Upload
zacky
View
245
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Dalam bidang farmasi, untuk memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, akan membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetik, dan lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian. Pengetahuan yang lebih mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan informasi mengenai struktur obat dan gaya antarmolekul obat. Selain itu, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya.Pada prinsipnya obat baru dapat diabsorbsi setelah zat aktifnya telarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya.Kelarutan adalah kemampuan suatu zat telarut melarut pada suatu pelarut. Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse molekular homogen. Kelarutan suatu senyawa bargantung pada sifat fisika, dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.Pada percobaan ini, akan ditentukan kelarutan zat secara kuantitas, pengaruh pelarut campur yakni air, alkohol, dan gliserin ; dan penambahan surfaktan yakni tween 80 terhadap kelarutan suatu zat yakni Asam benzoat.
Citation preview
LAPORAN
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
“KELARUTAN”
DOSEN PEMBIMBING :
ADE FERDINAN, S. Far, Apt
Disusun oleh :
Fitri Lestari ( 149044 )
Lea Fitriyana ( 149064 )
Rachma Arinditha Putri ( 149086 )
Ranafida Nur Ardy ( 149088 )
Ronald Diaz ( 149098 )
Riski Utari ( 149102 )
Safarina ( 149104 )
Setri Hapiana Ningsih ( 149106 )
Syahbrani ( 149110 )
Winda ( 149122 )
Yenni Dwi Nurshanty ( 149124 )
Yohanes Abang ( 149026)
AKADEMI FARMASI YARSI PONTIANAK
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Karena hanya
dengan kodrat dan iradat-Nyalah saya dapat menyusun laporan ini dengan sebaik-
baiknya.
Adapun isi dari laporan ini adalah tentang Kelarutan. Kelarutan adalah
kemampuan suatu zat telarut melarut pada suatu pelarut. Kelarutan didefinisikan
dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada
temperature tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan
dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse molekular homogen. Kelarutan
suatu senyawa bargantung pada sifat fisika, dan kimia zat terlarut dan pelarut,
juga bergantung pada faktor temperature, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah
yang kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.
Harapan saya adalah mudah-mudahan dapat berguna, bermanfaat serta
mudah dipahami isi daripada laporan ini. Manakala ada kekurangan dan kesalahan
dalam penyusunan laporan ini, saya mohon maaf. Dan segala kritik-saran yang
yang sifatnya membangun guna perbaikan laporan ini kedepannya. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi saya selaku penyusun pada khususnya dan pada
pembaca pada umumnya. Terima kasih.
Pontianak, Oktober 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam bidang farmasi, untuk memilih medium pelarut yang paling
baik untuk obat atau kombinasi obat, akan membantu mengatasi kesulitan-
kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetik,
dan lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian.
Pengetahuan yang lebih mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang
berhubungan dengan itu juga memberikan informasi mengenai struktur
obat dan gaya antarmolekul obat. Selain itu, pelepasan zat dari bentuk
sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika zat tersebut serta
formulasinya.Pada prinsipnya obat baru dapat diabsorbsi setelah zat
aktifnya telarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk
mempertinggi efek farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan
kelarutan zat aktifnya.
Kelarutan adalah kemampuan suatu zat telarut melarut pada suatu
pelarut. Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai
konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan
secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih
zat untuk membentuk disperse molekular homogen. Kelarutan suatu
senyawa bargantung pada sifat fisika, dan kimia zat terlarut dan pelarut,
juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk
jumlah yang kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.
Pada percobaan ini, akan ditentukan kelarutan zat secara kuantitas,
pengaruh pelarut campur yakni air, alkohol, dan gliserin ; dan penambahan
surfaktan yakni tween 80 terhadap kelarutan suatu zat yakni Asam
benzoat.
B. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan kelarutan suatu zat.
2. Menjelaskan pengaruh consolvent terhadap kelarutan zat.
3. Menjelaskan pengaruh surfaktan terhadap kelarutan zat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DASAR TEORI
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai
konsentrasi zat terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan
tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat
melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam
500 mL air. Kelarutan juga dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas
dan persen. (Tungadi, Robert. 2009).
Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh
sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya
obat baru dapat di absorpsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus,
sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek Farmakologi dari
sediaaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya. (Tungadi,
Robert. 2009).
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia
tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent).
Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut
dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan
jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap
suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam
bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Pelarut umumnya
merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran.
Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan
bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut,
seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering
diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada
sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut.
Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui
untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh
(supersaturated) yang metastabil (Brady, 1999 : 217-218).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara
lain adalah :
1. pH
2. Temperatur
3. jenis pelarut
4. Bentuk dan ukuran partilel zat
5. onstanta dielektrik pelarut
Kelarutan juga tergantung pada struktur zat, seperti perbandingan
gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus
non polar suatu zat makin zat tersebut larut dalam air. Selain itu,
penambahan surfaktan dapat juga ditambahkan zat-zat pembentuk
kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu zat, misalnya penambahan
uretan dalam pembuatan injeksi khinin.(Tungadi, Robert. 2009).
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul,
atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena
susunannya atau komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena
susunanya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-
bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun.
Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas
misalnya udara. Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan
logam yang lain. Larutan cair misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan
lain-lain. Komponen larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut
(solute). Pada bagian ini dibahas larutan cair. Pelarut cair umumnya adalah
air. Pelarut cair yang lain misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol.
Jika pelarutnya bukan air, maka nama pelarutnya disebutkan. Misalnya
larutan garam dalam alkohol disebut larutan garam dalam alkohol (alkohol
disebutkan), tetapi larutan garam dalam air disebut larutan garam (air tidak
disebutkan).
Zat terlarut dapat berupa zat padat, gas atau cair. Zat padat terlarut
dalam air misalnya gula dan garam. Gas terlarut dalam air misalnya
amonia, karbon dioksida, dan oksigen. Zat cair terlarut dalam air misalnya
alkohol dan cuka. Umumnya komponen larutan yang jumlahnya lebih
banyak disebut sebagai pelarut. Larutan 40 % alkohol dengan 60 % air
disebut larutan alkohol. Larutan 60 % alkohol dengan 40 % air disebut
larutan air dalam alkohol. Larutan 60 % gula dengan 40 % air disebut
larutan gula karena dalam larutan itu air terlihat tidak berubah sedangkan
gula berubah dari padatan (kristal) menjadi terlarut (menyerupai air).
Sebutir kristal gula pasir merupakan gabungan dari beberapa
molekul gula. Jika kristal gula itu dimasukkan ke dalam air, maka
molekul-molekul gula akan memisah dari permukaan kristal gula menuju
ke dalam air (disebut melarut). Molekul gula itu bergerak secara acak
seperti gerakan molekul air, sehingga pada suatu saat dapat menumbuk
permukaan kristal gula atau molekul gula yang lain. Sebagian molekul
gula akan terikat kembali dengan kristalnya atau saling bergabung dengan
molekul gula yang lain sehingga kembali membentuk kristal (mengkristal
ulang). Jika laju pelarutan gula sama dengan laju pengkristalan ulang,
maka proses itu berada dalam kesetimbangan dan larutannya disebut
jenuh.
Kristal gula + air ⇔ larutan gula
Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam
jumlah yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara solute yang
terlarut dan yang tak terlarut. Banyaknya solute yang melarut dalam
pelarut yang banyaknya tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh
disebut kelarutan (solubility) zat itu. Kelarutan umumnya dinyatakan
dalam gram zat terlarut per 100 mL pelarut, atau per 100 gram pelarut
pada temperatur yang tertentu. Jika kelarutan zat kurang dari 0,01 gram
per 100 gram pelarut, maka zat itu dikatakan tak larut (insoluble).
