Upload
haminh
View
226
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
KEJADIAN INFEKSI CACING DAN GAMBARAN
KEBERSIHAN PRIBADI PADA ANAK USIA
SEKOLAH DASAR DI YAYASAN NANDA DIAN
NUSANTARA 2011
“Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar SARJANA KEDOKTERAN”
OLEH: Iin Citra Liana Hasibuan
NIM : 109103000011
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1433 H/2012 M
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah swt atas rahmat dan karunia-Nya
serta nikmat yang begitu besar kepada peneliti, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan riset yang berjudul “Kejadian Infeksi Cacing dan Gambaran
Kebersihan Pribadi pada Anak Usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian
Nusantara 2011”. Sholawat serta salam peneliti hadiahkan kepada Rasulullah
saw, semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Amin.
Peneliti menyadari bahwa laporan ini tidak akan selesai tanpa bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak DR. Syarief Hasan Lutfie, Sp. RM, selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter.
3. Ibu Silvia Fitriana, M.Biomed, selaku dosen pembimbing pertama yang
telah banyak membimbing peneliti menyusun laporan ini.
4. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing kedua yang
telah banyak membimbing peneliti menyusun laporan ini.
5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Pendidikan Dokter yang telah memberikan
ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam
kehidupan peneliti.
6. Mba Evi sebagai laboran parasit yang setia menemani dan mengajari selama
penggunaan Laboratorium Parasit.
7. Ayah dan Ibu tersayang, yang tiada hentinya mendoakan, memotivasi, dan
menasehati peneliti agar tetap semangat untuk mecapai impian peneliti.
8. Adikku tercinta Dede Citra Liana Hasibuan yang selalu memotivasi saya
untuk menyelesaikan riset ini.
9. Sahabat terbaikku Munirah Siregar dan Neneng Nurlaila atas dukungan,
kebersamaan, motivasi kepada penulis selama penyusunan riset ini.
vi
10. Sahabat-sahabatku di Prodi Pendidikan Dokter angkatan 2009 atas motivasi
untuk menyelesaikan riset ini.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan riset ini, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk semuanya.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan riset ini masih kurang
dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi
kemajuan di masa yang akan datang.
Jakarta, 17 September 2012
Peneliti
vii
ABSTRAK
Iin Citra Liana. Perogram Studi Pendidikan Dokter. Kejadian Infeksi Cacing dan Gambaran Kebersihan Pribadi pada Anak Usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara 2011 Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Prevalensi infeksi cacing di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit ini, yaitu sekitar 40-60 %. Hasil survei infeksi cacing Sekolah Dasar di 27 Propinsi Indonesia padatahun 2002- 2008 menurut jenis cacing penyebabnya didapatkan Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan Hookworm. Hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah anak yang positif terinfeksi cacing sebanyak 25,7%. Sedangkan berdasarkan hasil identifikasi jenis cacing yang menginfeksi, ditemukan spesies terbanyak adalah cacing tambang (55,6%), cacing Fasciolopsis buski (11,1%), cacing Strongyloides stercoralis (11,1%), dan bentuk larva yang tidak teridentifikasi (22,2%). Angka kejadian infeksi cacing lebih banyak ditemukan pada kelompok responden yang tidak mencuci tangan dan sering kontak dengan tanah. Pada kelompok responden yang kebersihan kukunya buruk dan tidak menggunakan alas kaki justru angka kejadian infeksi cacingnya rendah. Kata Kunci : Infeksi cacing, cuci tangan, kontak dengan tanah, penggunaan alas kaki, kebersihan kuku.
ABSTRACT
Iin Citra Liana. Study Programe Of Medical Education. The Victim Of Worm Infection And Descriptive Of Personal Hygiene At Primary School Age Children At Yayasan Nanda Dian Nusantara. 2011 Worm disease is a contagious disease that remains a public health problem in Indonesia. The prevalence of worm infection in Indonesia is remained high, mostly for people under prosperousity is the highest risk of the infection, about 40-60%. As the result of survey on worm infection in Elementary student from 27 provinces in Indonesia in 2002 to 2008 was identified some species as follows : Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, and Hookworm. The research showed that sum of positif infected children is 25,7%. Otherways, according to identification of type of worm that infected, found out that Hookworm is the most. (55,6%), Fasciolopsis buski (11,1%), Strongyloides stercoralis (11,1%), and unidentified larva (22.2%). The highest number of infection was found in subject with lack of handwashing practice and frequently exposure to soil. In contrary, subject with dirty nail and barefoot habit were found low infection of the worm. Keyword : worm infection, washing hand, soil contact, footwear habit, finger hygiene.
viii
DAFTAR ISI
JUDUL................................................................................................................... i LEMBAR PERNYATAAN................................................................................. ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN.................................................. iv KATA PENGANTAR.......................................................................................... v ABSTRAK............................................................................................................. vii ABSTRACT.......................................................................................................... vii DAFTAR ISI......................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR............................................................................................ x DAFTAR TABEL................................................................................................. xi DAFTAR BAGAN................................................................................................ xii BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 2 1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................ 2
1.3.1 Tujuan Umum................................................................................ 2 1.3.2 Tujuan Khusus................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................... 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infeksi Cacing Pada Manusia..................................................................... 4 2.2 Jenis-jenis Nematoda Usus Yang Ditularkan Melalui Tanah (Soil-
Transmited Helminths)............................................................................... 4
2.2.1 Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)......................................... 5 2.2.2 Trichuris trichiura ( Cacing Cambuk )........................................ 10 2.2.3 Ancylostoma duodenale Dan Necator americanus (Cacing
Tambang)............................................................................................. 14
2.2.4 Strongyloides stercoralis............................................................... 17 2.1 Epidemiologi Infeksi Cacing Oleh Cacing Yang Ditularkan Melalui
Tanah.......................................................................................................... 20
2.2 Faktor Kebersihan Pribadi Yang Berhubungan Dengan Infeksi Cacingan.....................................................................................................
21
2.3 Kerangka Teori.......................................................................................... 23 2.4 Kerangka Konsep....................................................................................... 24 2.5 Definisi Operasional................................................................................... 24
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian........................................................................................ 25 3.2 Lokasi dan waktu Penelitian...................................................................... 25 3.3 Populasi dan Sampel................................................................................. 25 3.4 Cara Kerja Penelitian................................................................................. 26
3.5 Managemen Data........................................................................................ 29 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian........................................................... 30
4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan
Nanda Dian Nusantara................................................................................
30
ix
4.3 Distribusi, Frekuensi Minum Obat Cacing ................................................ 31
4.4 Distribusi, Frekuensi Kejadian Infeksi Cacing........................................... 31
4.5 Distribusi, Frekuensi Spesies Cacing.......................................................... 32
4.6 Distribusi, Frekuensi Indikator Kebersihan Pribadi.................................... 33
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 36 5.2 Saran.......................................................................................................... 36 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 37 LAMPIRAN.......................................................................................................... 39
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Cacing Ascaris lumbricoides dewasa............................................ 6
Gambar 2.2 Telur Ascaris lumbricoides........................................................... 6
Gambar 2.3 Daur Hidup Ascaris lumbricoides................................................. 7
Gambar 2.4 Cacing Trichuris trichiura dewasa................................................ 11
Gambar 2.5 Telur Trichuris trichiura............................................................... 11
Gambar 2.6 Daur Hidup Trichuris trichiura..................................................... 12
Gambar 2.7. Siklus hidup Hookworm............................................................... 15
Gambar 2.8 Cacing Strongyloides stercoralis................................................... 17
Gambar 2.9 Daur Hidup Strongyloides stercoralis........................................... 19
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian.............................................................. 25
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar di
Yayasan Nanda Dian Nusantara.........................................................................
30
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Minum Obat Cacing Anak Usia Sekolah
Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara.........................................................
31
Tabel 4. 3 Distribusi Frekuensi Kejadian Infeksi Cacing Pada Anak Usia
Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara...........................................
31
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Spesies Cacing Hasil Pada Anak Usia Sekolah
Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara.........................................................
32
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Cuci Tangan Pada Anak Usia
Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara..........................................
33
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kontak Dengan Tanah Pada Anak Usia
Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara..........................................
33
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Penggunaan Alas Kaki Pada Anak
Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara..................................
34
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Kebersihan Kuku Pada Anak Usia Sekolah
Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara........................................................
