Upload
vonhu
View
260
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
KEBERSIHAN LINGKUNGAN HIDUP
DALAM SUDUT PANDANG PENDIDIKAN ISLAM
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Menempuh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun Oleh:
Rizky Prio Wicaksono
NIM. 1112011000072
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018 M/1440 H
i
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
KEBERSIHAN LINGKUNGAN HIDUP
DALAM SUDUT PANDANG PENDIDIKAN ISLAM
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Menempuh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun Oleh:
Rizky Prio Wicaksono
NIM. 1112011000072
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi
Drs. H. Achmad Gholib, M. Ag
NIP. 19541015 197902 1 001
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018 M/1440 H
iii
LEMBAR PENGESAHAN BIMBINGAN SKRIPSI
Skripsi berjudul “Kebersihan Lingkungan Hidup dalam Sudut Pandang
Pendidikan Islam” yang disusun oleh Rizky Prio Wicaksono dengan NIM.
1112011000072, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah melalui bimbingan dan
dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diajukan pada Ujian
Munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, 19 November 2018
Yang Mengesahkan,
Dosen Pembimbing Skripsi
Drs. H. Achmad Gholib, M. Ag
NIP. 19541015 197902 1 001
iv
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
Skripsi berjudul “Kebersihan Lingkungan Hidup dalam Sudut Pandang
Pendidikan Islam” yang disusun oleh Rizky Prio Wicaksono dengan NIM.
1112011000072, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus
dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 30 Oktober 2018 di hadapan dewan
penguji. Karena itu penulis berhak memperoleh gelar S1 (S.Pd) dalam bidang
Pendidikan Agama Islam.
Jakarta, 19 November 2018
Panitia Ujian Munaqasah
Tanggal Tanda Tangan
Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Prodi)
Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag
NIP. 19580707 198703 1 005
Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)
Hj. Marhamah Saleh, Lc., MA
NIP. 19720313 200801 2 010
Dosen Penguji I
Drs. Abdul Haris, M. Ag., MA
NIP. 19660901 199503 1 001 19720313 200801 2 010
Dosen Penguji II
Yudhi Munadi, M. Ag
NIP. 19701203 199803 1 00319720313 200801 2 010
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA
NIP. 19550421 198203 1 007
v
ABSTRAK
Rizky Prio Wicaksono (NIM. 1112011000072). Kebersihan Lingkungan
Hidup dalam Sudut Pandang Pendidikan Islam.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji sudut pandang Pendidikan
Islam terhadap kebersihan lingkungan hidup. Penelitian telah dimulai pada
bulan Februari 2017 s.d. selesai pada bulan Oktober 2018.
Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif
model studi kasus. Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian
ini adalah wawancara (interview), observasi (studi pustaka (library research)
dan studi lapangan) dan studi dokumentasi. Pemeriksaan keabsahan data
pada penelitian ini adalah pengamatan dan pendataan, ketekunan pengamatan
dan triangulasi. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini
adalah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa Pendidikan Islam
merupakan pendidikan rahmatal lil „âlamîn, dan tentunya rahmat bagi
kebersihan lingkungan hidup, kemudian Pendidikan Islam juga turut serta
dalam kemajuan-kemajuan terkait kebersihan lingkungan hidup.
Kata Kunci: Kebersihan Lingkungan Hidup, Pendidikan Islam
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu‟alaikum Wr., Wb..
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah Swt. yang selalu
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Shalawat serta
salam semoga senantiasa tersampaikan kepada Nabi Muhammad Saw.
pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan kepada umatnya dengan
penuh kasih sayang dan kesabaran.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mencapai gelar
sarjana pendidikan (S.Pd). Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak maka skripsi ini tidak dapat tersusun
dengan baik.
Pada kesempatan kali ini penulis hendak mengucapkan terima kasih
kepada kedua orang tua penulis yang sangat berjasa selama pendidikan
penulis. Kemudian kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam
keberhasilan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini khususnya kepada
ilmuan-ilmuan yang karyanya banyak menjadi rujukan pada penelitian ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih juga disampaikan penulis kepada pihak
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta terutama kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Abdul Majid Khon, MA dan Hj. Marhamah Saleh, Lc., MA
selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Drs. H. Achmad Gholib, MA selaku Dosen Pembimbing yang juga
memberikan bimbingan, arahan serta motivasinya kepada penulis
dalam menyusun skripsi ini. .
vii
4. Drs. H. Ghufron Ikhsan, MA selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang senantiasa membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis
dengan semangat dan penuh perhatian selama penulis menempuh
studi Strata 1 (S1) di Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak dan Ibu Dosen di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya
di Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah mendidik penulis
selama menempuh studi Strata 1 (S1).
6. Pihak perpustakaan yang ada di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah banyak memberikan layanan baik selama penulis menyusun
skripsi ini.
7. Teman-teman mahasiswa yang telah banyak bekerja sama dan saling
membantu dalam menjalani perkuliahan dan dalam memberikan
semangat selama menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi amal ibadah dan dapat
menjadi maslahat bagi penulis pribadi, masyarakat dan bagi pembaca secara
umum.
Wassalamu‟alaikum Wr., Wb..
Tangerang, 19 November 2018
Rizky Prio Wicaksono
viii
DAFTAR ISI
SAMPUL
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .............................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ........................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi
DAFTAR ISI............................................................................................................. viii
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
A. ............................................................................................................. L
atar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. ............................................................................................................. Id
entifikasi Masalah ........................................................................................ 5
C. ............................................................................................................. Pe
mbatasan Masalah ....................................................................................... 6
D. ............................................................................................................ Pe
rumusan Masalah......................................................................................... 6
E. ............................................................................................................. T
ujuan Penelitian ........................................................................................... 6
F. ............................................................................................................. M
anfaat Penelitian........................................................................................... 6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA ................................................................................................ 7
A. ............................................................................................................. K
ebersihan lingkungan hidup ....................................................................... 7
1. ........................................................................................................ Re
duce .......................................................................................................... 8
ix
2. ........................................................................................................ Re
use ............................................................................................................ 9
3. ........................................................................................................ Re
cycle ......................................................................................................... 9
B. ............................................................................................................. Si
stem Pendidikan Nasional ........................................................................... 14
C. ............................................................................................................. Pe
ndidikan Islam .............................................................................................. 17
1. ........................................................................................................ Pe
ngertian Pendidikan Islam........................................................................ 17
2. ........................................................................................................ R
uang Lingkup dan Tujuan Pendidikan Islam ........................................... 18
3. ........................................................................................................ Fu
ngsi Pendidikan Islam .............................................................................. 19
D. ............................................................................................................ H
asil Penelitian yang Relevan ........................................................................ 20
x
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................. 22
A. ............................................................................................................. Te
mpat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 22
B. ............................................................................................................. L
atar Penelitian .............................................................................................. 22
C. ............................................................................................................. M
etode Penelitian ............................................................................................ 22
D. ............................................................................................................ Te
knik Pengumpulan Data .............................................................................. 24
E. ............................................................................................................. Pe
meriksaan Keabsahan Data ........................................................................ 26
F. ............................................................................................................. Te
knik Analisis Data ........................................................................................ 27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................................... 29
A. ............................................................................................................. K
ebersihan dalam Sudut Pandang Pendidikan Islam ................................. 29
B. ............................................................................................................. K
erusakan Lingkungan Hidup dalam Sudut Pandang
Pendidikan Islam ......................................................................................... 31
C. ............................................................................................................. K
ebersihan Lingkugan Hidup dalam Sudut Pandang
Pendidikan Islam ......................................................................................... 35
1. ........................................................................................................ Fu
ngsi Pendidikan ........................................................................................ 35
2. ........................................................................................................ Tu
gas manusia di Bumi ................................................................................ 37
3. ........................................................................................................ H
ubungan Sosial Manusia .......................................................................... 38
xi
4. ........................................................................................................ H
ubungan Manusia dengan Lingkungan Hidup ......................................... 41
5. ........................................................................................................ Li
ngkungan Hidup di Indonesia .................................................................. 51
6. ........................................................................................................ M
aslahat dan Peraturan tentang Lingkungan Hidup ................................... 57
BAB V
PENUTUP ................................................................................................................. 73
A. ............................................................................................................ K
esimpulan ...................................................................................................... 73
B. ............................................................................................................ Sa
ran.................................................................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 74
LAMPIRAN ............................................................................................................ 80
BIODATA PENULIS ............................................................................................. 91
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagaimana yang tertulis dalam Perda Kota Tangerang Nomor 1 Tahun
2014 tentang Izin Usaha Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga dalam BAB I Pasal 1:
(No. 6) Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
proses alam yang berbentuk padat, (No. 7) Sampah rumah tangga
adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah
tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik, dan (No. 8)
Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah rumah tangga
yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan
khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.1
Di dalam KBBI kata “sampah” berarti barang atau benda yang dibuang
karena tidak dipakai lagi, seperti kotoran kertas, plastik, daun dan
sebagainya.2 Kemudian menurut WHO (World Health Organization)
“Sampah adalah yang dibuang, tidak dipakai lagi atau tidak disenangi yang
berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.”3
Sedangkan menurut saya pribadi “sampah adalah suatu barang yang telah
diambil nilai utamanya dan menyisakan barang yang bukan nilai utamanya
(low value).”4
Pencemaran lingkungan hidup yang mengakibatkan kerusakan pada
ekosistem dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya disebabkan oleh
pembuangan sampah secara sembarangan dan jumlah produksi sampah yang
sangat banyak tetapi tidak dilakukan pengelolaan sampah secara baik.
Sampah yang dibuang secara sembarangan pada tempat umum, pinggir jalan
raya, tanah kosong dan lain sebagainya selain dapat merusak pemandangan,
1 Perda Kota Tangerang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Usaha Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, BAB I Pasal 1 No. 6, hal. 6 2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke-4,
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012), hal. 1215 3 Yanti Herlanti, dkk., Pendidikan Lingkungan Sejak Dini, (Tangerang Selatan: IEPF,
2013), hal. 63 4 Rizky Prio Wicaksono, “Berdamai dengan Sampah”, Tabloid Institut, Edisi LIII,
Jakarta, 27 Februari 2018, hal. 8
2
menyebabkan bau tidak sedap, menimbulkan bahaya bagi pengguna jalan
juga dapat menyebabkan penyakit.
Timbunan sampah yang tidak terkelola akan menimbulkan bau
busuk, apalagi bila terkena air hujan. Jika tercampur air dan
membusuk, timbunan sampah tersebut akan menghasilkan air lindi.
Air lindi ini dapat mengakibatkan air tanah dan air permukaan
tercemar. Kejadian pencemaran air lindi ini pernah terjadi pada
tahun 2000-an di Piyungan, Yogyakarta. Akibat air tercemari air
lindi ini dapat menimbulkan gatal-gatal pada kulit apabila
digunakan untuk mandi. Timbunan sampah yang membusuk juga
mengundang lalat dan nyamuk. Lalat dan nyamuk membawa
berbagai penyakit.5
Sampah yang dibuang ke sungai dapat menyebabkan air sungai menjadi
tercemar sehingga dapat menyebabkan makhluk hidup yang ada di sungai
tersebut mati. Sampah yang dibuang sembarangan lalu masuk ke dalam
selokan apabila terjadi hujan besar maka dapat menghambat jalannya air
sehingga dapat menyebabkan terjadinya banjir. Aliran sungai juga dapat
mengalir ke laut dan apabila air pada sungai tersebut tercemar maka hal
tersebut juga dapat berdampak buruk bagi lingkungan hidup di laut.
Ada berbagai produksi sampah yang dihasilkan oleh manusia dan salah
satunya adalah sampah rumah tangga. “Sampah rumah tangga menyumbang
sekitar 30 persen dari keseluruhan sampah yang dihasilkan manusia, oleh
sebab itu perlu pemilahan dan pengelolaan sampah menjadi sesuatu yang
bernilai.”6 Sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya bahwa sampah itu
sendiri berarti benda yang rendah nilainya (low value) dan bukan berarti
tidak memiliki nilai sama sekali. Akibat dari pengeloaan sampah yang buruk
juga merupakan faktor yang menyebabkan sampah menjadi tidak terkendali
jumlahnya sehingga peluasan lahan untuk menampung sampah dianggap
sebagai cara terbaik seperti penjelasan dari Pemkot Bekasi, “daya tampung
tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Sumur Batu, Bantargebang,
sudah melebihi kapasitas. Luas TPA sekarang adalah 10 Ha. Pemkot Bekasi
5 Yanti Herlanti, dkk., op. cit., hal. 73-74
6 Ibid., hal. 103
3
rencananya akan menambah lagi luas yang ada menjadi 12,5 Ha. Sampai
tahun 2012, baru 2,3 hektar lahan warga yang bisa dibebaskan.”7
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai
persoalan sampah sudah meresahkan. Indonesia bahkan masuk
dalam peringkat kedua di dunia sebagai penghasil sampah plastik ke
laut setelah Tiongkok. Dirjen Pengelola Sampah, Limbah, dan B3
KLHK Tuti Hendrawati Mintarsih menyebut total jumlah sampah
Indonesia di 2019 akan mencapai 68 juta ton, dan sampah plastik
diperkirakan akan mencapai 9,52 juta ton atau 14 persen dari total
sampah yang ada.8
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Pegawai Administrasi TPST
Bantargebang pada bulan Agustus tahun 2018 tentang asal dan volume
sampah pada saat itu, “dari provinsi DKI Jakarta dan Kepulauan Seribu,
Rata-rata bulan Juni 2018 rata-rata 7.500 ton perhari. TPU Sumur Batu itu
menerima sampah hanya dari Kota Bekasi.”9
TPST Bantargebang mulai beroperasi pada tahun 1989. Berada di
Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan Cikiwul dan Kelurahan Sumur
Batu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi. Luas Area 110,3 Ha.
Luas efektif TPST 81,91% dan 18,09% untuk prasarana seperti
jalan masuk, jalan kantor dan Instalasi Pengelolaan Air Lindi.
Komposisi dan karakteristik sampah 39% sisa makanan, 33%
plastik, dan lain-lain.”10
Kendala pada jumlah volume sampah yang sangat besar juga dapat
berakibat pada kendala dalam penanganan sampah tersebut.
Sampah selalu naik volumenya pertahun, dari 2013 cuma 5.000 ton
sekarang (2018) sudah 7.500 ton perhari, itu artinya traffic di sini
semakin tinggi ada 1.200 truk yang masuk 24 jam kemudian itu
membuat kita butuh aset yang lebih banyak, equipmentsnya juga
lebih banyak. Untuk aset ini kendalanya adalah dia cepat rusak
karena dia berurusan dengan sampah dan sampah itu korosif.
Kemudian lahan ini sudah berdiri sejak 1989 sehingga jalan-jalan,
infrastruktur, dan drainase kita rentan terhadap dorongan sampah
yang ketinggiannya bisa mencapai 30 meter, jadi jalannya itu cepat
terangkat karena desakan dari bawah, drainase kita terangkat, jalan
7 Ibid., hal. 82
8 Tri Wahyuni, Indonesia Penyumbang Sampah Plastik Terbesar Ke-dua Dunia, diakses
pada 20 February 2017, dari http://m.cnnindonesia.com (CNN Indonesia) 9 Hasil wawancara dengan pihak TPST Bantargebang, pada tanggal 20-08-2018,
terlampir di hal. 80 10
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta: Dinas Lingkungan Hidup, TPST Bantargebang
4
kita cepat rusak. Kemudian ada air lindi (air sampah) yang lolos ke
sungai. Untuk kendala tadi upaya-upaya yang dilakukan pemerintah
DKI untuk mengurangi volume sampah ke sini akan dibangun ITF
(Intermediate treatment facilities) dalam Kota, jadi mungkin yang
masuk ke sini hanya 2.000 ton selebihnya dibakar di sana.
Kemudian untuk air lindi yang lolos itu ada rencana untuk
memperbaiki istalasi pengelolaan air sampah.11
Pada era reformasi ini banyak sekali tantangan yang harus dihadapi serta
diselesaikan dengan baik oleh lembaga pendidikan nasional, lembaga
pendidikan memiliki peran yang sangat penting serta memiliki tanggung
jawab bagi kemajuan Indonesia. Lembaga pendidikan selain harus memiliki
kepribadian mandiri juga harus memiliki kemampuan untuk membaur dan
bergotong royong dengan lapisan masyarakat di negeri ini.
Reformasi merupakan istilah yang amat populer dan menjadi kata
kunci dalam membenahi seluruh tatanan hidup berbangsa dan
bernegara sekarang, termasuk tentunya reformasi di bidang
pendidikan. Pada era reformasi ini masyarakat Indonesia
menginginkan terwujudnya perubahan dalam semua aspek
kehidupan. Berbicara masalah reformasi pendidikan, banyak
substansi yang harus direnungkan dan tidak sedikit pula persoalan
yang membutuhkan jawaban. Sektor pendidikan memiliki peran
yang strategis dan fungsional dalam upaya membangun suatu
masyarakat. Pendidikan senantiasa berusaha untuk menjawab
kebutuhan dan tantangan yang muncul di kalangan masyarakat
sebagai konsekuensi dari suatu perubahan. Pendidikan di Indonesia
harus segera dibenahi dan mendapat perhatian yang besar dari
semua kalangan. Sebab pendidikan adalah tonggak akselerasi
kebangkitan nasional di era globalisasi sekarang ini. Kerja sama,
analisis, dan dialog solutif perlu dilaksanakan oleh pemerintah
dengan para pakar pendidikan, guru, dosen, ulama, pengusaha, serta
para stakeholder. Dengan upaya ini diharapkan, permasalahan
pendidikan (dana, kurikulum, sistem, serta atensi pada SDM
pendidikan) akan terpecahkan secara terprogram dan terstruktur.12
Pendidikan Islam di Indonesia merupakan bagian integral dan tidak bisa
dipisahkan dari sistem pendidikan nasional. Hal ini dijelaskan dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 yaitu “Undang-Undang No. 20 Tahun
11
Hasil wawancara dengan pihak TPST Bantargebang, pada tanggal 20-08-2018,
terlampir di hal. 81 12
M. Hasbullah, Kebijakan Pendidikan dalam Perspektif Teori, Aplikasi dan Kondisi
Objektif Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hal. 26-27
5
2003 merupakan wadah formal terintegrasinya pendidikan Islam dalam
sistem pendidikan nasional, dan dengan adanya wadah tersebut, pendidikan
Islam mendapatkan peluang serta kesempatan untuk terus dikembangkan.”13
Maka di dalam setiap aktivitas pembangunan yang dilakukan oleh lembaga
pendidikan nasional, pendidikan Islam merupakan bagian dari sitemnya.
Saya sebagai mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam di Universitas
Islam Negeri yang ada di Indonesia tercinta ini merasa semakin mantap
untuk ikut serta dalam menjadikan Indonesia menjadi lebih baik khususnya
dalam bidang kebersihan lingkungan hidup dengan melakukan penelitian
yang berjudul Kebersihan Lingkungan Hidup dalam Sudut Pandang
Pendidikan Islam.
B. Identifikasi Masalah
1. Sampah adalah barang yang dibuang karena telah diambil nilai utamanya.
Dari buruknya pengelolaan sampah sampai terjadinya pencemaran
lingkungan hidup dapat menyebabkan berbagai dampak buruk bagi
satwa, tumbuh-tumbuhan maupun bagi manusia itu sendiri.
2. Di tahun 2015 Indonesia masuk dalam peringkat kedua terbesar di dunia
sebagai penyumbang sampah plastik ke laut.
3. Lembaga pendidikan memiliki peran yang sangat penting serta memiliki
tanggung jawab bagi kemajuan Indonesia, termasuk dalam kemajuan
Indonesia di bidang lingkungan hidup.
4. Pendidikan Islam merupakan bagian integral dari sistem pendidikan
nasional yang turut serta dalam setiap aktivitas pembangunan yang
dilakukan oleh lembaga pendidikan nasional.
5. Pendidikan Islam berperan penting serta bertanggung jawab terhadap
aktivitas pebangunan kebersihan lingkungan hidup oleh lembaga
pendidikan nasional.
13
Ibid., hal. 216
6
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dijelaskan, penelitian ini
terfokus kepada studi pustaka untuk pemerolehan data dari karya ilmiah,
kemudian studi lapangan untuk menganalisa objek secara langsung dengan
prosedur dokumentasi sehingga memperkuat validitas data, dan wawancara
dengan narasumber terkait, semuanya dilaksanakan untuk menemukan
jawaban dari masalah pada penelitian ini.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah disebutkan
di atas maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah: Bagaimanakah
sudut pandang pendidikan Islam terhadap kebersihan lingkungan hidup?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sudut pandang
pendidikan Islam mengenai kebersihan lingkungan hidup.
F. Manfaat Penelitian
Saya pribadi berharap karya ilmiah ini bermanfaat sehingga dapat
bermaslahat bagi:
1. Segenap pembaca untuk menjelaskan bahwa Islam adalah rahmat bagi
alam semesta salah satunya adalah bagi lingkungan hidup.
2. Khazanah karya ilmiah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Kemajuan penelitian tentang lingkungan hidup.
4. Kemajuan Indonesia di bidang lingkungan hidup.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kebersihan Lingkungan Hidup
Secara bahasa kata “bersih” berarti bebas dari kotoran, kemudian
“kebersihan” berarti “perihal (keadaan) bersih, kesucian, kemurnian, dan
ketulenan.”14
Sedangkan lingkungan hidup berarti “kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.”15
Maka dapat dipahami
bahwa pengertian kebersihan lingkungan hidup adalah keadaan lingkungan
hidup yang bersih dan lestari sehingga dari keadaan tersebut keseimbangan
ekosistem dapat terjaga dengan baik.
Kebersihan lingkungan hidup memanglah hal yang harus dijaga, selain
bemanfaat bagi habitat satwa dan tumbuhan kebersihan juga bermanfaat bagi
manusia. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa kesehatan
merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia, salah satu manfaatnya adalah
menjadikan daya tahan tubuh lebih kuat sehingga dapat menjalankan
aktivitas kesehariannya dengan lebih maksimal. “Bergaya hidup sehat adalah
segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan
hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat
mengganggu kesehatan.”16
Ada beberapa poin perihal strategi untuk selalu
sehat dan mengembangkan kesehatan di antaranya adalah: asupan gizi yang
baik, kebersihan, pengamatan atas kondisi kesehatan sehari-hari, olahraga
teratur, aktivitas sosial, manajemen stres, program dan layanan kesehatan
masyarakat dan pendidikan kesehatan.17
14
Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., hal. 180-181 15
Kementerian Lingkungan Hidup, Himpunan Peraturan Perundang-undangan di
Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup, (Jakarta: Koperasi Bapedal Lestari, 2006), hal. 3 16
Mohamad Mustardi, Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan, (Jakarta: PT. Grafindo
Persada, 2014), hal. 27 17
Ibid., hal. 28
8
Konsep Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan adalah daya upaya
untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dan
karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak. Pendidikan sebagai
suatu proses yang dinamis dan berkesinambungan. Di sini tersirat
pula wawasan kemajuan, karena sebagai suatu proses pendidikan
harus mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman.18
Seperti yang termaktub dalam UUSPN Pasal 3 Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 sebagai tujuan ideal yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia
lewat proses dan sistem pendidikan nasional, yaitu:
Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermatabat dalam rengka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.19
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa pengelolaan sampah dan
limbah memang harus dilakukan sehingga tidak berdampak buruk bagi
lingkungan hidup, adapun salah satu sistem pengelolaan sampah modern
yang sangat besar manfaatnya adalah 3R yaitu reduce, reuse dan recycle.
