KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Praktikum kecap ikan dilaksanakan pada hari Senin, 22 September 2014, pada pukul 3 sore

Citation preview

  • 5/19/2018 KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    1/18

    Acara I

    KECAP IKAN

    LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

    TEKNOLOGI HASIL LAUT

    Disusun oleh :

    Nama : Melinda Gabriella HuriNIM : 12.70.0162

    Kelompok B1

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

    SEMARANG

    2014

  • 5/19/2018 KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    2/18

    1

    1. HASIL PENGAMATAN

    Hasil pengamatan warna, rasa, aroma, penampakan, dan salinitas kecap ikan dengan

    bahan baku ikan tongkol dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Hasil Pengamatan Kecap Ikan

    Kel Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas (%)

    B1 Enzim Papain 0,4% ++ +++ ++++ ++ 3

    B2 Enzim Papain 0,8% +++++ ++++ ++++ + 3

    B3 Enzim Papain 1,2% ++++ +++++ +++ ++ 4

    B4 Enzim Papain 1,6% ++ +++++ ++++ ++ 3,5

    B5 Enzim Papain 2,0% ++ ++++ ++++ +++ 2,8

    B6 Enzim Papain 2,5% +++ +++ ++++ + 3,3Keterangan :

    Warna Aroma

    + : Tidak Coklat Gelap + : Sangat Tidak Tajam

    ++ : Kurang Coklat Gelap ++ : Kurang Tajam+++ : Agak Coklat Gelap +++ : Agak Tajam

    ++++ : Coklat Gelap ++++ : Tajam

    +++++ : Sangat Coklat Gelap +++++ : Sangat Tajam

    Rasa Penampakan

    + : Sangat Tidak Asin + : Sangat Cair

    ++ : Kurang Asin ++ : Cair

    +++ : Agak Asin +++ : Agak Kental++++ : Asin ++++ : Kental

    +++++ : Sangat Asin +++++ : Sangat Kental

    Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa pada setiap kelompok memiliki perlakuan

    penambahan enzim papain yang berbeda-beda. Pada hasil pengamatan dari segi warna

    dapat dilihat bahwa pada kelompok B2 dengan penambahan enzim papain 0,8%

    memiliki warna sangat coklat gelap, sedangkan pada kelompok B1, B4, dan B5 dengan

    penambahan enzim papain secara berurutan yaitu 0,4%, 1,6%, dan 2% memiliki warna

    kurang coklat gelap. Kemudian pada segi rasa, pada kelompok B3 dan B4 dengan

    penambahan enzim papain secara berurutan yaitu 1,2% dan 1,6% memiliki rasa sangat

    asin, sedangkan pada kelompok B1 dan B6 dengan penambahan enzim papain sebesar

    0,4% dan 2,5% memiliki rasa agak asin. Dari segi aroma, hanya pada kelompok B3

    dengan penambahan enzim papain sebesar 1,2% didapatkan aroma agak tajam,

    sedangkan kelompok lain memiliki aroma yang tajam. Dari segi penampakan, pada

    kelompok B5 dengan penambahan enzim papain sebesar 2% memiliki penampakan

    agak kental, sedangkan pada kelompok B2 dan B6 dengan penambahan enzim papain

  • 5/19/2018 KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    3/18

    2

    secara berurutan yaitu 0,8% dan 2,5% memiliki penampakan sangat cair. Dan yang

    terakhir untuk salinitasnya yang memiliki nilai paling tinggi terdapat pada kelompok B3

    dengan penambahan enzim papain 1,2% yaitu 4%, sedangkan yang terendah pada

    kelompok B5 dengan penambahan enzim papain 2% memiliki salinitas sebesar 2,8%.

  • 5/19/2018 KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    4/18

    3

    2. PEMBAHASAN

    Pada ikan, tidak seluruh bagian dapat dimakan seperti pada bagian kepala, sirip, ekor,

    dan isi perut, karena semuanya akan dibuang ataupun dapat diolah menjadi produk

    lain, seperti kecap ikan. Kecap ikan dapat diolah dengan cara fermentasi. Fermentasi

    dilakukan dengan cara menyimpan ikan dalam wadah yang tertutup dan pada suhu

    yang panas tanpa oksigen atau anaerobik selama beberapa hari (Irawan, 1995). Hal ini

    tidak sesuai dengan kelompok B1, B4, B5, dan B6, bahwa pada proses fermentasi

    ditemukan adanya binatang kelabang dan binatang lainnya yang membuat produk dari

    kecap ikan tidak dapat dihasilkan, hal ini dapat dikarenakan pada wadah atau toples

    yang digunakan terdapat lubang yang menyebabkan tidak terjadinya proses fermentasi

    secara anaerobik atau proses fermentasinya menjadi gagal.

