184
KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BERBASIS SUKARELA DI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR ZAKIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BERBASIS SUKARELA

DI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR

ZAKIYAH

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2012

Page 2: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

ii

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Disertasi Perlindungan dan

Pengelolaan Sumber Daya Air Berbasis Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga

Air adalah karya penulis dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di

akhir Disertasi.

Bogor, Januari 2012Zakiyah

P062040151

Page 3: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

iii

ZAKIYAH, Protection Policy and Management of Water Resources Based on Voluntary Approach in Hydropower Plants, Supervised by SURJONO H. SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA.

ABSTRACT

The main objective of this research was to formulate a voluntary-based environmental management and protection policy at PLTA Saguling, Cirata, Tanggari I dan II. The changes of land use was analyzed based on data image from the satellite of Landsat-7 ETM. The results indicated that the area of forest at up watershed of PLTA Saguling (17.12%) and of Cirata (18.87%) in 2001decreased by respectively 5.62% and 5.03% in 2007. The decrease was only 0.0021% each year at PLTA Tanggari. The quality of water (inlet-outlet) was described based on the T-test statistics that indicated there was no significant change (α=0.005). The activity of PLTA did not add the load of water contamination. The level of interests and power of the stakeholders was analyzed using stakeholder analysis in which indicated that PLTA was the key stakeholder.The result of legal review required PLTA to conduct the conservation of water resources in accordance with the present regulations. Values of the environment services of those water resources were approached by TEV showed that the value of PLTA Saguling was Rp 885.95 billions; PLTA Cirata was Rp 1,669.50 billions; PLTA Tanggari was Rp 252.88 billions. The alternative policy wasanalyzed using AHP showed incentive and disincentive policies as priority. The dynamic model designed with the Powersim showed the projection of several options of the future. A conceptual model of policy that indicated the relationships of stakeholders, operational systems, financial supports, and policy implication in order to reach the goals of water resources protection and management based on voluntary approach at PLTA.

Keywords: voluntary approach, protection policy and management of water resources, hydropower plant, conceptual model of voluntary policy.

Page 4: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

iv

ZAKIYAH, Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Sumberdaya Air Berbasis Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA.

RINGKASAN

Kebijakan berbasis sukarela dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan merupakan respon pragmatis organisasi (firma) atas kebutuhan publik pada lingkungan hidup yang bersih dengan cara fleksibel (Higley et al 2001). Pragmatis dalam suatu kebijakan tidak identik dengan oportunistik dan praktis-isme, namun mengacu pada keharusan bahwa setiap ide merujuk pada konsekuensi implementasinya, etis dan strategis untuk kepentingan publik bukan elite (Nugroho 2011). Pendekatan sering disebut swa-regulasi, inisiatif sukarela, kode sukarela, environmental charters, penjanjian sukarela, pengaturan lingkungan negosiasi. Secara taksonomi pendekatan ini dikelompokkan ke dalam tiga kelompok utama, yaitu (1) komitmen unilateral yang dibuat oleh pencemar, (2) Perjanjian negosiasi antara institusi dan pihak yang berwenang, dan (3) skema sukarela publik yang dikembangkan oleh lembaga publik. ISO 14001 menjadi salah satu tool yang digunakan PLTA untuk menetapkan kebijakan dan pengelolaan sumberdaya air sehingga pemanfaatannya tetap menjaga kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk merumuskan kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA. Tujuan spesifik penelitian yaitu untuk: (1) menganalisis kondisi perubahan penggunaan lahan dan kualitas sumberdaya air yang dimanfaatkan PLTA; (2) menganalisis tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholder, serta landasan regulasi terkaitpengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA; (3) menganalisis nilaijasa lingkungan yang diberikan sumberdaya air PLTA secara berkelanjutan; dan (4) merumuskan model kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA.

Kegiatan pengumpulan data penelitian di empat PLTA yaitu PLTA Saguling, PLTA Cirata, PLTA Tanggari I dan PLTA Tanggari II yang di laksanakan selama 14 bulan. Pemenuhan regulasi dilakukan dengan pendekatan deskriptif atas parameter kualitas air pada inlet dan outlet PLTA kurun waktu 2005 – 2010. Selain itu analis perubahan lahan DAS hulu dengan GIS based landsat image. Akseptasi stakeholder dianalisis dengan analisis stakeholder atas dasar justifikasi pakar. Regulasi saat ini ditinjau dengan legal review. Nilai jasa lingkungan dihitung dengan pendekatan Total Economic Value (TEV). Sedangkan pemilihan alternatif kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela dengan metode Analytical Hierarchy Process. Model dinamik dibangun berdasarkan basis data dan basis knowledge. Semua hasil analisis disintesis menjadi sebuah model konseptual kebijakan.

Hasil penelitian menunjukkan karakteristik sumberdaya air berupa kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air yang dimanfaatkan PLTA saat ini menurun signifikan karena dipengaruhi perubahan penggunaan lahan pada DAS hulu PLTA. Perubahan penggunaan lahan terjadi pada DAS hulu PLTA Cirata dan Saguling (DAS Citarum) di Provinsi Jawa Barat, maupun DAS hulu PLTA

Page 5: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

v

Tanggari I dan II (DAS Tondano) di Provinsi Sulawesi Utara dengan menganalisis citra satelit pada tahun 2001 dan tahun 2007.

Luas hutan pada DAS Waduk Saguling menurun pesat dari 38.139,80 ha (17,12%) pada tahun 2001 menjadi hanya 12.531 ha (5,62%) pada tahun 2007. Sementara pada DAS Waduk Cirata, luas hutan juga menurun pesat dari 87.817 ha (18,87%) pada tahun 2001 menjadi hanya 23.392 ha (5,03%) pada tahun 2007. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan dari hutan terutama menjadi perkebunan. Hasil interpretasi yang berbeda terjadi pada DAS Tondano, dengan luas hutan sebesar 18.323 ha pada tahun 2001 berubah menjadi sekitar 18.098 ha pada tahun 2007. Hal ini menunjukkan terjadinya pengurangan luas hutan hanya sekitar 0,0021% setiap tahunnya.

Kualitas air waduk di lokasi studi, secara umum masih memenuhi peraturan pemerintah No. 82 Tahun 2001 (Kelas 4) yang berlaku untuk keperluan operasional PLTA. Hasil uji-T menunjukkan tidak ada perubahan nyata (α=0,005) kualitas air inlet dan outlet PLTA. Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan PLTA tidak menambah beban pencemaran air. PLTA harus tetap menjaga kelestarian sumberdaya air sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2004 secara sukarela, guna mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

Akseptasi stakeholder merupakan hal sangat krusial dalam penerapan Sistem Manajemen Lingkungan di PLTA. PLTA belum memberi peluang yang cukup bagi stakeholder terkait untuk memberi input baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan sistem manajemen lingkungan dan melaksanakan komunikasi aktif dengan stakeholder kunci seperti Kementerian Kehutanan, PLN (Persero), Perhutani/HTI, Dinas LH, Dinas Kehutanan, Dinas PU, Perusahaan pengguna lainnya dan masyarakat. Selain itu masih terdapat stakeholderpendukung (sekunder) dan stakeholder eksternal yang bisa diajak bekerja sama dan diberdayakan untuk mendukung program perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air PLTA berbasis sukarela.

Terkait dengan pemenuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku, PLTA berkomitmen untuk melakukan konservasi sumberdaya air sesuai dengan konsepsi yang terdapat dalam UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, PP Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumberdaya air, PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dan Kepmen LH Nomor KEP-02/MENKLH/I/1988 tentang Penetapan Baku Mutu Lingkungan.

Penerapan SML di PLTA memiliki nilai ekonomi jasa lingkungan yang cukup besar baik ditinjau dari nilai guna (use value), maupun nilai bukan guna (non-use value). Besar nilai ekonomi total (TEV) per tahun dari penerapan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA (1) Saguling mencapai Rp 885,95 milyar; (2) Cirata mencapai Rp 1.669,50 milyar; (3) Tanggari mencapai Rp 252,88 milyar..

Alternatif desain kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela pada PLTA yang diprioritaskan adalah insentif dan disinsentif. Faktor yang paling berpengaruh untuk melaksanakan alternatif di atas adalah tekanan pemerintah. Peran pemerintah sangat besar untuk implementasi kebijakan pendekatan sukarela ini. Kebijakan insentif dan disinsentif merupakan toolregulasi yang fundamental untuk mencapai tujuan perlindungan lingkungan berbasis sukarela. Namun demikian untuk tujuan kontinuitas PLTA, pengakuan

Page 6: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

vi

publik dan liabilitas lingkungan diperlukan alternatif desain kebijakan penguatan infrastruktur kelembagaan dan institusional.

Model dinamik perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA bisa didesain berdasarkan basis data dan basis pengetahuan (knowledge). Kinerja sumberdaya air PLTA menjadi basis data pemodelan lingkungan (perubahan penggunaan lahan, kualitas, dan kuantitas air) serta nilai guna jasa lingkungan. Pemilihan kebijakan prioritas menggunakan AHP, hasil analisis stakeholder dan perhitungan nilai bukan guna jasa lingkungan menjadi basis knowledge pemodelan. Model dinamik mampu memperlihatkan proyeksi pilihan-pilihan kondisi di masa depan yang bisa dijadikan penunjang penetapan kebijakan terkait perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air PLTA berbasis sukarela.

Berdasarkan sistem input output dalam pengelolaan sumberdaya air terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh aspek kepentingan lingkungan hidup, kepentingan ekonomi, dan kepentingan sosial, serta aspek operasional. Kebijakan dalam aspek operasional terdiri dari: (1) program pemenuhan regulasi; (2) program penataan kelembagaan; serta (3) program implementasi insentif dan disinsentif. Kebijakan dalam aspek sosial terdiri dari: (1) program peningkatan komunikasi eksternal; dan (2) program pemberdayaan masyarakat. Kebijakan dalam aspek ekonomi terdiri dari: (1) program peningkatan nilai jasa lingkungan sumberdaya air. Kebijakan dalam aspek lingkungan terdiri dari: (1) program perbaikan penggunaan lahan; dan (2) program peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya air.

Pengembangan infrastruktur kelembangaan dan institusional pendekatan sukarela kelihatannya dapat meningkatkan pengakuan masyarakat termasuk investor. Independensi lembaga dan transparansi pelaksanaan perlu dikembangkan termasuk memberi ruang bagi stakeholder dalam pengembangan infrastuktur ini. Sementara dari sisi pendanaan, pengelola PLTA berperan aktif sebagai leadingsektor secara operasional menyisihkan sebagain keuntungannya untuk pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan. Mekanisme yang digunakan melalui biaya sukarela (Corporate Sosial Responsibility – CSR) maupun skema pengelolaan nilai jasa lingkungan lainnya berdasarkan kesadaran dan partisipasi semua pihak.

Keywords: pendekatan sukarela, perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air, Pembangkit Listrik Tenaga Air, model konseptual kebijakan sukarela.

Page 7: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

vii

©Hak cipta milik IPB, tahun 2012Hak cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB.

Page 8: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

viii

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BERBASIS SUKARELA

DI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR

ZAKIYAH

DisertasiSebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor Pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2012

Page 9: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

ix

Penguji pada ujian tertutup : Dr. Ir. Etty Riani, MS

Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS.

Penguji pada ujian terbuka : Dr. Albert Napitupulu, SE., MSi.

Dr. Zulkifli Rangkuti, SE., MM., MSi.

Page 10: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

x

Judul Disertasi : Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Sumber Daya Air Berbasis Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air

Nama : Zakiyah

NIM : P062040151

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S. Ketua

Prof. Dr. Bunasor Sanim, M.Sc. Drs. Sunarya, Ph.D Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi PSL Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah,M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 7 Januari 2012 Tanggal Lulus : .....................

Page 11: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

xi

PRAKATA

Seiring dengan meluasnya konteks pembangunan berkelanjutan yang mengkaitkan korporasi dengan isu sosial dan lingkungan hingga penggunaan sumberdaya dan teknologi, memunculkan pendekatan kebijakan perlindungan lingkungan berbasis sukarela (voluntary approach) untuk membangun perilaku industri dalam mengurangi polusi. Suatu pendekatan yang melengkapi pendekatan berbasis hukum dan paradigma ekonomi yang telah dikenal sebelumnya. Fleksibilitas yang ditawarkan menjadikan konsep ini sangat diminati karena perusahaan dapat merespon dengan cepat kebutuhan stakeholder akan perlindungan lingkungan melalui berbagai inovasi sesuai dengan skala dan kondisi mereka tanpa mengabaikan perundang-undangan dan kewajiban yang terkait bagi dirinya. Sekilas esensi ini menjadi bagian penting dari disertasi yang berjudul “Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Sumberdaya Air Berbasis Sukarela di PLTA”.

Dalam proses pembuatan disertasi tidak terlepas dari proses diskusi akademik yang intensif dengan para pembimbing yakni : Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS (Ketua), Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc. (anggota) dan Drs. Sunarya, Ph.D (anggota). Para pembimbing telah memberikan masukan berupa kritik dan saran terhadap disertasi dan memberi pengayaan terhadap perkembangan intelektual penulis. Oleh karenanya tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada mereka. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana,MS selaku Ketua Program StudiPengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan atas dukungan, motivasi dan pelayanan akademik yang baik selama masa studi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Institut Pertanian Bogor dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Badan Standardisasi Nasional yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Manajemen PLTA Saguling, Manajemen PLTA Cirata, Manajemen PLTA Tanggari I, dan Manajemen PLTA Tanggari II yang telah menerima penulis untuk melakukan penelitian. Akhirnya penulis juga menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta atas dorongan dan doanya yang tidak pernah putus siang-malam.

Semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, pengembangan kebijakan perlindungan lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di masa yang akan datang.

Bogor, Januari 2012

Zakiyah

Page 12: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

xii

RIWAYAT HIDUP

Zakiyah dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Oktober 1964 dari pasangan H. Marzuki dan Hj. Maswa. Anak kesepuluh dari dua belas bersaudara ini menikah dengan Prof. Dr. Dwi Purwoko, MS dan dikaruniai putri yang bernama Nabila.

Pendidikan sarjana diselesaikan di Institut Teknologi Bandung Jurusan Kimia. Pendidikan Strata 2 di selesaikan pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ipwija. Kemudian melanjutkan Strata 3 di Institut Pertanian Bogor, Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Kini penulis bekerja di Badan Standardisasi Nasional (BSN). Sebelum bergabung di BSN, penulis bekerja di Pusat Standardisasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Selama bekerja penulis pernah menjadi peneliti LIPI dan pernah dipercaya sebagai Kepala Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN dan Direktur Akreditasi Lembaga Sertifikasi Komite Akreditasi Nasional (KAN). Saat ini penulis menjadi Management Representative BSN, dan di tingkat regional menjadi Quality Manager for Pacific Accredition Cooperation (PAC). Penulis juga menjadi salah satu anggota (expert) di ISO/CASCO WG 30 bidang Conformity Assessment - Personnel Certification System.

Salah satu tulisan yang dimuat di jurnal terakreditasi terkait dengan disertasi ini adalah Akseptasi stakeholder terhadap program lingkungan berbasis ISO 14001: studi kasus PLTA pada Majalah Berita Iptek (BIPT) LIPI edisi 49 Tahun 2011.

Page 13: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

xiii

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xvi

DAFTAR TABEL ..........................................................................................xviii

DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xix

I. PENDAHULUAN........................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .........................................................................................1

1.2. Kerangka Pemikiran.................................................................................4

1.3. Perumusan Masalah..................................................................................6

1.4. Tujuan Penelitian ...................................................................................10

1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................10

1.6. Novelty (Kebaruan)................................................................................10

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 12

2.1. Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan............................13

2.2. Kebijakan Perlindungan Lingkungan Pendekatan Sukarela.....................17

2.3. Sistem Manajemen Lingkungan..............................................................20

2.3.1. Komitmen dan Kebijakan Lingkungan........................................22

2.3.2. Tinjauan Lingkungan Awal.........................................................23

2.3.3. Perencanaan Kebijakan Lingkungan ...........................................23

2.3.4. Implementasi Kebijakan Lingkungan..........................................25

2.3.5. Pengukuran dan Evaluasi ............................................................26

2.3.6. Audit dan Tinjauan Manajemen ..................................................26

2.3.7. Komunikasi dan Pelaporan Lingkungan......................................27

2.4. Sumberdaya Air dan Pemanfaatanya ......................................................27

2.4.1. Jasa Lingkungan Sumberdaya Air...............................................36

2.4.2. Metode Valuasi Ekonomi............................................................39

2.4.3. Metode Valuasi Kontingensi (Contingent Valuation Method) .....40

2.4.4. Metode Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method) .............41

2.4.5. Perhitungan Jasa Lingkungan Sumberdaya Air PLTA.................42

2.5. Pendekatan Sistem .................................................................................45

Page 14: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

xiv

III. METODE PENELITIAN ............................................................................ 48

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................48

3.2. Tahapan Penelitian .................................................................................50

3.3. Penentuan Responden.............................................................................53

3.3.1. Responden Pakar ........................................................................53

3.3.2. Responden Valuasi Ekonomi ......................................................53

3.4. Jenis dan Sumber Data ...........................................................................54

3.5. Metode Pengumpulan Data.....................................................................54

3.6. Metode Analisis Data .............................................................................56

3.6.1. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan .......................................56

3.6.2. Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) .............................56

3.6.3. Analisis Legal Review.................................................................57

3.6.4. Analisis Stakeholder ...................................................................57

3.6.5. Analytical Hierarchy Process (AHP) ..........................................59

3.6.6. Analisis Kebijakan......................................................................63

3.6.7. Analisis Sistem Dinamik.............................................................64

3.6.8. Verifikasi dan Validasi ...............................................................64

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 66

4.1. Gambaran Umum PLTA ........................................................................66

4.1.1. PLTA Saguling dan Cirata di Provinsi Jawa Barat ......................66

4.1.2. PLTA Tanggari I dan II di Provinsi Sulawesi Utara ...................69

4.2. Perubahan Penggunaan Lahan di Wilayah PLTA....................................70

4.2.1. Perubahan Penggunaan Lahan pada DAS Citarum ......................70

4.2.2. Perubahan Penggunaan Lahan pada DAS Tondano .....................77

4.3. Kualitas Air Sungai di Wilayah PLTA....................................................81

4.3.1. Kualitas Air Sungai di PLTA Saguling dan Cirata ......................82

4.3.2. Kualitas Air Sungai di PLTA Tanggari I dan II ...........................85

4.4. Institusi dan Regulasi Terkait Pengelolaan Sumberdaya Air PLTA.........89

4.4.1. Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Air PLTA..............90

4.4.2. Tinjauan Regulasi dalam Pengelolaan Sumberdaya Air PLTA .........................................................................................94

4.5. Nilai Jasa Lingkungan Sumberdaya Air PLTA ......................................97

Page 15: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

xv

4.5.1. Nilai Ekonomi Total Jasa Lingkungan Sumberdaya Air PLTA Saguling dan Cirata di Provinsi Jawa Barat ......................98

4.5.2. Nilai Ekonomi Total Jasa Lingkungan Sumberdaya AirPLTA Tanggari I dan II di Provinsi Sulawesi Utara .................. 106

4.6. Prioritas Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Air PLTA ...................... 109

4.6.1. Struktur AHP dan Nilai Eigen................................................... 110

4.6.2. Kontribusi Peran Setiap Level................................................... 113

4.6.3. Pengembangan Keputusan Alternatif Kebijakan ....................... 116

4.7. Model Dinamik Pengelolaan Sumberdaya Air PLTA............................ 119

4.7.1. Sub-model Sosial...................................................................... 122

4.7.2. Sub-model Lingkungan............................................................. 123

4.7.3. Sub-model Ekonomi ................................................................. 124

4.7.4. Skenario Pengelolaan Sumberdaya Air PLTA........................... 127

4.7.5. Validasi Model ......................................................................... 129

4.8. Model Konseptual Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Air PLTA....... 131

4.9. Implikasi Kebijakan ............................................................................. 134

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 138

5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 138

5.2. Saran.................................................................................................... 140

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 144

Page 16: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran kebijakan perlindungan dan pengelolaan

sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA.................................................... 6

2. Perumusan masalah perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA. ........................................................................... 8

3. Model sistem manajemen lingkungan (Sumber: ISO 2004). ........................ 21

4. Komponen SML dan interaksinya (Sumber: Cheremisinoff 2006) .............. 22

5. Nilai ekonomi total ekosistem air (Kamer 2005). ........................................ 39

6. Metode valuasi lingkungan (Sumber: Rianse 2010)..................................... 40

7. Diagram input-output model perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela .................................................................................... 46

8. Lokasi penelitian : (a) DAS PLTA Saguling dan (b) DAS PLTA Cirata di Propinsi Jawa Barat..................................................................................... 49

9. Lokasi penelitian PLTA Tanggari di Propinsi Sulawesi Utara ..................... 50

10. Tahapan pelaksanaan penelitian .................................................................. 52

11. Tingkat pengaruh dan kepentingan berbagai stakeholder............................. 58

12. Desain struktur hierarki analitik kebijakan perlindungan dan

pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela. ............................................ 60

13. Citra satelit pada DAS Citarum: (a) tahun 2001 dan (b) tahun 2007 ............ 71

14. Penggunaan lahan DAS Saguling: (a) tahun 2001 dan (b) tahun 2007. ........ 72

15. Penggunaan lahan DAS Cirata: (a) tahun 2001 dan (b) tahun 2007.............. 73

16. Citra satelit pada DAS Tondano: (a) tahun 2001 dan (b) tahun 2007 ........... 78

17. Penggunaan lahan DAS Tondano pada tahun 2001...................................... 78

18. Penggunaan lahan DAS Tondano pada tahun 2007...................................... 79

19. Nilai median konsentrasi COD di PLTA Tanggari I tahun 2005-2010 ......... 88

20. Nilai median konsentrasi COD di PLTA Tanggari II 2005-2010 ................. 88

21. Pemetaan para pemangku kepentingan PLTA berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya ..................................................................... 91

22. Struktur AHP dan nilai eigen pada hirarki model disain

kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA.................................................................................................... 112

23. Kontribusi faktor terhadap alternatif kebijakan.......................................... 113

24. Kontribusi aktor terhadap alternatif kebijakan. .......................................... 114

Page 17: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

xvii

25. Kontribusi tujuan terhadap alternatif kebijakan. ........................................ 115

26. Pengambilan keputusan dengan cara histogram dalam penetapan

kebijakan perlindungan lingkungan sukarela di PLTA.............................. .116

27. Pengambilan keputusan dengan cara scatter plot dalam

penetapan kebijakan perlindungan lingkungan sukarela di PLTA ...............117

28. Diagram simpul kausal (causal loop) model pengelolaan sumberdaya air

di PLTA.................................................................................................. ..120

29. Stock flow diagram model pengelolaan sumberdaya air PLTA

berbasis sukarela ........................................................ ...............................121

30. Hasil simulasi jumlah penduduk................................................................ 122

31. Hasil simulasi perubahan penggunaan lahan ............................................. 123

32. Hasil simulasi nilai guna jasa lingkungan sumberdaya air ........................ 125

33. Hasil simulasi nilai bukan guna jasa lingkungan sumberdaya air ............... 126

34. Hasil simulasi skenario penggunaan lahan................................................ 128

35. Perbandingan jumlah penduduk aktual dan simulasi.................................. 130

36. AME dari hasil validasi jumlah penduduk aktual dan simulasi .................. 131

37. Model konseptual pengelolaan sumberdaya air PLTA berbasis sukarela.... 133

Page 18: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup ................................15

2. Matriks rangkuman metode penelitian ........................................................55

3. Matriks perbandingan berpasangan berdasarkan skala Saaty ......................61

4. Nilai indeks random ...................................................................................62

5. Perubahan penggunaan lahan pada DAS Waduk Saguling...........................74

6. Perubahan penggunaan lahan pada DAS Waduk Cirata ..............................75

7. Perubahan penggunaan lahan pada DAS Tondano.......................................80

8. Hasil uji T kualitas air di PLTA Saguling ..................................................82

9. Hasil uji T kualitas air di PLTA Cirata ........................................................83

10. Hasil uji T kualitas air di PLTA Tanggari I .................................................86

11. Hasil uji T kualitas di PLTA Tanggari II .....................................................87

12. Matrik analisis stakeholder perlindungan sumberdaya air di PLTA .............90

13. Nilai ekonomi total jasa lingkungan sumberdaya air PLTA Saguling ........ 103

14. Nilai ekonomi total jasa lingkungan sumberdaya air PLTA Cirata............. 106

15. Nilai ekonomi total jasa lingkungan sumberdaya air PLTA Tanggari I dan II............................................................................................................... 108

16. Nilai kontribusi faktor dalam menetapkan pilihan kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela .................................... 113

17. Nilai kontribusi aktor dalam menetapkan pilihan kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela .................................... 114

18. Nilai kontribusi tujuan dalam menetapkan pilihan kebijakan perlindungan sumberdaya air berbasis sukarela .............................................................. 115

19. Nilai alternatif kebijakan perlindungan lingkungan sukarela...................... 116

20. Hasil simulasi Hasil simulasi perubahan penggunaan lahan....................... 124

21. Hasil simulasi nilai guna jasa lingkungan sumberdaya air ......................... 125

22. Hasil simulasi nilai bukan guna jasa lingkungan sumberdaya air ............... 126

23. Hasil simulasi nilai total jasa lingkungan sumberdaya air .......................... 127

24. Hasil simulasi skenario perubahan penggunaan lahan................................ 129

Page 19: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kualitas Air Rata-rata Inlet dan Oulet di PLTA Saguling Tahun 2005-2010 ...........................................................................................................15

2. Kualitas Air Rata-rata Inlet dan Oulet di PLTA Cirata Tahun 2005-2010 ...55

3. Kualitas Air Rata-rata Inlet dan Oulet di PLTA Tanggari I Tahun 2005-2010 ...........................................................................................................61

4. Kualitas Air Rata-rata Inlet dan Oulet di PLTA Tanggari II Tahun 2005-2010 ...........................................................................................................62

5. Dinamika Sebaran Kualitas Air Inlet dan Oulet di PLTA Saguling Tahun 2005-2010...................................................................................................74

6. Dinamika Sebaran Kualitas Air Inlet dan Oulet di PLTA Cirata Tahun 2005-2010 ..................................................................................................75

7. Dinamika Sebaran Kualitas Air Inlet dan Oulet di PLTA Tanggari I Tahun 2005-2010 .......................................................................................80

8. Dinamika Sebaran Kualitas Air Inlet dan Oulet di PLTA Tanggari IITahun 2005-2010 ......................................................................................82

9. Rincian Nilai Ekonomi Total (TEV) Jasa Lingkungan Sumberdaya Air ...... 83

10. Model Perlindungan dan Pengelolaan Sumberdaya air di PLTA Berbasis Sukarela......................................................................................................86

Page 20: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Konsep pembangunan berkelanjutan yang menekankan perlunya

pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkesinambungan untuk

memenuhi kebutuhan antar generasi, mendorong dilakukannya penggunaan

sumberdaya secara efisien. Oleh karena itu dikembangkan sejumlah kebijakan

perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang menguraikan prinsip dan

instrumen lingkungan sebagai acuan semua pihak yang berkepentingan (WCED

1987).

Kebijakan lingkungan yang awalnya dikembangkan dengan pendekatan

command and control dan hanya menjadi domain regulator, selanjutnya

menggunakan pendekatan baru yang lebih lentur untuk membangun perilaku

industri dalam mengurangi polusi (Hart 1997). Hal ini disebabkan berkembangnya

konteks pembangunan berkelanjutan yang mengkaitkan penggunaan sumberdaya

dan teknologi yang digunakan oleh perusahaan dengan isu sosial dan lingkungan.

Pendekatan ini disebut dengan pendekatan sukarela (voluntary approach) (Higley

et al. 2001; Potoski & Prakash 2003).

Kebijakan perlindungan lingkungan berbasis sukarela memberi kelenturan

kepada organisasi (industri, perusahaan, firma) untuk meningkatkan kinerja

lingkungan sesuai dengan aktivitas yang mereka lakukan (Barde 2000). Organisasi

dapat mengambil tindakan dengan segera untuk menyelesaikan masalah

lingkungan yang dihadapi, tanpa menunggu adanya aturan legislasi atau

ketentuan pajak terlebih dahulu (OECD 2003).

Pendekatan ini diyakini mampu memberi manfaat bagi masyarakat, industri

dan pemerintah. Masyarakat memperoleh manfaat berupa lingkungan hidup yang

baik; organisasi dapat menekan biaya melalui penggunaan sumberdaya secara

efisien; dan pemerintah juga dapat mengurangi kegiatan pemantauan yang

akhirnya menurunkan beban administrasi maupun biaya penegakan hukum

(Potoski 2003; Uchida 2004).

Page 21: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

2

Salah satu tool yang banyak diacu oleh organisasi untuk memperagakan

komitmen mereka terhadap perlindungan lingkungan sekaligus untuk memenuhi

peraturan perundang-undangan adalah standar sistem manajemen lingkungan yang

diterbitkan oleh International Organization for Standardization (ISO). Beberapa

penelitian dan kajian mengenai penerapan standar ini menunjukkan bahwa

organisasi dapat mengurangi polusi secara progresif dan memenuhi peraturan

perundangan-undangan yang lebih baik (Dasgupta et al. 2000); menghemat biaya

dan mencegah isu lingkungan yang tidak diharapkan (Wesly & Rogoff 2008);

membangun corporate image (Yusoff et al. 2010); dan program sukarela berbasis

standar mampu mendorong terciptanya rantai nilai korporasi multinasional antara

perusahaan dan pemasok (Prakash et al. 2006).

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebagai salah satu pihak yang

memanfaatkan sumberdaya air dalam kegiatan industrinya, sangat tergantung pada

ketersediaan sumberdaya air baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Oleh

karena itu, PLTA berkepentingan untuk melakukan berbagai tindakan

perlindungan lingkungan. Saat ini, tindakan perlindungan dan pengelolaan

sumberdaya air di banyak PLTA masih banyak terpola pada ketentuan yang

terdapat di dalam aturan legislasi dan cenderung terbatas pada penyampaian

laporan pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana

pemantauan lingkungan (RPL). Pengelolaan sumberdaya air oleh PLTA perlu

dilakukan dengan pendekatan sukarela, karena PLTA dapat mengkreasikan

tindakan perlindungan dan pengelolaan sumber daya air sesuai dengan keperluan

dan tanggungjawabnya. Selaku pemanfaat sumberdaya air, PLTA selain harus

memperhatikan persyaratan teknis juga memiliki tanggungjawab untuk menjaga

fungsi sumberdaya air setelah digunakannya agar tetap bisa dimanfaatkan oleh

pihak lain. Sumberdaya air harus dikelola sebagai sumberdaya yang terbatas dan

vulnarable, serta sumberdaya alam yang bernilai ekonomi.

Menurut Sanim (2011), UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air

secara eksplisit merupakan kontrak sosial antara pemerintah dan warga negaranya,

serta menjamin akses setiap orang ke sumber air untuk mendapatkan air.

Sumberdaya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, serta ekonomi yang

diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras. Hal ini menunjukkan bahwa

Page 22: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

3

pemanfaataan dan peruntukan sumberdaya air lebih diprioritaskan untuk

kepentingan umum dari pada kepentingan individu. Fungsi lingkungan hidup

menempatkan sumberdaya sebagai bagian dari ekosistem, dan tempat

kelangsungan hidup flora dan fauna. Sedangkan fungsi ekonomi lebih

menekankan pada pendayagunaan air untuk menunjang kehidupan usaha.

Komitmen untuk mencegah terjadinya pencemaran, mengharuskan PLTA

untuk memastikan bahwa bahan baku (material) yang digunakannya memenuhi

ketentuan teknis maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku. PLTA

juga harus memastikan air yang dilepaskan ke badan sungai tidak mengurangi

fungsinya untuk dimanfaatkan pihak lainnya. Selain itu daya air yang dikonversi

menjadi energi listrik berasal dari air sungai yang tergolong barang publik yang

tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama

(global common/common resources) dan memiliki nilai intrinsik yang harus

diasumsikan terbatas dan langka (Sanim 2011).

Berdasarkan paparan di atas, perlu dilakukan penelitian perlindungan dan

pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA. Inisiatif pengendalian

aspek lingkungan dari pemanfaatan sumberdaya air untuk mencegah dampak

negatif lingkungan, tidak hanya memberi manfaat bagi PLTA tetapi juga bagi

ekosistem dan stakeholder lainnya. PLTA harus memahami secara baik kondisi

sumberdaya air, serta pandangan dan tekanan stakeholder dalam pengembangan

kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela. Selain

itu, nilai jasa lingkungan sumberdaya air perlu dihitung guna meningkatkan

pemahaman pentingnya nilai ekonomi sumberdaya air. Penelitian ini diharapkan

dapat memberi gambaran kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air

berbasis sukarela di PLTA secara jelas untuk dipertimbangkan dalam

pengambilan kebijakan yang bisa mendorong pencapaian tujuan pembangunan

berkelanjutan.

Penelitian dirancang terhadap PLTA yang telah mendapat sertifikat ISO

14001 yang berada di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa dengan karakteristik

tekanan populasi penduduk, kebutuhan energi listrik, kapasitas produksi, dan jenis

bendung yang relatif berbeda. PLTA Saguling dan Cirata di Provinsi Jawa Barat

menjadi objek penelitian mewakili PLTA di Pulau Jawa, sementara PLTA

Page 23: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

4

Tanggari I dan II di Provinsi Sulawesi Utara menjadi objek penelitian mewakili

PLTA di luar Pulau Jawa.

PLTA Saguling dan Cirata berada pada wilayah dengan tekanan populasi

dan kebutuhan energi tinggi, sehingga relatif berada pada lingkungan dengan

tingkat perubahan penggunaan lahan yang tinggi juga. Selain itu, PLTA ini

memiliki kapasitas produksi yang cukup besar dan berada pada waduk yang

memiliki bendungan buatan dengan genangan relatif luas. Sementara PLTA

Tanggari I dan II berada pada wilayah dengan tekanan penduduk dan kebutuhan

energi yang relatif lebih rendah, sehingga berada pada lingkungan dengan tingkat

perubahan penggunaan lahan yang lebih rendah juga. PLTA ini juga merupakan

PLTA yang tidak berada di waduk, tetapi langsung di badan sungai dengan

mengalirkan langsung air sungai (run off river) ke dalam instalasi pembangkitan,

serta memiliki kapasitas produksi yang lebih kecil. Perbedaan karakteristik

tersebut diperkirakan memberikan perilaku sumberdaya alam yang relatif berbeda,

sehingga perlu dikaji pendekatan perlindungan dan pengelolaan lingkungannya.

1.2. Kerangka Pemikiran

Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air menyatakan

bahwa “Sumberdaya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan

ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras”. Pengelolaan

sumberdaya air perlu mempertimbangkan prinsip pendekatan holistik, yang

mengkaitkan pembangunan sosial dan ekonomi dengan perlindungan ekosistem

alam; pendekatan partisipasi yang melibatkan para pengguna, perencana dan

pembuat keputusan; serta mengakui hak asasi manusia untuk memperoleh akses

terhadap air dan sanitasi yang bersih dengan harga yang tinggi. Inisiatif sukarela

dalam perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air dapat memperkuat dan

mempercepat tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan, karena bergeraknya

semua komponen atau stakeholder secara sukarela untuk melindungi sumberdaya

air.

Meskipun secara teoritis total volume air di permukaan bumi relatif tetap,

dan air akan selalu ada karena air bersirkulasi secara berkesinambungan dari bumi

ke atmosfir dan kembali ke bumi ini relatif tetap. Namun ketersediaan air pada

Page 24: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

5

tempat yang sesuai sepanjang waktu baik kuantitas maupun kualitas yang

memadai akan terancam jika dalam pengelolaannya tidak mengindahkan prinsip

pelestarian (Cunningham et al. 1999; Titienberg 2003) dan pertimbangan ekonomi

(Sanim 2011).

Pemanfaatan sumberdaya air yang tidak dikendalikan secara bijaksana dapat

menurunkan kemampuan sumberdaya tersebut dalam memberikan jasa

lingkungannya. Pemanfaatan sumberdaya air dan perubahan penggunaan lahan di

wilayah hulu menghasilkan dinamika kuantitas dan kualitas air. Tidak hanya

PLTA yang memperoleh implikasi dari kerusakan sumberdaya air tetapi juga

pemanfaat air sungai lainnya.

Secara umum, saat ini kondisi sumberdaya air pada PLTA di Jawa Barat

(Saguling dan Cirata) serta PLTA di Sulawesi Utara (Tanggari I dan II) terancam

oleh menurunnya kualitas dan kuantitas air akibat adanya perubahan penggunaan

lahan pada DAS hulu PLTA (Gambar 1). Untuk mengantisipasi hal tersebut dan

mendukung tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan, perlu dilakukan

pengelolaan sumberdaya air secara komprehensif. Pengelolaan yang bersifat

komprehensif ini diharapkan mampu mendorong kebijakan yang bisa mendukung

perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air oleh PLTA berbasis sukarela.

Kondisi tersebut mendorong pengelola PLTA untuk meningkatkan

kepedulian terhadap pencapaian kinerja lingkungan melalui berbagai

pengendalian dampak lingkungan yang diakibatkannya sesuai dengan kebijakan

dan tujuan lingkungan mereka. Inisiatif sukarela dan pemenuhan amanat regulasi

tentang sumberdaya air diharapkan mampu menjadi solusi terhadap permasalahan

yang mengancam kelestarian sumberdaya air di PLTA.

Pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela ini bisa diterapkan PLTA

dengan melakukan komunikasi eksternal dengan seluruh pihak terkait

(stakeholder) untuk secara aktif bersama-sama melakukan program yang

mendukung pengelolaan sumberdaya air secara berkelanjutan. Program-program

tersebut antara lain perbaikan kelembagaan dan pelaksanaan regulasi berbasis

sukarela. Kelembagaan yang kuat dengan dasar regulasi diharapkan mampu

berperan melakukan perbaikan kondisi lingkungan, khususnya penggunaan lahan

pada DAS hulu PLTA guna meningkatkan perbaikan kualitas dan kuantitas

Page 25: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

6

sumberdaya air. Selain itu, perlu dilakukan inventarisasi, sosialisasi, edukasi dan

diseminasi tentang pentingnya nilai ekonomi jasa lingkungan sumberdaya air.

Gambar 1 Kerangka pemikiran kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA.

Implementasi semua program tersebut diharapkan mampu mendukung

perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air dalam kerangka mencapai tujuan

pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan perumusan model

kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela oleh

PLTA melalui kajian yang mendalam dan komprehensif.

1.3. Perumusan Masalah

Air merupakan barang yang sangat esensial bagi keberlangsungan hidup

manusia dan makhluk hidup lainnya di planet ini. Air berfungsi penting bagi

budidaya pertanian, industri pembangkit tenaga listrik dan transportasi dan fungsi

sosial lainnya, dan semuanya berharap air memiliki nilai yang sangat tinggi

(Sanim 2011). Seiring dengan bertambahkanya penduduk dan pembangunan

ekonomi, maka permintaan air menjadi terus meningkat. Sementara pasokan air

Page 26: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

7

semakin kritis. Hal ini membawa konsekuensi fungsi dari air sering terganggu

(Fauzi 2004).

Pada sisi lain, pemanfaatan air sungai oleh banyak pihak (industri, rumah

tangga dan pertanian) membawa dampak terhadap kualitas air. Umumnya

keluaran air yang berasal dari lokasi kegiatan tersebut langsung masuk ke dalam

daerah aliran sungai tanpa adanya suatu penyangga, baik berupa pengolahan

limbah rumah tangga, industri maupun pertanian. Jumlah keseimbangan bahan

juga berkontribusi pada tingkat polusi yang akan ditimbulkan oleh kegiatan

tersebut (Tjokrokusumo et al. 2000).

Pemanfaatan lahan di daerah hulu atau kawasan greenbelt, atau

penggundulan hutan berpengaruh terhadap infiltrasi dan aliran permukaan. Tanpa

adanya tetumbuhan di atas permukaan tanah, air akan mengalir lebih cepat secara

signifikan. Aliran dari lahan gundul umumnya lebih banyak membawa sedimen

(Indarto 2010). Erosi yang terjadi dengan adanya aliran permukaan yang terbawa

oleh sungai akhirnya masuk ke dalam waduk dan terendapkan pada dasar waduk,

lebih lanjut akan mempengaruhi debit air yang masuk. Permasalahan lain pada

sungai atau waduk adalah banyak sampah organik dan non organik baik dari

kegiatan KJA maupun perubahan fungsi lahan.

Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sangat tergantung pada ketersediaan

sumberdaya air dimana sumber air tersebut berada sehingga layak dalam jangka

panjang dan bisa mendukung kontinuitas operasional pembangkit tersebut (Afandi

2010). Ketersediaan air sungai yang masuk dan keluar dari aliran sungai sangat

mempengaruhi kontinuitas produksi listrik yang dihasilkannya. Korosi pada

instalasi pembangkit tenaga listrik sangat dipengaruhi oleh menurunnya kualitas

air dari faktor lingkungan di sekitar (fisika, kimia dan biologi). Korosi pada

instalasi pembangkit tenaga listrik telah terlihat pada turbin, pemutar poros,

radiator dan sistem pendingin yang terbuat dari logam. Apabila ini terjadi maka

biaya pemeliharaan semakin tinggi dan operasional pembangkit menjadi

terganggu (Putra 2010). Alur rumusan masalah dalam pengelolaan sumberdaya

air di PLTA tersebut disajikan dalam Gambar 2.

Page 27: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

8

Gambar 2 Perumusan masalah perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA.

PLTA yang diteliti memanfaatkan aliran air (pasokan air dari air permukaan

dan air tanah) Sungai Citarum di Jawa Barat untuk PLTA Saguling dan PLTA

Cirata, dan aliran Sungai Tondano di Sulawesi Utara untuk PLTA Tanggari I dan

Tanggari II. Dalam kegiatan PLTA, energi potensial dari dam atau air terjun

diubah menjadi energi mekanik dengan bantuan turbin, dan selanjutnya menjadi

energi listrik dengan bantuan generator.

Keberadaan air sungai atau waduk menempati posisi sentral untuk

menjamin ketersediaan air dan sumber energi untuk pembangkit listrik guna

memenuhi kebutuhan dan menjamin aktivitas sosial, ekonomi dan pembangunan.

Pemanfaatan air oleh PLTA sebagai bahan baku untuk menghasilkan listrik, akan

memberikan dampak negatif jika pengelolaannya tidak mengindahkan

pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Sebagai salah satu aktor dalam

Page 28: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

9

pemanfaatan sumberdaya air, keempat PLTA yang diteliti mengambil tindakan

perlindungan lingkungan secara proaktif melalui penerapan sistem manajemen

lingkungan. Suatu sistem yang menawarkan fleksibilitas yang bertanggungjawab

bagi perusahaan untuk menetapkan kebijakan dan program lingkungan sesuai

dengan sifat dan karakteristik PLTA, dan menggunakan pendekatan Plan–Do–

Check–Action (PDCA) untuk memperoleh hasil dan memberi keuntungan dalam

konteks sosial ekonomi secara optimal

PLTA yang telah menerapkan basis sukarela melakukan tindakan

perlindungan sumberdaya air secara terprogram agar tidak terjadi penurunan

kualitas air dan mempertahankan ketersediaan air yang dibutuhkannya. Kualitas

air harus memenuhi peraturan perundangan yang ditetapkan pemerintah dan

ketetapan lain yang berlaku. Pemanfaatan sumberdaya air yang memiliki banyak

fungsi, memberi karakteristik unik bagi PLTA dalam penetapan program

lingkungannya. Program lingkungan PLTA tidak bisa berdiri sendiri, PLTA perlu

mempertimbangkan masukan dan tanggapan stakeholder. Akseptabilitas

stakeholder akan mempercepat pencapaian target dan tujuan lingkungan PLTA.

Hal ini bisa didukung dengan melakukan inventarisasi dan perhitungan, serta

peningkatan pemahaman semua stakeholder tentang pentingnya nilai valuasi

ekonomi jasa lingkungan yang berasal dari pemanfaatan air. Dengan demikian

dari waktu ke waktu, perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air yang

dilakukannya akan memberikan benefit kepada PLTA dan lingkungan hidup

secara berkelanjutan.

Dari uraian diatas, permasalahan penelitian dirumuskan dalam bentuk

pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi perubahan penggunaan lahan, serta pengaruhnya terhadap

kualitas dan kuantitas sumberdaya air yang dimanfaatkan PLTA ?

2. Bagaimana tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholder, serta landasan

regulasi terkait pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA ?

3. Berapa besar nilai jasa lingkungan yang diberikan sumberdaya air PLTA secara

berkelanjutan ?

4. Bagaimana model kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air

berbasis sukarela di PLTA ?

