Upload
others
View
22
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEMAMPUAN MEMAHAMI PARAGRAF DEDUKTIF DAN
INDUKTIF SISWA KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
NEGERI 5 BINTAN TAHUN PELAJARAN 2018/2019
ARTIKEL E-JURNAL
Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia
oleh
ZULKIFLI
NIM 120388201073
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2018
KEMAMPUAN MEMAHAMI PARAGRAF DEDUKTIF DAN
INDUKTIF SISWA KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
NEGERI 5 BINTAN TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Satra Indonesia
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Maritime Raja Ali Haji
Nomor Handphone : 081276200842
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah kemampuan
memahami Paragraf Deduktif dan Induktif Siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Bintan
Tahun Pelajaran 2018/2019. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode
deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif kuantitatif adalah metode yang
membicarakan beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah dengan cara
mengumpulkan data, menyusun data, menganalisis, dan menginterpretasikannya
dan teknik yang menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran
terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya.
Adapun hasil tes, kemampuan siswa memahami kalimat utama pada
paragraf deduktif adalah termasuk kategori „baik‟. Hal ini dapat dilihat pada hasil
penelitian berdasarkan 5 soal yang memuat indikator tentang kemampuan
menentukan kalimat utama pada paragraf deduktif, yakni yakni rata-rata 154 dibagi
40 siswa bejumlah 3,85. Kemampuan siswa memahami kalimat utama pada
paragraf induktif adalah termasuk kategori „baik‟. Hal ini dapat dilihat pada hasil
penelitian berdasarkan 5 soal yang memuat indikator tentang kemampuan
menentukan kalimat utama pada paragraf induktif, yakni rata-rata 169 dibagi 40
siswa berjumlah 4,23. Kemampuan siswa memahami kalimat penjelas pada
paragraf deduktif adalah termasuk kategori „baik‟. Hal ini dapat dilihat pada hasil
penelitian berdasarkan 5 soal yang memuat indikator tentang kemampuan
menentukan kalimat penjelas pada paragraf deduktif, yakni rata-rata 178 dibagi 40
berjumlah 4,14. Kemampuan siswa memahami kalimat penjelas pada paragraf
induktif adalah termasuk kategori „baik‟. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian
berdasarkan 5 soal yang memuat indikator tentang kemampuan menentukan
kalimat penjelas pada paragraf induktif, yakni rata-rata 173 dibagi 40 siswa
berjumlah 4,03.
Jadi, simpulan yang dapat diambil oleh peneliti berdasarkan nilai
kemampuan memahami paragraf deduktif dan induktif siswa adalah tergolong
‘tinggi’ dengan nilai rata-rata 86.25. Hal ini membuktikan bahwa hipotesis dalam
penelitian ini ditolak karena dilihat dari penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti bahwa kemampuan memahami paragraf deduktif dan induktif siswa kelas
VII SMP Negeri 5 Bintan, tahun 2018/2019 tergolong tinggi bukan cukup.
Kata kunci : Paragraf Deduktif dan Induktif
I. PENDAHULUAN
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi kelangsungan
kehidupan manusia. Berawal dari kesuksesan di bidang pendidikan, suatu bangsa
menjadi maju. Pendidikan sumber daya manusia yang berkualitas merupakan
motor penggerak kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa. Proses pendidikan
sudah dimulai sejak manusia itu dilahirkan dalam lingkungan keluarga dilanjutkan
dengan pendidikan formal, tersruktur dan sistematis dalam lingkungan sekolah. Di
sekolah terjadi interaksi secara langsung antara siswa sebagai peserta didik dan
guru sebagai pendidik dalam suatu proses pembelajaran.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah lemahnya
proses pembelajaran. Anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan
berpikir. Seharusnya pembelajaran di dalam kelas lebih diarahkan kepada
kemampuan anak untuk memahami informasi (Rahayu, 2013:1). Hal ini dapat
terjadi dalam pengajaran bahasa. Pengajaran bahasa adalah usaha untuk
mengembangkan perbendaharaan bahasa peserta didik. Adapun yang dimaksud
dengan perbendaharan bahasa di sini bukan hanya jumlah kata dan kalimat saja,
melainkan keseluruhan kemampuan, dan kecakapan berbahasa.