    Kecap ikan juga banyak digunakan sebagai suplemen makanan tradisional, sumber

    substansi aktif secara biologi, dan sampai sebagai pengganti kecap kedelai (Ibrahim,

    2010). Produksi dari kecap ikan paling banyak dilakukan di Asia Tenggara dan

    beberapa negara lainnya (Namwong et al, 2005 dan Yuen et al, 2009). Pada setiap

    negara mamiliki sebutan bagi kecap ikan, seperti budu (Malaysia), bakasang

    (Bakasang), ngapi (Burma), shotshuru (Jepang), nampla (Thailand), yu-lu (China),

    patis(Filipina), Colombo-lumre(India dan Pakistan), danaekjeot(Korea) (Yuen et al,

    2009). Kecap ikan dapat dibuat dengan 2 tahap, seperti fermentasi dengan enzim

    (enzimatis) dan dengan menggunakan garam. Fermentasi adalah cara yang dapat

    digunakan untuk pengawetan ikan. Mikroba maupun enzim yang digunakan dalam

    fermentasi ini, dapat menghasilkan produk dengan nilai cerna yang tinggi, cita rasa

    yang spesifik, dapat menurunkan kandungan senyawa anti gizi, dan dapat

    menghasilkan senyawa turunan ataupun produk yang bermanfaat bagi manusia

    (Misgiyarta & Widowati, 2003).

    Fermentasi yang menggunakan garam membutuhkan waktu yang relatif lama yaitu

    minimal tiga sampai tujuh bulan. Pada prinsipnya, komponen dari ikan, seperti

    protein, akan mengalami penarikkan dari garam. Garam yang memiliki konsentrasi

    ringgi dan tekanan osmotik yang tinggi juga, dapat menarik air dari dalam tubuh ikan

    untuk dikeluarkan. Air yang keluar memiliki kandungan yang kaya akan protein dan

    mineral yang larut air. Kandungan garam tinggi juga dapat melindungi ikan dari

  • 5/19/2018 KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    5/18

    4

    kontaminasi seperti pada belatung, lalat, dan bakteri pembusuk (Astawan & Astawan,

    1988).

    Kemudian pada fermentasi secara enzimatis dapat dilakukan dengan menggunakan

    enzim protease, seperti enzim papain yang berasal dari getah buah papaya muda dan

    enzim bromelin yang berasal dari parutan buah nanas muda. Enzim protease dapat

    menguraikan protein menjadi komponennya seperti pepton, peptida, dan asam amino

    yang dapat saling berinteraksi dan dapat menciptakan rasa yang khas. Fermentasi

    secara enzimatis dapat mempendek waktu proses pembuatannya dan dapat

    menghasilkan produk dengan nilai protein yang tinggi. Namun, rasa kecap ikan yang

    dihasilkan akan jauh berbeda dengan kecap ikan dari hasil proses fermentasi dengan

    garam, sehingga tidak disukai oleh masyarakat (Astawan & Astawan, 1988).

    Metode yang dilakukan dalam praktikum kecap ikan dengan menggunakan ikan

    tongkol ini adalah pertama-tama tulang, ekor, dan tulang kepala dihancurkan dengan

    cara diblender dan ditimbang sebanyak 50 gram, lalu dimasukkan ke dalam wadah

    fermentasi. Kemudian ditambahkan enzim papain dengan konsentrasi 0,4%

    (kelompok B1), 0,8% (kelompok B2), 1,2% (kelompok B3), 1,6% (kelompok B4),

    2% (kelompok B5), dan 2,5% (kelompok B6), lalu ditutup dan disolasi. Setelah itu,

    diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari dan ditambah dengan air 250 ml. Hasil dari

    fermentasi kemudian disaring, dan direbus sampai mendidih. Pada proses perebusan

    ini dihasilkan filtrat yang sedikit lebih kental, hal ini disebabkan karena proses dari

    evaporasi (Fellows, 1990). Selama proses perebusan, ditambahkan bumbu (50 gram

    bawang putih, 50 gram garam, dan 50 gram gula jawa) yang telah dihaluskan. Setelah

    mendidih dan agak dingin, lalu disaring untuk kedua kalinya. Penyaringan ini

    dilakukan supaya sisa-sisa dari bumbu-bumbu yang ditambahkan pada saat proses

    pemasakan dapat tersaring. Kemudian dilakukan pengamatan secara sensoris seperti

    warna, rasa, aroma, dan salinitas dengan menggunakan hand refraktometer. Bila

    pengujian menggunakan hand refractometer terlalu kental atau pekat dapat

    diencerkan dengan 1 ml kecap dan 9 ml aquades. Hasil dari pengukuran dalam o/oo

    diubah ke %, kemudian untuk mengukur salinitas menggunakan rumus :

