4
Kebakaran besar yang berulang kembali secara drastis telah mempengaruhi lahan gambut Indonesia dalam beberapa dekade terakhir ini. Kebakaran di lahan gambut sangat berpengaruh terhadap lingkungan baik pada tingkat regional maupun global, termasuk emisi gas rumah kaca yang tinggi, kabut asap, hilangannya cadangan karbon dan keanekaragaman hayati. Kebakaran besar telah mempengaruhi lahan gambut di Mahakam Tengah, Kalimantan Timur selama musim kering tahun 1982/83 dan 1997/98, dan kebakaran kecil terjadi setiap tahun. Kebakaran tersebut terjadi karena kebiasaan pembakaran yang dilakukan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di lahan gambut. Lahan Gambut Mahakam Tengah Seluas 500.000 hektar wilayah lembah Mahakam Tengah terbentuk oleh lapisan tanah lempung sepanjang tepi Sungai Mahakam dan anak-anak sungainya yang besar, beberapa danau gambut dangkal, areal banjir musiman, dan hutan gambut yang luas. Kedalaman gambut rata-rata 8 meter dan ada yang lebih dari 15 meter di beberapa wilayah. Masyarakat yang hidup di wilayah ini berasal dari suku Kutai dan Banjar. Mereka menggunakan lahan gambut dan danau secara terbuka untuk kegiatan menangkap ikan dan reptil, mencari kayu dan mengumpulkan bahan bakar dan rumput. Kegiatan menangkap ikan merupakan sumber mata pencaharian utama. Perkampungan terletak di sepanjang sungai dan para pendatang memasuki lahan gambut melalui sungai, kanal, dan danau-danau. Tidak ada kegiatan pembalakan dalam skala komersial, konversi lahan ataupun pembangunan infrastruktur di dalam lahan gambut. Pola kebakaran dan sebab-sebabnya Kebakaran tahunan Pada periode non El Niño, sekitar 24% dari bentang alam mengalami kebakaran pada periode 1987-92 dan 17% pada periode 1992-97. Lebih kurang 81% dan 91% dari wilayah yang terbakar sudah terbakar sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa peluang terjadinya kebakaran yang berulang-ulang di lahan gambut sangat besar. Kebakaran tahunan utamanya terjadi pada wilayah yang aksesibilitasnya tinggi Kebakaran di lahan gambut Mahakam Tengah: Keselarasan antara mata pencaharian dan konservasi C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h Environmental Services and Sustainable Use of Forests Programme Fire Brief Oktober 2004 Nomor 2 Oleh: Unna Chokkalingam ([email protected]), CIFOR Lokasi lahan gambut Mahakam Tengah sepanjang Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Gambaran utama dari lokasi studi di Mahakam Tengah. Kawasan lahan basah (Sumber: WCMC)

Kebakaran di lahan gambut Mahakam tengah: keselarasan ...dampak krisis kekeringan ini. Ribuan masyarakat setempat kemudian mengalihkan mata pencahariannya pada kegiatan ini dan mereka

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kebakaran di lahan gambut Mahakam tengah: keselarasan ...dampak krisis kekeringan ini. Ribuan masyarakat setempat kemudian mengalihkan mata pencahariannya pada kegiatan ini dan mereka

api dalam penangkapan ikan dan api yang tidakterkontrol harus dihentikan. Banyak areal lahangambut di pedalaman Mahakam Tengah dapatdirehabilitasi atau dihutankan kembali apabila adaupaya pencegahan terjadinya pembakaran selamamusim kering yang panjang. Dengan demikiandiperlukan pencegahan masuknya ribuan orang kedalam hutan untuk mencari kayu lem, kura-kura,atau sumberdaya lainnya selama musim kering danmasa krisis lainnya.

Rekomendasi1. Menyusun program untuk mengatasi dampak El

Niño di lahan gambut Mahakam Tengah yangbertujuan untuk mengurangi kegiatanpembakaran oleh masyarakat dan menyediakanalternatif kegiatan mata pencaharian lain yangberkelanjutan, khususnya pada saat-saat kritis.Kegiatan tersebut akan lebih baik apabiladilakukan di luar ekosistem lahan gambut yangmudah rusak. Meningkatkan kesadaranmasyarakat setempat, membentuk lembagakemasyarakatan lokal, dan membuat peraturanuntuk mendukung serta menerapkan segalakebijakannya.

2. Mengkaji kelayakan teknis dan sosial ekonomiuntuk kegiatan pengendalian kebakaran diwilayah tepi sungai dan daerah banjir yangmudah didatangi, terutama sekali pada musimkering yang panjang, sehingga laju kebakarandapat ditahan.

