR

KAWASAN HUTAN BATANG TORU

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

MUHAMMAD IQBAL RIVAI

151201026

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

i

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN

ORANGUTAN TAPANULI (Pongo tapanuliensis) DI

AREAL PENGGUNAAN LAIN (APL) SEKITAR

KAWASAN HUTAN BATANG TORU

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh :

MUHAMMAD IQBAL RIVAI

151201026

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

iii

ABSTRAK

MUHAMMAD IQBAL RIVAI : Keanekaragaman Tumbuhan Pakan Orangutan

Tapanuli (Pongo tapanuliensis) Di Areal Penggunaan Lain (APL) Sekitar

Kawasan Hutan Batang Toru Sumatera Utara, dibimbing oleh PINDI PATANA

dan MA’RIFATIN ZAHRAH

Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) merupakan satwa endemik

yang sebaran alaminya hanya ditemukan di ekosistem Batang Toru. Populasi

Orangutan Tapanuli terpecah ke dalam dua kawasan utama (blok barat dan timur),

oleh lembah patahan sumatera dan juga ada populasi kecil di cagar alam sibual –

buali di sebelah tenggara blok barat. Status satwa ini berdasarkan daftar merah

IUCN sudah tergolong “Critically Endangered” (sangat terancam punah). Perlu

adanya identifikasi terhadap keanekaragaman dan kelimpahan tumbuhan pakan

Orangutan Tapanuli dengan menggunakan metode analisis vegetasi, indeks

Shannon - Wieners dan Indeks Similarity pada kawasan hutan Batang Toru, hal

ini di lakukan agar dapat mengestimasi ketersediaan sumber pakan bagi

Orangutan. Pada keanekaragaman jenis pohon pakan orangutan tapanuli, total

indeks keanekaragaman (H’) sebesar 4,62 hal ini dapat diartikan bahwa tingkat

keanekaragaman tergolong tinggi. Upaya perlindungan sangat perlu dilakukan

terhadap ekosistem Hutan Batang Toru secara menyeluruh karena sampai saat ini

kawasan tersebut masih terancam dengan adanya alih fungsi lahan yang

menyebabkan berubahnya status kawasan dan berdampak pada kelestarian

ekosistem flora dan fauna yang terdapat dalam ekosistem hutan Batang Toru.

Kata kunci : Batang Toru, Ekosistem, Pongo tapanuliensis, Tumbuhan pakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

iv

ABSTRACT

MUHAMMAD IQBAL RIVAI : Diversity of Feed Plant for Orangutan

Tapanuli (Pongo tapanuliensis) in Other Use Areas (APL) Around the Batang

Toru Forest Area in North Sumatra, supervised by PINDI PATANA and

MA’RIFATIN ZAHRAH

The Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) is an endemic animal

which natural distribution is only found in the Batang Toru ecosystem. The

population of Orangutan Tapanuli is divided into two main regions (west and east

blocks), by the Sumatran fault valley and also a small population in the natural

reserve - except to the southeast of the western block. This animal status based on

the IUCN red list is classified as "Critically Endangered". It is necessary to

identify the diversity and abundance of vegetation for Orangutan Tapanuli feed

using the method of vegetation analysis, Shannon-Wieners index and Similarity

Index in Batang Toru forest area this is done in order to estimate the availability

of food sources for Orangutans. The diversity of orangutan feed tree species has a

total diversity index (H ') of 4.62, which means that the level of diversity is very

high. Protection efforts are needed to do in Batang Toru Forest because until now

the area is still threatened by the land conversion that caused changes in the

status of area and has an impact on the sustainability of flora and fauna in

Batang Toru forest ecosystem.

Keywords: Batang Toru, Ecosystems, Pongo tapanuliensis, Feed Vegetation

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Aek Nabara pada tanggal 14

November 1997 dari pasangan bapak Zulkifli dan

Rahmawati. Penulis merupakan anak ke dua dari tiga orang

bersaudara.

Pada tahun 2009 Penulis lulus dari MIN Buluh

Rampai Riau, Tahun 2012 lulus dari MTS Al – Kautsar Al –

Akbar Islamic Boarding School Medan, dan Tahun 2015

lulus dari MAN 1 Medan. Tahun 2015 Penulis melanjutkan

kuliah di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan sebagai

Mahasiswa di Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan

melalui jalur SNMPTN.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di berbagai Organisasi baik

Intra Kampus maupun Ekstra kampus seperti menjadi ketua umum BKM Baytul

Asyjaar di Fakultas Kehutanan, anggota Advokasi SAHIVA USU, serta anggota

media dan komunikasi KOPHI (Koalisi Pemuda Hijau Indonesia).

Selama mengikuti perkuliahan penulis mendapatkan beberapa prestasi

seperti menjadi Mahasiswa Berprestasi Fakultas Kehutanan tahun 2018, Delegasi

Ekspedisi Jalur Rempah tahun 2018 daerah Ternate dan Tidore, Delegasi Pemuda

Mendunia Chapter Singapore tahun 2017, Delegasi Jambore Bebas Sampah tahun

2017 daerah Banda Aceh, Peserta IYCS ( Indonesia Youth Contributor Summit) di

Jakarta, dan mendapatkan beberapa beasiswa dari LAZ Ulil Albab tahun 2015,

Peningkatan Prestasi Akademik(PPA) tahun 2016, Rumah Kepemimpinan tahun

2017, OIC (Orangutan Information Centre) tahun 2018. Penulis juga

melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Kawasan Hutan

Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Diklat Pondok Buluh, Kabupaten

Simalungun, Sumatera Utara dan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai

Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Yogyakarta pada tahun 2018.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Keanekaragaman Tumbuhan Pakan Orangutan Tapanuli

(Pongo tapanuliensis) Di Areal Penggunaan Lain (APL) Sekitar Kawasan Hutan

Batang Toru Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

Bapak Pindi Patana, S.Hut, M.Sc selaku ketua komisi dosen pembimbing dan Ibu

Dr. Ir. Ma’rifatin Zahrah, M.Si selaku anggota komisi dosen pembimbing penulis

atas kesediaannya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan hasil

penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Yayasan

Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL – OIC)

yang bersedia memberikan dukungan materi dan moral untuk pelaksanaan dan

penyusunan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut

membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk hasil penelitian yang lebih baik. Akhir kata penulis

mengucapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2019

Penulis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

vii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... i

PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................... ii

ABSTRAK ................................................................................................. iii

ABSTRACT ................................................................................................ iv

RIWAYAT HIDUP ................................................................................... v

KATA PENGANTAR ............................................................................... vi

DAFTAR ISI .............................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ..................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. x

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xi

PENDAHULUAN

Latar Belakang ............................................................................................ 1

Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3

Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Karakteristik Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis)

Habitat Orangutan ....................................................................................... 4

Lokasi dan Kondisi Umum ......................................................................... 5

Daya Jelajah Orangutan .............................................................................. 6

Keragaman Jenis Makanan ......................................................................... 7

Pakan Orangutan ......................................................................................... 8

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat ...................................................................................... 10

Bahan dan Alat ............................................................................................ 11

Prosedur Penelitian...................................................................................... 11

Orientasi Lapangan ............................................................................ 11

Pengumpulan Data ............................................................................. 11

Data Primer ................................................................................. 11

Data Sekunder ............................................................................ 11

Struktur dan Komposisi Vegetasi ...................................................... 12

Pengolahan Data ................................................................................ 12

Indeks Nilai Penting ................................................................. 13

Indeks Shannon - Wiener ......................................................... 14

Indeks Similarity ...................................................................... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur dan Komposisi Vegetasi ........................................................ 15

Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan Pada Tiap Tingkat Vegetasi

di Kawasan APL (Areal Penggunaan Lain) ......................................... 17

Keanekaragaman Jenis Tumbuhan di Kawasan APL (Areal Penggu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

viii

naan Lain) ............................................................................................ 22

Keanekaragaman Jenis Tumbuhan pakan Orangutan di Kawasan APL

(Areal Penggunaan Lain) ..................................................................... 24

Kemiripan (Similarity) dan Ketidakmiripan (Dissimilarity) Tipe Komu

nitas Vegetasi Pada Setiap Jalur di Kawasan APL (Areal Penggunaan

Lain) ..................................................................................................... 26

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan .......................................................................................... 30

Saran..................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

ix

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Titik Koordinat DMS dan UTM Lokasi Penelitian................................. 10

2. Analisis Data Vegetasi Tingkat Tiang dan Pohon .................................. 13

3. Struktur dan Komposisi Vegetasi ........................................................... 15

4. Jenis Tumbuhan Dominan Pada Tingkat Pertumbuhan Pohon ............... 17

5. Jenis Tumbuhan Dominan Pada Tingkat Pertumbuhan Tiang ................ 18

6. Jenis Tumbuhan Dominan Pada Tingkat Pertumbuhan Pancang ........... 19

7. Jenis Tumbuhan Dominan Pada Tingkat Pertumbuhan Semai ............... 20

8. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis masing – masing jalur ................... 22

9. Indeks Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Pakan Orangutan Tapanuli .. 24

8. Nilai Indeks Similarity (Kemiripan) dan Dissimilarity (Ketidakmiripan)

Antara Tiap Jalur Pada Tingkat Semai ................................................... 27

9. Nilai Indeks Similarity (Kemiripan) dan Dissimilarity (Ketidakmiripan)

Antara Tiap Jalur Pada Tingkat Pancang ............................................... 27

10. Nilai Indeks Similarity (Kemiripan) dan Dissimilarity (Ketidakmiripan)

Antara Tiap Jalur Pada Tingkat Tiang ................................................... 28

11. Nilai Indeks Similarity (Kemiripan) dan Dissimilarity (Ketidakmiripan)

Antara Tiap Jalur Pada Tingkat Pohon ................................................... 28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

x

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ............................................................................. 10

2. Desain Unit Petak Contoh di Lapangan dengan Metode Garis Berpetak 12

3. Sebaran Komposisi Jenis Tumbuhan Pada Tiap Jalur ................................... 16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Foto Lokasi dan Kegiatan Selama di Lapangan ........................................... 35

2. Daftar Nama Lokal dan Nama Ilmiah Vegetasi yang Terdapat di

Kawasan Hutan Batang Toru ...................................................................... 37

3. Perhitungan Analisis Vegetasi dan Indeks Nilai Penting (INP)................... 40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara terkaya dengan keanekaragaman

spesies primata. Dari seluruh spesies primata di dunia, 20% diantaranya dapat

ditemukan di Indonesia, salah satu dari spesies primata tersebut adalah orangutan.

Orangutan merupakan satu-satunya spesies kera besar yang dapat ditemukan di

Asia. Sebanyak 32 jenis primata dari 40 jenis yang ada di Indonesia telah tercatat

dalam Red Data Book IUCN dan Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis)

termasuk salah satu diantaranya. Hal ini menunjukkan tingginya tingkat ancaman

terhadap satwa primata di Indonesia (Supriatna dan Wahyono 2000).

