kebermaknaan hidup pada perempuan yang mengalami cinta tak terbalas

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Memahami bagaimana gambaran kebermaknaan hidup pada perempuan yang mencangkup makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will of meaning) yang mempengaruhi motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful life) yang didambakannya khususnya pada bidang akademik, meskipun dalam penderitaan cinta yang tak terbalas.

Citation preview

Kebermaknaan Hidup pada Perempuan yang Mengalami Cinta Tak Terbalas26I. LATAR BELAKANG

Manusia sebagai makhluk yang terlahir dengan banyak potensi dalam dirinya, baik itu potensi akal, fisik, ataupun potensi psikis (afektif/ perasaan) dan merupakan makhluk yang paling misterius yang artinya mengandung kerahasiaan yang selamanya tidak akan terbuka secara tuntas. Dan, dalam perjalanan hidupnya manusia banyak sekali merekam pengalaman sepanjang hidupnya, baik atau buruknya pengalaman itu semua terekam dalam otak. Dari pengalaman-pengalaman itu ada sebagian orang yang belajar dari pengalaman tersebut dan ada yang menjadi terpuruk dengan kejadian masa lalunya atau biasa kita sebut trauma.

Hubungan interpersonal yang dari dulu hingga sekarang memiliki permasalahan yang pelik adalah cinta. Cinta merupakan sesuatu yang sudah sangat umum dan sangat bersinggungan dalam kehidupan kita sehari-hari namun memiliki berbagai pengertian seperti cinta menurut Fromm (Wisnuwardhani & Mashoedi, 2012) adalah tindakan dan merupakan kekuatan manusia yang diwujudkan dalam kebebasan yang mengandung arti bahwa cinta hadir tanpa adanya paksaan. Bergler (Wisnuwardhani & Mashoedi, 2012) memaparkan tanda-tanda cinta yaitu kurangnya evaluasi terhadap realitas, ketergantungan batin pada objek cinta, perilaku sentimental yang menjadi semacam pemujaan terhadap diri sendiri. Saat cinta tak terbalas, maka dapat membuat seseorang menjadi depresi dan tertekan (Bergler dalam Wisnuwardhani & Mashoedi, 2012).

Depresi yang terjadi pada perempuan lebih tinggi prevalensinya sekitar 30% dibandingkan yang dialami oleh pria sekitar 12% menurut data yang dihimpun oleh World Bank (Desjarlis, 1995 dalam www.psychologymania.com/2012/08/faktor-penyebab-depresi.htm). Dan, dalam sebuah penelitian (Angold, 1998 dalam www.psychologymania.com/2012/08/faktor-penyebab-depresi.html) menunjukan bahwa periode meningkatkan resiko depresi pada wanita terjadi ketika masa pertengahan pubertas. Menurut Pease dan Pease (2001 dalam www.psychologymania.com/2012/08/faktor-penyebab-depresi.html), pola komunikasi perempuan berbeda dengan pria. Jika seorang wanita mendapatkan masalah, maka perempuan tersebut ingin mengkomunikasikannya dengan orang lain, sedangkan pria cenderung untuk memikirkan masalahnya, pria juga jarang menunjukan emosinya. Depresi inilah yang dapat mengganggu produktifitas seseorang dalam kehidupannya termasuk dalam bidang pendidikan yang sedang dijalani.

Namun, dari kesemuanya itu sebenarnya ada suatu hal yang dapat memotivasi manusia khususnya perempuan untuk menyikapi semua permasalah, cobaan yang menimpa manusia. Suatu hal itu yang bisa kita sebut sebagai makna hidup. Menurut Frankl, hidup tidak memiliki makna dengan sendirinya, manusialah yang harus menciptakan dan menemukan makna hidup itu. Bahkan Frankl mengemukakan bahwa kematian pun memberikan makna pada keberadaan manusia. Jika manusia tidak akan pernah mati, maka manusia bisa menunda tindakan untuk selamanya dan yang menentukan kebermaknaan hidup seseorang bukan lamanya, melainkan bagaimana orang itu hidup. Menurut Frankl, keadaan dimana seorang individu kekurangan arti dalam kehidupan disebut sebagai kondisi nogenic neurosis. Inilah keadaan yang bercirikan tanpa arti, tanpa maksud, tanpa tujuan, dan hampa. Menurut Frankl, individu semacam ini berada dalam kekosongan eksistensial (existential vacuum), suatu kondisi yang menurut keyakinan Frankl adalah lumrah dalam zaman modern.

