Upload
trinhnhan
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEEFEKTIFAN MODEL CTL
BERBASIS TEORI BRUNER TERHADAP
HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV
SDN GUGUS PANGERAN DIPONEGORO
SKRIPSI
disajikan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Adib Hermawan
1401413504
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi atas nama Adib Hermawan, NIM 1401413504, dengan judul
“Keefektifan Model CTL Berbasis Teori Bruner terhadap Hasil Belajar Matematika
Siswa Kelas IV SDN Gugus Pangeran Diponegoro” telah disetujui oleh dosen
pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Pendidikan
Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada:
hari :
tanggal :
Semarang, 2017
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Nursiwi Nugraheni, S.Si., M.Pd. Farid Ahmadi, S.Kom., M.Kom, Ph.D.
NIP. 19850522 200912 2 007 NIP. 197701262008121003
Mengetahui,
Ketua Jurusan PGSD Unnes
Drs. Isa Ansori, M.Pd.
NIP. 19600820 198703 1 003
Senin
21 Agustus 2017
16 Agustus
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Ilmu pengetahuan tidaklah ditemukan di dalam lembaran kitap suci, meski
kita bisa terinspirasi darinya, melainkan dengan menyingsingkan lengan baju dan
kembali bekerja di laboratorium dan observasi di alam semesta raya (Mohammad
Nuh).
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua tercinta ibunda Sri
Jumiyati dan ayahanda Mas’Udi yang telah memberi motivasi, do’a dan dukungan
hingga skripsi selesai.
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dan
kemudahan, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul “Keefektifan Model CTL Berbasis Teori Bruner Terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas IV SDN Gugus Pangeran Diponegoro ”. Skripsi ini
diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES.
Dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu demi terselesainya skripsi ini, khususnya
kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan.
3. Drs. Isa Ansori, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
4. Nursiwi Nugraheni, S.Si., M.Pd, Dosen Pembimbing I.
5. Farid Ahmadi, S.Kom., M.Kom, Ph.D, Dosen Pembimbing II.
6. Dra. Kurniana Bektiningsih, M.Pd, Dosen Penguji.
7. Dosen dan karyawan Jurusan PGSD FIP UNNES.
8. Kepala Sekolah SDN Gajah 2 dan SDN Kedondong 3.
9. Guru-guru SDN Gajah 2 dan SDN Kedondong.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
vii
ABSTRAK
Hermawan, Adib. 2017. Model CTL Berbasis Teori Bruner Terhadap Hasil
Belajar Matematika Siswa Kelas IV SDN Gugus Pangeran Diponegoro
Gajah Demak. Skripsi, Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri
Semarang. Pembimbing I Nursiwi Nugraheni, S.Si., M.Pd. Pembimbing II
Farid Ahmadi, S.Kom., M.Kom, Ph.D. 349 halaman
Berdasarkan hasil observasi ditemukan masalah mengenai rendahnya hasil
belajar matematika di SD Gugus Pangeran Diponegoro Kecamatan Gajah Demak.
Hal ini disebabkan karena model pembelajaran yang digunakan guru kurang
merangsang minat siswa pada mata pelajaran matematika sehingga hasil belajar
siswa rendah. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah pembelajaran
matematika dengan model CTL berbasis teori Bruner efektif terhadap hasil belajar
siswa kelas IV SDN Gugus Pangeran Diponegoro Kecamatan Gajah Demak.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan model CTL berbasis teori Bruner
terhadap hasil belajar siswa kelas IV SDN Gugus Pangeran Diponegoro.
Jenis penelitian yang digunakan adalah Quasi-Experimental dengan bentuk
Nonequivalent Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
siswa kelas IV SDN Gugus pangeran Diponegoro Kecamatan Gajah Demak tahun
ajaran 2016/2017. Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random
sampling sehingga didapatkan SDN Gajah kelas 4A sebanyak 22 siswa sebagai
kelas eksperimen yang menggunakan model CTL berbasis teori Bruner dan SDN
Kedondong 3 sebagai kelas kontrol sebanyak 15 siswa menerapkan model GI.
Teknik pengumpulan data hasil belajar menggunakan teknik tes yang berbentuk
uraian. Hasil penelitian menggunakan data nilai pretest dan posttest menunjukkan
bahwa rata-rata nilai tes akhir kelas eksperimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol yaitu 84 dan 75,20. Keefektifan model CTL didasarkan pada pengujian
hipotesis dengan menggunakan uji-t satu pihak kanan. Berdasarkan analisis uji t didapatkan thitung = 2,620 dan ttabel = 2,042, Ha diterima dan Ho ditolak, maka hasil
belajar siswa kelas eksperimen dengan model CTL berbasis Bruner lebih efektif dibandingkan dengan hasil belajar siswa kelas kontrol dengan model GI. Dari hasil
uji keefektifan, rata-rata gain pada kelas eksperimen 26,86 dan pada kelas kontrol
rata-rata gain sebesar 17,46 serta rata-rata N-Gain pada kelas eksperimen 0,62 dan pada kelas kontrol rata-rata N-Gain sebesar 0,37 sehingga peningkatan hasil belajar
kelas eksperimen dan kelas kontrol dikategorikan sedang. Simpulan penelitian ini adalah hasil belajar matematika dengan model CTL
berbasis teori Bruner mencapai ketuntasan belajar, hasil belajar siswa menggunakan model CTL berbasis teori Bruner lebih efektif daripada menggunakan model GI.
Aktivitas siswa dan ketrampilan guru meningkat baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Saran bagi guru yaitu hendaknya menggunakan model
pembelajaran yang salah satunya adalah model CTL berbasis teori Bruner pada
pembelajaran matematika sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang optimal.
Kata kunci: CTL; keefektifan; matematika; GI
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................ v
PRAKATA ................................................................................................. vi
ABSTRAK\ ................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................... xiii
DAFTAR DIAGRAM .............................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah .......................................................................... 9
1.3 Pembatasan Masalah ........................................................................ 10
1.4 Rumusan Masalah ............................................................................ 12
1.5 Tujuan Penelitian. ............................................................................. 13
1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................ 13
BAB II. KAJIAN PUSTAKA .................................................................. 15
2.1 Kajian Teori ....................................................................................... 15
2.1.1 Hakikat Belajar .............................................................................. 15
2.1.1.1 Pengertian Belajar ....................................................................... 15
2.1.1.2 Prinsip-Prinsip Belajar ................................................................ 16
2.1.1.3 Ciri-Ciri Belajar ........................................................................... 18
2.1.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar ............................ 19
2.1.2 Hakikat Pemnbelajatran ................................................................ 20
2.1.2.1 Ciri-Ciri Pembelajaran ................................................................ 21
2.1.3 Pembelajaran Matematika di SD .................................................. 22
ix
2.1.3.1 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD .................................. 24
2.1.3.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika ......................... 25
2.1.3.3 Ruang Lingkup Mata Pelajaran Matematika ........................... 26
2.1.3.3.1 Materi Jaring-jaring Balok dan Kubus, Bangun Datar Simetris
dan Pencerminan Bangun Datar ............................................................... 26
2.1.4 Keterampilan Mengajar Guru ....................................................... 43
2.1.4.1 Keterampilan Bertanya ............................................................... 44
2.1.4.2 Keterampilan Memberikan Penguatan ..................................... 44
2.1.4.3 Keterampilan Mengadakan Variasi ........................................... 45
2.1.4.4 Keterampilan Menjelaskan ........................................................ 45
2.1.4.5 Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran ................... 46
2.1.4.6 Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok ....................... 46
2.1.4.7 Keterampilan Mengelola Kelas ................................................... 47
2.1.4.8 Ketrampilan mengajar kelompok Kecil dan Perorangan ........ 47
2.1.5 Aktivitas Belajar Siswa ................................................................... 47
2.1.6 Pembelajaran Efektif ...................................................................... 50
2.1.7 Hasil Belajar .................................................................................... 52
2.1.7.1 Penilaian Hasil Belajar ................................................................ 54
2.1.7.2 Prinsip Penilaian Hasil Belajar ................................................... 55
2.1.7.3 Jenis-Jenis penilaian ................................................................... 56
2.1.7.4 Kelebihan Tes Uraian .................................................................. 57
2.1.7.5 kekurangan Tes Uraian ............................................................... 58
2.1.8 Pengertian Model pembelajaran .................................................. 59
2.1.8.1 Karakteristik Model Pembelajaran ........................................... 59
2.1.8.2 Unsur-Unsur Model Pembelajaran ............................................ 61
2.1.9 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ............................................... 62
2.1.10 Model Contextual Teaching and Learning (CTL) ...................... 64
2.1.10.1 Prinsip Model Pembelajaran CTL ........................................... 66
2.1.10.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran CTL ......................... 68
2.1.10.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran CTL ........ 69
2.1.11 Model Pembelajaran Group Investigation (GI) ......................... 70
x
2.1.11.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran GI ........................... 71
2.1.11.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran GI ............ 72
2.1.12 Teori Belajar Bruner .................................................................... 73
2.1.13 Teori Belajar yang Mendasari Pembelajaran Matematika
Melalui Model CTL Berbasis Teori Bruner .......................................... 75
2.1.13.1 Teori Belajar Kognitif ............................................................... 75
2.1.13.2 Teori Belajar Konstruktivisme ................................................. 76
2.1.14 Langkah-langkah Model pembelajaran CTL Berbasis
Bruner dan GI. ......................................................................................... 76
2.2 Kajian Empiris. ................................................................................. 79
2.3 Kerangka Berpikir ............................................................................ 80
2.4 Hipotesis ............................................................................................. 82
BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................ 83
3.1 Jenis Dan Desain Penelitian ............................................................. 83
3.1.1 Prosedur Penelitian ......................................................................... 84
3.1.1.1 Tahap Persiapan .......................................................................... 85
3.1.1.2 Tahap Pelaksanaan ...................................................................... 85
3.1.1.3 Tahap Akhir ................................................................................. 86
3.1.2 Subyek, Lokasi, dan Waktu Penelitian ......................................... 87
3.2 Populasi Dan Sampel Penelitian ....................................................... 87
3.2.1 Populasi ............................................................................................ 87
3.2.2 Sampel Penelitian ............................................................................ 87
3.3 Variabel Penelitian ............................................................................. 87
3.3.1 Variabel Bebas (Independen) ......................................................... 88
3.3.2 Variabel Terikat (Dependen) ......................................................... 88
3.4 Definisi Operasional ........................................................................... 89
3.4.1 Keefektifan Pembelajaran .............................................................. 89
3.4.2 Model Contextual Teaching and Learning .................................... 89
3.4.3 Teori Bruner .................................................................................... 90
3.4.5 Model Pembelajaran Group Investigation .................................... 90
3.4.6 Hasil Belajar .................................................................................... 90
xi
3.5 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ..................................... 90
3.5.1 Tehnik Tes ....................................................................................... 91
3.5.2 Tehnik Nontes .................................................................................. 91
3.5.2.1 Dokumentasi ................................................................................. 91
3.5.2.2 Observasi ....................................................................................... 92
3.6 Instrumen Penelitian .......................................................................... 92
3.6.1 Uji Instrumen .................................................................................. 92
3.6.1.1 Uji Validitas .................................................................................. 92
3.6.1.2 Uji Reliabilitas ............................................................................. 94
3.6.1.3 Taraf Kesukaran Butir Soal ........................................................ 95
3.6.1.4 Daya Pembeda Butir Soal ............................................................ 97
3.6.2 Penentuan Instrumen...................................................................... 98
3.7 Analisis Data ....................................................................................... 99
3.7.1 Analisis Data Awal ....................................................................... 100
3.7.1.1 Uji Normalitas ........................................................................... 100
3.7.1.2 Uji Homogenitas ........................................................................ 101
3.7.2 Analisis Data Akhir ...................................................................... 103
3.7.2.1 Uji Normalitas Data Akhir ....................................................... 103
3.7.2.2 Uji Homogenitas Data Akhir ................................................... 104
3.7.2.3 Uji Hipotesis ............................................................................... 105
3.7.2.3.1 Uji Hipotesis I .......................................................................... 106
3.7.2.3.2 Uji Hipotesis II. ......................................................................... 107
3.8.3 Analisis Data Pendukung ............................................................... 111
3.8.3.1 Analisis Data Aktivitas Siswa .................................................... 111
3.8.3.2 Analisis Data Aktivitas Guru .................................................... 112
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................... 114
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................. 114
4.1.1 Analisis Data Awal. ....................................................................... 115
4.1.1.1 Data UAS Semester 1. .............................................................. 115
4.1.1.2 Data Awal Soal Prasyarat. ...................................................... 116
4.1.1.2.1 Uji Normalitas ........................................................................... 117
xii
4.1.1.2.2 Uji homogenitas ........................................................................ 118
4.1.1.3 Data Pretest .................................................................................. 121
4.1.1.3.1 Uji Normalitas ........................................................................... 123
4.1.1.3.2 Uji Homogenitas ....................................................................... 125
4.1.2 Analisis Tes Akhir ........................................................................ 126
4.1.2.1 Data Posttest. ............................................................................... 126
4.1.2.1.1 Uji Normalitas ........................................................................... 129
4.1.2.1.2 Uji Homogenitas ........................................................................ 130
4.1.2.2 Uji Hipotesis. ............................................................................ 131
4.1.2.2.1 Uji Hipotesis 1 (Uji Ketuntasan Belajar) ................................ 132
4.1.2.2.2 Uji Hipotesis 2 (Uji Keefektifan pembelajaran). ..................... 134
4.1.2.2.3 Uji Peningkatan Rata-rata (Gain dan N-Gain). ...................... 135
4.1.3 Hasil Analisis Lembar Pengamatan Sebagai Data Pendukung 142
4.1.3.1 Lembar Pengamatan Kinerja Guru. ........................................... 142
4.1.3.2 Lembar Pengamatan Aktivitas Peserta Didik. ........................... 143
4.2 Pembahasan ..................................................................................... 145
4.2.1 Pemaknaan Temuan Penelitian. .................................................. 145
4.2.2 Implikasi Hasil Penelitian. ........................................................... 152
4.2.2.1 Implikasi Teoritis. .................................................................... 152
4.2.2.2 Implikasi Praktis. ..................................................................... 154
4.2.2.3 Implikasi Pedagogis. ................................................................ 155
BAB V. PENUTUP ................................................................................. 157
5.1 Simpulan ........................................................................................... 157
5.2 Saran ................................................................................................. 159
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 160
LAMPIRAN ............................................................................................ 164
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kurikulum matematika SD Kelas IV Semester 2 ................................. 26
Tabel 3.1 Desain Penelitian .................................................................................. 83
Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Uji Coba ................................. 93
Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Taraf Kesukaran Butir Soal Uji Coba .................... 97
Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal Uji Coba. ...................... 98
Tabel 3.5 Hasil Analisis Instrumen ...................................................................... 99
Tabel 4.1 Nilai UAS Matematika Semester 1 ...................................................... 115
Tabel 4.2 Tabel Ketuntasan Nilai UAS Matematika Semester 1 ......................... 116
Tabel 4.3 Nilai Data Awal Soal Prasyarat Matematika ........................................ 117
Tabel 4.4 Uji Normalitas Data Awal Soal Prasyarat Matematika. ....................... 118
Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Data Prasyarat ................................................. 119
Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Data Awal Dua Kelas ..................................... 120
Tabel 4.7 Nilai Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol.............................. 121
