Upload
brigita-de-vega
View
221
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kecelakaan Dan Kesehatan Kerja Ketaaaaaaa
Citation preview
Kecelakaan dan Kesehatan Kerja (K3)
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, Pasal 23 tentang Kesehatan
disebutkan bahwa Kesehatan Kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas
kerja secara optimal yang meliputi pelayanan kesehatan pencegahan penyakit akibat
kerja.
Menurut Suma’nur (1987) kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang
berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja di sini dapat
berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu
melaksanakan pekerjaan. Maka dalam hal ini, terdapat dua permasalahan penting
yaitu: (1) Kecelakaan akibat langsung pekerjaan, (2) Kecelakaan terjadi pada saat
pekerjaan sedang dilakukan.
Ditinjau dari aspek yuridis K3 adalah upaya perlindungan bagi keselamatan
tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerja dan melindungi keselamatan
setiap orang yang memasuki tempat kerja, serta agar sumber produksi dapat
dipergunakan secara aman dan efisien, jika ditinjau dari efek teknis K3 adalah ilmu
pengetahuan dan penerapan mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Penerapan K3 dijabarkan kedalam sistem manajemen yang disebut SMK3
(Somaryanto, 2002).
Tujuan dari upaya kesehatan kerja adalah untuk:
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Memelihara dan mempergunakan sumber produksi secara aman dan efisien
(Sama’nur, 1992).
Menurut Dewi (2006), dalam hubungan kondisi-kondisi dan situasi
di Indonesia, keselamatan kerja adalah sarana utama dalam pencegahan penyakit,
cacat kematian yang disebabkan oleh penyakit akibat hubungan kerja. Kesehatan
kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja.
Secara filosofi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budayanya menuju masyarakat adil dan makmur (Depnaker RI, 1993).
Menurut Suma’nur (1987) keselamatan kerja adalah keselamatan yang
bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya,
landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
Di mana sasaran keselamatan kerja adalah segala tempat kerja, baik di darat, di dalam
tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara.
Keselamatan dan kesehatan kerja ditinjau berdasarkan aspek secara yuridis
adalah upaya perlindungan bagi keselamatan tenaga kerja dalam melakukan
pekerjaan di tempat kerja dan melindungi keselamatan setiap orang yang memasuki
tempat kerja, serta agar sumber produksi dapat dipergunakan secara aman dan efisien.
Peninjauan dari aspek teknis keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah ilmu
pengetahuan dan penerapan mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Penerapan K3 dijabarkan ke dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja yang disebut SMK 3 (Soemaryanto, 2002).
Dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja dibutuhkan kebijakan
dari manajemen perusahaan, sehingga sekali kebijakan telah ditetapkan akan menjadi
pedoman pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja dalam lingkungan perusahaan
sampai diterbitkannya kebijakan lain yang menggantikan kebijakan terdahulu.
Menurut Muhammad (2005) kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
merupakan komponen dasar kebijakan manajemen yang akan memberi arah bagi
setiap pertimbangan yang menyangkut aspek operasional dari kualitas, volume dan
hubungan kerja.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.05/MEN/1996
disebutkan bahwa: kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah suatu
pernyataan tertulis yang dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil
tenaga kerja yang memuat keseluruhan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad
melaksanakan K3, kerangka dan program kerja perusahaan yang bersifat umum dan
operasional. Kebijakan ini ditanda tangani oleh pengusaha dan atau pengurus.
Menurut Tunggal S. W (1996) tahapan keselamatan dan kesehatan kerja memiliki
beberapa tahapan antara lain:
1. Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Resiko.
Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko dari kegiatan produk
barang dan tanda jasa harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana
untuk memenuhi kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja, karenanya harus
dipelihara dan ditetapkan prosedurnya.
2. Peraturan Perundangan dan Peraturan Lainnya
Organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk inventarisasi dan
pemahaman keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan kegiatan organisasi
yang bersangkutan manajemen organisasi juga harus menjelaskan peraturan
perundang-undangan dan persyaratan lainnya kepada setiap tenaga kerja.
3. Tujuan dan Sasaran Manajemen
Tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan ditetapkan oleh
organisasi sekurang-kurangnya harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut:
a. Dapat diukur,
b. Satuan/indikator pengukuran,
c. Sasaran pencapaian,
d. Jangka waktu pencapaian.
4. Indikator Kerja
Dalam menetapkan tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan dan
kesehatan kerja organisasi harus menggunakan indikator yang dapat diukur
sebagai penilaian kinerja keselamatan dan kesehatan kerja yang sekaligus
merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian sistem manajemen K3.
