Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEBIJAKAN WALIKOTA SURABAYA DALAM PENUTUPAN
LOKALISASI DOLLY SURABAYA TAHUN 2014
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Adis Puji Astuti
1110112000040
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2017
iv
ABSTRAK
KEBIJAKAN WALIKOTA SURABAYA DALAM PENUTUPAN
LOKALISASI DOLLY SURABAYA TAHUN 2014
Walikota Surabaya Tri Rismaharini dalam Pemerintahan di Tahun 2014 membuat
kebijakan untuk menutup semua tempat praktik prostitusi yang dalam wilayah Pemerintahannya.
Dalam penutupan Lokalisasi Dolly tiga alasan utama, yakni letaknya yang berbaur dengan
pemukiman, perda tentang perdagangan manusia dan pertimbanga dampak sosial bagi anak-anak
disekitar Lokalisasi Dolly. Lokalisasi Dolly menjadi tempat terakhir yang ditutup setelah lima
lokalisasi lainnya, namun perlawanan besar-besaran dan kritik dari berbagai pihak menjadikan
kebijakan ini disorot media dengan pro dan kontranya.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai bagaimana proses
pengambilan kebijakan dalam penutupan lokalisasi itu diimplementasikan. Pertama, penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan teori kebijakan publik dan mekanisme proses pengambilan
kebijakan William Dunn. Kedua, menggunakan teori kelompok kepentingan, untuk mengetahui
pihak-pihak yang terlibat dalam penutupan Lokalisasi Dolly.
Hasil penelitian ini mengetahui mekanisme proses pengambilan kebijakan yang dilakukan
Walikota Surabaya dalam penutupan Lokalisasi Dolly. Dari mulai tahap penyusunan agenda, tahap
formulasi kebijakan, tahap advokasi kebijakan, tahap impelementasi kebijakan, dan evaluasi
kebijakan. Selain itu, penelitian ini juga membuktikan bahwa penutupan Lokalisasi Dolly
memberikan banyak dampak bagi masyarakat sekitar lokalisasi. Diantaranya, dampak sosial,
ekonomi, dan politik.
Kata kunci : Teori Kebijakan Publik, Teori Kelompok Kepentingan, Lokalisasi Dolly, Walikota
Surabaya.
v
KATA PENGANTAR
Puji Syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
rahmat-Nya lah tugas akhir akademik studi S1 peneliti di Jurusan Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah
Jakarta, dapat terselesaikan.
Penelitian skripsi berjudul Kebijakan Walikota Surabaya Dalam
Penutupan Lokalisasi Dolly Surabaya Tahun 2014 berangkat atas
keingintahuan peneliti dalam memahami dinamika sosial dan politik dalam
kebijakan publik, sekaligus memenuhi kewajiban peneliti sebagai mahasiswa
untuk menghasilkan karya tulis yang komprehensif dan baik. Akan tetapi, peneliti
sadari betul bahwa dalam proses penyelesaian penelitian ini, mendapatkan banyak
rintangan, yang mana itu berasal dari diri peneliti sendiri, seperti rasa malas
maupun kecerobohan peneliti yang mana itu datang silih berganti. Meski
demikian, dengan bantuan dan semangat dari seluruh pihak penelitian ini dapat
terselesaikan . Untuk itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dede Rosyada, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Dzulkifli selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Dzuriyatun Thoyibah, M.Si, Dr. Bakir Ikhsan, M.Si, dan Dr. Agus
Nugraha, MA. Selaku Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik.
4. Dr. Iding Rosyidin Hasan sebagai Ketua Program Studi Ilmu Politik,
yang senantiasa mengingatkan peneliti untuk menyelesaikan studi.
vi
5. Suryani M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Politik UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, atas segala masukannya pada peneliti.
6. Drs. Ismadi Ananda, M.Si sebagai Dosen Pembimbing peneliti, yang
atas kebaikan dan segala kemudahan yang diberikannya dalam
membimbing peneliti.
7. Dr. Haniah Hanafie dan Suryani, M.Si selaku penguji skripsi peneliti.
8. Ali Munhanif, Ph.d , Saiful Mujani , Burhanuddin Muhtadi, dan
seluruh jajaran Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang
pernah menjadi pengajar peneliti.
9. Terimakasih tak terhingga untuk orangtua peneliti, Ayahanda Aang
Anwar dan Ibunda Kokoy Rukoyah yang telah membiayai perkuliahan
peneliti dan terus memberikan welas asih beserta doa untuk peneliti
serta tetap setia menunggu peneliti menyelesaikan studinya.
10. Kakak peneliti, Afaf Farida S.E yang tetap bertahan merawat peneliti,
membiayai, dan memberikan semangat pada peneliti untuk
menyelesaikan studinya. Tanpa kesabaran dan keteguhannya, adalah
hal mustahil bagi peneliti untuk dapat melewati keras dan getirnya
kehidupan.
11. Keluarga besar peneliti di Karawang, Aulia Febriyanti selau Adik
peneliti, Paman, Tante, Enin, dan semua keluarga peneliti yang kerap
membantu dan selalu jadi tempat berpulang peneliti ketika Ciputat
terasa begitu menyesakkan.
12. Berbagai Pihak yang membantu peneliti ketika melakukan penelitian
di Surabaya, Sekretaris Desa Kelurahan Putat Jaya, Anggota DPRD
vii
Surabaya, dan kawan-kawan Backpacker Jawa Timur yang memandu
peneliti ketika di Surabaya.
13. Keluarga besar Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan, terutama teman-teman di Unit Pengaduan dan Rujukan
yang bersama mereka peneliti mendapatkan banyak pengalaman
berharga selama hampir 2 tahun lebih. Kakak-kakak di Divisi
Pemantauan, Dwi Ayu, Pino, Della dan Nisha, atas bimbingan dan
memberikan kesempatan kepada peneliti untuk belajar bersama selama
ini.
14. Partner terbaik dan terkasih peneliti, yang senantiasa tanpa bosan dan
lelah, senantiasa mendampingi peneliti melewati masa-masa sulit
peneliti di bangku perkuliahan.
15. Padepokan Uler Kelilit, sekumpulan mahasiswi dengan mimpi selangit
yang selalu optimis akan mampu taklukan dunia meski dengan segala
keterbatasan yang dimiliki. Dengan mereka, peneliti dapatkan masa
perkuliahan terbaik. Muhammad Indra Giri, Fathi Andini, Aisyah,
Miftahul Choir Alayyubi, Erwin Saputra Muhammad, Luluk Hidayat,
dan Afrilia Mayasari yang selalu hadir disamping peneliti dalam
keadaan baik dan terburuk sekalipun. Mereka yang selalu mampu
hadirkan tawa dan sahabat terbaik dimasa-masa sulit peneliti selama
perkuliahan ini.
16. Keluarga Penghuni Rumah Progresif, kawan seperjuangan peneliti
dari kerasnya Ciputat dengan segala dinamika yang hadir di dalamnya.
Kakak-kakak terbaik, Lini Zurlia, Naila Fitria, Aimatunnisa yang
viii
berikan peneliti inspirasi dan banyak pelajaran. Zakiatunnisa, kawan
berjuang peneliti yang selalu sabar mendengarkan keluh kesah peneliti.
Bisa berjuang bersama kalian dalam kerasnya kehidupan di Ciputat
adalah sebuah kebanggan bagi peneliti. Fanny Fatwati Putri dan Sri
Andriyani yang terus menyemangati dan membantu peneliti.
17. Teman-teman Ilmu Politik 2010 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah menjadi lawan debat dan
kawan berfikir selama peneliti menuntut ilmu.
18. Kawan-kawan HMI Komisariat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Korps HMI Wati (KOHATI) HMI Cabang Ciputat dan Forum
Mahasiswa Ciputat (FORMACI), disanalah kampus kedua peneliti,
tempat peneliti mengembangkan diri dan menambah wawasan selain di
bangku perkuliahan.
19. Terakhir, segala pihak yang turut membantu peneliti dalam
menyelesaikan studi, meskipun tidak dapat disebutkan satu persatu,
apa yang peneliti raih sampai kini tidak akan pernah terjadi tanpa
uluran tangan semua pihak.
Semoga tugas akhir atau skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membacanya. Peneliti juga memohon maaf atas segala kekurangan,
keterlambatan serta kecereobohan yang telah peneliti buat dalam proses dan hasil
akhir skripsi ini.
Ciputat, 21 Mei 2017
Adis Puji Astuti
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................ ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ....................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian ....................................................................... 8
2. Manfaat Penelitian .................................................................... 8
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 9
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian ............................................................................ 11
2. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 12
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Dokumentasi ............................................................................... 12
2. Wawancara .................................................................................. 13
3. Sumber dan Jenis Data………………………………………… 12
G. Analisis Data Penelitian…………………………………………... 14
H. Sistematika Penulisan ...................................................................... 14
BAB II KERANGKA TEORI
A. Kebiijakan Publik
1. Pengertian Kebijakan Publik ....................................................... 16
xi
2. Tahap-Tahap Kebijakan ............................................................. 22
B. Analisis Kebijakan…………………………………………………24
BAB III GAMBARAN UMUM KOTA SURABAYA DAN LOKALISASI
DOLLY
A. Gambaran Umum Kota Surabaya
1. Sejarah Kota Surabaya ............................................................... 29
2. Letak Geografis .......................................................................... 30
3. Demografi .................................................................................. 30
4. Visi dan Misi Kota Surabaya ...................................................... 33
B. Lokalisasi Dolly
1. Sejarah Lokalisasi Dolly ............................................................. 36
2. Letak Geografis Lokalisasi Dolly………………………………38
3. Batas Wilayah Lokalisasi Dolly………………………………..41
BAB IV KEBIJAKAN PENUTUPAN LOKALISASI DOLLY TAHUN 2014
A. Dasar Hukum dan Kebijakan Penutupan Lokalisasi Dolly Tahun 2014
1. Perda Kotamadya Tingkat II Surabaya Nomor 7 Tahun 1999 . 44
2. Surat Gurbernur Jawa Timur ..................................................... 46
B. Kronologis Penutupan Lokalisasi Dolly Tahun 2014
1. Tahap Perumusan Masalah ........................................................ 49
2. Tahap Peramalan…..…………………………………………... 50
3. Tahap Rekomendasi……...……………………………………. 51
4. Tahap Pemantauan…………………………………………….. 51
5. Tahap Penilaian……………………………………………….. 68
C. Dampak Penutupan Lokalisasi Dolly Tahun 2014
1. Dampak Ekonomi ....................................................................... 59
2. Dampak Politik ........................................................................... 63
3. Dampak Sosial ........................................................................... 64
xii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...................................................................................... 67
B. Saran ................................................................................................. 69
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... xv
LAMPIRAN .................................................................................................................xix
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel III.1 Jumlah Sekolah dan Murid Menurut Jenis Sekolah Kota Surabaya
Tahun 2013-2014...........................................................................31
Tabel III.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Hasil Registrasi Tahun
2008-2014......................................................................................32
Tabel III.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Surabaya Tahun 2010-2014…32
Tabel III.4 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin per Kecamatan Tahun
2015………………………………………………………………39
Tabel IV.5 Jumlah Pekerja Lokalisasi Di Lokalisasi Dolly dan Jarak Tahun
2014………………………………………………………………52
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Mekanisme Proses Pengambilan Kebijakan ................... 21
Gambar 3.1 Lokalisasi Kantor Kelurahan Putat Jaya ..................................... 41
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Praktek prostitusi yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia menjadi
masalah yang tak kunjung selesai dan tidak bisa dielakkan. Beberapa tempat
prostitusi seperti kawasan Bandar Baru di Sumatera Utara, Dolly di Surabaya,
Pasar Kembang atau Sarkem di Yogyakarta, sampai warung remang-remang
disepanjang jalur lintas barat Sumatera, dan di berbagai daerah lain.
Implementasi kebijakan penutupan Lokalisasi Dolly di Surabaya yang
dilakukan oleh Pemerintahan Kota Surabaya yang di pimpin oleh Tri Rismaharini
selaku Walikota Surabaya pada tanggal 18 Juni 2014 menyisakan banyak
persoalan. Pro dan kontra atas keputusan yang diambil oleh Pemerintahan Kota
Surabaya tersebut kerap hadir, baik pada proses perumusan kebijakan ataupun
pada saat implementasi kebijakan tersebut. Media massa, baik cetak maupun
elektronik kerap memberitakan pro dan kontra yang terjadi antara Risma
(panggilan Walikota Surabaya) dengan beberapa pihak yang menolak penutupan
Lokalisasi Dolly tersebut, diantaranya adalah para pekerja seks yang ada di Dolly,
para mucikari dan para warga yang hidupnya menggantungkan diri atau mecari
nafkah di seputaran lokalisasi tersebut.
Kebijakan Pemerintahan Kota Surabaya dalam penutupan Lokalisasi
Dolly, dihiasi dengan pro kontra dari berbagai pihak. Hujatan tersebut dibuktikan
2
dengan banyaknya demonstrasi yang terjadi di Surabaya untuk menolak
penutupan tersebut. Akan tetapi, dukungan yang diterima Risma pun terus
berdatangan. Hal tersebut juga datang dari Pemerintahan Provinsi Jawa Timur
yang dipimpin oleh Soekarwo selaku Gubernur. "Karena ini niat bagus dari
Pemkot, kami Pemprov sebagai kepanjangan pemerintah pusat harus
mendukung," ujarnya.1
Penutupan Lokalisasi Dolly yang dilakukan Pemerintahan Kota Surabaya,
merupakan penutupan lokalisasi terakhir. Sebelumnya Tri Rismaharini selaku
Walikota Surabaya telah menutup 4 lokalisasi yang ada di Surabaya. Antara lain,
Dupak Bangunsari, Tambak Asri, Moreseneng, dan Klakah Rejo. Lokalisasi
pertama yang berhasil ditutup Dupak Bangunsari pada 21 Desember 2012. Saat
ditutup, sebanyak 163 pekerja seks yang tersebar di 61 wisma dan 50 mucikari
dialihprofesikan.Tambak Asri yang resmi ditutup pada 28 April 2013. Lokalisasi
yang memiliki 354 wanita harapan dengan 96 mucikari yang tersebar di RW 6 dan
RW 9 Jalan Tambak Asri, Kelurahan Morokrembangan, Kecamatan Krembangan.
Lokalisasi Moroseneng dan Klakah Rejo yang ditutup 22 Desember 2013 ini
dihuni sekitar 350 pekerja seks komersial (PSK) dan 90 mucikari.2
Kompleksitas masalah yang ada di Lokalisasi Dolly, menjadikan
penutupan lokalisasi tersebut dilakukan diakhir setelah beberapa lokalisasi
1 “Soekarwo : Pekerja Dolly Silahkan Demo Tetapi Patuhi Perda”, artikel diakses pada
tanggal 17 Juni 2014
http://regional.kompas.com/read/2014/05/01/1600189/Soekarwo.Pekerja.Dolly.Silakan.Demo.teta
pi.Patuhi.Perda
2“Nasib 4 Lokalisasi Ketika Surabaya Ditangan Walikota Risma”, artikel diakses pada
tanggal 05 Agustus 2014
http://news.detik.com/surabaya/read/2014/06/18/043011/2611121/475/nasib-4-lokalisasi-ketika-
surabaya-ditangan-wali-kota-risma
3
sebelumnya yang telah dipaparkan diatas di tutup. Kompleksitas masalah tersebut,
diantaranya adalah menyatunya Lokalisasi Dolly tersebut dengan tempat
pemukiman warga, sehingga tidak sedikit warga tersebut yang mencari nafkah
atau kehidupan ekonominya berpangku pada lokalisasi tersebut. Selain itu para
pekerja seks dan mucikari yang ada di Lokalisasi Dolly jumlahnya lebih banyak
dibandingkan di tempat lokalisasi lainnya. Hal tersebut menjadi wajar karena
tempat prositusi atau Lokalisasi Dolly pernah disebut sebagai tempat prostitusi
terbesar di Asia Tenggara, bahkan gaungnya sampai ke manca negara. Lokalisasi
Dolly berada di kawasan kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Kotamadya
Surabaya. Kawasan Lokalisasi Dolly yang mencakup RW 12 dan RW 6 dan
hanya sepanjang sekitar 150 meter, diperkirakan mempunyai 55 wisma dan
sekitar 530 PSK.3 Akan tetapi, jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan data Dinas Sosial Kota Surabaya beberapa hari sebelum dilakukan
penutupan, jumlah PSK sebanyak 1449 dengan jumlah mucikari 311 orang.4
Maraknya tempat prostitusi di Indonesia menjadi sebuah persoalan yang menarik.
Berbagai masalah hadir di dalamnya, prostitusi kerap kali dianggap sebagai pusat
penyebaran virus HIV & AIDS, juga sebagai tempat maksiat , yang kotor dan
perlu dihapuskan atau ditutup.
