Upload
buinguyet
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 1
KELOMPOK FUNGSIONAL
Kelompok Fungsional yang melaksanakan tupoksi Balai Besar PPMB-TPH salah satunya adalah Fungsional Pengawas Benih Tanaman. Jabatan Fungsional Pengawasa Benih Tanaman merupakan salah satu jabatan fungsional rumpun ilmu hayat lingkup pertanian yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 09 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Benih Tanaman dan Angka Kreditnya, serta peraturan Bersama Menteri Pertanian dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 59/Permentan/OT.140/9/2011 dan No. 38 tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas benih Tanaman dan Angka Kreditnya. Sebagai tindak lanjut dari kedua peraturan diatas juga diterbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 09/Permentan/OT.140/2.2012, tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pengawas Benih Tanaman dan angka kreditnya.
Bidang kegiatan pengawasan benih tanaman terdiri atas unsur pendidikan, kegiatan pengawasan benih tanaman, pengembangan metode mutu benih, pengembangan profesi dan penunjang tugas pengawasan benih tanaman. Pada Tahun Anggaran 2017 tugas yang diberikan terkait dengan tugas dan fungsi Balai adalah sebagai berikut: 1. Pengembangan Metode /Validasi /Verifikasi Metode
Kegiatan pengembangan metode/ validasi/verifikasi yang dilaksanakan oleh Balai Besar PPMB-TPH merupakan visualisai dari salah satu fungsi Balai Besar PPMB-TPH dan mendukung program Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yakni Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan.
Pada TA. 2017 Balai Besar melaksanakan kegiatan pengembangan/ validasi/verifikasi dalam rangka memecahkan permasalahan, kendala maupun harmonisasi perkembangan teknologi di bidang mutu benih. Kegiatan ini terdiri dari sepuluh (10) judul Pengembangan dan validasi metode. a. Verifikasi Pengujian Nematoda Aphelenchoides besseyi Terbawa
Benih Padi Pengujian nematoda terbawa benih padi telah tercantum dalam ISTA
Rules (Chapter 7 no 025). Sebagian besar laboratorium benih BPSB
telah mengenal uji nematoda terbawa benih, tetapi belum digunakan
secara rutin. Pada tahun 2016, Balai Besar PPMB-TPH telah melakukan
pengembangan validasi ini dengan melibatkan 9 BPSB di Indonesia
yaitu BPSBTPH Jawa Barat, BPSB Provinsi Jawa Tengah, BPSB TPH
Kalimantan Selatan, UPTD BPSB TPH Sulawesi Selatan, BPSBTPH
Provinsi Nusa Tenggara Barat, UPTD BPSBTPH Provinsi Lampung,
UPT PSB Provinsi Nusa Tenggara Timur, UPT PSBTPH Provinsi Jawa
Timur dan UPSBTPH Provinsi Kalimantan Barat. Kegiatan verifikasi ini
dilanjutkan di tahun 2017 dengan melibatkan BPSB lainnya di Indonesia.
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 2
Tujuan dari pengembangan metode ini adalah memverifikasi tingkat
reprodusibilitas uji nematoda terbawa benih padi di beberapa
laboratorium BPSB di Indonesia.
Kegiatan pengembangan metode ini dilakukan pada Januari s.d
Desember 2017 di laboratorium Balai Besar PPMB-TPH. Kegiatan
pengembangan metode ini terdiri dari beberapa tahap yaitu Pengadaan
sarana pengujian, Pemilihan laboratorium peserta, Penyiapan contoh
benih uji, Uji homogenitas, Kegiatan pendampingan pengujian, Verifikasi
pengujian oleh laboratorium peserta verifikasi dan Uji Stabilitas.
Data verifikasi diolah secara kualitatif sesuai dengan norm NF EN ISO
16140 untuk menentukan kriteria performanya berdasarkan sensitifitas,
spesifisitas dan akurasinya. Analisa ini terdiri dari membandingkan
antara hasil yang diharapkan (sampel yang sudah diketahui positif atau
negative, dan telah divalidasi dengan uji homogenitas) dan hasil uji dari
laboratorium peserta.
Tabel V.I.1. Pengolahan statistik secara kualitatif Hasil yang diharapkan + Hasil yang diharapkan
-
Hasil yang didapat +
Positive agreement +/+ (PA)
Positive Deviation -/+ (PD)
Hasil yang didapat -
Negative Deviation +/- (ND)
Negative Agreement -/- (NA)
Ket : PA = positive agreement ND = negative deviation NA = negative agreement PD = positive deviation
Kemudian dihitung :
Sensitivity = ΣPA
ΣPA+ΣND Specificity = ΣNA ΣNA+ΣPD Accuracy = ΣNA+ΣPA ΣPA+ΣNA+ΣPD+ΣND
Sensitivitas 100% menunjukkan bahwa laboratorium / analis selalu dapat
mendeteksi nematoda target (tidak ada false negative). Spesifisitas
100% menunjukkan bahwa laboratorium / analis tidak memberikan hasil
positif pada contoh benih yang tidak terinfeksi nematoda (tidak ada false
positif). Accuracy 100% menunjukkan bahwa pathogen target selalu
terdeteksi (tidak ada false negative atau false positif).
Pada tahap pengadaan sarana pengujian, disiapkan masing-masing
satu paket sarana pengujian nematoda terbawa benih untuk setiap lab
peserta. Tiap paket sarana pengujian berisi alat pancing nematoda,
x 100
x 100
x 100
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 3
saringan, beaker glass 100 ml, cawan petri/sirakus, objek dan cover
glass (Gambar 1.).
Gambar V.I.1. Atas (ki-ka) : alat pancing nematoda, saringan dan beaker glass 100 ml. Bawah (ki-ka) : cawan petri, objek dan cover glass
Laboratorium yang dipilih merupakan laboratorium yang memiliki personel dan fasilitas pengujian yang memadai berdasarkan surat konfirmasi kesediaan sebagai peserta kegiatan verifikasi. Laboratorium peserta pada tahun 2017 ini adalah (1) BPSB TPH Provinsi Papua Barat, (2) UPT PSB TPH Provinsi Riau, (3) UPT BPSB TPH Provinsi Sumatera Utara, (4) PPMPHP Provinsi DKI Jakarta, (5) UPT BPSBTPH Provinsi Bali, (6) UPTD BPSBTPH Aceh, (7) UPTD BPSBP DIY, (8) BPSB Sumatera Selatan, (9) BPSB Sumatera Barat, (10) BPSB Bengkulu, (11) BPSB Kalimantan Timur, (12) BPSB Sulawesi Tenggara, (13) BPSB Sulawesi Tengah, (14) BPSB Kalimantan Tengah, (15) BPSB Papua dan (16) BPSB Sulawesi Barat. Contoh benih uji disiapkan oleh laboratorium nematoda Balai Besar PPMB-TPH berupa contoh uji positif dan contoh uji negative. Contoh uji positif yaitu benih padi yang terinfeksi nematoda A. besseyi (varietas Pak Tiwi), sedangkan contoh uji negative yaitu benih padi yang tidak terinfeksi nematoda A. besseyi atau benih padi sehat (varietas Situ Bagendit). Dilakukan perlakuan benih pada contoh uji negatif (yaitu benih padi varietas Situ Bagendit yang tidak terinfeksi nematoda A. besseyi) berupa perendaman benih selama 24 jam disuhu ruang, kemudian dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 60°C dengan menggunakan oven selama 1 jam. Contoh benih yang digunakan untuk kegiatan ini adalah sebanyak 8 lot dengan kode huruf A s.d H, yang terdiri dari 4 contoh benih positif nematode (kode A, D, E, H) dan 4 contoh benih negatif nematode (B, C, F, G). Setelah itu dilakukan pengemasan benih padi (contoh benih positif dan negatif) menggunakan alumunium foil yang akan digunakan untuk uji homogenitas, uji stabilitas dan verifikasi pengujian antar laboratorium peserta. Uji homogenitas dilakukan sebelum contoh uji dikirim ke peserta uji
banding, tujuannya untuk memastikan keseragaman contoh uji. Tiap lot
benih di uji masing - masing sebanyak 10 ulangan. Contoh uji dikatakan
homogen bila semua subsample yang di uji homogenitasnya positif
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 4
untuk contoh uji yang terinfeksi dan negative untuk contoh uji yang
sehat. Pada contoh benih positif terdapat nematoda Aphelenchoides
besseyi yang terdeteksi minimal 10 ekor, sedangkan pada contoh benih
negatif terdapat nematoda Aphelenchoides besseyi yang terdeteksi
maksimal 10 ekor. Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada tabel 2. Dari
hasil uji homogenitas di peroleh data bahwa sampel yang digunakan
sudah homogen. Delapan lot benih padi ini selanjutnya di kirim ke
laboratorium peserta.
Tabel V.I. 2. Data pengujian nematoda 8 lot benih padi pada uji homogenitas
Ulangan Jumlah nematoda Aphelenchoides besseyi
Contoh uji positif Contoh uji negatif
A D E H B C F G
1 + + + + - - - -
2 + + + + - - - -
3 + + + + - - - -
4 + + + + - - - -
5 + + + + - - - -
6 + + + + - - - -
7 + + + + - - - -
8 + + + + - - - -
9 + + + + - - - -
10 + + + + - - - -
Pendampingan pengujian dilakukan oleh analis Balai Besar PPMB-TPH
ke laboratorium peserta verifikasi. Kegiatan pendampingan ini
merupakan sosialisasi metode pengujian nematoda terbawa benih pada
laboratorium penguji benih di Indonesia karena banyak laboratorium
yang belum pernah melaksanakan pengujian nematoda terbawa benih
padi ini. Pada tahap pendampingan ini dilakukan penyampaian sarana
pengujian dan praktek pengujian nematoda terbawa benih padi (Gambar
2).
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 5
Gambar V. I. 2. Dokumentasi kegiatan pendampingan pengujian nematoda
pada benih padi
Pada tahap pelaksanaan verifikasi pengujian oleh laboratorium peserta
verifikasi, setiap laboratorium peserta menerima satu paket yang dikirim
melalui pos. Adapun paket tersebut berisi contoh benih dan petunjuk
pelaksanaan pengujian. Peserta melakukan pengujian sesuai dengan
petunjuk pelaksanaan pengujian yang diberikan dan tanggal yang di
tentukan. Dari 16 laboratorium peserta, hanya 12 laboratorium yang
mengirimkan hasil uji nya. Adapun hasil verifikasi pengujian nematoda
terbawa benih padi dari laboratorium peserta dapat dilihat pada tabel 3.
Sensitivity 100% menunjukkan bahwa laboratorium atau analis selalu
dapat mendeteksi nematoda target. Pada Tabel 3 terlihat bahwa dari 12
laboratorium, terdapat 4 laboratorium peserta yang tidak dapat
mendeteksi nematoda target pada contoh uji positif sehingga
sensitivitynya kurang dari 75%, berdasarkan informasi dari analis saat
pendampingan, diketahui bahwa alat yang digunakan (mikroskop stereo)
di laboratorium peserta kondisinya kurang bagus, sehingga
mempengaruhi hasil pengujian.
Kalteng
Sultra Bali Yogyakarta
DKI Jakarta Riau
Papua Barat
Sulteng Bengkulu
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 6
Specivicity 100% menunjukkan bahwa laboratorium/analis tidak
memberikan hasil positif pada contoh benih yang tidak terinfeksi
nematoda (tidak ada false positif). Pada Tabel 3 terlihat bahwa dari 12
laboratorium, terdapat 3 laboratorium yang specivicitynya kurang dari
75%. Hal ini dikarenakan adanya kesalahan dalam mendeteksi
nematoda.
Accuracy 100% menunjukkan bahwa pathogen target selalu terdeteksi.
Pada Tabel 4 terlihat bahwa dari 12 laboratorium peserta, terdapat 6
laboratorium yang accurasinya lebih dari 75%.
Tabel V.I.3. Data verifikasi pengujian nematoda terbawa benih padi dari laboratorium peserta
No Lab peserta
Jumlah nematoda Aphelenchoides besseyi (Ekor)
Sensi tivity (%)
Speci ficity (%)
Accu racy (%)
Contoh uji positif Contoh uji negatif
A D E H B C F G
1 UPT BPSBTPH Prov. Bali + + + + - + - - 100 75 87,5
2 UPTD BPSB TPH Prov.
Sumatera Selatan
+ + + + - - - - 100 100 100
3 UPTD BPSB TPH Aceh - + + + - - - - 75 100 87,5
4 UPTD BPSB TPH Prov.
Papua Barat
+ + + + - - - - 100 100 100
5 UPTD PSBTPH Prov.
Kalimantan Timur
+ + + + - + - - 100 75 87,5
6 Bengkulu + + + + - - - - 100 100 100
7 DIY + + + + + + + + 100 0 50
8 Sumatera Barat - - - - - - - - 0 100 50
9 Riau + - - + + - - + 50 50 50
10 Sulawesi Tenggara - - - - - - - - 0 100 50
11 DKI Jakarta + + + + + + + + 100 0 50
12 Sumatera Utara - - - - - - - - 0 100 50
Uji stabilitas dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan verifikasi oleh
peserta. Tiap lot benih di uji masing - masing sebanyak 3 ulangan.
Adapun hasil uji stabilitas dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel V. I. 4. Data pengujian nematoda 8 lot benih padi pada uji Stabilitas
Ulangan Jumlah nematoda Aphelenchoides besseyi
Contoh uji positif Contoh uji negatif
A D E H B C F G
1 + + + + - - - -
2 + + + + - - - -
3 + + + + - - - -
Contoh uji yang digunakan pada pengembangan metode ini stabil
karena data uji stabilitas dibandingkan dengan data uji homogenitas
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 7
memberikan hasil yang sama, semua contoh uji positif memberikan hasil
yang positif, dan contoh uji negatif juga memberikan hasil yang negatif.
Dari kegiatan pengembangan metode ini di peroleh rekomendasi :
1. Dari 11 laboratorium peserta kegiatan verifikasi, terdapat 6
laboratorium yang dapat melakukan pengujian nematoda terbawa
benih dengan nilai sensitivity, specivicity dan accuracy lebih dari
75%. yaitu laboratorium UPT BPSBTPH Provinsi Bali, BPSB
Sumatera Selatan, BPSB TPH Provinsi Papua Barat, BPSB
Kalimantan Timur, BPSB Bengkulu dan UPT PSB TPH Provinsi
Riau.
2. Sedangkan 5 laboratorium lainnya (PPMPHP Provinsi DKI Jakarta,
UPTD BPSBTPH Aceh, UPTD BPSBP DIY, BPSB Sumatera Barat
dan BPSB Sulawesi Tenggara) dapat melakukan pengujian
nematoda terbawa benih tetapi nilai sensitivity, specivicity dan
accuracy nya kurang dari 75%.
3. Sampai tahun 2017, dari 32 BPSB di Indonesia, terdapat 21 BPSB
yang mampu melakukan pengujian nematoda terbawa benih padi.
Kegiatan verifikasi ini akan dilanjutkan dengan melibatkan 11 BPSB
di tahun 2018.
b. Verifikasi dan Validasi Metode Penetapan Kadar Air Kadar air benih adalah jumlah air yang terkandung dalam benih. Tinggi
rendahnya kandungan air dalam benih memegang peranan yang sangat
penting dan berpengaruh terhadap vialibitas benih. Oleh karena itu
pengujian terhadap kadar air benih perlu dilakukan agar benih memiliki
kadar air terstandar berdasarkan kebutuhannya (Sutopo 2006) .
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor
56/Permentan/PK.110/11/2015 tentang Produksi, Sertifikasi dan
Peredaran Benih Bina pada pasal 26 disebutkan bahwa untuk
mengetahui kesesuaian mutu benih dalam bentuk biji dilakukan
pengujian di laboratorium. Pengujian kadar air atau lenih dikenal
penetapan kadar air benih di laboratorium diperlukan untuk mengetahui
apakah tingkat kadar air suatu lot benih sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan. Penetapan kadar air metode oven ditujukan untuk
mengetahui presentase kadar air yang terkandung dalam benih yang
diukur berdasarkan berat air yang hilang karena pemanasan oven suhu
konstan terhadap berat awal contoh benih.
Pada ISTA Rules sesuai Tabel 9A untuk komoditi benih padi dan jagung
telah ditetapkan penggunaan penetapan kadar air metode oven suhu
tinggi 130-1330C, untuk padi selama 2 jam dan jagung selama 4 jam.
Sedangkan benih kedelai masih menggunakan metode oven suhu
rendah tetap 103-1050C selama 17 jam. Terkait dengan hal tersebut
beberapa laboratorium pengujian mutu benih di daerah di seluruh
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 8
Indonesia memiliki permasalahan yaitu datangnya jenis sampel yang
berbeda (padi, jagung, dan kedelai) dalam jumlah banyak untuk
pengujian kadar air. Sedangkan setiap komoditas tidak dapat dilakukan
pengujian kadar air secara bersamaan karena perbedaan metode oven
yang digunakan sesuai Tabel 9A ISTA Rules (ISTA Handbook 2014)
sedangkan hasil uji dalam rangka pengisian label sertifikat mutu benih
diharapkan dapat segera disampaikan ke konsumen. Oleh karena itu
kegiatan pengembangan metode berjudul Verifikasi Metode Pengujian
Kadar Air Suhu Rendah selama 17 jam pada Benih Padi, Jagung,
Kedelai diharapkan mampu memberikan informasi adanya kemungkinan
pengujian kadar air yang dapat dilakukan secara bersamaan pada
komoditi benih yang berbeda-beda dengan metode oven acuan dasar
yaitu metode oven suhu rendah tetap 1030C selama 17 jam.
Tujuan dari kegiatan verifikasi metode ini adalah untuk mengetahui
bahwa pengujian kadar air benih (padi, jagung, dan kedelai) dapat
dilakukan secara bersamaan menggunakan metode suhu rendah konstan
17 jam selama 1030C. Hipotesis yang diajukan adalah metode suhu
rendah konstan dapat digunakan untuk pengujian kadar air benih padi,
jagung dan kedelai secara bersamaan.