Kembali lagi pada kebermaknaan hidup, Frankl menekankan bahwa dalam situasi yang paling absurd, menyiksa, mendehumanisasikan, kehidupan dapat bermakna dan bahkan penderitaan pun akan bermakna. Seperti halnya penderitaan yang dialami oleh seseorang dalam hubungan interpersonalnya dengan orang lain yang tidak baik, seseorang tersebut harus dapat mendapatkan sebuah kebermaknaan. Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Bila hal itu berhasil dipenuhi, akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (happiness). Dan, makna ternyata ada dalam kehidupan itu sendiri dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan yang menyenangkan dan tak menyenangkan, keadaan bahagia, dan penderitaan. Ungkapan seperti Makna dalam Derita (Meaning in Suffering) atau Hikmah dalam Musibah (Blessing in Disguise) menunjukan bahwa dalam penderitaan sekalipun makna hidup tetap dapat ditemukan. Bila hasrat ini dapat dipenuhi maka kehidupan yang dirasakan berguna, berharga, dan berarti akan dialami. Sebaliknya, bila hasrat ini tak terpenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan tidak bermakna.

Penelitian kebermaknaan hidup ini menjadi penting karena dapat memahami dan menggali makna pada penderitaan atau depresi yang dialami oleh wanita karena permasalahan hubungan interpersonalnya dalam hal ini adalah cinta yang tak terbalas. Karena makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will of meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful life) yang didambakannya meskipun dalam penderitaan cinta yang tak terbalas.

II. KERANGKA ACUAN

2.1 Tujuan UmumMemahami bagaimana gambaran kebermaknaan hidup pada perempuan yang mencangkup makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will of meaning) yang mempengaruhi motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful life) yang didambakannya khususnya pada bidang akademik, meskipun dalam penderitaan cinta yang tak terbalas.

2.2 Tujuan KhususBagaimana gambaran creative values dalam diri seorang perempuan yang mengalami cinta tak terbalas terutama untuk memahami potensi dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab.1 Bagaimana gambaran experiental values untuk menghayati dan meyakini suatu nilai yang dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya.2 Bagaimana gambaran attitudinal values untuk memahami adanya potensi menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi setelah segala upaya dan ikhtiar dialakukan secara maksimal.

2.3 Landasan TeoriLogoterapi diperkenalkan oleh Viktor Frankl, seorang dokter ahli penyakit saraf dan jiwa (neuro-psikiater). Logoterapi berasal dari kata logos yang dalam bahasa Yunani berarti makna (meaning) dan juga rohani (spirituality), sedangkan terapi adalah penyembuhan atau pengobatan. Logoterapi secara umum dapat digambarkan sebagai corak psikologi/ psikiatri yang mengakui adanya dimensi kerohanian pada manusia di samping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will of meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful life) yang didambakannya.

Ada tiga asas utama logoterapi yang menjadi inti dari terapi ini, yaitu:a. Hidup itu memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup.b. Setiap manusia memiliki kebebasan yang hampir tidak terbatas untuk menentukan sendiri makna hidupnya. Dari sini kita dapat memilih makna atas setiap peristiwa yang terjadi dalam diri kita, apakah itu makna positif atupun makna yang negatif. Makna positif ini lah yang dimaksud dengan hidup bermakna.c. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mangambil sikap terhadap peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa dirinya sendiri dan lingkungan sekitar. Contoh yang jelas adalah seperti kisah Imam Ali diatas, ia jelas-jelas mendapatkan musibah yang tragis, tapi ia mampu memaknai apa yang terjadi secara positif sehingga walaupun dalam keadaan yang seperti itu Imam tetap bahagia.

