40
1. HASIL PENGAMATAN Hasil pengamatan karakteristik sensori kecap dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan Karakteristik Sensori Kecap Ke l Perlakuan Aroma Kekental an Rasa Warn a B1 Kedelai Hitam + 0,5% inokulum + + +++ +++ B2 Kedelai Kuning + 0,75% inokulum - - - - B3 Kedelai Hitam + 0,75% inokulum +++ ++ + + B4 Kedelai Kuning + 1% inokulum - - - - B5 Kedelai Hitam + 1% inokulum ++ +++ ++ ++ Keterangan : Aroma Rasa + : kurang kuat + : kurang manis ++ : kuat ++ : manis +++ : sangat kuat +++ : sangat manis Kekentalan Warna + : kurang kental + : kurang hitam ++ : kental ++ : hitam +++ : sangat kental +++ : sangat hitam Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa hasil sensori pembuatan kecap dari bahan kedelai hitam dan kuning serta penggunaan berbagai konsentrasi inokulum ragi yang digunakan. Pada penggunaan bahan kedelai hitam aroma yang sangat kuat diperoleh dari 0,75% inokulum dan kurang kuat dari 0,5% inokulum, untuk warna yang sangat hitam diperoleh dari 1% inokulum dan kurang hitam dari 0,5% inokulum, untuk rasa yang sangat kuat diperoleh dari 0,5% inokulum dan kurang 1

Kecap_Elim Yuyana_12.70.0074_B4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kecap merupakan produk fermentasi tradisional dari Asia yang terbuat dari hidrolisis protein (asam amino dan peptida), yang menunjukan banyak mengandung protein yang tinggi karena berbahan dasar dari bahan baku yang memiliki protein tinggi pula, seperti ikan (kecap asin) dan kedelai (kecap manis).

Citation preview

1. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan karakteristik sensori kecap dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Karakteristik Sensori KecapKelPerlakuanAromaKekentalanRasaWarna

B1Kedelai Hitam + 0,5% inokulum++++++++

B2Kedelai Kuning + 0,75% inokulum----

B3Kedelai Hitam + 0,75% inokulum+++++++

B4Kedelai Kuning + 1% inokulum----

B5Kedelai Hitam + 1% inokulum+++++++++

Keterangan :Aroma Rasa+: kurang kuat+: kurang manis++: kuat++: manis+++: sangat kuat +++: sangat manis

KekentalanWarna+: kurang kental+: kurang hitam++: kental++: hitam+++: sangat kental+++: sangat hitam

Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa hasil sensori pembuatan kecap dari bahan kedelai hitam dan kuning serta penggunaan berbagai konsentrasi inokulum ragi yang digunakan. Pada penggunaan bahan kedelai hitam aroma yang sangat kuat diperoleh dari 0,75% inokulum dan kurang kuat dari 0,5% inokulum, untuk warna yang sangat hitam diperoleh dari 1% inokulum dan kurang hitam dari 0,5% inokulum, untuk rasa yang sangat kuat diperoleh dari 0,5% inokulum dan kurang kuat dari 0,75%, sedangkan untuk kekentalan yang sangat kuat diperoleh dari 0,5% inokulum dan kurang kental dari 0,75% inokulum. Pada penggunaan bahan kedelai kuning dan tambahan ragi 0,75% maupun 1% terjadi kegagalan dalam pembuatan kecap.

20

2. 21

3. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini mengenai fermentasi substrat padat fermentasi kecap dilakukan dengan tujuan untuk memahami prinsip serta cara kerja pembuatan kecap secara sederhana dan dapat mengetahui proses fermentasi yang terjadi dalam pembuatan kecap. Menurut Wu et al (2010) kecap merupakan produk fermentasi tradisional dari Asia yang terbuat dari hidrolisis protein (asam amino dan peptida), yang menunjukan banyak mengandung protein yang tinggi karena berbahan dasar dari bahan baku yang memiliki protein tinggi pula, seperti ikan (kecap asin) dan kedelai (kecap manis). Dalam praktikum ini dilakukan proses pembuatan kecap manis yang merupakan produk fermentasi berbentuk cair berwarna coklat terang sampai hitam yang terbuat dari bahan baku kedelai (Steinkraus dalam Sumague et al. 2008) kecap manis digunakan dalam pembuatan masakan untuk menyedapkan makanan dengan memberikan flavour dan aroma yang khas, serta memberi warna coklat pada makanan (Kuswanto dan Sardjono, 1988).

Berdasarkan proses pembuatannya, kecap dibagi menjadi 3, yaitu kecap hasil fermentasi, kecap hasil hidrolisa asam, dan kecap hasil kombinasi keduanya. Dalam praktikum ini menggunakan cara fermentasi yang dibuat secara tradisional sehingga menghasilkan aroma dan cita rasa yang khas. Dalam pembuatan kecap secara fermentasi menggunakan prinsip penguraian protein, lemak, dan karbohidrat yang diubah dalam bentuk asam amino, asam lemak, dan monosakarida (Purwoko et al., 2007). Hal ini membuat kecap memiliki berat molekul yang rendah sehingga mudah diserap dalam tubuh (Rahayu et al., 2005).

