70
i KATA PENGANTAR Tiada untaian kata yang lebih indah selain ucapan alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir akademis pada Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada baginda Rasulullah SAW yang telah memberikan cahaya kebenaran dan petunjuk kepada umat manusia dengan akhlak dan budi pekertinya menuju peradaban ke arah yang lebih baik, serta para keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang setia dan taat hingga akhir zaman. Karena berkat perjuangan beliaulah sampai detik ini kita masih dapat menikmati manisnya Iman dan Islam. Dengan melalui proses yang melelahkan dan melalui banyak rintangan, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kedudukan Perempuan dalam Keluarga Hindu. Hal ini tidak lepas dari peranan dan dorongan orang-orang disekitar penulis hingga selesainya skripsi ini. Sudilah kiranya penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada yang tercinta dan terkasih. Tiada ungkapan yang pantas diberikan saat ini selain rasa terima kasih yang sangat dalam kepada: 1. Ayahanda (Alm) H. Moch. Amir dan (Almh) Titik Setia, curahan kasih dan sayang yang begitu dalam membuat penulis dapat merasakan kekuatan cinta hingga kini, walaupun dalam waktu yang relatif singkat. Semoga

Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

  • Upload
    lyngoc

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

i

KATA PENGANTAR

Tiada untaian kata yang lebih indah selain ucapan alhamdulillah, segala

puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

sebagai tugas akhir akademis pada Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam selalu tercurah kepada baginda Rasulullah SAW

yang telah memberikan cahaya kebenaran dan petunjuk kepada umat manusia

dengan akhlak dan budi pekertinya menuju peradaban ke arah yang lebih baik,

serta para keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang setia dan taat hingga

akhir zaman. Karena berkat perjuangan beliaulah sampai detik ini kita masih

dapat menikmati manisnya Iman dan Islam.

Dengan melalui proses yang melelahkan dan melalui banyak rintangan,

akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kedudukan

Perempuan dalam Keluarga Hindu. Hal ini tidak lepas dari peranan dan dorongan

orang-orang disekitar penulis hingga selesainya skripsi ini. Sudilah kiranya

penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada yang tercinta dan terkasih. Tiada

ungkapan yang pantas diberikan saat ini selain rasa terima kasih yang sangat

dalam kepada:

1. Ayahanda (Alm) H. Moch. Amir dan (Almh) Titik Setia, curahan kasih

dan sayang yang begitu dalam membuat penulis dapat merasakan kekuatan

cinta hingga kini, walaupun dalam waktu yang relatif singkat. Semoga

Page 2: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

ii

Bapak dan Ibu mendapatkan tempat di sisi-Nya (Amin!!), doa Ananda

selalu menyertaimu.

2. Kakak-kakakku, (Alm) Nurla, Mimi, Pipi, terima kasih atas kritikan

tajammya yang selalu jadi cambuk penulis agar cepat menyelesaikan

skripsinya. Aa dan Mba Ai Serta Keponakanku Adis dan Lula semoga

Allah menganugerahi kasih dan sayangnya kepada kalian semua. Amin!!!.

Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terima kasih penulis kepada

semua pihak yang telah membantu dan mendukung skripsi ini, antara lain:

1. Bapak Dr. Amin Nurdin, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan

Filasafat beserta staf-stafnya, Ibu Dra. Hj. Ida Rosyidah sebagai Ketua

Jurusan dan Bapak Maulana, MA sebagai Sekertaris Jurusan Perbandingan

Agama, serta Bapak dan Ibu Dosen yang telah menurunkan ilmunya

kepada penulis.

2. Bapak Drs. H. Roswen Dja’far, selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing dan mengoreksi skripsi penulis sehingga menjadi lebih baik.

penulis haturkan rasa hormat dan terima kasih serta doa agar Sang Pemilik

Cinta kiranya menganugerahi kasih dan sayang-Nya kepada Bapak dan

keluarga.

3. Pura Amrta Jati Cinere, Ibu Ni Wayan Wartiniasih yang telah banyak

meluangkan waktunya dan membantu penulis dalam mengumpulkan data-

data yang sesuai dengan judul penulis.

4. Rekan-rekan seperjuangan Perbandingan Agama angkatan 2003: (Any,

Hendra, Ria, Eva, Desy, Gugah, Trisna, Rifki, Andru, Leo, Ab, Ginanjar,

Lanny, Selly, Tommy, Maul, Farid, Chaerunnisa, Seid). Terima kasih atas

Page 3: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

iii

cinta, kasih, dan persahabatannya. Kalian adalah sahabat-sahabat yang

tidak pernah tergantikan.

5. Orang disekeliling penulis yang selalu siap membuat penulis tertawa

bersama dalam suka maupun duka: Mbak Ikom, Mbak Nurul, Yayuk Enci,

Tante Nurjanah, Radja. Terima kasih telah mengenalkan sisi lain dari

dinamika perjalanan hidup penulis.

6. Special thanks to my beloved Ayang Andri Siregar, yang tak lelah-lelah

memberikan motivasi dan kritik yang konstruktif guna cepat selesainya

skripsi penulis. Terima kasih yang tulus penulis ucapkan atas dukungan

dan perhatiannya selama proses penyusunan skripsi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu persatu yang telah memberikan sumbangsihnya kepada penulis

hingga selesainya skripsi penulis. Semoga Allah membalas semua kebaikan

kalian.

Penulis amat menyadari bahwa masih banyak kekurangan skripsi ini yang

perlu disempurnakan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.

Jakarta, Oktober 2008

Penulis

Page 4: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

iv

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Yatra naryastu pujyante ramante tatra dewatah,Yatraitastu na pujyante

sarwastalah kriyah.

Artinya:

“Dimana wanita dihormati, disanalah para dewa-dewa merasa senang, tetapi

dimana mereka tidak dihormati, tidak ada upacara suci apapun yang akan

berpahala.”1 (Manawa Dharmasastra

2 III.56)

3

Dari ayat diatas perempuan dan laki-laki adalah mahluk yang memiliki

kedudukan yang sama. Sama-sama saling menghormati dan dihormati sesuai

dengan peranan dan fungsinya agar tercipta harmonisasi. Pada dasarnya,

perempuan berhak mendapatkan perhatian yang sangat signifikan di dalam

kehidupannya, bahkan perempuan sangat demikian bermakna sebagai insan suci

yang patut dijaga dan dihormati, sama halnya dengan kaum laki-laki, terlebih

dalam hal luhurnya.4 Menjadi lebih penting lagi ketika keluhuran dan keutamaan

1Dewa : kepala dari dewa-dewa, dewa kepala (dewa : malaikat, mahluk Tuhan terbuat dari

sinar dewata); Mahluk Tuhan sebagai penguasa untuk aspek-aspek tertentu. Menurut ayat ini,

dimana bila dalam keluarga itu wanita itu tidak dihormati, dewa-dewa tidak akan senang dengan

hal itukarena wanita-wanita tidak lagi akan melakukan upacara agama. Dalam hal seperti

demikian itu apapun kriya (karya atau kerja) seseorang tidak akan ada pahalanya. Jadi, kutipan

ayat diatas menjelaskan bahwa agama Hindu sangat melindungi dan menghormati kedudukan

wanita, apabila wanita tidak dilindugi dan dihormati dengan layak maka akan mengancam keharmonisan keluarga.

2Manawa Dharmasastra adalah kitab yang membicarakan tentang hukum-hukum yang dipakai umat Hindu. Manawa Dharmasastra ini telah diatur secara sistematik dan terbagi atas 12

bab. 3Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, (Jakarta : CV. Felita

Nursatama Lestari, 2002), h. 147. 4 I Wayan Sudharma, Membentuk Keluarga Harmonis dan Bahagia, tulisan ini telah

diseminarkan oleh Tempek Utan Kayu Pada Tahun Baru Saka 1929 pada tanggal 01 April 2005.

Page 5: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

v

seorang perempuan hendak mendapatkan pengakuan di ranah publik yang

kompleks.

Didalam teks suci agama Hindu Manawa Dharmasastra dijelaskan

bahwasannya kedudukan perempuan sangatlah mulia, karena perempuan adalah

sebuah cahaya yang dapat menyinari keluarga, teks suci ini juga mengatur tentang

keutamaan dan pentingnya peran perempuan dalam sebuah keluarga.5 Dalam

tradisi agama Hindu, biasanya perempuan dilihat sebagai pembawa

keberuntungan, sebab mereka haid, menjadi isteri (memelihara hidup) dan

melahirkan. Disebut juga Sumangali artinya perempuan setelah menikah

membawa keberuntungan terhadap suami.6 Perempuan sebagai istri bukanlah

pendamping suaminya semata, tetapi hidup bersama menyukseskan swadharma

grhastha asrama (masa berumah tangga), membina putra menjadi suputra7dan

bersama-sama mengabdi pada jagat alam semesta. Dalam kehidupan berumah

tangga menurut Manawa Dharmasastra :

Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta

gaurawenatiricyate

Artinya :

“Seorang Acarya adalah sepuluh kali lebih terhormat dari seorang Upadhyaya,

seorang ayah adalah seratus kali lebih terhormat dari seorang guru tetapi

5 Lakukan sesuatu untuk kaum dan agama-mu, tulisan ini diakses pada senin 20 Agustus

2006, www.agnihoma.org/content.com 6Fauzie Ridjal, Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, (Yogyakarta: PT Tiara

Wacana Yogya, 1993), h. 5. 7Harapan utama pasangan suami-istri untuk memenuhi tujuan yang diamanatkan yaitu

melahirkan putra-putri yang arif, bijaksana, saleh yang terkenal dengan istilah “Suputra” Suputra

ini kelak menolong atau menyelamatkan arwah leluhurnya dari neraka.

Page 6: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

vi

seorang ibu adalah seratus kali lebih terhormat daripada ayah.”8(Manawa

Dharmasastra II. 145)9

Ibu rumah tangga atau Pitri matta kedudukannya lebih terhormat

dibanding suami. Sebagai istri kedudukannya setara dengan suaminya. Dalam

rumah tangga perempuan itu berperan sebagai istri dan ibu rumah tangga yang

memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang cukup berat. Demikian halnya

dalam penyelenggara keagamaan (yajnamana) dan sebagai pelanjut keturunan.

perempuan di dalam rumah tangga Hindu sering disebut Dewi Laksmi atau Dewi

Kemakmuran. Predikat inilah yang sangat diharapkan oleh seorang istri di dalam

pernikahannya. Lihat gambar di bawah ini :

Gambar : Dewi Lakshmi di atas menggambarkan

kemakmuran, kegembiraan dan keberuntungan. Itu dapat

dilihat Dewi lakhsmi menjatuhkan padi yang artinya

kemakmuran. Dewi Lakshmi menurut kepercayaan umat

Hindu adalah sakti (kekuatan atau tenaga) dari Dewa Wisnu.

8Acarya : guru. Lebih terhormat yaitu lebih tinggi keilmuannya akan lebih dimuliakan. Para komentar mengomentari perbandingan ini dengan mengatakan keistimewaan Acarya

dibanding dengan Upadhyaya karena seorang Acarya disamping berkewajiban mengajarkan Weda dan mantra Gayatri, beliau juga mengadakan inisiasi dan demikian pula kedudukan seorang ayah dibandingkan dengan seorang guru karena ayah menyelenggarakan inisiasi dan

mengajarkan weda.

9 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 102.

Page 7: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

vii

Konon, tanpa Dewi Lakhsmi, Dewa Wisnu tidak akan

memiliki kekuatan apapun.

Rumah tangga yang dihuni perempuan semacam ini dalam agama Hindu

akan mendatangkan kedamaian dan suka cita di dalam keluarganya. Tidak saja

para perempuan Islam, Kristen dan Buddha yang mengharapkan dalam rumah

tangganya menjadi ideal. Begitupun para perempuan Hindu selalu berlomba-

lomba menjadi pendamping suaminya yang ideal (dalam agama Hindu disebut

sati10

), menjadi guru pertama buat anak-anaknya, menjadi teladan sikap sosial

dalam bermasyarakat dan dapat memberi contoh cara berbicara yang baik dan

sopan.11

Perempuan Hindu diwajibkan melayani suaminya, karena itulah nilai

ibadah yang bernilai sangat tinggi bagi perempuan Hindu. Dalam ajaran Hindu

suami sesungguhnya adalah jelmaan Tuhan, maka perempuan diwajibkan

melakukan pengabdian kepada sang suami. Itulah kewajiban istri. Begitupun

sebaliknya suami pun harus setia kepada istri dan menghormati istrinya sebagai

ratu rumah tangga.12

Sejatinya di dalam semua ajaran agama, termasuk kaum

perempuan Hindu. Perempuan merupakan tulang punggung kemajuan suatu

keluarga, ibarat jantung dan nafas di dalam keluarganya. Perempuan memainkan

peran yang sangat sentral di dalam kehidupan.

Dalam ajaran agama Hindu, istri menolong suami untuk mencapai tujuan

hidup manusia melalui 3 sifat atau Tri Warga: Dharma (kewajiban)13

, artha

(kesuburan dan kekayaan)14 serta kamma (kenikmatan seks)15. Sifat-sifat ini

10

Perempuan yang menikah berkorban untuk menyelamatkan suami agar dapat menebus hutang kepada para dewa.

11 Clotilde Fracassi dan Paul Urbani, Wanita, (Surabaya : Paramita, 2001), h. 8.

12 Clotilde Fracassi dan Paul Urbani, Wanita, h.11.

13 Dharma yaitu, kebenaran yang merupakan dasar dan jiwa dari segala usaha.

14 Artha yaitu, hasil usaha yang berupa harta benda, yang diperoleh dengan melalui jalan

dharma yaitu kebenaran. Pemilikan harta benda biasanya dapat menjerumuskan tindakan

Page 8: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

viii

sangat diperlukan dalam mencapai tujuan hidup.16

Perempuan menikah biasanya

dipandang dalam agama Hindu menolong membayar “hutang”17. Dalam hal ini

tanpa istri, ia tidak akan dapat membayar hutangnya, demikian pula dalam hal

melakukan kewajiban-kewajiban keagamaan.

Karena itu, dalam skripsi ini penulis mengangkat tema “Kedudukan

Perempuan dalam Keluarga Hindu”, Guna memahami kedudukan perempuan

di dalam keluarga melalui perspektif dalam agama Hindu.

B. Perumusan Masalah

Kedudukan perempuan dalam agama Hindu merupakan sosok yang

dimuliakan. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki peran sebagai penerus

generasi yang dapat menebus dosa para leluhur.

Kemuliaan perempuan ini membuat perempuan Hindu sangat dihormati di

dalam kitab-kitab suci Hindu. Namun seringkali perempuan masih saja

mendapatkan perlakuan yang kurang layak dari pria, karena pria lebih

mendominasi diberbagai sektor termasuk di dalam keluarga Hindu. Bali

merupakan mayoritas agama Hindu yang menganut “azas purusa”. Oleh karena

itu, penulis berusaha untuk mengetahui pandangan umat Hindu terhadap

kedudukan perempuan dalam agama Hindu.

seseorang, apabila tidak didasari dengan dharma dan tidak diamalkan untuk dharma, maka

nerakalah yang akan diterima manusia jika tenggelam dalam kenikmatan harta bendanya. 15

Kamma yaitu, keinginan untuk mendapatkan kesukaan (kenikmatan). Kamma ini pun

harus didasari dan dijiwai oleh dharma, karena kamma yang tidak berdasarkan dharma akan

mengakibatkan penderitaan. 16

Fauzie Ridjal, Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, h.5.

17 Hutang yang dimaksud disini dalam agama Hindu adalah laki-laki sejak lahir memiliki hutang kepada para guru, dewa-dewa dan para leluhur. Maka dengan jalan menikah suami dapat

menyelesaikan hutang-hutangnya.

Page 9: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

ix

Kedudukan perempuan di dalam keluarga Hindu menjadi sesuatu hal yang

patut dikaji. Karena pada dasarnya perempuan dituntut untuk dapat berperan

ganda atau multi peran. Sebagai Ibu yang mengurusi Rumah Tangga dengan

beban ganda, tetapi disisi lain ia juga dituntut untuk berperan aktif disetiap

kegiatan penyelenggaran keagamaan.

Dari persoalan diatas, maka masalah ini dirumuskan dalam satu

pertanyaan utama : bagaimanakah Kedudukan Perempuan di dalam Keluarga

Hindu?.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1. Secara formal akademis penelitian ini utuk memenuhi tugas dan

melengkapi syarat-syarat dalam mencapai gelar Sarjana Theologi pada

Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bahwa lewat penulisan ini, penulis berharap dapat menyumbangkan

sedikit kontribusi pikiran dalam rangka penambah wacana dalam Ilmu

Pebandingan Agama.

3. Penulis berharap dengan penyusunan skripsi ini dapat memberikan

gambaran yang jelas tentang “Kedudukan Perempuan dalam Keluarga

Hindu”.