Populasi orangutan sepuluh ribu tahun yang lalu tersebar luas di daratan

Cina dan Asia Tenggara. Namun di Indonesia populasi orangutan yang tersisa

hanya terdapat di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Orangutan di kedua

pulau tersebut berbeda spesiesnya yaitu orangutan sumatera (Pongo abelii) dan

orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) (Rowe, 1996). Namun pada tahun 2017

spesies orangutan baru telah ditemukan di Kawasan Ekosistem Hutan Batang

Toru dengan nama spesies Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis). Satwa ini

diketahui memiliki jenis panggilan jarak jauh (long call) yaitu cara jantan

menyebarkan informasi yang berbeda, serta jenis pakan unik yang hanya

ditemukan di ekosistem Batang Toru. Populasi Orangutan Tapanuli terpecah ke

dalam dua kawasan utama (blok barat dan timur), oleh lembah patahan Sumatera,

dan juga ada populasi kecil di Cagar Alam Dolok Sibual - buali di sebelah

tenggara blok barat. Satwa ini termasuk ke dalam daftar spesies “sangat terancam

punah” (critically endangered) berdasarkan daftar merah IUCN. Saat ini kawasan

ekosistem Batang Toru memiliki luas 150.000 Ha dan merupakan habitat terakhir

bagi Orangutan Tapanuli (Hadi, 2017).

Orangutan Sumatra (Pongo abelii Lesson) merupakan satwa endemik yang

sebaran alaminya hanya tersisa di Provinsi Aceh dan Sumatra Utara, dengan status

konservasi sebagai satwa yang kritis terancam punah. Salah satu habitatnya yang

masih cukup baik adalah di Hutan Batang Toru, Tapanuli, Sumatra Utara.

Keberadaan orangutan di Batang Toru (sebelah Selatan Danau Toba) telah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

2

menarik perhatian banyak pihak karena diduga memiliki pola kehidupan yang

berbeda dengan orangutan di Aceh (sebelah Utara Danau Toba). Kualitas dan luas

habitat orangutan Batang Toru saat ini diduga terus menurun karena masih

maraknya aktivitas konversi hutan menjadi areal perkebunan, pertanian dan

pemukiman masyarakat. Untuk itu, upaya konservasinya menjadi sangat penting

karena sebaran populasinya terus terfragmentasi pada luasan habitat yang sempit,

seperti pada kawasan konservasi. Segala upaya sebaiknya terus ditempuh untuk

melestarikan orangutan melalui tindakan yang nyata, bijaksana, dan rasional

(Kuswanda, 2014).

Melihat kondisi tersebut perlu adanya identifikasi dan data

keanekaragaman tumbuhan pakan Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) di

Areal Penggunaaan Lain (APL) ekosistem hutan Batang Toru. Hal ini dilakukan

agar diketahui seberapa besar indeks keanekaragaman tumbuhan pakan yang

terdapat pada kawasan tersebut dan apakah layak kawasan tersebut dijadikan

habitat bagi Orangutan Tapanuli (P. tapanuliensis).

Menurut Nowak et al. (2017) dikatakan bahwa pada ekosistem hutan

Batang Toru terdapat ancaman internal dan eksternal. Ancaman internal yang

terjadi bukan hanya pada pembangunan pembangkit listrik melainkan adanya

konversi lahan menjadi tambang emas dan perak serta lahan pertanian. Sedangkan

ancaman eksternal yang sering terjadi pada ekosistem ini berupa perburuan dan

perdagangan orangutan muda, serta pembunuhan akibat adanya konflik dengan

manusia. Baru-baru ini, pengembangan listrik tenaga air telah diusulkan dalam

daerah dengan kepadatan orangutan tertinggi, yang dapat berdampak sekitar 100

km² dari habitat Pongo tapanuliensis, atau hampir 10% dari seluruh populasi

spesies. Hal ini dapat membahayakan bahkan memperkecil peluang untuk

mempertahankan koridor antara habitat orangutan blok barat dan blok timur.

Apabila ancaman ini terus terjadi maka akan mempengaruhi keseimbangan

ekosistem. Hal ini akan berdampak luas pada lahan pakan satwa, karena adanya

perubahan konversi lahan. Galdikas (1984) menyatakan bahwa ketika pakan satwa

sudah sulit ditemukan maka akan terjadi penurunan kelompok pakan (Feeding

Group), sehingga berdampak pada sulitnya pertemuan dan adaptasi antara tiap

individu, yang berakibat pula pada turunnya angka fertilitas Orangutan Tapanuli.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

3

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menghitung

keanekaragaman jenis tumbuhan pakan orangutan Tapanuli

(Pongo tapanuliensis) di kawasan Hutan Batang Toru.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat :

1. Sebagai data base bagi peneliti mengenai keanekaragaman tumbuhan pakan

Orangutan Tapanuli (P. tapanuliensis).

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan atau Stakeholder

tentang pentingnya pelestarian Orangutan Tapanuli (P. tapanuliensis) di

Areal Penggunaan Lain (APL).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

4

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Karakteristik Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis)

Orangutan berasal dari bahasa melayu yaitu “orang hutan”. Orangutan

Pongo pygmaeus di Borneo dan orangutan Pongo abelii di Sumatera merupakan

satu-satunya kera besar yang hidup di Asia. Jenis kera besar lainnya di temukan di

Afrika, yaitu Bonobo (Pan panicus), Simpanse (Pan troglodytes) dan Gorilla

(Gorilla gorilla). Semua kera besar digolongkan ke dalam suku pongidae yang

merupakan bagian dari bangsa primata (Yuwono, 2007).

Menurut Nowak et al. (2017), klasifikasi orangutan Tapanuli adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Classis : Mamalia

Ordo : Primata

Famili : Hominidae

Genus : Pongo

Species : Pongo tapanuliensis (Nowak, 2017)

Perbedaan morfologis orangutan dapat dikenali dari perawakannya,

khususnya struktur rambut. Jenis dari Sumatera berambut lebih tipis, membulat,

mempunyai kolom pigmen gelap yang halus dan sering patah di bagian

tengahnya, biasanya jelas di dekat ujungnya dan kadang berujung hitam di bagian

luarnya. Ciri yang kedua, orangutan Kalimantan lebih tegap dan mempunyai kulit

dan warna rambut lebih gelap dari pada orangutan yang ada di Sumatera

(Meijaard et al., 2001).

Habitat Orangutan

Kurang dari 20.000 tahun yang lalu orangutan dapat dijumpai di seluruh

Asia Tenggara, dari Pulau Jawa di ujung selatan sampai ujung utara Pegunungan

Himalaya Cina bagian selatan. Akan tetapi, saat ini jenis kera besar ini hanya

ditemukan di Sumatera dan Kalimantan, dimana 90% berada di Indonesia.

Penyebab utama terjadi penyempitan daerah sebaran adalah karena manusia dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

5

orangutan menyukai tempat hidup yang sama, terutama dataran alluvial disekitar

daerah aliran sungai dan hutan rawa gambut. Pemanfaatan lahan tersebut untuk

aktivitas sosial, ekonomi, dan budaya manusia umumnya berakibat fatal bagi

pihak orangutan. Diketahui jumlah populasi orangutan liar telah menurun secara

terus menerus dalam beberapa dekade terakhir akibat hilangnya hutan dataran

rendah, namun pada beberapa dekade tahun terakhir ini kecepatan penurunan

populasi orangutan terus meningkat. Prediksi para ahli, jika kondisi ini tidak

membaik, maka dalam 10 tahun terakhir kita akan kehilangan hampir 50% dari

jumlah populasi yang ada saat ini (Dephut, 2007).

Kelangsungan hidup orangutan sangat bergantung kepada habitatnya

dihutan hujan tropis mulai dari hutan dataran rendah, rawa, kerangas hingga hutan

pegunungan diketinggian 1.800 mdpl (Rijksen, 1978). Batas ketinggian itu

mencerminkan ketersediaan sumber pakan yang disukai dari pada faktor iklim.

Pada habitat alaminya, orangutan merupakan satwa liar tipe pengumpul atau

pencari makanan yang oportunis (memakan apa saja yang dapat diperolehnya).

Distribusi jumlah dan kualitas makanan, terutama buah-buahan sebagai makanan

pokok orangutan, sangat memengaruhi perilaku pergerakan, kepadatan populasi

dan organisasi sosialnya (Meijaard et al., 2001).

Lokasi dan Kondisi Umum

Fredriksson dan Usher (2017) menyatakan bahwa terdapat 11.072 Ha

wilayah ekosistem Hutan Batang Toru yang berstatus APL (Areal Penggunaan

Lain). Pada lahan APL dikatakan banyak usaha pertanian yang bergantung pada

air dari DAS (Daerah Aliran Sungai) seperti persawahan yang luas di lembah

Sarulla (di antara blok barat dan blok timur), serta perkebunan karet dan sawit di

hilir. Ekosistem Batang Toru merupakan hulu dari sembilan DAS dan mempunyai

fungsi yang sangat penting untuk menjaga penataan air di DAS tersebut. Yang

paling nyata adalah DAS Sipansihaporas dimana seluruh hulunya berada di

Ekosistem Batang Toru dan menjadi sumber air untuk PLTA berkapasitas 510

MW. Selain PLTA Sipansihaporas terdapat 2 instalasi pembangkit listrik tenaga

air di Aek Raisan, yang sumber airnya juga dari Ekosistem Batang Toru. Lebih

dari setengah Ekosistem Batang Toru adalah bagian dari DAS Batang Toru, yang

merupakan DAS terluas di wilayah ini. DAS Batang Toru hampir seluruh hulu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

6

DAS-nya sudah merupakan lahan pertanian, sehingga hutan yang ada di

Ekosistem Batang Toru merupakan benteng terakhir untuk melindungi fungsi

DAS penting ini. Menurut informasi yang didapatkan dari Cahyani (2014),

keberadaan pohon sarang Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) terdapat di

desa Huraba, Bulu Mario, Aek Nabara, Sitandiang, Tanjung Rompa, Simaretung,

Poken Arba, Sugi, Aek Sabaon, Sialaman dan Sibio-Bio.

Ekosistem Batang Toru, yang juga disebut “Harangan Tapanuli” dengan

luas total sekitar 150.000 ha terletak di ketiga Kabupaten Tapanuli, Provinsi

Sumatera Utara. Dari luas tersebut, hampir 142.000 ha merupakan hutan primer

yang tampak hijau tua pada citra satelit di peta. Selebihnya adalah kawasan

terdegradasi yang perlu di rehabilitasi sekaligus membangun koridor antar blok –

blok hutan yang telah terpisah. Sekitar 61,0% dari hutan primer terdapat di

kabupaten Tapanuli Utara, 29,7% di Tapanuli Selatan, dan 9,3 % di Tapanuli

Tengah. Titik terendah adalah 133 m di atas permukaan laut (dpl) namun sebagian

besar hutan primer berada di atas 850 mdpl dengan tingkat curah hujan yang

tinggi. Titik tertinggi adalah 1909 mdpl di Dolok Lubuk Raya. Karena variasi

ketinggian tersebut, tipe hutan yang ditemukan juga beragam, mulai dari hutan

hujan tropis dataran rendah, hingga hutan berlumut di dataran tinggi. Curah hujan

sangat tinggi di ekosistem Batang Toru (Fredriksson dan Usher, 2017).