Jika jumlah solute yang terlarut kurang dari kelarutannya, maka larutannya
disebut tak jenuh (unsaturated). Larutan tak jenuh lebih encer (kurang
pekat) dibandingkan dengan larutan jenuh. Jika jumlah solute yang terlarut
lebih banyak dari kelarutannya.
a. Pengaruh Temperatur pada Kelarutan
Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih
tinggi. Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-
gelembung gas yang keluar dari dalam air, sehingga gas yang terlarut
dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat padat
kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi. Ada
beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada temperatur yang
lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium sulfat. Pada larutan
jenuh terdapat kesetimbangan antara proses pelarutan dan proses
pengkristalan kembali. Jika salah satu proses bersifat endoterm, maka
proses sebaliknya bersifat eksoterm. Jika temperatur dinaikkan, maka
sesuai dengan azas Le Chatelier (Henri Louis Le Chatelier: 1850-1936)
kesetimbangan itu bergeser ke arah proses endoterm. Jadi jika proses
pelarutan bersifat endoterm, maka kelarutannya bertambah pada
temperatur yang lebih tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan bersifat
eksoterm, maka kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi.
Suhu mempengaruhi kelarutan suatu zat.Bayangkan dalam
gedung bioskop yang banyak penonton sedang asyik menonton film
dan tiba-tiba gedung tersebut terbakar. Pasti keadaan orang-orang
tersebut akan berbeda, dari keadaan tenang menjadi saling berdesakan
dan menyebar. Demikian pula pada suhu tinggi partikel-partikel akan
bergerak lebih cepat dibandingkan pada suhu rendah. Akibatnya
kontak antara zat terlarut dengan pelarut menjadi lebih sering dan
efektif.Hal ini menyebabkan zat terlarut menjadi lebih mudah larut
pada suhu tinggi.
Jika kelarutan zat padat bertambah dengan kenaikan suhu, maka
kelarutan gas berkurang bila suhu dinaikkan, karena gas menguap dan
meninggalkan pelarut.Ikan akan mati dalam air panas karena kelarutan
oksigen berkurang. Minuman akan mengandung CO2 lebih banyak
bila disimpan dalam lemari es dibandingkan di udara terbuka.
b. Pengadukan
Pengadukan juga menentukan kelarutan zat terlarut. Semakin
banyak jumlah pengadukan, maka zat terlarut umumnya menjadi lebih
mudah larut.
Luas Permukaan Sentuhan Zat Kecepatan kelarutan dapat
dipengaruhi juga oleh luas permukaan (besar kecilnya partikel zat
terlarut). Luas permukaan sentuhan zat terlarut dapat di diperbesar
melalui proses pengadukan atau penggerusan secara mekanis. Gula
halus lebih mudah larut daripada gula pasir. Hal ini karena luas bidang
sentuh gula halus lebih luas dari gula pasir, sehingga gula halus lebih
mudah berinteraksi dengan air.
c. Pengaruh tekanan pada kelarutan
Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat cair
atau padat. Perubahan tekanan sebesar 500 atm hanya merubah
kelarutan NaCl sekitar 2,3 % dan NH4Cl sekitar 5,1 %. Kelarutan gas
sebanding dengan tekanan partial gas itu. Menurut hukum Henry
(William Henry: 1774-1836) massa gas yang melarut dalam sejumlah
tertentu cairan (pelarutnya) berbanding lurus dengan tekanan yang
dilakukan oleh gas itu (tekanan partial), yang berada dalam
kesetimbangan dengan larutan itu. Contohnya kelarutan oksigen dalam
air bertambah menjadi 5 kali jika tekanan partial-nya dinaikkan 5
kali.Hukum ini tidak berlaku untuk gas yang bereaksi dengan pelarut,
misalnya HCl atau NH3 dalam air.
Konsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut dalam
sejumlah tertentu larutan. Secara fisika konsentrasi dapat dinyatakan
dalam % (persen) atau ppm (part per million) = bpj (bagian per juta).
Dalam kimia konsentrasi larutan dinyatakan dalam molar(M), molal
(m) atau normal (N).
a) Molaritas (M)
Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap
liter larutan.
b) Molalitas (m)
Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap
kilo gram (1 000 gram) pelarut.
c) Normalitas (N)
Normalitas menyatakan jumlah ekuivalen zat terlarut dalam
setiap liter larutan.