Kecelakaan yang didefinisikan sebagai kejadian yang tidak diinginkan yang
mengakibatkan kerugian fisik (Physical harm) atas orang atau kerusakan atas milik
atau harta benda (property). Kecelakaan terjadi adalah sebagai akibat dari kontak
dengan sumber energi (kinetik, kimia, dan panas) yang melebihi nilai ambang batas.
Sedangkan kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan
akibat dari kerja (Notoatmodjo S, 1996).
Terjadinya kecelakaan kerja merupakan rangkaian yang berkaitan satu dengan
yang lainnya, faktor penyebab kecelakaan kerja antara lain (H.W. Heinrich, 1980):
1. Ancestry dan Social Environment, yaitu faktor keturunan, keras kepala, gugup,
penakut, iri hati, sembrono, tidak sabar, pemarah, tidak mau bekerjasama, tidak
mau menerima pendapat orang lain, dan lain-lain.
2. Fault of person, yaitu merupakan rangkaian dari faktor keturunan dan lingkungan
yang menjurus pada tindakan yang salah dalam melakukan pekerjaan. Ada
beberapa keadaan yang menyebabkan seseorang melakukan kesalahan-kesalahan:
a. Pendidikan, pengetahuan dan keterampilan rendah,
b. Karena seseorang tidak memenuhi syarat secara fisik,
c. Keadaan mesin atau lingkungan fisik yang tidak memenuhi syarat.
3. Unsafe actions anda unsafe conditions, yaitu tindakan berbahaya disertai bahaya
mekanik dan fisik memudahkan terjadinya kecelakaan. Contoh tindakan tidak
aman (unsafe actions), yaitu:
a. Mengerjakan pekerjaan yang bukan tugasnya/tanpa perintah,
b. Membuat alat pengaman yang bukan tugasnya,
c. Menjalankan mesin dengan kecepatan yang membahayakan,
d. Kurang pengetahuan dan keterampilan,
e. Tidak memakai salah satu alat pelindung diri,
f. Kesalahan memberikan peringatan atau keamanan,
g. Memakai peralatan yang rusak,
h. Menggunakan peralatan yang sesuai,
i. Mengangkat dengan cara yang salah,
j. Posisi kerja yang tidak sesuai,
k. Memperbaiki peralatan yang sedang bergerak,
l. Bekerja sambil bercanda,
m. Bekerja tidak konsentrasi,
n. Bekerja sambil merokok/makan,
o. Meminum minuman keras dan obat-obatan terlarang,
p. Cacat tubuh yang tidak jelas kelihatan,
q. Kelelahan dan kelesuan.
Kondisi tidak aman sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan antara
lain:
a. Mesin tidak diberi pagar pengaman,
b. Pagar pengaman tidak berfungsi,
c. Kerusakan alat, peralatan dan substansi/bahan baku yang digunakan,
d. Disain dan konstruksi bangunan/tempat bekerja yang tidak benar,
e. Ventilasi yang tidak memenuhi persyaratan,
f. Tidak ada ada sistem peringatan keselamatan di tempat kerja,
g. Bahaya kebakaran dan ledakan,
h. Kemacetan alat/peralatan yang digunakan,
i. Pemeliharaan kebersihan di bawah standar,
j. Kondisi lingkungan yang tidak kondusif (panas, bising, cahaya, tidak
memadai),
k. Cara penyimpanan yang berbahaya,
l. Tidak ada prosedur kerja,
m. Adanya pemakaian bahan-bahan yang mudah terbakar,
n. Tata letak area kerja yang tidak baik.
4. Accident, yaitu peristiwa kecelakaan (tertimpa benda, jatuh terpeleset, rambut
tergulung mesin, dan lain-lain) yang menimpa pekerja dan umumnya disertai oleh
berbagai kerugian.
5. Injuri, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan cedera (luka ringan, luka berat/
parah), cacat dan bahkan kematian (Allen and Friends, 1976).
Menurut Notoatmodjo (2003), terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh
dua faktor utama yaitu fisik dan faktor manusia. Perilaku pekerja itu sendiri (faktor
manusia) yang tidak memenuhi keselamatan misalnya karena kelengahan,
kecerobohan, ngantuk, kelelahan dan sebagainya. Menurut hasil penelitian 85 %
kecelakaan kerja terjadi karena faktor-faktor manusia. Kondisi-kondisi lingkungan
pekerjaan yang tidak aman misalnya lantai licin, pencahayaan yang kurang, silau,
mesin yang terbuka, dan sebagainya.
