Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEBIJAKAN PAJAK SEBAGAI INSTRUMEN PEMBANGUNAN INDUSTRI GALANGAN KAPAL DI
KABUPATEN LAMONGAN (PERSPEKTIF QUINTUPLE HELIX)
Rahmah Juliasari dan Haula Rosdiana
Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Abstrak
Kabupaten Lamongan saat ini berstatus sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) kawasan kemaritiman industri perkapalan. Penunjukkan tersebut didorong oleh faktor-faktor yang mendukung perkembangan industri galangan kapal di Kabupaten Lamongan. Skripsi ini akan berfokus kepada kebijakan pajak yang berlaku pada industri galangan kapal khususnya di Kabupaten Lamongan dan akan melakukan analisis apakah kebijakan pajak yang ada telah mendukung industri galangan kapal di Kabupaten Lamongan sesuai dengan perspektif Quintuple Helix. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan metode kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah kebijakan pajak yang ada bukan menjadi satu-satunya faktor untuk berkembangnya industri galangan kapal di Kabupaten Lamongan sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, namun terdapat faktor-faktor lain di dalam perspektif Quintuple Helix yang berpengaruh dalam mengembangkan industri galangan kapal di Kabupaten Lamongan.
Kata kunci: Galangan Kapal, Kebijakan Pajak, Quintuple Helix, Insentif Pajak
Abstract
Lamongan current status is a Specific Economic Zone (SEZ) for maritime shipping industry. This status is driven by some factors which support the development of shipbuilding industry in Lamongan. This thesis will focus on tax incentives that are applied in the shipbuilding industry, especially in Lamongan. This thesis will also analyze whether the existing policies have supported the shipbuilding industry in Lamongan according to Quintuple Helix’s perspective. This research was conducted with a qualitative approach and method. The result is that the tax policies is not the only factor that make shipyard industry in Kabupaten Lamongan develop toward sustainable development principle,but also other factors in Quintuple Helix’s perspective influential in developing the shipbuilding industry in Lamongan.
Keywords: Shipbuilding, Tax Policy, Quintuple Helix, Tax Incentive.
Pendahuluan
Perspektif Quintuple Helix yang merupakan pengembangan dari Triple
Helix dan Quadraple Helix, yang memasukan unsur lingkungan alam sebagai
helix kelima. Perspektif lingkungan alam sangat penting dalam mewujudkan
pembangunan berkelanjutan. Perspektif Quintuple Helix adalah proses pembuatan
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
kebijakan yang melibatkan sistem ekonomi, sistem politik, sistem pendidikan,
media dan lingkungan alam untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
Masalah pembangunan berkelanjutan ini telah menjadi perhatian dunia dan
tentunya juga menjadi perhatian Pemerintah Republik Indonesia (RI). Pemerintah
RI melalui program kerja Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) merancang visi misi pembangunan ekonomi
Indonesia sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang menyerasikan
sumber daya alam dan manusia dalam pembangunan dengan berlandas pada tiga
pilar utama yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan kelestarian
perlindungan lingkungan. Dengan berdasarkan pada MP3EI, Presiden Republik
Indonesia, Joko Widodo menempatkan pembangunan berkelanjutan sebagai
permasalahan dan isu strategis didalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2015-2019. Didalam buku III RPJMN 2015-2019, salah satu kerangka
pengembangan wilayah untuk mempercepat dan memperluas pembangunan
wilayah tersebut adalah dengan mengkaitkan pusat pertumbuhan wilayah dan
daerah yang perlu difasilitasi dengan infrastruktur wilayah yang terintegrasi dan
terhubung dengan baik dan terpadu. Prioritas khusus dari kerangka pengembangan
ini diberikan pada fungsi dan peran perhubungan laut sebagai pengembangan
poros maritim.
Secara geografis, Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dengan
dua pertiga luas lautan lebih besar daripada daratan. Di hamparan wilayahnya
seluas 8 juta kilometer persegi, tersebar 18.110 pulau. Bagi negara kepulauan
seperti Indonesia, industri perkapalan merupakan salah satu unsur penting dalam
pembangunan ekonomi nasional karena perannya sebagai penguat konektivitas
nasional. Tidak hanya sebagai pemerkuat konektivitas antar pulau di sebuah
negara tetapi juga antara negara satu dengan negara lainnya dalam hubungannya
dengan perdagangan internasional.
Pentingnya perkapalan bagi Indonesia sebagai negara kepulauan dan
negara yang mempunyai visi menjadi poros maritim dunia membuat pemerintah
Republik Indonesia melalui program kerja MP3EI dan RPJMN 2015-2019
menempatkan industri perkapalan dan maritim sebagai kegiatan ekonomi yang
penting. Hal ini dapat dilihat didalam salah satu misi dari RPJMN 2015-2019
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
yaitu mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat,
dan berbasiskan kepentingan nasional. Salah satu yang mendapat perhatian utama
adalah penyediaan infrastruktur untuk mendorong konektivitas antar wilayah. Isu
konektivitas merupakan integrasi dari 4 elemen kebijakan nasional, salah satunya
adalah Sistem Transportasi Nasional (Sistranas). Pengintegrasian empat elemen
utama tersebut ditujukan untuk mencapai visi konektivitas nasional yang
terintegrasi secara lokal, terhubung secara global (Locally Integrated, Globally
Connected) sehingga dapat mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi
Indonesia. Demi mencapai tujuan tersebut, maka keberadaan kapal sebagai
infrastruktur penghubung akan memainkan peran penting dalam isu konektivitas
sesuai amanat MP3EI dan RPJMN 2015-2019.
