95
KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen Kesehatan Departemen Dalam Negeri Departemen Keuangan 2003

KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

KEBIJAKAN NASIONAL

PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN

BERBASIS MASYARAKAT

Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah

Departemen Kesehatan Departemen Dalam Negeri

Departemen Keuangan

2003

Page 2: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

KEBIJAKAN NASIONAL

PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN

BERBASIS MASYARAKAT

Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah

Departemen Kesehatan Departemen Dalam Negeri

Departemen Keuangan

Dokumen Kebijakan ini disiapkan oleh Proyek Penyusunan Kebijakan dan Rencana Kegiatan Air Bersih dan Penyehatan

Lingkungan (WASPOLA) dengan dukungan dari Bank Dunia, melalui Water and Sanitation Program

for East Asia and the Pacific (WSP-EAP) dan bantuan dari Pemerintah Australia melalui AusAID

2003

Page 3: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Berkaitan dengan penyusunan Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan

Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat, yang merupakan bantuan AusAID

(Australian Agency for International Development) dan dilaksanakan oleh

Pemerintah Indonesia beserta WSP-EAP (Water and Sanitation Program-East Asia

and the Pacific)/World Bank, maka dengan ini kami menyetujui naskah terlampir

sebagai KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN

PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT.

Jakarta, 26 Juni 2003

Page 4: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

i

KATA PENGANTAR Proses penyusunan dokumen Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat ini telah dimulai sejak 1998. Disusun secara bertahap oleh kelompok kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) yang dikoordinasikan oleh Bappenas dengan anggota terdiri dari Departemen Dalam Negeri, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Departemen Kesehatan, Departemen Keuangan. Berbeda dengan penyusunan kebijakan yang lazim dilakukan, penyusunan kebijakan ini dilakukan melalui serangkaian diskusi, lokakarya dan seminar dengan menggunakan pendekatan partisipatif. Selain itu, dalam proses penyusunannya juga melibatkan dan berkonsultasi dengan pihak berkepentingan (stakeholder), seperti pemerintah daerah, lembaga donor, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan juga pihak-pihak terkait yang berkompeten dalam sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan. Disadari bahwa pengembangan kebijakan dengan pendekatan partisipatif ini lebih banyak membutuhkan waktu daripada bentuk penyusunan kebijakan konvensional. Dengan bertumpu kepada pendekatan proses diharapkan terjadi internalisasi dari pokok-pokok kebijakan yang selama ini telah disusun oleh seluruh pihak berkepentingan yang terlibat dalam penyusunan kebijakan ini. Melalui pendekatan tersebut diharapkan perubahan paradigma pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dapat terwujud sesuai dengan tujuan penyusunan kebijakan itu sendiri. Seiring dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah, Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan melakukan upaya penjaringan masukan dari daerah dalam penyempurnaan tahap akhir kebijakan yang disusun. Hal ini sekaligus untuk menguji sejauh mana kebijakan yang disusun oleh Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di tingkat pusat dapat diimplementasikan di daerah. Beberapa daerah telah dipilih sebagai daerah uji coba pelaksanaan kebijakan yaitu Kabupen Solok (Sumatera Barat), Kabupaten Musi Banyuasin (Sumatera Selatan), Kabupaten Subang (Jawa Barat), dan Kabupaten Sumba Timur (Nusa Tenggara Timur). Uji coba tersebut menghasilkan masukan yang positif dalam penyempurnaan dokumen kebijakan ini. Selain mendapat masukan dari uji coba pelaksanaan kebijakan, penyempurnaan kebijakan juga mendapat masukan dari beberapa studi kasus dalam proyek air minum dan penyehatan lingkungan, uji coba topik yang relevan pada beberapa proyek besar yang dibiayai pinjaman IBRD, hibah KfW dan oleh UNICEF. Pada intinya kebijakan ini membawa pesan tentang perlunya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan terutama pentingnya keberlanjutan pelayanan dan efektivitas penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun. Kebijakan ini dijabarkan dalam beberapa strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan.

Page 5: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

ii

Dengan tersusunnya dokumen Nasional Pembangunan Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat, maka perlu segera dilakukan penyusunan langkah selanjutnya, antara lain penyusunan rencana tindak jangka panjang, menengah dan tahunan. Selamat kepada Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang telah berupaya keras dalam menyusun dokumen kebijakan ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pemerintah Australia, melalui AusAid yang telah memberikan bantuan teknis dalam proyek Water Supply and Sanitation Policy Formulation and Action Planning (WASPOLA). Selain itu, disampaikan kepada WSP-EAP (Water Supply and Sanitation Program for East Asia and Pasific) dan seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder) yang telah banyak membantu hingga tersusunnya kebijakan ini. Demikianlah, kiranya kebijakan ini dapat dijadikan panduan dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan, khususnya yang berbasis masyarakat.

Jakarta, 26 Juni 2003

Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Ir. E. Suyono Dikun, Ph.D, IPM

Page 6: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

iii

DAFTAR ISI Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................. iii DAFTAR SINGKATAN................................................................................................ vi DEFINISI YANG DIGUNAKAN ...................................................................................viii

I. PENDAHULUAN ...........................................................................................1

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan...................................................... 1

1.1.1. Permasalahan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan ................................................................................... 1

1.1.2 Pengalaman yang Menjadi Dasar Kebijakan ..................................... 4

1.1.3. Perlunya Pembaruan Kebijakan....................................................... 7

1.2. Tujuan Penyusunan Kebijakan ................................................................... 8

1.3. Ruang Lingkup ......................................................................................... 8

II. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT .................................................. 10

2.1 Tujuan Umum ........................................................................................ 10

2.2 Tujuan Khusus ....................................................................................... 10

2.3 Dasar Penetapan Kebijakan ..................................................................... 12

2.4 Kebijakan Umum .................................................................................... 14

a. Air Merupakan Benda Sosial dan Benda Ekonomi................................. 15

b. Pilihan yang Diinformasikan sebagai Dasar dalam Pendekatan Tanggap Kebutuhan ......................................................................... 15

c. Pembangunan Berwawasan Lingkungan ............................................. 15

d. Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ........................................ 16

e. Keberpihakan pada Masyarakat Miskin................................................ 16

f. Peran Perempuan dalam Pengambilan Keputusan................................ 16

g. Akuntabilitas Proses Pembangunan..................................................... 17

h. Peran Pemerintah Sebagai Fasilitator .................................................. 17

i. Peran Aktif Masyarakat ...................................................................... 18

j. Pelayanan Optimal dan Tepat Sasaran................................................ 18

k. Penerapan Prinsip Pemulihan Biaya .................................................... 18

III. STRATEGI PELAKSANAAN ........................................................................ 19

Strategi 1 : Mengembangkan kerangka peraturan untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan ......... 19

Strategi 2 : Meningkatkan investasi untuk pengembangan kapasitas sumber daya masyarakat pengguna. ............................................. 20

Page 7: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

iv

Strategi 3 : Mendorong penerapan pilihan-pilihan pembiayaan untuk pembangunan, dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.......................................................... 21

Strategi 4 : Menempatkan kelompok pengguna dalam pengambilan keputusan pada seluruh tahapan pembangunan serta pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan......................... 21

Strategi 5 : Meningkatkan kemampuan masyarakat di bidang teknik, pembiayaan, dan kelembagaan, dalam pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. ................................................................................. 22

Strategi 6 : Menyusun Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM) sektor air minum dan penyehatan lingkungan sebagai upaya memperbaiki kualitas pelayanan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, operasi, pemeliharaan, dan pengelolaan.................... 23

Strategi 7 : Mendorong konsolidasi penelitian, pengembangan, dan diseminasi pilihan teknologi untuk mendukung prinsip pemberdayaan masyarakat. ................................................................................ 23

Strategi 8 : Mengembangkan motivasi masyarakat melalui pendidikan formal dan informal................................................................................ 24

Strategi 9 : Meningkatkan pelestarian dan pengelolaan lingkungan, khususnya sumber daya air........................................................................... 24

Strategi 10: Mempromosikan perubahan pendekatan dalam pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, dari pendekatan berdasarkan batasan administrasi menjadi pendekatan sistem......................................................................................... 25

Strategi 11: Meningkatkan kualitas pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat pengguna................................................................. 26

Strategi 12 : Meningkatkan kepedulian masyarakat pengguna............................ 26

Strategi 13: Menerapkan upaya khusus pada masyarakat yang kurang beruntung untuk mencapai kesetaraan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan. ............................................................... 27

Strategi 14 : Mengembangkan pola monitoring dan evaluasi hasil pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang berorientasi kepada pencapaian tujuan dan ketepatan sasaran. ...................................................................................... 27

Strategi 15 : Mengembangkan komponen kegiatan monitoring dan evaluasi dalam empat tingkat .............................................................................. 28

Strategi 16 : Mengembangkan dan menyebarluaskan indikator kinerja pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. ................................................................................. 29

IV. PENUTUP.................................................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31

Page 8: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Tipologi pengelolaan penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan ..8

Gambar 2: Struktur Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan ....... 10

Gambar 3 : Strategi Pelaksanaan Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan.. 19

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum

LAMPIRAN B Pelajaran yang Dipetik dari Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

LAMPIRAN C Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (termasuk ‘daerah abu-abu’)

LAMPIRAN D Diagram Strategi Pemberdayaan dan Monev

LAMPIRAN E Pengenalan Methodology for Participatory Assessments (MPA)

LAMPIRAN F Persyaratan Kualitas Air Minum

LAMPIRAN G Indikator Strategi Pelaksanaan

Page 9: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

vi

DAFTAR SINGKATAN

APBN Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara

AMPL Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

AusAID

BAB

The Australian Agency of International Development

Buang Air Besar

BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Bapedal

BPAM

CMA

DIP

Badan Penanggulangan Dampak Lingkungan

Badan Pengelola Air Minum

Community Management Approach

Daftar Isian Proyek

DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

DRA

FLOWS

Demand Responsive Approach

Flores Water Supply Project

GBHN Garis Besar Haluan Negara

IKK Ibu Kota Kecamatan

INPRES Instruksi Presiden

IPLBM Instalasi Pengolahan Limbah Berbasis Masyarakat

KIP Kampung Improvement Project

KTT Konperensi Tingkat Tinggi

LSM Lembaga Swadaya Masyarakat

MCK Mandi Cuci Kakus

MDG Millennium Development Goal

MPA Methodology for Participatory Assessment

MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat

NSPM Norma, Standar, Pedoman dan Manual

P3AB Proyek Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih

P3DT Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal

P3KT Proyek Pembangunan Prasarana Kota Terpadu

PTK Pendekatan Tanggap Kebutuhan

PAMPL Penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

PAM Perusahaan Air Minum

PDAL Perusahaan Daerah Air Limbah

PDAM Perusahaan Daerah Air Minum

Page 10: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

vii

Pelita

PHAST

Pembangunan Lima Tahun

Participatory Hygiene and Sanitation Transformation

PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

PMD Pembangunan Masyarakat Desa

PPLP Proyek Penyehatan Lingkungan Permukiman

PPSAB Proyek Pembangunan Sarana Air Bersih

PRA Participatory Rural Appraisal

Propenas Program Pembangunan Nasional

Repelita Rencana Pembangunan Lima Tahun

SARAR Self Esteem, Associate Strength, Resourcefulness, Action Planning, Responsibility.

TAP Ketetapan

TPA Tempat Pembuangan Akhir

UNCED

UNDP

United Nation Conference on Environment and Development

United Nations Development Programme

UNICEF United Nations International Children Fund

UPS Unit Pengelola Sarana

UU Undang-Undang

WASPOLA Water Supply and Sanitation Policy Formulation and Action Planning

WHO World Health Organization

WSP Water and Sanitation Program

WSP-EAP Water and Sanitation Program for East Asia and the Pacific

WSSLIC Water Supply and Sanitation for Low Income Communities

Page 11: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

viii

DEFINISI YANG DIGUNAKAN • Air Bersih (clean water) adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari

yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.

• Air Minum (drinking water) adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002)

• Keberlanjutan (sustainability) adalah sifat atau ciri terus menerus kegiatan dari, oleh, dan untuk masyarakat pengguna secara mandiri dengan mempertimbangkan aspek teknis, keuangan, sosial, kelembagaan dan lingkungan.

• Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana atas pelaksanaan suatu pembangunan

• Kebutuhan (demand) vs Keinginan (wish)

- Kebutuhan (demand) adalah kesediaan masyarakat pengguna untuk mendapatkan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dikehendaki berdasarkan pilihan yang tersedia sesuai dengan kondisi setempat yang disertai sikap rela berkorban (willingness to pay).

- Keinginan (wish) adalah kemauan masyarakat pengguna untuk mendapatkan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, yang keputusannya masih dapat dipengaruhi oleh pihak lain.

• Kesetaraan (equity) adalah persamaan/kesamaan akses untuk memanfaatkan prasarana dan sarana bagi seluruh masyarakat.

• Masyarakat pengguna (users) adalah masyarakat yang memanfaatkan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

• Pemberdayaan (empowerment) adalah upaya yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki atas dasar prakarsa dan kreativitas.

• Pendekatan Partisipatif (participatory approach) adalah suatu pendekatan yang menggunakan satu atau beberapa metoda yang melibatkan pihak terkait secara aktif dalam proses pemberdayaan, untuk :

a. mengekspresikan pengetahuan, gagasan dan menentukan pilihan pelayanan; dan

b. mengambil inisiatif dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah, pengambilan keputusan serta pelaksanaan pekerjaan secara bersama-sama.

• Pendekatan Tanggap Kebutuhan (Demand Responsive Approach/DRA) adalah suatu pendekatan yang menempatkan kebutuhan masyarakat sebagai faktor yang menentukan dalam pengambilan keputusan termasuk di dalamnya pendanaan.

Page 12: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

ix

• Pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan berbasis lembaga adalah bentuk pengelolaan yang bercirikan pengelolanya memiliki badan hukum dengan bentuk dinas, perusahaan atau swasta, yang dapat bersifat profit atau non profit, dan pengambilan keputusan berada pada pengelola.

• Pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat adalah pengelolaan yang menempatkan masyarakat sebagai pengambil keputusan dan penanggung jawab, pengelola adalah masyarakat dan/atau lembaga yang ditunjuk oleh masyarakat, yang tidak memerlukan legalitas formal serta penerima manfaat diutamakan pada masyarakat setempat, dengan sumber investasi berasal dari mana saja (kelompok, masyarakat, pemerintah, swasta ataupun donor).

• Pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan gabungan lembaga dan masyarakat adalah bentuk pengelolaan bersama antara lembaga dan masyarakat yang mempunyai aspek legalitas formal maupun non formal, dimana pengambilan keputusan dilakukan bersama dengan tanggung jawab sesuai kesepakatan dan aturan main yang jelas.

• Penggunaan efektif (effective use) adalah kemudahan pemanfaatan pelayanan ABPL yang dapat dinikmati oleh masyarakat pengguna secara adil, tepat guna dan dengan cara yang sehat.

• Penyehatan Lingkungan (environmental sanitation) adalah upaya pencegahan terjangkitnya dan penularan penyakit melalui penyediaan sarana sanitasi dasar (jamban), pengelolaan air limbah rumah tangga (termasuk sistem jaringan perpipaan air limbah), drainase dan sampah.

• Tujuan Umum adalah kondisi yang ingin dicapai dalam kurun waktu yang relatif panjang, lebih merupakan kondisi ideal yang ingin diraih.

• Tujuan Khusus merupakan kondisi yang ingin dicapai dalam kurun waktu yang relatif lebih pendek dan dapat diukur pencapaiannya.

Page 13: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

1

I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air

Minum dan Penyehatan Lingkungan Beberapa hal yang mendasari perlunya pembaruan kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi dan peluang yang ada dalam sektor air minum dan penyehatan lingkungan serta pengalaman (lesson learned) pelaksanaan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.

1.1.1. Permasalahan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

Dari perkembangan pelaksanaan air minum dan penyehatan lingkungan selama ini, terdapat beberapa kemajuan yang diperoleh, misalnya peningkatan cakupan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan dan secara tidak langsung meningkatkan derajat kesehatan. Namun, masih terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi pada penyediaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yaitu:

a. Kurang efektif dan efisiennya investasi yang telah dilakukan pada pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

Penggunaan terminologi air bersih dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum di satu sisi memberikan dampak positif bagi peningkatan cakupan pelayanan, namun di sisi lain mencerminkan ketidakefisienan investasi karena masyarakat pengguna tidak dapat memanfaatkannya sebagai air minum walaupun desain prasarana dan sarananya telah memenuhi prasyarat air minum.

Dari segi kuantitas pelayanan, lingkup pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan masih terbatas. Selain itu cakupan pelayanan juga masih terbatas sehingga tidak mampu mengimbangi laju kebutuhan akibat pertambahan jumlah penduduk. Hingga saat ini diperkirakan masih terdapat 100 juta penduduk Indonesia yang belum memiliki kemudahan terhadap pelayanan air minum

Berdasar pada pelaksanaan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang dilaksanakan sejak Pelita I (1969-1974) hingga saat ini, maka secara ringkas dapat ditarik beberapa kesimpulan penting (selengkapnya pada Lampiran A) yaitu:

a. Era Tahun 1970 –1980

Pembangunan nasional diprioritaskan pada sektor pertanian dan irigasi untuk mencukupkan kebutuhan pangan, sedangkan pembangunan prasarana dan sarana penunjang lainnya termasuk air minum dan penyehatan lingkungan belum menjadi prioritas sehingga lingkup pembangunannya masih terbatas, cakupan pelayanan juga terbatas sehingga belum mampu mengimbangi laju kebutuhan akibat pertambahan jumlah penduduk.

b. Era Tahun 1980 – 1990

Konsep-konsep pemberdayaan dan pendekatan tanggap kebutuhan mulai diperkenalkan. Pembangunan prasarana dan sarana air minum dikaitkan dengan penentuan masyarakat sasaran yang lebih tepat dan pemanfaatan teknologi tepat guna, misal pompa tangan, hidran dan pompa tali. Untuk mendorong keterlibatan pemerintah daerah, khususnya di kawasan perdesaan, diciptakan mekanisme pembiayaan baru yang memungkinkan pemerintah daerah untuk mengelola anggaran yang berasal dari Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN).

c. Era Tahun 1990 – 2000

Pemerintah pusat memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan. Pemerintah pusat berperan sebagai pembina teknis.

Pelaksanaan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Tahun 1970-2000

Page 14: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

2

dan penyehatan lingkungan yang memadai. Sebagian besar masyarakat yang tidak memiliki kemudahan tersebut adalah masyarakat miskin dan masyarakat yang bertempat di kawasan perdesaan. Kecenderungan ini terus meningkat setiap tahunnya.

Pengalaman masa lalu juga menunjukkan adanya prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan terbangun yang tidak dapat berfungsi secara optimal. Salah satu penyebabnya adalah tidak dilibatkannya masyarakat sasaran, baik pada perencanaan, konstruksi ataupun pada kegiatan operasi dan pemeliharaan. Selain itu, pilihan teknologi yang terbatas mempersulit masyarakat untuk dapat menentukan prasarana dan sarana yang hendak dibangun dan digunakan di daerahnya yang sesuai dengan kebutuhan, budaya (kultur) setempat, kemampuan masyarakat untuk mengelola prasarana dan kondisi fisik daerah tersebut.

Kurangnya keterlibatan masyarakat juga menjadikan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang terbangun menjadi tidak berkelanjutan, tidak dapat berfungsi dengan baik, dan tidak adanya perhatian masyarakat untuk menjaga keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana. Hal ini mengakibatkan prasarana dan sarana tersebut tidak memberikan manfaat bagi masyarakat pengguna secara berkelanjutan.

Investasi prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan pada saat itu yang berorientasi pada supply driven juga membawa dampak kepada rendahnya efektivitas prasarana dan sarana yang dibangun. Tidak sedikit investasi prasarana dan sarana yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat karena mereka tidak membutuhkan, sebaliknya banyak masyarakat yang membutuhkan pelayanan prasarana dan sarana namun tidak mendapatkan pelayanan.

b. Air hanya dipandang sebagai benda sosial

Paradigma lalu menyatakan bahwa air merupakan benda sosial yang dapat diperoleh secara gratis oleh masyarakat. Hal ini didasari rendahnya kepedulian dan pengetahuan masyarakat terhadap ‘nilai kelangkaan’ air. Permasalahan tersebut menyulitkan pengelola air minum untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan pelayanan prasarana dan sarana air minum bagi masyarakat selalu memerlukan tambahan investasi, baik untuk pengadaan air baku, instalasi pengolahan, pengaliran air sampai ke masyarakat pengguna, dan sebagainya. Di lain pihak masyarakat pengguna tidak peduli pada kesulitan tersebut. Prinsip user pay (pengguna membayar) tidak dapat diterapkan pada masa itu.

Kondisi tersebut tercermin pada penetapan tarif air minum perpipaan (oleh Perusahaan Daerah Air Minum-PDAM), yang selama ini ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang kebanyakan tidak mencerminkan biaya produksi yang sebenarnya (the real production cost). Konsekuensinya adalah pendapatan usaha tidak mampu membiayai kegiatan operasional, termasuk untuk investasi pengembangan jaringan pelayanan.

Mulai tahun 1990-an kesadaran terhadap pentingnya air dan proses dalam penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan mulai meningkat. Prinsip Dublin-Rio mengenai air menjadi acuan di dunia. Walaupun demikian, kampanye mengenai pentingnya nilai

Page 15: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

3

air ini masih perlu disosialisasi dan dilaksanakan kepada masyarakat, pemerintah, dan badan legislatif.

c. Keterbatasan kemampuan pemerintah.

Pola pembiayaan sampai saat ini masih bertumpu pada anggaran pemerintah, khususnya anggaran pemerintah pusat. Kemampuan pemerintah pusat di masa yang akan datang untuk menyediakan anggaran semakin berkurang. Untuk itu, diperlukan inovasi pola pembiayaan untuk menggali berbagai sumber pembiayaan yang belum dimanfaatkan (hidden potential), khususnya sumber pembiayaan yang berasal dari pemerintah daerah dan masyarakat pengguna. Untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan tersebut diperlukan sistem berkelanjutan (sustainable system) sehingga potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

d. Belum tersedianya kebijakan dan peraturan perundangan yang mengatur pemanfaatan potensi tersembunyi (hidden potential) yang ada dalam masyarakat.

Kapasitas masyarakat dalam menyediakan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan saat ini belum dapat dioptimalkan karena belum adanya kebijakan dan peraturan perundangan untuk menggerakkan potensi tersebut. Sebagai contoh belum adanya kebijakan dan peraturan perundangan mengenai pemindahan aset (transfer asset) dari pemerintah kepada masyarakat.

e. Penyehatan lingkungan belum menjadi perhatian dan prioritas.

Rendahnya kepedulian masyarakat dan pemerintah terhadap peranan penyehatan lingkungan dalam mendukung kualitas lingkungan menyebabkan masih rendahnya cakupan pelayanan penyehatan lingkungan.

Kondisi ini antara lain tercermin pada pelayanan air limbah terpusat di beberapa kota besar yang masih menghadapi kendala dalam pengelolaannya. Hal ini terkait dengan rendahnya kesediaan membayar (willingness to pay) dari masyarakat terhadap pelayanan air limbah terpusat dan masih rendahnya kualitas pengelolaan prasarana dan sarana air limbah terpusat. Kondisi yang sama juga terjadi pada jamban (sanitasi dasar), khususnya bagi masyarakat perdesaan. Kebutuhan masyarakat terhadap jamban masih rendah.

Hal ini disebabkan ketidaktahuan mereka terhadap pentingnya hidup bersih dan sehat, yang tercermin dari perilaku masyarakat yang hingga sekarang masih banyak yang buang air besar di sungai, kebun, sawah bahkan dikantong plastik yang kemudian dibuang di sembarang tempat.

Permasalahan juga dihadapi dalam penanganan persampahan dan drainase. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi serta meningkatnya kawasan terbangun membawa dampak kepada meningkatnya jumlah timbunan sampah, semakin terbatasnya lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan sampah serta belum optimalnya pendekatan 3 R (reduce, reuse and recycle)1 dalam pengelolaan sampah.

1 Prinsip 3R mencakup reduce yang berarti mengurangi pemakaian, reuse berarti menggunakan kembali, dan recycle berarti mendaur ulang.

Page 16: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

4

Dampak berikutnya adalah semakin luasnya daerah genangan, berkurangnya lahan resapan dan pemanfaatan saluran drainase sebagai tempat pembuangan sampah.

1.1.2 Pengalaman yang Menjadi Dasar Kebijakan

a. Pengalaman di Indonesia

Beberapa pengalaman yang dapat ditarik dari pelaksanaan program dan proyek air minum dan penyehatan lingkungan yang dibiayai dengan dana luar negeri2 dan APBN, adalah sebagai berikut:

• Pembangunan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan yang melibatkan masyarakat, memiliki efektivitas dan keberlanjutan pelayanan yang lebih baik.

• Pengelolaan prasarana dan sarana yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat pengguna dalam pengambilan keputusan dan kelembagaan, menghasilkan partisipasi masyarakat yang lebih besar pada pelaksanaan operasi dan pemeliharaan.

• Keterlibatan aktif perempuan, masyarakat yang kurang beruntung (miskin, cacat dan sebagainya) secara seimbang dalam pengambilan keputusan untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan, menghasilkan efektivitas penggunaan dan keberlanjutan pelayanan yang lebih tinggi.

• Semakin mudah penggunaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan (tepat guna), maka semakin tinggi efektivitas penggunaan dan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana.

• Perlunya kampanye perubahan perilaku hidup bersih dan sehat dalam pelaksanaan program penyehatan lingkungan.

