Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEBKEDIRI
BIJAKAI DALA
Dia
Pada Fakul
FA
JU
AN PEMAM REV
GUNU
ajukan untuk
ltas Ilmu Ad
Di
SUCI R
NIM.1
UNIVERS
AKULTAS I
URUSAN AD
i
MERINTAVITALISUNG KE
SKRIPSI
k menempuh
dministrasi U
isusun Oleh
RIZKY AMA
3503011811
SITAS BRAW
ILMU ADM
DMINISTRA
2017
AH KABSASI OBELUD
h ujian sarjan
Universitas B
:
ALYA
13015
WIJAYA
MINISTRAS
ASI PUBLIK
BUPATEBJEK WI
na
Brawijaya
I
K
EN ISATA
ii
MOTTO
Happiness is a choice, not a result. Nothing will make you happy until you choose to be happy. No person will make you happy unless you decide to be happy. Your happiness will not come to you. It can only come from you.
(Ralph Marston)
You fall, you rise, you make mistake, you live, you learn. You’re human, not perfect. You’ve been hurt, but you’re alive. Think of what a precious privilege it is to be alive, to breath, to think, to enjoy, and to chase the things you love. Sometimes there is sadness in our journey, but there is also lots of beauty. We must keep one foot in front of the other even when we hurt, for we will never know what is waiting for us just around the bend.
(unknown)
vi
RINGKASAN
Suci Rizky Amalya, 2017. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kediri Dalam
Revitalisasi Objek Wisata Gunung Kelud. Dr. Siswidiyanto, MS, Drs. Heru
Ribawanto, M.Si. 106 hlm+xvi
Penelitian ini dilakukan atas adanya permasalahan di kabupaten Kediri yaitu
terjadinya erupsi pada 14 Pebruari 2014 lalu telah banyak merubah wajah Gunung
Kelud. Akibat letusan tersebut, daerah Kelud dan sekitarnya tertutup oleh lautan
pasir. Akses pendukung pun ikut rusak, akses menuju puncak pun kini terputus.
Dalam kasus erupsi Kelud yang terjadi pada bulan Februari 2014, tercatat sudah
ada 8.622 rumah rusak berat, 5.426 rumah rusak sedang, dan 5.088 rumah rusak
ringan akibat Kelud. Angka tersebut merupakan jumlah total rumah rusak yang
berada di kawasan kabupaten Kediri, Jawa Timur (Data Kerusakan Erupsi Kelud,
Pemkab Kediri). Sehingga Pemerintah Kabupaten Kediri perlu melakukan adanya
revitalisasi untuk kawasan wisata objek gunung kelud tersebut.
Jenis penelitian ini termasuk penelitian terapan (applied research) yaitu
penelitian yang meneliti atas dasar permasalahan yang signifikan dan hidup di
masyarakat sekitarnya. Fokus penelitiannya adalah Proses kebijakan revitalisasi
objek wisata gunung kelud di kabupaten Kediri yang di dalamnya terdapat
Perumusan masalah , Formulasi Kebijakan, Adopsi Kebijakan, Implementasi
Kebijakan, Penilaian Kebijakan, serta faktor pendorong dan penghambat dalam
kebijakan revitalisasi objek wisata gunung kelud di kabupaten Kediri internal
maupun eksternal. Lokasi penelitian di kabupaten Kediri. Situs penelitian di dinas
kebudayaan dan pasriwisata kabupaten Kediri dan beberapa dinas terkait.
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder, sedangkan teknik
penelitiannya menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Instrumen
penelitiannya peneliti sendiri, alat tulis dan catatan serta dokumentasi.
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kediri Dalam Revitalisasi Objek Wisata
Gunung Kelud sudah terlaksana dengan baik dan sesuai dengan prosedur
pembuatan kebijakan yang ada, meski di dalamnya terdapat beberapa faktor
pendukung dan penghambat di dalam pelaksanaan Kebijakan tersebut.
vii
SUMMARY
Suci Rizky Amalya, 2017. Kediri Regency Government Policy in the
Revitalization Kelud. Dr. Siswidiyanto, MS, Drs. Heru Ribawanto, M.Si. xvi +
106 page
This research was conducted on the problems in the district of Kediri,
namely the eruption on 14 February 2014 and has changed the face of Kelud. As a
result of the eruption, Kelud and the surrounding area is covered by oceans of
sand. Access advocates also were damaged, access to the summit are now
disconnected. In the case of Kelud eruption that occurred in February 2014, has
been noted that there are 8622 houses damaged, 5,426 houses were damaged, and
5,088 houses were slightly damaged as a result of Kelud. This figure is the total
number of damaged houses in the area of Kediri, East Java (Data Destruction
eruption of Kelud, Kediri regency). So Kediri district government needs to do the
revitalization of the tourist area of objects such kelud mountain.
This study is an applied research (applied research) is research which
examined on the basis of significant problems and live in the surrounding
communities. The focus of his research is the process of revitalization of
attractions Mount Kelud in Kediri district in which there is a problem formulation,
formulation policy, Adoption Policy, Policy Implementation, Assessment Policy,
factors driving and inhibiting the revitalization of attractions Mount Kelud in
Kediri district internally and externally. The research location in the district of
Kediri. Site of research in the department of culture and pasriwisata Kediri and
several related agencies. This study uses primary and secondary data, while the
research techniques using interviews, observation and documentation. The
research instrument researchers themselves, stationery and records and
documentation.
Kediri Regency Government Policy in the Revitalization Attractions Kelud
has been conducted properly and in accordance with existing policy-making
viii
procedures, even though in it there are some supporting factors and obstacles in
the implementation of the policy.
KUPERSEMBAHKAN KARYAKU
KEPADA AYAHANDA DAN IBUNDA TERCINTA
KAKAK YANG SUDAH DIPANGGIL ALLAH SWT DAN ADIKKU
SERTA SEMUA SAHABAT - SAHABATKU
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Bambang Supriono, MS selaku dekan ilmu administrasi publik Universitas Brawijaya
2. Dr. Sarwono, M.Si selaku KPS Program Studi Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Kampus III yang telah banyak memberikan arahan dari semester I hingga VIII
3. Dr. Siswidiyanto, MS selaku Dosen Pembimbing 1 yang memberikan arahan dan bimbingan untuk kesempurnaan skripsi ini
4. Dr, Heru Ribawanto, MS selaku Dosen Pembimbing 2 yang memberikan arahan dan bimbingan untuk kesempurnaan skripsi ini
5. Dr. Suryadi MS selaku Dosen Penguji 1 yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini
6. Dr. Imam Hanafi, M.Si MS selaku Dosen Penguji 2 yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini
7. Seluruh jajaran pemda kabupaten kediri yang telah memberikan izin dan
membantu memberikan Informasi dalam penyusunan skripsi ini
8. Keluargaku Ayahanda Drs. Sutikno, S.Pd, M.Pd dan Ibunda Dra. Tati Hariyati tercinta, kakak Isnaini yang sudah dipanggil Allah SWT dan Adikku tersayang Fiesta Izzudin Abbad atas dorongan dan doa yang tulus ikhlas mengiringi Penulis selama menuntut ilmu
9. Seluruh anggota NGS Crew yang selalu setia menemani disaat suka dan duka
10. Seluruh teman-teman mahasiswa FIA angkatan 2013 yang telah banyak
memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini
11. Sahabat-sahabatku, Sazy Nevi Karani, Erin Damayanti, Daimatul Khasanah, terimakasih atas canda dan tawa di setiap waktu
12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan
Malang, 6 Februari 2016
x
Penulis
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kediri Dalam Revitalisasi Objek Wisata Gunung Kelud.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memproleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS selaku dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
2. Bapak Dr.Sarwono, M.Si selaku Ketua Jurusan Administrasi Publik
3. Bapak Dr.Siswidiyanto, M.Si selaku pembimbing utama
4. Bapak Drs.Heru Ribawanto selaku pembimbing kedua
5. Keluarga besar Pemda Kabupaten Kediri
6. Orang tua yang sangat saya cintai
7. Kakak yang sudah dipanggil Allah SWT
8. Fiesta Izzudin Abbad adik yang saya sayangi
Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan
Malang, 6 Februari 2017
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
MOTTO .............................................................................................................. ii
TANDA PERSETUJUAN ................................................................................. iii
TANDA PENGESAHAN .................................................................................. iv
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ..................................................... v
RINGKASAN .................................................................................................... vi
SUMMARY ...................................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... viii
UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................ x
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 7
C. Tujuan ................................................................................................. 7
D. Manfaat ............................................................................................... 7
E. Sistematika Pembahasan ..................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................... 10
A. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 10
B. Pengertian Administrasi Publik ........................................................ 13
1. Pengertian Administrasi Publik .................................................. 13
2. Prinsip – Prinsip Administrasi Publik ........................................ 13
C. Pengertian dan Ruang Lingkup Kebijakan Publik ........................... 15
xii
1. Pengertian dan Tahap Formulasi Kebijakan .............................. 18
2. Implementasi Kebijakan ............................................................. 27
a. Pengertian Implementasi Kebijakan serta Faktor Keberhasilan dan Kegagalannya dalam Implementasi .............. 27
b. Model-model Implementasi Kebijakan ................................... 30
D. Revitalisasi ....................................................................................... 33
E. Pariwisata .......................................................................................... 38
1. Pengertian Pariwisata ................................................................. 38
2. Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Pariwisata .............................. 39
3. Peran Pariwisata Dalam Pembangunan ...................................... 46
4. Upaya Memaksimalkan Peran Pariwisata Dalam Pembangunan ................................................................................. 48
5. Mengembangkan Industri Pariwisata ......................................... 51
6. Dampak Yang Ditimbulkan Pariwisata ...................................... 55
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 59
A. Jenis Penelitian ............................................................................... 59
B. Fokus Penelitian ............................................................................. 59
C. Sumber Data ................................................................................... 60
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 61
E. Lokasi Penelitian Dan Situs Penelitian .......................................... 62
F. Instrumen Penelitian ....................................................................... 63
G. Uji Keabsahan Data ....................................................................... 63
H. Teknik Analisis Data ...................................................................... 64
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 65
A. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN SITUS PENELITIAN .... 65
1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................... 65
a. Gambaran Umum Kabupaten Kediri ..................................... 65
2.Gambaran Umum Situs Penelitian .............................................. 74
a. Gambaran Umum Gunung Kelud .......................................... 74
b. Catatan aktifitas Gunung Kelud ............................................ 75
xiii
B. PENYAJIAN DATA DAN FOKUS PENELITIAN ..................... 81
1. Proses kebijakan revitalisasi objek wisata gunung kelud di
kabupaten Kediri ........................................................................... 81
a. Kronologi Letusan Gunung Kelud......................................... 81
b. Perumusan Masalah .............................................................. 85
c. Formulasi Kebijakan .............................................................. 86
d. Adopsi Kebijakan .................................................................. 90
e. Implementasi Kebijakan ....................................................... 91
f. Penilaian Kebijakan .............................................................. 94
2.Faktor pendorong dan penghambat dalam implementasi kebijakan revitalisasi objek wisata gunung kelud di kabupaten Kediri ........................................................................................... 96
a. Faktor pendorong internal dan eksternal dalam revitalisasi objek wisata .............................................................................. 96
b. Faktor penghambat internal dan eksternal dalam revitalisasi objek wisata ............................................................. 96
C. PEMBAHASAN ............................................................................ 97
1.Proses kebijakan revitalisasi objek wisata gunung kelud di kabupaten Kediri .......................................................................... 97
a. Perumusan Masalah ............................................................... 97
b. Formulasi Kebijakan ............................................................ 99
c. Adopsi Kebijakan ............................................................... 102
d. Implementasi Kebijakan ..................................................... 102
e. Penilaian Kebijakan ............................................................. 105
2.Faktor pendorong dan penghambat dalam kebijakan revitalisasi objek wisata gunung kelud di kabupaten Kediri ..... 109
a. Faktor pendorong internal dan eksternal dalam revitalisasi objek wisata ............................................................................. 109
xiv
b. Faktor penghambat internal dan eksternal dalam revitalisasi objek wisata .......................................................... 110
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 112
A. Kesimpulan ................................................................................ 112
B. Saran ........................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 114
LAMPIRAN – LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1 Data Perkiraan Kerusakan Rumah Akibat Erupsi kelud 2014 ........... 5
2 Data Pengunjung Daya Tarik Wisata Di Kabupaten Kediri
Tahun 2013 - 2014 ........................................................................... 5
3 Data Pengunjung Daya Tarik Wisata Di Kabupaten Kediri
Tahun 2015 ................................................................................... 6
4 Data Pengunjung Daya Tarik Wisata Di Kabupaten Kediri
Januari – Juni 2016 ............................................................................. 6
5 Tahap-tahap dalam Proses Pembuatan Kebijakan ............................ 22
xvi
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1 Bagan Kedekatan prosedur Analisis Kebijakan dengan
Tipe-tipe Pembuatan Kebijakan ..................................................... 23
2 Bagan Proses Kebijakan Revitalisasi Objek Wisata
Gunung Kelud Di Kabupaten Kediri .............................................. 85
3 Bagan Proses Kebijakan Revitalisasi Objek Wisata
Gunung Kelud Di Kabupaten Kediri .............................................. 97
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1 Surat Ijin Penelitian Kepada Kantor Kesatuan Bangsa
Politik Dan Perlindungan Masayarakat Kediri............................. 116
2 Surat Balasan Dari Kantor Kesatuan Bangsa Politik Dan
Perlindungan Masayarakat Kediri ................................................ 117
3 Surat Ijin Penelitian Kepada Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik Kabupaten Kediri ............................................................. 118
4 Surat Balasan Dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Kabupaten Kediri ........................................................................ 119
5 Surat Ijin Penelitian Kepada Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Kediri ....................................................... 120
6 Surat Balasan Dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Kediri ......................................................................... 121
7 Surat Rekomendasi Penelitian dari Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik Kabupaten Kediri .......................................... 122
8 Curiculum vitae ........................................................................... 123
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan daerah merupakan pelaksanaan kebijakan dan program
pemerintah daerah melalui proses pendayagunaan sumber daya yang dimiliki
untuk melaksanakan segala urusan pemerintahan di daerah; meningkatkan kualitas
pelayanan publik; memenuhi kebutuhan dasar dan peningkatan ekonomi daerah.
Di beberapa daerah, salah satu potensi ekonomi yang dikembangkan yaitu
pariwisata. Untuk itu pembangunan kepariwisataan merupakan suatu hal yang
diperlukan bagi daerah-daerah yang menjadikan sektor pariwisata menjadi
unggulan dan andalan daerah. dengan berbasis pada sumber daya alam, sumber
daya budaya, obyek daya tarik buatan dan sumber daya lain yang mendukung.
Era Otonomi Daerah telah mendorong dan memberi peluang bagi
Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kemampuan, mendayagunakan semua
potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh suatu daerah untuk melaksanakan
pembangunan daerah; sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing, kemajuan
ekonomi, peningkatan pendapatan daerah, dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan daerah yaitu dengan melalui
pembangunan kepariwisataan.
Pembangunan dan pendayagunaan pariwisata secara optimal mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mempertimbangkan hal tersebut maka
penanganan yang baik sangat diperlukan dalam upaya Pembangunan obyek -
obyek wisata pada suatu daerah – daerah. Para pelaku pariwisata mulai melakukan
tindakan Pembangunan dengan penelitian, observasi terhadap obyek - obyek
wisata di sekitar daerahnya. Langkah tersebut dilakukan guna mengetahui potensi
dan permasalahan yang ada pada setiap obyek untuk kemudian mencari solusinya.
Langkah lainnya adalah promosi dengan media cetak, elektronik, maupun
multimedia agar masyarakat juga mengetahui akan keberadaan obyek – obyek
tersebut dan turut berpartisipasi dalam Pembangunannya.
2
Kesadaran akan pentingnya sektor kepariwisataan sebagai salah satu
pemasukan bagi pemerintah dari sektor non migas sebenarnya bukan hal baru.
Dunia kepariwisataan harus mulai meninggalkan tentang perencanaan jangka
pendek dan harus mampu melihat dalam prespektif jangka panjang dengan
memperhitungkan segala pengaruh yang mungkin akan timbul dan berpengaruh
terhadap dunia kepariwisataan.
Pembangunan sektor pariwisata merupakan interaksi antara proses sosial,
ekonomi, dan industri. Oleh karena itu unsur – unsur yang terlibat di dalam proses
tersebut mempunyai fungsi masing – masing. Peran serta masyarakat diharapkan
mempunyai andil yang sangat besar dalam proses ini. Untuk itu masyarakat
ditempatkan pada posisi memiliki, mengelola, merencanakan dan memutuskan
tentang program yang melibatkan kesejahteraannya.
Dari sudut sosial, kegiatan pariwisata akan memperluas kesempatan tenaga
kerja baik dari kegiatan pembangunan sarana dan prasarana maupun dari berbagai
sektor usaha yang langsung maupun yang tidak langsung berkaitan dengan
kepariwisataan. Pariwisata akan dapat menumbuhkan dan meningkatkan
pengenalan dan cinta terhadap tanah airnya, sehingga dapat memotifasi sikap
toleransi dalam pergaulan yang merupakan kekuatan dalam pembangunan bangsa,
selain itu juga pariwisata mampu memperluas cakrawala pandangan pribadi
terhadap nilai – nilai kehidupan.
Dari sudut ekonomi bahwa kegiatan pariwisata dapat memberikan
sumbangan terhadap penerimaan daerah bersumber dari pajak, retribusi parkir dan
karcis atau dapat mendatangkan devisa dari para wisatawan mancanegara yang
berkunjung. Adanya pariwisata juga akan menumbuhkan usaha – usaha ekonomi
yang saling merangkai dan menunjang kegiatannya sehingga dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat.
Pariwisata juga merupakan komoditas yang dibutuhkan oleh setiap individu.
Alasannya karena aktivitas berwisata bagi seorang individu dapat meningkatkan
daya kreatif, menghilangkan kejenuhan kerja, relaksasi, berbelanja, bisnis,
mengetahui peninggalan sejarah dan budaya suatu etnik tertentu, kesehatan dan
pariwisata spiritualisme.
3
Di kabupaten Kediri misalnya, terdapat tempat pariwisata yang
dikembangkan terus menerus oleh pemerintah daerah setempat agar dapat terus
meningkatkan jumlah pengunjung lokal maupun interlokal. Salah satunya adalah
pesona alam Gunung Kelud menyedot perhatian para wisatawan, tidak hanya
bagi wisatawan domestik, namun juga wisatawan mancanegara. Gunung api
setinggi 1.731 mdpl yang beberapa tahun silam sempat ramai
diperbincangkan karena memunculkan fenomena unik yakni munculnya kubah
lava selebar 100 meter yang disebut anak Gunung Kelud sontak menarik
kedatangan wisatawan untuk melihatnya secara langsung. Secara spesifik,
sebelum meletus pada 2014, Gunung Kelud memiliki daya tarik yang
begitu banyak, mulai dari suguhan pemandangan alamnya yang
mempesona sepanjang perjalanan, dibangunnya gedung teater dan museum
wisata Gunung Kelud pada rest area, mysterious road yang dinyatakan memiliki
medan magnet bumi, adanya pemandian air panas dengan kandungan belerang
yang bisa dinikmati untuk berendam, lalu adanya terowongan menuju kubah
lava hingga kubah lava sendiri yang menjadi puncak dari keunikan Gunung
Kelud.
Namun, gunung api yang masih aktif ini kembali menunjukkan
aktifitasnya pada awal bulan Pebruari 2014 lalu, puncaknya pada tanggal 13
Pebruari 2014 pukul 21.15 WIB diumumkan bahwa status Gunung Kelud berada
pada bahaya tertinggi, yaitu zona awas. Hingga radius 10 km dari puncak harus
dikosongkan, dan tidak sampai 2 jam berselang, tepatnya pada pukul 22.50 WIB
telah terjadi ledakan pertama yang menandakan terjadinya erupsi Gunung Kelud.
Tidak hanya itu, Letusan pada tahun 2014 ini dianggap lebih besar daripada
letusan pada tahun 1990, daerah sekitar erupsi mengalami hujan kerikil, bahkan
abu vulkanik Gunung Kelud menjangkau hingga ke Jawa Tengah, Yogyakarta,
bahkan sebagian kecil provinsi Jawa Barat yang berada di sebelah timur. Saking
dahsyatnya, abu vulkanik membuat jarak pandang terbatas serta menjadikan
suasana gelap gulita. Diperkirakan, ketebalan abu yang mencapai Sleman dan
Yogyakarta hingga setebal 2 sentimeter (Sumber : BNPB, 2014).
4
Terjadinya erupsi pada 14 Pebruari 2014 lalu telah banyak merubah wajah
Gunung Kelud. Kubah lava yang dulu menjadi daya tarik sekarang menjadi sirna.
Akibat letusan tersebut, daerah Kelud dan sekitarnya tertutup oleh lautan pasir.
Akses pendukung pun ikut rusak, akses menuju puncak pun kini terputus. Dalam
kasus erupsi Kelud yang terjadi pada bulan Februari 2014, tercatat sudah ada
8.622 rumah rusak berat, 5.426 rumah rusak sedang, dan 5.088 rumah rusak
ringan akibat Kelud. Angka tersebut merupakan jumlah total rumah rusak yang
berada di kawasan kabupaten Kediri, Jawa Timur (Data Kerusakan Erupsi Kelud,
Pemkab Kediri). Belum lagi kerusakan lahan pertanian akibat erupsi Gunung
Kelud, kondisi ini memperparah kerugian bagi masyarakat. Hal ini disebabkan,
mayoritas masyarakat di lereng Gunung Kelud berprofesi sebagai petani, dan
erupsi terjadi saat musim panen akan tiba.
Berbagai kerugian yang diterima oleh korban akan menjadi stressor bagi
para korban. Kehilangan rumah, harta benda, pekerjaan, dan ketidak jelasan akan
masa depan merupakan kondisi tidak nyaman yang membutuhkan kemampuan
untuk bertahan dan beradaptasi dengan baik. Apabila seseorang individu tidak
mampu bertahan dan melakukan proses adaptasi yang baik ketika menghadapi
kondisi yang tidak nyaman, maka individu tersebut rawan terkena gangguan
psikologis. Dalam keadaan bencana, semakin besar kerugian yang dialami korban,
maka semakin besar pula peluang terjadinya gangguan psikologis pada
masyarakat yang menjadi korban bencana tersebut.
Pada saat terjadi erupsi Gunung Kelud 2014, ada 4 Kecamatan di Kabupaten
Kediri yang terdampak oleh erupsi kelud, keempat kecamatan tersebut adalah
kecamatan Puncu, kepung, Ngancar, dan Plosoklaten. Empat kecamatan ini
merupakan daerah yang terdampak oleh erupsi Kelud secara langsung, namun
besarnya dampak yang diterima oleh ke empat kecamatan ini berbeda-beda.
Kecamatan yang mengalami kerusakan paling parah akibat erupsi Kelud adalah
Kecamatan Puncu, sedangkan lainnya mengalami kerusakan yang cenderung lebih
ringan. Berikut adalah data kerusakan akibat erupsi Kelud.
j
k
Ta
Sumbe
Data p
jumlah pen
kerusakan ya
Tabe
Sumbe
abel 1 Data P
er : Dinas Ke
pengunjung d
ngunjung m
ang terjadi d
el 2 Data Pen
er : Dinas Ke
Perkiraan Ke
ebudayaan d
daya tarik w
mengalami
di kawasan K
ngunjung Da
2
ebudayaan d
erusakan Ru
dan Pariwisa
wisata di kab
penurunan
Kelud tersebu
aya Tarik W
2013 - 2014
dan Pariwisa
umah Akibat
ata Kabupate
upaten kedir
dikarenaka
ut.
Wisata Di Kab
ata Kabupate
Erupsi kelu
en Kediri
ri menunjuk
an adanya
bupaten Ked
en Kediri
5
ud 2014
kkan bahwa
beberapa
diri Tahun
a
g
p
K
p
m
Meski
akan tetapi
gunung kelu
Tabe
Sumbe
Tabel
Sumbe
Denga
pariwisata G
Kabupaten K
public area
meningkatka
pun pada tah
memasuki t
ud kembali m
el 3 Data Pen
er : Dinas Ke
4 Data Peng
er : Dinas Ke
an minimny
Gunung Ke
Kediri melak
atau ruang
an kunjunga
hun 2015 ju
tahun 2016,
mengalami p
ngunjung Da
ebudayaan d
gunjung Day
ebudayaan d
a akses yan
lud, maka
kukan revita
g publik ya
an wisatawan
umlah wisata
jumlah wis
asang surut.
aya Tarik W
2015
dan Pariwisa
ya Tarik Wis
Juni 2016
dan Pariwisa
ng tersedia
dari itu mu
alisasi pada o
ang dapat d
n.
awan sempat
satawan yan
Wisata Di Kab
ata Kabupate
sata Di Kabu
ata Kabupate
tentu memp
ulai tahun 2
objek wisata
difungsikan k
t mengalami
ng mengunju
bupaten Ked
en Kediri
upaten Kedir
en Kediri
pengaruhi p
2014 lalu, P
a gunung kel
kembali ser
6
i kenaikan,
ungi wisata
diri Tahun
ri Januari –
pada sektor
Pemerintah
lud sebagai
rta mampu
7
Selain itu, perlu upaya pengembangan pariwisata yang nantinya dapat
membuat kawasan wisata Gunung Kelud semakin diminati oleh para pengunjung.
Dengan ini penulis tertarik untuk membuat penelitian tentang KEBIJAKAN
PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI DALAM REVITALISASI OBJEK
WISATA GUNUNG KELUD.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kebijakan revitalisasi objek wisata gunung kelud di kabupaten
Kediri ?
2. Apa saja hambatan dan faktor pendorong dalam kebijakan revitalisasi objek
wisata gunung kelud di kabupaten Kediri ?
C. Tujuan
1. Untuk mengidentifikasi tujuan kebijakan revitalisasi objek wisata gunung
kelud di kabupaten Kediri
2. Untuk mengidentifikasi apa hambatan dan faktor pendorong yang mempunyai
pengaruh dalam kebijakan revitalisasi objek wisata gunung kelud di kabupaten
Kediri
D. Manfaat
Dengan adanya tulisan ini, di harapkan dapat memberikan nilai dan berguna
bagi semua pihak, adapun manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Diperoleh gambaran mengenai kebijakan revitalisasi objek wisata gunung
kelud di kabupaten kediri yang sesuai dengan segala aspek sebuah
kebijakan mulai dari tahap awal hingga tahap akhir
8
b. Menambah wawasan dan pengetahuan pada masyarakat umum tentang
kebijakan revitalisasi objek wisata gunung kelud
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan masukan dan perbaikan dalam mengembangkan suatu
kebijakan terhadap pariwisata di kabupaten kediri
b. Sebagai wawasan khususnya bagi penyusun tentang adanya kebijakan
revitalisasi gunung kelud di kabupaten kediri
c. Penelitian ini dapat menambah koleksi pustaka untuk bahan bacaan dan
kajian mahasiswa Universitas Brawijaya khususnya mahasiswa jurusan
Ilmu Administrasi Publik
E. Sistematika Pembahasan
Pembahasan dalam proposal ini akan di sajikan dalam tiga bab yang
berurutan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bagian ini adalah bab pertama proposal yang mengantarkan
pembaca untuk mengetahui apa yang diteliti, mengapa dan untuk
apa penelitian dilakukan. Terdapat uraian tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan
sistematika proposal.
9
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini membahas landasan dan konsep-konsep serta teori-
teori yang dijadikan landasan dalam penelitian yakni teori
Administrasi Publik, Kebijakan publik, Revitalisasi, dan
Pariwisata
BAB III : METODE PENELITIAN
Bagian ini berisi jenis penelitian, fokus penelitian, penetapan
lokasi dan situs penelitian, jenis dan sumber data penelitian,
teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, Uji Keabsahan
data dan analisis data.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bagian ini berisi hasil penelitian yaitu tentang data-data yang
diperoleh dalam penelitian dan analisis penulis dalam menjawab
masalah yang ada.