Seperti yang dijelaskan di dalam buku Pendidikan Lingkungan Sejak Dini,
yaitu:
1. Reduce
Reduce berarti mengurangi produksi sampah dan tidak melakukan
pola konsumsi yang berlebihan atau melakukan konsumsi berdasarkan
kebutuhan bukannya keinginan, contoh dari kegiatan reduce diantaranya:
a. Membawa tas belanja sendiri untuk mengurangi sampah kantong
plastik pembungkus barang belanja.
b. Membeli makanan kering, detergen, dan lain-lain dalam paket yang
besar dari pada membeli beberapa paket kecil untuk volume yang
sama dan lebih baik memilih produk berkemasan botol atau kaleng
dari pada kemasan sachet.
18 Nurul Zuriah, Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Prespektif Perubahan,
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2015), hal. 122 19
M. Hasbullah, op. cit., hal. 215
9
c. Membeli kemasan isi ulang dari pada membeli kemasan baru setiap
kali habis.
2. Reuse
Reuse berarti menggunakan kembali barang-barang yang masih layak
pakai. Berarti mengurangi kebiasaan konsumtif dan mengurangi potensi
menumpuknya sampah, contohnya:
a. Memanfaatkan botol-botol bekas atau kantong plastik bekas kemasan
belanja untuk wadah atau pembungkus.
b. Memanfaatkan pakaian atau kain-kain bekas untuk kerajinan tangan,
perangkat pembersih (lap), maupun berbagai keperluan lainnya.
3. Recycle
Recycle berarti mengolah kembali yaitu kegiatan yang memanfaatkan
barang bekas atau sampah dengan cara mengelola materialnya untuk
dapat digunakan lebih lanjut, contohnya:
a. Mengumpulkan kertas, majalah, kardus, karton, dan surat kabar bekas
untuk didaur ulang.
b. Mengumpulkan sisa-sisa kaleng, botol dan yang sejenisnya untuk
didaur ulang.
c. Membuat kompos dari bahan-bahan organik, seperti daun-daun yang
jatuh, potongan-potongan sayuran sisa masak, buah-buahan dan
sampah-sampah yang dapat busuk lainnya.20
“Sampah basah disebut sampah organik, dan sampah kering disebut
sampah anorganik. Pemisahan sampah organik dan anorganik didasarkan
pada mudah dengan tidaknya sampah itu terurai oleh mikroorganisme atau
mikroba. Proses penguraian sampah oleh mikroorganisme disebut
dekomposisi (decomposition).”21
20
Yanti Herlanti, dkk., op. cit., hal. 95-96 21
Ibid., hal. 76-77
10
Sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Pendidikan Lingkungan Sejak
Dini, Berikut adalah tabel dekomposisi berbagai jenis sampah.22
Nama Sampah Waktu Dekomposisi
Kulit Pisang 1-2 bulan
Kantong Kertas 1 bulan
Cardboard/kardus 2 bulan
Kertas buku tulis 3 bulan
Buku komik 6 bulan
Wool, kaos kaki dsb. 1 tahun
Kardus bungkus susu 5 tahun
Filter rokok 12 tahun
Kantong plastik 20-100 tahun
Polyfilm wrapping 25 tahun
Sepatu kulit 45 tahun
Kaleng 50-100 tahun
Botol plastik 450 tahun
Iaper/pampers 550 tahun
Cangkir/bungkus polystyrene 500 tahun lebih
Kaleng minuman alumunium 350 tahun- 1 juta tahun
Gelas/kaca 1-2 juta tahun
Ban mobil, Styrofoam mungkin tidak
Keseimbangan ekosistem merupakan kebutuhan bagi manusia dan
makhluk hidup lainnya sehingga harus dijaga demi keberlanjutan kehidupan
di bumi ini. Manusia bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan hidup
yang telah terjadi pada ekosistem karena perbuatan manusia itu sendiri. Hal
ini tertulis dalam UU No. 23 Tahun 1997 Tantang Pengelolaan Lingkungan
Hidup dalam BAB III tentang Hak, Kewajiban, dan Peran Masyarakat bahwa
“Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik
22
Ibid., hal. 77
11
dan sehat. Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup.”23
Salah satu prinsip pokok ekologi adalah keanekaragaman kehidupan
dan peranannya. Tanpa adanya keanekaragaman hayati; tumbuhan,
binatang, mikroorganisme yang berbagi dengan manusia, kehidupan
yang kita kenal saat ini tidak mungkin ada. Semua makhluk hidup
punya hak untuk hidup dan berkembang di atas muka bumi ini,
bukan hanya karena mereka memiliki kegunaan bagi kehidupan ras
manusia, tetapi juga karena kehadirannya akan memberikan
keseimbangan dalam ekosistem. Keseimbangan menjadi kata kunci
keberlanjutan kehidupan di muka bumi ini. Sejumlah permasalahan
akan timbul bila keseimbangan itu terganggu.24
Air adalah kebutuhan pokok bagi manusia dan makhluk hidup lainnya,
maka sudah menjadi kewajiban manusia melakukan konservasi air khususnya
dengan tidak mencemarinya dengan sampah dan limbah. “Pasal 1 ayat 27 UU
Sumber Daya Air disebutkan bahwa pemeliharaan sumber daya air itu adalah
kegiatan untuk merawat sumber air dan prasarana sumber daya air yang
ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsi sumber air dan prasarana
sumber daya air.”25
Kita tahu bahwa hutan mangrove (bakau) memiliki banyak sekali
kegunaan dalam keberlangsungan hidup di bumi, selain merupakan tempat
tinggal ikan yang bisa dimanfaatkan bagi manusia hutan mangrove juga
bermanfaat sebagai tumbuhan pesisir pantai yang mencegah terjadinya erosi.
Tetapi di Indonesia telah terjadi kerusakan hutan mangrove seperti yang
berhasil diteliti oleh Bank Dunia. “Laporan Bank Dunia 2001 menyebutkan,
bahwa luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan signifikan,
dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982, menjadi 3,24 hektar pada tahun 1987
dan menjadi hanya 2,06 juta hektar pada tahun 1995.”26
Data dari Bank Dunia menunjukan bahwa saat ini sekitar 41%
terumbu karang dalam keadaan rusak parah, 29% rusak, 25%
23
Kementerian Lingkungan Hidup, op. cit., hal. 5 24
Kementerian Agama RI, Tafsir Al-Qur‟an Tematik: Pelestarian Lingkungan Hidup,
Seri ke-4, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012), hal. 119 25
Ibid., hal. 74 26
Ibid., hal. 144
12
lumayan baik dan hanya 5% yang masih dalam keadaan alami.
Begitu juga menyangkut kawasan mangrove atau hutan bakau.
Sekitar 50% hutan bakau di Sulawesi telah hilang (sebagian
kawasannya berubah menjadi kawasan tambak udang). Beberapa
kawasannya juga mengalami pencemaran. Ini terjadi di kawasan-
kawasan yang sibuk dengan kegiatan pelayaran (Selat Malaka), atau
perairan yang bersinggungan dengan kota-kota besar, seperti
perairan teluk Jakarta dan Surabaya.27
Dampak dari pembuangan sampah secara sembarangan itu juga
merupakan hal yang dapat membuat hutan mangrove menjadi rusak,
“Menjadikan laut sebagai tempat pembuangan sampah yang sulit diurai oleh
alam dan limbah berbahaya dari industri maupun racun-racun lain yang
mengganggu dan mencemari kehidupan di pantai yang dibawa oleh aliran
sungai.”28
Indonesia juga memiliki tanggung jawab yang bersar terhadap kehidupan
para satwa demi keseimbangan ekosistem, salah satu dari fungsi satwa
tersebut adalah sebagai rantai makanan. “Dari segi keanekaragaman zoology,
Indonesia memiliki 17% seluruh spesies di dunia, 12% mamalia di dunia,
15% amfibi dan reptile, 17% burung dan 37% ikan (The Nature Conservacy,
2005)”. Begitu pula dengan kekayaan Indonesia pada hutannya yang juga
perlu dirawat dengan baik dan bukan hanya diambil manfaatnya saja. Di
dalam BAB IV tentang Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 8
nomor 1 dituliskan “Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia
serta pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah.”29
Tumbuh-tumbuhan sebagai salah satu unsur keanekaragaman hayati
tersebut memiliki peran yang sangat besar bagi keberlangsungan
hidup semua makhluk. Keaneka ragaman nabati ini, selain memberi
memberikan manfaat pada makhluk lain sebagai sumber makanan,
energi, dan pengobatan, juga berfungsi menjaga keseimbangan
alam. Hanya saja, sikap berlebih-lebihan manusia dalam
memperlakukannya telah membuat kehidupan di permukaan bumi
ini menjadi tidak harmonis. Alam seakan tidak lagi bersahabat
27
Ibid., hal. 145 28
Ibid., hal. 49 29
Kementerian Lingkungan Hidup, op. cit., hal. 6
13
dengan manusia. Kerusakan alam terjadi di mana-mana, akhirnya
berbagai bencana terjadi, tanpa pilih kasih.30
Sudah menjadi cita-cita bangsa Indonesia untuk menjadi negara yang
maju dari berbagai segi, diantaranya adalah kemajuan dari segi ekonomi dan
pendidikan. Didukung dengan kekayaan alam yang berlimpah mengharuskan
Indonesia untuk menjaga dan memelihara lingkungan hidupnya dengan baik,
hal ini tertulis dalam UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, “(b) bahwa pembangunan ekonomi nasional
sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan.”31
Peraturan dibuat demi menjaga dan
memelihara lingkungan hidup Indonesia, hal itu tertulis pula dalam UU No.
23 Tahun 1997 Tantang Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam BAB IV
tentang Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 8 nomor 2 poin C
bahwa “Pemerintah mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara
orang dan/ atau subyek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap
sumber daya alam dan sumber daya buatan, termasuk sumber daya
genetika.”32
UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Pasal 69:
1. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup;
2. Memasukkan B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang dilarang menurut
peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
3. Memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia ke media lingkungan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
30
Kementerian Agama RI, op. cit., hal. 120 31
Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, (Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2009), hal. 3 32
Kementerian Lingkungan Hidup, loc. cit.
14
4. Memasukkan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) ke media
lingkungan hidup;
5. Membuang limbah ke media lingkungan hidup;
6. Membuang B3 (bahan berbahaya dan beracun) ke media lingkungan
hidup;
7. Melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin
lingkungan;
8. Melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
9. Menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal;
dan/atau
10. Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi,
merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.33
“Bahan Berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat,
energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, kesehatan, serta
kelangsungan hidup manusia dan makhluk lain.”34
Pelanggaran terhadap
larangan-larangan tentang Pasal 69 diancam pidana berupa dipidana penjara
dan denda sebagaimana diatur dalam UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 98 ayat (1), 98 ayat
(2), 98 ayat (3), 99 ayat (1), dan sebagainya.35
B. Sistem Pendidikan Nasional
Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “Systema”. Menurut Shrode &
Voich, sistem berarti suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak
bagian. Kemudian menurut Tatang M. Amirin, sistem berarti “Metode atau
33
Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus, (Jakarta: Prenamedia, 2016), hal. 158-159 34
Perda Kota Tangerang Selatan Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah.
BAB I Pasal 1 No. 21, hal 7 35
Ruslan Renggong, Hukum Pidana, op. cit., hal. 159-161
15
cara dan sesuatu himpunan unsur atau komponen yang saling berhubungan
satu sama lain menjadi satu kesatuan yang utuh.”36
Dijelaskan pula oleh Abd. Rachman Assegaf bahwa “sistem
merupakan totalitas dari bagian-bagian yang saling berkaitan.
Sebagai contoh, sistem pencernaan makanan pada manusia meliputi
berbagai fungsi organ tubuh yang saling bekerja dan memengaruhi
satu sama lain. Begitu pula dengan sistem pendidikan. Sistem
pendidikan memiliki berbagai komponen yang saling memengaruhi.
Sutari Imam Bernadib membagi unsur-unsur yang memengaruhi
peserta didik menjadi lima bagian, yaitu tujuan, pendidik, peserta
didik, alat, dan alam sekitar (milieu).37
Pada umumnya penyusunan kurikulum dibuat berdasarkan pengalaman
pribadi dan sosial siswa. Pelajaran yang diberikan sering kali berhubungan
dengan ilmu-ilmu sosial agar dapat digunakan untuk menyelesaikan
persoalan berupa pengalaman (masa lampau sampai saat itu) dan rencana
siswa (cita-cita). Namun, karena penyelesaian persoalan itu melibatkan
berbagai kemampuan dan disiplin ilmu maka kurikulumnya dirancang secara
interdisipliner dengan alam sekitar.38
Falsafah pendidikan nasional Indonesia berakar pada nilai-nilai
budaya yang terkandung dalam Pancasila. Nilai-nilai budaya
tersebut perlu ditanamkan dalam diri peserta didik sedini mungkin.
Hal demikian dapat dilakukan melalui penyelenggaraan pendidikan
nasional degan berbagai jenis dan jalur tanpa diskriminasi dari segi
apapun. Ada dua pandangan yang perlu dipertimbangkan dalam
menentukan landasan filosofis pendidikan nasional Indonesia. Yang
pertama, adalah pandangan tentang manusia Indonesia. Secara
filosofis pendidikan nasional memandang manusia Indonesia
sebagai (a) makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan segala
fitrahnya, (b) makhluk individu dengan segala keunikan, hak dan
kewajibannya, dan (c) makhluk sosial dengan segala tanggung
jawabnya, yang hidup dalam masyarakat yang pluralistik, baik dari
segi lingkungan sosial budaya, lingkungan hidup, dan segi
kemajuan NKRI yang berada di tengah-tengah masyarakat global
yang terus berkembang dengan segala tantangannya. Kedua,
pandangan tentang pendidikan itu sendiri. secara filosofis
pendidikan nasional dipandang sebagai suatu prantara sosial yang
36
Tatang M. Amirin, Pokok-Pokok Teori Sistem, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hal. 1 37
Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2011), hal. 108-109 38
Ibid. 109
16
sejajar dan berinteraksi dengan prantara-prantara sosial lainnya,
seperti prantara ekonomi, politik dan hukum.39
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pendidikan
Islam di Indonesia merupakan bagian integral dan tidak bisa dipisahkan dari
sistem pendidikan nasional. Hal itu menjelaskan bahwa di dalam setiap
aktivitas pembangunan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan nasional,
pendidikan Islam merupakan bagian dari sitemnya.40
Pendidikan Islam memiliki peran yang sangat penting serta memiliki
tanggung jawab dalam mendidik masyarakat Indonesia menjadi yang lebih
baik, salah satu sarana dalam melaksanakannya adalah melalui lembaga
formal yaitu sekolah. “Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar
serta tempat untuk menerima dan memberikan pelajaran.”41
Sekolah sebagai
lembaga pendidikan memiliki semangat untuk bergotong royong demi
terciptanya masa depan yang lebih baik.
Secara filosofis tanggung jawab pendidikan melekat pada keluarga,
masyarakat, dan pemerintah. Dalam konteks rumah tangga negara
pendidikan merupakan hak setiap warga negara, maka di dalamnya
mengandung makna bahwa negara berkewajiban memberikan
layanan pendidikan kepada warganya. Karena itu pengelolaan
sistem pembangunan pendidikan harus didesain dan dilaksanakan
secara bermutu, efektif dan efisien. Pelayanan pendidikan harus
berorientasi pada upaya peningkatan akses pelayanan yang seluas-
luasnya bagi warga masyarakat.42
Dari kegiatan belajar dan mengajar yang dilakukan baik oleh lembaga
formal maupun non-formal diharapkan potensi peserta didik mampu
dikembangkan secara maksimal sehingga mereka kelak dapat memiliki
maanfaat dan pengaruh yang besar dan seluas-luasnya. “Pembelajaran
ditujukan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki
kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
39
M. Hasbullah, op. cit., hal. 123-124 40
M. Hasbullah, loc. cit. 41
Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., hal. 1244 42
M. Hasbullah, op. cit., hal. 29
17
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada
kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara, dan berperadaban dunia.”43
C. Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Dijelaskan di dalam sistem pendidikan nasional, makna pendidikan
yaitu: “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”44
Islam adalah ajaran agama yang diturunkan oleh Allah swt.,
kepada hamba-Nya melalui para nabi dan rasul. Islam memuat
ajaran komprehensif yang tidak sebatas pada aspek spiritual
saja, tetapi juga mencakup seluruh aspek kehidupan. Dengan
misi utamanya sebagai rahmatan lil „âlamîn. Islam hadir dengan
menyuguhkan tata nilai yang bersifat plural dan inklusif yang
merambah ke semua ranah kehidupan. Para ahli dari semua
bidang ilmu berusaha menerjemahkan dan mengaplikasikan
Islam menurut disiplinnya masing-masing, tentu saja tidak
terkecuali bagi praktisi pendidikan.45
Pendidikan di dalam ajaran Islam telah dilakukan pada masa
Rasulullah Saw. dengan para sahabatnya, kemudian berlanjut kepada
masa umat Islam setelahnya sampai sekarang demi tercapainya tujuan
pendidikan Islam dengan baik.
Pendidikan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran
Islam secara komprehensif yang merupakan bagian terpadu dari
aspek-aspek ajaran Islam. Nabi Muhammad saw., dalam
mengemban tugas dan misi risalahnya senantiasa menempatkan
43
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103 Tahun
2014 tantang Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran, hal. 3 44
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 1 ayat (1) 45
Sukring, Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2013), hal. 1
18
pendidikan dalam suatu kerangka awal perjuangan dalam
pembelajaran (ta‟lim) bersama para sahabat.46
“Menurut Zakiyah Dradjat, pendidikan Islam didefinisikan dengan
usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat
memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Setelah itu, menghayati
tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan dan menjadikan Islam
sebagai pandangan hidup.”47
Ahmad Tafsir berpendapat “secara
sederhana pendidikan Islam adalah pendidikan yang “berwarna” Islam.
Maka pendidikan yang Islami adalah pendidikan yang berdasar Islam.
Dengan demikian, nilai-nilai ajaran Islam itu sangat mewarnai dan
mendasari seluruh proses pendidikan.”48
Maka dapat dipahami bahwa
segala macam bentuk pendidikan yang Islami dalam lingkup formal atau
informal, dengan kurikulum maupun tidak, dan lain sebagainya itulah
yang dimaksud sebagai pendidikan Islam.
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana
dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, mahami,
menghayati, hingga mengimani, ajaran agama Islam, dibarengi
dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain
dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama
hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.49
2. Ruang Lingkup dan Tujuan Pendidikan Islam
Mata pelajaran dalam pendidikan yang Islami secara keseluruhan
membahas perihal “Al-Qur‟an dan al-hadis, keimanan, akhlak,
fikih/ibadah dan sejarah sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup
pendidikan agama Islam mencangkup perwujudan keserasian,
46
Ibid. 47
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2013), hal. 26-27 48
Heri Gunawan, Pendidikan Islam: Kajian Teoretis dan Pemikiran Tokoh, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2014), hal. 1 49
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kopetensi,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 130
19
keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT,
diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya maupun lingkungannya.”50
Pendidikan agama Islam di sekolah/madrasah bertujuan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian
dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta
pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga
menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal
keimanan, katakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk
dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.51
Dari pendidikan tersebut diharapkan agar peserta didik dapat menjadi
manusia yang berhasil di dunia dan di akhirat. “Penanaman nilai-nilai ini
juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup (hasanah) di dunia bagi
anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan
(hasanah) di akhirat kelak.”52
3. Fungsi Pendidikan Islam
Terkait dengan fungsi pendidikan Islam, penulis mengutip pendapat
Abdul Majid dan Dian Andayani, yaitu:
a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta
didik kepada Allah swt. yang telah ditanamkan dalam lingkungan
keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban menanamkan
keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam
keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuhkembangkan lebih
lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan
agar keimanan dan ketakwaan tersebut dapat berkembang secara
optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
b. Penanaman nilai, sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat.
c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan
dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.
50
Ibid., hal. 131 51
Ibid., hal. 135 52
Ibid., hal. 136
20
d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik
dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam
kehidupan sehari-hari.
e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari
lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan
dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia
Indonesia seutuhnya.
f. Pengajaran, tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam
nyata dan nir-nyata), sistem dan fungsionalnya.
g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat
khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang
secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan
bagi orang lain.53
D. Hasil Penelitian yang Relevan
Terdapat penelitian yang relevan tentang kebersihan lingkungan hidup,
yaitu:
1. Berjudul “Etika Lingkungan dalam Perspektif Yusuf Al-Qaradawy” yang
disusun oleh Maizer Said Nahdi dan Aziz Ghufron pada tahun 2009
terdapat dalam Jurnal Al Jamiah (No. 1). ISSN 2338-557X, UIN Sunan
Kalijaga.54
“Konsep berbuat baik (al-ihsân) berlaku bagi semua
komponen lingkungan, baik makhluk hidup maupun makhluk tidak
hidup, serta yang berakal maupun yang tidak berakal. Atau, dengan kata
lain, prinsip tersebut berlaku mencakup manusia, hewan, tumbuhan, dan
benda mati.”55
Dalam jurnal tersebut berisi studi kasus tentang kebersihan
lingkungan hidup di Indonesia kemudian dijabarkan pendapat Yusuf al-
Qaradawy tentang ajaran Islam yang peduli terhadap lingkungan hidup.
53 Ibid., hal. 134-135
54 Maizer Said Nahdi dan Aziz Ghufron, “Etika Lingkungan dalam Perspektif Yusuf Al-
Qaradawy”, Jurnal Al Jamiah, ISSN 2338-557X, 2009, diakses pada 18 Maret 2018 dari
http://digilib.uin-suka.ac.id/741/ 55
Ibid.. hal. 205
21
Diharapkan penelitian saya kali ini lebih berdasarkan informasi terbaru
dan agar lebih banyak mengemukakan pendapat para pakar di bidangnya.
2. Skripsi yang disusun oleh Nurin Hanifati Amalia dari UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang diberi judul “Upaya Pelestarian Lingkungan
Hidup Melalui Program Adiwiyata Sebagai Sumber Bagi Peserta Didik
(Studi Kasus SMP Negeri 2 Depok)”56
tahun 2015. Dalam karya ilmiah
tersebut dijelaskan:
Program Adiwiyata adalah salah satu program Kementerian
Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong tercapainya
pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam upaya
pelestarian lingkungan hidup. Dalam pelaksanaannya
Kementerian Lingkungan Hidup bekerjasama dengan para
stakeholder, menggulirkan program Adiwiyata ini dengan
harapan dapat mengajak warga sekolah melaksanakan proses
belajar mengajar materi lingkungan hidup di sekolah dan
sekitarnya.57
Hasil dari penelitian tersebut adalah program Adiwiyata yang
dilaksanakan di SMP Negeri 2 Depok adalah sangat efektif.