Cara kerja yang dilakukan dalam pembuatan kecap manis, pertama-tama dengan merendam seleruh bagian kedelai hitam (kelompok B1, B3, dan B5) dan kedelai kuning (kelompok B2 dan B4) yang masih memiliki kulit ari selama 12 jam. Tujuan dari perendaman kedelai menurut Rahayu et al (1993) untuk membuat kedelai menjadi lunak karena menghidrasi air ke dalam kedelai sehingga waktu pemasakan dapat dipersingkat. Atlas (1984) menambahkan bahwa perlakuan perendaman akan mengkondisikan kedelai menjadi agak lembab karena air yang terserap sehingga menyebabkan kapang tumbuh pada permukaan kedelai dan mengakumulasikan beberapa enzim seperti proteinase dan amilase.

Penggunaan kedelai sebagai substrat yang digunakan sebagai nutrisi bagi mikroba yang akan memfermentasikan. Penggunaan kedelai karena memiliki kandungan protein yang tinggi sekitar 40%. Nilai protein dari kedelai jika difermentasikan dan dimasak akan mnghasilkan mutu yang lebih baik. Protein kedelai merupakan satu-satunya leguminosa yang mengandung semua asam amino esensial yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia (Ii, 1995). Kedelai hitam paling sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap. Sedangkan kedelai kuning sebagai bahan dasar makanan turunan kedelai (Purwoko et al., 2007). Adapun komposisi nilai gizi kedelai dapat dilihat pada Tabel 3.Tabel 3. Komposisi Nilai Gizi Kedelai

Sumber: (LIPI, 2000).

Lalu kedelai yang telah mekar dicuci. Pencucian disini dengan maksud untuk memisahkan air rendaman dan membuang bahan-bahan asing selain kedelai. Kemudian kedelai direbus hingga matang dan ditiriskan (dibawah sinar matahari) sampai kering. Perebusan bertujuan untuk menghilangkan bau langu dan melunakan tekstur kedelai. Hal ini sesuai dengan pernyataan menurut Ii (1995) perebusan dilakukan agar biji kedelai menjadi lunak dan menonaktifkan enzim lipoksigenase dalam mengkatalisasi reaksi etil venil keton yang merupakan enzim penyebab bau langu jika terpapar oksigen di udara. Lama perebusan sekitar 30 menit pada suhu 70C. Tortora et al (1995) menambahkan pemasakan kedelai bertujuan untuk merusak protein inhibitor, menginaktifkan zat-zat antinutrisi, membunuh bakteri di permukaan kedelai. Proses perebusan kedelai dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses Perebusan Kedelai

Kedelai yang telah direbus kemudian ditiriskan hingga kering. Proses pendinginan kedelai dimaksudkan untuk menurunkan suhu kedelai menjadi suhu sekitar 35-40oC yang merupakan suhu optimum bagi pertumbuhan kapang. Hal ini dilakukan jika suhu kedelai masih terlalu tinggi maka kapang yang ditambahkan berisiko mati (Santoso, 1994). Proses penirisan kedelai dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses Penirisan dan Pengeringan Kedelai

Setelah itu kedelai diletakkan di dalam besek beralaskan daun pisang yang telah disediakan. Sebelumnya besek dan daun pisang disempotkan alkohol terlebih dahulu untuk mengurangi mikroba yang tidak diinginkan sehingga membuat proses fermentasi tidak berjalan lancar. Penggunaan daun pisang dan besek akan memberikan oksigen akibat adanya pori-pori dari alat tersebut secara alami, sehingga dapat mendukung proses fermentasi berjalan dengan lancar karena tidak memberikan kondisi yang lembab untuk mecegah kontaminasi mikroorganisme yang tidak diinginkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan menurut Kasmidjo (1990) bahwa fermentasi oleh kapang terjadi pada kondisi aerob.

Selanjutnya masing-masing kedelai tiap kelompok inokulasikan 0,5% inokulum komersial untuk pembuatan tempe (kelompok b1); 0,75% inokulum (kelompok B2 dan B3); 1% inokulum (kelompok B4 dan B5). Menurut Rashad et al (2011) konsentrasi ragi akan mempengaruhi komponen-komponen dalam kecap seperti jumlah etanol dan asam laktat, serta akan mempengaruhi proses fermentasi kedelai. Hal inilah yang akan terlihat dari kecap yang dihasilkan masing-masing kelompok dengan penilaian sensori kecap yang berbeda-beda. Menurut Sarwono (2010) ragi tempe dapat mengandung biakan mikroorganisme tunggal atau lebih. Penggunaan biakan tunggal lebih menguntungkan karena dapat menjaga kestabilan produk. Sedangkan biakan lebih dari satu akan memberikan rasa tempe menjadi lebih enak akibat banyaknya produk sampingan yang akan dihasilkan mikroorganisme. Penambahan inokulum pada kedelai dalam daun pisang dan besek dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Penambahan Inokulum Pada Kedelai Dalam Daun Pisang dan Besek

