Upload
anggitya-pratiwi
View
16
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
agama
Citation preview
i
MAKALAH
MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TUHAN YANG MAHA ESA
Keimanan, Implikasi Tauhid dalam Islam, Ketaqwaan,
dan Implikasi Ketaqwaan dalam Kehidupan
Oleh :
1. Ade Maya Sari (21.13.0001)
2. Aditya Kusuma Al Arif (21.13.0002)
3. Andang Kurniawan (21.13.0004)
Dosen Pembimbing:
Drs. H. Widodo, M.A.
AMKG
AKADEMI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
2013
ii
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis ingin mengucapkan puji syukur kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala yang atas berkat dan rahmat-Nya sehingga pemakalah dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Sholawat serta salam tidak lupa kami haturkan kepada
junjungan kita, nabi besar, nabi akhir zaman, Muhammad SAW. Semoga keselamatan
terlimpah kepada keluarga, sahabat, dan pengikut beliau sampai akhir zaman nanti.
Makalah ini disusun sebagai tugas dalam mata kuliah pendidikan agama Islam
yang terselenggara dalam kurikulum Akademi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(AMKG), kampus tercinta kita semua. Semoga Allah SWT memberkahi perubahan status
institusi kita bersama ini, sehingga kelancaran studi dapat terwujud dalam mendorong
kesuksesan pembukaan tingkat baru, yaitu tingkat Diploma-IV.
Makalah ini mengangkat tema KeTuhanan Yang Maha Esa, sebuah tema dasar
yang begitu kompleks jika dikaji secara mendalam. Sebuah perkara yang membagi manusia
menjadi dua golongan, golongan beragama dan golongan atheis. Hal yang lebih kompleks
dari perkara keTuhanan itu sendiri adalah masalah ketauhidan, sebuah pilihan di mana kita
mau meng-Esakan Tuhan atau tidak. Semoga dengan rahmat Allah SWT dan berbagai
dukungan dari pihak-pihak lain, makalah ini mampu membahas perkara di atas sebaik-
baiknya dan terhindar dari kesombongan maupun arogansi manusia.
Tidak lupa pemakalah ingin berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah
mendorong pemakalah untuk menyelesaikan makalah ini, Direktur AMKG, Dosen
Pembimbing , dan pihak-pihak lain yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu. Tidak lupa
pula terimakasih serta doa, kami haturkan kepada orangtua kami yang senantiasa mendukung
kami.
Semoga makalah ini bermanfaat. Tidak ada gading yang tak retak, pemakalah memohon
maaf jika terjadi kesalahan dalam penulisan maupun pembahasan makalah ini. Saran serta
kritik yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan makalah ini.
Tangerang, Desember 2013 Pemakalah,
DAFTAR ISI
iii
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................vi
DAFTAR ISI .................................................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................................1
B. Tujuan ...........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Dzat Allah .....................................................................................................................6
B. Keimanan ......................................................................................................................7
C. Implikasi Tauhid ..........................................................................................................18
D.Taqwa..............................................................................................................................20
E. Implikasi Taqwa............................................................................................................21
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ......................................................................................................................23
B. Saran .............................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................24
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketuhanan merupakan sebuah konsep yang tidak sederhana. Dalam konsep
ketuhanan setiap agama, dijelaskan hakikat kepemilikan semesta raya. Dalam Islam,
hanya dikenal satu Dzat Tuhan, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tuhan tunggal yang
mencipta seluruh alam semesta. Namun, begitu luasnya ciptaan Allah menjadikan begitu
banyak manusia tersesat dan lalai dalam mengenal Allah. Dalam Al-Qur’an sering
disebutkan frasa ‘qoliilan’ untuk menyebutkan begitu sedikitnya kemampuan manusia
untuk memahami hakikat Allah. Sebagai contoh dalam Surat Al Mulk ayat 23
yang artinya, “Katakanlah: "Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati." (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur”. Tidak
bersyukurnya manusia dalam ayat di atas menunjukkan bahwa manusia tidak memahami
kuasa Allah SWT. Oleh karena itu, pemahaman mengenai konsep ketuhanan menjadi hal
yang penting bagi setiap manusia.
Konsekuensi dari konsep ketuhanan adalah munculnya sebuah cabang dalam
perjalanan hidup, mempercayai atau menolak. Karena kita tidak bisa mencari Tuhan
melalui laboratorium manapun, bahkan dengan alat secanggih apapun maka ketika kita
mendengar nama Allah, muncul dua jalan. Jalan pertama adalah menolak sedangkan
jalan yang kedua adalah mempercayai. Iman atau kepercayaan adalah hal yang
fundamental ketika kita ingin membahas makna ketuhanan.
Setelah mempercayai keberadaan Tuhan, ada hal krusial lain yang akan
muncul. Kepatuhan kita terhadap perintah dan larangan dari Tuhan. Dalam Islam, untuk
menghindari derajat yang serendah-rendahnya setelah penciptaan yang sebaik-baik
penciptaan, tidak hanya diperlukan sikap mengimani. Namun, amal shalih sebagai
2
perwujudan ketaatan perlu dilakukan. Hal ini terlihat dalam Surat Ath-Thin. Setelah
patuh dengan berbuat amal shalih kita perlu untuk patuh pula pada larangan Tuhan,
karena pelanggaran terhadap larangan Tuhan juga akan berujung pada kecelakaan. Surat
At-Taubah ayat 68 menjelaskan ancaman ini. Bahwa orang-orang kafir dan munafik,
tidak akan selamat dari siksa neraka.
Perkara keimanan dan ketaqwaan pada era masa lalu belum terjamah oleh
digitalisasi informasi. Pada masa yang lebih kompleks ini perang informasi menyebar ke
seluruh penjuru dunia. Iman dan taqwa dari kaum muslimin tidak terhindar dari perang
informasi ini. Sebagai calon aparatur negara dalam sebuah negara yang berasaskan
pancasila, di mana ketuhanan yang maha esa tercantum sebagai sila pertamanya,
keimanan dan ketaqwaan dari taruna AMKG harus dipupuk dari bagian paling dasar.
Oleh sebab itu, tema ketuhanan yang maha esa dengan sub tema keimanan, implikasi
tauhid dalam kehidupan, ketaqwaan, dan implikasinya dalam kehidupan perlu dibahas
dalam makalah ini.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. untuk memberikan penjelasan kepada taruna mengenai konsep keTuhanan, tauhid,
keimanan, dan implikasinya,
2. untuk memberikan pengalaman menyusun makalah kepada taruna yang menjadi
pemakalah,
3. untuk memberikan bahan diskusi kepada taruna lain yang menjadi peserta dalam
diskusi,
4. untuk memenuhi tugas dosen yang diamanatkan kepada taruna pemakalah.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Siapa sebenarnya tuhan? Dan apa definisinya? Dalam hal ini, A.C. Bonquet
menjelaskan dengan perumpamaan bahwa tuhannya orang yang sedang berpacran boleh jadi
kekasihnya. Mengapa? Sebab ia menempatkan perintah kekasihnya diatas perintah yang lain
(seperti perintah orang tuanya, dosennya, tugas kuliahnya, dan bahkan diatas perintah Allah).