BAB V : PENUTUP
Bagian ini merupakan bab terakhir yang berisi simpulan dan
saran dari pembahasan yang diuraikan dalam bab empat.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. PENELITIAN TERDAHULU
NO PENELITI DAN TAHUN JUDUL METODE
PENELITIAN TEMUAN
1 Sthefani Geby Arsita Devi
2015
Pengembangan Pariwisata
Gunung Kelud Pasca Erupsi
Tahun 2014 (Studi Pada
Kawasan Wisata Gunung
Kelud Kabupaten Kediri)
Kualitatif Pengembangan pariwisata Gunung Kelud
difokuskan untuk peningkatan sarana
dan prasarana yang difokuskan di Pos I,
hal ini sesuai rekomendasi dari pihak
Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana
Geologi (PVMBG) tentang zona aman
pada radius diatas 3 km. Tantangan
dalam pengembangan pariwisata Gunung
Kelud meliputi,sifat dari Gunung Kelud,
hak kepemilikan Gunung Kelud,
kurangnya komunikasi antara pengelola
11
NO PENELITI DAN TAHUN JUDUL METODE
PENELITIAN
TEMUAN
masyarakat sekitar, kurangnya destinasi
pariwisata di Kawasan Wisata Gunung
Kelud, SDM pengelola Gunung Kelud
yang masih perlu untuk ditingkatkan.
2 A.A. Gede Prathiwa
Pradipta dan I Gusti Putu
Nata Wirawan
2016
Pengaruh Revitalisasi Pasar
Tradisional Dan Sumber
Daya Pedagang Terhadap
Kinerja Pedagang Pasar Di
Kota Denpasar
Kuantitatif Revitalisasi pasar berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja
pedagang di Kota Denpasar. Sumber daya
pedagang berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja pedagang di
Kota Denpasar. Variabel revitalisasi
pasar merupakan varibel yang
pengaruhnya dominan terhadap kinerja
pedagang di Kota Denpasar.
3 M. Farid Ma’ruf,
S.Sos.,M.AP.
2015
Peran Badan
Penanggulangan Bencana
Daerah Provinsi Jawa Timur
Dalam Penanggulangan
Kualitatif BPBD provinsi jawa timur dalam
melakukan kegiatan penanggulangan
bencana bekerja sama dengan pihak terkait
yang memiliki tujuan yang sama agar
12
NO PENELITI DAN TAHUN JUDUL METODE
PENELITIAN
TEMUAN
Pasca Bencana Letusan
Gunung Kelud
tercapai indikator keberhasilan suatu
program. Terdapat beberapa kegiatan yang
belum bisa di katakan berhasil karena tidak
tercapainya indikator keberhasilan
program yang telah tercantum dalam
rencana kerja BPBD
Dari penelitian diatas bisa dilihat bahwa terdapat penekanan pada bagaimana proses pengembangan pada suatu objek.
Sedangkan, fokus dari penelitian ini adalah kebijakan revitalisasi pemerintah kabupaten kediri pada objek wisata gunung kelud.
13
B. Administrasi Publik
1. Pengertian Administrasi Publik
Kata “administrasi” yang saat ini kita kenal di Indonesia berasal dari
kata administrare (Latin : ad = pada, ministrare = melayani). dengan demikian
ditinjau dari asal kata administrasi berarti “memberikan pelayanan kepada”.
sehgingga dalam kamus Webster (1966), public administration diartikan
sebagai: “branch of political science dealing primarily with the structure and
workings of agencies charged with the administration of government fuction”.
(Sjamsiar, 2010:113).
Woodrow Wilson dalam Syafri (2012) mendefinisikan administrasi
publik adalah urusan atau praktek urusan pmerintah karena tujuan pemerintah
ialah melaksanakan pekerjaan publik secara efisien dan sejauh mungkin sesuai
dengan selera dan keinginan rakyat. Dengan administrasi publik, pemerintah
berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat, yang tidak dapat atau tidak akan
dipenuhi oleh usaha privat/swasta.
Tujuan utama dari administrasi publik adalah untuk meningkatkan
kesejahteran publik atau masyarakat dalam suatu negara atau daerah,
sedangkan motif dari seluruh proses kegiatan dari administrasi publik adalah
pemberian layanan (service) yang seluas-luasnya dan sebaik-baiknya kepada
seluruh masyarakat. Sifat dari pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
adalah pelayanan yang sama terhadap seluruh lapisan masyarakat. (Sjamsiar,
2010:120).
2. Prinsip-prinsip Administrasi Publik
Herbert Simon (2004:68) sebagaimana di kutip oleh pasalong (2011)
membagi empat prinsip-prinsip administrasi yang lebih umum:
1. Efisiensi administrasi dapat di tingkatkan melalui suatu spesialisasi
tugas di kalangan suatu kelompok
2. Efisiensi administrasi di tingkatkan oleh anggota kelompok dalam suatu
hirarki yang pasti
14
3. Efisiensi administrasi dapat di tingkatkan dengan membatasi jarak
pengawasan pada setiap sektor di dalam organisasi sehingga jumlahnya
menjadi lebih kecil.
4. Efisiensi administrasi di tingkatkan dengan mengelompokkan pekerjaan
untuk maksud-maksud pengawasan berdasarkan tujuan; proses;
langganan; tempat
Selanjutnya Fayol dalam Robbins (2001:380) sebagaimana di kutip
oleh Pasalong, 2011 mengemukakan prinsip-prinsip administrasi sebanyak 14
yaitu sebagai berikut:
1. Pembagian pekerjaan, prinsip ini sama dengan pembagian tenaga kerja
menurut adam smith, spesialisasi meningkatkan hasil yang membuat
tenaga kerja lebih efisien.
2. Wewenang manager harus memberi perintah, wewenang akan membuat
mereka melakukan dengan baik
3. Disiplin, tenaga kerja harus membantu dan melaksanakan aturan yang
di tetentukan organisasi
4. Kesatuan komando, setiap tenaga kerja menerima perintah hanya dari
yang berkuasa
5. Kesatuan arah, beberapa kelompok aktivitas organisasi yang
mempunyai tujuan yang sama dapat di perintah oleh seorang manager
menggunakan suatu rencana
6. Mengalahkan kepentingan individu untuk kepentingan umum,
kepentingan setiap orang pekerja atau kelompok pekerjatidak dapat
diutamakan dari kepentingan organisasi secara keseluruhan
7. Pemberian upah, seorang pekerja harus dibayar dengan upah yang jelas
untuk pelayanan mereka
8. Pemusatan, berhubungan pada perbandingan yang mana mengurangi
keterlibatan dalam pengambilan keputusan
9. Rentang kendali garis wewenang dari manajemen puncak pada
tingkatan di bawahnya mempresentasikan rantai skalar
15
10. Tata tertib orang dan bahan-bahan dapat di tempatkan dalam hal yang
tepat dan dalam waktu yang tepat
11. Keadilan, manajer dapat berbuat baik dan terbuka pada bawahannya
12. Stabilitas pada jabatan personal, perputaran yang tinggi merupaka
ketidak efektifan
13. Inisiatif, tenaga kerja yang menyertai untuk memulai dan membawa
rencana yang akan menggunakan upaya pada tingkat tinggi
14. Rasa persatuan, kekuatan promosi tim akan tercipta melalui
keharmonisan dan kesatuan di dalam organisasi
Relevansi teori administrasi publik dengan fokus penelitian adalah
Administrasi publik merupakan grand teori dari implementasi kebijakan publik.
Dalam penelitian ini administrasi publik merupakan disiplin ilmu yang di gunakan
pada implementasi kebijakan publik.
C. Pengertian dan Ruang Lingkup Kebijakan Publik
Untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini, digunakan teori
kebijakan publik yang meliputi tahap formulasi hingga implementasi kebijakan
dari William N. Dunn, dan Fadilah Putera serta pakar kebijakan lainnya sebagai
teori pendukung yang relevan untuk digunakan yang mana pada intinya kebijakan
pendanaan pendidikan yang berorientasi pada pembangunan disini merupakan
suatu keputusan yang dibuat dan disahkan oleh pemerintah dalam upaya
menyelesaikan permasalahan. Kemudian dalam teori Kebijakan yang digunakan
pula teori yang bersumber dari dari Ali Imron serta beberapa teori pendukung
lainnya.
Menurut N. Dunn, menyatakan bahwa kebijakan publik (Public policy)
adalah “Pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang
saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk bertindak yang dibuat
oleh badan atau kantor pemerintah” (Dunn, 2000:132).
16
Kebijakan publik merupakan semacam jawaban terhadap suatu masalah
karena merupakan upaya memecahkan, mengurangi dan mencegah suatu
keburukan serta sebaliknya menjadi penganjur inovasi dan pemuka terjadinya
kebaikan dengan cara terbaik dan tindakan terarah. Dapat dirumuskan pula bahwa
pengetahuan tentang kebijakan publik adalah pengetahuan tentang sebab-sebab,
konsekuensi, dan kinerja kebijakan dan program publik (Kencana, 1999:106).
Menelusuri pengertian kebijakan, pertama kebijakan dalam bahasa
Indonesia berasal dari kata bijaksana yang artinya: (1) selalu menggunakan akal
budinya (pengalaman dan pengetahuan), arif, tajam pikirannya; (2) pandai dan
ingat-ingat dalam menghadapi kesulitan (cermat; teliti). Pengertian kebijakan
sendiri adalah; (1) kepandaian, kemahiran; (2) rangkaian konsep dan asas yang
menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan dan cara bertindak (tentang pemerintahan dan organisasi);
penyertaan cita-cita, tujuan, prinsip dan maksud. Sementara itu pengertian publik
yang berasal dari bahasa Inggris yang berarti negara atau pemerintah. Serangkaian
pengertian tersebut diambil makna bahwa pengertian kebijakan publik menurut
Santosa adalah serangkaian keputusan yang dibuat oleh suatu pemerintah untuk
mencapai suatu tujuan tertentu dan juga petunjuk-petunjuk yang diperlukan untuk
mencapai tujuan tersebut terutama dalam bentuk peraturan-peraturan atau dekrit-
dekrit pemerintah” (Santosa, 1988:5).
Ahli-ahli ini selanjutnya memandang kebijakan publik sebagai keputusan-
keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan atau maksud-maksud tertentu, dan
mereka yang menganggap kebijakan publik memiliki akibat-akibat yang bisa
17
diramalkan. Mewakili kelompok tersebut Nakamura dan Smallwood dalam
bukunya yang berjudul The Politics of Policy Implementation, melihat kebijakan
publik dalam ketiga lingkungannya yaitu :
1. Yaitu lingkungan perumusan kebijakan (Formulation),
2. Lingkungan penerapan (Implementation), dan
3. Lingkungan penilaian (Evaluation) kebijakan.
Bagi mereka suatu kebijakan melingkupi ketiga lingkungan tadi ini berarti
kebijakan publik adalah :
“Serangkaian instruksi dari para pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang mengupayakan baik tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut (A set of instruction from policy makers to policy implementers that spell out both goals and the mean for achieving those goals). Beberapa lingkungan kebijakan dalam proses kelembagaan terdiri dari lingkungan pembuatan; lingkungan implementasi dan lingkungan evaluasi” (Nakamura, 1980:31).
Para pakar dalam memberi definisi kebijakan publik sering berbeda sesuai
dengan pendekatan masing-masing, bahkan cenderung berselisih pendapat satu
sama lain. Selanjutnya Dye mengatakan bahwa apabila pemerintah memilih untuk
melakukan sesuatu maka harus ada tujuannya. Dan kebijakan publik harus
meliputi semua tindakan pemerintah jadi bukan semata-mata merupakan
pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Hal yang tidak
dilakukan pemerintah juga merupakan kebijakan publik karena mempunyai
dampak yang sama besar dengan sesuatu yang dilakukan. Baik yang dilakukan
maupun yang tidak dilakukan pasti terkait dengan satu tujuan sebagai komponen
penting dari kebijakan.
18
Kaitannya dengan hal tersebut, kebijakan publik tentunya mempunyai
suatu kepentingan yang bersifat publik dimana menurut Schubert Jr.
mengungkapkan dalam Fadillah, 2001:20-21 bahwa kepentingan publik itu
ternyata paling tidak sedikitnya ada tiga pandangan yaitu :
1. Pandangan rasionalis yang mengatakan kepentingan publik adalah
kepentingan terbanyak dari total penduduk yang ada.
2. Pandangan idealis mengatakan kepentingan publik itu adalah hal yang
luhur, sehingga tidak boleh direka-reka oleh manusia.
3. Pandangan realis memandang bahwa kepentingan publik adalah hasil
kompromi dari pertarungan berbagai kelompok kepentingan.
Dengan melihat penjelasan tersebut di atas, nampaknya kita harus
merefleksikan pada kenyataan riil kehidupan politik masyarakat modern,
maksudnya masyarakat masyarakat modern yang ideal adalah masyarakat yang
mampu mengorganisir diri mereka sesuai dengan kepentingan mereka masing-
masing.
1. Pengertian dan Tahap Formulasi Kebijakan
Dalam fase formulasi kebijakan publik, realitas politik yang
melingkupi proses pembuatan kebijakan publik tidak boleh dilepaskan dari
fokus kajiannya. Sebab bila kita melepaskan kenyataan politik dari proses
pembuatan kebijakan publik, maka jelas kebijakan publik yang dihasilkan
itu akan miskin aspek lapangannya. Sebuah produk kebijakan publik yang
miskin aspek lapangannya itu jelas akan menemui banyak persoalan pada
tahap penerapan berikutnya. Dan yang tidak boleh dilupakan adalah
penerapannya dilapangan dimana kebijakan publik itu hidup tidaklah pernah
steril dari unsur politik. Formulasi kebijakan publik adalah langkah yang
19
paling awal dalam proses kebijakan publik secara keseluruhan, oleh karena
apa yang terjadi pada tahap ini akan sangat menentukan berhasil tidaknya
kebijakan publik yang dibuat itu pada masa yang akan datang. Oleh sebab
itu perlu adanya kehati-hatian lebih dari para pembuat kebijakan ketika akan
melakukan formulasi kebijakan publik ini. Yang harus diingat pula adalah
bahwa formulasi kebijakan publik yang baik adalah formulasi kebijakan
publik yang berorientasi pada implementasi dan evaluasi. Sebab seringkali
para pengambil kebijakan beranggapan bahwa formulasi kebijakan yang
baik itu adalah sebuah uraian konseptual yang sarat dengan pesan-pesan
ideal dan normatif, namun tidak membumi. Padahal sesungguhnya
formulasi kebijakan publik yang baik itu adalah sebuah uraian atas
kematangan pembacaan realitas sekaligus alternatif solusi yang fisibel
terhadap realitas tersebut. Kendati pada akhirnya uraian yang dihasilkan itu
tidak sepenuhnya presisi dengan nilai ideal normatif, itu bukanlah masalah
asalkan uraian atas kebijakan itu presisi dengan realitas masalah kebijakan
yang ada dilapangan (Fadillah, 2001:49-50).
Solichin Wahab menyebutkan, bahwa seorang pakar dari Afrika,
Chief J.O. Udoji (1981) merumuskan secara terperinci pembuatan kebijakan
negara dalam hal ini adalah formulasi kebijakan sebagai :
“The whole process of articulating and defining problems, formulating possible solutions into political demands, chenelling those demands into the political system, seeking sanctions or legitimation of the preferred course of action, legitimation and implementation, monitoring and review (feedback)” (Keseluruhan proses yang menyangkut pengartikulasian dan pendefinisian masalah, perumusan kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dalam bentuk tuntutan-tuntutan politik, penyaluran tuntutan-
20
tuntutan tersebut kedalam sistem politik, pengupayaan pemberian sanksi-sanksi atau legitimasi dari arah tindakan yang dipilih, pengesahan dan pelaksanaan/implementasi monitoring dan peninjauan kembali (umpan balik) (Wahab, 2002:17).
Menurut pendapatnya, siapa yang berpartisipasi dan apa peranannya
dalam proses tersebut untuk sebagian besar akan tergantung pada struktur
politik pengambilan keputusan itu sendiri.
Untuk lebih jauh memahami bagaimana formulasi kebijakan publik
itu, maka ada empat hal dalam Putra, 2001:50-62 yang dijadikan
pendekatan-pendekatan dalam formulasi kebijakan publik dimana sudah
dikenal secara umum oleh khalayak kebijakan publik yaitu :
1. Pendekatan Kekuasaan dalam pembuatan Kebijakan Publik
2. Pendekatan Rasionalitas dan Pembuatan Kebijakan publik
3. Pendekatan Pilihan Publik dalam Pembuatan Kebijakan Publik
4. Pendekatan Pemrosesan Personalitas, Kognisi dan Informasi
dalam Formulasi Kebijakan Publik
Oleh sebab itu dalam proses formulasi kebijakan publik ini Fadillah
mengutip pendapat dari Yezhezkhel Dror dalam Putra, 2001:75-76 yang
membagi tahap-tahap proses-proses kebijakan publik dalam 18 langkah
yang merupakan uraian dari tiga tahap besar dalam proses pembuatan
kebijakan publik yaitu :
a. Tahap Meta Pembuatan kebijakan Publik (Metapolicy-making stage): 1. Pemrosesan nilai; 2. Pemrosesan realitas; 3. Pemrosesan masalah; 4. Survei, pemrosesan dan pengembangan sumber daya; 5. Desain, evaluasi, dan redesain sistem pembuatan kebijakan
publik; 6. Pengalokasian masalah, nilai, dan sumber daya; 7. Penentuan strategi pembuatan kebijakan.
b. Tahap Pembuatan Kebijakan Publik (Policy making) 1. Sub alokasi sumber daya; 2. Penetapan tujuan operasional, dengan beberapa prioritas; 3. Penetapan nilai-bilai yang signifikan, dengan beberapa
prioritas; 4. Penyiapan alternatif-alternatif kebijakan secara umum;
21
5. Penyiapan prediksi yang realistis atas berbagai alternatif tersebut diatas, berikut keuntungan dan kerugiannya;
6. Membandingkan masing-masing alternatif yang ada itu sekaligus menentukan alternatif mana yang terbaik;
7. Melakukan ex-ante evaluation atas alternatif terbaik yang telah dipilih tersebut diatas.
c. Tahap Pasca Pembuatan Kebijakan Publik (Post policy-making stage) 1. Memotivasi kebijakan yang akan diambil; 2. Mengambil dan memutuskan kebijakan publik; 3. Mengevaluasi proses pembuatan kebijakan publik yang telah
dilakukan; 4. Komunikasi dan umpan balik atas seluruh fase yang telah
dilakukan. Analisis kebijakan dilakukan untuk menciptakan, secara kritis
menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan dalam satu atau lebih tahap proses pembuatan kebijakan. Tahap
tahap tersebut mencerminkan aktivitas yang terus berlangsung yang terjadi
sepanjang waktu. Setiap tahap berhubungan dengan tahap yang berikutnya,
dan tahap terakhir (penilaian kebijakan) dikaitkan dengan tahap pertama
(penyusunan agenda), atau tahap ditengah, dalam lingkaran aktivitas yang
tidak linear. Aplikasi prosedur dapat membuahkan pengetahuan yang
relevan dengan kebijakan yang secara langsung mempengaruhi asumsi,
keputusan, dan aksi dalam satu tahap yang kemudian secara tidak langsung
mempengaruhi kinerja tahap-tahap berikutnya. Aktivitas yang termasuk
dalam aplikasi prosedur analisis kebijakan adalah tepat untuk tahap-tahap
tertentu dari proses pembuatan kebijakan, seperti ditunjukan dalam segi
empat (tahap-tahap pembuatan kebijakan) dan oval yang digelapkan
(prosedur analisis kebijakan) dalam bagan terdapat sejumlah cara dimana
penerapan analisis kebijakan dapat memperbaiki proses pembuatan
kebijakan dan kinerjanya (N. Dunn. 2000:23).
22
Tabel 5 Tahap-tahap dalam Proses Pembuatan Kebijakan
FASE KARAKTERISTIK PENYUSUNAN AGENDA Para pejabat yang dipilih dan diangkat
menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.
FORMULASI KEBIJAKAN
Para pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah. Alternatif kebijakan melihat perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan, dan tindakan legislatif.
ADOPSI KEBIJAKAN Alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsesnsus diantara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia.
PENILAIAN KEBIJAKAN
Unit-unit pemeriksanaan dan akuntansi dalam pemerintahan menentukan apakah badan-badan eksekutif. Legislatif, dan peradilan memenuhi persyaratan undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan.
Sumber : Dunn, 2000:24.
23
Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Gambar 1. Bagan Kedekatan prosedur Analisis Kebijakan dengan Tipe-tipe Pembuatan Kebijakan
Sumber : William N. Dunn, 2000:25.
Keterangan :
1. Perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi
masalah dan memasuki proses pembuatan kebijakan melalui penyusunan
agenda (agenda setting). Perumusan masalah dapat membantu
menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis penyebab-
Penilaian
Perumusan masalah
Peramalan
Rekomendasi
Pemantauan
Penilaian Kebijakan
24
penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan memadukan
pandangan-pandangan yang bertentangan dan merancang peluang-peluang
kebijakan yang baru.
2. Peramalan dapat menyediakan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan tentang masalah yang akan terjadi dimasa mendatang sebagai
akibat dari diambilnya alternatif, termasuk tidak melakukan sesuatu. Ini
dilakukan dalam tahap formulasi kebijakan. Peramalan dapat menguji
masa depan yang potensial, dan secara normatif bernilai mengestimasi
akibat dari kebijakan yang ada atau yang diusulkan, mengenali kendala-
kendala yang mungkin akan terjadi dalam pencapaian tujuan dan
mengestimasi kelayakan politik (dukungan dan oposisi) dari berbagai
pilihan.
3. Rekomendasi membuahkan pengatahuan yang relevan dengan kebijakan
tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang akibatnya dimasa
mendatang telah diestimasikan melalui peramalan. Ini membantu
pengambilan kebijakan pada tahap adopsi kebijakan. Rekomendasi
membantu mengestimasi tingkat resiko dan ketidakpastian, mengenal
eksternalitas dan akibat ganda, menentukan kriteria dalam pembuatan
pilihan, dan mentukan pertanggungjawaban administratif bagi
implementasi kebijakan.
4. Pemantauan (monitoring) menyediakan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya. Ini
membantu pengambil kebijakan pada tahap implementasi kebijakan
25
dengan menggunakan berbagai indikator kebijakan di bidang pendidikan,
kesehatan, perumahan, kesejahteraan, dan lain-lain. Pemantauan
membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat-akibat yang
tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi hambatan
dan rintangan implementasi, dan menemukan letak pihak-pihak yang
bertanggungjawab pada setiap tahap kebijakan.
5. Evaluasi (Penilaian) membuahkan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang
diterapkan dengan yang benar-benar dihasilkan. Jadi ini membantu
pengambilan kebijakan terhadap proses pembuatan kebijakan. Evaluasi
tidak hanya menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah
terselesaikan, tetapi juga menyumbang pada klarifikasi dan kritik terhadap
nilai-nilai yang mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan
perumusan kembali masalah. (Dunn. 2000:26-29).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan / kebijakan
menurut Nigro and Nigro dalam buku karya M. Irfan Islamy yang berjudul
Prinsip-prinsip perumusan Kebijaksanaan Negara adalah sebagai berikut :
a. Adanya pengaruh tekanan dari luar
b. Adanya pengaruh kebiasaan lama (konsevatisme)
c. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi
d. Adanya pengaruh dari kelompok luar
e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu.
Hal tersebut selalu saja terjadi pada setiap usaha perumusan kebijakan
khususnya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk kepentingan rakyat
dimana ternyata pada kenyataannya proses penentuan keputusan atau
26
kebijakan tersebut kental dengan berbagai macam pengaruh-pengaruh yang
bersifat negatif.
Sebaliknya kesalahan-kesalahan umum yang sering terjadi dalam
proses pembuatan keputusan menurut Nigro and Nigro dalam Islamy,
1986:25-26 adalah sebagai berikut:
a. Cara berfikir yang sempit (Cognitive nearsightedness)
b. Adanya asumsi bahwa masa depan akan mengulangi masa lalu
(Assumption that future will repeat past)
c. Terlampau menyederhanakan sesuatu (Over simplication)
d. Terlampau menggantungkan pada pengalaman satu orang
(Overreliance on one’sown experience)
e. Keputusan-keputusan yang dilandasi oleh prakonsepsi para
pembuat keputusan (Preconceived nations)
f. Tidak adanya keinginan untuk melakukan percobaan
(Unwillingness to experiment)
g. Keengganaan untuk membuat keputusan (Reluctance to decide).
Kesalahan-kesalahan tersebut merupakan kesalahan yang sangat fatal
sekali khususnya didalam pembuatan suatu kebijakan yang menyangkut
kepentingan bersama sehingga semaksimal mungkin kesalahan tersebut harus
diminimalisir atau dihilangkan jika tidak ingin mendapatkan masalah pada
tahap pengimplementasian dilapangan yang berdampak pada citra buruk para
penentu kebijakan tersebut sekaligus kebijakan itu sendiri.
2. Implementasi Kebijakan
a. Pengertian Implementasi Kebijakan serta Faktor Keberhasilan
dan Kegagalannya dalam Implementasi
Menurut Grindle (1980) implementasi kebijakan sesungguhnya
bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran
27
keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat
saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut
masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari
kebijakan. Oleh karena itu tidak terlalu salah jika dikatakan
implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan
proses kebijakan. Sebaik apapun sebuah kebijakan tidak akan ada
manfaatnya bila tidak dapat diterapkan sesuai dengan rencana.
Penerapan adalah suatu proses yang tidak sederhana (Solichin, 1997:45).
Bahkan Udoji mengatakan dengan tegas bahwa “The execution of
policies is a important if not more important than policy-making. Policy
will remain dreams or blue prints file jackets unless they are
implemented” (Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting,
bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan.
Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus
yang tersimpan rapih dalam arsip jika tidak diimplementasikan). Oleh
karena itu implementasi kebijakan perlu dilakukan secara arif, bersifat
situasional mengacu pada semangat kompetensi dan berwawasan
pemberdayaan (Solichin, 1997:45). Untuk mengimplementasikan suatu
kebijakan diperlukan lebih banyak yang terlibat baik tenaga kerja
maupun kemampuan organisasi. Penerapan kebijakan bersifat interaktif
dalam proses perumusan kebijakan. Penerapan sebagai sebuah proses
interaksi antara suatu tujuan dan tindakan yang mampu untuk
meraihnya. Penerapan merupakan kemampuan untuk membentuk
hubungan-hubungan lebih lanjut dalam rangkaian sebab akibat yang
menghubungan tindakan dengan tujuan.
Mengimplementasikan sebuah kebijakan bukanlah masalah yang
mudah terutama dalam mencapai tujuan bersama, cukup sulit untuk
membuat sebuah kebijakan publik yang baik dan adil. Dan lebih sulit
lagi untuk melaksanakannya dalam bantuk dan cara yang memuaskan
semua orang termasuk mereka yang dianggap klien. Masalah lainnya
adalah kesulitan dalam memenuhi tuntutan berbagai kelompok yang
28
dapat menyebabkan konflik yang mendorong berkembangnya pemikiran
politik sebagai konflik.
Definisi dan konsep implementasi kebijakan publik ini sangat
bervariasi. Menurut Van Meter dan Van Horn yang dikutip oleh Putra
(2001 : 81) menyatakan bahwa implementasi kebijakan adalah :
“Pelaksanaan dan pengendalian arah tindakan kebijakan sampai tercapainya hasil kebijakan”. Kemudian merumuskan proses implementasi kebijakan sebagai : “Policy implementation encompasses those actions by public or private individuals (or group) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions” (pernyataan ini memberikan makna bahwa implementasi kebijakan adalah keseluruhan tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu, dan kelompok-kelompok pemerintah dan swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan dan sasaran, yang menjadi prioritas dalam keputusan kebijakan)
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa implementasi
kebijakan meliputi semua tindakan yang berlangsung antara pernyataan
atau perumusan kebijakan dan dampak aktualnya.