Daya Jelajah Orangutan

Pongo tapanuliensis hanya terdapat pada sejumlah kecil fragmen hutan

di kabupaten Tapanuli Tengah, Utara, dan Selatan (Indonesia). Total distribusi

mencakup sekitar 1.000 km2, dengan ukuran populasi diperkirakan kurang dari

800 individu. Distribusi Pongo tapanuliensis saat ini hampir sepenuhnya terbatas

pada bukit dengan tipe hutan submontana (300 - 1300 m di atas permukaan laut).

Meskipun kepadatan Orangutan tertinggi terdapat pada hutan primer, hal ini tidak

menutup kemungkinan terjadi juga kepadatan yang lebih rendah di agroforest

campuran di tepi area hutan primer. Sampai saat ini dari pola distribusi

Pongo tapanuliensis lebih luas mengarah ke selatan dan barat, meskipun bukti

untuk ini sebagian besar anekdot (Matthew et. al. 2017).

Menurut Kuswanda (2013) menyatakan bahwa sarang Pongo tapanuliensis

yang dijumpai secara umum sudah berumur relatif lama. Sarang yang ditemukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

7

paling banyak sudah termasuk kelas C (sebesar 41,98%) dan kelas D (30,86%).

Sarang baru, yang termasuk kelas A hanya ditemukan sekitar 6,17%. Sarang baru

banyak ditemukan terutama pada tipe habitat hutan primer ketinggian 600-900

mdpl. Kategori kelas umur sarang yang ditemukan dilokasi penelitian didominasi

oleh kelas C dan kelas D, terutama pada tipe habitat dengan ketinggian 900 -

1.200 mdpl. Pada umumnya Orangutan selalu membuat sarang pada pohon

pakannya atau sekitar pohon pakannya, pada ketinggian 600 – 900 mdpl inilah

yang menjadi penyebab utama orangutan memiliki wilayah jelajah yang luas

untuk mendapatkan pakan yang berkualitas. Menurut Kuswanda dan Sukmana

(2005), ketersediaan sumber pakan, air, karakteristik vegetasi yang menjamin

keamanan dan kenyamanan lokasi bersarang adalah faktor utama yang menjadi

pertimbangan untuk pemilihan lokasi bersarang pada orangutan.

Individu jantan dengan individu betina orangutan Sumatera memiliki jarak

jelajah harian dan luas daerah teritori yang berbeda. Orangutan jantan dewasa

lebih besar home range-nya bila dibandingkan dengan betina dewasa. Estimasi

area jelajah betina dewasa Orangutan Sumatera 850 ha, sedangkan jantan dewasa

memiliki area jelajah yang lebih besar dari betina dewasa dengan jarak mencapai

1.500 ha (Singleton dan Van Schaik, 2000). Sedangkan menurut Meijaard dan

Kartikasari (2001), menyatakan bahwa wilayah jelajah orangutan jantan dewasa

dapat mencapai 2.500 ha dan betina dewasa sekitar 850 ha.

Keragaman Jenis Makanan

Idealnya hutan dapat menyediakan vegetasi yang mampu menyediakan

sumber pakan (buah) bagi orangutan. Produksi buah dihutan Sumatera jauh lebih

banyak dengan masa berbuah lebih panjang dibandingkan hutan di Kalimantan.

Contohnya beberapa jenis buah dari marga Aglaia, Blumeodendron, Castanopsis,

Garcinia, Litsea, Lithocarpus, Nephelium, dan Tetramerista. Jenis buah tersebut

memiliki produktivitas lebih tinggi di Sumatera dari pada di Kalimantan

(Marshall et al., 2009). Melimpahnya sumber pakan itu akan mendorong interaksi

sesama orangutan. Contoh interaksi itu terjadi pada masa kawin dan terbentuknya

feeding group ketika memanfaatkan sumber pakan di pohon yang sama

(Rijksen, 1978).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

8

Galdikas (1984) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Orangutan (per

contoh sasaran) telah diamati sedang makan selama 3.805 jam dalam 11.338

aktivitas makan. Orangutan memakan 317 jenis makanan yang dapat di

identifikasi, yang terdiri atas 227 spesies tanaman yang berbeda, empat spesies

fungus, lima jenis serangga, satu jenis madu liar dan tanah. Meskipun variabilitas

pakan orangutan sangat besar, orangutan pada dasarnya bersifat Frugivora.

Selama empat tahun, waktu makan buah merupakan 61 % dari seluruh waktu

makan. Kebanyakan jenis makanan orangutan (74 %) berasal dari spesies

pepohonan. Selama satu bulan, orangutan kadang – kadang terlihat memanfaatkan

sebanyak 78 jenis makanan yang berbeda, kebanyakan berasal dari jenis tanaman

yang berbuah seperti buah Mezzetia sp., Calophyllus macrocarpus, Irvingia

malayana, dan beberapa species mangga hutan (Mangifera sp.), hal ini memberi

gambaran tentang kebiasaan pilah memilah makanan.

Pakan Orangutan

Kuswanda (2011) menyatakan bahwa proporsi jumlah pohon pakan

orangutan tertinggi ditemukan pada tipe habitat hutan primer pada ketinggian 600-

900 m dpl (rata-rata sebesar 71,9%), kemudian hutan sekunder (56,9%), hutan

primer ketinggian >900-1.200 m dpl (55,8%), dan yang terendah pada tipe habitat

pertanian dan semak belukar. Panjang dan luasnya daerah jelajah orangutan

dewasa sangat dipengaruhi oleh sebaran tumbuhan pakan.

Delgado dan van Schaik (2000) menyatakan bahwa ketersediaan sumber

pakan terutama buah yang langka ditemukan dalam kurun waktu lama akan

mempengaruhi kelangsungan hidup dan tingkat reproduksi orangutan. Bila

bertahan hidup, orangutan terpaksa mengonsumsi dedaunan yang bernutrisi

rendah serta menjelajah lebih jauh untuk memperoleh pakannya. Hal itu membuat

energi yang di keluarkan lebih besar sehingga menurunkan energisitas orangutan.

Galdikas (1984) mengatakan bahwa orangutan di Tanjung Puting

memanfaatkan buah, bunga, daun, kuncup dan kulit kayu serta cairan dari

berbagai spesies pohon, tanaman menjalar dan juga berbagai tanaman merambat

yang kecil. Selain itu orangutan juga memakan anggrek, rayap, ulat, semut, jamur,

madu, pangkal dan batang tunas rotan muda, tanaman menjalar, epifit, pakis dan

palma kecil sebagai makanan. Bunga dan buah sesuatu species waktunya sangat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

9

terbatas dan tidak mudah diperkirakan kapan tersedia karena munculnya tidak

teratur. Pola berbunga/berbuah pohon dihutan hujan tropis tidak mengikuti daur

tahunan yang tetap, seperti kelihatannya pada spesies pohon di hutan beriklim

sedang. Akan tetapi secara umum gambaran hutan hujan tropis sebagai tempat di

mana selalu ada tumbuhan yang berbunga atau berbuah. Meskipun demikian,

walapun memang selalu ada beberapa buah tersedia, jumlahnya sangatlah

bervariasi. Selama enam tahun ketika catatan fenologis di buat terhadap 58 pohon

tertentu di hutan hujan malaya, rata-rata bulanan pohon-pohon yang berbuah

berkisar antara 1% dan 15%, meskipun selama 15 bulan (21%) dari 73 bulan tidak

satu pohon pun yang mengandung buah matang (Medway, 1972).

Ketersediaan pakan orangutan di habitat alami menjadi faktor utama yang

berpengaruh pada keberlangsungan hidup orangutan. Jenis pohon pakan

orangutan beragam, salah satu jenis yang sangat disukai orangutan adalah

Ficus sp. Faktor lain yang mempengaruhi preferensi orangutan terhadap

Ficus sp adalah aroma buahnya. Selain itu, Ficus sp adalah jenis pohon yang

berbuah sepanjang tahun sehingga pohon ini sebagai pohon penyokong

ketersediaan pakan orangutan. Ketersediaan Ficus sp sebagai sumber pakan

sekunder bagi orangutan baik orangutan semi liar maupun liar. Orangutan

Sumatera (Pongo abelii), menggunakan tumbuhan liana sebagai sumber pakan

sekunder yang diperoleh dari buah, bunga, kulit muda dan daun. Selain itu juga

digunakan sebagai sarana atau jembatan untuk berpindah dari satu pohon ke

pohon lain, yang menyebabkan kebertahanan orangutan dalam suatu habitat

tertentu. Dan hal ini yang menunjukkan bahwa orangutan sendiri termasuk

kategori hewan yang arboreal. Dengan kata lain, keberadaan tumbuhan jenis liana

dalam kawasan habitat tertentu mempunyai peran penting dalam keberlangsungan

hidup orangutan (Muda, 2016).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

10

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan di Desa Huraba Kecamatan

Marancar kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera

Utara. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Berdasarkan koordinat dengan format UTM (Universal Transverse Mercator) dan

DMS (Degree-Minute-Second), titik lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Titik koordinat DMS dan UTM lokasi penelitian

Jalur DMS UTM Tipe Komunitas

Vegetasi N E N E

1 1o35o060 99o1300 176850,651 524100,292 Hutan Sekunder

2 1o35o060 99o110030 176850,374 521319,493 Hutan Sekunder

3 1o35o191 99o110309 175066,028 521350,053 Hutan Sekunder

4 1o34o020 99o110080 173779,358 522864,683 Hutan Sekunder

5 1o33o050 99o100030 172857,953 519465,944 Hutan Sekunder

6 1o33o0 99o110030 171322,956 521319,990 Kebun Campuran

7 1o32o70 99o90090 171629,827 519466,046 Hutan Sekunder

8 1o32o020 99o1100 170094,747 520393,136 Kebun Campuran

9 1o31o0 99o100050 167638,467 520084,355 Hutan Sekunder

10 1o33o0 99o1000 165796,155 518539,541 Hutan Sekunder

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

11

Bahan dan Alat

Bahan dan objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan peta

kawasan, tally sheet analisis vegetasi dan satwa, dan catatan pengenal tanaman,

serta objek penelitian ini adalah tumbuhan sebagai sumber pakan Orangutan.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, GPS

(Global Positioning System), kompas, meteran, tali plastik, alat tulis, pita penanda

dan PC (Personal Computer).

Prosedur Penelitian

Orientasi Lapangan

Orientasi lapangan dilakukan sebagai langkah awal untuk menentukan

posisi plot dan posisi jalur yang akan digunakan. Dalam orientasi lapangan

dilakukan perencanaan untuk menentukan lokasi pengambilan data dengan

menggambarkan rencana posisi plot di atas peta kawasan PLTA. Lokasi yang

dipilih mewakili, terutama pada areal yang diperkirakan terdapat banyak jenis

tumbuhan sebagai sumber pakan.

Pengumpulan Data

Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan di

lapangan. Data primer yang akan dikumpulkan, yaitu : data jumlah individu

tumbuhan tingkat semai dan pancang, dan jumlah individu, tinggi, diameter pada

pertumbuhan tingkat tiang dan pohon. Serta data sebaran titik lokasi vegetasi

pakan Orangutan Tapanuli (P. tapanuliensis) dan nama jenis tumbuhan yang

didapat dari masyarakat lokal.

