Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
KEMAMPUAN FERMENTASILactobacillus plantarum
PADA TELUR INFERTIL DENGAN WAKTU
INKUBASI YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh
AZMI MANGALISU
I 111 11 053
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
ii
KEMAMPUAN FERMENTASI Lactobacillus plantarum
PADA TELUR INFERTIL DENGAN WAKTU
INKUBASI YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh
AZMI MANGALISU
I 111 11 053
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Azmi Mangalisu
Nim : I111 11 053
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya Skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi ini, terutama dalam
Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia
dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, Maret 2015
Azmi Mangalisu
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi :Kemampuan Fermentasi Lactobacillus
plantarumpadaTelur Infertil dengan Waktu
InkubasiyangBerbeda
Nama : Azmi Mangalisu
Nomor Induk Mahasiswa : I 111 11 053
Fakultas : Peternakan
Skripsi ini telah Diperiksa dan Disetujui oleh :
Tanggal Lulus : Maret 2015
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas rahmat dan
taufik-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsidengan judul Kemampuan
Fermentasi Lactobacillus plantarum pada Telur Infertil dengan Waktu Inkubasi
yang Berbeda. Penulis dengan rendah hati mengucapakan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi
ini utamanya:
1. Ibu Dr. Nahariah, S.Pt, M.P.sebagai pembimbing utama dan Ibu Dr.
Wahniyathi Hatta, S.Pt, M.Si.selaku pembimbing anggota yang telah
banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan
memberikan nasihat serta motivasi sejak awal penelitian sampaiselesainya
penulisanskripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Wempi Pakiding, M.Sc.,Ibu Dr. Fatma Maruddin,
S.Pt.,M.P., dan Ibu Endah Murpiningrum, S.Pt., M.P.,yang telah banyak
memberikan saran kepada penulis.
3. Ketua Program Studi Teknologi Hasil Ternak Bapak Dr. Muhammad Irfan
Said S.Pt, M.P. dan Bapak Ketua Jurusan Produksi Ternak Dr. Muhammad
Yusuf, S.Pt, Ph. D.
4. Bapak Dekan Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc., Ibu Wakil Dekan I
dan Ibu Wakil Dekan II serta Bapak Wakil Dekan III.
5. Ibu dan Bapak Dosen tanpa terkecuali yang telah membimbing saya selama
kuliah di Fakultas Peternakan dan Pegawai Fakultas Peternakan terima
kasih atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini.
vi
6. Bapak Prof. Dr. Ir.Asmuddin Nasir, M.Sc., Bapak Dr. Ir. Suhendra
Pantjawidjaya, M.Si. danBapak Dr. Ir. Budiman, M.P. selaku Penasehat
Akademik yang telah banyak memberikan arahan dan motivasikepadapenulis.
7. Ibu Prof. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc.selaku Pembimbing Seminar
Studi Pustaka dan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang telah membimbing
penulis. Terima kasih kepada pegawai Teaching Industry Universitas
Hasanuddin yang telah banyak membantu penulis selama pelaksanaan PKL.
8. Kedua orang tua, ayahanda Muh. Amin Syuaib, A.Ma.Pd. dan ibunda
Nurlaela, S.Pd. atas segala doa, motivasi, pengetahuan dan dukungan serta
kasih sayang yang tak terbatassehingga penulis selalu berusaha. Kepada
kakak penulis Irma Suryani, S.Ft, Physio. yang selalu memberikan
motivasi. Adik-adik penulis Yusril Yasmin dan Muh. Ayyub yang telah
banyak memberikan semangat bagi penulis dalam menjalankan aktivitasnya.
9. Teman satu tim penelitian Khaerunnisa, Evo Tenri Ubba, Kiki Rezki
Muchlis, Rajma Fastawa dan Mustabsyirah Usman terima kasih atas kerja
sama dan bantuannya selama penelitian.
10. Bapak Masnar (Keluarga Besar PT. Japfa Comfeed Tbk. Cabang Maros)
dan Kakanda Trias Devianti A. Kusumayang telah banyak membantu dalam
penyediaan alat dan bahan penelitian penulis.
11. Kakanda Syamsuddin, S.Pt., Kakanda Arham Janwar, S.Pt., Kakanda
Muhammad Irfan, S.Pt., Kakanda Rajmi Farida, S.Pt., Kakanda
Syachroni, S.Pt., Kakanda Andri Teguh Prabowo, Kakanda Haikal dan
Kakanda Lukman Hakimyang telah banyak membantu dan memberikan
pengetahuan selama penelitian.
vii
12. Sahabatku Pondok Fiqhi IndahNur Amalia, Ayu Prasetya, Nurul Adha,
danKhaerunnisayang ada setiap saat dan mendukung penulis serta berjuang
bersama-sama dari awal sampai akhir perjuangan.
13. Teman kelas Peternakan B.Syahriana Sabil, Andi Husmaentin, Asrianti,
Suarti, St. Nur Ramadhani, Evy Harjuna Saad, Yuliana Padli, A.
Nurfaini, Harumi Bunga Kasih, St. Hardianti, Muhammad Rifki,
A.Faisal, Arfian Yunanda, Eko Pramono, Indirwan, Utomo Putra
Santoso, Gunawan Busman, Hamri, Yusri, A.Makkarakalangi, Erwin
Eko, Lohesti Rahayu, M. Saldi, Anugrah, Fitrah Ardyaningsih, Silva
Indah Sari, Arie Bilman S, Tri Sukma, Erik Sander, Irma Ramadhani
dan Yosua, terima kasih telah menjadi teman yang baik dari awal kuliah
hingga saat ini.
14. Rekan-rekan Solandeven 2011 terima kasih telah banyak memberikan
persahabatan diantara perbedaan kita.
15. HIMATEHATE_UH terima kasih atas segala bantuan, pengertian dan
kekeluargaan selama ini. Kepada sahabat Aprisal Nur, Nurul Ilmi Harun,
Andi Muhammad Fuad, Alifran Esarianto, Muh. Qurnaldy Hakim, Sri
Hastuti Ningsih, Abi Rangga Kanino, Nur Ahmad, Andi Pancawati, Sitti
Masita, Handayani, Sitti Sarah, Fitria Ningsih, Ahmad Yasir,Nur Aryati,
Budi Utomo, terima kasihatas kepercayaan dan kerja samanya selama ini.
Terima kasih pula kepada Yusrawati, Kartina, Nurhamdayani,Iwan
Herdiyadi, Nur Ichwan, Sari, Agus, Asmiar, Indah, Appeyani, A.
Dharmawan.
viii
16. Terima kasih rekan-rekan Asisten Teknologi Pengolahan Hasil Ternak,
Statistika, Ilmu Ternak Perah dan Manajemen Ternak Perah atas
bantuan, pengalaman dan ilmu yang diberikan selama penulis kuliah di
Fakultas Peternakan.
17. SEMA FAPET-UH atas segala pengalaman dan ilmu yang telah diajarkan
kepada penulis. Terima kasih pula kepadaHIMAPROTEK-UH,
HUMANIKA-UH dan HIMSENA-UH.
18. Kepada Rumput 07, Bakteri 08, Merpati 09, Lion 10, Matador 10, Situasi
10, Flock Mentality 012, Larfa 013 dan Ant’ 014.
19. Teman-teman seperjuangan Korps Pecinta Ternak (KOPTER) dan Ikatan
Keluarga Mahasiswa Sinjai (IKMS) yang selalu memberikan dorongan dan
rasa kekeluargaan kepada penulis.
20. Teman-teman KKN Reguler UNHAS angkatan 87 khususnya Kecamatan
Amali, Kabupaten Bone. Kepada teman posko Desa Benteng TellueRaodatul
Sumira, Kak Musyahida, Dania Barqil, Afif Fikri Aras dan Samuel
Saraterima kasih atas kebersamaan yang telah kalian ciptakan serta dukungan
dan motivasi kepada penulis.
21. Kepada sahabatCOSMIC khususnyaMeutia Mutmainnah, Rezki Inayah
Rasmi, Abd. Wahid Hasdarterima kasih telah menjadi sahabat dan
pendengar yang baik bagi penulis.
22. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasihtelah
membantu dan banyak menjadi inspirasi bagi penulis.
ix
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena itu diharapkan saran untuk perbaikan. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca terutama bagi saya sendiri. Aamiin.