Didalam artikel yang membahas mengenai Studi Niat
Berimigrasi di Tiga Kota, Determinan dan Intervensi Kebijaksanaan
ditulis, bahwa untuk mengukur kinerja implementasi kebijakan menurut
pendapat Keban yang dikutip dari pendapat Van Meter dan Van Horn
yang menyatakan menyatakan “Suatu kebijakan tentulah menegaskan
standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana
kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas
tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut”. Lebih sederhana lagi
kinerja (performance) merupakan tingkat pencapaian hasil atau the
degree of accomplishment. Dalam model Van Meter dan Van Horn ini
ada enam faktor yang dapat meningkatkan kejelasan antara kebijakan
dan kinerja implementasi, variabel-variabel tersebut adalah standar dan
sasaran kebijakan, komunikasi antar organisasi dan pengukuran
aktivitas, karakteristik organisasi komunikasi antar organisasi, kondisi
sosial, ekonomi dan politik, sumber daya, sikap pelaksana.
29
Pada dasarnya indikator kinerja untuk menilai derajat pencapaian
standar dan sasaran kebijakan dapat dijelaskan bahwa kegiatan itu
melangkah dari tingkat kebijakan yang masih berupa dokumen peraturan
menuju penentuan standar spesifik dan kongkrit dalam menilai kinerja
program. Dengan standar dan sasaran dapat diketahui seberapa besar
keberhasilan program yang telah dicapai.
Ripley dan Franklin dalam bukunya yang berjudul Birokrasi dan
Implementasi Kebijakan (Policy Implementation and Bureaucracy)
menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan atau program
dapat ditujukan dari tiga faktor yaitu :
1. Perspektif kepatuhan (compliance) yang mengukur
implementasi dari kepatuhan strect level bereau crats
terhadap atasan mereka.
2. Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas
dan tiadanya persoalan.
3. Implementasi yang berhasil mengarah kepada kinerja yang
memuaskan semua pihak terutama kelompok penerima
manfaat yang diharapkan”.
Secara sederhana ketiga faktor diatas merupakan suatu kepastian
dalam menilai keberhasilan suatu implementasi kebijakan sehingga
kurang hilangnya salah satu faktor mempengaruhi sekali terhadap
kinerja kebijakan tersebut.
Kemudian sebaliknya Jam Marse mengemukakan bahwa ada tiga
faktor yang dapat menimbulkan kegagalan dalam implementasi
kebijakan yaitu:
1. Isu kebijakan. Implementasi kebijakan dapat gagal karena
masih ketidaktetapan atau ketidak tegasan intern maupun
ekstern atau kebijakan itu sendiri, menunjukan adanya
kekurangan yang menyangkut sumber daya pembantu.
30
2. Informasi. Kekurangan informasi dengan mudah
mengakibatkan adanya gambaran yang kurang tepat baik
kepada objek kebijakan maupun kepada para pelaksana dari
isi kebijakan yang akan dilaksanakannya dan hasil-hasil dari
kebijakan itu.
3. Dukungan. Implementasi kebijakan publik akan sangat sulit
bila pada pelaksanaanya tidak cukup dukungan untuk
kebijakan tersebut.
Ketiga faktor yang dapat menimbulkan kegagalan dalam proses
implementasi kebijakan sebelumnya harus sudah difikirkan dalam
merumuskan kebijakan, sebab tidak tertutup kemungkinan kegagalan
didalam penerapan kebijakan sebagaian besar terletak pada awal
perumusan kebijakan oleh pemerintah sendiri yang tidak dapat bekerja
maksimal dan bahkan tidak tahu apa yang harus dilakukan.
b. Model-model Implementasi Kebijakan
Sekalipun dalam khasanah ilmu kebijakan negara atau analisis
kebijakan negara telah banyak dikembangkan model-model atau teori
yang membahas tentang implementasi kebijakan namun penulis hanya
akan membicarakan beberapa model implementasi kebijakan yang
relatif baru dan banyak mempengaruhi berbagai pemikiran maupun
tulisan para ahli.
Pertama, model yang dikembangkan oleh Hogwood dan Gunn
(1978; 1986) dalam Solichin, 2002:70-78 . Model ini kerap kali disebut
sebagai “The top down approach”, menurutnya untuk
mengimplementasikan kebijakan negara secara sempurna maka
diperlukan beberapa persyaratan tertentu, syarat-syarat itu adalah
sebagai berikut :
1. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh Badan/Instansi
pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan/kendala yang
serius
31
2. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber yang
cukup memadai
3. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar
tersedia
4. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu
hubungan kausalitas yang andal
5. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit
mata rantai penghubungnya
6. Hubungan saling ketergantungan harus sedikit
7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap
tujuan
8. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang
tepat
9. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna
10. Pihak-pihak yang memiliki wewenang dan kekuasaan dapat
menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
Kedua, model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van
Horn (1975), yang disebut sebagai A model of the policy implementation
process (model proses implementasi kebijakan) dimana dalam teorinya
beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses
implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijaksanaan yang akan
dilaksanakan. Selanjutnya mereka menawarkan suatu pendekatan yang
mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan
implementasi dan suatu model konseptual yang mempertalikan
kebijakan dengan prestasi kerja (performance). Kedua hali ini
menegaskan pula pendiriannya bahwa perubahan, kontrol dan kepatuhan
bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam prosedur-prosedur
implementasi. Van Meter dan Van Horn kemudian berusaha membuat
tipologi kebijakan sebagai berikut :
a. Jumlah masing-masing perubahan yang akan dihasilkan dan,
32
b. Jangkauan atau ruang lingkup kesepakatan terhadap tujuan diantara
pihak-pihak yang terlibat dalam proses implementasi
Alasan yang dikemukakannya ini ialah bahwa proses
implementasi itu akan dipengaruhi oleh dimensi-dimensi kebijaksanaan
semacam itu, dalam artian bahwa implementasi kebanyakan akan
berhasil apabila perubahan yang dikehendaki relatif sedikit, sementara
kesepakatan terhadap tujuan --- terutama dari mereka yang
mengoperasikan program dilapangan relatif tinggi (Solichin, 2002:78-
79).
Ketiga, model yang dikembangkan oleh Mazmanian dan Sbatier
yang disebut A frame work for implementation analisys (kerangka
analisis implementation) dalam Solichin, 2002:81. Kedua ahli ini
berpendapat bahwa peran penting dari analisis implementasi
kebijaksanaan negara ialah mengidentifikasikan variabel-variabel yang
mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan
proses implementasi. Variabel-variabel yang dimaksud dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu :
1. Mudah tidaknya masalah yang akan digarap dikendalikan
2. Kemampuan keputusan kebijaksanaan untuk menstrukturkan
secara tepat proses implementasinya; dan
3. Pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap
keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam
keputusan kebijaksanaan tersebut.
33
Dari model-model yang disajikan tersebut ada yang relatif
abstrak, dan ada pula yang relatif operasional. Sekalipun demikian
peneliti tidak bermaksud untuk menilai mana yang diantara model-
model tersebut yang baik atau paling tepat, sebab penggunaan model ini
untuk keperluan penelitian/analisis sedikit banyak akan tergantung pada
kompleksitas permasalahan kebijakan yang dikaji serta tujuan dan
analisis itu sendiri. Sebagai pedoman awal barangkali ada baiknya
diingat bahwa semakin kompleks permasalahan kebijakan dan semakin
mendalam analisis yang dilakukan, semakin diperlukan teori atau model
yang relatif operasional yang mampu menjelaskan hubungan kausalitas
antar yang menjadi fokus analisis.
D. Revitalisasi
Dalam Pedoman Umum Program Penataan dan Revitalisasi Kawasan,
diterbitkan Departemen Permukiman dan Dirjen Tata Perkotaan dan Tata
Perdesaan (2003:1), disebutkan bahwa pengertian penataan dan revitalisasi
kawasan adalah rangkaian upaya untuk menghidupkan kembali kawasan yang
cenderung mati, meningkatkan nilai-nilai vitalitas yang strategis dan signifikan
dari kawasan yang masih mempunyai potensi dan atau mengendalikan kawasan
yang cenderung kacau atau semrawut.
Pengertian revitalisasi adalah merubah tempat agar dapat digunakan untuk
fungsi yang lebih sesuai (Piagam Burra,dalam Sidharta ,1989:11). Revitalisasi
lebih kepada upaya untuk mengembalikan atau menghidupkan kembali kawasan
yang tidak berfungsi atau menurun fungsinya agar berfungsi kembali, atau menata
dan mengembangkan kawasan yang berkembang pesat namun kondisinya
cenderung tidak terkendali. Maksud kegiatan penataan dan revitalisasi kawasan
adalah untuk meningkatkan aktivitas dan kenyamanan lingkungan yang dapat
berdampak pada peningkatan kualitas hidup masayarakat, pertumbuhan dan
stabilitas ekonomi lokalnya.
34
Seperti halnya yang tercantum pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor: 18/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan, dimana di
dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan Revitalisasi adalah upaya untuk
meningkatkan nilai lahan/kawasan melalui pembangunan kembali dalam suatu
kawasan yang dapat meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya. Dokumen
Revitalisasi Kawasan, yaitu dokumen yang memuat materi pokok Revitalisasi
Kawasan sebagai hasil proses studi dan pengembangan konsep, penyusunan
rencana detail pelaksanaan, pelaksanaan konstruksi, pengelolaan, dan
pemasaran. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta
pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan
keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan
keadaan menurut periode yang dikehendaki. Kawasan adalah wilayah yang
memiliki fungsi utama lindung atau budi daya. Sedangkan, vitalitas kawasan
adalah kualitas suatu kawasan yang dapat mendukung kelangsungan hidup
warganya, dan mendukung produktivitas sosial, budaya, dan ekonomi
dengan tetap mempertahankan kualitas lingkungan fisik, dan/atau mencegah
kerusakan warisan budaya. Warisan budaya disini merupakan warisan
budaya terbangun di perkotaan maupun perdesaan yang perlu
dipertahankan keutuhan kawasan inti dan keaktifan dalam pelestarian bangunan
kuno/bersejarah. Kawasan strategis nasional merupakan wilayah yang
penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting
secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan
negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan termasuk wilayah yang
ditetapkan sebagai warisan dunia. Sedangkan kawasan strategis provinsi adalah
wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh
sangat penting dalam lingkungan provinsi terhadap ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau lingkungan. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah
wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting dalam lingkungan kabupaten/kota terhadap ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau lingkungan. Peran masyarakat dalam revitalisasi
kawasan adalah berbagai kegiatan masyarakat yang merupakan perwujudan
35
kehendak masyarakat untuk memantau dan menjaga ketertiban, memberi
masukan, menyampaikan pendapat dan pertimbangan, serta melakukan
gugatan perwakilan berkaitan dengan revitalisasi kawasan. Pembinaan
revitalisasi kawasan adalah kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan
pengawasan agar revitalisasi kawasan dapat berlangsung tertib dan sesuai
dengan fungsinya, serta terwujudnya kepastian hukum.
Arti penting revitalisasi adalah upaya mencegah hilangnya aset-aset kota
yang menandai rangkaian riwayat panjang perjalanan suatu kota beserta
masyarakat yang ada di dalamnya, karena penghilangan aset kota merupakan
salah satu penyebab utama memudarnya karakter suatu kota (Dalam Pedoman
Umum Program Penataan dan Revitalisasi Kawasan, diterbitkan Departemen
Permukiman dan Dirjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, 2003:1).
Beberapa jurnal mengenai revitalisasi menyebutkan bahwa revitalisasi
adalah upaya memvitalkan/menghidupkan kembali suatu kawasan atau bagian
kota yang dulunya pernah vital/hidup tetapi mengalami kemunduran.
Keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu menciptakan
lingkungan yang menarik. Maksudnya kegiatan tersebut harus berdampak positif,
serta dapat meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial masyarakat (Danisworo
dan Widjaja Kusuma, Jurnal Info URDI Vol.13).
Jurnal lainnya menyebutkan, Implementasi program revitalisasi akan
menyebabkan permasalahan lokal kawasan, apabila dalam pengembangannya
kurang mempertimbangkan tata nilai budaya lokal, kebiasaan, aktivitas rutin dan
tradisi masyarakat setempat. Permasalahan tersebut berupa penolakan kebijakan
dari warga setempat yang diwujudkan dengan : (1) Kompromi bersyarat, (2)
Protes melalui jalur formal, (3) Acuh terhadap anjuran pemerintah, (4) Bertahan
dengan pembatas fisik, (5) Protes menolak melalui media, (6) penolakan bersama
dalam satuan warga. Oleh karena itu, dalam proses implementasi revitalisasi
36
hendaknya memikirkan masyarakat setempat dan memberikan pemahaman
mengenai program yang akan dilaksanakan (Kautsary, Jurnal Pondasi vol.13 no.1,
2007).
Revitalisasi dalam salah satu konsepsi dimasukkan menjadi bagian dari
konservasi (pelestarian). Namun konservasi tidak hanya bertujuan untuk
melestarikan suatu tempat atau kawasan bersejarah, tetapi juga sebagai alat untuk
mengembalikan utilitas suatu kawasan. Konservasi merupakan istilah yang
menjadi payung dari semua kegiatan pelestarian sesuai dengan kesepakatan
internasional yang telah dirumuskan dalam Piagam Burra tahun 1981. Beberapa
batasan pengertian tantang istilah-istilah dasar yang disepakati dalam Piagam
Burra (The Burra Charter dalam Sidharta,1989:10-11), adalah:
a. Konservasi
Adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna cultural yang
dikandungnya terpelihara dengan baik. Konservasi dapat meliputi seluruh
kegiatan pemeliharaan dan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat dapat pula
mencakup preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi dan revitalisasi.
b. Preservasi
Adalah pelestarian suatu tempat persis seperti keadaan aslinya tanpa ada
perubahan, termasuk upaya mencegah penghancuran.
c. Restorasi/ Rehabilitasi
37
Adalah mengembangkan suatu tempat semirip mungkin dengan keadaan
semula, dengan menggunakan bahan lama maupun bahan baru.
d. Revitalisasi/ adaptasi
Adalah mengubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang lebih
sesuai adalah kegunaan yang tidak menuntut perubahan drastis, atau yang hanya
memerlukan sedikit dampak minimal.
e. Demolisi
Adalah penghancuran atau perombakan suatu bagunan yang sudah rusak
atau membahayakan. Dalam Pedoman Umum Program Penataan dan Revitalisasi
Kawasan, diterbitkan Departemen Permukiman dan Dirjen Tata Perkotaan dan
Tata Perdesaan (2003:9), disebutkan beberapa kegiatan yang dilakukan dalam
revitalisasi suatu kawasan, meliputi :
1. Identifikasi signifikansi budaya dan historis yang pernah dimiliki oleh
suatu kawasan baik pada setting kawasan (bangunan dan ruang) maupun fungsi
sosial, ekonomi dan budaya
2. Identifikasi kondisi, potensi dan permasalahan saat ini
38
3. Penyusunan skenario penataan dan revitalisasi kawasan
4. Perencanaan penataan fisik kawasan
5. Pemrograman dan pendanaan, sebagai suatu bentuk kesepakatan
Pemerintah
E. Pariwisata
1. Pengertian Pariwisata
Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan bertujuan untuk rekreasi
atau liburan, dan refresing. Seorang wisatawan atau turis adalah seseorang yang
melakukan perjalanan paling tidak sejauh 80 km (50 mil) dari rumahnya dengan
tujuan rekreasi. Definisi yang lebih lengkap, turisme adalah industri jasa. Mereka
menangani jasa mulai dari transportasi, jasa keramahan, tempat tinggal, makanan,
minuman, dan jasa bersangkutan lainnya seperti bank, asuransi, keamanan, dll.
Dan juga menawarkan tempat istrihat, budaya, pelarian, petualangan, dan
pengalaman baru dan berbeda lainnya.
Banyak negara, bergantung banyak dari industri pariwisata ini sebagai
sumber pajak dan pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada
wisatawan. Oleh karena itu pengembangan industri pariwisata ini adalah salah
satu strategi yang dipakai oleh Organisasi Non-Pemerintah untuk mempromosikan
wilayah tertentu sebagai daerah wisata untuk meningkatkan perdagangan melalui
penjualan barang dan jasa kepada orang non-lokal.
Menurut Undang Undang No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, yang
dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang
didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat,
pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
39
Secara etimologis pariwisata berasal dari bahasa sansekerta, yang terdiri dari
dua suku kata Pari yang berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, lengkap. Dan
kata wisata yang berarti perjalanan, bepergian yang bersinonim dengan kata travel
dalam bahasa Inggris, maka dapat di artikan bahwa pariwisata adalah perjalanan
yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari satu tempat ke tempat lain.
Menurut UU No.9 tahun 1990 Bab 1 Pasal 1, wisata adalah kegiatan
perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela
serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Pariwisata
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan
objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.
Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan
pariwisata. Artinya semua kegiatan dan urusan yang ada kaitannya dengan
perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, pengawasan, pariwisata baik yang
dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta dan masyarakat disebut Kepariwisataan.
Menurut James J. Spillance Pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke
tempat lain yang bersifat sementara, dilakukan perorangan atau kelompok sebagai
usaha mencari keseimbangan, keserasian dalam dimensi sosial budaya dan ilmu.
Menurut Mc. Intosh dan Goelder Pariwisata adalah ilmu atau seni dan bisnis
yang dapat menarik dan menghimpun pengunjung, termasuk didalamnya bebagai
akomoditasi dan catering yang dibutuhkan dan diminati oleh pengunjung.
Menurut Gluckmann Keseluruhan hubungan antar manusia yang hanya
berada sementara waktu dalam suatu tempat dengan manusia yang tinggal di
tempat itu
Suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu yang
diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud bukan mencari
nafkah ditempat yang dikunjunginya tetapi semata-mata untuk menikmati
perjalanan tersebut guna bertamasya memenuhi keinginan yang beragam.
2. Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Pariwisata
40
a.Jenis-Jenis Pariwisata
Jenis-jenis pariwisata menurut James J. Spillane (1987:29-31) berdasarkan
motif tujuan perjalanan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis pariwisata
khusus, yaitu :
1) Pariwisata untuk menikmati perjalanan (Pleasure Tourism)
Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang meninggalkan tempat
tinggalnya untuk berlibur, mencari udara segar, memenuhi kehendak
ingintahunya, mengendorkan ketegangan syaraf, melihat sesuatu yang baru,
menikmati keindahan alam, mengetahui hikayat rakyat setempat, mendapatkan
ketenangan.
2) Pariwisata untuk rekreasi (Recreation Tourism)
Pariwisata ini dilakukan untuk pemanfaatan hari-hari libur untuk
beristirahat, memulihkan kembali kesegaran jasmani dan rohaninya, dan
menyegarkan diri dari keletihan dan kelelahannya. Dapat dilakukan pada tempat
yang menjamin tujuan-tujuan rekreasi yang menawarkan kenikmatan yang
diperlukan seperti tepi pantai, pegunungan, pusat-pusat peristirahatan dan pusat-
pusat kesehatan.
3) Pariwisata untuk kebudayaan (Cultural Tourism)
Jenis ini ditandai oleh adanya rangkaian motivasi, seperti keinginan untuk
belajar di pusat-pusat pengajaran dan riset, mempelajari adat-istiadat,
kelembagaan, dan cara hidup masyarakat yang berbeda-beda, mengunjungi
monumen bersejarah, peninggalan masa lalu, pusat-pusat kesenian dan
keagamaan, festival seni musik, teater, tarian rakyat dan lain-lain.
4) Pariwisata untuk olahraga (Sports Tourism)
Pariwisata ini dapat dibagi lagi menjadi dua kategori:
41
a) Big sports events, yaitu peristiwa-peristiwa olahraga besar seperti
Olympiade Games, kejuaraan ski dunia, kejuaraan tinju dunia, dan lainlain yang
menarik perhatian bagi penonton atau penggemarnya.
b) Sporting tourism of the Practitioners, yaitu pariwisata olahraga bagi
mereka yang ingin berlatih dan mempraktekkan sendiri seperti pendakian gunung,
olahraga naik kuda, berburu, memancing dan lain-lain.
5) Pariwisata untuk urusan usaha dagang (Business Tourism)
Menurut para ahli teori, perjalanan pariwisata ini adalah bentuk profesional
travel atau perjalanan karena ada kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang
tidak memberikan kepada seseorang untuk memilih tujuan maupun waktu
perjalanan.
6) Pariwisata untuk berkonvensi (Convention Tourism)
Pariwisata ini banyak diminati oleh negara-negara karena ketika diadakan
suatu konvensi atau pertemuan maka akan banyak peserta yang hadir untuk
tinggal dalam jangka waktu tertentu dinegara yang mengadakan konvensi. Negara
yang sering mengadakan konvensi akan mendirikan bangunan-bangunan yang
menunjang diadakannya pariwisata konvensi.
b. Bentuk Pariwisata
Ada berbagai macam bentuk perjalanan wisata menurut Gamal Suwantoro
(2004:14-17) bila ditinjau dari berbagai macam segi, yaitu:
1) Dan segi jumlahnya wisata dibedakan atas:
a) Individual tour (wisatawan perseorangan) yaitu suatu perjalanan wisata
yang dilakukan oleh satu orang atau pasangan suami istri.
b) Family group tour (wisata keluarga) yaitu suatu perjalanan wisata yang
dilakukan oleh serombongan keluarga yang masih mempunyai hubungan
kekerabatan.
42
c) Group tour (wisata rombongan) yaitu perjalanan wisata yang dilakukan
bersama-sama dan dipimpin oleh seseorang. .
2) Dari segi kepengaturannya wisata dibedakan atas:
a) Pre-arranged tour (wisata berencana) yaitu suatu perjalanan wisata yang
telah diatur pada jauh hari sebelumnya.
b) Package tour (wisata paket atau paket wisata) yaitu suatu produk
perjalanan wisata yang dijual oleh suatu perusahaan biro perjalanan.
c) Coach tour (wisata terpimpin) yaitu paket perjalanan ekskursi yang dijual
oleh biro perjalanan dengan dipimpin oleh seorang pemandu wisata.
d) Special arranged tour (wisata khusus) yaitu suatu perjalanan wisata yang
disusun secara khusus guna memenuhi permintaan wisatawan atau lebih sesuai
dengan kepentingan wisatawan.
e) Optional tour (wisata tambahan) yaitu suatu perjalanan wisata tambahan
diluar pengaturan yang telah disusun atas permintaan pelanggan.
3) Dari segi maksud dan tujuannya wisata dibedakan atas:
a) Holiday tour (wisata liburan) yaitu suatu perjalanan wisata yang
diselenggarakan dan diikuti oleh anggotanya guna berlibur, bersenang senang dan
menghibur diri.
b) Familiarization tour (wisata pengenalan) yaitu suatu perjalanan yang
dimaksudkan guna mengenal lebih lanjut bidang atau daerah yang mempunyai
kaitan dengan pekerjaan.
c) Educational tour (wisata pendidikan) yaitu suatu perjalanan wisata yang
dimaksudkan untuk memberikan gambaran, studi perbandingan ataupun
pengetahuan mengenai bidang kerja yang dikunjungi.
d) Scientific tour (wisata pengetahuan) yaitu perjalanan wisata yang tujuan
pokoknya adalah untuk memperoleh pengetahuan atau penyelidikan terhadap
suatu bidang ilmu pengetahuan.
43
e) Pileimage tour (wisata keagamaan) yaitu perjalanan wisata yang
dimaksudkan guna melakukan ibadah keagamaan.
f) Special mission tour (wisata program khusus) yaitu suatu perjalanan
wisata yang dimaksudkan untuk mengisi kekosongan khusus.
g) Hunting tour (wisata perburuan) yaitu kunjungan wisata untuk
menyelenggarakan perburuan binatang yang diijinkan sebagai hiburan.
4) Dan segi penyelenggaraannya wisata dibedakan atas:
a) Excursion (ekskursi) yaitu suatu perjalanan wisata jarak pendek yang
ditempuh kurang dari 24 jam guna mengunjungi satu atau lebih objek.
b) Safari tour yaitu perjalanan wisata yang diselenggarakan secara khusus
dengan perlengkapan khusus yang tujuan maupun objeknya bukan merupakan
objek kunjungan wisata pada umumnya.
c) Cruize tour yaitu perjalanan wisata dengan menggunakan kapal pesia
mengunjungii objek wisata bahari dan objek wisata di darat tetapi menggunakan
kapal pesiar.
d) Youth tour (wisata remaja) yaitu kunjungan wisata yang khusus
diperuntukkan bagi para remaja menurut umur yang ditetapkan.
e) Marine tour (wisata bahari) yaitu suatu kunjungan ke objek wisata
khususnya untuk menyaksikan keindahan lautan, wreck-diving (menyelam)
dengan perlengkapan selam lengkap.
c. Industri Pariwisata
Menurut James J. Spillane (1987) terdapat lima unsur industri pariwisata
yang sangat penting, yaitu :
1) Attractions (daya tarik) Attractions dapat digolongkan menjadi dua yaitu
site attractions dan event attractions. Site attractions merupakan daya tarik fisik
yang permanen dengan lokasi yang tetap seperti kebun binatang, keraton dan
museum. Sedangkan event attractions adalah atraksi yang berlangsung sementara
44
dan lokasinya dapat dipindah dengan mudah seperti festival, pameran atau
pertunjukan kesenian daerah.
2) Facilities (fasilitas-fasilitas yang diperlukan)
Fasilitas cenderung berorientasi pada daya tarik disuatu lokasi karena
fasilitas hares terletak dengan pasarnya. Selama tinggal ditempat tujuan wisata
wisatawan memerlukan tidur, makan dan minum oleh karena itu sangat
dibutuhkan fasilitas penginapan. Selain itu ada kebutuhan akansupport industries
seperti toko souvenir, cuci pakaian, pemandu, dan fasilitas rekreasi.
3) Infrastucture (infrastruktur)
Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau belum ada
infrastruktur dasar. Perkembangan infrastruktur perlu untuk mendorong
perkembangan pariwisata. Infrastruktur dan suatu daerah sebenarnya dinikmati
baik oleh wisatawan maupun masyarakat yang juga tinggal di daerah wisata, maka
penduduk akan mendapatkan keuntungan. Pemenuhan atau penciptaan
infrastruktur adalah suatu cara untuk menciptakan suasana yang cocok bagi
perkembangan pariwisata.
4) Transportations (transportasi )
Dalam pariwisata kemajuan dunia transportasi atau, pengangkutan sangat
dibutuhkan karean sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu perjalanan
wisata. Transportasi baik darat, udara maupun laut merupakan suatu unsur utama
langsung yang merupakan tahap dinamis gejala-gejala pariwisata.
5) Hospitality (keramahtamahan)
Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka kenal
memerlukan kepastian jaminan keamanan khususnya untuk wisatawan asing yang
memerlukan gambaran tentang tempat tujuan wisata yang akan didatangi. Maka
kebutuhan dasar akan keamanan dan perlindungan harus disediakan dan juga
45
keuletan serta kerarnahtamahan tenaga kerja wisata perlu dipertimbangkan supaya
wisatawan merasa aman dan nyaman selama perjalanan wisata.
d.Wisatawan
Adapun pengertian wisatawan antara lain:
1) Menurut Smith (dalam Kusumaningrum, 2009:16), menjelaskan bahwa
wisatawan adalah orang yang sedang tidak bekerja, atau sedang berlibur dan
secara sukarela mengunjungi daerah lain untuk mendapatkan sesuatu yang lain.
