Upload
dangkhanh
View
236
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 95
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA
Nomor : B-69/E/EJP/01/2013 Jakarta, 08 Januari 2013 Sifat : Segera Lampiran : - Perihal : Penanganan Perkara KEPADA YTH : Tindak Pidana Terorisme PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI ---------------------------------- DI – SELURUH INDONESIA
Berdasarkan hasil pemantauan dan informasi yang diperoleh dari Densus
88/AT Mabes POLRI, terdapat perkara Tindak Pidana Terorisme yang ditangani
Kejaksaan Tinggi / Kejaksaan Negeri yang merupakan hasil penyidikan dari
Kepolisian Daerah ataupun Kepolisian Resort setempat, namun Kejaksaan
Tinggi/Kejaksaan Negeri tidak melaporkan penanganannya kepada Jaksa Agung
Muda Tindak Pidana Umum, melalui mekanisme pelaporan Perkara Penting (PK-
TING) sebagaimana diatur dalam Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia
Nomor: INS-004/JA/3/1994 tanggal 9 Maret 1994, Surat Jaksa Agung Muda Tindak
Pidana Umum Nomor: R-05/E/ES/2/95 tanggal 9 Februari 1995 maupun PERJA
Nomor: 036/A/JA/09/2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP).
Terkait dengan penanganan perkara Tindak Pidana Terorisme, perlu
disampaikan bahwa sesuai dengan PERJA Nomor: PER-001/A/JA/09/2005
tanggal 8 September 2005 tentang Pembentukan Satuan Tugas Penanganan
Tindak Pidana Terorisme dan Tindak Pidana Lintas Negara, maka penanganan,
pengendalian dan administrasi perkara Tindak Pidana Terorisme disentralisasi
pada Satuan Tugas Penanganan Perkara Tindak Pidana Terorisme dan Tindak
Pidana Lintas Negara di Kejaksaan Agung RI, sehingga apabila ada perkara
Tindak Pidana Terorisme yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan
Negeri, maka dengan ini diberi petunjuk hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa apabila ada perkara Tindak Pidana Terorisme yang penyidikannya
dilakukan oleh Reskrim POLDA dan POLRES yang diserahkan, maka
Kejaksaan Tinggi maupun Kejaksaan Negeri setempat dapat melaksanakan
penuntutan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, dengan
Kewajiban Kejaksaan Tinggi/Kejaksaan Negeri setempat melaporkan setiap
perkembangannya kepada JAMPIDUM dengan Tembusan Ketua Satgas TP
Terorisme dan TP Lintas Negara, dimulai sejak penerimaan Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), sesuai dengan mekanisme
penanganan dan pelaporan PK. Ting sesuai dengan Instruksi Jaksa Agung
Republik Indonesia Nomor: INS-004/JA/3/1994 tanggal 9 Maret 1994, Surat
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: R-05/E/ES/95 tanggal 9
Februari 1995 dan PERJA Nomor: 036/A/JA/09/2011 tentang Standa
Operasional Prosedur (SOP).
2. Dalam hal dipandang perlu dan demi keberhasilan penanganan perkara,
dengan memperhatikan kondisi keamanan daerah atau karena adanya
bahaya bencana alam di daerah hukum Pengadilan Negeri yang seharusnya
mengadiri perkara (menurut Locus Delicti), serta demi kepentingan hukum,
maka Kepala Kejaksaan Negeri dapat mengajukanusulan pemindahan tempat
persidangan kepada Ketua Mahkamah Agung RI melalui Kepala Kejaksaan
Tinggi setempat dengan tembusan kepada Jaksa Agung RI, Penyidik dan
Ketua Pengadilan Negeri setempat.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 96
3. Pengajuan usulan pemindahan tempat persidangan pada angka (2) disertai
dengan alasan sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Pidana. Tata Cara
pengajuan pemindahan persidangan dan administrasinya mengacu kepada
Pasal 60 PERJA RI Nomor: PER-036/A/JA/09/2011 tanggal 21 September
2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara
Tindak Pidana Umum.
4. Apabila dalam proses pengusulan pemindahan tempat persidangan
mengalami keterlambatan terbitnya SK MA (Surat Keputusan Mahkamah
Agung), maka Kepala Kejaksaan Tinggi dapat segera memerintahkan kepada
Kepala Kejaksaan Negeri setempat untuk melimpahkan perkara tersebut pada
Pengadilan Negeri setempat tempat kejadian perkara, untuk menghindari
dikeluarkannya terdakwa dari tahanan Rutan demi hukum.
Demikian untuk dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia di Jakarta; (sebagai laporan)
2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia di Jakarta; 3. Yth. Jaksa Agung Muda Intelijen di Jakarta; 4. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan di Jakarta; 5. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 6. Yth. Dir. Kemnegtibum pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 7. Yth. Kasatgas TP. Terorisme dan TP. Lintas Negara di Jakarta; 8. Arsip
-----------------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 97
NOTA KESEPAHAMAN
ANTARA
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
DENGAN
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : Kep-001/E/EJP/02/2013 NOMOR : B/9/II/2013
TENTANG
KOORDINASI DALAM PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA TERORISME
Pada hari ini Jum’at, tanggal dua puluh dua, bulan Februari, tahun dua ribu tiga belas, yang
bertandatangan di bawah ini:
1. MAHFUD MANNAN, selaku JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM KEJAKSAAN
AGUNG REPUBLIK INDONESIA, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, berkedudukan di Jalan Sultan Hasanuddin No. 1
Kebayoran Baru Jakarta Selatan, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.
2. BRIGARDIR JENDERAL POLISI H. MUHAMAD SYAFI’I, SH., selaku KEPALA
DETASEMEN KHUSUS 88 ANTI TEROR, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (POLRI), berdasarkan Surat Perintah
Kapolri Nomor: Sprin/235/II/2013, tanggal 11 Februari 2013 tentang Penunjukan dan
Pendelegasian untuk Penandatanganan Nota Kesepahaman berkedudukan di Jalan
Trunojoyo Nomor 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110, selanjutnya disebut PIHAK
KEDUA.
PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA, selanjutnya secara bersama-sama disebut PARA PIHAK,
terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut :
a. Bahwa PIHAK PERTAMA melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan Republik
Indonesia di bidang Tindak Pidana Umum, yang dalam hal ini memiliki kewenangan untuk
melakukan pra penuntutan, penuntutan dan eksekusi perkara tindak pidana terorisme serta
kewenangan lain berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
b. Bahwa PIHAK KEDUA merupakan fungsi dari Kepolisian Republik Indonesia yang memiliki
kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan perkara Tindak Pidana
Terorisme yang termasuk dalam daerah hukum Republik Indonesia berdasarkan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 98
Dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme menjadi Undang-Undang;
4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;
5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantsan Tindak
Pidana Pencucian Uang;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hubungan
dan Kerjasama Kepolisian Negara Republik Indonesia;
7. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan
RI.
8. Peraturan Presiden Nomor 52 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian
Negara RI;
9. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang
Panduan Penyusunan Perjanjian Kerja Sama;
10. Peraturan Jaksa Agung Nomor: Per – 001/A/JA/09/2005 tentang Pembentuakan Satuan
Tugas Tindak Pidana Terorisme dan Tindak Pidana Lintas Negara;
11. Peraturan Jaksa Agung Nomor: Per – 009/A/JA/01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kejaksaan Republik Indonesia;
12. Peraturan Jaksa Agung Nomor : Per–036/A/JA/09/2011 tentang Standar Operasional
Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, PARA PIHAK sepakat untuk mengadakan kerja sama dalam
rangka koordinasi dalam penanganan perkara tindak pidana terorisme melalui Nota Kesepahaman,
dengan menyatakan beberapa hal sebagai berikut:
BAB I
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 1
(1) Maksud Nota Kesepahaman ini adalah sebagai pedoman bagi PARA PIHAK untuk
melakukan koordinasi dan kerja sama penanganan perkara tindak pidana terorisme;
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 99
(2) Tujuan Nota Kesepahaman ini adalah terwujudnya kerja sama dan sinergitas PARA PIHAK
dalam rangka mempercepat dan memperlancar penanganan perkara tindak pidana
terorisme.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang lingkup Nota Kesepahaman ini meliputi:
a. Penangkapan, penahanan dan pra penuntutan;
b. Penuntutan;
c. Pelaksanaan penetapan hakim dalam proses persidangan dan putusan pengadilan;
d. Koordinasi.
BAB III
PELAKSANAAN
Bagian Pertama
Penangkapan, Penahanan dan Pra Penuntutan
Pasal 3
(1) Setiap penangkapan terhadap orang/kelompok orang yang diduga keras melakukan tindak
pidana terorisme berdasarkan bukti permulaan yang cukup yang dilakukan oleh PIHAK
KEDUA segera diberitahukan dan dikoordinasikan kepada PIHAK PERTAMA;
(2) Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan berdasarkan pada
Laporan Intelijen;
(3) Laporan Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh Komunitas Intelijen
kepada Pengadilan melalui Penyidik guna mendapatkan Penetapan Hakim;
(4) PIHAK KEDUA dapat berkoordinasi dengan PIHAK PERTAMA dalam rangka
memaksimalkan pengunaan alat bukti elektronik pemeriksaan tindak pidana terorisme;
(5) Penggunaan alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilengkapi dengan
Keterangan Ahli yang dituangkan dalam Berita Acara pemeriksaan Laboratorium
Kriminalistik.
Pasal 4
Setiap penahanan terhadap orang/kelompok orang yang diduga keras melakukan tindak pidana
terorisme berdasarkan bukti yang cukup yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA segera diberitahukan
kepada PIHAK PERTAMA.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 100
Pasal 5
PIHAK PERTAMA bersama-sama dengan PIHAK KEDUA melakukan penelitian dan verifikasi
terhadap barang bukti yang terlampir dalam Daftar Barang Bukti di berkas perkara dengan barang
bukti yang tercantum dalam Penetapan Penyitaan dari Pengadilan Negeri.
Pasal 6
Dalam hal adanya barang bukti yang diduga masih terkait dengan tindak pidana lainnya yang
sedang diselidiki atai disidik, maka PIHAK KEDUA memberitahukan hal ini kepada PIHAK
PERTAMA.
Pasal 7
PIHAK KEDUA dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap ahli dituangkan pada Berita Acara
dengan memuat motode dan cara pengambilan transkrip hardisk data, rekaman, dan informasi untuk
kelengkapan pemberkasan.
Pasal 8
(1) Dalam hal terdapat saksi yang keberatan bertatap muka secara langsung dengan terdakwa
untuk memberikan keterangan di muka persidangan, maka saksi dapat mengajukan
permohonan keberatan kepada PIHAK PERTAMA melalui PIHAK KEDUA dalam tahap
penyidikan;
(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk Surat
Pernyataan Keberatan kepada PIHAK PERTAMA dan dilampirkan dalam Berita Acara
Pemeriklsaan;
(3) Surat Pernyataan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh PIHAK
PERTAMA kepada Majelis Hakim yang memeriksa untuk mendapatkan persetujuan
Mahkamah Agung tentang permeriksaan melalui teleconference terhadap saksi yang
bersangkutan dalam persidangan;
(4) Apabila terdapat saksi di luar berkas perkara yang terkait dengan jaringan tindak pidana
terorisme, PIHAK KEDUA membantu memanggil dan menghadirkan Saksi tersebut atas
permintaan PIHAK PERTAMA demi kepentingan pembuktian di persidangan;
(5) PIHAK KEDUA dalam hal melakukan Pemeriksaan terhadap Tersangka dan/atau Saksi yang
menjadi Tersangka dalam berkas terpisah, dilakukan perekaman audio/visual dengan
didampingi Penasihat Hukum.
Pasal 9
(1) Tempat persidangan dapat dipindahkan dari Pengadilan Negeri setempat ke wilayah hukum
pengadilan Negeri lain;
(2) PIHAK KEDUA membantu proses pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai
dengan kesepakatan PIHAK PERTAMA.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 101
Bagian Kedua
Penuntutan
Pasal 10
(1) PARA PIHAK dapat menitipkan penahanan Terdakwa dan Barang Bukti secara tertulis di
Rutan Salemba Cabang Mako Brimob Depok;
(2) PIHAK KEDUA Menerima penitipan penahanan Terdakwa dan Barang Bukti berserta
kelengkapan administrasinya dengan tingkat pengamanan tinggi dan dilakukan secara khusus
untuk terdakwa dan barang bukti tindak pidana terorisme.
Pasal 11
(1) PIHAK PERTAMA melakukan pemanggilan Saksi di persidangan dengan Surat Panggilan
Saksi yang dikirimkan melalui PIHAK KEDUA;
(2) Surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera diserahkan kepada PIHAK
KEDUA setelah diketahui/diterima Penetapan Hari Sidang dari Pengadilan Negeri;
(3) PIHAK KEDUA mengirimkan Surat Panggilan Saksi dan mengupayakan kehadiran Saksi di
persidangan;
(4) Dalam hal saksi yang dipanggil masuk dalam program Perlindungan Saksi oleh Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), maka dalam pemeriksaan Saksi, PARA PIHAK dapat
melibatkan LPSK.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Penetapan Hakim dalam proses persidangan
Dan putusan Pengadilan
Pasal 12
(1) PIHAK PERTAMA segera melaksanakan Penetapan Hakim dalam proses persidangan dan
Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dengan dibantu oleh PIHAK
KEDUA;
(2) PIHAK PERTAMA mempersiapkan kelengkapan Administrasi untuk melaksanakan Penetapan
Hakim dalam proses persidangan dan Putusan Pengadilan dengan dibantu oleh PIHAK
KEDUA;
(3) PARA PIHAK melaksakan pengamanan dan pengawalan terdakwa/terpidana dari Rutan
Penitipan sampai dengan ke Lembaga Pemasyarakatan.
Pasal 13
PIHAK KEDUA dengan persetujuan Hakim Pengadilan Negeri dapat melakukan penyitaan kembali
atas Barang Bukti yang akan dipergunakan untuk perkara lainnya.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 102
Bagian Keempat
Koordinasi
Pasal 14
(1) PIHAK KEDUA melakukan pengamanan dan pengawalan terhadap PIHAK PERTAMA
dalam proses persidangan berkoordinasi dengan kepolisian wilayah;
(2) PIHAK KEDUA melakukan pengamanan dan pengawalan terdakwa dan saksi dalam
proses persidangan berkoordinasi dengan Kepolisian Wilayah;
(3) PARA PIHAK dalam pelaksanaan Putusan Pengadilan melakukan koordinasi dengan
Direktorat Jendral Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik
Indonesia mengenai penempatan terpidana;
(4) PARA PIHAK dapat mengadakan pertemuan rutin antara Penegak Hukum untuk
menyamakan persepsi terkait penanganan perkara tindak pidana terorisme serta
berkoordinasi dengan badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT);
(5) PARA PIHAK melaksanakan koordinasi dengan Lembaga/Instansi terkait dalam
penanganan perkara tindak pidana terorisme.
BAB IV
PEMBIAYAAN
Pasal 15
Segala biaya yang ditimbulkan sehubungan dengan pelaksaan Nota kesepahaman ini, dibebankan
pada anggaran PARA PIHAK secara proposional.
BAB V
ANALISIS DAN EVALUASI
Pasal 16
(1) PARA PIHAK sepakat melakukan analisis dan evaluasi atas pelaksanaan Nota Kesepahaman
ini secara berkala sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam (satu) tahun;
(2) Analisis dan evaluasi yang dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
BAB VI
TINDAK LANJUT
Pasal 17
(1) Nota Kesepahaman ini akan ditindaklanjuti oleh PARA PIHAK dengan membentuk Tim
pelaksana untuk menyusun Pedoman Kerja yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang
tidak terpisahkan dari Nota Kesepahaman ini;
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 103
(2) Tim Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) keanggotaan dari wakil-wakil PARA
PIHAK;
(3) Pedoman Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselesaikan paling lambat 3 (tiga)
bulan terhitung sejak ditandatanganinya Nota Kesepahaman ini.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Addendum
Pasal 18
Hal-hal yang belum diatur dalam Nota Kesepahaman ini akan diatur dan diteiapkan oleh PARA
PIHAK dalam adendum Nota Kesepahaman yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Nota Kesepahaman ini.
Pasal 19
Apabila dikemudian hari terjadi perbedaan penafsiran dalam pelaksanaan Nota Kesepahaman ini,
akan diselesaikan oleh PARA PIHAK secara musyawarah untuk mufakat.
Jangka Waktu
Pasal 20
(1) Nota Kesepahaman ini berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal
ditandatangani;
(2) Nota Kesepakatan ini dapat diubah atau diperpanjang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
kesepakatan PARA PIHAK, dengan terlebih dahulu dilakukan koordinasi selambat-lambatnya
3 (tiga) bulan sebelum berakhir masa berlakunya Nota Kesepahaman ini;
(3) Nota kesepahaman ini dapat diakhiri sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dengan ketentuan PIHAK yang dimaksud mengakhiri Nota Kesepahaman wajib
memberitahukannya secara tertulis kepada PIHAK lainnya.
BAB VIII
PENUTUP
Pasal 21
Nota Kesepahaman ini dibuat dan ditandatangani pada hari, tanggal, bulan, dan tahun sebagaimana
disebutkan pada awal Nota Kesepahaman ini, dalam rangkap 2 (dua) asli, masing-masing
bermaterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama, setelah ditandatangani PARA
PIHAK.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 104
Demikian Nota Kesepahaman ini dibuat dengan semangat kerja sama yang baik, untuk dipatuhi dan
dilaksanakan oleh PARA PIHAK.
PIHAK KEDUA,
H. MUHAMAD SYAFI’I, SH. BRIGADIR JENDERAL POLISI
PIHAK PERTAMA,
MAHFUD MANNAN JAKSA UTAMA
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 105
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA
Nomor : B-163/E/EJP/01/2013 Jakarta, 15 Januari 2013 Sifat : Biasa Lampiran : 1 (satu) lembar Perihal : Putusan Mahkamah Konstitusi KEPADA YTH : Terhadap Pra Peradilan berdasarkan KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Pasal 83 ayat (2) KUHAP SE – INDONESIA
Sehubungan masih adanya ditemukan Kejaksaan Tinggi atau Kejaksaan Negeri di daerah yang melakukan upaya hukum banding terhadap putusan Pra Peradilan berdasarkan padal 83 ayat (2) KUHAP, dengan ini diberi petunjuk sebagai berikut : 1. Berdasarkan putusah Mahkamah Konstitusi Nomor: 65/PUU-IX2011 tanggal
19 April 2012 dalam perkara permohonan Pengujian UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Mahkamah Konstitusi memutuskan sebagai berikut : - Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian; - Pasal 83 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
- Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
- Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya. 2. Dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 65/PUU-IX/2011 tanggal 19
April 2012 yang menyatakan Pasal 83 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka perlu ditegaskan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat melakukan upaya hukum Banding terhadap putusan Pra Peradilan berdasarkan pasal 83 ayat (2) KUHAP.
3. Berkenaan dengan butir 1 dan 2 tersebut diatas, agar saudara meneruskan petunjuk ini kepada Kajari dan Kacabjari dalam daerah hukumnya masing-masing.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia;
(1 dan 2 sebagai laporan); 3. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan;
4. Yth. Sesjampidum 5. Arsip
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 106
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA
Nomor : B-230/E/Ejp/01/2013 Jakarta, 22 Januari 2013 Sifat : Segera Lampiran : --- Perihal : Penanganan Perkara Tindak Pidana Kepada Yth. Umum Yang Objeknya Berupa Tanah KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Di - SELURUH INDONESIA
Berdasarkan hasil supervisi dan eksaminisi khusus maupun hasil
penelitian terhadap laporan pengaduan masyarakat, penanganan perkara tindak
pidana umum yang objeknya berupa tanah menunjukkan trend dan eskalasi yang
meningkat. Bahwa kasus dengan objek tanah adalah lahan bisnis yang prospektif
dan menggiurkan sehingga sangat berpotensi kasus-kasus tanah ditunggangi oleh
berbagai kepentingan, baik di kalangan oknum perseorangan, mafia tanah maupun
makelar kasus. Terdapat indikasi dimana kasus-kasus tanah yang sejatinya
perdata dipaksakan dan direkayasa menjadi perkara pidana dengan menggunakan
pasal-pasal 170, 263, 266, 378, 385, 406 KUHP.
Terkait dengan hal tersebut diatas, diminta perhatian dan atensi dari para
Kajati dan para Kajari hal-hal sebagai berikut :
1. Bahwa bilamana Kajati dan Kajari menerima SPDP dari penyidik yang objek
perkara pidananya berupa tanah, maka hendaknya diatensi secara sungguh-
sungguh dengan menyikapi secara objektif, profesinal dan proporsional
sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh manuver-manuver dari oknum-oknum
yang memiliki kepentingan pribadi.
Melalui Surat Edaran Jaksa Agung Nomor: SE-013/A/JA/12/2011 tentang
Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum, telah
mendelegasikan kewenangan kepada para Kajari dalam melakukan
pengendalian tuntutan perkara tindak pidana umum sehingga dengan
kewenangannya diharapkan para Kajati dan Kajari memiliki kemandirian
fungsional, keberanian bersikap dan bertindak selaras dengan rasa tanggung
jawab profesi yang tinggi.
2. Berikan bimbingan dan petunjuk kepada para jaksa di wilayah hukum masing-
masing, bilamana menerima SPDP dari penyidik yang objek perkaranya
berupa tanah agar jeli memahami anatomi kasusnya dengan menentukan
terlebih dahulu status hukum kepemilikan tanah berdasarkan alasan hak yang
dimiliki, untuk sampai kepada pendapat bahwa perkara yang bersangkutan
adalah perkara pidum atau perkara perdata murni.
3. Jika sekiranya kasus yang objeknya berupa tanah, dimana status hukum
kepemilikan tanah berdasarkan alasan hak yang dimilik, jelas, kuat dan sah
menurut ketentuan undang-undang, maka jika ada pihak yang melanggarnya,
misalnya berupa penyerobotan tanah, maka kasus tersebut dapat
dipidanakan. Namun sebaliknya, jika sekiranya kasus yang objeknya berupa
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 107
tanah yang belum jelas status hukum kepemilikannya, sehingga menjadi
objek-sengketa perdata, demikian juga sengketa-sengketa dalam transaksi
jual beli tanah dimana status hukum kepemilikan telah dimiliki oleh penjual,
selanjutnya terjadi sengketa dalam transaksi jual beli tanah yang
bersangkutan, maka kasus tersebut berada dalam ranah perdata dan
merupakan perkara perdata murni sehingga tidak selayaknya dipaksakan
untuk digiring masuk ke ranah pidum.
4. Terkait dengan butir 2 dan diatas, maka jaksa peneliti diminta agar
dipetakan/identifikasi permasalahan atas objek tanah dimaksud:
4.1. Masalah tanah yang terkait dengan fisik tanah itu sendiri, terdapat
beberapa variasi modus operandi, antara lain :
a) Terjadi perebutan suatu lokasi lahan/tanah, dimana lahan/tanah
dimaksud belum jelas tentang pihak yang memiliki status kepemilikan
berdasarkan atas hak yang kuat dan sah.
b) Terdapat adanya fakta bahwa suatu lahan/tanah memiliki sertifikat
ganda yang dikeluarkan oleh pihak Kantor Pertanahan.
c) Bisa juga terjadi case, dimana ada 2 (dua) lokasi lahan/tanah yang
berdampingan, dimana kedua orang masing-masing pemilik sah atas
lahannya. Gambar, luas dan batas lokasi tanah juga jelas, namun
salah satu pihak masuk mencaplok dan menggarap lahan/tanah yang
berdampingan milik orang lain.
Terhadap permasalahan tersebut huruf a, b, dan c harus dipastikan dulu
status kepemilikan atas tanah melalui gugatan perdata/TUN dan terhadap
masalah yang dimaksud huruf c dapat dipidanakan dengan menggunakan
pasal-pasal 385, 170, 406 KUHP.
4.2. Masalah tanah yang terkait dengan transaksi jual beli atas tanah,
dibuktikan pada masalah status kepemilikan atas tanah. Disini diperlukan
kejelian jaksa peneliti dalam mengurai :
Ikatan jual beli/perjanjian jual belinya :
- Substansi perjanjian;
- Kausul di dalam perjanjian;
- Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian;
- Wanprestasi;
- Masa berlakunya perjanjian.
Penelusuran aats item-item perjanjian/ikatan jual beli diatas untuk
memastikan bahwa kasus tersebut berada dalam ranah perdata.
Namun apabila dalam suatu ikatan/perjanjian jual beli tanah
menggunakan dokumen-dokumen palsu atau yang dipalsukan atau
pihak pembeli dalam melakukan pembayaran atas harga tanah
dengan menggunakan cek kosong, maka contoh kasus seperti ini
bisa saja dipidanakan dengan menggunakan pasal-pasal 378, 263,
266 KUHP.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 108
5. Oleh karena itu di dalam menangani kasus perdata yang objeknya berupa
tanah diminta agar tidak serta merta menganggap bahwa perkara tersebut
adalah pidana dan tidak tergesa-gesa menerbitkan P-21. Hendaknya sebelum
menentukan sikap untuk menerbitkan P-21 terlebih dahulu dilakukan gelar
perkara (ekspose) secara internal yang dipimpin oleh Kajati/Aspidum/Kajari.
6. Jika menangani suatu kasus yang objeknya berupa tanah, dimana terdapat
adanya gugatan perdata atas barang (tanah) atau tentang suatu hubungan
hukum (jual beli) antara 2 (dua) pihak tertentu, maka perkara pidum yang
bersangkutan dapat ditangguhkan/dipending dan menunggu putusan
penagdilan dalam perkara perdatanya dengan mempedomani ketentuan:
- Pasal 81 KUHP
- Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956
- Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1980
- Putusan-putusan Mahkamah Agung Nomor : 413/K/KR/1980 tanggal 26
Agustus 1980 Jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor: 129K/Kr/1979
tanggal 16 April 1980 Jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor :
628K/Pid/1984 tanggal 22 Juli 1985.
7. Bahwa perkara pidana yang objeknya berupa tanah terdapat atensi dari
Pimpinan, sehingga oleh karenanya mekanisme pelaporannya apabila
dipandang perlu dapat dimintakan untuk dilakukan ekspose/gelar perkara di
Kejaksaan Agung, sebelum berkas perkara dinyatakan P-21 atau sebelum
perkara dilimpahkan ke pengadilan.
Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan serta diharapkan
agar petunjuk ini diteruskan kepada para Kajari dan Kacabjati dalam daerah
hukum masing-masing.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung R.I.; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung R.I.;
(1 dan 2 sebagai laporan); 3. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan;
4. Yth. Para Direktur pada JAMPIDUM 5. Arsip ---------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 109
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA
Nomor : B-534/E/Euh.2/02/2013 Jakarta, 22 Februari 2013 Sifat : Segera Lampiran : 1 (satu) set Perihal : Penyampaian Salinan Surat KEPADA YTH. Edaran Jaksa Agung RI PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Nomor: SE-002/A/JA/02/2013 DI - Tanggal 15 Februari 2013 SELURUH INDONESIA
Bersama ini disampaikan Salinan Surat Edaran Jaksa Agung
Republik Indonesia Nomor: SE-002/A/JA/2013 tentang Penempatan
Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Lembaga Rehabilitasi Medis dan
Rehabilitasi Sosial, yang ditanda tangani pada tanggal 15 Februari 2013.