• Semakin banyak pilihan teknologi yang ditawarkan dan semakin besar kesempatan masyarakat untuk memilih sesuai dengan pengetahuan dan kemampuannya, maka semakin besar kemungkinan terpenuhinya kebutuhan masyarakat dan semakin tinggi efektivitas dan keberlanjutan pemanfaatan prasarana dan sarana.

• Efektivitas penggunaan dan keberlanjutan dapat tercapai apabila pilihan pelayanan dan konsekuensi biayanya ditentukan langsung oleh masyarakat di tingkat rumah tangga. Kontribusi pembangunan ditentukan berdasarkan jenis pelayanan dan pembentukan unit pengelolaan dilakukan secara demokratis.

• Pengguna prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan mempunyai kemampuan (ability) untuk membayar setiap jenis pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan sejauh hal tersebut sesuai dengan kebutuhan. Mereka sangat peduli akan kualitas dan bersedia membayar lebih asalkan pelayanan memenuhi kebutuhan.

Dengan menyadari pentingnya keterlibatan masyarakat sasaran pada tahapan pembangunan maka pendekatan yang diterapkan adalah Demand Responsive Approach

2 Antara lain WSSLIC I (Water Supply and Sanitation for Low Income Communities - I), FLOWS (Flores Water Supply), program air minum dan penyehatan lingkungan yang mendapat bantuan UNICEF

Page 17: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

5

(DRA) atau Pendekatan Tanggap Kebutuhan (PTK)3. Berdasarkan beberapa pengalaman penerapan pendekatan tersebut kendala yang dihadapi adalah:

• Tidak adanya kerangka kebijakan yang disepakati oleh semua pihak yang berkepentingan (stakeholders), seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, negara dan lembaga keuangan pemberi bantuan dan pinjaman, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam menerapkan PTK.

• Adanya penolakan, baik langsung maupun tidak langsung, dari pemerintah di berbagai tingkatan maupun lintas sektor, negara dan lembaga keuangan pemberi bantuan dan pinjaman, maupun masyarakat sendiri dalam menerapkan PTK.

• Terbatasnya informasi, kemampuan teknis dan keuangan pada setiap stakeholder, khususnya pemerintah maupun LSM.

• Lambatnya proses birokrasi serta kakunya prosedur pembiayaan dan pengadaan tenaga pendukung kegiatan PTK.

• Membutuhkan waktu yang relatif lama dan dana fasilitasi yang cukup besar.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka beberapa langkah yang perlu dilaksanakan dalam penerapan pendekatan tanggap kebutuhan adalah:

• Aspek Kebijakan:

Melembagakan PTK dalam mekanisme pembangunan daerah dan pembangunan masyarakat, serta meningkatkan kemampuan pemerintah kabupaten dan kota dalam melaksanakan PTK.

• Aspek Pendanaan:

Menyiapkan perangkat hukum yang mendorong partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, dan mengembangkan sistem pemberdayaan masyarakat untuk mengelola, mengontrol dan mengarahkan sumber-sumber keuangan yang mereka miliki sendiri.

Pelajaran yang dipetik dari pelaksanaan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia dapat dilihat dalam lampiran B.

b. Pengalaman Internasional

Keberlanjutan merupakan kata kunci dalam penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang bertempat tinggal di kota menengah, kota kecil, dan kawasan perdesaan. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut maka disepakati bahwa pengembangan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan harus mengikuti prinsip Dublin-Rio.

3 Demand Responsive Approach diterjemahkan menjadi Pendekatan Tanggap Kebutuhan yang artinya:

suatu pendekatan yang menempatkan kebutuhan masyarakat sebagai faktor yang menentukan dalam pengambilan keputusan termasuk di dalamnya pendanaan. Karakteristik utama pendekatan ini adalah (i) tersedianya pilihan yang terinformasikan; (ii) pemerintah berperan sebagai fasilitator; (iii) terbukanya akses seluas-luasnya bagi partisipasi dari seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholders); (iv) aliran informasi yang memadai bagi masyarakat.

Page 18: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

6

Dalam konteks pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan, prinsip-prinsip Dublin Rio mengandung arti “jika ingin berhasil dalam pembangunan perlu mempertimbangkan berbagai aspek, seperti sosial, teknis, keuangan, kelembagaan, jender, dan lingkungan yang dikelola secara integratif; walaupun masing-masing aspek berbeda karakteristiknya, namun kesemuanya mempunyai tingkat kepentingan yang sama”. Penjabaran dari keempat prinsip Dublin-Rio tersebut adalah:

• Air merupakan benda langka dan tidak bisa dipandang sebagai benda yang tidak memiliki nilai. Pelayanan yang berkelanjutan hanya bisa didapatkan jika nilai yang dibayar oleh pengguna sama dengan nilai air yang dimanfaatkan oleh pengguna.

• Pengambilan keputusan akhir dalam pemanfaatan air harus melibatkan semua anggota masyarakat pengguna tanpa kecuali. Pendekatan pembangunan pelayanan air minum bagi masyarakat sasaran tidak lagi berdasarkan standar normatif dari pemerintah (supply driven) akan tetapi berdasarkan kebutuhan masyarakat (demand driven). Pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyebarluaskan informasi dan teknologi air minum kepada masyarakat agar mereka mempunyai pemahaman (awareness) terhadap pilihannya.

• Berkaitan dengan pembangunan pelayanan air minum maka keikutsertaan perempuan dalam pengambilan keputusan memperbesar jaminan tercapainya keberlanjutan. Perempuan adalah pemeran utama di rumahtangga yang bertanggung jawab terhadap penyediaan air minum bagi keluarga, baik kebutuhan yang terkait dengan kebersihan maupun kebutuhan yang terkait dengan kesehatan.

Pada dasarnya sumberdaya selalu terbatas, demikian juga sumberdaya keuangan yang dimiliki pemerintah. Di lain pihak, kebutuhan merupakan sesuatu yang tidak terbatas. Dengan demikian anggaran pemerintah tidak akan pernah cukup untuk menyediakan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan bagi semua orang. Oleh sebab itu ada tiga isu penting yang perlu dikenali:

� Kerangka kelembagaan dan hukum dari sektor air minum dan penyehatan lingkungan harus mendukung prinsip-prinsip Dublin-Rio. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap sistem kelembagaan dan hukum yang ada mengikuti prinsip Dublin–Rio.

� Sumber dana yang diperlukan untuk membiayai pembangunan, operasi, pemeliharaan, dan pengembangan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan harus dapat dipenuhi oleh masyarakat pengguna. Untuk mengatasi keterbatasan sumber dana maka keterlibatan dunia swasta dan masyarakat pengguna perlu ditingkatkan.

� Pemberdayaan kemampuan semua stakeholders pada semua tingkatan.

Prinsip Dublin Rio

• Pembangunan dan pengelolaan air harus berdasarkan pendekatan partisipatif, menyertakan pengguna, perencana, dan pembuat kebijakan pada semua tingkatan

• Air adalah sumber terbatas dan rentan, penting untuk menyokong kehidupan, pembangunan, dan lingkungan.

• Perempuan memainkan bagian penting dalam penyediaan, pengelolaan, dan perlindungan air

• Air memiliki nilai ekonomi dalam seluruh penggunaannya, dan harus dianggap sebagai benda ekonomi

Page 19: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

7

Berdasarkan pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan selama ini terlihat beberapa potensi di masyarakat yang dapat dikembangkan, seperti di masa lalu terdapat sejumlah mitos yang menghambat keberhasilan pendekatan partisipatif dalam pengembangan air minum dan penyehatan lingkungan. Namun mitos-mitos tersebut telah diyakini tidak benar. Beberapa penemuan terakhir membuktikan bahwa:

• Penghargaan masyarakat terhadap pelayanan air minum telah meningkat, hal ini ditunjukkan melalui:

- Masyarakat miskin membayar pelayanan air minum sering kali dengan harga lebih mahal dari masyarakat yang lebih mampu;

- Bila tingkat pelayanan air minum tidak memenuhi harapan masyarakat, maka masyarakat tidak akan menggunakan prasarana dan sarana yang disediakan dan tidak akan membayar biaya pelayanan yang diminta.

• Kesediaan partisipasi masyarakat dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan. Beberapa pelajaran yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat adalah:

- Standarisasi dan generalisasi prosedur pelaksanaan mengarah kepada kegagalan program.

- Partisipasi masyarakat merupakan potensi internal masyarakat yang tidak dapat diintervansi oleh orang lain, namun dapat dibangkitkan. Proses partisipatif adalah menyerahkan kendali proses pengambilan keputusan kepada masyarakat.

- Kegiatan yang berdasarkan kepada kebutuhan masyarakat akan mendapat dukungan masyarakat secara langsung melalui pembentukan institusi masyarakat setempat sesuai dengan tujuannya.

- Pendekatan partisipatif merupakan pendekatan yang berakar kepada perilaku dasar masyarakat dalam pengambilan keputusan yang dapat direplikasi sesuai dengan kebutuhan.

1.1.3. Perlunya Pembaruan Kebijakan.

Dari uraian sebelumnya tercermin bahwa pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia masih banyak menghadapi kendala. Namun demikian, ada beberapa potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kendala tersebut. Untuk dapat menggerakkan dan memanfaatkan potensi yang dimiliki serta untuk mengatasi kendala yang dihadapi diperlukan beberapa perubahan, khususnya yang terkait dengan mengenai kebijakan, kelembagaan dan mekanismenya. Dokumen ini merupakan paradigma baru dalam kebijakan nasional pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan, yang berbasis pada dinamika kelompok masyarakat yang bertumpu pada kemandirian, desentralisasi, otonomi serta demokrasi.

Page 20: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

8

1.2. Tujuan Penyusunan Kebijakan

Tujuan dari penyusunan dokumen kebijakan ini adalah:

1. Menghasilkan kebijakan nasional air minum dan penyehatan lingkungan yang merupakan kesepakatan seluruh instansi/sektor pusat dan daerah, masyarakat, akademisi, LSM, serta lembaga keuangan bilateral/multilateral pemberi bantuan dan pinjaman.

2. Mengidentifikasi strategi dan langkah-langkah pelaksanaan kebijakan dalam sektor air minum dan penyehatan lingkungan.

3. Sebagai masukan untuk menyusun program jangka panjang, menengah dan tahunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah sesuai dengan agenda desentralisasi dan reformasi.

1.3. Ruang Lingkup

Berdasarkan analisis terhadap pelaksanaan pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan selama ini, terdapat tiga pendekatan pengelolaan, yaitu pengelolaan berbasis lembaga (tipe A), pengelolaan berbasis masya-rakat (tipe C) dan kombinasi dari keduanya (tipe B). Dokumen ini tidak secara khusus mengatur tipe pengelolaan berbasis lembaga (tipe A). Fokus dari kebijakan yang diketengahkan dokumen ini adalah prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dikelola oleh masyarakat (tipe C). Walaupun demikian, ruang lingkup kebijakan tersebut juga mencakup sebagian tipe B yaitu pengelolaan bersama antara lembaga dan masyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan atas pengaturan dan hubungan antara pihak penyedia dan masyarakat pengguna. Perspektif lain dari pengelolaan AMPL dapat dilihat pada lampiran C.

Gambar 1: Tipologi pengelolaan penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

MA

SY

AR

AK

AT

L

EM

BA

GA

DARI BAWAH KE ATAS

DARI ATAS KE BAWAH

TIPE B

PENGELOLAAN BERSAMA

TIPE A

PENGELOLAAN BERBASIS

LEMBAGA

TIPE C

PENGELOLAAN BERBASIS

MASYARAKAT

Page 21: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

9

Tipe A: Pengelolaan Berbasis Lembaga

Pengambil keputusan dalam manajemen tipe ini adalah lembaga. Lembaga ini memegang kekuasaan tertinggi dalam perumusan rencana, rancangan, operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana serta pengelolaan pelayanannya. Mungkin ada lembaga lain yang melakukan satu atau dua dari aspek-aspek tersebut. Lembaga ini dapat berkonsultasi dapat pula tidak dengan para pelanggan (pengguna)nya, dan hubungan dengan mereka semata-mata bersifat komersial: pelanggan membayar uang sebagai biaya penyambungan dan selanjutnya secara periodik diwajibkan membayar biaya pelayanan. Contoh lembaga Tipe A ini adalah Perusahaan Daerah Air Minum, Perusahaan Daerah Kebersihan, dan Perusahaan Daerah Air Limbah di beberapa kota Indonesia

Tipe C: Pengelolaan Berbasis Masyarakat

Karakteristik yang paling menonjol dari pengelolaan tipe ini adalah bahwa kekuasaan tertinggi dalam pengambilan keputusan atas seluruh aspek yang menyangkut air minum dan atau penyehatan lingkungan berada di tangan anggota masyarakat, mulai dari tahap awal identifikasi kebutuhan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan, perencanaan tingkat pelayanan yang diinginkan, perencanaan teknis, pelaksanaan pembangunan, hingga ke pengelolaan operasional. Dalam fase-fase tertentu selama proses perkembangan mereka dapat memperoleh fasilitasi dari pihak luar, misalnya informasi tentang berbagai alternatif teknologi dan bantuan teknis (misalnya kontraktor, pengusaha, atau tenaga profesional), namun keputusan terakhir tetap berada di tangan masyarakat itu sendiri.

Tipe B: Pengelolaan Bersama Lembaga dan Masyarakat

Kategori tipe B terjadi karena tumpang tindihnya cakupan wilayah masing-masing pengelolaan lembaga dan pengelolaan oleh masyarakat. Pendekatan tipe B membuka peluang hibrida antara keduanya, dimana beberapa elemen dikelola oleh lembaga sedang elemen-elemen lain oleh masyarakat pengguna. Kerjasama pengelolaan didasarkan kepada kesepakatan kedua belah pihak dengan tetap mempertimbangkan aspek komersial, namun segala urusan didalamnya sepenuhnya terserah kepada anggota masyarakat yang bersangkutan. Contoh pengelolaan tipe B ini terdapat dalam praktek pelayanan air minum di kawasan perkotaan padat penduduk, misalnya kelompok pengguna air minum yang mengoperasikan kran air dengan membayar biaya langganan ke Perusahaan Air Minum.

Tipologi Pengelolaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

Page 22: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

10

II. Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat

Bagian ini menguraikan tujuan umum4, tujuan khusus, dasar hukum kebijakan, dan kebijakan umum pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang berbasis masyarakat. Sedangkan strategi pelaksanaan akan dibahas pada bab selanjutnya. Secara visual struktur kebijakan ditampilkan dalam gambar 2.

Gambar 2: Struktur Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan yang berkelanjutan.

2.2 Tujuan Khusus

Secara khusus pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan bertujuan: (a) meningkatkan pembangunan, penyediaan, pemeliharaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, (b) meningkatkan kehandalan dan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka faktor-faktor yang harus menjadi pijakan dalam menyusun kebijakan umum adalah sebagai berikut:

4 Tujuan umum diartikan sebagai kondisi yang ingin dicapai dalam kurun waktu relatif panjang, sehingga

lebih merupakan kondisi ideal yang ingin dicapai. Tujuan khusus merupakan kondisi yang ingin dicapai dalam kurun waktu relatif singkat dan dapat dengan mudah diukur pencapaiannya. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana atas pelaksanaan suatu pembangunan.

KESEPAKATAN

INTERNASIONAL

TUJUAN

UMUM

DASAR HUKUM

Prinsip

Dublin-Rio

PENGALAMAN

INTERNASIONAL

DAN NASIONAL

STRATEGI

PELAKSANAAN

KEBIJAKAN

UMUM

TUJUAN

KHUSUS

Page 23: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

11

a. Keberlanjutan

Dalam konteks air minum dan penyehatan lingkungan, keberlanjutan dapat diartikan sebagai upaya dan kegiatan penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan yang dilakukan untuk dapat memberikan manfaat dan pelayanan kepada masyarakat pengguna secara terus menerus. Keberlanjutan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan harus dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari pembangunan prasarana dan sarana, operasi, pemeliharaan, pengelolaan, dan pengembangan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan kepada masyarakat. Mengingat pemberdayaan masyarakat merupakan alat untuk mencapai tujuan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan maka perubahan perilaku masyarakat menuju budaya hidup yang lebih sehat serta mendukung keberlanjutan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan merupakan tolok ukur keberhasilan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk menuju pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang berkelanjutan adalah: • keberlanjutan aspek pembiayaan • keberlanjutan aspek teknik • keberlanjutan aspek lingkungan hidup • keberlanjutan aspek kelembagaan • keberlanjutan aspek sosial

b. Penggunaan Efektif5

Penggunaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan dikatakan efektif apabila prasarana dan sarana yang tersedia tepat tujuan, tepat sasaran, dan layak dimanfaatkan. Selain itu, prasarana dan sarana yang tersedia tersebut memenuhi kaidah/standar teknis, kesehatan, dan kelembagaan (pengelolaan), serta memperhatikan perubahan perilaku masyarakat serta kapasitas masyarakat untuk mengelola prasarana dan sarana. Efektivitas penggunaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan dapat dilihat dari dua hal yaitu:

� Kemudahan Penggunaan

Kemudahan penggunaan berkaitan erat dengan tingkat kemudahan masyarakat dalam memanfaatkan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Dengan demikian, prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun dan dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat dan atau oleh perseorangan/keluarga diharapkan berteknologi tepat guna, mudah dioperasikan

5 Penggunaan efektif dipandang lebih penting dari cakupan, walaupun demikian data mengenai cakupan tetap dicatat sebagai bagian dari efektivitas penggunaan. Cakupan biasanya diartikan sebagai suatu angka yang mewakili jumlah penduduk yang dilayani prasarana dan sarana air minum dan/atau penyehatan lingkungan yang berfungsi dalam area tertentu (desa, kota, propinsi, negara), dan dinyatakan dalam angka atau proporsi (% dari total penduduk) yang lebih kuantitatif tanpa mempertimbangkan aspek kualitatif, seperti misalnya apakah sarana berfungsi atau tidak. Dilain pihak, penggunaan efektif telah mempertimbangkan aspek kualitatif sehingga atas dasar itulah cakupan tidak lagi dijadikan sasaran antara dalam kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.

Page 24: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

12

dan dipelihara, mudah dimanfaatkan, serta berlokasi dekat dengan lokasi aktivitas sehari-hari.

� Kesetaraan

Kesetaraan (equity) berkaitan dengan suatu kondisi bahwa prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun bermanfaat bagi setiap anggota masyarakat tanpa membedakan tingkat (strata) sosial, jenis kelamin, suku, agama, dan ras. Melalui kesetaraan tersebut diharapkan masyarakat mempunyai pandangan yang sama untuk meningkatkan peranan masyarakat yang kurang beruntung serta perempuan dalam proses pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Selain itu, peningkatan peranan masyarakat yang kurang beruntung dan perempuan dalam proses pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan merupakan upaya untuk mengubah perilaku mereka dari obyek pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan menjadi subyek pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.

2.3 Dasar Penetapan Kebijakan

Kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia disusun berdasarkan kebijakan nasional sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar 1945

Pasal 33 Ayat 3:

‘Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat’.

b. GBHN 1999-2004 (Tap No. IV/MPR/1999)

Butir B. Ekonomi, Ayat 17:

‘Meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana publik, termasuk transportasi, telekomunikasi, energi dan listrik, dan air bersih guna mendorong pemerataan pembangunan, melayani kebutuhan masyarakat dengan harga terjangkau, serta membuka keterisolasian wilayah pedalaman dan terpencil’.

Butir F. Sosial Budaya, Ayat 1.a:

‘Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut’.

c. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

Bab V Upaya Kesehatan

Bagian kelima : Kesehatan Lingkungan

Pasal 22

‘Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat. Kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan permukiman, lingkungan kerja, angkutan umum dan lingkungan

Page 25: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

13

lainnya. Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit, dan penyehatan atau pengamanan lainnya’.

Bab VII Peranserta Masyarakat Pasal 71

‘Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam penyelenggaraan upaya kesehatan beserta sumber dayanya’.

d. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Bab V Peranserta Masyarakat: ‘Setiap warga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya

untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan dan permukiman’. e. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup

Bab III Hak Kewajiban dan Peranserta Masyarakat

Pasal 3

‘Mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya’.

Pasal 5

1. Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

2. Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.

3. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

f. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 4:

‘Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat’.

g. Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000 - 2004

Bab VIII Pembangunan Sosial dan Budaya,

Butir C Program-Program Pembangunan

1.1 Program Lingkungan Sehat, Perilaku Sehat, dan Pemberdayaan Masyarakat

b. Perilaku Sehat dan Pemberdayaan Masyarakat

‘Sasaran khusus program ini adalah (1) meningkatnya perwujudan dan kepedulian perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan bermasyarakat; (2)

Page 26: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

14

berkembangnya sistem jaringan dukungan masyarakat, sehingga pada akhirnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan masyarakat dapat meningkat’.

Bab IX Pembangunan Daerah

Butir C Program-Program Pembangunan

2.6 Program Pengembangan Prasarana dan Sarana Permukiman

‘Kegiatan pokok yang dilakukan adalah (1) peningkatan kualitas pelayanan dan pengelolaan prasarana dan sarana permukiman, meliputi air bersih, drainase, air limbah, persampahan, penanggulangan banjir, jalan lokal, terminal, pasar, sekolah, perbaikan kampung dan sebagainya; (2) peningkatan kualitas operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana permukiman’.

h. Millenium Development Goal (MDG)6

Johannesburg Summit pada tahun 2002 sepakat untuk mengurangi separuh, pada tahun 2015, proporsi penduduk yang tidak dapat atau tidak mampu memperoleh air minum yang sehat (seperti yang tercantum dalam Deklarasi Milenium) dan proporsi penduduk yang tidak memiliki akses pada sanitasi dasar.

i. Deklarasi Kyoto (World Water Forum) 24 Maret 20037

a) Peningkatan akses terhadap air bersih adalah penting bagi pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan dan kelaparan.

b) Penambahan investasi pada sektor air minum dan penyehatan lingkungan sangat diperlukan dalam rangka mencapai target pengurangan separuh proporsi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum yang sehat dan sanitasi dasar pada tahun 2015.

2.4 Kebijakan Umum

Seperti telah disebutkan di atas, bahwa tujuan pembangunan AMPL adalah meningkatkan pembangunan, penyediaan, pemeliharaan dan meningkatkan kehandalan dan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Agar tujuan tersebut di atas dapat dicapai maka diperlukan perubahan paradigma pembangunan yang dimanifestasikan melalui perubahan kebijakan air minum dan penyehatan lingkungan yang berdasar kepada:

6 Dikutip dari Terjemahan Tidak Resmi, Deklarasi Johannesburg mengenai Pembangunan Berkelanjutan dan Rencana Pelaksanaan KTT Pembangunan Berkelanjutan, Berikut Komitmen Sektoral Nasional, Direktorat Jenderal Multilateral Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, Departemen Luar Negeri, 2002. 7 Diterjemahkan dari pernyataan aslinya sebagaimana berikut 1) Access to clean water is essential for sustainable development and the eradication of poverty and hunger; 2) Far more investment in water supply and sanitation is needed to halve the proportion of people without access to safe drinking water and basic sanitation by 2015.

Page 27: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

15

a. Air Merupakan Benda Sosial dan Benda Ekonomi

Peranan air sebagai sumber kehidupan telah disadari semua lapisan masyarakat, namun manifestasinya menimbulkan berbagai pandangan. Hingga saat ini sebagian anggota masyarakat masih berpandangan bahwa air sebagai sumber kehidupan semata-mata merupakan benda sosial (public good) yang dapat diperoleh secara cuma-cuma serta tidak mempunyai nilai ekonomi. Pandangan ini mengakibatkan masyarakat tidak dapat menghargai air sebagai benda langka yang mempunyai nilai ekonomi. Dampaknya adalah masyarakat mengeksploitasi air secara bebas dan berlebihan serta tidak mempunyai keinginan untuk melestarikan lingkungan dan sumber daya air baik kualitas maupun kuantitasnya, dan kemacetan dalam pengembangan ilmu dan teknologi untuk penggunaan kembali (reuse) dan pendaur-ulangan (recycle) air.

Untuk mengubah pandangan tersebut di atas diperlukan upaya kampanye publik (public campaign) kepada seluruh lapisan masyarakat bahwa air merupakan benda langka yang mempunyai nilai ekonomi dan memerlukan pengorbanan untuk mendapatkannya, baik berupa uang maupun waktu. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap sisi lain dari air yaitu sebagai benda ekonomi maka diharapkan perilaku masyarakat dalam memanfaatkan air akan berubah, lebih bijak dalam mengeksploitasi air, lebih efisien dalam memanfaatkan air, mempunyai keinginan untuk berkorban dalam mendapatkan air. Sesuai dengan sifatnya sebagai benda ekonomi maka prinsip utama dalam pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan adalah “pengguna harus membayar atas pelayanan yang diperolehnya”. Prinsip tersebut mencerminkan pandangan bahwa yang dibayar oleh pengguna adalah biaya atas kemudahan untuk memperoleh pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan.

b. Pilihan yang Diinformasikan Sebagai Dasar dalam Pendekatan Tanggap Kebutuhan

Pendekatan tanggap kebutuhan (Demand Responsive Approach) menempatkan masyarakat pada posisi teratas dalam pengambilan keputusan, baik dalam hal pemilihan sistem yang akan dibangun, pola pendanaan, maupun tata cara pengelolaannya. Untuk meningkatkan efektivitas pendekatan tanggap kebutuhan, pemerintah sebagai fasilitator harus memberikan pilihan yang diinformasikan (informed choice)8 kepada masyarakat. Pilihan yang diinformasikan tersebut menyangkut seluruh aspek pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan, seperti aspek teknologi, pembiayaan, lingkungan, sosial dan budaya, serta kelembagaan pengelolaan.

c. Pembangunan Berwawasan Lingkungan

Pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya air didalamnya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan kualitas hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

8 Pilihan yang terinformasikan mencakup saat berpartisipasi, pilihan teknologi dan tingkat pelayanan berdasar pada keinginan membayar (willingness to pay), bagaimana dan kapan diterimanya pelayanan, bagaimana pengelolaan dana dan pertanggungjawabannya, dan bagaimana pengelolaan pelayanan.