Makassar, Maret 2015
Azmi Mangalisu
x
ABSTRAK
AZMI MANGALISU (I111 11 053). Kemampuan Fermentasi Lactobacillus
plantarum pada Telur Infertil dengan Waktu Inkubasi yang Berbeda. Dibimbing
oleh NAHARIAH dan WAHNIYATHI HATTA.
Penggunaan telur infertil dapat diimbangi peningkatan kualitas produk
sehingga dapat menjadi komoditi yang berdaya saing tinggi dengan cara
fermentasi. Hasil fermentasi dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan fungsional
yang baik untuk kesehatan, memudahkan penyerapan, memperpanjang masa
simpan produk. Tujuan penelitian ini adalahmengetahui kemampuan fermentasi
Lactobacillus plantarumpada telur infertil dengan waktu inkubasi yang berbeda.
Telur Infertil dipecahkan kemudian disterilisasi selama 15 menit dan dilakukan
fermentasi selama 0, 2 dan 4 hari. Parameter yang diukur dalam penelitian ini
adalah jumlah L. plantarum, nilai pH, kandungan asam laktat dan kadar air.
Analisis data penelitian adalah analisis ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah L. plantarum(log 10 CFU/ml)
meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu inkubasi (hari) 0, 2 dan 4 yaitu
sebesar 8,37; 9,31; 9,73. Nilai pH menurun pada waktu inkubasi (hari) 0, 2 dan 4
masing – masing 7,05; 5,67; 5,36. Nilai kandungan asam laktat selama inkubasi 0
hari sebesar 0,62%; inkubasi 2 hari sebesar 1,28%; inkubasi 4 hari sebesar 2,15%.
Nilai kadar air selama inkubasi 0 hari sebesar 71,3%; inkubasi 2 hari sebesar
73,21%; inkubasi 4 hari sebesar 74,94%. Penelitian ini disimpulkan bahwa adanya
kemampuan fermentasiL. plantarum pada telur infertil dengan indikator ada
peningkatan jumlah bakteri L. plantarum, kandungan asam laktat dan kadar air,
namun terjadi penurunan nilai pH selama peningkatan waktu inkubasi, dan
optimal pada waktu inkubasi 4 hari.
Kata Kunci: Telur Infertil, Lactobacillus plantarum,Waktu Inkubasi.
xi
ABSTRACT
AZMI MANGALISU (I111 11 053). Fermentation Ability of Lactobacillus
plantarum on the Infertile Eggs at Different Incubation Time. Guided
byNAHARIAHas main supervisorand WAHNIYATHI HATTAas Co-
supervisor.
The use of infertile eggs can offset the increase in the quality of product so
that can be a highly competitive commodity by fermentation. The result of
fermentation can be used as functional food ingredients that are good for healthy,
facilitate absorption, extend the shelf life of the product. The purpose of this
research was to determine the fermentation ability of Lactobacillus plantarum on
the infertile eggs at different incubation time. Infertile eggs solved than sterilized
for 15 minutes and they are fermented for 0, 2, and 4 days. Parameters measured
in this research was the total L. plantarum, pH value, lactic acid content and
moisture content. Analysis of the research data is completely randomized design
analysis of variance (CRD). The results showed that total L. plantarum (Log10
CFU/ml) increases with the incubation time (days) 0, 2 and 4 in the amount of
8,37; 9,31; 9,73. pH value decreased in the incubation time (days) 0, 2 and 4 they
were 7,05; 5,67; 5,36. Value content of lactid acid during fermentation 0 day was
0,62%; fermentation 2 days was 1,28%; fermentation 4 days was 2,15%. Value
content of moisture during fermentation 0 day was 71,3%; fermentation 2 days
was 73,21%; fermentation 4 days was 74,94%. This research concluded that
fermentation ability ofL. plantarumon the infertile eggswith indicators in the
increase total L. plantarum, lactid acid content and moisture content, but a
decrease in the value of pH during increase ofincubation time and optimum at 4
days incubation.
Key Words : Infertile Eggs, Lactobacillus plantarum, Incubation Time.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Telur .......................................................................... 3
Gambaran Umum Telur Infertil .............................................................. 6
Gambaran Umum Bakteri Lactobacillus plantarum ............................... 8
Penggunaan Lactobacillus plantarum pada Produk – Produk Pangan .. 9
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat .................................................................................. 12
Materi Penelitian ..................................................................................... 12
Metode Penelitian ................................................................................... 12
Analisis Data ........................................................................................... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah L. plantarumpada Telur Infertil Fermentasi ............................... 17
Nilai pH ................................................................................................... 19
Kandungan Asam Laktat ......................................................................... 21
Kadar Air ................................................................................................ 23
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................. 26
Saran........................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 27
LAMPIRAN ................................................................................................... 31
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ 38
xiii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Komposisi Telur Ayam Tiap 100 Gram .............................................. 4
2. Persyaratan Mutu Mikrobiologis .......................................................... 6
3. Jumlah L. plantarum, pH, Nilai Kandungan Asam Laktat, dan
Kadar AirTelur Infertil dengan Waktu Inkubasi yang Berbeda. ........... 17
xiv
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Potongan Melintang Telur .................................................................... 4
2. Lactobacillus plantarum ....................................................................... 8
3. Diagram Alir Penelitian ........................................................................ 15
4. Hubungan Peningkatan Asam Laktat terhadap Penurunan nilai pH .... 20
5. Hubungan Peningkatan L. plantarum terhadap Peningkatan
Kandungan Asam Laktat ...................................................................... 22
6. Hubungan Peningkatan L. plantarum terhadap Peningkatan Kadar
Air ......................................................................................................... 23
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Jumlah Lactobacillus planarum
Pada Telur Infertil dengan Waktu Inkubasi yang Berbeda .................. 31
2. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Nilai pHpada Telur Infertil
dengan Waktu Inkubasi yang Berbeda ................................................. 32
3. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Kandungan AsamLaktat pada
Telur Infertil dengan Waktu Inkubasi yang Berbeda ........................... 33
4. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Kadar Airpada Telur Infertil
dengan Waktu Inkubasiyang Berbeda .................................................. 34
5. Dokumentasi Penelitian ........................................................................ 35
1
PENDAHULUAN
Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar
bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat. Telur banyak diminati karena telur
adalah sumber protein hewani yang murah dan mudah didapatkan oleh semua
kalangan masyarakat (Sudaryani, 2003). Telur juga memiliki asam amino yang
seimbang, lemak esensial, beberapa mineral dan vitamin.
Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk pauk maupun bahan dasar dalam
pengolahan pangan lanjutan, namun di industri penetasan terdapat telur yang tidak
dapat menetas yang disebut telur infertil. Telur infertil adalah hasil candling pada
proses penetasan menggunakan mesin tetas. Telur infertil tidak dapat menetas
karena dalam proses produksinya telur tersebut tidak terbuahi. Pemanfaatan telur
infertil memiliki keterbatasan penggunaan sebagai bahan dalam pengolahan
pangan lanjutan seperti pembuatan sponge cake, kue kering, mayonnaise, ice
cream karena komponen putih telur dan kuning telur menyatu, namun pada
pengolahan pangan lainnya yang tidak memerlukan pemisahan komponen telur
(putih telur dan kuning telur), telur tersebut layak digunakan.
Penggunaan telur infertil dapat diimbangi peningkatan kualitas produk
sehingga dapat menjadi komoditi yang berdaya saing tinggi dengan cara
fermentasi. Hasil fermentasi dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan fungsional
yang baik untuk kesehatan, memudahkan penyerapan, memperpanjang masa
simpan produk. Teknologi fermentasi merupakan salah satu metode untuk
pengembangan produk (Nahariah et al., 2013).
Teknologi fermentasi pada bahan pangan dengan menggunakan mikroba
telah banyak dilakukan seperti bakteri jenis Lactobacillus. Pemanfaatan bakteri
2
jenis Lactobacillus antara lain L. helvaticus, L. bulgaricus, L. plantarum maupun
kombinasi dari berbagai jenis Lactobacillus telah banyak dilakukan pada produk
pangan (Nahariah et al., 2013). Belum banyak penelitian fermentasi menggunakan
Lactobacillus plantarum untuk meningkatkan nilai manfaat telur infertil.