Di tahun 1992, pemerintah membuat regulasi mengenai Pelayaran
Nasional yang tertuang didalam Undang-undang No. 21 Tahun 1992 yang
menyebutkan bahwa pelayaran dikuasai oleh negara dan pembinaan dilakukan
oleh pemerintah. Dari pernyataan tersebut, terlihat bahwa Indonesia menganut
asas cabotage, artinya pelayaran yang dilakukan dalam wilayah pabean Indonesia
haruslah menggunakan kapal milik nasional (Karana, 2009). Selanjutnya
pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2005 tentang
Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional, yang intinya menerapkan asas
cabotage secara konsekuen untuk mengoptimalkan pemberdayaan industri
pelayaran nasional. Kemudian, Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 diganti
dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008. Didalam undang-undang ini, asas
cabotage tetap dipertahankan dan dipertegas dibandingkan dengan Undang-
Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran yang masih memperbolehkan kapal
berbendera asing untuk beroperasi didalam negeri dalam keadaan dan persyaratan
tertentu.
Pelaksanaan asas cabotage yang merujuk pada Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional mampu
meningkatkan jumlah armada kapal nasional. Hal ini didukung oleh gambar
dibawah ini:
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
Gambar 1. Kenaikan Jumlah Armada Kapal Nasional Pada Tahun 2015
Sumber: Direktorat Industri Maritim, Kedirgantaraan, dan Alat Pertahanan, Kementerian Perindustrian, 2015
Penerapan asas cabotage merupakan sarana pengembangan bagi industri
perkapalan Indonesia khusunya industri galangan kapal. Industri perkapalan
mempunyai value chain yang terdiri dari empat bidang. Pertama, industri bahan
baku dan pendukung yang mengolah material dasar seperti baja, kayu, dan cat
menjadi komponen dan peralatan yang nantinya akan digunakan pada produksi
kapal baru. Kedua, industri komponen dan peralatan kapal yang memproduksi
komponen perakitan kapal seperti bollard, achor, chain, dan lainnya. Ketiga,
komponen dan peralatan tersebut kemudian dirakit oleh perusahaan galangan
kapal. Terakhir, ship operator atau industri pelayaran yang berfungsi sebagai
penghubung dengan pengguna transportasi kapal sebagai manajemen operasional
kapal (Akbar, 2011, Hal. 5). Dari pembahasan diatas, dapat diketahui jika industri
galangan kapal mempunyai fungsi untuk menyatukan bahan baku dan komponen
sehingga menjadi sebuah kapal.
Industri galangan kapal dibutuhkan untuk mendukung asas cabotage
dalam meningkatkan kapal berbendera Indonesia yaitu dengan membuat kapal
baru dan merawat armada kapal nasional yang sudah ada. Industri galangan kapal
Indonesia diharapkan mendapatkan banyak mendapatkan order pesanan
pembuatan kapal, tetapi yang terjadi adalah meningkatnya impor kapal bekas.
Pertumbuhan jumlah armada kapal nasional yang melonjak 120% di tahun 2014
dibandingkan tahun 2005, rupanya berbanding terbalik dengan volume produksi
dok kapal nasional. Jumlah pertumbuhan kapal yang dibangun di Indonesia
diyakini kurang dari 20% yang artinya hanya 1.457 unit kapal saja yang dibangun
di galangan kapal nasional (Kementerian Perindustrian, n.d)
6041
10919 13244
0
5000
10000
15000
Maret 2005 Februari 2012 Januari 2015
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
Tingginya tingkat impor kapal bekas dikarenakan berbagai alasan.
Pertama, lamanya pembuatan kapal baru di galangan kapal dimana dibutuhkan
waktu kurang lebih 1,5 tahun untuk 1 (satu) buah kapal baru. Kedua, hal tersebut
juga diakibatkan dari tingginya harga kapal baru dari galangan kapal nasional.
Tingginya harga tersebut dikarenakan masih sedikitnya industri bahan baku dan
komponen lokal sebagai pendukung. Hal ini mengakibatkan sekitar 70%-80%
komponen dan bahan baku yang merupakan produk luar negeri (komponen
impor). Kegiatan impor tersebut mengakibatkan perusahaan galangan kapal harus
membayar PPN impor sebesar 10% dan Bea Masuk 5% sampai dengan 15%.
Selain itu, perusahaan pelayaran niaga nasional yang melakukan impor kapal,
bahan baku dan komponen kapal dan jasa reparasi dibebaskan dari pengenaan
PPN, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003.
Hal ini mengakibatkan, perusahaan galangan kapal tidak dapat mengkreditkan
Pajak Masukan atas komponen bahan baku pembuatan kapal mereka dan harga
margin penjualan kapal mereka menjadi lebih tinggi dibandingkan kapal bekas
impor yang tidak dikenakan pajak impor.
Sesuai dengan amanat RPJMN dan MP3EI, saat ini Indonesia sedang
berusaha untuk mengembangkan sektor maritim. Langkah tersebut dimulai
dengan mengembangkan industri galangan kapal diberbagai wilayah di Indonesia.
Salah satu tempat industri galangan kapal di Indonesia adalah di Kabupaten
Lamongan, Provinsi Jawa Timur yang telah ditetapkan sebagai satu-satunya
Kawasan Ekonomi Khusus kawasan kegiatan kemaritiman (industri perkapalan).