Kegiatan verifikasi dilaksanakan pada bulan Januari s.d Desember 2017
bertempat di Laboratorium Pengujian Benih Balai Besar PPMB-TPH.
Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah benih padi, jagung,
kedelai masing-masing dua varietas. Peralatan yang digunakan adalah
oven dan neraca yang terkalibrasi grinder serta cawan. Verifikasi metode
ini dilaksanakan dengan tahapan prosedur sebagai berikut: persiapan
contoh benih, pembagian tingkat kadar air benih, pengemasan contoh
benih dan pengujian kadar air benih. Hasil uji kemudian dianalisa
berdasarkan nilai toleransi 0,3% (ISTA Handbook on Moisture
Determination, 2007).
Kegiatan verifikasi metode yang dilakukan di Balai Besar PPMB-TPH
menunjukkan bahwa metode penetapan kadar air suhu rendah 17 jam
untuk benih padi dan jagung belum bisa menggantikan metode
penetapaan kadar air suhu tinggi yang direkomendasikan ISTA Rules.
Adapun hasil pengolahan data dari berbagai pengujian yang dilakukan
dapat dilihat dari beberapa tabel berikut ini.
Tabel V. I. 5. Pengujian metode penetapakan kadar air suhu rendah 17
jam dengan suhu tinggi 2 jam pada benih padi yang
dilakukan oleh 3 analis dengan 3 tingkat kadar.
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 9
No Analis Sampel Benih Padi
Suhu rendah (17
Jam) a
Suhu Tinggi (2 jam) b
Rata-Rata c
Selisih a-c
Toleransi ISTA
1 1 M1A1 13,2 14,0 14,0 0,9 0,3
2 M1 A2 13,2 14,0 0,8 0,3
3 M1A3 13,1 14,1 0,9 0,3
4 2 M4A1 10,3 11,2 11,2 0,9 0,3
5 M4A2 10,1 11,2 1,1 0,3
6 M4A3 10,2 11,1 1,0 0,3
7 3 M6A1 10,8 11,8 11,7 0,9 0,3
8 M6A2 10,8 11,7 0,9 0,3
9 M6A3 10,8 11,7 0,9 0,3
Tabel V. I. 6. Pengujian kadar air benih padi yang dilakukan oleh 1
analis pada beberapa tingkat kadar air.
No Ulangan Kode
tingkat KA
Suhu Tinggi
(2 Jam) a
Rata-Rata
b
KA Suhu Rendah
(17 Jam) c
Selisih c-a
Toleransi ISTA
1 1 M2 14,4 14,4 13,7 0,7 0,3
2 2 M2 14,4 13,6 0,8 0,3
3 3 M2 14,3 13,8 0,6 0,3
4 1 M3 12,8 12,9 12,1 0,8 0,3
5 2 M3 12,8 12,0 0,9 0,3
6 3 M3 13,0 12,1 0,8 0,3
7 1 M5 13,1 13,1 12,2 0,9 0,3
8 2 M5 13,1 12,3 0,8 0,3
9 3 M5 13,0 12,2 0,8 0,3
Tabel V. I. 7. Pengujian kadar air benih padi yang dilakukan 1 analis
pada 1 varietas dengan metode oven suhu rendah 18 jam.
No Ulangan
Kode
tingkat
KA
Suhu
Rendah
(18 Jam)
a
Rata-
Rata
Suhu
Tinggi
(2 jam)
b
Rata-
Rata c
Selisih
a-c
Toleransi
ISTAKet
1 1 M1 13.1 13.5 13.5 0.4 0,3
2 2 M1 13.1 13.5 0.5 0,3
3 3 M1 13.2 13.5 0.3 0,3 ok
4 1 M2 14.2 14.5 14.5 0.4 0,3
5 2 M2 14.0 14.5 0.5 0,3
6 3 M2 14.3 14.5 0.2 0,3 ok
7 1 M5 12.5 12.9 12.9 0.4 0,3
8 2 M5 12.5 12.9 0.4 0,3
9 3 M5 12.5 12.9 0.4 0,3
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 10
Dari tabel 5 dan 6 terlihat dari nilai toleransi semua pengujian yang dilakukan berada diluar toleransi yang ditetapkan ISTA yaitu 0,3. Tabel 7 dan 8 diperoleh data keberterimaan hanya 22,2%, hal ini ditandai dari nilai yang berada di dalam toleransi hanya ada 2 data dari 9 data lainnya. Tabel V. I. 8. Pengujian yang dilakukan oleh 2 analis pada 1 varietas
dengan beberapa tingkat kadar air.
Ulangan
Kode
tingkat
KA
Nilai KA
Suhu
Tinggi
Rata2
Nilai KA
Suhu
Tinggi
Nilai KA
Suhu
Rendah
Selisih
Nilai KA
Suhu
Rendah
Rata2
Nilai KA
Suhu
Tinggi
SelisihToleransi
ISTAKet
1 M1 13.6 13.5 13.0 0.5 13.1 13.5 0.4 0,3
2 M1 13.4 13.1 0.4 13.1 13.5 0.5 0,3
3 M1 13.6 13.0 0.6 13.2 13.5 0.3 0,3 ok
1 M2 14.6 14.5 14.1 0.4 14.2 14.5 0.4 0,3
2 M2 14.6 14.1 0.4 14.0 14.5 0.5 0,3
3 M2 14.4 14.0 0.6 14.3 14.5 0.2 0,3 ok
1 M5 12.9 12.9 12.3 0.6 12.5 12.9 0.4 0,3
2 M5 12.9 12.3 0.6 12.5 12.9 0.4 0,3
3 M5 12.9 12.4 0.5 12.5 12.9 0.4 0,3
Analis 1 Analis 2
Tabel V. I. 9. Pengujian kadar air benih padi yang dilakukan oleh 3 analis pada beberapa tingkat kadar air
No Analis Kode Suhutinggi
(17 Jam) a
Rata-
Rata b
SuhuRendah
(2 jam) c
Selisihc-
b
Toleransi
ISTA Ket
1 1 M1 13.9 13.6 13.1 0.5 0.3
2 2 M1 13.8 13.7 0.1 0.3 Ok
3 3 M1 13.1 13.9 0.3 0.3 Ok
4 1 M2 14.4 14.2 13.8 0.4 0.3
5 2 M2 14.3 14.0 0.2 0.3 Ok
6 3 M2 13.8 14.5 0.4 0.3
7 1 M3 12.9 12.7 12.2 0.5 0.3
8 2 M3 12.9 12.4 0.3 0.3 Ok
9 3 M3 12.2 13.0 0.3 0.3 Ok
10 1 M4 10.9 10.6 10.1 0.5 0.3
11 2 M4 10.7 10.2 0.4 0.3
12 3 M4 10.2 10.9 0.3 0.3 Ok
13 1 M5 13.1 12.8 12.4 0.4 0.3
14 2 M5 12.9 12.6 0.2 0.3 Ok
15 3 M5 12.4 13.1 0.3 0.3 Ok
16 1 M6 11.6 11.5 10.9 0.6 0.3
17 2 M6 12.1 11.1 0.5 0.3
18 3 M6 10.8 11.5 0.0 0.3 Ok
Dari tabel 10 terlihat bahwa pengujian kadar air metode oven suhu rendah pada benih padi yang berada di dalam toleransi hanya berjumlah 44,4%. Hal ini belum memenuhi persyaratan yang tertuang dalam ISTA Rules setidaknya nilai keberterimaannya mencapai 75%.
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 11
Tabel V. I. 10. Pengujian kadar air benih padi pada suhu tinggi 2 jam dan suhu rendah 18 jam oleh 8 analis pada 2 varietas dengan 2 tingkat kadar air.
Tabel V. I. 11. Pengujian kadar air benih jagung suhu tinggi 4 jam dan
suhu rendah 17 jam oleh 1 analis pada 1 varietas.
No Nama analis No sampel
Kadar Air
2 Jam
a
No sampel
Kadar Air
18 Jam
c
Selisih
c-aToleransi
ISTA
1 Analis 1 2324/PV1K1U1 13.7 2334/ PV1K1U2 13.1 0.4 0,3
2 Analis 1 2344/PV2K3U1 11.4 2354/PV2K3U2 10.9 0.5 0,3
5 Analis 2 2323/PV1K1U1 13.6 2333/ PV1K1U2 13.2 0.4 0,3
6 Analis 2 2343/PV2K3U1 11.6 2353/PV2K3U2 10.9 0.5 0,3
7 Analis 3 2325/PV1K1U1 13.5 2335/ PV1K1U2 13.1 0.4 0,3
8 Analis 3 2345/PV2K3U1 11.4 2355/PV2K3U2 10.9 0.5 0,3
9 Analis 4 2326/PV1K1U1 13.5 2336/ PV1K1U2 13.1 0.4 0,3
10 Analis 4 2346/PV2K3U1 11.3 2356/PV2K3U2 10.9 0.6 0,3
11 Analis 5 2327/PV1K1U1 13.4 2337/ PV1K1U2 12.9 0.6 0,3
12 Analis 5 2347/PV2K3U1 11.6 2357/PV2K3U2 10.7 0.7 0,3
13 Analis 6 2328/PV1K1U1 13.6 2338/ PV1K1U2 12.9 0.7 0,3
14 Analis 6 2348/PV2K3U1 11.4 2358/PV2K3U2 10.8 0.6 0,3
17 Analis 7 2330/PV1K1U1 13.4 2340/ PV1K1U2 13.1 0.4 0,3
18 Analis 7 2350/PV2K3U1 11.4 2360/PV2K3U2 11.0 0.4 0,3
19 Analis 8 2331/PV1K1U1 13.6 2341/ PV1K1U2 13.0 0.6 0,3
20 Analis 8 2351/PV2K3U1 11.3 2361/PV2K3U2 10.8 0.6 0,3
Rata-Rata PV1K1 b 13.5 PV2K3 11.4
No
Kode
tingkat
KA
KA
Suhu
Tinggi
4 Jam
a
KA Suhu
Rendah
17 Jam
b
Selisih
b-c
Toleransi
ISTA
1 JV1C1 14.2 13.7 0.6 0,3
2 JV1C1 14.2 13.7 0.6 0,3
3 JV1C1 14.2 13.7 0.6 0,3
4 JV1C2 14.2 13.7 0.6 0,3
5 JV1C2 14.2 13.7 0.6 0,3
6 JV1C2 14.3 13.7 0.6 0,3
7 JV1C3 14.2 13.7 0.5 0,3
8 JV1C3 14.2 13.7 0.6 0,3
9 JV1C3 14.3 13.7 0.6 0,3
10 JV1C4 14.3 13.7 0.5 0,3
11 JV1C4 14.2 13.8 0.5 0,3
12 JV1C4 14.3 13.8 0.5 0,3
13 JV1C5 14.3 13.7 0.6 0,3
14 JV1C5 14.3 13.8 0.5 0,3
15 JV1C5 14.3 13.7 0.6 0,3
16 JV1C6 14.3 13.7 0.6 0,3
17 JV1C6 14.3 13.7 0.6 0,3
18 JV1C6 14.3 13.7 0.6 0,3Rata-Rata
c14.3
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 12
Tabel V. I. 12. Pengujian kadar benih jagung suhu tinggi 4 jam + 12 menit dan suhu rendah 17 jam pada 2 varietas oleh 8 analis
Dari data tabel 10, 11 dan 12 belum memberikan hasil yang signifkan di dalam toleransi semuanya berada di luar toleransi. Untuk tabel 10 adalah upaya melakukan pengujian dengan memperpanjang pengujian kadar air benih metode oven suhu rendah selama 18 jam pada benih padi dan tabel 8 adalah pengujian dengan memperpanjang waktu pengujian metode oven suhu tinggi selama 12 menit pada benih jagung. Namun upaya tersebut juga tidak memberikan hasil yang signifikan. Semuanya masih berada diluar toleransi. Tabel 7 juga menunjukkan hasil diluar toleransi pada pengujian metode oven suhu rendah 17 jam dengan suhu tinggi 4 jam (sesuai ketentuan ISTA). Pada Tabel 13 dimana dengan memperpendek pengujian metode oven suhu rendah menjadi 16 jam terbukti masih belum bisa berada didalam toleransi yang ditentukan yaitu 0,3 sebagai persyaratan metode tersebut dapat dijadikan alternatif selain persyaratan keberterimaan minimal 75%. Benih kedelai tidak dilakukan observasi berlanjut karena dalam ketentuan ISTA penetapan kadar air benih kedelai masih menggunakan metode oven suhu rendah 17 jam. Berdasarkan hasil beberapa pengujian menunjukkan bahwa metode oven suhu rendah belum dapat digunakan sebagai alternatif penganti dari pengujian metode oven suhu tinggi (sesuai ketentuan ISTA) pada benih padi dan jagung. Sehingga hasil verifikasi ini memberikan data bahwa dalam penetapan kadar air benih padi dan jagung hanya dapat dilakukan pada metode oven suhu tinggi untuk padi 2 jam dan jagung 4 jam sesuai ketentuan ISTA.
No Nama Analis No sampel
Kadar
Air
17 Jam
a
No sampel
Kadar Air
4 jam +12
menit
c
Selisih
a-b
1 Analis 1 1929/ JV1C1 12.6 1928/ JV1C1 13.7 1.0
2 Analis 1 1931/ JV2C1 12.6 1930/ JV2C1 13.5 1.0
3 Analis 2 1909/ JV1C1 12.8 1908/ JV1C1 13.7 0.8
4 Analis 2 1911/ JV2C1 12.7 1910/JV2C1 13.6 0.9
5 Analis 3 1913/ JV1C1 12.6 1912/ JV1C1 13.7 1.0
6 Analis 3 1915/ JV2C1 12.6 1914/ JV2C1 13.5 1.0
7 Analis 4 1902/JV1C1 12.6 1901/JV1C1 13.8 1.0
8 Analis 4 1904/JV2C1 12.7 1903/JV2C1 13.5 0.9
9 Analis 5 1920/ JV1C1 12.7 1921/JV1C1 13.7 0.9
10 Analis 5 1923/ JV2C1 12.6 1922/ JV2C1 13.5 1.0
11 Analis 6 1925/JV1C1 12.8 1924/JV1C1 13.7 0.8
12 Analis 6 1927/JV2C1 12.7 1926/JV2C1 13.6 0.9
13 Analis 7 1917/ JV1C1 12.7 1916/ JV1C1 13.6 0.9
14 Analis 7 1919/ JV2C1 12.6 1918/ JV2C1 13.5 1.0
15 Analis 8 1944/JV1C1 12.9 1945/ JV1C1 13.7 0.7
16 Analis 8 1946/JV2C1 12.8 1947/ JV2C1 13.5 0.8
Rata-rata b 13.6
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 13
Tabel V. I. 13. Pengujian kadar air benih jagung metode oven suhu tinggi 4 jam dam suhu rendah 16 jam pada 2 varietas oleh 12 analis.
Berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan di Balai Besar PPMB-TPH memberikan hasil : 1. Menolak hipotesis awal bahwa penetapan kadar air dengan metode
oven suhu rendah dapat diaplikasikan sebagai metode alternatif selain
penetapan kadar air benih dengan metode oven suhu tinggi seperti
tercantum dalam ISTA Rules.
2. Hasil verifikasi ini memantapkan bahwa penetapan kadar air benih
padi hanya bisa diujikan pada suhu tinggi 2 jam dan benih jagung 4
jam.
3. Berdasarkan hal tersebut benih kedelai yang telah disiapkan tidak
kami lakukan pengujian karena dalam ISTA Rules tabel 9A
penetapakan kadar airnya yang disarankan ISTA pada metode oven
suhu rendah 17 jam.
Adapun hasil yang dapat direkomendasikan pada kegiatan verifikasi ini adalah :
No Nama analis No sampel
Kadar Air
4 Jam
a
No sampel
Kadar Air
16 Jam
b
Selisih Ket
1 Analis 1 2007/JV1C2 13.3 2008/ JV1C2 12.7 0.6
2 Analis 1 2009/ JV2C2 15.2 2010 / JV2C2 14.8 0.4
3 Analis 2 1963/JV1C2 13.3 1964/ JV1C2 12.8 0.5
4 Analis 2 1965/ JV2C2 15.3 1966 / JV2C2 14.6 0.8
5 Analis 3 1967/JV1C2 13.3 1968/ JV1C2 12.4 1.0
6 Analis 3 1969/ JV2C2 15.3 1970 / JV2C2 14.4 0.9
7 Analis 4 1971/JV1C2 13.3 1972/ JV1C2 12.7 0.6
8 Analis 4 1973/ JV2C2 15.3 1974 / JV2C2 14.5 0.8
9 Analis 5 1975/JV1C2 13.4 1976/ JV1C2 12.6 0.7
10 Analis 5 1977/ JV2C2 15.2 1978 / JV2C2 14.7 0.5
11 Analis 6 1979/JV1C2 13.3 1980/ JV1C2 12.6 0.7
12 Analis 6 1981/ JV2C2 15.3 1982 / JV2C2 14.6 0.6
13 Analis7 1983/JV1C2 13.4 1984/ JV1C2 12.7 0.7
14 Analis 7 1985/ JV2C2 15.3 1986 / JV2C2 14.7 0.6
15 Analis 8 1987/JV1C2 13.3 1988/ JV1C2 12.7 0.6
16 Analis 8 1989/ JV2C2 15.3 1990 / JV2C2 14.7 0.6
17 Analis 9 1995/JV1C2 13.3 1996/ JV1C2 12.8 0.6
18 Analis 9 1997/ JV2C2 15.2 1998/ JV2C2 14.8 0.4
19 Analis 10 1999/JV1C2 13.3 2000/ JV1C2 12.9 0.4
20 Analis 10 2001/ JV2C2 15.2 2002 / JV2C2 14.7 0.5
21 Analis 11 2003/JV1C2 13.3 2004/ JV1C2 12.9 0.5
22 Analis 11 2005/ JV2C2 15.2 2006/ JV2C2 14.9 0.3 ok
23 Analis 12 2011/JV1C2 13.1 2012/ JV1C2 12.7 0.4
24 Analis 12 2013/ JV2C2 15.1 2014 / JV2C2 14.8 0.4
Rata-rata c 14.3
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 14
1. Perlu adanya komunikasi ke pihak ISTA untuk mencari solusi tidak
diterimanya hipotesis awal bahwa penetapan suhu rendah 17 jam
dapat dijadikan salah satu alternatif dalam penetapan kadar air benih
padi dan jagung.