34
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori................................................................................... 23
Bagan 2.2 Kerangka Konsep.............................................................................. 24
Bagan 3.1 Alur Penelitian................................................................................. 29
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit menular yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat. WHO tahun 2006 mengatakan
bahwa kejadian infeksi cacing di dunia masih tinggi yaitu 1 miliar orang
terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta orang terinfeksi cacing
Trichuris trichiura dan 740 juta orang terinfeksi cacing Hookworm.1
Prevalensi infeksi cacing di Indonesia pada umumnya juga sangat tinggi,
terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko
tinggi terjangkit penyakit ini yaitu sekitar 40-60 %.2
Prevalensi infeksi cacing pada anak lebih tinggi karena mereka
belum mengerti benar arti kesehatan dan kebersihan. Hasil survei infeksi
cacing Sekolah Dasar di 27 Provinsi Indonesia menurut jenis cacing
penyebabnya didapatkan bahwa pada tahun 2002 prevalensi Ascaris
lumbricoides 22,0%, Trichuris trichiura 19,9%, dan Hookworm 2,4%.
Tahun 2003 prevalensi Ascaris lumbricoides 21,7%, Trichuris trichiura
21,0%, dan Hookworm 0,6%. Tahun 2004 prevalensi Ascaris lumbricoides
16,1%, Trichuris trichiura 17,2%, dan Hookworm 5,1%. Tahun 2005
prevalensi Ascaris lumbricoides 12,5%, Trichuris trichiura 20,2%, dan
Hookworm 1,6%. Dan pada tahun 2006 prevalensi Ascaris lumbricoides
17,8%, Trichuris trichiura 24,2%, dan Hookworm 1,0%.3
Pada tahun 2008 pemeriksaan tinja dilaksanakan di 8 propinsi,
mempunyai range yang cukup tinggi yaitu antara 2,7% - 60,7%. Prevalensi
terendah di Sulawesi Utara (2,7%) dan tertinggi di Banten (60,7%).4
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi cacing
di Indonesia diantaranya adalah sanitasi lingkungan yang belum memadai,
kebersihan pribadi (Personal Hygiene), tingkat pendidikan, sosial ekonomi
2
rendah, dan perilaku hidup sehat yang belum memadai.5 Kebersihan
pribadi yang kurang memadai merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi tingginya prevalensi infeksi cacing pada anak. Anak usia
sekolah dasar masih suka bermain di tanah yang kemungkinan besar telah
terkontaminasi telur cacing akibat pembuangan tinja di sembarang tempat
apalagi dengan tempat tinggal yang dikelilingi tumpukan sampah dan
kurang menjaga kebersihan dirinya, antara lain tidak mencuci tangannya
ketika selesai bermain dan sebelum makan, tidak memakai alas kaki
tertutup seperti sepatu, serta kurang menjaga kebersihan kukunya,
sehingga memperbesar resiko mereka untuk terinfeksi cacing.6
Pada lokasi pemukiman dan sekolah bagi anak usia Sekolah Dasar
Yayasan Nanda Dian Nusantara di kampung pemulung Ciputat ditemukan
lingkungan yang masih sangat kotor dan anak-anak yang kurang menjaga
kebersihan dirinya. Namun, informasi tentang kejadian kecacingan belum
pernah dipublikasikan. Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan
penelitian untuk mengetahui tentang kejadian infeksi cacing dan
gambaran kebersihan pribadi pada anak usia Sekolah Dasar di Yayasan
Nanda Dian Nusantara.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana kejadian infeksi cacing dan gambaran kebersihan
pribadi pada anak usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian
Nusantara 2011?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui kejadian infeksi cacing dan gambaran
kebersihan pribadi pada anak usia Sekolah Dasar di Yayasan
Nanda Dian Nusantara 2011.
3
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui spesies cacing penyebab infeksi pada
anak usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara.
1.4 Manfaat Penelitian
Sebagai informasi tentang data kejadian infeksi cacing pada anak
usia Sekolah Dasar di wilayah Ciputat serta pentingnya masalah
kebersihan pribadi untuk mengurangi angka kejadian kecacingan tersebut.
Serta bahan evaluasi program penanggulangan infeksi cacing khususnya
bagi dinas pelayanan kesehatan setempat.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infeksi Cacing Pada Manusia
Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di negara-
negara yang sedang berkembang di daerah tropik adalah infeksi cacing usus.
Infeksi cacing adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan, minuman,
atau melalui kulit dimana tanah sebagai media penularannya yang disebabkan
oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris
trichuria), cacing tambang (Ancylostoma duodenale, Necator americanus),7
dan Strongyloides stercoralis.
Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit berat sehingga
seringkali diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan gangguan
kesehatan. Tetapi dalam keadaan infeksi berat atau keadaan yang luar biasa,
infeksi cacing cenderung memberikan analisa yang keliru ke arah penyakit
lain dan tidak jarang dapat berakibat fatal. Infeksi cacing banyak terdapat pada
anak usia Sekolah Dasar yang dapat merugikan pertumbuhan anak.
2.2 Jenis-jenis Nematoda Usus yang Ditularkan Melalui Tanah (Soil transmitted helminths)
Nematoda mempunyai jumlah spesies yang terbesar di antara cacing-
cacing yang hidup sebagai parasit. Cacing ini berbeda-beda dalam habitat,
daur hidup, dan hubungan hospes-parasit (host-parasite relationship).8
Nematoda usus di Indonesia lebih sering disebut sebagai cacing perut.
Sebagian penularannya terjadi melalui tanah, maka mereka digolongkan
dalam kelompok cacing yang ditularkan melalui tanah atau Soil transmitted
helminths.9
Kelainan patologik akibat infeksi cacing usus dapat ditimbulkan oleh
cacing dewasa maupun oleh larvanya, tergantung siklus hidup cacing dan
dipengaruhi oleh lokasi stadium cacing usus di dalam tubuh manusia. Cacing
dewasa dapat menimbulkan gangguan pencernaan, perdarahan, anemia, alergi,
obstruksi usus, iritasi usus, dan perforasi usus tergantung cara hidup cacing
5
dewasa, sedangkan larvanya dapat menimbulkan reaksi alergik dan kelainan
jaringan di tempat hidupnya.9
2.2.1 Cacing gelang (Ascaris lumbricoides)
Jumlah orang di dunia yang terinfeksi Ascaris mungkin
hanya kedua setelah infeksi cacing kremi, Enterobius vermicularis.
Ascaris lumbricoides lebih banyak terdapat di daerah yang
beriklim panas dan lembab, tetapi dapat juga hidup di daerah yang
beriklim sedang.10
2.2.1.1 Morfologi dan Daur Hidup
Manusia merupakan satu-satunya hopses Ascaris
lumbricoides. Penyakit yang disebabkannya disebut
askariasis.8
Ascaris lumbricoides jantan berukuran 10-30 cm,
sedangkan yang betina 22-35 cm. Stadium dewasa hidup di
rongga usus. Ascaris lumbricoides betina dapat bertelur
sebanyak 100.000-200.000 butir sehari, terdiri dari telur
yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.8
Telur yang dibuahi, besar kurang lebih 60 x 45
mikron dan yang tidak dibuahi 90 x 40 mikron. Dalam
lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang
menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3
minggu.8
Cacing jantan mempunyai ujung posterior yang
runcing, melengkung ke arah ventral, mempunyai banyak
papil kecil dan juga terdapat 2 buah spekulum yang
melengkung, masing-masing berukuran panjang sekitar 2
mm. Cacing betina mempunyai bentuk tubuh posterior yang
membulat (conical) dan lurus.9
6
Gambar 2.1 Cacing Ascaris lumbricoides dewasa (A: betina
dan B: jantan)23
(Sumber:www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm)
Telur yang dibuahi berbentuk avoid dan berukuran
60-70 x 30-50. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan
berisi satu sel tunggal. Sel ini dikelilingi membran vitelin
yang tipis. Di sekitar membran ini ada kulit bening dan
tebal yang dikelilingi lagi oleh lapisan albuminoid yang
tidak teratur. lapisan albuminoid ini kadang-kadang hilang
atau dilepaskan oleh zat kimia dan menghasilkan telur tanpa
kulit (decorticated). Di dalam rongga usus, telur
memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu. Telur
yang tidak dibuahi berukuran 88-94 x 40-44 dengan lapisan
albuminoid yang kurang sempurna dan isi nya tidak teratur.
