Upload
aan-nak-borneo
View
868
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
merawat orang sakit
Citation preview
AISMUH
PERAWATAN ORANG SAKIT
Disusun Oleh :
SUHENDRA
TIYA KHAIRUNNISA
WELY JULITA ANGGRAINI
YENI
KELAS 3A / S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
Tahun Ajaran 2013 / 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Islam sangat memperhatikan dunia kesehatan dan keperawatan guna menolong orang yang
sakit dan meningkatkan kesehatan.Anjuran islam untuk hidup bersih juga menunjukkan obsesi
islam untuk mewujudkan kesehatan masyarakat , sebab kebersihan pangkal kesehatan, dan
kebersihan dipandang sebagai bagian dari iman.Jadi walaupun seseorang sudah menjaga
kesehatannya sedemikian rupa, risiko kesakitan masih besar, disebabkan faktor eksternal yang
diluar kemampuannya menghindari.
Mengingat kompleksnya faktor pemicu penyakit, maka profesi keperawatan tidak bisa dihindari
karena keperawatan sangat dibutuhkan secara tradisional sampai pada yang semi modern dan
super modern.Keperawatan secara umum dapat dibagi dua, yaitu pelayanan kesehatan dan
pelayanan medis.Pelayanan kesehatan ialah kegiatan yang dilakukan oleh pranata sosial atau
pranata politik terhadap keseluruhan masyarakat sebagai tujuannya.Sedangkan pelayanan medis
ialah suatu upaya dan kegiatan pencegahan,pengobatan dan pemulihan kesehatan yang
dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara para ahli pelayanan medis dengan individu
yang membutuhkannya.
Sebagai seorang praktisi keperawatan kita harus bertindak professional sesua fungsi dan tujuan
dari asuhan keperawatan dengan demikian dapat tercapai pelaksanaan asuhan keperawatan yang
bermutu dan sesuai dengan syariat islam
B. TUJUAN
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum
dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Pendidikan Agama.
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :
1. menjelaskan tentang tata cara merawat pasien menurut islam dan kesehatan.
2. Menjadi perawat profesional dengan bertindak sesuai fungsi dan tujuan dari asuhan
keperawatan.
3. Mewujudkan pelayanan kesehatan sesuai dengan syariat islam dalam masayarakat.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pandangan islam dan kesehatan tentang etika merawat pasien?
2. Bagaimana tata cara merawat pasien menurut islam dan kesehatan?
3. Apakah tujuan merawat pasien menurut kesehatan?
4. Bagaimana tata cara beribadah untuk orang sakit?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dimensi keperawatan dalam Islam
ISLAM menaruh perhatian yang besar sekali terhadap dunia kesehatan dan keperawatan guna
menolong orang yang sakit dan meningkatkan kesehatan. Kesehatan merupakan modal utama
untuk bekerja, beribadah dan melaksanakan aktivitas lainnya. Ajaran Islam yang selalu
menekankan agar setiap orang memakan makanan yang baik dan halal menunjukkan apresiasi
Islam terhadap kesehatan, sebab makanan merupakan salah satu penentu sehat tidaknya
seseorang. “Wahai sekalian manusia, makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi. Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa yang baik-baik yang
Kami rezekikan kepadamu (QS al-Baqarah: l68, l72).
Makanan yang baik dalam Islam, bukan saja saja makanan yang halal, tetapi juga makanan yang
sesuai dengan kebutuhan kesehatan, baik zatnya, kualitasnya maupun ukuran atau takarannya.
Makanan yang halal bahkan sangat enak sekalipun belum tentu baik bagi kesehatan. Sebagian
besar penyakit berasal dari isi lambung, yaitu perut, sehingga apa saja isi perut kita sangat
berpengaruh terhadap kesehatan. Karena itu salah satu resep sehat Nabi Muhammad Saw adalah
memelihara makanan dan ketika makan, porsinya harus proporsional, yakni masing-masing
sepertiga untuk makanan, air dan udara (HR. Turmudzi dan al-Hakim)..
Anjuran Islam untuk hidup bersih juga menunjukkan obsesi Islam untuk mewujudkan kesehatan
masyarakat, sebab kebersihan pangkal kesehatan, dan kebersihan dipandang sebagai bagian dari
iman. Itu sebabnya ajaran Islam sangat melarang pola hidup yang mengabaikan kebersihan,
seperti buang kotoran dan sampah sembarangan, membuang sampah dan limbah di sungai/sumur
yang airnya tidak mengalir dan sejenisnya, dan Islam sangat menekankan kesucian (al-thaharah),
yaitu kebersihan atau kesucian lahir dan batin. Dengan hidup bersih, maka kesehatan akan
semakin terjaga, sebab selain bersumber dari perut sendiri, penyakit seringkali berasal dari
lingkungan yang kotor.