Berkenaan dengan hal tersebut kami mengharapkan agar Surat
Edaran ini diteruskan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala
Cabang Kejaksaan Negeri didaerahnya masing-masing untuk dipedomani.
Demikian untuk maklum dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung R.I.; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung R.I.;
(1 dan 2 sebagai laporan); 3. Yth. Para Jaksa Agung Muda; 4. Arsip ---------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 110
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
Jakarta, 15 Februari 2013
SURAT – EDARAN NOMOR: SE-002/A/JA/02/2013
TENTANG PENEMPATAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
KE LEMBAGA REJABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL
Menyikapi paradigma baru terkait dengan berlakunya Undang-Undang Republik
Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yakni terjadinya perubahan cara pandang
Negara terhadap pecandu narkotika dimana pecandu narkotika tidak sebagai pelaku
kriminal melainkan dinyatakan sebagai korban, sehingga berdasarkan paradigma baru ini
maka pecandu narkotika wajib direhabilitasi sesuai amanat Pasal 54 Undang-Undang RI
No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi “Pecandu narkotika dan korban
penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”.
Sehubungan dengan perkembangan dan dinamika lingkungan strategis tersebut
diatas, maka disampaikan aharan dan petunjuk kepada para Penuntut Umum sebagai
berikut :
1. Implementasi Pasal 54 Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
dilaksanakan dengan penerapan diversi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan
narkotika, dimana tuntutan pidana dan hukuman yang akan diberikan kepada
terdakwa bukan pemenjaraan melainkan menempatkan terdakwa ke Panti
Rehabiiltasi, untuk menjalani proses pengobatan dan perawatan medis dan sosial.
2. Ketentuan BAB IX Pasal 54, Pasal 55, sampai dengan Pasal 59 UU No. 35 Tahun
2009 tentang Narkotika telah dijabarkan di dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun
2011 (LN RI No. 5211) yang diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14.
- Pasal 13 ayat (3) menjelaskan bahwa pecandu Narkotika yang sedang menjalani
proses peradilan dapat ditempatkan dalam lembaga Rehabilitasi Medis dan / atau
Rehabilitasi Sosial.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 111
- Pasal 13 ayat (4) memberi kewenangan/diskresi kepada Penyidik, Penuntut
Umum dan Hakim untuk menempatkan resangka dan terdakwa selama proses
peradilan, di lembaga Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial.
3. Dalam menangani perkara narkotika dimana tersangka/terdakwanya adalah pecandu
dan korban penyalahgunaan narkotika yang sedang ditangani pada proses dan tahap
Penuntutan, Penuntut Umum dapat :
3.1. Menempatkan tersangka/terdakwa ke Panti Rehabilitasi Medis dan / atau
Rehabilitasi Sosial untuk dilakukan rehabilitasi di luar Rumah Tahanan Negara,
dengan syarat bahwa tersangka Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika
tersebut.
3.2. Mengajukan tuntuttan pidana berupa penempatan terdakwa ke Panti Rehabilitasi
Medis dan Sosial, dengan merujuk kepada ketentuan peraturan perundangan
serta dengan pertimbangan sosiologis dan filosofis.
- Rujukan Peraturan Perundangan :
1) Pasal 54 sampai dengan Pasal 59 BAB IX, Pasal 103 BAB XII dan Pasal 127
BAB XV Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
2) Pasal 13 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun
2011.
3) Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor: SE-013/A/JA/02/2012 tanggal 29
Februari 2012 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana
Umum.
- Pertimbangan Sosiologis dan Filosofis :
1) Kecenderungan meningkatnya penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun
dimana sebagian besar dari tersangka/terdakwa/terpidana dalam kasus
narkotika adalah termasuk kategori pemakai bahkan sebagai korban yang
secara medis mereka sesungguhnya adalah orang yang menderita sakit, oleh
karena itu menggunakan instrumen pemenjaraan bukanlah terapi yang tepat
karena telah mengabaikan aspek rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
2) Kondisi lembaga pemasyarakatan pada saat ini selain sudah mengalami over
capacity juga membawa dampak negatif yang dapat semakin memperburuk
kondisi kejiawaan dan kesehatan yang diderita para narapidana korban
penyalahgunaan narkotika.
4. Terkait dengan penerapan Pasal 54 Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika maupun Pasal 13 ayat (4) P.P. No. 25 Tahun 2011, perlu diantisipasi
terhadap kemungkinan untuk memanfaatkan celah P.P. dan Undang-Undang tersebut
oleh pihak pengedar atau bandar narkotika. Oleh karena itu penerapan Pasal 54
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 112
Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 dan Pasal 13 ayat (4) P.P. No. 25 Tahun 2011
perlu dilakukan secara selektif dan pengendalian yang ketat dengan menerapkan
syarat-syarat dan klasifikasi terkait dengan barang buktinya.
5. Adapun syarat-syarat dan klasifikasi tindak pidana Narkotika yang
tersangka/terdakwanya dapat ditempatkan di Panti Rehabilitasi Medis dan/atau
Rehabilitasi Sosial pada proses Penuntutan serta terdakwa dapat dituntut dengan
tuntutan berupa penempatan terdakwa ke Panti Rehabilitasi Medis dan Sosial, akan
diatur lebih lanjut melalui Surat Edaran/Petunjuk Jaksa Agung Muda Tindak Pidana
Umum.
Demikian untuk dipedomani dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
BASRIEF ARIEF
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 113
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA
Nomor : B-550/E/Ejp/02/2013 Jakarta, 25 Februari 2013 Sifat : Segera Lampiran : - Perihal : Tahanan Yang Melarikan Diri KEPADA YTH : ---------------------------------------- KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DI – SELURUH INDONESIA
Mengamati dan mencermati kondisi pengawalan dan pengamanan
tahanan dengan kecenderungan adanya beberapa orang tahanan melarikan diri di
berbagai tempat, antara lain : tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,
Kejaksaan Negeri Jakarta Utara dan di wilayah Kejaksaan Tinggi Jawa Barat,
maka sambil menunggu keluarnya Standar Operasional Prosedur (SOP)
Pengawalan dan Pengamanan Tahanan yang telah selesai disusun draftnya, maka
bersama ini disampaikan petunjuk sebagai berikut :
1. Tingkatkan kesigapan dan kewaspadaan segenap satuan pengawal dan
pengaman tahanan baik di dalam perjalanan pergi/pulang dari RUTAN ke
Pengadilan Negeri maupun sebaliknya, serta pengamanan para tahanan
selama masih berada dalam gedung Pengadilan Negeri :
a. Alokasikan jumlah personil Kejaksaan ditambah petugas Kepolisian yang
cukup untuk mengawal, mengamankan dan mengontrol para tahanan.
b. Siapkan peralatan berupa borgol yang cukup sesuai jumlah tahanan yang
dikawal dalam perjalanan dari RUTAN ke Pengadilan Negeri atau
sebaliknya;
c. Persiapkan kendaraan tahanan dengan baik, lakukan pengecekan
seluruh bagian-bagian dari kendaraan tahanan untuk menentukan bahwa
kendaraan tahanan tersebut layak operasional;
d. Lengkapi setiap tahanan dengan baju rompi tahanan.
2. Cermati titik rawan dimana para tahanan sering memanfaatkan kelengahan
petugas untuk melarikan diri, yakni :
a. Pada saat penjemputan di RUTAN/LP, ketika tahanan dikeluarkan dari
RUTAN hendak dinaikkan ke mobil tahanan, maupun sebaliknya setelah
tahanan dikembalikan ke RUTAN dimana tahanan diturunkan dari mobil
tahanan hendak dimasukkan kembali ke RUTAN. Cermati dan waspadai
kondisi di sekitar dan disekeliling tahanan, baik terhadap orang-orang
yang berada di sekitar itu maupun kendaraan, utamanya sepeda motor
yang mendekat di sekitar tahanan;
b. Disepanjang perjalanan yang dilalui kendaraan tahanan dari RUTAN ke
Pengadilan Negeri maupun sebaliknya. Buatkan rute tetap kendaraan
tahanan agar dengan cepat dapat diketahui bahwa kendaraan tahanan
menyimpang dari rute perjalanan yang ditetapkan;
c. Di gedung Pengadilan Negeri dan atau di Kejaksaan Negeri, waspadai
keluarga-keluarga, teman-teman maupun kuasa hukum tersangka.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 114
3. Dari pencermatan titik rawan tersebut butir 2 (dua) diatas, diminta agar para
petugas pengawal dan pengamanan tahanan tidak memberi toleransi kepada:
a. Tidak memberi toleransi dan kesempatan kepada keluarga, tamu, teman-
teman para tahanan untuk bertemu dengan tahanan dalam keadaan
apapun, baik pada saat selama berada di gedung Pengadilan maupun
pada saat diturunkan dari mobil tahanan hendak dimasukkan ke gedung
Pengadilan atau ke RUTAN.
b. Semua tahanan dipastikan dalam kondisi tangan terborgol kecuali pada
saat memasuki ruang sidang Pengadilan. Dalam kondisi apapun tidak
dibenarkan membuka borgol dari tangan para tahanan dan tidak memberi
kesempatan para tahanan bebas mondar mandir dan bertemu dengan
keluarga, teman-temannya selama berada di gedung Pengadilan.
Pastikan bahwa semua tahanan berada dalam ruang tahanan yang
disiapkan;
c. Tidak dibenarkan petugas memberi kebebasan kepada tahanan untuk
meminta ijin membeli makanan, minuman atau keperluan lainnya.
4. Pengawalan dan pengamanan tahanan mutlak/wajib dilakukan dengan aparat
Kepolisian setempat. Hal tersebut menjadi prosedur tetap yang berlaku
berdasarkan Instruksi Bersama Kapolri dengan Jaksa Agung RI.
5. Libatkan aparat intelijen Kejaksaan Negeri setempat untuk memberikan
dukungan pengamanan dalam pengawalan dan pengamanan tahanan.
Demikian petunjuk ini untuk diteruskan kepada para Kajari dalam
wilayahnya masing-masing.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung R.I.; (sebagai laporan)
2. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 3. Yth. Jaksa Agung Muda Intelijen; 4. Yth. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus; 5. Yth. Jaksa Agung Muda Pembinaan; 6. Yth. Para Direktur pada JAMPIDUM; 7. Arsip
----------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 115
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA
Nomor : B-601/E/EJP/02/2013 Jakarta, 28 Februari 2013 Sifat : Biasa Lampiran : 1 (satu) eksemplar Perihal : Penempatan Pecandu dan Korban KEPADA YTH. Penyalahgunaan Narkotika ke KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Lembaga Rehabilitasi Medis dan DI - Rehabilitasi Sosial SELURUH INDONESIA
Menyusul dikeluarkannya Surat Edaran Jaksa Agung R.I. Nomor: SE-
002/A/JA/02/2013, tanggal 15 Februari 2013, tentang penempatan Korban
Penyalahgunaan Narkotika ke lambaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial,
maka untuk menyamakan persepsi dalam penerapannya, dipandang perlu
mengeluarkan petunjuk teknis untuk melengkapi Surat Edaran Jaksa Agung R.I.
dimaksud, sebagai berikut :
1. Ketentuan BAB IX, pasal 54, pasal 55 sampai dengan pasal 59 Undang-
Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, menegaskan bahwa pecandu
Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial. Ketentuan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009
tersebut, telah dijabarkan di dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011
(lembaran Negara Nomor : 5211), tentang Pelaksanaan wajib lapor pecandu
Narkotika, yang di dalam pasal 13 ayat (3) dan ayat (4) menyatakan :
- Pasal 13 ayat (3), bahwa pecandu Narkotika yang sedang menjalani
proses peradilan dapat ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi medis
dan/atau rehabilitasi sosial;
- Pasal 13 ayat (4), memberikan kewenangan/diskresi kepada Penyidik,
Penuntut Umum dan Hakim untuk menempatkan tersangka dan terdakwa
selama proses peradilan, di lembaga rehabilitasi medis dan/atau
rehabilitasi sosial.
2. Dengan merujuk kepada Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, tentang
Narkotika, dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011, tentang
Pelaksanaan wajib lapor pecandu Narkotika, sebagaimana disebutkan pada
point 1 (satu) di atas, maka pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan
Narkotika dipandang bukan lagi sebagai pelaku criminal, melainkan dipandang
sebagai korban. Atas pandangan tersebut, maka pencandu Narkotika dan
korban penyalahgunaan Narkotika tidak lagi semata-mata diarahkan kepada
bentuk penahanan dalam Rutan dan menjatuhkan hukuman penjara,
melainkan wajib menjalani perawatan medis dan/atau sosial dip anti
rehabilitasi.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 116
Terkait dengan paradigm tersebut, maka melalui implementasi Diversi (Vide
pasal 54 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, tentang Narkotika) maupun
pelaksanaan diskresi (Vide pasal 13 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan
Pemerintah No. 25 Tahun 2011, Penuntut Umum dapat menempatkan
tersangka/terdakwa pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika
dip anti rehabilitasi medis dan/atau sosial, pada proses penuntutan maupun
dalam mengajukan tuntutan pidana di dalam persidangan Pengadilan Negeri.
2.1. Penempatan tersangka/terdakwa pecandu Narkotika dan korban
penyalahgunaan Narkotika di lembaga rehabilitasi medis dan/atau
sosial, yang perkaranya dalam tahap penuntutan :
- Penuntut Umum dapat menempatkan tersangka/terdakwa pecandu
Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika dipanti rehabilitasi
medis dan/atau sosial, di luar Rumah Tahanan Negara, dengan
syarat dan ketentuan :
a. Tersangka/terdakwa adalah pecandu dan korban
penyalahgunaan Narkotika, yang dibuktikan dari hasil asesmen
dokter bahwa yang bersangkutan pecandu Narkotika baik
klasifikasi; coba pakai, teratur pakai, pecandu suntik dan
pecandu bukan suntik.
b. Ada penetapan Pengadilan Negeri. Jika pada tahap penyidikan,
dimana penyidik telah mendapatkan persetujuan/penetapan
Pengadilan Negeri, maka Penetapan Pengadilan Negeri tersebut
dapat dipergunakan untuk kelanjutan pada tahap Penuntutan,
sehingga Penuntut Umum tidak perlu meminta penetapan dari
Pengadilan Negeri.
c. Tersangka/terdakwa pecandu dan korban penyalahgunaan
Narkotika, yang ditempatkan di panti rehabilitasi medis dan/atau
sosial oleh penyidik, ketika proses perkaranya pada tahap
penyidikan. Hal ini dimaksudkan agar ada keterpaduan penegak
hukum dan proses perawatan medis/sosial di panti rehabilitasi
dapat berjalan secara efektif dan kerbesinambungan untuk
penyembuhannya.
d. Dengan mempertimbangkan factor-faktor masih terbatasnya
fasilitas panti rehabilitasi medis/sosial, biaya, maupun
pelaksanaan peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan,
maka penempatan tersangka/terdakwa penyalahgunaan
Narkotika pada panti rehabilitasi medis/sosial yang perkaranya
dalam proses penuntutan oleh Penuntut Umum, untuk
sementara masih dibatasi pelaksanaannya, dan diperkenankan
bagi Kejaksaan Tinggi/Kejaksaan Negeri adalah sebagai berikut:
1. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta :
Semua Kejaksaan Negeri di wilayah Kejaksaan Tinggi DKI
Jakarta.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 117
2. Kejaksaan Tinggi Jawa Barat :
Untuk Kejaksaan Negeri :
a. Kejaksaan Negeri Sukabumi
b. Kejaksaan Negeri Cibinong
3. Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan :
Untuk Kejaksaan Negeri :
a. Kejaksaan Negeri Makasar
b. Kejaksaan Negeri Maros
4. Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur :
Untuk Kejaksaan Negeri :
a. Kejaksaan Negeri Samarinda
b. Kejaksaan Negeri Tenggarong
Pembatasan untuk sementara ini diberlakukan sambil
menunggu perkembangan fasilitas panti rehabilitasi yang
tersedia mengingat fasilitas panti rehabilitasi medis milik Badan
Narkotika Nasional (BNN), masih terbatas keberadaannya di
UPT BNN Lido Sukabumi, Baddoka di Makasar dan Tanah
Merah di Samarinda.
e. Pelaksanaan penempatan tersangka/terdakwa pecandu dan
korban penyalahgunaan Narkotika di panti rehabilitasi
medis/sosial pada tahap penuntutan, diminta agar Penuntut
Umum berkoordinasi dengan penyidik Badan Narkotika Nasional
atau Badan Narkotika Propinsi setempat.
2.2. Tuntutan pidana berupa penempatan terdakwa pecandu dan korban
penyalahgunaan Narkotika di panti rehabilitasi medis dan/atau
sosial.
- Penuntut Umum dalam tuntutan pidana dapat menuntut berupa
penempatan terdakwa pecandu dan korban penyalahgunaan
Narkotika ke panti rehabilitasi medis dan sosial, dengan syarat-syarat
dan klasifikasi sebagai berikut :
a. Terdakwa pada saat di tangkap oleh penyidik dalam kondisi
tertangkap tangan.
b. Pada saat tertangkap tangan sesuai huruf a di atas, ditemukan
barang bukti pemakaian untuk 1 (satu) hari dengan perincian
sebagai berikut :
1) Kelompok metamphetamine (shabu) : 1 gram
2) Kelompok MDMA (ekstasi) : 2,4 gram =
8 butir
3) Kelompok Heroin : 1,8 gram
4) Kelompok Kokain : 1,8 gram
5) Kelompok Ganja : 5 gram
6) Daun Koka : 5 gram
7) Meskalin : 5 gram
8) Kelompok Psilosybin : 3 gram
9) Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide) : 2 gram
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 118
10) Kelompok PCP (phencyclidine) : 3 gram
11) Kelompok Fentanil : 1 gram
12) Kelompok Metadon : 0,5 gram
13) Kelompok Morfin : 1,8 gram
14) Kelompok Petidin : 0,96 gram
15) Kelompok Kodein : 72 gram
16) Kelompok Bufrenorfin : 32 mg
c. Surat Uji Laboratorium berdasarkan permintaan penyidik yang
menyatakan positif menggunakan Narkotika.
d. Perlu Surat Keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah
yang ditunjuk oleh Hakim.
e. Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam
peredaran gelap Narkotika.
f. Bekas residivis kasus Narkotika.
- Untuk menuntut berupa lamanya proses rehabilitasi, maka Penuntut
Umum harus dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan
kondisi/taraf kecanduan terdakwa, sehingga dalam hal ini diperlukan
adanya keterangan ahli. Dan sebagai standar dalam proses terapi
dan rehabilitasi adalah sebagai berikut :
a. Program Detoksifikasi dan Stabilisasi : lamanya 1 (satu) bulan
b. Program Primer : lamanya 6 (enam) bulan
c. Program Re-Entry : lamanya 6 (enam) bulan
3. Syarat-syarat dan klasifikasi yang ditentukan tersebut pada huruf a sampai
dengan f di atas, berlaku untuk penempatan tersangka/terdakwa pecandu dan
korban penyalahgunaan Narkotika yang perkaranya dalam tahap penuntutan,
sebagaimana tersebut pada angka 2.1. maupun untuk tuntutan pidana Jaksa
Penuntut Umum, sebagaimana tersebut pada angka 2.2. di atas.
Demikian untuk dipedomani, dan diminta agar petunjuk ini diteruskan
kepada para Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dalam
daerah hukum masing-masing.
JAKSA AGUNG MUDA
TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia;
(1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 4. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 5. Yth. Direktur TPUL pada JAM PIDUM; 6. Arsip
------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 119
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
Jakarta, 15 Februari 2013
SURAT – EDARAN NOMOR: SE-002/A/JA/02/2013
TENTANG PENEMPATAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
KE LEMBAGA REJABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL
Menyikapi paradigma baru terkait dengan berlakunya Undang-Undang Republik
Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yakni terjadinya perubahan cara pandang
Negara terhadap pecandu narkotika dimana pecandu narkotika tidak sebagai pelaku
kriminal melainkan dinyatakan sebagai korban, sehingga berdasarkan paradigma baru ini
maka pecandu narkotika wajib direhabilitasi sesuai amanat Pasal 54 Undang-Undang RI
No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi “Pecandu narkotika dan korban
penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”.
Sehubungan dengan perkembangan dan dinamika lingkungan strategis tersebut
diatas, maka disampaikan aharan dan petunjuk kepada para Penuntut Umum sebagai
berikut :
1. Implementasi Pasal 54 Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
dilaksanakan dengan penerapan diversi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan
narkotika, dimana tuntutan pidana dan hukuman yang akan diberikan kepada
terdakwa bukan pemenjaraan melainkan menempatkan terdakwa ke Panti
Rehabiiltasi, untuk menjalani proses pengobatan dan perawatan medis dan sosial.
2. Ketentuan BAB IX Pasal 54, Pasal 55, sampai dengan Pasal 59 UU No. 35 Tahun
2009 tentang Narkotika telah dijabarkan di dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun
2011 (LN RI No. 5211) yang diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14.
- Pasal 13 ayat (3) menjelaskan bahwa pecandu Narkotika yang sedang menjalani
proses peradilan dapat ditempatkan dalam lembaga Rehabilitasi Medis dan / atau
Rehabilitasi Sosial.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 120
- Pasal 13 ayat (4) memberi kewenangan/diskresi kepada Penyidik, Penuntut
Umum dan Hakim untuk menempatkan resangka dan terdakwa selama proses
peradilan, di lembaga Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial.
3. Dalam menangani perkara narkotika dimana tersangka/terdakwanya adalah pecandu
dan korban penyalahgunaan narkotika yang sedang ditangani pada proses dan tahap
Penuntutan, Penuntut Umum dapat :
3.1. Menempatkan tersangka/terdakwa ke Panti Rehabilitasi Medis dan / atau
Rehabilitasi Sosial untuk dilakukan rehabilitasi di luar Rumah Tahanan Negara,
dengan syarat bahwa tersangka Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika
tersebut.
3.2. Mengajukan tuntuttan pidana berupa penempatan terdakwa ke Panti Rehabilitasi
Medis dan Sosial, dengan merujuk kepada ketentuan peraturan perundangan
serta dengan pertimbangan sosiologis dan filosofis.
- Rujukan Peraturan Perundangan :
1) Pasal 54 sampai dengan Pasal 59 BAB IX, Pasal 103 BAB XII dan Pasal 127
BAB XV Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
2) Pasal 13 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun
2011.
3) Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor: SE-013/A/JA/02/2012 tanggal 29
Februari 2012 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana
Umum.
- Pertimbangan Sosiologis dan Filosofis :
1) Kecenderungan meningkatnya penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun
dimana sebagian besar dari tersangka/terdakwa/terpidana dalam kasus
narkotika adalah termasuk kategori pemakai bahkan sebagai korban yang
secara medis mereka sesungguhnya adalah orang yang menderita sakit, oleh
karena itu menggunakan instrumen pemenjaraan bukanlah terapi yang tepat
karena telah mengabaikan aspek rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
2) Kondisi lembaga pemasyarakatan pada saat ini selain sudah mengalami over
capacity juga membawa dampak negatif yang dapat semakin memperburuk
kondisi kejiawaan dan kesehatan yang diderita para narapidana korban
penyalahgunaan narkotika.
4. Terkait dengan penerapan Pasal 54 Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika maupun Pasal 13 ayat (4) P.P. No. 25 Tahun 2011, perlu diantisipasi
terhadap kemungkinan untuk memanfaatkan celah P.P. dan Undang-Undang tersebut
oleh pihak pengedar atau bandar narkotika. Oleh karena itu penerapan Pasal 54
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 121
Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 dan Pasal 13 ayat (4) P.P. No. 25 Tahun 2011
perlu dilakukan secara selektif dan pengendalian yang ketat dengan menerapkan
syarat-syarat dan klasifikasi terkait dengan barang buktinya.
5. Adapun syarat-syarat dan klasifikasi tindak pidana Narkotika yang
tersangka/terdakwanya dapat ditempatkan di Panti Rehabilitasi Medis dan/atau
Rehabilitasi Sosial pada proses Penuntutan serta terdakwa dapat dituntut dengan
tuntutan berupa penempatan terdakwa ke Panti Rehabilitasi Medis dan Sosial, akan
diatur lebih lanjut melalui Surat Edaran/Petunjuk Jaksa Agung Muda Tindak Pidana
Umum.
Demikian untuk dipedomani dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
BASRIEF ARIEF
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 122
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA
Nomor : B-824/E/Ejp/03/2013 Jakarta, 19 Maret 2013 Sifat : Segera Lampiran : - Perihal : Petunjuk Pengamanan Tahanan KEPADA YTH : ------------------------------------------ KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DI – SELURUH INDONESIA
Menindaklanjuti dikeluarkanyya Peraturan Jaksa Agung RI Nomor:
PER-005/A/JA/03/2013 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengawalan
dan Pengamanan Tahanan, maka untuk meminimalisir celah kerawanan agar
tahanan tidak melarikan diri, maka bersama ini disampaikan petunjuk dan
penegasan sebagai berikut :
1. Para Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang akan menyidangkan perkara wajib
menyiapkan segala sesuatunya terkait penyidangan perkara sebelum
berangkat ke Pengadilan, termasuk di dalamnya sudah menyiapkan berkas
perkaranya, barang buktinya maupun tersangkanya, yang akan dikawal oleh
petugas pengawal tahanan.
a. JPU tidak diperbolehkan memerintahkan petugas pengawal tahanan
untuk mengambilkan dan membawakan berkar perkara yang akan
disidangkan, karena tugas pengawal tahanan adalah mengamankan
tahanan bukan menjadi asisten JPU;
b. JPU tidak dibenarkan menitip berkas perkaranya ke panitera atau kepada
siapapun di Pengadilan, meskipun perkara yang bersangkutan akan
disidangkan setiap hari di Pengadilan Negeri bersangkutan.