Larva Ascaris lumbricoides dapat terlihat di dalam paru-
paru yang kena infeksi dan panjangnya dapat sampai 2 mm
dengan diameter 75. Larva mempunyai usus di bagian
tengah, sepasang saluran ekskresi dan ala yang nyata.11
Gambar 2.2 Telur Ascaris lumbricoides 23
(www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm)
7
Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi
berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang
lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan oleh
manusia akan menetas di usus halus. Larvanya menembus
dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran
limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran
darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh
darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus,
kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus.8
Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga
menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk
karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam
esofagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus berubah
menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai
cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih dua
bulan.8
Gambar 2.3 Daur Hidup Ascaris lumbricoides23
(www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm)
Keterangan :
1. Cacing dewasa hidup di saluran usus halus, seekor
cacing betina mampu menghasilkan telur sampai
240.000 perhari yang akan keluar bersama feses.
8
2. Telur yang sudah dibuahi mengandung embrio dan
menjadi infective setelah 18 hari sampai beberapa
minggu di tanah.
3. Tergantung pada kondisi lingkungan (kondisi
optimum, lembab, hangat, tempat teduh)
4. Telur infective tertelan
5. Masuk ke usus halus dan menetas mengeluarkan
larva yang kemudian menembus mukosa usus,
masuk kelenjar getah bening dan aliran darah dan
terbawa sampai ke paru-paru
6. Larva mengalami pendewasaan di dalam paru-paru
(10 –14), menembus dinding alveoli, naik ke saluran
pernapasan dan akhirnya terlelan kembali. Ketika
mencapai usus halus, larva tumbuh menjadi cacing
dewasa. Waktu yang diperlukan mulai tertelan telur
infeksi sampai menjadi cacing dewasa sekitar 2
sampai 3 bulan. Cacing dewasa dapat hidup 1
sampai 2 tahun dalam tubuh.12
2.2.1.2 Patologi dan Gejala Klinis
Gejala yang timbul pada penderita Ascariasis dapat
disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan karena
larva biasanya terjadi saat berada di paru. Pada orang yang
rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan
timbul gangguan pada paru yang disertai dengan batuk,
demam, eosinofilia, dan pada foto toraks tampak infiltrat.
Pada kasus ini sering terjadi kekeliruan diagnosis karena
mirip dengan gambaran TBC, namun infiltrat ini
menghilang dalam waktu 3 minggu, setelah diberikan obat
cacing pada penderita. Keadaan ini disebut sindrom
Loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa
biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami
9
gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan
berkurang, diare atau konstipasi.8
2.2.1.3 Pengobatan dan Pencegahan Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
a) Pengobatan
Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara
massal pada masyarakat. Untuk perorangan dapat
dipergunakan bermacam-macam obat misalnya piperazin,
pirantel pamoat atau mebendazol.8
b) Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik, higiene
keluarga dan higiene pribadi seperti :
1. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk
tanaman.
2. Sebelum melakukan persiapan makanan dan
hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu
menggunakan sabun.
3. Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar
(mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci
bersih dan disiram lagi dengan air hangat.
Karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam
tanah selama bertahun-tahun, pencegahan dan
pemberantasan di daerah endemic adalah sulit. Adapun
upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini
adalah sebagai berikut :
1. Mengadakan kemoterapi misal setiap 6 bulan sekali
di daerah endemic ataupun daerah yang rawan
terhadap penyakit ascariasis.
2. Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.
10
3. Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat
mematahkan siklus hidup cacing misalnya memakai
jamban/WC.
4. Makan makanan yang dimasak saja.
5. Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di
daerah yang menggunakan tinja sebagai pupuk.
2.2.2 Trichuris trichiura ( Cacing Cambuk )
Infeksi cacing ini (cacing cambuk) lebih sering terjadi di
daerah panas, lembab dan sering terlihat bersama-sama dengan
infeksi Ascaris. Jumlah cacing dapat bervariasi, apabila jumlahnya
sedikit, pasien biasanya tidak terpengaruh dengan adanya cacing
ini.10 Nama penyakit yang disebabkan oleh cacing cambuk
(Trichuris trichiura) adalah Trichuriasis.
2.2.2.1 Morfologi dan Daur Hidup
Trichuris trichiura termasuk nematoda usus yang
biasanya dinamakan cacing cambuk, karena tubuhnya
menyerupai cemeti dengan bagian depan yang tipis dan
bagian belakangnya yang jauh lebih tebal. Cacing ini pada
umumnya hidup di sekum manusia, sebagai penyebab
Trichuriasis dan tersebar secara kosmopilitan.13
Trichuris trichiura jauh lebih kecil dari Ascaris
lumbricoides, anterior panjang dan sangat halus, posterior
lebih tebal. Betina panjangnya 35-50 mm, dan jantan
panjangnya 30-45 mm. Telur berukuran 50-54 x 32 mikron,
bentuk seperti tempayan/tong, di kedua ujung ada
operkulum (mukus yang jernih) berwarna kuning tengguli,
bagian dalam jernih, dan dalam feses segar terdapat sel
telur.14
11
Gambar 2.4 Cacing Trichuris trichiura dewasa 23
(www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm)
Telur dengan ukuran 50-55 m x 22-24 m berbentuk
seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih
pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna
kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih.8
Gambar 2.5 Telur Trichuris trichiura23
(www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm)
Telur yang keluar bersama tinja penderita belum
mengandung larva, oleh karena itu belum infektif. Jika telur
jatuh di tanah yang sesuai, dalam waktu 3-4 minggu telur
berkembang menjadi infektif. Bila telur yang infektif
termakan manusia, di dalam usus halus dinding telur pecah
dan larva cacing keluar menuju sekum untuk selanjutnya
tumbuh menjadi dewasa. Untuk mengambil makanannya,
cacing memasukkan bagian anterior tubuhnya ke dalam
mukosa usus hospes. Satu bulan sejak masuknya telur ke
dalam mulut, cacing dewasa telah mulai mampu bertelur.
Cacing ini dapat hidup beberapa tahun lamanya di dalam
usus manusia.9
12
Gambar 2.6 Daur Hidup Trichuris trichiura23
(www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm)
2.2.2.2 Patologi dan Gejala Klinis
Pada umunya Trichuris trichiura dapat
menimbulkan efek traumatic dan efek toksik pada
penderita. Kerusakan terjadi pada tempat melekat cacing
pada mukosa usus daerah sekum, sedangkan pada infeksi
yang berat akan terjadi penyumbatan apendiks dan proses
peradangan pada sekum calon dan apendiks tersebut. Pada
infeksi berat juga dapat terjadi intoksikasi dan anemia tetapi
mekanismenya belum jelas. Cacing yang menghasilkan
substansi litik juga menghisap darah penderita. Urtikari dan
gejala-gejala alergi lain dapat pula dijumpai pada penderita
Trichuris trichiura.15
Infeksi Trichuris trichiura tanpa komplikasi
umumnya menunjukkan gejala-gejala dan keluhan nyeri
epigastrum, nyeri perut dan punggung, muntah, konstipasi
dan vertigo. Pada infeksi berat sering dijumpai prolaps
rektum. Beberapa menunjukkan gambaran mirip infeksi
cacing tambang yang berat dengan edemapada muka dan
tangan, dispnea, dilatasi jantung, insomnia, sakit kepala dan
demam ringan.15
13
Pada anak-anak, cacing ini tersebar di seluruh colon
dan rectum. Kadang-kadang terlihat mukosa rectum yang
mengalami prolaps akibat mengejannya penderita pada
waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke
dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang
menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada
tempat perlekatnya dapat terjadi pendarahan. Disamping itu
cacing ini menghisap darah hospesnya, sehingga
menyebabkan anemia.15
Bila infeksi yang berat dan menahun menunjukkan
gejala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi
dengan sindrom disentri, anemia, berat badan turun dan
kadang-kadang disertai prolaps rektum pada anak.15
Bila infeksi ringan, biasanya asimtomatis (tanpa
gejala). Bila jumlah cacingnya banyak, biasanya timbul
diare dengan feses yang berlendir, nyeri perut, dehidrasi,
anemia, lemah dan berat badan menurun.16
2.2.2.3 Pengobatan dan Pencegahan Cacing Cambuk
(Trichuris trichiura)
Dahulu infeksi Trichuris trichiura sulit sekali
diobati. Obat seperti tiabendazol dan ditiazinin tidak
memberikan hasil yang memuaskan. Sekarang dengan
adanya mebendazol dengan dosis 2 x 100 mg selama 3 hari
atau dosis tunggal 500 mg, albendazol dosis tunggal 400
mg dan oksantel pirantel pamoat dosis tunggal 10-15
mg/kgBB, infeksi cacing Trichuris trichiura dapat diobati
dengan hasil yang cukup baik.15
Sedangkan pencegahannya dapat dilakukan dengan
cara yaitu dalam hal pembuangan tinja haruslah memenuhi
syarat sehingga dapat mengurangi jumlah infeksi dan
jumlah cacing. Hal ini penting diperhatikan bila
14
berhubungan dengan anak-anak yang melakukan defekasi
di tanah.10
2.2.3 Ancylostoma duodenale dan Necator americanus (Cacing Tambang) Infeksi cacing tambang ditemukan pada daerah hangat yang
lembab dan mengakibatkan berbagai penyakit pada manusia, meski
morbiditasnya lebih banyak dibanding mortalitasnya. Meskipun
secara morfologik terdapat perbedaan yang nyata antara dua cacing
tambang yang umum terdapat pada manusia (cacing dewasanya),
stadium diagnostiknya (telur) ternyata identik.10 Nama penyakit
yang disebabkan oleh cacing tambang (Ancylostoma duodenale/
Necator americanus) adalah ancylostomiasisdan nekatoriasis.