Tabel. 4.8 Distribusi Nilai Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ........... 122
Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Pretest ................................................................. 124
Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Pretest ........................................................... 125
Tabel 4.11 Nilai Posttest Eksperimen dan Kelas Kontrol. ................................... 126
Tabel.4.12 Distribusi Nilai Posttest Eksperimen dan Kelas Kontrol ................... 127
Tabel 4.13 Hasil Uji Normalitas Posttest ............................................................. 129
Tabel 4.14 Hasil Uji Homogenitas Postest ........................................................... 131
Tabel 4.15 Uji Ketuntasan Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ........... 133
xiv
Tabel 4.16 Hasil Uji Keefektifan Pembelajaran ................................................... 134
Tabel 4.17 Hasil Peningkatan Rata-rata Menggunakan Nilai Gain. .................... 136
Tabel 4.18 Hasil Peningkatan Rata-rata Menggunakan Nilai N-Gain ................. 137
Tabel 4.19 Hasil Uji Varians Menggunakan Nilai Gain ...................................... 139
Tabel 4.20 Hasil Uji Varians menggunakan N-Gain............................................ 139
Tabel 4.21 Hasil Uji Keefektifan Pembelajaran Menggunakan Nilai Gain ......... 141
Tabel 4.22 Hasil Uji Keefektifan Pembelajaran Menggunakan Nilai N-Gain ..... 141
Tabel 4.23 Hasil Analisis Penilaian Kinerja Guru ............................................... 142
Tabel 4.24 Hasil Analisis Penilaian Aktivitas Peserta Didik ............................... 144
xv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Nilai Rata-rata Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 121
Diagram 4.2 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Pretest Eksperimen ........................ 122
Diagram 4.3 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Pretest Kontrol ............................... 123
Diagram 4.4 Nilai Rata-rata Postest Esperimen dan Kelas Kontrol ................ 127
Diagram 4.5 Distribusi Frekuensi Nilai Postest Kelas Eksperimen..................... 128
Diagram 4.6 Distribusi Frekuensi Nilai Postest Kelas Eksperimen..................... 128
Diagram4.7 Peningkatan Hasil Belajar antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
............................................................................................................................... 138
Diagram 4.8 Diagram Persentase kinerja guru .................................................... 143
Diagram 4.9 Diagram Persentase Aktivitas Peserta Didik .................................. 144
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Jaring-jaring Kubus ......................................................................... 28
Gambar 2.2 Jaring-jaring Balok .......................................................................... 29
Gambar 2.3 Kertas Dibagi Dua Bagian Sama Besar ........................................... 30
Gambar 2.4 Kertas Dilipat Dengan Garis Lipatan AB ........................................ 30
Gambar 2.5 Kurva Sembarang pada Garis AB.................................................... 30
Gambar 2.6 Kertas Digunting Sesuai Kurva ....................................................... 31
Gambar 2.7 Segitiga Sama Kaki ......................................................................... 31
Gambar 2.8 Segitiga Sama Kaki Dilipat dengan Titik B Menutup Titik C......... 31
Gambar 2.9 Segitiga Sama Kaki yang Telah Dilipat........................................... 32
Gambar 2.10 Sumbu Simetri pada Segitiga Sama kaki ....................................... 32
Gambar 2.11 Pencerminan .................................................................................. 33
Gambar 2.12 Pencerminan Terhadap Sumbu x ................................................... 34
Gambar 2.13 Pencerminan Terhadap Sumbu y ................................................... 35
Gambar 2.14 Pencerminan Terhadap Sumbu x = h ............................................. 36
Gambar 2.15 Pencerminan Terhadap Sumbu y = k ............................................. 38
Gambar 2.16 Pencerminan Terhadap Titik Pangkal ............................................ 39
Gambar 2.17 Pencerminan Terhadap Garis x = y ............................................... 40
Gambar 2.18 Pencerminan Terhadap Garis y = -x .............................................. 41
Gambar 2.19 Pencerminan Terhadap Titik P(a,b) .............................................. 42
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir ................................................................ 65
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Nilai UAS Matematika Semester Ganjil ................................. 165
Lampiran 2. Daftar Kode Siswa ............................................................................ 166
Lampiran 3. Soal Prasyarat, Kunci Jawaban, dan Hasil Nilai Soal Prasyarat ...... 171
Lampiran 4. Uji Normalitas Nilai Soal Prasyarat Populasi .................................. 175
Lampiran 5. Uji Homogenitas Data Nilai Soal Prasyarat Populasi ...................... 181
Lampiran 6. Kisi-Kisi Soal Uji Coba .................................................................... 184
Lampiran 7. Soal Uji Coba.................................................................................... 186
Lampiran 8. Kunci Jawaban Dan Pedoman Penskoran Soal Uji Coba ................. 192
Lampiran 9. Analisis Validitas, Daya Beda, Tingkat Kesukaran, Dan Reliabilitas
Soal Uji Coba ........................................................................................................ 199
Lampiran 10. Perhitungan Validitas Soal Tes Uji Coba ....................................... 211
Lampiran 11. Perhitungan Reliabilitas Soal Tes Uji Coba ................................... 214
Lampiran 12. Perhitungan Daya Pembeda Soal Tes Uji Coba ............................. 215
Lampiran 13. Perhitungan Taraf Kesukaran Soal Tes Uji Coba ........................... 219
Lampiran 14. Rekapitulasi Hasil Deskriptif Analisis Soal Tes Uji Coba ............. 222
Lampiran 15. Kisi-kisi soal Pretest dan Posttest ................................................... 223
Lampiran 16. Soal Pretest dan Posttest ................................................................. 225
Lampiran 17. Kunci Jawaban Dan Pedoman Penskoran Soal Pretest Dan Posttest
............................................................................................................................... 230
Lampiran 18. Data Nilai Pretest ............................................................................ 235
Lampiran 19. Uji Normalitas Nilai Pretest ........................................................... 236
Lampiran 20. Uji Homogenitas Nilai Pretest ........................................................ 239
Lampiran 21. Silabus Pembelajaran Kelas Eksperimen ....................................... 240
Lampiran 22. RPP Kelas Eksperimen ................................................................... 245
Lampiran 23. Silabus Pembelajaran Kelas Kontrol .............................................. 277
Lampiran 24. RPP Kelas Eksperimen ................................................................... 282
Lampiran 25. Lembar Pengamatan Keterampilan Guru ....................................... 298
Lampiran 26. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa ............................................. 302
xviii
Lampiran 27. Data Nilai Posttest kelas Eksperimen dan kelas Kontrol ............... 306
Lampiran 28. Uji Normalitas Nilai Posttest .......................................................... 307
Lampiran 29. Uji Homogenitas Nilai Posttest ...................................................... 310
Lampiran 30. Uji Hipotesis 1 ................................................................................ 311
Lampiran 31. Uji Hipotesis 2 ................................................................................ 313
Lampiran 32. Uji Gain dan N-Gain....................................................................... 316
Lampiran 33. Rekap Hasil Pengamatan Ketrampilan Guru Kelas Eksperimen325
Lampiran 34. Rekap Hasil Pengamatan Ketrampilan Guru Kelas Kontrol .......... 329
Lampiran 35. Rekap Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen........ 333
Lampiran 36. Rekap Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas Kontrol .............. 337
Lampiran 37. Data Hasil Observasi dan Catatan Lapangan ................................. 341
Lampiran 38. Surat Keterangan Penelitian ........................................................... 346
Lampiran 39. Dokumentasi Penelitian .................................................................. 348
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional didukung oleh Peraturan
Pemerintah Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI yang menyebutkan
pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang membekali peserta didik
dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada
semua peserta didik mulai dari sekolah dasar agar peserta didik dapat memiliki
kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk
bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Pendidikan Nasional Nomor
22 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat
SD/MI, salah satu standar yang harus dikembangkan adalah standar isi dan
2
standar proses. Dalam Standar Isi dijelaskan bahwa Matematika di SD/MI
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk (1) memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep
atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan
masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan
model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengomunikasikan gagasan
dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah
(Lampiran Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006).
Pada standar isi dijelaskan pula standar proses. Standar proses adalah
standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran
pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan. Standar proses
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengawasan proses
pembelajaran agar terlaksana secara efektif dan efisien. Pelaksanaan pembelajaran
meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pelaksanaan
kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
3
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 41
Tahun 2007 Pasal 1).
Pelaksanaan pembelajaran Matematika harus dirancang sesuai dengan
kebutuhan, karakter dan kemampuan siswa. Tidak hanya berupa proses transfer
ilmu dari guru ke siswa. Tingkat berpikir anak usia Sekolah Dasar (6-12 tahun)
merupakan pada tahap operasional kongkret sehingga pembelajaran matematika
SD yang tepat adalah pembelajaran yang memiliki keterkaitan langsung antara
objek yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari. Variasi model pembelajaran
yang sesuai tentu akan sangat membantu siswa dalam memahami pelajaran.
Berbagai masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari siswa merupakan
sebuah objek yang digunakan sebagai pancingan awal dalam pemahaman
matematika yang semakin kompleks di setiap tingkatannya. Siswa harus diajak
untuk mengamati masalah-masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian pembelajaran akan terasa lebih bermakna. Pembelajaran yang
seperti inilah, yang diharapkan muncul di SD sehingga output yang diharapkan
sesuai dengan tuntutan KTSP.
Berdasarkan hasilpenemuan Trends in International Mathematics and
Science Study (TIMSS) 2003 tentang kemampuan Matematikadan Sains siswa
usia 9 – 13 tahun menempatkan Indonesia pada peringkat ke 34 penguasaan
matematika dari 50 negara peserta (Zamroni dalam Soviawati, 2012:80). Hasil
dari TIMSS yang dilaksanakan oleh IEA pada tahun 2015 menunjukan bahwa
prestasi belajar matematika siswa di Indonesia masih rendah. Indonesia
4
menempati urutan ke-45 dari 50 negara yang diteliti. kemungkinan rendahnya
nilai matematika tersebut dikarenakan kurang menguasainya konsep matematika
oleh siswa.
Temuan dari penelitian Depdiknas (2007), menunjukkan bahwa masih
banyak permasalahan dalam mata pelajaran Matematika khususnya dari aspek
pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), antara lain (1) pembelajaran di
kelas hanya berdasarkan materi pada buku pegangan, (2) pelaksanaan KBM masih
konvensional dengan metode kurang bervariasi, (3) penilaian dan pelaporan ranah
kognitif, afektif dan psikomotorik kurang cocok dengan mata pelajaran
matematika, (4) penilaian tidak sesuai dengan KD atau indikator karena disusun
tanpa kisi-kisi, dan mengambil soal dari buku-buku, (5) sumber belajar masih
terfokus pada buku pegangan belum melibatkan penggunaan ICT dan lingkungan,
(6) pelaksanaan KBM di kelas tidak sesuai dengan silabus, (7) siswa kesulitan
menggunakan alat peraga pembelajaran matematika (jangka, kalkulator, busur,
dll), dan (8) tidak ada tenaga kompeten yang bisa membantu memecahkan
masalah dalam pelaksanaan KTSP. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat
menghambat siswa dalam mencapai kriteria ketuntasan belajar yang telah
ditetapkan.
Berdasarkan hasil observasi, fenomena pelaksanaan pembelajaran
Matematika tersebut merupakan gambaran yang terjadi di SDN Gugus Pangeran
Diponegoro. Berdasarkan data empiris yang diperoleh melalui observasi dan
wawancara terhadap guru kelas IV SDN Gugus Pangeran Diponegoro (SDN
Gajah 2, SDN Tanjunganyar 2, SDN Boyolali, dan SDN Kedondong 03) terdapat
5
permasalahan terkait dengan pembelajaran Matematika. Selama pembelajaran
matematika berlangsung terlihat beberapa siswa yang justru mengantuk dan
menganggu siswa lain yang sedang memperhatikan penjelasan guru. Siswa
kurang percaya diri ketika diminta maju ke depan kelas menyelesaikan suatu
permasalahan. Pembelajaran juga didominasi oleh siswa-siswa yang sudah
belajar sebelumnya dari rumah, sehingga siswa lain cendrung bersifat pasif.
Permasalahan tersebut didukung dengan perolehan hasil belajar siswa
kelas IV Gugus Pangeran Diponegoro Kecamatan Gajah Kabupaten Demak yang
belum optimal, terlihat dari data nilai Ulangan Akhir Semester 1 mata pelajaran
Matematika SDN Boyolali dari 25 siswa hanya 11 siswa yang mampu memenuhi
KKM (44%) tuntas, SDN Kedondong 3 dari 15 Siswa ada 7 siswa (47%) yang
tuntas, SDN Tanjunganyar 2 dari 26 siswa hanya ada 12 siswa yang tuntas (46%),
SDN Gajah 2 Kelas IV A dari 22 siswa ada 12 siswa yang tuntas (54%), untuk
kelas IV B SDN Gajah 2 dari 21 Siswa ada 12 siswa yang tuntas (57%).
Rendahnya hasil belajar matematika siswa pada UAS semester 1 di kelas
IV SDN gugus Pangeran Diponegoro diperkuat dengan data nilai tes awal
matematika siswa. Data yang diperoleh dari 109 siswa menunjukkan sebanyak 17
siswa (15,6 %) mampu mencapai KKM. Sedangkan sisanya 92 (84,4%) belum
mencapai KKM. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan oleh gugus
Pangeran Diponegoro pada mata pelajaram matematika ialah 75. Data awal tes
tersebut dibuat peneliti untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada pelajaran
matematika dengan materi semester 1 yang telah diajarkan. Tes awal tersebut
terdiri dari 7 butir soal yang mencakup soal C1 – C6 yang sesuai dengan
6
taksonomi Bloom yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisa,
mengevaluasi, dan menciptakan.
Saat melakukan tes tersebut diketahui bahwa rata rata anak SDN Gugus
Pangeran Diponegoro mengalami kesulitan saat mengerjakan soal ranah
menganalisa (C4), mengevaluasi (C5) dan menciptakan (C6). Anak merasa
kebingungan dalam menalar dan memahami maksud dari soal, hal tersebut
terbukti dari jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan maksud dari soal. Dari
hal tersebut dapat diketahui jika kemampuan berpikir dan menalar siswa masih
rendah. Kemampuan siswa hanya hanya sebatas untuk menjawab pertanyaan
faktual yang alternatif jawabannya hanya satu dan biasanya jawaban tersebut
diperoleh dari sesuatu yang ditemukan di buku atau hafalan, seperti pertanyaan
pada soal ranah mengingat (C1), memahami (C2) dan mengaplikasikan (C3).
Penyebab kesulitan yang dihadapi oleh para siswa adalah mereka kurang
mampu mengaitkan konsep-konsep matematika yang dipelajarinya dengan
kegiatan kehidupan sehari-hari, dan pada umumnya siswa belajar dengan
menghafal konsep-konsep matematika bukan belajar untuk mengerti konsep-
konsep matematika. Siswa kesulitan dalam memecahkan soal-soal matematika
yang berbentuk aplikasi. Di sisi lain, metode dan pendekatan yang diterapkan oleh
guru umumnya masih menerapkan metode yang kurang menekankan pada
pendekatan kontekstual dan konstruktivisme.
Proses pembelajaran harus berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan
siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil, dalam konteks
7
tersebutsiswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa
mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa apa yang mereka
pelajari berguna bagi kehidupannya. Dengan demikian mereka memposisikan diri
sebagai dirinya sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk masa depannya.
Dengan pembelajaran berbasis kontekstual diharapkan akan mempermudah dalam
memahami dan memperdalam matematika untuk meningkatkan motivasi belajar
siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.
Keberhasilan pembelajaran disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
yang berhubungan dengan keterampilan guru, aktivitas siswa dan model yang
diterapkan oleh guru. Dalam pembelajaran, guru menggunakan metode-metode
yang masih umum seperti diskusi, tanya jawab dan drill soal, guru juga
cenderung menggunakan model pembelajaran konvensional dan sering kali
menggunakan metode diskusi kelompok namun belum menerapkan pembelajaran
yang kontekstual. Pembelajaran yang dilaksanakan cenderung mirip dengan
model pembelajaranGroup Investigation (GI) dimana setiap kelompok
mendapatkan soal diskusi yang berbeda. Pembelajaran matematika kurang
variatif dan bermakna yang mengakibatkan siswa kurang mampu menyelesaikan
soal soal uraian yang bersifat kontekstual.
Terkait dengan masalah rendahnya hasil belajar matematika siswa sampai
saat ini, sudah saatnya untuk membenahi proses pembelajaran matematika
terutama mengenai model, pendekatan atau teknik yang digunakan dalam
pembelajaran. Beberapa macam model pembelajaran diharapkan mampu
mengatasi permasalahan dalam pembelajaran matematika, di antaranya adalah
8
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) berbasis teori
Bruner.
CTL merupakan suatu proses pembelajaran yang merangsang otak untuk
menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. CTL adalah suatu sistem
pengajaran yang cocok dengan otak karena menghasilkan makna dengan
menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari
siswa. Dengan memanfaatkan kenyataan bahwa lingkungan merangsang sel-sel
saraf otak untuk membentuk jalan, system ini memfokuskan diri pada konteks,
pada hubungan-hubungan (Johnson, 2014: 57). CTL juga merupakan model
pembelajaran yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam
materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subyek-
subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu
dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai
tujuan ini, terdapat delapan komponen yang meliputi membuat keterkaitan-
keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan
pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerjasama, berpikir kritis dan
kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar
yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik (Johnson, 2014: 67).
Teori belajar Bruner merupakan teori belajar yang dikembangkan oleh
Jerome S. Bruner. Bruner tidak mengembangkan teori belajar yang sistematis.
Dasar pemikirannya memandang bahwa manusia sebagai pemroses, pemikir dan
pencipta informasi,oleh karenanyayang terpenting dalam belajar adalah cara-cara
9
bagaimana sesorang memilih, mempertahankan, dan mentransformasikan
informasinya secara aktif (Winataputra, dkk 2008 : 3.13).