2.2. Penyebab Kecelakaan
Terjadinya kecelakaan kerja umumnya disebabkan beberapa faktor
antara lain faktor manusia, peralatan, manajemen dan lokasi kerja.
Notoatmodjo (2003), mengatakan bahwa penyebab kecelakaan kerja pada
umumnya digolongkan menjadi dua, yakni:
(a) Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia), yang tidak memenuhi
keselamatan, misalnya: karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan,
dan sebagainya. Menurut hasil penelitian yang ada 85 % dari kecelakaan yang
terjadi disebabkan karena faktor manusia ini.
(b) Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety condition
misalnya lantai licin, pencahayaan yang kurang, silau, mesin yang terbuka, dan
sebagainya.
Penyebab terjadinya kecelakaan kerja dapat disebabkan faktor karakteristik
pekerja, demikian halnya kurangnya kemampuan/pelatihan, rekruitmen pekerja yang
tidak benar, kelelahan akibat jam kerja yang berlebih, serta minimnya pengawasan
terhadap pekerja (Notoadmojo S, 1996).
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan akibat kerja
(kecelakaan kerja) dapat diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni:
a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan,
b. Klasifikasi menurut penyebab,
c. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan,
d. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka ditubuh.
H.W.Heinrich, 1980, mengatakan bahwa terjadinya kecelakaan kerja
merupakan suatu rangkaian yang berkaitan satu dengan yang lainnya, antara lain:
1. Ancestry and Social Environment, yaitu faktor keturunan, keras kepala, gugup,
penakut, iri hati, sembrono, tidak sabar, pemarah, tidak mau bekerja sama, tidak
mau menerima pendapat orang lain, dan lain-lain.
Fault of person, yaitu merupakan rangkaian dari faktor keturunan dan lingkungan
yang menjurus pada tindakan yang salah dalam melakukan pekerjaan. Ada
beberapa keadaan yang menyebabkan seseorang melakukan kesalahan-kesalahan:
a. Pendidikan, pengetahuan dan keterampilan rendah,
b. Karena seseorang tidak memenuhi syarat secara fisik,
c. Keadaan mesin atau lingkungan fisik yang tidak memenuhi syarat.
2. Unsafe actions an unsafe conditions, yaitu tindakan berbahaya disertai bahaya
mekanik dan fisik memudahkan terjadinya kecelakaan. Contoh tindakan tidak
aman (unsafe actions) yaitu: mengerjakan pekerjaan yang bukan tugasnya/tanpa
perintah, membuat alat pengaman yang bukan tugasnya, menjalankan mesin
dengan kecepatan yang membahayakan, kurang pengetahuan dan keterampilan,
tidak memakai salah satu alat pelindung diri, kesalahan memberikan peringatan
atau keamanan, memakai peralatan yang rusak, menggunakan peralatan yang
tidak sesuai, mengangkat dengan cara yang salah, posisi kerja yang tidak sesuai,
memperbaiki peralatan yang sedang bergerak, bekerja sambil bercanda, bekerja
tidak konsentrasi, bekerja sambil merokok/makan, meminum minuman keras dan
obat-obatan terlarang, cacat tubuh yang tidak jelas kelihatan, kelelahan dan
kelesuan.
3. Kondisi tidak aman sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan antara
lain: mesin tidak diberi pagar pengaman, pagar pengaman tidak berfungsi,
kerusakan alat, peralatan dan substansi/bahan baku yang digunakan, desain dan
konstruksi bangunan/tempat bekerja yang tidak benar, ventilasi yang tidak
memenuhi persyaratan, tidak ada sistem peringatan keselamatan di tempat kerja,
bahaya kebakaran dan ledakan, kemacetan alat/peralatan yang digunakan,
pemeliharaan kebersihan di bawah standar, kondisi lingkungan yang tidak
kondusif (panas, bising, cahaya tidak memadai), cara penyimpanan yang
berbahaya, tidak ada prosedur kerja, adanya pemakaian bahan-bahan yang mudah
terbakar, tata letak area kerja yang tidak baik.
4. Accident, yaitu peristiwa kecelakaan (tertimpa benda, jatuh terpeleset, rambut
tergulung mesin, dan lain-lain) yang menimpa pekerja dan umumnya disertai oleh
berbagai kerugian.
5. Injury, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan cedera (luka ringan, luka berat/
parah), cacat dan bahkan kematian (Allen and Friends, 1976).