Massa ekuivalen adalah massa zat yang diperlukan untuk
menangkap atau melepaskan 1 mol elektron dalam reaksi (reaksi
redoks). Partikel-partikel yang ada di dalam larutan adalah molekul-
molekul senyawa CH3COOH yang terlarut dan ion-ion H+ dan
CH3COO−. Molekul senyawa CH3COOH tidak dapat menghantarkan
arus listrik, sehinggga akan menjadi penghambat bagi ion-ion H+ dan
CH3COO− untuk menghantarkan arus listrik. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa larutan elektrolit lemah daya hantar listriknya kurang
kuat.
Senyawa nonelektrolit adalah senyawa yang di dalam air tidak
terion, sehingga partikel-partikel yang ada di dalam larutan adalah
molekul-molekul senyawa yang terlarut. Dalam larutan tidak terdapat
ion, sehingga larutan tersebut tidak dapat menghantarkan arus listrik.
Kecuali asam atau basa, senyawa kovalen adalah senyawa
nonelektrolit, misalnya: C6H12O6, CO(NH2)2, CH4, C3H8,
C13H10O.
d. Sifat Koligatif Larutan Non-elektrolit
Sifat larutan berbeda dengan sifat pelarut murninya. Terdapat
empat sifat fisika yang penting yang besarnya bergantung pada
banyaknya partikel zat terlarut tetapi tidak bergantung pada jenis zat
terlarutnya. Keempat sifat ini dikenal dengan sifat koligatif larutan.
Sifat ini besarnya berbanding lurus dengan jumlah partikel zat terlarut.
Sifat koligatif tersebut adalah tekanan uap, titik didih, titik beku, dan
tekanan osmosis. Menurut hukum sifat koligatif, selisih tekanan uap,
titik beku, dan titik didih suatu larutan dengan tekanan uap, titik beku,
dan titik didih pelarut murninya berbanding langsung dengan
konsentrasi molal zat terlarut. Larutan yang bisa memenuhi hukum
sifat koligatif ini disebut larutan ideal. Kebanyakan larutan mendekati
ideal hanya jika sangat encer.
Sifat-sifat Fisik Larutan :
Sifat fisik zat dapat dikelmpokkan dalam sifat koligatif, aditif
dan konstitutif. Dalam bidang termodinamika, sifat termodinamika dari
sistem digolongkan, dalam sifat ekstensif, bergantung pada jumah zat
dalam sistem (misalnya massa dan volume) dan sifat intensif , yang
tidak bergantung jumlah zat dalam sistem (misalnya temperatur,
tekanan kerapatan, tegangan permukaan, dan viskositas dari cairan
murni).
1. Sifat koligatif
Terutama bergantung pada jumlah partikel dalam larutan.
Sifat koligatif larutan adalah tekanan osmosis, penurunan tekanan
uap, penurunan titik beku, dan kenaikan titik didih. Harga sifat
koligatif kira-kira sama untuk konsentrasi yang setara dari berbagai
zat nonelektrolit dalam larutan tanpa mengindahkan jenis atau sifat
kimiawi dari konstituen. Dalam menetapkan sifat koligatif dari
larutan zat padat dalam cairan, dianggap zat padat tidak menguap
dan tekanan uap di atas larutan seluruhnya berasal dari pelarut.
Sifat-sifat koligatif :
1) Tekanan Uap Larutan
Tekanan uap larutan lebih rendah dari tekanan uap
pelarut murninya. Pada larutan ideal, menurut hukum Raoult,
tiap komponen dalam suatu larutan melakukan tekanan yang
sama dengan fraksi mol kali tekanan uap dari pelarut murni.
Dalam larutan yang mengandung zat terlarut yang tidak mudah
menguap (tak-atsiri atau nonvolatile), tekanan uap hanya
disebabkan oleh pelarut, sehingga PA dapat dianggap sebagai
tekanan uap pelarut maupun tekanan uap larutan.