Hal ini karena kekasihnya dianggap sebagai sumber berbagai kenikmatan atau tuhan
tandingan, di atas segalanya, dan yang dapat menolong/membantunya dalam mengatasi
berbagai kesulitan yang dihadapinya. (bandingkan dengan QS Yasin 36:23)
Sebelum A. C. Bonquet menyatakan hal tersebut, Allah sudah lebih dulu
menyatakannya. Pertama, dalam QS Al Qashash 28:38, “Fir’aun berkata: Wahai pembesar
kaumku, aku tidak menyangka engkau masih mempunyai tuhan (yang dipatuhi perintahnya),
selain diriku”. Fir’aun menyatakan hal ini dalam rangka menjawab ajakan Nabi Musa supaya
ia hanya mengabdi/patuh kepada Allah. Kata “tuhan” di sini berarti apa /siapa yang dipatuhi
perintahnya, dan yang menguasai dirinya.
Kedua, dala QS Al Jatsiah 45:23-24, Allah menyatakan: “Maka pernahkah
engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya (terhadap wanita, ilmu, harta, tahta,
arogansi dan ego) sebagai tuhannya, dan akibatnya disesatkan ia oleh Allah dengan Ilmunya
itu, dikunci mati pendengaran dan hatinya serta dijadikan tutupan di depan matanya oleh
Allah. Maka siapakah lagi yang akan memberi petunjuk sesudah Allah membiarkannya sesat.
Mengapa kamu tidak mau mengambil pelajaran dan mengingat Allah penciptamu, mengapa
kamu menganggap dirimu paling mengetahui daripada Allah. Mereka berkata: ‘kehidupan ini
tidak lain hanyalah kehidupan di dunia ini saja, kita mati dan kita hidup tidak ada yang
membinasakan selain masa’. Padahal mereka tidal mempunyai ilmu tentang apa yang mereka
ucapkan itu. Mereka tiada lain hanya menduga-duga saja.”
4
Dari pernyataan A. C. Bonquet dan ayat Al Quran di atas dapay
disimpulkan bahwa:
1. Tuhan itu dapat berwujud keinginan (hawa nafsu). Hawa nafsu terhadap berbaga hal,
dari yang kecil hingga yang besar. Ini karena keinginan tersebut memperbudak atau
yang menyebabkan ia melakukan sesuatu.
2. Definisi Tuhan: tuhan ialah apa atau siapa yang diinginkan atau dipentingkan
sedemikian rupa. Sehngga manusia mau membiarkan dirinya dikuasai olehnya. Dengan
demikian, setiap manusia pasti bertuhan. Oleh karena itu “tidak ada atheis yang
sesungguhnya” (kata A. C. Bonquet). Pilihannya ada dua, yaitu bertuhan banyak
(politheisme) atau bertuhan satu (monotheisme). Bertuhan satu atau tauhid adalah inti
dari ajaran islam.
Aminuddin dalam buku Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi
menjelaskan bahwa merumuskan konsep ketuhanan bukanlah pekerjaan mudah, bukan pula
pekerjaan yang susah. Tidak mudah karena memerlukan perangkat-perangkat keilmuan yang
memadai, tidak susah karena term inisudah sangat populer di kalangan pemeluk agama,
termasuk di dalamnya agama islam. Merumuskan sendiri hakikat Tuhan pun masih
dipermasalahkan. Siapakah dan bagaimanakah Tuhan terus dicari oleh manusia sebagai fitrah
seorang hamba yang akan selalu memerlukan eksistensi tertinggi yang dapat menjadi tempat
bertumpu dan berlindung.
Dalam agama primitif dikenal berbagai macam istilah untuk melambangkan
Tuhan. Dinamisme percaya pada kekuatan gaib yang misterius. Baginya, ada benda-benda
tertentu yang memiliki kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia sehari-hari.
Keuatan gaib tersebut ada yang bersifat baik ada yangbersifat jahat. Dalam bahsa istilah,
kekuatan gaib disebut mana dan dalam bahasa Indonesia disebut tuah atau sakti. Dalam
paham ini, bertambahnya mana yang didapat seorang manusia, maka akan bertambah
jauhlah ia dari bahaya dan bertambah selamatlah hidupnya. Maka yang diharapkan manusia
disini adalah mengumpulkan mana sebanyak-banyaknya.
Animisme mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang bernyawa
maupun tidak, mempunyai roh. Roh bagi mereka mempunyai rupa, umpamanya berkaki,
bertangan,berumur dan butuh makanan. Tujuan manusia di sini adalah berhubungan baik
dengan roh-roh yang ditakutidan dihormati dengan senantiasa menyenangkan hati mereka.
Membuat mereka marah haruslah dijauhi, kemarahan mereka menimbulkan malapetaka.
5
Dalam paham politeisme, manusia percaya terhadap dewa-dewa. Dewa-
dewa dalam paham ini mempunyai tugas-tugas tertentu, maka tujuan hidup di sini tidak lagi
hanya sebatas memberi sesajen dan sesembahan kepada dewa-dewa, tetapi juga berdoa pada
mereka utuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat bersangkutan.
Kemudian terdapat pula paham henoteisme yang mengakui satu tuhan
untuk satu bangsa, dan bangsa yang lain mempunyai Tuhannya sendiri-sendiri. Henoteisme
mengandung paham tuhan nasional. Tuhan ini dapat dilihat pada agama yahudi yang pada
akhirnya mengakui bahwa Yahweh sebagai tuhan nasional mereka.
Sedangkan masyarakat yang telah meninggalkan fase primitif, agama yang
dianut adalah mnoteisme, agama tauhid. Dasar agama monoteisme adalah tuhan tunggal,
tuhan Yang Maha Esa. Pencipta Alam Semesta. Perbedaan mendasar antara monoteisme
dengan henoteisme adalah bahwa dalam agama henoteisme, tuhan masih bersifat nasional,
sedangkan dalam monoteisme, Tuhan adalah bersifat internasional bahkan seluruh alam.