2) Menurut WTO (dalam Kusumaningrum, 2009:17) membagi wisatawan
kedalam tiga bagian yaitu:
a) Pengunjung adalah setiap orang yang berhubungan ke suatu Negara lain
dimana ia mempunyai tempat kediaman, dengan alasan melakukan pekerjaan
yang diberikan oleh Negara yang dikunjunginya.
b) Wisatawan adalah setiap orang yang bertempat tinggal di suatu Negara
tanpa tanpa memandang kewarganegaraannya, berkunjung kesuatu tempat pada
Negara yang sama untuk waktu lebih dari 24 jam yang tujuan perjalanannya dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:Memanfaatkan waktu luang untuk rekreasi,
liburan, kesehatan, pendidikan, keagamaan dan olahraga. Bisnis atau mengunjungi
kaum keluarga.
3) Darmawisata atau excursionist adalah pengunjung sementara yang
menetap kurang dari 24 jam di Negara yang dikunjungi, termasuk orang yang
berkeliling dengan kapal pesiar.
4) Menurut Komisi Liga Bangsa–bangsa 1937 (dalam Irawan, 2010:12),
“…wisatawan adalah orang yang selama 24 jam atau lebih mengadakan
perjalanan di negara yang bukan tempat kediamannya yang biasa.”
5) Di dalam Instruksi Presiden RI No. 9, 1969, bab 1 pasal 1 (dalam
Irawan, 2010:13) dijelaskan bahwa “…wisatawan ialah setiap orang yang
46
bepergian dari tempat tinggal untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati
perjalanan dan kunjungan itu”.
Wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah biasanya benar-benar ingin
menghabiskan waktunya untuk bersantai, menyegarkan fikiran dan benar-benar
ingin melepaskan diri dari rutinitas kehidupan sehari-hari. Jadi bisa juga dikatakan
wisatawan adalah seseorang yang melakukan perjalanan dari suatu tempat lain
yang yang jauh dari rumahnya bukan dengan alasan rumah atau kantor
(Kusumaningrum, 2009: 17).
3. Peran Pariwisata Dalam Pembangunan
Dewasa ini maupun pada masa yang akan datang, kebutuhan untuk
berwisata akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk
dunia, serta perkembangan penduduk dunia yang semakin membutuhkan
refressing akibat dari semakin tingginya kesibukan kerja. Menurut Fandeli
(1995:50-51) faktor yang mendorong manusia berwisata adalah:
a. keinginan untuk melepaskan diri tekanan hidup sehari-hari di kota,
keinginan untuk mengubah suasana dan memanfaatkan waktu senggang;
b. kemajuan pembangunan dalam bidang komunikasi dan transportasi;
c. keinginan untuk melihat dan memperoleh pengalaman-pengalaman baru
mengenai masyarakat dan tempat lain;
d. meningkatnya pendapatan yang dapat memungkinan seseorang dapat
dengan bebas melakukan perjalanan yang jauh dari tempat tinggalnya.
Pariwisata berperan dapat membawa dampak pada kehidupan masyarakat,
hali ini dapat diketahui dengan lima, yaitu :
47
a. Pariwisata menyumbang kepada neraca pembayaran. Neraca pembayaran
merupakan parbandingan antara semua mata anggaran yang diterima oleh negara
dari negara-negara asing sebagai pemasukan dan semua anggaran yang harus
dibayar kepada negara-negara asing sebagai pengeluaran.
b. Pariwisata menyebabkan pembangunan daerah non industri. Daerah-
daerah dimana terjadi atraksi wisata ialah daerah terpencil, boleh dikatakan
pembangunan didaerah tersebut belum maksimal. Hal itu dapat dikembangkan
menjadi kawasan wisata dan terjadilah pembangunan, seperti dibangunnya hotel,
tempat makan, toko-toko, dan sebagainya
c. Pariwisata menciptakan lapangan kerja. Industri pariwisata dengan
produknya adalah merupakan usaha yang padat karya. Seperti hotel yang
membutuhkan tenaga kerja dalam pengoprasiannya. Wisatawan memerlukan
makan dan minum, secar tidak langsung menciptakan lapangan kerja pada sektor
pertanian. Banyak tenaga kerja di sektor pariwisata yang membutuhkan
pendidikan dan latihan khusus, sehingga menimbulkan lapangan kerja di bidang
pendidikan, dan seterusnya.
d. Dampak pergandaan. Uang baru yang masuk ke dalam suatu
perekonomian dalam bentuk apapun, investasi, pemberian, atau pembelanjaan
pemerintah, kiriman uang dari pekerja di luar negeri, atau pengeluaran wisatawan
mendorong perekonomian, bukan hanya sekali tetapi berkali-kali, karena ia
dibelanjakan kembali.
Sehubungan perekonomian negara, sektor pariwisata terbukti telah
memberikan kontribusi yang cukup pada perolehan devisa. Hal ini dapat dilihat
dari perolehan devisa negara pada tahun 1995, pariwisata menempati urutan
ketiga setelah migas dan tekstil, dengan devisa sebesar 5.228,4 juta dollar AS.
Sebelumnya tahun 1994 berada pada posisi keempat setelah migas, tekstil dan
kayu olahan, dengan devisa sebesar 4.785,1 juta dollar AS (Kedaulatan Rakyat, 21
Agustus 1998). Ditambahkan pula bahwa terhadap GDP Indonesia, sektor
pariwisata juga memainkan peranan yang penting. Hasil studi World Travel and
48
Tourism Council (WTTC) menyimpulkan bahwa pertumbuhan kontribusi
pariwisata terhadap GDP rata-rata sebesar 8% dan merupakan yang tercepat di
dunia.
4. Upaya Memaksimalkan Peran Pariwisata Dalam Pembangunan
Situasi dan kondisi sosio-ekonomi Indonesia saat ini, yang memperlihatkan
bahwa semakin berkurangnya lahan pertanian dan lapangan pekerjaan lainnya
serta semakin rusaknya lingkungan akibat kegiatan manufaktur dan kegiatan-
kegiatan ekonomi lainnya yang mengeksploitasi sumberdaya alam, maka
pariwisata perlu dikembangkan sebagai salah satu sumber produksi andalan.
Sektor pariwisata selain dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, juga
merangsang pelestarian lingkungan hidup. Hal ini dapat dimengerti karena
pengembangan pariwisata tidak dapat dipisahkan dari lingkungan hidup sebagai
salah satu sasaran atau obyek wisata.
Dari laporan dan analisis World Tourism Organization (WTO) diperoleh
bahwa sumbangan pariwisata amat berarti bagi penciptaan lapangan kerja.
Disebutkan bahwa dari setiap sembilan kesempatan kerja yang tersedia secara
global saat ini, satu diantaranya berasal dari sektor pariwisata. Diduga pula bahwa
daya serap tenaga kerja pada sektor pariwisata lebih besar di negara-negara
berkembang. Selain itu, pariwisata dapat membuka pasar baru bagi produksi
49
pertanian dan hasil kerajinan rumah tangga yang masih tradisonal maupun usaha-
usaha jasa seperti tukang pijit, penginapan, transportasi dan guide yang dengan
sendirinya membuka peluang kerja baru bagi para pencari kerja yang terus
meningkat setiap tahun, serta meningkatkan output negara.
Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dalam penataan ruang yang
bertujuan untuk meningkatkan Dalam mendukung pengembangan pariwisata,
kebijakan penataan ruang meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Pengembangan wilayah dengan pendekatan pengembangan ekosistem,
yaitu penatan ruang dilakukan dengan pendekatan secara terpadu dan
terkoordinasi,berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
b. Peningkatan keterkaitan fungsi pengembangan kegiatan pariwisata yang
baik dengan sektor lainnya untuk memberikan nilai efisiensi yang tinggi dan
percepatan pertumbuhan ekonomi wilayah
c. Pengembangan pariwisata harus dikaitkan dengan pengembangan
ekonomi nasional, wilayah dan lokal. Pada tingkat nasional sektor pariwisata
harus berperan sebagai prime mover dan secara interaktif terkaitdengan
pengembangan sektor-sektor lainnya.
d. Pengembangan pariwisata harus diupayakan dapat melibatkan seluruh
stakeholder. Dalam konteks ini peran masyarakat terlibat dimulai sektor hulu
(memberikan kegiatan produksi yang ekstraktif) sampai dengan kegiatan hilir
(kegiatan produksi jasa).
Agar suatu daerah tujuan wisata mempunyai daya tarik, disamping harus
ada objek dan atraksi wisata, suatu datya tarik wisata harus mempunyai 3 syarat
daya tarik yaitu:
a. ada sesuatu yang bisa dilihat (something to see)
b. ada sesuatu yang dapat dikerjakan (something to do)
c. ada sesuatu yang bisa dibeli (something to buy)
50
Ketiga syarat tersebut merupakan unsur-unsur untuk mempublikasikan
pariwisata. Seorang wisatawan yang datang kesuatu daya tarik wisata dengan
tujuan untuk memperoleh manfaat (benefit) dan kepuasan (satisfactions). Manfaat
dan kepuasan tersebut dapat diperoleh apabila suatu daya tarik wisata mempunyai
daya tarik. daya tarik suatu daya tarik wisata dengan istilah attractive spontanee,
yaitu segala sesuatu yang terdapat didaerah tujuan wisata yang merupakan daya
tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ketempat tersebut.
Hal-hal yang dapat menarik orang untuk berkunjung ke suatu daya tarik
wisata antara lain dapat dirinci sebagai berikut.
a. Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta (natural)
1) Iklim: Cuaca cerah (clean air), kering (dry), banyak cahaya matahari
(sunny day), panas (hot), sejuk (mild), hujan (wet), dan sebagainya.
2) Bentuk tanah dan pemandangan (land configuration and landscape)
Tanah yang datar (plains), gunung berapi (volcanos), lembah pegunungan
(scenic mountain), danau (lakes), pantai (beaches), sungai (river), air terjun
(water-fall), pemandangan yang menarik (panoramic views)
3) Hutan belukar (the sylvan elements), misalnya hutan yang luas (large
forest), banyak pepohonan (tress).
4) Fauna dan flora, seperti tanaman-tanaman yang aneh (uncommon
vegetation), burung-burung (birds), ikan (fish), binatang buas (wild life), cagar
alam (national parks), daerah perburuan (huntingand photographic safari), dan
sebagainya.
5) Pusat-pusat kesehatan (health center):Sumber air mineral (natural spring
of mineral water), mandi lumpur (mud-baths), dan sumber air panas (hot spring).
b. Hasil ciptaan manusia (man made supply)
Benda-benda bersejarah, kebudayaan dan keagamaan (historical, cultural
and religious):
51
1) Momentum bersejarah dan sisa peradaban masa lalu
2) Museum, art galery, perpustakaan kesenian rakyat, dan handicraft.
3) Acara tradisional, pamderan, festival, upacara naik haji, upacara
perkawinan, dan khitanan.
4) Rumah-rumah ibadah, seperti masjid, gereja, kuil, candi maupun pura.
c. Tata cara hidup masyarakat (the way of life)
Kebiasaan hidup, adat istiadat dan tata cara masyarakat merupakan daya
tarik bagi wisatawan. Sebagai contoh:
1) Pembakaran mayat (ngaben) di Bali.
2) Upacara pemakaman mayat di Tanah Toraja.
3) Upacara Batagak Penghuku di Minangkabau.
4) Upacara khitanan di daerah Parahiyangan.
5) Tea ceremony di Jepang.
6) Upacara waisak di candi mendut dan brobudur.
5. Mengembangkan Industri Pariwisata
Sesungguhnya industri pariwisata ini merupakan suatu industri yang
biasanya dihubungkan secara langsung dengan pembangunan ekonomi. Industri
ini memiliki hubungan multi dimensi yang tidak hanya terkait erat dengan bidang
ekonomi saja, tetapi hampir setiap bidang pembangunan nasional bersentuhan dan
erat kaitannya dengan industri pariwisata ini. Lebih-lebih hadirnya industri jasa ini
merupakan manifestasi kehadiran aktifitas manusia seperti juga industri-industri
dalam bidang-bidang pembangunan yang lainnya.
Mengingat begitu eratnya dengan berbagai bidang lain dalam proses
pembangunan nasional maka aktifitas kepariwisataan bisa dikembangkan secara
optimal. Sehingga pengembangan merupakan suatu proses pelaksanaan program
52
yang terus meningkat ke arah puncak capaian sesuai dengan tujuan yang telah
dicanangkan.
Jika kita sedikit menengok pada Pembukaan UUD 1945 maka ada amanah
yang kiranya dapat dijadikan capaian tujuan itu, yakni terwujudnya kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut mewujudkan perdamain dunia.
Kata-kata kunci dari Pembukaan UUD 1945 tersebut penting dikemukakan agar
industri pariwisata ini, terutama program-program kegiatannya, tidak keluar dari
cita-cita mendirikan negara ini.
Untuk semua itu kita harus membangun cara pandang baru tentang
pariwisata sebagai unsur utama perekonomian nasional, apalagi bila kita ingin
mengembangkan industri pariwisata sebagai alat dukung bagi meningkatkan
harkat dan martabat negara bangsa di tengah pergaulan dunia internasional yang
memiliki daya saing.
Ada beberapa langkah strategis yang kiranya dapat dijadikan pertimbangan
dalam membangun cara pandang ke arah itu. Dalam hal ini industri pariwisata
dapat dipandang sebagai penentu : Pertama, meningkatnya kesejahteraan
masyarakat bangsa. Kedua, terbentuknya kepribadian bangsa Indonesia. Ketiga,
terjaganya dan terpeliharanya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keempat, terjalinnya hubungan antar bangsa-bangsa di dunia secara damai,
harmonis dan berperadaban. Kelima, terbinanya kreatifitas masyarakat bangsa
dalam berbagai segi kehidupan. Keenam, terbangunnya keseimbangan hidup
masyarakat bangsa dengan keberlangsungan kehidupannya. Ketujuh,
terbangkitkannya spiritualitas masyarakat bangsa. Kedelapan, terjalinnya
kebersamaan dan kepedulian untuk percepatan optimalisasi sektor pariwisata.
Untuk meningkatnya kesejahteraan masyarakat bangsa, maka peran
pariwisata antara lain :
a. Terbukanya lapangan kerja, baik langsung maupun tidak langsung.
b. Terkuranginya kemiskinan dan pengangguran.
53
c. Terciptanya keahlian spesialisasi di bidang pariwisata dengan standar
kompetensi internasional.
d. Meningkatnya pendapatan masyarakat.
e. Meningkatnya pendapatan daerah.
f. Meningkatnya devisa negara.
Untuk terbentuknya kepribadian bangsa Indonesia, peran pariwisata antara
lain :
a. Berkembangnya kebudayaan daerah sehingga dapat menumbuhkan
kearifan lokal.
b. Berkembangnya kebudayaan nasional sehingga dapat memperkaya
peradaban umat manusia di dunia.
c. Terpeliharanya khazanah sejarah dan budaya sehingga masyarakat
bangsa sadar terhadap perjuangan dan tanggung jawab masa depannya.
Untuk terjaganya dan terpeliharanya keutuhan NKRI, peran pariwisata
antara lain :
a. Terpeliharanya keasrian tanah air tercinta karena dipandang sebagai
bagian dari halaman rumah kita.
b. Terbangunnya dan terlaksananya kegiatan-kegiatan pariwisata di pulau-
pulau terdepan/terluar sehingga menjadi unsur pertahanan teritorial yang
strategis.
c. Terpeliharanya keindahan alam dan keberlanjutannya lingkungan hidup
sehingga kepastian batas wilayah negara terawasi setiap saat.
Untuk terjalinnya hubungan antar bangsa-bangsa di dunia secara damai,
harmonis dan berperadaban, maka peran pariwisata antara lain :
a. Terlaksananya proses akulturasi secara damai dengan tidak memupus jati
diri bangsanya masing-masing.
54
b. Terjalinnya studi komparatif dari setiap keunggulan budaya bangsa-
bangsa.
c. Saling menghargai atas keunggulan khazanah sejarah dan budaya
sehingga bersepakat menempatkannya sebagai puncak peradaban
manusia.
Untuk terbinanya kreatifitas masyarakat bangsa dalam berbagai segi
kehidupan, maka peran pariwisata antara lain :
a. Berkembangnya sanggar-sanggar seni budaya.
b. Bermunculannya pusat-pusat kerajinan tangan.
c. Berkembangnya dapur-dapur kreatif yang membuat aneka jenis makanan
daerah dan tradisional.
d. Terciptanya suasana yang kondusif bagi kreatifitas kaum muda yang
kreatif.
e. Terbinanya berbagai keahlian yang menopang langsung terhadap
perkembangan pariwisata.
Untuk terbangunnya keseimbangan hidup masyarakat bangsa dengan
keberlangsungan kehidupannya, maka peran pariwisata antara lain :
a. Terjaganya dan terpeliharanya hutan dengan segala habitatnya.
b. Terbinanya alam kehidupan pedesaan.
c. Terpeliharanya tatanan kota tua.
d. Terjaganya lingkungan udara segar dengan penghijauan perkotaan.
e. Terbangunnya sikap hidup budaya bersih.
f. Terefleksikannya sikap hidup yang ramah, bersahabat dan suka
menolong.
Untuk terbangkitkannya spiritualitas masyarakat bangsa, maka peran
pariwisata antara lain :
a. Terbangunnya cara pandang bahwa pariwisata merupakan jendela
mensyukuri nikmat Tuhan.
55
b. Pusat-pusat keagamaan dapat menjadi obyek kunjung yang memiliki
daya tarik.
c. Upacara-upacara keagamaan sebagai atraktif yang dapat mengundang
pesona.
Terjalinnya kebersamaan dan kepedulian
a. Agar ketujuh hal di atas dapat terealisasikan secara optimal maka perlu
adanya kebersamaan antara pemangku kepentingan pariwisata yaitu
pemerintah, swasta dan masyarakat.
b. Jika pemangku kepentingan ini memiliki kepedulian yang tinggi maka
persoalan promosi, aksesibilitas, transportasi, akomodasi, keamanan juga
pengembangan produk mendapat penyelesaian secara seksama.
c. Untuk memelihara kebersamaan dan kepedulian tersebut maka institusi,
regulasi, kemampuan manusia yang menangani industri pariwisata ini
sedapat mungkin memenuhi yang diharapkan.
Demikianlah beberapa langkah untuk membangun cara pandang dan cara
menyikapi dunia pariwisata sebagai salah satu industri jasa yang strategis bagi
mewujudkan cita-cita masyarakat bangsa Indonesia.
6. Dampak Yang Ditimbulkan Pariwisata
Banyak sekali manfaat yang dapat diberikan oleh pengembangan sektor
industri pariwisata. Menurut buku Pegangan Penatar dan Penyuluh
Kepariwisataan Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata, sedikitnya manfaat dan dampak negatif yang ditimbulkan tersebut
dapat ditinjau dari empat aspek:
Pariwisata memberikan manfaat bagi setiap manusia, karena pariwisata
dapat melepas penat dalam aktifitas sehari-hari. Oleh sebab itu para manusia
membutuhkan dunia pariwisata karena pariwisata dapat menyegarkan pikiran.
Pariwisata memberikan manfaat dibeberapa aspek, antara lain:
a. Aspek ekonomi
56
Manfaat pariwisata dari segi ekonomi adalah pariwisata menghasilakan
devisa yang besar bagi Negara sehingga meningkatkan perekonomian negara.
Devisa yang diterima secara berturut-turut pada tahun 1996, 1997, 1998, 1999,
dan 2000 adalah sebesar 6,307.69; 5,321.46; 4,331.09; 4,710.22; dan 5,748.80 juta
dollar AS (Santosa, 2001). Pada tahun 2002 dan 2003, meskipun mengalami
tragedi Kuta (Bom Bali), nilai devisa juga masih tetap tinggi, yaitu US$ 4.496
Milyard tahun 2002 dan US$ 4.307 Milyard tahun 2003. Kontribusi pariwisata
menunjukkan trend yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun
1985 penukaran valuta asing senilai 95,105 juta dollar AS. Angka ini mengalami
kenaikan, menjadi 456,105 juta dollar AS pada tahun 1990, dan pada tahun1997
(sesaat sebelum krismon) menjadi 1.380,454 juta dollar AS. Selanjutnya, karena
nilai tukar dollar yang melonjak, penukaran valuta asing hanya mencapai nilai
865,078 juta dollar AS pada tahun 2000. Erawan (1999) menemukan bahwa pada
tahun1998, dampak pengeluaran wisatawan terhadap pendapatan masyarakat
mencapai 45,3%, sedangkan dampak dari investasi di sektor pariwisata adalah
6,3%. Ini berarti bahwa secara keseluruhan, industri pariwisata menyumbang
sebesar 51,6% terhadap pendapatan masyarakat Bali. Dilihat dari kesempatan
kerja, pada tahun 1998 sebesar 38,0% dari seluruh kesempatan kerja yang ada di
Bali dikontribusikan untuk pariwisata. Erawan lebih lanjut mengatakan bahwa
dampak pengeluaran wisatawan terhadap perekonomian di Bali terdistribusikan ke
berbagai sektor, bukan saja hotel dan restoran. Distribusi juga terserap ke sektor
pertanian (17,93%), sektor industri dan kerajinan (22,73%), sektor pengangkutan
dan komunikasi (12,62%), sektor jasa-jasa (12,59%), dan sebagainya. Hal ini
sejalan dengan data mengenai distribusi pengeluaran wisatawan. Data
menunjukkan bahwa selama di Bali, pengeluaran wisatawan yang terserap ke
dalam ‘perekonomian rakyat’ cukup tinggi. Selain menghasilkan devisa pariwisata
juga memberikan dampak ekonomi secara langsung bagi masyarakat
sekitar,seperti contohnya adalah tiket masuk suatu kawasan obyek wisata.
b. Aspek sosial budaya
57
Manfaat lain yang muncul dari industri pariwisata ini antara lain dapat
terlihat pula dari segi budaya. Dengan pesatnya perkembangan industri pariwisata
maka akan membawa pemahaman dan pengertian antar budaya melalui interaksi
pengunjung wisata (turis) dengan masyarakat lokal tempat daerah wisata tersebut
berada. Dari interaksi inilah para wisatawan dapat mengenal dan menghargai
budaya masyarakat setempat dan juga memahami latar belakang kebudayaan lokal
yang dianut oleh masyarakat tersebut. Bali merupakan salah satu contoh nyata
daerah wisata yang berkembang amat pesat di Indonesia. Banyaknya turis-turis
yang berkunjung ke Bali, baik turis domestik maupun internasional telah
membawa dampak yang cukup besar bagi perkembangan daerah itu sendiri.
Sedangkan dari segi sosial budaya, Bali merupakan sarana yang tepat bagi
pengenalan dan promosi kebudayaan Indonesia kepada dunia internasional.
c. Aspek lingkungan hidup
Pariwisata juga mendatangkan manfaat bagi lingkungan hidup karena
sebuah objek wisata apabila ingin banyak mendapatkan kunjungan dari wisataan
haruslah terjaga kebersiahannya sehingga kita menjadi terbiasa untuk merawat
dan menjaga lingkungan kita agar selalu terjaga kebersihannya. Pembangunan
pariwisata tidak mengakibatkan dampak-dampak negatif terhadap lingkungan dan
penurunan kualitas tanah atau lahan pertaninan baik lahan perladangan maupun
persawahan. Kelestarian hutannya masih tetap terjaga dengan baik. Masyarakat
secara bersama-sama dan sepakat untuk melestarikan hutannnya dan tanpa harus
ketergantungan terhadap hutan tersebut. Pada dasarnya masyarakat lokal telah
sadar terhadap perlunya pelestarian hutan, karena kawasan hutan yang dimaksud
merupakan daerah resapan air yang bisa dipergunakan untuk kepentingan
hidupnya maupun mahluk hidup yang lainnya serta untuk keperluan persawahan.
d. Aspek nilai pergaulan dan ilmu pengetahuan
Manfaat pariwisata yang kita dapat dari segi nilai pergaulan adalah kita
menjadi lebih banyak mempunyai teman dari berbagai Negara dan kita bisa
mengetahui kebiasaan orang yang dari masing-masing Negara tersebut sehingga
58
kita bisa mempelajari bagaimana kebiasaan yang baik di masing-masing
nagara.Selain itu kita juga mendapat manfaat ilmu pengetahuan dari pariwisata
karena dengan mempelajari pariwisata kita juga bisa tahu dimana letak dan
keunggualn sebuah objek wisata sehingga kita bisa mempelajari mengapa sebuah
objek wisata tersebut bisa maju dan bisa menerapkan di daerah objek wisata
daerah kita yang belum berkembang dengan baik.
e. Aspek peluang dan kesempatan kerja
Pariwisata juga menciptakan kesempatan kerja.Sarana-sarana pariwisata
seperti hotel dan perjalanan adalah usaha yang ”padat karya”. Menurut
perbandingan jauh lebih banyak untuk hotel dan restoran daripada untuk usaha-
usaha lainnya. Untuk setiap tempat tidur dibutuhkan kira-kira 2 corang tenaga. Di
Amerika Serikat untuk tempat tidur diperlukan 279 tenaga kerja. Sudah tentu
angka itu berbeda-beda menurut negaranya . Di Indonesia untuk setiap kamar
dibutuhkan kira-kira 2 orang tenga kerja.
Itu semua mengenai tenaga kerja yang langsung berhubungan dengan
pariwisata. Di samping itu, pariwisata juga menciptakan menciptakan peluang
kerja yang tidak berhubungan langsung dengan pariwisata. Yang terpenting di
bidang kontruksi bangunan dan jalan. Banyak bangunan yang didirikan untuk
hotel,restoran,toko artshop,dll.Wisatawan-wistawan juga memerlukan makan dan
minum,ini semua secara tidak langsung menciptakan lapangan kerja di bidang
pertanian. Jadi, pariwisata mempunyai banyak manfaat dari segi peluang dan
kesempatan kerja.
59
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Berdasarkan aspek tujuan yang ingin dicapai, jenis penelitian ini
termasuk penelitian terapan (applied research) yaitu penelitian yang
meneliti atas dasar permasalahan yang signifikan dan hidup di masyarakat
sekitarnya. Tujuannya adalah memecahkan masalah dan hasil penelitian
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia baik individu ataupun
kelompok. Jika dilihat dari aspek tempat maka penelitian ini termasuk
penelitian lapangan (field research) yaitu peneliti mengumpulkan data dari
lapangan.
Sedangkan jika dilihat dari metode penelitian, maka penelitian ini
termasuk penelitian kualitatif yang mana digunakan untuk mendapatkan
data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna yang tidak
menekankan pada generalisasi namun penekanan pada makna.
B. Fokus Penelitian
Moleong (2005 : 94), berpendapat bahwa penetapan fokus penelitian
atau masalah dalam penelitian kualitatif bagaimanapun akhirnya akan
dipastikan sewaktu peneliti sudah berada di area atau lapangan penelitian.
Dengan kata lain, walaupun rumusan masalah sudah cukup baik dan telah
dirumuskan atas dasar penelaahan kepustakaan dan dengan ditunjang oleh
sejumlah pengalaman tertentu, bisa terjadi situasi di lapangan tidak
memungkinkan peneliti untuk meneliti masalah itu. Dengan demikian
kepastian tentang fokus dan masalah itu yang menentukan adalah keadaan di
lapangan.
60
Fokus penenlitian dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan
rumusan masalah, dimana rumusan masalah penelitian dijadikan acuan
dalam menentukan fokus penelitian. Dalam hal ini fokus penelitian dapat
berkembang atau berubah sesuai dengan perkembangan masalah penelitian
di lapangan. Hal tersebut sesuai dengan sifat pendekatan kualitatif yang
lentur, yang mengikuti pola pikir yang empirical induktif, dimana segala
sesuatu dalam penelitian ini ditentukan dari hasil akhir pengumpulan data
yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah sebagai
berikut :
1. Proses kebijakan revitalisasi objek wisata gunung kelud di kabupaten
Kediri
a. Perumusan masalah
b. Formulasi Kebijakan
c. Adopsi Kebijakan
d. Implementasi Kebijakan
e. Penilaian Kebijakan
2. Faktor pendorong dan penghambat dalam kebijakan revitalisasi objek
wisata gunung kelud di kabupaten Kediri
a. Faktor pendorong internal dan eksternal dalam revitalisasi objek
wisata
b. Faktor penghambat internal dan eksternal dalam revitalisasi objek
wisata
C. Sumber Data
Data diperoleh dari hasil wawancara, dokumentasi dan observasi pada
staff, masyarakat dan kepala yang ada di Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata
juga beberapa dinas yang terkait di Kabupaten Kediri dan di sekitar
pariwisata gunung kelud, serta beberapa pihak terkait.