2.2.3.1 Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa hidup di dalam usus halus manusia,
cacing melekat pada mukosa usus dengan bagian mulutnya
yang berkembang dengan baik. Infeksi pada manusia dapat
terjadi melalui penetrasi kulit oleh larva filariform yang ada
di tanah. Cacing betina menghasilkan 9.000-10.000 butir
telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1
cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa
berbentuk seperti hurup S atau C dan di dalam mulutnya
ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang dimulai dari
keluarnya telur cacing bersama feses, setelah 1-1,5 hari
dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva
rhabditiform.8
Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi
larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat
bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Setelah menembus
kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru.
Di paru-paru menembus pembuluh darah masuk ke
bronchus lalu ke trachea dan larynk. Dari larynk, larva ikut
15
tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing
dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit
atau ikut tertelan bersama makanan.8
Gambaran umum siklus hidup cacing Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus dapat dilihat pada
gambar berikut ini:
Gambar 2.7. Siklus hidup Hookworm23
(www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm)
Keterangan :
Larva cacing tambang pada suhu hangat dan lembab
mengalami pertumbuhan dalam 3 tahap. Pada tahap akhir,
larva-larva ini akan naik ke permukaan tanah. Dengan
bentuk tubuh yang runcing di bagian atas, larva ini akan
masuk menembus kulit dan ikut ke dalam aliran darah
sampai ke organ hati. Melalui pembuluh darah larva ini
akan terbawa ke paru-paru. Larva cacing tambang kemudian
bermigrasi ke bagian kerongkongan dan kemudian tertelan.
Larva kemudian menuju usus halus dan menjadi dewasa
dengan menghisap darah penderita. Cacing tambang
bertelur di usus halus yang kemudian dikeluarkan bersama
dengan feses dan akan menyebar kemana-mana.17
16
2.2.3.2 Patologi dan Gejala Klinis
Gejala klinik Hookworm dapat ditimbulkan oleh
cacing dewasa maupun oleh larvanya. Larva yang masuk ke
dalam kulit akan menimbulkan gatal-gatal yang disebut
ground-itch, sedang larva yang mengadakan migrasi paru
(Lung migration) hanya menimbulkan gangguan yang
ringan. Pemeriksaan darah menunjukkan eosinofili.9
Cacing dewasa yang menghisap darah penderita
akan menimbulkan anemia hipokrom mikrositer. Seekor
cacing Necator americanus dapat menimbulkan
kekurangan darah sampai 0,1 cc sehari, sedangkan
Ancylostoma duodenale sampai 0,34 cc sehari. Akibat
terjadi anemia, maka penderita akan mengalami gangguan
perut, penurunan keasaman lambung, sembelit dan steatore.
Penderita tampak pucat, perut buncit, rambut kering dan
mudah lepas.9
2.2.3.3 Pengobatan dan Pencegahan Cacing Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
Pirantel pamoat (Combantrin, Pyrantin, Pirantel,
dll) dan mebendazol (Vermox, Vermona, Vercid, dll)
memberikan hasil cukup baik, bilaman digunakan beberapa
hari berturut-turut.15
Sedangkan pencegahannya didalam masyarakat,
infeksi cacing tambang dapat dikurangi atau dihindarkan
dengan :
a. Sanitasi pembuangan tinja
b. Melindungi orang-orang yang mungkin mendapat
infeksi (susceptible).
c. Mengobati orang-orang yang mengandung parasit.
17
2.2.4 Strongyloides stercoralis
Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Parasit ini
dapat menyebabkan strongiloidiasis.8
2.2.4.1 Morfologi dan Daur Hidup
Strongyloides stercoralis betina berukuran 2,2 x
0,04 mm, tak berwarna, semi transparan dengan kutikula
yang bergaris-garis. Cacing ini mempunyai rongga mulut
yang pendek dan esofagus ramping, panjang dan silindris.
Cacing betina badannya licin, lubang kelamin terletak
diperbatasan antara 2/3 badan. Betina yang hidup bebas
lebih kecil dari yang betina parasitik. Strongyloides
stercoralis jantan mempunyai ekor yang melengkung. Telur
dari yang parasitis berukuran 54 x 32 mikron.13
Gambar 2.8 Cacing Strongyloides stercoralis 23
(www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm) Strongyloides stercoralis mempunyai tiga macam daur
hidup :
1. Siklus langsung
Sesudah 2 sampai 3 hari di tanah, larva rhabditiform
yang berukuran kira-kira 225 x 16 mikron berubah
menjadi larva filariform dengan bentuk langsing dan
merupakan bentuk yang infektif, panjangnya kira-
kira 700 mikron. Bila larva filariform menembus
kulit manusia, larva tumbuh, masuk ke dalam
peredaran darah vena dan kemudian melalui jantung
18
kanan sampai ke paru. Dari paru parasit yang mulai
menjadi dewasa menembus alveolus, masuk ke
trakea dan laring. Setelah sampai di laring terjadi
batuk sehingga perasit tertelan kemudian sampai di
usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing
betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28
hari sesudah infeksi.8
2. Siklus tidak langsung
Pada siklus tidak langsung, larva rhabditiform di
tanah berubah menjadi cacing jantan dan cacing
betina bentuk bebas. Bentuk-bentuk bebas ini lebih
gemuk dari bentuk parasitik. Cacing yang betina
berukuran 1mm x 0,06 mm, yang jantan berukuran
0,75 mm x 0,04 mm, mempunyai ekor melengkung
dengan 2 buah spikulum. Sesudah pembuahan
cacing betina menghasilkan telur yang menetas
menjadi larva rhabditiform dan selama beberapa
hari menjadi larva filariform yang infektif dan
masuk dalam hospes baru atau larva rhabditiform
dapat mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak
langsung ini terjadi bila keadaan lingkungan
sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan
yang dibutuhkan untuk hidup parasit ini.8
3. Autoinfeksi
Larva rhabditiform kadang-kadang menjadi larva
filariform di usus atau di sekitar anus, misalnya pada
pasien yang menderita obstipasi lama sehingga
bentuk rhabditiform sempat berubah menjadi
filariform di dalam usus, pada penderita diare
menahun dimana kebersihan kurang diperhatikan,
bentuk rhabditiform akan menjadi filariform pada
tinja yang masih melekat di sekitar dubur. Adanya
19
autoinfeksi dapat menyebabkan strongiloidiasis
menahun pada penderita.8
Gambar 2.9 Daur Hidup Strongyloides stercoralis23
(www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm)
2.2.4.2 Patologi dan Gejala Klinis
Kelainan patologik dapat ditimbulkan oleh larva
pada waktu menembus kulit, sehingga terjadi dermatitis
disertai dengan pruritis dan urtikaria. Selain itu jika larva
filaform yang menembus kulit banyak jumlahnya, maka
akibat migrasi paru yang berat dapat menimbulkan kelainan
pada paru penderita, misalnya pneumonia dan batuk
berdarah. Cacing dewasa yang menembus mukosa usus
dapat menimbulkan diare yang berdarah dan berlendir.