Page 29: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

10

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk merumuskan kebijakan

perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA. Untuk

mencapai tujuan umum tersebut terdapat tujuan spesifik penelitian yaitu:

1. Menganalisis kondisi perubahan penggunaan lahan dan kualitas sumberdaya air

yang dimanfaatkan PLTA;

2. Menganalisis tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholder, serta landasan

regulasi terkait pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA;

3. Menganalisis nilai jasa lingkungan yang diberikan sumberdaya air PLTA

secara berkelanjutan;

4. Merumuskan model kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air

berbasis sukarela di PLTA.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan

sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA memiliki nilai strategis dalam

pembangunan berkelanjutan. Adapun manfaat penelitian sebagai berikut:

1. Menjadi acuan dalam penyusunan dan perencanaan pemanfaatan sumberdaya

air secara efektif, berkeadilan dan berkelanjutan;

2. Sebagai pertimbangan pengambil keputusan dalam merumuskan dan

menetapkan aturan maupun kebijakan perlindungan lingkungan;

3. Memperbanyak khasanah ilmiah di bidang perlindungan lingkungan dengan

pendekataan sukarela.

1.6. Novelty (Kebaruan)

Desain perlindungan lingkungan selama ini masih menggunakan pendekatan

mandatori (command and control) dimana peran regulator sangat dominan dan

adanya keterbatasan ruang inovasi bagi perusahaan untuk melakukan perbaikan

lingkungan. Sementara dalam penelitian ini menghasilkan desain kebijakan

perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang berbeda dari pendekatan

mandatori. Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem (system approach)

yang menggabungkan tiga aspek secara bersama yaitu: (1) aspek perbaikan

Page 30: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

11

karakteristik sumberdaya air; (2) aspek perbaikan kelembagaan dan pemenuhan

regulasi; serta (3) aspek pemahaman nilai ekonomi jasa lingkungan sumberdaya

air melalui komunikasi eksternal dengan pendekatan sukarela. Ketiga aspek ini

menjadi pilar utama dalam desain model kebijakan berbasis sukarela yang

mendudukkan peran perusahaan dan stakeholder secara bijaksana dalam

perlindungan dan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan.

Page 31: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan ekonomi seringkali menghadapi trade-off antara pemenuhan

kebutuhan pembangunan dan upaya mempertahankan kelestarian lingkungan.

Ketersediaan sumberdaya alam yang terbatas menyebabkan penyediaan barang

dan jasa tidak akan bisa dilakukan secara terus menurus (Fauzi 2004). Isu

keberlanjutan sudah dimulai tahun 1798 ketika Malthus mengkhawatirkan

ketersedian lahan akibat ledakan penduduk Inggris tumbuh pesat. Kemudian

semakin menjadi perhatian saat Meadow menyimpulkan dalam buku the Limit to

Growth bahwa pertumbuhan ekonomi akan sangat dibatasi oleh ketersediaan

sumberdaya alam (Meadow 1972).

Generasi kini yang memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan

memiliki kewajiban moral untuk menyisakan layanan sumberdaya alam untuk

generasi mendatang, yaitu dengan tidak mengekstraksi sumberdaya alam yang

menghilangkan kesempatan generasi mendatang untuk menikmati layanan yang

sama. Keanekaragaman hayati yang dimiliki sumberdaya alam memiliki nilai

ekologi yang sangat tinggi sehingga aktivitas ekonomi perlu memperhatikan

fungsi ekologi tersebut. Pemanfaatan sumberdaya alam perlu memberi manfaat

dan kesejahteraan antar generasi ( Perman et al. dalam Fauzi 2004).

Paradigma pembangunan berkelanjutan yang mengkaitkan hubungan tujuan

ekosistem, ekonomi dan sosial, menghendaki manusia untuk selalu

mempertimbangkan resiko lingkungan, memberi value sumberdaya alam dan

biaya sosial yang akan ditanggung masyarakat dan lingkungan ketika sumberdaya

alam tersebut akan dimanfaatkan untuk tujuan pembangunan ekonomi. Konsepsi

pembangunan berkelanjutan ini diperluas oleh World Business Council on

Sustainable Development yang mengkaitkan peran korporasi dengan isu sosial,

lingkungan, dan politik dengan memberi peluang kepada stakeholder untuk

mendiskusikan penyelesaian problem pembangunan berkelanjutan secara bersama

(Demirag et al. 2005).

PLTA merupakan salah satu kegiatan yang mengggunakan sumberdaya air

perlu mengkaitkan aktivitasnya dengan paradigma pembangunan berkelanjutan.

Page 32: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

13

PLTA perlu memposisikan air sebagai sumberdaya alam yang terbatas dan

memiliki nilai ekonomi. Oleh karena itu pemanfaatan sumberdaya air harus diikuti

dengan upaya mencegah terjadinya kelangkaan air atau terbatasnya fungsi

sumberdaya air.

PLTA bekerja dengan cara merubah energi potensial (dari dam atau air

terjun) menjadi energi mekanik dengan bantuan turbin dan dari energi mekanik

menjadi energi listrik dengan bantuan generator. Komponen dasar PLTA berupa

dam, turbin, generator dan transformator. Dam berfungsi untuk menampung air

dalam jumlah besar karena turbin memerlukan pasokan air yang cukup dan stabil.

Untuk menggerakkan turbin agar bisa berputar harus memiliki debit air 0,004 –

0,01 m3/detik dan ketinggian air 10 - 22 meter dari permukaan turbin. Turbin air

mempunyai fungsi untuk mengkonversi energi potensial air menjadi energi

mekanik. Air akan memukul sudu-sudu dari turbin sehingga turbin berputar

berupa putaran poros. Perputaran turbin dihubungkan ke generator dengan

bantuan poros dan gerbox. Generator berfungsi mengkonversi energi mekanik

berupa putaran poros turbin menjadi energi listrik. Transformator digunakan

untuk mentransformasikan tegangan (V) yang dihasilkan generator dan

selanjutnya didistribusikan ke konsumen.

2.1. Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Perlindungan lingkungan dan sumberdaya alam disadari sangat penting

untuk mencapai kemakmuran rakyat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari Undang

Undang Dasar 1945 yang menegaskan penggunaan sumberdaya alam untuk

kemakmuran rakyat generasi sekarang dan mendatang. Kemudian Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1982 menegaskan perlunya pengelolaan lingkungan

hidup dilandasi oleh kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh. Untuk

itu, lingkungan hidup wajib dikembangkan dan dilestarikan kemampuannya agar

tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bangsa dan rakyat Indonesia serta

makhluk lainnya, demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri.

Menyadari pentingnya kontribusi dan meningkatnya kesadaran masyarakat

terhadap perlindungan lingkungan, dilakukan penyempurnaan atas UU Nomor 4

Tahun 1982 menjadi UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Page 33: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

14

Hidup.UU ini memantapkan tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan

lingkungan hidup. Seiring dengan perlunya jaminan atas kepastian hukum dan

perlindungan hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik

dan sehat, sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem,

maka pada tahun 2009 UU Nomor 23 Tahun 1997 tersebut disempurnakan

menjadi UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam UU Nomor 32

Tahun 2009, didefinisikan sebagai upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan

untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran

dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,

pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. Lingkungan

hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan dan makhluk

hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,

kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup

lain.

Asas untuk melaksanakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

terdiri atas tanggung jawab negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan

keseimbangan, keterpaduan, manfaat, kehati-hatian, keadilan, ekoregion,

keanekaragaman hayati, pencemar membayar, partisipatif, kearifan lokal, tata

kelola pemerintahan yang baik; dan otonomi daerah. Adapun penjelasan maksud

dari setiap asas tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambaran di atas menunjukkan telah terjadinya pergeseran dalam

pengembangan kebijakan perlindungan lingkungan dari mengatur pola hubungan

antara pemerintah dan industri hingga memberi perlindungan kepada setiap

individu untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat. Awal tahun

tujuh puluhan, kebijakan lingkungan difokuskan pada pengembangan prinsip

lingkungan yang didesain sebagai landasan kebijakan lingkungan pada dunia

usaha dan pengakuan internasional, dan pengembangan instrumen lingkungan

untuk keperluan implementasi kebijakannya. Kebijakan perlindungan lingkungan

umumnya ditetapkan langsung oleh pemerintah. Penetapan baku mutu

Page 34: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

15

lingkungan, standar emisi, perizinan, pemberian lisensi, pajak, pembebanan biaya

(pollution charges) digunakan sebagai instrumen (Barde 2000).

Tabel 1 Asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

Asas Maksud asas

Tanggung jawab negara a) Negara menjamin pemanfaatan sumberdaya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan.

b) Negara menjamin hak warga atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

c) Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Kelestarian dan keberlanjutan

Setiap orang memikul kewajiban dan tanggungjawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.

Keserasian dan keseimbangan

Pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem.

Keterpaduan Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait.

Manfaat Segala usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumberdaya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkungannya.

Kehati-hatian Ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah meminimisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Keadilan Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi maupun lintas gender.

Ekoregion Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristik sumberdaya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat dan kearifan lokal.

Keanekaragaman hayati Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertaruhkan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.

Page 35: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

16

Tabel 1 lanjutan

Asas Maksud asasPencemar membayar Setiap penanggungjawab yang usaha dan/atau kegiatannya

menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan.

Partisipatif Setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kearifan lokal Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat.

Tata kelola pemerintahan yang baik

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.

Otonomi daerah Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragamaan daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sumber : UU No. 32/2009

Untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan, terdapat tiga pendekatan

kebijakan lingkungan yang digunakan secara umum yaitu pendekatan negosiasi

langsung dengan pihak yang bermasalah, pendekatan hukum (command and

control) dan pendekatan ekonomi-mekanisme pasar.

Pendekatan negosiasi langsung merupakan cara yang paling sederhana

untuk menciptakan efisiensi. Pendekatan ini dapat berjalan dengan baik apabila

hak kepemilikan telah didefinisikan dengan jelas. Ketidakjelasan hak kepemilikan

akan memungkinkan timbulnya konflik kepentingan (Coase dalam Yakin 2004).

Pendekatan hukum atau dikenal dengan command and control approach

merupakan pendekatan yang paling umum digunakan oleh lembaga pemerintah.

Pemerintah menetapkan standar baku untuk proses, peralatan, dan emisi yang

harus ditaati oleh pencemar dan mewajibkan perusahaan untuk melakukan

tindakan perlindungan lingkungan. Jika perusahaan tidak memenuhi atau

melanggar akan dikenai denda di pengadilan. Pelaksanaan kebijakan ini

memerlukan ketentuan dan persyaratan administratif, ketersediaan infrastruktur,

dan biaya yang sangat besar. Umumnya biaya perlindungan lingkungan diiringi

Page 36: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

17

dengan menaikkan harga produk, sehingga konsumen ikut terbebani secara tidak

langsung (Barde 2000; Thomas 2003). Meskipun pendekatan hukum merupakan

alat efektif untuk mencegah kerusakan lingkungan, pendekatan ini hanya

memungkinkan terjadinya interaksi pemerintah dan industri, belum

memperhatikan kekuatan masyarakat serta pasar (Afsah et al. 1996).

Pendekatan paradigma ekonomi atau sering disebut market instruments

berargumen bahwa degradasi lingkungan terjadi akibat pasar tidak memberi nilai

(value) atas jasa lingkungan. Kelangkaan tidak dihargai sebagai aset yang harus

digunakan secara efisien. Pendekatan ini memasukkan konsep ekonomi seperti

pembebanan pajak atau ongkos atas jumlah polusi per unit waktu yang dapat

diserap. Pasar yang didalamnya ada masyarakat dan konsumen menjadi aktor

untuk memberi tekanan perlunya perlindungan lingkungan atas pengelolaan dan

produk perusahaan. Perusahaan menggunakan sumberdaya alam secara efisien

dan menerapkan teknologi terbaik untuk mengendalikan pencemaran. Pendekatan

ini dinilai lebih mampu mendorong pencegahan polusi yang lebih fleksibel dan

ekonomis (Barde 2000).

2.2 Kebijakan Perlindungan Lingkungan Pendekatan Sukarela

Pendekatan hukum dan mekanisme pasar dinilai memiliki kelemahan secara

substansial untuk perlindungan lingkungan. Pembatasan regulasi dapat

mengurangi kemampuan perusahan untuk merespon dengan cepat tantangan baru

di bidang pengembangan proses produksi dan produk. Sementara regulator

menjadi lebih terbebani biaya. Ketidaklenturan dan tingginya biaya administrasi

yang ditemui saat penerapan pendekatan di atas, memunculkan bentuk kebijakan

baru yang dilandasi dengan pendekatan sukarela (OECD 2003, Arimura et al.

2007).

Pendekatan sukarela (voluntary approaches) bukanlah produk intervensi

pemerintah atau teori ekonomi. Ia merupakan respon pragmatis atas kebutuhan

cara yang lebih fleksibel untuk melindungi perhatian publik terhadap lingkungan

yang bersih (Higley et al. 2001). Perusahaan dapat mengambil tindakan dengan

segera untuk menyelesaikan masalah lingkungan yang dihadapi, tanpa menunggu

adanya aturan legislasi atau ketentuan pajak (OECD 2003). Pendekatan ini

Page 37: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

18

dimaksudkan untuk lebih responsif membangun perilaku industri dalam

mengurangi Polusi (Higley et al. 2001; Potoski & Prakash 2003). Pendekatan

sukarela sering disebut sebagai “generasi mendatang dalam kebijakan

lingkungan” (Esty et al. 1997).

Sebagai instrumen kebijakan, inisiatif sukarela semakin luas digunakan oleh

pemerintah maupun organisasi non pemerintah terutama di Eropa. Perkembangan

pendekatan ini didorong oleh kepentingan publik dan meningkatnya kesadaran

produsen, konsumen dan shareholder terhadap pembangunan berkelanjutan dan

sekaligus menjadi tindakan yang membedakan proses produksi dan produk

mereka di pasar (APEC 2005).

Inisiatif sukarela merupakan pelengkap (complement) yang penting dalam

kebijakan dan tindakan yang diregulasikan (regulatory action) baik di bidang

sosial maupun lingkungan. Ia dapat didesain oleh perusahaan/industri dan

diimplementasikan oleh berbagai stakeholder, termasuk pemerintah, serikat

dagang dan lembaga swadaya masyarakat (APEC 2005). Beberapa istilah inisiatif

sukarela antara lain skema sertifikasi, perjanjian sukarela (voluntary agreement),

aturan pelaksanaan (code of conduct), audit lingkungan dan sosial, skema tangung

jawab sosial korporasi dan skema perdagangan yang fair (Higley et al. 2001).

Tindakan inisiatif perlindungan lingkungan yang dilakukan disesuaikan

dengan kebijakan dan tata kelola yang baik (good governance) yang dianut

perusahaan, industri atau sektor. Tindakan ini harus memperhatikan penciptaan

hubungan yang lebih kooperatif antara pemerintah, industri dan partisipasi pihak

ketiga lainnya. Peningkatan kinerja lingkungan dapat melebihi (beyond) ketentuan

dan peraturan perundang-undangan ditetapkan oleh pemerintah dan bisa menjadi

alternatif legislasi (RNMISD 1998; Higley et al. 2001).

Di beberapa negara, program ini berkembang dengan baik karena

pemerintah mengintervensi desain dan implementasinya melalui penyediaan

sarana seperti insentif keuangan, bantuan teknis, hak pemantauan, maupun dengan

menetapkan regulasi yang memaksa mereka untuk berpartisipasi. Kolaborasi

dengan stakeholder (non-industri) dan mekanisme pemantauan sangat diperlukan

untuk menjaga kredibilitas dan memberi benefit kepada seluruh aktor yang terlibat

dalam inisiatif ini (RNMISD 1998).

Page 38: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

19

Secara taksonomi pendekatan sukarela dibagi ke dalam tiga kelompok

utama, yaitu komitmen unilateral yang dibuat oleh pencemar, perjanjian resmi

yang dinegosiasi antara industri dengan pihak yang berwenang, dan skema

sukarela publik yang dikembangkan oleh badan lingkungan (RNMISD 1998;

Higley et al. 2001).

Komitmen unilateral merupakan program peningkatan lingkungan yang

dibangun oleh perusahaan dan dikomunikasikan kepada stakeholder-nya. Sebagai

contoh program “Responsible Care” yang diinisiasi oleh Industri Kimia Canada

merupakan tipe ini. Setiap peserta harus mengirimkan rencana lingkungannya

untuk diverifikasi pemenuhannya oleh komite eksternal. Komite Eksternal terdiri

atas para ahli di bidang industri dan wakil masyarakat. Hasil monitoring

disampaikan kepada publik. Contoh lain adalah penerapan sistem manajemen

lingkungan (SML) di perusahaan untuk meningkatkan kinerja lingkungan (Higley

et al. 2001). SML juga digunakan sebagai tool oleh negara negara Organization

foe Economic Co-operation and Development (OECD) untuk memberi bantuan

teknis dan pengakuan publik dalam kebijakan lingkungan (Uchida 2004).

Pada skema sukarela publik, pihak yang berwenang menetapkan

seperangkat standar mengenai proses dan prosedur yang harus diikuti, atau target

yang harus dicapai. Perusahaan setuju untuk memenuhi target tersebut. Contoh

penerapan skema ini adalah kesesuaian dengan standar Eco-management and

Auditing Scheme (EMAS) Uni Eropa. Perusahaan harus memiliki kebijakan

lingkungan, meninjau aspek lingkungan di semua lokasi, menetapkan dan

menerapkan program lingkungan, serta melakukan tinjauan kebijakan dan

memverifikasi pemenuhan persyaratan tersebut (RNMISD 1998; Higley et al.

2001).

Perjanjian negosiasi dilakukan antara perusahaan dengan pihak yang

berwenang (pemerintah) untuk memenuhi target lingkungan yang ditetapkan

dalam periode waktu tertentu. Dalam perjanjian negosiasi ini kedua pihak

berperan aktif (RNMISD 1998; Higley et al. 2001).

Pendekatan berbasis sukarela juga memiliki kelemahan, yaitu jika

perusahaan tidak memiliki sistem pengendalian lingkungan yang tepat dapat

memungkinkan adanya Free-riding yang akan memanfaatkan peluang untuk tidak

Page 39: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

20

memasukkan kewajiban perusahaan untuk memenuhi persyaratan regulasi atau

kewajiban pajak maupun tindakan kolektif yang sudah dipersyaratkan. Selain itu

perusahaan bisa melakukan negosiasi dalam proses perumusan dan penerapan

regulasi untuk keuntungan mereka. Ketiadaan regulasi akan menyebabkan

masyarakat menanggung biaya sosial atau lingkungan. Bila hal ini terjadi, maka

pendekatan sukarela memberi risiko akan terjadinya pelaksanaan regulasi menurut

keinginan mereka (regulatory capture) (RNMISD 1998).

Keterbukaan dan transparansi sangat krusial untuk mengurangi kelemahan

pendekatan sukarela, sehingga stakeholder/masyarakat dapat berpartisipasi dan

memberi umpan balik. Keterlibatan stakeholder memberi peluang tercapainya

tujuan dan sasaran lingkungan yang melebihi peraturan yang ditetapkan. Selain

itu, untuk menjamin efektivitas diperlukan sistem pemantauan dan pencegahan,

serta struktur kelembagaan pendekatan sukarela (RNMISD 1998).

Pemantauan dapat dilakukan oleh pemerintah atau lembaga independen.

Hasil pemantauan disampaikan kepada pihak berwenang dan publik secara

terbuka. Hasil pemantauan ini menjadi informasi bagi pemerintah untuk

memfasilitasi tindakan perbaikan yang diperlukan. Sanksi dapat diberikan apabila

terdapat ketidaksesuaian dengan isi perjanjian sukarela. Bentuk sanksi bisa

melalui pencabutan subsidi atau dikeluarkan dari para pihak yang berperanserta.

Sanksi perlu dicantumkan dalam perundang-undangan atau dimasukkan dalam

perjanjian tersebut.

Semua inisiatif sukarela harus mengatur liabilitas untuk menanggung ganti

rugi atas kerugian yang diterima oleh pihak lain. Perusahaan yang terbukti

melakukan kerusakan secara sengaja atau lalai dapat dikenakan aturan liabilitas

ini. Situasi yang berbeda dapat terjadi jika kerusakan terjadi meskipun perusahaan

telah memenuhi seluruh perjanjian sukarela. Dalam hal ini pihak pemerintah perlu

segera meninjau perjanjian dan mencari solusi yang efektif.

2.3 Sistem Manajemen Lingkungan

Salah satu tool untuk melaksanakan tindakan sukarela diperkenalkannya

standar Sistem Manajemen Lingkungan (SML). Secara tipikal, SML terdiri atas

Page 40: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

21

penetapan, implementasi dan tinjauan kebijakan lingkungan yang diarahkan untuk

mengurangi dampak lingkungan akibat operasi yang dilakukan perusahaan (ISO

2004; Arimura et al. 2007).

Metodologi implementasi sistem manajemen lingkungan dilakukan dengan

Plan-Do-Check-Act (PDCA) suatu model yang mengikuti sistem manajemen yang

dikenal dengan Siklus Deming seperti disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3 Model sistem manajemen lingkungan (Sumber: ISO 2004).

Standar didefinisikan sebagai suatu dokumen, yang ditetapkan melalui

konsensus dan disahkan oleh badan yang diakui, memuat aturan, panduan atau

karakteristik kegiatan atau hasilnya yang dapat digunakan secara umum dan

berulang, yang bertujuan untuk mencapai tingkat keteraturan yang optimum

dalam konteks tertentu. Standar juga sering digunakan oleh pemerintah untuk

menetapkan regulasi teknis untuk keperluan intervensi pasar guna melindungi

masyarakat dan konsumennya dari produk yang tidak aman, tidak sehat dan

rusaknya lingkungan hidup (ISO/IEC 2002).

Secara umum ada tujuh komponen utama dalam SML yaitu komitmen dan

kebijakan lingkungan, tinjauan lingkungan awal, perencanaan kebijakan

lingkungan, penerapan kebijakan lingkungan, pengukuran dan evaluasi, audit dan

tinjauan, dan komunikasi lingkungan eksternal (Chereminisoff 2006). Ketujuh

komponen dan interaksinya dilustrasikan pada Gambar 4.

Page 41: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

22

Gambar 4 Komponen SML dan interaksinya (Sumber: Cheremisinoff 2006)

2.3.1 Komitmen dan Kebijakan Lingkungan

Penerapan sistem manajemen lingkungan harus memperoleh komitmen

manajemen puncak. Tanpa komitmen resmi, suatu sistem tidak akan memiliki

kredibilitas dan tidak efektif (Lessem 1989). Kebijakan merupakan suatu deklarasi

yang ditandatangi oleh manajemen puncak organisasi bahwa perlindungan

lingkungan menjadi prioritas organisasi. Manajemen puncak perlu menyediakan

sumberdaya termasuk finansial yang diperlukan (ISO 2004; BSN 2005,

Cheremisinoff 2006).

Kebijakan lingkungan yang merupakan keseluruhan maksud dan arah

organisasi mengenai kinerja lingkungan memberikan kerangka untuk menetapkan

tindakan dan penentuan tujuan serta sasaran lingkungan (ISO 2004, BSN 2005).

Kebijakan lingkungan memuat komitmen untuk mencegah polusi, memenuhi

peraturan regulasi lingkungan dan aturan yang berlaku, menerapkan proses

perbaikan berkelanjutan. Manajemen puncak harus memastikan bahwa kebijakan

tersebut diimplementasikan di seluruh organisasi. (ISO 2004, BSN 2005).

Kebijakan lingkungan harus relevan dengan sifat, skala, dan dampak

lingkungan dari kegiatan, produk dan jasa organisasi. Dengan demikian kebijakan

lingkungan diformulasikan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan merefleksikan

realitas situasi lingkungan organisasi (ISO 2004, BSN 2005).

Page 42: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

23

Komitmen untuk memenuhi peraturan perundang-undangan lingkungan

yang berlaku dan persyaratan lainnya yang diikuti organisasi, bukan berarti

organisasi wajib memenuhi seluruh regulasi dalam waktu bersamaan. Organisasi

disyaratkan untuk memiliki rencana atau cara untuk memastikan pemenuhan

seluruh peraturan perundang-undangan yang ditetapkan tersebut termasuk yang

terdapat dalam perjanjian sukarela jika ada.

Kebijakan lingkungan juga harus memberi kerangka untuk menetapkan dan

meninjau sasaran dan target lingkungan. Kebijakan lingkungan juga harus

didokumentasikan, diimplementasikan, dipelihara dan dikomunikasikan kepada

seluruh pegawai. Implementasi dapat diperagakan melalui instruksi, sasaran dan

target, rencana strategik, dan program lingkungan.

Hal penting lainnya, dalam kebijakan lingkungan harus tersedia bagi publik

dan pihak yang berkepentingan. Kebijakan harus ditinjau untuk memastikan

kesesuaiannya dengan perubahan (internal maupun eksternal) yang mempengaruhi

organisasi, misalnya adanya perubahan penggunaan sumberdaya, teknologi

produksi, ketentuan regulasi, budaya dan norma yang berlaku (Gabel dan Folme

2000).

2.3.2 Tinjauan Lingkungan Awal

Tinjauan lingkungan awal (TLA) merupakan langkah awal sebelum

perusahaan dapat merencanakan dan menerapkan kebijakan lingkungan.

Perusahaan melalukan tinjauan yang lengkap terkait isu/aspek lingkungan

perusahaan. TLA akan menghasilkan karakteritik baseline perusahaan dalam

mengelola isu lingkungan, yang dapat digunakan sebagai basis untuk

mengidentifikasi deficiency atau area yang tidak sesuai (noncompliance). Atas

dasar ini, perusahaan melakukan inisiatif untuk menghilangkan kesenjangan yang

ada.

2.3.3 Perencanaan Kebijakan Lingkungan

Perencanaan yang baik memerlukan pengetahuan interaksi antara

perusahaan dengan lingkungan dan publik. Organisasi perlu memahami peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan kewajiban yang ada di dalamnya. Program

Page 43: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

24

sebaiknya menetapkan target dan sasaran lingkungan secara spesifik dan jelas,

menetapkan cara dan sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai hasil serta

waktu pelaksanaannya.

Elemen penting dalam perencanaan sistem manajemen lingkungan yaitu

identifikasi aspek lingkungan, evaluasi resultansi dampak lingkungan,

pertimbangan persyaratan perundang-undangan, penetapan sasaran dan target,

serta program lingkungan.

Aspek lingkungan merupakan unsur kegiatan atau produk atau jasa

organisasi yang dapat berinteraksi dengan lingkungan. Dampak lingkungan adalah

setiap perubahan pada lingkungan, baik yang merugikan atau bermanfaat,

keseluruhannya ataupun sebagian disebabkan oleh aspek lingkungan organisasi.

Identifikasi aspek lingkungan dalam lingkup sistem manajemen lingkungan

dilakukan pada aspek yang dapat dikendalikan dan yang dapat dipengaruhi (ISO

2004, BSN 2005).

Kriteria untuk mengevaluasi aspek lingkungan antara lain isu lingkungan

dan peraturan perundang-undangan, tingkat pengendalian organisasi terhadap

aspek lingkungan; sifat sumberdaya alam yang digunakan (terbaharui atau tidak);

ketersediaan aturan dan praktek organisasi, dan pandangan para pihak yang

berkepentingan (ISO 2004, Gilbert 1998).

Persyaratan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan aspek

lingkungan organisasi perlu diidentifikasi dan ditentukan bagaimana persyaratan

tersebut diterapkan. Persyaratan peraturan perundang-undangan dapat mencakup

skala nasional dan internasional; atau peraturan pemerintahan daerah (Ritchie

1997). Tujuan dan sasaran lingkungan perlu mempertimbangkan persyaratan

perundang-undangan, aspek lingkungan penting, pilihan teknologi, keuangan,

persyaratan operasional dan bisnis; serta pandangan pihak yang berkepentingan.

Program manajemen lingkungan merupakan peta lintasan (roadmap)

perusahaan yang akan diikuti menuju pencapaian tujuan dan target lingkungan.

Program memuat memuat langkah aksi, jadwal, sumberdaya, tanggungjawab yang

diperlukan, dan jangka waktu untuk mencapai tujuan, sasaran dan kebijakan

lingkungan.

Page 44: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

25

2.3.4 Implementasi Kebijakan Lingkungan

Penerapan sistem manajemen lingkungan (SML) akan berhasil bila

manajemen dan pegawai memahami program keseluruhan, fungsi dan

tanggungjawabnya, menggunakan instruksi kerja, merekam dan mengendalikan

dokumen. Perusahaan harus mengembangkan kemampuan dan mekanisme yang

diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan, dan sasaran lingkungan (Ritchie

1997; ISO 2004). Terdapat tujuh elemen dalam prinsip ini, yaitu sumber daya,

peran, tanggung jawab dan kewenangan; kompetensi, pelatihan dan kesadaran;

komunikasi; dokumentasi; pengendalian dokumen; pengendalian dokumen,

pengendalian operasional, dan kesiagaan dan tanggap darurat (Ritchie 1997; ISO

2004).

Sumber daya, peran, tanggung jawab untuk menerapkan, memelihara dan

meningkatkan sistem manajemen lingkungan perlu dipastikan. Sumberdaya

termasuk sumberdaya manusia dan keterampilan khusus, sarana operasional,

teknologi dan sumberdaya keuangan. Kebutuhan sumberdaya diidentifikasi pada

setiap fungsi dan tingkat organisasi, serta memperhatikan keseimbangan antara

kebutuhan dengan pencapaian sasaran kinerja lingkungan.

Organisasi harus memastikan setiap orang yang bertugas untuk atau atas

nama organisasi yang pekerjaan berpotensi menyebabkan dampak lingkungan

penting, mempunyai kompetensi (pendidikan, pelatihan atau pengalaman) yang

memadai. Organisasi perlu memberikan pelatihan mengenai aspek lingkungan dan

sistem manajemen lingkungan termasuk value dan kebijakan lingkungan

organisasi. Pelatihan sangat menentukan keberhasilan dan efektifitas penerapan

SML. Identifikasi kebutuhan pelatihan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi

kesenjangan pengetahuan dan kompetensi karyawan yang diperlukan untuk

membangun SML (ISO 2004, BSN 2005).

Aspek lingkungan dan SML perlu dikomunikasikan dengan pihak internal

maupun dengan pihak eksternal guna menangapi kepentingan mereka terkait

dengan aspek dan dampak lingkungan operasi organisasi. Komunikasi juga perlu

dilakukan dengan pihak otoritas publik mengenai perencanaan situasi darurat dan

isu lainnya yang sesuai. Komunikasi eksternal perlu mempertimbangkan

Page 45: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

26

pandangan dan kepentingan semua pihak yang berkepentingan (ISO 2004, BSN

2005).

Dokumentasi SML mencakup kebijakan, tujuan dan sasaran lingkungan.

Dokumentasi perlu dikendalikan, termasuk kemutakhiran dan aksesibilitas

dokumen tersebut. Penggunaan dokumen yang salah atau sudah tidak berlaku

dapat membawa ketidakefektifan penerapan SML. Pengendalian operasional perlu

ditetapkan pada operasi yang terkait dengan aspek lingkungan penting yang telah

teridentifikasi. Evaluasi perlu dilakukan untuk memastikan bahwa operasi berjalan

dalam mengendalikan atau mengurangi dampak negatif lingkungan (ISO 2004,

BSN 2005).

2.3.5 Pengukuran dan Evalusi

Kegiatan pengukuran dan pemeriksaan perlu dilakukan untuk mengetahui

adanya defisiensi dan selanjutnya organisasi mengambil langkah untuk melakukan

tindakan perbaikan dan pencegahan yang dibutuhkan sehingga defisiensi

(ketidaksesuian) tidak terulang kembali. Kegiatan ini merupakan bagian dari

perbaikan berkelanjutan yang disyaratkan standar.

Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan, organisasi perlu memastikan

peralatan pemantauan dan peralatan pengukuran guna memperoleh data yang

benar. Begitupun halnya dengan komitmen manajemen untuk menataati

persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku perlu dievaluasi

penaatannya. Bila teridentifikasi adanya ketidaktaatan atau defisiensi maka

organisasi harus melaksanakan tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan.

2.3.6 Audit dan Tinjauan Manajemen

Audit internal SML harus dilakukan organisasi untuk mengetahui tingkat

efektifiktas penerapan SML pada jangka waktu yang direncanakan. Hasil audit

diinformasikan kepada manajemen. Manajemen puncak harus meninjau SML

pada jangka waktu tertentu, untuk memelihara kesesuaian, kecukupan dan

efektivitas sistem yang berkelanjutan. Tinjauan manajemen harus mengkaji

peluang perbaikan dan keperluan untuk melakukan perubahan sistem manajemen

lingkungan, kebijakan lingkungan, tujuan dan sasaran lingkungan. Keluaran

Page 46: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

27

tinjauan manajemen harus memuat setiap keputusan dan tindakan yang diambil

untuk menindaklanjuti perubahan kebijakan, tujuan dan sasaran lingkungan serta

unsur lain sistem manajemen lingkungan, sesuai dengan komitmen perbaikan

berkelanjutan.

2.3.7 Komunikasi dan Pelaporan Lingkungan

Peran komunikasi lingkungan sangat penting, baik di lingkungan internal

maupun eksternal organisasi. Peran ini bertujuan menyampaikan maksud dan

kepentingan manajemen puncak mengenai keputusan yang dibuat. Komunikasi

dan pelaporan merupakan elemen kunci dalam praktek sistem manajemen

lingkungan dan menjadi bukti sah bahwa perusahaan beroperasi secara

berrtanggung jawab (Cheremisinoff 2006).

Persyaratan ISO 14001 pada klausul 4.4.3 butir b mewajibkan perusahaan

untuk melakukan komunikasi kepada stakeholder yang terkait guna

menyampaikan aspek lingkungan dan sistem manajemen lingkungan mereka.

Pemangku kepentingan sebagai kelompok atau individu yang dapat

mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu.

Stakeholder sebaiknya mencakup shareholder, legislator dan regulator,

masayarakat setempat, pemasok, konsumen, kelompok lingkungan termasuk

LSM, dan analis keuangan (Bryson 2003)..

Komunikasi dengan stakeholder sebaiknya dilakukan secara reguler dan

memiliki tujuan yang jelas, sehingga dapat diperoleh kesepahaman untuk

melakukan tindakan bersama. Komunikasi harus menjadi strategi yang tidak

sekedar menyampaikan laporan. Strategi komunikasi perlu memperhatikan

kepentingan stakeholder, mempercepat kerjasama, tercipta risk-sharing, dan

memberikan penyelesaian yang saling menguntungkan (Cheremisinoff 2006).

2.4 Sumberdaya Air dan Pemanfaatannya

Air merupakan sumberdaya alam yang sangat vital bagi semua makhluk di

muka bumi ini. Manusia tidak dapat bertahan hidup bila tidak ada air. Air

memiliki multi fungsi baik untuk kegiatan ekonomi, lingkungan maupun sosial.

Page 47: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

28

Sumberdaya air didefinisikan sebagai air, sumber air, dan daya air yang

terkandung didalamnya. Air adalah semua air yang terdapat pada, diatas, ataupun

di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air

tanah, air hujan dan air laut yanga berada di darat. Sumber air adalah tempat atau

wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah

permukaan tanah. Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air pada

sumber air yang dapat memberikan manfaat atau kerugian bagi kehidupan

manusia dan lingkungannya (UU No.7/2004).

Air tergolong sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun,

namun kepemilikan bersama (global commons atau common services). Implikasi

yang dengan jelas terlihat adalah adanya berbagai kepentingan yang berbeda

dalam memanfaatakan sumberdaya air. Pemanfaatan sumberdaya air yang tidak

menghiraukan pelestariannya akan membawa dampak (eksternalitas) negatif

terhadap lingkungan maupun sumberdaya itu sendiri.

Eksternalitas negatif atau dampak lingkungan akan muncul bila satu

variabel yang dikontrol oleh suatu pihak ekonomi tertentu terganggu fungsi

utilitasnya oleh pihak lainnya. Eksternalitas juga dapat diartikan sebagai dampak

yang dirasakan pihak ketiga yang diakibatkan oleh suatu kegiatan transaksi

kegiatan ekonomi tertentu. Bila residu melebihi kemampuan media lingkungan

untuk melakukan daur ulang, maka akan menimbulkan pencemaran. Kenyataan

yang ada, air sebagai unsur yang sangat vital dan seharusnya diberi nilai tinggi

belum sepenuhnya dimanfaataan secara optimal (Fauzi 2004).

Konferensi Internasional tentang Air dan Lingkungan, di Dublin Irlandia,

tanggal 31 Januari 1992, merekomendasikan perlunya setiap instrumen

pembangunan berkelanjutan dikaitkan dengan strategi pengelolaan sumberdaya air

secara integral. Sumberdaya air perlu dikelola sebagai sumberdaya yang terbatas

dan vulnarable, sebagai sumberdaya alam dan ekonomi. Statemen Dublin tentang

Air dan Pembangunan Berkelanjutan (Dublin Statement on Water and Sustainable

Development), atau dikenal dengan Dublin Principles”, mengakui meningkatnya

kelangkaan air sebagai akibat adanya perbedaan kepentingan dalam penggunaan

air dan penggunaan air yang berlebih. Air juga sebagai sumberdaya alam yang

Page 48: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

29

terbatas dan memiliki nilai ekonomi. Oleh karena itu diperlukan tindakan nyata

untuk mengurangi kelangkaan air pada tingkat lokal, regional dan internasional.

Empat prinsip yang dihasilkan dalam konferensi tersebut sebagai landasan

dalam pengelolaan air yaitu :

Prinsip 1: Air bersih (fresh water) merupakan sumberdaya yang terbatas dan vulnerable, dan penting untuk kelangsungan hidup, pembangunan dan lingkungan.

Prinsip 1 memiliki makna air untuk kelangsungan hidup, maka sumberdaya air

perlu dikelola secara efektif melalui pendekatan holistik yang mengkaitkan

pembangunan sosial dan ekonomi dengan perlindungan ekosistem alam.

Pengelolaan sumberdaya air yang efektif berkaitan dengan lahan dan air

disepanjang area tangkapan atau air tanah (groundwater aquifer).

Prinsip 2: Pengembangan dan pengelolaan air sebaiknya didasarkan padapendekatan partisipatori, yang melibatkan pengguna, perencana, dan pengambil keputusan di semua tingkatan.

Pendekatan partisipatori ditunjukkan untuk meningkatkan kesadaran (awarness)

akan pentingnya air bagi pengambil keputusan dan masyarakat umum. Prinsip 2

memiliki arti bahwa keputusan pengembangan dan pengelolaan air berasal dari

bottom up yang dilakukan melalui mekanisme konsultasi publik dan melibatkan

semua stakeholder dalam perencanaan dan implementasinya.

Prinsip 3: Peran Perempuan sebagai bagian sentral dalam pengaturan, pengelolaan dan perlindungan air.

Peran perempuan sebagai penyedia dan pengguna dan pelindung air dalam

lingkungan hidup jarang dilibatkan dalam pengaturan kelembagaan,

pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air. Akseptasi dan implementasi

prinsip ini mensyaratkan kebijakan yang memperhatikan kebutuhan khusus

perempuan, mengikutsertakan dan memberdayakan perempuan dalam program

sumberdaya air di semua tingkatan, termasuk pada tingkat pengambilan keputusan

dan implementasinya, sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

Prinsip 4: Air memiliki nilai ekonomi bagi semua penggunanya dan sebaiknya diakui sebagai barang ekonomi.

Page 49: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

30

Prinsip ini mengakui pentingnya hak dasar semua makhluk hidup untuk memiliki

akses terhadap air bersih dan sanitasi dengan harga yang tidak ternilai (affordable

price). Kegagalan masa lalu yang tidak mengakui adanya nilai ekonomi air telah

menyebabkan penggunaan sumberdaya air diiringi dengan kerusakan lingkungan

dan menghadirkan limbah. Konservasi dan perlindungan sumberdaya air dikelola

sebagai barang ekonomi yang perlu dikelola secara efisien.

Prinsip-prinsip diatas juga telah tercermin dalam UU No. 7 Tahun 2004.

Menurut Sanim (2011), UU No 7/2004 secara eksplisit merupakan kontrak sosial

antara pemerintah dan warga negaranya, serta menjamin akses setiap orang ke

sumber air untuk mendapatkan air. Sumberdaya air mempunyai fungsi sosial,

lingkungan hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara

selaras. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan dan peruntukan sumberdaya air

lebih diprioritaskan untuk kepentingan umum dari pada kepentingan individu.

Fungsi lingkungan hidup menempatkan sumberdaya sebagai bagian dari

ekosistem, dan tempat kelangsungan hidup flora dan fauna. Sedangkan fungsi

ekonomi lebih menekankan pada pendayagunaan air untuk menunjang kehidupan

usaha.

Air memiliki nilai intrinsik yang tinggi nilainya dan pemanfaatannya

memiliki nilai tambah karena dari ekstraksi sampai pemanfaatan langsung untuk

konsumsi memerlukan biaya yang cukup substansial (Fauzi 2004). Dua

pandangan mengenai pemanfaatan sumberdaya air yaitu pandangan

anthopocentrisme dan pandangan ecosentrisme.

Pandangan anthopocentrisme mengedepankan kepentingan manusia di atas

kepentingan elemen alam lainnya. Kebutuhan konsumsi merupakan faktor utama

yang mempengaruhi perilaku pemanfaat sumberdaya alam dan menjadi cenderung

destruktif. Pada paham ini, manusia sebagai konsumen sekaligus produsen. Disisi

lain, pasar sebagai satu satunya lembaga pengatur alokasi sumberdaya alam.

Pandangan ecosentrisme melihat faktor ekonomi setara dengan ekologi.

Setiap ekosistem (manusia, hewan, tumbuhan) memiliki hak yang sama dalam

memperjuangkan kepentingannya. Benda-benda yang ada di alam memiliki

intrincsic value yang tidak dapat dinilai secara konvensional oleh piranti

Page 50: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

31

ekonomi. Pemanfaatan sumberdaya air harus diperlakukan secara ramah

lingkungan, serta derajat manusia ditentukan oleh derajat “persahabatan” manusia

dengan alam termasuk dalam hal konsumsi, produksi dan distribusi. Dalam hal ini

kelembagaan politik, kelembagaan masyarakat dan pasar juga penting (Sanim

2011).

Pemanfaatan sumberdaya alam memberi eksternalitas positif maupun

negatif bagi manusia, oleh karena itu penting untuk mengetahui seberapa besar

sumberdaya dapat diekstraksi sehingga memberi manfaat yang sebesar-besarnya

kepada masyarakat. Dari sudut ekonomi, efisiensi atas alokasi sumberdaya

dilakukan dengan efisiensi teknis dan efisiensi alokasi. Efisiensi teknis

mensyaratkan penggunaan input dan biaya seminimal mungkin untuk

menghasilkan output yang besar. Efisiensi alokasi menyatakan bahwa input yang

digunakan untuk menghasilkan barang yang paling menguntungkan konsumen.

Bila transaksi dan alokasi sumberdaya tidak memperhitungkan dampak

lingkungan yang ditimbulkan, maka alokasi dianggap tidak efisien.

Menurut UU No. 7 Tahun 2004 bahwa segala bentuk pemanfaatan air perlu

dibarengi dengan perlindungan terhadap sumberdaya air. Konservasi sumberdaya

air ditujukan untuk menjaga kelangsungan dan keberadaan daya dukung, daya

tampung, dan daya fungsi sumberdaya air. Konservasi sumberdaya air harus

dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumberdaya air,

pengawetan air, pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, yang

mengacu pada pola pengelolaan sumberdaya air yang ditetapkan pada setiap

wilayah sungai.

Dalam pemanfaatan sumber air sungai, keseimbangan ekosistem antara

wilayah hulu dan hilir sebagai neraca lingkungan hidup dalam aktivitas ekonomi

dan pelestarian lingkungan perlu mendapat perhatian yang sejajar dan selaras dari

seluruh stakeholder yang terkait. Untuk tetap mempertahankan multifungsi

sumberdaya air, maka pemanfaatan sumber daya air perlu diikuti dengan cara

terbaik termasuk manajemen lingkungan (Sutopo 2011).

Kegiatan pembangkitan listrik tenaga air memerlukan ketersediaan

sumberdaya air yang memadai dimana sumber air berada, sehingga operasional

pembangkit layak dalam jangka panjang. Ketersediaan air sungai yang masuk dan

Page 51: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

32

keluar dari aliran sungai sangat mempengaruhi kontinuitas produksi listrik yang

dihasilkannya. Ketersediaan air yang dibutuhkan oleh PLTA harus ditinjau dari

aspek kuantitas maupun kualitas air. Volume air yang terbatas akan mengurangi

jumlah produksi listrik yang seharusnya dapat diproduksi oleh PLTA. Sementara

kualitas air yang buruk akan mempengaruhi kemampuan PLTA untuk

memproduksi listrik, karena adanya dampak (eksternalitas) negatif yang diterima

oleh PLTA akibat menurunnya kualitas air tersebut. Peralatan pembangkit (turbin,

pemutar poros, radiator dan sistem pendingin) akan terkorosi dengan cepat dan

menggangu operasional pembangkit (Sutopo 2011).

