Upload
phamhuong
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEBUTUHAN DAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI PENGRAJIN BATIK TULIS
PEKALONGAN: STUDI KASUS DI KECAMATAN WIRADESA KABUPATEN PEKALONGAN
Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi
Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan
Oleh:
HERTIKA ANRI FAJRIATI NIM. A2D009007
PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
ii
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Hertika Anri Fajriati
NIM : A2D009007
Jurusan : S1 Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
Semarang
Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kebutuhan dan
Perilaku Pencarian Informasi Pengrajin Batik Tulis Pekalongan: Studi Kasus di
Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan” adalah benar-benar karya ilmiah saya
sendiri, bukanlah hasil plagiat karya ilmiah orang lain, baik sebagian maupun
keseluruhan, dan semua kutipan yang ada di skripsi ini telah saya sebutkan sumber
aslinya berdasarkan tata cara penulisan kutipan yang lazim pada karya ilmiah.
Semarang, 23 Agustus 2013
Yang menyatakan,
Hertika Anri Fajriati
NIM A2D009007
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Jadikanlah pengalaman baik menjadi sebuah kebiasaan, dan tetap kenang
pengalaman buruk, untuk dijadikan pelajaran kedepannya..
(quote : @mushlimhs)
Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua.
(Aristoteles)
PERSEMBAHAN
Dengan terselesaikannya skripsi ini, maka penulis
mempersembahkannya kepada :
1. Bapak Hermanto dan Ibu Sumiati sebagai orang
tua tercinta, terima kasih atas cinta, kasih sayang,
do’a perhatian, dan pengorbanan yang telah
diberikan.
2. Semua sahabat dan teman-teman yang selalu
memberi motivasi dan dukungan untuk terus maju
dan berkembang.
iv
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui oleh Dosen Pembimbing untuk diajukan ke sidang Panitia
Ujian Skripsi pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 27 Agustus 2013
Disetujui oleh,
Dosen Pembimbing
Dra. Sri Ati, M.Si
NIP 195305021979012001
v
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah diuji oleh Panitia Ujian Skripsi pada
tanggal 11 September 2013
Ketua Penguji,
Prof. Dr. Sutejo K.W., M.Si. NIP. 196005151985031004
Anggota I,
Bahrul Ulumi, S.S., M.Hum. NIP. 197007231999031001
Anggota II,
Dra. Sri Ati, M.Si. NIP. 195305021979012001
vi
PRAKATA
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas hidayah, rahmat
dan anugerah-Nya, penulis akhirnya berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul :
“Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Pengrajin Batik Pekalongan Studi
Kasus di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan”.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai gelar
sarjana S-1 pada Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas
Diponegoro Semarang.
Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit hambatan yang dialami oleh
penulis, oleh karena itu banyak dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan jasa terima kasih kepada
1. Bapak Dr. Agus Maladi Irianto, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Diponegoro.
2. Ibu Dra. Sri Ati, M.Si. selaku Ketua Progam Studi S1 Ilmu Perpustakaan
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.
3. Ibu Dra. Ngesti Lestari, M.si selaku Dosen Wali dari penulis.
4. Ibu Dra. Sri Ati, M.Si. selaku Dosen pembimbing yang telah memberikan
arahan, bimbingan, petunjuk dan saran dalam penulisan skrispi ini.
5. Bapak Prof. Dr. Sutejo K.W., M.Si. dan bapak Bahrul Ulumi, S.S., M.Hum.
selaku dosen penguji skripsi, terimakasih atas segala masukan dan sarannya.
vii
6. Seluruh Dosen dan Staff Progam Studi S1 Ilmu Perpustakaan yang telah
memberikan ilmu, bantuan, dan masukan kepada penulis.
7. Bapak Hermanto dan Ibu Sumiati, selaku orang tua dari penulis tercinta
terimakasih atas kasih sayang yang selalu tercurahkan untuk penulis, Mohamad
Rohman Hakim, Herdito Fuad Agym, dan Aprilia Ghalia Fatin adik-adik dari
penulis yang selalu memberikan keceriaan dikala penulis hilang semangat.
8. Simbah Sindon, Mbah Kakung, Mbah Uti, yang selalu mendoakan penulis
untuk selamat, sukses dan bahagia.
9. Abdul Munir terimakasih atas dukungan, semangat, kasih sayang dan
kesabarannya menemani penulis.
10. Bapak H. Daanan, Zamroni, Sutoyo, H. Abdul Haris, dan Khaerudin, selaku
informan yang telah banyak memberikan informasi, data, perhatian, dan
bantuannya selama penelitian.
11. Mbul, Ndud, Mott, Cung teman-teman seperjuangan, Teddy, Jefri, Icang, Laila,
Manda, Yogi, Nafsil, Dhian terimakasih atas semangat dan dukungannya
selama ini.
12. Kepada semua teman-teman seperguruan ilmu perpustakaan angkatan 2009
yang telah mendukung penulis selama ini.
13. Anak-anak kost Perumda 60, Kokom, Ratih, Galuh, Jenis, Dila terimakasih
untuk motivasi dan rasa kekeluargaan selama ini.
14. Teman-teman KKN ceria tercinta, Rucy, Faizal, Tommy, Jeffry, Cita, Winda,
Silvi, Maya, Ika, Lintang. Terimakasih atas pengalaman yang tak terlupakan.
viii
15. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu:
Dalam skripsi ini mungkin masih banyak kekurangan, jika terdapat kesalahan
dalam skripsi ini, maka peneliti memohon kritik dan saran yang membangun.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Semarang, 23 Agustus 2013
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................i
PERNYATAAN .................................................................................................ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .....................................................................iii
HALAMAN PERSETUJUAN ...........................................................................iv
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................v
PRAKATA .........................................................................................................vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xii
DAFTAR TABEL ..............................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................xvi
ABSTRAK .........................................................................................................xv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
1.3. Batasan Masalah ............................................................................................ 4
1.4. Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 5
1.5. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 5
1.6. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 5
1.7. Kerangka Pikir .............................................................................................. 7
1.8. Batasan Istilah ............................................................................................... 8
BAB II. TINJAUAN LITERATUR
2.1. Informasi ....................................................................................................... 10
2.2. Kebutuhan Informasi ..................................................................................... 11
2.3. Perilaku Pencarian Informasi ........................................................................ 13
x
2.4. Batik .............................................................................................................. 16
2.4.1. Pengertian Batik ................................................................................. 16
2.4.2. Jenis Batik .......................................................................................... 17
2.4.3. Batik sebagai Kebutuhan dan Keinginan Masyarakat ....................... 18
2.5. Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 20
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Desain Penelitian ........................................................................... 25
3.2. Subyek dan Objek Penelitian ........................................................................ 26
3.2.1. Subyek dan Objek .............................................................................. 26
3.2.2. Informan ........................................................................................... 26
3.3. Variabel dan Indikator .................................................................................. 28
3.4. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 28
3.5. Sumber Data .................................................................................................. 28
3.5.1. Data Primer ....................................................................................... 29
3.5.2. Data Sekunder ................................................................................... 30
3.5.3. Foto ................................................................................................... 30
3.6. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 21
3.7. Teknik Analisis Data ..................................................................................... 33
BAB IV. GAMBARAN UMUM PENGRAJIN BATIK PEKALONGAN
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian .............................................................. 39
4.2. Batik Pekalongan ......................................................................................... 44
4.2.1. Warisan Budaya Tak Benda (Cultural Heritage) ............................. 44
4.2.2. Sejarah Batik di Indonesia ............................................................... 45
4.2.3. Sejarah Batik Pekalongan ................................................................ 46
4.2.4. Batik Dulu dan Sekarang ................................................................. 48
4.2.5. Industri Batik Tulis .......................................................................... 49
4.2.6. Gaya Ragam Hias Batik Pekalongan ............................................... 50
xi
4.2.7. Jenis-Jenis Batik .............................................................................. 53
4.2.7.1. Batik Tulis ......................................................................... 54
4.2.8. Perkembangan Batik Pekalongan .................................................... 55
4.3. Pengrajin Batik Tulis ................................................................................... 56
BAB V. ANALISIS HASIL PENELITIAN
5.1. Informan yang Terlibat dalam Penelitian ....................................................... 59
5.2. Analisis Data .................................................................................................. 59
5.2.1. Awal Mula Usaha Batik Pekalongan ................................................ 59
5.2.2. Pembatikan dan Tenaga Kerja .......................................................... 61
5.2.3. Informasi yang Dibutuhkan Informan .............................................. 64
5.2.4. Tujuan Mencari Informasi Tentang Batik ........................................ 67
5.2.5. Jenis Informasi .................................................................................. 69
5.2.6. Bentuk Informasi .............................................................................. 71
5.2.7. Sumber Informasi ............................................................................. 73
5.2.8. Informasi dari Perpustakaan ............................................................. 74
5.2.9. Motif dan Ragam Hias Batik Pekalongan ........................................ 76
5.2.9.1. Motif yang Dikenal Informan ............................................ 76
5.2.9.2. Motif dan Ragam Hias Batik yang Diproduksi ................ 78
5.2.10. Desain Batik Pekalongan ................................................................ 81
5.2.11. Tempat Mencari Informasi ............................................................. 84
5.2.12. Cara Mencari Informasi .................................................................. 86
5.2.13. Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Berdasarkan
Pendidikan ...................................................................................... 89
5.2.14. Kendala ........................................................................................... 91
BAB VI. PENUTUP
6.1. Simpulan ....................................................................................................... 93
6.2. Saran .............................................................................................................. 95
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 97
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.7. Kerangka Pikir............................................................................... .7
Gambar 4.1. Gambar Peta Kecamatan Wiradesa .............................................. 43
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2.2. Data Informan ............................................................................... 27
Tabel 4.1.1. Mata Pencaharian Penduduk Kec. Wiradesa ................................. 40
Tabel 4.1.2. Perekonomian Di Kec. Wiradesa .................................................. 41
Tabel 4.1.3. Produk Unggulan Di Kec. Wiradesa ............................................. 42
Tabel 5.1. Informan yang Terlibat dalam Penelitian....................................... 59
Tabel 5.2.1. Hasil Wawancara 1 di lampiran ..................................................... 3
Tabel 5.2.2. Hasil Wawancara 2 di lampiran ..................................................... 4
Tabel 5.2.3. Hasil Wawancara 3 di lampiran ..................................................... 6
Tabel 5.2.4. Hasil Wawancara 4 di lampiran ..................................................... 7
Tabel 5.2.5. Hasil Wawancara 5 di lampiran ..................................................... 8
Tabel 5.2.6. Hasil Wawancara 6 di lampiran ..................................................... 10
Tabel 5.2.7. Hasil Wawancara 7 di lampiran ..................................................... 11
Tabel 5.2.8. Hasil Wawancara 8 di lampiran ..................................................... 12
Tabel 5.2.9.1. Hasil Wawanara 9.1 di lampiran ................................................. 13
Tabel 5.2.9.2. Hasil Wawanara 9.2 di lampiran ................................................. 15
Tabel 5.2.10. Hasil Wawancara 10 di lampiran ................................................. 17
Tabel 5.2.11. Hasil Wawancara 11 di lampiran ................................................. 19
Tabel 5.2.12. Hasil Wawancara 12 di lampiran ................................................. 21
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A Daftar Pertanyaan Wawancara ............................................ 1
LAMPIRAN B Reduksi Data Hasil Wawancara .......................................... 2
LAMPIRAN C Surat Keterangan Penelitian FIB .......................................... 22
LAMPIRAN D Dokumentasi Penelitian ........................................................ 23
LAMPIRAN E Lembar Konsultasi Skripsi ................................................... 26
LAMPIRAN F Biodata Penulis ..................................................................... 27
xv
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “ Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi
Pengrajin Batik Tulis Pekalongan: Studi Kasus di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa kebutuhan informasi dan bagaimana perilaku pencarian informasi pengrajin batik Pekalongan. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus. Adapun subjek penelitian yang dijadikan sumber dalam penelitian ini mengambil 5 (lima) informan pengrajin batik tulis Pekalongan. Jenis dan sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi, kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa informasi yang dibutuhkan oleh sebagian besar informan (3 dari 5) menyatakan bahwa bentuk informasi yang dibutuhkan antara lain buku-buku, majalah, tabloid, dan informasi dari internet. Subjek yang mereka butuhkan dalam pengembangan usaha batik Pekalongan meliputi tentang UKM, manajemen dan pengelolaan usaha batik, cara pembatikan, informasi tentang seminar batik, pelatihan tentang motif corak ragam hias batik, serta pameran dan pelatihan tentang batik. Sebagian kecil masih mengandalkan informasi dari warisan turun temurun orang tua. Informan belum memanfaatkan informasi dari perpustakaan. Kendalanya mereka belum memperoleh hak cipta atas hasil batik yang mereka produksi. Saran yang diajukan yaitu perlu adanya perhatian dari berbagai pusat sumber informasi seperti perpustakaan dalam memberikan layanan informasi tentang motif batik dan perkembangan batik dan perlu adanya pemberian hak cipta karya batik sendiri oleh pengrajin batik tulis untuk memberi nama produk batik yang mereka produksi.
Kata kunci: kebutuhan, perilaku informasi, batik Pekalongan.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Batik sebagai salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang telah
mendunia dan menjadi brand image kebudayaan Indonesia yang telah
terdaftar dan diakui oleh UNESCO dan memperoleh hak cipta sebagai salah
satu dari warisan budaya kekayaan Indonesia. Tanggal 2 Oktober 2009
dijadikan Hari Batik Nasional sejak UNESCO menetapkan batik
sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity. Dengan
penetapan ini, Indonesia diminta untuk melestarikan motif hias khas yang
ada sejak zaman dulu kala. Indonesia pun memiliki kebanggaan sebagai
pewaris kebudayaan batik yang diakui dunia. Menilik etimologinya, kata
batik berasal dari kata "amba" dan "titik", yang berarti "menulis titik". Ada
juga yang berpendapat bahwa batik secara hipotesis berasal dari akar kata
Proto-Austronesian, yaitu "beCik" yang berarti "melakukan tato". Kata ini
sendiri kemudian tercatat pertama kali secara resmi dalam bahasa Inggris
di Encyclopedia Britannica pada 1880, dengan tulisan "battik".
Batik dalam kemajuan pengetahuan dan teknologi semakin dikenal
dan dijadikan sebagai icon penting ciri khas bangsa Indonesia. Saat ini
peminat batik bukan hanya sebagian masyarakat tertentu saja, melainkan
menjalar ke semua lapisan masyarakat Indonesia dan semakin
diperkenalkan ke dunia Internasional serta dilestarikan. Sekarang banyak
2
instansi-instansi pemerintah maupun swasta yang menetapkan hari batik
pada setiap karyawan dan karyawan suatu instansi harus menggunakan batik
pada hari tersebut. Ini menunjukkan bahwa batik sangat diminati oleh semua
kalangan. Batik pun kini tidak lagi dianggap tradisional dan kuno, tetap bisa
dipadu-padankan dengan fashion modern, dan tidak ada alasan untuk malu
untuk berbatik.
Kota Pekalongan merupakan kota batik. Sudah diakui oleh bangsa
Indonesia bahwa pusat produksi batik adalah di Kota dan Kabupaten
Pekalongan, walaupun banyak kota – kota di Indonesia yang juga terkenal
dengan produksi batik seperti di Solo, Yogyakarta, dan lain sebagainya,
tetapi di Pekalongan sudah terkenal dengan batiknya dan ada pusat
perbelanjaan khusus batik yaitu di International Batik Center (IBC). Di kota
batik banyak sekali pengrajin batik yang menggeluti usaha dengan berbagai
variasi batik dan mengikuti trend yang berkembang saat ini. Usaha batik
kini telah menjamur di semua lapisan masyarakat, usaha ini sangat
berkembang dengan pesat dan tumbuh menjadi bagian dari usaha
melestarikan warisan budaya bangsa. Banyak dari mereka yang
memproduksi semua jenis dan motif khas Pekalongan dengan semua kreasi
masa kini dan mengikuti mode yang berkembang dengan pesatnya.
Banyaknya pengrajin batik yang menjamur di kota batik ini otomatis
menimbulkan persaingan usaha yang semakin ketat dan persaingan untuk
memberikan layanan terbaik baik dari segi koleksi batik dan berbagai
macam kreasi, variasi unik lainnya yang tidak di tampilkan oleh pengrajin
3
lain. Persaingan mendorong para pengrajin batik tulis untuk memperoleh
informasi yang lebih banyak dan informasi terkini untuk menghadapi
persaingan dan perkembangan mode dan motif yang sangat variatif dan
menarik perhatian konsumen.
Menurut teori Belkin dalam Suwanto (1997: 19) dinyatakan bahwa
kebutuhan informasi dan perilaku pencarian informasi dapat dipengaruhi
oleh bermacam-macam sebab, antara lain latar belakang sosial budaya,
pendidikan, tujuan yang ada dalam diri manusia tersebut, serta lingkungan
sosialnya. Selanjutnya Suwanto (1997: 19) menerangkan juga bahwa
kebutuhan informasi muncul karena adanya kesenjangan antara kebutuhan
seseorang akan informasi dan ketersediaan informasi yang dimilikinya.
Kesenjangan tersebut dapat dihilangkan dengan bertanya, menghasilkan ide,
dan/atau melakukan penelitian, sehingga pada saat seseorang merasa masih
kurang atas pengetahuan yang dimilikinya maka akan terdorong keinginan
menambah informasi mereka untuk melengkapi pengetahuannya, dari itu
mereka melakukan pencarian informasi yang dibutuhkan dengan mulai
melakukan pemilihan informasi secara tepat. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa karena ada kesenjangan dalam diri seseorang, maka
muncul kebutuhan informasi. Kesenjangan dalam pikiran seseorang tersebut
disebut dengan situasi problematik atau masalah. Untuk mengatasi
kesenjangan tersebut, manusia akan berusaha mencari dan menggunakan
sumber infromasi.
4
Oleh karena itu perlu diketahui informasi apa yang dibutuhkan oleh
para pengrajin batik tulis Pekalongan dan bagaimana memenuhi kebutuhan
informasi pengrajin batik tulis tersebut, maka penelitian ini sangat penting
dilakukan agar dapat mengetahui kebutuhan dan perilaku pencarian
informasi para pengrajin batik tulis di Pekalongan. Peneliti sangat tertarik
untuk mengadakan penelitian kebutuhan dan pencarian informasi pengrajin
batik dan membatasi daerah penelitian dengan mengambil daerah
Kecamatan Wiradesa sebagai pusat perkembangan batik Pekalongan. Untuk
itu peneliti akan mengadakan penelitian dengan judul penelitian “Kebutuhan
dan Perilaku Pencarian Informasi Pengrajin Batik Tulis Pekalongan: Studi
Kasus di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan.”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi permasalahan tersebut di
atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji adalah:
1. Apa saja informasi yang dibutuhkan para pengrajin batik tulis
Pekalongan di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan ?
2. Bagaimana cara para pengrajin batik tulis Pekalongan mencari
informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi mereka ?
1.3. Batasan Masalah
Penelitian ini akan membahas tentang kebutuhan dan perilaku
pencarian informasi pengrajin batik tulis Pekalongan di Kecamatan
Wiradesa Kabupaten Pekalongan, dan yang dimaksud dengan pengrajin
5
batik tulis dalam penelitian ini adalah orang atau pengrajin batik Pekalongan
yang memproduksi batik tulis.
1.4. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini mengambil tempat di Kecamatan Wiradesa Kabupaten
Pekalongan dengan pemetaan para pengrajin batik tulis di daerah
Pekalongan yang sudah terdaftar secara resmi. Waktu penelitian
berlangsung selama tiga bulan yaitu bulan Mei – Juli 2013.
1.5. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa kebutuhan
informasi dan bagaimana perilaku pencarian informasi pengrajin batik tulis
Pekalongan.
1.6. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti
a. Peneliti dapat mengetahui cara melakukan kajian terhadap
kebutuhan informasi.
b. Peneliti dapat mengetahui cara melakukan kajian terhadap
perilaku informasi para pengusaha batik tulis.
c. Peneliti dapat mengembangkan bidang keilmuannya di dunia
perpustakaan.
d. Peneliti dapat memberikan referensi baru mengenai kebutuhan
informasi di bidang kewirausahaan.
6
2. Bagi Pengrajin
a. Pengrajin batik tulis dapat mengetahui sumber-sumber
informasi yang diperoleh oleh para pengrajin lain dan
dijadikan referensi sendiri dalam memvariasi motif batiknya.
b. Pengrajin batik tulis dapat mengembangkan usahanya dalam
mendalami motif-motif batik yang ada di Pekalongan.
3. Bagi Masyarakat Umum
a. Masyarakat dapat mengetahui berbagai motif batik yang ada di
Pekalongan.
b. Lebih variatif dalam pemilihan produk batik yang telah ada di
kota Batik ini.
c. Masyarakat mengetahui berbagai informasi dan
membendaharai pengetahuan tentang batik Pekalongan itu
sendiri.
7
1.7. Kerangka Pemikiran
Pengetahuan yang dimiliki pengrajin batik tulis
Pekalongan
Pengetahuan yang dibutuhkan oleh pengrajin
batik tulis Pekalongan
kesenjangan
Perilaku pencarian informasi
Kebutuhan informasi
� Tujuan � Jenis
Informasi � Bentuk
Informasi � Pemanfaatan
informasi
� Melalui media apa
� Di mana mencari informasi
� Bagaimana melakukan pencarian
8
1.8. Batasan Istilah
1. Informasi: Informasi menurut KBBI berarti penerangan, pemberitahuan,
kabar atau berita tentang sesuatu.
Informasi dalam penelitian ini adalah informasi yang dibutuhkan para
pengrajin batik tulis tentang seni batik dan informasi yang mendukung
perkembangan batik Pekalongan.
2. Kebutuhan informasi: Kebutuhan menurut KBBI adalah butuh, sangat
perlu menggunakan, memerlukan.
Kebutuhan informasi dalam penelitian ini berarti kebutuhan informasi
para pengrajin batik Pekalongan untuk mengembangkan produksi
batiknya.
3. Perilaku pencarian informasi: Perilaku menurut KBBI adalah tanggapan,
atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Pencarian
menurut KBBI adalah proses, cara, perbuatan mencari, pekerjaan dan
sebagainya yang menjadi pokok penghidupan.
Perilaku pencarian informasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
perilaku atau cara mencari informasi dari para pengrajin batik di
Pekalongan untuk menggali motif batik yang ada dan perkembangannya.
4. Batik: Menurut KBBI batik adalah kain bergambar yang pembuatannya
secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu,
kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu.
Batik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah batik asli Pekalongan.
9
5. Batik Tulis: Menurut KBBI batik tulis adalah batik yang ditulis dengan
tangan, tidak dicetak. Batik tulis dalam penelitian ini adalah batik tulis
asli Pekalongan.
6. Pengrajin Batik: pengrajin menurut KBBI adalah orang yang bersifat
rajin, orang yang pekerjaannya (profesinya) membuat barang kerajinan.
Pengrajin batik yang dimaksud adalah para pengrajin batik tulis di
Pekalongan.
10
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2.1. Informasi
Informasi adalah suatu hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan
manusia, dan menjadi kebutuhan bagi pengrajin batik tulis Pekalongan.