Dalam kehidupan terdapat tiga bidang kegiatan yang secara potensial mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang menemukan makna hidup di dalamnya apabila nilai-nilai ini dierapkan dan dipenuhi. Ketiga nilai ini adalah sebagai berikut:a. Creative values (nilai-nilai kreatif): kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Menekuni suatu pekerjaan tertentu dan meningkatkan keterlibatan pribadi terhadap tugas serta berusaha untuk mengerjakannya dengan sebaik-baiknya merupakan salah satu contoh dari berkarya. Melalui karya dan kerja manusia dapat menemukan arti hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna.b. Experiential values (nilai-nilai penghayatan): yaitu keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan, dan keagamaan, serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya.c. Attitudinal values (nilai-nilai bersikap): yaitu menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tak dapat disembuhkan, kematian, dan menjelang kematiaan, setelah segala upaya dan ikhtiar dialakukan secara maksimal

Dari ketiga asas tadi asas pertama menjadi dasar dari makna hidup yang merupakan landasan teori dalam penelitian ini. Dan telah dijelaskan pada latar belakang bahwa pengertian mengenai makna hidup menunjukkan dalam makna hidup terkandung tujuan hidup, yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi. Makna hidup tidak saja dapat ditemukan dalam keadaan-keadaan yang menyenangkan, tetapi juga dapat ditemukan dalam penderitaan sekalipun, selama kita mampu melihat hikmah-hikmahnya.

2.4 Kerangka WawancaraInterview setting pendidikan ini berjudul kebermaknaan hidup pada subjek yang mengalami cinta tak terbalas. Narasumber adalah Mahasiswi Psikologi UPI 2012. Tempat wawancara berlangsung di Kantin Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia pada pukul 14.20 WIB, hari Rabu tanggal 29 Mei 2013. Karena, makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will of meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful life) yang didambakannya meskipun dalam penderitaan cinta yang tak terbalas. Data mengenai wawancara ini diperoleh melalui metode wawancara yang dicatat oleh peneliti dan direkam dengan bantuan alat perekam (recorder).

OpeningAssalamualaikum. Selamat siang. Perkenalkan saya Facfi dari Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia yang pada hari ini akan wawancara mengenai kebermaknaan hidup pada perempuan yang mengalami cinta tak terbalas. Karena wawancara ini untuk keperluan salah satu mata kuliah saya maka saya akan menjaga kerahasiaan data anda. Sebelumnya saya akan merekam dan mencatat wawancara ini, apakah anda keberatan? Baik kita mulai saja wawancara ini.

BodyDimensiPertanyaan

Creative values (nilai-nilai kreatif) Untuk pertanyaan pertama saya ini agar lebih mengenal pribadi anda sebelum anda dihadapkan pada masalah percintaan anda. Kalau saya boleh tahu menurut anda sendiri, pribadi anda itu seperti apa? bisa anda ceritakan? Lalu, mengenai orangtua anda bagaimana pandangan anda mengenai mereka? Adakah nilai-nilai aturan yang mereka tanamkan pada pribadi anda? Bagaimana nilai-nilai aturan tersebut berpengaruh pada diri anda? Bisa anda jelaskan pandangan atau pendapat anda mengenai teman dalam lingkungan pergaulan anda? Adakah pembelajaran yang anda dapatkan dalam pergaulan anda yang bisa disebut sebagai nilai-nilai atau prinsip hidup anda? Bagaimana pengaruh nilai-nilai tersebut pada hidup anda? Dari penjelasan anda mengenai nilai-nilai orangtua dan pertemanan yang sudah anda jabarkan tadi. Seperti apakah nilai-nilai pribadi anda secara keseluruhan untuk menghadapi permasalahan hidup anda?

Experiential values (nilai-nilai penghayatan) Selanjutnya, saya akan bertanya mengenai masalah percintaan anda. Bisa anda ceritakan pada saya seputar permasalahan cinta anda itu? Pada saat itu, adakah dampak dari masalah itu kepada hidup anda? Keperkuliahan anda contohnya. Sebelumnya, anda telah menceritakan nilai-nilai dan prinsip hidup anda kepada saya. Yang akan saya tanyakan adalah bagaimana anda menyikapi dan menghadapi masalah anda dengan nilai dan prinsip yang telah anda miliki?