Galangan kapal di Kabupaten Lamongan ini bukan berada di dalam kawasan
berikat dan kawasan bebas, yang mana harus membayar bea masuk sekitar 5-12
persen dan juga PPN sebesar 10 persen yang menjadikan harga kapal lebih tinggi.
Tidak hanya bersaing dengan bersaing dengan kawasan berikat dan bebas,
perusahaan galangan kapal juga bersaing kapal bekas impor yang mendapatkan
pembebasan PPN.
Pembangunan industri galangan kapal di Kabupaten Lamongan tentunya
harus mengacu kepada prinsip pembangunan berkelanjutan. Untuk mencapainya,
harus didukung oleh berbagai faktor, salah satunya adalah kebijakan pajaknya.
Kebijakan pajak dapat dilihat dari dua bagian, yaitu sebagai bagian dari sistem
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
ekonomi dan sistem politik. Kedua sistem tersebut masuk kedalam pengertian
perspektif Quintuple Helix. Tidak hanya sistem politik dan ekonomi, didalam
perspektif Quintuple Helix diharapkan terdapat sinergi dengan sistem pendidikan,
media dan lingkungan agar pembangunan industri galangan kapal di Kabupaten
Lamongan sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk-bentuk insentif yang diberikan kepada industri
galangan kapal di Kabupaten Lamongan?
2. Bagaimana kebijakan pajak atas industri galangan kapal di Kabupaten
Lamongan menurut perspektif Quintuple Helix?
Tinjauan Literatur
Kebijakan pajak adalah kebijakan yang berhubungan dengan penentuan
apa yang dijadikan tax base, siapa-siapa yang dikenakan pajak, siapa-siapa yang
dikecualikan, bagaimana menentukan besarnya pajak yang terutang dan bagamana
menentukan prosedur pelaksanaan kewajiban pajak terutang (Mansury, 1999, Hal.
1).
Rosdiana dan Irianto (2012, Hal. 49) menyebutkan bahwa fungsi pajak
dapat dibedakan menjadi fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara yang
aman, murah dan berkelanjutan; fungsi pajak sebagai instrumen keadilan dan
pemerataan; dan fungsi pajak sebagai instrumen kebijakan pembangunan. Fungsi
pajak sebagai instrumen kebijakan pembangunan terbagi menjadi pertama, pajak
untuk pembangunan nasional, contohnya adalah penyusunan program
pembangunan dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang seharusnya didukung pula oleh
kebijakan pajak yang dapat mendorong rencana tersebut. Kedua, pajak untuk
pembangunan regional dan ketiga, pajak untuk pembangunan ekonomi dimana
pajak dan pembangunan ekonomi adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan
karena saling terkait dan bergantung satu sama lainnya. Pajak dapat dijadikan
instrumen untuk mendorong pembangunan ekonomi, begitupun sebaliknya pajak
dapat digunakan untuk mendistorsi aktivitas ekonomi yang tidak diinginkan
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
pemerintah (Rosdiana & Irianto, 2012, Hal. 50) dengan contoh pemberian
insentif.
Menurut Rosdiana dan Irianto Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah
Pajak Penjualan yang dipungut beberapa kali (multiple stage levies) atas dasar
nilai tambah (value added) yang timbul pada semua jalur produksi dan distribusi.
Pada dasarnya PPN bukanlah suatu bentuk perpajakan baru, namun pada dasarnya
merupakan Pajak Penjualan yang dibebankan dalam bentuk berbeda. Hal ini
membuat ciri-ciri atau nature (legal character) dari PPN sama dengan legal
character Pajak Penjualan, yaitu (Rosdiana, 2011, Hal. 65) General (PPN
merupakan pajak yang dikenakan atas semua jenis atau sejumlah besar barang dan
juga jasa); Indirect (PPN merupakan pajak yang tidak memperhatikan keadaan
Wajib Pajak); dan On Consumption karena PPN hanya akan dipungut setelah
seseorang mengeluarkan uangnya atas belanja yang dikeluarkan untuk konsumsi.
Menurut Purwito (2006, Hal. 265), pengertian bea masuk adalah pungutan
yang berasal dari pembayaran atas bea masuk yang terutang berkaitan dengan
pemasukan ke dalam daerah pabean. Dalam pengklasifikasian pajak, bea masuk
termasuk jenis pajak tidak langsung. Hal ini disebabkan oleh karakteristiknya
yang memenuhi karakteristik jenis pajak tidak langsung.
UNCTAD (2000, Hal. 12) mendefinisikan insentif pajak sebagai berikut:
“Tax incentive can be defined as any incentive that reduce the tax burden of enterprises in order to induce them to invest in particular projects or sector”
Definisi diatas menjabarkan insentif pajak sebagai pengurangan beban
pajak bagi para investor agar mau menginvestasikan bisnisnya di suatu sektor di
negara tertentu. Pemberian insentif pajak merupakan alat yang dapat digunakan
pemerintah untuk mempengaruhi investor dalam menentukan kegiatan bisnisnya.
Berdasarkan kutipan Heller dan Kauffman (1963, Hal. 4), insentif pajak
sangat penting dalam keputusan berinvestasi. Insentif pajak dapat menjadi
stimulus langsung bagi investor untuk berinvestasi. Pemberian insentif pajak ini
merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
iklim investasi. Tidak hanya investor asing namun juga investor domestik.