Page 28: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

16

Pembangunan air minum mulai dari sumber air, pengaliran air baku, pengolahan air minum, jaringan distribusi air minum, sampai dengan sambungan rumah dilaksanakan dengan mempertimbangkan kaidah dan norma kelestarian lingkungan. Demikian juga, pembangunan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan, khususnya pengelolaan limbah dan persampahan juga dilaksanakan mengikuti kaidah dan norma kelestarian lingkungan. Dengan demikian diharapkan adanya sinergi antara upaya peningkatan

kualitas hidup masyarakat dengan upaya peningkatan kelestarian lingkungan.

d. Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Agar pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan dapat berkelanjutan maka pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan harus mampu mengubah perilaku masyarakat dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan sebagai dasar menuju kualitas hidup yang lebih baik.

Upaya yang dilakukan untuk mengubah perilaku masyarakat dilakukan melalui pendidikan perilaku hidup bersih dan sehat. Sebagai suatu sistem yang menyeluruh (komprehensif) maka dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan komponen pendidikan perilaku hidup bersih dan sehat merupakan komponen utama, selain komponen fisik prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

e. Keberpihakan pada Masyarakat Miskin

Pada prinsipnya, seluruh masyarakat Indonesia berhak untuk mendapatkan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan yang layak dan terjangkau. Oleh sebab itu, dengan melihat keterbatasan yang dimiliki maka pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan harus memperhatikan dan melibatkan secara aktif kelompok masyarakat miskin dan kelompok masyarakat tidak beruntung lainnya dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini sebagai upaya agar mereka tidak terabaikan dalam pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan, sehingga kebutuhan air minum dan penyehatan lingkungan bagi kelompok masyarakat miskin dan kelompok masyarakat tidak beruntung lainnya dapat terpenuhi secara layak, adil, dan terjangkau.

f. Peran Perempuan dalam Pengambilan Keputusan

Peranan perempuan untuk memenuhi kebutuhan air minum dan penyehatan lingkungan untuk kepentingan sehari-hari sangat dominan. Sebagai pihak yang langsung berhubungan dengan pemanfaatan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, perempuan lebih mengetahui yang mereka butuhkan dalam hal kemudahan mendapatkan air dan kemudahan mempergunakan prasarana dan sarana .

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh UNICEF dengan Bank Dunia terhadap proyek-proyek air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia, pelibatan perempuan dalam proses pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan terbukti meningkatkan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana yang dibangun. Sehingga sudah sewajarnya menempatkan perempuan sebagai pelaku utama dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.

Menempatkan perempuan sebagai pelaku utama diartikan sebagai keikutsertaan mereka secara aktif dalam menemukenali persoalan pokok air minum dan penyehatan

Page 29: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

17

lingkungan, mengidentifikasi penyebabnya, mengemukakan usulan pemecahan, dan mengambil keputusan untuk memecahkan persoalan pokok.

g. Akuntabilitas Proses Pembangunan

Dalam era desentralisasi dan keterbukaan maka pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan harus menempatkan masyarakat sasaran tidak lagi sebagai obyek pembangunan namun sebagai subyek pembangunan. Kebijakan ini sekaligus bertujuan meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengenali lebih dini sistem pengelolaannya.

Prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan mempunyai sasaran akhir masyarakat yang berkemampuan mengoperasikan, memelihara, mengelola, dan mengembangkan prasarana dan sarana yang telah dibangun. Untuk itu, pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan harus lebih terbuka, transparan, serta memberikan peluang kepada semua pelaku untuk memberikan kontribusi dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan sesuai dengan kemampuan sumber daya yang ada pada seluruh tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, operasi dan pemeliharaan, dan pengembangan pelayanan.

h. Peran Pemerintah Sebagai Fasilitator

Pemberdayaan diartikan sebagai upaya yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi dan kemampuan yang mereka miliki atas dasar prakarsa dan kreativitas. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 pasal 92 ayat 2, dinyatakan bahwa pemberdayaan diartikan sebagai upaya meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan kepemilikan dari prasarana dan sarana yang dibangun. Selaras dengan pengertian tersebut maka peranan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah sebagai fasilitator, bukan sebagai penyedia (provider).

Sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat, pemerintah dapat memberi kesempatan kepada pihak lain yang berkompeten serta mendorong inovasi untuk meningkatkan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan.

Peranan pemerintah khususnya pemerintah kabupaten dan kota sebagai fasilitator sangat penting dalam kegiatan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan. Fasilitasi tidak diartikan sebagai pemberian prasarana dan sarana fisik maupun subsidi langsung, namun pemerintah harus memberikan bimbingan teknis dan non teknis secara terus menerus kepada masyarakat yang sifatnya mendorong dan memberdayakan masyarakat agar mereka dapat merencanakan, membangun, dan mengelola sendiri prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan serta melaksanakan secara mandiri kegiatan pendukung lainnya. Dalam upaya mengoptimalkan peran daerah sebagai fasilitator, daerah juga perlu mendorong partisipasi pihak lain yang berkompeten dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, seperti pihak swasta dan lembaga swadaya masyarakat. Daerah juga perlu mendorong terjadinya koordinasi dan kerjasama antar wilayah dalam pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan yang melibatkan dua atau lebih wilayah yang

Page 30: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

18

berbeda. Penting juga diperhatikan adalah kesiapan pemerintah daerah dalam menyediakan data dan informasi yang mudah diakses oleh masyarakat serta berperan sebagai mitra konsultasi dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.

Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat yang telah berjalan selama ini, baik yang dilakukan oleh masyarakat sendiri, organisasi masyarakat setempat, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat perlu terus dikembangkan.

i. Peran Aktif Masyarakat

Seluruh masyarakat harus terlibat secara aktif dalam setiap tahapan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan. Namun demikian mengingat keterbatasan ruang dan waktu maka keterlibatan tersebut dapat melalui mekanisme perwakilan yang demokratis serta mencerminkan dan merepresentasikan keinginan dan kebutuhan mayoritas masyarakat.

j. Pelayanan Optimal dan Tepat Sasaran

Pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan harus optimal dan tepat sasaran. Yang dimaksud dengan optimal adalah kualitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat, dan nyaman serta terjangkau semua lapisan masyarakat. Oleh sebab itu, pilihan jenis pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan harus ditawarkan kepada masyarakat pengguna agar masyarakat dapat memanfaatkannya sesuai dengan pilihannya. Tepat sasaran diartikan sebagai cakupan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.

k. Penerapan Prinsip Pemulihan Biaya

Kapasitas dan kemampuan anggaran pemerintah (pusat dan daerah) yang ada tidak mencukupi untuk terus membangun dan mengelola prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan bagi seluruh masyarakat. Untuk menunjang keberlanjutan pelayanan maka pembangunan dan pengelolaan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan perlu memperhatikan prinsip pemulihan biaya (cost recovery). Dengan demikian, pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang berbasis masyarakat perlu memperhitungkan seluruh komponen biaya dalam pembangunan mulai biaya perencanaan, pembangunan fisik, dan operasi pemeliharaan serta penyusutannya (depreciation). Besaran iuran atas pelayanan air untuk menutup minimal biaya operasional, harus disepakati oleh masyarakat pengguna sesuai dengan tingkat kemampuan/daya beli masyarakat setempat (miskin, menengah, dan kaya).

Untuk itu dalam tahapan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan penerapan prinsip pemulihan biaya harus dikomunikasikan secara terbuka kepada semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama masyarakat pengguna, agar mereka mengetahui besarnya nilai investasi dalam pembangunan prasarana dan sarana tersebut. Selanjutnya diharapkan masyarakat dapat memilih alternatif sistem yang terjangkau dan masyarakat memiliki pemahaman untuk memelihara prasarana dan sarana yang dibangun.

Page 31: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

19

III. Strategi Pelaksanaan

Strategi pelaksanaan kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan merupakan penjabaran dari kebijakan umum yang tertuang dalam bab terdahulu. Strategi ini memberikan kerangka umum untuk mewujudkan keberlanjutan dan penggunaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun secara efektif untuk mewujudkan kualitas hidup masyarakat yang lebih baik. Strategi-strategi ini saling terkait satu dengan lainnya, komprehesif, serta berorientasi kepada operasionalisasi kebijakan dan pencapaian tujuan. Strategi pelaksanaan berdasar pendekatan tanggap kebutuhan ditampilkan dalam Gambar 3 berikut.

Gambar 3 : Strategi Pelaksanaan Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

Strategi 1 : Mengembangkan kerangka peraturan untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan

Peraturan dibutuhkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dan melindungi terjadinya penyimpangan terhadap peran serta masyarakat pada semua tahapan pembangunan, mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan prasarana dan sarana yang dibangun.

Pengembangan lembaga/peningkatan UPS, Koperasi air, PDAM atau organisasi masyarakat yang keberadaan dan kepemilikan asetnya memiliki status hukum yang jelas

Strategi 5, 11

Masyarakat

O&P, Pengembangan dan Replikasi

Strategi 6,7,14,15,16

Pelaksanaan Pendekatan Partisipatif

Strategi 3,4,5,13

Kampanye Kesadaran Masyarakat Strategi 2,5,8,9,10,11,12

Stakeholder lain: Swasta, LSM dll.

Daerah

Pemerintah

Pemenuhan Kebutuhan

Kebutuhan

Kerangka Kebijakan Strategi 1

Komoditi Ekonomi

Strategi 3

Opsi Pelayanan

Strategi 3,7

Kemauan untuk Membayar

Strategi 3,12

Penyediaan fasilitator

Page 32: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

20

Terobosan-terobosan peraturan perlu dilakukan untuk mengakomodasikan pendekatan pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang bertumpu kepada pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pemberdayaan masyarakat. Prinsip-prinsip good governance seperti akuntabilitas, transparansi, kesetaraan, penegakan hukum, tanggap, berwawasan ke depan, pengawasan, efisiensi dan efektivitas, serta profesionalisme, menjadi dasar dalam kerangka peraturan tersebut.

Mengingat proses pemberdayaan masyarakat memerlukan waktu yang tidak dapat dibatasi oleh tahun anggaran maka mekanisme penganggaran perlu memperhatikan kendala tersebut. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pembaruan mekanisme penganggaran yang terkait dengan proses pemberdayaan masyarakat.

Selain itu, perlu disusun peraturan yang mengatur status hukum prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun melalui anggaran bersama (sharing), antara pemerintah dengan masyarakat; antara anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya; antara masyarakat dengan lembaga keuangan pemberi bantuan(hibah) dan pinjaman; antara masyarakat dengan organisasi masyarakat setempat atau lembaga swadaya masyarakat, dan bentuk kerjasama keuangan antara masyarakat dengan pihak lainnya. Hal lain yang juga perlu diatur adalah mengenai pemindahan aset (transfer asset) dari pemerintah kepada masyarakat.

Strategi 2 : Meningkatkan investasi untuk pengembangan kapasitas sumber daya masyarakat pengguna.

Melihat bahwa persoalan utama dalam pengelolaan prasarana dan sarana air minum

dan penyehatan lingkungan adalah terbatasnya kapasitas sumber daya manusia,

khususnya sumber daya masyarakat pengguna, maka investasi untuk meningkatkan

kapasitas sumber daya manusia dalam program air minum dan penyehatan lingkungan

harus ditingkatkan. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia bagi masyarakat

pengguna dapat berbentuk bantuan teknis, penyediaan informasi pilihan, dan fasilitasi

dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

Bantuan teknis diperlukan untuk membuka wawasan masyarakat terhadap pilihan-pilihan yang sesuai dengan kapasitas dan kemampuan mereka, termasuk keuntungan dan resiko yang harus dipikulnya. Pilihan-pilihan tersebut meliputi aspek teknis, pembiayaan, kelembagaan, sosial dan budaya kemasyarakatan, serta pelestarian lingkungan hidup.

Kapasitas pemerintah sebagai fasilitator juga perlu ditingkatkan terutama kapasitas aparat pemerintah daerah yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Peningkatan kapasitas pemerintah dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, seminar/lokakarya, studi banding dan on the job training melalui interaksi langsung dengan persoalan-persoalan di lapangan.

Pendanaan bagi peningkatan kapasitas sumberdaya manusia bersumber pada anggaran pemerintah daerah, pusat, atau kerjasama dengan pihak lain yang memiliki visi yang sama dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia.

Page 33: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

21

Strategi 3 : Mendorong penerapan pilihan-pilihan pembiayaan untuk pembangunan, dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

Dengan mengacu pada mekanisme pasar yang berprinsip bahwa pengguna membayar seluruh biaya pelayanan (user pay) maka masyarakat pengguna pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan harus membiayai seluruh biaya pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, baik biaya pembangunan maupun biaya operasi dan pemeliharaannya.

Mengingat keterbatasan kemampuan pendanaan pemerintah saat ini, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memperbaiki cara pandang semua pihak sehingga biaya pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan harus berdasarkan prinsip pemulihan biaya (cost recovery), yang artinya semua komponen biaya harus diperhitungkan dan harus ditanggung oleh pengguna.

Untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut masyarakat harus diberikan pilihan-pilihan sistem pembiayaan yang sesuai dengan kemampuan mereka melalui pemberian sebanyak-banyaknya pilihan pembiayaan dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan serta memfasilitasi proses pemilihan alternatif terbaik oleh masyarakat, misalnya melalui pola pendanaan bersama (cost sharing) antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan seperti proyek WSLIC2, ProAir atau beberapa proyek yang dikembangkan oleh LSM bersama masyarakat. Peranan pihak luar (pemerintah, lembaga donor, lembaga non-pemerintah) diperlukan untuk meningkatkan wawasan masyarakat mengenai perlunya alternatif pembiayaan dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

Pemerintah sebagai fasilitator juga berkewajiban melakukan fasilitasi koordinasi antar pelaku air minum dan penyehatan lingkungan di daerah, seperti kelompok swadaya masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, donor, pihak swasta, termasuk pemerintah sendiri, guna meningkatkan efisiensi pembiayaan pembangunan. Koordinasi antar pelaku diharapkan dapat melakukan sinergi dalam pembiayaan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.

Strategi 4 : Menempatkan kelompok pengguna dalam pengambilan keputusan pada seluruh tahapan pembangunan serta pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

Pengambilan keputusan dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan di kota kecil dan kawasan perdesaan sebaiknya dilakukan pada lapisan paling bawah, yaitu masyarakat pengguna/penerima prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Mereka harus mampu menentukan jenis pelayanan yang dibutuhkan, teknologi yang diterapkan, pilihan pembiayaan, dan sistem pengelolaannya termasuk jenis kelembagaannya. Peningkatan kemampuan masyarakat dalam pengambilan keputusan dilaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan prinsip partisipatif (participatory approach) yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Pendekatan tanggap kebutuhan menuntut masyarakat untuk memahami betul sistem air minum dan

Page 34: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

22

penyehatan lingkungan sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kemampuannya.

Strategi 5 : Meningkatkan kemampuan masyarakat di bidang teknik, pembiayaan, dan kelembagaan, dalam pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

Menjadikan masyarakat sebagai pengambil keputusan berarti memposisikan masyarakat sebagai penanggung jawab utama dalam pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan. Kondisi ini harus disertai dengan peningkatan kemampuan masyarakat dalam seluruh aspek, khususnya bidang teknik, keuangan dan kelembagaan. Dalam aspek teknik, masyarakat perlu dilatih untuk mengenali dan memahami karakteristik teknologi yang tepat guna serta sesuai dengan kondisi daerahnya. Untuk itu, dukungan dalam bentuk bantuan teknis sangat diperlukan, baik yang berasal dari pemerintah (pusat dan daerah), perguruan tinggi, LSM, dan swasta. Bantuan teknis kepada masyarakat diperlukan untuk mengelola, mengoperasikan dan memelihara prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun sesuai dengan kaidah-kaidah teknis yang dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu juga diperlukan pelatihan administrasi pembukuan bagi kelompok masyarakat pengguna. Pengetahuan administrasi pembukuan diperlukan untuk menjamin transparansi diantara para pelaku. Peningkatan kemampuan dalam pengelolaan administrasi selain dilakukan melalui pelatihan juga dapat dilakukan melalui kerjasama kelembagaan, studi banding, ataupun melalui magang. Bagi pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang dibiayai melalui anggaran non-pemerintah, seperti LSM, lembaga keuangan internasional, perguruan tinggi, dan sebagainya perlu adanya pelatihan administrasi pembukuan khusus yang sesuai dengan tuntutan pemberi bantuan dan atau pinjaman. Dalam kaitan dengan pengembangan kelembagaan, masyarakat perlu mengetahui struktur organisasi pengelola prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan beserta fungsi dan tata kerjanya, kaitan dengan lembaga lain sejenis, kaitan dengan pemegang saham, tata cara pengembangan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan beserta tata cara menggali dana yang dibutuhkan, dan tata cara menyusun laporan keuangan kepada masyarakat yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk mendukung hal-hal di atas maka diperlukan pengaturan antara hak dan kewajiban antara pengelola dan masyarakat pengguna. Pengaturan dan pembagian hak dan kewajiban tersebut dikembangkan sendiri oleh pengelola dan masyarakat pengguna, sedangkan pemerintah berperan sebagai fasilitator untuk mendorong tersusunnya peraturan tersebut serta mendiseminasikannya kepada masyarakat luas.

Page 35: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

23

Strategi 6 : Menyusun Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM) sektor air minum dan penyehatan lingkungan sebagai upaya memperbaiki kualitas pelayanan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, operasi, pemeliharaan, dan pengelolaan

Untuk meningkatkan kinerja program air minum dan penyehatan lingkungan yang berbasis masyarakat, diperlukan upaya perbaikan mekanisme perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian program. Penyediaan bantuan teknis atau sejenisnya di tingkat kabupaten, kecamatan, dan bahkan desa sangat diperlukan, guna meningkatkan kemudahan bagi masyarakat melakukan konsultasi teknis, serta mendapatkan informasi tentang program prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Terkait dengan hal tersebut maka NSPM (Norma, Standar, Pedoman, dan Manual) menjadi alat yang efektif untuk melaksanakan pembinaan teknis bagi masyarakat pengguna. Panduan tersebut juga mencakup aspek kelestarian lingkungan, khususnya tata cara pelestarian sumber daya air baik secara kuantitas yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan sumber air, maupun secara kualitas yang terkait erat dengan tata cara pengelolaan limbah. Panduan ini seyogyanya mudah dipahami dan dimengerti oleh kalangan awam, serta menampilkan gambar yang provokatif dan informatif. Pendekatan dan teknik yang telah dimiliki dan dipergunakan selama ini, seperti PRA (Participatory Rural Appraisal), PHAST (Participatory Hygiene and Sanitation Transformation), CMA (Community Management Approach), MPA (Methodology for Participatory Assessment) dalam berbagai proyek, dapat terus dikembangkan dan disebarluaskan. Contoh pendekatan partisipatif dapat dilihat pada lampiran E.

Strategi 7 : Mendorong konsolidasi penelitian, pengembangan, dan diseminasi pilihan teknologi untuk mendukung prinsip pemberdayaan masyarakat.

Hingga saat ini telah banyak uji coba dan pemanfaatan teknologi tepat guna di sektor air minum dan penyehatan lingkungan, baik yang dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga penelitian, perguruan tinggi, lembaga donor, lembaga swadaya masyarakat, bahkan kelompok masyarakat sendiri. Namun demikian inventarisasi terhadap teknologi tepat guna beserta kelebihan dan kekurangannya belum pernah dilakukan.

Dalam rangka mendukung prinsip informed choice maka kegiatan inventarisasi teknologi tepat guna tersebut perlu dilakukan sehingga masyarakat dapat memanfaatkannya sebagai pedoman dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Agar masyarakat mudah mengakses informasi-informasi tersebut diperlukan kesiapan lembaga yang bertanggung jawab terhadap kegiatan inventarisasi tersebut.

Kegiatan lain yang perlu ditingkatkan adalah sosialisasi dan diseminasi hasil-hal penelitian dan pengembangan tersebut kepada pemerintah baik pusat maupun daerah, masyarakat dan pelaku lain di bidang air minum dan penyehatan lingkungan.

Page 36: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

24

Strategi 8 : Mengembangkan motivasi masyarakat melalui pendidikan formal dan informal.

Motivasi yang melatar-belakangi tumbuhnya kebutuhan terhadap air minum berbeda dari motivasi yang melatarbelakangi kebutuhan terhadap penyehatan lingkungan. Praktek kegiatan pengelolaan penyehatan lingkungan dan kebiasaan hidup sehat lebih bersifat pribadi. Dengan sendirinya perubahan-perubahan yang terjadi terletak di tingkat individu dan rumah tangga. Implikasinya, jangka waktu yang diperlukan untuk mewujudkan perbaikan dalam pelayanan penyehatan lingkungan relatif lebih lama dibandingkan dengan perbaikan pelayanan air minum. Hal ini disebabkan pengelolaan penyehatan lingkungan memerlukan lebih banyak waktu untuk mensosialisasikan pentingnya perubahan perilaku hidup bersih dan sehat.

Upaya tersebut di atas dilaksanakan antara lain melalui penyadaran masyarakat, pendidikan di sekolah, dan pelatihan partisipatif yang melibatkan keluarga dan masyarakat. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat melalui metoda partisipatif terbukti efektif dalam meningkatkan manfaat dan pelayanan bidang air minum dan penyehatan lingkungan.

Untuk meningkatkan pemahaman (awareness) masyarakat terhadap pentingnya air minum dan penyehatan lingkungan maka penyadaran perlu diberikan sejak sekolah dasar. Murid sekolah dasar diberikan contoh-contoh dan gambar-gambar yang merangsang imajinasi mereka dalam berperilaku hidup bersih dan sehat sehingga mereka mempunyai bekal pengetahuan yang cukup pada saat menginjak dewasa. Pendidikan lainnya juga dapat dilakukan melalui majalah yang diterbitkan khusus yang memuat pesan-pesan tentang kesehatan lingkungan, pembahasan dan diskusi yang difasilitasi oleh guru-guru yang sudah dilatih.

Strategi 9 : Meningkatkan pelestarian dan pengelolaan lingkungan, khususnya sumber daya air.

Untuk keberlanjutan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan maka sumber daya air yang meliputi air permukaan, air tanah baik air tanah dalam maupun dangkal, dan mata air perlu mendapatkan perhatian dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan program air minum dan penyehatan lingkungan. Kesadaran bahwa daya dukung lingkungan mempunyai batas perlu disebarluaskan, serta harus diikuti dengan pengadaan peraturan perundangan dan penegakan hukum yang ketat. Selain itu perlu diterapkan pula sistem insentif, reward dan dis-insentif bagi para pelaku yang terlibat pada pemanfaatan sumber daya air.

Terkait dengan upaya menyelamatkan kelestarian sumber daya air maka diperlukan strategi terpadu untuk meningkatkan kualitas lingkungan, melalui perlindungan kawasan penyangga mata air, rehabilitasi wilayah tangkapan air, pengurangan eksploitasi air tanah, dan peningkatan pengelolaan air limbah dan persampahan.

Mengingat daya dukung lingkungan mikro untuk menerima beban pencemaran dari air limbah, baik rumah tangga ataupun industri kecil dan industri rumah tangga, sangat terbatas dan jumlah penduduk terus bertambah setiap tahunnya maka pengelolaan air limbah, baik rumah tangga ataupun industri kecil dan industri rumah tangga perlu ditingkatkan. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi sederhana, tepat guna, akrab lingkungan, dan mudah dikelola.

Page 37: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

25

Kondisi yang sama juga didapati pada pengelolaan persampahan. Dengan semakin tingginya laju pertumbuhan penduduk maka jumlah timbulan sampah yang dihasilkan semakin meningkat. Namun demikian luas lahan yang tersedia sebagai tempat pembuangan akhir (TPA) semakin terbatas. Implikasinya, masyarakat seringkali membuang sampah ke badan air sehingga mencemari badan air tersebut. Untuk itu diperlukan upaya untuk menanggulangi persoalan tersebut, antara lain melalui peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya upaya daur ulang (recycle), pengurangan volume (reduce), dan penggunaan kembali (reuse). Untuk itu diperlukan pengembangan dan pelaksanaan peraturan perundangan (termasuk penegakan hukum) ataupun penerapan sistem insentif, reward dan dis-insentif.

Strategi 10: Mempromosikan perubahan pendekatan dalam pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, dari pendekatan berdasarkan batasan administrasi menjadi pendekatan sistem.

Pendekatan penanganan program air minum dan penyehatan lingkungan yang berdasarkan batasan administratif (wilayah perkotaan dan perdesaan) tidak tepat lagi untuk diterapkan. Hal ini berdasarkan, bahwa untuk mencapai pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan yang efektif dan efisien serta mengatasi keterbatasan sumber daya maka cakupan wilayah pelayanan tidak dapat dibatasi oleh batas administrasi.