2. Tingkatkan kesigapan dan kewaspadaan segenap satuan pengawal dan
pengaman tahanan baik di dalam perjalanan pergi/pulang dari RUTAN ke
Pengadilan Negeri maupun sebaliknya, serta pengamanan para tahanan
selama masih berada dalam gedung Pengadilan Negeri :
a. Alokasikan jumlah personil Kejaksaan ditambah petugas Kepolisian yang
cukup untuk mengawal, mengamankan dan mengontrol para tahanan.
b. Siapkan peralatan berupa borgol yang cukup sesuai jumlah tahanan yang
dikawal dalam perjalanan dari RUTAN ke Pengadilan Negeri atau
sebaliknya;
c. Persiapkan kendaraan tahanan dengan baik, lakukan pengecekan
seluruh bagian-bagian dari kendaraan tahanan untuk menentukan bahwa
kendaraan tahanan tersebut layak operasional;
d. Lengkapi setiap tahanan dengan baju rompi tahanan.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 123
3. Cermati titik rawan dimana para tahanan sering memanfaatkan kelengahan
petugas untuk melarikan diri, yakni :
a. Pada saat penjemputan di RUTAN/LP, ketika tahanan dikeluarkan dari
RUTAN hendak dinaikkan ke mobil tahanan, maupun sebaliknya setelah
tahanan dikembalikan ke RUTAN dimana tahanan diturunkan dari mobil
tahanan hendak dimasukkan kembali ke RUTAN. Cermati dan waspadai
kondisi di sekitar dan disekeliling tahanan, baik terhadap orang-orang
yang berada di sekitar itu maupun kendaraan, utamanya sepeda motor
yang mendekat di sekitar tahanan;
b. Disepanjang perjalanan yang dilalui kendaraan tahanan dari RUTAN ke
Pengadilan Negeri maupun sebaliknya. Buatkan rute tetap kendaraan
tahanan agar dengan cepat dapat diketahui bahwa kendaraan tahanan
menyimpang dari rute perjalanan yang ditetapkan;
c. Di gedung Pengadilan Negeri dan atau di Kejaksaan Negeri, waspadai
keluarga-keluarga, teman-teman maupun kuasa hukum tersangka.
4. Dari pencermatan titik rawan tersebut butir 2 (dua) diatas, diminta agar para
petugas pengawal dan pengamanan tahanan tidak memberi toleransi kepada:
a. Tidak memberi toleransi dan kesempatan kepada keluarga, tamu, teman-
teman para tahanan untuk bertemu dengan tahanan dalam keadaan
apapun, baik pada saat selama berada di gedung Pengadilan maupun
pada saat diturunkan dari mobil tahanan hendak dimasukkan ke gedung
Pengadilan atau ke RUTAN.
b. Semua tahanan dipastikan dalam kondisi tangan terborgol kecuali pada
saat memasuki ruang sidang Pengadilan. Dalam kondisi apapun tidak
dibenarkan membuka borgol dari tangan para tahanan dan tidak memberi
kesempatan para tahanan bebas mondar mandir dan bertemu dengan
keluarga, teman-temannya selama berada di gedung Pengadilan.
Pastikan bahwa semua tahanan berada dalam ruang tahanan yang
disiapkan;
c. Tidak dibenarkan petugas memberi kebebasan kepada tahanan untuk
meminta ijin membeli makanan, minuman atau keperluan lainnya.
5. Pengawalan dan pengamanan tahanan mutlak/wajib dilakukan dengan aparat
Kepolisian setempat. Hal tersebut menjadi prosedur tetap yang berlaku
berdasarkan Instruksi Bersama Kapolri dengan Jaksa Agung RI.
6. Libatkan aparat intelijen Kejaksaan Negeri setempat untuk memberikan
dukungan pengamanan dalam pengawalan dan pengamanan tahanan.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 124
Demikian petunjuk ini untuk diteruskan kepada para Kajari dalam
wilayahnya masing-masing.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung R.I.; (sebagai laporan)
2. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 3. Yth. Jaksa Agung Muda Intelijen; 4. Yth. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus; 5. Yth. Jaksa Agung Muda Pembinaan; 6. Yth. Para Direktur pada JAMPIDUM; 7. Arsip
-------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 125
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA
Nomor : B-851/E/EJP/03/2013 Jakarta, 21 Maret 2013
Sifat : Penting
Lampiran : 1 (satu) eksemplar
Perihal : Pelaksanaan Instruksi Presiden KEPADA YTH.
(INPRES) No. 2 Tahun 2013 KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
SE-
INDONESIA
Sehubungan dengan keluarnya Instruksi Presiden (INPRES) No. 2
Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri,
dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Bahwa sebagai tindak lanjut pelaksanaan Instruksi Presiden
(INPRES) No. 2 Tahun 2013, dalam rangka menjamin terciptanya
kondisi social, dan keamanan nasional, Menteri Koordinator Bidang
Politik, Hukum dan Keamanan sebagai Ketau Tim Terpadu Tingkat
Pusat telah mengeluarkan Keputusan No. 12 Tahun 2013 tanggal 05
Pebruari 2013 tentang Pembentukan Tim Terpadu Tingkat Pusat
Penanggulangan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun 2013
dan telah menyusun rencana aksi terpadu nasional penanggulangan
gangguan keamanan dalam negeri dimana Jaksa Agung Muda Bidang
Intelijen sebagai anggota Tim Terpadu Tingkat Pusat;
2. Sesuai Rencana Aksi Tim Terpadu Tingkat Pusat, Kejaksaan RI
sebagai penanggung jawab terhadap 3 (tiga) kegiatan yaitu:
2.1. Peningkatan Kesadaran Hukum di Masyarakat (RA : 04)
2.2. Percepatan Proses Penegakan Hukum atas Pelaku terkait Konflik
Periode sebelum tahun 2013/Penuntutan (RA : 35)
2.3. Percepatan Proses Penegakan Hukum atas Pelaku Konflik mulai
tahun 2013/Penuntutan (RA : 41)
3. Mengingat dalam pelaksanaan Rencana Aksi tersebut terdapat
penanganan perkara atas pelaku terkait konflik sosial yang masuk
dalam perkara tindak pidana umum, antara lain perkara-perkara
kerusuhan, penyerangan antar kampong, pengrusakan tempat ibadah,
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 126
pengikut aliran/faham agama tertentu, konflik karena perebutan lahan
dan tawuran antar kelompok yang berpotensi menimbulkan gangguan
keamanan. Maka diinstruksikan kepada para Kepala Kejaksaan Tinggi
agar meneruskan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri di daerahnya
masing-masing untuk :
3.1. Aktif dalam penyusunan Tim Terpadu Tingkat Daerah;
3.2. Berkordinasi dengan instansi terkait dalam rangka mempercepat
penyelesaian perkara atas pelaku terkait konflik dengan sebaik-
baiknya serta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
Demikian untuk dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia;
(1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen; 4. Arsip
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 127
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2013
TENTANG
PENANGGANAN GANGGUAN KEAMANAN DALAM NEGERI
TAHUN 2013
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Dalam rangka menjamin terciptanya kondisi sosial, hukum, dan keamanan dalam negeri
yang kondusif dalam mendukung kelancaran pembangunan nasional, dengan ini
menginstruksikan:
Kepada : 1. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan;
2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
3. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat;
4. Menteri Dalam Negeri;
5. Jaksa Agung;
6. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;
7. Panglima Tentara Nasional Indonesia;
8. Kepala Badan Pertanahan Nasional;
9. Kepala Badan Intelijen Negara;
10. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme;
11. Kepala Badan Informasi Geospasial;
12. Para Gubernur; dan
13. Para Bupati/Walikota.
Untuk :
PERTAMA : Meningkatkan efektivitas penanganan gangguan keamanan dalam negeri
secara terpadu, sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 128
KEDUA : Pelaksanaan kegiatan sebagaimana tersebut pada Diktum PERTAMA
dilakukan dengan:
1. Membentuk Tim Terpadu Tingkat Pusat dan Tim Terpadu Tingkat
Daerah dengan mengikutsertakan semua unsur terkait, guna menjamin
adanya kesatuan komando dan pengendalian serta kejelasan sasaran,
rencana aksi, pejabat yang bertanggung jawab pada masing-masing
permasalahan, serta target waktu penyelesaiannya.
2. Mengambil langkah-langkah cepat, tepat, dan tegas serta proporsional,
untuk menghentikan segala bentuk tindak kekerasan akibat konflik
sosial dan terorisme, dengan tetap mengedepankan aspek hukum,
menghormati norma dan adat istiadat setempat, serta menjunjung
tinggi nilai-nilai hak asasi manusia.
3. Melakukan upaya pemulihan pada pasca konflik yang meliputi
penanganan pengungsi, rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi agar
masyarakat dapat kembali memperoleh rasa aman dan dapat
melakukan aktivitas seperti sediakala.
4. Merespon dengan cepat dan menyelesaikan secara damai semua
permasalahan di dalam masyarakat yang berpotensi menimbulkan
konflik sosial, guna mencegah lebih dini terjadinya tindak kekerasan.
KETIGA : Dalam rangka penghentian tindak kekerasan:
1. Dalam keadaan tertentu, sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan, Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjalankan
tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dibantu oleh
unsur Tentara Nasional Indonesia, unsur Kementerian/Lembaga
terkait, dan unsur Pemerintah Daerah.
2. Menyiapkan pos komando dengan memanfaatkan fasilitas instansi
pemerintah terdekat, guna mendukung kelancaran pengendalian,
kegiatan administrasi dan logistik, serta pusat informasi.
3. Mengikutsertakan lembaga pemerintah lainnya, masyarakat, para
tokoh, dan organisasi kemasyarakatan.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 129
KEEMPAT : Anggaran untuk peningkatan efektivitas penanganan gangguan keamanan
dalam negeri dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
KELIMA : Menugaskan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
sebagai Ketua Tim Terpadu Tingkat Pusat untuk :
1. Menyusun rencana aksi terpadu nasional penanganan gangguan
keamanan dalam negeri.
2. Mengkoordinasikan, mengarahkan, mengendalikan, dan mengawasi
pelaksanaan peningkatan efektivitas penanganan gangguan keamanan
dalam negeri.
3. Memberikan penjelasan kepada publik secepatnya tentang terjadinya
gangguan keamanan dalam negeri sebagai akibat konflik sosial dan
terorisme serta perkembangan penanganannya.
4. Melaporkan pelaksanaannya kepada Presiden.
KEENAM : Para Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagai Ketua Tim Terpadu Tingkat
Daerah:
1. Menyusun rencana aksi terpadu penanganan gangguan keamanan
dalam negeri di daerahnya dengan berpedoman pada rencana aksi
terpadu nasional.
2. Mengkoordinasikan pelaksanaan peningkatan efektivitas penanganan
gangguan keamanan dalam negeri di daerahnya.
3. Segera memberikan penjelasan kepada publik mengenai terjadinya
gangguan keamanan dalam negeri di daerahnya sebagai akibat konflik
sosial dan terorisme serta perkembangan penanganannya.
4. Melaporkan pelaksanaannya kepada Menteri Koordinator Bidang
Politik, Hukum, dan Keamanan.
KETUJUH : Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II dan para Kepala Lembaga
Pemerintah Non Kementerian yang terkait agar memberikan dukungan
sesuai kebutuhan dalam penyelesaian gangguan keamanan sesuai
dengan akar permasalahan, sehingga peningkatan efektivitas penanganan
gangguan keamanan dalam negeri terlaksana dengan baik.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 130
KEDELAPAN : Melaksanakan Instruksi Presiden ini dengan sungguh-sungguh dan penuh
tanggung jawab Presiden ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan.
Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan
Dikeluarkan di Jakarta
pada tanggal 28 Januari 2013
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Deputi Bidang Politik, Hukum,
dan Keamanan,
Bistok Simbolon
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 131
MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN
MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2103
TENTANG
PEMBENTUKAN TIM TERPADU TINGKAT PUSAT
PENANGANAN GANGGUAN KEAMANAN DALAM NEGERI TAHUN 2013
MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : Bahwa sebagai tindak lanjut Instruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 2 tahun 2013 tentang Penangganan Gangguan Keamanan
Dalam Negeri tahun 2013, dipandang perlu mengeluarkan Keputusan
tentang Pembentukan Tim Terpadu Penanganan Gangguan Keamanan
Dalam Negeri Tahun 2013;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia
2. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-undang;
3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan
Pembangunan Nasional;
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 132
4. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia;
6. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara;
7. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik
Sosial.
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2006
tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
9. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang
Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun 2013.
MEMUTUSKAN
Mentetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM,
DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN
TIM TERPADU TINGKAT PUSAT PENANGANAN GANGGUAN
KEAMANAN DALAM NEGERI TAHUN 2013
KESATU : Tim Terpadu Tingkat Pusat Penanganan Gangguan Keamanan Dalam
Negeri Tahun 2013, dengan susunan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I Keputusan ini.
KEDUA : Tim Terpadu sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU
melaksanakan aksi terpadu nasional penanganan gangguan keamanan
dalam negeri tahun 2013, sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
Keputusan ini.
KETIGA : Tugas Tim Terpadu Tingkat Pusat sebagaimana dimaksud pada Diktum
KEDUA :
1. Mengkoordinasikan, mengarahkan, mengendalikan, dan mengawasi
pelaksanaan efektivitas penanganan gangguan keamanan dalam
negeri;
2. Melakukan pemetaan potensi gangguan keamanan dalam negeri
yang disebabkan oleh konflik sosial dan terorisme yang ada di
seluruh wilayah Indonesia;
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 133
3. Melakukan pemantauan situasi dan kondisi keamanan dalam negeri
secara terus menerus terhadap kemungkinan berbagai gangguan
keamanan dengan memperhatikan hasil pemetaan potensi konflik;
4. Merespon dengan cepat setiap informasi yang berkaitan dengan
potensi gangguan keamanan dalam negeri yang disebabkan oleh
konflik sosial dan terorisme, koordinasi, dam sinkronisasi guna
mencegah terjadinya konflik terbuka yang dapat berujung pada
tindak kekerasan;
5. Mengambil tindakan cepat, tepat dan tegas dalam mengatasi
permasalahan diluar kemampuan dan kewenangan daerah;
6. Membentuk Desk Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri
yang diakibatkan konflik sosial yang berkedudukan di Kementerian
Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan;
7. Memberikan supervise, asistensi dan dukungan yang diperlukan oleh
daerah dalam penanganan gangguan keamanan dalam negeri;
8. Memberikan penjelasan kepada publik secepatnya tentang
terjadinya gangguan keamanan dalam negeri sebagai akibat konflik
sosial dan terorisme, serta perkembangan penanganannya;
9. Melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden RI secara
berkala dan/atau insidential.
KEEMPAT : Anggaran untuk mendukung pelaksanaan tugas Tim Terpadu Tingkat
Pusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) Tahun Anggaran 2013.
KELIMA : Keputusan ini mulai berlaku sejak ditetapkannya Inpres Nomor 2 Tahun
2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun
2013 sampai dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2013, dengan
ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan
ini akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada :
1. Presiden;
2. Wakil Presiden;
3. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
4. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat;
5. Menteri Dalam Negeri;
6. Menteri Keuangan;
7. Jaksa Agung;
8. Kepala Kepolisian Negara Indonesia;
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 134
9. Panglima Tentara Nasional Indonesia;
10. Kepala Badan Pertanahan Nasional;
11. Kepala Badan Intelijen Negara;
12. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme;
13. Kepala Badan Informasi Geospasial;
14. Para Gubernur; dan
15. Para Bupati/Walikota;
PETIKAN Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
digunakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Pebruari 2013
MENTERI KOORDINATOR
BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN
REPUBLIK INDONESIA
DJOKO SUYANTO
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 135
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TANGGAL 7 FEBRUARI 2013
SUSUNAN
TIM TERPADU TINGKAT PUSAT
PENANGANAN GANGGUAN KEAMANAN DALAM NEGERI TAHUN 2013
Ketua : Menko Polhukam
Wakil Ketua I : Mendagri
Wakil Ketua II : Kapolri
Wakil Ketua III : Panglima TNI
Sekretaris : Sesmenko Polhukam
Sekretaris I : Dirjen Kesbangpol, Kemdagri
Sekretaris II : Kabaharkam Polri
Sekretaris III : Kasum TNI
Anggota :
1. Deputi Menko Polhukam Bidkoor Kamnas
2. Staf Ahli Menko Perekonomian Bidang Persaingan
Usaha
3. Staf Ahli Menko Kesra Bidang Polhukam
4. Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan dan Politik
5. Staf Ahli Menhan Bidang Keamanan
6. Staf Ahli Menkumham Bidang Polsoskam
7. Staf Ahli Menkominfo Bidang Sosial, Ekonomi dan
Budaya
8. Dirjen Perbendaharaan Negara, Kemkeu
9. Irjen Kem ESDM
10. Dirjen Perkebunan, Kemhan
11. Dirjen PHKA, Kemhut
12. Dirjen Perhubungan Darat, Kemhub
13. Dirjen PHI, Kemnakertrans
14. Dirjen Cipta Karya, Kem PU
15. Sekjen Kemkes
16. Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial, Kemsos
17. Kabalitbang dan Diklat, Kemenag
18. Staf Ahli Mendikbud Bidang Hukum
19. Deputi Men LH Bidang Penaatan Hukum Lingkungan
20. Deputi Perlindungan Perempuan, Kem PP dan PA
21. Sestama Kem BUMN
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 136
22. Staf Ahli Menpera Bidang Tata Ruang, Pertanahan dan
Perumahan
23. Staf Ahli Menpora Bidang Sumber Daya
24. Jam Intel, Kejagung
25. Asops Kapolri
26. Asops Panglima TNI
27. Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa
dan Konflik Pertanahan BPN
28. Staf Ahli Ka BIN Bidang Hankam
29. Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan dan
Deradikalisasi BNPT
30. Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik, Badan
Informasi Geospasia.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA
DJOKO SUYANTO
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 153
MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN
REPUBLIK INDONESIA
INSTRUKSI
MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN
REPUBLIK INDONESIA
SELAKU KETUA TIM TERPADU TINGKAT PUSAT
NOMOR 1 TAHUN 20013
TENTANG
PELAKSANAAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2
TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN GANGGUAN KEAMANAN DALAM NEGERI
TAHUN 2013
MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN
REPUBLIK INDONESIA
SELAKU
KETUA TIM TERPADU PUSAT
Dalam rangka pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013
tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun 2013, member instruksi :
Kepada : 1. Para Gubernur
2. Para Bupati dan Walikota
Untuk :
KESATU : Membentuk Tim Terpadu Tingkat Daerah, melalui Keputusan
Gubernur untuk tingkat Provinsi dan Keputusan Bupati/Walikota untuk
tingkat Kabupaten/Kota, serta menyampaikan laporan kepada Menteri
Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan selaku Ketua Tim
Terpadu Tinmgkat Pusat selambat-lambatnya pada tanggal 21
Februari 2013.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 154
KEDUA : Dalam penyusunan organisasi Tim Terpadu Tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam dictum KESATU agar
mengacu pada Lampiran I dan II Instruksi ini dan/atau dapat
disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing.
KETIGA : Menetapkan tugas-tugas Tim Terpadu Tingkat Daerah, dengan
mempedomani Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri
Tahun 2013 dan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik,
Hukum dan Keamanan Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pembentukan
Tim Terpadu Tingkat Pusat Penanganan Gangguan Keamanan
Dalam Negeri Tahun 2013 dalam rangka menangani permasalahan
gangguan keamanan akibat konflik social dan terorisme di daerah.
KEEMPAT : Menyusun rencana aksi terpadu penanganan gangguan keamanan
dalam negeri di daerah dengan berpedoman kepada Aksi Terpadu
Tingkat Pusat Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri
Tahun 2013 sebagaimana tertuang dalam Lampiran Keputusan
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Nomor 12
Tahun 2013.
KELIMA : Mekanisme hubungan kerja Tim Terpadu Tingkat Pusat dan Daerah,
dilaksanakan sebagai berikut :
1. Dalam hal Tim Terpadu Tingkat Kabupaten/Kota menghadapi
permasalahan di luar kemampuan dan kewenangannya,
Bupati/Walikota dapat meminta bantuan kepada Tim Terpadu
Tingkat Provinsi;
2. Dalam hal Tim Terpadu Tingkat Provinsi menghadapi
permasalahan di luar kemampuan dan kewenangannya,
Gubernur dapat meminta bantuan kepada Tim Terpadu Tingkat
Pusat;
3. Tim Terpadu Tingkat Provinsi memberikan supervise, asistensi
dan dukungan yang diperlukan oleh Tim Terpadu Tingkat
Kabupaten/Kota.
KEENAM : Menyampaikan laporan pelaksanaan penanganan gangguan
keamanan yang berkaitan dengan konflik social dan terorisme di
daerahnya secara berkala/insidental kepada Menteri Koordinator
Bidang Politik, Hukum dan Keamanan selaku Ketua Tim Terpadu
Tingkat Pusat secara berjenjang.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 155
SALINAN Instruksi ini disampaikan kepada :
1. Presiden, sebagai laporan;
2. Wakil Presiden;
3. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
4. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat;
5. Menteri Dalam Negeri;
6. Menteri Keuangan;
7. Jaksa Agung;
8. Kepala Kepolisian Negara Indonesia;
9. Panglima Tentara Nasional Indonesia;
10. Kepala Badan Pertanahan Nasional;
11. Kepala Badan Intelijen Negara;
12. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme;
13. Kepala Badan Informasi Geospasial;
14. Para Gubernur; dan
15. Para Bupati/Walikota.
PETIKAN Instruksi ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
digunakan sebagaimana mestinya.
Dikeluarkan di Jakarta
Pada tanggal 6 Februari 2013
MENTERI KOORDINATOR
BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN
REPUBLIK INDONESIA
SELAKU KETUA TIM TERPADU TINGKAT PUSAT
DJOKO SUYANTO
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 156
LAMPIRAN I INSTRUKSI MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TANGGAL 6 FEBRUARI 2013
MENTERI KOORDINATOR
BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA
CONTOH SUSUNAN TIM TERPADU TINGKAT PROVINSI
PENANGANAN GANGGUAN KEAMANAN DALAM NEGERI TAHUN 2013
Ketua : Gubernur
Wakil Ketua I : Sekda Provinsi
Wakil Ketua II : Kapolda
Wakil Ketua III : Pangdam / Danrem
Sekretaris : Ka. Badan Kesbangpol Linmas Provinsi
Wakil Sekretaris I : Ka. Biro Ops Polda
Wakil Sekretaris II : Asops Kodam/Kasrem
Anggota :
1. Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah Terkait;
2. Pejabat Kejati;
3. Pejabat Polda;
4. Pejabat TNI (AD/AL/AU)
5. Pejabat Badan Pertanahan Nasional;
6. Pejabat dari intansi vertikal terkait.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 157
LAMPIRAN II INSTRUKSI MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TANGGAL 6 FEBRUARI 2013
MENTERI KOORDINATOR
BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA
CONTOH SUSUNAN TIM TERPADU TINGKAT KABUPATEN/KOTA
PENANGANAN GANGGUAN KEAMANAN DALAM NEGERI TAHUN 2013
Ketua : Bupati/Walikota
Wakil Ketua I : Sekda Kab/Kota
Wakil Ketua II : Kapolres/ta/tabes
Wakil Ketua III : Dandim
Sekretaris : Ka. Badan Kesbangpol Linmas
Wakil Sekretaris I : Kabag Ops Polres/ta/tabes
Wakil Sekretaris II : Kasi Ops Kodim
Anggota :
1. Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah Terkait;
2. Pejabat Kejari;
3. Pejabat Polres/ta/tabes;
4. Pejabat TNI (AD/AL/AU)
5. Pejabat Badan Pertanahan Nasional;
6. Pejabat dari intansi vertikal terkait.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 158
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : B-926/E/EJP/03/2013 Jakarta, 28 Maret 2013
Sifat : Biasa
Lampiran : -
Perihal : Pentetapan Status Benda Sitaan KEPADA YTH.
Narkotika dan Prekursor PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
Narkotika untuk dimusnahkan. Di –
SELURUH INDONESIA
Sehubungan dengan masih ditemukannya tumpukan barang bukti berupa
Narkotika dibeberapa Kejaksaan Negeri yang telah diputus oleh Pengadilan dan telah
berkekuatan hukum tetap, namun Jaksa mengalami kesulitan dalam melaksanakan
eksekusi yang menyangkut barang bukti tersebut dimana dalam amar putusan
Pengadilan, barang bukti dinyatakan dirampas untuk Negara, sementara kondisi fisik
barang bukti berupa Narkotika sudah rusak dan tidak layak lagi digunakan untuk
keperluan ilmu pengetahuan umum dan teknologi maupun keperluan pendidikan dan
pelatihan, sehingga tidak ada Instansi terkait yang mau menerima barang bukti
Narkotika tersebut.
Mengingat barang bukti berupa Narkotika adalah zat yang berbahaya dan
terlarang untuk diedarkan serta penyimpanan benda tersebut mengandung potensi
resiko biaya dan penyalahgunaan. Untuk itu diminta perhatian para Kepala Kejaksaan
Negeri di seluruh Indonesia, sebagai berikut :
1. a. Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang
Kejaksaan Negeri di dalam menerbitkan surat ketetapan status barang sitaan
Narkotika dan Prekursor Narkotika, agar dipertimbangkan untuk kepentingan
pembuktian perkara dan dimusnahkan, sesuai ketentuan Pasal 91 ayat (1)
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penjabarannya adalah
barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang telah ditetapkan
statusnya, wajib dimusnahkan oleh Penyidik setelah terlebih dahulu disisihkan
sebagian kecil untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
sidang Pengadilan (vide Pasal 90 ayat (1), Pasal 91 ayat (2) Undang-Undang
No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 45 ayat (1), (3) dan (4) KUHAP).
b. Penetapan status barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun
kepentingan pendidikan dan pelatihan hanya dapat dipertimbangkan bila ada
permintaan sebelumnya dari Instansi terkait (Balai POM dan Kesehatan)
maupun permintaan dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kepolisian
Negara RI (Pasal 91 ayat (6) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika).
2. Terhadap putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkract van
gewijsde) dalam perkara Narkotika maupun Psikotropika,jika dalam amar putusan
menyatakan agar barang bukti dirampas untuk Negara, sedangkan brang bukti
Narkoba tersebut sudah rusak dan tidak dapat digunakan untuk kepentingan
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 159
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ataupun untuk kepentingan
pendidikan dan pelatihan, maka agar Kepala Kejaksaan Negeri setempat
melakukan pemusnahan terhadap barang bukti tersebut sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang.
3. Terhadap barang bukti Psikotropika Golongan III dan IV yang masih diatur dengan
Undang-Undang RI No. 05 Tahun 1997 tentang Psikotropika, jika barang buktinya
cukup besar, maka agar Kepala Kejaksaan Negeri setempat sedapat mungkin
berupaya meminta Penetapan Hakim Pengadilan Negeri setempat untuk dapat
memusnahkan terlebih dahulu sebagian besar barang bukti Psikotropika sebelum
adanya putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)
dengan mempedomani ketentuan Pasal 45 KUHAP.
Demikian untuk dilaksanakan dan diminta agar petunjuk ini diteruskan kepada
para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dalam daerah
hukum masing-masing.
JAKSA AGUNG MUDA
TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia
(1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 4. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 5. Yth. Direktur TPUL pada JAM PIDUM; 6. A r s i p.
----------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 160
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : B-933/E/EJP/04/2013 Jakarta, 01 April 2013
Sifat : Biasa
Lampiran : -
Perihal : Kelengkapan Dokumen KEPADA YTH.
Keimigrasian untuk Kepastian PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
Status Kewarganegaraan Di –
Tersangka (WNA) dalam SELURUH INDONESIA
Perkara Narkoba.