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Page 10: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

x

Untuk mengkaji permasalahan ini, Penulis menggunakan penelitian

kepustakaan (library Research), yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan

dan data-data ke berbagai tempat, seperti perpustakaan UIN Jakarta,

perpustakaan STF Driyarkara Jakarta, perpustakaan Nasional, perpustakaan

Daerah Jakarta Selatan, perpustakaan STAH Adhytia Rawamangun Jakarta,

perpustakaan Pura Amrta Jati Cinere, perpustakaan Agung Tirta Bhuana

Bekasi, dan lain sebagainya.

Selanjutnya untuk memperoleh hasil yang objektif, Penulis mengambil

data-data yang bersifat primer sebagai bahan kajian, dan data-data yang

bersifat sekunder sebagai bahan pelengkap kajian. Data-data itu berupa

sumber-sumber ilmiah seperti buku-buku, ensiklopedi, majalah, diktat, artikel,

dan lain sebagainya. Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan melalui

internet dengan mengunjungi situs-situs terkait yang memiliki data-data

tertulis lainnya, yang diperlukan sebagai pendukung.

Untuk menambah data tentang “Kedudukan Perempuan” penulis juga

melakukan wawancara di Pura Amrta Jati Cinere dengan Ketua PWSHD

(Persatuan Wanita Suka Duka Hindu Dharma), Ibu Ni Wayan Wartiniasih

untuk mengetahui bagaimana kedudukan perempuan di dalam keluarga dari

sudut pandang agama Hindu dan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari.

Agar lebih memahami dan mencapai target dalam sasaran pembahasan itu

maka penulis menggunakan metode deskriptif-analisis. Metode deskriptif

merupakan metode yang dipergunakan sebagai prosedur pemecahan masalah

dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya. Sedangkan, teknik

Page 11: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xi

analisis merupakan salah satu teknik dalam penelitian dengan melakukan

analisa-analisa dari data-data yang didapat18.

Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu sepenuhnya pada

standar penulisan skripsi dengan buku, “Pedoman Akademik Tahun

2003/2004” yang diterbitkan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2003.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini secara keseluruhan, maka

diperlukan suatu sistematika penulisan. Adapun sistematika Penulisan yang

dimaksud adalah seperti yang akan diuraikan di bawah ini.

Pada bab pertama menguraikan tentang pokok-pokok pikiran yang

tertuang dalam pembahasan skripsi ini yang terdiri atas latar belakang masalah

yang tujuannya untuk memberikan alasan yang jelas tentang pemilihan judul,

perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan

yang dipergunakan dalam rangka memudahkan penulisan dan sistematika

penulisan dipergunakan untuk memberikan penjelasan secara garis besar

mengenai pembahasan yang akan diuraikan dalam skripsi ini.

Bab kedua akan membahas tentang perempuan dan keluarga, yang terbagi

menjadi empat bagian, didahului dengan penjelasan definisi perempuan,

kemudian dilanjutkan dengan membahas definisi keluarga, yang akan dibagi lagi

dalam tiga bagian: tujuan keluarga Hindu, fungsi keluarga Hindu, dan kewajiban

18 Alimuddin Tuwu (ed), Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: UI Press,

1993), h. 85.

Page 12: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xii

keluarga Hindu, bagian yang ketiga membahas samskara di dalam keluarga

Hindu, dan bagian terakhir membahas sistem kekerabatan dalam agama Hindu.

Pada bab ketiga akan dibahas kedudukan perempuan dalam keluarga

Hindu, yang terbagi menjadi tujuh bagian sub yaitu: perempuan sebagai istri,

perempuan sebagai ibu rumah tangga, perempuan sebagai penerus keturunan,

perempuan dalam membina anak, perempuan di dalam masyarakat dan

lingkungan, perempuan sebagai penyelenggara aktivitas keagamaan (yajnamana).

Kemudian analisis kritis ditempatkan pada sub bab terakhir.

Dan penulisan skripsi ini diakhiri dengan kesimpulan dan lampiran-

lampiran yang ada pada bab terakhir yaitu, bab empat.

Page 13: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xiii

BAB I

PENDAHULUAN

F. Latar Belakang Masalah

Yatra naryastu pujyante ramante tatra dewatah,Yatraitastu na pujyante

sarwastalah kriyah.

Artinya:

“Dimana wanita dihormati, disanalah para dewa-dewa merasa senang, tetapi

dimana mereka tidak dihormati, tidak ada upacara suci apapun yang akan

berpahala.”19

(Manawa Dharmasastra20

III.56)21

Dari ayat diatas perempuan dan laki-laki adalah mahluk yang memiliki

kedudukan yang sama. Sama-sama saling menghormati dan dihormati sesuai

dengan peranan dan fungsinya agar tercipta harmonisasi. Pada dasarnya,

perempuan berhak mendapatkan perhatian yang sangat signifikan di dalam

kehidupannya, bahkan perempuan sangat demikian bermakna sebagai insan suci

yang patut dijaga dan dihormati, sama halnya dengan kaum laki-laki, terlebih

dalam hal luhurnya.22 Menjadi lebih penting lagi ketika keluhuran dan keutamaan

19Dewa : kepala dari dewa-dewa, dewa kepala (dewa : malaikat, mahluk Tuhan terbuat dari

sinar dewata); Mahluk Tuhan sebagai penguasa untuk aspek-aspek tertentu. Menurut ayat ini,

dimana bila dalam keluarga itu wanita itu tidak dihormati, dewa-dewa tidak akan senang dengan

hal itukarena wanita-wanita tidak lagi akan melakukan upacara agama. Dalam hal seperti

demikian itu apapun kriya (karya atau kerja) seseorang tidak akan ada pahalanya. Jadi, kutipan

ayat diatas menjelaskan bahwa agama Hindu sangat melindungi dan menghormati kedudukan

wanita, apabila wanita tidak dilindugi dan dihormati dengan layak maka akan mengancam keharmonisan keluarga.

20Manawa Dharmasastra adalah kitab yang membicarakan tentang hukum-hukum yang dipakai umat Hindu. Manawa Dharmasastra ini telah diatur secara sistematik dan terbagi atas 12

bab. 21Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, (Jakarta : CV. Felita

Nursatama Lestari, 2002), h. 147. 22

I Wayan Sudharma, Membentuk Keluarga Harmonis dan Bahagia, tulisan ini telah

diseminarkan oleh Tempek Utan Kayu Pada Tahun Baru Saka 1929 pada tanggal 01 April 2005.

Page 14: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xiv

seorang perempuan hendak mendapatkan pengakuan di ranah publik yang

kompleks.

Didalam teks suci agama Hindu Manawa Dharmasastra dijelaskan

bahwasannya kedudukan perempuan sangatlah mulia, karena perempuan adalah

sebuah cahaya yang dapat menyinari keluarga, teks suci ini juga mengatur tentang

keutamaan dan pentingnya peran perempuan dalam sebuah keluarga.23

Dalam

tradisi agama Hindu, biasanya perempuan dilihat sebagai pembawa

keberuntungan, sebab mereka haid, menjadi isteri (memelihara hidup) dan

melahirkan. Disebut juga Sumangali artinya perempuan setelah menikah

membawa keberuntungan terhadap suami.24

Perempuan sebagai istri bukanlah

pendamping suaminya semata, tetapi hidup bersama menyukseskan swadharma

grhastha asrama (masa berumah tangga), membina putra menjadi suputra25dan

bersama-sama mengabdi pada jagat alam semesta. Dalam kehidupan berumah

tangga menurut Manawa Dharmasastra :

Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta

gaurawenatiricyate

Artinya :

“Seorang Acarya adalah sepuluh kali lebih terhormat dari seorang Upadhyaya,

seorang ayah adalah seratus kali lebih terhormat dari seorang guru tetapi

23 Lakukan sesuatu untuk kaum dan agama-mu, tulisan ini diakses pada senin 20 Agustus

2006, www.agnihoma.org/content.com 24Fauzie Ridjal, Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, (Yogyakarta: PT Tiara

Wacana Yogya, 1993), h. 5. 25Harapan utama pasangan suami-istri untuk memenuhi tujuan yang diamanatkan yaitu

melahirkan putra-putri yang arif, bijaksana, saleh yang terkenal dengan istilah “Suputra” Suputra

ini kelak menolong atau menyelamatkan arwah leluhurnya dari neraka.

Page 15: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xv

seorang ibu adalah seratus kali lebih terhormat daripada ayah.”26(Manawa

Dharmasastra II. 145)27

Ibu rumah tangga atau Pitri matta kedudukannya lebih terhormat

dibanding suami. Sebagai istri kedudukannya setara dengan suaminya. Dalam

rumah tangga perempuan itu berperan sebagai istri dan ibu rumah tangga yang

memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang cukup berat. Demikian halnya

dalam penyelenggara keagamaan (yajnamana) dan sebagai pelanjut keturunan.

perempuan di dalam rumah tangga Hindu sering disebut Dewi Laksmi atau Dewi

Kemakmuran. Predikat inilah yang sangat diharapkan oleh seorang istri di dalam

pernikahannya. Lihat gambar di bawah ini :

Gambar : Dewi Lakshmi di atas menggambarkan

kemakmuran, kegembiraan dan keberuntungan. Itu dapat

dilihat Dewi lakhsmi menjatuhkan padi yang artinya

kemakmuran. Dewi Lakshmi menurut kepercayaan umat

Hindu adalah sakti (kekuatan atau tenaga) dari Dewa Wisnu.

26Acarya : guru. Lebih terhormat yaitu lebih tinggi keilmuannya akan lebih dimuliakan. Para komentar mengomentari perbandingan ini dengan mengatakan keistimewaan Acarya

dibanding dengan Upadhyaya karena seorang Acarya disamping berkewajiban mengajarkan Weda dan mantra Gayatri, beliau juga mengadakan inisiasi dan demikian pula kedudukan seorang ayah dibandingkan dengan seorang guru karena ayah menyelenggarakan inisiasi dan

mengajarkan weda.

27 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 102.

Page 16: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xvi

Konon, tanpa Dewi Lakhsmi, Dewa Wisnu tidak akan

memiliki kekuatan apapun.

Rumah tangga yang dihuni perempuan semacam ini dalam agama Hindu

akan mendatangkan kedamaian dan suka cita di dalam keluarganya. Tidak saja

para perempuan Islam, Kristen dan Buddha yang mengharapkan dalam rumah

tangganya menjadi ideal. Begitupun para perempuan Hindu selalu berlomba-

lomba menjadi pendamping suaminya yang ideal (dalam agama Hindu disebut

sati28

), menjadi guru pertama buat anak-anaknya, menjadi teladan sikap sosial

dalam bermasyarakat dan dapat memberi contoh cara berbicara yang baik dan

sopan.29

Perempuan Hindu diwajibkan melayani suaminya, karena itulah nilai

ibadah yang bernilai sangat tinggi bagi perempuan Hindu. Dalam ajaran Hindu

suami sesungguhnya adalah jelmaan Tuhan, maka perempuan diwajibkan

melakukan pengabdian kepada sang suami. Itulah kewajiban istri. Begitupun

sebaliknya suami pun harus setia kepada istri dan menghormati istrinya sebagai

ratu rumah tangga.30

Sejatinya di dalam semua ajaran agama, termasuk kaum

perempuan Hindu. Perempuan merupakan tulang punggung kemajuan suatu

keluarga, ibarat jantung dan nafas di dalam keluarganya. Perempuan memainkan

peran yang sangat sentral di dalam kehidupan.

Dalam ajaran agama Hindu, istri menolong suami untuk mencapai tujuan

hidup manusia melalui 3 sifat atau Tri Warga: Dharma (kewajiban)31

, artha

(kesuburan dan kekayaan)32 serta kamma (kenikmatan seks)33. Sifat-sifat ini

28

Perempuan yang menikah berkorban untuk menyelamatkan suami agar dapat menebus hutang kepada para dewa.

29 Clotilde Fracassi dan Paul Urbani, Wanita, (Surabaya : Paramita, 2001), h. 8.

30 Clotilde Fracassi dan Paul Urbani, Wanita, h.11.

31 Dharma yaitu, kebenaran yang merupakan dasar dan jiwa dari segala usaha.

32 Artha yaitu, hasil usaha yang berupa harta benda, yang diperoleh dengan melalui jalan

dharma yaitu kebenaran. Pemilikan harta benda biasanya dapat menjerumuskan tindakan

Page 17: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xvii

sangat diperlukan dalam mencapai tujuan hidup.34

Perempuan menikah biasanya

dipandang dalam agama Hindu menolong membayar “hutang”35. Dalam hal ini

tanpa istri, ia tidak akan dapat membayar hutangnya, demikian pula dalam hal

melakukan kewajiban-kewajiban keagamaan.

Karena itu, dalam skripsi ini penulis mengangkat tema “Kedudukan

Perempuan dalam Keluarga Hindu”, Guna memahami kedudukan perempuan

di dalam keluarga melalui perspektif dalam agama Hindu.

G. Perumusan Masalah

Kedudukan perempuan dalam agama Hindu merupakan sosok yang

dimuliakan. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki peran sebagai penerus

generasi yang dapat menebus dosa para leluhur.

Kemuliaan perempuan ini membuat perempuan Hindu sangat dihormati di

dalam kitab-kitab suci Hindu. Namun seringkali perempuan masih saja

mendapatkan perlakuan yang kurang layak dari pria, karena pria lebih

mendominasi diberbagai sektor termasuk di dalam keluarga Hindu. Bali

merupakan mayoritas agama Hindu yang menganut “azas purusa”. Oleh karena

itu, penulis berusaha untuk mengetahui pandangan umat Hindu terhadap

kedudukan perempuan dalam agama Hindu.

seseorang, apabila tidak didasari dengan dharma dan tidak diamalkan untuk dharma, maka

nerakalah yang akan diterima manusia jika tenggelam dalam kenikmatan harta bendanya. 33

Kamma yaitu, keinginan untuk mendapatkan kesukaan (kenikmatan). Kamma ini pun

harus didasari dan dijiwai oleh dharma, karena kamma yang tidak berdasarkan dharma akan

mengakibatkan penderitaan. 34

Fauzie Ridjal, Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, h.5.

35 Hutang yang dimaksud disini dalam agama Hindu adalah laki-laki sejak lahir memiliki hutang kepada para guru, dewa-dewa dan para leluhur. Maka dengan jalan menikah suami dapat

menyelesaikan hutang-hutangnya.

Page 18: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xviii

Kedudukan perempuan di dalam keluarga Hindu menjadi sesuatu hal yang

patut dikaji. Karena pada dasarnya perempuan dituntut untuk dapat berperan

ganda atau multi peran. Sebagai Ibu yang mengurusi Rumah Tangga dengan

beban ganda, tetapi disisi lain ia juga dituntut untuk berperan aktif disetiap

kegiatan penyelenggaran keagamaan.

Dari persoalan diatas, maka masalah ini dirumuskan dalam satu

pertanyaan utama : bagaimanakah Kedudukan Perempuan di dalam Keluarga

Hindu?.

H. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian skripsi ini adalah sebagai

berikut:

4. Secara formal akademis penelitian ini utuk memenuhi tugas dan

melengkapi syarat-syarat dalam mencapai gelar Sarjana Theologi pada

Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bahwa lewat penulisan ini, penulis berharap dapat menyumbangkan

sedikit kontribusi pikiran dalam rangka penambah wacana dalam Ilmu

Pebandingan Agama.

6. Penulis berharap dengan penyusunan skripsi ini dapat memberikan

gambaran yang jelas tentang “Kedudukan Perempuan dalam Keluarga

Hindu”.

I. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Page 19: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xix

Untuk mengkaji permasalahan ini, Penulis menggunakan penelitian

kepustakaan (library Research), yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan

dan data-data ke berbagai tempat, seperti perpustakaan UIN Jakarta,

perpustakaan STF Driyarkara Jakarta, perpustakaan Nasional, perpustakaan

Daerah Jakarta Selatan, perpustakaan STAH Adhytia Rawamangun Jakarta,

perpustakaan Pura Amrta Jati Cinere, perpustakaan Agung Tirta Bhuana

Bekasi, dan lain sebagainya.

Selanjutnya untuk memperoleh hasil yang objektif, Penulis mengambil

data-data yang bersifat primer sebagai bahan kajian, dan data-data yang

bersifat sekunder sebagai bahan pelengkap kajian. Data-data itu berupa

sumber-sumber ilmiah seperti buku-buku, ensiklopedi, majalah, diktat, artikel,

dan lain sebagainya. Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan melalui

internet dengan mengunjungi situs-situs terkait yang memiliki data-data

tertulis lainnya, yang diperlukan sebagai pendukung.

Untuk menambah data tentang “Kedudukan Perempuan” penulis juga

melakukan wawancara di Pura Amrta Jati Cinere dengan Ketua PWSHD

(Persatuan Wanita Suka Duka Hindu Dharma), Ibu Ni Wayan Wartiniasih

untuk mengetahui bagaimana kedudukan perempuan di dalam keluarga dari

sudut pandang agama Hindu dan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari.