Attitudinal values (nilai-nilai bersikap) Untuk saat ini, adakah pembelajaran yang anda dapatkan dari masalah itu? Menurut anda apakah ada hal yang berubah setelah anda melewati masalah itu? (seperti lingkungan pergaulan anda) Bagaimana dengan akademik anda? Untuk nilai-nilai dan prinsip anda. Apakah menurut anda ikut berubah karena permasalahan itu? Setelah anda melewati masalah itu. Apakah ada yang berubah dengan cara anda bersikap dalam keseharian anda? (sikap disini adalah kecenderungan untuk bertindak atau berperilaku) Apakah ada yang berubah dengan cara anda berperilaku dalam keseharian? (perilaku disini adalah tindakan yang telah dilakukan)

ClosingAlhamdulillah seluruh pertanyaan telah saya ajukan, dengan begitu wawancara telah selesai. Terimakasih atas waktu yang telah diluangkan untuk wawancara ini dan atas semua informasi yang telah anda berikan. Jika saya masih membutuhkan informasi lagi, apakah anda bersedia untuk diwawancara lagi? Mohon maaf jika selama wawancara berlangsung ada hal-hal yang kurang berkenan. Terimakasih. Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

III. PELAKSANAAN INTERVIEW

3.1Status Praesense

3.1.1 Identitas DiriNama: M RJenis kelamin: PerempuanUsia: 19 tahunDomisili: Bandung

3.1.2 Status Fisik Konstitusi Tubuh Tinggi badan: 152 cm Berat badan: 54 kg Kesan: Terlihat bahwa interviewee memiliki kontitusi tubuh piknis yaitu ukuran tubuh mendatar lebih daripada keadaan biasa, sehingga terlihat pendek-gemuk (Kretschmer dalam Suryabrata, 2005).

Kondisi tubuhItee terlihat agak pendek dan gemuk sehingga nampak membulat. Itee juga terlihat dalam kondisi yang sehat dan bugar, dimana itee tidak terlihat flu atau batuk.

Kesan PertamaItee nampak ramah dengan wajah yang selalu tersenyum menyudutkan bibir ke atas. Lalu, pada hari itu itee menggunakan pakaian rapi dan bersih, terlihat kemejanya tidak kusut dan tidak ada noda. Kemudian ia menggunakan blazer hitam, kerudung biru muda, dan celana jeans biru yang menunjukan keserasian dalam penampilan.3.1.3 Status Psikis KesadaranItee berada pada tingkat kesadaran normal, hal tersebut terlihat dari jawaban yang dikemukakan itee teratur dan telah sesuai dengan pertanyaan iter. Kemudian, saat itee menjawab pertanyaan, itee selalu diikuti dengan gerakan tangan.

Tampilan diri/sikapItee terlihat membuka tangan dengan tangan kiri berada di atas meja dan tangan kanan berada di atas senderan kursi yang menandakan keterbukaan dan sikap badan condong kededapan menghadap iter yang memperlihatkan antusiasme itee terhadap iter.

3.2 PROSES INTERVIEW

3.2.1 Observasi InterviewSetelah membuat kesepakatan, iter menunggu di Kantor Jurusan Psikologi UPI untuk wawancara pukul 13.00 WIB. Namun itee datang bersama teman-temannya sekitar pukul 14.15 WIB lalu meminta maaf atas keterlambatannya. Selanjutnya, iter meminta itee untuk melaksanakan wawancara di kantin FIP Lama yang berada di lantai dua. Suasana kantin siang itu terlihat ramai namun tidak mengganggu kenyamanan itee maupun keberlangsungan wawancara. Saat itu, itee menggunakan pakaian kemeja biru dengan blazer berwarna hitam, kerudung berwarna biru langit, dan celana jeans berwarna biru. Iter dan itee duduk bersebelahan dan saling berhadapan dengan sikap badan menyamping, wawancara dimulai dengan pembukaan formal dari iter dan itee menanggapi dengan mengangguk memperlihatkan kekakuannya dengan pembukaan iter yang formal. Namun, setelah iter menggunakan bahasa tidak formal, itee mulai menanggapi dengan intonasi yang lugas, berbicara lancar, terus tersenyum. Itee pun membuka tangan dengan tangan kiri berada di atas meja dan tangan kanan berada di atas senderan kursi. Pada awal-awal wawancara itee menjawab dengan jawaban-jawaban yang sedikit sehingga membuat iter terus melakukan eksplorasi internal untuk menggali lebih dalam informasi dari itee ditambah dengan ordering untuk memancing itee menjawab lebih panjang lagi.