3. Menjajaki kemungkinan penerapan pem-bayaran transfer dari komunitas masyarakatluar terhadap konservasi hutan gambut melaluiinisiatif internasional seperti UNFCCC, CBD,Ramsar Convention, dan APMI. Manfaat yangditerima harus berimbang dan dapat dirasakanlangsung oleh masyarakat lokal yangkehilangan manfaat ekonomi akibat perubahanpemanfaatan lahannya.

4. Melakukan penelitian apakah kebakaran yangberulang dan perubahan bentang alam akan

berdampak negatif terhadap perikanan,kesehatan atau kualitas air. Jika ternyatabenar, maka hal ini dapat digunakan untukmengurangi minat masyarakat lokal untukmelakukan pembakaran dan melindungi hutangambutnya di pedalaman.

5. Melarang pembangunan berskala besar(transmigrasi, hutan tanaman, pertanian,pembalakan komersial dan infrastruktur) yangmengakibatkan terjadinya deforestasi atauhilangnya lahan gambut, mempermudah aksesmenuju daerah pedalaman, dan akanmeningkatkan tekanan akibat pertambahanpenduduk.

Referensi1. Chokkalingam, U., Kurniawan, I. and Ruchiat,

Y. 2004. Manuscript. Fire, livelihoods andenvironmental degradation in the MiddleMahakam Peatlands. CIFOR, Bogor, Indonesia.

2. Chokkalingam, U., Kurniawan, I., Buitenzorgy,M., Anwar, S. and Hope, G. 2004. Manuscript.Impacts of recent fires on biodiversity in theMiddle Mahakam Peatlands. CIFOR, Bogor,Indonesia.

3. Christensen, M. S., A. Mulu, and A. Akbar. 1986.Investigations into the fishery of the MiddleMahakam Area. German-Indonesian TechnicalCooperation for Area Development, Samarinda,East Kalimantan, Indonesia.

4. Jepson, P., Momberg, F. and van Noord, H.1998. Trade in reptiles from the MiddleMahakam Lake Area, East Kalimantan,Indonesia, with evidence of a causal link tothe forest fires associated with the 1997/98El Niño phenomena. Bio-Regional Managementand Integrated Park Management ProjectTechnical Memorandum 3. WWF Indonesia/EPIQ/ USAID.

Okt

ober

200

4N

omor

2

Fire

Bri

ef

Halaman 2 Kebakaran di lahan gambut Mahakam Tengah

Warta singkat ini disusun berdasarkan naskah Fire, livelihoods and environmental degradation inthe Middle Mahakam Peatlands serta Impacts of recent fires on biodiversity in the Middle

Mahakam Peatlands. Naskah ini merupakan hasil proyek CIFOR-ICRAF yang dibiayai oleh Uni Eropadan ACIAR. Pendapat dalam naskah ini merupakan pemikiran penulis, bukan merupakan pandangan

lembaga penyandang dana.

ICRAFWorld Agroforestry CentreJalan CIFOR, Situ Gede Bogor Barat 16680, IndonesiaTel:+62 251 625415/17Fax:+62 251 625416E-mail: [email protected]/sea

CIFORCenter for International Forestry ResearchJalan CIFOR, Situ Gede Bogor Barat 16680, Indonesia Tel: +62 251 622622Fax: +62 251 622100E-mail: [email protected] depan oleh A. Erman dan Y. Ruchiat

Warta ini juga tersedia dalam versi Bahasa Inggris

Kebakaran besar yang berulang kembali secara drastis telah mempengaruhi lahan gambut Indonesia dalambeberapa dekade terakhir ini. Kebakaran di lahan gambut sangat berpengaruh terhadap lingkungan baikpada tingkat regional maupun global, termasuk emisi gas rumah kaca yang tinggi, kabut asap, hilangannyacadangan karbon dan keanekaragaman hayati. Kebakaran besar telah mempengaruhi lahan gambut diMahakam Tengah, Kalimantan Timur selama musim kering tahun 1982/83 dan 1997/98, dan kebakaran kecilterjadi setiap tahun. Kebakaran tersebut terjadi karena kebiasaan pembakaran yang dilakukan olehmasyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di lahan gambut.

Lahan Gambut Mahakam TengahSeluas 500.000 hektar wilayah lembah Mahakam Tengah terbentuk oleh lapisan tanah lempung sepanjangtepi Sungai Mahakam dan anak-anak sungainya yang besar, beberapa danau gambut dangkal, areal banjirmusiman, dan hutan gambut yang luas. Kedalaman gambut rata-rata 8 meter dan ada yang lebih dari 15meter di beberapa wilayah. Masyarakat yang hidup di wilayah ini berasal dari suku Kutai dan Banjar. Merekamenggunakan lahan gambut dan danau secara terbuka untuk kegiatan menangkap ikan dan reptil, mencarikayu dan mengumpulkan bahan bakar dan rumput. Kegiatan menangkap ikan merupakan sumber matapencaharian utama. Perkampungan terletak di sepanjang sungai dan para pendatang memasuki lahangambut melalui sungai, kanal, dan danau-danau. Tidak ada kegiatan pembalakan dalam skala komersial,konversi lahan ataupun pembangunan infrastruktur di dalam lahan gambut.