Pada sisi lain, pemanfaatan air sungai oleh banyak pihak (industri, rumah

tangga dan pertanian) membawa dampak terhadap kualitas air. Umumnya

keluaran air yang berasal dari lokasi kegiatan tersebut langsung masuk ke dalam

daerah aliran sungai tanpa adanya suatu penyangga, baik berupa pengolahan

limbah rumah tangga, industri maupun pertanian. Jumlah keseimbangan bahan

juga berkontribusi pada tingkat polusi yang akan ditimbulkan oleh kegiatan

tersebut (Tjokrokusumo et al. 2000).

Kualitas air suatu perairan pada prinsipnya merupakan pencerminan kualitas

lingkungan. Air merupakan medium bagi hidupnya jasad perairan. Oleh karena itu

kualitas air ini akan mempengaruhi dan menentukan kemampuan hidup jasad

perairan tersebut. Kelayakan suatu perairan sebagai lingkungan hidup dipengaruhi

oleh sifat fisika kimia perairan tersebut (Krismono et al. 1987; Kartamihardja et

al. 1987). Beberapa parameter kimia dan fisika yang mempengaruhi kualitas air

antara lain suhu, padatan, derajat keasaman, alkalinitas, oksigen terlarut, besi,

nitrogen dan phosfat.

Suhu berfungsi memperlihatkan aktifitas kimiawi dan biologis (Ginting

2008). Perubahan suhu di suatu perairan yang mengalir sebaiknya tidak lebih dari

2,80C dan untuk perairan yang tergenang tidak lebih dari 1,70C dari suhu normal

(NTAC 1968, Pescod 1973 dalam Krismono et al. 1987). Suhu yang dikeluarkan

suatu limbah cair harus merupakan suhu alami (Ginting 2008).

Padatan secara umum diklasifikasi ke dalam dua golongan besar yaitu

padatan terlarut dan padatan tersuspensi. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel

koloid dan partikel biasa. Jenis padatan terlarut maupun tersuspensi dapat bersifat

Page 52: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

33

organis maupun anorganis tergantung dari mana sumber limbah. Zat padat

tersuspensi yang mengandung zat organik umumnya terdiri dari protein dan

bakteri (Ginting 2008).

Derajat keasaman (pH) air merupakan salah satu faktor lingkungan yang

sangat berhubungan dengan susunan spesies dan proses hidupnya. Toleransi pH

sangat bervariasi dan dipengaruhi banyak faktor antara lain suhu, oksigen terlarut,

alkalinitas dan adanya berbagai anion dan kation. Air yang memiliki pH rendah

membuat air menjadi korosif terhadap bahan-bahan kontruksi besi yang kontak

dengan air. Sedangkan alkalinitas air ditentukan senyawa karbonat, garam

hidroksida, kalsium, magnesium dan natrium dalam air. Tingginya zat-zat ini

mengakibatkan air sulit berbuih. Penggunaan air untuk pipa pendingin selalu

diupayakan dengan kesadahan rendah untuk mencegah terjadinya kerak (Ginting

2008),

Biological oxigen demand (BOD) merupakan kebutuhan oksigen bagi

sejumlah bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi) semua zat organik yang

terlarut maupun sebagai tersuspensi dalam air menjadi bahan organik yang lebih

sederhana. Nilai BOD merupakan jumlah bahan organik yang dikonsumsi bakteri.

Aktifnya bakteri menguraikan bahan organik bersamaan dengan habisnya oksigen.

Hal ini berimplikasi dengan berkurangnya oksigen yang dibutuhkan oleh biota

lain dan lebih lanjut biota tersebut tidak dapat hidup. Chemical oxigen demand

(COD) merupakan sejumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat

organis dan anorganis. Angka COD menunjukkan ukuran bagi pencemaran air

oleh zat anorganik.

Oksigen terlarut berlawanan dengan keadaan BOD. Semakin tinggi BOD

semakin rendah oksigen terlarut. Keadaan oksigen terlarut dalam air dapat

menunjukkan tanda-tanda kehidupan ikan dan biota dalam perairan. Kemampuan

air untuk mengadakan pemulihan secara alami banyak tergantung pada

tersedianya oksigen terlarut. Angka oksigen terlarut yang tinggi menunjukkan

keadaan air yang semakin baik. Adanya arus turbulensi pada sungai membuat

kandungan oksigen dalam air semakin tinggi. Lumut dan ganggang menjadi

sumber oksigen karena proses fotosentesis melalui bantuan sinar matahari

(Ginting 2008)

Page 53: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

34

Besi umumnya terdapat di sungai dalam jumlah yang sangat kecil. Pada

sungai yang tidak tercemar, besi berada dalam bentuk feri karena oksigen cukup

tersedia. Kandungan besi di perairan bagi kehidupan jasad perairan tidak boleh

lebih dari 0,02 ppm (Krismono et al. 1987). Besi yang teroksidasi dalam air

berwarna kecoklatan dan tidak larut mengakibatkan penggunaan air menjadi

terbatas. Umumnya dalam buangan limbah industri kandungan besi berasal dari

korosi pipa air mineral logam sebagai hasil reaksi elektro kimia yang terjadi pada

perubahan air yang mengandung padatan larut yang mempengaruhi sifat

menghantarkan listrik dan hal ini akan mempercepat terjadinya korosi (Ginting

2008).

Sementara nitrogen hampir seluruhnya berasal dari atmosfir dan sebagian

kecil berasal dari metabolisme perairan. Nitrogen salah satu unsur penting bagi

pertumbuhan tanaman dan berperan dalam membentuk dan memelihara protein,

yang merupakan bagian dari jasad-jasad hidup. Sumber senyawa nitrogen di

waduk juga berasal dari pemasukan air yang membawa kandungan nitrogen yang

berasal dari limbah pertanian, rumah tangga, dan industri. Dalam keadaan aerob

dengan bantuan bakteri, ammonia diubah menjadi nitrit dan nitrat, dimana nitrat

dapat digunakan oleh tumbuhan hijau terutama algae serta produsen primer

lainnya ( Krimono et al. 1987; Kartamihardja et al. 1987).

Kandungan phosfat yang tinggi menyebabkan suburnya algae dan

organisme lainnya atau dikenal dengan eutropikasi. Pengukuran kandungan

phosfat dalam air limbah berfungsi untuk mencegah tingginya kadar phosfat yang

dapat menyebabkan tumbuhan dalam air berkurang jenisnya yang akhirnya tidak

merangsang pertumbuhannya. Kesuburan tanaman akan menghalangi kelancaran

arus air.

Ketersediaan sumber daya air sangat dipengaruhi oleh kegiatan pemanfaatan

lahan di daerah hulu atau kawasan greenbelt. Penggundulan hutan berpengaruh

terhadap infiltrasi dan aliran permukaan. Tanpa adanya tetumbuhan di atas

permukaan tanah, air akan mengalir lebih cepat secara signifikan. Aliran dari

lahan gundul umumnya lebih banyak membawa sedimen. Erosi yang terjadi

dengan adanya aliran permukaan yang terbawa oleh sungai akhirnya masuk ke

Page 54: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

35

dalam waduk dan terendapkan pada dasar waduk, lebih lanjut akan mempengaruhi

debit air yang masuk (Indarto 2010).

Kerusakan lingkungan di wilayah hulu merupakan keuntungan ekonomi

yang hilang karena adanya biaya yang ditimbulkan untuk perbaikan keadaan

semula. Sebaliknya perbaikan kualitas lingkungan merupakan keuntungan

ekonomi karena terhindarnya biaya yang ditimbulkan oleh kerusakan lingkungan.

Perkiraan nilai kerusakan lingkungan memerlukan penilaian moneter untuk

menggambarkan nilai sosial dari perbaikan kondisi lingkungan atau biaya sosial

dari kerusakan lingkugan (Pearce et al. 1964 dalam Sutopo 2011).

Konservasi sumberdaya air meliputi kegiatan perlindungan dan pelestarian

air, pengawetan air serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran

air. Dalam pelaksanaan konservasi sumberdaya air terdapat tiga hal penting yang

perlu dipahami yaitu: pertama, kelangsungan sumberdaya air yang ditandai

dengan terjaganya keberlanjutan keberadaan air dan sumber air termasuk potensi

yang terkandung di dalamnya. Kedua, daya dukung sumberdaya air adalah untuk

mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Ketiga, daya

tampung air yang berkaitan dengan kemampuan air dan sumberdaya air untuk

menyerap zat, energi dan komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke

dalamnya.

Perlindungan dan pelestarian sumberdaya air dapat dilakukan secara

vegetatif maupun sipil teknis dengan pendekatan sosial, ekonomi dan budaya.

Secara vegetatif melalui penanaman pohon yang sesuai pada daerah tangkapan

air/sempadan air. Sedangkan sipil teknis dilakukan dengan rekayasa teknik seperti

pembangunan penahan sedimen, pembuatan teras dan penguatan tebing sumber

air (Sanim 2011).

Perlindungan dan pelestarian sumberdaya air dengan pendekatan vegetatif

ini sangat terkait dengan upaya pencegahan terjadinya aliran permukaan yang

besar. Permukaan tanah yang gundul akan menyebabkan air mengalir dengan

cepat dan menurunkan kemampuan infiltrasi air hujan ke dalam tanah. Jika air

tidak dapat terinfiltrasi ke dalam tanah akan mengurangi penyimpanan dan

memperbesar aliran permukaan. Aliran permukaan yang besar akan membawa

Page 55: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

36

partikel tanah menuju bada-badan perairan seperti sungai dan waduk (Indarto

2010).

2.4.1 Jasa Lingkungan Sumberdaya Air

Sumberdaya air memiliki multi fungsi dan manfaat yang sangat besar baik

dari sisi ekologi, ekonomi maupun sosial, secara kuantitatif maupun kualitatif.

Semua ini dapat terus berlangsung bila sumberdaya air terpelihara sesuai

fungsinya. Namun, kebutuhan komersial yang lebih tinggi menyebabkan

pemanfaatan sumberdaya air cenderung merusak ekosistem yang ada. Saat ini,

penilaian ekosistem jasa sumberdaya air masih menekankan pada keuntungan

finansial dan mengabaikan nilai intrinsik ekosistem sumberdaya air dalam

mendukung kehidupan jangka panjang.

Ketersediaan air yang berfluktuasi, permintaan air yang terus meningkat dan

kelangkaan air bersih menyebabkan informasi mengenai nilai air sangat

dibutuhkan bagi pengambil keputusan guna mengambil langkah pengembangan,

konservasi maupun alokasi sumberdaya air. Penilaian terhadap nilai sumberdaya

air juga diperlukan untuk meningkatkan kesadaran terhadap kebutuhan dan

manfaat konservasi sumberdaya air dan hubungannya dengan pembangunam

ekonomi.

Pemberian nilai kuantitatif terhadap barang atau jasa yang dihasilkan oleh

sumberdaya alam dan lingkungan baik atas dasar nilai pasar maupun nilai pasar

disebut sebagai valuasi ekonomi. Penilaian ekonomi sumberdaya merupakan suatu

alat ekonomi yang menggunakan teknik penilaian tertentu untuk mengestimasi

nilai uang dari barang dan jasa yang diberikan oleh sumber daya alam dan

lingkungan. Untuk mengestimasi nilai sumber daya alam dan lingkungan, manfaat

dan biaya, digunakan satuan moneter sebagai patokan penghitungan yang

dianggap sesuai. Pengukuran terhadap keuntungan dan kerugian bertujuan untuk

memperlihatkan bagaimana pentingnya nilai sumberdaya alam dan lingkungan.

Meskipun ada keraguan terhadap pemberian nilai uang untuk mengukur nilai

instrinsik sumberdaya air misalnya, namun pilihan harus diambil dalam konteks

kelangkaan sumber daya tersebut. Oleh karena itu, satuan moneter sebagai

patokan pengukuran merupakan ukuran kepuasan untuk suatu tindakan.

Page 56: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

37

Perhitungan moneter terhadap nilai yang diberikan oleh sumberdaya alam

diharapkan dapat meningkatkan kepedulian yang kuat terhadap sumberdaya alam

dan dapat dijadikan dukungan terhadap keberpihakan terhadap kualitas

lingkungan (Rianse 2010).

Analisis ekonomi terhadap dampak lingkungan dari kegiatan dan kebijakan

dikembangkan oleh Pigou (1920) dan Hicks (1939). Mereka menyatakan bahwa

kebijakan dan kegiatan sebaiknya didasarkan pada perubahan yang dihasilkan

dalam kesejahteraan sosial yang merupakan jumlah dari kesejahteraan individu.

Kesejahteraan individu diukur dengan keinginan pembayar (WTP) seseorang

terhadap perubahan yang dihasilkan dari kegiatan atau kebijakan tersebut.

Nilai ekonomi total (TEV) sumberdaya lingkungan dapat dihitung sebagai

jumlah dari empat komponen utama yaitu: nilai guna (use value), nilai guna tidak

langsung (indirect use value), nilai pilihan (option value) dan nilai bukan guna

(non use value).

• Use value mengacu pada manfaat yang diterima orang dari penggunaan

sumberdaya lingkungan secara langsung. Use value adalah nilai yang diperoleh

dari pemanfaatan aktual lingkungan pada aliran produksi dan konsumsi. Use

value dikelompokkan ke dalam Direct Use value dan Indirect use value.

Direct use value pada sumberdaya air di bagi menjadi marketed output dan

unpriced benefits. Marketed output merupakan output yang langsung dapat

dikonsumsi misalnya hasil panen, ikan, energi terbarukan, industri, kayu.

Sedangkan unpriced benefit seperti rekreasi, lansekap, pemandangan yang

indah (estetika).

• Indirect use value mengacu pada manfaat yang berasal dari jasa yang

pengguna peroleh secara tidak langsung dan seringkali dalam waktu yang

lama. Indirect use value ditentukan oleh manfaat yang berasal dari jasa-jasa

lingkungan dalam mendukung aliran produksi dan konsumsi (Munasinghe

1993). Misalnya, mengendalikan banjir, fungsi wetland sebagai penyaring

polusi, penyimpan karbon dan keragaman ekologi. Indirect use value sering

juga disebut ecological function (Kamer; 2005)

Option value mengacu pada keinginan membayar para pengguna terhadap

perlindungan lingkungan yang akan digunakan di masa depan. Sebagai contoh

Page 57: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

38

manfaat perlindungan waduk karena untuk keperluan sumber air minum

penduduk setempat di masa depan. Pernyataan preferensi (kesediaan

membayar) untuk konservasi sistem lingkungan atau komponen sistem

berhadapan dengan beberapa kemungkinan pemanfaatan oleh individu di hari

kemudian. Option value oleh beberapa pakar ekonomi lingkungan juga

dimasukkan ke dalam non-use value.

• Non-use value mencerminkan apa yang orang akan bayar untuk melindungi

sumberdaya yang mereka tidak akan pernah menggunakannya. Non-use value

dikaitkan dengan nilai intrinsik yang dimiliki sumberdaya yaitu terkait dengan

nilai warisan (bequest value) dan nilai keberadaan (existence value). Nilai

intrinsik berhubungan dengan kesediaan orang untuk membayar positif,

meskipun orang tersebut tidak bermaksud dan tidak berkeinginan untuk

memanfaatkannya. Nilai warisan berhubungan dengan kesediaan membayar

untuk melindungi manfaat lingkungan bagi generasi mendatang. Nilai ini

bukanlah nilai penggunaan untuk individu penilai, tetapi merupakan potensi

penggunaan atau bukan penggunaan di masa datang (Turner et al. 1994). Nilai

keberadaan berkenaan dengan adanya kepuasan atas keberadaan sumber daya,

meskipun penilai tidak ada keinginan untuk memanfaatkannya. Dalam konteks

sumberdaya air ini, beberapa orang mungkin memiliki keinginan untuk

menjaga lingkungan agar spesies akuatik yang dilindungi atau langka dapat

hidup bebas di air sungai yang mengalir, dan tidak berkaitan dengan

penggunaan langsung maupun tidak langsung, saat ini atau di masa depan.

Secara matematis Total Economic Value (TEV) dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut:

TEV = UV +NUV =(DUV+IUV+OV+(XV+BV)

Keterangan :TEV = total economic value (nilai ekonomi total);UV = use value (nilai guna);NUV = non use value (nilai bukan guna);DUV = direct use value (nilai guna langsung);IUV = indirect use value (nilai guna tidak langsung);OV = option value (nilai pilihan);

BV = bequest value (nilai warisan);XV = existence value (nilai penggunaan pasif/nilai keberadaan);

Page 58: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

39

Nilai ekonomi total ekosistem air yang dihasilkan, oleh Kamer (2005)

digambarkan sebagaimana terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Nilai ekonomi total ekosistem air (Kamer 2005).

2.4.2 Metode Valuasi Ekonomi

Para ekonom lingkungan mengembangkan seperangkat metode untuk

mengestimasi nilai ekonomi atas jasa lingkungan yang diberikan oleh ekosistem

air yang tidak memiliki “harga” dan tidak diperdagangkan. Dua kategori utama

yang digunakan yaitu : metode preferensi tertentu (stated preference methods) dan

metode preferensi terbuka (revealed preference methods). Metode preferensi

tertentu, nilai ekonomi diperoleh dari nilai survei yang diberikan oleh individu

terhadap jasa ekosistem non pasar. Metode preferensi terbuka mengacu pada hasil

observasi terhadap beberapa pilihan yang individu menetapkan perkiraaan

(dugaan) nilai atas sumberdaya yang mereka gunakan. Namun demikian, disadari

Direct UseValue

Marketed outputs- Hasil

panen - Ikan- Kayu- Energi

terbarukan

- Industri

Unpriced benefits

- Rekreasi- Landscape- Estetika

Benefits

- Pengendali banjir

- Penyimpan karbon

- Penyimpan air

- Asimilasi limbah

- Keragaman ekologi

Benefits

Nilai dari pengetahuan untuk mempertahan-kan keberadaan didasarkan pada moral dan keyakinan

Total Economic Value

Use Value Non-use Value

Ecological function value

Option Value Bequest Value

Existence Value

Benefits

- Obat-obatan masa depan

- Kolam plasma potensial

- Pilihan rekreasi

Benefits

Manafaat yang tersisa untuk generasi masa depan

Page 59: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

tidak ada metode yang tepat

untuk setiap situasi valuasi

Adanya berbagai

akademik, pemerintah, non pe

lingkungan ini, mulai dari

survei dan pilihan model ekonometrik

Berbagai metode yang tercakup dalam kedua pendekatan ini

Gambar 6.

Gambar 6 Metode valuasi lingkungan

2.4.3 Metode Valuasi Kontingensi

Contingent valuation method

sumberdaya alam (SDA

langsung kepada konsumen tentang nilai manfaat SDA dan lingkungan yang

mereka rasakan. Teknik CVM dilakukan dengan survei melalui wawancara

langsung dengan responden yang memanfaatkan SDA lingkungan yang dimaksud.

Metode ini diharapkan dapat m

SDA dengan mengemukakan kesanggupan untuk membayar (

WTP) yang dinyatakan dalam bentuk nilai uang.

didasarkan pada kesediaan konsumen membayar perbaikan atau kesediaan

dak ada metode yang tepat untuk mengestimasi nilai ekonomi jasa lingkungan

tuk setiap situasi valuasi (Rianse 2010).

Adanya berbagai kepentingan dari sudut pandang yang berlainan dari sisi

akademik, pemerintah, non pemerintah, juga mempengaruhi valuasi ekonomi

lingkungan ini, mulai dari perdebatan isu metodologi, pilihan metode, desain

survei dan pilihan model ekonometrik hingga perhatian etika (Foster 1997).

Berbagai metode yang tercakup dalam kedua pendekatan ini disajikan

aluasi lingkungan (Sumber: Rianse 2010)

aluasi Kontingensi (Contingent Valuation Method)

gent valuation method (CVM) merupakan metode valuasi

SDA) dan lingkungan dengan cara menanyakan secara

langsung kepada konsumen tentang nilai manfaat SDA dan lingkungan yang

mereka rasakan. Teknik CVM dilakukan dengan survei melalui wawancara

langsung dengan responden yang memanfaatkan SDA lingkungan yang dimaksud.

ini diharapkan dapat menentukan preferensi responden terhadap barang

gemukakan kesanggupan untuk membayar (Willingness to pay

WTP) yang dinyatakan dalam bentuk nilai uang. Teknik penilaian manfaat,

didasarkan pada kesediaan konsumen membayar perbaikan atau kesediaan

40

untuk mengestimasi nilai ekonomi jasa lingkungan

sudut pandang yang berlainan dari sisi

valuasi ekonomi

perdebatan isu metodologi, pilihan metode, desain

Foster 1997).

disajikan pada

(CVM) merupakan metode valuasi

yakan secara

langsung kepada konsumen tentang nilai manfaat SDA dan lingkungan yang

mereka rasakan. Teknik CVM dilakukan dengan survei melalui wawancara

langsung dengan responden yang memanfaatkan SDA lingkungan yang dimaksud.

erensi responden terhadap barang

illingness to pay -

Teknik penilaian manfaat,

didasarkan pada kesediaan konsumen membayar perbaikan atau kesediaan

Page 60: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

41

menerima kompensasi dengan adanya kemunduran kualitas lingkungan dalam

sistem alami serta kualitas lingkungan sekitar (Hufschmidt et al. 1987).

Kesediaan membayar atau kesediaan menerima merefleksikan preferensi

individu., kesediaan membayar dan kesediaan menerima adalah ”bahan mentah”

dalam penilaian ekonomi. Pearce dan Moran (1994) menyatakan kesediaan

membayar dari rumah tangga ke–i untuk perubahan dari kondisi lingkungan awal

(Q0) menjadi kondisi lingkungan yang lebih baik (Q1) dapat disajikan dalam

bentuk fungsi, sebagai berikut:

WTP i= f(Q1 – Q0, P0wn,I, Psub,I, Si,)

Keterangan :

WTPi = kesediaan membayar dari rumah tangga ke iPown = harga dari penggunaan sumber daya lingkunganPsub,i, = harga subtitusi untuk penggunaan sumber daya lingkunganSi, = karakteristik social ekonomi rumah tangga ke i

2.4.4. Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method)

Pendekatan biaya perjalanan merupakan suatu cara untuk menilai barang

yang tidak memiliki harga. Rekreasi di luar merupakan contoh yang dapat

digunakan untuk barang-barang yang tidak memiliki harga. Kebanyakan

pendekatan ini menggunakan contoh pemanfaatan fasilitas rekreasi diluar yang

dianggap sebagai barang lingkungan yang dipertimbangkan. Karena para pemakai

tempat rekreasi ini sering tidak membayar atau tidak membayar tarif masuk

nominal, pendapatan yang dikumpulkan untuk membayar pasilitas ini bukannya

merupakan indikator. Keputusan pendekatan biaya perlu diambil sehubungan

dengan penyediaan sumber daya untuk melestarikan tempat yang ada atau

menciptakan yang baru.

Makin jauh tempat tinggal seseorang yang dapat memanfaatkan fasilitas

tersebut, makin berkurang harapan pemanfaatan tempat (barang lingkungan)

tersebut. Pemakai barang yang memiliki tempat tinggal yang lebih dekat dengan

tempat rekreasi diharapkan lebih banyak memanfaatkan barang lingkungan,

ditinjau dari faktor harga misalnya biaya perjalanan yang dikeluarkan lebih rendah

dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh pemakai yang jauh tempat

Page 61: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

42

tinggalnya dari barang lingkungan tersebut. Dalam kaitannya surplus konsumen,

maka para pemakai yang datang dari tempat yang terjauh dengan biaya perjalanan

yang termahal dianggap memiliki surplus konsumen paling rendah (atau tidak

sama sekali). Sebaliknya, yang bertempat tinggal lebih dekat dengan biaya

perjalan lebih rendah akan memiliki surplus konsumen yang lebih besar.

Biaya perjalanan dapat berpengaruh terhadap tingkat kunjungan dalam

melakukan rekreasi, sebagai mana dituliskan persamaan berikut:

Q = f(TC, X1, …Xn)

Keterangan:Q = tingkat kunjungan (banyaknya pengunjung dari zona I tiap 1000

penduduk para zona iTC = biaya perjalanan X1,..Xn = variabel sosial ekonomi (penghasilan, tingkat, dan variable lain yang

sesuai

2.4.5 Perhitungan Jasa Lingkungan Sumberdaya Air PLTA

A. Nilai Guna Langsung (Direct Use Value) Sumberdaya Air PLTA

Nilai Potensi Benefit Listrik

Potensi benefit (keuntungan) dari produksi listrik merupakan keuntungan

yang diperoleh dari besarnya energi listrik yang dihasilkan dikalikan dengan

harga jualnya, kemudian dikurangi komponen biaya produksinya. Potensi

benefit produksi listrik bisa dihitung melalui persamaan berikut:

Potensi benefit = nilai produksi – biaya produksi

Nilai Potensi Ekonomi Produksi Ikan Usaha KJA

Nilai ekonomi usaha KJA di sekitar PLTA dihitung dari jumlah maksimum

KJA sesuai daya dukung lingkungan pada wilayah genangan/badan air

dikalikan dengan jumlah produksi ikan dan harga jualnya. Hal ini bisa

dihitung dengan rumus nilai ekonomi ikan sebagai berikut :

Nilai ekonomi ikan = ∑ KJA x produksi ikan per petak x harga ikan per

petak

Page 62: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

43

Nilai Ekonomi Kegiatan Ekowisata

Nilai ekowisata di sekitar PLTA, terutama pada daerah genangan

(waduk/bendung) dihitung dari besarnya biaya perjalanan wisata yang

dikeluarkan oleh setiap pengunjung yang datang pada setiap tahunnya. Nilai

ekonomi ekowisata di sekitar PLTA dapat dihitung dengan persamaan:

Nilai ekowisata = rata-rata pengunjung/tahun x biaya perjalanan wisata

B. Nilai Guna Tidak Langsung (Indirect Use Value) Sumberdaya Air PLTA

Nilai Ekonomi Penghijaun (Serapan Karbon)

Jumlah karbon yang ditimbun dalam tanaman seperti pohon-pohonan sangat

tergantung pada jenis dan sifat pohon itu sendiri. Proses penimbunannya

disebut sebagai proses sekuestrasi (carbon sequestration) yaitu proses

penyimpanan karbon di dalam tanaman yang sedang tumbuh. Tanaman atau

pohon di hutan dianggap berfungsi sebagai tempat penimbunan atau

pengendapan karbon (rosot karbon atau carbon sink). Dibandingkan dengan

berbagai jenis tanaman umumnya pohon-pohon kayu merupakan penyerap

karbon yang paling besar. Nilai ekonomi penyerapan karbon dapat dihitung

berdasarkan besarnya kandungan karbon yang tersimpan di dalam vegetasi

hutan yang dikonversikan dalam nilai finansial. Menurut Brown dan Peaece

(1994) dalam Widada (2004), hutan alam primer, hutan sekunder, dan hutan

terbuka memiliki kemampuan menyimpan masing-masing karbon sebesar

283 ton per hektar, 194 ton per hektar, dan 115 ton per hektar. Setiap 1 ton

karbon dapat dihargai dengan nilai finansial yang berkisar antara $1 US

sampai $28 US (Soemarwoto 2001). Untuk menghindari penilaian yang

terlalu tinggi atau terlalu rendah, maka nilai finansial yang diambil adalah

nilai tengah dari yang ditetapkan oleh Soemarwoto yaitu sebesar $19 US per

ton. Nilai ekonomi penyerapan karbon di sekitar PLTA, dapat dihitung

dengan persamaan:

Nilai ekonomi serapan karbon = luas hutan (ha) x harga karbon/ha

Nilai Cadangan Air Tanah

Nilai cadangan air tanah dihitung dari volume air yang masuk ke dalam

tanah, dikurangi volume yang terbuang dari permukaan. Volume input

Page 63: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

44

dihasilkan dari luas DAS dikalikan dengan curah hujan rata-rata sebagai

inputannya. Sementara volume yang terbuang dihasilkan dari penguapan

rata-rata di seluruh permukaan DAS ditambah dengan air yang mengalir di

permukaan (run off).

Nilai Cadangan Air Waduk

Cadangan air yang tergenang di hulu waduk atau di hulu sungai merupakan

pemasok air utama bagi pembangkit listrik. Jika cadangan air ini tergantikan

oleh sedimentasi yang masuk ke badan air/waduk, maka akan terjadi

kehilangan potensi air sebagai sumber pembangkit. Nilai ekonomi

cadangan air ini sebanding dengan besarnya harga volume air yang bisa

membangkitkan energi listrik.

C. Nilai Bukan Guna (Non-Use Value) Sumberdaya Air PLTA

Nilai Pilihan (Option Value)

Nilai pilihan waduk adalah nilai pemanfaatan sumberdaya waduk untuk

pemanfaatan di masa yang akan datang. Nilai pilihan waduk dihitung sama

dengan dengan nilai keberadaan di atas yaitu menggunakan metode

Contingent Valuation Method (CVM) yang didasarkan pada seberapa besar

seseorang atau masyarakat mau membayar (willingness to pay) untuk

melindungi sumberdaya waduk. Nilai pilihan ini dihitung berdasarkan

bagaimana manfaat sumberdaya alam yang terkandung dalam waduk dapat

dipertahankan sehingga dapat dimanfaatkan untuk masa yang akan datang.

Untuk mengumpulkan data berkaitan dengan nilai pilihan ini, disebarkan

kuisioner kepada responden. Nilai pilihan waduk dihitung berdasarkan nilai

manfaat (WTP) dikalikan dengan jumlah penduduk di wilayah penelitian.

Nilai Pilihan Kelestarian Waduk

Nilai kelestarian waduk juga dihitung dengan metode Contingent Valuation

Method (CVM). Nilai kelestarian waduk dihitung berdasarkan pentingnya

dilestarikan kawasan waduk terutama untuk mempertahankan fungsinya

sebagai kawasan konservasi air untuk operasional PLTA dan kebutuhan air

bagi masyarakat sekitar. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan

kuisioner terhadap responden. Informasi yang ingin digali dalam kuisioner

Page 64: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

45

dituangkan dalam bentuk pertanyaan. Nilai kelestarian waduk dihitung

berdasarkan nilai kelestarian (WTP) dikalikan dengan jumlah kepala

keluarga di wilayah penelitian.

D. Nilai Ekonomi Total (TEV)

Nilai ekonomi total perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air di PLTA

merupakan jumlah dari keseluruhan nilai guna langsung dan nilai guna tidak

langsung dengan rumus seperti di bawah ini.

TEV = [NPL+NPTL]

NT = [{NProd.Listrik + NEP.ikan + NEEkowisata + NEPenghijaua + NC

Air Tanah + NC Air Waduk } + {NPel+NPil}]

Keterangan:

TEV = Total Economic Value

NPL = Nilai Penggunaan Langsung

NPTL = Nilai Penggunaan Tak Langsung

N E P.Ikan = Nilai Ekonomi Produksi Ikan Keramba Jaring Apung

NE Ekowisata = Nilai Ekonomi Ekowisata

NE Penghijauan = Nilai Ekonomi Pengijauan (serapan karbon)

NC Air tanah = Nilai Cadangan Air Tanah

NC Air Waduk = Nilai Cadangan Air Waduk

NPel = Nilai Pelestarian

NPil = Nilai Pilihan

2.5 Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem adalah pendekatan terpadu yang memandang suatu objek

atau masalah yang kompleks dan bersifat antar disiplin sebagai bagian dari sistem.

Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisa organisatoris yang

menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisa (Marimin 2005).

Sementara sistem sendiri adalah suatu gugus dari elemen yang saling

berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari

Page 65: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

46

tujuan-tujuan (Manetsch & Park 1979 dalam Eriyatno 1999). Pendekatan sistem

memiliki dua hal umum sebagai tandanya, yaitu (1) dalam semua faktor penting

yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah; dan

(2) dibuat suatu model kuantitatif untuk membentuk keputusan secara rasional

(Marimin 2005).

Sistem yang diberi abstrak dan deskripsi yang disederhanakan memudahkan

penggunaan model untuk menentukan usaha-usaha penelitian atau menguraikan

garis besar suatu masalah untuk pengkajian yang lebih mendetail (Odum 1993).

Representasi umum berbagai kaitan tersebut bisa digambarkan dalam sebuah

diagram input-output. Diagram tersebut merepresentasikan input lingkungan,

input terkendali dan tak terkendali, output dikehendaki dan tak dikehendaki, serta

manajemen pengendalian. Sedangkan parameter rancangan sistem dipresentasikan

sebagai kotak gelap (black box) pada tengah diagram, yang menunjukkan

terjadinya proses transformasi input menjadi output (Gambar 7).

Gambar 7 Diagram input-output model perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela.

Analisis terhadap cara berfikir sistemik bisa dilakukan dengan analisis

Page 66: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

47

sistem dinamik. Dalam analisis sistem dinamik, gambaran keadaan dunia nyata

(real world) disimplifikasi dalam sebuah model. Model tersebut dapat

disimulasikan untuk menggambarkan prilaku sistem (Kurniawan 2010). Hal ini

bisa digunakan untuk mencari berbagai kombinasi yang bisa memenuhi tujuan

perlindungan dan pengelolaan lingkungan PLTA berbasis sukarela.

Page 67: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PLTA yang telah memperoleh sertifikat ISO 14001

yaitu PLTA Cirata dan PLTA Saguling yang berada di Provinsi Jawa Barat,

PLTA Tanggari I dan PLTA Tanggari II yang berada di Provinsi Sulawesi Utara.

Penelitian dilaksanakan selama 14 (empat belas) bulan. Objek penelitian di

Provinsi Jawa Barat terdiri dari PLTA Saguling dan PLTA Cirata. Sehingga lokasi

wilayah penelitian yang dikaji terhadap DAS (daerah aliran sungai) Waduk

Saguling dan DAS Waduk Cirata (Gambar 8). Sementara objek penelitian di

Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari PLTA Tanggari I dan PLTA Tanggari II.

Lokasi wilayah penelitian disajikan pada Gambar 9 yang merupakan wilayah

DAS Tondano yang melingkupi DAS PLTA Tanggari I dan II.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan desain model kebijakan

dan strategi perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di

PLTA. Tidak semua PLTA di Indonesia menerapkan sistem manajemen

lingkungan ISO 14001, sehingga teknik sampling yang digunakan adalah

purposive sampling. Dari 55 PLTA yang ada di Indonesia, berdasarkan data yang

diperoleh dari Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan yang

terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), Januari 2011, terdapat 6

PLTA yang telah disertifikasi berdasarkan ISO 14001 (telah diadopsi Indonesia

menjadi SNI ISO 14001). Kemudian dari 6 PLTA tersertifikasi ISO 14001,

peneliti mengambil PLTA yang memanfaatkan sumberdaya air yang berasal dari

aliran sungai yang mengikuti pola kaskade. Dari 6 PLTA ada sebanyak 4 PLTA

yang memenuhi yaitu air dari daerah aliran sungai yaitu PLTA Saguling, PLTA

Cirata, PLTA Tanggari I dan PLTA Tanggari II. Sehingga penelitian dilakukan

terhadap 4 PLTA tersebut.

Page 68: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

49

(a)

(b)

Gambar 8 Lokasi penelitian: (a) DAS PLTA Saguling dan (b) DAS PLTA Ciratadi Provinsi Jawa Barat.

Page 69: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

50

Gambar 9 Lokasi penelitian PLTA Tanggari di Provinsi Sulawesi Utara.

3.2. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dirancang dalam empat tahapan yang bertujuan untuk

mengkaji berbagai permasalahan yang terkait (Gambar 10). Pada tahap awal

dilakukan kajian terhadap data sekunder yang terdapat di perpustakaan umum dan

instansi yang terkait dengan kegiatan penilaian dan perlindungan lingkungan

terkait kualitas dan kuantitas sumber daya air pensuplai PLTA. Pada tahap ini

dilakukan kajian deskriptif mengenai implementasi sistem manajemen lingkungan

dalam perlindungan lingkungan dan pemenuhan persyaratan lingkungan yang

Page 70: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

51

berlaku terkait dengan pengendalian aspek lingkungan penting PLTA. Keempat

PLTA yang diteliti menetapkan pemanfaatan sumberdaya air merupakan aktivitas

yang memiliki aspek lingkungan penting.

Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan kajian deskriptif terhadap

pemenuhan persyaratan perundang-undangan lingkungan terkait sumberdaya air.

Peneliti mengumpulkan data sekunder kualitas air sungai sebelum dan sesudah

dimanfaatkan PLTA, mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2010. Selain itu,

dilakukan analisis perubahan penggunaan lahan (landuse change) berdasarkan

data citra satelit di sekitar DAS di mana PLTA berada. Hal ini dilakukan dengan

bantuan perangkat lunak SIG (sistem informasi geografis) yang diklarifikasi

dengan data lapangan melalui observasi. Kedua langkah analisis ini mampu

menggambarkan kondisi aktual lingkungan dan sumber daya air terkait PLTA

yang dikaji.

Tahap kedua, melakukan kajian terhadap regulasi (legal review) terkait

pengelolaan sumberdaya air PLTA. Pada tahap ini juga dilakukan kajian terhadap

akseptasi stakeholder terhadap program sistem manajemen lingkungan. Kajian

dilakukan untuk mengetahui tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholder

terhadap program lingkungan PLTA.

Tahap ketiga melakukan kajian program sistem manajemen lingkungan

PLTA dalam rangka konservasi sumberdaya air untuk melestarikan fungsi

sumberdaya air. Manfaat lingkungan dianalisis dengan pendekatan Nilai Ekonomi

Total (Total Economic Value -TEV) .

Tahap terakhir, dilakukan kajian kebijakan prioritas menggunakan AHP

(analitycal hierarchy process), serta analisis kebijakan guna menggambarkan

kebijakan aktual yang ada, serta prioritas pengelolaan sumber daya air PLTA.

Semua hasil analisis di atas menjadi bahan perumusan model dinamik kebijakan

pengelolaan sumberdaya air PLTA. Proyeksi kebijakan ke depan berdasarkan

kondisi aktual yang ada bisa disimulasikan dalam model dinamik tersebut. Hal ini

akan menjadi bahan rumusan pengembangan kebijakan perlindungan dan

pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela dan skenario penerapannya.

Page 71: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

52

Gambar 10 Tahapan pelaksanaan penelitian.

Page 72: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

53

3.3 Penentuan Responden

3.3.1 Responden Pakar

Responden untuk keperluan kajian akseptasi stakeholder merupakan para

pakar yang mewakili struktur stakeholder PLTA yang berasal dari wakil

pemerintah, asosiasi/profesi di bidang penilaian kesesuaian, wakil shareholder

wakil masyarakat, dan wakil konsumen. Sementara responden pakar untuk AHP

merupakan para pakar yang mengetahui seluk beluk pengelolaan sumberdaya air

berbasis sukarela di PLTA.

Dasar pertimbangan dalam pemilihan pakar digunakan kriteria sebagai

berikut :

a. Keberadaan dan kesedian pakar/responden untuk dimintakan pendapat.

b. Memiliki kredibilitas sebagai ahli pada substansi yang diteliti.

c. Memiliki pengalaman dalam bidangnya.

d. Keterwakilan stakeholder.

Berdasarkan hal ini, maka pakar yang dimintakan pandangannya minimal

berjumlah 5 responden.

3.3.2 Responden Valuasi Ekonomi

Analisisis TEV bertujuan untuk mengetahui seberapa besar benefit dari

penerapan kebjakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air di PLTA

dilihat dari value yang dapat diperoleh dari ekosistem yang dilindungi. Value yang

diperoleh bisa berupa use value maupun non-use value sebagai output dari

program manajemen lingkungan. Kedua value ini dapat dirasakan baik secara

langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat di sekitar PLTA, baik

masyarakat di hulu, sepanjang aliran sungai maupun di hilir sungainya. Maka dari

itu, dalam analisis TEV ini, responden yang akan menjadi target analisis adalah

masyarakat yang berada di sekitar PLTA yang tinggal di sepanjang daerah aliran

sungai. Tentunya tidak semua warga diikutkan menjadi target survei dalam

analisis TEV ini, karena warga yang berada di daerah yang sama dengan

karakteristik lingkungan yang hampir sama akan memiliki pola pikir dan kondisi

yang sama akibat dari program lingkungan ini. Secara statistik, dalam teori

pengambilan sampel untuk suatu survei, perlu mengambil minimal 30 responden

Page 73: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

54agar hasil penelitian bisa dikatakan valid. Maka dari itu, pada saat survei, penulis

mengambil sebanyak 30 responden dari masing-masing PLTA untuk menjadi

responden dalam penelitian analisis TEV ini. Sehingga jumlah responden yang

menjadi target sampel dalam penelitian ini sebanyak 4 x 30 responden yaitu 120

responden.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Data penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer

dan sekunder, yang meliputi data kualitas air PLTA, program perlindungan dan

pengelolaan sumberdaya air di PLTA, pendapat pakar, persepsi masyarakat,

stakeholder, dan data kelembagaan. Jenis dan sumber data yang dianalisis secara

ringkas disajikan matriks rangkuman metode penelitian pada Tabel 2.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran dan observasi langsung

terhadap data-data yang terkait dengan kebijakan perlindungan dan pengelolaan

sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA. Dalam tahap implementasi rancangan,

data yang akurat diperoleh melalui (1) studi literatur, (2) observasi lapangan (3)

kuisioner survei pakar (expert survey methods). Penggunaan ketiga metode ini

dapat saling menutupi kelemahan/melengkapi informasi yang dibutuhkan

sehingga dalam menangkap realitas masalah lebih bisa diandalkan (Eriyatno dan

Sofyar, 2007). Dalam penelitian ini, data sekunder diperoleh dari penelusuran

data-data yang terkait dengan kebijakan pemerintah. Data primer diperoleh

melalui observasi langsung dan wawancara melalui pengisian kuesioner tentang

karakteristik sosial ekonomi, masyarakat yang memanfaatkan keberadaan PLTA

serta melalui diskusi dengan pihak terkait seperti pihak instansi pemerintah, pihak

PLTA, Perguruan Tinggi dan masyarakat.

Page 74: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

55

Tabel 2 Matriks rangkuman metode penelitian

TujuanMetode Pengumpulan Data

Parameter Metode Analisis Data OutputPrimer Sekunder

Menganalisis kondisi perubahan penggunaan lahan dan kualitas sumberdaya air yang dimanfaatkan PLTA

Ground check point (GCP) landuse

Data citra satelit

Data kualitas SD Air

Perubahan penggunaan lahan

Parameter fisika air

Parameter kimia air

Observasi

Analisis SIG

Analisis Deskriptif

Peta penggunaan lahan

Grafik kualitas air

Menganalisis tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholder, serta landasan regulasi terkaitpengelolaan sumberdaya airberbasis sukarela di PLTA

Kuisioner Dokumen peraturan

dan perundangan terkait

Tingkat kepentingan & pengaruh stakeholder

Pemetaan regu

lasi

Analisis Stakeholder

Legal review

Pemetaan stakeholder

Gambaran regulasi terkait saat ini

Menganalisis nilai jasa lingkungan yang diberikan sumberdaya air PLTA secara berkelanjutan

Kuisioner Data produksi listrik

Data potensi perikanan

Data wisata

Data potensi serapan karbon

Data Curah hujan

Data laju sedimentasu

Data limpasan permukaan

Kapasitas power listrik

Biaya produksi listrik

Produksi budidaya ikan

Biaya produksi budidaya ikan

Jumlah penduduk

Jumlah pengunjung wisata

Biaya perjalanan wisata

Luas lahan penghijauan

Nilai simpanan karbon

Luas DAS

Analisis valuasi ekonomi

Nilai ekonomi total (TEV) jasa lingkungan

Merumuskan model kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA

Kuisioner Kompilasi data

Struktur hierarki

Aspek lingkungan

Aspek ekonomi

Aspek Sosial

Sintesa hasil analisis

AHP

Analisis Sistem Dinamik

Analisis kebijakan

Prioritas kebijakan

Model dinamik

Model konseptual kebijakan

Page 75: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

563.6 Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, digunakan tujuh teknik analisis utama yaitu analisis

kualitas air, analisis perubahan penggunaan lahan, nilai manfaat konservasi

sumberdaya air oleh PLTA dapat dinilai melalui Nilai Ekonomi Total (NET),

legal review, analisis stakeholder, AHP (Analytical Hierarchy Process dan

analisis sistem dinamik.

3.6.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Perubahan penggunaan lahan diteliti untuk melihat besarnya tekanan

penduduk dan aktifitasnya terhadap penggunaan lahan pada wilayah yang

mempengaruhi sumberdaya air PLTA. Analisis perubahan penggunaan lahan

dilakukan terhadap perubahan penggunaan lahan pada tahun 2001 hingga tahun

2007. Data yang digunakan adalah citra satelit Landsat-7 ETM+ yang

diinterpretasi penggunaan lahannya. Perubahan penggunaan lahan bisa dikaji

menggunakan kombinasi metode penginderaan jauh (analisis citra digital), SIG

dan pemodelan (Weng 2002; Wu et al. 2006; Azo’car 2007).

