Upload
matthew-williams
View
36
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
semoga, penulisan ini bermanfaat bagi mahasiswa/i yang membutuhkanya terutama bagi mahasiswa/i yang sedang belajar mengenal ilmu hukum pada umumnya dan khususnya ilmu hukum pemerintahan. salam sejahtera..!
Citation preview
1
Kebijaksanaan pemerintahan Daerah
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Di dunia ini kita mengenal tiga jenis tata kelola pemerintahan yaitu Sentralisasi,
Desentralisasi, dan Dekonsentrasi. Hampir tidak ada satu pun negara di dunia ini yang
hanya memakai salah satu sistem tersebut, baik sentralisasi saja, desentralisasi saja,
maupun dekonsentrasi saja. Salah satu tata kelola pemerintah yang sekarang menjadi
pilihan utama yang dominan bagi negara-negara di dunia khususnya negara yang
menjunjung tinggi nilai demokrasi adalah desentralisasi. Bahkan negara-negara yang
amat kuat ciri otoriternya berusaha mendesain tata politik pemerintahannya seakan-akan
memenuhi asas desentralisasi agar terkesan demokratis.
Desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab (akan fungsi-
fungsi publik) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Semakin besar suatu
negara (dilihat dari penduduk dan luas wilayah) maka biasanya semakin kompleks dan
“heterogen” pemerintahannya, yang tercermin dari tingkatan pemerintah daerah.
Desentralisasi (dan sentralisasi) adalah cara untuk melakukan penyesuaian tata kelola
pemerintahan dimana dilakukan distribusi fungsi pengambilan keputusan dan kontrol.
Secara garis besar, dalam rangka melihat dampak atau kaitannya dengan layanan publik
dan kemiskinan, desentralisasi bisa dibedakan atas 3 jenis (Litvack, 1999); yaitu pertama
Desentralisasi politik, melimpahkan kepada daerah kewenangan yang lebih besar
menyangkut berbagai aspek pengambilan keputusan, termasuk penetapan standar dan
berbagai peraturan. Kedua, Desentralisasi administrasi, berupa redistribusi kewenangan,
tanggung jawab dan sumber daya di antara berbagai tingkat pemerintahan. Kapasitas yang
memadai disertai kelembagaan yang cukup baik di setiap tingkat merupakan syarat agar
hal ini bisa efektif. Ketiga, Desentralisasi fiskal, menyangkut kewenangan menggali
sumber-sumber pendapatan, hak untuk menerima transfer dari pemerintahan yang lebih
tinggi, dan menentukan belanja rutin maupun investasi. Ketiga jenis desentralisasi ini
saling berkaitan dan untuk melihat dampaknya kepada berbagai hal, tidak bisa dilakukan
evaluasi secara terpisah. 1
1 Susiyati Bambang Hirawan, Desentralisasi Fiskal Sebagai Suatu Upaya Meningkatkan Penyediaan Layanan Publik. Susiyati Bambang Hirawan, Desentralisasi Fiskal Sebagai Suatu Upaya Meningkatkan Penyediaan Layanan Publik(Bagi Orang Miskin) di Indonesia, Pidato pada Upacara Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap dalam bidang Ilmu
2
Dari sekian banyak manfaat desentralisasi bagi pembangunan negara,
desentralisasi memegang peranan penting khususnya dalam pembangunan ekonomi suatu
negara, baik pembangunan ekonomi di pemerintah pusat maupun pembangunan ekonomi
di tingkat daerah. Dalam kondisi ekonomi global yang fluktuatif seperti sekarang,
perekonomian suatu negara tidak dapat lagi hanya mengandalkan kekuatan ekonomi
pusat. Banyak negara berkembang berputar haluan ke berbagai bentuk desentralisasi
fiskal sebagai salah satu cara meloloskan diri dari jebakan ketidakefisienan dan
ketidakefektifan pemerintah. Efisiensi dalam desentralisasi fiskal ditempuh dengan
tersedianya paket pengeluaran pajak yang berbeda yang disertai mobilitas individu yang
cukup membantu terjadinya efisiensi produksi, yaitu jasa layanan pemerintah ( Tiebout,
1956 ).
Perbedaan kondisi ekonomi dan kemandirian suatu negara, baik negara maju
maupun negara berkembang membawa perbedaan maupun persamaan tersendiri dalam
desentralisasi keuangan/fiskal. Makalah ini akan membahas perbedaan-perbedaan
maupun persamaan-persamaan yang terjadi antar negara tersebut yang akan di fokuskan
pada negara di Asia yaitu Jepang, Korea, dan Indonesia, dimana kita dapat melihat secara
jelas mengenai pembagian urusan dalam keuangan pusat dan daerah.
I.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan ini adalah
1. Apakah bentuk pembagian urusan khususnya dalam keuangan pusat dan daerah
negara Jepang ?
2. Apakah bentuk pembagian urusan khususnya dalam keuangan pusat dan daerah
negara Korea ?
3. Apakah bentuk pembagian urusan khususnya dalam keuangan pusat dan daerah
negara Indonesia ?
4. Apakah yang menjadi kesamaan maupun perbedaan ketiga negara tersebut (Jepang,
Korea, Indonesia) dalam hal pembagian urusan khususnya dalam keuangan pusat dan
daerah?
I.3 Tujuan Penulisan
Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta, 24 Pebruari 2007, hal 4
3
Adapun tujuan penulisan sebagai berikut
1. Mengetahui bentuk pembagian urusan khususnya dalam keuangan pusat dan daerah
negara Jepang.
2. Mengetahui bentuk pembagian urusan khususnya dalam keuangan pusat dan daerah
negara Korea.
3. Mengetahui bentuk pembagian urusan khususnya dalam keuangan pusat dan daerah
negara Indonesia.
4. Mengetahui hal-hal yang menjadi kesamaan maupun perbedaan ketiga negara tersebut
(Jepang, Korea, Indonesia) dalam hal pembagian urusan khususnya dalam keuangan
pusat dan daerah.
I.4 Manfaat Penulisan
Penulisan ini diharapkan memberikan kontribusi dalam hal kajian ilmu
perbandingan ilmu administrasi negara, khususnya dalam perbandingan pemerintah
daerah antar negara. Makalah ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
bagaimana bentuk pemerintah daerah di Jepang, Korean dan Indonesia dan memberikan
gambaran khususnya dalam perimbangan keuangan antara tiga negara sehingga dapat
dimanfaatkan bagi penulis lain sebagai referensi untuk membuat kajian perbandingan
keuangan daerah.
I.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini, yakni pada Bab 1 Pendahuluan terdiri atas latar
belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Bab 2
Kerangka Teori Bab 3 Pembahasan terdiri atas gambaran umum negara Jepang, Korea,
dan Indonesia beserta analisis perbandingannya. Sedangkan pada Bab 4 merupakan
penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran.
BAB II
KERANGKA TEORI
Desentralisasi menjadi salah satu alternatif sistem pemerintahan di berbagai dunia
pada saat ini. Menurut Rondinelli, ada tiga pendorong dibutuhkannya desentralisasi yaitu
4
adanya kegagalan perencanaan sentralistik, adanya kebutuhan pengembangan dan
pengelolaan program dan proyek pembangunan yang cepat dan inovatif dan perkembangan
kompleksitas masyarakat di daerah yang berdampak pada kegiatan pemerintahan yang
semakin membengkak.2 Maka, penerapan sistem ini pun diterapkan di beberapa negara dalam
sistem pemerintahannya. Selain itu, penerapan desentralisasi dianggap dapat memberikan
keuntungan dan manfaat bagi pelaksanaan pemerintahan yang baik. Menurut Hulme merujuk
Smith, ada dua manfaat dan keuntungan utama dari desentralisasi yaitu, pertama secara
politik memiliki manfaat antara lain, pendidikan politik bagi masyarakat, adanya keadilan
politik karena distribusi kekuasaan, tingginya akuntabilitas karena akses bagi masyarakat luas
semakin tinggi dan daya-tanggap pemerintah semakin baik karena keterwakilan dan
partisipasi semakin tinggi. Kedua, dari sisi administrasi dan manajemen manfaatnya
diantaranya adalah perencanaan lokal dapat dibangun semakin baik, koordinasi antar
organisasi di tingkat lokal dapat terwujud semakin nyata, tumbuhya inovasi dan tentu beban
kerja pemerintah pusat berkurang.3
Implikasi dari penerapan desentralisasi adalah dibentuknya pemerintah di tingkat
lokal atau disebut pemerintah daerah. Pemerintah daerah dibentuk guna menjalankan prinsip
otonomi daerah. Menurut Kaho secara umum bahwa kemampuan pelaksanaan otonomi
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor manusia pelaksana, faktor keuangan, faktor
peralatandan faktor organisasi dan manajemen. 4Para pakar lain seperti Rondinelli dan
Cheema, Smith, dan Hoessein seringkali juga mengatakan bahwa faktor keuangan menjadi
penentu keberhasilan kebijakan desentralisasi.5 Adanya desentralisasi mengakibatkan adanya
pembagian urusan antara pusat dan daerah. Hal ini melahirkan dua pemahaman dalam
keuangan daerah dan pusat. Pemahaman pertama melihat perlu adanya perimbangan
keuangan pemerintah pusat dan daerah karena merupakan upaya mencari perimbangan akibat
fungsi dan kewenangan yang diemban daerah dengan sumber keuangan yang dimiliki dan
2 Maksum, Irfan Ridwan. (2010, Maret). Aspek Spasial dalam pembangunan Update on national data on asthma. Presentasi dalam kuliah Administrasi Pembangunan Univeristas Inonesia, Depok.
3 Ibid.
4 Ibid. 5 Maksum, Irfan Ridwan. (2009, November). Aspek keuangan dalam otonomi daerah. Presentasi dalam
kuliah Pemerintah Daerah Univeristas Inonesia, Depok.
5
diraihnya. Sedangkan pemahaman kedua melihat adanya hubungan keuangan pemerintah
pusat dan daerah. Di dasari oleh kenyataan multilevel pemerintahan sehingga mau-tidak mau
ada pola hubungan yang tercipta yang harus diatur. Pada dasarnya pembagian urusan
keuangan adalah implikasi dari penerapan desentralisasi. 6
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Negara Jepang
6 Ibid.
6
III.1.1 Gambaran umum Jepang
III.1.1.1 Geografis dan Demografi Jepang
Jepang adalah sebuah negara kepulauan yang berada di belahan utara dunia. Negara
kepulauan ini memiliki kira-kira 4000 pulau besar dan kecil. Adapun luas keseluruhan daerah
dan lautan Jepang sekitar 370.000 km. Kepulauan Jepang membujur dari selatan yaitu mulai
dari daerah kepulauan Okinawa yang berbatasan dengan Taiwan dan disebelah utara
berbatasan dengan kepulauan Rusia.Kemudian disebelah barat adalah laut China dan
disebelah timurnya adalah lautan Pasifik. Akibat dari letak negara Jepang di daerah ujung
utara, jepang mengenal empat musim yaitu musim panas pada bulan Juni, Juli, Agustus,
musim gugur pada bulan September, Otober dan Nopember. Musim dingin dimulai pada
bulan Desember, Januari, Febuari, kemudian musim semi pada bulan Maret, April dan bulan
Mei.
Penduduk Jepang pada tahun 1995 telah mencapai kira-kira 125 juta penduduk dengan
tingkat kepadatan populasi kira-kira 337 orang per km bujursangkar. Hampir 80% penduduk
Jepang mendiami daerah perkotaan. Pada tahun 1960 terjadi perpindahan populasi besar-
besaran ke Tokyo, Osaka dan Nagoya,mengakibatkan terjadi penurunan jumlah populasi di
daerah pedesaan. Oleh karena itu, populasi masyarakat Jepang yang tinggal di tiga kota besar
ini mencapai 40% dari total penduduk Jepang. Pada tahun 1994, Gross Domestic Product
(GDP) Jepang mencapai US $4,590 miliar , yang merupakan 18% dari seluruh GDP dunia
dan berada hanya di bawah Amerika Serikat yang mencapai 26 %. GDP Jepang menngalami
peningkatan setiap tahunnya sebesar 3,80% di kuartal terakhir (“ Japan GDP Growth Rate”,
2010). Industrilisasi Jepang adalah ekonomi pasar bebas yang merupakan terbesar kedua di
dunia. Perekonomian Jepang sangat efisien dan kompetitif dalam perdagangan internasional.
