19
Tugas Pendidikan Kewarganegaraan KEBUDAYAAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA Disusun Oleh: Febrika Larasati (115061101111001) Program Studi Teknik Kimia

Kebudayaan Nasional Berdasarkan Pancasila

Embed Size (px)

Citation preview

Tugas Pendidikan Kewarganegaraan

KEBUDAYAAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA

Disusun Oleh:

Febrika Larasati (115061101111001)

Program Studi Teknik Kimia

Fakultas Teknik

Universitas Barawijaya

2012

A.Latar Belakang

Salah satu kekayaan bangsa yang sangat bernilai adalah kebudayaan. Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam suku, adat, bahasa, dsb. Keanekaragaman ini secara tidak langsung merupakan unsur-unsur yang membentuk kebudayaan nasional. Kebudayaan merupakan ciri khas dari suatu daerah serta lambang dari kepribadian suatu bangsa. Keanekaragaman budaya ini merupakan suatu kebanggaan, namun juga menjadi suatu tantangan untuk mempertahankannya.

Dewasa ini, nilai-nilai kebudayaan yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat Indonesia perlahan-lahan mulai terkikis oleh adanya arus globalisasi dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk melestarikan budaya nasional. Padahal konsep kebudayaan nasional Indonesia telah menjadi bahan pemikiran para cendekiawan Indonesia sejak lama. Oleh karena itu, agar ketahanan bangsa tetap terjaga, kekayaan bangsa yang berupa kebudayaan nasional harus dijaga dan dilestarikan oleh setiap suku bangsa dan masyarakat.B.Rumusan Masalah

1.Apa yang dimaksud dengan kebudayaan nasional?

2.Apa yang menjadi dasar terbentuknya kebudayaan nasional?

3.Bagiamana proses seleksi ideologi luar yang dapat diterima oleh kebudayaan Indonesia?

4.Apa fungsi dari kebudayaan nasional Indonesia?C.Pembahasan

1.Peranan Budaya Daerah dalam Mengembangkan Budaya Nasional

Kebudayaan berasal dari kata Sanskerta, yaitu budhayah, bentuk jamak drai budhi yang berarti budi atau akal. Jadi, kebudayaan dapat diartikan segala sesuatu hal yang bersangkutan dengan budi dan akal manusia.

Kita sudah mengetahui bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika. Kebhinekaan itu dapat kita lihat dalam suku, adat-istiadat, agama, kebudayaan, dan sebagainya. Di setiap suku dan daerah di Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan suku dan daerah lainnya. Dalam pembinaan kebudayaan nasional, kedudukan kebudayaan daerah itu sangat penting artinya.

Dalam sejarah perkembangan kebangkitan kebangsaan Indonesia, peranan bahasa dan kebudayaan mendapat perhatian besar dari perintis kemerdekaan kita.

Yang dimaksud dengan kebudayaan nasional adalah apa saja yang dihasilkan oleh manusia Indonesia dengan latar belakang sejarah yang dialaminya sejak adanya bangsa kita hingga sekarang ini. Kebudayaan nasional itu merupakan kepribadian yang dalam wujudnya dapat berupa pandangan hidup, cara berfikir, dan sikap terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa. Kepribadian itu membedakan bangsa kita dengan bangsa lain.

Dalam hubungannya dengan kebudayaan nasional, maka kebudayaan daerah berfungsi sebagai unsur atau sebagai akar kebudayaan nasional. Jadi, kebudayaan nasional itu pada dasarnya berakar pada kebudayaan daerah. Salah satu jalan untuk memperkuat kepribadian bangsa ialah dengan cara membina dan mengembangkan kebudayaan nasional yang unsur-unsurnya adalah kebudayaan daerah. Oleh karena itu, jika kita akan mengembangkan kebudayaan nasional, maka kita harus membina kebudayaan daerah.

Dalam rangka pembinaan kebudayaan daerah, dasar falsafah negara Pancasila harus menjadi pedoman. Dengan kata lain, unsur kebudayaan daerah yang religious, yang dapat meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang dapat menanamkan jiwa perikemanusiaan, menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan, memperkuat rasa persatuan dan kesatuan, memupuk sikap rasa kekeluargaan dan demokrasi, membina sikap mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan umum daripada kepentingan diri sendiri, dan sikap gotong royong, serta sifat-sifat lain yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila harus terus dibina dan dikembangkan.