Tujuan hidup dalam agama monoteisme tidak lagi mencari keselamatan hidup material saj,
tetapi juga keselamatan hidup kedua atau hidup spiritual. Maka letak perbedaan besar dari
agama-agama primitif dengan monoteisme adalah bahwa dalam agama primitif, manusia
berusaha menyogok dan membujuk kekuatan supernatural dengan penyembahan dan saji-
sajian supaya mengikuti kemauan manusia, sedangkan dalam monoteisme, manusia tunduk
pada kemauan tuhan. Disnilah islam mengambil posisinya sebagai agama monoteisme.
Tentang tuhan, dalam agama islam dikenal kosep tauhid yang tentunya
sudah melekat dalam hati umat Islam. Hanya saja pemahman tentang tauhid itu sendiri perlu
dikedepankan lagi untuk lebih menyegarkan ingatan. Tauhid berasal dari bahasa arab yaitu
wahhada yang berarti menunggalkan, mengesakan. Maka tauhid dapat dikatakan sebagai
sebuah konsep yang harus diyakini bahwa tuhan umat islam (Allah) adalah Esa. Konsep
tauhid telah dimulai sejak zaman Nabi Adam, tetapi kemudian menyimpang. Kemudian
ketauhidan diperkuat oleh Nabi Ibrahim, makaNabi Ibrahimlah yang selalu disebut sebagai
“Bapak Tauhid”, pemimpin agama tauhid pertama.
Imam Ibn Katsir (seorang mufasir ternama) membagi tauhid secara
6
konseptual dalam dua bentu, yaitu:
1. Tauhid formalis (tauhidul ism), yaitu meyakini bahwa Allah adalah Esa secara
otomatis dengan namanya tersebut, maka penyebutan namalain selain Allah tidak
diperbolehkan.
2. Tauhid konseptual (tauhidul ma’na), yaitu konsep tauhid yang mementingkan sisi
konseptual bahwa ketuhanan dalam islam adalah Esa. Oleh karena itu, Al Quran surat
Al Isra’ ayat 110 mengatakan bahwa, “Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-
Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna
(nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu
dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu."
A. Dzat Allah
Allah, Tuhan Yang Maha Esa mutlak adanya meskipun hal ini tidak akan
bisa dibuktikan secara ilmiah. Pertanyaan yang mungkin muncul dalam perkara ini
adalah permintaan akan bukti terhadap eksistensi Allah, pertanyaan yang sering
diungkapkan oleh para atheis militan. Dalam salah satu pidatonya, Richard Darwin,
seorang atheis militan mengatakan, “Pembuktian keberadaan Tuhan hanyalah seperti kita
mempercayai adanya sebuah gelas kaca yang mengelilingi Saturnus. Ini tidak akan
pernah bisa dibuktikan.”. Hal yang cukup menarik muncul ketika kita memasuki dunia
yang kita sebut sains, yang sampai sekarang masih belum bisa juga membuktikan
bagaimana hal lain seperti pembentukan asam amino menjadi protein dapat terjadi secara
tiba-tiba dan sebagainya, sains merupakan bahasa universal yang sederhana sehingga
dengan kesederhanaannya tidak mampu menjawab hal-hal yang sangat rumit seperti
konsep keTuhanan.
Konsep keTuhanan dan pembuktian keberadaan dzat Allah bisa dibuktikan
melalui keterbatasan manusia itu sendiri. Ilmuwan bersepakat bahwa setelah terjadi
ledakan besar (Big Bang), alih-alih mengalami perlambatan, pengembangan alam
semesta justru mengalami percepatan yang pada suatu titik orang di masa depan mungkin
akan menganggap bahwa galaksi-galaksi yang ditemukan pada masa sekarang adalah
cerita omong kosong. Paradoks ini menunjukkan bahwa memang ada hal yang tidak
mungkin dibuktikan dengan sains, tapi dengan pemikiran jernih dan hati yang fitrah dari
manusia.
7
Dalam Al-Quran disebutkan
yang artinya, “demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia;
Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala
sesuatu” (QS Al-An’am ayat 102). Ayat ini menunjukkan dua hal, keberadaan Allah
secara mutlak sebagai sebab dari adanya ciptaan serta ke-Esaan-Nya.
Ajaran Islam memberikan penekanan tegas bahwa Allah itu Esa, Dzat
Tunggal yang mencipta dan memelihara alam semesta. Dzat yang tiada beranak maupun
diperanakkan. Dzat yang memiliki nama-nama yang agung.
B. Keimanan
Dalam buku Dasar-Dasar Agama Islam yang disusun oleh Prof. Dr. Zakiah
Darajat dkk., disebutkan bahwa pengertian iman secara luas ialah keyakinan penuh yang
dibenarkan oleh hati, diucapkan oleh lidah, dan diwujudkan oleh amal perbuatan.
Adapun pengertian iman secara khusus ialah sebagai mana terdapat dalam rukun iman.
Rukun iman dalam Islam secara umum disebutkan ada 6 hal yang perlu diimani. Iman
kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, kiamat, dan qada’ qadar. Dalam Al-Qur’an
disebutkan
yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi,
orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-
benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima
pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.”(QS. Al-Baqarah ayat 62). Ayat ini menunjukkan bahwa keimanan
pada Allah SWT adalah hal fundamental yang diperlukan untuk mencapai kebahagiaan
8
hakiki.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam penjelasannya mengungkapkan, “Iman
itu berjumlah lebih dari tujuh puluh cabang.” Iman itu berjumlah tujuh pulu tiga sampai
enam puluh sembilan cabang. Cabang yang paling utama adalah ucaapan (syahadat) la
ilaha illallah, sedangkan cabang yang paling rendah ialah menyingkirkan gangguan dari
jalan.
Iman adalah perkara yang berhubungan dengan hati, yaitu mempercayai
Allah sebagai Rabb semesta alam yang berhak diibadahi, mempercayai para malaikat,
kitab-kitab, para rasul, kebangkitan setelah kematian, surga dan neraka, serta takdir yang
baik dan buruk. Semua perkara ini berhubungan dengan hati. Semua perkara ini termasuk
prinsip-prinsip yang harus dipegang teguh. Tidak ada islam tanpa iman dan tidak ada
iman tanpa islam. Keduanyan harus terpenuhi. Anggota badan harus islam, demikian
pula hati pun harus islam dan beriman juga. Oleh karena itu, Allah menggabungkan dua
perkara ini dalam kitab-Nya yang mulia.
Demikian pula, rasulullah menyebut keduanya secara bersamaan. Islam
adalah ketundukan lahirilah dengan menaati Allah dan meninggalkan perbuatan maksiat
kepada-Nya, sedangkan iman mencakup perbuatan-perbuatan batin yang berhubungan
dengan batin dan kepercayaannya. Kata islam digunakan untuk menyebut iman. Kata
iman pun juga digunakan untuk islam. Apabila dikatakan iman berarti itu mencakup
iman dan islam. Apabila dikatakan islam, berarti itu juga mencakup iman dan islam.