2) Titik Didih Larutan
Titik didih larutan bergantung pada kemudahan zat
terlarutnya menguap. Jika zat terlarutnya lebih mudah menguap
daripada pelarutnya (titik didih zat terlarut lebih rendah), maka
titik didih larutan menjadi lebih rendah dari titik didih
pelarutnya atau dikatakan titik didih larutan turun. Contohnya
larutan etil alkohol dalam air titik didihnya lebih rendah dari
100 °C tetapi lebih tinggi dari 78,3 °C (titik didih etil alkohol
78,3 °C dan titik didih air 100 °C). Jika zat terlarutnya tidak
mudah menguap (tak-atsiri atau nonvolatile) dari pada
pelarutnya (titik didih zat terlarut lebih tinggi), maka titik didih
larutan menjadi lebih tinggi dari titik didih pelarutnya atau
dikatakan titik didih larutan naik. Pada contoh larutan etil
alkohol dalam air tersebut, jika dianggap pelarutnya adalah etil
alkohol, maka titik didih larutan juga naik. Kenaikan titik didih
larutan disebabkan oleh turunnya tekanan uap larutan. Berdasar
hukum sifat koligatif larutan, kenaikan titik didih larutan dari
titik didih pelarut murninya berbanding lurus dengan molalitas
larutan.
3) Titik Beku Larutan
Penurunan tekanan uap larutan menyebabkan titik beku
larutan menjadi lebih rendah dari titik beku pelarut murninya.
Hukum sifat koligatif untuk penurunan titik beku larutan
berlaku pada larutan dengan zat terlarut atsiri (volatile) maupun
tak-atsiri (nonvolatile). Berdasar hukum tersebut, penurunan
titik beku larutan dari titik beku pelarut murninya berbanding
lurus dengan molalitas larutan.
2. Sifat Aditif
Bergantung pada andil atom total dalam molekul atau pada
jumlah sifat konstituen dalam larutan. Contoh sifat aditif dari suatu
senyawa adalah berat molekul, yaitu jumlah massa atom
konstituen. Massa dari komponen suatu larutan juga bersifat aditif,
massa total dari larutan adalah jumlah massa masing-masing
komponen.
3. Sifat Konstitutif
Bergantung pada penyusunan dan untuk jumlah yang lebih
sedikit, pada jenis dan jumlah atom dalam suatu molekul. Sifat ini
memberikan petunjuk terhadap aturan senyawa tunggal, dan
kelompok molekul dalam sistem. Banyak sifat fisik yang sebagian
aditif dan sebagian konstitutif. Pembiasan cahaya, sifat listrik, sifat
permukaan dan antarpermukaan dan kelarutan obat setidak-
tidaknya sebagian berupa sifat konstitutif dan sebagian sifat aditif.
Tipe-tipe Larutan:
Larutan dapat digolongkan sesuai dengan keadaan terjadinya
zat terlarut dan pelarut, dan karena tiga wujud zat (gas, cair, padat
kristal), ada sembilan kemungkinan sifat campuran homogen
antara zat terlarut dan pelarut. (Martin, A. 1990)
Zat Terlarut Pelarut Contoh
Gas Gas Udara
Zat Cair Gas Air dalam oksigen
Zat Padat Gas Uap iodium dalam udara
Gas Zat Cair Air berkarbonat
Zat Cair Zat Cair Alakohol dalam air
Zat Padat Zat Cair Larutan NaCl dalam air
Gas Zat Padat Hidrogen dalam paladium
Zat Cair Zat Padat Minyak mineral dalam parafin
Zat Padat Zat Padat Campuran emas-perak,
campuran alum
Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut).Larutan tidak jenuh atau
hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam
konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan
sempurna pada temperatur tertentu.Larutan lewat jenuh adalah suatu
larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak
daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, terdapat juga
zat terlarut yang tidak larut (Martin, A. 1990),
B. URAIAN BAHAN
1. Aquades (FI III : 96)
Nama Latin : AQUA DESTILLATA
Sinonim : Air Suling, H2O
Pemerian : Cairan jenih ; tidak berwarna ; tidak berbau ; tidak
mempunyai rasa.