Namun demikian, ada beberapa sektor yang masih dilindungi dengan ketat oleh pemerintah
seperti pertanian, distribudi dan jasa. Jepang telah menjadi ahli dalam teknisi dan pemimpin
dalam industri, dimana adanya tingkat investasi yang tinggi. Jepang memiliki sedikit sumber
daya alam, dan perdagangan antar negara membantu jepang untuk membeli barang-barang
mentah untuk melakukan kegiatan produksinya.
III.1.1.2 Sistem Pemerintahan Jepang
7
Jepang adalah negara kesatuan. Kekuasaan di Jepang dibagi dalam tiga bentuk kekuasaan
yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Diet adalah satu-satunya badan legislatif,
sedangkan fungsi kabinet sebagai badan eksekutif dan mahkamah agung sebagai badan
yudikatif. Badan legislatif Jepang yang dikenal dengan sebutan Diet terdiri dari the House of
Representatives dan the House of Councilors. The House of Representatives memiliki 500
kursi di Diet dengan keanggotaan selama empat tahun masa jabatan. Pemilihan umum
biasanya diadakan sebelum akhir masa jabatan para anggota dewan. Sedangkan, The House
of Councilors memiliki 252 kursi yang masing-masing anggota dengan masa jabatan enam
tahun dan pemilihan setiap tiga tahun sekali untuk sebagian anggota (UN ESCAP).
Kabinet adalah badan eksekutif yang berurusan dengan hal-hal administrasi dan secara
kolektif bertanggung jawab kepada Diet dalam hal pelaksanaan tugas eksekutifnya power.
Oleh karena itu, sietem pemerintahan Jepang adalah sistem parlementer. Ada kira-kira
sebanyak 1,162,000 pegawai pemerintah pusat yang bekerja pada kementrian dan Agencies
central government officials working for ministries and agencies. Sedangkan, badan yudikatif
terdiri dari tiga tingkatan dengan Mahkamah Agung sebagai organ tertinggi. Berikutnya ada 8
Pengadilan Tinggi, penanganan persidangan yang disampaikan oleh Pengadilan Distrik,
Ringkasan Keluarga Pengadilan atau Pengadilan. Ada 50 Pengadilan Distrik, 448 Pengadilan
Summary menangani kejahatan yang tidak terlalu berat dan 50 Pengadilan Keluarga yang
menangani sengketa keluarga (UN ESCAP).
III.1.2 Pemerintah Daerah Jepang
III.1.2.1 Struktural dan Fungsional
Pemerintah daerah memiliki dasar dalam konstitusi Jepang yang dikenal sebagai
bentuk perwujudan demokrasi dan dibentuk sebagai bagian dari sistem pemerintahan negara.
Pembentukan pemerintah daerah di Jepang berdasarkan kepada Undang-undang otonomi
daerah . Berdasarkan Undang-undang otonomi daerah, setiap struktur pemerintah di tingkat
daerah memiliki local assembly (dewan kota) dan chief eksekutif (kepala eksekutif) yang
dipilih langsung masyarakatnya selama empat tahun sekali (Ministry of Home Affair and
Communications, 2009). Hubungan antara dewan-kota dan kepala eksekutif adalah bentuk
check and balance. Berdasarkan artikel UN ESCAP, undang-undang otonomi daerah Jepang
membagi pemerintah daerah di bawah kepala eksekutif menjadi dua kategori utama, yaitu
ordinary local public entities dan special local public entities. Pemerintah daerah terdiri dari
8
prefektur dan municipalities sebagai ordinary local public entities dan special public entities
terdiri distrik kota istimewa, koperasi kota, distrik kota properti dan Korporasi Pembangunan
Daerah.
Pemerintah daerah yang termasuk kedalam kategori local public entities di jepang
memiliki dua tier atau tingkat , terdiri dari 47 prefektur dan kira-kira 1777 municipalities
(kota dan desa)yang eksis sampai tanggal 1 April 2009. Municipalities adalah unit dari
pemerintah daerah yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat setempat. Sedangkan,
prefectur mencakup daerah yang lebih luas dari municipalities yang melaksanakan sejumlah
tugas-tugas yang beragam (UN ESCAP). Namun demikian, kedudukan antara municipalities
dan prefektur sejajar.
Bila dilihat dari struktur organisasi administrasi, organisasi perangkat daerah yang
berada di bawah kekuasaan eksekutif di prefektur maupun municipalities memiliki cukup
banyak perbedaan. Hal ini disebabkan oleh adanya pembagian urusan dan tugas antara
keduanya. Berikut adalah struktur organisasi perangkat daerah yang ada di prefektur dan
municipalities.
Gambar 1 Tipe Administrasi Organisasi Prefektur dan Kota
Sumber : Ministry of Internal Affairs and Communications (MIC), Japan ( 2009)
Dilihat dari gambar diatas, struktur organisasi perangkat daerah yang ada di prefektur
dan municipalities bisa dikatakan tidak terlalu berbeda. Hanya saja, terdapat perbedaan tugas-
9
tugas departemen yang ada di bawah gubernur atau major. Hal ini menunjukkan bahwa
adanya perbedaan lingkup dan cakupan tugas dari prefektur dan municipalities.
Dari segi pendidikan, keduanya memiliki dewan pendidikan, namun yang
membedakan adalah prefecture bertanggung jawab atas pengelolaan sekolah menengah
keatas sedangkan municipalities bertanggung jawab dalam penggajian guru yang mengajar di
sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Selain itu, prefektur bertanggung jawab dalam
pengembangan perdagangan dan indusri. Selain itu bertanggung jawab dalam hal pertanian,
kehutanan dan perikanan serta sejumlah besar tugas dalam lingkup daerahnya. Hal ini
mengakibatkan pengeluaran di daerah ini lebih besar jika dibandingkan dengan
municipalities. Sedangkan, municipalities melaksanakan berbagai tugas yang mencakup
kesejahteraan para lansia, kesejahteraan anak-anak dan biaya-biaya sosial lainnya. Akibatnya,
pengeluaran municipal dalam hal kesejahteraan sosial tiga kali lebih banyak daripada
pengeluaran prefektur. Pengumpulan sampah dan pembuangan atau pengelolaan sampah pada
dasarnya dilaksanakan oleh kota sehingga pengeluaran kota dalam hal kebersihan menjadi
tinggi.
Dalam hal pekerjaan umum, prefektur memiliki tanggung jawab dalam pembangunan
jalan prefektur, manajemen sungai dan proyek perencanaan kota berskala besar Sedangkan,
kota bertanggung jawab membangun jalan dibawah lingkup yuridiksinya dan sebagian besar
dari tugas pekerjaan umum ditangani dalam proyek perencanaan kota. Administrasi
kepolisian dilaksanakan oleh prefektur sedangkan pemadam kebakaran ditangani oleh kota.
Prefektur sebagai suatu badan pemerintah daerah yang daerahnya luas menyediakan
pelayanan yang sulit untuk disediakan oleh kota. Sedangkan, kota mampu melaksanakan
tugas-tugas yang lebih luas karena merupakan pusat dari pelayanan yang secara langsung
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Dalam perbandingan internasional,
pemerintahan daerah Jepang melaksanakan beraneka-ragam tugas dan urusan-urusan serta
bertanggungjawab atas sejumlah besar tugas (Ikawa, 2008).
III.1.2.2 Pembagian Urusan
Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dapat berupa bentuk tersentraslisasi
atau bentuk yang terdesentralisasi. Hubungan yang tersentralisasi terjadi dimana pemerintah
pusat memiliki kewenangan dan sumber keuangan yang lebih besar dibandingkan pemerintah
10
daerah. Dalam bentuk hubungan yang terdesentralisasi dimana adanya transfer kewenangan
dan sumber keuangan dengan ukuran yang luas kepada pemerintah daerah .
Pemerintah daerah dan pemerintah pusat memiliki wilayah yuridiksi yang berbeda. Struktur
dari otonomi daerah dan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur
dengan jelas dalam undang-undang otonomi daerah dan berdasarkan kepada konstitusi
Jepang. Pembagian urusan pemerintah daerah dan pusat dalam hal penyedian pelayanan
publik atau mengenai masalah-masalah administrasi. Pembagiann urusan tersebut dapat
dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 2 Pembagian Urusan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Penyediaan
Pelayanan Publik
Sumber : Ministry of Internal Affairs and Communications (MIC), Japan ( 2009)
Bila dilihat dari tabel diatas bahwa urusan yang menjadi tanggungjawab pemerintah
daerah lebih banyak daripada pemerintah pusat. Pemerintah pusat bertanggungjawab secara
penuh terhadap beberapa hal yaitu dalam hal diplomasi, keamanan nasional, dan sistem
pengadilan pidana. Sedangkan pemerintah daerah memainkan peran penting dalam stabilitas
dan peningkatan kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Di antara banyak pelayanan publik,
pemerintah daerah memberikan pelayanan sehari-hari yang paling dekat dengan masyarakat.
Prefektur dan kota menyelenggarakan berbagai pelayanan publik seperti pendidikan,
pekerjaan umum, kesehatan dan kebersihan, perlindungan lingkungan, kesejahteraan sosial,
jaminan sosial, pertanian, kehutanan, perdagangan dan industri. Fungsi pemerintah daerah
tidak hanya menyediakan pelayanan saja, melainkan juga memainkan fungsi regulasi seperti
pemeliharaan ketertiban umum, keamanan publik dan kesejahteraan, termasuk perawatan dan
11
kontrol dari remaja atau pencegahan polusi. Dengan demikian, tanggung jawab pemerintah
daerah mencakup berbagai fungsi,kecuali diplomasi, keamanan nasional, dan sistem
pengadilan pidana. Akibatnya, pengeluaran pemerintah lokal semakin tinggi.
Jadi, pembagian urusan pemerintah pusat dan daerah di Jepang dapat dilihat dari beberapa
urusan berikut ini (Ministry of Home Affairs and Communication, 2007) :
Terkait urusan Keamanan, seperti diplomasi, pertahanan, peradilan, dan hukuman pidana
ditangani oleh Pemerintah Pusat. Sedangkan, kepolisian dikelola oleh prefektur ; dan
pertahanan kebakaran dan pendaftaran anggota keluarga adalah tanggung jawab
pemerintah kota. Selanjutnya, terkait dengan urusan penjaminan biaya-biaya sosial,
seperti pembangunan jalan dan sungai-sungai yang berskala besar dan membentang di
daerah yang luas diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, yang lainnya adalah tanggung
jawab wilayah tersebut. Pelabuhan dan perumahan rakyat dikelola oleh baik prefektur
maupun kota kota.
Terkait urusan pendidikan, Universitas akan ditangani oleh Pemerintah Pusat; sekolah
menengah keatas dan pendidikan khusus diselenggarakan prefektur sedangkan sekolah
menengah pertama, sekolah dasar dan TK diselenggarakan oleh pemerintah kota.Urusan
kesejahteraan, kesehatan dan sanitasi yang meliputi, lisensi dan perizinan dikeluarkan
oleh Pemerintah Pusat; pelaksanaan jasa yang sebenarnya adalah tanggung jawab wilayah
daerah tersebut.
Terakhir, terkait urusan industri dan ekonomi, misalnya hal-hal yang mempengaruhi
bangsa secara keseluruhan dikelola oleh Pemerintah Pusat, sedangkan pengembangan
ekonomi daerah diserahkan kepada daerah.