Penelitian ini didukung oleh penelitian lain yang dilakukan oleh Ratih,
dkk(2014: 8-10) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penerapan model
pembelajaran CTL terhadap hasil belajar Matematika siswa kelas V SD Gugus III
Kecamatan Gianyar. Hasil penelitian lain dilakukan oleh Syahadatun, dkk (2014:
31-40) menunjukkan bahwa penerapan pendekatan CTL mampu membantu siswa
mengatasi kesalahan dalam menyelesaikan soal cerita pokok bahasan bilangan
bulat siswa kelas VII Smp Plus Miftahul Arifin Tahun Ajaran 2013/2014.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Sutama, dkk (2013: 53-62)
menunjukkan bahwamodel pembelajaran CTL mampu meningkatkan komunikasi
antara peserta didik dan guru dalam pembelajaran matematika di kelas IV SDN 1
Seloas.
Berdasarkan ulasan latar belakang tersebut maka peneliti akan mengkaji
keefektifan model pembelajaran tersebut melalui penelitian eksperimen dengan
judul “Keefektifan Model Pembelajaran CTLBerbasis Teori Bruner Terhadap
Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IVSDN Gugus Pangeran Diponegoro”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru tentang permasalahan hasil
belajar Matematika kelas IV di SDN Gugus Pangeran Diponegoro kecamatan
Gajah, Demak, diperoleh beberapa masalah sebagai berikut:
1. Selama ini anak kurang berminat dalam mengikuti pembelajaran matematika.
Anak cenderung menghindari dan kurang bersemangat dalam pembelajaran.
10
2. Metode pembelajaran yang digunakan guru kurang membangkitkan minat
siswa untuk mengikuti pembelajaran.
3. Kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep materi pembelajaran
matematika.
4. Sumber belajar dan alat peraga kurang bervariasi hanya buku dan alat peraga
yang diberikan oleh pemerintah sebagai sarana pembelajaran.
5. Kondisi latar belakang orang tua rendah, kebanyakan orang tua berprofesi
sebagai petani dan buruh.
6. Kurangnnya bimbingan belajar dari orang tua yang disebabkan oleh
kesibukkan orang tua dalam bekerja.
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang teridentifikasi bahwa model pembelajaran
yang digunakan oleh guru kurang merangsang minat siswa pada pelajaran
matematika sehingga hasil belajar siswa rendah. Peneliti ingin mengetahui
keefektifan penggunaan model pembelajaran CTL Berbasis Teori Bruner dan
model pembelajaran Group Investigation terhadap hasil belajar siswa pada mata
pelajaran matematika dengan model pembelajaran CTLBerbasis Teori
Brunerdigunakan sebagai kelas eksperimen dan model pembelajaran Group
Investigation sebagai kelas kontrol.
Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan
konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam
11
kehidupan sehari-hari. Pembelajaran CTL adalah pembelajaran yang terjadi dalam
hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya. Pembelajaran CTL
menekankan pada berpikir tingkat lebih tinggi, transfer pengetahuan lintas
disiplin, serta pengumpulan, penganalisisan dan penyintesisan informasi dan data
dari berbagai sumber dan pandangan. Model pembelajaran CTL mempunyai 6
unsur seperti berikut : (1) pembelajaran bermakna, (2) penerapan pengetahuan, (3)
berpikir tingkat lebih tinggi, (4) kurikulum yang dikembangkan berdasarkan
standar, (5) responsif terhadap budaya, (6) penilaian autentik. pembelajaran ini
mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari makna konteks sesuai
dengan situasi nyata lingkungan seseorang dan itu terjadi melalui pencarian
hubungan yang masuk akal dan bermanfaat. Pemaduan materi pelajaran dengan
konteks keseharian siswa didalam pembelajaran CTL akan menghasilkan dasar-
dasar pengetahuan yang mendalam dimana siswa kaya akan pemahaman masalah
dan cara untuk menyelesaikannya. Siswa mampu secara ondependen
menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah baru dan
belum pernah dihadapi serta memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap
belajarnya seiring dengan peningkatan pengalaman dan pengetahuan mereka.
(Trianto, 2014:139-141)
Model pembelajaran Group Investigation merupakan sebuah metode
investigasi-kooperatif dari pembelajaran di kelas diperoleh dari premis bahwa
baik domain sosial maupun intelektual proses pembelajaran sekolah melibatkan
nilai-nilai yang didukungnya. Komunikasi dan interaksi kooperatif diantara
sesama teman sekelas akan mencapai hasil terbaik apabila dilakukan dalam
12
kelompok kecil dimana pertukaran diantara teman sekelas dan sikap-sikap
kooperatif bisa terus bertahan. Kesukssesan implementasi dari Group
Investigationsebelumnya menurut pelatihan dalam kemampuan komunikasi dan
sosial. Fase ini sering disebut sebagai meletakkan landasan kerja atau
pembentukan tim. Guru dan siswa melaksanakan sejumlah kegiatan akademik dan
nonakademik yang dapat membangun norma-norma perilaku kooperatif yang
sesuai di dalam kelas. (Slavin, 2015:215)
1.4 Rumusan Masalah
Penelitian ini digunakan untuk mengetahui keefektifan model
pembelajaran CTL berbasis teori Bruner terhadap hasil belajar matematika kelas
IV SDN Gugus Pangeran Diponegoro Kecamatan Gajah Kabupaten Demak.
Rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut.
1) Apakah hasil belajar siswa kelas IV SDN Gugus Pangeran Diponegoro
dengan menggunakan model pembelajaran CTL berbasis teori Bruner dapat
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ?
2) Apakah penerapan model CTL berbasis teori Bruner lebih efektif daripada
model pembelajaran di kelas kontrol terhadap hasil belajar matematika
siswa kelas IV SDN Gugus Pangeran Diponegoro?
3) Bagaimanakah aktivitas siswa pada mata pelajaran matematika siswa kelas
IV di SDN Gugus Pangeran Diponegoro?
4) Bagaimanakah aktivitas guru pada mata pelajaran matematika siswa kelas
IV di SDN Gugus Pangeran Diponegoro?
13
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian eksperimen yang dilaksanakan di SD Negeri Gugus
Pangeran Diponegoro adalah sebagai berikut.
1) Untuk menguji ketuntasan hasil belajar siswa kelas IV SDN Gugus
Pangeran Diponegoro setelah diterapkan model pembelajaran CTL
berbasis teori Bruner dapat mencapai batas KKM.
2) Untuk menguji keefektifan model pembelajaran CTL berbasis teori Bruner
terhadap hasil belajar matematika siswa kelas IV SDN Gugus Pangeran
Diponegoro.
3) Untuk mendeskripsikan aktivitas siswa pada mata pelajaran matematika
kelas IV Gugus Diponegoro.
4) Untuk mendeskripsikan aktivitas guru pada mata pelajaran matematika
kelas IV di SDN Gugus Pangeran Diponegoro.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan perbaikan
pembelajaran khususnya pada hasil belajar matematika di Sekolah Dasar.
b. Memberikan wawasan dan pengetahuan baru tentang model
pembelajaran CTL berbasis Bruner dan GI sehingga guru dapat
menentukan model pembelajaran yang tepat dalam mengajar.
c. Sebagai dasar atau referensi untuk penelitian lebih mendalam tentang
keefektifan model pembelajaran CTL Berbasis Teori Bruner dalam
pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar.
14
1.6.2 Manfaat Praktis
a. Bagi guru
Dapat memberikan wawasan dan pengetahuan baru tentang model
pembelajaran CTL Berbasis Teori Bruner (pembelajaran yang mengaitkan materi
dengan kehidupan nyata), dan GI (pembelajaran yang menekankan pada proses
diskusi) sehingga guru dapat menentukan model pembelajaran yang tepat dalam
mengajar.
b. Bagi siswa
1. Siswa dapat menemukan strategi belajar yang lebih sesuai.
2. Memberikan pengalaman baru bagi siswa di dalam kelas.
3. Meningkatkan motivasi belajar siswa.
4. Meningkatkan hasil belajar siswa.
c. Bagi sekolah
Dengan menguji keefektifan model pembelajaran CTL Berbasis Teori
Bruner dan GI dapat mempermudah penentuan model pembelajaran yang sesuai
dalam KBM. Sehingga KBM akan berjalan lebih bermakna dan hasil belajar dari
siswa dapat melampaui KKM. Output yang diharapkan semua kalangan mulai
dari orang tua, sekolah maupun pemerintah dapat tercapai.
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 KajianTeori
2.1.1 Hakikat Belajar
2.1.1.1 Pengertian Belajar
Belajar merupakan aktivitas dalam serangkaian proses pendidikan yang ada
disekolah. Karena berhasil atau tidaknya tujuan pendidikan bergantung pada
bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa. Berbagai definisi belajar
disampaikan oleh para ahli. Menurut Slameto (2010:2) belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dengan
interaksi dengan lingkungan.
Belajar merupakan sebuah proses perubahan di dalam kepribadian
manusia sebagai hasil dari pengalaman atau interaksi antara individu dengan
lingkungan. Perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas
dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap,
kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan
yang lain. Perubahan perilaku inilah yang menjadi tolak ukur keberhasilan proses
belajar yang dialami oleh peserta didik (Karwati dan Priansa, 2014:188).
Hamalik (2013:27) mengartikan belajar adalah suatu proses bukan hasil.
Belajar akan lebih baik jika subyek belajar mengalami atau melakukan aktivitas
belajarnya sendiri melalui sebuah proses dari pengalaman. Pendapat tersebut
16
didukung oleh Slavin (dalam Rifa’i dan Anni 2012:66) menyatakan bahwa
belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman.
Pengalaman diperoleh seseorang dalam interaksi dengan lingkungan, baik yang
direncanakan ataupun tidak direncanakan sehingga menghasilkan perubahan
yang relatif menetap (Sumantri 2015:2).
Pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku individu
yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalamannya sendiri melalui interaksi
dengan lingkungan.
2.1.1.2 Prinsip-Prinsip Belajar
Terdapat berbagai prinsip belajar yang dapat dikembangkan dalam proses
pembelajaran Aunurrahman (2014:114) menyebutkan prinsip belajar antara lain :
1) Prinsip perhatian dan motivasi
Perhatian dan motivasi merupakan dua aktivitas yang memiliki keterkaitan
yang erat. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan
pelajaran sesuai dengan kebutuhannya sehingga dapat menggerakan dan
mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi sebagai suatu kekuatan yang mampu
mengubah energy dalam diri seseorang dalam bentuk aktivitas nyata untuk
mencapai tujuan tertentu.
2) Prinsip Transfer dan Retensi
Retensi seseorang dipengaruhi oleh kondisi psikis dan fisik dimana proses
belajar itu sendiri. Penelaah bahan-bahan faktual, keterampilan dan konsep dapat
meningkatkan retensi. Transfer hasil belajar dalam situasi baru dapat lebih
17
mendapat kemudahan bila hubungan-hubungan yang bermanfaat dalam situasi
yang khas dan dalam situasi yang sama dapat diciptakan.
3) Prinsip Keaktifan
Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa
dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif
mengalami sendiri. Keaktifan belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara
optimal, baik intelektual, emosional, dan fisik jika dibutuhkan.
4) Keterlibatan langsung atau berpengalaman
Menurut Edgar Dale (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2013:45-46)
mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui
pengalaman langsung. Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar
dikemukakan oleh John Dewey dengan learning by doing yaitu belajar yang baik
itu melalui perbuatan langsung baik secara individu maupun kelompok .
5) Pengulangan
Menurut Psikologi menyatakan bahwa belajar adalah melatih daya-daya
yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menganggap,
mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir dan sebagainya. Dengan
mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang.
6) Tantangan
Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai,
tetapi selalu ada hambatan sehingga siswa akan berupaya untuk mengatasi
hambatan tersebut hingga tercapai tujuannya.
18
7) Balikan dan Penguatan
Balikan dapat berupa hasil penilaian yang baik dan dapat menjadi
penguatan positif bagi siswa untuk terus belajar. Memberi penguatan merupakan
tindakan atau respon terhadap suatu bentuk perilaku yang dapat mendorong
munculnya peningkatan kualitas tingkah laku pada waktu yang lain.
8) Perbedaan individual
Peserta didik merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang
siswa yang sama persis, tiap peserta didik memiliki perbedaan satu dengan yang
lain. Perbedaan itu terdapat pada karakter psikis, keperibadian dan sifat-sifatnya
sehingga berpengaruh pada cara dan hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan prinsip-prinsip belajar diatas dapat disimpulkan bahwa agar
proses pembelajaranberjalan dengan baik maka guru ataupun siswa harus
memenuhi semua prinsip tersebut sehingga tujuan belajar dapat tercapai.
2.1.1.3 Ciri-Ciri Belajar
Ciri-ciri perubahan tingkah laku adalah tanda seseorang telah melakukan
kegiatan belajar. Menurut Slameto (2010:3) ciri-ciri perubahan tingkah laku
dalam pengertian belajar adalah 1) perubahan terjadi secara sadar; 2) perubahan
dalam belajar bersifat continue; 3) perubahan belajar bersifat positif; 3) perubahan
bukan bersifat sementara melainkan permanen; 4) perubahan dalam belajar
memiliki tujuan; 5) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Pendapat lain disampaikan oleh Darsono (dalam Hamdani 2011:22) yang
menyebutkan beberapa ciri-ciri belajar antara lain :
19
a. Belajar dilakukan dengan sadar dan memiliki tujuan. Tujuan digunakan
sebagai tolak ukur dalam keberhasilan belajar.
b. Belajar merupakan pegalaman masing-masing individu.
c. Belajar merupakan proses interaksi antara individu dengan lingkungannya.
d. Belajar mengakibatkan terjadinya perubahan diri pada seseorang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri belajar dialami oleh
seseorang melalui pengalaman masing-masing individu yang dilakukan
secara sadar untuk mencapaitujuan.Tujuannya adalah terjadinya perubahan
positif pada diri seseorang dan bersifat secara permanen.
2.1.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya tetapi dapat
digolongkan menjadi dua yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Kedua faktor
tersebut mempengaruhi proses belajar individu sehingga berpengaruh pada
kualitas hasil belajar. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu
sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu.
a) Faktor intern terdiri dari: (1) faktor jasmaniah yang meliputi faktor kesehatan
dan cacat tubuh; (2) faktor psikologis yang meliputi inteligensi, perhatian,
minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan; (3) faktor kelelahan yang
meliputi kelelahan jasmani dan rohani.
b) Faktor ekstern terdiri dari: (1) faktor keluarga yang meliputi cara orangtua
mendidik, suasana rumah, keadaan ekonomi; (2) faktor sekolah yang meliputi
metode mengajar, kurikulum, relasi antara guru dengan guru, relasi siswa
dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, keadaan gedung;
20
(3) faktor masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media
massa, teman bergaul dan bentuk kehidupan dalam bermasyarakat.(Slameto,
2010:54-71).
Simpulan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi belajar yaitu,
faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor dari dalam diri masing-
masing individu sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar individu,
keduanya memiliki pengaruh terhadap keberhasilan belajar.
2.1.2 Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran memiliki peran yang penting dalam mewujudkan kualitas
pendidikan.Berdasarkan UU RI No 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional pasal 1 ayat 20, pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Selaras
dengan Rifa’I dan Anni (2012:159) yang mengemukakan bahwa proses
pembelajaran merupakan proses komunikasi antara guru dan siswa, atau antar
siswa.
Komunikasi dapat dilakukan secara verbal maupun nonverbal karena
dalam pembelajaran pendidik memberikan bantuan pada peserta didik agar
memperoleh ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta
pembentukan sikap agar dapat belajar lebih baik (Fathurrohman,2015:16).
Menurut Winataputra (2008), pembelajaran merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan
kualitas belajar pada diri peserta didik. Oleh karena pembelajaran merupakan
upaya sistematis dan sistemik untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan
21
meningkatkan proses belajar maka kegiatan pembelajaran berkaitan erat dengan
jenis hakikat, dan jenis belajar serta hasil belajar tersebut. Pembelajaran harus
menghasilkan belajar, tetapi tidak semua proses belajar terjadi karena
pembelajaran. Proses belajar dapat terjadi juga dalam konteks interaksi social-
kultural dalam lingkungan masyarakat.
