Upload
haduong
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
HITUNG JUMLAH LIMFOSIT DAN MONOSIT PADA PASIEN
TUBERCULOSIS PARU YANG SEDANG MELAKUKAN PENGOBATAN DI
PUSKESMAS POASIA ANDUONOHU KOTA KENDARI
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan
Diploma III Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
Jurusan Analis Kesehatan
OLEH :
SISKIA AZIZAH
NIM.P00341015041
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2018
2
ii
3
iii
4
iv
5
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Siskia Azizah
Nim : P00341015041
Tempat, Tanggal Lahir: Kendari, 15 Oktober 1997
Suku / Bangsa : Tolaki/ Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
B. Pendidikan
1. SD Negeri 13 Baruga, tamat tahun 2009
2. SMP Negeri 9 Kendari, tamat tahun 2012
3. SMA Negeri 5 Kendari, tamat tahun 2015
4. Sejak Tahun 2015 melanjutkan pendidikan di Poltekkes Kesehatan
Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan.
v
6
MOTTO
“karena Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau
telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)
agar menjadi manusia yang baik. Dan selalu bersyukurlah atas kasih sayang dan
cinta yang telah di berikan oleh orang-orang di sekitarmu karena tanpa mereka
hidupmu akan menjadi kosong.
Kupersembahkan untuk almamaterku
Ayah dan ibu tercinta
Keluargaku tersayang
Doa Dan Nasehat Untuk Menunjang Keberhasilanku
vi
7
ABSTRAK
SiskiaAzizah (P00341015041) Identifikasi Limfosit dan Monosi Pada Pasien TB
Paru Yang Sedang Melakukan Pengobatan Di Puskesmas Poasia Andonohu Kota
Kendari. Bimbing oleh Muhaimin Saranani dan Satya Darmayani. Limfosit dan
monosit adalah jenis leukosit yang berperan dalam melawan infeksi yang terjadi
dalam tubuh. Limfosit mempunyai peran penting dalam pertahanan respon imun
adaptif terhadap Mycobacterium tuberculosis sedangkan Monosit berperan dalam
reaksi seluler terhadap bakteri tubekulosis. Metode penelitan ini adalah deskriptif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi limfosit dan monosit pada pasien TB
paru yang sedang pengobatan. Sampel dari penelitian ini di dapatkan dari pasien
tuberculosis paru tahap pengobatan pada bulan ke III sampai dengan VI. Jumlah
sampel pada penelitian ini di dapatkan sebanyak 20 sampel yang memenuhi criteria
inklusi yang terdiri dari 12 pasien laki-laki (60%) dan 8 pasien perempuan (40%).
Penelitian ini di dapatkan hasil bahwa dari 20 pasien TB paru yang sedang
pengobatan, diperoleh hasil 15 pasien memiliki jumlah limfosit yang normal dengan
presentase 75% dan 5 pasien didapat kan hasil yang abnormal dengan presentase
25%. Sedangkan pada jumlah monosit di dapatkan hasil yang normal sebanyak 1
pasien dengan persentase 5% dan 19 pasien di dapatkan hasil yang abnormal dengan
persentase 95%.
Kata kunci : Limfosit, monosit, Pasien TB paru.
DaftarPustaka : 26 buah (2003-2017)
vii
8
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh
Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis panjatkan atas
kehadirat Allah S.W.T. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas limpahan
rahmat, karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang
berjudul “ Hitung Jumlah Limfosit Dan Monosit Pada Pasien Tuberculosis Paru
Yang Sedang Melakukan Pengobatan Di Puskesmas Poasia Andonohu Kota
Kendari”. Penelitian ini di susun dalam rangka melengkapi salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan program diploma III (DIII) pada Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan.
Selama penulisan hasil penelitian ini penulis mengalami banyak kendala dan
tantangan, namun berkat hidayah-Nya dan semangat penulis serta bantuan dari
berbagai pihak sehingga hasil penelitian ini dapat terselesaikan. Dalam kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua
orang tua penulis yaitu Bapak Drs. Surahman dan Ibu Susanti Sungkono, S.Pd
untuk semua kasih sayang, materil, semangat, nasehat serta doa terbaik yang selalu
dipanjatkan kepada Allah S.W.T untuk kelancaran dan kesuksesan penulis.
viii
9
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada bapak Muhaimin
Saranani, S.Kp., M.Kep selaku pembimbing I dan Ibu Satya Darmayani, S.Si.,
M.Eng selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan
serta sabar dan selalu meluangkan waktunya di tengah kesibukan beliau berdua,
semoga Allah membalas kebaikan beliau dengan balasan yang terbaik.
Ucapan Terima Kasih penulis juga ditunjukkan kepada :
1. Ibu Askrening, SKM., M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari
2. Kepala Kantor Badan Riset Sultra yang telah memberikan izin penelitian
kepada penulis dalam penelitian ini.
3. Ibu Anita Rosanty, S.ST., M.Kes selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan
Poltekkes Kemenkes Kendari.
4. Ibu Tuty Yuniarty, S.Si., M.Kes selaku penguji I dan ibu Thesobia Grance Orno,
S.Si.,M.Kes Selaku Penguji II.
5. Bapak dan ibu dosen beserta staf Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis
Kesehatan atas segala fasilitas dan pelayanan akdemik yang diberikan selama
penulis menuntut ilmu.
6. Kepala Laboratorium Puskesmas Poasia Andonohu Kota Kendari.
7. Saudaraku Fadliani Ramadhan, S.Farm, Teguh Kusuma dan Rahmat Surya
terimakasih atas segala bantuan, dukungan dan doa yang telah diberikan.
ix
10
8. Seluruh rekan-rekan, mahasiswa Politeknik Kesehatan Kendari khususnya
jurusan Analis Kesehatan 2015-2018 yang penulis tak bisa sebutkan satu
persatu. Terimakasih atas motivasi, masukan, dukungan dan, kebersamaan
dalam suka maupun duka mengikuti pendidikan di Poltekkes Kemenkes
Kendari Jurusan Analis Kesehatan. Semoga apa yang kita lakukan menjadi
sesuatu yang berkah
9. Seluruh pihak yang telah membantu melancarkan penelitian dan penulisan ini
yang tidak tersebutkan namanya ucapan terima kasih tidak terhingga dari penulis
Sebagaimana manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalahan,
penulis menyadari sepenuhnya dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang
ada, sehingga bentuk dan isi Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan
dan masih teradapat kekeliruan dan kekurangan.Oleh karena itu dengan kerendahan
hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan Karya Tulis ini
Akhir kata, semoga Allah SWT, senantiasa melimpahkan rahmatnya-Nya
kepada kita semua. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian
selanjutnya.Karya ini merupakan tugas akhir yang wajib dilewati dari masa studi
yang telah penulis tempuh, semoga menjadi awal yang baik bagi penulis Amin.
x
11
.
Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh.
Kendari, Mei 2018
Penulis
Xi
12
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP.................................................................................... v
MOTTO...................................................................................................... vi
ABSTRAK.................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN.............................................................................xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah..............................................................................5
C. Tujuan Penelitian...............................................................................5
D. Manfaat Penelitian.............................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Tuberculosis TB.....................................6
B. Tinjauan Umum Tentang limfosit dan monosit...............................17
C. Tinjauan Umum Tentang Metode Pemeriksaan .............................25
BAB III KERANGKA KONSEP
xii
13
A. Dasar Pemikiran.............................................................................. 28
B. Kerangka Konsep............................................................................ 29
C. Variabel Penelitian.......................................................................... 30
D. Definisi Operasional Dan Kriteria Objektif.................................... 30
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ................................................................................ 31
B. Tempat Dan WaktuPenelitian......................................................... 31
C. Populasi Dan Sampel....................................................................... 31
D. Jenis data dan Prosedur Data........................................................... 32
E. Prosedur Pengumpulan Data............................................................ 32
F. Instrumen Penelitian......................................................................... 33
G. Prosedur Data................................................................................... 33
H. Pengolahan Data dan Penyajian data ...............................................35
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................ 36
B. Hasil Penelitian................................................................................ 37
C. Pembahasaan.................................................................................... 40
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................... 45
B. Saran ............................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
14
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Intrpretasi hasil pemeriksaan TB Paru...............................................12
Tabel 2.2 Interpretasi pemeriksaan mikroskopis TB paru skala UATLD...........12
Tabel 2.3 Jenis dan Obat OAT.................................................................16
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada
Pasien TB Paru Yang Sedang Pengobatan Di Puskesmas Poasia
Andonohu Kota Kendari..................................................................38
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Umur Pada Pasien TB
Paru Yang Sedang Pengobatan Di Puskesmas Poasia Andonohu Kota
Kendari.............................................................................................39
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Masa Pengobatan Pada
Pasien TB Paru Yang Sedang Pengobatan Di Puskesmas Poasia
Andonohu Kota Kendari..................................................................39
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Limfosit Pada Pasien TB
Paru Yang Sedang Melakukan Pengobatan di Puskesmas Poasia
Andonohu Kota Kendari………................…………...………........40
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Monosit Pada Pasien TB Paru
Yang Sedang Melakukan Pengobatan DI Puskesmas Poasia Andonohu
Kota Kendari………………..…………………....................…........41
xiii xiii xiv
15
DAFTAR SINGKATAN
BTA :Bakteri Tahan Asam
IUATLD :Internasional Union Against Tuberculosis and Lung
Tuberculosis
OAT :Obat Anti Tuberculosis
SPS :Sewaktu Pagi Sewaktu
pH :Derajat Keasaman
TB :Tuberculosis
WHO :World Healt Organitation
xv
16
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Morfologi Bakteri.......................................................9
Gambar 2 Limfosit...........................................................................17
Gambar 3 Monosit...........................................................................21
xvi
17
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Hasil Penelitian
Lampiran 2 Tabulasi Data
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian Dari Poltekkes Kemenkes Kendari
Lampiran 5 Surat Izin Dari Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara
Lampiran 6 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 7 Dokumentasi ProsesPenelitian
xvii
18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit
infeksi yang prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan
World Health Organitation (WHO, 2012) sepertiga populasi dunia yaitu
sekitar dua milyar penduduk terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis.