61
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data
bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang
informasi apa yang akan diperoleh. Sehingga dalam wawancara peneliti
telah menyiapkan instrument pertanyaan yang akan diberikan. Dengan
wawancara model ini diharapkan mendapatkan data yang relevan dengan
kebutuhan penelitian. Dengan model ini juga peneliti mempunyai arah dan
panduan yang jelas tentang informasi yang akan didapatkan.
Kelebihan dari wawancara adalah antara lain sebagai berikut:
Wawancara terstuktur akan digunakan untuk menggali data dari staff,
masyarakat dan kepala yang ada Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata juga
beberapa dinas yang terkait di Kabupaten Kediri dan di sekitar pariwisata
gunung kelud, serta beberapa pihak terkait. Alasan yang mendasari
penggunaan metode wawancara untuk mengumpulkan data dari responden
tersebut adalah bahwa data yang diperoleh lebih mendalam dan fleksibel
sehingga memungkinkan pula terjadi perkembangan data.
a) Wawancara dapat dilakukan kepada setiap individu tanpa dibatasi
oleh faktor usia maupun kemampuan membaca.
b) Data yang diperoleh dapat langsung diketahui objektivitasnya
c) Wawancara dapat dilaksanakan langsung kepada responden yang
diduga sebagai sumber data.
d) Wawancara dapat dilaksanakan dengan tujuan untuk memperbaiki
hasil yang diperoleh baik melalui observasi terhadap objek
manusia ataupun bukan manusia
e) Pelaksanaan wawancara dapat lebih fleksibel dan dinamis,
sehingga data yang didapatkan bisa mendalam.
62
2. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang telah lalu. Dokumen
dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Metode dokumentasi akan digunakan untuk mengumpulkan data
berupa catatan-catatan penting mengenai siswa dan madrasah yang dapat
berupa catatan, gambar, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya. Dokumentasi digunakan
sebagai pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara.
3. Observasi
Observasi merupakan pengumpulan data yang sebenarnya di
lapangan. Melalui observasi ini peneliti mempelajari segala bentuk perilaku
dan memaknai perilaku tersebut. Dengan observasi ini peneliti dapat
memahami keseluruhan situasi sosial yang ada sehingga didapatkan
pandangan yang menyeluruh. Objek yang diobservasi meliputi staff,
masyarakat dan kepala yang ada di dinas kebudayaan dan pariwisata. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan jenis observasi pertisipatif pasif yakni
peneliti datang ke lokasi penelitian namun tidak ikut terlibat dalam kegiatan
objek yang diobservasi.
E. Lokasi Penelitian Dan Situs Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah tempat peneliti dapat menagkap keadaan
yang sebenarnya dari obyek yang di teliti. Untuk menentukan lokasi
penelitian, terdapat beberapa faktor yang harus di pertimbangkan oleh
peneliti. Terkait dengan ini, Moeleong (1989:94), berpendapat bahwa cara
terbaik yang di tempuh dalam penentuan lokasi penelitian ini adalah dngan
jalan mempertimbangkan teori substantif, pergilah dan jejakilah lapangan
untuk melihat apakah terdapat kesesuaian yang ada di lapangan.
63
Berdasarkan acuan di atas, maka penelitian ini mengambil lokasi di
Kabupaten Kediri. Sedangkan Situs Penelitian adalah di Dinas Kebudayaan
Dan Pariwisata juga beberapa dinas yang terkait di Kabupaten Kediri dan
masyarakat di sekitar objek wisata gunung kelud.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan
oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut
menjadi sistematis dan di permudah olehnya.
1. Peneliti Sendiri
2. Pedoman Wawancara
3. Alat tulis/Catatan
G. Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data menurut Sugiono (2012:121) meliputi uji
kredibilitas data, uji transferabiliti, uji depenabiliti dan uji confirmabiliti.
Pada penelitian ini di gunakan uji kredibilitas untuk menguji keabsahan data,
uji kredibilitas data dilakukan dengan triangulasi. Triangulasi data diartikan
sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan
berbagai waktu terdapat 3 trianggulasi dalam keabsahan data yaitu
trianggulasi sumber, trianggulasi teknis dan triangulasi waktu. Pada penelitian
ini, peneliti menggunakan trianggulasi sumber. Trianggulasi sumber adalah
menguji kreadibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang
telah diperoleh melalui beberapa sumber.
64
H. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh
data. Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Analisis data kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama
di lapangan dan setelah selesai dari lapangan. Namun dalam kenyataannya
analisis data kualitatif dilakukan selama proses pengumpulan data daripada
setelah selesai pengumpulan data.
65
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN SITUS PENELITIAN
1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Gambaran Umum Kabupaten Kediri
Kabupaten Kediri, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur
yang kediri terletak 111°47'05" sampai 112°18'20" bujur timur dan 7°36'12"
sampai 8°0'32" lintang selatan. Sedangkan secara geografis Kediri
berbatasan dengan Kabupaten Blitar dan Tulungagung di sebelah selatan,
utara berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Jombang,
Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Nganjuk di bagian barat, dan di
bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Jombang dan Kabupaten
Malang. Selain itu Kediri terletak + 125 km dari ibukota propinsi Jawa
Timur, Kota Surabaya. Dengan posisi Kabupaten Kediri sangat Strategis
inilah, Kediri sebenarnya berpotensi sebagai pusat pengembangan
perekonomian karena terletak di tengah-tengah wilayah Jawa Timur bagian
barat. Kawasan Jawa Timur bagian barat ini merupakan daerah yang sangat
potensial untuk dikembangkan, karena dari sisi geografis (topografi,
kesuburan tanah, curah hujan dll) yang sangat mendukung untuk
pengembangan perekonomian. Namun demikian dari sisi ekonomi sampai
saat ini belum tergarap secara maksimal karena berbagai kendala dalam
perencanaan pengembangan wilayah di Kabupaten Kediri.
Dalam rangka pengembangan wilayah Kabupaten Kediri menuju ke
arah keberhasilan pembangunan nasional, Kabupaten Kediri mempunyai
visi yang jelas dan tertulis sebagaimanan tertuang pada Peraturan Daerah
Kabupaten Kediri Nomor 5 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Kabupaten Kediri tahun 2006 – 2010, yang
66
berbunyi sebaga berikut: "Terwujudnya masyarakat Kabupaten Kediri yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Demokratis,
berkeadilan, tertib, damai, sejahtera berbasis pertanian didukung
perdagangan, perindustrian dan penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang
Profesional"
Untuk mencapai misi Kabupaten Kediri sebagaimana tersebut di atas,
maka perlu ditetapkan misi-misi yang akan dilaksanakan untuk mencapai
visi tersebut. Misi-misi tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Melaksanakan/mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai wujud peningkatan
keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa
2. Mengembangkan kehidupan bermasyarakat untuk mewujudkan tatanan
masyarakat yang taat kepada peraturan perundang-undangan dalam
rangka meningkatkan kehidupan masyarakt yang aman, tertib, tenteram,
dan damai serta meningkatkan persatuan dan kesatuan dalam wadah
Negara Kesatuan
3. Terwujudnya peningkatan kualitas kehidupan masyarakat yang ditandai
terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan,
pendidikan, dan lapangan kerja
4. Pengembangan industri dan pusat-pusat perdagangan berbasis pertanian
serta beorientasi pada mekanisme pasar.
5. Pemberdayaan ekonomi kerakyatan, khususnya UMKM (usaha
Menengah, kecil dan mikro) yang berdaya saing tinggi
6. Meningkatkan kemajuan dan kemandirian melalui penyelenggaraan
otonomi daerah yang bertanggung jawab didukung penyelenggaraan
pemerintah yang profesional.
Dilihat dari segi sejarah, Kediri pada awalnya merupakan sebuah
kerajaan besar yang bernama Kerajaan Kediri. Kerajaan Kediri mempunyai
wilayah yang cukup luas, mencakup seluruh kawasan Indonesia bagian
67
timur, bahkan hingga mencapai Pulau Papua. Kerajaan Kediri pun banyak
memiliki catatan sejarah yang membanggakan, salah satu diantaranya
adalah Kerajaan Kediri pernah menjadi lumbung padi nasional pada masa
kejayaannya, yaitu pada masa Raja Jayabaya. Namun pada akhirnya Kediri
dipilah menjadi dua kerajaan, yaitu kerajaan Jenggala dan Panjalu. Seiring
berjalannya waktu Kerajaan Kediri pun mengalami kemunduran dan
mengalami kehancuran ketika mengalami kekalahan dalam perang melawan
Ken Arok, raja Kerajaan Singosari pada tahun 1222.
Ditilik dari sejarah tersebut saja, terlihat bahwa sesungguhnya wilayah
Kediri mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai daerah
pembangunan yang maju. Disamping memiliki catatan histori yang
membanggakan, Kabupaten Kediri juga memiliki banyak potensi lain yang
dapat dikembangkan lebih jauh lagi. Potensi tersebut meliputi potensi fisik
maupun nonfisik yang dapat dijabarkan ke dalam aspek-aspek geografi.
1. Aspek Fisik
Secara astronomis, Kabupaten kediri terletak pada koordinat
111°47'05" sampai 112°18'20" bujur timur dan 7°36'12" sampai 8°0'32"
lintang selatan. Dengan luas wilayah mencapai +1.386,05 K¬m² atau +
5%, dari luas wilyah propinsi Jawa Timur, Kabupaten Kediri mempunyai
kondisi tanah beragam yang terdiri atas 456,49 Km² tanah sawah dan
925,56 Km² tanah kering. Selain itu kondisi topografi Kabupaten Kediri
terdiri dari dataran rendah dan pegunungan menyebabkan Kabupaten
Kediri mempunyai curah hujan yang cukup tinggi dengan tingkat curah
hujan rata-rata sekitar 1652 mm per hari dan mempunyai suhu udara
yang bervariasi antara 23o C sampai dengan 34o C.
Wilayah Kabupaten Kediri diapit oleh dua gunung yang berbeda
sifatnya, yaitu Gunung Kelud di sebelah Timur yang bersifat vulkanik
dan Gunung Wilis disebelah barat Kediri yang bersifat non vulkanik. Hal
tersebut menyebabkan Kediri mempunyai kondisi tanah yang berbeda-
68
beda. Ditinjau dari jenis tanahnya, Kabupten Kediri dapat dibagi menjadi
5 (lima) golongan. Yaitu :
a. Regosol coklat kekelabuan seluas 77.397 Ha atau 55,84 %, merupakan
jenis tanah yang sebagian besar ada di wilayah kecamatan Kepung,
Puncu, ngancar, Plosoklaten, Wates, Gurah, Pare, kandangan, kandat,
Ringinrejo, Kras, papar, Purwoasri, Pagu, Plemahan, Kunjang dan
Gampengrejo
b. Aluvial kelabu coklat seluas 28,178 Ha atau 20,33 %, merupakan jenis
tanah yang dijumpai di Kecamatan Ngadiluwih, Kras, Semen, Mojo,
Grogol, Banyakan, Papar, Tarokan dan Kandangan
c. Andosol coklat kuning, regosol coklat kuning, litosol seluas 4.408 Ha
atau 3,18 %, dijumpai di daerah ketinggian di atas 1.000 dpl seperti
Kecamatan Kandangan, Grogol, Semen dan Mojo.
d. Mediteran coklat merah, grumosol kelabu seluas 13.556 Ha atau 9,78
%, terdapat di Kecamatan Mojo, Semen, Grogol, banyakan, tarokan,
Plemahan, Pare dan Kunjang.
e. Litosol coklat kemerahan seluas 15.066 Ha atau 10.87%, terdapat di
kecamatan Semen, Mojo, Grogol, banyakan, tarokan dan kandangan.
Sedangkan tepat di bagian tengah wilyah Kediri melintas sungai
Brantas yang bersumber dari mata air Sumberbrantas dan bermuara di
Laut Jawa, sungai yang mempunyai aliran cukup besar ini telah
membelah Kediri menjadi dua bagian, yaitu Kediri bagian barat dan
Kediri bagian timur. Kediri bagian barat sungai Brantas merupakan
daerah perbukitan lereng Gunung Wilis dan Gunung Klotok. Sedangkan
Kediri bagian timur merupakan daerah yang cukup subur dengan kondisi
topografi beragam, yang terdiri dari dataran rendah dan pegunungan,
terutama Gunung Kelud.
Selain itu dengan banyaknya sungai-sungai yang ada di Kabupaten
Kediri mengakibatkan wilayah di Kabupaten Kediri juga mempunyai
69
daerah yang berfungsi sebagai waduk/bendungan yang juga berfuungsi
sebagai irigasi dan pengendalian banjir. Sehingga kondisinya merupakan
kawasan konservasi yang harus dilindungi dan dijaga.
2. Aspek Biotis
Kabupaten Kediri merupakan kawasan yang terdiri dari daerah
dataran rendah dan daerah pegunungan. Hal ini mengakibatkan
Kabupaten Kediri menjadi daerah yang memiliki aspek biotis yang
beraneka ragam baik berupa tanaman pangan, perkebunan, kehutanan
maupun hewan ternak. Tanaman pangan di Kabupaten Kediri terdiri dari
padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai dan kacang hijau.
Sayur-sayuran di Kabupaten Kediri terdiri dari lombok, mentimun,
tomat, terong dan bawang merah. Buah-buahan terdiri dari mangga,
pepaya, nanas dan pisang. Untuk tanaman perkebunan terdiri dari karet,
kopi, coklat, cengkeh, kopra, kelapa, jambu mete, randu, lada dan tebu.
Sektor peternakan terdiri dari ayam petelor atau pedaging, sapi perah,
sapi potong, kuda, kerbau, kambing dan ayam kampung. Sedangkan dari
sektor perikanan di daerah Kabupaten Kediri berupa jenis ikan air tawar
seperti lele, mujair, tawes dan berbagai macam jenis ikan air tawar
lainnya.
Dari segi potensi sumber daya air, Kabupaten Kediri mempunyai
cukup banyak sumber daya air yang berasal dari mata air dan sungai.
Sumber daya air di Kabupaten Kediri berasal dari sungai, mata air, dan
waduk, dimana kesemuanya merupakan sumber daya yang sangat
potensial. Di sisi lain potensi bentang alam di Kabupaten Kediri yang
mempunyai kawasan pegungungan dapat dikembangkan menjadi potensi
kawasan wisata. Kawasan hutan di Kabupaten Kediri yang terdiri dari
pohon sengon dan pinus juga merupakan potensi lingkungan hidup yang
dapat meningkatkan pedapatan daerah karena sebagian kawasan
konservasi juga menghasilkan prooduk-produk dasar, misalnya kayu
70
bakar, kayu petukangan, getah pinus, dan sebagainya. Hutan juga
digunakan sebagai areal penelitian untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan dan juga sebagai tempat perlindungan satwa-satwa.
3. Aspek manusia dan sosial
Aspek manusia dan sosial di Kabupaten Kediri adalah potensi
penduduk yang mencakup sumber daya manusia sebagai tenaga kerja
penggerak pembangunan atau sebagai pelaku segala kegiatan dalam
kehidupan dan penghidupannya. Hampir sebagian besar masyarakat
Kabupaten Kediri telah memiliki mata pencaharian, hal ini tampak dari
data yang diperoleh bahwa jumlah tenaga kerja pada berbagai sektor di
Kabupaten Kediri jumlahnya mencapai 953.075 jiwa. Dan bila dilihat
dari struuktur tenaga kerja yang ada di Kabupaten Kediri maka terlihat
bahwa mayoritas penduduknya bermata pencaharian dalam sektor
pertanian, peternakan, perkebunan, dan perburuhan.
Untuk angkatan kerja yang belum tersalurkan perlu adanya
bimbingan dan lahan menjadi tenaga kerja yang terampil dan siap pakai.
Dilihat dari kondisi kawasan yang mayoritas bergerak di sektor pertanian
dan industri maka pengalokasian dari tenaga kerja dapat disalurkan pada
sektor-sektor untuk lebih meningkatkan sektor pertanian dan industri,
dalam usaha meningkatkan pendapatan daerah di Kabupaten Kediri
melalui sumber daya manusianya. Data penduduk Kabupaten Kediri pada
akhir tahun 2006 tercatat ada 1.445.695 jiwa. Ada penambahan 6.912
jiwa dibandingkan tahun 2005. jumlah kelahiran dan kematian selisih
5.502 jiwa, masing-masing sebanyak 13.863 dan 8.361 jiwa.
Menurut catatan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Kediri, pada tahun
2006 tercatat ada 9.144 lowongan kerja baru, naik 1,04 kali lipat
dibandingkan kondisi tahun 2005. sedangkan jumlah pencari kerja baru
tercatat sebanyak 11.642 orang. Jumlah penempatan tenaga kerja ada
sebanyak 9.144 orang. Hal ini berarti penyerapan lowongan baru adalah
71
100% namun penyerapan pencari kerja baru 78,54%. Pendidikan di
Kabupaten Kediri sudah lumayan maju terbukti dengan bertambahnya
institusi pendidikan pada tahun 2006 ini yaitu 93 intitusi dibandingkan
tahun 2005. Kesehatan dan KB di Kabupaten Kediri sudah lebih baik
terbukti dengan adanya penurunan jumlah pasien dari tahun ke tahun dan
adanya penambahan tenaga medis di Kabupaten Kediri.
4. Aspek abstrak
Kediri terletak pada 111°47'05" sampai 112°18'20" bujur timur dan
7°36'12" sampai 8°0'32" lintang selatan. Sedangkan secara geografis
Kediri berbatasan dengan Kabupaten Blitar dan Tulungagung di sebelah
selatan, utara berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten
Jombang, Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Nganjuk di bagian
barat, dan di bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Jombang dan
Kabupaten Malang. Selain itu Kediri terletak + 125 km dari ibukota
propinsi Jawa Timur, Kota Surabaya. Dengan posisi Kabupaten Kediri
sangat Strategis inilah, Kediri sebenarnya berpotensi sebagai pusat
pengembangan perekonomian karena terletak di tengah-tengah wilayah
Jawa Timur bagian barat. Kawasan Jawa Timur bagian barat ini
merupakan daerah yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena
dari sisi geografis (topografi, kesuburan tanah, curah hujan dll) yang
sangat mendukung untuk pengembangan perekonomian.
Di bidang transportasi, kondisi jalan di kabupaten kediri
menunjukkan kondisi yang cukup baik yakni dengan bertambahnya jalan
dengan perkerasan aspal sebesar 3,42 % dan berkurangnya jalan
makadam sebesar 72,00 %. Selain itu telah ada penanganan terhadap
kerusakan sehingga dapat mengurangi panjang jalan rusak sebanyak
36,7% dari 352,23 Km menjadi 413,03 Km. Dalam rangka perluasan
jangkauan pelayanan dibidang trasportasi, terdapat pengembangan
jaringan trayek baru yaitu trayek kediri-kras-karangnongko dan trayek
72
mrican-wonorejo. Sehingga dapat dikatakan bahwa dari segi prasarana
atau jaringan trasportasi telah dapat memenuhi kebutuhan pergerakan
masyarakat Kab. Kediri.Ketersediaan sarana angkutan Umum di wilayah
perdesaan di Kab. Kediri yakni termasuk di daerah-daerah yang memiliki
produksi yang potensial diketahui masih terbatas. Sehingga perlu adanya
pembangunan sarana angkutan umum perdesaan yang dapat melayani
seluruh pelosok wilayah Kab. Kediri terutama dapat menjadi penghubung
pusat-pusat produksi dengan Pasar.
Mengenai struktur ruang didasarkan atas struktur hierarki kota/orde
kota dengan melihat kelengkapan fasilitas yang terdapat di setiap kota.
Untuk hierarki/orde kota yang terdapat di Kabupaten Kediri adalah orde
I, yaitu: pada kota Pare dan Gampengrejo, dimana pada kawasan tersebut
mempunyai potensi sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan
jasa, pengumpul dan distribusi komoditi peranian, pusat pendidikan
lokal, pariwisata dan kegiatan industri yang ditunjang pula dengan
jaringan jalan yang cukup baik dan memenuhi struktur kota. Sehingga
kawasan tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam
memacu pertumbuhan dan perkembangan daerah sekitar. Dimana suatu
kota akan dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan daerah
apabila mempunyai sistem hierarki yang jelas, baik kemampuan
pelayanannya terhadap kawasan hinterlandnya maupun orientasi
pelayanan pada kota itu sediri dengan tetap menjalankan kemampuan
tersebut secara efektif.
Sedangkan kota-kota dengan orde II adalah yang terdiri atas grogol,
Ngadiluwih, dan Gurah serta kota-kota dengan orde dibawahnya, dimana
pada kawasan tersebut sangat berpotensi untuk pengembangan sektor
pertanian beserta pemasarannya untuk membentuuk struktur ruang yang
hierarkis.
73
1. Letak dan Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Kediri secara
geografis terletak pada koordinat antara 111o 47’ 05” s/d 112o 18’
20” Bujur Timur dan 7o 36’ 12’’ s/d 8o 0’ 32” Lintang Selatan.
2. Berdasarkan topografinya Kabupaten Kediri dibagi menjadi 4
(empat) golongan dari luas wilayah, yaitu ketinggian di atas 0 meter –
100 meter dpl membentang seluas 32,45%, ketinggian di atas 100
meter – 500 meter dpl membentang seluas 53,83%, ketinggian di
atas 500 meter – 1.000 meter dpl membentang se-luas 9,98%, dan
ketinggian di atas 1.000 meter dpl membentang seluas 3,73%.
3. Secara geologis karakteristik wilayah Kabupaten Kediri dapat
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu : Bagian Barat Sungai
Brantas, merupakan perbukitan lereng Gunung Wilis dan Gunung
Klotok, sebagian besar merupakan daerah kurang subur; Bagian
Tengah, merupakan dataran rendah yang sangat subur, melintas
aliran Sungai Brantas dari selatan ke utara yang membelah wilayah
Kabupaten Kediri; Bagian Timur Sungai Brantas, merupakan
perbukitan kurang subur yang membentang dari Gunung
Argowayang di bagian utara dan Gunung Kelud di bagian selatan.
4. Di wilayah Kabupaten Kediri mengalir banyak sungai ataupun
saluran alam, dimana sungai yang memiliki debit air yang cukup
besar dan mengalir sepanjang tahun meliputi Kali Brantas, Kali
Konto, Kali Bakung, Kali Kolokoso, Kulo Turitunggorono, Kali
Bangi dan Kali Sedayu. Sementara sungai-sungai lainnya
umumnya berupa sungai musiman yang hanya mengalir pada
musim penghujan, sementara pada musim kemarau sungai tersebut
kering atau tidak berair.
74
2.Gambaran Umum Situs Penelitian
a. Gambaran Umum Gunung Kelud
Gunung Kelud adalah sebuah gunung berapi di Provinsi Jawa Timur,
Indonesia, yang tergolong aktif. Gunung ini berada di perbatasan antara
Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang , kira-kira 27
km sebelah timur pusat Kota Kediri. Sebagaimana Gunung Merapi, Gunung
Kelud merupakan salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia.Sejak
tahun 1000 M, Kelud telah meletus lebih dari 30 kali, dengan letusan
terbesar berkekuatan 5 Volcanic Explosivity Index (VEI). Letusan terakhir
Gunung Kelud terjadi pada tahun 2014.
Gunung api ini termasuk dalam tipe stratovulkan dengan karakteristik
letusan eksplosif. Seperti banyak gunung api lainnya di Pulau Jawa, Gunung
Kelud terbentuk akibat proses subduksi lempeng benua Indo-Australia
terhadap lempeng Eurasia. Sejak sekitar tahun 1300 Masehi, gunung ini
tercatat aktif meletus dengan rentang jarak waktu yang relatif pendek (9-25
tahun), menjadikannya sebagai gunung api yang berbahaya bagi manusia.
Kekhasan gunung api ini adalah adanya danau kawah, yang dalam kondisi
letusan dapat menghasilkan aliran lahar letusan dalam jumlah besar, dan
membahayakan penduduk sekitarnya. Letusan freatik tahun 2007
memunculkan kubah lava yang semakin membesar dan menyumbat
permukaan danau, sehingga danau kawah nyaris sirna, menyisakan
genangan kecil seperti kubangan air. Kubah lava ini kemudian hancur pada
letusan besar di awal tahun 2014.
Puncak-puncak yang ada sekarang merupakan sisa dari letusan besar
masa lalu yang meruntuhkan bagian puncak purba. Dinding di sisi barat
daya runtuh terbuka sehingga kompleks kawah membuka ke arah itu.
Puncak Kelud adalah yang tertinggi, berposisi agak di timur laut kawah.
Puncak-puncak lainnya adalah Puncak Gajahmungkur di sisi barat dan
Puncak Sumbing di sisi selatan.
75
b. Catatan Aktifitas Gunung Kelud
1.Gunung Kelud 1901
Sejak abad ke-15, Gunung Kelud telah memakan korban lebih dari
15.000 jiwa. Letusan gunung ini pada tahun 1586 merenggut korban
lebih dari 10.000 jiwa. Sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar
telah dibuat secara ekstensif pada tahun 1926 dan masih berfungsi hingga
kini setelah letusan pada tahun 1919 memakan korban hingga ribuan jiwa
akibat banjir lahar dingin menyapu pemukiman penduduk. Pada abad ke-
20, Gunung Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919 (1 Mei), 1951
(31 Agustus), 1966 (26 April), dan 1990 (10 Februari-13 Maret).
Pola ini membawa para ahli gunung api pada siklus 15 tahunan
bagi letusan gunung ini. Memasuki abad ke-21, gunung ini erupsi pada
tahun 2007 dan 13-14 Februari 2014. Perubahan frekuensi ini terjadi
akibat terbentuknya sumbat lava di mulut kawah gunung. Hampir semua
erupsi yang tercatat ini berlangsung singkat (2 hari atau kurang) dan
bertipe eksplosif (VEI maks. 4), kecuali letusan 1990 dan 2007. Malam
hari antara 22 dan 23 Mei 1901 terjadi letusan besar berulang-ulang, dan
meningkat pada pukul 03.00 dini hari. Suara letusan dilaporkan terdengar
dari Pekalongan dan hujan abu mencapai Bogor. Embusan awan panas
dilaporkan mencapai Kediri. Banyaknya korban jiwa diperkirakan cukup
banyak, namun tidak ada catatan.
2. Gunung Kelud 1919.
Letusan Gunung Kelud tahun 1919 tercatat dalam laporan Carl
Wilhelm Wormser (1876-1946), pejabat Pengadilan Landraad di Tulung
Agung (masa kolonial Belanda), yang menjadi saksi mata bencana alam
tersebut. Pada 20 Mei 1919 siang, tiba-tiba langit gelap. Hilangnya
matahari membuat semua yang hidup menjadi takut dan gentar. Hujan
abu dan batu yang turun. Para penduduk desa di lereng gunung berusaha
menyelamatkan apapun yang dapat diselamatkan: harta dan jiwa dan
76
hewan peliharaan. Semuanya berlarian menghindari kekerasan alam.
Lari! Lari kemanakah dirimu? Bernafas semakin sulit. Udara semakin
mencekik semua yang bernafas. Bunyi desiran semakin dekat dan kuat.
Aliran lahar menghancurkan semuanya dan mengganggu jalan keluar
untuk manusia. Bangunan dan pepohonan besar patah menjadi kecil-kecil
bak korek api. Kawah memuntahkan lahar dan abu dan disertai awan gas
beracun. Hutan, tanah dan sawah terselimuti kain berwarna abu-abu.