Fermentasi memiliki peranan penting dalam pemanfaatan telur infertil sebagai
produk fermentasi, namun perlu dilakukan penelitian mengenai kemampuan
fermentasi Lactobacillus plantarum pada telur infertil berdasarkan waktu
inkubasi. Berdasarkan kajian di atas, maka dilakukan penelitian untuk
mengevaluasi kemampuan fermentasi Lactobacillus plantarum pada telur infertil
dengan waktu inkubasi yang berbeda.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kemampuan fermentasi
Lactobacillus plantarum pada telur infertil dengan waktu inkubasi yang berbeda.
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi ilmiah baik bagi
mahasiswa, dosen, masyarakat, dan industri penetasan dalam memanfaatkan telur
infertil sebagai media fermentasi L. plantarum dengan waktu inkubasi yang
berbeda.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Telur
Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar
bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat karena telur merupakan bahan
pangan yang mengandung zat–zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna
(Sudaryani, 2003). Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki
rasa yang lezat dan bergizi tinggi. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan
pencampur berbagai makanan, tepung telur, obat, dan lain sebagainya (Asih,
2010).
Telur dikelilingi oleh kulit setebal 0,2–0,4 mm yang berkapur dan berpori–
pori. Bagian sebelah dalam kulit telur, ditutupi oleh dua lapisan yang menempel
satu dengan yang lain, tetapi keduanya akan terpisah pada ujung telur yang tumpul
membentuk kantung udara. Putih telur atau albumen merupakan bagian telur
yang berbentuk seperti gel, mengandung air dan terdiri atas empat fraksi yang
berbeda–beda kekentalannya. Bagian putih telur yang terletak dekat kuning telur
lebih kental dan membentuk lapisan yang disebut kalaza (kalazaferous). Kalaza
ini berbentuk tali yang bergulung dan yang satu menjulur ke arah ujung tumpul,
dan yang lain ke arah ujung lancip dari telur. Kalaza ini dapat mempertahankan
kuning telur pada telur segar berada di tengah–tengah telur (Winarno, 2002).
Telur terdiri atas 3 komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang, putih
telur atau albumin, dan kuning telur. Bagian - bagian telur secara rinci disajikan
pada Gambar 1.
4
Gambar 1. Potongan melintang telur (Suprapti, 2002).
Keterangan gambar :
1. Kulit luar (shell) dengan lapisan tipis di bagian luar (mucus).
2. Selaput tipis yang menempel pada shell selaput tipis lain yang melekat
pada putih telur (membrane).
3. Lapisan putih telur (egg white) pada 2 tempat, dekat dengan kulit (3a)
dan yang dekat dengan kuning telur (3b) kondisinya lebih encer.
4. Lapisan putih telur kental (diapit 2 lapisan putih telur encer).
5. Kuning telur (yolk).
6. Titik benih (lembaga) atau germ spot.
7. Tali pengikat kulit telur (chalazeae).
8. Rongga udara (air space).
9. Lapisan luar kuning telur (vitellin).
Telur mengandung komponen utama yang terdiri atas air, protein, lemak,
karbohidrat, vitamin, dan mineral. Komposisi telur ayam ras disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Telur Ayam Tiap 100 Gram
Komponen Putih Telur Kuning Telur Telur utuh
Air (%) 88,57 48,50 73,70
Protein (%) 10,30 16,15 13,00
Lemak (g) 0,03 34,65 11,50
Karbohidrat (g) 0,65 0,60 0,65
Abu (g) 0,55 1,10 0,90
Sumber: Winarno (2002)
5
Di Indonesia kebanyakan telur diperdagangkan tanpa pengolahan terlebih
dahulu. Kesulitan dalam pengolahan telur diantaranya karena sifat – sifatnya,
antara lain (Hadiwiyoto, 1983) :
a. Kulit telur sangat mudah pecah, retak, dan tidak dapat menahan tekanan
mekanis yang besar, sehingga telur tidak dapat diperlakukan secara kasar
pada suatu wadah.
b. Telur tidak mempunyai bentuk ukuran yang sama besar, sehingga bentuk
elipnya memberikan masalah untuk penanganan secara mekanis dalam
suatu sistem yang kontinyu.
c. Kelembaban udara relatif dan suhu dapat mempengaruhi mutunya
terutama kuning telur dan putih telurnya yang menyebabkan perubahan–
perubahan secara kimiawi dan bakteriologis.
d. Mutu isi yang baik, namun kenampakan luar berpengaruh dalam penjualan
telur, terutama mempengaruhi harga.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas telur ayam, diantaranya
perbedaan kelas, strain, famili, kandungan zat gizi pakan, penyakit, umur dan
suhu lingkungan (Sudaryani, 2003). Telur dapat mengalami kerusakan, baik
kerusakan fisik maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.
Mikroba dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit
telur, baik melalui air, udara, maupun kotoran ayam. Telur harus mendapatkan
cara pengawetan dan penyimpanan yang baik agar kualitas telur tetap terjaga
(Haryoto, 1993; Jawet et al., 1996). Jumlah mikroba dalam telur makin
meningkat sejalan dengan lamanya penyimpanan. Mikroba ini akan mendegradasi
atau menghancurkan senyawa–senyawa yang ada di dalam telur menjadi senyawa
6
berbau khas yang mencirikan kerusakan telur (Winarno, 2002). Persyaratan mutu
mikrobiologis telur disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Persyaratan Mutu Mikrobiologis Telur
No. Jenis Cemaran Mikroba Satuan Batas Maksimum Cemaran
Mikroba (BMCM)
1. Total Plate Count
(TPC)
CFU/g 1 x 105
2. Coliform CFU/g 1 x 102
3. Escherichia coli MPN/g 5 x 101
4. Salmonella sp Per 25 gr Negatif
Sumber : BSN (2008).
Cara mempertahankan mutu telur yaitu dengan mencegah penguapan air dan
terlepasnya gas – gas lain dari dalam isi telur, serta mencegah masuk dan
tumbuhnya mikroba di dalam telur selama mungkin. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan cara menutup pori – pori kulit telur atau mengatur kelembaban dan
kecepatan aliran udara dalam ruangan penyimpanan (Winarno, 2002).
Gambaran Umum Telur Infertil
Telur infertil merupakan telur hasil seleksi (candling) dari perusahaan
penetasan (hatchery) yang tidak bisa ditetaskan karena dalam proses produksinya
telur tersebut tidak terbuahi. Telur infertil biasanya telah diseleksi dan dipisahkan
dari mesin penetas pada hari ke-10 penetasan. Secara fisik kualitas telur ini sudah
turun karena komponen putih telur (albumen) dan kuning telur (yolk) sudah
menyatu namun masih layak untuk dikonsumsi. Telur infertil biasanya dijual ke
konsumen dengan harga sangat rendah dibanding dengan telur segar (Ningrum et
al., 2013).
Telur infertil yang diperoleh dari proses candling pada saat penetasan telur
menggunakan mesin tetas jumlahnya dapat mencapai 26,7% dari total telur yang
7
masuk ke dalam mesin tetas. Apabila kapasitas mesin tetas yang digunakan
mencapai ribuan, maka telur infertil yang diperoleh juga akan banyak (Almunifah,
2013).
Telur infertil (telur tidak dibuahi) yang berpeluang cukup besar sebagai telur
konsumsi, pada beberapa penetasan di Kalimantan Selatan berkisar antara 7,75-
26,02% (Wasito dan Rohaeni, 1994). Winarti dan Triyantini (2005) melaporkan
bahwa telur infertil pada penetasan itik di kecamatan Kretek Kabupaten Bantul
Provinsi D.I. Yogyakarta sebesar 20%, dengan kapasitas 6.500–7000 butir/periode
penetasan, maka setiap periode penetasan (28 hari) dihasilkan sekitar 1.300–1.400
butir telur infertil. Seleksi telur infertil pada penetasan biasanya dilakukan pada
hari ke-2 penetasan atau pada hari ke-5, tergantung dari kebiasaan/pengetahuan
penetas. Telur infertil pada penetasan dengan mesin tetas biasanya dimanfaatkan
sebagai telur konsumsi namun belum diketahui mutunya.
Proses penetasan menggunakan mesin tetas biasanya diperoleh telur ayam
infertil pada saat candling. Telur infertil dideteksi dengan cara diteropong
(candling) menggunakan cahaya. Telur infertil akan tampak terang saat candling.
Telur yang nampak terang saat proses candling sebenarnya tidak hanya telur
infertil saja tetapi juga telur yang embrionya mengalami mati dini, namun pada
proses candling semua telur tampak terang disebut sebagai telur infertil karena
penampakannya sama (Nuryati et al., 2002).