56
Nurin Hanifati Amalia, Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup Melalui Program
Adiwiyata Sebagai Sumber Bagi Peserta Didik (Studi Kasus SMP Negeri 2 Depok), 2015,
diakses pada 18 Maret 2018 dari
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/29231 57
Ibid., hal. 28
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penjelasan perihal tempat dan waktu penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Tempat Penelitian
a. Perpustakaan-perpustakaan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Perpustakaan Nasional RI, Perpustakaan Universitas Indonesia dan
Perpustakaan PBNU.
b. Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang, Pusat Pemerintahan Kota
Tangerang, Pusat Pemerintahan Kota Tangerang Selatan dan TPST
Bantargebang.
c. Lokasi narasumber terkait.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian telah dimulai pada bulan Februari 2017 sampai
selesai pada bulan November 2018.
B. Latar Penelitian
Studi pustaka yang dilakukan dari sumber-sumber terpercaya, seperti:
Perpustakaan-perpustakaan UIN Jakarta, Perpustakaan Nasional RI,
Perpustakaan Universitas Inonesia, Perpustakaan PBNU dan dari beberapa
sumber penting lainnya. Kemudian dengan studi lapangan di lembaga-
lembaga dan oleh narasumber terkait untuk melakukan obeservasi dan
wawancara sesuai kebutuhan penelitian.
C. Metode Penelitian
Menurut kamus besar bahasa Indonesia metode berarti “cara teratur yang
digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan
yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan
23
suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.”58
Penelitian secara
umum dapat diartikan sebagai “Suatu proses pengumpulan dan analisis data
yang dilakukan secara sistematis dan logis untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu. Pengumpulan dan analisis data menggunakan metode-metode
ilmiah, baik yang bersifat kuantitatif ataupun kualitatif, eksperimental, atau
noneksperimental, interaktif atau noninteraktif.”59
“Penelitian kuantitatif
dibangun berbasis paradigma rasionalisme, empirisme, positivisme dan post-
positivism. Penelitian kualitatif berkembang dari paradigma fenomenologi,
interpretive, interaksi simbolik, dan konstruktivisme.”60
Penelitian kualitatif mengkaji hal-hal dalam latar alami, untuk
mencoba memahami atau mengintepretasikan masalah atau
fenomena yang berkenaan dengan makna yang dimilikinya. Salah
satu ciri penelitian kualitatif menurut Gall et al. terletak pada fokus
penelitian, yaitu kajian secara intensif tentang keadaan tertentu,
yang berupa kasus, atau suatu penomena. Oleh sebab itu, penelitian
kualitatif kadang kala disebut sebagai penelitian studi kasus.61
Penelitian ini akan menggunakan penelitian kualitatif model deskriptif,
“Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk
menggambarkan atau menjelaskan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta dan sifat populasi tertentu. Dengan kata lain, peneliti hendak
menggambarkan suatu gejala (fenomena), atau sifat tertentu. Penelitian
deskriptif hanya melukiskan atau menggambarkan apa adanya.”62
“Penelitian
deskriptif adalah jenis penelitian yang berhubungan dengan upaya menjawab
masalah-masalah yang ada sekarang dan memaparkannya berdasarkan data
yang ditemukan.”63
Penelitian deskriptif memiliki beberapa jenis metode,
yaitu: “Metode survei, studi kasus, penelitian korelasi, studi perbandingan
58
Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., hal. 910 59
Nana Syaodih Sukmadinata, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 5 60
Nusa Putra, Metode Riset Campur Sari, (Jakarta: Indeks, 2013), hal. 5 61
Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan & Pengembangan, (Jakarta: Kencana,
2013), hal. 50 62
Wina Sanjaya, Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode dan Prosedur, (Jakarta:
Kencana, 2013), hal. 59 63
Ibid., hal. 66
24
dan penelitian deskriptif berkesinambungan.”64
Kemudian penelitian ini
menggunakan jenis metode studi kasus, “secara lebih dalam, studi kasus
merupakan suatu model yang bersifat komprehensif, intens, terperinci dan
mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya untuk menelaah masalah-
masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer.”65
“Studi kasus adalah
suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks
kehidupan nyata, bila mana batas-batas antara fenomena dan konteks tak
tampak dengan tegas dan di mana multi sumber bukti dimanfaatkan.”66
D. Teknik Pengumpulan Data
“Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat
menggunakan sumber primer dan sumber skunder. Sumber primer adalah
sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan
sumber skunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.”67
Pada penelitian ini pengumpulan datanya menggunakan kedua sumber data
tersebut.
“Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data,
maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview
(wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan) dan gabungan
ketiganya.”68
“Penelitian kualitatif adalah penelitian di mana peneliti dalam
melakukan penelitiannya menggunakan teknik-teknik observasi, wawancara
atau interviu, amalisis isi, dan metode pengumpulan data lainnya untuk
menyajikan respons dan perilaku subjek.”69
Metode observasi, metode
wawancara dan studi dokumentasi tidak bisa dipisahkan antara ketiganya
64
Ibid., hal. 66-85 65
Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2012), hal. 76 66
Robert K. Yin, Studi Kasus, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 18 67
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2015), hal. 137 68
Ibid. 69
Punaji Setyosari, op. cit., hal. 50
25
karena metode tersebut saling melengkapi.70
Teknik pengumpulan data yang
dilakukan pada penelitian ini adalah wawancara (interview), observasi
(observation) dan studi dokumentasi.
1. Wawancara
Wawancara merupakan percakapan antara dua orang yang salah satunya
bertujuan untuk menggali dan mendapatkan informasi untuk satu tujuan
tertentu.”71
“Wawancara dilakukan guna mengubah data menjadi
informasi secara langsung yang diberikan oleh seseorang (subjek). Dalam
teknik wawancara tak terstruktur ini, peneliti melakukan wawancara
berbentuk dialog dengan informan, dengan tetap berpatokan kepada
sejumlah pertanyaan.”72
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini
menggunakan metode wawancara tak terstruktur dengan tetap berpatokan
kepada pedoman wawancara.
2. Studi Dokumentasi
“Studi dokumentasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
penelitian kualitatif untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang
subjek melalui suatu media tertulis dan dokumentasi lainnya yang ditulis
atau dibuat langsung oleh subjek yang bersangkutan.”73
“Riset
kepustakaan atau sering juga disebut studi pustaka, ialah serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,
membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.”74
Teknik
pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan data-
data dengan menggunakan teknik riset kepustakaan (library research)
yaitu menyusun teori-teori serta penelitian-penelitian yang pernah
dilakukan dan tersaji dalam karya ilmiah yang berupa buku, undang-
undang, koran, dan lain sebagainya.
70
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman
Penulisan Skripsi, (Tangerang Selatan: FITK UIN Jakarta, 2014), hal. 67 71
Haris Herdiansyah, op. cit., hal. 118 72
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, loc. cit. 73
Haris Herdiansyah, op. cit., hal. 143 74
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008), hal. 3
26
3. Observasi
“Observasi berasal dari bahasa latin yang berarti memperhatikan dan
mengikuti. Memperhatikan dan mengikuti dalam arti mengamati dengan
teliti dan sistematis sasaran perilaku yang dituju.”75
“Metode observasi
adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang
tampak pada objek penelitian.”76
“Kalau wawancara dan angket selalu
berkomunikasi dengan orang, maka pada teknik observasi tidak terbatas
pada orang, tetapi juga objek-objek alam yang lain.”77
Metode observasi
akan dilakukan dalam melakukan studi pustaka dan studi lapangan.
“Idealnya, sebuah riset profesional menggunakan kombinasi riset pustaka
dan lapangan.”78
Kemudian teknik pengumpulan data secara langsung,
yaitu mengumpulkan data secara mandiri dengan menggali informasi
kepada pihak terkait yang berkompeten di bidangnya.
E. Pemeriksaan Keabsahan Data
Upaya yang dilakukan untuk pemeriksaan keabsahan data pada penelitian
ini adalah dengan beberapa cara yaitu:
1. Pengamatan dan Pendataan
Kegiatan tersebut adalah agar peneliti melakuakan observasi kemudian
juga melaksanakan prosedur dokumentasi dan pendataan, karena bila
hanya menggunakan ingatan seorang peneliti lalu dituangkan semua
ingatannya tersebut ketika membuat laporan maka hal itu menjadi dua
masalah yaitu: pertama, adalah mungkin sekali bagi peneliti tersebut
melupakan hal-hal tertentu yang sekiranya sangat perlu ditulis dalam
observasi yang telah dilakukan dan kedua, seandainya bila laporan
tersebut jadi maka kesahihannya dipertanyakan karena tidak diperkuat
dengan dokumentasi.
2. Ketekunan Pengamatan
75
Haris Herdiansyah, op. cit., hal. 131 76
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, op. cit., hal.
66 77
Sugiyono, op. cit., hal. 145 78
Mestika Zed, op. cit., hal. 2
27
“Teknik ini digunakan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam
situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari
dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci”.79
Kemudian juga berarti “Melakukan pengamatan secara lebih cermat dan
berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan
peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis”.80
Prosedur ini
dilakukan untuk memperkuat dan memperkaya data secara empiris.
3. Triangulasi
Triangulasi dalam pemeriksaan keabsahan data berarti “Pengecekan data
dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu”.81
Pemerolehan data berdasarkan sumber yang kuat dan terpercaya dengan
prosedur dokumentasi hingga timbul interpretasi yang singkron dari
semua sumber data dan peneliti maka penelitian tersebut dapat dikatakan
sahih.
F. Teknik Analisis Data
Terdapat empat langkah analisis data dalam penelitian kualitatif,
“Pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan”.82
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini:
1. Pengumpulan Data
Merupakan data yang berhasil dikumpulkan, dari sumber primer dan
skunder dengan metode observasi, wawancara dan dokumentasi.
2. Reduksi Data
Setelah semua data berhasil diperoleh maka reduksi data harus dilakukan,
hal tersebut berkaitan dengan kegiatan penganalisaan, penyeleksian,
penataan, dan penyempurnaan sampai menjadi sebuah karya ilmiah yang
79
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, op. cit., hal.
73 80
Sugiyono, op. cit., hal. 272 81
Ibid., hal. 273 82
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, op. cit., hal.
69
28
tersusun dengan baik. Tetapi data keseluruhan yang telah didapat tidak
dibuang melainkan bisa menjadi data pendukung kesahihan.
3. Penyajian Data
Penyajian data penelitian ini adalah berupa skripsi dengan teks naratif
akan tetapi ada pula bagian yang menggunakan tabel untuk
mempermudah pembaca dalam memahami isi penulisan. “Teks naratif
tentu ada yang dialihkan menjadi bentuk gambar, bagan dan tabel.
Penggunaan gambar, bagan, dan tabel bisa memperkuat data deskriptif
dan mempermudah pembaca dalam memahami isi peneltian”.83
4. Penarikan Kesimpulan
Setelah semua data yang telah diseleksi secara cermat dan tersusun rapi
maka sampailah pada proses penarikan kesimpulan yang berisi jawaban
akhir tentang permasalahan dari penelitian ini.
83
Ibid., hal. 71
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kebersihan dalam Sudut Pandang Pendidikan Islam
Sudah menjadi hal yang umum bahwa kajian di dalam buku-buku fikih
ibadah diawali dengan pembahasan tentang thahârah, tentulah semua ini
bukan suatu hal yang kebetulan melainkan karena thahârah merupakan hal
penting yang berhubungan dengan ibadah-ibadah lainnya. “Secara
etimologis, thahârah berarti bersih (nazhâfah), suci (nazâhah), dan terbebas
(khulȗs) dari kotoran, baik yang bersifat hissiy (kongkret atau dapat diindra)
maupun ma‟nawi (abstrak).”84
Maka thahârah dapat dipahami sebagai
kebersihan dan kesucian. Terdapat hadis yang menerangkan keutamaan
thahârah, yaitu:
زان. الطهور شطر ال يان و و تل المي [٢٢٢]رواه مسلم: المد لل“Dari Abu Malik Al-Asy‟ary r.a. berkata bahwa Rasulullah Saw.
bersabda: Bersuci adalah separuh iman dan „alhamdulillah‟ dapat
memenuhi mizan (timbangan amal).” (HR. Muslim, hadis nomor:
223)85
An-Nazhâfah berasal dari bahasa Arab وظافة yang berarti: sesuatu yang
bersih, tidak terdapat kotoran86
dan ”.kebersihan“ انىظافة 87
Secara lebih luas
وظافة berarti: “kerapian, keteraturan, keapikan, ketelitian dalam hal
kebersihan.”88
Dalam salah satu buku fatwa-fatwa kontemporer oleh Yusuf
Qaradhawi terdapat hadis yang menjelaskan tentang An-Nazhâfah
(kebersihan), yaitu:
84
Supiana dan Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009), hal. 3 85
Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwajiri, Ensiklopedi Islam Kaffah,
Terj. Najib Junaidi dan Izzudin Karimi, (Surabaya: Pustaka assir, 2009), hal. 597 86
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Ciputat: PT. Mahmud Yunus Wa
Dzurriyyah, 2007), hal. 458 87
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal. 1435 88
Ristek Muslim, terjemahan وظافة, diakses pada 02-03-2017, dari
http://ristekmuslim.com
30
يان مع صاحبو ف النة تدعوا النظافة يان، وال ]رواه الطرباين[ . ال ال“Kebersihan itu mengajak kepada iman, dan iman itu akan
mengajak orangnya ke dalam surga.” (HR. Thabrani)89
Terdapat sebuah Mahfuzhat tentang An-Nazhâfah (kebersihan), yaitu:
]ف الكتاب فتاوى معا صرة[ .الءيان من لنظافة ا “Kebersihan itu sebagian daripada iman.”
90
“Mahfuzhat adalah sebutan untuk serangkaian ungkapan bijak bahasa
Arab yang bersumber dari para tokoh terkemuka dari berbagai latar belakang,
seperti ahli hikmah, ulama, kaum bijak bestari, penyair, sufi, bahkan sahabat
Nabi.”91
Kebersihan merupakan hal penting yang sangat erat hubungannya dengan
kesehatan yang merupakan kebutuhan pokok bagi manusia untuk beribadah.
“Sebenarnya pandangan dan perhatian Islam terhadap kesehatan dan
pemeliharaan kesehatan serta keselamatan badan merupakan sikap dan
pandangan yang tidak ada bandingannya dalam agama-agama lain. Maka
kebersihan menurut Islam dipandang sebagai ibadah dan Qurbah (amal yang
mendekatkan diri kepada Allah), bahkan merupakan salah satu kewajiban.”92
Terdapat hadis yang menerangkan untuk memelihara kesehatan, yaitu:
[فان لسدك عليك حقا. ]رواه البخاري : “Karena tubuhmu mempunyai hak atas dirimu.” (HR. Bukhari,
hadis nomor: 1131)93
“Diantara hak badan atas pemiliknya yang harus dipenuhinya ialah
memberi makan bila lapar, mengistirahatkannya jika letih, membersihkannya
jika kotor, dan mengobatinya apabila sakit. Ini merupakan hak yang wajib
89
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, Jilid 1, Terj. As‟ad Yasin, (Jakarta:
Gema Insani, 1995), hal. 850 90
Ibid. 91
Luqman Hakim Arifin, dkk., Kamus Peribahasa Arab Mahfuzhat, (Jakarta: Turos,
2015), hal. 7 92
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, Jilid 1, op. cit., hal. 849 93
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadits; Shahih al-
Bukhari 1, Terj. Masyhar dan M. Suhadi, (Jakarta: Almahira, 2013), hal. 440
31
ditunaikan yang menurut pandangan Islam tidak boleh dilupakan atau
dikesampingkan.”94
B. Kerusakan Lingkungan Hidup dalam Sudut Pandang Pendidikan Islam
Ajaran Islam memerintahkan manusia untuk menjaga kebersihan, di
antaranya adalah untuk menjaga kebersihan lingkungan hidup. Karena
dampak dari rusaknya lingkungan hidup sangat berbahaya bagi ekosistem
khususnya bagi kehidupan umat manusia. Allah Swt. berfirman:
باكسبت ايدى الناس ليذي قهم ب عض الذي عملوا والبحر ف الب ر الفساد ظهر
لعلهم ي رجعون “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
perbuatan tangan manusia;95
Supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar).”96
(QS. Ar Rȗm[30]: 41)
Penjelasan tentang kata Al-fasâd yang tertulis dalam Tafsir Al-Mishbah
karya Muhammad Quraish Shihab yaitu, “beberapa ulama kontemporer
memahaminya dalam arti kerusakan lingkungan.”97
dan diantara penyebab
serta akibatnya adalah, “semakin banyak perusakan terhadap lingkungan,
semakin besar pula dampak buruknya terhadap manusia. Bila terjadi
gangguan keharmonisan dan keseimbangan itu, kerusakan terjadi dan ini,
kecil atau besar, pasti berdampak pada seluruh bagian alam, termasuk
manusia, baik yang merusak maupun yang merestui perusakan itu.”98
Secara
lebih luas, “Al-Fasâd adalah kemaksiatan dan kezaliman.”99
94
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, Jilid 1, op. cit., hal. 856 95
Al-Qur‟an Cordoba, Al-Quran Tafsir Bil Hadis, (Bandung: Cordoba Internasional -
Indonesia, 2017), hal. 408 96
Mujamma‟ Khadim al Haramain asy Syarifain, Al Qur‟an dan Terjemahnya, Terj.
Hasbi Ashshiddiqi dkk., (Jakarta: Departemen Agama RI, 1971), hal. 647 97
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 10, Cet. I, (Jakarta: Lentera Hati, 2009),
hal. 236 98
Ibid., hal. 238 99
Faishal Alu Mubarak, Riyadhus Shalihin & Penjelasannya, Terj. Arif Mahmudi,
(Jakarta: Ummul Qura, 2014), hal. 475
32
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI), “kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/tidak
langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.”100
Beberapa
kerusakan lingkungan hidup yang telah disebutkan sebelumnya diperkuat
dengan penjelasan dari buku Tafsir Al-Qur‟an Tematik oleh Kementrian
Agama RI.
Secara umum, terjadinya degradasi lingkungan hidup (LH) ada dua
penyebab yaitu penyebab yang bersifat langsung dan tidak
langsung. Faktor penyebab yang tidak langsung artinya manusia
tidak memiliki peran misalnya gunung meletus, gempa bumi,
tsunami, dan lain-lain. Sedangkan yang bersifat langsung terbatas
ulah manusia yang terpaksa mengeksploitasi lingkungan secara
berlebihan karena desakan kebutuhan, keserakahan, atau mungkin
kekurang sadaran akan pentingnya menjaga lingkungan misalnya
menebang hutan secara ilegal, membuang sampah sembarangan,
membendung aliran sungai sehingga menciut, dan lain-lain.101
Allah Swt. melarang manusia berbuat kerusakan dan Dia tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan, sebagaimana yang diterangkan di
dalam Al-Qur‟an:
ارالخر واب تغ فيمآ ا ن يا واحسن كمآ احسن ة تك اهلل الد ول ت نس نصيبك من الد
ان اهلل ل يب المفسدين ض ولت بغ الفساد ف الر اميك اهلل
“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan
bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai
orang yang berbuat kerusakan.”102
(QS. Al-Qashash [28]: 77)
Ajaran Islam memerintahkan manusia untuk beribadah sebagai bekalnya
di negeri akhirat, diantara ibadah tersebut adalah untuk berbuat baik kepada
diri sendiri yaitu dengan menjaga diri dari perbuatan dosa dan untuk berbuat
100
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, (Jakarta: Penerbit
Erlanga, 2011), hal. 587 101
Kementerian Agama RI, op. cit., hal. 244-245 102
Al-Qur‟an Cordoba, op. cit., hal. 394
33
baik kepada siapapun di bumi ini dengan tidak melakukan kerusakan dalam
bentuk apapun. Penjelasan ayat tersbut tertera di dalam Tafsir Al-Mishbah,
yaitu:
Berusahalah sekuat tenaga dan pikiranmu dalam batas yang
dibenarkan Allah untuk memperoleh harta dan hiasan duniawi dan
carilah secara bersungguh-sungguh pada, yakni melalui apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu dari hasil usahamu itu
kebahagiaan negeri akhirat, dengan menginfakkan dan
menggunakannya sesuai petunjuk Allah dan dalam saat yang sama
janganlah melupakan, yakni mengabaikan bagianmu dari
kenikmatan dunia dan berbuat baiklah kepada semua pihak,
sebagaimana atau disebabkan karena Allah telah berbuat baik
kepadamu dengan aneka nikmat-Nya, dan janganlah engkau
berbuat kerusakan dalam bentuk apapun di bagian mana pun di
bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak menyukai para pembuat
kerusakan.103
Adapun pengertian dari ketidak sukaan Allah Swt. tersebut ialah,
“sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat aniaya dan
melakukan perbuatan maksiat.” 104
Salah satu mazhmûmah (akhlak tercela) di
dalam ajaran Islam adalah Al-Ifsâd, “Al-Ifsâd yaitu berbuat kerusakan.
Seseorang punya sifat merusak biasanya untuk mencapai kepentingan
pribadinya dan tidak menghiraukan akibatnya. Misalnya saja merusak alam
dan lingkungan, baik dilakukan sendiri maupun secara berkelompok.”105
ان اهلل للا وات قوا ن ول ت عاون وا على الث والعدوا ى ... وت عا ون وا عل الرب والت قو
شديدالعقاب
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.106
Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
103
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 10, Cet. VIII, (Jakarta: Lentera Hati,
2007), hal. 405 104
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Jilid ke-20, Terj.