Iter :Ke pertanyaan pertama, untuk mengenal pribadi mamet sih. Eee, sebelum mamet dihadapi permasalahan cinta mamet itu. Menurut \mamet sendiri pribadi mamet itu seperti apa?Itee :Pribadi saya itu friendly sekali.Iter :Friendly, seperti apa friendly-nya?Itee :Jadi mudah deket dengan orang, mudah nyambung, terus friendly pokoknya, mudah deket.Iter :Selain friendly apa ada lagi?Itee : Baik.Iter : Baik seperti apa?Itee : Friendly. Iter : "Yaa kan baik tuh kan apa? banyak ini apa? pengertiannya. Biar satu persepsi baik tuh kayak gimana?Itee : Jadi mamet tuh baik banget gitu membantu teman, itu baik kan?Iter : Baik.Itee :Terus, tidak masalah gitu mau berteman dengan siapa aja, itu maksudnya friendly juga kan? Jadi saling melengkapi baik sama friendly itu.

Untuk membuat wawancara lebih cair dan itee nyaman, maka iter berbicara dengan bahasa keseharian yang tidak baku. Itee pun mulai menjawab dengan jawaban panjang seperti bercerita.

Iter :Lalu kalo pandangan mamet ke orangtua mamet seperti apa?Itee :Oh, orang tua mamet itu friendly juga. Jadi mungkin keturunan yah keturunan friendly jadi mamet friendly orangtua mamet juga friendly gitu. Kita seperti teman gitu di rumah itu saling menyayangi seperti sahabat.Iter :Seperti sahabat seperti apa?Itee :Jadi saling mendukung gitu, misalnya mamet memilih ini. Mereka engga eh, jangan kayak gitu itu tidak baik engga, engga kayak gitu. Tapi, lebih oh ya itu bagus tuh tapi gimana kalo ini kalo kata mamah sih ini bagus juga sih tapi pikirin juga sih bagusnya yang mana yang kamu suka.

Wawancara pun diselingi dengan saling bertanya antara iter dan itee saat iter melakukan eksplorasi internal untuk memancing itee yang kebingungan dan agar wawancara berjalan lebih akrab lagi.

Iter :Terus selain friendly seperti apa lagi orangtua mamet menurut mamet?Itee :Emh, orangtua.Iter :Ya orangtua mamet kayak gimana?Itee :Emh, apa yah?Iter :Apa sok?Itee :Apa coba?Iter :Ya selain friendly?Itee :Humoris.

Dipertengahan wawancara itee mengeluh gatal lalu menggaruk hidung dengan tangan kanan. Iter pun tidak menanggapi karena tidak sampai mengganggu keberlangsungan wawancara.

Iter :Jangan diambil pusing. Terus?Itee :Jadi gatel. udah gitu emh apalagi ya?Iter :Ya apalagi?Itee : Ya katanya udah.

Dalam wawancara ini pun itee tertawa dan memberikan penjelasan atas ketidaktahuan iter atas kata yang dijadikan bahan untuk eksplorasi internal.

Iter :"Hideung disini hideung apa ya?Itee :Haa hideung. Oh, engga tau hideng ya? Maaf ya. Jadi hideng itu apa ya? Sadar gitu sadar sendiri.Iter :Sadar?Itee :Jadi ga usah disuruh suruh lagi untuk sesuatu yang seharusnya dilakukan.Iter : Jadi mamet dipandang eee hideung?Itee :Ihhh, hahaha bukan hideung.Iter :Apa?Itee :Kalo hideung itu hitam. Ini hideng.Iter :Hideng sama nenek?Itee :Iya kan tinggal sama nenek.

Saat pertanyaan yang diajukan mulai membahas pengalaman percintaan, itee mulai sedikit menurunkan intonasi bicaranya dan tidak lagi menyelingi jawaban dengan candaan dan tawa. Namun, tidak menampakkan ekspresi kesedihan yang sangat dalam hanya itee sering menunduk dan hanya sesekali menatap iter itupun saat iter menanggapi dan mengajukan pertanyaan kepada itee.

