Keberadaan manusia sebagai makhluk.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Keberadaan manusia sebagai makhluk, sangatlah bergantung kepada Allah sang Penciptanya (Al-Khaliq). Kebutuhan mereka kepada Allah l amatlah besar. Tanpa pertolongan dan kekuatan dari-Nya, tak akan mungkin bisa menjalani pahit getirnya kehidupan ini. Allah l berfirman:

Hai sekalian manusia, kalianlah yang amat butuh kepada Allah, dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. (Fathir: 15)

Ketergantungan manusia terhadap sang Khaliq (Allah l) semakin besar, manakala mereka telah menyanggupi untuk memikul amanat ibadah dengan menjalankan segala perintah Allah l dan menjauhi segala yang diharamkan-Nya, yang tak disanggupi oleh makhluk-makhluk besar seperti langit, bumi, dan gunung-gunung. Allah l berfirman:

Sesungguhnya Kami telah tawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (Al-Ahzab: 72)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sadi t berkata: Allah l mengangkat permasalahan amanat yang diamanatkan-Nya kepada para mukallaf, yaitu amanat menjalankan segala yang diperintahkan dan menjauhi segala yang diharamkan, baik dalam keadaan tampak maupun tidak. Dia tawarkan amanat itu kepada makhluk-makhluk besar; langit, bumi, dan gunung-gunung sebagai tawaran pilihan bukan keharusan, Bila engkau menjalankan dan melaksanakannya niscaya bagimu pahala, dan bila tidak, niscaya kamu akan dihukum. Maka makhluk-makhluk itu enggan untuk memikulnya karena khawatir akan mengkhianatinya, bukan karena menentang Rabb mereka dan bukan pula karena tidak butuh pahala-Nya. Kemudian Allah l tawarkan kepada manusia. Ia pun siap menerima amanat itu dan siap memikulnya dengan segala kezaliman dan kebodohan yang ada pada dirinya. Maka amanat berat itu pun akhirnya dibebankan kepadanya. (Taisirul Karimir Rahman, hal. 620)