Lalu besek ditutup dan diinkubasi selama 3 hari pada suhu ruang yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada suhu 35-40oC merupakan suhu optimum bagi pertumbuhan kapang. Menurut pernyataan Astawan & Astawan (1991) bahwa apabila fermentasi dilakukan terlalu singkat maka akan menyebabkan enzim yang dihasilkan oleh kapang terlalu sedikit sehingga tidak menghasilkan komponen-komponen penting dalam pembuatan kecap. Sedangkan jika waktu fermentasi terlalu lama dapat menghasilkan enzim (amilase, lipase, maltase, fosfatase, dan proteinase) yang semakin banyak sehingga cita rasa yang dihasilkan dalam pembuatan kecap menjadi kurang baik. Enzim-enzim itulah yang akan memecah komponen-komponen gizi kedelai menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana yang nantinya akan memberikan cita rasa, aroma, dan komposisi pada kecap yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan menurut Wu et al (2010) enzim-enzim yang dihasilkan dari fermentasi kapang akan menghidrolisa kedelai menjadi lebih sederhana. Enzim proteolitik akan menghidrolisa protein pada kedelai menjadi asam amino dan peptida, sedangkan enzim protease akan menghidrolisa pati menjadi gula sederhana (monoakarida). Hasil hidrolisa protein dan karbohidrat tersebut akan digunakan oleh bakteri dan yeast pada tahap fermentasi moromi. Inkubasi fermentasi kapang (koji) dalam besek dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Inkubasi Fermentasi Kapang (Koji) Dalam Besek

Setelah 3 hari, kedelai akan diselimuti oleh serabut-serabut kapang yang biasa disebut dengan miselium. Pada tahap inilah disebut dengan fermentasi kapang (stage fermentation atau tahap koji). Menurut Santosa (1994) selama pertumbuhan kapang dari proses fermentasi akan menghasilkan struktur serabut berwarna putih kehijauan yang disebut dengan miselium. Permukaan kedelai yang diselimuti dengan miselium kapang itulah yang biasanya disebut dengan koji. Menurut Astawan & Astawan (1991) jenis kapang yang berperan dalam proses fermentasi tahap koji adalah Aspergillus oryzae, Rhizopus sp, Aspergillus flavus, dan Aspergilus niger.

Selanjutnya kedelai yang bermiselium dipotong kecil-kecil dan diratakan dengan tujuan agar proses pengeringan merata karena memberikan yield yang lebih besar. Dilanjutkan proses pengeringan ke dalam dehumidifier selama 2-4 jam. Proses pengeringan ini dilakukan terutama untuk membuat tempe menjadi kering karena adanya air yang teruapkan dengan panas. Adapun tujuan lain akibat tempe menjadi kering menurut Tortora et al (1995) memudahkan untuk menghilangkan miselium kapang yang menyelimuti kedelai. Peppler & Perlman (1979) juga menambahakan pengeringan dapat menghambat pertumbuhan jamu, akibat turunnya nilai Aw. Penggunaan dehudidifier untuk proses pengeringan relatif lebih efektif menurut Sarkar, dkk (2006) dehumidifier merupakan alat pengeringan yang mengkombinasikan mesin kalor sehingga dapat mengurangi kalor laten dan kalor sensible maka kemampuan thermalnya akan meningkat. Adapun keunggulan dehumidifier dibandingkan pengering konvensional menurut Perera, dkk (1997) yaitu kualitas produk lebih baik, tidak menghasilkan asap yang mengotori atmosfer, dan tidak tergantung kondisi cuaca luar. Strommen, dkk (2002) menambahkan keuntungan lainnya yaitu warna dan aroma dari produk yang dikeringkan lebih baik dibandingkan dengan pengering suhu tinggi. Pemotongan dan perataan koji pada loyang dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Pemotongan dan Perataan Koji Pada Loyang

Tahap selanjutnya dilakukan fermentasi dalam larutan garam (brine fermentation atau tahap moromi) dengan cara penambahan larutan garam 20% dalam 70 ml ke dalam toples plastik. Menurut Atlas (1984) fermentasi tahap moromi dilakukan oleh mikrobia yang berasal dari lingkungan alami disekitar fermentasi berlangsung, yaitu bakteri dan yeast. Bakteri, yang berperan khususnya bakteri Lactobacillus delbruecki akan menghasilkan asam laktat dan mencegah terjadinya pembusukan oleh mikroorganisme lain yang tidak diinginkan. Sedangkan yeast Saccharomyces rouxii, Zygosaccharomyces soyae, dan Torulopsis sp akan menggunakan gula sederhana dari hasil pemecahan fermentasi kapang untuk menghasilkan alkohol.

