Kedudukan Wanita Pada Masa Majapahit

Embed Size (px)

DESCRIPTION

paper

Citation preview

KEDUDUKAN WANITA PADA MASA MAJAPAHIT

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Wanita Dosen pengampu:Dr. Diah Kumalasari, M.Pd

Oleh:Fahrizal Manan13406241052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAHJURUSAN PENDIDIKAN SEJARAHFAKULTAS ILMU SOSIALUNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA2015

2

KEDUDUKAN WANITA PADA MASA MAJAPAHIT

Sebelum jauh kembali ke masa Majapahit, kedudukan wanita di Indonesia mengalami perkembangan yang menarik. Pada masa kolonial, wanita Jawa dibatasi pergerakan dan pemikirannya. Rana mereka hanyalah di dapur, sumur dan kasur, penggambaran yang sangat kasar namun benar adanya. Para wanita keturunan bangsawan atau ningrat dibatasi gerakannya bahkan di dalam rumahnya sendiri. Pendidikanpun terbatas secukupnya, jika sudah menikah harus manut terhadap suaminya. Hal ini terpengaruh oleh budaya daerah masing-masing. Terdapat pula wanita yang ikut serta di medan pertempuran seperti Cut Nyak Dien, Cristina Marta Tiahahu dan sebagainya. Semasa pergerakan, organisasi wanita mulai berkembang dan pemikiran mereka diterima. Kedudukan wanita sangat berbeda dan unik di tiap daerah di Indonesia. Majapahit, adalah sebuah budaya Jawa. Konsep wanita hanyalah untuk penghibur dan melayani para suaminya semata. Dalam budaya jazirah Arab kuno juga menggambarkan wanita adalah makhluk yang lemah, tidak bisa untuk berperang. Mempunyai anak laki-laki adalah suatu kebanggaan. Sama halnya dengan di Jawa, anak laki-laki adalah suatu kebanggaan karena laki-laki adalah penerus keturunan serta warisan. Sistem kekeluargaan patrilinear semakin mempertegas kekuasaan dan kedudukan laki-laki serta melemahkan peran wanita. Pasa masa ini wanita terbatas dalam hal apapun.Akan tetapi dalam Nagarakretagama kedudukan wanita juga mendapat perhatian supaya tidak diperlakukan semena-mena. Para wanita yang sudah menikah tidak diperbolehkan untuk berbicara dengan pria lain di tempat yang sepi guna menghindari hal yang tidak-tidak, begitu pula sebaliknya. Hal ini juga untuk melindungi wanita agar tidak terjadi kejahatan dari pergaulan bebas antara pria dan wanita. Istri yang ketahuan selingkuh bahkan bisa dibunuh langsung oleh sang suami karena hukumnya memang hukuman mati. Pada masa ini ditegaskan hubungan diluar nikah memang diharamkan guna menghindari penyakit sosial di kalangan rakyat.Dalam hal pernikahan, wanita bisa melamar pria dengan persetujuan orangtuanya. Kebanyakan prialah yang melamar wanita dengan strata yang sama ataupun lebih rendah. Praktek poligamipun ada. Mahar atau tukon mempunyai peran penting dalan pernihakan. Jika orang tua gadis sudah menerima tukon gadis tersebut ibarat dagangan yang laku terjual. Apabila pernikahan batal, maka pihak orang tua gadis harus membayar dua kali lipat tukon ke pihak pria.Suami mempunyai hak penuh dalam menceraikan istrinya dengan alasan apapun dengan melakukan upacara adat. Setalah perceraian pihak wanita sama sekali tidak bisa menuntut apa-apa kepihak pria. Sebaliknya isteri juga bisa menuntut cerai ke suami dengan alasan tidak cinta lagi. Akan tetapi harus membayar tukon dua kali lipat. Setelah itu pihak wanita bebas menikah lagi.Bisa disimpulkan bahwa kedudukan wanita pada masa Majapahit masihlah rendah. Wanita hanyalah sebagai sosok pelipur dan pelayan pria. Akan tetapi karena sosok inilah wanita juga masih dilindungi kehormatannya dalam undang-undang agar tidak seperti sebuah barang semata.