Sehubungan dengan pembinaan kebudayaan, UUD 1945 pasal 32, menyatakan bahwa pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indoensia. Penjelasan UUD 1945 memberikan rumusan tentang kebudayaan bangsa itu ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya, termasuk kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Dalam penjelasan UUD 1945 itu juga ditunjukkan ke arah mana kebudayaan itu harus diusahakan, yaitu menuju ke arah kemajuan adab budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.

Uraian tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan nasional berakar pada kebudayaan daerah. Kita sebagai warga negara Indonesia wajib membina kebudayaan nasional itu sebagai salah satu wujud kebanggaan kita sebagai bangsa Indonesia.

Membina dan mengembangkan kebudayaan nasional dimaksudkan untuk memperkuat kepribadian bangsa dan untuk mempertebal harga diri kita sebagai bangsa Indonesia. Apabila bangsa kita memiliki kepribadian yang kuat, maka harga diri bangsa kita akan dihormati oleh bangsa-bangsa lain, baik di tingkat regional maupun di tingkat internasional.

Dalam rangka membina dan mengembangkan kebudayaan nasional untuk memperkuat kepribadian bangsa, kita harus memiliki kewaspadaan yang tinggi terhadap pengaruh-pengaruh kebudayaan asing yang negative yang dapat merusak kepribadian bangsa kita. Kita harus menyadari bahwa letak geografis wilayah Indonesia pada posisi silang dunia. Hal ini membawa konsekuensi mudahnya kebudayaan asing masuk ke Indonesia. Kita tidak boleh menolak mentah-mentah atau menerima bulat-bulat kebudayaan asing yang masuk karena tidak semua kebudayaan asing yang masuk itu negative atau positif. Hanya kebudayaan asing yang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila yang dapat kita terima dan kita kembangkan guna memperkaya kebudayaan nasional, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, dan sebagainya.

2.Heterogenitas di dalam Menguraikan Argumentasi

Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa.

Pancasila berawal dari suatu formula Ideologi Kebangsaan mengenai dasar negara. Ideologi itu kemudian menjadi dasar negara kebangsaan dan karena itu juga menjadi sumber hukum. Akan tetapi pada awalnya status ini tumbuh di dalam suasana yang tidak eksplisit. Eksplitisasi tiga status Pancasila itu mempunyai perkembangan tersendiri. Ideologi Kebangsaan itu di dalam perkembangan menjadi Ideologi Nasional.

Ada bermacam-macam uraian mengenai argumentasi yang mendukung ideologi kebangsaan. Di dalam periode pertama (29 Mei 45 17 Juli 45), Muh. Yamin memberi uraian yang didasarkan atas argumentasi kultural: negara Indonesia bersumber kepada kebudayaan Indonesia, dan karena itu negara Indonesia merupakan negara kebangsaan. Soekarno memberikan argumentasi yang bersifat rhetorik dan eklektik: berbagai macam kejadian dan pemikiran dirangkum menjadi alat untuk menjelaskan lima dasar Negara yang kemudian diberi nama Pancasila. Di dalam naskah pidato 1 Juni 1945 itu diterangkan pula bahwa Pancasila dapat diperas menjadi Trisila, Trisila dapat diperas menjadi Ekasila. Soepomo menempuh jalan analitis, didasarkan atas riwayat hukum dan corak masyarakat Indonesia sebagai hasil ciptaan kebudayaan Indonesia. Tema pokok dari uraiannya adalah pikiran kekeluargaan yang sifatnya integralistik, mengatasi segala paham golongan, dan karena itu bersifat kesatuan. Kesatuan kekeluargaan itu berlaku ke dalam maupun ke luar, yaitu sebagai keluarga bangsa-bangsa. Alam pikiran kekeluargaan ini bukanlah alam pikiran yang a-religius.Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan bagian dari alam pikiran tersebut.