Agar lebih memahami dan mencapai target dalam sasaran pembahasan itu

maka penulis menggunakan metode deskriptif-analisis. Metode deskriptif

merupakan metode yang dipergunakan sebagai prosedur pemecahan masalah

dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya. Sedangkan, teknik

Page 20: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xx

analisis merupakan salah satu teknik dalam penelitian dengan melakukan

analisa-analisa dari data-data yang didapat36.

Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu sepenuhnya pada

standar penulisan skripsi dengan buku, “Pedoman Akademik Tahun

2003/2004” yang diterbitkan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2003.

J. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini secara keseluruhan, maka

diperlukan suatu sistematika penulisan. Adapun sistematika Penulisan yang

dimaksud adalah seperti yang akan diuraikan di bawah ini.

Pada bab pertama menguraikan tentang pokok-pokok pikiran yang

tertuang dalam pembahasan skripsi ini yang terdiri atas latar belakang masalah

yang tujuannya untuk memberikan alasan yang jelas tentang pemilihan judul,

perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan

yang dipergunakan dalam rangka memudahkan penulisan dan sistematika

penulisan dipergunakan untuk memberikan penjelasan secara garis besar

mengenai pembahasan yang akan diuraikan dalam skripsi ini.

Bab kedua akan membahas tentang perempuan dan keluarga, yang terbagi

menjadi empat bagian, didahului dengan penjelasan definisi perempuan,

kemudian dilanjutkan dengan membahas definisi keluarga, yang akan dibagi lagi

dalam tiga bagian: tujuan keluarga Hindu, fungsi keluarga Hindu, dan kewajiban

36 Alimuddin Tuwu (ed), Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: UI Press,

1993), h. 85.

Page 21: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxi

keluarga Hindu, bagian yang ketiga membahas samskara di dalam keluarga

Hindu, dan bagian terakhir membahas sistem kekerabatan dalam agama Hindu.

Pada bab ketiga akan dibahas kedudukan perempuan dalam keluarga

Hindu, yang terbagi menjadi tujuh bagian sub yaitu: perempuan sebagai istri,

perempuan sebagai ibu rumah tangga, perempuan sebagai penerus keturunan,

perempuan dalam membina anak, perempuan di dalam masyarakat dan

lingkungan, perempuan sebagai penyelenggara aktivitas keagamaan (yajnamana).

Kemudian analisis kritis ditempatkan pada sub bab terakhir.

Dan penulisan skripsi ini diakhiri dengan kesimpulan dan lampiran-

lampiran yang ada pada bab terakhir yaitu, bab empat.

Page 22: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxii

BAB II

PEREMPUAN DAN KELUARGA HINDU

A. Definisi Perempuan

Perempuan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu “Pu” atau “Empu”,

mendapat awalan pe dan akhiran an sehingga menjadi perempuan yang memiliki

arti dicintai, dimuliakan, membawa kesejahteraan dan diutamakan.37

Di dalam ajaran Hindu, seperti Kerajaan Majapahit, kata empu adalah

istilah yang diberikan kepada mereka yang patut dihormati dan biasanya juga

orang-orang suci.

Istilah lain dalam perempuan, juga disebutkan dengan “wanita” berasal

dari bahasa sansekerta, yaitu dari akar kata kerja “wan memiliki arti

menghormati”. Dari akar kata kerja “wan” kemudian menjadi “wanita” setelah

mendapat akhiran “hita/ita” yang artinya baik, mulia dan sejahtera. Berpangkal

dari kata tersebut, maka pengertian perempuan adalah memiliki sifat yang dicintai

karena baik, mulia dan sejahtera.38

Dalam membicarakan perempuan akan lebih tepat apabila, berpijak pada

keluarga yang dilandasi harmonisasi. Sesungguhnya perempuan dalam pandangan

Hindu amatlah mulia, sehingga sejajar dengan laki-laki. Kenyataan dalam

beberapa adat istiadat sering dijumpai perempuan menjadi subordinasi laki-laki,

atau sebagai pelaksana kebijakan laki-laki saja. Dikatakan kaum laki-laki

diposisikan sebagai pihak yang menguasai, dan perempuan yang dikuasai. Tidak

37 Ni Made Sri Arwati, Swadharma Ibu dalam keluarga Hindu, (denpasar: PT. Upada Sastra, 1993), h. 2.

38 Ni Made Sri Arwati, Swadharma Ibu dalam keluarga Hindu, h. 4.

Page 23: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxiii

keliru akhirnya kalau dengan alasan kesetaran gender, maka lahirlah gagasan

untuk dipersamakan peran antara keduanya.

Mengacu pada salah satu teori gender yang tetap relevan dijadikan pijakan

dalam bermasyarakat adalah teori struktural-fungsional dengan tokoh Talcott

Parsons dan Bales bahwa pembagian peran yang sama antara seorang ayah dan

ibu dalam rumah tangga selalu berusaha mewujudkan kesejahteraan dan

keseimbangan dalam suatu masyarakat agar tercipta harmonisasi dan keselarasan

antar anggota keluarga.39

Salah satu ayat di bawah ini menjelaskan pandangan

Hindu terhadap kesetaraan gender.

Perempuan tidaklah berasal dari tulang rusuk laki-laki.40

Dalam Manawa

Dharmasastra dinyatakan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama diciptakan

oleh Tuhan:

Dwidha krtwatmano deham ardhena puruso’bhawat, Ardhena nari

tasyam sa wirayama smrjat prabhuh

Artinya :

39 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Paramadina,2001), h. 53.

40 Dalam ajaran Hindu tidak dikenal bahwa perempuan itu berasal dari tulang rusuk laki-

laki. Di dalam lontar medang kamulan ada mitologi tentang terciptanya laki-laki dan perempuan.

Dalam mitologi itu diceritakan Dewa Brahma menciptakan secara langsung laki-laki dan

perempuan. Pada awalnya Dewa Brahma atas kerja sama dengan Dewa Wisnu dan Dewa Siwa

membuat manusia dari tanah, air, udara dan api. Sesudah itu Dewa Bayu memberikan nafas dan

tenaga, Dewa Iswara memberikan suara dan bahasa. Sang Hyang Acintya memberikan ide

sehingga manusia bisa berfikir. Setelah tugas membuat manusia itu selesai ternyata manusia

yang diciptakan oleh Dewa Brahma atas penugasan Hyang Widhi itu tidak memiliki kelamin,

tidak laki-laki maupun perempuan. Karena itu, Dewa Brahma masuk kedalam diri manusia

ciptaanNya itu, kemudian menghadap dan mencipta ke timur laut. Dari ciptaan itu muncullah

manusia laki-laki dari timur laut. Kemudian selanjutnya menghadap ke tenggara untuk mencipta

maka muncullah manusia perempuan dari arah tenggara. Dari konsepsi terciptanya perempuan ini sudah tergambar bahwa laki-laki dan perempuan secara asasi harkat dan martabat

kedudukannya sejajar. Perbedaan laki-laki dan perempuan itu adalah perbedaan yang

komplementatif: perbedaan yang saling melengkapi. Artinya, tanpa perempuan laki-laki tidak

lengkap inilah yang disebut sebagai keseimbangan alam, begitupun sebaliknya tanpa laki-laki

perempuan tidak lengkap. Karena itu dalam Rgveda laki-laki dan perempuan yang sudah

menjadi suami istri disebut dengan satu istilah yaitu Dampati artinya, tidak dapat dipisahkan.

Page 24: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxiv

“Dengan membagi dirinya menjadi sebagian laki-laki dan sebagian perempuan

(ardha nari), ia ciptakan wiraja dari perempuan itu.”(Manawa Dharmasastra I.

32)41

Ajaran Hindu memiliki beberapa aspek penting dalam menggambarkan

sosok perempuan yang dikemukakan oleh I Wayan Sudarma dalam sebuah

makalah dengan judul “Eksistensi dan Keutamaan Perempuan dalamWeda”:

“Jaya, yaitu perempuan bukan saja melahirkan anak tetapi dirinya dan suaminya

sendiri merasa dilahirkan kembali. Istri dan suami lahir kembali bersama-sama

dengan anak yang dilahirkan melalui pertemuan sperma (purusa) dan sel telur

(pradhana). Sahadharmini, yaitu perempuan mempunyai kesamaan dalam

mengemban tugas dan kewajibannya bersama-sama suaminya, terutama dalam kehidupan spiritual. Persatuan ini melahirkan sinergi yang kuat untuk sampai pada

tujuan tertinggi dalam pemujaan kepada Tuhan. Dharma Patni, yaitu perempuan memegang peranan penting dalam hal melaksanakan aktivitas agama, upacara dan

pemujaan kepada Tuhan. Disebut Dharma Patni karena perannya yang begitu penting dalam mendharma bhaktikan dirinya untuk kehidupan. Ardha Anggani,

yaitu kehidupan dunia dan laki-laki tidak akan sempurna jika tidak didampingi perempuan.”42

Dharma seorang perempuan adalah menjadi anak perempuan yang baik. lalu

menjadi menantu, istri, dan ibu yang baik. Menurut dharmanya ini, perempuan

mesti belajar dengan baik dan meraih pendidikan yang baik pula. Bila telah

memasuki masa rumah tangga (menikah) maka, kewajiban seorang istri melayani

keluarga dari suaminya dan suaminya dengan penuh kasih, merawat anak-

anaknya dan memperhatikan keperluan-keperluan mereka serta pertumbuhan

mereka sebagaimana mestinya.

B. Definisi Keluarga Hindu

Dalam membicarakan keluarga Hindu terlebih dahulu penulis ingin

mengemukakan definisi secara umum. Keluarga adalah unsur atau kelompok yang

41 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 36.

42 I wayan Sudarma, Eksistensi dan Keutamaan Wanita dalam Veda, makalah yang diseminarkan di STAH Dharma Nusantara, 31 Juli 2005.

Page 25: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxv

terkecil dari suatu bangsa.43

Keluarga dalam ajaran agama Hindu adalah unsur

yang penting dalam melaksanakan Yadnya dan bhakti terhadap Ida Sang Hyang

Widhi Wasa.

Keluarga berasal dari bahasa sansekerta, yaitu Kula dan Varga. Kula

artinya abdi, hamba, dan Varga artinya jalinan, ikatan, pengabdian. Dengan

demikian keluarga dapat diartikan sebagai berikut “Suatu jalinan atau ikatan

pengabdian antara suami, istri dan anak”.44

Dengan memperhatikan hal tersebut diatas keluarga merupakan persatuan

yang terjalin antara seluruh anggota keluarga. Dasar ikatan keluarga adalah

“Pengabdian” bukan pengorbanan. Oleh karena itu tidak dibenarkan jika seorang

ayah merasa selama ini merasa berkorban atau terpaksa dalam melakukan sesuatu

untuk istri dan anak-anaknya. Begitupun sebaliknya istri dan anak-anaknya, jika

melakukan sesuatu harus dilandaskan tanpa keterpaksaan. Singkatnya seluruh

anggota keluarga yaitu suami, istri dan anak harus menyadari sepenuhnya bahwa

apa yang dilakukan di dalam keluarga semata-mata adalah amanat Ida Sang

Hyang Widhi Wasa, sehingga semua yang dilakukan berdasarkan ketulusan hati

yang suci.45

Dengan kata lain, keluarga Hindu dilarang untuk melaksanakan

Himsa Karma.46

Di dalam ajaran agama Hindu ada beberapa aspek yang harus di

perhatikan oleh setiap pasangan Hindu yang hendak menjalin hubungan suami-

istri antara lain :

43 H.I.H. Hasan, ed., Potret Wanita Shalehah, (Jakarta: Penamadani, 2004), h. 61. 44

I Gede Jaman, Membina Keluarga Sejahtera, h. 10. 45

I Gede Jaman, Membina Keluarga Sejahtera, h.10. 46

Himsa Karma yaitu perbuatan yang mengorbankan, menyengsarakan, menyakiti orang

lain.

Page 26: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxvi

Mahantyapi samrddhani goja widhana dhanyatah, Strisambandhe

dacaintani kulani pariwarjayet

Artinya :

“Dalam memilih istri hendaknya ia menghindari baik-baik kesepuluh macam

jenis keluarga tersebut di bawah ini, betapapun terkenalnya, atau kayanya,

dengan ternak kuda, biri-biri, padi atau kekayaan lainnya.”47 (Manawa

Dharmasastra III.6)48

Hina kriyam nispurusam nicchando roma carcasam, Ksayyamayawya

pasmari cwitrikusthi kulani ca.

Artinya :

“kesepuluh macam ialah, keluarga yang tidak melakukan upacara-upacara suci,

keluarga yang tidak memiliki keturunan laki-laki, keluarga yang tidak

mempelajari weda, keluarga yang anggota badannya berbulu tebal, keluarga

yang memiliki penyakit wasir, penyakit jiwa, penyakit maag, penyakit ayan atau

lepra”.49

(Manawa Dharmasastra III.7)50

Keluarga biasanya memiliki ikatan bathin yang kuat diantara para anggota

keluarga untuk meningkatkan kualitas diri. Maka, dalam agama Hindu Keluarga

yang terdiri dari suami, istri dan anak diharapkan memiliki jalinan erat yang dapat

disatukan dalam pengabdian yang berpedoman terhadap ajaran-ajaran agama

Hindu51

Menurut I Gede Jaman, bagi umat Hindu yang baru akan memasuki

kehidupan Grahastha Asrama (berumah tangga). Diberikan pemahaman akan hak

dan kewajibannya. Maka ada tiga faktor yang utama dan harus diketahui baik-baik

oleh calon suami maupun istri sebelum membina rumah tangga :

1. Tujuan Keluarga Hindu

47 Didalam Manawa Dharmasastra III sloka 6, ada sepuluh ketentuan merupakan syarat

harus dihindari didalam memilih calon istri. 48 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 131. 49

Kesepuluh jenis perempuan dari keluarga yang disebutkan di atas yaitu keluarga yang melakukan pekerjaan rendah (hina kriya) misalnya anak dari keluarga yang mengabaikan

upacara dan hukum-hukum agama (di dalam ayat diatas disebutkan mengabaikan upacara-

upacara kesucian) anak dari keluarga yang tidak memiliki keturunan laki-laki (mis. Purusa),

orang dari keluarga yang tidak mempelajari weda, orang yang dari keluarga yang badannya

berbulu tebal, orang dari keluarga berpenyakit hemorrhoid, anak dari keluarga yang berpenyakit

phthisis, anak dari keluarga berpenyakit maag, berpenyakit ayan atau dari penyakit lepra. 50 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 132. 51 I Gede Jaman, Membina Keluarga Sejahtera, h. 8.

Page 27: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxvii

2. Fungsi Keluarga Hindu

3. Kewajiban-kewajiban Keluarga Hindu

Ketiga faktor ini sangat berkaitan erat dalam menciptakan harmonisasi dalam

rumah tangga.

1. Tujuan Keluarga Hindu

Tujuan dalam Keluarga Hindu adalah membentuk keluarga bahagia

(sukhinah) adalah : Keluarga yang dibina atas perkawinan yang sah, mampu

memenuhi kebutuhan spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi

kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi,

saling setia, serta mampu mengamalkan, menghayati, dan memperdalam nilai-

nilai sraddha (keimanan) dan bhakti.52

Untuk mewujudkan keluarga sukhinah tidaklah mudah, harus dibarengi

usaha dan kerja keras dari setiap anggota keluarga baik suami, istri dan anak.

Kesatuan dari tiga elemen keluarga ini adalah pilar-pilar yang membentuk pondasi

dalam mewujudkan sebuah keluarga yang sejahtera baik lahir maupun bathin.

Sebuah keluarga akan dapat mencapai kesejahteraan, jika setiap elemen yang ada

didalamnya mempunyai kekuatan utuh jika agama dijadikan dasarnya.

Menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974, sebagai berikut :

“Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. 53

52 I Wayan Sudharma, Membentuk Keluarga Harmonis dan Bahagia, tulisan ini telah

diseminarkan oleh Tempek Utan Kayu Pada Tahun Baru Saka 1929 pada tanggal 01 April 2005.

53 Gede Raka Mas, Perkawinan Yang Ideal, (Surabaya: Paramita, 2003), h. 1.

Page 28: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxviii

Dengan kata lain keluarga yang dibentuk dari perkawinan tersebut

merupakan keluarga bahagia dan sejahtera lahir dan bathin atau keluarga

sukhinah.

Adbhirewa dwijagryanam kanyadanam wicisyate, Itaresam tu

warnanam, itaretarkamyaya

Artinya :

“Pemberian anak perempuan diantara golongan Brahmana, jika didahului

dengan percikan air suci sangatlah disetujui, tetapi antara warna-warna lainnya

cukup dilakukan dengan pernyataan persetujuan bersama”.54

(Manawa Dharmasastra III.35)55

Kehidupan berumah tangga adalah awal dari bersatunya dua jiwa dua

pribadi yang disatukan melalui upacara vivaha samskara. Menurut pandangan

agama Hindu perkawinan bukan saja bertemunya purusa dan pradhana tetapi lebih

kepada peningkatan nilai spiritual yang berdasarkan hukum dalam ajaran Hindu.