Tri Rismaharini selaku Walikota Surabaya bertekad menutup lokalisasi
tersebut dengan beberapa alasan. Risma menegaskan, dia akan tetap menutup
Dolly sesuai jadwal, yaitu 18 Juni 2014. Dia menjelaskan, ada dua landasan
3Khilfa Adib, “Traficking dan Prostitusi Studi Kasus Gang Dolly,” (Skripsi S1 Fakultas Adab
dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009), h. 14. 4“Pasang Surut Jumlah PSK Dolly” , artikel diakses pada 17 Juni 2014 di
http://regional.kompas.com/read/2014/06/18/0829077/Pasang.Surut.Jumlah.PSK.Dolly .
4
hukum yang kuat mengapa Dolly harus ditutup. Pertama, yaitu Peraturan Daerah
(Perda) Nomor 7 Tahun 1999 mengenai larangan bangunan atau rumah tinggal
difungsikan sebagai tempat asusila dan sebagai tempat pemikatan melakukan
tindak asusila. Kedua, yaitu Undang-Undang Perdagangan Manusia (human
trafficking). Sebagai aparat pemerintah, Risma menegaskan harus menegakkan
aturan tersebut. Risma mengaku mendapatkan banyak dukungan untuk menutup
Dolly. Mayoritas warga asli Dolly pun mendukung agar kompleks prostitusi
terbesar di Asia Tenggara itu ditutup secara permanen.5
Selain itu, prostitusi dan lokalisasi dianggap sebagai tempat eksploitasi
manusia terhadap manusia lainnya, dan ini melanggar Undang-Undang
Perdagangan Manusia. Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21
tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ,
dijelaskan pada pasal 1 bahwa eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa
persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau
pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan,
pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan
hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan atau jaringan tubuh atau
memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk
mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil. Selain itu, Kepala
Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rahmanita mengatakan, pada 2014,
hingga akhir Mei, tercatat ada 254 pengidap HIV di Surabaya. Total pengidap
5“Warga Asli Dolly Diintimidasi”, artikel diakses pada tanggal 9 juni 2014 dari
http://www.republika.co.id/berita/koran/nusantara-koran/14/06/10/n6xy4724-warga-asli-dolly-
diintimidasi.
5
HIV di Surabaya sejak 1998 sebanyak 7.600 orang, di Dolly selama 2012 hingga
2014 ada 215 pengidap HIV.6 Oleh karena itu, Pemerintahan Kota Surabaya
berusaha untuk menutup lokalisasi tersebut.
Protitusi ataupun lokalisasi selalu hadir dibelahan dunia, dan merupakan
peradaban yang sulit untuk dihapuskan, hal ini terjadi karena prostitusi ataupun
lokalisasi selalu dianggap sebagai bisnis yang menguntungkan dengan perputaran
uang yang tidak sedikit. Bisnis tersebut telah menghidupi banyak orang, seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kebijakan penutupan Lokalisasi Dolly
telah menghasilkan banyak pro dan kontra. Disatu sisi, penutupan prostitusi
secara kasat mata berusaha untuk membebaskan perempuan dari eksploitasi
seksual yang menimpanya, tetapi juga ditolak karena alasan ekonomi, yaitu dalam
hal pemenuhan kebutuhan hidup. Dalam pelbagai persoalan sosial, salah satunya
prostitusi, perempuan selalu menjadi korban atas stigma yang hadir ditengah-
tengah masyarakat kita yang sangat kental dengan budaya patriarki. Perempuan
pekerja seks komersial selalu dianggap sebelah mata, hina dan status sosial yang
rendah. Hingga akhirnya dalam kehidupan bermasyarakat mereka selalu
tersisihkan.
Pro kontra yang hadir dalam kebijakan yang diambil oleh Walikota
Surabaya yakni Tri Rismaharini, untuk menutup secara permanen lokalisasi,
hadir dari para sesama pejabat Pemerintahan Kota Surabaya maupun dari warga
kota Surabaya. Bahkan wakil Walikota Surabaya pun sempat berbeda pendapat
6“Ini Alasan Penutupan Dolly Dipercepat Sehari” artikel diakses pada tangal 10 Juni 2014
http://regional.kompas.com/read/2014/06/06/0858247/Ini.Alasan.Penutupan.Dolly.Dipercepat.Seh
ar.
6
terkait persoalan penutupan tersebut. Penolakan penutupan Lokalisasi Dolly
misalnya, juga di suarakan oleh para perempuan pekerja seks komersial (PSK),
dengan alasan biaya hidup (ekonomi), bahkan beberapa anggota DPRD kota
Surabaya pun menilai penutupan lokalisasi dan prostitusi Dolly belum tepat
dilakukan, seperti apa yang disampaikan Ketua Komisi D DPRD Surabaya
Baktiono di media, “Saya bukannya menolak atau mendukung, tapi konsepnya
harus jelas, karena ini menyangkut ekonomi masyarakat,” ujarnya saat
mengunjungi Lokalisasi Dolly, Selasa (17/6/2014).7
Lokalisasi Dolly yang dikenal sebagai tempat prostitusi terbesar di Asia
Tenggara ini, merupakan lahan bisnis yang “basah” bagi banyak orang terutama
warga yang tinggal di seputaran Lokalisasi Dolly. Tidak hanya bisnis prostitusi,
tapi pengelola wisma, pedagang klontong, rumah makan, laundry dan masih
banyak bisnis lainnya mendapatkan keuntungan dari adanya loalisasi Dolly
tersebut. Untuk itu, menjadi wajar ketika banyak timbul konflik maupun gesekan-
gesekan yang menghiasi penutupan secara permanen lokalisasi tersebut.
Walikota Surabaya, Tri Rismaharini sadar betul bahwa kompleksitas
masalah yang ada pada Lokalisasi Dolly terutama aspek ekonomi masyarakat
menyebabkan penutupan tidak bisa dilakukan dengan segera dan langsung ditutup
begitu saja. Seperti yang Ia sampaikan pada media online bahwa, “Tidak bisa
sekedar ditutup, akar masalahnya itu apa, diawal saya sudah sampaikan itu, tidak
bisa sekedar ditutup. Karena kalau sekedar ditutup, nanti kalau ini tersebar
7“Soal Dolly Ketua DPRD : Pro Kontra Merupakan Hal Biasa”, artikel diakses pada tanggal
16 Juni 2014 http://www.beritametro.co.id/fokus/soal-dolly-ketua-dprd-pro-kontra-merupakan-
hal-biasa
7
kemana-mana, kemudian dia bawa penyakit siapa pun bisa terkena karena itu. Jadi
butuh koordinasi dengan propinsi, koordinasi dengan daerah, jadi tidak bisa
penyelesaiannya itu hanya sekedar (ditutup). Jadi kita bagaimana membina dulu
gitu, sebelum kita lepas, karena bagaimana pun berangkatnya mereka mempunyai
masalah perekonomian. Nah ini yang harus kita benahi dulu,” kata Walikota Tri
Rismaharini.8
Berkaca pada pro kontra atau permasalahan yang hadir ditengah kebijakan
Pemerintahan Kota surabaya dalam penutupan Lokalisasi Dolly tersebut. Peneliti
memilih tema kajian kebijakan publik dan kelompok kepentingan dalam
penelitian ini sebagai penelitian tugas akhir Skripsi dengan judul “Kebijakan
Walikota Surabaya Dalam Penutupan Lokalisasi Dolly Surabaya Tahun 2014”
B. Perumusan Masalah
Penelitian ini secara umum ingin menjawab tentang masalah yang hadir
dalam penutupan Lokalisasi Dolly di Surabaya. Adapun rumusan pernyataan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengapa Pemerintahan Kota Surabaya mengeluarkan kebijakan untuk
menutup Lokalisasi Dolly pada tahun 2014?
2. Bagaimana proses kebijakan penutupan Lokalisasi Dolly oleh
Pemerintahan Kota Surabaya pada tahun 2014?
3. Apa dampak dari kebijakan penutupan Lokalisasi Dolly tersebut?
8“Walikota Surabaya: Dolly Tak Bisa Sekedae Ditutup”, artikel diakses pada tanggal 15
Agustus 2014 http://m.voaindonesia.com/a/walikota-surabaya-dolly-tak-bisa-sekedar-ditutup--
106378444/85459.html
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sebagaimana layaknyanya penelitian karya tulis ilmiah proposal
penelitian ini memiliki tujuan-tujuan empiris dan rasional dalam proses
penelitiannya. Adapun yang dituju dalam proposal penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui mengapa Pemerintahan Kota Surabaya
mengeluarkan kebijakan untuk menutup Lokalisasi Dolly pada tahun
2014.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses kebijakan penutupan Lokalisasi
Dolly oleh Pemerintahan Kota Surabaya pada tahun 2014
3. Untuk mengetahui dampak dari kebijakan penutupan Lokalisasi Dolly
pada tahun 2014.
Manfaat penelitian ini dalam rangka sumber pengetahuan akademis
adalah:
1. Mengetahui latar beakang munculnya kebijakan penutupan Lokalisasi
Dolly dan proses pengambilan kebijakan serta melihat bagaimana
kebijakan itu menghasilkan pro dan kontra dan dampak yang
dihasilkan dari kebijakan tersebut.
2. Sebagai sarana untuk menambah literatur ilmu politik dalam kajian
kebijakan publik.
3. Sebagai tambahan informasi ataupun literatur dalam penelitian serupa
bagi insan akademis khususnya di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan umumnya bagi masyarakat luas.
9
Sedangkan, manfaat praktis dalam penelitian ini adalah:
1. Sebagai tambahan informasi terkait Lokalisasi Dolly untuk
Pemerintahan setempat guna melakukan penanggulangan terkait
masalah yang ditimbulkan dari adanya lokalisasi tersebut.
D. Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian sebelumnya yang menunjang peneliti dalam
menganalisis fenomena prostitusi, berasal dari beberapa buku dan skripsi yang
peneliti gunakan sebagai bahan refrensi penelitian ini.
Pertama, Khilfa Adib (2009) Jurusan Peradaban Islam Fakultas Adab dan
Humaniora dalam skripsinya yang berjudul “Traficking dan Prostitusi Studi Kasus
Gang Dolly Surabaya”. Pada penelitian tersebut, peneliti menjabarkan tentang
persoalan yang masih membelenggu perempuan, meskipun negara ini telah
merdeka. Persoalan tersebut terkait traficking dan prostitusi, dua masalah tersebut
merupakan sesuatu yang laten dan sangat sulit untuk dientaskan. Dengan
mengambil studi kasus di gang Dolly Surabaya, peneliti ingin memotret
bagaimana kehidupan para perempuan disana. Sebagai tempat yang kerap
bersinggungan secara langsung terkait persoalan traficking dan prostitusi, peneliti
meneliti bagaimana perempuan-perempuan pekerja seks komersial mengakui diri
sebagai seseorang yang merasa terekspoitasi atau menganggap PSK (Pekerja Seks
Komersial) sebagai sebuah profesi.
10
Penelitian tersebut juga melihat Traficking dari berbagai aspek, baik
sosial, ekonomi, budaya maupun agama. Perbedaan penelitian tersebut dengan apa
yang akan diteliti nanti adalah terkait prostirusi di Dolly, jika penelitian
sebelumnya mencoba mencari dampak dari traficking dan prostitusi untuk
kemudian dicari solusinya, penelitian yang akan diteliti mencoba menjawab
tentang bagaimana dan mengapa penutupan Lokalisasi Dolly bisa dilakukan dan
akhirnya menghasilkan pro dan kontra, dan meneliti aktor-aktor yang terlibat
didalamnya
Kedua, Zindi Setiya Afandia Mahasari (2015) Jurusan Ilmu Hukum,
Fakultas Syari’ah dan Hukum dalam Skripsi yang berjudul “Pengaturan
Lokalisasi Prostitusi Di Kota Surabaya (Studi Atas Implementasi Peraturan
Daerah NO 7 Tahun 1999 Tentang Larangan Menggunakan Bangunan Atau
Tempat Untuk Perbuatan Asusila Serta Pemikatan Untuk Melakukan Perbuatan
Asusila Di Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya)”. Pada penelitan tersebut,
peneliti menjelaskan tentang Peraturan Daerah Kota Surabaya yang melarang
menggunakan bangunan atau tempat apapun untuk berbuat asusila, dalam hal ini
lokalisasi prostitusi. Penelitian tersebut, secara khusus menjadikan Perda No 7
Tahun 1999 menjadi fokus kajiannya. Perda No 7 Tahun 1999 melarang
perbuatan asusila di tempat umum dan juga disemua tempat dan disetiap
bangunan di Kota Surabaya. Peneliti juga menjelaskan bahwa dari pertama
dikeluarkannya Perda tersebut sampai pada tahun 2013 tidak dijalankan secara
maksimal. Kemudian peneliti juga menjelaskan tentang dampak dan hasil dari
implementasi Perda tersebut pada tahun 2014. Berbeda dengan penelitian yang
11
dilakukan peneliti adalah bahwa peneliti mencoba menjawab alasan
diberlakukannya penutupan Lokalisasi Dolly dan mencoba melihat aktor-aktor
kelompok kepentingan yang terlibat dalam proses penutupan tersebut.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif (pembentangan pendapat) mengenai fokus
penelitiannya, yaitu penjabaran teoritis mengenai analisis kebijakan publik
pemerintah daerah Surabaya terkait penutupan Lokalisasi Dolly. Maka jenis dan
pendekatan yang dilakukan adalah kualiitatif.
Lexi Meleong (2007) menjelaskan metode penelitan kualitatif adalah suatu
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi motivasi, tindakan secara
holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata dan bahasa, yang pada suatu
kontak khusus yang alamiah.9
Penelitian ini, tidak dapat menghasilkan generalisir dan prediksi, sehingga
tidak dapat diuji dengan angka dan dianalisis dengan prosedur statistik, karena
penelitian ini bersifat sosial dan mengenai manusia sehingga ini hanya berupa
penjabaran pendapat peneliti yang kemudian dikembangkan dengan teori-teori
yang sudah ada.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
9Lexi Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, edisi revisi, Bandung: Rosda Karya, 2007.
Cet ke-23, h., 4.
12
Penelitian ini berlangsung di kota Surabaya, tepatnya di Lokalisai Dolly, di
daerah Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya. Penelitian
dilakukan secara langsung di Lokalisasi Dolly, dengan waktu penelitian secara
bertahap dari 8 September 2015 – 23 September 2015. Namun penelitian ini juga
dilakukan diseluruh tempat dimana terdapat data primer maupun sekunder.
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan sebuah laporan yang dilakukan bisa secara
tertulis, dengan gambar yang berisikan dari penjelasan mengenai pertanyaan-
pertanyaan penelitian. Teknik pengumpulan data dokumentasi juga
merupakan bentuk dari pemberian ataupun pengumpulan bukti-bukti dan
keterangan (seperti kutipan dari surat kabar dan gambar-gambar) Badudu
(1976).10
Jenis data yang didapat dalam penelitian ini diklasifikasikan
menjadi data primer da data sekunder.
Data primer adalah data yang diambil langsung, tanpa perantara, dari
sumbernya.11
Maka yang termasuk pada data primer adalah data yang dihasilkan
dari metode wawancara. Selain itu, ada data sekunder. Data sekunder adalah data
yang diambil secara tidak langsung dari sumbernya. Data sekunder biasanya
10
Widodo H. Wijoyo, “Konsep dan Definisi Dokumentasi,” artikel diunduh pada tanggal 21
November 2013 http://widodo.staff.uns.ac.id/2010/03/08/ringkasan-modul-1-konsep-dan-definisi-
dokumentasi/
11Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian.. h.86.
13
diambil dari dokumen-dokumen (laporan, karya tulis orang lain, majalah).12
Data
sekunder pada penelitian ini, adalah data yang dihasilkan dari metode
dokumentasi, berdasarkan pada data-data atau dokumen yang sudah ada, baik
berupa teori maupun penelitian sebelumnya.
2. Wawancara
Metode (penelitian) wawancara adalah metode penelitian yang datanya
dikumpulkan melalui wawancara dengan responden (kadang kala disebut “key-
informant”).13
Pada penelitian kali ini, peneliti akan menambah data untuk
penelitian dengan mewawancarai responden. Responden yang dituju tentunya
adalah pembuat kebijakan daerah surabaya, perempuan pekerja seks komersial,
dan warga setempat yang tinggal di daerah penutupan Lokalisasi Dolly.
Peneliti melaukan wawancara dengan sepuluh orang informan yang terdiri
dari: 1). Sukadar, anggota DPRD Kota Surabaya 2). Syafiq, Ketua Forum
Komunikasi Masyarakat Lokalisasi Surabaya 3). R. Wahyu Iswara, sebagai
Sekretari Kelurahan Putat Jaya Kec. Sawahan 4). Aziz Muslim, Staff Rehabilitasi
Sosial Dinas Sosial Kota Surabaya 5). KH. Khairun Suaeb, Ketua Ikatan Dakwah
Area Lokalisasi 6). Haris Maliki, Wartawan Lokalisasi Dolly, 7). Muhammad
Shofa, staf pengajar. 2 orang warga di sekitar Lokalisasi Dolly.