Belasan desa raib dari peta bumi. Ribuan korban jiwa terkubur hidup-
hidup.
Letusan 1919 ini termasuk di antara yang paling mematikan karena
menelan korban 5.160 jiwa, merusak sampai 15.000 ha lahan produktif
karena aliran lahar mencapai 38 km, meskipun di Kali Badak telah
dibangun bendung penahan lahar pada tahun 1905. Selain itu, Hugo
Cool, seorang ahli pertambangan, pada tahun 1907 juga ditugaskan
melakukan penggalian saluran melalui pematang atau dinding kawah
bagian barat. Usaha itu berhasil mengeluarkan air 4,3 juta meter kubik.
Karena letusan inilah kemudian dibangun sistem saluran terowongan
pembuangan air danau kawah, dan selesai pada tahun 1926. Secara
keseluruhan dibangun tujuh terowongan.
3. Letusan Kelud 1951.
Pada tanggal 31 Agustus 1951, pukul 06.15/06.30, Gunung Kelud
kembali meletus (erupsi) secara eksplosif. Akibat letusan besar ini,
sejumlah kota di Pulau Jawa terkena hujan abu, termasuk Yogyakarta dan
Surakarta dan mencapai Bandung. Suasana gelap melanda kota-kota
terdampak, menyebabkan sekolah harus meliburkan siswa-siswanya dan
jawatan-jawatan berhenti beraktivitas. Letusan 1951 adalah yang pertama
kali terjadi setelah pembuatan terowongan-terowongan pembuangan air
kawah selesai dibangun. Van Ijzendoorn, Kartograf Kepala Badan
Geologi, menyimpulkan bahwa sistem saluran ini sangat membantu
77
mengurangi dampak kerugian akibat letusan. Tujuh orang tewas akibat
letusan ini, tiga di antaranya petugas pengamat gunung api. Selain itu,
157 orang terluka. Akibat letusan ini pula, dasar danau kawau menurun
sehingga volume air meningkat menjadi 50 juta meter kubik.
4. Letusan 1966
Letusan besar terjadi pada tanggal 26 April 1966 pukul 20.15.
Sekitar 210 lebih orang tewas akibat letusan ini[6]. Sistem terowongan
rusak berat, sehingga dibuatlah terowongan baru 45 meter di bawah
terowongan lama. Terowongan yang selesai tahun 1967 itu diberi nama
Terowongan Ampera. Saluran ini berfungsi mempertahankan volume
danau kawah agar stabil pada angka 2,5 juta meter kubik.
5. Letusan 1990
Letusan 1990 berlangsung selama 45 hari, yaitu 10 Februari 1990
hingga 13 Maret 1990. Pada letusan ini, Gunung Kelud memuntahkan
57,3 juta meter kubik material vulkanik. Lahar dingin menjalar sampai
24 kilometer dari danau kawah melalui 11 sungai yang berhulu di gunung
itu. Letusan ini sempat menutup terowongan Ampera dengan material
vulkanik. Proses normalisasi baru selesai pada tahun 1994.
6. Letusan 2007
Letusan pada tahun 2007 dianggap "menyimpang" dari perilaku
dasar Kelud karena letusan bertipe freatik (leleran dengan letusan-letusan
kecil) bukan eksplosif sebagaimana letusan-letusan sebelumnya. Selain
itu, letusan ini menghasilkan suatu sumbat lava berbentuk kubah yang
menyebabkan "hilang"nya danau kawah. Aktivitas gunung ini meningkat
pada akhir September 2007 dan masih terus berlanjut hingga November
tahun yang sama, ditandai dengan meningkatnya suhu air danau kawah,
peningkatan kegempaan tremor, serta perubahan warna danau kawah dari
kehijauan menjadi putih keruh. Status "awas" (tertinggi) dikeluarkan oleh
78
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sejak 16 Oktober 2007
yang berimplikasi penduduk dalam radius 10 km dari gunung (lebih
kurang 135.000 jiwa) yang tinggal di lereng gunung tersebut harus
mengungsi. Namun letusan tidak terjadi.
Setelah sempat agak mereda, aktivitas Gunung Kelud kembali
meningkat sejak 30 Oktober 2007 dengan peningkatan pesat suhu air
danau kawah dan kegempaan vulkanik dangkal. Pada tanggal 3
November 2007 sekitar pukul 16.00 suhu air danau melebihi 74 derajat
Celsius, jauh di atas normal gejala letusan sebesar 40 derajat Celsius,
sehingga menyebabkan alat pengukur suhu rusak. Getaran gempa tremor
dengan amplitudo besar (lebih dari 35mm) menyebabkan petugas
pengawas harus mengungsi, namun kembali tidak terjadi letusan. Akibat
aktivitas tinggi tersebut terjadi gejala unik dalam sejarah Kelud dengan
munculnya asap tebal putih dari tengah danau kawah diikuti dengan
kubah lava dari tengah-tengah danau kawah sejak tanggal 5 November
2007 dan terus "tumbuh" hingga berukuran selebar 100 m.
Para ahli menganggap kubah lava inilah yang menyumbat saluran
magma sehingga letusan tidak segera terjadi. Energi untuk letusan
dipakai untuk mendorong kubah lava sisa letusan tahun 1990. Sejak
peristiwa tersebut aktivitas pelepasan energi semakin berkurang dan pada
tanggal 8 November 2007 status Gunung Kelud diturunkan menjadi
"siaga" (tingkat 3). Danau kawah Gunung Kelud praktis "hilang" karena
kemunculan kubah lava yang berdiameter 469 m dan volume sebesar
16,2 juta meter kubik. Yang tersisa hanyalah kolam kecil berisi air keruh
berwarna kecoklatan di sisi selatan kubah lava.
7. Letusan 2014
Letusan Kelud 2014 dianggap lebih dahsyat daripada tahun 1990.
Meskipun hanya berlangsung tidak lebih daripada dua hari dan memakan
4 korban jiwa akibat peristiwa ikutan, bukan akibat langsung letusan.
79
Peningkatan aktivitas sudah dideteksi di akhir tahun 2013. Namun,
situasi kembali tenang. Baru kemudian diumumkan peningkatan status
dari Normal menjadi Waspada sejak tanggal 2 Februari 2014.
Pada 10 Februari 2014, Gunung Kelud dinaikkan statusnya menjadi
Siaga dan kemudian pada tanggal 13 Februari pukul 21.15 diumumkan
status bahaya tertinggi, Awas (Level IV), sehingga radius 10 km dari
puncak harus dikosongkan dari manusia. Hanya dalam waktu kurang dari
dua jam, pada pukul 22.50 telah terjadi letusan pertama tipe ledakan
(eksplosif). Erupsi tipe eksplosif seperti pada tahun 1990 ini (pada tahun
2007 tipenya efusif, yaitu berupa aliran magma) menyebabkan hujan
kerikil yang cukup lebat dirasakan warga di wilayah Kecamatan
Ngancar, Kediri, Jawa Timur, lokasi tempat gunung berapi yang terkenal
aktif ini berada, bahkan hingga kota Pare, Kediri. Wilayah Kecamatan
Wates dijadikan tempat tujuan pengungsian warga yang tinggal dalam
radius sampai 10 kilometer dari kubah lava, sesuai rekomendasi dari
Pusat Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi (PVMBG). Suara
ledakan dilaporkan terdengar hingga kota Solo dan Yogyakarta ( berjarak
200 km dari pusat letusan), bahkan Purbalingga (lebih kurang 300 km),
Jawa Tengah.
Dampak berupa abu vulkanik pada tanggal 14 Februari 2014 dini
hari dilaporkan warga telah mencapai Kabupaten Ponorogo. Di
Yogyakarta, teramati hampir seluruh wilayah tertutup abu vulkanik yang
cukup pekat, melebihi abu vulkanik dari Merapi pada tahun 2010.
Ketebalan abu vulkanik di kawasan Yogyakarta dan Sleman bahkan
diperkirakan lebih dari 2 centimeter. Dampak abu vulkanik juga
mengarah ke arah Barat Jawa, dan dilaporkan sudah mencapai Kabupaten
Ciamis, Bandung dan beberapa daerah lain di Jawa Barat. Di daerah
Madiun dan Magetan jarak pandang untuk pengendara kendaraan
bermotor atau mobil hanya sekitar 3-5 meter karena turunnya abu
80
vulkanik dari letusan Gunung Kelud tersebut sehingga banyak kendaraan
bermotor yang berjalan sangat pelan.
Hujan abu dari letusan melumpuhkan Jawa. Tujuh bandara di
Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Malang, Semarang, Cilacap dan
Bandung, ditutup. Kerugian keuangan dari penutupan bandara yang
dinilai mencapai miliaran rupiah, termasuk sekitar 2 miliar rupiah di
Bandara Internasional Juanda di Surabaya. Kerusakan yang signifikan
disebabkan untuk berbagai manufaktur dan industri pertanian. Akibat
hujan abu, perusahaan seperti Unilever Indonesia mengalami kesulitan
mendistribusikan produk mereka di seluruh daerah yang terdampak.
Kebun apel di Batu, Jawa Timur, membukukan kerugian hingga Rp 17,8
miliar, sedangkan industri susu di provinsi ini membukukan kerugian
tinggi.
Kondisi gunung setelah letusan satu malam tersebut berangsur
tenang dan pada tanggal 20 Februari 2014 status aktivitas diturunkan dari
Awas menjadi Siaga (level III) oleh PVMBG. Selanjutnya pada tanggal
28 Februari 2014 status kembali turun menjadi Waspada (Level II).
Akibat letusan ini, kubah yang menyumbat jalur keluarnya lava hancur
dan Kelud memiliki kawah kering. Dimungkinkan terbentuk danau
kawah kembali setelah beberapa tahun. Pada awal Maret sebagian besar
dari 12.304 bangunan hancur atau rusak selama letusan telah diperbaiki,
dengan perkiraan biaya sebesar Rp 55 miliar. Obyek wisata Gunung
Kelud Gunung Kelud 2012. Kubah lava 2007 tampak di tengah, dengan
latar belakang Puncak Kelud. Di sebelah kiri adalah bagian dari Puncak
Gajahmungkur.
Menuju kawasan puncak Gunung Kelud sejak tahun 2004
hubungan jalan darat telah diperbaiki untuk mempermudah para
wisatawan serta penduduk. Gunung Kelud telah menjadi objek wisata
Kabupaten Kediri dengan atraksi utama adalah kubah lava. Di puncak
81
Gajahmungkur dibangun gardu pandang dengan tangga terbuat dari
semen. Pada malam akhir pekan, kubah lava diberi penerangan lampu
berwarna-warni. Selain itu, telah disediakan pula jalur panjat tebing di
puncak Sumbing, pemandian air panas, serta flying fox. Tindakan
Kabupaten Kediri membangun kawasan wisata ini mendapat protes dari
Kabupaten Blitar, yang menganggap wilayah puncak Kelud merupakan
wilayahnya. Sengketa wilayah ini terutama meruncing setelah turunnya
Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/113/KPTS/013/2012
yang menyatakan bahwa kawasan puncak Kelud merupakan wilayah
Kabupaten Kediri.
B. PENYAJIAN DATA DAN FOKUS PENELITIAN
1. Proses kebijakan revitalisasi objek wisata gunung kelud di kabupaten Kediri
a. Kronologi Letusan Gunung Kelud
Peningkatan aktivitas Gunung Kelud mulai terjadi di akhir tahun
2013. Pada 10 Februari 2014, Gunung Kelud dinaikkan statusnya menjadi
Siaga dan kemudian Awas pada tanggal 13 Februari pukul 21.15
diumumkan status bahaya tertinggi, Awas (Level IV), sehingga radius 10
km dari puncak harus dikosongkan dari manusia. Belum sempat
pengungsian dilakukan, pada pukul 22.50 telah terjadi letusan tipe ledakan
(eksplosif). Erupsi tipe eksplosif seperti pada tahun 1990 (pada tahun 2007
tipenya efusif, yaitu berupa aliran magma) diprediksikan akan terjadi setelah
hujan kerikil yang cukup lebat dirasakan warga di wilayah Kecamatan
Ngancar, Kediri, Jawa Timur, lokasi tempat gunung berapi yang terkenal
aktif ini berada, bahkan hingga kota Pare, Kediri. Wilayah Wates dijadikan
tempat tujuan pengungsian warga yang tinggal dalam radius sampai 10
kilometer dari kubah lava menurut rekomendasi dari Pusat Vulkanologi,
Mitigasi, dan Bencana Geologi (PVMBG). Suara ledakan dilaporkan
82
terdengar hingga kota Solo dan Yogyakarta (200 km), bahkan Purbalingga
(lebih kurang 300 km), Jawa Tengah.
Dampak berupa abu vulkanik pada tanggal 14 Februari 2014 dini hari
dilaporkan warga telah mencapai Kabupaten Ponorogo, bahkan di
Yogyakarta hampir seluruh wilayah tertutup abu vulkanik yang cukup pekat
melebihi abu vulkanik dari Merapi. Ketebalan abu vulkanik di kawasan
Yogyakarta dan Sleman bahkan diperkirakan lebih dari 2 centimeter.
Dampak Debu abu vulkanik juga mengarah ke arah Barat Jawa, dan
dilaporkan sudah mencapai Kabupaten Ciamis, Bandung dan beberapa
daerah lain di Jawa Barat. Di daerah Madiun dan Magetan jarak pandang
untuk pengendara kendaraan bermotor atau mobil hanya sekitar 3-5 meter
karena turunnya abu vulkanik dari letusan Gunung Kelud tersebut sehingga
banyak kendaraan bermotor yang berjalan sangat pelan. Di sisi lain banyak
pengguna kendaraan atau warga di sekitar Kota Madiun yang terganggu
akibat Erupsi tersebut.
Menyusul adanya letusan intruksi Kemenhub menutup sementara
beberapa bandar udara di Pulau Jawa seperti Bandar Udara Internasional
Juanda Surabaya, Bandar Udara Abdul Rachman Saleh Malang, Bandar
Udara Achmad Yani Semarang, Bandar Udara Adi Sutjipto Yogyakarta,
Bandar Udara Adi Sumarmo Surakarta, Bandar Udara Tunggul Wulung
Cilacap dan Bandar Udara Husein Sastranegara Bandung. Letusan 2014
telah dideteksi oleh PVMBG dan ditanggapi dengan peningkatan status
menjadi Waspada (level II). Pada tanggal 10 Februari status meningkat
menjadi Siaga (Level III), dan persiapan – persiapan mengenai kebencanaan
telah mulai dilakukan. Kawasan seputar 5 km dari titik puncak kawah telah
disterilkan dari kegiatan manusia. Letusan Kelud kali ini paling dahsyat
dibanding letusan sebelumnya pada tahun 1990.
Gunung Kelud adalah gunung vulkanik terakhir meletus pada
November 2007. Gunung ini diketahui aktif 7 tahun kemudian, tepatnya
pada Januari 2014. “Aktivitas terakhir terjadi pada tahun 2007 diawali
dengan peningkatan aktivitas kegempaan dan diakhiri dengan erupsi efusif
83
(peristiwa keluarnya magma dalam bentuk lelehan lava, red) pada tanggal 3-
4 November 2007 berupa kubah lava di tengah danau kawah," demikian
kata Pusat ulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) seperti dari
laman PVMBG, Jumat (14/2/2014). Gunung Kelud berbentuk strato, secara
administratif terletak di tiga Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar dan
Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur dan secara geografis terletak pada
posisi 7º 56’ 00” LS, 112º 18’ 30” BT dengan ketinggian puncak 1.731
meter di atas permukaan laut.
Berikut kronologi aktifnya Gunung Kelud hingga meletus pada 2014:
1. Januari 2014
Terjadi peningkatan jumlah kegempaan di Gunung Kelud yang
didominasi oleh Gempa Vulkanik Dangkal (VB) dan Vulkanik
Dalam (VA). Gempa vulanik dalam meningkat sejak tanggal 15
Januari 2014 dengan kisaran 22-157 kejadian per hari atau rata-rata
harian 90 kejadian.
2. Tanggal 27
Gempa vulkanik dangkal teramati meningkat signifikan dalam
kisaran 13-90 kejadian per hari atau rata-rata 37 kejadian/hari.
3. Tanggal 2 Februari 2014
Berdasarkan peningkatan kegempaan vulkanik yang cukup
signifikan tersebut, status Gunung Kelud dinaikkan dari Normal
(Level I) menjadi Waspada (Level II). Kegempaan didominasi oleh
Gempa Vulkanik Dangkal (VB) dan Vulkanik Dalam (VA).
4. Tanggal 5-8 Februari 2014
Teramati adanya peningkatan energi sejak tanggal 6 Februari.
Gempa tersebar di sekitar Gunung Kelud, dengan kedalaman di
bawah 5 km, dari bawah puncak dan umumnya terkonsentrasi pada
kedalaman 1,5 km sampai 2,5 km.
5. Tanggal 9 Februari 2014
Terjadi peningkatan energi di mana amplitudo (simpangan yang
paling jauh pada getaran, red) gempa-gempa vulkanik relatif
84
membesar dan jumlah yang meningkat. Kalkulasi hiposenter
gempa-gempa Vulkanik memperlihatkan sebaran gempa di sekitar
Gunung Kelud dengan kedalaman mencapai 3 km di bawah
puncak.
6. Tanggal 13 Februari 2014
Berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental serta potensi
ancaman bahaya Gunung Kelud, pukul 21.15 WIB status kegiatan
Gunung Kelud dinaikkan dari SIAGA (level III) menjadi AWAS
(level IV).Masyarakat di sekitar Gunung Kelud dan
pengunjung/wisatawan tidak diperbolehkan melakukan aktivitas
dan mendekati kawah dan yang ada di puncak Gunung Kelud
dalam radius 10 km dari kawah aktif.
Terjadi letusan.
a. Pukul 22.55
b. Pukul 23.00
c. Pukul 23.23
d. Pukul 23.29 terjadi letusan besar
e. Pukul 23.36 hujan batu sampai ke Pare
f. Pukul 23.41 Hujan krikil sampai ke Wates dan Pesantren Kota
Kediri
g. Pukul 23. 55 hujan krikil sampai di SLG
h. Pukul 00.05 hujan krikil sampai ke pace nganjuk
i. Pukul 22.50 petugas vulkanologi meninggalkan pos kelud saat
letusan ke 3
j. Pukul 01.10 pengungsi dari Trisulo dan Sugihwaras sebanyak 2
truk diungsikan ke posko Utama Convention Center SLG
k. Semburan atau letusan mencapai ketinggian 17 km atau 50.000
kaki yang terjadi pada pukul 23.23 hari kamis tgl 13 februari
2014, kata bapak Gede Swantika, Ini Merupakan Letusan
Gunung Kelud Terdasyat Dibandingkan Th. 1990
Gamb
kelud
b. Per
set
pu
me
ang
ber
me
deb
wi
Jat
sud
Jaw
ses
de
Pu
De
ban
han
deb
Plo
bar 2. Baga
di Kabupat
rumusan maKedahsy
tahun lalu m
ukul 21.55
enggelegar d
gkasa samp
rtaburan ke
erata ke selu
bu sekitar 10
layah Kabu
tim lainnya.
dah sampai k
wa Bali ditu
suai keparah
Kerusak
sa terdekat
uncu, Kepun
esa Laharpa
ngunan lain
ngus. Kerus
bu panas m
osoklaten, W
an Proses K
ten Kediri
asalah yatan erupsi
masih segar d
Wib. Gun
dan memunt
pai 17 Km.
e seluruh w
uruh pelosok
0 s/d 30 cm
upaten Ngan
Bahkan sam
ke wilayah J
utup sement
han dampak d
kan paling p
dari radius
ng, dan Nga
ang, Besowo
nya hancur
sakan paling
meliputi 6 K
Wates dan
Kebijakan R
Gunung Ke
diingatan kit
nung Kelud
tahkan mate
Berbagai u
wilayah sekit
Kabupaten
. Esok harin
njuk, Jomba
mpai sore h
Jawa Barat d
tara sampai
debu Gunun
arah akibat e
Gunung Ke
ancar. Desa
o dan Kebo
atapnya, pe
g luas adalah
Kecamatan
Kandangan
Revitalisasi
elud pada tan
ta semua. Pa
d meletus
erial yang m
ukuran batu
tar Gunung
Kediri, deng
nya debu ma
ang, Malang
ari Jum’at 1
dan Mataram
waktu pem
ng Kelud di b
erupsi Gunu
elud yaitu d
a yang men
onrejo. Disin
rtanian dan
h sektor pert
yaitu Ngan
n. Namun
objek wisat
nggal 13 Peb
ada saat itu h
dengan su
membumbung
u, kerikil, d
g Kelud, sed
gan ketebala
asih mengguy
g, Madiun d
13 Pebruari
m. Selain itu
mbersihan de
bandara terse
ung Kelud ad
di wilayah K
galami rusa
ni banyak r
perkebunan
tanian akiba
ncar, Kepun
demikian m
85
ta gunung
bruari 2014
hari Kamis
uara keras
g tinggi ke
debu panas
dang debu
an pasir dan
yur sampai
dan daerah
2014 debu
Bandara se
ebu selesai
ebut.
dalah desa-
Kecamatan
ak terparah
rumah dan
n rusak dan
at pasir dan
ng, Puncu,
masyarakat
86
Kabupaten Kediri masih tetap bersyukur karena erupsi Gunung Kelud
sedahsyat itu tidak satupun korban manusia meninggal. Selain itu
penanganan terhadap para pengungsi dan pengamanan harta benda
berharga milik pengungsi dapat diamankan. Harta benda bergerak
khususnya ternak yang banyak dimiliki warga di lereng Gunung Kelud
juga dapat terselamatkan dan tidak ada yang mati serta tidak ada
penjualan ternak bear-besaran secara murah meskipun ternak tidak jadi
diungsikan.
Dalam 1 tahun pasca erupsi Gunung Kelud pada hari ini, semua
sudah kembali normal mulai dari pembenahan kondisi rumah yang
rusak, bangunan sekolah, saluran air, pertanian, peternakan, dan
pariwisata. Roda kehidupan masyarakat sudah berjalan lancar seperti
sebelum erupsi Gunung Kelud, para petani dan peternak maupun
pengusaha kecil sudah melaksanakan aktifitasnya seperti sediakala.
Bahkan pasca erupsi Gunung Kelud saat ini sudah banyak
menampakkan manfaat dan keuntungan bagi warga sekitar seperti lahan
pertanian lebih subur dan pengunjung ke wilayah Gunung Kelud sudah
mulai banyak serta jutaaan material pasir dan kerikil sudah banyak yang
memanfaatkan. Semua tersebut tidak lepas dari peran Bupati Kediri
dr.Hj.Haryanti Sutrisno yang berperan sebagai arsitek penanggulangan
bencana Gunung Kelud pada Tahun 2014. Setelah status Waspada
Gunung Kelud pada tanggal 2 Pebruari 2014 ditetapkan oleh PVMB
(Pusat Vulkanonologi dan Mitigasi Bencana) Bandung. Sesaat setelah
penetapan tersebut dr.H.Haryanti Sutrisno langsung melakukan rapat
koordinasi dengan seluruh anggota Satlak Penanggulangan Bencana
Kelud Kabupaten Kediri untuk melaksanakan tugas secara aktif mulai
saat itu sesuai dengan tugas bidang masing masing.
c. Formulasi Kebijakan
Dalam rapat koordinasi dr. Hj. Haryanti Sutrisno memerintahkan
dan menekankan kepada seluruh anggota Satlak Penanggulangan
Gunung Kelud untuk mengutamakan pada penyelamatan nyawa
87
manusia. Beliau mengatakan bahwa kesuksesan Satlak dalam
penanggulangan Gunung Kelud adalah Zero korban. Untuk itu setiap
bidang Satlak harus bekerja secara sungguh-sungguh untuk
memprioritaskan nyawa manusia. Mulai saat itu sesuai perintah dr.Hj.
Haryanti Sutrisno, Dinas Kominfo yang berperan sebagai Kepala
Penerangan Satlak selalu melakukan koordinasi dan memantau kondisi
Gunung Kelud dengan Bagian Vulkanologi Gunung Kelud di Ngancar.
Selanjutnya secara rutin menginformasikan ke masyarakat melalui
broadcast handphone, HT (Handy Talky), radio komunitas, radio swasta
dan lembaga penyiaran lainnya seperti ORARI, RAPI sebanyak 2 kali
sehari, yaitu pada pukul 6 pagi dan 6 sore.
Informasi tersebut meliputi suhu udara, suhu kawah, kelembaban,
getaran tektonik dalam, tektonik jauh dan tektonik luar serta status
Gunung Kelud. Selain itu informasi penting lainnya seperti titik kumpul
evakuasi, tempat pengungsian, jumlah pengungsi di masing-masing
pengungsian, kondisi pengungsi, sarana dan prasarana di tempat
pengungsian dan informasi penting lainnya sampai penanganan pasca
erupsi Gunung Kelud selalu diinformasikan kepada masyarakat dan para
pencari berita. Sesaat setelah Erupsi Gunung Kelud, Bupati Kediri dr.
Hj. Haryanti Sutrisno memerintahkan SatlakDSC 0229.1 untuk
memprioritas penanganan pengungsi, tempat pengungsian, makanan dan
minuman, pakaian dan kesehatan pengungsi. Mulai saat itu dr. Hj.
Haryanti Sutrisno secara langsung selalu mengecek kondisi seluruh
pengungsi dan tempat pengungsian serta kelengkapan sarana dan
prasarana yag diperlukan dalam pengungsian.
Pembersihan jalan-jalan yang tertutup pasir dan debu langsung
dikerjakan Satlak bersama TNI, Polri dan masyarakat demi kelancaran
lalu lintas. Selain itu pembenahan atap-atap rumah, sekolah dan
bangunan lainnya segera dilaksanakan. Setelah satu bulan perbaikan dan
pembenahan rumah sudah siap layak huni. dr. Hj. Haryanti Sutrisno
memimpin seluruh anggota Satlak untuk berkonsentrasi pada
88
pengembalian pengungsi dan memulihkan roda perekonomian
pengungsi melalui bantuan dinas terkait disesuaikan mata pencaharian
warga. Pada saat itu dr.Hj.Haryanti Sutrisno menghimbau kepada para
donator untuk membantu khususnya sarana dan prasarana pertanian
seperti benih jagung, sayur mayur, pupuk organik, dan pakan ternak. Hal
ini dikarenakan mayoritas warga yang terdampak erupsi Gunung Kelud
adalah petani dan peternak. Selanjutnya perbaikan sarana dan prasarana
sumber air lama yang rusak maupun pencarian sumber air baru, bak
penampungan air dan saluran air bersih ke warga selalu digalakkan.
Selain itu untuk mengembalikan habitat lingkungan Gunung Kelud yang
rusak, dalam satu tahun ini penghijauan di lereng Gunung Kelud terus
selalu digalakkan oleh dr.Hj.Haryanti Sutrisno.
Mewakili Bupati Kediri dr.Hj. Haryanti Sutrisno, Kepala Bidang
Informasi Satlak Penanggulangan Bencana dan Pengungsi , Adi
Suwignyo menyatakan bahwa sejak status Gunung Kelud dinaikkan
menjadi Waspada pada tanggal 3 Pebruari 2014, maka atas perintah dan
arahan dr.Hj. Haryanti Sutrisno kepada seluruh personil yang tergabung
dalam Satlak sudah harus bekerja secara serius sesuai dengan tugas
masing-masing.
Dalam kesempatan tersebut dr.Hj.Haryanti Sutrisno mengatakan
bahwa yang utama dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung
Kelud adalah Zero korban manusia atau tanpa satupun korban manusia.
