Upload
matana
View
159
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
KEBIJAKAN DALAM TAX REFORM 1994 DAN TAX REFORM 1997. KELOMPOK 7 : Firdasari Nuradilla Nabila Sasa Erdika Novia Nur Eka S. Ratna Juwita PR Fitriyana Yuanita A Dhea tikha QA. Pengantar. - PowerPoint PPT Presentation
Citation preview
Maksud digulirkannya reformasi perpajakan adalah agar lebih mencerminkan keadilan, lebih memberikan kepastian hukum (bagi wajib pajak maupun aparatur pajak), meningkatkan efisiensi, serta mempertimbangkan perubahan-perubahan tentang ketentuan perpajakan di negara-negara tetangga (di kawasan ASEAN).
Tax Reform 1994
CIRI-CIRI Khusus Sist. Perpajakan Nasional 1984-1994
Sederhana
Memberikan kepercayaan yang besar kepada wajib pajak dengan memberlakukan sistem ‘self-assesment’
Menutup peluang
penyelundupan
Mencerminkan azas pemerataan
Memberikan kepastian
hukum
Menunjang tercapainya
sasaran pembangunan
Sistem perpajakan nasional tax reform 1994 pada dasarnya tetap berpegang teguh pada salah satu azas perpajakan yang menyatakan bahwa ketentuan perpajakan harus berlaku sama bagi setiap wajib pajak yang berada dalam kasus-kasus perpajakan yang pada hakikatnya sama.
Tujuan diberikannya fasilitas perpajakan (kemudahan) : menunjang keberhasilan sektor kegiatan ekonomi berprioritas tinggi dalam skala nasional serta mendorong perkembangan daerah terpencil
Kemudahan yg diberikan terbatas dalam bentuk :
Penyusutan amortisasi yang lebih dipercepat
Kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 tahun
Pengurangan pajak penghasilan atas deviden.
keseimbangan antara hak dan kewajiban aparatur pajak dengan hak dan kewajiban wajib pajak tetap dipegang
teguh (UU No. 9 tahun 1994)Peningkatan efisiensi pemungutan pajak dapat dicapai
melalui perluasan sistem pemungutan dan pemotongan pajak yang berlaku selama ini
Dalam Sistem Perpajakan Nasional yg diperbarui :
TAX
REFORM
1994
Premi asuransi yang dibayarkan ke luar negeri
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan
oleh pihak lain.
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain.
Perolehan hadiah dan penghargaan
Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia yang dinikmati wajib
pajak luar negeri
Pokok-pokok perubahan di bidang pajak penghasilan
Arah dan Tujuan yg hendak dicapai Pengembangan IPTEK dan SDM
Pembinaan KoperasiPertumbuhan dan pemerataan Pembagunan
Pelestarian Ekosistem dan Lingkungan Hidup
Penyederhanaan tentang Penyusutan atau Amortisari
Deemed Dividend Atad sisa laba dari CFC yang tidak Dibagikan Penetapan saat diperolehnya atas keuntungan CFC yang tidak dibagikan
Untuk menunjang iklim investasi
Peningkatan penerimaan pajak
Perubahan yg dilakukan
• Obyek pengenaan PPN diperluas sehingga meliputi penyerahan barang-barang hasil sumber daya alam,
• Jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan peraturan pemerintah
• Ketentuan mengenai kompensasi dan restitusi, diubah sehingga apabila dalam suatu masa pajak ternyata pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran maka selisih tersebut tidak dapat diminta kebali tetapi dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.
• Untuk kepastian dan menghindari penyalahgunaan faktur pajak maka pada ketentuan mngenai pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan ditambahkan beberapa ketentuan baru
• Untuk memberi kemudahan kepada perusahaan yang melakukan merger maka ditambahkan ketentuan mengenai perlakuan PPN atas penyerahan barang kena pajak (Sebagaimana diketahui Undang-undang PPN yang berlaku sampai dengan 1994, kurang memberikan gairah kepada pengusaha kena pajak)
• Pemindahtanganan barang modal tidak dikenakan PPN
• Dengan diubahnya Undang-undang PPN maka hambatan-hambatan pada pengusaha yang ingin meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan usahanya ataupun ingin melestarikan kelangsungan kegiatan usahanya, dihilangkan. Sehingga UU yang baru lebih netral terhadap pengusaha yang ingin meningkatkan dan melestarikan kelangsungan hidup usahanya.
Saat & Tempat
Terutang
Saat terutangnya pajak yaitu saat penyerahan BKP/JKP atau pada saat impor BKP atau pada saat lain yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
PKP mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha di luar tempat tinggal atau tempat kedudukan maka setiap tempat tersebut merupakan tempat terutang PPN dan diwajibkan mendaftar diri untuk memperoleh nomor pengukuhan PKP. (Namun apabila PKP mempunyai lebih dari satu tempat terutang pada satu KPP maka PKP tersebut cukup memiliki satu nomor pengukuhan PKP.