Pola kebakaran dan sebab-sebabnyaKebakaran tahunanPada periode non El Niño, sekitar 24% dari bentang alam mengalami kebakaran pada periode 1987-92 dan17% pada periode 1992-97. Lebih kurang 81% dan 91% dari wilayah yang terbakar sudah terbakarsebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa peluang terjadinya kebakaran yang berulang-ulang di lahangambut sangat besar. Kebakaran tahunan utamanya terjadi pada wilayah yang aksesibilitasnya tinggi

Kebakaran di lahan gambut Mahakam Tengah: Keselarasan antara mata pencaharian dan konservasi

C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h

EnvironmentalServices andSustainable Use ofForests Programme F i r e B r i e f O

ktob

er 2

004

Nom

or 2

Oleh: Unna Chokkalingam ([email protected]), CIFOR

Lokasi lahan gambut Mahakam Tengahsepanjang Sungai Mahakam,Kalimantan Timur.

Gambaran utamadari lokasi studi diMahakam Tengah.

Kawasan lahan basah(Sumber: WCMC)

Page 2: Kebakaran di lahan gambut Mahakam tengah: keselarasan ...dampak krisis kekeringan ini. Ribuan masyarakat setempat kemudian mengalihkan mata pencahariannya pada kegiatan ini dan mereka

Kebakaran di lahan gambut Mahakam Tengah Halaman 5Halaman 2

Fire

Bri

ef

Okt

ober

200

4 N

omor

2

Okt

ober

200

4N

omor

2

Fire

Bri

ef

Hutan gambut dengan tingkat kebakaran yangrendah sampai moderat (sampai dengan 19% padalokasi penelitian) menunjukkan kemampuan yangbaik untuk tumbuh kembali dengan cepat. Arealpedalaman yang terbakar hebat pada tahun 1997-98dengan tingkat kebakaran yang berat (sampai 41%)dapat juga pulih kembali jika dibiarkan tumbuhsecara alami dan tidak ada gangguan lain.Masyarakat jarang sekali yang memasuki areal ini.Meskipun demikian, areal hutan pedalaman yangsudah pernah terbakar ini akan mudah terbakarkembali. Areal tersebut memiliki kandungan bahanbakar yang besar dari pohon yang mati dan serasahyang padat serta pertumbuhan liana, sementaratajuk yang terbuka mempercepat pengeringan.Kebakaran akibat kekeringan yang terjadi dengancepat pada areal ini mungkin akan berakibat lebihfatal dan dampaknya akan berlangsung terusmenerus.

Faktor pendorong terjadinyapembakaran yang meluas olehmasyarakat setempat1. Pembakaran merupakan cara termurah yang

digunakan oleh masyarakat setempat dalammemanfaatkan sumberdaya hutan di lahangambut, sementara alternatif lain yang lebihefektif atau insentif bagi masyarakat untuktidak melakukan pembakaran tersebut tidaktersedia.

2. Masyarakat lebih menghargai ikan daripadahutan gambut yang bernilai tinggi, dan olehkarenanya mereka tidak takut dan khawatirdengan degradasi hutan yang disebabkan olehkebakaran yang berulang.

3. Perkembangan teknologi dan infrastrukturseperti jaring penangkap ikan (dari nylon),kanal kecil, kapal bermotor, dan jalan yangmenghubungkan ke pasar telah turut berperandalam meningkatkan kegiatan penangkapanikan yang pada akhirnya meningkatkankegiatan pembakaran.

4. Masyarakat yang memanfaatkan lahan gambutkurang memiliki perhatian akan dampak

kebakaran terhadap hidrologi, kegiatanpenangkapan ikan dan mata pencaharianmasyarakat. Untuk mengetahui dampak jangkapanjang terhadap hidrologi dan kegiatanpenangkapan ikan dibutuhkan investigasi lebihlanjut secara terperinci.

Faktor pendorong terjadinyakebakaran pada musim kering1997/981. Kondisi kekeringan luar biasa pada vegetasi dan

gambut mempermudah api untuk membesardan menyebar.

2. Kondisi air sungai yang mengering sertakesulitan transportasi membatasi kegiatanmasyarakat setempat untuk mencari nafkahnyaseperti menangkap ikan. Sementara, pilihanlain yang berkelanjutan untuk mendapatkanmata pencaharian sulit diperoleh.

3. Munculnya pasar baru yang bernilai tinggiuntuk daging kura-kura dan kayu lem yangdigunakan sebagai bahan pembuat obatnyamuk secara komersil.