Kenyataan saat ini menunjukkan adanya kawasan perkotaan yang memiliki karakteristik perdesaan dan tidak terlayani oleh sistem perkotaan, seperti yang terjadi pada wilayah pinggiran kota, ataupun di kantong-kantong permukiman di pusat kota. Demikian halnya di kawasan perdesaan, ada sistem yang cukup besar sehingga tidak dapat dikelola oleh masyarakat, tetapi dipandang tidak potensial untuk dikelola oleh lembaga formal yang sebagai pengelola air minum dan penyehatan lingkungan diperkotaan seperti PDAM, PDAL, Dinas Kebersihan.

Kekakuan dalam cara berpikir dan egoisme kewilayahan, dengan berlindung kepada peraturan perundang-undangan dalam era desentralisasi dan otonomi daerah, menjadi kendala utama dalam pengembangan dan peningkatan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan. Kendala-kendala ini yang menyebabkan rendahnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan selama ini, sehingga masyarakat tidak dan belum mendapatkan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan sebagaimana yang diharapkan.

Untuk mengatasi kendala tersebut maka perlu adanya perubahan pendekatan dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan dengan lebih mensinergikan seluruh sumber daya antar daerah. Pendekatan sistem regional dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan merupakan alternatif dan strategi terbaik untuk mengatasi kendala sebagaimana tersebut diatas. Pendekatan sistem regional harus terus dikembangkan untuk mengatasi masalah secara komprehensif, integratif dan koordinatif.

Page 38: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

26

Strategi 11: Meningkatkan kualitas pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat pengguna.

Pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan oleh masyarakat pengguna pada umumnya dilaksanakan melalui Unit Pengelola Sarana (UPS). Lembaga tersebut, beserta sumber daya manusia, perangkat lunak dan perangkat kerasnya, yang menentukan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dikelola oleh masyarakat. Oleh sebab itu, keberadaan unit-unit pengelola sarana ini sangat diperlukan. Dalam rangka mendukung prinsip keberlanjutan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan kepada masyarakat maka bantuan teknis kepada UPS perlu ditingkatkan, antara lain melalui bantuan teknis, bantuan pengelolaan administrasi, bantuan pengembangan sumber daya manusia, dan bantuan pengembangan komunikasi yang baik dengan masyarakat pengguna. Selain itu, guna meningkatkan kualitas pelayanan, lembaga tersebut perlu diberikan peningkatan keterampilan pemeriksaan kualitas air secara sederhana. Peningkatan kualitas pengelolaan juga perlu dilakukan terhadap sistem yang telah terbangun tetapi tidak berkelanjutan. Upaya-upaya khusus yang dilakukan dapat dilakukan melalui beberapa tahap; tahap pertama, melakukan inventarisasi atas sistem yang tidak berfungsi, tahap kedua, melakukan kajian untuk menemukan penyebab dari tidak berfungsinya sistem tersebut. Tahapan yang terakhir adalah melakukan rencana kerja bersama masyarakat pengguna untuk memperbaiki sistem tersebut.

Strategi 12 : Meningkatkan kepedulian masyarakat pengguna.

Penggunaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan akan efektif apabila prasarana dan sarana yang dibangun mudah dioperasikan, mudah dipelihara, serta memenuhi prinsip kesetaraan, yaitu dapat bermanfaat bagi setiap anggota masyarakat. Untuk itu diperlukan upaya untuk melibatkan masyarakat secara aktif dalam setiap tahapan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.

Keterlibatan masyarakat secara aktif pada setiap tahapan merupakan upaya untuk meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan serta sebagai upaya melakukan perubahan perilaku masyarakat secara bertahap. Rasa memiliki dari masyarakat akan melahirkan kepedulian dalam memelihara prasarana dan sarana yang dibangun. Lebih luas lagi, kepedulian masyarakat perlu didorong bukan saja dalam memeliharan prasarana dan sarana, tetapi juga dalam menjaga keberlanjutan sumber air baik kuantitas maupun kualitasnya, dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari.

Kepedulian masyarakat tersebut perlu dibangun dan dibangkitkan dengan upaya-upaya kampanye penyadaran tentang pentingnya air minum dan penyehatan lingkungan bagi kesehatan dan kesejahteraannya.

Page 39: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

27

Strategi 13: Menerapkan upaya khusus pada masyarakat yang kurang beruntung untuk mencapai kesetaraan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan.

Air minum dan penyehatan lingkungan pada dasarnya merupakan sektor yang bersifat tidak diskriminatif. Semua orang berhak mendapatkan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan. Perbedaan tingkat pelayanan terjadi karena adanya perbedaan tingkat kebutuhan dan kemampuan untuk mendapatkan pelayanan.

Perbedaan tingkat kebutuhan, biasanya terjadi karena adanya ketidaksamaan kualitas pelayanan yang ingin diperoleh masyarakat. Untuk mengatasi perbedaan kemampuan untuk mendapatkan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan dapat diatasi antara lain melalui penawaran pilihan pelayanan yang memungkinkan masyarakat mendapatkan pilihan yang sesuai dengan kemampuannya. Khusus untuk masyarakat yang kurang beruntung perlu dibantu baik oleh kelompok masyarakatnya sendiri yang lebih mampu, pihak pemerintah, maupun pihak lain yang terkait.

Kesenjangan yang terjadi saat ini tidak hanya terjadi pada tingkat pelayanan, namun juga kesenjangan dalam berpartisipasi. Pada umumnya yang kurang/tidak dapat berpartisipasi secara aktif adalah masyarakat yang kurang beruntung baik miskin atau cacat dan perempuan.

Dalam upaya keberlanjutan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan, kesenjangan berpartisipasi dalam seluruh tahapan pembangunan harus dihilangkan. Oleh karenanya diperlukan upaya-upaya khusus untuk mendorong masyarakat yang kurang beruntung dan perempuan dapat berpartisipasi secara aktif antara lain dengan membangkitkan keberanian masyarakat kurang beruntung dan perempuan untuk mengemukakan pendapatnya. Upaya untuk mendorong keberanian masyarakat dapat dilakungan dengan cara pendekatan sosio-kultural.

Strategi 14 : Mengembangkan pola monitoring dan evaluasi hasil pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang berorientasi kepada pencapaian tujuan dan ketepatan sasaran.

Sasaran dan tujuan pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan dapat dicapai dengan penguatan sistem pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan itu sendiri, yang dimulai dengan perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan, serta monitoring dan evaluasi sebagai umpan balik untuk mengetahui keberhasilan program. Untuk itu, perlu dilakukan penyempurnaan sub sistem monitoring dan evaluasi yang selama ini dipergunakan agar lebih berorientasi kepada penilaian pencapaian tujuan.

Pola monitoring dan evaluasi yang berorientasi kepada pencapaian target fisik sebagaimana dilakukan selama ini seringkali menghasilkan data dan informasi yang keliru (tidak tepat) mengenai tingkat pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan. Hal ini disebabkan karena pola monitoring dan evaluasi tersebut tidak memperhatikan tingkat pemanfaatan dan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat.

Page 40: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

28

Strategi 15 : Mengembangkan komponen kegiatan monitoring dan evaluasi dalam empat tingkat

1. Monitoring dan evaluasi pada tingkat masyarakat pengguna 2. Monitoring dan evaluasi pada tingkat kabupaten/kota 3. Monitoring dan evaluasi pada tingkat propinsi 4. Monitoring dan evaluasi pada tingkat pusat Pada dasarnya monitoring dan evaluasi adalah suatu proses arus informasi timbal balik antara kegiatan yang terjadi di lapangan dengan desain awal program yang dilakukan oleh pihak pemrakarsa, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam prakteknya pemrakarsa tidak melakukan proses tersebut sehingga arus informasi yang diharapkan tidak terjadi sehingga tidak bisa dilakukan umpan balik terhadap desain awal program. Banyak penyebab timbulnya kemacetan dalam arus informasi, antara lain tidak adanya kesepakatan dan kesadaran mengenai perlunya monitoring dan evaluasi dilakukan, ketidaksiapan perangkat lunak dan keras untuk mendukung proses tersebut, tumpang tindihnya kewenangan antar tingkat pemerintahan.

Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan sistem monitoring dan evaluasi yang dimulai pada tingkat paling bawah yaitu masyarakat pengguna, kemudian dikelompokkan kepada tingkat pemerintahan paling bawah hingga pemerintah pusat.

a. Monitoring dan evaluasi di tingkat masyarakat pengguna

Berbeda dengan sistem yang selama ini dijalankan, pendekatan partisipatif bagi seluruh pihak terkait memberi kesempatan pada masyarakat pengguna untuk terlibat secara aktif pada kegiatan monitoring dan evaluasi mulai dari pengumpulan data, analisis persoalan, pemilihan alternatif pemecahan, perencanaan teknis, pelaksanaan, hingga pengelolaan. Proses tersebut membangun kemampuan dan kapasitas masyarakat pengguna dalam mengambil keputusan.

Prinsip terpenting dalam kegiatan monitoring dan evaluasi ini adalah bahwa temuan yang diperoleh pada setiap tingkat digunakan untuk menentukan langkah perbaikan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan disepakati bersama oleh masyarakat. Indikator kinerja pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan pada tingkatan ini ditentukan dan disepakati oleh masyarakat yang bersangkutan.

Peran pihak luar, seperti pemerintah daerah, dalam kegiatan monitoring dan evaluasi di tingkat masyarakat ini adalah sebagai fasilitator atau pemandu proses. Aspek penting yang perlu mendapatkan perhatian adalah sistem pencatatan data, lembaga yang bertanggungjawab dalam pendataan tersebut, serta sistem informasi yang memudahkan semua pihak untuk mendapatkan data tersebut.

b. Monitoring dan evaluasi di tingkat kabupaten/kota.

Sesuai dengan amanat otonomi daerah, pemerintah pusat berkewajiban untuk memberikan panduan umum sebagai pedoman bagi pemerintah kabupaten/kota. Begitu pula halnya pada sistem monitoring dan evaluasi, pemerintah pusat memberikan panduan umum sistem monitoring dan evaluasi beserta indikator kinerja pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Hal ini dimaksudkan untuk

Page 41: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

29

mempermudah dilakukannya pengelompokan secara nasional dalam pendataan untuk penyusunan kebijakan air minum dan penyehatan lingkungan berskala nasional.

Namun demikian, pemerintah kabupaten/kota mempunyai kewenangan untuk melakukan modifikasi sesuai dengan karakteristik wilayahnya. Untuk mendapatkan informasi hasil monitoring dan evaluasi di tingkat masyarakat pengguna, aparat pemerintah kabupaten/kota harus proaktif serta melaporkannya ke jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yaitu pemerintah pusat yang diwakili oleh pemerintah propinsi.

c. Monitoring dan evaluasi di tingkat propinsi

Peranan daerah propinsi dalam monitoring dan evaluasi adalah sebagai perpajangan tangan pemerintah pusat, sehingga berkewajiban untuk mengkoordinasikan dan mendokumentasikan hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten dan kota dalam wilayahnya. Untuk selanjutnya peranan pemerintah propinsi ini harus disosialisasikan, mengingat lebih menonjolnya peran pemerintah kabupaten/kota sehingga masih banyak dipertanyakan mengenai peran pemerintah propinsi yang seharusnya. d. Monitoring dan evaluasi di tingkat pusat.

Monitoring dan evaluasi di tingkat pusat diperlukan sebagai upaya untuk terus melakukan umpan balik terhadap kebijakan air minum dan penyehatan lingkungan sehingga diperoleh suatu kebijakan air minum dan penyehatan lingkungan yang rasional, operasional, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Karena proses monitoring dan evaluasi merupakan proses yang dinamis maka kebijakan nasional air minum dan penyehatan lingkungan juga merupakan kebijakan yang dinamis yang selalu berupaya beradaptasi/menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa pengelompokan data yang diperoleh dari tingkat propinsi, kabupaten/kota, dan masyarakat pengguna membutuhkan klarifikasi dan pemeriksaan langsung. Hal ini diperlukan untuk melihat kesahihan data serta menyesuaikan data yang ada dengan perubahan yang terjadi di masyarakat.

Strategi 16 : Mengembangkan dan menyebarluaskan indikator kinerja pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

Sebagai tindak lanjut dari perlunya penyempurnaan sistem monitoring dan evaluasi adalah perlunya penyusunan dan penyebarluasan indikator-indikator kinerja pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Indikator kinerja tersebut dibutuhkan sebagai sarana untuk terus melakukan monitoring hasil pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan pada setiap tahapan secara berkesinambungan sehingga pencapaian tujuan dalam setiap tahapan dapat diketahui. Pada tingkat nasional, indikator kinerja pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan disusun secara generik sehingga dapat dimasukkan muatan-muatan lokal sesuai dengan karakteristik daerah. Namun demikian memastikan adanya indikator partisipatif dalam setiap proyek air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL) penting untuk dilakukan.

Page 42: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

30

IV. Penutup

Dengan terselesaikannya Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat ini, maka selanjutnya seluruh kebijakan yang telah disepakati akan menjadi acuan dalam pembangunan program air minum dan penyehatan lingkungan khususnya yang berbasis masyarakat. Kebijakan nasional ini bersifat umum sehingga dalam pelaksanaan dibutuhkan suatu penterjemahan yang lebih operasional dari pihak yang berkepentingan. Adopsi dan adaptasi kebijakan nasional akan berbeda di setiap daerah, disesuaikan dengan karakteristik dan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing daerah. Kebijakan nasional ini perlu dijabarkan lebih lanjut oleh masing-masing instansi teknis terkait sebagai panduan dalam operasionalisasi kebijakan dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan. Sebagaimana dalam penyusunan kebijakan maka penjabaran kebijakan dalam bentuk rencana strategis sektoral yang disusun oleh instansi teknis harus tetap melibatkan seluruh stakeholder dan dilaksanakan melalui pendekatan partisipatif. Selain itu, rencana strategis sektoral juga harus mampu mengadopsi karakteristik dan budaya yang dimiliki oleh masing-masing daerah di Indonesia sehingga tidak terjadi lagi generalisasi pelaksanaan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang menjadi penyebab utama dalam kegagalan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

Page 43: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

31

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-undangan 1. Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemen 1999

2. Garis Besar Haluan Negara 1999-2004

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah

8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 Tanggal 29 Juli 2002 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

Buku dan Makalah 1. (1998), Deepa, Narayan. Participatory Evaluation Tools for Managing

Change in Water and Sanitation. The World Bank-Technical Paper 207 1998

2. (2000), Mukherjee N.; Christine van Wijk; Rekha Dayal, Methodology for Participatory Assessment with Communities, Institutions and Policy Makers. Water and Sanitation Program East Asia Pacific (WSP-EAP)-International Water and Sanitation Centre (IRC), March 2000

3. (2002), Mukherjee N., Christine van Wijk. Sustainability Planning and Monitoring in Community Water Supply and Sanitation. Water and Sanitation Program East Asia Pacific (WSP-EAP)-International Water and Sanitation Centre (IRC), 2002

Laporan dan Hasil Studi 1. (1982), World Health Organization. Rural Water Supply and Sanitation

Sector Review, 1982.

2. (1986), AusAID-AIUS. Review of Australian Assistance for the Indonesian WSS Sector. January 1986.

3. (1993), The World Bank. Water Supply and Sanitation for Low Income Communities Project. Staff Appraisal Report, 1993.

4. (1995), Deepa, Narayan. The Contribution of People’s Participation, Evidence from 121 Rural Water Supply Project. The World Bank, 1995.

Page 44: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

32

5. (1995), The World Bank. Village Infrastructure Project for Java. Staff Appraisal Report, 1995.

6. (1997), Lucossol, Alain. Indonesia Urban Water Supply Sector Policy Framework. The World Bank-EASUR, October 1997

7. (1997), UNDP-Worldbank and Sanitation Program. Making Rural Water Supply Sustainable: Recommendations from A Global Study. December 1997.

8. (1998), Bappenas. Urban Waste Management Policy and Strategy for the National Planning Process (Draft for Discussion Paper). 1998

9. (1999), ADB-Dillon Consulting and PT. Dacrea. Towards a Community Based Environment Sanitation Program for Indonesia (Final Report). January 1999.

10. (1999), UNDP-The World Bank and Sanitation Program. Evaluation of the “Community-Managed Activities”. Component of the AusAID Supported NTB ESWS Project, March 1999.

11. (1999), The World Bank. Knowledge for Development. World Development Report-Summary 1998/1999.

12. (1999), UNDP-The World Bank-Water and Sanitation Program. Study of Community-Based Approach Utilized in Unicef’s Water and Environment Sanitation (WES) Program in Indonesia, 1999.

13. (1999), Institute for Research of University of Indonesia in partnership with UNDP/World Bank Water and Sanitation Program and IRC-International Water and Sanitation Center. Participation, Gender & Demand Responsiveness: Making the Link with Impact and Sustainability of Water Supply & Sanitation Investments. 1999.

14. (2000), Phouangphet K., et al. Sanitation & Hygiene Promotion in Lao PDR. Learning from the National Water Supply & Environmental Health Programme. Water and Sanitation Program East Asia and the Pacific (WSP-EAP), Field Note, March 2000

15. (2000), Sean, Foley; Anton Soedjarwo, Richard Pollard. Of the people, by the people, for the people, Community-based Sewer System in Malang-Indonesia. . Water and Sanitation Program East Asia and the Pacific (WSP-EAP), March 2000.

16. (2001), Sirmadji; Iskandar,Sofyan. Optimalisasi Peran DPRD dalam Pembangunan Berbasis Peran Serta Masyarakat. Makalah Diskusi, 2001

17. (2001), Evers, Pieter. Community Contracting. Desk Study on Kepres 18/2000, December 2001.

18. (2002), Walujan, Ruth; Richard Hopkins; Arie Istandar. Sanitasi di Wonosobo: Membandingkan Dua Pendekatan Evaluasi Program, Water and Sanitation Program East Asia Pacific (WSP-EAP), April 2002.

19. (2002), Yayasan Pradipta Paramitha. Assessment of Selected Sited in Flores-Indonesia. Draft Laporan Akhir, Jakarta, July 2002.

Page 45: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

33

20. (2002), United Nation. The Johannesburg Declaration on Sustainable Development, World Summit on Sustainable Development. September 2002.

21. (2002), Departemen Luar Negeri. Deklarasi Johannesburg Mengenai Pembangunan Berkelanjutan dan Rencana Pelaksanaan KTT Pembangunan Berkelanjutan Berikut Komitmen Sektoral Nasional. Direktoral Jenderal Multilateral Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan (terjemahan tidak resmi), 2002.

22. (2003), Yayasan Pradipta Paramitha. Babak Dua Uji Coba Lapangan WASPOLA-UNICEF di Kab. Garut dan Subang. Laporan Pengumpulan Hasil Akhir, Januari 2003.

23. (2003), WSP-EAP. Translation the Millenium Development Goals (MGDs) into Action through Water Supply and Sanitation, Regional Conference WSP, Feb. 2003.

24. (2003), Third World Water Forum. Indigenous Peoples Kyoto Water Declaration. IP Kyoto Water Declaration Final, Japan March 2003.

25. (2003), WASPOLA. Uji Coba Lapangan WASPOLA-WSLIC-2 Dengan Topik Koordinasi Antar Proyek di Nusa Tenggara Barat, Laporan Konsolidasi, Juni 2003.

26. (2003), WASPOLA. Uji Coba Lapangan Kebijakan Nasional Pembangunan Prasarana dan Sarana Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Pengelolaan Masyarakat. Laporan Konsolidasi, Juni 2003

27. (2003), UNDP-The World Bank Water and Sanitation Program. Water and Sanitation Services for The Poor. Program Strategy 1999-2003, 2003.

Data

1. Biro Pusat Statistik. Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 1997

2. Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah. Data Cakupan Air Bersih di Indonesia Tahun 1999

3. Perpamsi. Direktori PERPAMSI (Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indornesia) Tahun 1998.

4. Perpamsi. Direktori PERPAMSI (Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indornesia) Tahun 2000.

Page 46: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

LAMPIRAN A

Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

di Indonesia (1970-2000)

Page 47: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran A - - 1 -

LAMPIRAN A

Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia (1970-

2000)

Bagian ini menyajikan sejarah singkat pembangunan prasarana dan sarana penyediaan air minum dan

penyehatan lingkungan (AMPL)1 selama 30 tahun yang terbagi dalam tiga dekade, yaitu:

a. Era Tahun 1970-1980

• Gambaran Umum: Pengalaman menunjukkan bahwa pembangunan prasarana dan sarana air

minum dan penyehatan lingkungan kurang mendapat prioritas selama Pelita I (1969 – 1974) dan Pelita

II (1974 –1979). Demikian pula halnya dengan pembangunan sarana pelayanan masyarakat lainnya,

seperti komunikasi, transportasi, dan energi. Dalam dua dasa warsa tersebut titik berat pembangunan

nasional difokuskan pada pembangunan pertanian dan irigasi sebagai upaya memantapkan ketahanan

pangan. Dalam Pelita II terjadi perubahan ekonomi dunia dengan meningkatnya harga minyak bumi

di pasaran dunia. Indonesia sebagai negara yang menyimpan sebagian cadangan minyak bumi dunia

menjadi sasaran investasi, yang membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia dengan

berkembangnya industri hilir dan industri terkait lainnya. Industri tersebut pada umumnya berlokasi

di kawasan perkotaan sehingga pertumbuhan ekonomi di perkotaan meningkat cukup pesat.

Pertumbuhan ekonomi di perkotaan tersebut menarik tenaga kerja di perdesaan untuk berimigrasi ke

perkotaan. Hal ini membawa dampak kepada meningkatnya kebutuhan terhadap infrastruktur

seperti jaringan jalan, jaringan air minum dan penyehatan lingkungan, energi, komunikasi, dan

sebagainya.

• Penyediaan Air Minum di Perkotaan: Pelayanan air minum di perkotaan pada saat Pelita I

dan Pelita II masih mengandalkan jaringan yang dibangun pada masa penjajahan dan investasi

tambahan setelah kemerdekaan dengan jumlah yang sangat terbatas. Kondisi tersebut tidak mampu

mengimbangi laju pertumbuhan penduduk. Investasi prasarana dan sarana air minum beserta

operasi dan pemeliharaannya dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Biaya pembangunan

prasarana dan sarana air minum berasal dari APBN, APBD, maupun bantuan luar negeri bilateral, dan

multilateral yang berasal dari Bank Dunia atau Bank Pembangunan Asia. Pembangunan prasarana

dan sarana air minum berskala kecil biasanya dikaitkan dengan proyek pembangunan lainnya, seperti

Kampung Improvement Project I (KIP I).

1 Penyehatan Lingkungan mencakup sanitasi dasar, pengelolaan air limbah rumah tangga, persampahan, dan drainase permukiman.

Page 48: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran A - - 2 -

• Penyediaan Air Minum di Perdesaan dan Kota Kecil: Dalam Pelita I dan Pelita II,

pembangunan prasarana dan sarana air minum belum menyentuh masyarakat perdesaan dan

perkotaan skala kecil (IKK), yaitu wilayah permukiman dengan jumlah penduduk kurang dari 20 ribu

jiwa. Pada umumnya, masyarakat perdesaan mendapatkan air dari sarana tradisional, seperti sumur,

mata air, sungai dan sebagainya. Pada waktu itu, pembangunan prasarana dan sarana air minum di

perdesaan sebagian dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan. Selain itu, pembangunan prasarana

dan sarana air minum juga dilaksanakan oleh LSM, Unicef, serta bantuan teknis WHO dan UNDP.

Pembangunan prasarana dan sarana air minum di perdesaan seringkali ditujukan untuk uji coba

penerapan teknologi tepat guna, misalnya pompa tangan atau uji coba perangkat lunak seperti

konsep Peran Serta Masyarakat dan konsep Pembentukan Lembaga Pengelola. Skala

pengembangannya sangat terbatas dan tidak besar, sehingga cakupan pelayanan dan dampaknya

juga sangat terbatas. Prasarana dan sarana air minum yang telah dibangun seringkali tidak berlanjut

atau mengalami kegagalan, karena prasarana dan sarana yang dibangun tidak dipelihara dengan

baik.

• Penyehatan Lingkungan: Selama Pelita I dan Pelita II, pembangunan prasarana dan sarana

penyehatan lingkungan di perkotaan dan perdesaan belum mendapatkan perhatian. Penanganan

masalah limbah masih terbatas pada tahap konsep penanganan dan belum diwujudkan ke dalam

pembangunan fisik. Selain itu, pengelolaan limbah manusia secara sistematik belum dilakukan.

Penanganan limbah pada tingkat rumah tangga dilayani melalui jamban dengan tangki septik,

sedangkan masyarakat yang tidak memiliki jamban menggunakan tempat pembuangan limbah

tradisionil seperti sungai, kolam, kebun, sawah, dan lain-lain. Dalam upaya penataan permukiman

kumuh di perkotaan, pemerintah membangun tempat mandi, cuci, dan kakus (MCK). Sebagian

prasarana dan sarana penyehatan lingkungan cakupan pelayanannya terbatas, kurang terpelihara, dan

kurang dimanfaatkan oleh masyarakat.

b. Era Tahun 1980 – 1990

• Gambaran Umum: Pertumbuhan ekonomi pada era 1980-1990 cukup tinggi, dan sektor

manufaktur dan teknologi berkembang sangat pesat. Kondisi perekonomian yang baik tersebut sangat

kondusif bagi perkembangan sektor infrastruktur. Pada saat yang sama dicanangkan Dekade Air

Internasional (1981-1989) yang bertujuan meningkatkan pelayanan air minum bagi semua lapisan

masyarakat. Kedua momentum tersebut menjadi pendorong bagi peningkatan pelayanan air minum

bagi masyarakat. Sehingga selama Pelita III (1979-1984) dan Pelita IV (1984-1989) terjadi

peningkatan investasi yang sangat signifikan di sektor air minum. Dalam Pelita III pembangunan

prasarana dan sarana air minum berhasil meningkatkan cakupan pelayanan air minum sebesar 20-30%

dan dalam Pelita IV penyediaan prasarana dan sarana air minum mampu melayani 55% masyarakat.