Berbahasa merupakan kemampuan individu yang sangat penting dalam
kehidupan. Kemampuan berbahasa tersebut seperti kemampuan dalam menyatakan
pikiran dalam bentuk ungkapan dan kalimat yang penuh makna, logis, dan
sistematis (Aqib, 2009:29).
Keberhasilan sebuah proses kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari peran
seorang guru sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Pasal 40
Ayat 2 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi:
Guru dan tenaga kependidikan berkewajiban: (1) menciptakan suasana
pendidikan yang bemakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.
(2) mempunyai komitmen yang professional untuk meningkatkan mutu
pendidikan dan, (3) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga,
profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan
kepadanya.
Berdasarkan kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa guru kini tidak lagi
hanya sekadar mengajarkan pengetahuan yang dimilikinya saja, tetapi juga harus
mampu sebagai pendidik sekaligus sebagai pembimbing dengan memberikan
pengarahan sehingga siswa dapat lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Oleh
karena itu, guru harus memiliki kemampun untuk merancang kegiatan
pembelajaran yang efektif dan efisien.
Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup empat aspek
keterampilan berbahasa. Keempat keterampilan tersebut meliputi: keterampilan
menyimak; keterampilan berbicara; keterampilan membaca; dan keterampilan
menulis. Dari keempat keterampilan berbahasa di atas, salah satunya keterampilan
membaca. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui
media kata-kata/bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar makna kata-kata
secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan
yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses
membaca itu tidak itu tidak terlaksana dengan baik.
Menurut Syakur (2009:128), proses memahami pada dasarnya adalah
proses menghubungkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahui.
Melalui proses tersebut seseorang mengontruksi pengetahuannya. Memahami atau
“mendengar dan membaca” dapat diuraikan dalam tiga tahap: tahap pertama
meliputi perceptual dengan pesan akustik atau pesan tertulis dibahasakan
(maksudnya diuraikan); tahap kedua diistilahkan dengan tahap parsing, suatu
proses dengan kata-kata di dalam pesan ditransformasikan menjadi gambaran
mental mengenai kandungan makna kata-kata; tahap ketiga adalah tahap
pemanfaatan dalam pembaca atau pendengar benar-benar menggunakan gambaran
mental makna kalimat yang bila berupa “penegasan” hanya menyimpan maknanya
di dalam ingatan, dan bila berupa “pertanyaan” mungkin akan dijawab.
Membaca juga merupakan proses pengolahan bacaan secara kritis dan
kreatif yang dilakukan pembaca untuk memperoleh pemahaman menyeluruh
tentang bacaan itu, yang diikuti oleh penilaian terhadap keadaan, nilai, fungsi, dan
dampak bacaan itu. Jadi keterampilan membaca merupakan keterampilan yang
sangat penting dimiliki oleh peserta didik sebagai bentuk pemerolehan pesan dari
lambang-lambang bahasa tulis dan sebagai kemampuan lanjutan setelah
kemampuan menyimak dan berbicara.
Merujuk pada Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama kelas VII
Semester I, dijelaskan bahwa Standar Kompetensi, “Mengidentifikasi pola
pengembangan paragraf dengan kegiatan membaca intensif”. Kompetensi Dasar,”
Mengidentifikasi ciri-ciri berbagai teks deduktif dan induktif. Hasil sementara dari
kegiatan pembelajaran selaku mahasiswa saat magang di SMP Negeri 5 Bintan
lakukan di kelas VII pada materi paragraf (deduktif dan induktif) diperoleh data,
yaitu dari 40 siswa, hanya 15 siswa yang memperoleh nilai di atas 65; sedangkan
25 siswa yang lain mendapat nilai di bawah 65. Jika diprosentasekan, maka siswa
yang nilainya memuaskan 37,5% sedangkan yang nilainya kurang adalah 62.5%.
Kondisi seperti ini sangat perlu dicarikan solusinya.
Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih
sangat bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu
sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu (Trianto, 2007:1). Yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini, tentang kemampuan membedakan paragraf
induktif dan paragraf deduktif dalam dengan menggunakan teknik membaca
intensif. Untuk menumbuhkan kemampuan minat membaca atau menentukan
perbedaan paragraf induktif dan paragraf deduktif secara optimal, maka diperlukan
suatu pendekatan dalam kegiatan belajar mengajar agar siswa lebih memahami
pelajaran yang diberikan.
Pendekatan adalah suatu upaya penyederhanaan masalah sampai batas-
batas tertentu sehingga masih dapat ditoleransi untuk memudahkan
penyelesaiannya. Upaya ini digunakan hampir dalam berbagai cabang ilmu
pengetahuan dimana suatu masalah baru umumnya diselesaikan dengan
pengetahuan modifikasi cara pemecahan yang telah diketahui bagi permasalahan
lain. Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa pendekatan merupakan cara memulai
sesuatu untuk memudahkan dalam pemecahan suatu masalah.
Berdasarkan uraian di atas rendahnya kemampuan siswa membedakan
paragraf induktif dan paragraf deduktif disebabkan rendahnya kemampuan
membaca. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain: rendahnya kemampuan
siswa dalam menentukan kalimat utama, rendahnya siswa dalam menentukan topik
utama, dan rendahnya siswa dalam membedakan paragraf induktif dan deduktif.
Hal inilah yang mendorong peneliti ingin mengadakn penelitian dengan judul,
“Kemahiran Memahami Paragraf Deduktif dan Induktif Siswa Kelas VII Sekolah
Menengah Pertama Negeri 5 Bintan, Tahun Pelajaran 2018/2019.”
II. KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Paragraf
Perenggan merupakan istilah asli bahasa Indonesia dan umumnya orang
lebih mengenal istilah paragraf yang diserap dari istilah bahasa Inggris paragraph.
Paragraf juga disebut sebagai karangan singkat, karena dalam bentuk inilah penulis
menuangkan ide atau pikirannya sehingga membentuk suatu topik atau tema
pembicaraan.
Menurut Malik dan Shanty (2003:19), “Paragraf atau alinea adalah
seperangkat kalimat yang membicarakan sebuah topik dalam karangan”. Dengan
adanya paragraf itu akan mudah untuk memahami bacaan karena pengertian yang
terdapat dalam suatu paragraf itu menampilkan satu bagian dari beberapa bagian
keseluruhan bacaan. Tambahan pula, Malik (2014:12) mengatakan perenggan atau
paragraf terbentuk dari serangkaian kalimat yang berkaitan secara struktural dan
maknanya serta tersusun secara logis dan sistematis untuk mengembangkan satu
topik. Oleh karena itu, setiap paragraf hanya memiliki satu pikiran utama atau
gagasan pokok.
Selain itu, menurut Zahara dan Husin (2009:2), “Paragraf adalah
serangkaian kalimat yang disusun secara sistematis dan logis sehingga membentuk
satu kesatuan pokok pembahasan atau suatu tulisan karya ilmiah atau karangan
dalam sebuah kalimat yang penulisannya diawali dengan baris baru”. Umumnya
sebuah tulisan atau paragraf dibuat agak masuk ke dalam dengan beberapa ketukan
spasi dengan tujuan dapat memberikan gagasan atau ide-ide dari penulis. Lagi
pula, Nuraeni (2010:163) mengatakan bahwa paragraf adalah gabungan dari
beberapa kalimat yang saling berhubungan dan memiliki satu gagasan utama atau
pokok pikiran. Gabungan kalimat dalam paragraf harus disusun secara padu dan
logis sehingga membentuk kesatuan dalam satu gagasan utama.
Berdasarkan pengertian paragraf atau perenggan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa paragraf atau perenggan adalah bagian tulisan yang
mengembangkan sebuah kalimat topik dengan kalimat-kalimat yang memadai,
berurutan antara satu kalimat dan kalimat lainnya secara logis dan sitematis.
Semua kalimat yang membangunnya itu menyokong atau memperjelas gagasan
pokok yang terdapat di dalam kalimat topic, dan kalimat-kalimat itu memiliki
pertalian struktur dan makna.
Unsur-Unsur Paragraf
Unsur-unsur paragraf digunakan untuk membuat paragraf yang baik dan
benar. Sebuah paragraf yang lengkap memiliki beberapa unsur pembentuk seperti
topic atau gagasan utama , kalimat utama, dan kalimat penjelas. Menurut Nuraeni
(2010:164), “Unsur paragraf terdiri atas gagasan utama, kalimat utama, dan
kalimat penjelas.
a. Topik atau Gagasan Utama
Unsur paragraf yang pertama ialah topik atau gagasan utama. Topik atau
gagasan utama ialah unsur penting dalam paragraf karena gambaran dari
keseluruhan isi dalam sebuah paragraf. Topik paragraf dapat berupa gagasan
pengarang maupun suatu masalah yang ingin disampaikan kepada pembaca.
Dengan adanya gagasan utama, para pembaca dapat mengerti isi keseluruhan
dari paragraf tersebut. Maka dari itu sebelum membuat paragraf, memang
diharuskan untuk menentukan gagasan utama terlebih dahulu.
b. Kalimat Utama
Kalimat utama berisi gagasan utama yang ditulis secara tersirat. Unsur
pembangun paragraf ini bersifat umum karena masih dapat diuraikan kembali
menjadi kalimat kalimat penjelas. Setiap paragraf mempunyai kalimat utama
yang jumlahnya satu kalimat saja. Unsur paragraf ini terletak di bagian awal
paragraf, awal dan akhir paragraf, dan di akhir paragraf. Berikut beberapa
contoh kalimat utama dalam paragraf.
Kalimat utama adalah kalimat yang mengandung pokok pikiran atau
gagasan utama terkait dengan suatu hal yang dibahas (topik) dalam sebuah
paragraf. Dalam sebuah paragraf yang baik dan benar hanya terdapat satu
kalimat utama, tidak lebih.
Hipotesis Penelitian
Kemampuan memahami paragraf deduktif dan induktif siswa kelas VII
Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Bintan Tahun Pelajaran 2018/2019 tergolong
cukup.
III. Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif
menurut Sudjana dan Ibrahim (2001:64), “Metode deskriptif adalah metode yang
dilakukan untuk mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa yang terjadi pada saat
sekarang”. Penelitian ini mendeskripsikan penerapan model penemuan pada
paragraf deduktif dan induktif siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri
5 Bintan.
Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002:
109). Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah sampel acak. Teknik
penarikan sampel penelitian ini ditentukan sebanyak 30% dari jumlah populasi
sebanyak 136 siswa dari 5 kelas, yaitu 40 siswa. Penetapan sampel penelitian ini
didasarkan pada pendapat Arikunto (2002:109), “Apabila subjek kurang dari 100,
lebih baik diambil semua, sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi.
Selanjutnya, jika jumlah subjeknya banyak dapat diambil 10-15% atau 20-25%
atau lebih tergantung pada kemampuan peneliti, sempit luasnya wilayah
pengamatan, dan besarnya risiko peneliti.”
TABEL 2
JUMLAH POPULASI DAN SAMPEL KELAS VII
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 5 BINTAN
TAHUN PELAJARAN 2018/ 2019
No Kelas Persentase
Populasi Sampel Responden
1 VII A 30% 30 30% x30 9
2 VII B 30% 27 30% x 27 8
3 VII C 30% 31 30% x 31 9
4 VII D 30% 25 30% x 25 7
5 VII E 30% 23 30% x 23 7
Jumlah 136 40
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan data siswa kelas VII SMP Negeri 5
Bintan, maka tingkat kemampuan memahami paragraf deduktif dan induktif siswa
tergolong tinggi. Hal ini dapat dilihat dari hasil rata-rata nilai yang telah diuji,
yakni berjumlah 86.25. Nilai ini didapat dari jumlah keseluruhan nilai siswa, yakni
3450 dibagi 40 dari jumlah siswa yang telah mengikuti tes. Adapun hasil dan
pembahasan data berdasarkan rumusan masalah adalah sebagai berikut.
1. Kemampuan siswa memahami kalimat utama pada paragraf deduktif adalah
termasuk kategori „baik‟. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian
berdasarkan 5 soal yang memuat indikator tentang kemampuan menentukan
kalimat utama pada paragraf deduktif, yakni rata-rata 154 dibagi 40 siswa
bejumlah 3,85.
2. Kemampuan siswa memahami kalimat utama pada paragraf induktif adalah
termasuk kategori „baik‟. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian
berdasarkan 5 soal yang memuat indikator tentang kemampuan menentukan
kalimat utama pada paragraf induktif, yakni rata-rata 169 dibagi 40 siswa
berjumlah 4,23.
3. Kemampuan siswa memahami kalimat penjelas pada paragraf deduktif adalah
termasuk kategori „baik‟. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian
berdasarkan 5 soal yang memuat indikator tentang kemampuan menentukan
kalimat penjelas pada paragraf deduktif, yakni rata-rata 178 dibagi 40
berjumlah 4,14.