Akhmad Affandi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hal. 360 105
M. Solihin dan M. Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Penerit Nuansa,
2005), hal. 115 106
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. Akhmad
Affandi, Jilid ke-8, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hal. 289
34
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”107
(QS. Al-Mâ‟idah [5]:
2)
“Wahai orang-orang mukmin, hendaknya saling menolong di antara
kalian, yakni melaksanakan perintah-Nya. Tidak tolong menolong dalam
berbuat dosa. Hendaknya tidak melampaui batas-batas yang telah Allah SWT
tentukan untuk kalian dalam agama kalian dan kewajiban bagi kalian
terhadap diri kalian sendiri dan orang lain.”108
Kemudian tertulis di dalam
Tafsir Al-Mishbah “Firman-Nya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam
kebajikan dan ketakwaan jangan tolong menolong dalam dosa dan
pelanggaran, merupakan prinsip dasar dalam menjalin kerjasama dengan
siapa pun, selama tujuannya adalah kebajikan dan ketakwaan.” 109
Hasyim Asy‟ari berpendapat di dalam buku Mawa‟idz yang telah
diterjemahkan oleh Anwar Muhammad, yaitu:
Wahai umat Islam, bertakwalah kepada Allah, kembalilah kepada
kitab Allah, berbuatlah sesuai dengan Sunnah Rasulullah, dan
ikutilah ulama salaf shalihin, maka kalian akan beruntung seperti
mereka, dan beruntung seperti mereka. Bertakwalah kepada Allah
dan damaikanlah orang-orang yang bertikai diantara kalian, saling
tolong-menolonglah dalam urusan kebaikan dan ketakwaan, dan
jangan bertolong-menolong dalam urusan dosa dan permusuhan,
maka Allah akan menghujani kalian dengan rahmat dan kebaikan-
Nya. Dan jangan kalian kalian menjadi seperti orang-orang yang
katanya mendengar tapi sebenarnya tidak mendengar.110
Kita diberikan pemahaman oleh ajaran Islam bahwa setiap dampak buruk
yang terjadi karena kerusakan lingkungan hidup adalah sebab dari kezaliman
manusia itu sendiri sehingga manusia harus kembali ke jalan yang benar,
bukan justru terus bermaksiat dan menganggap bahwa semua yang terjadi di
dunia ini seutuhnya karena takdir yang telah ditentukan oleh Allah Swt. tanpa
ada peranan manusia di dalam kelangsungan hidup di dunia ini. “Takdir
107
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 3, Cet. II, (Jakarta: Lentera Hati, 2009),
hal. 12 108
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Jilid ke-16, op. cit., hal. 289-290 109
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 3, Cet. IX, (Jakarta: Lentera Hati, 2007),
hal. 14 110
Hasyim Asy‟ari, Mawa‟idz, Terj. Anwar Muhammad, (Pasuruan: Maktabah Al-
Mukarrom, 2018), hal. 6
35
dianggap keputusan Tuhan yang bersifat paten. Sehingga, kalau banjir datang
mereka akan berkata dengan enteng „sudah takdir Tuhan‟, tanah longsor yang
merenggut puluhan nyawa nyawa juga sama, „sudah takdir Tuhan‟. Tuhan
dalam ketetapanNya yaitu sunnatullah adalah musabbib al-asbab (pemberi
akibat dari sebab).”111
C. Kebersihan Lingkugan Hidup dalam Sudut Pandang Pendidikan Islam
1. Fungsi Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor terpenting dalam upaya menjadikan
manusia yang bodoh menjadi pandai dan yang berperilaku buruk menjadi
berperilaku baik, “dikemuakakan oleh Muhammad Jawwad Ridha,
bahwa pemikiran Pendidikan Ibn Khaldun berpijak pada asumsi dasar,
yakni manusia pada dasarnya “tidak tahu” (jahil); ia menjadi tahu („alimi)
dengan belajar.”112
Karena pada dasarnya manusia tidak tahu, maka
dengan pendidikan manusia dapat mengetahui apa saja perbuatan yang
dilarang dan apa saja perbuatan yang diperintahkan oleh Allah Swt.
kemudian ilmu tersebut dapat membimbing manusia kepada jalan
kebenaran.
Pada hakikatnya pembentukan akhlak Islami sama dengan
tujuan pendidikan. Menurut Ahmad D. Marimba, tujuan utama
pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang percaya dan
menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Swt. selain itu,
Moh. Athiyah al-Abrasyi mengatakan bahwa pendidikan budi
pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan Islam.
Dengan demikian, membentuk akhlak Islami berarti juga
mencetak hamba Allah yang berbudi pekerti luhur selaras
dengan ajaran dan nilai-nilai-Nya.113
“Menurut Ibn Sînâ, jika seseorang menghendaki dirinya berakhlak
utama, hendaklah dia terlebih dahulu mengetahui kekurangan dan cacat
yang ada dalam dirinya. Dia juga harus berhati-hati untuk tidak berbuat
111
Akhmad Jenggis P., 10 Isu Global di Dunia Islam, (Yogyakarya: NFP Publishing,
2012), hal. 272 112
Muhammad Kosim, Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2012), hal. 57 113
M. Solihin dan M. Rosyid Anwar, op. cit., hal. 98
36
kesalahan sehingga kecacatannya tidak muncul dalam kenyataan.”114
Sebagaimana yang diterangkan oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur)
di dalam buku Canda Gus Dur terkait dengan penelitian kebersihan
lingkungan hidup ini, yaitu: “Islam adalah agama yang bersumber dari
Allah dan berorientasi lingkungan. Salah satu tugas penting para
agamawan dan dai adalah menyampaikan pentingnya upaya mengatasi
krisis lingkungan, mencari akar permasalahannya, serta mencari solusi
penyelamatan lingkungan hidup yang nyata.”115
Oleh karena pendidikan sangat penting dalam kehidupan, maka
mencari ilmu merupakan kewajiban bagi umat Islam. Rasulullah Saw.
bersabda:
]رواه ابن عبد الرب[ طلب العلم فريضة على كل مسلم.
“Mencari ilmu wajib terhadap setiap orang Islam.” (HR. Ibn
Abdil Barr dari Anas Hadis Sahih)116
Ajaran Islam sangat mengutamakan pada akhlak yang mulia,
sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam kitab hadis:
ول ان من خيار كم ق ا ول مت فح شا وكان ي ل يكن النب صلى اهلل عليو وسلم فاحش ]متفق عليو[ احسنكم اخلقا.
“Dari Abdullah bin Amr r.a. berkata: “Nabi Saw. bukanlah
orang yang buruk akhlak dan bukanlah orang yang suka
berkata kotor. Dan beliau pernah bersabda: sesungguhnya di
antara orang-orang yang terbaik di antara kamu adalah orang-
orang yang paling baik akhlaknya di antara kamu.” (Muttafaq
„Alaih)117
114
Ibid., hal. 99 115
Maman Imanulhaq Faqieh, Fatwa dan Canda Gus Dur, 2010, (www.nu.or.id) 116
Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi: Hadis-hadis Pendidikan, (Jakarta: Kencana,
2014), hal. 141 117
Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwajiri, op. cit., hal. 380
37
2. Tugas manusia di Bumi
Allah Swt. menciptakan manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya
dan menjadikan bumi sebagai tempat tinggal. Di bumi tersebut pula
manusia memiliki tugas sebagai khalifah. Allah Swt. berfirman:
ها خليفة ئكة اين جاعل ف الرض نلمل واذقال ربك ها من ي فسد في ق لوآ اتعل في
مآ ونن نسب ح بمدك ون قد س ء ويسفك الد قال ل اعلم مال ت عملون ان“(Ingatlah), ketika Tuhan Pemelihara kamu berfirman kepada
malaikat-malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
satu khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau
hendak menjadikan di bumi itu siapa yang akan membuat
kerusakan padanya118
dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?‟ Tuhan berfirman, „Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui.‟ ”119
(QS. Al-Baqarah [2]: 30)
“Ayat ini menunjukkan bahwa kekhalifahan terdiri dari wewenang
yang dianugerahkan kepada Allah swt., makhluk yang disertai tugas,
yakni Âdam as. dan anak cucunya, serta wilayah tempat bertugas, yakni
bumi yang terhampar ini.”120
Manusia diberikan amanah sebagai khalifah
oleh Allah Swt. di bumi sebagai ibadah, hal tersebut sangat erat
hubungannya dengan kehidupan sosial sesama manusia maupun dengan
makhluk lainnya. “Manusia dalam pandangan Ibn Khaldun sebagai
khalifah Allah fil al-ard tersebut pada hakikatnya merupakan amanah
yang diberikan kepada manusia. Untuk menjalankan amanah tersebut,
tentulah dibutuhkan manusia yang bertanggung jawab.”121
Sebagaimana
tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah Swt., hal
tersebut dijelaskan di dalam Al-Qur‟an:
118 M. Quraish Shihab, Al Qur‟an dan Maknanya, (Tangerang: Lentera Hati, 2010), hal.
6 119
Syaikh Imam Al Qurtubi, Tafsir Al Qurtubi, Terj. Fathurrahman, dkk., (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2010), hal. 584 120
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 1, Cet. ke-X, (Jakarta: Lentera Hati,
2007), hal. 142 121
Muhammad Kosim, op. cit., hal. 126
38
نس ال لي عبدون وما خلقت الن وال
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar
beribadah kepada-Ku.”122
(Q.S. Adz-Dzâriyât [51]: 56)
Secara lebih luas lagi bahwa Allah Swt. menciptakan makhluk
(semua ciptaan-Nya) agar beribadah kepada-Nya. Imam Syafi‟i
berpendapat, “Allah Swt. menciptakan makhluk untuk beribadah kepada-
Nya.”123
Ibadah yang harus dilakukan oleh manusia itu sangat beragam,
maka dari itu para ahli fikih memberikan beberapa penjelasan, seperti
yang ditulis di dalam buku Lingkungan Hidup dalam Pemahaman Islam,
yaitu:
Komunikasi yang bermakna kewajiban terefeksi dalam segala
bentuk ibadah yang telah ditentukan bentuk, sifat dan pola
pelaksanaannya (Ibadah mahdah menurut para fuqaha), seperti:
ibadah sholat, puasa, zakat, dan haji. Sedangkan komunikasi
yang bermakna kebijakan berkaitan dengan sikap dan tingkah
laku manusia dalam memperlakukan segala makhluk hidup dan
sekitarnya yang mewujudkannya adalah amal saleh sebagai
perwujudan ibadah yang terbatas dan tidak ditentukan cara dan
pelaksanaannya (istilah fuqaha “ibadah ghairu mahdah”).
Pelaksanaannya tergantung kepada manusia mengupayakannya,
seperti gerakan sosial, tindakan ekonomi, dan termasuk juga di
dalamnya segala perbuatan yang berhubungan dengan
lingkungan hidup. Yang penting perbuatan itu selalu didasarkan
atas kebaikan dan kemanfaatan baik bagi yang bersangkutan
maupun bagi orang lain.124
3. Hubungan Sosial Manusia
Sebagai makhluk sosial sudah sepatutnya manusia hidup
bermasyarakat dan bahkan sampai pada kelompok sosial yang besar
seperti negara. Menurut Al-Farabi di dalam Kitab Ârâ‟ Ahl al-Madînah
122
M. Quraish Shihab, op. cit., hal. 523 123
Ahmad bin Musthafa al-Farran, Tafsir Imam Syafi‟i, Terj. Imam Ghazali Masykur,
(Jakarta: Almahira, 2008), hal. 431 124
M. Bahri Ghazali, Lingkungan Hidup dalam Pemahaman Islam, (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 1996), hal 5-6
39
al-Fâdilah yang diterjemahkan di dalam buku Masyarakat dan Negara
Menurut Al-Farabi tentang manusia, “adalah makhluk sosial yang tidak
mungkin hidup sendiri-sendiri. Manusia hidup bermasyarakat dan saling
membantu untuk kepentingan bersama dalam mencapai tujuan hidup,
yakni kebahagiaan. Sifat dasar inilah yang mendorong manusia hidup
bermasyarakat dan bernegara.”125
Karena dalam hidup bermasyarakat
tentunya manusia bisa saling membantu sehingga akan lebih sejahtera
kehidupannya. “Sebagai seorang sosiolog, pemikiran Ibn Khaldun
tentunya tidak terlepas dari masyarakat. Beliau menulis, sesungguhnya
organisasi kemasyarakatan umat manusia ialah suatu keharusan. Dengan
demikian, manusia sangat perlu bergotong royong dengan
sesamanya.”126
Menurut Muhammad Quraish Shihab terdapat empat jenis
ukhuwah (persaudaraan) yaitu:
a. Ukhuawwah fi al-„ubudiyyah, yaitu bahwa seluruh makhluk adalah
bersaudara dalam arti memiliki persamaan. Persamaan ini, antara lain,
dalam ciptaan dan ketundukan kepada Allah.
b. Ukhuawwah fi al-insaniyah, dalam arti semua umat manusia adalah
bersaudara, karena mereka semua bersumber dari ayah dan ibu yang
satu.
c. Ukhuawwah fi al-wathaniyah wa al-nasab. Persaudaraan dalam
keturunan dan kebangsaan.
d. Ukhuawwah fi din al-Islam. Persaudaraan antarsesama Muslim.
Persamaan dalam bidang akidah dan toleransi dalam bidang furu‟
apabila dipahami secara benar, pasti dapat mengantar kepada
pemantapan ukhuwah Islamiyah.127
Menurut pemikiran Nurcholish Madjid dalam buku Agama dan
Negara dijelaskan bahwa:
125
Moh. Asy‟ari Muthhar, Masyarakat dan Negara Menurut Al-Farabi, (Jakarta:
Fananine Center, 2016), hal 1 126
Muhammad Kosim, op. cit., hal. 113 127
M. Quraish Shihab, “Membumikan” Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan Pustaka, 2014), hal. 562-563
40
“Bagi Muslim, agama dan Negara itu tidak terpisahkan.
Penjelasan ini mencakup konsep-konsep (1) khalifah Allah di
bumi, (2) bekerja dengan ihsan, (3) penerimaan adanya realitas
objektif alam raya yang bekerja atas dasar hukum alam, atau
(Sunnat Allah) yang dalam peradaban manusia dapat
“menghasilkan falsafah (segi spekulatif) dan ilmu pengetahuan
(segi empiriknya).128
Selain itu terdapat nilai-nilai yang harus dijaga dalam menjalani
hubungan sosial, “menurut M. Abdullah Darraz, nilai-nilai akhlak ada
lima yang harus dijaga, yaitu: nilai-nilai akhlak perseorangan, dalam
keluarga, sosial, dalam negara dan Agama.”129
Muhammad Fethullah Gulen di dalam buku Islam Rahmatan lil
„Alamin yang diterjemahkan oleh Fauzi A. Bahreisy, berpendapat:
Fungsi seorang muslim harus memenuhi sepuluh perintah Ilahi
dan prinsip-prinsip bermasyarakat, seperti sifat cinta, toleran,
memberi maaf, santun, kasih sayang, dan sabar serta
mengharuskan adanya ilmu, kehendak, kebijaksanaan,
ketawadukan, dan penataan hati. Dengan kata lain, fungsi
seorang muslim menuntut dan mengharuskan derajat yang
tinggi.”130
Dari setiap hubungan yang dimiliki oleh manusia maka hal tersebut
menimbulkan tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan baik dan
hal tersebut merupakan wujud dari beribadah kepada Allah Swt., “takwa
dalam makna memenuhi kewajiban perintah Allah pada pokoknya
adalah: (1) kewajiban kepada Allah, (2) kewajiban kepada diri sendiri, (3)
kewajiban kepada masyarakat, terutama kewajiban kepada keluarga,
tetangga dan negara, dan (4) kewajiban kepada lingkungan hidup.”131
Dalam Islam ada tiga bentuk hubungan, hubungan kita kepada
Tuhan, hubungan kita kepada sesama manusia dan hubungan
kita dengan lingkungan dan makhluk lainnya. Hubungan kita
dengan makhluk lainnya ini termasuk adalah lingkungan, karena
128
Muhammad Hari Zamharir, Agama dan Negara, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2004), hal. 125 129
Hasan Langgalung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru,
2003), hal. 360 130
Muhammad Fethullah Gulen, Islam Rahmatan lil „Alamin, Terj. Fauzi A. Bahreisy,
(Jakarta: PT. Gramedia, 2011), hal. 428 131
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2008), hal. 372
41
pepohonan tumbuh-tumbuhan itu adalah makhluk Allah.
Hewan, binatang yang dilindungi yang langka itu juga makhluk
Allah. Jadi tiga hubungan itu yang harus dijaga dalam ajaran
Islam.132
4. Hubungan Manusia dengan Lingkungan Hidup
Penjelasan sebelumnya menunjukkan bahwa ajaran Islam sangat
memperhatikan hubungan-hubungan yang dimiliki oleh manusia dalam
hidup di bumi ini, dan apabila manusia tersebut taat kepada perintah
Allah Swt. maka kebahagiaan akan tersebar luas, “Islam adalah agama
rahmat bagi seluruh alam termasuk di dalamnya hewan, tumbuhan dan
manusia.”133
Semua muslim sepakat bahwa alam dimaksudkan untuk
dimanfaatkan mencapai tujuan moral. Alam tidak diciptakan
sia-sia atau main-main, namun sebagai teater dan sarana untuk
upaya moral. Bagi Muslim, alam merupakan ni‟mah (karunia)
Allah, yang dianugerahkan kepada manusia untuk dimanfaatkan
dan dinikmati, untuk diubah dengan tujuan mencapai nilai etika.
Alam bukan dimaksudkan untuk dimiliki atau dihancurkan
manusia, atau untuk digunakan semaunya sehingga merusakkan
diri manusia atau kemanusiaan manusia atau alam itu sendiri
sebagai makhluk Tuhan.karena alam adalah karya Tuhan, ayat
(tanda) Tuhan, dan instrumen tujuan Tuhan yang merupakan
kebaikan mutlak, maka alam dalam pandangan muslim
mempunyai martabat yang tinggi. Orang muslim
memperlakukan alam dengan hormat dan rasa syukur yang
dalam kepada Penciptanya. Setiap perubahan terhadap alam
dinyatakan sah bila mempunyai tujuan yang jelas dan
bermanfaat bagi semua orang.134
Sebagai bukti taatnya manusia kepada Allah Swt. maka manusia yang
beribadah harus memiliki dampak yang baik dalam menjalankan peran
sebagai khalifah di bumi ini,
Ibadah itu harus punya dampak pada habluminannas (hubungan
sosial) dan punya dampak pada hubungan terhadap lingkungan
kalau dia tidak punya implikasi apa-apa dari ibadah atau
132
Hasil wawancara dengan pihak MUI, pada tanggal 02-04-2018, terlampir di hal. 83 133
Sukring, op. cit., (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hal. 12 134
Ismai‟il R. Al-Faruqi dan Lois Lamya Al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam (Atlas
Budaya Islam), Terj. Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 2003), hal. 355-356
42
hubungannya kepada Allah maka tidak bermakna ibadahnya.
Akhlak itu juga pada manusia, pada lingkungan, menjaga
lingkungan itu menunjukan akhlak yang tinggi menunjukan
kesempurnaan iman.135
Sebagaimana yang dipertegas dengan pendapat Abdul Majid Khon
“iman itu bisa mendorong seseorang beramal saleh, diantaranya adalah
menjaga kebersihan. Kalau imannya kuat dia bersih tetapi kalau imannya
lemah dia kurang bersih bahkan tidak memperhatikan kebersihan. Ada
bersih lahir (dari kotoran) dan batin (hati).”136
Dalam konsep Islam, iman merupakan potensi rohani yang
harus diaktualisasikan dalam bentuk amal saleh, sehingga
menghasilkan prestasi rohani (iman) yang disebut takwa. Amal
saleh itu menyangkut keserasian dan keselarasan hubungan
manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan dirinya
yang membentuk kesalehan pribadi; hubungan manusia dengan
sesamanya yang membentuk kesalehan sosial (solidaritas
sosial), dan hubungan manusia dengan alam yang membentuk
kesalehan terhadap alam sekitar. Kualitas amal saleh ini akan
membentuk derajat ketakwaan (prestasi rohani/iman) seseorang
di hadapan Allah swt.137
Sebagai makhluk (sesutau yang diciptakan oleh Tuhan), manusia
diperintahkan untuk taat kepada-Nya, dan menjalankan tugas sebagai
khalifah di bumi dengan baik juga merupakan ibadah yang harus
dilakukan, “manusia sebenarnya hanya diberi tugas oleh Pencipta alam
dan Pencipta dirinya, diserahi tugas untuk memakmurkan alam dan
melakukan perbuatan-perbuatan di dalamnya sesuai dengan perintah yang
mewakilkannya dan petunjuk dari yang menjadikannya khalifah.”138
Tertera di dalam Fatwa MUI No. 22 Tahun 2011 tentang
Pertgambangan Ramah Lingkungan, yaitu:
135
Hasil wawancara dengan pihak MUI, pada tanggal 02-04-2018, terlampir di hal. 83 136
Hasil wawancara dengan Ketua Jurusan PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada
tanggal 03-09-2018, terlampir di hal. 87 137
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004),
hal. 75 138
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, Jilid 2, Terj. As‟ad Yasin, (Jakarta:
Gema Insani, 1995), hal. 256
43
a. Bahwa manusia sebagai khalifah di bumi (khalifah fi al-ardh)
memiliki amanah dan tanggung jawab untuk memakmurkan bumi
seisinya;”
b. Bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya,
termasuk barang tambang, merupakan karunia Allah SWT yang dapat
dieksplorasi dan dieksploitasi untuk kepentingan kesejahteraan dan
kemaslahatan masyarakat (mashlahah „ammah) secara berkelanjutan.
c. Bahwa dalam proses eksplorasi dan eksploitasi sebagaimana
dimaksud huruf b wajib menjaga kelestarian dan keseimbangan
lingkungan hidup agar tidak menimbulkan kerusakan (mafsadah);139
Terdapat norma-norma aturan Islam yang memiliki tujuan-tujuan
mulia, hal itu dijelaskan dalam buku Tafsir Al-Qur‟an Tematik bagian
pelestarian lingkungan hidup oleh Kementrian Agama RI, yaitu:
Sebagaimana dimaklumi bahwa segala tindakan manusia di
dunia ini adalah untuk beribadah, baik ibadah mahdah
(langsung), maupun ghair mahdah (tidak langsung). Dengan
aturan ini manusia diharapkan menjadi makhuk yang baik di
dunia dan akhirat. Norma-norma aturan Islam tidak akan
terlepas dari tujuan-tujuan mulia, yaitu: hifzhud-dîn
(memelihara agama), hifzhun-nafs (memelihara jiwa), hifzhul-
mâl (memelihara harta), hifzhun-nasl (memelihara keturunan),
dan hifzhul-„aql (memelihara akal) hifzhul-bi‟ah (memelihara
lingkungan).140
Yusuf Al-Qaradhawi menjelaskan di dalam buku Islam Agama
Ramah Lingkungan terkait dengan hal tersebut, yaitu:
Segala usaha pemeliharaan lingkungan sama halnya dengan
usaha menjaga agama. Karena memang, perbuatan dosa dapat
mencemari lingkungan akan menodai subtansi dari
keberagaman yang benar, dan secara tidak langsung
meniadakan tujuan eksistensi manusia di permukaan bumi ini.
Sekaligus juga menyimpang dari perintah Allah dalam konteks
hubungan baiknya dengan sesama. Menjaga lingkungan dan
melestarikannya juga sama dengan menjaga jiwa. Soal ini tidak
diragukan lagi, bahwa rusaknya lingkungan, pencemaran dan
pengurasan sumber dayanya, serta pelecehan terhadap prinsip-
139
Majelis Ulama Indonesia, op. cit., hal. 573 140
Kementrian Agama RI, op.cit., hal. 16
44
prinsip keseimbangannya, akan membahayakan kehidupan
manusia. Menjaga lingkungan juga termasuk dalam kerangka
menjaga keturunan. Keturunan yang dimaksud di sini adalah
keturunan umat manusia di atas bumi ini. Maka menjaga
keturunan mempunyai arti, menjaga keberlangsungan generasi
masa depan. Menjaga lingkungan sama dengan menjaga akal.
Menjaga lingkungan dalam arti yang luas, mengandung arti
menjaga manusia, dengan seluruh unsur penciptaannya:
jasmani, akal dan jiwa. Maka upaya menjaga keberlangsungan
hidup manusia tidak akan berjalan, kecuali kalau akalnya dijaga,
yang oleh karenanya mereka menjadi berbeda dengan hewan.