• Penyediaan Air Minum di Perkotaan: Selama Pelita III, pemerintah menyediakan investasi

cukup besar di bidang penyediaan prasarana dan sarana air minum di perkotaan, termasuk untuk

Page 49: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran A - - 3 -

meningkatkan kemampuan aparat pemerintah dalam bidang perencanaan dan pelaksanaan. Pada saat

itu, pemerintah mulai melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan internasional dalam bentuk

pinjaman luar negeri untuk melakukan investasi di sektor air minum. Model pendekatan pembangunan

dan standar teknis pengelolaan dirumuskan oleh pemerintah pusat, termasuk untuk pembangunan

prasarana dan sarana air minum di Ibu Kota Kecamatan (IKK). Pembangunan prasarana dan sarana

air minum dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum dengan mengacu kepada standar teknis

pelayanan air minum internasional yang mendasarkan perhitungan kepada jumlah penduduk.

Dampak dari pelaksanaan standar tersebut adalah terkonsentrasinya investasi prasarana dan sarana

air minum pada kawasan-kawasan yang padat penduduk seperti di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.

Walaupun telah cukup banyak investasi yang dilaksanakan untuk meningkatkan pelayanan prasarana

dan sarana air minum namun laju investasi tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk

sehingga cakupan pelayanan sulit untuk dinaikkan secara signifikan.

• Penyediaan Air Minum di Perdesaan dan Kota Kecil: Pembangunan prasarana dan

sarana air minum di kota kecil (dengan jumlah penduduk kurang dari 50.000 jiwa) dilaksanakan oleh

Departemen Pekerjaan Umum. Sebagai pengelolanya dibentuk Badan Pengelola Air Minum (BPAM)

yang bersama-sama dengan pemerintah daerah dikembangkan menjadi Perusahaan Daerah Air

Minum (PDAM). Sedangkan pembangunan prasarana dan sarana air minum di perdesaan

dilaksanakan oleh Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan

(PPM-PL), Departemen Kesehatan dibantu oleh Direktorat Jendral Pembangunan Masyarakat Desa

(PMD), Departemen Dalam Negeri. Pola perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan ditentukan

oleh pemerintah pusat melalui departemen teknis yang menangani.

Pada era ini bantuan kerjasama dan pinjaman luar negeri melalui lembaga keuangan bilateral dan

multilateral meningkat terus. Walaupun dalam skala kecil, LSM mulai berperan serta dalam penyediaan

prasarana dan sarana air minum di perdesaan dan kota-kota kecil dengan bantuan dana dari berbagai

donor nirlaba. Seiring dengan meningkatnya tuntutan otonomi, untuk mendorong kapasitas

pemerintah daerah dalam mengelola pembangunan prasarana dan sarana air minum maka diciptakan

mekanisme hibah pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Walaupun tingkat cakupan pelayanan

kepada masyarakat meningkat secara signifikan, namun kinerja pemanfaatan prasarana dan sarana

yang telah dibangun ternyata kurang menggembirakan, banyak prasarana dan sarana yang tidak dapat

dioperasikan karena tidak dipelihara secara benar.

• Penyehatan Lingkungan:

a. Limbah Cair Manusia: Instalasi pengolah limbah cair terpusat (sewerage) mulai dibangun di

beberapa kota besar oleh Departemen Pekerjaan Umum. Mengingat operasi dan pemeliharaan

instalasi pengolah limbah cair memerlukan kecermatan teknis dan biaya yang mahal maka

pengoperasian dan pemeliharaannya dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan secara bertahap

diserahkan kepada pemerintah daerah. Pemerintah mulai mengembangkan dan mempromosikan

Page 50: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran A - - 4 -

sarana pengolah limbah setempat (on-site) dan tempat mandi, cuci, kakus (MCK). Pembangunan MCK

banyak mengalami hambatan dan kegagalan serta sarana yang telah terbangun kurang dimanfaatkan

oleh masyarakat. Untuk kawasan padat penduduk di perkotaan dilaksanakan pembangunan prasarana

dan sarana penyehatan lingkungan yang dilengkapi tangki septik. Kegiatan ini pada umumnya

dilaksanakan bersama antara pemerintah dengan masyarakat, pemerintah menyediakan dana stimulan

dan dikembangkan oleh masyarakat melalui swadana. Program penyediaan jamban di perdesaan,

seluruh material pembangunannya ditentukan oleh pemerintah pusat, ternyata hasilnya kurang

menggembirakan. Cakupan pelayanan di bidang ini meningkat secara signifikan, namun demikian,

kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat perdesaan masih melakukan “buang air

besar” (BAB) di tempat tradisional.

b. Penyehatan Lingkungan Permukiman Lainnya: Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap

lingkungan menyebabkan terabaikannya penanganan limbah padat, khususnya di perkotaan.

Pengelolaan limbah padat (sampah) baru dilakukan secara sistematis oleh pemerintah dimulai awal

tahun 1980-an, namun demikian teknologi yang dipergunakan masih belum ramah lingkungan

sehingga seringkali menimbulkan persoalan baru pada lingkungan sekitarnya. Kesadaran untuk

mempergunakan teknologi yang ramah lingkungan berbenturan dengan mahalnya konstruksi,

operasi, dan pemeliharaan yang harus dilaksanakan. Inovasi-inovasi baru dibidang pengelolaan

limbah padat yang ramah lingkungan kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Pembangunan saluran limbah yang terintegrasi dengan sistem penanggulangan banjir dan drainase air

hujan belum dilaksanakan secara integratif dan sistematis. Pada saat itu, untuk memecahkan persoalan

genangan yang ada di permukiman, pemerintah cenderung untuk memecahkannya dengan pendekatan

partial. Dampaknya adalah tidak adanya kesatuan sistem jaringan drainase dengan lingkup perkotaan

sehingga penanganan persoalan genangan pada satu kawasan menyebabkan genangan pada kawasan

lain. Selain itu, lemahnya kapasitas dan tanggung jawab aparat di bidang jaringan drainase serta tidak

adanya anggaran untuk operasi dan pemeliharaan jaringan drainase merupakan permasalahan rutin

yang menyebabkan tidak tertanganinya genangan yang ada di permukiman.

c. Era Tahun 1990-2000

• Gambaran Umum: Pelita V (1989-1994) dan Pelita VI (1994-1999) merupakan era globalisasi

terutama di bidang ekonomi. Meningkatnya tuntutan otonomi daerah dan kebijakan desentralisasi

menyebabkan kendali pemerintah pusat lebih dilonggarkan. Pada saat yang sama, prinsip Dublin-Rio

(Dublin-Rio Principles) diterapkan secara internasional. Keterlibatan dunia swasta di semua sektor

meningkat pesat, demikian juga di bidang infrastruktur perkotaan. Pada Repelita VI, pembangunan

prasarana dan sarana air minum direncanakan untuk melayani sekitar 60% penduduk perdesaan dan

80% penduduk perkotaan. Krisis ekonomi, yang terjadi sejak Agustus 1997 dan diikuti oleh krisis

politik, mengakibatkan terjadinya kemandegan ekonomi, cadangan devisa pemerintah sangat

Page 51: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran A - - 5 -

terbatas sehingga anggaran pemerintah yang ada tidak mencukupi untuk membiayai pembangunan

prasarana dan sarana.

• Penyediaan Air Minum di Perkotaan: Investasi prasarana dan sarana air minum pada masa

itu banyak berasal dari hutang lembaga keuangan bilateral maupun multilateral. Keberhasilan konsep

P3KT yang mengintegrasikan seluruh infrastruktur perkotaan kedalam satu paket pinjaman menarik

perhatian lembaga keuangan bilateral dan multilateral. Pemeran utama pendekatan konsep tersebut

adalah Departemen Pekerjaan Umum yang kemudian mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada

tingkat propinsi dan kabupaten/kota. Banyaknya paket pekerjaan yang harus diselesaikan dan

terbatasnya sumber daya manusia menjadi kendala dalam peningkatan kualitas prasarana dan sarana

permukiman yang dibangun. Hal ini terjadi karena pembinaan teknis, supervisi, dan pengawasan

kualitas pekerjaan konstruksi menjadi sangat terbatas dan tidak dapat dilaksanakan dengan baik.

Secara bertahap pendekatan kegiatan IKK (Ibu Kota Kecamatan) bergeser ke kota-kota ukuran

menengah, namun standar pembangunan IKK masih tetap dijadikan acuan. Cakupan pelayanan masih

merupakan tujuan pembangunan, sehingga konstruksi prasarana dan sarana baru menjadi kegiatan

utama, sedangkan kegiatan pemeliharaan dan rehabilitasi cenderung terabaikan. Pengelolaan PDAM

belum dapat dilaksanakan sesuai standar perusahaan, kendala yang dihadapi adalah rendahnya

kemampuan mengelola suatu perusahaan (masih terdapat PDAM yang dikelola oleh birokrat bukan

profesional di bidangnya), tidak adanya kebebasan dalam menentukan tarif, mahalnya investasi baru,

dan terbatasnya sumber daya manusia. Selain kendala tersebut terdapat kendala alam yaitu semakin

menipisnya air baku (disebabkan oleh rusaknya lingkungan) yang dapat dimanfaatkan dan ketiadaan

sumber air yang dapat dimanfaatkan. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar PDAM masih

bergantung kepada subsidi dari pemerintah pusat. Pada tahun 1988, disadari bahwa agar PDAM dapat

meningkatkan mutu pelayanan air minum kepada masyarakat maka kebijakan air minum perlu diubah

dan pengelolaan PDAM perlu direformasi secara menyeluruh. Pelayanan air minum perlu melibatkan

dunia swasta dan dilakukan secara profesional, berorientasi kepada keuntungan (tanpa meninggalkan

beban sosial), dan menjauhkan campur tangan birokrasi dalam pengelolaan perusahaan.

• Penyediaan Air Minum di Perdesaan dan Kota Kecil: Pelita IV merupakan titik awal

dimulainya partisipasi masyarakat dan terlibatnya LSM di tingkat daerah dan nasional dalam

pelaksanaan proyek-proyek pemerintah yang didanai oleh lembaga keuangan internasional. Konsep

kepemilikan masyarakat dan pendekatan yang didasarkan kepada kebutuhan (Demand Responsive

Approach)2 mulai diterima secara luas, walaupun pelaksanaannya masih dilakukan secara terbatas.

Proyek pembangunan prasarana dan sarana sosial (PKT, P3DT, dan sebagainya), termasuk di dalamnya

prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, diterima sebagai pendekatan

pembangunan alternatif dengan hasil yang cukup bervariasi. Pada pendekatan ini dilakukan terobosan

2 Demand Responsive Approach diterjemahkan menjadi Pendekatan Tanggap Kebutuhan yang artinya: suatu pendekatan

yang menempatkan kebutuhan masyarakat sebagai faktor yang menentukan dalam pengambilan keputusan termasuk di dalamnya pendanaan

Page 52: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran A - - 6 -

baru dalam penyaluran anggaran pemerintah dengan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk

terlibat secara langsung dalam pembangunan prasarana dan sarana. Pemerintah daerah berperan

sebagai fasilitator dan pembina teknis. Namun demikian, cakupan pelayanan ternyata tidak sesuai

dengan yang direncanakan. Persoalan lama selalu berulang dalam prasarana dan sarana air minum

yaitu kurang optimalnya pemanfaatan prasarana dan sarana air minum yang telah dibangun karena

ketidakmampuan masyarakat untuk mengoperasikan dan memeliharanya.

• Penyehatan Lingkungan:

a. Limbah Cair Manusia: Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan limbah cair

manusia masih belum setinggi kesadaran terhadap pentingnya air minum. Hal inilah yang

menyebabkan rendahnya tingkat sambungan rumah kedalam sistem sewerage yang telah dibangun.

Sedikitnya sambungan rumah tersebut menyebabkan tingkat pendapatan tidak sesuai dengan yang

direncanakan sehingga tidak mampu menutup biaya operasi dan pemeliharaan serta

mengembangkan jaringan pelayanan. Dampaknya, banyak institusi baik di pusat maupun di daerah

enggan untuk mengelola jaringan limbah cair manusia.

Di beberapa kota, telah berhasil dibangun instalasi pengolah limbah berbasis masyarakat (IPLBM).

Secara teknis biasanya merupakan pengaliran limbah cair dari rumah-rumah melalui saluran

perpipaan dangkal (shallow sewer) yang dirangkai dengan tangki septik ukuran besar dan kolam

terbuka sebagai instalasi pengolah3. Selain pendekatan tersebut, pemanfaatan LSM untuk

memotivasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya lingkungan yang sehat

khususnya dalam kaitannya dengan pemanfaatan jaringan pelayanan limbah cair manusia telah

berhasil memotivasi masyarakat untuk melakukan penyambungan pada instalasi pengolah limbah

terpadu yang ada di Kota Cirebon4.

Dalam pembangunan prasarana sosial (P3DT dan lainnya) konsep MCK masih sering dilakukan,

walaupun banyak yang tidak berfungsi setelah selesai dibangun. Begitu pula dalam setiap proyek

sarana AMPL skala besar, komponen penyediaan jamban (latrine) selalu ada. Program stimulan dengan

pemberian bantuan material yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat dan penerapan konsep satu

teknologi masih tetap berlanjut. Hasil yang diperoleh tidak selalu memuaskan, namun demikian banyak

juga yang cukup berhasil. Program dapat berhasil dengan memuaskan bila masyarakat memanfaatkan

prasarana dan sarana yang dibangun dan mereka mau memeliharanya agar prasarana dan sarana

tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Penyehatan Lingkungan Lainnya: Badan Pengendali Dampak Lingkungan (Bapedal), sebagai

badan penanggung jawab dan pengendali masalah lingkungan hidup dibentuk, namun masih terfokus

3 Contoh Instalasi Pengolah Limbah Berbasis Masyarakat (IPLBM) yang sudah berjalan baik adalah di Kelurahan Tlogomas Kota Malang. Sistem direncanakan, dibangun, dan dioperasikan dengan pendanaan masyarakat sendiri. 4 Kota Cirebon memiliki sistem penyaluran dan pengolahan limbah terpusat, pemasaran sambungan ke rumah tangga dilakukan menggunakan jasa LSM

Page 53: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran A - - 7 -

pada masalah-masalah lingkungan skala besar belum menjangkau skala permukiman. Hal ini

menyebabkan isu sektor penyehatan lingkungan, khususnya sampah dan drainase, tidak pernah

mendapat perhatian pada tingkat nasional. Persoalan sampah dan drainase masih dianggap sebagai

persoalan teknis yang dapat dipecahkan oleh departemen teknis. Persoalan sampah dan drainase

pada dasarnya bukan persoalan teknis saja, namun menyangkut persoalan pengelolaan

(management), sumber daya manusia, dan administratif pemerintahan.

P3KT sebagai suatu konsep penanganan persoalan infrastruktur perkotaan cukup baik, tetapi

anggaran yang tersedia melalui P3KT terbatas dan tidak mampu memenuhi kebutuhan seluruh sektor

infrastruktur yang ada di perkotaan. Kondisi ini menyebabkan penanganan persoalan infrastruktur di

perkotaan dilakukan secara parsial dan tidak sistematis. Kondisi di atas ditambah dengan kinerja

departemen teknis yang berorientasi proyek (project oriented) bukan berorientasi kepada program

(program oriented), menyebabkan pembangunan dan penyediaan prasarana dan sarana dilakukan

tidak sesuai dengan kebutuhan nyata yang ada di masyarakat sehingga prasarana dan sarana yang

dibangun kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Dampaknya adalah persoalan infrastruktur tidak

terpecahkan dan pemanfaatan anggaran yang sebagian dibiayai melalui hutang menjadi tidak efisien

dan efektif. Hal ini dapat dilihat pada sektor persampahan dan drainase, investasi untuk

pembangunan prasarana dan sarana drainase serta persampahan telah menghabiskan anggaran

yang cukup besar, namun persoalan persampahan dan genangan di perkotaan setiap tahun hingga

saat ini belum terselesaikan.

Page 54: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

LAMPIRAN B

Pelajaran yang Dipetik dari Program Pembangunan Air Minum dan

Penyehatan Lingkungan

Page 55: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran B -

- 1 -

LAMPIRAN B

Pelajaran yang Dipetik dari Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

Pelajaran-pelajaran berikut ini diambil dari berbagai sumber, terutama dari berbagai pihak yang terlibat

secara langsung dalam pembangunan sarana air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia.

Lampiran B ini dibagi dalam dua kelompok besar; bagian pertama, berupa pengalaman internasional yang

relevan, sedangkan bagian kedua adalah pelajaran-pelajaran yang berlaku khusus di Indonesia.

1. Pelajaran Internasional yang Sesuai untuk Indonesia

Keberlanjutan pelayanan serta penyediaan prasarana dan sarana AMPL yang dapat memberikan manfaat

besar bagi pengguna menjadi perhatian utama. Pengalaman menunjukan bahwa investasi yang sangat

besar untuk pembangunan sarana AMPL telah ditanamkan, namun hasilnya tidak sesuai dengan yang

diharapkan. Berdasarkan pengalaman tersebut, perlu adanya perubahan dalam fokus pembangunan yang

memiliki implikasi pada semua aspek, mulai dari penetapan tujuan pembangunan sampai dengan

bagaimana mengevaluasi hasil akhir, khususnya dalam pengembangan pendekatan pelaksanaan yang

dapat mendorong terwujudnya keberlanjutan pelayanan AMPL permukiman. Konferensi internasional di

Rio de Janeiro pada tahun 19921 yang dihadiri oleh para pakar air minum telah menghasilkan

kesepakatan untuk menerapkan prinsip Dublin dalam upaya pembangunan sektor air minum, yang

kemudian dikenal dengan Prinsip Dublin-Rio.

Prinsip Dublin-Rio yang dihasilkan dari konferensi internasional di dua kota tersebut memiliki komponen

sebagai berikut:

• Air adalah sumber daya yang terbatas dan rentan, penting untuk menyokong kehidupan,

pembangunan, dan lingkungan

• Pembangunan dan pengelolaan air harus berdasarkan pendekatan partisipatif, menyertakan pengguna,

perencana, dan pembuat kebijakan pada semua tingkatan

• Perempuan memainkan peran utama dalam penyediaan, pengelolaan, dan perlindungan air

1 Rangkaian konperensi internasional dalam bidang air bersih dan sanitasi telah dilakukan sejak dekade 70an. Dimulai dengan First UN Water Conference di Mar del Plata 1977, kemudian beberapa konperensi, sampai akhirnya diselenggarakan International Conference on Water and Environment di Dublin 1992 yang menghasilkan 4 prinsip dalam manajemen sumber daya air. Konferensi ini ditindaklanjuti dengan konferensi lain di Rio de Janiero oleh United Nation Conference on Environment and Development (UNCED) juga tahun 1992 yang mempromosikan pengelolaan sumber daya air terintegrasi berdasar persepsi air sebagai bagian integral dari ekosistem, sumber daya alam, dan barang sosial ekonomi. Dari dua konperensi terakhir lahirlah prinsip Dublin-Rio yang telah disepakati secara internasional sebagai prinsip untuk mencapai keberlanjutan pelayanan air bersih.

Page 56: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran B -

- 2 -

• Air memiliki nilai ekonomi dalam seluruh penggunaannya, dan harus dianggap sebagai benda ekonomi

Dalam kaitannya dengan pembangunan sarana air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia, makna dari prinsip-prinsip tersebut adalah:

• Perlu adanya penekanan bahwa penyehatan lingkungan sangat penting bagi manusia. Disamping

itu, perlu ditekankan pula bahwa aspek teknis dan sosial (perangkat keras dan lunak) adalah sama

pentingnya.

• Air tidak boleh dipandang hanya sebagai barang “cuma-cuma” atau barang yang tuna nilai. Air

mempunyai nilai, untuk memilikinya orang harus menyumbangkan sesuatu.

• Perencanaan, konstruksi, operasi dan pengelolaan air memiliki implikasi yang luas. Oleh karena itu,

keputusan akhir sebaiknya dibuat oleh para pengguna secara partisipatif.

• Semakin besar keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan, semakin terjamin kelestarian

pelayanan air.

Sumberdaya yang dimiliki oleh pemerintah, baik sumberdaya air maupun sumberdaya lainnya, tidak akan

cukup untuk membangun prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Sehubungan

dengan itu terdapat dua isu penting yang perlu disadari bersama, yaitu:

• Sumber dana, perlunya diciptakan mekanisme alternatif untuk memenuhi kebutuhan biaya

konstruksi, biaya operasional dan pemeliharaan, serta

• Sumberdaya manusia, perlunya pemberdayaan kemampuan di semua tingkatan.

Selain itu, perlu diusahakan agar masyarakat atau keluarga mampu bertanggung jawab dalam upaya

peningkatan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan. Di kalangan mereka harus dibangkitkan

adanya kebutuhan akan perubahan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari perbaikan

pelayanan AMPL demi peningkatan kesehatan. Perlu adanya perubahan perilaku hidup minum dan sehat

(PHBS) di tingkat perorangan maupun tingkat keluarga karena motivasi untuk mendapatkan sarana

penyehatan lingkungan sangat berbeda dan kompleks daripada motivasi untuk mendapatkan air minum.

Tidak ada satu cara pun yang dapat menjamin keberhasilan untuk semua keadaan. Masalah yang ada di

setiap kasus bersifat kompleks, pemecahannya perlu menggunakan sebuah pendekatan “belajar sambil

berjalan” (learning approach) dimana semua pelajaran yang didapat perlu dikaji dan menjadi bahan

perbaikan dalam proses pelaksanaan.

Selain dari konperensi internasional diatas, hasil studi Bank Dunia terhadap 121 proyek air minum

perdesaan di seluruh dunia yang dilaksanakan oleh berbagai lembaga dan organisasi menyimpulkan

bahwa peran aktif masyarakat dalam membuat keputusan dan menangani proyek secara langsung

menghasilkan proyek air minum dan penyehatan lingkungan yang efektif dan berkelanjutan. Pengalaman

dari studi tersebut sekalgius mengoreksi beberapa mitos yang selama ini diyakini dalam pelaksanaan

proyek air minum:

Page 57: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran B -

- 3 -

� Mitos menyatakan bahwa masyarakat miskin tidak mau dan tidak mampu membayar pelayan air

minum; karena itu, pemerintah harus menyediakan air bagi mereka. Realita membuktikan bahwa

masyarakat miskin membayar pelayanan air minum, bahkan sering lebih mahal daripada

masyarakat yang lebih mampu; masyarakat miskin akan membayar jika mendapatkan pelayanan

yang baik.

� Mitos menyatakan bahwa masyarakat miskin tidak mampu memecahkan atau mengelola masalah

teknis; mereka tidak mengetahui apa yang terbaik bagi mereka. Realita membuktikan bahwa

masyarakat miskin memiliki kreatifitas, mereka mampu membentuk sistem dan aturan dalam

mengelola sumber daya alam.

� Mitos menyatakan bahwa untuk memberikan pelayanan secara adil cukup dengan menyediakan

tingkat pelayanan minimal agar sumber air yang terbatas dapat didistribusikan sebanyak

mungkin kepada masyarakat yang membutuhkan. Realita membuktikan bahwa jika tingkat

pelayanan air minum tidak memenuhi harapan masyarakat, maka masyarakat tidak akan

menggunakan sarana yang disediakan dan tidak mau membayar biaya pelayanan yang diminta.

� Mitos menyatakan bahwa jika masyarakat sudah dilibatkan dalam membuat keputusan, maka

kepentingan perempuan sebagai pengelola utama penggunaan air minum rumah tangga sudah

terpenuhi. Realita membuktikan bahwa karena faktor sosial-budaya sebagian besar kepentingan

perempuan tidak pernah terpenuhi, kecuali bila perempuan secara khusus ditargetkan untuk

dilibatkan dan ada strategi yang disusun untuk memberdayakan perempuan.

� Mitos menyatakan bahwa lembaga teknis dan sektoral harus menjadi pelaksana penyediaan

sarana AMPL, karena tugas utamanya adalah membangun sarana dan indikator keberhasilannya

adalah sarana yang terbangun. Realita membuktikan bahwa lembaga teknis dapat mencapai

keberhasilan dengan memonitor dan memberikan bantuan teknis pada pihak lain (LSM, sektor

swasta dan lembaga non-teknis lainnya). Tugas utamanya adalah membangun kemampuan

masyarakat dalam mengelola sarana terbangun untuk mencapai keberlanjutan pelayanan.

� Mitos menyatakan bahwa dibutuhkan rencana umum yang disusun berdasarkan pengumpulan

data yang lengkap sebelum program dilaksanakan agar ada keseragaman pendekatan. Realita

membuktikan bahwa pembakuan dokumen rencana umum menghambat pengembangan

program partisipatif; tidak diperlukan pengumpulan data yang lengkap sebelum pelaksanaan

program, hanya data spesifik yang betul-betul diperlukan untuk dikumpulkan secara menerus

sepanjang pelaksanaan program. Standarisasi yang terlalu dini pada prosedur pelaksanaan

mengarah pada kegagalan program.

� Mitos menyatakan bahwa pengambilan keputusan oleh masyarakat pengguna merupakan hal

penting; namun kendali atas pelaksanaan program harus tetap berada pada manajer proyek.