12
Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian, . h.87. 13
Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian. (Jakarta: STIA_LAN Press, 1999), h. 64.
14
G. Analisis Data Penelitian
Analisa data penelitian pada penelitian kali ini menggunakan metode
deskriptif-kualitatif. Dimana data yang dihasilkan dari metode dokumentasi dan
wawancara dikumpulkan untuk kemudian diolah dan dideskripsikan dengan
bentuk uraian pendapat, karena analisis data berkaitan erat dengan teknik
pengumpulan data dan interprtasi data. Proses analisa data dalam penelitian
kualitatif menurut Bodgan & Biklen, analisis data adalah proses mencari dan
megatur secara sistematis transkip intervies, catatan di lapangan, dan bahan-
bahan lain yang didapatkan, yang kesemuanya itu dikumpulkan untuk
meningkatkan pemahaman (terhadap suatu fenomena) dan membantu untuk
mempresentasikan penemuan kepada oranglain.14
H. Sistematika Penelitian
Dalam menjelaskan permasalahan yang akan diteliti dan agar lebih
memperjelas, fokus dan sistematis rangkaian laporan penelitian ini, maka peneliti
membangi pembahasan ke dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri dari sub-
sub sebagaimana berikut:
BAB I. Membahas mengenai pendahuluan yang berisi antara lain tentang
Latar Belakang Masalah, dimana peneliti menyampaikan alasan mengapa
memutuskan untuk meneliti tentang Kebijakan Penutupan Lokalisasi Dolly Di
Surabaya. Agar pembahasan penelitian ini tidak kehilangan arah fokus
14
Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian. . h.100.
15
penelitiannya, maka perlu adanya pertanyaan penelitian yang berguna untuk
menentukan fokus penelitian yang diteliti oleh peneliti. Selanjutnya, ada tujuan
dan manfaat penelitian. Lalu, ada tinjauan pustaka, yang dimana tinjauan pustaka
yang dilakukan peneliti berguna untuk mengetahui tema-tema sebelumnya yang
serupa dengan penelitian peneliti,ini dilakukan guna tidak melakukan penelitian
yang sama dengan penelitian yang telah ada. Kemudia juga dibahas metodelogi
penelitian untuk menjelaskan metode ilmiah yang dipakai peneliti dalam
penelitian ini. Sedangkan yang terakhir adalah sistematika penelitian.
BAB II. Membahas tentang landasan teori yang peneliti gunakan guna
meneliti masalah yang telah peneliti pilih dan jabarkan di bab 1. Peneliti
menggunakan teori kebijakan publik dan analisis kebijakan.
BAB III. Pada bab ini, peneliti akan membahas tentang gambaran umum
Kota Surabaya dan Lokalisasi Dolly. Gambaran umum dilihat dari sejarah Kota
Surabaya, letak geografis, demografi dan visi misi Kota Surabaya, maupun batas
wilayah Lokalisasi Dolly
BAB IV. Pada bab ini, peneliti akan menjabarkan kebijakan penutupan
Lokalisasi Dolly yang ditinjau dari dasar hukum, kronologis penutupan, sampai
dampak dan kelompok kepentingan dalam penutupan Lokalisasi Dolly.
BAB V. Penutup, kesimpulan dan saran.
16
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kebijakan Publik
Permasalahan disetiap daerah di Indonesia selalu banyak ragam
bentuknya. Di Jakarta persoalan kemacetan lalu lintas, banjir, kepadatan
penduduk, dan lain-lain. Di daerah lain permasalahan yang hadir kerap berbeda,
yang tentunya semua permasalahan di semua tempat di daerah yang ada di
Indonesia ini perlu segera mendapatkan solusi atau jalan keluarnya. Hal tersebut
itu erat kaitannya dengan teori yang akan peneliti pakai guna menelaah
permasalahan yang telah peneliti uraikan di bab sebelumnya, yakni tentang
kebijakan publik.
Sebelum membahas lebih jauh terkait kebijakan publik, peneliti akan
mencoba menjabarkan beberapa definisi yang telah dibuat oleh para teoritis
sebelumnya. Secara umum, istilah “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk
menunjukan perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok,
maupun suatu lembaga pemerintahan) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang
kegiatan tertentu.15
Lebih lanjut yang ditulis Richard Rose dalam bukunya Policy
Making in Great Britain (1969), yang juga dikutip oleh Budi Winarno dalam
bukunya Kebijakan Publik (2012), bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai
“serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-
15
Budi winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus (Yogyakarta: CAPS
2011), h. 19
17
konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan
tersendiri”.
Definisi lain yang dikemukaan seorang ilmuwan politik, Carl Friedrich
menyatakan bahwa kebijakan itu ialah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan
yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan
tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari
peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang
diinginkan.16
Namun demikian, satu hal yang harus diingat dalam mendefinisikan
kebijakan, adalah bahwa pendefinisian kebijakan tetap harus mempunyai
pengertian mengenai apa yang seharusnya dilakukan, ketimbang apa yang
sebenarnya diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu.17
Istilah
kebijakan memang sering digunakan dalam bahasan-bahasan politik atau
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh elit atau aktor politik yang berkaitan erat
dengan persoalan masyarakat luas atau bisa disebut publik, yang biasanya
dirumuskan dalam teori kebijakan publik.
Beberapa ilmuwan politik, merumuskan definisi kebijakan publik secara
beragam. Salah satu definisi kebijakan publik yang ditulis Robert Eyeston dalam
bukunya The Thread of Policy : A Study in Policy Leadership (1971), seperti yang
dikutip Budi Winarnno dalam bukunya Kebijakan Publik (2012), bahwa “secara
luas” kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai “hubungan suatu unit
pemerintah dengan lingkungannya”. Dalam definisi ini, karena dinyatakan secara
16
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan (Jakarta: Bumi Aksara 2012), h.9 17
Budi winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus (Yogyakarta: CAPS
2011), h. 19.
18
luas maka konsep kebijakan publik yang dirumuskan tidak memiliki batasan-
batasan yang pasti. Batasan batasan tesebut coba dijelaskan oleh ilmuwan lain
yakni Thomas R. Dye dalam bukunya Understanding Public Policy (1975) yang
juga dikutip Budi Winarno dalam bukunya Kebijakan Publik, yang menyatakan
bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk
dilakukan dan tidak dilakukan.
Dalam beberapa definisi yang telah coba dijelaskan diatas, semuanya
memiliki berbagai tanggapan dan kekurangan dalam upaya mendeskripsikan
esensi dari kebijakan publik itu sendiri. Hal tersebut jika coba dipahami dengan
tidak menyeluruh, akan menimbulkan banyak kerancuan, seperti apa yang digagas
oleh Thomas R. Dye. Sebab, dalam realita memang terdapat perbedaan makna
yang cukup besar dan mendasar antara apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah
dengan apa yang nyata dilakukan oleh pemerintah.18
Hal tersebut terjadi karena
apa yang ingin dilakukan pemerintah belum tentu mampu terealisasikan dengan
nyata, dan berdampak pada kehidupan publik.
Hal lain yang menjadi kerancuan dalam definisi kebijakan adalah
perbedaan apa yang sebenarnya dilakukan dengan apa yang diusulkan untuk
dilakukan. Seperti telah dijelaskan diatas bahwa penjelasan mengenai apa yang
dilakukan lebih penting daripada apa yang diusulkan. Hal ini dilakukan karena
kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup pula tahap implementasi dan
18
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan (Jakarta: Bumi Aksara 2012), h.14
19
evaluasi sehingga definisi kebijakan yang hanya menekankan pada apa yang
diusulkan menjadi kurang memadai.19
Oleh karena itu, definisi mengenai kebijakan publik akan lebih tepat bila definisi
tersebut, mencakup pula arah tindakan atau apa yang dilakukan dan tidak semata-
mata menyangkut usulan tindakan. 20
Seperti apa yang ditulis James Anderson
dalam bukunya yang berjudul Public Policy Making (1975) yang juga dikutip oleh
Budi Winarno dalam bukunya yang berjudul Kebijakan Publik (2012), bahwa
menurut Anderson kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud
yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu
masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini erat kaitannya dengan arah
tindakan, bukan sekedar apa yang diusulkan untuk dilakukan, atau apa yang ingin
dilakukan, bahkan apa yang telah dilakukan pemerinta. Dengan begitu, kebijakan
publik tidak berhenti pada tahan, belum atau sudahnya dilakukan kebijaka
tersebut, tetapi arah tindakan lain yang akan dilakukan setelah kebijakan dibuat.
Kebijakan publik itu pada hakikatnya merupakan sebuah aktivitas yang
khas (a unique activity), dalam artian ia mempunyai ciri-ciri tertentu yang
agaknya tidak dimiliki oleh kebijakan jenis lain.21
Ciri-ciri khusus yang melekat
pada kebijakan-kebijakan publik bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu
lazimnya dipikirkan, didesain, dirumuskan, dan diputuskan oleh mereka yang
oleh David Easton (1953:1965) disebut sebagai orang-orang yang memiliki
19
Budi winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus (Yogyakarta: CAPS
2011), h. 21 20
Budi winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus (Yogyakarta: CAPS
2011), h. 21 21
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan (Jakarta: Bumi Aksara 2012), h.17
20
otoritas (public authorities) dalam, sistem politik.22
Menurut Solichin Abdul
Wahab bahwa kebijakan memiliki ciri-ciri yang melekat dalam sumber kebijakan
yang ingin dirumuskan, ciri-ciri tersebut seperti23
:
1. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang sengaja dilakukan
dengan mengarah pada tujuan tertentu daripada bentuk perilaku atau
tindakan menyimpang atau kebijakan dalam system-sistem politik
modern merupakan tindakan yang direncanakan.
2. Hakikatnya kebijakan terdiri atas tindakan-tindakan yang saling
berpola, mengarah pada tujuan tertentu oleh pejabat-pejabat pemerintah
dan bukan keputusan-keputusan yang berdiri sendiri, kebijakan tidak
hanya mencakup keputusan untuk membuat undang-undang dalam
bidang tertentu, bersangkut paut dengan proses implementasi dan
mekanisme pemaksaan pemberlakuannya.
3. Kebijakan ialah apa yang nyatanya dilakukan pemerintah dalam bidang-
bidang tertentu. Misalnya, dalam mengatur perdagangan,
mengendalikan inflasi, menghapus kemiskinan.
4. Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, mungkin pula bisa negatif,
kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat-pejabatpemerintah
untuk tidak bertindak, atau tidak melakukan tindakan apa pu dalam
masalah-masalah dimana campur tangan pemerintah amat diperlukan.
22
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan (Jakarta: Bumi Aksara 2012), h.17 23
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan (Jakarta: PT Bumi Aksara 2012), h.15
21
Dengan begitu kebijakan publik memiliki beberapa ciri, yang bila di
sederhanakan kebijakan publik merupakan tindakan yang sengaja dilakukan oleh
pejabat-pejabat pemerintah, yang pada hakikatnya terdiri atas tindakan yang
saling berkait dan berpola dan mengarah pada tujuan tertentu, dan yang nyatanya
dilakukan pemerintah dalam bidag-bidang tertentu. Dalam proses pengambilan
kebijakan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan rumusan
kebijakan yang untuk dibuat. Untuk itu ada beberapa proses dalam tahapan
pengambilan kebijakan, yaitu:24
Gambar II.I. Skema Mekanisme Proses Pengambilan Kebijakan
Penyusunan Agenda
Formulasi
Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi
Kebijakan
Evaluasi Kebijakan
Sumber: William Dunn “Analisis Kebijakan Publik” 1999.
24
Budi winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus (Yogyakarta: CAPS
2011), h.
Perumusan Masalah
Peramalan
Rekomendasi
Pemantauan
Penilaian
22
Dari tahap-tahap pembuatan kebijakan diatas, berikut penjelasannya :
1. Tahap Perumusan Masalah
Para pembuat kebijakan, menempatkan masalah pada agenda publik untuk
dibuat yang mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang
memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan yang bertentangan dan
merancang peluang-peluang kebijakan yang baru.25
Hal tersebut berguna untuk
melakukan seleksi terhadap masalah-masalah tersebut yang akan terlebih dahulu
masuk kedalam agenda kebijakan.
2. Tahap Peramalan
Masalah yang telah masuk dalam penyusunan agenda (agenda setting),
kemudian dibahas dalam formulasi kebijakan. Pada tahap formulasi kebijakan,
masalah yang telah masuk dalam penyusunan agenda dilamarkan atau
diidentifikasi untuk dicari pemecahan masalah yang terbaik dan berasal dari
beberapa alternatif yang hadir dalam proses pencarian tersebut, termasuk masalah-
masalah yang akan hadir ketika sebuah kebijakan diambil. Peramalan dapat
menguji masa depan yang plausible, petensial, dan secara normatif bernilai,
mengestimasi akibat dari kebijakan yang ada atau diusulkan, mengenali kendala-
kendala yang mungkin akan terjadi dalam pencapaian tujuan, dan mengestimasi
kelayakan politik (dukungan dan oposisi) dari berbagai pilihan.26
25
William Dunn, Analisis Kebijakan Public (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1999), h. 26. 26
William dunn, Analisis kebijakan public (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1999), h. 27.
23
3. Rekomendasi
Pada tahap ini, pembuat kebijakan dapat melihat sejauh mana manfaat atau
biaya yang dihasilkan dari berbagai alternatif kebijakan yang sudah melalui tahap
peramalan. Rekomendasi membantu mengestimasi tingkat resiko dan
ketidakpastian, mengenali eksternalitas dan akibat ganda, menentukan kriteria
dalam pembuatan pilihan, dan menentukan pertanggungjawaban administratif
bagi impelentasi kebijakan.27
Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang
ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif
kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus
antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.28
4. Tahap Pemantauan
Sebuah keputusan yang telah diambil terkait kebijakan yang diambil guna
mengatasi masalah yang telah diidentifikasi sebelumnya haruslah
diimplementasikan oleh pejabat-pejabat terkait dalam suatu pemerintahan. Proses
implementasi juga penting untuk melihat sejauh mana kebijakan ini bermanfaat
untuk masyarakat.
Pada tahap implementasi kebijakan ini akan hadir berbagai kepentingan yang
saling bersaing satu sama lain, untuk mendapat dukungan dari para pelaksana
kebijakan atau bahkan akan ditolak atau ditentang dari para pelaksana kebijakan
tersebut.
27
William dunn, Analisis kebijakan public (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1999), h. 27 28
Budi winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus (Yogyakarta: CAPS,
2011), h. 37.
24
5. Tahap Penilaian
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai serta
dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu
memecahkan masalah.29
Selain itu juga mampu melihat bagaimana suatu
formulasi kebijakan tepat sasaran dan diimplementasikan dengan baik atau tidak
sehingga dampaknya banyak dirasakan masyarakat luas dalam memecahkan suatu
masalah. Pada tahap evaluasi, juga membuahkan pengetahahuan yang relevan
dengan kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang
diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan.30
B. ANALISIS KEBIJAKAN
Analisis kebijakan publik melihat dan menganalisis pembentukan
kebijakan tersebut, substansi dan dampak yang dihasilkan dari kebijakan yang
diberlakukan. Analisis kebijakan dilakukan untuk melihat sejauh mana kebijakan
yang diterapkan mampu menjawab pelbagai persoalan yang hadir di masyarakat
(menyeleseikan masalah), tanpa kemudian memiliki pretensi atas menyetujui atau
menolak kebijakan tersebut.
Dalam analisis kebijakan publik secara sederhana ada beberapa elemen
penting yang harus dilakukan terkait kebijakan tersebut diberlakukan. Seperti
yang telah dijelaskan diatas, bahwa dalam analisis kebijakan harus mampu
melihat bagaimana suatu masalah dapat dirumuskan, dan agenda apa saja yang
29
Budi winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus,h. 37. 30
William dunn, Analisis kebijakan public (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1999), h. 28.
25
perlu diambil dalam kebijakan tersebut. Untuk itu ada aspek-aspek yang harus
diperhatikan dalam analisis kebijakan tersebut. Yakni, perumusan kebijakan,
implentasi kebijakan dan evalusasi kebijakan.Para ilmuwan politik telah
menciptakan teori-teori dan model-model untuk membantu mereka dalam
memahami dan mejelaskan proses pembuatan kepuutusan .31
Ada beberapa pendekatan dalam analisis kebijakan publik yang bisa
digunakan untuk melihat sejauh mana kebijakan itu bisa dianalisis dari berbagai
pendeketan, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : 32
1. Pendekatan Kelompok. Secara garis besar pendekatan ini menyatakan
bahwa pembentukan kebijakan pada dasarnya merupakan hasil dan
perjuangan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dalam
pendekatan kelompok, kehidupan politik akan dilihat sebagai
perjuangan antara kelompok-kelompok dalam sistem politik. Para
pembuat kebijakan akan dianggap sebagai pihak yang menanggapi
secara konstan tekanan-tekanan kelompok, tawar-menawar
(bargaining), perundingan dan kompromi antara tuntutan-tuntutan
yang berbeda dari kelompok-kelompok yang berpengaruh dalam
politik.