Telur infertil hasil candling pada proses penetasan menggunakan mesin
tetas tergolong telur yang sudah tidak segar lagi karena sudah mengalami
pengeraman hingga berhari-hari dengan suhu 38oC. Faktor lingkungan atau
kondisi pengeraman serta waktu pengeraman telur dapat mempengaruhi sifat
8
telur. Telur biasanya dimanfaatkan sebagai telur konsumsi dan sebagai bahan
pada industri pengolahan pangan. Sebagai telur konsumsi, zat gizi di dalam telur
tersebut perlu diperhatikan (Almunifah, 2013).
Nuryati et al. (2002) menyatakan telur tampak terang pada saat candling
disebabkan karena telur infertil atau embrio dalam telur mengalami mati dini.
Telur infertil sendiri dapat disebabkan karena perbandingan antara pejantan dan
induk kurang seimbang pada saat proses pembuahan, gizi pejantan dan induk
ayam kurang sempurna (vitamin A dan E), umur pejantan dan induk yang terlalu
tua atau muda, dan kurang aktif atau kualitas sperma kurang baik. Embrio di
dalam telur mengalami mati dini disebabkan karena faktor penyimpanan telur
tetas yang kurang baik dan penyimpanan terlalu lama, serta fumigasi terlalu lama
atau dosis fumigan terlalu tinggi juga dapat menjadikan embrio telur mati dini.
Gambaran Umum bakteri Lactobacillus plantarum
Bakteri L. plantarum adalah bakteri asam laktat yang termasuk dalam filum
Firmicutes, ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus
Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan bentuk batang, umumnya dalam
berbentuk rantai pendek (Pelczar dan Chan, 2008; Fardiaz, 1993; Tamine and
Robinson, 1985; Buckle et al., 1987). Lacobacillus plantarum disajikan pada
Gambar 2.
Gambar 2. Lactobacillus plantarum (Anonim, 2009)
9
Lactobacillus plantarum bersifat Gram positif, non motil, dan berukuran
0,6-0,8 μm x 1,2-6,0 μm. Bakteri ini memiliki sifat antagonis terhadap
mikroorganisme penyebab kerusakan makanan seperti Staphylococcus aureus,
Salmonella, dan Gram negatif. Lacobacillus plantarum bersifat toleran terhadap
garam, memproduksi asam dengan cepat dan memiliki pH ultimat 5,3 hingga 5,6
(Buckle et al., 1987). Lactobacillus plantarum dalam keadaan asam memiliki
kemampuan untuk menghambat bakteri patogen dan bakteri pembusuk (Delgado
et al., 2001).
Lactobacillus plantarum merupakan jenis bakteri yang bersifat proteolitik
yang dapat mengurai senyawa protein menjadi senyawa yang lebih sederhana
untuk memperoleh nutrisi bagi pertumbuhan bakteri (Rostini, 2007).
Lactobacillus plantarum yang merupakan bakteri asam laktat (BAL) juga
menghasilkan bakteriosin yang berfungsi sebagai zat antimikroba yang mampu
menghambat bakteri Gram negatif (Indarwati et al., 2010; Jenie dan Rini, 1995).
Pertumbuhan L. plantarum dapat menghambat kontaminasi dari mikrooganisme
patogen dan penghasil racun karena kemampuannya menghasilkan asam laktat
dan menurunkan pH substrat, selain itu BAL dapat menghasilkan hidrogen
peroksida yang dapat berfungsi sebagai antibakteri (Suriawiria, 1983).
Penggunaan Lactobacillus plantarum pada Produk – Produk Pangan
Fermentasi adalah proses secara aerob maupun anaerob yang menghasilkan
berbagai produk dengan melibatkan aktivitas mikroba terkontrol (Darwis dan
Sukara, 1989). Proses fermentasi akan mengubah laktosa menjadi glukosa dan
galaktosa oleh aktivitas kultur starter sehingga akan mengurangi gangguan
pencernaan bila mengkonsumsinya (Afriani, 2010).
10
Penelitian yang dilakukan Sunarlim et al. (2007) mengenai fermentasi susu
dengan bakteri L. plantarum menunjukkan bahwa kadar air pada fermentasi susu
tersebut adalah 79,26 % dengan pH asam yaitu 4,55 dan total asam laktat sebesar
0,69 % sedangkan total BAL sebesar 6,39 CFU/ml. Penelitian Afriani (2010)
menunjukkan bahwa fermentasi dadih susu kerbau dengan bakteri L. plantarum
memiliki total asam laktat sebesar 0,51 % sedangkan total BAL sebanyak 1,19 x
1013
CFU/ml dengan pH asam yaitu 4,2.
Penelitian Indarwati et al. (2010) mengenai penggunaan bakteri
L. plantarum pada tempe menunjukkan bahwa keberadaan bakteri asam laktat
dapat menurunkan pH larutan sehingga dapat mengurangi kontaminasi. Penelitian
ini menggunakan kombinasi konsentrasi penambahan bakteri L. plantarum dan
waktu perendaman sehingga menghasilkan total bakteri asam laktat yang
maksimum dan nilai minimum untuk E. coli. Hasil perlakuan terbaik yang
didapatkan, yaitu konsentrasi penambahan bakteri L. plantarum sebesar 109
CFU/ml dan waktu perendaman selama 9 jam diperoleh produk akhir berupa
tempe probiotik dengan total bakteri asam laktat sebesar 3,2 x 106 CFU/ml.
Zubaidah dan Irawati (2010) melaporkan bahwa mocaf yang dihasilkan dari
kultur campuran dan waktu inkubasi 48 jam mempunyai hasil lebih baik daripada
kontrol (tepung ubi kayu tanpa fermentasi). Hasil fermentasi mocaf dengan
menggunakan L. plantarum yaitu nilai viskositas meningkat dengan
meningkatnya waktu inkubasi dan jenis kultur. Semakin bertambahnya waktu
maka meningkat pula aktivitas enzim dalam mendegradasi pati, sehingga semakin
banyak jumlah air terikat yang terbebaskan, akibatnya tekstur bahan menjadi
lunak dan berpori. Keadaan ini menyebabkan penguapan air selama proses
11
pengeringan semakin mudah, dengan demikian kadar air tepung mocaf semakin
menurun dalam jangka waktu pengeringan yang sama.
Lama fermentasi 18, 24, dan 30 jam pada putih telur ayam ras dapat
meningkatkan jumlah populasi bakteri L. plantarum (Log10 CFU/ml) yaitu
masing-masing 5,88; 6,04; 6,13, menurunkan nilai pH sebesar 7,69 pada waktu
fermentasi 18 jam, 6,43 selama fermentasi 24 jam dan 6,35 pada lama fermentasi
30 jam dan meningkatkan total asam titrasi (%) selama proses fermentasi 18, 24,
dan 30 jam masing-masing sebesar 0,08; 0,17; 0,17 (Nahariah et al., 2013).
12
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 – Januari 2015,
bertempat di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Daging dan Telur Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung sampel, tabung
reaksi, cawan petri, erlenmeyer, micropipet, tip, spoit, timbangan analitik, gelas
ukur, inkubator, biuret, spatula, autoclave, colony counter, vortex, pH meter,
magnetic stirrer, PCR Hood, rak tabung, tube shaker.
Bahan yang digunakan adalah telur ayam ras infertil masa pengeraman 18
hari yang diambil dari PT. Japfa Comfeed Tbk. Cabang Maros sebanyak 45 butir,
kultur bakteri Lactobacillus plantarum FNCC 0027 koleksi Laboratorium
Mikrobiologi Pusat studi Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,
Nutrient agar, MRS (Man Rogosa Sharpe) broth, aluminium foil, sari tomat,
akuades, alkohol, NaCl 0,89%, NaOH 0,1 N, PP (fenolpthalein), larutan buffer pH
4 dan pH 7.
Metode Penelitian
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan tiga kali ulangan.
13
Telur infertil yang digunakan sebanyak 45 butir. Tiap perlakuan memerlukan 5
butir telur. Perlakuan tersebut terdiri dari :
F0 : Waktu inkubasi 0 hari.
F2 : Waktu inkubasi 2 hari.
F4 : Waktu inkubasi 4 hari.