Alat Pelindung D iri ( A P D)
a. De f inisi
Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan yang
digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari
kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. (Tarwaka, 2008)
Adapun syarat-syarat APD agar dapat dipakai dan efektif dalam
penggunaan dan pemiliharaan APD sebagai berikut :
1. Alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan efektif pada
pekerja atas potensi bahaya yang dihadapi di tempat kerja.
2. Alat pelindung diri mempunyai berat yang seringan mungkin, nyaman
dipakai dan tidak merupakan beban tambahan bagi pemakainya.
3. Bentuk cukup menarik, sehingga pekerja tidak malu memakainya.
4. Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya, baik karena jenis
bahayanya maupun kenyamanan dalam pemakaian.
5. Mudah untuk dipakai dan dilepas kembali.
6. Tidak mengganggu penglihatan, pendengaran dan pernapasan serta
gangguan kesehatan lainnya pada waktu dipakai dalam waktu yang cukup
lama.
7. Tidak mengurangi persepsi sensori dalam menerima tanda-tanda
peringatan.
8. Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia di
pasaran.
9. Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan
10. Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai standar yang ditetapkan.
(Tarwaka, 2008).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian APD yaitu:
1) P e n g ujian mutu
Alat pelindung diri harus memenuhi standar yang telah ditentukan untuk
menjamin bahwa alat pelindung diri akan memberikan perlindungan sesuai
yang diharapkan. Semua alat pelindung diri sebelum dipasarkan harus
diuji lebih dahulu mutunya.
2) P e m e lihar aa n A PD
Alat pelindung diri yang akan digunakan harus benar-benar sesuai dengan
kondisi tempat kerja, bahaya kerja dan pekerja sendiri agar benar-benar
dapat memberikan perlindungan semaksimal mungkin pada tenaga kerja.
3) Uku ra n h a rus tep a t
Untuk dapat memberikan perlindungan yang maksimum pada tenaga kerja
serta ukuran APD harus tepat. Ukuran yang tidak tepat akan menimbulkan
gangguan pada pemakainya.
4) Cara p e m a k aian y a n g be nar
Sekalipun APD disediakan oleh perusahaan, alat-alat ini tidak akan
memberikan manfaat yang maksimal bila cara memakainya tidak benar.
b. Asp e k k ea m a nan dan Aspek Er g onomi da r i pe n gguna a n APD
1) Aspek keamanan
Alat pelindung diri harus memberikan perlindungan yang adekuat terhadap
bahaya yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
2) Aspek ergonomi
Hendaknya APD beratnya seringan mungkin dan alat tersebut tidak
menyebabkan rasa ketidaknyamanan bagi tenaga kerja yang berlebihan
dan bentuknya harus cukup menarik.
c. P emeliha raa n d an Pe n y i m pan a n A PD
1. Secara prinsip pemeliharaan APD dapat dilakukan dengan cara :
a) Penjemuran di panas matahari untuk menghilangkan bau dan
mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri.
b) Pencucian dengan air sabun untuk plindung diri seperti helm,
kacamata, earplug yang terbuat dari karet, sarung tangan
kain/kulit/karet dan lain-lain.
c) Penggantian cartirgde atau canister pada respirator setelah dipakai
beberapa kali.
2. Penyimpanan APD
a) Tempat penyimpanan yang bebas dari debu, kotoran, dan tidak terlalu
lembab, serta terhindar dari gigitan binatang.
b) Penyimpanan harus diatur sedemikian rupa sehingga mudah diambil
dan dijangkau oleh pekerja dan diupayakan disimpan di almari khusus
APD (Tarwaka, 2008).
d. Ma ca m APD
1. Alat Pelindung Ke p ala
Berdasarkan fungsinya alat pelindung kepala dapat dibagi menjadi tiga jenis :
1) Safety Helmets
Untuk melindungi kepala dari benda-benda keras yang terjatuh,
benturan kepala, terjatuh dan terkena arus listrik.
2) Tutup Kepala
Untuk melindungi kepala dari kebakaran, korosi, suhu panas atau
dingin. Tutup kepala ini biasanya terbuat dari asbestos, kain tahan
api/korosi, kulit dan kain tahan air.
3) Topi
Untuk melindungi kepala atau rambut dari kotoran/debu atau mesin
yang berputar. Topi ini biasanya terbuat dari kain katun (Tarwaka,
2008).
2. Alat p e lindung m a t a
Terdapat 3 bentuk alat pelindung mata yaitu
1) Kacamata
Kacamata keselamatan untuk melindungi mata dari partikel kecil yang
melayang di udara serta radiasi gelombang elektrobagnetis.