Pendapat lain disampaikan oleh Hamdani (2011:23) yang menyatakan
bahwa pembelajaran adalah suatu usaha dari seorang guru membentuk tingkah
laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulus. Sedangkan
menurut Gagne, Briggs Dan Wanger (dalam Rusmono 2014:6) mengemukakan
pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang guru untuk
memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses
interaksi antara guru dengan siswa atau siswa dengan siswa lainnya untuk
mewujudkan proses belajar mengajar yang dapat disampaikan secara verbal
maupun nonverbal untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
2.1.2.1 Ciri-Ciri Pembelajaran
Pembelajaran mempunyai ciri-ciri khusus agar dapat disebut proses
pembelajaran yaitu menurut Darsono (dalam Hamdani 2011:47) ciri-ciri
pembelajaran sebagai berikut:
1) Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan sistematis
2) Pembelajaran menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar
3) Pembelajaran menyajikan bahan belajar yang menarik dan menantang siswa
4) Pembelajaran dapat menggunakan media yang serasi dan menarik
22
5) Pembelajaran dapat menciptakan suasana yang menyenangkan bagi siswa
6) Pembelajaran dapat membuat siswa siap dalam belajar
7) Pembelajaran menekankan keaktifan siswa
8) Pembelajaran dilakukan secara sadar dan sengaja dilakukan oleh siswa.
Dapat disimpulkan pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan secara
sadar yang dapat menumbuhkan motivasi siswa untuk aktif dalam belajar dengan
media yang serasi dan menarik.
2.1.3 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Menurut Aisyah (2007:1.4-1.5), pembelajaran matematika di sekolah
dimaksudkan sebagai proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk
menciptakan suasana lingkungan (kelas/sekolah) yang memungkinkan kegiatan
siswa belajar matematika. Dari pengertian tersebut jelas kiranya bahwa unsur
pokok pembelajaran matematika adalah guru sebagai salah satu perancang proses,
proses yang sengaja dirancang selanjutnya disebut proses pembelajaran, siswa
sebagai pelaksana kegiatan belajar, dan matematika sekolah sebagai objek yang
dipelajari dalam hal ini sebagai sebagai salah satu bidang studi dalam pelajaran.
Adapun tujuan matematika sekolah, khusus di Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah
Ibtidiyah (MI) agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat dalam pemecahan masalah.
23
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.
4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan umum dan khusus yang ada di kurikulum SD/MI, merupakan
pelajaran matematika di sekolah, jelas memberikan gambaran belajar tidak hanya
di bidang kognitif saja, tetapi meluas pada bidang psikomotor dan efektif.
Pembelajaran matematika diarahkan untuk pembentukan kepribadian dan
pembentukan kemampuan berpikir yang bersandar pada hakikat matematika, ini
berarti hakikat matematika merupakan unsur utama dalam pembelajaran
matematika. Oleh karenanya hasil-hasil pembelajaran matematika menampak
kemampuan berpikir yang matematis dalam diri siswa, yang bermuara pada
kemampuan menggunakan matematika sebagai bahasa dan alat dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Hasil lain
yang tidak dapat diabaikan adalah terbentuknya kepribadian yang baik dan kokoh.
24
2.1.3.1 Tujuan Pembelajaran matematika di SD
Pembelajaran matematika di SD nemiliki tujuan. Susanto (2016:189)
menyebutkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah dasar bertujuan untuk
mempersiapkan siswa menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam
kehidupan sehari. Secara umum, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar
adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Sedangkan
menurut Depdiknas (2006:148) menyebutkan bahwa tujuan mata pelajaran
matematika di SD/MI agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5) Sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki
rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta
sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
25
2.1.3.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika
Konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi 3
kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar (penanaman konsep), pemahaman
konsep, dan pembinaan keterampilan. Heruman (2013: 2-3) memaparkan
pembelajaran yang ditekankan pada konsep-konsep matematika adalah sebagai
berikut. Langkah pembelajaran matematika SD dibagi menjadi 3 kelompok besar,
yaitu
1) Penanaman konsep dasar yaitu pembelajaran yang menggunakan media atau
alat peraga untuk mnghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret
dengan konsep matematika baru yang abstrak.
2) Pemahaman konsep yang terdiri dari dua pengertian yaitu kelanjutan dari
pembelajaran konsep dalam satu penemuan dan dilakukan pada pertemuan
yang berbeda tetapi masih lanjutan dari pemahaman konsep.
3) Pembinaan keterampilan, tujuannya agar siswa terampil dalam meggunakan
berbagai konsep matematika.
Jika siswa belajar memahami konsep maka pengetahuan akan lebih lama
tersimpan dalam memori apabila dibandingkan dengan belajar menghafal.
Penanaman konsep yang dihubungkan langsung dengan pengalaman belajar siswa
atau melalui alat peraga akan memudahkan siswa dalam memahami konsep yang
baru. Konsep matematika yang abstrak akan bertahan lama dalam memori dan
melekat dalam pola pikir siswa apabila siswa belajar melalui perbuatan dan
pengertian, tidak hanya sekedar hafalan.
26
2.1.3.3 Ruang Lingkup Mata Pelajaran Matematika
Ruang lingkup mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI
meliputi aspek-aspek bilangan, geometri dan pengukuran, serta pengolahan data.
Tersusun dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar pembelajaran
matematika di SD. Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika disusun
sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Selain itu
dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika
dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan
menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.
Ruang lingkup materi pelajaran kelas IV Semester 2 yang digunakan dalam
penelitian ini tercantum dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan tahun 2006
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Kurikulum matematika SD Kelas IV Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Geometri dan pengukuran
8. Memahami sifat-sifat
bangun dan hubungan antar
bangun
8.2 Menentukan jaring-jaring balok dan kubus
8.3 Mengidentifikasi benda-benda dan
bangundatar simetris.
8.4 Menentukan hasil pencerminan suatu bangun
datar
2.1.3.3.1 Materi Jaring-jaring Balok dan Kubus, Bangun Datar Simetrisdan
Pencerminan Bangun Datar
Berdasarkan kurikulum matematika Sekolah Dasar kelas IV Semester 2
materi yang akan di gunakan dalam penelitian ini adalah memahami sifat-sifat
27
bangun dan hubungan antar bangun dengan kompetensi dasar Menentukan jaring-
jaring balok dan kubus, mengidentifikasi benda-benda dan bangundatar simetris,
dan menentukan hasil pencerminan suatu bangun datar. Siswa kelas IV SD sudah
mampu mengidentifikasi bangun yang berbentuk kubus (misalnya kotak kapur),
demikian juga anak sudah dapat mengidentifikasi bangun yang berbentuk balok
(misalnya kotak korek api). Anak-anak dikenalkan bagian-bagian bangun ruang,
yaitu tentang sisi, rusuk dan jaring-jaring. Sa’dijah (1998: 26)
a. Jaring-jaring Balok dan Kubus
Bangun ruang kubus merupakan bagian dari prisma. Kubus mempunyai
ciri khas, yaitu memiliki sisi yang berukuran sama. Heruman (2013: 110).Jaring –
jaring adalah pembelahan sebuah bangun yang berkaitan sehingga jika di
gabungkan akan menjadi sebuah bangun ruang tertentu.
1 Jaring-jaring Kubus
Jaring-jaring kubus merupakan rangkaian bidang datar (sisi-sisi) yang apabila
dipasang atau dirangkaikan akan membentuk sebuah kubus.
Kubus memiliki sebelas jaring-jaring. Berikut ini kesebelas jaring-jaring kubus
yang bisa dibuat.
28
Gambar 2.1 Jaring-jaring Kubus
2. Jaring-jaring Balok
Jaring-jaring balok merupakan rangkaian bidang datar (sisi-sisi) yang apabila
dipasang atau dirangkaikan akan membentuk sebuah balok. Jaring jaring balok
sendiri terdiri dari 6 segi empat yang terbagi dalam 3 pasang, dimana masing-
masing pasang mempunyai luas yang sama besar. Jaring-jaring balok
sebenarnya hampir sama dengan jaring-jaring kubus, yang membedakan adalah
jaring-jaring balok terdiri dari bentuk persegi panjang atau gabungan dari
persegi dan persegi panjang. Berikut merupakan 54 bentuk jaring-jaring Balok :
29
Gambar 2.2 Jaring-jaring Balok
b. Bangun Simetris
Konsep simetri dapat digunakan untuk mengkaji bangun datar. Terdapat dua
jenis simetri yaitu, simetri lipat dan simetri putar. Suatu bangun dapat dikatakan
memiliki simetri lipat apabila ada suatu garis pada gambar yang menyebabkan
gambar tersebut “saling menutup” sehingga separuh gambar “menutup” separuh
gambar lainnya secara sempurna.(Sa’dijah 1998:31).
Cara mengajarkan konsep simetri dengan melibatkan siswa pada sekolah
dasar dapat dilakukan sebagai berikut :
30
(1) Meminta siswa untuk menyediakan selembar kertas, gunting,pensil dan
penggaris.
(2) Membagi kertas menjadi dua sama besar dengan membuat garis pada tengah-
tengah kertas
Gambar 2.3 Kertas Dibagi Dua Bagian Sama Besar
(3) Melipat kertas sampai berhimpit. Dengan garis lipatan AB
Gambar 2.4 Kertas Dilipat Dengan Garis Lipatan AB
(4) Menggambar sembarang kurva yang ujungnya pada garis AB. Misalnya
sebagai berikut :
Gambar 2.5 Kurva Sembarang pada Garis AB
(5) Menggunting kertas yang terlipat tersebut tepat pada kurva dan mengambil
bagian kertas yang dibatasi oleh garis AB dan kurva serta membukanya.
Bangun yang terjadi mempunyai simetri lipat. Artinya bangun tersebut
nmempunyai bentuk yang sama pada dua belah pihak garis AB.
A B
A B
A B
31
Gambar hasilnya sebagai berikut :
A B
Gambar 2.6 Kertas Digunting Sesuai Kurva
Sedangkan untuk membuktikan simetri lipat pada segitiga sama kaki
adalah dengan cara berikut.
(1) Meminta siswa untuk menyediakan selembar kertas, gunting,pensil dan
penggaris.
(2) Minta siswa untuk membuat bangun segitiga sama kaki.
Gambar 2.7 Segitiga Sama Kaki
(3) Lipat kertas yang berbentuk segitiga tersebut hingga titik A tetap,
sedangkan titik B menutup titik C.
Gambar 2.8 Segitiga Sama Kaki Dilipat dengan Titik B Menutup Titik C
A
C B
A
C
B
32
(4) Perhatikan bahwa sesudah dilipat, sisi AB berimpit dengan sisi AC. Karena,
berhimpit dengan .
Gambar 2.9 Segitiga Sama Kaki yang Telah Dilipat
(5) Garis lipatan ini dinamakan sumbu simetri. Jadi garis lipatan digambarkan
dengan garis putus-putus. Ini merupakan sumbu simetri dari bangun segitiga sama
kaki.
Gambar 2.10 Sumbu Simetri pada Segitiga Sama Kaki
Berdasarkan lipatan tersebut maka kita dapat mengetahui banyaknya
simetri lipat dari bangun segitiga sama kaki adalah 1.
c. Pencerminan
Pada pembelajaran pencerminan, guru hendaknya menanyakan kepada
siswa jika kita menghadap cermin sambil tersenyum, apakah bayangan kita di
dalam cermin itu juga tersenyum? Jika kita sambil mengangkat tangan, apakah
bayangan kita di dalam cermin itu juga mengangkat tangan? Apakah bayangan
kita yang ada dicermin itu mempunyai bentuk dan ukuran yang sama dengan kita
B C
A
A
C B
1
33
yang menghadap cermin itu? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu sangat penting
diajukan kepada siswa pada saat kita akan memulai pembelajaran pencerminan.
Bayangan yang ada pada cermin pada saat kita berada di depan cermin itu
mempunyai bentuk dan ukuran yang sama (kongruen) dengan diri kita yang
berada di depan cermin itu. Ketika melakukan pencerminan (refleksi), ukuran dan
jarak contoh gambar pencerminan (refleksi) ke bidang sama dengan ukuran dan
jarak benda aslinya ke bidang.
Pencerminan (Refleksi) adalah suatu transformasi yang memindahkan
setiap titik pada bidang dengan dengan menggunakan sifat bayangan cermin.
Secara umum, ada beberapa jenis pencerminan `antara lain pencerminan (refleksi)
terhadap sumbu X, terhadap sumbu Y, terhadap garis x=h, dan terhadap garis y=k.
ketika kita bercermin pasti terdapat bayangan kita sama persis di dalam cermin.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut.
Gambar 2.11 Pencerminan
Gambar disebelah kanan dan sebelah kiri sumbu simetri adalah sama dan terbalik.
Dapat kita simpulkan bahwa sifat bayangan benda yang dibentuk oleh cermin
adalah sebagai berikut.
34
a
1. Bentuk dan ukuran benda sama persis dengan bayangannya.
2. Jarak benda dari cermin sama dengan jarak bayangan dari cermin.
3. Benda dan bayangan saling berkebalikan sisi baik sisi kanan, kiri,atas, bawah
depan belakang sehingga dikatakan bayangan simetris dengan benda dan cermin
sebagai sumbu simetri
a. Pencerminan terhadap sumbu x
Gambar 2.12 Pencerminan Terhadap Sumbu x
Dari gambar diatas, persegi panjang warna abu" merupakan bayangan dari persegi
putih terhadap sumbu x.
Rumus pencerminan terhadap sumbu x adalah :
A(x,y) → x = A' (x, -y)
Keterangan :
A : titik A
A' : titik A setelah pencerminan
x : titik pada sumbu x
y : titik pada sumbu y
→ x: pencerminan terhadap sumbu x
C D
A B
A1
B1
C 1
D 1
35
Contoh :
titik dari titik (1,4) yang dicerminkan terhadap sumbu x adalah ?
Jawab :
x = 1
y = 4
A(x,y) → x = A' (x,-y)
A(1,4) → x = A' (1,-4)
Maka hasil pencerminan dari titik (1,4) terhadap sumbu x adalah (1,-4) dan untuk
membuktikannya lihat saja pada gambar di atas.
b. Pencerminan terhadap sumbu y
Gambar 2.13 Pencerminan Terhadap Sumbu y
Dari gambar sebelah kiri, persegi panjang warna abu-abu adalah hasil dari
pencerminan persegi panjang warna putih terhadap sumbu y.
Rumus pencerminan terhadap sumbu y adalah :
A(x,y) → y = A' (-x, y)
Keterangan :
A : titik A
A' : titik A setelah pencerminan
A B A1
B1
C 1
D 1
C D
36
x : titik pada sumbu x
y : titik pada sumbu y
→ y: pencerminan terhadap sumbu y
Contoh :
titik dari titik (1,4) yang dicerminkan terhadap sumbu y adalah ?
Jawab :
x = 1
y = 4
A(x,y) → y = A' (-x,y)
A(1,4) → y = A' (-1,4)
Maka hasil pencerminan dari titik (1,4) terhadap sumbu y adalah (-1,4) dan untuk
membuktikannya lihat saja pada gambar di atas.
c. Pencerminan terhadap sumbu x = h
Gambar 2.14 Pencerminan Terhadap Sumbu x = h
Dari gambar di atas, persegi panjang warna abu-abu adalah bayangan dari persegi
panjang warana putih terhardap garis sumbu x = 1.
A B
A1
B1
C 1
D 1
C
D
37
Rumus pencerminan terhadap sumbu x = h adalah :
A(x,y) → x : h = A' (x, 2h - y)
Keterangan :
A : titik A
A' : titik A setelah pencerminan
x : titik pada sumbu x
y : titik pada sumbu y
h : bilangan dari sumbu x
→ x : h : pencerminan terhadap sumbu x = h
Contoh :
titik dari titik (1,4) yang dicerminkan terhadap sumbu x = 1 adalah ?
Jawab :
x = 1
y = 4
A(x,y) → x:h = A' (x , 2h - y)
A(1,4) → x:1 = A' (1,2(1)-4)
= A' (1, 2-4 )
= A' (1, -2 )
Maka hasil pencerminan dari titik (1,4) terhadap sumbu x = 1 adalah (1,-2) dan
untuk membuktikannya dapat dilihat pada gambar 2.14.
38
d. Pencerminan terhadap sumbu y = k
Gambar 2.15 Pencerminan Terhadap Sumbu y = k
Dari gambar di samping, persegi warna abu-abu adalah bayang dari pencerminan
persegi warna putih terhadap garis y = -1.
Rumus pencerminan terhadap sumbu x = k adalah :
A(x,y) → y : k = A' (2k - x, y)
Keterangan :
A : titik A
A' : titik A setelah pencerminan
x : titik pada sumbu x
y : titik pada sumbu y
k : bilangan dari sumbu y
→ y : k : pencerminan terhadap sumbu y = k
Contoh : titik dari titik (1,4) yang dicerminkan terhadap sumbu y = -1 adalah ?