Adapun tujuan-tujuan perendaman ke dalam larutan garam dalam pembuatan kecap, yaitu sebagai berikut:1. Mengekstraksi senyawa-senyawa sederhana dari hasil hidrolisis pada tahap fermentasi kapang.2. Menumbuhkan bakteri halofilik secara spontan yang akan memberikan flavour yang khas.3. Memberikan rasa asin.4. Sebagai pengawet untuk mencegah pertumbuhan mikrobia berbahaya yang tidak diinginkan (Tortora et al., 1995).5. Menghilangkan rasa pahit akibat pemecahan protein oleh enzim protease (Kurniawan, 2008). 6. Memberikan tekanan osmosis dengan menarik keluar senyawa nitrogen terlarut yang ada di dalam koji ke larutan garam yang bertujuan untuk menambah cita rasa kecap (Rahayu et al., 2005).

Selanjutnya direndam selama 1 minggu dengan dilakukan pengocokan dibawah sinar matahari setiap harinya. Pengadukan yang dilakukan di bawah sinar matahari dilakukan untuk mencegah adanya kontaminasi dari lingkungan. Adapun tujuan-tujuan yang dilakukan dalam pengadukan menurut Tortora et al (1995) untuk membuat larutan garam homogen dengan menyentuh permukaan substrat sehingga lebih efektif, memberikan udara yang berguna untuk merangsang pertumbuhan yeast dan bakteri. Wu et al (2010) juga menambahkan dengan pengadukan yang merupakan tahap aerasi bertujuan agar yeast dapat tumbuh dengan baik karena akan menghasilkan oksigen yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya. Jika aerasi ini tidak dilakukan, maka pembentukan flavour akan berjalan menjadi lambat dan akan menghasilkan flavour yang kurang enak. Pengocokan tahap fermentasi moromi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Pengocokan Tahap Fermentasi Moromi

Setelah 1 minggu, dilakukan pengepresan dan penyaringan. Penyaringan dilakukan untuk mendapatkan filtrat yang merupakan kecap yang dihasilkan. Proses penyaringan fermentasi moromi dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Proses Penyaringan Fermentasi Moromi

Lalu dilakukan penambahan air 750 ml dan setelah itu dilakukan pemasakan dengan penambahan gula jawa 1 kg sampai larut, dan penambahan bahan-bahan seperti laos 1 jentik, bunga pekak 1 biji, kayu manis 20 gr, ketumbar 3 gr, serta penambahan rempah-rempah seperti 1 gr cengkeh (kelompok B1 dan B2), 1 batang daun sereh yang digeprek (kelompok B3 dan B4), pala 1 buah yang diparut (kelompok B5). Hal ini sesuai dengan pernyataan Santosa (1994) bahwa dalam proses perebusan pembuatan kecap, air bersih dimasukkan terlebih dahulu ke dalam filtrat kecap dan direbus hingga mendidih. Penambahan gula jawa menurut Kasmidjo (1990) meningkatkan viskositas dan memberikan warna coklat pada kecap. Prabandari (1995) juga menambahkan bahwa gula merah akan memberikan rasa manis dan aroma yang khas. Fungsi masing-masing penggunaan bahan-bahan pada kecap sebagai berikut, menurut Cruess (1958) kayu manis digunakan dalam pembuatan kecap untuk manambah flavour yang baik dan memberikan warna lebih coklat pada kecap. Laos digunakan sebagai penyedap pada kecap yang dibuat. Bunga pekak digunakan sebagai pembentuk aroma. Sedangkan ketumbar untuk menambah rasa dan aroma kecap. Pada penambahan rempah-rempah yang berbeda-beda akan akan memberikan cita rasa yang spesifik pada kecap sehingga mempengaruhi sensori dari kecap. Proses pemasakan dalam pembuatan kecap manis dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Proses Pemasakan Dalam Pembuatan Kecap Manis

Setelah mengental, dilanjutkan proses penyaringan agar didapat kecap manis seutuhnya. Produk kecap manis yang dihasilkan masing-masing kelompok dilakukan pengujian sensori meliputi aroma, warna, rasa, dan kekentalan. Pengujian sensori tersebut dilakukan akibat dari penggunaan perbedaan konsentrasi inokulum dan rempah-rempah yang digunakan sehingga menghasilkan karakteristik sensori yang berbeda-beda. Kecap Manis Kelompok B1, B3, dan B5 dapat dilihat pada Gambar 9.B1B3B5

