59
REFERAT Oleh LINDA DEVITA 1102004131 PEMBIMBING: Dr. Hj. Helida Abbas Sp.OG

Kegawat Daruratan Obstetri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gawat darurat obstetri

Citation preview

Page 1: Kegawat Daruratan Obstetri

REFERAT

Oleh

LINDA DEVITA

1102004131

PEMBIMBING:

Dr. Hj. Helida Abbas Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Obstetri dan Ginekologi RSU Dr. Slamet Garut

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi20 April – 27 Juni 2009

Page 2: Kegawat Daruratan Obstetri

PENDAHULUAN

Perawatan selama persalinan dan kehamilan yang telah diperbaiki dapat mengurangi

kematian maternal dan kematian perinatal. Perbaikan aspek sosial, budaya, ekonomi,

dan pendidikan, dapat membantu mengatasi 64 persen penyebab kematian ibu.

Perbaikan penanganan klinis, dapat mengatasi 36 persen kematian ibu. Kesadaran

masyarakat akan tanda-tanda bahaya pada kehamilan dan pengetahuan mengenai

kehamilan akan meminimalkan kegawatdaruratan obstetri, namun banyak

kepercayaan tradisional dan praktek penundaan pengambilan keputusan untuk

mencari perawatan pada fasilitas kesehatan, masih dilakukan masyarakat. Faktor

medis adalah kenyataan bahwa suami dan anggota senior keluarga tidak mengenal

adanya tanda bahaya selama kehamilan dan terjadinya keterlambatan menggunakan

fasilitas medis. Fasilitas medis seperti persediaan darah di rumah sakit yang minim,

akan mempengaruhi proses selanjutnya pada kasus-kasus tersebut. Faktor

kepercayaan dan tradisi disamping keadaan sosio-ekonomi juga memberi sumbangan

kepada terjadinya keadaan fatal bagi ibu. Faktor medis dan non-medis mungkin juga

mempengaruhi proses pengambilan keputusan pada kedaruratan medis yang

menyebabkan kematian.(1)

Kematian pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara

berkembang. Di negara berkembang sekitar 25 – 50% kematian terjadi pada wanita

usia subur. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama kematian wanita

muda pada masa puncak produktivitasnya. Angka kematian ibu merupakan tolok ukur

untuk menilai keadaan pelayanan obstetri disuatu negara. Bila AKI masih tinggi

berarti sistim pelayanan obstetri masih buruk, sehingga memerlukan perbaikan.

Sistem rujukan di Indonesia menjadikan rumah sakit (RS) kabupaten sebagai RS

rujukan sekunder, yang memiliki berbagai fungsi pelayanan obstetri.(2)

Untuk menurunkan AKI, intervensi pra persalinan merupakan strategi umum

yangditerapkan di Indonesia, seperti halnya di negara lain, sebagai alat pemeriksaan

persalinan resiko tinggi, strategi ini belum mampu menurunkan AKI terutama oleh

karena faktor sistem rujukan, serta ketersediaan, dan efektivitas intervensi. Oleh

karena itu salah satu prioritas utama kebijakan “Safe motherhood” adalah

2

Page 3: Kegawat Daruratan Obstetri

meningkatkan atau menjamin akses pelayanan kesehatan bagi kegawatdaruratan

obstetri(2).

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA AKI

Penyebab utama tingginya AKI adalah adanya tiga terlambat (3T) yaitu (2):

1. Terlambat untuk mencari pertolongan bagi kasus kegawatdaruratan obstetri yang

disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, tradisi, budaya ataupun faktor ekonomi.

2. Terlambat mencapai tempat rujukan yang disebabkan oleh keadaan geografi atau

masalah tranportasi.

3. Terlambat memperoleh penanganan yang adekuat setelah tiba ditempat rujukan

akibat kurangnya tenaga sumber daya yang terampil, sarana dan fasilitas

kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar maupun kasus kegawatdaruratan.

3

Page 4: Kegawat Daruratan Obstetri

KEGAWATDARURATAN OBSTETRI

Kegawatdaruratan obstetri adalah keaadaan pada kehamilan yang membutuhkan

penanganan segera atau keadaan pada kehamilan yang mengancam jiwa ibu. Dapat

terjadi pada awal kehamilan, kehamilan lanjut dan mendekati persalinan, saat

persalinan dan pasca persalinan. (3)

Kegawatdaruratan obstetri pada awal kehamilan(3):

abortus

kehamilan ektra uterin (ektopik)

Kegawatdaruratan obstetri pada kehamilan lanjut(3):

Plasenta previa

Solusio plasenta

Rupture uteri

Eklampsia

Sepsis

Kegawatdaruratan obstetri pada persalinan dan pasca persalinan(3):

retensio plasenta

cedera jalan lahir dan ruptur uteri

atonia uteri

eklampsia

infeksi/sepsis

ABORTUS

Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa

mempersoalkan penyebabnya. Bayi mungkin hidup di dunia luar tanpa

mempersoalkan penyebabnya. Dengan kata lain Abortus artinya berakhirnya

kehamilan sebelum janin viabel (bisa hidup) yaitu kurang dari 20 minggu atau berat

kurang dari 500 mg. Memang janin segitu banyak yang mati dari pada hidup. (4,5).

Klasifikasi abortus(4):

4

Page 5: Kegawat Daruratan Obstetri

1. abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis

maupun mekanis.

2. abortus buatan, abortus provokatus, yaitu abortus buatan menurut kaidah ilmu

dan abortus buatan kriminal

Etiologi:

Faktor yang menyebabkan terjadinya abortus, yaitu(4,5):

1. faktor janin, yaitu gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin dan plasenta.

Biasanya yang menyebabkan abortus pada trimester pertama yaitu: kelainan

telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau kelainan

kromosom, embrio dengan kelainan lokal, abnormalitas pembetukan plasenta.

2. faktor maternal yaitu infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang

sedang berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester

kedua, penyakit vaskular seperti hipertensi vaskular, kelainan endokrin, faktor

imunologis, trauma, kelainan uterus, dan faktor psikosomatik.

3. faktor eksterna seperti radiasi, obat-obatan antagonis asam folat, antikoagulan,

merokok, alkohol, caffeine dan lain-lain.

Patogenesis

Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian

diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan nekrotik

pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut dan akhirnya perdarahan

pervaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian. Hal ini menyebabkan

kontraksi uterus dimulai dan segera itu setelah terjadi pendorongan benda asing itu

keluar rongga rahim. Pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling

lama 2 minggu sebelum perdarahan(4).

Sebelum minggu ke 10 hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Karena

villi korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur

mudah terlepas seluruhnya. Antara minggu ke 10-12 korion tumbuh dengan cepat dan

hubungan villi korialis dengan desidua makin erat mulai saat tersebut sering sisa-sisa

korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus. Empat komponen pembeda masing2

abortus adalah : jumlah perdarahan, kolik rahim, pembukaan leher rahim dan ukuran

rahim. (4,5).

5

Page 6: Kegawat Daruratan Obstetri

Gambaran klinis:

Abortus iminens

Threatened abortion, didiagnosis bila seseorang wanita hamil < 20 minggu

mengeluarkan darah sedikit pervagina. Pedarahan dapat belanjut beberapa hari atau

dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau punggung bawah. Setengah dari

abortus akan menjadi abortus komplit atau inkomplit(4).

Dasar diagnosis(4):

1. anamnesis yaitu perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak ada

atau ringan

2. pemeriksaan dalam yaitu fluksus ada (sedikit)

3. pemeriksaan penunjang (hasil USG menunjukkan; buah kehamilan masih

utuh, ada tanda kehidupan, meragukan atau buah kehamilan mati

Pengobatan:

Bila kehamilan utuh, ada tanda kehidupan janin: bed rest selama 3x24 jam, bila kadar

progesteron < 5-10 nanogram, berikan preparat progesteron, no sexual intercourse,

penenang jika pasien gelisah, tokolitik (hystolan), antiprostaglandin (aspirin/aspilet),

asam folat (folaplus). Bila hasil USG meragukan, ulangi pemeriksaan USG 1-2

minggu, kemudian bila hasil USG tidak baik, evakuasi(4,5).

Abortus Insipiens

Abortus yang sedang berlangsung, ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang

keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim yang kuat dan

ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban

dapat teraba. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan merupakan

kontra indikasi Usaha untuk mempertahankan kehamilan akan sia2, untuk kehamilan

kurang 12 minggu dilakukan kuret dengan vakum maupun kuret biasa. Jika kehamilan

lebih dari 12 minggu, janin dilahirkan terlebih dulu dengan menginduksi

kehamilan/abortus. (4,5).

Dasar diagnosis(4):

1. anamnesis perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri/ kontraksi rahim

2. pemeriksaan dalam, ostium terbuka, buah kehamilan masih dalam rahim dan

ketuban utuh.

Pengobatan(4):

1. evakuasi

6

Page 7: Kegawat Daruratan Obstetri

2. uterotonik pascaevakuasi

3. antibiotik selama 3 hari

Abortus inkomplit

Didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina,

tetapi sebagian tertinggal. Pada beberapa kasus perdarahn tidka banyak dan biasanya

serviks akan menutup kembali(4).

Dasar diagnosis:

1. anamnesis yaitu perdarahan dari jalan lahir, nyeri/kontraksi rahim ada, dan

bila perdarahan banyak dapat terjadi syok.

2. pemeriksaan dalam ostium terbuka, teraba sisa jaringan buah kehamilan.

Pengobatan(4):

1. perbaiki keadaan umum, bila ada syok, atasi syok, bila Hb < 8 gr% transfusi

2. evakuasi; digital, kuret

3. uterotonik

4. antibiotik selama 3 hari

Abortus Komplit

Kalau telur lahir lengkap, abortus disebut komplit. Kuret tidak perlu dilakukan.

Perdarahan akan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-

lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka

rahim telah sembuh dan epitelisas telah selesai. Bila masih ada perdarahan, pikirkan

abortus inkomplit atau endometritis(4).

Abortus tertunda (missed abortion)

Apabila buah kehamilan telah mati tertahan dalam rahim selama 8 minggu atau lebih.

Dengan pemeriksaan USG tampak janin tidka utuh dna membentuk gambaran

kompleks, diagnosis USG tidak selalu harus tertahan > 8 minggu(4).

Dasar diagnosis(4):

1. anamnesis yaitu perdarahan bisa ada atau tidak

2. pemeriksaan obstetri yaitu fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan

bunyi jantung janin tidak ada

3. pemeriksaan penunjang USG, laboratorium.

Pengobatan(4):

7

Page 8: Kegawat Daruratan Obstetri

1. Perbaikan keadaan umum

2. darah segar

3. Fibrinogen

4. evakuasi dengan kuret, bila umur kehamilan > 12 minggu didahului dnegan

pemasangan laminaria stift

Abortus habitualis

Bila abortus spontan terjadi 3 kali berturut-turut atau lebih. Kejadiannya jauh lebih

sedikit daripada abortus spontan dan lebih sering pada primitua. Etiologi abortus ini

adalah kelainan genetik (kromosom), kelainan hormonal dan kelainan anatomis(4).

Gambar: pelaksanaan Kuretase(5)

KEHAMILAN EKTOPIK

Kehamilan secara normal akan berada pada kavum uteri. Suatu kehamilan disebut

kehamilan ektopik bila zigot terimplantasi di lokasi-lokasi selain cavum uteri, seperti

di ovarium, tuba, serviks, bahkan rongga abdomen. (6,7).

Etiologi

Kehamilan ektopik pada dasarnya disebabkan segala hal yang menghambat perjalanan

zigot menuju kavum uteri. Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan kehamilan

ektopik antara lain: riwayat operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat operasi

non-ginekologis seperti apendektomi, pajanan terhadap diethylstilbestrol, salpingitis

isthmica nodosum (penonjolan-penonjolan kecil ke dalam lumen tuba yang

menyerupai divertikula), dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Hal-hal tersebut

secara umum menyebabkan perlengketan intra- maupun ekstraluminal pada tuba,

8

Page 9: Kegawat Daruratan Obstetri

sehingga menghambat perjalanan zigot menuju kavum uteri. Selain itu ada pula

faktor-faktor fungsional, yaitu perubahan motilitas tuba yang berhubungan dengan

faktor hormonal dan defek fase luteal. Dalam hal ini gerakan peristalsis tuba menjadi

lamban, sehingga implantasi zigot terjadi sebelum zigot mencapai kavum uteri.

Dikatakan juga bahwa meningkatnya usia ibu akan diiringi dengan penurunan

aktivitas mioelektrik tuba.(7)

Gejala-gejala(6):

1. nyeri perut dapat unilateral atau bilateral di abdomen bagian bawah

2. amenorea

3. perdarahan pervaginam (dengan matinya telur desidua yg mengalami

degenerasi dan nekrosis, selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk perdarahan)

4. syok karena hipovolemia

5. pembesaran uterus (karena pengaruh hormon kehamilan, tetapi sedikit lebih

kecil dibandingkan uterus pada kehamilan intrauterin yang sama umurnya)

6. tumor dalam rongga panggul

7. perubahan darah.

Patofisiologi Kehamilan Tuba

Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi

tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium, rongga

abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel

kolumnar tuba maupun secara interkolumnar. Pada keadaan yang pertama, zigot

melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping yang relatif sedikit mendapat suplai

9

Page 10: Kegawat Daruratan Obstetri

darah, sehingga zigot mati dan kemudian diresorbsi. Pada implantasi interkolumnar,

zigot menempel di antara dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup

oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul. Villi

korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping

dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya, hasil

konsepsi berkembang, dan perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya

perdarahan akibat invasi trofoblas. Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan

ektopik pun mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron,

sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda Hegar dan Chadwick pun ditemukan.

Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel

endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan

sitoplasmanya bervakuol. Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi Arias-

Stella. Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk

berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan terkompromi.

Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah: 1)

hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi, 2) abortus ke dalam lumen tuba, dan 3) ruptur

dinding tuba.(7)

Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris,

sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica. Pada abortus

tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka perdarahan akan

terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah mola

kruenta. Tuba akan membesar dan kebiruan (hematosalping), dan darah akan mengalir

melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga berkumpul di kavum Douglas

dan membentuk hematokel retrouterina. Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya

ruptur tuba terjadi lebih awal, karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling

sempit. Pada kehamilan di pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu)

karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga

sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa.

Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal karena

suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu kehamilan pars

interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas tertinggi. Kerusakan

yang melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga histerektomi pun diindikasikan.

10

Page 11: Kegawat Daruratan Obstetri

Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars interstitialis,

dapat terjadi secara spontan maupun akibat trauma ringan, seperti koitus dan

pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, masih

terbungkus selaput amnion dan dengan plasenta yang masih utuh, maka kehamilan

dapat berlanjut di rongga abdomen.(7)

Membantu diagnosis, dapat dilakukan(6):

1. tes kehamilan kalau positif maka ada kehamilan

2. douglas punksi (kuldosentesis) jarum besar yang dihubungkan dengan spuit

ditusukkan ke dalam kavum douglas di tempat kavum douglas menonjol ke

forniks posterior.

3. USG

4. laparoskopi

Penatalaksanaan Kehamilan Tuba

Penatalaksanaan Medis

Methotrexate

11

Page 12: Kegawat Daruratan Obstetri

Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan,

termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan

merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik,

methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan

terminasi kehamilan tersebut. (7)

Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis

tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel

yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5,

dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam

regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari

ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek

negatif pada patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9.

Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam

massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik

paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu. (7)

Penatalaksanaan Bedah

Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu

pembedahan konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan

radikal, di mana salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif mencakup 2

teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi. (7)

Salpingostomi

Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang

berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada

prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil

konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos

dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit

dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka

(tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan

dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold

standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu. (7)

Salpingotomi

12

Page 13: Kegawat Daruratan Obstetri

Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada

salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada

perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif

antara salpingostomi dan salpingotomi. (7)

Salpingektomi

Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini: 1) kehamilan ektopik

mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif,

3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba

sebelumnya, 5) pasien meminta dilakukan sterilisasi, 6) perdarahan berlanjut

pascasalpingotomi, 7) kehamilan tuba berulang, 8) kehamilan heterotopik, dan 9)

massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm. Reseksi massa hasil konsepsi dan

anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada kehamilan pars ismika yang belum

terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat

menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya

sudah sempit. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi

diklem, digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria

tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang

direseksi dipisahkan dari mesosalping. (7)

Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi

Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae

tanpa melakukan fimbraektomi. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi

berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan. (7)

Klasifikasi Kehamilan Ektopik Selain Kehamilan Tuba.

1. Kehamilan abdominal

Dibedakan menjadi(8):

a. Kehamilan abdominal primer

Yaitu setelah terjadi fertilisasi, zigot berimplantasi di dalam kavum

abdominal.

b. Kehamilan abdominal sekunder

Yaitu zigot berimplantasi di dalam tuba atau ditempat lain terlebih dulu lalu

zigot berimplantasi di kavum abdominal setelah terjadi rupture tuba.

13

Page 14: Kegawat Daruratan Obstetri

Kehamilan abdominal biasanya disertai dengan gejala iritasi peritoneum antara

lain: nyeri perut bagian bawah, mual dan muntah. Diagnosis ditegakkan dengan

palpasi; kadang teraba uterus terpisah dengan janin. Dapat pula dilakukan tes

oksitosin. Caranya dengan menyuntikkan oksitosin intravena. Adanya kontraksi

uters menunjukkan adanya kehamilan intrauterine, sedangkan bila tidak terjadi

kontraksi berarti terjadi kehamilan intrabdominal(8).

2. Kehamilan ovarial

Diagnosis kehamilan ovarial ditegakkan atas dasar criteria Spielberg(8):

a. tuba pada sisi kehamilan harus normal

b. kantung janin harus terletak di dalam ovarium

c. kantung janin harus dihubungkan dengan uteru oleh ligamentum ovarii

propium

d. jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantung janin

Kehamilan ini biasanya rupture pada umur kehamilan awal yang kemudian

menyebabkan perdarahan intraabdomen

3. Kehamilan servikal

Implantasi zigot dalam kanalis servikalis biasanya menyebbabkan

perdarahan tanpa rasa nyeri pada umur kehamilan awal. Jika kehamilan terus

berlanjut, serviks membesar dengan OUE sedikit tebuka. Kehamilan servikal

jarang berlanjut sampai umur kehamilan 12 minggu dan biasanya diakhiri secara

operatif karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat

menyebabkan perdarahan hebat, sehingga kadang diperlukan tindakan

histerektomi total(8).

Diagnosis kehamilan servikal ditegakkan dengan criteria Rubin:

a. Kelenjar serviks harus ditemukan ditempat yang berseberangan dengan

tempat implantasi zigot

b. Plasenta berimplantasi dibawah dibawah arteri uterine atau dibawah

peritoneum viscerale uterus.

c. Janin tidak boleh terdapat di daerah korpus uterus.

d. Plasenta berimplantasi kuat di serviks

14

Page 15: Kegawat Daruratan Obstetri

Namun criteria Rubin ini menyulitkan tim medis karena harus dilakukan

histerektomi atau biopsy jaringan yang adekuat. Karena itu digunakan criteria

klinis dari Paalman & McElin (1959) (8):

a. Ostium uteri internum tertutup

b. Ostium uteri eksternum sebagian membuka

c. Seluruh hasil konsepsi terletak didalam endoserviks

d. Perdarahan uterus setelah fase amenorrhea, tanpa disertai nyeri

e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar daripada fundus sehingga

membentuk hour-glass uterus.

PLASENTA PREVIA

Definisi

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi rendah sehingga menutupi

sebagian/ seluruh ostium uteri internum. Implantasi yang normal ialah pada dinding

depan, dinding belakang rahim atau daerah fundus uteri(9). 

Klasifikasi (10). 

Klasifikasi plasenta previa tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan

fisiologik. Sehingga klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya, plasenta

previa total pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa

pada pembukaan 8 cm.

Beberapa klasifikasi plasenta previa(10):

a. Menurut de Snoo, berdasarkan pembukaan 4 -5 cm

1. plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta

menutupi seluruh ostea.

2. plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan

ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 :

2.1 plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea bagian

belakang.

2.2 plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian depan.

2.3 plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea yang

ditutupi plasenta.

15

Page 16: Kegawat Daruratan Obstetri

b. Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat(10) :

1. plasenta previa totalis ; seluruh ostea ditutupi uri.

2. plasenta previa partialis ; sebagian ditutupi uri.

3. plasenta letak rendah, pinggir plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan

Pada periksa dalam tak teraba.

c. Menurut Browne:

1. Tingkat I, Lateral plasenta previa:

Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak

sampai ke pinggir pembukaan.

2. Tingkat II, Marginal plasenta previa: plasenta mencapai pinggir pembukaan

(Ostea).

Stage 1 : Plasenta letak rendah, Stage 2 : Plasenta previa Marginalis,

Stage 3 : Plasenta previa parsialis, Stage 4 : Plasenta previa totalis

Etiologi

16

Page 17: Kegawat Daruratan Obstetri

           Plasenta previa meningkatkan keadaan yang endometrium kurang baik,

misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua.

Keadaan ini disebabkan(9,10):

1. multipara, terutama jika jarak antara kehamilan yang pendek

2. mioma uteri

3. kuretasi yang berulang

4. umur lanjut ( >/ = 35 tahun).

5. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (SC,

Kuret, dll).

6. perubahan inflamasi atau atrofi misalnya wanita perokok atau pemakai kokain.

Hipoksemia yang terjadi akibat monoksida akan dikompensasi dengan

hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat.

 

Gambaran Klinik

Gejala utamanya adalah perdarahan tanpa alasan tanpa nyeri. Perdarahan dapat

terjadi selagi penderita tidur. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak sehingga

tidak akan berakibat fatal. Perdarahan berikut biasanya lebih banyak apalagi kalau

dilakukan pemeriksaan dalam. Perdarahan ini disebabkan(9,11):

a. perdarahan sebelum bulan ke tujuh memberi gambaran yang

tidak berbeda dengan abortus

b. perdarahan plasenta previa disebabkan pergerakan antara

plasenta dan dinding rahim.

 Darah berwarna merah segar, berlainan dengan solusio berwarna kehitam-

hitaman. Sumber perdarahan adalah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya

plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus  marginalis dari plasenta.

Perdarahan tidak dapat dihindarkan karena serabut otot SBR tidak mampu

berkontraksi untuk menghentikan darah. Makin rendah letak plasenta makin dini

perdarahan. Gejala lain adalah bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta

terletak pada kutub bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati

pintu atas panggul(9,11).

Kemudian pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka sering

disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta lateral dan marginal,

sedangkan pada plasenta letak rendah, robekannya beberapa sentimeter dari tepi

plasenta(9).

17

Page 18: Kegawat Daruratan Obstetri

 

Diagnosis

Setiap perdarahan antepartum curigai plasenta previa sampai terbukti bukan

plasenta previa. Pada anamnesis didapatkan perdarahan setelah 22 minggu tanpa

nyeri, tanpa sebab. Pemeriksaan luar didapatkan bagian terbawah janin belum masuk

PAP dan sukar didorong kedalam. Inspekulo dapat melihat asal darah dari OUE(11).

Penentuan letak plasenta tidak langsung dengan cara radiografi, radioisotop,

USG. Penentuan letak plasenta  langsung dengan  perabaan fornik didapatkan lunak

bila antara kepala janin terdapat plasenta, padat bila tidak terdapat plasenta dan

pemeriksaan melalui canalis servikalis teraba kotiledon. Apabila kotiledon plasenta

teraba segera jari telunjuk dikeluarkan dari kanalis servikalis. Hal ini harus dilakukan

dengan hati-hati karena dapat menyebabkan  perdarahan banyak(11).

 

Penanganan

Prinsip penaganan adalah setiap ibu perdarahan harus segera dikirim ke rumah

sakit yang memiliki fasilitas transfusi dan operasi. Perdarahan yang terjadi pertama

sekali jarang sekali menyebabkan kematian, asal sebelumnya tidak diperiksa dalam.

Peradarahan berikutnya akan selalu lebih banyak daripada perdarahan sebelumnya .

Apabila dengan penilaian ternyata perdarahan yang telah berlangsung atau yang akan

berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan anak, kehamilan belum cukup 36

minggu atau taksiran berat janin kurang dari 2500 gram dan persalinan belum mulai

dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janin dapat hidup di luar

kandungan(11).

Pengobatan plasenta dapat dibagi dalam dua golongan(9):

1. terminasi kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang

membawa maut. Misalnya pada kehamilan cukup bulan, perdarahan banyak,

parturien, dan anak mati.

2. ekspektatif, dilakukan bila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di

dunia luar kecil sekali. Keadaan ini dilakukan bila ibu dalam kondisi baik dan

perdarah sedikt atau sudah berhenti.

Penanganan Ekspektif (10)

Kriteria :

- Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.

18

Page 19: Kegawat Daruratan Obstetri

- Perdarahan sedikit

- Belum ada tanda-tanda persalinan

- Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih.

Rencana Penanganan :

1. Istirahat baring mutlak.

2. Infus D 5% dan elektrolit

3. Spasmolitik. tokolitik, plasentotrofik, roboransia.

4. Periksa Hb, HCT, COT, golongan darah.

5. Pemeriksaan USG.

6. Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantung janin.

7. Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung keadaan pasien ditunggu

sampai kehamilan 37 minggu selanjutnya penanganan secara aktif.

Penanganan aktif (10)

Kriteria

• umur kehamilan >/ = 37 minggu, BB janin >/ = 2500 gram.

• Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.

• Ada tanda-tanda persalinan.

• Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.

Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginum,

dilakukan pemeriksaan dalam kamar operasi, infusi transfusi darah terpasang.

Indikasi Seksio Sesarea :

1. plasenta previa totalis.

2. plasenta previa pada primigravida.

3. plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang

4. Anak berharga dan fetal distres

5. plasenta previa lateralis jika :

• Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.

• Sebagian besar OUI ditutupi plasenta.

• plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).

6. Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat.

Partus per vaginam(10).

Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan anak

19

Page 20: Kegawat Daruratan Obstetri

sudah meninggal atau prematur.

1. Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm), ketuban dipecah (amniotomi)

jika hid lemah, diberikan oksitosin drips.

2. Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC.

3. Tindakan versi Braxton-Hicks dengan pemberat untuk menghentikan perdarahan

(kompresi atau tamponade bokong dan kepala janin terhadap plasenta previa) hanya

dilakukan pada keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah mati, dan tidak ada

fasilitas untuk melakukan operasi.

 

SOLUSIO PLASENTA

Definisi

Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh plasenta normal implantasinya

diatas 22 minggu dan sebelum lahirnya anak(9).

 

Etiologi

Etiologi solusio plasenta hingga saat ini belum dietahui dengan jelas.

Meskipun demikian, beberapa hal yang tersebut di bawah ini diduga merupakan

faktor yang mempengaruhi kejadiannya(9):

1. hipertensi esensialis atau preeklamsia

2. tali pusat yang pendek

3. trauma

4. tekanan rahim yang membesar pada vena cava inferior

5. uterus yang mengecil (hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan

ganda pada waktu anak pertama lahir).

6. umur lanjur

7. multiparitas

8. ketuban pecah sebelum waktunya

9. defisiensi asam folat

10. merokok, alkohol, kokain

11. mioma uteri

 

Patologi

20

Page 21: Kegawat Daruratan Obstetri

Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang

membentuk hematoma desidua sehingga plasenta terdesak dan kemudian terlepas.

Apabila perdarahan yang kecil hanya akan mendesak jaringan plasenta, perdarahan

antara uterus dan plasenta belum terganggu dan tanda serta gejalanyapun tidak jelas.

Kejadian ini baru diketahui setelah lahir pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada

permukaan maternalnya dan bekuandarah lama yang berwarna kehitam-hitaman(11).

Biasanya perdarahan akan berlangsung terus karena otot uterus yang

merenggang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk menghentikan

perdarahan. Akibatnya hematom retroplasenter akan bertambah besar sehingga

sebagian dan akhirnya seluruhnya akan terlepas. Darah dapat menyeludup kedibawah

selaput ketutuban keluar melalui vagina, atau masuk ke dalam kantong ketuban, atau

ekstravasasi ke serabut otot bila banyak warna uterus berbercak biru atau ungu disebut

uterus Couvelaire(11).

Kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter menyebabkan

banyak  tromboplastin masuk ke peredaran darah ibu sehingga terjadi pembekuan

intra vaskuler dimana-mana yang menghabiskan sebagian fibrinogen akibatnya

hipofibrinogenemi yang menyebabkan  gangguan pembekuan darah pada uterus dan

alat-alat tubuh lain (11).

Gambaran klinik

Solusio plasenta ringan terjadi ruptur sinus marginalis atau terlepasnya

sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi

keadaan ibu maupun janin. Apabila terjadi perdarahan pervaginam warnanya akan

kehitm-hitaman dan sedikit sekali. Perut terasa agak sakit, terus tegang, bagian bagian

janin mudah diraba(11).

Solusio plasenta sedang bila plasenta terlepas lebih dari 1/4  tapi belum sampai

2/3. tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan

atau mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, perdarahan pervaginam.

Walaupun perdarahan pervaginam sedikit, seluruh perdarahan mungkin telah

mencapai 1000 ml. Ibu  mungkin jatuh kedalam syok, janin kalau masih hidup dalam

keadaan gawat, dinding uterus tegang terus menerus, nyeri tekan , bagian janin sukar

diraba, kelainan pembekuan dan ginjal mungkin telah terjadi(11).

Perdarahan tersembunyi yaitu perdarahan yang tertahan atau tersembunyi yang besar

kemungkinannya terjadi bila(19):

21

Page 22: Kegawat Daruratan Obstetri

1. terdapat efusi darah belakang plasenta tetapi tepi-tepinya masih melekat

2. plasenta seluruhnya terlepas tetapi selaput ketuban masih melekat ke dinding

uterus.

3. darah masuk ke rongga amnion setelah merusak selaput ketuban.

4. kepala janin menekat erat segmen bawah uterus sehingga darah tidak dapat

melewatinya.

Gejala-gejala(9):

1. perdarahan yang disertai nyeri (juga diluar his) sehingga anemia dan syok

2. rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isis rahim bertambah

dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim terregang

(uterus en bois), menyebabkan palpasi sukar karena rahim keras

3. fundus uteri makin lama makin naik dan bunyi jantung biasanya tidak ada

4. pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi rahim

bertambah)

5. sering ada proteinuri karena disertai preeklamsia.

 

Diagnosis

Tanda-tanda solusio plasenta berat ialah sakit perut terus menerus, perdarahan

pervaginam, syok, bunyi jantung janin tidak terdengar lagi, air ketuban berwarna

kemerah-merahan bercampur darah. Solusio plasenta sedang tidak semua tanda dan

gejala nyata seperti sakit perut terus menerus, nyeri tekan, uterus tegang terus

menerus selalu ada, juga pada solusio plasenta ringan(11).

22

Page 23: Kegawat Daruratan Obstetri

 

Penatalaksanaan

Pada sulusio plasenta ringan bila kehamilan <36 mg kemudian  perdarahan

berhenti, uterus tidak menjadi tegang maka rawat konservatif dengan observasi yang

ketat. Apabila perdarahan berlangsung terus dan gejala solusio plasenta itu bertambah

jelas atau dalam pemantauan dengan USG solusio plasenta bertambah maka

kehamilan harus diakhiri(11).

Pada solusio plasenta sedang dan berat penanganan di rumah sakit meliputi

trasfusi darah, pemecahan ketuban, infus oksitosin, jika perlu seksio sesarea. Ketuban

harus segera dipecahkan tidak peduli bagaimana keadaan  umum penderita dan tidak

peduli apakah persalinan akan diselesaika pervaginam atau perabdominam.

Pemecahan ketuban in merangsang dimulainya persalinan  dan mengurangai tekanan

intrauterin yang dapat menyebabkan komplikasi nekrosis ginjal mugnkin melalui apa

yang disebut reflek uterorenal. Apabila perlu persalinan dengan pemberian

oksitosin(11).

Pencegahan payah ginjal meliputi pergantian darah yang hilang secukupnya,

pemberantasan infeksi, atasi hipovolemi, menyelesaikan persalinan dan mengatasi

kelainan pembekuan. Untuk mengatasi hipofibrinogen maka diberikan fibrinogen. 1

gram fibrinogen menaikkan fibrinogen darah 40%. Kadar kritis fibrinogen 150 mg%

Apabila persalinan tidak selesai dalam 6 jam setelah terjadi solusio harus dilakukan

seksio sesarea(11).

ROBEKAN RAHIM (RUPTUR UTERI):

Kematian anak mendekati 100% dan kematian ibu sekitar 30 %. Ruptur uteri jarang

terjadi dalam kehamilan ibu dan persalinan. Ruptur uteri menyebabkan perdarahan

uterus, fetal distsress, dan ini membutuhkan perbaikan dengan operasi sesar untuk

memperbaiki kondisi uterus atau histerektomi. Uterus yang ruptur dapat langsung

terhubung dengan rongga peritoneum (komplet) atau mungkin dipisahkan darinya

oleh peritoneum viseralis yang menutupi uterus atau oleh ligamentum latum

(inkomplet). Secara teori robekan rahim dapat dibagi(12,13,14):

1. robekan spontan pada rahim yang utuh

23

Page 24: Kegawat Daruratan Obstetri

lebih sering terjadi pada multipara dari pada primipara. Bisa dikarenakan

dinding rahim sudah lemah. Penyebab yang penting ialah panggul sempit,

letak lintang hiddrosefal, tumor yang menghalangi jalan lahir, dan presentasi

muka atau dahi.

Jika ruptur terjadi dalam masa kehamilan biasanya terjadi pada korpus uteri,

sedangkan jik aterjadi dalam persalinan, terjadi pada segmen bawah rahim.

Ruptur uteri ada 2 macam: yaitu ruptur uteri completa (jika semua lapisan

dinding rahim sobek) dan ruptur uteri incompleta (jika perimetrium masih

utuh)

Gejalanya ancaman robekan rahim:

1. Lingkaran retraksi patologis/ lingkaran Bandl yang tinggi mendekati

pusat dan naik terus.

2. kontraksi rahim kuat dan terus menerus

3. penderita gelisah, nyeri perut bagian bawah, juga diluar his

4. palpasi segmen bawah rahim terasa nyeri (diatas simpisis)

5. ligamnetum rotundum tegang

6. BJA biasanya tidak ada atau tidak baik karena anak mengalami asfiksia

7. air kencing mengandung darah

Gejala- gejala ruptur uteri(12):

1. sewaktu kontraksi kuat pasien tiba-tiba merasa nyeri yang menyayat

diperut bagian bawah

2. segmen bawah rahim nyeri sekali pada saat dilakukan palpasi

3. his berhenti/ hilang

4. ada perdarahan pervaginam

5. bagian anak mudah diraba jik aanak masuk dalam rongga perut

6. kadang disamping anak teraba tumor yaitu rahim yang telah mengecil.

7. pada saat periksa dalam ternyata bagian depan mudah ditolak ke atas

bahkan sudah tidak teraba lagi

8. BJA tidak ada atau tidka terdengar

9. jika sudah lama terjadi perut trjadi nyeri dan kembung

10. adanya kencing berdarah.

24

Page 25: Kegawat Daruratan Obstetri

Pengobatan:

Gejala ancaman robekan rahim merupakan indikasi untuk segera

menyelesaikan persalinan, sebainya dengan melakukan operasi buka per

vaginam, yaitu lakukan laparotomi. Transfusi darah merupakan syarat mutlak

pengobatan ruptur uteri. Pasca operasi posisi pasien dalam fowler supaya

infeksi terbatas pada pevis dan beri antibiotik(12,13).

Tipe operasi yang dilakukan tergantung dari :

tipe ruptur uterinya

berapa luas ruptur yang terjadi

derajat perdarahannya

kondisi ibu

keinginan ibu terhadap masa depan anaknya.

2. robekan violent

terjadi karena keelakaan, tetapi lebih sering karena versi(12).

3. robekan bekas luka sectio

ruptur luka bekas seksio sesaria klasik sudah dapat terjadi pada akhir

kehamilan, sedangkan luka bekas sectio cesaria profunda biasanya baru terjadi

dalam persalinan(12).

PREEKLAMSIA

Yaitu penyakit hipertensi yang khas dalam kehamilan dengan gejala utama hipertensi

yang akut pada wanita hamil dan wanita dalam nifas. Disertai proteinuri.

Gejala-gejalanya(15) :

25

Page 26: Kegawat Daruratan Obstetri

1. hipertensi yang terjadi tiba-tiba. Tekanan darah sistolik 140 mmHg dan

diastoliknya 90 mmHg, tetapi juga kenaikan sistolik 30 mmHg atau diastolik

15 mmHg diatas tekanan darah biasanya.

2. edema timbul didahului berat badan yang bertambah berlebihan. Penambahan

berat dikarenakan retensi air dalam jaringan dna kemudian baru edem tampak.

Edem ini tidak hilang dengan istirahat.

3. proteinuri, karena adanya vasospasme pembuluh-pembuluh darah ginjal.

Proterinuri biasanya timbul lebih lambat dari hipertensi dan edem.

4. gejala subjectif seperti sakit kepala, sakit ulu hati dan penglihatan kabur.

Preeklamsia berat jika(15):

1. tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih dan atau diastolik 110 mmHg

atau lebih, diukur 2 kali dengan jarak waktu sekurang-kurangnya 6 jam dan

pasien dalam keadaan istirahat rebah

2. proteinuri 5 gram atau lebih dalam 24 jam

3. oliguri (400 cc atau kurang dalam 24 jam)

4. gangguan serebral atau gangguna penglihatan

5. edem paru atau sianosis

Etiologi(15):

Belum diketahui tetapi lebih sering ditemukan pada:

1. primigravida

2. hiperplasentosis

3. mempunyai dasar penyakit vaskular

4. mempunyai riwayat preeklampsia atau eklampsia di keluarga

Patogenesis:

Vasospasme merupakan akibat kegagalan invasi tropoblas kedalam lapisan otot polos

pembuluh darah, reaksi imunologis maupun radikal bebas.vasokokstriksi ini meluas

ke kardiovaskular, plasenta, ginjal,otak, hati, mata dan paru(15).

Diagnosis:

Umur kehamilan 20 minggu atau lebih ditemukan gejala hipertensi, proteinuri dan

atau edem(15).

26

Page 27: Kegawat Daruratan Obstetri

Pengobatan:

preeklampsia ringan:

rawat jalan: banyak istirahat, diet cukup. Sedatif ringan berupa fenobarbital (3x30 mg

peroral), roboransia, pernatal care tiap minggu.

Rawat inap: tidak ada perbaikan dari rawat jalan, berat badan meningkat > 2 kg/

minggu(15)

Preeklampsia berat:

Mencegah terjadi eklampsia. Terapi istirahat, diet sedatif, obat-obatan antihipertensi

dan induksi persalinan(15).

EKLAMPSIA

Adalah kejang pada wanita hamil, dalam persalinan, atau masa nifas yang disertai

gejala preeklampsia (hipertensi, edem dan proteinuri) Sebagian besar kasus eclampsia

hadir pada trimester ketiga kehamilan, dengan sekitar 80% dari serangan eclamptic

terjadi intrapartum atau yang pertama dalam 48 jam setelah pengiriman. Langka kasus

telah dilaporkan sebelum 20 minggu kehamilan atau sebagai terlambat sebagai 23 hari

postpartum. (15,16).

Eklapmsia dibedakan menjadi:

1. eklampsia antepartum

2. eklampsia intrapartum

3. eklamspsia pascapartum

Eklampsia pascapersalinan dapat terjadi segera yaitu setelah 24 jam sampai 7 hari

pasca persalinan atau lambat yaitu setelah 7 hari pasca persalinan selama masa nifas.

Tingkat kejang dibagi menjadi(15):

1. tingkat invasi (tingkat permulaan) mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu

pihak dan kejang halus terlihat pada wajah. Berlangsung beberapa detik

2. tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis) sseluruh badan berlangsung selama 15

sampai 20 detik.

27

Page 28: Kegawat Daruratan Obstetri

3. tingkat konvulsi (tingkat kejang klonis) hilang timbul, rahang membuka

menutup, otot-otot badan berkontraksi dan bereklasasi berulang. Kejang ini

sangat kuat. Lamanya 1 menit.

4. tingkat koma, setelah kejang klonis ini, pasien jatuh dalam koma. Lamanya

koma bervariasi dari beberapa menit sampai berjam-jam.

Kadang-kadang terjadi eklapmsia tanpa kejang yang disebut eclampsi sine eclampsi.

Setelah persalinan, keadaan pasien berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam.

Proteinuri akan menghilang 4-5 hari, sedangkan tekanan darah akan normal kembali

dalam waktu 2 minggu(15)

Etiologi:

Belum diketahui, merupakan kelanjutan preeklampsia(15).

Diagnosis:

Semua ibu dalam kehamilan dan masa nifas yang mengalami kejang-kejang dan

hipertensi harus dianggap sebagai penderita eklampsia sampai terbukti bukan

eklampsia. Harus dikesampingkan keadaan seperti uremia, keracunan, tetanus,

epilepsi, histeri, ensefalitis, meningitis, tumor ota, pecahnya aneurisma otak(15).

Terapi(15):

1. profilaksis: pencegahan eklampsia dengan menemukan kasus preeklampsia

sedini mungkin

2. pengobatan: penderita harus dirawat di ICU.

Pengobatan bertujuan mencegah timbulnya kejang selanjutnya. Menurunkan

atau mengontrol tekanan darah, tekanan darah tidak boleh kurang dari 140/90,

dan mengatasi hemokonsentrasi dan memperbaiki diuresi pemberian cairan.

Mengatasi hipoksia dan asidosis dengan mengusahakan agar penderita

memperoleh Oksigen dan mengakhiri kehamilan tanpa memandang umur

kehamilan setelah kejang dapat teratasi/

Pengobatan medisinalis(15):

Dosis awal MgSO4:

a. masukkan 4 gr MgSO4 20 % dalam larutan 20 cc IV selama 4 menit

28

Page 29: Kegawat Daruratan Obstetri

b. susul dengan pemberian 8 gr MgSO4 40 % IM dalam larutan 20 cc diberikan

pada bokong kiri dan kanan masing-masing 4 gr

Dosis pemeliharaan: tiap 6 jam berikan lagi 4 gr MgSO4 40 % IM

Dosis tambahan:

a. bila timbul kejang lagi dapat diberikan 2 gr MgSO4 20 % IV selama 2 menit,

sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir

b. bila masih tetap kejang, berikan amobarbital 3-5 mg/kgBB/ IV secara pelan-

pelan.

Pemantauan tanda-tanda keracunan MgSO4

Pengobatan obstetri(15):

Semua kehamilan dengan eklampsi harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan

dna keadaan janin.

ATONIA UTERI

Atonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya Perdarahan pascapersalinan. Pada

atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan. Atonia uteri

yang menyebabkan perdarahan dapat diperkirakan karena penggunaan zat anestetik

berhalogen, bisa juga karena persalinan yang dipicu oleh penggunaan oksitosin(17,18).

Perdarahan post partum sebelum plasenta lahir disebut perdarahan kala tiga.

Pemijatan dan penekanan secara terus menerus terhadap uterus yang sudah

berkontraksi dapat mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan plasenta sehingga

pemisahan plasenta tidak sempurna dan peneluaran darah meningkat.(18)

29

Page 30: Kegawat Daruratan Obstetri

Predisposisi atonia uteri(17) :

Grandemultipara

Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB > 4000

gr)

Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi)

Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan anteparturn)

Partus lama (exhausted mother)

Partus precipitatus

Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis)

Infeksi uterus

Anemi berat

Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus)

Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual

Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong

uterus sebelum plasenta terlepas

IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati)

Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam.

Gejala klinis

Atonia uteri(17)

Gejala dan tanda yang selalu ada:

a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek

b. Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer)

Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada:

a. Syok (tekanan darah rendah,denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin,

gelisah, mual,dan lain-lain).

Diagnosis perdarahan pascapersalinan

Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun.

Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume

total tanpa mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru tampak pada

kehilangan darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok.

Diagnosis perdarahan pascapersalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan

setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam

30

Page 31: Kegawat Daruratan Obstetri

sesudahnya. Apabila terjadi perdarahan pascapersalinan dan plasenta belum lahir,

perlu diusahakan untuk melahirkan plasenta segera. Jika plasenta sudah lahir, perlu

dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan

jalan lahir(17).

Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi;

sedangkan pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir, uterus berkontraksi dengan

baik. Dalam hal uterus berkontaraksi dengan baik, perlu diperiksa lebih lanjut tentang

adanya dan dimana letaknya perlukaan jalan lahir. Pada persalinan di rumah sakit,

dengan fasilitas yang baik untuk melakukan transfusi darah, seharusnya kematian

akibat perdarahan pascapersalinan dapat dicegah(17).

SYOK

Syok adalah suatu kondisi gawat darurat yang memerlukan penanganan segera dan

intensif untuk menyelamatkan jiwa pasien. Syok mengakibatkan gangguan aliran

darah dan perfusi jaringan akibat kegagalan sistem sirkulasi. Terdapat berbagai

penyebab syok, umumnya disebabkan oleh perdarahan, infeksi/sepsis atau trauma.(19)

Dalam kehamilan fisiologik terjadi perubahan-perubahan hemodinamik yang

memberi perlindungan atau justru memberi pradisposisi terhadap timbulnya syok,

seperti antara lain peningkatan curah jantung dan perubahan mekanisme pembekuan

darah. Ada keadaan-keadaan patologik waktu kehamilan atau persalinan yang

memberi pradisposisi terhadap timbulnya syok, seperti anemi, gangguan gizi, partus

lama disertai dehidrasi dan asidosis dan sebagainya. Syok pada waktu kehamilan

mengakibatkan syok pula pada janin yang berada dalam kandungan.(20)

Tanda-tanda syok(19):

1. nadi cepat dan halus ( > 100 x/menit)

2. menurunnya tekanan darah ( diastolik < 60 mmHg )

3. pernafasan cepat (respirasi > 32 x/menit)

4. pucat (terutama pada konjungtiva palpepra, telapak tangan, bibir)

5. berkeringat, gelisah, apatis/ bingung atau pingsan/tidak sadar

Patofisiologi sindroma syok

31

Page 32: Kegawat Daruratan Obstetri

Semua macam syok, apa pun sebabnya, bersumber pada berkurangnya perfusi

jaringan dengan darah sebagai akibat gangguan sirkulasi mikro. Suatu kesatuan

sirkulasi mikro terdiri dari arteriol, metarteriol, kapiler dan venula. Darah dari arteriol

memasuki metarteriol, dari metarteriol darah memasuki kapilar. Metarteriol

mempunyai struktur antara arteriol dan kapilar. Pada ujung kapilar di metarteriol

didapat otot polos yang melingkari kapilar (precapillary sphincter). Darah dari kapilar

kemudian memasuki venula(20). 

32

Page 33: Kegawat Daruratan Obstetri

Jumlah  darah yang mengalir ke jaringan ditentukan oleh besar kecilnya

tahanan (resistance) dari arteriola-arteriola sirkulasi mikro, sedangkan distribusi dan

kecepatan aliran darah dalam kapilar-kapilar diatur oleh otot lingkar prakapilar

(Precapillary sphincters) yang menentukan jumlah kapilar yang membuka. Besar

kecilnya tahanan dalam pembuluh-pembuluh darah pascakapilar ditentukan oleh

keadaan venula dan vena-vena kecil. Dalam keadaan normal aliran darah dalam suatu

kapilar adalah intermiten, hal ini disebabkan karena metarteriol dan sfingter

prakapilar mengadakan gerakan konstriksi dan dilatasi secara berganti-ganti

(vasomotion). Bila gerak pembuluh darah meningkat, maka konstriksi akan menonjol

dan aliran darah dalam kapilar akan berkurang. Sebaliknya, bila gerak pembuluh

darah berkurang, maka fase dilatasilah yang menonjol dan aliran darah dalam kapilar

akan bertambah. Gerak pembuluh darah dalam sirkulasi mikro dikendalikan oleh

unsur-unsur lokal kimiawi dalam jaringan dan unsur yang datang dari saraf. Pembuluh

darah arteriole terutama dipengaruhi oleh unsur yang datang dari saraf melalui

susunan saraf simpatikus, sebaliknya, pembuluh-pembuluh  darah prakapilar dan otot

lingkar prakapilar terutama dipengaruhi oleh keadaan lokal kimlawl dalam

jaringan(20).

Bilamana metabolisme dalam jaringan meningkat, dan timbul suatu

metabolisme yang anaerob seperti dalam syok, terjadilah peningkatan tumpukan

sampah metabolisme. Bahan-bahan ini mempunyai pengaruh berkurangi tonus otot

pembuluh darah prakapilar dan sfingter prakapilar. Dengan demikian timbul

vasodilatasi, sehingga aliran darah kapilar meningkat, sebaliknya, bila aktivitas

metabolik dalam jaringan berkurang, rnetabolit terdapat dalam konsentrasi yang lebih

rendah, terjadilah vasokonstriksi pembuluh-pembuluh darah prakapilar, sehingga

allran darah di dalamnya menurun. Pembuluh-pembuluh darah pascakapilar, seperti

venula dan vena-vena kecil, terutama berada di bawah pengaruh susunan saraf.

Rangsangan simpatikus yang meningkat akan menimbulkan kontraksi otot polos dari

vena-vena kecil dan venula dari sirkulasi mikro. Dengan demikian, kapasitasnva

berkurang, sehingga meningkatkan pengaliran darah ke jantung. Sebaliknya,

penurunan tonus pembuluh-pembuluh  darah pascakapilar akan sangat berkurangi

pengisian jantung dan dapat mengakibatkan hipotensi yang berat(20).

penanganan awal(19)

33

Page 34: Kegawat Daruratan Obstetri

periksa tanda-tanda vital, pasien dalam kondisi yang tidak hipotermi, posisi

dimiringkan agar tidak aspirasi.

Bebaskan jalan napas, bila ada O2 berikan melali selang atau masker dengan

kecepatan 6-8 liter/menit

Posisi trendelenburg untuk membantu beban kerja jantung. Bila setelah posisi

seperti itu pasien menjadi sesak, mungkin terjadi kegagalan jantung dan edem

paru, maka ubah menjadi posisi fowler untuk mengurangi tekanan hidrostatik

di paru-paru.

Perbaiki cairan isotonik (RL atau NaCl) 1 liter dalam 15 – 20 menit kemudian

lanjutkan hingga mencapai 3 liter (lihat kondisi pasien) dalam 2-3 jam. Jangan

berikan cairan peroral.

Transfusi darah bila Hb < 6 g% atau Ht < 20, keadaan ini menunjukkan

kondisi yang kritis (kehilangan sangat banyak butir-butir darah merah)

sehingga mutlak diberi transfusi darah agar perfusi oksigen ke jaringan cukup.

Pemeriksaan laboratorium, yaitu Hb, Ht, jumlah eritrosit, leukosit, trombosit,

golongan darah, crossmatch. Ukur jumlah urin, bila produksi urin dibawah 50

ml/jam menunjukkan hipovolemia.

Berikan antibiotika berspektrum luas bila terdapat tanda-tanda infeksi

(demam, menggigil, darah bercampur sekret berbau)

Infeksi/sepsis

Infeksi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada kasus-kasus perdarahan pada

kehamilan muda ata persalinan traumatik. Sisa konsepsi atau debris merupakan media

yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Infeksi tersebut umumnya terjadi

akibat prosedur pencegahan infeksi tidak dilakukan secara benar. Stabilitas dan

pengobatan sumber infeksi, sangat diperlukan untuk menyelamatkan jiwa pasien.(ponek)

Tanda-tanda(19):

1. demam (temperatur > 38o C), menggigil atau berkeringat

2. sekret pervaginam yang berbau/ keluar cairan mukopurulen melalui ostium

servik

3. tegang/kaku dinding perut bawah (dengan atau tanpa nyeri tekan-lepas)

4. nyeri goyang serviks (pada pemeriksaan bimanual)

gejala(19):

34

Page 35: Kegawat Daruratan Obstetri

1. riwayat pengakhiran kehamilan secara terpaksa atau persalinan traumatik

2. nyeri perut bawah

3. perdarahan pervaginam yang lama ( > 8 hari)

4. kelemahan umum (gejala seperti flu)

pada kasus infeksi, nilai kemungkinan sepsis/syok septik dengan melihat(19):

usia kehamilan

penyebab perdarahan

adanya trauma atau manipulasi yang berlebihan

demam tinggi ( > 40o C) atau dibawah normal ( < 36,5o C)

adanya trauma intra abdomen atau syok

penanganan awal(19)

periksa tekanan darah, nadi, pernapasan dan temperatur. Tinggikan tungkai.

Bebaskan jalan napas, bila ada O2 berikan melali selang atau masker dengan

kecepatan 6-8 liter/menit

Perbaiki cairan isotonik (RL atau NaCl) 1 liter dalam 15 – 20 menit kemudian

lanjutkan hingga mencapai 3 liter (lihat kondisi pasien) dalam 2-3 jam. Jangan

berikan cairan peroral.

Bila terdapat tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, darah bercampur sekret

berbau, hasil apusan dan biakan darah) segera berikan antibiotika spektrum

luas. Bila terdapat tanda-tanda trauma alat genitalia/abortus buatan, tanyakan

saat terakhir mendapat tetanus toksoid. Bila hasil anamnesa tidak dapat

memastikan perlindungan terhadap tetanus, berikan serum anti tetanus.

Pemeriksaan laboratorium, yaitu Hb, Ht, jumlah eritrosit, leukosit, trombosit,

golongan darah, crossmatch. Ukur jumlah urin, bila produksi urin dibawah 50

ml/jam menunjukkan hipovolemia.

Pemeriksaan Rontgen (foto radiologi abdomen) dalam posisi Anteroposterior

abdomen dapat menunjukkan adanya udara atau bayangan cairan dalam usus.

Pada posisi duduk, dapat terlihat udara di bawah diafragma apabila terjadi

perforasi uterus atau usus.

Penanganan lanjutan:

35

Page 36: Kegawat Daruratan Obstetri

Setelah penyebab infeksi ditangani dan antibiotik diberikan, lanjutkan pengamatan

tanda vital dan keseluruhan kondisi pasien. Perhatikan keseimbangan cairan dan

produksi urin. Sesuaikan pengobatan yang diberikan dengan perubahan kondisi

pasien(19) .

Syok septik

Infeksi berat sebagai penyebab syok masih banyak dijumpai dalam praktek

kebidanan. Syok karena infeksi berat dinamakan syok septik (septicaemic shock) atau

syok endotoksik (endotoxic shock). Syok endotoksik terutama dijumpai pada infeksi

berat dengan kuman gram negatif, seperti Escherichia coli, Pseudomonas, Proteus,

Klebsielia dan lain-lain. Diperkirakan bahwa endotoksin yang menimbulkan syok

adalah suatu kompleks lipopolysaccharide, protein berasal dari desintegrasi dinding

bakteri-bakteri gram negatif yang berada dalam peredaran darah dalam jumlah yang

besar.(20)

Peristiwa-peristiwa infeksi yang dapat menimbulkan syok septik adalah(20) :

1. Abortus infeksiosus, terutama abortus kriminalis

2. Febris puerperalis yang berat

Riwayat(19):

1. perdarahan yang lama ( lebih dari 7 hari)

2. upaya pengakhiran kehamilan atau persalinan secara paksa

3. riwayat trauma atau manipulasi berlebihan pada organ genitalia atau jalan lahir

4. demam atau gejala seperti influenza

5. nyeri perut bawah, spasme

periksa tanda vital(19,20):

1. pucat (konjuntiva palpebra, telapak tangan, bibir)

2. sianosis (ekstremitas, muka, dada)

3. tekanan darah turun ( < 90/60 mmHg, < 60 mmHg atau tidak terdeksi)

4. nadi cepat dan halus ( > 120 x/menit)

5. pernapasan cepat ( > 40 x/menit), dalam atau dangkal, tidak teratur

6. suhu badan tinggi atau rendah sekali

7. gelisah, setengah sadar atau tidak sadar

8. produksi urin < 30 ml/jam

36

Page 37: Kegawat Daruratan Obstetri

tanda-tanda fisik(19):

1. sekret atau lochia berbau

2. nyeri perut bawah

3. mukopus dari servik atau kavum uteri

4. nyeri goyang porsio atau nyerik tekan abdomen

5. nyeri adneksa atau adanya fluktuasi jaringan

Penanganan syok septik

Kelancaran ventilasi harus diperhatikan lebih dahulu (02 diberikan dengan masker,

jika perlu mempergunakan pipa endotrakeal atau melakukan trakeotomi), serta

oksigenasi dengan oksigen 100%.(20)

Larutan garam 0.9 % ringer laktat, dekstran dan sebagainya melalui infus intravena.

Untuk menghindarkan asidosis metabolik penderita dapat diberi bikarbonat natrikus.

Penderita diberi antibiotika sebelum jenis kuman penyebab infeksi diketahui, diberi

antibiotika dengan spektrum yang luas dan dosis yang tinggi secara intravena. (20)

Setelah diketahui jenis kuman penyebab dari hasil pembiakan darah, air kencing atau

lendir serviks, maka dipilihkan jenis antibiotika yang tepat dan yang tidak bersifat

nefrotoksik. Pemberian glukokortikoid ternyata besar manfaatnya dalam mengatasi

syok septik. Dikemukakan bahwa glukokortikoid mengandung khasiat anti

endotoksin, inotropik terhadap jantung dan memperbaiki perfusi ginjal.

Glukokortikoid diberikan intravena melalui infus atau melalui suntikan intravena

yang diulang setelah beberapa jam tertentu. (20)

Dapat diberikan misalnya Dexamethasone 3 mg/kg berat badan atau Metilprednison

30 mg/kg berat badan. Suntikan, jika perlu diulangi 4 jam kemudian. (20)

Obat-obat vasoaktif dapat dipergunakan dalam merawat syok septik. Tujuan utama

pemberian obat vasoaktif adalah untuk memperbaiki perfusi jaringan, bukan untuk

mengembalikan tekanan darah  menjadi normal. Pada perawatan penderita dengan

syok septik pengawasan diuresis sangatlah penting. Pengukuran pengeluaran air

kencing sangat berguna unruk menilai keadaan penderita dan hasil pengobatan.

Apabila diuresis ditemukan kurang dari 30 ml/jam dan penambahan cairan tidak

memperbaiki keadaan dapat diberi Manitol 10 gram sebagai cairan 20% dalam 500 ml

cairan garam fisiologik melalui infus. Jika belum ada perbaikan, perlu diberi 25 mg

Furosemid secara intravena dan dosis dapat diulangi setiap jam. Apabila dengan

37

Page 38: Kegawat Daruratan Obstetri

demikian masih belum juga ada perbaikan, kemungkinan terjadinya kegagalan fungsi

ginial harus dipertimbangkan. (20)

Dalam mengatasi syok septik, penyingkiran sarang infeksi sangatlah penting.

Sehubungan itu, tindakan operatif sering perlu dilakukan, seperti tindakan kuret,

histerektomi dan sebagainya. (20)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hasnah dan Atik Triratnawati. Penelusuran Kasus-kasus kegawatdaruratan obstetri yang berakibat kematian maternal, dalam Makara Kesehatan, vol 7, no 2. 2003, hal 1.

2. Nasution, Syamsul arifin, Gambar Penanganan Kasus Kedaruratan Obstetri di RSU Tanjung Pura Kabupaten Lankat dan RSU. Kisaran Kabupaten Asahan Bagian Obstetri Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2003, Tersedia dalam http://72.14.235.132/search?q=cache:O0QF TMKfzFUJ:library.usu.ac.id/download/fk/obstetri =id (diakses tanggal 27 april 2009)

38

Page 39: Kegawat Daruratan Obstetri

3. Sunarto, Agus, kegawatdaruratan Obstetri FKUMJ, Tersedia dalam http://medicalanswer.multiply.com/journal/item/2. 2008 (diakses tanggal 29 April 2009)

4. Sastrawinata, sulaiman dkk, Kelainan Lama Kehamilan, dalam Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, EGC: Jakarta, 2005, hal 2-9.

5. Kusmarjadi, Didi. Perdarahan di trimester 1 Kehamilan. 2008. Tersedia di http://www.drdidispog.com/2008/08/perdarahan-di-trimester-i-kehamilan.html (diakses tanggal 18 mei 2009)

6. Sastrawinata, sulaiman dkk, Kelainan Letak Kehamilan, dalam Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, EGC: Jakarta, 2005, hal 16-23.

7. Wikipedia, Kehamilan Ektopik, 2007, tersedia di http://id.wikipedia.org /wiki/Kehamilan_EktopikKehamilan Ektopik (diakses tanggal 18 mei 2009)

8. Saputra, indra, Kehamilan Ektopik Terganggu, 2008, tersedia dalam http://doctorology.net/?p=152 (diakses tanggal 18 mei 2009)

9. Sastrawinata, sulaiman dkk, Perdarahan Anterpartum, dalam Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, EGC: Jakarta, 2005, hal 83-95.

10. Hanafiah, Plasenta Previa , 2003, tersedia dalam http://72.14.235.132/ search? q=cache:O0QFTMKfzFUJ:library.usu.ac.id/download/fk/obstetri-tmha nafiah2.pdf+plasenta+letak+rendah&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id (diakses tanggal 18 mei 2009)

11. Suheimi, Perdarahan Antepatum, 2006, tersedia dalam http://ksuheimi. blogspot.com/2008/06/perdarahan-antepartum.html (diakses tanggal 27 april 2009)

12. Sastrawinata, sulaiman dkk, Kerusakan Jalan Lahir Karena Persalinan, dalam Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, EGC: Jakarta, 2005, hal 181-185.

13. Nahum, Gerard, Uterine Rupture in Pregnancy dalam Emedicine, 2008 Tersedia dalam http://emedicine.medscape.com/article/35954219-treatment

14. Cunningham, GF dkk, Perdarahan Obstetri dalam Obstetri Williams, volume 1, edisi 21, EGC: Jakarta, 2006, hal 716-717.

15. Sastrawinata, sulaiman dkk, Gestosis, dalam Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, EGC: Jakarta, 2005, hal 69-81.

39

Page 40: Kegawat Daruratan Obstetri

16. Ross, Michael G, Eclampsia, dalam Emedicine, 2009, tersedia dalam http:// emedicine.medscape.com/article/253960-treatment (Diakses tanggal 18 mei 2009)

17. Haina Syafitri, perdarahan Pasca persalinan, 2007, tersedia di http://fkunsri.wordpress.com/2007/07/25/pendarahan-pasca-persalinan-part-1/ (diakses tanggal 18 mei 2009)

18. Cunningham, GF dkk, Komplikasi yang umum pada kehamilan dalam Obstetri Williams, volume 1, edisi 21, EGC: Jakarta, 2006, hal 705-706.

19. PONEK. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan medik dalam Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komperenhensif (PONEK), Jakarta, 2008, hal 63-72.

20. Suheimi, Syok dalam Obstetri, 2006, tersedia dalam http://ksuheimi.blogspot.com/2008/06/syok-dalam-obstetri.html (diakses tanggal 27 april 2009)

40