  • 5/19/2018 KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    6/18

    5

    Penghancuran yang dilakukan dalam praktikum ini memiliki tujuan untuk dapat

    meningkatkan efektivitas ekstraksi komponen yang ada didalam ikan. Sel yang rusak,

    khususnya pada dinding sel, dapat memudahkan senyawa pembentuk dari flavor

    untuk keluar. Senyawa pembentuk flavor tersebut biasanya ada di dalam bahan yang

    akan berikatan dengan protein, lemak, ataupun air. Penghancuran bahan ini juga dapat

    menyebabkan permukaan dari bahan menjadi semakin luas, sehingga kemampuan

    untuk dapat melepas flavor semakin besar (Salehet al., 1996). Enzim papain adalah

    salah satu enzim protease yang dapat memecah ikatan peptida dan menghidrolisis

    protein (Lay, 1994). Penambahan enzim ini memiliki tujuan untuk mempercepat

    proses dari fermentasi kecap ikan. Enzim protease ini akan menguraikan protein

    menjadi komponennya seperti pepton, peptida dan asam amino yang saling

    berinteraksi dan menghasilkan rasa yang khas, serta waktu yang dibutuhkan tidak

    akan lama, jika menggunakan fermentasi garam (Astawan & Astawan, 1988).

    Proses fermentasi ataupun proses inkubasi pada suhu ruang selama 3 hari pada

    praktikum ini, dapat menguraikan senyawa kompleks di dalam tubuh ikan menjadi

    senyawa yang lebih sederhana. Selama proses fermentasi, juga harus diperhatikan

    bahwa wadah yang digunakan dalam keadaan tertutup rapat (anaerobik) supaya

    proses fermentasi dapat berjalan dengan baik dan dapat terhindar dari kontaminan

    yang dapat masuk ke dalam wadah (Sanjindavong et al., 2009). Hal ini juga sesuai

    dengan praktikum yang telah dilakukan bahwa, toples y atau wadah yang digunakan

    ditutup dengan rapat menggunakan solasi. Sedangkan menurut pendapat dari Astawan

    & Astawan (1988), waktu proses dari fermentasi kecap ikan juga harus diperhatikan

    karena apabila waktu fermentasi terlalu cepat dapat mengakibatkan enzim tidak

    maksimal dalam menghidrolisis komponen yang ada didalam tubuh ikan. Apabila

    waktu fermentasinya terlalu lama, enzim akan terlalu banyak menghidrolisis

    komponen di dalam tubuh ikan, hal ini dapat menghasilkan cita rasa yang kurang

    disukai, karena hasil dari fermentasilah yang dapat menentukan cita rasa pada hasil

    akhir kecap ikan yang diperoleh. Hal ini juga sesuai dengan praktikum yang telah

    dilakukan karena menggunakan waktu fermentasi selama 3 hari yang merupakan

    waktu fermentasi yang tidak lama maupun cepat.

    Tak hanya itu, suhu dari fermentasipun juga harus dijaga supaya tetap dalam keadaan

    yang kondusif, yaitu jangan terlalu tinggi suhunya, hal ini dikarenakan dapat

  • 5/19/2018 KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    7/18

    6

    menghambat reaksi dari enzim. Enzim akan menurun aktivitasnya ketika suhu

    mengalami peningkatan dan akan berhenti bila suhunya mencapai 81oC

    (Sanjindavong et al., 2009). Hal ini sesuai dengan praktikum yang telah dilakukan,

    karena suhu yang digunakan adalah suhu ruang. Hal ini juga didukung oleh

    Lopetcharat & Park (2002), bahwa pada suhu 50oC yaitu suhu sedang adalah suhu

    yang paling efektif untuk fermentasi kecap ikan karena dapat menghasilkan kecap

    ikan yang sesuai atau mirip dengan kecap ikan komersial.

    Bumbu-bumbu yang diberikan memiliki tujuan untuk dapat menghasilkan cita rasa

    dan aroma kecap ikan yang sesuai dengan keinginan. Pada penambahan gula jawa

    dapat mengurangi rasa asin yang berlebihan, dapat mempengaruhi cita rasa dari

    produk, dapat memberikan rasa lembut, aroma dan warna, serta dapat digunakan

    sebagai pengawet pada kecap ikan. Sedangkan garam dan bawang putih memiliki

    fungsi untuk memberikan cita rasa dan dapat digunakan sebagai bahan pengawet

    karena dapat menghambat pertumbuhan dari jasad renik serta tak hanya itu, pada

    bawang putih juga memiliki kandungan zat allicin yang efektif dapat membunuh

    bakteri, sehingga bersifat antimikrobia (Fachruddin, 1997).

    Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, bahwa perlakuan penambahan enzim

    pada setiap kelompok berbeda-beda, sehingga menghasilkan pengujian secara

    sensoris dan kadar garamnya juga berbeda-beda. Perbedaan pada kadar enzim ini

    tidak membentuk pola tertentu serta tidak menghasilkan perbedaan yang begitu

    signifikan pada kecap ikan yang telah dihasilkan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh jenis

    dari ikan yang memiliki fisikokimia yang berbeda-beda pula (Ng et al., 2011). Tak

    hanya itu, kesegaran dari ikan juga sangat berpengaruh pada kualitas sensoris pada

    kecap ikan. Kecap ikan memiliki kandungan senyawa amin dari aktivitas biologi,

    seperti histamin, tiramin, kadaverin, dan putrescin. Senyawa ini akan memberikan

    efek negatif pada kualitas sensoris dari kecap ikan, yang dapat dipengaruhi oleh

    kualitas bahan awal atau raw material(Yongsawatdigul et al., 2004).