Data sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari beberapa sumber. Di

antaranya berupa data tumbuhan lokal dan tumbuhan pakan Orangutan Tapanuli

(Pongo tapanuliensis) yang diperoleh melalui sumber-sumber literatur di kawasan

ekosistem hutan Batang Toru.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

12

Struktur dan Komposisi Vegetasi

Data keanekaragaman, kesamaan dan ketidaksamaan jenis diperoleh

dengan melakukan kegiatan analisis vegetasi. Metode yang digunakan dalam

analisis vegetasi adalah metode garis berpetak. Pada analisis vegetasi terdapat

sebanyak 10 jalur lokasi. Setiap jalur memiliki panjang sejauh 1 km. Setiap jalur

dibuat plot secara sistematis dengan jumlah sebanyak 6 plot. Gambaran jalur

yang digunakan untuk analisis vegetasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Desain unit petak contoh di lapangan dengan metode garis berpetak

(Zahra, 2002).

Keterangan:

a = petak contoh semai (2 m x 2m)

b = petak contoh pancang (5 m x 5 m)

c = petak contoh tiang (10 m x 10 m)

d = petak contoh pohon (20 m x 20 m)

Pengolahan Data

Data vegetasi yang terkumpul kemudian dianalisis untuk mengetahui

kerapatan, kerapatan relatif, dominansi, dominansi relatif, frekuensi dan frekuensi

relatif serta Indeks Nilai Penting (INP) menggunakan rumus Dombois dan

Ellenberg (1974) sebagai berikut:

Rumus yang digunakan:

Kerapatan Suatu Jenis (K)

K= Jumlah Individu Suatu Jenis

Luas Seluruh Petak

Kerapatan Relatif (KR)

KR= Kerapatan Jenis ×100%

Kerapatan Seluruh Jenis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

13

Frekuensi Suatu Jenis (F)

F= Petak ditemukan jenis

Petak Contoh

Frekuensi Relatif (FR)

FR= Frekuensi suatu jenis ×100%

Frekuensi seluruh jenis

Dominansi (D)

D= Jumlah luas bidang dasar suatu jenis

Luas Petak Contoh

Dominansi Relatif (DR)

DR= Dominansi suatu jenis ×100%

Dominansi Total Seluruh Jenis

Indeks Nilai Penting

Kedudukan ekologis suatu jenis serta kepentingan dan peranan suatu

jenis dalam komunitas digambarkan dengan Indeks Nilai Penting (INP) dari jenis

tersebut. Data-data yang dikumpulkan kemudian dihitung Indeks Nilai

Pentingnya. Nilai penting ini digunakan untuk menetapkan dominansi suatu jenis

terhadap jenis lainnya. Untuk tingkat tiang dan pohon, INP = KR+FR+DR,

nilainya berkisar antara 0 dan 300 (Dombois dan Ellenberg, 1974). Untuk tingkat

pertumbuhan semai dan pancang, INP = KR+FR, dengan nilai maksimum 200.

Analisis data dapat dibuat seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisis Data Vegetasi Tingkat Tiang dan Pohon

No.

Nama

Lokal

Nama

Latin K

KR

(%) F

FR

(%)

D DR

(%) INP

1.

2.

3.

4.

Indeks Nilai Penting (INP) (Dombois dan Ellenberg 1974).

INP= KR + FR + DR (Tingkat Tiang dan Pohon)

INP= KR + FR (Tingkat Semai dan Pancang)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

14

Indeks Shannon - Wiener (H’)

Keanekaragaman jenis suatu kawasan hutan dapat digambarkan dengan

Indeks Shannon - Wiener. Menurut Magurran (2004) menyatakan semakin besar

H’ suatu komunitas maka semakin beranekaragam jenis dalam komunitas

tersebut. Nilai H’=0 dapat terjadi bila hanya satu spesies dalam satu contoh

(sampel) dan H’ maksimal bila semua jenis mempunyai jumlah individu yang

sama dan ini menunjukkan kelimpahan terdistribusi secara sempurna.

Indeks Keragaman Shannon – Wiener (H’) (Krebs, 1989)

H = - pi log pi; dengan: pi = N

ni

H = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

ni = Indeks nilai penting satu jenis atau jumlah individu

satu jenis.

N = Jumlah indeks nilai penting dari seluruh jenis atau-

pun jumlah individu seluruh jenis.

Parameter Indeks Shannon - wiener:

• H’<1,5 keanekaragaman rendah

• 1,5 = H’ = 3,5 keanekaragaman tergolong sedang

• H’>3,5 keanekaragaman tergolong tinggi

Indeks Similarity (IS)

Untuk menganalisis data kesamaan jenis, di gunakan rumus indeks

similarity (Michael, 1984) yaitu :

IS =

IS = Indeks Kemiripan

A = Jumlah Jenis pada Habitat A

B = Jumlah Jenis pada Habitat B

C = Jumlah Jenis yang sama – sama di jumpai pada Habitat A & B

Parameter Indeks Similarity dikatakan sangat tidak mirip apabila

(IS=25%), tidak mirip apabila (25%<IS=50%), mirip apabila (50%<IS<75%) dan

sangat mirip apabila (IS = 75%).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur dan Komposisi Vegetasi

Jenis tumbuhan yang terhimpun dari 10 jalur pengamatan seluruhnya

tercatat 132 jenis, terdiri dari semua tingkat pertumbuhan vegetasi baik semai,

pancang, tiang dan pohon. Hasil analisis vegetasi menunjukkan struktur dan

komposisi vegetasi di lokasi studi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Struktur dan Komposisi Vegetasi Nomor

Jalur Semai Pancang Tiang Pohon

1 10 13 9 7

2 15 13 11 10

3 7 12 12 12

4 20 18 12 11

5 12 21 11 17

6 6 8 4 5

7 6 19 14 13

8 0 4 6 12

9 2 9 7 8

10 5 16 17 13

Komposisi vegetasi tertinggi terdapat pada jalur 4 dengan total individu

jenis sebanyak 62 dan tipe komunitas hutan ini adalah hutan sekunder. Pada

kondisi lain komposisi vegetasi terendah terdapat pada jalur 8 dengan total

individu jenis sebanyak 22 dan tipe komunitas vegetasi ini adalah lahan kering

bekas area pertanian-kebun campuran-semak belukar. Dapat dikatakan bahwa

pada jalur 4 didominasi oleh jenis tumbuhan yang sangat beragam sehingga di

setiap tingkatan vegetasi baik tingkat semai, pancang, tiang dan pohon, jenisnya

berbeda – beda. Sedangkan pada jalur 8 didominasi oleh jenis tanaman budidaya.

Sebaran komposisi jenis tumbuhan pada tiap jalur dapat dilihat pada Gambar 3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

16

Gambar 3. Sebaran Komposisi Jenis Tumbuhan pada Tiap Jalur

Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui struktur dan komposisi

vegetasi, sehingga dapat diidentifikasi jenis tumbuhan yang terdapat di sepanjang

jalur dan berapa banyak jenis tumbuhan tersebut di setiap tingkat vegetasi.

Purwaningsih dan Yusuf (2005) menyatakan bahwa proses regenerasi dan

pertumbuhan anakan beberapa jenis pohon adakalanya harus dimulai dari

terbentuknya celah atau bukaan kanopi. Tipe hutan sekunder yang terdapat pada

jalur 4 memiliki jumlah individu jenis yang tinggi, khususnya pada tingkat

pertumbuhan semai dan pancang. Dapat diartikan bahwa regenerasi tingkat

vegetasi pada jalur 4 akan terus ada, dimana vegetasi tingkat semai dan pancang

sekarang akan berubah menjadi pohon di masa mendatang seiring dengan adanya

celah cahaya yang masuk dari bukaan kanopi. Kusumo et al. (2016) mengatakan

bahwa dinamika populasi dan dominansi pohon dipengaruhi oleh kematian,

pertumbuhan dan proses regenerasi. Ada banyak jenis pohon yang tidak mampu

tumbuh dan berkembang di bawah naungan pohon induk.

0

5

10

15

20

25

Jumlah

Individu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jalur

Semai

Pancang

Tiang

Pohon

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

17

Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan Pada Tiap Tingkat Vegetasi di

Kawasan APL (Areal Penggunaan Lain)

Indeks Nilai Penting (INP) merupakan nilai yang menunjukkan berapa

besar dominansi suatu jenis dikomunitasnya. Semakin tinggi Indeks Nilai

Pentingnya menunjukkan bahwa spesies tersebut lebih dominan dibandingkan

spesies yang lebih rendah Indeks Nilai Pentingnya. Dominansi jenis pada tiap

tingkat pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 4, 5, 6 dan 7.

Tabel 4. Jenis Tumbuhan Dominan pada Tingkat Pertumbuhan Pohon.

Jalur Jenis Nama Ilmiah INP

1. Tipa-Tipa Bauhina sp 63,11

2. Medang Litsea brachystacys 53,53

3. Hayu Ndolok Syzygium sp 49,92

4. Medang Litsea brachystacys 77,81

5. Karet Hevea brasiliensis 30,24

6. Karet Hevea brasiliensis 130,63

7. Beringin Ficus benjamina 38,67

8. Durian Durio zibhetinus 107,37

9. Siak-Siak Pternandra coerulescens 92,98

10. Lagan Dipterocarpus humenatus 45,43

Pada tingkat pertumbuhan pohon terdapat 2 jenis yang memiliki Indeks

Nilai Penting lebih dari pada 100, dapat dikatakan bahwa nilai 100 merupakan

sepertiga dari total Indeks Nilai Penting pada tingkat pertumbuhan pohon. Indeks

Nilai Penting dengan nilai diatas 100 terdapat pada jalur 6 dengan nilai 130,63

dan jalur 8 dengan nilai 107,37. Jenis tumbuhan pada kedua jalur tersebut adalah

karet (Hevea brasiliensis) dan Durian (Durio zibethinus). Tipe komunitas vegetasi

pada kedua jalur ini adalah kebun campuran, dimana tanaman karet dan durian

sengaja ditanam oleh masyarakat. Namun pada pada jalur 5 juga terdapat jenis

karet dengan nilai INP 30,24 dan tipe komunitas vegetasinya adalah hutan

sekunder, dimana pada jalur ini terdapat banyak jenis tumbuhan yang bervariasi.

Pada jalur 1 didominasi jenis tipa – tipa (Bauhinia sp) dengan Indeks Nilai

Penting 63,11, pada jalur 3 didominasi jenis Hayu ndolok (Syzigium sp) dengan

nilai 49,92, pada jalur 9 didominasi jenis siak – siak (Pternandra coerulescens)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

18

dan pada jalur 10 didominasi jenis Lagan (Dipterocarpus humenatus). Keempat

jalur ini memiliki tipe komunitas vegetasi hutan sekunder. Terdapat 2 jenis

tumbuhan pakan yang dapat dimakan Orangutan pada tingkat pertumbuhan pohon

yaitu beringin (Ficus benjamina) dan durian (Durio zibethinus) yang terdapat

pada jalur 7 dan 8.