Ketentuan Khusus
Tempat Terutang
Pajak
a.Penyerahan kepada Pemungut PPNb. PPN yang terutang tidak dipungut/dibebaskanc. PPN atas kegiatan membangun sendirid. Perlakuan atas penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjual belikan
Pengenaan pajak tersebut untuk memperbaiki kesulitan karena:- PKP menjadi lebih bebas mengalihkan barang modalnya kapan saja ia menghendakinya, - PKP lebih dimudahkan apabila ia harus memindahtangankan barang modalnya kepada PKP lainBeban pengawsan DItjen Pajak berkurang
Perubahan UU No. 8 Tahun 1984 berprinsip pada :PPN hanya dikenakan terhadap pertambahan nilai saja dan dipungut
pada berbagai mata rantai jalur perusahaan/ transaksi
Untuk memberikan wadah bagi pemerintahmemberikan kemudahan dalam rangka meningkatkan penanaman modal, mendorong ekspor, menciptakan lapangan kerja baru, menunjang pelestarian lingkunganhidup maka perlu
diberikan fasilitas dibidang PPN
Tarif PPN adalah tarif tunggal sehingga tidak memerlukan daftar penggolongan barang
Pokok-pokok Perubahan PBB
Menunjang Kebijakan
PemerintahPenerimaan Pajak
Kepastian Hukum dan Keadilan
Arah dan tujuan penyempurnaaan Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentan Pajak Bumi dan Bangunan adalah:
Berlandaskan arah dan tujuan diatas maka perubahan tersebut adalah :
Untuk lebih memberikan keadilan dalam pengenaan pajak, diatu ketentuan mengenai besar nilai jual objek pajak tidak kena pajak untuk setiap WP.
Memperjelas ketentuan mengenai upaya banding ke Badan Peradilan Pajak
Dalam undang-undang no.12 tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pajak Bumi dan Bangunan ditentukan bahwa mulai tahun 1995/1996 untuk setiap Wajib Pajak PBB diberi keringanan yang berupa NJOPTKP sebesar Rp. 8.000.000,00 per Wajib Pajak.
WP yg memiliki lebih dari satu OP maka NJOPTKP senilai 8.000.000 akan diberikan utk OP yg nilainya paling besar
WP yg mempunyai satu OP maka NJOPTKP diberikan kepada OP yg dimiliki tsb.
Ketetentuan Pemberian NJOPTKP kepada Wajib Pajak
Ketetentuan Pemberian NJOPTKP kepada Wajib Pajak
1.
2.
POKOK-POKOK PERUBAHAN KUP:
Dasar HukumPenetapan dan Ketetapan PajakPenagihan PajakKeberatan dan BandingPembukuan
1. Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksaa. Perubahan substansi dari undang-undang yang perlu
dilakukan agar undang-undang ini dapat dilaksanakan dengan lancar, yaitu : Kedudukan dari surat peringatan Proses penerbitan surat paksa, surat sita, dan lelang Proses pelaksanaan surat paksa dan surat sita Penentuan secara jelas obyek yang dapat disita Mempertegas tindakan hukum mana yang dapat digugat
dan mana yang dapat diajukan sanggahan.
Tax reform 1997 merupakan kelanjutan tax reform 1994, dimana prinsip, dasar, tujuan tax reform 1997 tetap berpegang teguh pada
prinsip, dasar dan tujuan yang dianut pada tax reform 1994. Di dalam tax reform 1997 terdapat beberapa undang-undang di bidang perpajakan yang sudah dilakukan perubahan yaitu :
Tax reform 1997 merupakan kelanjutan tax reform 1994, dimana prinsip, dasar, tujuan tax reform 1997 tetap berpegang teguh pada
prinsip, dasar dan tujuan yang dianut pada tax reform 1994. Di dalam tax reform 1997 terdapat beberapa undang-undang di bidang perpajakan yang sudah dilakukan perubahan yaitu :
b. Mengupayakan agar undang-undang ini dalam pelaksaannya dapat lebih tegas, antara lain :- Mempertegas syarat-syarat mengenai sandera- Memasukkan sebagai obyek sita seperti rekening bank, piutang, dan sejenisnya- Memberi peluang agar barang-barang tertentu sesuai dengan sifatnya dapat dijual tanpa melalui lelang.
b. Mengupayakan agar undang-undang ini dalam pelaksaannya dapat lebih tegas, antara lain :- Mempertegas syarat-syarat mengenai sandera- Memasukkan sebagai obyek sita seperti rekening bank, piutang, dan sejenisnya- Memberi peluang agar barang-barang tertentu sesuai dengan sifatnya dapat dijual tanpa melalui lelang.
2. Undang-undang tentang Badan Penyelesaian Sengketa PajakPokok-pokok perubahan antara lain :
Untuk mencegah Wajib Pajak yang ingin mencoba memanfaatkan banding sebagai upaya menunda pembayaran pajak, maka permohonan banding
baru dapat diterima jika pajak terutang telah dibayar lunas.