4. Adanya ijin penangkapan kura-kura tanpa batasyang dikeluarkan pemerintah setempat untukmengurangi krisis ekonomi yang terjadi akibatkekeringan tanpa memperhitungkandampaknya terhadap lingkungan

Kebutuhan masyarakat vskepentingan regional/globalPerlu diketahui cakupan apa saja yang harusdibahas dalam menyelesaikan masalah kebakaranlahan gambut dengan memahami keuntungan lokaldalam menggunakan teknik pembakaran dankekhawatiran terhadap lingkungan secara regionalsampai global atas semakin menyebarnyakebakaran. Kebijakan larangan pembakaranmerupakan pilihan yang tidak dapat dijalankankarena kondisi alam dan akses yang sulit dilalui olehmasyarakat, banyaknya masyarakat yangmelakukan kegiatan pembakaran lahan, danpentingnya penggunaan api bagi masyarakat untukmemperoleh sumberdaya yang ada di lahangambut. Untuk melindungi dan memanfaatkanlahan gambut Mahakam Tengah secara bijaksana,diperlukan harmonisasi antara nilai-nilai dankebutuhan masyarakat lokal dengan perhatiankomunitas di luar kawasan ini.

Pendekatan untuk menyelaraskanmata pencaharian dan konservasiUpaya mencegah terjadinya pembakaran lahangambut untuk kegiatan pengolahan tanah padalapisan alluvial dan penangkapan ikan pada lahangambut yang berdekatan dengan jalur air mungkinakan sulit dilakukan. Akan tetapi perluasankebakaran tahunan dan degradasi hutan ke arealyang berdekatan yang diakibatkan oleh penggunaan

sepanjang sungai, danau dan kanal, serta arealpasang surut yang dapat dimasuki perahu kecil padamusim penghujan. Masyarakat lokal dan parapendatang menggunakan api untuk membersihkantanaman dan mempermudah akses masuk ke lahangambut untuk mencari ikan dan sumber-sumberpangan lainnya. Selain itu, juga untuk menambahhabitat ikan dengan membuat dan memperluasareal tergenang dan kolam-kolam di areal hutangambut yang terdegradasi.

Vegetasi yangterbakar setiap tahun

disepanjang sungai. (Foto : Yayat Ruchiat)

Lahan yangterbakar setiap

tahun tergenangdan dapat

dicapai denganperahu.

(Foto : YayatRuchiat)

Genangan air yangberisi ikan di hutan

gambut yangterbakar. (Foto :

Andi Erman)

Kebakaran El Niño 1997-1998Pada periode ini, sekitar 72-85% dari lahan gambutdi wilayah Mahakam Tengah terbakar. Sebagianbesar atau sebesar 54% merupakan areal hutan yangsebelumnya tidak pernah terbakar. Kebakaranbesar ini disebabkan karena terjadinya kekeringanyang luar biasa serta pembakaran yang dilakukanoleh masyarakat di dalam perburuan kura-kura danpengumpulan kayu lem. Masyarakat setempatmengalami kesulitan untuk menangkap ikan yangmerupakan mata pencaharian utamanya. Hal inidisebabkan oleh air sungai yang mengering sehinggamenyulitkan transportasi. Munculnya pasar yangbaik untuk daging kura-kura dan kayu lem yangdigunakan sebagai bahan pembuat obat nyamuksecara komersil, serta adanya ijin yang dikeluarkanpemerintah setempat untuk melakukanpenangkapan kura-kura tanpa batas, pada awalnyamerupakan jalan keluar untuk menanggulangidampak krisis kekeringan ini. Ribuan masyarakatsetempat kemudian mengalihkan matapencahariannya pada kegiatan ini dan merekamemasuki areal hutan gambut di wilayah terpencilyang hampir tidak pernah didatangi sebelumnya.Teknik pembakaran digunakan untukmempermudah akses ke dalam hutan, untukberkemah, dan untuk mempermudah berburu kura-kura. Dengan membakar vegetasi di sekelilingnyamaka kura-kura akan terkonsentrasi pada arealyang basah. Kegiatan ini dilakukan masyarakatsetempat selama musim kering yang panjang, danterjadilah kebakaran yang meluas yangmengakibatkan rusaknya seluruh ekosistem gambutdan menimbulkan masalah asap.

Dampak dan potensipemulihannyaAkibat terjadinya kebakaran pada tahun 1997-1998,kawasan hutan yang tadinya tertutup tajuk dengancukup rapat (sebesar 63%) menurun secara drastismenjadi tinggal 4%; sedangkan hutan yangpenutupan tajuknya sedang menurun dari 8%menjadi 5%. Sedikitnya 83% bentang alam hutansekarang ini berubah menjadi tipe vegetasisekunder (hutan tajuk terbuka, vegetasi kerdil, danpadang rumput). Luasan vegetasi sekunder inisangat jauh meningkat dibandingkan dengan luasantahun 1987 yang hanya sekitar 33%.