Pemberian insentif pajak ini bukan menjadi satu-satunya faktor untuk menarik
investor. Shah (1995, Hal. 29) menyatakan bahwa insentif pajak berpengaruh
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
terhadap investasi dalam negeri dan investasi modal asing, akan tetapi
menghilangkan hambatan investasi seperti kekurangan infrastruktur, kepastian
hukum dan lembaga pemerintahan jauh akan lebih berpengaruh bagi investor.
Quintuple Helix berbasis dari Triple Helix dan Qudruple Helix dan
menambah subsistem “natural environment” dalam produksi pengetahuan dan
sistem inovasi, sehingga “nature” tersebut dapat berdiri sebagai pusat dan
komponen yang padan dengan dan untuk produksi pengetahuan dan sistem
inovasi yang sesuai dengan pembangunan berkelanjutan. Triple Helix, situasi
terfokus pada universitas (sistem edukasi), pemerintah sistem politik) dan industri
(sistem ekonomi). Pada Quadruple Helix, terdapat tambahan satu fokus yaitu
media based dan civil society karena publik juga terlibat dalam pembuatan
pengetahuan dan pengaplikasian inovasi dan bagaimana masyarakat terkonstruksi
oleh media dan berkomunikasi melalui media (Carayannis & Campbell, 2012,
Hal. 13). Oleh karena itu, dapat diberikan kesimpulan bahwa perspektif
Quintuple Helix adalah proses pembuatan kebijakan yang melibatkan sistem
ekonomi, sistem politik, sistem pendidikan, media dan lingkungan alam untuk
mencapai pembangunan berkelanjutan.
Gambar 2. Perspektif Quintuple Helix dan Fungsinya
Sumber: Carayannis, EG, & Campbell, DFJ., Triple Helix, Quadruple Helix and Quintuple Helix and how do knowledge, innovation and the environment relate to each other? A proposed framework for a trans-
disciplinary analysis of sustainable development and social ecology. International Journal of Social Ecology and Sustainable Development, 2010. Hal 61
Pada Gambar 2.2 dapat dilihat bagaimana perspektif Quintuple Helix
memvisualisasikan interaksi kolektif dan pertukaran pengetahuan dari 5
subsistem. Pertama, sistem pendidikan didefinisikan sebagai universitas, sekolah
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
dan sistem pendidikan yang lebih tinggi. Di dalam helix ini, sumber daya manusia
sangat penting dalam riset pengetahuan. Kedua, sistem ekonomi. Sistem ini terdiri
dari industri, perusahaan, jasa dan bank. Helix ini terkonsentrasi pada modal
ekonomi seperti jiwa kepengusahaan, mesin, produk, teknologi, uang, dan lain-
lain. Ketiga, lingkungan alam. Lingkungan alam menentukan pembangunan
berkelanjutan dan menyediakan modal alam bagi masyarakat. Keempat, media
dan masyarakat berbudaya. Pada helix ini, media merupakan modal informasi dan
masyarakat berbudaya merupakan modal sosial. Terakhir, sistem politik. Sistem
ini juga sangat penting karena merumuskan usaha suatu negara. Helix ini memiliki
modal hukum dan politik.
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif sebagai upaya
memperoleh pemahaman yang menyeluruh dan ingin menggambarkan realita
empirik dibalik fenomena yang akan diteliti secara mendalam, rinci, dan tuntas,
yaitu mengenai kebijakan pajak sebagai instrumen pembangunan galangan kapal
di Kabupaten Lamongan menurut perspektif Quintuple Helix Penelitian
yang dilakukan dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis, yaitu berdasarkan
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dimensi waktu, dan teknik pengumpulan
data (Neuman, 2003, Hal. 66). Berdasarkan tujuan, penelitian ini termasuk ke
dalam penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau
memberikan gambaran secara faktual dan sistematis mengenai kebijakan pajak
terhadap industri galangan kapal di Kabupaten Lamongan menurut perpektif
Quantuple Helix. Jika ditinjau dari manfaat penelitian, penelitian ini termasuk
penelitian murni karena penelitian berorientasi akademis dan penelitian ini dibuat
atas keingintahuan peneliti. Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini termasuk
dalam penelitian cross sectional karena penelitian ini hanya dilakukan dalam
kurun waktu tertentu dan penelitian ini tidak dilanjutkan kembali.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
melalui wawancara mendalam, Focus Group Discussion dan studi literatur.
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
kualitatif. Dalam melakukan analisis data, pertama-tama peneliti melakukan
proses pengumpulan data bersamaan dengan proses interpretasi hasil wawancara
dengan informan, catatan lapangan, dan dokumentasi terkait dengan tema.
Narasumber yang ideal merupakan seseorang yang mengetahui dengan baik
budaya daerahnya dan menyaksikan kejadian-kejadian di tempatnya, dapat
meluangkan waktu bersama peneliti dan seseorang yang tidak analitis, namun
mengetahui dengan baik situasi daerahnya. Mengacu pada keempat kriteria di
atas, peneliti menarik beberapa informan, antara lain:
1. Direktorat Jenderal Pajak
Badan Kebijakan Fiskal
2. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
3. Kementerian Perindustrian
4. Narasumber Focus Group Discussion yang berjudul “Menuju Poros
Maritim Dunia: Kebijakan Fiskal Indonesia dalam Perspektif Quintuple
Helix”
a. Sekretariat Daerah Kabupaten Lamongan
b. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lamongan
c. Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lamongan
d. PT. Lamongan Marine Industry
e. PT. Lintech
f. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kabupaten Lamongan
g. Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Brondong
h. Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Lamongan
i. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lamongan
j. Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong
k. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Brondong
5. Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lamongan
6. Akademisi
7. PT. Daya Radar Utama
Lokasi (site) penelitian dari peneliti adalah di Kabupaten Lamongan,
Provinsi Jawa Timur. Peneliti memilih Kabupaten Lamongan sebagai (site)
penelitian karena industri galangan kapal yang berada di Kabupaten Lamongan
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
yang merupakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) kawasan kemaritiman
(industri perkapalan) dan bukan berada didalam Free Trade Zone area namun
tetap berkembang dan bertahan hingga saat ini.