Saya instruksikan kepada semua anggota satlak harus fokus dan
meningkatkan kewaspadaannya terhadap penyelamatan nyawa manusia
di setiap tindakan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud yang
saat ini sudah dinaikkan statusnya menjadi Waspada. Instruksi
dr.Hj.Haryanti Sutrisno. Adi Suwignyo menjelaskan bahwa
perkembangan status Gunung Kelud dari waspada menjadi siaga dan
awas sangatlah cepat kejadiannya. Status Gunung Kelud dinaikkan dari
Waspada menjadi Siaga level 3 pada pukul 21.15’ Wib. hari Kamis
tanggal 13 Pebruari 2014 oleh PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
89
Bencana Geologi) Bandung. Selang satu jam setelah itu yaitu pukul
22.50. Wib PVMBG menaikkan status Gunung Kelud menjadi Awas
Meletus.
Titik kumpul evakuasi warga, pengangkutan, sampai ke tempat
pengungsian serta masing-masing personil mulai dari RT, RW, Desa,
Kecamatan dan Kabupaten serta semua yang terlibat dalam evakuasi
sudah dilakukan simulasi sebelum status siaga dan awas meletus.
Sehingga dengan demikian personil satlak maupun warga yang tinggal
di sekitar Gunung Kelud pada saat erupsi pada saat itu sudah betul-betul
siaga dan tanggap untuk melakukan penyelematan sesuai dengan
simulasi evakuasi. Sebagaimana perintah dan arahan dr.Hj.Haryanti
Sutrisno. Mengenai semua informasi perkembangan status Gunung
Kelud mulai dari waspada sampai status awas meletus dan penanganan
pengungsi pasca meletusnya Gunung Kelud sesuai instruksi
dr.Hj.Haryanti Sutrisno harus dilakukan secara satu pintu di Media
Center. Disini yang berwenang melakukan informasi terkait
perkembangan status kegunungan dan penanganan pasca Gunung Kelud
meletus adalah Ketua Satlak Dandim 0809 Kediri, Wakil Ketua Satlak
yaitu Wakil Bupati Kediri dan Kepala Bidang Komunikasi dan
Informasi Satlak.
Hal ini ditujukan untuk menghindari salah informasi atau
informasi yang menyesatkan dan meresahkan warga korban bencana.
Jadi informasi yang telah dikeluarkan oleh media massa maupun
elektronik lokal, nasional dan international pada saat itu semua
bersumber dari ketiga orang tersebut atau dari website resmi Pemerintah
Kabupaten Kediri. Jelas Adi Suwignyo. Yang tidak kalah penting dari
peran satlak dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud mulai
dari status waspada, siaga dan meletusnya Gunung Kelud hingga
penanganan pasca Erupsi Gunung Kelud adalah peran aktif anggota TNI
yang begitu sigap melakukan persiapan dan pelaksanaan tempat
evakuasi, penyelamatan warga, tenda pengungsi, dapur warga pengungsi
90
dan perbaikan rumah warga yang rusak serta perbaikan sarana prasarana
umum lainnya.
d. Adopsi Kebijakan Rekomendasi membuahkan pengatahuan yang relevan dengan
kebijakan tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang
akibatnya dimasa mendatang telah diestimasikan melalui peramalan. Ini
membantu pengambilan kebijakan pada tahap adopsi kebijakan.
Rekomendasi membantu mengestimasi tingkat resiko dan
ketidakpastian, mengenal eksternalitas dan akibat ganda, menentukan
kriteria dalam pembuatan pilihan, dan mentukan pertanggungjawaban
administratif bagi implementasi kebijakan.
Kebijakan publik merupakan semacam jawaban terhadap suatu
masalah karena merupakan upaya memecahkan, mengurangi dan
mencegah suatu keburukan serta sebaliknya menjadi penganjur inovasi
dan pemuka terjadinya kebaikan dengan cara terbaik dan tindakan
terarah. Dapat dirumuskan pula bahwa pengetahuan tentang kebijakan
publik adalah pengetahuan tentang sebab-sebab, konsekuensi, dan
kinerja kebijakan dan program publik.
Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud
terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana
erupsi Gunung Kelud 2014, tahap persiapan pelaksanaan rencana
penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap tanggap
darurat bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap transisi ke tahap
pemulihan, dan tahap pemulihan. Penahapan penanggulangan bencana
erupsi Gunung Kelud 2014 di Kabupaten Kediri telah terstruktur dengan
baik tetapi perencanaan penanggulangan bencananya bersifat mendadak
sehingga perencanaan belum dapat melingkupi semua aspek misalnya
evakuasi hewan ternak yang tidak sempat dilakukan. Hal tersebut
dikarenakan terdapat perencanaan kontingensi dalam menghadapi
bencana letusan Gunung Kelud yang tidak sesuai dengan rencana seperti
melesetnya perkiraan letusan Gunung Kelud tetapi dokumen tersebut
91
tidak diperbaiki. Oleh karena itu, peningkatan status Gunung Kelud
mempengaruhi tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi
Gunung Kelud 2014. Selanjutnya, dibentuk Prosedur Tetap
Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Kelud sebagai pedoman dalam
menghadapi letusan Gunung Kelud.
Selain itu, PBB melalui salah satu lembaganya FAO (Food and
Agriculture Organization) turut membantu rehabilitasi wilayah
terdampak letusan Gunung Kelud yaitu dengan menyelenggarakan
program UNJP (United Nation Join Programe) Support to Mt Kelud
Post Eruption Recovery Programme. Program ini bertujuan untuk
membantu rehabilitasi dan membangun kembali keadaan sosial
ekonomi masyarakat pasca erupsi Gunung Kelud agar lebih cepat pulih.
e. Implementasi Kebijakan Salah satu tahapan penting dalam perumusan kebijakan publik
adalah tahap implementasi kebijakan. Tahap implementasi sering
dianggap hanya sebagai suatu pelaksanaan dari apa yang telah di
putuskan dan di tetapkan oleh para pengambil keputusan dalam hal ini
adalah pemerintah dan tahapan ini dianggap tahapan yang kurang
berpenggaruh. Dalam tahapan ini menyangkut sejauh mana suatu
kebijakan bisa dilaksanakan dalam dunia nyata. Namun pada
kenyataanya tahapan ini menjadi sangat penting karena suatu kebijakan
yang telah ditetapkan hanya akan menjadi impian belaka apabila tidak di
implementasikan. Tahap Implementasi Kebijakan Publik adalah tahap
dimana suatu kebijakan harus dapat diimplementasikan secara maksimal
sehingga tujuan dari kebijakan itu dapat tercapai. Dimana selanjutnya,
membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang
ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diterapkan dengan yang
benar-benar dihasilkan. Jadi ini membantu pengambilan kebijakan
terhadap proses pembuatan kebijakan. Evaluasi tidak hanya
menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah
terselesaikan, tetapi juga menyumbang pada klarifikasi dan kritik
92
terhadap nilai-nilai yang mendasari kebijakan, membantu dalam
penyesuaian dan perumusan kembali masalah.
Yang dilakukan pertama adalah Sosialisasi dan Koordinasi
Program, Koordinasi jajaran pemerintahan hingga tingkat
Desa/Kelurahan. Sosialisasi kepada masyarakat umum dan korban.
Membangun kebersamaan, solidaritas, dan kerelawanan. Lalu,
Inventarisasi dan identifikasi tingkat kerusakan/kerugian bencana
dilakukan oleh BNPB dan/atau BPBD dan/atau unsur-unsur lain yang
dikoordinasikan oleh BNPB dan/atau BPBD. Verifikasi atas hasil
inventarisasi dan identifikasi kerusakan/ kerugian dapat dilakukan oleh
BNPB dan/atau BPBD oleh karena adanya usulan, masukan, sanggahan
dari masyarakat maupunkarena timbulnya bencana susulan dan hal lain
yang relevan. Inventarisasi, identifikasi kerusakan/kerugian atau
verifikasi atas hasilnya dilakukan pada pelaksanaan “rapid assessment”
tahap tanggap darurat dan atau rehabilitasi.
Selanjutnya adalah Perencanaan dan penetapan prioritas di tingkat
masyarakat yang dilakukan secara partisipatif oleh kelompok
masyarakat merupakan masukan penting bagi program rehabilitasi.
Sinkronisasi rencana dan program meliputi sinkronisasi program
tahapan rehabilitasi, prabencana, tanggap darurat dan rekonstruksi,
sinkronisasi lintas-pelaku, sinkronisasi lintas-sektor, sinkronisasi lintas-
wilayah. Perencanaan, penetapan prioritas dan sinkronisasi program
dilakukan oleh BPBD dan/atau BNPB. Lalu, Mobilisasi sumberdaya
yang meliputi sumberdaya manusia, peralatan, material dan dana
dilakukan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang tersedia.
Sumberdaya manusia yang memahami dan mempunyai ketrampilan
secara profesional sangat diperlukan dalam semua proses dan kegiatan
rehabilitasi pascabencana. Sumberdaya yang berupa peralatan, material
dan dana disediakan dan siap dialokasikan untuk menunjang proses
rehabilitasi.
93
Pelaksanaan revitalisasi meliputi kegiatan perbaikan fisik dan
pemulihan fungsi non-fisik. Kegiatan revitalisasi dilaksanakan di
wilayah yang terkena bencana maupun wilayah lain yang dimungkinkan
untuk dijadikan wilayah sasaran kegiatan revitalisasi. Kegiatan
rehabilitasi dilakukan oleh BNPB jika status bencana adalah tingkat
nasional atau atas inisiatif sendiri BNPB dan atau BPBD untuk status
bencana daerah. Kegiatan revitalisasi juga dimungkinkan untuk
melibatkan banyak pemangku kepentingan dan masyarakat.
Pemantauan penyelenggaraan revitalisasi pascabencana
diperlukan sebagai upaya untuk memantau secara terus-menerus
terhadap proses dan kegiatan revitalisasi. Pelaksanaan pemantauan
kegiatan revitalisasi dilakukan oleh unsur pengarah beserta unsur
pelaksana BNPB dan atau BPBD dan dapat melibatkan lembaga/institusi
perencanaan di tingkat nasional dan/atau daerah, sebagai bahan
menyeluruh dalam penyelenggaraan revitalisasi. Penyusunan laporan
penyelenggaraan revitalisasi pascabencana dilakukan oleh unsur
pengarah dan/atau unsur pelaksana BNPB dan/atau BPBD. Laporan
penyelenggaraan revitalisasi selanjutnya digunakan untuk memverifikasi
perencanaan program revitalisasi.
Untuk memastikan keberlanjutan program yang di rintis oleh
FAO ini, tim telah memformulasikan sebuah rencana keberlanjutan yang
akan disusulkan sebagai sebuah upaya untuk meningkatkan program
secara strategis. Program SID kolaborasi FAO dengan pemerintah
sangat membantu pemasaran produk warga. Pada penutupan program
UNJP di Desa Babadan Kec Ngancar, Bupati Kediri dr Haryanti
Sutrisno memberikan apresiasi positif pada kerja yang dilakukan oleh
Antonia Caranaggi dan tim. Bupati Haryanti berjanji akan melanjutkan
keberlangsungan program ini demi meningkatkan taraf hidup
masyarakat sekitar Gunung Kelud.
Manfaat dari program kerjasama ini sangat dirasakan oleh para
warga. Sebagaimana diungkapkan oleh Dariyanto, salah seorang
94
penerima program Sistem Informasi Desa (SID), program kolaborasi
antara tim FAO dengan pemerintah, “Melalui SID kami bisa
memasarkan produk secara online, sehingga pemasaran bisa lebih jauh,
bukan hanya sebatas pasar desa bahkan menjangkau luar kota”. Manfaat
dirasakan juga oleh Sulatun warga desa Kampung Baru. Dengan
bantuan dari FAO, kelompok ternak Estu Karya Jaya yang dipimpinnya
mampu mengembangkan kandang Komunal terstandarisasi sehingga
meningkatkan kualitas serta produktifitas ternak yang dikelola
kelompoknya.
f. Penilaian Kebijakan Program UNJP ini telah bekerja sekitar 20 bulan. Dirintis sejak
Desember 2014 dan dimulai resmi Maret 2015 sampai Agustus 2016.
Di Kabupaten Kediri, tim telah bekerja setidaknya di delapan lokasi
yaitu desa Babadan, Sugih waras, Sempu, Puncu, Kampung baru,
Kebonrejo dan Besowo. Di tahun 2016 banyak kemajuan yang sudah
dicapai oleh tim. Tim telah berhasil bekerja meningkatkan kapasitas
pemerintah setempat untuk berkoordinasi melakukan pemulihan awal
dipasca bencana dan penguatan langkah-langkah pemulihan. Tim juga
berhasil memperkuat kapasitas pemerintah untuk merencanakan dan
meimplementasikan langkah-langkah pemulihan pasca bencana.
Tim juga telah berhasil menginstitusikan target dalam mendukung
pemulihan mata pencaharian dalam pembangunan kesempatan ekonomi
baru di area pasca bencana, setidaknya ada 10.000 bibit pisang yang
sudah dieksekusikan di desa Kebonrojo, Wonorejo dan Puncu , serta
memberikan manfaat bagi setidaknya 6 kelompok tani setempat. Tim
juga telah berhasil mewujudkan setidaknya sejumlah 54 ekor sapi, 30
ekor domba dan 175 ekor kambing di Kabupaten Kediri dan Kabupaten
Malang dan memberikan manfaat bagi sekitar 113 kepala keluarga.
Antonio Caranaggi, Operation Coordinator FAO Indonesia
mengungkapkan bahwa bantuan tersebut disediakan berdasarkan proses
partisipasi yang melibatkan warga dan berdasarkan konsultasi dengan
95
pihak pemerintah. “Pekerjaan lainnya sudah termasuk dalam
mengurangi hama dan juga mendukung kelompok pengolah makanan di
area terdampak”, tambahnya.
Dikutip dari majalah tempo bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) Surabaya mengabulkan gugatan Pemerintah Kabupaten Kediri
atas sengketa pengelolaan Gunung Kelud dengan Pemerintah Kabupaten
Blitar. Humas PTUN Surabaya Sofyan Iskandari menjelaskan saat
pembacaan putusan, Rabu, 12 Agustus 2015, majelis hakim PTUN yang
diketuai oleh Anna L. Tewernusa mengabulkan gugatan Pemerintah
Kabupaten Kediri. "Keputusannya memang begitu," katanya kepada
Tempo, di kantornya, Jumat, 14 Agustus 2015. Sofyan menjelaskan,
majelis hakim menyatakan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur
Nomor 188/828/KPTS/013/2014 tertanggal 11 Desember 2014 tentang
pencabutan atas Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor
188/113/KPTS/013/2012 tertanggal 28 Februari 2012, dinyatakan batal
dan tidak sah. Menurut Sofyan, putusan itu belum inkracht (belum
berkuatan hukum tetap), karena tergugat dan turut tergugat masih punya
waktu 14 hari untuk memutuskan apakah menerima atau banding atas
putusan itu. Dalam sengketa yang berkaitan hak pengelolaan Gunung
Kelud, Pemerintah Kabupaten Kediri menggugat Gubernur Jawa Timur
dan Pemerintah Kabupaten Blitar sebagai turut tergugat. Sengketa dua
kabupaten itu berlangsung sejak 2003. Kemudian kembali memanas
pada 2009. Setelah melalui rangkaian perundingan yang alot, Gubernur
Jawa Timur mengeluarkan Surat Keputusan Nomor
188/113/KPTS/013/2012 tentang hak pengelolaan Gunung Kelud yang
diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Kediri pada 2012. Surat
keputusan itu menuai protes Pemerintah Kabupaten Blitar, yang
kemudian menggugat Gubernur di PTUN Surabaya. Meski gugatan
tersebut tidak bisa diproses oleh PTUN Surabaya, tapi mampu
menggoyahkan sikap Gubernur Soekarwo untuk mencabut SK yang
memberikan hak pengelolaan Gunung Kelud yang diberikan kepada
96
Pemerintah Kabupaten Kediri. Gubernur Jawa Timur kemudian
menerbitkan SK Nomor 188/828/KPTS/013/2014 tertanggal 11
Desember 2014 yang menyatakan Gunung Kelud dalam status quo.
Beleid itu sekaligus mencabut Surat Keputusan Nomor
188/113/KPTS/013/2012. Namun, justru Pemerintah Kabupaten Kediri
meradang, yang kemudian menggugat Gubernur ke PTUN Surabaya
dengan tuduhan melakukan pelanggaran hukum. Inilah yang menjadi
kendala saat ini dalam hal mengatasi kelanjutan pembangunan pada
kebijakan revitalisasi pemerintah kabupaten kediri pada objek wisata
gunung kelud.
2. Faktor pendorong dan penghambat dalam implementasi kebijakan revitalisasi objek wisata gunung kelud di kabupaten Kediri a. Faktor pendorong internal dan eksternal dalam revitalisasi objek
wisata Faktor pendorong tersebut terdiri dari kesiapsiagaan masyarakat
dalam menghadapi bencana erupsi Gunung Kelud, koordinasi antar
pelaku proses, penyiapan kendaraan untuk evakuasi, kecepatan
pelaporan kepada ketua bakornas (badan koordinasi nasional) ,
pemilihan anggota Satlak PBP (penanggulangan bencana dan
pengungsi) , perencanaan titik dan jalur evakuasi, pemanfaatan jalur
evakausi, penyebaran informasi melalui RAPI (radio antar penduduk
Indonesia) , adanya petunjuk jalur evakuasi, dan kebutuhan warga yang
harus dipenuhi.
b. Faktor penghambat internal dan eksternal dalam revitalisasi objek wisata
Kurangnya SDM Lokal dalam upaya menangani revitalisasi pasca bencana gunung kelud merupakan faktor penghambat dari revitalisasi gunung kelud tersebut. Sehingga pemerintah kabupaten Kediri mengambil tenaga dari BNPB serta dari instansi lainnya untuk menyelesaikan masalah ini. Juga pada perubahan status Gunung kelud, letusan Gunung Kelud, keaktifan lembaga swadaya masyarakat, waktu tempuh perubahan status Gunung Kelud yang singkat, kepercayaan warga, datangnya isu yang tidak jelas, mati listrik, dan keadaan panik.
C
gusta18me
C. PEMBA
1. Proses
Kedir
Gamb
kelud
a. Per
rele
men
mel
mem
pen
mem
pelu
kab
yan
Kendala unung kelud atus quo, 8/828/KPTSenyatakan G
HASAN
s kebijakan
ri
bar 3. Baga
di Kabupat
rumusan ma
Dalam p
evan dengan
ndasari defin
lalui penyus
mbantu men
nyebab-peny
madukan pa
uang-peluan
Disini dal
bupaten Ked
ng akan dija
lain juga ditu sendiri.
seperti S/013/2014
Gunung Kelu
n revitalisas
an Proses K
ten Kediri
asalah
perumusan m
n kebijakan
nisi masalah
sunan agend
nemukan asu
yebabnya, m
andangan-pa
ng kebijakan
lam membu
diri melihat
adikan seba
datang dari Dimana sekyang dintertanggal
d dalam stat
si objek wis
Kebijakan R
masalah dap
n yang mem
h dan mema
da (agenda s
umsi-asumsi
memetakan tu
andangan ya
yang baru.
at kebijakan
terlebih dah
agai bahan
aspek legalkarang statusnyatakan 11 Destus quo.
sata gunung
Revitalisasi
pat memaso
mpersoalkan
asuki proses
setting). Peru
i yang tersem
ujuan-tujuan
ang bertenta
n tentang rev
hulu penyeb
untuk mem
l terhadap ks gunung kepada SK
sember 20
g kelud di k
objek wisat
ok pengetah
n asumsi-asu
s pembuatan
umusan mas
mbunyi, me
n yang mem
angan dan
vitalisasi gun
bab – penye
mbuat kebijak
97
keberadaan elud adalah
K Nomor 014 yang
kabupaten
ta gunung
huan yang
umsi yang
n kebijakan
salah dapat
endiagnosis
mungkinkan
merancang
nung kelud,
ebab utama
kan dalam
98
revitalisasi gunung kelud. Dimana kerusakan paling parah akibat erupsi
Gunung Kelud adalah desa – desa terdekat dari radius Gunung Kelud
yaitu di wilayah Kecamatan Puncu, Kepung, dan Ngancar. Desa yang
mengalami rusak terparah Desa Laharpang, Besowo dan Kebonrejo.
Disini banyak rumah dan bangunan lainnya hancur atapnya, pertanian
dan perkebunan rusak dan hangus. Kerusakan paling luas adalah sektor
pertanian akibat pasir dan debu panas meliputi 6 Kecamatan yaitu
Ngancar, Kepung, Puncu, Plosoklaten, Wates dan Kandangan. Namun
demikian masyarakat Kabupaten Kediri masih tetap bersyukur karena
erupsi Gunung Kelud sedahsyat itu tidak satupun korban manusia
meninggal. Selain itu penanganan terhadap para pengungsi dan
pengamanan harta benda berharga milik pengungsi dapat diamankan.
Harta benda bergerak khususnya ternak yang banyak dimiliki warga di
lereng Gunung Kelud juga dapat terselamatkan dan tidak ada yang mati
serta tidak ada penjualan ternak bear-besaran secara murah meskipun
ternak tidak jadi diungsikan.
Dalam 1 tahun pasca erupsi Gunung Kelud pada hari ini, semua
sudah kembali normal mulai dari pembenahan kondisi rumah yang rusak,
bangunan sekolah, saluran air, pertanian, peternakan, dan pariwisata.
Roda kehidupan masyarakat sudah berjalan lancar seperti sebelum erupsi
Gunung Kelud, para petani dan peternak maupun pengusaha kecil sudah
melaksanakan aktifitasnya seperti sediakala. Bahkan pasca erupsi
Gunung Kelud saat ini sudah banyak menampakkan manfaat dan
keuntungan bagi warga sekitar seperti lahan pertanian lebih subur dan
pengunjung ke wilayah Gunung Kelud sudah mulai banyak serta jutaaan
material pasir dan kerikil sudah banyak yang memanfaatkan. Semua
tersebut tidak lepas dari peran pemerintah kabupaten Kediri yang
berperan sebagai aktor utama dalam penanggulangan bencana Gunung
Kelud pada Tahun 2014. Setelah status Waspada Gunung Kelud pada
tanggal 2 Pebruari 2014 ditetapkan oleh PVMB (Pusat Vulkanonologi
dan Mitigasi Bencana) Bandung. Sesaat setelah penetapan tersebut
99
pemerintah kabupaten Kediri langsung melakukan rapat koordinasi
dengan seluruh anggota Satlak Penanggulangan Bencana Kelud
Kabupaten Kediri untuk melaksanakan tugas secara aktif mulai saat itu
sesuai dengan tugas bidang masing masing.
b. Formulasi Kebijakan Dalam fase formulasi kebijakan publik, realitas politik yang
melingkupi proses pembuatan kebijakan publik tidak boleh dilepaskan
dari fokus kajiannya. Sebab bila kita melepaskan kenyataan politik dari
proses pembuatan kebijakan publik, maka jelas kebijakan publik yang
dihasilkan itu akan miskin aspek lapangannya. Sebuah produk kebijakan
publik yang miskin aspek lapangannya itu jelas akan menemui banyak
persoalan pada tahap penerapan berikutnya. Dan yang tidak boleh
dilupakan adalah penerapannya dilapangan dimana kebijakan publik itu
hidup tidaklah pernah steril dari unsur politik. Formulasi kebijakan
publik adalah langkah yang paling awal dalam proses kebijakan publik
secara keseluruhan, oleh karena apa yang terjadi pada tahap ini akan
sangat menentukan berhasil tidaknya kebijakan publik yang dibuat itu
pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu perlu adanya kehati-hatian
lebih dari para pembuat kebijakan ketika akan melakukan formulasi
kebijakan publik ini. Yang harus diingat pula adalah bahwa formulasi
kebijakan publik yang baik adalah formulasi kebijakan publik yang
berorientasi pada implementasi dan evaluasi. Sebab seringkali para
pengambil kebijakan beranggapan bahwa formulasi kebijakan yang baik
itu adalah sebuah uraian konseptual yang sarat dengan pesan-pesan ideal
dan normatif, namun tidak membumi. Padahal sesungguhnya formulasi
kebijakan publik yang baik itu adalah sebuah uraian atas kematangan
pembacaan realitas sekaligus alternatif solusi yang fisibel terhadap
realitas tersebut.
Di dalam tahap ini, pemerintah kabupaten Kediri melakukan rapat
koordinasi dengan memerintahkan dan menekankan kepada seluruh
100
anggota Satlak Penanggulangan Gunung Kelud untuk mengutamakan
pada penyelamatan nyawa manusia. Untuk itu setiap bidang Satlak harus
bekerja secara sungguh-sungguh untuk memprioritaskan nyawa manusia.
Mulai saat itu sesuai perintah dr.Hj. Haryanti Sutrisno, Dinas Kominfo
Kabupaten Kediri yang berperan sebagai Kepala Penerangan Satlak
selalu melakukan koordinasi dan memantau kondisi Gunung Kelud
dengan Bagian Vulkanologi Gunung Kelud di Ngancar. Selanjutnya
secara rutin menginformasikan ke masyarakat melalui broadcast
handphone, HT (Handy Talky), radio komunitas, radio swasta dan
lembaga penyiaran lainnya seperti ORARI, RAPI sebanyak 2 kali sehari,
yaitu pada pukul 6 pagi dan 6 sore.
Informasi tersebut meliputi suhu udara, suhu kawah, kelembaban,
getaran tektonik dalam, tektonik jauh dan tektonik luar serta status
Gunung Kelud. Selain itu informasi penting lainnya seperti titik kumpul
evakuasi, tempat pengungsian, jumlah pengungsi di masing-masing
pengungsian, kondisi pengungsi, sarana dan prasarana di tempat
pengungsian dan informasi penting lainnya sampai penanganan pasca
erupsi Gunung Kelud selalu diinformasikan kepada masyarakat dan para
pencari berita. Sesaat setelah Erupsi Gunung Kelud, Bupati Kediri dr. Hj.
Haryanti Sutrisno memerintahkan Satlak DSC 0229.1 untuk
memprioritas penanganan pengungsi, tempat pengungsian, makanan dan
minuman, pakaian dan kesehatan pengungsi. Mulai saat itu dr. Hj.
Haryanti Sutrisno secara langsung selalu mengecek kondisi seluruh
pengungsi dan tempat pengungsian serta kelengkapan sarana dan
prasarana yang diperlukan dalam pengungsian.
Pembersihan jalan-jalan yang tertutup pasir dan debu langsung
dikerjakan Satlak bersama TNI, Polri dan masyarakat demi kelancaran
lalu lintas. Selain itu pembenahan atap-atap rumah, sekolah dan
bangunan lainnya segera dilaksanakan. Setelah satu bulan perbaikan dan
pembenahan rumah sudah siap layak huni. dr. Hj. Haryanti Sutrisno
memimpin seluruh anggota Satlak untuk berkonsentrasi pada
101
pengembalian pengungsi dan memulihkan roda perekonomian pengungsi
melalui bantuan dinas terkait disesuaikan mata pencaharian warga. Pada
saat itu dr.Hj.Haryanti Sutrisno menghimbau kepada para donator untuk
membantu khususnya sarana dan prasarana pertanian seperti benih
jagung, sayur mayur, pupuk organik, dan pakan ternak. Hal ini
dikarenakan mayoritas warga yang terdampak erupsi Gunung Kelud
adalah petani dan peternak. Selanjutnya perbaikan sarana dan prasarana
sumber air lama yang rusak maupun pencarian sumber air baru, bak
penampungan air dan saluran air bersih ke warga selalu digalakkan.
Selain itu untuk mengembalikan habitat lingkungan Gunung Kelud yang
rusak, dalam satu tahun ini penghijauan di lereng Gunung Kelud terus
selalu digalakkan oleh dr.Hj.Haryanti Sutrisno.
Selain itu, PBB melalui salah satu lembaganya FAO (Food and
Agriculture Organization) turut membantu rehabilitasi wilayah
terdampak letusan Gunung Kelud yaitu dengan menyelenggarakan
program UNJP (United Nation Join Programe) Support to Mt Kelud Post
Eruption Recovery Programme. Program ini bertujuan untuk membantu
rehabilitasi dan membangun kembali keadaan sosial ekonomi
masyarakat pasca erupsi Gunung Kelud agar lebih cepat pulih.
