21

Click here to load reader

Kejang Demam BTA.doc

Embed Size (px)

Citation preview

TUGAS REFRESHING

KEJANG DEMAM PADA ANAK

BLUD RS SEKARWANGI

Bunga Tri Amanda

2011730017Pembimbingdr. Eni Rahmawati, Sp.AKEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSTIAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015KEJANG DEMAMDEFINISI

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (FK UNPAD, 2005).

Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Against Epilepsy (Commission on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. (IDAI, 2011)EPIDEMIOLOGI

Kejang demam merupakan bentuk kejang yang sering dijumpai dan terjadi pada 25% anak. Kejang demam tidak berhubungan dengan adanya kerusakan otak dan hanya sebagian kecil saja yang akan berkembang menjadi epilepsi.Insiden kejang demam 2,2-5% pada anak dibawah usia 5 tahun. Anak laki-laki lebih sering dari pada perempuan dengan perbandingan 1,2-1,6 : 1. (IDAI,2011).

Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak usia 6 bulan 5 tahun. Kejadian kejang demam sederhana 80-90% dan kejang demam kompleks 20%. 8% kasus kejang demam berlangsung lebih dari 15 menit dan 16% kasus berulang dalam 24 jam. (FK UNPAD, 2005)

ETIOLOGI

Kejang disertai demam dapat disebabkan oleh infeksi susunan saraf (meningitis, ensefalitis, atau abses otak), epilepsi yang belum terdiagnosis yang dicetuskan oleh demam, atau kejang demam sederhana. Yang disebutkan terakhir merupakan predisposisi genetik terhadap kejang dicetuskan oleh demam yang sering didapatkan pada anak berusia 6 bulan sampai 6 tahun. Keadaan ini terjadi pada 2% sampai 4% anak; sebagian besar antara usia 1 sampai 2 tahun (usia rata-rata 22 bulan).

Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam, misalnya tonsilitis (peradangan pada amandel), infeksi pada telinga, dan infeksi saluran pernafasan lainnya. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernapasan akut, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran kemih (Soetomenggolo, 2000)FAKTOR RISIKO

Faktor risiko berulangnya kejang demam, adalah (1) riwayat kejang demam dalam keluarga; (2) usia kurang dari 18 bulan; (3) temperature tubuh saat kejang, makin rendah temperatur saat kejang makin sering berulang; dan (4) lamanya demam. Anak dengan kejang demam kompleks hanya memiliki risiko 7% untuk mengalami kejang demam kompleks kembali Adapun faktor risiko terjadinya epilepsy di kemudian hari adalah (1) adanya gangguan perkembangan neurologis; (2) kejang demam kompleks; (3) riwayat epilepsy dalam keluarga; dan (4) lamanya demam. Peluang terjadinya epilepsy 2% jika terdapat satu faktor risiko dan 10% jika terdapat dua atau tiga faktor risiko. (IDAI, 2011)

Status epileptikus merupakan kegawat-daruratan neurologis dan didefinisikan sebagai aktivitas kejang terus menerus selama lebih dari 20 menit atau kejang berulang tanpa pulihnya kesadaran dalam waktu lebih dari 30 menit. Status epileptikus dapat menyebabkan hipoksemia dan penurunan perfusi korteks, dengan akibat kerusakan otak menetap. Pada 50% anak yang datang dengan status epileptikus, tidak ada etiologi yang dapat ditemukan, namun pada 50% anak dalam kelompok ini, status dicetuskan oleh demam. Sekitar 25% memiliki kerusakan otak akut, misalnya meningitis aseptic atau purulenta, ensefalitis, gangguan elektrolit, atau anoksia akut. Dua puluh persen memiliki riwayat kerusakan otak atau malformasi kongenital. Penghentian antikonvulsan secara mendadak merupakan penyebab lain yang sering. Secara keseluruhan angka kematian status epileptikus kurang dari 10% dan berhubungan dengan etiologi pola kejang.KLASIFIKASI KEJANG DEMAM

Kejang demam diklasifikasikan sebagai kejang demam kompleks (complex febrile seizure) bila bersifat fokal atau parsial berlangsung lama (lebih dari 15 menit), atau berulang (lebih dari 1 kali serangan selama 24 jam demam). Sebaliknya, kejang demam sederhana (simple febrile seizure) adalah kejang yang berlangsung satu kali, singkat, dan bersifat umum. Anak dapat saja normal atau mempunyai kelainan neurologis. Anak biasanya berusia antara 6 bulan sampai 3 tahun dan tersering pada usia 18 bulan. Bila kejang demam berlangsung terus sampai usia di atas 6 tahun atau pernah mengalami kejang tanpa demam baik tonik klonik, mioklonik, absens atau atonik, maka diklasifikasikan sebagai Generalized epilepsy with seizure plus (GEFS+).PATOFISIOLOGI

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.

Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seeorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan inilah dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi (Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2002).MANIFESTASI KLINIK

Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang demam diikuti hemiparesis sementara (Hemeparesis Tood) yang berlangsung beberapa jam sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Kejang berulang dalam 24 jam ditemukan pada 16% paisen (Soetomenggolo, 2000).

Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 39C atau lebih. Kejang khas yang menyeluruh, tonik-klonik beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca-kejang. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang memerlukan pengamatan menyeluruh (Nelson, 2000).DIAGNOSA

Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis kejang demam antara lain: 1. Anamnesis Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang Suhu sebelum atau saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi SSP (gejala ISPA, infeksi saluran kemih atau ISK, OMA, dll) Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare atau mintah yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia) (IDAI, 2010).2. Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah: Suhu tubuh mencapai 39C. Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang. Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala kejang tergantung pada jenis kejang. Kulit pucat dan mungkin menjadi biru. Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar. 3. Pemeriksaan fisik Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran, suhu tubuh: apakah terdapat demam Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Brudzinski I dan II, Kernique, Laseque Pemeriksaan nervus kranial Tanda peningkatan tekanan intracranial: ubun-ubun besar (UUB) membonjol, papil edema Tanda infeksi di luar SSP: ISPA, OMA, ISK, dll Pemeriksaan neurologi: tonus, motoric, reflex fisiologis, reflex patologis. (IDAI, 2010).PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan, misalnya Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, morfologi sel, Na, K, Ca, klorida, glukosa darah.Pungsi lumbal

Indikasi pungsi lumbal adalah menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan infeksi SSP (meningitis). Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil sulit untuk menentukan meningitis atau bukan hanya dari pemeriksaan neurologis, gejala rangsang meningen seperti kaku kuduk dapat tidak ditemukan. Anjuran mengenai pungsi lumbal pada kejang demam adalah:1. Harus dilakukan pada bayi usia kurang dari 12 bulan yang mengalami kejang demam pertama2. Dianjurkan bayi 12 18 bulan3. Tidak dilakukan secara rutin pada bayi usia lebih dari 18 bulan. Pungsi lumbal dilakukan bila secara klinis dicurigai mengalami meningitis.Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang demam ataupun memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi di kemudian hari pada pasien kejang demam. Oleh karenanya, pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk dilakukan pada anak kejang demam (FK UNPAD, 2005). Pencitraan

Foto X-ray dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin, dan hanya atas indikasi, seperti:

1. Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)

2. Paresis nervus VI

3. PapiledemaDIAGNOSA BANDING

Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiperesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan kejang demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat, dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam.PENATALAKSANAAN

Biasanya kejang demam berlangsung singat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 12 mg/menit atau dalam waktu 35 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.

Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.

Bila kejang tetap belum berhenti, berikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 48 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.

Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

Pemberian obat pada saat demam

Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadi kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan sehingga penggunakan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan. (IDAI,2011)Antikonvulsan (pengobatan intermiten)

Pemberian diazepam dosis 0,3 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam dapat menurunkan risiko berulangnya kejang demam. Dizepam dapat diberikan selama demam (biasanya 2-3 hari).

Diazepam secara rektal juga dapat digunakan dengan dosis 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg, 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg.

Pemberian fenobarbital, karbamazepin, fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam (FK UNPAD, 2005).Indikasi pemberian antikonvulsan rumat

Fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis dan asam valproate 20-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis terus menerus dapat digunakan untuk menurunkan risiko berulangnya kejang demam. Antikonvulsan rumat diberikan selama 1 tahun.

Perlu dibertimbangkan keuntungan dan kerugian pemberian obat antikonvulsan rumat. Efek samping yang harus diperhatikan pada pemakaian fenobarbital adalah penurunan fungsi kognitif dan gangguan perilaku. Sedangkan asam valproate dapat menyebabkan gangguan fungsi hati yang berat terutama bila diberikan pada anak kurang dari 2 tahun disamping harga yang cukup mahal.

Antikonvulsan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut:1. Kejang lama lebih dari 15 menit

2. Ditemukan kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.3. Kejang fokal/parsialEDUKASI PADA ORANGTUA

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orangtua. Pada saat kejang, sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara:

1. Meyakinkan bahwa kejang demam pada umumnya mempunyai prognosis yang baik

2. Memberitahukan cara penanganan kejang

3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.Beberapa hal yang harus dilakukan bila kembali kejang

1. Tetap tenang dan tidak panic

2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

3. Bila anak tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lender di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

4. Ukur suhu, observasi, dan catat lama dan bentuk kejang

5. Tetap bersama pasien selama kejang

6. Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti

7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebihPROGNOSISRisiko berulangnya kejang demam

Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia saat kejang demam pertama < 14 bulan

3. Tingginya suhu tubuh saat kejang

4. Lamanya demam

Risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari

Faktor risiko lain dari kejang demam adalah terjadinya epilepsi dikemudian hari. Faktor risiko menjadi epilepsi adalah:

1. Gangguan perkembangan saraf

2. Kejang demam kompleks

3. Riwayat epilepsi dalam keluarga

4. Lamanya demam

Kemungkinan mengalami kecacatan atau kematianKejadian kecacatan dan kematian sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.DAFTAR PUSTAKABehrman., Kliegman. & Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta : EGC.Poorwo, Sumarmo S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUISari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002: 59 62Soetomenggolo TS. 2000. Kejang demam. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi ke 1. Jakarta : BP IDAI________. 2005.Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Ed-3. Bandung : FK UNPAD

________. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1. Jakarta: PP IDAI________. 2011.Kumpulan Tips Pediatri. Ed 2. IDAI