Islam juga sangat menganjurkan kehati-hatian dalam bepergian dan menjalankan pekerjaan,
dengan selalu mengucapkan basmalah dan berdoa. Agama sangat melarang perilaku nekad dan
ugal-ugalan, seperti bekerja tanpa alat pengaman atau ngebut di jalan raya yang dapat
membahayakan diri sendiri dan orang lain. “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke
dalam kebinasaan” (al-Baqarah:: l95). Hal ini karena sumber penyakit dan kesakitan, tidak jarang
juga berasal dari pekerjaan dan risiko perjalanan. Sekarang ini kecelakaan kerja masih besar
disebabkan kurangnya pengamanan dan perlindungan kerja. Lalu lintas jalan raya; darat, laut dan
udara juga seringkali diwarnai kecelakaan, sehingga kesakitan dan kematian karena kecelakaan
lalu lintas ini tergolong besar setelah wabah penyakit dan peperangan.
Jadi walaupun seseorang sudah menjaga kesehatannya sedemikian rupa, risiko kesakitan masih
besar, disebabkan faktor eksternal yang di luar kemampuannya menghindari. Termasuk di sini
karena faktor alam berupa rusaknya ekosistem, polusi di darat, laut dan udara dan pengaruh
global yang semakin menurunkan derajat kesehatan penduduk dunia. Karena itu Islam memberi
peringatan antisipatif: jagalah sehatmu sebelum sakitmu, dan jangan abaikan kesehatan, karena
kesehatan itu tergolong paling banyak diabaikan orang. Orang baru sadar arti sehat setelah ia
merasakan sakit.
B. PERSPEKTIF KEPERAWATAN
Dalam perspektif Islam, setiap penyakit merupakan cobaan yang diberikan oleh Allah SWT
kepada hamba-Nya untuk menguji keimanannya. Sabda Rasulullah SAW yang artinya “Dan
sesungguhnya bila Allah SWT mencintai suatu kaum, dicobanya dengan berbagai cobaan. Siapa
yang ridha menerimanya, maka dia akan memperoleh keridhoan Allah. Dan barang siapa yang
murka (tidak ridha) dia akan memperoleh kemurkaan Allah SWT”
(H.R. Ibnu Majah dan At Turmudzi).
Kondisi sehat dan kondisi sakit adalah dua kondisi yang senantiasa dialami oleh setiap
manusia. Allah SWT tidak akan menurunkan suatu penyakit apabila tidak menurunkan juga
obatnya, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra dari Nabi saw bersabda:
ف�اء� ش� �ه� ل ل� ز� ن� أ �ال� إ د�اء� �ه� الل ل� ز� ن
� أ م�ا
Allah SWT tidak menurunkan sakit, kecuali juga menurunkan obatnya (HR Bukhari)
Bila dalam kondisi sakit, umat Islam dijanjikan oleh Allah SWT berupa penghapusan dosa
apabila ia bersabar dan berikhtiar untuk menyembuhkan penyakitnya. Sebagaimana sebuah
hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, “Tidaklah seorang muslim tertimpa derita dari penyakit
atau perkara lain kecuali Allah hapuskan dengannya (dari sakit tersebut) kejelekan-
kejelekannya (dosa-dosanya) sebagaimana pohon menggugurkan daunnya.”
Mengingat kompleksnya faktor pemicu penyakit dan kesakitan, maka profesi keperawatan tidak
bisa dihindari. Kapan dan di mana pun, keperawatan sangat dibutuhkan, baik yang dilakukan
secara sederhana dan tradisional sampai pada yang semi modern dan supermodern.
Keperawatan secara umum dapat dibagi dua, yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan medis. Di
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelayanan kesehatan diartikan sebagai pelayanan yang
diterima seseorang dalam hubungannya dengan pencegahan, diagnosis dan pengobatan suatu
gangguan kesehatan tertentu (KBBI, l990: 504). Menurut Benjamin Lumenta (l989: l5),
pelayanan kesehatan ialah kegiatan yang sama, yang dilakukan oleh pranata sosial atau pranata
politik terhadap keseluruhan masyarakat sebagai tujuannya. Pelayanan kesehatan merupakan
kegiatan makrososial yang berlaku antara pranata atau lembaga dengan suatu populasi,
masyarakat atau komunitas tertentu.
Sedangkan pelayanan medis ialah suatu upaya dan kegiatan pencegahan dan pengobatan
penyakit, semua upaya dan kegiatan peningkatan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan
atas dasar hubungan individual antara para ahli pelayanana medis dengan individu yang
membutuhkannya. Pelayanan medis ini merupakan kegiatan mikrososial yang berlaku antara
orang perorangan (Lumenta, l989: l5). Al Purwa Hadiwardoyo (l989: l6) menambahkan,
pelayanan medis mengandung semangat pelayanan dan usaha maksimal dengan mengutamakan
kepentingan pasien dan mengandung nilai ethos yang tidak egoistis dan materialistis.