Dalam hidup bermasyarakat mereka tidak dapat terlepas dari pentingnya
informasi yang dapat diperoleh dari berbagai media, baik media cetak,
elektronik, maupun dari kecanggihan internet. Informasi adalah penerangan,
keterangan, pemberitahuan, kabar atau berita. Informasi juga merupakan
keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian analisis atau
kesimpulan. Menurut Chih chih dan Peter Heron dalam Lallo (2002: 14)
informasi merupakan keseluruhan dari pengetahuan, ide, fakta dan kerja
imajinatif dari pikiran yang dikomunikasikan secara formal dan/atau
nonformal dalam berbagai bentuk. Newman dalam Suwanto (1997: 17)
mengungkapkan bahwa informasi berisi data kasar dan fakta, pengetahuan
yang meliputi organisasi, klasifikasi, perbandingan dan pemikiran yang
membawa kepada suatu pendapat tentang konsep-konsep dan generalisasi.
Suwanto (1997: 17) juga mengungkapkan bahwa informasi berisi data, fakta
dan pengetahuan yang bermakna yang dapat membantu individu untuk
memberi makna terhadap situasi yang dialaminya. Informasi merupakan arti
yang diungkapkan manusia atau oleh abstrak dari fakta, representasi fakta
11
dan sama dengan cara konvensi yang diketahui dari representasi yang
digunakan (Sulistyo-Basuki, 1993: 87). Informasi merupakan sesuatu
stimulus yang mampu menghilangkan ketidakpastian. Maksudnya bahwa
dengan seseorang memperoleh informasi, maka orang tersebut akan
memperoleh pemahaman. Pemahaman yang dimiliki seseorang akan mampu
membuat seseorang menjadi lebih yakin.
Dari beberapa definisi tentang informasi di atas, maka informasi dapat
secara singkat dijelaskan bahwa informasi merupakan keseluruhan data,
fakta dan pengetahuan yang diterima oleh seseorang atau kelompok dan
telah diproses sedemikian rupa kemudian dikomunikasikan secara formal
atau tidak formal dan dalam berbagai bentuk sehingga memiliki makna bagi
penggunanya.
2.2. Kebutuhan Informasi
Kebutuhan informasi terjadi dimana seseorang merasa ada
kekosongan informasi atau pengetahuan sebagai akibat desakan informasi
yang makin berkembang atau sekedar ingin tahu. Kekurangan ini perlu
dipenuhi dengan informasi baru sesuai dengan kebutuhannya. Pemenuhan
informasi ini yang mendorong seseorang berinteraksi atau berkomunikasi
dengan berbagai sumber informasi untuk mendapatkan informasi yang
sesuai dengan kebutuhannya (Yusup, 2010: 68).
Kebutuhan informasi adalah sesuatu yang sebaiknya seseorang miliki
dalam pekerjaan, penelitian dan rekreasinya (Line dalam Laloo, 2002: 12).
12
Kebutuhan informasi merupakan permintaan seseorang akan suatu
informasi.
Berdasarkan teori Kuhlthau dalam Suwanto, (1997: 19), kebutuhan
informasi muncul karena adanya gap (kesenjangan informasi) antara
informasi yang dimiliki oleh seseorang dengan informasi yang seharusnya
dimiliki oleh orang tersebut untuk mendukung kegiatannya sehari-hari
memunculkan kebutuhan informasi.
Kebutuhan informasi seseorang memang beragam tergantung faktor-
faktor yang mempengaruhinya, seperti lingkungan dan kehidupan sosial
manusia. Dalam kehidupan pengrajin batik tulis misalnya, kebutuhan
informasi akan sangat beragam mulai dari pemasaran dan memvariasi corak
dan ragam hias batik Pekalongan itu sendiri, sesuai dari faktor yang
mempengaruhi. Menurut Pendit dalam Suwanto, (1997: 20), menyatakan
bahwa tindakan manusia dalam kebutuhan informasinya didasarkan pada
sebuah gambaran tentang lingkungan, pengetahuan, situasi dan tujuan yang
ada dalam diri manusia.
Jadi kebutuhan informasi adalah suatu kebutuhan seseorang akan
informasi yang baru untuk menambah pengetahuan yang dimilikinya
sekarang agar dapat menempatkan diri pada individu yang mengikuti
perkembangan informasi secara berkelanjutan dan dapat bermanfaat untuk
mencapai tujuan. Pencarian informasi para pengrajin batik tulis ini
merupakan upaya menemukan informasi dengan tujuan tertentu sebagai
akibat dari adanya kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu. Kebutuhan
13
informasi pengrajin batik tulis Pekalongan juga akan mempengaruhi
bagaimana para pengrajin batik tulis Pekalongan menentukan informasi apa
saja yang menjadi kebutuhan mereka dan bagaimana mendapatkan
informasi tersebut, agar bermanfaat bagi kelangsungan hidup para pengrajin
batik tulis Pekalongan.
2.3. Perilaku Pencarian Informasi
2.3.1. Pengertian perilaku
Perilaku pada konsep kognitif terjadi dalam suatu life space atau ruang
pengalaman seseorang, yang secara relative patut pada hukum-hukum
psikologis. Menurut Yusup, perilaku yang dimaksud tersebut dapat dijejaki
melalui beberapa cara antara lain (Yusup 2009: 309) :
a) Setiap orang mempunyai kegiatan atau tindakan dan kemauan yang
jelas. Hampir tidak ada atau bahkan mungkin tidak ada orang yang
tidak berbuat atau tidak mempunyai kemauan.
b) Orang juga bisa diidentifikasi dengan adanya perubahan sikap yang
bisa dilihat hasilnya. Sikap memang bisa berubah, karena antara lain
oleh adanya terpaan informasi yang terus menerus.
c) Orang ditandai dengan adanya sikap dalam menerima perubahan nilai
tentang suatu subjek atau kegiatan.
d) Terbentuknya pola hubungan yang baru diantara dua peristiwa atau
lebih. Pola hubungan baru inilah yang dinamakan sebagai hasil belajar
atau hasil perubahan perilaku seseorang.
14
Kemudahan dalam mencari, kecepatan dalam menemukan informasi,
biaya untuk mendapatkan informasi, kelengkapan informasi, dan keakuratan
informasi yang didapatkan akan sangat mempengaruhi bagaimana cara
seseorang melakukan pencarian informasi.
Menurut penelitian Rogers (dalam Notoatmodjo, 2003), diungkapkan
bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam
diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
c) Evaluation (menimbang – nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses
seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif
maka perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (long
lasting).
Menurut Ellis dalam Laloo (2002: 16), dikemukakan beberapa
tahapan perilaku pencarian informasi dari para peneliti, pertama-tama ia
menggambarkan karakteristik dari peneliti social, science, dan engineering.
15
Tahapan perilaku pencarian informasi yang dikemukakan Ellis
sebagai berikut:
a) Starting: artinya individu mulai mencari informasi misalnya bertanya
pada seseorang yang ahli di salah satu bidang keilmuan yang diamati
oleh individu tersebut.
b) Chaining: menulis hal-hal yang dianggap penting dalam sebuah
cacatan kecil.
c) Browsing: suatu kegiatan mencari informasi yang terstruktur atau semi
terstruktur.
d) Diferentiating: pembagian atau reduksi data atau pemilihan data,
mana yang akan digunakan dan mana yang tidak diperlukan.
e) Monitoring: selalu memantau atau mencari berita-berita/informasi-
informasi yang terbaru (up to date)
f) Extrating: mengambil salah satu informasi yang berguna dalam
sebuah sumber informasi tertentu. Misalnya, mengambil salah satu file
dari sebuah world wide web (www) dalam dunia internet.
g) Verifying: mengecek ukuran dari data yang telah diambil
h) Ending: akhir dari pencarian
Menurut Kuhlthau dalam Laloo (2002: 16), disebutkan bahwa
mempelajari perilaku pencarian informasi mahasiswa yang melakukan tugas
penelitian, merumuskan model yang menggambarkan pola umum dari tugas,
perasaan, pikiran dan tindakan di bagi dalam enam tahap yaitu:
a. Inisiasi: untuk mengenali kebutuhan informasi
16
b. Seleksi: untuk mengidentifikasi topik umum
c. Eksplorasi: untuk menyelidiki informasi tentang topik umum
d. Perumusan: untuk merumuskan perspektif yang difokuskan
e. Koleksi: untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan fokus
f. Persentation: untuk menyelesaikan pencarian informasi
Wilson dalam Laloo, (2002: 17), mengungkapkan dalam bukunya
yang berjudul Information Need, Information Seeking Behavior and User,
bahwa di sisi lain perilaku mencari informasi muncul sebagai konsekuensi
dari kebutuhan yang dirasakan dan diperlukan oleh pengguna informasi.
Sebab itu untuk memenuhi kebutuhannya terdapat suatu tuntutan kepada
sumber informasi formal atau informal atau jasa, yang menghasilkan
keberhasilan atau kegagalan untuk menemukan informasi yang relevan .
Jika berhasil, individu kemudian memanfaatkan informasi yang ditemukan
dan mungkin baik lengkap maupun sebagian memenuhi kebutuhan yang
dirasakan, jika ia gagal untuk memenuhi kebutuhan itu, ia harus mulai
mencari lagi.
2.4. Batik
2.4.1. Pengertian Batik
Batik menurut Wikipedia bahasa Indonesia adalah salah satu cara
pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada 2 hal, yaitu
yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam
untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Pengertian yang kedua
17
adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk
penggunaan motif tertentu yang memiliki kekhasan.
Batik, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional), berarti kain yang digambar secara
khusus dengan cara menuliskan malam pada kain dan pengolahannya
diproses dengan cara tertentu. Menurut Doelah dalam Indrojarwo (2011)
batik adalah produk tekstil yang dibuat dengan teknik celup rintang dalam
penerapan desainnya, dengan mempergunakan bahan perintang lilin batik
dan menampilkan ragam–ragam hias khas batik ataupun ragam hias etnis
Indonesia. Kata “batik” adalah asli Indonesia, walaupun konsepnya
dipengaruhi oleh bahasa Mesir dan India. Batik dikenal selama lebih dari
satu millennium dari beberapa bukti kain yang didekorasi dengan teknik
yang sama pada abad-abad awal Masehi di beberapa daerah Afrika Barat,
Timur Tengah dan Asia.
2.4.2. Jenis Batik
Menurut sejarahnya, batik merupakan barang seni yang memiliki
kultural unik. Batik dapat memberikan kesan dan derajat seseorang yang
memakainya, pada zaman dahulu batik digunakan oleh kaum kerajaan dan
menjadi simbol keagungannya, sekarang batik bisa dipakai oleh siapa saja
dan kapan saja.
18
Menurut Doellah (2002) dalam Maziyah (2007: 13) diungkapkan
bahwa batik memiliki beberapa jenis, baik dilihat menurut gaya desain, gaya
spesifik daerah, penggunaannya, maupun teknik pembuatannya.
Gaya desain merupakan peleburan dari penataan ornamen-ornamen dan pewarnaan yang memiliki nilai estetika, falsafah hidup, dan kealamiahan dari lingkungan tempat batik tersebut tumbuh. Ada dua desain batik yang secara garis besar membedakan batik tersebut, yaitu batik dengan desain geometris dan nongeometris. Desain geometris adalah suatu bentuk integrasi dari garis lurus, segi empat, segitiga, trapesium, garis paralel, lingkaran, dan diagonal. Contoh desain geometris meliputi desain ceplok, parang, lereng, dll. Adapun desain nongeometris terdiri dari semen, lunglungan, buketan, pinggiran, dan desain spesial. Ornamen karakteristik dari desain ini contohnya adalah gunungan, bunga dengan kupu-kupu, binatang, dan tumbuhan. (Maziyah, 2007: 14)
2.4.3. Batik sebagai Kebutuhan dan Keinginan Masyarakat
Menurut Philip Kotler (1987) dalam Hasanudin (2001: 197)
menyatakan bahwa keanekaragaman corak, ragam hias dan motif, serta
temuan teknologi untuk pengembangan struktur tenun, benang dan serat, zat
perwarna dan proses penyempurnaannya, dan pengembangan fungsi, semua
itu menggambarkan bahwa kebutuhan dan keinginan masyarakat terhadap
produk batik berkembang sangat dinamis. Kedinamisan ini adalah
penggerak utama tata niaga batik, yang mengarah pada pemasaran yang
lebih luas. Ini sangat menentukan bahwa produksi batik dan motif yang
beragam menjadikan pengrajin batik Pekalongan berbondong-bondong
untuk mempersembahkan karya membatik yang semakin modern gaya dan
ragam hias batik agar kebutuhan masyarakat terpenuhi. Untuk itu perlu
adanya informasi yang memadai untuk para pengrajin batik Pekalongan
19
pada khususnya untuk mengetahui berbagai motif batik Pekalongan yang
ada dan yang berkembang saat ini, sehingga selalu up to date dalam
menyajikan karya seni yang sangat unik. Sebagian masyarakat memang
menganggap batik hanyalah selembar kain yang tidak jauh halnya dengan
kain-kain produk pabrik lainnya, yang dapat dijadikan pakaian. Tetapi,
sebetulnya dalam lingkungan masyarakat tertentu, khususnya masyarakat
Jawa batik dapat mencerminkan kedudukan, keadaan dan nilai-nilai yang
terkandung dalam corak dan warna batik tertentu. (Nurrohmah, 2009: 27).
Menurut Nurrohmah, (2009: 29) menuturkan bahwa perkembangan
corak batik Pekalongan tidak lepas dari faktor sosial budaya masyarakat
pendukungnya. Kebaradaan batik Pekalongan tidak hanya sebagai
kebutuhan sandang saja, tetapi sudah merambah secara luas untuk
pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan kerajinan atau produk cendera
mata.
Dalam penelitian ini akan diungkapkan informasi apa yang diperlukan
pengrajin batik untuk saling berlomba-lomba maju dalam mendapatkan
keuntungan dan ketertarikan pelanggan batik serta dalam sektor
penjualannya serta bagaimana pencarian informasinya. Hal ini diperlukan
untuk menjawab mengapa ada kebutuhan yang mendesak untuk
mempelajari kebutuhan informasi dan perilaku pencarian informasi
komunitas bisnis.
20
2.5. Penelitian Terdahulu
1. Tesis berjudul Studi Tentang Kebutuhan dan Pencarian Informasi bagi
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) dan
Universitas Islam Sultan Agung (UNISULA) Semarang, oleh Sri Ati
Suwanto, Program Studi Ilmu Perpustakaan UI Jakarta, tahun 1997.
Dari penelitian ini diketahui bahwa ada perbedaan kebutuhan dan
pencarian informasi yang dilakukan oleh Dosen FK Undip dengan
UNISULA. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan jenis
informasi, media dan sumber informasi yang digunakan oleh Dosen
FK dalam mengajar perkuliahan. Sri-Ati (1997) dalam penelitiannya
menggambarkan dan menganalisis kebutuhan dan pencarian informasi
yang digunakan untuk mengajar pada tahap pengembangan
instruksional atau tahap persiapan bagi dosen kedokteran di dua
perguruan tinggi yang berbeda. Hasil penelitian mengungkap bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal kebutuhan jenis
informasi ditinjau dari latar belakang pendidikan dan tugas mengajar
dosen dan tidak ada perbedaan antara lain dari segi media informasi,
sumber informasi yang dibutuhkan, serta tidak ada perbedaan dari
strategi yang digunakan dalam pencarian dan cara perolehan
informasi.
2. Skripsi berjudul Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Peneliti:
Studi kasus di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia oleh
Widyana Dewi Kartika jurusan S1 Ilmu Perpustakaan fakultas Ilmu
21
Budaya Universitas Diponegoro Semarang, tahun 2012. Pada
penelitian ini diteliti bagaimana kebutuhan dan perilaku pencarian
informasi oleh para peneliti di Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia. Diketahui dari penelitian tersebut bahwa dalam mencari
informasi dan memenuhi kebutuhan informasinya para peneliti
mencari informasi secara berulang setiap saat untuk memenuhi
kebutuhan informasi yang mereka butuhkan untuk membuat makalah,
telaahan dan resume guna mendukung hasil putusan hakim
Mahkamah Konstitusi, dan melakukan pencarian informasi dengan
didukung oleh kondisi lingkungan kerja yang akan memunculkan
dorongan berupa sikap untuk mencari informasi yang dibutuhkan baik
secara aktif maupun pasif dalam melakukan pencarian informasi.
3. Jurnal berjudul Kebutuhan Informasi Siswa SMA dan Ketersediaan
Sumber Informasi pada Perpustakaan SMA di Surabaya oleh Dessy
Harisanty Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Fisip Unair.
Jurnal Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Tahun 1, Nomor 1, Juni-
Nopember 2009. Pada penelitian ini diteliti bagaimana kebutuhan
informasi para siswa SMA dan bagaimana ketersediaan Sumber
Informasi pada Perpustakaan SMA di Surabaya untuk memenuhi
kebutuhan informasi siswanya. Diketahui bahwa kebutuhan informasi
siswa memiliki porsi yang berbeda-beda. Bagi siswa SMA mereka
lebih membutuhkan informasi terkait personal dibandingkan
kebutuhan informasi terkait peran sosial yang disandang maupun
22
lingkungan. Kebutuhan informasi siswa SMA tersebut perlu mendapat
respon dari perpustakaan sekolah, salah satunya melalui ketersediaan
sumber informasi. Perpustakaan sekolah dinilai baik dalam
menyediakan sumber informasi meskipun nilai rata-rata masih kurang
dari kebutuhan informasi siswa.
4. Penelitian Laloo dalam bukunya berjudul Information Need,
Information Seeking Behavior and User pada tahun 2002. Salah satu
pembahasan tentang kebutuhan informasi dan perilaku pencarian
informasi dalam bisnis.
Kegiatan yang dilakukan dalam berbisnis biasanya berupa transaksi
membeli dan menjual, perdagangan, industri dan transaksi komersial.
Mereka melibatkan wanita dalam kegiatan berbisnis dalam hal ini
juga karena wanita mengerti tentang proses bisnis dan wirausaha.
Menurut Laloo (2002: 33) informasi merupakan unsur yang sangat
penting untuk masing-masing dari bagian sektor dalam berbisnis.
Berdasarkan uraian dari penelitian yang sudah dilakukan di atas,
disampaikan bahwa dalam penelitian kebutuhan informasi dan perilaku
pencarian informasi ini berbeda-beda setiap individu dan status pendidikan
serta status sosialnya, karena manusia memiliki kebutuhan informasi yang
berbeda-beda pula. Kebutuhan informasi yang diperlukan karena adanya
kesenjangan antara pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru
yang perlu dimiliki sebagai tuntutan kebutuhan informasi yang harus
dipenuhi untuk melanjutkan kehidupan dan kegiatan bermasyarakat.
23
Sedangkan dalam penelitian yang sudah dilakukan diatas menjelaskan
bahwa perilaku pencarian informasi setiap manusia juga berbeda-beda. Ini
dikarenakan dalam menyusuri informasi mereka mempunyai cara sendiri-
sendiri dalam menemukan informasi yang dibutuhkannya. Dalam penelitian
ini mengacu pada kebutuhan dan perilaku pencarian informasi pengrajin
batik tulis Pekalongan. Untuk itu perlu adanya penelitian yang akan
dilakukan ini untuk memberikan gambaran tentang apa saja kebutuhan
informasi para pengusaha batik Pekalongan dalam menjalankan kegiatan
membatik mereka, dan bagaimana cara mereka dalam menemukan
informasi yang diperlukan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari untuk
kebutuhan membatik mereka. Apakah sama dengan penelitian-penelitian
yang sudah dilakukan ataukah berbeda dalam segala bentuk informasi dan
cara mencari informasinya. Dalam penelitian ini akan diungkapkan
informasi apa yang diperlukan pengrajin batik untuk saling berlomba-lomba
maju dalam mendapatkan keuntungan dan ketertarikan pelanggan batik serta
dalam sektor penjualannya. Hal ini diperlukan untuk menjawab mengapa
ada kebutuhan yang mendesak untuk mempelajari kebutuhan informasi dan
perilaku pencarian informasi komunitas bisnis.
Persamaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah
sama-sama membahas tentang kebutuhan informasi dan perilaku pencarian
informasi. Sedangkan perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang
sudah pernah dilakukan adalah bahwa dalam penelitian ini, peneliti akan
mengambil subyek penelitian adalah pengrajin batik pekalongan sebagai
24
informan penelitian, yang akan meneliti tentang bagaimana kebutuhan dan
perilaku pencarian informasi para pengrajin batik tulis Pekalongan di
Kabupaten Pekalongan.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Desain Penelitian
Jenis dan desain penelitian dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
desain penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dan pendekatan
studi kasus. Penelitian deskriptif memberikan gambaran seutuhnya
mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti, berhubungan
dengan ide, persepsi, pendapat, atau kepercayaan orang yang diteliti.
Penelitian deskriptif yaitu suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, berupa bentuk, aktivitas,
karekteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara gejala
yang ditemukan.
Penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif
karena peneliti akan lebih menekankan analisis pada proses penyimpulan
induktif serta memperoleh deskripsi mengenai bagaimana kebutuhan dan
perilaku pencarian informasi pengrajin batik tulis Pekalongan di Kecamatan
Wiradesa Kabupaten Pekalongan sehingga pembahasannya harus kualitatif
atau menggunakan uraian kata-kata. Sedangkan bentuk penelitian ini adalah
studi kasus. Menurut Santoso (2005: 30) Studi kasus adalah penelitian ini
umumnya bertujuan untuk mempelajari secara mendalam terhadap suatu
26
individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat tertentu, tentang latar
belakang, keadaan sekarang atau interaksi yang terjadi di dalamnya.
Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang mengarah pada
kehidupan sehari-hari para pengrajin batik tulis Pekalongan yang dalam
kegiatannya memproduksi batik memerlukan informasi yang digunakan
dalam mendukung semua aktivitas yang berkaitan dengan mengembangan
produksi batik tulis melalui berbagai variasi ragam hias batik, dan
menampilkan gaya baru motif batik untuk mengikuti perkembangan
teknologi dan perkembangan zaman. Untuk itu penelitian ini menggunakan
desain penelitian kualitatif yang dapat secara lebih mendalam mengetahui
bagaimana kebutuhan dan perilaku pencarian informasi oleh para pengrajin
batik tulis di daerah Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan.
3.2. Subjek dan Objek Penelitian
3.2.1. Subjek dan Objek
Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah pengrajin batik tulis
Pekalongan di kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan. Objeknya
adalah kebutuhan dan cara mereka mencari informasi yang dibutuhkan
untuk mengembangkan produksi dan memperkaya pengetahuan tentang
motif dan variasi batik Pekalongan.