B. Prosedur Penelitian
Propagasi kultur. Lactobacillus plantarum FNCC 0027 disimpan pada media De
Man Ragosa Sharpe (MRS) agar. Perbanyakan kultur dengan melakukan
pembuatan sub kultur. Pembuatan sub kultur dilakukan dengan memindahkan
culture stock ke dalam media cair MRS broth yang telah ditambahkan ekstrak
tomat 20% dan diinkubasi selama 24 jam (Pramono et al., 2003). Kultur yang
telah disimpan pada media MRS broth diinokulasikan sebanyak 10% ke dalam
putih telur yang mengandung 20% ekstrak tomat untuk menghasilkan kultur kerja
(Nahariah et al., 2013).
Preparasi Sampel. Sampel telur dipisahkan dari kulitnya kemudian dimasukkan
ke dalam botol sampel. Sampel sebanyak 100 ml dihomogenkan dan selanjutnya
disterilisasi menggunakan ultraviolet dengan menempatkannya dalam PCR Hood
selama 15 menit. Sampel yang telah steril ditambahkan kultur kerja sebanyak 10
ml dan selanjutnya dihomogenkan dengan tube shaker, sampel selanjutnya
diinkubasi sesuai perlakuan penelitian.
14
C. Parameter yang Diukur
Perhitungan Jumlah L. plantarum (Nahariah et al., 2013). Pengujian jumlah
L. plantarum dilakukan dengan metode cawan tuang. Sampel telur sebanyak 1 ml
yang akan diuji diencerkan dalam larutan 9 ml NaCl 0,86% dan dihomogenkan
menggunakan vortex. Pengenceran dilakukan dari 10-1
sampai 10-8
. Selanjutmya,
setiap pengenceran dipupuk pada cawan petri yang berisi medium Nutrient agar
dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Cawan yang memberikan hitungan
koloni 30 – 300 dipakai sebagai perhitungan koloni. Pengujian dilakukan
sebanyak 3 kali ulangan.
Pengukuran pH (Apriyantono et al., 1989). pH meter dinyalakan dan
dinetralkan selama 15 - 30 menit dan distandarisasi dengan larutan buffer pH 4
dan pH 7. Elektroda pH meter kemudian dibilas dengan akuades lalu dikeringkan
dengan kertas tissu. Sampel dapat diukur setelah pH meter dikalibrasi. pH meter
dicelup pada sampel lalu dibiarkan sampai angka pH meter stabil. Nilai tertera
pada layar monitor pH meter. Setelah dilakukan pengukuran, pH meter kemudian
dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tissu.
Pengujian Kandungan Asam Laktat (metode titrasi). Keasaman dapat
dianalisis dengan metode titrasi dengan cara 10 ml suspensi ditambah tiga tetes
fenolpthalein, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N (AOAC, 2005).
Rumus yang digunakan adalah:
ml NaOH x N NaOH x 0,09
% asam laktat = x 100 %
Berat sampel
15
Analisa Kadar Air (AOAC, 2003). Kadar air ditentukan dengan mengeringkan
sampel sebanyak 20 ml ke dalam oven pada suhu 1020C kemudian didinginkan di
dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dilakukan selama 24 jam. Kadar air
dihitung dengan rumus:
W1 – W2
% Kadar air = x 100 %
W1
Keterangan :
W1 : Berat awal sampel
W2 : Berat setelah kering
Diagram alir penelitian fermentasi telur infertil menggunakan bakteri L.
plantarum dengan waktu inkubasi yang berbeda disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian.
Mensterilisasi dengan ultraviolet di
dalam PCR Hood selama 15 menit
Memasukkan dalam botol sampel
Inokulasi kultur kerja L. plantarum (106)
Parameter
Perhitungan jumlah
L. plantarum
Uji pH Uji Kadar Air
Uji Kandungan
Asam Laktat
Sesuai waktu inkubasi
Telur infertil masa
pengeraman 18 hari
Inokulasi L. plantarum ke media
cair MRS broth + 20% ekstrak tomat
dan diinkubasi selama 24 jam
Inokulasi kultur L. plantarum 10%
ke putih telur ayam ras + 20%
ekstrak tomat dan diinkubasi selama
24 jam
16
Analisis Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan Analisis Ragam
berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gaspersz, 1991) dengan tiga
perlakuan dan tiga kali ulangan. Model statistik yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Yij = µ + τi + εij
i = 1, 2, 3, …i = perlakuan
j = 1, 2, 3…j = ulangan
Keterangan :
Yij = variabel respon pengamatan
µ = nilai rata – rata hasil pengamatan
τi = pengaruh waktu inkubasi telur infertil ke-i
εij = Pengaruh galat percobaan dari waktu inkubasi telur infertil ke-i
dan ulangan ke-j
Selanjutnya jika perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka akan
dilanjutkan dengan uji Least Significant different (LSD) (Gaspersz, 1991).
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Evaluasi kemampuan fermentasi bakteri L. plantarum pada telur infertil
melalui perhitungan jumlah bakteri yang dapat tumbuh dan hasil metabolismenya
antara lain pengukuran pH, kadar air, dan kandungan asam laktat yang terbentuk
selama proses fermentasi disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah L. plantarum, pH, Nilai Kandungan Asam Laktat, dan Kadar Air
Telur Infertil pada Waktu inkubasi yang Berbeda.
Waktu
inkubasi
(Hari)
Jumlah L.
plantarum
(Log10 CFU/ml)
pH
Kandungan
Asam Laktat
(%)
Kadar Air (%)
0 8,37 ± 0,09a
7,05 ± 0,11a
0,62 ± 0,11a 71,3 ± 0,36
a
2 9,31 ± 0,08b
5,67 ± 0,44b
1,28 ± 0,41b
73,21 ± 1,26b
4 9,73 ± 0,07c
5,36 ± 0,11c
2,15 ± 0,27c
74,94 ± 0,57c
Rata - rata 9,14 ± 0,69 6,03 ± 0,89 1.35 ± 0,77 73,15 ± 1,82 Keterangan:
abc superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat
nyata (P<0.01).
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan jumlah L. plantarum selama
proses fermentasi yang diikuti oleh penurunan nilai pH dan peningkatan
kandungan asam laktat dan kadar air. Kecepatan pertumbuhan dan viabilitas
bakteri L. plantarum ditentukan oleh kesesuaian dan kandungan nutrisi yang
terdapat pada media fermentasi.
Jumlah Lactobacillus plantarum pada Telur Infertil Fermentasi
Tabel 3 menunjukkan bahwa waktu inkubasi berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap jumlah L. plantarum pada telur infertil sebagai media
pertumbuhannya. Hasil uji lanjut LSD menunjukkan bahwa jumlah L. plantarum
berbeda sangat nyata (P<0,01) pada setiap perlakuan waktu inkubasi.
Jumlah L. plantarum (log10 CFU/ml) pada telur infertil berbeda sangat nyata
meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu inkubasi (hari) 0, 2 dan 4 yaitu
18
sebesar 8,37; 9,31; 9,73. Perbedaan jumlah L. plantarum ditentukan oleh waktu
inkubasi. Semakin meningkat waktu inkubasi maka jumlah L. plantarum juga
semakin meningkat. Waktu inkubasi 4 hari lebih tinggi dari waktu inkubasi
lainnya karena L. plantarum membutuhkan adaptasi yang lama. Hal ini sesuai
dengan pendapat Nahariah et al. (2015), kemampuan bakteri L. plantarum pada
telur menunjukkan aktivitas rendah dibandingkan pada produk pangan lainnya,
hal ini disebabkan oleh kemampuan L. plantarum mengurai senyawa yang ada
pada telur lebih kompleks dan membutuhkan waktu adaptasi yang lebih lama.
Promono et al. (2003), kecepatan pertumbuhan didasarkan adanya sumber energi
dan nutrisi, serta kondisi lingkungan yang cocok. L. plantarum lebih cepat tumbuh
pada media dengan jumlah oksigen yang lebih rendah (Rahman et al.,1992).