Gambar 9. Kecap Manis Kelompok B1, B3, dan B5

Dari hasil koji pada masing-masing kelompok yang dapat dilihat pada Gambar 10. Dimana koji B2 dan B4 yang menggunakan kedelai kuning mengalami kegagalan karena tidak berbentuk seperti tempe. Untuk pembanding dengan menggunakan kedelai hitam dapat dilihat hasil koji B3 dan B5, dimana koji B5 menghasilkan karakteristik yang lebih mirip dengan tempe dengan miselium yang lebih banyak menyelimuti kedelai hitam dibandingkan koji B3. Hal ini dikarenakan penggunaan inokulum B5 lebih banyak yaitu 1% dibandingkan dengan B3 yaitu 0,75%. Menurut Santoso (1994) warna dan karakteristik yang berbeda dari hasil koji akibat perbedaan jumlah ragi yang digunakan. Apabila ragi yang digunakan pada kedelai semakin banyak maka jumlah miselium yang akan terbentuk di permukaan kedelai juga akan semakin banyak.B2B5B4B3

Gambar 10. Koji B2, B3, B4, dan B5

Hasil moromi pada kelompok B5, B3, dan B1 dapat dilihat pada Gambar 11. Dimana moromi B5 menghasilkan warna lebih gelap dibandingkan B3 dan B1, sedangkan B3 warnanya lebih gelap dibandingkan B1. Hal ini dikarenakan penggunaan jumlah inokulum yang berbeda, dimana penggunaan inokulum yang lebih banyak akan menghasilkan warna moromi lebih gelap. Hal tersebut dapat terjadi karena telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada tahap koji akan terjadi hidrolisa komponen-komponen menjadi lebih sederhana sehingga semakin banyak inokulum yang digunakan maka komponen yang akan dipecah semakin banyak, kemudian ketika memasuki tahap moromi dengan penambahan larutan garam yang telah dijelaskan juga sebelumnya pada tahap ini yeast akan menggunakan komponen sederhana yang telah dipecah untuk menghasilkan produk, contohnya gula sederhana diubah menjadi alkohol oleh Torulopsis sp (Atlas, 1984). Maka dengan penambahan inokulum semakin banyak semakin banyak pula komponen sederhana yang digunakan oleh yeast dalam tahap fermentasi moromi. Hal tersebut ditandai dengan warna moromi yang terbentuk semakin lebih gelap. Adapun hal lain yang menyebabkan perbedaan warna moromi akibat perbedaan suhu. Menurut Wu et al (2010) semakin tinggi suhu fermentasi akan menyebabkan warna larutan garam berubah menjadi lebih gelap. Perbedaan suhu ini akibat tempat melakukan pengadukan berbeda-beda yang menunjukkan perbedaan suhu pula.

B5B3B1

Gambar 11. Fermentasi Moromi kelompok B5, B3, dan B1

Hasil pengamatan uji sensori pembuatan kecap dapat dilihat pada Tabel 1. Dari segi aroma yang dihasilkan pada kecap disebabkan karena reaksi kimiawi yang terjadi pada saat proses pemanasan yang akan menghasilkan komponen nitrogen sepert kadaverin, arginine, histidin, putresin, dan amonia yang menghasilkan flavour yang enak (Tortora et al, 1995). Adapun aroma yang dihasilkan dikarenakan penambahan bahan-bahan dan rempah-rempah yang digunakan saat proses pemasakan, begitu pula penambahan gula merah akan memberikan aroma yang khas (Prabandari, 1995). Menurut Yuliani (2013) bahwa pala berbentuk biji yang mempunyai aroma dan rasa yang kuat. Pala digunakan dalam masakan biasanya untuk mempertajam rasa dan aroma makanan. Adapun penambahan daun sereh menurut Cruess (1958) digunakan sebagai penambah aroma pada kecap yang dibuat. Menurut Ferdinanti (2001) cengkeh adalah tanaman asli Indonesia yang banyak digunakan sebagai bumbu, baik dalam bentuk utuh atau bubuk. Cengkeh juga sebagai sumber flavour alami dan sebagai sumber nutrisi karena mengandung protein, vitamin, dan mineral.

Hasil sensori aroma dengan penggunaan bahan kedelai hitam aroma yang sangat kuat diperoleh dari 0,75% inokulum dan kurang kuat dari 0,5% inokulum. Untuk hasil yang didapat tidak sesuai dengan teori yang ada yang mana seharusnya penambahan inokulum 1% menghasilkan aroma yang sangat kuat dibandingkan dengan penambahan inokulum 0,5% dan 0,75%. Menurut Astawan & Astawan (1991) semakin tinggi penambahan konsentrasi inokulum akan menghasilkan kecap dengan aroma yang lebih kuat, karena adanya pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang dilakukan oleh enzim yang dihasilkan olehn kapang selama fermentasi koji.