3.2.2. Informan
Informan yang akan diwawancarai ada lima (5) orang pengrajin batik
tulis Pekalongan. Penelitian ini akan membahas tentang kebutuhan dan
perilaku pencarian informasi pengrajin batik tulis Pekalongan di Kecamatan
27
Wiradesa Kabupaten Pekalongan, dan yang dimaksud dengan pengrajin
batik dalam penelitian ini adalah orang atau pengrajin batik Pekalongan
yang memproduksi batik tulis. Informan yang peneliti pilih ini untuk
memberikan penjelasan tentang bagaimana perkembangan informasi mereka
tentang batik tulis dan hagam hiasnya, sehingga dapat membuat suatu
keputusan untuk bagaimana mencari informasi yang dibutuhkan untuk
menjawab dari apa yang menjadi kebutuhan informasi mereka. Berikut
informan yang terlibat dalam penelitian:
No Nama Nama
Usaha Alamat
Riwayat
pendidikan
Tanggal
wawancara
1. Zamroni Batik
Shafira
Kec. Wiradesa SMA Tanggal 13
Juli 2013
2. Khaerudin Batik
Karya
Amanah
Kec. Wiradesa SD Tanggal 14
Juli 2013
3. H. Daanan Batik
Daanan
Kec. Wiradesa SD Tanggal 16
Juli 2013
4. H. Abdul
Haris
Batik Liris Kec. Wiradesa SMP Tanggal 16
Juli 2013
5. Sutoyo Batik
Munalifah
Kec. Wiradesa SMA Tanggal 15
Juli 2013
Sumber: Data hasil wawancara
28
3.3. Variabel dan Indikator
Variabel dalam penelitian ini adalah kebutuhan dan perilaku pencarian
informasi pengrajin batik tulis Pekalongan di Kecamatan Wiradesa
Kabupaten Pekalongan.
Adapun indikator dari penelitian ini adalah:
a. Tujuan pengrajin batik tulis Pekalongan mencari informasi.
b. Jenis informasi.
c. Bentuk informasi.
d. Pemanfaatan informasi.
e. Media yang digunakan untuk mencari informasi.
f. Dimana mencari informasi.
g. Bagaimana melakukan pencarian informasi.
3.4. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini mengambil tempat di Kecamatan Wiradesa Kabupaten
Pekalongan dengan pemetaan para pengrajin batik tulis di daerah
Pekalongan yang sudah terdaftar secara resmi. Waktu penelitian
berlangsung selama tiga bulan yaitu bulan Mei – Juli 2013.
3.5. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan sumber data mencakup sumber data
primer dan sumber data sekunder yang akan mendukung dalam penemuan
data di lapangan dan data yang relevan dengan penelitian ini menyangkut
informasi tentang batik tulis Pekalongan itu sendiri. Selain mengambil
29
sumber data dari primer dan sekunder, peneliti juga menggunakan sumber
data tambahan dari foto, karena foto yang akan ditampilkan merupakan
gambaran di lapangan yang akan menguatkan data. Sumber data utama dari
penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan dari orang-orang yang diteliti
dan diwawancarai, responden dalam penelitian ini adalah para pengrajin
batik tulis Pekalongan. Menurut Moleong (2011: 157) menyatakan bahwa
Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman
video/audio tapes, pengambilan foto, atau film.
3.5.1. Data Primer
Sumber data primer adalah sumber yang merupakan bagian dari atau
langsung berhubungan dengan peristiwa sejarah. Sulistyo-Basuki (2006:
102).
Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan
langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang
bersangkutan yang memerlukannya. Data primer disebut juga data asli atau
data baru, dalam penelitian ini data primer diperoleh dari wawancara kepada
informan. Dalam hal ini informan yang dimaksud adalah para pengrajin
batik tulis Pekalongan di wilayah Kecamatan Wiradesa yang merupakan
data langsung di lapangan tempat produksi batik tulis Pekalongan, dari hasil
wawancara dan dokumen yang ada. Dengan melakukan observasi secara
lebih mendalam diharapkan peneliti akan mendapatkan informasi yang
memuaskan dari penelitian ini.
30
3.5.2. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah bukti berupa dokumen atau rekaman
lain yang memberikan bukti mengenai atau tentang sesuatu yang telah
terjadi, misalnya notulen rapat, sinopsis diskusi, debat, laporan surat kabar,
biografi, dan sejarah yang ditulis oleh sejarahwan lain. Sulistyo-Basuki
(2006: 103).
Data sekunder ini akan mengambil dokumen dari berbagai sumber
informasi tentang batik tulis Pekalongan, serta melihat berbagai motif batik-
batik yang bervariasi dari masa kemasa, ini bisa dilihat dari museum batik
Pekalongan yang sudah mengumpulkan berbagai jenis dan variasi motif
batik Pekalongan itu sendiri, sehingga diharapkan dapat membantu dalam
memenuhi kebutuhan informasi dalam penelitian.
3.5.3. Foto
Foto dipakai sebagai alat untuk keperluan penelitian kualitatif karena
dapat dipakai dalam berbagai keperluan. Foto menghasilkan data deskriptif
yang cukup berharga dan sering digunakan untuk menelaah segi-segi
subyektif dan hasilnya sering dianalisis secara induksi. Foto digunakan
sebagai sumber data yang valid. Foto sebagai data atau sebagai pendorong
ke arah menghasilkan data, ini untuk melengkapi informasi yang ditemukan.
Foto ini akan mengambil tentang berbagai motif batik tulis Pekalongan yang
khas dan mengambil gambaran kegiatan membatik serta cara mengolah
batik tulis Pekalongan.
31
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data
dalam penelitian ini, yaitu :
1. Wawancara, yaitu kegiatan mewawancara dengan Informan agar
mendapatkan informasi dan jawaban-jawaban dari permasalahan yang
ada, agar menjadi acuan dalam penyusunan penelitian ini. Menurut
Moleong (2011: 186) maksud mengadakan wawancara adalah untuk
mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan,
motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain untuk memperluas
informasi yang diperoleh dari orang lain.
Pengumpulan data dengan menggunakan metode wawancara
dilakukan untuk mengetahui tentang, (1) bagaimana perasaan
seseorang, (2) pengalaman apa yang dipunyai seseorang, (3) apa yang
diingat seseorang (4) apa motivasi seseorang, dan (5) apa alasan
seseorang melakukan sesuatu. Santoso (2005: 70). Wawancara
memerlukan syarat penting yaitu terjadinya hubungan yang baik dan
demokratis antara responden dengan penanya.
Fungsi wawancara menurut Santoso (2005: 73) adalah :
a. Mendapatkan informasi langsung dari informan.
b. Mendapatkan informasi ketika metode lain tidak dapat dipakai.
c. Menguji kebenaran dari metode observasi maupun kuesioner.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara terbuka dan
pertanyaannya juga sangat terbuka untuk mengetahui lebih dalam
32
tentang informasi yang dibutuhkan untuk melengkapi data tentang
kebutuhan dan perilaku pencarian informasi pengrajin batik tulis
Pekalongan.
2. Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung ke tempat
penelitian untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam
rangka menyusun penelitian ini. Menurut Moleong, (2000: 126)
Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman langsung dengan
melihat, mengamati, mencacat peristiwa yang berkaitan. Pada waktu
observasi di lapangan peneliti akan membuat catatan lapangan yang
berguna sebagai alat perantara yaitu antara apa yang dilihat, didengar,
dirasakan, dicium, dan diraba pada saat berada di lapangan tempat
penelitian dilakukan. Dalam penelitian ini peneliti meneliti langsung
di tempat penelitian yaitu di daerah Kecamatan Wiradesa Kabupaten
Pekalongan.
3. Dokumen, yaitu melengkapi berbagai literatur yang relevan dengan
penelitian yang peneliti lakukan untuk mendukung hasil dari
penelitian ini. Dokumen yang dimaksud adalah pengumpulan data
yang diperoleh melalui literatur-literatur, dokumen-dokumen, surat-
surat yang ada hubungannya dengan topik yang akan dibahas. Metode
ini dilakukan dengan cara mencari bahan-bahan pustaka yang
berkaitan dengan judul penelitian ini. Bahan-bahan pustaka tersebut
mencakup tentang batik tulis Pekalongan dengan sejarah dan
perkembangannya, foto-foto yang menggambarkan kegiatan dan
33
aktifitas para pengrajin batik tulis Pekalongan dalam kegiatan sehari-
hari, termasuk cara memenuhi kebutuhan informasi mereka. Foto-foto
merupakan bukti yang nyata dan falid. Dokumen-dokumen yang
diperlukan akan dicari di museum batik Pekalongan dan koleksi dari
para pengrajin batik tulis Pekalongan yang menjadi informan,
sehingga diharapkan peneliti bisa mendapatkan jawaban dari
penelitian mengenai kebutuhan dan perilaku pencarian informasi
pengrajin batik tulis Pekalongan.
3.7. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan suatu kegiatan yang dikenalkan pada semua
data yang terkumpul dan bertujuan untuk mengatasi fenomena sehingga data
menjadi rapi dan teratur. Tujuan utama analisis data adalah
mengorganisasikan data. Data yang terkumpul terdiri dari catatan lapangan,
hasil observasi, dan hasil studi pustaka dan sebagainya. Analisis data
merupakan bagian yang sangat penting, karena dapat memberikan arti dan
makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Menurut
Moleong (2011: 247) proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh
data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan
yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen
resmi, gambar, foto, dan sebagainya.
Aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara terus menerus
sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis data
34
dalam penelitian ini , yaitu reduksi data, kategorisasi data, klasifikasi data,
penyajian data, dan kesimpulan.
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah membuat rangkuman yang inti, proses, dan
pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada
didalamnya, mengambil informasi yang dianggap penting dan
berkaitan dengan penelitian dan membuang kata-kata yang dirasa
tidak penting. Analisis data dimulai dengan membuat transkrip
wawancara dengan cara memutar kembali rekaman hasil wawancara,
kemudian didengar kembali dan ditulis berdasarkan kata-kata yang
didengar dari rekaman wawancara tersebut, ditulis apa adanya sesuai
dengan hasil pembicaan informan. Menurut Moleong (2011: 288)
reduksi data adalah mengidentifikasi satuan (unit) bagian terkecil yang
ditemukan dalam data yang memiliki makna bila dikaitkan dengan
fokus dan masalah penelitian. Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari tema polanya. Dengan begitu data yang direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti
untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencari bila
diperlukan. Dalam penelitian ini akan mereduksi data dari hasil
wawancara para pengrajin batik tulis Pekalongan sebagai informan
yang akan memberikan informasi secara lebih mendalam tentang
kebutuhan dan perilaku pencarian informasi mereka tentang kerajinan
35
batik tulis Pekalongan. Wawancara para informan akan direkam dan
akan didengarkan kembali untuk mendapatkan keterangan yang asli
tanpa direkayasa, sehingga diharapkan peneliti akan mendapatkan
hasil penelitian yang diharapkan.
2. Kategorisasi
Kategorisasi menurut Moleong (2011: 288) merupakan penyusunan
kategori. Kategori adalah salah satu tumpukan dari seperangkat
tumpukan yang disusun atas dasar pikiran, intuisi, pendapat, atau
kriteria tertentu. Kategorisasi yaitu upaya memilah-milah setiap satuan
ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan. Setiap kategori
diberi nama yang disebut label. Selanjutnya Lincoln dan Gube
menjelaskan dalam Moleong (2011: 252) mengenai tugas pokok
kategorisasi adalah:
a. Mengelompokkan kartu-kartu yang telah dibuat ke dalam
bagian-bagian isi yang secara jelas berkaitan.
b. Merumuskan aturan yang menetapkan inklusi setiap kartu pada
kategori dan juga sebagai dasar untuk pemeriksaan keabsahan
data.
c. Menjaga agar setiap kategori yang telah disusun satu dengan
lainnya mengikuti prinsip taat asas.
Dalam penelitian ini, dibagi-bagi data yang telah diperoleh tersebut
harus dipilah sesuai dengan kesamaan kepentingan, sehingga dapat
memudahkan peneliti dalam mengolah data. Selanjutnya dalam
36
penelitian ini peneliti mefokuskan pada mengategorisasikan data
wawancara dan observasi lapangan yang akan dilakukan di tempat
penelitian dengan mengedepankan informasi tentang bagaimana
kebutuhan dan pencarian informasi oleh para pengrajin batik tulis
Pekalongan untuk mencari variasi baru tentang gaya dan trend batik
serta untuk melestarikan batik Pekalongan itu sendiri.
3. Klasifikasi
Setelah satuan diperoleh dengan kategorisasi, maka langkah
berikutnya adalah tahap klasifikasi dengan membuat koding.
Membuat koding berarti memberikan kode pada setiap satuan agar
supaya tetap dapat ditelusur data/satuannya berasal dari sumber mana
sehingga memudahkan pada saat akan menemukan kembali data
tersebut. Tahap klasifikasi ini merupakan tindakan untuk bisa
membuat perbandingan yang bermakna antara setiap bagian dari data.
Dengan memilah-milah data itu dan memadukannya kembali agar
menghasilkan sesuatu yang dapat dianalisis. Klasifikasi ini
memudahkan peneliti mengenali satuan-satuan data yang terkumpul
sehingga dapat dimanfaatkan kembali saat diperlukan. Pada penelitian
ini akan diklasifikasikan data-data yang terkumpul selama penelitian
dari transkrip wawancara dengan informan dalam hal ini pengrajin
batik tulis Pekalongan agar dapat dibedakan data satu dengan data
yang lain, dan dari sumber satu dengan sumber yang lain, agar
37
menjadi makna yang dapat dianalisis peneliti sesuai aturan, sehingga
diharapkan dapat menghasilkan data yang akurat.
4. Penyajian Data
Setelah data diklasifikasi, maka langkah selanjutnya adalah
menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat
dilakukan dengan bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, flowchart dan sebagainya.
Penyajian data yang biasa digunakan dalam penelitian kualitatif
adalah dengan teks yang bersifat naratif. Penyajian data dilakukan
dengan mengelompokkan data sesuai dengan sub bab-nya masing-
masing. Data yang telah didapatkan dari hasil wawancara, dari sumber
tulisan maupun dari sumber pustaka dikelompokkan, selain itu juga
menyajikan hasil wawancara para pengrajin batik tulis Pekalongan
untuk memudahkan dalam menemukan apa kebutuhan dan bagaimana
perilaku pencarian informasi mereka.
5. Kesimpulan
Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti
yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau
gambaran suatu obyek yang belum jelas menjadi jelas. Kesimpulan
38
dalam penelitian ini akan mengungkapkan apa saja kebutuhan dan
bagaimana perilaku pencarian informasi para pengrajin batik tulis
Pekalongan, sehingga penelitian ini mampu memberikan sumbangan
pengetahuan baru tentang informasi batik pekalongan.
39
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian
Dalam bab ini akan diuraikan secara rinci tentang karakteristik daerah
penelitian dan profil pengrajin batik tulis Pekalongan. Karakteristik daerah
penelitian meliputi lokasi dan potensi daerah. Profil pengrajin batik tulis
meliputi keluarga dan pengalaman berbisnis dalam menjalankan usaha, serta
pengetahuan informasi tentang ragam hias batik dan motif yang dipakai
dalam usaha pembatikan ini, selain itu juga akan diuraikan tentang jenis-
jenis batik yang ada.
Kecamatan Wiradesa merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten
Pekalongan yang terletak di jalur Pantai Utara Jawa (Pantura), yaitu pada
ketinggian 4-6 mdpl. Kecamatan Wiradesa berbatasan dengan Kecamatan
Wonokerto di sebelah Utara, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan
Tirto, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bojong, dan sebelah
Barat berbatasan dengan Kecamatan Siwalan. Luas daerah keseluruhan
kecamatan ini seluas 1.270.277 Ha. Secara administratif Kecamatan
Wiradesa memiliki 5 kelurahan dan 11 desa (Katalog Pemerintah
Kecamatan Wiradesa, 2012). Kelurahan dan Desa di Kecamatan Wiradesa,
tersebut yaitu 5 (Lima) Kelurahan meliputi Kelurahan Bener, Pekuncen,
Mayangan, Kepatihan, dan Gumawang. 11 Desa tersebut adalah desa
40
Kemlong, Kauman, Bondansari, Kampil, Waru Lor, Waru Kidul, Wiradesa,
Kadipaten, Delegtukang, Petukangan, Karangjati.
Data resmi pemerintah Kecamatan Wiradesa (Direktori Industri
Pengolahan, Kab. Pekalongan, 2009) menyebutkan jumlah penduduk pada
tahun 2012 sebanyak 64.072 jiwa, terdiri dari 32.020 laki-laki dan 32.052
perempuan. Banyaknya kepala keluarga menurut status pekerjaan sejumlah
13.162 kepala keluarga yang bekerja, dan 1.251 kepala keluarga yang tidak
bekerja. Sedangkan sektor industri pengolahan menempati urutan pertama
sebagai mata pencaharian penduduk usia di atas 15 tahun, dengan perincian
seperti tabel berikut:
Tabel 4.1.1. Mata Pencaharian Penduduk Usia di Atas 15 Tahun di
Kecamatan Wiradesa
Sektor Ekonomi Jumlah Pekerja > 15 Tahun
Industri Pengolahan 10.417
Perdagangan 7.717
Jasa 4.902
Pertanian Pangan 2.188
Peternakan 575
Perikanan 348
Perkebunan 203
Keuangan 16
Lain-lain 6.300
Jumlah 32.666
41
Tabel 4.1.2. Perekonomian di Kecamatan Wiradesa
1. Industri
a. Industri Kecil 288 unit
Tenaga Kerja 2.588
unit
b. Industri Besar 6 unit
Tenaga Kerja 2.959
unit
c. Industri Rumah Tangga 2.674
unit
Tenaga Kerja 4.394
unit
2. Perdagangan
a. Industri Perdagangan
Menengah
435 unit
Tenaga Kerja 495 unit
b. Sarana Perdagangan
Pasar Lokal 1 buah
Pasar Regional 1 buah
Pasar Swalayan 5 buah
Pasar Grosir 2 buah
Pertokoan/Warung 705 buah
42
Tabel 4.1.3. Produk unggulan di Kecamatan Wiradesa adalah:
Produk Unggulan Lokasi
1. Kerajinan Batik Semua Kelurahan dan Desa
2. Pembuat Tahu Ds. Kadipaten, Ds. Wiradesa, Kel. Pekuncen
3. Pertanian Padi Ds. Kadipaten, Ds. Waru Kidul, Ds. Warulor
4. Kerajinan Rumah Ds. Kemlong (dari kantong bekas)
5. Kuliner Kel. Gumawang (sebagai kampung singgah)
43
Peta Kecamatan Wiradesa
44
4.2. Batik Pekalongan
4.2.1. Warisan Budaya Tak Benda (Cultural Heritage)
Saat ini batik sudah menjadi suatu karya seni yang diakui dunia sejak
United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation
(UNESCO) pada tanggal 2 Oktober 2009 telah menetapkan batik sebagai
cultural heritage yaitu warisan budaya tak benda, yang dimaksud dengan
cultural heritage adalah yang tergolong dalam monumen, kelompok
bangunan, dan situs, batik merupakan budaya tak berbenda. Yang dimaksud
dengan monumen antara lain hasil karya arsitektural, hasil karya patung dan
lukisan yang monumental. Elemen atau struktur alam yang arkeologis,
naskah, gua dan kombinasi fiturnya, dimana nilainya bersifat universal, baik
dari sudut pandang sejarah, seni sekelompok bangunan yang saling
berhubungan maupun yang terpisah, baik karena bentuk arsitekturnya,
keseragamannya dalam suatu lanskap, atau nilainya yang secara universal
sangat hebat, baik dari segi sejarah, seni maupun ilmu pengetahuan. Untuk
situs, yang tergolong di dalamnya adalah hasil karya manusia atau
kombinasi antara alam maupun karya manusia, dan area-area seperti situs
bersejarah yang nilainya secara universal tergolong hebat, baik dari segi
sejarah, estetika, etnologis maupun antropologis.
Masih menurut UNESCO (2 Oktober 2009) dalam Pesona batik 2012,
bahwa cultural heritage terdiri dari tangible cultural heritage (materiil
cultural heritage) dan Intangible cultural heritage (Immateriil cultural
heritage). Tangible cultural heritage dapat terdiri dari: 1) warisan budaya
45
yang dapat dipindahkan (lukisan, patung, koin, naskah kuno); 2) warisan
budaya yang tidak dapat dipindahkan (monumen, situs arkeologis); 3)
warisan budaya di bawah air (kapal karam, situs dan reruntuhan di bawah
air). Sedangkan Intangible cultural heritage terdiri atas tradisi lisan, seni
pertunjukan, ritual.
4.2.2 Sejarah Batik di Indonesia
Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan
kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam
beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa
kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta.
Kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan
Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya.
Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia
dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad
ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad
ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau
sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak
daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan
kemudian Batik menjadi alat perjuangan ekonomi oleh tokoh-tokoh
pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda. (Batik Indonesia, 2012)
Seni batik adalah seni gambar di atas kain untuk pakaian yang
menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu.
46
Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan
hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh
karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka seni batik
ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-
masing, sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuh-
tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon
mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta
garamnya dibuat dari tanah lumpur.
4.2.3. Sejarah Batik Pekalongan
Sejarah batik pekalongan, meskipun tidak ada catatan resmi kapan
batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah
ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di
Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil
berupa bahan baju.
Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah
perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering
disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya
peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak
yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah
Timur dan Barat. Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan
pengikutnya mengembangkan batik. Ke timur batik Solo dan Yogyakarta
menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta
47
Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke
arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan
Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah
ada sebelumnya semakin berkembang.(Abraham, 2012)
Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami
perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di daerah ini batik
berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah Pekalongan kota dan
daerah Buaran, Pekajangan, Wonopringgo serta Wiradesa.
Batik Pekalongan termasuk batik pesisir yang paling kaya akan warna.
Sebagaimana ciri khas batik pesisir, ragam hiasnya biasanya bersifat
naturalis. Jika dibanding dengan batik pesisir lainnya Batik Pekalongan ini
sangat dipengaruhi pendatang keturunan China dan Belanda. Motif Batik
Pekalongan sangat bebas, dan menarik, meskipun motifnya terkadang sama
dengan batik Solo atau Yogya, seringkali dimodifikasi dengan variasi warna
yang atraktif. Tak jarang pada sehelai kain batik dijumpai hingga 8 warna
yang berani, dan kombinasi yang dinamis. Motif yang paling populer dan
terkenal dari Pekalongan adalah motif batik Jlamprang.
Batik Pekalongan banyak dipasarkan hingga ke daerah luar jawa,
diantaranya Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, irian, Minahasa,
hingga Makassar. Biasanya pedagang batik di daerah ini memesan motif
yang sesuai dengan selera dan adat daerah masing-masing.
Keistimewaan Batik Pekalongan adalah para pembatiknya selalu
mengikuti perkembangan jaman . Misalnya pada waktu penjajahan Jepang,
48
maka lahir batik dengan nama’Batik Jawa Hokokai’, yaitu batik dengan
motif dan warna yang mirip kimono Jepang. Pada umumnya batik jawa
hokokai ini merupakan batik pagi-sore. Pada tahun 60-an juga diciptakan
batik dengan nama Tritura. Bahkan pada tahun 2005, sesaat setelah presiden
SBY diangkat, muncul batik dengan motif ‘SBY’ yaitu motif batik yang
mirip dengan kain tenun ikat atau songket. Motif yang cukup populer akhir-
akhir ini adalah motif Tsunami. Memang orang Pekalongan tidak pernah
kehabisan ide untuk membuat kreasi motif batik.
4.2.4. Batik Dulu dan Sekarang
Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya
pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal
besar. Sejak berpuluh tahun lamanya hingga sekarang, sebagian besar proses
produksi batik Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah.
Akibatnya, batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan
masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administrasi
yaitu Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Batik
Pekalongan adalah napas kehidupan sehari-hari warga Pekalongan. Ia
menghidupi dan dihidupi warga Pekalongan.