2. Hasil validasi benih kedelai yang telah berhasil perlu dilakukan
pengujian repeatabilitas untuk dapat diajukan ke komite ISTA yaitu
dari penetapan kadar air benih kedelai dengan metode oven suhu
rendah 17 jam menjadi suhu tinggi 1 jam.
c. Pengkajian Penggunaan Alat Combine Harvester
Padi sebagai tanaman yang dibudidayakan dengan pola tanam serentak, pada saat dipanen membutuhkan tenaga kerja yang sangat banyak agar panen dapat dilakukan tepat waktu. Kebutuhan tenaga kerja yang besar pada saat panen ini menjadi masalah pada daerah-daerah tertentu yang pekerja pertaniannya sedikit. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja adalah dengan cara meningkatkan kapasitas dan efisiensi kerja dengan menggunakan mesin panen dalam hal ini Combine harvester. Keuntungan menggunakan mesin panen antara lain lebih efisien dan biaya panen per hektar dapat lebih rendah dibanding cara tradisional. Combine harvester merupakan alat atau mesin pertanian modern yang banyak dimanfaatkan pada kegiatan usaha tani yang maju. Dengan menggunakan Combine harvester kegiatan panen menjadi lebih mudah dan efisien, tenaga kerja lebih sedikit, waktu kerja lebih singkat, hasil pemotongan padi lebih bersih, kehilangan hasil waktu panen dapat ditekan dan tidak perlu menggunakan banyak tenaga kerja. Sesuai dengan namanya mesin ini merupakan kombinasi dari tiga operasi yang berbeda, yaitu : menuai, merontokkan, dan menampi, dijadikan satu rangkaian operasi. Berdasarkan kondisi tersebut maka Combine harvester berpotensi untuk dipergunakan sebagai alat panen pada penangkaran benih padi, hingga saat ini pada beberapa provinsi sudah menggunakan alat tersebut untuk panen. Namun yang menjadi masalah di lapang adalah pada rumitnya membersihkan komponen yang ada pada mesin tersebut agar bersih dari biji gulma atau varietas pada panen sebelumnya sehingga Combine harvester itu layak digunakan untuk panen benih. Jika mesin digunakan untuk satu varietas tidak masalah, tetapi kalau harus memanen banyak varietas membutuhkan waktu yang lama untuk membersihkannya. Combine harvester yang beredar di Indonesia harus memenuhi Standar SNI. Namun standar SNI pada Combine harvester belum mempertimbangkan kelayakan untuk pengunaan pada panen benih. Combine harvester yang digunakan belum bisa menjamin hasil panen penangkaran benih tidak tercampur dengan campuran varietas lain (CVL), benih tanaman lain/gulma, benih yang rusak/patah dan kotoran lainnya sehingga tidak direkomendasikan untuk digunakan panen pada areal penangkaran. Sisa benih yang tertinggal di dalam alat combine
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 15
harvester bisa mencapai 2 kg. Berdasarkan standar acuan, kategori bersih adalah bebas dari jerami dan gabah hampa. Salah satu tugas pokok dan fungsi dari Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan hortikultura adalah kegiatan verifikasi metode, pengembangan metode dan validasi metode. Oleh karena itu pada tahun anggaran 2017 dilaksanakan pengembangan metode Pengkajian Penggunaan Combine Harvester Terhadap Kualitas Mutu Benih Padi untuk mengetahui seberapa efektif combine harvester dapat dimanfaatkan pada proses panen benih padi di areal penangkaran. Tujuan kegiatan pengembangan metode ini adalah untuk mengetahui mutu benih padi yang merupakan hasil panen menggunakan Combine harvester. Kegiatan pengembangan metode ini dilaksanakan pada bulan Januari s.d Desember 2017 di laboratorium Fisika dan Biologi Balai Besar PPMB-TPH Depok. Pengambilan sampel dilapang pada saat panen dilaksanakan pada Bulan Maret di lahan sertifikasi produsen milik CV. Putra Utama Perkasa (PUP) di Pati Provinsi Jawa Tengah dan pada bulan September di lahan sertifikasi produsen milik PT Sang Hyang Seri di Sukamandi Provinsi Jawa Barat. Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah benih padi varietas Ciherang dan Mekongga, media perkecambahan. Alat yang digunakan adalah alat Combine harvester, Thresher, alat prosesing benih, neraca terkalibrasi, oven, Grinding mill serta alat pengujian kemurnian standar lainnya.
Pengembangan metode dilaksanakan dengan prosedur pelaksaaan sebagai berikut : 1. Pengumpulan data dan informasi mengenai alat Combine harvester
yang digunakan dan tanaman padi yang akan di panen.
Sebelum proses panen dibutuhkan informasi mengenai alat panen yang akan digunakan, yaitu merk/tipe, lebar potong mesin, daya motor mesin dan kecepatan jalan pemanenan. Mesin pemanen padi (paddy combine harvester) yang digunakan adalah tipe riding merk Maxxi Ndr-85 Turbo merupakan mesin pertanian yang berfungsi untuk memanen padi melalui tahapan mengait, mengarahkan, memotong, membawa hasil potongan, merontok dan membersihkan gabah yang dilakukan secara terpadu dalam satu kali proses. Hasill uji unjuk kerja tipe riding merk Maxxi Ndr-85 Turbo adalah lebar pemotongan 1960 mm, daya motor mesin 62 kW, kecepatan jalan pemanenan 3,91 km/jam dan tingkat kebersihan gabah 96,1%.
2. Prosedur cara pembersihan Combine harvester dan Thresher yang
akan digunakan pada panen padi.
Combine harvester yang beredar di lapang terdiri dari beberapa tipe. Pada masing-masing alat disertai cara pengoperasian dan perawatan peralatan, Pada kegiatan ini akan dikaji bagaimana cara pembersihan alat Combine harvester secara umum sehingga dapat diaplikasikan pada semua tipe alat.
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 16
Jika alat akan digunakan untuk panen benih dengan varietas yang berbeda maka dilakukan pembersihan pada alat. Bagian-bagian alat yang dibersihkan adalah pada bagian depan (pada bagian pemotong), Drum perontok (Thresher) dan bagian belakang mesin. Pemeriksaan alat panen Combine harvester dilakukan dengan memakai blower dan sapu lidi (Gambar 2.).
Gambar V. I. 2. Pembersihan alat Combine Harvester
Pembersihan alat Thresher dilakukan dengan memeriksa bagian-bagian alat Thresher yaitu pemeriksaan gerigi besi yang ada di dalam thresher dengan cara di blower, pemeriksaan kipas yang ada di mesin dan penyapuan di bawah gerigi besi (Gambar 3.)
Gambar V. I. 3. Pembersihan alat thresher
3. Pengambilan sampel di lapang
Pengambilan sampel benih varietas Ciherang dan Mekongga pada saat panen menggunakan combine harvester (Gambar 4.) dan panen manual dengan menggunakan arit dan thresher (Gambar 5.) dilakukan di areal sawah Sukamandi, Jawa Barat yang dikelola oleh PT Sang Hyang Seri. Pengambilan sampel di area sertifikasi CV. Putra Utama Perkasa di Pati hanya diperoleh pengambilan sampel dengan menggunakan combine harvester saja. Hasil panen menggunakan arit dan thresher digunakan sebagai data pendukung. Sampel benih yang diambil adalah sampel benih dari karung ke-1 sampai dengan karung ke-10 masing-masing sebanyak 1 kg. Kemudian dilakukan pengujian mutu benih sesuai ISTA Rules terhadap parameter analisis kemurnian serta pengujian terhadap
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 17
parameter kadar air dan daya berkecambah yang digunakan sebagai data pendukung (Gambar 6.).
Gambar V. I. 4. Panen menggunakan Combine harvester
Gambar V. I. 5. Panen menggunakan arit dan Thresher (manual)
Gambar V. I. 6. Skema prosedur
4. Homogenitas benih dan pengemasan
Sampel panen yang diambil dari karung ke-1 sampai dengan karung ke-10 dihomogenkan dengan menggunakan conical divider. Selanjutnya dilakukan pengambilan contoh kerja dan pengemasan untuk pengujian mutu benih penetapan kadar air dan analisis
Tanaman Padi
Varietas Ciherang
Diambil sampel benih karung ke- 1 sampai dengan karung ke-10 dan semua karung yang
telah melalui prosesing benih (Kontrol)
Analisis kemurnian, kadar air, daya berkecambah
Varietas Mekongga
Analisis Data uji LSD (Least Significance Different)
Combine Harvester
Arit dan Thresher
Combine Harvester
Arit Thresher
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 18
kemurnian. Pengujian daya berkecambah diambil dari komponen benih murni hasil analisis kemurnian. Tahap selanjutnya adalah pengujian mutu benih dilaboratorium.
5. Analisis Data
Hasil analisis kemurnian yang diperoleh dari sampel yang diambil di lapang dianalisis datanya menggunakan uji LSD (Least Signifiance Different).
Mesin pemanen padi (Paddy Combine Harvester) yang digunakan di Pati dan Sukamandi adalah tipe riding merk Maxxi Ndr-85 Turbo. Berdasarkan ketentuan sertifikasi bahwa alat yang akan digunakan untuk panen harus bersih dari segala macam kotoran maupun varietas lainnya. Pada pemanenan benih padi tersebut menggunakan Big Combine Harvester (alat panen tipe besar) sehingga cara pembersihan dapat lebih mudah dan tidak memakan banyak waktu. Jika alat akan digunakan untuk panen benih dengan varietas yang berbeda maka dilakukan pembersihan pada alat. Proses pembersihan dilakukan kurang lebih selama setengah jam oleh dua orang teknisi. Berdasarkan mutu hasil panen benih padi menggunakan Combine harvester di Pati pada varietas Mekongga tingkat kemurnian benih dan jumlah BTL tidak berbeda dengan benih padi yang sudah diprosesing (kontrol) pada karung ke-7. Sedangkan pada varietas Ciherang hingga karung ke-10 tingkat kemurnian benih dan jumlah benih tanaman lain (BTL) berbeda nyata dengan benih padi yang sudah diprosesing (kontrol). (Tabel 14) Berdasarkan mutu hasil panen benih padi menggunakan Combine harvester di Sukamandi pada varietas Mekongga tingkat kemurnian benih dan jumlah BTL tidak berbeda nyata dengan benih padi yang sudah diprosesing (kontrol) pada karung ke-9. Sedangkan pada varietas Ciherang tingkat kemurnian benih dan jumlah benih tanaman lain (BTL) tidak berbeda nyata dengan benih padi yang sudah diprosesing (kontrol) pada karung ke-10. (Tabel 15) Tabel V. I. 14. Mutu hasil panen benih dengan menggunakan Combine harvester di
Pati, Jawa Tengah
KA DB BTL
(%) BM BTL KB (%) Jumlah
Mekongga 1 27.6 98.4 Trace 1.6 87 3
2 27.6 97.9 Trace 2.1 84 8
3 25.0 98.5 Trace 1.5 90 6
4 24.1 99.3 Trace 0.7 85 7
5 25.0 99.2 Trace 0.8 84 11
6 25.7 99.2 Trace 0.8 85 10
7* 24.9 99.5 Trace 0.5 87 3
8 25.6 99.1 Trace 0.9 86 2
9 25.6 99.0 Trace 1.0 84 6
10 25.5 99.0 Trace 1.0 83 3
Kontrol 12.5 99.7 0.0 0.3 94 0
Ciherang 1 21.3 96.4 Trace 3.6 83 12
2 20.7 96.6 Trace 3.4 82 4
3 21.6 97.6 Trace 2.4 78 3
4 21.6 97.9 Trace 2.2 79 2
5 21.8 97.0 Trace 3.0 79 6
6 22.6 97.7 Trace 2.3 82 4
7 21.2 97.1 Trace 2.9 77 1
8 21.6 96.0 Trace 4.0 77 11
9 20.9 97.5 Trace 2.5 77 4
10 22.5 95.6 Trace 4.4 87 11
Kontrol 10.9 99.7 0.0 0.3 95 0
KM (%)Karung Ke-Varietas
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 19
Ket :* Tidak berbeda nyata dengan kontrol;KA=kadar air; KM=kemurnian; BM=benih murni; BTL=benih tanaman lain; KB=kotoran benih; DB=daya berkecambah
Tabel V. I. 15. Mutu hasil panen benih dengan menggunakan Combine harvester di
Sukamandi, Jawa Barat
Ket :* Tidak berbeda nyata dengan kontrol;KA=kadar air; KM=kemurnian; BM=benih murni; BTL=benih tanaman lain; KB=kotoran benih; DB=daya berkecambah
Tabel V. I. 16. Mutu hasil panen benih dengan menggunakan arit dan thresher di
Sukamandi, Jawa Barat
KA DB BTL
(%) BM BTL KB (%) Jumlah
Mekongga 1 19.8 98.5 0.5 1.0 91 229
2 19.0 97.8 0.5 1.7 93 222
3 17.4 98.3 0.5 1.2 92 246
4 19.0 98.6 0.3 1.2 90 98
5 20.1 98.4 Trace 1.6 90 18
6 18.6 98.6 Trace 1.4 91 17
7 21.1 98.7 0.1 1.2 93 32
8 18.2 98.3 0.1 1.6 91 48
9* 18.9 98.9 0.1 1.0 92 32
10 19.5 98.8 0.1 1.1 98 42
Kontrol 11.3 99.8 0.0 0.2 98 0
Ciherang 1 19.2 98.6 Trace 1.4 91 6
2 18.4 98.1 Trace 1.9 91 2
3 18.6 98.8 Trace 1.2 87 4
4 17.3 97.7 Trace 2.3 90 5
5 17.1 98.6 Trace 1.4 89 5
6 18.0 99.0 Trace 1.0 89 3
7 18.5 98.9 Trace 1.1 86 3
8 19.7 98.8 Trace 1.2 89 3
9 19.6 99.2 Trace 0.8 88 1
10* 21.2 99.1 Trace 0.9 98 1
Kontrol 13.3 99.5 0.0 0.5 94 0
Varietas Karung Ke-KM (%)
KA DB BTL
(%) BM BTL KB (%) Jumlah
Mekongga 1 25.0 98.9 Trace 1.1 95 7
2 24.4 98.8 Trace 1.2 94 18
3 21.2 99.0 Trace 1.0 90 5
4 21.4 99.1 0.0 0.9 88 0
5 23.4 98.8 Trace 1.2 87 2
6 25.5 99.0 Trace 1.0 90 3
7 19.4 99.4 Trace 0.6 93 8
8 19.8 99.4 Trace 0.6 95 8
9 20.3 99.3 Trace 0.7 95 11
10* 24.1 99.5 Trace 0.5 95 9
Kontrol 11.5 100.0 0.0 Trace 98 0
Ciherang 1 22.9 98.4 0.1 1.5 91 45
2 19.6 99.4 Trace 0.6 94 22
3 18.2 98.6 Trace 1.4 93 20
4 21.3 99.5 Trace 0.5 95 20
5 19.4 99.4 Trace 0.6 95 14
6 19.3 99.3 Trace 0.7 90 12
7* 20.2 99.6 Trace 0.4 94 20
8 18.6 99.3 Trace 0.7 86 18
9 18.4 99.3 Trace 0.7 93 13
10 18.4 98.9 Trace 1.1 93 12
Kontrol 11.3 99.9 0.0 0.1 94 0
Varietas Karung Ke-KM (%)
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 20
Ket :* Tidak berbeda nyata dengan kontrol;KA=kadar air; KM=kemurnian; BM=benih murni; BTL=benih tanaman lain; KB=kotoran benih; DB=daya berkecambah
Berdasarkan mutu hasil panen benih padi menggunakan Thresher di Sukamandi pada varietas Mekongga tingkat kemurnian benih dan benih tanaman lain (BTL) tidak berbeda nyata pada karung ke-10 dengan benih padi yang sudah diprosesing (kontrol). Sedangkan varietas Ciherang tingkat kemurnian benih dan jumlah benih tanaman lain (BTL) pada karung ke-7 tidak berbeda nyata dengan benih padi yang sudah diprosesing (kontrol). Tingginya mutu benih padi setelah prosesing benih (kontrol) dikarenakan benih padi yang sudah dipanen pada hari itu juga langsung menuju tahap prosesing benih. Untuk menghasilkan benih padi yang bermutu perlu didukung dengan penggunaan peralatan prosesing benih yang memadai dan terpelihara. Pada Gambar 7. Dapat dilihat tahapan prosesing dimulai dari tahap pertama yaitu : (a) gabah benih padi dari lapang masuk ke Paddy cleaner; (b) kemudian dengan menggunakan elevator menuju blower turun ke elevator lagi untuk selanjutnya masuk ke Vertical dryer (b) Alat prosesing setelah calon benih kering, keluar dari drier masuk ke elevator menuju ke ayakan turun ke blower selanjutnya masuk ke Gravity separator (c), dari Gravity separator masuk ke timbangan lalu ke mesin Packing (d).
Gambar V. I. 7. Tahapan prosesing benih
Mutu benih hasil panen dengan menggunakan arit dan Thresher memiliki tingkat kemurnian yang tidak jauh berbeda dibandingkan dengan menggunakan Combine harvester. Jumlah benih tanaman lain pada varietas mekongga sangat tinggi dengan menggunakan Combine harvester di wilayah Produsen PT Sang Hyang Seri yang kemungkinan disebabkan adanya kontaminasi tanaman gulma pada saat panen. Benih yang diperoleh dari hasil panen pada karung ke-1 hingga karung ke-10 menghasilkan mutu benih yang rendah dikarenakan adanya kandungan benih tanaman lain dan kotoran benih namun dengan prosesing benih melalui peralatan yang memadai dan terpelihara maka
Paddy cleaner
Vertikal dryer
Gravity
separator
Packing
machine
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 21
hasil akhir benih yang dihasilkan akan menjadi tinggi dapat memenuhi standar mutu benih (kemurnian 98-99% dan Biji Gulma 0,0%) dalam kegiatan sertifikasi benih sehingga berdasarkan hal tersebut combine harvester dapat digunakan untuk panen benih padi.