Menjaga lingkungan sama dengan menjaga harta. Sebagaimana
yang diketahui secara luas, bahwa Allah Subhanahu wa Ta‟ala
telah menjadikan harta sebagai bekal untuk kehidupan manusia
di atas bumi ini. Harta itu bukan hanya uang, emas, dan permata
saja, melainkan seluruh benda yang menjadi milik manusia, dan
segala macam bentuk usaha untuk memperolehnya juga
termasuk harta. Maka bumi adalah harta, pohon adalah harta,
tanaman itu harta, binatang ternak itu harta, air itu harta,
gembalaan itu harta, tempat-tempat tinggal juga harta, pakaian
itu harta, perangkat-perangkat rumah juga harta, tambang juga
harta, dan minyak juga harta. 141
Dalam ajaran Islam norma-norma tersebut harus dipelihara dengan
baik termasuk dalam pemeliharaan lingkungan hidup. Terkait hal tersebut
penulis mengutip pendapat dari Muhammad Quraish Shihab di dalam
buku Wawasan Al-Quran, yaitu:
Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala sesuatu
yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-
tumbuhan maupun benda-benda tak bernyawa. Pada dasarnya,
akhlak yang diajarkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber
dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menurut
adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia
terhadap alam. kekhalifahan mengandung arti pengayoman,
pemeliharaan, serta pembimbingan, agar setiap makhluk
mencapai tujuan penciptaannya.”142
Ajaran Islam adalah ajaran yang penuh kasih sayang, terdapat hadis
tentang kasih sayang, yaitu:
141
Yusuf Al-Qaradhawi, Islam Agama Ramah Lingkungan, Cet. pertama, Terj. Abdullah
Shah, dkk., (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002), hal. 64, 66, 68, 70-72 142
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalaan
Umat, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2014), hal. 358
45
عن جرير بن عبد اهلل البجلي رضي اهلل عنو، عن النب صلى اهلل عليو وسلم قال: [ي رحم. ]رواه البخاري :)من لي رحم ل
“Diriwayatkan dari Jarir bin Abdullah Al-Bajaliy r.a. bahwa
Nabi Saw. pernah bersabda: “Siapa yang tidak menyayangi, ia
tidak akan disayangi.” (HR. Bukhari, hadis nomor: 6013)143
Hendaknya manusia mengayomi dan memelihara lingkungan hidup
dengan rasa kasih sayang, “hubungan manusia dengan lingkungan
hidupnya dapat dikembangkan, antara lain dengan memelihara dan
menyayangi binatang dan tumbuh-tumbuhan, tanah, air, dan udara serta
semua alam semesta yang sengaja diciptakan Allah untuk kepentingan
manusia dan makhluk lainnya.”144
Cinta terhadap lingkungan sebuah prinsip sederhana dan sangat
indah yang diberikan Islam, dalam kerangka hubungan manusia
dengan lingkungan serta dengan seluruh jagat, adalah upayanya
untuk menumbuhkan rasa cinta pada sekelilingnya yang terdiri
dari makhluk hidup dan makhluk mati. Yang hidup; dari mulai
hewan-hewan melata sampai burung-burung, harus dilihat
sebagaimana layaknya makhluk seperti kita juga. Begitu juga
seluruh bagian alam yang mati, harus pula dilihat bahwa mereka
sebenarnya dalam keadaan bersujud kepada Allah.145
“Bagi orang yang bertakwa (yang merupakan orang yang mampu
menyikapi lingkungan dengan sebaik-baiknya) akan mampu menjaga
kelestarian alam, sebagai bentuk sikap khalifah di muka bumi. Ia juga
dapat mengelola lingkungan sehingga menghasilkan manfaat bagi
manusia dan sekaligus memeliharanya agar tidak habis atau musnah.”146
Adapun contoh dari orang yang bertakwa tersebut adalah: “Pertama,
sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup. Kedua, menjaga dan
memanfaatkan alam terutama hewani dan nabati, fauna dan flora (hewan
143
Imam Az-Zabidi, Ringkasan Shahih Al-Bukhari, Terj. Achmad Zaidun, (Jakarta:
Pustaka Amani, 2002), hal. 982 144
Mohammad Daud Ali, op. cit., hal. 371 145
Yusuf Al-Qaradhawi, Islam Agama Ramah Lingkungan, op. cit., hal. 34-35 146
Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2013), hal. 116
46
dan tumbuh-tumbuhan) yang sengaja diciptalan Tuhan untuk kepentingan
manusia dan makhluk lainnya. Ketiga, sayang pada semua makhluk.”147
Imam Al-Ghazali dalam pendapatnya yang telah diterjemahkan
berpandangan tentang maslahat yang juga diperuntukan bagi tumbuhan
dan binatang di bumi ini.
Perhatikanlah seluruh tumbuhan di atas bumi beserta keindahan,
kebahagiaan, dan keceriaan pemandangannya yang tak
tertandingi oleh pemandangan apapun. Kemudian,
renungkanlah bagaimana manfaat, makanan, ketenangan, dan
kebutuhan tak terhingga yang diciptakan Allah pada tumbuh-
tumbuhan tersebut.148
Bumi ini diciptakan guna melestarikan
keturunan segala jenis binatang, tanaman, maupun tumbuh-
tumbuhan. Allah menciptakan kedamaian dan ketenangan di
atas bumi ini. 149
Kesejahteraan bukan hanya untuk umat manusia saja tetapi untuk
para tumbuhan dan para hewan, Ajaran Islam menganjurkan orang-orang
Muslim untuk menanam pohon, berbuat baik kepada manusia dan hewan
karena Allah Swt. akan memberikan ganjaran yang baik kepada Muslim
tersebut, seperti tertulis di dalam kitab hadis:
عن انس رضي اهلل عنو قال: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم )مامن مسلم ال كان لو ،او بيمة ،او انسان ،ف يأ كل منو طي ر رع زرعا،ي غرس غرسا اوي ز
[صدقة(. ]رواه البخاري :
“Diriwayatkan dari Anas r.a., dia berkata: Rasulullah Saw.
pernah bersabda, “siapapun dari salah seorang muslim
menanam pohon atau menabur benih, kemudian (tumbuh dan
berbuah) lalu buahnya dimakan oleh manusia atau hewan,
maka itu bernilai sebagai sedekah yang diberikannya.” (HR.
Bukhari, hadis nomor: 2320)150
147
Ibid. 148
Imam al-Ghazali, Rahasia Penciptaan Alam Semesta dan Makhluk Hidup, Terj.
Kaserun AS. Rahman, (Jakarta: Turos Pustaka, 2016), hal. 172 149
Ibid., hal. 26 150
Imam Az-Zabidi, op. cit., hal. 494
47
“Tidak seorang muslim pun yang menanam tanaman atau
menyemikan tumbuh-tumbuhan, kecuali buah atau hasilnya dimakan
burung atau manusia. Yang demikian itu adalah shadaqah baginya.”151
Manusia mencari nafkah dengan memanfaatkan lingkungan hidup
adalah sesuatu yang baik dan ada kalanya juga manusia membunuh
binatang, bahkan di dalam ajaran Islam ada ibadah yang mengharuskan
membunuh binatang seperti ibadah kurban dan akikah, akan tetapi
manusia diperintakan untuk tetap berkasih sayang.
لة، و حسان على كل شيئ، فاذا ق ت لتم فاحسن وا القت اذا ذبتم ان اهلل كتب ال
بة وليحد احدكم شفرتو، ف ليح ذبيحتو. ]رواه مسلم[ فاحسنوا الذ “Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik dalam setiap
tindakan. Bilamana kalian bertempur maka lakukanlah dengan
cara yang baik dan bila kalian menyembelih maka jadikanlah
sembelihan tersebut baik pula dengan (cara) menajamkan alat
penyembelihannya. Berikanlah rasa nyaman pada hewan
sembelihan itu.” (HR. Muslim; hadis sahih)152
“Berbicara tentang penyembelihan, bagaimana perhatian Islam
meringankan penderitaan binatang, dengan memilih alat yang semudah
mungkin untuk menyembelih, mengasah piasu setajam munkin, dan
bahkan tidak memperlihatkannya kepada binatang tersebut. Selain itu,
kita dilarang menyembelih binatang di hadapan binatang lain.”153
Di dalam ajaran Islam terdapat beberapa hewan yang najis seperti
anjing, akan tetapi ajaran Islam juga memerintahkan manusia untuk
berbuat baik kepada anjing.
151
M. Quraish Shihab, “Membumikan” Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, op. cit., hal. 465 152
Mahmud al-Mishri, Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW., Terj. Abdul Amin,
Ahmad Fahrie, dkk., (Jakarta: Pena Pundi Askara, 2009), hal. 184 153
Yusuf Qardhawi, Halal Haram dalam Islam, Terj. Wahid Ahmadi, Jasiman, dll.,
(Surakarta: Era Intermedia, 2000), hal. 495
48
نارجل العطش،ف ن زل عليو شتد ايشي،ف ان رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم قال: )ب ي ها،ث خرج فاذا ىو بكلب ي لهث، يأكل الث رى من العطش،ف قال: رافشرب من بئ ذامثل الذي ب لغ ب،فملخفو ث امسكو بفيو، ث رقي فسقى الكلب، لقدب لغ ى
قال: )ف كل كبد فشكر اهلل،لو ف غفرلو(. قالوا: يارسول اهلل،وان لناف الب هائم اجرا؟ [رطبة اجر( ]رواه البخاري:
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: “suatu ketika ada seorang laki-laki berjalan.
Ia merasa sangat haus, kemudian ia turun ke dalam suatu
sumur untuk meminum air di situ. Ketika ia keluar, tiba-tiba
ada seekor anjing yang menjulurkan lidahnya dan menjilat-jilat
tanah karena sangat haus. Kata laki-laki tadi „Anjing ini
merasa sangat haus seperti apa yang telah saya alami tadi‟.
Dia mengisi sepatunya dengan air, kemudian ia membawanya
ke atas dengan menggigitnya (karena kaki dan tanannya
digunakan untuk memanjat dari dalam sumur), lalu ia
meminumkannya kepada anjing tersebut, maka Allah membalas
kebaikannya itu dengan mengampuni dosanya”. Para sahabat
bertanya: “Ya Rasulullah! Apakah kami mendapatkan pahala
dalam melayani hewan?” Rasulullah Saw. menjawab: “Ya,
setiap pelayanan terhadap makhluk hidup ada pahalanya.”
(HR. Bukhari, hadis nomor: 2363)154
Penulis meyakini bahwa ajaran Islam merupakan rahmat bagi semesta
alam, hal tersebut dijelasan oleh Yusuf Al-Qaradhawi di dalam buku
Halal Haram dalam Islam yang diterjemahkan oleh Wahid Ahmadi, yaitu:
Bagaimana Islam memperbolehkan seorang muslim berbuat
jahat atau menyakiti nonmuslim, padahal ia mewasiatkan
umatnya untuk menyebarkan rahmat kepada semua makhluk
yang berjiwa, sekaligus melarang bersikap kasar kepada
binatang. Dalam urusan mencintai binatang Islam mendahului
kelompok-kelompok pencinta binatang sejak lima belas abad
yang lampau. Bagi Islam, berbuat baik kepada binatang
merupakan cabang iman, sebaliknya, sikap kasar dan
menyakitkan terhadapnya merupakan sebab seseorang masuk
neraka155
154
Imam Az-Zabidi, op. cit., hal. 504 155
Yusuf Qardhawi, Halal Haram dalam Islam, op. cit., hal. 493
49
Terdapat hadis Rasulullah Saw. yang melarang untuk mengadu
binatang, yaitu:
]رواه ابو داود[ ن هى النب صلى اهلل عليو وسلم عن التحريش ف الب هائم.“Nabi saw. melarang kita mengadu binatang.” (HR. Abu Daud
dan Tirmidzi) 156
Tentulah semua perilaku mulia tersebut hanya bisa dipahami karena
ada upaya dalam hal pendidikan, yaitu untuk berperilaku baik kepada
siapapun termasuk kepada binatang. Terkait hal tersebut terdapat hadis:
العلم يست غفر لو كل شيء حت طلب العلم فريضة على كل مسلم وان طالب
اليتان ف البحر. ]رواه ابن عبد الرب[“Mencari ilmu wajib terhadap setiap orang Islam.
Sesungguhnya pencari ilmu dimohonkan pengampunan
kepadanya oleh segala sesuatu hingga ikan dalam lautan.”
(HR. Ibn Abdil Barr dari Anas Hadis Sahih)157
Hadis terkait juga terdapat di dalam kitab Riyadhush Shalihin karya
Imam Nawawi, yaitu:
رداء رضي اهلل عنو، قال: سعت رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم وعن اب الدمن سلك طري قا ي بتغي فيو علما سهل اهلل لو طري قا ال النة، وان ي قول:
الملئكة لتضع اجنحت ها لطالب العلم رضا با يصنع، وان العال ليست غفر لو من رض حت اليتان ف الماء،.... )رواه ابو داود والذممذي(ف السموات ومن ف ال
“Dari Abu Darda RA, Dia berkata, “Saya mendengar
Rasulullah SAW bersabda, „Barang siapa menempuh jalan
untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya
jalan menuju surga. Sesungguhnya malaikat itu
membentangkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu
karena puas dengan apa yang diperbuatnya. Bahwasannya
156
Ibid., hal. 495 157
Abdul Majid Khon, loc. cit.
50
penghuni langit dan bumi sampai ikan paus di lautan
memintakan ampun kepada orang yang alim. ....” (HR. Abu
Daud dan Tirmidzi)158
Dijelaskan di dalam buku Hadis Tarbawi: Hadis-hadis Pendidikan
karya Abdul Majid Khon, yaitu:
Segala sesuatu makhluk termasuk ikan di laut semuanya
memohonkan pengampunan kepada pencari ilmu. Al-Manawi
dalam kitab al-Taysîr bi Syarhi al-Jamî‟ al-Shaghîr
menjelaskan makna Hadits ini, bahwa pencari ilmu ditulis
istighfarnya sebanyak bilangan binatang, doanya mustajab.
Hikmahnya, ketentraman alam dunia bergantung pada ilmu.
Dengan ilmu manusia mengetahui haramnya menyakiti,
menyiksa atau merusak. Demikian urgensi ilmu yang amat
tinggi bagi keselamatan jiwa manusia dan alam jagat raya.
Dengan ilmu alam tenang dan jika lenyap ilmu, maka lenyap
pula alam. Karena ilmu inilah pencari dan pengajarnya
dimuliakan Allah dan dimuliakan seluruh makhluk, diampuni
segala dosanya dan didengar doanya.159
Dalam sebuah wawancara Abdul Majid Khon berpendapat, “yang
memohonkan pengampunan itu semua makhluk yang ada di langit
maupun di bumi. Karena makhluk-makhluk itu merasa aman dengan
adanya orang yang punya ilmu, merasa aman kalau ada orang yang
mencari ilmu karena orang berilmu itu melarang berbuat dzalim.”160
Dengan ilmu, Allah mengangkat derajat suatu kaum dan
menempatkan mereka di tempat terhormat. Ilmu adalah
petunjuk jalan bagi mereka menuju kebaikan sehingga jejak
mereka diikuti dan perilaku mereka diteladani. Para malaikat
melindungi mereka dengan sayap-sayapnya yang membentang.
Setiap benda, baik kering maupun basah, hingga ikan-ikan di
laut, hewan-hewan buas dan binatang ternak di darat serta
burung-burung di langit memohonkan ampunan bagi mereka.
Dengan ilmu, manusia meraih kemuliaan di dunia dan
kebahagiaan di akhirat.161
158
Imam Nawawi, Shahih Riyadhush Shalihin 2, Terj. Team KMPC, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2003), hal. 321 159
Abdul Majid Khon, op. cit., hal. 149-150 160
Hasil wawancara dengan Ketua Jurusan PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada
tanggal 03-09-2018, terlampir di hal. 87-88 161
Imam al Ghazali, Ringkasan Ihya' 'Ulumuddin, Cet. Ke-5, Tahqiq dan Takhrij oleh
Ahmad Abdurraziq al-Bakri, Terj. Fudhaillurrahman dan Aida Humaira, (Jakarta: Sahara
Publisher, 2009), hal. 37
51
5. Lingkungan Hidup di Indonesia
Telah dijeaskan sebelumnya bahwa kondisi kebersihan lingkungan
hidup di Indonesia saat ini sendang dalam keadaan terpuruk. Kementrian
Agama RI berpendapat:
Sikap dan gaya hidup yang konsumtif, boros, dan hedonis. Gaya
hidup seperti ini bukan hanya terdapat di negara maju, namun
juga menjalar ke negara-negara berkembang dan miskin. Kita
lihat bagaimana sebagian masyarakat memenuhi ambisinya
dengan mengambil apa saja dari kekayaan alam ini, tanpa
mengindahkan dampak dan akibat dari semua itu. Penebangan
pohon secara ilegal, perusakan area resapan, adalah contoh
perbuatan manusia yang berdampak buruk pada diri dan
lingkungannya.162
Banyak upaya yang telah dilakukan demi memperbaiki kondisi
lingkungan hidup, diantaranya adalah dengan pembuatan peraturan yang
harus ditaati oleh segenap masyarakat. Terkait dengan hal tersebut,
peraturan mengenai lingkungan hidup yang ada di Indonesia tertera
dalam Undang-Undang di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup:
“Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia serta pengaturannya
ditentukan oleh Pemerintah.”163
Umat Islam telah diperintahkan Allah Swt. untuk taat kepada ulil
amri (Pemerintah), sebagaimana pendapat Aminudin Yakub dalam
sebuah wawancara, “taat kepada Allah dan kepada Rasulullah itu absolut,
mutlak, wajib diikuti. Taat kepada ulil amri memang tidak absolut tetapi
manakala ulil amri menetapkan sebuah aturan (sebuah ketentuan) yang
itu sejalan dengan firman Allah sejalan dengan Hadis Nabi maka wajib
ditaati karena itu juga bagian dari syariaat Allah.”164
Di dalam Q.S. An-
Nisâ ayat 59 dijelaskan:
162
Kementrian Agama RI, op. cit., hal. 14-15 163
Kementerian Lingkungan Hidup, loc. cit. 164
Hasil wawancara dengan pihak MUI, pada tanggal 02-04-2018, terlampir di hal. 85
52
عوا الرسول واول المر ياي ها الذين امن وآ ا عوا اهلل واطي طي زعتم ف منك فان ت ن ر ذ خر كنتم ت ؤمن ون باهلل والي وم ال اهلل والرسول ان شيء ف ردوه ال لك خي
واحسن تأويل
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul [Nya], dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Qur‟an) dan Rasul [sunnahnya]165
jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Yang
demikian itu lebih baik dan lebih baik akibatnya.”166
(QS. An-
Nissa‟ [4]: 59)
Dijelaskan di dalam Tafsir Ath-Thabari mengenai makna pada ayat
tersebut, bahwa:
Abu Ja‟far berkata: Maksudnya adalah, “Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah sebagai Tuhanmu, patuhilah segala
perintah-Nya dan larangan-Nya, serta taatilah Rasul-Nya, yaitu
Muhammad Saw., karena sesungguhnya ketaatan kepada Nabi
Muhammad adalah bentuk ketaatanmu kepada Tuhanmu dan
semata-mata karena menjalankan perintah Allah kepadamu.167
Kemudian diterangkan pula penjelasan lanjutannya mengenai ayat
tersebut, “Abu Mu‟awiyah menceritakan kepada kami dari Al-A‟msy,
dari Abi Shalih, dari Abi Hurairah, tentang ayat, ىا هللا ايها انذيه امى ىآ اطيع ي
ىا ان م واطيع ىل وا ونى المزمىك س ز “Taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan
ulil amri di antara kamu,” ia berkata, “mereka adalah para pemimpin.”
(Ibnu Hajar dalam Fath Al Bari).”168
Selanjutnya terdapat pendapat
“Maksudnya adalah para ahli fikih dan ilmu pengetahuan.” (Al Baihaqi
dalam Al Madkhal ila As-Sunnah).”169
Hal ini diperkuat dengan
penjelasan di dalam buku Riyadhus Shalihin & Penjelasannya oleh
165
Muhammad Ahmad Isawi, Tafsir Ibnu Mas‟ud, Terj. Ali Murtadho Syahudi,
(Jakarta: Pustaka Azam, 2009), hal. 423 166
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 2, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hal. 482 167
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. Akhmad
Affandi, Jilid ke-7 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hal. 250 168
Ibid., hal. 252 169
Ibid., hal. 257
53
Faishal Alu Mubarak, “ „Taatilah Allah,‟ yakni ikutilah kitab-Nya. „Dan
taatilah Rasul-Nya,‟ yakni amnillah sunnah-sunnahnya. „Dan ulil amri di
antara kamu,‟ yakni dalam hal apa saja yang mereka perintahkan selama
dalam ketaatan kepada Allah, bukan dalam kemaksiatan. Sebab tidak ada
ketaatab kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Sang Pencipta.”170
Dapat disimpulkan bahwa taat kepada pemimpin berarti taat pula
kepada Allah Swt. karena hal itu merupakan perintah Allah Swt., akan
tetapi taat kepada pemimpin harus pula sejalan serta tidak bertentangan
dengan ajaran Islam. Seperti larangan taat kepada pemimpin yang
memerintahkan berbuat maksiat yang dijelaskan di dalam kitab hadis:
هما: عنالنب صلى اهلل عليو وسلم قال على المر ء حديث ابن عمر رضي اهلل عن ان ي ؤمر بعصية فان امر بعصية فل المسلم السمع والطاعة فيما أحب وكره ال
سع ولطاعة. ]متفق عليو[
“Diriwayatkan Dari Ibnu Umar r.hum., dia telah berkata: Nabi
Saw. telah bersabda: “Suka atau tidak suka, setiap orang
muslim wajib mendengarkan serta taat kepada perintah
pimpinan kecuali jika disuruh melakukan maksiat. seandainya
dia diperintahkan supaya melakukan maksiat maka tidak ada
kewajiban untuk mendengarkan dan menaatinya.” (HR.
Muttafaq „Alaih)171
Hal ini diperkuat dengan pendapat di dalam buku lain, “barangsiapa
memerintahkan berbuat maksiat, maka tidak boleh menaatinya. (Muslim
dalam Al Imarah dan Ibnu Majah dalam Al Jihad).”172
Hal itu yang
diajarkan Islam perihal sistem kehidupan sosial manusia dalam menjalani
kehidupan di bumi sebagai khalifah.
Takwa dapat ditampilkan dalam bentuk hubungan seseorang
dengan lingkungan hidupnya. Manusia yang bertakwa adalah
manusia yang memegang tugas kekhalifahannya di tengah alam,
170
Faishal Alu Mubarak, op. cit., hal. 471 171
Ahamad Mudjab Muhalli dan Ahmad Rodli Hasbullah, Hadits-hadits Muttafaq
„Alaih, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 258-259 172
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, op. cit., hal. 261
54
sebagai sebagai subjek dan bertanggung jawab mengelola dan
memelihara alam lingkungannya. Sebagai pengelola ia akan
memanfaatkan alam untuk kesejahteraan hidupnya di dunia
tanpa merusak dan membinasakannya. Alam dengan segala
potensi yang ada di dalamnya diciptakan Allah untuk diolah dan
dimanfaatkan bagi manusia.173
ذك امبحرمتجر ي سذرم مره فيو امفل ي اهلل الذ ومتبتغوامن فضل ومعلذك تشكرون ب
“Allah-lah yang menundukkan laut untukmu agar kapal-kapal
dapat berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu
dapat mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu
bersyukur.”174
(Q.S. Al Jâtsiyah[45]: 12)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah Swt. telah menundukkan
lautan untuk manusia sebagai khalifah untuk mencari karunia-Nya dan
hal itu merupakan hal yang harus disyukuri oleh manusia.