Berdasarkan hasil eksaminasi dan pemantauan yang telah kami lakukan
terhadap penanganan perkara Narkoba yang tersangkanya Warga Negara Asing,
masih ditemukan adanya kekurang cermatan dan kekurang telitian Penuntut Umum
dalam meneliti identitas tersangka terkait kepastian tentang status kewarganegaraan
tersangka, yang dapat berakibat terjadinya Error in Persona dan berujung pada
dibebaskannya perkara tersebut oleh Pengadilan, maupun menimbulkan kesulitan di
dalam menghubungi Kedutaan Besar dari Negara asal tersangka (terkait dengan
pelaksanaan eksekusi pidana mati).
Setidaknya terdapat adanya 2 (dua) penanganan kasus Narkotika yang
memperkuat indikasi tersebut di atas :
1. Perkara Narkotika a.n. terdakwa REGINALDO BOM FIM alias EGNALD OM IM
alias PAULO MEDEIRES (Warga Negara Brazil), dengan indikasi :
- Terdakwa menggunakan passport dengan Nama orang lain dan dengan foto
orang lain, yang dalam tahap penyidikan, terdakwa mengakui dengan Nama
tersebut dalam passport.
- Di depan persidangan Pengadilan Negeri Tangerang, terdakwa menyangkal
bernama dengan foto seperti dalam passport serta menyangkal namanya yang
ditulis di dalam Berita Acara Pemeriksaan, dengan menampilkan /
memperlihatkan adanya passport (baru) dengan foto dan Nama yang
sebenarnya.
2. Perkara Narkotika a.n. terpidana ADAM WILSON (yang baru saja dieksekusi mati),
mengakui sebagai Warga Negara Malawi baik di dalam Berita Acara Pemeriksaan,
Surat Pernyataan yang dibuatnya maupun dalam putusan Pengadilan Negeri,
putusan Pengadilan Tinggi dan Putusan Kasasi (tanpa adanya passport yang
disita). Namun menjelang dieksekusi, terpidana ADAM WILSON mengaku sebagai
Warga Negara Nigeria dan nampaknya benar terpidana ADAM WILSON
berkewarganegaraan Nigeria, dengan adanya surat dari Kedutaan Besar Nigeria,
sehingga pesan dan permintaan terpidana mati untuk dipertemukan dengan
Kedubesnya tidak terpenuhi, karena yang dikondisikan adalah Kedutaan Besar
Malawi (menolak karena tidak memiliki warga yang bernama ADAM WILSON).
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 161
Sehubungan hal tersebut di atas, maka bersama ini disampaikan petunjuk,
sebagai berikut :
1. Penuntut Umum dalam meneliti berkas perkara terkait identitas tersangka (status
kewarganegaraan tersangka WNA), tidak bisa hanya didasarkan kepada
pengakuan tersangka, tetapi kepastian tentang status kewarganegaraan tersangka
WNA harus dibuktikan dengan bukti berupa dokumen keimigrasian tersangka.
2. Kelengkapan data keimigrasian yang diperlukan untuk memastikan status
kewarganegaraan seorang tersangka WNA, antara lain :
- Surat Keterangan dari Imigrasi tentang status keimigrasian yang bersangkutan
khususnya berupa List kedatangannya di Indonesia;
- Sedapat mungkin dilakukan penyitaan passport, atau melampirkan fotocopy
passportnya di dalam berkas perkara;
- Mencantumkan nomor passport di dalam identitas tersangka.
3. Untuk keperluan memenuhi butir 1 (satu) dan 2 (dua) di atas, maka Penuntut
Umum meminta kepada Penyidik :
- Melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi untuk memperoleh
dokumen / kelengkapan data keimigrasian tersangka dimaksud;
- Melakukan koordinasi dengan Kedutaan Besar Negara asal tersangka untuk
memastikan passport yang digunakan dan disita tersebut adalah passport yang
dikeluarkan oleh Kedutaan Besar untuk tersangka dengan Nama dan Foto
yang tertera di passport dimaksud.
Hal ini untuk mengantisipasi adanya penerbitan passport lain (passport baru) oleh
Kedutaan Besarnya dengan maksud untuk menghindarkan warganya dari jeratan
hukum di Negara Republik Indonesia.
4. Penuntut Umum (JPU Peneliti/P-16) berkoordinasi dengan Penyidik untuk
memenuhi kelengkapan sebagaimana tersebut pada butir 1, 2, dan 3 diatas.
Demikian untuk dilaksanakan dan diminta agar petunjuk ini diteruskan kepada
para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dalam daerah
hukum masing-masing.
JAKSA AGUNG MUDA
TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia
(1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 4. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 5. Yth. Direktur TPUL pada JAM PIDUM; 6. A r s i p.
----------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 162
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : B-1086/E/EJP/04/2013 Jakarta, 12 April 2013
Sifat : Biasa
Lampiran : 1 (satu) eksemplar
Perihal : Nota Kesepakatan Bersama Badan KEPADA YTH.
Pengawas Pemilihan Umum RI, KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan RI. Di –
SELURUH INDONESIA
Sehubungan dengan ditandatanganinya Nota Kesepakatan Bersama
BAWASLU RI, Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan RI, Nomor:
01/NKB/BAWASLU/I/2013; B/02/I/2013; KEP-005/A/JA/01/2013 tanggal 16 Januarai
2013 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu, sebagai pelaksanaan dari Pasal
267 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,
DPD dan DPRD (sebagaimana terlampir), bersama ini disampaikan petunjuk sebagai
berikut :
1. Nota Kesepakatan Bersama BAWASLU RI, Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan
RI tentang Sentra Gakkumdu dimaksudkan sebagai forum koordinasi unsur-unsur
BAWASLU, Kepolisian dan Kejaksaan untuk terwujudnya kerjasama dan sinergitas
dalam penanganan tindak pidana Pemilu secara cepat, sederhana dan tidak
memihak.
Inti penekanannya adalah pada koordinasi, dengan tujuan agar penekanan tindak
pidana Pemilu dilakukan secara sinergi, mengingat proses penyelesaian
penanganan tindak pidana Pemilu dibatasi oleh waktu yang sangat singkat
sehingga bila tidak ditangani dengan cepat, dikhawatirkan akan berkembang kea
rah yang lebih serius dan berdampak negative atas pelaksanaan Pemilihan Umum
sebagai pesta demokrasi. Sehingga oleh karenanya penyelesaian tindak pidana
Pemilu wajib dilakukan secara cepat sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku.
2. Untuk menindaklanjuti Nota Kesepakatan Bersama tentang Sentra Penegakan
Hukum sebagaimana tersebut pada butir 1 (satu) di atas, maka Kejaksaan Tinggi,
Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri mempersiapkan langkah
koordinasi dan penyiapan tenaga jaksa khusus menangani tindak pidana Pemilu
sebagai berikut :
A. Melakukan koordinasi dengan BAWASLU Provinsi, BAWASLU Kabupaten/
Kota, di dalam daerah hukum masing-masing dalam rangka pembentukan
Sentra Gakkumdu Provinsi, Kabupaten/ Kota, yang susunan/ struktur
keanggotaannya sebagai berikut :
- Struktur Keanggotaan Sentra Gakkumdu Provinsi terdiri atas :
a. Pembina :
1. Ketua BAWASLU Provinsi
2. Kapolda
3. Kajati
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 163
b. Ketua :
1. Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran
2. Direktur Reskrim Umum Polda
3. Aspidum Kejaksaan Tinggi
c. Anggota :
1. Pejabat yang menyelenggarakan tugas dan fungsi dibidang hukum
dan penindakan pelanggaran.
2. Penyidik pada Dit. Reskrim Umum Polda.
3. Jaksa pada Asisten Bidang Tindak Pidana Umum.
d. Sekretariat Sentra Gakkumdu Provinsi berada di Sekretariat BAWASLU
Provinsi.
- Struktur Keanggotaan Sentra Gakkumdu Kabupaten/ Kota terdiri atas :
a. Pembina :
1. Ketua PANWASLU Kabupaten/ Kota
2. Kapolres/Tabes/Tro
3. Kepala Kejaksaan Negeri
b. Ketua :
1. Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran
2. Kasat Reskrim Polres/Tabes/Tro
3. Kasi Pidum
c. Anggota :
1. Pejabat yang menyelenggarakan tugas dan fungsi dibidang hukum
dan penindakan pelanggaran
2. Penyidik pada Satuan Reserse dan Kriminal Polres/Tabes/Tro
3. Jaksa pada Seksi Tindak Pidana Umum
d. Sekretariat Sentra Gakkumdu Kabupaten/ Kota berada di Sekretariat
PANWASLU Kabupaten/ Kota.
B. Mempersiapkan tenaga khusus menangani tindak pidana Pemilu serta
dukungan administrasi khusus :
1. Kepala Kejaksaan Tinggi mempersiapkan, mengangkat dan menetapkan
jaksa-jaksa khusus menangani tindak pidana Pemilu melalui Surat
Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi dengan mempertimbangkan :
a. Kecakapan, profesionalisme dan integritas yang benar-benar mampu
mengembangkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam
pelaksanaan tugas yang terkait dengan Itegrated Criminal Justice
System (ICJS);
b. Jumlah Jaksa untuk tiap Sentra Gakkumdu Provinsi, Kabupaten/ Kota
masing-masing minimal 2 (dua) orang;
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 164
c. Pada prinsipnya jaksa khusus yang menangani tindak pidana Pemilu
untuk sementara waktu tidak ditugaskan menangani perkara dan tugas-
tugas lain, namun dengan pengecualian terhadap Kejaksaan Negeri
yang jumlah jaksanya sedikit, sedang perkara yang ditangani cukup
banyak;
2. Menunjuk dan menetapkan 1 (satu) atau 2 (dua) orang staf tata usaha
untuk memberikan dukungan administrasi penanganan tindak pidana
Pemilu.
3. Mempersiapkan sistem administrasi khusus tindak pidana Pemilu yang
meliputi :
- Naskah surat menyurat
- Register
- Laporan-laporan
Berdasarkan evaluasi terhadap administrasi tindak pidana Pemilu tahun
2009 yang lalu, maka model administrasi khusus penanganan perkara
tindak pidana Pemilu tahun 2009 masih layak dipergunakan kembali
sebagai model administrasi penanganan perkara tindak pidana Pemilu
tahun 2014.
3. Sebagai rujukan dan pedoman dalam penanganan tindak pidana Pemilu, maka
sesuai dengan Pasal 8 Nota Kesepakatan Bersama tentang Sentra Penegakan
Hukum Terpadu, akan diterbitkan Standar Operasional Prosedur Sentra
Gakkumdu (yang sedang dalam finalisasi penyusunannya oleh BAWASLU, POLRI
dan Kejaksaan Agung RI). Disamping itu pedoman penanganan perkara tindak
pidana Pemilu tahun 2014 yang juga segera menyusul dan dalam waktu dekat
akan disampaikan kepada para Kajati, Kajari dan Kacabjari).
Demikian disampaikan untuk diteruskan kepada para Kajari dan Kacabjari
dalam wilayah masing-masing.
JAKSA AGUNG MUDA
TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; (sebagai laporan)
2. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 3. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 4. Yth. Direktur TPUL pada JAM PIDUM; 5. A r s i p.
----------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 165
NOTA KESEPAKATAN BERSAMA
BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 01/NK/BAWASLU/I/2013 NOMOR : B/02/I/2013 NOMOR : KEP-005/A/JA/01/2013
TENTANG
SENTRA PENEGAKAN HUKUM TERPADU
Pada hari ini Rabu, tanggal enam belas, bulan Januari, tahun dua ribu tiga belas, yang bertandatangan di bawah ini :
1. Dr. MUHAMMAD, S.IP, M.Si selaku KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, berkedudukan dan beralamat di Jalan MH. Thamrin Nomor 14 Jakarta Pusat 10330, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.
2. JENDERAL POLISI Drs. TIMUR PRADOPO selaku KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, dalam hal ini beritindak untuk dan atas nama KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, berkedudukan dan beralamat di Jalan Trunojoyo Nomor 3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110, selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.
3. BASRIEF ARIEF selaku JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, berkedudukan dan beralamat di Jalan Sultan Hasanudin Nomor 1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12160, selanjutnya disebut PIHAK KETIGA.
PIHAK PERTAMA, PIHAK KEDUA dan PIHAK KETIGA selanjutnya secara bersama-sama disebut PARA PIHAK, terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut :
a. bahwa PIHAK PERTAMA adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. bahwa PIHAK KEDUA merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri; dan
c. bahwa PIHAK KETIGA adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan Negara dibidang penentutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
Dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 202 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 166
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924);
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembara Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246);
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 22. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4460) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 92. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4885).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, PARA PIHAK sepakat untuk mengadakan Kerja Sama dalam rangka Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pemilihan Umum melalui Nota Kesepakatan Bersama, dengan menyatakan beberapa hal sebagai berikut :
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Kesepakatan Bersama ini yang dimaksud dengan :
1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Sentra Penegakkan Hukum Terpadu yang selanjutnya disebut Sentra Gakkumdu adalah forum yang terdiri dari unsur Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia yang bertugas menangani Tindak Pidana Pemilu.
3. Tindak Pidana Pemilu adalah tindak Pidana yang terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 167
BAB II MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 1
(1) Maksud Nota Kesepakatan Bersama ini adalah sebagai pedoman untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan Tindak Pidana Pemilu secara terpadu dan terkoordinasi bagi PARA PIHAK.
(2) Tujuan Nota Kesepakatan Bersama ini untuk terwujudnya kerjasama dan sinergisme PARA PIHAK dalam rangka Sentra Penegakkan Hukum Terpadu Pemilu serta tercapainya Penegakkan Hukum Tindak Pidana Pemilu secara cepat dan sederhana, serta tidak memihak.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 3 Ruang Lingkup Nota Kesepakatan Bersama ini meliputi : a. Pembentukkan Sentra Gakkumdu; b. Pola Penanganan Tindak Pidana Pemilu; dan c. Soialisasi
BAB IV PELAKSANAAN
Bagian Pertama
Pembentukkan Sentra Gakkumdu
Paragraf 1 Kedudukan Sentra Gakkumdu
Pasal 4
(1) Sentra Gakkumdu terdiri atas :
a. Sentra Gakkumdu Pusat;
b. Sentra Gakkumdu Provinsi; dan
c. Sentra Gakkumdu Kabupaten/ Kota.
(2) Sentra Gakkumdu Pusat berkedudukan di Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia.
(3) Sentra Gakkumdu provinsi berkedudukan di Badan Pengawas Pemilu Provinsi.
(4) Sentra Gakkumdu Kabupaten/ Kota berkedudukan di Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/ Kota.
Paragraf 2
Struktur Sentra Gakkumdu
Pasal 5 (1) Struktur Keanggotaan Sentra Gakkumdu Pusat terdiri atas :
a. Pembina :
1. Ketua Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia;
2. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
3. Jaksa Agung Republik Indonesia.
b. Ketua :
1. Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran;
2. Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
3. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 168
c. Anggota :
1. Pejabat yang menyelenggarakan tugas dan fungsi dibidang hukum dan penindakan pelanggaran;
2. Penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri; dan
3. Jaksa pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum.
(2) Struktur Keanggotaan Sentra Gakkumdu Provinsi terdiri atas :
a. Pembina :
1. Ketua Badan Pengawas Pemilu Provinsi;
2. Kepala Kepolisian Daerah; dan
3. Kepala Kejaksaan Tinggi.
b. Ketua :
1. Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran;
2. Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda; dan
3. Asisten Tindak Pidana Umum.
c. Anggota :
1. Pejabat yang menyelenggarakan tugas dan fungsi dibidang hukum dan penindakan pelanggaran;
2. Penyidik pada Direktorat Reserse dan Kriminal Umum; dan
3. Jaksa pada Asisten Bidang Tindak Pidana Umum.
(3) Struktur Keanggotaan Sentra Gakkumdu Kabupaten/ Kota terdiri atas :
a. Pembina :
1. Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/ Kota;
2. Kepala Kepolisian Resor/ta/tabes/tro;
3. Kepala Kejaksaan Negeri.
b. Ketua :
1. Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran;
2. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres/ta/tabes/tro;
3. Kepala Seksi Tindak Pidana Umum.
c. Anggota :
1. Pejabat yang menyelenggarakan tugas dan fungsi dibidang hukum dan penindakan pelanggaran;
2. Penyidik pada Satuan Reserse dan Kriminal Polres/ta/tabes/tro; dan
3. Jaksa pada Seksi Tindaka Pidana Umum.
(4) Sekretariat Sentra Gakkumdu berada di :
a. Sekretariat Jenderal Badan Pengawas Pemilu;
b. Sekretariat Badan Pengawas Pemilu Provinsi; dan
c. Sekretariat Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/ Kota.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 169
Paragraf 3 Tugas Sentra Gakkumdu
Pasal 6
(1) Sentra Gakkumdu Pusat melaksanakan tugas sebagai berikut :
a. Melakukan koordinasi antara PARA PIHAK dalam proses penanganan Tindak Pidana Pemilu.
b. Melakukan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dalam proses penanganan Tindak Pidana pemilu yang terjadi di luar negeri;
c. Melakukan pelatihan serta bimbingan teknis terhadap Sentra Gakkumdu Provinsi dan Kabupaten/ Kota; dan
d. Melakukan supervise dan evaluasi terhadap Sentra Gakkumdu Provinsi dan Kabupaten/ Kota.
(2) Sentra Gakkumdu Provinsi melaksanakan tugas sebagai berikut :
a. Melakukan koordinasi antara PARA PIHAK dalam proses penanganan Tindak Pidana Pemilu;
b. Melakukan supervisi dan evaluasi terhadap Sentra Gakkumdu Kabupaten/ Kota; dan
c. Menyampaikan laporan pelaksanaan penanganan Tindak Pidana Pemilu kepada Sentra Gakkumdu Pusat.
(3) Sentra Gakkumdu Kabupaten/ Kota melaksanakan tugas sebagai berikut:
a. Melakukan koordinasi antara PARA PIHAK dalam proses penanganan Tindak Pidana Pemilu; dan
b. Menyampaikan laporan pelaksanaan penanganan Tindak Pidana Pemilu kepada Sentra Gakkumdu Provinsi.
Paragraf 4
Fungsi Sentra Gakkumdu
Pasal 7 Sentra Gakkumdu berfungsi :
a. Sebagai forum antara PARA PIHAK dalam proses penanganan Tindak Pidana Pemilu;
b. Pelaksanaan pola penanganan Tindak Pidana Pemilu;
c. Sebagai pusat data dan informasi Tindak Pidana Pemilu;
d. Pertukaran data dan/atau informasi;
e. Peningkatan kompetensi dalam penanganan dugaan Tindak Pidana Pemilu; dan
f. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi tindak lanjut penanganan dugaan Tindak Pidana Pemilu.
Bagian Kedua
Pola Penanganan Tindak Pidana Pemilu
Paragraf 1 Penanganan Tindak Pidana Pemilu
Pasal 8
(1) Penanganan Tindak Pidana Pemilu dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pemilu.
(2) Penanganan Tindak Pidana Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Standar Operasional dan Prosedur Sentra Gakkumdu.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 170
(3) Dalam penyusunan Standar Operasional dan Prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) keanggotaanya terdiri dari perwakilan yang ditunjuk oleh PARA PIHAK, dan harus diselesaikan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak ditandatanganinya Nota Kesepakatan Bersama ini.
Paragraf 2 Pelaporan
Pasal 9
Hasil kegiatan dan data/ informasi berkaitan dengan penanganan Tindak Pidana Pemilu dilaporkan secara berjenjang mulai dari Sentra Gakkumdu Kabupaten/ Kota sampai dengan Sentra Gakkumdu Pusat secara periodik dan/atau insidentil.
Bagian Ketiga Sosialisasi
Pasal 10
(1) Nota Kesepakatan Bersama ini disosialisasikan oleh PARA PIHAK kepada jajarannya guna diketahui dan dilaksanakan baik di Pusat maupun di daerah.
(2) Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
BAB V
PEMBIAYAAN
Pasal 11 Segala biaya yang ditimbulkan sehubungan dengan pelaksanaan Nota Kesepakatan Bersama ini, menjadi beban dan tanggung jawab PARA PIHAK secara proporsional.
BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN
Bagian Kesatu
Addendum
Pasal 12 Hal-hal yang belum diatur dalam Nota Kesepakatan Bersama ini akan diatur lebih lanjut dan ditetapkan oleh PARA PIHAK dalam addendum Nota Kesepakatan Bersama yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Nota Kesepakatan Bersam ini.
Bagian Kedua Perbedaan Penafsiran
Pasal 13
Apabila dikemudian hari terjadi perbedaan penafsiran dan permaslahan dalam pelaksanaan Nota Kesepakatan Bersama ini, akan diselesaikan oleh PARA PIHAK secara musyawarah untuk mufakat.
Bagian Ketiga Jangka Waktu
Pasal 14
(1) Nota Kesepakatan Bersama ini berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal ditanda tangani.
(2) Nota Kesepakatan Bersama ini dapat diubah atau diperpanjang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kesepakatan PARA PIHAK dengan terlebih dahulu dilakukan koordinasi sebelum berakhir masa berlakunya Nota Kesepakatan Bersama ini.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 171
(3) Nota Kesepaktan Bersama ini dapat diakhiri sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan pihak yang bermaksud mengakhiri Nota Kesepakatan Bersama ini wajib memberitahukan maksud tersebut secara tertulis kepada pihak lainnya.
BAB VII
PENUTUP
Pasal 15 Nota Kesepakatan Bersama ini mulai berlaku sejak ditandatangani dan dibuat dalam rangkap 3 (tiga), masing-masing bermaterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama. Demikian Nota Kesepakatan Bersama ini dibuat dengan semangat kerja sama yang baik, untuk dipatuhi dan dilaksanakan oleh PARA PIHAK. PIHAK PERTAMA, PIHAK KEDUA, PIHAK KETIGA Dr. MUHAMMAD, S.IP, M.Si Drs. TIMUR PRADOPO BASRIEF ARIEF JENDERAL POLISI
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 172
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : B-1557/E/Euh.2/05/2013 Jakarta, 23 Mei 2013
Sifat : Segera
Lampiran : 1 (satu) eksemplar
Perihal : Permintaan Data Warga KEPADA YTH.
Negara Asing Khusus Warga PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
Negara Malaysia yang Di –
melakukan tindak pidana di
Wilayah Indonesia.__________ SELURUH INDONESIA
Menindaklanjuti Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor :
B-3885/E.1/Ejp/12/2012 tanggal 12 Desembar 2012 perihal Permintaan Data Laporan
Perkara Narkotika dan Psikotropika yang tersangka/ terdakwa/ terpidananya Warga
Negara Asing (WNA), diminta para Kepala Kejaksaan Tinggi untuk melaporkan segera
Data nama-nama tersangka/ terdakwa/ terpidana khusus Warga Negara Malaysia
dengan blanko isian terlampir, paling lambat data tersebut kami terima pada tanggal 5
Juni 2013 dengan menggunakan sarana tercepat/ faximili Direktur TPUL dengan
nomor : 0217203512.
Demikian untuk dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA
TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia
(1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 4. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 5. A r s i p.
----------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 174
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : B-1602/E.4/Euh.1/05/2013 Jakarta, 28 Mei 2013
Sifat : Segera
Lampiran : 1 (satu) eksemplar
Perihal : Data Penanganan Perkara Hak KEPADA YTH.
Kekayaan Intelektual (HKI). KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
Di –
SELURUH INDONESIA
Sehubungan dengan disposisi Jaksa Agung Republik Indonesia tanggal 14 MeI
2013 dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum tanggal 23 Mei 2013 pada Surat
Nomor B-40 Polhukam/Menko/HK.04.4.20/4/2013 Perihal Laporan Kegiatan TIMNAS
PPHKI Semester II Tahun 2012, bersama ini kepada Saudara untuk menyampaikan
laporan data Penanganan Perkara Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang berada di
wilayah hukum Saudara dengan mengisi formulir (terlampir), adapun perkara tersebut
tahun 2012 sampai dengan bulan Mei 2013.
Demikian untuk menjadi maklum.
An. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
Plh. DIREKTUR TINDAK PIDANA UMUM LAINNYA
SUGIYONO, SH., MH.
Jaksa Utama Muda NIP. 19580722 198803 1 003
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 2. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum;
(1 dan 2 sebagai laporan) 3. A r s i p.
-----------------------------------TPUL-----------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 176
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : B-1667/E/EJP/06/2013 Jakarta, 4 Juni 2013
Sifat : Biasa
Lampiran : -
Perihal : Penggunaan Surat Keterangan KEPADA YTH.
Pengganti Sementara BPKB dan PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
STNK. Di –
SELURUH INDONESIA
Menindaklanjuti surat Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Polri Nomor :
B/616/V/2013/Korlantas tanggal 24 Mei 2013 perihal Penyampaian Penggunaan Surat
Keterangan Pengganti Sementara BPKB dan STNK dan hasil Diskusi POKJA TILANG
dan Tim Teknis MAHKEJAKPOL tanggal 22 Mei 2013, bersama ini disampaikan hal-
hal sebagai berikut :
1. Korlantas Polri sejak tanggal 14 Mei 2013 telah menerbitkan Surat Keterangan
Pengganti Sementara BPKB dan STNK, sesuai Surat Telegram Kapolri Nomor :
STR/72/II/2013 tanggal 14 Mei 2013 tentang Penerbitan Surat Keterangan
Pengganti Sementara BPKB dan STNK sebagai bentuk legalitas
pertanggungjawaban Polri dalam menerbitkan BPKB dan STNK yang dilakukan
dengan memberi cap dibelakang blangko SKPD dan berlaku selama maksimal 6
(enam) bulan terhitung sejak diterbitkan.
2. Pelaksanaan Surat Keterangan Pengganti Sementara BPKB dan STNK telah
sesuai dengan ketentuan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, serta telah dilakukan kajian dan tinjauan secara yuridis dan sosiologis oleh
Tim Pokja Tilang.
3. Diminta kepada para Kepala Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia agar
menyampaikan kepada jajaran di bawah untuk dapat menerima penggunaan Surat
Keterangan Pengganti Sementara BPKB dan STNK tersebut sebagai barang bukti
dalam penanganan perkara lalu lintas dan tindak pidana lainnya yang terkait
dengan kendaraan bermotor. (Format blangko terlampir)
Demikian untuk dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA
TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia
(1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Para Jaksa Agung Muda; 4. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 5. A r s i p. ----------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 177
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR Jalan Trunojoyo 3, Kebayoran Baru, Jakarta 12110 Jakarta, 24 Mei 2013 Nomor : B/616/V/2013/Korlantas Klasifikasi : Biasa Lampiran : 1 (satu) berkas Perihal : Penyampaian penggunaan Surat Keterangan Pengganti Sementara BPKB dan STNK______________ Kepada Yth. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM KEJAKSAAN AGUNG RI Di Tempat 1. Rujukan :
a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. Surat Telegram Kapolri Nomor : STR/72/II/2013 tanggal 14 Februari 2013 tentang Penerbitan Surat Keterangan Pengganti Sementara BPKB dan STNK sebagai bentuk legalitas pertanggung jawaban Polri dalam menerbitkan BPKB dan STNK dilakukan dengan memberi cap dibelakang blanko SKPD yang berlaku selama maksimal 6 (enam) bulan terhitung sejak diterbitkan.