Dengan demikian, pelayanan kesehatan lebih bersifat hubungan antarlembaga atau institusi
kesehatan dengan kelompok masyarakat yang lebih bersifat massal, sedangkan pelayanan medis
lebih bersifat hubungan individual antara pemberi layanan medis, dalam hal ini dokter,
paramedis dan perawat dengan pengguna, pasien atau orang yang membutuhkan pelayanan
medis, dengan lebih menekankankan kepada ethos kerja profesional dan tidak materialistis.
Dalam tulisan ini, perbedaan istilah di atas tidak terlalu dipersoalkan, karena muaranya juga
sama, yakni mencegah penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Lumenta mengatakan,
pelayanan kesehatan dan pelayanan medis mempunyai tujuan yang sama, yakni memenuhi
kebutuhan individu atau masyarakat untuk mengatasi, menetralisasi atau menormalisasi semua
masalah atau semua penyimpangan terhadap keadaan kesehatan, atau semua masalah dan
penyimpangan terhadap keadaan medis normatif.
Karena itu pranata sosial atau politik, seperti ormas kepemudaan, keagamaan dan partai politik,
memang bisa saja memberikan pelayanan kesehatan, misalnya untuk meningkatkan pengabdian
pada masyarakat, bakti sosial dan sejenisnya, tetapi tetap harus bekerjasama dengan institusi dan
pemberi layanan medis yang profesional. Sebab tanpa melibatkan para profesional di bidang
kesehatan dan medis, pelayanan yang diberikan tidak akan berhasil, bahkan akan
kontraproduktif. Di tengah tingginya tuntutan kepada profesionalisme kerja sekarang serta daya
kritis masyarakat yang juga meningkat, setiap pekerjaan harus dijalankan secara profesional.
Terlebih pekerja di bidang kesehatan dan medis, sebab pekerjaan ini sangat berisiko dan
berkaitan dengan hidup matinya manusia, yang dalam sumpah dunia kedokteran, harus
dilindungi dan diselamatkan sejak calon manusia itu masih berada di dalam perut ibunya.
Keperawatan adalah suatu manifesatikan dari ibadah yang berbentuk pelayanan
profesional dan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada
keimanan, keilmuan, dan amal serta kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-
kultural-spiritual yang komprehensif, ditunjukkan kepada individu keluarga dan masyarakat,
baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Keperawatan Islam
tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam secara keseluruhan. Berbagai dalil dalam Al-Qur’an dan
Hadits juga Tarikh Islam diyakini bahwa keperawatan Islam ada sejak jaman nabi Adam. Untuk
dapat memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat dituntut memiliki keterampilan
intelektual, interpersonal, tehnikal serta memiliki kemampuan berdakwah Amar Ma’ruf Nahi
Munkar.
Selain itu perawat harus menjadi penghubung antara pasien dengan dokter, dan sekaligus
juga penghubung antara dokter dengan keluarga pasien. Dia dapat berbuat baik kepada keluarga
pasien yang tentu ikut cemas dan gelisah ingin mengetahui tentang penyakit saudaranya, dan
kemudian memberikan keterangan tentang penyakit yang diderita pasien dan dapat memberikan
nasihat kepada mereka agar bersabar dalam menghadapi semua cobaan ini.
C. MULIANYA PROFESI PERAWAT
Menurut mantan Rektor Universitas Al-Azhar, Syeikh Mahmoud Syaltout (l973: l24), banyak
sekali petunjuk Nabi Muhammad SAW yang jelas sekali menuntut perlunya profesi
keperawatan. Perintah untuk berobat, peringatan terhadap penyakit menular, perintah
mengasingkan diri terhadap penyakit menular, penjenisan makanan-makanan sehat untuk tubuh,
dll, menunjukkan bahwa baik secara tersurat maupun tersirat Islam sangat menuntut hadirnya
para perawat di tengah masyarakat manusia. Sebab orang yang memiliki kompetensi di bidang
pengobatan dan perawatan kesehatan tidak lain adalah institusi beserta individu perawat yang
mengabdi di dalamnya. Islam tidak membedakan apakah ia dokter, paramedis atau perawat,
sepanjang ia mengabdi di bidang pengobatan dan perawatan penyakit, maka ia merupakan orang
mulia. Bahkan dalam banyak kitab fikh dan hadits, selalu ada bab khusus yang membahas
tentang penyakit dan pengobatan (kitab al-maridh wa al-thib).