Analisis citra digital adalah kegiatan penguraian dan atau penelaahan data

serta hubungan antar komponen data itu sendiri, dalam hal ini adalah nilai

kecerahan (brightness value, BV) atau nilai digital (digital number, DN) (Jaya

2006). Data citra digital setiap tahun perekaman akan diuraikan menjadi nilai

digital yang akan dibandingkan perubahannya secara temporal. Hasil analisis

didigitasi dan dianalisis perubahan luasan spasialnya dengan perangkat sistem

informasi geografis (SIG) (Kurniawan 2010). Menurut Prahasta (2002),

perangkat ini bisa digunakan untuk menyimpan, memperbaharui, menganalisis

dan menyajikan kembali semua bentuk informasi spasial tersebut.

3.6.2 Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value)

Total Economic Value (TEV) yaitu analisis kebijakan untuk menilai

manfaat lingkungan secara ekonomis dengan menggabungkan unsur dari berbagai

disiplin ilmu yang bersifat deskriptif, valuatif, dan normatif. Dalam konsep

penilaian nilai ekonomi total, nilai lingkungan tidak hanya bergantung pada nilai

pemanfaatan langsung, namun juga pada seluruh fungsi sumberdaya lain yang

Page 76: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

57

memberi nilai (ekonomis dan non ekonomis) yang setinggi-tingginya. Model ini

bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaataan sumberdaya yang dapat

diukur secara nyata berdasarkan tolok ukur nilai moneter. Secara generik model

TEV dirumuskan sebagai berikut :

TEV = UV + NUV = (DUV + IUV + OV) + (XV + BV)

Keterangan :

UV = Use valueNUV = Non use valueDUV = Direct use valueIUV = Indirect use valueOV = Option valueEV = Existensi valueBV = Bequest value

Penggunaan TEV dalam penelitian ini dikaitkan pada penilaian manfaat dan

biaya lingkungan atas penerapan sistem manajemen lingkungan berbasis sukarela

(voluntary) dalam mendukung kebijakan perlindungan lingkungan.

3.6.3. Analisis Legal Review

Metoda yang digunakan untuk menelaah regulasi adalah metode legal

review yang merupakan pendukung dalam analisis kebijakan (policy analysis).

Analisis legal review dilakukan untuk mengkaji restriksi dan peluang yang bisa

dimanfaatkan untuk mencapai tujuan dan kondisi yang diharapkan dari aspek

legal (Hermawan et al. 2005). Analisis ini dilakukan terhadap berbagai regulasi

terkait pengelolaan sumberdaya air secara umum dan pengelolaan sumberdaya air

di wilayah sekitar PLTA. Hal ini dilakukan untuk memberikan landasan regulasi

serta peluang perbaikannya di masa mendatang dalam menerapkan kebijakan

perlindungan dan pengelolaan lingkungan sumberdaya air berbasis sukarela secara

berkelanjutan

3.6.4. Analisis Stakeholder

Analisis stakeholder adalah sistem pengumpulan informasi dari individu

atau sekelompok orang yang berpengaruh dalam memutuskan, mengelompokkan

Page 77: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

58informasi dan menilai kemungkinan konflik yang terjadi antara kelompok-

kelompok berkepentingan dengan areal dimana akan dilakukan trade-off (Brown

et al. 2001). Analisis stakeholder dilakukan dengan mengidentifikasi aktivitas

stakeholder kunci dan melakukan penilaian terhadap tingkat pengaruh dan

kepentingan stakeholder dalam program perlindungan lingkungan PLTA berbasis

sukarela. Peran stakeholder digambarkan dalam bentuk hubungan dengan

aktivitas yang direncanakan, mengemukakan masalah, mengidentifikasi

kepentingan dan pengaruh setiap stakeholder, mengidentifikasi hubungan yang

akan dibangun antar stakeholder, dan usaha/tindakan bersama (koalisi) guna

mencapai sasaran bersama yang kooperatif.

Alat analisis yang digunakan adalah ”stakeholder grid” dengan bantuan

perangkat lunak komputer program Microsoft Excel XLSTAT 7.1 yang telah

dimodifikasi menjadi software Analisis Stakeholder. Stakeholder dikategorikan

menurut kepentingan dan pengaruhnya dalam perlindungan dan pengelolaan

sumberdaya air berbasis sukarela di perusahaan listrik pembangkit tenaga air

(PLTA). Tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder diilustrasikan pada

Gambar 11.

Gambar 11 Tingkat pengaruh dan kepentingan pada stakeholder.

Tingkat Pengaruh

Page 78: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

59

Tingkat kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder diberi skor

berdasarkan justifikasi pakar dan dikelompokkan menurut jenis indikatornya

kemudian disandingkan sehingga membentuk koordinat. Selanjutnya

diterjemahkan ke dalam klasifikasi stakeholder. Posisi pada kuadran dapat

menggambarkan ilustrasi mengenai posisi dan peranan yang dimainkan oleh

masing-masing stakeholder.

Pengelompokan stakeholder tergantung pada tingkat kepentingan dan

pengaruhnya terhadap proses pengambilan keputusan, yakni: primary

stakeholders, secondary stakeholders, dan external stakeholders (Gambar 11).

a. Primary stakeholders, dimana tingkat kepentingan tinggi dengan pengaruh

yang rendah dalam proses (penentuan kebijakan);

b. Secondary stakeholders, dimana tingkat kepentingan dan pengaruh dalam

proses (penentuan kebijakan) dengan proporsi sama;

c. External stakeholders, dimana tingkat kepentingan rendah dengan pengaruh

yang tinggi dalam proses (penentuan kebijakan).

3.6.5 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Penggunaan AHP dimaksudkan untuk membantu pengambilan keputusan

memilih strategi terbaik dengan cara: (1) mengamati dan meneliti ulang tujuan

dan alternatif strategi atau cara bertindak untuk mencapai tujuan, dalam hal ini

kebijakan yang baik; (2) membandingkan secara kuantitatif dari segi

biaya/ekonomis, manfaat dan resiko dari setiap alternatif; (3) memilih alternatif

terbaik untuk diimplementasikan, dan (4) membuat strategi secara optimal,

dengan menentukan prioritas kegiatan. Tahapan AHP dimulai dengan yang

bersifat umum, yaitu menjabarkan ke dalam sub tujuan yang lebih rinci yang

dapat menjelaskan apa yang dimaksud dalam tujuan umum. Penjabaran terus

dilakukan hingga diperoleh tujuan yang bersifat operasional. Pada setiap hierarki

dilakukan proses evaluasi atas alternatif. Tahap terpenting dari AHP adalah

melakukan penilaian perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) guna

mengetahui tingkat kepentingan suatu kriteria terhadap kriteria lain. Penilaian

dilakukan dengan membandingkan sejumlah kombinasi elemen yang ada pada

setiap hierarki sehingga dapat dilakukan penilaian kuantitatif untuk mengetahui

Page 79: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

60besarnya nilai setiap elemen. Penilaian perbandingan berpasangan dilakukan

melalui pendapat pakar.

Prinsip kerja AHP adalah: (1) penyusunan hierarki, (2) penilaian kriteria dan

alternatif, (3) penentuan prioritas, (4) konsistensi logis. Proses perbandingan

berpasangan dilakukan pada setiap level (Gambar 12), yaitu level 1 (goal) , level 2

(faktor), level 3 (aktor), level 4 (tujuan), dan level 5 (alternatif).

Menurut Saaty (1994) bahwa tahapan analisa data dengan AHP adalah

sebagai berikut :

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi masalah;

2. Membuat struktur hierarki yang dimulai dengan penentuan tujuan umum, sub-

sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif pada tingkat kriteria yang

paling bawah. Penyusunan hierarki dilakukan melalui diskusi mendalam

dengan pakar yang mengetahui persoalan yang sedang dikaji. Adapun struktur

hierarki disain kebijakan perlindungan lingkungan berbasis sukarela di PLTA

seperti pada Gambar 12.

Gambar 12 Desain struktur proses hierarki analitik kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela.

3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh

relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat diatasnya,

perbandingan berdasarkan judgement dari para pengambil keputusan dengan

menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya,

Page 80: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

61

Untuk mengkuantifikasi data kualitatif digunakan nilai skala 1-9, Skala

perbandingan secara berpasangan seperti Tabel 3.

Tabel 3 Matrik perbandingan berpasangan berdasarkan skala Saaty

Tingkat Kepentingan

Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya

Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

3 Elemen kunci satu sedikit lebih penting dari pada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya

5 Elemen yang satu lebih penting dari pada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya

Stau elemen dengan didukung dan didominasi terlihat dalam praktek

9 Nilai-nilai antara dua pertimbangan yang berdekatan

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai diberikan jika ada dua kompromi antara dua pilihan

Sumber : Saaty (1993).

4. Melakukan pengolahan perbandingan berpasangan. Pengolahan dilakukan

untuk menyusun prioritas setiap elemen dalam hierarki terhadap sasaran

utama.

Jika NPpq didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh elemen ke-p pada

tingkat ke-q terhadap sasaran utama, maka :

NPpq =

Keterangan

p = 1,2,....,r

T = 1,2,.....,sNPpq = Nilai prioritas pengaruh elemen ke-p pada tingkat ke-q terhadap

sasaran utama

S

t

qxNPTtqtNPHpq1

)1()1,(

Page 81: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

62NPHpq = Nilai prioritas elemen ke-p pada tingkat ke-qNPTt = Nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat q-1

5. Mengisi konsistensi judgment stakeholder dengan menghitung Consistency

Ratio. Nilai konsistensi yang dianggap baik adalah < 0,1 Jika tidak konsisten

(nilainya > 0,1) maka pengambilan data diulangi atau dikoreksi. Consistency

Ratio merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa apakah

perbandingan berpasangan yang dilakukan oleh pakar telah dilakukan dengan

konsekuen atau tidak (Marimin, 2004). Nilai Consistency Ratio dihitung

dengan rumus :

CR =

Dimana : CI = Indeks konsistensi RI = Indeks Random

CI = (p – n) / (n – 1)

Dimana : p = rata-rata Consistensy Vector n = Banyak alternatif

Sedangkan RI merupakan nilai random indeks sebagaimana yang

ditetapkan oleh Oarkridge laboratory (Marimin 2004) seperti pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai indeks random

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56

Setelah diperoleh alternatif kebijakan sebagai kebijakan prioritas yang

perlu diterapkan dalam pengembangan PLTA berbasis sukarela, selanjutnya

disusun skenario kegiatan sebagai program-program yang dapat dilakukan untuk

masa yang akan datang. Penyusunan skenario dilakukan dengan menggunakan

metode analisis sistem dinamik.

3.6.6 Analisis Kebijakan

RI

CI

Page 82: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

63

Kebijakan merupakan perangkat pedoman yang memberikan arah terhadap

pelaksanaan strategi pembangunan dan berfungsi untuk memberikan rumusan

mengenai berbagai pilihan tindakan dan prioritas agar dapat mencapai tujuan

pembangun dengan efektif (Suharto 2008). Kebijakan dapat dinyatakan dalam

berbagai bentuk: 1) instrumen legal (hukum), seperti peraturan perundangan, 2)

instrumen ekonomi, seperti kebijakan fiskal, subsidi dan harga, 3) petunjuk,

arahan ataupun ketetapan, 4) pernyataan politik, dan 5) kebijakan dapat

dituangkan dalam garis-garis besar arah pembangunan, strategi, maupun program.

Keberhasilan kebijakan sangat ditentukan oleh proses pembuatannya dan

implementasinya (Djogo et al. 2003).

Kebijakan publik adalah apapun yang akan dilakukan atau tidak dilakukan

oleh pemerintah, mengapa pemerintah mengambil tindakan tersebut dan apa

akibat dari tindakan tersebut terkait dengan suatu isu atau persoalan publik (Dye

1992). Pengertian ini mengandung makna bahwa kebijakan publik dibuat oleh

badan pemerintah, baik pusat maupun daerah dan kebijakan publik menyangkut

pilihan.

Analisis kebijakan didefinisikan oleh Dunn (2003) sebagai suatu bentuk

analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi yang relevan untuk dapat

memberikan landasan bagi para pengambil kebijakan dalam membuat suatu

keputusan yang terkait dengan masalah-masalah publik. Dalam analisis kebijakan,

kata analisis digunakan dalam pengertian yang luas, termasuk penggunaan intuisi

dan pengungkapan pendapat serta mencakup tidak hanya pengujian kebijakan

dengan memilah-milahkannya ke dalam sejumlah komponen melainkan juga

perancangan dan sintesis alternatif-alternatif baru. Analisis kebijakan juga

didefinisikan sebagai aktifitas yang produknya adalah saran yang dapat digunakan

oleh pengambil keputusan untuk pembuatan kebijakan publik (Weimer & Vining

1989).

Dalam melakukan analisis kebijakan diperlukan identifikasi masalah

kebijakan dan kebutuhan masyarakat penerima, mengevaluasi respon pemerintah

terhadap masalah, pengembangan alternatif kebijakan, rekomendasi, implementasi

dan evaluasi kebijakan (Hogwood & Gunn 1984; Soebarsono 2008). Dunn (2003)

Page 83: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

64menyebutkan analisis kebijakan dapat dilakukan dengan menggunakan 3

pendekatan, yaitu pendekatan prospektif, retrospektif dan integratif.

3.6.7 Analisis Sistem Dinamik

Analisis model dinamik dilakukan terhadap variabel-variabel yang telah

teridentifikasi yang meliputi aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Analisis model

dinamik dilakukan melalui 2 tahap, yaitu pembuatan diagram sebab akibat dan

diagram alir. Diagram simpal kausal menunjukkan hubungan antar variabel dalam

proses sistem yang dikaji. Prinsip dasar pembuatannya adalah suatu proses

sebagai sebab yang akan menghasilkan keadaan, atau sebaliknya suatu keadaan

sebagai sebab akan menghasilkan proses. Sedangkan diagram alir dibuat

berdasarkan persamaan model dinamik yang mencakup variabel keadaan (level),

aliran (rate), auxiliary, dan konstanta (constant). Variabel tersebut berupa

lambang-lambang yang digunakan dalam pembuatan model dengan menggunakan

piranti lunak Powersim. Model yang dikembangkan selanjutnya digunakan

sebagai alat simulasi. Simulasi ini dilakukan setelah uji validitas dan hasil

pengujian menunjukkan adanya kesesuaian atau keabsahan antara hasil simulasi

dengan data empiris (Sushil 1993; Muhammadi et al. 2001). Analisis dan simulasi

sistem dinamik dilakukan dengan bantuan program powersim studio 2005E untuk

memproyeksikan kecenderungan kondisi perlindungan dan pengelolaan sumber

daya air PLTA.

3.6.8 Verifikasi dan Validasi

Verifikasi model dilakukan sebagai proses uji sahih untuk mengetahui

berbagai kelemahan maupun kekurangan, serta identifikasi berbagai persoalan

yang harus diantisipasi dalam kaitan penerapan kebijakan yang dihasilkan

(Eriyatno & Sofyar 2007). Verifikasi diartikan sebagai menyatakan kebenaran,

ketepatan atau kenyataan (to establish the truth, accuracy or reality), sedangkan

kata valid didefinisikan sebagai mendapatkan hasil kesimpulan yang benar,

berdasarkan persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan (Hartrisari 2007)

Keabsahan suatu hasil simulasi dapat dilakukan melalui tiga pendekatan.

Setiap pendekatan memerlukan tim pengembangan model yang melakukan

Page 84: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

65

verifikasi dan validasi sebagai bagian dari proses pengembangan model.

Pendekatan yang digunakan untuk menentukan suatu model yang valid dalam

kajian ini disebut sebagai independent verification and validation (IV and V).

Pendekatan ini menggunakan pihak ketiga (independent) untuk memutuskan

validitas suatu model (Sargent 1998).

Validitas adalah salah satu kriteria penilaian keobyektifan yang ditunjukkan

dengan sejauh mana model dapat menirukan fakta (Muhammadi et al. 2001).

Sementara validasi model menurut Sargent (1998) memiliki berbagai teknik untuk

melaksanakannya. Kajian ini memanfaatkan face validity terhadap para pakar

guna memeriksa kesesuaian antara prilaku model dengan prilaku sistem yang

diwakilinya. Validasi soft system dilakukan terhadap beberapa pakar yang dipilih

secara purposif mewakili keahlian memahami sinergitas konvensi internasional

bidang lingkungan hidup dan implementasinya. Validasi dilakukan secara face

validity terhadap para pakar guna memeriksa kesesuaian antara perilaku model

hasil kajian dengan perilaku sistem yang diwakilinya.

Untuk model dinamik, kinerja beberapa variabel dilakukan dengan uji

statistik. Uji statistik dimaksudkan untuk melihat penyimpangan antara keluaran

simulasi dengan data aktual. Pengujian statistik meliputi uji penyimpangan rata-

rata absolut (AME), penyimpangan variasi absolut (AVE), saringan Kalman (KF),

koefisien diskrepansi (U-Theils) dan Durbin Watson (DW) (Barlas 1998).

Absolute means error (AME) adalah penyimpangan antara nilai rata-rata

simulasi terhadap data aktual. Sedangkan absolute variation error (AVE) adalah

penyimpangan nilai variasi simulasi terhadap data aktual. U-Theils adalah

koefisien diskrepansi antara nilai simulasi dengan data aktual. U-Theils dapat

menggambarkan ada tidaknya penyimpangan yang menonjol. Batas

penyimpangan yang dapat diterima untuk AME, AVE dan U-Theils adalah antara

5-10%.

Page 85: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

66

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum PLTA

4.1.1 PLTA Saguling dan Cirata di Propinsi Jawa Barat

Guna memanfaatkan debit air yang dialirkan Sungai Citarum, sungai

terpanjang dan terbesar di provinsi Jawa Barat luas 1.448.279,25 ha, pemerintah

membuat tiga bendungan dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di sungai

ini yaitu PLTA Saguling, PLTA Cirata, dan PLTA Ir. H. Djuanda (PLTA

Jatiluhur). Pengoperation ketiga waduk ini diintegrasikan dalam satu pola operasi

yang disebut “Pola operasi waduk kaskade Citarum” dengan pendekatan equal

sharing yang dilakukan setiap bulan Oktober oleh ketiga pengelola waduk, yaitu

Perum Jasa Tirta II (Waduk Jatiluhur), PT Pembangkit Jawa Bali (Waduk Cirata),

dan PT Indonesia Power (Waduk Saguling). PLTA yang menjadi objek penelitian

adalah PLTA Saguling dan PLTA Cirata.

A. PLTA Saguling

PLTA Saguling adalah salah satu unit bisnis pembangkitan di bawah PT.

Indonesia Power. PLTA Saguling yang mulai beroperasi tahun 1986 memiliki visi

menjadi perusahaan publik dengan kinerja kelas dunia dan bersahabat dengan

lingkungan. Misi PLTA Saguling melakukan usaha dalam bidang

ketenagalistrikan dan mengembangkan usaha-usaha lainnya yang berkaitan,

berdasarkan kaidah industri dan niaga yang sehat, guna menjamin keberadaan dan

pengembangan perusahaan dalam jangka panjang.

UPB Saguling mengelola 29 mesin pembangkit yang tersebar di Jawa Barat

dengan total kapasitas terpasang 797,36 MW. Keuntungan PLTA ini antara lain

waktu pengoperasian relatif lebih cepat (15 menit), biaya produksi lebih murah

karena menggunakan air, rotasi turbin rendah dan tidak mengeluarkan panas

sehingga peralatan jarang mengalami kerusakan. PLTA juga ramah lingkungan,

karena tidak adanya proses pembakaran sehingga tidak ada limbah bekas

pembakaran yang ditimbulkan. Dam (waduk) bertindak cultivation multifungsi,

seperti pengendalian banjir dan sistem irigasi sawah.

Page 86: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

67

PLTA Saguling memanfaatkan air Sungai Citarum yang terbagi atas 11 sub

DAS. Tujuh diantara Sub Das tersebut mempengaruhi pola aliran Sungai Citarum

baik kuantitas maupun kualitasnya yaitu Sub DAS Citarik, Sub DAS Cirasea, Sub

DAS Cihaur, Sub DAS Ciminyak, Sub DAS Cisangkuy, Sub DAS Ciwidey, dan

Sub DAS Cikapundung. Sungai ini bermata air utama di Gunung Wayang, di

selatan Bandung pada ketinggian 2.182 m, dan bermuara ke Laut Jawa di daerah

Tanjung Karawang. Luas DAS sekitar 6.080 km2 dan panjang sungai sekitar 270

km (Marganingrum 2007).

Pengelolaan sumberdaya air secara berkelanjutan diintegrasikan ke dalam

sistem manajemen perusahaan. Program penghijauan ditetapkan dalam road map

tahun 2003-2016. PLTA Saguling melibatkan masyarakat sekitar lokasi

pembangkitan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan sekaligus

sebagai bentuk partisipasi perusahaan membantu meningkatkan taraf hidup

masyarakat setempat.

PLTA bekerjasama dengan Kabupaten Bandung Barat menghimpun

kepedulian 56 perusahaan untuk berpartisipasi pada program penghijauan Dinas

Lingkungan Kabupaten dan melakukan kerjasama dengan Perhutani Kabupaten

pada acara Tepung Lawung. Kerjasama juga dilakukan dengan masyarakat

pendidikan lingkungan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan kepada

masyarakat di Kabupaten Bandung mengenai kelestarian lingkungan DAS sebagai

sumber kehidupan masyarakat sekitar DAS dan keberlangsungan operasional

Waduk Saguling.

B. PLTA Cirata

PT. Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) adalah anak perusahaan PT. PLN

(Persero) yang mengelola PLTA Cirata. PLTA Cirata beroperasi pada akhir

September 1988. Visi PT.PJB adalah menjadi perusahaan pembangkit tenaga

listrik Indonesia yang terkemuka dengan standar kelas dunia. Misi: (1)

Memproduksi tenaga listrik yang handal dan berdaya saing. (2) Meningkatkan

kinerja secara berkelanjutan melalui implementasi tata kelola pembangkitan dan

sinergi business partner dengan metoda best practice dan ramah linngkungan, (3)

Page 87: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

68

Mengembangkan kepasitas dan kapabilitas SDM yang mempunyai kompetensi

teknik dan manjerial yang unggul serta berwawasan bisnis.

Dalam menjalankan bisnisnya, PT. PJB menerapkan tiga pilar strategis yaitu

pengelolaan aset (asset management), sistem manajemen SDM (human capital),

dan teknologi informasi sebagai business enabler. Tiga pilar strategis dijabarkan

ke dalam 10 sistem manajemen best practice yang antara lain: Manajemen aset,

Manajemen Risiko, Manajemen Mutu ISO 9001, Manajemen Lingkungan ISO

14001, dan K3 OHSAS 18000, Good Corporate Governance (GCG), Manajemen

Teknologi Informasi, Knowlegde Management, Manajemen SDM Berbasis

Kompetensi, Manajemen Baldrige, dan Manajemen House Keeping 5S.

Unit Pembangkitan Cirata berlokasi di Desa Cadas, Kecamatan Tegal Waru

Plered Purwakarta. PLTA terbesar di Asia Tenggara dengan bangunan Power

House 4 lantai di bawah tanah. Waduk Cirata memiliki luas 62 km2 dengan

elevasi muka air banjir 223 m, elevasi muka air normal 220 m dan elevasi muka

air rendah 205 m. Volume air waduk sebesar 2.165 juta meter3 dan efektif waduk

796 juta m3.

PLTA Cirata mengoperasikan 8 x 126 MW atau 1008 MW dan mampu

memproduksi listrik rata-rata sebesar 1.428 juta kilowatt jam per tahun yang

disalurkan melalui transmisi tegangan ekstra tinggi 500 KV ke sistem interkoneksi

Jawa Bali . Kemampuan memproduksi listrik PLTA ini setara dengan kemampuan

pembangkit termal yang menggunakan BBM 428 ton .Untuk menghasilkan energi

listrik sebesar 1.428 GWh, di operasikan 8 buah turbin dengan kapasitas masing–

masing 120.000 KW dengan putaran 187,5 RPM. Adapun tinggi air jatuh efektif

untuk memutar turbin 112,5 meter dengan debit air maksimum 135 m3/detik.

Penerapan sistem manajemen lingkungan di unit pembangkitan Cirata,

merupakan bagian tak terpisahkan dari proses produksi yang diwujudkan dalam

bentuk upaya pengelolaan lingkungan yang terencana, terintegrasi pada semua

bidang kegiatan dengan melibatkan seluruh komponen dalam manajemen unit

pembangkitan Cirata untuk kepentingan masyarakat, tuntutan pasar serta akrab

lingkungan dan sejalan dengan visi perusahaan yang ingin menjadikan perusahaan

ini peduli lingkungan.

Page 88: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

69

4.1.2 PLTA Tanggari I dan II di Propinsi Sulawesi Utara

Energi listrik di Sulawesi Utara bersumber dari sistem pembangkitan PLTA

Tonsea Lama, PLTA Tanggari I, PLTA Tanggari II, PLTD Manado dan PLTD

Bitung. PLTA yang menjadi objek penelitian adalah PLTA Tanggari I dan II.

Kedua PLTA ini menggunakan sumber energi gravitasi “air terjun” Sungai

Tondano yang bersumber dari Danau Tondano dengan hulunya Desa Tolour dan

bermuara di Pantai Manado. Panjang Sungai Tondano hampir 40 km. Tahun 2006

Manajemen puncak PLTA Tanggari I dan Tanggari II memutuskan untuk

menerapkan sistem manajemen lingkungan pada pengelolaan dan pengoperasian

PLTA.

PLTA Tanggari I berlokasi di Desa Tanggari termasuk Kecamatan

Airmadidi Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara. Terletak pada

124º 56’ 11” BT dan 1º 21’ 26” LU. PLTA Tanggari I dibangun pada tahun 1984

dan beroperasi pada tahun 1987. PLTA Tanggari I memiliki dua unit mesin,

dengan kapasitas daya terpasang sebesar 18 MW.

PLTA Tanggari II berlokasi di Desa Tanggari Kecamatan Airmadidi

Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara. Terletak pada 124º 56’ 49”

BT dan 1º 22’ 16” LU. PLTA Tanggari II dibangun pada tahun 1995 dan mulai

beroperasi pada tahun 1998. PLTA Tanggari II mampu membangkitkan tenaga

listrik dengan kapasitas daya terpasang sebesar 19 MW dengan tegangan sebesar

13.2 KV. Tipe pambangkit run off river (aliran langsung), dengan headrace tunnel

yang mempunyai panjang 800 meter, diameter 2.6 meter, tinggi jatuh 103 meter,

dan debit maksimum sebesar 16,5 m3/detik.

Apabila Sungai Tondano sudah tidak mampu menyalurkan debit air sebesar

16 m3/s pada saat permukaan Danau Tondano mencapai elevasi 629,27 (Low

lower Level/LWL), maka pengoperasian PLTA menjadi terganggu. Pendangkalan

dasar sungai sejak mulut danau hingga pintu pengambilan (intake) PLTA Tonsea

lama baik yang ditimbulkan oleh bahan sedimen maupun tumbuhan ganggang

yang tumbuh subur sepanjang 2 - 3 kilometer di hulu sungai mempengaruhi

pengoperasian PLTA Tanggari. Debit air terus berkurang dapat menggangggu

perputaran turbin.

Page 89: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

70

Sungai Tondano mulai dari mulut danau hingga PLTA Tonsea lama

melewati tengah kota Manado. Hampir di sepanjang tepi sungai telah dihuni oleh

penduduk. Tidak mengherankan Sungai Tondano juga merupakan tempat

pembuangan sampah baik oleh pemukim maupun oleh pasar kota. Sampah yang

diperkirakan 5 – 6 ton per hari sangat terasa gangguannya dalam pengoperasian

turbin.

Danau Tondano sejak dahulu merupakan sumber ikan tawar bagi penduduk.

Kini perkembangan nelayan meningkat dan penggunaan sistem “keramba” untuk

meningkatkan volume tanggakan ikan. Sistem keramba menggunakan tepian

danau untuk dijadikan tempat pemeliharaan ikan yang diberi makanan tertentu

(pellet dsb). Kondisi ini menyebabkan kadar nitrogen dalam air yang mendorong

pertumbuhan gulma air.

PLTA Tanggari juga mengalami permasalahan pasokan air akibat waktu

tempuh air dari Tonsea Lama sampai intake PLTA Tanggari. Lamanya waktu

tempuh disebabkan oleh kondisi dasar sungai yang terlalu banyak hambatan

berupa batuan dan sampah buangan disamping profil sungai yang tidak teratur.

4.2 Perubahan Penggunaan Lahan di Wilayah PLTA

4.2.1 Perubahan Penggunaan Lahan pada DAS Citarum

Analisis perubahan penggunaan lahan (landuse change) DAS dari citra

satelit 2001 dan 2007. Citra satelit yang digunakan adalah citra Landsat ETM 7.

Secara umum hasil analisis perubahan penggunaan lahan memperlihatkan adanya

perubahan tutupan dan peruntukan lahan pada DAS Citarum di Jawa Barat. Peta

penutupan dan penggunaan lahan berdasarkan citra satelit dan hasil analisisnya

pada wilayah DAS Citarum tersebut ditampilkan dalam Gambar 13 berikut.

Page 90: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

71

(a) (b)Gambar 13 Citra satelit pada DAS Citarum: (a) tahun 2001 dan (b) tahun 2007.

Gambar 13 menunjukkan penutupan lahan berdasarkan citra satelit pada

tahun 2001 (a) dan 2007 (b) di wilayah DAS Citarum. DAS Citarum sendiri

meliputi DAS Citarum hulu di mana terdapat DAS Waduk Saguling dan DAS

Citarum hilir di mana DAS Waduk Cirata berada. Guna memudahkan pemahaman

selanjutnya, dalam peta penggunaan lahan kedua DAS ini dipisahkan menjadi

DAS Waduk Saguling (hulu) dan DAS Waduk Cirata (hilir), meskipun keduanya

merupakan satu sistem DAS yang berhubungan secara langsung. DAS Waduk

Saguling merupakan bagian dari DAS Waduk Cirata yang berada di bagian hulu.

Gambar 14 menunjukkan peta penggunaan lahan di DAS Saguling pada

tahun 2001 dan 2007 berdasarkan hasil interpretasi citra satelit. Sementara

Gambar 15 menunjukkan peta penggunaan lahan di DAS Cirata pada tahun 2001

dan 2007. Perbedaan penggunaan lahan pada tahun 2001 dan 2007 menjadi dasar

analisis perubahan lahan di DAS Citarum yang menjadi daerah tangkapan air

Waduk Saguling dan Cirata. Penggunaan lahan yang ditampilkan dalam kedua

peta tersebut terdiri dari berbagai kelas penutupan atau liputan lahan (land cover),

antara lain tutupan hutan, permukiman, sawah, semak belukar, tanah terbuka,

rawa, perkebunan, pertanian dan badan air (waduk), serta tutupan awan.

Page 91: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

72

(a)

(b)

Gambar 14 Penggunaan lahan DAS Saguling: (a) tahun 2001 dan (b) tahun 2007.

Page 92: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

73

(a)

(b)

Gambar 15 Penggunaan lahan DAS Cirata: (a) tahun 2001 dan (b) tahun 2007.

Page 93: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

74

Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa luas DAS Waduk Saguling yang

berada pada wilayah paling hulu Sungai Citarum kurang lebih meliputi wilayah

seluas 222.830 ha. Sementara luas DAS Waduk Cirata meliputi wilayah sekitar

465.286 ha, di mana DAS Waduk Saguling tercakup di dalamnya. Hasil analisis

terhadap perubahan penggunaan lahan pada DAS Waduk Saguling disajikan

dalam Tabel 5.

Tabel 5 Perubahan penggunaan lahan pada DAS Waduk Saguling

Jenis Penggunaan

Lahan

Luas tahun 2001 Luas tahun 2007 Perubahan PL

(ha) (%) (ha) (%) (ha) (ha/thn) (%/thn)

Hutan 38.139,80 17,12 12.531,77 5,62 (25.608,03) (4.268,01) (11,19)

Permukiman 39.782,58 17,85 41.458,90 18,61 1.676,32 279,39 0,70

Sawah 64.940,11 29,14 65.007,33 29,17 67,22 11,20 0,02

Semak belukar 1.060,72 0,48 30.604,91 13,73 29.544,19 4.924,03 464,22

Lahan terbuka 1.867,27 0,84 190,95 0,09 (1.676,32) (279,39) (14,96)

Pertanian lahan kering

72.864,11 32,70 43.252,87 19,41 (29.611,24) (4.935,21) (6,77)

Perkebunan 2.300,34 1,03 27.908,94 12,52 25.608,60 4.268,10 185,54

Rawa 521,49 0,23 520,81 0,23 (0,68) (0,11) (0,02)

Badan air 1.353,58 0,61 1.353,52 0,61 (0,06) (0,01) (0,00)

Total 222.830,00 100,00 222.830,00 100,00

Tabel 5 di atas menunjukkan terjadinya dinamika perubahan penggunaan

lahan pada DAS Waduk Saguling selama kurun waktu 6 tahun dari tahun 2001

hingga tahun 2007. Luas hutan di bagian hulu waduk pada tahun 2001 sebesar

38.139,80 ha atau sebesar 17,12% dari luas DAS. Luasan hutan berubah menjadi

hanya 5,62% atau sekitar 12.531 ha pada tahun 2007, sehingga diperkirakan

terjadi pengurangan luas hutan 11,19% setiap tahunnya. Hal ini disebabkan

terjadinya perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi berbagai penggunaan

lahan lainnya, terutama menjadi perkebunan. Luas perkebunan meningkat pesat

sekitar 185% setiap tahunnya, dari luas sekitar 2.300 ha pada tahun 2001 menjadi

sekitar 25.608 ha yang hampir seluruhnya berasal dari konversi terhadap hutan.

Sementara penggunaan lahan lainnya yang mengalami pengurangan adalah lahan

terbuka yang berkisar seluas 1.867 ha pada tahun 2001 menjadi sekitar 190 ha saja

Page 94: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

75

pada tahun 2007. Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa hampir seluruh lahan

terbuka pada tahun 2001 ini berubah menjadi lahan permukiman pada tahun 2007.

Penggunaan lahan lainnya yang mengalami pertumbuhan cukup pesat

adalah semak belukar yang tumbuh sekitar 462% setiap tahunnya, dari seluas

1.060 ha pada tahun 2001 menjadi sekitar 29.544 ha pada tahun 2007. Semak

belukar ini sebagian besar berasal dari lahan pertanian kering yang berubah dari

luas sekitar 72.864 ha pada tahun 2001 yang menyusut menjadi 43.252 ha pada

tahun 2007. Sementara penggunaan lahan lainnya relatif berubah secara perlahan,

seperti permukiman (0,7% per tahun), sawah dan rawa (0,02% per tahun), serta

relatif tidak berubah, seperti badan air (0,0007% per tahun).

Sementara Tabel 6 menunjukkan terjadinya dinamika perubahan

penggunaan lahan pada DAS Waduk Cirata pada kurun waktu yang sama.

Hampir sebagian luas DAS Waduk Cirata sebenarnya merupakan DAS Waduk

Saguling, yang berada di hulu Waduk Cirata. Hal ini menunjukkan dinamika

perubahan penggunaan lahan pada DAS Waduk Cirata, sebagian merupakan

sumbangan dari perubahan yang terjadi pada DAS Waduk saguling.

Tabel 6 Perubahan penggunaan lahan pada DAS Waduk Cirata

Jenis Penutupan Lahan

Luas tahun 2001 Luas tahun 2007 Perubahan PL

(ha) (%) (ha) (%) (ha) (ha/thn) (%/thn)

Hutan 87.817,72 18,87 23.392,37 5,03 (64.425,35) (10.737,56) (12,23)

Permukiman 48.489,76 10,42 55.233,83 11,87 6.744,07 1.124,01 2,32

Sawah 135.217,40 29,06 135.348,93 29,09 131,53 21,92 0,02

Semak belukar 3.259,97 0,70 70.056,67 15,06 66.796,70 11.132,78 341,50

Lahan terbuka 6.935,02 1,49 190,95 0,04 (6.744,07) (1.124,01) (16,21)

Pertanian lahan kering 135.677,20 29,16 68.749,14 14,78 (66.928,06) (11.154,68) (8,22)

Perkebunan 34.523,69 7,42 98.949,60 21,27 64.425,91 10.737,65 31,10

Rawa 840,08 0,18 839,81 0,18 (0,27) (0,04) (0,01)

Badan air 11.534,08 2,48 11.533,88 2,48 (0,20) (0,03) (0,00)

Awan 991,08 0,21 990,82 0,21 (0,26) (0,04) (0,00)

Total 465.286,00 100,00 465.286,00 100,00 - - -

Hutan pada wilayah DAS Waduk Cirata memiliki luas sekitar 87.817 ha

atau sebesar 18,87% dari luas DAS pada tahun 2001. Luasan hutan berubah

menjadi hanya 5,03% atau sekitar 23.392 ha pada tahun 2007, sehingga

Page 95: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

76

diperkirakan terjadi pengurangan luas hutan 12,23% setiap tahunnya. Seperti

halnya pada DAS Waduk Saguling, perubahan penggunaan lahan dari hutan

menjadi berbagai penggunaan lahan lainnya, terutama disebabkan konversi

terhadap lahan perkebunan. Hal ini mendorong peningkatan luas lahan

perkebunan dari luas sekitar 34.523 ha pada tahun 2001 menjadi sekitar 98.949

ha, atau meningkat sekitar 12,23% setiap tahunnya. Penggunaan lahan lainnya

yang mengalami pengurangan adalah lahan terbuka yang berkisar seluas 6.935 ha

pada tahun 2001 menjadi sekitar 190 ha saja pada tahun 2007. Hasil analisis

spasial menunjukkan bahwa hampir seluruh lahan terbuka pada tahun 2001 ini

berubah menjadi lahan permukiman pada tahun 2007.

Seperti pada DAS Waduk saguling, semak belukar pada DAS Waduk Cirata

mengalami pertumbuhan cukup pesat dari sekitar 3.259 ha pada tahun 2001

menjadi sekitar 66.796 ha pada tahun 2007, atau tumbuh sekitar 341% setiap

tahunnya. Semak belukar ini sebagian besar berasal dari lahan pertanian kering

yang berubah dari luas sekitar 135.677 ha pada tahun 2001 yang menyusut

menjadi 68.749 ha pada tahun 2007. Penggunaan lahan lainnya relatif berubah

secara perlahan, seperti sawah (0,02% per tahun) dan rawa (0,01% per tahun),

serta relatif tidak berubah, seperti badan air (0,0007% per tahun). Sementara

permukiman di bagian hilir memiliki tingkat pertumbuhan yang relatif lebih tinggi

dibandingkan bagian hulu (DAS Waduk Saguling). Hal ini terlihat dari tingkat

pertumbuhan permukiman secara keseluruhan di DAS Cirata sebesar 2,32% setiap

tahun, atau lebih tinggi dari DAS Waduk Saguling (0,7% per tahun).

Secara umum pengurangan luas hutan bisa meningkatkan laju degradasi

lahan, karena tutupan hutan bisa mencegah terjadinya peningkatan laju erosi dan

sedimentasi (Indriyanto 2008). Menurut PPSDAL UNPAD (2008), tingkat erosi

di DAS Citarum Hulu pada tahun 2001 sekitar 2,20 mm/tahun dan sedimentasi

4.296.268 m3/tahun. Pada tahun 2007, tingkat erosi meningkat menjadi 2,23

mm/tahun dan laju sedimentasi meningkat menjadi 4.315.404 m3/tahun.

Tingkat erosi dan laju sedimentasi yang tinggi dapat mengancam

keberlanjutan Waduk Saguling dan Waduk Cirata yang memasok air ke PLTA.

Sesuai perencanaan waduk, tingkat erosi dan laju sedimentasi yang diperbolehkan

secara berturut yaitu 2,10 mm/tahun dan 4.000.000 m3/tahun. Berdasarkan

Page 96: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

77

prediksi PPSDAL UNPAD (2008), peningkatan sedimentasi akan mengurangi

kemampuan waduk untuk menampung air sebab sedimen akan terakumulasi baik

di dead storage dan life storage waduk. Peningkatan sedimen ini akan

mengurangi fungsi waduk sebagai penampung air.

Hutan dapat mempertahankan debit air sungai sehingga tidak akan banjir

pada musim hujan dan tidak akan kekeringan pada musim kemarau (Indriyanto

2008). Air dari Waduk Saguling berasal dari Sungai Cikapundung, Sungai

Cikeruh, Sungai Citarik, Sungai Cisangkuy, Sungai Ciwidey dan Sungai Cisarea.

Berdasarkan data tahun 1990-2010, debit air sungai sangat berfluktuasi. Debit air

minimum dan maksimum sungai ke Waduk Saguling yaitu 4,08 - 66,92 m3/dtk

dan 141,46 - 306,39 m3/dtk (PLTA Saguling 2011). Waduk Cirata memperoleh

air dari Sungai Cisokan, Sungai Cibalagung, Sungai Cimeta, Sungai Cikundul dan

Sungai Citarum. Debit minimum dan maksimum air sungai ke Waduk Cirata yaitu

31,18 - 103,02 m3/dtk dan 205,21- 488,66 m3/dtk (PLTA Cirata 2011).

4.2.2 Perubahan Penggunaan Lahan pada DAS Tondano

Gambar 16 menunjukkan penutupan lahan berdasarkan citra satelit pada

tahun 2001 (a) dan 2007 (b) di wilayah DAS PLTA Tanggari dan II (DAS

Tondano). Gambar 17 dan 18 menunjukkan peta penggunaan lahan di DAS

Tondano pada tahun 2001 dan 2007 berdasarkan hasil interpretasi citra satelit.

Perbedaan penggunaan lahan pada tahun 2001 dan 2007 menjadi dasar analisis

perubahan lahan di DAS Tondano yang menjadi daerah tangkapan air PLTA

Tanggari I dan II.

Seperti pada peta penggunaan lahan DAS Citarum, penggunaan lahan yang

ditampilkan dalam kedua peta penggunaan lahan DAS Tondano juga terdiri dari

berbagai kelas penutupan lahan. Penggunaan lahan tersebut terdiri dari tutupan

hutan, permukiman, sawah, semak belukar, tanah terbuka, rawa, perkebunan,

pertanian dan badan air (waduk), serta tutupan awan. Penggunaan lahan

berdasarkan analisis terhadap citra satelit tersebut ditampilkan dalam peta

penggunaan lahan pada tahun 2001 dan tahun 2007. Perbedaan luas penggunaan

lahan antara kedua tahun tersebut menjadi dasar dalam memperkirakan terjadinya

perubahan penggunaan lahan di DAS Tondano setiap tahunnya.

Page 97: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

78

(a) (b)Gambar 16 Citra satelit pada DAS Tondano: (a) tahun 2001 dan (b) tahun 2007.

Gambar 17 Penggunaan lahan DAS Tondano pada tahun 2001.

Page 98: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

79

Gambar 18 Penggunaan lahan DAS Tondano pada tahun 2007.

Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa luas DAS Tondano di mana

PLTA Tanggari I dan II berada meliputi wilayah seluas 24.708 ha. Penampakan

tutupan lahan melalui citra satelit menunjukkan bahwa sebagian besar wilayahnya

tertutup oleh vegetasi (hijau). Sementara pemukiman (merah) tersebar di

beberapa wilayah, terutama terkonsentrasi di wilayah pesisir pantai pada bagian

utara lokasi studi dan di pesisir Danau Tondano yang ada di bagian selatan lokasi

studi. Hasil analisis terhadap perubahan penggunaan lahan pada DAS Tondano

yang mempengaruhi PLTA Tanggari I dan II disajikan dalam Tabel 7.

Page 99: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

80

Tabel 7 Perubahan penggunaan lahan pada DAS Tondano

Jenis Penutupan Lahan

Luas tahun 2001 Luas tahun 2007 Perubahan PL

(ha) (%) (ha) (%) (ha) (ha/thn) (%/thn)

Hutan 18.323,83 74,16 18.098,12 73,25 (225,71) (37,62) (0,0021)

Permukiman 2.000,39 8,10 2.198,62 8,90 198,23 33,04 0,0165

Sawah 1.739,37 7,04 1.739,38 7,04 0,01 0,00 0,000001

Semak belukar 794,91 3,22 796,41 3,22 1,50 0,25 0,0315

Lahan terbuka 789,03 3,19 551,05 2,23 (237,98) (39,66) (0,0503)

Bayangan Awan 18,90 0,08 17,40 0,07 (1,50) (0,25) (1,3228)

Badan air 15,85 0,06 15,56 0,06 (0,29) (0,05) (0,0030)

Awan 1.026,59 4,15 1.292,33 5,23 265,74 44,29 0,0431

Total 24.708,87 100,00 24.708,87 100,00

Perubahan penggunaan lahan pada DAS Tondano selama kurun waktu 6

tahun dari tahun 2001 hingga tahun 2007 relatif tidak terlalu dinamis. Hal ini

dilihat dari sedikitnya prosentase perubahan penggunaan lahan setiap tahunnya.