Beberapa penelitian menunjukkan waktu inkubasi berpengaruh terhadap
populasi L. plantarum antara lain bakteri L. plantarum pada dadih susu sapi
meningkatkan jumlah L. plantarum (Log10 CFU/ml) dari 6,39 pada fermentasi 0
hari menjadi 7,18 pada fermentasi 7 hari (Syahrir, 2002). Afriani et al. (2011)
melaporkan bahwa pada dadih susu sapi yang difermentasi L. plantarum terdapat
peningkatan jumlah L. plantarum dari 9,7 x 109 menjadi 0,33 x 10
11 selama 48
jam. Nahariah et al. (2013) melakukan penelitian mengenai kemampuan tumbuh
L. plantarum pada putih telur ayam ras dengan waktu inkubasi yang berbeda
menunjukkan bahwa jumlah L. plantarum (Log10 CFU/ml) pada putih telur
terhadap waktu inkubasi 18 jam, 24 jam dan 30 jam fermentasi berturut-turut
sebesar 5,884; 6,035; 6,131.
Peningkatan jumlah L. plantarum pada fermentasi telur infertil diduga telur
infertil memiliki nutrisi seperti karbohidrat dan protein. Winarno (2002), telur
19
mengandung protein 13% dan karbohidrat 0,65%. Bakteri L. plantarum
merupakan jenis bakteri yang bersifat proteolitik yang dapat mengubah senyawa
protein menjadi senyawa yang lebih sederhana. Senyawa tersebut menghasilkan
energi yang dibutuhkan bakteri untuk hidup. Lingkungan yang sesuai termasuk
tersedianya nutrisi yang cukup akan meningkatkan produktivitas bakteri selama
waktu fermentasi tertentu (Nahariah et al., 2015). Pertumbuhan bakteri pada
suatu medium diduga berhubungan erat dengan kemampuan bakteri tersebut
dalam memetabolisme nutrisi yang ada terutama kemampuan memecah protein.
Selama pertumbuhannya, bakteri asam laktat memecah protein menjadi asam
amino dan peptida yang digunakan sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan
dan perbanyakan sel (Nisa et al., 2008).
Nilai pH
Tabel 3 menunjukkan peningkatan waktu inkubasi berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap nilai pH. Nilai pH menurun seiring dengan peningkatan waktu
inkubasi. Hasil uji lanjut LSD menunjukkan bahwa nilai pH berbeda sangat nyata
(P<0,01) pada setiap perlakuan waktu inkubasi. Penurunan tersebut diduga karena
terjadi metabolisme L. plantarum dalam menghasilkan asam laktat.
Perlakuan waktu inkubasi yang berbeda pada telur infertil sebagai media
pertumbuhan L. plantarum menunjukkan penurunan pH berbeda sangat nyata
pada waktu inkubasi (hari) 0, 2 dan 4 masing – masing 7,05; 5,67; 5,36. Aktivitas
fermentasi dapat menurunkan pH produk juga terjadi pada penelitian Nahariah et
al. (2013) mengenai fermentasi putih telur ayam ras selama 18 jam, 24 jam dan 30
jam yang masing-masing sebesar 7,689; 6,434; 6,353. Beberapa penelitian
sebelumnya pada produk pangan lainnya antara lain Zubaidah et al. (2010)
20
tentang fermentasi bekatul dan susu skim, rerata nilai pH pada media fermentasi
bekatul dan susu skim jam ke- 0 berkisar 6,40-6,43, dan pada jam ke- 12
mengalami penurunan menjadi berkisar 3,93-5,30. Nisa et al. (2008), fermentasi
susu kedelai mengalami penurunan nilai pH dari 6,60 menjadi 4,65 setelah
dilakukan fermentasi.
Nilai pH telur infertil menurun selama fermentasi. Hal ini terjadi karena
peningkatan waktu inkubasi juga meningkatkan jumlah dan metabolisme bakteri
yang menghasilkan asam laktat sehingga nilai pH menurun. Peningkatan asam
laktat terhadap penurunan nilai pH disajikan pada Gambar 4. Nahariah et al.
(2013), penurunan pH disebabkan oleh adanya aktivitas fermentasi yang
mengubah karbohidrat atau gula dalam bahan makanan menjadi asam dan air serta
produk – produk akhir lainnya.
Gambar 4. Hubungan Peningkatan Asam Laktat terhadap Penurunan Nilai pH.
Selama proses fermentasi terjadi penurunan derajat keasaman akibat
metabolisme mikroba pada media fermentasi, diantaranya asam laktat yang
menyebabkan terjadinya penurunan pH. Nisa et al., (2008), asam laktat sebagai
produk utama fermentasi mudah terdisosiasi menghasilkan H+ dan
21
CH3CHOHCOO-. Adanya ion H
+ semakin mempengaruhi nilai pH, semakin
banyak asam laktat yang dihasilkan maka konsentrasi ion H+ semakin meningkat
dan terukur dipengukuran pH. Akumulasi asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri
asam laktat dapat menurunkan pH media fermentasi. Nilai pH yang terhitung
merupakan konsentrasi H+ yang terbebaskan selama proses fermentasi.
Kandungan Asam Laktat
Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan waktu inkubasi yang berbeda pada
telur infertil berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan asam laktat.
Hasil uji lanjut LSD menunjukkan bahwa persentase kandungan asam laktat
berbeda sangat nyata (P<0,01) meningkat pada setiap perlakuan waktu inkubasi.
Peningkatan kandungan asam laktat setelah fermentasi diduga karena hasil
metabolisme bakteri L. plantarum. Peningkatan waktu inkubasi juga meningkatan
jumlah L. plantarum yang menghasilkan asam lebih tinggi sebagai hasil
fermentasi.
Perlakuan waktu inkubasi yang berbeda pada telur infertil sebagai media
pertumbuhan L. plantarum menghasilkan peningkatan nilai kadar total asam.
Nilai kandungan asam laktat selama waktu inkubasi 0 hari sebesar 0,62%; waktu
inkubasi 2 hari sebesar 1,28%; waktu inkubasi 4 hari sebesar 2,15%. Produksi
asam laktat selama waktu inkubasi mengalami peningkatan karena adanya
peningkatan jumlah bakteri pada peningkatan waktu inkubasi yang dapat
mengurai senyawa karbohidrat dan protein dalam bahan pangan. Peningkatan
jumlah L. plantarum pada telur infertil menghasilkan kandungan asam laktatyang
tinggi disajikan pada Gambar 5. Fermentasi secara umum pada bahan pangan
memecah karbohidrat sedangkan fermentasi pada telur secara umum dapat
22
memecah protein yang tinggi menjadi asam laktat tergantung jenis bakteri yang
digunakan (Nahariah et al., 2015).
Gambar 5. Hubungan Peningkatan Jumlah L. plantarum Terhadap Peningkatan
Kandungan Asam Laktat
Penelitian yang dilakukan Nahariah et al. (2013) pada putih telur ayam ras
menunjukkan peningkatan kandungan asam laktat (%) yang berbeda selama
proses fermentasi optimal pada waktu inkubasi 30 jam yaitu sebesar 0,171.
Fermentasi pada telur infertil menghasilkan asam laktat yang tinggi daripada putih
telur yang difermentasi. Hal ini terjadi karena jumlah L. plantarum yang
dihasilkan juga rendah diduga adanya nutrisi yang lebih banyak pada telur infertil
yang dibutuhkan L. plantarum untuk hidup. Nahariah et al. (2013), perbedaan
persentase total asam setiap bahan pangan ditentukan oleh kemampuan mikroba
mengurai komponen penyusun bahan pangan tersebut. Pemanfaatan bakteri L.
plantarum dapat meningkatkan keasaman sebesar 1,5 sampai 2,0% (Afriani et al.,
2011).
Penelitian sebelumnya pada bahan pangan lainnya oleh Zubaidah et al.
(2010) tentang fermentasi bekatul dan susu skim, rerata total asam pada media
23
fermentasi bekatul dan susu skim jam ke- 0 berkisar 0,2340-0,2516% dan pada
jam ke-12 mengalami peningkatan menjadi berkisar 0,4065-1,053%. Afriani et al.
(2011) melakukan penelitian mengenai fermentasi dadih susu sapi selama 48 jam
menghasilkan kandungan asam laktat sebanyak 0,88%. Waktu inkubasi 0 hari, 7
hari, 14 hari menghasilkan kandungan asam laktat masing – masing 0,69%; 1,325;
1,42% (Syahrir, 2002).
Kadar Air
Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan waktu inkubasi yang berbeda pada
telur infertil berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air. Hasil uji lanjut
LSD menunjukkan bahwa persentase kadar air berbeda sangat nyata meningkat
(P<0,01) sejalan dengan meningkatnya waktu inkubasi. Peningkatan kadar air
setelah fermentasi diduga karena hasil metabolisme bakteri L. plantarum
termasuk air meningkat sejalan dengan meningkatnya waktu inkubasi.