2. Sehubungan dengan rujukan tersebut di atas, bersama ini disampaikan kepada Saudara bahwa Polri telah menerbitkan Surat Keterangan Pengganti Sementara BPKB dan STNK.
3. Adapun untuk penggunaan Surat Keterangan Pengganti Sementara STNK dan BPKB tersebut setelah dilaksanakan kajian dan tinjauan secara yuridis dan sosiologis oleh tim Pokja Tilang pada hari Rabu, 22 Mei 2013 bahwa secara hukum surat keterangan yang diterbitkan oleh Polri tersebut adalah sah dan dapat digunakan sebagai Barang Bukti dalam proses penyelesaian perkara pelanggaran, kecelakaan lalu lintas jalan, dan tindak pidana lainnya.
4. Demikian untuk menjadi maklum.
a.n. KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KAKORLANTAS u.b.
WAKA
Drs. AGUNG BUDI MARYOTO, M.Si. BRIGADIR JENDERAL POLISI
Tembusan : 1. Kapolri. 2. Irwasum Polri. 3. Kakorlantas Polri.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 178
SURAT KETERANGAN PENGGANTI SEMENTARA BPKB (SKET-S-BPKB)
Nomor : SKET-S-BPKB/ ………………/………/2013 …………………..
1. Diberikan kepada : a. Nama : b. Alamat : c. Nomor KTP/TDP :
2. Pemilik Kendaraan Bermotor dengan Identitas sebagai berikut :
a. Nomor Registrasi : b. Merek : c. Tipe : d. Jenis : e. Model : f. Tahun Pembuatan : g. Isi Silinder : h. Nomor Rangka/NIK/VIN : i. Nomor Mesin : j. Bahan Bakar : k. Warna : l. Nomor Faktur : m. Nomor Formulir A/B (CBU) : n. Nomor Seri BPKB :
3. Bahwa Kendaraan Bermotor tersebut di atas, telah diregistrasi pada unit pelayanan BPKB
……………………….. (diisi Ditlantas Polda/ Polres…………).
4. SKET-S-BPKB ini berlaku paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal dikeluarkan, dan setelah masa berlaku habis diganti dengan BPKB asli pada Kantor Pelayanan BPKB setempat.
Dikeluarkan di : ………………………………………. Pada Tanggal : ………………………………………. a.n. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH …………….. DIRLANTAS / KASUBDIT REGIDENT / KASATLANTAS
Cap/ttd ………………………….. …………………………… Keterangan : 1. Blanko Sket-S-BPKB ini menggunakan kertas warna putih, 80 gram, ukuran A4; 2. Nomor Sket-S-BPKB dibuat buku register/ agenda khusus, dengan menggunakan no urut mulai dari 0001
s.d. 9999 untuk masing unit pelakyanan BPKB Polda/ Res (contoh Nomor : Sket-S-BPKB/0001/II/2013/……..(isi Kesatuan ybs (Ditlantas Polda/ Res/ta));
3. Sket-S-BPKB dibuat rangkap 2, yang asli diserahkan pemilik dan yang paraf untuk arsip.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH……………… DIREKTORAT LALU LINTAS
Jl…………………………………………………..
LAMPIRAN SURAT KAPOLRI NOMOR : B/ /V/2013/KORLANTAS TANGGAL : MEI 2013
BPKB
SEMENTARA
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 179
CONTOH BENTUK DAN ISI CAP, SEBAGAI PENGGANTI SEMENTARA STNK DENGAN CARA MEMBERIKAN CAP PADA SKPD (SURAT KETETAPAN PAJAK DAERAH) DARI DIPENDA SAMSAT SETEMPAT. Keterangan : 1. Letak cap berada ditengah-tengah halaman belakang SKPD; 2. Cap disahkan dengan tanda tangan, cap kesatuan pejabat Polri yang berwenang (diisi jabatan, nama,
pangkat dan NRP), tanggal dikeluarkan (Ditlantas/Kasubdit Regident/Kasatlantas/Pa yang ditunjuk); 3. Penyerahan SKPD yang sudah diberi cap tersebut dengan buku register penyerahan. 4. Cap dibuat oleh masing Polda/Polres/Samsat setempat. 5. Data dan garis dalam cap menggunakan warna merah, sedang identitas ditulis dengan ballpoint dengan tinta
biru tua.
LAMPIRAN SURAT KAPOLRI NOMOR : B/ /V/2013/KORLANTAS TANGGAL : MEI 2013
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 180
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : B-1801/E.4/Euh.3/06/2013 Jakarta, 17 Juni 2013
Sifat : Biasa
Lampiran : 1 (satu) eksemplar
Perihal : Petunjuk Pelaksanaan Pengamanan KEPADA YTH.
Tahanan. ___ KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
Di –
SELURUH INDONESIA
Sehubungan dengan beberapa kasus tahanan yang melarikan diri akhir-akhir
ini, maka bersama ini diberikan petunjuk sebagai berikut :
1. Agar Saudara melakukan sosialisasi Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : PER-
005/A/JA/2013 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengawalan dan
Pengamanan Tahanan kepada seluruh petugas pengawal tahanan di wilayah
Saudara dan memastikan bahwa Standar Operasional Prosedur (SOP)
Pengawalan dan Pengamanan Tahanan tersebut dipahami oleh seluruh petugas
pengawal tahanan;
2. Agar dalam pelaksanaan pengawalan dan pengamanan tahanan, petugas
pengawal tahanan tugas mempedomi Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana
Umum Nomor : B-824/E/EJP/03/2013 tanggal 19 Maret 2013 tentang Petunjuk
Pengamanan Tahanan;
3. Selanjutnya untuk meminimalisasi potensi larinya tahanan, agar dalam
pengawalan dan pengamanan tahanan juga melibatkan seksi intelijen pada
Kejaksaan Negeri.
Demikian agar dipedomi dan dilaksanakan.
Plh JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
A.K. BASUNI MASYARIF, SH., MH.
Jaksa Utama Madya NIP. 19560717 198509 1 001
Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia;
(1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan 4. A r s i p
----------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 181
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : B-1976/E/Euh.1/07/2013 Jakarta, 02 Juli 2013 Sifat : Segera Lampiran : 1 (satu) eksemplar Perihal : Nota Kesepakatan Bersama Badan KEPADA YTH. Pengawas Pemilihan Umum RI, KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan RI. Di – SELURUH INDONESIA
Sehubungan dengan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor : 2284 K/73/MEM/2013 tanggal 14 Mei 2013 Tentang Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian Bahan Bakar Minya, disampaikan kepada Saudara hal-hal sebagai berikut : 1. Bahwa Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI telah memutuskan membentuk Tim
Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian BBM Bersubsidi dimana Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menjadi anggota dari Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian BBM Bersubsidi tersebut, adapun tugas dari Tim tersebut antara lain adalah sebagai berikut : - Melakukan Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pendistribusian bahan BBM
bersubsidi; - Melakukan koordinasi antar instansi, terkait pelaksanaan pengawasan
pendistribusian BBM bersubsidi; - Membantu penegakkan hukum terkait dengan pelaksanaan pendistribusian BBM
bersubsidi. 2. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, diminta perhatian saudara :
- Bahwa keputusan Pemerintah menaikkan harga jual beli BBM bersubsidi harus diantisipasi gejolak dan perbuatan spekulatif oleh oknum-oknum tertentu didalam meraup keuntungan pribadi, yang diprediksi bisa terjadi sampai ke daerah-daerah pasca pengumuman Pemerintah menaikkan harga jual BBM bersubsidi.
- Terkait dengan hal tersebut di atas, perlu langkah koordinasi di tingkat Daerah Provinsi dan Kabupaten untuk mencegah terjadinya perbuatan spekulatif dan melakukan monitoring terhadap pendistribusian BBM bersubsidi di daerah-daerah.
- Selain itu para Kajati diminta koordinasi dengan pihak Polda setempat di dalam melakukan penegakkan hukum bila ditemukan pelanggaran-pelanggaran dalam pendistribusian BBM bersubsidi, oleh karena itu agar menugaskan Asintel untuk melakukan koordinasi dalam kegiatan monitoring pendistribusian BBM bersubsidi, serta menugaskan Aspidum untuk menindaklanjuti dari proses penegakkan hukum yang atas penyimpangan dalam pendistribusian BBM bersubsidi serta melakukan koordinasi dengan pihak Polda setempat.
- Kegiatan monitoring dan evaluasi atas pendistribusian BBM bersubsidi dilaksanakan selama 6 (enam) bulan terhitung sejak bulan Mei sampai dengan bulan November 2013.
- Melaporkan secara berkala hasil pelaksanaanya kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menjadi bahan rapat di tingkat pusat.
Demikian untuk dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM, MAHFUD MANNAN
Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia;
(1 dan 2 sebagai laporan) 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia; 3. Yth. Jaksa Agung Muda Intelijen; 4. Yth. Direktur TPUL pada JAM PIDUM; 5. A r s i p.
----------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 182
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 2284/K/73/MEM/2013
TENTANG
TIM MONITORING DAN EVALUASI PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka monitoring dan evaluasi pendistribusian Bahan Bakar Minyak bersubsidi yang lebih tepat sasaran, perlu membentuk Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Bersubsidi;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Bersubsidi;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4152);
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746);
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 228, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5361);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4996);
5. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2005 tanggal 16 November 2005 tentang Penyediaan DAN Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2009 tanggal 23 Oktober 2009;
6. Praturan Presiden Nomor 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 41);
7. Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011 tanggal 18 Oktober 2011;
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 183
8. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010 tentang Operasional dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 552);
9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 01 Tahun 2013 tentang Pengendalian Penggunaan Bakar Minya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 3);
MEMUTUSKAN :
Mentepakan : KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG TIM MONITORING DAN EVALUASI PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI.
KESATU : Membentuk Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Bersubsidi, dengan susunan keanggotaan sebagai berikut :
a. Ketua : Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
b. Wakil Ketua : Kepala BPH Migas;
c. Anggota : 1. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
2. Direktur Jenderal Minya dan Gas Bumi;
3. Deputi V Bidang Keamanan Nasional, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan;
4. Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum, Kejaksaan Agung RI;
5. Kepala Badan Reserse Kriminal, Kepolisian RI;
6. Kepala Badan Pemiliharaan Keamanan, Kepolisian RI;
7. Deputi IV Bidang Intelijen Ekonomi, Badan Intelijen Negara;
KEDUA : Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Bersubsidi mempunyai tugas :
a. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pendistribusian Bahan Bakar Minyak bersubsidi;
b. Melakukan koordinasi antar instansi, terkait pelaksanaan pengawasan pendistribusian Bahan Bakar Minyak bersubsidi;
c. Membantu penegakkan hukum terkait dengan pelaksanaan pendistribusian Bahan Bakar Minyak bersubsidi;
d. Menyampaikan laporan atas pelaksanaan tugasnya kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
KETIGA : Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas Tim, Ketua Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Bersubsidi dapat membentuk Tim Pelaksaan dan Sekretariat Tim.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 184
KEEMPAT : Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Bersubsidi bertanggung jawab kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
KELIMA : Masa Kerja Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Bersubsidi adalah selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkan Keputusan Menteri ini,
KEENAM : Biaya yang diperlukan Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian Bahan Bakar Minya Bersubsidi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Sumber dana lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
KETUJUH : Keputusan Menteri ini meulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta Pada Tanggal, 14 Mei 2013 MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, JERO WACIK
Tembusan :
1. Menteri Keuangan 2. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 3. Jaksa Agung Republik Indonesia 4. Kepala Kepolisian Republik Indonesia 5. Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 6. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi 7. Kepala BPH Migas 8. Direktur Utama PT. Pertamina (Persero) 9. Yang bersangkutan.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 185
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : B-1978/E/Es.1/07/2013 Jakarta, 2 Juli 2013
Sifat : Segera
Lampiran : 1 (satu) Eksemplar
Perihal : Penyampaian data piutang denda KEPADA YTH.
Tilang verstek, denda non tilang PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
dan barang sitaan yang mempunyai Di –
nilai ekonomis Audited per 2013 SELURUH INDONESIA
Desember 2012.
-------------------------------------------------
Berdasarkan hasil penyusunan Laporan Keuangan Tahunan Kejaksaan
Republik Indonesia Tahun 2012 Audited, bersama ini disampaikan kepada Sadara
data piutang denda tilang verstek, denda non tilang dan barang sitaan yang
mempunyai nilai ekonomis yang telah disepakati antara Kejaksaan Agung R.I. dan
Badan Pemeriksa Keuangan untuk angka Audited dicatat sebagai saldo awal dalam
piutang denda tilang dineraca per 1 Januari 2013. Berkaitan dengan hal tersebut di
atas, diminta perhatian kepada Saudara terhadap hal-hal sebagai berikut :
1. Data piutang denda tilang verstek, denda non tilang dan barang sitaan yang
mempunyai nilai ekonomis audited per 31 Desember 2012 untuk Saudara
validasi sesuai dengan data sebenarnya pada masing-masing Satuan Kerja.
Apabila dalam validasi tesebut terdapat ketidak sesuaian data antara angka
satuan kerja, diminta koreksi dilakukan di Tahun 2013 sebagai mutasi
tambahan dengan tidak merubah saldo awal audited; (Data sebagaimana
terlampir);
2. Untuk persiapan penyusunan Laporan Keuangan Kejaksaan R.I. Semester I
Tahun 2013, perlu adanya piutang denda dan biaya perkara tilang verstek, data
denda non tilang, data barang sitaan yang mempunyai nilai ekonomis serta saldo
Giro I, Giro II, Giro III. Berkenaan dengan hal tersebut diatas agar Saudara
mengirimkan kepada kami data dimaksud dalam bentuk hard copy dan soft copy
per tanggal 30 Juni 2013 dengan tembusan kepada Jaksa Agung Muda
Pembinaan paling lambat tanggal 8 Juli 2013;
3. Terhadap pneyelesaian Denda Tilang (verstek), terutama pada Giro III (sisa
pembayaran/ titipan yang tidak diambil oleh terdakwa/ pemiliknya), mengacu
pada Pasal 268 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan dimana waktu 1 (satu) tahun sejak penetapan
putusan pengadilan disetorkan ke kas negara dan disamping itu agar
Saudara mempedomi Surat Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : B-
40/A/Cu.2/03/2013 tanggal 6 Maret 2013 tentang Pedoman Penyelesaian dan
Kebijakan Akuntansi atas Piutang Negara Denda dan Biaya Perkara
Pelanggaran Lalu Lintas/ Tilang yang diputus Verstek (sebagaimana terlampir);
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 186
4. Penyelesaian denda non tilang, terhadap perkara yang telah inkracht, Jaksa
Penuntut Umum segera menanyakan kepada terpidana apakah akan membayar
denda atau menjalani hukuman dan apabila bersedia membayar, segera
dibuatkan balanko D-3 dan dananya segera disetor ke bendahara khusus untuk
disetor ke kas Negara dan apabila terpidana tidak mampu membayar maka
segera diminta membuat surat pernyataan;
5. Perlu ditingkatkan koordinasi dan kerjasama pada satuan kerja untuk mencegah
kendala yang timbul seperti ketidak akuratan data dari satuan kerja pada waktu
penyusunan laporan keuangan, data yang diadministrasi pada bidang teknis
belum didukung dengan bukti-bukti yang memadai, dan keterlambatan secara
berjenjang dari satuan kerja daerah ke pusat dalam hal ini Jaksa Agung Muda
Tindak Pidana Umum.
Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA
TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia
(1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Pembinaan; 4. Yth. Jaksa Agung Pengawasan; 5. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 6. Yth. Para Direktur pada JAMPIDUM; 7. Yth. Kepala Pusat DASKRIMTI; 8. A r s i p. ----------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 187
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : B-2047/E/EJP/07/2013 Jakarta, 8 Juli 2013
Sifat : Biasa
Lampiran : -
Perihal : Pokok-Pokok Pengarahan Jaksa KEPADA YTH.
Agung Republik Indonesia melalui PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
Media Teleconference._________ Di –
SELURUH INDONESIA
Menindaklanjuti pengarahan Jaksa Agung Republik Indonesia kepada para
Kepala Kejaksaan Tinggi se-Indonesia melalui Media Teleconference, pada hari kamis
tanggal 27 Juni 2013, maka dengan ini kami mendeskripsikan beberapa butir
pengarahan Jaksa Agung Republik Indonesia yang terkait dengan bidang Tindak
Pidana Umum sebagai berikut :
1. TERKAIT DENGAN PEMILU TAHUN 2014
Bahwa tahun 2013 dan tahun 2014 adalah tahun politik, dimana fokus persiapan
penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Sehubungan dengan persiapan Pemilu tersebut, maka diminta perhatian para
Kepala Kejaksaan Tinggi secepatnya menunjuk dan menetapkan Jaksa-Jaksa
khusus yang akan menangani perkara Tindak Pidana Pemilu sesuai dengan
petunjuk yang telah disampaikan melalui :
- Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-012/A/JA/04/2013
tanggal 26 April 2013, tentang Pedoman Penanganan Perkara Tindak Pidana
Pemilu Tahun 2014;
- Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor : B-
1086/E/EJP/04/2013, tanggal 12 April 2013, tanggal 12 April 2013, perihal Nota
Kesepakatan Bersama BAWASLU, POLRI dan Kejaksaan Republik Indonesia
tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu.
2. TUDUHAN REKAYASA ATAU KRIMINALISASI KASUS
Akhir-akhir ini laporan dan permintaan-permintaan perlindungan hukum dari
Masyarakat yang ditujukan kepada Jaksa Agung RI terkait tuduhan rekayasa/
kriminalisasi atas kasus oleh Jaksa Peneliti maupun Jaksa Penuntut Umum,
jumlahnya semakin meningkat, terutama deugaan rekayasa/ kriminalisasi atas
kasus-kasus Perdata yang digiring menjadi Pidana. Tentu hal ini bila dibiarkan
terus akan semakin menjauhkan kepercayaan masyarakat terhadap Kejaksaan.
Sehubungan dengan hal tersebut dimnita perhatian yang sungguh-sungguh agar
para Kepala Kejaksaan Tinggi dan para Kepala Kejaksaan Negeri mengoptimalkan
pengendalian penanganan perkara di dalam lingkup wilayah satuan kerja masing-
masing, serta dengan pengawasan melekat terhadap bawahan.
Sesungguhnya dengan dikeluarkannya Surat Edaran Jaksa Agung Republik
Indonesia Nomor : SE-013/A/JA/12/2013 tentang Pedoman Tuntutan Pidana
Perkara Tindak Pidana Umum, maka Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala
Kejaksaan Negeri sudah diberikan hak diskresi dengan Kemandirian Fungsional
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 188
untuk menangani dan menyelesaikan perkara-perkara yang ditangani di wilayah
masing-masing, namun harus dibarengi tanggung jawab yang melekat atas
penggunaan kebijakan diskresi tersebut.
3. Perkara-perkara Pidana Umum yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap,
namun belum dieksekusi, jumlahnya masih cukup banyak.
Sehubungan dengan hal tersebut, diingatkan kembali bahwa tugas dan fungsi
eksekusi (Pelaksanaan Putusan Pengadilan) yang telah berkekuatan hukum tetap,
menjadi tanggung jawab Jaksa sesuai ketentuan Pasal 270 KUHAP. Oleh karena
itu diminta perhatian para Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri
untuk menginventarisasi perkara-perkara yang telah berkekuatan hukum tetap
serta melaksanakan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,
baik terhadap hukuman badan, denda maupun biaya perkara.
4. Akhir-akhir ini masih sering menerima laporan dari daerah tentang Tahanan yang
melarikan diri.
Sehubungan dengan hal tersebut, saya minta maaf agar Peraturan Jaksa Agung
Republik Indonesia Nomor : PER-005/A/JA/03/2013 tentang Standar Operasional
Prosedur (SOP) Pengawalan dan Pengamanan Tahanan maupun petunjuk Jaksa
Agung Muda Tindak Pidana Umum dalam suratnya Nomor : B-824/E/EJP/03/2013
tanggal 19 Maret 2013, disosialisasikan secara mendalam kepada para Pengawal
dan Pengamanan Tahanan serta seksi-seksi terkait teknis Intelijen, agar mereka
benar-benar memakai substansi tugas, peran dan tanggung jawab masing-masing
dalam pengawalan tahanan. Pada prinsipnya para Pengawal Tahanan harus
direkrut dari Pegawai Negeri Sipil Tata Usaha Kejaksaan dan tidak dibenarkan
pegawai Honorer.
Demikian pokok-pokok pengarahan Jaksa Agung Republik Indonesia yang
disampaikan melalui Media Teleconference, kami sampaikan untuk dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA
TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; (sebagai laporan)
2. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 3. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 4. Yth. Para Direktur pada JAMPIDUM; 5. A r s i p. ----------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 189
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : B-2092/E/EJP/07/2013 Jakarta, 10 Juli 2013
Sifat : Biasa
Lampiran : -
Perihal : Penanganan Perkara Tindak Pidana KEPADA YTH.
Penyelundupan Manusia KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
Di –
SELURUH INDONESIA
Sehubungan dengan masih terjadinya pebedaan tafsir dan persepsi dalam
Penanganan Penyelundupan Manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 120 Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian terkait status hukum para imigran
yang diselundupkan dalam penanganan perkara Tindak Pidana Penyelundupan
Manusia, bersama ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
- Status hukum para imigram yang diselundupkan oleh para Smuggler tidak bisa
dijerat dengan ketentuan pasal pelanggaran masuk atau keluar wilayah RI tanpa
melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi, atau tidak memiliki Dokumen perjalanan
yang sah atau keluar-masuk wilayah RI menggunakan dokumen Perjalanan Palsu
ataupun menggunakan dokumen perjalanan orang lain sebagaimana diatur dalam
Pasal 136 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian
yang berbunyi :
- “Ketentuan Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113, Pasal 119, Pasal 121 huruf b, Pasal 123 huruf b dan Pasal 126 huruf a dan b diberlakukan terhadap
korban perdagangan orang dan penyeludupan mausia”.
- Di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tersebut harus dapat dibedakan
antar Smuggler dengan korban Penyeleundupan Manusia. Yang dimaksud dengan
Smuggler adalah orang yang membawa atau memerintahkan orang lain membawa
seseorang ataupun kelompok orang untuk masuk atau keluar wilayah Indonesia
dengan tujuan mendapatkan keuntungan secara materil baik untuk dirinya sendiri
ataupun orang lain, sedangkan yang dimaksud korban Perdagangan Orang atau
Penyelundupan Manusia adalah orang yang diselundupkan secara sadar untuk
menyeberang ke Negara lain secara illegal tanpa unsur paksaan dan mengetahui
bahwa perbuatan yang dilakukan adalah salah, namun karena kondisi negaranya
yang sedang mengalami konflik sehingga menyebabkan orang tersebut bersedia
membayar kepada para Smuggler untuk diselundupkan.
- Dalam Tindak Pidana Imigrasi sebenarnya tidak dikenal istilah korban kejahatan
karena yang menjadi korban adalah Negara dan semestinya orang-orang yang
diselundupkan dapat dikenakan tindak pidana keimigrasian ataupun turut serta
melakukan tindak pidana penyelundupan manusia. Namun dengan telah
diratifikasinya “protocol against the smugging of migrants by land, sea and air, supplementing the united nations convention against transitional organized crime” (protocol menentang penyelundupan melalui darat, laut dan udara melengkapi
konvensi PBB menentang tindak pidana transisional yang terorganisasi) oleh
Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2009 dan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2009 dimana dalam Pasal 5 protokol tersebut
menyatakan bahwa imigran tidak dapat dikenai tangggung jawab pidana karena
mereka adalah objek dari tindak pidana yang ditetapkan dalam protokol ini.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 190
Oleh karena itu diminta perhatian agar :
1. Jaksa dalam melakukan penelitian perkara Tindak Pidana Penyelundupan
Manusia (People Smuggling) lebih menitikberatkan terhadap perbuatan para
pelaku tindak pidana penyelundupan manusia (Smuggler) berikut jaringannya,
sebagaimana dimaksud Pasal 120 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011
Tentang Keimigrasian.
2. Bilamana Kajati/ Kajari menerima PDP ataupun berkas perkara Tindak Pidana
Penyelundupan Manusia (People Smuggling) dari penyidik, agar dilaporkan
dan dikonsultasikan dengan Satgas Tindak Pidana Terorisme dan Tindak
Pidana Lintas Negara.
Demikian untuk menjadi maklum.
JAKSA AGUNG MUDA
TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; (sebagai laporan)
2. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 3. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 4. Yth. Ketua Satgas TP. Terorisme dan TP. Lintas Negara; 5. A r s i p. ---------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 191
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : B-2256/E/EJP/07/2013 Jakarta, 18 Juli 2013
Sifat : Biasa
Lampiran : -
Perihal : Pengelompokan Jenis Perkara KEPADA YTH.
Tindak Pidana Umum. PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
Di –
SELURUH INDONESIA
Sehubungan dengan beberapa jenis tindak pidana umum sesuai
pengelompokan jenis-jenis perkara Tindak Pidana Umum yang diatur dalam
Keputusan Jaksa Agung R.I. Nomor : KEP-027/J.A/03/1994 tanggal 5 Maret 1994
sudah mengalami perubahan dan bias menyebabkan terjadinya tumpang tindih dalam
penanganan dan pengadministrasiannya yang terjadi baik dalam lingkup Bidang
Tindak Pidana Umum maupun Bidang Tindak Pidana Khusus, maka dengan ini
diberikan petunjuk sebagai berikut :
1. Bahwa untuk Tindak Pidana Cukai (Undang-Undang Nomor : 11 Tahun 1995) dan
Tindak Pidana Kepabean (Undang-Undang Nomor : 17 tahun 2006) sudah tidak
lagi menjadi bagian dari kelompok jenis tindak pidana umum pada Direktorat
Tindak Pidana Umum Lainnya pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum
tetapi sudah menjadi bagian dari kelompok jenis tindak pidana khusus pada
lingkup tugas Bidang Tindak Pidana Khusus.
2. Sehubungan dengan hal tersebut maka diminta perhatiannya agar dalam
pelaksanaan penerimaan perkara dari penyidik, pengadministrasian dan pelaporan
tentang penanganan perkara Tindak Pidana Cukai dan Tindak Pidana
Kepabeanan dilaksanakan oleh Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi
dan atau Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Negeri yang
bersangkutan, dan administrasi perkara tindak pidana Cukai dan Kepabeanan
yang selama ini juga dibuat di bidang Tindak Pidana Umum, diminta kiranya
ditiadakan.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 192
3. Bahwa Keputusan Jaksa Agung R.I. Nomor : KEP-027/J.A/03/1994 tanggal 5
Maret 1994 tentang Pengelompokan Jenis-Jenis Perkara Tindak Pidana Umum
tetap berlaku dan harus tetap dipedomi dalam pelaksanaan tugas di bidang tindak
pidana umum.