Iter :Nah baru kita sekarang ke pertanyaan tentang masalah cinta itu, boleh?Itee :Boleh banget.Iter :Bisa mamet ceritain tentang masalah mamet itu?Itee :Yang mana? Yang bertepuk sebelah tangan itu? Yang tak terbalas?Iter :Ya.Itee :Harus dari awal banget?Iter :Ya biar lebih tergambar.Itee :Jadi gini ya awalnya mamet itu punya pacar tiga tahun itu tuh ya.Iter :Pacar tiga tahun?Itee :Heeh. Tiga tahun tapi banyak masalah sekali. Tapi masalahnya dari luar, ga direstuin sama orang tua pokoknya. Nah udah gitu mametnya ga nyaman sama dia. Nah terus susah untuk keluar, gimana ya? Untuk jauh tuh susah gitu. Nah lalu waktu kuiah terus kan dapet temen temen baru tuh nah terus deket sama seseorang.Iter :Deket sama seseorang?Itee :Iya deket sama seseorang terus berpikir aha mungkin dia bisa menjadi tameng. Jadi apa ya? Jadi kayak kalo misalnya eh memudahkan kalo misalnya putus juga. Gimana ya? Ngerti ga?

Diakhir wawancara iter berterimakasih atas kesediaan itee menjadi narasumber dan memohon maaf atas kesalahan dan kekurangan dalam wawancara ini.

3. 2. 2 Penilaian Kualitas Wawancara

A. KuantitatifKategoriJumlah

Eksporasi Eksternal(E-Ex)7

Eksplorasi Internal (E-in)32

Evaluasi (Ev)1

Asumsi (A)3

Ordering (O)28

Informasi (I)1

Sisipan (S)6

Formal (F)2

Advis0

Menentramkan (M)0

Jumlah Total80

Rumus perhitungan:O + E-in * 100 % 60 %N (F + S)28 + 32 * 100% 80 (2 + 6)60 * 100% = 83.33%72

Gambar kualitas wawancara

B. KualitatifKualitas dari wawancara ini dapat dikatakan baik dengan pemaparan rasio bicara antara iter dan itee memenuhi perbandingan 1:2. Sedangkan, untuk asumsi terjadi tiga kali yang terjadi karena iter mencoba untuk mempertegas jawaban itee dengan dugaan dari jawaban itee tersebut.

Itee :Iya ngerti ngerti. Nah sama si ketiga itu sering bbman ya hampir tiap hari terus udah gitu pernah main sampe malem terus dianterin pulang biasa aja sih. Terus udah gitu kita suka main ke rumahnya.Iter :Rumah si ketiga?Itee :Iya rumah si ketiga.

Evaluasi pada wawancara tercatat satu kali disebabkan oleh itee yang bertanya untuk memastikan jawaban dari itee sendiri dan iter beraksi dengan menjawab pertanyaan tanpa menganggap bahwa tindakan iter bukanlah evaluasi melainkan upaya untuk lebih meyakinkan lagi jawaban dari itee.

Itee :Jadi mamet tuh baik banget gitu membantu teman, itu baik kan?Iter :Baik.

Itee :Terus, tidak masalah gitu mau berteman dengan siapa aja, itu maksudnya friendly juga kan? Jadi saling melengkapi baik sama friendly itu.

Eksplorasi eksternal dalam wawancara ini terjadi tujuh kali pada pertengahan dan akhir wawancara karena iter mencoba untuk memancing itee memberikan jawaban lebih lanjut. Namun, tidak pada konteks yang itee kemukakan sebelumnya.

Itee :Sebenernya banyak tapi yang dominan cuma itu, jadi ga kepikir untuk sekarang gitu.Iter :Kalo yang lainnya yang ga dominan?Itee :yang ga dominan ituuu, apa ya? Emmhh apa? emh apa yah? Gatau.

Eksplorasi internal yang iter lakukan adalah sebanyak 32 kali pada wawancara ini. Eksplorasi internal yang iter lakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih tergambarkan dan bila informasi yang itee berikan kurang jelas.

Iter :Ke pertanyaan pertama, untuk mengenal pribadi mamet sih. Eee, sebelum mamet dihadapi permasalahan cinta mamet itu. Menurut mamet sendiri pribadi mamet itu seperti apa?Itee :Pribadi saya itu friendly sekali.Iter :Friendly, seperti apa friendly-nya?Itee :Jadi mudah deket dengan orang, mudah nyambung, terus friendly pokoknya, mudah deket.