Setelah mengalami degradasi, lahan gambutakan sangat mudah terbakar. Kebakaran tahunanberulang kali terjadi pada lahan yang baru dibukasejak tahun 1997-1998 dan mengubah sebagianhutan gambut menjadi tanah terbuka yaitu arealyang tergenang dan ditandai dengan hilangnya pohonpenutup lahan dan gambut yang ada. Menurutresponden lokal, adalah hal yang biasa terjadi padalahan yang dibuka selama periode kekeringan yangpanjang akan dibakar secara berulang danmengalami transformasi untuk kegiatanpenangkapan ikan. Lahan tergenang dan danauterbentuk karena kejadian-kejadian seperti itu.

Lahan gambutyang terbakar

tahun 1997-2000di lokasi studi

MahakamTengah.

Kebakaran El Niño 1982-83Lebih kurang 45% kawasan yang diteliti mengalamikebakaran pada periode ini. Kebakaran tersebutterjadi dalam kawasan yang umumnya terbakarsetiap tahun sepanjang tepi sungai dan menyebarke areal yang berdekatan dengan hutan yangmengalami kekeringan. Kemungkinan api jugaberasal dari kegiatan masyarakat di dalam hutanselama musin kering yang panjang.

Page 3: Kebakaran di lahan gambut Mahakam tengah: keselarasan ...dampak krisis kekeringan ini. Ribuan masyarakat setempat kemudian mengalihkan mata pencahariannya pada kegiatan ini dan mereka

Kebakaran di lahan gambut Mahakam Tengah Halaman 3Halaman 4

Fire

Bri

ef

Okt

ober

200

4 N

omor

2

Okt

ober

200

4N

omor

2

Fire

Bri

ef

Hutan gambut dengan tingkat kebakaran yangrendah sampai moderat (sampai dengan 19% padalokasi penelitian) menunjukkan kemampuan yangbaik untuk tumbuh kembali dengan cepat. Arealpedalaman yang terbakar hebat pada tahun 1997-98dengan tingkat kebakaran yang berat (sampai 41%)dapat juga pulih kembali jika dibiarkan tumbuhsecara alami dan tidak ada gangguan lain.Masyarakat jarang sekali yang memasuki areal ini.Meskipun demikian, areal hutan pedalaman yangsudah pernah terbakar ini akan mudah terbakarkembali. Areal tersebut memiliki kandungan bahanbakar yang besar dari pohon yang mati dan serasahyang padat serta pertumbuhan liana, sementaratajuk yang terbuka mempercepat pengeringan.Kebakaran akibat kekeringan yang terjadi dengancepat pada areal ini mungkin akan berakibat lebihfatal dan dampaknya akan berlangsung terusmenerus.

Faktor pendorong terjadinyapembakaran yang meluas olehmasyarakat setempat1. Pembakaran merupakan cara termurah yang

digunakan oleh masyarakat setempat dalammemanfaatkan sumberdaya hutan di lahangambut, sementara alternatif lain yang lebihefektif atau insentif bagi masyarakat untuktidak melakukan pembakaran tersebut tidaktersedia.

2. Masyarakat lebih menghargai ikan daripadahutan gambut yang bernilai tinggi, dan olehkarenanya mereka tidak takut dan khawatirdengan degradasi hutan yang disebabkan olehkebakaran yang berulang.

3. Perkembangan teknologi dan infrastrukturseperti jaring penangkap ikan (dari nylon),kanal kecil, kapal bermotor, dan jalan yangmenghubungkan ke pasar telah turut berperandalam meningkatkan kegiatan penangkapanikan yang pada akhirnya meningkatkankegiatan pembakaran.

4. Masyarakat yang memanfaatkan lahan gambutkurang memiliki perhatian akan dampak

kebakaran terhadap hidrologi, kegiatanpenangkapan ikan dan mata pencaharianmasyarakat. Untuk mengetahui dampak jangkapanjang terhadap hidrologi dan kegiatanpenangkapan ikan dibutuhkan investigasi lebihlanjut secara terperinci.

Faktor pendorong terjadinyakebakaran pada musim kering1997/981. Kondisi kekeringan luar biasa pada vegetasi dan

gambut mempermudah api untuk membesardan menyebar.

2. Kondisi air sungai yang mengering sertakesulitan transportasi membatasi kegiatanmasyarakat setempat untuk mencari nafkahnyaseperti menangkap ikan. Sementara, pilihanlain yang berkelanjutan untuk mendapatkanmata pencaharian sulit diperoleh.