Berdasarkan hasil pengkajian hasil akhir mutu benih padi yang dipanen menggunakan combine harvester dapat memenuhi standar mutu benih dalam kegiatan sertifikasi benih padi sehingga berdasarkan hal tersebut combine harvester dapat digunakan untuk panen benih padi. Dari kegiatan validasi metode ini diperoleh rekomendasi bahwa : 1. Penggunaan Combine harvester untuk dipergunakan sebagai alat
panen benih padi sangat membantu baik dari segi efektifitas dan
efesiensi, namun perlu diperhatikan terkait dengan kebersihan
Combine harvester baik sebelum ataupun setelah digunakan.
2. Perlu pengkajian lanjut terhadap parameter campuran varietas lain
(CVL), penggunaan combine harvester dengan tipe yang berbeda dan
varietas lainnya.
d. Kajian Keberadaan Bakteri Burkholderia glumae
Bakteri Burkholderia glumae mulai banyak dibicarakan kembali setelah
Kementerian Pertanian (Kementan) pada bulan Desember 2016
mengklarifikasi adanya pernyataan di media massa bahwa Padi Hibrida
yang dimasukkan oleh Pemerintah melalui Kementan mengandung
bakteri Burkholderia glumae. Bakteri ini sudah menyebar hampir seluruh
persawahan di Pulau Jawa serta membuat padi tidak berisi dan
membusuk.
Pernyataan klarifikasi yang disampaikan oleh Kementan adalah :
1. Padi hibrida ditanam di banyak tempat, Kalimantan, Sumatera, Jawa,
NTB dan Sulawesi.
2. Total pertanaman hibrida hanya 0 (nol) komaan % total pertanaman
padi Indonesia
3. Dalam Buku Juknis organisme pengganggu tanaman yang
dikeluarkan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan bahwa Bakteri
Burkholderia glumae bukan merupakan Mayor Desease padi di
Indonesia, sehingga belum pernah ada puso akibat bakteri tersebut
4. Bakteri Burkholderia glumae sudah lama ada di Indonesia sejak tahun
1987 dan merupakan bakteri tipe A2 yang dapat dikendalikan. Sudah
30 tahun dan tidak berpengaruh terhadap produktivitas sehingga
bukan baru ditemukan. Selama rentang waktu tersebut, keberadaan
Bakteri Burkholderia glumae belum pernah ada kejadian yang
mengakibatkan gagal panen.
Burkholderia glumae adalah patogen terbawa benih padi, menginfeksi
stadia persemaian dan pembungaan yang menyebabkan biji menjadi
abortus (busuk gabah), kehilangan hasil mencapai 70 %. Penyakit
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 22
tanaman padi yang disebabkan oleh bakteri Burkholderia glumae adalah
Bakteri Busuk Gabah/ Bacterial Grain Rot/ BGR. Bakteri Burkholderia
glumae merupakan bakteri terbawa benih (Balai Besar POPT 2016).
Upaya penanganan yang sudah direkomendasikan oleh Balai Besar
POPT adalah : 1. Perlakukan benih (Seleksi benih dengan larutan
garam, Perlakuan air hangat, Perlakuan Agen Pengendali Hayati
Paenibacillus polymyxa : 5-10 ml per liter air), 2.Perlakuan di
pertanaman, 3. Pola bercocok tanam Interplanting 4. Sanitasi
Lingkungan 5. Manipulasi lingkungan dan Pemupukan
Selain upaya penanganan yang telah direkomendasikan, diperlukan juga
pengendalian dini penyebaran Bakteri Burkholderia glumae pada sistem
sertifikasi benih yang merupakan ranah dari Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan khususnya Balai Besar PPMB-TPH. Pengendalian
pada sistem sertifikasi benih dapat dilakukan dengan menentukan batas
maksimal jumlah Bakteri Burkholderia glumae pada benih yang dapat
menurunkan produksi. Penentuan batas maksimal tidak langsung bisa
dilaksanakan, namun sebagai langkah awal perlu dilaksakan terlebih
dahulu kajian seberapa banyak bakteri Burkholderia glumae yang
berada dalam lingkup proses sertifikasi benih padi.
Kajian awal ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui tingkat infeksi Bakteri Burkholderia glumae dalam
tahapan proses sertifikasi benih padi (kajian tahun pertama).
2. Mengetahui batas maksimal tingkat infeksi Bakteri Burkholderia
glumae yang dapat menurunkan produksi (kajian tahun ke 2 dan 3).
Kajian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan Desember
2017. Pengujian bakteri dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar
PPMB-TPH, sedangkan pengambilan benih (sebelum semai dan hasil
panen) di wilayah kerja UPTD BPSB-TPH Provinsi Jawa Barat.
Bahan dan Alat yangdiperlukan adalah Benih padi inbrida/hibrida
sebelum sebar dan hasil panen, tanaman padi dan peralatan pengujian
bakteri di laboratorium Bakteri dan elektroforesis Balai Besar PPMB-
TPH. Untuk tahun pertama dilaksanakan identifikasi keberadaan dan
tingkat infeksi bakteri Burkholderia glumae dengan metode konvensional
(media selektif) dan uji PCR / Uji DNA (Gambar 8). Primer yang
digunakan adalah Primer B.glumae Forward (JLBgF)
: TGGGTAGTCTCTGTAGGGAA dan Primer B.glumae Reverse (JLBgR)
: TCATCCTCTGACTGGCTCAA
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 23
Gambar V. I. 8. Pelaksanaan pengujian DNA
Burkholderia glumae adalah patogen terbawa benih dan penyakit busuk
gabah yang disebabkan oleh Burkholderia glumae dapat menurunkan
produksi hingga 75% (Trung et al, 1993). Banyak negara, terutama
negara tropis dan subtropis beranggapan bahwa Burkholderia glumae
menyebabkan penyakti pada tanaman padi yang berisiko tinggi (Ham et
al, 2011). Luo dkk (2007) Berdasarkan analisis resiko penyakit tanaman,
di China. Pada tahun 2007 Burkholderia glumae tercantum dalam daftar
penyakit karantina tumbuhan. Di Indonesia juga masuk dalam Peraturan
Menteri Pertanian tentang Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan
Karantina sejak tahun 2011.
Beberapa contoh benih padi yang diperoleh untuk diuji Bakteri
Burkholderia glumae dari data UPTD BPSB TPH Provinsi Jawa Barat
TA. 2017 (Tabel 17).
Tabel V. I. 17. Produsen dan varietas yang digunakan sebagai bahan uji
No Produsen/
Lokasi Tanam Varietas dan Lokasi Tanam
1 PT Pertani UPB Kerawang
Ciherang Kab. Kerawang
2 PT.Pertani UPM Majasuka Majalengka
Inpari 31 dan Inpari 32 Kab. Cirebon dan Kab. Majalengka
3 UPTD BBPTP Kab Garut
Ciherang Kab Garut
4 Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB
IPB3S Cianjur dan Karawang
Sebelum dilaksanakan pengujian bakteri Burkholderia glumae, untuk
meningkatkan kompetensi analis pelaksana pengujian, di Balai Besar
PPMB-TPH pada tanggal 27 s.d 29 September 2017 dilaksanakan
inhouse training deteksi pathogen terbawa benih padi, salah satu
targetnya adalah Burkholderia glumae (Gambar 9).
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 24
Gambar V. I. 9. Deteksi dan diagnosa Burkholderia glumae saat inhouse training
Hasil plating bakteri dari benih padi yang digunakan sebagai sampel
pada media S-PG agar hanya ditemukan bakteri Burkholderia glumae
dalam jumlah yang sangat sedikit (Tabel 18 dan Gambar 10).
Tabel V. I. 18. Jumlah koloni bakteri Burkholderia glumae pada media S-PG
No Sampel Pengenceran
100
10-1
10-2
1 Inpari 31/ PT Pertani Majalengka ±100 ˂30 0
2 Ciherang /PT Pertani Karawang ±100 ˂30 0
3 IPB3S/Pertanaman Cianjur ±100 ˂30 0
4 Ciherang/ BBPTP Garut ±100 ˂30 0
5 Inpari 32 /PT Pertani Majalengka ±100 ˂30 0
6 IPB 35S/ Tanam Karawang ±100 ˂30 0
7 Ciherang/ PT Pertani Karawang setelah
sertifikasi ±100 ˂30 0
8 IPB3S /Penanaman Karawang setelah sertifikasi ±100 ˂30 0
9 Sampel benih dari IPB (Inhouse Training BG) ±100 ˂30 0
10 Sampel benih dari IPB (Inhouse Training BG) ±100 ˂30 0
Gambar V. I. 10. Bakteri Burkholderia glumae pada media S-PG agar
Namun setelah dilaksanakan aplifikasi DNA dengan uji PCR, semua
sampel teridentifikasi ada Bakteri Burkholderia glumae (Gambar 11).
100
10-1
10-2
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 25
Gambar V. I. 11. Hasil amplifikasi DNA
Keterangan :
A : Inpari 31/ PT Pertani Majalengka B : Ciherang/ PT Pertani Karawang C : IPB3S/ Pertanaman Cianjur D : Ciherang/ BBPTP Garut E : Inpari 32/ PT Pertani Majalengka F : IPB 35S/ Tanam Karawang G : Ciherang/ PT Pertani Karawang setelah sertifikasi H : IPB3S/ Penanaman Karawang setelah sertifikasi I : (Sampel benih dari IPB (Inhouse Training BG) J : (Sampel benih dari IPB (Inhouse Training BG) ukuran DNA target 164 basepair
Dari pengujian yang dilakukan diketahui bahwa Bakteri Burkholderia
glumae pada benih padi yang masuk dalam ranah sertifikasi benih di
bawah Pengawasan UPTD BPSB-TPH Provinsi Jawa Barat ada
(Gambar 12), namun tidak muncul pada media selektif, sehingga hanya
bisa diketahui dengan uji PCR.
Gambar V. I. 12. Areal Sertifikasi benih padi di Jawa Barat yang diambil sampel untuk diuji
bakteri Bakteri Burkholderia glumae
Kesimpulan yang didapat :
1. Tingkat infeksi bakteri Burkholderia glumae pada sampel yang diuji,
tidak teridentifikasi dengan media selektif, namun ada pada hasil
penggandaan DNA dengan Uji PCR.
2. Keberadaan bakteri Burkholderia glumae ada pada benih padi dalam
proses sertifikasi benih, namun pada saat ini jumlahnya masih sangat
sedikit.
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 26
Dari kajian ini dapat direkomendasikan bahwa :
Tingkat infeksi bakteri Burkholderia glumae pada benih padi masih
sangat rendah sehingga belum diperlukan kajian selanjutnya yaitu
untuk mengetahui batas maksimal tingkat infeksi bakteri Burkholderia
glumae yang dapat menurunkan produksi (kajian tahun ke 2 dan 3).
e. Penentuan Batas Maksimum Nematoda Parasit Aphelenchoides
besseyi Pada Benih Padi Untuk Standar Mutu Kesehatan Potensi penyakit terbawa benih padi dapat dideteksi awal dengan pengujian kesehatan benih. Patogen-patogen yang terbawa benih padi adalah Xanthomonas oryzae (bakteri), Pyricularia oryzae (cendawan) dan Aphelenchoides besseyi (nematoda). Pengujian kesehatan benih bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya mikroorganisme penyebab penyakit (patogen) pada benih seperti cendawan, bakteri, virus dan nematoda (Anonim, 2011). Aphelenchoides besseyi adalah nematoda parasit tajuk penyebab penyakit “ pucuk putih atau white tip “ yang banyak ditemukan di areal pertanaman padi di seluruh dunia. Gejala penyakit yang disebabkan infeksi A. besseyi adalah ujung daun sampai beberapa sentimeter menjadi putih, nekrosis, daun bendera menyimpang dan terpilin, perkembangan malai terhambat (Gambar 13), dan terdapat stripe/garis coklat pada batas bagian yang sakit dan yang sehat (Song et al., 2004). Infeksi Aphelenchoides besseyi menyebabkan kehilangan hasil dan kualitas gabah menjadi menurun (Hoshino dan Togashi, 2000).
Gambar V. I. 13. Gejala white tip pada batang utama dan daun bendera (Tulek and Cobanoglu, 2012)
Kehilangan hasil padi akibat nematoda A. besseyi dipengaruhi oleh varietas, musim, suhu, teknik budidaya dan faktor-faktor lain. Gergon and Mew, (1989) dalam Jamali et al., (2012) menyebutkan populasi maksimum nematoda yang menyebabkan kecacatan per butir padi adalah 121 spesimen. Kehilangan hasil padi minimal 5% oleh 30 A. besseyi hidup / 100 butir padi. Pada kondisi lingkungan yang mendukung, penyebaran infeksi dapat disebabkan hanya oleh 1 bulir
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 27
benih yang mengandung nematoda ini (Fukano, 1962 ; Gergon and Mirsa, 1992 dalam Jamali et al., (2012).
Hasil percobaan di Balai Besar PPMB-TPH tahun 2015, menunjukkan bahwa pada populasi awal A. besseyi ± 414 spesimen per 400 butir padi varietas PakTiwi tidak menimbulkan penurunan hasil pada padi, karena hasil padi level 0 % (kontrol) tidak berbeda dengan level 7 (100% = infeksi A. besseyi dalam sampel).
Hasil Percobaan tahun 2016, di rumah kasa dalam boks pertumbuhan menunjukkan pada populasi awal A. besseyi ± 692 spesimen per 400 butir padi varietas PakTiwi menunjukkan gejala penyakit white-tip 39% dari 100 populasi tanaman, menurunkan hasil padi 28.1% jika seluruh populasi tanaman terinfeksi nematoda tersebut.
Gambar V. I. 14. Gejala pucuk putih pada ujung daun tanaman padi umur 12-14 hst
Tujuan kegiatan ini adalah 1) untuk mengetahui hubungan populasi awal Aphelenchoides besseyi pada benih terhadap hasil padi (lahan sawah), dan 2) untuk menentukan jumlah populasi maksimum A. besseyi pada benih padi dalam batas aman/tidak menurunkan hasil padi. Kegiatan dilakukan pada Februari sampai dengan Desember 2017.
Bahan yang digunakan ; benih padi varietas Paktiwi, Ciherang, Inpari 30 dan Mekongga dengan populasi awal A. besseyi ± 300-900 spesimen per 1000 butir benih padi, media tanam padi / lahan, alat yang digunakan adalah mikroskop (stereo dan coumpound), inkubator, alat pengujian nematoda, dan alat berkebun. Metode Pengujian, terdiri dari : 1. Uji Pendahuluan, untuk mendeteksi dan menyeleksi sampel padi
yang terinfeksi A. besseyi. Uji eliminasi A. besseyi dengan treatment
atau perlakuan air panas pada ± 400 gr sampel padi. Diharapkan
dapat sampel yang bersih dari A. besseyi (sehat) sebagai kontrol
(level 0%). Pembentukan level mencampurkan benih treatment
(sehat) dan benih non-treatment (level 100%) dengan komposisi
tertentu.Misal ; level 50% sebanyak 40 gram, maka 20 gram benih
treatment + 20 gram benih non-treatment.
2. Uji Daya Tumbuh (DT), dilakukan terhadap keempat sampel sesuai
level infeksi dalam suatu blok pertumbuhan. Blok tersebut diulang 3
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 28
kali dengan komposisi level yang diacak dalam blok tersebut
(Gambar 15).
Gambar V. I. 15. Tata letak blok percobaan
3. Analisa hasil dan nematoda terbawa benih, benih hasil panen tiap
varietas dan tiap level dilakukan pengujian nematoda terbawa benih
untuk mengidentifikasi A. besseyi dan multiplikasinya. Bagan
percobaan seperti terlihat pada Gambar 16.
Gambar V. I. 16. Bagan Prosedur Pengujian
Untuk menganalisis data percobaan, digunakan rancangan percobaan kelompok acak lengkap dengan 1 faktor yaitu level infeksi, diulang 3 kali.
Bentuk umum model linear :
Y ij = µ + i + i Dimana; i = 1, 2, 3..., t
A B
D
A
C
Intepretasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi
Analisa hasil dan nematoda terbawa benih-multiflikasi
Uji Daya Tumbuh
Penentuan level sampel terinfestasi + sehat)
Uji Pendahuluan (Identifikasi sampel)
Sampel (+) A. besseyi (Sampel A dan B)
Sampel non-treatment (benih terinfestasi)
Sampel treatment (benih sehat)
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 29
Y ij = Pengamatan pada perlakuan ke- i µ = Rataan umum
i = Pengaruh perlakuan ke- i
i = Pengaruh acak pada perlakuan ke- i
Metode yang digunakan untuk mengeliminasi A. besseyi pada padi adalah perendaman air panas suhu 55°-60° 5-10 menit setelah benih direndam air dingin selama 16-20 jam. Perlakuan air panas menjadi metode yang cukup efektif untuk mengeliminasi nematoda A. besseyi, meskipun tidak bisa sepenuhnya. Nematoda ini diketahui memiliki resistensi yang tinggi terhadap perlakuan panas dan kimia dalam kondisi yang anhydrobiotic (Prasad and Varaprasad, 1992).