Jawab :
x = 1
y = 4
A(x,y) → y:k = A' ( 2k - x , y)
A(1,4) → y:-1 = A'( 2(-1) - 1 , 4)
= A' (-2 - 1, 4 )
= A' (-3, 4 )
C D C1
D1
A B A1 B
1
39
Maka hasil pencerminan dari titik (1,4) terhadap sumbu y = -1 adalah (-3,4) dan
untuk membuktikannya lihat saja pada gambar 2.15.
e. Pencerminan terhadap titik pangkal
Gambar 2.16 Pencerminan Terhadap Titik Pangkal
Dari gambar di atas, persegi panjang warna abu-abu adalah bayangan dari persegi
panjang warana putih terhardap titik pangkal (0,0)
Rumus pencerminan terhadap titik pangkal adalah :
A(x,y) → (0,0) = A' (-x, - y)
Keterangan :
A : titik A
A' : titik A setelah pencerminan
x : titik pada sumbu x
y : titik pada sumbu y
→ (0,0) : pencerminan terhadap titik pangkal
Contoh :
titik dari titik (1,4) yang dicerminkan terhadap titik pangkal adalah ?
Jawab : x = 1 y = 4
A B
C D
A1
B1
C1
D1
40
A(x,y) → (0,0) = A' (-x, - y)
A(1,4) → (0,0) = A' (-1, - 4)
= A' (-1 , -4 )
= A' (-1 , -4 )
Maka hasil pencerminan dari titik (1,4) terhadap titik pangkal adalah (-1,-4) dan
untuk membuktikannya lihat saja pada gambar di atas.
f. Pencerminan terhadap garis x = y
Gambar 2.17 Pencerminan Terhadap Garis x = y
Dari gambar di atas, persegi panjang warna abu-abu adalah bayangan dari persegi
panjang warana putih terhardap garis y = x
Rumus pencerminan terhadap sumbu y = x adalah : A(x,y) → y=x = A' (y,x)
Keterangan :
A : titik A
A' : titik A setelah pencerminan
x : titik pada sumbu x
y : titik pada sumbu y
→y = x : pencerminan terahadap garis y = x
A
A1
B
B1
C
C1
D
D1
41
Contoh : titik dari titik (3,8) yang dicerminkan terhadap garis y = x adalah ?
Jawab :
x = 3
y = 8
A(x,y) → y=x = A' (y,x)
A(3,8) → y=x = A' (8, 3)
Maka hasil pencerminan dari titik (3,8) terhadap garis y = x adalah (8,3) dan
untuk membuktikannya lihat saja pada gambar di atas.
g. Pencerminan terhadap garis y = -x
Gambar 2.18 Pencerminan Terhadap Garis y = -x
Dari gambar di samping, persegi panjang warna abu-abu adalah bayangan dari
persegi panjang warana putih terhardap garis y = -x
Rumus pencerminan terhadap sumbu y = x adalah : A(x,y) → y=-x = A' (-y,-x)
Keterangan :
A : titik A
A' : titik A setelah pencerminan
x : titik pada sumbu x
A
A1
B
B1
C1
C D
D1
42
y : titik pada sumbu y
→y= - x: pencerminan terahadap garis y = -x
Contoh :
titik dari titik (3,8) yang dicerminkan terhadap garis y = -x adalah ?
Jawab :
x = 3
y = 8
A(x,y) → y= -x = A' (-y, -x)
A(3,8) → y= -x = A' (-8, -3)
Maka hasil pencerminan dari titik (3,8) terhadap garis y = x adalah (-8,-3) dan
untuk membuktikannya lihat saja pada gambar di atas.
h. Pencerminan terhadap titik P(a,b)
Gambar 2.19 Pencerminan Terhadap Titik P(a,b)
Dari gambar di samping, persegi panjang warna abu-abu adalah bayangan dari
persegi panjang warana putih terhadap titik P(a,b)
Rumus pencerminan terhadap sumbu y = x adalah :
A(x,y) → P(a,b) = A' (2a-x , 2b-y)
A
A1
B
C D
B1
C1
D1
43
Keterangan :
A : titik A
A' : titik A setelah pencerminan
x : titik pada sumbu x
y : titik pada sumbu y
→P(a,b): pencerminan terahadap titik P (a,b)
Contoh : titik dari titik (3,8) yang dicerminkan terhadap titik P (11,8) adalah ?
Jawab :
x = 3
y = 8
a = 11
b = 8
A(,y) → P(a,b) = A' (2a-x , 2b-y)
A(x,y) → P(11,9) = A' (2(11)-3 , 2(8)-8)
= A' (22-3 , 16-8)
= A' (19 , 8)
Maka hasil pencerminan dari titik (3,8) terhadap garis y = x adalah (19,8) dan
untuk membuktikannya lihat saja pada gambar di atas.
Sumber: Sa’dijah (1998: 46)
2.1.4 Keterampilan Mengajar Guru
Turney dalam Uzer Usman (2010:74) mengemukakan ada 8 (delapan)
keterampilan mengajar/membelajarkan yang sangat berperan dan menentukan
kualitas pembelajaran, diantaranya:
44
2.1.4.1 Keterampilan Bertanya
Dalam proses belajar mengajar, bertanya memainkan peranan penting
sebab pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik pelontaran yang tepat
akan memberikan dampak positif terhadap siswa, yaitu: (1) meningkatkan
partisipasi siswa dalam kegiatan belajar-mengajar, (2) membangkitkan minat dan
rasa ingin tahu siswa terhadap suatu masalah yang sedang dihadai atau
dibicarakan, (3) mengembangkan pola dan cara belajar aktif dari siswa sebab
berfikir itu sendiri sesungguhnya adalah bertanya, (4) menuntun proses berfikir
siswa sebab pertanyaan yang baik akan membantu siswa agar dapat menentukan
jawaban yang baik, dan (5) memusatkan perhatian siswa terhadap masalah yang
sedang dibahas.
2.1.4.2 Keterampilan Memberikan Penguatan
Penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk respons, apakah bersifat
verbal ataupun non verbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku
guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan memberikan informasi atau
umpan balik (feed back) bagi si penerima atas perbuatannya sebagai suatu
dorongan atau koreksi. Penguatan juga merupakan respon terhadap suatu tingkah
laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku
tersebut.Penguatan mempunyai pengaruh yang berupa sikap positif terhadap
proses belajar siswa dan bertujuan sebagai berikut: (1) meningkatkan perhatian
siswa terhadap pelajaran, (2) merangsang dan meningkatkan motivasi belajar, dan
(3) meningkatkan kegiatan belajar dan membina tingkah laku siswa yang
produktif.
45
2.1.4.3 Keterampilan Mengadakan Variasi
Variasi stimulus adalah suatu kegiatan guru dalam konteks proses interaksi
belajar mengajar yang ditujukan untuk mengatasi kebosanan siswa sehingga,
dalam situasi belajar mengajar, siswa senantiasa menunjukkan ketekunan,
antusiasme, serta penuh partisipasi. Tujuan mengadakan variasi yaitu diantaranya:
(1) untuk menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa kepada aspek-aspek
belajar mengajar yang relevan, (2) untuk memberikan kesempatan bagi
berkembangnya bakat ingin mengetahui dan menyelidiki pada siswa tentang hal-
hal yang baru, (3) untuk memupuk tingkah laku yang positif terhadap guru dan
sekolah dengan berbagai cara mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar
yang lebih baik, dan (4) guna memberi kesempatan kepada siswa untuk
memperoleh cara menerima pelajaran yang disenanginya.
2.1.4.4 Keterampilan Menjelaskan
Keterampilan menjelaskan adalah penyajian informasi secara lisan yang
diorganisasikan secara sistematik untuk menunjukkan adanya hubungan yang satu
dengan yang lainnya. Penyampaian informasi yang terencana dengan baik dan
disajikan dengan urutan yang cocok merupakan ciri utama kegiatan menjelaskan.
Tujuan memberikan penjelasan yaitu: (1) membimbing murid untuk mendapatkan
dan memahami hukum, dalil, fakta, definisi, dan prinsip secara objektif dan
bernalar, (2) melibatkan murid untuk berfikir dengan memecahkan masalah-
masalah atau pertanyaan, (3) untuk mendapatkan balikan dari murid mengenai
tingkat pemahamannya dan untuk mengatasi kesalahpahaman mereka, dan (4)
46
membimbing murid untuk menghayati dan mendapat proses penalaran dan
menggunakan bukti-bukti dalam pemecahan masalah.
2.1.4.5 Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran
Membuka pelajaran (set induction) ialah usaha atau kegiatan yang
dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar untuk menciptakan
prokondusi bagi siswa agar mental maupun perhatian terpusat pada apa yang akan
dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberikan efek yang positif terhadap
kegiatan belajar. Sedangkan menutup pelajaran (closure) ialah kegiatan yang
dilakukan oleh guru untuk mengakhiri pelajaran atau kegiatan belajar mengajar.
Usaha menutup pelajaran itu dimaksudkan untuk memberi gambaran menyeluruh
tentang apa yang telah dipelajari oleh siswa, mengetahui tingkat pencapaian siswa
dan tingkat keberhasilan guru dalam proses belajar-mengajar.
2.1.4.6 Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur yang melibatkan
sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai
pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan, atau pemecahan masalah.
Diskusi kelompok merupakan strategi yang memungkinkan siswa menguasai
suatu konsep atau memecahkan suatu masalah melalui satu proses yang memberi
kesempatan untuk berpikir, berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap positif.
Dengan demikian diskusi kelompok dapat meningkatkan kreativitas siswa, serta
membina kemampuan berkomunikasi termasuk di dalamnya keterampilan
berbahasa.
47
2.1.4.7 Keterampilan Mengelola Kelas
Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan
memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi
gangguan dalam proses belajar mengajar. Dengan kata lain kegiatan-kegiatan
untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya
proses belajar mengajar, misalnya penghentian tingkah laku siswa yang
menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran bagi ketepatan waktu
penyelesaian tugas oleh siswa, atau penetapan norma kelompok yang
produktif.Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu
mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana
yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran.
2.1.4.8 Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan
Pengajaran kelompok kecil dan perseorangan memungkinkan guru
memberikan perhatian terhadap setiap siswa serta terjadinya hubungan yang lebih
akrab antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa.Komponen
keterampilan yang digunakan adalah: keterampilan mengadakan pendekatan
secara pribadi, keterampilan mengorganisasi, keterampilan membimbing dan
memudahkan belajar dan keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan
belajar mengajar.
2.1.5 Aktivitas Belajar Siswa
Menurut Gie dalam Wawan(2010:1), aktivitas belajar adalah segenap
rangkaian kegiatan atau aktivitas secara sadar yang dilakukan oleh seseorang yang
mengakibatkan perubahan dalam dirinya, berupa perubahan pengetahuan atau
48
kemahirannyang sifatnya tergantung pada sedikit banyaknya perubahan.
Sedangkan menurut Sardiman dalam Wawan (2010:2), aktivitas dalam proses
belajar mengajar adalah rangkaian kegiatan yang meliputi keaktifan siswa dalam
mengikuti pelajaran, bertanya hal yang belum jelas, mencatat, mendengar,
berpikir, membaca dan segala kegiatan yang dilakukan yang dapat menunjang
prestasi belajar.
Menurut Dimyati (2009:114) keaktifan siswa dalam pembelajaran
memiliki bentuk yang beraneka ragam, dari kegiatan fisik yang mudah diamati
sampai kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik yang dapat diamati
diantaranya adalah kegiatan dalam bentuk membaca, mendengarkan, menulis,
meragakan, dan mengukur. Sedangkan contoh kegiatan psikis diantaranya adalah
seperti mengingat kembali isi materi pelajaran pada peremuan sebelumnya,
menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah,
menyimpulkan hasil eksperimen, membandingkan satu konsep dengan konsep
yang lain, dan lainnya.
Paul D. Dierich dalam Hamalik (2011:172) membagi aktivitas belajar ke
dalam 8 kelompok, yaitu:
1) Kegiatan-kegiatan visual, yang termasuk di dalam kegiatan visual diantaranya
membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi,
pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
2) Kegiatan-kegiatan lisan (oral), yang termasuk di dalamnya antara lain
mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian,
49
mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat,
wawancara, diskusi dan interupsi.
3) Kegiatan-kegiatan mendengarkan, yang termasuk di dalamnya antara lain
mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi,
mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.
4) Kegiatan-kegiatan menulis, yang termasuk di dalamnya antara lain menulis
cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat
rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.
5) Kegiatan-kegiatan menggambar, yang termasuk di dalamnya antara lain
menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola.
6) Kegiatan-kegiatan metrik, yang termasuk di dalamnya antara lain melakukan
percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model,
menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun.
7) Kegiatan-kegiatan mental, yang termasuk di dalamnya antara lain
merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat,
hubungan-hubungan dan membuat keputusan.
50
2.1.6 Pembelajaran Efektif
Pembelajaran efektif merupakan pembelajaran yang berhasil guna
mencapai tujuan pembelajaran yang ditelah ditetapkan yaitu hasil belajar siswa
dapat memenuhi batas minimal yang telah dirumuskan dan menguasai
keterampilan-keterampilan yang diperlukan (Sumantri 2015:115), hal tersebut
didukung oleh pendapat Wragg (dalam Susanto 2013:188) yang menjelaskan
bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mempermudah siswa
untuk mempelajari sesuatu yang bermanfaat, seperti fakta, keterampilan, nilai
serta konsep atau sesuatu hasil belajar yang diinginkan.
Kriteria pembelajaran dikatakan berhasil atau efektif menurut Djamarah
(2010:101) yaitu persentase peserta didik yang mencapai ketuntasan klasikal
minimal 75% atau lebih dari banyaknya siswa yang mengikuti proses belajar.
Indikator-indikator yang menunjukkan pembelajaran efektif menurut Wotruba dan
Wright (dalam Uno 2015 : 174-190) meliputi :
a. Pengorganisasian materi yang baik
Pengorganisasian adalah bagaimana cara mengurutkan materi yang akan
disampaikan secara logis dan teratur, sehingga dapat terlihat kaitan yang jelas
antara topik satu dengan topik lainnya selama pembelajaran
berlangsung.Pengorganisasian materi terdiri dari perincian materi, urutan
materi dari yang mudah ke yang sukar, dan kaitannya dengan tujuan.
b. Komunikasi yang efektif
Komunikasi yang efektif dalam pembelajaran mencakup penyajian yang
jelas, kelancaran berbicara, interpretasi gagasan abstrak dengan contoh-
51
contoh, kemampuan wicara yang baik (nada, intonasi, ekspresi) dan
kemampuan untuk mendengar.
c. Penguasaan dan antusiasme terhadap materi pelajaran
Seorang guru dituntut untuk menguasai materi pelajaran dengan benar, harus
mampu menghubungkan materi yang diajarkannya dengan pengetahuan yang
telah dimiliki para siswanya dan mampu mengaitkan materi dengan
perkembangan yang sedang terjadi. Penguasaan materi pelajaran harus
diiringi dengan kemauan dan semangat untuk memberikan pengetahuan dan
keterampilan kepada para siswa.
d. Sikap positif terhadap siswa
Sikap positif terhadap siswa ditunjukkan dengan cara memberikan perhatian
kepada orang per orang atau dalam kelompok yang mengalami kesulitan.
Bantuan yang diberikan kepada siswa diberikan apabila mereka sudah
berusaha tetapi mengalami kesulitan. Bantuan ini bukan berarti memecahkan
masalah siswa, melainkan memberikan saran tentang jalan keluarnya,
memberikan dorongan dan membangkitkan motivasi.
e. Pemberian nilai yang adil.
Keadilan dalam pemberian nilai tercermin dari adanya kesesuaian soal tes
dengan materi yang diajarkan, sikap konsisten terhadap pencapaian tujuan
pembelajaran, usaha yang dilakukan siswa untuk mencapai tujuan, kejujuran
siswa dalam memperoleh nilai dan pemberian umpan balik terhadap hasil
pekerjaan siswa.
52
f. Keluwesan dalam pendekatan pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran seharusnya ditentukan berdasarkan karakteristik
siswa, karakteristik materi pembelajaran, dan hambatan yang dihadapi,
karena dengan karakteristik yang berbeda menghendaki pendekatan
pembelajaran yang berbeda pula.
g. Hasil belajar siswa yang baik
Indikator pembelajaran yang efektif dapat diketahui dari hasil belajar siswa
yang baik. Petunjuk keberhasilan siswa dapat dilihat bahwa siswa tersebut
menguasai mata pelajaran yang diberikan. Berdasarkan konsep belajar
tuntas, pembelajaran yang efektif adalah apabila setiap siswa sekurang-
kurangnya dapat menguasai 75% dari materi yang diajarkan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran efektif
adalah pembelajaran yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran yaitu hasil
belajar siswa dapat memenuhi sekurang-kurangnya dapat menguasai 75% dari
materi yang diajarkandan keterampilan-keterampilan yang diperlukan baik secara
klasikal maupun individual.