Serta dari 8 juta populasi, terkena TB aktif setiap tahunnya dan 2 juta
meninggal dunia. Lebih dari 90% kasus TB dan kematian berasal dari
Negara berkembang salah satunya Indonesia (Depkes RI, 2012).
Indonesia saat ini berada pada rangking kedua Negara dengan beban
TB paru tertinggi di dunia setelah India. Dalam laporan Tuberkulosis Global
2014 di rilis oleh laporan World Health Organitation (WHO) di sebutkan
insidensi di Indonesia pada angka 460.000 kasus baru per tahun. Namun di
tahun 2015, angka tersebut sudah di revisi, yakni naik menjadi juta kasus per
tahun. Persentasi jumlah kasus di Indonesia pun menjadi 10% terhadap
seluruh kasus di dunia sehingga menjadi Negara dengan kasus terbanyak
kedua setelah India. Negara India menempati urutan pertama dengan
presentasi kasus 23% di seluruh dunia (WHO, 2015).
Di Sulawesi Tenggara Tahun 2016 ditemukan 3.105 kasus baru
BTA positif (BTA+), menurun di bandingkan tahun 2015 dengan 3.268 kasus.
Seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, penemuan kasus baru
tertinggi yang dilaporkan masih berasal dari 3 kabupaten yaitu Kabupaten
Muna, Konawe dan Kota Kendari. Jumlah kasus baru di tiga kabupaten
tersebut mencapai ˃50% dari keseluruhan kasus baru BTA+ di Sulawesi
Tenggara (Dinkes, 2016).
1
2
TB paru adalah salah satu penyakit yang masih menjadi permasalahan
di Kota Kendari. Rendahnya kemampuan dalam mengantisipasi kejadian TB
Paru BTA Positif di Kota Kendari antara lain disebabkan karena waktu,
tempat dan angka kejadian belum dapat diprediksi dengan baik dan belum
tersedianya peta kerentanan wilayah berdasarkan waktu kejadian, sehingga
kasus TB Paru BTA Positif khususnya yang terjadi di kota Kendari terus
meningkat setiap tahunnya. Pada puskemas yang ada di kota Kendari,
puskesmas Poasia adalah puskesmas dengan angka kasus penderita TB paru
tertinggi se-Kota Kendari (Dinkes, 2014). Berdasarkan data primer dari tahun
2013-2016 penyakit TB paru masuk dalam 3 besar penyakit menular tertinggi
di Puskesmas Poasia (Puskesmas Poasia, 2016).
Berdasarkan data yang di peroleh pada tahun 2016 di Puskesmas
Poasia Kota Kendari di temukan 575 kasus dan di dapatkan BTA+ sebanyak
43 kasus. Sedangkan pada tahun 2017 kasus yang didapatkan bulan januari
sampai bulan november sebanyak 371 kasus, untuk BTA+ sebanyak 39 kasus.
Tahun 2016 sampai dengan tahun 2017 di bulan januari-november pasien
yang sedang melakukan pengobatan OAT sebanyak 165 pasien (Puskesmas
Poasia, 2017).
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit TB
setelah penemuan kasus adalah dengan pengobatan. Tentu saja diharapkan
semua kasus baru maupun lama yang ditemukan dapat diberikan intervensi
berupa pengobatan yang komprehensif. Indikator yang digunakan dalam
evaluasi pengobatan adalah angka keberhasilan pengobatan (success rate).
Angka keberhasilan pengobatan ini berasal dari angka kesembuhan dan angka
pengobatan lengkap (Amaylia, 2003).
3
Pada tahun 2015 angka keberhasilan pengobatan di Sulawesi
Tenggara mencapai 87,15%. Kementerian Kesehatan menetapkan target
Renstra untuk angka keberhasilan pengobatan tahun 2015 sebesar 87%.
Sedangkan pada tahun 2016 cakupan tersebut naik menjadi 88,40%. World
Health Organitation (WHO) telah menetapkan angka untuk keberhasilan
pengobatan sebesar 85%. Dengan demikian pada tahun 2016 Sulawesi
Tenggara telah mencapai standar target Renstra Kemenkes (WHO, 2016).
Obat anti-tuberculosis yang digunakan untuk pengobatan
tuberkulosis dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu pengobatan lini pertama dan
pengobatan lini kedua. Pengobatan tuberculosis pada lini pertama, yaitu
rifampisin, isoniazid, etambutol, pirazinamid, sterptomisin. Obat-obatan pada
lini pertama ini memiliki efektifitas lebih tinggi dan toksisitas yang sedang,
namun karena mempertimbangkan resistensi dan kontraindikasi pasien maka
terdapat pengobatan tuberkulosis lini kedua, seperti anti biotic golongan
fluoro kuinolon (siprofloksasin, levofloksasin, ofloksasin, etionamid,
kanamisin, sikloserin, amikasin, kapreomisin dan paramino salisilat)
(Farmakologi, 2012).
Pengobatan tuberculosis dengan obat anti-tuberkulosis dapat
menurunkan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit, yang sebelumnya
jumlahnya meningkat karena terjadi infeksi. Sehingga setelah beberapa bulan
pengobatan didapatkan hasil hitung jenis leukosit dan hitung jumlah leukosit
dalam jumlah yang normal kembali (Amaylia, 2003).
Leukosit adalah komponen sel darah putih yang berperan membantu
tubuh melawan berbagai penyakit infeksi salah satunya infeksi tuberculosis,
leukosit merupakan bagian sistem kekebalan tubuh. Leukosit dibagi menjadi 2
golongan utama, yaitu leukosit granular dan leukosit agranular. Pada leukosit
4
agranular, terbagi menjadi dua yaitu limfosit dan monosit. Limfosit dan
monosit adalah jenis leukosit yang berperan dalam melawan infeksi yang
terjadi pada dalam tubuh. Ketika tuberculosis masuk ke dalam tubuh
seseorang maka tubuh yang terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis akan
melakukan perlawanan dengan memberikan respon imun yang akan di
regulasi oleh sistem imunlogi. Limfosit mempunyai peran penting dalam
pertahanan respon imun adaptif terhadap Mycobacterium tuberculosis.
Limfosit akan mengalami penurunan jumlah. Penurunan jumlah ini
menunjukkan proses tuberculosis aktif. Penurunan jumlah limfosit ini di sebut
dengan limfopenia. Limfopenia yaitu jumlah limfosit berada di bawah
2000/mm3
(Rahmawati, 2013). Monosit juga berperan penting dalan respon
imun pada infeksi tuberkulosis. Monosit berperan dalam reaksi seluler
terhadap bakteri tubekulosis. Pada saat tuberculosis aktif akan terjadi
monositosis. Monositosis adalah peningkatan jumlah monosit diatas 950/mm3.
Adanya monositosis sebagai petanda aktifnya penyebaran tuberculosis
(Amaylia, 2003).
Menurut penelitian yang telah di lakukan oleh Prawesti (2016) pada
pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada pasien
tuberculosis rawat inap di RSUD Ciamis didapatkan hasil adanya peningkatan
atau hasilnya diatas nilai normal, sedangkan hitung jenis leukosit diperoleh
hasil yang abnormal yang di tandai adanya peningkatan pada sel jenis leukosit
(Prawesti, 2016).
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik melakukan
penelitian untuk melihat gambaran limfosit dan monosit pada pasien TB paru
yang sedang melakukan pengobatan di Puskesmas Poasia.
5
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana gambaran limfosit
dan monosit pada pasien Tuberculosis Paru yang sedang melakukan
pengobatan di puskesmas Poasia Anduonohu ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran Limfosit dan Monosit pada pasien TB Paru yang
sementara melakukan pengobatan di puskesmas Poasia Anduonohu.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menetukan peningkatan limfosit pada pasien TB Paru yang
sementara melakukan pengobatan di puskesmas Poasia Anduonohu.
b. Untuk menetukan penurunan monosit pada pasien TB Paru yang
sementara melakukan pengobatan di Puskesmas Poasia Anduonohu.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan memperdalam
pengalaman bagi peneliti tentang penyakit TB paru serta pengobatannya
dan pemeriksaan jenis leukosit.
2.Bagi Institusi Pendidikan
Karya Tulis Ilmiah yang dibuat diharapkan dapat memberi tambahan
ilmu pengetahuan serta bahan informasi yang akan memberikan manfaat
dan sebagai pelengkap mutu pendidikan ilmu pengetahuan bagi calon
peneliti selanjutnya terutama di bidang Hematologi dan Bakteriologi
3. Bagi Masyarakat
Sebagai tambahan informasi kepada masyarakat dalam mengikuti
proses pengobatan OAT.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Tuberkulosis (TB)
1. Definisi Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang di
sebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar (80%)
menyerang paru-paru. Bakteri tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh melalui
udara lewat saluran pernafasan dan dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh
lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran
nafas, bronkus atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya. Penyakit TB
paru dapat menyerang semua kelompok usia (Depkes RI, 2014).
TB Paru adalah kasus TB yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru). Penyakit TB merupakan penyakit menahun,
bahkan dapat seumur hidup. Setelah seseorang terinfeksi bakteri Mycobacterium
tuberculosis, hampr 90% penderita secara klinis tidak sakit, hanya di dapatkan
test tuberculin positif dan 10% akan sakit. Penderita yang sakit bila tanpa
pengobatan, setelah 5 tahun 50% penderita TB paru akan mati, 25% sehat dengan
pertahanan tubuh yang baik dan 25% menjadi kronik dan infeksius (Depkes RI,
2014).
Bakteri tuberculosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu di sebut pula sebagai basil
tahan asam (BTA). Bakteri TB paru cepat mati dengan sinar matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab
(Burhan, 2010 ).