Di dalam Islamic Code of Medical Ethics diterangkan bahwa pengobatan dan keperawatan
merupakan profesi mulia. Allah menghormatinya melalui mukjizat Nabi Isa bin Maryam dan
Nabi Ibrahim yang pandai mengobati penyakit dan selalu menyebut nama Allah sebagai
penyembuh penyakitnya. Sama halnya dengan semua aspek ilmu pengetahuan, ilmu kedokteran
dan keperawatan adalah sebagian dari ilmu Allah, karena Allah-lah yang mengajarkan kepada
manausia apa yang tidak diketahuinya. Allah berfirman: Iqra wa rabbukal akram, alladzi allama
bil qalam, allamal insana ma lam ya’lam (Bacalah dan Tuhanmulah yang paling mulia, yang
mengajar manusia dengan perantaraan qalam (baca tulis), dan Dia mengajarkan kepada manusia
segala apa yang tidak diketahuinya. QS al-Alaq: 3-5). Melalui ayat ini Allah menyuruh
mempelajari alam semesta beserta segenap organisme dan anorganisme yang ada di dalamnya
dengan nama dan kemuliaan Tuhan, melalui baca tulis, eksperimen, penelitian, diagnonis, dsb.
Ini terbukti dengan semakin banyaknya studi di bidang kedokteran dan kesehatan, semakin
terungkap tanda-tanda kekuasaan Allah terhadap makhluk-makhluk-Nya.
Berkaitan dengan ini pengadaan praktik kedokteran dan perawatan adalah perintah agama
kepada masyarakat, yang disebut fardlu kifayah, yang diwakili oleh beberapa institusi untuk
melayani kebutuhan kesehatan dan pengobatan masyarakat dan dapat dinikmati oleh setiap orang
tanpa kecuali, tanpa melihat kepada perbedaan ras, agama dan status sosialnya. Kewajiban ini
merupakan tugas negara untuk menjamin kebutuhan bangsa akan para dokter dan perawat dalam
berbagai bidang spesialisiasi. Dalam Islam hal ini merupakan kewajiban negara terhadap
warganegaranya.
Kesehatan harus menjadi tujuan, dan keperawatan kedokteran sebagai cara, pasien adalah tuan,
dokter dan perawat sebagai pelayannya. Peraturan-peraturan, jadwal-jadwal, waktu dan
pelayanan harus dilaksanakan sedemikian rupa untuk menentukan keadaan pasien dan
ditempatkan paling atas dengan kesejahteraan dan kesenangan yang pantas.
Status istimewa harus diberikan kepada pasien selama ia menjadi pasien, tidak membedakan
siapa dan apa dia. Seorang pasien berada pada tempat perlindungan karena penyakitnya dan
bukan karena kedudukan sosialnya, kekuasaan atau hubungan pribadinya. Karena itu dokter dan
perawat mengemban tugas mulia, yang dalam sumpah jabatannya mereka sudah bersumpah
dengan namaTuhan, berjanji untuk mengingat Tuhan dalam profesinya, melindungi jiwa manusia
dalam semua tahap dan semua keadaan, melakukan semampu mungkin untuk
menyelamatkannya dari kematian, penyakit, rasa sakit dan kecemasan.
Allah berjanji akan menolong setiap orang di akhirat dan di hari pembalasan, siapa saja yang
menolong saudaranya di dunia. Walaupun kematian merupakan hak prerogatif Allah
menentukannya, namun manusia diberi kewenangan yang maksimal untuk mengatasi
penyakitnya dengan bantuan dokter dan perawat. Itu sebabnya terhadap penyakit yang parah
sekalipun, dokter dan perawat tetap melakukan usaha maksimal dan memberi semangat hidup
para pasien bersangkutan.
Ajaran-ajaran normatif agama tentang perawatan di atas, tidak hanya sebatas dasar teoritis,
melainkan sudah pula dipraktikkan dalam realitas kehidupan di masa lalu. Di masa-masa awal
perkembangan Islam dikenal sejumlah wanita yang mengabdikan dirinya di bidang keperawatan,
di antaranya Rufaidah, ia berjasa mendirikan rumah sakit pertama di zaman Nabi Muhammad
Saw guna menampung dan merawat orang-orang sakit, baik karena penyakit maupun terluka
dalam peperangan Kalau di Eropa dikenal nama Jean Henry Dunant, dokter Swiss yang melalui
Konferensi Jenewa l864 diakui sebagai Bapak Palang Merah Interasional, diikuti oleh Florence
Nightingale sebagai Ibu Perawat Dunia pertama, maka Rufaidah-lah yang dianggap sebagai
“Nightingale” dalam Islam.
Para Khalifah Abbasiyah juga banyak memiliki dokter dan perawat istana yang mendapatkan
kedudukan istimewa turun temurun. Jurjis ibnu Bakhti, Hunain bin Ishak dan keturunannya
merupakan para dokter dan perawat yang handal. Bazmi Alim, bukan saja aktif dalam dunia
keperawatan, tapi juga membangun rumah sakit Yamki Baghcha di Istanbul-Turki, dan masih
banyak lagi. Figuritas Ibnu Sina (Avicenna) dan Abubakar al-Razi (Razez) yang dianggap
pelopor ilmu kedokteran dengan karya-karya tulis monumentalnya di bidang keperawatan medis,
semakin memacu banyaknya masyarakat yang terjun dalam profesi keperawatan, baik pria
maupun wanita.