Hasil analisis penggunaan lahan terhadap data citra satelit menunjukkan bahwa

pada tahun 2001, sebagian besar wilayah DAS Tondano ditutupi oleh hutan seluas

74,16% dari luas DAS secara keseluruhan. Selain hutan, wilayah ini juga

ditempati oleh permukiman (8,1%), sawah (7,04%), semak belukar (3,22%), lahan

terbuka (3,19%), badan air (0,06%), serta selebihnya ditutupi awan dan bayangan

awan. Penggunaan lahan pada tahun 2001 ini tidak berbeda jauh dengan

penggunaan lahan pada tahun 2007, sehingga bisa disimpulkan perubahan

penggunaan lahan yang terjadi di wilayah ini relatif kecil.

Luas hutan di DAS Tondano pada tahun 2001 sebesar 18.323 ha berubah

menjadi sekitar 18.098 ha pada tahun 2007, sehingga diperkirakan terjadi

pengurangan luas hutan hanya sekitar 0,0021% setiap tahunnya. Luas

permukiman relatif meningkat sekitar 0,0165% setiap tahunnya, dari luas sekitar

2.000 ha pada tahun 2001 menjadi sekitar 2.198 ha pada tahun 2007. Sementara

penggunaan lahan lainnya relatif berubah secara perlahan, seperti sawah

(0,000001% per tahun), semak belukar (0,0315 per tahun) dan lahan terbuka (-

0,0503% per tahun).

Jenis tanah di perbukitan sekitar danau Tonado adalah latosol sehingga

jumlah erosi diduga atas dasar curah hujan. Tingkat erosi di DAS Tondano pada

tahun 1992 telah mencapai 0,213 ton/ha di lahan bervegetasi, serta sebesar 24,932

Page 100: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

81

ton/ha di lahan terbuka tanpa vegetasi. Sementara erosi yang masih dapat

ditoleransi sebesar 11,0 ton/ha. Jadi lahan harus tertutup vegetasi untuk

menghindari bahaya erosi (DPE 1992).

Sungai yang bermuara di Danau Tondano adalah Sungai Noogan, Sungai

Panasen, Sungai Ema. Kondisi debit air minimum Sungai Tondano yang masuk

ke PLTA saat ini berkisar 4,005 – 20,324 m3/dtk dan maksimum berkisar 53,351 -

181,225 m3/dtk. PLTA Tanggari I dan II hanya akan beroperasi jika debit air

Sungai Tondano minimum 16 m3/dtk. Debit Sungai Tondano dipengaruhi musim.

Wilayah Manado, Tondano, dan Airmadidi memiliki iklim dengan nisbah bulan

kering (bulan dengan curah hujan < 60 mm) berkisar 0 % – 14,30 %. Faktor lain

yang mempengaruhi debit air adanya rumput air di tepian danau sampai sejauh

500 meter dari danau dan erosi dari wilayah sekitarnya. Hal ini merupakan

sumber pendangkalan yang menghambat laju air (DPE 1992).

4.3 Kualitas Air Sungai di Wilayah PLTA

Kualitas air suatu perairan mencerminkan kualitas lingkungan. Kualitas air

waduk sangat dipengaruhi kualitas lingkungan catchment area di wilayah hulu,

perubahan penutupan lahan dan penggunaannya. Kualitas air ini akan

mempengaruhi dan menentukan kemampuan hidup jasad perairan tersebut dan

proses teknis/produksi pembangkit listrik. Kelayakan suatu perairan sebagai

lingkungan hidup dipengaruhi oleh sifat fisika kimia perairan tersebut (Krismono

et al. 1987; Kartamihardja et al. 1987). Data-data yang berkaitan dengan

karakteristik fisik dan kimia yang berpengaruh terhadap PLTA meliputi suhu,

TDS, TSS, Fe, COD, DO, H2S, pH, NO3-2, dan PO4

-3. Analisis kualitas air sungai

pada empat PLTA menggunakan uji T berpasangan dan metode deksriptif dengan

membandingkan kualitas air di wilayah PLTA dengan baku mutu kualitas air

kelas 4 (PP No.82/2001). Uji T dilakukan untuk mengetahui apakah ada

perbedaan kualitas air di inlet dan outlet PLTA. Bilamana nilai P < 0,05 maka H0

ditolak (Siregar 2004).

4.3.1 Kualitas air PLTA Saguling dan Cirata

Page 101: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

82

Hasil uji T terhadap kualitas air di inlet dan outlet PLTA dilihat pada Tabel

8. Hasil uji T kualitas air di wilayah PLTA Saguling menunjukkan bahwa secara

umum kualitas air di outlet sama dengan kualitas air di inlet. Perbedaan secara

nyata (α=0,05) pada kualitas air di inlet dan outlet berdasarkan hasil uji T hanya

terlihat pada BOD pada tahun 2005, TSS pada tahun 2008, dan pH tahun 2008

dan tahun 2009.

Tabel 8 Hasil uji T kualitas air di PLTA Saguling

Parameter P-Value SagulingTahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010Suhu 0,560 0,396 0,426 0,787 0,166 0,076TDS 0,288 0,117 0,220 0,058 0,102 0,079TSS 0,620 0,409 0,365 0,031 0,112 0,191pH 0,433 0,213 0,453 0,021 0,005 0,199H2S 0,391 0,291 0,395 0,221 0,132 0,391NO3

-2 0,517 0,600 0,850 0,224 0,155 0,672PO4

-3 0,561 0,074 0,637 0,672 0,804 0,342DO - - 0,103 0,885 0,240 0,184COD 0,081 0,833 0,596 0,211 0,467 0,436BOD 0,039* 0,621 0,951 0,146 0,871 0,714Fe 0,275 0,155 0,078 0,473 0,537 0,116

Ket: nilai P < 0,05 maka H0 ditolak (sumber : Siregar 2004) ; - : tidak ada data

Konsentrasi nilai rata-rata median TSS (3 mg/L) dan pH (7,1) di oulet lebih

rendah dibandingkan dengan TSS (4 mg/L) dan pH (7.9) di inlet pada tahun 2008.

Konsentrasi BOD di outlet (7,85 mg/L) lebih rendah dibandingkan dengan

konsentrasi rata-rata median BOD (8,75) di inlet pada tahun 2005 (Lampiran 1).

Walaupun ada parameter pada tahun yang berbeda tersebut menunjukkan adanya

perbedaan nyata (α=0,05) namun hal tersebut tidak menggambarkan hasil

keseluruhan tentang kualitas air waduk. Dari Tabel 8 hanya sekitar 6,25 % data

yang menunjukkan ada perbedaan nyata. Kualitas air yang tidak berbeda nyata

secara statistik (α=0,05) sebelum dan sesudah dimanfaatkan oleh PLTA

menunjukkan bahwa PLTA Saguling dalam kegiatan operasionalnya tidak

menurunkan kualitas air.

Hasil uji T terhadap kualitas air di inlet dan outlet PLTA Cirata secara

umum menunjukkan kualitas air di PLTA Cirata di outlet sama dengan kualitas air

di inlet. Perbedaan secara nyata (α=0,05) kualitas air di inlet dan outlet hanya

terlihat pada konsentrasi TDS pada tahun 2010 dan phosfat pada tahun 2009.

Page 102: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

83

Tabel 9 Hasil uji T kualitas air di PLTA Cirata

Parameter P-Value Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010Suhu 0,391 0,406 0,467 0,989 0,074 0,134TDS 0,116 0,759 0,217 0,163 0,110 0,007TSS 0,225 0,401 0,886 0,372 0,375 0,577pH 0,532 0,118 0,623 0,139 0,097 0,059H2S 0,391 - 0,227 0,333 0,459 0,193NO3

- 0,381 0,198 0,759 0,310 0,627 0,284PO4-3_ 0,103 0,153 0,571 0,722 0,034 0,470DO 0,861 0,779 0,373 0,192 0,018 0,832COD 0,960 0,904 0,207 0,781 0,080 0,638BOD 0,892 0,378 0,348 0,692 0,096 0,521Fe 0,319 0,389 0,735 0,428 0,108 0,541

Ket: nilai P < 0,05 maka H0 ditolak (sumber : Siregar 2004) ; - : tidak ada data

Konsentrasi rata-rata median TDS (150 mg/L) di outlet Cirata pada tahun

2010 lebih tinggi dibandingkan konsentrasi TDS (112 mg/L) di inlet. Konsentrasi

phosfat (0,26 mg/L) di outlet lebih tinggi dibandingkan di inlet (0,23 mg/L) pada

2009 sebagaimana tertera pada Lampiran 2. Walaupun terdapat dua parameter

pada tahun yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata namun hal

tersebut tidak menggambarkan hasil keseluruhan tentang kualitas air waduk atau

hanya sekitar 3,08 % data yang menunjukkan ada perbedaan nyata. Dengan

demikian kualitas air tidak berbeda nyata secara statistik (α=0,05) sebelum dan

sesudah dimanfaatkan oleh PLTA Cirata. Hal ini menunjukkan bahwa PLTA

Cirata dalam kegiatan operasionalnya tidak menurunkan kualitas air.

Analisis hasil uji T memperlihatkan secara statistik kualitas air (kelas IV) di

inlet dan outlet PLTA Saguling dan PLTA Cirata tidak berbeda nyata (α=0,05).

Proses konversi energi potensial air sungai menjadi energi mekanik kemudian

energi listrik di pembangkit tidak ada indikasi adanya tambahan material dalam

kegiatan konversi energi tersebut. Sehingga air yang keluar dari turbin

pembangkit listrik tenaga air tidak menambah beban lingkungan. Air yang keluar

dari turbin PLTA bukan merupakan sisa kegiatan PLTA (Penjelasan pasal 38 ayat

1 dari PP Nomor 82/2001).

Berdasarkan data sebaran kualitas air di Waduk Saguling dan Citara secara

keseluruhan masih di bawah ambang batas dari baku mutu untuk Kelas 4 (PP

No.82/2001), kecuali untuk parameter Biological Oxygen Demand (BOD).

Page 103: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

84

Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis merupakan

jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat

diurai oleh mikroorganisma. Dinamika kualitas air inlet di Waduk Saguling untuk

parameter BOD tahun 2005, tahun 2007 hingga tahun 2010 adalah kurang baik.

Sebaran konsentrasi BOD telah melewati ambang batas dari baku mutu untuk

Kelas 4 (Lampiran 5). Hal tersebut juga terjadi di waduk di PLTA Cirata.

Dinamika kualitas air BOD di waduk di Cirata telah melewati ambang baku mutu

Kelas 4 dari PP No. 82/2001 pada tahun 2005, 2006, dan 2008 (Lampiran 6).

Perairan yang memiliki nilai BOD yang tinggi tidak cocok bagi kepentingan

perikanan dan pertanian.

PLTA harus memperhatikan dinamika kualitas air baik di inlet dan outlet,

sebelum dan sesudah dimanfaatkan oleh PLTA. Sesuai dengan komitmen

manajemen puncak untuk selalu memenuhi ketentuan yang berlaku dan mencegah

terjadinya polusi dan kerusakan lingkungan yang diikuti dengan melakukan

perbaikan secara berkelanjutan. Evaluasi kualitas air terhadap pemenuhan regulasi

(audit internal maupun tinjauan manajemen) tidak hanya difokuskan dampak

kualitas air terhadap operasional PLTA, PLTA sebagai pemanfaat sumberdaya

perlu memperhatikan keseimbangan ekosistem antara wilayah hulu dan hilir baik

dalam aspek ekonomi dan pelestarian lingkungan sehingga multifungsi air tetap

dapat dipertahankan. Konsentrasi Fe meskipun tidak ditetapkan persyaratan baku

mutunya dalam PP No. 82/2001, Fe yang teroksidasi di dalam air berwarna

kecoklatan dan tidak dapat larut dapat mengakibatkan penggunaan air menjadi

terbatas untuk keperluan fungsi lainnya.

Selain itu diketahui bahwa air yang terdapat pada waduk di PLTA

Saguling dan Cirata digunakan juga untuk aktivitas lain seperti untuk kegiatan

budidaya keramba jaring apung (KJA). Aktivitas KJA merupakan salah satu

bentuk untuk mengurangi dampak sosial ekonomi saat pendirian PLTA dan

pembangunan waduk dengan jumlah maksimum yang ditetapkan. Sisa limbah

pakan ikan dari kegiatan KJA akan menurunkan kualitas air waduk. Peningkatan

kontentrasi nitrat dan phosfat dapat terjadi karena masuknya bahan pencemar

yang mengandung unsur N dan P seperti dari pakan ikan. Limbah yang berasal

dari KJA (tahun 1996-2000) di Waduk Saguling mengandung 1.359.028 kg N dan

Page 104: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

85

214.059 kg P, dan di Waduk Cirata mengandung 6.611.787 kg N dan 1.041.417

kg P (Garno 2002). Sementara peningkatan jumlah KJA terus meningkat hingga

berjumlah 7209 petak unit pada tahun 2010 di Waduk Saguling dan sebanyak

51418 unit di Waduk Cirata. Jumlah ini telah melewati kapasitas daya dukung

waduk. Daya dukung Waduk Saguling hanya dapat menampung 4514 unit petak

KJA (Maulana 2010), sedangkan daya dukung Waduk Cirata dapat menampung

sebanyak 24000 unit petak KJA (Hapsari 2010).

Hal penting lainnya adalah keberlangsungan fungsi waduk juga tergantung

pada kondisi keadaan lahan di sekitar daerah tangkapan air (DTA). Berbagai

penggunaan lahan sebagaimana diuraikan dalam analisis perubahan penutupan

lahan lahan dapat menghasilan berbagai bahan pencemar atau limbah yang akan

mengalir ke perairan waduk. Hal ini dapat memberikan dampak negatif terhadap

lingkungan perairan waduk.

Adanya dinamika kualitas air di kedua waduk tersebut menunjukkan bahwa

PLTA tidak bisa berhenti melakukan pengendalian terhadap kualitas air yang akan

dimanfaatkannya meskipun secara statistik kualitas air waduk di wilayah PLTA

Saguling dan Cirata masih sesuai untuk keperluan operasional PLTA. Pendekatan

sukarela untuk perlindungan lingkungan dan sumberdaya air perlu ditunjukkan

dengan adanya konsistensi untuk mempertahankan kualitas air dan melebihi

(beyond) ketentuan dan persyaratan yang berlaku atau yang ditetapkan pihak

yang berwenang. Selain itu, keberlanjutan sumberdaya air juga berarti

keberlanjutan operasional PLTA itu sendiri. Walaupun pelestarian kualitas air

inlet PLTA, terutama di bagian hulu, di luar kendali manajemen PLTA,

manajemen PLTA harus mengkomunikasikan kepada stakeholder terkait yang

memanfaatkan dan/atau berkepentingan terhadap sumberdaya air waduk.

4.3.2 Kualitas Air PLTA Tanggari I dan II

Hasil uji T terhadap kualitas air di inlet dan outlet PLTA Tanggari I dapat

dilihat pada Tabel 10. Hasil uji T menunjukkan bahwa secara umum kualitas air di

outlet sama dengan kualitas air di inlet. Perbedaan secara nyata (α=0,05) pada

kualitas air di inlet dan outlet berdasarkan hasil uji T hanya terlihat pada

konsentrasi BOD pada tahun 2006 dan COD pada tahun 2009.

Page 105: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

86

Tabel 10 Hasil uji T kualitas air di wilayah PLTA Tanggari I

Parameter P-Value Tanggari I2005 2006 2007 2008 2009 2010

Suhu 0,500 0,252 0,224 - 0,151 0,675TDS 0,500 1,000 0,055 0,143 0,116 0,779TSS 0,305 0,642 0,295 0,062 0,387 0,170pH - 0,391 0,090 0,238 0,209 0,570H2S - - 0,393 - 0,541 -NO3

-2 0,063 0,391 0,483 0,236 0,478 0,313PO4

-3 - 0,391 - - - 0,807DO - - - - - -COD 0,514 0,206 0,248 0,134 0,013* -BOD 0,823 0,048* 0,340 0,204 0,379 -Fe - 0,100 0,346 - 0,232 0,604

Ket: nilai P < 0,05 maka H0 ditolak (sumber : Siregar 2004) ; - : tidak ada data

Pada tahun 2005, konsentrasi rata-rata median BOD ( 5,93 mg/L) di oulet

lebih rendah dibandingkan dengan BOD (6,01 mg/L) di inlet. Sedangkan

konsentrasi rata-rata median COD (11,35 mg/L) di outlet lebih tinggi

dibandingkan dengan COD (10,40 mg/L) di inlet pada tahun 2009 sebagaimana

tertera pada Lampiran 3. Walaupun dua parameter yang pada tahun yang berbeda

tersebut menunjukkan adanya perbedaan nyata namun hal tersebut tidak

menggambarkan hasil keseluruhan tentang kualitas air waduk atau hanya sekitar

4,35 % data di wilayah PLTA Tanggari I yang menunjukkan ada perbedaan nyata

(α=0,05). Kualitas air di Tanggari I tidak berbeda nyata secara statistik (α=0,05)

sebelum dan sesudah dimanfaatkan oleh PLTA, menunjukkan bahwa

PLTATanggari I dalam kegiatan operasionalnya tidak menurunkan kualitas air

sungat yang dimanfaatkannya .

Hasil uji T terhadap kualitas air di inlet dan outlet PLTA Tanggari II dapat

dilihat pada Tabel 11. Hasil uji T menunjukkan bahwa secara umum kualitas air di

PLTA Tanggari II di outlet sama dengan kualitas air di inlet. Berdasarkan hasil

uji T perbedaan secara nyata (α=0,05) kualitas air di inlet dan outlet hanya terlihat

pada suhu dan COD pada tahun 2006, dan pH, BOD, NO3-2 pada tahun 2008.

Tabel 11 Hasil uji T kualitas air di wilayah PLTA Tanggari II

Parameter P-Value 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Suhu 0,156 0,036 0,346 0,706 0,443 0,878TDS 0,070 0,008 0,241 0,202 0,456 0,626

Page 106: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

87

TSS - 0,071 0,387 - 0,313 0,082pH 0,500 0,474 - 0,005 0,092 0,339H2S - - - - 0,421 -NO3

-2 0,698 0,718 - 0,002 0,171 0,949PO4

-3 - - - - - 0,252DO - - - - - -COD 0,358 0,121 0,123 0,237 0,391 -BOD 0,218 0,383 0,689 0,036 0,391 -Fe - 0,252 0,929 - 0,656 0,064

Ket: nilai P < 0,05 maka H0 ditolak (sumber : Siregar 2004) ; - : tidak ada data

Konsentrasi rata-rata median pada tahun 2006 COD (25,85 mg/L) di oulet

Tanggari II adalah lebih tinggi dibandingkan COD (22,5 mg/L) di inlet.

Sementara pada tahun 2008, konsentrasi rata-rata median di outlet Tanggari II

untuk NO3-2, BOD dan pH lebih rendah dibandingkan di inlet sebagaimana

terlihat pada Lampiran 4. Dengan demikian Kualitas air di Tanggari II secara

umum tidak berbeda nyata secara statistik (α=0,05) sebelum dan sesudah

dimanfaatkan oleh PLTA. Hal ini menunjukkan bahwa PLTA dalam kegiatan

operasionalnya tidak menurunkan kualitas air sungai yang dimanfaatkannya.

Secara keseluruhan kualitas air di inlet PLTA Tanggari I dan Tanggari II

masih di bawah ambang batas dari baku mutu untuk Kelas 4 dari PP No.82/2001

sebagaimana ditunjukkan pada Lampiran 7 dan 8. Namun demikian dinamika

kualitas air parameter COD dan Fe di PLTA Tanggari I dan Tanggari II

cenderung lebih tinggi di wilayah outlet dibandingkan di wilayah inlet meskipun

tetap masih di bawah baku mutu untuk Kelas 4 (PP No.82/2001). Adanya

kecenderungan konsentrasi COD dan Fe yang selalu lebih tinggi di wilayah outlet

dibandingkan dengan di inlet perlu di evaluasi lebih lanjut oleh manajemen PLTA.

Dinamika konsentrasi COD di outlet Tanggari I dan II (Gambar 19 dan 20) juga

cenderung lebih tinggi dibandingkan di wilayah inlet mungkin disebabkan adanya

aktivitas pemakaian bahan pelumas dalam pemeliharaan peralatan pembangkit

yang relatif tua (tahun 1984 dan tahun 1987). Kenaikan konsentrasi besi

kemungkinan terjadi karena adanya korosi pada mesin yang sudah relatif lama

(berumur kurang lebih 26 tahun). Konsentrasi Fe yang melebihi 0,3 ppm dapat

menyebabkan air bersifat toksik (Krismono et al. 1987, Kartamihardjo et al. 1987).

Page 107: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

88

Gambar 19 Nilai median konsentrasi COD inlet-outlet di PLTA Tanggari I

tahun 2005-2010.

Gambar 20 Nilai median konsentrasi COD inlet-outlet di PLTA Tanggari IItahun 2005-2010.

Selain itu air sungai Tondano juga digunakan untuk aktivitas lainnya. Oleh

karena itu PLTA tetap harus memperhatikan kelestarian sumberdaya air tersebut

sehingga multifungsi sumberdaya air tetap terpelihara. Keberlanjutan sumberdaya

air juga berarti keberlanjutan operasional PLTA.

4.4 Institusi dan Regulasi Terkait Pengelolaan Sumberdaya Air PLTA

Mengacu pada kebijakan dan perencanaan pengelolaan sumberdaya air,

PLTA melakukan serangkaian program lingkungan dengan melakukan

perlindungan terhadap sumberdaya air secara berkelanjutan. Titik fokus kegiatan

0

5

10

15

20

25

2005 2006 2007 2008 2009 2010

CO

D (

mg/

L)

Tahun

COD_in

COD_out

0

5

10

15

20

25

30

2005 2006 2007 2008 2009 2010

COD

(mg/

L)

Tahun

COD_in

COD_out

Page 108: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

89

konservasi sumberdaya air yang dilakukan PLTA yaitu pertama untuk menahan

aliran permukaan (run-off) yang sebesar-besarnya dan memberi kesempatan

selama-lamanya air untuk masuk ke dalam tanah (infiltrasi) atau tertahan di muka

tanah di daerah aliran sungai bagian hulu. Serangkian program lingkungan untuk

melindungi sumberdaya air secara berkelanjutan dilakukan melalui program

penghijauan di wilayah Green Belt Waduk PLTA hingga daerah batas konstruksi.

Pengelolaan vegetasi ini mempengaruhi waktu dan penyebaran aliran air,

sehingga wilayah yang ditanami dapat menyimpan air selama musin hujan dan

melepaskannya pada musim kemarau (Asdak, 2010). Kemampuan vegetasi

menangkap butir air hujan sehingga energi kinetik terserap dalam tanaman dan

tidak langsung ke tanah juga akan untuk memperkecil laju erosi (Suripin, 2001).

PLTA Saguling menanam 963.175 pohon di areal seluas 1.403 ha

sebagaimana ditetapkan Roadmad Program Penghijauan tahun 2003-2016. Jenis

pohon yang ditanam adalah pohon buah-buahan, kopi, aren dan jarak. PLTA

Cirata mulai tahun 2003 hingga 2011 (dikelola oleh BPWC) telah menanam

sebanyak 210.120 pohon dengan jenis tanaman buah-buhan, aren dan kayuan

seperti mahoni, mindi, angsana, karet dan trambesi. PLTA Tanggari I dan II

memiliki program 10.000 pohon per tahun.

Penghijauan di wilayah DAS (Green Belt) Waduk PLTA belum

menunjukkan pencapaian tujuan konservasi sumberdaya air secara signifikan

dibandingkan dengan penurunan daya dukung lingkungan akibat tingginya

perubahan tutupan di wilayah hulu PLTA. Untuk mencapai tujuan perlindungan

sumberdaya alam dan lingkungan, pendekatan voluntari memberi fleksibilitas

untuk mengembangkan cara untuk mencapai perlindungan lingkungan yang tentu

saja memperhitungan aspek ekonomi dan sosial dan secara teknis dapat dilakukan.

Pengendalian kualitas maupun kuantitas air sungai (waduk) tidak bisa

dikendalikan sendiri. Pemanfaataan sumberdaya air yang notabene sebagai barang

publik meminta PLTA perlu memahami perspektif dan concern stakeholder yang

memiliki kepentingan terhadap ekosistem dan sumberdaya air. Selain itu, strategi

dan teknik operasional pelaksanaannya harus mengacu pada regulasi yang telah

ditetapkan. Pemetaan tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholder dijadikan

sebagai dasar membangun kelembagaan terkait pengelolaan sumberdaya air

Page 109: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

90

PLTA. Sementara tinjauan regulasi (legal review) dijadikan dasar pelaksanaan

pengelolaan sumberdaya air PLTA yang taat aturan.

4.4.1 Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Air PLTA

Stakeholder yang teridentifikasi terkait dengan pengelolaan sumberdaya air

PLTA meliputi Kementerian Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum,

Kementerian ESDM, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan

Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Perhutani/HTI, PLN, Dinas

Kehutanan, Dinas Pekerjaan Umum, Perusahaan Pengguna, Masyarakat,

Pemerintah Daerah, Investor, P3B dan LSM. Hasil justifikasi pakar mengenai

tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder terhadap pencapaian program

pengelolaan sumberdaya air di PLTA ditunjukkan pada Tabel 12.

Tabel 12 Matrik analisis stakeholder perlindungan sumberdaya air di PLTA

Pemangku kepentinganTingkat

KepentinganTingkat

PengaruhKementerian Kehutanan Tinggi TinggiKementerian Pekerjaan Umum Tinggi TinggiPerhutani/HTI Tinggi TinggiKementerian ESDM Tinggi TinggiKementerian Kelautan dan Perikanan PLNKementerian Lingkungan Hidup (KLH)PLTA

TinggiTinggiTinggiTinggi

TinggiTinggiTinggiTinggi

Dinas Kehutanan Dinas Pekerjaan UmumKementerian PertanianDPRD

TinggiTinggiTinggiRendah

RendahRendahRendahTinggi

Perusahaan pengguna Tinggi RendahMasyarakat Tinggi RendahPemerintah Daerah Rendah TinggiInvestor Rendah TinggiLSMP3B

RendahRendah

Rendah Rendah

Sumber : data primer dari justifikasi pakar

Hasil pendapat pakar mengenai besarnya tingkat kepentingan dan pengaruh

masing-masing stakeholder dipetakan dalam empat kuadaran yaitu kuadaran I, II,

III, dan IV yang menunjukan posisi kepentingan dan pengaruh masing-masing

stakeholder. Melalui pemetaan ini, dapat diketahui peran masing-masing

Page 110: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

91

stakeholder. Adapun posisi setiap

digambarkan seperti pada Gambar

Gambar 21 Pemetaan para pemangku kepentingan PLTA berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya

Gambar 21 menunjukkan

kepentingan (stakeholder) terkait pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela.

Ketiga kelompok pemangku kepentingan tersebut adalah

stakeholder sekunder dan stakeholder

stakeholders) atau stakeholder

pengaruh yang relatif lebih rendah dalam proses

Stakeholder sekunder (secondary stakeholders

pengaruh dalam proses penentuan kebijakan

Sementara stakeholder ekternal (

Masyarakat

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

0.00 1.00

Kep

enti

ngan

Stakeholders Primer

Stakeholders Sekunder

Stakeholders Eksternal

Adapun posisi setiap stakeholder berdasarkan hasil pemetaan

Gambar 21.

Pemetaan para pemangku kepentingan PLTA berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya.

menunjukkan bahwa terdapat 3 kelompok pemangku

terkait pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela.

Ketiga kelompok pemangku kepentingan tersebut adalah stakeholder primer,

stakeholder eksternal. Stakeholder primer (primary

stakeholder kunci memiliki tingkat kepentingan tinggi dengan

relatif lebih rendah dalam proses penentuan kebijakan

econdary stakeholders) memiliki tingkat kepentingan dan

pengaruh dalam proses penentuan kebijakan dengan proporsi relatif sama

ekternal (external stakeholders) memiliki tingkat

PLN (Persero)

PLTA

Kementerian ESDM

Kemenhut

Kementerian PU

Kementan KLH

Pemda

DPRD

Dinas PU

Dishut

Dinas LH

Masyarakat

Perusahaan Pengguna

LSM P3B

Kementerian KP

Perhutani

Investor

2.00 3.00 4.00 5.00

Pengaruh

Stakeholders

Stakeholders

Stakeholders

berdasarkan hasil pemetaan

Pemetaan para pemangku kepentingan PLTA berdasarkan tingkat

terdapat 3 kelompok pemangku

terkait pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela.

primer,

rimary

tingkat kepentingan tinggi dengan

penentuan kebijakan.

ngan dan

sama.

tingkat

Page 111: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

92

kepentingan relatif lebih rendah dengan pengaruh yang tinggi dalam proses

penentuan kebijakan.

Stakeholder kunci terdiri dari Kementerian Kehutanan, PLN (Persero),

PLTA, Perhutani/HTI, Dinas LH, Dinas Kehutanan, Dinas PU, Perusahaan

Pengguna dan masyarakat. Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menjadi pihak

yang memiliki pengaruh dan tingkat kepentingan tertinggi. Hal ini diterkait

mungkinkan karena aspek pengelolaan sumberdaya air sangat dekat dengan

wilayah hulu DAS yang sebagian besar merupakan kawasan hutan yang menjadi

tupoksi Kemenhut. Kemenhut menjadi pihak yang paling berpengaruh dalam

proses penyusunan kebijakan strategis terkait pengelolaan sumberdaya air PLTA,

karena output kebijakan Kemenhut mampu menjangkau semua pihak terkait.

Pada kelompok tengah stakeholder primer (kunci), PLTA menjadi pihak

yang paling berkepentingan, sehingga harus menjadi pihak yang proaktif pada

tataran operasional. PLTA perlu melakukan komunikasi eksternal dan kerjasama

dengan stakeholder kunci lain agar program perlindungan dan pengelolaan

sumberdaya air PLTA tercapai. Stakeholder yang memenuhi kriteria tersebut

yaitu Kemenhut, PLN dan Perhutani di tataran pusat, serta Dinas LH, Dinas

Kehutanan, Dinas PU, perusahaan pengguna, dan masyarakat pada tataran daerah.

Sementara masyarakat menjadi pihak kunci yang berkepentingan, tetapi

memiliki pengaruh yang relatif rendah. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat

merupakan pihak kunci yang lebih banyak menerima dampak kebijakan

pengelolaan sumberdaya air. Oleh karena itu, setiap proses penyusunan dan

pengambilan kebijakan tetap harus melibatkan masyarakat yang akan menjadi

objek penerima dampak di tataran hilir pelaksanaan kebijakan. PLTA harus

melibatkan masyarakat agar dapat berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan

kebijakan pada tataran operasional. Program lingkungan yang tidak melibatkan

masyarakat tidak akan berhasil. Mereka banyak bergantung pada sumberdaya

alam di wilayah ini untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Kepentingan

masyarakat lebih dipengaruhi oleh kebutuhan mereka akan kelestarian

sumberdaya untuk menopang hidup mereka. Masyarakat sebagian besar bersedia

lahannya dijadikan lahan untuk rehabilitasi (Sundawati & Sanudin 2009).

Page 112: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

93

Kementerian PU, Kementerian ESDM, Kementerian Kelautan dan

Perikanan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Lingkungan Hidup menjadi

institusi pusat yang bisa mendukung program pengelolaan sumberdaya air

berbasis sukarela. Hal ini disebabkan, semua institusi pusat ini berada pada

kuadran stakeholder sekunder. Pada kuadran ini juga terdapat DPRD dan Pemda

sebagai lembaga daerah yang bisa mendukung keberhasilan program. Sementara

pihak swasta yang berada pada kuadran ini adalah pihak investor. Kelompok ini

penting untuk mendukung program konservasi SDA namum perlu pemberdayaan

dalam tataran operasional. PLTA harus mengajak dan meminta dukungan pihak-

pihak tersebut. Pemda dan investor patut diajak kerjasama dalam tataran

operasional. Pemda berperan sebagai fasilitator dan pemberian izin yang terkait

dengan program lingkungan. Investor meskipun memiliki tingkat kepentingan

yang rendah namun penting diperhatikan karena memiliki tingkat pengaruh dalam

pembentukan opini green product PLTA di pasar internasional.

LSM dan Pusat Penyaluran dan pengatur Beban (P3B) memiliki tingkat

kepentingan dan pengaruh yang relatif rendah dalam konservasi sumberdaya air.

PLTA perlu memperhatikan kebutuhan P3B terkait dengan kebutuhan energi

listrik yang dibuutuhkan. LSM dapat diajak untuk membantu memberikan

advokasi dan pelatihan kepada masyarakat.

PLTA perlu mengembangkan upaya untuk membangun potensi kolaborasi

yang dapat dikembangkan dari stakeholder ini. Upaya konservasi sumberdaya air

tidak dapat dikerjakan sendiri, tetapi membutuhkan upaya bersama dari berbagai

pihak. Sebagai pihak yang memanfaatkan sumberdaya air, PLTA perlu

mengetahui tipikal dan concern masing-masing stakeholder guna menetapkan

kunci keberhasihan. Secara umum stakeholder memiliki perhatian lebih pada

kredibilitas dan kemudahan aksesibilitas data, dan ingin mengetahui apakah

tujuan pengelolaan sumberdaya air PLTA sesuai dengan strategi lingkungan

mereka. Komunikasi eksternal perlu dilakukan lebih intensif dengan pemangku

kepentingan guna keberhasilan program lingkungan PLTA dan memperoleh

akseptasi mereka.

4.4.2 Tinjauan Regulasi dalam Pengelolaan Sumberdaya Air PLTA

Page 113: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

94

Peraturan perundang-undangan yang diacu oleh ke-empat PLTA dalam

melakukan perlindungan sumberdaya air pada tahap operasional adalah Undang-

undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup, UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air, PP

Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air, dan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan

Hidup Nomor KEP-02/MENKLH/I/1988 tentang Penetapan Baku Mutu

Lingkungan. Selain itu, terkait pengelolaan dan perlindungan kawasan yang lebih

luas (DAS hulu PLTA), PLTA juga harus megacu pada UU Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang.

Secara umum UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air terdiri dari

3 komponen utama yaitu konservasi, pemanfaatan dan pengendalian daya rusak

air. Hal ini menunjukkan bahwa untuk melakukan pengelolaan waduk dengan

melakukan konservasi, pemanfaatan, pengendalian daya rusak air. Berdasarkan

UU ini, penetapan kebijakan pengelolaan sumberdaya air berada pada pemerintah

sesuai dengan wilayah penyebarannya. Wilayah sungai yang melintasi provinsi

menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, wilayah sungai yang melintasi

kabupaten/kota menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi, dan wilayah sungai

yang hanya ada di kabupaten/kota menjadi kewenangan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Sementara PP Nomor 42 Tahun 2008,

memberikan kewenangan kepada Dinas pada tingkat provinsi untuk membantu

wadah koordinasi pengelolaan sumberdaya air pada wilayah sungai-sungai lintas

kabupaten/kota dalam penyusunan rancangan pola pengelolaan sumberdaya air.

Hal ini sejalan dengan arahan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah dan PP 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemda Provinsi, dan Pemda Kabupaten/Kota

yang mengatur kewenangan otonomi daerah. Pengelolaan DAS Citarum di mana

PLTA Saguling dan Cirata berada yang melintasi dua kabupaten, menurut UU 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan tanggung jawab pemerintah

Page 114: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

95

provinsi. Sementara DAS Tondano di mana PLTA Tanggari I dan II berada dalam

satu kabupaten yang sama.

Sebagai langkah antisipasi, UU Nomor 7 Tahun 2009 ini juga melarang

berbagai pihak untuk melakukan kegiatan yang bisa mengakibatkan daya rusak air.

Selain itu, UU ini juga memberi peluang kepada masyarakat untuk terlibat dalam

proses penentuan kebijakan terkait pengelolaan sumberdaya air sekaligus

memperoleh manfaat dari pengelolaannya. Berbagai peran masyarakat terhadap

pengelolaan lingkungan juga diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 yang tentu

saja terkait dengan pengelolaan sumberdaya air sebagai salah satu aspek dari

lingkungan.

Kebijakan lain terkait pengelolaan sumber daya air adalah pengelolaan

kualitas air dan pengendalian pencemaran yang diatur dalam PP Nomor 82 Tahun

2001 dan PP No 42 Tahun 2008. Pengelolaan kualitas air tersebut dilakukan

dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumberdaya

air. Perbaikan kualitas air pada sumber air dan prasarana sumberdaya air sendiri

diatur untuk dilakukan Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai wewenang dan

tanggung jawabnya. Sementara itu, penerapan konsep daya dukung dan daya

tampung lingkungan perlu diimplementasikan dalam pengelolaan sumberdaya air,

karena merupakan bagian dari aspek lingkungan. Hal ini ditegaskan dalam UU

Nomor 32 Tahun 2009.

Pengelolaan yang terkait kawasan lindung dan budidaya yang berada pada

wilayah PLTA diatur dalam UU 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. UU ini

mengatur juga tentang pembangunan berkelanjutan dengan mendefinisikan

keberlanjutan dalam konteks penataan ruang adalah diselenggarakan dengan

menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung

lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang. Selain itu,

kondisi kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan,

termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan orientasi ekonomi kawasan

setelah habisnya sumber daya alam tak terbarukan.

Terkait dengan pemenuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

PLTA berkomitmen untuk melakukan konservasi sumberdaya air sesuai dengan

konsepsi yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang

Page 115: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

96

Sumberdaya Air, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sumberdaya Air, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001

tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dan

Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor KEP-

02/MENKLH/I/1988 tentang Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Konservasi air

ditujukan untuk meningkatkan volume air, meningkatkan efisiensi penggunaannya,

memperbaiki kualitas sesuai dengan peruntukkannya, dan menjaga keberlanjutan

kemampuan sumberdaya air untuk mendukung perikehidupan manusia dan

makhluk hidup lainnya.

Gambaran berbagai hal tentang perlindungan dan pengelolaan sumberdaya

air dari aspek regulasi tersebut harus menjadi acuan dalam melakukan

implementasi kebijakan. Kondisi saat ini pada empat PLTA yang diteliti, masih

terjadi penurunan kualitas air akibat pemanfaatannya sebagai pembangkit tenaga

listrik. Hal ini terlihat dari hasil analisis deskriptif kualitas air pada inlet dan outlet

PLTA yang masih menunjukkan adanya penurunan kualitas air setelah

dimanfaatkan. Hal ini bertentangan dengan ketentuan regulasi yang melarang

kegiatan yang bisa menyebabkan daya rusak air, termasuk penurunan kualitasnya.

Selain itu, pada sisi pengelolaan masih terjadi konflik kepentingan dan

lemahnya koordinasi antar berbagai stakeholder terkait sumberdaya air. Hal ini

bisa menghambat pencapaian pengelolaan sumberdaya air secara berkelanjutan.

Masyarakat dan pihak swasta lainnya yang diberi peluang untuk mendapat

manfaat dari sumberdaya air juga masih melakukan kegiatan yang tidak sesuai

dengan peraturan yang berlaku. Salah satunya pemanfaatan badan air

waduk/genangan untuk kegiatan budidaya ikan KJA. Saat ini, sudah terjadi

pemanfaatan Waduk Cirata dam Saguling untuk budidaya ikan KJA yang

melampaui batas daya dukung dan daya tampung lingkungannya. Selain itu, ada

juga pemanfaatan waduk untuk budidaya ikan KJA yang tidak sesuai zonasi

peruntukannya.

Berbagai kesenjangan antara regulasi yang harus ditaati dengan kondisi saat

ini di lapangan menjadi gap yang harus dikurangi hingga dihilangkan. Hal ini

bisa dilakukan dengan melakukan penaatan terhadap berbagai peraturan yang

Page 116: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

97

telah ditetapkan, serta inisiatif sukarela dari stakeholder guna

mengimplementasikan kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air.

4.5 Nilai Jasa Lingkungan Sumberdaya Air PLTA

Perusahaan akan mengembangkan suatu program, bila benefit yang

diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Benefit akibat perlindungan

dan pengelolaan sumberdaya air diperoleh dari jasa yang diberikan ekosistem air

yang terlindungi. Jasa ekosistem memberikan use value dan non -use value. Use

value terdiri atas direct use value, indirect use value dan option value. Non-use

value terkait dengan existence value.

Nilai ekonomi dari akibat perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air

mempertimbangkan seluruh value yang dikandung dari program tersebut jarang

sekali dihitung. Berkaitan dengan program pelestaraian sumberdaya air di PLTA,

dilakukan analisis valuasi ekonomi akibat program lingkungan dengan mengambil

kasus di PLTA Saguling.

Analisis data menggunakan pendekatan Total Economic Value (TEV) yaitu

analisis kebijakan untuk menilai manfaat lingkungan secara ekonomis dengan

menggabungkan unsur dari berbagai disiplin ilmu yang bersifat deskriptif, valuatif

dan normatif. Nilai lingkungan tidak hanya bergantung pada nilai pemanfaatan

langsung, namun juga pada seluruh fungsi sumberdaya lain yang memberi nilai

(ekonomis dan non ekonomis) yang setinggi-tingginya.

Model ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaataan

sumberdaya yang dapat diukur secara nyata berdasarkan tolok ukur nilai moneter.

Potensi benefit use value dihitung dari market output yang langsung terkait

dengan PLTA yaitu nilai produksi listrik, market output tidak langsung dengan

PLTA akibat dampak positif dari program lingkungan yang dilakukan PLTA,

yaitu nilai produksi ikan, unprices benefit dihitung dari nilai ekowisata, serta

ecological function value dihitung dari potensi nilai karbon dari program

penghijauan, cadangan air tanah, dan cadangan air waduk. Sedangkan non-use

terdiri atas option value, bequest value dan existence value yang dinilai melalui

nilai pasar.

Page 117: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

98

4.5.1 Nilai Ekonomi Total Jasa Lingkungan Sumberdaya Air PLTA Sagulingdan Cirata di Provinsi Jawa Barat

Nilai ekonomi total jasa lingkungan sumberdaya air PLTA di Provinsi Jawa

Barat terdiri dari nilai guna langsung (direct use value), nilai guna tidak langsung

(indirect use value), dan nilai bukan guna (non-use value). Nilai guna langsung

terdiri dari nilai produksi listrik, nilai produksi ikan, dan nilai ekowisata.

Sementara nilai guna tidak langsung yang juga merupakan nilai fungsi ekologis

(ecological function value) terdiri dari nilai serapan karbon, nilai cadangan air

tanah, dan nilai cadangan air waduk. Sementara nilai bukan guna terdiri dari nilai

pilihan dan nilai kelestarian.

A. PLTA Saguling

Nilai Guna Langsung

Nilai Produksi Listrik

Nilai produksi listrik merupakan keuntungan yang bisa diperoleh dari

penjualan energi listrik yang diproduksi oleh PLTA. Nilai keuntungan ini

ditentukan oleh jumlah produksi listrik yang bisa dijual dikurangi biaya

produksinya. Produksi listrik PLTA Saguling setiap tahunnya sebesar 2.158

GWh. Berdasarkan statistik listrik PLN, harga jual rata-rata per kWh

sebesar Rp 591,11 dengan biaya produksi Rp 463, maka bisa diperoleh

keuntungan sebesar Rp 276.008.200.000 atau Rp 276 milyar setiap

tahunnya.

Nilai Ekonomi Produksi Ikan Usaha KJA

Nilai ekonomi produksi ikan yang berasal dari usaha keramba jaring apung

(KJA) merupakan keuntungan yang bisa diperoleh dari penjualan ikan hasil

budidaya setiap tahunnya. Nilai keuntungan ini ditentukan oleh jumlah KJA,

jumlah produksi ikan, harga jual ikan, dan biaya usaha budidaya yang

dikeluarkan. Berdasarkan data pada Waduk Saguling terdapat 4.514 unit

KJA (Maulana 2010) dengan rata-rata produksi 2 ton per tahun ikan mas

dan ikan nila setiap unitnya. Harga jual ikan mas berkisar sebesar Rp 14.000

per kg dan harga jual ikan nila sebesar Rp 15.000 per kg. Jika biaya

produksi yang dikeluarkan Rp 28.731.610.000 per unit KJA setiap

Page 118: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

99

tahunnya, maka bisa diperoleh keuntungan sebesar Rp 233.080.390.000 atau

Rp 233,08 milyar setiap tahunnya.

Nilai Ekonomi Kegiatan Ekowisata

Nilai ekonomi ekowisata di Waduk Saguling dihitung dari besarnya biaya

perjalanan wisata yang dikeluarkan oleh setiap pengunjung yang datang

setiap tahunnya. Pengunjung yang datang umumnya wisatawan transit ke

wilayah ini dan rata rata hanya berkunjung 1 kali dalam setahun. Biaya

Pengeluaran terdiri atas biaya transportasi dan biaya akomodasi dan

konsumsi. Dari hasil kuesioner diperoleh bahwa biaya rata rata transportasi

sebesar Rp 116.000,- dan biaya akomodasi dan konsumsi sebesar Rp

33.000,-. Jadi biaya Pengeluaran sebesar Rp. 149.000,-/orang.