III.1.3.Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah di Jepang
III.1.3.1 Penerimaan Pemerintah Daerah
Penerimaan pemerintah daerah di Jepang berasal dari dua sumber utama yaitu pajak
daerah dan sumber penerimaan umum. Penerimaan pajak daerah dapat mencapai 40% dari
total keseluruhan penerimaan. Adapun komposisi dari total penerimaan pemerintah daerah
dapat dilihat dari tabel berikut :
12
Tabel 2
Komposisi Total Penerimaan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2005
Sumber : Ministry of Home Affair and Communications, 2007.
Dari tabel diatas terlihat bahwa penerimaan dominan berasal dari pajak, khususnya pajak
daerah. Walaupun sudah menjadi suatu hal yang wajar bagi suatu pemerintah daerah
memenuhi pembiayaan yang harus dikeluarkannya denganpenerimaan yang yang berasal dari
daerahnya sendiri, masih ada perbedaan yang besar dalam kemampuan keuangan diantara
daerah. Oleh karena itu, pemerintah pusat bertanggungjawab melakukan suatu tindakan
penyesuaian atas perbedaan keuangan antar daerah yang dilakukan melalui penyamaan beban
pajak dan penetapan standar minimum nasional pelayanan publik diantara seluruh daerah
Jepang. Hubungan Pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam rangka penyesuaian
keuangan antar daerah dapat terlihat dari adanya sumber penerimaan daerah berikut :
Local transfer tax, dana yang dipungut sebagai pajak nasional dan pusat dan
ditransfer ke pemerintah daerah
Special local grant, sumber pendapatan yang tidak berasal dari pajak daerah,
melainkan bentuk bantuan khusus kepada daerah yang mengalami penurunan pajak
daerah akibat pemotongan pajak tahun anggaran 1999.
Local allocation tax, sumber pendapatan intrinsik lokal yang bertujuan untuk
menyesuaikan ketidakseimbangan dalam sumber-sumber pendapatan pemerintah
13
daerah dan menjamin setiap pendapatan pemerintah daerah agar dapat memberikan
pelayanan publik bagi penduduk sesuai dengan tingkat standar minimum nasional.
National treasury disbursements, dana disalurkan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk keperluan tertentu.
Local government borrowings (Local bonds), pinjaman pemerintah daerah yang
tidak diganti dalam tahun fiskal.
Berikut adalah grafik penerimaan pemerintah daerah (prefektur dan municipalities)
tahun 2007.
Gambar 2. Penerimaan Total Pemerintah Prefektur dan Kota
Sumber : Ministry of Home Affair and Communications, 2009.
Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa penerimaan pemerintah daerah terbesar adalah
pajak daerah yang dapat mencapai kisaran 40 %. Adapun komposisi pajak daerah yang
dipungut oleh pemerintah daerah adalah sebagai berikut :
Tabel 3 Komposisi Pungutan Pajak Daerah
14
Sumber : opcit, 2007
Dari tabel diatas, dapat terlihat bahwa pajak daerah yang memiliki tingkat pungutan
tertinggi adalah pajak perusahaan korporasi yang mencapai 30, 9 % atau sekitar 4, 698,4
Juta Yen, selanjutnya adalah pajak tempat tinggal (inhabitants tax) yang mencapai 3,585,4
Juta Yen.
Adanya Pembagian urusan antara pemerintah pusat dan daerah tentu memiliki
dampak dalam pembagian keuangan. Perimbangan keuangan menjadi hal yang mutlak
dimana pemerintah daerah dan pusat melakukan sharing atas penerimaan yang didapat baik
di pusat maupun di daerah.Local Allocation Tax grant, sumber penerimaan negara yang
berasal dari dana perimbangan pemerintah pusat, dimana dana ini diberikan untuk menjaga
ketersedian penerimaan (kas daerah) sehingga setiap daerah dapat menyediakan pelayanan
sesuai dengan standar nasional yang telah ditetapkan. Dana alokasi lokal pajak dibagi
menjadi dana alokasi pajak lokal biasa (94%) dan dana alokasi khusus (6%). Dana yang
dikumpulkan pada tingkat daerah mencapai hampir 35% dari total pendapatan daerah, salah
satu rasio tertinggi di dunia dan jauh melebihi rata-rata untuk negara-negara OECD. Adapun
distibusi keuangan pusat dan daerah dapat dilihat lebih jelas melalui tabel dibawah ini :
Tabel 4 Redistribusi Dari Penerimaan Pajak Pusat Dan Daerah (%)
15
Sumber : Ministry of Home Affair 1996 dalam Mochida, 2001.
Dari tabel diatas terlihat bahwa sebelum adanya pajak alokasi antara pusat dan daerah,
pajak nasional lebih besar dibandingkan dengan pajak daerah. Pajak nasional pada tahun
1993 mencapai 63 % sedangkan pajak lokal hanya 37%. Namun, setelah adalah transfer
fiskal yang dilakukan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, pajak lokal meningkat
menjadi 52,5% sedangkan pajak nasional menjadi hanya 47,5%. Komposisi penerimaan
pajak nasional dari pajak pendapatan, konsumsi dan properti. Dengan pajak pendapatan
pribadi dan korporasi memiliki tingkat yang tinggi.
Komposisi penerimaan pajak nasional dari pajak pendapatan, konsumsi dan properti
sebagai berikut. Skema perpajakan jepang pascaperang terutama difokuskanpada pajak
pendapatan, ekonomi jepang yang curam mendorong pertumbuhan pendapatan pajak
penghasilan pribadi karena struktur tarif pajak progresif dan juga memberikan kontribusi
terhadap kenaikan pendapatan aktiva pajak tangguhan pajak. Hal yang menyebabkan rasio
pendapatan pajak tinggi karena pendapatan tinggi, pada tahun anggaran 1974 mencapai
72,0%. Pertumbuhan ekonomi Jepang yang melambat mengakibatkan berkurangnya
16
penerimaan dalam segi pajak pendapatan. Lalu pada tahun anggaran 1991, setelah
pertumbuhan ekonomi kembali membaik, pajak penghasilan kembali meningkat sebesar
70%. Hal ini dapat terjadi karena adanya reformasi pajak pada tahun anggaran 1988-1994,
selain itu hal ini juga mengakibatkan semakin tingginya pajak komsumsi. 7
Hal ini yang telah membuat Jepang sebagai salah satu negara yang distribusi
kesejahteraannya paling tinggi. Ini dibuktikan dengan adanya bantuan pusat ke daerah guna
memenuhi standar pelayanan kepada masyarakat. Ada dua hal penting mengenai adanya
dana perimbangan ini. Pertama, adanya sejumlah besar dana yang ditransfer ke daerah oleh
pusat. Contohnya, rasio penerimaan pemerintah daerah dengan total penerimaan nasional
naik dari 37 % menjadi 53% setelah adanya transfer . Tingginya dana yang ditransfer
merefleksikan fakta bahwa kira 70% dari pengeluaran publik secara umum dan 80% modal
digunakan oleh pemerintah daerah di Jepang. Jumlah dana yang dibagi pemerintah pusat ke
daerah ,artinya dana perimbangan yang ada di Jepang lebih tinggi dari rata-rata dana
perimbangan di negara-negara OECD. Kedua, dana perimbangan ini diberikan tidak secara
proporsional, maksudnya daerah-daerah yang lemah atau lebih sedikit penerimaan daerahnya
maka akan mendapat lebih banyak dana perimbangan. Ini menunjukkan bahwa daerah miskin
mendapatkan proporsionallebih dengan cara transfer (Iqbal, 2001).
Dengan kata lain, daerah yang kemampuan fiskalnya lebih rendah, maka akan
mendapatkan transfer dana yang lebih tinggi. Contohya, Tokyo memiliki pajak daerah yang
tertinggi sebesar 196000 yen per capita sedangkan Okinawa memiliki level terendah yang
hanya mencapai 60,000 yen per capita. Setelah ditransfer, Tokyo memiliki penerimaan total
sebesar 206,000 yen per capita sedangkan Okinawa mencapai angka 213,000 yen.
Namun demikian, pada prinsipnya otoritas final mengenai distribusi pajak alokasi
lokal (local allocation tax) berada di keputusan Majelis Nasional. Menurut hukum, penetapan
Local Allocation Tax (LAT) harus didasarkan pada penggunaan rumus yang seragam bagi
seluruh daerah. Kementrian dalam negeri atau ministry of home affairs (MOHA)
bertanggung jawab atasoperasi (menghitung jumlah LAT) dari dana transfer yang akan
diberikan dan menentukanmodifikasi coefficients. Pemberian otoritas final ini bertujuan
untuk menyetujuiformula dan biaya per unit dimana mekanisme yang ketat ini merupakan
mekanisme yang penting untuk mencegah setiap upaya manipulasi distribusi dana yang ada.
7 National Tax Agency, 2003, http://www.nta.go.jp/foreign_language/report2003/text/01/01.htm, diunduh pada 2 Mei 2010
17
Selain itu, penentuan tingkat dan besaran LAT juga diberikan kepada Moha secara
fleksibel, karena Moha memiliki kewenangan untuk menentukan koefisien yang digunakan
untuk menentukan besar LAT untuk masing-masing pemerintah daerah.
Di samping itu, Moha memiliki tanggung jawab untuk mengumpulkan data, yang
digunakan untuk perhitungan LAT dan untuk membuat suatu list tingkatan diantara data
daerah yang terkumpul. Dan masing-masing Gubernur berkewajiban untuk menyajikan data
ini untuk Moha, dan walikota masing-masing wajib untuk menyajikan data ke
gubernur. Jadi, pemerintah daerah tidak memiliki otoritas apapun dalam menentukan besaran
LAT yang didapatkannya. Pada intinya, hanya Moha yang menghitung LAT. Kerangka
hukum memastikan bahwa tidak ada wilayah tunggal atau pejabat senior secara efektif
mempengaruhi distribusi LAT terhadap daerah tertentu tanpa mempengaruhi banyak daerah
lainnya.
Moha sendiri tentu memiliki rumus dalam menentukan LAT, namun demikian ,secara
umum ada beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan pemerintah pusat untuk
memberikan sejumlah transfer dana ke daerah , yaitu :
1. Berdasarkan kepada ukuran kebutuhan lokal akan pelayanan dasar.
Bila suatu daerah memiliki luas wilayah yang lebih luas, maka kebutuhan masyarakat
akan pelayanan tentu akan semakin besar pula pembiayaan daerahnya.
2. Berkaitan dengan ukuran kemampuan keuangan lokal.
Perhitungan kemampuan keuangan lokal, dapat dirumuskan sebagai berikut, total
kapasitas keuangan daerah kemudian dikurangkan dari total pengeluaran.
3. Sumber daya yang dimiliki daerah tersebut.
Semakin banyak sumber daya, maka akan semakin banyak penerimaan dan pemasukan
yang dapat dihasilkan.