Allah Ta’aala berfirman, “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah
islam” (Ali ‘Imran ayat 19).
Islam dalam ayat ini bersifat umum yaitu mencakup segala yang
berhubungan dengan lahir batin. Begitu pula apabila kata iman disebutkan secara
mandiri, berarti ia mencakup iman dan islam. Dasarnya adalah sabda Rasulullah dalam
hadits shahih. Iman adalah hadits bersifat umum, yaitu mencakup rukun-rukun Islam,
semua perbuatan lahir dan semua perbuatan batin, termasuk juga menckup ihsan.
Adapun Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan
menurut bahasa, iman berarti at- tashdiq (pembenaran). Sementara itu, menurut
pengertian syar’i, iman adalah keyakinan dengan hati, ucapan dengan lisan, dan
perbuatan dengan anggota badan.
1. Iman kepada Allah
9
Makna iman kepada Allah adalahmembenarkan dengan sungguh-sungguh akan
wujud (eksistensi) Allah Ta’aala, bahwa Dialah pencipta segala sesuatu, pengatur
seluruh alam, tiada sekutu bagi-Nya. Sesungguhnya Allah Swt Maha Esa, yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tiada beranak dan diperanakkan, tiada
sesuatupun yang menyerupai dan setara dengan-Nya.
Memiliki sifat-sifat kesempurnaan dan keagungan. Maha Subi dari segala
kekurangan. Oleh sebab itu Dialah yang berhak disembah, tiada sekutu bagi-Nya,
beribadah kepada selain-Nya adalah syirik dan kesesatan.
Iman yang bermanfaat bagi seseoarang di dunia dan akhirat mengandung tiga
unsur berikut:
a. Mengikrarkan dengan lidah; bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan hak
selain Allah, dan nabi Muhammad saw adalah utusan Allah.
b. Membenarkan dengan hati, bukan seperti orang-orang munafik yang mengatakan
dengan lidah apa yang tidak mereka yakini dalam hati.
c. Mengamalkan dengan anggota; dengan menunaikan segala kewajiban,
meninggalkan seluruh larangan dan bertingkah laku dengan akhlak yang islami.
Sebab amalan adalah bukti nyata atas keimanan yang sungguh-sungguh.
Keimanan kepada Allah dapat menghasilkan faedah yang sangat banyak, antara
lain:
a. Bertambahnya keimanan.
b. Melakukan amal shlaeh dan menjauhi perbuatan keji.
c. Ketentraman jiwa dan ketenangan hati
d. Bebas dari penghambaan kepada selain Allah.
2. Iman kepada Malaikat
Malaikat adalah alam nurani yang tidak dapat dilihat, hanya Allah yang
mengetahui hakikatnya. Mereka adalah hamba-hamba yang dimuliakan yang tiada
pernah melanggar perinta Allah dan mengerjakan semua apa yang disuruh. Allah
menciptakan mereka semua karena hikmah yang banyak.
Beriman kepada malaikat maksudnya adalah percaya dengan keberadaan mereka,
dengan sifat-sifat dan pekerjaan mereka yang kita ketahui. Pengaruh beriman kepada
malaikat yaitu:
10
a. Mengenal kebesaran Allah Yang Maha Kuasa menciptakan jenis malaikat.
b. Mengambil faedah dari keberadaan mereka dalam perlindungan, perhatian, do’a
dan istigfar bagi manusia yang beriman.
c. Tekad yang kuat untuk berbuat ketaatan dan menjauhi kemaksiatan, karena orang
yang menyadari bahwa Allah telah menugaskan malaikat untuk mengawasi
segala ucapan dan perbuatannya akan tertarik berbuat taat, dan takut berbuat
maksiat.
d. Menimbulkan rasa syukur kepada Allah atas innyahnya terhadap bani adam
berupa malaikat yang ditugaskannya menjaga dan melindungi mereka.
e. Bertambahnya keimanan dengan mencintai para malaikat.
f. Bersiap menghadapi hari akhirat dengan selalu mengingat malaikat maut, dan
menjaga surga dan neraka.
3. Iman kepada Kitab-Kitab
Secara global seorang muslim beriman bahwa Allah telah menurunkan beberapa
kitab kepada para nabi dan rasulnya, agar mereka sampaikan kepada manusia. Dan
kita beriman secara terperinci terhadap kitab-kitab yang disebutkan namanya kepada
kita.
Iman kepada kitab-kitab meliputi keimanan kita bahwa kitab-kitab tersebut
adalah firman Allah yang dituunkan kepada nabi, kita mempercayai yang disebutkan
kepada kita dan membenarkan segala berita yang shahih tentangnya. Kita juga
mempercayai bhwa alquran adalah kitab yang terutama, penutup dan penghapus
kitab-kitab sebelumnya, serta yang menguasai dan membenarkannya. Alquran juga
merupakan kitab yang bisa diikuti oleh segenap umat manusia, disamping sunnah nabi
muhammad yang shahih. Kita juga yakin bahwa kitab-kitab yang lain telah hilang dan
mengalami perubahan serta penyelewengan sedangkan alquran adalah firman Allah
yang tidak mengalami perubahan dan penggantian seperti yang di firmankan Allah :
“sesungguhnya kamilah yang menurunkan az Zikr (alquran), dan sesungguhnya
kamilah yang akan menjaganya.”
Pengaruh beriman kepada kitab-kitab :
a. Mengenal rahmatnya Allah kepada hambanya, dimana ia turunkan kepada
mereka kitab-kitab yang menjelaskan jalan yang hak dan yang batil.
b. Mengenali kesempurnaan hikmah ilahiyah, dengan mengembangkan atas setiap
kaum syariah yang sesuai dengan mereka.
11
c. Mencapai hidayah dengan mengikuti alquran dan mendekatkan diri kepada allah
dengan membaca Alquran, dan mengamalkan haluan hukum dan
pembelajarannya.
4. Iman kepada Rasulullah
Beriman kepada semua nabi dan rasul yang diutus Allah untuk memohon
petunjuk kepada segenap makhluk adalah wajib, rasul yang pertama adalah Adam AS,
dan yang terakhir adalah Muhammad SAW. Iman kepada Rasul meliputi iman kepada
rislah yang mereka bawa, percaya kepada berita-berita yang benar tentang mereka.
Termasuk juga meliputi pengamalan syariah nabbi Muhammad saw yang diutus
kepada seluruh manusia.