Tabel 5. Jenis Tumbuhan Dominan pada Tingkat Pertumbuhan Tiang

Jalur Jenis Nama Ilmiah INP

1. Kayu Horsik Ilex pleiobrachiata 75,66

2. Medang Litsea brachystacys 98,62

3. Hayu Ndolok Syzygium sp 67,49

4. Kulit Anjing Calicarpa sp 53,55

5. Medang Litsea brachystacys 75,95

6. Karet Hev ea brasiliensis 227

7. Medang Litsea brachystacys 52,41

8. Kayu Manis Cinnamomum burmannii 118,85

9. Siak-Siak Pternandra coerulescens 116,67

10. Dabudakka Ardisia sp 29,69

Pada tingkat pertumbuhan tiang, terdapat 3 jalur yang memiliki 1 jenis

yang sama yaitu medang (Litsea brachystacys), diantaranya tedapat pada jalur 2

dengan Indeks Nilai Penting 98,62, jalur 5 dengan Indeks Nilai Penting 75,95 dan

pada jalur 7 dengan nilai 52,41. Tipe komunitas vegetasi dari ketiga jalur ini

adalah hutan sekunder. Jenis dominan pada jalur 6 memiliki Indeks Nilai Penting

sebesar 227 sedangkan pada jalur 8 memiliki Indeks Nilai Penting sebesar 118,85.

Tipe komunitas vegetasi pada kedua jalur ini adalah kebun campuran, karena

didominasi oleh jenis tumbuhan karet (H. brasiliensis) dan kayu manis

(C. burmanii). Tipe vegetasi hutan sekunder pada tingkat pertumbuhan tiang juga

terdapat pada jalur 1, 3, 9, dan 10. Tumbuhan dominan dengan Indeks Nilai

Penting tertinggi yang terdapat pada tingkat pertumbuhan tiang di setiap jalurnya

tidak ditemukan tumbuhan pakan Orangutan, sehingga ketersediaan pakan pada

tingkat pertumbuhan tiang sangat sedikit yang hanya didapat dari jenis yang

bukan dominan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

19

Tabel 6. Jenis Tumbuhan Dominan pada Tingkat Pertumbuhan Pancang

Jalur Jenis Nama Ilmiah INP

1. Kayu Manis Cinnamomum burmannii 29,65

2. Medang Litsea brachystacys 34,29

3. Hayu Ndolok Syzygium sp. 72,31

4 Medang Litsea brachystacys 51,02

5 Siak – siak Pternandra coerulescens 21,25

6 Karet Hevea brasiliensis 66,67

7 Hapinis Sloetia elongata 17,39

Suri-Suri Syzygium zeylanicum 17,39

Habo Archidendron bubalinum 17,39

Sapot Macaranga gigantea 17,39

8 Cokelat Theobroma cacao 80

9 Latong Laportea stimulans 33,33

Kemiri Aleurites moluccanus 33,33

Andulpak Macaranga tanarius 33,33

10 Hapinis Sloetia elongata 28,57

Jambu-Jambu Syzigium acuminatisimum 28,57

Pada Tabel 6 tercatat 3 jalur yang memiliki jenis dominan yang terdiri dari

beberapa jenis. Di antaranya terdapat pada jalur 7 yang memiliki Indeks Nilai

Penting sebesar 17,39 dan terdapat 4 jenis tumbuhan yang berbeda, diantaranya

adalah Hapinis (Sloetia elongata), Suri – Suri (Syzigium zeylanicum), Habo

(Archidendron bubalinum) dan Sapot (Macaranga gigantea). Pada lain sisi dijalur

9 terdapat Indeks Nilai Penting sebesar 33,33 dan terdapat 3 jenis yang berbeda,

diantaranya adalah Latong (Laportea stimulans), Kemiri (Aleurites moluccanus),

dan Andulpak (Macaranga tanarius). Pada jalur 10 terdapat Indeks Nilai Penting

sebesar 28,57 dan terdapat 2 jenis yang berbeda, diantaranya Hapinis (S. elongata)

dan Jambu – Jambu (Syzigium acuminatisimum), dari ketiga jalur ini tipe

vegetasinya adalah hutan sekunder. Terdapat sebanyak 4 jenis tumbuhan pakan

yang dapat dimakan Orangutan pada tingkat pertumbuhan pancang yaitu Habo

(Archidendron bubalinum), Sapot (Macaranga gigantea), Cokelat

(Theobroma cacao) dan Jambu – jambu (Syzigium acuminatisimum).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

20

Tabel 7. Jenis Tumbuhan Dominan pada Tingkat Pertumbuhan Semai

Jalur Jenis Nama Ilmiah INP

1 Rukam Flaoourtin rukam 33,11

2 Sitarak Macaranga sp 28,27

3 Sitarak Macaranga Sp 41,90

4 Hayu Ndolok Syzygium sp 30,56

5 Mahang Macaranga dioponhorstii 22,29

6 Sitarak Macaranga sp 50

7 Jambu – Jambu Syzigium acuminatisimum 66,67

8 - - -

9 Kemiri Aleurites moluccanus 200

10 Habo Archidendron bubalinum 57,14

Jambu – Jambu Syzigium acuminatisimum 57,14

Pada tingkat pertumbuhan semai dijalur 9 terdapat 1 jenis tumbuhan yang

dominan dengan Indeks Nilai Penting 100. Jenis tersebut adalah Kemiri

(Aleurites moluccanus). Tipe komunitas vegetasi pada jalur 9 adalah hutan

sekunder, dimana jenis Kemiri hanya tumbuh dominan pada tingkat semai di jalur

tersebut. Tumbuhan Jambu – jambu (Syzigium acuminatisimum) dan Habo

(Archidendron bubalinum) yang terdapat pada jalur 7 dan 10 dapat dijadikan

tumbuhan pakan bagi Orangutan.

Data penghitungan dan pengumpulan vegetasi pohon dan tingkat

pertumbuhannya perlu dideskripsikan agar diketahui kondisi komunitas

tumbuhan. Tiga parameter kuantitatif untuk mendeskripsikan kondisi komunitas

tumbuhan yaitu densitas atau kerapatan, frekuensi dan dominansi yang diukur

melalui luas bidang dasar (basal cover) atau penutupan tajuk (canopy cover).

Tumbuhan yang dominan memberikan ciri utama terhadap fisiognomi suatu

komunitas hutan (Indriyanto, 2006).

Nilai penting suatu jenis vegetasi pohon menyatakan nilai kerapatan,

frekuensi dan dominansi suatu spesies sehingga akan terlihat peran vegetasi

tersebut dalam suatu komunitas (Indriyanto, 2006). Dari data indeks nilai penting

pada tabel 4, 5, 6, 7 terlihat bahwa Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

21

tingkat pertumbuhan pohon terdapat pada jalur 6 dengan nilai 130 dengan jenis

tumbuhan Karet (Hevea braziliensis), pada tingkat pertumbuhan tiang terdapat

pada jalur 2 dengan nilai 98,62 dengan jenis tumbuhan Medang

(Litsea brachystacys), pada tingkat pertumbuhan pancang terdapat pada jalur 6

dengan nilai 66,67 dengan jenis tumbuhan karet (H. brasiliensis), dan pada tingkat

pertumbuhan semai terdapat pada jalur 9 dengan nilai 100 dengan jenis tumbuhan

Kemiri (A. moluccanus).

Perbandingan nilai INP pada setiap strata tingkatan vegetasi

menunjukkan bahwa jenis tersebut lebih adaptif terhadap kondisi lingkungan,

dengan kata lain jenis ini lebih mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan

tempat hidupnya. hal ini sesuai dengan pernyataan Destaranti et al. (2017) yang

menyatakan bahwa Nilai INP yang tinggi menunjukkan bahwa suatu tumbuhan

mempunyai daya adaptasi, daya kompetisi, dan kemampuan reproduksi yang lebih

baik dibandingkan dengan tumbuhan lain dalam suatu areal tertentu.

Keempat tingkatan vegetasi dari Indeks Nilai Penting yang dominan

diantaranya menunjukkan tidak adanya perbedaan yang sangat jauh pada tiap

tingkatan vegetasi. Tumbuhan dominan dengan Indeks Nilai Penting tertinggi

yang terdapat pada tiap tingkat vegetasi memiliki peranan penting dalam menjaga

kestabilan ekosistem di sekitarnya. Sedangkan keberadaan tumbuhan pakan yang

terdapat pada beberapa jalur dengan Indeks Nilai Penting tertinggi memiliki peran

penting dalam menjaga ketersediaan pohon pakan bagi orangutan. Jalur yang

memiliki ketersediaan pohon pakan Orangutan dapat diestimasikan bahwa akan

ada kemungkinan Orangutan akan mencari makanan atau membuat sarang pada

jalur tersebut. Sesuai dengan pernyataan Perbatakusuma et al. (2006) yang

menyatakan bahwa tidak ada jenis tumbuhan yang sangat mendominasi pada tiap

– tiap lokasi, hal ini ditunjukkan oleh indeks nilai penting (INP) antara satu

spesies dengan spesies lainnya yang tidak terlalu jauh berbeda. Dengan demikian,

setiap spesies memiliki peran yang hampir sama pentingnya dalam menjaga

keanekaragaman maupun stabilitas ekosistem hutan di kawasan tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

22

Keanekaragaman Jenis Tumbuhan di Kawasan APL (Areal Penggunaan

Lain)

Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener menggambarkan

kekayaan jenis tumbuhan yang berada pada lokasi penelitian. Nilai indeks

keanekaragaman tergantung dari variasi jumlah jenis dan jumlah individu setiap

jenis yang ditemukan. Semakin besar jumlah jenis dan variasi jumlah individu tiap

jenis maka keanekaragaman suatu ekosistem akan semakin besar, dan sebaliknya.

Indriyanto (2006) menyatakan bahwa nilai indeks keanekaragaman jenis

dipengaruhi oleh jumlah jenis tumbuhan dan jumlah individu jenis yang terdapat

pada suatu komunitas vegetasi.

Tabel 8. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Masing-masing Jalur

Nomor Jalur Jumlah Jenis Total

Individu H Hmaks

Indeks

Kemerataan

(E)

1 26 110 3,74 4,7 0,79

2 31 83 4,47 4,95 0,90

3 25 155 3,28 4,64 0,70

4 40 115 4,54 5,32 0,85

5 39 144 4,06 5,29 0,76

6 15 79 2,87 3,90 0,73

7 30 68 4,63 4,90 0,94

8 15 53 3,11 3,90 0,79

9 11 72 2,95 3,45 0,85

10 35 67 4,91 5,12 0,95

Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman jenis yang dihasilkan

sebagaimana yang terlihat pada Tabel 8, jalur 10 merupakan jalur yang paling

tinggi tingkat keanekaragaman jenisnya dengan nilai indeks shanon-wienner

sebesar 4,91 dan nilai indeks shannon-wiener terendah terdapat pada jalur 6

dengan nilai 2,87.