    Dari pengujian sensoris dari segi warna, pada setiap kelompok memiliki warna yang

    sama yaitu coklat, hanya saja memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Pada kelompok

    B2 dengan konsentrasi enzim papain 0,8% menghasilkan warna kecap ikan sangat

    coklat gelap, sedangkan pada kelompok B1, B4, dan B5 dengan konsentrasi enzim

  • 5/19/2018 KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    8/18

    7

    papain secara berurutan yaitu 0,4%, 1,6%, dan 2 % memiliki warna kecap ikan yan

    kurang coklat gelap. Hal ini sesuai dengan pendapat Kasmidjo (1990), bahwa pada

    proses pemasakan dengan panas yang tinggi, warna coklat pada saat proses fermentasi

    tidak terlalu tampak. Sedangkan menurut pendapat dari Astawan & Astawan (1988),

    bahwa gula jawa yang digunakan dapat mengakibatkan warna coklat karamel dari

    proses pemanasan. Tak hanya itu, pembentukan warna juga dapat terjadi karena reaksi

    pencoklatan yaitu browning antara komponen yang membentuk cita rasa serta gula.

    Reaksi pencoklatan atau Maillard terjadi karena reaksi antara gugus-gugus asam

    amino yang terkandung didalam daging ikan dengan gula pereduksi yang terkandung

    didalam gula jawa (Lees & Jackson, 1973). Sehingga dapat disimpulkan bahwa

    konsentrasi enzim papain tidak berpengaruh terhadap warna dari produk. Perbedaan

    warna produk kecap ikan ini sangat dipengaruhi oleh banyaknya gula jawa yang

    ditambahkan, suhu dan lamanya proses pemanasan. Semakin tinggi suhu yang

    digunakan, dan semakin lama waktu proses pemanasan, serta semakin banyak gula

    yang ditambahkan dapat mempengaruhi warna kecap ikan menjadi semakin coklat.

    Dari segi rasa, pada setiap kelompok memiliki rasa yang asin, hanya saja memiliki

    tingkatan yang berbeda-beda. Pada kelompok B3 dan B4 dengan konsentrasi enzim

    papin secara berurutan adalah 1,2% dan 1,6% memiliki rasa yang sangat asin,

    sedangkan pada kelompok B1 dan B6 dengan konsentrasi enzim papain secara

    berurutan adalah 0,4% dan 2,5% memiliki rasa yang agak asin. Menurut pendapat dari

    Astawan & Astawan (1988), bahwa semakin besar kadar enzim papain yang

    ditambahkan, maka kemampuan dari enzim tersebut untuk memecah protein pada

    daging ikan juga lebih besar dan pada proses fermentasipun akan berjalan dengan

    baik, hal ini dapat menyebabkan cita rasa yang dihasilkan dapat terbentuk lebih baik

    dan kuat. Perbedaan rasa yang dihasilkan pada setiap kelompok ini, dapat dikarenakan

    penambahan pada bumbu yang kurang tepat dan dapat dikarenakan kurang efektifnya

    proses fermentasi yang dilakukan. Tak hanya itu rasa pada kecap ikan juga dapat

    mempengaruhi salinitas yang dihasilkan, karena semakin asin kecap ikan tersebut,

    salinitas yang didapatkan juga semakin tinggi.

    Kemudian dari segi aroma, hanya pada kelompok B3 dengan konsentrasi enzim

    papain 1,2% memiliki aroma yang agak tajam, sedangkan pada kelompok lainnya

    memiliki aroma yang tajam. Menurut pendapat dari Astawan & Astawan (1988),

  • 5/19/2018 KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    9/18

    8

    bahwa penguraian protein yang dilakukan oleh enzim protease akan bereaksi

    menghasilkan aroma yang khas. Semakin sempurna proses dari fermentasi tersebut,

    maka aroma yang dihasilkanpun akan semakin tajam. Hal ini sesuai dengan hasil

    pengamatan yang telah dilakukan karena pada konsentrasi enzim papain yang lebih

    tinggi memiliki aroma yang lebih tajam, namun ada beberapa kelompok yang juga

    tidak sesuai. Hal ini dapat dikarenakan penggunaan bumbu yang ditambahkan kurang

    sesuai, sehingga dapat mempengaruhi aroma dari kecap ikan yang diperoleh

    (Kasmidjo, 1990). Menurut pendapat dari Aitken et al. (1982), bahwa hasil dari uji

    sensoris sulit untuk distandarisasikan, karena sangat subyektif dan dipengaruhi oleh

    kondisi panelis sendiri, serta dapat juga dari kondisi lingkungan sekitar.