Bentuk perimbagan keuangan Jepang yang seperti ini membawa suatu masalah
dimana terlihat bahwa ada kesenjangan yang cukup lebar antara penerimaan dengan
pengeluaraan Negara. Hal ini merupakan masalah politik yang sangat besar di Jepang (Kohno
Takeshi, 14/03/2006). 8Kebijakan jangka pendek untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
mengizinkan daerah menerbitkan obligasi, tetapi dalam jangka panjang hal tersebut akan
8 Watidihati , Eulis. 2008. Laporan Studi Banding DPR RI ke JICA,
http://web-japan.org/factsheet/en/pdf/e10_local.pdf, diunduh pada 2 Mei 2010
18
mengakibatkan terjadinya defisit keuangan daerah serta semakin menurunnya kemampuan
keuangan Negara untuk membayar utang kepada rakyat. Menurut pendapat Mr. Yamazaki
Motoki, Director International Affairs Office for Local Authorities dari Kementrian Dalam
Negeri Jepang, ada beberapa alternatif kebijakan yang dapat diambil untuk mengatasi hal
tersebut9:
a. Menaikkan pajak, jika langkah ini diambil, maka dapat menjadi masalah politik yang
sangat tajam. Perdana Menteri Koizumi tidak melakukan hal ini.
b. Mangurangi bagi hasil pajak ke daerah. Walaupun hal ini agak sulit, tapi dapat dicoba
karena kebijakan ini lebih baik daripada menaikkan pajak dengan asumsi bahwa
penerimaan pajak dapat maksimal
c. Mengurangi subsidi. Jika kebijakan ini diambil maka berbagai jenis pelayanan kepada
masyarakat akan berkurang
d. Mengurangi kualitas pelayanan kepada masyarakat. Walaupun kebijakan ini akan sulit
diterima oleh rakyat tapi harus dilakuan misalnya pemotongan gaji pegawai pemerintah
daerah dan sebagainya
Selain upaya-upaya diatas, pemerintah Jepang juga melakukan suatu tindakan yang dapat
mengurangi ketergantungan daerah atas dana alokasi yang diberikan pusat. Usaha tersebut
berupa program yang disebut ”trinity reform ” 10. "Reformasi trinitas" dilakukan pada sistem
lokal pajak di Jepang antara tahun 2004 fiskal dan 2006. Sebagai hasilnya, pajak lokal secara
bertahap meningkat, dan pada tahun anggaran 2007 pemerintah daerah di Jepang
mempertangungjawabkan hampir 43,3% dari seluruh pendapatan pemerintah daerah.
Sedangkan pos-pos penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat mengalami penurunan
seperti local allocation and transfer taxes (chikofuzei and chihoujoyozei; 17.8%), national
treasury disbursements (kokko shishutsukin; 11.2%), and local government bonds (chihosal,
11,8%).11
III.1.3.2 Pengeluaran Pemerintah Daerah
9 Ibid. 10 Japan Fact Sheet, Local Self Government, http://web-japan.org/factsheet/en/pdf/e10_local.pdf,
diunduh pada 2 Mei 2010.
11 Ibid.
19
Penerimaan pemerintah daerah lalu digunakan untuk membiayai urusan-urusan
pemerintah daerah. Pembiayaan pemerintah pusat dan daerah berbeda karena adanya
pembagian urusan. Pembiayaan yang menjadi tanggungan pemerintah daerah seperti yang di
tampilkan dalam tabel berikut ini :
Sumber : Ministry of Affairs and Communications dalam Ikawa, 2008.
Berdasarkan tabel diatas, dijelaskan sektor apa saja yang menjadi pembiayaan
pemerintah daerah. Hal ini sesuai dengan urusan yang menjadi tanggungjawab dari prefektur
dan kota. Adanya pembagian urusan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusatpun
mengakibatkan adanya konsekuensi perbedaan ratio pembiayaan antara pusat dan daerah.
Berikut adalah gambaran mengenai ratio pembiayaan yang dilakukan pemerintah pusat dan
daerah.
20
Tabel 4 Pembagian Pembiayaan antara Pusat dan Daerah tahun anggaran 1994
Sumber : Ministry of Home Affair 1996 dalam Mochida, 2001.
Pada tahun 2009, mengalami sedikit perubahan yaitu seperti terlihat dalam gambar berikut ini
Gambar 3 Rasio Pembiayaan antara Pusat dan Daerah
Sumber : Ministry Of Home Affair and Communication, 2009.
Rasio Pembiayaan antara pemerintah pusat dan daerah berdasarkan kepada fungsi
secara umum yaitu pada pemerintah daerah sebesar 59% sedangkan pemerintah pusat atau
nasional sebesar 41 % . Berdasarkan gambar diatas, pembiayaan yang secara total atau 100%
ditanggung oleh pemerintah pusat adalah biaya pertahanan dan biaya pensiunan pegawai.
Pemerintah daerah menanggung pembiayaan yang paling maksimal mencapai besaran 95%
yaitu pada penyediaan pelayanan kesehatan dan pengelolaan sampah. Selanjutnya,
21
pembiayaan yang lebih banyak ditanggung pemerintah daerah adalah biaya pendidikan
khususnya pendidikan pada tingkat anak-anak, sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Biaya yang ditanggung pemerintah daerah mencapai 87% sedangkan pemerintah pusat
menanggung sisanya . Bahkan, biaya kesejahteraan masyarakat, seperti santunan, subsidi,
kesejahteraan anak dan subsidi bagi kaum lanjut usia ditanggung oleh pemerintah daerah
sebesar 64% sedangkan sisanya dipenuhi oleh pemerintah pusat. Pembiayaan lain yang
alokasinya juga besar adalah biaya pengembangan lahan dan infrastruktur seperti jalan,
jembatan, perumahan, dan lain-lain. Pembiayaan ini ditanggung oleh pemerintah daerah
sebesar 70%. Ini menandakan bahwa begitu pentingnya fungsi pemerintah daerah dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga pembiayaan lebih diberatkan kepada
pemerintah daerah Selain itu, hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah Jepang memiliki
kontrol yang paling tinggi atas pendapatan dan pengeluaran diantara negara OECD lainnya.
III.2 Negara Korea Selatan
III.2.1 Gambaran Umum
III.2.1.1 Geografis dan Demografis Korea Selatan
Republik Korea atau yang biasa dikenal dengan sebutan Korea merupakan sebuah
negara Asia timur yang terletak di bagian selatan Semenanjung Korea. Berbatasan dengan
Republik dengan Korea Utara disebelah utara (dimana keduanya pernah bersatu sebagai
sebuah negara hingga tahun 1948), dan juga berbatasan dengan Jepang dan Selat Korea di
bagian tenggara. Korea dikenal dengan nama Hanguk oleh penduduk Korea Selatan dan
disebut Namchosŏn (chosŏn : Selatan) oleh penduduk Korea Utara. Seoul adalah ibukota
Korea Selatan yang mana juga merupakan kota dengan jumlah penduduk terbanyak diantara
wilayah Korea lainnya, yaitu 47,3 persen dari populasi Korea Selatan itu sendiri.
Korea memiliki rata-rata tingkat pertumbuhan GNP sebesar 8,4 persen selama lebih
dari 30 tahun dan lebih dari itu, pada tahun 1998, Korea merupakan negara industri dengan
beberapa industri yang sangat kompetitif di pasar dunia seperti industri semikonduktor,
elektronik, galangan kapal, baja dan mobil.12Korea Selatan dibagi menjadi 16 wilayah
12“Local Government in Asia and the Pacific: A Comparative Study”,
http://www.unescap.org/huset/lgstudy/country/korea/korea.html, diunduh tanggal 13 April 2010.
22
administratif yang terdiri dari 1 kota metropolitan khusus (Seoul), 6 kota metropolitan, dan 9
provinsi.
III.2.1.2 Sistem Pemerintahan Korea Selatan
Korea saat ini merupakan sebuah negara berbentuk Republik dengan sistem
presidensial. Korea dipimpin oleh seorang Presiden dan sebagai Perdana Menterinya. Seperti
pada negara-negara demokrasi lainnya, Korea Selatan membagi pemerintahannya dalam tiga
bagian: eksekutif, yudikatif dan legislatif. Lembaga eksekutif dipegang oleh presiden yang
bertindak sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dan saat ini dijabat oleh Lee
Myung-bak, serta dibantu oleh perdana menteri, Chung Un-chan, yang ditunjuk oleh presiden
dengan persetujuan dewan perwakilan.
Lembaga legislatif dipegang oleh dewan perwakilan yang memiliki masa jabatan
selama 4 tahun. Pelaksanaan sidang paripurna diadakan setiap setahun sekali atau
berdasarkan permintaan presiden. Sidang ini terbuka untuk umum namun dapat berlangsung
tertutup.
Lembaga eksekutif dan yudikatif di Korea beroperasi terutama pada tingkat nasional,
walaupun terdapat juga beberapa kementrian di eksekutif yang melakukan fungsi-fungsi di
tingkat daerah. Korea Selatan merupakan pemerintahan daerah yang semi-otonom, dan
memiliki badan eksekutif dan legisatifnya sendiri di tiap-tiap daerah. Dengan adanya
pembagian tiga cabang pemerintahan, Korea dapat secara hati-hati dalam menerapkan sistem
checks and balances.
III.2.2 Pemerintah Daerah Korea Selatan
III.2.2.1 Struktural dan Fungsional
Korea Selatan merupakan negara kesatuan dengan sistem pemerintahan daerah dua
tingkat. Pemerintahan tingkat atas (upper level) terdiri dari provinsi dan kota metropolitan.
Tingkat provinsi meliputi Kota Metropolitan Khusus-Seoul , 6 kota mertopolitan lainnya, dan
9 provinsi lain dimana Pemerintahan provinsi Jeju menjadi Pemerintahan Provinsi dengan
otonomi khusus dan Kota Bebas Internasional (International Free City). Kota-kota
metropolitan terpisah dari provinsi, yang mana merupakan area perkotaan. Daerah perkotaan
dipisahkan dari provinsi yang melingkupinya dan ditujukan sebagai kota metropolitan ketika
23
populasinya mendekati angka satu juta jiwa. Kota-kota ini memiliki status yang sama dengan
provinsi.
Pemerintahan tingkat bawah (lower level) terdiri dari kotamadya (Si, municipalities),
wilayah pedesaan(Gun, rural county), dan wilayah otonomi kota (Gu, urban districts). Unit-
unit administratif pemerintahan tingkat bawah (lower level) terdiri dari Eup dan Myeon di
area pedesaan dan Dong di area perkotaan. Jika populasi Eup mencapai 50.000 jiwa, maka
Eup berubah menjadi kota. Kota dengan lebih dari satu juta penduduk menjadi kota
metropolitan. Pemerintahan di tingkat atas dan bawah di atur oleh perwakilan politik, yang
termasuk didalamnya adalah walikota terpilih dan anggota dewan. Otoritas untuk bidang
pendidikan terletak di Kantor Pendidikan di provinsi dan pemerintahan metropolitan.
Gambar 4 Struktur pemerintahan daerah Korea Selatan
Sumber : MOPAS(Ministry of Public Administration and Security, 2008)
Undang-Undang Otonomi Daerah yang ada mengatur pemerintah daerah dengan
fungsi yang inheren secara alami dan dengan fungsi yang didelegasikan oleh pemerintah
pusat. Hukum ini juga mencontohkan enam kategori fungsi-fungsi dari pemerintah daerah,
yaitu :
Kategori Deskripsi Fungsi
1 Fungsi terkait dengan yurisdiksi teritorial, aspek organisasi dan manajerial pemerintah
24
daerah
2 Fungsi-fungsi untuk meningkatkan kesejahteraan umum dari penduduk lokal
3 Fungsi untuk mendorong pertumbuhan pertanian, perdagangan, dan industri
4 Fungsi yang terkait dengan pembangunan daerah dan pembangunan dan pengelolaan
fasilitas lingkungan
5 Fungsi untuk mempromosikan pendidikan, kegiatan olahraga, budaya dan seni
6 Fungsi yang terkait dengan pertahanan sipil dan pemadaman kebakaran
Sumber : Issue Categories and Functions of Local Governments,
http://www.unescap.org/huset/lgstudy/country/korea/korea.html
Ini hanya beberapa contoh, masih banyak fungsi tambahan yang dapat ditambahkan ke
yurisdiksi milik pemerintah daerah.