Seperti halnya infeksi dengan cacing yang disertai dengan
siklus migrasi paru, maka penderita pada pemeriksaan
darah menunjukkan adanya eosinofili dan leukositosis.
Infeksi yang berat pada penderita dapat menimbulkan
kematian.9
20
2.2.4.3 Pengobatan dan Pencegahan Cacing Strongyloides
stercoralis
Penularan Strongyloides dapat dicegah dengan
menghindari kontak dengan tanah, tinja atau genangan air
yang diduga terkontaminasi oleh larva infektif
2.3 Epidemiologi Kecacingan Oleh Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah
Di Indonesia, infeksi cacing merupakan masalah kesehatan yang sering
dijumpai. Angka kejadian infeksi cacing yang tinggi tidak terlepas dari
keadaan Indonesia yang beriklim tropis dengan kelembaban udara yang tinggi
serta tanah yang subur yang merupakan lingkungan yang optimal bagi
kehidupan cacing. Infeksi cacing tersebar luas, baik di pedesaan maupun di
perkotaan. Hasil survei infeksi cacing di Sekolah Dasar di beberapa propinsi
pada tahun 1986-1991 menunjukkan prevalensi sekitar 60% - 80%, sedangkan
untuk semua umur berkisar antara 40% - 60%. Hasil survei subdit diare pada
tahun 2002 dan 2003 pada 40 Sekolah Dasar di 10 provinsi menunjukkan
prevalensi berkisar antara 2,2% - 96,3%.21
Pada banyak penelitian, intensitas dan prevalensi infeksi cacing meningkat
pada anak-anak dan remaja. Kurva intensitas menurun sejalan dengan
bertambahnya usia. Puncak intensitas terjadi antara umur 5-10 tahun untuk
Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura, sedangkan cacing tambang pada
umur 10 tahun.21
Infeksi cacing juga dipengaruhi oleh perilaku individu. Intensitas dan
prevalensi yang tinggi pada anak disebabkan oleh kebiasaan memasukkan jari-
jari tangan yang kotor ke dalam mulut. Pada infeksi cacing tambang,
prevalensi yang tinggi di dapatkan pada anak dengan umur lebih tua, hal ini
kemungkinan disebabkan oleh mobilitas anak.15
2.4 Faktor Kebersihan Pribadi yang Berhubungan dengan Infeksi Cacing
Kebersihan pribadi adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang yaitu kesejahteraan fisik dan psikis untuk mencegah
timbulnya penyakit pada diri sendiri maupun orang lain.24
21
Higiene merupakan hal yang sangat penting diperhatikan terutama pada
masa-masa perkembangan. Dengan kesehatan pribadi yang buruk pada masa
tersebut akan dapat mengganggu perkembangan kualitas sumber daya
manusia. Higiene yang belum memadai merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi tingginya prevalensi infeksi cacing..
Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh
kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya untuk mencegah
timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan tersebut, serta membuat
kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan
kesehatan. Keadaan higiene yang tidak baik seperti tangan dan kuku yang
kotor, kebersihan diri dan penggunaan alas kaki hal ini dapat menimbulkan
infeksi cacing.18
Untuk menjaga kesehatan pribadi tentu saja tidak lepas dari kebiasaan-
kebiasaan sehat yang dilakukan setiap hari. Higiene perorangan pada anak
sekolah dasar meliputi :
1. Kebersihan Kulit
Kebersihan kulit biasanya merupakan cerminan kesehatan yang paling
pertama memberikan kesan. Oleh karena itu, perlunya memelihara
kesehatan kulit sebaik-baiknya. Pemeliharaan kesehatan kulit tidak
terlepas dari kebersihan lingkungan, makanan yang dimakan serta
kebiasaan hidup sehari-hari.
Untuk selalu memelihara kebersihan kulit, kebiasaan-kebiasaan yang
sehat harus selalu diperhatikan, seperti:
a. Mandi minimal 2x sehari
b. Mandi memakai sabun
c. Menjaga kebersihan pakaian
d. Menjaga kebersihan lingkungan
e. Makan yang bergizi terutama sayur-sayuran dan buah-buahan
f. Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri.19
2. Kebersihan Tangan, Kaki, dan Kuku
Kuku yang terawat dan bersih juga merupakan cerminan kepribadian
seseorang, kuku yang panjang dan tidak terawat akan menjadi tempat
22
melekatnya berbagai kotoran yang mengandung berbagai bahan dan
mikro organisme diantaranya bakteri dan telur cacing. Penularan
kecacingan diantaranya melalui tangan yang kotor, kuku yang kotor
yang kemungkinan terselip telur cacing akan tertelan ketika makan, hal
ini diperparah lagi apabila tidak terbiasa mencuci tangan memakai
sabun sebelum makan.20
Kuku yang kotor dapat menyebabkan penyakit-penyakit tertentu :
a. Pada kuku sendiri :
1. Cantengan yaitu radang bawah/pinggir kuku
2. Jamur kuku
b. Pada tempat lain :
1. Luka infeksi pada tempat garukan
2. Cacingan
Untuk menghindari hal-hal tersebut di atas, perlu diperhatikan sebagai
berikut :
1. Membersihkan tangan sebelum makan
2. Memotong kuku secara teratur
3. Membersihkan lingkungan
4. Mencuci kaki sebelum tidur
23
2.5 Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Agent/Spesies cacing : Spesies Siklus hidup Habitat Cara penularan/transmisi Parasite load
Vektor : Spesies penular/transmitter Habitat Cara penularan/perilaku vector Populasi /jumlah vektor
Faktor Kebersihan pribadi Kebiasaan mencuci tangan Kebiasaan memakai alas kaki Kebersihan kuku Kebiasaan kontak dengan tanah
Infeksi Cacing
24
2.6 Kerangka Konsep
Kebersihan pribadi adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorangyaitu kesejahteraan fisik dan psikis untuk mencegah
timbulnya penyakit pada diri sendiri maupun orang lain.24
Kebersihan pribadi meliputi kebersihan semua anggota tubuh, tetapi
variabel yang diteliti adalah sesuai dengan kerangka konsep sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Dependen
Bagan 2.2 Kerangka Konsep
2.7 Definisi Operasional
No Variabel Defenisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur
Skala pengukuran
1 Cuci tangan Tindakan membersihkan tangan dan jari dengan menggunakan air dan sabun
Kuesioner Wawancara 1.Tidak 2.Ya
Ordinal
2 Kontak dengan tanah
Kebiasaan bermain di lapangan dan terpapar tanah
Kuesioner Wawancara 1. Ya 2.Tidak
Ordinal
3 Penggunaan alas kaki
Selalu menggunakan alas kaki saat keluar dari rumah
Kuesioner Wawancara 1.Tidak 2.Ya
Ordinal
4 Kebersihan kuku
Kuku pendek dan bersih Kuesioner Wawancara 1.Buruk 2.Baik
Ordinal
5 Infeksi kecacingan
Ditemukannya satu atau lebih telur cacing atau larva golongan Soil Transmitted Helminth melalui pemeriksaan feses
Mikroskop Pemeriksaan telur dan larva
1.Negatif 2.Positif
Nominal
cuci tangan kontak dengan tanah penggunaan alas kaki kebersihan kuku
Infeksi cacing
Angka infeksi Spesies cacing
25
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif dengan
studi Cross sectional.25
3.2 Lokasi dan waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Yayasan Nanda Dian Nusantara. Jl
Jambu, Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur, Provinsi
Tangerang Selatan.Kegiatan dan waktu penelitian dilakukan sesuai
rincian tabel berikut:
Tabel 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian
3.3 Populasi Dan Sampel
a. Populasi
Populasi target dari penelitian ini adalah semua anak usia Sekolah
Dasar diYayasan Nanda Dian Nusantara.