    Selanjutnya dari segi kadar garam atau salinitasnya, pada kelompok B3 dengan

    konsentrasi enzim papain 1,2% memiliki kadar salinitasnya 4%, sedangkan pada

    kelompok B5 dengan konsentrasi enzim papainnya 2% memiliki kadar salinitasnya

    2,8%. Dari hasil yang didapat, tidak ditemukan pola hubungan antar kadar garam

    dengan konsentrasi enzim papain yang ditambahkan. Akan tetapi, kadar garam atau

    salinitas ini dapat dipengaruhi oleh pemberian dari garam. Namun bila melalui proses

    fermentasi, kadar garam yang dihasilkan tidak hanya dipengaruhi oleh pemberian

    garam, tetapi juga kemaksimalan proses fermentasi, waktu fermentasi, dan pemberian

    bumbu-bumbu yang lainnya seperti gula jawa dan bawang putih. Menurut pendapat

    dari Astawan & Astawan (1988), bahwa semakin lama dan semakin optimal proses

    fermentasi yang dilakukan, konsentrasi garam yang ada didalam kecap ikan akan

    semakin tinggi pula, hal ini dikarenakan kadar komponen lain dapat berkurang akibat

    tekanan osmotik dari garam. Namun, ketika proses fermentasi dilakukan dengan

    penambahan enzim papain, hal ini tidak akan berpengaruh, karena tidak akan terjadi

    penarikan komponen dari garam.

    Dan yang terakhir dari segi penampakannya, pada kelompok B5 dengan konsentrasi

    enzim papain 2% memiliki penampakan yang agak kental, sedangkan pada kelompok

    B2 dan B6 dengan konsentrasi enzim papain secara berurutan yaitu 0,8% dan 2,5%

    memiliki penampakan yang sangat cair. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa

    faktor seperti penambahan dari gula jawa, penambahan air serta lamanya waktu

    proses pemanasan, sehingga hasil yang diperoleh berbeda-beda. Semakin lama proses

    pemanasan yang dilakukan, maka dapat mengakibatkan karamelisasi dari gula jawa

  • 5/19/2018 KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    10/18

    9

    dan dapat membuat kecap ikan yang dihasilkan menjadi lebih kental. Hal ini sesuai

    dengan pendapat menurut Petrucci (1992), bahwa suhu yang semakin tinggi, dapat

    mengakibatkan cairan menjadi semakin pekat atau kental dan memiliki warna yang

    lebih gelap karena proses dari karamelisasi.

    2.1. Pembahasan Jurnal

    2.1.1. Amino Acids and Fatty Acid Composition Content of Fish Sauce

    Dalam jurnal ini membahas tentang produksi sarden dari fermentasi kecap ikan untuk

    menentukan asam amino dan asam lemak yang dapat mengalami perubahan

    komposisi terkait dengan proses dari kecap ikan. Kecap ikan diproduksi dengan

    menginkubasi campuran sarden (Sardina pilchardus) dengan 6 konsentrasi yang

    berbeda-beda yaitu dari natrium klorida dan glukosa pada suhu 37C selama 57 hari.

    Total lipid dan persentase DHA dan EPA pada saus ikan sarden merupakan sumber

    dari DHA dan EPA. Dari rempah-rempah atau dari keluarnya saus bumbu ikan dapat

    menjadi sumber yang baik bagi manusia dengan tingkat rasio DHA / EPA dan kadar

    asam amino esensial yang tinggi. Untuk meningkatkan pola konsumsi atau

    meningkatkan nilai ekonomis dari ikan, dilakukan evaluasi pada proses alternatif baru

    di Turki. Kecap ikan akan menjadi salah satu produk tersebut, karena hasil kadar

    asam amino untuk orang dewasa hanya dengan beberapa tetes kecap ikan dapat

    memberikan kebutuhan harian leusin dan isoleusin (Dincer, 2010). Hal ini sesuai

    dengan praktikum yang telah dilakukan karena pada komposisi atau kandungan pada

    kecap ikan memiliki banyak manfaat bagi manusia.

    2.1.2. Lentibacill us halophilussp. nov., from Fish Sauce in Thailand

    Dalam jurnal ini membahas tentang lima belas strain bakteri yang sangat halofilik

    yang dapat diisolasi dari kecap ikan (nam pla-) yang dikumpulkan di Thailand pada

    bermacam-macam tahap proses dari fermentasi ikan. Isolat yang aerobik, membentuk

    spora, dan batang Gram-positif. Mereka tumbuh optimal pada kadar NaCl 20-26%.

    Peptidoglikan dari dinding sel mengandung asam meso-diaminopimelik.