Putusan Badan Peradilan Pajak dinyatakan bukan Keputusan Pejabat/Badan TUN, karenanya bersifat final. Hal ini selain memberi kepastian kepada para pihak juga diharapkan tidak menambah perkara di Mahkamah Agung.
Untuk menjamin kepastian waktu bagi para pihak banding harus diselesaikan dalam jangka waktu 1 tahun, dengan ketentuan jika putusan diberikan melampaui jangka waktu 1 tahun, banding dinyatakan diterima.
Penegasan mengenai syarat menjadi hakim, kuasa hukum, maupun sekretaris.
Lanjutan..
Diatur pula lama masa jabatan hakim.
Dalam acara persidangan halim diberi wewenang yang luas, khususnya dalam alat bukti dan beban pembuktian.
Di dalam proses persidangan posisi Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak dijamin berada pada kedudukan yang sama.
Dengan mempertimbangkan keadilan, agama, dan sosial asyarakat diberikan batas obyek yang tidak dikenakan BPHTB
Untuk memudahkan, pungutan BPHTB dilaksanakan melalui pejabat pembuat akte tanah.
Nilai perolehan hak atas tanah diselaraskan dengan NJOP
Oleh karena jenis pajak ini sangat erat kaitannya dengan administrasi pertanahan dan dengan pemerintah daerah, maka diatur pembagian jumlah pajak yang dapat dipungut antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Administrasi dan proses pemungutan BPHTB mengacu pada KUP dan dilaksanakan oleh KPP-PBB.
Pada prinsipnya Pajak ini ditanggung oleh mereka yang memperoleh hak (pembeli) dengan tariff 5% dari NJOP.
3. Undang-undang tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Bangunan
3. Undang-undang tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Bangunan
Penerimaan Negara bukan pajak dalam APBN dimaksudkan untuk menjaga agar pungutan tersebut tidak memberikan beban ekonomi
yang berat kepada masyarakat akhirnya dapat menjadi unsure ekonomi biaya tinggi. Prosedur penggunaan dana yang berasal
dari pungutan yang tidak bersifat pajak, diupayakan lebih fleksibel.
ada beberapa jenis PNBP, antara lain : Dana Reboisasi, penerimaan dari BUMN, penerimaan Negara
dari jasa keimigrasian, visa, nikah, izin penangkapan ikan dilaut, dana bantuan Presiden, dan sebagainya.
Berdasarkan UU PNBP 1997, semua PNBP yang belum
disetorkan ke Kas Negara/APBN, selambat-lambatnya dalam 5
tahun sudah harus dialihkan ke Kas Negara/APBN.
4. Undang-undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
4. Undang-undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Penerbitan ini juga dimaksudkan untuk mencegah atau menghilangkan pungutan-pungutan di daerah yang
meresahkan investor, menganggu arus lalu lintas barang antardaerah, pungutan yang biaya pungutannya lebih besar daripada pemasukannya, serta menghilangkan
pungutan yang dirasakan memberatkan masyarakat/mengganggu kenyamaan/menimbulkan rasa
ketidakadilan, seperti pajak sepeda.
5. Undang-undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
5. Undang-undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
1. Dalam pelaksanaannya, sejak tax reform 1994 diperkenalkan system pemungutan PPh final secara lebih intensif. System pemungutan PPh final ini selain sederhana dan praktis adalah kemampuannya yang luar biasa dalam menutup kebocoran penerimaan PPh dari sector kegiatan yang difinalkan tersebut.
2. Ketika tax Reform 1994, UU PPh telah memberikan kuasa kepada pemerintah untuk menurunkan tariff PPh dari 30% ke 25%, untuk menurunkan tariff PPh pada tahun 1999 atau tahun 2000 menjadi 25%. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, struktur lapisan kena pajak menjadi lebih berlapis-lapis dan diadakan perbedaan antara tariff PPh orang pribadi dan badan. Perbedaan tariff PPh antara orang pribadi dan badan hukum ini, selain menganggu prinsip netralitas dalam pungutan pajak, juga akan lebih mempengaruhi perilaku pilihan wajib pajak dalam berusaha, yaitu usaha perorangan atau badan hukum.
CATATAN LAIN :CATATAN LAIN :
3. Kegagalan dalam pelaksanaan PPN menimbulkan :
Restitusi PPN yang dibayarkan kepada yang tidak berhak
Restitusi yang diterima oleh WP tidak utuh dan terlambat, sehingga merupakan high cost economy
Administrasinya mahal dan sangat memberatkan, baik aparat Direktorat Jenderal Pajak maupun WP
Keluhan dari para investor, baik asing maupun local, di sekitar pelaksanan PPN
Kebocoran di sector PPN ini dirasakan sangat tinggi dan layak diduga telah mengganggu moral aparat pajak, yaitu menimbulkan KKN.