3. Munculnya pasar baru yang bernilai tinggiuntuk daging kura-kura dan kayu lem yangdigunakan sebagai bahan pembuat obatnyamuk secara komersil.

4. Adanya ijin penangkapan kura-kura tanpa batasyang dikeluarkan pemerintah setempat untukmengurangi krisis ekonomi yang terjadi akibatkekeringan tanpa memperhitungkandampaknya terhadap lingkungan

Kebutuhan masyarakat vskepentingan regional/globalPerlu diketahui cakupan apa saja yang harusdibahas dalam menyelesaikan masalah kebakaranlahan gambut dengan memahami keuntungan lokaldalam menggunakan teknik pembakaran dankekhawatiran terhadap lingkungan secara regionalsampai global atas semakin menyebarnyakebakaran. Kebijakan larangan pembakaranmerupakan pilihan yang tidak dapat dijalankankarena kondisi alam dan akses yang sulit dilalui olehmasyarakat, banyaknya masyarakat yangmelakukan kegiatan pembakaran lahan, danpentingnya penggunaan api bagi masyarakat untukmemperoleh sumberdaya yang ada di lahangambut. Untuk melindungi dan memanfaatkanlahan gambut Mahakam Tengah secara bijaksana,diperlukan harmonisasi antara nilai-nilai dankebutuhan masyarakat lokal dengan perhatiankomunitas di luar kawasan ini.

Pendekatan untuk menyelaraskanmata pencaharian dan konservasiUpaya mencegah terjadinya pembakaran lahangambut untuk kegiatan pengolahan tanah padalapisan alluvial dan penangkapan ikan pada lahangambut yang berdekatan dengan jalur air mungkinakan sulit dilakukan. Akan tetapi perluasankebakaran tahunan dan degradasi hutan ke arealyang berdekatan yang diakibatkan oleh penggunaan

sepanjang sungai, danau dan kanal, serta arealpasang surut yang dapat dimasuki perahu kecil padamusim penghujan. Masyarakat lokal dan parapendatang menggunakan api untuk membersihkantanaman dan mempermudah akses masuk ke lahangambut untuk mencari ikan dan sumber-sumberpangan lainnya. Selain itu, juga untuk menambahhabitat ikan dengan membuat dan memperluasareal tergenang dan kolam-kolam di areal hutangambut yang terdegradasi.

Vegetasi yangterbakar setiap tahun

disepanjang sungai. (Foto : Yayat Ruchiat)

Lahan yangterbakar setiap

tahun tergenangdan dapat

dicapai denganperahu.

(Foto : YayatRuchiat)

Genangan air yangberisi ikan di hutan

gambut yangterbakar. (Foto :

Andi Erman)

Kebakaran El Niño 1997-1998Pada periode ini, sekitar 72-85% dari lahan gambutdi wilayah Mahakam Tengah terbakar. Sebagianbesar atau sebesar 54% merupakan areal hutan yangsebelumnya tidak pernah terbakar. Kebakaranbesar ini disebabkan karena terjadinya kekeringanyang luar biasa serta pembakaran yang dilakukanoleh masyarakat di dalam perburuan kura-kura danpengumpulan kayu lem. Masyarakat setempatmengalami kesulitan untuk menangkap ikan yangmerupakan mata pencaharian utamanya. Hal inidisebabkan oleh air sungai yang mengering sehinggamenyulitkan transportasi. Munculnya pasar yangbaik untuk daging kura-kura dan kayu lem yangdigunakan sebagai bahan pembuat obat nyamuksecara komersil, serta adanya ijin yang dikeluarkanpemerintah setempat untuk melakukanpenangkapan kura-kura tanpa batas, pada awalnyamerupakan jalan keluar untuk menanggulangidampak krisis kekeringan ini. Ribuan masyarakatsetempat kemudian mengalihkan matapencahariannya pada kegiatan ini dan merekamemasuki areal hutan gambut di wilayah terpencilyang hampir tidak pernah didatangi sebelumnya.Teknik pembakaran digunakan untukmempermudah akses ke dalam hutan, untukberkemah, dan untuk mempermudah berburu kura-kura. Dengan membakar vegetasi di sekelilingnyamaka kura-kura akan terkonsentrasi pada arealyang basah. Kegiatan ini dilakukan masyarakatsetempat selama musim kering yang panjang, danterjadilah kebakaran yang meluas yangmengakibatkan rusaknya seluruh ekosistem gambutdan menimbulkan masalah asap.