Pengaruh beriman kepada Rasul
a. Mendekatkan diri kepada Allah Ta’aala dengan mengikuti dan mencintai para
rasul.
b. Mengena kasih sayang Allah kepada hambanya dengan mengutus para rasul
kepada mereka.
c. Mengambil ibrah dan pelajaran dari kisah para nabi dan rasul.
5. Iman kepada Hari Akhir
Keimanan muslim percaya akan hari akhir. Pada hari itu Allah membangkitkan
manusia dari kubur untuk menerima perhitungan dan ganjaran. Yang tercakup dalam
iman kepada hari akhir :
a. Mempercayai kebangkitan, yaitu menghidupkan dan membangkitkan kembali
orang mati dari kubur dengan ruh dan badan mereka.
b. Mempercayai penghimpunan yaitu pengumpulan manusia setelah dibangkitkan
dari kubur.
c. Beriman akan adanya perhitungan dan pembalasan.
d. Beriman akan adanya surga dan neraka.
Pengaruh beriman kepada hari akhir:
a. Bertakwa kepada Allah dan mersakan pengawasannya
b. Berbuat taat kepada Allah
c. Bersiap menghadapi hari akhir dengan bertobat dan mengintrospeki diri.
d. Sabar dalam menghadapi cobaan
12
6. Iman kepada Qada dan Qadar
Iman kepada qada dan qadar artinya dengan membenarkan dengan sunguh-
sunguh bahwa setiap yang terjadi di alam ini berlaku sesuai dengan ilmu dan
ketentuan Allah. Apa yang dikehendakinya pasti akan terjadi, dan demikian pula
sebaliknya.
Pengaruh beriman kepada qada dan qadar:
a. Ketenteraman perasaan dan ketenangan jiwa ddalam hati
b. Bertambahnya iman.
c. Berisfat qanaah (merasa cukup) , meninggalkan sifat dengki dan rela dengan apa
yang diberikan oleh Allah.
d. Sabar dan tegar menghadapi kesulitan
Iman kepada Allah selain yang telah disebutkan di atas juga mengandung
empat unsur :
1. Beriman kepada wujudnya Allah
Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’.
a. Bukti fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang Pencipta
merupakan fitrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau belajar.
Tidak akan berpaling dari tuntutan fitrah ini, kecuali orang yang di dalam hatinya
terdapat sesuatu yang memalingkannya.
b. Bukti akal tentang wujud Allah adalah proses terjadinya semua makhluk, bahwa
semua makhluk, yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada yang
menciptakan. Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri, dan tidak
mungkin pula terjadi secara kebetulan. Tidak mungkin wujud itu ada dengan
sendirinya, karena segala sesuatu tidak akan dapat mencipakan dirinya sendiri.
Sebelum wujudnya tampak, berarti tidak ada.
Semua makhluk tidak mungkin tercipta secara kebetulan karena setiap yang
diciptakan pasti membutuhkan pencipta. Adanya makhluk dengan aturan aturan yang
indah, tersusun rapi, dan saling terkait dengan erat antara sebab-musababnya dan
antara alam semesta satu sama lainnya. Semua itu sama sekali menolak keberadaan
seluruh makhluk secara kebetulan, karena sesuatu yang ada secara kebetulan, pada
awalnya pasti tidak teratur.
13
Kalau makhluk tidak dapat menciptakan dirinya sendiri, dan tidak tercipta
secara kebetulan, maka jelaslah, makhluk-makhluk itu ada yang menciptakan, yaitu
Allah Rabb semesta alam.
artinya “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang
menciptakan (diri mereka sendiri)?” ( QS. Ath-thur : 35).
Dari ayat di atas tampak bahwa makhluk tidak diciptakan tanpa pencipta, dan
makhluk tidak menciptakan dirinya sendiri. Jadi jelaslah, yang menciptakan makhluk
adalah Allah
c. Bukti syara’ tentang wujud Allah adalah bahwa seluruh kitab samawi ( yang
diturunkan dari langit ) berbicara tentang itu. Seluruh hukum yang mengandung
kemaslahatan manusia yang dibawa kitab-kitab tersebut merupakan dalil bahwa kitab-
kitab itu datang dari Robb yang maha Bijaksana dan Mengetahui segala kemaslahatan
makhluk-Nya. Berita-berita alam semesta yang dapat disaksikan oleh realitas akan
kebenarannya yang didatangkan kitab-kitab itu juga merupakan dalil atau bukti bahwa
kitab-kitab itu datang dati Robb Yang Maha Kuasa untuk mewujudkan apa yang
diberitakan itu.
2. Beriman kepada Rububiah Allah .
Beriman kepada Rububiyah Allah maksudnya : beriman sepenuhnya bahwa Dialah
Robb satu-satunya, tiada sekutu dan tiada penolong bagiNya.
Robb adalah yang berhak menciptakan, memiliki serta memerintah. Jadi, tidak ada
pencipta selain Allah, tidak ada pemilik selain Allah, dan tidak ada perintah selain
perintah dari-Nya. Allah telah berfirman yang artinya :
“…Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanya hak Allah. Maha suci Allah,
Robb semesta alam.” (QS. Al-A’raf : 54).
Tidak ada makhluk yang mengingkari kerububiyahan Allah , kecuali orang yang
congkak sedang ia tidak meyakini kebenaran ucapannya, seperti yang dilakukan fir’aun
ketika berkata kepada kaumnya : “Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.” ( QS. An-
Naziat : 24), dan juga ketika berkata : “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui
14
Tuhan bagimu selain aku.” ( QS. Al-Qashash : 38)
Allah berfirman yang artinya :
“Dan mereka mengingkarinya karena kezdaliman dan kesombongan mereka
padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya.” (QS. An-Naml : 14).
Nabi Musa berkata kepada Fir’aun : “Sesungguhnya kamu telah mengetahui
bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Robb yang memelihara
langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya aku mengira kamu,
hai fir’aun, seorang yang akan binasa.” (QS. Al-Isra’ : 102).
Oleh karena itu, sebenarnya orang-orang musyrik mengakui rububiyah Allah,
meskipun mereka menyekutukan-Nya dalam uluhiyah (penghambaan).
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka : “siapakah yang menciptakan
mereka?”, niscaya mereka menjawab : “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat
dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS. Az-Zukhruf : 87).
Perintah Allah mencakup perintah alam semesta (kauni) dan perintah syara’
(syar’i). Dia adalah pengatur alam, sekaligus sebagai pemutus seluruh perkara, sesuai
dengan tuntutan hikmahNya. Dia juga pemutus peraturan-peraturan ibadah serta
hukum-hukum muamalat sesuai dengan tuntutan hikmahNya. Oleh karena itu
barangsiapa menyekutukan Allah dengan seorang pemutus ibadah atau pemutus
muamalat, maka dia berarti telah menyekutukan Allah serta tidak beriman kepadaNya.