Pendidikan Islam mengemban misi melahirkan manusia yang
tidak hanya memanfaatkan persediaan alam, tetapi juga manusia
yang mau bersyukur kepada yang membuat manusia dan alam,
memperlakukan manusia sebagai khalifah, dan memperlakukan
alam tidak hanya sebagai objek penderita semata, tetapi juga
sebagai komponen integral dari sistem kehidupan.175
“Bentuk syukur itu dapat diwujudkan dengan berpikir bagaimana
memanfaatkan alam tanpa harus merusaknya.”176
“Manusia tidak boleh
lupa bahwa ia diangkat menjadi khalifah karena kekuasaan Allah di atas
bumi milik-Nya. Tidak sepatutnyalah mereka bertindak seakan-akan
mereka adalah raja dirajai yang tidak akan dimintai pertanggungjawaban
tentang apa-apa yang telah dikerjakan.”177
Allah tidak ada selain-Nya menundukan lautan untuk
kemaslahatan kamu, wahai manusia supaya bahtera dapat
berlayar padanya membawa kamu dan barang-barang kamu
ketempat yang kamu tuju, kendati muatannya sangat berat. Itu
terjadi dengan seizin dan kuasa-Nya, dan Dia Yang Mahakuasa
173
Khozin, op.cit., hal. 114 174
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, Jilid 13, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani,
(Jakarta: Gema Insani, 2016), hal. 246 175
A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Yayasan Pendidikan Islam
Fajar Dunia, 1999), hal. 37 176
Khozin, op.cit., hal. 118 177
Yusuf Al-Qaradhawi, op.cit., hal. 65
55
itu juga menundukkan laut supaya kamu dapat mencari sebagian
karunia-Nya yang berupa hasil laut, seperti ikan dan mutiara,
dan juga agar kamu bersyukur dengan menggunakan nikmat-
nikmatnya sesuai dengan tujuan Allah menganugerahkannya
dan dengan memurnikan sikap beragama kepada-Nya.178
Dijelaskan pula bahwa Allah Swt. tidak hanya menundukkan lautan
untuk manusia, tatapi Allah Swt. juga menundukkan apa yang ada di
bumi untuk manusia. Allah Swt. berfirman:
ت و بع س ىنذ س ماء فسو ى ال امسذ تو يعا ثذ اس ا ف الرض ج ي خلق مك مذ ىوالذ
وىو بك شئ علي
“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya
tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”179
(QS. Al-Baqarah [2]: 29)
“Yazid bin Zurai‟ menceritakan kepada kamidari Sa‟id, dari Qatadah,
tentang firman Allah, “Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada
di bumi untuk kamu,” dia berkata, “Iya, demi Allah, Dia telah
menundukkan apa yang ada di bumi untuk kalian.”180
“Dialah yang
menganugerahkan nikmat kepada kalian, Dia menciptakan apa yang ada
di bumi bagi kalian dan menundukkannya bagi kalian sebagai wujud dari
kasih sayang-Nya kepada kalian agar kehidupan kalian di dunia menjadi
sempurna, sampai kemudian datang ajal kalian.”181
Hamka berpendapat
mengenai ayat tersebut “Pergunakanlah akalmu dan tiliklah alam
sekelilingmu, Allah menghamparkan itu semuanya untuk kamu sebab
kamu khalifah-Nya di atas bumi.”182
Yusuf Al-Qaradhawi menerangkan dalam buku Islam Agama Ramah
Lingkungan, bahwa:
178
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 12, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), hal.
345 179
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. Akhmad
Affandi, Jilid ke-1, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hal. 521 180
Ibid., hal. 522 181
Ibid., hal. 531 182
Hamka, Dari Hati ke Hati, (Jakarta: Gema Insani, 2016), hal. 38
56
Manusia memiliki peran yang amat penting dalam pemeliharaan
lingkungan. Segera, setelah segala unsur yang berada dalam
ruang lingkupnya ditundukkan pada mereka, maka pada tahap
selanjutnya mereka dituntut untuk berinteraksi dengan baik
sesuai yang telah digariskan Allah Swt., melaksanakan hukum
tersebut dalam aplikasi nyata.183
Telah dijelaskan sebelumnya tentang hubungan erat kebersihan
dengan kesehatan, hal ini diperkuat oleh penjelasan di dalam buku
Khazanan Pendidikan Agama Islam karya Khozin:
Kesehatan dan lingkungan (alam) penting bagi umat Islam di
Indonesia, agar tercipta lingkungan yang bersih, kesehatan fisik
dan mental prima, dan memanfaatkan sumber daya alam secara
lestari sebagaimana yang diperintahkan Allah. Pada kerangka
ini, manusia bertindak pula sebagai penjaga dan pemelihara
lingkungan alam. Menjaga lingkungan adalah memberikan
perhatian dan kepedulian kepada lingkungan hidup dengan
saling memberikan manfaat. Manusia memanfaatkan
lingkungan untuk kesejahteraan hidupnya, tanpa merugikan
lingkungan itu sendiri.”184
Sebagaimana sebelumnya dijelaskan bahwa salah satu mazhmûmah
(akhlak tercela) di dalam ajaran Islam adalah Al-Ifsâd yaitu berbuat
kerusakan, maka sudah seharusnya umat Islam tidak berperilaku tercela.
Menjaga lingkungan hidup itu bagian dari ajaran Islam dan Al-
Qur‟an jelas melarang manusia khususnya umat Islam membuat
kerusakan di muka bumi. Jangan melakukan kerusakan di muka
bumi, baik itu kerusakan lingkungan ataupun kerusakan moral.
Jadi wajib kepada setiap mukmin untuk menjaga lingkungan,
memelihara lingkungan karena itu bagian dari syariat dan ajaran
Islam. Tujuan diturunkannya Islam adalah untuk kemaslahatan
hidup manusia di dunia dan di akhirat, maka semua perintah-
perintah dan larangan Allah yang ada di Al-Qur‟an dan Al-
Hadis tujuannya untuk kemaslahatan manusia. Maka segala
sesuatu yang membawa kepada mafsadat haram hukumnya
dalam syariat Islam. 185
183
Yusuf Al-Qaradhawi, op. cit., hal. 24 184
Khozin, op. cit., hal. 115 185
Hasil wawancara dengan pihak MUI, pada tanggal 02-04-2018, terlampir di hal. 82-
83 dan 84
57
6. Maslahat dan Peraturan tentang Lingkungan Hidup
Menyikapi peraturan pemerintah tentang lingkungan hidup, hal
tersebut sangat erat hubungannya dengan istilah maslahat di dalam ajaran
Islam. “Izzuddin bin Abd. Al-Salam di dalam kitabnya Qawâid al-Hakam
fi Mushâlih al-Anam mengatakan bahwa seluruh syariah itu adalah
maslahat, baik dengan cara menolak mafsadah atau meraih maslahat.”186
Syariat Islam diturunkan, seperti disimpulkan para ulama
berdasarkan petunjuk-petunjuk Al-Qur‟an dan Sunnah,
bertujuan untuk merealisasikan kemaslahatan dan kebutuhan
umat manusia.kebutuhan umat manusia itu selalu berkembang,
yang tidak mungkin semuanya dirinci dalam Al-Qur‟an dan
Sunnah Rasulullah. Namun secara umum syariat Islam telah
memberi petunjuk bahwa tujuannya adalah unutk memenuhi
kebutuhan umat manusia. Oleh sebab itu, apa-apa yang
dianggap maslahah, selama tidak bertentangan dengan Al-
Qur‟an dan Sunnah Rasulullah, sah dijadikan landasan
hukum.187
Dalam kajian ilmu Ushul Fiqh dijelaskan bahwa ajaran Islam sangat
peduli dengan kemaslahatan, khususnya terhadap umat manusia, seperti
dalam pembahasan tentang maslahah mursalah. Seiring dengan
perkembangan zaman maka muncul permasalahan-permasalahan yang
baru, contohnya: proses produksi dan konsumsi oleh manusia yang dapat
mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup dan dapat mengurangi
sumber daya alam. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa sampah dapat
berakibat buruk bagi lingkungan hidup bila tidak dikelola dengan baik.
Maka dari itu hadirlah kajian tentang fikih kontemporer, dalam kajian
tersebut membahas tentang permaslahan terkini.
Maslahat itu ada yang sudah ditentukan di dalam Al-Qur‟an dan
Al-Hadis seperti: larangan membunuh, larangan mencuri,
larangan minum khamar, dan larangan berzina itu semuanya
adalah untuk kemaslahatan. Tapi ada perkara maslahat yang
ditentukan oleh Negara karena perkembangan zaman misalnya
undang-undang lalu lintas itu diadakan untuk kemaslahatan
pengguna jalan. Menurut kaidah hukum, ىن انمصهحة ففيه فايىما تك
maka (di mana ada maslahat di situ ada syariat Allah) شزع هللا
186
A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 2 187
Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 151
58
undang-undang lalu lintas itu adalah syariat Allah (hukum
Islam) sama halnya dengan undang-undang lingkungan hidup
yang berisi tentang kewajiban-kewajiban memelihara
lingkungan hidup supaya tetap baik, bisa bermanfaat dan
bermaslahat maka itu syariat Allah (harus dipatuhi).188
Aminudin Yakub menerangkan pendapat Imam an-Nawawi
menyangkut peraturan pemerintah tentang lingkungan hidup, yaitu:
Kalau ulil amri, hakim mewajibkan sesuatu yang sudah wajib di
dalam Al-Qur‟an dan Al-Hadis maka kewajibannya semakin
kuat semakin tegas. Kalau ulil amri mewajibkan sesuatu yang
mubah maka itu wajib diikuti. Menjaga lingkungan hidup itu
wajib menurut Al-Qur‟an dan Al-Hadis kemudian diwajibkan
pula oleh negara maka menjadi tegas dan kuat.189
Contoh kemaslahatan yang ada di Indonesia adalah upaya
pemerintah dalam menjalankan sistem ketahanan pangan yang halal dan
baik bagi masyarakat Indonesia yang mayoritasnya adalam penduduk
Muslim, maka setiap produsen makanan harus taat untuk menyertakan
keterangan halal dan kualitas barang dalam produknya. Terkait hal
tersebut, ajaran Islam melarang manusia mengkonsumsi makanan yang
haram, seperti: darah, bangkai, babi, najis, dan lain sebagainya. Hal
tersebut merupakan kemaslahatan untuk manusia agar terhindar dari
berbagai penyakit yang diakibatkan dari mengkonsumsi makanan
tersebut. Allah Swt. berfirman:
ذوۥ مك عدو ياي ها الناس كلوا ما ف الرض حلل طي با ول ت تبعوا خطوات يطان اه امش ذ
بي م
“Wahai manusia sekalian, makanlah yang halal lagi baik dari
pada apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian
mengikuti langkah-langkah syetan, karena sesungguhnya syetan
itu adalah musuh yang nyata bagi kalian.”190
(QS. Al-Baqarah
[2]: 168)
188
Hasil wawancara dengan pihak MUI, pada tgl. 02-04-2018, terlampir di hal. 84-85 189
Ibid. 190
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. Akhmad
Affandi, Jilid ke-2, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hal. 742
59
Pada pembahasan ini bukan berarti manusia bebas makan segala jenis
makanan halal lalu memakan sebanyak-banyaknya, karena ada beberapa
jenis makanan halal yang tidak cocok bagi beberapa penderita penyakit
tertentu, dan apabila dikonsumsi dapat menambah buruk kondisi si
penderita penyakit, seperti: penderita diabetes untuk mengkonsumsi gula
dan penderita penyakit lambung untuk mengkonsumsi cuka dan cabai.
Hal ini diperkuat dengan pendapat lain, yaitu:
Tidak semua yang halal sesuai dengan kondisi masing-masing.
Ada halal yang baik buat si A yang memiliki kondisi kesehatan
tertentu, dan ada juga yang kurang baik untuknya., walau baik
buat yang lain. Ada makanan halal, tetapi tidak bergizi, dan
ketika itu ia tidak bergizi dan ketika itu ia kurang baik. Yang
diperintahkan oleh ayat di atas adalah yang halal lagi baik.191
Kata يآك م -اكم berarti “makan, memakan.”192
Kemudian di KBBI kata
“makan” berarti “memasukkan sesuatu ke dalam mulut, kemudian
mengunyah dan menelannya. Memakai; memerlukan; menghabiskan.
Memperoleh sesuatu.”193
Dari definisi tersebut dapat kita pahami bahwa
kata “makan” bukan hanya memasukan sesuatu ke dalam mulut,
dikunyah, ditelan hingga akhirnya dicerna oleh tubuh, akan tetapi definisi
tersebut dapat menjadi luas, seperti: mengambil, memanfaatkan,
memperoleh sesuatu dari alam untuk keperluan manusia. Sebagaimana
yang dijelaskan di dalam Tafsir Al-Mishbah, “Allah menciptakan ular
berbisa, bukan untuk dimakan, tetapi antara lain untuk digunakan bisanya
sebagai obat.”194
Selain halal bahannya, makanan juga harus diperoleh dengan cara
yang benar (meski halal bahannya tapi caranya salah maka jadi haram),
begitu pula dengan SDA (Sumber Daya Alam) lainnya juga harus diambil
dengan cara yang baik.
Seperti kegiatan manusia dalam mengkonsumsi kayu, minyak bumi
dan minyak sawit, meskipun ketiga jenis barang tersebut halal akan tetapi
191
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 1, op. cit., hal. 380 192
Mahmud Yunus, op. cit., hal. 46 193
Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., hal. 860-861 194
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 1, loc. cit.
60
dalam memperolehnya pun juga harus dengan cara yang halal, seperti:
tidak mencuri dari negara lain, mengambil secara sembunyi-sembunyi
milik negara sendiri untuk kepentingan segelintir orang yang tidak
berhak, mengambil hasil alam dengan cara yang buruk serta memiliki
dampak yang berbahaya dan selanjutnya tidak melestarikan alam setelah
diambil manfaatnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ma‟ruf Amin
tentang pemanfaatan sumber daya alam terkait pembukaan lahan:
Di dalam usaha untuk melakukan perluasan perkebunan apakah
itu sawit atau juga penanaman yang lain jangan menggunakan
cara-cara pembakaran yang dapat menimbulkan bahaya bagi
banyak orang. Kalau kita berbuat sesuatu yang dapat
meyakinkan bahwa itu akan menimbulkan kemudaratan
(Tayaqqunul Idrar) maka itu dilarang bahkan diharamkan.”195
Penjelasan surat Al-Baqarah ayat 168 tertera di dalam Tafsir Al-
Mishbah:
Ayat di atas ditujukan bukan hanya kepada orang-orang
beriman – tetapi untuk seluruh manusia – seperti terbaca di atas.
Hal ini menunjukkan bahwa bumi disiapkan Allah untuk
seluruh manusia, mukmin atau kafir. Setiap upaya dari siapa
pun untuk memonopoli hasil-hasilnya, baik ia kelompok kecil
maupun besar, keluarga, suku, bangsa, atau kawasan, dengan
merugikan yang lain, maka itu bertentangan dengan ketentuan
Allah. Karena itu, semua manusia diajak untuk makan yang
halal yang ada di bumi.”196
Terkait dengan jenis-jenis makanan halal yang ternyata tidak
semuanya cocok dengan kondisi kesehatan manusia, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak semua jenis SDA (Sumber Daya Alam) cocok
digunakan karena melihat kondisi SDA itu sendiri yang bisa berakibat
buruk apabila terus dikonsumsi oleh manusia, contohnya adalah minyak
bumi dan batu bara yang merupakan SDA tak terbarukan artinya bahan-
bahan tersebut jumlahnya terbatas dan sangat lama bagi bumi untuk
menghasilkannya lagi, kemudian minyak bumi dan batu bara juga dapat
menyebabkan polusi udara dan pencemaran lingkungan, sehingga
195
Ma‟ruf Amin, Video: Stop! Pembakaran Lahan, (www.nu.or.id) 196
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 1, op. cit., hal. 379
61
pengalihan sumber energi perlu adanya, seperti pemanfaatan: sinar
matahari, tenaga angin, tenaga air, dll. sebagai sumber energi bagi
kehidupan manusia di bumi.
Kemudian di antara kemaslahatan bagi lingkungan hidup adalah
dengan kegiatan 3R (Reduce, Reuse and Recycle) yang merupakan sistem
kebersihan lingkungan hidup modern dan sangat mengedepankan
efisiensi.
Efisiensi berkaitan dengan cara yaitu membuat sesuatu dengan
betul (doing things right) sementara efektivitas adalah
menyangkut dengan tujuan (doing the right things) atau
efektivitas adalah perbandingan antara rencana dengan tujuan
yang dicapai, efisiensi lebih ditekankan pada perbandingan
antara input/sumber daya dengan output. Sesuatu suatu kegiatan
dikatakan efisien bila tujuan dapat dicapai dengan secara
optimal dengan penggunaan atau pemakaian sumber daya yang
minimal.197
Dalam setiap aktivitas manusia khususnya produksi dan konsumsi
sangat berpotensi mengurangi jumlah sumber daya alam dan
menghasilkan sampah yang dapat berakibat buruk bagi lingkungan hidup
bila tidak dikelola dengan baik. Maka dari itu kegiatan yang bersifat
efisien sangat dibutuhkan. Hal tersebut sesuai dengan ajaran Islam yaitu
untuk tidak berbuat tabzîr (mubazir).
Menurut ar-Râzi, tabżîr adalah merusak fungsi harta dan
membelanjakannya secara berlebihan. Ada juga yang
memahami, bahwa perilaku tabżîr adalah setiap kegiatan yang
menyangkut harta, seperti membelanjakannya di jalan yang
tidak diridai oleh Allah maupun membiarkan harta tersebut
sehingga tidak terpedayakan atau tidak berfungsi secara
wajar.198
Ajaran Islam melarang manusia berbuat boros, telah diterangkan:
“pemborosan adalah haram. Jika pada harta orang lain ada kehormatan
yang tidak boleh dinodai, baik secara sembunyi maupun terang-terangan
maka sesungguhnya harta sendiri juga mempunyai kehormatan yang
197
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan, (Bandung:
Alfabeta, 2010), hal. 89 198
Kementrian Agama RI, op. cit., hal. 249
62
melarang pemiliknya untuk menghambur-hamburkan, membelanjakan
secara berlebihan, atau membuang-buangnya ke sana kemari.”199
Dijelaskan di dalam Al-Qur‟an:
ر ت بذي را حقذو ذا القرب وات رين والمسكي وابن السبيل ول ت بذ ان المبذ
ا اخوان كهو طي ي و وكان الشيطان امش ذ كفورا مرب
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan
haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam
perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat
ingkar kepada Tuhannya.” (Q.S. Al Israa‟ [17]: 26-27)200
Dijelaskan di dalam Tafsir Ath-Thabari, “Dari Abu Ubaidah, ia
berkata: Abdullah berkomentar, tentang firman Allah, ر تبذيزا ول ت بذ “Dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros,” ia
berkata, “Menghamburkan harta dalam perkara yang tidak benar, dan itu
adalah pemborosan.”201
Kemudian diterangkan kembali bahwa
“mubadzir berarti membelanjakan harta untuk maksiat kepada Allah,
untuk sesuatu yang tidak hak, dan untuk kerusakan.”202
Selanjutnya
dijeaskan bahwa orang-orang yang berbuat mubazir adalah saudaranya
para syaitan, “syetan amat durhaka dan tidak menyukuri nikmat yang
telah diberikan Tuhannya kepadanya, serta mengkufurinya dengan
meninggalkan ketaatan kepada Allah dan berbuat maksiat.”203
Sebagaimana ajaran Islam melarang perbuatan berlebih-lebihan
dalam hal mengkonsumsi makanan dan dalam hal menyia-nyiakan
makanan. Rasulullah Saw. bersabda:
199
Yusuf Qardhawi, Halal Haram dalam Islam, op. cit., hal. 477 200
Mujamma‟ Khadim al Haramain asy Syarifain, op. cit., hal. 428 201
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. Akhmad
Affandi, Jilid ke-16, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hal. 633 202
Ibid., hal. 637 203
ibid.
63
عة امعاء. ]متفق عليو[ المؤمن يأكل ف معى واحد، والكافر يأكل ف سب “Seorang mukmin makan dengan satu lambung, sedangkan
orang kafir makan dengan tujuh lambung.” (HR. Muttafaq
„Alaih)204
Pada dasarnya manusia mengkonsumsi makanan adalah untuk
mendapatkan energi dari makanan tersebut namun bila asupan yang
dikonsumsi tersebut berlebihan kemudian tidak diimbangi dengan
aktivitas fisik yang seimbang maka otomatis tubuh akan berusaha
mengubah asupan tadi menjadi lemak dalam tubuh dan juga dapat
menyebabkan berbagai penyakit lainnya. “Hendaknya seseorang makan
hanya untuk melepaskan rasa lapar. Oleh sebab itu, jangan sampai tidak
mencernanya dengan baik karena dapat membahayakan kesehatan.”205
Hal ini diperkuat dengan hadis lain yaitu:
لة.اكلوا واشربوا، وتصدقوا، و لبسوا، ف غي اسراف او مي []رواه ابن ماجو:
“Makanlah, minumlah, bersedekahlah, dan berpakaianlah
dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak makhilah (sombong).”