Perkawinan merupakan terbentuknya sebuah keluarga yang berlangsung sekali

dalam hidup manusia, dan keluarga atau rumah tangga bukanlah semata-mata

tempat berkumpulnya laki-laki maupun perempuan sebagai pasangan suami istri,

namun mengupayakan terbinanya kepribadian dan ketenangan lahir dan bathin.

Dikatakan oleh I Wayan Sudarma, tujuan orang membentuk keluarga

adalah untuk:

“Dharmasampati, kedua mempelai secara bersama-sama

melaksanakan Dharma yang meliputi semua aktivitas dan kewajiban

agama seperti melaksanakan Yajna, sebab di dalam grahastalah aktivitas

54 Pemberian anak perempuan yaitu penyerahan anak perempuan untuk dikawini kepada

calon mempelai laki-laki menurut ayat ini merupakan cara yang terbaik untuk dilakukan sebagai acara dalam perkawinan.

Kanyadanam adalah pemberian anak perempuan, penyerahan anak perempuan karena

merupakan ajaran spiritual. Penyerahan ini sebagai tanda pelaksanaannya dapat dilakukan

dengan pemericikan air suci bagi golongan brahmana, sedangkan antara golongan lainnya cukup

dengan persetujuan bersama yaitu persetujuan antara calon pengantin perempuan dengan calon

pengantin pria.

Itaretarkamyaya adalah dengan pernyataan persetujuan bersama. 55 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 141.

Page 29: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxix

yajna dapat dilaksanakan secara sempurna. Praja, kedua mempelai mampu

melahirkan keturunan yang akan melanjutkan amanat dan kewajiban kepada leluhur. Melalui Yajna dan lahirnya putra yang suputra seorang

anak akan dapat melunasi hutang jasa kepada leluhur (Pitra rna), kepada Deva (Deva rna) dan kepada para guru (Rsi rna). Rati, kedua mempelai

dapat menikmati kepuasan seksual dan kepuasan-kepuasan lainnya (Artha dan kama) yang tidak bertentangan dan berlandaskan Dharma.”56

Bila setiap rumah tangga dapat mewujudkan ketiga hal tersebut diatas,

maka kesejahteraan dan kebahagiaan akan dapat diwujudkan di dalam rumah

tangga.

2. Fungsi Keluarga

Dalam membangun keluarga yang bahagia sejahtera, sebaiknya setiap

keluarga Hindu memperhatikan fungsi-fungsi yang meliputi keagamaan,

perlindungan, ekonomi, kasih sayang, sosialisasi, pendidikan, budaya serta

pelestarian lingkungan.57

Fungsi ini digunakan agar mendorong anggota keluarga

menjadi unsur yang memiliki ketaqwaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa,

sebagai wadah dalam melanjutkan proses regenerasi agar melahirkan manusia

yang berkualitas, dapat memenuhi kebutuhan secara ekonomi di dalam

kehidupannya, keluarga juga sebagai tempat perlindungan yang dapat

mengayomi, memberi rasa aman dan damai.

3. Kewajiban Keluarga Hindu

56 I Made Titib, Menumbuhkembangkan Pendidikan Budhi Pekerti Pada Anak, (Jakarta: Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat, 2003), h. 84.

57

I Wayan Sudarma, Membentuk Keluarga Harmonis dan Bahagia, tulisan ini telah

diseminarkan oleh Tempek Utan Kayu Pada Tahun Baru Saka 1929 pada tanggal 01 April 2005.

Page 30: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxx

Dalam ajaran Hindu mengenal adanya kewajiban yang harus dihormati,

dijunjung tinggi dan dipertahankan dengan baik. Karena apabila kewajiban itu

dilakukan dengan sepenuh hati akan mendatangkan kebaikan. Seperti yang

diuraikan dalam Bhagawadgita III sloka 35:

Sreyan sva-dharmo vigunah Para-dharmat sv-anusthitat,

Sva-dharme nidhanam sreyah Para-dharmo bhayavahah.

Artinya:

“Lebih baik mengerjakan kewajiban sendiri walaupun tidak sempurna dari pada

dharmanya orang lain yang dilakukan dengan baik; lebih baik mati dalam tugas

sendiri daripada dalam tugas orang lain yang sangat berbahaya.”58

Sebagai manusia yang merupakan insan dari Tuhan, pada dasarnya manusia

tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, manusia selalu menjadi

individu yang saling bergantungan dan membutuhkan orang lain. Keluarga Hindu

disamping sebagai ikatan atau jalinan pengabdian yang tulus ikhlas antara seorang

ayah kepada ibunya dan anak ataupun sebaliknya namun juga mempunyai

kewajiban atau swadharma untuk melaksanakan Panca Yadnya. Panca Yadnya

adalah lima pengabdian yang tulus Ikhlas kehadapan Ida Sang Hyang Widhi

Wasa:

“Dewa yadnya, yaitu merupakan persembahan yang ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai pernyataan rasa terima kasih atas

anugerahNya karena telah memberikan kehidupan bagi manusia. Pitra

Yadnya, yaitu korban suci yang dilakukan oleh umat hindu yang ditujukan

kehadapan pitra yang berarti bapak atau ibu leluhur yang terhormat sebagai

pernyataan rasa terima kasih atas jasa-jasanya karena telah melahirkan,

membesarkan dan memelihara kehidupan didunia ini. Rsi Yadnya, yaitu

menghanturkan dunia kepada para pandita yang telah memimpin upacara pada

waktu melakukan yadnya. Bhuta Yadnya, yaitu korban suci kepada bhutakala.

Manusa Yadnya, yaitu suatu korban suci yang ditujukan kepada manusia

sebagai bentuk pemeliharaan, sejak masa di dalam kandungan sampai akhir

hidup.”59

58 G Pudja MA, Bhagawad Gita, (Surabaya: Paramita, 2004), h.99. 59 Gede Raka Mas, Perkawinan Yang Ideal, h. 81.

Page 31: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxxi

Kewajiban dalam anggota keluarga beragama Hindu yang terdiri dari suami,

istri dan anak tidaklah beda dengan agama-agama yang lainnya. Kewajiban-

kewajiban yang harus dijalani dengan penuh suka cita tanpa adanya perasaan lelah

sehingga menciptakan suasana yang kurang harmonis. Masing-masing dari

kewajibannya dapat melakukan peranannya atas dasar kemampuannya yang

dimiliki sehingga dalam keluarga apa yang diharapkan dapat terwujud dengan

menjadikan keluarga aman, nyaman, tenang, bahagia dan harmonis. Tentu saja

kewajiban-kewajiban itu merupakan tantangan yang harus dihadapi dengan

ketabahan hati dan atas dasar sradha yang kuat.

1) Kewajiban seorang suami:

a. Melindungi istri dan anak-anaknya.

b. Menyerahkan harta dan menugaskan kepada istri sepenuhnya untuk

mengurus rumah tangga serta urusan agama bagi keluarga

Arthasya samgraha caiman Wyaye caiwa niyojayet,

Cause dharme’ nnapaktyam Ca parinahyasya ceksane

Artinya:

“Hendaknya suami mengerjakan istrinya didalam pengumpulan dan pemakaian

harta suaminya dalam hal memelihara segala sesuatu tetap bersih, dalam hal

melakukan kewajiban-kewajiban keagamaan didalam hal penyediaan santapan

suaminya dan menjaga peralatan rumah tangga.”60(Manawa Dharmasastra IX

sloka 11)61

c. Menjamin hidup dengan memberi nafkah istri bila karena sesuatu urusan

penting ia meninggalkan istri dan keluarganya keluar daerah.

60 Menurut ayat ini supaya laki-laki tidak melakukan kekerasan di dalam perkawinannya.

Karena perempuan adalah mahluk yang halus perasaannya, maka perempuan harus disibukkan

dengan mengurus rumah tangga, memepercayai pengurusan keuangan, menyelenggarakan

urusan keagamaan di dalam lingkungan rumah tangga dan memelihara kebersihan rumah

tangga.

61 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 528.

Page 32: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxxii

Widhaya wrttim bharyayah Prawaset karyawannarah

Awrttikarsita hi stri Pradusyetsthitim atyapi

Artinya:

“Seorang laki-laki yang mempunyai urusan diluar daerah ia boleh pergi

meninggalkannya setelah menjamin biaya hidup bagi istrinya, karena

bagaimanapun bajiknya seorang istri, dapat berbuat serong, tertekan karena

kebutuhan hidup.” (Manawa Dharmasastra IX sloka 74)62

d. Memelihara hubungan kesuciannya dengan istri dan saling percaya (setia)

sehingga terjalin hubungan yang rukun, harmonis dalam rumah tangga.

Anyonyasyawyabhicaro Bhawedamaranantikah,

Esa dharmah samasena Jneyah stripumsayoh parah

Artinya:

“Hendaknya supaya hubungan yang setia berlangsung sampai mati” singkatnya,

ia harus dianggap sebagai hukum yang tertinggi bagi suami dan istri.(Manawa

Dharmasastra IX sloka 101)63

e. Menggauli istrinya dan mengusahakan agar tidak timbul perceraian dan

masing-masing tidak melanggar kesuciaan.

Rtu kalabhigamisyat Swadarahniratah sada

Parwawarjam wrajeccainam Tad wrato rati kamyaya

Artinya:

“Hendaknya suaminya menggauli istrinya dalam waktu-waktu tertentu dan

merasa selalu puas dengan istrinya seorang, ia juga boleh dengan maksud

menyenangkan hati istrinya mendekatinya untuk mengadakan hubungan kelamin

pada hari apa saja kecuali hari parwani.” (Manawa Dharmasastra III sloka

45)64

2) Kewajiban seorang Istri:

a. Berusaha untuk menghindari bertindak di luar pengetahuan suami atau

orang tuanya

Pitra bhartra sutairwapi Necchedwirahamatmanah,

Esam hi wirahena stri garhye Kuryadubhe kule

62 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 545. 63 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 553. 64 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 144.

Page 33: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxxiii

Artinya:

“Ia hendaknya jangan berusaha memisahkan diri dari ayahnya, suami-suami

atau putra-putranya dengan meninggalkan mereka ia membuat diri dan

keluarganya sendiri serta keluarga suaminya dicela orang”.(Manawa

Dharmasastra V sloka 149)65

b. Pandai membawa diri dan pandai mengatur rumah tangga.

Sada prahristaya bhawyam Grihakaryesu daksaya,

Susamskritopaskaraya wyaye Camuktahastaya

Artinya:

“Ia hendaknya selalu berwajah cerah, pandai dalam mengatur urusan rumah

tangga, cermat dalam membersihkan alat-alat rumah tangga serta hemat dalam

pengeluaran biaya”.(Manawa Dharmasastra V sloka 150)66

c. Setia kepada suami dan hendaknya selalu berusaha tidak melanggar

ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan unutk hidup suci.

Panigrahasya sadhwistri jiwato Wa mritasya wa,

Patilokamabhipsanti nacaret Kimcidapriyam

Artinya:

“Seorang istri yang setia, yang ingin tinggal bersama terus dengan suaminya sampai nanti setelah ia meninggal, haruslah tidak melakukan sesuatu yang

menyakiti hati orang yang mengawininya itu, apakah dia masih hidup atau sudah

mati.”(Manawa Dharmasastra V sloka 156)67

d. Selalu mengendalikan diri dalam keadaan suci dan selalu ingat kepada

suami dan Tuhan, waspada, tahan uji dan menjaga nama baik keluarga.68

e. Istri yang ditinggal tugas oleh suaminya keluar daerah bila tidak diberi

nafkah ia dapat bekerja untuk menunjang hidupnya asal tidak

bertentangan dengan kesopanan.

Widhaya prosite wrttim Jiwenniyamamasthita,

Prosite twawidhayaiwa Jiwecchalpairagarhitaih

Artinya:

65 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 321. 66 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 321. 67 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 323. 68 Clotilde Fracassi dan Paul Urbani, Wanita, h. 15.

Page 34: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxxiv

“Bila suami bepergian setelah menjamin kebutuhannya, istri harus

mengendalikan dirinya dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila kepergiannya

tanpa memberikan jaminan kebutuhan hidupnya, ia dapat melakukan pekerjaan

kasar yang tidak ternoda.”( Manawa Dharmasastra IX sloka 75)69

3) Kewajiban seorang anak:

a. Hormat kepada orangtuanya setiap hari, menjaga kesucian diri, berpegang

teguh kepada dharma atau kewajibannya.

Imam lokam matrbhaktya Pitrbhaktya tu madhymam, Gurucicrusaya twewam Brahmalokam samacnute

Artinya:

“Dengan menghormati ibunya ia mencapai kebahagiaan dibumi ini, dengan

menghormati ayahnya ia menikmati duni tengah tetapi dengan ketaatan tehadap

gurunya ia mencapai alam Brahma”(Manawa Dharmasastra II sloka 233)70

b. Berkepribadian utama dan membantu meringankan beban keluarga

Kim jatair bahubhih putraih Soka-santapakarakaih

Waramekah kulalambi Yatra visramyate kulam.

Artinya:

“Apa gunanya melahirkan anak terlalu banyak kalau mereka hanya

mengakibatkan kesengsaraan dan selalu memberikan kedukaan. Walaupun hanya seorang anak tetapi berpribadian utama dan membantu keluarga, satu

anak yang meringankan keluarga inilah yang paling baik”. (Canakya Nitisastra

III sloka 17)71

c. Menjaga nama baik orang tua.

C. Samskara di dalam Keluarga Hindu

Menurut Manawa Dharmasastra, melakukan samskara diwajibkan oleh setiap

keluarga di dalam masyarakat Hindu, paling tidak dilakukan minimal sekali atau

dua kali melaksanakan sepenuhnya selama masa hidupnya. Tujuan yang ingin

dicapai dalam melakukan samskara adalah menyucikan diri secara lahir dan

69 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 545. 70 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 125. 71

I Made Darmayasa (Terj.), Canakya Nitisastra, (Denpasar: Yayasan Dharma

Naradha,1995), h. 26.

Page 35: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxxv

bathin, karena seseorang yang pada masa itu nanti harus benar-benar suci tidak

terbelenggu kenikmatan duniawi yang semu.72 Oleh karena itu, penyucian

(pavana) itu sangat penting artinya dalam masyarakat Hindu. Penyucian ini harus

dilakukan sejak mereka mulai diciptakan sampai matinya. Ternyata prakteknya

dalam masyarakat Hindu hanya dilaksanakan beberapa macam saja yang dianggap

penting, seperti yang telah ditulis oleh redaksi pustaka manikgeni dalam buku

yang berjudul “Doa Upacara Manusa Yadnya Sejak Kandungan sampai

Perkawinan”. Buku ini dipersembahkan untuk para keluarga muda Hindu guna

dijadikan pedoman dalam melaksanakan upacara keagamaan.

a. Vivaha (perkawinan), merupakan tingkat hidup grihastha bagi

seseorang yang telah menjalani hidup, perkawinan ini merupakan titik

awal timbulnya jiwa baru, sehingga demikian kita akan mempunyai

hidup yang pertama, walaupun masih dalam bentuk konsepsi.73

b. Garbhadana (upacara pembenihan pertama), Dilakukan saat

kandungan berusia tujuh bulan, ini merupakan samskara pertama

kalinya dialami oleh manusia sejak mula diciptakan ke dunia sebagai

manusia. Hal ini sangat penting karena pertumbuhan selanjutnya

benih tersebut sangat memberikan pengaruh terhadap kehidupannya.74

c. Pumsavana Samskara, upacara ini dilakukan pada saat usia

kandungan tiga bulan. Samskara ini biasanya dilakukan untuk

meminta anak laki-laki. Pentingnya upacara ini dalam masyarakat

72 Hasil wawancara pribadi oleh Ibu Ni Wayan Wartiniasih, Cinere, 11 Juli 2008.

73 Redaksi Pustaka Manikgeni, Doa Upacara Manusa Yadnya Sejak Kandungan sampai

Perkawinan, (Bali: Pustaka Manikgeni, 1995), h. 8.

74 I Made Titib, Menumbuhkembangkan Pendidikan Budhi Pekerti Pada Anak, (Jakarta: Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat, 2003), h. 46.

Page 36: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxxvi

hindu, karena justru anak laki-laki dianggap sebagai penerus

keturunan keluarga.75

d. Jata Karma Samskara, upacara ini biasanya dilakukan setelah sang

bayi di bawa pulang ke rumah, upacara ini menyambut kelahiran atau

medapetan.76

e. Kepus puser (lepas aon), upacara ini dilakukan setelah bayi berumur

3-5 hari dilakukan pula upacara lepas pusar (lepas aon). Upacara ini

maksudnya agar sang bayi mendapat keselamatan lahir bathin,

sehingga menumbuhkan kesiapan dalam mengarungi kehidupan di

dunia ini kelak.77

f. Nama Dheya Samskara, upacara pemberian nama bayi yang dilakukan

pada hari ke 12 setelah lahirnya sang bayi. Nama itu juga memberikan

pengaruh terhadap kelangsungan hidupnya selanjutnya. Oleh karena

itu, pemberian nama menjadi sangat penting baik bagi dirinya maupun

masyarakat, karena nama merupakan identitas seseorang dalam

bermasyarakat.78

g. Kambuhan, upacara ini dilakukan setelah bayi memasuki hari ke 42.