Gambaran Umum
Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) merupakan salah satu
strategi Indonesia dalam mendorong investasi dan meningkatkan daya saing
Indonesia. Kabupaten Lamongan, Jawa Timur saat ini sudah ditetapkan menjadi
Kawasan Ekonomi Khusus Kegiatan Kemaritiman (Industri Perkapalan) oleh
Pemerintah Kabupaten Lamongan pada tahun 2009. Rencana pengembangan
Kawasan Ekonomi Khusus tersebut ditetapkan tanggal 30 Januari 2009 dengan
keputusan Bupati nomor 188/46.1/Kep/413.013/2009. Penetapan tersebut
menyatakan bahwa kawasan sebelah utara Kabupaten Lamongan seluas ± 450 ha
diperuntukkan bagi investasi pembangunan pelabuhan dan industri perkapalan.
Penetapan tersebut didukung oleh faktor-faktor alamiah yang mendukung
pembangunan industri galangan kapal, faktor geografis dan faktor lokasi.
Saat ini terdapat 16 perusahaan galangan kapal yang ada di Jawa Timur, 2
diantaranya berada di Kabupaten Lamongan, yaitu PT. Dok Pantai Lamongan
(DPL) dan PT. Lamongan Marine Industry (LMI). PT DPL merupakan
perusahaan galangan kapal yang berfokus pada reparasi kapal, sedangkan PT LMI
yang merupakan cabang dari PT Daya Radar Utama di Tanjung Priuk, berfokus
pada pembuatan kapal baru. PT LMI yang terletak di Desa Sidokelar Kecamatan
Paciran juga masuk dalam program Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Saat ini telah banyak investasi
galangan kapal yang akan masuk di Lamongan, seperti PT Dok Perkapalan
Surabaya, Tri Ratna Diesel dan Laboratorium Perkapalan Politeknik Perkapalan
Negeri ITS. Tabel 4.1 merinci total investasi galangan kapal di dalam Kabupaten
Lamongan hingga bulan Mei 2015 senilai Rp 923.209.800.000.
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
Tabel 1. Data Galangan Kapal di Kabupaten Lamongan
No Nama Perusahaan Luas
Lahan
Nilai Investasi
1 PT. Dok dan Perkapalan Surabaya 20,5 Ha 434.000.000.000
2 Laboratorium Perkapalan, Politeknik
Perkapalan Negeri, Institut Teknologi 10
Nopember (ITS), Surabaya
5,5 Ha 35.000.000.000
3 PT. Dok Pantai Lamongan 37,5 Ha 94.129.800.000
4 PT. Lamongan Marine Industry 35 Ha 330.000.000.000
5 PT. Tri Ratna Diesel Indonesia 1,5 Ha 30.080.000.000
Jumlah Investasi 923.209.800.000
Sumber: BPMP Lamongan
Hasil Penelitian Saat ini pemerintah Indonesia belum mengeluarkan kebijakan pemberian insentif
PPN untuk industri galangan kapal atas komponen kapal. Insentif yang ada saat
ini hanya pemberian insentif bagi industri pelayaran. Pemberian insentif PPN
tersebut bertujuan untuk mendorong pertumbuhan pelayaran nasional Indonesia.
Pemberian insentif bagi industri pelayaran dimulai sejak pemberlakuan asas
cabotage yang mulai diberlakukan secara konsekuen pada tahun 2005 melalui
Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2005. Pemberlakuan asas cabotage kemudian
didukung oleh Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2003 tentang perubahan atas
Peraturan Pemerintah No. 146 Tahun 2000 tentang impor dan atau penyerahan
barang kena pajak tertentu yang dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai.
Kebijakan ini berdasar pada pasal 16B Undang-Undang PPN yang bertujuan
untuk mendorong pengembangan armada nasional di bidang angkutan darat, air,
dan udara.
Dalam sistem PPN, pembebasan dari pengenaan PPN untuk industri
pelayaran membuat industri galangan kapal tidak dapat mengkreditkan Pajak
Masukan atas komponen bahan baku pembuatan kapal. Hal ini tentunya akan
berakibat pada bertambahnya biaya dan juga akan mempengaruhi harga kapal
yang dibuat oleh galangan kapal di Indonesia.Selain mendapatkan pembebasan
PPN untuk pembelian kapal dari industri galangan kapal dalam negeri, pembelian
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
kapal impor langsung dari luar negeri juga mendapatkan pembebasan PPN. Hal
ini berdampak pada harga jual kapal impor yang lebih rendah dibandingkan kapal
hasil produksi galangan kapal dalam negeri dan menyebabkan penurunan daya
saing industri galangan kapal nasional terhadap kapal impor. Hal ini sesuai
dengan pernyataan dari Manajer Keuangan PT. Daya Radar Utama.