2. Pendekatan Proses Fungsional. Pendekatan ini lebih memusatkan
perhatian kepada berbagai kegiatan fingsional yang terjadi dalam
proses kebijakan.
31
Budi winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus,h. 50. 32
Budi winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus,h. 50.
26
3. Pendekatan Kelembagaan (institusionalisme). Pendekatan ini
didalamnya melihat hubungan antara kebijakan publik dan lembaga-
lembaga pemerintah dilihat sebagai hubungan yang sangat erat, karena
suatu kebijakan tidak dapat menjadi suatu kebijakan publik sebelum
kebijakan itu ditetapkan dan dilaksanakan oleh suatu lembaga
pemerintahan.
4. Pendekata Peran serta Warga Negara. Pada teori ini, warga negara
harus memiliki struktur kepribadian yang sesuai dengan nilai dan
fungsi demokrasi, sehingga memiliki kebebasan untuk mampu ikut
serta dalam masalah politik dan bersikap kritis.
5. Pendekatan Psikologis. Pendekatan ini memusatkan perhatiannya pada
hubungan antar pribadi dengan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkah laku orang-orang yang terlibat dalam proses pelaksanaan
kebijakan.
Selain 5 pendekatan yang telah diuraikan diatas, ada beberapa pendekatan
lain dalam analisis kebijakan public. Beberapa pendekatan ini merupakan
pendekatan alternative dalam analisis kebijakan publik. Beberapa pendekatan
tersebut diantaranya adalah :33
1. Pendekatan Proses. Dalam pendekatan ini, beragam masalah sosial
dicoba untuk dikenali sebagai suatu masalah kebijakan yang harus
ditindaklanjuti oleh pembuat kebijakan.
33
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan (Jakarta: PT Bumi Aksara 2012), h.47
27
2. Pendekatan Substantif. Pada pendekatan ini, seorang pakar kebijakan
public memilih jalur akademis menajdi spesialis substantif dalam area
atau bidang kebijakan tertentu.
3. Pendekatan Logis-Positivis. Pendeketan ini dikenal dengan pendekatan
perilaku atau pendekatan keilmuwan, umumnya mendukung
penggunaan teori-teori, model-model, pengujian hipotesis, pengolahan
data mentah, metode komparatif, dan analisis statistik kaku yang
didasarkan atas logika deduktif.
4. Pendekatan Ekonometrik. Pendekatan ekonometrik ini dalam
kepustakaan kebijakan public kadang disebut pendekatan pilihan
public (public choice approach). Bersandar pada teori ekonomi dalam
melihat masalah politi, yang akhirnya mengasumsikan perilaku
manusia sebagai “rasional” atau lebih tepatnya dirangsang oleh motif
mengejar kepentingan pribadi.
5. Pendekatan Fenomenologis (Pasca Positivis). Sebagai kritik terhadap
pendekatan positivis, pendekatan ini menganalisis kejadian-kejadian
melalui proses intuitif.
6. Pendekatan Partisipatif. Sebagai suatu pendekatan dalam proses
analisis, pendekatan ini menganjurkan perlunya pelibatan yang sebesar
mungkin jumlah aktor, berikut keragaman nilai (preferensi,
kepentingan, ideologi) mereka dalam proses pembuatan kebijakan.
7. Pendekatan Preskriptif. Pendekatan ini sering kali menyarankan suatu
posisi kebijakan dan menggunakan retorika dalam suatu cara yang
28
sangat lihai untuk meyakinkan pihak lain tentang manfaat dari posisi
mereka.
8. Pendekatan Ideologis. Pendekatan ini menganalisis kebijakan dari
sudut pandangan liberal dan konservatif.
9. Pendekaran Historis. Pendekatan ini mengamati kebijakan sejalan
dengan perjalan waktu.
29
BAB III
GAMBARAN UMUM
KOTA SURABAYA DAN LOKALISASI DOLLY
A. Gambaran Umum Kota Surabaya
1. Sejarah Kota Surabaya
Surabaya merupakan salah satu kota besar di Indonesia. Terletak di
daerah Jawa Timur sebagai pusat pemerintahan provinsi. Surabaya kerap
disebut sebagai kota pahlawan. Sejarah panjang kota Surabaya juga dekat
dengan nilai-nilai heroisme, hal tersebut juga bisa dilihat dari arti nama kota
Surabaya yang berasal dari kata sura (berani) dan baya (bahaya) yang artinya
berani mengambil bahaya. Selain itu sura Selain dikenal sebagai kota
pahlawan kini Surabaya juga dikenal sebagai kota industri dan kota seribu
taman.
Identitas Surabaya sebagai Kota Pahlawan didasarkan pada SK
Penetapan Pemerintah No. 9/UM/1946. Identitas ini dilandasi oleh rangkaian
peristiwa 10 November 1945 yang menjadi peristiwa penting dan paling
menentukankelangsungan sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaan. Sekalipun kejadian tersebut di Surabaya,
pada hakekatnya peristiwa kepahlawanan ini menjadi tonggak pertama
perjuangan semesta kesatuan bangsa Indonesia melawan kolonialisme
imperialisme barat dan melalui SK Walikota tertanggal 1 Maret 1973 No.
30
0/100/6 disebut sebagai salah satu usaha untuk mengidentifikasi identitas kota
Surabaya disebut kota Pahlawan.34
2. Letak Geografis
Kota Surabaya yang secara resmi berdiri sejak tahun 1293,terkenal
sebagai kaota pelabuhan yang secara tidak langsung mengantarkan Surabaya
sebagai kota Perdagangan dan jasa;serta merupakan jalur strategis yang
menghubungkan regional di tengah dan timur Indonesia. Secara geografis
Kota Surabayaberada di 7° 9’ - 7° 21’ Lintang Selatan dan 112° 36’ - 112°
57’Bujur Timur, sebagian besar wilayah Kota Surabaya merupakandataran
rendah dengan ketinggian 3 - 6 meter di atas permukaan laut, sebagian lagi
pada sebelah Selatan merupakan kondisiberbukit-bukit dengan ketinggian 25
- 50 meter di atas permukaan laut.35
Luas wilayahnya seluruhnya kurang lebih
326,36 km2 yang terbagi dalam 31 Kecamatan dan163 Desa/Kelurahan.36
3. Demografi
Jumlah penduduk Kota Surabaya, oleh peneliti dikelompokan
menjadi beberapa karakteristik, diantaranya adalah sesuai pendidikan dan
laju pertumbuhan ekonomi.
34
Septina Arlianingrum, “ Cagar Budaya Surabaya Kota Pahlawan sebagai Sumber Belajar,”,
(Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya, 2010), h. xvii. 35
“Profil Kota Surabaya”, artikel diakses pada tanggal 17 September 2015
http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jatim/surabaya.pdf 36
Tim Penyusun BPS Surabaya “Surabaya Dalam Angka 2015”, (Surabaya: BPS Provinsi
Surabaya, 2015).
31
a. Pendidikan
Berikut paparan mengenai banyaknya sekolah dan murid menurut
jenis sekolahnya pada tahun 2013/2014,
Tabel III.II
Jumlah Sekolah dan Murid Menurut Jenis Sekolah Kota
Surabaya Tahun 2013/201437
Jenis Sekolah Jumlah Sekolah Jumlah Murid
Sekolah Dasar 712 250626
Madrasah Ibtidaiyah 163 38540
SLTP 316 120921
Madrasah Tsanawiyah 43 10557
SLTA 136 53774
Madrasah Aliyah 18 3922
Sekolah Menengah
Kejuruan
103 56596
Jumlah 1491 534936
2013/2014 1584 554058
2012/2013 2866 536610
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Surabaya 2014
b. Jumlah Penduduk
Berikut paparan jumlah penduduk Kota Surabaya berdasarkan
jenis kelamin dari tahun 2008-2014.
37
Badan Pusat Statistik Kota Surabaya, “Jumlah Sekolah dan Murid Menurut Jenis Sekolah
Kota Surabaya Tahun 2013/2014,” artikel diakses pada 13 Maret 2015 dari
https://surabayakota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/528.
32
Tabel III.III
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Hasil Registrasi
Tahun 2008-201438
Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah
2008 1,453,135 1,449,372 2,902,507
2009 1,474,874 1,463,351 2,938,225
2010 1,469,916 1,459,612 2,929,528
2011 1,517,341 1,506,980 3,024,321
2012 1,566,072 1,559,504 3,125,576
2013 1,602,875 1,597,579 3,200,454
2014 1,430,985 1,422,676 2,853,661
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surabaya Tahun 2014
c. Laju Pertumbuhan Ekonomi
Berikut paparan mengenai laju pertumbuhan ekomi kota
Surabaya dari tahun 2010-2014.
Tabel III.V
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Surabaya
Tahun 2010-201439
38
Badan Pusat Statistik Kota Surabaya, “Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Hasil
Registrasi Tahun 2008-2014 ,” artikel diakses pada 17 September 2015 dari
https://surabayakota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/323 39
Badan Pusat Statistik Kota Surabaya, “Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Surabaya
Tahun 2010-2014,” artikel diakses pada 17 September 2015 dari
https://surabayakota.bps.go.id/index.php
Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi (%)
2010 7,01 %
2011 7,13 %
33
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surabaya Tahun 2014
4. Visi dan Misi
Kota Surabaya sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Timur memiliki
beberapa tujuan dalam menaungi masyarakatnya. Visi Kota Surabaya
sendiri adalah, menuju Surabaya lebih baik sebagai Kota Jasa dan
Perdangan yang cerdas, manusiawi, bermartabat, dan berwawasan
lingkungan. Sedangkan, sebagai upaya dalam meujudukan visi Kota
Surabaya tersebut, ada beberapa hal yang telah dirumuskan dan tertuang
dalam Misi Kota Surabaya, diantaranya adalah:
Membangun kehidupan kota yang lebih cerdas melalui
peningkatan kualitas intelektual, mental-spritual, keterampilan,
serta kesehatan warga secara terpadi dan berkelanjutan.
Menghadirkan suasana kota yang manusiawi melalui
peningkatanaksesbilitas, kapasitas, dan kualitas pelayanan public,
reformasi birokrasi, serta pemanfaatan sumber daya kota untuk
sebesar-besar kesejahteraan warga.
Mewujudkan kehidupan warga yang bermartabat melalui
pembangunan ekonomi berbasis komunitas yang mengutamakan
perluasan akses ekonomi demi mendukung peningkatan daya cipta
serta kreatifitas segenap warga Kota Surabaya dalam upaya
penguatan strukturekonomi lokal yang mampu bersaing di kawasan
regional dan internasional
Mampu menjadikan Kota Surabaya semakin layak huni melalui
pembangunan infrastuktur fisik dan sosial secara merata yang
berwawasan lingkungan
2012 7,35 %
2013 7,68 %
2014 6,73 %
34
B. Lokalisasi Dolly
Praktek prostitusi tersebar dan ada dibeberapa kota merupakan fakta
yang tidak bisa dibantahkan. Praktek prostitusi biasanya dilakukan
terselubung, tapi di beberapa tempat praktek tersebut dilakukan dengan
melokalisir satu wilayah yang kemudian didalamnya terdapat praktek
prostitusi dan akhirnya disebut sebagai lokalisasi prostitusi. Prostitusi atau
pada umumnyadikenal dengan istilah pelacuran berasal dari “prostituere”
bahasa latin yang berarti membiarkan diri berbuat zina.40
Lokalisasi sendiri
awalnya mengandung makna sebagai pembatasan suatu wilayah, tapi dalam
pemaknaan secara kontekstual di sebagian wilayah Indonesia konotasinya
kerap menjadi negatif karena disandingkan dengan istilah prostitusi sehingga
mengalami pergeseran makna. Soedjono dalam Patologi Sosial menyebutkan
bahwa lokalisasi merupakan sebentuk usaha mengumpulkan segala macam
aktifitas atau kegiatan pelacurah dalam satu wadah dan kemudian menjadi
kebijakan melokalisasi pelacuran.41
Menurut Kartini Kartono dalam bukunya Patologi Sosial, Lokalisasi
adalah semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan,
stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas
kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin dan hukum formal. Dalam
hal ini Prostitusi oleh Kartini Kartono dimasukan dalam patologi sosial.
40
Janif Zulfiqar, dkk., “Analisis kebijakan penutupan lokalisasi prostitusi KM 17,” eJournal
Administrative Reform 2, no 1 (2014) hal. 1203 41
Soedjono D, “Patologi Sosial Gelandangan, Penyalahgunaan Narkoba” (Bandung : 1973).,
h. 122.
35
Prostitusi dianggap sebagai suatu bentuk penyimpangan atau penyakit
masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya.42
Dari penjelasan tersebut
kemudian, masyarakat biasanya memberikan stigma negatif terhadap semua
orang yang tinggal dan bahkan hidup di sekitar tempat lokalisasi prostitusi
tersebut, terlebih lagi pada para pelakunya. Terutama perempuan yang
bekerja sebagai pekerja seks tersebut.
Berbeda halnya dengan teori patalogi sosial yang dijelaskan
sebelumnya dalam melihat perosalan prostitusi atau pelacuran, terutama pada
perempuan pekerja seks nya, Komisis Nasional Anti Kekerasan Terhadaap
Perempuan, lebih memilih menggunakan istilah perempuan yang dilacurkan.
Menurut KOMNAS Perempuan, karena dalam kasus prostitusi perempuan
adalah korban. Banyak faktor yang membuat seorang perempuan terlibat
dalam praktek prostitusi. Salahsatunya adalah human traficking. Prostitusi
dan semua rantai kegiatannya (termasuk dalam hal ini trafficking) dapat
dikatakan sebagai suatu pola adaptasi yang bersifat innovation, dimana
melibatkan pengunaan cara-cara yang tidak sah (misalnya dengan tipu daya
untuk memperdagangkan manusia dan menciptakan perbudakan) untuk
mencapai tujuan-tujuan dan sukses kehidupan materi yang telah ditetapkan
secara kultural oleh masyarakat.43
42
Janif Zulfiqar, dkk., “Analisis kebijakan penutupan lokalisasi prostitusi KM 17,” h. 1203. 43
Yayan Sakti Suryandaru, “Hegemoni dan Reproduksi Kekuasaan dalam Perdagangan
Perempuan (traficking) untuk Prostitusi”, Manusia Kebudayaan, dan Politik, Th XIV, no. 2
(April 2001): h. 42.
36
1. Sejarah Lokalisasi Dolly
Surabaya sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia, selain
dikenal sebagai kota pahlawan, Surabaya kerap disebut sebagai kota dengan
tempat lokalisasi terbesar di Asia. Hal tersebut bukan terjadi tanpa alasan,
karena Surabaya yang merupakan kota provinsi Jawa Timur memiliki
beberapa tempat lokalisasi di daerahnya. Beberapa lokalisasi diantaranya
adalah Lokalisasi Dupak Bangunsari dan Lokalisasi Tambak Asri yang
keduanya ada di Kecamatan Moro Krembangan; Lokalisasi Dolly dan
Lokalisasi Jarak yang keduanya ada di Kecamatan Sawahan; Lokalisasi Moro
Seneng dan Klakah Rejo yang keduanya ada di Kecamatan Benowo.44
Lokalisasi Dupak Bangunsari ini ada sejak tahun 1970-an yang
merupakan pemindahan dari Lokalisasi Bangunrejo.45
Seperti dijelaskan
sebelumnya, Lokalisasi Dupak Bangun Sari merupakan lokalisasi pertama
yang berhasil ditutup pada 21 Desember 2012, disebutkan ada 163 pekerja
seks yang tersebar di 61 wisma dan 50 mucikari saat ditutup. Lokalisasi lain
yang ada di Surabaya adalah Lokalisasi Tambak Asri. Lokalisasi Tambak
Asri memiliki nama lain “Kremil”. Sebutan Kremil merupakan plesetan dari
kata “rekresasi militer”, sebab kawasan itu memang dekat dengan komplek
TNI AL.46
Lokalisasi Tambak Asri pernah mencapai “masa gemilang” pada
tahun 1992 karena terdapat 1500-an orang pekerja seks. Ketika ditutup pada
44
Sunarto AS, Kyai Prostitusi (Surabaya: IDIAL MUI, 2012), h. 71. 45
Sunarto AS, Kyai Prostitusi, h. 71. 46
Sunarto AS, Kyai Prostitusi, h. 72.
37
28 April 2013, tersisa 354 pekerja seks dengan 96 mucikari yang tersebar di
RW 6 dan RW 9 Jalan Tambak Asri.