Demikian untuk dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA
TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia;
(1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus; 4. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 5. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 6. Yth. Direktur di Lingkungan JAMPIDUM; 7. A r s i p. ----------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 193
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : B-1996/E/EJP/06/2013 Jakarta, 28 Juli 2013 Sifat : Biasa Lampiran : - Perihal : Penegakan Hukum terkait dengan KEPADA YTH. Pembakaran Hutan dan Pembukaan 1. KAJATI RIAU Lahan Kebun dengan cara bakar. 2. KAJATI SUMATERA UTARA 3. KAJATI SUMATERA SELATAN 4. KAJATI JAMBI 5. KAJATI KALIMANTAN BARAT 6. KAJATI KALIMANTAN TENGAH 7. KAJATI KALIMANTAN SELATAN 8. KAJATI KALIMANTAN TIMUR Di – TEMPAT
Bersama ini diingatkan kembali kepada Saudara bahwa peristiwa kebakaran
hutan yang membawa bencana kabut asap, setiap tahun terjadi di beberapa Propinsi
pada musim Kemarau. Dan tahun ini, kebakaran hutan di mulai di Propinsi Riau dan
menyusul Propinsi Jambi serta Propinsi -propinsi lainnya di Sumatera dan Kalimantan.
Saat ini upaya penanggulangan kebakaran hutan di Propinsi Riau sedang
diintensifkan secara terapadu, sementara langkah-langkah penegakan hukum terkait
pembakaran hutan dan lahan perkebunan sedang diproses hukum oleh Pihak
Kepolisian Polda Riau.
Dalam upaya penanggulangan peristiwa kebakaran hutan termasuk
didalamnya penegakan hukum terhadap para pelaku pembakaran hutan, maka sesuai
dengan Instruksi Presiden No.16 Tahun 2011 tentang Peningkatan Pengendalian
Kebakaran Hutan dan Lahan, ditindaklanjuti dengan Rapat Koordinasi tentang tindak
lanjut penanggulangan bencana asap akibat kebkaran hutan dan lahan pada tanggal
27 Juni 2013 di Jakarta yang dipimpin oleh Menko Kesra, menyimpulkan dan
merekomendasikan :
1. Prediksi semula bahwa musim kemarau akan dating pada bulan Agustus 2013,
ternyata meleset dan musim kemarau datangnya lebih cepat, sehingga langkah-
langkah penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh
Pemerintah terkesan lambat.
2. Bahwa dimusim kemarau saat ini, peristiwa kebakaran hutang sedang melanda
Propinsi Riau, dan akan segera menyusul di Propinsi Jambi, Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Timur.
3. Upaya penegakan hokum terahadap para pelaku pembakaran hutan dan
pembukaan lahan kebun dengan cara dibakar, diserahkan kepada penegak
hukum. Terkait dengan penegakan hukum ini, sesuai dengan laporan dari Mabes
Polri, bahwa saat ini Kepolisian telah melakukan langakah penyidikan dan telah
menetapkan 14 (empat belas) orang sebagai tersangka (baik perorangan maupun
berkaitan dengan perusahaan), di Kabupaten Bengkalis, Siak dan Rokan Hilir
Propinsi Riau.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 194
Terkait dengan Kesimpulan dan Rekomendasi Rapat Koordinasi tersebut di
atas, maka diminta perhatian Saudara, sebagai berikut :
a. Agar Kepala Kejaksaan Tinggi Riau dan jajarannya segera mengambil langkah-
langkah koordinasi dan konsultasi, baik dengan Pemerintah Daerah setempat
maupun kepada Polda setempat dan memberikan dukungan penuh untuk
pelaksanaan dan keberhasilan misi penegakan hukum terhadap para pelaku
pembakaran hutan dan lahan perkebunan di wilayah Propinsi Riau. Terhadap
kasus-kasus pembakaan hutan yang saat ini sedang ditangani Polda Riau, diminta
agar Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri memberikan atensi
sepenuhnya dalam pengendalian penanganan atas kasus-kasus pembakaran
hutan dan lahan perkebunan tersebut, sehingga diharapkan penanganannya tidak
berlarut-larut.
b. Kepala para Kejaksaan Tinggi Jambi, Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur,
agar secepatnya mempersiapkan langkah antisipasi di daerah masing-masing
dalam menyikapi datangnya musim kemarau dan peristiwa kebakaran, melalui
koordinasi dengan pihak Kepolisian dan Dinas Kehutanan setempat. Bila
dimungkinkan agar diprakarsai pembentukan Tim Koordinasi Yustisi Kebakaran
Hutan dan Lahan Perkebunan di dalam daerah hukum masing-masing yang
melibatkan unsur Kejaksaan, Kepolisian, Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan.
c. Untuk penanganan perkara pembakaran hutan dan lahan perkebunan secara
teknis, sbagai berikut :
c.1. Ketentuan Undang-Undang yang dapat dipergunakan :
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan PERPU No. 1
Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan menjadi Undang-Undang.
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.
c.2. Penanganan Perkara Pembakaran Hutan dilakukan secara professional,
proposional dan bahati nurani, agar dihindari bentuk-bentuk kriminalisasi
ataupun bentuk rekayasa. Terkait dengna hal tersebut diminta agar kepada
para Jaksa Penuntut Umum (Peneliti) yang ditunjuk hendaknya bersikap lebih
cermat terutama :
- Penetapan Tersangka.
Gali secara cermat aspek Mens rea, motivasi dan hubungan/ keterlibatan
pemilik perusahaan, pemilik lahan yang kemungkinan menjadi intelektual
dader.
- Teliti dan pisahkan aspek/ unsur kesengajaan dan kelalaian.
- Teliti bentuk-bentuk penyertaan (delneeming).
- Teliti mengenai dampak kegiatan akibat pembakaran hutan dan lahan.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 195
d. Susunlah Surat Dakwaan secara cermat, jelas dan lengkap, baik dalam bentuk :
subsidiair, alternatif, kumulatif dan hindari bentuh kecerobohan yang dapat
mengakibatkan dakwaan kabur (obscuur libelli).
e. Tuntutan pidana yang akan diajukan dalam perkara pembakaran hutan dan lahan
perkebunan yang terkait dengan pemberatan dan keringanan di minta agar tetap
mengacu kepada Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-
013/A/JA/12/2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidanan Perkara Tindak Pidana
Umum dengan mempertimbangkan secara komprehensif atas fakta-fakta : mens
rea, motivasi, peranan dan dampak perbuatan, sehingga penegakan hukumnya
benar-benar proporsional dan berdasar hati nurani.
f. Penanganan atas perkara-perkara pembakaran hutan dan lahan agar dilaporkan
kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, pada kesempatan pertama
sebagai bahan Rapat Koordinasi tingkat Eselon I yang akan datang.
Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
JAKSA AGUNG MUDA
TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia;
(1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Para Direktur pada JAMPIDUM; 4. Yth. Para Kepala Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia;
(sebagai bahan antisipasi) 5. A r s i p. ------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 196
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
NOTA – DINAS
Kepada Yth. : SEKRETARIS JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM Dari : KEPALA BAGIAN PENYUSUNAN PROGRAM LAPORAN
PEMANTAUAN DAN PENILAIAN Nomor : B- /E.1.1/Es.1.2/08/2013
Tanggal : Agustus 2013
Sifat : Biasa Lampiran : 1 (satu) berkas. Perihal : Evaluasi kegiatan SIMKARI pada Pusat DASKRIMTI Kejaksaan
Agung R.I periode bulan Juni dan bulan Juli Tahun 2013.
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi terhadap Laporan Bulanan atau
Eksekutif Informasi Sistem (EIS) on line dan entry data perkara Pidum pada Pusat DASKRIMTI yang telah dilakukan oleh Bagian Sunproglapnil pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, bersama ini dengan hormat kami laporkan : 1. Bahwa dari hasil pemantauan atas pelaksanaan Surat Wakil Jaksa Agung Republik
Indonesia Nomor : B-08/B/WJA/01/2012 tanggal 30 Januari 2012 perihal Penggunaan Aplikasi Laporan Bulanan atau Eksekutif Informasi Sistem (EIS), masih terdapat beberapa Kejaksaan Tinggi beserta Jajarannya didaerah, yang kurang mengindahkan pelaksanaan Laporan Bulanan secara Online.
5. Bahwa pada bulan Juni 2013 masih terdapat 108 Kejaksaan Negeri yang belum
melakukan aktifitas (mengentry data) ke Aplikasi Eksekutif Informasi Sistem SIMKARI sedangkan pada bulan Juli, 187 Kejaksaan Negeri yang belum melakukan aktifitas (mengentry data) ke Aplikasi Eksekutif Informasi Sistem SIMKARI (terlampir).
6. Berdasarkan Surat dari Kepala Pusat DASKRIMTI Nomor : B-165/M/M.3/07/2013
tanggal 09 Juli 2013 dan perihal Aktifitas SIMKARI bulan Juni 2013, masih terdapat 16 Kejaksaan Negeri yang tidak melakukan Aktifitas Entry data perkara Pidum pada aplikasi SIMKARI, diantaranya ada 4 Kejaksaan Negeri yang belum ada jaringan, dari keempat Kejaksaan Negeri yang belum ada jaringan tersebut ada 1 Kejaksan Negeri yang melakukan aktifitas melalui Kejaksaan Negeri terdekat atau Kejaksaan Tinggi (terlampir). Sedangkan berdasarkan Surat dari Kepala Pusat DASKRIMTI Nomor : B-177/M/M.3/08/2013 tanggal 12 Agustus 2013 perihal Aktifitas SIMKARI bulan Juli 2013, ada 11 Kejaksaan Negeri yang tidak melakukan Aktifitas Entry data perkara Pidum pada aplikasi SIMKARI, diantaranya ada 4 Kejaksaan Negeri yang belum ada jaringan, dari keempat Kejaksaan Negeri yang belum ada jaringan tersebut ada 3 Kejaksan Negeri yang melakukan aktifitas melalui Kejaksaan Negeri terdekat atau Kejaksaan Tinggi (terlampir).
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 197
7. Berdasarkan angka 1 s/d 3 tersebut diatas, menunjukkan bahwa masih rendahnya kepedulian satuan kerja di daerah terkait aktifitas pengentryan data ke Aplikasi SIMKARI, hal mana menunjukkan indikator beberapa Kejaksaan Tinggi yang belum menunjukkan capaian kinerja seperti yang diharapkan / belum tertib dalam mengentry data.
8. Berkaitan dengan hal tersebut telah dikirim surat kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Seluruh Indonesia dengan Nomor Surat : B-1681/E.1/Es.1/06/2013 tanggal 5 Juni 2013 perihal Evaluasi kegiatan SIMKARI pada Pusat DASKRIMTI Kejaksaan Agung RI periode bulan April tahun 2013
Demikian kami laporkan, selanjutnya mohon petunjuk.
KEPALA BAGIAN PENYUSUNAN PROGRAM LAPORAN
DAN PENILAIAN
IMANUEL ZEBUA, SH, MH Jaksa Utama Pratama NIP. 196012261982011001
Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 2. Yth. Para Direktur Pada JAM PIDUM; 3. Arsip.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 198
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : B- 2625 /E/Es.1/09/2013 Jakarta, 2 September 2013
Sifat : Biasa
Lampiran : 1 (satu) berkas. Perihal : Rekomendasi Hasil Rapat Kerja Teknis KEPADA YTH : Bidang Tindak Pidana Umum KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DI –
SELURUH INDONESIA
Berdasarkan Rekomendasi Hasil Rapat Kerja Teknis Bidang Tindak
Pidana Umum tanggal 26 s/d 27 Agustus 2013 dan hasil evaluasi terhadap Laporan Bulanan atau Eksekutif Informasi Sistem (EIS) on line serta entry data perkara Tindak Pidana Umum pada Pusat DASKRIMTI yang telah dilakukan oleh Bagian Sunproglapnil pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, bersama ini diminta perhatian Saudara akan hal-hal sebagai berikut :
1. Bahwa dari hasil pemantauan atas pelaksanaan Surat Wakil Jaksa Agung
Republik Indonesia Nomor : B-08/B/WJA/01/2012 tanggal 30 Januari 2012 perihal Penggunaan Aplikasi Laporan Bulanan atau Eksekutif Informasi Sistem (EIS), masih terdapat beberapa Kejaksaan Tinggi beserta Jajarannya didaerah, yang kurang mengindahkan pelaksanaan Laporan Bulanan secara Online.
2. Bahwa pada bulan Juli 2013 masih terdapat 187 Kejaksaan Negeri yang
belum melakukan aktifitas (mengentry data) ke Aplikasi Eksekutif Informasi Sistem SIMKARI (terlampir).
3. Berdasarkan Surat dari Kepala Pusat DASKRIMTI Nomor : B-
177/M/M.3/08/2013 tanggal 12 Agustus 2013 perihal Aktifitas SIMKARI bulan Juli 2013, masih terdapat 10 Kejaksaan Negeri yang tidak melakukan aktifitas SIMKARI, diantaranya ada 4 Kejaksaan Negeri yang belum ada jaringan, dari keempat Kejaksaan Negeri yang belum ada jaringan tersebut ada 3 Kejaksaan Negeri yang melakukan aktifitas melalui Kejaksaan Negeri terdekat atau Kejaksaan Tinggi (terlampir).
4. Berdasarkan angka 1 s/d 3 tersebut diatas, menunjukkan bahwa masih
rendahnya kepedulian satuan kerja di daerah terkait aktifitas pengentryan data ke Aplikasi SIMKARI, hal mana menunjukkan indikator beberapa Kejaksaan Tinggi yang belum menunjukkan capaian kinerja seperti yang diharapkan / belum tertib dalam mengentry data.
5. Untuk itu diminta kepada Para Kepala Kejaksaan Tinggi segera
memerintahkan kepada seluruh Satuan Kerja dibawahnya dan melakukan pengecekan terhadap :
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 199
8.1. Pelaksanaan Surat Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : B-08/B/WJA/01/2012 tanggal 30 Januari 2012 perihal Penggunaan Aplikasi Laporan Bulanan atau Eksekutif Informasi Sistem (EIS), yang entry datanya dimulai dari tanggal 1 s/d tanggal 5 pada setiap bulannya.
8.2. Memerintahkan Para Kepala Kejaksaan Negeri, pada setiap
tahapan, menerbitkan P.16 sampai dengan Eksekusi agar tembusannya disampaikan kepada petugas entry data untuk dimasukkan ke Aplikasi Tindak Pidana Umum di SIMKARI, termasuk didalamnya surat dakwaan, tidak perlu menunggu sampai dengan perkara tersebut inkracht.
6. Jika ditemui kendala/hambatan teknis dalam pelaksanaan entry data
terkait peralatan maupun sistem yang digunakan dalam pelaksanaan Aplikasi SIMKARI, segera membuat laporan secara tertulis kepada Kepala Pusat DASKRIMTI Kejaksaan Agung dengan tembusan Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.
7. Apabila Saudara tidak melaksanakan optimalisasi penanganan perkara
Tindak Pidana Umum sesuai dengan Instruksi Jaksa Agung RI Nomor : INS-009/A/JA/10/2012 tanggal 08 Oktober 2012 tentang Optimalisasi Sistem Informsi Manajemen Kejaksaan RI (SIMKARI), hal tersebut akan mempengaruhi prestasi Saudara dan akan diteruskan kepada Jajaran Pengawasan untuk ditindak lanjuti.
Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung RepubIik Indonesia; (1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 4. Yth. Para Direktur pada JAM PIDUM 5. Yth. Kepala Pusat DASKRIMTI; 6 Arsip.
Iswi
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 200
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : B - 2745 /E/Es.1/09/2013 Sifat : Segera Lampiran : 1 (satu) eksemplar Perihal : Penyampaian Hasil Rakernis
Bidang Tindak Pidana Umum dan Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Tahun 2013.
----------------------------------------------
Jakarta, 13 September 2013 KEPADA YTH. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DI- SELURUH INDONESIA
Sehubungan telah selesainya pelaksanaan Rapat Kerja Teknis
Bidang Tindak Pidana Umum dan Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara
Tahun 2013, pada tanggal 26 sampai dengan 27 Agustus 2013, bersama
ini disampaikan hasil Rakernis Bidang Tindak Pidana Umum Tahun 2013
untuk Saudara laksanakan dan pedomani dalam penanganan dan
penyelesaian perkara Tindak Pidana Umum secara profesional,
proporsional, dan akuntabel yaitu sebagai berikut :
1. PRA PENUNTUTAN
1.1. Agar Jaksa Penuntut Umum yang ditunjuk dalam penelitian berkas perkara (P-16) baik Jaksa ke satu, kedua dan ketiga bertanggungjawab terhadap materi perkara dimaksud dan seluruh Jaksa P-16 harus ikut menandatangani chek list (bukti penelitian berkas perkara) dan juga turut menandatangani Berita Acara Pendapat untuk melaksanakan penahanan maupun tidak melaksanakan penahanan;
1.2. Terhadap perkara yang diekspose di Kejaksaan Agung agar terlebih dahulu di eksepose di Kejaksaan Tinggi, dengan memfoto copy berkas perkara, membuat matrik dan chard yang diterima di Kejaksaan Agung minimal 3 (tiga) hari sebelum ekspose dilaksanakan;
1.3. Terhadap berlakunya Perma Nomor : 02 Tahun 2012 , apabila nilai Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah), penyidik berkonsultasi dengan Jaksa Penuntut Umum sebelum diambil langkah-langkah berikutnya;
1.4. Agar Jaksa (P-16) di dalam menerima SPDP dan berkas perkara Tahap I di dalam meneliti yang obyeknya tanah, menyikapinya secara professional dan proporsional guna tidak terpengaruh oleh oknum yang memiliki kepentingan Pribadi.
1.5 Agar para Jaksa yang menerima berkas perkara Tindak Pidana Umum dari Penyidik, meneliti dengan seksama, jika menurut penilaian Jaksa ada tindak pidana pencucian uang, beri petunjuk kepada Penyidik agar menerapkan Tindak Pidana Pencucian Uang dan dakwaan dibuat secara kumulatif.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 201
1.6. Perlu kehati-hatian dalam menerapkan diversi dalam penanganan perkara Narkoba dan agar mempedomani SE-002/A/JA/02/2013 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Lembaga Rehabilitasi Sosial dan juga mempedomani Surat JAM PIDUM Nomor: B-601/E/EJP/02/2013.
1.7. Dalam menyongsong Pemilihan Umum Tahun 2014 haris diantipasi segera baik oleh Kejaksaan dengan mengambil peran sedini mungkin dalam penyelenggaraan pesta Demokrasi 2014, demi terciptanya penyelenggaraan pemilu yang berintegritas, mandiri, transparan serta akuntabel.
2. PENUNTUTAN
2.1. Terhadap ancaman pidana denda dalam satu pasal yang tidak mengatur subsidaritas pidana kurungan meskipun dalam ancaman pidana pasal yang dimaksud hanya mengatur denda dan tidak memuat tentang kurungan (misalnya Pasal 198 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan), dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 30 ayat (2) dan (3) serta pasal 31 ayat (1), (2), (3) KUHP;
2.2. Untuk melaksanakan tuntutan pidana perkata Tindak Pidana Umum, agar Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung wajib mempedomani SE-013/A/Ja/12/2011 Tanggal 29 Desember 2011 Tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum;
2.3. Terhadap semua hasil hutan dan alat-alat angkut yang dipergunakan untuk kejahatan dan atau pelanggaran dalam tindak pidana kehutanan harus dirampas untuk negara. (mempedomani Pasal 78 ayat (15) Undang-Undang Nomor : 41 tahun 1999)
2.4. Mengenai pembatasan perkara dalam mengajukan kasasi yaitu perkara pidana yang diancam pidana paling lama 1 (satu) tahun dan denda, agar Jaksa Penuntut Umum mempedomani Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung R.I., dan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : PER-036/A/JA/09/2011 tanggal 21 September 2011;
2.5. Untuk menentukan tolok ukur tuntutan pidana Narkotika terhadap terdakwa anak-anak, agar berpedoman kepada Undang-Undang Nomor : 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak (paling lama ½ dari ancaman bagi orang dewasa)
3. EKSEKUSI DAN EKSAMINASI
3.1. Pemerintah harus tegas untuk memberi batas waktu Peninjauan Kembali dengan cara mengubah undang-undang terutama mengenai pasal-pasal yang terdapat di KUHAP;
3.2. Untuk menghindari barang bukti rusak dan tidak bernilai, khususnya barang bukti berupa kayu, dengan berpedoman pada Pasal 45 ayat (1) KUHAP;
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 202
3.3. Menunggu hasil rapat pimpinan sesuai Surat Nomor B-118/A/Cu.3/07/2013 Tanggal 12 Juli 2013 Perihal Terkendalanya Proses Penyusunan PP Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis PNBP Yang Berlaku pada Kejaksaan R.I. ;
3.4. Sesuai hasil Rakernas Tahun 2012 menjadi bahan pertimbangan bahwa pelaksanaan lelang oleh Jaksa Penuntut Umum, sementara penyetoran ke Kas Negara tetap dilakukan oleh Pembinaan.
4. ENTRY DATA SIMKARI
4.1. Kepada Kepala Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia untuk memerintahkan kepada satuan kerja di wilayah hukumnya untuk melakukan entry data penanganan perkara tindak pidana umum mulai dari penerimaan SPDP sampai dengan pelaksanaan eksekusi. dan laporan bulanan online (EIS), mulai dari laporan Bulanan LP-3 sampai dengan hasil dinas (LD);
4.2. Dalam rangka penyempurnaan format entry data penanganan perkara tindak pidana umum dan laporan bulanan EIS, agar segera dibuat surat yang ditujukan kepada Kapusdaskrimti Kejaksaan Agung R.I.;
4.3. Penegakan hukum oleh aparat kejaksaan yang belum berorientasi pada pelayanan publik dan keterbukaan informasi publik sehingga mengurangi arti transparansi dan akuntabilitas penegakan hukum, yang pada akhirnya berujung menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Kejaksaan, agar mempedomani Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Demikian untuk dilaksanakan dengan penuh perhatian.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung RI;
2. Yth. Wakil Jaksa Agung RI;
( 1 dan 2 sebagai laporan)
3. Yth. Para Jaksa Agung Muda;
4. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum;
5. A r s i p
------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 203
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : B - 2909/E/Ejp/09/2013 Sifat : Segera Lampiran : 1 (satu) eksemplar Perihal : Penghentian Penuntutan dengan
alasan cukup bukti setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (P-21)
-----------------------------------------------
Jakarta, 30 September 2013 KEPADA YTH. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DI- SELURUH INDONESIA
Berdasarkan hasil evaluasi, terhadap mekanisme dalam penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana umum baik di tahap pra penuntutan maupun di tahap penuntutan, sering dijumpai permasalahan antara lain :
1. Adanya usulan penghentian penuntutan dengan asalan tidak cukup bukti, setelah berkas perkara pidum dinyatakan lengkap (P-21).
Sesuai ketentuan Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP, penghentian penuntutan suatu perkara pidana didasarkan pada alasan yuridis, yaitu :
- Tidak terdapat cukup bukti; - Bukan merupakan tindak pidana; - Perkara ditutup demi hukum.
Berdasarkan alasan penghentian penuntutan suatu perkara
pidana tersebut diatas, maka logika hukum mengatakan bahwa suatu
berkas perkara yang sudah dinyatakan lengkap (P-21) oleh JPU peneliti,
tidak dapat dihentikan penuntutannya dengan alasan tidak cukup bukti,
karena dari hasil penelitian berkas perkara secara materiil terpenuhi
adanya kecukupan alat-alat bukti, maupun kekuatan pembuktiannya
terhadap suatu peristiwa pidana yang terjadi, Sehingga berkas perkara
yang sudah dinyatakan lengkap (P-21) seharusnya di limpahkan ke
Pengadilan Negeri. Apabila perkembangan dalam persidangan perkara
yang bersangkutan di Pengadilan, terungkap bahwa ternyata alat bukti
dan kekuatan pembuktian yang ditampilkan tidak mendukung dakwaan,
maka out putnya adalah dimungkinkan JPU untuk mengajukan tuntutan
bebas.
Dengan demikian, maka penghentian penuntutan perkara tindak
pidana umum yang sah dinyatakan lengkap (P-21) dimungkinkan dalam 2
(dua) alasan :
a. Bukan merupakan tindak pidana.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 139 KUHAP, maka setelah penuntut
umum menerima hasil penyidikan yang lengkap (P-21), setelah diteliti
kembali ternyata substansi perkara yang bersangkutan adalah perdata,
maka perkara yang bersangkutan dimungkinkan untuk dihentikan
penuntutannya.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 204
b. Perkara ditutup demi hukum, dengan alasan bahwa hak menuntut
hukuman gugur karena :
- Tersangka meninggal dunia (Pasal 77 KUHP);
- Kadaluwarsa Lewat Waktu ( Pasal 78 KUHP);
- Ne bis in idem (Pasal 76 KUHP);
- Pengadu menarik aduannya (dalam delik aduan).
2. Dalam beberapa hasil penelitian berkas perkara, Jaksa Peneliti (P-16) didalam melakukan penelitian berkas perkara, tidak menyatakan berkas perkara lengkap (P-21), dengan alasan adanya gugatan perdata didalam perkara pidana yang bersangkutan.
Sasaran penelitian suatu berkas perkara adalah meneliti aspek formil dan aspek materiil suatu berkas perkara. Apabila kedua aspek tersebut tidak terpenuhi maka out putnya adalah pengembalian berkas perkara ke penyidik untuk dilengkapi (P-18/P-19), sebaliknya apabila aspek formil maupun materiil terpenuhi, maka berkas perkara harus dinyatakan lengkap (P-21).
Terkait dengan adanya gugatan yang menyertai perkara pidana yang bersangkutan, hal tersebut tidak termasuk dalam ranah aspek materiil suatu berkas perkara yang bersangkutan dinyatakan lengkap (P-21). Adanya gugatan perdata hanya menjadi pertimbangan/kebijakan Pimpinan untuk menentukan dilimpahkan atau ditangguhkan untuk sementara pelimpahan perkara pidananya ke pengadilan. Hal inipun wajib dicermati secara mendalam, mengingat alasan adanya gugatan perdata umumnya diajukan sebagai keberatan oleh tersangka/penasehat hukumnya, untuk mengulur-ulur waktu penyelesaian perkara.
Adanya guggatn perdata dalam suatu perkara pidana yang akhir-akhir ini sering diajukan sebagai keberatan oleh tersangka/penasehat hukum tersangka, disampikan petunjuk
a. Agar Jaksa Peneliti (P-16) memilliki kemandirian, profesionalisme dan integritas yang kuat, agar tidak mudah menerima apalagi mengambil alih keberatan Penasehat Hukum/Tersangka, dengan membawa ke ranah hasil penelitian berkas perkara untuk menyatakan berkas perkara belum lengkap (P-18/P-19), dengan alas an adanya gugatan perdata. Cermati benar trik-trik Penasehat Hukum/Tersangka akan kemungkinan hanya dengan maksud menghambat proses penanganan perkara pidananya
b. Gugatan perdata dalam perkara pidana wajib dicermati dengan sungguh-sungguh, untuk menentukan sikap dapat atau tidaknya dipertimbangkan untuk dilimpahkan perkaranya ke Pengadilan Negeri ataukah untuk sementara ditangguhkan menunggu putusan perkara perdatanya, yakni apakah gugatan perdata dimaksud benar-benar menyatu dengan perkara pidananya, ataukah terkait kepemilikan (yang memang belum jelas status kepemilikan), ataukah substansi gugatan perkara perdata yang bersangkutan terkait dengan perkara pidananya, yang pada dasarnya dalam suatu substansi gugatan perdata, bisa saja terjadi tindak pidana didalamnya (misalnya bias terjadi pemalsuan, penipuan, dan lain-lain).