”Paling beberapa yang masalah pembebasan beberapa impor barang yang berhubungan dengan sparepart kapal. Jadinya ya sulit bersaing dengan galangan di batam dan juga kapal impor karena kan harga impor komponen mahal jadi beberapa orang berpikiran beli dibatam. (Wawancara dengan Tegararief Ocki P., tanggal 26 Mei 2015)
Saat ini pada industri galangan kapal terdapat insentif Bea Masuk yang
diterima, yaitu Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) atas impor barang
dan bahan untuk industri pembuatan dan/atau perbaikan kapal. Bea masuk
Ditanggung Pemerintah (BMDTP) merupakan fasilitas fiskal di bidang
kepabeanan yang landasan hukumnya tidak diatur dalam Undang-undang
Kepabeanan, melainkan diatur dalam Undang-undang APBN. Peraturan
pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Induk lalu ketentuan
lebih rinci dibuat dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur persektor
industri dan petunjuk teknisnya diatur pada Peraturan Direktur Jenderal Bea dan
Cukai. Karena UU APBN yang berubah setiap tahunnya, maka PMK induk dan
PMK persektor industri juga harus berubah setiap tahunnya. Pagu yang ada setiap
tahunnya pun juga berubah dan disesuaikan dengan kajian dari Pembina Sektor
Industri yang mengumpulkan perwakilan dari sektor industri tertentu untuk
mengkaji dan mengevaluasi jumlah pagu. Hal ini mengakibatkan beberapa
peraturan terlambat terbit dan menjadi salah satu alasan mengapa pagu anggaran
tidak dapat terserap dengan maksimal.
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
Gambar 3. Pemanfaatan Pagu BMDTP Sektor Perkapalan
Sumber: Direktorat Fasilitas Kepabeanan, Subdit Pembebasan, 2015
Menurut perspektif Quintuple Helix, kebijakan dihasilkan dari integrasi
kinerja antara sistem ekonomi, sistem politik, sistem pendidikan, media dan
lingkungan. Dalam pembangunan industri galangan kapal di Kabupaten
Lamongan, elemen-elemen pelaku tersebut masing-masing memiliki peranan
penting dalam penciptaan kebijakan hingga penggunaannya sehingga prinsip
pembangunan berkelanjutan dapat terwujud dan KEK akan bekerja dengan baik.
Peran sistem ekonomi dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan salah
satunya melalui pajak. Pajak dan pembangunan ekonomi adalah bagian yang tidak
dapat terpisahkan karena saling terkait dan bergantung satu sama lainnya. Pajak
dapat dijadikan instrumen untuk mendorong pembangunan ekonomi, begitupun
sebaliknya pajak dapat digunakan untuk mendistorsi aktivitas ekonomi yang tidak
diinginkan pemerintah (Rosdiana & Irianto, 2012, Hal. 49). Pemberian insentif
kepada pelaku industri merupakan salah satu instrumen pajak untuk mendorong
pembangunan. Pemberian fasilitas pajak yang ada sekarang ini diharapkan dapat
membantu industri galangan kapal di Kabupaten Lamongan berkembang sesuai
dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yang akan meningkatkan daya saing
industri galangan kapal di Kabupaten Lamongan sekaligus meningkatkan
perekonomian di Kabupaten Lamongan.
Jika dilihat dari kedua hal tersebut, kebijakan pajak yang ada belum
mampu mendorong daya saing industri galangan kapal terhadap kapal impor.
Namun industri galangan kapal di Kabupaten Lamongan dinilai semakin
Rp60,800,000,000
Rp3,756,000,000
Rp39,000,000,000
Rp3,035,368,888Rp0 Rp1,579,816,800
Rp0
Rp10,000,000,000
Rp20,000,000,000
Rp30,000,000,000
Rp40,000,000,000
Rp50,000,000,000
Rp60,000,000,000
Rp70,000,000,000
1 2 3
Pagu
PemberianFasilitas
2013 2014 2015
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
berkembang, terutama setelah dinobatkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus
kawasan kegiatan kemaritiman (industri perkapalan) yang ditetapkan dengan
keputusan bupati tanggal 30 Januari 2009. Hingga bulan Mei 2015, total investasi
galangan kapal yang ada di kabupaten Lamongan senilai Rp 923.209.800.000
dengan total 5 (lima) perusahaan galangan kapal. Bagi para pelaku industri
galangan kapal di Kabupaten Lamongan dan juga pemerintah Kabupaten
Lamongan, kebijakan pajak yang berlaku saat ini tidak menjadi hambatan besar
yang akan membuat industri galangan kapal di Kabupaten Lamongan tidak
berkembang. Hal ini sesuai dengan petikan wawancara dengan Manajer Keuangan
PT Daya Radar Utama,
“Hambatan sebetulnya kayak dibilang hambatan juga tidak juga sih, sebenarnya sih lebih baik ya gitu dibebaskan jadi kita tidak terbebani karena komponen bahan baku modal dasar kan pasti komponen kapal. Kalau sebetulnya kalau diterapkan pasti lebih membantu. Otomatis kita bisa bersaing, paling penting sih itu. Karena kan pajak tidak dibantu kan berat ya. Tapi sekarang juga order tetap datang tetap meningkat dari tahun ke tahun, Kita hampir semuanya proyek pemerintah, Lamongan juga kan pertamina”. (Wawancara dengan Tegararief Ocki P., tanggal 26 Mei 2015)
Permasalahan ekonomi yang terjadi justru dari ketersediaan infrastruktur.