6
7
2. Epidemologi
A. Personal
a) Umur
Tb Paru Menyerang siapa saja tua, muda bahkan anak-anak.Sebagian
besar penderita TB Paru di Negara berkembang berumur dibawah 50
tahun. Data WHO menunjukkan bahwa kasus TB paru di Negara
berkembang banyak terdapat pada umur produktif 15-29 tahun. Penelitian
Rizkiyani pada tahun 2008 menunjukkan jumlah penderita baru Tb Paru
positif 87,6% berasal dari usia produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 %
terjadi pada usia lanjut (≤ 55 tahun) (Karta, 2009).
b) Jenis Kelamin
Penyakit TB Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak, laki-
laki dan perempuan. TB paru menyerang sebagian besar laki-laki usia
produktif(Karta,2009).
c) Stasus gizi
Status nutrisi merupakan salah satu faktor yang menetukan fungsi
seluruh sistem tubuh termasuk sistem imun. sistem kekebalan dibutuhkan
manusia untuk memproteksi tubuh terutama mencegah terjadinya infeksi
yang disebabkan oleh `mikroorganisme (Laban, 2008). Bila daya tahan
tubuh sedang rendah, kuman TB paru akan mudah masuk ke dalam tubuh.
Kuman ini akan berkumpul dalam paru-paru kemudian berkembang biak.
Tetapi, orang yang terinfeksi kuman TB Paru belum tentu menderita TB
paru. Hal ini bergantung pada daya tahan tubuh orang tersebut. Apabila,
daya tahan tubuh kuat maka kuman akan terus tertidur di dalam tubuh
(dormant) dan tidak berkembang menjadi penyakit namun apabila daya
tahan tubuh lemah, maka kuman TB akan berkembang menjadi penyakit.
Penyakit TB paru lebih dominan terjadi pada masyarakat yang status gizi
rendah karena sistem imun yang lemah sehingga memudahkan kuman TB
Masuk dan berkembang biak (Karta, 2009).
8
B. Tempat
a) Lingkungan
TB paru merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang
ditularkan melalui udara. Keadaan berbagai lingkungan yang dapat
mempengaruhi penyebaran TB paru salah satunya adalah lingkungan yang
kumuh kotor. Penderita TB Paru lebih banyak terdapat pada masyarakat
yang menetap pada lingkungan yang kumuh dan kotor (Karta, 2009).
b) Kondisi sosial ekonomi
Sebagai penderita TB paru adalah dari kalangan miskin. Data
WHO pada tahun 2011 yang menyatakan bahwa angka kematian akibat
TB paru sebagaian besar berada di Negara yang relatif miskin (Karta,
2009).
c) Waktu
Penyakit Tb paru dapat menyerang siapa saja, dimana saja, dan
kapan saja tanpa mengenal Penyakit TB paru dapat menyerang siapa
saja, dimana saja, dan kapan saja tanpa mengenal waktu. Apabila kuman
telah masuk ke dalam tubuh pada saat itu kuman akan berkembang biak
dan berpotensi untuk terjadinya TB paru waktu. Apabila kuman telah
masuk ke dalam tubuh pada saat itu kuman akan berkembang biak dan
berpotensi untuk terjadinya TB paru (Karta, 2009).
9
3. Morfologi Mycobacterium Tuberculosis
Sumber: www.slideshare.net
Gambar 1 Morfologi Bakteri Mycobactrium Tuberculosis
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini
berbentuk batang atau sedikit melengkung, tidak berspora, tidak berkapsu dan
ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6µm (Amir, 2014). Reservoir infeksi
biasanya di temukan pada manusia dengan penyakit paru aktif (Kumar, 2013).
Penyebab dari penyakit tuberculosis paru adalah bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang merupakan bakteri tahan asam. Di kenal ada
2 tipe bakteri Mycobacterium tuberculosis paru di sebabkan oleh tipe humans
walaupun tipe bovinus dapat juga menyebabkan terjadinya tuberculosis paru,
namun hal itu sangat jarang terjadi (Depkes, 2007).
Mycobacterium tuberculosis hominis bersifat aerob abligat yang
pertumbuhannya terhambat oleh pH kurang dari 6,5 (Kumar, 2013). Sebagian
besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alcohol) sehingga di besut
bakteri tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup
pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan bertahun-
tahun dalam lemari es). Hal ini dapat terjadi karena kuman dalam sifat
10
dormant. Dari sifat dorment ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadi
penyakit tuberculosis menjadi aktig lagi (Amin, 2014). Sifat lain
Mycobacterium tuberculosis adalah aerob. Sifat ini menunjukkan kuman lebih
menyenagi jaringan yang tinggi kandungan okseigennya. Dalam hal ini tekanan
oksegen pada bagian apical paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga
bagian apical ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis (PDPI,
2006).
Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium
Tuberkulosis. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0.504 mikron x 0.3-0.6
mikron dan bentuk dari bekteri ini yaitu batang, tipis, lurus atau agak
bengkok, tidak mempunyai selubung tetapi bakteri ini mempunyai lapisan luar
yang tebal terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Sifat dari bakteri ini
agak istimewah, karena bakteri ini dapat bertahan terhadap pencucian warna
dengan asam dan alcohol sehingga sering di sebut bakteri tahan asam (BTA).
Selain itu bakteri ini juga tahan terhadap suasana kering dan dingin. Bakteri
ini juga tahan pada kondisi rumah atau lingkungan yang lembab dan gelap
bias sampai berbulan-bulan namun bakteri ini tidak tahan atau dapat mati
apabila terkena sinar matahari (Widoyono, 2011).
4. Klasifikasi penyakit
Klasifikasi bedasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopik, TB paru
terbagi dalam :
1. TB Paru BTA Positif
Kriteria diagnostic TB paru BTA positif harus meliputi: sekurang-
kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif: 1
spesimen dahak menunjukan gambaran tuberculosis: 1 spesimen
dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakkan kuman TB positif: 1 atau
lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada
perbaikkan setelah pemberian antibiotic dan OAT.
11
2. TB Paru Negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA
positif.Kriteria diagnostic TB paru BTA negatif haru meliputi: paling
tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya negatif : foto toraks abnormal
menunjukan gambaran tuberculosis: tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotik non OAT, di tentukan (dipertimbangkan) oleh
dokter untuk diberi pengobatan (PDPI, 2011).
5. Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala
klinis, mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik.Pada program tuberkulosis
nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan
dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan
pemeriksaan fototoraks saja.Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran
yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis (Depkes,
2007).
a. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
sewaktu-pagi sewaktu (SPS) (Depkes, 2007).
1) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberculosis
datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang,
suspekmembawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak
pada pagihari kedua
2) P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua,
segerasetelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri
kepadapetugas.
12
3) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua,
saatmenyerahkan dahak pagi hari.
Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu
pemeriksaan mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan
Ziehl Nielsen dan pemeriksaan mikroskopis fluoresens di mana
pewarnaannya dilakukan dengan auramin-rhodamin (khususnya untuk
penapisan)
Tabel 2. 1. Intepretasi hasil pemeriksaan Tb paru
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala
IUATLD (International Union Against Tuberculosis and lung
Tuberculosis) yang merupakan rekomendasi dari WHO.
Tabel 2.2. Interpretasi pemeriksaan mikroskopis Tb paru skala UATLD
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang Negative
Temukan 1-9 BTA dalam 100 lapangan pandang
Di tulis
dalam jumlah
jumlah kuman
yang di temukan
Di temukan 10-99 BTA dalam 100 lapangan pandang +(1+)
Di temukan 1-10 BTA dalam 1 lapangan pandang ++ (2+)
Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapangan pandang +++(3+)
b. Pemeriksaan Bactec
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. Mycobacterium tuberculosa metabolisme asam lemak yang
kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh
mesinini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan
secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji
3 kali positif atau dua kali positif,1 kali
BTA+
negatif
1 kali positif, 2 kali negative
ulangi
BTA 3
Kali
Bila 1 kali positif, dua kali negatif BTA +
Bila 3 kali negative BTA -
13
kepekaan. Bentuk lain teknik ini adalah dengan memakai Mycobacteria
GrowthIndicator Tube (MGIT) (Amin, 2009).
c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasiialah foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana
pada pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada
beberapa kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto toraks bila10,11:
1) Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)
2) Hemoptisis berulang atau berat
3) Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +
Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam
bentuk. Gambaran radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif :
a) Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior
lobus atas dan segmen superior lobus bawah paru.
b) Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak
berawan atau nodular.
c) Bayangan bercak milier.
d) Efusi Pleura
Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif
4) Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas
dan atau segmen superior lobus bawah.
5) Kalsifikasi.
6) Penebalan plura
d . Pemeriksaan Laboratoium Penunjang
Tuberculosis dapat menimbulkan kelainan hematologi, baik sel-sel
hematopoiesis maupun komponen plasma. Kelainan-kelainan tersebut sangat
bervariasi dan kompleks. Kelainan – kelainan hematologis ini dapat
merupakan bukti yang berharga sebagai petanda diagnosis, pentunjuk adanya
komplikasi atau merupakan komplikasi obat-obat anti tuberkulosis (OAT).
Untuk melihat kelainan-kelainan hematologi ini dapat di lakukan
14
Pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan yang dapat menunjang untuk
mendiagnosis TB paru dan kadang-kadang juga dapat untuk mengikuti
perjalanan penyakit yaitu :
1. Laju endap darah ( LED )
2. Hematokrit
3. Trombosit
4. Jumlah Leukosit
5. Hitung Jumlah Leukosit
Pemeriksaan hitung jenis leukosit (Differesia Count) adalah salah
satu pemeriksaan laboratorium di perlukan sebagai salah satu penunjang
untuk mengetahui penyebab timbulnya suatu penyakit, salah satunya infeksi
tuberculosis. Pemeriksaan hitung leukosit termasuk pemeriksaan penyaring
karena tidak sulit dan manfaatnya besar untuk diagnosa penyakit. Ada
beberapa metode yang dapat di lakukan untuk pemeriksaan hitung jenis
leukosit, satu satunya dengan menggunakan metode Hematologi Analyzer.