Argumentasi mengenai Pancasila itu menjadi makin eksplisit dan heterogen, ketika pemikiran Pancasila memasuki fase refleksif (1950-1959). Dipergunakan pendekatan ilmiah, theologis, filosofis, dan ideologis, untuk menguraikan Pancasila, tanpa disertai dengan presisi, dan tidak menunjukkan adanya konsistensi.

Tampilnya tema kepribadian Indonesia dalam periode itu, membuat pemikiran mengenai Pancasila menjadi makin erat hubungannya dengan sejarah kebudayaan Indonesia. Berkembanglah argumentasi yang diambil dari sejarah kebudayaan Indonesia.

3.Problem Kompleksitas

Pemikiran mengenai Pancasila yang berkembang menjadi kompleks dapat diterangkan antara lain melalui pendekatan kebudayaan, dengan analisa kebudayaan umum dan analisa kebudayaan Indonesia secara khusus.

Dua hal dapat dikemukakan untuk memberikan penjelasan tentang kompleksitas itu: (1) bahwa sejarah kebudayaan pada dasarnya adalah sejarah yang makin lama makin menjadi kompleks. (2) bahwa pertemuan dan pergumulan antara ideologi-ideologi merupakan bagian dari sejarah kebudayaan Indonesia.

Sebagai sejarah pemikiran yang terjadi di dalam sejarah suatu masyarakat dan kebudayaan, dapat dipahami bahwa evolusi pemikiran mengenai Pancasila itu pun bersifat kompleks. Kompleksitas itu meliputi argumentasi, perumusan, dan status Pancasila, yang merupakan bagian dari proses kebudayaan tersebut yang pada hakikatnya memang selalu bersifat kompleks.

Khusus mengenai kebudayaan Indonesia, dapat dikatakan bahwa aliran-aliran kebudayaan di dunia ini dalam penyebarannya melintasi masyarakat Indonesia, yang terletak di dalam persimpangan arus lalu lintas dunia (Nusantara). Hal ini satu dan lain hal akan menyebabkan adanya beberapa aliran ideologi yang ikut mewarnai dan membentuk perkembangan pemikiran mengenai Pancasila itu. Proses seleksi dan interpretasi atas dasar Ideologi Kebangsaan terhadap ideologi-ideologi dari luar sedang terjadi, sebagai bagian dari proses akulturasi di dalam perkembangan sejarah kebudayaan Indonesia.

Akulturasi merupakan kekuatan budaya yang tampak menonjol di dalam sejarah kebudayaan Indonesia. Dalam penilaian uraian mengenai proses akulturasi itu pemikiran mengenai adanya substrat-original di dalam kebudayaan Indonesia menjadi menonjol pula. Yang dimaksud dengan substrat-original adalah basis dasar yang asli di dalam perkembangan kebudayaan Indonesia. Perkataan lain yang lebih popular mengenai hal ini adalah kepribadian Indonesia atau pandangan hidup bangsa. Hal ini erat hubungannya dengan eksistensi masyarakat dan kebudayaan Indonesia Purba, yaitu masyarakat dan kebudayaan Indonesia sebelum masuknya pengaruh-pengaruh dari luar ke Indonesia.

4.Dua Fungsi dari Kebudayaan Nasional Indonesia

Terdapat dua asas yang berbeda mengenai fungsi kebudayaan nasional Indonesia yang kurang mendapat perhatian dalam polemik kebudayaan. Berdasarkan fungsinya yang berbeda dalam kehidupan masyarakat negara Indonesia, kebudayaan nasional Indonesia dapat berfungsi: (1) sebagai suatu sistem gagasan dan pralambang yang memberi identitas kepada warga negara Indonesia, dan (2) sebagai suatu sistem gagasan dan pralambang yang dapat dipakai oleh semua warga negara Indonesia yang bhinneka itu, untuk saling berkomunikasi dan dengan demikian dapat memperkuat solidaritas.