Tujuan dilaksanakannya upacara ini agar si bayi dan ibu suci lahir

75

Hasil wawancara pribadi oleh Ibu Ni Wayan Wartiniasih, Cinere, 11 juli 2008.

76 Redaksi Pustaka Manikgeni, Doa Upacara Manusa Yadnya Sejak Kandungan sampai

Perkawinan,h. 14.

77 Tjok Rai Sudharta, Manusia Hindu dari Kandungan Sampai Perkawinan, (Denpasar: Yayasan Dharma Naradha, 1993), h. 21.

78 Redaksi Pustaka Manikgeni, Doa Upacara Manusa Yadnya Sejak Kandungan sampai

Perkawinan, h. 21.

Page 37: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxxvii

bathin, disamping itu agar si bayi terbebas dari pengaruh-pengaruh

negatif.79

h. Nishkramana Samskara, upacara yang dilakukan setelah anak

mencapai umur tiga bulan (105 hari) atau empat bulan setelah hari

kelahirannya. Upacara ini tujuannya sebagai persembahan kepada

Sang Hyang Surya (matahari). Pada waktu itu si bayi dianggap baru

pertama kalinya berhubungan dengan kekuatan-kekuatan alam atau

kontak dengan dunia luar. Si bayi juga pertama kali diperbolehkan

menginjak tanah (turun tanah) mulai menapak ke bumi meminta

kepada pertiwi kekuatan lahir maupun bathin dalam meniti kehidupan

selanjutnya.80

i. Anna Prasana Samskara, upacara pemberian makan pertama dan ini

biasa dilakukan pada anak berumur 6 bulan, upacara ini disebut

upacara satu oton atau wetonan, dinamakan arma prasana ialah karena

pada hari itu anak baru boleh diberi makan nasi atau bubur. Makanan

adalah zat yang sangat penting bagi tubuh dalam upaya

melangsungkan kegiatan duniawi.81

j. Chuda Karma Samskara, upacara potong rambut pertama kalinya,

biasa dilakukan pada waktu bayi berumur 1-3 tahun. Rambut sebagai

mahkota sangat penting, oleh karena itu harus dirawat sebaik-baiknya.

79 Hasil wawancara Pribadi dengan Ibu Ni Wayan Wartiniasih, Cinere, 11 Juli 2008

80 I Made Titib, Menumbuhkembangkan Pendidikan Budhi Pekerti Pada Anak, (Jakarta: Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat, 2003), h. 68.

81 Redaksi Pustaka Manikgeni, Doa Upacara Manusa Yadnya Sejak Kandungan sampai

Perkawinan, h. 39.

Page 38: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxxviii

Upacara perawatan rambut ini maksudnya tiada lain untuk memohon

kehadapan Sang Hyang Widhi agar diberi rambut yang baik.82

k. Tumbuh Gigi (Ngempugin), upacara ini dilakukan pada saat anak

tumbuh gigi yang pertama. Tujuan upacara ini agar si anak tumbuh

dengan baik.83

l. Tanggal gigi pertama (Makupak), upacara ini dilakukan pada saat gigi

pertama tanggal. Tujuannya untuk mempersiapkan si anak untuk

mempelajari ilmu pengetahuan.84

m. Upanayana Samskara,85

upacara mulai sekolah (Brahmacharya).

Sekolah bagi jaman dulu sebenarnya sangatlah penting namun

jangkauannya yang belum mampu, oleh karena itu mulai masuk

sekolah perlu dibuatkan upacara, agar mengalami kelancaran dan

keberhasilan tentunya.86 Sampai saat ini sekolah atau pendidikan

menjadi sangat penting, karena tanpa pendidikan manusia itu tidak

akan bisa berkembang, baik secara intelektual maupun secara sosial

kemasyarakatan. Potensi dimiliki oleh setiap manusia namun bila

tidak dikembangkan yang salah satunya adalah melalui sekolah atau

pendidikan, maka potensi itu akan sia-sia tanpa memberikan manfaat

kepadanya, maupun masyarakat.

82 I Made Titib, Menumbuhkembangkan Pendidikan Budhi Pekerti Pada Anak, (Jakarta: Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat, 2003), h. 73.

83 Redaksi Pustaka Manikgeni, Doa Upacara Manusa Yadnya Sejak Kandungan sampai

Perkawinan, h. 44.

84 Redaksi Pustaka Manikgeni, Doa Upacara Manusa Yadnya Sejak Kandungan sampai

Perkawinan, h. 47. 85

Upanayana Samskara adalah inti dari semua upacara yang dilakukan. Segala sesuatu

yang dipelajari selama masa ini akan menjadi bekal bagi seseorang dalam melanjutkan tingkat

hidup yang lebih tinggi.

86 I Made Titib, Menumbuhkembangkan Pendidikan Budhi Pekerti Pada Anak, (Jakarta: Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat, 2003), h. 77.

Page 39: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xxxix

n. Savitri Samskara, upacara yang harus dilakukan setelah tiga bulan

memasuki sekolah atau upanayana. Dalam proses pendidikan pun

masih dibuatkan upacara, maksudnya agar cepat selesai dan

mendapatkan hasil yang baik, guna meniti kehidupan selanjutnya.87

o. Vivaha Samskara, upacara perkawinan adalah upacara terakhir dari

masa hidup yang harus mereka lakukan, karena setelah ini tidak ada

lagi upacara lain kecuali upacara kematian.88

p. Antyesti Samskara, upacara kematian dimana upacara dipandang

sebagai akhir perjalanan hidup manusia. Dalam upacara kematian

inilah nampak sekali kehidupan masyarakat Hindu yang terkenal

guyub dan bersatu. Dari semua macam upacara tersebut di atas,

upacara kematian dilakukan secara terpisah dari upacara hidup, karena

upacara kematian dipandang tidak suci.89

Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, maka kehidupan manusia

didalam masyarakat Hindu penuh dengan samskara yang harus diperhatikan oleh

orang tuanya terhadap putra-putrinya sebelum memasuki kehidupan rumah tangga

(menikah). Dengan keterangan ini dapat dipahami betapa berat tugas dan

kewajiban yang harus dilakukan oleh grihasthin (seseorang yang berumah tangga)

menurut masyarakat Hindu.

D. Sistem Kekeluargaan Didalam Agama Hindu

87 I Made Titib, Menumbuhkembangkan Pendidikan Budhi Pekerti Pada Anak, (Jakarta: Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat, 2003), h. 80.

88 Redaksi Pustaka Manikgeni, Doa Upacara Manusa Yadnya Sejak Kandungan sampai

Perkawinan, h. 56.

89 Redaksi Pustaka Manikgeni, Doa Upacara Manusa Yadnya Sejak Kandungan sampai

Perkawinan, h. 60.

Page 40: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xl

“Siang malam perempuan harus dipelihara. Sewaktu kecil ia selalu

dilindungi oleh ibunya, tetapi setelah dewasa suaminyalah yang

melindunginya”90

Agama Hindu menganut “azas purusa” atau azas kebapakan, sehingga dalam

sistem kekeluargaan Hindu mementingkan status anak laki-laki. Azas purusa

sangat terlihat kental sekali di Bali (mayoritas penduduk Bali beragama Hindu

93,5 %),91 di mana perempuan setelah menikah mengikuti suaminya, berarti istri

mengikuti keluarga suami. Semua hak yang ada di rumahnya ditinggalkan dan

memperoleh hak dikeluarga suaminya. Demikian pula anak-anak yang lahir dari

perkawinan itu terkait dengan keluarga ayah (suaminya) dan tidak terdapat

hubungan menurun dari keluarga ibunya, sehingga keturunan itu berasal dari

keluarga suami (ayah) dan tidak pernah dari keluarga ibu (istri). Kewajiban-

kewajiban anak atau cucu juga tertumpah pada keluarga ayah, juga hak-hak dan

kewajiban-kewajiban yang ia peroleh juga berasal dari pihak ayahnya. Ini bukan

berarti bahwa hubungan si anak dengan keluarga ibunya tidak ada sama sekali.

Namun secara hukum adat tidak memperoleh hak maupun kewajiban pada

keluarga ibu.92 Namun, apabila dari keluarga ayah tidak ada lagi, maka hak dan

kewajiban itu dapat diperoleh dari keluarga ibu, seperti memelihara anak-anaknya.

Hal ini baru terjadi apabila keluarga laki-laki atau ayah sudah tidak ada lagi.

Dengan dianutnya sistem kebapakan, maka hal utama yang menonjol adalah

anak laki-laki. Penganut azas purusa meyakini bahwa anak laki-laki akan

90 Bagus Takwin, Aspek Feminin dalam Spiritualitas Hindu: Potret Ilahi Setengah Hati

(Jakarta: Jurnal perempuan no.21), h. 79. 91

Perkawinan Hindu di Bali Sebuah Pengamatan Empirik, diakses pada tanggal 10 Juli

2008, www.parisada.org. 92 Hilman Hadikuma, Hukum waris Indonesia menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum

Agama Hindu, Islam, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), h. 67.

Page 41: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xli

meneruskan kehidupan atau keturunan keluarga. Anak laki-laki disebut dengan

“sentana”, yang artinya pelanjut keturunan.93 Jadi menurut pemahaman Hindu,

anak laki-laki memainkan peran yang sangat penting di dalam keluarga. Ini

artinya, keluarga yang belum memiliki keturunan laki-laki, orang tuanya belum

terbebas dari api neraka atau dosa-dosa. Kepercayaan inilah yang selalu dipegang

teguh oleh umat Hindu sehingga di dalam setiap keluarga selalu menantikan

kelahiran anak laki-laki dapat mewarnai kehidupan rumah keluarga Hindu.

Biasanya keinginan kehadiran anak laki-laki ditandai dengan diadakan upacara

Manusa Yadnya pumsavana samskara yang telah dibahas dalam samskara di

dalam keluarga Hindu.

Menurut waris adat (tradisi) yang sudah mengakar kuat. Dalam suatu keluarga

tidak terdapat anak laki-laki, maka anak perempuan pun bisa dialihkan

kedudukannya sebagai sentana yang disebut dengan “sentana Rajeg”, yaitu anak

perempuan yang kedudukannya meningkat menjadi anak sentana, berarti dianggap

telah mengalami peralihan dari status perempuan ke status laki-laki.94 Dikatakan

dalam Manawa Dharmasastra:

Dauhitro hyakhilam Rikthama putrasya piturharet

Sa ewa dadyad dwau pindau Pitre mata mahayaca

Artinya:

“Anak dari perempuan yang diangkat statusnya sesungguhnya akan menerima juga

harta warisan dari ayahnya sendiri yang tidak berputra laki-laki. Ia akan

menyelenggarakan tarpana bagi kedua orang tuanya, ayahnya sendiri dan kepada

datuk ibunya.”(sloka 132)95

93 Hilman Hadikuma, Hukum waris Indonesia menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum

Agama Hindu, Islam, h. 90. 94 Hilman Hadikuma, Hukum waris Indonesia menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum

Agama Hindu, Islam, h. 98. 95 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 526.

Page 42: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xlii

Bentuk perkawinan dengan sentana rajeg cukup unik, anak sentana tetap

tinggal di rumahnya, tetapi laki-laki yang menikahinya diboyong sang istri untuk

mengikutinya. Hal ini berarti keluarga laki-laki memasuki keluarga perempuan.

Perkawinan model ini disebut kawin “nyentana”96 atau “nyeburin”. Dalam hal ini

anak perempuan yang dialihkan statusnya memiliki kewajiban untuk melanjutkan

keturunan atau meneruskan keturunan keluarganya, menumbuhkan garis secara

laki-laki (kepurusaan) dan anak-anak mereka menjadi ahli waris.97

Dalam budaya

Hindu Bali dikenal dengan tiga jenis perkawinan, yaitu perkawinan meminang

(Mapadik/Ngindih), kawin selarian (Ngelayat/ Ngerorod) dan terakhir

perkawinan Nyentana atau Nyeburin.

1. Mapadik/Ngindih adalah perkawinan meminang yang dilakukan oleh

keluarga calon mempelai laki-laki yang datang meminang ke rumah

calon mempelai perempuan.98 Meminang dapat dilakukan jika sudah

terjadi kesepakatan antara kedua calon mempelai dan keduanya saling

mencintai serta pelaksanaannya keluarga laki-laki diminta secara

formal pada hari yang dianggap baik untuk meminang selanjutnya

96Nyentana atau Nyeburin. Nyentana dipandang lebih terhormat dibandingkan dengan nyeburin. Kedua jenis perkawinan ini merupakan kebalikan system perkawinan yang umum,

utamanya menyangkut status mempelai laki-laki. Dalam kedua jenis perkawinan ini, mempelai

laki-laki tinggal di rumah asal mempelai perempuan dan statusnya sebagai status mempelai perempuan utamanya menyangkut waris dan kewajiban memelihara pura keluarga mempelai

perempuan. Dalam perkawinan Nyentana, keluarga memepelai perempuan datang meminang

calon mempelai lak-laki. Sedang, dalam nyeburin mempelai laki-laki datang kerumah mempelai

perempuan untuk mengikuti upacara perkawinan. Kedua jenis diatas umum dilakukan di

Kabupaten Tabanan Bali. 97 Hasil wawancara dengan Ibu Ni Wayan Wartiniasih, Cinere, 11 juli 2008. 98 Putu Sudarsana, Ajaran Agama Hindu makna yang Terkandung dalam Upacara

Perkawinan Hindu, (Denpasar: Yayasan Dharma Acarya Percetakan Mandara Sastra, 2002), h. 8.

Page 43: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xliii

dilakukan upacara perkawinan sesuai dengan ketentuan dalam agama

Hindu.99

2. Ngelayat/Ngerorod adalah biasa disebut kawin lari dimaksudkan

bahwa kedua calon mempelai atas dasar suka dan saling mencinta

sepakat untuk lari bersama-sama ke rumah pihak ketiga untuk

melakukan perkawinan.100

Biasanya, perkawinan ini dilakukan karena

tidak mendapat restu oleh orang tua perempuan. Di masa lalu keluarga-

keluarga tertentu merasa lebih bermartabat jika menempuh perkawinan

ini, karena bila meminang, terasa kehormatan laki-laki lebih

direndahkan. Dari segi pembiayaan kawin lari ini justru lebih besar.

Saat sekarang kawin lari ini mulai ditinggalkan orang. Walaupun,

masih ada saja yang melakukannya.101

99 Putu Sudarsana, Ajaran Agama Hindu makna yang Terkandung dalam Upacara

Perkawinan Hindu ,h. 12. 100 Putu Sudarsana, Ajaran Agama Hindu makna yang Terkandung dalam Upacara

Perkawinan Hindu ,h. 8. 101 Putu Sudarsana, Ajaran Agama Hindu makna yang Terkandung dalam Upacara

Perkawinan Hindu ,h. 14.

Page 44: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xliv

BAB III

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KELUARGA HINDU

A. Perempuan sebagai Istri

Istri selalu menempati posisi dibelakang suami, sehingga di mata suami

nilai istri tidaklah dapat mengungguli kaum adam. Seorang istri atau ibu dengan

predikat yang melekat adalah perempuan yang sepanjang waktu menghabiskan

waktunya hanya untuk bekerja di rumah, dengan beban pekerjaan yang tidak akan

pernah terselesaikan. Tetapi, istri sejati yang mengetahui kodratnya secara utuh

tanpa pernah mengeluh, mensyukuri apa yang sudah menjadi kewajibannya dan

melakukan semuanya dengan baik dan bijaksana.

Dalam buku “Wanita” terdapat wejangan Sai Baba yang mengatakan:

“Rumah adalah kuil dimana setiap anggota keluarga merupakan kuil-kuil

bergerak yang diasuh dan diberi makan. Ibu merupakan pendeta perempuan tertinggi dari Rumah Tuhan. Kerendahan hati adalah dupa

yang mengisi rumah itu. Penghormatan adalah lampu yang dinyalakan, dengan kasih sayang sebagai minyak dan keyakinan sebagai sumbunya.

Pergunakanlah tahun-tahun kehidupanmu dalam pengabdian bagi pemujaan semacam itu dalam rumah yang kalian miliki dan yang akan

dimiliki”102

Sifat-sifat seperti kesopanan, rendah hati dan selalu ingat kepada Tuhan

adalah perhiasan yang harus dimiliki setiap perempuan. Dengan memiliki sifat-

sifat di atas, maka secara tidak langsung akan dijadikan teladan yang akan di

102 Clotilde Fracassi dan Paul Urbani, Wanita, h.28.

Page 45: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xlv

contoh keluarga. Tidaklah heran jika seorang istri memegang kendali dalam

pembentukan karakter keluarga.