Sivakumar (1988) dalam Islam et al., (2015) melakukan observasi terhadap efektifitas perendaman benih padi dalam air yang mengandung 1% potasium klorida (KCl 1%) atau 1% sodium klorida (NaCl 1%) selama 2 jam memberikan dampak disinfestasi 95-97% terhadap A. besseyi. Hal ini kemudian diaplikasikan dalam percobaan ini untuk mengeliminasi A. besseyi, dengan cara merendam benih dalam air dingin selama 20 jam, lalu direndam larutan NaCl 1% selama 2 jam dan direndam air panas suhu 55°-60° selama 10 menit. Untuk mengetahui perlakuan tersebut di atas berpengaruh atau tidak terhadap viabilitas benih, maka dilakukan uji Daya Berkecambah (DB). Hasilnya adalah perlakuan tersebut tidak mempengaruhi DB benih. Hasil uji DB benih yang diberi perlakuan larutan NaCl 1% dan perendaman air panas terlihat seperti pada Gambar 17 di bawah ini :
Gambar V. I. 17. Hasil uji daya berkecambah setelah perlakuan air panas dan garam
Hasil uji nematoda terlihat pada Tabel V. I. 19. Tabel V. I. 19. Hasil pengujian nematoda terbawa benih padi
Varietas Populasi awal Populasi setelah Treeatment
A. Varietas Paktiwi 900 216
B. Varietas Ciherang 328 108
C. Varietas Inpari 30 362 91
D. Varietas Mekongga 332 107
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 30
Selanjutnya dilakukan uji Daya Tumbuh (DT) untuk mengetahui tingkat kejadian penyakit pada tanaman. Terlihat gejala pucuk putih pada ujung daun tanaman padi mulai pada umur 7 hst dan nampak lebih jelas setelah berumur 10-14 hst. Gambar 18. di bawah ini adalah gejala pucuk putih yang terlihat pada ujung tanaman padi berumur 12-14 hst yang dilakukan dalam boks perkecambahan di rumah kasa :
Gambar V. I. 18. Gejala pucuk putih pada ujung daun tanaman padi umur 12-14 hst
Hasil pengamatan persentase tingkat kejadian penyakit di rumah kasa pada tiap level terlihat pada Tabel V. I. 20 berikut :
Tabel V. I. 20. Persentase Kejadian Penyakit Setiap Level Infeksi
LEVEL
PERSENTASE KEJADIAN PENYAKIT
KETERANGAN (% Daya
Kecambah)
Var A 0 % 10 % 87 %
25 % 23 % 88 %
50 % 21 % 88 %
75 % 33 % 92 %
100 % 36 % 90 %
Var B 0 % 2 % 85 %
25 % 5 % 89 %
50 % 7 % 88 %
75 % 5 % 93 %
100 % 8 % 91 %
Var C 0 % 4 % 89 %
25 % 4 % 88 %
50 % 6 % 90 %
75 % 5 % 90 %
100 % 7 % 93 %
Var D 0 % 6 % 88 %
25 % 9 % 90 %
50 % 12 % 91 %
75 % 12 % 92 %
100 % 10 % 90 %
Tabel V. I. 21. berikut adalah tingkat kejadian penyakit yang terlihat pada tanaman di lapang pada masing-masing level dan masing-masing varietas :
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 31
LEVEL PERSENTASE KEJADIAN PENYAKIT
Var A 0 % 7 %
25 % 7 %
50 % 8 %
75 % 8 %
100 % 9 %
Var B 0 % 3 %
25 % 3 %
50 % 4%
75 % 4 %
100 % 4 %
Var C 0 % 4 %
25 % 5 %
50 % 7 %
75 % 8 %
100 % 9 %
Var D 0 % 3 %
25 % 4 %
50 % 5 %
75 % 7 %
100 % 7 %
Di masa generatif, gejala hanya terlihat pada bagian ujung daunnya
yang kuning lalu klorosis. Gejala tersebut serupa dengan gejala penyakit
white-tip yang digambarkan oleh Tulek dan Cobanoglu, 2012 (Gambar
V. I. 13.). Gejala awal penyakit white-tip paling jelas pada awal
pertumbuhan adalah timbulnya klorosis pada ujung atau pucuk daun
yang baru muncul dari pelepah daun. Pucuk-pucuk tersebut kemudian
kering dan menggulung, sedang bagian daun yang lain tampak normal
(Luc, et al, 1995 ). Gejala tidak nampak pada bagian reproduksi
tanaman yaitu bagian malai padi ataupun daun benderanya. Menurut
Bridge et al., (1995), A. besseyi sangat aktif menyerang pertanaman
padi pada kelembaban relatif di atas 70 %. Kelembaban relatif yang
tinggi selama fase reproduksi tanaman padi sangat diperlukan untuk
melakukan migrasi ke dalam malai padi dan menyebabkan timbulnya
gejala penyakit. Menurut Tulek et al., (2015), nematoda parasit A.
besseyi secara biologis aktif saat terjadi kondisi lapisan lembab
mengandung air yang disuplai dari jaringan tanaman atau cairan tubuh
dari inangnya.
Data pendukung yang dapat diintrepetasikan adalah tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun 75 s.d 94 hst yang terlihat pada Tabel V. I. 22 berikut :
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 32
Tabel V. I. 22. Data hasil ukur tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun
LEVEL Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan/rumpun
Var A 0 % 75 90 99 106 32 30 27 24
25 % 73 87 98 103 31 28 25 22
50 % 74 88 92 108 31 26 22 22
75 % 71 89 97 103 30 31 27 24
100 % 70 86 95 100 28 24 23 22
Var B 0 % 67 78 87 97 26 22 19 19
25 % 69 79 88 98 26 22 20 19
50 % 69 79 89 100 25 23 19 18
75 % 69 81 91 101 25 19 16 15
100 % 67 78 90 101 22 20 17 16
Var C 0 % 67 79 86 98 33 25 26 19
25 % 71 84 92 105 36 27 25 22
50 % 69 79 89 101 30 28 25 22
75 % 71 81 90 95 33 28 23 21
100 % 72 82 92 104 28 26 20 23
Var D 0 % 75 80 88 98 32 27 27 26
25 % 75 83 92 103 32 27 23 23
50 % 66 78 85 98 24 20 19 25
75 % 70 85 93 104 22 22 20 19
100 % 68 86 93 104 20 17 15 15
Pada Tabel V. I. 22 di atas jumlah anakan produktif (kolom terakhir = 94 hst) antar level pada semua varietas tidak berbeda. Sehingga jumlah A. besseyi dalam benih pada setiap level tidak mempengaruhi komponen hasil tersebut. Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh jumlah populasi awal A. besseyi dalam benih tidak cukup berpengaruh terhadap penurunan kemampuan tanaman dalam menghasilkan komponen hasil jumlah anakan produktif, meskipun gejala penyakit pada ujung daun tanaman padi terlihat. Menurut Togashi dan Hoshino (2001) dalam Osei et.,al, (2011), apabila jumlah rata-rata A. besseyi per biji meningkat, maka ekspresi penyakit white tip/ujung putih akan meningkat pula. Tulek et al., (2014), menyatakan kehilangan hasil yang disebabkan oleh nematoda ujung putih pada kepadatan populasi nematoda yang berbeda saat memanen dipengaruhi oleh kondisi iklim yaitu kelembaban, temperatur dan curah hujan, serta dipengaruhi oleh kepadatan populasi saat benih ditanam dan persentase jumlah tanaman terinfestasi yaitu persentase tanaman yang nampak terinfeksi dengan gejala pada daun benderanya. Hal yang dapat disimpulkan : 1) Infeksi nematoda parasit Aphelenchoides besseyi belum berdampak pada komponen hasil padi yaitu jumlah anakan produktif yang tidak berbeda pada tiap level dan 2) Jumlah populasi awal Aphelenchoides yang digunakan dalam percobaan ini dalam batas aman karena komponen hasil jumlah anakan produktif semua varietas pada level 0% dan 100% tidak berbeda.
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 33
Rekomendasi : Percobaan lain dapat dilakukan pada populasi awal yang
lebih tinggi dan atau dapat dilakukan pada varietas yang berbeda.
f. Validasi Uji Tetrazolium Benih Padi
Pengujian Tetrazolium (TZ) merupakan salah satu metode uji yang telah tercantum dalam KEPMENTAN nomor 635/HK.150/C/07/2015 untuk memverifikasi benih segar pada akhir pengujian daya berkecambah benih padi, apabila jumlah benih segar lebih dari 5%. Selain itu, pengujian TZ juga digunakan untuk menentukan viabilitas benih secara cepat (± 2 hari). Program kemetrian pertanian dalam upaya khusus peningkatan produksi padi jagung dan kedelai, dan berdasarkan Permentan Nomor 03/Permentan/OT.140/2015 bantuan benih untuk program UPSUS adalah benih bersertifikat. Padi merupakan salah satu benih dalam program UPSUS memerlukan waktu 14 hari untuk pengujian daya berkecambah benih dalam proses sertifikasi. Sehingga, untuk mendukung program tersebut, maka pengujian TZ berpotensi mempercepat/mepersingkat waktu pengujian viabilitas benih dalam proses sertifikasi. Sebagian besar laboratorium benih BPSB telah mengenal uji TZ, tetapi belum digunakan secara rutin. Pada tahun 2015 telah dilaksankan verifikasi untuk memperoleh reprodusibilitas uji TZ di 10 laboratorium benih Indonesia. Hasil verifikasi menunjukkan nilai korelasi yang masih rendah serta keragaman hasil uji baik antar analis di Balai Besar PPMB-TPH maupun antar laboratorium BPSB. Meskipun nilai korelasi yang diperoleh pada kegiatan tersebut masih rendah, namun hasil penelitian Nugraha et al (2012) menunjukkan tingkat korelasi sangat nyata (r=0.993) antara pengujian TZ dan DB, dan tingkat korelasi ini telah memenuhi persyaratan r minimum untuk uji TZ, sehingga uji TZ ini dapat dianggap sebagai metode yang potensial untuk menggantikan uji DB. Beberapa faktor kritikal yang perlu diketahui analis sebagai bekal penerapan uji TZ antara lain pemahaman terhadap teori uji DB; kesesuaian antara metode uji DB, penyiapan contoh uji TZ, evaluasi topografi pewarnaan pada benih; serta penggunaan mikroskop pada saat evaluasi hasil uji. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memvalidasi penggunaan uji tertazolium dalam pengujian viabilitas benih padi dalam rangka percepatan proses sertifikasi untuk mendukung program UPSUS PAJALE. Kegiatan ini dilaksanakan dari Januari sampai dengan November 2017 di Laboratorium Balai Besar PPMB-TPH dan sebelas laboratorium penguji benih BPSBTPH tingkat propinsi yaitu BPSBTPH Provinsi Sulawesi Selatan, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Riau, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Bali, Nangroe Aceh Darussalam, NTB, Sumatera Barat, serta DI. Yogyakarta. Bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah benih padi dengan 4 lot benih yang berbeda. Contoh kerja yang akan digunakan adalah 70 gram per sampel untuk masing-masing lot. Selain itu akan disiapkan
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 34
bahan pembuat larutan buffer, garam tetrazolium chlorida serta gambar pola pewarnaan tetrazolium. Terdapat beberapa tahap pengujian pada kegiatan ini yaitu tahap pertama meliputi uji pendahuluan dan uji homogenitas sampel untuk mengetahui secara pasti level mutu lot benih yang akan digunakan. Uji pendahuluan ini meliputi kadar air, kemurnian, daya berkecambah. Uji homogenitas dilaksanakan setelah benih dikemas. Pengujian ini untuk memastikan bahwa seluruh kemasan sampel tidak signifikan heterogen. Tahap kedua adalah pembuatan pola pewarnaan uji tetrazolium pada padi, yang diperlukan sebagai pedoman laboratorium dalam penentuan benih viabel dan non viabel. Tahap terakhr adalah pengolahan data haasil uji antar laboratorium. Hasil pengolahan data ini akan digunakan untuk memperoleh nilai korelasi antara pengujian daya berkecambah dan pengujian TZ serta uji regresi antara uji TZ dan uji DB Pada kegiatan ini Benih yang diuji terdiri dari empat sampel dengan varietas yang berbeda yaitu Inpari 32, Mekongga, Inpari 42 dan Inpari 43. Hasil uji mutu awal keempat sampel menunjukkan bahwa benih masih memiliki viabilitas yang baik (Tabel V. I. 23). Tabel V. I. 23. Hasil uji mutu awal sampel benih untuk pengujian tetrazolium
Sampel KA KM (%) DB (%) TZ (%)
Mekongga 12.3 99.9 84 87
Inpari 43 13.7 99.5 78 76
Inpari 32 13.4 99.9 81 82
Inpari 42 12.7 99.7 87 83
Tahap pengujian selanjutnya yaitu uji homogenitas sampel yang telah dikemas sesuai dengan jumlah laboratorium yang akan menguji sampel tersebut. Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa keempat lot sampel yang tersedia homogen (Tabel V. I. 24) Tabel V. I. 24. Uji homogenitas sampel benih pengujian TZ
Sampel
H R
Nilai Rata-rata DB Kesimpulan
Hitung Tabel Hitung Tabel
Mekongga 0 1.69 11 20 87 Homogen
Inpari 32 0 1.69 18 24 77 Homogen
Inpari 42 0 1.69 9 21 85 Homogen
Inpari 43 0 1.69 10 22 85 Homogen
Pada proses pengujian TZ oleh laboratorium BPSB, juga diberikan gambar-gambar sebagai acuan dalam proses evaluasi hasil pengujian TZ, antara lain gambar pola pewarnaan benih viable, benih non viable, serta contoh gambar salah pemotongan dalam proses penyiapan benih (Gambar V. I. 19, Gambar V. I. 20 dan Gambar V. I. 21).
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 35
Gambar V. I. 19. Pola pewarnaan benih viable
Gambar V. I. 20. Pola pewarnaan benih non viable
Gambar V. I. 21. Hasil pewarnaan pada benih karena salah pemotongan
Data hasil pengujian terlebih dahulu dilakukan uji Grubbs untuk mengetahui data-data outlier atau data yang yang terlalu jauh dari kumpulan data yang dihasilkan (Tabel V. I. 25). Uji grubbs dilakukan baik untuk data daya berkecambah maupun untuk data tetrazolium. Pengolahan data dilakukan untuk masing-masil sampel uji serta gabungan dari keempat sampel uji. Tabel V. I. 25. Hasil uji Grubbs sampel pengujian tetrazolium
Sampel Hasil Uji Grubbs
Inpari 43 2 data laboratorium terlalu jauh
Mekongga 1 data laboratorium outlier
Inpari 32 2 data laboratorium outlier
Inpari 42 1 data laboratorium outlier 1 data laboratorium terlalu jauh
Gabungan 4 sampel 1 data laboratorium outlier
Hasil pengolahan data untuk memperoleh nilai korelasi antara uji daya berkecambah dan uji tetrazolium menunjukkan dari empat sampel, hanya terdapat satu sampel yaitu sampel varietas Inpari 43 memiliki nilai
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 36
korelasi tertinggi yaitu 0,84, sedangkan nilai korelasi tiga sampel lainnya dan gabungan dari 4 sampel masih rendah yaitu dibawah 0.5 (Tabel V. I. 26). Tabel V. I. 26 . Nilai korelasi antara daya berkecambah dan uji tetrazolium pada empat sampel uji
Sampel Nilai Korelasi Selisih <5% Selisih >5%
Inpari 43 0.84 6 lab 5 lab
Mekongga 0.085 6 lab 5 lab
Inpari 32 0.42 8 lab 3 lab
Inpari 42 0.41 6 lab 5 lab
Gabungan 4 sampel 0.47 26 data 18 data
Rendahnya nilai korelasi sebagian besar sampel uji diduga karena kesulitan dalam proses pemotongan benih, sehingga hasil evaluasi pola pewarnaa sulit dilakukan. Hal tersebut berdampak pada nilai hasil uji tetrazolium yang cukup jauh dari nilai hasil uji daya berkecambah. Sedangkan jika dilihat dari kisaran selisih antara hasil uji daya berkecambah dan uji tetrazolium, diketahui 60% data uji memiliki selisih kurang dari 5%. Hal ini menunjukkan bahwa uji tetrazolium ini masih berpotensi untuk dikembangkan sebagai alternatif pengujian viabilitas benih untuk mempercepat waktu sertifikasi benih. Kesimpulan yang dapat ditarik dari kegiatan ini adalah nilai korelasi pada varietas Inpari 43 yaitu sebesar 0.83, serta 60% data hasil uji memiliki kisaran selisih antara pengujian daya berkecambah dan uji tetrazolium kurang dari 5% menunjukkan bahwa pengujian tetrazolium pada benih padi berpotensi untuk digunakan sebagai alternative metode untuk percepatan pengujian mutu benih padi Adapun rekomendasi dari kegiatan ini adalah dalam rangka percepatan pengujian mutu benih untuk proses sertifikasi, pengujian mutu benih padi dengan metode uji tetrazolium masih diperlukan peningkatan kemampuan analis dalam prosedur penyiapan benih, khususnya dalam teknik pembelahan benih, serta kemampuan dalam evaluasi hasil pola pewarnaan uji tetrazolium yang dapat dilakukan melalui pelatihan analis benih.
g. Validasi Metode Kemurnian Genetik
Kebenaran varietas atau kemurnian secara genetik menjadi aspek mutu
benih dalam penggunaan varietas benih yang tepat. Pengujian
kemurnian hibrida tercakup pula dalam salah satu parameter verifikasi
varietas berdasarkan ISTA rules (2014) melalui biomolekuler (protein,
DNA). Pada Permentan Nomor 48 /Permentan/ SR.120/8/2012 pasal 41
mensyaratkan adanya uji hibriditas untuk benih hasil persilangan.
Pengertian uji hibriditas tersebut adalah pengujian lapangan dan/ atau
laboratorium untuk mengetahui kebenaran suatu varietas hibrida secara
genetik sesuai dengan varietas asli (otentik). Bila peraturan tersebut
dikembangkan sebagai metode pengujian di laboratorium untuk
komoditas tanaman pangan diharapkan dapat mempersingkat proses
penyediaan benih bermutu bagi petani dalam upaya pencapaian
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 37
swasembada pangan. Oleh karena itu, salah satu validasi metode yang
diajukan pada TA 2017 adalah validasi pengujian kemurnian genetik
secara biomolekuler (DNA) benih padi hibrida menggunakan penanda
mikrosatelit sebagai kontribusi aspek teknis bagi instansi pengawasan
dan sertifikasi benih tanaman di daerah dengan melibatkan laboratorium
di daerah sebagai laboratorium peserta. Tujuan dari validasi metode ini
adalah untuk memperoleh prosedur pengujian kemurnian genetik secara
biomolekuler (DNA) padi hibrida menggunakan penanda mikrosatelit
(SSR) yang valid.