D. KESIAPAN MENGABDI MASYARAKAT
Sekarang sejumlah akademi dan perguruan tinggi semakin banyak membina mahasiswanya yang
berorientasi kepada profesi keperawatan. Kondisi ini tentu patut disambut gembira, sebab tenaga
keperawatan di daerah kita, apalagi di perdesaan dan pedalaman masih sangat kurang. Untuk
lebih memberikan kesiapan fisik dan mental dalam menekuni profesi keperawatan, kiranya
penting digarisbawahi hal-hal mendasar berikut:
Pertama, hendaklah profesi keperawatan yang disandang dijadikan sebagai profesi yang
sebenarnya. Menurut pakar pendidikan, Ahmad Tafsir (l996), suatu pekerjaan dapat dipandang
sebagai pekerjaan profesional apabila:
1. Memiliki keahlian khusus untuk profesi tersebut, dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan
kompetensi aplikatif untuk membantu klien atau pasien. Ini berarti para perawat harus terus
meningkatkan ilmu, keahlian dan pengalamannya, baik melalui pembelajaran teoritis maupun
praktis. Di tengah semakin majunya dunia kedokteran dan keperawatan, tentu menuntut setiap
orang yang menggelutinya tidak boleh berhenti untuk menambah ilmu dan skill-nya untuk
disumbangkan kepada masyarakat.
2. Profesi dipilih karena panggilan hidup yang akan dijalani sepenuh waktu, jadi bukan profesi
terpaksa yang akan dijalani sambil lalu. Ketika sudah memantapkan hati menjadi perawat,
haruslah all out menggeluti bidang ini sampai akhir dengan motivasi yang tulus ikhlas dan penuh
pengabdian. Dengan motivasi dan dedikasi tinggi, tentu jenjang karier dan prospeknya akan terus
meningkat.
3. Profesi haruslah untuk kepentingan masyarakat, bukan individu dan golongan. Ini berarti
prinsip yang mendasari profesi keperawatan adalah kepentingan masyarakat yang membutuhkan
pertolongan, tanpa boleh membedakan status orang yang diberikan pelayanan.
4. Profesi juga memiliki organisasi dan kode etik tertentu, ini berarti para perawat mestilah
merasakan bahwa dirinya merupakan bagian dari institusi dan organisasi yang mewadahinya,
sekaligus sadar untuk menaati kode etik yang berlaku.
5. Sebuah profesi pada dasarnya memiliki otonomi, tapi juga tetap terbuka menjalin kerjasama
dengan pihak lain yang terkait. Ini berarti para perawat, meskipun di satu sisi yakin akan
kemampuannya, tapi untuk efektivitas pekerjaannya, ia harus tertap terbuka dan proaktif
bekerjasama dengan para pihak yang dapat menunjang kesuksesan layanan keperawatan. Jadi
dalam profesi terkandung persyaratan pemilikan kompetensi personal berupa kepribadian terpuji,
kompetensi profesional berupa keahlian, serta kompetensi sosial berupa semangat pengabdian
yang tinggi untuk masyarakat.
Kedua, dalam menjalankan tugas keperawatan hendaknya dibarengi dengan kecermatan, kehati-
hatian dan kewaspadaan guna meminimalisasi risiko negatif yang mungkin timbul. Seringnya
mencuat kasus malapraktik akhir-akhir ini haruslah dijadikan pelajaran bagi segenap insan
keperawatan, dokter dan paramedis, untuk lebih hati-hati dan cermat dalam melakukan
pekerjaan. Agama menggariskan beberapa sikap waspada yang perlu direnungi bagi para
perawat. Sayyid Sabiq mengatakan, dalam memberikan perawatan medis, hendaknya paramedis
menjalankan tugas sesuai bidang keahliannya.
Para ulama sepakat, bahwa orang yang memberikan perawatan yang di luar keahliannya, lalu
menimbulkan kecacatan atau risiko yang menambah berat penyakit pasiennya, maka dia harus
bertanggung jawab sesuai kadar bahaya yang ditimbulkannya, dan risiko tersebut dapat ditebus
dengan ganti rugi dari hartanya sendiri, bukan harta negara atau institusi. Tetapi jika paramedis
berbuat kekeliruan, sedangkan ia seorang memiliki ilmu dan keahlian cukup, maka risiko yang
timbul, juga harus dibayarkan kepada korban. Dalam hal ini ada yang berpendapat diambil dari
hartanya, ada pula berpendapat diambil dari harta negara atau institusi tempatnya bekerja. Imam
Malik berpendapat, paramedis tidak perlu dituntut apa-apa, karena kesalahan itu di luar
kemauannya, dan perawatan yang diberikan beserta risikonya sudah seizin pasien sendiri atau
keluarganya.