Lokalisasi yang selanjutnya ada di Surbaya adalah Lokalisasi Moro
Seneng dan Lokalisasi Klakah Rejo. Lokalisasi Moro Seneng berada di
Kelurahan Sememi, sedangkan Lokalisasi Klakah Rejo berada di Kelurahan
Klakah Rejo dan keduanya ada di Kecamatan Benowo. Kedua lokalisasi
tersebut memang berada di pinggiran Kota Surabaya bagian barat yang padat
penduduk, sehingga terkesan kumuh.47
Kedua lokalisasi ini dihuni sekitar 350
pekerja seks dengan 90 mucikari saat ditutup pada 22 Desember 2013.
Lokalisai terakhir yang ada di Surabaya sekaligus menjadi fokus penelitian
yang dilakukan peneliti adalah Lokalisasi Dolly. Lokalisasi Dolly berada
satu kecamatan dengan Lokalisasi Jarak, yaitu di Kecamatan Sawahan.
Pada mulanya tempat Lokalisasi Dolly adalah kawasan pemakaman
warga Thionghoa di daerah pinggiran kota yang sepi. Pada tahun 1960-an
makam itu kemudian dibongkar untuk dijadikan hunian.48
Namun demikian
tidak ada kepastian waktu dalm sejarah terbentuknya Lokalisasi Dolly
Ada beberapa perbedaan yang dicatat dalam buku mengenai sejarah
dan asal-usul nama Dolly yang kemudian digunakan sebagai nama Lokalisasi.
Cornelius Prastya R.K dan Adi Darma dalam bukunya DOLLY : Kisah Pilu
Yang Terlewatkan, memaparkannya dalam penggalan bukunya,
47
Sunarto AS, Kyai Prostitusi, h. 75. 48
Cornelius Prastya R.K dan Adi Darma, Dolly Kisah Pilu Yang Terlewatkan (Yogyakarta
Pustaka Pena, 2011), hal.30.
38
...pada tahun 1967, seseorang mantan pelacur berdarah Jawa-Filipina berasal
dari daerah Bantaran, Malang, bernama Dolly Khavit membuka rumah pelacuran
dikawasan Kembang Kuning. Sebuah kisah menarik dimiliki oleh Dolly Khavit karena ia
merupakan seorang wanita yang telah menjalani perubahan identitas menjadi seorang
laki-laki setelah sakit hati ditinggalkan oleh suaminya yang seorang pelaut. Dolly Khavit
sendiri lantas menikahi beberapa perempuan yang Ia pekerjakan juga di rumah bordil
yang dikelolanya. Perilaku Dolly Khavit yang dianggap menyimpang serta usahanya yang
menjual wanita penghibur pada akhirnya membuat masyarakat sekitar Kembang Kuning
merasa gerah. Apalagi dikawasan Kembang Kuning terdapat masjid tertua di Surabaya
dan dianggap sebagai cikal bakal syiar agama Islam di Surabaya dan sekitarnya. Usaha
Prostitusi itu lantas mendapat tantangan dari warga sekitar serta memaksanya untuk
memindahkan tempat usahanya tersebut ke kawasan Kembang Kuning. Dolly Khavit
lantas mendirikan rumah bordil di Jalan Dukuh Kupang Timur I, dan mengelola rumah
bordil tersebut bersama seorang anaknya yang bernama Edi. Lantaran dianggap sebagai
perintis, nama Dolly kemudian diabadikan sebagai nama daerah itu. Dari hanya beberapa
wisma pada tahun 1960-an, gang Dolly lantas berkembang menjadi kawasan pelacuran
yang ramai pada tahun 1980-an...
Dalam perkembangannya, gang Dolly semakin dikenal masyarakat luas.
Tidak hanya prajurit Belanda yang berkunjung, namun warga pribumi dan
saudagar yang berdagang di Surabaya juga turut menikmati layanan perempuan
penjajak cinta tersebut. Peningkatan jumlah pengunjung berpengaruh kepada
penambahan jumlah PSK dan memperluas rumah-rumah di gang Dolly yang
dialihfungsikan menjadi wisma prostitusi.49
2. Letak Geografis Lokalisasi Dolly
Jika dilihat dari lokasinya, Lokalisasi Dolly berada dikawasan keluarahan
Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Kotamadya Surabaya. Kelurahan Putat Jaya
49
Tjahjo Purnomo dan Siregar, Dolly: Membedah Dunia Pelacuran Surabaya, Kasus
Komplek Pelacuran Surabaya (Jakarta:Grafiti Press, 1982), h. 29.
39
merupakan salah satu kelurahan yang ada di kota Surabaya yang memiliki luas
136 Ha. Kelurahan Putat Jaya berada di kawasan Kecamatn Sawahan yang
jumlah penduduknya cukup padat. Berikut jumlah penduduk Kota Surabaya
berdasarkan Kecamatan,
Tabel III.VI
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin per Kecamatan
Tahun 201550
Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah
Karang Pilang 36,368 36,011 72,376
Wonocolo 40,229 40,207 80,436
Rungkut 54,256 54,238 108,494
Wonokromo 81,548 82,547 164,122
Tegalsari 51,943 52,166 104,109
Sawahan 103,036 104,065 207,101
Genteng 29,933 30,526 60,642
Gubeng 68,678 70,677 139,355
Sukolilo 54,022 54,270 108,292
Tambaksari 111,800 112,106 223,906
Simokerto 50,025 50,025 100,050
Pabean Cantian 41,595 41,006 82,601
Bubutan 51,895 52,047 103,942
Tandes 45,709 45,788 91,497
Krembangan 59,805 59,354 119,156
Semampir 96,054 94,104 190,158
Kenjeran 78,385 76,146 154,531
Lakarsantri 27,961 27,442 55,403
50
Surabaya.go.id “Informasi Data Pokok Kota Surabaya Tahun 2015” artikel diakses
padda tanggal 25 September 2016 di
http://surabaya.go.id/uploads/attachments/2016/11/17291/bab3_penduduk_dan_tenaga_kerja.pdf
pada tanggal
40
Benowo 29,506 26,107 58,613
Wiyung 34,370 33,710 68,080
Dukuh Pakis 30,027 30,021 60,048
Gayungan 22,699 22,716 45,415
Jambangan 24,806 24,504 49,310
Tenggilis Mejoyo 28,138 28,344 56,482
Gunung Anyar 27,144 26,983 54,127
Mulyorejo 42,343 43,001 85,344
Sukomanunggal 50,475 50,319 100,794
Asemrowo 23,508 22,393 45,901
Bulak 21,192 20,984 42,176
Pakal 25,846 25,017 50,866
Sambikerep 30,341 30,034 60,375
Sumber : Dinas Informasi dan Informatika Kota Surabaya
Di Kelurahan Putat Jaya, ada dua tempat lokalisasi yang cukup terkenal di
Surabaya. Yaitu Dolly dan Jarak. Keduanya berada di kawasan Kelurahan Putat
Jaya yang padat penduduknya. Lokalisasi Dolly sebenarnya hanya berada di satu
gang jalan Jarak sepanjang kurang lebih 150m, hal tersebut senada dengan apa
yang disampaikan Sekretaris Desa Kelurahan Putat Jaya,51
“Dolly itu ada disalah satu gang di jalan Jarak. Panjangnya sekitar 150m. Dolly
ini hanya bagian kecil dari tempat lokalisasi yang ada di Kelurahan Putat Jaya.
Justru yang paling banyak dan tersebar, itu Jarak. Dolly ini dikelilingi oleh
wisma-wisma yang sebenarnya itu ada di Jarak”
Di gang seluas 150m tersebutlah pusat Lokalisasi Dolly sempat hidup dan
menjadi legenda selama puluhan tahun.
51
Wawancara langsung dengan R Wahyu Siregar Sekretaris Kelurahan Putat Jaya
41
3. Batas Wilayah Lokalisasi Dolly
Terdapat beberapa batas-batas wilayah kelurahan Putat Jaya, yang mana
sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Darmo, sebalah Utara berbatasan
dengan Kelurahan Banyu Urip, sebelah Barat berbatasan dengan kelurahan
Dukuh Kupang, dan sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Pakis.
Gambar III.II
Alamat Kantor Kelurahan Putat Jaya
Sumber Gambar : maps.google.com
42
BAB IV
KEBIJAKAN PENUTUPAN LOKALISASI DOLLY 2014
Berita mengenai penutupan Lokalisasi Dolly pada pertengahan tahun
2014, menjadi headline dibeberapa media massa baik cetak maupun
elektronik. Perdebatan tentang penutupan pun ramai di perbincangkan. Salah
satu media televisi nasional, yaitu TV One bahkan dalam satu acaranya yaitu
DEBAT mengangkat berita tersebut dengan tema “Dolly Menghitung Hari,
Pro Kontra penutupan Lokalisasi Dolly Surabaya” dan mengundang beberapa
tokoh baik yang pro maupun kontra terhadap penutupan dan disiarkan dengan
langsung. Acara yang disiarkan langsung oleh TV One tersebut, telah
memperlihatkan bahwa penutupan salahsatu lokalisasi prostitusi termasyhur
di kota Surabaya tersebut menghadirkan polemik. Seperti yang telah
dijelaskan pada bab sebelumnya, sebetulnya sebelum penutupan Lokalisasi
Dolly dilakukan, Pemerintahan Kota Surabaya yang dipimpin oleh Tri
Rismaharini selaku Wali Kota telah terlebih dulu menutup 5 lokalisasi yang
tersebar di daerah Surabaya. Lokalisasi Dolly merupakan lokalisasi terkahir
yang ditutup dan juga mendapatkan perlawanan yang cukup keras dari
masyarakat sekitarnya waktu itu.
Untuk itu dalam bab IV ini peneliti akan menjelaskan beberapa hasil temuan
dalam penelitian dan menjawab beberapa pertanyaan penelitian yang telah
disampaikan pada bab 1. Dalam bab ini peneliti akan menjabarkan hasil
penelitiannya pada beberapa poin utama. Pertama, peneliti akan menjelaskan
tentang kronologis penutupan Lokalisasi Dolly, yang dari hasil penelitian
43
peneliti bahwa wacana awal penutupan Lokalisasi Dolly ini sebenarnya telah
lama dikabarkan, akan tetapi baru berhasil ditutup pada Juni 2014. Beberapa
kendala yang hadir akan peneliti jelaskan pada bab ini. Kedua, peneliti
menjabarkan tentang Kebijakan Walikota Surabaya dalam penutupan ini
berdasarkan pada Perda Kota Surabaya dan SK Gubernur Jawa Timur.
Ketiga, adalah dampak penutupan lokalisasi. Penutupan Lokalisasi Dolly
pasti memberikan dampak, baik dampak politik, ekonomi, maupun sosial.
Pada bab ini peneliti akan berusaha untuk menjawab pertanyaan penelitian
dan menjabarkan beberapa temuan-temuan yang didapatkan selama
melakukan penelitian ini.
A. Dasar Hukum dan Kebijakan Walikota Surabaya Dalam Penutupan
Lokalisasi Dolly Tahun 2014
Kebijakan Walikota Surabaya dalam menutup Lokalisasi Dolly
dikarenakan salah satunya berkaitan dengan masa depan anak-anak yang
tinggal di daerah lokalisasi tersebut. Menyatunya pemukiman warga dengan
Lokalisasi Dolly, membuat aktifitas yang terjadi di sekitar lokalisasi
disaksikan oleh warga setempat yang tinggal di daerah tersebut, tidak
terkecuali anak-anak. Hal itu membuat Tri Rismaharini kemudian ngotot
untuk menutup salah satu tempat lokalisasi termasyhur di Indonesia tersebut.
Sedikitnya ada tiga hal yang menjadi alasan penutupan Dolly. Pertama,
letak lokalisasi yang berbaur dengan pemukiman masyarakat umum. Kedua,
44
peraturan daerah yang melarang perdagangan manusia. Ketiga, dampak sosial
bagi anak-anak yang tinggal di sekitar lokalisasi sangat buruk.52
Selain alasan Walikota Surabaya, penutupan Lokalisasi Surabaya juga
dibarengi dengan Peraturan Daerah yang dimiliki Kota Surabaya dan surat
yang dikeluarkan Gubernur Jawa Tengah. Diantaranya adalah :
1. Perda Kotamadya Tingkat II Surabaya Nomor 7 Tahun 1999
Surabaya merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia, dengan
jumlah penduduk yang padat dan merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Timur.
Baik Jakarta maupun Surabaya merupakan kota perdagangan, pendidikan dan
industri. Tingkat kepadatan penduduk, kemacetan, kesemrawutan, dan
kebisingan kedua kota tersebut juga hampir sama.53
Maraknya masyarakat
yang mencari peruntungan atau pekerjaan di Kota Surabaya, tidak bisa
dihindari. Selain mendapat julukan sebagai Kota Pahlawan, Surabaya kerap
digadang-gadang sebagai kota yang memiliki tempat lokalisasi prostitusi
terbanyak di Indonesia.
Banyaknya tempat lokalisasi prostitusi di Surabaya membuat kota
tersebut memiliki daya tarik tersendiri. Bahkan beberapa orang kerap
menyebut icon dari Kota Surabaya adalah tempat lokalisasi yang namanya
terkenal sampai mancanegara yakni Dolly. Sebagaimana yang kita tahu,
praktek prostitusi selalu menjadi saudara kandung dari maraknya
perdagangan miras bahkan narkoba. Maraknya perbuatan asusila di Surabaya
52
“3 Alasan Risma Ngotot Tutup Dolly”, artikel diakses pada tanggal 15 Juni 2014 https://daerah.sindonews.com/read/861540/23/3-alasan-risma-ngotot-tutup-dolly-
1399524185 53
Nur Syam, Agama Pelacur, (Yogyakarta: LKis, 2010), h. 80.
45
kemudian melatarbelakangi munculnya Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1999
yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya dan
ditetapkan pada tanggal 11 Mei 1999 merupakan peraturan tentang larangan
menggunakan bangunan atau tempat untuk perbuatan asusila serta pemikatan
untuk melakukan perbuatan asusila di Surabaya. Sesuai dengan Peraturan Daerah
tersebut seperti yang tertera dalam Ketentuan umum pasal 1, yaitu:
a. Bangunan atau tempat adalah bangunan permanen, semi permanen
maupun tidak permanen serta tempat lain baik terbuka maupun tertutup.
b. Perbuatan Asusila, adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma-
normakesusilaan, moral dan norma-norma agama, khususnya perbuatan
seperti hubungan suami istri untuk memuaskan nafsu syahwatnya, tetapi
tidak terikat dalam status pernikahan.
c. Pemikatan untuk melakukan perbuatan asusila, adalah segala
perbuatan yang mengarah kepada perbuatan asusila yang dilakukan di
tempat umum dengan maksud untuk menyuruh/mempengaruhi/mengajak
atau menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan asusila dengan
yang bersangkutan, baik yang secara langsung maupun terselubung.
d. Pekerja Seks Komersial, adalah wanita yang melayani laki-laki yang
bukan suaminya untuk memuaskan nafsu syahwatnya dengan
memperoleh imbalan atau pembayaran.
e. Mucikari, adalah setiap orang yang mata pencahariannya baik
sambilan atau sepenuhnya, menediakan dan atau mengelola tempat untuk
praktik Pekerja Seks Komersial.
46
f. Tempat Umum, adalah jalan, dan tempat-tempat lain yang dapat secara
bebas dikunjungi setiap orang.
2. Surat Gubernur Jawa Timur
Ada beberapa surat yang dikeluarkan Gubernur Jawa Timur dalam
rangka proses penutupan lokalisasi. Diantaranya adalah :
a. Surat Gubernur Jawa Timur nomor : 460/1647/031/2010 tanggal 30
Nopember 2010 perihal Pencegahan dan penanggulangan prostitusi serta
woman trafficking yang isinya :
Diharapkan seluruh Kabupaten/Kota segera menentukan kebijakan
strategis dalam upaya pencegahan dan penanggulangan prostitusi dan
perdagangan orang (Woman Trafficking) secara terpadu dan menyeluruh
dengan langkah-langkah :
1) Menutup (tanpa merelokasi) komplek/lokalisasi pelacuran secara
bertahap, dengan memberikan pelatihan keterampilan bagi PSK sesuai
aspirasi mereka serta bantuan modal usaha agar bisa beralih profesi, dan
dilakukan pembinaan serta pendampingan dalam kurun waktu tertentu
pasca alih profesi agar mereka mampu mandiri secara ekonomi.
2) Mencegah bertanbahnya jumlah penghuni baru komplek/lokalisasi
pelacuran, termasuk mencegah bertambahnya rumah/tempat
yangdijadikan kegiatan prostitusi (bordil).
3) Memfasilitasi pengembangan aktivitas ekonomi baru di bekas
komplek/pelacuran yang telah ditutup sebagai sumber penghasilan
masyarakat yang sebelumnya bergantung pada aktivitas prostitusi
tersebut.
47
4) Melakukan penutupan tempat tempat praktik prostitusi terselubung
serta memberikan pelatihan keterampilan bagi para PSK jalanansesuai
aspirasi mereka, serta bantuan modal usaha agar bisa beralihprofesi dan
dilakukan pembinaan serta pendampingan dalam kurun waktu tertentu
pasca alih profesi agar mampu mandiri secara ekonomi.