Peningkatan jumlah L. plantarum yang menaikkan kadar air telur infertil
fermentasi disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Hubungan Peningkatan Jumlah L. plantarum terhadap Peningkatan
Kadar Air
24
Perlakuan waktu inkubasi yang berbeda pada telur infertil sebagai media
pertumbuhan L. plantarum menghasilkan nilai kadar air selama waktu inkubasi 0
hari sebesar 71,3% berbeda nyata meningkat pada waktu inkubasi 2 dan 4 hari,
waktu inkubasi 2 hari sebesar 73,21% berbeda nyata pada waktu inkubasi 0 dan 4
hari, waktu inkubasi 4 hari sebesar 74,94% berbeda nyata pada waktu inkubasi 0
dan 2 hari. Hal ini menunjukkan semakin lama waktu inkubasi maka semakin
banyak jumlah air yang dihasilkan. Kadar air merupakan hasil metabolisme yang
dihasilkan dari proses fermentasi, semakin banyak L. plantarum yang tumbuh
maka hasil metabolismenya juga semakin tinggi (Syahrir, 2002). Beberapa
penelitian mengenai fermentasi dengan L. plantarum yang dilakukan oleh Afriani
et al. (2011) tentang dadih susu sapi yang menghasilkan kadar air sebanyak
73,02% selama fermentasi 48 jam. Penggunaan bakteri L. plantarum pada
fermentasi bekasam ikan bandeng menghasilkan kadar air 73,01% setelah 5 hari
mengalami fermentasi (Zummah dan Wikandari, 2013).
Tingginya kadar air diduga adanya aktivitas metabolisme L. plantarum.
Waktu inkubasi akan menghasilkan aktivitas amilolitik bakteri asam laktat karena
adanya peningkatan jumlah bakteri L. plantarum. Aktivitas amilolitik akan
mampu menghidrolisis protein sederhana, dengan adanya hidrolisis protein maka
akan dihasilkan glukosa dan gula – gula lain yang lebih banyak, selanjutnya
glukosa dan gula tersebut akan diubah menjadi piruvat dengan membebaskan
molekul air, sehingga kadar air juga lebih banyak (Zummah dan Wikandari,
2013).
Waktu inkubasi menyebabkan semakin meningkatnya kadar air yang
terdapat pada telur infertil. Adanya pengaruh metabolisme dari mikroba akan
25
diikuti oleh produk sampingan, salah satunya berupa H2O yang mengakibatkan
nilai kadar air meningkat. Semakin lama waktu inkubasi, semakin banyak bakteri
membutuhkan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangannya yang mana
protein, lemak, karbohidrat dan komponen lainnya menjadi senyawa yang lebih
sederhana, kemudian diserap ke dalam sel sehingga bakteri dapat untuk tumbuh
dan berkembang (Melia et al., 2009)
26
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
adanya kemampuan fermentasi L. plantarum pada telur infertil dengan indikator
ada peningkatan jumlah bakteri L. plantarum, kandungan asam laktat dan kadar
air, namun terjadi penurunan nilai pH selama peningkatan waktu inkubasi, dan
optimal pada waktu inkubasi 4 hari.
Saran
Penggunaan telur infertil sebagai media pertumbuhan bakteri L. plantarum
pada waktu inkubasi 4 hari.
27
DAFTAR PUSTAKA
Afriani. 2010. Pengaruh penggunaan starter bakteri asam laktat Lactobacillus
plantarum dan Lactobacillus fermentum terhadap total bakteri asam laktat,
kadar asam dan nilai pH dadih susu sapi. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Peternakan. 8(6) : 279-285.
Afriani, Suryono, dan H. Lukman. 2011. Karakteristik dadih susu sapi hasil
fermentasi beberapa starter bakteri asam laktat yang diisolasi dari dadih
asal Kabupaten Kerinci. Agrinak. 1(1) : 36 – 42.
Almunifah, M. 2013. Sifat Fungsional Telur Ayam Infertil dari Proses
Pengeraman Menggunakan Mesin Tetas dan Aplikasinya pada Pembuatan
Produk Sponge Cake. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Anonim. 2009. Lactobacillus plantarum. http:// microbewiki. kenyon.edu/ index.
php/lactobacillus_plantarum_and_its_biological_implications.html.
Diakses pada tanggal 24 November 2014.
AOAC. 2003. Official Methods of Analysis. 17th
Ed (2 revision) AOAC
Internasional. Gaitherburg, MD. USA.
AOAC. 2005. Official Methods of Analysis, 18 edition. Association of Official
Analytical Chemists. Washinton.
Apriyantono, A., S. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sendarwati dan S. Budiyanto.
1989. Analisa Pangan, Petunjuk Laboratorium, Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Asih, N. H. F. 2010. Kualitas Sensoris dan Antioksidan Telur Asin dengan
Penggunaan Campuran KCl dan Ekstrak Daun Jati. Skripsi. Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 3926:2008 tentang Telur Ayam
Konsumsi. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wooton.1987. Ilmu Pangan.
Universitas Press. Jakarta.
Darwis, A. A. dan E. Sukara. 1989. Teknologi Mikrobial. Pusat antar Universitas
Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Delgado, A., D. Brito, P. Fevereiro, C. Peres, and J.F. Marques. 2001.
Antimicrobial activity of L. plantarum, isolated from a traditional lactic
acid fermentation of table olives. INRA, EDP Science. 81 (1): 203-215.
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Garfindo Pesada.
Jakarta.
Gaspersz, V. 1991. Metode Rancangan Percobaan. Arminco. Bandung.
28
Hadiwiyoto, Soewedo. 1983. Hasil – Hasil Olahan : Susu, Ikan, Daging, dan
Telur. Liberty. Yogyakarta.
Haryoto. 1993. Pengawetan Telur Segar. Penebar Swadaya. Jakarta.
Indarwati, A. R., S. Kumalaningsih, dan Wignyanto. 2010. Penambahan
Konsentrasi Bakteri Lactobacillus plantarum dan Waktu Perendaman pada
Proses Pembuatan Tempe Probiotik. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang
Jawet, Melnick, dan Adelberg’s. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba
Medica. Jakarta
Jenie, S. L. dan S. E. Rini. 1995. Aktivitas antimikroba dari beberapa spesies
lactobacillus terhadap mikroba patogen dan perusak makanan. Buletin
Teknologi dan Industri Pangan. 7(2) : 46-51.
Melia, S., I. Juliyarsi, dan Africon. 2009. Teknologi Pengawetan Telur Ayam Ras
dalam Larutan Gelatin dari Limbah Kulit Sapi. Laporan Penelitian.
Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang.
Nahariah, A. M. Legowo, E. Abustam, A. Hintono, Y. B. Pramono, dan F. N.
Yuliati. 2013. Kemampuan tumbuh bakteri Lactobacillus plantarum pada
putih telur ayam ras dengan lama fermentasi yang berbeda. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Peternakan. 3(1) : 33-39.
Nahariah, A. M. Legowo, E. Abustam, A. Hintono. 2015. Angiotensin I-
Converting Enzyme Inhibitor Activity on Egg Albumen Fermentation.
Asian Australas. J. Anim. Sci. 28(5-6) : http://dx.doi.org/10.5713/
ajas.14.0419
Ningrum, E. M., M. I. Said, dan M. Hatta. 2013. Pengaruh Penggunaan Daging
Buah Semu Jambu Mete dan Telur Infertil sebagai Bahan Dasar
Pembuatan Abon Telur. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Nisa, F. C., J. Kusnadi, dan R. Chrisnasari. 2008. Viabilitas dan deteksi subletal
bakteri probiotik pada susu kedelai fermentasi instan metode pengeringan
beku (kajian jenis isolate dan konsentrasi sukrosa sebagai krioprotektan).
Jurnal Teknologi Pertanian. 9(1) : 40 – 51.
Nuryati, L. K. Sutarto, dan S. P. Hardjosworo,. 2002. Sukses Menetaskan Telur.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Pelczar, M. J. dan E.C.S. Chan. 2008, Dasar-Dasar Mikrobiologi 2, UI Press.
Jakarta.
Pramono, Y. B., E. Harmayani, dan T. Utami. 2003. Kinetika pertumbuhan
Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus sp pada media MRS cair.