Sai baba juga mengatakan:

“Pangkuan ibu sesungguhnya adalah sekolah

Pangkuan ibu sesungguhnya adalah kuil

Pangkuan ibu sesungguhnya adalah taman bermain

Ibu adalah kekayaan utama seseorang”103

Kunci utama seorang istri adalah selalu menjaga nama baik dan kesucian

dirinya. Kesucian merupakan nafas kehidupan perempuan dan perhiasan yang

tiada ternilai harganya. Berlawanan dengan dharmanyalah bila perempuan

melanggar batas-batas kesopanan. Bahkan keagungan sifat perempuan itu akan

sirna. Dikatakan oleh Sai Baba, perempuan atau istri yang sopan dan rendah hati

tidak akan merendahkan martabatnya untuk memperoleh pujian dan

penghormatan yang tidak ada manfaatnya, sebaliknya ia lebih suka mencari harga

diri yang jauh lebih memuaskan.104

Dengan menjaga nama baik serta kesucian, maka itu adalah kekuatan yang

yang dapat menyelamatkan keluarganya dari bencana. Dalam ajaran Hindu

mengenal adanya kewajiban. Kewajiban yang harus dihormati, dijunjung tinggi

dan dipertahankan dengan baik karena merupakan suatu kebijakan apabila

kewajiban tersebut dapat terlaksana dengan sungguh-sungguh.

Dewasa ini makin banyak perempuan yang menempuh pendidikan

modern. Mereka bekerja di kantor, sekolah dan pabrik. Mereka ada yang

mencapai kedudukan yang tinggi dalam berbagai bidang. Namun lepas dari semua

itu mereka tidak akan bisa merubah diri sebagai seorang perempuan, istri dan ibu

103 Clotilde Fracassi dan Paul Urbani, Wanita, h.29. 104 Clotilde Fracassi dan Paul Urbani, Wanita, h. 6.

Page 46: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xlvi

yang mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga. Menjadi seorang perempuan

yang berbudi pekerti luhur, saleh, jujur, baik hati dan bisa menghargai orang lain.

Istri berasal dari kata stri. Stri dalam bahasa sansekertanya berarti

“pengikat kasih” fungsinya sebagai istri adalah menjaga jalinan kasih sayang

kepada suami dan anak-anaknya. Dalam kehidupan keluarga, istri disebut sebagai

“Dewi”, sebagai permaesuri dan juga sebagai ibu yang memegang peranan yang

sangat penting setelah suami.105

Peranan perempuan sebagai istri, mulai diperoleh secara resmi setelah

mereka (kedua) mempelai itu selesai melangsungkan pernikahannya. Menurut

Undang-undang pokok perkawinan nomor 1 tahun 1974 dalam pasal 30,

disebutkan bahwa suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan

rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.106 Melalui

ikatan perkawinan mereka membentuk keluarga baru. Setelah diresmikan melalui

upacara perkawinan (Vivaha Samskara) secara Hindu maka pernikahan dianggap

sah apabila dilaksanakannya, disaksikan secara lahir dan bathin melalui

Triupasaksi:

“Upacara Byakala (Byakaon) kehadapan para butakala, ini adalah

upacara inti dalam perkawinan yang ditujukan kepada 2 (dua) unsur

kekuatan Hyang Widhi Wasa bersifat negatif (bhutakala) yang selalu

mengganggu serta menguji kesadaran manusia. Upacara Byakala

merupakan yang paling awal diselenggarakan, bermaksud memberikan

korban suci kepada para bhutakala, agar si mempelai yang akan

diupacarakan tidak diganggu atau digoda, dan sebaliknya.menyucikan

tujuan yang ingin dicapainya, untuk menempuh hidup baru sehingga dapat

menyatu lahir dan bathin. Manusia saksinya, dalam upacara ini disaksikan

oleh para sanak keluarga baik dari pihak suami ataupun istri dan warga masyarakat. Dewa saksi, manifestasi dari Hyang Widhi Wasa melalui

105 Perempuan dalam Agama Hindu, tulisan ini diakses pada tanggal 10 Oktober 2008, www.agnihoma.org/content.com

106 I Wayan Sudarma, Hikmah Perkawinan, tulisan ini telah diseminarkan di Pura Agung

Tirta Bhuana Bekasi, 14 Januari 2007.

Page 47: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xlvii

upacara di tempat suci sang suami dihadapan sanggah Kemulan, yang

intinya awal mulai masuk menjadi anggota keluarga yang baru mengabdikan dirinya secara lahir dan bathin.”107

Setelah selesai melaksanakan upacara, kemudian dilanjutkan dengan

upacara “Mapejati atau Majauman” ke tempat sang istri yang tujuannya

memohon secara resmi kepada keluarga sang istri untuk diboyong suami keluar

rumah. Upacara ini dimaksudkan sebagai perubahan status, yang secara lahir

ditandai dengan persembahan berupa oleh-oleh Tipat bantal,108 selesai upacara

dibagi-bagikan kepada sanak saudara-saudara si istri yang terdekat sebagai tanda

mulai mohon diri. Sedangkan di tempat suci sang istri yaitu dihadapan Sanggah

Kemulan dipersembahkan upakara atau banten pejati kehadapan para

leluhurnya.109

Mohon diri secara bathin.

Upacara perkawinan mempunyai arti dan kedudukan yang sangat khusus

dalam kehidupan manusia, yaitu awal jenjang “Grihasta” atau memasuki gerbang

kehidupan berumah tangga. Dengan demikian, upacara perkawinan itu bagi kedua

mempelai (perempuan dan pria) merupakan sejarah dalam hidupnya. Perkawinan

menandakan ia sudah mulai terikat dengan orang yang mencintainya sekaligus

juga orang yang dicintainya. Kedua mempelai telah masuk ke dalam lembaga

yang sacral, penuh dengan tata krama yang dianggap sama maknanya dengan

hidup di asrama guru. Kesetiaan dan keikhlasan melayani110 suami dengan penuh

107 Ni Made Sri Arwati, Swadharma Ibu dalam Keluarga Hindu, h. 6. 108 Tipat bantal biasanya terbuat dari janur, yang bentuknya menyerupai seruling dengan

panjang 15-20 cm, atau besar kecilnya disesuaikan dengan kebutuhan. Bantal sendiri diartikan

sebagai symbol purusa yang mengandung makna sebagai kekuatan Sang Hyang Purusa dan

bentuk ini sebagai pelengkap upacara perkawinan. 109 Ni Made Sri Arwati, Swadharma Ibu dalam Keluarga Hindu, h.7. 110 Melayani disini adalah istri harus berani meluruskan atau menasehati suami apabila

melihat suaminya berbuat kekeliruan yang dapat mengancam kelangsungan hidup berumah

tangga dan istri harus tanggap terhadap suaminya.

Page 48: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xlviii

kasih sayang dianggap sama nilainya dengan sebuah yadnya atau pemujaan

terhadap api suci.

Menurut ajaran Hindu, perkawinan dipandang sebagai dharma (kewajiban)

tentang dharma tersebut. Maha Rsi Manu dalam Manawa Dharmasastra

mengatakan sebagai berikut :

Prajanartha striyah srstah samtanartham ca manawah,

Tasmat sadharano dharmah crutau patnya sahaditah

Artinya :

“Untuk menjadikan ibu, perempuan diciptakan dan untuk menjadi ayah,

laki-laki itu diciptakan upacara keagamaan karena itu ditetapkan didalam

weda untuk dilakukan oleh suami bersama dengan istrinya.”111

(Manawa

dharmasastra XI. 96)112

Kedudukan perempuan sebagai istri dalam rumah tangga selalu berkaitan

dengan kewajiban-kewajibannya terutama terhadap suami diuraikan dalam kitab:

Asitamaranat ksanta niyata brahmacarini,

Yo dharma ekaptninam kangksanti tamanuttamam.

Artinya:

“Sampai mati hendaknya ia sabar menghadapi kesulitan-kesulitan hidup,

mengendalikan diri sendiri dan tetap suci serta berusaha memenuhi tugas-tugas

mulia yang ditentukan untuk istri-istri yang mempunya satu suami

saja.”113

(Manawa Dharmasastra V sloka 158)114

Kehidupan suami-istri, istri biasanya memerlukan perlindungan dari

suaminya dan begitupun suami memerlukan kasih sayang dari istrinya. Dalam

ajaran agama Hindu disebut “tattwamasi” maksudnya: saya adalah engkau atau

engkau adalah saya.115

Biasanya suami-istri dalam ajaran Hindu memiliki

111Ayat diatas menjelaskan, perempuan diciptakan dengan ditakdirkan menjadi ibu,

sedangkan laki-laki diciptakan dengna ditakdirkan menjadi bapak. 112 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 551. 113

Ayat di atas menjelaskan bahwa seorang istri harus mampu mengendalikan diri demi

kelangsungan hidup berumah tangga, baik dalamucapan maupun perbuatan. 114 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 323.

115 Ni Made Sri Arwati, Swadharma Ibu dalam Keluarga Hindu, h. 7.

Page 49: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

xlix

pedoman yang dijadikan acuan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Ini

terlihat dalam pustaka suci Manawa Dharmasastra III, dalam sloka 60,61,62.

Samtusto bharyaya bharta Bharta tathaiwa ca,

Yasminnewa kule nityam Kalyanam tatra wai dhruwam

Artinya:

“Pada keluarga dimana suami berbahagia dengan istrinya dan demikian pula

sang istri terhadap suaminya, kebahagiaan pasti kekal.” (sloka 60)116

Yadi hi stri na roceta Pumamsam na pramodayet,

Apramodat punah pumsah Prajanam na prawartate

Artinya:

“Karena kalau istri tidak mempunyai wajah berseri, ia tidak akan menarik

suaminya, tetapi jika sang istri tidak tertarik pada suaminya tidak aka nada anak

yang akan lahir.” (sloka 61)117

Striya tu rocamanayam Sarwam tadrocate kulam,

Tasyam twarocamanayam Sarwamewa na rocate

Artinya:

“Jika sang istri selalu berwajah berseri-seri seluruh rumah akan kelihatan

bercahaya, tetapi jika ia tidak berwajah demikian semuanya akan kelihatan

suram” (sloka 62)118

Istri sebagai pendamping suami yang setia selalu menghayati ajaran agama

Hindu tentang “karma phala”119

. Pengabdian seorang istri terhadap suami

merupakaan kesetiaan yang akan diamalkan kedalam perbuatan sehari-hari dalam

kehidupannya baik dalam keluarga maupun masyarakat. Apabila seorang istri

melakukan satu kesalahan maka akan mengakibatkan citra yang buruk ditengah-

tengah masyarakat, jika sudah seprti itu akan sulit sekali mengembalikan citranya

semula. Arti dari sebuah kesetiaan dapat pula dilihat dalam mitologi Hindu, Dewi

Sinta terhadap suaminya Rama. Dewi Sinta lebih mengutamakan pergi ke hutan

116 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 148.

117 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 148.

118 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 148. 119 Pebuatan yang dilakukan semasa hidup di dunia.

Page 50: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

l

mendampingi suaminya yang sedang menjalankan hukuman selama 14 tahun,

daripada tinggal di Istana dengan kehidupan yang mewah tapi harus berpisah

dengan suaminya yang dicintainya. Cerita diatas menjelaskan bahwa

mendampingi suami dikala suka dan duka merupakan pengamalan dari rasa

kesetiaannya.120

B. Perempuan Sebagai Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga di dalam keluarga Hindu memiliki tugas pokok yaitu:

memelihara rumah tangga, mengatur, berusaha dengan sepenuh hati agar keluarga

sebagai pondasi masyarakat dapat berdiri tegak, aman, tentram dan sejahtera.

Agar terciptanya keharmonisan antara semua anggota keluarga secara lahir dan

bathin. Tugas ini memang begitu memberatkan, tapi itu merupakan kewajiban.

Karena mulianya kedudukan dan tugas perempuan sebagai ibu, maka si ibu sering

diberi julukan “Ratu Rumah Tangga atau Keluarga”.121 Sebagai seorang ibu

rumah tangga berkewajiban mengatur atau memanageri keuangan dalam rumah

tangga, mendidik anak-anak, dan menyelenggarakan upacara keagamaan.

Peranannya sebagai utama seorang pendidik bagi putra-putrinya yang secara

langsung membina kewajiban generasi-generasi penerus dalam keluarga, tidak

disangsikan bahwa seorang ibu adalah tiang Negara maka maju mundurnya suatu

bangsa akan ditentukan oleh peranan perempuan. Karena dari perempuanlah akan

melahirkan tunas-tunas harapan bangsa. Ibulah yang lebih banyak mendidik anak-

anak dari masa balita sampai anak bisa dianggap mandiri. Sekolah yang paling

120 Imas Kurniasih, Perempuan Pemicu Perang, (Yogyakarta: Pinus Book Publisher,2008),

h. 46. 121 Clotilde Fraccasi dan Paul Urbani, Wanita, h. 11.

Page 51: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

li

utama untuk seorang anak adalah keluarga yang guru utamanya adalah Ibu.

Sebagai seorang ibu, juga dituntut untuk menciptakan suasana persahabatan.

Kekeluargaan didalam melakukan Interaksi Sosial ke dalam masyarakat.

C. Perempuan sebagai Penerus Keturunan

Perempuan memiliki kodrat yang sangat mulia didalam kehidupan. Dalam

agama Hindu perempuan dikatakan oleh Hyang Widhi Wasa sebagai pencetak

kelahiran manusia yang akan meneruskan kehidupannya dimasa datang. Dalam

semua agama, amatlah sempurna apabila di dalam bahtera kehidupannya

dikaruniai anak. Termasuk keluarga Hindu. Dambaan para perempuan jika sudah

menikah terasa lengkap jika rumah tangganya di isi oleh tangisan bayi dan tawa

bayi. Kodrat ini disyukuri oleh para perempuan Hindu, karena kelahiran anak,

merupakan penyelamat bagi leluhur yang masih terhalang perjalanannya untuk

menuju moksa122 sebagai tujuan akhirnya, yang diakibatkan masih adanya noda

yang patut ditebus melalui penjelmaan kembali ke dunia ini, dengan jalan

berbuat.123

Anak adalah akibat dari proses bertemunya purusa dan pradhana melalui

prosesi perkawinan. Dengan demikian anak dapat dikatakan salah satu tujuan

berumah tangga. Kehadiran anak memberikan kehangatan dan kebahagiaan

seluruh anggota keluarga. Dari segi etimologi anak berarti orang yang memberi

pertolongan atau menyelamatkan arwah kehidupan leluhurnya dari neraka.

Pernyataan tersebut tertulis dalam Sarasamuccaya 228:

122 Moksa adalah atma yang telah mampu bersatu kembali dengan paratma atau bersatunya

dengan tuhan. Moksa adalah tujuan tertinggi umat hindu agar terbebas dari reinkarnasi

123 Ni Made Sri Arwati, Swadharma Ibu dalam Keluarga Hindu, h. 12.

Page 52: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

lii

Durbalartham balam yasya tyagartham ca parigrahah

Pakascaivapacitartham pitarastena putrinah

Artinya:

“Yang dianggap anak, adalah orang yang menjadi pelindung orang yang

memerlukkan pertolongan serta untuk menolong kaum kerabat yang tertimpa

kesengsaraan untuk disedekahkan tujuannya, gunanya ia memasak menyediakan

makanan untuk orang-orang miskin. Orang yang demikian itu putra sejati

namanya.”(Sarasamuccaya 228)124

Ditinjau dari fase kehidupan, ada tahap-tahap yang wajib dilalui oleh umat

Hindu. Fase ini dikenal dengan istilah Catur Asrama yaitu:

“Brahmacari, adalah masa menuntut ilmu yang merupakan pondasi dan modal yang dapat digunakan dalam menempuh jenjang kehidupan yang

berikutnya karena masa brahmacari dimulai sejak kita dalam kandungan

sampai kita mati kelak. Grahastha, adalah tingkatan kehidupan dalam waktu

membina rumah tangga. Wanaprasta, adalah tingkatan hidup persiapan untuk

lebih meningkatkan hidup kerokhanian dan perlahan-lahan membebaskan diri

dari ikatan keduniawian. Bhiksuka (sanyasin), adalah tingkatan kehidupan

yang lepas dari ikatan keduniawian dan hanya mengabdikan diri kepada Sang

Hyang Widhi Wasa dengan jalan menyebarkan ajaran-ajaran kesucian.”125

Keluarga Hindu biasanya amat menanti-nanti kelahiran seorang anak laki-laki

atau biasa dinamakan putera. Karena suatu rahmat dan kebahagiaan apabila

mendapatkan seorang anak laki-laki.

Pentingnya anak laki-laki dalam keluarga Hindu, karena anak laki-laki

dapat melakukan sraddha yaitu upacara kematian orang tua atau nenek

moyangnya. Anak laki-laki biasanya tetap tinggal diam di rumah untuk

melanjutkan keturunan dan melaksanakan upacara sraddha, sedangkan anak

perempuan biasanya akan mengikuti suami jika sudah berumah tangga.126

Awal

124 I Nyoman Kajeng, Sarasamuccaya, (Surabaya: Paramita,1997), h. 174.

125 I Made Titib, Keutamaan Manusia Dan Pendidikan Budhi Pekerti, (Surabaya: Paramita, 2004), h. 8.

126 I Wayan Sudarma, Hikmah Perkawinan, tulisan ini telah diseminarkan di Pura Agung

Tirta Bhuana Bekasi, 14 Januari 2007.