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan diperoleh data bahwa rata-

rata pengunjung yang datang ke waduk Saguling pada hari-hari biasa

(Senin-Jumat) berkisar 10 orang, sedangkan pada hari libur seperti hari

Sabtu dan Minggu dapat mencapai 20 orang pengunjung. Dari data tersebut

diketahui jumlah pengunjung rata-rata 4 orang per hari atau 1.460

pengunjung per tahun. Nilai ekonomi wisata di sekitar Waduk Saguling

yaitu sebesar Rp. 149.000 x 1.460 pengunjung = Rp 217, 54 juta = Rp.

0,217 milyar setiap tahunnya.

Nilai Guna Tidak Langsung

Nilai Ekonomi Penghijaun (Serapan Karbon)

Nilai ekonomi penyerapan karbon dapat dihitung berdasarkan besarnya

kandungan karbon yang tersimpan di dalam vegetasi hutan yang

dikonversikan dalam nilai finansial. Menurut Brown dan Peaece (1994)

dalam Widada (2004), hutan alam primer, hutan sekunder, dan hutan

terbuka memiliki kemampuan menyimpan masing-masing karbon sebesar

283 ton per hektar, 194 ton per hektar, dan 115 ton per hektar. Setiap 1 ton

karbon dapat dihargai dengan nilai finansial yang berkisar antara $1 US

sampai $28 US (Soemarwoto, 2001). Berdasarkan data ini, maka nilai

ekonomi penyerapan karbon di kawasan hutan sekitar Waduk Saguling

dapat dihitung. Untuk menghindari penilaian yang terlalu tinggi atau terlalu

Page 119: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

100

rendah, maka nilai finansial yang diambil adalah nilai tengah dari yang

ditetapkan oleh Soemarwoto yaitu sebesar $19 US per ton.

Nilai ekonomi penyerapan karbon di sekitar Waduk Saguling , dapat

dihitung dengan asumsi sebagai berikut

1. Luas kawasan hutan di sekitar Waduk Saguling 1.403 hektar dimana

keseluruhan merupakan hutan sekunder.

2. Satu hektar hutan sekunder di kawasan hutan sekitar Waduk Saguling

menyimpan karbon sebesar menyimpan karbon sebesar 194,00 ton

karbon.

3. Nilai karbon sebesar $US 19 per ton dimana untuk $US 1 = Rp 9.425,85

Adapun nilai ekonomi serapan karbon di kawasan Waduk Saguling adalah =

1403 ha x 194,00 ton x $US 19 x Rp. 9425,85 = Rp 35,57 milyar setiap

tahunnya.

Nilai Cadangan Air Tanah

Jumlah cadangan air tanah di DAS Saguling pada dasarnya merupakan

sumber utama bagi air permukaan yang mengalir di Sungai Citarum hulu.

Secara tidak langsung air ini juga menjadi pemasok utama pembangkit

listrik PLTA Saguling. Sehingga cadangan air tanah ini memiliki potensi

ekonomi setara dengan jumlah pembangkitan energi listrik yang bisa

dihasilkannya. Besarnya potensi tersebut bisa dihitung dari volume air input

yang berasal dari curah hujan di seluruh DAS, dikurangi yang mengalir di

air permukaan (run off) dan penguapan yang terjadi di seluruh permukaan

DAS.

Berdasarkan data diketahui bahwa luas DAS Waduk Saguling adalah

222.830 ha, dengan rata-rata curah hujan sebesar 3.378 mm/tahun dan rata-

rata penguapan sebesar 1.116 mm/tahun, serta debit air permukaan sebesar

108 m3/detik. Volume cadangan air tanah dihitung dari volume input curah

hujan dikali luas DAS, dikurangi volume output penguapan dikali luas DAS

dan aliran permukaan. Setiap m3 cadangan air tanah ini berpotensi

menghasilkan energi listrik senilai Rp 202. Hasil perhitungan menunjukkan

volume cadangan air tanah tersebut bernilai sebesar Rp 330.174.373.200

atau Rp 330,17 milyar setiap tahunnya.

Page 120: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

101

Nilai Cadangan Air Waduk

Seperti hanya cadangan air tanah, air yang tergenang dalam waduk juga

berpotensi untuk dikonversi menjadi energi listrik senilai Rp 202/m3.

Potensi ini bisa hilang jika volume air di waduk mengalami pengurangan

akibat sedimentasi. Sehingga volume sedimentasi yang masuk ke dalam

waduk berpotensi menghilangkan nilai ekonomi cadangan air waduk.

Besarnya nilai ekonomi cadangan air waduk sebanding dengan banyaknya

sedimen yang masuk ke waduk setiap tahunnya. Berdasarkan data PT

Indonesia Power (2010) diketahui rata-rata volume sedimen yang masuk ke

dalam Waduk Saguling sebesar 4,2 juta m3 setiap tahunnya. Sehingga nilai

cadangan air waduk yang hilang sebesar Rp 848,4 juta setiap tahunnya.

Nilai Bukan Guna

Nilai Pilihan

Nilai pilihan waduk adalah nilai pemanfaatan sumberdaya waduk untuk

pemanfaatan dimasa yang akan datang. Nilai pilihan waduk dihitung sama

dengan dengan nilai keberadaan di atas yaitu menggunakan metode

Contingent Valuation Method (CVM) yang didasarkan pada seberapa besar

seseorang atau masyarakat mau membayar (willingness to pay) untuk

melindungi sumberdaya waduk. Nilai pilihan ini dihitung berdasarkan

bagaimana manfaat sumberdaya alam yang terkandung dalam waduk dapat

dipertahankan sehingga dapat dimanfaatkan untuk masa yang akan datang.

Untuk mengumpulkan data berkaitan dengan nilai pilihan ini, disebarkan

kuisioner kepada responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden menyatakan bahwa

Waduk perlu dipertahankan manfaat yang terkandung di dalamnya terutama

untuk pemanfaatan dimasa yang akan datang. Terkait dengan kesediaan

membayar agar manfaat SDA dalam hutan sekitar waduk tetap

dipertahankan, sekitar 50% menyatakan bersedia membayar dan sisanya

(50%) menyatakan tidak bersedia membayar.

Adapun besar biaya yang bersedia dibayarkan untuk mempertahankan

manfaat Waduk Saguling adalah sekitar 75 % bersedia membayar sebesar

Rp. 5.000,- dan hanya sekitar 25 % bersedia membayar sebesar Rp. 10.000,-.

Page 121: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

102

Dari kisaran kesediaan membayar tersebut, jika dirata-ratakan maka dapat

diketahui besaran kesediaan membayar setiap responden yaitu sebesar Rp.

12.500,00/orang

Berdasarkan data di atas, dihitung nilai pilihan waduk yaitu nilai manfaat

(WTP) dikalikan dengan jumlah penduduk di wilayah penelitian.

Berdasarkan data statistik, jumlah penduduk di sekitar waduk sebanyak

618.479 jiwa, sehingga nilai pilihan Waduk Saguling = Rp 12.500 x

618.479 jiwa = Rp 7.730.987.500 atau Rp 7,73 milyar.

Nilai Kelestarian Waduk

Nilai kelestarian waduk juga dihitung dengan metode Contingent Valuation

Method (CVM). Nilai kelestarian waduk dihitung berdasarkan pentingnya

dilestarikan kawasan waduk terutama untuk mempertahankan fungsinya

sebagai kawasan konservasi air untuk operasional PLTA dan kebutuhan air

bagi masyarakat sekitar. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan

kuisioner untuk 120 responden. Informasi yang ingin digali dalam kuisioner

dituangkan dalam bentuk pertanyaan.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden

menyatakan bahwa waduk perlu dilestarikan untuk mempertahankan

fungsinya sebagai kawasan konservasi air dan pemenuhan kebutuhan air

bagi masyarakat. Berkaitan dengan kesediaan membayar untuk melestarikan

fungsi Waduk, sekitar 62,5 % menyatakan bersedia membayar dan 37,2 %

menyatakan tidak bersedia membayar.

Adapun besar biaya yang bersedia dibayarkan untuk melestarikan Waduk

adalah sekitar 37,5 % bersedia membayar sebesar Rp. 5.000, sekitar 12,5 %

bersedia membayar sebesar Rp. 10.000 dan sekitar 12,5 % bersedia

membayar sebesar Rp. 15.000 serta sisanya yaitu sekitar 37,3 % tidak

bersedia membayar. Dari kisaran kesediaan membayar tersebut, jika dirata-

ratakan maka dapat diketahui besaran kesediaan membayar setiap responden

yaitu sebesar Rp. 15.000,00/orang .

Berdasarkan data di atas, dapat dihitung nilai kelestarian waduk yaitu nilai

kelestarian (WTP) dikalikan dengan jumlah kepala keluarga di wilayah

penelitian. Jumlah kepala keluarga sebanyak diasumsikan ¼ dari jumlah

Page 122: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

103

penduduk atau setiap keluarga rata-rata terdiri dari 4 orang. Nilai

Pelestarian Waduk = Rp 15.000,00 x (35.638 jiwa/4) = Rp 2.319.296.250

2,31 milyar setiap tahunnya.

Nilai Ekonomi Total

Nilai ekonomi total perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air di PLTA

Saguling merupakan jumlah dari keseluruhan nilai guna langsung, nilai guna

tidak langsung, dan nilai bukan guna disajikan dalam Tabel 13.

Berdasarkan hasil penelitian seperti diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa

perlindungan dan pengeloaan sumberdaya air di PLTA dengan studi kasus di

PLTA Saguling memiliki nilai ekonomi yang cukup besar terkait pemanfaatan

jasa lingkungan waduk. Nilai ekonomi ini dihitung dari perbaikan sistem

perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air PLTA dan perbaikan hubungan

antara perusahaan (PLTA) dengan masyarakat sekitar sebagai manfaat utama

yang diperoleh PLTA Saguling.

Tabel 13 Nilai ekonomi total jasa lingkungan sumberdaya air PLTA Saguling

No Parameter Jumlah (Rp)1 Nilai Benefit Listrik 276.008.200.0002 Nilai Keuntungan Ikan 233.080.390.0003 Nilai Ekowisata 217.540.000

Nilai Guna Langsung 509.306.130.0004 Nilai Serapan Karbon 35.577.531.4945 Nilai Potensi Cadangan Air 330.174.373.2006 Nilai Potensi Kelestarian Air 848.400.000

Nilai Guna Tidak Langsung 366.600.304.6947 Option Value 7.730.987.5008 Preservation Value 2.319.296.250

Nilai Bukan Guna 10.050.283.750Nilai Ekonomi Total 885.956.718.444

Besar nilai ekonomi total (Total Economic Value) dari pengelolaan

sumberdaya air di PLTA Saguling mencapai Rp. 885.956.718.444 atau sekitar

Rp. 0,885 triliyun.

B. PLTA Cirata

Page 123: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

104

Nilai Guna Langsung

Nilai Produksi Listrik

Berdasarkan perhitungan yang sama, maka potensi nilai ekonomi produksi

listrik PLTA Cirata yang bisa diperoleh sebesar Rp 182.385.400.000 atau

Rp 182,38 milyar setiap tahunnya. Nilai ini diperoleh karena PLTA Cirata

memproduksi rata-rata energi listrik sebesar 1.426 GWh setiap tahunnya.

Nilai Ekonomi Produksi Ikan Usaha KJA

Sementara potensi nilai ekonomi produksi ikan PLTA Cirata dipengaruhi

oleh daya dukung waduk terhadap jumlah KJA maksimum yang bisa

diusahakan, yaitu sejumlah 24.000 unit (Hapsari 2010). Jumlah ini

memungkinkan diperolehnya nilai ekonomi produksi budidaya perikanan

sebesar Rp 1.239.240.000.000 atau Rp 1,23 triliun setiap tahunnya.

Nilai Ekonomi Kegiatan Ekowisata

Jmlah kunjungan wisatawan sebanyak 17.516 setiap tahun ke lokasi sekitar

PLTA Cirata berkontribusi terhadap nilai ekonomi kegiatan ekowista.

Berdasarkan jumlah wisatawan tersebut, maka potensi nilai ekonomi yang

bisa diperoleh dari kegiatan ekowisata di sekitar PLTA Cirata sebesar Rp

2.627.400.000 atau Rp 2,62 milyar setiap tahunnya.

Nilai Guna Tidak Langsung

Nilai Ekonomi Penghijaun (Serapan Karbon)

Luasan lahan yang telah direboisasi seluas 525 ha di sekitar PLTA Cirata

menghasilkan potensi nilai ekonomi penyerapan sebesar Rp 18.250.856.732

atau Rp 18,25 milyar setiap tahunnya.

Nilai Cadangan Air Tanah

DAS Waduk Cirata yang merupakan perluasan dari DAS Waduk Saguling

memiliki cadangan air tanah yang lebih banyak. DAS Cirata mencakup

wilayah seluas 465.286 ha dengan curah hujan rata-rata 2.557 mm/tahun

dan penguapan rata-rata 1.116 mm/tahun. Berdasarkan kondisi tersebut,

diperoleh potensi nilai ekonomi cadangan air tanah PLTA Cirata sebesar Rp

222.230.744.400 atau Rp 222,23 milyar setiap tahunnya.

Nilai Cadangan Air Waduk

Page 124: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

105

Waduk Cirata yang berada di hilir Waduk Saguling tentu saja menerima

erosi dan sedimentasi yang lebih besar. Hal ini disebabkan luas DAS yang

lebih besar, sehingga perhitungan potensi nilai ekonomi cadangan air waduk

PLTA Cirata menghasilkan nilai sebesar Rp 961.520.000 atau Rp 0,96

milyar setiap tahunnya.

Nilai Bukan Guna

Nilai Pilihan

Jumlah penduduk di sekitar Waduk Cirata yang berjumlah sebesar 234.322

jiwa berpengaruh terhadap besarnya nilai pilihan. Berdasarkan perhitungan

potensi nilai pilihan PLTA Cirata sebesar Rp 2.929.025.000 atau Rp 2,92

milyar setiap tahunnya.

Nilai Kelestarian Waduk

Jumlah penduduk tersebut berkontribusi juga terhadap banyaknya kepala

keluarga (KK) yang bermukim di sekitar Waduk Cirata. Hal ini

menghasilkan perhitungan potensi nilai ekonomi kelestarian waduk PLTA

Cirata sebesar Rp 878.707.500 atau Rp 0,87 milyar setiap tahunnya.

Nilai Ekonomi Total

Nilai ekonomi total perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air di PLTA

Cirata merupakan jumlah dari keseluruhan nilai guna langsung, nilai guna tidak

langsung, dan nilai bukan guna disajikan dalam Tabel 14.

Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa perlindungan dan pengeloaan

sumberdaya air di PLTA dengan studi kasus di PLTA Cirata juga memiliki

nilai ekonomi yang cukup besar terkait pemanfaatan jasa lingkungan waduk.

Nilai ekonomi ini dihitung dari perbaikan sistem perlindungan dan pengelolaan

sumberdaya air PLTA dan perbaikan hubungan antara perusahaan (PLTA)

dengan masyarakat sekitar sebagai manfaat utama yang diperoleh PLTA Cirata.

Besar nilai ekonomi total dari pengelolaan sumberdaya air di PLTA Cirata

mencapai Rp. 1.669.503.653.632 atau sekitar Rp. 1,66 triliyun.

Tabel 14 Nilai ekonomi total jasa lingkungan sumberdaya air PLTA Cirata

No Parameter Jumlah (Rp)1 Nilai Benefit Listrik 182.385.400.000

Page 125: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

106

2 Nilai Keuntungan Ikan 1.239.240.000.0003 Nilai Ekowisata 2.627.400.000

Nilai Guna Langsung 1.424.252.800.0004 Nilai Serapan Karbon 18.250.856.7325 Nilai Potensi Cadangan Air 222.230.744.4006 Nilai Potensi Kelestarian Air 961.520.000

Nilai Guna Tidak Langsung 241.443.121.1327 Option Value 2.929.025.0008 Preservation Value 878.707.500

Nilai Bukan Guna 3.807.732.500Nilai Ekonomi Total 1.669.503.653.632

4.5.2 Nilai Ekonomi Total Jasa Lingkungan Sumberdaya Air PLTATanggari I dan Tanggari II di Provinsi Sulawesi Utara

Nilai ekonomi total jasa lingkungan sumberdaya air PLTA di Provinsi

Sulawesi Utara terdiri dari nilai NET PLTA Tanggari I dan II. Berbeda dengan

PLTA di Provinsi Jawa Barat, PLTA di Provinsi Sulawesi Utara hampir seluruh

parameternya memiliki fungsi ekonomi secara bersama. Fungsi ekonomi jasa

lingkungan yang dihitung terpisah hanya nilai produksi listrik masing-masing

PLTA. Sehingga nilai ekonomi total PLTA Tanggari I dan II merupakan jumlah

nilai ekonomi produksi listrik masing-masing PLTA ditambah nilai ekonomi

parameter lainnya secara bersama-sama. Persamaan dan teknik perhitungan yang

digunakan sama dengan yang dilakukan pada PLTA di Provinsi Jawa Barat.

Nilai Guna Langsung

Nilai Produksi Listrik

Berdasarkan perhitungan, potensi nilai ekonomi produksi listrik PLTA

Tanggari I yang bisa diperoleh sebesar Rp 1.164.350.440 atau Rp 1,16

milyar setiap tahunnya. Sementara potensi nilai ekonomi produksi listrik

PLTA Tanggari II adalah sebesar Rp 1.391.374.859 atau Rp 1,39 milyar

setiap tahunnya. Sehingga total nilai produksi listrik untuk PLTA Tanggari

I dan II adalah sebesar Rp 2.555.725.299 atau Rp 2,55 milyar per tahunnya.

Nilai Ekonomi Produksi Ikan Usaha KJA

Potensi nilai ekonomi produksi ikan PLTA Tanggari I dan II dengan

keberadaan KJA sebanyak 6000 unit. Hal ini menghasilkan potensi nilai

Page 126: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

107

ekonomi produksi ikan sebesar Rp 235.350.000.000 atau Rp 0,23 triliun

setiap tahunnya.

Nilai Ekonomi Kegiatan Ekowisata

Potensi nilai ekonomi yang bisa diperoleh dari kegiatan ekowisata di sekitar

PLTA Tanggari I dan II sebesar Rp 9.317.430.000 atau Rp 9,31 milyar

setiap tahunnya. Hal ini diperoleh berdasarkan rata-rata jumlah wisatawan

yang berkunjung sebanyak 34.509 orang setiap tahunnya. Selain itu, hal ini

diperoleh dari besarnya pengeluaran wisatawan yang berupa biaya

transportasi dan biaya akomodasi selama melakukan kunjungan wisata.

Nilai Guna Tidak Langsung

Nilai Ekonomi Penghijaun (Serapan Karbon)

Saat ini di sekitar PLTA Tanggari I dan II telah dilakukan penghijauan

seluas 125 ha. Luas areal penghijauan tersebut menghasilkan potensi nilai

ekonomi penyerapan karbon di sekitar PLTA Tanggari I dan II sebesar Rp

4.342.960.388 atau Rp 4,34 milyar setiap tahunnya.

Nilai Cadangan Air Tanah

Potensi nilai ekonomi cadangan air tanah PLTA Tanggari I dan II berada

pada DAS Tondano seluas 24.708 ha. DAS seluas ini dengan tingkat curah

hujan tahunan rata-rata sebesar 1.936 mm menghasilkan potensi ekonomi

cadangan air tanah senilai Rp 481.745.760 atau Rp 0,48 milyar setiap

tahunnya.

Nilai Cadangan Air Sungai

Sementara cadangan air sungai yang menjadi potensi ekonomi PLTA

Tanggari I dan II senilai Rp 404.000.000 atau Rp 0,40 milyar setiap

tahunnya.

Nilai Bukan Guna

Nilai Pilihan

Nilai pilihan pada PLTA Tanggari I dan II dihitung dari rata-rata WTP

sebesar Rp 12.500 dikalikan dengan jumlah penduduk di sekitar PLTA.

Hasil perhitungan menunjukkan potensi nilai pilihan sebesar Rp

331.975.000 atau Rp 0,33 milyar setiap tahunnya.

Page 127: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

108

Nilai Kelestarian Waduk

Berdasarkan perhitungan yang sama dengan nilai pilihan, tetapi terhadap

jumlah KK di sekitar PLTA Tanggari I dan II diperoleh nilai ekonomi

kelestarian menurut penduduk diperoleh sebesar Rp 99.592.500 atau Rp

0,09 milyar setiap tahunnya.

Nilai Ekonomi Total

Nilai ekonomi total perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air di PLTA

Tanggari I dan II disajikan dalam Tabel 15.

Tabel 15 Nilai ekonomi total jasa lingkungan sumberdaya air PLTA Tanggari I dan II

No Parameter Jumlah (Rp)1 Nilai Benefit Listrik 2.555.725.2992 Nilai Keuntungan Ikan 235.350.000.0003 Nilai Ekowisata 9.317.430.000

Nilai Guna Langsung 247.223.155.2994 Nilai Serapan Karbon 4.342.960.3885 Nilai Potensi Cadangan Air 481.745.7606 Nilai Potensi Kelestarian Air 404.000.000

Nilai Guna Tidak Langsung 5.228.706.148 7 Option Value 331.975.0008 Preservation Value 99.592.500

Nilai Bukan Guna 431.567.500Nilai Ekonomi Total 251.492.054.088

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa perlindungan dan pengeloaan

sumberdaya air di PLTA dengan studi kasus di PLTA Tanggari I dan II juga

memiliki nilai ekonomi yang relatif besar terkait pemanfaatan jasa lingkungan

sumberdaya air, meskipun tidak sebesar PLTA di Provinsi Jawa Barat. Hal ini

disebabkan kapasitas produksi listrik dan potensi ekonomi lainnya yang

memiliki skala lebih kecil. Nilai ekonomi total dari pengelolaan sumberdaya

air di PLTA Tanggari I dan II mencapai Rp. 251.492.054.088 atau sekitar Rp.

0,25 triliyun.

Page 128: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

109

4.6 Prioritas Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Air PLTA

Upaya penyelamatan lingkungan merupakan tanggung jawab bersama,

sebab fenomena ini menyentuh semua lapisan masyarakat dan institusi dan

kehidupan selanjutnya. Kesadaran akan pentingnya kualitas lingkungan juga

merupakan tanggungjawab global, sehingga berbagai kesepakatan dunia

dilakukan untuk meningkatkan kinerja lingkungan.

Tekanan konsumen, tekanan pemerintah dan kekuatan pasar dan

kepentingan individu organisasi terhadap perlindungan lingkungan memotivasi

penerapan sistem manajemen lingkungan (Uchida 2004). Perlindungan

lingkungan berbasis pendekatan sukarela semakin diminati oleh pengambil

keputusan sebagai tool untuk mengajak pencemar berpartisipasi dalam

perlindungan lingkungan (Segerson & Thomas, 1998). Kehadiran kebijakan

sukarela untuk mengurangi ketidakfleksibelan kebijakan mandatori dapat menjadi

salah satu alternatif yang bersinergi dalam mempercepat perlindungan lingkungan.

Kebijakan perlindungan berbasis sukarela perlu dirumuskan untuk implementasi

ke depan, mengingat dalam penerapannya banyak pihak yang terkait.

Untuk merumuskan desain kebijakan ini menggunakan teknik analisis

hirarki proses (AHP). Teknik AHP umumnya dikembangkan untuk memecahkan

persoalan yang tidak terstruktur dan komplek dalam kerangka berfikir yang

terorganisir sehingga pengambilan keputusan yang efektif dan menyeluruh dapat

dilakukan.

4.6.1 Struktur AHP dan Nilai Eigen

Dalam merumuskan desain kebijakan perlindungan dan pengelolaan

sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA, terlebih dahulu disusun hierarki

kebijakan untuk mendukung pengambilan keputusan desain kebijakan tersebut.

Hierarki kebijakan tersebut disusun berdasarkan justifikasi pakar dimana pakar

menetapkan lima level hierarki yaitu :

Level pertama merupakan fokus kebijakan perlindungan dan pengelolaan

sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA.

Level kedua merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi/memotivasi

perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA yang

Page 129: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

110

terdiri atas tekanan pemerintah, tekanan global, tekanan masyarakat, tekanan

pembeli dan kepentingan PLTA.

Level ketiga adalah aktor yang berperan dalam pengembangan kebijakan

perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA

antara lain pemerintah, masyarakat, pembeli, investor, dan industri

Level keempat adalah tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan

kebijakan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA terdiri

atas perlindungan lingkungan, kontinuitas PLTA, pengakuan publik, dan

liabilitas lingkungan.

Level kelima adalah alternatif kebijakan perlindungan dan pengelolaan

sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA yang meliputi penguatan

infrastruktur kelembagaan dan institusional, pemberian insentif dan disinsentif,

peningkatan nilai lingkungan internal.

Setiap elemen pada setiap level selanjutnya diboboti oleh pakar dengan

menggunakan nilai bobot seperti yang telah ditetapkan oleh Saaty (1993).

Pengolahan data untuk menentukan elemen prioritas dalam pengambilan

keputusan kebijakan perlindungan lingkungan berbasis sukarela menggunakan

software Criterium Decision Plus (CDP) versi 3,0.

Hasil sintesis menghasilkan nilai eigen (bobot) untuk setiap pilihan yang

ada di dalam struktur AHP. Untuk memudahkan dalam interpretasi hasil terhadap

nilei eigen maka nilai tersebut dimasukkan dalam struktur AHP secara kumulatif

sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 22.

Hasil sistesis AHP atas pendapat pakar menunjukkan bahwa faktor yang

berperan memotivasi pengembangan dan implementasi kebijakan sukarela

(voluntari) di PLTA adalah tekanan pemerintah dengan nilai eigen 0,462.

Kemudian tekanan global dengan bobot 0,198. Sedangkan tekanan masyarakat,

kepentingan PLTA dan tekanan pembeli memiliki nilai eigen masing sebesar

0.143; 0,111 dan 0,087.

Page 130: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

111

Gambar 22 Struktur AHP dan nilai eigen pada hirarki model disain kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA.

Page 131: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

112

4.6.2 Konstribusi Peran Setiap Level

Konstribusi peran dari masing masing level yaitu level faktor, level aktor

dan level tujuan kemudian dianalisis terhadap pengembangan kebijakan

perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA sebagai

berikut:

Pertama, konstribusi peran faktor dalam disain insentif dan disinsentif

kebijakan Perlindungan lingkungan berbasis sukarela, pakar melihat bahwa faktor

yang paling berpengaruh adalah tekanan pemerintah (0,201), tekanan global

(0,087), tekanan masyarakat (0,063), kepentingan PLTA (0,048) dan tekanan

pembeli (0,038). Nilai konstribusi faktor dalam menetapkan alternatif kebijakan

perlindungan lingkungan berbasis sukarela ditunjukkan pada Tabel 16 dan

Gambar 23.

Tabel 16 Nilai kontribusi faktor dalam menetapkan pilihan kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela

Alternatif kebijakan

Nilai Konstribusi Faktor

Tekanan Pemerintah

Tekanan Global

Tekanan Masyarakat

Kepentingan

PLTA

Tekanan Pembeli

Insentif & Disinsentif 0,201 0,087 0,063 0,048 0,038Penguatan Infrastruktur kelembagaan

0,172 0,073 0,053 0,042 0,032

Peningkatan Nilai Lingkungan Internal

0,088 0,038 0,028 0,021 0,017

sumber : hasil analisis, 2011

Gambar 23 Kontribusi faktor terhadap alternatif kebijakan.

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.45

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.45

Insentif & Disinsentif Penguatan Inf kelembagaan Peningkatan Nilai Ling Internal

T. Pemerintah

T. Global

T. Masyarakat

K. PLTA

T. Pembeli

Contributions to Perlindungan Lingk Berbasis Sukarela fromLevel:Faktor

Page 132: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

113

Kedua, kontribusi peran aktor dalam disain kebijakan perlindungan

lingkungan berbasis sukarela bahwa pemerintah, pembeli, perusahaan lain dan

PLTA lebih mengutamakan alternatif insentif dan disinsentif dengan nilai masing

masing sebesar 0,188; 0,057; 0,037 dan 0,021. Sedangkan masyarakat dan

investor lebih cenderung menginginkan penguatan infrastruktur kelembagaan dan

institusional dengan nilai masing-masing 0,102 dan 0,051. Adapun nilai

konstribusi peran aktor hasil analisis pendapat pakar secara rinci disajikan pada

Tabel 17 dan Gambar 24.

Tabel 17 Nilai kontribusi aktor dalam menetapkan pilihan kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela

Alternatif kebijakan

Nilai Kontribusi AktorPemerintah Masyarakat Pembeli Investor Perusahaan

lainnyaPLTA

Insentif & Disinsentif 0,188 0,087 0,057 0.048 0,037 0,021

Penguatan Infrastruktur kelembagaan

0,139 0,102 0,045 0,051 0,021 0,014

Peningkatan Nilai Lingkungan Internal

0,082 0,038 0,025 0,021 0,016 0,008

sumber : hasil analisis, 2011

Gambar 24 Kontribusi aktor terhadap alternatif kebijakan.

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.45

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.45

Insentif & Disinsentif Penguatan Inf kelembagaan Peningkatan Nilai Ling Internal

Pemerintah

Masyarakat

Pembeli

Investor

Perusahaan lain

PLTA

Contributions to Perlindungan Lingk Berbasis Sukarela fromLevel:Aktor

Page 133: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

114

Ketiga, berbagai tujuan yang diharapkan dalam mendisain kebijakan

perlindungan dan pengelolaan sumber daya air adalah perlindungan lingkungan,

liabilitas lingkungan, kontinuitas PLTA, dan pengakuan publik. Hasil analisis

atas justifikasi pakar menunjukkan bahwa untuk mencapai tujuan perlindungan

lingkungan memerlukan kebijakan insentif dan disintentif. Sedangkan untuk

mencapai tujuan kuntinuitas PLTA, pengakuan publik dan liabilitas lingkungan

yang paling diperlukan adalah penguatan infrastruktur kelembagaan. Adapun hasil

analisis secara rinci seperti pada Tabel 18 dan Gambar 25.

Tabel 18 Nilai kontribusi tujuan dalam menetapkan pilihan kebijakan perlindungan sumberdaya air berbasis sukarela

Alternatif Kebijakan

Nilai Kontribusi TujuanPerlindungan Lingkungan

Kontinuitas PLTA

Pengakuan Publik

Liabilitas Lingkungan

Insentif & Disinsentif 0,317 0,052 0,041 0,026

Penguatan Infrastruktur kelembagaan

0,033 0,116 0,122 0,102

Peningkatan Nilai Lingkungan Internal

0,145 0,017 0,018 0,011

Sumber : hasil analisis, 2011

Gambar 25 Kontribusi tujuan terhadap alternatif kebijakan.

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.45

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.45

Insentif & Disinsentif Penguatan Inf kelembagaanPeningkatan Nilai Ling Internal

Perlind. Lingkungan

Kuntinuitas PLTA

Pengakuan Publik

Liabilitas Lingkungan

Contributions to Perlindungan Lingk Berbasis Sukarela from Level:Tujuan

Page 134: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

115

4.6.3 Pengembangan Keputusan Alternatif Kebijakan

Hasil sintesis AHP menetapkan bahwa alternatif kebijakan yang paling

tinggi untuk dipilih adalah kebijakan insentif dan disinsentif. Hal ini terlihat dari

nilai bobot yang lebih besar dibandingkan dengan alternatif lainnya yaitu sebesar

0,436. Alternatif selanjutnya adalah penguatan infrastruktur kelembagaan dan

institusional dengan nilai bobot 0,372 dan iikuti dengan peningkatan nilai

lingkungan internal dengan bobot 0,080.

Nilai dan ranking alternatif kebijakan ditunjukkan pada Tabel 19.

Sedangkan gambaran secara menyeluruh antar pilihan kebijakan yang ada

ditunjukkan pada grafis histogram. Nilai skor keputusan tertinggi ditunjukkan

dengan diagram batang terpanjang yaitu insentif dan disinsentif. Gambaran

menyeluruh antar pilihan kebijakan dalam bentuk grafis histogram ditunjukkan

pada Gambar 26, sedangkan dalam bentuk scatter plot pada Gambar 27.

Tabel 19 Nilai alternatif kebijakan perlindungan lingkungan sukarela

Level Alternatif Bobot Ranking

Insentif & disinsentif 0,436 I

Penguatan infrastruktur kelembagaan 0,372 II

Peningkatan nilai lingkungan internal 0,192 III

Konsistensi ratio = 0,080Sumber : hasil analisis, 2011

Gambar 26 Pengambilan keputusan dengan cara histogram dalam penetapan kebijakan perlindungan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA.

Page 135: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

116

Gambar 27 Pengambilan keputusan dengan cara scatter plot dalam penetapan kebijakan perlindungan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA.

Analisa di atas memperlihatkan bahwa kebijakan terbaik dalam desain

pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis

sukarela di PLTA adalah dengan menerapkan kebijakan memberikan insentif dan

disinsentif dibandingkan dengan kebijakan pengembangan infrastuktur

kelembangaan dan institusional, dan penguatan valuasi lingkungan internal.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebagaimana diuraikan di

atas, dapat disimpulkan bahwa alternatif desain kebijakan perlindungan dan

pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela pada kasus PLTA adalah insentif

dan disinsentif (0,436), diikuti penguatan infrastruktur kelembagaan dan

institusional (0,372) dan Penguatan nilai lingkungan internal (0,192). Untuk

memperkuat instensif dan disintentif, maka faktor yang paling berpengaruh adalah

tekanan pemerintah (0,462) dibandingkan dengan tekanan global (0,198), tekanan

masyarakat (0,143), kepentingan PLTA (0,111) dan tekanan pembeli (0,087).

Pemerintah, pembeli, perusahaan dan PLTA lebih mengutamakan alternatif

insentif dan disinsentif dalam desain kebijakan, sedangkan masyarakat dan

investor cenderung menginginkan penguatan infrastruktur kelembagaan dan

institusional. Kebijakan insentif dan disinsentif merupakan tool regulasi yang

fundamental untuk mencapai perlindungan lingkungan berbasis sukarela.

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Decision Score

Peningkatan Nilai Ling Internal

Insentif & Disinsentif

Penguatan Inf kelembagaan

Page 136: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

117

Penguatan infrastruktur kelembagaan dan isntitusional diperlukan untuk mencapai

tujuan kuntinuitas PLTA, pengakuan publik dan liabilitas lingkungan.

Hasil di atas memperlihatkan faktor yang paling mempengaruhi PLTA

untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air secara sukarela

adalah tekanan pemerintah. Daya tekan masyarakat dan pembeli belum banyak

mempengaruhi organisasi (PLTA) untuk melaksanakan program perlindungan

sukarela. Hal ini dimungkinkan tekanan pemerintah telah terdiskripsikan dalam

suatu tata aturan legislasi secara jelas dan dapat menjadi acuan organisasi (PLTA)

untuk melaksanakan suatu tindakan. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian

Uchida (2004) yang menyebutkan bahwa tekanan pemerintah memotivasi

perusahaan di Jepang untuk mengembangkan perlindungan lingkungan. Tekanan

pemerintah dalam bentuk regulasi dan penyelenggaraannya merupakan dorongan

utama praktek perlindungan lingkungan sumberdaya alam (Delmas et al. 2004).

Pemerintah juga masih menjadi aktor utama untuk mendukung pencapaian

tujuan perlindungan lingkungan sumberdaya air. Sektor swasta masih belum

menjadi aktor utama untuk menggulirkan program perlindungan berbasis sukarela.

Konsepsi pendekatan sukarela yang menekankan upaya proaktif perusahaan untuk

merespon ketentuan regulasi, kebutuhan masyarakat dan pasar yang kemudian

diterjemahkan dalam perencanaan strategisnya belum sepenuhnya dipahami.

Keputusan penerapan inisiatif sukarela sangat penting untuk dipahami oleh

pengambil keputusan dalam organisasi. Benefit inisiatif sukarela belum

diterjemahkan secara luas oleh perusahaan dalam kontek sosial ekonomi yang

lebih luas. Sehingga keuntungan tidak hanya terkait dengan peningkatan efisiensi

penggunaan sumberdaya dan proses produksi, serta corporate image. Perbaikan

sumberdaya air yang dilakukan juga berkontribusi terhadap kesejahteraan

masyarakat dan dapat meningkatkan keterlibatan perusahaan untuk memberikan

input terhadap penyempurnaan regulasi saat ini untuk pelaksanaan yang lebih baik

(Lyon et al. 1998).

Peran pemerintah dan tekanan regulasi yang tinggi dalam pengembangan

kebijakan sukarela saat ini, bisa digunakan untuk penyusunan program bersama

antara pemerintah dan perusahaan dalam bentuk perjanjian negosiasi. Regulasi

menjadi landasan untuk pengembangan kebijakan sukarela dan sebagai target

Page 137: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

118

lingkungan yang harus disetujui oleh perusahaan dalam periode waktu tertentu.

Perjanjian ini juga dapat digunakan sebagai acuan untuk mempromosikan

program insentif dan disinsentif untuk mencapai tujuan perlindungan lingkungan

dan pembangunan berkelanjutan.

4.7 Model Dinamik Pengelolaan Sumberdaya Air PLTA

Secara umum dari aspek lingkungan, PLTA sangat bergantung dengan

kualitas dan kuantitas sumberdaya air yang menjadi pasokan bagi pembangkitan

energi listriknya. Sementara kuantitas air sangat bergantung dari sumbernya di

bagian hulu PLTA. Keberadaan dan kontinuitas kuantitas air ini sangat

dipengaruhi kondisi penutupan dan penggunaan lahan di hulu PLTA. Perubahan

penggunaan lahan akan sangat berpengaruh terhadap karakteristik air permukaan

dan air bawah permukaan yang bisa diserap lahan. Hal ini akan berpengaruh

secara langsung terhadap kuantitas dan kontinuitas air pasokan bagi PLTA.

Selain itu, kinerja PLTA juga masih dipengaruhi oleh kualitas air yang akan

dialirkan ke dalam turbin pembangkit listrik. Kualitas air akan sangat

berpengaruh terhadap mesin pembangkitan yang dialiri air. Sifat kimia yang

korosif dan cemaran sedimen bisa mempengaruhi kinerja dan usia teknis mesin

pembangkit listrik.

Aspek sosial yang terkait pengelolaan sumberdaya air PLTA adalah

hubungan antara pengelola PLTA dengan semua stakeholder terkait. Hubungan

ini terkait komunikasi yang terjalin antar stakeholder serta kolaborasi dalam

melakukan pengelolaan yang berbasis sukarela.

Selain aspek sosial, terdapat juga aspek ekonomi baik dari pengelolaan

PLTA, maupun dari jasa lingkungan sumberdaya air yang bisa dimanfaatkan oleh

semua stakeholder. Pengelola PLTA bisa mendapatkan manfaat ekonomi dengan

mengkonversi tenaga air menjadi tenaga listrik yang bisa dijual kepada lembaga

penyalur tenaga listrik kepada konsumen. Selisih antara biaya yang dikeluarkan

untuk pembangkitan dengan nilai energi listrik yang dihasilkan bisa menjadi

keuntungan pengelola PLTA. Sementara jasa lingkungan sumberdaya air bisa

bersifat langsung maupun tidak langsung. Manfaat jasa lingkungan air, antara lain

sebagai sarana ekowisata, budidaya perikanan, dan manfaat ekologis lainnya.

Page 138: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

119

Ketiga aspek terkait pengelolaan PLTA dan interaksinya tersebut

disimplifikasi menjadi model dinamik pengelolaan sumberdaya air PLTA. Model

dinamik ini mencakup sub-model sosial terkait aspek stakeholder, sub-model

lingkungan terkait kualitas air dan perubahan penggunaan lahan, dan sub-model

nilai ekonomi jasa lingkungannya. Untuk memahami sistem tersebut dilakukan

simplifikasi awal melalui diagram lingkar sebab-akibat (causal loop), seperti

disajikan pada Gambar 28. Gambar tersebut menunjukkan setiap sub-model

memiliki keterkaitan sebab-akibat.

Gambar 28 Diagram simpul-kausal (causal loop) model pengelolaan sumberdaya air PLTA.

Semua sub-model tersebut ditransformasi menjadi stock flow diagram (SFD)

sebagai penjabaran causal loop di atas disajikan dalam Gambar 29. Perilaku sub-

model dijabarkan dalam aliran energi dan informasi dalam SFD dengan

pendekatan matematis. Penyusunan SFD dan pendekatan matematisnya dilakukan

dengan bantuan perangkat lunak Powesim Studio 2005E.

Model dirancang berdasarkan hasil pembahasan berbagai aspek pada bab-

bab sebelumnya. Aspek yang mendasari rancang bangun model adalah basis data

dan basis knowledge (pengetahuan pakar dan stakeholder) yang telah dibahas

sebelumnya.

Page 139: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

120

Gambar 29 Stock flow diagram model pengelolaan sumberdaya air PLTAberbasis sukarela.

Basis data terutama diterapkan pada elemen-elemen yang menyangkut

kondisi fisik lingkungan dan nilai ekonomi langsung terkait pengelolaan PLTA.

Elemen tersebut terdiri dari perubahan penggunaan lahan dan kuantitas

sumberdaya air, serta nilai guna jasa lingkungan sumberdaya air. Sementara basis

knowledge diterapkan pada nilai bukan guna jasa lingkungan sumberdaya air dan

sistem keterkaitan berbagai elemen pengelolaan dari berbagai aspek berdasarkan

persepsi pakar dan stakeholder.

Model terbagi atas beberapa sub-model, yaitu sub-model sosial, sub-model

lingkungan dan sub-model ekonomi. Berbagai asumsi diterapkan untuk

memenuhi kelengkapan model secara keseluruhan, sehingga bisa dilakukan

simulasi terhadap model tersebut. Model ini dibangun berdasarkan data dan

knowledge di sekitar PLTA Saguling, karena memiliki basis data terlengkap untuk

semua sub-model yang dibangun. Simulasi model dilakukan terhadap data aktual

sejak tahun 2001 dan proyeksinya antara tahun 2010 hingga tahun 2021.

Page 140: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

121

Tampilan menu model pengelolaan sumber daya air PLTA berbasis sukarela

dibuat guna memudahkan alur simulasi yang akan dilakukan. Menu model

tersebut menampilkan judul dengan hyperlink pada setiap sub-menu yang akan

ditampilkan dalam simulasi.

4.7.1 Sub-model Sosial

Sub-model sosial dibangun berdasarkan pertumbuhan penduduk yang terjadi

di sekitar PLTA. Selain itu sub-model ini terkait dengan sub-model ekonomi,

khususnya penyisihan dana CSR oleh perusahaan yang ditujukan untuk

pemberdayaan masyarakat. Dinamika pendanaan CSR tersebut diprediksi akan

mempengaruhi indeks pemberdayaan masyarakat.

Hasil simulasi model terhadap komponen sosial menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan jumlah penduduk. Penduduk sekitar PLTA berjumlah sekitar

717.770 jiwa pada tahun 2011 dan akan meningkat terus hingga mencapai jumlah

sekitar 833.001 jiwa pada tahun 2021 (Gambar 30).

Peningkatan jumlah penduduk tersebut akan memberikan tekanan terhadap

penggunaan sumberdaya alam yang ada di sekitar PLTA. Salah satunya adalah

meningkatnya kebutuhan lahan untuk pemenuhan kehidupan penduduk.

Kebutuhan tersebut antara lain lahan untuk permukiman yang terus meningkat

seiiring meningkatnya jumlah penduduk. Penggunaan lahan untuk permukiman

ini akan mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di sekitar PLTA.

Gambar 30 Hasil simulasi jumlah penduduk.

Jan 01, 2001 Jan 01, 2006 Jan 01, 2011 Jan 01, 2016 Jan 01, 20210

300,000

600,000

Tahun

Pe

nd

ud

uk

Page 141: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

122

Hasil simulasi dinamika pendanaan CSR (corporate social responsibility)

dan indeks pemberdayaan masyarakat menunjukkan kaitan yang sangat signifikan.

Penurunan nilai CSR secara langsung akan menekan indeks pemberdayaan

masyarakat.

4.7.2 Sub-model Lingkungan

Sub-model lingkungan terutama direpresentasikan oleh aspek penggunaan

lahan pada DAS hulu PLTA. Hasil simulasi penggunaan lahan menunjukkan luas

lahan semak belukar meningkat secara pesat dari 1.060 ha pada tahun 2001

menjadi seluas 108.141 ha pada tahun 2011, tetapi akan melambat

pertumbuhannya hingga mencapai luas sekitar 110.989 ha pada tahun 2021. Hal

ini merupakan konversi terhadap berbagai penggunaan lahan lainnya, terutama

lahan terbuka dan pertanian lahan kering. Peningkatan luas perkebunan juga

berkembang pesat dari 2.300 ha pada tahun 2001 menjadi seluas 31.007 ha pada

tahun 2021. Peningkatan luas perkebunan ini terutama menurunkan luasan hutan

secara signifikan. Semula lahan terbuka meningkat pada tahun 2001 hingga tahun

2006, tetapi menurun drastis hingga diperkirakan habis menjadi lahan terbangun

pada tahun 2011. Penggunaan lahan yang relatif kecil perubahannya adalah

sawah dan permukiman. Hasil simulasi perubahan penggunaan lahan secara

lengkap disajikan pada Gambar 31 dan Tabel 20.