Untuk menghitung hitung jenis leukosit menggunakan hematologi
Analyzer, waktu yang di gunakan untuk mengeluarkan hasil pemeriksaan,
cepat dan akuratannya tinggi.
e. Pemeriksaan Uji Tuberculin
Pemeriksaan uji tuberculin merupakan prosedur dignostik paling
penting pada TB paru anak, kadang-kadang merupakan satu-satunya bukti
adanya infeksi Mycobacterium tuberculosis.Sedangkan pada orang dewasa,
terutama dei daerag dengan pravalensi TB paru masih tinggi seperti
Indonesia sensitivitasnya rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian Hendoko
dkk terhadap penderita TB paru dewasa yang menyimpulkan bahwa reaksi
uji tuberculin tidak mempunyai arti diagnostik, hanya sebagai alat bantu
diagnostik saja sehingga uji tuberkulin ini jarang di pakai untung
mendiagnosis kecuali keadaan tertentu, dimana sukar untuk menengakkan
diagnosis.
15
6. Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT
(Depkes, 2007).
OAT adalah obat untuk mengobati tuberculosis yang kandungannya
terdiri dari isoniazid, rimfapisin, pirazinamid streptomisin, dan etambutol.
OAT merupakan salah satu obat yang di gunakan dalam proses terapi
penderita TB, karena obat ini dapat mempengaruhi pertumbuhan,
perkembangbiakan, dan kelangsungan hidup bakteri. Pengobatan OAT di
lakukan pada penderita TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penunalaran dan mencegah terjadinya resistenasi kuman terhadap obat OAT
(Depkes, 2007).
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase, intensif
(2-3 bulan) dan fase lanjutan 4-7 bulan. Mycrobcterium tuberculosis
merupakan kuman tahan asam yang sifatnya berbeda dengan kuman lain
karena tumbuhnyasangat lambat dan cepat sekali timbul resistensi bila
terpajan dengan satu obat. Umumnya antibiotika bekerja lebih aktif terhadap
kuman yang cepat membelah dibandingkan dengan kuman yang lambat
membelah. Sifat lambat membelahyang dimiliki mikobakteri merupakan
salah satu faktor yang menyebabkanperkembangan penemuan obat
antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan lambatdibandingkan anti bakteri
lain (Depkes, 2007).
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin,
Streptomisin, Etambutol. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin,
Amikasin, Kuinolon.
16
Tabel 2.3. Jenis dan Obat OAT
Obat
Dosis(mg/kg
BB/hari)
Dosis yg dianjurkan Dosis
Maks
(mg)
Dosis (mg) /
berat badan (kg)
Harian (mg/
kgBB / hari)
Intermitten
(mg/kg/BB/h
ari)
< 40 40-
60
>60
R 08-Des 10 10 600 300 450 600
H 04-Jun 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
S 15-18 15 15 1000
Sesu
aikan
BB
750 1000
B. Tinjuan Umum Tentang Limfosit Dan Monosit
1. Limfosit
Sumber: https://airaanisa.wordpress.com
Gambar 2. Limfosit
Limfosit Merupakan sel yang berbentuk bulat dengan ukuran 12 µm.
Sel ini kompeten secara imunologik karena kemampuanya membantu
fagosit dan jumlahnya mencapai 20–40%. Sebagai imunosit, limfosit
memiliki kemampuan spesifisitas antigen dan ingatan imunologik.
Peningkatan limposit terdapat pada leukemia limpositik, infeksi virus dan
infeksi kronik. Sedangkan penurunan limposit terjadi pada penderita
kanker,anemia aplastik dan gagal ginjal (Nugraha, 2015).
Jumlah limfosit menduduki nomer dua setelah netrofil yaitu sekitar
1000-3000 per mm3 darah atau 20-30% dari seluruh leukosit. Di antara tiga
17
jenis limfosit, limfosit kecil terdapat paling banyak.Limfosit kecil ini
mempunyai inti bulat yang kadang-kadang bertakik sedikit. Intinya gelap
karena khromatinnya berkelompok dan tidak nampak nukleolus.
Sitoplasmanya yang sedikit tampak mengelilingi inti sebagai cincin
berwarna biru muda. Kadang-kadang sitoplasmanya tidak jelas mungkin
karena butir-butir azurofil yang berwarna ungu. Limfosit kecil kira-kira
berjumlah 92% dari seluruh limfosit dalam darah (Nugraha, 2015).
Limfosit mempunyai kedudukan yang penting dalam sistem
imunitas tubuh, sehingga sel-sel tersebut tidak saja terdapat dalam darah,
melainkan dalam jaringan khusus yang dinamakan jaringan limfoid.
Berbeda dengan sel-sel leukosit yang lain, limfosit setelah dilepaskan dari
sumsum tulang belum dapat berfungsi secara penuh oleh karena harus
mengalami differensiasi lebih lanjut. Apabila sudah masak sehingga mampu
berperan dalam respon immunologik, maka sel-sel tersebut dinamakan
sebagai sel imunokompeten. Sel limfosit imunokompeten dibedakan
menjadi limfosit B dan limfosit T, walaupun dalam sediaan apus tidak dapat
membedakannya. Limfosit T sebelumnya mengalami diferensiasi di dalam
kelenjar thymus, sedangkan limfosit B dalam jaringan yang dinamakan
Bursa ekivalen yang diduga keras jaringan sumsum tulang sendiri. Kedua
jenis limfosit ini berbeda dalam fungsi immunologiknya (Hoffbrand, 1996).
Sel-sel limfosit T bertanggung jawab terhadap reaksi imun seluler dan
mempunyai reseptor permukaan yang spesifik untuk mengenal antigen
asing. Sel limfosit B bertugas untuk memproduksi antibodi humoral
antibodi response yang beredar dalam peredaran darah dan mengikat secara
khusus dengan antigen asing yang menyebabkan antigen asing tersalut
antibodi, kompleks ini mempertinggi fagositosis, lisis sel dan sel pembunuh
(killer sel atau sel K) dari organisme yang menyerang. Sel T dan sel B
secara marfologis hanya dapat dibedakan ketika diaktifkan oleh antigen.
Sel T di bagi menjadi tiga kelompok :
a. Sel T- pembunuh, yang mengenali dan menghancurkan sel
abnormal atau sel yang terinfeksi
18
b. Sel T- penolong yang membantu sel lainnya untik menghancurkan
organisme penyebab infeksi
c. Sel T-penekan, yang menekan aktivitas limfosit lainnya, sehingga
mereka menghancurkan jaringan normal.
Limfosit T setelah pembentukanya di sumsum tulang, mula mula
bermigrasi ke kelenjar timus. Di sini limfosit T membelah secara cepat dan
dalam waktu yang bersamaan membentuk keanekaragaman yang ekstrim
untuk bereaksi melawan berbagai antigen yang spesifik. Artinya tiap satu
limfosit membentuk reaktivitas yang spesifik untuk melawan antigen.
Kemudian limfosit berikutnya membentuk spesifitas melawan antigen yang
lain. Hal ini terus berlangsung sampai terdapat bermacam-macam limfosit
timus dengan reaktivitas spesifik untuk melawan jutaan antigen yang
berbeda-beda. Berbagai tipe limfosit T yang diproses ini sekarang
meninggalakan timus dan menyebar keseluruh tubuh untuk memenuhi
jaringa limfoid disetiap tempat. Proses ini berlangsung beberapa waktu
sebelum bayi lahir dan selama beberapa bulan setelah bayi lahir (Hoffbrand,
1996).
Rincian pengolahan limfosit B sedikit diketahui dari pada yang
diketahui mengenai limfosit T. Pada manusia, limfosit B diketahui diolah
lebih dahulu dihati selama pertengahan kehidupan janin dan disumsum
tulang selama masa akhir janin dan setelah lahir. Nama limfosit B karena
mula-mula pengolahannya ditemukan pada bursa fabrikus dari
burung,sehingga dinamakan limfosit B (Dorland, 2012).
Setelah diolah terlebih dulu,limfosit B seperti juga limfosit T,
bermigrasi ke jaringan limfoid diseluruh tubuh dimana mereka menempati
daerah yang sedikit lebih kecil dari pada limfosit. Bila antigen spesifik
datang berkontak dengan limfosit T dan B di dalam jaringan limfoid, maka
limfosit T menjadi teraktivasi membentuk sel T teraktivasi dan limfosit B
membentuk antibodi. Sel T teraktivasi dan antibodi ini kemudian bereaksi
19
dengan sangat spesifik terhadap antigen tertentu yang telah mulai
perkembangannya (Dorland, 2012).
Sebelum terpapar dengan antigen yang spesifik, kelompok limfosit B
tetap dalam keadaan dormant (tidur) didalam jaringan limfoid. Bila ada
antigen asing yang masuk,makrofag dalam jaringan limfoid akan
memfagositosis antigen dan kemudian membawanya ke limfosit B
didekatnya. Disamping itu antigen dapat juga dibawanya ke limfosit T pada
saat yang bersamaan. Limfosit B yang spesifik terhadap antigen segera
membesar tampak seperti gambar limfoblas, limfoblas kemudian
berdiferensiasi lebih lanjut untuk membentuk plasmablas (prekursor dari sel
plasma). Sel plasma yang matur kemudian menghasilkan antibodi. Antibodi
yang disekresi ini kemudian masuk kedalam cairan limfe dan diangkut ke
darah sirkulasi. Proses ini berlanjut terus selama beberapa hari atau
beberapa minggu sampai sel plasma kelelahan dan mati (Gay, 1999).
Limfopenia adalah penurunan jumlah limfosit di bawah 1500/mm3.
Limfopenia menunjukkan proses tuberkulosis aktif. Tuberkulosis yang aktif
menyebabkan penurunan total limfosit T sebagai akibat penurunan sel T4.
Sel T8 tidak mengalami perubahan secara konsisten, Sel B total juga
menurun. Pengobatan tuberkulosis yang berhasil, memperbaiki jumlah sel-
sel tersebut menjadi normal Limfositosis adalah peningkatan jumlah
limfosit di atas 4000/mm3. Limfositosis merupakan respon imun normal di
dalam darah dan jaringan limfoid terhadap tuberkulosis. Repon ini
menimbulkan peningkatan limfosit dalam sirkulasi. Limfositosis
menunjukkan proses penyembuhan tuberculosis (Oyer, 1994).
20
2. Monosit
Sumber: https://airaanisa.wordpress.com
Gambar 3. Monosit
Jenis sel agranulosit ini berjumlah sekitar 2-8% dari seluruh leukosit.
Sel ini merupakan sel yang terbesar diantara sel leukosit karena diameternya
sekitar 12-15 μm. Bentuk inti dapat berbentuk oval, sebagai tapal kuda atau
tampak seakan-akan terlipat-lipat. Butir-butir khromatinnya lebih halus dan
tersebar rata dari pada butir khromatin limfosit (Nugraha, 2015).
Sitoplasma monosit terdapat relatif lebih banyak tampak berwarna biru
abu-abu. Berbeda dengan limfosit, sitoplasma monosit mengandung butir-
butir yang mengandung perioksidase seperti yang diketemukan dalam
netrofil (Hoffbrand, 1996).
Monopoiesis hamper sama dengan granulopoiesis, yaitu melalui
tahapan-tahapan dari sel muda di sumsum tulang hingga menjadi sel dewasa
di peredaran darah. Sintesis dimulai dari Monoblas, promonosit, dan
monosit.
a. Monoblas
Monoblas merupakan stadium paling awal dari monopoiesis.Sel ini
merupakan sel muda yang berukuran besar. Ciri-ciri monoblas adalah
sebagai berikut: ukuran 15 - 25 m, bentuk oval, kadang-kadang bulat,
21
warna sitoplasma biru, biasanya muda, tanpa granul, atau sedikit granul
halus azurofilik. Bentuk inti oval, bulat, kadang-kadang tidak teratur, tipe
kromatin kromatin kasar atau berkelompok, nucleolus tampak, ukuran
sedang atau besar, lebih terang dari kromatin, jumlah 1 sampai 3. Rasio
inti/sitoplasma tinggi sangat tinggi. Sel ini normalnya hanya ditemukan di
sumsum tulang saja dengan presentase < 1%, di peredaran darah tidak ada
b. Promonosit
Promonosit merupakan stadium muda dari monosit, sel ini masih
berukuran besar karena merupakan sel muda. Ciri-ciri promonosit adalah
sebagai berikut: Ukuran 15 - 25 m, bentuk oval, kadang-kadang bulat,
warna sitoplasma terang, biru kelabu, tanpa granul, atau sedikit granul halus
azurofilik Bentuk inti biasa tidak teratur, tipe kromatin kasar atau
berkelompok. Nukleolus hampir tak tampak, ukuran sedang atau besar lebih
terang dari kromatin, 1 sampai 3. Rasio inti/sitoplasma sedang distribusi di
peredaran darah tidak ada, di sumsum tulang < 1 %.
c. Monosit
Monosit merupakan stadium akhir dari monopoiesis, sel ini merupakan
sel dewasa/matur yang normalnya lebih banyak berada pada peredaran
darah. Monosit merupakan leukosit yang memiliki ukuran paling besar
dengan bentuk tidak beraturan. Dalam peredaran darah, monosit memiliki
waktu transit yang lebih singkat, yaitu 10-20 jam, sebelum menembus
membrane kapiler menuju jaringan. Sel monosit di jaringan jika teraktivasi
akan membengkak dan ukuranya menjadi lebih besar menjadi makrofag
jaringan. Makrofag dapat bertahan kurang lebih satu bulan dan didestruksi
jika melakukan fungsi fagosit. Ciri-ciri monosit adalah sebagai berikut,
ukuran 15 - 25 m, bentuk bulat, oval atau tidak teratur, warna sitoplasma
abu-abu biru, granula tidak ada atau sedikit granul azurofilik halus. Bentuk
inti biasanya tidak teratur, tipe kromatin kromatin kasar, berkelompok,
nucleolus tidak terlihat.Rasio inti/sitoplasma sedang. Distribusi di peredaran
darah 1-6 %, di sumsum tulang: < 2 %.
22
Monosit mampu mengadakan gerakan dengan jalan membentuk
pseudopodia sehingga dapat bermigrasi menembus kapiler untuk masuk ke
dalam jaringan pengikat. Dalam jaringan pengikat monosit berbah menjadi
sel makrofag atau sel-sel lain yang diklasifikasikan sebagai sel fagositik.
Didalam jaringan mereka masih mempunyai membelah diri. Selain
berfungsi fagositosis makrofag dapat berperan menyampaikan antigen
kepada limfosit untuk bekerja sama dalam sistem imun (Nugraha, 2015).
Sama seperti netrofil, makrofag memiliki daya fagosit yang besar.
Makrofag merupakan monosit yang sudah teraktivasi dan masuk ke dalam
jaringan. Di dalam tubuh, makrofag akan menempati jaringan tubuh, ada
beberapa makrofag yang menempati jaringa tertentu, yaitu makrofag di
sinusoid hepar (sel Kupffer), makrofag di otak (microglia), makrofag di
kulit dan subkutan (histiosit), makrofag di limfonodi, dan makrofag di paru-
paru (makrofag alveolar). Jika sudah diaktifkan oleh system imun tubuh
(TNF alfa, IL-1daya fagosit jauh lebih besar dari netrofil, karena mampu
memfagosit sekitar 100 bakteri.Makrofag juga memiliki kemampuan untuk
memakan partikel yang jauh lebih besar, seperti eritrosit, parasit
malaria.Setelah memfagosit, makrofag dapat menampung produk residu di
sitoplasma dan inti (terbentuk vakuola) dan mampu bertahan beberapa bulan
di jaringan (Bain, 2015).
Partikel yang difagosit akan dicerna oleh intraselular enzim, partikel
asing akan oleh lisosom setelah kontak dengan vesikel fagosit dan fusi dari
membrane. Setelah itu, fagosit vesikel akan menjadi vesikel digestif yang
akan segera mencerna partikel. Selain itu, lisosom pada makrofag juga
mengandung lipase dalam jumlah besar yang akan mencerna lipid yang
tebal pada beberapa dinding sel bakteri, terutama
Mycobacterium.tuberkulosis Pada makrofag juga mengandung bactericidal
agent yang akan membunuh bakteri jika enzim lisosom gagal mencerna
bakteri. Efek pencernaan antigen juga berasal dari agen oksidasi yang kuat
yang dibentuk oleh enzim pada membrane fagosome atau oleh special
organelle, yaitu peroksisom.Oksidasi agen meliputi superoksida (O2-)
23
dalam jumlah besar, jidrogen peroksida (H2O2) dan ion hidroksil (-OH-)
yang semuanya bersifat lethal terhadap bakteri meskipun dalam jumlah
terbatas.Selain itu juga enzim lisosomal, myeloperoksidase, katalisasi reaksi
antara H2O2 dan ion clorida yang membentuk hipochlorit yang sangat
bakterisidal (Bain, 2015).
Monosit dalam peredaran darah jumlahnya 8-10%, jika >10% dalam
100 sel leukosit disebut monositosis. Monositosis antara lain disebabkan
oleh : infeksi bakteri kronik (TBC, bruselosis, endokarditis bakterialis,
tifoid), infeksi protozoa (malaria, trypanosomiasis), netropenia kronik,
penyakit Hodgkin dan keganasan lain, mielodisplasia (khususnya leukemia
mielomonositik kronik), pengobatan dengan GM-CSF atau M-CSF. Apabila
dalam peredaran darah jumlahnya < 8% dalam 100 sel leukosit, disebut
Monositopenia, misalnya pada penyakit autoimmune (SLE), hairy cell
leukemia, obat-obatan glukokortikoid, chemotherapy (Sufro, 2012).
C. Tinjuan Umum Tentang Metode Pemeriksaan Limfosit dan Monosit
Pemeriksaan hematologi merupakan bagian kelompok pemeriksaan
laboratorium klinik yang terdiri dari beberapa macam pemeriksaan seperti
kadar hemoglobin, hitung jumlah leukosit, eritrosit, trombosit, laju endap
darah (LED), sediaan apus darah tepi, hematokrit, retikulosit dan
pemeriksaan hemostasis (Ganda, 2001).
Pemeriksaan hitung jenis leukosit (Differential Count) digunakan
untuk mengetahui jumlah berbagai jenis leukosit. Terdapat lima jenis
leukosit yang masing-masing memiliki fungsi yang khusus. Sel-sel itu
adalah neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil (Ganda, 2001).
Hitung jenis leukosit dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara
yaitu :
a) Pemeriksaan manual dengan menggunakan miksroskop.
b) Pemeriksaan automatic dengan menggunkan hematologi
Analyzer.
24
Diagnosis rutin pemeriksaan hitung jenis leukosit dilakukan
dengan mesin penghitung sel. Teknologi yang digunakan untuk
pemeriksaan hitung jenis bergantung pada tipe mesin, dengan mengenali
berbagai karakteristik sel, seperti ukuran, pembiasan optik, impedansi dan
sebagian juga menurut pulasan sitokimiawi. Namun bila hal tersebut
berkenaan dengan pengenalan sel-sel patologis. validitas jenis
pemeriksaan diferensiasi tersebut sebagian besar terbatas. Karena itu
penilaian morfologis sediaan apus darah dengan menggunakan mikroskop
masih menjadi dasar diagnosis hematologi. (Freud, 2012)
Salah satu cara langsung yang digunakan adalah cara otomatis
dengan menggunakan alat hitung otomatis ( sysmex KX – 21 ) yang
berprinsip pada impedansi yaitu berdasar pengukuran besarnya resistensi
elektronik antara dua electrode (Adisti, 2012).
Hematology Analyzer adalah alat untuk mengukur sampel berupa
darah. Alat ini biasa digunakan dalam bidang Kesehatan. Alat ini dapat
membantu mendiagnosis penyakit yang diderita seorang pasien seperti
kanker, diabetes, dan lain-lain. Alat yang digunakan untuk memeriksa
darah lengkap dengan cara menghitung dan mengukur sel darah secara
otomatis berdasarkan impedansi aliran listrik atau berkas cahaya terhadap
sel-sel yang di lewatkan. Mengukur sampel berupa darah. Pemeriksaan
hematology rutin seperti meliputi pemeriksaan hemoglobin, hitung sel
leukosit, dan hitung jumlah sel trombosit (Bakta, 2012).
Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dengan cara otomatis yang
menggunakan alat hematology analyzer bekerja berdasarkan beberapa
prinsip diantaranya impedance dan laserbased (optical) flowcytometry.
Pada impedance flowcytometry, jenis-jenis leukosit dibedakan menurut
ukurannya saja, sehingga hanya bisa membedakan 3 (tiga) jenis leukosit
yaitu sel yang berukuran kecil dimasukkan dalam kelompok limfosit, sel
yang berukuran besar dimasukkan kelompok granulosit dan sel yang
berukuran sedang dimasukkan dalam kelompok mid-cells. Pada aser-
25
based flowcytometry, untuk membedakan sel-sel darah putih selain
berdasarkan ukuran sel juga berdasarkan granula yang kompleks dari
masing-masing sel sehingga teknik ini dapat membedakan seluruh jenis
leukosit yang ada pada darah. Pada kondisi di lapangan tidak semua
pemeriksaan hitung jenis leukosit berlangsung lancer seperti yang
diharapkan. Terkadang alat tidak dapat membaca karena berbagai faktor
sehingga diperlukan teknik lain, teknik lain yang digunakan untuk
melakukan perhitungan jenis leukosit adalah dengan cara manual yaitu
dengan membuat sediaan apus darah tepi. Pembuatan preparat sediaan
apus darah adalah untuk menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti
eritrosit, leukosit, rombosit dan mencari adanya parasit seperti malaria,
microfilaria dan lain sebagainya. Bahan pemeriksaan yang digunakan
biasanya adalah darah kapiler tanpa antikoagulan atau darah vena dengan
antikoagulan EDTA dengan perbandingan 1mg/ cc darah (Wahid, 2008).
26
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Teori Kerangka Konsep
Sistem imun pada penderita Tuberculosis akan melakukan
perlawanan terhadap bakteri yang masuk dalam tubuh. Tuberculosis juga
dapat menimbulkan kelainan hematologi, baik sel-sel hematopoiesis
maupun komponen plasma. Kelainan-kelainan tersebut sangat bervariasi
dan kompleks. Kelainan – kelainan hematologis ini dapat merupakan bukti
yang berharga sebagai petanda diagnosis, pentunjuk adanya komplikasi
atau merupakan komplikasi obat-obat anti tuberkulosis (OAT). Untuk
pemeriksaan hematologi yang di lakukan pada penderita tuberculosis
satunya yaitu pemeriksaan hitung jenis leukosit. Hitung jenis leukosit
bertujuan untuk mengetahui berapa jumlah dari jenis leukosit pada
penderita tuberculosis. Dengan mengetahui jumlah jenis leukosit dapat
menjadi suatu petunjuk untuk melihat perjalanan penyakit penderita
tuberculosis.
Jenis leukosit yang berperan penting dalam membantu sistem
imun pada saat terinfeksi tuberculosis yaitu limfosit dan monosit.
Perubahan jumlah presentasi tiap leukosit dapat menunjukkan apakah
infeksi yang di alami merupakan infksi jangka pendek atau panjang. Pada
infeksi yang kronik atau panjang sel yang cenderung mengalami
peningkatan atau penurunan yaitu limfosi dan monosit. Jumlah limfosit
cenderung menurun pada saat infeksi tuberculosis aktif. Dan akan mulai
meningkat pada saat perjalanan pengobatan. Sedangkan monosit akan
meningkat pada saat infeksi tuberculosis dan akan menurun pada proses
penyembuhan.
Pada pemeriksaan tuberculosis menggunakan alat hematologi
analyzer. Dengan menggunakan alat ini hasil yang di keluarkan tidak
26
27
memerlukan waktu yang lama, dan hasil yang di keluarkan akurat dan
dapat menjadi diagnosis untuk suatu pemeriksaan.
B. Kerangka Pikir
Pasien yang sedang pengobatan OAT
Darah
Hitung jenis leukosit menggunakan
alat hematologi Analyzer
Monosit Limfosit
Hasil pemeriksaan limfosit dan monosit
28
C. Variabel penelitian
Dalam penelitian ini, variabel di bagi menjadi dua yaitu :
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pasien yang pengobatan Anti
TB.
2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah jumlah limfosit dan monosit.
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Penderita TB yang di maksud dalam penelitian ini adalah pasien yang
berkunjung ke puskesmas Poasia Kota Kendari yang di diagnosa oleh
dokter rmenderita TB yang sedang mendapatkan pengobatan OAT.
2. Limfosit dan monosit adalah jenis sel darah putih yang peran penting
dalam sistem pertahanan tubuh.
3. Pada Pemeriksaan limfosit dan monosit di lakukan dengan menggunakan
metode automatic menggunakan hematologi analyzer
E. Kriteria Objektif
Kriteria objektif dalam penelitian ini yaitu di katakan normal jika :
1. Limfosit : 20% - 40% /µL
2. Monosit : 2% - 8% / µL
29
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu untuk mengetahui
gambaran limfosit dan monosit pada pasien TB paru yang sedang melakukan
pengobatan di Puskemas Poasia Anduonohu kota Kendari.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian ini bertempat di laboratorium puskesmas Poasia Andounohu
kota Kendari
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini di laksanakan pada tanggal 19 Maret- 24 April 2018
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan atau totalitas objek yang di teliti yang
ciri-cirinya akan di duga atau di taksir (estimated) (Nasir, 2011). Populasi
dari penelitian ini adalah pasien terdiagnosa tuberculosis sebanyak 80
orang yang mendapatkan Paket OAT di Puskemas Poasia Andounohu
kota Kendari yang di ambil dalam 1 tahun pada tahun 2017.
2. Sampel
Sampel adalah wakil dari populasi yang ciri-cirinya diungkapkan
dan akan digunakan untuk menaksir ciri-ciri populasi (Nasir, 2011).
Sampel pada penelitian ini adalah 20 pasien TB paru yang sedang
mengalami masa pengobatan OAT III sampai IV bulan. Teknik
pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan metode accidental
sampling yang di lakukan dengan cara mengumpulkan data dari subjek
yang di temuinya, saat itu dan dalam jumlah waktu secukupnya.
a. Kriteria Sampel
a) Kriteria inklusi
29
30
Pasien TB paru yang sedang mengalami masa pengobatan OAT
selama III sampai VI bulan di puskesmas Poasia dan bersedia
menjadi sampel dalam penelitian ini.
b) Kriteria ekslusi
Pasien yang tidak melakukan masa pengobatan OAT selama III
sampai VI bulan.di puskesma Poasia.
E. Jenis Data dan Prosedur Data
Pengumpulan data terbagi dua jenis berdasarkan sumbernya yaitu
data primer dan data sekunder
1.Data primer di peroleh melalui hasi pemeriksaan Jumlah
Limfosit dan Monosit pada penderita TB yang sedang melakukan
pengobatan.
2.Data sekunder berasal dari instasi terkait dan penelitian
sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini baik dari
Karya Ilmiah yang berupa buku-buku, skripsi, tesis, jurnal Ilmiah,
Internet, Koran dan sebagainya.
F. Prosedur Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini di kumpulkan dari observasi awal,
pengumpulan jurnal, study literature, hingga pencatatan hasil
pemeriksaan Limfosit dan Monosit
G. Instrument Penelitian
Dalam penelitian ini alat yang di gunakan adalah Automatic
Hematology Analyzer
H. Prosedur Penelitian
1. Pra analitik (Persiapan)
a. Persiapan responden
Tidak ada persiapan khusus responden
b. Persiapan sampel
Sampel darah yang digunakan melalui pengambilan darah
vena dengan Antikoagulan EDTA.
31
c. Persiapan Alat
1.Automatic Hematology Analyzer
2.Spoit Disposible 3 cc
3.Tabung EDTA
d. Persiapan Bahan Bahan
1.Kapas alkohol
2. Analitik
a. Prosedur pengambilan darah
1) Minta pasien meluruskan lengannya.
2) Mintalah pasien menggepalkan tangannya.
3) Pasanglah tourniquet kira-kira 10 cm diatas lipatan
siku.
4) Pilih bagian vena mediana cubiti atau chepalica.
Lakukan perabaan (palpasi untuk memastikan posisi
vena). Vena teraba seperti pipa kecil, elastic dan
memiliki dinding tebal.
5) Jika vena tidak teraba, lakukan pengerutan dari arah
pergelangan ke siku, atau kompres hangan selama 5
menit pada daerah lengan.
6) Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil
dengan kapas alcohol 70% biarkan mengering,
dengan catatan kulit yang sudah dibersihkan jangan
di pegang lagi.
7) Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarung
menghadap keatas. Jika jarum telah masuk ke dalam
vena, akan terlihat darah masuk kedalam semprit
(flash). Usahakan sekali tusuk vena, lalu tourniquet
dilepas.
8) Setelah volume darah dianggap cukup, minta pasien
membuka kepalan tangannya.
32
9) Letakkan kapas ditempat suntikkan lalu segera lalu
segera lepaskan/tarik jarum, tekan kapas beberapa
saat lalu plaster selama ±15 menit.
b. Hitung limfosit dan monosit cara automatis (Hematologi
Analyzer)
1) Sampel darah di masukkan ke dalam tabung yang
berisi Antikoagulan EDTA kemudian di
homogenkan
2) Sampel darah yang telah di homogenkan dengan
alat sebelumnya di periksa pemutarannya dengan
lakukan secara manual atau dengan tangan pada
pemutaran berbentuk angka delapan.
3) Program alat hematologi analyzer secara tertulis
identifikasi pasien.
4) Jarum akan keluar pada alat dan isapkan sampel
darah dengan menekan tombol START. Hasil tes
akan keluar pada layar alat dan dalam bentuk print
out
3. Pasca Analitik
Nilai rujukkan pada pemeriksaan
Limfosit : 20-40 % µL
Monosit : 2-8 % µL
I. Pengelohan Data dan Penyajian Data
1. Pengolahan Data
Data yang di dapatkan kemudian di tinjau ulang untuk memastikan
keabsahan data. Data di kelompokkan berdasarkan jenis kelamin,
kemudian data dikuantitatifkan.
2. Penyajian Data
33
Data yang telah di analasis kemudian di tampilkan dalam bentuk
tabel dan di narasikan, kemudian di simpulkan berdasarkan tujuan
awal penelitian ini.
34
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Dan Lokasi Penelitian
Puskesmas Poasia merupakan Puskesmas terbesar bukan hanya di Kota
Kendari, tetapi Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2009, Puskesmas
Poasia memiliki gedung UGD, persalinan, Instalasi Gizi, Perumahan dokter
dan paramedic, gedung rawat jalan, dan rawat inap.
1.Letak Geografis
Puskesmas poasia terletak di kecamatan poasia Kota Kendari, sekitar 9
km dari ibukota provinsi serta memiliki letak geografis daerah dataran
rendah yang terbatasan dengan :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Kendari
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Abeli
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Moramo
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kambu
2. Keadaan Demografi
Jumlah penduduk di kecamatan Poasia Kota Kendari berjumlah
25.474 jiwa serta tingkat kepadatan penduduk 49 orang/m atau 490
orang/km, dengan tingkat kepadatan penduduk hunia rumah rata-rata5
orang/rumah.
3. Sarana dan Prasarana
Puskesmas Poasia merupakan Puskesmas perawatan dengan
kapasitas tempat tidur 17 buah, yang terdiri dari perawatan persalinan
dengan kapasitas tempat tidur 2 buah dan perawatan umum dengan
kapasitas tempat tidur 15 buah. Laboratorium dengan tenaga kesehatan
4orang yang terdiri dari 2 PNS dan 2 honorer, dengan fasilitas penunjang
alat hematologi analyzer, mikroskop dan centrifuge. Dengan jenis
pemeriksaan darah lengkap, malaria, Hb, TBC, syphilis, hepatitis, AIDS,
dll.
34
35
B. Hasil Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan limfosit dan monosit pada pasien tb
paru yang sedang melakukan pengobatan di puskesmas poasia andonohu
kota kendari yang dilakukan pada 19 Maret-24 April 2018. Dengan sampel
yang di dapatkan sebanyak 20 pasien, yang terdiri atas 12 laki-laki dan 8
perempuan yang merupakan pasien TB Paru yang sedang melakukan
pengobatan pada bulan ke II sampai dengan VI lalu dilakukan
pemeriksaan Limfosit dan Monosit.
1. Karakteristik Responden
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Pada Pasien TB Paru Yang Sedang Pengobatan Di
Puskesmas Poasia Andonohu Kota Kendari
Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
Laki-laki 12 60
Perempuan 8 40
Total 20 100
Sumber: Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 5.1 pasien TB paru yang sedang pengobatan dan
melakukan, pemeriksaan jumlah limfosit dan monosit di dapatkan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 12 pasien dengan persentase 60%. Dan jenis
kelamin perempuan sebanyak 8 pasien dengan persentase 40%. Sehingga
dapat diketahui jumlah pasien lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan.
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Umur Pada Pasien
TB Paru Yang Sedang Pengobatan Di Puskesmas Poasia
Andonohu Kota Kendari
umur frekuensi Persentase (%)
15-55 tahun 14 70
(usia produktif)
> 55 tahun 6 30
(usia lansia)
total 20 100
Sumber: Data Primer 2018
36
Berdasarkan tabel 5.2 pasien TB paru yang sedang melakukan
pengobatan dan melakukan pemeriksaan jumlah limfosit dan monosit.
Terdiri dari 20 pasien dan dibagi berdasarkan WHO (2013) atas 2
kelompok umur yaitu pada umur usia produktif dan usia lansia. Pasien
yang terbanyak di dapatkan usia produktif yaitu, 7 pasien dengan
persentase 35%.
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan lama Pengobatan
Pada Pasien TB Paru Yang Sedang Pengobatan Di Puskesmas
Poasia Andonohu Kota Kendari
Sumber: Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 5.3 pasien TB Paru yang sedang pengobatan dan
melakukan pemeriksaan hitung jumlah limfosit dan monosit berdasarkan
lama pengobatan dari 20 pasien dibagi atas 4 kelompok lama pengobatan
dimana pada bulan III, IV, V, dan VI. Terbanyak pada kelompok lama
pengobatan di bulan III yaitu, 9 pasien dengan persentase 45%.
Lama Pengobatan
(bulan)
Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
3 bulan 9 45
4 bulan 5 25
5 bulan 5 25
6 bulan 1 5
Total 20 100
37
1. Variabel Penelitian
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Limfosit Pada Pasien
TB Paru Yang Sedang Melakukan Pengobatan DI Puskesmas
Poasia Andonohu Kota Kendari
No Hasil Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Tinggi 3 15
2. Rendah 2 10
3. Normal 15 75
4 Rata-rata 6,67 100
Jumlah 20
Sumber: Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan limfosit
pada pasien TB Paru yang sedang melakukan pengobatan di Puskesmas
Poasia Andonohu Kota Kendari, yang memiliki kadar normal sebanyak
15 pasien dengan persentase 75%, tinggi sebanyak 5 pasien dengan
persentase 15% dan rendah sebanyak 2 pasien dengan persentase 10%.
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Monosit Pada Pasien
TB
Paru Yang Sedang Melakukan Pengobatan DI Puskesmas
Poasia Andonohu Kota Kendari
No Hasil Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Tinggi 19 95
2 Rendah 0 0
3 Normal 1 5
4 Rata-rata 7.75
100 Total 20
Sumber: Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan monosit
pada pasien TB Paru yang sedang melakukan pengobatan di Puskesmas
Poasia Andonohu Kota Kendari, yang memiliki kadar normal sebanyak 1
pasien dengan persentase 5%, dan tinggi sebanyak 19 pasien dengan
persentase 95%.
38
C. Pembahasan
1. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Terlihat bahwa pasien yang melakukan pemeriksaan limfosit terdapat
20 pasien yang terdiri dari atas jenis kelamin laki-laki sebanyak 12 pasien
dengan persentase 60% dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 8
pasien dengan persentase 40%. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa
lebih banyak pasien laki-laki yang melakukan pemeriksaan dibandingkan
perempuan. Ini sejalan dengan penelitian Naga (2012) karena pada
umumnya jenis kelamin pada laki-laki lebih rentang terkena penyakit TB
Paru lebih tinggi, ini di pengaruhi oleh kebiasaan rokok dan minuman
alkohol di mana kebiasaan buruk ini dapat menurunkan sistem pertahanan
tubuh. Sehingga benar jika perokok dan peminum beralkohol sering
disebut sebagai agen dari penyakit TB Paru
2. Karakteristik Responden berdasarkan Umur
Dari tabel 5.2 menunjukkan bahwa pasien TB paru yang sedang
pengobatan, melakukan pemeriksaan jumlah limfosit dan monosit. Pasien
terbanyak yang melakukan pemeriksaan ditemukan pada umur produktif
yaitu 15-55 tahun yang berjumlah 12 pasien dengan persentase 70%. Hal
ini disebabkan karena aktifitas yang di lakukan pada usia-usia tersebut
masih aktif sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk
penyakit TB Paru dan lingkungan kerja yang padat serta berhubungan
dengan banyak orang juga dapat meningkatkan risiko terjadinya TB paru.
Mobilitas yang tinggi, lingkungan kerja yang padat,dan intraksi dengan
banyak orang dapat meningkatkan resiko terjadinya TB paru. Dimana
semakin padat lingkungan kerja maka perpindahan penyakit, khususnya
penyakit menular melalui udara akan semakin mudah dan cepat, apabila
terdapat seorang pekerja yang menderita TB dengan BTA positif yang
secara tidak sengaja batuk. Bakteri Mycobacterium Tuberkulosis akan
menetap di udara selama kurang lebih 2 jam sehingga memiliki
kemungkinan untuk menularkan penyakit pada pekerja yang belum
terpajan bakteri Mycobacterium Tuberkulosis . Kondisi kerja yang
39
demikian ini memudahkan seseorang yang berusia produktif lebih mudah
dan lebih banyak menderita TB paru. Hal tersebut didukung oleh
penelitian Sarce (2016) tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian
TB Paru di RSUD Makassar, didapatkan hasil bahwa kelompok umur
responden yang terbanyak mengalami TB Paru adalah 20-50 tahun,
sehingga pada umur tersebut perlu adannya support system untuk
melakukan segala aktivitas diataranya nutrisi dan kebersihan diri.
3. Karakteristik Responden berdasarkan Lama Pengobatan
Dari tabel 5.3 menunjukkan bahwa pasien TB Paru yang sedang
pengobatan dan melakukan pemeriksaan jenis jumlah limfosit dan monosit
yakni sebanyak 20 pasien. Dari 20 pasien dengan persentasi 45%
tertinggi adalah Pada penelitian ini banyak ditemukan yang melakukan
pemeriksaan yaitu pasien TB paru yang sedang melakukan pengobatan di
bulan ke III. Hal ini disebabkan karena pada masa pengobatan di bulan ke
III pasien TB paru melakukan pengobatan yang intensif, karena pada bulan
ke II dan III merupakan masa pengobatan yang sangat penting serta
pengambilan obat yang telah di atur agar tidak terjadi kegagalan
pengobatan. Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan hal ini akan
mengakibatkan resistensi obat, dan menimbulkan penularan untuk orang
lain (Pameswari 2016).
4. Variabel Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian tentang identifikasi limfosit dan
monosit pada pasien TB paru yang sedang melakukan pengobatan di
Puskesmas Poasia Andonohu Kota Kendari dengan menggunakan sampel
darah pasien. Jumlah sampel pada penelitian ini di dapatkan sebanyak 20
sampel yang memenuhi kriteria inklusi yakni Pasien TB paru yang sedang
mengalami masa pengobatan OAT selama III sampai VI bulan di
puskesmas Poasia dan bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini, yang
terdiri dari 12 pasien laki-laki (60%) dan 8 pasien perempuan (40%).
Pemeriksaan sampel dilakukan dengan cara automatic yaitu menggunakan
alat Hematology Analyzer.
40
Dari penelitian di dapatkan hasil bahwa dari 20 pasien TB paru
yang sedang pengobatan, diperoleh hasil 15 pasien memiliki jumlah
limfosit yang normal dengan persentase 75% dan 5 pasien didapatkan hasil
yang abnormal dengan persentase 25%. Sedangkan pada jumlah monosit
di dapatkan hasil yang normal sebanyak 1 pasien dengan presentase 5%
dan 19 pasien di dapatkan hasil yang abnormal dengan presentase 95%
dari keseluruhan lama pengobatan.
Pada lama pengobatan di bulan ke III di dapat hasil yang abnormal,
di mana terjadi peningkatan dan penurunan pada limfosit dan monosit hal
ini di sebabkan karena proses infeksi tuberkulosis, dimana Mycobacterium
tuberculosis terletak pada bagian apeks paru pasien, sehingga terjadi
aktivasi polimorfonuklear (PMN) dan monosit oleh komponen protein
dalam bakteri. Mycobacterium tuberculosis (Kresno,1998). Hal tersebut
diikuti juga oleh adanya peran dari sistem imun pada penderita
tuberkulosis yang membuat sel T helper-1 (Th1) sangat berperan pada
sistem pertahanan tubuh terutama dalam menghadapi infeksi bakteri
intraseluler. Terjadinya gangguan atau penurunan aktivitas sel Th1 cukup
bermakna dalam mempengaruhi mekanisme pertahanan tubuh terhadap
penyakit tuberkulosis paru (Permatasari, 2005). Sehingga pada penelitian
ini di dapatkan hasil yang abnormal pada pasien TB paru yang sedang
pengobatan pada bulan ke III.
Menurut penelitian yang telah di lakukan oleh Prawesti (2016) di
dapatkan hasil yang abnormal pada sel jenis leukosit pada pasien TB paru.
Hal ini ditegaskan sesuai dengan teori Amaylia (2003) dan Rahmawati
(2013) bahwa terjadinya penurunan limfosit menunjukkan proses
tuberculosis aktif sedangkan peningkatan kadar limfosit menunjukkan
proses penyembuhan tuberculosis. Dan adanya peningkatan monosit atau
monositosis menandakan aktifnya penyebaran tuberculosis.
Pada pengobatan di bulan ke VI masih di dapatkan hasil yang
abnormal pada limfosit dan monosit, sedangkan pengobatan di bulan VI
adalah pengobatan tahap akhir dari pengobatan TB. Terjadinya hal
41
tersebut dapat di sebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis aktif
sehingg sel darah putih (leukosit) menjadi aktif kembali dan
tubuh melawan berbagai penyakit infeksi untuk menjaga sistem
tubuh. Kekebalan tubuh pada pasien yang lemah dipengaruhi dari
nutrisi yang kurang baik, pola makan yang tidak sehat, tidak bergizi,
tidak patuh terhadap pengobatan untuk melakukan penyembuhan
(Mayasari,2009). Penyebab lain di dapatkan hasil yang abnormal
limfosit dan monosit juga dapat di sebabkan dengan komplikasi,
terjadi karena leukemia, kanker, kehamilan, thyroid, diabet dan
(Amin,2009). Selain itu menurut Wahyuningsi (2016) terjadi
jumlah leukosit (leukositosis) menunjukkan bahwa adanya proses
atau radang akut, misalnya pneumonia, meningitis dan tuberkulosis
Dari penelitian pemeriksaan jumlah limfosit dan monosit di dapat
hasil normal 15 pasien dengan persentase 75%, dan kadar abnormal
sebanyak 5 pasien dengan persentase 25% untuk limfosit sedangkan
untuk monosit terdapat kadar normal 1 pasien dengan persentase 5%, dan
kadar abnormal sebanyak 19 pasien dengan persentase 95%. Namun
dengan adanya hasil yang abnormal tidak dapat di jadikan hasil yang
seutuhnya, karena satu kali Pemeriksaan saja belum bisa dijadikan
kesimpulan. Pasien harus melakukan pemeriksaan darah secara rutin dari
awal pengobatan sampai dengan akhir pengobatan sehingga dapat di liat
hasil dan kesuksesan pengobatan pasien.
42
BAB VI
PENUTUP
A.Kesimpulan
1. Pada pasien TB paru yang sedang melakukan pengobatan yakni 20 pasien
TB paru di dapatkan hasil pemeriksaan limfosit sebanyak 15 pasien dengan
persentase 75% dengan kadar normal dan kadar abnormal sebanyak 5
pasien dengan persentase 25%
2. Pada pasien TB paru yang sedang melakukan pengobatan yakni 20 pasien di
dapatkan hasil pemeriksaan monosit 1 pasien dengan persentase 5% dengan
kadar normal dan kadar abnormal sebanyak 19 pasien dengan persentase
95%.
B. Saran
1. Diharapkan bagi puskesmas khususnya untuk laboratorium agar
memberikan pemeriksaan penunjang kepada pasien TB paru untuk
melakukan pemeriksaan darah lengkap, karena dengan adanya pemeriksaan
darah lengkap pada pasien tb paru dapat di liat proses pejalanan pengobatan
pasien.
2. Diharapkan bagi pasien TB paru untuk menjaga pola hidup dan asupan
makanan yang sehat dan bergizi, karena dengan mejaga pola hidup dan
asupan makan proses penyembuhan pasien dapat berjalan dengan sukses,
hasil yang di peroleh akurat dan pasien dapat sembuh total.
42
43
Lampiran
44
45
46
TABULASI DATA
IDENTIFIKASI JUMLAH LIMFOSIT PADA PASIEN TB PARU YANG
SEDANG MELAKUKAN
PENGOBATAN DI PUSKESMAS POASIA ANDONOHU KOTA KENDARI
NO
KODE SAMPE
L
UMUR
JENIS KELAMI
N
LAMA PENGOBATA
N
KATEGORI
NORMAL
ABNORMAL
1 001 18 thn
L 3 bulan √
2 002 15thn L 4 bulan √
3 003 45 thn
L 3 bulan √
4 004 30 thn
L 5 bulan √
5 005 21 thn
L 3 bulan √
6 006 32 thn
P 4 bulan √
7 007 50 thn
P 3 bulan √
8 008 29 thn
L 5 bulan √
9 009 48 thn
P 4 bulan √
10 010 62 thn
L 5 bulan √
11 011 43 thn
P 3 bulan √
12 012 53 thn
P 4 bulan √
13 013 61thn L 3 bulan √
14 014 58 thn
P 6 bulan √
15 015 64 L 5 bulan √
47
thn
16 016 47 thn
P 3 bulan √
17 017 53 thn
L 3 bulan √
18 018 44 thn
L 4 bulan √
19 019 47 thn
L 5 bulan √
20 020 55 thn
P 3 bulan √
Keterangan:
Nilai Normal : 20-40 %
48
TABULASI DATA
IDENTIFIKASI JUMLAH MONOSIT PADA PASIEN TB PARU YANG
SEDANG MELAKUKAN
PENGOBATAN DI PUSKESMAS POASIA ANDONOHU KOTA KENDARI
NO
KODE SAMPE
L
UMUR
JENIS KELAMI
N
LAMA PENGOBATA
N
KATEGORI
NORMAL ABNORMAL
1 001 18 thn
L 3 bulan √
2 002 15thn
L 4 bulan √
3 003 45 thn
L 3 bulan √
4 004 30 thn
L 5 bulan √
5 005 21 thn
L 3 bulan √
6 006 32 thn
P 4 bulan √
7 007 50 thn
P 3 bulan √
8 008 29 thn
L 5 bulan √
9 009 48 thn
P 4 bulan √
10 010 62 thn
L 5 bulan √
11 011 43 thn
P 3 bulan √
12 012 53 thn
P 4 bulan √
13 013 61thn
L 3 bulan √
14 014 58 P 6 bulan √
49
thn
15 015 64 thn
L 5 bulan √
16 016 47 thn
P 3 bulan √
17 017 53 thn
L 3 bulan √
18 018 44 thn
L 4 bulan √
19 019 47 thn
L 5 bulan √
20 020 55 thn
P 3 bulan √
Keterangan:
Nilai Normal : 2-8 %
50
51
52
53
54
DOKUMENTASI PROSES PENELITIAN
Gambar. Persiapan alat dan bahan yang di gunakan
Gambar. Melakukan pengambilan sampel darah pada pasien
55
Gambar. Sampel yang telah di ambil
Gambar. Melakukan pemeriksaan pada alat