Adanya keharusan bertanggung jawab tidak lain untuk melindungi jiwa manusia dan
mengingatkan paramedis atau perawat agar lebih cermat dan hati-hati dalam menjalankan
pekerjaannnya, sebab pekerjaannya berkaitan langsung dengan jiwa manusia. Ketika seorang
pasien meninggal, tidak hanya keluarga kehilangan anggotanya, tapi bisa pula kehilangan
pengasuh, pengayom dan pemimpin keluarga, penopang ekonomi keluarga, kehilangan orang
tercinta, kehilangan harapan hidupnya dan sebagainya.
Ketiga, para perawat hendaknya lebih proaktif ketika mengabdikan dirinya kepada masyarakat,
tidak pasif menunggu orang sakit datang ke rumah sakit saja. Kita semua mengetahui bahwa
UNDP setiap tahun mengukur peringkat kualitas hidup manusia, human development index
(HDI), di mana HDI rakyat Indonedia selalu yang terendah dibanding bangsa-bangsa di dunia
dan di Asia Tenggara. Rendahnya derajat kesehatan merupakan salah satu indikator kriteria yang
digunakan UNDP. Dipastikan masyarakat yang kualitas kesehatannya rendah tersebut berada
pada level ekonomi menengah ke bawah. Mereka ini baru berobat atau terpaksa datang ke rumah
sakit sesudah penyakitnya parah. Oleh karenanya, para perawat hendaknya proaktif turun ke
lapangan, sehingga potensi penyakit di masyarakat dapat dihindari. Bukankah dalam pengobatan
berlaku prinsip, lebih baik mencegah daripada mengobati.***
E. ASUHAN KEPERAWATAN ISLAM
Pada zaman Nabi perawat dapat diberi nama ”Al Asiyah “ dari kata Aasa yang berarti
mengobati luka, dengan tugas utama memberi makanan dan memberikan obat. Pelayanan
kesehatan telah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW dengan seorang perawat wanita
yang pertama yang bernama Rufaidah. Islam sangat menghargai seorang petugas kesehatan
karna petugas ini adalah petugas kemanusiaan yang sangat mulia.
Pelayanan kesehatan adalah memberi pelayanan kesehatan kepada orang yang
membutuhkan baik itu berupa asuhan keperawatan atau pelayanan kepada pasien. Hubungan
antara petugas kesehatan dan pasien adalah sebagai penjual jasa dan pemakai jasa.
Antara petugas kesehatan dan pasien terjadi akad Hijrah. Akad Hijrah adalah suatu akad
dimana satu pihak memanfaatkan Barang, Tenaga, Pikiran dan Keahlian.Islam sangat
memperhatikan masalah kesehatan, baik kesehatan Fisik, Mental maupun kesehatan lingkungan.
F. HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA PERAWAT DENGAN PASIEN.
kewajiban petugas keperawatan
1) melaksanakan tugas sesuai dengan sumpah jabatan
2) memberikan pelayanan dengan baik
3) menetapkan tarip yang terjangkau oleh masyarakat
4) mengusahakan keringanan biaya
5) bertanggung jawab atas kematian /penderitaan dan kerugian pasien yang disebabkan oleh
kesalahan perawat
6) melimdungi pasien dari sasaran propaganda agama lain
7) menyampaikan wasiat pasien yang meninggal kapada keluarganya
8) membantu pemakaman jenazah secepat mungkin
9) menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan ajaran agama.
Hak – Hak petugas keperawatan
1) Mendapatkan Gaji dan Honorer
2) Mendapatkan penghargaan yang layak dari pemerintah
3) Mendapat perlindungan hukum
4) Melindungi pasien dari ancaman luar kehidupan keselamatan jiwanya.
5) Menolak pelanyanan kesehatan yang bertentangan dengan ajaran Agama
Profesi keperawatan dalam islam adalah dipandang sebagai profesi yang mulia.akan
tetapi hal itu berlaku apabila asuhan keprawatan yang dilakukan sesuai dengan syari’ah
islam,yaitu dengan memperhatikan kaidah-kaidah dan aturan-aturan dalam islam.dalam Al-
Qur’an disebutkan bahwa:
”bertolong-tolonglah kamun dalam hal kebaikan,dan janganlah kamu bertolong-tolong
dalam hal keburukan atau kejahatan”.
Dari ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Al-Qur’an menganjurkan untuk membantu
orang orang yang sedang kesulitan dalam hal ini adalah pada keadaan sakit.seperti yang
dicontohkan oleh rufaidah di zaman Rasulullah Saw.sebagai perumpamaan dalam penerapan
asuhan keperawatan yang sesuai dengan aturan-aturan yang ada dalam islam.misalnya adalah
bagaimana cara bersuci dan shalat bagi pasien yang sedang sakit.