Populasi sampel dari penelitian ini adalah semua anak usia
Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara sesuai kriteria
inklusi dan ekslusi.
b. Jumlah Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan cara
consecutive sampling pada anak usia Sekolah Dasar yang berada
di bawah binaan Yayasan Nanda Dian Nusantara di Kelurahan
Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur.26
Kegiatan Waktu
Penyusunan proposal 01 Juli 2011 - 31 Agustus 2011
Pengambilan data 01 Oktober 2011-31 Desember 2011
Pengolahan data 01 Januari 2012 – 30 Maret 2012
Penulisan laporan 01 Juni 2012 – 31 Agustus 2012
Pengumpulan laporan riset September 2012
26
Jumlah sampel dihitung dengan rumus
Keterangan :
Z : deviat baku alfa 1,96
Zβ : deviat baku beta 1,036
P2 : proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya
82% (Agustaria Ginting, 2008)
Q2 : 1-P2
P1 : proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan
judgement peneliti
Q1 : 1-P1
P1-P2 : selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna 20%
P : proporsi total (P1+P2)/2
Q : 1-P
Maka hasil hitung adalah 31. Sampel pada penelitian ini berjumlah
31 siswa, kemudian ditambahkan 10% sebagai cadangan sampel sehingga
jumlah sampel seluruhnya adalah sebanyak 35(pembulatan) sampel.
c. Kriteria Sampel
Kriteria inklusi :
1. Siswa usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara.
2. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini sampai akhir
penelitian.
3. Bersedia memberikan sampel fesesnya
Kriteria ekslusi :
1. Data tidak lengkap
2. Drop out di tengah penelitian
3. Minum obat cacing pada saat pengambilan sampel feses.
27
3.4 Cara Kerja Penelitian
Data yang digunakan adalah data primer yang didapat langsung
melalui kuesioner, pemeriksaan tinja, dan hasil observasi.
a. Kuesioner
Kuesioner yang ditujukan kepada anak Sekolah Dasar mencakup
identitas diri anak dan pertanyaan variabel yang diteliti. Kuesioner
dilakukan dengan wawancara langsung dengan responden.
b. Observasi
Observasi dilakukan dengan mengamati secara umum
kebiasaan/perilaku sehari-hari para responden serta mengukur
akurasi dan validitas jawaban dari data kuesioner. Pengamatan lain
juga dilakukan meliputi kebersihan lingkungan dan kemungkinan
lain yang menyebabkan anak terinfeksi cacing.
c. Metode Pemeriksaan feses
Pemeriksaan laboratorium sampel feses dilakukan untuk
mengetahui responden yang positif kecacingan, serta untuk
mengidentifikasi spesies cacing yang menginfeksi.
Pemeriksaan dilakukan dengan metode:
1. Pembuatan dan pemeriksaan Sediaan Tinja Basah Apus
Bahan:
1. Lidi
2. Kaca objek
3. KOH1%
4. Tinja
Cara:
1. Letakkan setetes KOH 1%di atas kaca objek
2. Dengan lididiambil sedikit tinja, kemudian
diratakan/homogenisasi di atas kaca objek
3. Sebarkan suspensi tinja di atas kaca objek sehingga
terdapat lapisan yang tipis tetapi tetap basah
4. Tutup dengan cover glass
5. Periksa dengan pembesaran lemah(objektif 10x)
28
2. Pembiakan Larva Dengan Cara Harada-Mori
Bahan
1. Kantong plastik es mambo
2. Kertas saring
3. Air bersih
4. Api lilin
5. Lidi
6. Tinja
Cara:
1. Oleskan tinja secukupnya pada bagian tengah kertas
saring
2. Masukkan air keran ke dalam kantong plastik
3. Masukkan kertas saring yang sudah dioles tinja ke
dalam kantong plastikyang sudah berisi air tersebut
4. Tutuplah kantong plastik dengan memakai api lilin
5. Gantunglah kantong plastik
6. Biarkan selama 4-7 hari pada suhu kamar (2-30⁰C)
7. Periksalah larva dalam air dari kantong plastik
dengan mikroskop binokuler untuk dilakukan
identifikasi.
29
Alur Penelitian
Bagan 3.1 Alur Penelitian
3.5 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat
untuk menjelaskan angka kejadian infeksi cacing dan distribusi frekuensi
usia, spesies cacing, dan kebersihan pribadi yang meliputi kebiasaan cuci
tangan, kontak dengan tanah, penggunaan alas kaki, dan kebersihan kuku.
Pembuatan proposal
Survey lapangan dan observasi
Pengambilan data: pengisian kuesioner /wawancara
pemeriksaan feses: pemeriksaan Sediaan Tinja Basah Apus dan Harada-
Mori
Pengolahan dan analisis data
Penyusunan laporan
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Yayasan Nanda Dian Nusantara terletak di Jl. Jambu II Kelurahan
Pisangan Ciputat Timur. Merupakan sekolah yang dibangun untuk tempat
bersekolah anak-anak di daerah sekitarnya yang berasal dari keluarga
dengan status ekonomi rendah atau sering disebut kampung pemulung.
4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar Di
Yayasan Nanda Dian Nusantara
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar di
Yayasan Nanda Dian Nusantara
NO Karakteristik Jumlah (%) 1 Populasi Laki-laki 26 47,3 Perempuan 29 52,7 2 Subyek Penelitian Laki-laki 17 48,6 Perempuan 18 51,4 3 Usia Responden Usia 4-6 tahun 8 22,9 Usia 7-9 tahun 13 37,1 Usia 10-12 tahun 14 40,0
Berdasarkan tabel 4.1 jumlah populasi sebanyak 55 orang dan
subyek penelitian sebanyak 35 orang. Jumlah sampel didapat berdasarkan
hasil penghitungan sampel dengan rumus untuk kriteria sampel yang
bersifat kategorik-kategorik tidak berpasangan.
31
4.3 Distribusi Frekuensi Minum Obat Cacing
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Minum Obat Cacing Anak Usia Sekolah
Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara
No Minum Obat Cacig Jumlah (% ) 1 Pernah 0 0,00 2 Tidak Pernah 35 100,0 Total 35 100,0
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa 100% responden
tidak pernah minum obat cacing.
4.4 Distribusi Frekuensi Kejadian Infeksi Cacing
Angka kejadian infeksi cacing pada anak usia Sekolah Dasar di
Yayasan Nanda Dian Nusantara dapat dilihat dengan distribusi sebagai
berikut:
Tabel 4. 3 Distribusi Frekuensi Kejadian Infeksi Cacing Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara
No Infeksi Cacing Jumlah (% ) 1 Positif 9 25,7 2 Negatif 26 74,3 Total 35 100,0
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa hasil pemeriksaan
feses anak di Yayasan Nanda Dian Nusantara menunjukkan bahwa
anak yang positif terinfeksi cacing sebanyak 9 orang (25,7%) dan negatif
sebanyak 26 orang (74,3%). Angka tersebut lebih rendah bila
dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh hasil
penelitian Siti Rahmah (2006) dengan desain cross sectional di
kampung pemulung makanan di Kelurahan Padang Bulan Medan
menemukan bahwa prevalensi kecacingan sebesar 93,02%.27
Perbedaan angka infeksi cacing berhubungan dengan faktor resiko
dan iklim dari lokasi penelitian, terutama yang berhubungan dengan
kondisi sanitasi lingkungan dan higiene perorangan.
32
4.5 Distribusi Frekuensi Spesies Cacing
Hasil pemeriksaan feses anak untuk identifikasi spesies cacing
pada murid dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4. 4 Distribusi Frekuensi Spesies Cacing Hasil Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara
No Jenis Cacing Jumlah % 1 Cacing Tambang 5 55,6 2 Fasciolopsis buski 1 11,1 3 Strongyloides stercoralis 1 11,1 4 Tidak diketahui 2 22,2 Total 9 100,0 Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat proporsi kejadian infeksi
cacing pada anak di Yayasan Nanda Dian Nusantara menunjukkan bahwa
55,6% anak terinfeksi cacing tambang, 11,1% cacing Fasciolopsis buski,
11,1% cacing Strongyloides stercoralis, dan 22,2% tidak teridentifikasi.