Gambar 31 Hasil simulasi perubahan penggunaan lahan.

Jan 01, 2001 Jan 01, 2006 Jan 01, 2011 Jan 01, 2016 Jan 01, 20210

50,000

100,000

Hutan

Permukiman

Pertanian Lahan Kering

Sawah

Lahan Terbuka

Semak

Perkebunan

Tahun

Lu

as (

ha

)

Page 142: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

123

Tabel 20 Hasil simulasi perubahan penggunaan lahan.

Sumber : hasil analisis, 2011

Hasil simulasi penggunaan lahan tersebut juga akan mempengaruhi kondisi

sumberdaya air yang terkonservasi pada lahan tersebut. Perubahan penggunaan

lahan akan mengubah karakteristik air permukaan dan bawah permukaan.

Perubahan karakteristik sumberdaya air juga akan mempengaruhi nilai jasa

lingkungan yang dihasilkannya. Hal ini disebabkan jasa lingkungan sumberdaya

air dipengaruhi kualitas, kuantitas dan kontinuitas air yang dimanfaatkan.

4.7.3 Sub-model Ekonomi

Sub model ekonomi direpresentasikan oleh nilai ekonomi jasa lingkungan

sumber daya air PLTA berbasis sukarela. Nilai total jasa lingkungan terbagi atas

nilai guna langsung (direct use value), nilai guna tidak langsung (indirect use

value) dan nilai bukan guna (non-use value). Nilai guna langsung jasa lingkungan

terdiri dari nilai keuntungan produksi listrik dan budidaya ikan, dan nilai

ekowisata. Nilai guna tidak langsung terdiri dari nilai serapan karbon, nilai

cadangan air tanah, dan nilai cadangan air waduk/sungai. Sementara nilai bukan

guna jasa lingkungan terdiri dari nilai pilihan dan nilai kelestarian.

Hasil simulasi nilai guna jasa lingkungan sumberdaya air disajikan pada

Gambar 32. Nilai keuntungan dari produksi listrik, produksi budidaya ikan dan

ekowisata diperkirakan cenderung menurun dari tahun ke tahun. Hal ini

disebabkan terjadinya degradasi sumberdaya alam yang berakibat pada kerusakan

sumberdaya air secara langsung. Menurunnya kuantitas, kualitas, dan kontinuitas

sumberdaya air akan menurunkan nilai produksi listrik dan budidaya ikan secara

langsung. Selain itu, kerusakan sumberdaya alam secara keseluruhan juga akan

mengurangi nilai ekowisata di sekitar kawasan PLTA. Secara ekonomis, hal ini

akan menurunkan nilai guna langsung dari jasa lingkungan sumberdaya air dari

Rp 511 miliar pada tahun 2011 menjadi Rp 505 miliar pada tahun 2021.

Time Hutan Permukiman Sawah Semak Lahan Terbuka Pertanian Lahan Kering Perkebunan

Jan 01, 2001

Jan 01, 2006

Jan 01, 2011

Jan 01, 2016

Jan 01, 2021

38,139.80

15,114.14

5,989.47

2,373.52

940.59

39,782.58

40,762.82

41,767.22

42,796.36

43,850.86

64,940.11

64,998.58

65,057.10

65,115.67

65,174.29

1,060.72

17,409.69

108,141.82

110,670.05

110,989.86

8,452.20

14,993.78

0.00

0.00

0.00

66,280.20

49,240.84

40,694.02

37,307.06

35,964.87

2,300.00

18,435.76

26,529.34

29,736.68

31,007.70

Page 143: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

124

Gambar 32 Hasil simulasi nilai guna jasa lingkungan sumberdaya air.

Sementara nilai guna tak langsung mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun meskipun pada kisaran pertumbuhan yang relatif kecil. Hal ini disebabkan

nilai cadangan air tanah dan cadangan air waduk dihitung secara rata-rata per

tahun, sehingga tidak mengalami peningkatan nilai dari tahun ke tahun. Hal yang

mendorong pertumbuhan hanya berasal dari peningkatan nilai serapan karbon

yang bergantung dari peningkatan harga karbon dari tahun ke tahun. Secara

keseluruhan. Nilai guna setiap jasa lingkungan disajikan secara lengkap pada dan

Tabel 21.

Tabel 21 Hasil simulasi nilai guna langsung (a) dan tidak langsung (b) jasa lingkungan sumberdaya air

(a)

(b)Sumber: hasil analisis, 2011

Hasil simulasi nilai bukan guna jasa lingkungan sumberdaya air disajikan

Jan 01, 2001 Jan 01, 2006 Jan 01, 2011 Jan 01, 2016 Jan 01, 20210

100,000,000,000

200,000,000,000

300,000,000,000

400,000,000,000

500,000,000,000

Benefit Listrik

Benefit Ikan

Nilai Ekowisata

Nilai Guna Langsung

Nilai Serapan Karbon

Nilai Air Tanah

Nilai Air Waduk

Nilai Guna Tak-Langsung

Tahun

Nila

i Ek

on

om

i (R

p)

Time Benefit Listrik Benefit Ikan Nilai Ekowisata Nilai Guna Langsung

Jan 01, 2001

Jan 01, 2006

Jan 01, 2011

Jan 01, 2016

Jan 01, 2021

280,948,440,280.44

279,763,437,467.97

278,583,432,838.31

277,408,405,309.80

276,238,333,889.69

233,080,390,000.00

231,976,102,124.16

230,876,471,986.35

229,781,479,940.88

228,691,106,424.89

217,540,000.00

228,636,726.30

240,299,497.16

252,557,186.55

265,440,141.29

514,246,370,280.44

511,968,176,318.42

509,700,204,321.82

507,442,442,437.23

505,194,880,455.87

Time Nilai Serapan Karbon Nilai Air Tanah Nilai Air Waduk Nilai Guna Tak-Langsung

Jan 01, 2001

Jan 01, 2006

Jan 01, 2011

Jan 01, 2016

Jan 01, 2021

35,577,531,494.40

37,392,343,158.36

39,299,728,456.23

41,304,409,573.70

43,411,349,575.40

330,174,373,200.00

330,174,373,200.00

330,174,373,200.00

330,174,373,200.00

330,174,373,200.00

848,400,000.00

848,400,000.00

848,400,000.00

848,400,000.00

848,400,000.00

366,600,304,694.40

368,415,116,358.36

370,322,501,656.23

372,327,182,773.70

374,434,122,775.40

Page 144: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

125

pada Gambar 33. Nilai bukan guna jasa lingkungan cenderung akan terus

meningkat dari Rp 11 miliar pada tahun 2011 menjadi Rp 13 miliar pada tahun

2021. Hal ini disebabkan nilai jasa lingkungan pilihan dan kelestarian juga

cenderung meningkat terus. Nilai bukan guna setiap jasa lingkungan disajikan

secara lengkap pada dan Tabel 22.

Gambar 33 Hasil simulasi nilai bukan guna jasa lingkungan sumberdaya air.

Tabel 22 Hasil simulasi nilai bukan guna jasa lingkungan sumberdaya air

Sumber : hasil analisis, 2011

Secara keseluruhan nilai total ekonomi (total economic value – TEV) tetap

meningkat karena adanya peningkatan nilai guna dan nilai bukan guna. TEV

diperkirakan akan meningkat dari Rp 894 miliar pada tahun 2011 menjadi Rp 895

miliar pada tahun 2021. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ekonomi total sebagian

besar disumbang oleh nilai guna jasa lingkungan sumberdaya air. Hasil simulasi

nilai guna, nilai bukan guna, dan nilai ekonomi total jasa lingkungan sumberdaya

air disajikan pada Tabel 23.

Hasil simulasi nilai jasa lingkungan sumberdaya air menunjukkan bahwa air

Jan 01, 2001 Jan 01, 2006 Jan 01, 2011 Jan 01, 2016 Jan 01, 20210

5,000,000,000

10,000,000,000

Nilai Pilihan

Nilai Kelestarian

Nilai Bukan Guna

Tahun

Nila

i E

ko

no

mi (

Rp

)

Time Nilai Pilihan Nilai Kelestarian Nilai Bukan Guna

Jan 01, 2001

Jan 01, 2006

Jan 01, 2011

Jan 01, 2016

Jan 01, 2021

7,730,987,500.00

8,328,469,167.98

8,972,126,611.51

9,665,528,479.40

10,412,519,219.95

2,319,296,250.00

2,498,540,750.39

2,691,637,983.45

2,899,658,543.82

3,123,755,765.99

10,050,283,750.00

10,827,009,918.37

11,663,764,594.96

12,565,187,023.23

13,536,274,985.94

Page 145: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

126

bisa sangat bernilai ekonomis tinggi dari aspek lingkungan, meskipun tidak

seluruhnya secara langsung dalam bentuk uang tunai. Meskipun demikian

penggunaan langsung jasa lingkungan air, seperti pembangkit produksi listrik,

produksi budidaya ikan, dan pemanfaatan oleh industri bisa mendukung

perlindungan dan pengelolaannya. Adanya penyisihan keuntungan produksi

listrik dan budidaya ikan secara sukarela dalam bentuk CSR diharapkan mampu

mendukung program perlindungan sumberdaya air. Oleh karena itu, nilai

ekonomi jasa lingkungan sumberdaya air ini harus disosialisasikan dan

didiseminasikan kepada seluruh stakeholder untuk meningkatkan pemahaman

tentang pentingnya nilai ekonomi sumberdaya air.

Tabel 23 Hasil simulasi nilai total jasa lingkungan sumberdaya air

Sumber : hasil analisis, 2011

Sesuai dengan asumsi penyisihan dana perusahaan sebesar 2% dari dana

keuntungan bersih, maka dari produksi listrik dan budidaya ikan diperkirakan

dapat menghasilkan dana CSR sebesar Rp 15 milyar per tahunnya. Dana ini bisa

digunakan untuk mendukung pengelolaan dan perlindungan sumberdaya air dalam

berbagai program aksi. Program-program tersebut antara lain untuk konservasi

wilayah DAS hulu PLTA melalui penghijauan, sosialisasi konservasi,

pemberdayaan masyarakat, penurunan beban pencemar dan lain sebagainya.

4.7.4 Skenario Pengelolaan Sumberdaya Air PLTA

Degradasi lahan akan terus berlangsung jika dibiarkan seperti kondisi yang

ada saat ini. Jika program perlindungan dan pengelolaan lingkungan bisa

diimplementasikan, maka akan ada perbaikan lingkungan. Skenario disusun

terhadap perbaikan penggunaan lahan sebagai hulu masalah dalam pengelolaan

sumberdaya air. Skenario dibuat terdiri dari skenario saat ini (existing), skenario

moderat, dan skenario optimis.

Time Nilai Guna Langsung Nilai Guna Tak-Langsung Nilai Bukan Guna TEV

Jan 01, 2001

Jan 01, 2006

Jan 01, 2011

Jan 01, 2016

Jan 01, 2021

514,246,370,280

511,968,176,318

509,700,204,322

507,442,442,437

505,194,880,456

368,767,413,200

370,692,769,177

372,716,337,660

374,843,128,472

377,078,406,989

10,050,283,750

10,827,009,918

11,663,764,595

12,565,187,023

13,536,274,986

893,064,067,230

893,487,955,414

894,080,306,576

894,850,757,932

895,809,562,431

Page 146: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

127

Skenario existing merupakan proyeksi kondisi aktual jika tidak dilakukan

intervensi. Skenario moderat merupakan proyeksi existing dengan pencapaian

perbaikan kondisi lingkungan pada tingkat sedang. Sementara skenario optimis

dibangun dengan asumsi bisa terjadi pencapaian perbaikan lingkungan yang

cukup baik.

Skenario disimulasikan terhadap sub-model lingkungan terutama pada aspek

perubahan penggunaan lahan. Kondisi eksisting menunjukkan adanya penurunan

luas hutan sebesar 16,9% per tahun dan peningkatan luas lahan perkebunan

sebesar 51,5% per tahunnya. Jika program reboisasi yang dapat menahan laju

penggundulan hutan sebesar 10% pada skenario moderat dan sebesar 15% pada

skenario optimis, maka akan terjadi perbaikan kondisi lingkungan. Hasil simulasi

dengan asumsi tersebut disajikan pada Gambar 34 dan Tabel 24.

Skenario dilakukan terutama terhadap perubahan penggunaan lahan hutan

dan perkebunan yang berdasarkan interpretasi spasial saling mempengaruhi.

Hasil simulasi dengan beberapa skenario tersebut menunjukkan bahwa masih

terjadi laju pengurangan luas hutan, tetapi terjadi pengurangan secara signifikan

pada skenario moderat dan lebih besar lagi pada skenario optimis. Hal ini juga

berimplikasi pada pengurangan laju pertumbuhan lahan perkebunan yang

dibangun dari konversi lahan hutan.

Gambar 34 Hasil simulasi skenario penggunaan lahan.

Jan 01, 2001 Jan 01, 2006 Jan 01, 2011 Jan 01, 2016 Jan 01, 20210

10,000

20,000

30,000

Hutan

Mod_Hutan

Opt_Hutan

Perkebunan

Mod_Perkebunan

Opt_ Perkebunan

Tahun

Lu

as (

ha

)

Page 147: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

128

Jika bisa dilakukan pengurangan laju konversi hutan menjadi lahan

perkebunan sebesar 10% setiap tahunnya, maka laju pengurangan hutan akan

berkurang menjadi sekitar 6,9% dari kondisi awal sebesar 16,9% setiap tahunnya.

Hal ini akan berimplikasi pada pengurangan laju pertumbuhan lahan perkebunan

dari hasil konversi hutan.

Tabel 24 Hasil simulasi skenario perubahan penggunaan lahan

Kondisi eksisting saat ini diperkirakan akan mengurangi luas hutan dari

5.989 ha pada tahun 2011 menjadi hanya 940 ha pada tahun 2021. Skenario

moderat diprediksikan mampu mempertahankan hutan menjadi 2.615 ha hingga

tahun 2021. Sementara skenario optimis diperkirakan mampu mempertahankan

hutan hingga 4.977 ha pada tahun 2021. Hal ini berimplikasi pada berkurangnya

pertumbuhan luas perkebunan yang seharusnya mencapai 31.007 pada tahun 2021,

diprediksikan akan menjadi 29.522 ha pada skenario moderat dan menjadi 27.427

ha pada skenario optimis.

4.7.5 Validasi Model

Simulasi model sebelumnya diuji dengan melakukan validasi terhadap

struktur dan kinerja outputnya. Validasi dilakukan untuk mendapatkan hasil

kesimpulan yang benar berdasarkan persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan

(Hartrisari 2007) terhadap model pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela.

Menurut Muhammadi et al. (2001), validasi dilakukan melalui perbandingan

validasi kinerja model dengan data empiris untuk melihat sejauh mana perilaku

kinerja model sesuai dengan data empiris.

Validasi perilaku model dilakukan dengan membandingkan antara besar dan

sifat kesalahan dapat digunakan: 1) absolute mean error (AME) adalah

penyimpangan (selisih) antara nilai rata-rata (mean) hasil simulasi terhadap nilai

Time Hutan Mod_Hutan Opt_Hutan Perkebunan Mod_Perkebunan Opt_ Perkebunan

Jan 01, 2001

Jan 01, 2006

Jan 01, 2011

Jan 01, 2016

Jan 01, 2021

38,139.80

15,114.14

5,989.47

2,373.52

940.59

38,139.80

15,114.14

5,989.47

3,739.28

2,615.39

38,139.80

15,114.14

5,989.47

4,977.25

4,977.25

2,300.00

18,435.76

26,529.34

29,736.68

31,007.70

2,300.00

18,435.76

26,529.34

28,525.26

29,522.15

2,300.00

18,435.76

26,529.34

27,427.18

27,427.18

Page 148: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

129

actual, 2) absolute variation error (AVE) adalah penyimpangan nilai variasi

(variance) simuasi terhadap aktual. Batas penyimpangan yang dapat diterima

adalah antara 1 -10%.

Validasi yang digunakan dalam simulasi model pengelolaan sumberdaya air

berbasis sukarela di PLTA adalah AME. Validasi ini dilakukan dengan memakai

persamaan seperti di bawah ini.

AME = %100xA

AS ;

N

SiS

N

AiA

S, A dan N berturut-turut adalah nilai simulasi, nilai aktual, dan interval waktu

pengamatan. Validasi dilakukan terhadap dengan membandingkan besarnya

jumlah penduduk hasil simulasi model dengan data jumlah penduduk aktual.

Validasi berupa perbandingan jumlah pendududuk aktual dan simulasi disajikan

pada Gambar 35.

Gambar 35 Perbandingan jumlah penduduk aktual dan simulasi.

Berdasarkan hasil perbandingan tersebut terlihat bahwa perilaku model

pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA memenuhi batas toleransi

yang ditentukan. Hasil uji validasi berdasarkan jumlah penduduk (Gambar 36)

menunjukkan bahwa, AME menyimpang setiap tahunnya sebesar antara 0,1%

01 02 03 04 05 06550,000

600,000

650,000

Penduduk Simulasi

Penduduk Aktual

Tahun

Jum

lah

Pe

ndu

duk

(ji

wa

)

Page 149: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

130

hingga 3,1% atau rata-rata sebesar 1,83% untuk pertambahan penduduk dari data

aktual. Batas penyimpangan variabel pada parameter AME adalah <10%, yang

menunjukkan bahwa model ini mampu mensimulasikan perubahan-perubahan

yang terjadi secara aktual pada sistem yang dimodelkan.

Gambar 36 AME dari hasil validasi jumlah penduduk aktual dan simulasi.

4.8 Model Konseptual Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Air PLTA

Pengelolaan sumberdaya air PLTA perlu didukung adanya institusi

pengelola atau lembaga pengelolanya (manager), kebijakan atau tata cara

pengelolaannya (management), serta anggaran yang menunjang kelancaran

pengelolaanya (money). Secara institusional telah dilakukan analisis stakeholder

untuk mendukung sistem kelembagaan terkait pengelolaan sumberdaya air

berbasis sukarela. Sistem pengelolaan diadaptasi dari hasil analisis kinerja

sumberdaya air dan penggunaan lahan sekitar PLTA. Selain itu, sistem

pengelolaan akan dilandasi regulasi yang sudah ada, yaitu regulasi pemerintah

(UU sumberdaya air) pada tataran strategis dan tren pengelolaan lingkungan

global yang menekankan kesukarelaan (voluntary). Mekanisme ini akan tercapai

secara optimal jika bisa dikomunikasikan kepada semua stakeholder oleh PLTA

(komunikasi eksternal). Sementara pendanaan bisa dikembangkan dari nilai jasa

lingkungan sumberdaya air. Pendanaan bisa dikelola terkait dengan keuntungan

01 02 03 04 05 060

5

10

AME Penduduk

Batas AME

Tahun

AM

E (

%)

Page 150: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

131

penggunaan sumberdaya air secara langsung oleh PLTA, melalui skema biaya

pengelolaan lingkungan dan sosial secara sukarela (CSR). Sumberdaya ekonomi

lain yang bisa diberdayakan adalah penggunaan langsung dan tidak langsung.

Berdasarkan hasil analisis stakeholder diketahui bahwa secara strategis

Kementerian Kehutanan diharapkan mampu menjadi pendorong perumusan dan

penetapan kebijakan formal yang bisa melindungi DAS hulu sebagai wilayah

yang menjadi sumber dari air yang memasok PLTA. Sementara PLTA

diharapkan mampu menjadi leading sector pada tataran operasional dengan

berperan aktif dalam mendorong dan bekerja sama dengan stakeholder lain untuk

mencapai keberhasilan pengelolaan sumberdaya air.

Kebijakan pengelolaan akan dituangkan dalam bentuk model konseptual

pengelolaan yang terdiri dari penentuan pengelola kawasan dan penyusunan

sistem pengelolaannya yang memenuhi prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan. Berdasarkan sistem manajemen lingkungan (SML) dalam

pengelolaan sumberdaya air terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh

masing-masing aspek. Aspek-aspek tersebut terdiri dari kepentingan lingkungan

hidup, kepentingan ekonomi, dan kepentingan sosial. Selain itu diperlukan aspek

operasional sebagai langkah awal dalam mendorong kebijakan pada ketiga aspek

lainnya. Aspek lingkungan hidup menginginkan terciptanya pelestarian

lingkungan dan tercapainnya upaya peningkatan kualitas dan kuantitas, serta

kontinuitas sumberdaya air. Aspek ekonomi mengharapkan adanya pemanfaatan

sumberdaya air yang menguntungkan, serta tercapainya efisiensi dan efektivitas

kerja institusi pengelola. Sementara aspek sosial bertujuan terwujudnya

partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, serta terciptanya komunikasi dan

kolaborasi berbagai pihak terkait.

Setiap kepentingan sektor tersebut bisa dielaborasi menjadi sebuah sistem

pengelolaan yang menjaga kesetimbangan setiap kepentingan, sehingga tercipta

sebuah optimalisasi pengelolaan yang bisa mewadahi semua tujuan tanpa saling

meniadakan antar sektor. Hal ini bisa diwujudkan secara operasional dalam

bentuk strategi kebijakan yang terintegrasi untuk mendorong semua pencapaian

tersebut. Kebijakan operasional ini diwujudkan dalam berbagai bentuk program

yang merupakan bagian dari empat aspek (Gambar 37).

Page 151: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

132

Gambar 37 Model konseptual pengelolaan sumberdaya air PLTA berbasis sukarela.

Kebijakan dalam aspek operasional terdiri dari: (1) program pemenuhan

regulasi; (2) program penataan kelembagaan; serta (3) program implementasi

insentif dan disinsentif. Kebijakan dalam aspek sosial terdiri dari: (1) program

peningkatan komunikasi eksternal; dan (2) program pemberdayaan masyarakat.

Kebijakan dalam aspek ekonomi terdiri dari: (1) program peningkatan nilai jasa

lingkungan sumberdaya air. Kebijakan dalam aspek lingkungan terdiri dari: (1)

program perbaikan penggunaan lahan; dan (2) program peningkatan kualitas dan

kuantitas sumberdaya air. Setiap program saling terkait satu sama lain, sehingga

pencapaian masing-masing program akan berpengaruh terhadap efektivitas

Page 152: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

133

pencapaian tujuan pengelolaan secara keseluruhan.

Tekanan pemerintah memiliki pengaruh besar untuk pengembangan

kebijakan perlindungan lingkungan sukarela. Pemerintah dapat memiliki daya

tawar tinggi untuk mendorong perusahaan menerapkan sistem manajemen

lingkungan. Kebijakan insentif seperti penurunan pajak atau subsidi penguatan

kapasitas bagi perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang baik.

Disinsentif dapat dikembangkan melalui mekanisme pengaturan liabilitas

lingkungan. Tentu saja kebijakan insentif dan disinsentif diperkuat dengan

perjanjian voluntary sebagaimana dilakukan di banyak negara seperti Negara Uni

Eropa.

Pengembangan infrastruktur kelembagaan dan institusional pendekatan

sukarela kelihatannya dapat meningkatkan pengakuan masyarakat termasuk

investor. Independensi lembaga dan transparansi pelaksanaan perlu dikembangkan

dalam infrastuktur termasuk memberi ruang bagi stakeholder dalam

pengembangan infrastuktur ini.

Sementara dari sisi pendanaan, pengelola PLTA berperan aktif sebagai

leading sektor secara operasional menyisihkan sebagain keuntungannya untuk

pengelolaan secara berkelanjutan. Mekanisme yang digunakan melalui biaya

sukarela (Corporate Sosial Responsibility – CSR) maupun skema pengelolaan

nilai jasa lingkungan lainnya berdasarkan kesadaran dan partisipasi semua pihak.

4.9 Implikasi Kebijakan

Hasil analisis statistik dan analisis spasial menunjukkan bahwa terjadi

dinamika kualitas air dan penggunaan lahan di lokasi dan sekitar PLTA.

Implementasi kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis

sukarela bisa diterapkan guna mencapai keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya

air di PLTA tersebut. Berdasarkan analisis stakeholder, terdapat berbagai pihak

(stakeholder) yang berkepentingan dengan perlindungan dan pengelolaan

sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA. Kondisi penggunaan lahan dan

kualitas air menjadi dasar penyusunan kebijakan perlindungan dan pengelolaan

yang akan dijalankan oleh stakeholder terkait di lapangan. Selain itu, kebijakan

dan pengelola yang akan terlibat harus memenuhi regulasi yang sesuai dengan

Page 153: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

134

hasil legal review terhadap regulasi terkait perlindungan dan pengelolaan

sumberdaya air berbasis sukarela. Kebijakan tersebut dilengkapi dengan berbagai

prioritas kebijakan berdasarkan pandangan para pakar (knowledge based) yang

diperoleh dari hasil proses hirarki analitik (AHP). Hasil berbagai analisis tersebut

dijadikan sintesa untuk menyusun kebijakan perlindungan dan pengelolaan

sumberdaya air berbasis sukarela. Implementasi kebijakan ini akan berimplikasi

terhadap berbagai aspek yang perlu dikaji secara cermat dan komprehensif.

Implikasi penerapan kebijakan tersebut mendorong perlunya penyusunan

strategi untuk memperkuat sistem yang telah dirancang guna meningkatkan

efektivitas pencapaian tujuan. Manajemen konsensus perlu dilakukan secara

implementatif dalam menentukan keputusan bersama berdasarkan kesepakatan

antar pihak guna mencapai tujuan bersama. Hal ini untuk mengeliminasi

ketidaksetaraan, ego sektoral dan konflik kepentingan di antara para pihak yang

terkait pengelolaan sumberdaya air PLTA. Pemberdayaan masyarakat guna

meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar PLTA menjadi fokus utama dalam

menjalankan kebijakan pengelolaan sumberdaya air. Penyusunan tahapan

program dan penanggung jawabnya secara jelas dan transparan berdasarkan

kesepakatan akan menghasilkan implementasi yang optimal saat pelaksanaannya.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah arti penting sumberdaya air sebagai

bagian dari ekosistem yang menyeluruh di wilayah PLTA. Meskipun visi dan misi

utama pengelola PLTA adalah memproduksi listrik sesuai target yang telah

dicanangkan, tetapi perlu diingat dampak dari eksploitasi sumberdaya air tersebut.

Pemahaman tentang dampak lingkungan bisa membawa pengelolaan ke arah yang

lebih berkelanjutan dengan memperhatikan aspek-aspek lainnya yang terkait.

Produksi yang berlimpah untuk meningkatkan nilai ekonomi juga harus

memperhatikan aspek lainnya, seperti aspek sosial dan lingkungan. Keuntungan

pada aspek ekonomi harus bisa mendorong perbaikan aspek lainnya, seperti

pemberdayaan masyarakat pada aspek sosial dan perbaikan kondisi penggunaan

lahan pada aspek lingkungan.

Selain implikasi strategis yang bersifat umum tersebut, perlu juga dilakukan

perumusan implikasi kebijakan operasional yang sesuai dengan karakteristik

masing-masing lokasi PLTA. Meskipun secara umum terjadi degradasi lahan dan

Page 154: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

135

kelemahan pengelolaan pada semua lokasi PLTA, tetapi karakteristik besaran

kerusakan dan sistem pengelolaan yang ada pada setiap lokasi berbeda satu sama

lain. Hal ini akan menjadi landasan implikasi kebijakan secara lebih operasional

dan teknis untuk setiap lokasi PLTA.

Perubahan penggunaan lahan yang masif pada lokasi PLTA di Jawa Barat

(Saguling dan Cirata) memberikan implikasi kebijakan yang lebih mengarah pada

teknis rehabilitasi lahan terutama pada DAS hulu PLTA. Program-program yang

mengarah pada perbaikan kondisi lahan harus didorong secara aktif baik oleh

aktor kunci di pemerintahan pusat (Kemenhut), maupun aktor kunci di tataran

operasional (PLTA). Penggalakan rehabilitasi lahan melalui kegiatan reboisasi

guna menambah luasan lahan bervegetasi, terutama hutan akan sangat mendukung

perbaikan lahan dan mengurangi ancaman erosi dan sedimentasi ke dalam Waduk

Saguling dan Cirata. Pengurangan ancaman erosi dan sedimentasi akan

meningkatkan umur teknis waduk dan efektifitas pembangkitan listrik. Selain itu,

hal ini akan meningkatkan kualitas, kuantitas dan kontinuitas sumberdaya air yang

menjadi pasokan air bagi PLTA Saguling dan Cirata.

Sementara perubahan penggunaan lahan pada DAS hulu PLTA Tanggari I

dan II juga terjadi seperti di Jawa Barat. Namun besaran perubahan lahannya

masih dalam tahap perkembangan dan belum semasif yang terjadi di Jawa Barat.

Oleh karena itu diperlukan kebijakan yang bisa mendorong pencegahan perubahan

penggunaan lahan dari lahan bervegetasi menjadi lahan terbangun. Penegakan

aturan dan pengetatan ijin pembangunan pada kawasan lindung yang menjadi

daerah resapan air pada DAS hulu PLTA perlu terus digalakan. Selain itu,

komunikasi eksternal dengan masyarakat pada bagian DAS hulu perlu

diintensifkan untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya konservasi lahan

terhadap keberadaan sumberdaya air. Hal lain yang bisa dilakukan adalah

mendorong kegiatan reboisasi lahan sebagai langkah perbaikan terhadap kondisi

yang ada.

Perbaikan kualitas sumberdaya air juga bisa dilakukan secara internal oleh

jajaran PLTA, melalui peningkatan kinerja operasional PLTA secara keseluruhan.

Untuk PLTA Saguling dan Cirata bisa dilakukan dengan meningkatkan sistem

operasional pembangkitan listrik, baik dengan mengoptimalkan teknologi dari

Page 155: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

136

peralatan yang ada, maupun dengan meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia

sebagai pengelolanya. Hal ini diharapkan akan memperbaiki tingkat kualitas air

yang masuk ke dalam sistem PLTA dan dialirkan lagi pada badan air alaminya.

Indikator perbaikan bisa dimonitor pada perbandingan parameter-parameter

kualitas air yang masuk ke dalam inlet dan yang keluar dari outlet PLTA.

Sementara kondisi pada PLTA Tanggari I dan II yang menggunakan

peralatan yang relatif lebih tua, diperlukan berbagai peremajaan guna

meningkatkan kinerja peralatan PLTA. Peningkatan kapasitas sumberdaya

manusia secara mendasar perlu dilakukan terhadap pengelola PLTA. Hal ini

disebabkan sumberdaya pengelola PLTA relatif belum secara optimal memahami

arti penting perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela

terkait kepentingannya sebagai pengelola PLTA.

Berdasarkan hasil analisis nilai ekonomi total jasa lingkungan sumberdaya

air diperoleh karakteristik setiap PLTA yang berbeda secara signifikan. Pada

PLTA Saguling nilai ekonomi hasil budidaya perikanan dan ekowisata relatif

kecil dibandingkan nilai ekonomi lainnya. Sementara pada PLTA Cirata, serta

PLTA Tanggari I dan II, nilai ekonomi hasil budidaya perikanan dan ekowisata

relatif lebih menonjol dibandingkan nilai ekonomi lainnya. Hal ini menunjukkan

bahwa PLTA Saguling belum menjadi lokasi budidaya ikan dan tujuan wisata

yang relatif besar. Kondisi ini disebabkan karena letak dan akses ke PLTA

Saguling relatif tidak mudah untuk kegiatan budidaya ikan dan wisata. Selain itu

luas genangan Waduk Saguling relatif kecil karena berada pada daerah genangan

dataran tinggi dengan karakteristik jurang sempit sebagai daerah genangannya.

Kebalikannya dengan PLTA Saguling, PLTA Cirata serta Tanggari I dan II

memiliki karakteristik genangan dan akses yang mendukung kegiatan budidaya

perikanan dan ekowisata.

Implikasinya KJA pada Waduk Cirata serta genangan Tanggari I dan II

berkembang secara masif dengan jumlah relatif besar. Selain itu kedua lokasi

PLTA ini banyak dikunjungi wisatawan dan bersinergi dengan aktifitas budidaya

ikan KJA. Oleh karena itu, kebijakan yang harus didorong adalah pengelolaan

aktifitas KJA dan ekowisata yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung

Waduk Cirata serta genangan Tanggari I dan II. Mengingat jumlah KJA yang

Page 156: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

137

relatif besar, pada Waduk Cirata serta genangan Tanggari I dan II perlu

pemantauan dan pemberian ijin usaha KJA yang sesuai daya dukung dan daya

tampung, serta sesuai dengan zonasi pengelolaan waduk.

Page 157: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap perlindungan

dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Karakteristik sumberdaya air berupa kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air

yang dimanfaatkan PLTA saat ini menurun secara signifikan karena

dipengaruhi perubahan penggunaan lahan pada DAS hulu PLTA.

a. Perubahan penggunaan lahan sangat signifikan terjadi pada DAS hulu PLTA

Cirata dan Saguling (DAS Citarum) di Provinsi Jawa Barat. Luas hutan

pada DAS Waduk Saguling menurun pesat dari 38.139,80 ha (17,12%) pada

tahun 2001 menjadi hanya 12.531 ha (5,62%) pada tahun 2007. Selain itu,

pada DAS Waduk Cirata, luas hutan juga menurun pesat dari 87.817 ha

(18,87%) pada tahun 2001 menjadi hanya 23.392 ha (5,03%) pada tahun

2007. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan dari hutan

terutama menjadi perkebunan. Hal ini akan berakibat negatif terhadap

kualitas, kuantitas dan kontinuitas sumberdaya air yang menjadi pasokan

utama air bagi PLTA. Sementara pada DAS hulu PLTA Tanggari I dan II

(DAS Tondano) di Provinsi Sulawesi Utara, relatif tidak terjadi perubahan

penggunaan lahan yang masif. Pada DAS Tondano hutan seluas 18.323 ha

pada tahun 2001 berubah menjadi sekitar 18.098 ha pada tahun 2007. Hal

ini menunjukkan terjadinya pengurangan luas hutan pada DAS Tondano

hanya sekitar 0,0021% setiap tahunnya. Namun hal ini juga cepat atau

lambat bisa berakibat negatif juga terhadap kualitas, kuantitas dan

kontinuitas sumberdaya air yang menjadi pasokan utama air bagi PLTA.

b. Kualitas air waduk di lokasi studi, secara umum masih sesuai dengan

ketentuan kualitas air (Kelas 4) yang berlaku untuk keperluan operasional

PLTA. Hasil uji-T menunjukkan indikasi bahwa kegiatan PLTA tidak

menambah beban pencemaran air. Meskipun demikian, PLTA harus tetap

menjaga kelestarian sumberdaya air sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun

Page 158: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

139

2004 secara sukarela, guna mendukung pencapaian tujuan pembangunan

berkelanjutan.

2. Kondisi institusi dan regulasi terkait program lingkungan PLTA dipengaruhi

dinamika stakeholder dan regulasi yang sudah ada saat ini.

a. PLTA menjadi pihak yang paling berkepentingan, sehingga harus menjadi

pihak yang proaktif pada tataran operasional. Sementara pada tataran

strategis, pihak kunci yang paling berperan secara riil masih ada pada

pemerintah pusat (Kementerian Kehutanan), sehingga PLTA masih

memerlukan dorongan pemerintah. Guna mencapai tujuan perlindungan dan

pengelolaan sumberdaya air secara sukarela, PLTA harus melaksanakan

komunikasi aktif dengan stakeholder kunci (Kementerian Kehutanan, PLN

(Persero), PLTA, Perhutani/HTI, Dinas LH, Dinas Kehutanan, Dinas PU,

Perusahaan Pengguna dan masyarakat), serta stakeholder pendukung

lainnya.

b. Perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air bisa diimplementasikan

berdasarkan peraturan perundangan yang sudah ada saat ini. Hal ini bisa

diperkuat dengan adanya inisiatif sukarela dari PLTA, sehingga tidak terus

menerus menunggu adanya dukungan regulasi dan dorongan pihak lain guna

mengimplementasikan kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya

air secara berkelanjutan.

3. Sumberdaya air pada dasarnya memiliki nilai ekonomi jasa lingkungan yang

besar baik ditinjau dari nilai guna (use value), maupun nilai bukan gunanya

(non-use value). Besar nilai ekonomi total (TEV) per tahun dari jasa

lingkungan sumberdaya air di PLTA: (1) Saguling mencapai Rp 885,95 milyar;

(2) Cirata mencapai Rp 1.669,50 milyar; (3) Tanggari mencapai Rp 252,88

milyar. Peningkatan pemahaman terhadap nilai-nilai tersebut diharapkan

mampu meningkatkan kesadaran semua pihak untuk memanfaatkan air secara

bijak. Kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis

sukarela bisa menjadi faktor penting dalam melestarikan dan meningkatkan

nilai-nilai jasa lingkungan sumberdaya air di wilayah PLTA.

4. Model kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis

sukarela di PLTA bisa didesain berdasarkan analisis data situasional, pemilihan

Page 159: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

140

alternatif kebijakan prioritas, maupun model hasil analisis sistem dinamik.

a. Alternatif desain kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air

PLTA berbasis sukarela yang menjadi prioritas saat ini adalah insentif dan

disinsentif. Tekanan pemerintah masih menjadi faktor yang paling

berpengaruh dalam implementasi kebijakan perlindungan dan pengelolaan

sumberdaya air berbasis sukarela. Pencapaian tujuan berupa kontinuitas

PLTA, pengakuan publik dan liabilitas lingkungan memerlukan penguatan

infrastruktur kelembagaan dan institusional.

b. Model dinamik perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis

sukarela di PLTA bisa didesain berdasarkan basis data dan basis knowledge

(pengetahuan). Pemodelan kinerja sumberdaya air PLTA didasarkan data

perubahan penggunaan lahan dan kualitas air, serta nilai guna jasa

lingkungan. Pemilihan kebijakan prioritas menggunakan AHP, hasil

analisis stakeholder dan perhitungan nilai bukan guna jasa lingkungan

menjadi basis knowledge pemodelan. Model dinamik mampu

memperlihatkan proyeksi pilihan-pilihan kondisi di masa depan yang bisa

dijadikan penunjang penetapan kebijakan dalam perlindungan dan

pengelolaan sumberdaya air PLTA berbasis sukarela.

c. Berdasarkan sistem input-output dalam pengelolaan sumberdaya air,

terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu kepentingan lingkungan

hidup, kepentingan ekonomi, dan kepentingan sosial. Selain itu diperlukan

aspek operasional sebagai langkah awal dalam mendorong kebijakan pada

ketiga aspek lainnya. Salah satu mekanisme yang bisa digunakan untuk

mendukung optimalisasi perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air bisa

melalui mekanisme subsidi perusahaan (Corporate Sosial Responsibility –

CSR), maupun skema pengelolaan nilai jasa lingkungan lainnya berdasarkan

kesadaran dan partisipasi semua pihak.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap

pengelolaan sumberdaya air PLTA berbasis sukarela, maka disusun rekomendasi

sebagai berikut:

Page 160: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

141

1. Perlu segera ditetapkan kebijakan strategis hingga operasional untuk

mengendalikan perubahan penggunaan lahan pada DAS Citarum dan Tondano

guna mengurangi laju degradasi sumberdaya alam. Hal ini diharapkan akan

meningkatkan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas sumberdaya air sekaligus

mendukung kinerja PLTA Cirata dan Saguling, serta PLTA Tanggari I dan II.

Stakeholder kunci pada tataran operasional (PLTA) dan strategis (Kemenhut)

diharapkan mampu melakukan implementasi dan mendorong stakeholder

lainnya dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air PLTA

berbasis sukarela di lapangan. Guna menghasilkan implikasi yang efektif,

stakeholder diharapkan mampu mengidentifikasi secara detail permasalahan

dan kebutuhan yang harus diselesaikan guna mendukung pencapaian tujuan

perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela.

2. Komunikasi dan koordinasi antar seluruh stakeholder terkait perlu dilakukan

untuk mendorong keberhasilan tujuan perlindungan dan pengelolaan

sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA. Implementasi konsep sukarela

(voluntary) perlu terus disosialisasikan dan didiseminasikan kepada semua

pihak sebagai bagian komplemen (pelengkap) regulasi yang ada guna

mendorong keberhasilan tujuan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air

PLTA berbasis sukarela.

3. Perlu peningkatan pemahaman semua pihak tentang arti penting nilai ekonomi

jasa lingkungan sumberdaya air PLTA melalui komunikasi eksternal yang

intensif. Beberapa nilai pendekatan dalam penentuan nilai ekonomi total dalam

perhitungan mendatang bisa menggunakan data yang lebih akurat sesuai

dengan standar yang telah disepakati secara umum, seperti harga karbon sesuai

skema kesepakatan internasional. Berbagai nilai jasa lingkungan terkait

sumberdaya air di luar penelitian ini, diharapkan bisa diteliti lebih lanjut,

contohnya nilai serapan karbon dari vegetasi air dan nilai ekologisnya sebagai

penyerap pencemaran.

4. Penetapan kebijakan masa kini dan masa mendatang perlu dilakukan dengan

memperhatikan sistem penunjang keputusan yang dibuat berdasarkan model

dinamik dan model konseptual perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air

PLTA berbasis sukarela. Implementasi mekanisme insentif dan disinsentif

Page 161: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

142

diperlukan untuk mendukung tercapainya tujuan perlindungan dan pengelolaan

sumberdaya air berbasis sukarela.

Page 162: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

144

DAFTAR PUSTAKA

Afsah S, Laptante, Wheeler. 1996. Controlling Industrial Pollution: a New Paradigm. http://www.worldbank.org/nipr/newappr.htm. [2 Januari 2005].

Afandi AN.2010. Operasi Sistem Tenaga Listrik Berbasis EDSA. Yogyakarta : Penerbit Gava Media.

[APEC] Asia-Pacific Economic Cooperation. 2005. The Role of Voluntary Initiatives in Sustainable Production, Trade and Consumption in the APEC Region. APEC Workshop. Santiago. 26-27 September 2005.

Arimura TH, Akira H, Hajima K. 2007. Is A Voluntary Approach an Effective Environmental Policy Instrument? A Case for Environmetal Management System. Washington : Resource for the Future.

Asdak C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Manada University Press.

Azo´car, G. et al. 2007. Urbanization Patterns & Their Impacts on Social Restructuring of Urban Space in Chilean Mid-cities. Land Use Policy 24: 199–211.

Barde NP. 2000. Environmental Policy and Policy Instruments. in Foliner H and Gabel HLl . editors. Principles of Environmental and Resource Economics A Guide for Students and Decicion Makers. 2nd Ed. USA : Edwars Elgar Publishing.

Barlas Y. 1998. A Behavior Validity Testing Software (BTS). http:/www.ie.boun.edu.tr/labs/sesdyn.

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Barat. 2010. Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka 2010.

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Purwakarta. 2010. Kabupaten Purwakarta Dalam Angka 2010.

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Minahasa Utara. 2010. Kabupaten Minahasa Utara Dalam Angka 2010.

Brown K, Tompkins E, Adger WN. 2001. Trade-Off Analysis forParticipatoryCoastal Zone Decision Making. ODG DEA.Csserge.UEA Norwich.

Bryson JM. 2003. What to Do When Stakeholers Matter A guide to Stakeholder Identificatication and Analysis Technique. Washington DC:The Georgetown University Public Policy Institute.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional.2005. SNI 19-14001-2005 Sistem manajemen lingkungan – Persyaratan dan panduan penggunaannya. Jakarta: BSN.

Cascio J, Woodside, Mitchell. 1996. ISO 14000 Guide The New International Environmental Management Standards. New York: Mc.Graw-Hill.

Page 163: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

145

Chereminisoff NP, Motasem BH. 2006. Beyond Compliance The Refinery Manager’s Guide to ISO 14001 Implementation. Houston: Gulf Publishing Company.

Cunningham B, Nigel B, Walter W, Catriona F. 2003. A Sustainability Assessment of a Biolubricant. J.Industrial Ecology 7 (3-4) : 179-192.

Dasgupta S, Hettige H, Wheeler D. 2000. Who Improves Environmental Performance? Evidence from Mexican Industry. J Env Econ Mng. 30:39-66.

deLeon P, Jorge ER, editor. 2010. Voluntary Environmental Programs A Policy Perspective. United Kingdom: Lexington Books.

Delmas M. 2001. Stakeholders and Competitive Advantage: The case of ISO 14001. J.Production and Operations Management 10 (3) : 343 - 358.

Demirag, Istem. Editor. 2005. Corporate Social Responsibility, Accountability and Governance: Global Perspectives. Sheffield UK : Greenleaf Publishing.

Djogo T, Sunaryo, Suharjito D, Sirait M. 2003. Kelembagaan dan KebijakanDalam Pengembangan Agroforestri. Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF).

DPE [Departemen Pertambangan dan Energi] .1992. Studi Evaluasi Lingkungan PLTA Tonsea Lama Tanggari : Laporan Akhir. Jakarta: Departemen Pertambangan dan Energi-Perusahaan Umum Listrik Negara.

Dunn W. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjahmada Press.

Dye TR. 1992. Understanding Public Policy. New Jersey: Prentice Hall.

Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem; Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Bogor: IPB Press.