3. Beriman kepada Uluhiyah Allah
Artinya, benar-benar mengimani bahwa Dialah Ilah yang benar dan satu-satunya,
tidak ada sekutu baginya. Al Ilah artinya “al ma’luh”, yakni sesuatu yang disembah
dengan penuh kecintaan serta pengagungan.
Allah berfirman, yang artinya :
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia,
yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” ( QS. Al Baqarah ayat 163).
“Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia
yang menegakkan keadilan, para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang
Maha Perkasa lagi Maha bijaksana.” ( QS. Al-Imran ayat 18).
Allah berfirman tentang lata, uzza, dan manat yang disebut sebagai Tuhan, namun
15
tidak diberi hak Uluhiyah:
Allah berfirman, yang artinya :
“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-
adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya…”
(An Najm ayat 23).
Setiap sesuatu yang disembah selain Allah, Uluhiyahnya adalah batil. Allah
berfirman yang artinya :
“(Kuasa Allah) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah
(Tuhan) yang haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah,
itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar.”
(Al-Hajj ayat 62).
Orang-orang musyrik tetap saja mengingkarinya. Mereka masih saja mengambil
Tuhan selain Allah. Mereka menyembah, meminta bantuan dan pertolongan kepada
Tuhan-Tuhan itu dengan menyekutukan Allah.
Pengambilan Tuhan-Tuhan yang dilakukan orang-orang musyrik ini telah
dibatalkan oleh Allah dengan dua bukti :
a Tuhan-Tuhan yang diambil itu tidak mempunyai keistimewaan uluhiyah
sedikitpun, karena mereka adalah makhluk, tidak dapat menciptakan, tidak dapat
menarik manfaat, tidak dapat menolak bahaya, tidak memiliki hidup dan mati,
tidak memiliki sedkitpun dari langit dan tidak pula ikut memiliki keseluruhannya.
Allah berfirman,yang artinya :
“Mereka mengambil Tuhan-Tuhan selain daripadaNya (untuk disembah), yang
Tuhan-Tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan
dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak
(pula untuk mrngambil) sesuatu manfaatpun dan (juga) tidak kuasa mematikan,
menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” ( QS. Al-Furqan ayat 3).
“Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhala-berhala yang tak
dapat menciptakan sesuatupun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan
orang. Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada
penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiripun berhala-berhala itu
tidak dapat memberi pertolongan.” ( QS. Al-A’raf ayat 191-192).
16
Kalau demikian keadaan Tuhan-Tuhan itu, maka sungguh sangat tolol dan
sangat batil bila menjadikan mereka sebagai Ilah dan tempat meminta pertolongan.
b Sebenarnya orang-orang musyrik mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya
Robb, Pencipta, yang di tangan-Nya kekuasaan segala sesuatu. Mereka juga
mengakui bahwa hanya Dialah yang dapat melindungi dan tidak ada yang dapat
melindungi-Nya. Ini mengharuskan pengesaan uluhiyah (penghambaan), seperti
mereka mengEsakan Rububiyah (keTuhanan) Allah.
Allah berfirman :
“Hai manusia, sembahlah Robbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orag
yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagimu dan langit sebagai atap, Dia menurunkan air (hujan) dari
langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki
untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah,
padahal kamu mengetahiu.” ( QS. Al-Baqarah ayat 21-22).
4. Beriman kepada Asma’ dan sifat Allah .
Iman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah , yakni : menetapkan nama-nama
dan sifat-sifat yang sudah ditetapkan Allah untuk diri-Nya dalam kitab suci-Nya atau
sunnah Rasul-Nya dengan cara yang sesuai dengan kebesaran-Nya tanpa tahrif
(penyelewengan), ta’thil (peniadaan), takyif (menanyakan bagaimana?), dan tamsil
(menyerupakan).
Allah berfirman, yang artinya :
“Allah mempunyai Asmaaul husna, maka memohonlah kepadanya dengan
menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari
kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan
terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” ( QS. Al-A’raf ayat 180).
“Allah mempunyai sifat yang Mahatinggi; Dialah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.” ( QS. An-Nahl : 60).
“… tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha
mendengar lagi Maha Melihat.” ( QS. Asy-syura ayat 11).
17
Dalam perkara ini ada dua golongan yang tersesat, yaitu :
a. Golongan Mu’aththilah, yaitu mereka yang mengingkari nama-nama dan sifat-
sifat Allah atau mengingkari sebagiannya saja. Menurut sangkaan mereka,
menetapkan nama-nama dan sifat-sifat itu kepada Allah dapat menyebabkan
tasybih (penyerupaan), yakni menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Pendapat
ini jelas keliru karena :
1.) Sangkaan itu akan mengakibatkan hal-hal yang bathil atau salah, karena Allah
telah menetapkan untuk diriNya nama-nama dan sifat-sifat, serta telah
menafikan sesuatu yang serupa denganNya. Andaikata menetapkan nama-
nama dan sifat-sifat itu menimbulkan adanya penyerupaan, berarti ada
pertentangan dalam kalam Allah serta sebagian firman-Nya akan menyalahi
sebagian yang lain.
2.) Kecocokan antara dua hal dalam nama atau sifatnya tidak mengharuskan
adanya persamaan. Anda melihat ada dua orang yang keduanya manusia,
mendengar, melihat dan berbicara, tetapi tidak harus sama dalam makna-
makna kemanusiaannya, pendengarannya, penglihatannya, dan
pembicaraannya. Anda juga melihat beberapa binatang yang punya tangan,
kaki dan mata, tetapi kecocokannya itu tidak mengharuskan tangan, kaki dan
mata mereka sama. Apabila antara mkhluk-makhluk yang serupa dalam nama
atau sifatnya saja jelas memiliki perbedaan, maka tentu perbedaan antara
khaliq (pencipta) dan makhluk (yang diciptakan) akan lebh jelas lagi.
b. Golongan Musyabbihah, yaitu golongan yang menetapkan nama-nama dan sifat-
sifat, tetapi menyerupakan Allah dengan makhluknya. Mereka mengira hal ini
sesuai dengan nash-nash Al-Qur’an, karena Allah berbicara dengan hamba-hamba-
Nya dengan sesuatu yang dapat difahaminya. Angapan ini jelas keliru ditinjau dari
beberapa hal, antara lain :
1.) Menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya jelas merupakan sesuatu yang
bathil, menurut akal maupun syara’. Padahal tidak mungkin nash-nash kitab
suci Al-Qur’an dan sunnah Rasul menunjukkan pegertian yang bathil.