2.1.7 Hasil Belajar
Setiap proses pembelajaran mempunyai tujuan akhir yaitu mendapatkan
hasil belajar. Menurut Rifa’i dan Anni (2012:69) hasil belajar merupakan
perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktifitas belajar,
perubahan perilaku tergantung pada apa yang telah dipelajari. Sedangkan menurut
Gagne (dalam Suprijono 2012:5) hasil belajar berupa informasi verbal yaitu cara
mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk lisan ataupun tulisan, keterampilan
53
intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan suatu konsep, strategi kognitif
yaitu cara menggunakan suatu konsep untuk memecahkan masalah, keterampilan
motorik yaitu kemampuan melakukan gerak jasmani dan sikap yaitu kemampuan
menerima atau menolak objek yang ditunjukkan dengan perilaku.
Hasil belajar berupa perubahan perilaku yang meliputi tiga ranah yaitu
ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Hasil belajar pada penelitian
ini hanya dibatasi pada aspek kognitif, berdasarkan taksonomi Bloom (dalam
Kosasih 2014: 17-27) terdiri dari enam tingkatan aspek kognitif yaitu:
a) Mengingat (remembering), ditandai oleh kemampuan peserta didik untuk
mengenali kembali sesuatu objek, ide, prosedur, prinsip, atau teori yang
pernah diketahuinya dalam proses pembelajaran, tanpa memanipulasikannya
dalam bentuk atau simbol lain.
b) Memahami (understanding), ditandai oleh kemampuan peserta didik untuk
mengerti akan suatu keonsep, rumus, atau fakta-fakta untuk kemudahan
menafsirkan dan menyatakannnya kembali dengan kata-kata sendiri.
c) Menerapkan (applying), merupakan kemampuan melakukan atau
mengembangkan sesuatu sebagai wujud dari pemahaman konsep tertentu.
d) Menganalisis (analyzing), merupakan kemampuan memisahkan suatu fakta
atau konsep ke dalam beberapa komponen dan menghubungkan satu sama
lain untuk memperoleh pemahaman atas konsep tersebut secara utuh.
e) Mengevaluasi (evaluating), adalah kemampuan di dalam menunjukkan
kelebihan dan kelemahan sesuatu berdasarkan kriteria atau patokan tertentu.
54
f) Mencipta (creating), merupakan kompetensi kognitif paling tinggi.
Mencipta adalah kemampuan ideal yang seharusnya dimiliki oleh peserta
didik setelah mempelajari kompetensi tertentu.
2.1.7.1 Penilaian Hasil Belajar
Untuk mengetahui ketercapaian hasil belajar kognitif siswa maka
dilakukan penilaian terhadap hasil belajar. Arikunto (2013:67) menjelaskan
bahwa penilaian terhadap siswa dengan cara memberikan tes hasil belajar pada
akhir pembelajaran. Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan
yang sudah ditentukan Jenis tes yang di gunakan untuk penilaian hasil belajar di
sekolah adalah tes buatan guru, yakni tes lisan dan tes tertulis.
Menurut Purwanto (2009:35) Tes tertulis dibagi menjadi dua diantaranya:
a) Tes objektif merupakan tes yang pemeriksaannya dapat dilakukan secara
objektif. Soal yang diajukan jauh lebih banyak daripada tes essay.
b) Tes Subjektif, pada umumnya berbentuk essay. Tes bentuk ini merupakan
sejenis tes yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian
kata-kata. Ciri-ciri pertanyaannya didahului dengan kata-kata seperti; jelaskan,
mengapa, bagaimana, simpulkan, dll. Tes essay menuntut siswa untuk
memiliki kemampuan mengorganisir, menginterpretasi, dan menghubungkan
pengertian-pengertian yang telah dimiliki
Hasil belajar siswa akan dinilai oleh guru. Penilaian hasil belajar
merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan
pencapaian hasil belajar siswa. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan
55
penilaian hasil pembelajaran sebagai upaya tercapainya tujuan pembelajaran serta
proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Berdasarkan peraturan pemerintah
Nomor 19 tentang standar Nasional Pendidikan pasal 64 ayat (1) bahwa penilaian
hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau
proses kemajuan dan perbaikan hasil belajar.
Simpulan dari berbagai pengertian tentang penilaian hasil belajar adalah
proses pengumpulan dan pengolahan informasi dalam pencapaian hasil belajar
siswa untuk menilai proses kemajuan dan perbaikan hasil belajar siswa dengan
menggunakan tes lisan maupun tulis.
2.1.7.2 Prinsip Penilaian Hasil Belajar
Proses belajar hasil belajar dinilai berdasarkan prinsip-prinsip penilaian
sebagai pedoman guru dalam menilai. Menurut Hamdani (2011:303) menjelaskan
terdapat prinsip-prinsip penilaian hasil belajar yang harus diperhatikan oleh guru.
Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
a. Valid yaitu penilaian hasil belajar harus dinilai dengan alat ukur yang sesuai
untuk mengukur pencapaian kompetensi yang ditetapkan dalam standar isi
yaitu standar kompetensi kompetensi dasar dan standar kelulusan.
b. Objektif yaitu penilaian yang tidak dipengaruhi oleh subjektivitas penilai,
perbedaan latar belakang agama, sosial-ekonomi, budaya, bahasa, gender, dan
hubungan emosional.
c. Transparan yaitu penilaian hasil belajar sebaiknya bersifat terbuka, diketahui
oleh semua pihak yang berkepentingan sehingga peserta didik mendapatkan
pemantauan yang baik untuk meningkatkan hasil belajarnya.
56
d. Adil yaitu penilaian hasil belajar hendaknya tidak membedakan latar
belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi,dan
gender.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan yaitu penilaian hasil belajar mencakup
semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian
yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan siswa.
f. Bermakna yaitu penilaian hasil belajar harus mudah dipahami, mempunyai
arti, bermanfaat, dan dapat ditindak lanjuti oleh semua pihak, terutama guru,
siswa, orang tua, serta masyarakat.
g. Sistematis yaitu penilaian hasil belajar dilakukan secara berencana dan
bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
h. Akuntabel yaitu penilaian hasil belajar harus dapat dipertanggungjawabkan,
baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasil.
i. Beracuan kriteria yaitu penilaian hasil belajar didasarkan pada ukuran
pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan.
Dariberbagaipengertian tersebut dapatdisimpulkanbahwa terdapat
sembilan prinsip penilaian hasil belajar harus selalu digunakan oleh guru untuk
menilai hasil belajar siswa.
2.1.7.3 Jenis-Jenis Penilaian
Ada beberapa jenis penilaian diri, diantaranya:
a) Penilaian langsung dan spesifik, yaitu penilaian secara langsung, pada saat
atau setelah selesai melakukan tugas, untuk menilai aspek-aspek kompetensi
tertentu dari suatu mata pelajaran.
57
b) Penilaian Tidak langsung dan holistik, yaitu penilaian yang dilakukan dalam
kurun waktu yang panjang, untuk memberikan penilaian secara keseluruhan.
c) Penilaian Sosio-Afektif, yaitu penilaian terhadap unsur-unsur afektif atau
emosional. Misalnya, peserta didik dapat diminta untuk membuat tulisan yang
memuat curahan perasaannya terhadap suatu objek tertentu.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 jenis penilaian yaitu penilaian
langsung yang berkaitan dengan tugas siswa, penilaian tidak langsung yaitu
melalui kurun waktu dan penilaian afektif yang berkaitan dengan unsur afektif
atau emosional.
2.1.7.4 Kelebihan Tes Uraian
Soal uraian atau soal dengan bentuk subjektif memiliki beberapa kelebihan
menurut Arikunto (2013:178) kelebihan tersebut diantaranya:
1) Mudah disiapkan dan disusun.
2) Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan
3) Mendorong siswa untuk berani mengungkapkan pendapatnya.
4) Memberi kesempatan siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya
bahasanya sendiri.
5) Dapat diketahui sejauh mana siswa dapat mendalami suatu masalah yang
diteskan.
Pendapat lain tentang kelebihan tes uraian disampaikan oleh Purwanto
(2009:38) diantaranya:
a) Memerlukan waktu yang singkat.
b) Memiliki kebebasan dalam menjawab melatih mengeluarkan pikiran.
58
c) Lebih ekonomis.
Simpulan dari kelebihan tes uraian diantaranya mudah, memberi
kesempatan siswa mengeluarkan pendapat, mengetahui kemampuan siswa dan
lebih ekonomis.
2.1.7.5 Kekurangan Tes uraian
Selain memiliki kelebihan tes berbentuk soal uraian memiliki beberapa
kekurangan, diantaranya:
1) Kadar validitas dan reliabilitas rendah karena sukar diketahui dari segi mana
pengetahuan siswa benar-benar telah dikuasai.
2) Kurang representative karena butir soalnya terbatas.
3) Cara memeriksa banyak dipengaruhi unsur subjektif.
4) Pemeriksaan lebih sulit.
5) Memerlukan waktu yang lama untuk mengoreksi
Kekurangan tes bentuk soal uraian menurut Purwanto (2009:38) diantaranya:
a) Kurang dapat digunakan untuk mengetes pelajaran yang scopenya luas.
b) Kemungkinan jawaban heterogen yang sifatnya menyulitkan.
c) Baik buruknya tulisan yang tidak sama mudah menimbulkan penskoran yang
kurang objektif.
Dari beberapa kekurangan tes berbentuk uraian dapat disimpulkan bahwa soal
dalam bentuk subjektif memiliki kekurangan diantaranya soal terbatas, dalam
pemeriksaan banyak dipengaruhi unsur subjektif, pemeriksaan lebih sulit,
memerlukan waktu yang lama untuk mengoreksi.
59
2.1.8 Pengertian Model Pembelajaran
Seorang guru dituntut adanya inovasi dalam pembelajaran agar tidak
monoton yaitu dengan adanya model pembelajaran. Model pembelajaran
menekankan bagaimana membantu siswa belajar mengkonstruksi pengetahuan
belajar bagaimana cara belajar, yang mencakup belajar dari sumber-sumber yang
sering kali dianggap pasif seperti belajar dari ceramah, tugas membaca, dan
sebagainya (Huda 2013:74). Sedangkan menurut Joice (dalam Trianto, 2011:22)
model pembelajaran merupakan suatu perencanaan sebagai pedoman dalam
merancang pembelajaran di kelas untuk menentukn perangkat-peragkat termasuk
didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum dan lain lain.
Pengertian tentang model pembelajaran disampaikan oleh Rusman
(2012:144) yang menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan suatu
rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran,
membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, model pembelajaran adalah suatu
cara sistematis untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang dapat diguna0kan
oleh guru untuk merancang suatu proses pembelajaran yang dapat meningkatkan
prestasi siswa.
2.1.8.1 Karakteristik Model Pembelajaran
Suatu model pembelajaran memiliki ciri khusus yang tidak dimiliki oleh
strategi, metode, atau prosedur. Menurut Kardi dan Nur (dalam Trianto 2014:24)
terdapat empat ciri suatu model pembelajaran yaitu :
60
1) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta dan pengembangnya.
2) Landasan pemikiran tentang apa atau bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dipakai).
3) Tingkah laku belajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan
dengan berhasil.
4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai.
Fathurrohman (2015:31) menjelaskan bahwa ciri-ciri dari model
pembelajaran mendiskripsikan bahwa suatu model pembelajaran ditentukan
berdasarkan pertimbangan ilmiah dan menggunakan prosedur yang sistematik.
Model yang baik adalah model yang memeiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Adanya keterlibatan intelektual-emosional peserta didik melalui kegiatan
mengalami, menganalisis, berbuat, dan pembentukan sikap.
2) Peserta didik ikut aktif dan kreatif selama pelaksanaan model pembelajaran.
3) Guru bertindak sebagai fasilitator, koordinator, motivator serta mediator bagi
kegiatan belajar peserta didik.
4) Penggunaan berbagai metode, alat serta media pembelajaran.
Simpulan bahwa ciri dari model pembelajaran adalah ditentukan
berdasarkan pertimbangan ilmiah dan menggunakan prosedur yang sistematik
oleh pencipta dan pengembangnya agar peserta didik aktif dan kreatif selama
pelaksanaan model pembelajaran dengan berbagai metode, alat dan media
pembelajaran yang sesuai.
61
2.1.8.2 Unsur-Unsur Model Pembelajaran
Suatu model pembelajaran memiliki struktur yang jelas. Menurut Joyce
dan Weil (dalam Huda 2013:75) terdapat lima aspek struktur umum dalam model
pembelajaran, antara lain :
1) Sintak (tahap-tahap) yang merupakan implementasi model di lapangan.
Rangkaian sistematis. Menurut Trianto (2014:25) Sintaks merupakan pola
yang menggambarkan urutan alur tahap keseluruhan yang pada umumnya
disertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran yang menunjukkan apa
yang harus dilakukan guru dan siswa.
2) Sistem sosial mendiskripsikan peran dan relasi antara guru dan siswa. Dalam
sebagian model pembelajaran aktivitas lebih dipusatkan pada siswa, dan
dalam sebagian yang lain aktivitas tersebut didiskusikan secara merata.
3) Peran guru mendiskripsikan bagaimana guru mengetahui siswanya dan
merespo apa yang telah dilakukan oleh siswanya. Prinsip ini merefleksikan
aturan dalam memilih model dan menyesuaikan respon instruksional dengan
apa yang dilakukan oleh siswa.
4) Sistem dukungan merupakan diskripsi kondisi mendukung yang seharusnya
diciptakan oleh guru dalam menerapkan model tertentu. Dukungan merujuk
pada prasyarat tambahan diluar skil, kapasitas manusia pada umumnya dan
fasilitas teknis pada khususnya. Berupa buku, prrangkat laboraturium, dll.
5) Pengaruh yang merujuk pada efek yang ditimbulkan oleh setiap model atau
dapat dikatakan dampak dari penerapan setiap model. Yang dapat dibagi
menjadi dua yaitu dampak instruksional dan pengiring. Dampak instruksional
62
merupakan dampak langsung dari suatu model pembelajaran yang
disebabkan oleh konten atau skill yang menjadi dasar pelaksanaanya.
Sedangkan dampak pengiring adalah dampak yang bersifat implisit dalam
lingkungan belajar; pengaruh ini merupakan pengaruh secara tidak langsung
dari model pengajaran tertentu
Simpulan bahwa unsur model pembelajaran memuat lima aspek diantaranya,
sintak, sistem sosial, tugaas atau peran guru, sistem dukungan dan pengaruh
model pembelajaran.
2.1.9 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai
12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret.
Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir
untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan
objek yang bersifat kongkret (Heruman, 2013: 1). Oleh karena itu dalam proses
pembelajaran perlu digunakan media-media nyata dengan model pembelajaran
yang sesuai sehingga siswa dapat dengan mudah memahami materi pelajaran dan
menerapkan materi yang telah dipelajarinya karena siswa belajar secara langsung.
Hal yang perlu diperhatikan oleh seorang pendidik di sekolah dasar adalah
pemahaman terhadap karakteristik siswa yang diajarnya. Karena usia sekolah
dasar merupakan usia yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena
itu, pada usia tersebut potensi yang dimiliki siswa perlu didorong sehingga dapat
berkembang secara optimal.
63
Rifa’i dan Anni (2011: 68) menyebutkan ciri-ciri usia sekolah dasar yaitu,
orang tua menyebut masa ini sebagai usia yang menyulitkan karena anak pada
masa ini anak lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya daripada oleh
orang tuanya sehingga sulit bahkan tidak mau lagi menuruti perintah orang
tuanya. Kebanyakan anak pada masa ini juga kurang memperhatikan terhadap
pakaian dan benda-benda miliknya, sehingga orang tua menyebutnya usia tidak
rapi. Anak tidak terlalu memperdulikan penampilannya. Mereka cenderung,
ceroboh, semaunya, dan tidak rapi dalam memelihara kamar dan barang-barang.
Pada masa ini, anak juga sering kelihatan saling mengejek dan bertengkar dengan
saudara-saudaranya sehingga orang tua menyebutnya sebagai usia bertengkar.
Para pendidik memberi sebutan anak usia sekolah dasar, karena pada
rentang usia 6-12 tahun anak bersekolah di sekolah dasar. Di sekolah dasar, anak
diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang dianggap
penting untuk keberhasilan jenjang pendidikan selanjutnya dan penyesuaian diri
dalam kehidupan nyata. Para pendidik juga memandang periode ini sebagai usia
kritis dalam dorongan berprestasi. Dorongan berprestasi membentuk kebiasaan
pada anak untuk mencapai sukses ini cenderung menetap hingga dewasa.