Dalam fungsinya yang pertama, suatu unsur kebudayaan dapat menjadi suatu unsur dalam kebudayaan nasional Indonesia apabila memiliki tiga syarat, yaitu: (1) harus merupakan hasil karya warga negara Indonesia, atau hasil karya orang-orang zaman dahulu yang berasal dari daerah-daerah yang sekarang merupakan wilayah negara Indonesia; (2) unsur itu harus merupakan hasil karya warga negara Indonesia yang tema pikiran atau wujudnya mengandung cirri-ciri khas Indonesia; (3) harus juga merupakan hasil karya warga negara Indonesia yang oleh sebanyak mungkin warga negara Indonesia lainnya dinilai sedemikian tingginya sehingga dapat menjadi kebanggaan mereka semua, dan dengan demikian mereka mau mengidentitaskan diri dengan unsur kebudayaan itu.

Dalam fungsinya yang kedua, maka unsur kebudayaan dapat menjadi unsur kebudayaan nasional Indonesia apabila unsur itu mempunyai juga paling sedikit tiga syarat. Dua di antaranya sama dengan syarat nomor satu dan dua pada unsur kebudayaan nasional Indonesia dalam fungsinya yang pertama, hanya saja syarat nomor dua menjadi kurang penting, sedangkan syarat nomor tiga bagi unsur kebudayaan nasional Indonesia dalam fungsinya yang kedua berbeda, sehingga dengan demikian unsur itu harus merupakan hasil karya dan tingkah laku warganegara Indonesia yang dapat dipahami oleh sebagian besar orang Indonesia yang berasal dari kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa, umat agama, dan ciri-ciri keturunan ras yang beraneka warna itu, sehingga dapat menjadi gagasan kolektif dan unsur-unsurnya dapat berfungsi sebagai wahana komunikasi dan alat untuk menumbuhkan saling pengertian di antara aneka warna orang Indonesia, dan karena itu dapat mempertinggi rasa solidaritas bangsa.D.Kesimpulan

Kebudayaan nasional Indonesia berakar dari adanya keanekaragaman budaya daerah. Kebudayaan nasional merupakan kepribadian bangsa yang dalam wujudnya dapat berupa pandangan hidup, cara berfikir, dan sikap terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa. Kebudayaan daerah yang merupakan akar kebudayaan nasional harus berpedoman pada dasar falsafah negara Pancasila, sehingga dapat meningkatkan ketakwaan, menanamkan perikemanusiaan, memperkuat persatuan dan kesatuan, serta sifat lain yang selaras dengan nilai Pancasila.

E.Daftar Pustaka

Alfian. 1985. Sejarah Pemikiran tentang Kebudayaan. Penerbit PT Gramedia: Jakarta.

Pranarka, A. M.W. 1985. Sejarah Pemikiran tentang Pancasila. Centre for Strategic and International Studies: Jakarta.

Tilaar, H. A. R. 2007. Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia. Penerbit PT Rineka Cipta: Jakarta.

Yunan, Achmad dan R.E.M. Soerjanegara. 2000. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Penerbit Angkasa: Bandung. Muh. Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945, jilid I, op. cit., hal. 89-92.

Lihat M. Bonneff dkk., op. cit., hal. 225-260.

Lihat Teilhard De Chardin, Human Energy, op. cit., hal. 99-127. Teillhard De chardin, Activation of Energy, op. cit., hal. 29-42.

Lihat J. W. M. Bakker, Beberapa Tjatatan tentang Perpaduan Antara Hinduisme dengan Kebudajaan Aseli Indonesia, Mimeograf, Yogyakarta, 1962; J. W. M. Bakker, Aliran-aliran Modern dalam Pikiran dan Kebudajaan Bangsa Indonesia,Monograph, Yogyakarta, 1962.

Pendapat-pendapat mengenai sejarah kebudayaan Indonesia ini intinya diangkat dari pemikiran-pemikiran J. W. M. Bakker. Tentang proses perkembangan kebudayaan Indonesia lihat Ali Moertopo, Strategi Kebudayaan, Jakarta, CSIS, 1978.

Istilah gagasan kolektif (representation collective), diambil dari ahli sosiologi E. Durkheim, yang pertama kali mengembangkan konsep itu dalam bukunya Les Regles de la Methode Sociologique (1985), kemudian menguraikannya lagi dalam karangan berjudul Representations Individuelles et Representations Collectives, yang dimuat dalam majalah Review de Metaphysique, VI (1989: hlm. 294-302).

7