Terdapat perbedaan nilai pada jalur 2 dan 5 dimana H’ pada jalur 5 lebih

kecil dibandingkan dengan H’ pada jalur 2, padahal nilai jumlah jenis dan total

individu pada jalur 5 lebih banyak dari pada jalur 2. Perbedaan nilai ini dapat

dipengaruhi oleh jumlah banyaknya individu dari masing – masing jenis. Sesuai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

23

dengan pernyataan Purwaningsih dan Yusuf (2005) yang menyatakan bahwa

tingkat keanekaragaman jenis pohon juga dapat dilihat dari jumlah individu dalam

setiap jenis. Semakin kecil jumlah individu dalam setiap jenis, maka semakin

tinggi keanekaragaman jenisnya.

Barbour et al. (1987) menyatakan bahwa adakalanya kekayaan jenis

tumbuhan berkorelasi positif dengan keanekaragaman jenis tumbuhan, namun

kondisi lingkungan disepanjang jalur penelitian bersifat heterogen, sehingga

penurunan kekayaan jenis tumbuhan dapat disertai dengan peningkatan

keanekaragaman. Hal ini sangat memungkinkan karena jumlah individu pada

setiap jalur sangat bervariasi. Jika semua jenis tumbuhan mempunyai jumlah

individu yang sama pada setiap jalur pengamatan maka kemerataan akan menjadi

maksimum dan homogen.

Fenomena individu memiliki kemerataan dalam jumlah sangat jarang

terjadi di alam, karena setiap spesies mempunyai kemampuan untuk beradaptasi

dan toleransi. Disamping itu, kondisi lingkungan di alam sangat kompleks dan

bervariasi. Loveless (1983) mengemukakan bahwa faktor lain yang menentukan

kehadiran suatu tumbuhan atau komunitas tumbuhan tidak hanya mencakup

kondisi fisik dan kimia, tetapi juga hewan dan manusia yang mempunyai

pengaruh besar terhadap tumbuhan.

Tingkat keanekaragaman jenis Shannon – wiener pada tiap – tiap jalur

memiliki kesamaan kategori tinggi dalam penelitian Nurmansyah (2012) pada

kawasan hutan batang toru, ia menyatakan bahwa Indeks keanekaragaman

Shanon-Wiener (H’) yang terdapat pada ketiga tipe habitat masing-masing

memiliki nilai sebesar 3,65 Formasi hutan peralihan hill-montana (FHHM), 3,22

formasi hutan Gambut (FHG) dan 4,42 formasi hutan Dipterocarpaceae (FHDA).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

24

Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Pakan Orangutan di Kawasan APL

(Areal Penggunaan Lain)

Dari 10 jalur yang dianalisis dan diidentifikasi terdapat beberapa jenis vegetasi

pakan Orangutan Tapanuli dan memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis pohon

pakan, hal ini dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Indeks Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Pakan Orangutan Tapanuli

No Nama

lokal Nama Ilmiah Jalur

Total

individu pi

-

log2pi H Hmax

Bagian

yang

dimakan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

1. Ambacang Mangifera

foetida 2 2

0,006 7,219 0,048 5,20 Buah

2. Aren Arenga pinnata 6, 7,

8, 10 17

0,057 4,131 0,235 Buah

3 Beringin Ficus

benjamina 7 3

0,010 6,634 0,066 Buah

4 Cempedak Artocarpus

integer 8, 9 7

0,023 5,411 0,127 Buah

5 Cokelat Theobroma

cacao 6, 8 6 0,020 5,634 0,113 Buah

6 Kedondong Spondias dulcis 5 2 0,006 7,219 0,048 Buah

7 Dondong Ficus

auriculata 1 1 0,003 8,219 0,027 Buah

8 Durian Durio

zibethinus

2, 4,

6, 8, 9 42 0,140 2,826 0,398 Buah

9 Habo Archidendron

bubalinum

6, 7,

10 10 0,033 4,897 0,164 Buah

10 Hayu

Hotang

Podocarpus

neriifolius 3 2 0,006 7,219 0,048 Buah

11 Hopong Macaranga

lowii 8, 10 6 0,020 5,634 0,113 Buah

12 Hoteng

Barangan Quercus sp. 1 2 0,006 7,219 0,048 Buah

13 Jambu –

jambu

Syzigium

acuminatisimum 10 13 0,043 4,518 0,197 Buah

14 Jengkol Archidendron

pauciflorum 2, 8 5 0,016 5,897 0,098 Buah

15 Kandis Garcinia

nigrolineata 1, 4 4 0,013 6,219 0,083 Buah

16 Kelapa Cocos nucifera 8 12 0,040 4,634 0,186 Buah

17 Kopi - kopi Aidia densiflora 1, 3,

5, 6, 9 29 0,097 3,361 0,327 Buah

18 Mangga Mangifera

indica 8 2 0,006 7,219 0,048 Buah

19 Manggis Garcinia

mangostana 8 2 0,006 7,219 0,048 Buah

20 Matoa Pometia

pinnata

4, 5,

7, 10 21 0,070 3,826 0,269 Buah

21 Nangka Artocarpus

teysmanni 8, 9 4 0,013 6,219 0,083 Buah

22 Pege –

pege

Ficus

crassiramea 5 2 0,006 7,219 0,048 Buah

23 Petai Parkia javanica 2, 10 7 0,023 5,411 0,127 Buah

24 Pisang

Hutan

Kandelia

candal 9 2 0,006 7,219 0,048 Buah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

25

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

25 Rambutan Nephelium

lapaceum 2, 4, 5 8 0,026 5,219 0,140 Buah

26 Rambutan

Harangan

Solanum

mutabile 2, 5 5 0,016 5,897 0,098 Buah

27 Rimbang Solanum torvum 7 2 0,006 7,219 0,048 Buah

28 Rotan Calamus manan 7, 10 5 0,016 5,897 0,098 Buah

29 Rukam Flaoourtin

rukam 1, 6 8 0,026 5,219 0,140 Buah

30 Salak Salacca zalacca 8, 9 9 0,030 5,049 0,152 Buah

31 Sapot Macaranga

gigantea 7, 10 14 0,046 4,411 0,207 Umbut

32 Sanduduk Begonia

isoptera

6, 7,

10 14 0,046 4,411 0,207 Buah

33 Siala Etlingera

elatior 1, 6, 7 6 0,020 5,634 0,113 Umbut

34 Sikkut Korthalsia

flagelaris 7, 8, 9 9 0,030 5,049 0,152 Umbut

35 Singkong Manihot

esculenta 8, 9 4 0,013 6,219 0,083 Buah

36 Torop Artocarpus

elasticus

1, 4,

6, 10 11 0,036 4,759 0,175 Buah

Total 300 4,62

Hasil pengamatan di lapangan sebagaimana terlihat pada Tabel 9 mencatat

terdapat 36 jenis tumbuhan pakan orangutan dengan indeks keanekaragaman

jenis (H’) sebesar 4,62 dan Hmax sebesar 5,20 yang bisa dikategorikan sangat

tinggi (Barbour et al., 1987). Total jumlah individu jenis pohon pakan yang

dijumpai di lokasi studi sebanyak 300, yang didominasi oleh jenis-jenis: Durian

(Durio zibethinus), Kopi - kopi (Aidia densiflora), Matoa (Pometia pinnata), sapot

(Macaranga gigantea) dan sanduduk (Begonia isoptera).

Pada keanekaragaman jenis tumbuhan pakan Orangutan Tapanuli total

indeks keanekaragaman (H’) sebesar 4,62 hal ini dapat diartikan bahwa tingkat

keanekaragaman sangat tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan krebs (1989)

dimana apabila H’ < 1,5 = tingkat keanekaragaman rendah, 1,5 = H’ = 3,5 =

tingkat keanekaragaman sedang, dan H’ > 3,5 = tingkat keanekaragaman tinggi.

Perbedaan nilai keanekaragaman tersebut seiring dengan perubahan

komposisi jenis dan keunikan dari ciri-ciri ekosistem yang terdapat di Kawasan

APL (Areal Penggunaan Lain). Semakin banyak jumlah jenis maka semakin

tinggi keanekaragamannya atau sebaliknya jika nilainya kecil maka komunitas

tersebut didominasi oleh jenis yang lebih sedikit (Odum 1996).

Salah satu terbentuknya tipe hutan disebabkan karena adanya perbedaan

adaptasi dari setiap jenis tumbuhan, serta adanya persaingan antara tumbuhan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

26

yang memiliki luas naungan yang tinggi dan tumbuhan yang berada dibawah

naungan, sehingga terjadi perebutan sinar matahari dan nutrisi dalam tanah. Hal

ini menyebabkan tumbuhan yang berada dibawah naungan tidak sepenuhnya

mendapatkan cahaya untuk proses fotosintesis dan pada umumnya tipe hutan ini

ialah hutan sekunder. Sesuai dengan pernyataan Resosoedarmo et al. (1984),

keanekaragaman rendah terdapat pada komunitas yang ada di daerah hutan

sekunder, seperti daerah yang bercampur dengan komunitas tanaman perkebunan,

dan tanah yang miskin nutrisi. Sementara itu keanekaragaman tinggi terdapat di

daerah dengan lingkungan optimum. Menurut Indriyanto (2006) yang menyatakan

bahwa keanekaragaman spesies yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas

memiliki kompleksitas tinggi, karena interaksi yang terjadi dalam komunitas

tersebut sangat tinggi.

Menurut Ariyati et al. (2007) menjelaskan bahwa apabila nilai indeks

keanekaragaman rendah menunjukkan bahwa terdapat tekanan ekologi yang

sangat tinggi, baik yang berasal dari faktor biotik (persaingan antar individu

tumbuhan untuk setiap tingkatan) atau faktor abiotik. Tekanan ekologi yang tinggi

tersebut menyebabkan tidak semua jenis tumbuhan dapat bertahan hidup di suatu

lingkungan.

Kemiripan (Similarity) dan Ketidakmiripan (Dissimilarity) Tipe

Komunitas Vegetasi Pada Setiap Jalur di Kawasan APL (Areal Penggunaan

Lain)

Dari 10 jalur yang sudah diidentifikasi akan didapat jumlah jenis pada

jalur A dan B dari tiap tingkatan vegetasi, dari kedua jalur tersebut akan

digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kesamaan dan ketidaksamaan

komposisi vegetasi. Penarikan kesimpulan dapat dilakukan dengan cara

membandingkan jumlah jenis yang sama dan tidak sama yang terdapat pada jalur

A dan jalur B. Berikut ini adalah nilai Indeks Similarity (IS) dan Dissimilarity

(ID) antara tiap jalur pada tingkat pertumbuhan pohon dapat dilihat pada Tabel

10.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

27

Tabel 10. Nilai Indeks Similarity (Kemiripan) dan Dissimilarity (Ketidakmiripan) antara

Tiap Jalur Pada Tingkat Semai Semai

(ID/IS) I II III IV V VI VII VIII IX X

I X 8 11.76 12.5 18.18 17.39 0 0 8 0

II 92 X 36.36 32.43 37.03 7.14 0 0 0 5.88

III 88.24 63.64 X 41.37 52.63 20 7.69 0 9.09 0

IV 87.5 67.57 58.63 X 29.41 11.42 0 0 0 0

V 81.82 62.97 47.37 70.59 X 0 6.45 0 7.40 6.45

VI 82.61 92.86 80 88.58 100 X 18.75 23.07 35.71 6.25

VII 100 100 92.31 100 93.55 81.25 X 18.75 29.41 48.64

VIII 100 100 100 100 100 76.93 81.25 X 42.85 1.5

IX 92 100 90.91 100 92.6 64.29 70.59 57.15 X 5.88

X 100 94.12 100 100 93.55 93.75 51.36 98.5 94.12 X

Pada vegetasi tingkat semai lokasi III dan V mempunyai indeks

kesamaan komunitas paling besar (52.63%) dibandingkan pasangan lokasi lain.