Meskipun demikian, sama dengan usaha kecil menengah lainnya di
Indonesia, usaha batik Pekalongan kini tengah menghadapi masa transisi.
Perkembangan dunia yang semakin kompleks dan munculnya negara
pesaing baru seperti, Vietnam, menantang industri batik Pekalongan untuk
49
segera mentrasformasikan dirinya ke arah yang lebih modern bila gagal
melewati masa transisi ini, maka batik Pekalongan mungkin akan menjadi
kenangan bagi generasi mendatang lewat buku sejarah dan museum.
Apa yang dihadapi industri batik Pekalongan saat ini mungkin adalah
sama dengan persoalan yang dihadapi industri lainnya di Indonesia,
terutama yang berbasis pada pengusaha kecil dan menengah dengan
menurunnya daya saing yang ditunjukkan dengan harga jual produk yang
lebih tinggi dibanding harga jual produk sejenis yang dihasilkan negara lain.
Padahal kualitas produk yang dihasilkan negara pesaing lebih baik
dibanding produk pengusaha Indonesia. Penyebab persoalan ini bermacam-
macam, mulai dari rendahnya produktivitas dan keterampilan pekerja,
kurangnya inisiatif pengrajin untuk melakukan inovasi produk, hingga
usangnya peralatan mesin pendukung proses produksi.
4.2.5. Industri Batik Tulis
Batik tulis merupakan batik yang dibuat pertama kali sebelum adanya
batik cap, sablon dan printing. Industri batik tulis pada zaman dulu memang
sangat menjanjikan dengan pemasaran dan lahan jual yang besar, tetapi
dengan adanya berbagai jenis pembuatan batik seperti yang sudah
berkembang dengan adanya batik cap, batik sablon bahkan sekarang yang
marak dilakukan adalah printing. Para pengrajin batik Pekalongan yang
memproduksi batik Pekalongan dengan mengutamakan hasil batik tulis,
yang memang batik tulis masih mengandung nilai seni yang paling tinggi
50
dibanding dengan batik cap ataupun yang sekarang terkenal dengan batik
printing. Sebenarnya batik printing sudah dikatakan bukan karya seni batik,
karena proses pengerjaannya sudah berbeda dengan membatik, hanya saja
corak dan motif yang sama dengan batik, batik yang menggunakan printing
ini sangat merugikan pengrajin batik tulis karena memproduksi dengan
masal sehingga harga jauh lebih murah dan kualitas tidak sepadan dengan
batik tulis. Dengan adanya batik printing tersebut, maka pemasaran batik
tulis kian terhambat masuk ke pasaran yang memang menginginkan harga
yang jauh lebih murah. Namun demikian, industri batik tulis tidak
menampakkan kemundurannya karena memang masih banyak masyarakat
yang mencintai produk batik tulis yang asli dengan buatan tangan-tangan
pengrajin batik, mereka pelanggan batik tulis memang memiliki seni batik
tinggi dan sangat menghargai budaya batik serta ikut serta dalam pelestarian
batik Pekalongan.
4.2.6. Gaya Ragam Hias Batik Pekalongan
Gaya ragam hias batik Pekalongan sangat bervariasi dan banyak sekali
macamnya, dan semuanya dapat ditemukan dengan mudah dipasaran,
walaupun sekarang masyarakat kita belum mengetahui dengan pasti
bagaimana motif yang ada dan apa saja macam gaya ragam hias batik
Pekalongan sendiri. Sebagian masyarakat Pekalongan hanya tahu akan
memakai batik saja, dan tidak paham apa yang sebenarnya dipakai mereka
51
merupakan motif-motif yang seperti apa. Ini merupakan temuan beberapa
motif batik Pekalongan.
a. Motif Jlamprang
Motif Jlamprang merupakan ragam hias khas Pekalongan, nama
Jlamrang berarti gagah, dilihat dari gambarnya yang mengesankan
kegagahannya. Motif Jlamrang yang pada dasarnya merupakan ragam
hias nitik dengan tata warna beraneka ragam. Motif ini memiliki ciri
warna latar hitam, warna pelengkap merah, biru, hijau dan kuning
gading (Wahono, 2004:114).
b. Motif Tiga Negeri
Batik Tiga Negeri dikenal lewat warnanya yang terdiri dari tiga
bagian. Ada biru, coklat/sogan, dan merah. Batik ini kadang dikenal
sebagai Batik Bang-Biru atau Bang-Bangan untuk variasi warna yang
lebih sederhana. Ada yang mengatakan kalau pembuatan batik ini
dilakukan di tiga tempat yang berbeda. Biru di Pekalongan, Merah di
Lasem, dan Sogan di Solo. Sampai sekarang kerumitan detail Batik
Tiga Negeri sukar sekali direproduksi.
c. Motif Seno
d. Motif Boketan Pohon
Batik Buketan asal Pekalongan dengan desain pengaruh Eropa.
Batik Indonesia dengan desain pengaruh Eropa.
e. Motif Tumpal
52
f. Motif Tanahan Krokotan
g. Motif Cendrawasih
h. Motif Parang Jago
i. Motif Salak Tejo
j. Motif Bledak
k. Motif Mega Mendung
l. Motif Kawung Sulur
m. Motif Jawa Hokokaido
Batik Jawa Hokokai. Dibuat dengan teknik tulis semasa
pendudukan Jepang di Jawa (1942-1945). Ia berupa kain panjang yang
dipola pagi/sore (dua corak dalam satu kain) sebagai solusi kekurangan
bahan baku kain katun di masa itu. Ciri lain yang mudah dikenali
adalah pada motifnya. Motif kupu-kupu, bunga krisan, dan detail yang
bertumpuk menjadikan Batik Jawa Hokokai menempati posisi karya
seni yang mulia. Batik jenis Jawa Hokokai biasanya dikerjakan oleh
lebih dari 10 orang yang masing-masing memegang peran proses
pembatikan yang berbeda. Sistem padat karya seperti ini juga
memungkinkan para pekerja di industri batik tidak di PHK. Kemiskinan
dan kesulitan akibat Perdang Dunia ke-II nyata-nyata memengaruhi
seni Batik di Indonesia
n. Motif Wijaya Kusuma
o. Motif Trumtum
53
Masih ada berbagai motif batik lainnya yang merupakan motif dari
daerah pesisiran utara Jawa termasuk Lasem dan Batang.
4.2.7. Jenis-jenis Batik
Menurut gaya membatiknya, batik tulis atau cap dibedakan sebagai
berikut:
a. Batik Tradisional, terdiri atas:
1) Batik kerokan yaitu dengan pengerokan untuk
menghilangkan lilin sebagian.
2) Batik lorodan yaitu batik yang diklowong, diwedel, dilorod,
dibironi, disoga, dan dilorod kembali.
3) Batik bedesan yaitu batik yang ditembok, disoga,
diklowong, diwedel, dilorod.
4) Batik radioan yaitu batik yang disoga, diklowong,
diputihkan, ditembok, diwedel, dilorod.
5) Batik Pekalongan yaitu batik yang disertai dengan coletan.
6) Batik remekan yaitu batik dengan peremekan untuk
menghilangkan lilin sebagian.
7) Batik Kalimantan yaitu batik yang dicap, disoga, dilorod.
8) Batik kelengan yaitu batik yang dicap / klowong, diwedel,
dilorod.
9) Batik monochrom yaitu batik yang sama kelengan hanya
menggunakan warna bebas.
54
b. Batik Gaya Bebas (Modern), batik gaya bebas terdiri dari:
1) Batik cap yaitu batik dengan menggunakan pelekatan lilin
dengan canthing cap.
2) Batik tulis yaitu batik dengan menggunakan pelekatan lilin
dengan canthing tulis.
3) Batik painting yaitu batik dengan menggunakan pelekatan
lilin dengan kuas.
4) Batik kombinasi yaitu batik dengan menggunakan pelekatan
lilin dengan campuran alat.
4.2.7.1. Batik Tulis
Batik yang dibuat dengan cara menuliskan langsung motif batik secara
manual dengan menggunakan canting. Batik tulis ini mempunyai keunikan
tersendiri karena proses pembuatannya yang cukup rumit dan membutuhkan
ketelatenan tingkat tinggi. Pembuatan batik tulis ini sesuai dengan tingkat
kesulitan dalam membuatnya, sehingga batik tulis dijual dengan harga yang
lebih mahal. Hal ini sangat sesuai dengan kualitas batik tulis yang bagus dan
mempunyai motif batik yang detail. Untuk batik pekalongan juga terdapat
jenis batik tulis yang memiliki daya jual yang tinggi. Ada dua cara batik
tulis yaitu batik tulis malam dan batik tulis warna atau colet:
1) Batik tulis malam
Adalah teknik batik tulis dengan menorehkan cairan malam melalui
canting tulis dioleskan sesuai motif yang telah digambar di kain mori
dengan pensil.
55
2) Batik tulis colet (warna)
Adalah teknik batik tulis dengan menorehkan warna melalui
canting tulis langsung ke kain mori, dalam membatik sudah langsung
ada warnanya.
Ciri-ciri batik tulis ini adalah motifnya tidak berulang, pemilihan
kombinasi warna yang digunakan bisa lebih banyak, dan warna dasarnya
bisa gelap atau cerah. (batikindonesia, 2012)
4.2.8. Perkembangan Batik Pekalongan
Industri batik di Pekalongan termasuk di Kecamatan Wiradesa
merupakan kategori industri kecil/rumah tangga. Batik Pekalongan
merupakan batik pesisiran yang berkembang dan dipengaruhi oleh budaya
Islam dan Cina. Motif batik Pekalongan berbentuk non geometris dengan
konsentrasi pada pembuatan batik tulis. Dengan perkembangan produksi
batik tradisional yang ada sekarang ini sudah mulai dilakukan kolaborasi
alat yang semi modern. Gaya dan model telah banyak dilakukan, terutama
untuk batik cap dan sablon yang dapat menghasilkan batik lebih banyak
dalam waktu yang singkat. Sebagian usaha kelas menengah sudah mulai
menggunakan alat mesin modern yang mempunyai kapasitas produksi jauh
lebih cepat dan besar. Sedangkan batik tulisnya kini diproduksi sedikit
hanya untuk kalangan menengah ke atas, dengan harga yang relatif mahal,
karena proses pembuatannya yang sulit dan membutuhkan ketelatenan serta
keuletan pengrajinnya. Batik tulis kini diproduksi untuk pesanan dan untuk
56
dipasarkan ke toko-toko dan butik-butik yang memang sudah menjadi
pelanggan setia para pengrajin batik tulis Pekalongan. Pengrajin batik tulis
Pekalongan sering memadu padankan motif dan kreatifitas sendiri untuk
menghasilkan motif yang lain daripada yang lain sehingga menghasilkan
dalam satu motif itu hanya satu lembar kain, tidak mungkin ada yang sama
persis. Batik Tulis masih mempunyai nilai seni yang tinggi dan merupakan
karya seni yang mahal. Para pengrajin batik tulis Pekalongan, hanya
memproduksi kain batik tulis sedikit dibandingkan dengan batik cap
maupun sablon, ini terjadi karena proses pembuatannya yang lama yaitu
mencapai 2-3 bulan dalam satu lembar kain batik tulis asli.
Batik pesisiran Pekalongan dibandingkan dengan daerah lainnya
memiliki corak dan komposisi warna yang lebih kaya. Simbolisasi motifnya
bernuansa pesisir. Misalnya motif bunga laut dan binatang laut. Pertemuan
masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Cina, Belanda,
Arab, India, Melayu, dan Jepang, pada zaman lampau telah mewarnai
perubahan pada motif dan tata warna seni batik. Motif yang paling terkenal
saat ini adalah batik Jlamprang yang diilhami dari India dan Arab. Untuk
batik encim dan klengenan, diperngaruhi oleh peranakan Cina. Pada zaman
penjajahan Jepang muncul batik Hokokai, yaitu batik dengan motif dan
warna yang mirip kimono Jepang.
4.3. Pengrajin Batik Tulis
Objek dalam penelitian ini adalah pengrajin batik tulis yang
berkecimpung di sektor industri batik di Kecamatan Wiradesa, Kabupaten
57
Pekalongan. Industri batik tulis merupakan sektor industri yang terus
berkembang sekaligus menjadi tumpuan sektor penyerapan tenaga kerja di
Kabupaten Pekalongan, khususnya Kecamatan Wiradesa. Masyarakat yang
hingga kini aktifitas sehari harinya terkait dengan usaha membatik sebagai
mata pencaharian masyarakat yang tinggal di sekitar daerah sektor
pembatikan, meliputi pedagang bahan-bahan material batik, pembuat alat
batik, perajin batik, pedagang batik, pemerhati batik hingga konsumen batik,
mereka dari kecil memang sudah terbiasa dengan usaha turun-temurun
produksi pembatikan. Batik tulis memang sangat menjanjikan dan
merupakan rintisan dari seni membatik pada jamannya, sehingga walaupun
sekarang banyak berkembang mesin-mesin modern yang memproduksi
batik dengan massal untuk menghasilkan banyak sekali produk dengan
waktu yang singkat. Ini tidak membuat usaha batik tulis terpuruk, melainkan
semakin banyak yang mencintai batik, semakin besar permintaan atas batik
tulis, sehingga harganyapun lumayan lebih mahal.
58
BAB V
ANALISIS HASIL PENELITIAN
Pada bab ini dibahas hasil penelitian berdasarkan observasi,
wawancara dan dokumentasi dalam pengumpulan data. Setelah proses
pengumpulan data, kemudian dilakukan teknik analisis data secara
deskriptif tentang Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Pengrajin
Batik Tulis Pekalongan: Studi Kasus di Kecamatan Wiradesa Kabupaten
Pekalongan. Analisis hasil penelitian ini didasarkan pada pengamatan di
lapangan dan wawancara pada bulan Mei – Juli 2013 dengan 5 informan.
Informan yang diambil dalam penelitian sebanyak 5 orang pengrajin batik
Pekalongan yang memproduksi batik tulis di Kecamatan Wiradesa
Kabupaten Pekalongan.
Menurut latar belakang batik sebagai warisan budaya Indonesia yang
harus dilestarikan keberadaannya dan harus diwarisi kepada generasi muda,
maka kebutuhan informasi mengenai batik itu sendiri sangat dirasa penting
untuk mendukung segala aspek kegiatan dalam pendalaman pengetahuan
tentang pengembangan batik di Pekalongan sendiri oleh beberapa pengrajin
batik Pekalongan khususnya pengrajin batik tulis. Peneliti hanya mengkaji
pengrajin batik tulis di Pekalongan. Oleh karena itu peneliti melakukan
observasi dan wawancara dengan informan yang merupakan pengrajin batik
Pekalongan untuk mendapatkan informasi tentang apa yang dibutuhkan dan
bagaimana mereka mencari informasi tersebut. Setelah pengumpulan data
59
sudah dilakukan, maka peneliti mengolah data dan dianalisis agar
mendapatkan simpulan dari penelitian ini.
5.1. Informan yang terlibat dalam penelitian.
Informan tersebut merupakan para pengrajin batik tulis Pekalongan.
Peneliti memilih para informan yang merupakan pengrajin batik yang masih
menggunakan teknik membatik dengan tangan yaitu dengan batik tulis yang
dihasilkan. Data informan dapat dilihat pada lampiran tabel 5.1.
5.2. Analisis Data
5.2.1. Awal mulai usaha batik Pekalongan
Para pengrajin batik Pekalongan melakukan bisnis atau usaha batik ini
sudah dimulai cukup lama, ini bisa dilihat dari cara mereka mengelola usaha
dengan sangat terkontrol dan sudah mempunyai omset yang lumayan besar.
Berikut informasi yang diperoleh peneliti mengenai pertanyaan tentang
kapan awal mula memulai usaha batik Pekalongan. Transkrip wawancara
dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.1.
Para informan yang diwawancarai menyatakan bahwa mereka sudah
memulai bisnis atau usaha batik Pekalongan ini sejak beberapa tahun yang
lalu, dan sudah mengeluti usaha batik dengan memproduksi batik tulis
sebagai produk utama dalam proses pengerjaannya. Sebagian dari informan
menyatakan bahwa mereka sudah memulai usaha batik secara turun temurun
dari nenek buyut mereka yang memang sejak dulu sudah berprofesi sebagai
60
pengrajin batik. Seperti diutarakan oleh salah satu informan yaitu Bapak
Khaerudin, sebagai berikut:
“Mulai yaa sekitar 1997 kayaknya mbak… saya mulai sendiri disini 1997. Kalau dulu turun-temurun dari bapak saya ya dari 40 tahunan yang lalu kira-kira.”
Sejurus dengan pernyataan informan diatas bahwa mereka merintis
usaha batik bukan dari diri sendiri melainkan sudah usaha turun temurun
dari orang tua, namun memisahkan diri dengan membuka pabrik sendiri
setelah mendapat ilmu pembatikan dari orang tua. Sependapat juga dengan
pernyataan Bapak Zamroni, sebagai berikut:
“Kurang lebih ya... tahun 2002. Usaha turun temurun dari orang tua mbak. Jadi Saya yaa melanjutkan usaha orang tua.”
Dan pernyataan dari Bapak H. Abdul Haris, yaitu sebagai berikut:
“ Hmmm...Kurang lebih ya... tahun 1993. Itu saya memisahkan diri dari usaha kakak Saya.”
Namun berbeda ketika salah satu informan menyatakan bahwa beliau
merintis usaha batik Pekalongan ini dengan sebelumnya bekerja sebagai
seorang buruh batik di usaha pengrajin batik lain di kota Pekalongan.
Seperti diungkapkan oleh salah satu informan yaitu Bapak H. Daanan,
sebagai berikut:
“Iki wes kawit biyen Nok, jaman Aku sek nom, biyen ki ow… Aku melu wong 16 tahunan buruh Nok, neng Pekalongan Kota… dadi tukang mbatik Nok, saiki alhamdulillah Nok, wes biso mandiri bangun usaha dewe Nok, yo kiro-kiro taun 1984 mulai bisnis batik dewe”
“Masa moncere yoo Nok… Aku biyen pernah jaya-jaya ne kui ow Nok taun 1987, kui Aku ngroso penak e nemen Nok luru duwet, ha’ah… biso go tuku kebon mrono mrene, bangun umah go anak-anakku Nok, Aku yo iso mangkat Kaji ping 2 Nok…. Hmmm… gampangane yo seneng Nok jaman
61
sak munu ow nok… hu’um…wes seneng urep kui Nok. Tapi saiki angel Nok, wes sepi…”
Disini penulis mencoba menerjemahkan isinya, sebagai berikut:
“Ini sudah dari dulu Nok(sebutan nak kepada anak perempuan), pada zaman Aku masih muda, dulu itu... aku ikut orang selama 16 tahunan menjadi seorang buruh Nok, di Pekalongan Kota jadi pembatik atau buruh batik Nok. Sekarang alhamdulillah Nok, sudah bisa mandiri bangun usaha sendiri Nok, yaa kira-kira tahun 1984 mulai bisnis batik sendiri”
“Masa kejayaan ku ya Nok, Aku dulu pernah mengalami masa kejayaan itu Nok tahun 1987, itu Aku merasakan hidup enak sekali, mencari uang mudah Nok, iya bisa beli kebun disana sini, bisa membangun rumah untuk anak-anakku Nok, Aku sudah bisa naik haji 2 kali. Hmmm.. mudah dan senang hidup jaman itu. Hu’um... mudah waktu itu, tetapi sekarang sulit Nok, sudah sepi”
Menurut pernyataan informan diatas dapat disimpulkan bahwa
sebagian pengrajin batik Pekalongan yaitu 1 dari 5 informan merintis usaha
batik Pekalongan ini dengan sebelumnya bekerja sebagai seorang buruh
batik di usaha pengrajin batik lain di kota Pekalongan. Dan 4 dari 5
informan menyatakan bahwa mereka sudah memulai usaha batik turun-
temurun dari usaha keluarga terdahulu.
5.2.2. Pembatikan dan Tenaga Kerja
Kegiatan pembatikan yang dilakukan di dalam usaha batik oleh semua
pengrajin batik Pekalongan yang menjadi informan dalam penelitian,
dilakukan dengan berbagai cara pembatikan menurut dengan teknik dan
proses dari tahapan membatik tersebut. Menurut hasil wawancara, peneliti
memperoleh informasi tentang bagaimana cara pembatikan dan bagaimana
tenaga kerja yang diberdayakan serta apakah tenaga kerja dipisahkan
62
menurut keahlian dalam proses pembatikan. Transkrip wawancara dapat
dilihat pada lampiran tabel 5.2.2.
Dengan mempekerjakan beberapa orang pembatik dan pekerja lain
dalam proses dan tahapan membatik ini, informan membedakan berdasarkan
keahlian dari masing-masing pegawai batik. Seperti diungkapkan oleh
Bapak Sutoyo, sebagai berikut:
“Tenaga kerja di sini itu ada kurang lebih 20 orang ada mbak, 7 laki-laki dan 13 perempuan.”
“Yaa... dibedakan tho mbak, menurut tahapannya, kalo biasanya perempuan itu ya yang mbatik, nembok, ngebok, dan laki-laki ya mewarnai sama nglerot mbak... itu siih.”