5) Melakukan identifikasi awal terhadap factor factor yangmenyebabkan
perempuan terjebak ke dalam kegiatan prostitusi dan woman trafficking
sebagai bahan penyusunan kebijakan strategis pencegahan dan
penanggulangan prostitusi, serta woman trafficking sesuai kondisi lokal.
6) Memperluas konsep dan kebijakan penanggulangan kemiskinan agar
dapat mengakomodasikan program pencegahan dan penanggulangan
prostitusi serta woman trafficking yang bersumber dari kemiskinan,
langsung pada hulunya.
7) Memfokuskan upaya upaya pemberdayaan ekonomi dan penciptaan
lapangan kerja (alternative) diwilayah wilayah desa dan/atau kecamatan
yang menjadi daerah asal mayoritas PSK.
b. SK Gubernur Jatim 460/031/2011 mengenai Penanganan Lokalisasi WTS
di Jawa Timur Dalam Rangka Rencana Penutupan Lokalisasi WTS.
c. SE Gubernur Jatim nomor 460/12640/031/2012 tentang Imbauan
Penutupan Lokalisasi.
48
B. Kronologis Penutupan Lokalisasi Dolly
Wacana penutupan Lokalisasi Dolly sudah beredar baik di media
cetak maupun media online. Penutupan Lokalisasi Dolly merupakan
penutupan lokalisasi terakhir yang dilakukan oleh Pemerintahan Kota
Surabaya. Lokalisasi pertama yang berhasil ditutup Dupak Bangunsari pada
21 Desember 2012. Saat ditutup, sebanyak 163 pekerja seks yang tersebar di
61 wisma dan 50 mucikari dialihprofesikan.54
Lokalisasi yang berhasil ditutup selanjutnya adalah Lokalisasi
Tambak Asri. Ditutup pada tanggal 28 April 2013, tersisa 355 pekerja seks
dengan 96 mucikari yang tersebak di RW 6 dan RW 9 Jalan Tambak Asri.
Lokalisasi Klakah Rejo dan Lokalisasi Moro Seneng berhasil ditutup pada 22
Desember 2013, dengan menyisakan 350 pekerja seks dengan 90 mucikari.
Kemudian tempat lokalisasi yang terakhir berhasil ditutup adalah Lokalisasi
Dolly dan Lokalisasi Jarak pada tanggal 18 Juni 2014.
Kegiatan penutupan Lokalisasi Dolly Tahun 2014 merupakan sebuah
usaha yang dilakukan oleh Pemerintahan Kota Surabaya dalam
menanggulangi masalah maraknya praktek prostitusi di Kota Surabaya.
Pengambilan kebijakan Pemerintahan Kota Surabaya untuk menutup
Lokalisasi Dolly, melalui beberapa tahapan, seperti yang ditulis oleh William
Dunn dalam bukunya Analisis Kebijakan Publik. Tahapan-tahapan dalam
proses pembuatan kebijakan dimulai dengan tahap penyusunan agenda,
54
“Nasib 4 Lokalisasi Ketika Surabaya Ditangan Walikota Risma”, artikel diakses
pada tanggal 20 November 2014
http://news.detik.com/surabaya/read/2014/06/18/043011/2611121/475/nasib-4-lokalisasi-
ketika-surabaya-ditangan-wali-kota-risma
49
formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian
kebijakan.
1. Tahap Perumusan Masalah
Tahap penyusunan agenda merupakan tahap perencanan dalam
proses penutupan Lokalisasi Dolly. Pada tahap ini, Pemerintahan Kota
Surabaya yang dipimpin oleh Tri Rismaharini dengan berpegang pada
Peraturan Daerah terkait penutupan Lokalisasi Dolly dan Surat Keputusan
yang diikeluarkan oleh Gubernur Jawa Timur, maka memutuskan untuk
melakukan penutupan Lokalisasi Dolly. Pada tahap ini juga, Pemerintahan
Kota Surabaya dapat merumuskan masalah yang mungkin hadir dalam
proses penutupan Lokalisasi Dolly. Perumusan masalah dapat membantu
menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis penyebab-
penyebabnya, memetakan tujuan yang memungkinkan, memadukan
pandangan-pandangan yang bertentangan, dan merancang peluang-
peluang kebijakan yang baru.55
Maka dari itu langkah-langkah yang diambil, salah satunya adalah
pendataan dan pengumpulan informasi yang diperlukan dalam
melaksanakan tahapan pentupan Lokalisasi Dolly, termasuk melibatkan
perangkat desa setempat yakni Kelurahan Putat Jaya Kecamatan Sawahan
yang pada saat proses penutupan Lokalisasi Dolly ini dilakukan beberapa
kali dipanggil oleh DPRD untuk mempresentasikan persoalan yang ada di
Lokalisasi Dolly tersebut. Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan
55
William Dunn, Analisis Kebijakan Public (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1999), h. 29.
50
pembentukan tim koordinasi, yang terdiri dari Satuan Kerja Perangkat
Daerah Kota Surabaya yang kemudian dlaam pelaksanaannya membantu
Pemerintahan Kota Surabaya untuk melakukan penutupan.
2. Tahap Peramalan
Tahap peramalan mencoba mengindentifikasikan permasalahan
yang hadir atau akan hadir saat kebijakan diambil. Pada tahap ini,
Pemerintahan Kota melakukan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat
Daerah Kota (SKPD) Surabaya, untuk membantu penutupan Lokalisasi
Dolly sesuai dengan tupoksi kerjanya masing-masing.
Satuan Kerja Perangkat Daerah diminta untuk turut andil dalam
penutupan Lokalisasi Dolly. Meskipun begitu, tidak ada surat resmi yang
dikeluarkan Walikota Surabaya terkait ini, baik berupa surat himbauan
atau apapun. Seperti yang telah disampaikan oleh Aziz Muslim, salah satu
Staff Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Surabaya ketika peneliti
mempertanyakan terkait surat himbauan Pemerintahan Kota Surabaya
pada SKPD yang ada di Kota Surabaya,
“Pemerintahan Kota Surabaya tidak mengeluarkan surat perintah maupun
himbauan. Ibu Walikota hanya memerintah melalui ucapan dan sudah
langsung dilaksanakan sesuai dengan tupoksi kerja setiap SKPD. Seperti,
Dinas Sosial yang melakukan pelatihan-pelatihan dan lainnya”56
Selain Dinas Sosial Kota Surabaya, beberapa SKPD lainnya,
seperti Dinas Koperasi dan Dinas Kesehatan juga membantu Pemerintahan
Kota dalam rencana penutupan Lokalisasi Dolly.
56
Wawancara Langsung dengan Aziz Muslim Staff Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial
Kota Surabaya pada tanggal 16 September 2015.
51
3. Tahap Rekomendasi
Pada tahap rekomendasi kebijakan, Pemerintahan Kota Surabaya
berpegang pada aturan yang dikeluarkan Pemerintahan Kota Surabaya,
yakni peraturan daerah Kotamadya Tingkat II Surabaya Nomor 7 Tahun
1999 ditetapkan pada tanggal 11 Mei 1999 yang merupakan peraturan
tentang larangan menggunakan bangunan atau tempat untuk perbuatan
asusila di Surabaya. Selain itu, ada beberapa surat yang dikeluarkan
Gubernur Jawa Timur guna mendukung diberlakukannya penutupan
tersebut yang telah peneliti jabarkan pada poin sebelumnya.
4. Tahap Pemantauan
Pada tahap adopsi kebijakan, Pemerintahan Kota Surabaya
menetapkan untuk menutup Lokalisasi Dolly, yang kemudian dilakukan
dilaksanakan melalui beberapa tahap. Meliputi sebagai berikut :
a. Pendataan kegiatan dan pelaku usaha di Lokalisasi Dolly yang
meliputi :
Data Pekerja Seks
Data Mucikari atau Pengurus Lokalisasi
Data petugas keamanan atau pekerja informal lainnya, seperti para
pedagang yang terdampak apabila lokalisasi ditutup (tukang becak,
pedagang, tukang cuci, dan lainnya)
52
Data bangunan, baik berupa aset atau tanah terkait kepemilikannya,
apakah dimiliki oleh Pemerintahan Kota atau pengelola lokalisasi.
Lokalisasi Dolly dan Jarak berada di Kelurahan Putat Jaya
Kecamatan Sawahan. Lokalisasi Dolly yang disebut sebagai Lokalisasi
terbesar di Indonesia ini ternyata adalah sebuah kekeliruan. Lokalisasi
Dolly hanyalah sebagian kecil dari lokalisasi yang ada di Kelurahan Putat
Jaya, yaitu Jarak. Lokalisasi Dolly berada di tengah-tengah Lokalisasi
Jarak yang lebih luas dan memiliki lebih banyak wisma serta para pekerja.
Kawasan Lokalisasi Dolly terdiri dari beberapa RT di kelurahan Putat
Jaya. Lokalisasi Dolly dan Jarak ada di beberapa RW di Kelurahan Putat
Jaya, diantaranya Ada RW 3, RW 10, RW 11, RW 12 dan RW 6. Berikut table
yang peneliti buat dari hasil wawancara57
.
Tabel VI
Jumlah Pekerja Lokalisasi di Lokalisasi Dolly dan Jarak Tahun 2014
RW
Jumlah
Wisma
2011
Jumlah
Wisma
2012
Jumlah
Wisma
2013
Jumlah
Wisma
2014
Mucikari
2014
Pekerja Seks
2014 LINMAS
3 81 76 69 69 41 335 16
6 23 21 21 21 16 104 6
10 74 72 70 70 49 172 -
11 126 120 104 104 91 340 35
12 24 23 22 20 11 498 14
57
Wawancara langsung dengan R. Wahyu Iswara, Surabaya, 15 September 2015
53
Jumlah 328 312 286 284 208 1449 71
Sumber: Wawancara langsung dengan Sekretari Desa Kelurahan Putat Jaya 2015
Pada data diatas diketahui jumlah para pekerja yang ada di Lokalisasi
Dolly dan Jarak. Dari mulai pekerja seks, mucikari sampai linmas. Data
diatas meliputi dua tempat lokalisasi. Hal tersebut disebabkan, tidak adanya
data yang akurat dari pihak pemerintah setempat mengenai jumlah para
pekerja di Lokalisasi Dolly. Lokalisasi Dolly yang sering disebutkankan
sebagai lokalisasi terbesar, sebenarnya keliru. Hal tersebut juga disampaikan
oleh Sekretaris Desa Kelurahan Putat Jaya,
“wilayah lokalisasi ada di 5 RW. RW 3, 10, 11 ini Jarak. RW 6, 10, 12, ini
Dolly. Jadi Dolly itu hanya sebagian kecil dari Lokalisasi Jarak. Jika
diumpamakan Lokalisasi Dolly itu ada di tengah-tengah yang dikelilingi oleh
Lokalisasi Jarak. Jika sering disebut yang terbesar, Jarak lah sebenarnya yang
terbesar. Kalau Dolly hanya satu gang. Dari tempat lokalisasi disini, 90% itu
Jarak. Dolly hanya sebagian kecil, hanya saja karena berbagai faktor yang
terkenal tempat lokalisasi di Surabaya ya Dolly”58
Seperti yang telah dijelaskan pada Bab sebelumnya, bahwa Lokalisasi
Dolly hanya ada di sebuah gang di Kelurahan Putat Jaya yang panjangnya
sekitar 150m. Banyak orang yang menafsirkan Lokalisasi Dolly sebagai
lokalisasi terbesar di Kota Surabaya disebabkan dengan menyatunya
Lokalisasi Dolly dan Jarak. Selain itu, karena dianggap berbeda kelasnya.
Seperti yang disampaikan Sekretaris Desa Kelurahan Putat Jaya,
“Dolly itu kan sebenarnya hanya satu gang sekitar 150m, jadi yang besar
iru Jarak. Paling banyak pekerja seks itu ya di Jarak. Pokoknya kelas dan
harganya juga beda. Dari segi harganya sudah beda. Kalau Jarak itu dibawah
100. Kalau Dolly itu di atas 100. Dolly ini kemudian disebut sebagai tempat
58
Wawancara langsung dengan R. Wahyu Iswara, Surabaya, 15 September 2015
54
lokalisasi terbaik karena menyediakan banyak pilihan dan masih banyak lagi
keunggulannya”59
Hal itu juga yang disampaikan oleh Haris Maliki, seorang wartawan
yang selama karirnya di Surabaya mencari berita di tempat-tempat lokalisasi
yang ada di Kota Surabaya.
“Dolly itu tidak sebesar Jarak, menjadi paling terkenal karena kelasnya yang
beda. Dalam artian pekerja seksnya, dibanding lokalisasi lainnya di Dolly yang
paling unggul. Tarifnya pun lain, di Dolly memang lebih mahal dibandingkan
dengan lokalisasi lainnya tadi. Tarif paling murah di Dolly paling 150rban, itu paling
murah ya. Bisa sampai dua kali permainan. Ditambah lagi, Lokalisasi Dolly terkenal
karena praktek akuariumnya. Jadi para Pekerja Seksnya ada di dalam sebuah kaca
besar yang bisa dilihat langsung oleh para pemakai jasa mereka. Hal tersebut
menjadi satu daya tarik tersendiri bagi Lokalisasi Dolly. Pokoknya Dolly itu
dianggap sebagai icon Kota Surabaya”60
Dengan alasan-alasan tersebutlah, pamor Lokalisasi Dolly lebih besar
dibandingkan dengan lokalisasi lain yang ada di Surabaya.
b. Negosiasi terkait tuntutan ganti rugi atau kompensasi kepemilikan lahan
dan bangunan yang dimiliki oleh para mucikari atau pengelola lokalisasi.
Menyatunya pemukiman warga dengan lokalisasi merupakan salah
satu alasan Tri Rismaharini selaku Wali Kota Surabaya melakukan penutupan
Lokalisasi Dolly. Sulitnya Pemerintahan Kota dalam melakukan penutupan
Lokalisasi Dolly, salah satu alasannya adalah karena bangunan atau aset
yang dijadikan sebagai tempat praktek prostitusinya (wisma-wisma yang ada
di Lokalisasi Dolly), biasanya adalah milik warga. Maka solusi yang
ditawarkan Pemerintahan Kota adalah membeli bangunan tersebut.
59
Wawancara langsung dengan R. Wahyu Iswara, Surabaya, 15 September 2015 60
Wawancara langsung dengan Haris Maliki, Surabaya, 9 September 2015
55
Syafiq yang merupakan pimpinan dari Forum Komunikasi
Masyarakat Lokalisasi Surabaya, bahkan menuturkan bahwa salah satu faktor
penyebab berhasilnya Pemerintahan Kota Surabaya dalam melakukan
penutupan Lokalisasi Dolly, karena Pemerintahan Kota Surabaya, dengan
pertama-tama membeli wisma terbesar dengan 6 lantai didalamnya.
“Dolly ini berhasil ditutup karena beberapa faktor, salah satu yang menurut saya
Pemerintahan Kota Surabaya sangat cerdas dalam melakukan penutupan
lokalisasi, salah satu strateginya adalah dengan membeli wisma-wisma yang ada
di tempat Lokalisasi Dolly. Wisma yang paling besar di Dolly berhasil dibeli oleh
Ibu Risma. Wisma New Barbara namanya, ada 6 lantai jumlah pekerja seks nya
ada sekitar 200 orang. Wisma ini termasuk yang paling besar yang ada di Dolly.
Wisma ini termasuk yang paling besar yang ada di Dolly. Pak Saka pemiliknya
dan kabarnya New Barbara itu dibeli 9,6 M oleh Pemerintahan Kota. Selain
wisma New Barbara, ada wisma lainnya yang dimiliki Pak Saka. Dia punya 5
wisma disini. Dulu dia paling kuat dan paling punya banyak wisma disini, yang
lain itu ngontrak. Jadi setelah wisma Pak Saka dibeli, secara otomatis wisma
kecil lainnya yang ada di sekitar Lokalisasi Dolly mati”61
Setelah pembelian wisma terbesar di Lokalisasi Dolly tersebut,
wisma-wisma kecil yang kebanyakan dari mereka mengontrak kemudian
juga gulung tikar.
c. Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial, meliputi kegiatan:
Penyuluhan atau sosialisasi
Penyuluhan atau sosialisasi terkait penutupan Lokalisasi Dolly
telah dilakukan dari tahun 2010 yang memang ditargetkan
untuk ditutup pada tahun 2014.
Bimbingan mental spiritual atau siraman rohani
Pada akhir tahun 2010, Pemerintahan Kota Surabaya memilih
siraman rohani sebagai gerbang awal terkait sosialisasi
61
Wawancara langsung dengan Syafiq, Surabaya, 14 September 2015
56
penutupan Lokalisasi Dolly. Seperti yang disampaikan oleh
Sekretari Desa Kelurahan Putat Jaya.