Psikolog perkembangan anak menyebutkan siswa SD juga mempunyai
kecendrungan berkelompok dan ingin diterima oleh teman-teman sebaya sebagai
anggota kelompoknya yang disebut sebagai usia kreatif. Sehingga terdapat
beberapa karakteristik dari anak usia sekolah dasar yaitu; (1) senang bermain, (2)
senang bergerak, (3) senang bekerja dalam kelompok, (4) senang merasakan atau
melakukan sesuatu secara langsung. Karakteristik yang pertama yaitu senang
64
bermain, hal ini menuntut guru SD untuk merancang pembelajaran yang
bermuatan permainan dengan menerapkan model pembelajaran yang mendukung
terutama untuk siswa kelas rendah. Karakteristik yang kedua yaitu senang
bergerak. guru SD hendaknya memfasilitasi siswa dengan menerapkan model-
model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk bergerak dan berpindah.
Karakteristik ketiga yaitu senang bekerja dalam kelompok, hal tersebut membuat
guru SD harus dapat merancang sebuah pembelajaran yang dapat memfasilitasi
siswa untuk berkelompok dan berinteraksi satu dengan yang lain dengan
menggunakan model pembelajaran yang sesuai. Sedangkan untuk karakteristik
yang keempat, yaitu senang merasakan dan melakukan secara langsung berarti
guru SD dituntut untuk merancang sebuah pembelajaran yang memfasilitasi siswa
secara langsung melalui model-model pembelajaran yang sesuai dan mendukung
karakteristik tersebut.
Berdasarkan beberapa karakteristik yang sudah dipaparkan di atas dapat
disimpulkan bahwa dalam merancang sebuah pembelajaran, guru SD harus benar-
benar memperhatikan karakteristik yang dimiliki oleh siswa SD. Guru harus
menerapkan pembelajaran yang inovatif dengan memilih model-model yang
sesuai dan mendukung dari karakteristik-karakteristik siswa SD sehingga
pembelajaran dapat berjalan secara efektif.
2.1.10 Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Menurut Johnson (2010: 67), sistem CTL adalah proses yang bertujuan
menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka
pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks
65
dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi,
sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, terdapat delapan
komponen yang meliputi membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna,
melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri,
melakukan kerjasama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk
tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan
peniaian autentik.
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu proses
pembelajaranyang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami
makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut
dengan konteks kehidupan sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural)
sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat
diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan ke permasalahan lainnya (Shoimin,
2014:41).
Sementara Rusman (2014:190), mengartikan pembelajaran kontekstual
sebagai suatu pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa
untuk mencari, mengolah dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat
konkret melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan dan
mengalami sendiri.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan
kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang mengaitkan pembelajaran
dengan kehidupan nyata dan penerapannya dalam kehidupan sehingga
memberikan pembelajaran yang bermakna bagi siswanya.
66
2.1.10.1 Prinsip Model Pembelajaran CTL
Rusman (2014:193-199) menyebutkan ada tujuh komponen CTL sebagai
berikut.
a. Kontruktivisme (Kontruktivisme)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir filosofi dalam CTL, yaitu
bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta,
konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
membangun pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman yang nyata.
Batasan kontruktivisme di atas memberikan penekanan bahwa konsep bukanlah
tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman belajar yang harus dimiliki
oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap konsep atau pengetahuan yang
dimiliki siswa itu dapat memberikan pedoman nyata terhadap siswa untuk
diaktualisasikan dalam kondisi nyata.
b. Inquiry (Menemukan)
Menemukan, merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya
menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan
serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri.
c. Questioning (Bertanya)
Melalui penerapan bertanya, pembelajaran akan lebih hidup, akan
mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan mendalam, dan
akan banyak ditemukan unsur-unsur terkait yang sebelumnya tidak terpikirkan
67
baik oleh guru maupun oleh siswa. Dengan mengembangkan kegiatan bertanya,
maka (1) dapat menggali informasi, baik administrasi maupun akademik; (2)
mengecek pemahaman siswa; (3) membangkitkan respon siswa; (4) mengetahui
sejauh mana keingintahuan siswa; (5) mengetahui hal-hal yang diketahui siswa;
(6) memfokuskan perhatian siswa; (7) membangkitkan lebih banyak lagi
pertanyaan dari siswa; dan (8) menyegarkan kembali pengetahuan yang telah
dimiliki siswa.
d. Learning Community (Masyarakat Belajar)
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk
melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman
belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community, bahwa hasil
pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai
pengalaman. Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan
menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community
dikembangkan.
e. Modelling (Pemodelan)
Sekarang ini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa,
karena dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan
mengalami hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu, tahap pembuatan model
dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa
memenuhi harapan siswa secara menyelutuh, dan membantu mengatasi
keterbatasan yang dimiliki oleh para guru.
68
f. Reflection (Refleksi)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja
dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berpikir ke belakang tentang apa-apa
yang sudah dilakukan di masa lalu. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan
untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan
diskusi dengan dirinya sendiri (learning to be).
g. Authentic Assesment (Penilaian Sebenarnya)
Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan
penilaian. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi
yang amat menentukan untuk mendapat informasi kualitas proses dan hasil
pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan
berbagai data dan informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari penerapan
penilaian, maka akan semakin akurat pula pemahaman guru terhadap proses dan
hasil pengalaman beajar setiap siswa.
2.1.10.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran CTL
Rusman (2014: 199-200), langkah-langkah model pembelajaran CTL
dilaksanakan sebagai berikut :
a. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih
bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru yang harus
dimilikinya.
b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang
diajarkan.
69
c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-
pertanyaan.
d. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok,
berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya.
e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi,
model, bahkan media yang sebenarnya
f. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran
yang telah dilakukan.
g. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang
sebenarnya pada setiap siswa.
2.1.10.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran CTL
Shoimin (2014:44) menyebutkan kelebihan dan kekurangan model
pembelajaran CTL sebagai berikut.
a. Kelebihan Model Pembelajaran CTL
1) Pembelajaran kontekstual dapat menekankan aktivitas berpikir siswa secara
penuh, baik fisik maupun mental.
2) Pembelajaran kontekstual dapat menjadikan siswa belajar bukan dengan
menghafal, melainkan proses berpengalaman dalam kehidupan nyata.
3) Kelas dalam kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh
informasi, melainkan sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan
mereka di lapangan.
4) Materi pelajaran ditentukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian orang
lain.
70
b. Kekurangan Model Pembelajaran CTL
1) Penerapan pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang
kompleks dan sulit dilaksanakan dalam konteks pembelajaran, selain juga
membutuhkan waktu yang lama.
Untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada model pembelajaran
CTL, maka guru harus mengefektifkan pengeaplikasian tujuh komponen CTL dan
disesuaikan dengan alokasi waktu dalam pembelajaran Matematika.
2.1.11 Model Pembelajaran Group Investigation (GI)
Slavin (2010: 214), menyebutkan model kooperatif Group Investigation
(GI) dilandasi oleh filosofi belajar John Dewey. Model kooperatif ini telah secara
meluas digunakan dalam penelitian dan memperlihatkan kesuksesannya terutama
untuk program-program pembelajaran dengan tugas spesifik.
Group Investigation (GI) merupakan suatu model pembelajaran yang
lebihmenekankan pada pilihan dan kontrol siswa daripada menerapkan teknik-
teknik pengajaran di ruang kelas. Selain itu juga memadukan prinsip belajar
demokratis dimana siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, baik
dari tahap awal sampai tahap akhir pembelajaran termasuk di dalamnya siswa
mempunyai kebebasan untuk memilih materi yang akan dipelajari sesuai dengan
topik yang sedang dibahas (Shoimin, 2014: 80).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Group
Investigationmerupakan suatu model pembelajaran yang dapat mengembangkan
kreativitas siswa, baik secara perorangan maupun kelompok melalui
pembentukan, penciptaan serta berbagi pengetahuan dan tanggung jawab individu.
71
2.1.11.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Group Investigation (GI)
Slavin (2010: 218-219), model Invetigasi Grup dilaksanakan melalui enam
tahap sebagai berikut.
a. Mengidentifikasikan topik dan mengatur murid ke dalam kelompok.
Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan
mengkategorikan saran-saran. Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk
mempelajari topik yang telah mereka pilih. Komposisi kelompok didasarkan pada
ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen. Guru membantu dalam
pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan.
b. Merencanakan tugas yang akan dipelajari.
Para siswa merencanakan bersama mengenai: apa yang kita pelajari?
Bagaimana kita mempelajarinya? Siapa melakukan apa? (pembagian tugas) Untuk
tujuan atau kepentingan apa kita menginvestigasi topik ini?
c. Melaksanakan investigasi.
Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat
kesimpulan. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usah-usaha yang
dilakukan kelompoknya. Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi,
dan mensistesis semua gagasan.
d. Menyiapkan laporan akhir.
Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek
mereka.Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan
bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka. Wakil-wakil kelompok
72
membentuk sebuah panitia acara untuk mengorganisasikan rencana-rencana
presentasi.
e. Mempresentasikan laporan akhir.
Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.
Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya aktif. Para
pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota kelas.
f. Evaluasi
Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut,
mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan pengalaman-
pengalaman mereka. Guru dan murid berkolaborasi dalam mengevaluasi
pembelajaran siswa. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran
paling tinggi.
2.1.11.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Group
Investigation (GI)
Shoimin (2014: 81-82) menyebutkan kelebihan dan kekurangan model
pembelajaran GI sebagai berikut.
a. Kelebihan Model Pembelajaran GI
1.) Siswa terlatih untuk mempertanggungjawabkan jawaban yang diberikan.
2.) Bekerja secara sistematis.
3.) Mengembangkan dan melatih keterampilan fisik dalam berbagi bidang.
4.) Merencanakan dan mengorganisasikan pekerjaannya.
5.) Mengecek kebenaran jawaban yang mereka buat.
73
6.) Selalu berpikir tentang cara atau strategi yang digunakan sehingga didapat
suatu kesimpulan yang berlaku umum.
b. Kekurangan Model Pembelajaran GI
1.) Sedikitnya materi yang disampaikan pada satu kali pertemuan.
2.) Sulitnya memberikan penilaian secara proporsional.
3.) Tidak semua topik cocok dengan model pembelajaran GI.
4.) Diskusi kelompok biasanya berjalan kurang efektif.
5.) Siswa yang tidak tuntas memahami materi prasyarat akan mengalami
kesulitan saat menggunakan model ini.
Untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada model pembelajaran GI,
maka guru harus menganalisis materi pembelajaran sebelum menerapkan model
GI dan mengkondisikan siswa sebelum proses pembelajaran serta mengkonfirmasi
kepada siswa yang mengalami kesulitan tentang pemahaman materi prasyarat.
2.1.12 Teori Belajar Bruner
Di dalam Winataputra, dkk (2008 : 3.13) Jerome S. Bruner merupakan
seorang ahli psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberi
perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir. Kurikulum yang
dikembangkan pada model ini diarahkan pada upaya mendidik siswa untuk
memiliki kemampuan menyelidiki (inkuiri) dan menemukan (diskoveri). Agar
pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual anak maka materi
pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif
anak yang meliputi tahap enaktif, ikonik, dan simbolik. Selanjutnya, ketiga tahap
74
perkembangan kognitif ini oleh Bruner disebut sebagai model dalam menyajikan
pelajaran. Ketiga model tersebut digambarkan sebagai berikut.
1. Penyajian Enaktif
Penyajian enaktif adalah penyajian yang dilakukan melalui tindakan memiliki
karakter manipulasi yang tinggi. Penyajian seperti ini sangat diperlukan oleh
anak anak yang mulai dapat memanipulasi beberapa aspek realita tanpa
menggunakan imajinasinya atau tutur kata. Ia akan dapat memahami sesuatu
dari melakukan sesuatu. Contohnya seorang anak yang mengatur
keseimbangan timbangan dengan jalan menyesuaikan kedudukan badannya
walaupun anak itu mungkin tidak dapat menjelaskan prosedurnya
2. Penyajian Ikonik
Penyajian ikonik dilakukan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik
yang menggambarkan suatu konsep tetapi tidak mendefinisikannya.
Penyajian ini bergantung pada visual organisasi sensorik anak. Bila
mendekati masa remaja, Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media
berpikir. Kemudian, pada masa transisi penyajian ikonik yang berdasarkan
pengindraan dilanjutkan dengan penyajian simbolik yang didasarkan pada
sistem berpikir abstrak.
3. Penyajian Simbolik
Bahasa adalah dasar dari penyajian simbolik. Penyajian ini dibuktikan oleh
kemampuan anak untuk memikirkan proposisi dibandingkan objek,
memberikan struktur hirearkis pada konsep-konsep dan untuk memikirkan
75
alternatif yang mungkin dapat menerangkan cara bekerjanya neraca atau
timbangan.
2.1.13 Teori Belajar yang Mendasari Pembelajaran Matematika Melalui
Model CTL Berbasis Teori Bruner
2.1.13.1 Teori Belajar Kognitif
Teori psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian
unsur-unsur kognisi terutama unsur pikiran untuk dapat mengenal dan memahami
stimulus yang datang dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekannkan
pada proses internal dalam berpikir, yakni proses pengolahan informasi. Teori
belajar ini menekankan pada cara-cara seseorang menggunakan pikirannya untuk
belajar, mengingat, dan penggunaan pengetahuan yang telah diperoleh dan
disimpan di dalam pikirannya secara efektif (Rifa’i dan Anni 2010:128).
Teori belajar kognitif mendasari penelitian ini karena teori ini berimplikasi
pada pelaksanaan pembelajaran, khususnya di SD yaitu pada tahapan operasional
konkret. Pada tahap ini anak mampu mengoperasionalkan berbagai logika, namun
masih dalam bentuk benda konkret. Kemampuan untuk menggolong-golongkan
sudah ada namun belum bisa memecahkan masalah abstrak. Oleh karena itu, guru
harus menyajikan sesuatu yang konkret agar siswa SD bisa memahaminya.
Penyajian pembelajaran dikemas secara kontekstual disesuaikan dengan
permasalahan yang ada di sekitar kehidupan siswa. Peneliti juga menggunakan
media video agar penyajian materi tidak terlalu abstrak bagi siswa. Selain itu,
berbagai kemampuan kognitif yang dimiliki anak juga harus terus diasah sesuai
76
dengan tahap perkembangannya melalui kegiatan mengkonstruksi pengetahuan,
menemukan, bekerja secara kelompok dan memodelkan pengetahuannya.
2.1.13.2 Teori Belajar Konstruktivisme
Esensi pembelajaran kontruktivisme adalah peserta didik secara individu
menemukan dan mentransfer informasi yang kompleks apabila menghendaki
informasi itu menjadi miliknya. Pembelajaran konstruktivistik memandang bahwa
peserta didik secara terus menerus memeriksa informasi baru yang berlawanan
dengan aturan aturan lama dan merevisi aturan aturan tersebut jika tidak
digunakan lagi. Kontruktivisme merupakan teori yang menggambarkan
bagaimana belajar itu terjadi pada individu, berkenaan dengan apakah peserta
didik tersebut menggunakan pengalamannya untuk memahami pembelajaran.
(Rifa’i dan Anni 2010:189-190).
2.1.14 Langkah-langkah Model Pembelajaran CTL Berbasis Bruner dan GI
No.
Langkah-langkah Model
Contextual Teaching and
Learning (Trianto,
2014:144-151)
Langkah-langkah
Pembelajaran Menurut
Teori Brunner (Udin S,
Winataputra, 2008)
Langkah-langkah
Model CTLberbasis
teori Brunner
1.
Guru mengembangkan
pemikiran bahwa anak
belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja
sendiri, menemukan
sendiri dan
mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan
ketetampilan
Enaktif Guru mengembangkan
pemikiran bahwa anak
akan belajar lebih
bermakna dengan cara
bekerja sendiri,
menemukan sendiri dan
mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan
ketetampilan baru
77
baru. berbantuan media
konkrit.
2.
Siswa merumuskan
permasalahan,
mengamati, menganalisis
serta menyajikan hasil
dari penemuan siswa.
Ikonik Siswa merumuskan
permasalahan,
mengamati,
menganalisis serta
menyajikan hasil dari
penemuan siswa secara
ikonik.
3.
Guru membimbing dan
mengarahkan siswa untuk
bertanya
Guru membimbing dan
mengarahkan siswa
untuk bertanya
4.
Guru menciptakan
masyarakat belajar. Siswa
di bagi dalam kelompok
yang anggotanya
heterogen. Masyarakat
belajar
mengkomunikasikan
topik permasalahan yang
sedang di bahas.
Simbolik Guru menciptakan
masyarakat belajar.
Siswa di bagi dalam
kelompok yang
anggotanya heterogen.
5.
Guru memberikan
permodelan langkah-
langkah penyelesaian
topik permasalahan
Enaktif
Ikonik
Simbolik
Guru memberi ilustrasi
secara enaktif mengenai
topik yang dibahas dan
setiap kelompok
menyelesaikan masalah
secara ikonik serta
mengkomunikasikan
topik permasalahan
yang sedang dibahas
78
6.
Guru membantu siswa
membuat hubungan
antara pengetahuan yang
dimiliki sebelumnya dan
pengetahuan-pengetahuan
baru.
Guru mengatur topik
pelajaran dan
membantu siswa
membuat hubungan
antara pengetahuan
yang dimiliki
sebelumnya dengan
pengetahuan baru
melalui tahap ikonik
dan melaporkannya
dalam bentuk simbolik
7. Evaluasi Evaluasi
No. Langkah Pembelajaran GI (Slavin, 2005: 218-219)
1. Mengidentifikasikan topik dan mengatur murid ke dalam kelompok.
2. Merencanakan tugas yang akan dipelajari.
3. Melaksanakan investigasi.
4. Menyiapkan laporan akhir.
5. Mempresentasikan laporan akhir.
6. Evaluasi.
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran
2.2 Kajian Empiris
Penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang telah dilakukan
oleh beberapa peneliti yang telah menggunakan model CTL maupun Group
Investigation. Adapun hasil penelitiannya adalah sebagai berikut:
Penelitian yang dilakukan Kusumadewi, dkk (2013: 57-63) dengan judul
“Keefektifan CTL Berbantuan Macromedia Flash terhadapKemampuan Berpikir
Kritis pada Materi Segiempat” menunjukkan hasil bahwa pembelajaran dengan
79
model CTL berbantuan Macromedia Flash 8 efektif terhadap kemampuan
berpikir kritis materi segiempat. Penelitian yang dilakukan Susilawati (2014: 265-
272) dengan judul “Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) pada Konsep Operasi Bilangan”menunjukkan hasil yang sangat signifikan
yang menjustifikasi metode CTL meningkatkan pemahaman siswa mengenai
konsep operasi bilangan.
Penelitian lain yang dilakukan Glynn (2004: 51-63) dengan judul
“Contextual Teaching and Learning of Science in Elementary Schools”
menyatakan bahwa CTL memiliki kelebihan untuk membantu siswa membangun
pengetahuan mereka sendiri dengan cara membimbing mereka melalui skenario
dimana mereka diwajibkan untuk secara aktif mengeksplorasi konten untuk
mencapai tujuan, memecahkan masalah, menyelesaikan sebuah proyek, atau
menjawab pertanyaan. Penelitian oleh Yusmet Rizal, dkk (2012: 24-29) dengan
judul “Implementasi CTL dalam meningkatkan Pemahaman Konsep
Matematika”menunjukkan hasil bahwa pemahaman konsep matematika siswa
kelas VIII4 SMPN 2 Pasaman dengan menggunakan model pembelajaran CTL
cukup baik.
Penelitian oleh Ariestuti, dkk (2014: 1-10) berjudul “Penerapan
Pendekatan Contextual Teaching and Learning Untuk Meningkatkan Keaktifan
dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN 3 Tonja Tahun Ajaran 2014/2015”
menyatakan bahwa penerapan pendekatan CTL dapat meningkatkan keaktifan dan
hasil belajar IPA siswa kelas VI SDN 3 Tonja tahun ajaran 2014/2015. Penelitian
dari Mafhuhah(2012: 86-94) berjudul “Pembelajaran Penjumlahan Bilangan
80
Pecahan Dengan Metode Contextual Teaching And Learning (CTL) Di SD
Muhammadiyah Program Khusus, Kota Barat, Surakarta” menyatakan bahwa
pembelajaran penjumlahan pecahan dengan metode CTL dapat meningkatkan
motivasi dan hasil belajar peserta didik kelas IV SD Muhammadiyah program
khusus, kota Barat, Surakarta. Penelitian oleh Setyadi, dkk (2014: 121-126)
dengan judul “Penerapan Model Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Untuk
meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas V SD Negeri 2 Lamuk
Tahun Ajaran 2013/2014”menunjukkan bahwa penerapan model kooperatif tipe
group investigation(GI) dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada Siswa
Kelas V SD Negerei 2 Lamuk Tahun Ajaran 2013/2014. Penelitian lain dariAdora
(2014: 146-147) dengan judul “Group Investigation in Teaching Elementary
Science”menunjukkan hasil bahwa metode Group Investigation lebih baik
daripada metode tradisional/ konvensional dalam pembelajaran sains di sekolah
dasar.
2.3 Kerangka Berpikir
Matematika adalah ilmu deduktif, formal, hierarki dan menggunakan
bahasa simbol yang memiliki arti yang padat. Karena adanya perbedaan
karakteristik antara matematika dan anak usia SD, maka matematika akan sulit
dipahami oleh anak SD jika diajarkan tanpa memperhatikan tahap berpikir anak
SD. Seorang guru hendaknya mempunyai kemampuan untuk menghubungkan
antara dunia anak yang belum dapat berpikir secara deduktif agar dapat mengerti
matematika yang bersifat deduktif. Salah satu caranya yaitu dengan menggunakan
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) berbasis Bruner.
81
Model pembelajaran tersebut sangat sesuaidengan karakteristik siswa SD
yaitu dalam pelaksanaanya siswa seperti pembelajaran yang bermakna, melatih
siswa untuk bekerjasama dengan teman sekelompoknya, dan menemukan sendiri
dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
Berikut ini adalah kerangka berpikir keefektifan model pembelajaran CTL
berbasis teori Bruner terhadap hasil belajar Matematika pada siswa kelas IV SDN
Gugus Pangeran Diponegoro Kecamatan Gajah Kabupaten Demak.
Tes Awal (Pretest)
Gambar2.1Bagan Kerangka Berpikir
Perbandingan Hasil Belajar Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Pembelajaran matematika di kelas IV SDN Gugus Pangeran Diponegoro
Kelas eksperimen menggunakan
CTL berbasis teori Bruner
Kelas Kontrol menggunakan
model GI
Tes Akhir (Postest)
Hasil belajar kelas eksperimen
dibandingkan dengan KKM
Hasil belajar kelas control
dibandingkan dengan KKM
Diasumsikan Pembelajaran CTL berbasis teori Bruner efektif dalam mata pelajaran matematika
82
2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah atau
submasalah yang diteliti, dijabarkan dari landasan teori tetapi harus diuji
kebenarannya (Sukmadinata 2013:305). Dikatakan sementara karena jawaban
yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada
fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga
dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian,
belum jawaban yang empirik dengan data (Sugiyono 2015:96). Berdasarkan
kajian teori dan kerangka berpikir, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Hipotesis 1
Hasil belajar matematika siswa kelas IV A SDN Gajah 2 yang diajarkan
menggunakan Model pembelajaran CTL berbasis teori Bruner dapat mencapai
Kriteria Ketuntasan Minimal.
2. Hipotesis 2
Model pembelajaran CTL berbasis teori Bruner lebih efektif daripada
pembelajaran di kelas kontrol terhadap hasil belajar matematika kelas IV SDN
Gugus Pangeran Diponegoro kecamatan Gajah.
157
157
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SDN Gugus Pangeran
Diponegoro Kecamatan Gajah Demak, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Hasil belajar matematika siswa kelas IV A SDN Gajah 2 dengan
menggunakan model CTL berbasis Bruner mencapai ketuntasan secara
klasikal karena yang mendapatkan nilai matematika di atas KKM (75) telah
mencapai 75% atau lebih. Pada kelas eksperimen diperoleh harga zhitung =
2,215, sedangkan harga z (0,5-α) dengan peluang (0,5 – α) adalah 1,64. Karena
zhitung> z (0,5-α) maka Ha diterima dan Ho ditolak (persentase ketuntasan
klasikal hasil belajar kognitif siswa lebih kecil sama dengan 75%).
2. Model CTL berbasis Bruner efektif digunakan pada pembelajaran matematika
semester 2 kelas IV SDN Gugus Pangeran Diponegoro Kecamatan Gajah
Demak. Keefektifan model CTL berbasis Bruner didasarkan pada pengujian
hipotesis dengan menggunakan uji rata-rata (uji t) satu pihak yaitu dalam
penelitian ini digunakanuji pihak kanan dengan menggunakan rumus Polled
Varians. Uji keefektifan diperoleh thitung > ttabel (3,624> 2,042). Uji keefektifan
menggunakan data N-Gain diperoleh thitung= 2,30 dan ttabel =2,10 jika
dibandingkan maka thitung > ttabel, kesimpulan berdasarkan uraian tersebut
diperoleh thitung = 2,30> ttabel = 2,10 sehingga dapat disimpulkan bahwa
158
keefektifan model CTL berbasis Bruner lebih besar dari keefektifan model GI
(lebih efektif).
3. Rata-rata persentase aktivitas peserta didik pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol dari tiap pertemuan mengalami peningkatan. Rata-rata persentase
aktivitas peserta didik di kelas eksperimen pada pertemuan ke-1 sebesar
66,67% dengan kriteria baik, pertemuan ke-2 sebesar 83,33%, pertemuan ke-
3 sebesar 86,11% dan pertemuan ke-4 sebesar 97,22% dengan kriteria sangat
baik, sedangkan pada kelas kontrol pada pertemuan ke-1 sebesar 61,11%
dengan kriteria baik , pertemuan ke-2 sebesar 77,78% dengan kriteria sangat
baik, pertemuan ke-3 sebesar 83,33% dan pertemuan ke-4 sebesar 94,44%
dengan kriteria sangat baik. Rata-rata persentase aktivitas peserta didik dalam
4 pertemuan pada kelas eksperimen adalah 83,33%, sedangkan pada kelas
kontrol rata-ratanya adalah 79,17% yang mana keduanya termasuk dalam
kriteria sangat baik.
4. Rata-rata persentase kinerja guru pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
dari tiap pertemuan mengalami peningkatan. Rata-rata persentase kinerja guru
kelas eksperimen pada pertemuan ke-1 sebesar 61,11% yang termasuk
kriteria baik, pertemuan ke-2 sebesar 86,11% dengan kriteria sangat baik.
Kinerja guru kelas eksperimen semakin meningkat pada pertemuan ke-3 yaitu
sebesar 88,89% dan 94,44% untuk pertemuan ke-4 dengan kriteria sangat
baik, sedangkan pada kelas kontrol kinerja guru pada pertemuan ke-1 sebesar
50% dengan kriteria baik, pertemuan ke-2 sebesar 77,78% dengan kriteria
sangat baik, pada pertemuan ke-3 sebesar 80,56% dan 91,67% untuk
159
pertemuan ke-4 dengan kriteria sangat baik. Rata-rata persentase kinerja guru
pada kelas eksperimen dalam 4 pertemuan adalah 82,64% dan kelas kontrol
adalah 75%, yang mana keduanya termasuk dalam kriteria sangat baik.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka terdapat beberapa saran dari peneliti
yaitu sebagai berikut :
a. Guru sebaiknya dapat menentukan model pembelajaran inovatif yang sesuai
dengan materi ajar, jenjang kelas, kondisi siswa dan lingkungan kelas.
Pemilihan model inovatif yang tepat akan berpengaruh pada minat belajar
siswa sekaligus hasil belajar siswa.
b. Dalam penerapan model CTL berbasis Bruner maupun GI, siswa kurang
percaya diri untuk bertanya kepada teman sebangkunya apabila menemui
kesulitan belajar. Guru sebaiknya lebih memperhatikan dan membimbing
siswanya pada saat kegiatan diskusi. Sehingga kerja sama antar siswa dalam
kelompok berjalan dengan baik dan hasil belajar akan lebih optimal.
c. Pihak sekolah perlu memotivasi guru untuk berinovasi dalam pembelajaran.
Salah satu inovasi yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan model
CTL berbasis Bruner, karena melalui penerapan model tersebut peningkatan
hasil belajar yang menggunakan model CTL berbasis Bruner lebih tinggi.
d. Siswa diharapkan dapat menyesuaikan diri dan tetap berpartisipasi aktif
dengan pelaksanaan model pembelajaran inovatif yang diterapkan di sekolah.
160
DAFTAR PUSTAKA
Adora, Neila M. 2014. “Group Investigation in Teaching Elementary Science”.
Journal of Elementary Science Education, 2(3):146-147.
Aisyah, Nyimas dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika
SD.Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.
Anonim. 2006. Kemendiknas No. 22 tahun 2006: KTSP. Jakarta: Kemendiknas
Ariestuti, Putu Dewi, dkk. 2014. Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and
Learning Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Siswa
Kelas IV SDN 3 Tonja Tahun Ajaran 2014/2015. Jurnal Mimbar PGSD
Unversitas Pendidikan Ganesha. Vol: 2(1): Hal: 1-10.
Arikunto, S. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Depdiknas. 2007. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika.
Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Djamarah. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Fathurrohman, Muhammad. 2015. Model-Model Pembelajaran Inovatif.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Glynn, S. M. dan Linda K. W. 2004. Contextual Teaching and Learning of
Science in Elementary Schools. Journal of Elementary Science
Education.Vol.16(2), 51-63.
Hakim, Thursan. 2000. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara.
Hamalik, Oemar. 2013.Proses Belajar Mengajar.Jakarta : Bumi Aksara.
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : CV Pustaka Setia.
Heruman. 2013. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Hidayati, yulia Mafhuhah. 2012. Pembelajaran Penjumlahan Bilangan Pecahan
dengan Metode Contectual Teaching and Learning (CTL) di SD
Muhammadiyah Program Khusus, Kota Barat, Surakarta. Jurnal Penelitian
Humaniora. Vol.13(1). Hal: 86-94
161
Huda, Miftahul. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Johnson, E. B. 2010. Contextual Teaching and Learning. Bandung: Kaifa.
Karwati, Euis dan Donni Juni Prisana. 2014. Manajemen Kelas. Bandung: CV
Alfabeta.
Kosasih, E. 2014. Strategi Belajar dan Pembelajaran Impelementasi
Kurikulum2013. Bandung: Yrama Widya.
Kusumadewi. 2013. Keefektifan CTL Berbantuan Macromedia Flash terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis pada Materi Segiempat. Jurnal Penelitian
Humaniora Vol. 4 (1): Halaman: 1-7.
Lestari, Karunia Eka dan Yudhanegara. 2017. Penelitian Pendidikan Matematika.
Bandung: Refika Aditama.
Mafhuhah, Yulia.2012.“Pembelajaran Penjumlahan Bilangan Pecahan Dengan
Metode Contextual Teaching And Learning (CTL) Di SD
Muhammadiyah Program Khusus, Kota Barat, Surakarta”. Jurnal
Penelitian Humaniora,13(1): 86-94.
Majid, Abdul. 2014. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 tahun 2006
Tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 tahun 2007
Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nasional Republik Indonesia No.
81A tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum
Pembelajaran.
Ratih, Ni Kadek Ayustria Nari dkk. 2014. Pengaruh Pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) Melalui Pemodelan Media Sederhana
Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Gugus III
Kecamatan Gianyar. Jurnal Mimbar PGSD Unversitas Pendidikan
Ganesha.Vol. 2 (1): halaman: 51-60.
Rifa’i, Achmad dan Catharina Tri Anni. 2011. Psikologi Pendidikan. Semarang:
Unnes Press.
162
Rizal, Yusmet, dkk. 2012. Implementasi CTL dalam meningkatkan Pemahaman
Konsep Matematika Siswa. Jurnal penelitian Matematika Vol. 1(1):
halaman: 24-29
Rusman. 2014. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sa’dijah, Cholis. 1998. Pendidikan Matematika II. Jakarta: Dikti.
Setyadi, Epri. 2014. Penerapan Model Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)
Untuk meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas V SD
Negeri 2 Lamuk Tahun Ajaran 2013/2014. Jurnal Kalam Cendekia Vol.
3(2.1): halaman: 121-126.
Shoimin, A. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta.
Slavin, Robert. E. 2015. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Jakarta:
Nusa Media.
Sudjana, Nana. 2014. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sumantri, Mohamad Syarif. 2015. Strategi Pembelajaran Teori dan Praktik di
Tingkat Pendidikan Dasar. Jakarta: Rajawali Press.
Susilawati, Made. 2014. Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching
andLearning (CTL) pada Konsep Operasi Bilangan. Prosiding Semnas
Matematika Universitas Udayana. Hal: 265-272.
Sutama, dkk. 2013. Contextual Math Learning Based on Lesson Study Can
Increase Study Communication. International Journal of education. Vol. 5
(4): hal: 48-60.
Trianto.2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Trianto. 2014. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara