Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita mata pelajaran Matematika Kls. V

Embed Size (px)

DESCRIPTION

permasalahan anak tunarungu yang paling menonjol adalah dalam kemampuan bahasa, sehingga pada pelajaran Matematika terutama dalam soal cerita, mereka dalam mengerjakan soal-soal tersebut mengalami kesulitan. dengan demikian dalam proposal ini akan dibahas tentang penelitian yang akan mengungkap permasalahan anak tunarungu dalam mengerjakan soal cerita

Citation preview

KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA ANAK TUNARUNGU KELAS V DI SLB/B BUDI BHAKTI KAWALI CIAMIS

A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran matematika diberikan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk menjalani kehidupannya kelak. Mata pelajaran matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan

menggunakan bilangan dan symbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan meyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Pada siswa tunarungu kelas V menyelesaikan soal cerita merupakan permasalahan yang kompleks dimana mereka dituntut untuk dapat memahami bacaan menganalisis bacaan untuk diterjemahkan dalam konsep oprasi hitung, Sebagaimana kita kitahui dalam menyelesaikan soal cerita diperlukan kemampuan dalam memahami isi bacaan yang kemudian harus diselesaikan dalam bentuk operasi hitung biasa. Sebagaimana yang diuraikan oleh Permanarian Somad (1996:28) mengatakan bahwa anak tunarungu sering dikatakan sebagai insan visual, maka dalam pelajaran kebahasaan yang mencakup materi materi dari bendabenda yang dapat dilihat sampai pada yang abstrak, siswa tunarungu mengalami kesulitan untuk memahaminya, karena fungsi auditorinya

3

terganggu, dengan demikian maka dalam pemahaman mengenai makna kata pada umumnya mereka mengalami kesulitan. Hasil pengamatan awal siswa lebih suka mengerjakan latihan-latihan soal yang telah jelas operasi hitungnya. Dalam menyelesaikan soal cerita siswa tunarungu kelas V SDLB tidak memahami oprasi hitung yang harus digunakan, sebagai akibat dari minimnya perolehan bahasa. Sebenarnya, tidak terjadi pada anak tunarungu saja tetapi anak normal pada umumnya juga mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal cerita dalam pelajaran Matematika. Berdasarkan analisis (Soedjadi,2001:65). Penyebab siswa sulit

menerima matematika adalah kurang memahami apa itu arti matematika dan apa gunanya. Matematika itu untuk memecahkan masalah ataupun membantu kita lebih bisa memahami tata kerja alam yang selalu dihubungkan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga melatih manusia untuk berpikir terstruktur dan tak perlu takut persoalan rumit tak dapat terpecahkan. Kemampuan guru yang diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran matematika adalah kemampuan dalam mengelola materi ajar dan kemampuan dalam memilih pendekatan atau metode, media dan sumber belajar. Pengelolaan materi ajar yang disajikan dengan mempertimbangkan: 1) Materi prasarat dari pokok bahasan itu, 2) Tertib urutan (urutan logis) dari pokok bahasan setiap semester, 3) Materi yang berupa fakta, konsep, prinsip, pengerjaan, 4)Materi yang sifatnya utama dan materi pengayaan, 5) Kedalaman dan keluasan materi ajar, 6) Tingkat kesukaran materi ajar, 7).

4

Pemilihan pendekatan atau metode, media dan sumber belajar dalam pembelajaran matematika hendaknya sesuai dengan karakteristik, materi ajar, fakta, konsep, prinsip, atau pengerjaan, dan tingkat kemampuan siswa. Secara umum, langkah-langkah yang ditempuh siswa dalam

menyelesaikan soal cerita antara lain membaca dan memahami soal. Dengan membaca dan memahami soal diharapkan siswa dapat menceritakan kembali soal tersebut dengan kata-kata sendiri. Kemungkinan siswa menetukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal yang diberikan, yang kemudian soal tersebut diselesaikan dengan menggunakan oprasi hitung biasa. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti tentang kemampuan menyelesaikan soal-soal cerita pada anak tunarungu kelas V di SLB/B Budi Bhakti Kawali Ciamis. B. Fokus Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana kemampuan

menyelesaikan soal-soal cerita pada anak tunarungu kelas V di SLB/B Budi Bhakti Kawali Ciamis ? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini diharapkan dapat : 1. Mengetahui kemampuan dalam menyelesaikan soal cerita mengenai penjumlahan, pengurangan dan pembagian pada anak tunarungu kelas V di SLB/B Budi Bhakti Kawali Ciamis.

5

2. Mengetahui kesulitan yang di hadapi anak tunarungu kelas V di SLB/B Budi Bhakti Kawali Ciamis dalam menyelesaikan soal cerita. 3. Mengetahui Pelaksanaan pembelajaran latihan soal cerita bagi anak tunarungu kelas V di SLB/B Budi Bhakti Kawali Ciamis.

D. Landasan Teori 1. Pengertian Anak Tunarungu Istilah tunarungu diambil dari kata Tuna dan Rungu. Tuna artinya kurang dan Rungu artinya pendengaran. Orang atau anak dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau

pendengarannya kurang mampu mendengar suara. Berbagai bahasa telah dikemukakan oleh para ahli yang semuanya itu pada dasarnya mengandung pengertian yang sama tentang pengertian tunarungu atau dalam bahasa asingnya Hearing impairment yang meliputi The Deaf (tuli) dan hard of hearing (kurang dengar), diantaranya menurut Sumarto (Sutjihati .T, 2006 : 93) mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (low of hearing). Tuli adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengaran tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan tetapi masih dapat

6

berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids). Salim (Sutjihati .T, 2006:93) menyimpulkan bahwa tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Boothroyd (Bunawan. L. dan Yuwati. 2006 : 67) memberikan batasan untuk tiga istilah tunarungu berdasarkan seberapa jauh seseorang dapat memanfaatkan (sisa) pendengarannya dengan atau tanpa bantuan amplifikasi/pengerasan oleh Alat Bantu Mendengar (ABM) yaitu : Kurang dengar (Hard of Hearing) adalah mereka yang mengalami gangguan dengar, namun masih dapat menggunakan sebagai sarana/modalitas utama untuk menyimak suara percakapan seseorang dan mengembangkan kemampuan bicaranya. Tuli (Deaf) adalah mereka yang pendengarannya sudah tidak dapat digunakan sebagai sarana utama guna mengembangkan kemampuan bicara, namun masih dapat difungsikan sebagai suplemen (bantuan) pada penglihatan dan perabaan. Tuli total (Totally Deaf) adalah mereka yang sudah sama sekali tidak memiliki pendengarannya sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimak/mempersepsi dan

mengembangkan bicara. Dari beberapa batasan yang dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian anak tunarungu maka dapat disimpulkan bahwa pengertian

7

tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya. Akibat kurang berfungsinya pendengaran, anak tunarungu

mengalihkan pengamatannya kepada mata, maka anak tunarungu disebut sebagai insan permata. Melalui mata, anak tunarungu memahami bahasa lisan/oral, selain melihat gerakan dan ekspresi wajah lawan bicaranya mata anak tunarungu juga digunakan untuk membaca gerak bibir orang yang berbicara Somad.P dan Hernawati T (1995:28). 2. Pembelajaran Matematika a. Hakekat Matematika Setiap orang barangkali mengetahui matematika dari

pengalamannya masing-masing. Bagi orang yang tidak menyukai matematika mungkin akan merasa menjemukan dan membosankan matematika itu. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh sifat matematika yang penuh formalitas, simbolisme, terminologi dan perhitungan rumit, menampilkan dalam beberapa definisi matematika yang di kemukakan Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang dalam Budiyono 1998:6 sebagai berikut: 1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang abstrak dan terorganisasi secara sistematika

8

2) Matematika adalah bagian pengetahuan manusia tentang bilangan dan kalkulasi 3) Matematika adalah ilmu tentang penalaran yang logic dan masalahmasalah yang berhubungan dengan bilangan 4) Matematika membantu orang dalam menginterpretasikan secara tepat sebagai ide dan kesimpulan. 5) Matematika berkenaan dengan fakta-fakta kuantitatif dan

masalahmasalah ruang dan bentuk. 6) Matematika adalah ilmu pengetahuan tentang kuantitas dan ruang b. Soal Cerita Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dari kata soal dan cerita yang mempunyai arti hal atau masalah yang harus dipecahkan dan cerita artinya tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal yang dipecahkan. Dalam pengajaran matematika, pemecahan masalah sudah umumnya dalam bentuk soal cerita, biasanya soal cerita disajikan dalam cerita pendek. Cerita yang diungkapkan dapat merupakan masalah kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini yang dimaksud soal cerita adalah soal matematika yang disajikan dengan kalimat yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari serta memuat masalah yang menuntut pemecahan. Soal cerita matematika berkaitan dengan oprasi hitung

penjumlahan, pengurangan dan pembagian. Contoh soal cerita :

9

a.

Penjumlahan Amat memiliki buku 10 buah, kemudian ia membeli lagi 5 buah. Berapa banyak buku yang dimiliki Amat?

b.

Pengurangan Budi memiliki kelereng 12 buah, kemudian kelereng itu diberikan Adi 7 buah. Berapa sisa kelereng Budi?

c.

Pembagian Ibu memiliki 12 jeruk dibagikan pada 3 anaknya sama rata. Berapa banyak jeruk yang diterima oleh anaknya? Kemampuan siswa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal

cerita tidak hanya kemampuan skill ( ketrampilan) dan mungkin algoritma tertentu saja melainkan dibutuhkan juga kemampuan yang lain, yaitu kemampuan dalam menyusun rencana atau strategi yang akan digunakan dalam mengerjakan soal. Menurut Tim Matematika Depdikbud (1983:27) setiap soal cerita dapat diselesaikan dengan rencana sebagai berikut: a. Membaca soal itu dan memikirkan hubungan antara bilanganbilangan yang ada dalam soal tersebut. b. Menuliskan kalimat matematika yang menyatakan

hubunganhubungan itu dalam bentuk operasi-operasi bilangan. c. Menyelesaikan kalimat matematika tersebut, artinya mencari bilangan mana yang membuat kalimat matematika itu menjadi benar.

10

d. Menggunakan penyelesaian itu untuk menjawab pertanyaan yang dikemukakan di dalam soal.

E. Metode Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SLB/B Budi Bhakti Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis pada siswa kelas V. 2. Metode Penelitian Dalam penelitian ini. metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode penelitian yang berfungsi untuk memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi pada masa sekarang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan harapan dapat menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dengan responden dalam rangka memecahkan masalah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai : 1) Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita mengenai penjumlahan dan pengurangan bagi siswa tunarungu kelas V di SLB/B Budi Bhakti Kawali Ciamis 2) Kesulitan yang di hadapi tunarungu kelas V di SLB/B Budi Bhakti Kawali Ciamis dalam menyelesaikan soal cerita penjumlahan dan pengurangan 3) Pelaksanaan pembelajaran penyelesaian soal cerita bagi tunarungu kelas V di SLB/B Budi Bhakti Kawali Ciamis.

11

Data hasil penelitian yang dikumpulkan berupa aktifitas anak tunagrahita ringan dalam proses belajar mengajar menyelesaikan soal cerita. Pemilihan metode dan pendekatan didasarkan pada ketentuanketentuan yang dikemukakan oleh para ahli berikut ini. Bogdan dan Taylor yang dikutif Lexy J. Moleong (1993:3) dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif. menjelaskan bahwa : Metode penelitian kualitatif sebagai prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertentu atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang di amati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Pendapat lain dikemukakan oleh S. Nasution (1992:5) bahwa : Pendekatan kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya. berinteraksi dengan mereka. berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka mengenai dunia sekitarnya. 3. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada metode dan tujuan yang ingin dicapai. adapun teknik penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Observasi Teknik utama pengumpulan data yang digunakan adalah

observasi. Alasan penggunaan teknik observasi sebagai teknik utamanya didasarkan kepada fenomena yang akan diungkap dalam penelitian ini paling banyak didapat dari informasi kejadian lapangan

12

tentang kemampuan siswa tunarungu kelas V di SLB/B Budi Bhakti Kawali Ciamis tentang kemampuan menyelesaikan soal cerita penjumlahan dan pengurangan. Hal tersebut di atas sesuai dengan pendapat Kartini Kartono (1990:157) yang menyatakan bahwa : Observasi adalah studi yang disengaja dan sistematik tentang fenomena sosial dan gejala-gejala alam melalui pengamatan dan pencatatan. Teknik observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan cara melakukan pengamatan langsung secara seksama dan mencatatnya dengan teliti kemampuan siswa tunarungu kelas V di SLB/B Budi Bhakti Kawali Ciamis melalui kegiatan asesmen. Pelaksanaan observasi dengan menggunakan pedoman observasi yang telah disiapkan sebelumnya dan tetap bersifat fleksibel untuk

mengantisipasi kejadian-kejadian di lapangan yang tidak terdapat dalam pedoman observasi. Jenis observasinya tidak terlibat. sehingga peneliti hanya mengamati apa yang terjadi secara alami. 2. Wawancara Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian yang menggunakan pendekatan secara naturalistik

kualitatif. Kegiatan wawancara dilakukan secara terus menerus dengan responden dalam berbagai situasi, namun kadang-kadang dilaksanakan secara khusus. Prinsip dasar dari pelaksaan wawancara

13

adalah untuk mendapatkan data yang cukup terinci dan mendalam sehubungan dengan masalah penelitian yang ditetapkan. Teknik wawancara ini digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui teknik observasi. Adapun kegiatan wawancara yang peneliti lakukan adalah tanya jawab langsung dengan siswa dan guru mata pelajaran matematika atau guru kelas. Fokus wawancara tertuju pada kemampuan dan kesulitan siswa menyelesaikan soal cerita penjumlahan dan pengurangan. Pendapat mengenai teknik wawancara dikemukakan oleh Kartini Kartono (1990:187) bahwa : Wawancara adalah suatu percakapan tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih yang duduk berhadapan secara fisik yang diarahkan pada suatu masalah tertentu. Untuk mempermudah dan memperlancar pelaksanaannya. Penulis membuat pedoman wawancara mengacu pada fokus penelitian. namun pedoman tersebut bersifat fleksibel. karena di lapangan ditemukan beberapa data penelitian yang bukan merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian yang tercantum dalam pedoman wawancara. Walaupun begitu, data-data yang relevan tetap digunakan, sedangkan data-data yang tidak relevan direduksi (disingkirkan). Dengan pedoman wawancara yang fleksibel maka kedalaman data yang diungkap lebih mudah didapat. 4. Pengujian Keabsahan Data

14

Untuk menilai apakah data yang diperoleh melalui wawancara itu sahih atau tidak, maka perlu diadakan pemeriksaan keabsahan dat . a Pengujian keabsahan data yang dilakukan peneliti adalah menggunakan teknik triangulasi, yakni teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk pembanding terhadap data yang diperoleh. Tujuan digunakan teknik triangulasi, sebagai dikemukakan Meleong (1997) adalah untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu. 5. Teknik Analisis Data Proses analisis data menggunakan pendekatan anlisis induktif, dimana pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan terhadap seluruh data yang terkumpul dari sumber penelitian melalui hasil wawancara, observasi. Secara operasional tahap analisis data induktif menurut Nasution (1996;126) adalah sebagai berikut; a. Mereduksi data Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis atau diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci. Data yang direduksi memberi gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperoleh jika diperlukan. Reduksi data dapat pula membantu dalam

memberikan kode kepada aspek-aspek tertentu. b. Display data

15

Display data bertujuan untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian itu. Dengan demikian peneliti dapat menguasai data dan tidak tengelam dalam tumpukan detail. c. Analisis data Data hasil penelitian kualitatif berbentuk kata-kata bukan angka. Data harus segera dianalisis setelah dikumpul dan dituangkan dalam bentuk laporan lapangan. Analisis data ini dapat mengungkap 1) data apa yang masih perlu dicari, 2) hipotesis apa yang harus dites, 3) pertayaan apa yang harus dijawab 4) metode apa yang harus diadakan untuk mencari informasi baru, 5) kesalahan apa yang harus diperbaiki. Senantiasa analisis mendorong peneliti untuk menulis laporan berkala. Karena itu analisis senantiasa bertalian erat dengan pengumpulan data. Hasil analisis sewaktu pengumpulan data antara lain akan

menghasilkan lembar rangkuman, dan pembuatan kode pada tingkat rendah, menengah (kode pola) dan tinggi (memo). Bilapenelitian dilakukan oleh tim, maka perlu diadakan pertemuan berkala yang menghasilkan laporan berkala. d. Kesimpulan Langkah dalam kesimpulan merupakan pemaknaan data yang dikumpulkan. Untuk itu perlu mencari pola, thema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan sebagainya, Kesimpulan itu mula-mulanya masih sangat tentatif, kabur, diragukan, akan tetapi dengan bertambahnya data, maka kesimpulan itu lebih

16

grounded. Jadi kesimpulan senantiasa harus diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi dapat singkat dengan mencari data baru, dapat pula lebih mendalam bila penelitian dilakukan oleh suatu team. Prosedur analisis hasil penelitian yang dilakukan peneliti seperti yang diuraikan diatas dilakukan secara bertahap sehingga dapat menghasilkan data yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Langkah-langkah itu merupakan upaya nyata dalam rangka mencapai tujuan penelitian.

F. Daftar Pustaka Abdurrahman,M.(1999). Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta.Rieneka Cipta Muljono Abdurrachman, Pendidikan Luar Biasa Umum, Depdikbud, Jakarta Mulyani Sumantri, Strategi Belajar Mengajar, Depdikbud, Bandung Nana Sudjana , 1989, Penelitian dan Penilaian, Sinar baru, Bandung Permanarian. Hernawati,T.(1995). Depdikbud. Bandung Ortopedagogik Anak Tunarungu.

Russeffendi, E.T. (1990). Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini untuk Guru dan PGSD D2 Seri ke Tiga, TARSITO; Bandung Sutjihati, 2006, Psikologi ALB, PT. Refika Aditama, Bandung

17