Hasil yang didapat dari lima primer yang digunakan rata-rata menunjukkan primer tersebut dapat digunakan untuk melacak hibrida tersebut dengan tetuanya, namun belum dapat digunakan sebagai penciri spesifik varietas hibrida tertentu. Hasil Validasi pada laboratorium peserta dapat dilihat pada seperti pada Gambar V. I. 22, dan Gambar V. I. 23.
Gambar V. I. 22. PCR hasil validasi pada tiga laboratorium peserta dengan primer RM
206
Hasil PCR pada tiga laboratorium peserta dengan primer RM 276 pada
Hipa 5 Ceva murni, Hipa 5 Ceva campuran dengan kedua tetuanya
menunjukkan bahwa varietas tersebut memiliki alel – alel yang
merupakan gabungan dari tetua jantan dan betina nya, begitu pula pada
hibrida Hipa 19 murni dan Hipa 19 campuran dengan kedua tetuanya
(Gambar V. I. 23). Primer RM 276 juga dapat digunakan untuk
memverifikasi varietas hibrida padi Hipa 5 Ceva dan Hipa 19 dengan
masing – masing tetuanya.
L A B C D E F G
H I J
M A B C D E F G H I J
RM 206
Lab 1 (i)
Lab 2 (ii)
100bp A B C D E F G H I
J
Lab 3 (iii)
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 38
Gambar V. I. 23. PCR hasil validasi pada tiga laboratorium peserta dengan primer RM
276
Pada amplifikasi PCR menggunakan primer RM 263 dan RM 335
(gambar 3), hasil dari ketiga laboratorium peserta juga menunjukkan
bahwa primer – primer tersebut dapat digunakan untuk memverifikasi
antara varietas hibrida Hipa 5 Ceva dan Hibrida 19 dengan kedua
tetuanya. Alel – alel yang muncul pada kedua varietas tersebut terlihat
merupakan gabungan dari alel – alel kedua tetuanya.
Sementara hasil amplifikasi dengan primer RM 346 (Gambar 3), pada
ketiga laboratorium peserta menunjukkan pita alel alel yang sama pada
semua sampel yang digunakan, sehingga primer ini tidak dapat
digunakan untuk menverifikasi varietas hibrida Hipa 5 Ceva dan Hipa 19
dengan tetua tetuanya.
Lab 2
L A B C D E F G H I J
M A B C D E F G H I J
RM 276
Lab 1
Lab 3 100bp A B C D E F G H I
J
M A B C D E F G H I J
RM 346
Lab 1
Lab 2
L A B C D E F G H I J
100bp A B C D E F G H I J
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 39
Gambar V. I. 24. PCR hasil validasi pada tiga laboratorium peserta dengan primer RM 346
Hal yang bisa disimpulkan ; 1) Hasil validasi metode pada ketiga
laboratorium peserta menunjukkan, 2) Primer RM 206, RM 276, RM
263dan RM 335 dapat digunakan untuk memverifikasi varietas hibrida
Hipa 5 Ceva dan Hipa 19 dengan kedua tetuanya, dan 3) Primer RM 346
tidak dapat digunakan untuk memverifikasi varietas Hibrida Hipa 5 ceva
dan Hipa 19 dengan kedua tetuanya karena hasil ampifikasi hibrida
tersebut dan kedua tetuanya menunjukkan pita pita yang tidak berbeda.
Rekomendasi : 1) Perlu dilakukan validasi dengan menggunakan padi
hibrida varietas yang lain dengan kedua tetuanya, 2) Penggunaan gel
akrilamid disarankan diaplikasikan untuk elektroforesis hasil PCR
dengan marka mikrosatelit SSR.
h. Validasi Metode Deteksi dan Identifikasi Pyricularya oryzae
Pengujian kesehatan benih di Laboratorium Balai Besar PPMB-TPH mengacu pada metode ISTA Rules yang diterbitkan dalam Annexe Chapter 7 (Seed Health Testing). Metode ISTA No.7-011 merupakan metode untuk deteksi cendawan Pyricularia oryzae pada benih padi dengan metode blotter test. Prinsip Metode ISTA ini adalah benih ditabur di atas kertas saring (filter) yang dilembabkan kemudian diinkubasi pada suhu 22±2°C di bawah penyinaran lampu Near Ultra Violet (NUV) 12 jam terang dan 12 jam gelap secara bergantian selama 7 hari.
Laboratorium Balai Besar PPMB-TPH pada Tahun 2016 telah melaksanakan kegiatan Verifikasi terhadap Metode ISTA No. 7-011. Verifikasi metode ISTA dilakukan dengan membandingkan kombinasi perlakuan metode uji yang meliputi: jarak penyinaran lampu NUV (25 cm/40 cm), waktu penyinaran lampu NUV (dimulai hari ke-1/ke-2/ke-3 hingga hari ke-7), penggunaan 2 jenis cawan petri (kaca/plastik), serta penggunaan suhu inkubasi (suhu ruang 28-30°C/suhu terkendali 22±2°C, dengan/tanpa perlakuan suhu dingin -20°C). Berdasarkan hasil verifikasi diperoleh kesimpulan bahwa seluruh metode tidak berpengaruh nyata terhadap hasil uji pada α 9,99%. Bila mempertimbangkan tingkat kemudahan bagi analis dalam proses identifikasi cendawan, maka dari seluruh metode terdapat satu metode yang dinilai paling efektif yaitu modifikasi Metode ISTA No. 7-011 dengan menambahkan perlakuan inkubasi suhu -20oC (deep freeze) pada hari ke-2 masa inkubasi. Namun, permasalahan yang muncul bila metode ini harus diterapkan yaitu kurang aplikatif di Laboratorium Pengujian Benih di daerah (BPSB) karena sebagian besar laboratorium di daerah tidak memiliki alat pendingin suhu -20oC dan lampu NUV. Selain itu penggunaan kertas saring dalam pengujian sehari-hari dianggap tidak ekonomis karena harganya relatif mahal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka pada tahun 2017 dilakukan pengkajian/pengembangan metode ISTA No. 7-011 yang bertujuan untuk mendapatkan metode yang lebih aplikatif dan efektif serta dapat diterapkan di seluruh Laboratorium Pengujian Benih (BPSB). Kegiatan
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 40
pengembangan metode pada awalnya akan dilakukan sampai tahap validasi dan verifikasi kemampuan Analis di beberapa Laboratorium BPSB, namun karena kesulitan mendapatkan benih di lapang dengan tingkat infeksi tinggi menyebabkan keterbatasan waktu dan jumlah benih yang tersedia tidak mencukupi untuk pelaksanaan validasi.
Kegiatan pengembangan metode dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Persiapan benih terinfeksi P. oryzae
Pengembangan metode diawali dengan penyiapan contoh benih padi positif terinfeksi cendawan P. oryzae yang diambil dari beberapa lokasi lahan dalam waktu yang berbeda tergantung dari masa panen. Hasil uji laboratorium terhadap benih-benih yang diperoleh dari tiga kali proses pengambilan di lapang mempunyai tingkat infeksi cendawan P. oryzae yang sangat rendah, sehingga benih tersebut tidak dapat digunakan untuk kegiatan pengembangan metode. Sebagai bahan uji digunakan benih yang positif terinfeksi cendawan P. oryzae yaitu benih padi varietas Lokal Jepang dengan tingkat infeksi yang relatif tinggi yaitu >70% (belum bersertifikat). Penggunaan benih dengan infeksi tinggi dimaksudkan untuk menghindari hasil uji dengan persentase 0% (negatif), sehingga dapat dilihat variasi keragaman datanya pada setiap metode yang digunakan.
2. Homogenisasi dan pengemasan benih Homogenisasi benih dilakukan di Laboratorium Balai Besar PPMB-TPH secara manual dengan cara diaduk-aduk hingga tercampur rata. Homogenisasi juga dilakukan secara mekanis menggunakan alat conical devider untuk memastikan keseragaman contoh benih. Peralatan yang telah digunakan untuk homogenisasi selanjutnya disemprot dengan alkohol 70%, kemudian dibersihkan dengan kertas tissue untuk mencegah kontaminasi silang pada benih yang lain.
3. Uji pendahuluan Uji pendahuluan dilakukan untuk memastikan bahwa benih yang digunakan pada pengembangan metode ini merupakan benih yang positif terinfeksi cendawan target. Metode yang digunakan pada uji pendahuluan adalah Metode ISTA No. 7-011 yang ditambahkan perlakuan inkubasi pada alat pendingin bersuhu -20ºC (deep freeze) seperti medicool pada hari ke-2. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui potensi metode baru yang dapat digunakan dalam deteksi cendawan target, misalnya perlakuan suhu dingin menggunakan alat yang banyak ketersediaannya di laboratorium seperti freezer. Selain itu, observasi juga dilakukan pada sumber cahaya seperti lampu TL, dan media tumbuh seperti kertas koran CD yang biasa digunakan pada pengujian daya berkecambah. Dari hasil uji pendahuluan diketahui bahwa metode blotter test dengan kombinasi perlakuan suhu dingin menggunakan freezer (kisaran -18ºC s.d -1ºC) selama 24 jam, baik menggunakan kertas saring/koran CD sebagai media, serta penyinaran lampu NUV/lampu
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 41
TL/cahaya alami dapat digunakan untuk mendeteksi cendawan P. oryzae.
4. Pengembangan Metode ISTA 7-011 Pengembangan metode dilakukan melalui pengujian seperti pada uji pendahuluan, namun dengan memperbanyak jumlah ulangan dan jumlah kombinasi perlakuan metode yang digunakan. Modifikasi metode terdiri dari 11 kombinasi perlakuan yaitu penggunaan media kertas saring dibandingkan kertas CD dengan penyinaran di bawah lampu NUV dibandingkan lampu TL/cahaya alami, serta penggunaan perlakuan suhu dingin -20°C (deep freeze) dibandingkan perlakuan suhu pada kisaran -18°C s.d -1°C (freeze). Pengujian dilakukan oleh 4 orang analis, dimana setiap analis menguji 400 butir benih dengan 11 perlakuan metode. Pada gambar V. I. 25 dan V. I. 26 dapat dilihat proses pengujian dan kondisi beberapa perlakuan metode yang digunakan.
Gambar V. I. 25. Proses plating benih (a); Perlakuan penggunaan media kertas filter dan kertas Koran CD (b)
Gambar V. I. 26. Perlakuan inkubasi benih dengan penyinaran: a. Lampu NUV; b. Lampu TL; c. Cahaya alami suhu 28-30°C; d. Cahaya alami suhu 20±2°C (dekat dari jendela); dan e. Cahaya alami suhu 20±2°C (jauh dari jendela)
Pada Gambar V. I. 27 dapat dilihat dokumentasi proses pengamatan menggunakan mikroskop dan hasil identifikasi cendawan secara morfologi oleh analis.
b a
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 42
Gambar V. I. 27. Pengamatan secara mikroskopis: Deteksi P. oryzae menggunakan mikroskop stereo (a); Morfologi cendawan P. oryzae dibawah mikroskop stereo (b); Identifikasi cendawan P. oryzae di bawah mikroskop compound (c); Morfologi cendawan P. oryzae dibawah mikroskop compound (d)
Hasil deteksi cendawan P. oryzae ditunjukan dengan ciri morfologi berupa konidiofor lurus atau berlekuk, membentuk siku pada ujung, berwarna coklat muda, panjangnya dapat mencapai 200 µm, lebar 3-5 µm. Konidia mengelompok, berbentuk bulat telur dengan ujung runcing, obpyriform, obclavate, warnanya hialin sampai coklat muda, pada umumnya terdiri dari 2 septa, ukuran konidia 17-30 x 7-10 µm. (Ik-Hwa Hyun, dkk. 2004). Pada pelaksanaan pengembangan metode, pengujian oleh masing-masing analis dilakukan secara bertahap pada tiap perlakuan. Pengujian tidak dapat dilakukan secara serempak mengingat kapasitas ruangan inkubator yang terbatas, selain itu juga karena faktor kesibukan analis yang berbeda-beda. Dengan demikian, apabila terdapat perbedaan yang nyata antar hasil uji pada tiap perlakuan, bukan disebabkan contoh benih yang tidak homogen karena benih telah dihomogenkan terlebih dulu. Berikut adalah data rinci hasil identifikasi cendawan oleh 4 orang analis yang tersaji pada Tabel V. I. 27. Tabel V. I. 27. Hasil Identifikasi Cendawan P. oryzae secara Morfologi pada
Berbagai Perlakuan Metode
No. Metode
Perlakuan Suhu Dingin
(24 jam)
Jenis Kertas Media
Penyinaran Analis
Rerata 1 2 3 4
1 M0 Deep freeze Saring Lampu NUV (22±2⁰C) 71.50 78.00 75.75 76.00 75.31
2 M1 Freeze Saring Lampu NUV (22±2⁰C) 74.00 66.75 58.75 69.00 67.13
3 M2 Freeze Koran CD Lampu NUV (22±2⁰C) 49.75 54.75 33.00 53.25 47.69
4 M3 Freeze Saring Lampu TL (22±2⁰C; ±1544 Lux) 70.00 61.75 47.50 45.25 56.13
5 M4 Freeze Koran CD Lampu TL (22±2⁰C; ±1544 Lux) 8.25 8.75 14.50 15.25 11.69
6 M5 Freeze Saring Cahaya alami (22±2⁰C; ±488 Lux) 71.00 74.50 73.08 73.75 73.08
7 M6 Freeze Koran CD Cahaya alami (22±2⁰C; ±488 Lux) 58.50 67.25 53.75 47.75 56.81
8 M7 Freeze Saring Cahaya alami (28-30⁰C; ±1055 Lux) 62.75 56.25 51.00 44.00 53.50
9 M8* Freeze Saring NUV (suhu 22±2⁰C) 44.50 53.50 45.75 45.25 47.25
10 M9 Freeze Saring Cahaya alami (22±2⁰C; ±22 Lux) 56.50 69.75 55.25 66.00 61.88
11 M10 Freeze Koran CD Cahaya alami (22±2⁰C; ±22 Lux) 48.17 46.75 47.25 50.50 48.17
Ket: Tanda * : Metode dengan perlakuan sterilisasi permukaan benih menggunakan NaOCl 1%
Sesuai Tabel V. I. 27 dapat dilihat data 11 kombinasi perlakuan yang terdiri dari perlakuan suhu dingin, penggunaan jenis kertas media, dan sumber cahaya untuk penyinaran. Metode M0 merupakan metode acuan dengan cawan petri diletakkan di bawah penyinaran lampu NUV dan perlakuan suhu deep freeze. Begitu pula metode M1, namun M1
d c b a
Konidia
Konidiofor
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 43
menggunakan perlakuan suhu freeze seperti pada 9 metode yang lain. Metode M3 dan M4 merupakan 2 metode yang menggunakan penyinaran lampu TL. Pada percobaan ini, hasil pengukuran intensitas cahaya lampu TL yang digunakan berkisar 1544 Lux. M5 dan M6 merupakan metode dengan perlakuan cahaya alami (dekat dengan
jendela) pada suhu ruang 20-24⁰C dengan intensitas cahaya berkisar 488 Lux. Metode M7 adalah perlakuan cahaya alami pada suhu ruang
28-30⁰C dengan intensitas cahaya berkisar 1055 Lux. Sementara itu M9 dan M10 merupakan metode dengan perlakuan cahaya alami (jauh dari
jendela) yaitu pada suhu ruang 20-24⁰C dengan intensitas cahaya berkisar 22 Lux. M8 merupakan metode dengan perlakuan penyinaran lampu NUV yang disertai sterilisasi permukaan benih yaitu dengan cara merendam benih menggunakan larutan NaOCl 1% selama 1 menit dan dibilas dengan menggunakan air steril sebanyak 3x. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah perlakuan sterilisasi permukaan efektif dalam menekan pertumbuhan cendawan saprofit sehingga berpengaruh terhadap keberadaan cendawan target.
Data pada Tabel V. I. 27 menunjukkan bahwa perlakuan metode baru seperti penggunaan media kertas koran CD dapat untuk mendeteksi cendawan P. oryzae. Namun berdasarkan pengalaman analis, analis sedikit mengalami kesulitan dalam proses pengamatan cendawan secara mikroskopis karena kertas koran CD yang cenderung berwarna gelap sehingga dapat mempengaruhi ketelitian dan hasil akhir pengamatan. Hasil uji oleh 4 orang analis terlihat beragam. Faktor yang diduga sangat berpengaruh pada keragaman hasil uji ini adalah perlakuan metode uji yang digunakan. Pada sebagian besar hasil uji, penggunaan media kertas saring menghasilkan persentase infeksi cendawan yang lebih tinggi daripada penggunaan kertas koran CD. Sementara itu, perlakuan penggunaan cahaya alami dengan intensitas cahaya ±488 Lux juga dapat mendeteksi cendawan P. oryzae dengan tingkat infeksi tinggi yang mendekati hasil uji metode acuan. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan metode terhadap hasil uji apakah berbeda nyata atau tidak, maka dilakukan pengolahan data secara statistik menggunakan analisis ragam Uji Anova dan diuji lanjut menggunakan Uji Dunnett pada taraf 5% untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dengan metode acuan.