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik
2. Alkohol (FI III : 65)
Nama Latin : AETHANOLUM
Sinonim : Etanol, Alkohol
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah bergerak ; bau khas ; rasa panas ; mudah terbakar ; dengan
memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Mudah larut dalam air ; dalam kloroform P dan
eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya ; di tempat sejuk ; jauh dari nyala api.
Khasiat : Zat tambahan.
3. Propilenglikol (FI III : 534)
Nama Latin : PROPYLENGLYCOLUM
Sinonim : Gliserol, Gliserin
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna; tidak berbau;
rasa agak manis; higroskopik.
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dan dengan etanol
(95%) P dan dengan kloroform P ; larut dalam 6 bagian eter P ;
tidak dapat campur dengan eter minyak tanah P dan dengan minyak
lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Zat tambahan; pelarut
4. Asam Salisilat (FI III : 56)
Nama Latin : ACIDUM SALICYLICUM
Sinonim : Asam Salisilat
Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk
berwarna putih ; hampir tidak berbau; rasa agak manis dan tajam.
Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian
etanol (95%) P;mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P;
larut dalam larutan ammonium asetat P, dinatrium hidrogenfosfat
P, kalium sitrat P dan natrium sitrat.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Keratolitikum, anti fungi
5. Tween 80 (FI III : 509)
Nama Latin : POLYSORBATUM-80
Sinonim : Polisorbat-80
Pemerian : Cairan kental seperti minyak ; jernih, kuning ; bau
asam lemak, khas.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P ;
dalam etil astetat P dan dalam metanol P ; sukar larut dalam parafin
cair dan dalam minyak biji kapas P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Zat tambahan
BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
Alat :
1. Buret
2. Gelas ukur 100ml
3. Batang pengaduk
4. Klem dan statif
5. Erlenmeyer
6. Gelas kimia
7. Corong
8. Pipet gondok
Bahan :
1. Asam salisilat
2. Alkohol 70%
3. Propilenglikol
4. Tween 80
5. NaOH 0,1M 200 ml
6. Indikator PP
7. Kertas saring
B. Cara Kerja
a) Pengaruh Pelarut Campur terhadap Kelarutan Zat
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Buat 30 ml campuran pelarut seperti tertera pada table dibawah ini
Air
% v/v
Alkohol
% v/v
Gliserin
% v/v
60 0 40
60 10 30
60 20 20
60 40 0
3. Larutkan asam salisilat sedikit demi sedikit dalam masing-masing
campuran pelarut sampai diperoleh larutan jenuh
4. Kocok larutan dengan batang pengaduk magnetic selama 15 menit,
jika ada endapan yang larut selama pengocokan tambahkan lagi
asam salisilat sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali
5. Saring larutan. Tentukan kadar asam salisilat dengan cara pipet
10ml larutan kemudian tambahkan 3 tetes indicator PP lalu titrasi
dengan NaOH 0,1 M sampai timbul warna merah muda
6. Dibuat grafik antara kelarutan Asam salisilat dengan % pelarut
yang ditambahkan.
b) Pengaruh Penambahan Surfaktan terhadap Kelarutan Zat
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Buatlah 30ml larutan tween 80 dengan konsentrasi 0; 5; 10; 15.
3. Larutkan asam salisilat sedikit demi sedikit dalam masing-
masing campuran pelarut sampai diperoleh larutan jenuh.
4. Kocok larutan dengan batang pengaduk magnetic selama 15
menit, jika ada endapan yang larut selama pengocokan
tambahkan lagi asam salisilat sampai diperoleh larutan yang
jenuh kembali.
5. Saring larutan. Tentukan kadar asam salisilat dengan cara pipet
10ml larutan kemudian tambahkan 3 tetes indicator PP lalu
titrasi dengan NaOH 0,1 M sampai timbul warna merah muda.
6. Dibuat grafik antara kelarutan Asam salisilat dengan % pelarut
yang ditambahkan.