Tingginya infeksi cacing tambang pada penelitian ini dikarenakan
lokasi penelitian merupakan daerah kumuh. Hal ini sesuai dengan
penelitian Inge Sutanto dimana sekitar 40% anak sekolah dasar di desa
tertinggal (kumuh) terinfeksi cacing tambang15. Serta tanah merupakan
media yang diperlukan oleh cacing tambang dalam siklus hidupnya dan
sebagai media penularan. Cacing ini dapat bertahan hidup selama 7-8
minggu di tanah.15
Strongyloides stercolaris sekarang ini memang sudah jarang
ditemukan. Cacing ini membutuhkan lingkunganyang panas, kelembaban
tinggi dan sanitasi yang kurang baikuntuk daur hidup tidak langsung,
sedangkan siklus langsung di negeri yang lebih dingin. Dan untuk
Fasciolopsis buski disebabkan karena kebiasaan memakan keong, ikan air
tawar, dan tumbuh-tumbuhan air yang merupakan hospes perantara II dan
tidak dimasak sampai matang.15
Untuk infeksi cacing yang tidak teridentifikasi dikarenakan pada
pemeriksaan feses tidak ditemukan stadium telur, sedangkan pada
pemeriksaan kultur feses secara Harada-Mori ditemukan munculnya larva
setelah 2-3 hari feses ditumbuhkan dalam media air. Namun larva tersebut
33
sulit untuk diidentifikasi secara mikroskopik karena kesamaan morfologi
dengan spesies lain.
4.6 Distribusi, Frekuensi Indikator Kebersihan Pribadi
4.5.1 Cuci Tangan
Tabel 4.5 Distribusi, Frekuensi Kebiasaan Cuci Tangan Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara
No Cuci Tangan Jumlah (%) 1 Tidak Cuci Tangan 24 68,6 2 Cuci Tangan 11 31,4 Total 35 100,0
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat perilaku anak yang tidak
mencuci tangan (68,6%), lebih besar daripada yang mencuci
tangan dengan baik (31,4%). Angka ini berbeda dibandingkan
dengan hasil penelitian Jalaluddin (2009) yang ditemukan
persentase anak yang mencuci tangan 46,7% dan yang tidak
mencuci tangan 53,3%.28 Hal ini memperlihatkan kebersihan
pribadi pada responden penelitian ini tergolong kurang baik
dibandingkan penelitian lainnya.
4.5.2 Kontak Dengan Tanah
Tabel 4.6 Distribusi, Frekuensi Kontak Dengan Tanah Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara
No Kontak Dengan Tanah Jumlah (%) 1 Kontak Dengan Tanah 25 71,4 2 Tidak Kontak Dengan Tanah 10 28,6 Total 35 100,0
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat perilaku anak yang
sering kontak dengan tanah (71,4%), lebih besar daripada yang tidak
kontak dengan tanah (28,6%). Kebiasaan kontak dengan tanah pada
responden penelitian ini lebih besar dibandingkan penelitian
sebelumnya oleh Didik Sumanto (2010) dimana ditemukan
34
persentase anak yang kontak dengan tanah 37,9% dan yang tidak
kontak dengan tanah 62,1%.29
4.5.3 Penggunaan Alas Kaki
Tabel 4.7 Distribusi, Frekuensi Kebiasaan Penggunaan Alas Kaki Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara
No Penggunaan Alas Kaki Jumlah (%) 1 Tidak Menggunakan Alas Kaki 7 20,0 2 Menggunakan Alas Kaki 28 80,0 Total 35 100,0
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat perilaku anak yang
menggunakan alas kaki (80,0%), lebih besar daripada yang tidak
menggunakan alas kaki (20,0%). Kebiasaan menggunakan alas kaki
pada responden penelitian ini sudah lebih baik dibandingkan subyek
penelitian Jalaluddin (2009) dimana ditemukan persentase anak yang
menggunakan alas kaki 47,3% dan yang tidak menggunakan alas
kaki 52,7%.2
4.5.4 Kebersihan Kuku
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Kebersihan Kuku Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara
No Kebersihan Kuku Jumlah (%) 1 Buruk 15 42,9 2 Baik 20 57,1 Total 35 100,0
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat perilaku anak yang
kebersihan kukunya baik (57,1%), lebih besar daripada yang
kebersihan kukunya buruk (42,9%). Angka ini tidak jauh berbeda
dengan hasil penelitian Jalaluddin (2009) dimana ditemukan
kebersihan kuku anak yang baik 53,3% dan yang kebersihan kuku
buruk terdapat 46,7%.28
Dari keempat faktor yang diteliti, didapatkan bahwa
frekuensi penggunaan alas kaki dan kebersihan kuku lebih baik
35
dibandingkan frekuensi kebiasaan cuci tangan dan kontak dengan
tanah.
36
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian kejadian infeksi cacing dan gambaran
kebersihan pribadi pada anak usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian
Nusantara 2011 dapat disimpulkan sebagai beikut :
1. Angka kejadian infeksi cacing tanah pada subyek penelitian adalah
25,7%
2. Spesies cacing terbanyak yang ditemukan berturut-turut adalah
cacing tambang (55,6%), 11,1% cacing Fasciolopsis buski, 11,1%
cacing Strongyloides stercoralis, dan 22,2% tidak teridentifikasi
3. Angka kejadian infeksi lebih tinggi pada kelompok yang memiliki
kebiasaan tidak mencuci tangan dan kelompok yang mempunyai
kebiasaan kontak dengan tanah.
5.2 Saran
1. Untuk pihak yayasan agar memberikan pemahaman kepada anak didiknya
tentang pentingnya menjaga kebersihan diri / personal higiene seperti
setiap mencuci tangan dengan sabun, memakai alas kaki bila bermain dan
keluar rumah, memotong kuku anak seminggu sekali, dalam mencegah
terjadinya infeksi cacing
2. Untuk peneliti selanjutnya untuk dapat menghindari dan mengantisipasi
kesalahan dan kekurangan yang ada dalam penelitian ini sehingga
diharapkan mencapai hasil yang lebih baik
3. Untuk pemerintah setempat diharapkan melakukan intervensi terhadap
lingkungan sekitar Yayasan Nanda Dian Nusantara karena lingkungan
tersebut tidak mendukung kesehatan.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Soil Transmitted Helminths.http://www.who.int/intestinalworms/
2. Depkes. RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.2005.
3. Depkes. RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. 2006.
4. Depkes RI. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Jakarta. 2008
5. Rampengan.Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak.Jakarta: EGC.2007
6. Siti Rahmah. Hubungan Higiene Perorangan Pemulung Makanan Sisa
Dengan Infeksi Kecacingan Di Kelurahan Padang Bulan Medan.2006
7. Jawetz M. Adelberg’s. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23.Jakarta:
EGC.2005
8. Gandahusada, S, dkk.Parasitologi Kedokteran. Ed-2.Jakarta: FKUI. 2003.
9. Soedarto. Helmintologi Kedokteran. Edisi Kedus. Jakarta: EGC.1995.
10. Garcia, Lynne S, Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta.EGC. 1996.
11. Natadisastra, D dan Ridad, A. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ
tubuh yang diserang. Jakarta. EGC: 2009
12. Garcia LS, and Bruckner DA.Diagnostik parasitologi kedokteran. Penerbit
buku kedokteran. EGC: 2009
13. Irianto, K.Parasitologi. Bandung .Cetakan I Yrama Widya: 2009.
14. Muslim, HM. Parasitologi untuk Keperawatan. Jakarta. EGC. 2009
15. Sutanto, Inge, dkk. Parasitologi Kedokteran Ed-4. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2008.
16. Entjang, Indan, Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Akademi
Keperawatan.Bandung:Citra Aditya Bakti. 2001
17. Albert B. Sabin Vaccine Institute F Street. N W Suite. Washington DC.
www//http; DPDx, the Parasitology Website, 2007
18. Azwar.Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber
Widia. 1996.
19. Notoatmodjo, S. Ilmu Kesehatan Masyarakat.Cetakan Kedua. Jakarta:
Rineka Cipta. 2003.
38
20. Onggowaluyo,S,J. Parasitologi Medik I (Helmintologi). Pendekatan Aspek
Identifikasi Diagnosis dan Klinik. Jakarta: EGC. 2002.
21. DepKes RI,. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan
di Era Desentralisasi. Jakarta. 2004
22. Gani,H.E.Helmintologi Kedokteran.Jakarta. EGC Edisi XX. Jakarta.2002
23. DPDx. 2011. Parasites of the Intestina
Tract.www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm
24. Tarwoto, Wartonah.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.2006.
25. Sopiyuddin Dahlan, M. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian
Bidang Kedokteran Dan Kesehatan. Ed-2. Jakarta: Sagung Seto. 2009.
26. Sopiyuddin Dahlan, M. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel
Dalam Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan. Ed-2. Jakarta: Salemba
Medika. 2009.