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 205
c. Adanya ketentuan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor : 1 Tahun
1956 yang sering dijadikan dasar/alasan Penasehat Hukum Tersangka
untuk meminta pelimpahan perkara ke Pengadilan ditangguhkan, hal
tersebut tidaklah berlaku imperative dan pertimbangan Penuntut Umum
untuk melimpahkan atau menunda pelimpahan perkara ke Pengadilan,
hanya jika perkara tersebut sudah berada dalam tahap penuntutan.
Oleh karena itu maka terhadap berkas perkara yang masih dalam
proses tahap Pra Penuntutan, JPU Peneliti tidak dapat meminta
kepada Penyidik untuk ditunda penyerahannya kepada Penuntut
Umum dengan alas an terdapat gugatan perdata, karena hal itu masih
dalam ranah Penyidikan.
Demikian untuk dilaksanakan dengan penuh perhatian.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung RI;
(sebagai laporan) 2. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 3. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 4. Yth. Para Direktur di Lingkungan Jam Pidum 5. A r s i p -------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 206
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor Sifat Lampiran Perihal
: B-2939 /E.4/Euh/10/2013 : Biasa : 2 (dua) berkas : Laporan Penanganan Dan
Penyelesaian Perkara Yang Berkaitan Dengan Sumber Daya Alam
------------------------------------------
Jakarta, 2 Oktober 2013 KEPADA YTH. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DI- SELURUH INDONESIA
Dalam Rangka mengefektifkan pelaksaan Peraturan Jaksa Agung RI
Nomor PER-010/A/JA/06/2013 tanggal 7 Juni 2013 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Satuan Tugas Sumber Daya Lintas Negara serta mengoptimalkan kinerja
Satuan Tugas Sumber Daya Alam Lintas Negara yang mempunyai tugas antara
lain “Mengolah Data Dan Laporan Dari Kejaksaan di daerah mengenai proses
Penanganan Perkara Sumber Daya Alam menjadi data yang siap dipergunakan
oleh Pengguna /User “ (Vide Pasal 4 Huruf G PERJA Nomor-010/A/JA/06/2013
tanggal 7 Juni 2013).
Berdasarkan hal tersebut diatas diminta kepada Saudara untuk melaporkan
penanganan perkara yang berkaitan dengan Sumber Daya Alam yaitu Perkara
Lingkungan Hidup, Perkara Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam,
Perkara Pertambangan dan Migas (Format Laporan Terlampir) kepada Direktur
Tindak Pidana Umum Lainnya, tembusannya ditujukan kepada Ketua Satgas
Sumber Daya Alam Lintas Negara, dan dikirim melalui email
[email protected], paling lambat tanggal 5 setiap bulannya.
Demikian disampaikan kepada Saudara untuk dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA
TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung RI;
(1 dan 2 sebagai Laporan); 3.Yth. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 4. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 5. A r s i p
-------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 213
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor Sifat Lampiran Perihal
: B-3001 /E/Es.1/02/2013 : Biasa : 1 (satu) eksemplar : Penanganan Perkara Tindak
Pidana Pemilukada -------------------------------------------
Jakarta, 8 Oktober 2013 KEPADA YTH. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DI- SELURUH INDONESIA
Sehubungan dengan diterbitkannya Buku “Pedoman Penanganan Tindak Pidana Pemilukada” sebagaimana dalam lampiran surat ini, maka perlu kami sampaikan petunjuk sebagai berikut :
1. Buku “Pedoman Penanganan Tindak Pidana Pemilukada” ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dari buku “Pedoman Penanganan Tindak Pidana Pemilu” yang telah diterbitkan sebelumnya berdasarkan Surat Edaran Jaksa
Agung Republik Indonesia Nomor : SE-012/A/JA/04/2013 tanggal 26 April
2013.
2. Berbeda dengan Tindak Pidana Pemilu tahun 2014 yang hukum acaranya
telah diatur secara tersendiri (lex specialis) dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai
acuannya menyimpang dari KUHAP, sedangkan Tindak Pidana Pemilukada
tidak diatur secara tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah sehingga hukum acaranya tetap mengacu
pada ketentuan hukum acara dalam KUHAP.
3. Agar para KAJATI/KAJARI setiap menangani perkara Tindak Pidana
Pemilukada (Tindak Pidana Pemilukada Gubernur, Bupati/Walikota), agar
segera melaporkan secara berjenjang kepada Jaksa Agung Muda Tindak
Pidana Umum.
Demikian untuk dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA
TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Arsip.
----------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 214
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : B - 3210/E/EJP/10/2013 Jakarta, 24 Oktober 2013
Sifat : Biasa
Lampiran : 1 (satu) lembar
Perihal : Laporan Penanganan Tindak Pidana yang Berkaitan dengan Warga Negara Asing.
KEPADA YTH :
KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DI –
SELURUH INDONESIA
Berdasarkan hasil Evaluasi Laporan dari daerah Perihal Penanganan Tindak Pidana yang berkaitan dengan Warga Negara Asing, baik sebagai tersangka maupun korban, belum dilaksanakan sepenuhnya, untuk itu disampaikan petunjuk yang harus disikapi dan menjadi perhatian saudara di seluruh wilayah Kejaksaan, agar :
1. Bahwa setiap Perkara Tindak Pidana Umum yang berkaitan dengan Warga Negara Asing yang sedang ditangani wajib dilaporkan secara berjenjang yang memuat secara lengkap identitas, status dari tersangka atau korban dengan menyebut asal negaranya, sejak diterima SPDP dan menyebut kasus posisi dan pasal yang disangkakan kepada tersangka atau masalah yang dihadapi saksi (korban) serta proses penanganan penyelesaian secara berkelanjutan hingga pelaporankepada Jaksa Agung RI Cq Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dan mengisi form yang tersedia (Contoh Formulir Pelaporan Terlampir).
2. Hal ini dimaksudkan guna menjadi bahan koordinasi dan informasi yang sangat penting untuk diketahui Kementrian Luar Negeri, terutama bila sangat dibutuhkan oleh Kantor Perwakilan Negara Asing yang ada di wilayah NKRI terkait dengan masalah yang dihadapi warganya di Indonesia.
3. Bahwa sebagaimana teruraikan pada angka 1 (satu) di atas, agar dilakukan Entry Data ke Simkari, sesuai dengan penanganan dan dilaporkan secara berjenjang.
4. Para Kajati mendistribusikannya ke Kajari dan Cabang Kajari di dalam jajaran masing-masing.
Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA
TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia;
2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia; (1, & 2 sebagai laporan)
3. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan;
4. Yth. Sekretaris JAM Tindak Pidana Umum;
5. Yth. Para Direktur di Lingkungan Jam Pidum
6. Yth. Kepala Pusat Daskrimti
7. Arsip.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 216
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor Sifat Lampiran Perihal
: B-3218 /E/EJP/10/2013 : Biasa : 2 (dua) bundel : Upaya Penyelsaian Temuan
BPK RI terkait Penyelesaian Piutang Denda dan Biaya Tilang Verstek.
--------------------------------------------
Jakarta, 28 Oktober 2013 KEPADA YTH. PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DI- SELURUH INDONESIA
Sehubungan dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI)
atas Laporan Keuangan Kejaksaan RI Tahun 2012, yang salah satunya
menyatakan adanya permasalahan terkait piutang denda dan biaya tilang verstek
yang harus dilaporkan berdasarkan nilai piutang riil yang dapat direalisasikan (net
realizable value) sesusai Standar Akuntansi Pemerintah dan hasil evaluasi
terhadap Laporan Keuangan Semester I Tahun 2013, ternyata masih banyak
daerah yang belum lengkap melaporkan Piutang Bukan Pajak. Menindaklanjuti hal
tersebut, Jaksa Agung Muda Pembinaan telah meminta bantuan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan verifikasi
dan validasi terhadap piutang bukan pajak kantor Kejaksaan Seluruh Indonesia.
Berkaitan dengan pelaksanaan verifikasi dan validasi yang akan
dilakukan Badan Pengawasan Keunagan dan Pembangunan (BPKP) tersebut,
diminta kepada para Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri
Seluruh Indonesia Untuk :
1. Mempersiapkan data piutang denda dan biaya perkara Tilang verstek per 30
September 2013;
2. Mengisi formulir Rekapitulasi Penyelesaian Tunggakan Denda dan Biaya
Perkara Tilang Verstek sesuai Form 1.a dan 1.b untuk tingkat Kejaksaan
Negeri dan Form 2.a dan 2.b untuk tingkat Kejaksaan Tinggi; (Form
Terlampir)
3. Membuat Berita Acara Rekonsiliasi Piutang Denda dan Biaya Perkara Tilang
Verstek per 30 September 2013 baik di tingkat Kejaksaan Negeri dan
Kejaksaan Tinggi; ( Terlampir)
4. Aktif berkoordinasi dengan Perwakilan BPKP setempat perihal verifikasi dan
validasi Piutang Bukan Pajak;
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 217
5. Tertib adminitrasi dengan mempedomani Surat Edaran Jaksa Agung R.I.
nomor : B-40/A/Cu.2/03/2013 tanggal 6 Maret 2013 perihal Pedoman
Penyelesaian dan Kebijakan Akuntansi atas Piutang Negara Denda dan Biaya
Perkara Pelanggaran Lalu Lintas/Tilang yang Diputuskan Verstek guna
Penyediaan data untuk penyusunan Laporan Keuangan Kejaksaan R.I. setiap
tahun.
Demikian untuk dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung R.I. (1 & 2 Sebagai Laporan) ; 3. Yth. Para Jaksa Agung Muda ; 4. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum ; 5. A r s i p ---------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 218
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : B- 3256 /E/Ejp/10/2013 Jakarta, 30 Oktober 2012 Sifat : Segera Lampiran : 2 (dua) eksemplar Perihal : Penyampaian Salinan Surat Edaran
Jaksa Agung R.I. Nomor : SE-022/A/JA/10/2013
KEPADA YTH. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Di- SELURUH INDONESIA
Bersama ini disampaikan Salinan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-022/A/JA/10/2013 tentang Penyelesaian Hasil Penyidikan, yang merupakan revisi Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-001/A/JA/2009 tanggal 26 Februari 2009.
Berkenaan dengan hal tersebut diharapkan Surat Edaran ini dipelajari dan dipahami substansi pokok dari Surat Edaran Jaksa Agung dimaksud, untuk ditindaklanjuti dalam implementasi koordinasi dengan pihak Kepolisian Daerah setempat, yang terkhusus ditujukan kepada :
1. Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat;
2. Kepala Kejaksaan Tinggi Banten
Untuk mengkoordinasikan dengan Polda Metro Jaya;
3. Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur
Untuk mengkoordinasikan dengan Polda Metro Jaya;
4. Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau
Untuk dikoordinasikan dengan Polda Kepulauan Riau;
Dalam penyerahan SPDP dan Berkas Perkara kepada Kejaksaan Negeri-Kejaksaan
Negeri dimaksud.
Selanjutnya diminta agar diteruskan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri
Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN
Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung R.I; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung R.I;
(1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Pembinaan; 4. Yth. Jaksa Agung Pengawasan; 5. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 6. Yth. Para Direktur pada JAM PIDUM; 7. Yth. Kepala Pusat DASKRIMTI; 8. Arsip.
-------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 219
SURAT EDARAN NOMOR : SE-022/A/JA/10/2013
TENTANG
PENYELESAIAN HASIL PENYIDIKAN
Berdasarkan hasil Kajian, monitoring dan evaluasi dari pelaksanaan Surat Edaran Nomor :
SE- 001/A/JA/2/2009 tanggal 29 Pebruari 2009 tentang Penyelesaian Hasil Penyidikan yang
berkaitan dengan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-36/A/JA/09/2011
tanggal 21 September 2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara
Tindak Pidana Umum ditemukan kendala koordinatif di tingkat kewilayahan Polda – Kejati, yang
disebabkan antara lain di beberapa Provinsi terdapat Kantor Polda yang tidak berada dalam satu
wilayah kota dengan Kantor Kejaksaan Tinggi sehingga penerapan Prinsip Kesetaraan secara
mutlak akan menyebabkan koordinasi penanganan perkara (Pra Penuntutan) menjadi tidak efisien
dan tidak efektif, dan penyelesaian perkara secara cepat, sederhana dan biaya ringan tidak optimal.
Berkenaan dengan hal tersebut diatas dan menindaklanjuti Rekomendasi Hasil Rapat
Kerja Kejaksaan RI Tahun 2012 yang mengamanatkan adanya evaluasi terhadap asas kesetaraan
penanganan perkara tindak pidana umum dalam penyelesaian hasil penyidikan perlu diterbitkan
Surat Edaran Jaksa Agung RI tentang penerimaan penyelesaian hasil penyidikan yang disesuaikan
dengan jenjang instansi Penyidik dan Penuntut Umum, sebagai berikut :
1. Penerimaan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) , koordinasi, penyerahan
berkas perkara (tahap I) dari penyidik Mabes Polri, BNN, PPNS Tingkat Kementerian atau
Lembaga Pemerintah Non Kementerian Tingkat Pusat lainnya, diterima dan diselesaikan
penanganannya oleh Kejaksaan Agung RI Cq Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.
2. Hasil penyidikan dari penyidik Polda, PPNS Kementerian atau Lembaga Pemerintah Non
Kementerian Tingkat Provinsi, Badan Narkotika Nasional Propinsi (BNNP) diterima dan
diselesaikan penanganannya oleh Kejaksaan Tinggi sesuai daerah hukumnya masing masing.
3. Hasil Penyidikan dari penyidik tingkat Polres atau jajaran dibawahnya, PPNS Kementerian
atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian tingkat Kabupaten atau Kota, diterima dan
diselesaikan penanganannya oleh Kejaksaan Negeri atau Cabang Kejaksaan Negeri, sesuai
daerah hukumnya masing - masing.
4. Kejaksaan Agung RI, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri
yang menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan atau berkas perkara
dari Instansi penyidik yang tidak sesuai dengan jenjang prinsip kesetaraan, wajib
mengembalikan SPDP dimaksud ke Instansi Penyidik dengan disertai petunjuk untuk
diserahkan ke Kejaksaan sesuai dengan jenjang kesetaraan.
5. Kejaksaan Agung RI dan Kejaksaan Tinggi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2 pada
hakekatnya hanya melakukan penyelesaian sampai dengan tahap pra penuntutan.
6. Pengiriman berkas perkara tahap II (pengiriman tersangka dan barang bukti) dilakukan oleh
Penyidik langsung Ke Kejaksaan Negeri tempat terjadinya tindak pidana (locus delicti), dengan
terlebih dahulu Penyidik berkordinasi dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana umum
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 220
Kejaksaan Agung atau Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan (sesuai dengan jenjang
kesetaraan yang menangani berkas perkara yang bersangkutan pada tahap Pra Penuntutan),
kemudian Kejaksaan Negeri berkewajiban melaporkan kepada Kejaksaan Tinggi yang
bersangkutan, perihal penerimaan berkas perkara tahap II dimaksud.
7. Bahwa khusus untuk penyerahan SPDP, Berkas Perkara, hasil penyidikan dari Polda tertentu
dengan menyimpang dari mekanisme penanganan perkara sebagaimana dimaksud pada
angka 2 dan angka 4, dengan pertimbangan efisiensi dan efektivitas penyelesaian perkara
berdasar atas prinsip penyelesaian perkara secara cepat sederhana dan biaya ringan, maka
hasil penyidikan tidak secara mutlak dikirim ke Kejaksaan Tinggi setempat, antara lain sbb :
a. Hasil Penyidikan Polda Kalimantan Timur, sepanjang Locus Delicti perkara berada di
daerah hukum Kejaksaan Negeri Balikpapan, Kejaksaan Negeri Tanah Grogot, dan
Kejaksaan Negeri Penajam, maka berkas perkara hasil penyidikan Polda Kalimantan Timur
dikirim langsung ke Kejaksaan Negeri yang bersangkutan, dengan tembusan kepada
Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda.
b. Hasil penyidikan Polda Kepulauan Riau, sepanjang Locus Delicti perkara berada di daerah
hukum kejaksaan Negeri Batam, maka berkas perkara hasil penyidikan Polda Kepulauan
Riau dikirim langsung ke Kejaksaan Negeri Batam dengan tembusan Kejaksaan Tinggi
Kepulauan Riau.
c. Hasil penyidikan Polda Metro Jaya, sepanjang locus Delicti perkara berada di daerah
hukum Kejaksaan Negeri Bekasi, Kejaksaan Negeri Depok, Kejaksaan Negeri Bogor,
Kejaksaan Negeri Tangerang dan Kejaksaan Negeri Tigaraksa, maka berkas perkara hasil
penyidikan Polda Metro Jaya di kirim langsung ke Kejari - Kejari setempat tersebut diatas,
dengan tembusan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat/Kejaksaan Tinggi Banten.
8. Dengan telah diterbitkannya Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor : SE- 022 /A/JA/10/2013
tanggal 25 Oktober 2013, maka Surat Edaran Jaksa Agung Nomor : SE-001/A/JA/02/2009
tanggal 26 Ferbruari 2009 tentang Penyelesaian Hasil Penyidikan dinyatakan dicabut dan tidak
berlaku lagi.
Demikian untuk dilaksanakan dan dipedomani sebagaimana mestinya
Jakarta, 25 Oktober 2013
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
BASRIEF ARIEF
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 221
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor : Sifat : Lampiran : Perihal :
B – 3358 /E/Ejp/11/2013 Biasa --- Pola Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual / IPR.
Jakarta, 12 Nopember 2013 Kepada Yth.
PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
Di -
SELURUH INDONESIA
Setelah mempelajari dan menginventarisasi surat-surat petunjuk teknis yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung R.I. terkait penanganan perkara Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), yaitu antara lain : - B-483/E/8/1994 tanggal 1 Agustus 1994 tentang Penerapan dan Penegakan Peraturan
Perundang-undangan yang berkaitan dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual/IPR; - SE-002/JA/4/1995 tanggal 28 April 1995 tentang Perkara Penting TPUL; - B-190/E/5/1995 tanggal 3 Mei 1995 tentang Pola Penanganan Penyelesaian Perkara
HAKI/IPR; - B-58/E/Epl.2/1/96 tanggal 31 Oktober 1996 tentang Perhatian Khusus Terhadap Penanganan
Kasus Perkara HAKI; - R-06/E/Epl/3/1998 tanggal 13 Maret 1998 tentang Penanganan dan Penyelesaian Perkara
HAKI/IPR; - B-2/E.4/Epl.1/02/2000 tanggal 16 Pebruari 2000 tentang Berlakunya Persetujuan Organisasi
Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade Organization) pada tanggal 1 Januari 2000;
- B-12/E/Ejp/07/2000 tanggal 17 Juli 2000 tentang Penanganan/Penyelesaian Perkara-Perkara HAKI;
- B-13/E/Ejp/07/2000 tanggal 17 Juli 2000 tentang Penanganan dan Penyelesaian Perkara-Perkara HAKI;
- B-2/I/E/04/2002 tanggal 02 April 2002 tentang Penanganan Kasus Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI);
- B-685/E/EJP/10/2006 tanggal 06 Oktober 2006 tentang Mengefektifkan Pengendalian Perkara Penting (PK-Ting);
- B-101/E/Euh/02/2006 tentang Jenis-Jenis PK Ting (HAKI : Hak Cipta, Paten dan Merk); Dengan mempertimbangkan adanya perkembangan hukum dan peraturan perundang-
undangan di sektor HAKI serta dimensi baru Tindak Pidana HAKI, maka untuk mendayagunakan secara optimal surat-surat petunjuk tersebut, agar substansinya selain disesuaikan dengan perkembangan tersebut juga diupayakan secara terintegrasi dalam bentuk pola penanganan dan penyelesaian perkara Hak Atas Kekayaan Intelektual/IPR, dengan catatan bahwa petunjuk tersebut di atas, berlaku secara mutatis mutandis terhadap Pedoman Pola Penanganan Perkara HAKI yang baru ini.
Adapun Teknis pola penanganan dan penyelesaian perkara Hak Atas Kekayaan Intelektual, sebagai berikut :
1. TAHAP PRA PENUNTUTAN a. Penerimaan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Setelah menerima SPDP segera diterbitkan Surat Perintah Penunjukkan Jaksa
Penuntut Umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan perkara (P-16) dengan ketentuan :
1. Jaksa Penuntut Umum yang ditunjuk minimal 2 (dua) orang. 2. Segera mengintensifkan koordinasi dengan Penyidik sehingga terlaksana
penyidikan yang efektif dan efisien serta diperoleh segala data dan fakta yang diperlukan pada tahap penuntutan.
b. Penerimaan Berkas Perkara Tahap Pertama
1. Penelitian saksi-saksi : - Dalam meneliti saksi-saksi agar diperhatikan kriteria saksi dan keterangan
saksi (Pasal 1 butir 26 dan 27 KUHAP), dan tolok ukur penilaian urgensi, relevansi dan bobotnya didasarkan pada ketentuan Pasal 185 ayat (4 s/d 7) dan hubungan saksi-saksi dengan tersangka.
- Aksentuasi penelitian saksi ditekankan pada kuantitas dan kualitas keterangan saksi.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 222
2. Ahli : Ahli yang dimaksud ialah ahli dari Dirjen HAKI pada Kementerian Hukum dan HAM.
3. Penelitian Bukti Surat : Surat-surat yang perlu terlampir pada berkas perkara antara lain : - Surat-surat permohonan pendaftaran HAKI, kecuali atas Hak Cipta. - Keabsahan surat-surat permohonan pendaftaran HAKI perlu diteliti secara
cermat dan seksama dengan memperhatikan ketentuan Pasal 184 dan Pasal 187 KUHAP dan Peraturan Perundang-Undangan terkait.
4. Keterangan Tersangka : Diperlukan perhatian ekstra cermat dalam meneliti keterangan tersangka dalam
BAP, disamping itu diperlukan pula kemampuan menyusun konstruksi yuridis yang mumpuni dengan menghubungkan keterangan tersangka dengan alat-alat bukti sah lainnya, barang bukti dan segala data serta fakta perbuatan tersangka untuk mengungkapkan fakta yang sesungguhnya, apa benar tersangka merupakan pelaku dari tindak pidana yang telah disangkakan kepada dirinya ? terutama mengingat bahwa tindak pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual/IPR dapat dilakukan oleh korporasi.
5. Khusus terhadap tindak pidana HAKI yang obyeknya sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 25 UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka alat bukti sah atas perkara tersebut mengalami perluasan, berupa penambahan alat bukti informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya (diatur pada Pasal 5 UU No. 11 tahun 2008).
6. Pasal yang disangkakan : Pasal yang disangkakan didasarkan pada fakta hukum dan alat bukti yang termuat
dalam berkas perkara, dan apabila fakta dan alat bukti tersebut mendukung pembuktian bahwa benar tindak pidana dimaksud merupakan tindak pidana HAKI, maka pasal-pasal yang disangkakan cukup pasal-pasal sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan tentang HAKI, kecuali ternyata tersangka melakukan lebih dari satu feit (tindak pidana).
c. Pemberitahuan Hasil Penyidikan Belum Lengkap (P-18 dan P-19) Apabila hasil penyidikan ternyata belum lengkap, hal tersebut agar segera disampaikan
kepada Penyidik disertai petunjuk. Petunjuk dibuat dengan bahasa yang mudah dimengerti dan berbobot (mengarah pada unsur tindak pidana yang disangkakan) dan harus pula memperhatikan persyaratan dan upaya administratif dalam penyelesaian sengketa HAKI.
d. Penerbitan Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap (P-21) 1. Penerbitan P-21 dilaksanakan apabila berkas perkara ternyata sudah lengkap, baik
secara formil maupun materiil. 2. Apabila setelah diterbitkan (P-21), kemudian diketahui ternyata berkas perkara
belum memenuhi persyaratan untuk dilimpahkan ke Pengadilan, maka untuk melengkapinya dapat dilakukan pemeriksaan tambahan, sepanjang sebelumnya pernah diterbitkan (P-18) dan (P-19).
3. Pelaksanaan pemeriksaan tambahan dimaksud penting dilakukan untuk melengkapi berkas perkara dan kemungkinan untuk melakukan penyitaan barang bukti (Pasal 30 ayat (1) huruf e UU No. 16 tahun 2004). Pelaksanaan Pemeriksaan Tambahan berpedoman pada Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor : B-536/E/E/11/1993 tanggal 1 Nopember 1993 perihal Melengkapi Berkas Perkara dengan Melakukan Pemeriksaan Tambahan.
e. Penyerahan Tanggung Jawab Atas Tersangka dan Barang Bukti Penyerahan tersangka dan barang bukti dapat terjadi dalam 2 (dua) pengertian, yaitu
penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP dan penyerahan tersangka dan barang bukti atas permintaan Jaksa Penuntut Umum (P-22) untuk kepentingan pemeriksaan tambahan.
1. Penelitian Atas tersangka. - Penelitian berkas perkara (tahap pertama) dilakukan secara cermat guna
mencegah terjadinya error in persona. Kebenaran bahwa tersangka itulah yang harus bertanggung jawab secara pidana.
- Hasil penelitian dituangkan dalam Berita Acara Penerimaan dan Penelitian Tersangka (BA-15).
2. Penelitian Barang Bukti. - Barang bukti dalam perkara HAKI/IPR terdiri dari berbagai dokumen dan
barang bukti.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 223
- Dokumen Penyitaan (Surat Perintah, Berita Acara, Izin/Persetujuan Penyitaan) - Kelengkapan dokumen yang disita. - Tolok Ukur Kelengkapan adalah Daftar Adanya Barang Bukti dan Dokumen-
Dokumen Penyitaan. - Hasil penelitian dituangkan ke dalam Berita Acara Penelitian Benda Sitaan
(BA-18), kemudian dibuatkan dan ditempel Label Barang Bukti (B-10) dan dilengkapi dengan Kartu Barang Bukti (B-11).
- Mekanisme penerimaan, pengumpulan dan penataan barang bukti dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Jaksa Agung RI Nomor : KEP-112/J/A/10/1989 tanggal 13 Oktober 1989.
3. Register Perkara dan Barang Bukti. - Setelah penerimaan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti, berkas
perkara dicatat dalam register perkara tahap penuntutan (RP-12). - Barang Bukti dicatat dalam register barang bukti.
Kegiatan Pra Penuntutan sebagaimana disebutkan pada bagian a s/d e tersebut diatas dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : PER-036/A/JA/09/2011 tanggal 21 September 2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum.
2. TAHAP PENUNTUTAN
a. Penyusunan Surat Dakwaan. 1. Sistematika pembuatan surat dakwaan dan penyusunannya berpedoman pada
Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor : SE-004/JA/11/1993 tanggal 22 Nopember 1993 perihal Pembuatan Surat Dakwaan.