Page 53: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

liii

mulanya kelahiran anak perempuan dalam suatu keluarga dipandang sebagai

bunga keluarga, oleh karena anak perempuan makhluk yang penuh dengan rasa

kasih maka harus dijaga dan dirawat. Perempuan itu dapat diibaratkan dewi

kemakmuran, yang dinyatakan dalam pustaka suci:

Prajanartham mahabhagah pujarha grhadiptayah,

Striyah criyacca gehesu na wiceso stri kaccam

Artinya:

“Diantara perempuan-perempuan yang ditakdirkan untuk mengandung anak,

yang menjamin rakhmat pahala, yang layak untuk dipuja dan yang

menyemarakkan tempat tinggalnya dan diantara dewi-dewi yang merakhmati

terhadap rumah seorang laki-laki tak ada bedanya diantara

mereka.”127(Manawa Dharmasastra IX sloka 26)128

Belakangan perempuan acapkali mendapatkan perlakuan-perlakuan buruk di

dalam keluarga dan lingkungan. Seandainya umat Hindu tetap berpegang teguh

terhadap pedoman suci, seharusnya kehadiran seorang perempuan di dalam

keluarga dijadikan tonggak kehidupan. Karena dari seorang perempuanlah akan

terlahir generasi penerus yang dalam ajaran Hindu diyakini sebagai penitisan para

leluhurnya untuk lahir kedunia memohon jalan menjelma untuk memperbaiki

karmanya terdahulu yang belum dapat menyatu atau mencapai moksha. Inilah

yang disebut Reinkarnasi. Sebagai penerus keturunan, seorang perempuan diuntut

kesabaran dan ketabahannya, karena akan banyak perubahan yang akan dialami

dan dihadapi baik secara fisik maupun mental. Seperti: ngidam, hamil, kemudian

melahirkan.129

Untuk itulah seorang istri yang sedang hamil dituntut untuk

127 Ayat ini membandingkan kedudukan perempuan didalam rumah tangga sebagai dewi

pemberi rakhmat (pahala) dengan seorang istri yang mengurus rumah tangga. Sama sekali tidak

ada bedanya antara Cri (Dewi Kemakmuran) dengan istri di rumah, yang dikawinkan dengan

tujuan mempunyai keturunan, membawa kebahagiaan, yang layak dipuja sebagai pelita rumah.

Sifat-sifat perempuan yang seperti inilah yang selalu dicita-citakan oleh seorang suami. 128 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 532. 129 I Gede Jaman, Membina Keluarga Sejahtera, h. 36.

Page 54: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

liv

melaksanakan brata (pengekangan hawa nafsu jahat) yang merasuki jiwanya.130

Pengekangan yang dimaksud dapat dilakukan dengan:

“Wak Capala; Tidak bersikap sombong, angkuh, iri hati, dengki yang

menyebabkan keegoisan dalam diri. Wak Parusya; tidak marah, bertutur kata dengan sangat keras dan kasar, tidak dikagetkan ketika bangun tidur walaupun

karena ada berita duka atau musibah, seorang istri tidak bisa menghindar dari kewajibannya atau berusaha melimpahkan kepada siapapun, termasuk suami

yang dicintai.”131

Pengendalian ini diharapkan kelak ketika sang anak lahir menjadi orang yang

berguna. Karena anak yang akan lahir akan menjadi generasi pewarisnya nanti.

Saat-saat kehamilan adalah saat dimana calon ibu mengajarkan sifat-sifat positif

maka ibu sering disebut sebagai pendidik atau sekolah pertama bagi anak

sehingga ibu juga dijadikan barometer keluarga. Hal ini dijelaskan dalam Manawa

Dharmasastra:

Utpadanam apatyasya jatasya paripalanam

Pratyaham lokayatrayah prtyaksam strihirbandhanam

Artinya:

“Kelahiran dari pada anak-anak, pemeliharaan terhadap mereka yang lahir itu dan

kehidupan sehari-hari bagi orang laki-laki, akan semua kejadian itu nyatanya

perempuanlah yang menyebabkannnya.”132

(Manawa Dharmasastra IX sloka 27)133

Kewajiban ibu melahirkan anak dapat dilalui, maka yang selanjutnya

dilakukan dalam mendidik anak adalah memelihara dengan kasih sayang anak

yang telah lahir, sebagai pertanggung jawaban dari rasa kesetiaan dan cintanya

yang telah berbuah menjadi anak atau biasa disebut sebagai buah cinta suami dan

istri. Kewajiban ibu setelah melahirkan adalah memelihara, melalui perawatan

130 I Gede Jaman, Membina Keluarga Sejahtera, h. 36.

131 I Made Titib, Menumbuhkembangkan Pendidikan Budhi Pekerti Pada Anak, h. 90. 132 Sloka diatas menjelaskan bahwa melahirkan anak, memelihara yang telah lahir dan

berlanjutnya peredaran dunia, perempuanlah yang menjadi sumbernya. 133 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 533.

Page 55: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

lv

secara lahir dan bathin. Dalam ajaran Hindu apabila pasca melahirkan air susu

yang terdapat pada susu ibu, patut dinyadnyakan kepada anaknya.134 Tidak

dibenarkan seorang ibu yang habis melahirkan tidak menyusui anaknya dengan

alasan apapun. Karena itu sangat bertentangan dengan kodratnya. Seperti dalam

pustaka suci Sarasamuccaya sloka 244 :

Mangkanang ibu, arata jugasihnira manak ya,

Apanwenang tan wenang, saguna, nirguna, daridra,

Sugih, ikang anak, kapwa rinaksanira, iningunira ika,

Tan hana ta pwa kadi sira, ring masiha mangingwana

Artinya:

“Demikian si ibu,rata benar cinta kasihnya kepada anak-anaknya, sebab baik

cakap ataupun tidak cakap,berkebajikan ataupun tidak berkebajikan, miskin

ataupun kaya anak-anaknya itu semua dijaga baik-baik olehnya, dan diasuhnya

mereka itu: tidak ada yang melebihi kecintaan beliau dalam hal mengasihi dan

mengasuh anak-anaknya.”(Sarasamuccaya sloka 244)135

Sloka di atas menyatakan bahwa ibu tidak akan pernah membedakan

kualitas dari anaknya dalam melakukan kewajibannya, sebab baik atau tidak baik

anak adalah anugerah yang patut dijaga dan dirawat.

Demikianlah tugas mulia dan tanggung jawab seorang ibu yang

mengabdikan diri pada anaknya dengan dasar yadnya yang tulus dalam

kehidupannya, patut menjadi pedoman penghayatan bagi generasi penerus

berikutnya, karena semuanya itu merupakan kodrat, yaitu hanya dari perempuan

atau ibulah kelahiran manusia itu, serta lanjut untuk memeliharanya.

D. Perempuan dalam Membina Anak

134

Ni Made Sri Arwati, Swadharma Ibu dalam Keluarga Hindu, h. 15. 135 I Nyoman Kajeng, Sarasamuccaya, h. 184.

Page 56: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

lvi

Sejak anak dalam kandungan peran seorang ibu dalam membina anak barulah

dimulai. Ibulah yang pertama kali mengajarkan anak dari balita hingga dewasa,

seorang ibulah yang membentuk karakter seorang anak. Disinilah peran ibu

dipertaruhkan, apakah kelak anak yang dibimbingnya akan mengangkat namanya

atau justru sebaliknya.

Di dalam agama Hindu mengasuh seorang anak dibutuhkan kesabaran ekstra,

ketika anak dapat berbicara dan mulai pandai mencopy apa yang dilihatnya, maka

anakpun sudah mulai diperkenalkan pada ajaran etika dan susila mana yang baik

dan mana yang tidak baik.

Membimbing dan membina anak merupakan proses pemupukan untuk

mengajarkan etika dan susila sejak dini. Seperti dalam ajaran Hindu dikenal

dengan ajaran Tri Kaya Parisudha, yaitu berupa tiga pengendalian hawa nafsu

untuk dapat berbuat yang baik dan benar seperti:

“Manacika, membimbing anak untuk dapat menghargai pendapat orang lain dan

berfikir positif dalam memandang sesuatu. Wacika, anak dibimbing supaya dapat bertutur kata yang baik dan sopan. Kayika, anak dibimbing agar dapat berbuat

atau berlaksana yang baik sesuai ajaran agama Hindu.”136

Tidak beda dengan agama-agama yang lain. Pengendalian nafsu ini

dimaksudkan agar anak mempunyai bekal atau pegangan yang kuat di dalam

menjalani hidup berumah tangga kelak dan memutuskan berpisah dari orang

tuanya serta sanak saudaranya. Bimbingan atau pendidikan ini bisa ditempuh

secara formal yaitu dengan cara belajar di sekolah atau dengan jalan berguru

sesuai dengan minat dan bakat masing-masing, secara formal yaitu dengan cara

belajar di sekolah. Belajar di luar sekolah ini digunakan oleh seorang ibu untuk

memberikan tuntunan kepada putra-putrinya, khususnya dalam bidang susila

136 I Made Titib, Keutamaan Manusia Dan Pendidikan Budhi Pekerti, h. 20.

Page 57: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

lvii

(bertingkah laku), agar membiasakan anak-anaknya untuk mengenal dan

mengambil pekerjaan yang ada pada rumah tangga, mengajarkan bagaimana

menjalankan ajaran agama yang benar dan pekerjaan-pekerjaan lain yang

merupakan tangung jawabnya seorang anak.137 Memberikan bimbingan atau

nasehat-nasehat kepada anak perlu disesuaikan dengan umurnya sehingga anak

mampu menelaah apa yang dinasehatkan oleh orang tuanya, seperti yang

dijelaskan dalam Nitisastra:

Lalayet panca varsani

Dasa varsani tadayet

Prapte tu sodase varse

Putram mitravadacaret

Artinya:

“Asuhlah putra dengna cara memnjakannya sampai berumur lima tahun,

memberikan hukuman-hukuman selama sepuluh tahun berikutnya. Kalau ia

sudah menginjak umur enam belasan tahun didiklah ia dengan cara

berteman.”(Canakya Nitisastra III sloka 18)138

Menurut ayat di atas, orang tua diharapkan tidak memanjakan anak-

anaknya, karena anak yang dimanja cenderung akan menjadi anak yang tidak

bertanggung jawab, bahkan lebih fatal lagi bila memanjakan anak berarti peluang

si anak untuk berbuat jahat dan tidak mengerti akan kewajibannya sendiri.139

Anak seperti ini terkadang suka menuntut hak yang bukan miliknya. Disinilah

pentingnya bimbingan atau pendidikan yang diberikan oleh seorang ibu sebagai

bekal, bagi anak-anaknya sebagai anggota masyarakat.

E. Perempuan di dalam Masyarakat dan Lingkungan

137 I Gede Jaman, Membina Keluarga Sejahtera, h. 37.

138 I Made Darmayasa (Terj.), Canakya Nitisastra, h. 26. 139 I Gede Jaman, Membina Keluarga Sejahtera, h. 38.

Page 58: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

lviii

Perempuan Hindu memiliki peranan penting dalam melakukan hubungan

sosial di dalam masyarakat maupun lingkungannya. Merupakan suatu kewajiban

seorang perempuan dalam menjalin hubungan baik terhadap lingkungan sekitar.

Kenyataan ini mengharuskannya untuk berusaha memupuk kemampuan guna

dapat mempertahankan dan mengemban kehidupan. Karena itu, setiap manusia

tidak dapat lepas dari hubungan dengan kehidupan lain. Artinya setiap manusia

pasti membutuhkan manusia lain. Karena ia tidak dapat berdiri sendiri.

Seorang perempuan yang sudah berumah tangga (grihasthin) diwajibkan

untuk saling bantu-membantu di dalam pelaksanaan ajaran-ajaran agama,

membantu warga yang mengalami musibah, berprtisipasi dalam kegiatan yang

diadakan lingkungan. Sehingga diharapkan hubungan antara satu keluarga dengan

keluarga yang lainnya sangat erat, maka seorang grihasthin dituntut ikut

menciptakan lingkungan yang aman, damai dan penuh dengan rasa saling

memiliki dan kekeluargaan.

F. Perempuan sebagai Penyelenggara Aktivitas Agama atau Sang

Yajnamana

Perempuan dalam ajaran Hindu biasanya sebagai penyelenggara upacara-

upacara keagamaan di dalam rumah tangga.140

Seperti diuraikan di dalam Manawa

dharmasastra:

Apatyam dharmakaryani

Cucrusa ratiruttama

Daradhinastatha swargah

Pitri rnanatmanaccaha

Artinya:

140 Ni Made Sri Arwati, Swadharma Ibu dalam Keluarga Hindu, h .24.

Page 59: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

lix

“Keturunan terselenggaranya upacara-upacara keagamaan, pelayanan yang setia,

hubungan senggama yang memberi nikmat tertinggi dan mencapai pahala disurga

bagi nenek moyang dan seseorang, tergantung kepada istri sendiri.” (Manawa

Dharmasastra IX sloka 28)141

Seorang istri yang patut dijadikan teladan, apabila ia juga sebagai

penyelenggara upacara-upacara keagamaan yang handal dalam rumah tangga.

Perempuan Hindu yang memahami hal ini, akan sangat antusias menyambut

datangnya hari raya Hindu, seperti: Galungan, kuningan, saraswati, Piodalan,

Nyepi dan sebagainya. Mulai dari mempersiapkan sarana-sarana upakara

“mejejahitan” 142

sampai memberikan sesajen sendiri pada hari raya tersebut.

Dalam hal ini, Kontribusi seorang istri justru lebih banyak, dibandingkan pria

yang sifatnya hanya membantu. Seperti acara Piodalan yang akan diadakan di

Pura Amrta, para ibu-ibu setiap hari datang ke Pura guna mempersiapkan sesajen

yang akan digunakan dalam acara Piodalan tersebut. Sesibuk apapun seorang ibu

menyempatkan datang ke Pura dengan pembagian hari yang dijadwalkan

pengurus Pura dengan sangat terkoordinir. Dengan demikian seorang perempuan

atau istri harus diperlakukan dengan selayaknya di dalam keluarga maka ketika

ada kegiatan-kegiatan keagamaan, perempuan dapat melaksanakan kewajibannya

dengan baik, sehingga kehidupan rumah tangga itu memiliki cahaya atau langgeng

lahir bathin, yang dianugerahkan dari para Dewa (Tuhan).

Yadnya dalam agama Hindu sangat penting pelaksanannya, karena menurut

pandangan Hindu alam ini tercipta dan diciptakan melalui proses yadnya, artinya

141 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h.533. 142

Mejejahitan berasal dari kata jahit yang berarti menyambung, merangkai,

menghubungkan dan mendapat awalan “me” dan akhiran “an”, sehingga merupakan kata kerja

yang dalam hal ini merupakan suatu pekerjaanmerangkai. Biasanya yang dijahit dalam konteks

ini adalah bahan upakara (daun kelapa atau janur) dan daun-daunan. Jadi mejejahitan adalah

sebuah proses atau pembuatan dari suatu keterampilan yang merupakan awal atau bagian dari

sebuah upakara.

Page 60: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

lx

tanpa yadnya tidak akan ada ciptaan dan tanpa yadnya alam semesta ini akan

mengalami kehancuran. Yadnya, yaitu suatu persembahan atau korban suci yang

didasari dengan pikiran yang tulus ikhlas terhadap Hyang Widhi Wasa beserta

manifestasiNya.143Oleh karena itu, yadnya harus digunakan agar tercipta

keseimbangan, dasar utamanya untuk melaksanakan yadnya adalah Panca Maha

Yadnya, yaitu: Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusia Yadnya dan

Bhuta Yadnya. Dasar utamanya untuk melaksanakan Panca Maha Yadnya adalah

Rna (hutang). Ada tiga hutang yang harus dilunasi semasa manusia itu hidup yang

disebut Tri Rna.144

Hutang inilah yang menyebabkan orang terikat kepada

kewajiban untuk melunasinya. Ketiga hutang itu adalah:

“Dewa Rna yaitu, hutang kepada Tuhan dan Para Dewa. Hutang ini diperoleh

karena Tuhan memberikan kita jiwa atau atman dan dipelihara oleh para dewa, sehingga kita menjadi manusia yang berjiwa, dan diberikan karunia kehidupan.