2.) Allah berbicara dengan hamba-hambaNya dengan sesuatu yang dapat dipahami
dari segi asal maknanya. Hakikat makna sesuatu yang berhubungan dengan
18
zdat dan sifat Allah adalah hal yang hanya diketahui oleh Allah saja.
Apabila Allah menetapkan untuk diri-Nya bahwa Dia Maha Mendengar, maka
pendengaran itu sudah maklum dari segi maknanya, yaitu menemukan suara-suara.
Tetapi hakikat hal itu dinisbatkan kepada pendengaran Allah tidak maklum, karena
hakekat pendengaran jelas berbeda, walau pada makluk-makhluk sekalipun. Jadi
perbedaan hakikat itu antara pencipta dan yang diciptakan jelas lebih jauh berbeda.
Apabila Allah memberitakan tentang diri-Nya bahwa Dia bersemayam di atas
Arasy-Nya, maka bersemayam dari segi asal maknanya sudah maklum, tetapi
hakekat bersemayamnya Allah itu tidak dapat diketahui.
C. Implikasi Tauhid
Tauhid adalah Meng-esakan Allah Swt dengan memberikan ibadah, ketaatan dan
ketundukan kepada-Nya semata.
Tauhid terbagi kepada 3 macam :
1. Tauhid Rububiyah, yaitu berkeyakinan bahwa sesungguhya Allah Ta’aala yang
menciptakan, yang memberi rezki, yang menghidupkan, yang mematikan, yang
memberi manfaat dan mudharat dan yang mengatur alam ini. Dengan hanya
berkeyakinan seperti ini belum cukup menjadikan seseorang sebagai muslim, bahkan
ia mesti mengakui dua macam tauhid berikut.
2. Tauhid Uluuhiyah, yaitu Meng-esakan Allah Swt dengan hanya beribadah kepada-
Nya, tidak menyekutukannya dalam ibadah-ibadah, seperti menyembelih, bernazar,
berdo’a dan takut, seta tidak menunjukkan satupun jenis ibadah kepada selain Allah.
3. Tauhid al Asma wa al Shifaat, yaitu membenarkan semua nama-nama yang baik (al
Asma al Husnaa) dan sifat-sifat yang tinggi yang dibenarkan Allah Swt bagi diri-Nya,
demikian juga yang dibenarkan Rasulullah saw. Demikian juga menafikkan semua
yang dinafikkan-Nya dan dinafikkan oleh Rasul-Nya berupa sifat-sifat kekurangan
dan tercela yang tiada layak bagi-Nya. Allah Swt tiada yang menyamai-Nya baik
pada zat, nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatn-Nya, “tiada suatupun yang
sama denganNya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Al Syuuraa: 11)
Tauhid, yaitu seorang hamba meyakini bahwa Allah SWT adalah Esa, tidak ada
19
sekutu bagi-Nya dalam rububiyah (keTuhanan), uluhiyah (ibadah), Asma` dan Sifat-Nya.
Urgensi tauhid adalah Seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT
semata, Rabb (Tuhan) segala sesuatu dan rajanya. Sesungguhnya hanya Dia yang Maha
Pencipta, Maha Pengatur alam semesta. Hanya Dia lah yang berhak disembah, tiada
sekutu bagiNya. Dan setiap yang disembah selain-Nya adalah batil. Sesungguhnya Dia
SWT bersifat dengan segala sifat kesempurnaan, Maha Suci dari segala aib dan
kekurangan. Dia SWT mempunyai nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang tinggi.
Seperti iman, tauhid juga bisa dibagi ke dalam beberapa kategori.
Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma dan Sifat. Yaitu menetapkan hakekat zat
Rabb SWT dan mentauhidkan (mengesakan) Allah SWT dengan asma (nama), sifat, dan
perbuatan-Nya. Pengertiannyaadalah seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa
Allah SWT sematalah Rabb yang Menciptakan, Memiliki, Membolak-balikan, Mengatur
alam ini, yang sempurna pada zat, Asma dan Sifat-sifat, serta perbuatan-Nya, Yang Maha
Mengetahui segala sesuatu, Yang Meliputi segala sesuatu, di Tangan-Nya kerajaan, dan
Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia SWT mempunyai asma' (nama-nama) yang
indah dan sifat yang tinggi.
Tauhid Uluhiyah atau Tauhid Ibadah; kebanyakan manusia mengingkari tauhid
ini. Oleh sebab itulah Allah SWT mengutus para rasul kepada umat manusia, dan
menurunkan kitab-kitab kepada mereka, agar mereka beribadah kepada Allah SWT saja
dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.
Hakekat dan inti tauhid adalah agar manusia memandang bahwa semua perkara
berasal dari Allah SWT, dan pandangan ini membuatnya tidak menoleh kepada selain-
Nya tanpa sebab atau perantara. Seseorang melihat yang baik dan buruk, yang berguna
dan yang berbahaya dan semisalnya, semuanya berasal dari-Nya SWT. Seseorang
menyembah-Nya dengan ibadah yang mengesakan-Nya dengan ibadah itu dan tidak
menyembah kepada yang lain.
Tauhid tidak sempurna kecuali dengan beribadah hanya kepada Allah SWT
semata, tiada sekutu bagi-Nya dan menjauhi thaghut, seperti firman Allah SWT, “Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan):"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu... (QS. An-Nahl:36)
Thaghut adalah setiap perkara yang hamba melewati batas dengannya berupa
20
sesembahan seperti berhala, atau yang diikuti seperti peramal dan para ulama jahat, atau
yang ditaati seperti para pemimpin atau pemuka masyarakat yang ingkar kepada Allah
SWT.
Thaghut itu sangat banyak dan intinya ada lima:
1. Iblis –semoga Allah SWT melindungi kita darinya-,
2. Siapa yang disembah sedangkan dia ridha,
3. Siapa yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya,
4. Siapa yang mengaku mengetahui yang gaib,
5. Siapa yang berhukum kepada selain hukum Allah SWT.
D. Taqwa
Ketakwaan dapat diartikan sebagai terpeliharanya diri untuk tetap taat
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Sebuah ayat yang
cukup terkenal dalam Al-Quran menyebutkan
3 : 102. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama
Islam. Jika taqwa diartikan sebagai kepaTuhan, maka sudah semestinya kita melakukan
apa yang diperintahkan kepada kita sebagai ibadah dan menjauhi yang dilarang sebagai
perwujudan taqwa.