BAB IV
PERHITUNGAN DAN HASI PENGAMATAN
A. PERHITUNGAN
1. Pembuatan NaOH 0,1 M sebanyak 200 ml
2. Campuran Pelarut
Campuran A
Air = 60/100 x 30 = 18 mL
Alkohol = 0
Propilenglikol = 40/100 x 30 = 12 mL
Campuran B
Air = 60/100 x 30 = 18 mL
Alkohol = 10/100 x 30 = 3 mL
Propilenglikol = 30/100 x 30 = 9 mL
Campuran C
Air = 60/100 x 30 = 18 mL
Alkohol = 20/100 x 30 = 6 mL
Propilenglikol = 20/100 x 30 = 6 mL
Campuran D
Air = 60/100 x 30 = 18 mL
Alkohol = 40/100 x 30 = 12 mL
Propilenglikol = 0
3. Penambahan Surfaktan
a) Surfaktan A
Tween 0 mL 0 mg
b) Surfaktan B
Tween 5 mL 3x5 = 150 mg
c) Surfaktan B
Tween 10 mL 3x10 = 300 mg
d) Surfaktan B
Tween 15 mL 3x15 = 150 mg
4. Penetapan Kadar Asam Salisilat
a) A (%) = = 0,212 %
b) B (%) = = 0,148 %
c) B (%) = = 0,196 %
d) B (%) = = 0,184 %
B. HASIL PENGAMATAN
TABEL
1. Pengaruh campuran pelarut terhadap kelarutan zat.
Air (v/v) Alkohol (% v/v)Propilenglikol
(% v/v)
Volume Tritasi
(mL)
60 0 40 5,3
60 10 30 3,7
60 20 20 4,9
60 40 0 4,6
2. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat.
Air (v/v) Konsentrasi Tween (mL) Volume Tritasi (mL)
30 0 1,5
30 5 2,9
30 10 3,6
30 15 4,3
GRAFIK
1. Pengaruh campuran pelarut terhadap kelarutan zat.
2. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat.
BAB V
PEMBAHASAN
A. Pengaruh Campuran Pelarut terhadap Kelarutan Zat
Pada percobaan ini, akan dilihat pengaruh pelarut campur terhadap
kelarutan zat. Kelarutan zat yang dimaksud dalam percobaan ini adalah
kelarutan asam salisilat pada pelarut campur yaitu air, alcohol dan
propilenglikol.Masing-masing pelarut campur telah ditentukan
konsentrasinya, sebagaimana telah tertera pada hasil pengamatan di
atas.Pencampuran pelarut-pelarut tersebut dilakukan pada beaker glass
yang masing-masing telah diberi label.Kemudian dilarutkan asam salisilat
sedikit demi sedikit kedalam masing-masing beaker glass tersebut.Lalu
diaduk larutan tersebut dengan menggunakan batang pengaduk hingga
larutan jenuh, tetapi jika ada endapan yang larut selama pengadukkan
maka tambahkan lagi asam salisilat hingga larutan jenuh kembali.Larutan
yang telah jenuh tersebut disaring dengan menggunakan corong dan kertas
saring.Hasil penyaringan tersebut dititrasi sedangkan sisanya dibuang.
Filtrat yang telah di dapat kemudian di titrasi dengan larutan basa
yaitu NaOH 0,1M. Larutan NaOH tersebut dimasukkan kedalam buret
50ml. Larutan yang akan di titrasi tadi diambil sebanyak 10ml
menggunakan pipet gondok dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer. Untuk
mengamati titik ekivalen ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein (PP).
Dalam titrasi yang diamati adalah titik akhir titrasi bukan titik ekivalen
(cara ini digunakan sebagaimana teori dari syukri,1999 : 428). Titrasi
diberhentikan setelah terjadi perubahan warna yaitu merah muda.
Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady,
1999 : 217-218).
Dari hasil titrasi ini kita dapat menghitung kadar atau konsentrasi
dari asam salisilat, yaitu dengan menghitungnya menggunakan rumus :
Dan dari masing-masing konsentrasi asam salisilat dan % pelarut
yang digunakan berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa
semakin banyak % alcohol dan 0% propilenglikol dengan % air yang
konstan maka konsentrasi asam salisilat semakin sedikit.Namun
sebaliknya, jika semakin banyak % gliserin dan 0 % alcohol dengan % air
yang konstan maka konsentrasi asam salisilat semakin banyak.Jadi pelarut
campur sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat.