Dengan demikian, kita mempunyai kewajiban untuk membayarnya dengan melaksanakan dewa yadnya dan bhuta yadnya. Rsi Rna yaitu, hutang yang harus

dibayar kepada para rsi atau para penerima wahyu, pendeta, guru yang merupakan sumber pemberi pengetahuan sehingga kita menjadi orang yang berilmu, berbudi

pekerti, beriman, dan hidup bahagia adalah karena jasa-jasa beliau. Pitra Rna, yaitu hutang kepada orang tua atau leluhur, karena itu harus dibayar kepada para

leluhur dan orang tua yang masih hidup karena kita pelihara, dididik, dibesarkan

dan disayangi sampai kita mandiri tanpa mengenal lelah. Disamping kita

berhutang kepada orang tua yang masih hidup, kita juga berhutang kepada yang

telah meninggal. Cara membayar hutang kepada orang tua yang masih hidup,

yaitu selalu menghormati dan menghargai, serta memenuhi kebutuhan hidupnya.

Cara membayar hutang ini dengan melakukan Manusa Yadnya dan Pitra

yadnya.”145

Semua upacara itu dibuat berdasarkan susila atau etika dan memiliki inti

hakekat yang terkandung didalamnya yang disebut dengan tattwa. Dengan

143Ni Made Sri Arwati, Swadharma Ibu dalam Keluarga Hindu, h. 26.

144 I Ketut Wiana, Makna Upacara Yajna dalam Agama Hindu II, (Surabaya: Paramita, 2004), h. 3.

145 Candrawati, Grihasta Bimbingan Rohani Hindu dalam Perkawinan, (Jakarta: Pustaka Sinar Agung, 1995), h. 75.

Page 61: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

lxi

demikian, maka pada setiap pelaksanaan upacara agama Hindu, sebenarnya ketiga

kerangka agama yang terdiri dari tattwa, susila, atau etika dan upacara telah

menyatu dilaksanakan, karena ketiga-tiganya itu merupakan satu kesatuan yang

utuh dan tak dapat dipisah-pisahkan. 146 Dalam pelaksanaan upacara yadnya sesa,

dilaksanakan dalam bentuk upacara setiap hari, yang diwujudkan berupa banten

sekaligus berfungsi sebagai alat atau sarana. Adapun waktu

mempersembahkannya yaitu setelah selesai memasak sebelum makan adalah

susila atau etikanya, memiliki makna mendahulukan Hyang Widhi Wasa atau

manifestasiNya telah membantu penyelesaian proses memasak hingga selesai dan

siap untuk disajikan. Makna dan tujuan dari pelaksanaan upacara yadnya sesa,

yaitu berfungsi ucapan terima kasih manusia atas karunia Hyang Widhi Wasa

karena telah membantu uamtNya memberi perlindungan dalam bentuk makanan

atau kesegaran dan kesehatan perkembangan tubuhnya. Selain itu juga bermakna

untuk memohon maaf atas segala kesalahan, kekurangan yang mungkin diperbuat

selama melaksanakan proses tersebut.147

Adapun doa yang dirapalkan dalam upacara yadnya sesa adalah:

Om sarva bhuta suka

Prtebhyahsvaha

Artinya:

“Om Sang Hyang Widhi Wasa, hamba berikan sedikit kepada sarva bhuta agar

ia bahagia”.148

Disamping itu juga, Persembahan atau yadnya itu merupakan wakil atau

sarana wujud nyata dari manusia untuk mengucapkan rasa terima kasihnya, yang

kesemuanya itu juga sarananya berasal dari segala ciptaanNya. Dengan demikian,

146 Ni Made Sri Arwati, Swadharma Ibu dalam Keluarga Hindu, h. 26. 147

Ni Made Sri Arwati, Swadharma Ibu dalam Keluarga Hindu, h. 28.

148 Himpunan doa agama Hindu, (Jakarta: Pengurus Harian Parisada Pusat, 2006), h. 17.

Page 62: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

lxii

maka fungsi pokok dari pelaksanaan upacara dan upakara itu adalah secara lahir

untuk mewujudkan keseimbangan antara yang memberi dengan yang menikmati

dan secara bathin merupakan pengendalian hawa nafsu dari manusia terhadap

Tuhan selaku sumberNya.

Pelaksanaan ini didasarkan atas tuntunan pustaka suci Bhagawadgita III

dalam ajaran Karmayoga, yang termuat pada sloka 10, 11, 12, 13, 14 :

Saha yajnah prajah srstva

Purovaca prajapatih

Anena prasavisyadhvam Esa vo ‘stv ista-kama-dhuk

Artinya:

“Sesungguhnya sejak dahulu dikatakan, Tuhan setelah menciptakan manusia

melalui yadna, berkata: dengan (cara) ini engkau akan berkembang,

sebagaimana sapi perah yang memenuhi kenginanmu (sendiri)."149

(sloka 10)150

Devan bhavayatanena

Te deva bhavayatu vah

Parasparam bhavayantah

Sreyah param avapsyatha

Artinya:

“Adanya para dewa adalah karena ini, semoga mereka menjadikan engkau

demikian, dengan saling memberi engkau akan memperoleh kebajikan paling

utama.” (sloka 11)151

Istan bhogan hi vo deva

Dasyante yajna bhavitah

Tair dattan apradayaibhyo

Yo bhunkte stena eva sah

Artinya:

“Sesungguhnya keinginan untuk mendapat kesenangan telah diberikan

kepadamu oleh para dewa karena Yadnya mu, sedangkan ia yang telah

memperoleh kesenangan tanpa memberi yadna sesungguhnya adalah pencuri.”

(sloka 12)152

Yajna sistasinah santo

Mucyante sarva-kilbisaih

149 Dalam hal ini manusia diibaratkan seperti lembu perahan yang akan diperah terus

menerus untuk memenuhi keinginan yang timbul pada diri manusia itu sendiri.

150 G Pudja MA, Bhagawad Gita, h. 84. 151 G Pudja MA, Bhagawad Gita, h. 85.

152 G Pudja MA, Bhagawad Gita, h. 85.

Page 63: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

lxiii

Bhunjate te tv agham papa

Ye pacanty atma-karanat

Artinya:

“Ia yang memakan sisa yadnya akan terlepas dari segala dosa, (tetapi ia yang

memasak makanan hanya bagi diri sendiri,sesungguhnya makan dosa.”153

(sloka

13)154

Annad bhavanti bhutani

Parjanyad anna-sambhavanah,

Yadnad bhavanti parjanyo

Yadnah karma-samudbhavah

Artinya:

“Adanya mahluk hidup karena makanan, adanya makanan karena hujan,

adanya hujan karena yadnya, adanya yadnya karena karma”. (sloka 14)155

Demikian dasar-dasar dari pelaksanaan upacara-upacara yang

dilaksanakan dengan yadnya. Sehingga bila hal itu disimpulkan, bahwa hidup ke

dunia ini adalah merupakan yadnya, maka itu harus ditempuh dengan beryadnya

pula, karena Hyang Widhi Wasa yang merupakan sumbernya ini melaksanakan

semua yang ada di muka bumi ini beserta segala isinya, adalah melalui yadnya

pula.

Penyelenggaraan upacara agama tersebut umumnya ditempuh melalui

jalan bhakti marga dan karma marga. Di lain pihak juga bagi mereka yang

batinnya sudah kuat dan pengendalian dirinya sudah tinggi, maka jalan Jnana

Marga dan Raja Marga ada pula yang melaksanakan, yaitu melalui berdoa dan

memakai mantra.156

Kewajiban itu sebagai penyelenggara aktivitas keagamaan sangatlah

dominan yaitu dari membuat, mempersembahkan dengan doa atau mantra, yang

153 Adapun yang dikatakan sisa yadnya adalah semua makanan yang diperoleh setelah

terlebih dahulu sebagian disajikan (disuguhkan) kepada yang patut diberi sesajian (dalam hal ini

kepada para dewa). Orang yang menyantap makanan sisa dari yang telah disajikan itu, dianggap

bebas dari dosa dan kesalahan.

154 G Pudja MA, Bhagawad Gita, h. 86.

155 G Pudja MA, Bhagawad Gita, h. 87. 156 Ni Made Sri Arwati, Swadharma Ibu dalam Keluarga Hindu, h. 30.

Page 64: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

lxiv

pada dasarnya adalah untuk memohon keselamatan diri pribadi dan keluarga serta

leluhur di dalam keluarganya setiap hari. Selain itu juga kewajiban ibu

menyelenggarakan upacara berkala, misalnya setiap kliwon yaitu masegeh

(mempersembahkan korban suci berupa suguhan nasi dengan lauk pauk bawang

merah, jahe dan garam) Kepada para bhutakala, yang mungkin mengganggu

kelalaian manusia dalam kehidupannya. Untuk menyemarakan pelaksanaannya,

disertai pula dengan kidung wargasari, yang juga sebagai besar didukung oleh

ibu-ibu dan kaum perempuan lainnya seperti yang masih remaja-remaja untuk

kelangsungannya juga kepada generasi penerus, patut dibimbing oleh para kaum

ibu masing-masing keluarganya.

Demikian kewajiban seorang ibu sebagai penyelenggara aktivitas

keagamaan, yang dilakukan pada mereka yang sudah memasuki kehidupan tahap

Grihasta (berumah tangga).

G. Analisis Kritis

Dari paparan di atas. Penulis berusaha mengajak Pembaca untuk melihat

terlebih dahulu bagaimana kedudukan perempuan di dalam keluarga Hindu.

Penulis sadar penjelasaan di atas masih dalam konsep normatifnya, namun dalam

tradisi empirisnya konsepsi itu tidak dapat berjalan sesuai rencana. Mengapa??.

Patut kita ketahui bahwa di dalam semua agama, perempuan selalu ditempatkan

dalam posisi kelas kedua, dimana posisi pertama ditempati oleh Laki-laki.

Kesadaran inilah acapkali membuat perempuan mendapatkan perlakuan yang

tidak semestinya. Ajaran-ajaran setiap agama, maupun kitab suci dari setiap

Page 65: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

lxv

agama selalu menempatkan perempuan dengan posisi amat mulia, mahluk yang

harus dikasihi, mahluk yang harus dilindungi, dipelihara dll.

Semua yang ada di dunia diciptakan berpasangan langit-bumi, siang-malam,

hitam-putih, kelahiran-kematian, laki-perempuan. Coba bayangkan jika

perempuan tidak ada, dunia hanya diisi oleh laki-laki. Bagaimana proses

regenerasi akan berjalan optimal sedangkan semua mahluk tidak memiliki rahim

dalam proses persalinan. Maka duniapun dapat diprediksi akan punah.

Dengan perkembangan zaman yang semakin menanjak, mengapa kekerasan

yang terjadi akhir-akhir ini semakin brutal diberitakan?. Akibat dari krisis

ekonomi yang datangnya bertubi-tubi mendera negara-negara khususnya

Indonesia membuat kebanyakan orang dinaungi sensitifitas yang tinggi. Dalam

hal ini istrilah yang sering terkena dampak sensisitifitas yang didapat suami dari

lingkungan luar. Maka, tidaklah heran jika dewasa ini perempuan berusaha keluar

dari belenggu yang menjerat istri yang hanya tinggal diam dirumah menunggu

suami pulang, memelihara anak-anak dengan pekerjaan yang tak akan ada

habisnya. Bangkitnya perempuan, diisi dengan memperoleh pendidikan tinggi,

mandiri secara finansial. Walaupun tidak keluar dari kodratnya dalam memelihara

keluarga. Dengan bangkitnya kaum perempuan di ranah publik diharapkan dapat

meminimalisir tindak kekerasan yang terjadi terhadap istri.

Agama Hindu sangat apresiatif terhadap perempuan. Dalam tataran

teorinya perempuan dikatakan sejajar dengan laki-laki, nilai-nilai ajaran Hindu

sangat menghormati perempuan, tetapi dalam prakteknya masyarakat Hindu di

Bali masih menomorduakan perempuan. Pendiskriminasian masih saja terjadi

kepada kaum perempuan dikarenakan penerapan hukum budaya adat yang

Page 66: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

lxvi

dijadikan hukum Hindu. Salah satu contoh terjadinya diskriminasi adalah masalah

hak waris atau hukum waris. Di dalam agama Hindu di tanah Bali, perempuan

tidak berhak menerima hak waris. Mengapa??. Kondisi ini disangkut pautkan

dengan sistem masyarakat Bali yang menganut patrilineal yang melihat bahwa

warisan keluarga tidak lazim jika diturunkan ke anak perempuan. Perempuan

dipandang sebagai sosok yang tidak dapat menjalankan kewajiban-kewajiban

seorang ahli waris. Di Bali salah satu kewajiban ahli waris adalah menjaga dan

memelihara Pura. Atas persepsi inilah, diskriminasi sering terjadi terhadap

perempuan. Perempuan yang menikah inilah yang tidak akan mendapatkan hak

waris dari orang tuanya. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak

menikah??. Ada contoh kasus Dalam majalah Sarad tahun 2002 tentang kisah Ni

Nyoman Darmi lajang asal Bali yang guna mencari keadilaan untuk mendapatkan

hak waris atas kekayaan orang tuanya. Merasa tidak diperlakukan adil oleh

saudara laki-lakinya dengan alasan bahwa anak perempuan jika mendapatkan

warisan, keluarga bisa terkena kutukan.157 Hukum adat yang masih diskriminatif

terhadap perempuan terdapat dalam kitab Manawa Dharmasastra:

Bharya putracca dasacca

Traya ewadhanah smrtah,

Yatte samadhigacchanti Yasya te tasya taddhanam

Artinya:

“Seorang istri, seorang anak, seorang budak, ketiga-tiganya dinyatakan tidak

mempunyai hak milik,kekayaan yang mereka peroleh diperoleh untuk ia yang

memilikinya.” (VIII sloka 417)158

Ayat diatas didukung juga oleh kitab sarassamuccaya

Na stribhyah kincidanyadvai

157 Hasil wawancara dengan ibu Ketut salah satu umat Hindu di Pura Amrta Jati Cinere.

Tanggal 19 Oktober 2008. 158 Gede Pudja & Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra, h. 524.

Page 67: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

lxvii

Papiyo bhuvi vidyate,

Striyo mulamanarthanam

Manasapi ca cintitah

Artinya:

“Diantara sekian banyak yang dirindukan, tidak ada yang menyamai perempuan

dalam hal membuat kesengsaraan, apalagi memperolehnya dengan cara yang

jahat, karenanya singkirkanlah perempuan itu, meskipun hanya diangan-angan,

hendaklah ditinggalkan saja.” (Sloka 424)159

Ayat-ayat di atas sangatlah berusaha memojokkan kaum perempuan di

mana kaum perempuan dikatakan mahluk manipulatif dan membawa dampak

kesengsaraan.

Sampai saat ini peran perempuan tidak pernah sampai pada kesimpulan.

Mereka terombang-ambing dalam ambiguitas akhir cerita. Seyogyangya, Teks-

teks wacana diatas tidak dimonopoli kaum laki-laki, sehingga perempuan dapat

terhindar dari kekerasaan yang diskriminatif.

159 I Nyoman Kajeng, Sarasamuccaya, h. 317.

Page 68: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

lxviii

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Agama Hindu memberikan penghormatan yang luar biasa terhadap

perempuan, karena perempuan adalah pencetak generasi yang produktif dan

mengemban tugas sebagai penyelamat para leluhur yang masih terbelenggu dosa-

dosa dan api neraka. Tanpa perempuan, laki-laki Hindu tidak akan dapat menebus

hutang kepada para leluhur, sehingga sudah sepantasnya perempuan diberikan

penghormatan yang demikian tinggi di dalam keluarga Hindu.

Kedudukan perempuan sangatlah sentral di dalam keluarga Hindu,

perempuan memainkan peran utama dalam drama kehidupan di dunia ini.

Perempuan dengan kesetiaannya memantulkan rahmat Tuhan, yang diharapkan

dapat menciptakan harmonisasi keluarga yang sukhinah dengan menjalankan

tugas-tugasnya dengan kecintaan, sehingga memperoleh rahmat Tuhan.

Perempuan macam ini ibarat Dewi Laksmi atau Dewi Kemakmuran yang

membawa kegembiraan dan keberuntungan bagi rumah tangganya. Perempuan

yang mengerti akan kewajiban-kewajibannya dan berusaha mempraktekannya di

dalam kehidupan khususnya keluarga, akan mendatangkan surga bagi

keluarganya. Maka, dapat dikatakan, perempuan merupakan nafas kehidupan,

sebab melalui mereka lahirlah generasi-generasi yang suputra.

Perempuan dalam kehidupannya memiliki dua predikat sekaligus, pertama

sebagai pembimbing serta pendamping suami dan kedua sebagai guru pertama

bagi anak-anaknya. Perempuan diharapkan dapat memelihara dan menjaga, ia

Page 69: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

lxix

juga dituntut untuk selalu mencontoh tindakan yang baik agar ucapan dan

kelakuannya dapat dijadikan teladan di dalam keluarga maupun lingkungan. Tahta

“Ratu Rumah Tangga” untuk perempuan Hindu begitu melekat, maka secara

otomatis nama baik seluruh keluarga tergantung pada kaum perempuan.

Page 70: Kedudukan Perempuan Dalam Agama Hindurepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8531/1/ANNISA... · Upadhyayandacacarya acaryanam catam pita, sahasram tu pitrinmatta gaurawenatiricyate

lxx