2. Perlu diperhatikan, sebelum dilakukan pembuatan surat dakwaan, agar terlebih dahulu disusun matrik dakwaan sesuai lampiran Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum butir 1.
3. Jaksa Penuntut Umum menyusun dakwaan berdasarkan fakta dan alat bukti yang termuat dalam berkas perkara, dan apabila fakta dan alat bukti tersebut mendukung pembuktian bahwa benar tindak pidana dimaksud merupakan tindak pidana HAKI, maka pasal-pasal yang didakwakan cukup pasal-pasal sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan tentang HAKI, kecuali apabila tersangka melakukan lebih dari satu feit (tindak pidana).
b. Pembuktian Dakwaan 1. Pemeriksaan Saksi-saksi : - Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan harus difokuskan kepada pembuktian
unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan dan harus selalu ditanyakan alasan mengapa saksi dapat menerangkan demikian, hal ini sering dilupakan dalam persidangan.
- Sejak tahap pra penuntutan, harus sudah dapat diidentifikasi dan diinventarisasi saksi-saksi yang diperkirakan akan mencabut keterangannya, untuk itu dapat dipedomani Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor : B-254/E/5/93 tanggal 31 Mei 1993 tentang langkah-langkah antisipatif terhadap pencabutan keterangan terdakwa/saksi persidangan.
2. Keterangan Terdakwa : Meskipun dalam penyidikan terdakwa mengakui perbuatannya namun tidak
menutup kemungkinan adanya bimbingan serta rekayasa pihak tertentu, sehingga terdakwa mencabut keterangannya saat penyidikan ketika persidangan.
Menghadapi hal demikian, perlu upaya antara lain : - Menghadirkan Penyidik dipersidangan guna memberikan keterangan, untuk
membuktikan bahwa pemeriksaan terhadap diri terdakwa saat penyidikan telah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan membuktikan pula bahwa terdakwa mencabut keterangannya tanpa didasari adanya alasan yang patut.
- Dalam hal tertangkap tangan, agar penangkap sejak tingkat penyidikan telah diperiksa sebagai saksi.
- Mengajukan Berita Acara Pemeriksaan dan Penelitian Tersangka (BA-15), apabila dalam BA-15 terungkap bahwa tersangka membenarkan keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan selaku Tersangka saat proses penyidikan, sebagai alat bukti surat atau setidak-tidaknya sebagai petunjuk sesuai ketentuan Pasal 197 jo Pasal 188 ayat (2) KUHAP.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 224
c. Pengendalian dan Pedoman Tuntutan Pidana Pengendalian tuntutan pidana berpedoman kepada Surat Edaran Jaksa Agung R.I.
Nomor : SE-013/A/JA/12/2011 tanggal 29 Desember 2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum, dan dalam melakukan penuntutan pidana percobaan atau pidana bersyarat hendaknya memperhatikan konsep perdata dari pada HAKI.
3. SISTEM PELAPORAN
a. Laporan tahap demi tahap sebagaimana di atas dilakukan sesuai Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor : R-05/E/ES/2/1995 tanggal 9 Pebruari 1995 perihal Pelaporan Pengendalian Perkara Penting Tindak Pidana Umum dengan catatan bahwa tembusan laporan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum oleh pengendali (Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan) dianggap sebagai laporan resmi (tidak perlu membuat laporan tersendiri).
- Bahwa materi yang saat ini diklasifikasi sebagai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya adalah :
- UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta; - UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten; - UU No. 15 tahun 2001 tentang Merk; - UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang; - UU No. 31 tahun 2002 tentang Desain Industri; - UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu; - UU No. 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman; - UU No. 4 tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam; - Pasal 25 UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
- Bahwa hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan (Notoir feit), dimana dengan Negara Indonesia meratifikasi perjanjian WTO (World Trade Organization) dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1994 tanggal 2 Nopember 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), dan di dalam perjanjian Internasional tersebut, termuat pula hal-hal yang berhubungan dengan Hak Kekayaan Intelektual yang dituangkan dalam TRIP’s (Trade Related Aspects on Intellectual Properties), maka berakibat Negara Indonesia wajib untuk menghormati Hak Kekayaan Intelektual yang telah dilindungi ataupun didaftarkan di negara anggota TRIP’s lainnya, maka perlindungan Hak Cipta sebagaimana diatur pada UU No. 19 tahun 2002 berlaku juga bagi semua ciptaan bukan Warga Negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan Badan Hukum Indonesia yang merupakan anggota TRIP’s, dengan merujuk Pasal 76 huruf c ayat (ii) UU No. 19 tahun 2002.
- Bahwa tindak pidana (delik) HAKI merupakan delik aduan, kecuali Hak Cipta dan Hak Perlindungan Varietas Tanaman.
- Bahwa Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) diberikan atas permohonan, kecuali HAK CIPTA.
- Bahwa tindakan penuntutan atas tindak pidana (delik) HAKI tetap dapat dilakukan walaupun telah dilakukan upaya perdata, dengan memperhatikan sifat pidana sebagai Ultimum Remidium.
- Bahwa HAKI mempunyai tenggang waktu masa berlaku, yaitu : - Cipta : berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia
paling akhir dan berlangsung 50 tahun sesudahnya. - Paten : berlaku 20 tahun (sederhana 10 tahun) dan tidak dapat
diperpanjang. - Merek : berlaku 10 tahun dan dapat diperpanjang. - Rahasia Dagang : tidak ada daluwarsa, karena karakteristiknya untuk
menjaga suatu kerahasiaan. - Desain Industri : berlaku selama 10 tahun. - Sirkuit Terpadu : berlaku 10 tahun. - PVT : berlaku 20 tahun untuk tanaman semusim dan 25 tahun
untuk tanaman tahunan.
- Bahwa yang dikecualikan dari ketentuan UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, antara lain : perjanjian yang berkaitan dengan HAKI seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba (sebagaimana diatur pada Pasal 50 huruf b UU No. 5 tahun 1999).
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 225
- Bahwa dalam penerapan ketentuan tentang hak cipta harus memperhatikan doktrin penggunaan secara wajar (fair use), yaitu sebuah aspek hukum berupa pemberian dispensasi atas penggunaan bahan-bahan yang telah dilindungi hak cipta tanpa perlu meminta izin, dengan syarat-syarat tertentu. Doktrin ini mencoba menyeimbangkan kepentingan pemegang hak cipta individual dengan keuntungan sosial atau kebudayaan yang dapat dihasilkan dari penciptaan dan penyebarluasan karya derivatif tersebut. Didefinisikan sebagai penyebarluasan “kemajuan sains dan seni-seni yang berguna”, yang lebih baik dari penegakan hukum terhadap klaim pelanggaran.
- Bahwa pengguna akhir (end user) atas suatu program komputer yang penggandaannya tanpa ijin/”bajakan” tidak dapat dipidana, dikarenakan pelaku tidak memperoleh keuntungan komersial atas hasil penggandaan yang dilakukannya, apalagi apabila penggandaan tersebut hanya dipergunakan bagi dirinya sendiri.
- Mengingat karakteristik rahasia dagang adalah untuk menjaga suatu kerahasiaan, maka atas permintaan para pihak dalam perkara pidana ataupun perkara perdata, hakim dapat memerintahkan agar sidang dilakukan secara tertutup (vide Pasal 18 UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang).
- Bahwa pemberlakukan surat ini secara otomatis nantinya akan mengadaptasi setiap perubahan ataupun pembaruan atas suatu asas, doktrin, yurisprudensi dan peraturan hukum lainnya yang berlaku terhadap HAKI, yang ada setelah dikeluarkannya surat ini.
Demikian untuk dijadikan pedoman dan diminta agar pola penanganan perkara Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) ini diteruskan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri di dalam jajaran masing-masing.
JAKSA AGUNG MUDA
TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung R.I.; (sebagai laporan)
2. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan;
3. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum;
4. Yth. Direktur TPUL pada JAM PIDUM;
5. Yth. Ketua Tim HAKI pada JAM PIDUM;
6. A r s i p.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 226
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A
Nomor :
Sifat :
Lampiran :
Perihal :
B – 3360/E/Euh/11/2013
Biasa
1 (satu) eksemplar
Petunjuk penanganan perkara Tindak
Pidana Umum yang terkait adanya
indikasi Tindak Pidana Pencucian
Uang.
Jakarta, 12 Nopember 2013
Kepada Yth.
PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
Di -
SELURUH INDONESIA
Berdasarkan pencermatan dan analisis terhadap perkembangan dinamika
lingkugan strategis baik dalam penanganan perkara-perkara Tindak Pidana Umum
yang terkait adanya indikasi Tindak Pidana Pencucian Uang, maupun
perkembangan hukum dan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan
SDA, Perbankan, Narkotika dan Psikotropika, Terorisme dan berbagai tindak pidana
hukum lainnya serta Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 8 Tahun 2010), maka diperlukan penguatan
pemahaman para Jaksa Penuntut Umum, terkait posisi dan perannya sebagai Jaksa
Peneliti, Jaksa Penuntut Umum dan selaku eksekutor dalam memahami konstruksi
hukum dalam konteks penanganan-penanganan perkara Tindak Pidana Umum
dimana terdapat adanya indikasi Tindak Pidana Pencucian Uang, serta penjabaran
dalam mendayagunakan berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait
dalam suatu perkara Tindak Pidana Umum.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka perlu disampaikan beberapa
butir petunjuk teknis kepada para Jaksa Penuntut Umum, sebagai berikut:
1. Peran Jaksa Penuntut Umum dalam penelitian berkas perkara (pada tahap Pra
Penuntutan).
- Apabila Jaksa Penuntut Umum (Peneliti), menerima berkas perkara Tindak
Pidana Umum (tahap I) dari Penyidik, khususnya berkas perkara :
- Tindak Pidana Kehutanan;
- Tindak Pidana Lingkungan Hidup;
- Tindak Pidana Perbankan;
- Tindak Pidana Terorisme;
- Tindak Perpajakan;
- maupun Tindak Pidana Umum Lainnya.
bilamana dalam penelitian berkas perkara tersebut terdapat adanya indikasi
Tindak Pidana Pencucian Uang, maka Jaksa Penuntut Umum (peneliti),
segera melakukan koordinasi dan memberi petunjuk kepada Penyidik agar
indikasi Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut disidik sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 227
Terkait dengan hal tersebut maka Jaksa Penuntut Umum perlu
memahami berbagai hal :
a. Untuk menyidik dan menuntut terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang,
tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya (Predicate
Crime).
(vide pasal 69 UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang)
b. Di dalam penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang, Jaksa Penuntut
Umum tidak perlu mensyaratkan adanya terlebih dahulu laporan hasil
analisis transaksi keuangan dari PPATK, baru bisa dilakukan
penyidikan, namun dalam kegiatan penyidikan Tindak Pidana
Pencucian Uang tersebut, Penyidik memberitahukan dan berkoordinasi
dengan pihak PPATK (pasal 75 UU No. 8 tahun 2010), untuk meminta
agar PPATK melakukan pelacakan terhadap transaksi keuangan yang
mencurigakan tersebut dengan memberikan laporan hasil analisis
transaksi mencurigakan tersebut kepada Penyidik.
c. Permintaan keterangan ahli seyogyanya dimintakan melalui pimpinan
Instansi/Lembaga dan selanjutnya pimpinan Instansi/Lembaga yang
bersangkutan menunjuk ahli untu memberikan keterangan ahli.
2. Peran jaksa sebagai Penuntut Umum
- Jaksa Penuntut Umum yang menyidangkan perkara Tindak Pidana
Pencucian Uang, wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pembalikan beban pembuktian
- Di dalam pasal 77 UU No. 8 tahun 2010, dinyatakan bahwa untuk
kepentingan pemeriksaan di Sidang Pengadilan, terdakwa wajib
membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil
Tindak Pidana.
- Dalam kaitan dengan sistem pembuktian terbalik di dalam UU No. 8
tahun 2010 ini, dianut pembalikan beban pembuktian secara
seimbang, sehingga Penuntut Umum yang menyidangkan perkara
tersebut tetap berkewajiban membuktikan dakwaannya.
b. Dalam hal masih terdapat harta kekayaan (asset) yang belum disita dan
tidak termasuk dalam daftar barang bukti perkara yang bersangkutan,
Penuntut Umum meminta kepada Majelis Hakim agar harta kekayaan
(asset) tersebut disita dengan mengeluarkan Penetapan Hakim untuk
menyita asset tersebut. Penyitaan tersebut dilakukan melalui Penyidik.
(vide pasal 81 UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang)
3. Peran Jaksa selaku Eksekutor
Dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor : 01 tahun
2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Harta Kekayaan dalam Tindak Pidana
Pencucian Uang atau Tindak Pidana lain, sebagai implementasi pasal 67 UU
No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 228
Pencucian Uang, maka Penuntut Umum berperan sebagai eksekutor atas
Putusan Pengadilan dimaksud sesuai :
- Pasal 10 ayat (5) jo pasal 20 ayat (2) PERMA No. 1 tahun 2013, Salinan
Putusan disampaikan kepada Jaksa dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak
Putusan diucapkan guna kepentingan eksekusi.
Oleh karena permohonan penanganan harta kekayaan ke
Pengadilan Negeri diajukan oleh Penyidik, maka :
- Penyidik dan Jaksa pada Kejaksaan Negeri setempat berkoordinasi sejak
adanya pelimpahan ke Pengadilan, sehingga Kepala Kejaksaan Negeri
setempat mengetahui adanya permohonan penanganan harta kekayaan
yang dilimpahkan ke Pengadilan.
- Kejaksaan setempat berkoordinasi dengan pihak Pengadilan yang
menyidangkan permohonan penanganan harta kekayaan, untuk
mendapatkan Salinan Putusan Pengadilan terkait eksekusi oleh Jaksa.
untuk lebih jelasnya disampaikan fotocopy Peraturan Mahkamah Agung RI
Nomor : 01 tahun 2013, sebagaimana terlampir.
Demikian untuk dipedomani dan dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA
TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
7. Yth. Jaksa Agung R.I.; (sebagai laporan)
8. Yth. Wakil Jaksa Agung R.I.; 9. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 10. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 11. Yth. Para Direktur pada JAMPIDUM; 12. A r s i p.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 229
KETUA MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2013
TENTANG
TATA CARA PENYELESAIAN PERMOHONAN PENANGANAN
HARTA KEKAYAAN DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ATAU TINDAK PIDANA LAIN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada Pengadilan di semua badan peradilan yang berada di bawah kewenangannya;
b. bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Mahkamah Agung berwenang membuat peraturan sebagai pelengkap untuk mengisi kekukrangan atau kekosongan hukum dalam jalannya peradilan;
c. bahwa terdapat kekosongan hukum acara untuk pelaksanaan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, sehingga perlu dibentuk Peraturan Mahkamah Agung yang mengatur mengenai hukum acara penanganan harta kekayaan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan Penanganan Harta Kekayaan Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang atau Tindak Pidana Lain;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359) dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3; Tambahan Lembagan Negara Nomor 4985);
2. 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5164);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN PERMOHONAN PENANGANAN HARTA KEKAYAAN DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ATAU TINDAK PIDANA LAIN.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 230
BAB I RUANG LINGKUP
Pasal 1
Peraturan ini berlaku terhadap permohonan penanganan harta kekayaan yang diajukan oleh Penyidik dalam hal yang diduga sebagai pelaku tindak pidana tindak ditemukan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencapaian dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
BAB II PERMOHONAN PENANGANAN HARTA KEKAYAAN
Pasal 2
(1) Permohonan penanganan harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, harus memuat : a. nama dan jenis harta kekayaan; b. jumlah harta kekayaan; c. tempat, hari, dan tanggal penyitaan; d. uraian singkat yang memuat alasa diajukannya permohonan penangan harta kekayaan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dan ditandatangani oleh
Penyidik yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Pasal 3 Permohonan penaganan harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus dilengkapi dengan : a. berita acara penghentian sementara seluruh atau sebagian transaksi terkait hata kekayaan yang diketahui
atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana atas permintaan PPATK; b. berkas perkara hasil penyidikan; dan c. berita acara pencarian tersangka.
Pasal 4 (1) Sebelum pemeriksaan permohonan penanganan harta kekayaan, Ketua Pengadilan Negeri wajib
melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan permohonan penanganan harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
(2) Ketua Pengadilan Negeri dapat mendelegasikan kepada seorang Hakim untuk melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan permohonan penanganan harta kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(3) Dalam hal ini permohonan penanganan harta kekayaan belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, Ketua Pengadilan Negeri atau Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memberi petunjuk kepada Penyidik untuk memperbaiki dan melengkapi Permohonan penanganan harta kekayaan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak petunjuk diterima oleh Penyidik.
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Penyidik belum melengkapi permohonan penanganan harta kekayaan, Ketua Pengadilan Negeri atau Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengembalikan permohonan penanganan harta kekayaan kepada Penyidik.
(5) Terhadap permohonan yang dikembalikan, dalam jangka waktu paling lama (7) hari kerja Penyidik wajib melengkapi dan menyampaikan kembali permohonan penanganan harta kekayaan.
BAB III
HUKUM ACARA
Bagian Kesatu Wewenang Pengadilan Untuk Mengadili
Pasal 5
(1) Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus permohonan penanganan harta
kekayaan adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat keberadaan harta kekayaan. (2) Apabila terdapat beberapa harta kekayaan yang dimohonkan untuk dimintakan penanganan harta kekayaan
dalam daerah hukum beberapa Pengadilan Negeri, Penyidik dapat memilih salah satu dari Pengadilan Negeri tersebut untuk mengajukan permohonan penanganan harta kekayaan.
Pasal 6
Dalam hal keadaan daerah tidak memungkinkan suatu Pengadilan Negeri untuk memeriksa suatu permohonan penanganan harta kekayaan, Mahkamah Agung menetapkan atau menunjuk Pengadilan Negeri lain yang layak untuk memeriksa permohonan dimaksud berdasarkan usul dari pimpinan instansi Penyidik yang bersangkutan.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 231
Pasal 7
Dalam hal harta kekayaan yang dimohonkan untuk dimintakan penanganan harta kekayaan berada di luar negeri, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan penanganan harta kekayaan.
Bagian Kedua Pengumuman Permohonan Penanganan Harta Kekayaan
Pasal 8
(1) Setelah permohonan dinyatakan lengkap sesuai dengan prosedur pada Pasal 4, Ketua Pengadilan Negeri
segera memerintahkan Panitera untuk mencatat permohonan penanganan harta kekayaan tersebut dalam buku register.
(2) Ketua Pengadilan Negeri segera memerintahkan Panitera untuk mengumumkan permohonan penanganan harta kekayaan pada papan pengumuman Pengadilan Negeri dan/atau media lain guna memberikan kesempatan kepada pihak yang merasa berhak atas harta kekayaan untuk mengajukan keberatan.
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari kerja. (4) Bentuk pengumuman permohonan penanganan harta kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tercantum dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Bagian Ketiga Pemeriksaan Permohonan Penanganan Harta Kekayaan
Paragraf 1
Pemeriksaan Permohonan Penanganan Harta Kekayaan Dalam Hal Tidak Terdapat Keberatan
Pasal 9
(1) Dalam hal tidak terdapat keberatan terhadap permohonan penanganan harta kekayaan dalam masa pengumuman sebagaimana dalam Pasal 8 ayat (3), Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Hakim Tunggal untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan penanganan harta kekayaan.
(2) Hakim yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menetapkan hari siding dan memerintahkan Panitera untuk memanggil Penyidik agar hadir di persidangan.
Pasal 10
(1) Berdasarkan permohonan penanganan harta kekayaan dan alat bukti dan/atau barang bukti yang diajukan
oleh Penyidik selaku pemohon penanganan harta kekayaan, Hakim memutus harta kekayaan tersebut sebagai aset negera atau dikembalikan kepada yang berhak.
(2) Hakim harus memutus permohonan penanganan harta kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak hari sidang pertama.
(3) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan pada papan pengumuman Pengadilan Negeri dan/atau media lain guna memberikan kesempatan kepada pihak yang merasa berhak atas harta kekayaan untuk mengajukan keberatan.
(4) Petikan putusan disampaikan kepada Penyidik yang mengajukan permohonan penanganan harta kekayaan segera setelah putusan diucapkan.
(5) Salinan putusan disampaikan kepada Jaksa pada Kejaksaan Negeri yang berada di daerah hukum Pengadilan Negeri yang memutus permohonan penanganan harta kekayaan atau Kejaksaan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat keberadaan harta kekayaan melalui Kepala Kejaksaan Negeri yang bersangkutan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan diucapkan guna kepentingan eksekusi.
Paragraf 2
Keberatan Terhadap Putusan Permohonan Penanganan Harta Kekayaan yang Diajukan Setelah Putusan Diucapkan
Pasal 11
(1) Terhadap putusan permohonan penanganan harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(2), pihak yang merasa berhak atas harta kekayaan dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri yang bersangkutan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah putusan Pengadilan diucapkan.
(2) Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Majelis Hakim untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan keberatan penanganan harta kekayaan.
(3) Majelis Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) menentukan hari sidang pertama dan memerintahkan Panitera untuk memanggil Penyidik dan Pemohon Keberatan agar hadir di persidangan.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 232
(4) Dalam hal Pemohon Keberatan adalah korporasi, panggilan disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.
(5) Salah seorang pengurus korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib menghadap di sidang Pengadilan mewakili korporasi.
(6) Pemohon Keberatan harus mengajukan alasan-alasan keberatan disertai dengan alat-alat bukti dan/atau barang bukti yang diperlukan, serta menghadiri sendiri persidangan, baik didampingi atau tidak didampingi oleh kuasa hukumnya.
Pasal 12
Pada hari sidang yang telah ditetapkan, Hakim membuka persidangan dan menyatakan sidang terbuka untuk umum.
Pasal 13
Hakim memerintahkan Pemohon Keberatan untuk membacakan keberatan terhadap putusan permohonan penanganan harta kekayaan.
Pasal 14
Pemohon Keberatan menyampaikan alat bukti dan/atau barang bukti yang mendukung keberatan terhadap putusan permohonan penanganan harta kekayaan dimaksud.
Pasal 15
Dalam hal diperlukan, Hakim dapat melakukan pemeriksaan terhadap harta kekayaan di tempat harta kekayaan tersebut berada.
Pasal 16
Hakim memerintahkan Pemohon Keberatan untuk membuktikan asal usul bahwa harta kekayaan yang diajukan permohonan penanganan harta kekayaan tersebut bukan merupakan hasil tindak pidana.
Pasal 17
Dalam hal diperlukan, Hakim dapat meminta keterangan ahli dan dapat pula meminta agar diajukan bahan baru.
Pasal 18
(1) Hakim mempertimbangkan seluruh dalil-dalil dan alat bukti yang telah diperiksa di persidangan, untuk selanjutnya memutus harta kekayaan tersebut dinyatakan sebagai aset Negara atau dikembalikan kepada yang berhak.
(2) Putusan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) bersifat final dan mengikat.
Pasal 19
(1) Dalam hal Permohonan Keberatan tidak menghadiri sendiri persidangan, Hakim menyatakan keberatan tersebut gugur dan putusan yang dimohonkan keberatan tetap berlaku.
(2) Dalam hal Permohonan Keberatan tidak mengajukan alasan-alasan dan/atau tanpa disertai alat-alat bukti yang cukup, Hakim menolak keberatan tersebut dan putusan yang dimohonkan keberatan tetap berlaku.
Pasal 20
(1) Petikan putusan disampaikan kepada Penyidik yang mengajukan permohonan penanganan harta kekayaan
dan Pemohon Keberatan segera setelah putusan diucapkan. (2) Salinan putusan disampaikan kepada Jaksa pada Kejaksaan Negeri yang berada di daerah hukum
Pengadilan Negeri yang memutus permohonan penanganan harta kekayaan atau Kejaksaan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat keberadaan harta kekayaan melalui Kepala Kejaksaan Negeri yang bersangkutan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan diucapkan guna kepentingan eksekusi.
Paragraf 3
Pemeriksaan Permohonan Penanganan Harta Kekayaan Dalam Hal Terdapat Keberatan
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 233
Pasal 21
(1) Dalam hal terdapat keberatan terhadap permohonan penanganan harta kekayaan yang diajukan dalam masa pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Mejelis Hakim untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan penanganan harta kekayaan.
(2) Dalam hal terdapat keberatan terhadap penanganan harta kekayaan yang diajukan dalam proses pemeriksaan sidang sebagaimana diamksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 ayat (1), Hakim Tunggal yang memeriksa permohonan penanganan harta kekayaan tersebut melaporkan adanya keberatan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri, kemudian Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Majelis Hakim untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan penangan harta kekayaan.
Pasal 22
(1) Majelis Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) atau Pasal 21 ayat (2) menentukan hari
sidang pertama dan memerintahkan Panitera untuk memanggil Penyidik dan Pemohon Keberatan agar hadir di persidangan.
(2) Tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (4), Pasal 11 ayat (5), Pasal 11 ayat (6), Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 18.
Pasal 23
Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 dan Pasal 20 berlaku juga terhadap pemeriksaan permohonan penanganan harta kekayaan dalam hal terdapat keberatan.
BAB IV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
Ketentuan-ketentuan dalam Hukum Acara Pidana tetap berlaku sepanjang tidak diatur dalam Peraturan ini.
Pasal 25 Peraturan Mahkamah Agung ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundang Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan : di Jakarta Pada Tanggal : 14 Mei 2013 KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MUHAMMAD HATTA ALI Diundangkan di Jakarta Pada Tanggal 17 Mei 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 711
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013 234
LAMPIRAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 2013 TANGGAL : 14 Mei 2013
Bentuk Pengumuman Permohonan Penanganan Harta Kekayaan Pada Papan Pengumuman Pengadilan dan Media Lain
PENGUMUMAN PERMOHONAN PENANGANAN HARTA KEKAYAAN
No. Register : __________
1. Pada hari _____, tanggal ___ 20____, Pengadilan Negeri __________ menerima permohonan penanganan
harta kekayaan yang diajukan oleh ____________ (Instansi Penyidik) _______ berdasarkan Undang-Undang
Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan
Nomor Register : ______________
2. Adapun keterangan mengenai harta kekayaan yang diajukan untuk dimintakan penanganan harta kekayaan
adalah sebagai berikut :
Nama dan jenis harta
kekayaan :
Jumlah harta kekayaan :
Tempat, Hari dan tanggal
penghentian sementara
transaksi :
Uraian singkat mengenai
permohonan penanganan
harta kekayaan :
3. Keberatan terhadap permohonan penanganan harta kekayaan sebagaimana dimaksud diajukan dengan
mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara
penyelesaian Permohonan Penanganan Harta Kekayaan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang atau Tindak
Pidana Lain selambat-lambatnya ___ (30 hari kerja setelah tanggal pengumuman) ___ kepaa :
Nama : (nama dan jabatan Panitera)
Alamat: (alamat Pengadilan Negeri)
Nomor telepon:
(tempat & tanggal Panitera)
Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri (________)
(alamat)