(HR. Ibnu Majah, hadis nomor: 3605)206
“Jika ingin sehat hindarilah makan dan minum berlebihan. Dengan
membatasi isi perut, maka jiwa akan tentram, akal pikiran benderang, dan
ibadah tenang.”207
Terdapat pendapat Imam al-Ghazali terkait tentang hal
tersebut:
Berkenaan dengan perut serta menjaganya, karena perut tempat
penyimpanan makanan dan dari tempat itu membangkitkan
perkara-perkara keseluruhan anggota tubuh yang berupa
kebaikan maupun keburukan. Oleh karena itu wajib bagi kamu
dengan menjaga dari makanan-makanan yang haram begitu juga
204
„Abdul „Aziz, Ensiklopedi Adab Islam, Terj. Abu Ihsan al-Atsari, Jilid 1, (Jakarta:
Pustaka Imam Asy-Syafi‟i, 2009), hal. 120 205
Ibid. 206
Ibid., hal. 121 207
Hizboel Wathony, 365 Kalam Hikmah, (Jakarta: Yayasan Akmaliyah, 2013), hal. 165
64
dari yang subhat kemudian dari berlebihan makan makanan
yang halal.208
Perbuatan berlebih-lebihan dalam hal mengkonsumsi makanan dapat
dikaitkan dengan aktivitas manusia dalam menggunakan sumber daya
alam secara lebih luas yang sifatnya berlebih-lebihan dan hal tersebut
dilarang oleh ajaran Islam, karena semakin besar aktivitas manusia dalam
mengambil suber daya alam khususnya yang tidak bisa diperbaharui
maka akan menimbulkan berbagai dampak negatif seperti: polusi udara,
tingkat produksi sampah yang besar, pencemaran lingkungan, minyak
bumi dan batu bara semakin langka dan mahal kemudian dapat
berdampak pada perebutan kekuasaan wilayah pertambangan minyak,
dan lain sebagainya. “Kerusakan lingkungan hidup yang melanda
Indonesia, bukan semata masalah alam, tapi sebenarnya masalah
kerusakan moral yang berakibat pada perusakan alam.”209
Yusuf Al-
Qaradhawi menjelaskan di dalam bukunya, “telah diteliti deras air hujan
di atas bumi pada Negara-negara industri dan Negara-negara yang ada di
sekelilingnya, yang mengakibatkan nitrogen-dioksida dan garam asam
belerang hasil dari pembakaran bahan bakar dalam bentuk air hujan yang
berasam.”210
Ajaran Islam juga memerintahkan apabila makan harus benar-benar
sampai habis, kemudian apabila dalam sebuah porsi makanan yang cukup
tersebut terdapat beberapa serpihan makanan yang jatuh maka hendaknya
dibersihkan untuk bisa dimakan kembali, atau apabila tidak
memungkinkan untuk dimakan lagi maka hendaknya diberikan kepada
binatang.
208
Imam Al-Ghozali, Teori Dasar Pensucian Jiwa, Terj. Maryudi, (Jakarta: Nur Insani,
2003), hal. 122 209
Thonthowi Djauhari Musaddad, Fiqih Lingkunan, (Garut: Pesantren Luhur Al-
Wasilah), hal. 1 210
Yusuf Al-Qaradhawi, Islam Agama Ramah Lingkungan, op. cit., hal. 334
65
هما قال: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم حديث ابن عباس رضي اهلل عن ي لعقها او ي لعقها.حت اذا اكل احدكم طعاما فل يسح يده
[١]رواه ابو داود : “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.hum., dia telah berkata:
Rasulullah Saw. telah bersabda: “Apabila seseorang di antara
kamu memakan makanan, janganlah mengelap tangan sebelum
menjilatnya (untuk membersihkan sisa makanan) atau
menyuruh orang menjilatnya.” (HR. Abu Dawud, hadis nomor:
1193)211
Makanan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui,
akan tetapi agama Islam memberikan perintah untuk tidak berbuat
mubazir meskipun jumlahnya berlimpah dan manusia dapat
mendapatkannya dengan mudah. “Kita makan nasi kemudian ada sisa
nasi (pada jari dan wadah) maka harus dimakan tidak boleh tersisa satu
nasipun, bukan masalahnya kita bisa membeli nasi itu tapi masalahnya
adalah alam yang sudah memberikan sesuatu kepada kita tapi kita
buang.”212
Ada beberapa Sunnah (adab) ketika makan, di antaranya
disunahkan memakan makanan yang terjatuh setelah
dibersihkan, apabila tidak terjatuh dalam tempat yang bernajis.
Jika makanan itu terjatuh dalam tempat yang bernajis, maka ia
harus dicuci terlebih dahulu, jika memungkinkan. Apabila tidak
mungkin dibersihkan, hendaknya dia memberikannya kepada
hewan; janganlah meninggalkannya untuk syaitan.213
“Hendaknya seseorang membersihkan makanannya yang masih
tersisa di dalam piring. Sebab, jika sisa makanan tersebut dibiarkan,
berarti ia menyediakan makanan untuk syaitan dan kemungkinan juga
berkah makanan ada pada sisa makanan tersebut.”214
Manusia tidak boleh
meniru maupun berkawan dengan syaitan, karena keseluruhan dari
211
Abu Ath-Thayyib Muhammad Syamsul, Aunul Ma‟bud Syarah Sunan Abu Daud,
Terj. Asmuni, (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), hal. 323 212
Hasil wawancara dengan pihak MUI, pada tanggal 02-04-2018, terlampir di hal. 84 213
Haifa binti Abdullah ar-Rasyid, Menghidupkan Sunnah-Sunnah yang Terlupakan,
Terj. Darwis, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i, 2010), hal. 274 214
„Abdul „Aziz, loc. cit.
66
syaitan adalah mafsadah (keburukan), begitu juga dalam akhlak ketika
makan. Rasulullah Saw. bersabda: ها، ث ليطعمها، ول اذا اكل احدكم طعاما، فسقطت لقمة، ف ليمط ما رابو من
[ يدعها للشيطان. ]رواه مسلم:
“Jika salah seorang dari kalian maka lalu makanan tersebut
terjatuh, hendaklah ia memungut dan membuang kotorannya
kemudian memakannya, jangan sampai ia membiarkannya
untuk syaitan.” (HR. Muslim, hadis nomor: 2034)215
Dari hal tersebut dapat dipahami bahwa sumber daya alam yang telah
digunakan tetapi masih bisa diolah kembali sebaiknya diolah kembali
sebagaimana yang tertera dalam sistem kebersihan lingkungan hidup
modern 3R (Reduce, Reuse and Recycle).
Pembahasan tentang efisiensi juga dibahas di dalam kitab Sunan Ibnu
Majah nomor 425 yang menerangkan untuk tidak boros dalam
menggunakan air meskipun untuk berwudu dan wudu tersebut dilakukan
di sungai yang mengalir.
عن عبد اهلل بن عمرو ان رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم مربسعد وىوي ت وضاف قال ماىذا السرف ف قال اف الوضوء اسراف قال ن عم وان كنت على
[. ]رواه ابن ماجو: ن هرجار
“Dari Abdullah bin Amr ia meriwayatkan bahwa Rasulullah
saw. pernah lewat di hadapan Sa‟ad yang sedang berwudhu.
Lantas beliau bersabda, “kenapa (engkau) boros?” Ia
bertanya, “apakah dalam wudhu itu juga terdapat
pemborosan?” Beliau menjawab, “iya, sekalipun engkau di
sungai yang mengalir.” (HR. Ibnu Majah, hadis nomor: 425)216
Di dalam kitab Aunul Ma‟bud dijelaska, “berlebih-lebihan dalam
bersuci adalah mencuci anggota wudhu lebih dari tiga kali, boros
215
Ibid., hal. 118 216
Ibnu Majah al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah, Jilid I, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani,
dkk., (Jakarta: Gema Insani, 2016), hal. 153
67
penggunaan air dan mencuci anggota wudhu dengan sangat karena was-
was. Para ulama sepakat untuk menyatakan dilarang berlebih-lebihan
dalam menggunakan air sekalipun di tepi laut.”217
Jika dikaitkan dengan pengolahan dan pengelolaan sumber daya
alam, hal tersebut ditulisakan dalam buku Fikih Pendidikan karya Heri
Jauhari Muchtar, “Manusia boleh mengolah dan mengelola sumber daya
yang terdapat di alam ini secara maksimal demi kesejahteraan manusia
tetapi tetap harus menjaga efisiensi, melestarikan lingkungan hidup dan
tidak boleh membuat kerusakan di bumi.”218
Mengolah sumber daya alam
secara maksimal sangat sesuai dengan efisiensi, hal itu berarti
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana.
Kemudian mengelola, mengatur dan mengendalikan sumber daya alam
secara maksimal sangat sesuai dengan melestarikan lingkungan hidup.
Seperti yang dijelaskan oleh Habib Muhammad Luthfi bin Yahya “Satu
butir nasi kita hormati karena melihat Allah SWT., lalu bagaimana kita
tidak menjaga tanah air ini sebagai syukur kita kepada Allah SWT.”219
Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam
berlimpah, maka pengelolaan sumber daya alam yang baik merupakan
tanggung jawab setiap rakyatnya demi kesejahteraan hidup bersama.
Sebagaimana fungsi manusia sebagai khalifah yang harus taat kepada
Allah Swt. dengan menjaga hubungan baiknya kepada sesama makhluk.
“Khalifah itu artinya wakil dan pengganti, kalau pengganti Allah
sesungguhnya Allah itu tidak merusak. Allah itu jamil (indah) dan
menyukai keindahan.”220
Tugas manusia di muka bumi ini sebagai khalifatullah fil ard
karena Allah yang menciptakan bumi (lingkungan tempat
manusia hidup) maka manusia sebagai khalifatullah wajib
menjaga ciptaan Allah itu dengan memeliharanya. Pertama,
memanfaatkan bumi untuk kehidupan manusia tapi
217
Abu Ath-Thayyib Muhammad Syamsul, op. cit., hal. 294 218
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008),
hal. 42 219
Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, (www.nu.or.id) 220
Hasil wawancara dengan pihak MUI, pada tanggal 02-04-2018, terlampir di hal. 84
68
memanfaatkannya itu tidak boleh secara eksploitatif
(berlebihan), memanfaatkannya itu harus sesuai dengan
kebutuhan manusia. Kedua, memanfaatkan itu juga dengan
menjaga kelestariannya karena kelestariannya untuk diwariskan
kepada generasi-generasi manusia berikutnya, kemudian
kelestarian itu dilakukan dengan cara menjaga dan memelihara
dari kerusakan. orang yang merusak lingkungan hidup pasti
berdosa. Orang yang memelihara lingkungan hidup pasti
berpahala.221
Kemudian terkait dampak lingkungan karena aktivitas manusia dalam
memanfaatkan sumber daya alam juga harus diperhatikan. Sebagaimana
manusia mengkonsumsi makanan selanjutnya manusia tersebut buang air,
maka ajaran Islam melarangnya mencemari lingkungan dengan
memerintahkan agar manusia juga memiliki akhlak yang baik dalam hal
buang air. Rasulullah Saw. bersabda:
]رواه ابو داود[ ريق، والظ ل .ات قوا الملعن الثلثة: الب راز ف الموارد، وقارعة الط “Hindarilah tiga hal yang dapat mendatangkan laknat: buang
hajat di saluran air, di tengah jalan, dan di tempat berteduh.”
(HR. Abu Daud, hadis nomor: 26)222
Di dalam buku Ensiklopedi Adab Islam dijelaskan, “tidak membuang
hajat di saluran air yang biasa dipergunakan untuk air minum atau minum
binatang ternak, seperti mata air, sumur, dan lain-lain. Perbuatan itu akan
mengganggu mereka, bahkan mungkin mereka akan melaknat orang yang
melakukannya.”223
Karena tadinya air tersebut bisa dimanfaatkan untuk
kebutuhan manusia dan makhluk lain menjadi tercemar dan dapat
menimbulkan penyakit, kemudian tadinya tempat tersebut bersih malah
menjadi kotor dan udara menjadi tercemar dengan aroma yang buruk. Hal
tersebut sangat erat hubungannya dengan aktivitas manusia dalam
memanfaatkan sumber daya alam secara lebih luas yang seharusnya juga
221
Ibid., hal. 81-82 dan 83-84 222
„Abdul „Aziz, Ensiklopedi Adab Islam, Terj. Abu Ihsan al-Atsari, Jilid 2, (Jakarta:
Pustaka Imam Asy-Syafi‟i, 2009), hal. 304 223
Ibid.
69
memiliki akhlak yang mulia yaitu dengan tidak mencemari lingkungan.
Tertulis di dalam Tafsir Al-Mishbah:
Dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat
kerusakan. Maksud dari pesan ini adalah, jaga kelestarian alam,
pelihara kebersihan lingkungan, jangan gunakan air berlebihan
atau bukan pada tempatnya. Peringatan agar tidak melakukan
pengrusakan di bumi, karena tidak jarang orang yang mendapat
nikmat lupa diri dan lupa Allah sehingga terjerumus dalam
kedurhakaan.”224
Rasulullah Saw. bersabda:
(٢اعزل الذى عن طريق الناس. )رواه مسلم: “Singkirkanlah gangguan dari jalan manusia.” (HR. Muslim,
hadis nomor: 2618)225
“Demikian juga tidak diperbolehkan bagi seorang Muslim
melemparkan ke tengan jalan apa-apa yang dapat menyakiti dan
memberikan mudharat, seperti kulit pisang, pecahan kaca, kotoran,
sampah, duri, dan lainnya.”226
Maka dapat dipastikan bahwa di dalam
ajaran Islam merusak lingkungan hidup merupakan pelanggaran. Hal ini
juga ditegaskan oleh pihak Nahdlatul „Ulama, “hukum perusakan
lingkungan haram dan pelakunya diancam dengan tindak pidana. Karena
perusakan lingkungan mengakibatkan bencana alam yang dapat menelan
korban jiwa dan harta.”227
Terdapat beberapa strategi Islam terkait
lingkungan hidup, yaitu: “Pendidikan agama bagi generasi muda,
mencerdaskan generasi muda dengan nilai-nilai Islam, Kontrol sosial
dengan menghidupkan amar makruf nahi mungkar, membangun
supermasi hukum, kerja sama dengan lembaga-lembaga nasional dan
internasional.”228
224
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 1, op. cit., hal. 209 225
„Abdul „Aziz, Ensiklopedi Adab Islam, Terj. Abu Ihsan al-Atsari, Jilid 2, op. cit., hal.
148 226
Ibid. 227
Thonthowi Djauhari Musaddad, op. cit., hal. 7 228
Yusuf Al-Qaradhawi, Islam Agama Ramah Lingkungan, op. cit., hal. 368
70
“Keberadaan intitusi publik dalam catatan peradaban Islam,
terbukti memiliki saham yang berarti dalam upaya pemeliharaan
serta penjagaan lingkungan. Di antara institusi-institusi yang
memiliki pengaruh dan saham yang tak terpungkiri tersebut
adalah: Institusi khilafah atau bisa pula disebut sebagai institusi
imam tertinggi dan institusi kepresidenan, serta kepala
pelaksana (negara) tertinggi berikut para pembantunya. Institusi
hukum atau yudikasi. Institusi pengawas memiliki peran besar
dalam memberikan pengarahan, pemantauan, serta pengawasan.
Pada banyak kasus yang terjadi, ia juga sering campur tangan
dalam persoalan-persoalan sosial-kemasyarakatan, ekonomi,
maupun moral.”229
Kemudian terkait sistem kebersihan lingkungan moderen 3R (Reduce,
Reuse and Recycle) dan lain sebagainya, sampai segala macam studi
lingkungan hidup dan peraturan tentang lingkungan hidup yang dibuat
demi kemaslahatan maka hal ini merupakan bagian dari ajaran Islam,
meskipun seandainya studi-studi tersebut berasal dari ilmuan non Muslim
dan bahkan negara non Islam. “Mengadopsi studi-studi kebersihan
lingkungan dari negara-negara maju yang bisa dibilang mereka bukan
negara Islam sangat boleh, dalam agama Islam hal-hal yang baik boleh
kita ambil dari mana pun.”230
Sebagaimana yang dijelaskan oleh
Muhammad Fethullah Gulen, yaitu:
Berbagai penemuan yang terwujud dalam bidang fisika, kimia,
dan biologi serta kemajuan yang dicapai oleh para ilmuan dan
penemu layak mendapatkan penghargaan dan penghormatan,
sebab penemuan-penemuan itu telah menyingkap banyak
kebenaran yang tercatat dalam Al-Qur‟an, kitab yang tertulis
dalam Lauh Mahfuz, di seputar sejumlah prinsip beragam
hubungan yang terdapat di berbagai penjuru alam. Namun, pada
waktu yang sama, umat manusia pun harus dilindungi dan
dijaga agar mereka tidak terjatuh ke dalam kesesatan pemikiran,
seperti pengingkaran adanya Pencipta alam, penolakan adanya
ilham, petunjuk dan wahyu Ilahi, atau sikap menuhankan
manusia dan menjadikan kehendak manusia sebagai penguasa
mutlak.231
229
Ibid., hal. 387-388 230
Hasil wawancara dengan pihak MUI, pada tanggal 02-04-2018, terlampir di hal. 86 231
Muhammad Fethullah Gulen, loc., cit.
71
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa ajaran Islam sangat memuliakan
akal yang dimiliki oleh manusia, seperti perintah agar manusia selalu
menjaga akalnya dan mempergunakannya dengan baik, maka hal itu
memberikan pemahaman bahwa ajaran Islam sangat menjunjung tinggi
kemajuan, kesejahteraan dan keamanan bagi kehidupan manusia sebagai
khalifah di bumi ini. Rasulullah Saw. bersabda:
سلم سنة سي ئة كان عليو وزرىا و وزر من عمل با من ....من سن ف ال ب عده من غي ان ي ن قص من اوزارىم شيئ. )رواه مسلم(
“. . . . Siapa saja yang melakukan suatu kebaikan dalam Islam,
maka ia akan mendapatkan pahala kebajikannya dan
mendapatkan pahala orang-orang yang mengikuti
perbuatannya itu tanpa dikurangi sedikitpun. Siapa saja yang
melakukan perilaku yang jelek dalam Islam, maka ia
mendapatkan dosa kejehatan itu dan mendapatkan dosa orang
yang meniru perbuatannya tanpa dikurangi sedikitpun.” (HR.
Muslim)232
Hadis tersebut tentunya membuat setiap muslim semakin
bersemangat dalam beramal baik, terlebih lagi apabila amal tersebut
berkaitan dengan inovasi bagi kemajuan-kemajuan dan kemaslahatan
khususnya yang terkait bagi kemajuan dan kemaslahatan di bidang
kebersihan lingkungan hidup. Kemudian secara umum adalah agar umat
muslim menjadi maslahat bagi semesta alam. Allah Swt. berfirman:
لمي ك ال رحة ل لع مآارسلن و
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiyâ
[21]: 107)233
232
Imam Nawawi, Shahih Riyadush Shalihin 1, Terj. Team KMPC, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2003), hal. 188-189 233
Al-Qur‟an Cordoba, op. cit., hal. 331
72
Dijelaskan di dalam Tafsir Ath-Thabari bahwa, “Tidaklah kami
mengutusmu, wahai Muhammad, kepada makhluk Kami, melainkan
untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam.”234
Keterangan tersebut sesuai
dengan penjelasan-penjelasan sebelumnya yang menjelaskan bahwa
Islam adalah rahmat bagi semesta alam.
234
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Jilid ke-18, Terj.
Akhmad Affandi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hal. 333
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka peneliti
menyimpulkan bahwa kebersihan merupakan salah satu kajian pokok dari
pendidikan Islam. Pendidikan Islam melarang segala macam bentuk
perusakan lingkungan hidup dan manusia sebagai khalifah yang
diperintahkan Allah Swt. untuk menjaga lingkungan hidup dengan nilai-nilai
kemaslahatan. Selanjutnya bahwa pendidikan Islam merupakan pendidikan
yang rahmatal lil „âlamîn dan tentunya juga rahmat bagi kebersihan
lingkungan hidup.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan maka peneliti memiliki saran yang semoga
bermaslahat bagi kita semua, yaitu:
1. Sebagai umat muslim kita diperintahkan oleh ajaran Islam untuk
bertanggung jawab kepada kebersihan lingkungan hidup maka kita wajib
manaatinya.
2. Sebagai umat muslim kita harus menjadikan kebersihan lingkungan hidup
semakin maju dan berkembang, seperti: mengamalkan kebersihan
lingkungan hidup sebagai pendidikan sehari-hari dan mengkaji studi-
studi tentang kebersihan lingkungan hidup dan mengembangkannya.
3. Manusia secara umum tidak memiliki alasan untuk tidak bertanggung
jawab kepada lingkungan hidup, karena dari segi agama (bagi umat
Islam) dan negara sudah memerintahkannya.
4. Penelitian ini adalah pembahasan tentang bagaimana sudut pandang
Pendidikan Islam terhadap kebersihan lingkungan hidup, maka
disarankan agar penelitian selanjutnya adalah pengkajian, pengembangan
serta penerapan studi-studi tentang kebersihan lingkungan hidup.
74
DAFTAR PUSTAKA
„Aziz, „Abdul. Ensiklopedi Adab Islam. Terj. Abu Ihsan al-Atsari. Jilid 1.
Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i, 2009.
Al Haramain, Mujamma‟ Khadim. Al Qur‟an dan Terjemahnya. Terj. Hasbi
Ashshiddiqi dkk.. Jakarta: Departemen Agama RI, 1971.
Al Qurtubi, Syaikh Imam, Tafsir Al Qurtubi. Terj. Fathurrahman, dkk..
Jakarta: Pustaka Azzam, 2010.
Al-Farran, Ahmad bin Musthafa. Tafsir Imam Syafi‟i. Terj. Imam Ghazali
Masykur. Jakarta: Almahira, 2008.
Al-Faruqi, Ismai‟il R. dan Lois Lamya Al-Faruqi. The Cultural Atlas of Islam
(Atlas Budaya Islam.. Terj. Ilyas Hasan. Bandung: Mizan, 2003.
Al-Ghazali, Imam. Rahasia Penciptaan Alam Semesta dan Makhluk Hidup.
Terj. Kaserun AS. Rahman. Jakarta: Turos Pustaka, 2016.
-------. Ringkasan Ihya' 'Ulumuddin. Cet. Ke-5. Tahqiq dan Takhrij oleh
Ahmad Abdurraziq al-Bakri. Terj. Fudhaillurrahman dan Aida Humaira.
Jakarta: Sahara Publisher, 2009.
Ali, Mohammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2008.
Al-Mishri, Mahmud. Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW.. Terj. Abdul
Amin, Ahmad Fahrie, dkk.. Jakarta: Pena Pundi Askara, 2009.
Al-Qaradhawi,Yusuf. Islam Agama Ramah Lingkungan. Cet. Pertama. Terj.
Abdullah Shah, dkk.. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002.
-------. Fatwa-fatwa Kontemporer. Jilid 1. Terj. As‟ad Yasin. Jakarta: Gema
Insani, 1995.
-------. Fatwa-fatwa Kontemporer. Jilid 2. Terj. As‟ad Yasin. Jakarta: Gema
Insani, 1995.
-------. Halal Haram dalam Islam. Terj. Wahid Ahmadi, Jasiman, dll..
Surakarta: Era Intermedia, 2000.
Al-Qur‟an Cordoba. Al-Quran Tafsir Bil Hadis. Bandung: Cordoba
Internasional - Indonesia, 2017.
75
Amalia, Nurin Hanifati. Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup Melalui
Program Adiwiyata Sebagai Sumber Bagi Peserta Didik (Studi Kasus
SMP Negeri 2 Depok). 2015, diakses pada 18 Maret 2018 dari
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/29231
Amirin, Tatang M. Pokok-Pokok Teori Sistem. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
Arifin, Luqman Hakim. dkk.. Kamus Peribahasa Arab Mahfuzhat. Jakarta:
Turos, 2015.
Assegaf, Abd. Rachman. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2011.
Asy Syarifain, Al-Bukhari. Abu Abdullah Muhammad bin Ismail.
Ensiklopedia Hadits; Shahih al-Bukhari 1. Terj. Masyhar dan M. Suhadi.
Jakarta: Almahira, 2013.
Asy‟ari, Hasyim. Mawa‟idz, Terj. Anwar Muhammad. Pasuruan: Maktabah
Al- Mukarrom, 2018.