Tenaga kerja atau pegawai dalam sebuah usaha batik tidak bisa
diperkirakan sama banyaknya atau harus berapa pegawainya, jumlah
pegawai di setiap usaha batik itu tergantung dari berapa banyak tenaga kerja
yang dibutuhkan dan bagaimana membuat usaha batik ini bisa berjalan
seperti yang diharapkan dengan memberdayakan masyarakat sekitar untuk
menjadi pekerja batik tersebut. Seperti diutarakan oleh informan yaitu
Bapak Daanan, sebagai berikut:
“Jaman biyen ow Nok… akeh Nok pegawene… 600 uwong pernah e biyen jaman sakmunu Nok. Wes iki sakmene oww Nok…. Kebak kabeh Nok pegawene (sambil menunjuk-nunjuk ke tempat salah satu ruangan di gudang dimana sekarang sudah menjadi tempat meletakkan barang-barang tidak dipakai, dulunya tempat kerja pegawai untuk membatik). Saiki pegawe ku ono 50 uwong Nok, 30 wedok 20 lanang Nok. Ono sing digowo balek ng umahe dewe-dewe Nok, sekitare kui 60an wong. Kenopo saiki sitik pegawene ya mergo kui Nok, saiki jaman e wes angel, ora koyo biyen maneh a.. Nok”
63
Di sini peneliti berusaha mengartikan ke dalam bahasa Indonesia,
sebagai berikut:
“Pada zaman dulu ow Nok,.. banyak Nok pegawainya....600an orang pernah pada waktu dulu itu. Nah udah segini ya Nok penuh semua ini ruangan ini semua pegawainya (sambil menunjuk-nunjuk ke tempat salah satu ruangan di gudang dimana sekarang sudah menjadi tempat meletakkan barang-barang tidak dipakai, dulunya tempat kerja pegawai untuk membatik). Sekarang pegawaiku ada 50 orang Nok, 30 perempuan dan 20 laki-laki. Ada yang kainnya dibawa pulang ke rumah masing-masing Nok, sekitar 60an orang. Jadi kira-kira ya 110 orang pegawainya. Kenapa kok sekarang sedikit pegawainya,yaa karena zaman sekarang itu susah Nok, tidak seperti dulu lagi Nok”
Senada dengan pernyataan Bapak Khaerudin yang menyatakan bahwa
pegawainya juga dibedakan berdasarkan keahliannya sebagai berikut:
“Sekitar 15 orang mbak, 9 laki-laki karo an 6 sing wedok e rhaa mbak..” “Oh… ya dibedakan rhaa… itu sebelah sana itu menggambar pola desain yang sudah dibuat itu dijaplak di kain, trus selanjutnya ada yang membatik, dan ada yang mewarna, semua ada bagian-bagiannya”
Tidak bisa dipungkiri bahwa teknik pembatikan pada dasarnya sama
saja dalam tahap dan proses yang dilakukan untuk menghasilkan kain batik
yang berkualitas tinggi, walaupun ada beberapa yang cara pengerjaannya
lain, ini dikarenakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Zamroni bahwa prosesnya juga sama dengan
pengrajin batik lain, sebagai berikut:
“Oohh.. dipisah mbak, pisah ha’ah. Bagiannya sendiri-sendiri. Emm... 4 tahap mbak. Emmm... mulai dari motif, pembatikan, pewarnaan terus finishing. Finishing itu terakhir mbak”
Ada juga yang memberikan keleluasaan kepada pegawainya untuk
bisa merolling perkerjaan, seperti dari yang biasanya kegiatannya pada
proses pembatikan tahap awal, nanti bisa suatu saat mengerjakan kegiatan
64
pada proses pembatikan tahap akhir, atau mana saja sesuai dengan pergiliran
tersebut. Sesuai dengan yang disampaikan oleh Bapak H. Abdul Haris,
sebagai berikut:
“Oohh.. dipisah mbak, pisah ha’ah. Bagiannya sendiri-sendiri. Kan yaa harus ada keahlian sendiri-sendiri mbak, tetapi semua bisa digilir”
Dari pernyataan informan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam
mengelola usaha batik, informan mempunyai kebijakan sendiri-sendiri
tentang berapa jumlah tenaga kerja yang diberdayakan, sesuai kebutuhan
dalam proses pembatikan. Dan juga terlihat dari pernyataan 5 informan
diatas dapat disimpulkan juga bahwa mengatur posisi dalam menjalankan
kegiatan membatik itu dibedakan menurut tingkat keahlian dan tahapan
dalam proses membatik.
5.2.3. Informasi yang dibutuhkan informan
Pada pertanyaan selanjutnya peneliti menanyakan pada informan apa
saja informasi yang dibutuhkan dalam menjalankan usaha batik ini.
Transkrip wawancara dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.3.
Informasi yang dibutuhkan para pengrajin batik pekalongan, menurut
hasil analisis wawancara yang dilakukan peneliti mengungkapkan bahwa
informasi yang dibutuhkan mereka kurang lebih sama, yaitu tentang motif
batik dan perkembangannya. Ini seperti diungkapkan oleh salah satu
informan yaitu Bapak Zamroni, sebagai berikut:
“Pembinaan, UKM, ha’ah pembinaan dari Deperindag, kadang pernah aa..mbak, hu’umm... kadang-kadang mbak yaa mungkin setahun sekali pertemuannya mbak kalau ada undangan. Undangan dari UKM, dari mitra binaan yaa bisa mbak... telkom biasanya mbak”
65
Informasi yang dibutuhkan adalah informasi tentang batik itu sendiri,
bagaimana melestarikannya, mengembangkan ide kreatif untuk desain motif
batik juga, informasi tentang seminar dan pelatihan. Tidak berbeda dengan
yang diutarakan oleh informan selanjutnya yaitu Bapak Sutoyo, yang
menyatakan bahwa:
“Ya tentang motif batik itu sendiri, melestarikan batik, bagaimana mengembangkan ide dan kreatifitas kita untuk bisa menghasilkan desain batik yang lain daripada yang lain, itu biasanya mbak, informasi tentang pagelaran-pagelaran dan seminar-seminar tentang batik”
Ada juga yang berpendapat bahwa kebutuhan informasi informan juga
tidak lepas dari informasi tentang modal dan pendanaan, seperti yang
diungkapkan oleh Bapak H.Abdul Haris, sebagai berikut:
“Informasi nek muni UKM kan modal yo...mbak, biasane nggak nyampe ke bawah, yoo...modale seadanya.”
“Tentang modal mbak, manajemen juga... ya motif baru juga mbak. Tapi biasanya itu kalau dari Deperindag itu informasinya untuk kalangan atas mbak, tidak sampai ke usaha-usaha seperti kita ini. Susah mbak”
Menitik pada informasi tentang pendanaan atau permodalan usaha
kecil menengah, maka usaha kecil yang memang belum bisa terjamah oleh
pemerintah ya sulit untuk berkembang, karena realisasinya memang ada
pihak-pihak yang menjadikan kegiatan itu untuk kalangan atas saja, oleh
karena itu usaha kecil semakit terpinggirkan.
Ada juga informan yang tidak mau tahu perkembangan batik baik itu
motif maupun perkembangan teknologi yang ada. Ini terlihat dari
wawancara dan pemantauan peneliti bahwa informan sendiri tidak begitu
66
memikirkan tentang informasi apa yang bisa untuk mendukung
berkembangnya usaha mereka, seperti yang diungkapkan salah seorang
informan sebagai berikut:
“Informasi kemana ini mbak? Oohh... ya kalau informasi tentang batik ya sudah punya bekal dari dulu mbak, sejak orang tua dan turun temurun ya sudah tau cara-cara membatik”
Sejurus dengan pendapat diatas, ada juga yang berpendapat bahwa
informasi itu sudah cukup dimiliki dari dulu sampai sekarang, tidak mencari
informasi lain lagi. Seperti berikut:
“Informasi ne yaaa… iki wes turun temurun jaman biyen Nok, lingkungan neng kene Pekalongan kan wes biasa mbatik Nok, dadi ngerti informasi ne kepriye carane batik. Lha.. sing biasane ya informasi sekitar gambar-gambar batik Nok, koyo batik kuno, fariasi nopo rha Nok…”
Peneliti berusaha untuk mengartikan pendapat diatas, seperti berikut:
“Informasinya yaa... ini kan sudah turun temurun sejak dulu Nok, lingkungan di sini Pekalongan kan ya sudah biasa dengan membatik Nok, jadi sudah mengerti informasi bagaimana cara membatik. Lhaa.. yang biasanya itu informasi sekitar gambar-gambar batik Nok, seperti batik kuno, variasinya juga itu Nok.”
Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa Informasi
yang dibutuhkan informan ini adalah tentang motif batik Pekalongan. 3 dari
5 informan menyatakan membutuhkan informasi tentang UKM, manajemen
dan pengelolaan usaha batik, tentang pameran dan pelatihan tentang batik,
namun ada 2 dari 5 informan yang tidak mengerti dengan jelas apa
informasi yang seharusnya mereka perlukan, karena sudah nyaman dengan
keadaan sekarang dengan bekal dari orang tua dan usaha turun temurun
67
yang mampu menghidupi keluarga tanpa berfikir kebutuhan informasi
tentang perkembangan motif batik dan sebagainya. Diperoleh juga dengan
berbagai bentuk dan jenis informasi seperti apa yang dibutuhkan. Informasi
ini mengambarkan bagaimana kebutuhan informan dalam pengembangan
usaha mereka.
5.2.4. Tujuan Mencari Informasi Tentang Batik
Pengrajin batik juga mempunyai tujuan mengapa mereka mencari
informasi tentang batik Pekalongan, berikut hasil wawancara dengan
informan mengenai pertanyaan tentang tujuan mereka mencari informasi
tentang batik Pekalongan. Transkrip wawancara dapat dilihat pada lampiran
tabel 5.2.4.
Informasi yang dibutuhkan oleh informan ini sangat berguna untuk
memajukan usaha batik mereka dan perkembangannya. Seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Abdul Haris, sebagai berikut:
“Oh... ya mbak, biasanya kan informasi tentang motif batik, terus tentang pemasaran, ha’ah manajemen biasanya”
“Tujuannya untuk memajukan usaha, ha’ah dan perkembangan
usaha.”
Sejurus dengan pernyataan diatas bahwa dalam usaha untuk
memperkaya tentang informasi batik mereka, dan supaya makin dikenal
dikalangan masyarakat, mereka membutuhkan informasi, seperti yang
disampaikan oleh Bapak Sutoyo, sebagai berikut:
68
“Hmmm... untuk memperkaya tentang info batik kita, seperti batik Pekalongan ini supaya makin dikenal, seperti itu mbak. Ya itu dengan mengikuti seminar-seminar dan juga pameran-pameran itu”
Sama seperti tujuan informan diatas, informasi dibutuhkan juga untuk
mengetahui perkembangan usaha batik, adanya promosi-promosi tentang
batik dan untuk memudahkan dalam pemasaran, seperti diungkapkan oleh
informan Bapak Zamroni, sebagai berikut:
“Oh... ya mbak, biasanya kan informasi tentang motif batik, terus tentang pemasaran, ha’ah manajemen biasanya”
“Tujuannya untuk memajukan usaha, ha’ah dan perkembangan usaha. Biasanya promosi mbak, kalau anu kan promosi mbak, pameran. Kalau dari telkom itu pameran mbak.... he’em..”
Ada juga yang membutuhkan informasi tentang batik untuk
memajukan usaha dan untuk mencegah ketertinggalannya dengan produk
lain, seperti disampaikan oleh Bapak H. Daanan, sebagai berikut:
“Hmmmm… men ojo kalah saing Nok, jaman saiki kudu pinter-pinter gawe ide anyar nggo gawe motif batik sing anyar”
Disini penulis berusaha mengartikan kalimat diatas sebagai berikut: (“Hmmm... biar tidak kalah bersaing Nok, zaman sekarang harus
pinter-pinter bikin ide baru untuk membuat motif batik yang baru”)
Dari pernyataan para informan diatas, dapat disimpulkan bahwa
semua informan mempunyai tujuan dalam mencari informasi tentang batik
adalah untuk memajukan usaha pembatikan, memajukan promosi,
mengetahui kalau ada pelatihan dan pameran batik, memperkaya informasi
tentang batik untuk memberikan kesan batik lebih terkenal lagi, dan tujuan
adanya kebutuhan informasi tentang batik adalah agar tidak kalah bersaing
69
dengan pengrajin batik lain tentang motif batik baru, agar selalu mengikuti
perkembangan zaman.
5.2.5. Jenis Informasi
Banyak variasi jenis informasi yang digunakan dalam memenuhi
kebutuhan informasi para pengrajin batik tulis Pekalongan, jenis informasi
tersebut digunakan informan untuk meningkatkan pengetahuan mereka dan
memperkaya ilmu dan informasi. Berikut data yang diperoleh tentang jenis
informasi yang digunakan dan dibutuhkan dalam usaha batik tulis
Pekalongan oleh informan dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.5.
Menurut hasil wawancara yang telah dilakukan, bahwa informan
mencari informasi tentang perkembangan batik termasuk jenis informasinya
baik dalam bentuk tertulis maupun lisan mengenai jenis pembatikan yang
digunakan, seperti diungkapkan oleh informan Bapak Khaerudin yang
menyatakan jenis informasi yang dimaksud adalah jenis dari cara
pembatikan, sebagai berikut:
“Jenis informasi yang dilakukan untuk batik yaaa.. jenisnya motif batik banyak sekali mbak, printing, tulis, cap, semitulis, kombinasi, kan kayak gitu. Motifnya juga macem-macem ada yang background ada yang apa lah itu saya tidak tahu, itu masalah dari setiap home industri itu memiliki kelainan dari cara motif yang dibuat sendiri-sendiri.”
Dan dari pernyataan Abdul Haris sebagai berikut:
“Heemm.... informasi terutama tentang motif sama ini Mbak, pengembangan-pengembangan yang kreatif, yang model-model terbaru... biasanya tentang pewarnaan juga.”
Sedangkan menurut informan lainnya mengungkapkan bahwa jenis
informasi yang digunakan adalah informasi tentang pelatihan, seminar dan
70
kegiatan perkumpulan yang diadakan oleh kelompok tertentu, seperti
diungkapkan oleh Bapak Zamroni, sebagai berikut:
“Heemm.... informasi terutama tentang motif sama ini Mbak, pengembangan-pengembangan yang kreatif, yang model-model terbaru... biasanya tentang pewarnaan, trus pewarnaan menurut ini mbak, pengobatan alami, warna alam itu biasanya Mbak, yaa dari seminar itu Mbak”
Sejurus dengan pendapat informan diatas, informan lain yaitu Bapak
Sutoyo juga mengungkapkan, sebagai berikut:
“Hmmm... yaaa itu mbak, dari informasi tentang motif batik yang baru, kombinasi dengan motif kuno untuk menghasilkan karya baru dan bernilai seni tinggi. Informasi tentang pengembangan-pengembangan batik saja mbak, yah itu makanya ikut seminar dan pelatihan-pelatihan itu”
Menurut Daanan mengungkapkan bahwa jenis informasi yang digunakan sudah biasa digunakan sehari-hari, sehingga tidak masalah bagi informan, berikut pernyataannya:
“Biasa Nok, yo kui mau… men batik e ora ketinggalan liane kudu pinter-pinter gawe motif batik liyo, ben ora bosen. Ora tau luru-luru informasi apa-apa Nok, wong tuwo dadi ora ngerti kayak kui, internet-internet ora paham Aku Nok”
Peneliti berusaha memberikan arti dalam bahasa indonesia, sebagai berikut:
“Biasa Nok, ya itu tadi... agar batiknya tidak ketinggalan yang lain itu harus pinter-pinter membuat motif batik lain, agar tidak bosan. Tidak pernah cari-cari informasi apa-apa Nok, orang tua jadi tidak pernah mengerti yang seperti itu, internet-internet tidak begitu paham Aku Nok.”
Dari pernyataan informan diatas, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan
informasi mereka sangat beragam, yang mana mereka dari kelima informan
menyatakan membutuhkan jenis informasi tentang cara pembatikan,
informasi tentang seminar batik, pelatihan dan motif-motif dan corak ragam
hias batik. Jenis informasi yang digunakan dalam mengembangkan
71
informasi tentang batik pekalongan, oleh karena itu semua jawaban sedikit
sama dengan pertanyaan mengenai informasi apa yang dibutuhkan, bukan
jenis informasi seperti apa yang dibutuhkan.
5.2.6. Bentuk Informasi
Banyak sekali variasi bentuk informasi yang dimanfaatkan oleh
informan dalam memenuhi kebutuhan informasi mereka. Bentuk informasi
tersebut dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang informasi
yang dibutuhkan informan. Berikut data yang telah diperoleh dari hasil
wawancara dengan informan mengenai pertanyaan bentuk informasi seperti
apa yang digunakan oleh informan dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.6.
Sebagian besar dari informan memilih bentuk informasi yang
digunakan adalah buku-buku yang secara pribadi di koleksi. Buku-buku
tersebut juga digunakan untuk memberikan dan mengembangkan kreatifitas
baru. Seperti dijelaskan oleh Abdul Haris, sebagai berikut:
“Oh... punya buku sendiri mbak. Kalau buku itu tentang manajemen, masalah manajemannya.... Kalau buku-buku biasanya lihat di pameran-pameran atau mencari majalah-majalah untuk motif-motifnya sih Mbak...”
Sejurus dengan pernyataan diatas bahwa bentuk informasi yang
dimanfaatkan adalah buku, seperti yang diutarakan oleh Zamroni yang
menyatakan bahwa:
“Oh... kalau buku itu tentang manajemen, masalah manajemannya.... Kalau buku-buku biasanya lihat di pameran-pameran atau mencari majalah-majalah untuk motif-motifnya sih Mbak...”
72
Dan juga oleh Sutoyo yang juga menggunakan buku-buku untuk
memenuhi kebutuhan informasinya, berikut pernyataannya:
“Oh... itu biasanya kalau buku itu tentang motif baik itu yang baru dan yang motif batik kuno, masalah manajemannya....”
Sedangkan menurut informan lain, mereka belum begitu mengenal
bentuk informasi manapun, dan juga belum menggunakan buku atau bentuk
informasi lain, seperti yang diungkapkan oleh Daanan sebagai berikut:
“Yoo… embuh Nok, ora ngerti sing kepriye-kepriye. Sing penting iso
jalan terus usahane” Juga oleh Khaerudin yang tidak berbeda jawabannya, seperti berikut:
“Ndak tau mbak, ora ngerti sing koyo kui. Sing penting iso jalan terus usahane”
Dari beberapa jawaban diatas mengenai bentuk informasi seperti apa
yang digunakan informan dalam memenuhi informasinya, digambarkan
terdapat perbedaan antara yang mengetahui informasi dengan yang belum
mengenal lebih jauh tentang perkembangan informasi tersebut. Terlihat ada
3 dari 5 informan sudah menggunakan buku-buku dan majalah, tabloid
tentang motif batik Pekalongan dan ragam hiasnya untuk mengembangkan
produk batik mereka, sedangkan 2 dari 5 informan yang lain hanya
mempertahankan usaha agar tetap berjalan lancar tanpa mengejar informasi
dari luar, hanya mengandalkan informasi dalam bentuk lisan yaitu dari
rekan sejawat dalam perkumpulan pengrajin batik tulis Pekalongan.
73
5.2.7. Sumber Informasi
Sumber informasi yang butuhkan oleh informan diperoleh dari
berbagai sumber, dan setiap informan mempunyai cara sendiri-sendiri dalam
menentukan dari mana informasi itu diperoleh. Berikut adalah hasil dari
data wawancara yang diperoleh dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.7.
Informasi mereka tentang batik Pekalongan masih sulit didapatkan,
dari sebagian besar mereka masih menggunakan informasi dan pengetahuan
membatik dari informasi orang tua yang sejak dulu diwarisi. Seperti
diutarakan oleh Khaerudin, sebagai berikut:
“Sebelum ada internet mbak ini, hahahaa sudah mencetuskan batik. Ini berdasarkan usaha turut temurun mbak.. adapun sekarang ada internet sebagian orang kalau yang bisa internet, kalau saya ndak ngerti mbak, wong sms saja ndak bisa, telepon bisa”
Tentang perkembangan batik juga mereka mengerti dari pasaran saja,
belum melihat dari sumber informasi lain, seperti Daanan dan Abdul Haris
yang menyatakan:
“Biasane ya pasaran rhaa Nok… pasaran, ha’ah rhaa… njaluk e op kayak kuii”(Daanan)
“Ha’ah... beli buku, bukunya beli. Kadang ada dari teman dan pelanggan yang minta untuk dibuatkan motif apa saja, bisa tergantung pesanan”(Abdul Haris).
Sedangkan dari beberapa informan lain yang sudah menggunakan
buku-buku dan jenis informasi tertulis maupun lisan dari informasi teman
sejawat lainnya yang diperoleh mereka dari majalah atau internet. Seperti
yang dijelaskan oleh Sutoyo, sebagai berikut:
“Yaa... itu mbak saling tukar informasi pas seminar diadakan itu mbak, ya buku juga, banyaklah mbak. Kalau buku-buku biasanya lihat di
74
pameran-pameran atau mencari majalah-majalah untuk motif-motifnya sih Mbak... bisa juga Saya mencari di internet biasanya.” Saya cari di internet juga”
Sejalan dengan pernyataan diatas, dikuatkan juga oleh pernyataan dari
informan Zamroni, sebagai berikut: “Ha’ah... beli buku, ha’ah perkumpulan, binaan-binaan telkom, atau
UKM itu sih Mbak...”
“Itu beli mbak,.... di pameran-pameran. Atau lihat-lihat di Gramedia” Menurut pernyataan informan diatas, dapat disimpulkan bahwa tidak
semua informan yaitu hanya ada 2 dari 5 informan yang memanfaatkan
informasi dalam bentuk cetak seperti majalah, buku, atau internet. Mereka
juga ada yang hanya memanfaatkan informasi lisan yaitu dari rekan sejawat
dan pesanan dari langganan mereka yaitu 3 dari 5 informan. Ada dari
mereka yang memperoleh informasi dari internet, ini menggambarkan
bahwa pengrajin batik Pekalongan sudah terjamah teknologi informasi.
5.2.8. Informasi dari Perpustakaan
Perpustakaan merupakan tempat semua informasi ditampung dan
dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat. Sayangnya masyarakat
khususnya pengrajin batik Pekalongan belum pemanfaatkan keberadaan
perpustakaan sebagai pusat sumber informasi mereka. Berikut data
wawacara yang diperoleh dengan pertanyaan pernahkan informan
mengunjungi perpustakaan dan memanfaatkan informasi di dalamnya, dan
kemana mereka datang untuk mencari informasi tentang batik. Transkrip
wawancara dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.8.
75
Informan lebih memilih pergi ke toko-toko buku dan di pameran-
pameran yang mereka hadiri dibanding pergi ke perpustakaan, ini terlihat
dari pernyataan Sutoyo dan Zamroni, sebagai berikut:
“Hehee... belum mbak, tidak... biasanya beli, saat ada pameran... ya seperti acara GBN itu kan pasti banyak buku-buku tentang batik, ya beli di situ. Lumayan mahal juga mbak. Sekitarnya ada yang Rp. 700.000, per bukunya.”(Sutoyo)
“Ndak Mbak.... Biasanya ke toko-toko buku. seringnya ke Gramedia, cari-cari buku yang referensi batik-batik kuno. Trus majalah.... majalah batik. Trus ke museum... museun Pekalongan ya tentang batik Mbak”(Zamroni)
Mereka pernah ikut pameran-pameran di kota-kota besar dalam
pagelaran batik Indonesia, ini sesuai dengan pernyataan dari Sutoyo, berikut
ini:
“Pernah di Jakarta mbak... acaranya pameran GBN (Gelar Batik Nusantara) yang biasanya diadakan 2 tahun sekali di bulan Juli. Biasanya diadakan di Jakarta yaitu di JCC.”
“Biasanya bergilir mbak.... bergilir iyaa... udah 2 kali sih mbak. Ada juga ”
Sedangkan informan lain belum memanfaatkan informasi tentang
batik pekalongan di perpustakaan karena masalah waktu dan kesempatan,
seperti diutarakan oleh Daanan dan Khaerudin, seperti berikut:
“Ora Nok, yaaa…. Sangkin sibuk e yo Nok, ora sempet areng perpustakaan. Biasane perpustakaan ya nggo bocah sekolah Nok. Hehehehee”(Daanan)
“Ndak mbak yaaa… Sangkin sibuk e, ora sempet areng perpustakaan. Hehe wes akeh gawean sing kudu dipikirke luweh ndiset Mbak.. hahaaa”(Khaerudin)
Dari hasil pernyataan informan diatas, dapat disimpulkan bahwa
perpustakaan belum menjadi tujuan utama apabila mencari informasi
76
tentang batik Pekalongan, ini dikarenakan tempat perpustakaan yang jauh
dan tidak ada waktu bagi mereka untuk datang ke perpustakaan, serta belum
adanya informasi tentang perpustakaan sebagai sumber informasi bagi
masyarakat.
5.2.9. Motif dan Ragam Hias Batik Pekalongan
5.2.9.1. Motif yang Dikenal Informan
Dengan banyaknya nama motif dan ragam hias batik sekarang ini,
membuat informan lebih leluasa dalam membuat berbagai motif dan hasil
kain batik yang bervariasi, berikut hasil wawancara yang diperoleh tentang
informasi apa yang diketahui pengrajin batik tulis mengenai motif batik dan
ragam hiasnya dan motif apa saja yang dibuat dalam mengkreasi batik
mereka dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.9.1.