Gambar V. I. 28: Hasil Uji Dunnet
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 44
Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa 11 perlakuan metode uji yang digunakan untuk deteksi P. oryzae berpengaruh nyata terhadap hasil uji pada α 0,01%. Hasil uji lanjut dengan menggunakan Uji Dunnett diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara perlakuan metode acuan (M0) dengan metode M2, M3, M4, M6, M7, M8, M9, dan M10 (Gambar V. I. 28). Namun tidak ada beda nyata antara metode acuan (M0) dengan metode M1 dan M5. Metode M1 adalah perlakuan seperti pada metode acuan yaitu metode blotter test dengan penyinaran lampu NUV, namun dengan perlakuan suhu dingin freeze. Sedangkan metode M5 adalah perlakuan menggunakan media kertas saring dengan perlakuan inkubasi suhu 20-24°C dan penyinaran cahaya alami dengan intesitas cahaya ±488 Lux. Sehingga dapat ditetapkan metode yang dianggap paling aplikatif adalah M5, karena tidak memerlukan penggunaan lampu NUV. Dengan demikian hasil pengembangan metode ini sesuai dengan yang diharapkan yaitu diperoleh metode baru yang aplikatif dan efektif, mengingat ketersediaan lampu NUV yang sulit didapatkan di pasaran bagi laboratorium BPSB di daerah.
Kesimpulan yang dihasilkan dari pengembangan metode ini adalah diperoleh metode yang aplikatif dan efektif untuk deteksi cendawan Pyricularia oryzae pada benih padi yaitu metode blotter test menggunakan media kertas saring dengan perlakuan suhu inkubasi 22±2°C dengan penyinaran cahaya alami pada intesitas ±488 Lux dan ditambahkan perlakuan freeze pada hari ke-2 masa inkubasi selama 7 hari. Sedangkan rekomendasinya diperlukan kegiatan validasi dan verifikasi metode deteksi cendawan Pyricularia oryzae pada benih padi ke laboratorium BPSB di daerah pada TA. 2018 untuk mengetahui tingkat uji reprodusibilitas dari metode baru.
i. Validasi Tryer Dalam Pengambilan Contoh Benih Jagung Pengambilan contoh benih adalah tahapan dasar dan penting dalam suatu rangkaian pemeriksaan mutu benih. Tujuan dari pengambilan contoh adalah untuk mendapatkan contoh yang mewakili dalam jumlah yang sesuai untuk pengujian di laboratorium, dan mempunyai susunan atau komponen yang sama dengan kelompok benihnya, dengan kata lain mutu contoh benih yang diambil harus sama dengan mutu benih di lot. Karena pentingnya proses pengambilan contoh, maka pengambilan contoh harus dilakukan oleh petugas yang kompeten, menggunakan metode dan alat yang tepat. Salah satu alat yang penting dan digunakan dalam pengambilan contoh benih adalah Trier. Trier yang biasa digunakan untuk pengambilan contoh benih jagung adalah Nobbe trier. Tujuan dari pengembangan metode ini adalah untuk memvalidasi trier
yang biasa dipakai oleh BPSB atau perusahaan benih, trier hasil
modifikasi Balai Besar Mekanisasi Pertanian dan trier yang sesuai
persyaratan ISTA yang ada di Balai Besar PPMB-TPH
Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah Nobbe Trier yaitu Trier
yang digunakan oleh BPSB, perusahaan benih, trier hasil modifikasi
Balai Besar Mekanisasi Pertanian dan trier yang sesuai persyaratan
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 45
ISTA yang ada di Balai Besar PPMB-TPH (Gambar V. I. 29). Sedangkan
data ukuran trier yang digunakan dapat dilihat pada Tabel V. I. 28.
Gambar V. I. 29. Trier yang digunakan dalam kegiatan validasi (A) Stick trier Balai
Besar PPMB-TPH sesuai ISTA, (B) Nobbe trier Balai Besar PPMB-TPH sesuai ISTA, (C) Nobbe trier hasil modifikasi Balai Besar Mekanisasi Pertanian, (D) Nobbe trier dari BPSB Provinsi Jawa Tengah dan (E) Nobbe trier dari PT. Bisi International Tbk.
Tabel V. I. 28. data ukuran trier
Trier Panjang Trier
(cm) Lebar Trier
(cm) Panjang Lubang
(cm) Lebar Lubang
(cm) Jumlah lubang
A 100 2 20 1,5 3
B 73 2 4 2 1
C 70 5 12 4 1
D 33 3 17,5 3 1
E 50 2 6,5 1,5 1
Validasi ini dilakukan dengan cara mengambil contoh benih dari 3
kelompok / lot benih dengan menggunakan berbagai jenis trier. Setiap
trier akan di uji atau digunakan oleh 2 orang Petugas Pengambil Contoh
(PPC) teregister dari Balai Besar PPMBTPH. Setiap pengambilan contoh
di ulang 3 kali. Sehingga terdapat 90 pengambilan contoh (5 trier x 2
PPC x 3 lot benih x 3 ulangan) dan 90 contoh kirim yang akan di uji.
Pada pelaksanaan di gudang, ternyata trier C tidak aplikatif karena akan
merusak kemasan benih, sehingga trier C tidak dilakukan pengambilan
contohnya. Sehingga terdapat 72 pengambilan contoh (4 trier x 2 PPC x
3 lot benih x 3 ulangan) dan 72 contoh kirim yang akan di uji. Contoh
kirim tersebut akan diuji kemurnian (benih murni, benih tanaman lain dan
kotoran benih), kadar air, daya berkecambah dan berat 1000 butir.
Analisa data dilakukan berdasarkan Miles (1963) berupa Trueness dan
repeability. Trueness menggambarkan bahwa rata-rata kualitas masing-
masing trier tidak berbeda nyata. Repeatability menggambarkan variasi
dari hasil uji ketika pengambilan contoh dan pengujian dilakukan pada
kondisi yang sama
A
B
C
D
E
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 46
Tabel V. I. 29. Rata-rata dari 3 ulangan per 4 jenis trier dan 3 lot benih
jagung
Benih Murni
Benih Tanaman
Lain Kotoran
Benih Kecambah
Normal Kecambah Abnormal
Benih Mati
Kadar Air
Bobot 1000 butir
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
Lot 1 Trier A 99.88 0.00 0.12 96.75 2.42 0.83 10.45 240.75
Trier B 99.85 0.00 0.15 97.08 2.00 0.92 10.52 239.65
Trier D 99.83 0.00 0.17 95.96 3.17 0.88 10.50 238.40
Trier E 99.80 0.00 0.20 96.58 2.38 1.13 10.62 238.77
Lot 2 Trier A 99.85 0.00 0.15 97.25 2.21 0.63 10.73 236.35
Trier B 99.85 0.00 0.15 96.58 3.00 0.42 11.00 235.89
Trier D 99.87 0.00 0.13 96.38 3.21 0.42 10.93 230.16
Trier E 99.85 0.00 0.15 97.00 2.50 0.50 10.48 232.90
Lot 3 Trier A 99.87 0.00 0.13 94.96 4.29 0.75 10.50 228.54
Trier B 99.82 0.00 0.18 95.54 3.46 1.00 10.72 224.49
Trier D 99.83 0.00 0.17 93.29 6.04 0.67 10.63 222.92
Trier E 99.77 0.00 0.23 96.63 2.75 0.63 10.60 220.67
Tabel V. I. 30. Standar Deviasi dari 3 ulangan per 4 jenis trier dan 3 lot
benih jagung
Benih Murni
Benih Tanaman
Lain Kotoran
Benih Kecambah
Normal Kecambah Abnormal
Benih Mati
Kadar Air
Bobot 1000 butir
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
Lot 1 Trier A 0.04 0.00 0.04 0.65 0.58 0.47 0.05 3.04
Trier B 0.05 0.00 0.05 0.93 0.63 0.70 0.08 2.28
Trier D 0.05 0.00 0.05 1.14 0.77 0.56 0.06 2.79
Trier E 0.00 0.00 0.00 0.90 0.78 0.56 0.04 2.09
Lot 2 Trier A 0.05 0.00 0.05 0.63 0.94 0.47 0.05 0.98
Trier B 0.05 0.00 0.05 0.93 0.88 0.47 0.14 2.29
Trier D 0.05 0.00 0.05 0.72 0.83 0.20 0.34 2.08
Trier E 0.05 0.00 0.05 0.74 0.45 0.61 0.04 2.45
Lot 3 Trier A 0.05 0.00 0.05 0.62 0.90 0.47 0.15 4.45
Trier B 0.10 0.00 0.10 1.13 1.01 0.52 0.04 5.55
Trier D 0.05 0.00 0.05 1.30 1.56 0.65 0.10 2.07
Trier E 0.12 0.00 0.12 0.61 0.89 0.47 0.06 2.59
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 47
Benih yang digunakan merupakan benih komersial dan masih memiliki
mutu yang tinggi. Tabel V. I. 29 menunjukkan rata-rata dari 3 ulangan
per lot benih jagung dan trier. Tabel V. I. 30. menunjukkan Standar
Deviasi dari 3 ulangan per lot benih jagung dan trier.
Tabel V. I. 31. menunjukkan repeatability pengambilan contoh benih
dengan menggunakan Nobbe trier Balai Besar PPMB-TPH sesuai ISTA
(Trier B). Pada pengujian kemurnian benih, daya berkecambah dan
kadar air variasi antara 3 ulangan pengujian dan 2 orang PPC per lot
benih tidak ada yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan variasi
pengambilan contoh yang dihitung berdasarkan Miles (1963). Hasil ini
menunjukkan bahwa Nobbe trier Balai Besar PPMB-TPH sesuai ISTA
(Trier B) memang valid digunakan untuk pengambilan contoh benih
jagung.
Tabel V. I. 31. Repeatability pengambilan contoh benih dengan
menggunakan Nobbe trier Balai Besar PPMB-TPH sesuai
ISTA (Trier B).
lot
BM KB DB Ab M KA
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
1 0.15 0.05 No 0.15 0.05 No 1.30 0.93 No 1.08 0.63 No 0.73 0.70 No 1.21 0.08 No
2 0.24 0.05 No 0.15 0.05 No 1.40 0.93 No 1.31 0.88 No 0.50 0.47 No 1.24 0.14 No
3 0.17 0.10 No 0.17 0.10 No 1.59 1.13 No 1.41 1.01 No 0.77 0.52 No 1.22 0.04 No
Repeability dan trueness Stick trier Balai Besar PPMB-TPH sesuai ISTA
(Trier A), Nobbe trier dari BPSB Provinsi Jawa Tengah (Trier D) dan
Nobbe trier dari PT. Bisi International Tbk (Trier E) kemudian dihitung
dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel V. I. 32 sampai 37.
Tabel V. I. 32. Repeatability pengambilan contoh benih dengan
menggunakan Stick trier Balai Besar PPMB-TPH sesuai
ISTA (Trier A).
lot
BM KB DB Ab M KA
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
1 0.14 0.04 No 0.14 0.04 No 1.37 0.65 No 1.18 0.58 No 0.70 0.47 No 1.21 0.05 No
2 0.21 0.05 No 0.15 0.05 No 1.26 0.63 No 1.13 0.94 No 0.61 0.47 No 1.22 0.05 No
3 0.14 0.05 No 0.14 0.05 No 1.68 0.62 No 1.56 0.90 No 0.66 0.47 No 1.21 0.15 No
Tabel V. I. 33. Repeatability pengambilan contoh benih dengan
menggunakan Nobbe trier dari BPSB Provinsi Jawa
Tengah (Trier D).
lot
BM KB DB Ab M KA
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 48
1 0.16 0.05 No 0.16 0.05 No 1.52 1.14 No 1.35 0.77 No 0.72 0.56 No 1.21 0.06 No
2 0.25 0.05 No 0.14 0.05 No 1.44 0.72 No 1.36 0.83 No 0.50 0.20 No 1.23 0.34 No
3 0.16 0.05 No 0.16 0.05 No 1.93 1.30 No 1.83 1.56 No 0.63 0.65 yes 1.22 0.10 No
Tabel V. I. 34. Repeatability pengambilan contoh benih dengan
menggunakan Nobbe trier dari PT. Bisi International Tbk
(Trier E).
lot
BM KB DB Ab M KA
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
SD max SD
SD>SD max
1 0.18 0.00 No 0.18 0.00 No 1.40 0.90 No 1.17 0.78 No 0.81 0.56 No 1.22 0.04 No
2 0.27 0.05 No 0.15 0.05 No 1.31 0.74 No 1.20 0.45 No 0.54 0.61 yes 1.21 0.04 No
3 0.19 0.12 No 0.19 0.12 No 1.39 0.61 No 1.26 0.89 No 0.61 0.47 No 1.22 0.06 No
Tabel V. I. 35. Trueness pengambilan contoh benih dengan
menggunakan Stick trier Balai Besar PPMB-TPH sesuai
ISTA (Trier A).
lot
BM KB DB Ab M KA
Dmax D |D|> Dmax Dmax D
|D|> Dmax Dmax D
|D|> Dmax Dmax D
|D|> Dmax Dmax D
|D|> Dmax Dmax D
|D|> Dmax
1 0.19 0.03 No 0.19 -
0.03 No 1.07 -
0.33 No 0.91 0.42 No 0.58 -
0.08 No 1.63 -
0.07 No
2 0.21 0.00 No 0.21 0 No 1.07 0.67 No 0.99 -
0.79 No 0.45 0.21 No 1.66 -
0.27 No
3 0.21 0.05 No 0.21 -
0.05 No 1.32 -
0.58 No 1.20 0.83 No 0.58 -
0.25 No 1.64 -
0.22 No
Tabel V. I. 36. Trueness pengambilan contoh benih dengan
menggunakan Nobbe trier dari BPSB Provinsi Jawa
Tengah (Trier D).
lot
BM KB DB Ab M KA
Dmax D |D|> Dmax Dmax D
|D|> Dmax Dmax D
|D|> Dmax Dmax D
|D|> Dmax Dmax D
|D|> Dmax Dmax D
|D|> Dmax
1 0.21 -
0.02 No 0.21 0.02 No 1.14 -
1.12 No 0.98 1.17 yes 0.58 -
0.04 No 1.63 -
0.02 No
2 0.20 0.02 No 0.2 -
0.02 No 1.14 -
0.21 No 1.07 0.21 No 0.40 0 No 1.66 -
0.07 No
3 0.22 0.02 No 0.22 -
0.02 No 1.42 -
2.25 yes 1.32 2.58 yes 0.56 -
0.33 No 1.65 -
0.08 No
Tabel V. I. 37. Trueness pengambilan contoh benih dengan
menggunakan Nobbe trier dari PT. Bisi International Tbk
(Trier E).
lot
BM KB DB Ab M KA
Dmax D |D|> Dmax Dmax D
|D|> Dmax Dmax D
|D|> Dmax Dmax D
|D|> Dmax Dmax D
|D|> Dmax Dmax D
|D|> Dmax
1 0.22 -
0.05 No 0.22 0.05 No 1.09 -
0.50 No 0.91 0.38 No 0.62 0.21 No 1.64 0.1 No
2 0.21 0.00 No 0.21 0 No 1.09 0.42 No 1.01 -0.5 No 0.42 0.08 No 1.65 -
0.52 No
3 0.24 -
0.05 No 0.24 0.05 No 1.20 1.08 No 1.07 -
0.71 No 0.56 -
0.38 No 1.64 -
0.12 No
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 49
Secara umum, Trier A, D dan E tidak menimbulkan masalah yang berarti
selama digunakan dalam pengambilan contoh benih jagung oleh 2 orang
PPC. Sedangkan Berdasarkan hasil perhitungan, Trier A (Stick trier
Balai Besar PPMB-TPH sesuai ISTA) dan E (Nobbe trier dari PT. Bisi
International Tbk.) dapat digunakan karena hampir pada semua
pengujian, standar deviasinya lebih rendah dari standar deviasi yang
dapat diterima. Tetapi untuk trier A, penggunaannya membutuhkan
waktu yang lebih lama dalam mengumpulkan contoh komposit
dibandingkan trier lainnya. Trier D (Nobbe trier dari BPSB Provinsi Jawa
Tengah) merupakan trier yang paling mudah digunakan dan
membutuhkan waktu yang paling singkat dalam pelaksanaan
pengambilan contoh benih jagung tetapi hasil perhitungan trueness nya
lebih tinggi dari standar yang dapat diterima pada pengujian daya
berkecambah.
Dari kegiatan pengembangan metode ini di peroleh rekomendasi bahwa
Trier A dan E dapat digunakan dalam pengambilan contoh benih jagung.