“Pemerintahan Kota itu mengadakan sosialisasi pembinaan
rohani itu tadi sasarannya itu kepada PSK sama mucikari di RW-
RW. Dulu Dolly-Jarak pokonya. Biasanya Jumat ada siraman
rohani yang narasumbernya itu dari Pemerintahan Kota yang
sudah ditunjuk. Penceramahnya sudah khusus dari Pemerintahan
Kota yang ditugasi memberikan ceramah agama kepada
masyarakat. Terus sampai masuk ke 2013 selama dua tahun itu
terus. Jadi itu tadi, program pemerintah untuk menutup lokalisai
itu sudah sejak dua tahun yang lalu. 2013 awal sudah selesai
sosialisasi”62
Pelatihan Keterampilan bagi Pekerja Seks
Pekerja seks termasuk pihak yang paling akan terdampak oleh
penutupan lokalisai, maka Pemerintahan Kota mengatasinya
dengan memberikan pelatihan atau keterampilan lain, agar para
Pekerja Seks tersebut memiliki keterampilan lain. Pelatihan
keterampilan yang diberikan Pemerintahan Kota ini melibatkan
semua Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk berpartisipasi
memberikan pelatihan tersebut. Dari mulai pelatihan membuat
sandal, telor asin, kue ringan sampai yang lainnya dilakukan
pemerintah guna memberikan bekal bagi setiap pekerja seks
yang akan beralih profesi.
62
Wawancara langsung dengan R. Wahyu Iswara, Surabaya, 15 September 2015
57
d. Pemulangan, meliputi kegaiatan :
Pemberian dana pemulangan atau modal usaha terhadap mantan
Pekerja Seks
Setelah dilakukan sosialisasi terkait penutupan Lokalisasi
Dolly, Pemerintahan Kota Surabaya dan Pemerintah Pusat
kemudian membeikan kompensasi dana pemulangan, bagi setiap
pekerja seks yang meninggalkan tempat lokalisasi atau
kemudian beralih profesi.
“kita memberikan kompensasi bagi mereka yang mau pulang
sebelum penutupan secara resmi itu 3.000.000. Langsung cash.
Kalau yang 5.000.000 menjelang penutupan itu jumlahnya 1449
orang. Itu hasil verifikasi. Jadi sebelum ada penutupan secara
resmi itu Pemerintahan Kota mengadakan verifikasi di lapangan
jumalh pekerja seks di Lokalisasi Dolly dan Jarak”63
Dari penuturan Sekretaris Desa Kelurahan Putat Jaya
banyak kendala ketika proses pemberian dana kompensasi
tersebut. Terbukti pada awalnya hanya 300 orang mantan
pekerja seks yang mengambil dana kompensasi tersebut.
“Waktu awal pemberian, yang menerima dana itu jauh dari
target. Baru ada sekitar 300 orang. Sampai akhirnya kita
dipanggil oleh DPRD, ditanya kenapa bias sampai jauh dari
target yang ambil itu. Akhirnya kita menjelaskan mereka semua
itu ada pihak-pihak yang menentang, mengancam dan
mengintimidasi, menaktut-nakuti yang nyawa taruhannya. Saya
dapat informasi di lapangan, bahwa ada sekelompok orang yang
menakut-nakuti kepada mereka semua. Sehingga mereka takut
untuk mengambil”64
63
Wawancara langsung dengan R. Wahyu Iswara, Surabaya, 15 September 2015 64
Wawancara langsung dengan R. Wahyu Iswara, Surabaya, 15 September 2015
58
e. Penutupan Secara Resmi Lokalisasi Dolly
Setelah proses pemberian dana kompensasi bagi mantan
pekerja seks dan mucikari, Pemerintahan Kota Surabaya pun
melakukan deklarasi penutupan Lokalisasi Dolly dan Jarak. Deklarasi
Penutupan Lokalisasi Dolly digelar di Gedung Islamic Center Surabaya
pada tanggal 18 Juni 2014.
5. Tahap Penilaian
Penutupan Lokalisasi Dolly menyisakan polemik, salah satunya
adalah berkenaan dengan dampak daripada penutupan tersebut. Hilangnya
sumber ekonomi bagi warga sekitar lokalisasi merupakan salah satu hal
yang perlu diperhatikan dengan serius oleh Pemerintah. Tidak adanya
program Pemerintah yang terstruktur pasca penutupan lokalisasi, membuat
kehidupan perekonomian warga setetmpat tidak kunjung membaik. Salah
satu upaya pemerintah dalam melakukan penutupan Lokalisasi Dolly,
adalah dengan membeli bangunan warga yang dijadikan tempat wisma
lokalisasi, akan tetapi belum ada dampak signifikan dari upaya tersebut
bagi warga sekitar lokalisasi. Ditambah lagi, tidak ada kejelasan terkait
apa yang akan dilakukan dengan bangunan tersebut, pasca penutupan.
Selain itu, Pemerintahan Kota Surabaya, masih melakukan tebang pilih
terhadap wisma-wisma yang dibeli tersebut.
59
C. Dampak Penutupan Lokalisasi Dolly Surabaya
1. Dampak Ekonomi
Keberadaan lokalisasi dimanapun tempatnya, pasti akan selalu
menjadi ladang usaha bagi warga sekitar lokalisasi maupun warga pendatang.
Hal tersebut terjadi juga di setiap lokalisasi yang ada di Surabaya, terlebih
lagi dengan Lokalisasi Dolly yang selalu digadang-gadang sebagai lokalisasi
terbesar dan tersohor di Indonesia bahkan se-Asia. Maka dari itu banyak
warga sekitar yang menggantungkan mata pencahariannya dengan bekerja,
berdagang, ataupun aktifitas lain yang digunakan untuk mencari nafkah di
Lokalisasi Dolly. Dari mulai, tukang becak, tukang parkir, warung klontong,
maupun penjual jasa seperti jasa laundry maupun tukang pijit. Beragam
aktifitas perekonomian yang terjadi di tempat lokalisasi tersebut, membuat
Lokalisasi Dolly tak pernah sepi pada saat masih beroperasi yang tentu saja
selain ramai oleh pengunjung, baik itu dari warga lokal, pendatang maupun
turis mancanegara.
Persoalan yang kemudian hadir dan mengiringi langkah
Pemerintahan Kota Surabaya dalam kebijakannya menutup lokalisasi yang
ada di Surabaya adalah dampak ekonomi yang ditimbulkan. Penolakan yang
hadir terkait penutupan Lokalisasi Dolly dari masyarakat yang tinggal di
sekitar lokalisasi, salah satu alasannya pun terkait ekonomi dan kesejahteraan
masyarakatnya. Masyarakat yang tergantung kehidupan perekonomiannya
pada aktifitas yang terjadi di lokalisasi pasti menolak adanya penutupan.
Apapun motif nya, alasan ekonomi selalu jadi faktor kuat untuk menolak
60
penutupan. Seperti yang ditutukan Pak AD yang berprofesi sebagai tukang
becak dan biasa menarik penumpang di sekitar Lokalisasi Dolly,
“Saya termasuk menolak penutupan Mba. Tapi ya bagaimana kita ini hanya
rakyat kecil Mba. Sebelum penutupan saya satu hari bisa mengantongi seratus
ribu itu paling sedikit Mba, tapi sekarang jangankan seratus ribu, untuk dapat dua
puluh ribu saja susah Mba. Kalau bisa dikatakan ya ga cukuplah untuk biaya
hidup anak dan istri, sekarang untuk sekolah anak saja susah sekali Mba”65
Kemerosotan pendapatan warga merupakan salahsatu dampak
negatif dari diberlakukannya penutupan lokalisasi. Selain para pedagang dan
penjual jasa yang pendapatanya berkurang pasca penutupan atau bahkan
usahanya terhenti, Ketua Forum Keluarga Masyarakat Lokalisasi Surabaya
penutupan Lokalisasi Dolly,
“ini bukan masalah moral saja Mba, tapi ini urusannya sama perut. Masyarakat
sekitar lokalkisasi sudah selama puluhan tahun menggantung hidupnya dari sana.
Kalau Lokalisasi Dolly ditutup lantas mereka makan apa Mba? Mereka akan
semakin jauh dari kata sejahtera kalau Pemerintahan Kota Surabaya sewenang-
wenang begini”66
Lebih jauh Syafiq menyampaikan bahwa alasannya menolak
penutupan bukan berarti mendukung adanya lokalisasi, tapi lebih kepada
meminta Pemerintahan Kota Surabaya untuk membuat kebijakan yang tepat
dan mencari jalan keluar bagi masyarakat sekitar ketika lahan mata
pencahariannya ditutup. Ketika Lokalisasi Dolly ditutup maka secara
otomatis, para pengunjung ke daerah lokalisasi pun akan tidak ada dan yang
terjadi adalah mati nya lahan pencarian masyarakat.
Senada dengan apa yang disampaikan Syafiq, EM yang selama ini
berprofesi sebagai pekerja seks juga menyampaikan penolakan dan
65
Wawancara langsung dengan AD, Surabaya, 12 September 2015 66
Wawancara langsung dengan Syafiq, Surabaya, 14 September 2015
61
kekecewaannya atas kebijakan yang dikeluarkan Pemerintahan Kota
Surabaya dalam menutup Lokalisasi Dolly,
“Pelatihan untuk para pekerja seperti kita memang udah pernah dibuat Mba, tapi
setelah itu gak ada kejelasan. Dulu kita suruh berenti, dikasih modal buat usaha,
tapi kalau cuma dibantu pelatihan sama pemkot kan susah juga kita”67
Hal tersebut sebenarnya sudah coba ditanggulangi Pemerintahan
Kota Surabaya dengan mengadakan pelatihan-pelatihan bagi masyarakat
sekitar lokalisasi yang terkena dampak penutupan lokalisasi. Pelatihan yang
dilakukan bermacam-bermacam, dari mulai membatik, membuat sepatu
sampai pada pelatihan tata boga, seperti membuat kue dan telur asin. Akan
tetapi itu dirasa tidak cukup baik untuk menjawab persoalan yang telah
dipaparkan diatas. Seperti yang disampaikan oleh Bendahara KUB ,
“banyak pelatihan yang dibuat Pemerintahan Kota Surabaya untuk warga
sekitar ,tapi langkah selanjutnya gak ada. Cuma pelatihan-pelatihan itu doang.
Tapi kalau untuk selanjutnya semenjak lebaran ini pelatihan udah mulai sepi.
Kalau dulu bermacam-macam pelatihan. Kayaknya iutu pemerintah kan
langkahnya masih langkah panjang ya kan? Sayangnya di situ seharusnya
sebelum penutupan itu sudah dikasih lahan kerja dulu baru ditutup. Jadi orang
nggak riweuh. yang namanya pekerjaan itu kan jangka panjang tidak seperti
membalikkan telapak tangan. Makanya pas ditutup banyak yang tidak siap. Coba
kalau dulu sebelum penutupan dimatangkan dulu pelatihan untuk pekerjaannya”68
Hal senada pun diungkapkan oleh anggota DPRD, Bapak Sukadar
ketika peneliti mempertanyakan tentang solusi yang ditawarkan Pemerintahan
Kota Surabaya setelah melakukan penutupan lokalisasi,
“banyak masyarakat yang bergantung hidup di sana harus beralih untuk usaha
yang lain. Ya agak kesulitan. Apalagi samapai saat ini rencana pasca penutupan
pun tidak berjalan sesuai rencana bahkan dalam pelatihan-pelatihan yang
diadakan itu umurnya hanya satu minggu, dua minggu, itu dalam artian nggak
ada edukasi, nggak ada pendampingan. Ini yang harus jadi perhatian
Pemerintahan Kota Surabaya.”69
67
Wawancara langsung dengan EM, 18 September 2015 68
Wawancara langsung dengan Bendahara KUB, Surabaya, 13 September 2015 69
Wawancara langsung dengan Sukadar, Surabaya, 18 September 2015
62
Muhammad Shofa, salah satu staff pengajar di UIN Surabaya yang
juga aktif menulis di media massa menyampaikan penolakanannya terkait
penutupan,
“Persoalan lokalisasi ini tidak akan selesai dengan hanya kita menutupnya.
Sekarang itu ada istilah e-Dolly. Mereka itu menjajakan diri mereka secara
online. Twitter, bahkan ada pin BBnya. Itu sempat dibahas di koran Surya. Nah,
ini akhirnya yang membuat Dolly hanya berubah wajah saja. Yang awalnya
terang-terangan akhirnya jadi sembunyi-sembunyi”70
Kekecewaan masyarakat terhadap Pemerintahan Kota Surabaya
dalam rangka penutupan Lokalisasi Dolly selalu terkait pada masalah
ekonomi. Pemerintah dianggap gagal dalam mencarikan solusi atau
menanggulangi dampak yang dihasilkan terkait penutupan Lokalisasi Dolly,
yang berkenaan dengan matinya lahan mata pencaharian masyarakat sekitar
lokalisasi. Pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh Pemerintahan Kota
Surabaya awalnya bertujuan untuk menambah soft skill masyarakat sekitar
dianggap tidak cukup berhasil untuk membuka lapangan kerja baru. Hal
tersebut dikarenakan dengan pelatihan yang dibuat, baik itu pelatihan
menjahit, membuat sepatu ataupun pelatihan lainnya tidak dibareng dengan
adanya pasar atau mekanisme pendistribusian yang ditawarkan Pemerintahan
Kota Surabaya, sehingga pelatihan tersebut tidak hanya memberi dampak
untuk penguatan soft skill semata, tetapi juga bisa menjadi salah satu ladang
mata pencaharian
70
Wawancara Langsung dengan Muhammad Shofa 9 September 2015.
63
2. Dampak Politik
Penutupan Lokalisasi Dolly menuai pro dan kontra, penolakan
terhadap penutupan pun tidak hanya berasal dari masyarakat sekitar
lokalisasi, tapi juga bagian dari Pemerintahan Kota Surabaya. Beberapa
media massa mengabarkan ketidaksetujuan beberapa pihak terkait penutupan
Lokalisasi Dolly. Salah satunya, Wakil Walikota Surabaya Wisnu Sakti
Buana juga sempat dikabarkan menolak penutupan. Orang nomor dua di
Surabaya ini menilai, penutupan lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara tersebut
merupakan tindakan keliru. Pasalnya, penutupan akan merugikan warga
Anggota DPRD dari Fraksi PDIP, Sukadar juga menyampaikan
tentang Penutupan Lokalisasi Dolly oleh Pemerintahan Kota Surabaya yang
dinilai terlalu gegabah ,
“Terkait kebijakan penutupan ini sebenarnya bukan kebijakan Ibu Risma.
Walikota Surabaya itu hanya menjalankan intruksi dari pemerintahan provinsi
yang notabene ditekan oleh pemerintahan pusat waktu masa kepemimpinan
Presiden SBY. Sebenarnya penutupan itu tidak dikehendaki sebagian besar
masyarakat kota waktu itu. Terlebih pelaksanaan penutupan itu belum pernah
dibicarakan sama sekali dengan DPRD pusat. Tentu DPRD pun tidak tahu Dolly
mau dipakai apa dan untuk apa. Kalaupun dipakai untuk meniadakan prostitusi
tapi kan di hotel-hotel dan di losmen-losmen itu kan masih marak bahkan lebih
ramai daripada kemarin”71
Disepanjang tahun 2014, pemberitaan penutupan lokalisasi yang
dilakukan Wali Kota Surabaya terus menghiasi media cetak maupun
elektronik, baik di media-media di Jawa Timur maupun di tingkatan nasional.
Media menampilkan sosok Walikota Surabaya yakni Tri Rismaharini sebagai
sosok yang gagah berani yang berhasil menutup yang selama berpuluh-puluh
71
Wawancara langsung dengan Sukadar, Surabaya, 18 September 2015
64
tahun dianggap fenomenal dan bahkan menurut sebagian orang disebut
sebagai icon Kota Surabaya, yaitu Lokalisasi Dolly. Penolakan yang kuat dari
masyarakat sekitar lokalisasi terkait penutupan, tidak sekedar penolakan yang
disampaikan lewat kata-kata semata. Menjelang penutupan, pada bulan April
2014 demonstrasi besar-besaran terjadi. Masyarakat melakukan gerakan
bersama untuk menyampaikan kekecewaannya, dari mulai berorasi sampai
memlokade jalan.
Perdebatan pro kontra yang dalam penutupan Lokalisasi Dolly,
sebenarnya mampu dipetakan dengan dua aktor. Pertama, mereka yang
mendukung kebijakan Walikota Surabaya untuk menutup Lokalisasi Dolly,
berasal dari kaum agamawan, atau yang terafiliasi dengan kelompook-
kelompok agamawan. Seperti, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur
dan Ikatan Dakwah Area Lokalisasi (IDIAL) Surabaya. Pada pihak yang
kontra atau menolak penutupan Lokalisasi Dolly, tentu saja adalah mereka
yang tergabung dalam Forum Masyarakat Komunikasi Lokalisasi Surabaya.