Semakin banyak motif batik dan ragam hias batik Pekalongan ini
menjadikan informan kurang mengenal nama-mana motif batik yang sudah
terkenal di Indonesia dan khususnya motif batik khas Pekalongan. Mereka
hanya mengetahui saja bahwa ada banyak motif, tetapi tidak mengenal
dengan baik. Seperti diungkapkan oleh informan Abdul Haris dan Zamroni,
sebagai berikut:
“Oh... ada Mbak, motifnya yaaa nama-namanya ada Mbak banyak”(Abdul Haris)
“Oh... ada Mbak, motifnya yaaa nama-namanya ada Mbak”(Zamroni)
77
Mereka sedikit binggung ketika peneliti menanyakan apa saja motif
yang informan ketahui, mereka pengrajin batik yang tidak begitu
mempedulikan nama motif dan nama ragam hias batik pekalongan.
Ada dari informan yang mengungkapkan bahwa mereka tidak begitu
mengenal motif batik karena memang mereka sebagai pengrajin batik tetapi
hanya membuat produk kain bermotif batik saja, dan mereka sudah begitu
banyak memproduksi berbagai jenis motif kain batik sehingga informan
kurang menghafal nama-nama motif batik yang ada. Seperti diutarakan oleh
informan Khaerudin dan Daanan, sebagai berikut:
“Ora, wes sayah mbak asale….wes kemaremen dadi wes ora nggatekake kui motif apa, nek maune tak perhatikan motif iki motif opo… saiki wes ora nggatekake mbak, wes ora sempet. Wong adole ora potongan mbak, adole kie mgko borongan kadi tokone mbak, kekne neng toko mgko tokone gawe aran dewe, gawe aran motif apa dewe rhaa….ha’ah malah nang tokone sing ngarang, kene gawe produk totok…pokoke gawe kreasi sing apik, batik Pekalongan ha’ah kokui bae wes. Panora tokone sing ngarang nama motif dewe Nok, nek kene ngarang terus sing nggo ngarang kui suko nggo ngarang liyone Nok, heheheee kui kan pikirane kayak kui mbak.. hehehe”(Khaerudin)
“Yo akeh Nok…. Wes akeh saiki motif batik kui… sangkin akehe yoo
Aku ora ngerti ono piro sing penting iso nggawene Nok, masalah aran e motif opo yo Aku ora paham Nok. Wong batik sing tak gawe kie kui langsung di gowo areng toko-toko, kompeksi nopo dadi mengko sing ngarani kui kadi kono ne nok. Aku ora paham”(Daanan)
Sedangkan ada satu dari informan yang mengetahui motif batik khas
Pekalongan, seperti yang dituturkan oleh Sutoyo, sebagai berikut:
“Oh.. iya... ya kayak jlamprang, seno, sekar jagad, nyi roro kidul juga ada mbak, cawung, manuk cemiri, bunga-bunga, dan abstrak seperti itu aja sih mbak. Motif batik kan banyak mbak, apalagi di Pekalongan kan selalu bervariasi.”
78
Menurut pernyataan kelima informan diatas, dapat disimpulkan bahwa
dengan begitu banyaknya variasi motif dan ragam hias batik Pekalongan
tidak membuat informan memahami dengan benar akan nama-nama motif
batik yang mereka hasilkan, mereka hanya memproduksi, dan tidak
mengambil pusing tentang nama-nama motif batik.
5.2.9.2. Motif dan Ragam Hias Batik yang Diproduksi
Motif dan ragam hias batik sangat mempengaruhi perkembangan
usaha batik karena dengan membuat kain batik semakin terkenal dan
menjadi nilai seni tinggi ini terdapat pada corak motif dan ragam hias yang
digunakan, selain proses membatiknya yang begitu telaten. Berikut hasil
wawancara peneliti dengan informan mengenai motif dan ragam hias batik
apa yang digunakan dalam mengembangkan usaha batik mereka dapat
dilihat pada lampiran tabel 5.2.9.2.
Informan dalam membuat motif batik tidak membuat dengan motif
jlamprang saja, melainkan sekarang sudah mempunyai kreatifitas masing-
masing dalam menuangkan ide dan pikiran tentang kombinasi dari motif
batik kuno dan modern. Seperti motif batik fashion, motif abstrak, tema-
tema binatang dan bunga-bunga, seperti yang digambarkan diatas tabel.
Seperti yang diutarakan oleh Zamroni, sebagai berikut:
“Oh... yaa.. biasanya motif abstrak, fashion, ya ada Mbak trus motif alam... emmm.. motif ikan, tema-tema bunga sama binatang, seringnya yaa itu tok Mbak.”
“Kalau motif-motif parang, kalau kayak jlamprang, jogjanan kui untuk selingan Mbak... itu motif-motif pakem”
79
“Ha’ah,.... motif parang, trus truntum, seno, sri, untuk kombinasi aja Mbak”
Sedang ada pula informan yang membuat motif batik dari corak ciri
khas berbagai daerah di Indonesia, seperti corak Irian Jaya dengan motif
corak ada gambar patung-patung, tifa berbentuk gendang untuk menabuh,
dan corak motif aceh yang biasa bergambar pintu Aceh, serta corak
kalimantan dan sumatra. Mereka memproduksi batik atas pesanan
pelanggan. Kain batik yang dihasilkan akan dikirim langsung ke berbagai
pulau di Indonesia kemudian yang memberi nama motif adalah mereka yang
menjadi pelanggan dari para pengrajin batik Pekalongan, sehingga hak cipta
mereka belum terlindungi, yang memproduksi para pengrajin batik di
Pekalongan, tetapi kain tersebut diberi cap di kota-kota besar dan sudah
memberi cap atas nama pemilik toko. Seperti yang disampaikan oleh
Daanan sebagai berikut:
“Akeh Nok, akeh teo rhaa Nok. Sing biasane yaa… burung-burung, bunga, patung-patung Irian jaya, Tifa irian, motif Bengkulu, motif Aceh, Motif Sumatra, motif Aceh dengan nama Pintu Aceh, motif Lampung dengan nama gajah karena banyak gambar gajahnya, motif Batak dengan nama ulos dibuat untuk syal, motif irian buatan Pekalongan sini Nok, tapi dipasarkan ke Irian, disana ana pengusaha batik dari Pekalongan yang merantau ke Irian dia jadi sukses disana Nok. Kabeh nggawe kadi kene Nok, mengko di kirim nong kono sumatra, kalimantan, kabeh,”
Disini penulis berusaha menerjemakan isi dari jawaban informan,
sebagai berikut:
“Banyak Nok, banyak sekali sekarang. Yang biasanya yaa burung-burung, bunga, patung-patun Irian Jaya, Tifa Irian, motif Bengkulu, motif Aceh, Motif Sumatra, moti Aceh dengan pintu Aceh, motif Lampung dengan mana gajah karena banyak gambar gajahnya, motif Batak dengan
80
nama ulos dibuat untuk syal, motif irian buatan Pekalongan sini Nok, tapi dipasarkan ke Irian, disana ada pengusaha batik dari Pekalongan yang merantau ke Irian dia jadi sukses disana Nok. Semua itu dibuat dari sini, nanti dikirim ke sumatra, kalimantan, semua”
Sama halnya dengan produk batik yang dihasilkan oleh Abdul Haris,
sebagai berikut:
“Oh... yaa.. biasanya motif kalimantan mbak, motif kalimantan yang memang saya sudah rutin menyetok dari sana yang meminta. Batik tulis corak Kalimantan ini kalau dipasarkan disini ya kurang diminati mbak, begitu juga kalau batik motif jawa dan jogja itu dipasarkan ke Kalimantan ya sananya tidak mau. Karena begini mbak, saya membuat batik ya membuat batik saja, masalah nama nanti dari tokonya yang memberikan, nantinya yang mengecap nama itu sana.”
Dari hasil pernyataan kelima informan diatas dan pemantauan
lapangan dapat disimpulkan bahwa informan masih memproduksi motif
jlamprang sebagai motif khas Pekalongan dan berbagai macam motif yang
ada. Tetapi sekarang sudah mulai membuat kombinasi dari berbagai motif
tersebut sehingga menghasilkan motif yang bervariasi dan tidak monoton.
Dengan adanya motif bercorak ragam khas daerah-daerah di Indonesia,
maka informan membuat corak daerah seperti Kalimantan, Sumatra, Irian
Jaya, Lampung, dan sebagainya. Semua hasil karya seni mereka dikirim
langsung ke daerah-daerah tujuan pemasaran tanpa nama motif yang jelas,
sehingga hak cipta mereka belum tersentuh dan belum terlindungi. Seperti
yang diutarakan oleh Abdul Haris sebagai berikut:
“Yoo... ndak. Iya itu belum punya. Sini memproduksi barang nanti dari pihak toko atau pemesannya yang memberi nama.Ya itu ha’ah mbak wes kawit biyen ngunu.”
81
Untuk itu kendala dari informan sendiri adalah tentang hak cipta yang
belum mereka miliki, sehingga walaupun produk batik yang memproduksi
adalah pengrajin batik tulis Pekalongan tetapi hak cipta atas nama batik
tersebut sudah dimiliki oleh pengusaha-pengusaha di luar jawa yang
memesan batik dari mereka. Oleh karena itu perlu adanya pencantuman
nama untuk setiap produk batik yang mereka miliki dengan mengurus hak
cipta batik mereka.
5.2.10. Desain Batik Pekalongan
Berbagai macam motif dan corak ragam hias batik yang ada di
Pekalongan membuat informan semakin hari semakin harus memikirkan
bagaimana menghasilkan desain batik yang baru dan masih mempunyai
nilai seni yang tinggi, maka informan membuat gambar batik dengan
mendesain corak batik sebaik mungkin. Berikut hasil wawancara peneliti
dengan informan mengenai motif dan corak ragam hias batik, dari mana
mereka memperoleh desain motif batik tersebut, berikut hasilnya dapat
dilihat pada lampiran tabel 5.2.10.
Dalam membuat desain motif dan ragam hias batik tulis, mereka
mengandalkan dari ide dan kreatifitas akal pikiran sendiri, dengan
memikirkan motif batik dan seni membatik yang telah dimiliki sebelumnya,
seperti disampaikan oleh informan yaitu Daanan dan Khaerudin, sebagai
berikut:
“Yoo… kabeh kadi ide sendiri rhaa Nok, semua ide dan kreatifitas sendiri, mengko ana sing tukang gambar sing luweh lengkap. Desain
82
sendiri Nok. Ide dari pikiran sendiri. Wong Aku wong tuwo Nok, ora iso internetan, kui yo… go anakku sing ngerti rha Nok.. heheee… Aku sms-an be ora biso Nok, paling banter ya telpon Nok.eheheee… wong ora mudeng teknologi Nok”(Daanan)
“Iyaa… informasinya cuma yaa dari kreasi sendiri, ide, akal, dan lubuk hati, akan saya bikin seperti apa…seni, itu memang seni. Jiwa seni, batik itu seni dan jiwa seni. Nilai tingginya itu seni. Jadi mahalnya diseninya itu, lubuk hati keluar ide, diterapkan jadi bisa dibuktikan bisa dibeberkan bisa apa itu istilahnya…tenarkan lewat bukti pembuktian ohh.. ini berhasil.Nah ini hasilnya seperti ini… bisa dimanfaatkan oleh orang banyak, dari ide bisa dimanfaatkan oleh orang banyak bukan hanya lokal bahkan untuk internasional”(Khaerudin)
Sedangkan menurut beberapa informan lainnya mereka membuat
batik dengan sebelumnya melihat dari referensi-referensi yang sudah
dimiliki mereka seperti lihat di majalah, buku-buku, dan internet. Informasi
yang telah diketahui sebelumnya itu mereka gunakan untuk memadu
padankan corak dan motif batik dari segi warna maupun kombinasi dari
motif corak kuno dengan motif corak modern, informasi itu dimanfaatkan
untuk kemudian disatukan dengan ide dan pikiran sendiri, sehingga
menghasilkan motif batik baru yang belum pernah dibuat oleh pengrajin
lain, seperti disampaikan oleh Zamroni dan Sutoyo sejalan dengan pendapat
yang disampaikan oleh Abdul Haris, sebagai berikut:
“Yaa.... dari majalah Mbak, biasanya idenya. Internet juga. Trus kalau ada kira-kira ada motif bisa bawa ke tukang motif Mbak, jadi yang mengerjakan emmm... ya yang mengerjakan yaa ini termasuk anak buahlah.... pokoknya. He’emm.. polanya kan Saya, idenya Saya, Cuma dia yang mengerjakan. Polanya kan biasanya sedikit Mbak nanti dia yang mengembangkan”(Zamroni)
“Kebanyakan dari buku-buku mbak untuk gambaran bagaimana motif batik itu yang baik, nanti itu kreasi sendiri saja, ide dan imajinasi yang
83
kerja... ide dan yaa... pikiran kita saja mbak. Desain sendiri mbak, kadang ke tukang desain batik yang memang sudah punya desainer batik yang menghargai seni batik tinggi”(Sutoyo)
“Yaa.... dari majalah Mbak, biasanya idenya. Trus kalau ada kira-kira ada motif bisa bawa ke tukang motif Mbak, jadi yang mengerjakan emmm... ya yang mengerjakan yaa ini termasuk anak buahlah.... pokoknya. He’emm.. polanya kan Saya, idenya Saya, Cuma dia yang mengerjakan. Polanya kan biasanya sedikit Mbak nanti dia yang mengembangkan”
Selain mereka membuat sendiri ide, maka desain motif batik digambar
oleh seorang pendesain sendiri yang merupakan pegawai mereka, dari ide
yang dicetuskan maka akan digambar dengan lebih detail oleh pendesai
motif yang memang sudah mahir dalam menggambar motif batik, desainer
batik mereka menghargai seni batik tinggi.
Dari pernyataan informan diatas dapat disimpulkan bahwa 2 dari 5
informan membuat desain motif sendiri dari ide, pikiran, akal dan imajinasi
yang berkembang dengan mengedepankan karya seni yang bernilai tinggi
dalam membuat desain batik tersebut, sebagian lagi yaitu 3 dari 5 informan
ada yang mendapat inspirasi dari berbagai bentuk informasi yang telah ada
dan referensi -referensi yang sudah dimiliki mereka seperti lihat di majalah,
tabloid, buku-buku, dan internet.
5.2.11. Tempat Mencari Informasi
Dengan mengetahui informasi yang dibutuhkan informan diatas,
mereka menjadi mudah untuk menggunakan tempat-tempat yang menjadi
sumber informasi mereka. Seperti di pameran-pameran batik seluruh
Indonesia, penyuluhan tentang batik Pekalongan, toko-toko buku yang ada
84
di lingkungan Pekalongan. Mereka mencari informasi di tempat tersebut
untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan seperti tentang
perkembangan batik tulis Pekalongan dan motif ragam hiasnya. Dari
informasi yang dibutuhkan mereka mencari dan melakukan pemenuhan
kebutuhan informasi bertukar pikiran dengan rekan sejawatnya, pendidikan
dari warisan orang tua mereka, dan ada juga sebagian informan yang
mencari informasi dengan membeli buku, majalah, tabloid dan ada sebagian
yang menggunakan teknologi informasi melalui jejaring sosial dan internet.
Berikut hasil wawancara tentang pertanyaan tempat yang sering mereka
kunjungi ketika akan memenuhi kebutuhan informasinya, transkrip
wawancara dapat dilihat pada lampiran 5.2.11.
Mencari informasi tentang perkembangan batik Pekalongan mereka
dengan membaca buku-buku tentang batik, dan mereka biasanya mencari di
pameran-pameran, penyuluhan, dan ke toko buku. Seperti yang diutarakan
oleh Sutoyo sebagai berikut:
“Oh... itu biasanya kalau buku itu tentang motif baik itu yang baru dan yang motif batik kuno, masalah manajemannya.... Kalau buku-buku biasanya lihat di pameran-pameran atau mencari majalah-majalah untuk motif-motifnya sih Mbak... bisa juga Saya mencari di internet biasanya.”
“Biasanya beli, saat ada pameran... ya seperti acara GBN itu kan pasti banyak buku-buku tentang batik, ya beli di situ. Lumayan mahal juga mbak. Sekitarnya ada yang Rp. 700.000, per bukunya.”(Sutoyo)
Sejurus dengan pernyataan dari Zamroni dan Abdul Haris, tentang
tempat mencari informasinya yaitu sebagai berikut:
“Oh... kalau buku itu tentang manajemen, masalah manajemannya.... Kalau buku-buku biasanya lihat di pameran-pameran atau mencari majalah-
85
majalah untuk motif-motifnya sih Mbak...” “Itu beli mbak,.... di pameran-pameran. Atau lihat-lihat di Gramedia”(Zamroni)
“Yaa.... dari majalah Mbak, biasanya idenya. Ha’ah... beli buku,
bukunya beli. “Ada Mbak, oh... ya buku batik-batik Mbak, ada rhaa Mbak. Kadang-kadang cari buku yang motif-motif. Punya buku sendiri...”(Abdul Haris)
Ada juga dari mereka yang sudah menggunakan internet, mereka bisa
mencari berbagai motif batik Pekalongan dan motif batik modern serta
motif batik kuno di internet yang mereka manfaatkan, ada yang di rumah
sudah terpasang wifi dan speady yang bisa digunakan kapanpun selagi
dibutuhkan, selain itu juga menggunakan ponsel pintar, sehingga dapat
menjadi inspirasi bagi perkembangan batik di usaha batik mereka. Seperti
yang diungkapkan oleh Zamroni sebagai berikut:
“Yaaa... Saya bisa dari HP Mbak, Android, Google, di rumah ada Speady juga”
“Tinggal klik google ketik motif-motif batik kuno... nanti keluar semua tentang batiknya Mbak... sekarang mudah dan cepat”(Zamroni)
Dan juga persis dengan yang diutarakan oleh Sutoyo bahwa:
“Yaaa.... cari aja di google mbak, itu nanti sudah ada semua itu motif-motifnya banyak disitu, tinggal klik dan ketik aja siih... nanti ya keluar semua informasinya...”
Dari pernyataan informan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada 3 dari
5 informan yang mencari informasi dengan mendatangi tempat-tempat
sumber informasi seperti toko buku, pameran, pameran batik, penyuluhan
dan fasilitas internet yang ada dirumah maupun ponsel pintar, maka para
pengrajin batik dapat memanfaatkannya untuk mencari informasi yang
dibutuhkan dan untuk mengembangkan ide dan kreatifitas, dari semua
86
pengrajin batik mempunyai gaya sendiri-sendiri dalam mendatangi sumber
informasi untuk memenuhi kebutuhan informasinya, sehingga memudahkan
dalam mengelola dan mengembangkan usaha batik mereka. Ada 2 dari 5
informan yang belum mendatangi tempat sumber informasi karena memang
mereka hanya mengandalkan informasi dari pengetahuan dasar dari orang
tua yang sudah turun temurun, mereka sudah nyaman dengan informasi
yang sudah dimilikinya hanya untuk mempertahankan usahanya agar tetap
berjalan.
5.2.12. Cara Mencari Informasi
Sudah diketahui bahwa informasi yang dibutuhkan informan adalah
tentang perkembangan motif dan ragam hias batik, cara pembatikan,
promosi, pameran-pameran batik dan penyuluhan tentang batik Pekalongan
itu sendiri. Dari informasi yang dibutuhkan mereka mencari dan melakukan
pemenuhan kebutuhan informasi bertukar pikiran dengan rekan sejawatnya,
pendidikan dari warisan orang tua mereka, dan ada juga sebagian informan
yang mencari informasi dengan membeli buku, majalah, dan ada sebagian
yang menggunakan teknologi informasi melalui jejaring sosial dan internet.
Berikut hasil wawancara peneliti mengenai bagimana cara mereka mencari
informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi mereka tentang batik
Pekalongan dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.12.
Informasi mereka didapat dari membeli buku, dengan pertama-
pertama mendatangi toko buku dan mencari buku dengan judul dan tema
87
tentang motif batik maupun tentang perkembangan motif batik baik nasional
maupun khusus Pekalongan, ini tergambar dari pernyataan Abdul Haris,
sebagai berikut:
“Ha’ah... beli buku, bukunya beli. Kadang ada dari teman dan pelanggan yang minta untuk dibuatkan motif apa saja, bisa tergantung pesanan”
Sedangkan menurut Daanan dan Khaerudin yang memang tidak punya
referensi buku maupun dari internet, mereka mengandalkan informasi dari
rekan sejawat dan beberapa pelanggan yang memesan motif baru dan
modern, sehingga tetap berkembang sejalan dengan perkembangan batik di
Pekalongan, berikut penuturan mereka:
“Aku wong tuwo Nok, ora iso internetan, kui yo… go anakku sing ngerti rha Nok.. heheee… Aku sms-an be ora biso Nok, paling banter ya telpon Nok. eheheee… wong ora mudeng teknologi Nok” “paling ya kadi pesanan toko nok”
“Yaa… karena dari ide sendiri ya tidak mencari informasi mbak.
Pesanan dari pelanggan biasanya” Sedangkan informan yang sudah menggunakan internet, mereka bisa
mencari berbagai motif batik Pekalongan dan motif batik modern serta
motif batik kuno di internet yang mereka manfaatkan, ada yang di rumah
sudah terpasang wifi dan speady yang bisa digunakan kapanpun selagi
dibutuhkan, selain itu juga menggunakan ponsel pintar, sehingga dapat
menjadi inspirasi bagi perkembangan batik di usaha batik mereka. Informan
mencari informasi melalui internet, dikatakan bahwa pertama mereka
menggunakan google, android, dan sosial media lain yang mendukung
untuk pencarian, kemudian diketikkan kata kunci, misalnya “batik” maka
88
akan keluar semua informasi tentang batik yang mereka butuhkan. Seperti
yang disampaikan oleh Zamroni dan Sutoyo berikut ini:
“Yaaa... Saya bisa dari HP Mbak, Android, Google, di rumah ada
Speady juga” “Tinggal klik google ketik motif-motif batik kuno... nanti keluar
semua tentang batiknya Mbak... sekarang mudah dan cepat”(Zamroni) “Yaaa.... cari aja di google mbak, itu nanti sudah ada semua itu motif-
motifnya banyak disitu, tinggal klik dan ketik aja siih... nanti ya keluar semua informasinya...”(Sutoyo)
Dari pernyataan informan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ada 3
dari 5 informan yang sudah mencari informasi dengan membeli buku,
majalah, dan ada sebagian yang menggunakan teknologi informasi melalui
jejaring sosial dan internet. Dan ada 2 dari 5 informan yang tidak punya
referensi buku maupun dari internet, mereka mengandalkan informasi dari
rekan sejawat dan beberapa pelanggan yang memesan motif baru dan
modern. Dengan menggunakan berbagai bentuk media informasi maka
informan dapat memanfaatkannya untuk mencari informasi yang dibutuhkan
dan untuk mengembangkan ide dan kreatifitas, dari semua pengrajin batik
mempunyai gaya sendiri-sendiri dalam melakukan pencarian informasi
sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan alat yang digunakan, sehingga
memudahkan dalam mengelola usaha batik mereka.