Kegiatan validasi ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan trier dari
BPSB dan produsen benih lainnya.
j. Validasi Alat Pemotong Kacang Tanah
Kacang tanah merupakan salah satu tanaman pangan di Indonesia. Berbeda dengan benih true seed lainnya, benih kacang tanah diperdagangkan dalam bentuk polong, kelebihan dari kondisi ini adalah benih didalam polong terlindung dari kerusakan-kerusakan seperti kerusakan mekanis akibat benturan, serta terlindung dari kondisi lingkungan yang kurang optimum bagi benih. Namun demikian, kandungan air dalam benih tetap merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Pengujian penetapan kadar air perlu dilakukan untuk mengetahui apakah tingkat kadar air suatu lot benih sesuai dengan standar yang dipersyaratkan. Kadar air merupakan salah satu parameter yang menentukan mutu benih yang dicantumkan dalam label benih. Pengujian penetapan kadar air benih kacang tanah berdasarkan ISTA Rules dilakukan dengan menggunakan metode oven suhu rendah tetap 101-105oC selama 17 jam dengan cara pemotongan dikarenakan kacang tanah memiliki kadar minyak tinggi sehinggga bagian – bagian potongan ≤ 7 mm dan waktu pemotongan ≤ 4 menit (ISTA, 2016). Kondisi di laboratorium pemotongan benih kacang tanah secara manual membutuhkan waktu yang lama dan hasil pemotongan yang tidak seragam. Pada tahun anggaran 2013 Balai Besar PPMB-TPH telah melaksanakan validasi kadar air benih kacang tanah dengan mengacu ISTA Handbook on Moisture Determination diperoleh hasil validasi penetapan kadar air benih kacang tanah dapat dilakukan melalui metode oven suhu tinggi selama satu jam, tetapi hanya valid untuk benih-benih kacang tanah
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 50
yang berukuran kecil/sedang (berat 100 butir berkisar 35-40gram), sedangkan untuk benih kacang tanah berukuran besar seperti varietas Jerapah (40-45 gram) tidak valid. Pada tahun anggaran 2014 kegiatan validasi dilanjutkan untuk benih berukuran besar dan diperoleh hasil metode oven suhu tinggi memberikan hasil yang setara dengan metode oven suhu rendah (metode acuan) pada penetapan kadar air benih kacang tanah didukung dengan ukuran potongan kacang tanah yang lebih seragam. Ketidakvalidan yang terjadi karena semakin besar ukuran benih, semakin besar pula variasi ukuran hasil pemotongan sebelum pengeringan dan semakin besar pula peluang contoh kerja terpapar udara, sehingga hal ini berpengaruh terhadap hasil kadar air yang bervariasi. Berdasarkan permasalahan tersebut dibutuhkan alat pemotong benih kacang tanah untuk memudahkan analis dalam pengujian dan hasil pemotongan lebih seragam sehingga hasil penetapan kadar air lebih akurat. Oleh karena itu maka pada tahun 2017 dilaksanakan validasi cara pemotongan benih kacang tanah (Arachis hypogaea) untuk keseragaman pemotongan dalam penetapan kadar air. Tujuan kegiatan validasi ini adalah untuk menghasilkan ukuran potongan benih kacang tanah yang seragam dan memperoleh hasil penetapan kadar air yang valid. Kegiatan ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Desember 2017 di Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMB-TPH) dan Laboratorium BPSB Daerah. Untuk design dan pembuatan alat pemotong kacang tanah bekerja sama dengan Balai Besar Pengembangan ekanisasi Pertanian Serpong. Alat pemotong benih kacang tanah yang digunakan merupakan hasil penyempurnaan alat yang digunakan pada kegiatan validasi pada tahun 2014. Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah benih kacang tanah sebanyak 3 (tiga) varietas, yaitu Takar 1, mewakili varietas dengan ukuran benih besar (berat 100 biji :±65.5 g), Talam 2, mewakili varietas dengan ukuran benih sedang (berat 100 biji :±43.4 g) dan Bima, mewakili varietas dengan ukuran benih kecil (berat 100 biji :30-40 g).
Validasi alat pemotong kacang tanah dilaksanakan dengan prosedur pelaksanaan sebagai berikut : 1. Penyempurnaan design terhadap alat potong kacang tanah yang
telah divalidasi pada TA 2014 /Prototipe 2014 (Gambar V. I. 30.).
Pada Prototipe 2014 tidak terdapat penampung benih sehingga
setelah melalui proses pemotongan, benih menempel pada pisau dan
bagian bawah alat sehingga harus diambil satu persatu menggunakan
pinset untuk dipindahkan ke dalam wadah, sehingga akan memakan
waktu. Dalam satu kali pengujian penetapan kadar air dibutuhkan
±25 butir benih sehingga pemotongan dilakukan 4-5 kali karena satu
kali pemotongan hanya untuk 5 butir benih. Gambar teknis design
alat pemotong kacang tanah (APKT) 2017 dapat dilihat pada Gambar
V. I. 31.
2.
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 51
Gambar V. I. 30. Hasil pemotongan dengan menggunakan prototipe 2014
Penyempurnaan alat dilakukan pada bagian-bagian sebagai berikut: a. Bagian pisau terbuat dari bahan stainless sehingga tidak mudah
berkarat dan tajam agar proses pemotongan lebih cepat dan
ukuran kacang tanah lebih seragam serta mudah diganti jika
pisau mulai tumpul.
b. Dibagian bawah alat dibuat wadah penampung benih. Benih yang
sudah dipotong langsung masuk wadah penampung sehingga
tidak terpapar udara.
c. Bahan alat diganti dengan bahan yang lebih ringan dan mudah
dibersihkan.
Gambar V. I. 31. Gambar teknis alat pemotong kacang tanah
3. Pembuatan alat pemotong kacang tanah (APKT 2017)
Pembuatan alat kacang tanah dibuat berdasarkan design dan spesifikasi alat yang sesuai dengan persyaratan penetapan kadar air benih, yaitu hasil pemotongan menjadi bagian-bagian kecil dengan ketebalan kurang dari 7 mm sebagai pengganti penghancuran. Alat pemotong dirancang sedemikian rupa sehingga diharapkan pemotongan dapat dilakukan lebih cepat dan hasilnya lebih seragam.
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 52
Gambar V. I. 32. Alat pemotong untuk validasi pengujian penetapan kadar air benih kacang tanah
4. Persiapan bahan uji
Persiapan bahan uji dilakukan dengan menghomogenkan benih dengan cara mencampur dan mengaduk keseluruhan contoh benih untuk masing-masing varietas, kemudian dilakukan penimbangan benih dan kemudian pengemasan contoh benih dengan kemasan aluminium foil dan diberi kode untuk pengujian penetapan kadar air pada tahap selanjutnya.
5. Uji Heterogenitas
Contoh benih pada ketiga varietas diuji keheterogenitasannya dengan menggunakan metode acuan, dan hasil pengujian dianalisa berdasarkan toleransi 0,3 antara selisih pengujian tertinggi dan terendah (ISTA Handbook on Moisture Determination, 2007). Hal ini untuk menjamin bahwa contoh benih yang digunakan sebagai bahan validasi adalah homogen untuk setiap tingkat kadar airnya, dengan demikian apabila terjadi ketidakvalidan hasil maka sumbernya bukan karena contoh benih heterogen. Prosedur uji heterogenitas, sebagai berikut: 1) Mengambil sepuluh kemasan benih;
2) Menetapkan kadar air dengan metode acuan (metode oven suhu
rendah 101-1050C selama 17± 1 jam) @ 2 ulangan;
3) Cara pemotongan benih menggunakan prototipe 2014.
4) Benih dinyatakan homogen apabila selisih pengujian tertinggi dan
terendah tidak lebih dari 0,3%.
6. Verifikasi cara pemotongan benih kacang tanah
Verifikasi cara pemotongan benih kacang tanah dilakukan untuk mengevaluasi kesesuaian antar pengujian dan dua metode terhadap sarana/prasarana di Laboratorium Balai Besar PPMB-TPH. Verifikasi cara pemotongan benih kacang tanah dilakukan pengujian penetapan kadar air terhadap ketiga varietas benih menggunakan beberapa metode, yaitu : a. metode acuan (metode oven suhu rendah 101-1050C selama 17±
1 jam) dengan menggunakan prototipe 2014
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 53
b. metode suhu tinggi 130-1330C selama 1 jam dengan
menggunakan prototipe 2014
c. metode suhu tinggi 130-1330C selama 1 jam dengan
menggunakan APKT 2017
Prosedur dan evaluasi hasil uji untuk suhu tinggi : Uji singkat pada suhu 1300C dianggap diterima jika hasil pada suhu ini tidak berbeda signifikan dari hasil uji yang dipersyaratkan pada 1030C selama 17 jam yang dianggap sebagai metode acuan/referensi. Nilai toleransi digunakan untuk mengidentifikasi penyimpangan setiap sampel pada suhu 130ºC dari 103ºC selama 17 jam, dan persentase maksimum dari hasil menyimpang digunakan sebagai aturan keputusan (Nijenstein, et.al. 2007). Nilai toleransi yang digunakan berdasarkan ISTA sebesar 0,3%.
7. Uji Reprodusibilitas
Uji reprodusibilitas, adalah untuk melihat tingkat kesamaan antara pengulangan pengukuran yang dikerjakan pada kondisi berbeda dalam hal laboratorium, analis, peralatan dan waktu. Setelah dinyatakan homogen, contoh benih kacang tanah kemudian diberi kode, dikemas dan dikirimkan ke 7 (tujuh) laboratorium BPSB-TPH untuk dilakukan penetapan kadar airnya. Benih yang dikirim sebanyak 6 kemasan. Kemasan A1, B1 dan C1 dilakukan pengujian dengan menggunakan pengeringan metode oven suhu rendah 101-1050C selama 17± 1 jam dan kemasan A2, B2 dan C2 dilakukan pengujian dengan metode oven suhu tinggi 130-133oC selama satu jam dengan pemotongan. Pemotongan benih dilakukan dengan menggunakan alat pemotong kacang tanah (APKT 2017). Pengumpulan data melalui kuisioner dilakukan untuk mengetahui tanggapan mengenai penggunaan alat pemotong kacang tanah yang digunakan dalam pengujian penetapan kadar air. Laboratorium pengujian benih/BPSB yang menjadi peserta validasi adalah Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, Palembang, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah dan Balai Besar PPMB-TPH.
8. Analisa Data
Kegiatan validasi bertujuan untuk membuktikan karakterisasi kehandalan suatu metode uji oleh beberapa laboratorium. Untuk itu kegiatan ini dilakukan oleh minimal 6-8 laboratorium sebagai peserta. Setiap varietas diuji dengan menggunakan metode baru/pengganti (oven suhu tinggi selama 1 jam) dan metode acuan (oven suhu rendah selama 17 jam). Pengolahan data yang diperoleh dan pengambilan keputusan dilakukan menurut ISTA Handbook on Mouisture Determination, 2007. Perbedaan diperoleh dengan
menghitung selisih penetapan kadar air antara metode referensi
dengan metode yang diusulkan. Jika perbedaan ≥ 75% masih dalam batas toleransi ISTA (0,3%) maka metode oven suhu tinggi 130-133oC selama satu jam dapat diterima.
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 54
Tabel V. I. 38. Hasil uji heterogenitas pada ketiga varietas benih
Pengujian Kadar air (%)
Takar 1 Bima Talam 2
1 5,2 6,6 5,9
2 5,2 6,7 6,2
3 5,1 6,6 6,1
4 5,2 6,5 6,0
5 5,3 6,5 5,9
6 5,1 6,5 6,2
7 5,2 6,6 5,9
8 5,1 6,8 5,9
9 5,2 6,6 5,9
10 5,2 6,5 6,0
Selisih tertinggi-terendah 0,2 0,3 0,3
Toleransi ISTA 0,3 0,3 0,3
Uji heterogenitas dilakukan setelah semua contoh benih telah dikemas dengan kemasan aluminium foil. Hasil uji menunjukkan bahwa contoh uji dalam kondisi homogen karena selisih nilai kadar air tertinggi dan terendah pada ketiga varietas dalam batas toleransi ISTA yaitu tidak lebih dari 0,3% (Tabel V. I. 38.). Uji heterogenitas dilakukan untuk memastikan bahwa contoh benih yang dibagikan ke peserta validasi antar laboratorium seragam sehingga perbedaan hasil analisis bukan disebabkan oleh sampel yang tidak homogen.
Tabel V. I. 39. Hasil verifikasi cara pemotongan benih kacang tanah
menggunakan alat prototipe 2014 dan APKT 2017 dengan metode acuan dan metode suhu tinggi selama 1 jam
Varietas Pengujian
Kadar Air (%)
Selisih (ab)
Selisih (ac)
Toleransi
Metode 17 jam Metode 1 jam Metode 1 jam ISTA
Prototipe 2014 (a)
Prototipe 2014 (b)
APKT 2017 (c)
Takar 1 1 6,6 6,7 6,8 0,1 0,2 0,3
2 6,8 6,7 6,6 0,1 0,2 0,3
3 6,7 6,7 6,8 0 0,1 0,3
4 6,8 6,8 6,8 0 0 0,3
5 6,8 6,6 6,8 0,2 0 0,3
6 6,8 6,6 6,6 0,2 0,2 0,3
7 6,9 6,8 6,7 0,1 0,2 0,3
8 6,5 6,6 6,7 0,1 0,2 0,3
Bima 1 5,3 5,4 5,5 0,1 0,2 0,3
2 5,2 5,4 5,4 0,2 0,2 0,3
3 5,2 5,4 5,2 0,2 0 0,3
4 5,3 5,3 5,5 0 0,2 0,3
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 55
5 5,4 5,4 5,4 0 0 0,3
6 5,2 5,5 5,5 0,3 0,3 0,3
7 5,2 5,2 5,3 0 0,1 0,3
8 5,2 5,3 5,2 0,1 0 0,3
Talam 2 1 6,1 6,1 6,1 0 0 0,3
2 6 6,1 6,1 0,1 0,1 0,3
3 6,1 6,1 6,2 0 0,1 0,3
4 6,1 6,1 6,2 0 0,1 0,3
5 6 6,1 6,2 0,1 0,2 0,3
6 6 6 6,1 0 0,1 0,3
7 6,1 6,2 6,3 0,1 0,2 0,3
8 6 6,1 6,3 0,1 0,3 0,3
Hasil verifikasi cara pemotongan benih kacang tanah dengan menggunakan prototipe 2014 menggunakan metode acuan 17 jam dibandingkan dengan metode suhu tinggi selama satu jam menggunakan alat prototipe 2014 dan APKT 2017 dapat diterima karena selisih kedua metode dalam batas toleransi ISTA yaitu tidak lebih dari 0,3% (Tabel V. I. 39.).
Uji reprodusibilitas dilaksanakan dengan melibatkan 8 (sembilan) laboratorium penguji/ BPSB. Uji reprodusibilitas dilakukan pengujian pada waktu yang hampir bersamaan di masing-masing laboratorium peserta. Pada tahap ini dilakukan pengiriman bahan dan penjelasan petunjuk teknis secara langsung oleh tim kepada seluruh laboratorium peserta.
Tabel V. I. 40. Data hasil penetapan kadar air laboratorium peserta validasi
Varietas Peserta KA 17 jam (%) KA 1 jam
(%) NA Selisih Toleransi
ISTA
Takar 1 1 6,6 6,6 6,7 0,1 0,3
2 6,7 6,6 6,7 0,1 0,3
3 6,3 6,6 6,7 0,1 0,3
4 6,7 6,4 6,7 0,3 0,3
5 6,7 6,6 6,7 0,1 0,3
6 6,9 6,6 6,7 0,1 0,3
7 6,7 6,8 6,7 0,1 0,3
8 6,7 6,8 6,7 0,1 0,3
Bima 1 5,3 5,3 5,3 0,0 0,3
2 5,2 5,3 5,3 0,0 0,3
3 5,4 5,4 5,3 0,1 0,3
4 5,2 5,1 5,3 0,2 0,3
5 5,3 5,4 5,3 0,1 0,3
6 5,3 5,4 5,3 0,1 0,3
7 5,3 5,3 5,3 0,0 0,3
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 56
8 5,2 5,2 5,3 0,1 0,3
Talam 2 1 6 6 6,0 0,0 0,3
2 5,9 6,1 6,0 0,1 0,3
3 6 5,7 6,0 0,3 0,3
4 6 5,3 6,0 0,7* 0,3
5 6,2 6 6,0 0,0 0,3
6 6,2 5,9 6,0 0,1 0,3
7 6 6,1 6,0 0,1 0,3
8 6 6,1 6,0 0,1 0,3 Ket : * tidak toleran
Berdasarkan hasil penetapankadar air dari peserta validasi hanya terdapat satu peserta yang memberikan hasil yang tidak toleran yaitu lebih dari 0,3% (Tabel V. I. 40.). Metode penetapan kadar air menggunakan APKT 2017 dengan metode suhu tinggi 130-1330C selama 1 jam dapat diterima karena persentase laboratorium yang toleran lebih dari 75% (Tabel V. I. 41). Berdasarkan kuisioner yang dibagikan kepada peserta validasi metode alat pemotong kacang tanah APKT 2017 memberikan hasil pemotongan dibawah 7 mm, hasil pemotongan relatif seragam dan mudah dibersihkan (Tabel V. I. 42.).
Tabel V. I. 41. Persentase laboratorium yang toleran Varietas ∑ Peserta ∑ Peserta
toleran ∑ Peserta tidak
toleran % Toleran
Takar 1 8 8 0 100%
Bima 8 8 0 100%
Talam 2 8 7 1 87,5%
Tabel V. I. 42. Kuisioner penggunaan alat pemotong kacang tanah (APKT
2017)
No. Variabel Kehandalan 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-Rata
1 Design alat potong kacang tanah memenuhi persyaratan
5 3 2 3 3 3 3 3 3
2 Alat potong kacang tanah mudah digunakan
4 3 2 4 3 4 3 3 3
3 Alat potong kacang tanah mempermudah pemotongan
4 3 1 3 3 2 3 3 3
4 Hasil pemotongan dibawah 7 mm 5 3 3 4 4 4 4 4 4
5 Hasil pemotongan relatif seragam 5 3 3 4 4 2 4 4 4
6 Waktu yang digunakan untuk memotong kacang tanah dengan menggunakan alat pemotong lebih cepat
4 3 1 4 3 2 3 3 3
7 Pemotongan dengan menggunakan alat pemotong kacang tanah lebih efisien waktunya
4 3 2 4 3 2 3 2 3
8 Alat pemotong mudah dibersihkan 5 4 2 4 4 4 4 4 4
Ket : Kriteria Penilaian : Sangat Setuju (5), Setuju (4), Kurang Setuju (3), Tidak Setuju (2), Sangat Tidak Setuju(1)
BAB V LAPORAN TAHUNAN 2017
BALAI BESAR PPMB-TPH 5 - 57
Berdasarkan hasil validasi metode cara pemotongan menggunakan alat pemotong kacang tanah (APKT 2017) dapat digunakan dalam penetapan kadar air metode suhu tinggi 130-1330C selama 1 jam. Alat pemotong kacang tanah (APKT 2017) memberikan hasil pemotongan dibawah 7 mm, hasil pemotongan relatif seragam dan mudah dibersihkan. Dari kegiatan validasi metode ini diperoleh rekomendasi bahwa : 1. metode pemotongan benih dengan alat pemotong kacang tanah
(APKT 2017) menggunakan oven suhu tinggi (130-1330C) selama 1
jam dapat digunakan dalam penetapan kadar air benih kacang tanah
menggantikan metode acuan/metode oven suhu rendah (101-
1050C) selama 17 jam.
2. Perlu penyempurnanan design sehingga alat dapat lebih mudah
digunakan, lebih mudah dalam pemotongan dan lebih efisien waktu
pemotongannya.