Dasar batasan hukum didefinisikan di Undang-undang Otonomi Daerah, dijelaskan
bahwa “urusan otonomi” yang diatur oleh otonomi daerah : (i) organisasi dan manajemen
pemerintahan daerah; (ii) kemajuan kesejahteraan masyarakat, termasuk fasilitas social dan
bantuan untuk masyarakat tidak mampu; (iii) kemajuan industri; (iv) pembangunan daerah
dan manajemen fasilitas seperti jalan dan persediaan air; (v) kemajuan pendidikan, olahraga,
budaya, dan pendirian pusat perawatan anak-anak; dan (vi) pertahanan masyarakat daerah
dan pemadaman kebakaran (OECD 2005).
Seluruh pemerintah daerah di Korea memiliki struktur pemerintahan yang mirip
dengan sistem walikota-dewan yang kuat di Amerika Serikat. Mereka memiliki kepala
eksekutif (gubernur, walikota, wilayah eksekutif dan eksekutif kabupaten) dan dewan lokal.
Kepala eksekutif baik dari tingkat atas maupun tingkat bawah dalam pemerintah daerah yang
dipilih melalui pemungutan suara langsung untuk masa jabatan empat tahun. Tingkat bawah
anggota dewan juga dipilih melalui pemungutan suara langsung untuk masa selama empat
tahun, tetapi anggota dewan tingkat atas dipilih dengan cara yang sedikit berbeda.
Tubuh eksekutif dan dewan diharapkan melakukan checks and balances satu sama
lain, masing-masing dari mereka diberikan otoritas hukum yang tepat. Pertama-tama, dewan
lokal mempunyai wewenang untuk mewakili kepentingan warga dan untuk mengawasi
pemerintah daerah. Beberapa isu penting yang dilakukan oleh dewan lokal mengacu pada
hukum otonomi daerah adalah perundang-undangan: revisi dan penghapusan peraturan;
review dan persetujuan anggaran; review dan persetujuan menutup rekening; dan lain-lain.
25
III.2.2.2 Pembagian Urusan
Pemerintah pusat memiliki kekuatan dan pengaruh yang sangat kuat terhadap
pemerintah daerah. Beberapa kekuatan penting dari pemerintah pusat adalah sebagai berikut:
Urusan harian
Undang-Undang Otonomi Daerah mengatur bahwa pemerintah pusat berwenang untuk
campur tangan dalam urusan sehari-hari pemerintah daerah. Pasal 155 menyatakan bahwa
menteri pemerintah pusat dapat memberikan nasihat dan membimbing pemerintah daerah
pada setiap masalah administratif, baik tentang fungsi-fungsi otonom dan didelegasikan. Jika
perlu, mereka dapat meminta badan eksekutif pemerintah daerah untuk mengirimkan materi
yang relevan dan dokumen kepada mereka. Pasal 158 juga mengatakan bahwa Menteri
Dalam Negeri dapat melakukan audit bahkan pada fungsi yang sifatnya urusan daerah apabila
ditemukan bahwa pemerintah daerah melanggar hukum dan perintah. Pasal 156 menyatakan
bahwa pemerintah daerah tingkat berada di bawah pengawasan pemerintah pusat, sementara
pemerintah daerah tingkat yang lebih rendah berada di bawah pengawasan pemerintah daerah
tingkat atas.
Pembatalan dan penundaan keputusan
Jika para menteri dari pemerintah pusat menemukan bahwa keputusan kepala eksekutif pada
fungsi didelegasikan melanggar hukum-hukum dan perintah dari pemerintah pusat atau
sangat merugikan kepentingan umum, mereka bisa memerintahkan kepala eksekutif untuk
memperbaiki hal tersebut dalam jangka waktu tertentu. Jika eksekutif tidak mengikuti
perintah, menteri bisa mencabut atau menangguhkan keputusan. Seperti yang disebutkan
sebelumnya sekitar 50 persen fungsi dari pemerintah daerah adalah melakukan fungsi
didelegasikan. Jika eksekutif tidak setuju dengan pencabutan atau penangguhan pemerintah
pusat, ia dapat mengajukan gugatan di Mahkamah Agung dalam waktu 15 hari sejak
pembatalan atau penangguhan.
Kontrol keuangan
Selain pihak berwenang administratif yang dijelaskan di atas, pemerintah pusat juga memiliki
mekanisme kontrol yang kuat dalam keuangan. Pertama-tama, pemerintah pusat memiliki
pengaruh yang kuat melalui pembagian kategoris hibah dan pajak bersama. Kedua,
pemerintah pusat (Departemen Dalam Negeri) juga dapat menggunakan bagi hasil sebagai
pengungkit bagi pemerintah daerah. Secara formal tidak banyak kebijaksanaan dalam
distribusi pembagian pendapatan karena pembagiannya didistribusikan dengan menggunakan
26
formula yang tetap. Namun perlu dicatat bahwa satu dari kesebelas pembagian pendapatan
disimpan untuk kebutuhan administrasi khusus yang mana tidak dapat diperkirakan pada saat
perumusan anggaran. Departemen Dalam Negeri memberikan kebebasan dalam
mendistribusikan beberapa dana khusus seperti itu karena tidak adanya panduan spesifik dan
rinci untuk distribusi tersebut.
III.2.3 Pengelolaan Keuangan Daerah di Korea Selatan
III.2.3.1 Penerimaan Pemerintah Daerah
Pembagian Keuangan Pusat Daerah di Korea :
PenerimaanPusat 78,1 %
Daerah 21,9%
PengeluaranPusat 49,5%
Daerah 50,5%
Sumber : IMP, Government Finance Statistic Yearbook, 1992 OECD, Revenue
Statistic of OEDC Member Countries :1965-1993, 1994.
Penerimaan keuangan Korea Selatan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu ;
- Pendapatan Asli Daerah
- Dana perimbangan dari pusat dan pemerintah daerah tingkat atas
Pendapatan asli daerah dan bantuan perimbangan dari pemerintah pusat dapat dibagi menjadi tiga sub-kategori; yaitu :
- Bantuan kategori
- Pembagian keuntungan
- Pembagian Pajak
27
Struktur Pajak Lokal :
Unit: Korean 0.1 billion Won (880.00 Won = U$1.00, as of 1996)
Sumber : Data compiled from various documents of the Ministry of Home Affairs
Dana kategori yang diberikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah tingkat-
atas kepada pemerintah daerah harus digunakan untuk program-program tertentu yang telah
ditetapkan. Dalam banyak kasus, pemerintah lokal diperlukan untuk memberikan kontribusi
sendiri dalam bentuk yang cocok-untuk mendapatkan dana hibah tersebut.
Dana perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat dimaksudkan untuk
keseimbangan keuangan antara pemerintah daerah. Menurut formula tetap yang terdapat
dalam Hukum Pembagian Penerimaan (Revenue Sharing Law), pemerintah lokal dengan
kemampuan keuangan yang lebih lemah akan mendapatkan lebih, sementara beberapa
dengan kemampuan keuangan yang kuat tidak mendapatkan sema sekali.
Pemerintah pusat percaya bahwa harus ada batasan yang pasti dalam hal sumber daya
keuangan di tingkat pemerintahan daerah. Hal ini dilihat dari adanya fakta bahwa pemerintah
di tingkat lokal telah menggunakan kira-kira 55% dari sumber daya keuangan publik di
tingkat nasional. Pemerintah daerah bersaing untuk subsidi dan bantuan yang lebih, yang
sebenarnya pada dasarnya terbatas. Dan pemerintah pusat mencoba untuk mengurangi
besaran dari sumber daya yang dimanfaaatkan oleh pemerintah lokal. 13
13 Lihat catatan kaki nomor 1
28
Sebagai contoh, pada tahun 1995, laporan umum, tidak termasuk laporan khusus, dari
seluruh pemerintahan daerah di Korea tersusun perincian sebagai berikut : 34,9% pajak
daerah, 5,2% appointed resources, pendapatan non-pajak 16,0%, pembagian pajak lokal
14,2%, transfer pajak lokal 5,0%, bantuan kontrol 3,7%, dan subsidi 21% (Lee, 1998:78).
III.2.3.2 Pengeluaran Pemerintah Daerah
Pengeluaran secara umum dalam laporan secara umum dapat di klasifikasikan kedalam 8
kategori, yaitu :
no. Urusan Porsi/Persentase
1 Dewan lokal 0,6 %,
2 Administrasi umum 19,7%
3 Kesejahteraan sosial 14,7%
4 Industri dan ekonomi 16,9%
5 Pembangunan regional 29,6%
6 Pendidikan budaya dan fisik 5,9%
7 Pertahanan publik 1,6%
8 lain-lain 11%
Sumber : Local Government in Korea; A Transition from a Marionette Performance toward
an Elementary Class, Dalgon Lee
Pembagian di setiap bagian berbeda-beda di setiap pemerintahan lokal yang berbeda.
Administrasi umum harus sesegera mungkin dikurangi. Dan porsi kesejahteraan sosial jauh
dibawah negara-negara maju lainnya, harus diperbesar secara berkelanjutan (Lee, 1996:80).
Setiap tahun transfer pemerintah pusat berkisar antara 13,27 persen dari total
penerimaan pajak dalam negeri untuk berbagi pendapatan. Pembagian pajak (sumber daya
utama berasal dari pajak atas minuman keras, telepon dan kepemilikan tanah yang
berlebihan-) adalah dana yang disediakan oleh pemerintah pusat untuk lima-tujuan program
29
yang dapat memajukan kepentingan nasional dan kepentingan daerah, di alokasikan untuk
pengeluaran-pengeluaran sebagai berikut, yaitu konstruksi jalan daerah, pembangunan
pedesaan, perlindungan lingkungan, kenakalan remaja, dan pembangunan regional.
III.2.4 Kasus Desentralisasi Keuangan Korea
Desentralisasi Keuangan di Korea adalah agenda utama dalam administrasi Korea
sepanjang tahun 2003-2007. Dalam tahun-tahun tersebut, terdapat banyak perubahan di
bidang keuangan publik lokal dan sistem pajak lokal. Masalah yang terparah adalah
ketidakseimbangan fiskal vertikal pemerintah pusat dan daerah. Lemahnya dasar pengenaan
pajak daerah dan ketidakseimbangan fiskal dengan yurisdiksi menyebabkan intervensi fiskal
dari pemerintah pusat bersifat sistematis. Bahkan, pemerintah daerah sangat tergantung pada
subsidi nasional untuk membiayai infrastruktur mereka. Kapasitas Pendapatan tidak merata
dan pemerintah daerah diwajibkan oleh hukum nasional untuk memberikan pelayanan publik
sesuai dengan standart yang telah diseragamkan. Apalagi saat ini, sebagian besar pelayanan
publik terkait dengan redistribusi. Tren redistribusi pelayanan publik ini semakin
memperburuk kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah.
Dan, kesenjangan fiskal horizontal menyulitkan pemerintah daerah untuk membiayai
pelayanan publik lokal. Kemandirian Indeks Fiskal atau Fiscal Independence Index (FII)
menghitung bahwa rasio sumber pendapatan sendiri dari total pendapatan. Tingginya nilai
indikator menandakan tingginya kapasitas pembiayaan yang lebih tinggi. Seperti yang
ditunjukkan oleh tabel, rata-rata dari setiap tingkat pemerintah FII bervariasi dari 6,4%
menjadi 86%. Kota metropolitan Seoul memiliki status keuangan yang solid karena memiliki
konsentrasi penduduk yang luar biasa. Nampak bahwa sebagian besar negara di daerah
pedesaan membiayai penduduk mereka sekitar 17,2% sementara lingkungan di Seoul sebesar
86%. Rasio tertinggi otonomi fiskal di kabupaten adalah 48% sementara lingkungan di Seoul
adalah 92%. Untuk memperbaiki sistem dalam mengurangi kesenjangan fiskal, kebijakan
pembangunan yang seimbang di daerah telah diimplementasikan dalam administrasi terakhir.
Ketidakefisienan migrasi ke daerah modal telah bertahan selama 30 tahun terakhir ini.