89
5.2.13. Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi
Berdasarkan Pendidikan
Pengrajin batik tulis Pekalongan memiliki latar belakang pendidikan
yang berbeda – beda, yaitu 2 dari 5 informan memiliki pendidikan SD, 1
dari 5 informan memiliki pendidikan SMP, dan 2 dari 5 informan memiliki
pendidikan SMA. Berdasarkan latar belakang pendidikan, ini sangat
berpengaruh pada kebutuhan informasi dan perilaku pencarian informasi
mereka. Terlihat dari pernyataan diatas, bahwa kebanyakan dari mereka
yaitu informan yang memiliki latar belakang pendidikan SD dan SMP
kurang memikirkan informasi yang sebenarnya mereka butuhkan, seperti
pernyataan yang diutarakan oleh Daanan sebagai berikut:
“Informasi kemana ini mbak? Oohh... ya kalau informasi tentang batik ya sudah punya bekal dari dulu mbak, sejak orang tua dan turun temurun ya sudah tau cara-cara membatik”
Sejurus dengan pernyataan diatas, bapak Khaerudin juga
mengungkapkan bahwa:
“Informasi ne yaaa… iki wes turun temurun jaman biyen Nok, lingkungan neng kene Pekalongan kan wes biasa mbatik Nok, dadi ngerti informasi ne kepriye carane batik. Lha.. sing biasane ya informasi sekitar gambar-gambar batik Nok, koyo batik kuno, fariasi nopo rha Nok…”
Perilaku pencarian informasi informan yang berpendidikan SD dan
SMP juga belum seperti yang memang sudah mengenal informasi secara
lebih luas, ini terlihat dari cara mereka memperoleh informasi dari
pengetahuan orang tua terdahulu dan mereka mengandalkan informasi dari
90
rekan sejawat dan beberapa pelanggan yang memesan motif baru dan
modern.
Berbeda dengan informan yang memiliki latar belakang pendidikan
SMA, ada 2 dari 5 informan yang memiliki pendidikan SMA, mereka sudah
mengetahui informasi yang mereka butuhkan untuk mengembangakan usaha
batik tulis mereka dengan mengandalkan informasi dari luar yang sangat
beragam dan selalu up to date seperti yang disampaikan oleh Sutoyo sebagai
berikut:
“Ya tentang motif batik itu sendiri, melestarikan batik, bagaimana mengembangkan ide dan kreatifitas kita untuk bisa menghasilkan desain batik yang lain daripada yang lain, itu biasanya mbak, informasi tentang pagelaran-pagelaran dan seminar-seminar tentang batik”
Perilaku pencarian informasi mereka juga sudah berkembang, dengan
mencari informasi dalam bentuk majalah, tabloid, buku – buku, dan juga
menggunakan internet sebagai sarana mencari informasi. Mereka mencari
informasi tersebut dengan membeli majalah, tabloid, buku – buku dengan
mendatangi toko – toko buku terdekat, datang ke pameran batik yang
biasanya dilengkapi dengan basar buku khusus batik, dan adanya
perkumpulan – perkumpulan pengrajin batik Pekalongan. Perilaku mereka
saat mencari informasi melalui internet bisa dilihat dari cara mereka
membuka google dan mengeklik kata kunci seperti batik atau batik tulis. Ini
akan muncul informasi yang mereka inginkan. Seperti pernyataan dari
Zamroni sebagai berikut:
“Yaaa... Saya bisa dari HP Mbak, Android, Google, di rumah ada Speady juga”
91
“Tinggal klik google ketik motif-motif batik kuno... nanti keluar semua tentang batiknya Mbak... sekarang mudah dan cepat”(Zamroni)
5.2.14. Kendala
Kain batik yang dihasilkan oleh informan yaitu pengrajin batik tulis
Pekalongan akan dikirim langsung ke berbagai pulau di Indonesia,
kemudian yang memberi nama motif adalah mereka yang menjadi
pelanggan dari para pengrajin batik tulis Pekalongan. Sehingga hak cipta
mereka belum terlindungi, yang memproduksi para pengrajin batik tulis di
Pekalongan, tetapi kain tersebut diberi cap di kota-kota besar dan sudah
membubuhi merek atas nama pemilik toko.
Untuk itu kendala dari informan sendiri adalah tentang hak cipta yang
belum mereka miliki, sehingga ini menjadi kendala bagi mereka dalam
pemasaran batik Pekalongan, walaupun produk batik yang memproduksi
adalah pengrajin batik Pekalongan tetapi hak cipta atas nama batik tersebut
sudah dimiliki oleh pengusaha-pengusaha di luar jawa dan pengusaha batik
yang mempunyai toko-toko dan butik-butik besar yang memesan batik dari
mereka. Informan tidak mempunyai hak untuk memberi sendiri nama motif
yang mereka buat. Oleh karena itu perlu adanya pencantuman nama untuk
setiap produk batik yang mereka miliki dengan mengurus hak cipta batik
mereka.
92
BAB VI
PENUTUP
6.1. Simpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dan
pembahasan mengenai Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi
Pengrajin Batik Tulis Pekalongan: Studi Kasus Di Kecamatan Wiradesa
Kabupaten Pekalongan, maka dapat diambi kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis deskriptif dari beberapa informan
menyatakan bahwa jenis kebutuhan informasi mereka yaitu
informasi yang berguna untuk mendukung usaha batik. Sebagian
besar informan (3 dari 5) yang menyatakan bahwa bentuk informasi
yang dibutuhkan antara lain buku-buku, majalah, tabloid, dan
informasi dari internet. Subjek yang mereka butuhkan dalam
pengembangan usaha batik Pekalongan meliputi tentang UKM,
manajemen dan pengelolaan usaha batik, cara pembatikan, informasi
tentang seminar batik, pelatihan tentang motif corak ragam hias
batik, serta pameran dan pelatihan tentang batik. Tetapi ada beberapa
informan yang tidak mengerti dengan jelas apa informasi yang
seharusnya mereka perlukan, karena sudah nyaman dengan keadaan
sekarang dengan bekal dari orang tua dan usaha turun temurun yang
mampu menghidupi keluarga tanpa berfikir kebutuhan informasi
tentang perkembangan motif batik dan sebagainya.
93
2. Tujuan dalam mencari informasi pengrajin batik Pekalongan yaitu
untuk memajukan usaha pembatikan, memajukan promosi,
mengetahui kalau ada pelatihan dan pameran batik, memperkaya
informasi tentang batik untuk memberikan kesan batik lebih terkenal
lagi, dan agar tidak kalah bersaing dengan pengrajin batik lain
tentang motif batik baru, agar selalu mengikuti perkembangan
zaman.
3. Dari hasil penelitian ini, ternyata semua informan belum
memanfaatkan informasi dari perpustakaan yang ada. Apabila
menggunakan buku, majalah, tabloid, dan dalam bentuk tercetak
lainnya, mereka mendatangi toko-toko buku dan langsung membeli
buku-buku tentang batik. Dan ada sebagian yang menggunakan
internet dengan membuka google selanjutnya mengeklik judul batik,
maka akan keluar semua tentang batik khususnya batik pekalongan,
mereka menggunakan telpon seluler, modem dan speady.
6.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara yang telah dilakukan,
saran yang dapat penulis sampaikan sebagai masukan sebagai berikut:
1. Bagi pengrajin batik Pekalongan
a. Perlu adanya pemahaman secara lebih mendalam tentang
perkembangan motif batik Pekalongan dan juga
pemasarannya, dengan mengetahui apa yang menjadi
kebutuhan pengrajin batik, maka diusahakan untuk mencari
94
informasi yang dibutuhkan dengan memanfaatkan sumber
informasi yang sudah ada seperti perpustakaan yang ada di
daerah pekalongan dan sekitarnya.
b. Lebih memahami motif batik yang mereka produksi, dengan
memberi nama setiap motif yang mereka miliki dengan
mendaftarkan batik mereka sebagai hak paten, sehingga
mempunyai ciri khas yang dimiliki pengrajin batik, agar tidak
dimiliki oleh pengusaha toko yang mengecap batik tersebut
menjadi nama toko yang menjualnya.
2. Dalam rangka pengembangan dan pelestarian batik Pekalongan,
perlu adanya pembinaan dari pihak-pihak terkait seperti Dinas
Perindustrian dan Perdagangan, maupun perguruan tinggi yang dapat
menunjang pengembangan batik.
3. Perlu adanya perhatian dari berbagai pusat sumber informasi seperti
perpustakaan dalam memberikan layanan informasi tentang motif
batik dan perkembangan batik.
4. Perlu adanya workshop terkait perlindungan atas karya batik yang
dilakukan oleh pengrajin batik Pekalongan atau dari Pemerintah
Kabupaten Pekalongan.
95
DAFTAR PUSTAKA
Abraham. 2012. “Sejarah Batik Pekalongan”. http://abraham4544. wordpress.com/history/sejarah-batik-pekalongan/ diakses pada tanggal 30 mei 2013 (09.00 WIB)
Batik Indonesia. 2012. Sejarah batik. www.batikindonesia.com/batik-pekalongan-sejarah-dan-keunggulan-batik-pekalongan/8700 diakses pada tanggal 29 Juli 2013 (22.44 WIB)
Harisanty, Dessy. 2009. Kebutuhan Informasi Siswa SMA dan Ketersediaan Sumber Informasi pada Perpustakaan SMA di Surabaya. Jurnal Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Tahun 1, Nomor 1. Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Fisip Unair
Hasanudin. 2001. Batik Pesisiran: Melacak Pengaruh Etos Dagang Santri pada Ragam Hias Batik. Bandung: Kiblat Buku Utama.
Kardi, Marsam, “Sejarah Perbatikan Indonesia”, Makalah Seminar Jejak Telusur dan Perkembangan Batik Pekalongan, Pekalongan. Dalam Makalah Peran Edukasi Museum Batik di Pekalongan sebagai Sumber Pembelajaran Batik
Kartika, Widyana Dewi. 2012. “Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Peneliti: Studi Kasus di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia”. Skripsi Jurusan Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Semarang.
Laloo, Bikikang Tariang. 2002. Information Need, Information Seeking Behavior and User. New Dehli: Ess Ess Publication.
Maziyah, Siti. 2007. Korelasi Antara Proses Produksi Batik dengan Pemberdayaan Perempuan Vol.IX, No.1. CITRA LEKHA: Jurnal Sejarah Fakultas Sastra Universitas Diponegoro
Moleong, Lexy, J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
.............................. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Notoadmodjo. 2003. “Konsep Perilaku: Pengertian Perilaku, Bentuk Perilaku dan Domain Perilaku”. http://infoskripsi.com/refenrence/perilaku.htm diakses pada tanggal 12 Mei 2013 (10.00 WIB)
96
Nurrohmah, Siti. 2009. Peranan Batik Pekalongan sebagai Budaya Lokal Bangsa dalam Pengembangan Industri Kreatif. Prosiding Seminar Nasional Program Studi Teknik Busana Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik Unnes.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Santoso, Gempur. 2005. Metodologi Penelitian: Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2009. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tata Langkah dan Teknik-Teknik Teoritisasi Data. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sulistyo-Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Suwanto, Sri Ati. 1997. Tesis Studi tentang Kebutuhan dan Pencarian Informasi bagi Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Program Studi Ilmu Perpustakaan UI
UNESCO, Convention For The Safeguarding of The Intangible Cultural Heritage, 2003. http://www.unesco.org/culture/ich/en/RL/00170
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. 2008. Metodologi Penelitian Sosial edisi kedua. Jakarta: Bumi Aksara
Wahono, dkk. 2004. Gaya Ragam Hias Batik: Tinjauan Makna dan Simbol. Semarang: Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Museum Jawa Tengah Ronggowarsito
Wisdosumi. 2013. “Kota Batik Pekalongan”. http://kotabatick.blogspot.nl/ diakses pada tanggal 30 Mei 2013 (09.00 WIB)
Yuliantoro, M. Edy. 1992. “Pasang Surut Industri Tenun dan Batik di Kabupaten Pekalongan Tahun 1960-1980”. Skripsi jurusan sejarah S1 Fakultas Sastra Undip Semarang.
Yusup, Pawit dan Priyo Subekti. 2010. Teori & Praktek Penelusuran Informasi : informasi Retrieval. Jakarta: Kencana.
-----------------, 2009. Ilmu informasi, komunikasi, dan kepustakaan. Jakarta: bumi Aksara.
1
Lampiran A
Daftar Pertanyaan Wawancara
1. Apa nama usaha batik Anda?
2. Kapan awal dimulai usaha batik Anda, dan tahun berdiri usaha batik tersebut?
3. Berapa tenaga kerja yang ada? Pekerja laki-laki berapa dan pekerja perempuan
berapa?
4. Apakah tenaga kerja dipisahkan menurut keahlian ataupun menurut tahap proses
membatik?
5. Informasi apa yang dibutuhkan Anda sebagai pengrajin batik pekalongan dalam
mengelola usaha tersebut?
6. Apa tujuan Anda mencari informasi tentang batik pekalongan?
7. Jenis informasi yang seperti apa yang Anda butuhkan?
8. Bentuk informasi seperti apa yang gunakan dalam memenuhi kebutuhan informasi
Anda?
9. Informasi tersebut Anda peroleh dari mana?
10. Adakah buku-buku referensi yang Anda gunakan?
11. Pernahkah Anda ke perpustakaan?
12. Darimana Anda memperoleh informasi tentang perkembangan batik pekalongan?
13. Apakah Anda mengenal berbagai motif atau ragam hias batik Pekalongan?
14. Motif apa saja yang digunakan dalam batik Anda?
15. Mendapat informasi motif batik darimana? Apakah Anda mendesain sendiri?
16. Bagaimana pendapat Anda tentang seni batik di Pekalongan dengan adanya berbagai
macam motif dan ragam hiasnya?
2
Lampiran B
REDUKSI DATA
5.1. Informan yang terlibat dalam penelitian.
No Nama Nama
Usaha Alamat
Riwayat
pendidikan
Tanggal
wawancara
1. Zamroni Batik
Shafira
Kec. Wiradesa SMA Tanggal 13
Juli 2013
2. Khaerudin Batik
Karya
Amanah
Kec. Wiradesa SD Tanggal 14
Juli 2013
3. H. Daanan Batik
Daanan
Kec. Wiradesa SD Tanggal 16
Juli 2013
4. H. Abdul
Haris
Batik Liris Kec. Wiradesa SMP Tanggal 16
Juli 2013
5. Sutoyo Batik
Munalifah
Kec. Wiradesa SMA Tanggal 15
Juli 2013
Sumber: Data hasil wawancara
3
Tabel 5.2.1. Data Hasil Wawancara 1
5.2.1. Awal mulai usaha batik Pekalongan
No Nama Usaha
Batik Jawaban Kesimpulan
1. Zamroni Batik
Shafira
“Kurang lebih ya... tahun 2002. Usaha turun temurun dari orang tua mbak. Jadi Saya yaa melanjutkan usaha orang tua.”
Tahun 2002 mulai usaha yang diwarisi secara turun temurun.
2. H. Daanan Batik
Daanan
“Iki wes kawit biyen Nok, jaman Aku sek nom, biyen ki ow… Aku melu wong 16 tahunan buruh Nok, neng Pekalongan Kota… dadi tukang mbatik Nok, saiki alhamdulillah Nok, wes biso mandiri bangun usaha dewe Nok, yo kiro-kiro taun 1984 mulai bisnis batik dewe” (“Ini sudah dari dulu Nok(sebutan nak kepada anak perempuan), pada zaman Aku masih muda, dulu itu... aku ikut orang selama 16 tahunan menjadi seorang buruh Nok, di Pekalongan Kota jadi pembatik atau buruh batik Nok. Sekarang alhamdulillah Nok, sudah bisa mandiri bangun usaha sendiri Nok, yaa kira-kira tahun 1984 mulai bisnis batik sendiri”)
Sudah dari dulu ikut orang selama 16 tahun menjadi butuh batik, kemudian berdiri sendiri tahun 1984.
3. Khaerudin Batik Karya
Amanah
“Mulai yaa sekitar 1997 kayaknya mbak… saya mulai sendiri disini 1997. Kalau dulu turun-temurun dari bapak saya ya dari 40 tahunan yang lalu kira-kira.”
Mulai dari tahun 1997 berdiri sendiri sejak memisahkan dari dari usaha orang tua.
4
4. H. Abdul
Haris
Batik Liris “Hmmm...Kurang lebih ya... tahun 1993. Itu saya memisahkan diri dari usaha kakak Saya.”
Tahun 1993 berdiri sendiri sejak memisahkan diri dari usaha keluarga.
5. Sutoyo Batik
Munalifah
“Mulai berbisnis batik tahun 2000 itu di daerah Ketandan mbak, pindah kerumah ini itu tahun 2007”
Mulai berbisnis batik tahun 2000.
Sumber: data hasil wawancara
Tabel 5.2.2. Data Hasil Wawancara 2
5.2.2. Pembatikan dan Tenaga Kerja
No Nama Usaha
Batik Jawaban Kesimpulan
1. Zamroni Batik
Shafira
“Dulu dua orang mbak, ha’ah dua orang, setelah berjalan yaa.. sekitar ini 11 orang mbak, yang di dalam mbak” “Laki-laki 3 perempuan berarti berapa yaa? 7 ya mbak? Eh kok yaa berarti 8 mbak” “Oohh.. dipisah mbak, pisah ha’ah. Bagiannya sendiri-sendiri”
Ada 11 orang pekerja, yaitu 3 orang laki-laki dan 8 orang perempuan. Pekerja dipisah menurut bagian – bagiannya dalam pembatikan.
2. H. Daanan Batik
Daanan
“Jaman biyen ow Nok… akeh Nok pegawene… 600 uwong pernah e biyen jaman sakmunu Nok. Wes iki sakmene oww Nok…. Kebak kabeh Nok pegawe ne(sambil menunjuk-nunjuk ke tempat salah satu ruangan di gudang dimana sekarang sudah
Dulu banyak, sekitar 600 orang yang dipekerjakan. Sekarang tinggal 50 orang, yaitu 30 wanita dan 20 laki-laki. Kenapa sekarang menurun, karena sekarang jamannya sudah susah.
5
menjadi tempat meletakkan barang-barang tidak dipakai, dulunya tempat kerja pegawai untuk membatik). Saiki pegawe ku ono 50 uwong Nok, 30 wedok 20 lanang Nok. Ono sing digowo balek ng umahe dewe-dewe Nok, sekitare kui 60an wong. Dadi kiro-kiro kui ano 110 wong sing kerjo. Kenopo saiki sitik pegawene ya mergo kui Nok, saiki jaman e wes angel, ora koyo biyen maneh a.. Nok”
3. Khaerudin Batik Karya
Amanah
“Sekitar 15 orang mbak, 9 laki-laki karo an 6 sing wedok e rhaa mbak..” “Oh… ya dibedakan rhaa… itu sebelah sana itu menggambar pola desain yang sudah dibuat itu dijaplak di kain, trus selanjutnya ada yang membatik, dan ada yang mewarna, semua ada bagian-bagiannya”
Sekitar 15 orang, yaitu 9 orang laki-laki dan 6 wanita. Itu dibedakan menurut keahlian dan proses pembatikan.
4. H. Abdul
Haris
Batik Liris “Sekitar 50 orang tenaga kerja ini... “Laki-laki 30 perempuan berarti berapa yaa 20 mbak.” “Oohh.. dipisah mbak, pisah ha’ah. Bagiannya sendiri-sendiri. Kan yaa harus ada keahlian sendiri-sendiri mbak, tetapi semua bisa digilir”
Sekitar ada 50 orang tenaga kerja. Laki-laki 30 orang dan 20 orang wanita. Mereka dipisahkan menurut keahlian.
5. Sutoyo Batik
Munalifah
“Tenaga kerja di sini itu ada kurang lebih 20 orang ada mbak, 7 laki-laki dan 13 perempuan.” “Yaa... dibedakan tho
Tenaga kerja 20 orang, yaitu 7 laki-laki dan 13 perempuan. Pekerja dibedakan
6
mbak, menurut tahapannya, kalo biasanya perempuan itu ya yang mbatik, nembok, ngebok, dan laki-laki ya mewarnai sama nglerot mbak... itu siih.”
menurut keahliannya.
Sumber: Data hasil wawancara
Tabel 5.2.3. Data Hasil Wawancara 3
5.2.3. Informasi yang dibutuhkan informan
No Nama Usaha
Batik Jawaban Kesimpulan
1. Zamroni Batik
Shafira
“Pembinaan, UKM, ha’ah pembinaan dari Deperindag, kadang pernah aa..mbak, hu’umm... kadang-kadang mbak yaa mungkin setahun sekali pertemuannya mbak kalau ada undangan. Undangan dari UKM, dari mitra binaan yaa bisa mbak... telkom biasanya mbak”
Pembinaan, UKM, seminar, pertemuan antar pengrajin batik.
2. H. Daanan Batik
Daanan
“Informasi ne yaaa… iki wes turun temurun jaman biyen Nok, lingkungan neng kene Pekalongan kan wes biasa mbatik Nok, dadi ngerti informasi ne kepriye carane batik. Lha.. sing biasane ya informasi sekitar gambar-gambar batik Nok, koyo batik kuno, fariasi nopo rha Nok…”
Informasi turun temurun dari orang tua. Belum memiliki keinginan mencari informasi dari luar.
3. Khaerudin Batik Karya
Amanah
“Informasi kemana ini mbak? Oohh... ya kalau informasi tentang batik ya sudah punya bekal dari
Sudah punya bekal dari orang tua secara turun temurun.
7
dulu mbak, sejak orang tua dan turun temurun ya sudah tau cara-cara membatik”
4. H. Abdul
Haris
Batik Liris “Tentang modal mbak, manajemen juga... ya motif baru juga mbak. Tapi biasanya itu kalau dari Deperindag itu informasinya untuk kalangan atas mbak, tidak sampai ke usaha-usaha seperti kita ini. Susah mbak”
Permodalan, manajemen, untuk kemajuan usaha batik.
5. Sutoyo Batik
Munalifah
“Ya tentang motif batik itu sendiri, melestarikan batik, bagaimana mengembangkan ide dan kreatifitas kita untuk bisa menghasilkan desain batik yang lain daripada yang lain, itu biasanya mbak, informasi tentang pagelaran-pagelaran dan seminar-seminar tentang batik”
Tentang motif batik, melestarikan batik, pengembangan ide dan kreatifitas mendesain batik, seminar-seminar tentang batik.
Sumber: data hasil wawancara
Tabel 5.2.4. Data Hasil wawancara 4
5.2.4. Tujuan Mencari Informasi tentang Batik
No Nama Usaha
Batik Jawaban
Kesimpulan
1. Zamroni Batik
Shafira
“Oh... ya mbak, biasanya kan informasi tentang motif batik, terus tentang pemasaran, ha’ah manajemen biasanya” “Tujuannya untuk memajukan usaha, ha’ah dan perkembangan usaha.
Tujuannya untuk memajukan usaha batik, promosi batik Pekalongan.
8
Biasanya promosi mbak, kalau anu kan promosi mbak, pameran. Kalau dari telkom itu pameran mbak.... he’em..”
2. H. Daanan Batik
Daanan
“Hmmmm… men ojo kalah saing Nok, jaman saiki kudu pinter-pinter gawe ide anyar nggo gawe motif batik sing anyar”
Agar tidak kalah saing dengan pengrajin batik lain.