Dampak dan potensipemulihannyaAkibat terjadinya kebakaran pada tahun 1997-1998,kawasan hutan yang tadinya tertutup tajuk dengancukup rapat (sebesar 63%) menurun secara drastismenjadi tinggal 4%; sedangkan hutan yangpenutupan tajuknya sedang menurun dari 8%menjadi 5%. Sedikitnya 83% bentang alam hutansekarang ini berubah menjadi tipe vegetasisekunder (hutan tajuk terbuka, vegetasi kerdil, danpadang rumput). Luasan vegetasi sekunder inisangat jauh meningkat dibandingkan dengan luasantahun 1987 yang hanya sekitar 33%.

Setelah mengalami degradasi, lahan gambutakan sangat mudah terbakar. Kebakaran tahunanberulang kali terjadi pada lahan yang baru dibukasejak tahun 1997-1998 dan mengubah sebagianhutan gambut menjadi tanah terbuka yaitu arealyang tergenang dan ditandai dengan hilangnya pohonpenutup lahan dan gambut yang ada. Menurutresponden lokal, adalah hal yang biasa terjadi padalahan yang dibuka selama periode kekeringan yangpanjang akan dibakar secara berulang danmengalami transformasi untuk kegiatanpenangkapan ikan. Lahan tergenang dan danauterbentuk karena kejadian-kejadian seperti itu.

Lahan gambutyang terbakar

tahun 1997-2000di lokasi studi

MahakamTengah.

Kebakaran El Niño 1982-83Lebih kurang 45% kawasan yang diteliti mengalamikebakaran pada periode ini. Kebakaran tersebutterjadi dalam kawasan yang umumnya terbakarsetiap tahun sepanjang tepi sungai dan menyebarke areal yang berdekatan dengan hutan yangmengalami kekeringan. Kemungkinan api jugaberasal dari kegiatan masyarakat di dalam hutanselama musin kering yang panjang.

Page 4: Kebakaran di lahan gambut Mahakam tengah: keselarasan ...dampak krisis kekeringan ini. Ribuan masyarakat setempat kemudian mengalihkan mata pencahariannya pada kegiatan ini dan mereka

api dalam penangkapan ikan dan api yang tidakterkontrol harus dihentikan. Banyak areal lahangambut di pedalaman Mahakam Tengah dapatdirehabilitasi atau dihutankan kembali apabila adaupaya pencegahan terjadinya pembakaran selamamusim kering yang panjang. Dengan demikiandiperlukan pencegahan masuknya ribuan orang kedalam hutan untuk mencari kayu lem, kura-kura,atau sumberdaya lainnya selama musim kering danmasa krisis lainnya.

Rekomendasi1. Menyusun program untuk mengatasi dampak El

Niño di lahan gambut Mahakam Tengah yangbertujuan untuk mengurangi kegiatanpembakaran oleh masyarakat dan menyediakanalternatif kegiatan mata pencaharian lain yangberkelanjutan, khususnya pada saat-saat kritis.Kegiatan tersebut akan lebih baik apabiladilakukan di luar ekosistem lahan gambut yangmudah rusak. Meningkatkan kesadaranmasyarakat setempat, membentuk lembagakemasyarakatan lokal, dan membuat peraturanuntuk mendukung serta menerapkan segalakebijakannya.

2. Mengkaji kelayakan teknis dan sosial ekonomiuntuk kegiatan pengendalian kebakaran diwilayah tepi sungai dan daerah banjir yangmudah didatangi, terutama sekali pada musimkering yang panjang, sehingga laju kebakarandapat ditahan.

3. Menjajaki kemungkinan penerapan pem-bayaran transfer dari komunitas masyarakatluar terhadap konservasi hutan gambut melaluiinisiatif internasional seperti UNFCCC, CBD,Ramsar Convention, dan APMI. Manfaat yangditerima harus berimbang dan dapat dirasakanlangsung oleh masyarakat lokal yangkehilangan manfaat ekonomi akibat perubahanpemanfaatan lahannya.

4. Melakukan penelitian apakah kebakaran yangberulang dan perubahan bentang alam akan

berdampak negatif terhadap perikanan,kesehatan atau kualitas air. Jika ternyatabenar, maka hal ini dapat digunakan untukmengurangi minat masyarakat lokal untukmelakukan pembakaran dan melindungi hutangambutnya di pedalaman.

5. Melarang pembangunan berskala besar(transmigrasi, hutan tanaman, pertanian,pembalakan komersial dan infrastruktur) yangmengakibatkan terjadinya deforestasi atauhilangnya lahan gambut, mempermudah aksesmenuju daerah pedalaman, dan akanmeningkatkan tekanan akibat pertambahanpenduduk.

Referensi1. Chokkalingam, U., Kurniawan, I. and Ruchiat,

Y. 2004. Manuscript. Fire, livelihoods andenvironmental degradation in the MiddleMahakam Peatlands. CIFOR, Bogor, Indonesia.

2. Chokkalingam, U., Kurniawan, I., Buitenzorgy,M., Anwar, S. and Hope, G. 2004. Manuscript.Impacts of recent fires on biodiversity in theMiddle Mahakam Peatlands. CIFOR, Bogor,Indonesia.