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 14(1) : 46-50.
29
Rahman, A., S. Fardiaz, W.P. Rahayu, Suliantari dan C.C. Nurwitri. 1992. Bahan
Pengajaran: Teknologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rostini, I. 2007. Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus plantarum) terhadap
Masa Simpan Filet Nila Merah pada Suhu Rendah. Laporan Penelitian.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sunarlim, R., H. Setiyanto, dan M. Poeloengan. 2007. Pengaruh kombinasi starter
bakteri Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophillus dan
Lactobacillus plantarum terhadap sifat mutu susu fermentasi. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Besar Pertanian
Veteriner. Bogor. 270-278
Suprapti, L.M, 2002. Pengawetan Telur, Telur Asin Tepung Telur dan Telur
Beku, Kanisius, Yogyakarta.
Suriawiria, U. 1983. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung.
Syahrir, I.H. 2002. Karakteristik Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Dadih Susu Sapi
dengan Kombinasi Starter Lactobacillus plantarum, Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus termophillus. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Tamine, A. Y. and Robinson, 1985. Yogurt: Science and Technology. Pergamon
Press Ltd: Cambridge, England.
Wasito dan E. S. Rohaeni. 1994. Beternak Itik Alabio. Kanisius. Yogyakarta.
Winarno, F. G. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan, dan Pengolahannya. M-
Brio Press. Bogor.
Winarti, E. dan Triyantini. 2005. Peluang telur infertil pada usaha penetasan telur
itik sebagai telur konsumsi. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian. Bogor. 768-771
Zubaidah, Elok dan M. Irawati. 2010. Pengaruh Penambahan Kultur (Aspergillus
niger, Lactobacillus plantarum) dan Lama Fermentasi terhadap
Karakteristik Mocaf. Laporan Penelitian. Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang.
Zubaidah, E, N. Aldina, dan F.C. Nisa. 2010. Studi aktivitas antioksidan bekatul
dan susu skim terfermentasi bakteri asam laktat probiotik (Lactobacillus
plantarum dan Lactobacillus casei). Jurnal Teknologi Pertanian 11 (1) :
11 – 17.
30
Zummah, A. dan P. R. Wikandari. 2013. Pengaruh waktu fermentasi dan
penambahan kultur starter bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum
B1765 terhadap mutu bekasam ikan bandeng (Chanos chanos). UNESA
J of Chemistry. 2(3) : 14 – 24.
31
Lampiran 1. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Jumlah Lactobacillus plantarum
pada Telur Infertil dengan Waktu inkubasi yang berbeda.
ANOVA
Dependent Variable: Jumlah L. plantarum (Log10 cfu/ml)
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2.917a 2 1.459 212.497 .000
Intercept 751.582 1 751.582 1.095E5 .000
Perlakuan 2.917 2 1.459 212.497 .000
Error .041 6 .007
Total 754.541 9
Corrected Total 2.959 8
a. R Squared = .986 (Adjusted R Squared = .981)
LSD
Dependent Variable: Jumlah L. plantarum (Log10 cfu/ml)
(I)
Perlakuan
(J)
Perlakuan
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
LSD F0 F2 -.93833* .067649 .000 -1.10386 -.77280
F4 -1.36267* .067649 .000 -1.52820 -1.19714
F2 F0 .93833* .067649 .000 .77280 1.10386
F4 -.42433* .067649 .001 -.58986 -.25880
F4 F0 1.36267* .067649 .000 1.19714 1.52820
F2 .42433* .067649 .001 .25880 .58986
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .007.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
32
Lampiran 2. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Nilai pH pada Telur Infertil dengan
Waktu inkubasi yang berbeda.
ANOVA
Dependent Variable: pH
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 4.857a 2 2.428 282.360 .000
Intercept 326.886 1 326.886 3.801E4 .000
Perlakuan 4.857 2 2.428 282.360 .000
Error .052 6 .009
Total 331.795 9
Corrected Total 4.908 8
a. R Squared = .989 (Adjusted R Squared = .986)
LSD
Dependent Variable: pH
(I)
Perlakuan
(J)
Perlakuan
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
LSD F0 F2 1.3800* .07572 .000 1.1947 1.5653
F4 1.6900* .07572 .000 1.5047 1.8753
F2 F0 -1.3800* .07572 .000 -1.5653 -1.1947
F4 .3100* .07572 .006 .1247 .4953
F4 F0 -1.6900* .07572 .000 -1.8753 -1.5047
F2 -.3100* .07572 .006 -.4953 -.1247
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .009.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
33
Lampiran 3. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Kandungan asam laktat pada Telur
Infertil dengan Waktu inkubasi yang berbeda.
ANOVA
Dependent Variable: Kandungan Asam Laktat (%)
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3.547a 2 1.773 21.522 .002
Intercept 16.475 1 16.475 199.957 .000
Perlakuan 3.547 2 1.773 21.522 .002
Error .494 6 .082
Total 20.516 9
Corrected Total 4.041 8
a. R Squared = .878 (Adjusted R Squared = .837)
LSD
Dependent Variable: Kandungan Asam Laktat (%)
(I)
Perlakuan
(J)
Perlakuan
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
LSD F0 F2 -.66300* .234371 .030 -1.23649 -.08951
F4 -1.53300* .234371 .001 -2.10649 -.95951
F2 F0 .66300* .234371 .030 .08951 1.23649
F4 -.87000* .234371 .010 -1.44349 -.29651
F4 F0 1.53300* .234371 .001 .95951 2.10649
F2 .87000* .234371 .010 .29651 1.44349
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .082.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
34
Lampiran 4. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Kadar Air pada Telur Infertil
dengan Waktu inkubasi yang berbeda.
ANOVA
Dependent Variable: Kadar Air
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 19.872a 2 9.936 14.718 .005
Intercept 48157.571 1 48157.571 7.133E4 .000
perlakuan 19.872 2 9.936 14.718 .005
Error 4.051 6 .675
Total 48181.494 9
Corrected Total 23.923 8
a. R Squared = .831 (Adjusted R Squared = .774)
LSD
Dependent Variable:Kadar Air
(I)
perlakuan
(J)
perlakuan
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
LSD F0 F2 -1.90900* .670878 .029 -3.55058 -.26742
F4 -3.63833* .670878 .002 -5.27991 -1.99675
F2 F0 1.90900* .670878 .029 .26742 3.55058
F4 -1.72933* .670878 .042 -3.37091 -.08775
F4 F0 3.63833* .670878 .002 1.99675 5.27991
F2 1.72933* .670878 .042 .08775 3.37091
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .675.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
35
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
Telur Infertil Pengeraman 18 Hari
Memecahkan Telur Memasukkan Cairan Telur ke dalam
Botol Sampel
Sterilisasi Sampel Menggunakan Inokulasi Kultur Kerja
PCR Hood
36
Pengujian Jumlah L. plantarum
Pengukuran Nilai pH
Pengujian Kadar Total Asam
37
Pengujian Kadar Air
38
RIWAYAT HIDUP
Azmi Mangalisu, lahir pada tanggal 11 November
1993 di Barebbo Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan.
Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara pasangan
Muh. Amin Syuaib dan Nurlaela. Jenjang pendidikan formal
yang pernah ditempuh Penulis adalah TK Perwanida III Bonto
di Kecamatan Sinjai Utara Kab. Sinjai yang lulus pada tahun 1999 dan
melanjutkan Sekolah Dasar Negeri 105 Bonto Kecamatan Sinjai Utara Kab. Sinjai
dan lulus tahun 2005. Kemudian setelah lulus di SDN, Penulis melanjutkan di
SMPN 3 Sinjai yang lulus pada tahun 2008, kemudian di SMAN 1 Sinjai, lulus
pada tahun 2011. Setelah menyelesaikan SMA, penulis diterima di Perguruan
Tinggi Negeri (PTN) melalui Jalur Pedoman Prestasi Belajar (JPPB) di Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makasssar. Saat ini Penulis aktif di
Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Ternak Universitas Hasanuddin
(HIMATEHATE_UH), Korps Pecinta Ternak (KOPTER), Ikatan Keluarga
Mahasiswa Sinjai (IKMS) dan sebagai asisten mata kuliah Statistika, praktek
lapang Ilmu Ternak Perah, praktikum Manajemen Ternak Perah dan praktikum
Teknologi Pengolahan Hasil Ternak (TPHT) di Fakultas Peternakan.