Allah berfirman dalam surat Al-baqarah ayat 185:
“artinya : allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu”(QS.Al-baqarah;185)
G. TATA CARA BERIBADAH BAGI ORANG YANG SAKIT
Tata Cara Bersuci Bagi Orang Yang Sakit
1. diwajibkan bersuci dengan air, berwudhu jika berhadats kecil dan mandi jika
berhadats besar
2. Jika tidak bisa dengan air karena dikhawtirkan dapat memperlambat kesembuhan,
maka boleh tayamum
3. Bila tidak mampu bersuci sendiri maka dapat dibantu orang lain
4. Jika pada tubuh terdapat luka yang digips atau dibalut maka cukup mengusap balutan
tadi dengan air
5. Cara bertayamum ialah memukulkan dua tangannya ketanah yang suci sekali
pukulan, kemudian mengusap wajahnya lalu mengusap telapak tangannya
6. Jika sebagian tubuh yang harus disucikan terluka, maka dibasuh dengan air jika
membahayakan cukup diusap sekali saja jika membahayakan juga maka bias
bertayamum
7. Dibolehkan bertayamum pada dinding yang mengandung debu yang suci
8. Jika tidak mungkin bertayamum diatas tanah atau dinding atau tempat lain yang
mengandung debu maka boleh menggunakan sapu tangan
9. Orang yang sakit juga wajib membersihkan tubuhnya dari najis, jika tidak mungkin
maka ia solat apa adanya, dan solatnya sah
10. Orang yang sakit wajib menggunakan pakaian yang suci dalam melaksanakan solat
jika tidak memungkainkan maka solat apa adanya dan solatnya sah
11. orang yang sakit juga wajib solat ditempat yang suci jika tidak mungkin maka cara
sholat ditempat apa adanya dan sholatnya sah.
Tata Cara Shalat Bagi Orang Sakit
1. Diwajibkan berdiri meskipun tidak tegak atau bersandar pada dinding atau bertumpu
pada tongkat
2. Bila tidak mampu berdiri maka hendaklah solat dengan duduk
3. Bila tidak mampu duduk maka solat dengan berbaring miring dengan bertumpu pada sisi
tubuh sebelah kanan menghadap kiblat
4. Jika tidak mampu berbaring maka dapat dengan telentang dan kaki menuju arah kiblat
dan kepala agak ditinggikan
5. Jika tidak mampu juga maka solat dengan menggunakan isyarat tubuh seperti kepala jika
kepala tidak mampu maka dengan mata
6. Jika memang semua itu tidak mampu maka dapat solat didalam hati
7. Jika orang sakit merasa kesulitan mengerjakan solat pada waktunya, maka dibolehkan
menjamak
Orang yang diperbolehkan tidak berpuasa dalam bulan suci rhamadan
1. Orang yang sedang bepergian (musafir)
Selama bepergian tersebut tidak untuk maksiat dan sesuai dengan ketentuan ukum islam maka
diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan dapat menggantinya dihari yang lain sesuai dengan
puasa yang ditinggalkannya.
2. Orang yang sakit
Sakit yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa adalah yang mengakibatkan bahaya bagi jiwa,
atau bertanmbahnya penyakit baginya, atau dikhawatirkan terlambatnya kesembuhan akibat dari
puasa tersebut dan dapat menggantinya dihari yang lain sesuai dengan puasa yang
ditinggalkannya.
3. Wanita yang haid dan nifas
Wajib mengganti dihari yang lain dan jika wanita tersebut berpuasa maka puasanya tidak sah.
4. Orang yang sudah lanjut usia
Orang yang lanjut usia dan perempuan tua yang tidak mampu berpuasa hendaknya memberi
makanan setiap hari, satu orang miskin
5. Wanita yang hamil dan menyusui
Allah meringankan bagi mereka untuk tidak berpuasa, dan termasuk dari golongan hambanya
yang lemah adalah wanita hamil dan menyusui.
Para pemimpin rumah sakit-rumah tidak boleh menugaskan seorang perawat laki-laki dan
seorang perawat wanita untuk piket dan jaga malam bersama, ini suatu kesalahan dan
kemungkaran besar, dan ini artinya mengajak kepada perbuatan keji. Jika seorang laki-laki hanya
berduaan dengan seorang wanita di suatu tempat, tidak bisa dijamin aman dari godaan setan
untuk melakukan perbuatan keji dan sarana-sarananya.
Karena itu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
” Tidaklah seorang laki-laki bersepi-sepian dengan seorang wanita (yang bukan
mahramnya) kecuali yang ketiganya setan"
Menurut islam kesehatan yang bersifat (Prepentif) lebih diutamakan dari pada Kuratif
(pengobatan).
Hak dan kewajiban petugas kesehatan lebih besar dari pada hak dan kewajiban pasien karna hak
dan kewajiban petugas kesehatan bertanggung jawab atas jiwa dan raga pasien.
Menurut islam bahwasan orang sakit wajib melakukan berobat untuk mengobati penyakit
nya.sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW.