Menurut The Global Competitiveness Report 2014-2015, dari 12 pilar,
infrastruktur merupakan pilar ke-2 untuk menilai daya saing suatu Negara.
Ketersediaan infrastruktur menjadi pertimbangan penting dalam berinvestasi.
Namun penyediaan infrastuktur masih belum menyentuh secara maksimal untuk
wilayah Kabupaten Lamongan padahal sudah ditetapkan sebagai Kawasan
Ekonomi Khusus. Untuk industri galangan kapal yang sebagian besar komponen
masih impor, pengiriman komponen masih melalui Pelabuhan Tanjung Perak di
Surabaya. Saat ini para pelaku usaha harus memutar ke Tuban jika ingin ke
Lamongan dari Surabaya dan melalui trayek yang lebih jauh karena terdapat 2
(dua) jembatan di Gresik yang sejak tahun 2013 akhir, tidak bisa dilalui kendaraan
berat. Perbaikan tersebut dijadwalkan selesai pada tahun 2017. Untuk akses darat
dapat dilakukan alternatif dengan kereta api. Namun hingga saat ini, jalur kereta
api tersebut masih dalam pembangunan sehingga belum dapat dimanfaatkan.
Selain akses darat, akses laut juga dapat dimanfaatkan untuk jalur distribusi.
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
Namun, walaupun galangan kapal berada di tepi laut tetapi tidak sembarang kapal
dapat bersandar karena harus bersandar di pelabuhan. Pelabuhan yang diperlukan
merupakan jenis pelabuhan khusus yang dikelola untuk kepentingan sendiri guna
menunjang kegiatan tertentu.
Kedua, adalah sistem politik, dimana dalam pembangunan industri
galangan kapal di Kabupaten Lamongan, Pemerintah memiliki kewenangan dalam
mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendukung penetapan Kawasan
Ekonomi Khusus. Salah satu kemudahan yang dibutuhkan oleh investor adalah
dalam hal perizinan penanaman modal. Dalam pemberian izin, Pemerintah
Kabupaten Lamongan telah berupaya semaksimal mungkin untuk mempermudah
perizinan. Hal ini dikutip dari hasil wawancara dengan Kepala DISPENDA
Kabupaten Lamongan,
“Persiapaanya itu perizinan dipermudah yang terkait lamongan, satu pintu. Satu pintu betul, bukan seperti daerah lain yang satu pintu betul-betulan, hanya seperti front office nerima berkas”. (Wawancara dengan Mursyid, tanggal 6 Mei 2015)
Namun, menurut pelaku usaha dan juga pemerintah Kabupaten Lamongan,
perizinan di pemerintah pusat dinilai masih memberatkan para investor. Hal ini
sesuai dengan petikan wawancara dengan Human Resources Manager PT.
Lamongan Marine Industry,
“Yang terutama kesulitannya adalah selama ini kan kita harus lari sana lari sini untuk perizinan. Terutama di LMI untuk membuat dermaga, proses perizinannya terus terang kalau kita proses reklamasi pun kita harus izin sampai MABES POLRI Jakarta untuk proses peledakan dengan bahan baku yang internal sebenarnya. Target yang harus dipenuhi dan perizinan yang harus masuk jadi panjang begitu dan jadi terhambat”. (Ihsanuddin, dalam FGD tanggal 7 Mei 2015)
Selain itu hal yang dibutuhkan oleh investor adalah adanya kepastian
hukum. Cepatnya perubahan peraturan yang ada dinilai menyulitkan para investor.
Selain itu, pemerintah dinilai kurang memberikan dukungan politik dalam dalam
menyediakan infrastruktur yang dapat mendukung Kawasan Ekonomi Khusus.
Permasalahan jembatan Sembayat (lihat Gambar 5.4) menjadi perhatian
pemerintah Kabupaten Lamongan karena rusaknya jembatan tersebut dapat
mematikan industri galangan kapal dan industri lain yang berada di pantai utara
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
Kabupaten Lamongan dan bahkan Tuban. Namun terdapat faktor yang mendorong
karena berkembangnya industri galangan kapal di Kabupaten Lamongan juga
didorong oleh peraturan yang dibuat pemerintah mengenai kebijakan Tingkat
Kandungan Dalam Negeri (TKDN) pengadaan barang atau jasa pemerintah yang
berlaku bagi pengadaan yang pembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya
bersumber dari APBN/APBD. Kebijakan TKDN ini mengatur tingkat minimal
kandungan lokal yang terkandung didalam suatu barang yang harus digunakan.
Selain kebijakan TKDN, Presiden Joko Widodo membuat kebijakan melarang
Badan Usaha Milik Negara dan kementerian untuk membeli kapal buatan luar
negeri. Semua kapal yang digunakan harus berasal dari galangan kapal dalam
negeri (www.nasional.harianterbit.com, 2015).
Lingkungan berperan penting dalam penunjukan Kabupaten Lamongan
sebagai KEK dan dalam pembangunan industri galangan kapal di Kabupaten
Lamongan. Hal ini diakibatkan oleh panjang pantai utara Lamongan sepanjang 47
km dan juga pantai yang dalam, tidak berlumpur dan memiliki sedimentasi yang
sangat cocok untuk industri galangan kapal.