Ath-Thabari, Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir. Tafsir Ath-Thabari. Jilid ke-
20, Terj. Akhmad Affandi. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.
-------. Tafsir Ath-Thabari. Terj. Akhmad Affandi. Jilid ke-1. Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008.
-------. Tafsir Ath-Thabari. Terj. Akhmad Affandi. Jilid ke-2. Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008.
-------. Tafsir Ath-Thabari. Terj. Akhmad Affandi. Jilid ke-7. Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008.
-------. Tafsir Ath-Thabari. Terj. Akhmad Affandi. Jilid ke-8. Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008.
-------. Tafsir Ath-Thabari. Terj. Akhmad Affandi. Jilid ke-16. Jakarta:
Pustaka Azzam, 2008.
-------. Tafsir Ath-Thabari. Terj. Akhmad Affandi. Jilid ke-18. Jakarta:
Pustaka Azzam, 2008.
At-Tuwajiri, Muhammad Syaikh bin Ibrahim bin Abdullah. Ensiklopedi
Islam Kaffah. Terj. Najib Junaidi dan Izzudin Karimi. Surabaya: Pustaka
assir, 2009.
76
Az-Zabidi, Imam. Ringkasan Shahih Al-Bukhari. Terj. Achmad Zaidun.
Jakarta: Pustaka Amani, 2002.
Az-Zuhaili, Wahbah. Tafsir Al-Munir. Jilid 13. Terj. Abdul Hayyie al-
Kattani. Jakarta: Gema Insani, 2016.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ke-
4. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012.
Djazuli, A.. Kaidah-kaidah Fikih. Jakarta: Kencana, 2006.
Effendi, Satria. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana, 2005.
Fadjar, A. Malik. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Yayasan Pendidikan
Islam Fajar Dunia, 1999
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pedoman Penulisan Skripsi. Tangerang Selatan: FITK UIN Jakarta,
2014.
Faqieh, Maman Imanulhaq. Fatwa dan Canda Gus Dur. 2010. www.nu.or.id.
Ghazali, M. Bahri. Lingkungan Hidup dalam Pemahaman Islam. Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1996.
Gulen, Muhammad Fethullah. Islam Rahmatan lil „Alamin. Terj. Fauzi A.
Bahreisy. Jakarta: PT. Gramedia, 2011.
Gunawan, Heri. Pendidikan Islam: Kajian Teoretis dan Pemikiran Tokoh.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014
Hamka. Dari Hati ke Hati. Jakarta: Gema Insani, 2016.
Hasbullah, M.. Kebijakan Pendidikan dalam Perspektif Teori, Aplikasi dan
Kondisi Objektif Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
Herdiansyah, Haris. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika, 2012.
Herlanti, Yanti. dkk.. Pendidikan Lingkungan Sejak Dini. Tangerang Selatan:
IEPF, 2013.
Isawi, Muhammad Ahmad. Tafsir Ibnu Mas‟ud. Terj. Ali Murtadho Syahudi,
Jakarta: Pustaka Azam, 2009.
77
Kementerian Agama RI. Tafsir Al-Qur‟an Tematik: Pelestarian Lingkungan
Hidup, Seri ke-4. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012.
Khon, Abdul Majid. Hadis Tarbawi: Hadis-hadis Pendidikan. Jakarta:
Kencana, 2014.
Khozin. Khazanah Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2013.
Kosim, Muhammad. Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun. Jakarta:
Rineka Cipta, 2012.
Langgalung, Hasan. Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna
Baru, 2003.
Lingkungan Hidup. Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Bidang
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Koperasi Bapedal Lestari, 2006.
Majelis Ulama Indonesia. Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975. Jakarta:
Penerbit Erlanga, 2011.
Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kopetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Minarti, Sri. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah, 2013
Mubarak, Faishal Alu. Riyadhus Shalihin & Penjelasannya. Terj. Arif
Mahmudi. Jakarta: Ummul Qura, 2014.
Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2004.
Muhalli, Ahamad Mudjab dan Ahmad Rodli Hasbullah. Hadits-hadits
Muttafaq „Alaih. Jakarta: Kencana, 2004.
Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia
Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Mustardi, Mohamad. Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan. Jakarta: PT.
Grafindo Persada, 2014.
Muthhar, Moh. Asy‟ari. Masyarakat dan Negara Menurut Al-Farabi.
Jakarta: Fananine Center, 2016.
Nawawi, Imam. Shahih Riyadhush Shalihin 2. Terj. Team KMPC. Jakarta:
Pustaka Azzam, 2003.
78
Nawawi, Imam. Shahih Riyadush Shalihin 1. Terj. Team KMPC. Jakarta:
Pustaka Azzam, 2003.
P., Akhmad Jenggis. 10 Isu Global di Dunia Islam. Yogyakarya: NFP
Publishing, 2012.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta: Dinas Lingkungan Hidup. TPST
Bantargebang
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
103 Tahun 2014 tantang Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran.
Perda Kota Tangerang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Usaha Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Perda Kota Tangerang Selatan Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan
Sampah.
Putra, Nusa. Metode Riset Campur Sari. Jakarta: Indeks, 2013.
Renggong, Ruslan. Hukum Pidana Khusus. Jakarta: Prenamedia, 2016.
Ristek Muslim. terjemahan وظافة. diakses pada 02-Maret-2017, dari
http://ristekmuslim.com.
Said Nahdi, Maizer. dan Aziz Ghufron. “Etika Lingkungan dalam Perspektif
Yusuf Al-Qaradawy”. Jurnal Al Jamiah, ISSN 2338-557X, 2009, diakses
pada 18 Maret 2018 dari http://digilib.uin-suka.ac.id/741/
Sanjaya, Wina. Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode dan Prosedur. Jakarta:
Kencana, 2013
Setyosari, Punaji. Metode Penelitian Pendidikan & Pengembangan. Jakarta:
Kencana, 2013.
Shihab, M. Quraish Tafsir Al-Mishbah. Vol. 3. Cet. II. Jakarta: Lentera Hati,
2009.
-------. “Membumikan” Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan Pustaka, 2014.
-------. Al Qur‟an dan Maknanya. Tangerang: Lentera Hati, 2010.
-------. Tafsir Al-Mishbah. Vol. 1. Cet. X. Jakarta: Lentera Hati, 2007.
-------. Tafsir Al-Mishbah. Vol. 2. Jakarta: Lentera Hati, 2007.
-------. Tafsir Al-Mishbah. Vol. 3. Cet. IX. Jakarta: Lentera Hati, 2007.
79
-------. Tafsir Al-Mishbah. Vol. 10. Cet. I. Jakarta: Lentera Hati, 2009.
-------. Tafsir Al-Mishbah. Vol. 10. Cet. VIII. Jakarta: Lentera Hati, 2007.
-------. Tafsir Al-Mishbah. Vol. 12. Jakarta: Lentera Hati, 2009.
-------. Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalaan Umat.
Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2014.
Solihin, M. dan M. Rosyid Anwar. Akhlak Tasawuf. Bandung: Penerit
Nuansa, 2005.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Sukring. Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2013.
Supiana dan Karman, Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2009.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan. Bandung:
Alfabeta, 2010.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
-------. No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2009.
Wahyuni, Tri. Indonesia Penyumbang Sampah Pelastik Terbesar Ke-dua
Dunia. diakses pada 20 February 2017. dari http://m.cnnindonesia.com.
Wicaksono, Rizky Prio. “Berdamai dengan Sampah”. Tabloid Institut. Edisi
LIII. Jakarta, 27 Februari 2018.
Yin, Robert K.. Studi Kasus. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia. Ciputat: PT. Mahmud Yunus Wa
Dzurriyyah. 2007.
Zamharir, Muhammad Hari. Agama dan Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2004.
Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2008.
Zuriah, Nurul. Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Prespektif
Perubahan. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2015.
80
LAMPIRAN
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Roy Sihombing
Jabatan : Pegawai Administrasi TPST Bantargebang
Tempat wawancara : Kantor TPST Bantargebang
Waktu wawancara : Senin, 20 Agustus 2018
Objek
Penelitian Uraian Pertanyaan dan Jawaban
Kondisi
Terbaru dari
TPST
Bantargebang
1. Asal sampah dan berapa volume
sampah TPST Bantargebang saat ini?
Jawaban: Dari provinsi DKI Jakarta dan Kepulauan
Seribu, TPU Sumur Batu itu menerima sampah hanya
dari Kota Bekasi. Rata-rata bulan Juni 2018 rata-rata
7.500 ton perhari.
2. Penanganan atau pengelolaan sampah
di TPST Bantargebang?
Jawaban: Sanitary landfill, definisi Sanitary landfill
penumpukan sampah yang sudah diengineer (distruktur)
supaya dampaknya itu terhadap lingkungan dapat
ditekan, jadi fungsinya itu penumpukan kemudian ada
penutupan tanah merah secara berkala. Gas yang berasal
dari Sanitary landfill mengandung metana. Kita juga
pakai Waste to energy dan the composting. Umumnya di
Indonesia hanya Sanitary landfill saja, the composting
dan WTE (Waste to energy) enggak diterapkan. Tetapi
kita tertapkan di sini, kita hasilkan listrik dan hasilkan
kompos.
81
Pengelolaan
Sampah
3. Apa saja kendala dalam pengelolaan
sampah di TPST Bantargebang?
Jawaban: Sampah selalu naik volumenya pertahun, dari
2013 cuma 5.000 ton sekarang (2018) sudah 7.500 ton
perhari, itu artinya traffic di sini semakin tinggi ada
1.200 truk yang masuk 24 jam kemudian itu membuat
kita butuh aset yang lebih banyak, equipmentsnya juga
lebih banyak. Untuk aset ini kendalanya adalah dia cepat
rusak karena dia berurusan dengan sampah dan sampah
itu korosif. Kemudian lahan ini sudah berdiri sejak 1989
sehingga jalan-jalan, infrastruktur, dan drainase kita
rentan terhadap dorongan sampah yang ketinggiannya
bisa mencapai 30 meter jadi jalannya itu cepat terangkat
karena desakan dari bawah, drainase kita terangkat, jalan
kita cepat rusak. Kemudian ada air lindi (air sampah)
yang lolos ke sungai. Untuk kendala tadi upaya-upaya
yang dilakukan pemerintah DKI untuk mengurangi
volume sampah ke sini akan dibangun ITF (Intermediate
treatment facilities) dalam Kota, jadi mungkin yang
masuk ke sini hanya 2.000 ton selebihnya dibakar di
sana. Kemudian untuk air lindi yang lolos itu ada rencana
untuk memperbaiki istalasi pengelolaan air sampah.
4. Apa saja keuntungan dari pemilahan
sampah (reduce, reuse and recycle) yang dilakukan oleh
masyarakat bagi TPA Bantargebang?
Jawaban: Manfaat bagi TPST, usianya lebih panjang
kemudian pasti biayanya lebih berkurang, beban kerja
berkurang. Selama ini kita yang 7.500 ton perhari itu 24
jam, satu tahun full kerja kecuali hari raya Idul Fitri
mungkin kita tutup cuma 4 jam. Kemudian dampaknya
terhadap lingkungan juga semakin kecil.
82
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Aminudin Yakub, M. Ag
Jabatan : Dosen FITK UIN Jakarta
Anggota komisi fatwa MUI pusat
Tempat wawancara : Kantor PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Waktu wawancara : Senin, 02 April 2018
Objek
Penelitian Uraian Pertanyaan dan Jawaban
Peran
Pendidikan
Agama Islam
di Indonesia
1. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 dijelaskan
bahwa pendidikan Islam di Indonesia merupakan bagian
integral dan tidak bisa dipisahkan dari sistem pendidikan
nasional.
Peran Agama Islam di Indonesia seperti apa?
Khususnya tentang Pendidikan Agama Islamnya?
Jawaban: Karena pendendidikan Islam sudah menjadi
bagian integral yang tidak terpisahkan dalam sistem
pendidikan nasional maka sistem pendidikan nasional
harus memperhatikan nilai-nilai dan norma-norma yang
ada di dalam ajaran Islam.
Permasalahan
Lingkungan
Hidup di
Indonesia dan
Sudut
Pandang
Pendidikan
Agama Islam
2. Siapakah makhluk Tuhan yang bertanggung jawab
menjaga lingkungan hidup?
Jawaban: Menjaga lingkungan hidup itu bagian dari
ajaran Islam dan Al-Qur‟an jelas melarang manusia
khususnya umat Islam membuat kerusakan di muka
bumi. Jangan melakukan kerusakan di muka bumi, baik
itu kerusakan lingkungan ataupun kerusakan moral.
Jadi wajib kepada setiap mukmin untuk menjaga
lingkungan, memelihara lingkungan karena itu bagian
83
dari syariat dan ajaran Islam, dan kita (MUI) sudah
menfatwakan dalam fatwa tentang pengelolaan sampah
untuk mencegah kerusakan lingkungan yang salah satu
Hujjah dan dalilnya adalah ayat Al-Qur‟an tersebut.
3. Hubungan dengan siapa sajakah yang harus dijaga oleh
seorang manusia?
Jawaban: Dalam Islam ada tiga bentuk hubungan,
hubungan kita kepada Tuhan, hubungan kita kepada
sesama manusia dan hubungan kita dengan lingkungan
dan makhluk lainnya. Hubungan kita dengan makhluk
lainnya ini termasuk adalah lingkungan, karena
pepohonan tumbuh-tumbuhan itu adalah makhluk
Allah. Hewan, binatang yang dilindungi yang langka itu
juga makhluk Allah. Jadi tiga hubungan itu yang harus
dijaga dalam ajaran Islam. Dalam hadis Nabi ada
seorang wanita yang menyakiti tetangganya. Kemudian
ada hadis nabi ada seorang rojulun yang menolong
anjing. Ibadah itu harus punya dampak pada
habluminannas (hubungan sosial) dan punya dampak
pada hubungan terhadap lingkungan kalau dia tidak
punya implikasi apa-apa dari ibadah atau hubungannya
kepada Allah maka tidak bermakna ibadahnya. Yang
paling sempurna iman seorang mu‟min adalah yang
paling baik akhlaknya. Akhlak itu juga pada manusia,
pada lingkungan, menjaga lingkungan itu menunjukan
akhlak yang tinggi menunjukan kesempurnaan iman.
4. Seperti apakah manusia seharusnya memanfaatkan
lingkungan?
Jawaban: Tugas manusia di muka bumi ini sebagai
khalifatullah fil ard karena Allah yang menciptakan
bumi (lingkungan tempat manusia hidup) maka
84
manusia sebagai khalifatullah wajib menjaga ciptaan
Allah itu dengan memeliharanya. Pertama,
memanfaatkan bumi untuk kehidupan manusia tapi
memanfaatkannya itu tidak boleh secara eksploitatif
(berlebihan), memanfaatkannya itu harus sesuai dengan
kebutuhan manusia. Kedua, memanfaatkan itu juga
dengan menjaga kelestariannya karena kelestariannya
untuk diwariskan kepada generasi-generasi manusia
berikutnya, kemudian kelestarian itu dilakukan dengan
cara menjaga dan memelihara dari kerusakan. Khalifah
itu artinya wakil dan pengganti, kalau pengganti Allah
sesungguhnya Allah itu tidak merusak. Allah itu jamil
(indah) dan menyukai keindahan. Kita makan nasi
kemudian ada sisa nasi (pada jari dan wadah) maka
harusdimakan tidak boleh tersisa satu nasipun, bukan
masalahnya kita bisa membeli nasi itu tapi masalahnya
adalah alam yang sudah memberikan sesuatu kepada
kita tapi kita buang.
5. Bagaimana seharusnya umat Islam menyikapi UU
tentang lingkungan hidup yang dibuat oleh pemerintah?
Bagaimana hukum Negara menurut islam? Haruskah
taat pada hukum Negara?
Jawaban: Tujuan diturunkannya Islam adalah untuk
kemaslahatan hidup manusia di dunia dan di akhirat,
maka semua perintah-perintah dan larangan Allah yang
ada di Al-Qur‟an dan Al-Hadis tujuannya untuk
kemaslahatan manusia. Maka segala sesuatu yang
membawa kepada mafsadat haram hukumnya dalam
syariat Islam. Maslahat itu ada yang sudah ditentukan
di dalam Al-Qur‟an dan Al-Hadis seperti: larangan
membunuh, larangan mencuri, larangan minum khamar,
85
dan larangan berzina itu semuanya adalah untuk
kemaslahatan. Tapi ada perkara maslahat yang
ditentukan oleh Negara karena perkembangan zaman
misalnya undang-undang lalu lintas itu diadakan untuk
kemaslahatan pengguna jalan. Menurut kaidah hukum,
di mana ada maslahat di) فايىما تك ىن انمصهحة ففيه شزع هللا
situ ada syariat Allah) maka undang-undang lalu lintas
itu adalah syariat Allah (hukum Islam) sama halnya
dengan undang-undang lingkungan hidup yang berisi
tentang kewajiban-kewajiban memelihara lingkungan
hidup supaya tetap baik, bisa bermanfaat dan
bermaslahat maka itu syariat Allah (harus
dipatuhi).Taat kepada Allah dan kepada Rasulullah itu
absolut, mutlak, wajib diikuti. Taat kepada ulil amri
memang tidak absolut tetapi manakala ulil amri
menetapkan sebuah aturan (sebuah ketentuan) yang itu
sejalan dengan firman Allah sejalan dengan Hadis Nabi
maka wajib ditaati karena itu juga bagian dari syariaat
Allah. Ada dalam kitab Imam An-Nawawi: kalau ulil
amri, hakim mewajibkan sesuatu yang sudah wajib di
dalam Al-Qur‟an dan Al-Hadis maka kewajibannya
semakin kuat semakin tegas. Kalau ulil amri
mewajibkan sesuatu yang mubah maka itu wajib
diikuti. Menjaga lingkungan hidup itu wajib menurut
Al-Qur‟an dan Al-Hadis kemudian diwajibkan pula
oleh negara maka menjadi tegas dan kuat.
6. Dosa kah seorang muslim yang merusak lingkungan
hidup? Berpahala kah seorang muslim yang menjaga
lingkungan hidup?
Jawaban: Orang yang merusak lingkungan hidup pasti
berdosa. Orang yang memelihara lingkungan hidup
86
pasti berpahala. Bukan saja memberi contoh kebaikan
sehingga orang mengikuti maka mendapatkan pahala.
Kalau menjadi contoh yang buruk (meninggalkan jejak
yang kotor menyebabkan penyakit) maka mendapatkan
dosa dan dosa orang yang mengikuti.
7. Bolehkah umat Islam mengadopsi studi-studi dari
Negara maju untuk kemsaslahatan lingkungan hidup?
Mengadopsi studi-studi kebersihan lingkungan dari
negara-negara maju yang bisa dibilang mereka bukan
negara Islam?
Jawaban: Sangat boleh, dalam agama Islam hal-hal
yang baik boleh kita ambil dari mana pun.
8. Bagaimana upaya yang telah dilakukan oleh Pendidikan
Agama Islam tentang kebersihan lingkungan hidup di
Indonesia?
Jawaban: Upaya, dari buku-buku, fatwa dll.
9. Harapan ke depan (narasumber) tentang lingkungan
hidup di Indonesia? (yang sesuai dengan Pendidikan
Agama Islam)
Jawaban: Kita ingin bisa melestarikan lingkungan yang
indah, bersih, baik kita bisa mewariskan lingkungan
yang indah bersih baik itu kepada generasi kita
sesudahnya.
Jakarta, 08 Oktober 2018
Narasumber
Aminudin Yakub, M.Ag.
NIP. 19710214 199703 1 001
87
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag
Jabatan : Ketua Jurusan PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tempat wawancara : Kantor PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Waktu wawancara : Senin, 03 September 2018
Objek Penelitian Uraian Pertanyaan dan Jawaban
Kaitan Keimanan
dengan
Kebersihan
1. Apa kaitannya kebersihan lingkungan hidup dengan
iman?
Jawaban: Iman itu bisa mendorong seseorang
beramal saleh, diantaranya adalah menjaga
kebersihan. Kalau imannya kuat dia bersih tetapi
kalau imannya lemah dia kurang bersih bahkan
tidak memperhatikan kebersihan. Ada bersih lahir
(dari kotoran) dan batin (hati).
2. Kalau tidak menjaga kebersihan
lingkungan hidup bagaimana keadaan keimanan
seseorang?
Jawaban: Kalau buang sampah sembarangan jadi
banjir lalu banyak korban (berbuat buruk pada
orang lain). Lingkungan itu tempat hidup manusia
supaya sehat, selamat dan aman.
Kaitan
Kebersihan
dengan Kesehatan
3. Apa kaitannya dengan kesehatan
dan kebersihan lingungan hidup?
Jawaban: Bersih itu sehat.
Hubungan yang
Harus Dijaga
dengan Baik Oleh
Manusia
4. Seorang yang belajar didoakan hewan kenapa?
Siapa saja yang mendo‟akan orang belajar?
Jawaban: Yang memohonkan pengampunan itu
88
semua makhluk yang ada di langit maupun di bumi.
Karena makhluk-makhluk itu merasa aman dengan
adanya orang yang punya ilmu, merasa aman kalau
ada orang yang mencari ilmu karena orang berilmu
itu melarang berbuat dzalim pada binatang,
melarang berbuat kerusakan, melarang menebang
pohon tanpa tujuan.
5. Hubungan dengan apa saja yang
harus dijaga dengan baik oleh manusia?
Jawaban: Hubungan kepada Allah, kepada manusia
(orang tua, kerabat, tetangga, teman, dan lain
sebagainya) dan hubungan dengan makhluk di
sekitarnya (makhluk hidup dan benda-benda mati).
6. Wajibkah taat kepada
pemerintah?
Jawaban: Asal tidak maksiat harus kita patuh, tidak
ada kepatuhan itu wajib terhadap makhluk di dalam
maksiat terhadap Tuhan.
Kemaslahatan
untuk Lingkungan
Hidup
7. Bolehkah umat Islam mengadopsi
studi-studi dari Negara maju (yang bisa dikatakan
Negara maju tersebut bukan negara Islam) untuk
kemsaslahatan lingkungan hidup?
Jawaban: Mengambil ilmu itu dari mana saja, asal
baik, tidak ada keburukannya, mengandung hikmah
dan manfaat, boleh kita ambil.
8. Upaya pendidikan PAI untuk
lingkungan hidup?
Jawaban: PAI itu dasarnya adalah Al-Qur‟an-
Hadis. Banyak perintah untuk memelihara
lingkungan (menjaga lingkungan dengan baik).
Jakarta, 01 Oktober 2018
Narasumber
Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag
89
90
91
BIODATA PENULIS
Rizky Prio Wicaksono, lahir di
Semarang pada tanggal 13 Oktober
1993. Pendidikan terakhir yang
ditempuh penulis adalah Strata 1 (S1)
yang dimulai pada tahun 2012 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
mengambil jurusan Pendidikan Agama
Islam. Pada tugas akhir penulis tertarik
untuk menyusun skripsi yang
berhubungan dengan kebersihan
lingkungan hidup dan studi keislaman, maka penulis mengambil judul
“Kebersihan Lingkungan Hidup Dalam Sudut Pandang Pendidikan Islam”.
Kontak penulis yang bisa dihubungi adalah Email dengan alamat