B. Pengaruh Penambahan Surfaktan terhadap Kelarutan Zat
Sebagaimana halnya pelarut campur, pada percobaan ini pun akan
dilihat pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat. Kelarutan
zat yang dimaksud dalam percobaan ini adalah asam salisilat pada pelarut
air dengan menambahkan surfaktan yaitu Tween 80. Masing-masing
konsentrasi tween telah ditentukan yaitu 0g : 0,15g : 0,3g : 0,45g dalam
30ml air. Pencampuran air dengan Tween 80 tersebut dilakukan pada
beaker gelas yang masing-masing telah diberi label.Kemudian dilarutkan
asam salisilat sedikit demi sedikit kedalam masing-masing beaker glass
tersebut.Lalu diaduk larutan tersebut dengan menggunakan batang
pengaduk hingga larutan jenuh, tetapi jika ada endapan yang larut selama
pengadukkan maka tambahkan lagi asam salisilat hingga larutan jenuh
kembali.Larutan yang telah jenuh tersebut disaring dengan menggunakan
corong dan kertas saring.Hasil penyaringan tersebut dititrasi sedangkan
sisanya dibuang.
Filtrat yang telah di dapat kemudian di titrasi dengan larutan basa
yaitu NaOH 0,1M. Larutan NaOH tersebut dimasukkan kedalam buret
50ml. Larutan yang akan di titrasi tadi diambil sebanyak 10ml
menggunakan pipet gondok dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer. Untuk
mengamati titik ekivalen ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein (PP).
Dalam titrasi yang diamati adalah titik akhir titrasi bukan titik ekivalen
(cara ini digunakan sebagaimana teori dari syukri,1999 : 428). Titrasi
diberhentikan setelah terjadi perubahan warna yaitu merah muda.
Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady,
1999 : 217-218).
Dari hasil titrasi ini kita dapat menghitung kadar atau konsentrasi
dari asam salisilat, yaitu dengan menghitungnya menggunakan rumus :
Dan dari masing-masing konsentrasi asam salisilat dan Tween 80
yang digunakan berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa
semakin banyak konsentrasi Tween 80 yang digunakan maka semakin
banyak konsentrasi Asam salisilat yang didapatkan. Jadi penambahan
surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari data pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Semakin banyak % alkohol dan 0% gliserin dengan % air yang
konstan maka konsentrasi Asam Salisilat semakin sedikit. Namun
sebaliknya, jika semakin banyak % gliserin dan 0% alkohol dengan
% air yang konstan maka konsentrasi Asam salisilat semakin
banyak. Jadi, pelarut campur sangat mempengaruhi kelarutan suatu
zat.
2. Semakin banyak konsentrasi Tween 80 yang digunakan maka
konsentrasi Asam salisilat semakin banyak yang didapatkan. Jadi,
penambahan surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat.
B. Saran
Saran untuk laboratorium, sebaiknya dibangun laboratorium
khusus Farmasi Fisika dan dengan alat-alat yang memadai agar praktikum
lebih lancar.
Saran untuk percobaan, sebaiknya percobaan ini digunakan bahan
lainnya yang bersifat asam dan kemudian dititrasi dengan bahan basa lain
serta pelarut campuran dan surfaktan yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Revisi, (2015). “Penuntun Praktikum Farmasi Fisika”. Jurusan Farmasi
Akfar Yarsi. Pontianak
Tungadi, Robert. (2009).“Penuntun Praktikum Farmasi Fisika“. Jurusan Farmasi
Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo
Martin, A., (1990), “Farmasi Fisika”, Buku I, UI Press, Jakarta
Atkins' Physical Chemistry, 7th Ed. by Julio De Paula, P.W. Atkins
http:////tinz08.wordpress.com/2009/05/02/asidimetri-alkalimetri