Bahkan pasangan lokasi I&VII, I&VIII, I&X, II&VII, II&VIII, II&IX, III&VIII,

III&X, IV&VII, IV&VIII, IV&IX, IV&X, V&VI, V&VIII, mempunyai indeks

kesamaan komunitas sebesar 0% atau indeks ketidaksamaan 100%, sehingga pada

tingkat ini tidak terdapat kemiripan. Sementara itu nilai Indeks Similarity dan

Dissimilarity antara tiap jalur pada tingkat pancang dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Nilai Indeks Similarity (Kemiripan) dan Dissimilarity (Ketidakmiripan) antara

Tiap Jalur pada Tingkat Pancang Pancang

(ID/IS) I II III IV V VI VII VIII IX X

I X 30.76 24 25.80 29.41 19.04 6.25 11.76 9.09 0

II 69.24 X 16 45.16 17.64 19.04 18.75 28.57 18.18 12.90

III 76 84 X 33.33 36.36 10 19.35 0 9.52 13.33

IV 74.2 54.84 66.67 X 35.89 15.38 27.02 9.09 0 16.66

V 70.59 82.36 63.64 64.11 X 13.79 25 8 6.66 15.38

VI 80.96 80.96 90 84.62 86.21 X 22.22 50 23.52 15.38

VII 93.75 81.25 80.65 72.98 75 77.78 X 8.69 7.14 43.24

VIII 88.24 71.43 100 90.91 92 50 91.31 X 30.76 0

IX 90.91 81.82 90.48 100 93.34 76.48 92.86 69.24 X 0

X 100 87.1 86.67 83.34 84.62 84.62 56.76 100 100 X

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

28

Pada tingkat pancang indeks kesamaan komunitas paling besar terdapat

pada pasangan lokasi II dan IV sebesar (45.16%), sedangkan indeks

ketidaksamaan terdapat pada pasangan lokasi I&X, III&VIII, IV&IX, VIII&X,

dan IX&X, dengan jumlah persentase 100% atau indeks kesamaan komunitas

sebesar 0%. Nilai Indeks Similarity (Kemiripan) dan Dissimilarity (ketidakmiripan)

antara tiap jalur pada tingkat tiang dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai Indeks Similarity (Kemiripan) dan Dissimilarity (Ketidakmiripan) antara

Tiap Jalur pada Tingkat Tiang Tiang

(ID/IS) I II III IV V VI VII VIII IX X

I X 10 9.52 9.52 10 0 0 0 0 0

II 90 X 26.08 17.39 9.09 0 8 0 0 0

III 90.48 73.92 X 25 26.08 0 15.38 0 0 0

IV 90.48 82.61 75 X 17.39 0 7.69 0 0 0

V 90 90.91 73.92 82.61 X 0 24 0 0 7.14

VI 100 100 100 100 100 X 11.11 20 0 9.52

VII 100 92 84.62 92.31 76 88.89 X 0 0 32.25

VIII 100 100 100 100 100 80 100 X 0 0

IX 100 100 100 100 100 100 100 100 X 8.33

X 100 100 100 100 92.86 90.48 67.75 100 91.67 X

Pasangan lokasi VII&X memiliki tingkat kesamaan tertinggi pada vegetasi

tingkat tiang, yaitu sebesar (32.25%); sedangkan pasangan lokasi II&III, III&V

hanya sebesar (26.08%) masih lebih besar di bandingkan pasangan lokasi lainnya.

Pada vegetasi tingkat tiang derajat kesamaan komunitasnya secara umum paling

rendah, ditunjukkan dari nilai indeks ketidaksamaan yang ada pada 25 pasangan

lokasi dengan besarnya 100%. Nilai Indeks Similarity (Kemiripan) dan Dissimilarity

(ketidakmiripan) antara tiap jalur pada tingkat pohon dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Nilai Indeks Similarity (Kemiripan) dan Dissimilarity (Ketidakmiripan) antara

Tiap Jalur pada Tingkat Pohon Pohon

(ID/IS) I II III IV V VI VII VIII IX X

I X 11.76 10.52 33.33 8.33 0 10 0 0 0

II 88.24 X 36.36 28.57 37.03 13.33 26.08 9.09 11.11 17.39

III 89.48 63.64 X 26.08 20.68 0 24 0 0 8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

29

IV 66.67 71.43 73.92 X 42.85 0 25 0 0 8.33

V 91.67 62.97 73.92 57.15 X 18.18 20 6.89 16 13.33

VI 100 86.67 100 100 81.82 X 22.22 11.76 46.15 0

VII 90 73.92 76 75 80 77.78 X 8 9.52 23.07

VIII 100 90.91 100 100 93.11 88.24 92 X 30 0

IX 100 88.89 100 100 84 53.85 90.48 70 X 0

X 100 82.61 92 91.67 86.67 100 76.93 100 100 X

Indeks kesamaan komunitas tertinggi pada vegetasi tingkat pohon sebesar

(46.15%) dimiliki oleh lokasi VI&XI, sedangkan untuk lokasi IV&V dan II&V

masing-masing sebesar (42.84%) dan (37.03%). Hal ini menunjukkan bahwa

pada vegetasi tingkat pohon untuk semua lokasi tidak ditemukan kesamaan.

Indeks similarity yang terdapat di kawasan APL (Areal Penggunaan Lain)

pada umumnya memiliki persentase kemiripan <52.63% hal ini berbanding lurus

dengan penelitian Kuswanda (2014) yang menyatakan bahwa analisis indeks

kesamaan komunitas Sorensen pada bagian kondisi vegetasi disetiap bagian

(Barat, Timur, dan Utara) pada ekosistem Batang Toru ternyata berbeda nyata

untuk setiap tingkat pertumbuhan vegetasi dengan persentase <50%.

Astuti (2010) menyatakan bahwa tingkat pengelompokkan tipe komunitas

dapat dikategorikan menjadi empat tingkat yaitu sangat tidak mirip (IS=25%),

tidak mirip (25%<IS=50%), mirip (50%<IS<75%) dan sangat mirip (IS = 75%).

Pada kawasan APL (Areal Penggunaan Lain) ekosistem hutan Batang Toru

memiliki nilai indeks kemiripan tertinggi disetiap tingkatan vegetasinya, pada

tingkat pohon memiliki nilai indeks tertinggi sebesar 46.15%, pada tingkat tiang

sebesar 32.25%, pada tingkat pancang sebesar 45.16% dan tingkat semai sebesar

52.63%. Dari keempat tingkatan vegetasi hanya tingkat semai yang memiliki nilai

lebih dari pada 50% dan hal ini dikategorikan mirip sedangkan pada tingkatan

yang lain dikategorikan tidak mirip.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

30

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jenis tumbuhan di lokasi penelitian sebanyak 132 jenis dengan jenis tumbuhan

pakan sebanyak 36 jenis.

2. Indeks keanekaragaman jenis Shannon Wiener tumbuhan pakan Orangutan

Tapanuli memiliki nilai sebesar 4,62 yang berarti tingkat keanekaragamannya

tinggi.

Saran

Kawasan APL (Areal Penggunaan Lain) memiliki karakteristik fisik dan

biologis yang cocok sebagai habitat Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis),

dengan tingginya nilai indeks keanekaragaman jenis tumbuhan pakan di kawasan

tersebut maka sebaiknya status kawasan APL ditingkatkan menjadi kawasan

konservasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

31

DAFTAR PUSTAKA

Ariyati, R.W., L. Sya’rani, E. Arini. 2007. Analisis Kesesuaian Perairan Pulau

Karimunjawa dan Pulau Kemujan Sebagai Lahan Budidaya Rumput Laut

Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Jurnal Pasir Laut. 3(1): 27-

45.

Astuti SS. 2010. Struktur Vegetasi dan Komposisi Pohon dan Pole di Sekitar Jalur

Wisata Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi Sumatera

Utara. Medan: Departemen Biologi, Fakultas Matemarika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Barbour, G.M., J.K. Burk and W.D. Pitts. 1987. Terrestrial Plant Ecology. New

York: The Benyamin/Cummings Publishing Company, Inc.

Cahyani, N. C. 2014. Identifikasi dan Pemetaan Pohon Sarang Orangutan

Sumatera (Pongo abelii) di Kawasan Cagar Alam Dolok Sibual – buali.

Universitas Sumatera Utara. Medan

Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 2007. Strategi dan Rencana Aksi

Konservasi Orangutan Indonesia 2007 – 2017. Siaran-pers.

Jakarta/September 2008. www.dephut.go.id/Orangutan/action/Plan 2007

-2017.pdf [Di akses pada 27 Februari 2019].

Delgado Jr, R. A., and C. P. Van Schaik. 2000. The behavioral ecology and

conservation of the orangutan (Pongo pygmaeus): a tale of two islands.

Evolutionary Anthropology: Issues, News, and Reviews: Issues, News,

and Reviews, 9 (5), 201-218.

Destaranti N, Sulistyani, Yani E. 2017. Struktur dan vegetasi tumbuhan bawah

dan tegakan pinus di RPH Kalirajut dan RPH Baturaden Banyumas.

Script Biol. 4(3): 155-160.

Dombois, M., and Ellenberg, D. 1974. Aims and methods of vegetation ecology.

Wiley. New York.

Fredriksson G. M. and G.Usher, 2017. Menuju Pengelolaan Lestari Ekosistem

Batang Toru (Edisi III). 16 hal. Yayasan Ekosistem Lestari. Medan.

Galdikas, B.M.F. 1984. Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Puting Kalimantan

Tengah. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hadi, D. W. 2017. Jenis Orangutan Baru Ditemukan di Tapanuli, Indonesia.

Siaran-pers. Jakarta 3 November 2017. Kementerian Lingkungan Hidup

dan Kehutanan. http://ksdae.menlhk.go.id/assets/publikasi/Sipers______

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

32

Jenis_Orangutan_Baru_Ditemukan_di_Tapanuli,_Indonesia.pdf

[Di akses pada 31 Maret 2019].

Indriyanto. (2006). Ekologi Hutan. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Kusumo, A., A. N. Bambang, M. Izzati. 2016. Struktur Vegetasi Kawasan Hutan

Alam dan Hutan Rerdegradasi di Taman Nasional Tesso Nilo. Jurnal

Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang. Vol 14 : 19 – 26

Kuswanda, W. (2011). Pemilihan habitat oleh orangutan sumatera

(Pongo abelii Lesson) di Cagar Alam Sipirok. Thesis Program

Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Kuswanda, W. 2013. Pendugaan Populasi Orangutan (Pongo abelii Lesson 1827)

Berdasarkan Sarang Di Cagar Alam Sipirok, Sumatera Utara.