Realita membuktikan bahwa hakikat proses partisipatif adalah memberi pilihan dan kesempatan

menyampaikan aspirasi pada masyarakat. Partisipasi masyarakat tidak dapat dihidup-matikan

oleh pihak luar; proses partisipatif adalah memberikan kendali pada masyarakat.

Page 58: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran B -

- 4 -

� Mitos menyatakan bahwa pendekatan partisipatif memerlukan waktu lama. Realita membuktikan

bahwa ketika proyek tanggap terhadap kebutuhan, masyarakat dapat bertindak dan

mengorganisir diri dengan cepat.

� Mitos menyatakan bahwa pendekatan partisipatori sulit direplikasi dalam skala besar karena

membutuhkan pemimpin yang karismatik, LSM dan orang yang berbakat melaksanakannya.

Realita membuktikan bahwa partisipasi masyarakat dapat direplikasi. Pemimpin karismatik

berperan untuk memulai proses, namum kepemimpinan dalam arti luas dapat menjaga

kelangsungan proses. LSM sering berhasil menerapkan strategi pemberdayaan masyarakat dan

merupakan mediator yang efektif. Seperti ketrampilan teknis lainnya, kemampuan dalam

mendisain dan melaksanakan program partisipatif merupakan proses bekerja sambil belajar.

� Mitos menyatakan bahwa partisipasi merupakan proses yang tidak pasti sehingga sulit untuk

ditentukan batasannya dan diukur. Sasaran peningkatan sumber daya manusia melalui

pengambilan keputusan yang partisipatif adalah penting tapi tidak praktis. Realita membuktikan

bahwa konsep partisipatori dapat dilaksanakan dan diukur dengan mudah. Mengukur, memonitor

dan mengevaluasi partisipasi masyarakat mempermudah lembaga terkait dalam

mempertanggungjawabkan upayanya mendukung peningkatan sumber daya manusia.

Analisis terhadap hasil pelaksanaan seluruh proyek air minum tersebut menyimpulkan bahwa dari 121

proyek, 20 diantaranya merupakan proyek yang sangat efektif. Indikator keberhasilan dari setiap proyek

bervariasi, namun secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut:

• Masyarakat merasa puas dengan kualitas dan kuantitas air minum dari sarana yang dibangun.

• Tidak ada sarana yang diabaikan, tidak ada disain dan kualitas konstruksi yang tidak memenuhi

kebutuhan masyarakat.

• Sebagian besar sistem berfungsi secara efektif 10 tahun sejak pekerjaan konstruksi selesai.

• Sarana dioperasikan dan dipelihara dengan baik secara berkelanjutan oleh masyarakat.

• Masyarakat memperlihatkan rasa memiliki dan tanggung jawab yang besar terhadap sarana

serta mampu untuk melestarikannya.

• Perempuan mendapat manfaat langsung dari pelayanan sarana berupa kemudahan dan

penghematan waktu dalam mendapatkan air minum yang selanjutnya menghasilkan beberapa

keuntungan ekonomis seperti tersedianya lebih banyak waktu untuk mengurus anak, kebun dan

juga kegiatan yang bersifat kerajinan tangan.

• Berkurangnya penyakit yang disebabkan oleh air.

• Meningkatnya penggunaan jamban.

• Masyarakat memberikan konstribusi untuk biaya konstruksi.

• Lebih berdayanya lembaga masyarakat dalam pengelolaan sarana termasuk berperannya

perempuan dalam kegiatan, walaupun masih sedikit dalam pengambilan keputusan.

• Terbentuknya kerjasama yang sangat baik dengan pemerintah daerah setempat.

Page 59: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran B -

- 5 -

Dari kedua puluh proyek dengan tingkat efektivitas tinggi, dua diantaranya berada di Indonesia dan

lainnya tersebar di beberapa negara seperti: Swaziland, Ethiopia, Panama, Ecuador, India, Kenya, Malawi,

Togo, Mali, Haiti, Yemen Arab Republic, Rwanda, dan Peru.

2. Pelajaran Khusus dari Indonesia

Keberhasilan maupun kekurangan pelaksanaan program pembangunan prasarana dan sarana AMPL yang

telah berjalan selama tiga dekade di Indonesia dapat dijadikan dasar pertimbangan bagi penyusunan

kebijakan yang baru. Beberapa dari pengalaman tersebut diuraikan dibawah ini:

2.1 Pelajaran bagi Pembangunan dan Pengelolaan AMPL

� Dua proyek pembangunan air minum di Indonesia, dari 20 puluh proyek di dunia, yang dinyatakan

berhasil dengan tingkat efektivitas tinggi ditangani oleh sebuah LSM dengan cara melibatkan

masyarakat pengguna pada setiap tahap pembangunan. Strategi yang digunakan adalah dengan

membentuk lembaga yang melibatkan seluruh komponen masyarakat; menggunakan pendekatan

partisipatori dalam memecahkan masalah; memberi pelatihan dalam aspek pengelolaan, disain,

konstruksi, operasi dan pemeliharaan serta pelatihan PHBS. Hal ini membuktikan bahwa pendekatan

pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang selama ini digunakan dalam program

pemerintah perlu diubah. Pada hakekatnya pembangunan sarana adalah untuk masyarakat, tanpa

upaya melibatkan mereka dalam tingkat yang cukup signifikan, maka akseptabilitas dan

keberlanjutan hasil pembangunan akan sangat sulit dicapai. Indikator keberhasilan dari kedua proyek

tersebut adalah:

� Desain sarana yang tepat guna, yang dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat

termasuk perempuan, dengan sistem sederhana namun cukup handal.

� Proyek dapat diterima oleh masyarakat dan mampu memotivasi mereka berpartisipasi secara

aktif termasuk dalam aspek keuangan.

� Masyarakat termotivasi dan mampu melaksanakan operasi dan pemeliharaan sarana

� Masyarakat membayar pelayanan air minum sesuai dengan tarif yang disepakati

� Perempuan terlibat dalam setiap tahapan proyek, namun masih sedikit pada tahap

pengambilan keputusan

� Penghematan waktu bagi perempuan sehingga dapat melakukan kegiatan lain

� Perempuan aktif menjadi kelompok pengguna air

� Masyarakat membiayai pembangunan jamban secara mandiri, dan tingkat penggunaan jamban

tinggi

� Perempuan aktif menjadi anggota kelompok kesehatan

� Studi mengenai hubungan antara pendekatan partisipatif, tanggap pada kebutuhan, jender dengan

dampak dan keberlanjutan pembangunan sarana AMPL dalam pelaksanaan proyek WSSLIC (Water

Page 60: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran B -

- 6 -

Supply and Sanitation for Low Income Communities Project) dan FLOWS (Flores Water Supply

Project) 2 menyimpulkan bahwa:

� Pembangunan sarana air minum yang memenuhi kebutuhan masyarakat, memiliki efektivitas

dan keberlanjutan pelayanan yang lebih baik.

� Penyediaan biaya operasi dan pemeliharaan yang lebih realistis menghasilkan keberlanjutan

pelayanan yang lebih baik.

� Semakin terorganisasikannya pengelola operasi dan pemeliharaan sarana, semakin baik

pembayaran oleh pengguna sehingga menciptakan keberlanjutan pelayanan yang lebih baik.

� Pengelolaan sarana yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat pengguna dalam

kelembagaan dan dalam pengambilan keputusan menghasilkan partisipasi yang lebih tinggi

dari mereka pada operasi dan pemeliharaan.

� Keterlibatan aktif dari perempuan dalam pengambilan keputusan, operasi dan pemeliharaan

menghasilkan efektivitas penggunaan dan keberlanjutan pelayanan sarana yang lebih tinggi.

� Keterlibatan yang adil dari masyarakat miskin maupun kaya dalam pengambilan keputusan

menghasilkan pelayanan yang lebih berkelanjutan.

� Semakin mudah penggunaan sarana umum air minum, semakin tinggi efektivitas penggunaan

dan keberlanjutan pelayanan sarana.

� Tersedianya alternatif sumber air yang lain di suatu desa dan rumitnya penggunaan sarana

umum yang dibangun melalui proyek, menyebabkan masyarakat beralih ke sumber lain.

� Pendekatan untuk melaksanakan program penyehatan lingkungan sebaiknya dibedakan dari

pendekatan program penyediaan air minum. Aspek terpenting dari pelaksanaan program

penyehatan lingkungan adalah bagaimana membuat masyarakat sadar bahwa buang air besar

di tempat terbuka berdampak tidak hanya terhadap kesehatan pribadi dan keluarga, tetapi

juga untuk kesehatan umum.

� Manfaat yang kurang dirasakan oleh pengguna dibandingkan dengan biaya yang harus

dikeluarkan menyebabkan turunnya tingkat penggunaan sarana penyehatan lingkungan yang

dibangun.

� Pelajaran yang dapat diambil dari proyek WSSLIC3 yang bertujuan untuk menyediakan air minum dan

penyehatan lingkungan yang aman, tersedia dalam jumlah yang cukup, dan mudah dicapai serta

mendukung pendidikan higienis/kesehatan bagi masyarakat miskin di perdesaan yang belum atau

2 Participation, Gender & Demand Responsiveness: Making the Link with Impact and Sustainability of Water Supply & Sanitation Investments, Institute for Research of University of Indonesia in partnership with UNDP/World Bank Water and Sanitation Program and IRC-International Water and Sanitation Center, 1999. 3 Proyek ini diharapkan dapat melayani sekitar 2 juta orang yang tinggal di wilayah terpilih enam propinsi, yaitu: Jawa Tengah; Sulawesi Tenggara; Sulawesi Tengah; Sulawesi Utara; Maluku; dan Nusa Tenggara Timur, dimana tingkat kemiskinan masih dominan. Desa-desa proyek dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti tingkat kemiskinan, kejadian penyakit yang disebabkan oleh air, kelangkaan air, kualitas air, kematian bayi, dan kemauan untuk membayar biaya operasional dan perawatan. Proyek ini memiliki enam komponen yaitu: air bersih; penyehatan lingkungan; pendidikan perilaku hidup bersih dan sehat; pelatihan dan pengembangan masyarakat; bantuan teknis; serta manajemen proyek. Dengan adanya perbaikan penyehatan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat, proyek ini diharapkan dapat memberikan dampak positif yang langsung berpengaruh pada derajat kesehatan dan produktivitas masyarakat, terutama bagi perempuan dan anak-anak.

Page 61: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran B -

- 7 -

tidak terlayani serta masyarakat di wilayah dengan kepadatan tinggi melalui keberlanjutan dan

pengaturan berbasis masyarakat, adalah sebagai berikut:

� Keterlibatan masyarakat yang dapat mempengaruhi pelaksanaan program, efektivitas

penggunaan, dan keberlanjutan akan tercapai jika pilihan pelayanan dan konsekuensi biaya

ditentukan langsung oleh masyarakat di tingkat rumah tangga; kontribusi masyarakat untuk

pembangunan sarana ditentukan berdasarkan jenis pelayanan yang ditawarkan; dan

pembentukan unit pengelola sarana dilakukan secara demokratis.

� Masyarakat pengguna sebaiknya diberi kewenangan untuk mengontrol penggunaan dana yang

berasal dari kontribusi masyarakat dan kualitas serta jadwal pelaksanaan pekerjaan konstruksi

dilakukan oleh lembaga yang ditunjuk.

� Pengguna sarana AMPL sangat peduli pada kualitas prasarana dan sarana serta bersedia

membayar lebih asalkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan mereka. Keputusan untuk

membatasi opsi pelayanan berdasarkan biaya serta tingkat pelayanan minimal menghasilkan

sarana dengan tingkat pelayanan yang tidak memuaskan, menyebabkan masyarakat

pengguna tidak termotivasi untuk melestarikannya. Dengan upaya yang lebih tanggap

terhadap kebutuhan masyarakat pengguna, proyek pembangunan prasarana dan sarana AMPL

dapat meningkatkan kontribusi dalam pembiayaan, sehingga mampu menjamin pendanaan

yang lebih efektif dan keberlanjutan investasi.

� Pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman pembangunan prasarana dan sarana air minum dan

penyehatan lingkungan permukiman yang dilaksanakan oleh UNICEF4 selama Pelita V di Indonesia

adalah:

� Efektivitas penggunaan dan keberlanjutan prasarana dan sarana AMPL dapat dicapai dengan

melibatkan masyarakat sedini dan seefektif mungkin, dengan demikian masyarakat

mendapatkan pelayanan AMPL yang sesuai dengan kebutuhan. Semakin banyak opsi

pelayanan yang ditawarkan dan semakin besar kesempatan yang diberikan pada masyarakat

untuk berperan dalam pengambilan keputusan, maka semakin besar pula kemungkinan sarana

memenuhi kebutuhan masyarakat. Dan, oleh sebab itu sarana digunakan secara efektif dan

berkelanjutan.

� Efektivitas penggunaan dan keberlanjutan prasarana dan sarana AMPL tidak dapat tercapai

hanya dengan mendorong keterlibatan masyarakat dalam operasi dan pemeliharaan. Jika

pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan tidak dilaksanakan terlebih dahulu. Dalam situasi

seperti itu, pengguna hanya akan memiliki sedikit motivasi untuk mengorganisir diri dalam

mengelola sarana dan tidak merasa bertanggung jawab untuk melestarikannya.

4 Study of Community-based Approaches digunakan pada UNICEF’s Water and Environmental Sanitation (WES) Program in Indonesia, UNDP-World Bank Water and Sanitation Program, 1999.

Page 62: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran B -

- 8 -

� Uji coba lapangan WASPOLA-UNICEF tahap 25 merupakan studi komparatif yang bertujuan untuk

memperlihatkan penerapan dan menguji dampak dari berbagai pendekatan dan metodologi yang

berbeda yang dapat menghadirkan kemungkinan perubahan dalam kebijakan AMPL, menemukan

bahwa:

� Kerelaan untuk berkontribusi harus dibangun; masyarakat yang motivasi untuk

berkontribusinya telah terbangun sebelum pembangunan sarana dan prasarana mempunyai

tingkat penyerapan bantuan yang lebih baik. Kerelaan untuk berkontribusi tidak bisa diukur

langsung dari nilai nominal kontribusi, nilai nominal dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya ekonomi masyarakat.

� Proses fasilitasi menggunakan metode MPA membantu pencapaian tujuan program dan juga

meningkatkan keberfungsian, penggunaan, pemeliharaan, dan kualitas teknik; dari temuan di

lapangan rata-rata nilai keseluruhan parameter di desa intervensi lebih besar daripada di desa

non-intervensi. Desa yang mendapatkan dukungan intensif dari fasilitator mempunyai

pemahaman yang lebih baik terhadap program dan aktivitas program lebih tersosialisasi.

Proses fasilitasi juga meningkatkan akses bagi masyarakat miskin, hasil lapangan

menunjukkan proporsi pendistribusian bantuan kepada kelompok miskin di desa intervensi

lebih tinggi.

� Tingkat kepuasan pengguna berkorelasi positif dengan pemahaman pengguna itu sendiri,

walaupun kualitas jamban lebih baik tetapi tingkat kepuasan di desa intervensi justru lebih

rendah, hal ini mungkin diakibatkan karena sebagian besar masyarakat di desa intervensi telah

mendapatkan penjelasan mengenai adanya rentang pilihan jamban serta mengetahui fungsi

utama jamban dalam memutuskan jalur penularan penyakit.

� Peningkatan kemampuan fasilitator (melalui pelatihan) berkorelasi positif dengan aspek

keberlanjutan dan penggunaan efektif, hasil lapangan menunjukkan desa intervensi pada

umumnya memiliki total nilai indikator keberlanjutan dan penggunaan efektif lebih tinggi.

� Hasil yang didapat dari studi kasus komparatif6 terhadap dua pendekatan evaluasi (metode

konvensional dan metode partisipatif) di Wonosobo adalah sebagai berikut:

� Studi kasus ini menunjukkan bahwa kedua pendekatan tersebut menghasilkan keluaran yang

serupa maupun yang berbeda. Namun demikian, jelas bahwa kedua pendekatan tersebut

dapat menghasilkan keluaran yang sebanding jika perencanaan dan proses pelaksanaannya

diperhatikan dengan sungguh-sungguh, terutama yang menyangkut pemilihan sampel dan

pembuatan daftar pertanyaan.

� Proses pemilihan sampel merupakan sebab utama perbedaan dalam hasil penelitian. Metoda

partisipatif sangat peka terhadap keterwakilan kaum lelaki-kaum perempuan dan kelompok

5 Pada uji coba tahap 2 ini terdapat 3 topik yang diujicobakan WASPOLA di desa intervensi yaitu (i) pilihan sanitasi, (ii) kemauan untuk membayar, (iii) pelatihan fasilitator tingkat desa; sebagai pembanding dipilih beberapa desa yang mendapat program serupa dari UNICEF tetapi tidak mendapat intervensi dari WASPOLA dan disebut sebagai desa non-intervensi. 6 Sanitasi di Wonosobo: Membandingkan Dua Pendekatan Evaluasi Program, Field Note Water and Sanitation Program for East Asia and the Pacific, April 2002.

Page 63: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran B -

- 9 -

miskin-kelompok kaya dari masing-masing masyarakat. Metoda konvensional peka terhadap

jumlah responden agar dapat mewakili kondisi desa sebaik-baiknya. Oleh sebab itu, jika

selama proses perencanaan sampel telah terjadi penyingkiran atas variasi-variasi yang

terdapat tingkat desa, ada kemungkinan hasil penelitian akan bias sehingga menjadi condong

kearah kelompok tertentu saja.

� Metode partisipatif mendorong warga desa untuk menyuarakan pendapat, pandangan,

masalah mereka, dan menyumbangkan pengetahuan setempat kedalam kategori jawaban,

sehingga menghasilkan gambaran yang lebih luas mengenai keadaan sanitasi di desa mereka.

Metoda konvensional mencakup serangkaian kategori jawaban yang telah ditentukan sehingga

pilihan responden menjadi terbatas. Secara teori, masalah yang terdapat dalam teknik survai

konvensional ini dapat diatasi dengan mengadakan pengujian lapangan atas kuisioner survai.

Akan tetapi dalam prakteknya, tidak cukup tersedia waktu untuk melakukannya sehingga

hasilnya memberikan gambaran keadaan desa yang kurang akurat.

� Jumlah keseluruhan biaya metode partisipatif sebanding dengan biaya survai konvensional.

Metode konvensional mempekerjakan lebih banyak tenaga pencacah (enumerator) yang

gajinya lebih rendah, sedangkan metode partisipatif menggunakan tenaga fasilitator yang

lebih terlatih, namun jumlahnya lebih sedikit. Metode partisipatif memerlukan waktu

pelaksanaan yang lebih singkat dan lebih mudah dikelola karena dilaksanakan hanya sekali

untuk menilai keadaan desa sebelum maupun sesudah masuknya proyek, sedangkan

pendekatan konvensional memerlukan dua kali survai (dasar dan penilaian) untuk mengukur

dan mengkaji keadaan sebelum dan sesudah adanya proyek.

� Studi Flores yang dilakukan untuk memperoleh pemahaman mengenai kondisi sarana air minum dan

sanitasi lingkungan termasuk mengetahui perspektif dari pengguna sarana, mendapatkan hasil

sebagai berikut:

� Kesetaraan perlu diangkat sebagai isu spesifik di semua tingkatan pembangunan (kesetaraan

bukanlah kesamaan; menyamakan kontribusi seringkali tidak menguntungkan kaum miskin).

� Pendekatan yang sensitif gender dan sosial adalah kunci untuk untuk pelayanan yang

berkelanjutan.

� Semua aspek keberlanjutan (teknis, biaya, sosial, lembaga, lingkungan) berhubungan satu

sama lain dan sama pentingnya.

� Semua proyek Flores telah menerapkan prinsip-prinsip yang dimuat dalam kebijakan tetapi

prakteknya seringkali penerapannya tidak sesuai, ketika penerapannya sesuai biasanya

hasilnya lebih baik (hasil berkolerasi secara statistik).

� Penerima manfaat biasanya tidak termasuk dalam monitoring maupun laporan, sehingga

pengelola dan institusi terkait tidak mendapatkan informasi tentang mereka.

� Pelaksana pembangunan harus mengerti dan mempunyai prinsip dasar kebijakan, dapat

menerapkannya secara fleksibel, serta meletakkan pengambil keputusan di tangan pemilik

yang utama (masyarakat).

Page 64: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran B -

- 10 -

� Adopsi kebijakan ke dalam hal praktis membutuhkan lebih dari sekedar arahan, yang lebih dibutuhkan adalah perubahan paradigma.

� Secara historis, komunikasi dan koordinasi antar proyek pembangunan selalu berada di titik yang paling

rendah. Oleh karena itu, uji coba dengan tema koordinasi7 antar proyek dilakukan dengan tujuan

untuk mengenali dan mendemonstrasikan ‘metode koordinasi’ yang memungkinkan proyek untuk

meningkatkan fungsi dan pelayanan, pelajaran yang diperoleh adalah sebagai berikut:

� Mitos menyatakan bahwa koordinasi antar proyek sulit dilakukan, realita membuktikan bahwa

koordinasi antar proyek bisa dilakukan.

� Mitos menyatakan bahwa jika tidak ada dana, koordinasi tidak akan berjalan, realita

membuktikan bahwa dana bukan penghalang untuk berkoordinasi, sebagai contoh, hasil dari

uji coba ini para pelaku proyek sepakat untuk menjadi tuan rumah pertemuan ‘forum’

koordinasi secara bergiliran untuk menyiasati keterbatasan dana.

� Mitos menyatakan bahwa ‘formalitas’ (legalisasi, birokrasi, dan lainnya) adalah penentu

keberhasilan, realita membuktikan bahwa ‘formalitas’ bukan penentu utama bahkan bisa

menjadi penghambat.

� Mitos menyatakan bahwa perbedaan skema proyek (aturan, sumber dana, sektor, dan lain-

lain) menghambat koordinasi, realita membuktikan bahwa perbedaan tidak menutup peluang

untuk berkoordinasi.

� Mitos menyatakan bahwa selama ini terdapat ‘kultur’ yang menghambat kerja sama antar

proyek, realita membuktikan bahwa dengan koordinasi tumbuh ‘keinginan’ untuk berkolaborasi

(integrasi perencanaan/pelaksanaan).

� Mitos menyatakan bahwa penggagas koordinasi lintas proyek terpatok pada instansi tertentu,

realita membuktikan bahwa penggagas koordinasi bisa dari unsur mana saja, bahkan LSM.

� Mitos menyatakan bahwa biasanya proyek berakhir maka program akan terhenti, realita

membuktikan bahwa dengan koordinasi program dapat ‘ditransfer’ ke proyek lain.

� Mitos menyatakan bahwa sumber daya manusia daerah terbatas/lemah, realita membuktikan

bahwa dengan koordinasi potensi sumber daya manusia lokal termanfaatkan secara optimal.

2.2 Pelajaran bagi Penyusunan Kebijakan

� Pelajaran yang dapat dipetik sebagai input terhadap perbaikan dan penyempurnaan kebijakan

diambil dari berbagai proses yang diadakan dalam rangka penyusunan kebijakan air minum dan

penyehatan lingkungan seperti lokakarya, seminar, studi banding, uji coba, dan lain-lain. Ada

beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai keberhasilan dalam pembangunan prasarana

dan sarana AMPL, seperti:

7 WASPOLA dan WSLIC2 secara bersama telah merumuskan topik untuk dilaksanakan sebagai uji coba lapangan. Topik pertama, dengan tema koordinasi antar proyek, akan menguji dan mendemonstrasikan bagaimana proyek-proyek berbasis pemberdayaan masyarakat (termasuk proyek-proyek AMPL) yang dikelola oleh bilateral, multilateral, dan organisasi non-pemerintah serta proyek-proyek lain yang berkait dengan prasarana dan sarana AMPL atau infrastruktur, dapat saling berkoordinasi untuk lebih meningkatkan pelayanan pada masyarakat pemanfaat proyek.

Page 65: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran B -

- 11 -

� Adanya pernyataan yang tulus bahwa pendekatan yang digunakan di masa lalu dan sekarang

perlu perbaikan.

� Berbagai pendekatan yang dipelajari perlu menjadi umpan balik dalam kebijakan yang

diperbaharui.

� Agar kebijakan dan kerangka peraturan yang ditetapkan dapat diberlakukannya secara efektif

perlu ada dukungan dari semua pihak dan adanya kesediaan untuk melaksanakannya.

� Komitmen untuk berubah dan menerjemahkan kebijakan dalam bentuk kegiatan nyata perlu

tercermin dalam proses pembentukan kesepakatan yang dilakukan melalui partisipasi yang

tulus dan semangat kerjasama dalam perubahan.

� Menciptakan rasa memilki dan komitmen melalui proses partisipasi semua pihak terkait,

memang memerlukan waktu.

� Pola kebijakan hendaknya cukup lentur sehingga mampu menyesuaikan diri dengan

perubahan kondisi maupun kebutuhan sektor, dan cukup peka untuk menggabungkannya

dengan pengalaman baru.