Sebagaimana diketahui, erupsi Gunung Kelud pada tahun 2014
telah mengakibatkan sekitar 2341 KK dalam radius 10 km mengungsi
dan telah menyebabkan kerusakan yang cukup besar khususnya sektor
pertanian di wilayah Kabupaten Kediri, Malang, dan Blitar. Angka
kerugian mencapai 100 miliar rupiah dan hampir 15.000 ha lahan
pertanian mengalami kerusakan. Angka ini mewakili setidaknya 23%
dari kerugian total di Propinsi Jawa Timur. Disebutkan oleh Ardanti YC
Sutarto, National Project Manager FAO Kelud, tujuan FAO dalam
proyek ini adalah untuk memulihkan mata pencaharian penduduk secara
cepat serta mengembangkan potensi ekonomi di wilayah , seperti
peternakan, hortikultura dan pariwisata. “Gemes saya, potensi wisata di
Kabupaten Kediri sangat luar biasa, sayang belum dikembangkan
102
maksimal”, ungkapnya. Bupati Haryanti mengunjungi stand UMKM
warga Ngancar. Produk-produk yang ditampilkan ini merupakan salah
satu bukti keberhasilan tim FAU meningkatkan ekonomi warga.
c. Adopsi Kebijakan Adopsi kebijakan merupakan alternatif kebijakan yang diadopsi
dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsesnsus diantara direktur
lembaga atau keputusan peradilan. Dimana pada tahap ini pemerintah
kabupaten kediri melakukan beberapa Penahapan penanggulangan
bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap
perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap
persiapan pelaksanaan rencana penanggulangan bencana erupsi Gunung
Kelud 2014, tahap tanggap darurat bencana erupsi Gunung Kelud 2014,
tahap transisi ke tahap pemulihan, dan tahap pemulihan. Penahapan
penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014 di Kabupaten
Kediri telah terstruktur dengan baik tetapi perencanaan penanggulangan
bencananya bersifat mendadak sehingga perencanaan belum dapat
melingkupi semua aspek misalnya evakuasi hewan ternak yang tidak
sempat dilakukan. Hal tersebut dikarenakan terdapat perencanaan
kontingensi dalam menghadapi bencana letusan Gunung Kelud yang
tidak sesuai dengan rencana seperti melesetnya perkiraan letusan Gunung
Kelud tetapi dokumen tersebut tidak diperbaiki. Oleh karena itu,
peningkatan status Gunung Kelud mempengaruhi tahap perencanaan
penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014. Selanjutnya,
dibentuk Prosedur Tetap Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Kelud
sebagai pedoman dalam menghadapi letusan Gunung Kelud.
d. Implementasi Kebijakan Mengimplementasikan sebuah kebijakan bukanlah masalah yang
mudah terutama dalam mencapai tujuan bersama, cukup sulit untuk
membuat sebuah kebijakan publik yang baik dan adil. Dan lebih sulit lagi
untuk melaksanakannya dalam bantuk dan cara yang memuaskan semua
orang termasuk mereka yang dianggap klien. Masalah lainnya adalah
103
kesulitan dalam memenuhi tuntutan berbagai kelompok yang dapat
menyebabkan konflik yang mendorong berkembangnya pemikiran politik
sebagai konflik. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa implementasi
kebijakan meliputi semua tindakan yang berlangsung antara pernyataan
atau perumusan kebijakan dan dampak aktualnya.
Pada tahap ini, penanggulangan bencana alam erupsi Gunung
Kelud pada tanggal 13 Pebruari 2014 yang dilakukan oleh Satlak
Penanggulangan Bencana dan Pengungsi Pemerintah Kabupaten Kediri
dengan prestasi tanpa korban manusia banyak mengundang perhatian
berbagai ahli vulkanologi dunia diantaranya Mr. Jibiki salah satu
Vulkanologi dari Negara Jepang. Jika melihat kedahsyatan erupsi
Gunung Kelud yang memuntahkan material ke angkasa sampai 17 Km
dan menyebarkan material tersebut sampai Mataram Nusa Tenggara
Barat dan Daerah Jawa Barat pada esok harinya. Seluruh Bandara Udara
di Jawa dan Bali menghentikan aktivitasnya karena pengaruh muntahan
material debu yang dimuntahkan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
yang utama dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud adalah
Zero korban manusia atau tanpa satupun korban manusia. Sesuai dengan
yang diinstruksikan kepada semua anggota satlak yaitu harus fokus dan
meningkatkan kewaspadaannya terhadap penyelamatan nyawa manusia
di setiap tindakan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud yang
saat ini sudah dinaikkan statusnya menjadi Waspada. Perkembangan
status Gunung Kelud dari waspada menjadi siaga dan awas sangatlah
cepat kejadiannya. Status Gunung Kelud dinaikkan dari Waspada
menjadi Siaga level 3 pada pukul 21.15’ Wib. hari Kamis tanggal 13
Pebruari 2014 oleh PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi) Bandung. Selang satu jam setelah itu yaitu pukul 22.50. Wib
PVMBG menaikkan status Gunung Kelud menjadi Awas Meletus.
Namun demikian karena kesiagaan dan ketanggapan yang tinggi
dari seluruh anggota Satlak dan masyarakat di sekitar Gunung Kelud
terutama wilayah Kecamatan Ngancar, Plosoklaten, Kepung dan Puncu
104
sukses melakukan penyelamatan dari dampak erupsi Gunung Kelud yang
begitu dahsyat pada malam itu juga. Perintah Simulasi evakuasi warga
maupun harta benda berharga sudah harus dipersiapkan dan dilakukan
sejak status waspada sampai siaga seperti ternak dan harta berharga
lainnya.
Titik kumpul evakuasi warga, pengangkutan, sampai ke tempat
pengungsian serta masing-masing personil mulai dari RT, RW, Desa,
Kecamatan dan Kabupaten serta semua yang terlibat dalam evakuasi
sudah dilakukan simulasi sebelum status siaga dan awas meletus.
Sehingga dengan demikian personil satlak maupun warga yang tinggal di
sekitar Gunung Kelud pada saat erupsi pada saat itu sudah betul-betul
siaga dan tanggap untuk melakukan penyelematan sesuai dengan
simulasi evakuasi. Sebagaimana perintah dan arahan dari dr.Hj.Haryanti
Sutrisno. Mengenai semua informasi perkembangan status Gunung
Kelud mulai dari waspada sampai status awas meletus dan penanganan
pengungsi pasca meletusnya Gunung Kelud sesuai instruksi
dr.Hj.Haryanti Sutrisno harus dilakukan secara satu pintu di Media
Center. Disini yang berwenang melakukan informasi terkait
perkembangan status kegunungan dan penanganan pasca Gunung Kelud
meletus adalah Ketua Satlak Dandim 0809 Kediri, Wakil Ketua Satlak
yaitu Wakil Bupati Kediri dan Kepala Bidang Komunikasi dan Informasi
Satlak.
Hal ini ditujukan untuk menghindari salah informasi atau informasi
yang menyesatkan dan meresahkan warga korban bencana. Jadi
informasi yang telah dikeluarkan oleh media massa maupun elektronik
lokal, nasional dan international pada saat itu semua bersumber dari
ketiga orang tersebut atau dari website resmi Pemerintah Kabupaten
Kediri. Jelas Adi Suwignyo. Yang tidak kalah penting dari peran satlak
dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud mulai dari status
waspada, siaga dan meletusnya Gunung Kelud hingga penanganan pasca
Erupsi Gunung Kelud adalah peran aktif anggota TNI yang begitu sigap
105
melakukan persiapan dan pelaksanaan tempat evakuasi, penyelamatan
warga, tenda pengungsi, dapur warga pengungsi dan perbaikan rumah
warga yang rusak serta perbaikan sarana prasarana umum lainnya.
Untuk memastikan keberlanjutan program yang di rintis oleh FAO
ini, tim telah memformulasikan sebuah rencana keberlanjutan yang akan
disusulkan sebagai sebuah upaya untuk meningkatkan program secara
strategis. “Terimakasih pada tim dilapangan, pemerintah daerah dan juga
masyarakat setempat yang sudah mendukung dan mensukseskan proyek
ini dan saya harap kita dapat melakukan kolaborasi lebih lanjut dimasa
depan”, ungkapnya. Dariyanto mengungkapkan program SID kolaborasi
FAO dengan pemerintah sangat membantu pemasaran produk warga.
Selasa (30/8) pada penutupan program UNJP di Desa Babadan Kec
Ngancar, Bupati Kediri dr Haryanti Sutrisno memberikan apresiasi
positif pada kerja yang dilakukan oleh Antonia Caranaggi dan tim.
Bupati Haryanti berjanji akan melanjutkan keberlangsungan program ini
demi meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar Gunung Kelud.
Manfaat dari program kerjasama ini sangat dirasakan oleh para
warga. Sebagaimana diungkapkan oleh Dariyanto, salah seorang
penerima program Sistem Informasi Desa (SID), program kolaborasi
antara tim FAO dengan pemerintah, “Melalui SID kami bisa memasarkan
produk secara online, sehingga pemasaran bisa lebih jauh, bukan hanya
sebatas pasar desa bahkan menjangkau luar kota”. Manfaat dirasakan
juga oleh Sulatun warga desa Kampung Baru. Dengan bantuan dari FAO,
kelompok ternak Estu Karya Jaya yang dipimpinnya mampu
mengembangkan kandang Komunal terstandarisasi sehingga
meningkatkan kualitas serta produktifitas ternak yang dikelola
kelompoknya.
e. Penilaian Kebijakan Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya
mengenai kinerja kebijakan, yaitu, seberapa jauh kebutuhan, nilai dan
kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini,
106
evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu (misalnya,
perbaikan kesehatan) dan target tertentu.
Program UNJP ini telah bekerja sekitar 20 bulan. Dirintis sejak
Desember 2014 dan dimulai resmi Maret 2015 sampai Agustus 2016. Di
Kabupaten Kediri, tim telah bekerja setidaknya di delapan lokasi yaitu
desa Babadan, Sugih waras, Sempu, Puncu, Kampung baru, Kebonrejo
dan Besowo. Di tahun 2016 sudah banyak kemajuan yang sudah dicapai
oleh tim. Tim telah berhasil bekerja meningkatkan kapasitas pemerintah
setempat untuk berkoordinasi melakukan pemulihan awal dipasca
bencana dan penguatan langkah-langkah pemulihan. Tim juga berhasil
memperkuat kapasitas pemerintah untuk merencanakan dan
meimplementasikan langkah-langkah pemulihan pasca bencana.
Tim juga telah berhasil menginstitusikan target dalam mendukung
pemulihan mata pencaharian dalam pembangunan kesempatan ekonomi
baru di area pasca bencana, setidaknya ada 10.000 bibit pisang yang
sudah dieksekusikan di desa Kebonrojo, Wonorejo dan Puncu , serta
memberikan manfaat bagi setidaknya 6 kelompok tani setempat. Tim
juga telah berhasil mewujudkan setidaknya sejumlah 54 ekor sapi, 30
ekor domba dan 175 ekor kambing di Kabupaten Kediri dan Kabupaten
Malang dan memberikan manfaat bagi sekitar 113 kepala keluarga.
Antonio Caranaggi, Operation Coordinator FAO Indonesia
mengungkapkan bahwa bantuan tersebut disediakan berdasarkan proses
partisipasi yang melibatkan warga dan berdasarkan konsultasi dengan
pihak pemerintah. “Pekerjaan lainnya sudah termasuk dalam mengurangi
hama dan juga mendukung kelompok pengolah makanan di area
terdampak”, tambahnya.
Berdasarkan dalam penanganan bencana erupsi Gunung Kelud
diperlukan fleksibilitas artinya dapat terjadi perubahan dalam
penanganan bencana karena antara perencanaan dan pelaksanaan tidak
selalu sama atau bisa mengalami perubahan. Hal tersebut dikarenakan
sifat bencana yang sulit untuk diprediksi sehingga pelaksanaan
107
penanganan bencana erupsi gunung api bergantung pada kondisi bencana
yang sedang terjadi. Pernyataan tersebut diperkuat dengan salah satu
bukti dalam penanganan bencana erupsi Gunung Kelud 2014 di
Kabupaten Kediri bahwa Kabupaten Kediri mempunyai dokumen
rencana kontingensi Kabupaten Kediri dalam menghadapi ancaman
bencana letusan Gunung api Kelud. Dalam dokumen rencana kontinjensi
tersebut diperkirakan bahwa Gunung Kelud akan meletus pada 14
Februari 2011 pukul 10.00 WIB. Kenyataan di lapangan menunjukkan
bahwa Gunung Kelud belum memperlihatkan tanda-tanda akan meletus.
Dokumen rencana kontingensi tersebut belum diperbarui sampai
akhirnya Gunung Kelud meletus pada 13 Februari 2014 pukul 22.50 WIB
sehingga perencanaan penanganan bencana erupsi Gunung Kelud bersifat
spontan yaitu ketika terdapat peningkatan status Gunung Kelud. Hal
tersebut juga dikarenakan belum adanya kontribusi penuh dari lembaga
penanggulangan bencana di Kabupaten Kediri atau Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Sukses Penanggulangan bencana alam erupsi Gunung Kelud pada
tanggal 13 Pebruari 2014 oleh Satlak Penanggulangan Bencana dan
Pengungsi Pemerintah Kabupaten Kediri dengan prestasi tanpa korban
manusia banyak mengundang perhatian berbagai ahli vulkanologi dunia
diantaranya Mr. Jibiki salah satu Vulkanologi dari Negara Jepang.
Tidaklah berkelebihan jika melihat kedahsyatan erupsi Gunung Kelud
yang memuntahkan material ke angkasa sampai 17 Km dan menyebarkan
material tersebut sampai Mataram Nusa Tenggara Barat dan Daerah Jawa
Barat pada esok harinya. Seluruh Bandara Udara di Jawa dan Bali
menghentikan aktivitasnya karena pengaruh muntahan material debu
yang dimuntahkan. Mr. Jibiki menemui Tim Satlak Penanggulangan
Bencana dan Pengungsi (PBP) Kabupaten Kediri akibat Erupsi Gunung
Kelud, yang diwakili Kepala Bidang Komunikasi dan Informasi Satlak
PBP Ir. Adi Suwignyo, MSi. pada hari Selasa (3/2) di ruang kerjanya.
Dalam pertemuan tersebut Mr. Jibiki didampingi dosen Sastra Jepang
108
Universitas Airlangga Surabaya Mr. Andi , sebagai penerjemah dalam
pertemuan tersebut.
Mr. Jibiki mengatakan bahwa para ahli Vulkanologi Jepang
menyampaikan apresiasi yang sangat tinggi terhadap keberhasilan Tim
Satlak karena dapat melakukan penanggulangan bencana alam erupsi
Gunung Kelud di Kabupaten Kediri yang terkenal dahsyat namun tanpa
menimbulkan satu korban manusia. Tujuan kedatangan Jibiki menemui
Satlak Penanggulangan Bencana Alam Gunung Kelud adalah untuk
melakukan Ngangsuh Kaweruh (belajar) terkait system informasi
bencana Kelud yang begitu cepat dan tanggap serta dapat dimengerti dan
dilaksanakan secara terpadu oleh seluruh stake holders kebencanaan.
Tantangan yang saat ini dihadapi bahwa Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) Surabaya mengabulkan gugatan Pemerintah Kabupaten
Kediri atas sengketa pengelolaan Gunung Kelud dengan Pemerintah
Kabupaten Blitar. Humas PTUN Surabaya Sofyan Iskandari menjelaskan
saat pembacaan putusan, Rabu, 12 Agustus 2015, majelis hakim PTUN
yang diketuai oleh Anna L. Tewernusa mengabulkan gugatan Pemerintah
Kabupaten Kediri. "Keputusannya memang begitu," katanya kepada
Tempo, di kantornya, Jumat, 14 Agustus 2015. Sofyan menjelaskan,
majelis hakim menyatakan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur
Nomor 188/828/KPTS/013/2014 tertanggal 11 Desember 2014 tentang
pencabutan atas Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor
188/113/KPTS/013/2012 tertanggal 28 Februari 2012, dinyatakan batal
dan tidak sah. Menurut Sofyan, putusan itu belum inkracht (belum
berkuatan hukum tetap), karena tergugat dan turut tergugat masih punya
waktu 14 hari untuk memutuskan apakah menerima atau banding atas
putusan itu. Dalam sengketa yang berkaitan hak pengelolaan Gunung
Kelud, Pemerintah Kabupaten Kediri menggugat Gubernur Jawa Timur
dan Pemerintah Kabupaten Blitar sebagai turut tergugat. Sengketa dua
kabupaten itu berlangsung sejak 2003. Kemudian kembali memanas pada
2009. Setelah melalui rangkaian perundingan yang alot, Gubernur Jawa
109
Timur mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 188/113/KPTS/013/2012
tentang hak pengelolaan Gunung Kelud yang diberikan kepada
Pemerintah Kabupaten Kediri pada 2012. Surat keputusan itu menuai
protes Pemerintah Kabupaten Blitar, yang kemudian menggugat
Gubernur di PTUN Surabaya. Meski gugatan tersebut tidak bisa diproses
oleh PTUN Surabaya, tapi mampu menggoyahkan sikap Gubernur
Soekarwo untuk mencabut SK yang memberikan hak pengelolaan
Gunung Kelud yang diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Kediri.
Gubernur Jawa Timur kemudian menerbitkan SK Nomor
188/828/KPTS/013/2014 tertanggal 11 Desember 2014 yang menyatakan
Gunung Kelud dalam status quo. Beleid itu sekaligus mencabut Surat
Keputusan Nomor 188/113/KPTS/013/2012. Namun, justru Pemerintah
Kabupaten Kediri meradang, yang kemudian menggugat Gubernur ke
PTUN Surabaya dengan tuduhan melakukan pelanggaran hukum. Inilah
yang menjadi kendala saat ini dalam hal mengatasi kelanjutan
pembangunan pada kebijakan revitalisasi pemerintah kabupaten kediri
pada objek wisata gunung kelud.
2. Faktor pendorong dan penghambat dalam kebijakan revitalisasi objek wisata gunung kelud di kabupaten Kediri a. Faktor pendorong internal dan eksternal dalam revitalisasi objek
wisata Dalam konteks pemerintahan yang amanah, berarti pemerintah
haruslah menyelesaikan persoalan-persoalan walaupun tidak bisa
dikatakan seluruh persoalan, karena keterbatasan diri pemerintah sendiri,
untuk kemudian memberdayakan masyarakat atau melalui LSM dan
organisasi lainnya untuk menyelesaikan persoalan yang muncul dalam
masyarakat, dimana upaya intervensi pemerintah haruslah bermanfaat
bagi masyarakat secara langsung maupun tidak langsung. Jika dilihat dari
aspek bermanfaat atau tidak, maka semakin bermanfaat implementasi
kebijakan publik, dengan sendirinya dalam proses implementasi nantinya
akan lebih mudah, dalam artian untuk waktu yang tidak begitu lama
implementasi kebijakan dilaksanakan serta mudah dalam proses
110
implementas, sebaliknya bila tidak bermanfaat maka akan sulit dalam
proses implementasi lebih lanjut.
Disini, beberapa hal yang mendukung bisa dilihat dari
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana erupsi Gunung
Kelud, koordinasi antar pelaku proses, penyiapan kendaraan untuk
evakuasi, kecepatan pelaporan kepada ketua bakornas, pemilihan anggota
Satlak PBP, perencanaan titik dan jalur evakuasi, pemanfaatan jalur
evakausi, penyebaran informasi melalui RAPI, adanya petunjuk jalur
evakuasi, dan kebutuhan warga yang harus dipenuhi.
b. Faktor penghambat internal dan eksternal dalam revitalisasi objek wisata
Dalam proses implementasi satu kebijakan publik seringkali
menimbulkan konflik dari kelompok sasaran atau masyarakat, artinya
terbuka peluang munculnya kelompok tertentu diuntungkan (gainer),
sedangkan dipihak lain implementasi kebijakan tersebut justru merugikan
kelompok lain (looser) (Agus Dwiyanto, 2000). Implikasinya, masalah
yang muncul kemudian berasal dari orang-orang yang merasa dirugikan.
Upaya untuk menghalang-halangi, tindakan complain, bahkan benturan
fisik bisa saja terjadi. Singkatnya, semakin besar konflik kepentingan
yang terjadi dalam implementasi kebijakan publik, maka semakin sulit
pula proses implementasi nantinya, demikian pula sebaliknya.
Seperti halnya yang terjadi dalam kebijakan revitalisasi gunung
kelud ini, kurangnya SDM Lokal dalam upaya menangani revitalisasi
pasca bencana gunung kelud merupakan faktor penghambat dari
revitalisasi gunung kelud tersebut. Sehingga pemerintah kabupaten
Kediri mengambil tenaga dari BNPB serta dari instansi lainnya untuk
menyelesaikan masalah ini. Selain itu, juga pada perubahan status
Gunung kelud, letusan Gunung Kelud, keaktifan lembaga swadaya
masyarakat, waktu tempuh perubahan status Gunung Kelud yang singkat,
kepercayaan warga, datangnya isu yang tidak jelas, mati listrik, dan
keadaan panik.
111
Kendala lain juga datang dari aspek legal terhadap keberadaan
gunung kelud itu sendiri. Dimana sekarang status gunung kelud adalah
status quo, seperti yang dinyatakan pada SK Nomor
188/828/KPTS/013/2014 tertanggal 11 Desember 2014 yang menyatakan
Gunung Kelud dalam status quo. Berawal dari Gubernur Jawa Timur
mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 188/113/KPTS/013/2012 tentang
hak pengelolaan Gunung Kelud yang diberikan kepada Pemerintah
Kabupaten Kediri pada 2012. Surat keputusan itu menuai protes
Pemerintah Kabupaten Blitar, yang kemudian menggugat Gubernur di
PTUN Surabaya. Meski gugatan tersebut tidak bisa diproses oleh PTUN
Surabaya, tapi mampu menggoyahkan sikap Gubernur Soekarwo untuk
mencabut SK yang memberikan hak pengelolaan Gunung Kelud yang
diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Kediri. Gubernur Jawa Timur
kemudian menerbitkan SK Nomor 188/828/KPTS/013/2014 tertanggal
11 Desember 2014 yang menyatakan Gunung Kelud dalam status quo.
Beleid itu sekaligus mencabut Surat Keputusan Nomor
188/113/KPTS/013/2012. Namun, justru Pemerintah Kabupaten Kediri
meradang, yang kemudian menggugat Gubernur ke PTUN Surabaya
dengan tuduhan melakukan pelanggaran hukum. Inilah yang menjadi
kendala saat ini dalam hal mengatasi kelanjutan pembangunan pada
kebijakan revitalisasi pemerintah kabupaten kediri pada objek wisata
gunung kelud.
112
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Secara Umum Kebijakan revitalisasi terhadap objek wisata gunung kelud
yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten Kediri dapat terlaksana dengan
baik dan sesuai dengan tujuan yang di harapkan.
2. Dalam proses kebijakan terdapat beberapa tahapan yaitu perumusan masalah,
formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian
kebijakan
3. Faktor pendorong terdiri dari kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi
bencana erupsi Gunung Kelud, koordinasi antar pelaku proses, sedangkan
faktor penghambat dalam revitalisasi objek wisata adalah kurangnya SDM
Lokal dalam upaya menangani revitalisasi pasca bencana gunung kelud.
B. SARAN
1. Membuat sebuah kebijakan pengelolaan bencana yang tidak terpisahkan satu
dengan yang lain yaitu berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Setelah terjadi bencana erupsi Gunung Kelud, peran pemerintah
tidak selesai sampai di sini tapi mengikuti siklus manajemen bencana atau
siklus penanggulangan bencana yang disediakan oleh pemerintah.
Berdasarkan Pemerintah Republik Indonesia (2007) melalui Undang-undang
Nomor 24 tentang Penanggulangan Bencana pada Pasal 1 menyatakan bahwa
113
“Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi”.
Jadi, setelah bencana terjadi, pemerintah harus menyiapkan mitigasi, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi untuk bencana erupsi
Gunung Kelud yang akan datang.
114
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab, Solichin. 1997. Evaluasi Kebijakan Publik. Malang : FIA UB dan IKIP Malang
Abdul Wahab, Solichin. 2002. Analisis Kebijaksanaan, Dari formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta : Bumi Aksara
Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Dye, Thomas R. 1978. Understanding Public Policy. Englewood Cliffs, N.J. : Prentice Hall
Erawan, I Nyoman. 1999. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta : PT. Dian Utama
Fandeli, Chafid. 1995. Manajemen Kepariwisataan Alam. Yogyakarta : Liberty
Irawan, Koko. 2010. Potensi Obyek Wisata Sebagai Daya Tarik Wisata. Yogyakarta : Kertas Karya
Islamy, M.Irfan. 1986. Prinsip – Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Yogyakarta : Gava Media
Kencana, Inu. 1999. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Kusumaningrum, Dian. 2009. Persepsi Wisatawan Nusantara Terhadap Daya Tarik Wisata. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Moleong. 2005. Metodologi Kualitatif Edisi Revisi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Nakamura, Robert T dan Frank Smallwood. 1980. The Politics of Policy Implementation. New York : St Martin Press
Putra, Fadillah. 2001. Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik. Surabaya : Pustaka Pelajar
Randall, B Ripley dan Grace A. Fraklin. 1986. Policy Implementation and Bureaucracy. Brooks : Cole
Santosa, Singgih. 2001. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta Selatan : PT.Alex Media Komputindo
Santoso, Amir. 1988. Analisis Kebijakan Publik : Masalah dan Pendekatan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
115
Sidharta, Eko Budiharjo. 1989. Environmental Engineering. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Spillane, James J. 1987. Ekonomi Pariwisata, Sejarah Dan Prospeknya. Yogyakarta : Kanisius
Suwantoro, Gamal. 2006. Dasar – Dasar Pariwisata. Yogyakarta : Andi
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik ,Teori dan Proses. Jakarta : Media Pressindo
Jurnal
Jurnal Info URDI Vol.13 Danisworo dan Widjaja Kusuma
Jurnal Pondasi vol.13 no.1 Kautsary 2007
Jurnal Studi Niat Berimigrasi di Tiga Kota, Determinan dan Intervensi Kebijaksanaan oleh Yeremias T.Keban 1994 ITB Bandung
Internet
BNPB 2014
World Tourism Organization
Data Kerusakan Erupsi Kelud Pemerintah Kabupaten Kediri
Pedoman Umum Program Penataan dan Revitalisasi Kawasan, diterbitkan Departemen Permukiman dan Dirjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan Tahun 2003
Undang – Undang Dasar 1945
Undang - Undang No.9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan
Undang – Undang No.24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
Undang - Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan
Peraturan Daerah Kabupaten Kediri No.5 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Kediri Tahun 2006 – 2010
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 18/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan
Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 118/11/KPTS/013/2012
Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/828/KPTS/013/2014
116
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian Kepada Kantor Kesatuan Bangsa Politik Dan Perlindungan Masayarakat Kediri
117
Lampiran 2. Surat Balasan Dari Kantor Kesatuan Bangsa Politik Dan Perlindungan Masayarakat Kediri
122
Lampiran 7. Surat Rekomendasi Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Kediri
123
Lampiran 8. Curiculum Vitae
CURICULUM VITAE
Nama : Suci Rizky Amalya
Nomor Induk Mahasiswa : 135030118113015
Tempat dan Tanggal Lahir : Kediri, 5 Februari 1995
Alamat Asal : Perum Nabatiyasa No.32 RT.22 RW.06 Kota Kediri
Nomor Hp : 082230018801
Email : [email protected]
Agama : Islam
Pendidikan : 1. SDN Balowerti 1 Lulus tahun 2007
2. MTsN Kediri II Lulus tahun 2010
3. SMAN 1 Kediri Lulus tahun 2013