Untuk warna yang sangat hitam diperoleh dari 1% inokulum dan kurang hitam dari 0,5% inokulum. Terbentuknya warna hitam atau coklat pada kecap disebabkan adanya penambahan gula jawa yang menyebabkan reaksi pencoklatan (browning) menurut Rahayu et al (2005) reaksi pencoklatan terjadi karena adanya reaksi asam amino dengan gula reduksi. Adapun hasil didapat warna pada setiap kelompok berbeda-beda. Hal ini dapat dikarenakan kesalahan dalam penimbangan gula jawa, karena semakin banyaknya penambahan gula jawa maka kecap yang dihasilkan semakin hitam. Hal lain juga dapat dikarenakan proses pemasakan yang dilakukan berbeda-beda waktunya. Jika proses pemasakan dilakukan lebih lama maka kecap yang dihasilkan memiliki warna lebih gelap. Pada segi sensori warna, penambahan inokulum tidak begitu memberikan pengaruh karena ragi bekerja secara optimum pada fermentasi koji, sedangkan warna kecap akan mulai terbentuk saat fermentasi moromi akibat adanya reaksi pencoklatan (Astawan & Astawan, 1991).

Dari segi rasa, hasil yang sangat kuat diperoleh dari 0,5% inokulum dan kurang kuat dari 0,75%. Hasil yang diperoleh berbeda dengan teori yang ada, dimana seharusnya rasa yang lebih kuat dihasilkan pada kecap dengan penambahan inokulum yang paling banyak, yaitu 1%. Menurut Rahayu et al (2005) pada proses fermentasi moromi akan terbentuknya rasa. Hal tersebut terjadi karena enzim yang dihasilkan oleh kapang akan memecah substrat menjadi senyawa terlarut. Senyawa terlarut yang dihasilkan akan digunakan saat proses fermentasi moromi yang menghasilkan rasa kecap. Sehingga seharusnya semakin banyak inokulum yang digunakan semakin banyak senyawa pembentuk rasa yang dihasilkan maka rasa akan semakin kuat.

Selain itu, rasa kecap juga dipengaruhi jenis rempah-rempah yang ditambahkan. Kelompok B1 yang menggunakan cengkeh dan B5 yang menggunakan pala rasa yang dihasilkan lebih kuat dibandingkan kelompok B3 yang tidak menggunakan cengkeh dan pala. Dimana telah dijelaskan bahwa Menurut Ferdinanti (2001) cengkeh juga sebagai sumber flavour alami dan sebagai sumber nutrisi karena mengandung protein, vitamin, dan mineral. Sedangkan penggunaan pala menurut Yuliani (2013) pala mempunyai aroma dan rasa yang kuat. Pala digunakan dalam masakan biasanya untuk mempertajam rasa dan aroma makanan.

Untuk kekentalan yang sangat kuat diperoleh dari 0,5% inokulum dan kurang kental dari 0,75% inokulum. Dari hasil uji kekentalan kecap tidak dipengaruhi oleh perbedaan penambahan inokulum. Kekentalan kecap yang berbeda-beda pada tiap kelompok dapat dipengaruhi oleh lamanya waktu pemasakan dan penambahan gula jawa. Menurut Kasmidjo (1990) penambahan gula jawa akan mempengaruhi kekentalan kecap, dimana semakin banyak gula jawa yang digunakan maka kecap menghasilkan viskositas yang semakin tinggi. Untuk lamanya waktu pemasakan akan mempengaruhi kekentalan kecap. Dimana semakin lama waktu pemasakan akan menghasilkan kecap yang lebih kental.

Hasil lain yang berbeda dengan teori yang ada dari hasil uji sensorik, dapat disebabkan karena kesalahan dalam pembuatan kecap, seperti kesalahan dalam proses pembuatan kecap akan tetapi yang paling memungkinkan karena kesalahan dalam melakukan uji sensorik. Sepeti yang kita ketahui bahwa pengujian dilakukan dengan panelis tidak terlatih, sehingga banyak kesalahan yang mungkin terjadi dan dapat juga kurang pekanya indra panelis. Menurut Anonim (2008) pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisiopsikologis yang berarti kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Alat indra manusia, yaitu penciuman, peraba, penglihatan, pendengaran, dan perasa. Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap terhadap rangsangan adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran terhadap nilai/tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut pengukuran subyektif atau penilaian subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku atau yang melakukan pengukuran.

Pada penggunaan bahan kedelai kuning dan tambahan ragi 0,75% maupun 1% terjadi kegagalan dalam pembuatan kecap. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa kesalahan, seperti terjadinya kontaminasi silang dari lingkungan ke bahan baku dalam pembuatan kecap, pengaturan kondisi fermentasi yang tidak tepat, dan dapat juga karena penggunaan dari bahan bakunya itu sendiri. Menurut Purwoko et al (2007) penggunaan kedelai hitam paling sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap. Akan tetapi penggunaan kedelai kuning sebagai bahan dasar makanan turunan kedelai. Sehingga dapat diketahui pembuatan kecap biasanya paling sering menggunaan kedelai hitam dibandingkan kedelai kuning yang hanya makanan turunan kedelai maka tidaklah heran kecap yang dihasilkan dengan kedelai kuning lebih memungkinkan terjadinya kegagalan dibandingkan dengan kecap dengan kedelai hitam.