� Menyadari pentingnya keterlibatan masyarakat sasaran pada tahapan pembangunan maka perubahan

pendekatan yang lebih tanggap terhadap kebutuhan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan

AMPL merupakan salah satu pendukung keberhasilan. Dalam upaya melaksanakan pendekatan yang

tanggap terhadap kebutuhan (PTK) ada beberapa kendala yang selama ini dihadapi, yaitu:

� Tidak adanya kerangka kebijakan yang disepakati bersama oleh pihak terkait termasuk

pemerintah pusat dan daerah, negara dan lembaga pemberi pinjaman, serta LSM dalam

menerapkan PTK;

� Adanya penolakan baik langsung maupun tidak langsung dari pemerintah di berbagai

tingkatan maupun lintas sektor, negara dan lembaga pemberi pinjaman, maupun masyarakat

sendiri dalam menerapkan PTK;

� Kurangnya pemahaman, informasi dan kemampuan teknis serta keuangan di setiap tingkatan

pemerintahan maupun lembaga swadaya masyarakat;

� Lambatnya proses birokrasi serta kakunya prosedur pembiayaan dan pengadaan tenaga

pendukung kegiatan PTK;

� Dalam pelaksanaannya PTK membutuhkan waktu yang lama dan dana yang memadai, apalagi

jika dikaitkan dengan kewajiban masyarakat untuk berkontribusi dalam mengekspresikan

kebutuhannya.

� Dalam upaya implementasi sesuai dengan tema “Moving from Policy to Practice” (dari kebijakan ke

pelaksanaan) dan menghadapi kendala yang muncul dalam pelaksanaan PTK, diperlukan beberapa

langkah untuk mempercepat penerapan PTK dalam setiap kegiatan pembangunan air minum dan

penyehatan lingkungan berbasis masyarakat. Langkah-langkah tersebut dapat dibagi menjadi dua

klasifikasi yaitu aspek kebijakan beserta pelaksanaannya, dan aspek pendanaan.

� Aspek Kebijakan, langkah yang perlu dijalankan antara lain:

Page 66: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran B -

- 12 -

- Mengklarifikasi dan menciptakan suatu kebijaksanaan dan mekanisme pelaksanaan PTK

yang disepakati oleh semua pihak terkait. Diharapkan melalui dokumen ini, kebijakan

pembangunan AMPL berbasis pemberdayaan masyarakat menjadi lebih jelas dan dapat

dipergunakan secara menyeluruh di Indonesia;

- Melaksanakan kampanye terhadap strategi yang disepakati tersebut dan mengupayakan

untuk melembagakan PTK menjadi suatu pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan

oleh kabupaten maupun kota dalam melaksanakan kegiatannya;

- Mengkaji ulang secara keseluruhan penyusunan kelembagaan pengelola air minum dan

penyehatan lingkungan berbasis masyarakat untuk mendukung PTK dan memungkinkan

LSM dan dunia usaha berpartisipasi dalam PTK;

- Melembagakan PTK dalam mekanisme pembangunan daerah dan sekaligus meningkatkan

kemampuan pemerintah kabupaten dan kota melaksanakan PTK.

� Aspek Pendanaan, langkah yang perlu diambil adalah sebagai berikut:

- Mengembangkan suatu mekanisme pembiayaan yang dapat menciptakan rangsangan untuk

pengumpulan dana. Melalui WSSLIC, Indonesia telah menciptakan suatu mode insentif

pengumpulan dana oleh masyarakat dalam pembiayaan proyek. Hal ini perlu dilanjutkan

secara konsisten dan dievaluasi berbagai kelemahan dan keunggulannya sehingga dapat

dilaksanakan pada proyek/kegiatan pembangunan prasarana dan sarana AMPL berbasis

pemberdayaan masyarakat lainnya;

- Mengembangkan suatu mekanisme yang mendukung kemampuan mesyarakat untuk

mengelola, mengontrol dan mengarahkan sumber-sumber keuangan yang mereka miliki

sendiri. Proyek P3DT telah melakukan beberapa inovasi dalam mengembangkan mekanisme

kontrol dan pengelolaan keuangan oleh masyarakat. Walaupun tidak diarahkan untuk

merangsang masyarakat dalam pengumpulan dana, terobosan baru dalam model

penyaluran dana pemerintah langsung kepada masyarakat perlu dijadikan acuan dalam

proyek-proyek selanjutnya.

- Menyelaraskan metode pengelolaan keuangan antara donor dan pemerintah dan

menggabungkannya dengan pendekatan pembangunan sektor lainnya yang saling terkait.

Banyak negara maupun lembaga donor yang tidak dapat secara fleksibel menyalurkan

dananya kepada pemerintah sehingga sering mengganggu proses PTK secara keseluruhan.

- Menyiapkan perangkat hukum yang mendorong semua pihak terkait untuk berpartisipasi

dalam pembiayaan dan pengelolaan keuangan melalui PTK.

� Dalam rangka menggali masukan dari pemerintah daerah untuk perbaikan kebijakan nasional AMPL

dilakukan uji coba kebijakan di 4 daerah (Kabupaten Solok, Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten

Subang, dan Kabupaten Sumba Timur), hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

� Metode partisipatif yang dilakukan dalam proses uji coba telah mampu mendorong partisipasi

pemegang andil dalam membangun kebijakan daerah.

Page 67: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran B -

- 13 -

� Kegiatan dengan rangka identifikasi permasalahan atau isu pengelolaan AMPL di daerah dan

pendalaman terhadap substansi pokok kebijakan lebih efektif dilakukan dengan metode

partisipatif.

� Adopsi dan adaptasi tujuan kebijakan nasional AMPL berbeda di setiap daerah disesuaikan

dengan karakteristik dan masalah yang ada, begitu juga dengan kegiatan tindak lanjut dari isu

atau permasalahan AMPL di daerah.

� Peran fasilitator cukup penting dalam proses fasilitasi lintas pelaku daerah untuk melaksanakan

kegiatan uji coba kebijakan.

Page 68: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

LAMPIRAN C

Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

(termasuk ‘daerah abu-abu’)

Page 69: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran C -

- 1 -

LAMPIRAN C

Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (termasuk ‘daerah abu-abu’)

Pendahuluan

Secara historis, pendekatan dalam pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL) dibagi dalam

wilayah “perkotaan” dan “perdesaan”. Istilah tersebut memiliki makna administratif yang spesifik, tidak

terkait dengan isu pelayanan AMPL, tetapi membawa kesulitan dalam pendekatan dan berpengaruh

terhadap hasil yang dirasa oleh pengguna. Di era pembangunan, dimana akses terhadap pelayanan AMPL

masih rendah di berbagai tipe permukiman, pendekatan pola lama tidak berhasil mengatasi hal ini,

mendorong untuk mencari cara yang lebih efektif untuk peningkatan akses.

Kembali ke Sifat Dasar

Saat yang paling baik untuk memulai adalah dari titik awal, dengan mengkaji ulang struktur dasar sektor

dan asumsi yang terkait dalam pendekatan untuk penyediaan air minum, terutama:

• sifat dari sumberdaya air;

• sifat dari permukiman (evolusi dan urbanisasinya);

• aspek sosial terkait, teknis, dan administratif dalam pembangunan dan pengelolaan pelayanan

AMPL.

Air tidak dibatasi oleh batas administratif. Pengelolaan sumberdaya air perlu mempertimbangkan sifat dan

perilaku air, dan pendekatan kita perlu disesuaikan dengan sifat dan perilakunya, bukan sebaliknya.

Penyediaan pelayanan AMPL adalah bagian dari pengelolaan sumberdaya air, maka diberlakukan aturan

yang sama. Pernyataan yang paling sesuai untuk prinsip-prinsip kunci dalam pengelolaan sumberdaya air

dikenal sebagai Prinsip Dublin1, yang terdiri dari empat prinsip dan satu diantaranya merekomendasikan

agar pengambil keputusan sedapat mungkin ditetapkan oleh masyarakat di tingkat bawah.

Pola permukiman sangat bervariasi, secara fisik dan waktu. Masyarakat berkumpul di permukiman, dan

berkembang untuk alasan tertentu. Permukiman bisa dimulai dari pasar di persimpangan jalan, atau

mengikuti rute akses (gambar 1), dan perlahan berkembang dari pondasi tersebut, menarik lebih banyak

orang untuk berada di sana dengan alasan tertentu. Alasan dan permukiman tidak akan pernah statis tetapi

selalu berubah mengikuti waktu.

1 Pertama disepakati di Dublin pada tahun 1992, kemudian diratifikasi di Rio de Janeiro (dikenal sebagai Dublin-Rio). Keempat prinsip tersebut memuat pendekatan terpadu untuk mengelola air diantara pengguna air, air sebagai benda ekonomi, peran sentral perempuan, pengambilan keputusan di tingkat bawah.

Page 70: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran C -

- 2 -

Jika permukiman berubah,

batas administratif juga

berubah. Hari ini sebuah

desa mungkin besok

menjadi dua desa atau kota.

Jika kota atau metropolitan

berkembang, mereka akan

mengambil alih atau

bergabung dengan

permukiman di sekitarnya

dan batas wilayah akan

disepakati. Pada titik mana

sebuah desa disebut kota,

dan sebuah kota disebut

metropolitan? Permukiman tidak homogen, dalam batas wilayah desa, kota atau metropolitan, ada variasi

kepadatan penduduk (seberapa dekat masyarakat hidup bersama), klasifikasi kesejahteraan, dan kelas

perumahan. Faktor-faktor tersebut sangat penting dalam penyediaan pelayanan.

Klasifikasi pendekatan pola lama dalam penyediaan pelayanan membagi sektor dalam sub-sektor

‘perdesaan’ dan ‘perkotaan’. Pernyataan tersebut dijelaskan dalam gambar 2, dengan gambar di atas relatif

lebih mudah untuk melihat perbedaannya. Tetapi tepatnya dimana seharusnya garis pembatas antara

perkotaan dan perdesaan, dan apa artinya? Terminologi tersebut lebih menjelaskan batas wilayah

administratif dan birokrasi dibanding sifat dari permukiman itu sendiri; klasifikasi dengan tipe ini

menjelaskan institusi mana yang lebih berhak, terutama ketika berkaitan dengan pembagian tanggung

jawab dan dana diantara departemen terkait.

Di berbagai tingkatan pemerintahan dan institusi, perspektif tentang batas dan letaknya seringkali tidak

jelas. Seperti terlihat dalam gambar 3, pendekatan administratif yang murni akan menghasilkan suatu divisi

Gambar C.1 – Sifat dari Permukiman

Ukuran permukiman / Jumlah penduduk / Batas administratif Waktu / Kepadatan

PerdesaanKecil, tersebar, terasing, bertani, memenuhi kebutuhan sendiri

Perkotaan Besar, padat, pusat komersil, dan pemerintahan, saling tergantung

(?Kota kecil?)

Gambar C.2 – Klasifikasi Permukiman dalam Perkotaan dan Perdesaan

Page 71: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran C -

- 3 -

yang dapat diterapkan untuk semua aspek dalam aktifitas sektor, yang terkait dengan pembiayaan dan fisik;

masalahnya adalah dimana meletakkan garis batasnya. Karena definisi dari terminologi tersebut tidak jelas

dan administratif, dasar untuk menentukan posisi jelas suatu batas menjadi lemah dan tidak tentu, tetapi

mempunyai dampak besar bagi pendekatan yang diambil dalam penyediaan pelayanan.

Pendekatan dalam penyediaan pelayanan yang telah dijelaskan dalam pembagian peruntukan (sub division)

pola lama biasanya berdasarkan citra baku atau pengertian klise dari permukiman dan kumpulan penduduk

(seperti dalam gambar 2), di beberapa kasus diperhalus dengan beberapa pembelajaran dari pengalaman

masa lalu. Sebagai contoh, di banyak negara semua pembangunan sektor dilakukan langsung oleh

pemerintah dengan cara “top-down”, semua keputusan dibuat di pusat, atau paling tidak dari jarak jauh,

dan sedikit sekali melibatkan penerima manfaat. Kegagalan paling banyak terjadi di wilayah perdesaan, di

beberapa kasus pendekatan untuk daerah ini telah dimodifikasi agar menjadi lebih inklusif, konsultatif, dan

“bottom-up”, memberikan kesempatan kepada masyarakat pengguna untuk lebih terlibat dalam

pengambilan keputusan dan pengelolaan fasilitas yang mereka gunakan. Sementara itu pendekatan “top-

down” masih diterapkan di wilayah perkotaan, seringkali diikuti dengan upaya untuk memperluas wilayah

birokratis dengan memindahkan garis pembatas, dan bahkan menerapkan pendekatan ini (perkotaan) untuk

permukiman kecil sekalipun.

Kenyataan yang Terjadi

Di lapangan, ada beberapa batasan dalam menerapkan pendekatan “bottom-up”; ketika suatu sistem

menjadi lebih besar dan rumit, model perdesaan sepertinya tidak sesuai lagi. Sebaliknya hal yang sama juga

terjadi, kegagalan hasil pendekatan “top-down” berada dalam proporsi yang tinggi ketika ukuran

permukiman menjadi lebih kecil (telah menjadi kasus terbaru dalam penerapan prinsip perdesaan).

Kenyataannya, pendekatan perkotaan murni sebenarnya melayani penduduk dalam porsi yang relatif kecil,

dan pendekatan perdesaan murni juga melayani dalam porsi yang sama kecilnya. Diantara dua wilayah ini

Perkotaan Perkotaan Perkotaan

Perdesaan Perdesaan Perdesaan

Jum

lah P

enduduk?

Gambar C.3 – Pembagian sektor: dimana batasnya?

Page 72: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran C -

- 4 -

terdapat “daerah abu-abu” (gambar 4) meliputi jumlah

penduduk yang besar yang tidak terlayani dengan baik, atau

tidak terlayani sama sekali, oleh kedua jenis pendekatan

tersebut.

Kenyataannya seperti apa “daerah abu-abu” ini? Siapa dan

berada dimana sejumlah besar rumah tangga yang kurang

atau tidak mendapatkan pelayanan? Sebagian besar mereka

berada di daerah permukiman berukuran sedang – kota kecil –

daerah sekitar perkotaan yang terletak di tepi kota-kota besar,

dan kaum miskin yang ada di kota yang hidup mengelompok

atau dengan standar perdesaan. Melihat kembali sifat

permukiman, kita diingatkan bahwa mereka tidak homogen; didalam sebagian wilayah kota-kota besar ada

beberapa daerah yang mempunyai kepadatan penduduk rendah, dan lain-lain dimana masyarakatnya hidup

dari ekonomi informal, mirip dengan apa yang dilakukan oleh masyarakat perdesaan. Mereka juga berada di

pinggir daerah perdesaan yang cukup besar, diluar dari keefektifan pendekatan pengelolaan masyarakat

homogen. Daerah abu-abu ini perlu dipahami dengan baik jika sebagian besar penduduk adalah untuk

mendapatkan akses untuk peningkatan pelayanan AMPL. Yang terpenting, kita perlu paradigma baru, yang

memungkinkan menerapkan pendekatan baru pada daerah abu-abu.

Sebuah Alternatif

Alternatif dalam sektor AMPL ini didasari oleh

proses pengambilan keputusan, yang

biasanya dikenal sebagai manajemen

(pengelolaan). Karakteristik utamanya

adalah siapa yang mengambil keputusan

investasi penting. Dalam model ini ada 2

klasifikasi umum atau tipe pengambilan

keputusan, yaitu ‘masyarakat’ dan ‘lembaga’.

Mendefinisikan terminologi kunci dengan

hati-hati adalah penting, dalam hal ini, apa

arti dari terminologi tersebut dalam

pengertian umum. Walaupun terlihat seperti

kumpulan dari kata benda yang tidak jelas,

kata-kata tersebut dipakai dengan maksud

sama agar tidak membatasi lingkup dan

penerapan dari konsep tersebut.

Perkotaan

Perdesaan

Gambar C.4 – Pembagian sebagaimana

DIKELOLA BERSAMA

LE

MB

AG

A

ATAS BAWAH

TIPE A DIKELOLA OLEH LEMBAGA

TIPE B DIKELOLA BERSAMA

TIPE C DIKELOLA OLEH MASYARAKAT

BAWAH ATAS

MA

SY

AR

AK

AT

Gambar C.5 – Sebuah alternatif yang didasari oleh pengambilan keputusan atau pengelolaan

Page 73: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran C -

- 5 -

Secara ringkas:

Masyarakat berarti kelompok yang kohesif secara sosial, dimana alat transaksi yang berlaku adalah

kepercayaan.

Lembaga berarti pengaturan formal, di luar masyarakat, dimana alat transaksi yang berlaku adalah uang.

Dari definisi tersebut dapat terlihat bahwa, ‘masyarakat’ bisa berupa kelompok kecil yang saling mengenal

dan percaya satu sama lain, atau dapat mendayagunakan tekanan sosial setara dengan kepercayaan.

Dalam AMPL, terminologi tersebut meliputi rentang rumah tangga sampai kampung. Ukuran maksimum

akan sangat bervariasi diantara budaya dan negara yang berbeda, mungkin bisa sampai seluruh desa atau

kecamatan; menariknya, itu hanya bisa ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.

Contoh lembaga termasuk berbagai jenis model usaha, dari sektor publik, perusahaan swasta, dan kerja

sama publik-swasta, kemitraan dan usaha tunggal, melalui koperasi dan LSM. Didalam sektor publik di

beberapa negara, sebagian besar pelayanan seperti listrik dan komunikasi juga air minum dan penyehatan

lingkungan dibiayai, dibangun, dan dikelola langsung oleh ‘pemerintah’ melalui departemen atau instantsi

terkait. Pada saat penanggung jawab resmi masih berada di tangan ‘pemerintah’, sekarang penyedia

layanan lebih dipilih melalui jasa layanan: perusahan sektor publik yang mandiri, melalui model ‘privatisasi’,

dengan banyak variasi diantaranya. Untuk bahasan ini, siapa pengambil keputusan investasi penting untuk

dijelaskan – dan juga ‘lembaga’ dalam definisi tersebut. Di semua kasus, hubungan antar lembaga dan

pengguna akhir adalah murni bisnis, seperti pemasok dan konsumen, walaupun ketika lembaga tersebut

tidak berorientasi untuk keuntungan .

Masyarakat juga didorong untuk menjadi lebih seperti lembaga dan perusahaan dalam pengelolaannya,

termasuk membentuk komite dan mengelola retribusi dari pengguna. Namun, pengaturan informal biasanya

berbeda dengan pengaturan formal dan resmi yang biasanya merupakan ciri lembaga.

Daerah abu-abu

Memahami dan menerapkan konsep sederhana ini membutuhkan perubahan perspektif yang cukup radikal.

Ini bukan hanya merubah terminologi, misalnya mengganti ‘perkotaan’ dengan ‘pengelolaan oleh lembaga’,

dan menyetarakan ‘perdesaan’ dengan ‘pengelolaan oleh masyarakat’, atau menyesuaikan terminologi untuk

diterapkan tetapi tidak mengubah keadaan. Artinya merubah dari pendekatan administratif menjadi

berdasarkan model pengambilan keputusan atau pengelolaan. Sampai sejauh ini perubahan ekstrim kurang

berdampak, misalnya individu dan kelompok kecil rumah tangga sepakat untuk berbagi sumur atau pompa

tangan, dan di kota besar setiap rumah tangga membayar perusahaan air minum untuk memasang

sambungan rumah, dan untuk pemakaian air setiap bulan. Tetapi perspektif baru memungkinkan untuk

menggabungkan pendekatan tersebut melewati batas wilayah, membuka variasi lain untuk suatu

pendekatan maupun peluang.

Untuk penyediaan air minum, contoh pengelolaan bersama antara lembaga dan masyarakat misalnya

lembaga menyediakan air minum sampai ke titik tertentu, dan masyarakat yang mengatur distribusinya,

bertanggung jawab untuk mengumpulkan retribusi, dan pembayaran kepada lembaga. Pendekatan ini

berarti perubahan terhadap pendekatan yang berlaku umum; dibanding lembaga harus berhubungan

Page 74: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran C -

- 6 -

dengan setiap rumah tangga, akan lebih efisien jika konsumen berupa kelompok masyarakat. Lembaga

tidak mau repot dengan hal-hal detail yang terjadi di masyarakat: bagaimana air didistribusikan dan berapa

yang terlayani (jaringan pipa, hidran umum, sambungan rumah), bagaimana metode dan mekanisme

pembayaran (kontribusi yang sama, volume pemakaian, rata-rata pemakaian, aturan harga yang disepakati,

dan lain-lain. Beberapa contoh:

• sejumlah air, atau terukur dengan meter air, diambil dari jaringan air minum kota (yang dikelola oleh

lembaga) melayani kelompok rumah tangga atau kampung, melalui komite atau semacamnya dengan

masyarakat sebagai pengelola distribusi dan retribusi.

• keran umum pada jaringan pipa distribusi, dikelola oleh masyarakat secara berkelanjutan dan

memberikan pelayanan melalui aturan yang disepakati antara lembaga dan kelompok masyarakat.

• sistem distribusi yang melayani beberapa desa atau kampung, pasokan air dikelola oleh lembaga (lihat

definisi) sedangkan aturan antara desa atau kampung, dan retribusi dikelola oleh masyarakat dan

disepakati bersama.

Contoh lain atau variasi pengaturan dalam ‘daerah abu-abu’, adalah:

• masyarakat dapat menentukan untuk menyewa penyedia jasa untuk mengelola sebagian atau seluruh

aspek penyediaan air minum, tetapi pengambil keputusan utama tetap berada di tangan masyarakat.

• perusahan air minum kota/daerah hanya menyediakan air, masyarakat yang menentukan distribusi

internal dan aturan pengelolaan, secara bersama dan/atau sub-kontrak hal yang berkaitan dengan

pelayanan kepada penyedia jasa skala kecil.

• kota menyediakan desain sistem gabungan, yang memungkinkan bagi elemen pengelolaan masyarakat

untuk merubahnya menjadi sistem sambungan langsung, dan juga masyarakat dapat membangun dan

mengelola sehingga kelebihan air bisa dipasok ke jaringan kota.

Ini adalah beberapa contoh kecil untuk memperjelas gambaran. Daerah abu-abu bukan suatu daerah dalam

pandangan umum, terbatas pada contoh seperti kota kecil, pinggiran perkotaan, dan sistem multi-desa

seperti yang dijelaskan di atas; daerah abu-abu sangat berpotensi untuk pendekatan bersama bagi

pengelolaan penyediaan AMPL, dan berada di dalam wilayah metropolitan, kota, dan desa. Ini bisa menjadi

kunci untuk meninggalkan pola lama, seperti monopoli, investasi langsung dan kontribusi pembiayaan untuk

prasarana dan sarana dari rumah tinggal, kelompok masyarakat dan usaha kelas kecil dan menengah.

Konsep ini masih bisa dikembangkan untuk mengkaji dan mencari peran dan tanggung jawab dari pihak-

pihak terkait dalam setiap model.

Ketika perspektif ini diperkenalkan pada pembuat kebijakan, profesional dalam sektor terkait, dan pengguna

akhir, pelaku terkait selalu mempunyai kemungkinan baru yang sesuai dengan situasi mereka. Menerapkan

paradigma ini membuka rentang alternatif, walaupun sebelumnya tidak dipertimbangkan, untuk

memberikan pilihan tingkat pelayanan bagi pengguna. Memberikan pilihan informasi kepada pengambil

keputusan pada level terbawah adalah dasar utama dalam pendekatan tanggap kebutuhan, yang sangat

berkorelasi positif dengan penyediaan AMPL yang berkelanjutan.

Page 75: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

LAMPIRAN D

Diagram Strategi Pemberdayaan dan Monev

Page 76: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran D -

1-

Pemerintah Daerah Masyarakat

� Organisasi Masyarakat

� Swasta

Pusat Pengetahuan

AMPL (Penasehat)

Indikator Kinerja

Indikator Kinerja

Donor

2. Mekanisme Penguatan Sistim Monitoring dan Evaluasi

LAMPIRAN D

Diagram Strategi Pemberdayaan dan Monev

Keterangan: Pusat Informasi AMPL merupakan lembaga yang berperan dalam mengelola data dan informasi AMPL di Indonesia, juga berfungsi sebagai lembaga kepenasehatan yang dapat diakses oleh semua stakeholder. Lembaga ini belum ada, tetapi memungkinkan untuk dirintis oleh Kelompok Kerja AMPL.

Keterangan: Monitoring dan evaluasi ini harus dilakukan berdasarkan kepada indikator kinerja yang disepakati oleh semua pihak yang berkepentingan (stakeholder)

Pemerintah Kerangka Kebijakan

Penciptaan

Pemenuhan Kebutuhan

Daerah Masyarakat

� Organisasi Masyarakat

� Swasta

� PDAM

Stakeholder lain Swasta / LSM

Pusat Informasi AMPL

Kepenasehatan

1. Hubungan Kelembagaan :“Menekankan Pemberdayaan daripada Pengarahan”

Tingkat Pusat Tingkat Kabupaten

Page 77: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

LAMPIRAN E

Pengenalan Methodology for Participatory Assessments (MPA)

Page 78: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran E - - 1 -

LAMPIRAN E

Pengenalan Methodology for Participatory Assessments (MPA)

Membantu Masyarakat untuk Mendapatkan Kesempatan yang Lebih Besar

untuk Memperoleh Layanan Sarana Umum yang Berkesinambungan

Secara Lebih Merata

Methodology for Participatory Assessments∗ (MPA) yang dikembangkan untuk menjalankan penilaian

terbukti merupakan alat yang berguna sehingga pembuat kebijakan, manajer program dan masyarakat

setempat dapat memantau kesinambungan sarana mereka dan mengambil tindakan yang diperlukan agar

menjadi semakin baik. Metodologi tersebut mengungkapkan bagaimana caranya kaum perempuan dan

keluarga yang kurang mampu dapat ikut berpartisipasi, dan mengambil manfaat dari sarana, bersama-

sama dengan kaum lelaki dan keluarga yang berada. Metodologi ini juga memperlihatkan kepada kita

faktor-faktor kunci yang membawa kita menuju keberhasilan dalam proyek-proyek AMPL yang dikelola

masyarakat, serta pada saat yang bersamaan juga memungkinkan kita untuk melakukan pengelompokan

kuantitatif atas data monitoring tingkat masyarakat agar dapat digunakan pada tingkat program dan

tingkat pembuat kebijakan.