Mungkin ini merupakan salah satu alasan untuk mengurangi produktivitas PDB dan
menyebabkan meningkatnya harga real-estate, kesenjangan fiskal antara yurisdiksi, dan
30
sebagainya. Pemerintahan administrasi terakhir telah mengakui dan mempromosikan
kebijakan untuk pemerataan penduduk dalam banyak hal.
Tabel 1. Ketidakseimbangan fiskal vertikal tahun 2006 (unit: %)
Seoul Metropolitan
Cities
Provinces Cities
(>50,000)
Counties Wards
Averange 85.7 60.5 35.4 40.7 17.2 37.1
Highest 71.2
(Incheon)
66.1
(Kyonggi)
74.0 56.9
Lowest 47.8
(Gwangju)
11.0
(Jeonnam)
10.8 6.4 13.0
Source: Summary of local budget for fiscal year 2006, MOPAS
Tabel 2. Konsentrasi Pajak Lokal Seoul metro. Region (unit: billion won, %)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Seoul metro region
11,550.6 15,658.9 18,992.1 19,569.0 19,836.7 20,720.1 23,962.3
Growth
Rate(%)
10.2 35.6 21.3 3.0 1.4 4.5 15.6
Noncapital
Area
8,810.8 10,980.8 12,591.4 13,493.0 14,322.7 15,256.8 17,319.5
Growth Rate (%)
7.5 24.6 14.7 7.2 6.1 6.5 13.5
Seoul Metro Region
56.7 58.8 60.1 59.2 58.1 57.6 58.0
Source: Summary of local budget for fiscal year 2006, MO
Pajak Lokal dan Pembagian Pajak Yang Terbatas
31
Sementara sebagian besar pengeluaran dilakukan pada tingkat lokal, otonomi yang
sangat terbatas tersedia bagi pemerintah daerah dalam menentukan keputusan-keputusan
pengeluaran mereka. 20 persen saham pajak daerah untuk pajak nasional telah disimpan dua
dekade terakhir. Juga, tarif pajak lokal dan basa ditentukan oleh pemerintah pusat. Namun,
Undang-Undang Pajak Daerah mendefinisikan dasar pengenaan pajak dan tarif pajak standar
untuk 11 dari 16 pajak daerah. Secara hukum, pemerintah daerah dan dewan dapat
menyesuaikan harga sebanyak 50% di atas atau di bawah tingkat standar. Pada kenyataannya,
mereka tidak menggunakan kekuasaan mereka untuk mengubah tarif pajak karena adanya
beban politik. Di tingkat provinsi, hanya empat dari 16 wilayah hukum telah berubah tingkat
pajak dari tarif standar sebagai tahun 2004, dan hanya sepuluh dari 250 pemerintah tingkat
yang lebih rendah (OECD 2005). Operasi Aktif tarif pajak fleksibel yang terjadi hanya
bertujuan untuk menurunkan tarif pajak properti di wilayah ibukota setelah reformasi
perpajakan properti. Berbeda dengan penggunaan terbatas tarif pajak fleksibel, pengurangan
pajak dan pembebasan dari pemerintah daerah adalah jumlah yang cukup sebagai sekitar 10%
dari pendapatan pajak daerah. perilaku asimetris pemerintah daerah adalah hasil dari
hubungan yang tidak efisien antara pemerintah pusat dan daerah.
Dan, perwakilan cenderung menghindari perlawanan politik, bukan meningkatkan
tarif pajak atau basa. Karena karakteristik anggaran lunak, pemerintah daerah dengan mudah
bersandar pada pemerintah pusat finansial. Tinggi berbagi transfer fiskal antar pemerintah
menjelaskan satu sisi perilaku strategis pemerintah daerah. Dengan aspek-aspek tersebut,
daya membebani aktif lokal tidak beroperasi di Korea dibandingkan dengan negara-negara
lain (OECD 2006). Dari sudut pandang perpajakan pada tingkat daya yang lebih rendah dari
pemerintah, pengenalan Pajak Konsumsi Lokal mungkin tidak diinginkan untuk
meningkatkan otonomi. Cara yang paling layak untuk memperkenalkan LCT di Korea adalah
metode pembagian pajak seperti Jepang. Namun perlu di perhatikan bahwa metode
pembagian pajak tidak diklasifikasikan sebagai pajak daerah yang benar dengan kekuasaan
perpajakan dalam standar OECD.
Akibatnya, pajak kompetisi di antar-yurisdiksi jarang digunakan di Korea. Ada
beberapa alasan tidak adanya daya menyesuaikan berat. Pertama, tanggung jawab fiskal
adalah hanya bagian dari pemerintah pusat bukan pemerintah daerah. pemerintah Korea tidak
mengijinkan kebangkrutan tingkat lokal sampai sekarang. sistem anggaran saat ini
memungkinkan bahwa pemerintah pusat memainkan peran utama pemerintah daerah di
32
bawah krisis keuangan. Kedua, ukuran memperluas transfer fiskal antar pemerintah menuntut
lebih banyak hibah ke pemerintah pusat daripada menaikkan tarif pajak.
Untuk otonomi fiskal, kekuasaan perpajakan di tingkat lokal harus diperkuat. Namun,
ada beberapa bukti bahwa kenaikan pajak saham pada tingkat sub-pusat memperdalam
kesenjangan fiskal, sehingga membahayakan akses yang sama ke pelayanan umum di seluruh
wilayah hukum. Jika pajak saham pada tingkat sub-pusat untuk ditingkatkan, hibah lebih
antar pemerintah harus didedikasikan untuk keseimbangan untuk menjaga kesenjangan
(OECD 2008). Jadi, berapa tingkat daya perpajakan di pihak berwenang setempat tidak
mudah dijawab dengan kesenjangan fiskal besar. Konsentrasi fiskal di daerah metropolitan
bahkan mendistorsi distribusi dan menyebabkan perilaku yang tidak bertanggung jawab di
bawah pembesaran transfer fiskal antar pemerintah. Namun, mengingat peringkat terendah
dalam daya berat dibandingkan dengan negara-negara OECD, perubahan kelembagaan dan
peraturan kelonggaran mungkin dibutuhkan setidaknya untuk kemerdekaan fiskal minimum.
Rasio Pajak Lokal dan Pajak Nasional (Unit : 2008-USD 124 Billion)
Source : MOPAS(Ministry of Public Administration and Security, 2008)
III.3 Negara Indonesia
III.3.1 Gambaran Umum Indonesia
III.3.1.1 Geografis dan Demografis Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang berbentuk republik, terletak di kawasan
Asia Tenggara. Indonesia memiliki lebih kurang 17.508 buah pulau dengan luas daratan
33
1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2. Berdasarkan posisi geografisnya, negara
Indonesia memiliki batas-batas: Utara yaitu negara Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina
Selatan, selatan yaitu negara Australia, Samudera Hindia. Barat - Samudera Hindia. Timur :
negara Papua Nugini, Timor Leste, Samudera Pasifik.
III.3.1.2 Sistem Pemerintahan Indonesia
Bentuk susunan Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk republik.
Indonesia sebagai Negara kesatuan mempunyai pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah,
dimana pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya
kepada daerah berdasarkan hak otonomi, dengan kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan
pemerintah pusat. System pemerintahan negara Indonesia yaitu system presidensil yang
terdiri dari seorang Kepala Negara sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala
negara. Dalam sistem presidensil, Indonesia menerapkan sistem pemisahan kekuasaan dan
pembagian urusan. Pemisahan kekuasaan (trias politika) yaitu legislative, eksekutif, dan
yudikatif. Pembagian urusan itu sendiri terdiri dari pembagian urusan antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah.
III.3.2 Pemerintah Daerah Indonesia
III.3.2.1 Struktural dan Fungsional
Sejak otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU Nomor 22/1999 tentang
Pemerintahan Daerah pada tahun 2001, UU tersebut memisahkan dengan tegas antara fungsi
pemerintah daerah (eksekutif) dengan fungsi perwakilan rakyat (legislatif). Berdasarkan
pembedaan fungsi tersebut, eksekutif melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan
atas anggaran daerah, yang merupakan manifestasi dari pelayanan kepada publik, sedangkan
legislatif berperan aktif dalam melaksanakan legislasi, penganggaran, dan pengawasan.
Dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, di tingkat daerah ada eksekutif
dan legislatif. Legislatif adalah DPRD dimana memiliki posisi yang strategis dalam upaya
mewujudkan sistem politik yang lebih demokratis di daerah. Ia tidak lagi berada pada posisi
subordinatif terhadap eksekutif, melainkan sejajar. DPRD menjadi tumpuan untuk
34
memperjuangkan kepentingan masyarakat secara luas, dan karenanya DPRD dituntut lebih
peka dan lebih proaktif dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat di daerah.
III.3.2.2 Pembagian Urusan
Restrukturisasi urusan-urusan pemerintahan daerah merupakan salah satu unsur
terpenting dan menantang yang ditangani dalam reformasi sekarang ini (melalui UU 32/2004
dan peraturan pelaksananya). Pembagian urusan belum dilakukan secara jelas bagi
pemerintahan kabupaten/kota dalam reformasi desentralisasi tahun 1999. Bahkan jika
pembagian urusan telah jelas, beberapa departemen maupun lembaga pemerintah pusat
lainnya berkeberatan dalam menyerahkan sejumlah urusan strategis maupun yang dapat
menjadi sumber pendapatan daerah, yang selanjutnya akan menyebabkan ketegangan antar
tingkatan pemerintahan. Berbeda jauh dengan UU 22/1999, UU 32/2004 menghilangkan
urusan residual kepada pemerintah daerah (kabupaten/kota). Undangundang ini kemudian
mencantumkan positif list dari urusan wajib bagi propinsi dan kabupaten/ kota, dengan
rincian lanjutan akan ada dalam Peraturan Pemerintah. Undang-undang ini membedakan
antara ”urusan wajib” dan ”urusan pilihan”. Urusan wajib yang ditentukan dalam UU
32/2004 bentuknya kurang konsisten; ada yang berbentuk sektor dan yang bersifat urusan
dengan ruang lingkup sempit.
Usaha mensistematisasi pembagian kewenangan ini sulit dilakukan karena tumpang-
tindihnya antara satu kewenangan dengan kewenangan yang lain, serta saling
bertentangannya satu ketentuan dengan ketentuan lainnya. Namun demikian, berdasarkan UU
22/1999 meletakkan azas residual power pada daerah kabupaten atau kota. Pemerintahan
kabupaten atau kota memiliki semua kewenangan pemerintahan, kecuali kewenangan dalam
bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta
kewenangan bidang lainnya. Dalam pasal 11 ayat 2 disebutkan bahwa pemerintah kabupaten
dan kota wajib melaksanakan kewenangan yang meliputi pekerjaan umum, kesehatan,
pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industry dan perdagangan, penanaman
modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja. Kewenangan propinsi
mencakup kewenangan yang bersifat lintas kabupaten dan kota serta kewenangan bidang
tertentu lainnya termasuk di dalamnya kewenangan yang belum bisa dilaksanakan oleh
daerah kabupaten dan kota.
35
Dalam hal kesejahteraan masyarakat di suatu daerah terdapat pembagian kewenangan
yaitu dalam perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Tujuan utama
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah ini adalah sebagai jaminan bagi pemerintah
daerah untuk dpat melaksanakan kewenangan yang diberikan kepadanya dengan kekuatan
sendiri dan tanpa ketergantungan kepada pemerintah pusat. Dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah yang kuat akan dapat mencegah urbanisasi dan perpindahan antar penduduk
yang tidak wajar serta jaminan kesamaan pelayanan di semua daerah.