Untuk kondisi fermentasi yang kurang baik berhubungan erat dengan terjadinya kontaminasi silang dari lingkungan. Hal itu dapat dikarenakan pengaturan suhu fermentasi yang tidak sesuai, kondisi fermentasi yang terlalu lembab sehingga banyak air yang dapat menyebabkan kontaminasi adanya mikrooganisme lain yang ikut tumbuh, kurangnya proses penirisan setelah perebusan, besek dan daun pisang tidak disemprotkan dengan alkohol sehingga masih banyak mikroorganisme yang tidak diinginkan tumbuh. Waktu untuk proses fermentasi kapang dilakukan 3 hari yang berdasarkan teori tidak sesuai sehingga waktuny lebih lama. Dimana menurut Chancharoonpong, Hsieh, and Sheu (2012) waktu fermentasi koji yang baik adalah selama 48 jam, karena aktivitas enzim protease akan meningkat dan mendukung pertumbuhan kapang yang akan ditandai dengan pembentukan miselium pada permukaan kedelai. Hal lain yang dapat memungkinakan karena kondisi yang kurang asepti, menurut Hadioetomo (1993) tujuan dilakukan proses aseptis untuk mencegah kontaminasi oleh mikroba yang ada di lingkungan maupun telapak tangan ke dalam media, alat, dan bahan yang digunakan, sehingga akan mendukung keberhasilan praktikum.

4. KESIMPULAN

Pembuatan kecap secara fermentasi tradisional akan menghasilkan aroma dan cita rasa yang khas. Tujuan dari perendaman kedelai untuk membuat kedelai menjadi lunak dan membuat agak lembab untuk membantu pertumbuhan kapang. Kedelai hitam paling sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap. Kedelai kuning sebagai bahan dasar makanan turunan kedelai dan jarang digunakan dalam pembuatan kecap. Perebusan kedelai hingga matang bertujuan untuk menghilangkan bau langu, melunakan tekstur, dan membunuh bakteri di permukaan kedelai. Fermentasi oleh kapang terjadi pada kondisi aerob. Selama fermentasi kapang akan menghasilkan enzim-enzim yang akan menghidrolisa komponen pada kedelai menjadi lebih sederhana. Komponen-komponen yang dipecah pada fermentasi kapang akan digunakan oleh yest pada fermentasi moromi, sehingga menghasilkan cita rasa dan aroma yang khas kecap. Kedelai yang telah bermiselia disebut dengan fermentasi koji. Penggunaan dehudidifier untuk proses pengeringan relatif dibandingkan dengan pengeringan konvensional. Fermentasi moromi dilakukan dalam larutan garam oleh mikrobia yang berasal dari lingkungan alami disekitar fermentasi berlangsung, yaitu bakteri dan yeast. Bakteri akan menghasilkan asam laktat dan mencegah terjadinya pembusukan oleh mikroorganisme lain yang tidak diinginkan. Yeast akan menggunakan gula sederhana dari hasil pemecahan fermentasi kapang untuk menghasilkan alkohol. Tujuan dalam perendaman ke dalam larutan garam dalam pembuatan kecap untuk mengekstraksi senyawa-senyawa sederhana, menumbuhkan bakteri halofilik, memberikan rasa asin, sebagai pengawet, menghilangkan rasa pahit, dan menambah cita rasa kecap.

Pengadukan dalam fermentasi moromi untuk membuat larutan garam homogen dengan menyentuh permukaan substrat sehingga lebih efektif dan untuk merangsang pertumbuhan yeast dan bakteri. Penambahan gula jawa untuk meningkatkan viskositas dan memberikan warna coklat pada kecap serta memberikan rasa manis dan aroma yang khas. Kayu manis digunakan dalam pembuatan kecap untuk manambah flavour yang baik dan memberikan warna lebih coklat pada kecap. Laos digunakan sebagai penyedap pada kecap yang dibuat. Bunga pekak digunakan sebagai pembentuk aroma. Ketumbar untuk menambah rasa dan aroma kecap. Jumlah ragi yang digunakan akan memberikan warna dan karakteristik yang berbeda pada hasil koji. Apabila ragi yang digunakan pada kedelai semakin banyak maka jumlah miselium yang akan terbentuk di permukaan kedelai juga akan semakin banyak. Penggunaan inokulum yang lebih banyak akan menghasilkan warna moromi lebih gelap. Semakin tinggi penambahan konsentrasi inokulum akan menghasilkan kecap dengan aroma yang lebih kuat. Cengkeh, pala, dan daun saun sereh memberikan aroma pada kecap lebih kuat. Warna kecap hitam akibat adanya reaksi pencoklatan akibat penambahan gula jawa. Proses pemasakan lebih lama maka kecap akan memiliki warna lebih gelap. Semakin banyak inokulum yang digunakan semakin banyak senyawa pembentuk rasa yang dihasilkan maka rasa akan semakin kuat. Cengkeh dan pala menambah rasa pada kecap.