Hal baru apakah yang disajikan MPA?

MPA merupakan pengembangan dari pendekatan-pendekatan partisipatif misalnya PRA1 dan SARAR2

yang merupakan perangkat peralatan dan metode yang selama bertahun-tahun telah terbukti efektif untuk

membuat masyarakat berpartisipasi. MPA menambahkan ciri-ciri berikut:

� MPA merupakan metode yang ditujukan baik kepada instansi pelaksana maupun kepada

masyarakat untuk mencapai kondisi pengelolaan sarana yang berkesinambungan dan digunakan

secara efektif. Dirancang sedemikian rupa untuk melibatkan pihak yang berkepentingan

(stakeholder) utama dan menganalisis keberadaan masyarakat yang memiliki 4 komponen

penting: lelaki miskin, perempuan miskin, lelaki kaya, perempuan kaya. Dengan demikian MPA

mengoperasionalkan kerangka analisis gender dan kemiskinan untuk memperikirakan

kesinambungan sarana AMPL.

∗ Rekha Dayal, Christine van Wijk, and Nilanjana Mukherjee. Methodology for Participatory Assessments with

Communities, Institutions, and Policy Makers. Water and Sanitation Program, March 2000. MPA dikembangkan dan dicoba di 15 negara 88 kelompok masyarakat oleh Water and Sanitation Program bekerjasama dengan IRC International Water and Sanitation Center (Delft) pada kurun 1988-2000. 1 Participatory Rural Appraisal 2 Self esteem, Associate strength, Resourcefulness, Action Planning, Responsibility

Page 79: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran E - - 2 -

� MPA menggunakan satu set indikator yang “sector specific” untuk mengukur kesinambungan,

kebutuhan, gender dan kepekaan akan kemiskinan. Masing-masing diukur dengan menggunakan

urutan alat partisipatifi pada masyarakat, instansi pelaksana dan pembuat kebijakan. Hasil dari

penilaian pada tingkat masyarakat dibawa oleh wakil-wakil masyarakat pengguna dan instansi

pelaksana kedalam rapat pihak berkepentingan (stakeholder), dengan tujuan untuk secara

bersama mengevaluasi faktor-faktor kelembagaan yang berpengaruh pada dampak proyek dan

kesinambungan pada tingkat lapangan. Hasil dari penilaian kelembagaan digunakan untuk

melakukan peninjauan ulang atas kebijakan pada tingkat program atau tingkat nasional.

� MPA menghasilkan sejumlah data kualitatif tingkat desa, sebagiannya dapat dikuantitatifkan

kedalam sistem ordinal oleh para warga desa itu sendiri. Data kuantitatif ini dapat dianalisis

secara statistik.

� Dengan cara ini kita dapat mengadakan analisis antar masyarakat, antar proyek dan antar waktu,

serta pada tingkat program. Dengan demikian MPA dapat digunakan untuk menghasilkan

informasi manajemen untuk proyek skala besar dan data yang sesuai untuk analisis program.

Siapa yang dapat menggunakan MPA? Untuk apa?

MPA membuka kemungkinan untuk digunakan untuk bermacam-macam keperluan. Informasi kualitatif

yang dihasilkan secara visual dapat dengan mudah dikonversikan kedalam proses numerik atau

presentasi grafis. Hasil yang berupa grafik tingkat masyarakat akan diperoleh segera setelah

diterapkannya perangkat partisipatori terhadap kelompok - kelompok dalam masyarakat, lelaki

perempuan, kaya dan miskin, yang lalu dapat dipresentasikan di hadapan dan diverifikasikan kepada

warga masyarakat secara keseluruhannya. Data sejenis dari waktu atau masyarakat yang berlainan

setelah dikonsolidasikan dapat digunakan untuk membantu para manajer atau personil proyek melihat

kecenderungan yang terjadi dan menganalisis sebab-sebabnya. Hasil penilaian atas beberapa proyek

setelah dikonsolidasikan pada tingkat program atau tingkat nasional dapat dipakai untuk keperluan

analisis kebijakan.

Siapa? Untuk apa?

Warga Masyarakat dan

Organisasi Masyarakat

- Untuk mendapatkan dan mengungkapkan kebutuhan sarana dari

semua lapisan masyarakat yang ada.

- Untuk mengidentifikasikan tindakan-tindakan yang mendorong

terjadinya kesinambungan.

- Untuk mengurangi kesenjangan gender dan kemiskinan.

- Untuk pembuatan perencanaan, monitoring dan penilaian.

- Untuk mengumpulkan data dasar dari sarana yang ada,

keberadaan sosio-ekonomi suatu masyarakat tertentu dan

indikasi atas adanya kebutuhan akan sarana pelayanan.

- Untuk membuat taksiran atas perkembangan proyek dilihat dari

kaca mata si pengguna.

Page 80: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran E - - 3 -

Siapa? Untuk apa?

Manajer Proyek dan Staf Proyek - Untuk membandingkan berbagai masyarakat dengan tujuan

untuk mendapatkan kesinambungan dan pemerataan.

- Untuk memperkirakan perkembangan pekerjaan pembangunan,

khususnya mengenai aspek kualitatif (misalnya, pembinaan

kemampuan) yang merupakan sesuatu yang sulit untuk diukur.

- Untuk mengidentifikasikan dan memperkirakan faktor-faktor

kelembagaan yang berpengaruh pada kesinambungan proyek.

Perencana pada Instansi

Pemerintah, Lembaga-lembaga

Bantuan Luar Perancang Proyek

- Untuk merencanakan kesinambungan* .

- Untuk merancang* proyek yang berdasarkan pemerataan (peka

atas gender dan kemiskinan).

- Untuk memonitor kesinambungan sarana beserta dampaknya.

* Penggunaan ini kini sedang dikembangkan melalui kerjasama antara pemerintah dan donor yang tertarik untuk itu

dalam proyek yang sekarang berada dalam tahap rancangan.

Apa persyaratan dalam menggunakan MPA?

MPA dirancang sebagai bagian integral dari suatu proyek, bukan sekedar tambahan atau sesuatu yang

berdiri sendiri. Dengan demikian, MPA memerlukan sebuah lembaga penyandang dana yang merasa

terpanggil untuk merancang sebuah proyek baru atau sebuah proyek partisipasi masyarakat yang sedang

berjalan yang ingin menerapkan penilaian partisipatif.

Walaupun di banyak negara ada sejumlah besar fasilitator yang berpengalaman dalam menggunakan

metode partisipatif, namun masih diperlukan pelatihan khusus dalam MPA karena MPA bukan hanya

sekedar seperangkat peralatan partisipatif. Pertama, MPA menambahkan sebuah kerangka analitis yang

mendorong ke arah kesinambungan dan memberi kemungkinan merubah data partisipatif menjadi kode

kuantitatif untuk dipakai dalam analisis kesinambungan. Kedua, karena watak keseluruhannya adalah

partisipatif, MPA mendorong proses pembelajaran para peserta. Fasilitator yang telah terampil dan peka

akan masalah gender dan kemiskinan merupakan kunci untuk mendorong daur pembelajaran dan

tindakan pada semua tingkat: masyarakat, rapat pihak yang berkepentingan (stakeholder), dan

pengendali kebijakan.

Berapa besar biaya untuk memakai MPA?

Biasanya, menggunakan MPA untuk penilaian kesinambungan memerlukan 2 orang tenaga fasilitator

untuk tinggal bersama di desa sekurang-kurangnya selama 5 hari ditambah paling tidak satu hari pada

rapat pihak yang berkepentimgan (stakeholder) di kabupaten atau propinsi. Ini belum termasuk

perencanaan, analisis data dan penyiapan laporan, yang lamanya bervariasi tergantung dari besar

kecilnya proyek, sasaran penilaian dan dengan demikian juga besarnya jumlah sampel yang diperlukan.

Page 81: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran E - - 4 -

Umumnya, penilaian MPA untuk keperluan rancangan proyek memerlukan sampel yang terdiri dari

sejumlah komponen masyarakat yang secara keseluruhannya mewakili variabel utama yang berpengaruh

dalam pembuatan rancangan proyek baru, misalnya kondisi geohidrologis atau kemiskinan nisbi dan

tingkat kesakitan diare. Jika MPA digunakan untuk pembuatan perencanaan mikro mengenai bantuan

proyek kepada masyarakat berarti diperlukan penilaian atas seluruh masyarakat yang dilayani oleh

proyek, maka pembiayaannya harus dimasukkan kedalam prosedur pelaksanaan proyek. Kegiatan

monitoring dan evaluasi biasanya memerlukan pengambilan sampel “stratified atau purposive” sebanyak

5 – 10% dari jumlah masyarakat pada titik-titik yang hampir bersamaan, selama masa proyek.

Menindak lanjuti penilaian yang dilakukan di seluruh dunia, MPA diterapkan dalam skala yang lebih besar.

Di Indonesia anggaran yang dipersiapkan untuk perencanaan dan monitoring pada sebuah proyek

berskala besar sebanding dengan besarnya biaya yang disediakan buat proyek yang menerapkan

pendekatan masyarakat dimana MPA diintegrasikan kedalam pelaksanaannya. MPA sangat cocok buat

proyek-proyek yang dikendalikan oleh masyarakat, yang pada umumnya mengalokasikan dana sebesar

20 – 30 % dari keseluruhan anggaran pembangunannya untuk keperluan pembinaan perangkat lunak.

Kerangka untuk mencapai sarana yang berkesinambungan secara merata

Penemuan dari penilaian atas 88 sarana masyarakat memperlihatkan secara jelas bahwa pendekatan-

pendekatan tanggap kebutuhan yang mengintegrasikan gender dan kemiskinan merupakan lintasan

menuju ke kesinambungan sarana AMPL yang dikelola masyarakat. Demikian pula, penggunaannya

secara efektif, yang merupakan sesuatu yang penting demi tercapainya perbaikan mutu kesehatan

masyarakat, terkait secara signifikan pada sarana berkesinambungan yang digunakan secara efektif.

MPA, yang lebih mendahulukan kepentingan kaum yang kurang beruntung-terutama kaum perempuan

dan kaum kurang mampu untuk mendapatkan pelayanan, merupakan peralatan yang sangat baik yang

dapat digunakan oleh baik masyarakat sendiri maupun oleh lembaga-lembaga pemberi bantuan dengan

tujuan untuk memperbesar kemungkinan pemerataan dan perbaikan mutu hidup semua orang.

Karateristik Utama dari Sebuah Kursus Pelatihan MPA Tingkat Proyek

Peserta pelatihan Staf proyek yang ada, atau mereka yang direkrut untuk suatu proyek yang

akan dilaksanakan.

Tipe peserta Jumlah seimbang antara staf teknis dengan staf berkeahlian sosial

(termasuk higiene dan sanitasi), kalau bisa seimbang juga jumlah antara

lelaki dengan perempuan; mereka yang menunjukkan minat untuk belajar

atau mereka yang telah berpengalaman menerapkan metoda partisipatif.

Jumlah peserta per angkatan tidak lebih dari 16 orang.

Jenis dan lamanya 1) 14 hari gabungan antara lokakarya dan latihan di tingkat pelatihan

masyarakat.

2) 5 hari melakukan penilaian MPA yang sebenarnya, dua hari rapat pihak

yang berkepentingan (stakeholder), kesemuanya dibawah pengawasan

pelatih.

Page 82: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran E - - 5 -

Karateristik Utama dari Sebuah Kursus Pelatihan MPA Tingkat Proyek

Pelatih Pelatih MPA tingkat nasional, dibantu oleh tim inti tingkat internasional.

Tindak lanjut Secara berkala diberi dukungan pelatihan dari pelatih MPA tingkat

nasional, agar mutu tetap terjamin dan proses belajar berlanjut terus.

Biaya Biaya hari kerja para pelatih/staf, ongkos perjalanan dan uang harian, dan

lain-lain, yang kesemuanya bervariasi dari satu negara ke negara lain.

Page 83: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

LAMPIRAN F

Persyaratan Kualitas Air Minum

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR: 907/MENKES/SK/VII/2002

TANGGAL: 29 Juli 2002

Page 84: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran F - - 1 -

LAMPIRAN F

Persyaratan Kualitas Air Minum

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI

NOMOR: 907/MENKES/SK/VII/2002 TANGGAL: 29 Juli 2002

1. BAKTERIOLOGIS

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang Diperbolehkan

Keterangan

1 2 3 4

a. Air Minum

E. Coli atau fecal coli

Jumlah per 100 ml sampel

0

b. Air yang masuk sistem distribusi

E. Coli atau fecal coli

Total Bakteri Coliform

Jumlah per 100 ml sampel

Jumlah per 100 ml sampel

0

0

c. Air pada sistem distribusi

E. Coli atau fecal coli

Total Bakteri Coliform

Jumlah per 100 ml sampel

Jumlah per 100 ml sampel

0

0

Page 85: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran F - - 2 -

2. KIMIAWI

2.1. Bahan Kimia yang memiliki pengaruh langsung pada kesehatan. A. Bahan Anorganik

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang Diperbolehkan

Keterangan

1 2 3 4

Antimon (mg/liter) 0.005

Air Raksa (mg/liter) 0.001

Arsenic (mg/liter) 0.01

Barium (mg/liter) 0.7

Boron (mg/liter) 0.3

Kadmium (mg/liter) 0.003

Kromium (Valensi 6) (mg/liter) 0.05

Tembaga (mg/liter) 2

Sianida (mg/liter) 0.07

Fluorida (mg/liter) 1.5

Timbal (mg/liter) 0.01

Molybdenum (mg/liter) 0.07

Nikel (mg/liter) 0.02

Nitrat (sebagai NO3-) (mg/liter) 50

Nitrit (sebagai NO2-) (mg/liter) 3

Selenium (mg/liter) 0.01

Page 86: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran F - - 3 -

B. Bahan Organik

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang Diperbolehkan

Keterangan

1 2 3 4

Chlorinated alkalenes

Carbon tetrachloride

Dichloromethane

1,2-dichloroethane

1,1,1-trichloroethane

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

2

20

30

2000

Chlorinated ethenes

Vinyl chloride

1,1-dichloroethene

1,2-dichloroethene

Trichloroethene

Tetrachloroethene

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

5

30

50

70

40

Aromatic hydrocarbons

Benzene

Toluene

Xylenes

Benzo(a)pyrne

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

10

700

500

0.7

Chlorinated benzenes

Monochlorobenzene

1,2-dichlorobenzene

1,4-dichlorobenzene

Trichlorobenzenes (togal)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

300

1000

300

20

Lain-lain

Di(2-ethylhex)adipate

Di(2-ethylhex)phthalate

Acrylamide

Epichlorohydrin

Hexachlorobutadiene

Edetic Acid (EDTA)

Tributyltin oxide

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

80

8

0.5

0.4

0.6

200

2

Page 87: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran F - - 4 -

C. Pestisida

Parameter Satuan Kadar Maksimum

yang Diperbolehkan Keterangan

1 2 3 4

Alachor (µg/liter) 20

Aldicarb (µg/liter) 10

Aldrin/dieldrin (µg/liter) 0.03

Atrazine (µg/liter) 2

Bentazone (µg/liter) 30

Carbofuran (µg/liter) 5

Chlordane (µg/liter) 0.2

Chlorotoluron (µg/liter) 30

DDT (µg/liter) 2

1,2-dibromo - (µg/liter)

3-chloropropan (µg/liter) 1

2,4-De (µg/liter) 30

1,2-dichloropropane (µg/liter) 20

1,3-dichloropropene (µg/liter) 20

Heptachlor and (µg/liter)

Heptachlor epoxide (µg/liter) 0.03

Hexachlorobenzene (µg/liter) 1

Isoproton (µg/liter) 9

Lindane (µg/liter) 2

MCPA (µg/liter) 2

Methoxychlor (µg/liter) 20

Metolachlor (µg/liter) 10

Molinate (µg/liter) 6

Pendimethalin (µg/liter) 20

Pentachlorophenol (µg/liter) 9

Permethrin (µg/liter) 20

Propanil (µg/liter) 20

Pyridate (µg/liter) 100

Simazine (µg/liter) 2

Trifluralin (µg/liter) 20

Chlorophenoxy

Herbicides selain 2,4D dan MCPA

2,4-DB

Dichlorprop

Fenoprop

Mecoprop

2,4,5-T

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

90

100

9

10

9

Page 88: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran F - - 5 -

D. Desinfektan dan hasil sampingannya

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang Diperbolehkan

Keterangan

1 2 3 4

Monochloramine

Chlorine

Bromate

Chlorite

Chlorophenol

2,4,6-trichlorophenol

Formadehyde

(mg/liter)

(mg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

3

5

25

200

200

900

Trihalomethanes

Bromoform

Dibromochloromethane

Bromodichloromethane

Chloroform

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

100

100

60

200

Chlorinated acetic acids

Dichloroacetic acid

Trichloroacetic acid

(µg/liter)

(µg/liter)

50

100

Chloral hydrate

(trichloroacetaldehyde)

(µg/liter)

10

Chlorinated acetic acids

Dichloroacetonitrile

Dibromoacetonitrile

Trichloracetonitrile

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

90

100

1

Cyanogen chloride

(sebagai CN)

(µg/liter)

(µg/liter)

70

Page 89: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran F - - 6 -

2.2. Bahan Kimia yang kemungkinan dapat menimbulkan keluhan pada konsumen. A. Bahan organik

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang Diperbolehkan

Keterangan

1 2 3 4

Ammonia (mg/liter) 1.5

Alumunium (mg/liter) 0.2

Klorida (mg/liter) 250

Tembaga (mg/liter) 1

Kesadahan (mg/liter) 500

Hidrogen Sulfida (mg/liter) 0.05

Besi (mg/liter) 0.3

Mangan (mg/liter) 0.1

pH - 6.5 – 8.5

Sodium (mg/liter) 200

Sulfat (mg/liter) 250

Total zat padat terlarut (mg/liter) 1000

Seng (mg/liter) 3

B. Bahan Anorganik, Desinfektan dan hasil sampingannya

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang Diperbolehkan

Keterangan

1 2 3 4

Organik

Toluene

Xylene

Ethylbenzene

Styrene

Monochlorobenzene

1,2-dichlorobenzene

1,4- dichlorobenzene

Trichlorobenzenes (total)

Deterjen

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

24 – 170

20 – 1800

2 – 200

4 – 2600

10 – 120

1 – 10

0.3 – 30

5 – 50

50

Desinfektan dan hasil sampingannya

Chlorine

2-chlorophenol

2,4-dichlorophenol

2,4,6-trichlorophenol

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

(µg/liter)

600 – 1000

0.1 – 10

0.3 – 40

2 – 300

Page 90: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran F - - 7 -

3. RADIOAKTIFITAS

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang Diperbolehkan

Keterangan

1 2 3 4

Gross alpha activity (Bq/liter) 0.1

Gross beta activity (Bq/liter) 1

4. FISIK

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang Diperbolehkan

Keterangan

1 2 3 4

Parameter Fisik

Warna TCU 15

Rasa dan bau - -

Temperatur °C Suhu udara ± 3°C

Kekeruhan NTU 5

Keterangan

mg: miligram NTU: Nepnelometrik Turbidity Unit

ml: mililiter TCU: True Color Unit

L: liter Logam berat merupakan logam terlarut

Bq: Bequerel

Page 91: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

LAMPIRAN G

Indikator Strategi Pelaksanaan

Page 92: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran G - - 1 -

LAMPIRAN G

Indikator Strategi Pelaksanaan

(Merupakan contoh indikator yang dapat dikembangkan)

Strategi 1

Mengembangkan kerangka peraturan untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan prasarana dan sarana AMPL

Indikator :

• Adanya peraturan di tingkat nasional dan daerah tentang partisipasi aktif masyarakat dalam

perencanaan, pelaksanaan, kepemilikan, dan pengelolaan fasilitas dan pelayanan AMPL

Strategi 2

Meningkatkan investasi untuk pengembangan kapasitas sumber daya masyarakat

pengguna

Indikator:

• Adanya peningkatan besaran investasi yang dialokasikan untuk peningkatan sumber daya manusia,

baik di tingkat pusat maupun daerah

Strategi 3

Mendorong penerapan pilihan-pilihan pembiayaan untuk pembangunan, dan

pengelolaan prasarana dan sarana AMPL

Indikator:

• Adanya pemahaman pada seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder), bahwa kemampuan

pemerintah dalam investasi AMPL sangat kurang

• Adanya peraturan yang melindungi sumber-sumber pendanaan dalam pembangunan prasarana dan

sarana AMPL

• Adanya insentif bagi penyandang dana pembangunan AMPL (misalnya pengurangan pajak untuk

perusahaan yang membangun prasarana dan sarana AMPL di sekitar lokasi kegiatannya)

Page 93: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran G - - 2 -

Strategi 4

Pengambilan keputusan oleh kelompok pengguna pada seluruh tahapan

pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana AMPL

Indikator:

• Meningkatnya penerapan prinsip PTK dalam penyiapan program

• Adanya pelatihan fasilitator di tingkat daerah

Strategi 5

Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam bidang teknik, pembiayaan,

kelembagaan, dalam pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana AMPL

Indikator:

• Adanya pelatihan bagi masyarakat pengguna

• Adanya pusat pelayanan AMPL di tingkat daerah yang mudah diakses oleh masyarakat

Strategi 6

Menyusun Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM) sektor AMPL sebagai

upaya memperbaiki kualitas pelayanan pada tahap perencanaan, pelaksanaan,

operasi, pemeliharaan, dan pengelolaan

Indikator:

• Adanya Norma, Standard, Pedoman dan Manual dalam bidang AMPL

Strategi 7

Mendorong konsolidasi penelitian, pengembangan, dan diseminasi pilihan teknologi

untuk mendukung prinsip pemberdayaan masyarakat

Indikator:

• Adanya lembaga yang ditunjuk untuk melakukan konsolidasi hasil penelitian dan pengembangan

dalam bidang AMPL

• Adanya media untuk diseminasi hasil penelitian dan pengembangan dalam bidang AMPL

• Adanya kemudahan dalam mengkases hasil penelitian dan pengembangan dalam bidang AMPL

Strategi 8

Mengembangkan motivasi masyarakat melalui pendidikan formal dan informal

Indikator:

• Adanya program PHBS dalam kurikulum SD

• Adanya media kampanye kesadaran untuk masyarakat

Page 94: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran G - - 3 -

Strategi 9

Meningkatkan pelestarian dan pengelolaan lingkungan, khususnya sumber daya air

Indikator:

• Adanya upaya perlindungan sumber air

• Adanya upaya pengolahan limbah sebelum dibuang ke badan air

Strategi 10

Mempromosikan perubahan pendekatan dalam pengelolaan prasarana dan sarana

AMPL, dari pendekatan berdasarkan batasan administrasi menjadi pendekatan

sistem

Indikator:

• Terciptanya pengelolaan AMPL berdasarkan pendekatan sistem

• Adanya peraturan yang memungkinkan pembangunan dan pengelolaan sistem AMPL lintas

administratif

Strategi 11

Meningkatkan kualitas pengelolaan prasarana dan sarana AMPL yang dilakukan

oleh masyarakat pengguna

Indikator:

• Tersedianya bantuan teknis yang dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat

• Meningkatnya Jumlah prasarana dan sarana AMPL yang memiliki pengelolaan yang baik

Strategi 12

Meningkatkan kepedulian masyarakat pengguna

Indikator:

• Adanya perubahan perilaku dalam penggunaan air minum, cara membuang limbah

• Kualitas lingkungan menjadi lebih baik

• Cakupan prasarana dan sarana AMPL meningkat

• Masyarakat menggunakan prasarana dan sarana AMPL secara efektif, dan memeliharannya

Page 95: KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN … · PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen

Lampiran G - - 4 -

Strategi 13

Menerapkan upaya khusus pada masyarakat yang kurang beruntung untuk

mencapai kesetaraan pelayanan AMPL

Indikator:

• Terakomodasinya aspirasi kelompok miskin dan perempuan dalam pembangunan prasarana dan

sarana AMPL

Strategi 14

Mengembangkan pola monitoring dan evaluasi hasil pembangunan prasarana dan

sarana AMPL yang berorientasi kepada pencapaian tujuan dan ketepatan sasaran

Indikator:

• Adanya pola monitoring dan evaluasi yang berorientasi kepada tujuan

Strategi 15

Mengembangkan komponen kegiatan monitoring dan evaluasi dalam empat tahap

1. Monitoring dan evaluasi pada tingkat masyarakat pengguna

2. Monitoring dan evaluasi pada tingkat kabupaten/kota

3. Monitoring dan evaluasi pada tingkat provinsi

4. Monitoring dan evaluasi pada tingkat pusat

Indikator:

• Adanya pemahaman tentang pentingnya monitoring dan evaluasi pada seluruh pihak yang

berkepentingan

• Adanya sistem monitoring dan evaluasi yang disepakati oleh seluruh pihak yang berkepentingan

• Adanya pembagian kewenangan dan tanggung jawab pada tiap tingkatan

• Adanya kejelasan arus informasi pada tiap tingkatan

• Adanya perangkat yang digunakan dalam monitoring dan evaluasi

Strategi 16

Mengembangkan dan menyebarluaskan indikator kinerja pembangunan prasarana

dan sarana AMPL

Indikator:

• Adanya indikator kinerja pembangunan AMPL

• Adanya upaya penyebarluasan indikator