3. Khaerudin Batik Karya
Amanah
“Yaa… karena dari ide sendiri ya tidak mencari informasi mbak”
Dari ide sendiri, tidak mencari informasi
4. H. Abdul
Haris
Batik Liris “Oh... ya mbak, biasanya kan informasi tentang motif batik, terus tentang pemasaran, ha’ah manajemen biasanya” “Tujuannya untuk memajukan usaha, ha’ah dan perkembangan usaha.”
Tujuannya untuk memajukan usaha dan perkembangan batik.
5. Sutoyo Batik
Munalifah
“Hmmm... untuk memperkaya tentang info batik kita, seperti batik Pekalongan ini supaya makin dikenal, seperti itu mbak. Ya itu dengan mengikuti seminar-seminar dan juga pameran-pameran itu”
Tujuannya untuk memperkaya informasi tentang batik, agar lebih dikenal.
Sumber: data hasil wawancara
Tabel 5.2.5. Data Hasil Wawancara 5
5.2.5. Jenis Informasi
No Nama Usaha
Batik Jawaban Kesimpulan
1. Zamroni Batik “Heemm.... informasi terutama tentang motif
Tentang motif batik, pewarnaan,
9
Shafira sama ini Mbak, pengembangan-pengembangan yang kreatif, yang model-model terbaru... biasanya tentang pewarnaan, trus pewarnaan menurut ini mbak, pengobatan alami, warna alam itu biasanya Mbak, yaa dari seminar itu Mbak”
pengobatan alami.
2. H. Daanan Batik
Daanan
“Biasa Nok, yo kui mau… men batik e ora ketinggalan liane kudu pinter-pinter gawe motif batik liyo, ben ora bosen. Ora tau luru-luru informasi apa-apa Nok, wong tuwo dadi ora ngerti kayak kui, internet-internet ora paham Aku Nok”
Tidak mencari informasi dari luar.
3. Khaerudin Batik Karya
Amanah
“Jenis informasi yang dilakukan untuk batik yaaa.. jenisnya motif batik banyak sekali mbak, printing, tulis, cap, semitulis, kombinasi, kan kayak gitu. Motifnya juga macem-macem ada yang background ada yang apa lah itu saya tidak tahu, itu masalah dari setiap home industri itu memiliki kelainan dari cara motif yang dibuat sendiri-sendiri.”
Jenis informasinya tentang jenis batik, macam-macam motif batik.
4. H. Abdul
Haris
Batik Liris “Heemm.... informasi terutama tentang motif sama ini Mbak, pengembangan-pengembangan yang kreatif, yang model-model terbaru... biasanya tentang pewarnaan juga.”
Informasi tentang motif batik dan model-model terbaru.
5. Sutoyo Batik “Hmmm... yaaa itu mbak, dari informasi tentang
Informasi tentang motif batik,
10
Munalifah motif batik yang baru, kombinasi dengan motif kuno untuk menghasilkan karya baru dan bernilai seni tinggi. Informasi tentang pengembangan-pengembangan batik saja mbak, yah itu makanya ikut seminar dan pelatihan-pelatihan itu”
seminar dan pelatihan batik.
Sumber: data hasil wawancara
Tabel 5.2.6. Data Hasil Wawancara 6
5.2.6. Bentuk Informasi
No Nama Usaha
Batik Jawaban Kesimpulan
1. Zamroni Batik
Shafira
“Oh... kalau buku itu tentang manajemen, masalah manajemannya.... Kalau buku-buku biasanya lihat di pameran-pameran atau mencari majalah-majalah untuk motif-motifnya sih Mbak...”
Bentuk informasinya buku, majalah, tabloid.
2. H. Daanan Batik
Daanan
“Yoo… embuh Nok, ora ngerti sing kepriye-kepriye. Sing penting iso jalan terus usahane”
Masih menggunakan informasi lisan.
3. Khaerudin Batik Karya
Amanah
“Ndak tau mbak, ora ngerti sing koyo kui. Sing penting iso jalan terus usahane”
Masih menggunakan informasi lisan.
4. H. Abdul
Haris
Batik Liris “Oh... punya buku sendiri mbak. Kalau buku itu tentang manajemen, masalah manajemannya.... Kalau buku-buku biasanya lihat di pameran-pameran atau mencari majalah-
Bentuk informasinya buku, majalah, tabloid.
11
majalah untuk motif-motifnya sih Mbak...”
5. Sutoyo Batik
Munalifah
“Oh... itu biasanya kalau buku itu tentang motif baik itu yang baru dan yang motif batik kuno, masalah manajemannya....”
Buku-buku tentang motif batik.
Sumber: Hasil wawancara
Tabel 5.2.7. Data Hasil Wawancara 7
5.2.7. Sumber Informasi yang diperoleh
No Nama Usaha
Batik Jawaban Kesimpulan
1. Zamroni Batik
Shafira
“Ha’ah... beli buku, ha’ah perkumpulan, binaan-binaan telkom, atau UKM itu sih Mbak...” “Itu beli mbak,.... di pameran-pameran. Atau lihat-lihat di Gramedia”
Sumber informasi dari membeli buku di toko-toko buku, pameran.
2. H. Daanan Batik
Daanan
“Biasane ya pasaran rhaa Nok… pasaran, ha’ah rhaa… njaluk e op kayak kuii”
Informasi dari rekan sejawat.
3. Khaerudin Batik Karya
Amanah
“Sebelum ada internet mbak ini, hahahaa sudah mencetuskan batik. Ini berdasarkan usaha turut temurun mbak.. adapun sekarang ada internet sebagian orang kalau yang bisa internet, kalau saya ndak ngerti mbak, wong sms saja ndak bisa, telepon bisa kalau telepon saya bisa terima kalau sms saya bisa baca tapi untuk balas sms saya sudah tidak bisa wong mata juga sudah ndak bisa
Informasi dari rekan sejawat dan informasi turun-temurun dari orang tua.
12
lihat tulisan kecil mbak.. heheheee..kan gituu”
4. H. Abdul
Haris
Batik Liris “Itu beli mbak” “Ha’ah... beli buku, bukunya beli. Kadang ada dari teman dan pelanggan yang minta untuk dibuatkan motif apa saja, bisa tergantung pesanan”
Membeli buku di toko buku.
5. Sutoyo Batik
Munalifah
“Yaa... itu mbak saling tukar informasi pas seminar diadakan itu mbak, ya buku juga, banyaklah mbak. Kalau buku-buku biasanya lihat di pameran-pameran atau mencari majalah-majalah untuk motif-motifnya sih Mbak... bisa juga Saya mencari di internet biasanya.” Saya cari di internet juga”
Dari seminar, pameran buku, dari toko-toko buku dan dari internet.
Sumber: data hasil wawancara
Tabel 5.2.8. Data Hasil Wawancara 8
5.2.8. Informasi dari Perpustakaan
No Nama Usaha
Batik Jawaban Kesimpulan
1. Zamroni Batik
Shafira
“Ndak Mbak.... Biasanya ke toko-toko buku. seringnya ke Gramedia, cari-cari buku yang referensi batik-batik kuno. Trus majalah.... majalah batik. Trus ke museum... museun Pekalongan ya tentang
Belum menggunakan informasi dari perpustakaan.
13
batik Mbak” 2. H. Daanan Batik
Daanan
“Ora Nok, yaaa…. Sangkin sibuk e yo Nok, ora sempet areng perpustakaan. Biasane perpustakaan ya nggo bocah sekolah Nok. Hehehehee”
Belum menggunakan informasi dari perpustakaan.
3. Khaerudin Batik Karya
Amanah
“Ndak mbak yaaa… Sangkin sibuk e, ora sempet areng perpustakaan. Hehe wes akeh gawean sing kudu dipikirke luweh ndiset Mbak.. hahaaa”
Belum menggunakan informasi dari perpustakaan.
4. H. Abdul
Haris
Batik Liris “Ndak pernah mbak...” Belum menggunakan informasi dari perpustakaan.
5. Sutoyo Batik
Munalifah
“Hehee... belum mbak, tidak... biasanya beli, saat ada pameran... ya seperti acara GBN itu kan pasti banyak buku-buku tentang batik, ya beli di situ. Lumayan mahal juga mbak. Sekitarnya ada yang Rp. 700.000, per bukunya.”
Belum menggunakan informasi dari perpustakaan.
Sumber: hasil wawancara
Tabel 5.2.9.2. Data Hasil Wawancara 9.1
5.2.9.1. Motif yang dikenal Informan
No Nama Usaha
Batik Jawaban Kesimpulan
1. Zamroni Batik
Shafira
“Oh... ada Mbak,
motifnya yaaa nama-
Mengetahui motif
batik yang ada.
14
namanya ada Mbak”
2. H. Daanan Batik
Daanan
“Yo akeh Nok…. Wes akeh saiki motif batik kui… sangkin akehe yoo Aku ora ngerti ono piro sing penting iso nggawene Nok, masalah aran e motif opo yo Aku ora paham Nok. Wong batik sing tak gawe kie kui langsung di gowo areng toko-toko, kompeksi nopo dadi mengko sing ngarani kui kadi kono ne nok. Aku ora paham”
Tidak memahami nama-nama motif batik yang telah ada. Mereka tidak mau tahu tentang nama motif batik.
3. Khaerudin Batik Karya
Amanah
“Ora, wes sayah mbak asale….wes kemaremen dadi wes ora nggatekake kui motif apa, nek maune tak perhatikan motif iki motif opo… saiki wes ora nggatekake mbak, wes ora sempet. Wong adole ora potongan mbak, adole kie mgko borongan kadi tokone mbak, kekne neng toko mgko tokone gawe aran dewe, gawe aran motif apa dewe rhaa….ha’ah malah nang tokone sing ngarang, kene gawe produk totok…pokoke gawe kreasi sing apik, batik Pekalongan ha’ah kokui bae wes. Panora tokone sing ngarang nama motif dewe Nok, nek kene ngarang terus sing nggo ngarang kui suko nggo ngarang liyone Nok, heheheee kui kan pikirane kayak kui mbak.. hehehe”
Tidak memahami nama-nama motif batik yang telah ada. Mereka tidak mau tahu tentang nama motif batik.
15
4. H. Abdul
Haris
Batik Liris “Oh... ada Mbak, motifnya yaaa nama-namanya ada Mbak banyak”
Tidak memahami nama-nama motif batik yang telah ada. Mereka tidak mau tahu tentang nama motif batik.
5. Sutoyo Batik
Munalifah
“Oh.. iya... ya kayak jlamprang, seno, sekar jagad, nyi roro kidul juga ada mbak, cawung, manuk cemiri, bunga-bunga, dan abstrak seperti itu aja sih mbak. Motif batik kan banyak mbak, apalagi di Pekalongan kan selalu bervariasi.”
Jlamprang, seno, sekar, jagad, nyiroro kidul, cawung, manuk cemiri, bunga dan abstrak.
Sumber: hasil wawancara
Tabel 5.2.9.2 Data Hasil Wawancara 9.2
5.2.9.2. Motif dan Ragam Hias batik yang Diproduksi
No Nama Usaha
Batik Jawaban Kesimpulan
1. Zamroni Batik
Shafira
“Oh... yaa.. biasanya motif abstrak, fashion, ya ada Mbak trus motif alam... emmm.. motif ikan, tema-tema bunga sama binatang, seringnya yaa itu tok Mbak.” “Kalau motif-motif parang, kalau kayak jlamprang, jogjanan kui untuk selingan Mbak... itu motif-motif pakem” “Ha’ah,.... motif parang, trus truntum, seno, sri, untuk kombinasi aja Mbak”
Motif abstrak, fashion, motif tema bunga dan binatang, motif batik kombinasi.
2. H. Daanan Batik “Akeh Nok, akeh teo rhaa Nok. Sing biasane yaa… burung-burung, bunga,
Motif batik dari daerah di Indonesia, seperti
16
Daanan patung-patung Irian jaya, Tifa irian, motif Bengkulu, motif Aceh, Motif Sumatra, motif Aceh dengan nama Pintu Aceh, motif Lampung dengan nama gajah karena banyak gambar gajahnya, motif Batak dengan nama ulos dibuat untuk syal, motif irian buatan Pekalongan sini Nok, tapi dipasarkan ke Irian, disana ana pengusaha batik dari Pekalongan yang merantau ke Irian dia jadi sukses disana Nok. Kabeh nggawe kadi kene Nok, mengko di kirim nong kono sumatra, kalimantan, kabeh,”
Irian jaya, Tifa irian, motif Bengkulu, motif Aceh, Motif Sumatra, motif Aceh dengan nama Pintu Aceh, motif Lampung dengan nama gajah karena banyak gambar gajahnya, motif Batak
3. Khaerudin Batik Karya
Amanah
“Banyak sekali… banyak, ha’ah ora mung ngunu-ngunu totok a..mbak.. akeh. Ono sing bunga-bunga, motif hewan, irian jaya iku sing patung-patung mbak, motif sumatra. Kabeh iku tergantung pesanan dari pelanggan mbak, jadi siap membuatkan kreasi baru yang diminati pelanggan batik.”
Motif bunga, hewan dan patung-patung.
4. H. Abdul
Haris
Batik Liris “Oh... yaa.. biasanya motif kalimantan mbak, motif kalimantan yang memang saya sudah rutin menyetok dari sana yang meminta. Batik tulis corak Kalimantan ini kalau dipasarkan disini ya kurang diminati mbak, begitu juga kalau batik motif jawa dan jogja itu
Motif batik kalimantan.
17
dipasarkan ke Kalimantan ya sananya tidak mau. Karena begini mbak, saya membuat batik ya membuat batik saja, masalah nama nanti dari tokonya yang memberikan, nantinya yang mengecap nama itu sana.”
5. Sutoyo Batik
Munalifah
“Yaa... itu juga mbak, motif jlamprang, seno, sekar jagad, nyi roro kidul, cawung, manuk cemiri, dulu juga pernah membuat motif SBY waktu jaman SBY sedang awal-awal menjabat sebagai presiden. Hehehee....”
motif jlamprang, seno, sekar jagad, nyi roro kidul, cawung, manuk cemiri, dulu juga pernah membuat motif SBY
Sumber: hasil wawancara
Tabel 5.2.10. Data Hasil Wawancara 10
5.2.10. Desain Batik Pekalongan
No Nama Usaha
Batik Jawaban Kesimpulan
1. Zamroni Batik
Shafira
“Yaa.... dari majalah Mbak, biasanya idenya. Internet juga. Trus kalau ada kira-kira ada motif bisa bawa ke tukang motif Mbak, jadi yang mengerjakan emmm... ya yang mengerjakan yaa ini termasuk anak buahlah.... pokoknya. He’emm.. polanya kan Saya, idenya Saya, Cuma dia yang mengerjakan. Polanya kan biasanya sedikit Mbak nanti dia yang mengembangkan”
Desain batik ide sendiri dan dari referensi majalah dan internet.
18
2. H. Daanan Batik
Daanan
“Yoo… kabeh kadi ide sendiri rhaa Nok, semua ide dan kreatifitas sendiri, mengko ana sing tukang gambar sing luweh lengkap. Desain sendiri Nok. Ide dari pikiran sendiri. Wong Aku wong tuwo Nok, ora iso internetan, kui yo… go anakku sing ngerti rha Nok.. heheee… Aku sms-an be ora biso Nok, paling banter ya telpon Nok.eheheee… wong ora mudeng teknologi Nok”
Ide-ide sendiri dan kreatifitas sendiri.
3. Khaerudin Batik Karya
Amanah
“Iyaa… informasinya cuma yaa dari kreasi sendiri, ide, akal, dan lubuk hati, akan saya bikin seperti apa…seni, itu memang seni. Jiwa seni, batik itu seni dan jiwa seni. Nilai tingginya itu seni. Jadi mahalnya diseninya itu, lubuk hati keluar ide, diterapkan jadi bisa dibuktikan bisa dibeberkan bisa apa itu istilahnya…tenarkan lewat bukti pembuktian ohh.. ini berhasil.Nah ini hasilnya seperti ini… bisa dimanfaatkan oleh orang banyak, dari ide bisa dimanfaatkan oleh orang banyak bukan hanya lokal bahkan untuk internasional”
Ide-ide sendiri dan kreatifitas sendiri.
4. H. Abdul
Haris
Batik Liris “Yaa.... dari majalah Mbak, biasanya idenya. Trus kalau ada kira-kira ada motif bisa bawa ke tukang motif Mbak, jadi yang mengerjakan emmm... ya yang mengerjakan yaa ini termasuk anak buahlah.... pokoknya. He’emm.. polanya kan Saya, idenya Saya, Cuma dia yang
Dari majalah dan ide berkembang.
19
mengerjakan. Polanya kan biasanya sedikit Mbak nanti dia yang mengembangkan”
5. Sutoyo Batik
Munalifah
“Kebanyakan dari buku-buku mbak untuk gambaran bagaimana motif batik itu yang baik, nanti itu kreasi sendiri saja, ide dan imajinasi yang kerja... ide dan yaa... pikiran kita saja mbak. Desain sendiri mbak, kadang ke tukang desain batik yang memang sudah punya desainer batik yang menghargai seni batik tinggi”
Dari buku-buku dan majalah, ide sendiri dan dikembangkan.
Sumber: data wawancara
Tabel 5.2.11. Data Hasil Wawancara 11
5.2.12. Tempat Mencari Informasi
No Nama Usaha
Batik Jawaban Kesimpulan
1. Zamroni Batik
Shafira
“Oh... kalau buku itu tentang manajemen, masalah manajemannya.... Kalau buku-buku biasanya lihat di pameran-pameran atau mencari majalah-majalah untuk motif-motifnya sih Mbak...” “Itu beli mbak,.... di pameran-pameran. Atau lihat-lihat di Gramedia” “Yaaa... Saya bisa dari HP Mbak, Android, Google, di rumah ada Speady juga” “Tinggal klik google ketik motif-motif batik kuno... nanti keluar semua tentang batiknya Mbak... sekarang mudah dan cepat”
Datang ke toko-toko buku terdekat, dari google internet. Pameran dan seminar-seminar.
20
2. H. Daanan Batik
Daanan
“Aku wong tuwo Nok, ora iso internetan, kui yo… go anakku sing ngerti rha Nok.. heheee… Aku sms-an be ora biso Nok, paling banter ya telpon Nok. eheheee… wong ora mudeng teknologi Nok” “paling ya kadi pesanan toko nok”
Dari rekan sejawat dan informasi dari orang tua warisan turun temurun.
3. Khaerudin Batik Karya
Amanah
“Yaa… karena dari ide sendiri ya tidak mencari informasi mbak. Pesanan dari pelanggan biasanya”
Dari rekan sejawat dan informasi dari orang tua warisan turun temurun.
4. H. Abdul
Haris
Batik Liris “Yaa.... dari majalah Mbak, biasanya idenya. Ha’ah... beli buku, bukunya beli. “Ada Mbak, oh... ya buku batik-batik Mbak, ada rhaa Mbak. Kadang-kadang cari buku yang motif-motif. Punya buku sendiri...”
Membeli buku ke toko-toko terdekat.
5. Sutoyo Batik
Munalifah
“Oh... itu biasanya kalau buku itu tentang motif baik itu yang baru dan yang motif batik kuno, masalah manajemannya.... Kalau buku-buku biasanya lihat di pameran-pameran atau mencari majalah-majalah untuk motif-motifnya sih Mbak... bisa juga Saya mencari di internet biasanya.” “Biasanya beli, saat ada pameran... ya seperti acara GBN itu kan pasti banyak buku-buku tentang batik, ya beli di situ. Lumayan mahal juga mbak. Sekitarnya ada yang Rp. 700.000, per bukunya.”
Membeli buku-buku di toko terdekat, internet, dan dari seminar-seminar dan pameran-pameran.
Sumber: data wawancara
21
Tabel 5.2.13. Data Hasil Wawancara 12
5.2.12. Cara Mencari Informasi
No Nama Usaha
Batik Jawaban Kesimpulan
1. Zamroni Batik
Shafira
“Yaaa... Saya bisa dari HP Mbak, Android, Google, di rumah ada Speady juga” “Tinggal klik google ketik motif-motif batik kuno... nanti keluar semua tentang batiknya Mbak... sekarang mudah dan cepat”
Membuka google dan mengeklik kata batik. Dan mencari informasi dari buku, majalah, tabloid.
2. H. Daanan Batik
Daanan
“Aku wong tuwo Nok, ora iso internetan, kui yo… go anakku sing ngerti rha Nok.. heheee… Aku sms-an be ora biso Nok, paling banter ya telpon Nok. eheheee… wong ora mudeng teknologi Nok” “paling ya kadi pesanan toko nok”
Dari rekan sejawat dan informasi dari orang tua warisan turun temurun.
3. Khaerudin Batik Karya
Amanah
“Yaa… karena dari ide sendiri ya tidak mencari informasi mbak. Pesanan dari pelanggan biasanya”
Dari rekan sejawat dan informasi dari orang tua warisan turun temurun.
4. H. Abdul
Haris
Batik Liris “Ha’ah... beli buku, bukunya beli. Kadang ada dari teman dan pelanggan yang minta untuk dibuatkan motif apa saja, bisa tergantung pesanan”
Membeli buku dan dari pelanggan yang memesan.
5. Sutoyo Batik
Munalifah
“Yaaa.... cari aja di google mbak, itu nanti sudah ada semua itu motif-motifnya banyak disitu, tinggal klik dan ketik aja siih... nanti ya keluar semua informasinya...”
Membuka google dan mengeklik kata batik. Dan mencari informasi dari buku, majalah, tabloid.
Sumber: data wawancara
22
Lampiran C
23
Lampiran D
Dokumentasi Penelitian
1. Beragam Motif Batik Tulis Pekalongan
2. Membuat Desain Batik
24
3. Kegiatan Membatik
4. Kegiatan pencarian informasi dan media yang digunakan dalam mencari informasi
25
5. Bersama Pengrajin Batik
Lampiran E
Lembar Konsultasi Skripsi
27
Lampiran F
Biodata Penulis
Nama : Hertika Anri Fajriati
Tempat/Tanggal Lahir : Pekalongan, 19 Januari 1991
Alamat : Desa Kalimade, RT/RW: 02/01 Kec. Kesesi
Kab.Pekalongan Jawa Tengah Kode Pos 51162..
Pendidikan Formal
JENJANG NAMA
SEKOLAH NAMA KOTA TAHUN MASUK
TAHUN LULUS
TK Bhina Putra Kalimade
Pekalongan 1995 1997
SD SD N 1 Kalimade Pekalongan 1997 2003
SMP SMP N 1 Kesesi Pekalongan 2003 2006 SMA SMA N 1 Kajen Pekalongan 2006 2009
PengalamanBerorganisasi
NAMA ORGANISASI KEDUDUKAN DALAM
ORGANISASI
NAMA KOTA
TAHUN
PMR Anggota Pekalongan 2006
KMMS Anggota Bidang KSSI Semarang 2011
BEM FIB Anggota Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa
Semarang 2011
PengalamanKerja
LEMBAGA / INSTANSI
STATUS NAMA KOTA TAHUN
Perpustakaan dan Arsip Daerah
Kab. Pekalongan
Magang Perpustakaan Semarang 2010
CV. Evi Eko Magang Pengolahan Koleksi Perpustakaan
Semarang 2011