Semarang, 22 Juni 2015PraktikanAsisten Dosen: Abigail Sharon Effendy Frisca melia

Elim Yuyana12.70.0074

5. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2000). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor.http://b0cah.org/index.php?option=com_content&task=view&id=381&Itemid=40. Diakses pada tanggal 20 Juni 2015.

Astawan, M. & Astawan W. M. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York.

Chancharoonpong, Chuenjit, Pao-Chuan Hsieh, and Shyang-Chwen Sheu. 2012. Enzyme Production and Growth of Aspergillus Oryzae S. on Soybean Koji Fermentation. APCBEE Procedia 2(4): 5761.

Cruess, W. V. 1958. Commercial Fruit and Vegetable Products. New York : Mc. GrawHill Book Co.

Ferdinanti, E, 2001. Uji aktivitas antibakteri obat kumur minyak cengkeh ( Syzygium aromaticum (L) Merr & Perry ) asal bunga, tangkai bunga, dan daun cengkeh terhadap bakteri. Skripsi S1 jurusan farmasi. Fakultas Matematika dan dan Pengetahuan Alam. Institut Sains dan Teknologi Nasional Jakarta.

Hadioetomo, R, S., 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia Pustaka. Jakarta.

Ii, B a B. 1995. Komposisi Zat Gizi Kedelai Tiap 100 Gr. (L).

Kasmidjo, R. B. 1990. Tempe : mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Kurniawan, Ronny. (2008). Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam dan Waktu Fermentasi Terhadap Kwalitas Kecap Ikan Lele. Jurnal Teknik Kimia 2(2):127-135.

Kuswanto, K.R dan Sardjono. 1988. Laporan Penelitian : Deteksi Mikotoksin pada Produk Kecap Komersial. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

LIPI. 2000. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. 2000.

Peppler, H.J. & Perlman, D. 1979. Microbial Technology, fermentation Technology.

Perera, C.O. dan Rahman, M.S.(1997). Heat pump demuhidifier drying of food. Trends Food Science Technology 8: 75-79.

Prabandari, Ending. (1995). Cara Membuat Kecap . Semarang : Balai Pustaka.

Purwoko, Tjahjadi; Noor S.H. (2007). Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R.oligosporus. Biodiversitas 8(2):223-227.

Purwoko, Tjahjadi; Noor S.H. (2007). Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R.oligosporus. Biodiversitas 8(2):223-227.

Rahayu, Anny; Suranto; dan Tjahjadi P. (2005). Analisis Karbohidrat, Protein, dan Lemak pada Pembuatan Kecap Lamtoro Gung (Leucanena leucocephala) terfermentasi Aspergillus oryzae. Bioteknologi 2(1):14-20.

Rahayu, E. ; R. Indrati; T. Utami; E. Harmayani & M. N. Cahyanto. ( 1993 ). Bahan Pangan Hasil Fermentasi Food & Nutition. Collection. PAU Pangan & Gizi. Yogyakarta.

Rashad, Mona M, Abeer E Mahmoud, Hala M Abdou, and Mohamed U Nooman. 2011. Improvement of Nutritional Quality and Antioxidant Activities of Yeast Fermented Soybean Curd Residue. 10(28): 550413.

Santoso, H.B. (1994). Kecap dan Taoco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.

Sarkar, J., Bhattacharyya, S., Gopal, R. dan Transcritical, M. (2006). CO2 heat pump dryer: part mathematical model and simulation. Drying Technology 24 :1583-1591.

Sarwono, Bambang. 2010. Usaha Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya. Jakarta.

Strommen, I., Eikevik, T.M., Alves-Filho, O., Syverud, K. dan Jonassen, O. (2002). Low temperatur drying with heat pumps new generations of high quality dried products. 13th International Drying Symposium. Beijing, China, 27-30 Agustus.

Sumague, M. J V et al. 2008. Predisposing Factors Contributing to Spoilage of Soy Sauce by Aspergillus Ochraceus. Philippine Agricultural Scientist 91(2): 16170.

Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. 1995. Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Wu, Ta Yeong, Mun Seng Kan, Lee Fong Siow, and Lithnes Kalaivani Palniandy. 2010. Effect of Temperature on Moromi Fermentation of Soy Sauce with Intermittent Aeration. African Journal of Biotechnology 9(5): 7026.

Yuliani, Ita. 2013. STUDI EKSPERIMEN NUGGET AMPAS TAHU DENGAN CAMPURAN JENIS PANGAN SUMBER PROTEIN DAN JENIS FILLER YANG BERBEDA. Jurusan Teknologi jasa dan Produksi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.

6. LAMPIRAN

6.1. Laporan Sementara

6.2. Abstrak Jurnal