2) Goggles
Kacamata bentuk framennya dalam, yang digunakan untuk melindungi
mata dari bahaya gas-gas, uap-uap, larutan bahan kimia korosif dan
debu-debu.
3) Tameng muka
Tameng muka ini melindungi muka secara keseluruhan dari bahaya.
Bahaya percikan logam dan radiasi. Dilihat dari segi keselamatannya,
penggunaan tameng muka ini lebih dari menjamin keselamatan tenaga
kerja dari pada dengan spectacles maupun googles.
Dari ketiga alat pelindung mata tersebut, kacamata adalah yang paling
nyaman untuk dipakai dan digunakan untuk dipakai dan digunakan
untuk melindungi mata dari partikel kecil yang melayang di udara serta
radiasi gelombang ultramagnetik.
3. Alat Pelindung T e li n g a
Alat ini bekerja sebagai penghalang antara bising dan telinga
dalam selain itu, alat ini melindungi pemakaiannya dari bahaya percikan
api atau logam-logam panas misalnya pada pengelasan. Pada umumnya
alat pelindung telinga dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :
a. S umbat t elin g a ( e arplu g )
Digunakan di tempat kerja yang mempunyai intensitas
kebisingan antara 85 dB A sampai 95 dB A.
b. Tutup Telin g a (Ear muf f )
Tutup telinga (ear muff) terdiri dari dua buah tudung untuk tutup
telinga dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk menyerap
suara frekuensi tinggi. Tutup telinga dapat mengurangi intensitas suara sampai
30 dB (A) dan juga dapat melindungi bagian luar telinga dari benturan benda
keras atau percikan bahan kimia. (Tarwaka, 2008)
4. Alat Pelindung Pe r n a f a s a n
Alat pelindung pernafasan dibedakan menjadi :
a. Masker
Masker umumnya terbuat dari kain kasa atau busa yang didesinfektan
terlebih dahulu. Penggunaan masker umumnya digunakan untuk
mengurangi paparan debu atau partikel-partikel yang lebih besar masuk ke
dalam saluran pernapasan.
b. Respirator
Respirator digunakan untuk melindungi pernafasan dari paparan debu,
kabut, uap logam, asap dan gas-gas berbahaya (Tarwaka, 2008).
5. Alat Pelindung T a n gan
Alat pelindung tangan mungkin yang paling banyak digunakan. Hal
ini tidak mengherankan karena jumlah kecelakaan pada tangan adalah yang
banyak dari seluruh kecelakaan yang terjadi di tempat kerja (Tim Penyusun,
2008).
a. Sarung tangan biasa (Gloves)
b. Gaunlets atau sarung tangan dimana keempat dari pemakainya dibungkus
menjadi satu kecuali ibu jari yang mempunyai pembungkus sendiri
(bentuknya seperti sarung tangan petinju).
6. Alat Pelindung Ka ki
Sepatu keselamatan kerja dipakai untuk melindungi kaki dari bahaya
kejatuhan benda-benda berat, kepercikan larutan asam dan basa yang korosit
atau cairan yang panas, menginjak benda-benda tajam.
7. Pakai a n Pelindung
Pakaian pelindung dapat berbentuk Appron yang menutupi sebagian
dari tubuh yaitu dari dada sampai lutut dan “overall” yang menutupi seluruh
badan. Pakaian pelindung digunakan untuk melindungi pemakainya dari
percikan api, cairan, larutan bahan-bahan kimia korosif dan di cuaca kerja
(panas, dingin, dan kelembaban). Appron dapat dibuat dari kain (drill), kulit,
plastic (PVC, polietilen) karet, asbes atau yang dilapisi alumunium. Perlu
diingat bahwa apron tidak boleh dipakai di tempat-tempat kerja yang terdapat
pada mesin berputar (Tim Penyusun, 2008).
Menurut jenis pakaian pelindung dapat dibedakan menjadi :
a. Pakaian pelindung biasa : pelindung ringan, pakaian pelindung medium,
pakaian pelindung berat.
b. Pakaian pelindung yang bersifat khusus : pakaian dari kulit, pakaian
asbestos, pakaian pelindung berat, dan pakaian alumunium.
8. Sabuk Pen g a m an
Tali dan sabuk pengaman digunakan untuk menolong korban
kecelakaan misalnya yang terjadi pada palka kapal, sumur atau tangki. Selain
itu, alat pengaman ini juga digunakan pada pekerjaan mendaki, memanjat dan
konstruksi bangunan (Program DIII Hiperkes dan Keselamatan Kerja, 2008).