Namun tidak adekuat karena adanya tiga asumsi dan satu evaluasi yang iter lakukan. Ditambah dengan banyaknya eksplorasi eksternal yang iter gunakan sebanyak tujuh kali.

3.2.3 Pembahasan Hasil WawancaraPada penilaian kualitas wawancara secara kualitatif sebelumnya telah dipaparkan mengenai kualitas wawancara sesuai dengan metode non-direktif. Namun, belum menjelaskan dengan rinci reaksi-reaksi lain yang terjadi dalam wawancara ini. Wawancara diawali dengan formal menggunakan bahasa baku yang membuat permulaan wawancara terkesan menjadi kaku sehingga itee pun menjadi canggung. Namun, kecanggungan itu hilang saat iter mulai tidak menggunakan bahasa baku dalam memberikan pertanyaan kepada itee.

Iter :Assalamualaikum.Itee :Waalaikumsalam.Iter :Perkenalkan nama saya Facfi Frastika dari jurusan Psikologi UPI yang hari ini akan mewawancarai anda mengenai kebermaknaan hidup pada perempuan yang mengalami cinta tak terbalas.Itee :Ya.Iter :Ee karena ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah saya jadi saya akan menjamin kerahasiaan anda. Oke.Itee :Iya.Iter :Nah sebelumnya saya akan merekam dan mencatat wawancara ini. Apakah mamet keberatan?Itee :Oh, tidak.Iter :Yaudah kita langsung saja. Itee :Ya boleh.Ordering yang iter lakukan dalam wawancara ini sebanyak 28 kali untuk memberikan atensi kepada itee dalam wawancara. Ordering yang iter lakukan berupa perangkuman singkat dari pernyataan itee.

Itee :Haa hideung. Oh, engga tau hideng ya? Maaf ya. Jadi hideng itu apa ya? Sadar gitu sadar sendiri.Iter :Sadar?Itee :Jadi ga usah disuruh suruh lagi untuk sesuatu yang seharusnya dilakukan.

Informasi pada wawancara yang iter berikan pada itee terjadi satu kali saat iter mencoba menjelaskan pertanyaan yang tidak dimengerti itee dengan contoh konkret agar pertanyaan iter dapat dimengerti oleh itee.

Iter :Ya misalnya kalo saya sendiri kalo dari orang tua diajarin harus jujur.Itee :Oh, iya.Iter :Dari temen dapet pembelajaran bertanggung jawab secara keseluruhan kan diambil kesimpulannya pribadi saya itu apa jujur dan bertanggung jawab. Itee :Oh gitu ya ngerti ngerti.

Iter dalam wawancara ini pun melakukan enam kali sisipan dalam bentuk verbal sebagai contoh, yaitu oke. terus? untuk memberikan stimulus kepada itee agar memaparkan lebih banyak informasi yang diharapkan muncul. Iter :Humoris. Humoris kayak gimana? Ceritain.

Itee :Iya jadi humorisnya itu. Segala sesuatu itu ya ga terlalu diambil pusing gitu.Iter :Oke. terus?Itee :Emh, yaudah sih jangan terlalu serius hidup mah, katanya.

Sedangkan, untuk advise dan menentramkan sama sekali tidak iter lakukan.

3.2.4 Pembahasan Tujuan UmumData yang didapatkan dalam wawancara ini untuk memahami bagaimana gambaran kebermaknaan hidup pada seorang perempuan. Kebermaknaan hidup ini mencangkup makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will of meaning) yang mempengaruhi motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful life) yang didambakannya khususnya pada bidang akademik, meskipun dalam penderitaan cinta yang tak terbalas. Wawancara ini, didasarkan pada tiga dimensi yaitu Creative values (nilai-nilai kreatif), Experiential values (nilai-nilai penghayatan), dan Attitudinal values (nilai-nilai bersikap).