Eriyatno, Sofyar F.2007. Riset Kebijakan: Metode Penelitian untuk Pascasarjana. Bogor: IPB Press.

Esty DC, Chertaw MR. editor.1997. Thinking Ecologically : An Introduction. The Next Generation of Environmental Policy. Yele University Press. New Haven.

Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Fletcher A, Guthrie J, Steane P, Roos G, Pike S. 2003. Mapping stakeholder perceptions for the a third sector organization. J. Intellectual Capital. 4(4): 505-527.

Ginting P.2008. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Jakarta: Penerbit Yrama Widya.

Hapsari A. 2010. Dampak kegiatan Keramba Jaring Apung terhadap Kualitas Air Waduk Cirata yang dapat Mempengaruhi Keandalan Unit Pembangkit.

Hart S, Gautain A. 1996. Does it pay to be green? An Empirical Examination of the Relationship between Emission Reduction & Firm Performance. Business Strategy and Environment. hlm.30-37

Page 164: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

146

Hartrisari. 2007. Sistem dinamik: Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri dan Lingkungan. Bogor: Seameo Biotrop.

Hermawan TT, Affianto, Susanti A, Soraya E, Wardhana W dan Riyanto S. 2005. Pemanfaatan Ruang dan Lahan di Taman Nasional Gunung Ciremai: SuatuRancangan Model. Bogor: Pustaka Latin.

Higley CJ, Francois C, editor.2001. Environmental Voluntary Approaches : Research Insights for Policymakers. The International Policy Workshop on the Use of Voluntary Approaches; Brussels, 1 Februari 2001. Paris: Centre d’economie industrielle. 2001. hlm. 1-78.

Hicks JR. 1939. Value and Capital : An Inquiry into Some Fundamental Principle of Economic Theory. Oxport: Clarendon Press.

Hogwood BW, Gunn LA. 1984. Policy Analysis for the Real World. New York: Oxford Univ Press.

Hufschmidt 1987. Lingkungan Sistem Alami dan Pengembangan : Pedoman Penilaian Ekonomis. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

[ISO] International Organization for Standardization. 2004. ISO 14001:2004 Environmental Management Systems - Requirements with Guidance for Use. Geneva: ISO.

Indarto.2010. Hidrologi Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Jakarta : Grafika Offset

Indriyanto. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. Jakarta:Bumi Aksara.

Jaya INS.2002. Penginderaan Jauh Satelit untuk Kehutanan Laboratorium Inventarisasi Hutan Bogor. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Kamer, Pearl M. 2005. Placing an Economic Value on the Services of Public Library in Suffolk Country. New York. http://sels.suffolk lib.ny.us/pdf/ library study. Pdf. ( 29 Juni 2007)

Khana M.2001. Non-mandatory Approaches to Environmental Protection. J. Economic Surveys 15:291-324.

Kismartini. 2010. Analisis Trade-Off Sebagai Alat Analisis Kebijakan Publik(didownload dari internet)

Kodoatie RJ, Roestam S. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta: Andi Yogyakarta

Krismono, Didik WHT, Atmadja H, Siti N, Chairulwan Umar. 1987. PenelitianLimno Biologis Waduk Saguling pada Tahap Post-inundasi. Bull. PenelitianPerikanan Darat. 6(3):1-31.

Kurniawan R.2010. Sistem Pengolahan Kawasan Kards Maros Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan Secara Berkelanjutan. [Disertasi]. Bogor: SekolahPascasarjana IPB.

Lessem R. 1989. Global management principle. UK: Prentice Hall International.

Lyon TP, John WM. 1998. Voluntary Approaches to Environmental Regulation : A Survey . Kelly School of Business. Bloomington : Indiana University.

Page 165: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

147

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Marimin. 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. Bogor: IPB Press.

Maulana R. 2010. Kajian Status Tropik dan Daya Dukung Perairan bagi Kegiatan Budidaya Keramba Jaring Apung di Waduk Saguling, Jawa Barat[tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.

Meadows D, Randers J. Meadows. 1972. Limits to Growth. New York : Universe Books.

Mitchell RK, Agie BR, Wood DJ.1997. Toward Theory of Stakeholder Identification and Salience: Defining the Principle of Who and What Really Counts. J. Academy of Management Review 22(4):853-888.

Muhammadi, Aminullah E, Soesilo B. 2001. Analisis Sistem Dinamis: Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. Jakarta: UMJ Press.

Munasinghe M. 1993. Environmental Economic and Sustainable Development . World Bank Paper No.3. The World Bank. Washington DC.

Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar ekologi. Ed ke-3. Yogyakarta: Gajah MadaUniversity Press.

[OECD] Organisation for Economic Co-operation and Development. 2003. Voluntary Approaches for Environmental Policy: Effectiveness, Effeciency and Usage in Policy Mixes. Paris : OECD Publication Services.

[PJB] Pembangkitan Jawa Bali Unit Pembangkitan Cirata. 2010. Data Air Masuk PLTA Cirata tahun 1988-2010 (dokumen arsip PLTA Cirata). Kabupaten Purwakarta.

[PJB] Pembangkitan Jawa Bali Unit Pembangkitan Cirata. 2011. Database Kualitas Air PLTA Cirata (dokumen arsip PLTA Cirata). Kabupaten Purwakarta.

[PJB] Pembangkitan Jawa Bali Unit Pembangkitan Cirata. 2011. Penanaman Penghijauan di Kawasan PLTA Cirata (dokumen arsip PLTA Cirata).Kabupaten Purwakarta.

[PLTA] Pembangkit Listrik Tenaga Air Saguling. 2010. Data Air Masuk UBP PLTA Saguling 1986 -2010 (dokumen arsip PLTA Saguling). Kabupaten Bandung Barat.

[PLTA] Pembangkit Listrik Tenaga Air Saguling. 2011. Database Kualitas Air UBP Saguling (dokumen arsip PLTA Saguling). Kabupaten Bandung Barat.

[PLTA] Pembangkit Listrik Tenaga Air Saguling. 2011. Road map Penghijauan di PLTA Saguling (dokumen arsip PLTA Saguling).Kabupaten Bandung Barat.

[PLN] Perusahaan Listrik Negara. 1989. Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKL & RPL) PLTA Saguling. Jakarta: PLN.

Page 166: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

148

[PLN] Perusahaan Listrik Negara. 2010. Statistik Listrik PLN 2005-2009. Jakarta: PLN.

[PLN] Perusahaan Listrik Negara Wilayah Suluttenggo. 2005. Laporan RKL dan RPL Pengoperasian PLTA Tanggari I Tahun 2005. Kabupaten Minahasa Utara.

[PLN] Perusahaan Listrik Negara Wilayah Suluttenggo. 2006. Laporan RKL dan RPL Pengoperasian PLTA Tanggari I Tahun 2006. Kabupaten Minahasa Utara.

[PLN] Perusahaan Listrik Negara Wilayah Suluttenggo. 2007. Laporan RKL dan RPL Pengoperasian PLTA Tanggari I Tahun 2007. Kabupaten Minahasa Utara.

[PLN] Perusahaan Listrik Negara Wilayah Suluttenggo. 2008. Laporan RKL dan RPL Pengoperasian PLTA Tanggari I Tahun 2008. Kabupaten Minahasa Utara.

[PLN] Perusahaan Listrik Negara Wilayah Suluttenggo. 2009. Laporan RKL dan RPL Pengoperasian PLTA Tanggari I Tahun 2009. Kabupaten Minahasa Utara.

[PLN] Perusahaan Listrik Negara Wilayah Suluttenggo. 2010. Laporan RKL dan RPL Pengoperasian PLTA Tanggari I Tahun 2010. Kabupaten Minahasa Utara.

[PLN] Perusahaan Listrik Negara Wilayah Suluttenggo. 2005. Laporan RKL dan RPL Pengoperasian PLTA Tanggari II Tahun 2005. Kabupaten Minahasa Utara.

[PLN] Perusahaan Listrik Negara Wilayah Suluttenggo. 2006. Laporan RKL dan RPL Pengoperasian PLTA Tanggari II Tahun 2006. Kabupaten Minahasa Utara.

[PLN] Perusahaan Listrik Negara Wilayah Suluttenggo. 2007. Laporan RKL dan RPL Pengoperasian PLTA Tanggari II Tahun 2007. Kabupaten Minahasa Utara.

[PLN] Perusahaan Listrik Negara Wilayah Suluttenggo. 2008. Laporan RKL dan RPL Pengoperasian PLTA Tanggari II Tahun 2008. Kabupaten Minahasa Utara.

[PLN] Perusahaan Listrik Negara Wilayah Suluttenggo. 2009. Laporan RKL dan RPL Pengoperasian PLTA Tanggari II Tahun 2009. Kabupaten Minahasa Utara.

[PLN] Perusahaan Listrik Negara Wilayah Suluttenggo. 2010. Laporan RKL dan RPL Pengoperasian PLTA Tanggari II Tahun 2010. Kabupaten Minahasa Utara.

PPSDAL UNPAD 2008. Laporan Kajian Erosi dan Sedimentasi Waduk Saguling.Bandung: PPSDAL UNPAD

Pearce D, Markandya, A, Barbier, E. 1989. Blueprint for a Green Economy. Earthscan. London.

Page 167: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

149

Pearce D, Moran. 1994. The Economic Value of Biodiversity. IUCN- The World Conservation Union. London. UK.

Pigou. 1920. The Economics of Welfare. London: Macmillan and Co.

Praharsa E.2005. Sistem Informasi Geografis. Bandung : CV Informatika Bandung.

Prakash A, Potoski. 2006. Racing to the bottom?: trade, environmental governance, and ISO 14001. Am J Pol Sci.50:2.

Rianse U.2010. Agroforestri Solusi Sosial dan Ekonomi Pengelolaan Sumber Daya Hutan. Bandung : Alfabeta, CV

[RNMISD] The Research Network on Market Based Instruments for Sustainable Development. 1998. Environmental Policy Research Brief. Number 1.Voluntary Approach for the Improvement of Environmental Performance.

Russo MV, 2002. Institutional Change and Theories of Organizational Strategy: ISO 14001 and Toxic Emissions in the Electronics Industry. Academy of Management Proceedings.

Sanim B. 2011. Sumberdaya Air dan Kesejahteraan Publik Suatu Tinjauan Teoritis dan Kajian Praktis. Bogor: IPB Press.

Sargent RG. 1998. Validation and Verification of Simulation Models. Dalam : Mdeiros DJ, Watson EF, Carson JF, Manivannan MS, editor. Proceeding Soft the 1998 Winter Simulation Conference; Washington, 13-16 Dec 1998. SanDiego : IEEE, ACM, Soc Comp Sim Int. hlm 121-130.

Segerson K ,Thamas JM. 1998. Voluntary Environmental Agreements : Good or Bad News for Environmental Protection?. J Env Econ Mng. 36: 109-130.

Siregar S. 2004. Statistik Terapan untuk Penelitian. Jakarta :Grasindo.

Soebarsono AG. 2008. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Soemarwoto O. 2001. Peluang Berbisnis Lingkungan Hidup di Pasar Globaluntuk Pembangunan Berkelanjutan. Makalah Seminar untuk Kebijakan Perlindungan Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan di Era Reformasi dalam Menghadapi KTT Rio +10. Jakarta.8 Februari 2001.

Suharto ES. 2008. Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis MengkajiMasalah dan Kebijakan Sosial. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sundawati S, Sanudin. 2009. Analisis pemangku kepentingan dalam upaya pemulihan ekosistem tangkapan air danau toba. JMHT XV(3) : 102-108

Suripin 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi offset

Sushil. 1993. System dynamics: A Practical Approach for Managerial Problems. New Delhi: Wiley Eastern Ltd.

Sutopo MF.2011. Pengembangan Kebijakan Pembayaran Jasa Lingkungan dalam Pengelolaan Air Minum (Studi Kasus DAS Cisadane Hulu). Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Page 168: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

150

Thomas, K.L. 2003. An Evaluation of Valuntary Instruments for Environemntal Management : Comparing the Regulation of Toxic Substancec in Canada and the United States. Disertation in Political Science. McMaster University.

Tietenberg T, Wheeler D. 1998. Empowering the Community Information Strategies for Pollution Control. http://www.worldbank.org/nipr/newappr.html. [ 2 Januari 2005].

Tjokrokusumo SW. 2000. Biomonitoring Lahan Perairan untuk Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk Serbaguna secara Berkelanjutan. Prosiding semiloka nasional pengelolaan dan pemanfaatan danau dan waduk. Universitas Padjajaran. Bandung.

Turner BL, Meyer WB, Skole DL. 1994. Global land use/land cover change: towards an integrated study. Ambio 23(1):91-95.

Uchida T. 2004. Voluntary Approaches to Environmental Protection. A Discussion Submitted in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Doctor Philosophy in the Andrew Young School of Policy Studies of Georgia State University. United States: Georgia State University.

Weimer DL, Vining AR. 1989. Policy Analysis: Concept and Practice. New York: Prentice-Hall Int.

Yakin A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan; Teori dan Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta : Akademi Pressindo.

Yusoff H, Glen L. 2010. International Differences on Corporate Environmental Disclosure Practices : A Comparison Between Malaysia and Australia. School of Commerce University of South Australia.

Weng, Q. 2002. Land use change analysis in the Zhujiang Delta of China using satellite remote sensing, GIS and stochastic modelling. J Env Mng. 64:273–284.

[WCED] World Commission on Environmental Development. 1987. Our Common Future. World Conference on Environment and Development. Oxford : Oxford University Press.

Widada. 2004. Nilai Manfaat Ekonomi dan Pemanfaatan Taman NasionalGunung Halimun bagi Masyarakat. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wu, Bing Xu, Le Mang. 2006. Monitoring and predicting land use change in Beijing using remote sensing and GIS. Landscape and Urban Planning78:322–333.

_____.2010. Seri Perundang tentang Lingkungan Hidup. Jakarta :Pustaka Yustisia.

_____.2009. Undang-undang Pemerintah Daerah. Jakarta : Asa Mandiri.

_____.2010. Kumpulan Peraturan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2010. Jakarta : Harvasindo.

Page 169: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

151

_____.2010. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Bandung : Citra Umbara.

Page 170: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

149

L A M P I R A N

Page 171: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

150

Page 172: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

151

Lampiran 1. Kualitas Air Rata-rata Median inlet dan outlet di PLTA Saguling Tahun 2005 -2010

Parameter SatuanTahun ke - Baku Mutu

Kelas IVPP

No.82/2001

2005 2006 2007 2008 2009 2010

INLET

Suhu 0C 27,3 27,2 26,5 26,6 27,2 27,3 Deviasi 5

TDS mg/L 267 168 187,5 160 100,97 142,2 2000

TSS mg/L 10,5 10,5 15 4 6 8,7 400

Fe mg/L 0.13 0,09 0,07 0 0,18 0,46 (-)

COD mg/L 19,60 17,23 29,67 18,75 20,19 16,47 100

BOD mg/L 8,75 9.46 10,60 9,72 12,73* 8,92 12

DO mg/L 0* 0* 2,6 3,85 4,32 3,3 >0

H2S mg/L 0,077 0,154 0,003 0,002 0.01 0 (-)

pH - 7,6 7,4 7,6 7,9 8,3 7,7 5 -9

NO3- mg/L 1,4 1,99 0,64 1,15 2,61 2,65 20

PO4-3_ mg/L 0,21 0,21 0,14 0,16 0,23 0,20 5

OUTLET

Suhu 0C 26.85 26.6 26.05 26.6 26.5 26.7 Deviasi 5

TDS mg/L 227 197 204 174 115 17.5 2000

TSS mg/L 9 14 14.5 3 47 26 400

Fe mg/L 0.1 0.15 0.13 0.02 0.20 0.93 (-)

COD mg/L 16.98 17.44 18.43 14.58 15.25 20.42 100

BOD mg/L 7.85 9.79 12.25* 6.37 12.63* 11.72 12

DO mg/L 0 0 1.93 3.2 1.5 2.1 >0

H2S mg/L 0.285 0.009 0 0.176 0.078 0 (-)

pH - 7.2 7.3 7.4 7.1 7.1 7.2 5 -9

NO3-2 mg/L 1.81 2.14 0.75 0.69 4.72 2.42 20

PO4-3 mg/L 0.25 0.19 0.11 0.22 0.30 0.24 5

Keterangan : *: melewati baku mutu; (-) : tidak ada dipersyaratkan; -:tidak ada dataSumber : diolah dari laporan PLTA Saguling Tahun 2005 -2010

Page 173: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

152

Lampiran 2. Kualitas Air Rata-rata Median inlet dan outlet di PLTA Cirata Tahun 2005 -2010

Parameter SatuanTahun ke - Baku Mutu

Kelas IVPP

No. 82/2001

2005 2006 2007 2008 2009 2010

INLET

Suhu 0C 27,9 27,5 27,9 28,2 28,3 27,7 Deviasi 5

TDS mg/L 160 146 15,7 123 75 112 2000

TSS mg/L 17,2 15,8 7,2 3,6 7,4 3,6 400

Fe mg/L 0,34 0,23 0,2 0,07 0,04 0,27 (-)

COD mg/L 18,84 23,60 16,3 17,42 14.22 16,83 100

BOD mg/L 10,44 14,36 * 8,5 8,82 8,85 10,94 12

DO mg/L 5,65 5,17 3,50 3,72 3.77 3,77 >0

H2S mg/L - - - 0,009 0,005 0,057 (-)

pH - 7,7 7,2 7,5 7,6 7,7 7,6 5 -9

NO3-2 mg/L 0.03 0,04 0,6 1,23 2,03 1,53 20

PO4-3 mg/L 0,35 0,32 0,20 0,32 0,23 0,27 5

OUTLET

Suhu 0C 25,8 28 27,5 28,3 27,3 27,5 Deviasi 5

TDS mg/L 129 142 167 141 101 150 2000

TSS mg/L 70,3 14 11,6 4 12,1 2,4 400

Fe mg/L 4,36 0,38 0,20 0,06 0,33 0,05 (-)

COD mg/L 18,04 23,44 13,70 15,57 10,72 13,66 100

BOD mg/L 9,49 15,85* 6,70 8,97 6,28 8,08 12

DO mg/L 7,2 5,5 3.1 4,6 2,1 2 >0

H2S mg/L 0 0 0 0 0 0,002 (-)

pH - 7,4 7,4 7,4 7,3 7,4 7 5 -9

NO3-2 mg/L 0,52 0,17 0,60 1,61 1,38 3,45 20

PO4-3 mg/L 0,02 0,11 0,3 0,35 0,26 0,26 5

Keterangan : *: melewati baku mutu; (-) : tidak ada dipersyaratkan; -:tidak ada dataSumber : diolah dari laporan PLTA Cirata Tahun 2005 -2010

Page 174: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

153

Lampiran 3. Kualitas Air Rata-rata Median inlet dan outlet di PLTA Tanggari I Tahun 2005 -2010

Parameter Satuan Tahun ke - Baku Mutu Kelas IV

2005 2006 2007 2008 2009 2010 PP No.82/2001

INLET TANGGARI I

Suhu 0C 24.0 26.0 29.8 28.5 28.1 27.4 Deviasi 5

TDS mg/L 128 121 214 301 299 62 2000

TSS mg/L 12.4 12.2 8.4 18.0 24.9 51.6 400

Fe mg/L 0.28 0.24 0.46 0.01 2.65 0.02 (-)

COD mg/L 18.01 19.90 7.15 9.41 10.40 - 100

BOD mg/L 6.01 6.60 1.00 2.37 2.95 - 12

DO mg/L - - - - - - >0

H2S mg/L 0 - - - 0.002 - (-)

pH - 6.7 6.9 6.7 7.5 7.0 7.2 5 -9

NO3-2 mg/L 1.06 0.50 3.74 3.51 5.50 0.92 20

PO4-3_ mg/L 0.00 0.00 - - - 0.13 5

OUTLET TANGGARI I

Suhu 0C 24.5 26.0 30.0 29.3 28.6 27.3 Deviasi 5

TDS mg/L 132 122 159 368 312 63 2000

TSS mg/L 11.1 11.8 18.8 28.5 26.4 69.6 400

Fe mg/L 0.36 0.30 0.16 0.00 3.40 0.02 (-)

COD mg/L 18.45 20.25 15.45 11.26 11.35 - 100

BOD mg/L 5.93 7.00 2.55 2.72 2.74 - 12

DO mg/L - - - - - - >0

H2S mg/L - - - - 0.002 - (-)

pH - 6.7 6.9 7.2 7.2 6.9 7.3 5 -9

NO3-2 mg/L 0.86 0.61 4.12 4.41 5.42 1.10 20

PO4-3 mg/L 0.00 0.00 - - - 0.14 5

Keterangan : *: melewati baku mutu; (-) : tidak ada dipersyaratkan; -: tidak ada data

Sumber : diolah dari laporan PLTA TANGGARI I Tahun 2005 -2010

Page 175: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

154

Lampiran 4. Kualitas Air Rata-rata Median inlet dan outlet di PLTA Tanggari II Tahun 2005 -2010

Parameter SatuanTahun ke - Baku Mutu

Kelas IVPP

No.82/2001

2005 2006 2007 2008 2009 2010

PLTA TANGGARI II

Suhu 0C 29.8 25.4 29.7 29.4 29.3 27.6 Deviasi 5

TDS mg/L 115 121 182 317 203 123 2000

TSS mg/L 12.4 12.9 6.2 20.9 18.9 16.0 400

Fe mg/L 0.00 0.32 0.14 - 2.70 0.02 (-)

COD mg/L 15.60 22.50 6.10 11.00 0.00 - 100

BOD mg/L 3.33 8.45 2.30 2.25 0.00 - 12

DO mg/L - - - - - - >0

H2S mg/L - - 0.001 - 0.0015 - (-)

pH - 6.9 6.9 7.0 7.4 7.2 7.3 5 -9

NO3- mg/L 0.66 0.50 - 5.37 4.80 1.20 20

PO4-3_ mg/L - 0.16 - - - 0.08 5

OUTLET PLTA TANGGARI II

Suhu 0C 29.9 26.7 29.8 29.7 30.1 27.3 Deviasi 5

TDS mg/L 111 119 162 318 221 123 2000

TSS mg/L 16.0 16. 5 18.4 21.5 17.9 17. 5 400

Fe mg/L 0.00 0.32 0.15 3.10 0.03 (-)

COD mg/L 10.99 25.85 17.65 12.18 0.00 - 100

BOD mg/L 2.05 8.85 2.00 3.48 0.00 - 12

DO mg/L - - - - - >0

H2S mg/L 0 - 0.001 - 0.002 0 (-)

pH - 6.7 6.9 7.2 7.6 7.1 7.3 5 -9

NO3- mg/L 0.56 0.50 - 6.01 5.85 1.25 20

PO4-3_ mg/L - 0.21 - - - 0.06 5

Keterangan : *: melewati baku mutu; (-) : tidak ada dipersyaratkan; -: tidak ada dataSumber : diolah dari laporan PLTA TANGGARI II Tahun 2005 -2010

Page 176: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

155

Lampiran 5 Dinamika Sebaran Kualitas Air inlet dan outlet di PLTA Saguling Tahun 2005-2010

Parameter Satuan

Tahun ke- Baku mutu

2005 2006 2007 2008 2009 2010 Kelas IV PP

no.82/2001Min. Maks. Min. Maks. Min. Maks. Min. Maks. Min. Maks. Min. Maks.

INLET

Suhu 0C 26.3 27.9 26.2 27.7 25.8 27 26 26.8 26.9 27.6 26.9 27.3 Deviasi 5

TDS mg/L 153 268 148 257 170 260 141 179 92 143.7 122.3 158.7 2000

TSS mg/L 9 26.5 9 13 3.2 54 2.5 7.3 2.8 9.56667 4.3 12.9 400

Fe mg/L 0.03 0.42 0.04 0.18 0 0.13 0 0.41 0 0.469 0.05 0.861 (-)

COD mg/L 8.89 31.88 15 20.72 12.19 34.5 11.52 26.23 16.83 24.66 13.21 16.91 100

BOD mg/L 4.49 16.94 6.85 11.3 6.77 21.35 5.44 15.01 12.3 14.53 8.78 12.33 12

DO mg/L 0 0 0 0 2.3 4.4 2.03 4.1 2.3 4.5 2.4 4.6 >0

H2S mg/L 0 0.289 0.027 1.216 0 0.091 0.0009 0.4 0 0.081 0 0.045 (-)

pH - 6. 9 8.6 7.3 8.6 0 7.9 7.4 8 8.1 8.4 7.3 8.3 5-9

NO3- mg/L 0.002 3.041 0.663 4.498 0.416 1.301 0.613 3.53 1.69 2.76 1.61 3.45 20

PO4-3 mg/L 0.075 0.251 0.048 0.29 0.112 0.16 0.13 0.53 0.163 0.29 0.165 0.313 5

OUTLET

Suhu 0C 25.8 27.5 25.5 27.5 26 26.6 25.6 27.9 25.9 27.3 26.2 26.9 Deviasi 5

TDS mg/L 144 300 148 270 170 310 169 205 108 188 127 178 2000

TSS mg/L 7 40.6 8 25 3 37 2.2 5.8 3.2 58 7.7 70 400

Fe mg/L 0.04 0.25 0.09 0.16 0 0.19 0 0.029 0 0.243 0 1.544 (-)

COD mg/L 4.94 23.19 14.52 22.91 15.3 31 13.74 15.3 13.03 29.96 10.04 29.85 100

BOD mg/L 2.72 15.3 6.53 13.5 8.75 15.54 5.77 6.56 10.42 17.98 4.52 17.91 12

DO mg/L 0 0 0 0 0.4 2.1 2.8 5 0.7 5.6 1.8 2.4 >0

H2S mg/L 0 334 0 0.08 0 1 0.038 0.352 0.02 0.095 0 0.094 (-)

pH - 7.1 7.6 6.6 7.7 6.9 7.6 7.1 7.6 7.0 7.4 6.8 7.3 5-9

NO3- mg/L 0.001 3.043 0.448 4.688 0.488 0.897 0.46 2.3 1.38 5.981 0.92 3.911 20

PO4-3 mg/L 0.021 0.29 0.017 0.287 0.053 0.207 0.06 0.536 0.049 0.342 0.217 0.283 5Keterangan : * = melewati baku mutu, ** = lebig rendah dari baku mutu, (-) = tidak ada persyaratan; - : tidak ada data

Page 177: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

156

Lampiran 6 Dinamika Sebaran Kualitas Air inlet dan outlet di PLTA Cirata Tahun 2005-2010

Parameter Satuan

Tahun ke- Baku mutu

2005 2006 2007 2008 2009 2010Kelas IV

PP no.82/2001Min. Maks. Min. Maks. Min. Maks. Min. Maks. Min. Maks. Min. Maks.

INLET

Suhu 0C 27.9 27.9 27. 28 26. 7 28.6 28.0 28.4 27.1 28.8 28.4 30.1 Deviasi 5

TDS mg/L 120 169 124 166.667 141 160 88 142 68 87.6 106 149 2000

TSS mg/L 9.3 26.5 11. 7 20.0 2.5 30.0 0.92 7.87 4.07 15.0 2.000 9.13 400

Fe mg/L 0.15 0.46 0.19 0.36 0.00 0.31 0.00 0.15 0.03 0.09 0.23 0.41 (-)

COD mg/L 14.49 24.39 19.55 26.01 14.24 19.65 14.44 19.73 11.05 16.23 14.26 17.9 100

BOD mg/L 5.80 13.90 8.20 16.39 6.68 11.593 5.78 12.36 6.97 10.49 6.76 11.3 12

DO mg/L 4.67 6.52 4.30 6.52 3.03 3.98 3.26 4.10 3.17 4.10 3.53 4.33 >0

H2S mg/L 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.125 0.000 0.161 0.002 0.150 0.000 0.168 (-)

pH - 7.1 8.5 6.7 7.4 7.4 7.8 7.3 7.7 7.5 7.9 7.3 7.8 5-9

NO3- mg/L 0.000 3.041 0.025 0.092 0.411 0.750 0.489 1.303 1.150 3.067 0.460 1.687 20

PO4-3 mg/L 0.219 0.485 0.150 0.573 0.144 0.219 0.173 0.483 0.181 0.358 0.254 0.354 5

OUTLET

Suhu 0C 25.8 25.8 26.5 30.5 27.0 27.9 27.1 29.3 27.000 28.0 27.4 27.900 Deviasi 5

TDS mg/L 58 165 113 164 157 180 118 170 87. 147 135 185 2000

TSS mg/L 19.0 30,8 10.0 30,8 3.2 18. 3.4 8.6 2.4 36. 1.8 15. 400

Fe mg/L 0.15 54.68 0.14 54.68 0.16 0.34 0.005 0.39 0.054 0.69 0.023 0.47 (-)

COD mg/L 10.96 30.16 14.02 30.16 9.71 19.03 5.03 27.08 8.04 12.62 7.92 20.19 100

BOD mg/L 4.20 18.40 8.84 18.50 5.34 11.40 4.02 18.95 5.53 8.83 4.75 10.92 12

DO mg/L 1.78 8.80 1.90 7.2 0.20 4.24 3.80 7.30 1.50 3.40 1.70 6.70 >0

H2S mg/L 0.00 0.033 0.000 0.0 0.010 0.010 0.000 0.000 0.030 0.030 0.002 0.127 (-)

pH - 7.1 7.7 6.8 7.8 7.3 8.0 7.2 7.5 6.8 7.9 6.9 7.2 5-9

NO3- mg/L 0.000 2.810 0.058 0.58 0.575 0.692 0.488 5.061 1.150 7.281 1.150 3.911 20

PO4-3 mg/L 0.000 0.283 0.042 0.18 0.035 0.299 0.036 0.495 0.193 0.374 0.055 0.369 5

Keterangan : * = melewati baku mutu, ** = lebig rendah dari baku mutu, (-) = tidak ada persyaratan; - : tidak ada data

Page 178: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

157

Lampiran 7 Dinamika Sebaran Kualitas Air inlet dan outlet di PLTA Tanggari I Tahun 2005-2010

Parameter Satuan

Tahun ke- Baku mutu

2005 2006 2007 2008 2009 2010 Kelas IV PP

no.82/2001Min. Maks. Min. Maks. Min. Maks. Min. Maks. Min. Maks. Min. Maks.

INLET

Suhu 0C 24 24 24 28.2 27.1 31.2 - - 27.5 30.1 27.1 27.7 Deviasi 5

TDS mg/L 126 130 104 157 122 361 121 342 13 310 3.1 177 2000

TSS mg/L 9.6 15.1 10.2 12.5 7.78 21.49 2.2 22 13.2 30.3 1.8 120 400

Fe mg/L 0.28 0.28 0.01 0.28 0 0.96 0.01 0.01 0.68 3.1 0.01 0.04 (-)

COD mg/L 6.41 29.6 8 29.6 5.02 8 5.2 10.8 10.11 10.8 - - 100

BOD mg/L 2.12 9.9 2.1 9.9 1 4.01 1.4 2.8 2.5 3.1 - - 12

DO mg/L 0 0 - - 0 0 - - - - - - >0

H2S mg/L 0 0 - - 0.001 3.44 0 0 0.0001 0.004 0 0 (-)

pH - 6.5 6.9 6.79 7.5 6.16 7.1 7.2 7.81 6.7 7.2 7.06 8.72 5-9

NO3- mg/L 1 1.12 0.2 0.9 0.8 4.86 0.03 4.56 4.11 5.78 0.8 1.2 20

PO4-3 mg/L - - 0.21 0.21 - - - - - - 0.09 0.18 5

OUTLET

Suhu 0C 24 25 24 28.1 30.01 31.9 - - 28 30.2 27.04 27.5 Deviasi 5

TDS mg/L 130 134 107 153 120 240 365 371 27.8 369 3.9 174 2000

TSS mg/L 9 13.2 9.1 13.2 6.8 124.6 26 31 25.8 30 2.2 142 400

Fe mg/L 0.36 0.36 0 0.36 0 0.93 0 0 2.5 3.4 0.02 0.07 (-)

COD mg/L 6.39 30.5 9.7 30.5 4.2 42 11.21 11.3 11.21 11.4 - - 100

BOD mg/L 1.76 10.1 2.8 10.1 1.8 45 2.72 2.72 2.72 2.75 - - 12

DO mg/L 0 0 - - - - - - - - - - >0

H2S mg/L 0 0 - - 0.021 0.021 - - 0.0001 0.01 0 0 (-)

pH - 6.5 6.9 6.8 7.5 6.7 7.64 7.01 7.4 6.67 7.1 7.2 8.65 5-9

NO3- mg/L 0.82 0.9 0.5 0.9 0.5 5 4.3 4.51 5.28 5.81 0.72 2.9 20

PO4-3 mg/L - - 0.26 0.26 - - - - - - 0.06 0.2 5

Keterangan : * = melewati baku mutu, ** = lebig rendah dari baku mutu, (-) = tidak ada persyaratan; - : tidak ada data

Page 179: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

158

Lampiran 8 Dinamika Sebaran Kualitas Air inlet dan outlet di PLTA Tanggari II Tahun 2005-2010

Parameter Satuan

Tahun ke- Baku mutu

2005 2006 2007 2008 2009 2010 Kelas IV PP

no.82/2001Min. Maks. Min. Maks. Min. Maks. Min. Maks. Min. Maks. Min. Maks.

INLET

Suhu 0C 29.8 29.8 24 28.3 28.1 30.1 - - 28.4 30.1 27.2 28.1 Deviasi 5

TDS mg/L 107 123 107 152.5 122.03 240 119 371 32 372 119 172 2000

TSS mg/L 11.2 13.6 10.3 13.6 5.2 20.4 3.1 26 12.1 25 2.3 31.1 400

Fe mg/L 0 0 0.01 0.38 0 0.79 - - 0.7 5.2 0.003 0.03 (-)

COD mg/L 14.79 16.4 10 31 4.03 15 5.2 12.4 11.8 11.8 - - 100

BOD mg/L 2.44 4.21 2.1 9.8 1.2 4.4 1.9 2.8 3.1 3.1 - - 12

DO mg/L - - - - - - - - - - - - >0

H2S mg/L 0 0 0 0 0.001 0.001 - - 0.0001 0.04 0 0 (-)

pH - 6.8 6.9 6.3 7.7 - - 7.2 7.6 6.9 7.3 7.1 8.64 5-9

NO3- mg/L 0.21 1.1 0.25 1.1 - - 4.72 6.01 3.7 5.8 0.96 1.5 20

PO4-3 mg/L - - 0.16 0.16 - - - - - - 0 0.1 5

OUTLET

Suhu 0C 29.9 29.9 26 28.3 27.2 29.9 - - 28.2 30.1 27.2 28 Deviasi 5

TDS mg/L 104 118 104 149 120 236 120 361 60 360 120 171 2000

TSS mg/L 14.4 17.6 12.1 17.6 6.5 20.1 4.8 25.7 13.2 23.2 1.7 30.2 400

Fe mg/L 0 0 0 0.38 0 0.9 - - 3.1 4.2 0.03 0.05 (-)

COD mg/L 7.28 14.7 13 38.5 6.4 22 11.9 12.8 12.4 12.4 - - 100

BOD mg/L 1.62 2.48 2.8 10.9 1.2 3.8 2.15 3.9 3.7 3.7 - - 12

DO mg/L - - - - - - - - - - - - >0

H2S mg/L 0 0 - - 0.001 0.001 - - 0.001 0.004 0 0 (-)

pH - 6.5 6.9 6.4 7.5 - - 7.3 7.8 6.7 7.2 7.12 8.61 5-9

NO3- mg/L 0.3 0.82 0.35 0.9 - - 5.51 6.51 4.2 6.2 0.93 1.4 20

PO4-3 mg/L - - 0.21 0.21 - - - - - - 0 0.1 5Keterangan : * = melewati baku mutu, ** = lebig rendah dari baku mutu, (-) = tidak ada persyaratan; - : tidak ada data

Page 180: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

159

Lampiran 9. Rincian Total Economic Value (TEV) Jasa Lingkungan Sumberdaya Air di PLTA

Parameter Saguling Cirata Tanggari I Tanggari II

Power 2.158.000.000 1.426.000.000 9.103.600 10.878.615

Harga Jual 591,11 591,11 591,11 591,11

Potensi keuntungan listrik 1.275.615.380.000 842.922.860.000 5.381.228.996 6.430.458.113

Biaya per kWh 463 463 463 463

Biaya listrik 999.607.180.000 660.537.460.000 4.216.878.556 5.039.083.254

Nilai Benefit Listrik 276.008.200.000 182.385.400.000 1.164.350.440 1.391.374.859

Jumlah KJA 4.514 24.000 6.000 -

Ikan Mas 2.000 2.000 2.000 -

Ikan Nila 2.000 2.000 1.000 -

Harga Ikan Mas 14.000 14.000 15.000 -

Harga Ikan Nila 15.000 15.000 12.500 -

Nilai Ikan 261.812.000.000 1.392.000.000.000 255.000.000.000 -

Biaya Benih 1.482.000 1.482.000 1.100.000 -

Biaya Pakan 4.500.000 4.500.000 1.825.000 -

Biaya Obat 234.000 234.000 50.000 -

Biaya Lain 149.000 149.000 300.000 -

Biaya Produksi 28.731.610.000 152.760.000.000 19.650.000.000 -

Nilai Keuntungan Ikan 233.080.390.000 1.239.240.000.000 235.350.000.000 -

Jumlah Pengunjung 1.460 17.516 34.509 -

Biaya Transport 116.000 120.000 200.000 -

Biaya Akomodasi 33.000 30.000 70.000 -

Nilai Ekowisata 217.540.000 2.627.400.000 9.317.430.000 -

Luas Penghijauan (ha) 1.024 525 125 -

Simpan karbon/ha 194 194 194 -

Nilai Karbon/ton 179.091 179.091 179.091 -

Nilai Karbon 35.577.531.494 18.250.856.732 4.342.960.388 -

Luas DAS 2.228.300.000 4.652.860.000 247.080.000 -

Rata-rata curah hujan 3,378 2,557 1,936 -

Debit air (inlet PLTA) 3.405.888.000 5.739.552.000 315.360.000 -

Penguapan 1,116 1,087 0,650

Harga air (energi) 202 202 202 -

Nilai Cadangan Air Tanah 330.174.373.200 222.230.744.400 481.745.760 -

Sedimentasi 4.200.000 4.760.000 2.000.000 -

Harga air (energi) 202 202 202 -

Nilai Cadangan Air Waduk 848.400.000 961.520.000 404.000.000 -

Jumlah Penduduk 618.479 234.322 26.558 -

WTP 12.500 12.500 12.500 -

Option Value 7.730.987.500 2.929.025.000 331.975.000 -

Jumlah KK 154.620 58.581 6.640 -

WTP 15.000 15.000 15.000 -

Preservation Value 2.319.296.250 878.707.500 99.592.500 -

Nilai Guna Langsung 509.306.130.000 1.424.252.800.000 245.831.780.440 1.391.374.859

Nilai Guna Tidak Langsung 366.600.304.694 241.443.121.132 5.228.706.148 -

Nilai Bukan Guna 10.050.283.750 3.807.732.500 431.567.500 -

TEV 885.956.718.444 1.669.503.653.632 251.492.054.088 1.391.374.859

Jabar 2.555.460.372.077 Tanggari Sulut 252.883.428.946

Page 181: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

160

Lampiran 10. Model Perlindungan dan Pengelolaan Sumberdaya Air di PLTA Berbasis Sukarela

TAMPILAN MODEL

Model Perlindungan dan Pengelolaan Sumberdaya Air di PLTA Berbasis SukarelaModel Perlindungan dan Pengelolaan Sumberdaya Air di PLTA

Page 182: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

161

PERSAMAAN MODEL

NO PARAMETER NILAI / PERSAMAAN

1 AME Penduduk ABS(((Penduduk - 'Penduduk Aktual') / 'Penduduk Aktual') * 100) + (0 * 'Batas AME')

2 Batas AME 10

3 Benefit Ikan 'Nilai Ikan Total' - 'Biaya Produksi Ikan'

4 Benefit Listrik 'Nilai Listrik' - 'Biaya Listrik'

5 Biaya Akomodasi 33000

6 Biaya KJA 6365000

7 Biaya Listrik 'Power Listrik' * 'Biaya Produksi Listrik'

8 Biaya Produksi Ikan 'Jumlah KJA' * 'Biaya KJA'

9 Biaya Produksi Listrik 235

10 Biaya Transportasi 116000

11 Debit air 83.6 * 3600

12 eg 0.94

13 FP_Debit air 0.005 * FP_Hutan

14 FP_Hutan - 0.111

15 FP_Nilai Karbon 0.07

16 FP_Penduduk 0.015

17 FP_Pengunjung 0.01

18 FP_Permukiman 0.262 - ('Indeks Pemberdayaan Masyarakat' / 10)

19 FP_Produksi Ikan 'FP_Debit air'

20 FP_Sawah -0.00018

21 FP_Semak 0.75

22 H_efektif 631.27

23 Harga Air Energi 202

24 Harga Ikan Mas 14000

25 Harga Ikan Nila 15000

26 Harga Listrik 591,11

27 Hutan MAX(38139.8,0)

28 Indeks Pemberdayaan Masyarakat

('Kinerja Lingkungan PLTA' * 35000) / Penduduk

29 Input 2283000000 * 3.378

30 Jumlah KJA 4514

Page 183: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

162

31 K_power 1.251765

32 Kapasitas Serapan Karbon

194

33 Kinerja Lingkungan PLTA

= 'CSR Listrik' / 15000000000

34 konstanta 9.81

35 Kurs US$ 9425,85

36 Lahan Terbuka MAX((MIN(('Luas DAS' - (Hutan + Permukiman+ Sawah + Semak + 'Luas Waduk Cirata' + 'Luas Waduk Saguling')),('Luas DAS' - Hutan -Permukiman - Sawah - Semak - 'Luas Waduk Cirata' - 'Luas Waduk Saguling'))), 0)

37 LP_Debit air 'Debit air' * 'FP_Debit air'

38 LP_Hutan Hutan * FP_Hutan

39 LP_Nilai Karbon 'Nilai Karbon' * 'FP_Nilai Karbon'

40 LP_Penduduk Penduduk * FP_Penduduk

41 LP_Pengunjung Pengunjung * FP_Pengunjung

42 LP_Permukiman LPermukiman * FP_Permukiman

43 LP_Produksi Ikan 'Produksi Ikan' * 'FP_Produksi Ikan'

44 LP_Sawah Sawah * FP_Sawah

45 LP_Semak LSemak * FP_Semak

46 LPermukiman 39782.58

47 LSemak 1060.72

48 Luas DAS 222830

49 Luas Penghijauan 1024

50 Luas Waduk Cirata 9814.12

51 Luas Waduk Saguling 13508.88

52 Nilai Air Tanah (Input - Output) * 'Harga Air Energi'

53 Nilai Air Waduk Sedimentasi * 'Harga Air Energi'

54 Nilai Bukan Guna 'Nilai Pilihan' + 'Nilai Kelestarian'

55 Nilai Ekowisata Pengunjung * ('Biaya Akomodasi' + 'Biaya Transportasi')

56 Nilai Guna 'Benefit Listrik' + 'Benefit Ikan' + 'Nilai Ekowisata' + 'Nilai Serapan Karbon' + 'Nilai Air Tanah' + 'Nilai Air Waduk'

57 Nilai Ikan Mas 'Jumlah KJA' * 'Produksi Ikan' * 'Harga Ikan Mas'

Page 184: KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER … · Sukarela di Pembangkit Listrik Tenaga Air, dibawah bimbingan SURJONO H.SUTJAHJO, BUNASOR SANIM and SUNARYA. ... Tahun 2001 tentang

163

58 Nilai Ikan Nila 'Jumlah KJA' * 'Produksi Ikan' * 'Harga Ikan Nila'

59 Nilai Ikan Total 'Nilai Ikan Mas' + 'Nilai Ikan Nila'

60 Nilai Karbon 19 * 'Kurs US$'

61 Nilai Kelestarian Penduduk * 'WTP Kelestarian'

62 Nilai Listrik 'Power Listrik' * 'Harga Listrik'

63 Nilai Pilihan Penduduk * 'WTP Pilihan' / 4

64 Nilai Serapan Karbon 'Luas Penghijauan' * 'Kapasitas Serapan Karbon' * 'Nilai Karbon'

65 Penduduk Aktual IF(TIME<2011,(GRAPH(TIME,2001,1,{618479,636798,650051,667392,670640,676320,692699,719785,736943,744181})),Penduduk)

66 Pengunjung 1460

67 Permukiman MIN(LPermukiman,('Luas DAS' - (Hutan + Sawah + Semak + 'Luas Waduk Cirata' + 'Luas Waduk Saguling')))

68 Power Listrik (konstanta * H_efektif * eg * 'Debit air') * K_power

69 Produksi Ikan 2000

70 Sawah 64940.11

71 Sedimentasi 4200000

72 Semak MAX((MIN(LSemak,('Luas DAS' - (Hutan + LPermukiman + Sawah + 'Luas Waduk Cirata' + 'Luas Waduk Saguling')))),0)

73 TEV 'Nilai Guna' + 'Nilai Bukan Guna'

74 WTP Kelestarian 15000

75 WTP Pilihan 12500