3. Christensen, M. S., A. Mulu, and A. Akbar. 1986.Investigations into the fishery of the MiddleMahakam Area. German-Indonesian TechnicalCooperation for Area Development, Samarinda,East Kalimantan, Indonesia.

4. Jepson, P., Momberg, F. and van Noord, H.1998. Trade in reptiles from the MiddleMahakam Lake Area, East Kalimantan,Indonesia, with evidence of a causal link tothe forest fires associated with the 1997/98El Niño phenomena. Bio-Regional Managementand Integrated Park Management ProjectTechnical Memorandum 3. WWF Indonesia/EPIQ/ USAID.

Okt

ober

200

4N

omor

2

Fire

Bri

ef

Halaman 2 Kebakaran di lahan gambut Mahakam Tengah

Warta singkat ini disusun berdasarkan naskah Fire, livelihoods and environmental degradation inthe Middle Mahakam Peatlands serta Impacts of recent fires on biodiversity in the Middle

Mahakam Peatlands. Naskah ini merupakan hasil proyek CIFOR-ICRAF yang dibiayai oleh Uni Eropadan ACIAR. Pendapat dalam naskah ini merupakan pemikiran penulis, bukan merupakan pandangan

lembaga penyandang dana.

ICRAFWorld Agroforestry CentreJalan CIFOR, Situ Gede Bogor Barat 16680, IndonesiaTel:+62 251 625415/17Fax:+62 251 625416E-mail: [email protected]/sea

CIFORCenter for International Forestry ResearchJalan CIFOR, Situ Gede Bogor Barat 16680, Indonesia Tel: +62 251 622622Fax: +62 251 622100E-mail: [email protected] depan oleh A. Erman dan Y. Ruchiat

Warta ini juga tersedia dalam versi Bahasa Inggris

Kebakaran besar yang berulang kembali secara drastis telah mempengaruhi lahan gambut Indonesia dalambeberapa dekade terakhir ini. Kebakaran di lahan gambut sangat berpengaruh terhadap lingkungan baikpada tingkat regional maupun global, termasuk emisi gas rumah kaca yang tinggi, kabut asap, hilangannyacadangan karbon dan keanekaragaman hayati. Kebakaran besar telah mempengaruhi lahan gambut diMahakam Tengah, Kalimantan Timur selama musim kering tahun 1982/83 dan 1997/98, dan kebakaran kecilterjadi setiap tahun. Kebakaran tersebut terjadi karena kebiasaan pembakaran yang dilakukan olehmasyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di lahan gambut.

Lahan Gambut Mahakam TengahSeluas 500.000 hektar wilayah lembah Mahakam Tengah terbentuk oleh lapisan tanah lempung sepanjangtepi Sungai Mahakam dan anak-anak sungainya yang besar, beberapa danau gambut dangkal, areal banjirmusiman, dan hutan gambut yang luas. Kedalaman gambut rata-rata 8 meter dan ada yang lebih dari 15meter di beberapa wilayah. Masyarakat yang hidup di wilayah ini berasal dari suku Kutai dan Banjar. Merekamenggunakan lahan gambut dan danau secara terbuka untuk kegiatan menangkap ikan dan reptil, mencarikayu dan mengumpulkan bahan bakar dan rumput. Kegiatan menangkap ikan merupakan sumber matapencaharian utama. Perkampungan terletak di sepanjang sungai dan para pendatang memasuki lahangambut melalui sungai, kanal, dan danau-danau. Tidak ada kegiatan pembalakan dalam skala komersial,konversi lahan ataupun pembangunan infrastruktur di dalam lahan gambut.

Pola kebakaran dan sebab-sebabnyaKebakaran tahunanPada periode non El Niño, sekitar 24% dari bentang alam mengalami kebakaran pada periode 1987-92 dan17% pada periode 1992-97. Lebih kurang 81% dan 91% dari wilayah yang terbakar sudah terbakarsebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa peluang terjadinya kebakaran yang berulang-ulang di lahangambut sangat besar. Kebakaran tahunan utamanya terjadi pada wilayah yang aksesibilitasnya tinggi

Kebakaran di lahan gambut Mahakam Tengah: Keselarasan antara mata pencaharian dan konservasi

C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h

EnvironmentalServices andSustainable Use ofForests Programme F i r e B r i e f O

ktob

er 2

004

Nom

or 2

Oleh: Unna Chokkalingam ([email protected]), CIFOR

Lokasi lahan gambut Mahakam Tengahsepanjang Sungai Mahakam,Kalimantan Timur.

Gambaran utamadari lokasi studi diMahakam Tengah.

Kawasan lahan basah(Sumber: WCMC)