Pada hasil wawancara dalam dimensi Creative values (nilai-nilai kreatif), interviewee memiliki nilai-nilai positif yang tertanam dari orangtua dan teman pergaulan. Seperti, interviewee memiliki nilai-nilai pribadi yang friendly, ia juga dikenal sebagai pribadi yang baik. Kemudian, ia juga memiliki nilai kebebasan namun tetap bertanggungjawab. Selanjutnya, ia juga terkadang tidak terlalu serius dalam menghadapi masalah dan lebih sering berperilaku humor pada saat bersosialisasi. Hall itu, senada dengan pernyataan itee di dalam wawancara bahwa dia memang humoris.

Berikutnya pada dimensi Experiential values (nilai-nilai penghayatan) dapat dideskripsikan bahwa interviewee menghayati dan menghadapi masalah percintaannya dengan ikhlas dan berpegangan pada nilai-nilai yang telah interviewee dapatkan sebelumnya baik dari orang tua maupun teman sepergaulannya. Meskipun, pada saat masalah itu muncul interviewee mengatakan shock dan sedih. Nilai-nilai yang interviewee khayati disini adalah bertanggungjawab dan tidak terlalu serius menyikapi permasalahan seperti cuplikan wawancara ini, Eee emh mencoba santai aja sih yang kayak dibilang orangtua itu jangan dibawa serius jadi yaudah sih santai aja terus jadi lebih mendekatkan diri juga sama temen temen yang lain.

Pada dimensi Attitudinal values (nilai-nilai bersikap), itee mempunyai nilai-nilai yang dipandang oleh itee sangat berperan penting untuk menjalani kehidupan dan menyelesaikan permasalahan cintanya. Misalnya terdapat hikmah untuk sabar yang itee ambil sebagai pembelajaran nilai-nilai yang berarti untuk kedepan menghadapi kehidupannya. Seperti, kutipan wawancara berikut Engga malah jadi lebih kuat, seperti jangan terlalu serius tapi tetap bertanggung jawab. Nah mungkin pas kejadian ini itu mametnya terlalu serius mengahadapi itu jadi kayak shock kalo dulu ga terlalu serius yaudah sih ga akan kayak gitu, sepertinya. Lalu, diperkuat dengan pernyataannya, yaitu Mungkin kalo ada masalah kayak gitu misalnya waktu itu dapet masalah itu ga sabar mungkin mamet udah ngamuk-ngamuk ke dia.

Pemaparan mengenai pembahasan wawancara dalam dimensi Creative values (nilai-nilai kreatif), Experiential values (nilai-nilai penghayatan), dan Attitudinal values (nilai-nilai bersikap) ini dapat dipahami bahwa gambaran kebermaknaan hidup interviewee adalah positif meskipun dihadapkan pada permasalahan cintanya. Dengan gambaran makna hidup yang positif ini interviewee tidak mendapatkan dampak buruk pada segi akademik dan juga sosial pada saat menghadapi masalah tersebut.

IV. KESIMPULANMengenai kualitas pada wawancara kebermaknaan hidup pada wanita yang mengalami cinta tak terbalas ini secara kuantitatif baik dengan persentasse wawancara mencapai 83.33%, namun tergolong tidak adekuat secara kualitatif karena adanya asumsi dan evaluasi yang iter lakukan saat wawancara berlansung. Dapat dipahami bahwa meskipun dalam penderitaan cinta yang tak terbalas, interviewee memiliki kebermaknaan hidup meliputi Creative values (nilai-nilai kreatif), Experiential values (nilai-nilai penghayatan), dan Attitudinal values (nilai-nilai bersikap) yang positif. Lalu, dengan nilai-nilai yang interviewee dapatkan dalam penghayatan dalam permasalahan itu yaitu lebih sabar dan memperkuat nilai-nilai yang telah interviewee anut yang didapatkan dari orang tua dan teman sepergaulan. Interviewee tidak mendapatkan dampak buruk pada segi akademik maupun segi sosial pada saat menghadapi masalah tersebut.

Daftar pustakaBastaman, H.D. 2007. Logoterapi. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Suryabrata, Sumadi. 2005. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT RajaGrafindo.

Wisnuwardhani, Dian & Mashoedi, Sri Fatmawati. 2012. Hubungan Interpersonal. Jakarta: Salemba Humanika.

www.psychologymania.com/2012/08/faktor-penyebab-depresi.html, April 2013

LAMPIRAN