Islam memiliki 5 kategori dalam pembagian hal kepaTuhan kita terhadap peraturan
Allah SWT.
1. Wajib, artinya hal-hal ini harus kita lakukan. Sebagai contoh dalam kondisi
normal seseorang harus melaksanakan sholat wajib, puasa wajib, zakat, dan
bahkan haji jika syarat dan rukunnya mampu dipenuhi serta sesuai aturan fiqih
dan syariat Islam.
2. Sunah, artinya hal yang baik jika dilakukan meskipun tidak sampai pada taraf
keharusan. Sebagai contoh melaksanakan sholat sunah, atau ibadah sunah
lainnya.
3. Mubah, artinya kebebasan yang tidak teratur dalam syariat dan fiqih. Sebagai
21
contoh memilih warna kaos kaki.
4. Makruh, artinya hal yang diutamakan untuk dihindari meski tidak disertai
ancaman yang berat. Sebagai contoh adalah menghindari berpakaian lusuh ketika
masuk masjid padahal memiliki pakaian yang bagus.
5. Haram, artinya hal-hal yang dilarang dan biasanya disertai ancaman pembalasan
dari Allah SWT. Contohnya adalah berzina, membunuh tanpa alasan yang jelas,
korupsi dan sebagainya.
Bukan hanya sebagai wujud ritual, ketaqwaan merupakan sebuah jalan untuk
memberikan jaminan kepada setiap mukmin untuk mencapai kebahagiaan yang
hakiki.
E. Implikasi Taqwa
Sebagai taruna yang telah berjanji bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
konsekuensi logis dari hal ini adalah setiap taruna yang sedang belajar maupun lulusan dari
Akademi Meteorologi dan Geofisika yang sekarang sudah menjadi STMKG (Sekolah
Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) harus memiliki rasa kepaTuhan terhadap
ajaran dari agamanya masing-masing.
Sebagai taruna muslim, maka kita perlu untuk mengimplementasikan ketaqwaan
kita dengan cara-cara yang baik seperti:
1. Memakmurkan masjid di manapun kita berada. Masyarakat sekitar kampu tentu sudah
menyematkan identitas taruna semenjak masa madabintal, sebagai tenggung jawabnya
kita perlu untuk menunjukkan ukhuwah islamiyah kita dengan ikut memakmurkan
masjid atau mushola di lingkungan tempat kita hidup.
Dalam Al-Quran diwahyukan
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman
22
kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang
diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. At-Taubah
ayat 18). Begitulah wahyu Allah SWT mengingatkan kita.
2. Ikut aktif dalam kegiatan kerohanian Islam kampus, bagaimanapun kegiatan amal jamii’
(bersama-sama) merupakan sebuah kekhasan yang tidak boleh ditinggalkan dalam
dakwah.
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di
pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu
mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta
menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS. Al-Kahfi
ayat 28). Ayat ini mengingatkan bahwa kebersamaan dalam berdakwah merupakan hal
yang penting. Oleh karena itu, sebagai taruna muslim, kita harus selalu mempererat
ukhuwah dalam dakwah jamii’.
3. Tidak meninggalkan perkara agama di setiap langkah kehidupan sebagai taruna.
Sebagai seorang taruna muslim ada satu ayat yang perlu kita pegang taguh. Sebuah
ayat yang mengingatkan kita supaya tidak perlu lagi meragukan kebenaran Allah
SWT.
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk
orang-orang yang ragu. (QS. Al-Baqarah ayat 147). Ayat ini diturunkan sebagai bahan
penguat terhadap konsep kebenaran kita. Kita boleh berdebat dalam sains, namun
dalam hal agama perdebatan tidak akan menyelesaikan apapun, karena semua akan
kembali kepada iman masing-masing individu. Sebagai taruna muslim, kita harus
meyakini kebenaran hakiki datang dari Allah SWT.
23
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.
1. Dzat Allah SWT keberadaannya memang tidak bisa kita buktikan melalui sains,
namun kefitrahan hati dan iman mampu membeberkan bukti yang lebih kuat akan
keberadaan-Nya.
2. Dalam memahami keberadaan Allah SWT diperlukan kemampuan untuk memahami
makna tauhid.
3. Diperlukan ketaqwaan untuk mencapai kebahagiaan batin yang nyata dalam
menjalankan agama Islam.
4. Ketaqwaan perlu diimplementasikan dalam kehidupan sebagai seorang taruna atau
taruni.
B. Saran
Saran-saran yang bisa diberikan oleh pemakalah adalah sebagai berikut.
1. Kepada rekan-rekan sesama taruna untuk sebisa mungkin menjaga keimanan dan
ketaqwaan ditengah kemajuan teknologi ang begitu pesat ini.
2. Kepada rekan-rekan sesama taruna untuk memahami dan memegang teguh makna
tauhid dan mengimplementasikaanya dalam kehidupan.
3. Kepada rekan-rekan sesama taruna untuk bersabar menjalani kehidupan dan
berkeyakinan bahwa kebenaran dan kebahagiaan hakiki akan datang dari Allah
SWT.
24
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Terjemahan Al-Jumanatul ‘Ali
Al-Qur’an Digital didigitalisasi oleh Achmad Fahrudin, dkk.
Abu Ahmad Al-Fauzi. Tauhid Vs Syirik Disarikan dari Kitab Al-Firqotun Najiyyah ( Syaikh
Muhammad bin Jamil Zainu ). Bagian dari kompilasi buku elektronik arabindo
2007 (eramediamuslim.com)
Aminuddin. 2005. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Bogor: Ghalia
Indonesia
Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan Aqidah. Prinsip -Prinsip Aqidah Ahlussunnah
Wal-Jamaah. Bagian dari kompilasi buku elektronik arabindo 2007
(eramediamuslim.com)
Islamic E-book Compilation. Iman Menurut Ahlussunnah wal Jama’ah. Bagian dari
kompilasi buku elektronik arabindo 2007 (eramediamuslim.com)
Markaz Al-urwah Al-Wutsqa. 2010. Penjelasan Inti Ajaran Islam. Solo : Pustaka Arafah
Muhammad Bin Shaleh Al ‘Utsaimin. Prinsip-Prinsip Dasar Keimanan. Bagian dari
kompilasi buku elektronik arabindo 2007 (eramediamuslim.com)
Nainggolan, Zainuddin S. 2002. Inilah Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri. 2009. Tauhid dan Keimanan. Terjemahan oleh
Eko Haryanto Abu Ziyad & Mohammad Latif. Lc. Diunduh dari
Islamhouse.com, September 2013
Zakiah Daradjat, dkk. 1999. Dasar-Dasar Agama Islam. Bulan Bintang : Jakarta