Pada perspektif Quintuple Helix, penambahan elemen lingkungan
didalamnya merupakan akibat dari isu lingkungan yang semakin penting dan
krusial dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Industri galangan kapal
sendiri merupakan industri yang sarat dengan pencemaran lingkungan, baik tanah,
udara maupun air. Oleh karena itu harus dibuat peraturan agar industri galangan
kapal di Kabupaten Lamongan menjadi industri yang ramah lingkungan dan
sesuai dengan pembangunan berkelanjutan. Pada saat investor meminta izin untuk
melakukan investasi di Lamongan, hasil studi AMDAL (Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan) wajib dipertimbangkan saat memberikan izin usaha
dan/atau prinsip. Untuk dapat melakukan pembangunan disepanjang pantura
Kabupaten Lamongan, setiap pelaku industri wajib melakukan pembebasan
ranjau. Namun, pembebasan ranjau tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit
tetapi hasil yang didapat investor tidak berwujud. Oleh karena itu pemerintah
Kabupaten Lamongan berharap agar pemerintah dapat memberikan bantuan untuk
pembebasan lahan dari ranjau agar investor lebih mudah saat melakukan investasi
di Kabupaten Lamongan.
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
Selain lingkungan alam, lingkungan bisnis sangat berperan dalam
pembangunan industri galangan kapal di Kabupaten Lamongan. Saat ini,
Kabupaten Lamongan berstatus sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Kawasan Maritim Industri Perkapalan. Penetapan ini diharapkan dapat
mengembangkan industri galangan kapal di Indonesia. Saat ini sekitar 80%
komponen pembangunan kapal baru harus diimpor dari luar negeri. Hal ini
diakibatkan sangat kurang sekali investasi industri komponen pendukung untuk
galangan kapal karena tidak adanya pasar bagi industri komponen pendukung
padahal Indonesia sudah bisa melakukan pembuatan komponen pendukung. Tidak
adanya pasar bagi industri komponen pendukung salah satunya diakibatkan oleh
kecenderungan pelaku usaha galangan kapal untuk lebih memilih melakukan
reparasi karena keuntungan yang lebih besar yang akan didapat oleh pelaku usaha
reparasi kapal.
Dari peran sistem pendidikan, ternyata para pekerja di industri galangan
kapal di Kabupaten Lamongan banyak dilatih internal oleh perusahaan. Tenaga
kerja yang menjadi pegawai perusahaan bukan dari lembaga pendidikan yang
memiliki skill tertentu, karena pemerintah belum menyediakan lembaga
pendidikan yang dapat menghasilkan tenaga kerja yang memenuhi spesifikasi
industri tersebut.
Peran media yang kondusif dapat di triangulasi dengan data yang
diperoleh dari hasil studi dokumentasi. Banyak pemberitaan yang dirilis oleh
media mengenai investasi industri galangan kapal di Lamongan hingga
permasalahan menjadi tuntutan pelaku usaha galangan kapal di Lamongan, seperti
permasalahan infrastruktur dan insentif pajak. Dalam hubungannya dengan
industri galangan kapal, media dapat dijadikan sumber pengetahuan bagi investor
untuk mempelajari industri galangan, khususnya di Kabupaten Lamongan. Namun
saying, beberapa website masih tersedia dengan resolusi yang rendah sehingga
sulit untuk dibaca.
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
Penutup
a. Kesimpulan
Industri galangan kapal di Kabupaten Lamongan belum sesuai dengan
prinsip pembangunan berkelanjutan. Kebijakan pajak yang ada belum
mampu mendorong daya saing industri galangan kapal terhadap kapal
impor. Namun menurut para pelaku usaha, kebijakan pajak yang berlaku
tidak menjadi hambatan, hambatan justru berada di faktor-faktor lain.
b. Saran
Kebijakan pajak yang ada bukan menjadi satu-satunya hambatan bagi
pelaku usaha, tetapi kebijakan lain yang menjadi hambatan bagi pelaku
usaha dalam melakukan bisnis, salah satunya adalah kebijakan pemerintah.
Diharapkan pemerintah bisa mengkaji kembali kebijakan-kebijakan yang
ada sehingga dapat memberikan kemudahan bagi pelaku usaha untuk
melakukan bisnis.
Daftar Referensi Buku Teks
Mansury, R. Kebijakan Fiskal. Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan, 1999.
Neuman, W.L. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approach. USA: Ally and Bacon, 2003.
Purwito M., Ali. Kepabeanan: Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Samudra Ilmu, 2006. Rosdiana, Haula dan Irianto, Edi Slamet. Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di
Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012. Rosdiana, Haula, Edi Slamet dan Titi Putranti. Teori Pajak Pertambahan Nilai. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2011. Karya Akademis, Jurnal dan Pelaporan Internasional
Akbar, Fahd Malik. Evaluasi Kebijakan Perpajakan Pada Industri Galangan Kapal Nasional dalam Mendukung Masterplan Persecapatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Universitas Indonesia: Tidak Diterbitkan, 2013
Carayannis, EG, & Campbell, DFJ. Triple Helix, Quadruple Helix and Quintuple Helix and how do knowledge, innovation and the environment relate to each other? : A proposed framework for a trans-disciplinary analysis of sustainable development and social ecology. International Journal of Social Ecology and Sustainable Development, 2010. http://www.igi-global.com/bookstore/article.aspx?titleid=41959
UNCTAD. Tax Incentive and Foreign Direct Investment: A Global Survey. United Nation, 2000. Hal 12. Diakses pada 15 Maret 2015 (https://www.google.com/search?q=goo&ie=utf-8&oe=utf-8#q=unctad+tax+incentives+and+foreign+direct+investment
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015
Tinjauan dasar ..., Eka Febriyanti Putri, FIA UI, 2015