27. Ginting, Agustaria. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal
Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir
28. Jalaluddin. 2009. Pengaruh Sanitasi Lingkungan, Personal Hygiene Dan
Karakteristik Anak Terhadap Infeksi Kecacingan Pada Murid Sekolah
Dasar Di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe. Tesis.
Univesitas Sumatera Utara, Medan.
29. Sumanto, Didik. 2010. Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang Pada Anak
Sekolah. Studi kasus kontrol di Desa Rejosari, Karangawen, Demak.
Tesis. Universitas Diponegoro
30. Mardiana, Djarismawati. Prevalensi Cacing Usus Pada Murid Sekolah
Dasar Wajib Belajar Pelayanan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan
Daerah Kumuh di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan 2008; 7
:769 – 774.
39
lampiran 1.Kuesioner penelitian
SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN
Kepada,
Yth, Calon Responden
di Tempat.
Responden yang kami hormati,
Kami yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Pendidikan
Dokter Uin Syarif Hidayatullah yang akan melakukan penelitian tentang
“Kejadian Infeksi Cacing dan Gambaran Kebersihan Pribadi pada Anak Usia
Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara 2011”
Bersama dengan ini kami mohon kesediaan untuk menandatangani
lembaran persetujuan dan menjawab pertanyaan dengan keadaan sebenarnya. Data
yang diperoleh nantinya hanya akan dipergunakan untuk keperluan peneliti. Atas
kesediaan dan kerjasama, kami ucapkan terimakasih.
Peneliti
Iin Citra Liana Hasibuan
40
FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN
Setelah dijelaskan maksud penelitian, maka saya bersedia menjadi
responden dalam penelitian yang dilakukan oleh saudari Iin Citra Liana dengan
judul “Kejadian Infeksi Cacing dan Gambaran Kebersihan Pribadi pada Anak
Usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara 2011”.
Dengan persetujuan ini, saya tanda tangani dengan sukarela tanpa paksaan
dari pihak manapun.
Responden
( )
41
KUESIONER PENELITIAN
KEJADIAN INFEKSI CACING DAN GAMBARAN KEBERSIHAN
PRIBADI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI YAYASAN NANDA
DIAN NUSANTARA 2011
Data Umum Responden
1. Nama :
2. Jenis kelamin :
3. Umur :
4. Alamat :
5. Pekerjaan orangtua :
Ayah :
Ibu :
Lingkari jawaban dibawah ini:
Data Personal Higiene
a. Kebiasaan cuci tangan dan mandi
No Pertanyaan Jawaban Kode 1 Sebelum makan apakah adik
mencuci tangan? 1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. ya
A1
2 Apakah sebelum makan adik mencuci tangan dengan sabun?
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. ya
A2
3 Apakah setelah buang air besar adik mencuci tangan dengan sabun?
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. ya
A3
b. Kebisaan kontak dengan tanah
No Pertanyaan Jawaban Kode 1 dimana tempat/lokasi adik
biasa bermain? 1. Lapangan 2. Halaman rumah 3. Dalam rumah
B1
3 Setelah bermain apakah adik membersihkan kaki dan tangan?
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. ya
B2
4 Apakah setelah bermain di tanah adik mencuci kaki dan tangan dengan sabun?
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. ya
B3
42
c. Penggunakan alas kaki
No Pertanyaan Jawaban Kode 1 Apakah adik menggunakan
alas kaki (sandal, sepatu) setiap keluar rumah?
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Ya
C1
2 Pada waktu istirahat sekolah apakah adik memakai sepatu setiap kali bermain?
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Ya
C2
d. Kebersihan kukulxxx\
No Pertanyaan Jawaban Kode 1 Apakah seminggu sekali
adik memotong kuku? 1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. ya
D1
2 Apakah adik sering melakukan kebiasaan menggigit kuku?
1. ya 2. kadang-kadang 3. tidak
D2
3 Lihat keadaan kuku anak (observasi)
1. Panjang kotor 2. Pendek kotor 3. Pendek bersih
D3
e. Data Makan Obat
No Pertanyaan Jawaban Kode 1 Apakah adik pernah minum
obat cacing ? 1. Tidak 2. ya
E1
2 Kapan terakhir minum obat cacing?
1. Belum pernah 2. Tahun lalu 3. 6 bulan yang lalu 4. Sekitar sebulan yang
lalu
E2
43
Lampiran 2. Hasil Observasi Data hasil observasi digunakan untuk mengetahui perilaku anak apakah
sesuai dengan jawaban kuesioner, dan hasil dari observasi ditemukan:
NO Variabel Nilai ukur
Jumlah/ persentasi
Keterangan
1 Cuci tangan Tidak Iya
- Mayoritas responden tidak mencuci tangannya dengan sabun sebelum makan.
2 Kontak dengan tanah
Tidak Iya
- Mayoritas responden sering bermain di lapangan seperti bermain bola, dll. Beberapa responden juga sering membantu pekerjaan orang tuanya yaitu memulung
3 Penggunaan alas kaki
Tidak Iya
- Mayoritas anak selalu mengunakan alas kaki ketika mereka keluar dari rumah, tetapi ketika bermain di lapangan responden sering tidak menggunakan alas kaki
4 Kebersihan kuku
Baik Buruk
- Mayoritas responden memiliki kuku yang pendek tetapi kurang bersih, dan beberapa anak memiliki kebiasaan menggigit kukunya.
44
Lampiran 3. Frequency Table
45
Lampiran 4. Gambar lokasi penelitian
Kampung Pemulung, Ciputat
Yayasan Nanda Dian Nusantara
Anak-anak bermain tanpa alas kaki Rumah warga
46
Lampiran 5. Gambar hasil penelitian
Larva Strongyloides stercoralis
Telur Cacing tambang
Larva Fasciolopsis buski
47
Lampiran 6. Data penelitian
No Nama Jenis kelamin
Umur (tahun)
Cuci tangan
Kontak dengan tanah
Penggunaan alas kaki
Kebersihan kuku
Infeksi cacing
1 Agus laki-laki 12 buruk buruk buruk buruk Negatif 2 Ahyat laki-laki 11 buruk buruk baik buruk Negatif 3 Alfi Perempuan 9 buruk buruk baik buruk Negatif 4 Apri laki-laki 7 baik buruk baik baik Negatif 5 Arif H laki-laki 10 buruk buruk baik baik Negatif 6 Dadang laki-laki 7 buruk buruk buruk buruk Negatif 7 Damar laki-laki 9 buruk buruk baik buruk Negatif 8 Devi Perempuan 11 buruk baik baik baik Positif 9 Dian Pratika Perempuan 11 buruk buruk baik buruk Negatif 10 Dimas laki-laki 5 baik baik baik baik Negatif 11 Dio laki-laki 5 baik buruk baik baik Positif 12 Disca Perempuan 8 buruk buruk baik baik Positif 13 Fahmi laki-laki 4 buruk baik buruk buruk Negatif 14 Iis Perempuan 9 buruk buruk baik buruk Negatif 15 Ilham laki-laki 8 buruk baik baik baik Negatif 16 Isti Sarah Perempuan 11 baik baik baik baik Negatif 17 Ivan laki-laki 7 buruk buruk baik baik Negatif 18 Lala Perempuan 10 baik baik baik baik Negatif 19 Lisa Perempuan 6 buruk buruk baik baik Positif 20 Martia Perempuan 6 buruk buruk baik baik Negatif 21 Mustofa laki-laki 10 buruk buruk buruk buruk Positif 22 Nia Agustina Perempuan 8 baik baik buruk baik Negatif 23 Nisa Perempuan 9 buruk buruk baik buruk Negatif 24 Nofendy laki-laki 7 buruk buruk baik buruk Negatif 25 Novi Perempuan 10 baik baik baik baik Negatif 26 Nur Perempuan 6 baik buruk buruk buruk Negatif 27 Pemas laki-laki 6 baik buruk baik buruk Negatif 28 Putri Widya Perempuan 8 baik buruk baik baik Negatif 29 Rani Perempuan 11 buruk buruk baik buruk Positif 30 Renaldo laki-laki 5 baik baik baik baik Negatif 31 Rika
Fadillah Perempuan 10 buruk buruk baik baik Negatif
32 Rizki Lianti Perempuan 11 buruk buruk baik baik Positif 33 Rofik
Rudianto laki-laki 11 buruk buruk baik baik Positif
34 Roni laki-laki 10 buruk buruk buruk buruk Negatif 35 Sania Perempuan 8 buruk baik baik baik Positif