Mereka adalah warga yang terkena dampak langsung, ketika penutupan
lokalisasi tersebut dilakukan.
3. Dampak Sosial
Keberadaan Lokalisasi Dolly yang ada ditengah-tengah
pemukiman warga menimbulkan permasalahan yang kompleks. Selain
keberadaannya yang menyatu dengan aktifitas warga setempat, dikhawatirkan
akan menggangu keberlangsungan hidup, terutama anak-anak yang telah
melihat praktek lokalisasi sedari dini. Seperti yang dikhawatirkan oleh
65
Walikota Surabaya Tri Rismaharini, yang dijadikannya alasan untuk menutup
lokalisasi tersebut. Sebelum Lokalisasi Dolly ditutup, aktifitas para pekerja
lokalisasi memang menyatu dengan aktifitas warga sekitar. Sehingga yang
ditakutkan Walikota Surabaya Tri Rismaharini dalam hal ini adalah, tumbuh
kembang anak-anak.
Di Lokalisasi Dolly salah satu ciri yang membedakan tempat
lokalisasi dengan rumah warga sekitar, biasanya di jendela depan warga ada
sebuah penanda yang dibuat untuk menunjukan rumah tersebut tidak
menyediakan praktek prositusi, yakni didepan rumahnya ditulis “rumah
tangga”. Pada malam hari, ketika praktek lokalisasi tersebut beroperasi dan
ramai, itu juga menjadi bagian dari kehidupan warga sekitar. Tidak ada
peraturan khusus atau larangan bagi siapa saja yang akan hendak memasuki
area lokalisasi, sehingga anak-anak dibawah umur bisa dengan leluasa
memasuki atau bahkan memperhatikan praktek lokalisasi tersebut.
Selain itu, seperti apa yang dituturkan oleh Kyai Khiron Suaeb,
alasan Walikota Surabaya bersikeras untuk menutup Lokalisasi Dolly adalah,
“Ibu Risma itu bersikukuh untuk menutup Dolly meskipun rintangannya banyak.
Salah satunya ketika beliau menemukan mucikari yang sudah berusia 60 tahun
tapi masih melakukan pekerjaan itu, ketika ditanya alasannya ternyata karena
anak0anaknya masih SD dan SMP. Ditambah ketika, bertanya kepada para
pekerja seks mucikari tersebut, alasannya pun macam-macam, ada yang diajak
oleh teman, dibujuk orang tua, inmacam-macam. Selain itu juga karena pernah
ada kasus seorang anak SMP yang menggunakan jasa pekerja seks yang bahkan
usianya sudah lanjut, hal tersebut membuat Ibu Risma selaku Walikota Surabaya
semakin ngotot untuk menutup Dolly”72
72
Wawancara langsung dengan Khairon Suaeb 9 September 2015.
66
Untuk itu selain adanya keinginan personal Walikota Surabaya
yang kuat untuk menutup Dolly, dukungan warga terkait penutupan
Lokalisasi Dolly didasari faktor dampak sosial. Keresahan warga sekitar
lokalisasi terkait praktek-praktek yang hadir di Lokalisasi Dolly, menjadi
alasan tersendiri dukungan untuk menutup Lokalisasi Dolly.
67
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Lokalisasi Dolly merupakan salah satu tempat praktik prostitusi
termasyhur di Indonesia yang dalam proses penutupannya pada pertengahan tahun
2014 oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini menjadi headline di beberapa
media massa. Pemberitaan yang cukup menghebohkan ini disebabkan oleh
perlawanan keras oleh beberapa anggota masyarakat yang salah satunya tergabung
dalam Forum Komunikasi Masyarakat Lokalisasi Surabaya.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa peneliti yang telah dijabarkan
dalam bab-bab sebelumnya, maka disimpulkan beberapa poin yang sekaligus
menjawa pertanyaan penelitian Kebijakan Walikota Surbaya dalam Penutupan
Lokalisasi Dolly:
1. Terdapat political will Walikota Surabaya dalam penutupan Lokalisasi Dolly
yang mengacu pada Perda Kotamadya Tingkat II Surabaya Nomor 7 Tahun
1999 dan Surat Gubernur Jawa Timur. Dengan beberapa alasan yang
disampaikan Walikota Surabaya untuk menutup Lokalisasi Dolly. Pertama,
letaknya yang berbaur dengan pemukiman masyarakat umum; kedua,
terdapatnya peraturan daerah yang melarang perdagangan manusia; dan
ketiga, pertimbangan dampak sosial yang buruk bagi anak-anak yang tinggal
di sekitar lokalisasi.
2. Proses kebijakan penutupan Lokalisasi Dolly melalui lima tahapan. Pertama,
tahap perumusan masalah untuk merumuskan masalah yang hadir dan
68
membentukan tim koordinasi guna kebijakan ini dapat berjalan sesuai target.
Kedua, tahap peramalan dimana pengidentifikasian masalah yang hadir dan
akan hadir saat proses kebijakan. Ketiga, rekomendasi, yang pada tahap ini
Pemerintahan Kota Surabaya melakukan kebijakan sesuai dengan
rekomendasi yang telah dibuat atau sesuai dengan peraturan yang telah dibuat
sebelumnya. Keempat, tahap pemantauan dimana pada tahap ini dimulai
dengan pendataan kegiatan dan pelaku usaha, negosiasi kompensasi untuk
para mucikari atau pengelola lokalisasi termasuk pembelian wisma-wisma
yang ada di Lokalisasi Dolly, pelaksaan program rehabilitasi sosial,
pemulangan para pekerja seks dan mucikari sekaligus pemberian dana atau
modal usaha, dan yang terakhir penutupan secara resmi lokalisasi yang
dilakukan oleh Pemerintahan Kota Surabay. Kelima, tahap penilaian
kebijakan pada tahap ini dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana
kebijakan tersebut berdampak pada masyarakat sekitar Lokalisasi Dolly, pada
tahap evaluasi ini juga diketahui dampak penutupan masih menyisakan
banyak polemik, salahsatunya adalah berkenaan dengan dampak ekonomi
yakni hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat sekitar lokalisasi.
3. Penutupan Lokalisasi memberikan banyak dampak bagi masyarakat
Lokalisasi Dolly, diantaranya dari segi ekonomi, sosial dan politik. Pada
dampak ekonomi, memperlihatkan penutupan ini berdampa pada banyaknya
warga yang kehilangan mata pencaharian dan berkurangnya pendapatan
warga sekitar lokalisasi. Selanjutnya, pada dampak politik, selain pro dan
kontra yang terjadi di masyarakat, ternyata hal tersebut juga terjadi di pihak
69
Pemerintahan Kota Surabaya sendiri, juga banyaknya demontrasi yang terjadi
di lapangan oleh warga yang menolak penutupan. Selain dari pada dampak
ekonomi dan politik, yang terakhir adalah dampak sosial. Dampak ini yang
salah satu dijadikan alasan kuat oleh Walikota Surabaya, Tri Rismaharini
untuk menghindarkan anak-anak terutama dari praktik prostitusi yang selama
ini menyatu dengan kehidupan warga sekitar Lokalisasi Dolly.
B. Saran
Penutupan Lokalisasi Dolly yang dilakukan oleh Walikota Surabaya
telah berhasil dilakukan. Meskipun dalam prakteknya ada beberapa hal yang
menurut peneliti belum maksimal dilakukan Pemerintahan Kota Surabaya.
Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal, diantaranya adalah :
1. Keberhasilan Pemerintahan Kota Surabaya dalam melakukan penutupan
Lokalisasi Dolly, tidak dibarengi dengan tersusunnya program
Pemerintahan Kota Surabaya untuk menanggulangi dampak penutupan
tersebut. Terutama dampak yang bersentuhan langsung dengan
perekonomian warga. Terbukti dengan, banyaknya warga yang
kehilangan sumber perekonomiannya pasca penutupan Lokalisasi Dolly.
Tentu saja hal ini berdampak buruk terhadap kesejahteraan warga
disekitar Lokalisasi Dolly. Untuk itu peneliti menyarankan agar
Pemerintahan Kota Surabaya membuat master plan yang lebih tertata
untuk menanggulangi dampak penutupan lokalisasi.
2. Dukungan dari berbagai pihak yang diberikan kepada Pemerintahan Kota
Surabaya hendaknya terus dipelihara dan dipupuk sehingga Kota Surabaya
70
mampu menanggulangi persoalan lokalisasi prostitusi yang meskipun telah
ditutup tidak menutup kemungkinan akan hadir kembali praktek prostitui
tersebut..
3. Setelah penutupan Lokalisasi Dolly dilakukan, tempat yang pada mulanya
digunakan sebagai praktek prostitusi disepanjang gang Dolly, saat ini
menjadi sepi. Maka Pemerintahan Kota Surabaya bisa memanfaatkan
lahan tersebut untuk kegiatan pariwisata atau pusat perkenomian kreatif
masyarakat Lokalisasi Dolly.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ab, Subarsono. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2005.
Almond, Gabriel. “Kelompok Kepentingan dan Partai Politik,” dalam Mohtar
Masoed dan Colin MacAndrews, ed., Perbandingan Sistem Politik
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press 2008.
Ananda, Ismadi. Pokok-Pokok Pikiran Penataan Kelembagaan. Tangerang: PT.
Satria Muda Adi Ragam Terpadu, 2013.
Anggara, Sahya. Kebijakan Publik. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2014.
AS, Sunarto. Kyai Prostitusi. Surabaya: IDIAL MUI, 2012.
Budiman, Rusli. Kebijakan Publik Membangun Pelayanan Publik Yang
Responsif. Bandung: Hakim Publishing 2013.
Dunn, William.Analisis Kebijakan Public. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1999.
Irawan, Prasetya. Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta: STIA LAN Press
2000.
Kartono, Kartini. Pengantar Metodelogi Riset Sosial. Bandung: PT. Mandar
Maju, 1996.
Moleong, Lexi. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya, 2007.
Purnomo, Tjahjo dan Siregar. Dolly: Membedah Dunia Pelacuran Surabaya,
Kasus Komplek Pelacuran Surabaya. Jakarta: Grafiti Press, 1982.
R.K, Cornelius Prastya dan Darma, Adi. Dolly Kisah Pilu Yang Terlewatkan
Yogyakarta: Pustaka Pena, 2011.
Tim Penyusun BPS Surabaya. “Surabaya Dalam Angka 2015”. Surabaya: BPS
Provinsi Surabaya, 2015
Wahab , Solichin Abdul. Analisis Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara 2012.
Wibawa, Samodra. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: Grafindo Persada 1994.
Winarno, Budi. Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus. Yogyakarta:
CAPS 2011
Yayan Sakti Suryandaru, “Hegemoni dan Reproduksi Kekuasaan dalam
Perdagangan Perempuan (traficking) untuk Prostitusi”, Manusia
Kebudayaan, dan Politik, Th XIV, no. 2 ,2001.
SKRIPSI DAN JURNAL PENELITIAN
Adib, Khilfa. Traficking dan Prostitusi Studi Kasus Gang Dolly. Jakarta:
Uiniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009
Arlianingrum, Septina. Cagar Budaya Surabaya Kota Pahlawan sebagai
Sumber Belajar. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2010.
Faidah, Mutimmatul. Pusaran Ekonomi Di Balik Bisnis Prostitusi Di Lokalisasi
Dolly-Jarak Surabaya. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Hakim, Lukman. Pemaknaan Agama Islam Menurut Pekerja Seks Komersial
(PSK) Di Dolly Surabaya. Surabaya: Institut Agama Islam Sunan Ampel
Surabaya, 2008.
Yayan Sakti Suryandaru, “Hegemoni dan Reproduksi Kekuasaan dalam
Perdagangan Perempuan (traficking) untuk Prostitusi”, Manusia
Kebudayaan, dan Politik, Th XIV, no. 2 , (2001).
Zulfiqar, Janif. dkk. “Analisis kebijakan penutupan lokalisasi prostitusi KM 17”,
Ejournal Administrative. Vol.02, no. 02 (2014)
DOKUMEN ELEKTRONIK
“Fokus: Soal Dolly Ketua DPRD Pro Kontra Hal Biasa” artikel diakses pada
tanggal 16 Juni 2014http://www.beritametro.co.id/fokus/soal-dolly-ketua-
dprd-pro-kontra-merupakan-hal-biasa
“Ini Alasan Penutupan Dolly Dipercepat Sehari”, artikel diakses pada tangal 10
Juni 2014
http://regional.kompas.com/read/2014/06/06/0858247/Ini.Alasan.Penutupa
n.Dolly.Dipercepat.Sehar.
“Nasib 4 Lokalisasi Ketika Surabaya ditangan Walikota Risma”, artikel diakses
pada tanggal 05 Agustus 2014
http://news.detik.com/surabaya/read/2014/06/18/043011/2611121/475/nasi
b-4-lokalisasi-ketika-surabaya-ditangan-wali-kota-risma
“Pasang Surut Jumlah PSK Dolly”. artikel diakses pada 17 Juni 2014
http://regional.kompas.com/read/2014/06/18/0829077/Pasang.Surut.Jumla
h.PSK.Dolly diakses pada 17 juni 2014
“Profil Kota Surabaya” artikel diakses pada tanggal 17 September 2015
http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jatim/surabaya.pdf
“Rumah Sakit Di Kota Surabaya,” artikel diakses pada 17 September 2015 dari
http://dinkes.surabaya.go.id/portal/files/Sarkes-
31des1013/Rumah%20Sakit.pdf
“Walikota Surabaya Dolly Tak Bisa Sekedar Ditutup” artikel diakses pada tanggal
15 Agustus 2014 http://m.voaindonesia.com/a/walikota-surabaya-dolly-
tak-bisa-sekedar-ditutup--106378444/85459.html
“Warga Asli Dolly Diintimidasi”, artikel diakses pada tanggal 9 juni 2014 dari
http://www.republika.co.id/berita/koran/nusantara-
koran/14/06/10/n6xy4724-warga-asli-dolly-diintimidasi.
Badan Pusat Statistik Kota Surabaya, “Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Hasil Registrasi Tahun 2008-2014” artikel diakses pada 17 September
2015 dari https://surabayakota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/323
Badan Pusat Statistik Kota Surabaya, “Jumlah Sekolah dan Murid Menurut Jenis
Sekolah Kota Surabaya Tahun 2013/2014” artikel diakses pada 13 Maret
2015 dari https://surabayakota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/528
Badan Pusat Statistik Kota Surabaya, “Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota
Surabaya Tahun 2010-2014,” artikel diakses pada 17 September 2015 dari
https://surabayakota.bps.go.id/index.php
Badan Pusat Statistik Kota Surabaya, “Luas Wilayah Kota Surabaya Tahun 2015
Berdasarkan Kecamatan” artikel diakses pada 13 Maret 2015 dari
https://surabayakota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/499
Faizal, Ahmad. “Soekarwo : Pekerja Dolly Silahkan Kerja Tetapi Patuhi Perda”,
artikel diakses pada tanggal 17 Juni 2014
http://regional.kompas.com/read/2014/05/01/1600189/Soekarwo.Pekerja.
Dolly.Silakan.Demo.tetapi.Patuhi.Perda
Surabaya.go.id “Informasi Data Pokok Kota Surabaya Tahun 2015” artikel
diakses padda tanggal 25 September 2016 di
http://surabaya.go.id/uploads/attachments/2016/11/17291/bab3_penduduk
_dan_tenaga_kerja.pdf pada tanggal
WAWANCARA
Wawancara langsung peneliti dengan R. Wahyu Iswara, Sekretaris Kelurahan
Putat Jaya pada 15 September 2015 di Surabaya.
Wawancara langsung peneliti dengan Haris Maliki, Wartawan Surabaya, pada 9
September 2015 di Surabaya.
Wawancara langsung peneliti dengan Aziz Muslim, Staff Rehabilitasi Sosial
Dinas Dinas Sosial Kota Surabaya, pada 16 September 2015 di Surabaya.
Wawancara langsung peneliti dengan Syafiq, Ketua Forum Komunikasi
Masyarakat Lokalisasi Surabaya, 14 September 2015 di Surabaya.
Wawancara langsung peneliti dengan AD, 14 September 2015 di Surabaya.
Wawancara langsung peneliti dengan Sukadar, Anggota DPRD Kota Surabaya, 18
September 2015 di Surabaya.
Wawancara langsung peneliti dengan Bendahara KUB Lokalisasi Dolly, pada 15
September 2015 di Surabaya.
Wawancara langsung peneliti dengan Muhammad Shofa, pada 9 September 2015
di Surabaya
.
Wawancara langsung peneliti dengan Khairon Suaeb, pada 9 September 2015 di
Surabaya.
Wawancara langsung peneliti dengan EM, pada 18 September 2015 di Surabaya.
SUMBER PERATURAN PEMERINTAH
Peraturan Daerah Kotamadya Tingkat II Surabaya Nomor 7 Tahun 1999.
WEBSITE
http://ciptakarya.pu.go.id
http://dinkes.surabaya.go.id
http://surabayakota.bps.go.id