4. Kemampuan siswa memahami kalimat penjelas pada paragraf induktif adalah
termasuk kategori „baik‟. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian
berdasarkan 5 soal yang memuat indikator tentang kemampuan menentukan
kalimat penjelas pada paragraf induktif, yakni rata-rata 173 dibagi 40 siswa
berjumlah 4,03.
Jadi, simpulan yang dapat diambil oleh peneliti berdasarkan nilai
kemampuan memahami paragraf deduktif dan induktif siswa adalah tergolong
‘baik’ dengan nilai rata-rata 86.25. Hal ini membuktikan bahwa hipotesis dalam
penelitian ini ditolak karena dilihat dari penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti bahwa kemampuan memahami paragraf deduktif dan induktif siswa kelas
VII SMP Negeri 5 Bintan, tahun 2018/2019 tergolong tinggi bukan rendah.
Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikemukakan implikasi, yakni
kemampuan memahami paragraf deduktif dan induktif dapat diartikan sebagai
kemampuan dalam memahami bahan bacaan yang merupakan salah satu aspek
yang penting dalam kegiatan membaca karena pada hakikatnya pemahaman
terhadap paragraf deduktif dan induktif dapat meningkatkan keterampilan
membaca itu sendiri untuk mencapai tujuan tertentu.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian pada kemahiran membaca pemahaman siswa
kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Bintan, Tahun Pelajaran 2018/
2019, peneliti menyarankan sebagai berikut:
1. Bagi siswa, khususnya pada saat proses pembelajaran diharapkan serius untuk
memperhatikan materi yang sedang dipelajari dan mempersiapkan diri untuk
menerima materi dari guru, khususnya melalui kemahiran membaca
pemahaman, yakni, dengan cara untuk menyiapkan diri dengan melatih untuk
membaca banyak sumber buku.
2. Bagi guru, khususnya guru bahasa Indonesia hendaknya membimbing siswa
dengan memberikan soal-soal latihan. Siswa bisa memupuk rasa kreativitas
dan inisiatif serta memiliki tanggung jawab terhadap diri sendiri untuk
mengerjakan soal-soal tersebut.
3. Bagi pembaca yang ingin melanjutkan penelitian ini, dapat melakukan
kegiatan kemahiran membaca pemahaman pada siswa pada jenjang yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal.,dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV YramaWidya.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Husin dan Zahara. 2009. Seri Pendalaman Materi Bahasa Indonesia untuk
SMK/MAK. Jakarta: Penerbit Erlasngga.
Keraf, Gorys. 1993. Komposisi. Jakarta: Penerbit Nusa Indah.
Malik, Abdul dan Leo, Isnaini Shanty. 2003. Kemahiran Menulis.
Pekanbaru:UNRI PRESS.
Malik, Abdul. 2014. Perenggan Satuan Dasar Tulisan. Tanjungpinang:UMRAH
Press.
Mulyati, Yeti. 2008. Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.
Nuraeni, Enung. 2010. Buku Pintar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Wahyumedia.
Rafiah. 2011. “Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar
Kimia Siswa VIII pada Konsep Kimia Sekolah Menengah Atas Negeri 3
Tanggerang Selatan.” Skripsi Sarjana Ilmu Tarbiah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Tanggerang (Tidak
diterbitkan).
Rahayu, Yuli. 2013. “Efektivitas Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Melalui Pendekatan Open-Ended Terhadap Kemampuan Pemahaman
Konsep dan Penalaran Matematika Siswa Kelas VII MTs Ma‟arif
Kaliwiro.” Skripsi Sarjana Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta (Tidak diterbitkan).
Rahman, Arif. 2008. “Upaya Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa
Melalui Metode Penemuan Terbimbing pada Materi Pokok Pengaruh
Manusia di Dalam Ekosistem Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama
Piri Ngalik Tahun Pelajaran 2008.” Skripsi Sarjana Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Sunan Kalijaga, Yogyakarta (Tidak
diterbitkan).
Redaksi Kawan Pustaka. 2008. Latihan Soal & Pembahasan UN Bahasa
Indonesia. Jakarta: Kawan Pustaka.
Sudjana dan Ibrahim. 2001. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar
Baru Aglesindo.
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Alfabeta.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Tim Prestasi Pustaka.
Wahyuni, Sri dan Ibrahim, Syukur. 2012. Asesmen Pembelajaran Bahasa.
Bandung: PT Refika Aditama.