    Menaquinone adalah MK-7. Asam lemak selular utama adalah anteiso-C15: 0 dan

    C17-anteiso : 0 dari analisis lipid polar yang isinya merupakan fosfatidilgliserol,

    diphosphatidylglycerol dan dua teridentifikasi glikolipid. DNA G + C adalah 42 .1-43

    .1 mol%. Atas dasar urutan gen 16S rRNA, dan PS11-2T, ditemukan terkait erat

    dengan Lentibacillus juripiscarius JCM 12147T (97. 3% kesamaan). 15 strain yang

  • 5/19/2018 KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    11/18

    10

    termasuk dalam spesies yang sama memiliki tingkat keterkaitan DNA-DNA dengan

    strain PS11-2T lebih besar dari 70%. Mereka dapat dibedakan dari L. juripiscarius

    dan spesies Lentibacillus lainnya dengan beberapa karakteristik fenotipik dan

    rendahnya tingkat keterkaitan DNA-DNA (19. 4%). Oleh karena itu, pada bulan

    November diusulkan strain dari spesies baru yaitu dari genus Lentibacillus, yang

    namanyaLentibacillus halophilussp. Jenis regangan dari PS11-2T (= JCM 12149T =

    TISTR 1549T = PCU 240t) (Tanasupawat, 2006). Pada jurnal ini juga digunakan

    fermentasi ikan yang sama seperti pada praktikum yang dilakukan untuk dapat

    menemukan 15 strain bakteri pada produk kecap ikan di Thailand.

    2.1.3. Proteinase-Producing Halophilic Lactic Acid Bacteria Isolated from Fish

    Sauce Fermentation and Their Ability to Produce Volatile Compounds

    Dalam jurnal ini membahas tentang bakteri asam laktat halofilik yang diisolasi dari

    fermentasi kecap ikan pada 1 sampai 12 bulan. Tujuh dari enam puluh empat isolat

    dipilih berdasarkan aktivitas proteolitiknya dan pertumbuhannya sebesar 25% untuk

    NaCl dan diinvestigasi produksi senyawa yang mudah menguap. Semua isolat terpilih

    dari Gram-positif dengan pasangannya taitu cocci / tetrad dan tumbuh pada 0-25%

    NaCl, pH 4,5-9,0. Hasil analisis urutan gen 16S rRNA menunjukkan bahwa 99%

    homologi Tetragenococcus halophilus. Pembatasan panjang fragmen polimorfisme

    (RFLP) memiliki kemiripan dengan T. halophilus. Isolat tersebut diidentifikasi

    sebagai T. halophilus. Semua isolat protein ikan terhidrolisis dalam medium yang

    mengandung 25% NaCl. Aminopeptidase intraseluler dari 7 isolat menunjukkan

    aktivitas tertinggi pada 2,85-3,67 U / ml terhadap Ala-p-nitroanilide (Ala-PNA). T.

    halophilus dengan strain MS33 dan M11 menunjukkan bahwa terdapat alanil

    aminopeptidasedengan aktivitas tertinggi (Pb0.05), dan dapat diproduksi histaminnya

    di mGYP kaldu yang mengandung 5 dan 25% NaCl dalam tingkat 6,62-22,55 dan

    13,14-20,39 mg / 100 ml. Senyawa yang dominan pada kaldu ikan mengandung 25%

    NaCl diinokulasi dengan T. halophilusMS33 dan MRC5-5-2 adalah 1-propanol, 2-

    methylpropanal, dan benzaldehida, sesuai dengan senyawa volatil utama dalam kecap

    ikan. T. halophilusyang memiliki peran penting dalam pembentukan senyawa yang

    mudah menguap selama proses fermentasi kecap ikan (Udomsil, 2010). Pada jurnal

    ini juga dilakukan proses fermentasi kecap ikan yang dapat menghasilkan komponen

    volatile.

  • 5/19/2018 KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    12/18

    11

    2.1.4. Fish Processing Wastes as a Potential Source of Proteins, Amino Acids

    and Oils: A Critical Review

    Dalam jurnal ini membahas tentang pengolahan ikan melibatkan penghapusan lendir,

    mencuci, mengeruk, pemotongan sirip, pemisahan tulang daging dan fillet. Selama

    tahap ini jumlah limbah (20-80% tergantung pada tingkat pengolahan dan jenis ikan)

    yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai kecap ikan. Limbah ikan juga dapat

    digunakan sebagai produksi berbagai nilai tambah produk seperti protein, minyak,

    asam amino, mineral, enzim, peptida bioaktif, kolagen dan gelatin. Protein pada ikan

    ditemukan di semua bagian ikan. Ada tiga jenis protein pada ikan: protein struktural,

    protein sacroplasmik dan protein dengan jaringan ikat. Protein ikan dapat diekstraksi

    dengan proses kimia dan proses enzimatik. Dalam metode kimia, digunakan garam

    (NaCl dan LiCl) dan pelarut (isopropanol dan isopropanol aezotropic), sedangkan

    selama proses enzimatik, digunakan enzim (alcalase,neutrase, Protex, protemax dan

    flavorzyme) untuk mengekstrak protein dari ikan. Protein ikan digunakan dalam

    banyak makanan seperti pada sifatnya yaitu tingkat kapasitas, penyerapan minyak,

    aktivitas pembentuk gel, busa kapasitas dan pengemulsi properti. Tak hanya itu, dapat

    digunakan sebagai replacers susu, pengganti roti, sup dan susu formula. Asam amino

    adalah blok dari protein. Ada 16-18 asam amino yang ada dalam protein ikan.