Kuswanda, W. 2014. Orangutan Batang Toru : Kritis Di ambang Punah. Forda

Press.

Krebs, C. J. (1989). Ecological methodology. New York: Harper & Row.

Loveless, A.R. 1983. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik 2.

Jakarta: Gramedia.

Magurran, A. E. 2004. Measuring Biological Diversity. Blackwell Publishing:

Oxford University. British.

Marshall, A. J., M. Ancrenaz, F. Q. Brearley, G.M. Fredriksson, N. Ghaffar, M.

Heydon, S.J. Husson, M. Leighton, K.R. McConkey, H.C Morrogh-

Bernard, J. Proctor, C.P. Van Schaik, C.P Yeager and S.A Wich. 2009.

The effect of forest phenology and floristics on population of bornean

and Sumateran orangutans. Orangutans: Geographic variation in

behavioral ecology and conservation. Oxford University Press, Oxford,

97-117.

Matthew, G. N., E. Meijaard, A. Nater, M. P. Mattle-Greminger, A. Nurcahyo,

and M. Krutzen. 2017. Morphometric, Behavioral, and Genomic

Evidence for a New Orangutan Species. Current Biology. Cell Press.

Medway, L. 1972. Phenology of a Tropical Rain Forest in Malaya. Biological

Journal of the Linnean Society. 4 : 117 – 146. University of Malaya.

Malaysia.

Meijaard, E., H. D. Rijksen, and S. N. Kartikasari. (2001). Di Ambang

Kepunahan. Kondisi Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. Tropenbos,

Gibbon Foundation.

Michael, P. 1984. Metoda Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.

UI Press. Jakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

33

Muda, R. H. 2016. Identifikasi Jenis Liana Sebagai Pakan Orangutan Sumatera

(Pongo abelii) di Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser

Resort Sei Betung Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat, Sumatera

Utara. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Nowak, M.G., P. Rianti, S. A. Wich, E. Meijaard, and G. Fredriksson. 2017.

Pongo tapanuliensis. The IUCN Red List of Threatened Species 2017:

e.T120588639A120588662.http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2013.RL

TS.T120588639A120588662.en. [Di akses pada 20 Maret 2019].

Nurmansyah, I. 2012. Struktur dan Komposisi Jenis Vegetasi Pada Habitat Ungko

(Hylobates agilis Gloger 1841) Dan Siamang (Symphalangus syndactylus

Gloger 1841) Di Stasiun Penelitian Hutan Btang Toru Bagian Barat,

Sumatera Utara. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Odum, P. E. 1996. Fundamentals of Ecology. Philadelphia (US): WB Sounders.

Perbatakusuma, E.A, Supriatna, J., Siregar, R.S.E., Wurjanto, D., Sihombing, L.,

& Sitaparasti, D. (2006). Mengarusutamakan kebijakan konservasi

biodiversitas dan sistem penyangga kehidupan di kawasan hutan alam

Sungai Batang Toru Provinsi Sumatera Utara. Laporan Teknik Program

Konservasi Orangutan Batang Toru. Conservation International

Indonesia-Departemen Kehutanan.

Purwaningsih dan Yusuf, R. 2005. Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi Hutan

di Kawasan Pakuli, Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor

Rijksen, H. D. (1978). A field study on Sumatran orang utans (Pongo pygmaeus

abelii Lesson 1827), H. Veenman and zonen B.V Wageningen : iv + 419

hlm.

Resosoedarmo, R. S., K. Kuswata, S. Aprilani. 1984. Pengantar Ekologi.

Bandung: CV. Remaja Karya.

Rowe, N. 1996. The Pictorial Guide to The Living Primates. Pogonias Press. East

Hampton New York.

Singleton, I and C. Van Schaik. 2000. Orangutan Home Range Size and Its

Determinants in a Sumatran Swamp Forest. International Journal of

Primatology, 22.

Supriatna, J., dan E. H. Wahyono. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia.

Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Yuwono. E. H., 2007. Guidelines for the Better Management Partices on

Avoidance Mitigation and management of Human - Orangutan Conflict

in and around Oil Palm Plantations. WWF-Indonesia. Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

34

Zahra, M. 2002. Analisis Karakteristik Komunitas Vegetasi Habitat Gajah

Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Kawasan Hutan kabupaten

Aceh Timur dan Kabupaten Langkat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

35

LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto Lokasi dan Kegiatan selama dilapangan

Gambar 1. Kantor Kepala Desa Huraba

Gambar 2. Kantor Kecamatan Marancar

Gambar 3. Pasar Sempurna, Kec. Marancar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 49: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

36

Gambar 4. Pencatatan Data Vegetasi Tiap Tingkat Pertumbuhan

Gambar 5.Pengamatan Vegetasi

Gambar 6. Sarang Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis) di

Lokasi Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 50: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

37

Lampiran 2. Daftar nama lokal dan nama ilmiah vegetasi yang terdapat di

kawasan Hutan Batang Toru

Nomor Nama Lokal Nama Ilmiah

1. Alngit Neonauclea subtida

2. Ambacang Mangifera foetida

3. Andarasi Ficus aurita

4. Andilo Heriteria simplisicolia

5. Andulpak Macaranga tanarius

6. Aren Hutan / Bargot Arenga pinnata

7. Atumbus Knema glaucia

8. Baja Rhodannia sp.

9. Balutan Ijuk Gardenia tubifera

10. Bayur Pterospermum javanicum

11. Beringin Ficus benjamina

12. Bongang Neesia glabra

13. Bosi-Bosi Baccaurea sumatrana

14. Cempedak Artocarpus integer

15. Cengkeh Syzigium aromaticum

16. Cokelat Theobroma cacao

17. Dabu Dakka Ardisia sp

18. Dap Dap Zanthoxylum rhetsa

19. Daun Salam Syzygium polyanthum

20. Dondong Hutan Ficus auriculata

21. Dori Cratoxylon arborescens

22. Durian Durio zibethinus

23. Durian Hutan Durio carinathus

24. Gang Xylopia altissima

25. (Eng) Golam Syzigium sp.

26. Goti Un-identified

27. Gumbot Ficus toxicaria

28. Habo Archidendron bubalinum

29. Hapas Exbucklandia populnea

30. Hapinis Sloetia elongata

31. Hatapang Terminalia copelandii

32. Hatopul Artocarpus communis

33. Hayu Aek Jackia ornata

34. Hayu Horsik Ilex pleiobrachiata

35. Hayu Hotang Podocarpus neriifolius

36. Hayu Ndolok Syzygium sp.

37. Hayu Ndolok Jambu Syzygium racemosum

38. Hayu Ndolok Baringin Syzygium acuminatum

39. Hayu Raja Compasia malaccensis

40. Hio Hio Canarium apertum

41. Hopong Macaranga lowii

42. Hoteng Quercus gemelliflora

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 51: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

38

43. Hoteng Barangan Quercus sp.

44. Hoteng Bunga Lithocarpus hystrize

45. Hoteng Maranak Lithocarpus sp.

46. Ingul Toona sinensis

47. Jambu Jambu Syzigium acuminatisimum

48. Jengkol Archidendron pauciflorum

49. Jimarbosi Glutarenghas sp.

50. Jomak-Jomak Dissochaeta divaricata

51. Junjung Buhit Teysmanniodendron

pteropodum

52. Kandis Garcinia nigrolineata

53. Karet Hevea brasiliensis

54. Kayu Horsik Ilex pleiobrachiata

55. Kayu Manis Cinnamomum burmannii

56. Kedondong Spondias dulcis

57. Kelapa Cocos nucifera

58. Kemenyan Styrax benzoin

59. Kemiri Aleurites moluccanus

60. Kenari Canarium ovatum

61. Koje Ficus elastica

62. Kopi - Kopi Aidia densiflora

63. Kopi Ateng Coffea arabica

64. Kulit Anjing Calicarpa sp

65. Lagan Dipterocarpus humenatus

66. Landayuk Ficus fistulosa

67. Lando-Lando Artocarpus sp.

68. Latong Laportea stimulan

69. Loba - Loba Microcos sp.

70. Losa Cinnamomum parthenoxylon

71. Mahang Macaranga dioponhorstii

72. Mais – mais Un-identified

73. Mali Mali Leea indica

74. Mangga Mangifera indica

75. Manggis Garcinia mangostana

76. Matoa/Hase Pometia pinnata

77. Mayang Palaquium obovatum

78. Medang Litsea brachystachys

79. Medang Kuning Litsea odorifera

80. Meranti Shorea ovata

81. Meranti Kombung Shorea dsyphylla

82. Meranti Kuning Shorea hopeifolia

83. Modang Hulim Zizphus angustifolius

84. Modang Landit Engelhardia roxburghiana

85. Modang Siak-Siak Cinnamomum subavenium

86. Nangka Artocarpus teysmanni

87. Pahu Engelhardia serrata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 52: KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKAN ORANGUTAN …

39

88. Palas Butea monosperma

89. Pege-Pege Ficus crassiramea

90. Petai Parkia Javanica

91. Pisang Hutan Kandelia candal

92. Rambutan Nephelium lapaceum

93. Rambutan Harangan Nephelium mutabile

94. Randuk Aporusa fruitescens

95. Randuk Hambong Alstonia macrophylla

96. Rao Dracontomelon dao

97. Rasak Vatica pauciflora blume

98. Rimbang Solanum torvum

99. Rotan Calamus manan

100. Rube Pouzolzia zeylanica

101. Rukam Flaoourtin rukam

102. Rumput Manis Hierochloe odorata

103. Rumput Merdeka Chromolaena odorata

104. Sapot Macaranga gigantea

105. Sanduduk Begonia isoptera

106. Siak-Siak Pternandra coerulescens

107. Siala Etlingera elatior

108. Sidabu Ranggas Litsea mappacea

109. Sihasar Baccaurea bracteta

110. Sihondung Symplocos sp

111. Sikkam Bischofia javanica

112. Sikkut Korthalsia flagelaris

113. Simaragong-Agong Ardisia tomentosa

114. Simarloba-Loba Mellettia atropurpurea

115. Simarsiala Pimeleodendron sp.

116. Simartolu Schima wallichii

117. Simartulan Macaranga javanica

118. Singkong Manihot esculenta

119. Sitarak Macaranga sp.

120. Sitakkol Un-identified

121. Songgak Turpinia sp.

122. Suhul-Suhul Macaranga bankana

123. Suri Suri Syzygium zeylanicum.

124. Tipa Tipa Bauhinia sp.

125. Tada-Tada Casearia grewiifolia

126. Tambiski Eurya acuminata

127. Tapak Kuda Calicarpa pentandra

128. Tinggiran Rapanea sp.

129. Torop / Takki Gatal Artocarpus elasticus

130. Tuba Engelhardia roxburghiana

131. Tulason Altingia excelsa

132. Ubar Eugenia sp.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA