174
i KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUT GRAVISSIMUM EDUCATIONIS DI SMA PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Oleh: Saturnius Sinaga NIM: 031124020 PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

i

KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUT

GRAVISSIMUM EDUCATIONIS DI SMA PANGUDI LUHUR

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Saturnius Sinaga

NIM: 031124020

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

Page 2: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

ii

Page 3: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

iii

Page 4: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Kongregasi Suster Fransisikan St. Lusia

&

SMA Pangudi Luhur Yogyakarta serta semua Sekolah Katolik

Di tempat

Page 5: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

v

MOTTO

“Sebab itu pergilah kepada segala bangsa di seluruh dunia,

jadikanlah mereka pengikut-pengikutku.

Babtislah mereka dengan menyebut nama Bapa, dan Anak, dan Roh Allah. Ajarlah

mereka mentaati semua yang sudah kuperintahkan kepadamu.”

(Mat 28: 19-20)

Page 6: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

vi

Page 7: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

vii

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “Kehadiran Gereja dalam Sekolah Katolik Menurut

Gravissimum Educationis di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta”. Penulis memilih

judul ini karena penulis ingin mendalami ajaran dan pedoman pendidikan Katolik

seturut pengarahan dokumen Gravissimum Educationis. Dalam rangka mendalami

pengarahan dokumen Gravissimum Educationis, penulis juga ingin mengetahui

sejauhmana sekolah-sekolah Katolik secara khusus Sekolah SMA Pangudi Luhur

mengacu kepada dokumen tersebut. Selanjutnya penulis dapat belajar dari Sekolah

SMA Pangudi Luhur dalam usaha meningkatkan perwujudan kehadiran Gereja

dalam komunitas sekolah.

Sebagaimana pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam upaya

pembentukan pribadi manusia, Gereja pun turut memberi perhatian kepada

pendidikan. Gereja mengolah pendidikan antara lain lewat bidang persekolahan.

Sekolah dipandang sebagai tempat pewartaan iman dan pusat kegiatan demi

memajukan perkembangan manusia. Maka ada pokok-pokok penting yang

ditekankan dokumen Gravissimum Educationis berkaitan dengan pendidikan ini.

Pokok-pokok itu menantang sekolah-sekolah dalam mencapai tujuannya.

Gravissimum Educationis mengungkapkan visi dan tugas misionernya, arahnya,

identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

iman dan sekolah Katolik sebagai tempat pewartaan iman.

Gambaran sekolah seperti yang dilukiskan dalam Gravissimum Educationis

tersebut, terimplikasi dalam sekolah SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Visi-misi,

tujuan maupun ciri sekolah bertitik tolak dari dokumen. Namun tetap diperlukan

peningkatan perwujudan kehadiran Gereja yang difokuskan pada peningkatan

penghayatan panggilan sebagai pendidik. Maka dalam rangka peningkatan

penghayatan panggilan sebagai pendidik, ada beberapa pemikiran yang dikemukakan

yakni studi dokumen, sarasehan, seminar tentang dokumen, retret/rekoleksi dan

katekese sebagai tindak lanjut.

Page 8: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

viii

ABSTRACT

This title of this thesis is " Church Attendance in Catholic School According to

Gravissimum Educationis in Senior high school of Pangudi Luhur Yogyakarta". The

writer chooses this title because the writer wishes to deepen the teaching and

guidance of Catholic education pursuant the guidance of Gravissimum Educationis

document. In order to deepening guidance of document Gravissimum Educationis,

the writer also wishes to know how far Catholic schools, especially Senior High

School of Pangudi Luhur Yogyakarta’ referent to the document. Hereinafter, the

writer can learn from Senior High School of Pangudi Luhur Yogyakarta in effort to

improve Church attendance in school community.

As education represent the very important matter in the effort of personal

forming of human being, Church even also partakes in giving attention to education.

Church cultivates education for example passing in school area. School viewed as a

mission place of faith and the centre of activities for the shake of moving forward

human being growth. Hence, there are important points emphasized by the document

of Gravissimum Educationius related to education. That points challenge each school

in reaching their targets. The Gravissimum Educationis expressions its vision and its

missionaire duty, its direction, its identity are located in its religion dimension,

teachers attendance as eyewitness of faith and Catholic school as a mission place of

faith.

School description as described in the Gravissimum Educationis, implicated

in Senior High School of Pangudi Luhur Yogyakarta. Its Vision-Mission, targets and

also its distinctives have the starting points from the document. However, it is remain

to be needed the realization of improvement of Church attendance focussed at

improvement of experiencing to the full of educators’ voction. Therefor, in order to

improve their experience of vocation as educators, there are some opinions suggested

namely study of document, sarasehan, seminar about the document,

retreat/recolection and cathecese as follow-up.

Page 9: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan karena Kasih-Nya yang besar sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KEHADIRAN GEREJA DALAM

SEKOLAH KATOLIK MENURUT GRAVISSIMUM EDUCATIONIS DI SMA

PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA.

Skripsi ini diinspirasikan oleh refleksi penulis terhadap sekolah-sekolah

Katolik terutama sekolah SMA Pangudi Luhur Yogyakarta dalam menampilkan

wajah Gereja dalam komunitas sekolah. Di antara banyaknya sekolah-sekolah

Katolik yang ada di Indonesia, Sekolah Katolik perlu untuk berefleksi akan makna

kehadirannya dalam menampilkan wajah Gereja dalam komunitas sekolah

sebagaimana harapan Konsili Vatikan II yang tertuang dalam dokumen Gravissimum

Educationis. Oleh karena itu penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk membantu

mereka yang terkait dengan dunia persekolahan dalam mengelola dan

memperkembangkan sekolah agar tetap mengacu kepada pedoman dan pengarahan

dokumen. Sekaligus juga penulis memberi sumbangan pemikiran dalam upaya

peningkatan perwujudan kehadiran Gereja yang mendidik dalam komunitas sekolah.

Selain itu, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas sanata

Dharma Yogyakarta.

Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak secara

langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis dengan setulus hati

mengucapkan banyak terima kasih kepada:

Page 10: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

x

1. Dr. J. Darminta., SJ selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan

perhatian, meluangkan waktu, tenaga dan membimbing penulis dengan penuh

kesabaran, memberi masukan-masukan, pengarahan dan kritikan-kritikan

sehingga penulis dapat termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan dari

awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

2. Drs. Y. a. C.H. Mardiraharjo selaku dosen penguji dan pembimbing akademik

yang turut mendukung, memberi perhatian dan masukan-masukan kepada penulis

selama masa studi hingga penyusunan skripsi ini

3. Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M.Ed selaku Kaprodi serta dosen penguji yang

juga turut memberi perhatian, dukungan, semangat dan sumbangan pemikiran

kepada penulis selama masa studi dan penyelesaian skripsi

4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis

selama belajar hingga selesainya skripsi ini

5. Br. Herman Yosep FIC selaku kepala sekolah SMA Pangudi Luhur Yogyakarta

yang memberikan kesempatan kepada penulis mengadakan penelitian serta

sumbangan pemikiran dalam penyelesaian skripsi ini

6. Para guru dan siswa Sekolah SMA Pangudi Luhur yang mendukung penulis

lewat kesediaan diwawancarai demi memperkuat data yang dibutuhkan penulis

7. Persaudaraan Kongregasi Suster Fransiskan St. Lusia yang memberikan

kesempatan kepada Penulis untuk menimba pengetahuan di Universitas Sanata

Dharma serta mendukung penulis selama masa studi

Page 11: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

xi

8. Seluruh anggota komunitas St. Lusia Yogyakarta yang memberikan dukungan

dengan caranya sendiri selama penyusuna skripsi ini

9. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh karyawan

bagian lain yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi

ini

10. Br. Triyono, SCJ yang selalu mendukung, dan menyemangati penulis serta

mengusahakan buku-buku demi selesainya skripsi ini

11. Fr. Yudistiro SCJ & komunitas saudara-saudara OFM yang meminjami penulis

buku-buku guna memperkaya pemikiran penulis dalam menyusun skripsi ini

12. Teman-teman mahasiswa terutama angkatan 2003/2004 yang turut mendukung

penulis dalam penyelesaian studi. Terima kasih doamu teman-teman, semoga kita

tetap saling mendukung dalam doa dan kebersamaan

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini dengan

tulus telah memberikan bantuan hingga selesainya skripsi ini. Jasa dan

kebaikanmu akan kukenang selamanya karena telah terpatri di hatiku

Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga

penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis

mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi perbaikan skripsi ini. Akhir

kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua

pihak yang berkepentingan.

Penulis

Page 12: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... iv

HALAMAN MOTTO............................................................................................v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.......................................... vi

ABSTRAK........................................................................................................... vii

ABSTRACT.........................................................................................................viii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix

DAFTAR ISI........................................................................................................ xii

DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xvi

BAB I. PENDAHULUAN.....................................................................................1

A. Latar Belakang Penulisan skripsi............................................................1

B. Perumusan Masalah ................................................................................6

C. Tujuan Penulisan ....................................................................................6

D. Manfaat Penulisan...................................................................................7

E. Metode Penulisan....................................................................................7

F. Sistematika Penulisan .............................................................................8

BAB II. KEHADIRAN GEREJA.........................................................................10

A. Gereja.....................................................................................................10

1. Gereja Sebagai Cahaya Dunia .........................................................10

2. Gereja Sebagai Tubuh Mistik Kristus..............................................14

3. Gereja Sebagai Umat Allah .............................................................19

4. Gereja yang Hirarkis ........................................................................23

5. Gereja yang Berziarah .....................................................................25

B. Kehadiran Gereja ...................................................................................27

1. Sebagai Sakramen Keselamatan ......................................................28

a. Latar Belakang...........................................................................28

b. Arti .............................................................................................29

Page 13: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

xiii

c. Sebagai Sakramen......................................................................30

2. Menyatu dengan Peziarahan Manusia .............................................35

3. Mewartakan Keselamatan................................................................37

a. Sifat Misisoner Gereja ...............................................................41

b. Kegiatan Misioner Gereja ..........................................................42

4. Sebagai Cahaya yang Membawa Terang dan Pembebsan...............45

a. Diakonia.....................................................................................45

b. Koinonia.....................................................................................46

c. Kerygma.....................................................................................46

d. Lyturgia......................................................................................47

C. Berbagai Cara Kehadiran Gereja ...........................................................48

1. Media Massa ....................................................................................48

2. Ekumene ..........................................................................................50

3. Dialog...............................................................................................53

4. Pendidikan .......................................................................................54

a. Pendidikan Sebagai Cara Menghadirkan Gereja .......................56

b. Pendidikan Non Formal .............................................................56

c. Pendidikan Formal .....................................................................58

BAB III. SEKOLAH KATOLIK SEBAGAI SALAH SATU BENTUK

KEHADIRAN GEREJA MENURUT GRAVISSIMUM

EDUCATIONIS......................................................................................60

A. Sekolah Katolik......................................................................................60

1. Pengertian Sekolah Katolik .............................................................60

2. Tujuan Sekolah Katolik ...................................................................63

B. Visi Misi sekolah Katolik ......................................................................66

1. Visi Sekolah Katolik........................................................................66

2. Misi Sekolah Katolik .......................................................................68

C. Identitas Sekolah Katolik.......................................................................69

D. Dimensi Religius Sekolah Katolik.........................................................71

1. Pergumulan Kaum Muda Masa Kini ...............................................72

2. Iklim Religius Sekolah.....................................................................75

Page 14: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

xiv

3. Kehidupan Religius Sekolah dan Karya Sekolah ............................80

a. Dalam Kehidupan Sekolah ........................................................80

b. Dalam Kebudayaan Sekolah......................................................81

E. Awam Katolik di Sekolah Sebagai Saksi Iman .....................................83

1. Peranan Guru di Sekolah Katolik ....................................................83

2. Guru Sebagai Saksi Iman.................................................................85

F. Sekolah Katolik dan Pewartaan/Kerygma .............................................88

BAB IV. SEKOLAH KATOLIK SEBAGAI KEHADIRAN GEREJA YANG

MENDIDIK DI SMA PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA .............94

A. Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur Yogyakarta ...............................94

1. Sejarah Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur Yogyakarta ............94

2. Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur Yogyakarta .........................96

3. Tujuan Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur Yogyakarta ............101

B. Visi Misi Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur Yogyakarta ..............105

1. Visi Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur Yogyakarta.................105

2. Misi Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur Yogyakarta ................106

C. Identitas Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur Yogyakarta................107

D. Peranan Guru dan Siswa di Sekolah SMA Pangudi Luhur

Yogyakarta............................................................................................109

1. Peranan Guru ..................................................................................109

a. Pengajar ....................................................................................110

b. Pembimbing ..............................................................................112

c. Pendidik ....................................................................................113

d. Guru Sebagai Saksi Iman..........................................................115

2. Peranan Anak Didik........................................................................119

E. Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur Sebagai Tempat Pewartaan

Iman ......................................................................................................123

BAB V. PEMIKIRAN UPAYA PENINGKATAN PENGHAYATAN PROFESI

PENDIDIK SEBAGAI PANGGILAN DI SEKOLAH KATOLIK SMA PANGUDI

LUHUR YOGYAKARTA ..................................................................................125

A. Penghayatan Panggilan Sebagai Pendidik ............................................126

Page 15: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

xv

1. Syarat Sebagai Subyek Pendidik ....................................................126

a. Syarat Materil ...........................................................................126

b. Syarat Formal............................................................................128

2. Kualitas-Kualitas Sebagai Seorang Pendidik .................................130

a. Dewasa......................................................................................130

b. Kewibawaan..............................................................................131

c. Kekuatan Kepribadian ..............................................................131

d. Kedudukan Sosial .....................................................................132

e. Kekompakan .............................................................................132

3. Menghayati Profesi Pendidik Sebagai Panggilan ...........................133

B. Berbagai Cara Peningkatan Penghayatan Profesi Pendidik Sebagai

Panggilan .............................................................................................134

1. Kelompok Studi ..............................................................................134

2. Seminar-Seminar ............................................................................136

3. Retret dan Rekoleksi .......................................................................136

C. Katekese................................................................................................138

BAB VI. PENUTUP............................................................................................144

A. Kesimpulan ...........................................................................................144

B. Saran .....................................................................................................147

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................149

LAMPIRAN.........................................................................................................151

Lampiran 1: Pedoman Wawancara dengan Guru-Guru SMA Pangudi Luhur .... (1)

Lampiran 2: Rangkuman Hasil Wawancara ....................................................... (2)

Page 16: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

xvi

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab terbitan

Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta: 1995.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

AG: Ad Gentes, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kegiatan Misioner Gereja, 7

Desember 1965.

GE: Gravissimum Educationis, Pernyataan Konsili Vatikan II tentang

Pendidikan Kristen, 28 Oktober 1965.

GS: Gadium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di

dunia Dewasa Ini, 7 Desember 1965.

IM: Inter Mirifica, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Upaya-Upaya

Komunikasi Sosial, 4 desember 1963.

KHK: Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonica), diundangkan oleh Paus

Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983.

LG: Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja,

21 November 1964.

NA: Nostra Aetate, Pernyataan Konsili Vatikan II tentang Hubungan Gereja

dengan Agama-Agama Bukan Kristiani, 28 Oktober 1965.

SC: Sacrosanctum Consilium, Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi

Suci, 4 Desember 1963.

Page 17: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

xvii

UR: Unitatis Redintegratio, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Ekumenisme, 21

November 1964.

C. Singkatan lain

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

LAI : Lembaga Alkitab Indonesia

MNPK : Majelis Nasional Pendidikaan Katolik

Page 18: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

1

BAB I

PENDAHULUAN

Bab I akan membahas pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan,

rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

A. LATAR BELAKANG

Sekolah sebagai wadah diterapkannya pendidikan formal menuntut perlunya

peninjauan khusus akan kehadiran sekolah di tengah masyarakat. Sekolah merupakan

salah satu tempat menabur nilai-nilai kemanusiaan agar manusia itu memiliki

kedewasaan dalam menghadapi arus zaman yang semakin berkembang. Dengan kata

lain sekolah sebagai salah satu tempat yang sangat sesuai untuk mempersiapkan

manusia-manusia yang handal, dewasa, dan kompeten dalam menghadapi arus

perkembangan zaman yang semakin kompleks. Hal ini semakin dipertegas dalam GE

yang mengatakan demikian:

Di antara segala upaya pendidikan sekolah mempunyai makna yang istimewa. Sementara terus-menerus mengembangkan daya kemampuan akal budi, berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan kemampuan memberi penilaian yang cermat, memperkenalkan harta warisan budaya yang telah dihimpun oleh generasi-generasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata nilai, menyiapkan siswa untuk mengelola kejuruan tertentu, memupuk rukun persahabatan antara para siswa yang beraneka watak-peranangai maupun kondisi hidupnya, dan mengembangkan sikap saling memahami. Kecuali itu sekolah merupakan bagaikan suatu pusat kegiatan maupun kemajuan, yang serentak harus melibatkan keluarga-keluarga, para guru, bermacam-macam perserikatan yang memajukan hidup berbudaya, kemasyarakatan dan keagamaan, masyarakat sipil dan segenap keluarga manusia (GE 5).

Page 19: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

2

Selain memperoleh kedewasaan, handal maupun kompeten secara akademik,

tetapi juga mengetahui apa yang dimaksud dengan learning (pendidikan ke arah

mengerti kehidupan) menjadi semakin jelas. Learning merupakan suatu pendekatan

atau suatu gerak menuju pengetahuan maupun kehidupan yang menekankan inisiatif

manusia. Inisiatif ditekankan karena perkaranya adalah penguasaan sekaligus

pengamalan metode-metode baru, keterampilan-keterampilan baru, sikap-sikap baru

dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk hidup dalam dunia yang cepat berubah.

Dengan demikian learning merupakan proses mempersiapkan diri menghadapi

situasi-situasi baru. Proses persiapan itu dapat terjadi secara sadar maupun tidak

sadar. Biasanya lewat mengalami situasi nyata, meskipun situasi buatan atau bayang

dapat menjadi sarana. Pendidikan dalam arti itu perlu mengingat perubahan situasi

yang serba cepat dan simultan yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Hal inilah

yang menantang bagi lembaga- lembaga pendidikan untuk menemukan diri dan

peranannya secara tepat untuk ikut masuk dalam proses learning (Banawiratma, SJ

1991: 67-68).

Kenyataannya sekolah-sekolah perlu mengadakan evaluasi terhadap sumbangan

yang diberikan kepada masyarakat sebagai satu-satunya lembaga yang sangat

dipercaya oleh masyarakat. Sangatlah wajar bila muncul keprihatinan terhadap

keadaan sekolah di Indonesia pada tahun-tahun terakhir ini yang tidak kurang parah

dibanding dengan keadaan sosial, politik dan ekonomi. Indonesia pada tahun terakhir

ini menduduki peringkat terakhir dalam dunia pendidikan. Dalam harian KOMPAS,

September 2001 diberitakan bahwa Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Abdul

Page 20: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

3

Malik Fajar pun mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia

terburuk di kawasan Asia. Penilaian tersebut merupakan hasil survey Political and

Economic Risk consultancy (PERC). Dari 12 negara yang disurvey oleh lembaga

yang berkantor pusat di Hongkong itu, menyebutkan bahwa Korea Selatan dinilai

memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang, Taiwan, India, Cina,

dan Malasya. Indonesia menduduki urutan ke-12 di bawah Vietnam (Suparno, 2002:

9-10). Tentu saja hal itu disebabkan oleh banyak faktor yang menghambat

tercapainya cita-cita sekolah yang sangat luhur. Sekolah tidak lagi dapat

menampilkan perannya menghasilkan manusia dewasa di tengah masyarakat, sebab

keberadaan sekolah sudah semakin ciut di hadapan masyarakat. Sekolah-sekolah

lebih banyak berorientasi kepada kuantitas, dan politik yaitu untuk mempertahankan

kekuasaan pemerintah dan para kapitalisme. Sekolah menampilkan wajah yang

kusam di hadapan masyarakat. Dengan situasi sekolah yang memprihatinkan itu

dituntut, agar sekolah mampu memperbaiki citranya di hadapan masyarakat, supaya

tujuan didirikannya sekolah dapat pulih kembali.

Sekolah, yang memposisikan diri sebagai wadah untuk menempa manusia-

manusia dewasa, mandiri dan kompeten adalah menjadi tantangan dan sekaligus

tanggungjawab yang sangat besar. Tetapi isu kurangnya ketanggapan sekolah akan

situasi itu memang sangat nyata saat ini. Kekerasan, tawuran antar pelajar, aborsi,

narkoba, adalah ulah dari anak-anak yang duduk di bangku sekolah. Bukan berarti

melulu hanya mereka yang memakai atribut sekolah akan tetapi perlu dipertanyakan

akan kehadiran sekolah di tengah masyarakat saat sekarang masihkah menampilkan

Page 21: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

4

citra sekolah yang sebenarnya? Kalau demikian, output dari sekolah-sekolah zaman

sekarang berarti masih perlu dipertanyakan sejauhmana sekolah tampil sebagai wadah

pendidikan yang memanusiawikan manusia muda di tengah masyarakat dan

teristimewa dalam memasuki milenium ketiga.

Melihat kenyataan dan keprihatinan yang terjadi sekarang ini, Gereja merasa

turut bertanggungjawab dalam usaha membantu untuk memperbaiki situasi sosial

masyarakat, sebab Gereja tidak dapat lepas dari sifat keterbukaannya terhadap situasi

dunia sekitarnya. Kegembiraan dan harapan serta duka yang dialami dunia adalah

kegembiraan, harapan dan duka Gereja (GS 1).

Keterlibatan Gereja tersebut terwujud lewat kehadirannya dalam dunia

pendidikan. Bagi Gereja pendidikan merupakan bagian tak terpisahkan dari tugas

Gereja untuk mewartakan penyelamatan Allah Bapa kepada semua manusia (GE 3).

Maka kehadiran Gereja lewat sekolah-sekolah Katolik pun tidak dapat lepas dari

kenyataan yang terjadi dalam situasi pendidikan sekarang. Sekolah Katolik turut

ambil bagian di dalam maju tidaknya masyarakat lewat kehadiran karya pendidikan.

Sekolah Katolik turut terlibat dalam membina angkatan muda menuju kedewasaan

sebab sekolah Katolik adalah wujud dari kehadiran Gereja dalam masyarakat (GE 8).

Maka Sekolah Katolik sebagai salah satu alternatif dalam mewujudkan

kehadiran Gereja di tengah masyarakat dalam dunia persekolahan perlu untuk benar-

benar memahami makna kehadirannya (GE 8). Sekolah Katolik dipanggil untuk

mewartakan Kerajaan Allah berarti menampilkan kekhatolisitasnya di tengah

masyarakat yang plural. Diharapkan mampu menciptakan situasi yang mendukung

Page 22: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

5

proses belajar siswa, kebebasan, cinta kasih, persaudaraan serta ilmu yang diterangi

oleh Injil. Sekolah Katolik harus dibangun berdasar pada panggilannya yakni

mewartakan Kerajaan Allah dan memfokuskan diri pada visi-misi sekolah agar output

yang dihasilkan sesuai dengan cita-cita dan tujuan diadakannya sekolah.

Dengan melihat kenyataan yang terjadi dalam dunia pendidikan sekarang ini, di

mana masih banyak terdapat hal-hal yang perlu didalami baik di dalam peningkatan

mutu, serta penghayatan terhadap makna sekolah di tengah masyarakat teristimewa

sekolah Katolik, penulis turut prihatin dengan kenyataan ini. Maka di dalam

penulisan ini, penulis mencoba mengangkat masalah ini dengan mengambil judul:

“Kehadiran Gereja dalam Sekolah Katolik Menurut Gravissimum Educationis di

SMA Pangudi Luhur Yogyakarta.”

Banyak cara yang dipergunakan untuk mewujudkan kehadiran Gereja di tengah

masyarakat. Tetapi penulis mencoba memfokuskan pada bagaimana sekolah Katolik

sebagai salah satu alternatif di dalam menampilkan Gereja di tengah masyarakat

dalam dunia persekolahan mampu memaknai kehadirannya sebagai Gereja yang

mendidik. Dalam hal ini sekolah tentu saja mengacu pada pembangunan sekolah

berdasar pada panggilannya yakni mewartakan Kerajaan Allah seperti cita-cita konsili

Vatikan II. Konsili suci yang tetap berpegang teguh pada tugas Gereja yang

diterimanya dari pendiri Ilahinya yakni Kristus dengan pesannya: “Pergilah,

jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan babtislah mereka dalam nama Bapa, Anak,

dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah

Kuperintaahkan kepadamu” (Mat 28: 19-20).

Page 23: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

6

B. PERUMUSAN MASALAH

Permasalahan pokok yang ingin dibahas oleh penulis dalam skipsi ini

dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa yang menjadi pandangan dan pengarahan Gravissimum Educationis

mengenai Sekolah Katolik

2. Sejauhmana melalui pendidikan sekolah Katolik telah menampilkan kehadiran

Gereja sebagai Gereja yang mendidik di tengah masyarakat secara khusus di

Sekolah SMA Pangudi Luhur YogyKarta?

3. Sejauh mana Sekolah-Sekolah Katolik dibangun berdasar pada Visi Misi sekolah

dalam mewartakan Kerajaan Allah?

C. TUJUAN PENULISAN

Untuk lebih jelasnya tujuan penulisan “Kehadiran Gereja dalam Sekolah

Katolik Menurut Gravissimum Educationis di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta”

adalah:

1. Mengerti dan memahami secara benar makna Sekolah Katolik sebagai kehadiran

Gereja yang mendidik seturut pengarahan dokumen Gravissimum Educationis.

2. Menyumbangkan gagasan pemikiran berdasarkan dokumen Gravissimum

Educationis bagi sekolah SMA Pangudi Luhur guna meningkatkan perwujudan

Gereja di tengah masyarakat sekolah.

Page 24: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

7

3. Untuk memenuhi persyaratan ujian kelulusan Sarjana Strata 1 di Program Studi

Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

D. MANFAT PENULISAN

1. Secara teoritis penulis memperoleh wawasan yang luas tentang teori sekolah

Katolik sebagai kehadiran Gereja yang mendidik menurut Gravissimum

Educationis.

2. Sedangkan secara praksis, penulis dapat menjadikan teori ini menjadi dasar untuk

mendalami semangat katolisitas sekolah Katolik dalam menghadirkan Gereja di

tengah masyarakat.

3. Bagi sekolah-sekolah Katolik, teristimewa SMA Pangudi Luhur Yogyakarta dapat

menjadi bahan refleksi untuk meningkatkan penghayatan terhadap makna

kehadiran sekolah Katolik sebagai kehadiran Gereja yang mendidik.

E. METODE PENULISAN

Metode penulisan yang digunakan di dalam penyusunan skripsi ini adalah

metode deskriptif analisis, yaitu mendalami dokumen Gravissimum Educationis dan

perwujudannya dalam sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Selain itu

penulis juga berusaha mengembangkan refleksi pribadi dengan buku-buku yang

mendukung dari para ahli selama penulisan skripsi ini. Akhirnya menjadi bahan

Page 25: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

8

refleksi bagi sekolah-sekolah Katolik dalam mewujudkan kehadiran Gereja di tengah

masyarakat melalui dunia pendidikan.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Penulisan ini terdiri dari beberapa bab. Masing-masing bab membahas sesuai

dengan topik yang dibahas yaitu:

Bab I berisi tentang pendahuluan. Pada bab pendahuluan ini, penulis

menuliskan latar belakang penulisan skripsi, rumusan masalah, tujuan penulisan,

manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Dalam Bab II penulis membahas tentang Kehadiran Gereja. Penulis akan

menyampaikan tentang Arti Gereja, Berbagai Cara Menghadirkan Gereja serta

Pendidikan Sebagai Sarana Menghadirkan Gereja.

Kemudian Bab III membahas tentang Sekolah Katolik Menurut Gravissimum

Educationis. Pada bagian ini dibagi lagi menjadi beberapa bagian yakni: Sekolah

Katolik, Visi-misi Sekolah Katolik, Identitas Sekolah Katolik, Dimensi religius

Sekolah Katolik, Awam Katolik di Sekolah sebagai Saksi Iman serta Sekolah Katolik

sebagai Pewartaan/Kerygma.

Selanjutnya Bab IV membahas tentang Sekolah Katolik Sebagai Kehadiran

Gereja yang Mendidik. Bahasan ini akan difokuskan kepada Sekolah Katolik SMA

Pangudi Luhur Yogyakarta. Akan dikaji sejauhmana sekolah tersebut mengacu

kepada dokumen Gravissimum Educationis dengan mempelajari pedoman kerja

sekolah tersebut. Bagian-bagian yang akan didalami dalam bahasan ini yakni:

Page 26: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

9

Sekolah SMA Pangudi Luhur Yogyakarta dengan visi-misinya, Identitas sekolah,

Peranan Guru dan siswa serta Sekolah SMA Pangudi Luhur sebagai Tempat

Pewartaan. Dengan mengambil contoh kasus sekolah SMA Pangudi Luhur

Yogyakarta, dapat diharapkan akan lebih mudah memahami kondisi sekolah Katolik

yang lain.

Pada Bab V penulis akan memberikan sumbangan Pemikiran dalam Upaya

Peningkatan Penghayatan Profesi Pendidik sebagai Panggilan. Berbagai cara yang

ditawarkan yakni: Studi bersama tentang dokumen, Sarasehan-sarasehan, Seminar,

Retret dan Rekoleksi serta Katekese sebagai tindak lanjut. Dengan demikian para

guru dapat menampilkan kekatolisitasan sekolah dan mampu menampilkan wajah

Gereja yang sesungguhnya.

Akhirnya Bab VI sebagai bagian penutup guna mengakhiri rangkaian

penulisan skripsi ini. Pada bagian ini penulis memberi kesimpulan dari karya tulis ini

serta memberikan beberapa saran untuk meningkatkan perwujudan kehadiran Gereja

di tengah masyarakat.

Page 27: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

10

BAB II

KEHADIRAN GEREJA

Gereja dalam mewujudkan kehadirannya di tengah masyarakat tentu

mempunyai banyak cara maupun sarana yang digunakan, seperti melalui sarana

pendidikan, pelayanan sosial, kesehatan, komunikasi sosial maupun dalam bentuk-

bentuk lain yang bertujuan memberi kesaksian atas kehadiran Gereja di tengah

masyarakat. Pada prinsipnya Gereja memiliki sifat terbuka terhadap semua orang

dalam menjalankan perutusannya yaitu mewartakan karya keselamatan Allah. Maka

dalam bab II ini akan dibahas tentang arti Gereja sesungguhnya, cara kehadiran

Gereja serta pendidikan sebagai salah satu cara Gereja mewujudkan kehadirannya

secara khusus dalam sekolah Katolik. Gereja memandang bahwa pendidikan sebagai

tempat yang sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai cinta kasih, persaudaraan

serta memperkenalkan Kristus dan ajaran-Nya di tengah masyarakat dengan tujuan

mewartakan karya keselamatan Allah Bapa kepada semua orang.

A. Gereja

1. Gereja sebagai Cahaya Dunia

Kata ‘Gereja’ berasal dari kata igreja. Kata tersebut adalah ejaan Portugis untuk

kata latin ecclesia yang berasal dari bahasa Yunani, eklesia. Yang berarti ‘kumpulan’

atau ‘pertemuan’ atau ‘rapat’. Tetapi Gereja bukan sembarang kumpulan melainkan

kelompok orang yang secara khusus (Konferensi Waligereja Indonesia, 1996: 332).

Page 28: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

11

Dalam terjemahan Yunani Perjanjian Lama pertemuan yang dimaksud adalah

pertemuan bangsa terpilih di hadapan Allah, terutama untuk pertemuan di Sinai, di

mana Israel menerima hukum dan dijadikan oleh Allah sebagai bangsa-Nya yang

kudus (Katekismus Gereja Katolik, 1995: 227). Kadang-kadang juga dipakai kata

jemaat atau umat untuk menyebut Gereja itu. Akan tetapi lebih sering memakai kata

gereja yakni ekklesia. Kata Yunani itu berasal dari kata yang berarti ‘memanggil’.

Gereja adalah umat yang dipanggil Tuhan. Itulah arti sesungguhnya kata Gereja.

Gereja perdana memandang diri sebagai pengganti pertemuan ini dan karena itu

menamakan diri sebagai Gereja. Di dalam Gereja Allah mengumpulkan bangsa-Nya

dari segala ujung bumi (Katekismus Gereja Katolik, 1995: 227).

Dalam situasi zaman sekarang yang menimbulkan keadaan umat manusia serba

baru, Gereja diharapkan menjadi terang dunia (Mat 5: 13-14). Gereja dipanggil untuk

menyelamatkan manusia dan memperbaharui semua ciptaan supaya diperbaharui

dalam Kristus, dan dalam Kristus semua orang menjadi satu keluarga Umat Allah

(AG 1). Dalam kontitusi tentang Gereja ditegaskan bahwa Gereja ingin menerangi

semua orang dengan cahaya Kristus, dengan mewartakan Injil kepada semua mahkluk

(Mrk 16:15). Dikatakan, Gereja itu dalam Kristus bagaikan sakramen, yakni tanda

dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. Dalam

hal ini Gereja bermaksud menyatakan kepada umatnya yang beriman dan kepada

seluruh dunia, hakekat dan perutusannya bagi semua orang supaya semua orang

tergabung secara lebih erat berkat pelbagai hubungan sosial, teknis, dan budaya,

memperoleh kesatuan sepenuhnya dalam Kristus (LG 1).

Page 29: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

12

Gereja meyakini “Bapa menetapkan, bahwa Ia akan mengangkat manusia untuk

ikut serta menghayati hidup ilahi. Ke situlah Ia memanggil semua manusia dalam

Putera-Nya” (Katekismus Gereja Katolik, 1995: 228). Semua orang, yang sebelum

zaman telah dipilih oleh Bapa, telah dikenal-Nya dan ditentukan-Nya sejak semula,

untuk menyerupai citra-Nya, supaya Dialah yang menjadi sulung di antara banyak

saudara (Rom 8: 29). Gereja sudah sejak awal dunia telah dipralambangkan, serta

disiapkan dalam sejarah bangsa Israel dan dalam Perjanjian Lama. Gereja didirikan

pada zaman akhir, ditampilkan berkat pencurahan Roh, dan akan disempurnakan pada

akhir zaman (LG 2, LG 4). Gereja sudah dipralambangkan sejak awal dunia

maksudnya bahwa “Dunia diciptakan demi Gereja”, demikian ungkapan orang-orang

kristen angkatan pertama (Hermas). Allah memangil manusia untuk mengambil

bagian dalam kehidupan ilahi-Nya. Keikutsertaan ini terjadi karena manusia-manusia

dikumpulkan dalam Kristus dan “kumpulan” ini adalah Gereja (Katekismus Gereja

Katolik, 1995: 229). Sedangkan Gereja disiapkan dalam Perjanjian Lama maksudnya

pengumpulan umat mulai saat dosa menghancurkan persekutuan manusia dengan

Allah dan sesama. Pengumpulan Gereja boleh dikatakan reaksi Allah atas kekacauan

yang disebabkan dosa. Persatuan kembali ini terjadi secara diam-diam dalam segala

bangsa: Allah, Bapa kita, menerima “dalam setiap bangsa… setiap orang yang takut

akan Dia dan melakukan apa yang benar” (Kis 10: 35). Persiapan jarak jauh dari

pengumpulan Umat Allah, mulai dengan panggilan Abraham, kepada siapa Allah

menjanjikan bahwa Ia akan menjadi bapa suatu bangsa besar. Persiapan langsung

Page 30: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

13

mulai dari pemilihan Israel sebagai Umat Allah (Katekismus Gereja katolik, 1995:

229).

Maka datanglah Putera. Ia diutus oleh Bapa, yang sebelum dunia terjadi telah

memilih kita dalam Dia, dan menentukan bahwa kita akan diangkat-Nya menjadi

putera-putera-Nya (LG 3). Kemudian diperlengkapi dengan karunia-karunia, dan

yang setia mematuhi perintah-perinyah-Nya tentang cinta kasih, kerendahan hati, dan

ingkar diri, menerima perutusan untuk mewartakan Kerajaan Allah, dan

mendirikannya di tengah semua bangsa. Gereja merupakan benih dan awal dari

kerajaan itu di dunia (LG 5). Ia tiada hentinya memelihara Gereja. Melalui Gereja Ia

melimpahkan kebenaran dan rahmat kepada semua orang (LG 8). Gereja itu serentak

merupakan: ”serikat yang dilengkapi dengan jabatan hirarkis dan Tubuh Mistik

Kristus, kelompok yang tampak dan persekutuan rohani, Gereja di dunia dan Gereja

yang diperkaya dengan karunia-karunia surgawi”. Kedua aspek itu serikat yang

dilengkapi dengan jabatan hirarkis dan tubuh Mistik Kristus merupakan satu

kenyataan yang kompleks, dan terwujud karena perpaduan unsur manusiawi dan

ilahi” (Katekismus Gereja Katolik, 1995: 232). Hal yang sama juga ditegaskan

kembali SC:

Gereja sekaligus bersifat manusiawi dan ilahi, kelihatan namun penuh

kenyataan yang tak kelihatan, penuh semangat dalam kegiatan namun

meluangkan waktu juga untuk kontemplasi, hadir di dunia namun sebagai

musafir. Dan semua itu berpadu sedemikian rupa, sehingga dalam Gereja apa

yang insani diarahkan dan diabdikan kepada yang ilahi, apa yang kelihatan

kepada yang tidak tampak, apa yang termasuk kegiatan kepada kontemplasi,

dan apa yang ada sekarang kepada kota yang akan datang, yang sedang kita cari

(SC 2).

Page 31: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

14

Kristus melaksanakan karya penebusan bagi Umat Allah yang datang dalam

kemiskinan dan penganiayaan, maka Gereja juga dipanggil untuk menempuh jalan

yang sama, supaya menyalurkan buah-buah keselamatan kepada manusia. Gereja,

kendati memerlukan upaya-upaya manusiawi untuk menunaikan perutusan-Nya,

didirikan bukan untuk mengejar kemuliaan duniawi melainkan untuk

menyebarluaskan kerendahan hati dan pengingkaran diri juga melalui teladannya.

Gereja melimpahkan cinta kasihnya kepada semua orang yang terkena oleh

kelemahan manusiawi. Dalam mereka yang miskin dan menderita Gereja mengenali

citra Pendirinya yang miskin dan menderita, berusaha meringankan kemelaratan

mereka, dan bermaksud melayani Kristus dalam diri mereka (LG 8).

2. Gereja Sebagai Tubuh Mistik Kristus

Kata “tubuh mistik” baru dipakai dalam teologi untuk Gereja sejak kira-kira

tahun 1160. Sebelumnya istilah tubuh mistik dipergunakan untuk Ekaristi. Di situ

kata mistik hampir sama dengan sakramentil. Ekaristi adalah tubuh Kristus dalam

bentuk sakramentil. Gereja sebagai tubuh Kristus dibentuk karena tubuh Kristus yang

hadir dalam ekaristi. Oleh karena itu Gereja lama kelamaan juga disebut tubuh mistik

karena dibentuk dengan sakramen ekaristi. Thomas Aquino berkata: “tubuh mistik

Gereja” sebagai ganti tubuh mistik Kristus. Tubuh Gereja itu masih disebut mistik,

karena yang menjadikan Gereja itu suatu bebadan bukanlah pertama susunan

iurisdisnya, tetapi kesatuannya dengan Kristus yang mistik atau adikodrati. (Jacobs,

1970: 182-183).

Page 32: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

15

Sebutan yang khas Kristiani adalah Tubuh Kristus. Paulus menjelaskan maksud

kiasan itu:

Sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak segala anggota itu,

sekalipun banyak, merupakan satu tubuh demikian pula Kristus. Sebab dalam

satu Roh kita semua, baik orang Yahudi maupun orang Yunani, baik budak

maupun orang merdeka, telah dibabtis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi

minum dari satu Roh (1 Kor 12: 12-13).

Dengan gambaran “tubuh”, Paulus mau mengungkapkan kesatuan jemaat,

kendatipun ada aneka karunia dan pelayanan (1 Kor 12: 7). Dan kesatuan itu ada

dalam Kristus: “kita yang banyak merupakan satu tubuh dalam Kristus (Jacobs, 1970:

190). Gereja itu satu. Ia menegaskan, bahwa “mata tidak dapat berkata kepada

tangan: aku tidak membutuhkan engkau” (1 Kor 12: 21). Sebab “tubuh tidak berdiri

dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota” (1 Kor 12: 14). Maka dapat ditarik

kesimpulan: “Kamu semua adalah tubuh Kristus dan masing-masing adalah

anggotanya” (1Kor 12: 27). Hal yang sama juga dikatakan dalam surat kepada umat

di Roma (12: 4-5). Kesatuan dalam Kristus dikerjakan oleh Roh Kudus dan

khususnya melalui sakramen permandian. (Jacobs, 1970: 190).

Kemudian dalam surat Paulus kepada umat di Kolese dan Efesus gagasan ini

dikembangkan lebih lanjut. “Jemaat adalah tubuh Kristus, yaitu kepenuhan Dia, yang

memenuhi semua dan segala sesuatu” (Ef 1: 23). Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat

(Kol 1: 18, 24). Yang dimaksudkan bukanlah kesatuan para anggota jemaat,

melainkan kesatuan jemaat dengan Kristus. Oleh karena itu Kristus juga disebut

“kepala” Gereja (Ef 1: 22; 4: 15; Kol 1: 18). Hal itu jelas dari Ef 4: 16:

Page 33: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

16

“Kristus adalah Kepala. Dari pada-Nyalah seluruh tubuh yang rapi tersusun dan

diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar

pekerjaan tiap-tiap anggota menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya

dalam kasih”.

Dengan gambaran tubuh mau dinyatakan kesatuan hidup antara Gereja dan

Kristus. Gereja hidup dari Kristus, dan dipenuhi oleh daya ilahi-Nya (Kol 2: 10).

Gereja menerima pertumbuhannya dari Kristus yang adalah kepala (Konferensi

Waligereja Indonesia, 1996: 335). Dari Kristuslah “berasal pertumbuhan ilahi seluruh

tubuh yang dipelihara dan ditegakkan oleh sendi dan jaminan” (Kol 2: 19). Di dalam

tubuh-Nya yaitu Gereja, Ia senantiasa menyediakan anugerah-anugerah pelayanan.

Berkat anugerah ini dan didorong oleh kekuatan-Nya, kita dapat saling melayani

supaya selamat. Dengan menegakkan kebenaran dalam cinta kasih, kita berkembang

dalam segala keadaan menuju Dia, Sang Kepala kita (Heuken, 1987: 74). Ia

menambahkan bahwa Roh Kudus yang satu dan sama dalam Kepala dan dalam

semua anggota, memberikan hidup kepada seluruh tubuh, mempersatukan dan

menggerakkannya (Heuken, 1987: 74).

Inti sari hidup Gereja sebagai tubuh Kristus adalah kesatuan dengan Kristus.

Dan kesatuan itu adalah kesatuan dalam iman dan Roh Kudus yang dinyatakan dalam

sakramen, khususnya permandian dan ekaristi (Jacobs, 1970: 190).

Gereja adalah tubuh Kristus karena mengambil bagian dalam hidup Kristus:

tekanan ada pada Kristus bukan pada tubuh. Gereja disebut tubuh Kristus karena

Kristus menghidupkan dan mempersatukan para anggotanya. Kepala Tubuh ialah

Kristus. Dialah citra Allah yang tak kelihatan, di dalam Dia segala sesuatu dijadikan.

Page 34: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

17

Ia ada sebelum semua yang lain, dan segala sesuatu berada dalam Dia. Dialah kepala

tubuh yaitu Gereja. Ia adalah awal, Putera sulung antara mereka yang meninggal, agar

Ia unggul dalam segala-galanya (Kol 1: 15-18). Dengan kekuasaan-Nya Ia

memerintah surga dan bumi dan dengan kesempunaan serta karya-Nya yang maha

mulia Ia memenuhi seluruh Tubuh dengan segala nilai kemuliaan-Nya (Heuken,

1987: 73).

Perlu diketahui bahwa perbedaan yang ada pada Gereja dikerjakan oleh satu

Roh yang sama, yang mempergunakan semua itu demi perkembangan Gereja

seluruhnya: “Ada satu Roh yang menyebarkan bermacam-macam karunia-Nya

sekadar kekayaan-Nya dan menurut kebutuhan pelayanan bagi kemanfaatan Gereja”

(Jacobs, 1970: 191).

Paulus menyebut Gereja “Tubuh Kristus”, yang dimasudkan adalah Gereja

sebagai organisme yang hidup karena daya kekuatan Kristus. Gereja adalah tubuh

Kristus dan Kristus sebagai Kepala, hal itu berarti bahwa: Kristus dan Gereja-Nya

tidak dapat dipisahkan lagi (EF 1: 22-23), sekaligus juga dinyatakan bahwa Gereja

harus tunduk kepada Kristus (Ef 1: 22-23; 5: 23-24). Dan hidup dari Kristus (Ef 4:

15-16; Kol 1: 18) tetapi juga dicintai dan dipelihara oleh Kristus (Ef 5: 29-30).

Berdasarkan semua itu akhirnya tetap diungkapkan kesatuan tubuh (Ef 3: 6; 4: 3-4,

11-16; Kol 3: 15). Kesatuan kita dalam Kristus adalah kesatuan dalam iman dan Roh

Kudus yang mengungkapkan diri dalam sakramen: kamu telah dikuburkan bersama

Dia dalam permandian dan telah dibangkitkan bersama dengan-Nya berdasarkan

kepercayaanmu akan kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang

Page 35: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

18

mati (Kol 2: 12); satu tubuh dan satu Roh,… satu Tuhan, satu kepercayaan, satu

permandian, satu Allah… (Ef 4: 4-6). Semakin jelas bahwa Gereja tidak merupakan

“tubuh” karena anggota-angggotanya mempunyai tubuh sehingga Gereja menjadi

lembaga sosial. Gereja adalah “tubuh” karena berupa tempat di mana hidup Kristus

disampaikan kepada kita (Jacobs, 1970: 192-193).

Peranan pokok semua anggota tubuh, semua anggota harus menjadi serupa

dengan Dia sampai Kristus terbentuk di dalam mereka (Gal 4: 19). Oleh sebab itu kita

diterima ke dalam misteri-misteri kehidupan-Nya di dunia ini. Kita disamakan dengan

Dia, bersama-sama mati dan bersama-sama bangkit, sampai bersama-sama

memerintah dengan Dia (Fil 3: 21; 1 Tim 2: 11; Ef 2: 6; Kol 2: 12). Selagi masih

berkelana di dunia dan mengikuti jejak-Nya dalam percobaan dan penindasan, kita

menggabungkan derita kita dengan derita Dia sebagaimana tubuh bergabung dengan

kepala. Kita menderita bersama Dia, agar jaya bersama Dia pula (Heuken, 1987: 75).

Dalam Kitab suci mengenai tubuh Kristus berbicara mengenai Kristus yang

mulia. Tuhan yang mulia “dengan mengaruniakan Roh-Nya secara gaib membentuk

orang beriman menjadi tubuh-Nya” (LG 6). Dia yang dalam Injil Yohanes telah

bersabda: “apabila Aku ditinggikan dari bumi, aku akan menarik semua orang datang

kepada-Ku” (Yoh 12: 32).

Dalam arti sesungguhnya, proses pembentukan tubuh baru mulai dengan

peninggian Yesus, yakni dengan wafat dan kebangkitan-Nya. Tetapi bukan berarti

bahwa sabda dan karya Yesus sebelumnya tidak ada sangkut pautnya dengan

pembentukan Gereja. Tetapi Gereja berakar dalam seluruh sejarah keselamatan

Page 36: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

19

Tuhan, dan terbentuk secara bertahap. Dalam proses pembentukan itu wafat dan

kebangkitan Kristus, beserta pengutusan Roh Kudus, merupakan peristiwa-peristiwa

yang paling menentukan (Konferensi Waligereja Indonesia, 1996: 336). Sebelumnya

sudah ada kejadian yang amat berarti, misalnya panggilan kedua belas rasul dan

pengangkatan Petrus menjadi pemimpin mereka. “Engkaulah Petrus dan di atas batu

karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku” (Mat 16: 18).

Kendatipun penugasan Petrus dikaitkan secara langsung dengan Gereja, yang

sesungguhnya dibicarakan bukanlah Gereja melainkan Petrus dan perannya. Maka

akhirnya memang tidak ada satu peristiwa atau kisah yang secara khusus

menceritakan bagaimana Yesus mendirikan Gereja-Nya. Gereja berkembang dalam

sejarah keselamatan Allah. Oleh karena itu Gereja sekarang masih tetap pada

perjalanan menuju kepenuhan rencana Allah. Gereja bukan tujuan, melainkan sarana

dan jalan yang mengarah kepada tujuan yakni Allah sendiri (Konferensi waligereja

Indonesia, 1996: 337).

3. Gereja Sebagai Umat Allah

Kata Umat Allah merupakan istilah dari Perjanjian Lama yang dipakai dalam

Perjanjian Baru. Yang paling menonjol dalam sebutan ini adalah bahwa Gereja itu

umat terpilih Allah (1 Ptr 2: 9). Konsili Vatikan II sebutan “Umat Allah” amat

dipentingkan yaitu untuk menekankan bahwa Gereja bukanlah pertama-tama suatu

organisasi manusiawi melainkan perwujudan karya Allah yang konkret (LG 9).

Page 37: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

20

Tekanan ada pada pilihan dan kasih Allah (Konferensi Waligereja Indonesia, 1996:

333).

Demikianlah Ia telah memilih bangsa Israel sebagai umat-Nya: Ia mengadakan

perjanjian dengannya dan mengajarnya langkah demi langkah, dengan

mengungkapkan Diri-Nya serta kehendak-Nya dalam sejarah bangsa itu dan

dengan menguduskannya bagi Diri-Nya. Semuanya ini terjadi sebagai persiapan

dan lambang untuk suatu perjanjian yang baru dan sempurna, yang akan

diadakan dalam Kristus; pula sebagai persiapan serta lambang bagi wahyu yang

lebih lengkap dan yang akan disampaikan oleh Sabda Allah sendiri yang

menjadi manusia (Heuken, 1987: 70).

Umat Israel disebut sebagai bangsa pilihan dan Allah mengikat suatu perjanjian

yaitu: Aku akan menaruh taurat-Ku dalam batin mereka, dan mereka akan

menuliskannya dalam hati mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka

akan menjadi umat-Ku. Sebab semua akan mengenal Aku mulai dari yang terkecil

hingga yang terbesar. Itulah firman Tuhan (Yer 31: 31-34).

Mengingat bahwa Gereja adalah sebagai umat terpilih Allah yang dimulai sejak

dari bangsa Israel, Gereja adalah kelompok dinamis yang keluar dari sejarah Allah

dengan manusia. Gereja muncul dan tumbuh dari sejarah keselamatan, yang sudah

dimulai dengan panggilan Abraham. Dengan demikian Gereja mengalami dirinya

sungguh erat berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya (GS 1). Sekaligus

juga Gereja itu majemuk: “Dari bangsa Yahudi maupun kaum kafir, Allah memanggil

suatu bangsa, yang bersatu padu bukan menurut daging, melainkan dalam Roh” (LG

9). Konsili Vatikan II melihat Gereja dalam rangka sejarah keselamatan, tetapi tidak

berarti bahwa Gereja hanyalah lanjutan bangsa Israel saja akan tetapi kedatangan

Page 38: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

21

Kristus memberikan arti yang baru kepada umat Allah (Konferensi Waligereja

Indonesia, 1996: 333).

Dalam Perjanjian Lama Tuhan bersabda: “Jika kamu sungguh mendengarkan

firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta

kesayangan-Ku sendiri dari segala bangsa” (Kel 19: 5). Hubungan ini sering

dirumuskan secara singkat oleh para nabi: “Aku akan menjadi Allah mereka dan

mereka akan menjadi umat-Ku” (Yer 7: 23; 11: 4; 24: 7; 30: 33; 31: 1, 33). Kata-kata

itu diulangi lagi dalam Perjanjian Baru, “Kita adalah bait dari Allah yang hidup,

menurut firman Allah ini: Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di

tengah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan

menjadi umat-Ku” (2 Kor 6: 16, Ibr 8: 10; Why 21: 3). Dalam kesadaran Perjanjian

Baru hal ini justru terlaksana dalam Kristus. Dia adalah Immanuel, yang berarti Allah

beserta kita” (Mat 1: 23), “sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh

kepenuhan ke-Allah-an” (Kol 2: 9). Yohanes menjelaskan lebih lanjut: Demikianlah

kita ketahui, bahwa kita di dalam Allah dan Allah di dalam kita: kita telah

diperbolehkan mengambil bagian dalam Roh-Nya” (Konferensi Waligereja

Indonesia, 1996: 333-334).

Dari pengalaman Roh, kita mengetahui bahwa Allah ada di dalam diri kita.

Sejarah keselamatan, yang dimulai dengan panggilan Abraham, berjalan terus dan

menacapai puncaknya dalam wafat dan kebangkitan Kristus serta pengutusan Roh

Kudus. Maka Gereja bukan hanya lanjutan umat Allah yang lama, tetapi terutama

Page 39: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

22

kepenuhannya, karena sejarah keselamatan Allah berjalan dan Allah memberikan

dengan semakin sempurna (1 Kor 15: 28).

Dalam eskatologisnya Gereja bukan hanya sebagai “Gereja musafir” tetapi

suatu gerakan yang “melalui Kristus dalam satu Roh menemukan jalan kepada Bapa”

(LG 4) yakni umat Allah. Gereja yang dipanggil dan dipersatukan dalam satu Roh itu

menjadi tanda kesatuan Kristus dengan umat-Nya. Kesatuan dengan Kristus itu bukan

pertama-tama kesatuan organisatoris, melainkan kesatuan dalam iman. Maka faham

Gereja sebagai umat Allah tidak hanya menempatkan Gereja dalam kerangka sejarah

keselamatan, tetapi sekaligus juga menghapus sifat piramidal Gereja, yang

menempatkan hirarki di atas seluruh umat (Jacobs, 1987: 24). “Satulah umat Allah

terpilih, samalah martabat para anggotanya” (LG 32).

Ciri khas Umat Allah memiliki martabat dan kemerdekaan putera-puteri Allah,

karena Roh Kudus berdiam dalam hati mereka bagaikan bait (Heuken, 1987: 72).

Jacobs menambahkan kesatuan dengan Allah serta kesucian berdasarkan kesatuan itu

adalah ciri khas dari faham umat Allah juga kerinduan akan kepenuhan ilahi (Jacobs,

1970: 224). Sebagai hukum Umat ini memiliki perintah baru, yaitu mencinta seperti

Kristus yang telah mencintai kita (Yoh 13: 34). Tujuan Umat ini adalah Kerajaan

Allah, yang telah dimulai oleh Allah sendiri di bumi, dan yang harus diperluas terus

sampai disempurnakan oleh-Nya pada akhir zaman (Heuken, 1987: 72).

Umat Allah yang kudus mengambil bagian dalam jabatan Kristus sebagai Nabi

dengan menyebarluaskan kesaksian hidup tentang Dia. Terutama dilaksanakan

dengan hidup beriman dan mengasihi, dan dengan mempersembahkan kepada Allah

Page 40: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

23

kurban pujian bibir yang mengakui nama-Nya (Heuken, 1987: 72). Umat Allah

mengambil bagian dalam jabatan Kristus sebagai Raja, dengan memperluas kerajaan-

Nya yaitu Kerajaan kebenaran dan kehidupan, kerajaan kekudusan dan rahmat,

kerajaan keadilan, cinta kasih, dan perdamaian. Dengan menyangkal diri dan hidup

khusus mengalahkan kerajaan dosa dalam diri mereka (Rom 6: 12). Mereka

mengabdi kepada Kristus dalam orang lain, dan mengantar saudara-saudari mereka

dengan rendah hati dan sabar ke pada Sang Raja (Heuken, 1987: 148). Sedangkan

Umat Allah mengambil bagian dalam imamat Kristus dengan melaksanakan ibadat

rohani demi kemualian Allah dan keselamatan manusia (Heuken, 1987: 145-146).

4. Gereja yang Hirarkis

Kristus Tuhan, mengadakan aneka pelayanan, untuk menggembalakan dan

mengembangkan Umat Allah dengan tujuan demi kesejahteraan Tubuh. Para pelayan,

yang mempunyai kekuasaan kudus, melayani semua yang termasuk Umat Allah, dan

karena itu mempunyai martabat kristiani sejati, dengan bebas dan teratur bekerjasama

untuk mencapai kesejahteraan Tubuh dengan demikian mencapai keselamatan (LG

18).

Konsili suci mengajarkan dan menyatakan, bahwa Yesus Kristus Gembala

kekal telah mendirikan Gereja kudus, dengan mengutus para Rasul seperti Ia sendiri

diutus oleh Bapa-Nya (Yoh 20: 21). Pengganti para Rasul itu yakni, para Uskup

dikehendaki-Nya untuk menjadi gembala dalam Gereja-Nya sampai akhir zaman.

Yesus Kristus mengangkat St. Petrus menjadi ketua para Rasul supaya Episkopat itu

Page 41: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

24

tetap satu dan tak terbagi. Dalam diri Petrus, Yesus Kristus menetapkan adanya azas

dan dasar kesatuan iman serta persekutuan yang tetap dan kelihatan. Sekaligus juga

ajaran tentang penetapan, kelestarian, kuasa dan primat kudus Imam agung dan

weweng mengajarnya yang tak dapat sesat agar diimani dengan teguh (LG 18).

Yesus memanggil dan mengangkat kedua belas murid-Nya yang kemudian

diutus untuk mewartakan Kerajaan Allah. Para rasul itu dibentuk-Nya menjadi

semacam dewan atau badan tetap. Sebagai ketua dewan diangkat-Nya Petrus. Ia

mengutus mereka pertama-tama kepada umat Israel dan kemudian kepada semua

bangsa (Rom 1: 16), supaya mereka mengambil bagian dalam kekuasaan-Nya,

menjadikan semua bangsa murid-murid-Nya, serta menguduskan dan memimpin

mereka (Mat 28: 16-20; Mrk 16: 15; Luk 24: 45-48; Yoh 20: 21-23). Dan pada hari

Pentakosta mereka diteguhkan sepenuhnya dalam perutusan (Kis 2: 1-36).

Para Uskup sebagai pengganti para Rasul menerima tugas melayani jemaat

bersama dengan para pembantu mereka yakni para imam, dan diakon. Sebagai wakil

Allah mereka memimpin kawanan yang mereka gembalakan yakni sebagai guru

dalam ajaran, imam dalam ibadat suci, dan pelayan dalam bimbingan (tri tugas

Yesus) (LG 20). Dalam menunaikan tugas itu para rasul diperkaya dengan

pencurahan Roh Kudus, yang turun dari Kristus (Kis 1: 8; 2: 4; Yoh 20: 22-23).

Dengan penumpangan tangan mereka sendiri meneruskan kurnia rohani itu kepada

para pembantu mereka. Kurnia itu sekarang ini disalurkan melalui tahbisan Uskup

(LG 21).

Page 42: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

25

Imam Agung di Roma, sebagai pengganti Petrus menjadi azas dan dasar yang

kekal dan kelihatan bagi kesatuan para Uskup maupun segenap kaum beriman.

Masing-masing Uskup menjadi azas dan dasar bagi kesatuan Gereja khsususnya yang

terbentuk menurut citra Gereja semesta. Jadi Uskup setempat mewakili Gerejanya

sendiri, sedangkan semua Uskup bersama Paus mewakili seluruh Gereja dalam ikatan

damai, cinta kasih dan kesatuan. Semua Uskup itu wajib memajukan dan melindungi

kesatuan iman dan tata tertib yang berlaku umum bagi segenap Gereja, mendidik

umat beriman untuk mencintai seluruh Tubuh Kristus yang mistik, terutama para

anggota yang miskin serta bersedih hati, dan mereka yang menanggung penganiayaan

demi kebenaran (Mat 5: 10) dan akhirnya memajukan segala kegiatan yang umum

bagi Gereja supaya iman mereka berkembang dan cahaya kebenaran yang penuh

terbit bagi semua orang (LG 23).

5. Gereja yang Berziarah

Gereja bukan Kerajaan Allah melainkan menuju Kerajaan Allah. Gereja masih

dalam perjalanan (Konferensi Waligereja Indonesia, 1996: 461). Van Der Heijden

menambahkan bahwa: “Gereja tidak sama dengan Kerajaan Allah, tetapi wujud

kelihatan dari Kerajaan Allah. Dengan kata lain bahwa Kerajaan Allah masih belum

penuh, Gereja masih menantikan pemenuhan Kerajaan Allah (Van Der Heijden,

1995: 14).

Untuk lebih memahami konsep Gereja yang sedang berziarah, ada tiga istilah

yang digunakan oleh Van Den Heiden. Isilah tersebut adalah:

Page 43: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

26

Pertama, Perjalanan. Kata ini menunjuk kepada segi eskatologis keselamatan, bahwa

Gereja ada dalam proses menuju kepenuhannya.

Gereja itu baru akan mencapai kepenuhannya dalam kemuliaan di sorga, bila

akan tiba saatnya segala sesuatu diperbaharui (Kis 3: 21), dan bila bersama

dengan umat manusia semesta pun, yang berhubungan erat dengan manusia dan

bergerak ke arah tujuannya melalui manusia, akan diperbaharui secara sempuna

dalam kristus (LG 48).

Dalam perjalanan ini, Gereja masih mengalami jatuh bangun dan berjuang

bersama manusia yang berkehendak baik membangun Kerajaan Allah. Gereja

belumlah sempuna. Maka, LG 48 ini menegaskan bahwa Gereja baru akan mencapai

kepenuhannya dan kemuliaan di surga.

Kedua, menyongsong. Dalam pengertian ini Gereja bersikap aktif. Artinya

Gereja selalu mempersiapkan diri untuk menyongsong kedatangan Anak Manusia.

Maka kita berusaha untuk dalam segalanya berkenan kepada Tuhan (2 Kor 5:

9). Dan kita kenakan perlengkapan senjata Allah, supaya kita mampu bertahan

menentang tipu muslihat iblis serta mengadakan perlawanan pada hari yang

jahat (Ef 6: 11-13). Tetapi karena kita tidak mengetahui hari maupun jamnya,

atas anjuran Tuhan kita wajib berjaga-jaga terus-menerus, agar setelah

mengakhiri perjalanan hidup kita di dunia hanya satu kali saja (Ibr 9: 27), kita

bersama dengan-Nya memasuki pesta pernikahan, dan pantas digolongkan pada

mereka yang diberkati (Mat 25: 31-46), dan supaya janganlah kita seperti

hamba yang jahat dan malas (Mat 25: 26) diperintahkan enyah ke dalam api

yang kekal (Mat 25: 41), ke dalam kegelapan di luar, tempat “ratapan dan

kertakan gigi” (LG 48).

Gereja dalam menyongsong kedatangan Anak Manusia berada dalam keteguhan

iman mendambakan “pengharapan yang membahagiakan serta pernyataan kemuliaan

Allah dan penyelamat kita yang mahaagung, Yesus Kristus” (Tit 2: 13, “yang akan

mengubah tubuh yang hina hingga menyerupai tubuh-Nya yang mulia” (Flp 3: 21),

Page 44: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

27

dan yang akan datang “untuk dimuliakan di antara para kudus-Nya, dan untuk

dikagumi oleh semua orang beriman (LG 48).

Ketiga, Anak Manusia. Digunakan istilah Anak Manusia karena dalam tradisi

apokaliptik Yahudi, Anak Manusia adalah tokoh zaman akhir yang akan datang

menegakkan Kerajaan Allah. Jadi lebih menunjuk segi eskatologis.

B. Kehadiran Gereja

Setelah pembahasan tentang Gereja dan siapa Gereja itu, selanjutnya dalam

bahasan berikut akan dibahas mengenai bagaimana Gereja mewujudkan diri dan

hakikatnya. Gereja dalam mewujudkan hakikat dirinya tentu menampilkan wujud

yang beraneka ragam. Gereja menampilkan dirinya sebagai sakramen keselamatan,

menyatu dengan peziarahan manusia, mewartakan keselamatan dan sekaligus menjadi

kekuatan dan cahaya yang membawa terang dan pembebasan.

Tujuan kehadiran Gereja yang fundamental adalah pelayanan demi Kerajaan

Allah. Gereja ada bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk mengabdi dan melayani

proyek kerajaan Allah, yang mengatasi batas-batas kenyataan dan tindakan Gereja.

Proyek Kerajaan Allah adalah rencana Allah untuk menyalamatkan umat manusia

secara integral, yang dalam Kristus dan dengan perantaraan Roh Kudus dilaksanakan

dalam sejarah. Tujuan proyek Kerajaan Allah adalah pembebasan dan perkembangan

umat manusia secara integral. Bagi Gereja kehadiran dan perwujudan Kerajaan Allah

merupakan puncak kerinduan dan acuan semua tindakannya (Adisusanto, 2000: 13).

Page 45: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

28

1. Sebagai Sakramen Keselamatan

Memahami Gereja sebagai sakramen keselamatan, akan bertitik tolak dari

beberapa hal berikut:

a. Latar belakang

Konstitusi Gereja LG 1 mengatakan “Gereja itu dalam Kristus bagaikan

sakramen, yakni tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh

umat manusia.” Konsili Vatikan II mengambil kata itu untuk menghindari paham

Gereja yang terlalu institusional. Dalam masa Konsili Vatikan I, Gereja terutama

dilihat sebagai organisasi dan lembaga yang didirikan oleh Kristus. Dalam pandangan

itu diberi tempat yang amat penting kepada hirarki, Paus, Uskup, dan Imam sebagai

pengganti Kristus yang harus meneruskan tugas-Nya di dunia. Konsili Vatikan II

tidak mau menonjolkan segi institusional Gereja ini, kendatipun tidak

menyangkalnya. Konsili Vatikan II, khususnya dalam konstitusi Lumen Gentium,

lebih menonjolkan misteri Gereja sebagai tempat pertemuan antara Allah dan

manusia (Konferensi Waligereja Indonesia, 1996: 338). Dengan “misteri” tidak

semata-mata dimaksudkan “sesuatu yang penuh teka-teki”, melainkan sesuatu yang

berkaitan dengan rencana Allah, atau lebih tepatnya rencana Allah terhadap manusia.

Tentu saja “Allah” dan “manusia” adalah dua kenyataan yang mengandung banyak

hal yang tidak bisa dimengerti akan tetapi Allah ingin membangun relasi dengan

manusia dalam dunianya, di dalam dinamika ke arah persatuan yang seerat mungkin.

(Putranta, 1998: 62). Kata “misteri” ini tidak bisa dilepaskan dari kata “sakramen”.

Page 46: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

29

Dan kedua kata ini menunjukkan inti pokok kehidupan Gereja (Konferensi

Waligereja Indonesia, 1996: 338).

b. Arti

Kata “misteri” berasal dari bahasa Yunani mysterion, dan sebetulnya sulit

diterjemahkan, sebab dalam Perjanjian Lama berbahasa Yunani (Septuaginta) kata itu

dipakai sebagai terjemahan untuk dua kata yang berbeda, yakni Ibrani Sod dan kata

aram raz. Yang pertama berarti dewan penasihat Tuhan (Yer 23: 18; Ayb 15: 8) yang

mengungkapkan keakraban Tuhan bagi yang takut kepada-Nya” (Mzr 25: 14). Maka

kata misteri tidak pertama-tama sesuatu yang tersembunyi, melainkan suatu rahasia

yang dibuka bagi sahabat karib. Sama halnya dengan kata Aram raz, arti pokoknya

ialah ‘rencana kerja’, yang juga hanya diberitahukan kepada orang-orang

kepercayaan (Dan 2: 22, 28, 47). Akhirnya ada kata mysterion sendiri yang dalam

bahasa Yunani profan menyatakan bahwa sesuatu “sulit ditangkap”. Maka dalam

Kitab Suci kata-kata itu dipakai untuk hal-hal yang hanya diketahui oleh Allah sendiri

(Keb 2: 22). Tetapi Tuhan “tidak akan menyembunyikan rahasia-rahasia itu bagimu”

(Keb 6: 22; Sir 4: 18). Inti pokok kata “misteri” dalam Kitab Suci ialah rencana Allah

yang diwahyukan kepada manusia. Perlu disadari bahwa Tuhan memberikan

pewahyuan-Nya kepada orang terpilih, kepada sahabat karib (Konferensi Waligereja

Indonesia, 1996: 338).

Kata Yunani mysterion sama dengan kata Latin sacramentum. Dalam Kitab

Suci kedua kata ini dipakai untuk rencana keselamatan Allah yang disingkapkan

Page 47: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

30

kepada manusia. Dalam perkembangan teologi kata “misteri” dipakai terutama untuk

menunjukkan pada segi yang ilahi (yang tersembunyi) rencana dan karya Allah,

sedangkan kata “sakramen” lebih menunjuk pada aspek insani (dan tampak).

c. Gereja sebagai Sakramen

Gereja disebut “misteri” karena hidup ilahinya, yang masih tersembunyi dan

hanya dimengerti dalam iman tetapi juga disebut “sakramen”, karena misteri Allah

justru menjadi tampak dalam Gereja. Gereja hanya menjadi bentuk lahiriah,

manusiawi, historis dari Tuhan Yesus Kristus Sang Penyelamat, yang kelihatan, yang

terdengar, yang teraba, dan tersentuh serta dirasakan oleh manusia (Martasudjita,

2003: 84). Karenanya misteri dan sakramen saling berhubungan: kalau misteri tidak

sedikit tampak (dan menjadi sakramen), maka tidak diketahui bahwa ada misteri,

tetapi kalau sakramen sudah seluruhnya terang benderang, bukan tanda kenyataan

ilahi (“misteri”) lagi (Konferensi Waligereja Indonesia, 1996: 339). Maka dengan

tepat Konsili Vatikan II berkata: “Gereja adalah dalam Kristus bagaikan sakramen,

yakni tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat

manusia (LG 1). Martasudjita menambahkan Gereja sebagai sakramen Yesus Kristus

berarti bahwa Gereja adalah simbol real yang menghadirkan Yesus Kristus sendiri

beserta seluruh karya penebusan-Nya bagi dunia. Gereja hanya menjadi sakramen

sejauh berhubungan dengan Yesus Kristus (Martasudjita, 2005: 84).

Gereja itu misteri dan sakramen sekaligus. Serikat yang dilengkapi dengan

jabatan hirarkis dan tubuh mistik Kristus, kelompok yang tampak dan persekutuan

Page 48: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

31

rohani, Gereja di dunia dan Gereja yang diperkaya dengan karunia-karunia surgawi,

bukanlah sebagai dua hal, melainkan merupakan satu kenyataan yang kompleks, dan

terwujudkan karena perpaduan unsur manusiawi dan ilahi” (LG 8). Dari satu pihak

Gereja adalah “kelompok yang tampak”, “dilengkapi dengan jabatan hirarkis”, karena

hidup “di dunia”, ini semua disebut “unsur manusiawi” dan ditunjukkan dengan kata

sakramen. Tetapi sekaligus Gereja itu bermakna “ilahi”, karena merupakan “Tubuh

mistik Kristus” dan adalah “persekutuan rohani”, “yang diperkaya dengan karunia-

karunia surgawi”, itulah sebabnya disebut misteri.

Misteri dan sakramen adalah dua aspek dari satu kenyataan, yang sekaligus

ilahi dan insani, yang disebut “Gereja”. Gereja adalah “sakramen yang kelihatan,

yang menandakan kesatuan yang menyelamatkan itu” (LG 9, 48), “sakramen

keselamatan bagi semua orang, yang menampilkan dan sekaligus mewujudkan

misteri cinta kasih Allah terhadap manusia” (GS 45). Gereja tidak hanya menunjuk

pada keselamatan Allah sebagai suatu kenyataan di luar dirinya. Karya Allah oleh

Roh, sudah terwujud di dalam Gereja. Dari pihak lain “Gereja baru akan mencapai

kepenuhannya dalam kemualiaan di surga”. Namun “pembaharuan, janji yang

didambakan, telah mulai dalam Kristus, digerakkan dengan perutusan Roh Kudus,

dan karena Roh itu berlangsung terus dalam Gereja” (LG 48).

Gereja disebut sebagai sakramen bukanlah istilah itu dari lingkup ibadat, yakni

upacara-upacara sakramentil sakramen dalam ibadat. Tidak dapat dikatakan bahwa

pengertian Gereja sebagai sakramen diturunkan atau dijabarkan dari pengertian

tentang ketujuh sakramen. Sebaliknya, pemahaman tentang ketujuh sakramen itu

Page 49: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

32

yang harus diturunkan dari pengertian tentang sakramentalitas Gereja seluruhnya.

Dan sakramentalitas Gereja hanya bisa dimengerti dalam hubungannya dengan

Kristus (Putranta, 1998: 63).

Pertama-tama haruslah dikatakan bahwa Kristuslah “Sakramen Utama”. Dalam

pribadi-Nya, hidup-Nya, sabda, perbuatan atau tindakan-Nya, Allah mewahyukan

Diri-Nya secara menyelamatkan dalam cara yang paling manusiawi dan pribadi.

Identitas Yesus dari Nasaret adalah Putera Allah (Yoh 5: 18). Setiap perjumpaan

dengan Yesus Kristus merupakan tawaran keselamatan yang efektif bila orang

menyambutnya dalam iman. Justru dalam kemanusiaan-Nyalah Yesus menjadi

perantara keselamatan (1 Tim 2: 5), bukan dalam arti “ada di antara” (=menciptakan

jarak) Allah dengan manusia, melainkan justru mendekatkan dan menghadirkan Allah

bagi manusia, sesuatu yang menuntut pertobatan dan penyerahan total dari manusia.

Dan hidup-Nya sekaligus mengejawantahkan jawaban seorang manusia yang

sepenuhnya terbuka untuk diisi oleh Allah dalam ketaatan mutlak kepada kehendak

Bapa-Nya. Kristus adalah pewahyuan cinta Bapa dan tindakan penyelamatan-Nya,

sekaligus Ia merupakan “wakil” umat manusia dalam jawaban keputraan terhadap

cinta Bapa. Fungsi keperantaraan ini bukan sesuatu yang sampingan dalam

kemanusiaan Yesus, melainkan yang hakiki (Yoh 14: 9). Dalam Yesus kesatuan

mesra Allah dengan manusia terlaksana dalam bidang “dialog keselamatan” di mana

tawaran keselamatan Allah ditangapi sepenuhnya oleh manusia, dan Allah menerima

seluruh umat manusia (2 Kor 5: 18). Putranta, (1998: 64) mengutip dalam bukunya

kata-kata Agustinus demikian: “Tidak ada sakramen Allah selain Kristus”.

Page 50: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

33

Saat terpenting dari keperantaraan Yesus dalam keselamatan manusia adalah

peristiwa Paskah. Yesus memberikan Diri-Nya kepada Bapa sebagai ungkapan

ketaatan-Nya sebagai putera di tengah dunia manusia yang dalam semua segi

kehidupannya menolak Allah. Allah menerima pemberian diri itu dengan

membangkitkan-Nya dari maut dan memuliakan-Nya sebagai Tuhan (Kyrios).

Peninggian Yesus ini merupakan proklamasi kedudukan-Nya sebagai pengantara

keselamatan untuk semua manusia. Mulai saat itu kodrat kemanusiaan-Nya

disertakan ke dalam status kemulian-Nya sebagai Putera Allah dari kekal, dan dalam

kodrat kemanusiaan yang dimuliakan itulah Roh Kudus dilimpahkan kepada sesama

dan saudara-saudara-Nya, dan keselamatan ditawarkan bagi semua manusia dari awal

sampai akhir jaman. Karenanya perlulah bahwa Kristus dimuliakan, juga dalam

kemanusiaannya, agar bisa membagikan Roh Kudus kepada manusia. Oleh karena itu

Lumen Gentium 59 mengatakan: “Allah tidak berkenan mewahyukan sakramen

(misteri) keselamatan umat manusia secara resmi, sebelum mencurahkan Roh yang

dijanjikan oleh Kristus” (Putranta, 1998: 65).

Pewartaan dan perwujudan keselamatan Allah yang telah terlaksana dalam

kepenuhan peristiwa Yesus itu dilanjutkan sampai akhir jaman lewat dan dalam suatu

persekutuan yang melangsungkan struktur sakramental dari kepentaraan Yesus.

Persekutuan dibentuk oleh pencurahan Roh Kudus oleh Kristus mulia. Inilah Gereja,

sebagai persekutuan Gereja mengandung dua momen ini: pertama, Gereja adalah

persekutuan orang beriman yaitu mereka yang menyambut dan sudah mulai

menikmati keselamatan Allah yang masih menantikan penyempurnaannya; kedua,

Page 51: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

34

untuk terus mewartakan dan mewujudkan keselamatan Kristus bagi orang-orang lain.

Jadi sakramentalitas Gereja dalam keselamatan Allah mencakup unsur “pasif” (yang

diselamatkan) dan pada waktu yang sama juga unsur “aktif” (turut menyelamatkan)

(Putranta, 1998: 65).

Dengan kata lain, Gereja adalah persekutuan dari mereka yang dikuduskan

sekaligus persekutuan yang menguduskan. Gereja dalam seluruh hidupnya

melanjutkan dialog keselamatan yang dipersonifikasi oleh Yesus Kristus. Dalam

Gereja menyatulah tindakan Allah yang menawarkan keselamatan dalam Kristus

dengan tanggapan manusia dalam iman kepada-Nya. Kristus adalah dialog antara

Allah dengan manusia yang berlangsung dalam pribadi-Nya. Gereja adalah dialog

antara Allah penyelamat dengan manusia dalam partisipasi pada Kristus, berkat

kekuatan Roh Kudus (LG 8a).

Keselamatan manusia, yang dalam Lumen Gentium 1 dirumuskan sebagai

“kesatuan mesra umat manusia dengan Allah dan persatuan seluruh umat manusia”

direncanakan dan dikehendaki Allah agar terlaksana bagi semua manusia tanpa

kecuali. Persatuan merupakan warna kuat dalam pandangan Konsili tentang

keselamatan yang ditandakan dan diwujudkan oleh Gereja. Lumen Gentium 2-4

berbicara tentang rencana Allah untuk mengumpulkan dan mempersatukan manusia

“di hadapan Bapa” (LG 2), “dengan Kristus” (LG 3), “dalam Roh Kudus” (LG 4),

sehingga terciptalah di antara manusia persatuan yang polanya adalah Tritunggal

Kudus: “Umat yang dipersatukan karena kesatuan Bapa, Putera dan Roh Kudus” (LG

4).

Page 52: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

35

Dari uraian di atas semakin jelas bahwa Gereja sebagai sakramen keselamatan.

Gereja memperlihatkan karya Allah yang menyelamatkan, dan keselamatan yang

dihasilkan berupa kesatuan Allah dan manusia dan antar manusia. Gereja tampil

sebagai tanda saat hadir sebagai sekelompok orang yang mengakui karya

penyelamatan Allah dalam Roh Kudus. Gereja dalam dimensi sosial, historis, dan

yang kelihatan, menjadi sarana keselamatan Allah. Gereja dalam fungsi sebagai tanda

dan sarana tidak bersikap eksklusif, melainkan universal. Gereja harus menghadirkan

dan mengaktualkan Kristus dalam kehidupan manusia. Pengaktualan itu melalui

seluruh kegiatan Gereja dan terutama melalui pewartaan yang merupakan aktualisasi

Kitab suci karena Kitab suci, ibadat yang merupakan tanggapan iman atas pewartaan.

dapat diringkaskan dalam kelima fungsi Gereja yaitu kerygma, koinonia, diakonia,

martyria dan liturgia yang di dalamnya ada ketujuh sakramen (Van Der Heijden,

1995: 12).

2. Menyatu Dengan Peziarahan Manusia

Gereja tidak menutup diri terhadap sekitarnya, malahan Gereja terbuka kepada

semua orang dengan segala perjuangan masyarakat manusia. Dalam konsili suci

ditegaskaan demikian:

Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang,

terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita merupakan kegembiraan

dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga. Tiada sesuatupun

yang sungguh manusiawi, yang tak bergema di hati mereka. Sebab persekutuan

mereka terdiri dari orang-orang, yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing

oleh Roh Kudus dalam peziarahan mereka menuju Kerajaan Bapa, dan telah

menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang. Maka

Page 53: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

36

persekutuan mereka itu mengalami dirinya sungguh erat berhubungan dengan

umat manusia serta sejarahnya (GS 1).

Kesatuan Gereja dalam hubungannya dengan masyarakat manusia dalam

seluruh perjuangannya diungkapkan melalui usaha Gereja membangun dialog dengan

umat manusia mengenai pelbagai masalah yang dihadapinya. Umat manusia yang

menghadapi perkembangan zaman, yang mengakibatkan pergeseran kehidupan

beriman, kegelisahan, makna dan arah perkembangan dunia serta tanggungjawabnya

terhadap alam semesta, pun juga makna jerih payah perorangan maupun usaha

bersama serta tujuan akhir manusia. Heuken (1987: 17) menambahkan bahwa

sekarang ini umat manusia berada dalam era baru sejarahnya. Perubahan-perubahan

yang pesat semakin meluas ke seluruh bumi mempengaruhi manusia termasuk dalam

cara berpikir dan bertindak, perubahan kebudayaan dan kemasyarakatan yang

mempengaruhi hidup keagamaan manusia itu sendiri. Dengan kemampuan manusia

yang begitu luas manusia tidak selalu sanggup untuk mengendalikan kekuatannya

sehingga menguntungkan, manusia yang sering bingung tentang dirinya serta arah

yang mau dituju. Dengan situasi itu manusia terombang ambing antara kecemasan

dan harapan serta kegelisahan. Dalam situasi ini Gereja membawa terang Injil dan

menawarkan bagi umat manusia kekuatan yang menyelamatkan yang sudah diterima

oleh Gereja dari Kristus (GS 3).

Gereja dipanggil untuk mengembangkan persaudaraan dengan semua orang.

Dengan maksud utamanya adalah melanjutkan karya Kristus oleh bimbingan Roh

Kudus. sebagaimana Kristus datang ke dunia ini untuk memberikan kesaksian tentang

Page 54: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

37

kebenaran, untuk menyelamatkan dan bukan menghakimi, untuk melayani dan bukan

untuk dilayani (Yoh 18: 37; Mat 20: 28; Mrk 10: 45), maka Gereja pun dipanggil

untuk tugas luhur itu.

Untuk melaksanakan tugas luhur itu Gereja sepanjang masa mempunyai

kewajiban untuk menelaah tanda-tanda zaman dan menafsirkan mereka dalam terang

Injil. Dengan demikian Gereja dapat memberi tanggapan yang tepat terhadap

masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia (Heuken, 1987: 190).

Gereja sebagai tanda dan sarana yang kelihatan, maka Gereja berjalan seiring

dengan seluruh umat manusia dan mengalami nasib diniawi yang sama pula. Gereja

bagaikan ragi dan jiwa masyarakat manusia yang harus diperbaharui dalam Kristus

dan diubah menjadi keluarga Allah. Gereja tidak hanya menjadi pengantar kehidupan

ilahi kepada manusia, melainkan dalam cara tertentu mencurahkan pantulan

terangnya ke atas seluruh dunia. Hal ini dilakukan oleh Gereja dengan mengangkat

martabat manusia, dengan meneguhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat manusia

serta meresapkan makna dan arti yang mendalam usaha manusia sehari-hari (Heuken,

1987: 192).

3. Mewartakan Keselamatan

Van Der Heijden (1992: 12)), mengatakan bahwa “Gereja harus menghadirkan

dan mengaktualkan Kristus dalam kehidupan manusia. Pengaktualan itu melalui

seluruh kegiatan Gereja dan terutama melalui pewartaan yang merupakan aktualisasi

Kitab suci.” Ad Gentes juga menegaskan tugas misioner Gereja adalah mewartakan

Page 55: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

38

Injil kepada semua mahkluk. Tugas ini diterima oleh Gereja dari Pendirinya Yesus

Kristus.

Ia mengutus para rasul ke seluruh dunia, seperti Ia sendiri telah diutus oleh

Bapa (Yoh 20: 21), perintah-Nya kepada mereka: “Karena itu pergilah,

jadikanlah semua bangsa murid-Ku, dan babtislah mereka dalam nama Bapa,

dan Putera, dan Roh Kudus: dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang

telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat 28: 19). “Pergilah ke seluruh dunia, dan

wartakanlah Injil kepada semua makhluk. (AG 5).

Dengan demikian sangat jelas bahwa tugas pokok Gereja adalah mewartakan

Kristus. Hal yang sama juga disampaikan oleh Dulles (1990: 73), “Misi Gereja adalah

mewartakan Sabda Allah ke seluruh dunia.” Ia menambahkan menurut hakikatnya

Gereja merupakan satu komunitas kerygmatis yang melalui Sabda yang

diwartakannya tetap mengenangkan perbuatan-perbuatan Allah yang mengagumkan

dalam sejarah, teristimewa perbuatan-perbuatan-Nya yang berkuasa dalam diri Yesus

Kristus. Komunitas itu terbentuk di mana saja kekuatan Roh Kudus berhembus, di

mana Sabda Allah diwartakan dan diterima dalam keteguhan iman. Maka Gereja itu

merupakan peristiwa, suatu tempat pertemuan dengan Allah (Dulles, 1990: 73).

Gereja mewartakan Sabda itu merupakan salah satu bagian dari tritugas Yesus

Kristus yakni tugas sebagai nabi, tugas imami dan tugas rajawi. Tugas nabi adalah

tugas pewartaan, tugas imami merupakan tugas pengudusan atau perayaan dan tugas

rajawi adalah tugas melayani. Dalam diri Yesus dari Nazaret, Sabda Allah tampak

secara konkret manusiawi. Penampakan itu merupakan puncak seluruh sejarah

perwahyuan Sabda Allah. Sabda itu harus menciptakan bentuk-bentuk lain yang di

dalamnya Ia bisa hadir dan berbicara dan bentuk baru itu adalah Gereja. Kristus,

Page 56: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

39

Sabda Allah menciptakan Gereja. Ia bisa hadir dan berbicara dalam sejarah manusia.

Gereja juga merupakan jawaban atas panggilan Yesus Kristus, Sabda Allah

(Konferensi Waligereja Indonesia, 1996: 38). Dengan demikian Sabda Allah dan

Gereja tidak dapat dipisahkan. Sama seperti Sabda Allah itu adalah peristiwa, begitu

pula Gereja baru sungguh-sungguh Gereja bila ia menjadi peristiwa konkret (Dulles,

1990: 76).

Berkaitan dengan Gereja merupakan jawaban atas panggilan Yesus Kristus

Sabda Allah, Ebeling menegaskan bahwa kata panggilan secara tepat

mengungkapkan hubungan antara Gereja dan iman. Dengan merefleksikan gagasan

tentang panggilan orang dapat mengerti dengan baik tentang jenis persekutuan

Gereja: yaitu kebersamaan orang-orang yang sudah digerakkan oleh berita iman, yang

dipanggil dan ditantang, dan membentuk suatu kesatuan. Di mana pesan iman

didengar dan panggilan menjadi semakin kuat, di sana orang-orang dikumpulkan

bersama dan membentuk suatu gerakan, yang merupakan panggilan demi iman,

sekalipun orang-orang itu berada pada tempat, waktu dan lingkungan yang berbeda.

Orang-orang tidak berkumpul untuk sekedar mau merasakan persahabatan,

memamerkan diri sebagai orang beriman, tetapi menjawabi suatu panggilan yang

melampaui segala kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok. Di dalam

kebersamaan itu terdapat suatu yang belum terjangkau oleh ungkapan persekutuan

orang beriman. Sesuatu itu adalah iman itu sendiri, yaitu hal yang diperjuangkan

Yesus Kristus: panggilan untuk percaya (Dulles, 1990: 77-78).

Page 57: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

40

Iman menjadi pengikat utama persekutuan itu. Iman dilihat sebagai jawaban

terhadap Injil yaitu pemakluman peristiwa Kristus. Injil itu dipahami bukan sebagai

suatu sistem kebenaran terumus dan abstrak, juga bukan sebagai domumen tertulis

tetapi sebagai peristiwa pewartaan itu sendiri. Jadi pewartaan Injil itu selalu dikaitkan

dengan keselamatan, sebab Ia mengundang manusia untuk mengimani Yesus Kristus

sebagai penyelamat. Pewartaan itu memaklumkan saat penyelamatan yang sudah

dekat bagi orang-orang yang beriman karena Sabda Allah yang dimaklumkan oleh

pewarta itu diresapi oleh kekuatan Allah yang empunya kekuatan. Pewartaan Gereja

yang menggema di seluruh pelosok dunia itu menghadirkan Allah yang

menyelamatkan (Dulles, 1990: 78-79).

Konsili Vatikan II tentang Gereja semakin menegaskan bahwa tujuan khas

kegiatan misioner itu mewartakan Injil dan menanamkan Gereja di tengah bangsa-

bangsa atau golongan-golongan, tempat Gereja belum berakar (AG 6). Putranta,

(1998: 76) mengatakan bahwa “Misi Gereja merupakan sesuatu yang kompleks,

karena yang disampaikannya bukanlah suatu proyek atau ajaran tertentu, melainkan

pengalaman imannya akan suatu pribadi, Yesus Kristus Penyelamat”.

Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat

dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan

tangan kami tentang firman hidup itulah yang kami tuliskan kepada kamu.

Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami

bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada

bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami. Apa yang

telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu

juga, supaya kamu pun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan

kami adalah persekutuan dengan bapa dan dengan Anak-Nya Yesus Kristus (1

Yoh 1: 1).

Page 58: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

41

Putranta (1998: 77) menambahkan: Misi Gereja adalah “Partisipasi dalam karya

keselamatan yang sedang berlangsung yang dijalankan oleh Allah tri tunggal,

khsusunya lewat perutusan Yesus dan Roh Kudus”. Misi Gereja adalah mewartakan

Injil Kerajaan Allah dan turut menjadi saksi dan tanda perwujudan awalnya di dunia.

Corak dinamis dari Kerajaan Allah juga diperlihatkan dengan kata “perwujudan

awal”, karena Kerajaan itu adalah sesuatu yang memang diwujudkan mulai dari dunia

ini, sekaligus pada hakekatnya adalah suatu yang transenden. Dalam kata “Injil”

tersirat kesadaran bahwa misi bukan pertama-tama “penyebaran agama”, melainkan

suatu warta, bahkan warta yang menggembirakan. (Putranta, 1998: 78)

a. Sifat misioner Gereja

Perutusan Gereja terlaksana dalam kegiatan karya atau kegiatan Gereja. Gereja

mematuhi perintah Kristus dan digerakkan oleh rahmat serta cinta kasih Roh Kudus,

hadir bagi semua orang dan bangsa dan kenyataannya sepenuhnya, untuk dengan

teladan hidup maupun pewartaannya, dengan sakramen-sakramen serta upaya-upaya

rahmat lainnya mengantar mereka kepada iman, kebebasan dan damai Kristus,

sehingga bagi mereka terbukalah jalan yang bebas dan teguh, untuk ikut serta

sepenuhnya dalam misteri Kristus (AG 5).

Sifat Gereja yang terbuka mewujud dalam kegiatan misioner Gereja yang hadir

bagi semua orang dan bangsa. Jacobs (1987: 31) mengatakan: “Rencana keselamatan

Allah mencakup umat manusia seluruhnya. Tetapi secara historis dilaksanakan

bertahap-tahap, mulai dengan Israel dan melalui umat Perjanjian Baru sampai ke

Page 59: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

42

seluruh dunia”. Perutusan Gereja itu berlangsung secara dinamis dan sepanjang

sejarah menjabarkan perutusan Kristus. Fokus pewartaan kabar Gembira itu adalah

kaum miskin. Atas dorongan Roh Kristus Gereja harus menempuh jalan yang sama

seperti yang dilalui oleh Kristus sendiri, yakni jalan kemiskinan, ketaatan,

pengabdian dan pengorbanan diri sampai mati, dan dari kematian itu muncullah Ia

melalui kebangkitan-Nya sebagai Pemenang. Sebab demikianlah semua Rasul

berjalan dalam harapan (AG 5).

Sifat misioner Gereja itu terwujud dalam tugas yang dijalankan oleh Gereja

melalui Dewan para Uskup yang diketuai oleh pengganti Petrus, dan seluruh Gereja

berdoa dan bekerjasama. Tugas itu satu dan tetap sama, dimana pun dan dalam segala

situasi, meskipun menurut kenyataan tidak dilaksanakan dengan cara yang sama.

Maka perbedaan-perbedaan yang ada dalam kegiatan Gereja itu bukan muncul dari

hakekat paling dalam perutusan itu sendiri, melainkan dari pelbagai situasi tempat

perutusan itu berlangsung. Keadaan-keadaan itu tergantung dari Gereja, dari berbagai

masyarakat, golongan-golongan atau orang-orang yang dilayani perutusan itu (AG 6).

b. Kegiatan misioner Gereja

Jacobs (1987: 31) mengatakan bahwa “Misi Gereja merupakan sifat hakiki

Gereja dan tujuannya bukan pertobatan orang-orang individual, melainkan “plantatio

ecclesia” (penanaman Gereja)”. Demikian juga hukum Gereja berbicara:

Karya yang khusus misioner, ialah menanam Gereja di tengah-tengah bangsa

atau kelompok di mana Gereja tadi belum berakar, dilaksanakan oleh Gereja

terutama dengan mengutus bentara-bentara injil sampai Gereja-gereja muda itu

Page 60: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

43

tumbuh dewasa, artinya, memiliki cukup tenaga dan sarana sendiri yang

diperlukan untuk dapat meneruskan sendiri karya evangelisasi (Kitab Hukum

Kanonik, 1991: Kan 786).

Upaya utama penanaman Gereja itu adalah pewartaan Injil Yesus Kristus.

Jacobs (1987: 31) mengatakan “Ada dua unsur pokok dalam kegiatan misi yakni

pewartaan Injil dan pembentukan Gereja setempat.” Kedua hal ini berhubungan

langsung. Sebab tanggapan terhadap pewartaan Injil adalah iman dan iman

membangkitkan komunikasi iman dan itu berarti pembentukan Gereja. Dalam upaya

menyiarkan Injil itulah Tuhan mengutus para murid-Nya ke seluruh dunia, supaya

orang-orang lahir kembali berkat sabda Allah (1 Ptr 1: 23), dan melalui baptis

digabungkan pada Gereja, yang sebagai Tubuh Sabda yang menjelma dikembangkan

dan hidup dari sabda Allah dan roti Ekaristi (AG 6). KHK (1991: Kan 787 § 2)

mengatakan: “agar orang-orang yang mereka nilai siap sedia menerima Injil diberi

pelajaran mengenai kebenaran-kebenaran iman, sedemikian rupa sehingga mereka

dapat diterima untuk dibabtis jika mereka memintanya dengan bebas”.

Dalam upaya melaksanakan kegiatan misioner Gereja, ada kalanya berbagai

situasi yang muncul. Situasi yang dimaksudkan tentu situasi permulaan atau

penanaman dan situasi kebaharuan atau keremajaan. Tetapi kegiatan misisoner Gereja

tidak berhenti melainkan Gereja-Gereja khusus yang sudah terbentuk, bertugas

melanjutkannya dan mewartakan Injil kepada kepada semua dan setiap orang, yang

masih berada di luar (AG 6).

Page 61: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

44

Gereja dalam pelaksanaan kegiatan misionernya tetap melihat situasi setempat.

Gereja harus mempertimbangkan apakah benar-benar situasi itu memerlukan kegiatan

misionernya lagi. Dalam situasi yang sedemikian, para misionaris dapat dan harus

dengan sabar serta bijaksana sekaligus dengan kepercayaan besar, sekurang-

kurangnya memberi kesaksian akan cinta kasih dan kemurahan hati Kristus, dan

dengan demikian menyiapkan jalan bagi Tuhan serta dengan cara tertentu

menghadirkannya (AG 6). Jacobs (1987: 32) mengatakan bahwa “Gereja tidak

datang membawakan suatu bentuk kehidupan tertentu. Yang dibawa Gereja adalah

pertama-tama sikap penyerahan iman. Sikap itu harus diwujudkan menurut

pembawaan dan tradisi khas tiap-tiap bangsa, sejauh itu tidak bertentangan dengan

sikap iman itu sendiri.

Hendaknya para misionaris dengan kesaksian hidup dan perkataan mengadakan

suatu dialog yang jujur dengan mereka yang belum percaya akan Kristus agar

terbukalah bagi mereka, jalan untuk mengenal warta injili dengan cara yang

cocok dengan bakat dan kebudayaan mereka (KHK, 1991: Kan 787 § 1).

Demikianlah karena misi itu sangat perlu, maka semua orang yang telah

dibabtis dipanggil, untuk berhimpun dalam satu kawanan, dan dengan demikian

mampu serentak memberi kesaksian akan Kristus Tuhan mereka di hadapan para

bangsa (AG 6). Dalam Kitab Hukum Kanonik dikatakan demikian:

Karena seluruh Gereja dari hakikatnya bersifat misioner dan karya

evangelisasi harus dipandang sebagai tugas dasar dari umat Allah, maka

hendaknya semua orang beriman kristiani, yang sadar akan

tanggungjawabnya, mengambil bagian dalam karya misi itu (KHK, 1991: Kan

781).

Page 62: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

45

4. Sebagai Cahaya yang Membawa Terang dan Pembebasan

Dengan mengacu kepada Gereja sebagai persekutuan orang beriman yaitu

mereka yang menyambut dan sudah mulai menikmati keselamatan Allah yang masih

menantikan penyempurnaannya dan yang akan terus mewartakan dan mewujudkan

keselamatan Kristus bagi orang-orang lain (Putranta, 1998: 65). Dan sebagaimana

tugas Gereja mewartakan keselamatan yang terwujud dalam misinya, maka Gereja

harus mampu menjadi kekuatan dan cahaya yang membawa terang serta

pemebebasan. Hal itu terlaksana dalam fungsi-fungsi Gereja, yang dapat digambarkan

sebagai berikut:

• Kerajaan Allah direalisir oleh Gereja dalam cinta kasih dan pelayanan yang penuh

persaudaraan (diakonia)

• Kerajaan Allah dihayati dalam persaudaraan dan communio (koinonia)

• Kerajaan Allah diwartakan dengan pewartaan Injil (Kabar Gembira) yang

membebaskan dan bermakna (kerygma)

• Kerajaan Allah dirayakan dalam liturgi (leiturgia).

Dengan demikian dapat dikatakan dalam Gereja ditemukan pelayanan,

persaudaraan, makna dan perayaan. Empat hal ini sesuai dengan kategori

antropologis yang mendasar yakni, tindakan, hubungan, pikiran, dan selebrasi

(Adisusanto, 2000: 16).

a. Diakonia

Page 63: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

46

Fungsi Diakonia Gereja merupakan jawaban terhadap kebutuhan manusia, yang

menemukan dirinya dalam situasi tertindas dan egois. Gereja dipanggil untuk

memberi kesaksian akan adanya suatu cara hidup baru yang didasari cinta kasih

sejati. Melalui hidupnya Gereja memberi kesaksian, bahwa mungkinlah adanya

kehidupan, dimana orang membaktikan dirinya bagi orang lain dan memiliki

keprihatinan atas orang lain (Adisusanto, 2000: 16).

b. Koinonia

Fungsi Koinonia Gereja merupakan jawaban kerinduan manusia akan

persaudaraan, perdamaian, persatuan dan komunikasi di antara umat manusia. Gereja

dipanggil untuk memberi kesaksian akan adanya kemungkinan hidup yang didasari

persaudaraan dan persatuan, seperti dicita-citakan oleh Kerajaan Allah dengan dunia

yang terpecah belah oleh egoisme, kebencian, gila hormat dan kekayaan,

penyingkiran orang-orang miskin dan lemah, orang-orang terisolir tanpa adanya

komunikasi antara seorang dengan yang lain, (Adisusanto, 2000: 16).

c. Kerygma

Fungsi Kerygma Gereja merupakan penyampaian warta pembebasan, yang

sekaligus berperan sebagai kunci penafsiran kehidupan dan sejarah umat manusia.

Dunia yang penuh dengan kemalangan, penderitaan, keburukan, dan kejahatan, tidak

jarang membuat orang putus asa atau bersikap fatalistis. Dalam menghadapi situasi

semacam ini Gereja dipanggil untuk menjadi saksi dan pembawa harapan dengan

Page 64: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

47

mewartakan Yesus Kristus beserta kabar gembira-Nya tentang Kerajaan Allah.

Dalam Kristus Kerajaan Allah telah terwujud dan Dialah penjamin terwujudnya

Kerajaan Allah dalam diri orang-orang lain. Dengan kata lain fungsi kerygma Gereja

adalah mewartakan sabda yang membebaskan, menerangi, dan menafsirkan hidup

manusia, serta memberi harapan (Adisusanto, 2000: 17).

d. Liturgia

Fungsi liturgi Gereja merupakan tindakan-tindakan ritual dan saat-saat selebrasi

umat. Dengan selebrasi ini umat merayakan pengalaman pembebasan dan

keselamatan mereka. Liturgi menjawab kebutuhan manusia untuk merayakan

kehidupan, untuk mengakui serta mengungkapkan melalui simbol-simbol anugerah

keselamatan serta eksistensi umat yang telah ditebus dan diperbaharui (Adisusanto,

2000: 17).

Keempat fungsi Gereja di atas tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.

Satu fungsi selalu memiliki serta memperlihatkan kehadiran tiga fungsi yang lain.

Contoh: dalam liturgi terungkap kesatuan umat (koinonia) dan terjadi pewartaan

(kerygma), yang harus mengarah kepada pelayanan atau yang disebut diakonia

(Adisusanto, 2000: 18).

Piet., Go (1991: 22), mengatakan: “aneka tugas Gereja tersebut di atas, saling

terjalin dan saling mempengaruhi. Misalnya: semua tugas itu dapat dan harus

mempunyai aspek pelayanan dan kesaksian, tugas pengudusan (liturgi) dan

bimbingan juga mempunyai aspek pewartaan. Lebih lanjut ia menambahkan fungsi

Page 65: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

48

yang kelima yakni martyria, tugas memberi kesaksian. Dengan tugas memberi

kesakian dimaksudkan tanggungjawab untuk membuat Tuhan nampak lebih jelas

dalam hidup kita, “agar dunia percaya” bahwa Yesus diutus Bapa-Nya (Yoh 17: 21).

Dengan demikian kesaksian lebih merupakan aspek yang mewarnai tugas-tugas

pokok Gereja, bahkan seluruh hidup kita Piet., Go, 1991: 42).

C. Berbagai Cara Kehadiran Gereja

Gereja sebagai sakramen keselamatan Allah, dalam menghadirkan Kerajaan

Allah memiliki sikap terbuka terhadap intern dan ekstern Gereja. Allah tidak

menghendaki Gereja melayani proyek Kerajaan Allah secara tertutup dalam batas-

batas dirinya melainkan agar Gereja mewartakan Kerajaan Allah kepada semua orang

dan memberi kesaksian tentang kehadiran serta janji Kerajaan Allah baik di dalam

kalangan Gereja maupun di luar kalangan Gereja (Adisusanto, 2000: 14). Media

massa, ekumenisme, dialog, dan pendidikan adalah cara yang digunakan Gereja untuk

menyatakan dirinya di tengah masyarakat.

1. Media Massa

Gereja hadir untuk mewartakan keselamatan kepada semua orang tanpa batas-

batas tertentu. Warta keselamatan itu disampaikan kepada semua orang dengan

berbagai cara maupun sarana yang dipakai. Gereja dalam pewartaan keselamatan itu

dalam tindakan-tindakannya harus menyesuaikan dengan setiap situasi atau keadaan

setempat. Karena itulah Gereja memanfaatkan media komunikasi sosial untuk

Page 66: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

49

menyiarkan warta keselamatan, mengajarkan dan bagaimana manusia dapat memakai

media itu dengan tepat. Konsili suci mengatakan “Gereja berhak menggunakan dan

memiliki semua jenis media itu, sejauh diperlukannya atau berguna bagi pendidikan

kristen dan bagi seluruh karyanya demi keselamatan manusia.” (IM 3).

Dalam konsili suci sangat jelas dikatakan bahwa media komunikasi itu terutama

tujuan utamanya adalah agar khalayak ramai dapat secara efektif bekerjasama demi

kesejahteraan umum, dan serentak serta lebih mudah mendukung usaha

meningkatkan kemajuan seluruh masyarakat (IM 5). Diharapkan juga agar para

pemakai media massa menjiwai media itu dengan semangat manusiawi dan kristen,

supaya menggapai sepenuhnya harapan besar masyarakat dan maksud Allah (IM 3).

Menjiwai media dengan semangat manusiawi dan kristen, maksudnya menggunakan

alat komunikasi itu sesuai dengan prinsip-prinsip komunikasi. Prinsip-prinsip

komunikasi kristen, Iswarahadi (2006) menyebutkan ada lima prinsip yakni:

komunikasi yang menciptakan komunitas, komunikasi yang mendukung partisipasi,

komunikasi yang membebaskan, komunikasi yang mendukung dan mengembangkan

kebuadayaan serta komunikasi yang bersifat profetis.

Konsili suci menghimbau agar didukung pengembangan pers yang sehat, media

cetak diterbitkan dengan maksud untuk membina, meneguhkan dan menumbuhkan

pandangan-pandangan umum selaras dengan hak azasi dan ajaran Gereja serta untuk

menyebarluaskan serta membahas dengan cermat peristiwa-peristiwa yang

menyangkut kehidupan Gereja. Konsili menanbahkan agar produksi dan penayangan

film-film menyajikan hiburan yang sehat, mengembangkan kebudayaan, dan

Page 67: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

50

meningkatkan mutu kesenian. Siaran radio dan televisi yang bermutu yang cocok

bagi keluarga agar dikembangkan dan dengan siaran-siaran itu dapat mengundang

para pendengar dan pemirsa untuk ikut menghayati kehidupan Gereja dan

meresapkan kebenaran-kebenaran keagamaan dalam hati mereka (IM 14). “Maka dari

itu hendaklah Nama Tuhan diluhurkan oleh penemuan-penemuan baru itu, seperti

sejak semula telah dimuliakan oleh monumen-monumen kesenian, yang agung,

seturut sabda Rasul “Yesus Kristus tetap sama baik kemarin maupun hari ini dan

sampai selama-lamanya.” (IM 23).

2. Ekumene

Gereja sambil melayani Injil keselamatan kepada semua orang, berziarah dalam

harapan menuju cita-cita tanah air sorgawi mengikat kesatuan dengan umat Allah

yang dipersatukan dengan Kristus. Gereja Katolik tetap bersatu dengan Gereja di luar

Gereja Katolik. Gereja Katolik merangkul mereka dengan sikap bersaudara, sikap

hormat dan cinta kasih. Konsili suci menegaskan: “sebab mereka itu, yang beriman

akan Kristus dan dibabtis dengan sah, berada dalam suatu persekutuan dengan Gereja

Katolik, sungguhpun secara tidak sempurna” (UR 3). Tidak sempurna maksudnya

bahwa ada bermacam-macam perbedaan antara mereka dengan Gereja Katolik baik

itu menyangkut ajaran, tata tertib, maupun tata susunan Gereja. Kendatipun demikian,

Gereja Katolik melihat bahwa mereka tetap disaturagakan dalam Kristus karena

mereka dalam babtis dibenarkan dalam iman. Dalam UR 3 dikatakan demikian: “oleh

Page 68: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

51

kerena itu mereka memang dengan tepat menyandang nama kristen, dan tepat pula

oleh putera-puteri Gereja Katolik diakui selaku saudara-saudari dalam Tuhan.”

Konsili suci mengatakan bahwa upacara-upacara agama kristen, yang

diselenggarakan dengan berbagai cara dan situasi harus diakui dapat membuka pintu

memasuki persekutuan keselamatan (UR 3). Ditambahkan lagi dalam UR 4 bahwa

semua yang dilaksanakan oleh rahmat Roh Kudus di antara mereka dapat membantu

Gereja membangun diri bahkan selalu dapat membantu untuk mencapai secara lebih

sempuna misteri Kristus dan Gereja sendiri. Maka konsili suci mengundang segenap

umat Katolik untuk mengenali tanda-tanda zaman secara aktif berperanserta dalam

kegiatan ekumenis.

Gerakan ekumenis adalah kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha yang menanggapi

bermacam-macam kebutuhan Gereja dan berbagai situasi diadakan dan ditujukan

untuk mendukung kesatuan umat kristen (UR 4). Pertemuan-pertemuan umat kristen

dari berbagai Gereja yang diselenggarakan dalam suasana religius, yaitu dialog antara

tokoh Gereja untuk memberikan berbagai ajaran persekutuannya serta ciri dan

coraknya masing-masing. Dengan dialog itu semua peserta memperoleh pengertian

tentang ajaran dan perihidup antar persekutuan serta timbul penghargaan yang sesuai.

Antar persekutuan itu menjalin kerja sama dalam lingkup yang lebih luas dengan

tujuan demi kesejateraan umum. Ditegaskan lagi oleh konsili agar bila mungkin

mereka bertemu dalam doa sehati sejiwa. Sehingga mereka semua mengadakan

pemeriksaan batin tentang kesetiaan mereka terhadap kehendak Kristus mengenai

Page 69: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

52

Gereja dan sebagai mana seharusnya menjalankan dengan tekun usaha pembaharuan

(UR 4).

Dalam kegiatan ekumenis, agar umat Katolik menunjukkan perhatian terhadap

mereka dengan mendoakan mereka, dan bertukar pandangan tentang hal ihwal

Gereja. Dan satu hal yang perlu dipegang teguh adalah agar dalam memelihara

kesatuan semua anggota Gereja sesuai dengan tugas dan kewajibannya dalam aneka

bentuk hidup rohani dan tata tertib gerejawi maupun dalam berbagai tata upacara

liturgi juga dalam mengembangkan refleksi teologis tentang kebenaran yang

diwahyukan tetap memupuk kebebasan dan cinta kasih (UR 4).

Konsili suci mengatakan bahwa “Tidak ada ekumenisme yang sejati tanpa

pertobatan batin, sebab pembaharuan hati, dari ingkar diri dan dari kelimpahan cinta

kasih yang sungguh, kerinduan akan kesatuan tumbuh dan semakin menjadi dewasa

(UR 7). Maka hendaklah dari Roh ilahi kita mohon rahmat penyangkalan diri yang

tulus, kerendahan hati dan kelemah-lembutan dalam pelayanan serta kemurahan hati

dalam persaudaraan terhadap sesama. Seperti yang diungkapkan oleh Paulus kepada

jemaat di Efesus: “Hendaklah kalian selalu rendah hati lemah lembut dan sabar.

Tunjukkan kasihmu dengan membantu satu sama lain dan berusaha sungguh-sungguh

memelihara kesatuan Roh dalam ikatan damai” (Ef 4: 2-3).

Pertobatan hati dan kesucian hidup itu yang disertai dengan doa-doa

permohonan baik peorangan maupun bersama untuk kesatuan umat kristen, harus

dipandang sebagai jiwa seluruh gerakan ekumenis. Sebab Gereja Katolik belajar dari

Yesus Sang Penyelamat yang pada malam menjelang wafat-Nya berdoa; “Supaya

Page 70: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

53

bersatulah mereka semua” (Yoh 17: 21). Dengan demikian kehadiran Roh Kristus

selalu menyemangati semangat kesatuan Gereja-Nya.

3. Dialog

Konsili suci mengatakan bahwa Gereja Katolik tidak menolak ajaran-ajaran

yang dalam agama-agama lain dianggap benar dan suci. Gereja dengan sikap hormat

merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran yang

berbeda dengan yang diyakini dan diajarkan Gereja. Dalam situasi demikian Gereja

tetap mewartakan Kristus sebagai jalan, kebenaran, dan hidup (Yoh 14: 6). Dalam

Dia manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam dia pula Allah

mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya (NA 2). Maka Gereja mendorong para

putera-puterinya supaya bijaksana dan penuh kasih melalui dialog dan kerja sama

dengan para penganut agama-agama lain, memberi kesaksian tentang iman serta

perihidup kristiani, mengakui, memelihara dan mengembangkan harta kekayaan

rohani dan moral serta nilai-nilai sosio budaya yang terdapat pada mereka. Jadi tiada

dasar bagi setiap teori atau praktik, yang mengadakan pembedaan mengenai martabat

manusia serta hak-hak yang bersumber padanya antara manusia dan manusia, antar

bangsa dan bangsa. Gereja mengecam setiap diskriminasi antara orang-orang serta

penganiayaan yang berdasar warna kulit atau keturunan, status sosial atau agama.

Konsili suci meminta kepada umat kristiani supaya “memelihara cara hidup yang baik

di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi” (1 Ptr 2: 12), serta hidup dalam damai

dengan semua orang, sehingga mererka sungguh-sungguh menjadi putera Bapa di

Page 71: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

54

sorga. Sebab kita tidak menyerukan nama Allah Bapa semua orang, bila terhadap

orang-orang tertentu, yang diciptakan menurut citra kesamaan Allah, kita tidak mau

bersikap saudara. “Barang siapa tidak mencintai, ia tidak mengenal Allah” (NA 5).

4. Pendidikan

Pendidikan merupakan bagian tak terpisahkan dari tugas Gereja untuk

mewartakan penyelamatan Allah Bapa kepada semua manusia dan memulihkannya

dalam Kristus. Tugas Gereja itu diterima dari Pendiri ilahinya, Kristus menjelang

kepergiannya dari dunia, dengan pesan “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku

dan babtislah mereka dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka

melakukan segala sesuatu yang Kuperintahkan kepadamu” (Mat 28: 19-20). Hal ini

semakin ditegaskan kembali oleh dokumen tentang pendidikan yang mengatakan

demikian:

Adapun untuk melaksanakan perintah Pendirinya yang ilahi, yakni mewartakan

misteri keselamatan Allah kepada semua orang dan membaharui segalanya

dalam Kristus, Bunda Gereja yang kudus wajib memelihara perihidup manusia

seutuhnya, juga di dunia ini, sejauh berhubungan dengan panggilan sorgawi.

Maka Gereja berperan serta dalam pengembangan dan perluasan pendidikan

(GE , pendahuluan).

Konsili mempertimbangkan dengan cermat mengenai makna pendidikan yang

mahapenting di dalam kehidupan manusia dan pengaruhnya yang makin besar

terhadap kemajuan sosial dewasa ini. Pendidikan kaum muda, malah sejenisnya

pendidikan lanjutan juga bagi orang dewasa, menjadi lebih mudah dan mendesak

dalam keadaan dewasa ini (GE Pendahuluan). Karenanya Gereja menjadikan

Page 72: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

55

pendidikan sebagai salah satu cara menghadirkan Gereja di tengah masyarakat sebab

Gereja sadar akan pentingnya peran pendidikan di dalam mengantar kaum muda

sampai kepada kedewasaan hidup.

Berkaitaan dengan pendidikan sebagai salah satu cara menghadirkan Gereja di

tengah masyarakat, Adisusanto (2000: 20), menempatkan sekolah sebagai bagian dari

lembaga dalam pelaksanaan perwujudan kehadiran Gereja. Ia mengajak agar Gereja

meninjau dan menilai kembali sekolah-sekolah, apakah Gereja melestarikan dan

memperkembangkan otonomi lembaga-lembaga sekolah? Ia juga menempatkan

pendidikan sebagai salah satu bagian pengabdian ekstern bidang kehidupan umum

oleh Gereja (Adisusanto, 2000: 21). Pendidikan menjadi salah satu kegiatan Gereja

dalam mewujudkan kehadiran Gereja yang merupakan bentuk fungsi Gereja

(Adisusanto, 2000: 22).

Sebagaimana pendidikan sebagai salah satu kegiatan Gereja dalam mencapai

tujuan kehadiran Gereja yakni terwujudnya Kerajaan Allah, maka sekolah menjadi

tempat untuk melaksanakan fungsi Gereja tersebut. Aktualisasi diri Gereja

dilaksanakan lewat fungsi Gereja dan sekolah menjadi medan pastoralnya (Piet, Go.,

1991: 21). Salah satu dari fungsi Gereja itu adalah Kerygma, yang merupakan tugas

Gereja. Dengan tugas ini Gereja mengejawantahkan dirinya, memberi makna dan

pelayanan bagi hidup manusia (Konferensi Waligereja Indonesia 1996: 382).

Page 73: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

56

a. Pendidikan Sebagai Cara Menghadirkan Gereja

Gereja memandang bahwa pendidikan mempunyai makna yang mahapenting

dalam kehidupan manusia dan pengaruhnya yang makin besar terhadap kemajuan

sosial dewasa ini baik keagamaan, kebudayaan, kemasyarakatan, politik dan

ekonomi. Kemajuan teknologi dan penelitian ilmiah yang mengagumkan, alat

komunikasi sosial modern, memberikan kepada manusia kesempatan yang lebih

mudah untuk menikmati warisan budi dan kebudayaan rohani serta untuk lengkap-

melengkapi dengan hubungan yang erat, baik antar kelompok bangsa-bangsa maupun

antar kelompok bangsa sendiri. Oleh karena itu pendidikan menjadi hal yang sangat

mendesak untuk dimajukan dalam upaya mencapai kemajuan sosial dewasa ini (GE,

Pendahuluan). Pendidikan yang dimaksudkan menyangkut keseluruhan baik itu

pendidikan non formal maupun pendidikan formal.

b. Pendidikan non Formal

1) Keluarga

Konsili suci menegaskan bahwa keluarga adalah sekolah pertama keutamaan-

keutamaan sosial yang dibutuhkan masyarakat (GE 3). Maka para orang tua wajib

menciptakan suasana lingkungan keluarga yang dijiwai cinta kasih terhadap Allah

dan manusia. Suasana ini membantu pendidikan pribadi dan sosial anak-anak secara

utuh dan memungkinkan komunikasi iman antar anggota keluarga. Pengaruh iman

yang ditularkan orang tua kepada anak-anak lewat kesaksian hidup sehari-hari sangat

membantu perkembangan iman anak menuju kedewasaan Kristen (Ambrosia, 1994:

Page 74: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

57

20). Pendidikan pertama-tama dan terutama termasuk tanggungjawab orang tua,

tetapi tak mungkin dilaksanakan sendiri (Piet, Go., 1992: 2)

Karena orangtua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, terikat

kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Maka orangtualah yang harus

diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama. Kewajiban orang tua

menciptakan lingkup keluarga, yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan

kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa, sehingga menunjang keutuhan

pendidikan pribadi dan sosial, yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat. Adapun

terutama dalam keluarga kristen, yang diperkaya dengan rahmat serta

kewajiban sakramen perkawinan, anak-anak sudah sejak dini harus diajar

mengenal Allah serta berbakti kepada-Nya dan mengasihi sesama, seturut iman

yang telah mereka terima dalam babtis. Di situlah anak-anak menemukan

pengalaman pertama masyarakat manusia yang sehat serta Gereja dalam

masyarakat manusia dan umat Allah. Maka hendaklah para orang tua

menyadari, betapa pentinglah keluarga yang sungguh kristen untuk kehidupan

dan kemajuan umat Allah sendiri (GE 3).

Purwanto (1988: 85) mengatakan “Pendidikan keluarga adalah fundamen atau

dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak

dalam keluarga menentukan pendidikan anak itu selanjutnya, baik di sekolah maupun

dalam masyarakat”. Demikianlah tidak dapat disangkal lagi betapa pentingnya

pendidikan dalam lingkungan keluarga bagi perkembangan anak-anak menjadi

manusia yang berpribadi dan berguna bagi masyarakat (Purwanto, 1988: 86).

Comenius (1592-1670) seorang ahli didaktik yang terbesar, dalam bukunya Didaktika

Magna, mengatakan: tingkatan permulaan bagi pendidikan anak-anak dilakukan

dalam keluarga yang disebutnya scola-materna (sekolah Ibu). C.G Salzmann (1744-

1811), seorang ahli penganut aliran philantropinum, mengeritik dan mengecam

pendidkan yang telah dilakukan oleh para orang tua. Dalam karangannya,

Krebsbuchlein (Buku Udang Karang). Salzman mengatakan bahwa segala kesalahan

Page 75: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

58

anak-anak itu adalah akibat dari perbuatan pendidik-pendidiknya, terutama orang tua

(Purwanto, 1988: 86).

2) Masyarakat

Tugas pertama-tama pendidikan, yang pertama-tama menjadi tanggungjawab

keluarga, memerlukan bantuan seluruh masyarakat. Oleh sebab itu, di samping hak-

hak orang tua serta mereka, yang oleh orang tua diserahi peran serta dalam tugas

mendidik, masyarakat pun mempunyai kewajiban-kewajiban serta hak-hak tertentu,

sejauh merupakan tugas wewenangnya untuk mengatur segala sesuatu yang

diperlukan bagi kesejahteraan umum di dunia. Termasuk tugasnya dengan pelbagai

cara memajukan pendidikan generasi muda misalnya: melindungi kewajiban maupun

hak-hak para orang tua serta pihak-pihak lain yang memainkan peranan dalam

pendidikaan, dan membantu mereka sesuai dengan prinsip subsidiaritas melengkapi

karya pendidikan, sejauh dibutuhkan bagi kesejahteraan umum, mendirikan sekolah-

sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan (GE 3).

Maka diciptakan lembaga-lembaga yang membantu orang tua dalam

melaksanakan pendidikan itu. dalam GBHN-GBHN ditegaskan tanggungjawab

bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Kiranya jelas bahwa

porsi dan kualitas peranan antara subyek-subyek pendidikan ini berbeda-beda,

tetapi semuanya bertemu dalam rangka pendidikan. (Piet, Go., 1992: 2).

c. Pendidikan Formal

Piet, Go., (1992: 2) mengatakan bahwa “sekolah membantu orang tua

melaksanakan tanggungjawab atas pendidikan anak-anaknya (terutama) dengan cara

dan dalam bentuk pengajaran, dan pada gilirannya pengajaran merupakan salah satu

Page 76: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

59

unsur penting dari pendidikan”. Ia menambahkan pengajaran berpartisipasi dalam

fungsi dan tujuan pendidikan. Akan tetapi sekolah bukan hanya mengajar, melainkan

juga diharapkan mendidik, tak hanya lewat pengajaran, melainkan melalui sikap,

perilaku keteladanan, suasana, kegiatan kemanusiaan dan keagamaan. (Piet, Go.,

1992: 3).

Di antara segala upaya pendidikan, sekolah mempunyai makna yang istimewa.

Sekolah bagaikan suatu pusat kegiatan maupun kemajuan, yang serentak harus

melibatkan keluarga-keluarga, para guru, bermacam-macasm perserikatan yang

memajukan hidup berbudaya, kemasyarakatan, dan keagamaan, masyarakat sipil dan

segenap keluarga manusia (GE 5). Sekolah sebagai sarana menghadirkan Gereja di

dalam memajukan pembentukan manusia seutuhnya, mengingat sekolah adalah pusat

pengembangan dalam penyampaian konsepsi tertentu mengenai dunia, manusia dan

sejarah.

Page 77: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

60

BAB III

SEKOLAH KATOLIK SEBAGAI SALAH SATU BENTUK KEHADIRAN

GEREJA MENURUT GRAVISSIMUM EDUCATIONIS

Pendidikan yang benar mengiktiarkan pembinaan pribadi manusia untuk tujuan

akhirnya dan serentak untuk kepentingan masyarakat. Manusia adalah anggota

masyarakat dan manusia itu berperan serta dalam tugas-tugas kemasyarakatan. Maka

anak-anak dan remaja harus dibantu untuk mengembangkan bakat fisik, moral

intelektualnya secara harmonis untuk dapat lebih bertanggungjawab. Dalam usaha

mengembangkan bakat fisik, moral dan intelektualnya, harus dikembangkan secara

tepat dengan usaha yang berkesinambungan dalam hidupnya serta dicapai dengan

cara yang benar-benar bebas serta mampu mengatasi hambatan-hambatan dengan

jiwa besar dan tabah. Maka kepada negara dan kepada para pendidik agar berusaha

supaya angkatan muda tidak dikebiri dalam haknya yang suci yakni memperoleh

pendidikan yang layak (GE 1).

A. Sekolah Katolik

1. Pengertian Sekolah Katolik

Dokumen GE mengatakan bahwa Sekolah merupakan sarana yang terutama

bagi Gereja dalam menunaikan tugasnya di bidang pendidikan. Sekolah sebagai salah

satu bagian dari harta warisan bersama umat manusia dan yang cukup besar

maknanya untuk mengembangkan jiwa dan membina manusia (GE 4). Dokumen

Page 78: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

61

mengatakan demikian karena konsili melihat betapa pentingnya sekolah itu, dan

maknanya yang begitu besar dalam pembentukan pribadi manusia. Ditegaskan dalam

dokumen:

Sementara terus-menerus mengembangkan daya kemampuan akal budi, berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan kemampuan memberi penilaian yang cermat, memperkenalkan harta warisan budaya yang telah dihimpun oleh generasi-generasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata nilai, menyiapkan siswa untuk mengelola kejuruan tertentu, memupuk rukun persahabatan antara para siswa yang beraneka watak perangai maupun kondisi hidupnya, dan mengembangkan sikap saling memahami (GE 5).

Konsili suci menambahkan bahwa Sekolah merupakan suatu pusat kegiatan

maupun kemajuan yang serentak harus melibatkan keluarga-keluarga, para guru,

bermacam-macam perserikatan yang memajukan hidup berbudaya, kemasyarakatan

dan keagamaan, masyarakat sipil dan segenap keluarga manusia (GE 5). Jadi tujuan

utamanya adalah demi pengembangan manusia itu sendiri. Hal yang sama

disampaikan oleh Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja

Indonesia (1995: 269) yang mengatakan bahwa “Sekolah Katolik merupakan tempat

istimewa, untuk melalui perjumpaan nyata dengan pusaka warisan budaya beroleh

pendidikan integral.” Sebab sebagai lembaga Katolik, sekolah itu mengacu kepada

konsep kristiani tentang hidup yang berpusatkan Yesus Kristus, yang pada Yesus

Kristus semua nilai manusiawi menemukan kepenuhan dan kesatuannya. Sekolah

Katolik berusaha menjadi rukun hidup pembina, yang dijiwai oleh semangat Injil

kebebasan dan cinta kasih.

Page 79: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

62

Dikatakan melibatkan keluarga-keluarga, para guru dan berbagai macam

perserikatan karena sekolah tidak dapat berdiri sendiri dalam memajukan dan

mengembangkan kaum muda untuk mencapai kemajuan hidup berbudaya,

kemasyarakatan dan keagamaan serta masyarakat sipil dan seluruh umat manusia.

Berbagai pihak harus saling mendukung dan bekerja sama dalam mencapai tujuan

yang diharapkan. Konsili suci menegaskan hal ini:

Tugas mendidik yang pada tempat pertama adalah wewenang keluarga, membutuhkan bantuan seluruh masyarakat. Maka di samping hak orang tua dan orang lain yang mereka ikutsertakan dalam tugas mendidik, negara memang mempunyai tugas dan hak tertentu, karena ia berwenang mengatur hal-hal yang dituntut demi kepentingan umum keduniawian (GE 3).

Adapun tugas negara dalam pengembangan pendidikan adalah memajukan

pendidikan angkatan muda dengan berbagai macam cara yakni melindungi tugas dan

hak para orang tua dan orang-orang yang berperan serta dalam pendidikan serta

memberikan bantuan kepada mereka. Negara berhak melengkapi karya pendidikan

dengan memperhatikan kehendak para orang tua. Hal itu terjadi apabila usaha para

orang tua tidak mencukupi. Selain itu sejauh dibutuhkan, negara mendirikan sekolah

dan lembaga sendiri (GE 3).

Konsili suci mengatakan bahwa sungguh indah tetapi berat tugas panggilan

para guru dalam menunaikan tugasnya. Para pendidik membantu para orang tua

dalam mendidik anak-anaknya. Panggilan sebagai pendidik itu memerlukan bakat-

bakat khas, budi maupun hati, persiapan yang amat seksama, dan kesediaan untuk

membaharui diri (GE 5).

Page 80: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

63

2. Tujuan Sekolah Katolik

Sebagaimana Sekolah merupakan bagaikan suatu pusat kegiatan maupun

kemajuan, yang melibatkan komponen-komponen pendidikan, demi memajukan

hidup berbudaya, kemasyarakatan dan keagamaan dan segenap keluarga manusia,

sekolah Katolik mempunyai tujuan yang jelas dan utuh. Kongregasi suci menegaskan,

beberapa tujuan sekolah Katolik yaitu untuk pendewasaan pribadi manusia dengan

pengembangan pribadi manusia dalam segala aspek dan seginya yang benar-benar

integral. Aspek intelektual, fisik, moral dan religiusnya benar-benar diarahkan ke

pembentukan dan pengembangan yang integral. Dalam arti personal maupun sosial

pendidikan mengarah kepada tujuan untuk mencapai kebahagiaan sekaligus berfungsi

sosial demi kesejahteraan masyarakat dan harus berguna bagi masyarakat. Oleh

karena itu Konsili Vatikan II menyatakan: “Tujuan pendidikan dalam arti

sesungguhnya ialah mencapai pembinaan pribadi manusia dalam perspektif tujuan

terakhirnya demi kesejahteraan kelompok-kelompok masyarakat, mengingat bahwa

manusia termasuk anggotanya, dan bila sudah dewasa ikut berperan menunaikan

tugas kewajibannya” (GE 1). Dengan demikian sangat jelas bahwa pendidikan itu

harus mampu untuk mengembangkan pribadi manusia secara integral, untuk

mencapai kebahagiaan serta mensejahterakan masyarakat dan mengajak orang untuk

berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat dalam membangun masyarakat yang

ada. Kesejahteraan umum haruslah tetap dicita-citakan dan diusahakan dengan sekuat

tenaga oleh semua orang. Khususnya dengan pendidikan, orang akan semakin

Page 81: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

64

disadarkan betapa hidup manusia itu harus terarah ke aspek sosial, yakni

kesejahteraan masyarakat (Sardi, 2005: 6).

Konsili suci meneguhkan bahwa pendidikan itu haruslah membuahkan dimensi

sosial yang berdaya guna bagi masyarakat, oleh konsili dikatakan demikian:

Kecuali itu hendaknya mereka dibina untuk melibatkan diri dalam kehidupan sosial sedemikian rupa, sehingga dibekali upaya-upaya seperlunya yang sunguh menunjang mereka mampu berintegrasi secara aktif dalam pelbagai kelompok rukun manusia, makin terbuka berkat pertukaran pandangan dengan seksama, dan dengan suka rela ikut mengusahakan peningkatan kesejahteraan umum (GE 1).

Pendidikan haruslah benar-benar mendukung secara tepat berkembangnya

pribadi manusia. Perkembangan itu harus diperhatikan. Konsili suci mengatakan

bahwa anak-anak dan kaum muda remaja berhak didukung, untuk belajar menghargai

dengan suara hati yang lurus nilai-nilai moral, serta dengan tulus menghayati secara

pribadi, pun juga untuk makin sempurna mengenal dan mengasihi Allah (GE 1).

Sebagai konsekuensinya hak azasi mereka harus tetap terpenuhi. Dalam rangka ini

konsili menganjurkan supaya putera-puteri Gereja dengan jiwa besar

menyumbangkan jerih payah mereka di seluruh bidang pendidikan, terutama dengan

maksud agar buah hasil pendidikan dan pengajaran sebagaimana mestinya terjangkau

oleh siapa pun di seluruh dunia (GE 1). Pendidikan kristiani ini harus menjangkau

semakin luas demi integritas pribadi yang mengarah kepada kebahagiaan serta

kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian pendid ikan yang diharapkan dan dicita-

citakan oleh Konsili Vatikan II itu bukanlah hanya mau menekankan aspek

Page 82: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

65

intelektualnya saja, tetapi keseluruhan aspek kehidupan diri manusia yang bermanfaat

dan sekaligus manusia yang beriman.

Apa yang ditetapkan oleh Konsili Vatikan II itu sangat tepat, dan memberikan

arah penetapan yuridis seperti dirumuskan dalam Kitab Hukum Gereja mengenai

pendidikan kristiani. Kitab Hukum Gereja mengatakan demikian:

Pendidikan yang sejati haruslah meliputi pembentukan pribadi manusia seutuhnya, yang meperhatikan tujuan akhir dari manusia dan sekaligus pula kesejahteraan umum dari masyarakat, maka anak-anak dan para remaja hendaknya dibina sedemikian rupa sehingga dapat mengembangkan bakat-bakat fisik, moral dan intelektual mereka secara harmonis, agar mereka memperoleh cita rasa tanggungjawab yang semakin sempurna dan dapat menggunakan kebebasan mereka dengan tepat, pun pula dapat berperan serta dalam kehidupan sosial secara aktif (KHK, 1991, kan 795).

Sardi mengemukakan hal yang sama juga, beliau mengatakan bahwa

pendidikan haruslah dapat mengembangkan diri manusia sebagai pribadi dalam

segala aspeknya, sehingga seseorang itu dapat berkembang dan tumbuh menjadi

pribadi yang integral. Aspek fisik, psikis, moral dan intelektual serta religius haruslah

berkembang seirama dengan perkembangan dalam pendidikan yang dikenyamnya.

Dengan demikian pembinaan atau formasi diri sebagai manusia yang bermartabat

dengan integritas dirinya haruslah dikembangkan, sehingga kebahagiaan sebagai

tujuan hidup manusia ini akan tercapai. Dari sini diharapkan juga kesejahteraan

masyarakat akan dapat diraihnya pula (Sardi, 2005: 9).

Dokumen Konsili Vatikan II menambahkan, tujuan pendidikan selain

pendewasaan pribadi manusia tetapi juga terutama hendak mencapai supaya mereka

yang telah dibabtis langkah demi langkah makin mendalami misteri keselamatan, dan

Page 83: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

66

dari hari ke hari menyadari kurnia iman yang telah mereka terima; supaya mereka

belajar bersujud menyembah Allah Bapa dalam Roh dan kebenaran (Yoh 4: 23),

terutama dalam perayaan liturgi supaya dibina untuk menghayati hidup mereka

sebagai manusia baru dalam kebenaran dan kekudusan sejati (Ef 4: 22-24), supaya

dengan demikian mereka mencapai kedewasaan penuh, serta tingkat pertumbuhan

yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (Ef 4: 13), dan ikut serta mengusahakan

pertumbuhan Tubuh Mistik. Hendaklah juga mereka menyadari panggilan mereka

dan melatih diri untuk memberi kesaksian tentang harapan yang ada dalam diri

mereka (1 Ptr 3: 15) serta mendukung perubahan dunia menurut tata nilai kristen

yang mengangkat nilai-nilai alamiah ke dalam wawasan yang lengkap mengenai

manusia yang ditebus Kristus dan menyumbang seluruh kepentingan masyarakat (GE

2).

Hal yang dikatakan oleh Konsili Vatikan II semakin jelas dan tegas bahwa

semua orang yang telah dibabtis berhak menerima pendidikan Katolik. Dengan

tujuan pendewasaan pribadi dan sekaligus mengembangkan pengetahuan serta

penghayatan akan misteri keselamatan, menyadari panggilan hidupnya, mampu

bersaksi dan mendukung segala aktivitas dengan mengembangkan nilai-nilai kristiani

demi kesejahteraan masyarakat.

B. Visi Misi Sekolah Katolik

1. Visi Sekolah Katolik

Page 84: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

67

Visi sebuah sekolah sangat menentukan arah dasar, sasaran yang ingin dicapai

serta tujuan kegiatan-kegiatan dan kebijakan yang akan diputuskan dalam mengelola

sebuah sekolah. Visi diharapkan dapat berfungsi sebagai dasar teologis, legitimasi

dan bahkan perutusan yang tidak hanya membenarkan dan menugaskan tetapi

menunjuk arah dasar yang harus ditempuh. Dalam hal ini visi diartikan sebagai

kemampuan untuk melihat inti persoalan, pandangan, wawasan, apa yang tampak

dalam khayal, penglihatan dan pengamatan. Dengan kata lain visi itu merupakan

kemampuan untuk melihat arah yang mau dituju atau diraih. Maka sebuah visi mutlak

penting dan jelas sehingga memberi persepsi dan deskripsi yang membantu mencapai

tujuan yang hendak dicapai. Konsili suci menegaskan bahwa visi Sekolah Katolik

adalah: “Mendidik para siswanya untuk dengan tepat guna mengembangkan

kesejahteraan masyarakat di dunia, serta menyiapkan mereka untuk pengabdian demi

meluasnya Kerajaan Allah, sehingga dengan demikian memberi teladan hidup

merasul mereka menjadi bagaikan ragi keselamatan bagi masyarakat luas” (GE 8).

Disadari bahwa sekolah Katolik dapat memberi sumbangan yang besar kepada

umat Allah untuk menunaikan misinya dan menunjang dialog dengan Gereja dan

masyarakat yang saling menguntungkan. Oleh karena itu Gereja mempunyai hak

secara bebas mendirikan dan mengurus sekolah-sekolah pada semua tingkat. Jadi para

guru hendaknya menyadari kehadiran mereka karena peran mereka sangat

menentukan dalan usaha mencapai tujuan yang hendak dicapai itu. Konsili suci

mengatakan agar para guru sebagai pendidik sungguh-sungguh disiapkan, supaya

membawa bekal ilmu pengetahuan profan maupun keagamaan yang dikukuhkan

Page 85: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

68

dengan ijazah- ijazah semestinya, serta mempunyai kemahiran mendidik sesuai

dengan perkembangan zaman (GE 8).

2. Misi Sekolah Katolik

Sifat misioner Gereja adalah terletak pada katolisitasnya. Gereja sebagai

sakramen keselamatan bagi semua orang dan bertugas mewartakan kabar gembira

kepada semua orang pula. Demikian juga sekolah Katolik bertugas mewartakan kabar

gembira kepada semua orang karena kehadiran Gereja di bidang persekolahan nyata

secara khusus pada sekolah Katolik (GE 8). Gereja mendirikan sekolah-sekolah

karena Gereja memandang sekolah sebagai sarana istimewa untuk memajukan

pembentukan manusia seutuhnya. Mengingat sekolah juga adalah suatu pusat

pengembangan dan penyampaian konsepsi tertentu mengenai dunia, manusia dan

sejarah (Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 16). Maka misi sekolah

Katolik juga harus sesuai dengan misi Gereja yaitu mewartakan Injil keselamatan

kepada semua orang. Misi membantu untuk mencapai visi yang akan dilakukan

maupun dicita-citakan.

Demikianlah konsili suci mengatakan: Misi sekolah Katolik adalah

menumbuhkan kemampuan memberi penilaian yang cermat, memperkenalkan harta

warisan budaya yang dihimpun oleh generasi-generasi masa lalu, meningkatkan

kesadaran akan tata nilai, menyiapkan siswa untuk mengelola kejuruan tertentu,

memupuk rukun persahabatan antara para siswa yang beraneka watak perangai

maupun kondis i hidupnya, dan mengembangkan sikap saling memahami (GE 5).

Page 86: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

69

Dengan demikian sekolah menjadi semacam pusat, dengan kegiatan dan

perkembangan yang harus didukung bersama oleh keluarga-keluarga, para guru serta

ragam serikat yang memajukan kehidupan kebudayaan, kewargaan dan keagamaan

dan oleh negara serta seluruh masyarakat manusia. Jadi sangat luhur dan beratlah

beban panggilan semua yang terlibat membantu orang tua dalam menunaikan tugas

dan menggantikan masyarakat manusia dalam tugas mendidik di sekolah (GE 5).

C. Identitas Sekolah Katolik

Melalui sekolah Katolik, Gereja hadir. Maka sekolah-sekolah Katolik haruslah

mengusahakan pendidikan yang integral dan mengarahkan para peserta didik untuk

menjadi manusia yang lebih manusiawi. Dengan demikian identitas sekolah Katolik

semakin jelas dan menampilkan citranya yang sebenarnya. Sekolah Katolik tidak

cukup hanya mempunyai nama baik, melainkan juga dituntut agar sekolah Katolik

memang sungguh baik. Konsili suci mengemukakan beberapa ciri sekolah Katolik

dan dalam ciri khas sekolah Katolik itu nampak semakin jelas identitas sekolah

Katolik. GE 8 menguraikan ciri khas sekolah Katolik sebagai berikut:

1. Menciptakan lingkungan hidup bersama di sekolah, yang dijiwai oleh semangat

Injil kebebasan dan cinta kasih

2. Membantu kaum muda supaya dalam mengembangkan kepribadian mereka

sekaligus berkembang sebagai ciptaan baru.

3. Mengarahkan seluruh kebudayaan manusia sampai kepada pewartaan keselamatan

Page 87: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

70

4. Pengetahuan yang secara berangsur-angsur diperoleh para siswa tentang dunia,

kehidupan dan manusia diterangi oleh iman.

Dalam rangka mencapai untuk dapat menampilkan ciri khas sekolah Katolik

seperti yang disebutkan di atas, sekolah Katolik membuka diri ke arah dunia modern,

mendidik para peserta didiknya untuk tepat guna mengembangkan kesejahteraan

masyarakat di dunia ini dan menyiapkan mereka untuk pewartaan Kerajaan Allah,

sehingga dengan memberi teladan merasul mereka menjadi ragi keselamatan bagi

masyarakat luas (GE 8).

Berkaitan dengan semangat cinta kasih yang merupakan ciri khas sekolah

Katolik, Radno Harsanto dalam majalah Educare mengatakan bahwa yang mutlak

adalah Sekolah Katolik harus mengembangkan kehidupan yang berdasarkan cinta

kasih. Artinya cinta kasih itu tidak boleh hilang. Ia menambahkan, sekolah harus

merupakan perwujudan kehidupan Gerejani di mana ia hadir untuk mewujudkan

kehidupan beriman lewat sekolah. Cinta kasih sebagai ciri khas sekolah Katolik tidak

boleh hancur oleh aturan dan ketetapan. Cinta kasih harus tetap ditegakkan selama

masih ada kehidupan bersama di dalam sekolah. Maka sangat dibanggakan oleh

sekolah kalau nara didik memiliki daya juang tinggi, mempunyai kemampuan

melayani sesamanya serta bisa mewujudkan kehidupan imannya di tempat hidupnya

(Radno Harsanto, 2004: 34).

Sangatlah jelas bahwa ciri sekolah Katolik itu adalah lingkungan hidup yang

dijiwai semangat cinta kasih. Tetapi sekolah Katolik tidak boleh menutup diri, seolah

Page 88: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

71

yang paling sempurna dalam rangka pendidikan. Sekolah Katolik mesti melihat

kepada dirinya. Sebab kebanyakan sekolah Katolik tetap dinilai sebagai sekolah yang

mahal dan belum mampu menjangkau semua orang, khususnya mereka yang miskin.

Hal inilah yang menjadi tantangan yang bagi sekolah-sekolah Katolik agar mampu

menemukan cara-cara baru demi eksisnya sekolah tersebut di tengah masyarakat

(Sardi, 2005: 17-18).

D. Dimensi Religius Sekolah Katolik

Sekolah Katolik mengusahakan cita-cita budaya dan perkembangan kaum muda

secara alamiah sama seperti sekolah lain. Yang membedakan sekolah Katolik dengan

sekolah lain adalah usahanya untuk mewujudkan suasana kekeluargaan di sekolah

yang dijiwai oleh semangat kebebasan dan cinta kasih Injili. Sekolah berusaha untuk

membimbing anak-anak muda agar perkembangan mereka masing-masing sebagai

pribadi dan sebagai ciptaan baru berkat sakramen babtis terlaksana bersama-sama.

Sekolah mengaitkan segala yang ada dalam kebudayaan manusia dengan warta

gembira keselamatan agar cahaya iman menerangi segala sesuatu tentang dunia,

tentang kehidupan dan pribadi manusia. Karena itu konsili mengatakan bahwa yang

membedakan sekolah Katolik dari sekolah lain adalah dimensi religiusnya. Dimensi

religius itu terdapat dalam suasana pendidikan, perkembangan pribadi manusia,

hubungan yang terjalin antara kebudayaan dan Injil serta penerangan segala

pengetahuan oleh cahaya iman (GE 8).

Page 89: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

72

1. Pergumulan Kaum Muda Masa Kini

Konsili memberi perhatian yang cukup besar terhadap kaum muda. Kaum muda

menjadi sorotan utama dalam kehidupan religius terutama dalam memasuki dunia

yang mengalami perkembangan dengan segala kemajuan yang ada. GE mengatakan:

“Memang benarlah, pendidikan kaum muda, bahkan juga semacam pembinaan terus-

menerus kaum dewasa, dalam situasi zaman sekarang menjadi lebih mudah, tetapi

sekaligus juga lebih mendesak” (GE pendahuluan).

Hal yang sama berkaitan dengan kaum muda yang menjadi sorotan utama

ditegaskan kembali dalam GE 8 yang mengatakan: “Tidak kurang dari sekolah-

sekolah lainnya, sekolah Katolik pun mengejar tujuan-tujuan budaya dan

menyelenggarakan pendidikan manusiawi kaum muda”. Konsili berulangkali

menyebut kaum muda dalam dokumennya yang tertuang dalam GE. Pendidikan atau

pembinaan terus menerus itu difokuskan kepada kaum muda.

Anak-anak dan kaum remaja berhak didukung, untuk belajar menghargai suara hati yang lurus nilai-nilai moral, serta dengan tulus menghayatinya secara pribadi, pun juga untuk makin sempurna mengenal dan mengasihi Allah. Maka dengan sangat konsili meminta, supaya siapa saja yang menjabat kepemimpinan atas bangsa-bangsa atau berwewenang di bidang pendidikan, mengusahakan supaya jangan sampai generasi muda tidak terpenuhi haknya yang asasi itu (GE 1).

Mengapa kaum muda menjadi sorotan utama? konsili menjelaskan bahwa kaum

muda dalam situasi sekarang mengalami perubahan-perubahan yang perlu diarahkan

sesuai dengan nilai-nilai yang sebenarnya. Perubahan-perubahan dengan kemajuan

teknologi yang pesat mengakibatkan perubahan dalam pandangan dan gaya hidup,

Page 90: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

73

serta perkembangan industri yang memungkinkan keleluasaan memilih peluang-

peluang pendidikan serta sistem komunikasi yang semakin kompleks. Kaum muda

menyerap hasil pemilihan pengetahuan yang luas dan beragam dari segala sumber

termasuk sekolah. Tetapi mereka belum cukup mampu untuk mengatur dan

menentukan prioritas yang telah mereka pelajari. Mereka kurang bersikap kritis untuk

membedakan antara yang benar dan yang salah, yang baik dan buruk karena belum

memiliki tolok ukur agama dan moral yang diperlukan. Kaum muda belum cukup

kuat untuk setia terhadap nilai-nilai tertentu serta mengembangkan nilai-nilai tersebut

menjadi suatu cara hidup. Kecenderungan mereka adalah untuk mengikuti

kemauannya sendiri, dan menerima apa saja yang sedang populer pada zaman mereka

(Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 86).

Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI melukiskan situasi kaum muda

di Asia, satu sisi gambaran kehidupan kaum muda Asia lebih negatif tetapi juga

mereka mempunyai hal-hal yang potensial. Banyak kaum muda yang hidup dalam

kondisi-kondisi yang menyedihkan, karena miskin tidak mampu membebaskan diri

dari perbudakan kebodohan, mereka terbelenggu pada hidup yang sangat dibatasi

amat kurangnya ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan. Mereka mudah terluka

oleh godaan-godaan materialisme dan konsumerime. Dengan mudah mereka menjadi

umpan ideologi, yang berpretensi menawarkan pembebasan dari kemiskinan dan

ketidakadilan. Dan karena pintu-pintu pendidikan seringkali tertutup bagi mereka,

maka kesadaran menjadi anggota masyarakat, yang sudah dirongrong oleh kondisi-

kondisi materil yang tidak layak, bahkan diperlemah. Walaupun banyak yang pernah

Page 91: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

74

menikmati pendidikan, tetapi mereka kemudian menganggur atau kurang mendapat

pekerjaan, atau juga menyaksikan kurang adanya konsistensi antara yang mereka

pelajari di sekolah dan yang dipraktekkan serta dihargai masyarakat. Mereka mencari

supaya aman dan diterima di lingkungan teman-teman sebaya yang sering sama

bingungnya. Kecemasan akan masa depan, masa kini yang nampak tidak memberi

harapan, tekanan-tekanan lain yang mendorong mereka untuk mencari pelarian dalam

pengganti-pengganti yang justru merusak seperti narkotika, minuman keras, bunuh

diri, nafsu menimbulkan kerusakan, seks di luar nikah serta kejahatan. Inilah situasi

kaum muda secara khusus di Asia (Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI:

305-306).

Maka dengan situasi itu diharapkan sekolah harus secepat mungkin melihat

situasi keagamaan mereka untuk mengetahui proses pikiran, gaya hidup dan reaksi

mereka terhadap segala perubahan yang mereka alami. Dalam himbauan GE

ditegaskan:

Maka dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan psikologi, pedagogi dan didaktik, perlulah anak-anak dan kaum remaja dibantu untuk menumbuhkan secara selaras serasi bakat-pembawaan fisik, moral dan intelektual mereka. Dengan demikian mereka setapak demi setapak akan mencapai kesadaran bertanggungjawab yang kian penuh, dan kesadaran itu akan tampil dalam usaha terus-menerus untuk dengan seksama megembangkan hidup mereka sendiri. sambil mengatasi hambatan-hambatan dengan kebesaran jiwa dan ketabahan hati, mereka akan mencapai kebebasan yang sejati (GE 1).

Kongregasi suci tentang pendidikan menambahkan situasi setempat

menyebabkan kebhinnekaan yang luas. Akan tetapi tetap ada ciri-ciri umum yang

dimiliki oleh kaum muda dan hal itu perlu disadari oleh mereka yang mendapat tugas

Page 92: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

75

mendampingi mereka terutama para pendidik. Kaum muda memiliki sifat

ketidakstabilan. Di satu pihak mereka hidup dalam suatu tata dunia yang berdimensi

satu yaitu kegunaan praktis dan satu-satunya nilai adalah kemajuan ekonomi dan

teknologi. Di lain pihak kaum muda nampaknya sedang bergerak menuju ke suatu

tingkat tata dunia yang sempit dan mereka ingin lepas dari ketersempitan itu. Kaum

muda cemas akan masa depan, hal ini disebabkan oleh suatu situasi nilai-nilai

kemanusiaan kacau karena nilai-nilai tersebut tidak berakar lagi pada Tuhan.

Akibatnya kaum muda sangat takut apabila memikirkan masalah-masalah gawat

dunia: ancaman pemusnahan dengan senjata nuklir, pengangguran, perceraian,

kemiskinan, dan masalah-masalah lainnya (Kongregasi Suci untuk Pendidikan

Katolik, 1991: 86-87).

Dengan keadaan yang mereka alami tidak jarang kaum muda berpaling ke

alkohol, obat-obatan, hal-hal erotis, dan eksotis seperti yang dilukiskan di atas

mengenai keadaan kaum muda di Asia karena tidak mampu menemukan satu makna

pun dalam hidup mereka. Kaum muda mencoba untuk menemukan pelarian dari

kesepian yang mereka alami. Maka sangat dipentingkan untuk menyalurkan hal-hal

yang potensial untuk kebaikan, dan kalau memungkinkan memberikan arah yang

berasal dari cahaya iman (Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 87-88).

2. Iklim Religius Sekolah

Kaum muda mendapatkan dirinya berada dalam kondisi ketidak stabilan secara

radikal. Di satu pihak mereka hidup dalam satu tata dunia yang berdimensi satu

Page 93: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

76

ketika kriteria satu-satunya adalah kegunaan praktis dan satu-satunya nilai adalah

kemajuan ekonomi dan teknologi. Di lain pihak, kaum muda yang sama nampaknya

sedang bergerak menuju ke suatu tingkat di atas tata dunia yang sempit sehingga

mereka ingin lepas dari situasi itu. Maka pihak sekolah perlu untuk peka terhadap

keadaan yang dialami oleh kaum muda untuk dapat mengatasi persoalan mereka dan

menjawab kebutuhan mereka. Oleh karena itu, suasana yang kondusif perlu

diciptakan dalam proses pembentukan diri mereka sehingga mereka merasa

dilibatkan, dibutuhkan dan kerasan dalam proses yang dilalui. Berkaitan dengan

suasana yang kondusif ini, konsili suci menyebutnya iklim religius sekolah yaitu

lingkungan yang dijiwai semangat kebebasan injili dan cinta kasih (GE 8).

Konsili suci mengemukakan bahwa “salah satu ciri sekolah Katolik adalah

menciptakan lingkungan hidup bersama di sekolah yang dijiwai oleh semangat Injil

kebebasan dan cinta kasih” (GE 8). Ciri khas sekolah Katolik ini merupakan dimensi

religius dari sekolah Katolik juga. Tekanan yang dikemukakan oleh konsili adalah

suasana yang dijiwai Injil kebebasan dan cinta kasih. Konsili memandang iklim

sekolah yang dijiwai oleh semangat Injil kebebasan dan cinta kasih merupakan hal

yang perlu oleh karena menciptakan iklim sekolah yang kondusif akan mendukung

terjadinya proses belajar mengajar di sekolah. Iklim sekolah adalah hubungan

interaksi yang terjadi di sekolah dengan sejumlah komponen-komponen yang

berbeda-beda dengan menciptakan kondisi yang cocok untuk suatu proses

pendidikan. Maka unsur-unsur yang diperlukan dalam mengembangkan visi iklim

sekolah untuk dilaksanakan adalah personilnya, ruang, waktu, hubungan, pengajaran,

Page 94: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

77

studi dan macam kegiatan lainnya (Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991:

91).

Iklim sekolah yang dimaksudkan adalah lingkungan yang dijiwai oleh Roh

cinta kasih dan kebebasan. Cinta kasih itu adalah Allah (1 Yoh 4: 8) dan dalam Roh

Allah ada kemerdekaan (2 Kor 3: 17). Maka konsili mengajak di sekolah Katolik,

setiap orang hendaknya sadar akan kehadiran Yesus “Sang Guru” yang selalu hadir

menyertai setiap perjalanan hidup manusia. Semangat Injil hendaknya nampak dalam

cara berpikir dan hidup secara kristen yang menjiwai segi-segi iklim pendidikan

(Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 91-92).

Dalam menciptakan iklim sekolah itu tanggungjawab pertama terletak pada

guru, secara perorangan maupun secara kelompok. GE 8 mengatakan demikian:

“Hendaklah para guru menyadari, bahwa terutama peranan merekalah yang

menentukan bagi sekolah Katolik, untuk dapat melaksanakan rencana-rencana dan

usaha-usahanya”. Dalam menciptakan iklim sekolah sebagaimana yang diharapkan,

dilaksanakan melalui perayaan-perayaan nilai-nilai kristiani dalam Sabda dan

sakramen, dalam perilaku perorangan, dalam hubungan antar pribadi yang akrab dan

serasi dan dalam kesediaan untuk melayani. Melalui kesaksian hidup sehari-hari itu

para siswa akan merasakan keunikan lingkungan tempat mereka pernah

mempercayakan masa muda mereka. Sekolah juga perlu menciptakan suasana

kekeluargaan yang menyenangkan dan membahagiakan. Dan apabila suasana

kekeluargaan kurang didapatkan di rumah, maka sekolah dapat berbuat banyak untuk

Page 95: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

78

mengisinya sehingga siswa kerasan untuk belajar di sekolah (Kongregasi Suci untuk

Pendidikan Katolik, 1991: 92).

Kongregasi suci tentang pendidikan mengatakan bahwa hal pertama yang dapat

membantu menciptakan lingkungan yang menyenangkan adalah fasilitas fisik yang

memadai yang meliputi: ruang kelas, olah raga dan rekreasi, juga ruang staf dan

ruang-ruang pertemuan guru dan orang tua, kerja kelompok dan kegiatan-kegiatan

lainnya (Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 92).

Konsili suci memandang bahwa sekolah adalah sebagai sebuah komunitas

bukan lagi sebagai lembaga. Hal itu menggambarkan pandangan Gereja menurut

Lumen Gentium, Gereja dilukiskan sebagai Umat Allah. Diharapkan setiap orang

yang terlibat langsung dalam sekolah yakni guru, kepala sekolah, staf administratif,

dan karyawannya menciptakan sebuah komunitas sekolah. Sementara orang tua

adalah tokoh sentral, karena mereka adalah pelaku-pelaku alamiah dan tugas mereka

yang tak tergantikan dalam pendidikan anak-anak. Demikian juga agar siswa-siswa

menjadi bagian dari komunitas karena mereka harus menjadi pelaku-pelaku aktif

dalam pendidikan mereka sendiri (Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991:

94).

Dengan menciptakan sebuah komunitas sekolah, sekolah Katolik memiliki

identitas yang jelas, tidak hanya sebagai suatu kehadiran Gereja di masyarakat, tetapi

juga sebagai sarana asli dan tepat dari Gereja. Sekolah menjadi tempat pewartaan

Injil, kerasulan otentik dan kegiatan pastoral. Dengan demikian melalui sekolah

Katolik, Gereja lokal mewartakan Injil, mendidik dan membantu pembentukan gaya

Page 96: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

79

hidup yang sehat dan bersih secara moral di kalangan anggota-anggotanya. Maka

kehadiran akan sekolah Katolik akan sangat dibutuhkan kalau kita

mempertimbangkan hal yang disumbangkan sekolah Katolik bagi pengembangan

misi umat Allah, bagi dialog antara Gereja dan komunitas manusia dan bagi

pengamanan terhadap kebebasan suara hati (Kongregasi Suci untuk Pendidikan

Katolik, 1991: 94-95).

Bapa suci, Paulus VI mengatakan bahwa sekolah Katolik membantu dalam

mencapai tujuan ganda: “dari hakikatnya membimbing laki- laki dan wanita ke arah

kesempurnaan manusia dan kesempurnaan kristen, sekaligus menolong mereka

manjadi matang dalam iman (Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 95).

Sekolah Katolik yang menciptakan sebuah komunitas harus juga menciptakan

iklim komunitas dan kemitraan. Sebab semakin para anggota komunitas pendidikan

menumbuhkan kesediaan untuk bekerjasama, maka akan semakin banyak buah karya

yang dihasilkan. Tujuan pendidikan yang menjadi prioritas utama akan tercapai

berkat kerjasama serta para anggota komunitas sesuai dengan peranannya masing-

masing yang dijiwai oleh Roh kebebasan dan cinta kasih Injili. Dengan kerjasama

yang terjalin dalam komunitas sekolah akan membantu mengatasi kesulitan yang

dihadapi sekolah dalam pencapaian tujuan. Selain iklim komunitas dan kemitraan

juga perlu menciptakan iklim percaya dan terbuka kepada orang tua siswa.

Maksudnya adalah agar sekolah-sekolah dasar hendaknya menciptakan iklim

kehidupan keluarga dengan suasana hangat dan mesra. Maka dibutuhkan supaya para

pendidik meningkatkan kerjasama yang erat dan tetap dengan orang tua siswa. Sebab

Page 97: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

80

keterpaduan antara sekolah dan rumah merupakan persyaratan pokok bagi kelahiran

dan perkembangan potensi anak-anak dalam salah satu situasi termasuk keterbukaan

mereka terhadap agama (Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 96).

3. Kehidupan Religius Sekolah dan Karya Sekolah

a. Dalam kehidupan sekolah

Dalam dokumen yang berbicara tentang dimensi religius sekolah dikatakan

bahwa yang membedakan sekolah Katolik dengan sekolah lainnya adalah bahwa

sekolah Katolik menimba inspirasi dan kekuatannya dari Injil. Hal ini merupakan

perbedaan hakiki dengan sekolah lainnya dalam kegiatan-kegiatan sekolah yang

beragam. Contohnya, pekerjaan sekolah yang diterima sebagai kewajiban dan

dilakukan dengan kemauan baik, berani dan tangguh dalam kesulitan, menghargai

guru, loyal dan cinta kepada sesama, jujur, toleran dan baik dalam segala hubungan.

Hal ini mencerminkan harapan yang hendak dicapai oleh konsili, sebab dalam GE

dikatakan: “Pengetahuan yang secara berangsur-angsur diperoleh para siswa tentang

dunia, kehidupan dan karya manusia disinari oleh terang iman” (GE 8). Jadi proses

pendidikan bukan semata-mata kegiatan manusia, tetapi merupakan suatu perjalanan

kristiani asli menuju kesempurnaan. Siswa akan menemukan juga kehendak Allah

dalam kerja dan dalam hubungan dengan sesama manusia. Mereka akan belajar dari

Sang Guru yang menggunakan waktu muda-Nya untuk berkarya dan berbuat baik

bagi semua (Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 101).

Page 98: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

81

Demikian juga dengan karya intelektual yang dilakukan oleh para siswa harus

dilihat sebagai bagian dari keterlibatan Allah. Meskipun hidup kristen terdiri dari

mencintai Allah dan melakukan kehendak-Nya namun karya intelektual erat terlibat.

Cahaya iman kristen mendorong untuk mengatahui semesta alam sebagai ciptaan

Allah. Allah menyalakan cinta kepada kebenaran yang tidak akan puas dengan

pengetahuan atau pendapat yang dangkal, membangkitkan rasa kritis untuk lebih

senang mengkaji pernyataan-pernyataan dari pada menerima secara buta serta

mendorong akal budi untuk belajar dengan cermat dengan metode yang tepat, dan

bekerja dengan rasa tanggungjawab. Allah juga menganugerahkan kekuatan untuk

menerima pengorbanan dan ketekunan yang diperlukan oleh kerja intelektual

(Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 101).

b. Dalam kebudayaan sekolah

GE mengatakan bahwa merupakan ciri sekolah Katolik juga untuk

mengarahkan seluruh kebudayaan manusia sampai kepada pewartaan iman. Iman dan

kebudayaan saling berhubungan dan keduanya diarahkan agar sesuai dan sejalan

dengan cita-cita Injil (GE 8). Kongregasi suci tentang pendidikan juga mengatakan

hal yang sama bahwa perkembangan intelektual dan pertumbuhan sebagai seorang

kristen maju bersama-sama dan saling melengkapi. Semakin siswa masuk ke jenjang

yang lebih tinggi, menjadi keharusan sekolah untuk menolong siswa menyadari

bahwa ada hubungan antara iman dan kebudayaan manusia. Dunia kebudayaan

manusia dan dunia keagamaan bukan dua garis pararel yang tidak pernah bertemu,

Page 99: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

82

melainkan titik temu kedua hal itu dibangun dalam pribadi manusia. Dan untuk

memadukan kedua bidang itu merupakan tugas semua yang terlibat dalam komunitas

sekolah dengan peran masing-masing sesuai dengan kecakapan profesionalnya

(Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 102). Berarti hal yang ditegaskan

dalam GE semakin jelas bahwa iman dan kebudayaan tidak dapat berjalan sendiri

melainkan harus diarahkan hingga sampai kepada pewartaan keselamatan.

Para siswa akan dibantu mencapai sintesis antara iman dan kebudayaan yang

perlu bagi pematangan iman. Dengan demikian iman yang matang akan dapat

mengenal dan menolak nilai kebudayaan yang mengancam martabat manusia dan

berlawanan dengan Injil. Iman harus mengilhami tiap kebudayaan sebab iman yang

tidak menjadi kebudayaan adalah iman yang tidak diterima sepenuhnya, tidak

menyatu dan tidak dihayati dengan setia. Tetapi perlu diketahui bahwa masalah

agama dan iman tidak semua dipecahkan secara sempurna oleh studi akademis

(Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 103).

Siswa yang mampu menemukan keserasian iman dan ilmu pengetahuan, dalam

kehidupan profesional di masa yang akan datang akan lebih mampu menempatkan

ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai pelayanan kepada manusia dan pelayanan

kepada Allah. Hal ini merupakan suatu cara untuk memberikan kembali kepada Allah

semua yang telah diberikan-Nya kepada manusia. Ditambahkan lagi agar sekolah

Katolik dengan guru-guru yang mengajar bidang studi lain seperti Biologi,

antropologi sosiologi dan filosofi, memberikan peluang memberikan gambaran

lengkap mengenai pribadi manusia, termasuk dimensi religiusnya. Agar para siswa

Page 100: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

83

dibantu untuk melihat pribadi manusia sebagai ciptaan hidup yang mempunyai kodrat

fisik dan spiritual; bahwa manusia itu memiliki jiwa yang tidak dapat mati, dan

membutuhkan penebusan. Dengan demikian siswa secara bertahap akan sampai pada

pemahaman lebih dalam tentang segala yang terkandung dalam konsep “pribadi”:

akal dan kemauan, kebebasan dan perasaan, kemampuan menjadi pelaku aktif dan

kreatif, mahkluk yang dianugerahi hak dan kewajiban, mampu mengadakan

hubungan antar pribadi serta dipanggil untuk misi khusus di dunia (Kongregasi Suci

untuk Pendidikan Katolik, 1991: 103-104).

E. Awam Katolik di Sekolah Sebagai Saksi Iman

1. Peranan Guru di Sekolah

GE menyampaikan beberapa hal penting berkaitan dengan peran guru di

sekolah. GE menghimbau agar para guru di sekolah menyadari peranan mereka dan

bahkan peranan merekalah yang menentukan bagi sekolah Katolik untuk dapat

melaksanakan rencana-rencana serta usaha-usaha yang hendak dicapai sekolah (GE

8). Tujuan, visi maupun misi sekolah dapat terlaksana terutama oleh peranan para

guru di sekolah karena itu GE 8 menyebutkan beberapa hal sehubungan dengan

peranan guru di sekolah antara lain:

1. Agar para guru disiapkan, supaya membawa bekal ilmu pengetahuan profan

maupun keagamaan yang dikukuhkan dengan ijazah-ijazah semestinya (GE 8c)

2. Mempunyai kemahiran mendidik sesuai dengan perkembangan dan penemuan

modern (GE 8c)

Page 101: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

84

3. Hendaklah cinta kasih menjadi ikatan timbal balik antara sesama guru maupun

antara siswa dengan guru serta dijiwai oleh semangat merasul (GE 8c)

4. Hendaknya mereka memberi kesaksian tentang Kristus Sang Guru yang

ditunjukkan melalui perihidup dan tugas mengajar (GE 8c)

5. Hendaklah mereka tahu bekerja sama dengan semua pihak dan terutama dengan

para orang tua (GE 8c)

6. Bersama orang tua hendaklah para guru dalam seluruh pendidikan memperhatikan

perbedaan jenis serta panggilan khas pria maupun wanita dalam keluarga dan

masyarakat sesuai dengan yang ditetapkan oleh Sang Pencipta (GE 8c)

7. Hendaknya para guru berusaha membangkitkan pada siswa kemampuan bertindak

secara pribadi (GE 8c)

8. Dan ketika siswa sudah tamat sekolah hendaklah para guru tetap mendampingi

dengan nasehat-nasehat, sikap yang bersahabat, maupun melalui perkumpulan

yang dijiwai semangat gerejawi (GE 8c)

Kedelapan poin penting di atas, oleh konsili merupakan hal yang sangat penting

untuk disadari oleh mereka yang terlibat langsung di sekolah. Konsili mengatakan

bahwa pelayanan guru-guru itu sungguh-sungguh merupakan kerasulan yang

memang perlu dan benar-benar menjawab kebutuhan jaman sekarang dan sekaligus

juga merupakan pengabdian yang sejati kepada masyarakat (GE 8).

Dari uraian yang disampaikan oleh GE tersebut semakin jelas bahwa mereka

yang menjabat sebagai guru mempunyai peran yang cukup kompleks dan berat.

Page 102: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

85

Penghayatan terhadap sebuah panggilan sebagai pendidik yang memberi kesaksian

tentang Kristus Sang Guru. Dengan kata lain konsili menyebutkan guru adalah

sebagai saksi iman (GE 8). Dikatakan oleh GE demikian:

Maka sungguh indah tetapi berat jugalah panggilan mereka semua, yang untuk membantu para orang tua menunaikan kewajiban mereka sebagai wakil-wakil masyarakat, sanggup menjalankan tugas kependidikan di sekolah-sekolah. Panggilan itu memerlukan bakat-bakat khas budi maupun hati, persiapan yang amat seksama, kesediaan tiada hentinya untuk membaharui dan menyesuaikan diri (GE 8).

2. Guru Sebagai Saksi Iman

Konsili mengatakan bahwa guru di sekolah adalah sebagai saksi iman.

“Hendaknya guru memberi kesaksian tentang Kristus sebagai Guru satu-satunya

melalui perihidup dan tugas mengajar mereka” (GE 8). Berkaitan dengan

penghayatan panggilan guru sebagai saksi iman, hal ini difokuskan kepada para

awam Katolik di sekolah. Para kaum awam menjadi sorotan utama dalam hal ini.

Memang tidak secara eksplisit hal itu dilontarkan oleh konsili tetapi dalam dokumen

dikatakan kaum awam menjadi saksi iman. Dalam GE yang disebutkan adalah para

guru atau pendidik. Religius maupun biarawan-biarawati yang berkarya di sekolah

tidak dibicarakan lebih dalam mengenai pembedaan dengan para guru yang hadir di

sekolah tetapi dokumen berbicara kepada para pendidik. Namun dalam hal ini kaum

awam menjadi fokus utama sebab mereka terlibat langsung di tengah masyarakat dan

memberi kesaksian di tengah masyarakat. Dasar paling dalam mengenai peranan

awam dipandang positif dan memperkaya Gereja yaitu dasar teologisnya. Citra kaum

awam telah banyak diuraikan dalam konsili vatikan II terutama dalam kostitusi

Page 103: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

86

dogmatis tentang Gereja dan dekrit tentang kerasulan awam (Kongregasi Suci untuk

Pendidikan Katolik, 1991: 44).

Ditambahkan lagi oleh kongregasi suci yang mengatakan kaum awam,

“mencari kerajaan Allah dengan melibatkan diri dalam urusan duniawi dan

mengaturnya sesuai kehendak Allah”. Mereka hidup di tengah-tengah kegiatan dan

jabatan dunia serta dalam situasi hidup keluarga dan hidup kemasyarakatan yang

biasa (Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 46-47).

Terlebih dalam mengemban tritugas Yesus yang diperoleh oleh setiap orang

sejak dari babtisan. Setiap orang kristen, siapapun itu mempunyai tugas yang sama

dalam Gereja. Berkat babtisannya ia mengemban tugas sebagai imam, nabi dan raja.

Tritugas Yesus yang mereka emban ini mengharuskan mereka untuk melaksanakan

tugas itu dengan pengabdian kepada umat. Maka setiap awam yang dalam tugas-tugas

imamat, nabi dan raja dan kerasulan mereka, merupakan partisipasi dalam tugas

penyelamatan Gereja sendiri (Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 46).

Maka awam katolik yang berkarya di sekolah bersama setiap orang yang hadir

di sana mengemban tugas sesuai dengan panggilan mereka. Panggilan untuk menjadi

suci dan melaksanakan tugas kerasulan bagi semua orang. Oleh karena itu diharapkan

agar mereka sambil menjalankan tugas khasnya di tengah masyarakat, dan dibimbing

oleh semangat Injil mereka dapat menyumbangkan pengudusan dunia dari dalam

laksana ragi. Dengan demikian mereka dapat memperkenalkan Kristus kepada orang

lain, terutama dengan kesaksian hidupnya yang menyinarkan iman, harapan, dan cinta

kasih (Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 46-47).

Page 104: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

87

Membaharui tata dunia dengan merasukkan inspirasi kristiani merupakan

peranan khusus awam. Tugas mereka adalah menyehatkan lembaga- lembaga dan

situasi dunia, apabila nampaknya merangsang kepada perilaku dosa. Kaum awam

harus mewartakan amanat Injil melalui tutur kata dan memberikan kesaksian tentang

amanat tersebut dalam perbuatan mereka. Dengan demikian kehadiran Gereja dan

Sang Penyelamat oleh Gereja terlaksana (Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik,

1991: 47).

Konsili suci memberikan perhatian khsus kepada panggilan menjadi seorang

pendidik. Guru dimengerti sebagai pendidik yaitu orang yang membantu membentuk

pribadi-pribadi manusia. Tugas guru itu lebih dari sekedar memindahkan

pengetahuan tetapi juga sebagai pendidik. Maka dalam pembentukan pribadi manusia

yang utuh, yang merupakan tujuan pendidikan harus mencakup pengembangan segala

kemampuan manusiawi siswa, sekaligus persiapan ke arah kehidupan profesional,

pembentukan kesadaran etis, dan sosial, kesadaran transenden dan pendidikan agama.

Maka setiap sekolah dan setiap pendidik di sekolah harus berusaha membentuk

pribadi-pribadi yang mantap dan bertanggungjawab yang sanggup memilih secara

bebas dan benar. Dengan demikian menyiapkan kaum muda semakin membuka diri

terhadap kenyataan dan membentuk dalam diri mereka ide yang jelas tentang arti

hidup (Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 51).

Berkaitan dengan keterlibatan kaum awam di sekolah menjadi saksi iman,

dalam hal ini seolah-olah yang hadir di sekolah itu melulu kaum awam, tetapi kaum

religius juga turut terlibat dalam bidang pendidikan bahkan kebanyakan sekolah-

Page 105: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

88

sekolah Katolik dikelola oleh para religius. Namun kaum awamlah yang lebih banyak

berkiprah dalam lingkungan sekolah mengingat pertambahan kaum awam Katolik

yang berkarya di bidang pendidikan. Hal ini bertepatan juga dengan penurunan secara

mencolok jumlah imam dan biarawan-biarawati yang membaktikan diri pada

pengajaran. Penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya panggilan dan oleh

kebutuhan mendesak dengan kebutuhan kerasulan yang lain (Kongregasi Suci untuk

Pendidikan Katolik, 1991: 45).

F. Sekolah Katolik dan Pewartaan/Kerygma

Dari uraian di atas setelah panjang lebar berbicara mengenai sekolah, sangat

jelas bahwa konsili suci sangat memberi perhatian besar terhadap pendidikan demi

perkembangan pribadi manusia itu secara utuh. Konsili mengajak agar para pihak

yang terlibat dalam pendidikan itu sungguh-sungguh mampu memperhatikan hal-hal

yang mendukung proses pendidikan itu seperti suasana pendidikan, pergumulan

kaum muda serta dimensi religius dari kehidupan karya sekolah. Sekolah merupakan

sarana yang tepat untuk mencapai dan memajukan pengembangan pribadi manusia.

Gereja mendirikan sekolah-sekolah, karena Gereja memandang sekolah sebagai

sarana istimewa untuk memajukan pembentukan manusia seutuhnya, mengingat

sekolah adalah pusat pengembangan dan penyampaian konsepsi tertentu mengenai

dunia, manusia, dan sejarah. GE bagian pendahuluan mengatakan:

Adapun untuk melaksanakan perintah pendirinya yang ilahi, yakni mewartakan misteri keselamatan kepada semua orang dan membaharui segalanya dalam Kristus, Bunda Gereja yang kudus wajib memelihara perihidup manusia

Page 106: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

89

seutuhnya, juga di dunia ini sejauh berhubungan dengan panggilan surgawinya. Maka Gereja berperan serta dalam pengembangan dan perluasan pendidikan (GE pendahuluan).

Dengan keterlibatan Gereja dalam dunia persekolahan maka konsili suci

menetapkan berbagai prinsip dasar tentang pendidikan Katolik secara khusus di

sekolah-sekolah. Di mana prinsip-prinsip itu masih perlu dijabarkan oleh panitia

khusus pendidikan sesudah konsili dan diterapkan dalam berbagai situasi daerah

setempat (GE pendahuluan).

Sekolah Katolik merupakan bagian dari tugas penyelamatan Gereja oleh karena

tujuan Gereja adalah melayani umat manusia sampai kepada kepenuhan dalam

Kristus. Maka evangelisasi yang merupakan tugas Gereja sangat penting, artinya

Gereja harus mewartakan kabar gembira tentang penebusan kepada semua orang,

membuahkan ciptaan-ciptaan baru dalam Kristus lewat pembabtisan, dan melatih

manusia agar hidup sebagai anak-anak Allah secara sadar. Oleh konsili sangat

menekankan pentingnya pewartaan misteri keselamatan itu untuk semua orang tanpa

terkecuali (GE pendahuluan). Lebih lanjut GE menegaskan keterlibatan Gereja

dalam dunia pendidikan menjadi hal yang penting, sebab sekolah adalah tempat yang

tepat bagi Gereja mewartakan kabar gembira keselamatan bagi semua orang

teristimewa dalam komunitas sekolah. Hal ini semakin dipertegas oleh konsili suci

dalam dokumen GE yang mengatakan demikian:

Pendidikan termasuk tugas Gereja bukan hanya karena masyarakat pun harus diakui kemampuannya menyelenggarakan pendidikan, melainkan karena Gereja bertugas mewartakan jalan keselamatan kepada semua orang, menyalurkan kehidupan Kristus kepada umat beriman, serta tiada hentinya penuh perhatian membantu mereka supaya mampu meraih kepenuhan hidup (GE 3).

Page 107: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

90

Dokumen sangat menekankan bahwa Gereja wajib menyelenggarakan

pendidikan, supaya seluruh hidup anak didik diresapi semangat Kristus. Dan Gereja

sangat mendukung agar penyempurnaan pribadi manusia seutuhnya terlaksana,

kesejahteraan umum atau kesejahteraan masyarakat terjamin dan dunia ini dapat

berkembang lebih manusiawi (GE 3).

Dalam menunaikan tugas Gereja mendidik, Gereja memperhatikan segala

upaya yang mendukung, tetapi terutama upaya-upaya khas bagi Gereja. Upaya khas

yang dimaksudkan ialah pendidikan kateketis yang menyinari dan meneguhkan iman,

menyediakan santapan bagi hidup menurut semangat Kristus, mengantar kepada

partisipasi yang sadar dan aktif dalam misteri liturgi, dan membangkitkan semangat

dalam kegiatan merasul (GE 4).

Konsili suci menambahkan bahwa Gereja sangat menghargai dan berusaha

meresapi dengan semangatnya serta mengangkat upaya-upaya lain, termasuk harta

warisan bersama umat manusia, dan yang cukup besar maknanya untuk

mengembangkan jiwa dan membina manusia. Upaya-upaya lain itu antara lain,

upaya-upaya komunikasi sosial, kelompok-kelompok yang bertujuan

mengembangkan badan dan jiwa, himpunan-himpunan kaum muda, dan terutama

sekolah (GE 4). Di antara segala upaya pendidikan itu sekolah mempunyai makna

istimewa karena terus-menerus mengembangkan daya kemampuan akal budi, dan

berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan kemampuan memberi penilaian yang

cermat, memperkenalkan harta warisan budaya yang telah dihimpun oleh generasi-

Page 108: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

91

generasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata nilai, menyiapkan siswa

untuk mengelola kejuruan tertentu, memupuk rukun persahabatan antara para siswa

yang beraneka watak-perangai maupun kondisi hidupnya, dan mengembangkan sikap

saling memahami (GE 5). Sarana sekolah menjadi yang terutama, konsili memandang

bahwa sekolah merupakan bagaikan suatu pusat kegiatan maupun kemajuan, yang

serentak harus melibatkan keluarga, para guru, bermacam-macam perserikatan yang

memajukan hidup berbudaya, kemasyarakatan dan keagamaaan, masyarakat sipil dan

segenap keluarga manusia (GE 5).

Berkaitan dengan pewartaan kabar gembira yang diperuntukkan bagi semua

orang, oleh Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI: 267 mengatakan:

“supaya pewartaan Injil bersifat integral, harus mencakup pengembangan

kebudayaan, pengembangan manusiawi dan pembebasan. Pendidikan merupakan

pengantara budaya, yang membawa kepada pengembangan manusiawi dan

pembebasan. Tanpa pendidikan pewartaan Injil tidak lengkap”. Pendidikan yang

memanusiawikan dan membebaskan itu menjadi pendidikan yang mewartakan Injil,

pendidikan untuk evangelisasi bila mencakup hubungan hakiki dengan misteri

keselamatan dan kehidupan Gereja. Oleh karena itu pendidikan Katolik terdiri dari

pendidikan pada taraf kebudayaan (evangelisasi kebudayaan) dan pada tingkat iman

(pendidikan dalam iman). Dengan demikian Gereja setempat dapat berinkarnasi,

mempribumi dan berinkulturasi sepenuhnya serta mengantar manusia dan masyarakat

kepada pengembangan dan pembebasan yang lebih penuh. Dalam upaya mewujudkan

evangelisasi kebudayaan dan pendidikan dalam iman itu Gereja mengutamakan cinta

Page 109: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

92

kasih terhadap kaum miskin. Karena pendidikan merupakan upaya istimewa bagi

pengembangan manusiawi dan dan pembebasan. Kesamaan mendasar mengenai hak-

hak, martabat dan kebebasan hanya dapat dijamin, kalau mereka yang paling

berkekurangan, yang paling mudah terluka diutamakan (Departemen Dokumentasi

dan Penerangan KWI: 269).

Gereja berusaha mencapai tujuan-tujuan pendidikan untuk evangelisasi

khususnya dengan mendirikan sekolah-sekolah sendiri. Sebab sekolah Katolik

merupakan tempat istimewa untuk melalui perjumpaan nyata dengan pusaka warisan

budaya beroleh pendidikan integral. Sebagai lembaga pendidikan Katolik sekolah itu

mengacu kepada konsep Kristiani tentang hidup yang berpusatkan pada Kristus,

pada-Nya semua nilai manusiawi menemukan kepenuhan dan kesatuannya. Sekolah

Katolik berusaha menjadi rukun hidup pembina yang dijiwai oleh semangat

kebebasan dan cinta kasih (Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI: 269-

270).

Misi Gereja mewartakan Injil melalui sekolah Katolik dapat dijalankan secara

memadai melalui komitmen perorangan maupun bersama anggota keluarga besar

sekolah. Oleh karena itu hendaklah dijalankan tiap usaha untuk meningkatkan

partisipasi efektif para pelajar, guru-guru, para orangtua, staf tata usaha dan para

alumni dalam karya sekolah-sekolah Katolik. Maka sangat dianjurkan seperti yang

dikatakan di atas mengenai iklim religius sekolah agar sekolah Katolik berusaha

menciptakan rukun hidup yang edukatif, dijiwai oleh semangat Injil kebebasan dan

cinta kasih, yang memungkinkan pelaksanaan partisipasi dan tanggungjawab

Page 110: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

93

bersama. Dengan demikian sekolah Katolik menjadi tempat perjumpaan bagi orang-

orang beriman, tempat anak-anak dan kaum muda dapat menjumpai Kristus sebagai

Sang Pembebas yang sepenuhnya, Juru selamat, Manusia bagi sesama, dan belajar

menghayati nilai-nilai Kristiani untuk kehidupan (Departemen Dokumentasi dan

Penerangan KWI: 273).

Page 111: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

94

BAB IV

SEKOLAH KATOLIK

SEBAGAI KEHADIRAN GEREJA YANG MENDIDIK

DI SMA PANGUDI LUHUR

Gambaran Sekolah seperti yang diuraikan dalam bab sebelumnya, akan

didalami lagi dalam bahasan berikut. Cita-cita Sekolah, Tujuan maupun Visi Misi

sekolah serta dimensi religius sekolah akan dikaji dalam bahasan ini. Sejauhmana

gagasan-gagasan yang dimunculkan oleh dokumen Gravissimum Educationis

tersebut terimplementasi dalam sekolah-sekolah Katolik. Dalam hal ini akan

difokuskan kepada Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur Yogyakarta.

Untuk mengetahui terwujudnya gagasan-gasasan yang dikemukakan dalam

dokumen Gravissimum Educationis tersebut, dalam bahasan ini akan didalami dan

dipelajari buku Pedoman Kerja SMA Pangudi Luhur 2006 dan Data Sekolah 2007.

Maka untuk memperkuat data yang telah diperoleh, dilaksanakan wawancara dengan

para guru, Kepala Sekolah, maupun siswa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

Sekolah adalah sarana pewartaan iman semakin nampak dan nyata dalam sekolah-

sekolah Katolik.

A. SEKOLAH KATOLIK SMA PANGUDI LUHUR

1. Sejarah Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur

Page 112: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

95

Gereja mempunyai harapan istimewa terhadap pendidikan. Dikatakan bahwa

pendidikan sebagai lahan yang subur untuk pembinaan generasi muda dan pewartaan

iman. Peranan Pendidikan tersebut sekaligus merupakan suatu sikap ambil bagian

dalam karya keselamatan Kristus untuk mengantar para siswa kepada cita-cita yang

luhur. Dilatarbelakangi oleh harapan Gereja terhadap peranan pendidikan tersebut,

maka Dewan Provinsi Kongregasi Bruder FIC di Indonesia menyelenggarakan

pembinaan secara intensif kepada generasi muda dengan tujuan untuk kemajuan

Gereja, masyarakat dan bangsa (Program Kerja SMA Pangudi Luhur Yogyakarta,

2007). Salah satu wujud yang ditampilkan adalah hadirnya Sekolah SMA Pangudi

Luhur Yogyakarta yang berdomisili di Jl. P. Senopati No. 18 Yogyakarta. Sekolah

SMA Pangudi Luhur ini tidak jauh dari pusat kota Yogyakarta dan tempatnya yang

strategis, mudah dijangkau dan aman serta sejuk karena dilengkapi dengan ruangan

yang berAC.

Pada awalnya SMA Pangudi Luhur Yogyakarta dikenal dengan SGA (Sekolah

Guru Atas). Berdiri bulan April 1942 yang dikelola oleh imam-imam Yesuit.

Kemudian pada tanggal 9 Agustus 1952 sekolah ini diserahkan kepada Bruder-bruder

FIC yang berpusat di Jl. Sutomo No 4 Semarang. Gedungnya saat ini digunakan SD

Pangudi Luhur. Sedang gedung SMA Pangudi Luhur yang saat ini dipakai adalah

gedung SMP Pangudi Luhur yang sekarang sudah pindah ke Timoho. Menurut data

sekolah (2007), sejarah berdirinya SMA pangudi Luhur secara kronologis dapat

diuraikan sebagai berikut:

Page 113: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

96

• Tahun 1942 berdirinya sekolah dengan nama SGA khusus untuk Putra dan

dikelola Imam-Imam Yesuit.

• Tahun 1952 SGAK menempati gedung di Jl. Senopati no 16 Yogyakarta milik

Bruder FIC

• Tahun 1965 SGAK resmi menjadi milik Yayasan Pangudi Luhur.

• Tahun 1973 SGAK berubah menjadi SPG dan menerima siswa putri

• Tahun 1987 SPG menempati gedung Jl. Senopati no 18 Yogyakarta

• Tahun 1989 SPG berubah fungsi menjadi SMA Pangudi Luhur

• Tahun 1992 SMA Pangudi Luhur dengan status disamakan

• Tahun 1997 SMA berubah menjadi SMU

• Tahun 1999 SMU menerima status disamakan

• Tahun 2003 SMU berubah menjadi SMA kembali

• Tahun 2005 menerima akreditasi A dari BAN.

2. Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur

Dalam bahasan ini akan diuraikan mengenai sekolah sebagaimana yang

diungkapkan dalam Program Kerja SMA Pangudi Luhur Yogyakarta (2007). Sekolah

SMA Pangudi Luhur merupakan tempat mewujudkan komunitas iman dengan cara

menempatkan Tuhan Sang Guru Sejati sebagai pusat hidup baik dalam upaya

membangun persaudaraan sejati maupun dalam menunaikan tugas karya

mendampingi kaum muda. Sekolah SMA Pangudi Luhur merupakan tempat

Page 114: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

97

pembinaan kaum muda menuju pribadi yang dewasa, beriman, berpengetahuan,

terampil, bermartabat, berbudi pekerti luhur serta terbuka menghadapi tantangan

zaman (Program Kerja SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, 2007).

Dikatakan merupakan tempat mewujudkan komunitas iman kerena sekolah

tersebut ingin sungguh-sungguh mendampingi kaum muda agar kaum muda memiliki

pribadi yang utuh dalam semua aspeknya. Pribadi yang dewasa, beriman,

berpengetahuan, terampil, bermartabat, berbudi pekerti serta siap mengahadapi

tantangan zaman. GE menyebutnya pendewasaan pribadi manusia dan makin

menyadari misteri keselamatan dan kurnia iman (GE 2). Sekolah SMA Pangudi

Luhur, dalam melaksanakan seluruh karyanya berdasar pada iman akan Yesus Sang

Guru. Iman akan Yesus Sang Guru akan memberi Roh-Nya menyemangati seluruh

anggota komunitas sekolah. Sehingga makin mampu menciptakan persaudaraan

sejati. Hal ini disebut dalam GE menciptakan rukun persahabatan (GE 5).

Para Bruder FIC pun memandang pentingnya peranan pendidikan itu sehingga

mereka mendirikan sekolah sebagai salah satu tempat untuk menyelenggarakan

pembinaan secara intensif generasi muda. Sekolah dimengerti sebagai tempat maupun

sarana yang tepat untuk mengembangkan kaum muda. Dalam hal ini SMA Pangudi

Luhur menggunakan kata lahan yang subur untuk pembinaan generasi muda

(Program Kerja SMA Pangudi Luhur, 2007). Lahan yang subur berarti tempat yang

baik dan sehat, dapat tumbuh dengan baik (KBBI, 1991: 967).

Dari uraian tentang sekolah serta tugas yang hendak dituntaskan sekolah seperti

yang terungkap di atas, semakin jelas bahwa sekolah sangat penting. Sekolah

Page 115: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

98

mempunyai peranan penting terhadap pembinaan kaum muda. Kaum muda menjadi

fokus perhatian demi mengembangkan Gereja, masyarakat dan bangsa (Program

Kerja SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, 2007). Hal ini sesuai sebagaimana yang

diungkapkan dalam dokumen GE. GE mengatakan bahwa Sekolah merupakan sarana

yang terutama bagi Gereja dalam menunaikan tugasnya di bidang pendidikan.

Sekolah sebagai salah satu bagian dari harta warisan bersama umat manusia dan

cukup besar maknanya untuk mengembangkan jiwa dan membina manusia (GE 4).

Dengan mengetahui sekolah serta cita-cita yang ingin diwujudkan seperti yang

diungkapkan di atas, boleh dikatakan bahwa ternyata sekolah SMA Pangudi Luhur

tidak jauh beda dengan hal yang dikemukakan dalam dokumen GE. Terlihat dengan

jelas bahwa sekolah SMA Pangudi Luhur tetap mengacu kepada dokumen tentang

Pendidikan Kristen.

Sekolah SMA Pangudi Luhur menerjemahkan sekolah sebagaimana yang

dikatakan dalam dokumen Gravissimum Eduationis yakni mengembangkan jiwa dan

membina manusia (GE 4). Sementara pribadi yang dewasa dimaksudkan sebagai

pribadi yang berkualitas tinggi, beriman, berpengetahuan, terampil, bermartabat,

berbudi luhur dan terbuka menghadapi tantangan zaman (Program Kerja SMA

Pangudi Luhur Yogyakarta, 2007).

Demikian pun Sekolah SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, hadirnya sekolah ini

karena sekolah dianggap sangat penting dengan maknanya yang besar dalam

pembentukan pribadi manusia yang utuh. Hadirnya sekolah SMA Pangudi Luhur

untuk menanggapi situasi zaman yang membutuhkan wadah untuk menempa generasi

Page 116: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

99

muda menjadi pribadi yang sempurna (Sejarah berdirinya sekolah SMA Pangudi

Luhur dalam Program kerja SMA Pangudi Luhur, 2007). Dengan demikian sekolah

menjadi suatu pusat kegiatan untuk memajukan hidup berbudaya dan bermasyarakat

serta beriman yang tentu saja melibatkan peran serta para guru, masyarakat, orang tua

maupun pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan. Sekolah SMA Pangudi Luhur

mengacu kepada pedoman-pedoman dan ajaran yang dituangkan dalam dokumen.

Konsili suci mengatakan bahwa Sekolah merupakan suatu pusat kegiatan maupun

kemajuan yang serentak harus melibatkan keluarga-keluarga, para guru, bermacam-

macam perserikatan yang memajukan hidup berbudaya, kemasyarakatan dan

keagamaan, masyarakat sipil dan segenap keluarga manusia (GE 5).

Hal yang sama juga disampaikan oleh Departemen Dokumentasi dan

Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia (1995: 269) yang mengatakan bahwa

“Sekolah Katolik merupakan tempat istimewa, untuk melalui perjumpaan nyata

dengan pusaka warisan budaya beroleh pendidikan integral.” Sebab sebagai lembaga

Katolik, sekolah itu mengacu kepada konsep kristiani tentang hidup yang berpusatkan

Yesus Kristus, yang pada Yesus Kristus semua nilai manusiawi menemukan

kepenuhan dan kesatuannya. Sekolah Katolik berusaha menjadi rukun hidup

pembina, yang dijiwai oleh semangat Injil kebebasan dan cinta kasih (Departemen

Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia 1995: 269).

Untuk semakin menekankan sumbangan sekolah dalam pembentukan pribadi

manusia, dokumen menjelaskan bahwa sekolah itu demikian penting dan maknanya

Page 117: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

100

yang begitu besar dalam pembentukan pribadi manusia. Dalam dokumen ditegaskan

demikian:

Sementara terus-menerus mengembangkan daya kemampuan akal budi,

berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan kemampuan memberi penilaian

yang cermat, memperkenalkan harta warisan budaya yang telah dihimpun oleh

generasi-generasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata nilai,

menyiapkan siswa untuk mengelola kejuruan tertentu, memupuk rukun

persahabatan antara para siswa yang beraneka watak perangai maupun kondisi

hidupnya, dan mengembangkan sikap saling memahami (GE 5).

Dalam pendampingan peserta didik yang melibatkan para guru, masyarakat,

orang tua dan pemerintah diwujudkan dalam hubungan baik dari pihak sekolah

dengan pihak yang terlibat. Hal itu terungkap dari hasil wawancara dengan kepala

sekolah maupun para guru. Sekolah menjalin hubungan kerjasama secara khusus

dengan para orang tua karena orang tua dianggap lebih mengenal dan mengetahui

situasi anak. Para guru mengungkapkan: “sangat baik kalau kita menjalin kerjasama

yang baik dengan para orang tua”. Berbagai pihak harus saling mendukung dan

bekerja sama dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Dan teristimewa juga sesama

guru yang hadir di sekolah, agar materi pelajaran berkelanjutan. Mereka

menambahkan, dalam mendampingi anak perlu kerjasama dengan sesama guru.

Dengan demikian, kesulitan yang dihadapi oleh para guru tidak terlalu berat serta

dapat ditangani dengan baik (Lampiran 2: Rangkuman hasil wawancara hal 5).

Dalam menjalin kerjasama dengan para orangtua murid, sekolah mempunyai

kesempatan untuk mengundang para orang tua hadir di Sekolah. Sekolah memberikan

alokasi waktu dan dana khusus untuk meningkatkan hubungan kerjasama dengan

Page 118: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

101

orang tua siswa (Program Kerja SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, 2007). Bahkan

dengan adanya sarana informasi yang semakin canggih saat ini sangat memudahkan

untuk mengetahui keadaan anak yang bersangkutan (Lampiran 2: Rangkuman hasil

wawancara hal 5). Semua itu dilakukan oleh pihak sekolah, karena pihak sekolah

menyadari bahwa orang tua siswa berkewajiban membantu penyelenggaraan

pendidikan termasuk juga dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling (Program

kerja SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, 2007).

Dalam membantu pihak sekolah mendampingi peserta didik, tanggapan para

orang tua sangat positif. Para orang tua cukup bersedia dengan segala aturan yang

berlaku di sekolah. Baik menyangkut pendanaan, maupun dalam mendidik anak.

Sehingga dalam pemenuhan sarana pra saranapun lebih mudah, asal arah dana yang

dialokasikan jelas dan tepat. Selain bekerjasama dengan para orang tua siswa, para

guru juga mempunyai jiwa pengabdian yang kuat serta mudah bekerjasama. Jadi

semua sumbangan itu merupakan hal yang turut mendukung terlaksanaannya

pendampingan terhadap generasi muda (Lampiran 2: Rangkuman hasil wawancara

hal 5).

3. Tujuan Sekolah SMA Pangudi Luhur

Sekolah SMA Pangudi Luhur mempunyai tujuan seperti yang dirumuskan oleh

konsili. Adapun tujuan Sekolah SMA Pangudi Luhur sebagaimana yang tertuang

dalam Program Kerja SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, 2007 adalah sebagai berikut:

Page 119: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

102

a. Menghasilkan peserta didik yang dapat diterima di Perguruan Tinggi yang

bermutu dan mampu menentukan pilihan sesuai dengan bakat dan kemampuan

peserta didik. Dalam dokumen GE 1 & 2 menyebutnya sebagai pendewasaan

pribadi manusia.

b. Menghasilkan peserta didik yang beriman dan bersikap profesional tanpa

membedakan agama, ras, suku, dan tingkat sosial. Dalam dokumen GE 2

menyebutnya mencapai kedewasaan penuh. Kedewasaan penuh maksudnya

supaya mereka yang telah dibabtis langkah demi langkah makin mendalami

misteri keselamatan, dan dari hari ke hari makin menyadari kurnia iman yang telah

mereka terima. Kemudian supaya mereka belajar bersujud kepada Allah Bapa

dalam Roh dan kebenaran (Yoh 4: 23), terutama dalam perayaan liturgi supaya

mereka dibina untuk menghayati hidup mereka sebagai manusia baru dalam

kebenaran dan kekudusan sejati (Ef 4: 22-24). Serta ikut serta mengusahakan

pertumbuhan mistik.

c. Menghasilkan peserta didik yang mempunyai kemampuan berorganisasi dan

bermasyarakat. Dokumen menyebutnya sebagai sumbangan mereka terhadap

kesejahteraan segenap masyarakat. Maksudnya mereka yang didik mencapai

kedewasaan iman, menyadari panggilan mereka dan melatih diri untuk memberi

kesaksian tentang harapan yang ada dalam diri mereka, nilai-nilai yang baik (1 Ptr

3: 15). Serta mendukung perubahan dunia menurut tata nilai kristen. Dengan

demikian nilai-nilai kodrati akan ditampung dalam perspektif menyeluruh manusia

Page 120: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

103

yang telah ditebus oleh Kristus. Hal itu merupakan sumbangan bagi kesejahteraan

segenap masyarakat (GE 2)

d. Menciptakan hubungan baik antara sekolah dengan orang tua, alumni, masyarakat

sekitar, sekolah lain, dan perguruan Tinggi maupun lembaga-lembaga lainnya

e. Melanjutkan dan mengembangkan sistem pemeliharaan seluruh sarana fisik yang

dimiliki sekolah agar tetap terpelihara, bersih dan rapi.

f. Selain kelima tujuan di atas, Sekolah SMA Pangudi Luhur juga tetap mengacu

kepada tujuan Pendidikan Menengah Umum yakni meningkatkan kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri

dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (PP RI no. 19 tahun 2005 tentang standar

nasional pendidikan pasal 26 ayat 2).

Dari uraian tentang tujuan sekolah SMA Pangudi Luhur di atas, sangat jelas

bahwa pendidikan itu harus mampu untuk mengembangkan pribadi manusia secara

integral. Selain itu untuk mencapai kebahagiaan serta mensejahterakan masyarakat

dan mengajak orang untuk berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat dalam

membangun masyarakat. Hal ini sesuai dengan gagasan yang diungkapkan oleh

Martino Sardi dalam bukunya, seminar tentang pendidikan, 2005. Kesejahteraan

umum haruslah tetap dicita-citakan dan diusahakan dengan sekuat tenaga oleh semua

orang. Khususnya dengan pendidikan, orang akan semakin disadarkan betapa hidup

manusia itu harus terarah ke aspek sosial, yakni kesejahteraan masyarakat (Sardi,

2005: 6).

Page 121: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

104

Mengacu kepada tujuan sekolah SMA Pangudi Luhur di atas, boleh dikatakan

bahwa Sekolah SMA Pangudi Luhur mengamini tujuan sekolah sebagaimana yang

dimuat dalam dokumen Gravissimum Educationis. Konsili suci menjelaskan bahwa

pendidikan itu haruslah membuahkan dimensi sosial yang berdaya guna bagi

masyarakat, oleh konsili dikatakan demikian:

Maka dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan, psikologi, pedagogi

dan didaktik, perlulah anak-anak dan kaum remaja dibantu untuk

menumbuhkan secara luas serasi bakat pembawaan fisik, moral dan intelektual

mereka. Dengan demikian mereka setapak demi setapak akan mencapai

kesadaran bertanggungjawab yang kian penuh, dan kesadaran itu akan tampil

dalam usaha terus-menerus untuk dengan seksama mengembangkan hidup

mereka sendiri. Sambil mengatasi hambatan-hambatan dengan kebesaran jiwa

dan ketabahan hati, mereka akan mencapai kebebasan yang sejati. Hendaklah

seiring dengan bertambahnya umur mereka menerima pendidikan seksualitas

yang bijaksana. Kecuali itu hendaknya mereka dibina untuk melibatkan diri

dalam kehidupan sosial sedemikian rupa, sehingga dibekali upaya-upaya

seperlunya yang sungguh menunjang mereka mampu berintegrasi secara aktif

dalam pelbagai kelompok rukun manusia, makin terbuka berkat pertukaran

pandangan dengan seksama, dan dengan suka rela ikut mengusahakan

peningkatan kesejahteraan umum (GE 1).

Sardi mengemukakan bahwa pendidikan harus dapat mengembangkan diri

manusia sebagai pribadi dalam segala aspeknya, sehingga seseorang itu dapat

berkembang dan tumbuh menjadi pribadi yang integral. Aspek fisik, psikis, moral dan

intelektual serta religius haruslah berkembang seirama dengan perkembangan dalam

pendidikan yang dikenyamnya. Dengan demikian pembinaan atau formasi diri

sebagai manusia yang bermartabat dengan integritas dirinya haruslah dikembangkan,

sehingga kebahagiaan sebagai tujuan hidup manusia ini akan tercapai. Dari sini

diharapkan juga kesejahteraan masyarakat akan dapat diraihnya pula (Sardi, 2005: 9).

Page 122: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

105

B. Visi Misi Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur

1. Visi Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur

Dalam mengelola sebuah sekolah visi sangat menentukan arah dasar, sasaran

yang ingin dicapai serta tujuan kegiatan-kegiatan dan kebijakan yang akan

diputuskan. Visi juga diharapkan dapat berfungsi sebagai dasar teologis, legitimasi

dan bahkan perutusan yang tidak hanya membenarkan dan menugaskan tetapi

menunjuk arah dasar yang harus ditempuh. Maka sebuah visi mutlak penting dan

jelas sehingga memberi persepsi dan deskripsi yang membantu mencapai tujuan yang

hendak dicapai. Demikianpun dengan sekolah SMA Pangudi Luhur, visi menjadi

penunjuk untuk mencapai sasaran yang hendak dicapai sekolah. Visi sekolah SMA

Pangudi Luhur adalah mewujudkan komunitas iman dengan cara menempatkan

Tuhan Sang Guru sebagai pusat hidup dalam upaya mengembangkan persaudaraan

sejati serta menanggung karya bersama dalam pendampingan kaum muda menuju

pribadi yang dewasa, beriman, berpengetahuan, terampil, bermartabat, berbudi luhur

dan terbuka menghadapi tantangan zaman (Program Kerja SMA Pangudi Luhur,

2007).

Dengan mempelajari visi sekolah SMA Pangudi Luhur di atas, boleh dikatakan

bahwa visi sekolah Katolik yang tertuang dalam GE tersebut ditindaklanjuti oleh

Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur. Dengan pribadi yang dewasa, beriman dan

berpengetahuan, terampil, berbudi luhur serta terbuka terhadap tantangan zaman

sudah merupakan sasaran yang akan dicapai. Dengan demikian mereka akan menjadi

pribadi yang siap pakai, unggul dalam bidang akademik maupun unggul dalam

Page 123: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

106

bidang karakter. Unggul dalam bidang karakter maupun dalam bidang akademik akan

menjadi teladan hidup merasul bagi masyarakat seperti visi sekolah Katolik yang

diungkapkan dalam dokumen GE 8. Mendidik para siswa guna mengembangkan

kesejahteraan masyarakat di dunia serta menyiapkan mereka untuk pengabdian demi

meluasnya Kerajaan Allah.

2. Misi Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur

Misi sebuah sekolah merupakan implementasi dari visi sekolah yang hendak

dicapai. Maka untuk mencapai visi sekolah seperti yang diungkapkan di atas, sekolah

SMA Pangudi Luhur mengupayakan usaha-usaha konkret dengan merumuskan misi

sekolah sebagai berikut: membantu, mendampingi siswa menemukan potensi yang

dimiliki untuk dikembangkan secara optimal serta melatih siswa mandiri,

bertanggungjawab, bermartabat dan berbudi luhur, menghargai, menghormati

sesamanya dan menerima diri sebagai pribadi yang unik sehingga menjadi pribadi

dewasa (Program Kerja SMA Pangudi Luhur, 2007).

Dengan rumusan yang diuraikan di atas, boleh dikatakan bahwa misi Sekolah

SMA Pangudi Luhur tidak persis sama dengan misi sekolah Katolik menurut

dokumen GE. Dalam dokumen GE dirumuskan demikian:

Sementara terus-menerus mengembangkan daya kemampuan akal budi

berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan kemampuan memberi penilaian

yang cermat, memperkenalkan harta warisan budaya yang dihimpun oleh

generasi-generasi masa lalu, meningkatkan kesadaran akan tata nilai,

menyiapkan siswa untuk mengelola kejuruan tertentu, memupuk rukun

persahabatan antara para siswa yang beraneka watak perangai maupun kondisi

hidupnya, dan mengembangkan sikap saling memahami (GE 5).

Page 124: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

107

Kendatipun terlihat ketidaksamaan antara misi sekolah SMA Pangudi Luhur

dengan misi yang dirumuskan dalam dokumen, tetapi fokus utama yang dicapai

adalah demi tercapainya pribadi manusia yang dewasa. Dan segala upaya yang

dilakukan sekolah semata-mata demi perkembangan pribadi manusia untuk memiliki

pengetahuan, keterampilan, kemandirian, bertanggungjawab, dan menghormati

sesama (Program Kerja SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, 2007).

C. Identitas Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur

Sekolah SMA Pangudi Luhur mempunyai ciri khas yang membedakan sekolah

tersebut dengan sekolah-sekolah lain. Hal itu disampaikan juga oleh para guru serta

para siswa SMA Pangudi Luhur Yogyakarta dalam wawancara 12 Mei 2007. Adapun

ciri-ciri sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur adalah lebih mengacu kepada ciri

menciptakan lingkungan hidup bersama di sekolah yang dijiwai oleh semangat

kebebasan Injili dan cinta kasih. Walaupun ciri lainnya tetap tidak diabaikan. Dalam

Data Sekolah (2007) disebutkan beberapa ciri sekolah SMA Pangudi Luhur sebagai

berikut:

1. Setiap pagi ada pendarasan mazmur dan renungan yang dipimpin seorang guru

maupun siswa secara bergantian

2. Pada jam 12.00 WIB adalah kebiasaan sekolah SMA Pangudi Luhur untuk

mendoakan doa Malaikat Tuhan

3. Doa mengakhiri jam pelajaran ketika hendak pulang sekolah

Page 125: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

108

4. Selain itu setiap bulan ada misa kudus di Gereja Kidul Loji maupun di sekolah,

misa kudus awal dan akhir tahun ajaran, perayaan Natal dan Tahun baru, Paskah,

serta pada saat pesta pelindung

5. Pendalaman iman dan kitab suci setiap hari Jumat

6. Kemudian kelas X dan XI ada kegiatan rekoleksi setelah mid-semester dan UAS.

7. Dan untuk kelas XII ada kegiatan Retret selama 4 hari di tempat yang sudah

ditentukan sebelumnya.

8. Sarana pra sarana yang mendukung untuk kegiatan keagamaan atau pendalaman

iman misalnya ruang doa yang dilengkapi dengan meja Altar dan

perlengkapannya, organ, kitab suci, dan buku ibadat lainnya.

Kesempatan-kesempatan yang tersedia itu bertujuan demi mendukung

perkembangan iman peserta didik. Dan semua usaha itu merupakan cara sekolah

untuk membantu menciptakan suasana sekolah yang dijiwai oleh semangat Injil

kebebasan dan cinta kasih. Hal ini sesuai dengan GE 8, yakni menciptakan

lingkungan hidup bersama yang dijiwai semangat Injil kebebasan dan cinta kasih.

Para guru mengatakan bahwa suasana keakraban dan persaudaraan di sekolah SMA

pangudi Luhur patut dibanggakan dan dipertahankan. Mereka menambahkan bahwa

suasana persaudaraan itu merupakan salah satu faktor yang membuat peserta didik

semakin banyak yang tertarik untuk sekolah di tempat tersebut. Persaudaraan yang

terjalin itu sangat kuat mengikat hubungan baik antar siswa maupun sesama guru

serta antara guru dengan siswa. Para siswa juga mengungkapkan hal yang sama yakni

pengalaman keakraban dengan teman-temannya serta dengan para gurunya. Mereka

Page 126: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

109

mengatakan bahwa mereka mengalami situasi yang berbeda saat mereka duduk di

bangku SMP di Yayasan lain, di mana suasana sekolah yang lebih bersifat

individualis serta para gurunya yang otoriter. Sementara dalam sekolah yang mereka

tempati, peserta didik merasa lebih bebas mengungkapkan pengalaman mereka ketika

mengalami kesulitan dalam proses belajar mengajar berlangsung (Lampiran 2:

Rangkuman hasil wawancara hal 6).

Berkaitan dengan ciri sekolah Katolik yang dijiwai oleh semangat Injil

kebebasan dan cinta kasih, sekolah SMA Pangudi Luhur juga punya kebiasaan

mengadakan kegiatan untuk saling mengoreksi satu sama lain. Kegiatan ini biasanya

diadakan sekali seminggu. Dalam kesempatan ini mereka membicarakan hal-hal yang

terkadang membuat ganjil suasana kebersamaan. Sehingga dengan pemecahan yang

ditempuh melalui kegiatan itu, semakin membantu mereka untuk memperlancar

komunikasi satu sama lain. Sekolah menyediakan waktu ± 30 menit. Kegiatan ini

lazim disebut dengan correctio fraterna (Lampiran 2: Rangkuman hasil wawancara

hal 5).

D. Peranan Guru dan Siswa di Sekolah SMA Pangudi Luhur

1. Peranan Guru di Sekolah

Dalam sekolah SMA Pangudi Luhur, guru menjadi pelaku utama dalam

pendidikan. Berlangsungnya tujuan, visi maupun misi sekolah, merupakan usaha para

guru serta kerjasama dengan pihak-pihak lain (Lampiran 2: Rangkuman hasil

Page 127: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

110

wawancara hal 3). Hal ini sesuai dengan gagasan yang diungkapkan dalam GE. GE

mengatakan bahwa peranan guru di sekolah adalah hal yang menentukan bagi sekolah

Katolik untuk dapat melaksanakan rencana-rencana serta usaha-usaha yang hendak

dicapai sekolah (GE 8).

Oleh karena para guru menjadi pelaku utama dalam pendidikan, maka dalam

tata tertib guru butir 20, dijelaskan bahwa para guru wajib mengembangkan

pengetahuan dan wawasannya demi meningkatkan profesi yang sesuai dengan

tuntutan masyarakat (Program Kerja SMA Pangudi Luhur 2007). Lebih lanjut

disebutkan beberapa peranan guru di sekolah yakni:

a. Pengajar

Sekolah SMA Pangudi Luhur menyadari bahwa peranan guru penting dalam

seluruh proses belajar mengajar. Terutama menyangkut kesiapan guru dalam tugas

mengajar. Maka sekolah mengusahakan agar guru-guru di sekolah SMA Pangudi

Luhur memiliki bekal yang memadai dalam tugas mengajar mereka. Hal ini sesuai

dengan himbauan dokumen GE yakni agar para guru disiapkan, supaya membawa

bekal ilmu pengetahuan profan maupun keagamaan yang dikukuhkan dengan ijazah-

ijazah semestinya, mempunyai kemahiran mendidik sesuai dengan perkembangan dan

penemuan modern GE 8). Dalam usaha memperoleh guru yang benar-benar siap,

baik dalam ilmu profan maupun keagamaan, sekolah SMA Pangudi Luhur dalam

penerimaan guru yang akan mengajar selalu diseleksi (Lampiran 2: Rangkuman hasil

wawancara hal 5).

Page 128: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

111

Kepala sekolah mengatakan bahwa untuk guru yang akan mengajar di sekolah

ini harus melalui seleksi yang cukup tinggi. Hal senada diugkapkan oleh para guru di

sekolah tersebut. Dalam proses seleksi diberikan kesempatan kepada calon guru

untuk melewati masa training selama satu tahun. Apabila sesuai dengan harapan

sekolah maka mereka diangkat menjadi guru honor. Dan selanjutnya beberapa tahun

kemudian sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Yayasan, mereka diangkat

menjadi guru tetap Yayasan. Sebaliknya apabila calon guru yang bersangkutan tidak

sesuai dengan yang diharapkan maka akan segera didrop out dari sekolah tersebut

(Lampiran 2: Rangkuman hasil wawancara 5 ).

Sesuai dengan peranan guru di sekolah berkaitan dengan kesiapan guru dalam

kependidikan Samana, (1994: 13) mengatakan setiap spesialisasi tenaga kependidikan

itu perlu berkualifikasi profesional, perlu dikoordinasikan secara kompak agar jasa

kependidikannya terhadap peserta didik menjadi optimal, berimbang serta utuh, dan

mempribadi. Perlu juga untuk menjalin kerjasama dengan banyak pihak, karena

membutuhkan jasa dari berbagai tenaga ahli sebab mengingat kegiatan kependidikan

itu bersifat kompleks. Maka demi kemudahan terbentuknya kerjasama antara tenaga

kependidikan yang ada dalam satu sekolah, para calon guru perlu dibekali dengan

seperangkat pengetahuan, ketrampilan keguruan, sikap keguruan, yang berhubungan

dengan spesialisasi keguruannya. Tidak boleh dilupakan juga bahwa seperangkat

pengetahuan lainnya sangat dibutuhkan misalnya, administrasi pendidikan,

bimbingan konseling, teknologi pengajaran, dan inovasi pendidikan yang

Page 129: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

112

memudahkan terjadinya koordinasi produktif antar guru dengan staf sekolah lainnya

(Samana, 1994: 13).

b. Pembimbing

Selain peranan guru sebagai pengajar di Sekolah, guru juga berperan sebagai

pembimbing. Semua guru punya peranan dalam membimbing peserta didik. Walau

guru-guru yang ada di sekolah SMA Pangudi Luhur telah mempunyai tugas masing-

masing sesuai dengan bidang studi yang mereka ampu, akan tetapi mereka tetap

terlibat dalam membimbing peserta didik. Karena tugas mereka sebagai guru adalah

juga membimbing peserta didik (Lampiran 2: Rangkuman hasil wawancara hal 3).

Dalam uraian tugas personel pelaksana layanan bimbingan juga dijelaskan

beberapa tugas para guru berkaitan dengan membimbing peserta didik. Secara singkat

ditegaskan bahwa semua guru turut ambil bagian dalam membimbing anak didik,

baik itu sebagai kepala sekolah, guru mata pelajaran, wali kelas, dan guru

pembimbing yang ada di sekolah tersebut. Seperti tugas guru mata pelajaran dalam

membimbing peserta didik disebutkan bahwa mereka mempunyai tugas membantu

pemasyarakatan layanan bimbingan kepada siswa, membantu guru pembimbing

mengidentifikasi kasus siswa, berpartisipasi dalam kegiatan khusus menangani

masalah siswa. Demikian juga dengan para guru lainnya, yang semuanya didukung

dengan adanya kerjasama di antara para guru tersebut (Program Kerja SMA Pangudi

Luhur Yogyakarta, 2007).

Page 130: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

113

c. Pendidik

Dalam mengutamakan betapa pentingya peranan guru dalam proses pendidikan,

guru tidak saja siap dalam wawasan dan pengetahuan tetapi juga siap dalam

kepribadian. Sebab seorang pendidik harus memiliki kepribadian yang utuh. Dalam

tata tertib guru butir 21 dikatakan “setiap guru mempunyai suatu kewajiban untuk

meningkatkan keselarasan, keserasian, keseimbangan rohani dan jasmani sehingga

terwujud penampilan pribadi yang mendukung dalam tugas mengajarnya” (Program

Kerja SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, 2007). Samana, menegaskan: Guru tidak

hanya mengajar ilmu sebanyak-banyaknya tetapi juga guru berperan sebagai

pendidik. Ia menambahkan guru sebagai tenaga kependidikan di sekolah mempunyai

eksistensi, guru sebagai pendidik profesional. Hal itu disebabkan oleh peranan guru

yang sangat dipentingkan. Ia menegaskan:

Kondisi masyarakat yang semakin maju, yang ditandai kadar rasionalisasi

dalam berkarya, yang mengutamakan efisiensi, yang menuntut disiplin sosial

yang tinggi terhadap warganya, yang berorientasi pada mutu (baik dalam proses

maupun hasil kerja), yang semakin menuntut kemampuan bekerja sama atau

berorganisasi di antara warganya, dan yang semakin menuntut warganya untuk

menguasai ilmu serta teknologi dalam segala bidang kehidupannya, semakin

gamblang bahwa masyarakat modern tersebut memerlukan sekolah dan atau

guru. Dengan kata lain, dalam kondisi masyarakat modern tersebut, jelaslah

bahwa orang tua (sepandai apa pun) tidak mampu membimbing anak-anaknya

dalam semua segi persiapan hidupnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa fungsi

sosial sekolah dan atau guru dalam masyarakat modern tersebut semakin

penting (Samana, 1994:13).

Komisi Pendidikan KWI MNPK dalam dokumen “Awam Katolik di Sekolah

sebagai Saksi Iman”, hal yang sama ditegaskan perhatian khusus kepada panggilan

menjadi seorang pendidik. Guru dimengerti sebagai pendidik yaitu orang yang

Page 131: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

114

membantu membentuk pribadi-pribadi manusia. Tugas guru itu lebih dari sekedar

memindahkan pengetahuan tetapi juga sebagai pendidik. Maka dalam pembentukan

pribadi manusia yang utuh, yang merupakan tujuan pendidikan harus mencakup

pengembangan segala kemampuan manusiawi siswa, sekaligus persiapan ke arah

kehidupan profesional, pembentukan kesadaran etis, dan sosial, kesadaran transenden

dan pendidikan agama. Maka setiap sekolah dan setiap pendidik di sekolah harus

berusaha membentuk pribadi-pribadi yang mantap dan bertanggungjawab yang

sanggup memilih secara bebas dan benar. Dengan demikian menyiapkan kaum muda

semakin membuka diri terhadap kenyataan dan membentuk dalam diri mereka ide

yang jelas tentang arti hidup (Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 51).

Dalam mengembangkan segi keilmuan para guru, sekolah SMA Pangudi Luhur

memberi kesempatan kepada para guru untuk mengikuti pembekalan-pembekalan

maupun studi bersama. Misalkan pertemuan dengan guru-guru yang ada dalam satu

Yayasan per bidang studi. Sekolah juga menerima lulusan yang benar-benar memiliki

kompetensi yang dilengkapi dengan izasah yang memadai seperti pada umumnya

lulusan SI. Sementara dalam memperkembangkan kepribadian guru, sekolah

memberi kesempatan kepada para guru untuk menimba kekuatan baru. Kegiatan yang

lazim mereka lakukan adalah mengadakan rekoleksi dan retret. Kegiatan ini

dilakukan sekali setahun bersama para guru lain yang berada dalam satu Yayasan

Pangudi Luhur (Program kerja SMA Pangudi Luhur, 2007). Hal itu diakui oleh para

guru di sekolah tersebut. Boleh dikatakan bahwa dalam pembinaan kepribadian

maupun bidang akademik, para guru selalu mendapat kesempatan yang memadai.

Page 132: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

115

Dan antara guru satu dengan yang lain saling bekerja sama, terbuka serta saling

bertukar pikiran (Lampiran 2: Rangkuman hasil wawancara hal 5).

Kesempatan yang diperoleh para guru dalam mengembangkan kepribadian

maupun dalam bidang keilmuan merupakan bekal kesiapan mereka dalam mengajar.

Dengan demikian, sebagaimana yang dikatakan oleh konsili bahwa panggilan

menjadi guru adalah merupakan pengabdian karenanya juga perlu untuk sungguh-

sungguh disiapkan. Karena pelayanan guru-guru itu sungguh-sungguh merupakan

kerasulan yang memang perlu dan benar-benar menjawab kebutuhan jaman sekarang

dan sekaligus merupakan pengabdian yang sejati kepada masyarakat (GE 8).

Panggilan sebagai guru harus dihayati secara sungguh-sungguh. Sebab

panggilan sebagai pendidik merupakan sikap memberi kesaksian tentang Kristus

Sang Guru. Dengan kata lain konsili menyebutkan guru adalah sebagai saksi iman

(GE 8).

d. Guru Sebagai Saksi Iman

Dalam Program Kerja SMA Pangudi Luhur Yogyakarta dikatakan bahwa

Tuhan Sang Guru adalah sebagai pusat hidup. Karena menjadi pusat hidup berarti

segala-galanya tergantung kepada Tuhan Sang Guru sekaligus juga menjadi tugas

mewartakan kasih-Nya. Maka menjadi guru berarti menjadi saksi yakni saksi akan

Kristus Sang Guru. Lewat pelayanan Kristus menjadi fokus yang dihadirkan.

Berkaitan dengan penghayatan panggilan guru sebagai saksi iman, guru-guru yang

berada di sekolah SMA Pangudi luhur mengalami jatuh bangun. Hal ini terungkap

Page 133: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

116

dari pengalaman para guru yang mengajar di sekolah tersebut (Lampiran 2:

Rangkuman hasil wawancara hal 3). Menjadi saksi iman itu harus menunjukkan

sikap-sikap antara lain:

1) Dewasa dan bertanggungjawab

Selain dari ungkapan para guru di sekolah SMA pangudi Luhur, dalam tata

tertib guru juga ditekankan agar para guru sungguh-sungguh menampilkan dirinya

sebagai pendidik. Dijelaskan demikian: setiap guru sanggup mengutamakan contoh

sebagai pendidik. Contoh sebagai pendidik itu yakni teratur bekerja dan teratur

membagi waktu, rapi berpakaian, sopan dalam tata bahasa, tegas dalam mengambil

keputusan, bersikap sebagai pribadi dewasa dan bertanggungjawab, tulus, guyub

dalam kerjasama dengan rekan-rekan sekerja serta memiliki disiplin. Dengan kata

lain para guru sebagai pendidik dihimbau agar menjadi ragi dan terang bagi

lingkungannya (Program Kerja SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, 2007).

2) Belajar dari Yesus Sang Guru

Para guru di sekolah SMA Pangudi Luhur mengatakan: panggilan sebagai guru

adalah panggilan yang sungguh-sungguh mau belajar dari Yesus Sang Guru. Menjadi

seorang guru tidak cukup hanya mentransfer ilmu kepada peserta didik, tetapi harus

dapat menghayati panggilannya sebagai pendidik yaitu mendidik anak. Mendidik

anak dimaksudkan membentuk anak menjadi pribadi yang baik. Dalam diri anak

sudah tertanam nilai-nilai yang baik maka tugas guru adalah mengusahakan agar

Page 134: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

117

nilai-nilai yang baik itu ditingkatkan. Sementara nilai yang kurang baik diarahkan

kepada nilai yang baik (Lampiran 2: Rangkuman hasil wawancara 4).

3) Pemberian diri secara total

Oleh karena pengaruh globalisasi, peserta didik cenderung terbawa arus

sehingga mereka ingin selalu hidup enak, nikmat, dan semua serba instan. Sementara

dalam proses belajar perlu berkonsentrasi dan usaha dalam belajar. Dengan situasi itu

kehadiran guru sangat dibutuhkan yakni guru yang benar-benar mau mendampingi

serta menciptakan iklim belajar yang kondusif sehingga siswa dapat belajar dengan

baik. Dalam proses belajar tidak cukup hanya hadir secara fisik tetapi juga secara

mental maupun secara keseluruhan pribadi siswa. Dengan maksud supaya pelajaran

dapat diterima dengan baik dan anak berpartisipasi serta aktif di dalam kelas

(Lampiran 2: Rangkuman hasi wawancara hal 4).

4) Sabar dan tidak membeda-bedakan

Dalam menghayati panggilan sebagai guru, seorang guru harus menanamkan

nilai-nilai humaniora. Setiap bidang studi diharapkan mampu menyampaikan pesan

moral kepada peserta didik. Tidak hanya tugas guru bidang studi agama, tetapi lewat

belajar apapun di sekolah harus mampu menanamkan nilai-nilai yang dapat

membentuk anak yang baik. Misalkan, melalui sebuah cerita atau naratif, seperti

cerita tentang hewan. Lewat cerita ini seorang guru harus dapat mengambil pesan

moral yang kemudian diolah serta dikaitkan dengan pengalaman siswa. Ataupun

Page 135: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

118

melalui belajar vocabulary, grammer, dan lain-lainnya. Semua itu dapat dihubungkan

dengan kegiatan sebagai pendidik dalam pembentukan sikap anak. Kesabaran pun

mutlak perlu agar kehadiran itu sungguh-sungguh menampilkan guru sebagai

pendidik yang bersedia dan hadir bagi anak didik. Dalam situasi seperti itu kita

menjadi saksi kehadiran Yesus Sang Guru dalam hidup kita. Sikap untuk membeda-

bedakan peserta didik, antara yang pintar dengan yang bodoh, yang cantik maupun

jelek, yang kaya dengan yang miskin harus dijauhi (Lampiran 2: Rangkuman hasil

wawancara hal 4).

5) Mendengarkan peserta didik

Para guru mengatakan bahwa menjadi guru yang baik adalah guru yang mau

belajar, melihat dan mendengarkan peserta didik serta para rekan guru lainnya.

Mereka mengatakan, dengan mau mendengarkan siswa, akan lebih mudah mengenal

dan mendekati serta masuk kepada pengalaman peserta didik. Memang menyadarkan

siswa yang terkadang nakal dan menjengkelkan, tidaklah mudah pasti memerlukan

proses. Dan dalam proses itu perlu adanya kesabaran, tidak semudah membalik

tangan. Maka dengan terbuka terhadap siswa dan mau masuk ke pengalamn mereka,

semua dapat diatasi. Dalam hal ini kerjasama dengan guru lain tentu saja tidak

diabaikan (Lampiran 2: Rangkuman hasil wawancara hal 4).

Dengan ungkapan yang dilontarkan oleh para guru di atas, semakin jelas bahwa

panggilan sebagai guru adalah merupakan panggilan yang luhur. Bahkan sangat

sesuai dengan tugas yang diterima dari Yesus sejak dari babtisan. Setiap orang

Page 136: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

119

kristen, siapapun itu mempunyai tugas yang sama dalam Gereja. Berkat babtisan

semua orang mengemban tugas sebagai imam, nabi dan raja. Tritugas Yesus yang

mereka emban ini mengharuskan mereka untuk melaksanakan tugas itu dengan

pengabdian kepada umat. Maka setiap awam yang dalam tugas-tugas imamat, nabi

dan raja dalam kerasulan mereka, merupakan partisipasi dalam tugas penyelamatan

Gereja sendiri (Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 46).

Kehadiran para guru yang memberikan diri sepenuhnya kepada peserta didik

dalam Sekolah SMA Pangudi Luhur boleh dikatakan terwujud sebagaimana yang

dikatakan oleh Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik. Membaharui tata dunia

dengan merasukkan inspirasi kristiani merupakan peranan khusus awam. Justru

dengan mampu menjadi guru yang mau melalui proses bersama dengan siswa dengan

dibimbing oleh Allah, di situlah tugas mereka sungguh benar-benar menjadi pendidik.

Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik mengatakan tugas guru adalah

menyehatkan lembaga-lembaga dan situasi dunia, apabila nampaknya merangsang

kepada perilaku dosa. Kaum awam harus mewartakan amanat Injil melalui tutur kata

dan memberikan kesaksian tentang amanat tersebut dalam perbuatan mereka. Dengan

demikian kehadiran Gereja dan Sang Penyelamat oleh Gereja terlaksana (Kongregasi

Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 47).

2. Peranan Anak didik

Dalam Pedoman Kerja SMA Pangudi Luhur dijelaskan bahwa siswa adalah

peserta didik yang berhak menerima pengajaran, pelatihan, layanan bimbingan serta

Page 137: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

120

konseling (Program Kerja SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, 2007). Anak didik

berperan serta ambil bagian dan aktif berpartisipasi dalam seluruh kegiatan belajar

mengajar. Siswa terlibat aktif untuk menciptakan komunitas sekolah yang dijiwai

oleh semangat Injil kebebasan dan cinta kasih. Sebab terciptanya suasana

kekeluargaan dan persaudaraan merupakan usaha anak didik juga (Lampiran 2:

Rangkuman hasil wawancara hal 4).

Dari pernyataan di atas, jelaslah bahwa peserta didik mempunyai peranan

dalam pendidikan di sekolah sesuai dengan potensi-potensi mereka. Anak didik

dalam suatu proses pendidikan tidaklah sama dengan bahan baku yang dimasukkan

ke dalam sebuah pabrik untuk menghasilkan sesuatu barang. Anak didik juga bukan

sebuah kertas putih yang siap ditulisi. Anak didik dalam proses pematangan menuju

pribadi dewasa dalam pelaksanaannya harus dijalankan dengan pendekatan yang tepat

dan berbeda-beda (Yusuf, 1986: 39).

Yusuf (1986: 39) mendefenisikan: anak didik adalah anak yang sedang

bertumbuh dan berkembang baik ditinjau dari segi fisik maupun dari segi

perkembangan mental. Pertumbuhan yang dimaksud adalah perubahan yang terjadi

dalam diri anak didik secara wajar yang menyangkut keadaan jasmaniah seperti

bertambah tinggi dan bertambah besar, sedangkan perkembangan menyangkut

jasmaniah dan rohaniah. Maka oleh konsili dikatakan “hendaklah seiring dengan

bertambahnya umur mereka menerima pendidikan seksualitas yang bijaksana.

Kecuali itu hendaknya mereka dibina untuk melibatkan diri dalam kehidupan sosial

sehingga dibekali upaya-upaya seperlunya yang sungguh menunjang mereka untuk

Page 138: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

121

mampu berintegrasi secara aktif dalam kelompok rukun manusia, makin terbuka

berkat pertukaran pandangan dengan seksama serta ikut dengan sukarela

mengusahakan peningkatan kesejahteraan umum (GE 1).

R.M Liebert, R.W. Paulus dan G.D. Strauss dalam Yusuf (1986: 39)

mengemukakan bahwa perkembangan adalah proses perubahan dalam pertumbuhan

dan kemampuan pada satu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan

lingkungan. Dan dalam hal pertumbuhan dan perkembangan, tiap-tiap individu

memerlukan bantuan orang lain. Teristimewa pendidik untuk membimbing

pertumbuhan dan perkembangan pada tiap tingkat sesuai dengan tugas perkembangan

tiap-tiap anak (Yusuf, 1986: 39).

Mengenai tugas perkembangan ini, Havighurst mengemukakan sebagai berikut:

“Tugas-tugas dalam perkembangan adalah tugas-tugas yang timbul pada atau kira-

kira pada masa perkembangan tertentu dalam kehidupan seseorang yang bilamana

berhasil menimbulkan kebahagiaan dan akan diharapkan pula pada tugas

perkembangan berikutnya. Tugas-tugas perkembangan itu bersumber pada

kematangan fisik, rangsangan dan tuntutan dari masyarakat dan norma-norma pribadi.

Dengan demikian pendidik harus memahami irama perkembangan masing-masing

anak pada tiap-tiap tingkat perkembangan dan umur sehingga memungkinkan

pemberian bantuan yang tepat dan berdaya guna (Yusuf, 1986: 39-40).

Ph. A. Khonnstamm dalam Yusuf (1986: 41), menyebutkan tahapan-tahapan

perkembangan dan tiap-tiap tahapan/masa perkembangan itu mempunyai ciri khas

yang berbeda-beda. Cepat atau lambatnya irama perkembangan masing-masing anak

Page 139: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

122

menyebabkan pula terjadinya perbedaan perorangan (individu differences) pada anak-

anak. Tahapan perkembangan itu sebagai berikut: (1) Masa bayi 0,0-1,6 disebut masa

vital, (2) Masa kanak-kanak 1,6-7,0 disebut masa estetika. (3) Masa anak sekolah 7,0-

12,0 disebut masa intelek, (4) Masa puber 12,0-18,0 dan masa adoselen 18,0-21,0.

masa puber dan masa adoselen disebut juga dengan masa sosial. Perkembangan tiap-

tiap diri individu dipengaruhi oleh kematangannya dalam aktivitas yang diikutinya.

Kesiapan/kematangan adalah merupakan motivasi dari dalam diri anak didik untuk

berperan serta dalam suatu aktifitas. Kekuatan dari dalam ini akan menimbulkan

reaksi yang responsif dan sekaligus akan menerima pendekatan yang bersifat

persuasif. Belajar dan latihan akan membantu pada perkembangan anak didik dalam

mewujudkan kesiapan/kematangannya. Peranan belajar/latihan ini kemudian diikuti

oleh pengalaman, akhirnya mengembangkan kematangan, dalam membentuk anak

didik (Yusuf, 1986: 41).

Berkaitan dengan peranan anak didik dalam suatu aktivitas ditentukan oleh

seberapa jauh partisipasi aktif dari anak didik yang diberikan oleh pendidik. Peran

aktif anak didik di lain pihak dipengaruhi oleh kemampuan anak didik sendiri dalam

mencernakan bahan yang diberikan pendidik sehingga memungkinkan interaksi

edukatif dalam situasi pendidikan yang menantang terarah dan bermakna (Yusuf,

1986: 40-41).

Yusuf menambahkan bahwa pengalaman anak didik adalah fenomena yang

sangat menentukan partisipasinya. Anak yang sudah berpengalaman akan lebih

mudah memecahkan suatu masalah dibandingkan dengan anak lain yang belum

Page 140: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

123

berpengalaman. Dapat dikatakan bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik

untuk kegiatan berikutnya (Yusuf, 1986: 40-41).

Dengan uraian di atas, menjadi jelas sebagaimana yang ditegaskan dalam

dokumen. GE mengatakan bahwa semua orang dari suku, kondisi atau usia manapun,

berdasarkan martabat mereka selaku pribadi mempunyai hak yang tak dapat

diganggu-gugat atas pendidikan. Pendidikan sudah merupakan hak azasi setiap orang.

Maka siswa mempunyai hak untuk mendapatkan pengajaran, dan karenanya hak

mereka janganlah dikebiri melainkan diusahakan agar haknya yang suci itu terpenuhi.

Mereka perlu dibantu untuk menumbuhkan secara selaras dan serasi bakat

pembawaan fisik, moral dan intelektual mereka. Dengan demikian mereka setapak

demi setapak akan mencapai kesadaran bertanggungjawab yang kian penuh dan

kesadaran itu akan tampil dalam usaha terus menerus untuk dengan seksama

mengembangkan hidup mereka sendiri (GE 1).

E. Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur Sebagai Tempat Pewartaan Iman

Keterlibatan Gereja dalam dunia pendidikan menjadi hal yang penting, sebab

sekolah adalah tempat yang tepat bagi Gereja mewartakan kabar gembira

keselamatan bagi semua orang teristimewa dalam komunitas sekolah. Maka

sebagaimana pentingnya sekolah sebagai pewartaan iman, demikian juga dengan

kehadiran Sekolah SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Berdirinya Sekolah SMA

Pangudi Luhur dilatarbelakangi oleh harapan Gereja akan peran pendidikan sebagai

lahan yang subur untuk pembinaan generasi muda dan pewartaan iman Dengan

Page 141: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

124

demikian keterlibatan Sekolah dalam karya keselamatan Kristus manjadi nyata

dengan mengantar siswa sampai kepada cita-cita yang luhur (Program Kerja SMA

Pangudi Luhur, 2007).

Dalam visi Sekolah Katolik SMA Pangudi Luhur hal yang sama diungkapkan.

Sekolah Katolik merupakan sarana pewartaan, ditegaskan demikian:

Sekolah SMA Pangudi Luhur Yogyakarta merupakan tempat mewujudkan

komunitas iman dengan cara menempatkan Yesus Sang Guru sejati sebagai

pusat hidup dalam upaya membangun persaudaraan sejati, serta menanggung

karya bersama dalam pendampingan kaum muda menuju pribadi dewasa,

beriman, berpengetahuan, terampil, bermartabat, berbudi pekerti luhur dan

terbuka mengahadapi tantangan zaman (Pedoman Kerja SMA Pangudi Luhur,

2007).

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa Sekolah SMA Pangudi Luhur

mangamini apa yang dikatakan oleh konsili mengenai sekolah yakni sebagai sarana

Gereja dalam mewartakan karya keselamatan Kristus. Sekolah SMA Pangudi Luhur

menjadi tempat pewartaan iman kepada peserta didik beserta komunitas sekolah

keseluruhan. Hal ini semakin dipertegas oleh konsili suci dalam dokumen GE yang

mengatakan demikian:

Pendidikan termasuk tugas Gereja bukan hanya karena masyarakat pun harus

diakui kemampuannya menyelenggarakan pendidikan, melainkan karena Gereja

bertugas mewartakan jalan keselamatan kepada semua orang, menyalurkan

kehidupan Kristus kepada umat beriman, serta tiada hentinya penuh perhatian

membantu mereka supaya mampu meraih kepenuhan hidup (GE 3).

Lebih lanjut dokumen itu menekankan bahwa Gereja wajib menyelenggarakan

pendidikan, supaya seluruh hidup anak didik diresapi semangat Kristus. Dan Gereja

sangat mendukung agar penyempurnaan pribadi manusia seutuhnya terlaksana,

Page 142: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

125

kesejahteraan umum atau kesejahteraan masyarakat terjamin dan dunia ini dapat

berkembang lebih manusiawi (GE 3). Dalam bagian pendahuluan, hal yang sama juga

diungkapkan:

Adapun untuk melaksanakan perintah pendirinya yang ilahi, yakni mewartakan

misteri keselamatan kepada semua orang dan membaharui segalanya dalam

Kristus, Bunda Gereja yang kudus wajib memelihara perihidup manusia

seutuhnya, juga di dunia ini sejauh berhubungan dengan panggilan surgawinya.

Maka Gereja berperan serta dalam pengembangan dan perluasan pendidikan

(GE pendahuluan).

Dalam menunaikan tugas Gereja mendidik, Gereja memperhatikan segala

upaya yang mendukung, terutama upaya-upaya khas bagi Gereja. Upaya khas yang

dimaksudkan ialah pendidikan kateketis yang menyinari dan meneguhkan iman,

menyediakan santapan bagi hidup menurut semangat Kristus, mengantar kepada

partisipasi yang sadar dan aktif dalam misteri liturgi, dan membangkitkan semangat

dalam kegiatan merasul (GE 4).

Page 143: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

126

BAB V

PEMIKIRAN UPAYA PENINGKATAN PENGHAYATAN

PROFESI PENDIDIK SEBAGAI PANGGILAN

DI SEKOLAH KATOLIK SMA PANGUDI LUHUR

Dalam Bab V ini akan difokuskan pada pemikiran peningkatan penghayatan

panggilan sebagai pendidik. Peningkatan penghayatan panggilan sebagai pendidik ini

menjadi sangat penting karena sebagai seorang pendidik perlu untuk masuk kepada

hakikat maupun karakter sebagai pendidik. Pendidik harus tumbuh dan berkembang

sesuai dengan karakternya sebagai pendidik. Dan dalam upaya peningkatan

pengahayatan panggilan sebagai pendidik itu dapat ditempuh dengan bermacam cara.

Untuk menanggapi pengarahan Gravissimum Educationis dan berdasarkan

keadaan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta bahasan ini lebih difokuskan pada

pemikiran upaya peningkatan panggilan sebagai pendidik. Sengaja ditentukan pada

batas pemikiran, karena isi dokumen sangat penting dan upaya peningkatan

penghayatan panggilan sebagai pendidik dihadapkan kepada sekolah sebagai

lembaga. Sekolah sebagai sebuah lembaga, tentu saja sudah punya kegiatan

peningkatan penghayatan panggilan sebagai pendidik. Dan dari sejumlah kegiatan

penghayatan panggilan sebagai pendidik, sekolah telah melakukan kegiatan rekoleksi,

maupun retret. Selain itu sekolah juga biasa mnyelenggarakan kegiatan diskusi

maupun saling bertukar pikiran antar guru sesama bidang studi yang ada dalam satu

Yayasan Pangudi Luhur. Maka berdasarkan dokumen yang telah ditelaah, uapaya

Page 144: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

127

peningkatan pengahayatan panggilan sebagai pendidik akan terbatas pada

kemungkinan dan refleksi.

A. Penghayatan Panggilan Sebagai Pendidik

1. Syarat Sebagai Subyek Pendidikan

GE 8 menghimbau “hendaknya para guru menyadari, bahwa terutama peranan

merekalah yang menentukan bagi sekolah katolik, untuk dapat melaksanakan

rencana-rencana dan segala usaha yang hendak dicapai sekolah. Oleh karena itu,

sebagai subyek pendidikan mereka perlu untuk menyadari syarat-syarat untuk dapat

berperan sebagai pendidik (Nashir , 1979: 57).

Nashir mengemukakan dua syarat untuk dapat berperan sebagai pendidik yakni

syarat materil dan syarat formal. Lebih lanjut ia menjelaskan kedua syarat tersebut,

yakni:

a. Syarat materil

Syarat materil adalah sikap jiwa sebagai pendidik yakni kesadaran subyek sebagai

apa dan siapa dia, dan dengan kekuatan batin menunjukkan pengaruhnya kepada anak

didik, menyampaikan tindakan dan pengarahan jiwa ke arah tujuan. Dan itu harus

beresonansi dengan jiwa si anak (Nashir, 1979: 57).

GE mengatakan: “memang sungguh indah dan beratlah panggilan sebagai

pendidik. Panggilan itu memerlukan bakat-bakat khas, budi, maupun hati, menuntut

persiapan yang amat seksama dan kesediaan untuk terus menerus untuk pembaharuan

dan penyesuaian diri” (GE 5). Nashir juga mengungkapkan hal yang sama, bahwa

Page 145: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

128

tugas mendidik itu adalah suatu yang sulit dan halus. Ia menambahkan pendidik

diharapkan mampu seolah meraba hatinya sendiri dan hati anak didiknya. Dalam

kesadarannya ia hendaknya dapat merasakan suatu gerak bahwa gelombang jiwanya

memang diterima oleh alat penerima jiwa anak didik sebagai layaknya pemancar

radio pada gelombang yang sama (Nashir, 1979: 57).

Nashir (1979: 57), mengatakan adanya kontak riil yaitu kasih sayang dimana

jiwa dengan jiwa itu beresonansi. Memang keadaan yang ideal sebagai pendidik tidak

selalu dapat dikembangkan oleh tiap-tiap orang sebagai pendidik. Tetapi dengan

penyadaran diri dan instropeksi akhirnya secara halus akan mengetahui situasi-situasi,

momen-momen, saat-saat seorang menjadi merosot kepribadiannya. Ia menyebutkan

ada lima lapis yang tetap jalan/bergerak dalam diri manusia berkaitan dengan

penyadaran atau intropeksi diri yakni:

• Lapis anorganis= benda mati yaitu isi perut yang menjaga keseimbangan

• Lapis vegetatif= tumbuh-tumbuhan, yaitu zat-zat dan badan kita yang tumbuh

terus, sehingga badan diri kita setahun yang lampau umpamanya, bukanlah diri

kita (badan kita) waktu kini

• Lapis animal, dimana kita dikuasai oleh gerak-gerak otomatis yang tak disadari

• Lapis human, dimana gerak-gerik itu disenter oleh lampu jiwa yang menyadari,

menerangi, mengukur dan menilai (konsientia, insan kamil, hati nurani)

• Lapis absolut, yaitu kesadaran yang lebih luas yang menembus keluasan yang

tidak hanya bersifat lingkungan terbatas.

Page 146: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

129

Dalam hal inilah peranan yang paling sulit dari pada jiwa seorang pendidik.

Praktis dia sebetulnya harus mendidik diri, harus conscientious, untuk bisa secara

konsisten menjaga kondisi kemurnian jiwa yang bisa memberi pengaruh positif

secara pedagogis (Nashir, 1979: 58).

b. Syarat formal

Syarat-syarat formal ialah kedudukan-kedudukan yang di dalamnya terkandung

fungsi mendidik. Adalah suatu ketidak-klopan antara syarat formil dan syarat materil,

bila kita melihat pengaruh-pengaruh pedagogis itu antara pendidik dan anak didik

tidak cocok atau malah terbalik. Malah bukannya dari orang dewasa momen-momen

pedagogis yang diimbaskan sesuai dengan ketentuan-ketentuan di atas, bahkan anak

kecil yang memberikan pengaruh-pengaruh pedagogis. Sebaliknya orang yang

kedudukannya mendidik, tidak selalu bersifat mendidik. Namun beban mengisi nama

itu dengan isi yang benar tentu terletak pada orang-orang yang telah diberi nama

sebagai pendidik (Nashir, 1979: 58-59).

Maka untuk mengantisipasi situasi seperti yang dikemukakan oleh Nashir

tersebut diperlukan kualitas-kualitas sebagai seorang pendidik. Menjadi pendidik

berarti pula mempunyai kelebihan dan karena kelebihannya itu seseorang bernama

pendidik. Kelebihannya itu terletak di dalam kualitasnya. Tetapi perlu disikapi agar

penggunaan istilah kelebihan, tidak menyebabkan seorang pendidik terlalu berpegang

teguh kepada kelebihannya, seolah-olah ia sudah tahu benar bahwa memang ada

kelebihannya itu dan tahu seberapa besar. Hal ini sering merupakan kepicikan

Page 147: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

130

pendidik, sehingga tidak jarang pendidik bersifat menekan kemajuan dan

perkembangan anak didiknya (Nashir, 1979: 60).

Nashir mengemukakan kelebihan-kelebihan pendidik yakni kelebihan dalam

tanggungjawabnya. Pendidik harus bertanggungjawab dalam tiap-tiap sikap, tindakan

dan perbuatannya sendiri dan juga ikut mempertanggungjawabkan segala sesuatu dari

pihak si anak. Anak yang di bawah didikannya adalah di bawah pengasuhnya. Di

bawah tanggungjawab ini ia mempunyai hal untuk mengontrol, menghukum dan

menguasai. Jelas hal ini akan berbahaya apabila tidak digunakan pada tempat, situasi

dan kondisi. Karena itu alat-alat batin itu dipahami dan dipelajari dengan sebaik-

baiknya. Sehingga tidak sampai dipergunakan dengan cara eksessif merusak anak

didik (Nashir, 1979: 37).

Kelebihan dalam tingkat kedewasaan pun menjadi kelebihan pendidik. Baik itu

kematangan fisik dengan usia yang lebih dewasa maupun kualitas dari segi-segi

kecerdasan, kepandaian, kesosialan dan budi pekerti. Kelebihan dalam kekuatan

kepribadian. Seorang pendidik tentu mempunyai kepribadian yang lebih kuat

kemauannya untuk memungkinkan mampu memberikan pengaruh kepada anak

didiknya. Nashir menegaskan hal yang diuraikan itu demikian: bahwa pendidik

memanifestasikan kelebihannya dalam bentuk bimbingan dan asuhannya, sedangkan

anak didik memanifestasikan pengakuan kelebihanya itu dalam bentuk kepatuhannya

berdasarkan kehendaknya sendiri yang bebas (Nashir, 1979: 37).

Pola senioritas (kesesepuhan) yang tradisional membawa komplikasi-

komplikasi kejiwaan kepada generasi muda. Maka tejadilah “generatio gap”, jurang

Page 148: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

131

kejiwaan antara generasi tua dengan generasi muda. Akibat dari keadaan ini timbul

problematika pedagogis yakni si tua terlalu lamban menghayati perkembangan

manusia, sehingga pada waktu-waktu yang tidak patut lagi, ia masih berpegang pada

kelebihan-kelebihannya. Selanjutnya si muda yang amat cepat berkembangnya segera

“mendurhaka”, menyinggung pola-pola senioritas tradisionil orang tua, sehingga

orang tua menjadi kaget. Kemudian si orang muda yang tidak mau mendurhaka, tapi

merasa kekangan senioritas, memperkembangkan kepribadian terpecah jiwa, bermuka

dua, munafik dan hypokritis (Nashir, 1979: 60-61).

2. Kualitas-Kualitas Sebagai Seorang Pendidik

Berdasarkan gambaran di atas, dalam proses kejiwaan dituntut suatu kualitas:

tact, kebijaksanaan, keluwesan pandangan, bahwa hidup ini suatu eftafette

kemanusiaan bersiasat. Nashir (1979: 61) mengatakan seorang pendidik perlu

memiliki kualitas yang merupakan keharusan yakni kedewasaan, kewibawaan,

kekuatan kepribadian, kedudukan sosial ekonomi dan kekompakan sesama pendidik

dalam satu tim.

a. Dewasa

Nashir memberi defenisi kedewasaan adalah istilah relatif untuk menunjukkan

tahap partisipasi kepribadian seseorang sudah diterima dalam masyarakat. Tentu saja

dilihat kematangan umur dan kedewasaan fisik. Tetapi kedewasaan yang dimasudkan

di sini lebih- lebih pada kedewasaan dalam berpikir, yakni mampu menjawab

Page 149: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

132

persoalan secara bertanggungjawab, dewasa dalam pegetahuan, dewasa dalam

perasaan (mengontrol dan mengenadikan perasaannya), serta dewasa dalam tingkah

laku (Nashir, 1979: 62).

b. Kewibawaan

Mendidik dengan jiwa kasar akan memperkosa jiwa yang dididik. Anak

manusia dan manusia lain yang perlu dididik bukanlah robot yang boleh dan

dijadikan “semau gue”. Sikap jiwa kasar akan membangkitkan kekasaran pada objek

yang dididik. Maka sikap pendidik harus demokratis, lebih conscientious, lebih

mawas diri, merasakan betul kehendaknya secara halus resonansi antara jiwa

pendidik dengan anak didik. Dalam hubungan dengan subyek, anak didik diangkat

menjadi subyek menjadi sesama hidup, anggota setaraf dalam dalam kehidupan,

bukan menjadi obyek yang bergaya robot, tetapi subyek yang ingin hidup, mandiri,

mengejar kemajuan yang pada tingkat pertama memerlukan bantuan orang lain yang

disebut sebagai pendidik (Nashir, 1979: 65).

c. Kekuatan kepribadian

Kekuatan kepribadian sebaga i bagian dari kualitas sebagai pendidik. Nashir

mengemukakan bahwa orang harus menunjukkan kediriannya, arti dirinya di tengah

masyarakat. Seorang dengan kepribadiannya= personality sendiri dianggap orang

yang mandiri, dewasa dan diperhitungkan di tengah masyarakat, karena tidak lebur di

tengah massa masyarakat. Ia mempunyai warna sendiri, tidak takut menjadi pusat

Page 150: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

133

perhatian, ikut menyumbang masyarakat dengan karya dan pendapat yang baru yang

menggugah masyarakat, yang mendidik masyarakat (Nashir, 1979: 65-66).

d. Kedudukan sosial

Kedudukan sosial atau status sosial membentuk pola kepribadian seseorang

sebagaimana juga pola-pola kepribadian memberi pengaruh kepada kedudukan

sosialnya. Maka diperlukan kecerdasan IQ untuk memperkembangkan kemampuan

berperan sesuai dengan statusnya. Status sosial yang bersangkutan dengan kedudukan

ekonomi, otomatis memberi pengaruh pada sikap pribadi individu. Si miskin merasa

lebih tertekan, si kaya merasa lebih bebas. Untuk nilai perjuangan, kepribadian yang

maju jadi unggul, banyak berasal dari kelompok-kelompok yang lebih sulit secara

relatif. Pribadi-pribadi itu menjadi unggul karena ia ditantang oleh kesulitan dan

rintangan tapi ia mampu mengatasi tantangan itu. Untuk itu agama berperan

membangkitkan daya juang pada pribadi-pribadi dalam kondisi ekonomi lemah

(Nashir, 1979:70).

e. Kekompakan

Istilah lain dari kekompakan adalah teamwork, keserasian kerja. Yang berarti

keserasian yang terjadi pada beberapa orang yang terikat dalam suatu tugas yang

sama. Teamwork ini dimaksudkan untuk dapat memperlancar jalannya fungsi

mendidik yang mengalami kesulitan. Kemampuan berkomunikasi yang menjadi

syarat. Nashir manambahkan perlunya usaha-usaha untuk terus menerus

Page 151: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

134

meningkatkan usaha terjalinnya dialog dengan baik yakni dengan belajar,

meningkatkan pengetahuan, membaca buku, membiasakan berdiskusi untuk

mendapatkan rumus atau kesimpulan bersama. Tentu saja tidak dilepaskan sikap

penguasaan diri, tenang berpikir dan sabar (Nashir, 1979:71).

3. Menghayati Profesi Pendidik Sebagai Panggilan

Penghayatan secara kongkret suatu panggilan guru di sekolah Katolik

memerlukan pendidikan yang tepat, baik di bidang keprofesionalan maupun

keagamaan. Terutama sekali hal itu menuntut pendidik agar memiliki kepribadian

dengan kematangan hidup rohani yang diungkapkan dalam kehidupan kristen yang

mendalam. “Panggilan itu”, kata konsili Vatikan II yang berbicara tentang para

pendidik, menuntut persiapan yang amat seksama”. Karena itu para guru hendaknya

dilatih dengan bimbingan khusus, sehingga mereka dapat diperkaya dengan

pengetahuan sekuler dan agama yang dijamin tepat dan dapat dilengkapi dengan

ketrampilan mendidik yang mencerminkan penemuan-penemuan zaman modern (GE

8).

Kebutuhan akan pendidikan yang memadai sering dirasakan sangat mendesak

dalam bidang keagamaan dan kerohanian. Maka perlu kesadaran yang tidak terbatas

pada keprofesionalan tetapi juga kesadaran bahwa apa yang mereka lakukan

merupakan pelaksanaan dari suatu panggilan. Dengan demikian akan membantu

mereka mempertimbangkan keadaan pribadinya dalam bidang yang begitu pokok

bagi pelaksanaan sepenuhnya dari panggilan mereka sebagai pendidik. Hal yang

Page 152: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

135

dipertaruhkan begitu sangat penting sehingga kesadaran akan hal itu akan merupakan

dorongan kuat untuk melaksanakan usaha-usaha yang diperlukan, yaitu mendapatkan

apa saja yang selama ini barangkali kurang dalam pendidikan, dan memelihara secara

memadai semua yang telah didapat (Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik,

1991: 72)

Menjalani panggilan sebagai pendidik, pendidikan agama tidak berakhir dengan

selesainya pendidikan dasar. Pendidikan agama harus menjadi bagian dari pelengkap

dari pendidikan keprofesionalan seseorang. Dengan demikian harus seimbang dengan

iman yang dewasa, kebudayaan manusia dan panggilan khusus awam. Berarti

pendidikan agama harus diarahkan ke pengudusan pribadi maupun tugas kerasulan

karena hal itu merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam panggilan

kristen (Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik, 1991: 73).

Pendidik juga perlu untuk mengikuti perkembangan pendidikan sebab

panggilan seorang pendidik meminta kesediaan secara terus menerus untuk memulai

lagi dan menyesuaikan. Kalau kebutuhan untuk mengikuti perkembangan

berlangsung terus-menerus maka pendidikan harus lestari. Kebutuhan itu tidak

terbatas pada pendidikan keprofesian, kebutuhan itu mencakup pendidikan agama dan

pada umumnya pengembangan pribadi seutuhnya (Kongregasi Suci untuk Pendidikan

Katolik, 1991: 75)

B. Berbagai Cara Peningkatan Penghayatan Panggilan Sebagai Pendidik

1. Kelompok Studi

Page 153: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

136

Mengingat pentingnya dokumen yang memuat pedoman-pedoman maupun

ajaran-ajaran tentang pendidikan, maka diantara para guru perlu untuk mengetahui isi

dokumen tentang pendidikan. Dokumen akan memberi pemahaman dan arah yang

sangat jelas terhadap peranan para guru sebagai pendidik. Maka dalam hal ini studi

tentang dokumen merupakan tawaran demi peningkatan penghayatan panggilan

sebagai pendidik. Hal ini dapat dilaksanakan dengan kelompok-kelompok studi.

Studi dokumen ini akan memperlengkapi serta memperkaya pemahaman para

guru sebagai pendidik. Studi dokumen akan memberi sumbangsih kepada sesama

guru sehingga mengantar para guru kepada refleksi akan peranan kehadiran mereka

sebagai pendidik. Dengan berani berefleksi, para guru akan selalu membenahi diri

baik itu menyangkut guru sebagai pengajar, pembimbing, pelatih dan sekaligus

sebagai pendidik. Dengan demikian, makna kehadiran mereka sangat penting dan

memberi pengaruh terhadap peserta didik.

Sumber-sumber atau bahan studi sangat dimungkinkan dari dokumen tentang

pendidikan kristen atau yang dikenal dengan Gravissimum Educationis. Selain itu

dokumen lain yang dikeluarkan oleh Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik

yakni dokumen tentang sekolah Katolik, Awam Katolik di Sekolah sebagai saksi

iman serta Dimensi religius pendidikan. Semua dokumen yang disebutkan itu

berbicara tentang ajaran dan pedoman Gereja tentang pendidikan Katolik.

Pelaksanaan studi tentang dokumen ini sangat mungkin sebab sekolah selalu

memberi kesempatan kepada para guru untuk mengadakan kegiatan untuk saling

bertukar pikiran dan berdiskusi. Maka bahan-bahan yang dimuat dalam dokumen

Page 154: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

137

sangat tepat menjadi bahan diskusi demi perkembangan serta peningkatan

penghayatan panggilan sebagai pendidik. Dengan demikian mereka semakin

menampakkan kehadiran Gereja lewat kesaksian hidup dan tugas mengajar mereka.

Para guru akan memberi kesaksian akan Kristus Sang Guru yang menyelamatkan

semua orang.

2. Seminar-seminar

Selain studi tentang dokumen, merupakan tawaran juga seminar tentang

dokumen maupun sarasehan-sarasehan. Seminar-seminar yang lazim dilakukan

dewasa ini merupakan cara yang tepat. Sebab dengan seminar yang dilakukan tidak

terlalu menyita waktu peserta seminar, mengingat para peserta juga memiliki

kesibukan masing-masing. Tetapi peserta akan dibekali hal-hal yang berguna bagi

pembentukan diri mereka terutama dalam tugas mengajar mereka.

Kendatipun studi kelompok, seminar-seminar, maupun sarasehan menjadi

tawaran, namun untuk pelaksanaan kegiatan ini, semua tergantung kepada sekolah

sebagai lembaga pendidikan. Akan tetapi hal ini menjadi pemikiran aga r dokumen

dikenal oleh para guru dan juga demi peningkatan penghayatan panggilan sebagai

pendidik. Upaya sosialisasi dokumen harus selalu diperhatikan sekolah sebagai

lembaga pendidikan.

3. Retret dan Rekoleksi

Page 155: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

138

Istilah retret dan rekoleksi sudah biasa kita dengar. Malahan kegiatan retret dan

rekoleksi sudah lazim dilaksanakan jemaat secara khusus para religius dan imam

diosesan. Rekoleksi berasal dari kata recollection, yang dimengerti sebagai usaha

untuk memperkembangkan kehidupan iman atau hidup rohani. Sementara retret

berasal dari kata Perancis yakni la retraite yang berarti pengunduran diri, menyendiri,

menyepi, menjauhkan diri dari kesibukan sehari-hari, meninggalkan dunia ramai.

Dalam bahasa Indonesia biasa disebut khalwat yang juga berarti mengasingkan diri

ke tempat sunyi (Mangunhardjana, 1985: 7).

Yang dilakukan dalam rekoleksi mirip dengan hal yang dilakukan dalam retret.

Kita meninjau karya Allah dalam diri kita, cara kerja serta bimbingan-Nya dan

tanggapan kita terhadap karya Allah itu. Seperti dalam retret bahan yang diolah dalam

rekoleksi diambil dari pengalaman hidup yang sudah dijalani sebelumnya

(Mangunhardjana, 1985: 18). Maka sebagaimana sekolah mempunyai kebiasaan

mengadakan retret maupun rekoleksi sekali setahun, sangatlah baik kalau kegiatan ini

terus ditingkatkan. Kegiatan rekoleksi maupun retret akan menggugah hati para

peserta, dalam hal ini para guru akan tugas dan makna kehadiran mereka sebagai

pendidik. Selain mereka menyadari akan besarnya kasih Tuhan kepada mereka,

mereka juga akan merenungkan tanggapan mereka terhadap kasih Tuhan itu melalui

tugas mengajar mereka.

Setelah merenungkan kasih Tuhan serta tanggapan mereka terhadap kasih

Tuhan tersebut, mereka pasti akan memperoleh kekuatan rohani. Selain kekuatan

rohani mereka akan membangun niat-niat yang menghantar mereka pada

Page 156: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

139

pengahayatan panggilan sebagai pendidik. Untuk bahan permenungan dapat

digunakan dari dokumen, sebagaimana arahan dokumen tentang ajaran dan pedoman

pendidikan Katolik. Dengan demikian hidup mereka akan selalu berpusat pada

Kristus Sang Guru.

C. Katekese

Berbagai cara yang telah diuraikan di atas, akan menghantar para guru kepada

penghayatan panggilan sebagai pendidik. Hidup panggilan sebagai pendidik akan

memberi makna yang dalam kepada peserta didik. Akan tetapi dalam rangka

meningkatkan penghayatan panggilan sebagai pendidik, kegiatan katekese dapat

menjadi tindak lanjut. Dalam hal ini katekese mempunyai ciri hakiki yakni dialog

partisipatif, memaknai yang dipahami, reflektif dan evaluatif. Dengan melaksanakan

ciri hakiki dari katekese tersebut, akan membantu para guru meningkatkan

penghayatan mereka dalam tugas panggilan sebagai pendidik.

Setelah langkah- langkah maupun berbagai cara peningkatan penghayatan

panggilan di atas ditempuh, teristimewa lewat studi bersama akan memberi

sumbangan terhadap pelaksanaan katekese. Katekese akan berjalan baik kalau

didahului studi bersama. Sumbangan pemikiran dari masing-masing peserta studi

kelompok akan memperkaya wawasan masing-masing peserta dan memberi

pemahaman yang utuh terhadap dokumen. Selanjutnya, yang dipikirkan bersama,

yang dipelajari, yang diketahui dan yang didalami menjadi bahan permenungan bagi

Page 157: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

140

masing-masing peserta. Jadi bukan soal pemikiran dan pengetahuan akan tetapi

diinternalisasi dan akhirnya ke praktek hidup sehari-hari.