III.3.3 Pengelolaan Keuangan Daerah Indonesia
III.3.3.1 Penerimaan Pemerintah Daerah
Pada prinsipnya pembagian sumber keuangan menurut UU 25/1999 dan UU 33/2004
menganut azas pemisahan terikat terhadap sumber keuangan, dimana objek pajak yang
dikenakan oleh pemerintah pusat tidak dapat dikenakan lagi oleh pemerintah daerah. Sumber-
sumber penerimaan atau pendapatan dareah yaitu Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud
dalam UU 29/2002 Pasal 2 Ayat (2) dirinci menurut Kelompok Pendapatan yan meliputi
Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan yang sah. Setiap
kelompok Pendapatan dirinci menurut Jenis pendapatan. Setiap Jenis Pendapatan dirinci
menurut, Obyek Pendapatan. Setiap,Obyek Pendapatan dirinci menurut Rincian Obyek
Pendapatan.
Pemprov yang Persentase PAD Terhadap Pendapatan diatas 50%tahun anggaran 2007
Daerah P ajak R etribusiH asil
Kekayaan yang di-
Lain2 PA D
Total P AD
Prop. Sulsel 42.70 3.42 2.61 1.36 50.09
Prop. Kalsel 44.46 4.30 1.03 1.11 50.91
Prop. D KI Jakarta 45.52 3.42 0.76 5.38 55.08
Prop. Bali 51.59 0.99 3.53 2.36 58.47
Prop. Sum ut 57.64 0.43 2.14 0.83 61.04
Prop. Jateng 57.31 6.56 2.30 2.34 68.51
36
Prop. Jatim 61.53 4.12 1.34 1.63 68.61
Prop. Banten 66.99 0.14 0.88 1.12 69.13
Prop. Jabar 66.51 0.55 2.24 1.02 70.33
Sumber : http://www.djpk.depkeu.go.id
Pendapatan Asli Daerah (PAD) diharapkan menjadi sumber utama pendapatan daerah di masa depan. Pendapatan ini diperoleh dari pajak daerah, pungutan daerah atau retribusi daerah keuntungan bersih aset daerah, dan sumber legal lainnya. Peningkatan pendapatan asli daerah dalam jumlah besar diharapkan dapat mendorong akuntabilitas yang lebih besar dari pemerintah daerah yang bersangkutan. Meskipun demikian, tingkat pendapatan asli daerah saat ini masih kurang dari sepuluh persen dari total pendapatan daerah seluruhnya, dan perubahannya juga sangat lamban. Pajak itu sendiri terdiri dari pajak yang dikelola oleh pusat dan pejak yang dikelola oleh daerah. Pembagian pajak daerah dan pajak pusat.14
Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
1.Pajak Penghasilan (PPh)
2.Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3.Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
4.Bea Meterai
5.Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau
bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan
PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
6.Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun
realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi
maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
1. Pajak Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
14Jenis Pajak dan Manfaatnya, http://masalahpajak.blogspot.com/ diunduh pada 3 Mei 2010
37
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2. Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
g. Pajak Parkir.
Saat ini ada empat jenis pajak propinsi dan tujuh jenis pajak untuk kabupaten/kota.
Dasar penentuan pajak ini ditetapkan oleh pemerintah pusat dan ada platform untuk setiap
pajak yang membatasi penetapan tingkat pajak oleh pemerintah daerah. Selain itu,
pemerintah daerah mempunyai hak untuk menetapkan pajak-pajak baru sejauh pajak-pajak
itu sejalan dengan prinsip ”perpajakan yang baik” yang sejiwa dengan praktek- praktek yang
baik di dunia internasional.
Dana Perimbangan terdiri dari dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana
bagi hasil. Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan sumber utama pendapatan pemerintah
daerah, yang digunakan baik untuk perimbangan vertical maupun perimbangan horisontal.
Pemerintah Indonesia menyadari bahwa mekanisme penyaluran keuangan merupakan hal
yang sangat penting terhadap suksesnya kebijakan desentralisasi. Pemerintah mengacu
kepada prinsip money follows functions dan pemerintah berharap untuk membuat cara
pengaturan DAU menjadi lebih baik. DAU adalah hibah (block grant) yang didasarkan atas
formula: dimulai pada tahun anggaran 2008 DAU minimal mencapai 26% dari total
pendapatan domestik bersih (penghasilan total dikurangi dana bagi-hasil) dan pembagiannya
diantara Propinsi, Kabupaten/Kota ditentukan dengan Peraturan Pemerintah. Ini terdiri dari
alokasi dasar dan alokasi kesenjangan fiskal. Alokasi dasar meliputi pengeluaran gaji PNS
dari masing-masing pemerintah daerah. Unsur kesenjangan fiskal dihitung dari jumlah
perbedaan antara kebutuhan fiskal dan kemampuan fiskal. Variabel pengganti yang dipakai
untuk penghitungan kebutuhan keuangan adalah jumlah proporsional penduduk, luas daerah,
indeks harga bangunan, PDRB per kapita, dan kebalikan dari Indeks Pengembangan SDM
(yang terakhir ini dapat dilihat sebagai cerminan indeks kemiskinan, sebuah ukuran yang
dipakai dalam rumusan sebelumnya). Variabel kapasitas keuangan adalah pendapatan asli
38
daerah yang terealisasi, pajak, dan dana bagi hasil SDA. Mulai tahun anggaran 2008 (dengan
dihapuskannya hold harmless provision) daerah-daerah dengan kesenjangan fiskal sama
dengan nol hanya akan memperoleh alokasi dasar; daerah-daerah dengan kesenjangan fiskal
negatif, yaitu lebih dari atau sama dengan alokasi dasar tidak akan menerima DAU lagi.
Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana alokasi pengimbang (matching) untuk
membiayai kegiatan yang terkait dengan prioritas nasional atau kebutuhan khusus yang tidak
bisa dimasukkan ke dalam DAU, misalnya bantuan darurat. DAK diprioritaskan bagi
pemerintah-pemerintah daerah yang mempunyai kapasitas keuangan lebih rendah dari rata-
rata.UU 33/2004 juga menyebutkan acuan khusus bahwa kebutuhan khusus tersebut termasuk
pelayanan dasar bagi masyarakat. Mekanisme DAK yang terdapat dalam UU 32/2004 tentang
Pemerintahan Daearh dan dalam UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan tidaklah sama.
Dalam UU 32/2004, DAK bisa dikabulkan atas permintaan pemerintah daerah, sedangkan
dalam UU 33/2004 dana tersebut pada dasarnya dibagikan secara nasional melalui sejumlah
kriteria. Masih harus diperjelas kebijakan yang lebih khusus terkait dengan peran sementara
dan tetap DAK, hubungan DAK dengan DAU, dan berapa besarannya saat ini dan di masa
datang. Pemerintah Indonesia telah menyatakan niatnya untuk memperbaiki kriteria
pembagian DAK dan cara penyalurannya. UU 32/2004 menuntut pendekatan dari bawah ke
atas (bottom-up) dan alokasinya didasarkan atas usulan pemerintah daerah. Pemerintah Pusat
belum mampu menangani mekanisme ini, dan belum menggali bagaimana cara penanganan
mekanisme ini (misalnya dengan menggunakan pemerintahan propinsi secara lebih intensif).
Tidak ada pernyataan kebijakan mendasar Pemerintah Indonesia untuk mengarahkan pajak
dan pendapatan bagi-hasil, kecuali bahwa garis besar hukum yang sedang dikaji
memperlihatkan bahwa program pajak dan pendapatan bagi hasil akan tetap dilanjutkan di
masa depan. Tetapi ”hold harmless provision” DAU akan dihapuskan pada tahun 2008 untuk
mengurangi kesenjangan daerah, yang sudah diperburuk oleh beberapa daerah yang sangat
menikmati pajak dan pendapatan bagi-hasil. Desentralisasi meningkatkan sumbangan pajak
dan pendapatan bagi hasil pemerintah kabupaten/ kota. Pembagian pajak terutama
berdasarkan prinsip derivasi, sedangkan royalti perikanan dan pajak yang terkait dengan bumi
dan bangunan juga menggunakan bagian yang sama dengan kriteria tambahan. Bagian
nasional 9% atas pajak bumi dan bangunan merupakan ”ongkos administrasi” untuk
membayar administrasi pajak nasional dalam pengumpulan dan pengelolaan pajak.
Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah, dapat bersumber dari hibah yang
berasal dari pemerintah kabupaten/kota propinsi, pemerintah kabupaten/kota di luar propinsi,
39
pemerintah provinsi atau lainnya, dari perusahaan dareah (BUMD), dari perusahaan Negara
(BUMN) atau dari masyarakat, kemudian dapat juga bersumber dari dana darurat dari
pemerintah dalam rangka penanggulangan korban atau kerusakan akibat bencana alam, dana
bagi hasil dari propinsi kepada kabupaten/kota dari pemerintah daerah lainnya, dana
penyesuaian dan dana otonomi khusus.
Beberapa alasan adanya pembagian dan pengalokasian dana perimbangan daerah
yaitu15
1. Dari segi keuangan daerah belum siap sepenuhnya untuk menjalankan otonominya,
sehingga perlu adanya campur tangan dari pemerintah dalam pembagian dan
pengalokasian dana perimbangan.
2. Perbedaan potensi daerah yang dimiliki oleh masing-masing daerah berbeda-beda. Jika
sekelompok daerah tertentu tidak memiliki potensi khusus yang dapat memberikan
tambahan penghasilan untuk daerahnya tentu akan menimbulkan kesenjangan antar
daerah.
3. Kebutuhan dasar maupun kebutuhan lain yang ada di setiap daerah berbeda-beda. Hal ini
akan mendorong kesenjangan sosial antar daerah jika tidak ada pengalokasian dana
perimbangan antara pusat dengan daerah.
III.3.3.2 Pengeluaran Pemerintah Daerah
Pengeluaran daerah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Balanja
tidak langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah,
belanja bantuan social, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tak terduga. Belanja
langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal.
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah
yang menjadi kewenangan propinsi dan kabupaten/ kota yang terdiri dari rusa wajib, urusan
pilihan dan urusan yang penanangannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat
dilaksanakan bersama antara pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan
perundang-undangan. Bagi penyelenggara urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam rangka memenuhi kewajiban daerahnya.
III.4 Perbandingan Pemerintah daerah antara Jepang, Korea dan Indonesia
15 Menata Kewenangan Pusat-Daerah yang Aplikatif –Demokratis, http://www.google.com diunduh pada 12 April 2010
40
III.4.1 Perbandingan dalam Pemerintah Daerah
Perbandingan ilmu administrasi negara adalah suatu studi yang berusaha
memperlihatkan dan menemukan persamaan sistem administrasi negara yang berlaku
diberbagai negara. Maka berdasarkan gambaran mengenai pemerintah daerah di ketiga
negara di atas, dapat ditarik beberapa indikator yang dapat memperlihatkan akan adanya
suatu kesamaan dan perbedaan dalam sistem pemerintah daerah di ketiga negara.
Indikator Jepang Korea Indonesia
Struktur Pemerintah di tingkat prefektur dan kota diatur oleh dewan-kota dan kepala eksekutif.
Sistem pemerintah daerah tidak hirarkies namun fungsional terdiri dari ordinary local public entities ( prefektur dan kota) dan special local public entities.
Kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat selama empat tahun sekali.
Pemerintahan di tingkat atas dan bawah di atur oleh perwakilan politik (walikota terpilih dan anggota dewan)
sistem pemerintah daerah dua tingkat (atas dan bawah)
Kepala eksekutif baik dari tingkat atas maupun tingkat bawah dalam pemerintah daerah yang dipilih melalui pemungutan suara langsung untuk masa jabatan empat tahun.
Sistem pemerintah daerah terdiri dari pemerintahan di tingkat propinsi, dan kabupaten atau kota.
Pemerintahan di tingkat propinsi, dan kabupaten atau kota diatur oleh perwakilan politik yang terpilih melalui pemilu.
Fungsi Memiliki otoritas dalam hal pendidikan, kesejahteraan masyarakat, ekonomi dan industri, pembangunan jalan, dan pembuangan serta pengumpulan sampah
Otoritas untuk bidang pendidikan terletak di Kantor Pendidikan di provinsi dan pemerintahan metropolitan.
Otonomi daerah mengatur: (i) organisasi dan manajemen pemerintahan daerah;
otonomi daerah merupakan kewenangan dasar yang diberikan oleh pusat kepada daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
41
(ii) kemajuan kesejahteraan masyarakat, (iii) kemajuan industri; (iv) pembangunan daerah dan manajemen fasilitas (v) kemajuan pendidikan, olahraga, budaya, dan pendirian pusat perawatan anak-anak; dan (vi) pertahanan masyarakat daerah dan pemadaman kebakaran (OECD 2005)
moneter dan fiscal, agama serta kewenangan bidang lainnya.
Pembagian Urusan
Urusan Keamanan,
seperti diplomasi,
pertahanan, peradilan,
dan hukuman pidana
ditangani oleh
Pemerintah Pusat.
Sedangkan, sisanya
pemerintah daerah
Terkait urusan
pendidikan,
Universitas akan
ditangani oleh
Pemerintah Pusat.
Urusan kesejahteraan,
kesehatan dan sanitasi
yang meliputi, lisensi
dan perizinan
Urusan harian Pembatalan dan
penundaan keputusan Kontrol keuangan
Kekuasaan veto atas keputusan dewan lokal
Mediasi
urusan wajib
urusan pilihan
42
dikeluarkan oleh
Pemerintah Pusat;
pelaksanaan jasa yang
sebenarnya adalah
tanggung jawab
wilayah daerah
tersebut.
urusan industri dan
ekonomi, misalnya
hal-hal yang
mempengaruhi
bangsa secara
keseluruhan dikelola
oleh Pemerintah
Pusat.
III.4.2 Perbandingan Keuangan Daerah
Indikator Jepang Korea Indonesia
Penerimaan Local transfer tax
Special local grant
Local allocation tax
National treasury disbursements
Local government borrowings
Pendapatan Asli Daerah Dana perimbangan dari
pusat dan pemerintah daerah tingkat atas
pendapatan asli daerah
dana perimbangan
lain-lain pendapatn yang sah
Pengeluaran Gaji pegawai
kantor
Pembiayaan
Dewan lokal
Administrasi umum
belanja langsung
Belanja tidak
43
konstruksi
bangunan
Pembiayaan
terkait fungsi-
fungsi yang
diemban
prefektur dan
kota
Kesejahteraan sosial
Industri dan ekonomi
Pembangunan regional
Pendidikan budaya dan fisik
Pertahanan publik
lain-lain
langsung
Dana
perimbangan
pusat dan
daerah
Berupa local
allocation tax
yang diberikan
secara umum dan
khusus
Berupa share tax
yang disebut local
transfer tex
Berupa bantuan
pemerintah pusat
yang spesifik
( grant)
Bantuan kategori Pembagian keuntungan Pembagian Pajak
Konstruksi jalan daerah,
Pembangunan pedesaan,
Perlindungan lingkungan,
Kenakalan remaja, dan
Pembangunan regional.
dana alokasi umum (DAU)
dana alokasi
khusus (DAK)
dana bagi hasil
Jepang dan Indonesia merupakan sama-sama negara kesatuan yang menerapkan
sistem desentralisasi dalam pemerintahannya. Di tingkat pemerintah pusat, adanya
keseimbangan kekuasaan (check and balance) diantara kekuasaan eksekutif, legislatif dan
yudikatif. Namun, ada perbedaan terkait hubungan wewenang eksekutif dan legislatif. Jepang
menganut sistem parlementer sedangkan Indonesia menganut sistem presidensial. Di tingkat
daerah, adanya pemerintah daerah sebagai wujud dari undang-undang otonomi daerah di
kedua negara. Sistem pemerintah daerah Indonesia dan Jepang pada dasarnya tidak jauh
berbeda. Adanya otonomi daerah di daerah dijalankan oleh lembaga eksekutif dan legislatif
yang berbagi wewenang dan dipilih secara langsung oleh masyarakat setempat. Pemerintah
44
daerah di Jepang tidak terlalu hierarkis seperti di Indonesia. Pemerintah daerah di Jepang
lebih menekankan pada pembagian fungsi terkait pelayanan kepada masayarakat. Pemerintah
daerah di Jepang terdiri dari prefektur dan kota. Sedangkan di Indonesia, masih adanya
hubungan hierarkis antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi,dimana pemerintah
provinsi dianggap sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.
Dalam hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, tentu adanya pembagian urusan
antara keduanya. Jepang menekankan pada lebih banyaknya tugas dan urusan yang menjadi
tanggung jawab daerah karena pemerintah daerah lebih dekat dengan masyarakat sebagai
pengguna pelayanan publik. Hal ini tentu mengakibatkan pengeluaran pemerintah daerah
yang cukup besar, bahkan presentase pengeluaran pemerintah daerah lebih besar dari
pemerintah pusat. Oleh karena itu, hampir sebagian besar penerimaan pusat ditransfer ke
daerah guna membantu daerah membiayai pengeluaran yang banyak dan untuk menjamin
ketersedian kas daerah dalam penyediaan pelayanan publik. Ini dilakukan agar adanya
pemerataan pelayanan di seluruh negeri. Sedangkan, di Indonesia pada dasarnya, pemerintah
daerah memiliki urusan yang lebih banyak karena dalam konstitusi urusan pemerintah daerah
yang dirinci. Namun, banyaknya urusan yang ditanggung pemerintah daerah tidak ditunjang
dengan cukupnya dana di daerah. Penghasilan asli daerah saja sangat kecil hampir di setiap
daerah. Pemerintah pusat tetap memiliki kewajiban membantu daerah dengan memberikan
dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Hanya saja, dana ini belum bisa merata
dibagikan ke seluruh daerah. Sehingga, pemerataan penyediaan pelayanan publik di seluruh
negeri masih sulit untuk dicapai.
Korea Selatan dan Indonesia merupakan negara yang sama-sama terletak di Asia dan
uniknya, kedua negara ini memiliki umur kemerdekaan yang berdekatan yaitu hanya berbeda
2 hari. Dalam segi sistem pemerintahan, pada umumnya sistem pemerintahan di Indonesia
dan Korea Selatan memiliki banyak persamaan dan bahkan merupakan persamaan yang
sangat mendasar. Persamaan-persamaan itu adalah dalam hal-hal yang sifatnya struktural.
Misalnya, Indonesia dan Korea menganut sistem presidensial dengan kepala pemerintahan
seorang presiden walaupun Korea dibantu oleh Perdana Menteri sedangkan Indonesia tidak.
Persamaan dalam peran serta pemilihan lembaga leglislatif dan eksekutif di tingkat lokal,
adanya pembagian urusan yang spesifik bagi dewan lokal dan kepala eksekutif, dan lain-lain.
Sedangkan yang menjadi perbedaan adalah di Korea, pemerintahan daerah dibagi menjadi
45
dua tingkat, yaitu tingkat atas (yang terdiri dari provinsi dan metropolitan) dan tingkat bawah
(yang terdiri dari kotamadya, wilayah pedesaan,dan wilayah perkotaan).
Dalam bidang keuangan, persamaan dari negara Korea dan Indonesia dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu bagian penerimaan dan bagian pengeluaran. Dalam penerimaan
pemerintah daerah, Indonesia dan Korea memiliki persamaan yaitu kedua negara tersebut
mendapatkan penerimaan dari dua sumber, yaitu dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Dana Perimbangan Antara Pusat dan Daerah. Yang membedakan Korea dan Indonesia dari
sisi penerimaan yaitu sumber-sumber dan besaran dari keduanya. Sebagai contoh, di Korea,
Pendapatan Asli Daerah di dapatkan dari tiga sumber yaitu Bantuan Kategori, Pembagian
Pendapatan, dan Pembagian Pajak. Dalam hal pengeluaran, Korea dan Indonesia cenderung
berbeda, hal ini mungkin dikarenakan perbedaan kemampuan (GNP, Pendapatan per-kapita
setiap negara, kondisi geografis, tingkat kebutuhan masyarakat, dan lain-lain) dari setiap
negara yang berbeda-beda. Di Korea, pengeluaran secara umum dibagi secara khusus
kedalam delapan kategori.
46
BAB IV
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Ketiga negara pada dasarnya memiliki sistem pemerintahan daerah yang relatif sama,
baik secara struktural dan fungsional. Dalam hal, pembagian urusan antara pusat dan daerah
pun relatif sama, dimana urusan pemerintah daerah lebih banyak dibandingkan dengan
pemerintah pusat. Selain itu, urusan pemerintah daerah lebih dirinci dan menyangkut
pelayanan kepada masyarakat langsung.
Namun demikian, pada kenyataannya masih terdapat perbedaan, khususnya dalam hal
keuangan daerah. Perbedaan yang ada diantara ketiga negara dalam hal pembagian
penerimaan keuangan dan pengeluaran keuangan daerah terjadi dikarenakan adanya
perbedaan tingkat kemampuan setiap negara dan kondisi geografis (termasuk didalamnya
ketersediaan sumber daya alam). Hal tersebut juga mengakibatkan adanya perbedaan dalam
hal dana perimbangan antara pusat dan daerah.
VI.2 Saran
Studi komparatif merupakan sebuah cara dalam ilmu administrasi untuk menemukan
konsep-konsep administrasi yang dapat digunakan sebagai “benchmarking” bagi suatu negara
untuk megadakan kemajuan-kemajuan atau melakukan perubahan di negaranya. Karena itu
penulis menyarankan agar studi komparatif ini dilakukan secara berkala oleh setiap negara
khususnya Indonesia supaya dapat mengambil manfaat dari setiap penemuan yang diadakan
untuk memajukan negara tersebut. Dalam studi komparatif antara ketiga negara ini, dengan
sumber penerimaan yang beragam di setiap negara, penulis menyarankan supaya setiap
negara, Indonesia khusunya, melakukan hubungan keuangan yang baik antara pemerintah
pusat dan daerah supaya setiap penerimaan daerah, khususnya Dana Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah dapat berlangsung secara adil dan merata bagi setiap wilayah otonomi
lokal. Hal ini dapat diwujudkan dengan adanya komunikasi yang baik antara pusat dan daerah
serta adanya pengawasan terhadap aliran dana perimbangan tersebut. Selain itu, penerimaan
47
pajak pada dasarnya merupakan penerimaan utama suatu negara. Oleh karena itu,
peningkatan penerimaan pajak baik di pusat dan di daerah merupakan salah satu jawaban
untuk meningkatkan kinerja pemerintah daerah di Indonesia.
Daftar Pustaka
Buku
Budiardjo, Miriam. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Hyun-A Kim. The Determinants and Measurement of Fiscal Decentralization in Korea. Republic of Korea : Research Fellow Korea Institute of Public Finance.
Prasojo, Eko, dkk. 2006. Desentralisasi dan pemerintahan daerah: antara model demokrasi local dan efisiensi structural. Depok : Departemen Ilmu administrasi Fakultas Ilmu Social dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Subakti, Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : PT Grasindo.
Internet
http://www.djpk.depkeu.go.id/datadb/101/
http://siteresources.worldbank.org/WBI/Resources/wbi37179.pdf
http://www.geonames.org/KR/administrative-division-south-korea.html
http://www.tradingeconomics.com/Economics/GDP-Growth.aspx?Symbol=JPY
http://www.clair.or.jp/j/forum/other_data/pdf/20100216_soumu_e.pdf
http://siteresources.worldbank.org/WBI/Resources/wbi37171.pdf
http://www.unescap.org/huset/lgstudy/country/korea/korea.html
http://www.unescap.org/huset/lgstudy/country/japan/japan.html
www.grips.ac.jp/~coslog/activity/01/03/file/up-to-date-4_en.pdf
www.soumu.go.jp/english/pdf/lpfij.pdf