“berobatlah kamu, hai hamba – hamba Allah! Sebab sesungguhnya Allah SWT tidak membuat
penyakit kecuali membuat pula obat nya, selain itu penyakitnya, ialah sakit tua.”(Hadis riwayat
Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim)
Menurut hukum islam, seseorang yang melakukan praktek kedokteran dan pengobatan,
sedangkan ia bukan ahlinya, misalnya, ia “Kunter” (dukun yang melakukan praktek dokter
seperti operasi), atau “Terkun “ (dokter yang melakukan praktek dukun)
Seperti ia tidak memberikan resep obat kepada pasiennya yang sesuai dengan disiplin ilmu
kedokteran yang ia pelajari, tetapi ia harus bertanggung jawab atas kerugian pasien nya,
jiwa/materialnya. Hal ini berdasarkan sabda Hadis Nabi :
“Barang siapa melakukan praktek kedokteran/pengobatan, sedangkan ia bukan ahlinya, maka ia
harus bertanggung jawab menggung kerugian”.
kemudian ketika memberikan pelayanan perawatan bagi pasien yang perempuan
hendaknya dirawat oleh perawat perempuan.begitu juga sebaliknya,pasien laki-laki dirawat oleh
perawat laki-laki pula.
ruang lingkup itu mencakup berbagai aspek dan keadaan yang sesuai dengan kaidah dan
aturan dalam islam.misalnya :
Sebagai seorang praktisi keperawatan kita harus bertindak professional sesuai fungsi dan tujuan
dari asuhan keperawatan.dengan demikian dapat tercapai pelaksanaan asuhan keperawatan yang
bermutu dan sesuai dengan syari’ah islam.
H. Sifat-Sifat Perawat Orang Sakit
a. Ikhlas
b. Penuh kasih sayang
c. Pemaaf
d. Cermat/ teliti
e. Penuh tanggung jawab
f. Patuh pada peraturan
g. Menyimpan rahasia
I. Perawatan Bagi Orang Sakit
a. Pengobatan Medis
b. Pengobatan Non Medis, meliputi:
- Doa-doa
· Mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an
c. Pengobatan alternatif lain yang tidak bertentangan dengan prinsip Islam
J. Pendampingan Terhadap Orang Sakit
Orang sakit biasanya mengalami krisis psikologis dalam dirinya, oleh karena itu hendaknya
didampingi dan diberi perhatian lebih, serta dorongan motivasi untuk kesembuhannya. Doa-doa
serta dzikir dirasa mampu mengurangi rasa sakit orang yang merasakannya. Karena dalam doa
dan dzikir tersebut terdapat ilmu ikhlas sebagai hamba Allah swt yang tidak mempunyai daya
dan upaya dihadapan-Nya. Kita dapat mendampinginya sebagai wujud bertawaqal
Begitu luhurnya tugas seorang perawat, betapa banyak amal kebaikan yang dapat
dilakukannya. Oleh karena itu, islam telah menetapkan beberapa sifat terpuji bagi manusia. Sifat-
sifat itu niscaya harus dimiliki oleh para dokter dan perawat muslim, karena orang yang merawat
orang sakit haruslah mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Tulus ikhlas
2. Penyantun
3. Peramah
4. Sabar
5. Tenang
6. Teliti
7. Tegas
8. Patuh
9. Bersih
10. Penyimpan rahasia
11. Dapat dipercaya
12. Bertanggung jawab
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam padangan agama islam merawat pasien merupakan tugas mulia,baik secara
tersurat maupun tersirat agama islam sangat menuntut akan hadirnya peran perawan(rufidah) di
tengah masyarakat. Dalam mengabdi kepada masyarakat diperlukan kesiapan-kesiapan tertentu
yang harus dimiliki oleh perawat antara lain profesi keperawatan dijadikan sebagai profesi yang
sebenarnya,dalam menjalankan tugas harus memperhatikan aspek-aspek meliputi
ketelitian,kecermatan dan kewaspadaaan guna meminimalisir resiko negatif yang mungkin akan
timbul. Serta rasa tanggung jawab yang harus dijunjung tinggi dalam menghadapi segala
tindakan yang dilakukan. Sebagai seorang perawat harus proaktif dalam menjalankan tugas yang
diembannya bukan sebagai penunggu pasien yang sakit ketika datang ke rumah sakit.
B. Saran
Dalam merawat pasien seorang perawat harus memperhatikan aspek-aspek hati-
hati,teliti,dan cekatan serta tanggung jawab terhadap semua tindakan yang dilakukan.
Menganjurkan pasien utuk tidak lupa melaksanakan mewajiban sebagai umat muslim.
Sesibuk apapun kegiatan yang dilakukan perawat maupun petugas kesehatan yang lain
tidak boleh meninggalkan sholat.
Memegang teguh prinsip perawat profesional.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kreasimahasiswa.page.tl/MATERI-AGAMA-ISLAM.htm
Hidayat A. Aziz Alimul. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan Eds 2. Salemba
Medika: Jakarta
Asmadi.(2008).Konsep Dasar Keperawatan.Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Anonim2009.sejarah perkembangan keperawatan di dunia,dalam di akses selasa 24 agustus 2010
pukul 10:15am