Groome, dalam Heryatno (2006: 3), merumuskan hakikat dan tujuan katekese

yakni “to inform, form and trasform christian persons and communities as

apprentices to Jesus for God’s reign in the word”. Dapat dikatakan bahwa hakikat

dan tujuan katekese sebagai gerakan mengkomunikasikan harta kekayaan Gereja

supaya dapat membentuk dan membantu jemaat memperkembangkan imannya pada

Yesus Kristus baik secara personal maupun komunal demi terwujudnya Kerajaan

Allah di tengah kenyataan dunia. Lebih lanjut ia menjelaskan:

1. To inform (mengkomunikasikan)

Jemaat merasa rindu, lapar dan haus akan sabda Allah. Mereka membutuhkan

harta kekayaan iman Kristen untuk memaknai pengalaman pergulatan hidup mereka

dan memperkembangkan kerohanian dan spiritualitas mereka. Yang mereka

butuhkan bukan sekedar isi atau tambahan informasi melainkan ilham untuk

mendasari tindakan dan memaknai pergulatan hidup mereka. Prosesnya tidak lagi

bersifat dogmatis yang transmisif, tekanannya juga bukan bersifat kognitif melainkan

komunikatif dan partisipatif, semacam proses home making. Dalam proses semacam

itu jemaat diharapkan menyikapi komunikasi harta kekayaan iman Kristiani sebagai

mitra untuk berefleksi dan dialog (Heryatno, 2006: 3).

2. To form (membentuk)

Page 158: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

141

Proses catechetical education berusaha membentuk inti hidup dan jati diri

jemaat sehingga iman mereka betul-betul menjadi poros kehidupan. Melalui

komunikasi harta kekayaan iman dan penafsirannya, katekese berusaha menempa

kedalaman hidup jemaat. Kedalaman hidup mencakup sikap dasar, kesadaran,

keyakinan dan pandangan atau nilai hidup. Usaha ini juga berarti mewujudkan proses

pembentukan (formasi) yang utuh yang mencakup seluruh dimensi kehidupan

manusia. Karena itu, di sini ditekankan pentingnya peranan umat untuk secara aktif

menagmbil bagian di dalam proses itu. Formasi mencakup proses sosialisasi umat ke

dalam hidup berkomunitas dan edukasi yang berlangsung secara terus-menerus.

Sosialisasi atau edukasi diwujudkan antara lain melalui partisipasi dan komunikasi

(Heryatno, 2006: 4).

3. To transform (memperkembangkan)

Point ini menekankan life long conversion (pertobatan terus-menerus) atau

semper reformanda (senantiasa berkembang). Perkembangan merupakan proses

dinamis yang senantiasa berlangsung sepanjang hidup sehingga jemaat semakin

menjadi lebih Katolik. Perkembangan atau pertobatan jemaat yang bersifat utuh akan

memberi sumbangan penting di dalam membangun hidup Gereja dan menata hidup

bersama di masyarakat sehingga setiap orang secara bebas dapat menjadi dirinya

yang sejati. Dengan kata lain, pertobatan utuh jemaat harus menjadi berkat positif

bagi persaudaraan dan kesejahteraan bersama. General Directory for Chatecesis-

GDC, 69 menegaskan pentingnya pertobatan (metanoia) seumur hidup. Dalam iman

Page 159: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

142

Kristiani, pertobatan juga merupakan karya Allah dan tidak dapat dipisahkan dari

relasinya dengan hidup komunitas (Heryatno, 2006: 4).

4. Persons and communities (jemaat secara personal dan komunal)

Perlu disadari bahwa iman Kristiani tidak menganut paham individualisme dan

komunalisme. Penting juga dingat iman merupakan tanggungjawab pribadi, sungguh

bersifat personal tetapi sekaligus komunal. Allah mengasihi dan memanggil setiap

orang dengan nama masing-masing (Yes 45: 4). Sumbangan dan peranan pribadi

umat bersifat unik dan tidak tergantikan, tetapi masing-masing tidak berdiri sendiri,

yang satu lepas dari yang lain. Masing-masing anggota berbeda-beda di dalam

karunia, tugas dan panggilan, tetapi semuanya tetap secara bersama membentuk satu

tubuh (1 Kor 12: 21).

Iman pribadi berkembang dalam komunitas. Maka ditekankan pentingnya

kesatuan bukan di dalam bentuk keseragaman melainkan di dalam perbedaan. Tubuh

memiliki anggota yang bermacam-macam, tetapi semuanya merupakan bagian utuh

dari satu tubuh yang tidak lagi dapat dipisah-pisahkan (1 Kor 12: 12-13). Koinonia

terwujud di dalam komunitas dalam relasi yang akrab, saling membutuhkan,

membantu dan memperkaya. Sebagai persekutuan umat beriman, jemaat saling

membutuhkan untuk saling berkembang di dalam iman. Iman akan Yesus Kristus

meskipun merupakan tanggungjawab pribadi secara hakiki bersifat komuniter. Tak

mungkin jemaat berkata Christ Yes dan sebaliknya Churc No. Kita makin beriman

Page 160: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

143

dan mencintai Yesus di dalam komunitas. Cinta kepada Yesus tidak dapat dipisahkan

dari cinta kepada sesama jemaat dalam komunitas (Heryatno, 2006: 4-5).

5. As apprentices to Jesus (menjadi cantrik, magang atau murid Yesus)

Menjadi murid-murid Yesus dapat ditempuh melalui berbagai cara, tetapi yang

pokok adalah mengikuti jalan Yesus dan meneladani sikap serta semangat hidup-Nya.

Menjadi murid Yesus berarti berjalan di belakang Yesus, setia mengikutinya dengan

bersedia memanggul salib dan meninggalkan egoisme pribadi yang sempit (Luk 9:

22-24). Jalan mengikuti Yesus adalah dengan mengasihi, mengimani Yesus sebagai

Mesias dan Tuhan. Yesus adalah segalanya, Tuhan, sahabat, gembala yang baik,

penolong, penebus dan penyelamat (Heryatno, 2006: 5).

6. Demi Kerajaan Allah di dunia sebagai meta purpose

Kerajaan Allah dipahami sebagai kehendak dan karya Allah untuk

menyelamatkan umat manusia. Kitab Suci Perjanjian Lama menggambarkan Allah

yang menghendaki agar semua manusia hidup di dalam damai sejahtera (shalom).

Umat terpilih mengimani Allah, setia melaksanakan kehendak-Nya. Kerajaan Allah

dipahami sebagai anugrah dan karya Allah tetapi juga sebagai undangan bagi manusia

supaya menjadi pejuang-pejuang demi kesejahteraan hidup bersama. Karena itu dapat

dinyatakan Kerajaan Allah sekaligus karya Allah dan tanggapan manusia.

Dalam seluruh hidup-Nya, Yesus mewartakan sekaligus mewujudkan Kerajaan

Allah. Kerajaan Allah menjadi pusat pewartaan dan karya-Nya. Karena itu,

Page 161: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

144

terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah menjadi inti dari segala tujuan pastoral Gereja.

Terwujudnya Kerajaan Allah harus merasuki dan meresapi seluruh proses

penyelenggaraan katekese dan kenyataan (segala bidang dan segi) semua orang

Kristen (Heryatno, 2006: 6).

Dengan hakikat katekese seperti yang diuraikan di atas, dalam seluruh proses

katekese yang diadakan akan menghantar para guru kepada pengalaman iman. dengan

pengalam-pengalamn iman yang mereka peroleh mendorong mereka untuk

membentuk komunitas iman (The Faith Community). Dengan semikian visi sekolah

ingin mewujudkan komunitas iman akan tercapai.

Page 162: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

145

BAB VI

PENUTUP

Pada bagian akhir karya tulis ini penulis akan menyimpulkan keseluruhan

isi skripsi. Selain itu penulis juga akan memberikan saran yang kemungkinan

berguna untuk peningkatan terwujudnya kehadiran Gereja di Sekolah Katolik.

A. Kesimpulan

Menampilkan wajah Gereja di tengah masyarakat adalah suatu usaha yang

harus dilakukan terus-menerus. Gereja dalam perwujudannya dengan berbagai

cara dan teristimewa melalui pendidikan harus benar-benar menciptakan

komunitas iman yang dijiwai oleh semangat Injil kebebasan dan cinta kasih.

Karena pendidikan itu sangat penting dan maknanya yang begitu besar dalam

pembentukan pribadi dewasa manusia. Dengan adanya pendidikan, diharapkan

mampu untuk mengembangkan Gereja sebab tujuan pendidikan adalah

mengembangkan iman umat dengan makin menyadari kurnia iman yang mereka

terima, mendalami misteri Allah dan supaya manusia itu belajar bersujud

menyembah Allah dalam Roh dan kebenaran dan akhirnya mewujudkan

komunitas iman (The Faith community).

Melalui sekolah Gereja hadir. Gereja menampilkan dirinya yang istimewa

merangkul semua orang untuk sampai kepada keselamatan. Kendatipun banyak

perbedaan dan keragaman tetapi dalam Gereja semua orang menjadi satu dalam

Page 163: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

146

ikatan cinta Allah dan membentuk satu tubuh. Oleh karena itu keselamatan Allah

teruntuk bagi setiap orang. Maka melalui pendidikan, Gereja harus menampilkan

dirinya yang sebenarnya yakni mewartakan keselamatan. Sekolah-sekolah Katolik

menjadi sarana utamanya. Karena itu sekolah-sekolah Katolik haruslah

mengusahakan pendidikan yang integral dan mengarahkan peserta didik untuk

menjadi manusia yang lebih manusiawi. Tetapi ciri khasnya adalah menciptakan

lingkungan hidup bersama di sekolah yang dijiwai semangat Injil kebebasan dan

cinta kasih, dan membantu kaum muda supaya dalam mengembangkan

kepribadian mereka sekaligus berkembang menjadi ciptaan baru.

Termasuk ciri sekolah Katolik juga mengarahkan seluruh kebudayaan

manusia akhirnya kepada pewartaan keselamatan dan pengetahuan yang diterangi

oleh iman. Dalam rangka itu sekolah Katolik harus membuka diri ke arah dunia

modern, mendidik peserta didiknya untuk tepat guna mengembangkan

kesejahteraan masyarakat dan menyiapkan mereka untuk pewartaan kerajaan

Allah. Dengan memberi teladan hidup merasul mereka menjadi bagaikan ragi

keselamatan bagi masyarakat luas.

Untuk mencapai tujuan demi mengembangkan pribadi manusia itu, yang

menjadi bagaikan ragi keselamatan, pendidikan Katolik haruslah diusahakan

secara professional. Artinya pendidikan itu haruslah ditangani secara khusus

menurut kaidah keahlian yang tepat. Yang harus professional itu adalah

penyelenggara pendidikan atau pengelola seperti Yayasan dan sekaligus orang

yang bekerja secara langsung dalam pendidikan itu yakni guru dan tenaga

administrasi. Dan dalam penyelenggaraan pendidikan itu haruslah terencana

Page 164: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

147

secara matang, sistematis serta tujuan utama harus digariskan secara tepat.

Perkembangan pribadi manusia yang integral dan berjuang demi kesejahteraan

umum masyarakat.

Ternyata sebagaimana harapan konsili yang tertuang dalam dokumen

Gravissimum Educationis, yakni sekolah sebagai sarana utama menghadirkan

Gereja karena maknanya yang maha penting, demikian juga dengan sekolah SMA

Pangudi Luhur Yogyakarta. Sekolah SMA Pangudi Luhur Yogyakarta adalah

salah satu model kehadiran Gereja dalam dunia persekolahan. Sekolah tersebut

terus menerus mengusahakan agar sekolah sungguh-sungguh menampilkan

kehadiran Gereja di dalam komunitas sekolah. Hal itu terwujud dalam usaha

mencapai tujuan sekolah yang dijiwai oleh semangat Injil kebebasan dan cinta

kasih. Teristimewa oleh mereka yang terlibat langsung dengan kependidikan

tersebut.

Para guru di sekolah SMA Pangudi Luhur menjadi penggerak hadirnya

Gereja di tengah komunitas sekolah. Lewat pemberian diri mereka yakni yang

dijiwai oleh semangat pengabdian, dan berguru pada Kristus Sang Guru. Dalam

seluruh prospek kegiatan mengajar guru di sekolah, mereka mengutamakan

suasana persaudaraan yang merupakan dimensi religius sekolah serta

mengusahakan agar pengetahuan dan kebudayaan diterangi oleh iman. Dari hasil

pengamatan penulis terhadap data-data, program kerja SMA Pangudi Luhur serta

pengalaman para guru maupun siswa, boleh dikatakan harapan konsili terhadap

sekolah tercapai. Sekolah sebagai salah satu wujud kehadiran Gereja dalam dunia

persekolahan.

Page 165: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

148

B. Saran

Pada akhir dari tulisan ini penulis akan memberikan saran. Semoga saran-

saran ini dapat digunakan sebagai cambuk, pemicu, untuk perkembangan sekolah.

Dengan demikian sekolah sungguh-sungguh menjadi kehadiran Gereja di dalam

komunitas sekolah. Hal ini lebih- lebih tertuju kepada para guru sebagai tenaga

yang terkait langsung dengan kegiatan pendidikan.

Saran ini dimaksudkan untuk menyadarkan sekolah supaya sekolah

sungguh-sungguh menjadi sarana pewartaan. Dengan demikian sekolah sebagai

suatu wadah pembentukan pribadi manusia menjadi nyata dalam menghadirkan

diri Gereja yang sebenarnya. Dengan mampu menampilkan wajah Gereja di dalam

komunitas sekolah, berarti perintah Yesus terhadap para murid-Nya tercapai yakni

mewartakan keselamatan kepada semua orang yang merupakan misi Gereja.

Adapun saran-saran itu adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan dan mempertahankan kerjasama dengan semua orang yang

terlibat dalam komunitas sekolah, para guru, kepala sekolah, tenaga

administratif, tata usaha, siswa maupun karyawan (GE 5)

2. Meningkatkan dan mempertahankan hubungan kerjasama dengan para orang

tua siswa sebagai pendidik utama dalam pembentukan pribadi siswa (GE 5, 6,

8)

3. Meningkatkan penghayatan semangat Injil kebebasan dan cinta kasih yang

menjadi ikatan persaudaraan komunitas sekolah dalam semangat pelayanan

Page 166: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

149

4. Kesetiaan pada tujuan pendidikan Katolik seturut cita-cita dokumen Konsili

Vatikan II

5. Mempertahankan dan mengembangkan berbagai aspek yang ada dalam sekolah

Katolik

6. Mempertahankan nama baik sekolah, serta meningkatkan nilai-nilai baik yang

sudah dimiliki sekolah (GE 1)

7. Mengusahakan adanya pelaksanaan kegiatan untuk memperdalam dokumen

baik dengan studi dokumen maupun seminar tentang dokumen pendidikan

kristen.

8. Berangkat dari pengalaman, sekolah-sekolah lain terutama sekolah Yayasan St.

Lusia dapat belajar dari Sekolah SMA Pangudi Luhur Yogyakarta

Demikianlah saran-saran dari penulis, kiranya bermanfaat bagi lembaga

sekolah maupun bagi para guru di sekolah Katolik. Semoga dengan pemikiran

upaya peningkatan pengahayatan panggilan sebagai pendidik seperti yang

tertuang dalam bab V di atas semakin membantu para guru meningkatkan

penghayatan panggilan mereka sebagai pendidik.

Page 167: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

150

DAFTAR PUSTAKA

A. PUSTAKA UTAMA Konsili Vatikan II. (1991). Deklarasi Tentang Pendidikan Kristen. Jakarta: Grasindo.

(Dokumen asli diterbitkan tahun 1965). Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik. (1991). Sekolah Katolik. Jakarta:

Grasindo. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1977). Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik. (1991). Awam Katolik di Sekolah: Saksi-

saksi Iman. Jakarta: Grasindo. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1982). Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik. (1991). Dimensi Religius Pendidikan di

Sekolah Katolik: Pedoman untuk Refleksi dan Pembaharuan. Jakarta: Grasindo. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1988).

Data Sekolah SMA Pangudi Luhur. (2007). Yogyakarta: Yayasan Pangudi Luhur Cabang Yogkarta.

Program Kerja SMA Pangudi Luhur. (2007). Yogyakarta: Yayasan Pangudi Luhur Cabang Yogyakarta.

B. PUSTAKA PENDUKUNG Adisusanto, F. X. (2000). Katekese dalam Konteks Pastoral Gereja. Seri Puskat 370.

Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat. Ambrosia, M., Sr. (1994). Dimensi Pastoral Diakonia. Seri Pastoral No. 6.

Yogyakarta: pusat Pastoral. Banawiratma, J. B. (1991). Iman, Pendidikan dan Perubahan Sosial. Yogyakarta:

Kanisius. Bert Van Der Heijden. (1994-1995). Beberapa pedoman Pembacaan dan Penafsiran

Kitab suci untuk Khotbah dan Renungan Pribadi. Uraian Tesis-Tesis Bacaloreat FTW. Yogyakarta.

Dulles, Averry. (1990). Model-Model Gereja. Yogyakarta: Nusa Indah. Heryatno Wono Wulung, F. X. (2006). Pendidikan Agama Katolik III. Diktat Mata

Kuliah. Yogyakarta: IPPAK-USD. Heuken, Adolf. (1987). Katekismus Konsili Vatikan II. Jakarta: Cipta Loka Caraka. Hofman, Ruedi. (1987). Gereja dan Mass Media. Yogyakarta: Kanisius. Iswarahadi. (2006). Pendidikan Agama Katolik Audio Visual III: Komunikasi

Membangun Persahabatan. Diktat Mata Kuliah. Yogyakarta: IPPAK-USD. Jacobs, Tom. (1970). Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium Mengenai Gereja.

Yogyakarta: Kanisius. ----------- (1987). Gereja Menurut Vatikan II. Yogyakarta: Kanisius. Katekismus Gereja Katolik. (1995). Edisi Indonesia: Provisi Gerejani Ende, 1995.

(Embuiru Herman, Penerjemah). Ende: Arnoldus.

Page 168: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

151

Konferensi Wali Gereja Indonesia. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarya: Kanisius.

Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966).

Mangunhardjana, A. M. (1985). Membimbing Rekoleksi. Yogyakarta: Kanisius. Martasudjita, E. (2003). Sakramen-Sakramen Gereja. Yogyakarta: Kanisius Martino, Sardi. (2005). Tantangan Pendidikan Katolik di Masa Mendatang. Seminar

tentang Pendidikan 22-23 Oktober 2005. Bhumiksara Rukun Lokal Purwokerto.

Muri, Yusuf. A. (1982). Pengantar Pendidikan. Indonesia: Ghalia. Nashir, Ali. M. (1979). Dasar-Dasar Ilmu Mendidik. Jakarta: Mutiara. Paul, Suparno. dkk (2002). Reformasi Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Piet, Go. (1991). Pastoral Sekolah. Malang: Dioma Putranta, C. (1998). Pewarta Kerajaan Allah. Seri Puskat 357-360. Yogyakarta:

Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat. Purwanto, Ngalin. M. (1988). Ilmu Pendidikan: Teoritis dan Praktis. Bandung:

Remadja Karya. Samana, M. A. (1994). Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius. Harsanto, Radno. (2004). Cinta Kasih Mutlak Menjadi Ciri Khas Sekolah Katolik.

Educare, no. 2/I/Mei 2004, hh 34. Yohanes Paulus II (1991). Kitab Hukum Kanonik. (terjemahan V. Kartosiswoyo,

dkk). Jakarta: Sekretariat MAWI dan OBOR.

Page 169: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

(1)

Lampiran 1: Pedoman Wawancara dengan Guru-Guru dan Siswa SMA Pangudi Luhur Yogyakarta (12 Mei 2007)

I. Pedoman Pertanyaan Untuk Wawancara A. KEPALA SEKOLAH 1. Sudah berapa lama Br bertugas di sekolah SMA Pangudi Luhur ini? 2. Dari pengamatan Br sekian tahun hadir di sekolah ini, apa cara-cara yang

dilakukan oleh guru-guru di sini untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif?

3. Apakah usaha guru-guru di sini sudah maksimal menurut Br dalam tugas mengajar mereka?

4. Seberapa besar rerata prosentasi kehadiran Guru dalam tugas mengajar? 5. Bagaimana hubungan guru dengan para orang tua serta pemerintah dalam

membantu mendampingi siswa? 6. Bagaimana hubungan orang tua dengan para alumni? 7. Apa saja peranan guru dalam sekolah ini? 8. Apa yang khas dari sekolah pangudi Luhur ini sehingga siswanya terus

menerus bertambah & punya nama di tengah masyarakat? 9. Apa kira-kira yang membedakan Sekolah Pangudi Luhur dengan sekolah

lainnya? 10. Sejauhmana Sekolah Pangudi Luhur mengacu kepada pedoman dan aturan

yang diberlakukan oleh KWI? 11. Apa usaha sekolah terhadap mereka yang kurang mampu di bidang

ekonomi? 12. Bagaimana dengan siswa yang beragama Katolik, apakah mereka mendapat

perhatian khusus dalam pendampingan perkembangan iman mereka? B. GURU 13. Sudah berapa lama Anda mengajar di sekolah SMA Pangudi Luhur ini? 14. Bagaimana pengalaman Anda selama mengajar di SMA Pangudi Luhur ini? 15. Apa cara-cara yang Anda tempuh dalam upaya menciptakan iklim belajar

yang baik? 16. Bagaimana Anda menghayati panggilan sebagai Guru di SMA Pangudi

Luhur ini? 17. Sejauhmana kerja sama Anda dengan para orang tua siswa dalam

mengembangkan pribadi anak didik? 18. Apa kekhasan dari Sekolah Pangudi Luhur ini, yang membedakan sekolah

ini dengan sekolah lainnya? 19. Apakah sekolah ini tidak terkesan elit di tengah masyarakat? Susah

dijangkau yang kurang mampu? C. SISWA 20. Apa yang mendorong Anda sehingga Anda masuk ke sekolah ini? 21. Apa yang khas menurut pengalaman Anda selama belajar di sekolah ini? 22. Bagaimana pengalaman dengan guru-guru yang mengajar di sekolah ini?

Page 170: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

(2)

Lampiran 2: Rangkuman Hasil Wawancara II. Rangkuman Hasil Wawancara

Pelaksanaan wawancara ini dilakukan pada tanggal 12 Mei 2007. Subyek wawancara yakni para guru maupun siswa yang ada di sekolah SMA Pangudi Luhur yogyakarta. Maksud dari wawancara ini lebih fokus pada pengumpulan data-data serta mendukung data yang sudah diperoleh lewat Pedoman Kerja sekolah maupun data sekolah 2007.

A. Kepala Sekolah

Br. Herman, FIC telah telah berkecimpung di bidang pendidikan selama 53 tahun. Dan sekarang beliau menjabat sebagai kepala sekolah di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta (± 4 tahun). Br. Herman, FIC menyebutkan bahwa hubungan antara sesama para rekan guru dalam Sekolah SMA Pangudi Luhur terjalin dengan baik, akrab, kerjasama dan saling mendukung satu dengan yang lain. Demikian juga dengan antar siswa maupun siswa dengan para guru. Br. Herman mengatakan bahwa guru-guru yang ada di Sekolah SMA Pangudi Luhur patut dibanggakan dalam hal mengusahakan kerjasama maupun dalam menciptakan persaudaran. Para rekan guru sangat suka bekerja keras serta saling mengunjungi satu dengan yang lain.

Dalam mengusahakan suasana belajar di kelas, para guru cukup proaktif dan mereka hadir sepenuhnya. Mereka memiliki sikap pengabdian serta pemberian diri sepenuhnya. Terbuka terhadap masukan orang lain serta mau berusaha keras. Hadir tepat waktu dan boleh dikatakan prosentasi kehadiran mereka rata-rata 99 %. Apabila guru tidak hadir, tentu saja karena ada alasan tertentu atau hal yang sangat penting. Mereka harus mendapat izin dari kepala sekolah maupun wakil kepala sekolah.

Sebagaimana sebuah lembaga pendidikan, Sekolah SMA Pangudi Luhur dalam prospek mencapai tujuan sekolah selalu mengacu kepada dokumen yakni pendidikan Kristen. Hal itu terlaksana sebagaimana dengan anjuran atau pedoman dari MNPK. Kemudian diterjemahkan dalam Yayasan Pangudi Luhur hingga ke Sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan Pangudi Luhur. Tujuan, visi maupun misi dari sekolah SMA Pangudi Luhur selalu bertitik tolak dari pedoman pendidikan yang dianjurkan oleh KWI.

Berkaitan dengan Sekolah Katolik yang terkesan elit, Br. Herman menanggapi bahwa komentar seperti itu ada dan sudah biasa. Sekarang tergantung dari orang-orang yang memberi komentar. Kalau dikatakan sekolah Katolik elit, harus dilihat dari situasi dan tempat. Kalau memang sekolah itu butuh sarana prasarana yang memadai dan hal itu menuntut demi pembelajaran, tidak ada salahnya. Sekolah akan mengusahakan yang terbaik dan pasti akan dipenuhi. Tentu saja juga didukung dengan tempatnya yang memadai dan barangkali berada di pusat kota. Didukung lagi dengan keadaan sekolah yang siswanya antara kelas menengah ke atas. Bukan berarti sekolah SMA Pangudi Luhur tidak menerima siswa dari kalangan yang kurang mampu. Ada pertimbangan lain apabila mereka yang hadir di sekolah ini adalah dari kalangan yang kurang mampu. Di satu sisi

Page 171: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

(3)

mereka akan mengalami kesulitan dalam proses belajar maupun dalam menjalin relasi dengan sesama siswa. Mereka akan mengalami beban psikologis. Daya tangkap merekapun akan beda dengan siswa lainnya. Selain itu pembicaraan antar mereka pun akan berbeda. Misalkan, mereka yang sudah biasa bergaul dan pandai main internet, sementara yang lainnya sangat jarang bahkan ketinggalan dengan teknologi yang canggih, maka akan terjadi perbedaan yang mencolok. Tetapi bagaimana pun sekolah tetap merangkul mereka yang yang kurang mampu. Sebab misi para Bruser FIC adalah “option for the poor”. Kendatipun misi itu ada, para Br FIC memberi solusi lain untuk membentu mereka yang kurang mampu. Mereka mengarahkan kepada sekolah-sekolah kejuruan. Sekolah kejuruan akan membantu mereka untuk mempermudah memperoleh kerja. Bagi mereka yang masuk SMA diharapkan akan melanjut ke jenjang yang lebih tinggi.

Siswa-siswa Sekolah SMA Pangudi Luhur 99 % beragama Katolik, selebihnya beragama Kristen dan Islam serta Budha. Maka dalam pelaksanaan pendidikan Agama tidak mengalami kesulitan. Mereka yang berada di luar agama Katolik dengan sendirinya dapat mengikuti kegiatan keagamaan Katolik tanpa ada unsur paksaan. Apabila mereka kurang bersedia untuk terlibat, sekolah tetap menghargai kebebasan mereka. Namun dari pengalaman selama ini, mereka justru senang dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilaksanakan sekolah. Kata-kata sumbang seperti mengkristenkan ataupun katolisasi, sekolah tidak pernah berbuat demikian. Sekolah sangat menjunjung tinggi kebebasan mereka dalam memilih agamanya.

Terjalinnya kerjasama yang baik antar para guru serta pengabdian yang sungguh-sungguh, Br. Herman menambahkan bahwa itu semua karena disemangati oleh spiritualitas Kristen yakni Yesus sendiri. Sebagaimana spiritualitas Yesus yang dihidupi para Br. FIC ditampilkan lewat pelaksanaan karya-karya mereka. Kesaksian yang ditampilkan akan memberi pengaruh bagi mereka yang dilayani. Sehinga para guru pun disemangati oleh spiritualitas yang sama. Br. Herman menambahkan bahwa saya mengajar di sini bukan membawakan diri saya sendiri tetapi menampilkan hidup para Bruder FIC. Jadi dalam hal ini saya harus hidup sesuai dengan semangat FIC. Penghayatan terhadap spiritualitas Kristen akan mendorong para guru untuk lebih giat dalam tugas mereka. Sehingga tugas guru sebagai penentu utama tercapainya cita-cita sekolah dapat terwujud. Menjadi pesan kepala sekolah kepada para rekan guru agar mereka sungguh-sungguh memberi diri dengan sepenuhnya dan mengatakan baik tidaknya sekolah itu adalah tergantung para guru.

Br. Herman mengatakan bahwa tidak terlalu banyak mengalami hambatan dalam mendampingi peserta didik. Kalaupun ada, lebih pada hal-hal kecil. Diantara para guru masih ada yang kurang peka, dan harus dikomando. Mengalami kekurangan tenaga, misalkan soal kebersihan. Akan tetapi semua kesulitan dapat dilalui dengan baik karena kerjasama yang terjalin dengan rekan guru lainnya.

B. Guru

Bagi guru-guru di sekolah SMA Pangudi Luhur, peranan guru adalah mengajar, mendidik, mendampingi serta melatih anak didik. Panggilan menjadi

Page 172: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

(4)

guru adalah panggilan sebagai pendidik, yang sungguh-sungguh mendidik peserta didik. Tugas guru bukan hanya mentransfer ilmu sebanyak-banyaknya akan tetapi mendidik anak didik. Mendididik anak adalah membantu anak didik, dari yang kurang baik menjadi baik dan selanjutnya yang baik dipertahankan dan dikembangkan. Mengingat perkembangan zaman yang semakin pesat dan perkembangan teknologi yang semakin canggih, anak cenderung terbawa arus. Mereka ingin hidup enak, nikmat, serba instan dan kurang sabar maka dalam hal ini dibutuhkan guru yang benar-benar mau mendampingi anak didik dengan penuh kesabaran.

Dengan situasi siswa yang cenderung hidup serba enak dan kurang sabar, serta butuh konsentrasi dalam belajar, guru harus berusaha untuk menciptakan suasana pendidikan yang kondusif agar peserta didik merasa kerasan serta dapat berkonsentrasi. Ibu Yos Wahyu mengatakan bahwa dalam belajar itu tidak cukup hanya hadir fisiknya saja melainkan harus hadir sepenuhnya dan perlu konsentrasi. Sehingga mereka dapat menerima pelajaran dengan baik serta dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran tersebut.

Para guru di SMA Pangudi Luhur adalah guru yang harus bisa mendidik anak tentang nilai-nilai humaniora. Membentuk anak didik untuk menghidupi nilai-nilai moral. Guru bidang studi tidak hanya mengajarkan pemngetahuan saja tetapi juga aspek moralnya. Bidang studi apapun bisa memberikan pesan moral entah itu melalui narasi, vocabulary, maupun grammmer. Semua dapat diarahkan demi pembentukan sikap anak, tutur Ibu Yos Wahyu. Jadi guru harus berusaha untuk menjadi guru yang benar-benar memberikan diri sepenuhnya. Siswa tidak cukup hanya mengerti dan mengetahui tetapi harus bisa menghubungkan dengan kenyataan hidup sehari-hari sehingga pengetahuan benar-benar menjadi milik siswa.

Menjalani panggilan sebagai guru, perlu untuk berefleksi dan bertanya bagaimana supaya bisa menjadi guru yang baik. Maka perlu untuk melihat dan mendengar. Dengan banyak melihat dan mendengar, maka akan memperoleh banyak masukan berkaitan dengan tugas-tugas sebagai guru serta dalam pembentukan diri. Guru harus bisa menjadi teladan karena guru menjadi pusat perhatian. Dalam bersikap, tutur kata, berpakaian, guru akan menjadi teladan. Jadi mengahayati panggilan sebagai guru tidak semudah membalik tangan, harus berani melalui proses yang tentu proses itu tidak selalu mudah. Dalam mendampingi siswa juga perlu adanya pendekatan, baik itu siswa yang baik maupun yang nakal serta menjengkelkan. Dengan pendekatan yang dilakukan diharapkan semakin mudah mengenal siswa dan masuk ke pengalaman siswa. Sebagai guru jangan membuat asing di hadapan siswa tetapi menjadi bagian dari siswa dengan demikian akan mudah masuk ke dalam diri siswa.

Seorang guru perlu untuk memiliki sikap konsekuen dan tegas. Kalau “tidak” dengan satu orang anak, harus juga “tidak” dengan anak lain. Hal ini dimaksudkan agar guru tidak terkesan membeda-bedakan ataupun plinplan. Guru harus mempunyai sikap yang tegas dan jujur. Seorang guru juga harus merangkul semua siswa, baik itu yang kristiani maupun yang bukan kristiani. Oleh sebab itulah Sekolah Katolik diminati dan karena Sekolah Katolik hadir untuk semua orang.

Page 173: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

(5)

Hubungan antar guru terjalin kerjasama yang baik dan saling mendukung. Masing-masing guru mempunyai tugas baik yang berhubungan dengan akademik serta yang berhubungan dengan penanganan siswa. Tetapi kendatipun demikian, masing-masing guru dapat menjalin kerjasama karena sadar akan pentingnya tugas mereka dalam mendampingi anak didik. Para guru menyadari bahwa tujuan utama mereka adalah demi menghantar anak didik memperoleh pribadi yang lebih dewasa. Dalam menjalin kerjasama itu, mereka saling terbuka sehingga dalam penyampaian materi terhadap anak didik dapat berkelanjutan. Suasana kekeluargaan menyemangati mereka sehingga tidak merasa sendirian atau jalan sendiri-sendiri.

Dalam pembentukan pribadi para guru, sekolah memberi kesempatan untuk memperdalam hidup rohani mereka setiap tahunnya. Sekali setahun ada rekoleksi para guru dan sekali dua tahun ada retret. Selain kegiatan kerohanian pendalaman iman juga diadakan di sekolah. Pengembangan para guru dalam bidang akademik maupun wawasan dan pengetahuan, mereka diberi kesempatan untuk mengikuti kegiatan seminar, maupun diskusi bersama dengan sesama guru bidang studi dalam Yayasan Pangudi Luhur. Dalam penerimaan guru yang mengajar di sekolah tersebut menjalani seleksi yang ketat agar benar-benar menjadi calon guru yang bermutu. Calon guru akan melalui masa training yang kemudian diseleksi dan apabila cocok dan pantas sebagai guru, akan segera diangkat menjadi guru tetap sebagaimana ketentuan yang berlaku dan apabila tidak sesuai dengan harapan maka akan di drop out.

Para guru di SMA Pangudi Luhur menjalin relasi yang baik dengan para orang tua siswa. Dalam mendampingi anak didik, mereka sela lu berkontak dengan orang tua siswa. Misalkan, ketika siswa tidak hadir di sekolah, guru akan mencari tahu tentang keadaan siswa. Kadang kala ada kegiatan yang dikenal dengan “home visit” yang diadakan sekolah. Cara lain adalah sekolah mempunyai kesempatan untuk memanggil orangtua untuk berdialog dengan sekolah.

Sementara dalam hubungan dengan para alumni, para guru di sekolah tetap menjalin relasi yang baik serta dekat. Para alumni tidak merasa segan untuk hadir di sekolah mereka merasakan ikatan persaudaraan yang baik. Para alumni tidak segan-segan untuk mengungkapkan perasaan mereka kepada para guru. Misalkan, ketika mereka diterima di sebuah perguruan tinggi ataupun dikala mereka telah berhasil. Tenaga para alumni juga tetap dibutuhkan seperti mendampingi kegiatan tae kwondo dan chiliders.

Dalam menciptakan suasana maupun hubungan peserta didik, para guru memberi kesempatan kepada siswa untuk berkreasi, bebas berekspresi, serta diberi kepercayaan. Dalam kegiatan pendalaman iman yang diadakan sekali seminggu per tiap kelas, guru dan murid tidak ada pembedaan, semua mendapat giliran untuk mendapat tugas. Guru pun selalu terbuka terhadap persoalan siswa. Merupakan kebiasaan sekolah juga untuk mengadakan “correctio fraterna” demi memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa sehingga hubungan satu dengan yang lain dapat terjalin dengan baik. Semua ini merupakan hal penunjang dalam proses pembelajaran.

Page 174: KEHADIRAN GEREJA DALAM SEKOLAH KATOLIK MENURUTrepository.usd.ac.id/22590/2/031124020_Full.pdf · identitasnya yang terletak dalam dimensi religiusnya, kehadiran guru sebagai saksi

(6)

C. Siswa Ketika beberapa orang siswa ditanyakan soal motivasi mereka memilih

sekolah SMA Pangudi Luhur menjadi tempat mereka menimba ilmu, mereka memberi tanggapan yang bermacam-macam. Ada yang mengatakan bahwa tertarik untuk sekolah di SMA Pangudi Luhur, ada yang karena disuruh orang tuanya, ada karena memang sekolahnya terkenal sehingga ingin bergabung di sekolah tersebut. Ada juga yang mengatakan karena suasana kekeluargaannya yang terkenal baik. Merekapun ingin mengalami semua motivasi mereka itu. Ternyata setelah mereka menjalani dan bergabung dengan para guru dan siswa lainnya, mereka mengalami suasana yang saling mendukung serta kerjasama yang baik.

Selain motivasi di atas, ada juga karena tertarik dengan arsitekturnya yang kuno, aneh dan menarik. Ada karena memperoleh kesan, siswa SMA Pangudi Luhur ramah dan bersahabat. Semua motivasi awal ini menarik mereka untuk terus menjalani panggilan mereka sebagai siswa sekolah SMA Pangudi Luhur. Dari pengalaman yang telah mereka alami itu, mereka mengatakan bahwa sekolah di SMA Pangudi Luhur menyenangkan. Guru-guru terbuka untuk tempat bercurhat, kendatipun tidak semuanya. Guru mengerti dengan situasi siswa dan merangkul siswanya. Para guru memberi kebebasan kepada siswa sehingga siswa tidak merasa takut ketika berhadapan dengan guru. Ah…. yang jelas sekolah SMA Pangudi Luhur berbeda dengan sekolah yang pernah aku alami kendatipun sama-sama sekolah Katolik, tutur seorang siswa.

Selain pengalaman di atas, beberapa siswa juga mengatakan bahwa mereka puas dengan sarana belajar yang disediakan sekolah. Kendatipun biaya sekolah cukup mahal dan elit. Siswa sadar akan semua itu karena sekolahpun berani menyediakan sarana kendatipun cukup mahal. Sekolah SMA Pangudi Luhur adalah sekolah yang dilengkapi dengan ruang AC dan sarana pra sarana lainnya yang mendukung proses belajar mengajar.