    Hidrolisis enzimatik melibatkan penggunaan substrat protein dan enzim seperti

    alcalase, neutrase, Carboxypeptidase, kimotripsin, pepsin dan tripsin. Dalam kimia,

    proses hidrolisis, asam atau alkali digunakan untuk pemecahan protein. Kerugian dari

    metode ini adalah kehancuran total dari triptofan dan sistein, serta kehancuran parsial

    tirosin, serin dan treonin. Asam amino pada ikan dapat dimanfaatkan sebagai pakan

    ternak dalam bentuk tepung ikan dan saus atau dalam berbagai obat-obatan

    (Ghaly,2013). Pada jurnal ini juga menjelaskan bahwa limbah dari ikan dapat

    digunakan juga sebagai kecap ikan.

    2.1.5. Analysis of Volatile Compounds in Traditional Chinese Fish Sauce (Yu

    Lu)

    Dalam jurnal ini membahas tentang Yu lu adalah kecap ikan tradisional Cina dengan

    bau yang kuat dan khas. Senyawa volatil di kecap ikan terbuat dari ikan teri

    (Engraulis japonius) dan snakehead, yang diisolasi secara simultan dengan didistilasi

    dan ekstraksi dengan pelarut (SDE) dan dianalisis dengan kromatografi gas (GC) dan

    spektrometri massa (MS). Sekitar 70 senyawa volatil diidentifikasi, termasuk 20

  • 5/19/2018 KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    13/18

    12

    asam, 4 karbonil, 14 senyawa yang mengandung nitrogen, 14 hidrokarbon, 8 ester,

    dan 3 yang mengandung sulfur. Kontributor utama bau yang khas dari saus ikan

    adalah disulfida dimetil, trisulfide dimetil, asam propanoat, asam butanoic, 3-

    (methylthio) -propanol, 2-methylbutenal serta beberapa senyawa yang mengandung

    nitrogen. Senyawa nitrogen dan sulfur dalam kecap ikan dibuat dari ikan teri yang

    lebih banyak daripada saus ikan yang dibuat dari snakehead, sementara kecap ikan

    snakehead memiliki lebih besar jumlah asam lemak volatilenya (Jin-Jin, 2008). Pada

    jurnal ini juga membahas kecap ikan yang berasal dari Cina yang memiliki komponen

    volatil yang banyak serta memiliki bau yang khas.

  • 5/19/2018 KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    14/18

    13

    3. KESIMPULAN

    Kecap ikan adalah produk hasil olahan ikan dengan menggunakan proses

    fermentasi di dalam wadah yang tertutup dan dengan menggunakan suhu panastanpa oksigen selama beberapa hari.

    Kecap ikan diproduksi dengan 2 tahap, yaitu fermentasi garam dan dengan enzim

    (enzimatis).

    Pada praktikum ini menggunakan fermentasi enzimatis yang menggunakan enzim

    papain.

    Penambahan enzim papain (enzimatis) ini memiliki tujuan untuk mempercepat

    proses fermentasi dari kecap ikan.

    Enzim protease dapat menguraikan protein menjadi komponennya yaitu peptida,

    pepton, dan asam amino yang saling berinteraksi serta dapat memberikan rasa

    yang khas.

    Beberapa jenis ikan dan pengolahannya akan mempengaruhi karakter dan kualitas

    dari kecap ikan.

    Warna coklat pada kecap ikan dikarenakan adanya proses karamelisasi oleh gula

    karena suhu yang tinggi.

    Reaksi Maillard terjadi karena reaksi dari gugus asam amino yang terkandung

    didalam daging ikan dengan gula pereduksi yang ada di dalam gula jawa.

    Semakin besar kadar enzim papain yang ditambahkan, maka semakin mudah

    memecah protein yang ada pada daging ikan, sehingga proses fermentasi akan

    berjalan dengan optimal, serta dapat memberikan rasa dan aroma yang lebih kuat.

    Pada proses fermentasi dengan penambahan enzim, tidak banyak berpengaruh

    pada kadar garam yang dihasilkan, karena tidak terjadi penarikan komponen oleh

    garam.

    Semakin tinggi suhu yang digunakan, dapat mempengaruhi penampakan yaitu

    cairan yang dihasilkan akan menjadi semakin kental.

    Semarang, 6 Oktober 2014

    Praktikan Asisten Dosen

    Yuni Rusiana

    Melinda Gabriella Huri

    12.70.0162

  • 5/19/2018 KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    15/18

    14

    4.DAFTAR PUSTAKA

    Aitken, A.; I. M. Mackie; J. H. Merrit and M. L. Windsor. (1982). Fish Handling and

    Processing 2ndEdition. Ministry of Agriculture, Fisheries, and Food. USA.

    Astawan, M. W. & M. Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat

    Guna. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.

    Dincer,T. (2010).Amino Acids and Fatty Acid Composition Content of Fish Sauce.

    Journal of Animal and Veterinary Advances, 2010, Vol. 9, Page No.: 311-315.

    Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Dendeng. Kanisius. Yogyakarta.

    Fellows, P. (1990). Food Processing Technology: Principles and Practise. EllisHorwood Limited. New York.

    Ghaly, A. E. (2013). Fish Processing Wastes as a Potential Source of Proteins, Amino

    Acids and Oils: A Critical Review. Ghaly, A. E., J Microb Biochem Technol 2013,

    5:4.

    Ibrahim, S. M. 2010. Utilization of Gambusia (Affinis affinis) for Fish Sauce

    Production. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 10: 169-172 (2010)

    Irawan, A. (1995). Pengolahan Hasil Perikanan Home Industri dan Usaha Perikanan

    dan Mengomersilkan Hasil Sampingnya. Penerbit Aneka. Solo.

    Jin-Jin, J. (2008). Analysis of Volatile Compounds in Traditional Chinese Fish Sauce

    (Yu Lu). Food Bioprocess Technol DOI 10.1007/s11947-008-0173-8.

    Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta

    Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

    Lay, B. W. (1994). Analisa Mikroba dalam Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada.

    Jakarta.

    Lees, R. and E. B. Jackson. (1973). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture.

    Leonard Hill. Glasgow.

    Lopetcharat, K. dan J. W. Park. (2002). Characteristics of Fish Sauce Made from

    Pacific Whiting and Surimi By-products During Fermentation Stage. Journal of food

    science, volume 67, issue 2, pages 511-516, March 2002.

    http://scialert.net/asci/author.php?author=Tolga&last=Dincerhttp://scialert.net/asci/author.php?author=Tolga&last=Dincer
  • 5/19/2018 KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    16/18

    15

    Misgiyarta, S. dan Widowati. (2003). Seleksi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat

    (BAL) Indigenus. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca panen

    Pertanian.

    Namwong, Sirilak; Somboon Tanasupawat; Thitapha Smitinont; Wonnop

    Visessanguan; Takuji Kudo; and Takashi Itoh. (2005). Isolation of Lentibacillus

    salicampi strains and Lentibacillus juripiscarius sp. nov. from Fish Sauce In

    Thailand. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology, 55,

    315320.

    Ng, Y. F., T. S. Afiza, Y. K. Lim, M. Afif, M. T. Liong, A. Rosma, dan W. Nadiah.

    (2011). Proteolytic action in Valamugil seheli and Ilisha melastoma for fish sauce

    production. Asian Journal of Food and Agro-Industry 2011, 4 (04), 247-254.

    Petrucci, R. H. (1992). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga. Jakarta.Saleh, M; A. Ahyar; Murdinah; dan N. Haq. (1996). Ekstraksi Kepala Udang Menjadi

    Flavor Udang Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. II, No.1, hal 60-68.

    Sanjindavong, M., J. Mookdasanit, P. Wilaipun, P. Chuapoehuk, dan C.

    Akkanvanitch. (2009). Using Pineapple to Produce Fish Sauce from Surimi Waste.

    Kasetsart J. (Nat. Sci.) 43 : 791-795 (2009).

    Tanasupawat, S. (2006). Lentibacillus halophilus sp. nov., from Fish Sauce in

    Thailand. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology (2006),

    56, 1859

    1863.

    Udomsil, N. (2010). Proteinase-Producing Halophilic Lactic Acid Bacteria Isolated

    from Fish Sauce Fermentation and Their Ability to Produce Volatile Compounds.

    International Journal of Food Microbiology 141 (2010) 186194.

    Yongsawatdigul, J., Y. J. Choi, dan S. Udomporn. (2004). Biogenic Amines

    Formation in Fish Sauce Prepared from Fresh and Temperature-abused Indian

    Anchovy (Stolephorus indicus). Journal of Food Science, volume 69, issue 4, pages

    FCT 312FCT 319, May 2004.

    Yuen, L., Wang, Z., Zhang, Q. (2009). Involvement of mitogen-activated protein

    kinases and nuclear factor kappa B pathways in signaling COX-2 expression in

    chronic rhinosinusitis. Department of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Xuan

    Wu Hospital. Capital Medical university, Republic of China. 58:649658.

  • 5/19/2018 KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    17/18

    16

    5.LAMPIRAN

    5.1. Perhitungan

    Rumus:

    % Salinitas =

    Kelompok B1

    % Salinitas =

    = 3 %

    Kelompok B2

    % Salinitas =

    = 3 %

    Kelompok B3

    % Salinitas =

    = 4 %

    Kelompok B4

    % Salinitas = = 3,5 %

    Kelompok B5

    % Salinitas =

    = 2,8 %

    Kelompok B6

    % Salinitas =

    = 3,3 %

  • 5/19/2018 KECAP IKAN_Melinda Gabriella Huri_12.70.0162_B_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    18/18

    17

    5.2. Foto

    Gambar 1. Kecap Ikan kelompok B2 dan B3

    Gambar 2. Kecap Ikan yang Gagal kelompok B1, B4, B5, dan B6

    5.3. Laporan Sementara

    5.4. Diagram Alir

    5.5. Viper